Penelitian Tentang Apakah Penerapan Otonomi Daerah Khususnya Alokasi Dana Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah (PKPD) dan Non-PKPD Selama Tahun 2001 Telah Memberikan Dampak Kepada Pengendalian Moneter ?
57
PENELITIAN TENTANG APAKAH PENERAPAN OTONOMI DAERAH KHUSUSNYA ALOKASI DANA PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT DAN DAERAH (PKPD) DAN NON-PKPD SELAMA TAHUN 2001 TELAH MEMBERIKAN DAMPAK KEPADA PENGENDALIAN MONETER ?
Rifki Ismal*
PENDAHULUAN Penerapan otonomi daerah ditujukan untuk mengembangkan segenap potensi ekonomi yang ada di daerah yang pada gilirannya diharapkan akan dapat memacu peningkatan aktivitas perekonomian di daerah-daerah sehingga pada akhirnya meningkatkan perekonomian nasional. Penerapan otonomi daerah yang telah digariskan dalam UU No. 22/1999 tentang pemerintah daerah, mensyaratkan adanya suatu perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah sebagaimana diatur dalam UU No. 25/1999. Perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah adalah suatu sistem pembiayaan pemerintahan dalam rangka negara kesatuan yang mencakup pembagian keuangan antara pemerintah pusat dan daerah serta pemerataan antar daerah secara proporsional, demokratis, adil dan transparan. Pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan potensi, kondisi dan kebutuhan daerah sejalan dengan kewajiban dan pembagian kewenangan serta tata cara penyelenggaraan kewenangan tersebut, termasuk pengelolaan dan pengawasan keuangannya. Dari sisi otoritas moneter, penerapan otonomi daerah khususnya yang menyangkut alokasi dana perimbangan keuangan antara pusat dan daerah berpotensi menimbulkan permasalahan dalam hal operasi pengendalian moneter. Pelimpahan wewenang dan alokasi dana yang lebih besar kepada daerah pasca penerapan otonomi daerah berpotensi menimbulkan resiko perubahan perilaku pengeluaran fiskal masyarakat di daerah-daerah. Apabila alokasi dana tersebut digunakan masing-masing daerah untuk lebih memperkuat fondasi perekonomian daerah dan meningkatkan aktivitas roda perekonomian daerah maka * – Ass. Peneliti Ekonomi Bagian Analisis dan Perencanaan Kebijakan, Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter, Bank Indonesia – Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bp. Bambang Kusmiarso, Bp. Wiwiek S. Widayat atas arahan dan konsep penelitian, Sdr. Decymus atas masukan dan koreksi pada penyusunan TOR dan Sdri. Sri Kurniati atas analisis penerapan otonomi daerah di beberapa negara.
58
Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 2002
alokasi dana dan kewenangan lebih tersebut memberikan dampak positif bagi perekonomian daerah tersebut pada khususnya dan perekonomian nasional pada umumnya. Namun, jika alokasi dana dan kewenangan tersebut dipergunakan untuk kegiatan yang sifatnya nonproduktif, spekulatif atau menimbulkan idle money maka hal ini berpotensi mempersulit tugas otoritas moneter untuk menstabilkan perekonomian nasional khususnya pengaturan jumlah base money sesuai dengan target yang telah ditetapkan. Paper ini akan mencoba membahas dampak penerapan otonomi daerah, khususnya dampak alokasi atau penyaluran dana perimbangan keuangan pusat dan daerah terhadap pengendalian moneter selama periode pertama (tahun pertama) penerapan otonomi daerah. Langkah pertama yaitu mencoba menghitung besarnya alokasi dana perimbangan yang diterima tiap daerah di Indonesia, kedua, kemana dana tersebut dialokasikan/ditempatkan oleh masing-masing daerah (perbankan di daerah), ketiga, apakah ada pencairan dana dan kesimpulan serta langkah-langkah yang dapat diambil oleh otoritas moneter untuk menghadapi pelaksanaan otonomi daerah tahun depan.
LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Penyaluran dana dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dalam kerangka pelaksanaan UU otonomi daerah di satu sisi menguntungkan daerah-daerah yang selama ini mungkin mendapatkan dana alokasi dalam jumlah yang terbatas (karena pembangunan di daerah tersebut yang masih minim walaupun daerah tersebut memiliki potensi sumber daya alam yang tinggi) dengan kendali yang tetap berasal dari pemerintah pusat. Karena dengan diterapkannya otonomi daerah, mereka mendapatkan alokasi dana dalam jumlah besar dan kendali pemanfaatan dana yang telah diserahkan kepada mereka sepenuhnya. Namun di sisi lain, penerapan otonomi daerah ini mungkin merugikan daerah-daerah yang selama ini mendapatkan alokasi dana dalam jumlah besar walaupun mereka tidak memiliki sumber daya alam yang besar. Karena dengan penerapan otonomi ini berarti mereka mendapatkan dana alokasi dalam jumlah terbatas dari pemerintah pusat sehingga mereka harus me-redesign ulang proyek-proyek di daerah disebabkan terbatasnya dana tersebut walaupun kendali pemanfaatan telah sepenuhnya di tangan mereka. Dari sisi otoritas moneter yang mempunyai tugas untuk mengendalikan tingkat inflasi melalui pengendalian base money, perkembangan ini telah mengurangi kontrol (kendali) otoritas moneter terhadap base money. Penempatan dana berlebih (idle money) pada sektor perbankan yang selama ini dilakukan oleh pemerintah pusat dan kemudian melalui mekanisme lelang mingguan mengalir kembali ke bank sentral, telah berubah menjadi kewenangan pemerintah daerah untuk mengalokasikan dana tersebut.
Penelitian Tentang Apakah Penerapan Otonomi Daerah Khususnya Alokasi Dana Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah (PKPD) dan Non-PKPD Selama Tahun 2001 Telah Memberikan Dampak Kepada Pengendalian Moneter ?
59
Sehingga dalam hal ini permasalahan yang harus dijawab oleh otoritas moneter dan akan dicoba diulas pada paper ini adalah : apakah penerapan otonomi daerah selama tahun 2001 ini telah mengganggu upaya penyerapan kelebihan base money oleh otoritas moneter ?
HIPOTESA Hipotesa pada penelitian ini adalah : penerapan otonomi daerah sepanjang tahun 2001 ini belum berdampak pada pengendalian base money oleh otoritas moneter karena pemerintah daerah yang mempunyai kewenangan untuk mengelola dana alokasi PKPD dan non PKPD tersebut masih menempatkan dananya pada bank-bank setempat dengan asumsi pemerintah daerah belum siap dalam waktu singkat untuk memanfaatkan dana tersebut secara optimal sehingga secara otomatis dana alokasi tersebut mengalir kembali ke otoritas moneter melalui mekanisme lelang mingguan SBI.
PEMBAHASAN Penerapan Otonomi Daerah di Beberapa Negara Penerapan otonomi daerah di China Menurut Jin Ma dan John Norregaard dalam artikel China’s Fiscal Decentralization (October 1998) dijelaskan bahwa di China, anggaran pemerintah terdiri dari central budget yang disahkan oleh National People’s Congress dan local budget yang disahkan oleh People’s Congress pada level lokal. Secara prinsip, pembagian tanggung jawab pengeluaran anggaran antara pemerintah pusat dan daerah mengacu pada praktek-praktek internasional. Pengeluaran yang menjadi tanggung jawab pemerintah pusat adalah pengeluaran hankam, pengeluaran luar negeri dan hubungan eksternal, konstruksi modal dan technical upgrading dari perusahaan-perusahaan milik pemerintah, pertanian, kehutanan, konservasi air, industri, transportasi, operasi komersial yang merupakan kepentingan nasional, pendidikan, budaya, kesehatan dan jasa sosial, subsidi harga oleh pemerintah, survei geologi dan pembayaran public debt. Sedangkan pengeluaran yang menjadi tanggung jawab pemerintah lokal dalam ruang lingkup daerah setempat adalah : konstruksi dan perbaikan teknis dari perusahaan milik pemerintah daerah, membantu produksi daerah-daerah tertinggal, pengembangan agriculture, konservasi air dalam tingkat lokal, pendidikan, kesehatan, kebudayaan, jasa sosial, pengeluran administrative dan beberapa jenis subsidi harga. Di China, pembagian tanggung jawab pengeluaran adalah merupakan hasil dari pembagian tanggung jawab antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk masing-
60
Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 2002
masing anggaran agen-agen pemerintah terkait, seperti beberapa perusahaan pemerintah, universitas, rumah sakit dan lembaga penelitian milik pemerintah dibiayai oleh anggaran pemerintah pusat khususnya untuk pendanaan kegiatan operasional dan investasi baru, sedangkan beberapa lembaga milik pemerintah daerah seperti primary dan secondary school, beberapa rumah sakit, fasilitas infrastrukrur lokal, dan dana pensiun menjadi tanggung jawab anggaran pemerintah daerah. Dalam hal ini pemerintah pusat hanya menyediakan subsidi bagi daerah-daerah miskin untuk menyediakan jasa publik standar.
