PSIKOLOGIS
SUARA HATI Ivy Rifki
PSIKOLOGIS : Suara Hati Penulis: Ivy Rifki Penyunting Naskah: Wida Waridah Desain Sampul: Alryadhi Desain Layout: Alryadhi Hak cipta dilindungi undang undang All rights reserved Cetakan I, Agustus 2015 Diterbitkan secara mandiri oleh Ivy Rifki Melalui www.nulisbuku.com rifkirusmana.blogspot.com
[email protected]
Ucapan Terima Kasih Terima kasih untuk keluarga tercinta, terutama adik saya Windi, yang tak pernah berhenti menyemangati saya untuk menyelesaikan novel ini. Untuk sahabat saya, Alryadhi, yang telah rela melewati berbagai cuaca, hujan-hujanan, panas-panasan, hanya untuk menyempatkan membantu saya dalam menggarap novel ini, mulai dari desain, layout, dan musik, di tengah kesibukannnya sebagai desainer. Untuk sahabat saya, Andrian Yanuar, pembaca pertama novel ini. Jujur saja, saran dan pendapatnya sangat mengangkat rasa percaya diri saya untuk menerbitkan novel ini. Untuk Ryan ‘Muezza’, yang sudah membantu saya dalam penggarapan musik. Untuk Mbak Wida, editor novel ini. Dan, untuk kalian semua pembaca novel ini. Semoga novel ini bisa memberikan sesuatu yang bermanfaat bagi kalian semua.
Selamat membaca,
Ivy Rifki
Isi Buku PROLOG: Thoracopagus (6) 10 Jam Waktu Tersisa (12) 1. DAMAI: Pemuda Berponi (17) Kejutan Darimu (24) 2. MURNI: Kembali Ke Dunia (37) Peralihan Tubuh (48) Memulai Rencana (72) Seseorang Mengenalku (83) Aku adalah Guntur (98) Anak yang Hilang (106) Maaf (121) 3.PUDAR: Mental (143) Kenyataan yang Pahit (147) Tolong (160)
4. TEGAR: Kasih Sayang (173) Awal Perkenalan (191) Kenangan yang Sulit Dilupakan (198) Cemas (207) 5. RAPUH: Book Of Life (227) Kebaikan ‘Tuk Melepas Kegelapan (240) Pergi Ke Bandung (257) Diary Guntur (283) Melangkah Menuju Penyesalan (287) Hari yang Panjang (300) 6. PERASAAN: Pil Kehidupan (321) Waktu yang Tersisa (333) Keyakinan (344) EPILOG: Terima Kasih (370)
PSIKOLOGIS SUARA HATI
PROLOG Thoracopagus
Hujan deras. Tanah basah. Angin begitu kencang berhembus. Jalan raya terlihat sepi. Hanya ada beberapa kendaraan saja yang melaju. Pintu dan jendela di setiap rumah tertutup rapat, mungkin karena semua orang ketakutan mendengar suara petir yang terus-menerus silih berganti menyambar. Pagi yang sangat menyeramkan hari ini. Di ruang UGD sebuah Rumah Sakit, jeritan seorang wanita terdengar keras. Dia terus mengejan, berjuang untuk melahirkan bayi yang ada dalam rahimnya. Keringat yang membasahi seluruh tubuh dan rasa sakit yang luar biasa tidak membuatnya putus asa untuk berjuang agar sang anak bisa 6
Ivy Rifki
lahir ke dunia dengan selamat. Waktu berlalu. Dan tetap saja, bayi itu tak kunjung keluar juga. Kondisi sang ibu semakin melemah, sungguh sangat membuat cemas. Akhirnya, tim dokter memutuskan untuk operasi caesar, memaksa bayi itu keluar demi menyelamatkan nyawa ibunya. Seorang perawat bergegas keluar dari ruang UGD, dengan tergesa-gesa dia membuka pintu lalu menutupnya kembali. “Bagaimana keadaan di dalam, Sus?” tiba-tiba seorang pria berkacamata dengan wajah cemas menghampiri perawat. “Harus dilakukan operasi caesar, Bapak sebaiknya ikut bersama saya untuk menandatangani surat persetujuan operasi. Kita berdoa untuk keselamatan istri dan anak Bapak.” Tidak berapa lama, beberapa perawat masuk ke ruang UGD membawa peralatan operasi. Operasi dimulai. Tim dokter sangat berhati-hati dalam bertindak. Dengan susah payah dua tangisan bayi terdengar, lahirlah dua bayi laki-laki tepat di jam 12:00. Sang ayah yang menunggu di luar ruangan merasa sangat bahagia dan sumringah karena anak pertamanya telah lahir. Berbeda dengan suasana di dalam, semua tim dokter terkejut 7
PSIKOLOGIS SUARA HATI