Karakteristik Pengeluaran Sejak 1980 sebagai bagian dari desentralisasi manajemen fiskal, pemerintah pusat tidak lagi menentukan besarnya anggaran pengeluaran untuk tiap propinsi tapi memformulasikan suatu ketentuan yang mengindikasikan level pengeluaran yang dapat diterima untuk setiap propinsi. Kriteria yang menjadi dasar pengeluaran pemerintah pusat ke suatu propinsi pada suatu tahun tertentu disesuaikan dengan prioritas kebijakan, inflasi dan penyesuaian harga pada tahun tersebut. Pemerintah lokal diharuskan untuk membuat rencana pengeluaran yang konsisten dengan ketentuan pemerintah pusat tersebut. Terkadang, pada item-item tertentu dalam anggaran pengeluaran pemerintah lokal, pemerintah pusat memberikan aturan tertentu seperti minimal gaji pegawai serta item-item tertentu yang boleh dibeli oleh perusahaan milik pemerintah daerah.
Karakteristik Penerimaan Sebelum 1980, karakteristik sistim fiskal China diwarnai oleh pengumpulan penerimaan yang terpusat dan transfer fiskal yang tersentralisasi sehingga banyak pajak dan keuntungan yang dikumpulkan oleh pemerintah lokal diserahkan kepada pemerintah pusat kemudian ditransfer kembali kepada pemerintah lokal berdasarkan kebutuhan pengeluaran mereka yang telah disetujui oleh pemerintah pusat. Pada 1980 berlaku sistim pembagian keuntungan yang disebut contract responsibility system dimana menurut sistim ini terdapat tiga tipe dasar penerimaan yaitu penerimaan pemerintah pusat (penerimaanpenerimaan pemerintah pusat dan pajak untuk pemerintah pusat), penerimaan pemerintah lokal (penerimaan-penerimaan pemerintah lokal dan pajak untuk pemerintah lokal) dan penerimaan terbagi (dibagi antara pemerintah pusat dan lokal). Sistim ini menyebabkan adanya surplus pada daerah kaya dan defisit pada daerah miskin sehingga tahun 1985 state council men-design kembali perjanjian pembagian keuntungan diatas dengan membedakan alokasi dana berdasarkan keseimbangan budget
Penelitian Tentang Apakah Penerapan Otonomi Daerah Khususnya Alokasi Dana Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah (PKPD) dan Non-PKPD Selama Tahun 2001 Telah Memberikan Dampak Kepada Pengendalian Moneter ?
61
setiap daerah pada tahun lalu. Pemerintah pusat mengalokasikan dana yang lebih besar kepada daerah miskin yang diambil dari daerah-daerah kaya seperti Shanghai, Beijing, Tianjin, Liaoning, dll. Namun demikian sistim ini tidak berlaku kaku dan terus direvisi untuk beberapa daerah tertentu. Dampak dari penerapan sistim ini rasio antara GDP dan penerimaan China menurun drastis. Dari 1979 ke 1993 rasio ini turun dari 28% menjadi 13% dan penerimaan pemerintah pusat menurun dari 51% menjadi 28%. Hal ini menyebabkan peningkatan defisit anggaran pemerintah dan menurunkan fleksibilitas pemerintah pusat dalam menggunakan instrumen kebijakan fiskal untuk stabilisasi dan redistribusi. Untuk meningkatkan rasio tersebut sekaligus memperkuat kemampuan pemerintah pusat untuk menggunakan pajak dan instrumen kebijakan pengeluaran, pemerintah pusat pada tahun 1993 menetapkan sistem pengaturan pajak yang mengatur kembali sumber-sumber penerimaan pemerintah pusat dan lokal serta pembagiannya. Dengan sistim ini penerimaan pajak pemerintah pusat mencakup pajak konsumsi, value added tax, pajak menghasilan dari perusahaan milik pemerintah dan pajak penghasilan dari institusi keuangan. Pajak bagi pemerintah lokal mencakup business tax, pajak penghasilan dari perusahaan milik pemerintah lokal dan pajak penghasilan individu. Pajak yang dilakukan pembagian mencakup value added tax (75% pemerintah pusat dan 25% pemerintah lokal), pajak perdagangan surat berharga (50% pemerintah pusat dan 50% pemerintah lokal) dan pajak sumber daya alam (sebagian besar dikuasai oleh pemerintah lokal). Dampak dari sistim pengaturan pajak tersebut di atas adalah sangat signifikan. Persentase total penerimaan anggaran yang dikumpulkan pemerintah pusat meningkat dari 22% (1993) menjadi 56% (1995). Yang terpenting adalah pemerintah pusat sangat berkepentingan dalam mengumpulkan VAT, dimana pajak ini meningkat 42% dari total penerimaan pemerintah. Namun demikian selama empat tahun penerapan sistim ini belum memberikan hasil yang maksimal. Pada tahun 1994 kembali terjadi penurunan penerimaan pemerintah pusat dari 56% (1994) menjadi kurang dari 49% (1997). Hal ini terjadi karena, pertama, beberapa perolehan pajak pemerintah lokal meningkat lebih tajam daripada pajak pemerintah pusat; kedua pembagian porsi pemerintah pusat dan pemerintah lokal sangat dipengaruhi oleh antusiasme pemerintah lokal untuk mengumpulkan revenue sebanyak-banyaknya; ketiga, lembaga pengumpul pajak walaupun bekerja independen namun sangat terkait dengan pemerintah lokal pada banyak jasa sehingga apabila terjadi konflik kepentingan sangat sulit baginya untuk memprioritaskan pengumpulan pajak bagi pemerintah pusat atau pemerintah lokal. Beberapa pelajaran singkat dari penerapan desentralisasi di China adalah :
62
Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 2002
1. Kerangka hukum yang transparan dan stabil sangat diperlukan untuk mengalokasikan besarnya pengeluaran anggaran antara pemerintah pusat dan pemerintah lokal. 2. Sistim pengaturan pajak yang transparan dan stabil juga sangat dibutuhkan, dimana pembagian porsi pajak untuk pemerintah pusat maupun lokal harus ditetapkan oleh suatu ketentuan hukum tertentu yang terus disempurnakan untuk menyesuaikan dengan perkembangan yang terjadi kemudian.
Penerapan otonomi daerah di India Menurut M. Govinda Rao dalam artikel Fiscal Decentralization in Indian Federalism (September 2000) menyebutkan bahwa di India penerapan desentralisasi fiskal diatur dengan beberapa ketentuan.
Prinsip-prinsip penerapan sistem penugasan yang efisien. Prakondisi yang penting untuk membangun fungsi multi level fiskal yang efisien di India adalah dengan membangun sistim penugasan yang baik. Sistim penugasan tersebut adalah : 1. Fungsi dan sumber keuangan negara harus berdasarkan comparative advantage. 2. Penerimaan negara harus sedapat mungkin dihubungkan dengan fungsi pengeluaran. 3. Pemerintah lokal seharusnya tidak mempunyai kekuasaan untuk mengambil inisiatif dalam hal stabilisasi dan redistribusi. 4. Suatu mekanisme yang sesuai harus ditetapkan oleh pemerintah pusat khususnya yang berhubungan dengan sistim pajak dan pengeluaran secara vertikal maupun horizontal. 5. Suatu mekanisme yang efektif mutlak diberlakukan untuk menghilangkan fiskal disabilities melalui suatu sistem transfer intergovernmental.