melihat keadaan kedua bayi itu. Dada mereka menyatu, mereka kembar siam. Pintu ruangan UGD dibuka, sang suami yang sudah menunggu lama di luar ruangan langsung menghampiri dokter. “Bagaimana keadaan istri dan anak saya, Dokter?” tanyanya. “Sebaiknya sekarang Bapak ikut ke ruangan saya dulu, ada yang harus kita bicarakan!” Pria berkacamata itu mengerutkan alisnya, dia kembali gelisah mendengar perkataan dokter. Tanpa berpikir lama, dia pun menyusul dokter yang sudah berjalan lebih dulu meninggalkannya. Pria berkacamata itu duduk berhadapan dengan dokter. Mereka hanya terhalang oleh sebuah meja. “Sebuah anugerah, istri dan kedua bayi laki-laki Bapak bisa selamat,” ujar dokter. “Syukurlah! …. Ternyata aku langsung memiliki dua anak kembar sekaligus. Hebat, kan, Dok? Hahaha!” Pria berkacamata itu tertawa terbahak-bahak, sekarang pikirannya 8
Ivy Rifki
kembali tenang. “Tapi kedua bayi Bapak mengalami kecacatan.” “A ... apa?” begitu pelan suara itu keluar. Pria berkacamata itu melongo. Raut mukanya berubah drastis. “Lebih tepatnya lagi, kedua bayi, Bapak, kembar siam, dada mereka menyatu dan hanya memiliki satu jantung saja,” ujar dokter melanjutkan penjelasannya. Tubuh pria berkacamata itu lemas, perlahan dia mengusap wajahnya dengan kedua tangan. “Ba ... ba … bagaimana sekarang? Apa yang harus kita lakukan, Dok?” “Kejadian ini disebut thoracopagus, biasanya kembar siam seperti ini, bila tidak dilakukan pemisahan secepatnya, mereka tidak akan bertahan dalam waktu 20 jam, karena jantungnya yang harus bekerja ekstra.” Pria berkacamata itu berdiri, “Tunggu apalagi? Kita lakukan operasinya sekarang, Dok!” “Jika kita melakukan operasi, hanya ada satu bayi yang akan hidup, Bapak harus memilih, kepada bayi mana jantung itu ditempatkan, dan persentase keberhasilan operasi, pun, sangat tipis.” Pria berkacamata itu langsung terduduk kembali. Kedua 9
PSIKOLOGIS SUARA HATI
tangannya mulai gemetar mendengar ucapan yang sangat menyakitkan itu. Begitu kacau hatinya, sama kacaunya dengan cuaca di luar rumah sakit. Dia berdiri, tidak lagi mendengar penjelasan yang dokter berikan. Laki-laki itu pergi meninggalkan ruangan. Sementara itu, istrinya terbaring dengan mata terpejam di atas kasur. Seseorang membukakan pintu kamar perawatan, lalu berjalan perlahan menghampiri wanita yang sedang tertidur itu. Dia duduk di kursi, di sisi tempat wanita itu terbaring. Ternyata dia adalah suaminya. Kepala pria berkacamata itu terus menunduk, terngiang kembali perkataan dokter tadi. Biasanya, kembar siam seperti ini bila tidak dilakukan pemisahan dengan cepat, tidak akan bertahan dalam waktu 20 jam. Hanya ada satu yang akan hidup, persentase keberhasilan operasi, pun, sangat tipis. Dalam situasi seperti ini, pria berkacamata itu tidak bisa mengambil keputusan, dia hanya bisa diam di dekat istrinya, dan tidak ingin beranjak untuk melihat kedua bayinya yang baru lahir. “Di mana anakku?” Pria berkacamata itu terkejut dengan 10
Ivy Rifki
suara yang tiba-tiba dia dengar. “Anak kita ada di ruangan khusus bayi. Dia sehat,” ujar pria berkacamata yang melihat istrinya telah bangun. “Aku ingin melihat bayi kita,” begitu pelan wanita itu berkata. “Sebaiknya kamu istirahat saja dulu, untuk memulihkan kondisimu.” Suaminya mencoba merahasiakan kondisi sang bayi. Dia khawatir bila istrinya tahu keadaan bayi mereka, akan terjadi sesuatu hal yang buruk menimpa istrinya. “Tidak apa-apa, aku hanya ing ....” “Sudah, lebih baik kamu istirahat saja, nanti aku akan membawa bayi kita kemari.” Pria berkacamata itu memotong ucapan istrinya dengan sedikit kesal. “Ya, sudah, aku akan tidur sebentar.” Istrinya mulai memejamkan mata. Pria berkacamata itu berdiri, lalu menarik ujung selimut yang berada di daerah pusar ke atas leher supaya seluruh tubuh istrinya terasa hangat. “Kamu lebih suka kanan atau kiri?” tanya pria berkacamata itu. “Kanan,” jawab istrinya. Pria berkacamata itu mencium kening istrinya. 11
PSIKOLOGIS SUARA HATI
“Apa kamu bahagia telah menjadi seorang ibu?” Istrinya tersenyum dan menganggukkan kepala. “Terima kasih telah memberiku jawaban,” gumam pria berkacamata itu dalam hati, lalu dia kembali duduk di samping istrinya.