Penugasan antara pemerintah pusat (center) dan pemerintah daerah (states). Fungsi yang terkait dengan money supply, pinjaman luar negeri, hubungan internasional, pertahanan, energi atom, ruang angkasa, transportasi darat, udara dan laut serta kegiatan ekonomi berskala penting lain ditugaskan kepada pemerintah pusat atau center. Sedangkan perencanaan ekonomi, energi, pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan keluarga menjadi tugas pemerintah daerah atau states.
Penelitian Tentang Apakah Penerapan Otonomi Daerah Khususnya Alokasi Dana Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah (PKPD) dan Non-PKPD Selama Tahun 2001 Telah Memberikan Dampak Kepada Pengendalian Moneter ?
63
Hampir semua pajak progresive ditangani oleh pemerintah pusat sedangkan pemerintah daerah menangani pajak penerimaan tanah, pajak pertanian dan kekayaan, bea materai, pajak penjualan dan pembelian barang, pajak dari penjualan minuman keras, pajak kendaraan bermotor dan pajak transportasi. Secara nyata di India, kewenangan memungut pajak diambil berdasarkan prinsip pemisahan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Penugasan antara pemerintah pusat states dan pemerintah setempat (local government). Pendelegasian kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah setempat adalah bervariasi tergantung kepada kesediaan dari state government untuk mendelegasikan kewenangan dan fungsi tertentu kepada pemerintah setempat. Sumber penerimaan bagi pemerintah setempat adalah ditentukan oleh State Finance Commission dan disahkan oleh state setiap 5 tahun sekali. Komisi ini bertanggung jawab terhadap : •
Distribusi penerimaan antara pemerintah daerah atau state dengan pemerintah setempat serta alokasi penerimaan untuk setiap pemerintah setempat.
•
Penugasan kewenangan pajak dan non pajak kepada pemerintah desa/ pemerintah daerah setingkat dibawahnya.
•
Menentukan besarnya grant bagi pemerintah setempat dari hasil konsolidasi dana pemerintah daerah atau state.
Desentralisasi Fiskal di India. Pembagian penerimaan dan pengeluaran untuk tiga level. Pemerintah pusat dapat menggunakan sepertiga dari total penerimaan negara walaupun peranaannya dalam meningkatkan penerimaan negara tersebut adalah dua pertiga dari total penerimaan negara. Di sisi lain pemerintah daerah (state) dan pemerintah setempat (lokal) dapat memanfaatkan dua pertiga dari total penerimaan negara walaupun peranannya dalam meningkatkan penerimaan negara tersebut hanya sepertiga dari total penerimaan negara tersebut.
Desentralisasi Fiskal dan Stabilitas Makroekonomi. Salah satu dampak terpenting dari penerapan desentralisasi fiskal di atas adalah pada stabilitas kondisi makroekonomi. Dalam literatur, stabilitas makro ekonomi adalah merupakan tanggung jawab pemerintah pusat (Oates, 1972). Pada sistem multi level fiskal,
64
Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 2002
dimana fungsi sub nasional dan sumber keuangan telah secara jelas ditetapkan, dan pemerintah setempat (local government) diharuskan untuk secara ketat mengatur pengeluarannya maka desentralisasi tidak memberikan dampak serius pada macroeconomic management. Beberapa point penting yang dapat diperoleh dari penerapan otonomi daerah di India adalah : •
Pasca penerapan desentralisasi fiskal, nampak bahwa defisit fiskal secara agregat terlihat lebih tinggi daripada sebelum pelaksanaan desentralisasi fiskal dan khususnya bersumber dari besarnya pinjaman-pinjaman yang dilakukan oleh pemerintah setempat.
•
Dibutuhkan suatu sistem penugasan yang rasional antara tiga level (center, state dan local) sehingga memungkinkan tiga level tersebut untuk meningkatkan penerimaan dan mengatur pengeluarannya sesuai dengan preferensi setiap warganya.
•
Terdapat kecenderungan peningkatan trend struktural defisit yang bukan disebabkan karena tingginya kegiatan transfer.