10 Jam Waktu Tersisa Setelah
menunggu
istrinya
tertidur
pulas.
Pria
berkacamata itu berjalan keluar ruangan sambil melihat jam tangan di tangan kirinya, tepat pukul 22:00. Dia membuka pintu dengan perlahan, kemudian menutupnya kembali. Di luar kamar perawatan, dia melihat seorang suster sedang berjalan ke arahnya. “Tolong jaga dulu istriku di ruangan ini!” Jari telunjuk pria berkacamata itu menunjuk ke arah pintu tempat istrinya dirawat. Suster pun masuk ke dalam ruang perawatan istrinya, pria berkacamata itu langsung berlari menuju ruangan dokter. Tanpa mengetuk terlebih dahulu, dia membuka pintu. “Dok, kita lakukan operasinya sekarang!” Dokter melihat jam dinding di ruangannya, tepat pukul 22:15. 12
Ivy Rifki
“Kita harus bergerak cepat!” Dokter berdiri dari kursinya lalu bergegas keluar ruangan untuk menyiapkan segala hal yang diperlukan untuk operasi pemisahan. Empat orang tim medis membawa kedua bayi kembar itu dari ruang inkubator, menempatkannya di tempat tidur dorong. Sesampainya di depan ruangan operasi, dokter muda yang akan memimpin jalannya operasi meminta berhenti terlebih dahulu kepada perawat yang mendorong kedua bayi itu. Lalu sang dokter menghampiri pria berkacamata yang sedang duduk di kursi di dekat pintu ruang operasi. “Siapa yang Bapak pilih?” tanya dokter. Pria berkacamata itu berdiri, lalu berjalan perlahan mendekati kedua bayinya. Pipinya berlinang air mata melihat kondisi sang bayi. Mencoba menenangkan diri, pria berkacamata itu memejamkan mata sebentar, lalu melihat kedua bayinya. “Sekarang Ayah akan memberi kalian nama GUNTUR dan HALILINTAR,” gumamnya dalam hati. “Sebelah kanan!” Dengan tegas pria berkacamata itu berkata kepada dokter.
13
PSIKOLOGIS SUARA HATI
Bayi kembar itu segera dibawa masuk ke ruang operasi setelah dokter memberi perintah. Pintu ruang operasi ditutup. Pria berkacamata itu berjalan perlahan menuju kursi tunggu. Dia duduk dengan rasa cemas dalam hati. Dia hanya bisa berharap anaknya bisa selamat, walau hanya satu bayi saja. Lampu operasi dinyalakan, bantuan oksigen mulai dipasangkan. Tapi tiba-tiba, terdengar suara ledakan yang sangat keras. Petir telah menghantam sumber listrik di rumah sakit itu sehingga semua lampu menjadi padam, penglihatan pun terlihat gelap. “AAA …. AAA …. AAAHHH!!!” Pria berkacamata yang duduk menunggu di luar ruangan operasi tidak bisa menahan diri. Dia berteriak keras sekali, karena kedua bayinya sedang dioperasi di dalam ruangan.