•
Pemerintah lokal memainkan peranan yang terbatas di India yaitu dalam meningkatkan penerimaan dan pemanfaatan dana tersebut.
Analisa Alokasi Dana PKPD/ Non-PKPD dan Apakah Alokasi Dana tersebut Berdampak pada Pengandalian Moneter. Review Perhitungan Besarnya Alokasi Dana ke Daerah. Untuk menghitung dan menganalisis besarnya alokasi dana PKPD dan non PKPD untuk tiap daerah (propinsi) dan kemungkinan dampak moneter dari alokasi tersebut, perlu dicermati terlebih dahulu potensi penerimaan daerah-daerah di Indonesia. Sumber-sumber penerimaan daerah dalam konteks desentralisasi menurut UU No. 25/1999 dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) 2. Dana Perimbangan (DP) 3. Pinjaman Daerah 4. Lain-lain penerimaan daerah yang dianggap sah.
Penelitian Tentang Apakah Penerapan Otonomi Daerah Khususnya Alokasi Dana Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah (PKPD) dan Non-PKPD Selama Tahun 2001 Telah Memberikan Dampak Kepada Pengendalian Moneter ?
65
1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pendapatan Asli Daerah (PAD) yaitu dana yang berasal dari peneriman tiap daerah seperti penerimaan pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan serta lain-lain pendapatan asli daerah (Pasal 4). Karena sifatnya sangat subjective yaitu tergantung policy masing-masing daerah maka untuk mengetahui besarnya PAD setiap propinsi di Indonesia, didekati melalui anggaran PAD masing-masing daerah pada APBD atau dalam paper ini diambil dari prediksi PAD awal tahun.
2. Dana Perimbangan (DP)
o o o
Dana Perimbangan (DP) terdiri dari tiga komponen yaitu (Pasal 6): Dana bagi hasil (DBH) yaitu bagian daerah dari penerimaan PBB, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan penerimaan dari sumber daya alam. Dana alokasi umum (DAU) Dana alokasi khusus (DAK)
Untuk setiap komponen dari dana perimbangan berlaku suatu ketentuan pembagian antara porsi penerimaan pusat - daerah (Pasal 7 dan 8). o
Penerimaan negara dari PBB dibagi dengan imbangan 10% untuk pemerintah pusat dan 90% untuk pemerintah daerah.
o
Penerimaan negara dari BPHTB dibagi dengan 20% untuk pemerintah pusat dan 80% untuk pemerintah daerah.
o
Sepuluh persen dan dua puluh persen dari penerimaan pemerintah pusat di atas dibagikan ke seluruh kabupaten dan kota.
o
Penerimaan daerah dari SDA dibagi dengan imbangan 20% untuk pemerintah pusat dan 80% untuk pemerintah daerah.
o
DAU yang ditetapkan sebesar minimal 25% dari penerimaan dalam negeri dalam APBN dibagi dengan imbangan 10% untuk pemerintah pusat dan 90% untuk pemerintah daerah.
o
DAK yang berupa dana reboisasi dibagi dengan imbangan 40% untuk daerah penghasil sebagai DAK dan 60% untuk pemerintah pusat.
Data besarnya alokasi dana perimbangan ini relatif mudah diperoleh melalui record kontraksi/ekspansi rekening pemerintah di Bank Indonesia.
66
Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 2002
3. Pinjaman Daerah. Setelah pemberlakuan ketentuan otonomi daerah, maka tiap-tiap daerah di Indonesia mempunyai kemampuan dan hak untuk melakukan pinjaman. Pinjaman yang dapat dilakukan tiap daerah adalah pinjaman dari dalam negeri dan luar negeri, baik berjangka pendek maupun panjang. Pinjaman dalam negeri berjangka pendek dapat dilakukan untuk keperluan pengaturan arus kas untuk pengelolaan kas daerah sedangkan pinjaman berjangka panjang dilakukan untuk membiayai pembangunan prasarana yang merupakan aset daerah dan dapat menghasilkan penerimaan untuk membayar kembali pinjaman dan memberikan manfaat bagi pelayanan masyarakat (Pasal 11). Namun mengingat jumlah utang luar negeri pemerintah yang sudah sangat besar maka pemerintah membatasi kemampuan dan hak daerah tersebut yaitu dengan memberlakukan ketentuan debt service coverage ratio (DSCR) sebesar 2,5, disamping pihak IMF yang sangat khawatir jika daerah-daerah diperbolehkan melakukan pinjaman maka hal ini dapat berpotensi meningkatkan jumlah utang luar negeri Indonesia secara keseluruhan.