14
Ivy Rifki
Jangan pernah menyesal dengan keputusan yang telah diambil Karena semuanya adalah jalan yang diberikan sang Pencipta
15
PSIKOLOGIS SUARA HATI
1.DAMAI
Cahaya Kepastian Berjalan melewati arus kehidupan Melangkah menuju cahaya kepastian Tak terpikirkan satu rasa kecemasan Yang terbayangkan hanyalah keindahan Terkadang rasa ragu menghalangi langkahku Tapi bayanganmu menepis semua bebanku Di dalam hati terdapat satu misteri Yang terpendam di dalam jiwa ini Pikiran yang abadi, kata yang tersembunyi Karena bayanganmu merangkul semua anganku Cahaya Kepastian...
16
Ivy Rifki
Pemuda Berponi Seorang pemuda memakai kemeja panjang berwarna putih dengan ujung bagian bawah dimasukan ke dalam celana, tampak begitu rapi. Ditambah dengan rambut poni yang sudah menjadi ciri khasnya, membuat semua orang yang melihatnya berpikir, dia seperti seorang anak kecil saja. Dia tengah menghirup udara pagi yang segar di depan jendela kamarnya yang terbuka. Sambil menutup mata, dia menghela napas dalam-dalam, lalu mengembuskannya dengan raut muka yang ceria. “Lintar, ayo kita sarapan dulu!” Terdengar teriakan ibunya dari luar kamar. “Aku adalah anak satu-satunya dari kedua orangtuaku. Umurku 20 tahun. Aku seorang mahasiswa jurusan Psikologi. Impianku adalah menjadi Dokter Hati, karena aku ingin menyembuhkan luka di hati setiap orang. Ha ... ha …,” gumamnya dalam hati. Lintar membalikkan tubuhnya, mengambil tas yang berada di atas kasur, lalu berjalan keluar kamar menuju ruang makan untuk sarapan. Di meja makan sudah duduk ayah dan 17
PSIKOLOGIS SUARA HATI
ibunya, menunggu dirinya untuk sarapan bersama. Lintar duduk di kursi, menyimpan tasnya di bawah lantai. Sembari sarapan mereka berbincang. “Rumah ini terlihat sepi. Ayah, Ibu, tolong berikan aku seorang adik, agar suasana rumah ini jadi ramai.” Rengek Lintar. Ayahnya yang mendengar perkataan itu hanya diam. “Ayah dan Ibu sudah cukup memiliki kamu seorang.” Ibunya berkata sambil tersenyum kepada Lintar. “Bagaimana
dengan
teman-temanmu
di
kampus?
Apa mereka masih suka jahil?” tanya ayahnya mencoba mengalihkan pembicaraan. “Yam ... yam ... yam …. Ayah enggak usah khawatir, aku bisa jaga diri sendiri, kok.” Sambil mengunyah makanan dalam mulutnya Lintar berkata. “Pelan-pelan makannya!” “Makanan Ibu memang enak sekali.” Dengan terburuburu Lintar makan, seperti sedang kelaparan. Ibu Lintar kembali tersenyum. Setelah selesai sarapan, Lintar bersiap di depan rumah untuk berangkat. “Sudah, jangan terus memeluk ibu, nanti kamu telat 18
Ivy Rifki
datang ke kampus.” Ibunya menepuk-nepuk punggung Lintar. Lintar melepaskan pelukannya lalu mencium tangan ayahnya. Dia berjalan seperti anak kecil, keluar dari halaman rumah. “Besok adalah ulang tahun Lintar, kita harus menyiapkan kejutan yang istimewa untuk dia.” Mata Ibu Lintar terus menatap ke arah anaknya. “Aku sengaja mengambil cuti hari ini untuk mempersiapkan keperluan buat besok,” jawab ayah Lintar. “Ayah, Ibu, aku pergi dulu, daaaah ....” Lintar melambaikan tangan di dekat pagar rumah. Kedua orangtua Lintar balas melambaikan tangan. “Hati-hati di jalan!” teriak ibu Lintar. Pemuda berponi itu menganggukkan kepala, lalu pergi. Di Halte yang cukup ramai, Lintar duduk, kedua kakinya dia jungkat-jungkitkan untuk menghilangkan rasa jenuh. Saat bus datang, pemuda berponi itu bergegas masuk ke dalam bus bersama penumpang lain lewat pintu depan. Di dalam, dia mencari tempat duduk yang kosong, tapi kursi sudah terisi semua, akhirnya dia terpaksa berdiri dekat Pak Supir. Di kursi paling belakang, ada seorang pemuda berambut 19
PSIKOLOGIS SUARA HATI
gondrong sedang duduk melihat ke arah Lintar. Wajahnya dingin. Sepanjang jalan, pemuda berambut gondrong itu terus memerhatikan Lintar. Lintar yang mulai menyadari bahwa pemuda berambut gondrong itu terus menatapnya dengan mata yang menyeramkan, mulai merasa ketakutan. Lintar pun mencoba memberikan senyuman kepada pemuda berambut gondrong itu, tapi tetap saja, pemuda itu tidak merespon senyumannya. Dia terus memasang wajah dingin. “Sebenarnya dia siapa? Kenapa terus menatapku seperti itu?” gumam Lintar. Bus akhirnya tiba juga di depan kampus. Lintar buruburu turun, kemudian menghela napas dalam-dalam, merasa nyaman bisa keluar dari bus itu. Lintar menoleh ke kiri, dia terkejut melihat pemuda berambut gondrong itu ikut turun juga lewat pintu belakang. Pemuda berambut gondrong itu kembali menatap Lintar dengan wajah dingin dan mata yang menyeramkan. “Siapa, sih, dia? Kenapa terus mengikutiku? Perasaan baru kali ini aku melihat wajahnya di kampus, atau jangan-jangan dia ingin merampokku?” Rasa takut Lintar semakin menjadi-jadi, dia pun segera 20
Ivy Rifki
berlari sekuat tenaga, berusaha menjauh dari pemuda berambut gondrong itu. Tidak sengaja, di taman kampus Lintar menabrak seseorang dengan begitu kencang, membuat mereka berdua terjatuh. Lintar menabrak Vega, perempuan berkulit putih dengan rambutnya yang selalu diikat satu di belakang sebagai ciri khasnya, dan dia juga terkenal karena mudah sekali marah. Vega adalah teman satu kelas Lintar di Jurusan Psikologi. Lintar mencoba membantu Vega mengambil beberapa buku dan lembaran kertas yang berjatuhan, tapi Vega malah membentak Lintar. “Sudah pergi sana!” Lintar pun berdiri lalu pergi sambil menundukkan kepala. Sementara itu, dengan kesal Vega membereskan buku-buku dan lembaran kertas yang berserakan. Lintar terus berjalan menyusuri lorong kampus, menuju kelas. “LINTAR!” Terdengar suara perempuan memanggil namanya. Pemuda berponi itu melihat ke arah datangnya suara. “DONA!” Wajah Lintar kembali ceria melihat perempuan 21
PSIKOLOGIS SUARA HATI
berambut panjang terurai yang memanggil namanya tadi. Dona adalah sahabat Lintar. Mereka satu fakultas. Berbeda dengan Vega, Dona adalah perempuan yang lembut dan sangat ramah. Lintar sudah lama jatuh cinta kepadanya, tapi dia tidak berani mengungkapkan perasaannya karena takut persahabatan mereka menjadi hancur. Lintar berjalan cepat menghampiri Dona, mereka lalu berjalan bersama-sama menuju kelas. “Dona, tadi aku melihat seorang pria yang menyeramkan, lho!” “Di mana?” “Tadi di bus. Pasti dia ingin merampok, kelihatan dari sorot matanya yang terus memerhatikanku. Sampai-sampai pria itu ikut turun juga di depan kampus.” “Apa? Dia mengikutimu sampai ke kampus? Terus gimana?” tanya Dona begitu penasaran. “Aku lari ketakutan.” Perempuan berambut lurus dengan bando terpasang melintang di atas rambutnya tertawa kecil, terlihat begitu manis. Melihat Lintar tertunduk malu, Dona pun berhenti tertawa, dia mencoba menghibur kembali sahabatnya. 22
Ivy Rifki
“Besok enggak ada jadwal kuliah, kan? Kamu mau enggak membantuku mengajar di SD?” “Ya jelas aku mau,” Lintar dengan cepat menjawab ajakan Dona. Kelas pertama dimulai, hampir semua bangku kelas terisi penuh. Lintar dan Dona duduk bersebelahan di depan. Dosen berdiri di dekat papan tulis, tangannya menggenggam daftar hadir mahasiswa. “Dona Vilya!” “Hadir.” Dona mengangkat tangan kanannya. “Vega Rany!” “Vega Rany!” “Vega Rany ....” Dosen mengulang sampai tiga kali. Lintar membalikkan badan melihat ke belakang. “Kenapa dia tidak masuk kelas?” gumam Lintar. “HALILINTAR!” “Hadir.” Dengan cepat Lintar mengangkat kedua tangannya.