4. Lain-Lain Penerimaan Daerah yang Dianggap Sah. Selain sumber-sumber penerimaan daerah di atas terdapat pula dana-dana yang alokasinya mengacu pada kondisi dan situasi tertentu yaitu : o
Dana darurat (Pasal 16) Dana ini berasal dari APBN dan diberikan kepada daerah tertentu untuk keperluan mendesak. Sedangkan prosedur dan tata cara penyaluran dana darurat tersebut sesuai dengan ketentuan yang berlaku di APBN.
o
Dana alokasi rutin Dana ini sering disebut juga dana rutin daerah atau sebelumnya dikenal dengan subsidi. Dana ini diberikan pemerintah pusat kepada propinsi maupun kabupaten/kota untuk mendukung pelaksanaan otonomi daerah dan komponen terbesar dari subsidi ini adalah subsidi daerah otonom.
o
Dana alokasi pembangunan Dana ini sering dikenal sebagai bantuan inpres dan dikeluarkan pemerintah pusat untuk membantu membiayai pembangunan daerah serta untuk pemerataan pembangunan antar daerah, antar kawasan dan antar kota-desa.
Penelitian Tentang Apakah Penerapan Otonomi Daerah Khususnya Alokasi Dana Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah (PKPD) dan Non-PKPD Selama Tahun 2001 Telah Memberikan Dampak Kepada Pengendalian Moneter ?
o
67
Pungutan Daerah Pungutan daerah ini dilakukan subjective oleh masing-masing daerah. Ada kalanya pungutan resmi dan tidak resmi oleh masing-masing daerah menyebabkan ketidajelasan para pengusaha untuk melakukan proses produksi sehingga hal ini lambat laun dapat mengurangi penerimaan perusahaan-perusahaan di daerah yang pada akhirnya mengurangi pendapatan daerah tersebut melalui perolehan pajak pertambahan nilai maupun pajak penghasilan dari perusahaan-perusahaan tersebut.
Jenis penerimaan ini relatif sulit dideteksi karena kapan dan berapa besar alokasinya hanya diketahui oleh pemerintah pusat dan sifatnya tidak permanen atau mendadak tergantung situasi dan policy yang diambil pemerintah pusat pada situasi dan kondisi tertentu. Komponen pada butir 2 dan 3 di atas, kemungkinan besar akan dilebur menjadi komponen Dana Perimbangan pada APBN yang baru, setelah dilaksanakannya desentralisasi keuangan pusat – daerah.