23
PSIKOLOGIS SUARA HATI
Kejutan Darimu Pohon-pohon besar berjejer di pinggir jalan. Di jalan raya Vega sedang mengendarai mobil Toyota Starlet berwarna merah bersama seorang pemuda berambut gondrong yang duduk di sebelahnya. Pemuda itu adalah sahabat kecil Vega yang bernama Erik. “Sebenarnya kita mau pergi ke mana?” Vega diam saja tidak menggubris perkataan Erik yang sudah merasa kesal. “Tadi kamu menyuruhku datang ke kampus, tapi setelah kita bertemu, bukannya memeluk malah menyeretku masuk ke dalam mobil. Apa kamu tidak merasa rindu? Bayangkan saja, kita baru bertemu lagi setelah dua tahun berpisah!” ujar Erik. Vega mulai memperlihatkan senyumannya. “Apa aku harus rindu kepada orang yang selama dua tahun ini terus meneleponku tiap malam?” Erik mengembuskan napas dengan kencang. “Ternyata percuma aku menyusulmu ke Jakarta bila kenyataannya kamu tidak merindukanku. Kenapa aku harus mempunyai sahabat seperti kamu?” 24
Ivy Rifki
Vega langsung mengerem mobilnya secara mendadak. Kepala Erik pun terpental ke depan, beruntung dia memakai sabuk pengaman. Pemuda berambut gondrong itu melihat ke arah Vega, perempuan itu memegang setir mobil begitu erat. Erik pun mengangkat tangannya ke atas kepala. “Aduh … aku salah ngomong lagi, Vega, kan, mudah tersinggung,” gumam Erik dalam hati. “Keluar!” ujar Vega. Tapi Erik masih tetap duduk di kursi. “KELUAR!” Erik dengan cepat keluar, membuka pintu mobil, dan menutupnya kembali karena Vega telah membentaknya. “Ah, sial, Vega masih sama saja seperti dulu.” Kaki kanan Erik menendang angin, matanya tertuju kepada mobil Vega yang melaju pergi meninggalkannya. “Ternyata dia bukan orang yang kucari.” Vega menyetir mobil dengan raut muka yang dingin. Suara petir terdengar beberapa kali. Lintar mendekati kaca di ruang tamu, terlihat di luar hujan sangat lebat.
25
PSIKOLOGIS SUARA HATI
“Dari tadi malam kenapa hujannya belum reda juga? Padahal hari ini aku sudah janji membantu Dona mengajar,” Lintar pun diam sejenak lalu pergi ke kamarnya. “Kamu mau ke mana? Bukannya hari ini tidak ada kuliah?” tanya ibunya yang sedang beres-beres di meja makan. Ibu Lintar melihat Lintar keluar dari kamarnya memakai jaket berwarna biru tua dengan tas sudah terpasang di punggungnya. “Lintar mau keluar dulu sebentar, Bu.” “Cuaca di luar sangat buruk, lebih baik kamu diam saja di rumah.” Lintar menghampiri ibunya lalu memeluknya, “Aku sudah ada janji, Bu!” Pemuda berponi itu melepaskan pelukannya, kemudian menghampiri ayahnya yang sedang duduk santai sambil membaca koran. “Ayah, Lintar pergi dulu!” Pemuda itu mencium tangan ayahnya. “Kamu harus pulang cepat hari ini.” “Iya, Yah, Lintar cuma sebentar, kok, keluarnya.” Ayahnya tersenyum mendengar perkataan anaknya. Pemuda itu mengambil payung yang ada di dekat pintu lalu berjalan keluar. 26
Ivy Rifki
“Dadah, Lintar pergi dulu, ya!” Lintar pun melambaikan tangan. “Hati-hati di jalan!” Ibunya berkata penuh kasih. Udara dingin mulai terasa menusuk tulang saat pintu dibuka. Tiba-tiba terdengar suara petir mengagetkannya. “Sama-sama bernama halilintar jangan saling menakuti. Semangat Halilintar!” Pemuda berponi itu tersenyum mencoba menyemangati dirinya sendiri. Tanpa berpikir lagi, Lintar bergegas pergi di tengah hujan lebat. Di ruangan kelas bercat merah putih, Dona berdiri dekat papan tulis, di depannya banyak anak kecil yang sedang duduk memerhatikannya. Perempuan berbaju putih itu melihat ke arah kaca, terlihat di luar Lintar melambaikan tangan kepadanya. “Tunggu sebentar, ya, adik-adik, Kakak mau keluar dulu.” “Iya, Kak ....” Serempak semua anak berteriak. Dona bergegas menghampiri Lintar yang berada di luar. “Aku kira kamu enggak akan datang.” “Mana mungkin aku ingkar janji.” Dona tersenyum mendengar jawaban yang keluar dari mulut Lintar. 27
PSIKOLOGIS SUARA HATI
“Ayo kita masuk!” Perempuan anggun itu mengenggam tangan kanan Lintar lalu menariknya. “Kak Lintar …. Kak Lintar …. Kak Lintar ….” Semua anak-anak bersorak gembira melihat Dona kembali masuk kelas bersama Lintar. “Karena Kakak Lintar sudah datang, kita sekarang belajar bernyanyi.” Dona berkata begitu semangat. Semua anak-anak pun bersorak. Dona berjalan menghampiri piano yang ada di pojok dekat dengan papan tulis. Tangannya telah siap untuk memulai memainkan melodi. Alunan nada-nada terdengar begitu ceria, bila orang mendengarnya membuat orang tersebut ingin menari-nari. Lintar mulai menggerakkan kepalanya ke kiri dan ke kanan semua anak-anak mengikutinya. Lirik lagu yang keluar dari mulut Lintar begitu ceria dan penuh semangat.
28
Ivy Rifki
Masa Depan Mulailah hidupmu dengan hati yang ceria Karena Kakak tahu kalian anak yang baik Jangan pernah takut dengan masa depan Karena itu adalah cahaya kita Tunjukan hari ini kita pasti bisa Keceriaan pasti selalu ada Cita-cita yang telah terbuka Lalalalala…lalala….La.... Laiho, Laiho, Laiho, Ho Laiho, Laiho, Laiho,Ho Dunia ini milik kita Laiho, Laiho, Laiho, Ho Laiho, Laiho, Laiho, Ho Semua bahagia Lihatlah masa depan di sana
29
PSIKOLOGIS SUARA HATI
Begitu lagu selesai dinyanyikan, semua anak-anak bersorak. Lintar melirik ke arah Dona, perempuan itu pun tersenyum kepadanya. Tak terasa pelajaran tambahan telah usai, semua murid SD dijemput oleh orangtua mereka masing-masing. Dona dan Lintar pun keluar dari kelas, mereka melihat ada seorang anak laki-laki sedang menangis. “Hey …. Rizal, kok, nangis?” Dona membungkukkan badan bertanya kepada anak itu. “Mamah kenapa belum datang?” Anak itu terus menangis dengan tangan kanan menutup matanya. “Rizal tenang saja, Mamah pasti kesini.” Dona tersenyum lalu mengelus-elus rambut anak itu. “Itu Mamah datang!” ujar Dona. Baju Ibu Rizal sedikit basah kuyup, dia menggenggam sebuah jas hujan dan payung yang terbuka di tangannya. “Ayo pakai ini.” Ibu Rizal mencoba memakaikan jas hujan itu kepada anaknya. “Enggak mau! Mamah lama datang kesini.” Rizal menghindar dan berteriak kepada ibunya. “Mamah tadi ke rumah bibi dulu, pinjam jas hujan untuk 30
Ivy Rifki
Rizal.” Rizal pun perlahan mendekat, Ibunya tersenyum, lalu memakaikan jas hujan itu kepada anaknya. “Maaf, ya, Mbak Dona, Mas, sudah merepotkan.” ujar Ibu Rizal. Dona dan Lintar pun tersenyum. “Lihat mereka, Ibunya tidak mau anaknya terciprat air hujan, dia pun rela mencari dulu jas hujan untuknya.” Dona berkata sambil melihat Ibu dan anak itu pergi bersama. Tangan kiri Ibu Rizal memegang payung sedangkan tangan kanannya memegang pundak anaknya. Mereka berjalan di tengah hujan deras. “Aku ingin tahu, kenapa kamu suka sekali mengajar anakanak?” tanya Lintar. “Setelah dewasa pundak mereka akan memikul tanggung jawab besar. Aku takut … jika kita melupakan kebutuhan akan pendidikan moral mereka, saat dewasa nanti moral mereka akan rapuh.” Lintar tersenyum mendengar jawaban Dona. “Sebaiknya kita duduk dulu menunggu hujannya reda.” Dona berjalan menghampiri kursi panjang yang ada di dekatnya. Lintar yang tadi membawa payung tidak berani mengajak Dona memakai payung itu bersama-sama, akhirnya Lintar pun ikut duduk di sebelah Dona. Mereka berdua melihat 31
PSIKOLOGIS SUARA HATI
pemandangan lapangan upacara yang ada di depannya basah diguyur hujan yang sangat deras. “Terima kasih, ya, sudah membantuku.” Dona berbicara sambil memperlihatkan senyum manisnya. “Oh, iya, aku hampir lupa, kali ini aku punya kejutan untukmu.” Dona mengambil sesuatu dari tas, kemudian menyembunyikannya di balik punggung, supaya Lintar tidak bisa melihat barang yang tadi dia ambil. Pemuda berponi itu pun mulai merasa penasaran. “SELAMAT ULANG TAHUN!” Dona memperlihatkan sebuah kado. Wajah Lintar nampak bahagia. Dia tidak menyangka sahabatnya akan memberinya sebuah hadiah. “Ayo buka!” Lintar
mengambil
kado
dari
tangan
Dona
lalu
membukanya, ternyata isinya adalah kue tar berukuran kecil. Dona kemudian mengambil sesuatu lagi dari tasnya, tiga buah lilin ditancapkan di atas kue, lalu Dona menyalakan api di lilin-lilin itu. “Cepat berdoa, lalu tiup lilinnya!” Lintar tersenyum, dia mulai memejamkan mata bersiap untuk berdoa. “Semoga ... perempuan yang duduk di sebelahku 32
Ivy Rifki
ini ... bisa MENCINTAIKU. ”Perlahan Lintar membuka mata, dia melihat Dona tersenyum menatap dirinya, kemudian Lintar pun meniup api yang menyala di pucuk-pucuk lilin. Dona bertepuk tangan, merasa senang perayaan kecil yang dibuatnya telah berhasil. Tiba-tiba Dona berteriak, memejamkan mata dan menutup telinganya dengan kedua tangan karena kaget mendengar suara petir. Perlahan perempuan itu kembali membuka mata, dia melihat Lintar menjatuhkan kue yang dipegangnya ke lantai. Kedua tangan pemuda itu memegang dada, seperti menahan rasa sakit. “Kamu kenapa Lintar?” tanya Dona mulai merasa panik. Jantung Lintar berdetak sangat cepat. Hujan begitu deras, angin berhembus semakin kencang, suara petir kembali terdengar. Refleks Dona menundukkan kepala, memejamkan mata sambil menutup telinga kembali. Ledakan petir yang terdengar kali ini begitu jelas terngiang. Seorang lelaki berpakaian serba hitam tengah berdiri kehujanan di tengah lapang. Lelaki itu menatap Lintar dengan mata yang menakutkan. Lintar merasa aneh dengan sosok itu, karena tiba-tiba muncul bersamaan dengan datangnya 33
PSIKOLOGIS SUARA HATI
petir. Lintar pun memutuskan untuk menghampiri lelaki itu. Dia berjalan perlahan, kedua tangannya masih memegang bagian dada, menahan rasa sakit. Semakin lama jantung Lintar semakin berdetak kencang. Dona yang dari tadi menundukkan kepala, sekarang mulai membuka mata, dia melihat Lintar sudah tidak ada di sisinya. Dona pun melihat ke arah lapang. Ternyata Lintar sedang berjalan perlahan menuju ke tengah lapang, seluruh badan sahabatnya sudah basah kuyup. Dona berdiri, “Kamu mau ke mana?!” Suara hujan yang sangat deras mengaburkan teriakan Dona. Lintar memfokuskan penglihatannya kepada sosok yang berada di depannya. Dia melihat dengan jelas wajah lelaki itu sangat mirip dengan dirinya. Lintar pun mencoba menyentuh wajah lelaki itu dengan tangan kanan, tapi lelaki itu menghentikannya dengan memegang tangan Lintar, lalu menempatkannya di dada lelaki itu. Dona melihat sinar cahaya melesat cepat dari arah langit menuju sahabatnya. Kembali terdengar suara ledakan petir yang sangat keras. Petir itu menyambar ke arah Lintar.
34
Ivy Rifki
Setelah dewasa pundak mereka akan memikul tanggung jawab besar
35