Pemerintah
Pendapatan Asli Daerah (kontraktif) a. Pajak Daerah b. Retribusi daerah c. Hasil perusahaan mlilik daerah d. Hasil pengelolaan kekayaan daerah e. Pendapatan daerah lain
Dropping dana PKPD (ekspansif) a. Dana perimbangan b. DAU c. DAK
Rekening Pemerintah di Bank Indonesia Dropping dana non PKPD (ekspansif) a. Dana darurat b. Dana alokasi pembangunan c. Dana alokasi rutin
Daerah (Propinsi, Kabupaten/Kota)
Pinjaman daerah (ekspansif) a. Pinjaman DN (Rp) Pungutan Daerah (kontraktif)
Kreditor Asing
Pinjaman daerah (ekspansif) a. Pinjaman LN (valas)
Rekening Pemda di Bank setempat
KBI
Proyek2 Pemerintah
Konsumsi (Gaji, dsb)
Dropping dana melalui sistem moneter. Setelah mengetahui komponen-komponen pembentuk dana PKPD dan non PKPD maka dapat diperkirakan berapa jumlah dana yang akan dialokasikan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah diseluruh Indonesia. Sesuai dengan mekanisme yang umumnya berlaku pada dropping dana dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk
68
Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 2002
keperluan pembayaran proyek pada masa pra-otonomi daerah, maka dropping dana PKPD dan non-PKPD akan berawal dari rekening pemerintah yang terdapat di bank sentral (rekening Net Claims on Government-NCG) dan di bank umum untuk kemudian dilakukan transfer dana kepada rekening pemerintah daerah yang umumnya berada pada bank-bank pemerintah di daerah setempat. Dana PKPD dan non PKPD yang disalurkan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah selama tahun 2001, sejauh ini baru digunakan oleh setiap pemerintah daerah untuk kegiatan-kegiatan yang sifatnya konsumtif seperti membayar gaji dan membiayai pengeluaran operasional/ kegiatan rutin daerah yang jumlahnya relatif tidak begitu besar. Kendala yang dihadapi dalam pendekatan ini adalah tidak semua transaksi keuangan pemerintah (terutama yang melalui Bank Indonesia) bersifat final merepresentasikan pengeluaran pemerintah daerah dan sulit merinci transaksi keuangan pemerintah tersebut seperti rincian pengeluaran pemerintah daerah dalam APBD. Kesulitan ini akan berdampak pada sulitnya melakukan pemisahan antara dana yang dikeluarkan untuk keperluan belanja rutin daerah (konsumsi) atau belanja pembangunan (investasi). Ditambah lagi, dana PKPD seperti Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Bagi Hasil (DBH) bersifat block grant, artinya daerah bebas menentukan tujuan penggunaan dana tersebut baik untuk pengeluaran rutin maupun pembangunan. Selama tahun 2001 ini, pemerintah pusat baru mengeluarkan dropping dana otonomi daerah kepada daerah-daerah dalam bentuk dana perimbangan yaitu dalam bentuk Dana Alokasi Umum (DAU) serta Dana Bagi Hasil (DBH) khususnya pembayaran DBH minyak dan gas. Berikut ini, akan coba dianalisa besarnya potensi penerimaan dana oleh masingmasing daerah sesuai dengan anggaran pemerintah selama tahun 2001. Gambaran besarnya potensi penerimaan daerah akan sangat berguna untuk mengetahui potensi inflasi yang kemungkinan dapat terjadi, kemana dana tersebut mengalir dan kemana daerah-daerah “kaya” menempatkan dananya (terkait dengan operasi pengendalian moneter), potensi daerah di tahun depan dll. Secara umum, dana yang akan diterima daerah adalah dalam bentuk dana perimbangan keuangan pusat dan daerah (PKPD) dan non PKPD. Dana PKPD terdiri dari DAU dan DBH (penerimaan PPH, PBB, BPHTB, bagi hasil minyak & gas, perikanan dan pertambangan) sedangkan dana non PKPD terdiri dari penerimaan asli daerah (PAD), subsidi daerah otonom (SDO), inpres dan dana kontijensi. Baik dana PKPD maupun non PKPD disalurkan dalam jumlah yang berbeda-beda untuk tiap propinsi sesuai dengan beberapa indikator ekonomi, potensi daerah masing-masing serta pertimbangan-
Penelitian Tentang Apakah Penerapan Otonomi Daerah Khususnya Alokasi Dana Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah (PKPD) dan Non-PKPD Selama Tahun 2001 Telah Memberikan Dampak Kepada Pengendalian Moneter ?
69
pertimbangan tertentu. Besarnya dana PKPD dan non PKPD yang dialokasikan pemerintah pusat untuk propinsi-propinsi di Indonesia selama tahun 2001 berdasarkan anggaran yang ditetapkan pada awal tahun adalah sebagai berikut : 7,000
10,000 9,000
PKPD (miliar)
PKPD (miliar)
8,000
NON PKPD (miliar)
NON PKPD (miliar)
7,000
6,000 5,000 4,000
6,000
3,000
5,000 4,000
2,000
3,000
Be ng ku lu La m pu ng
Su m se l
Ja m bi
R ia u
Su m ba r
1,000
Su m ut
2,000
0
D IA ce h
1,000
0 DKI Jakarta
Propinsi-propinsi di Pulau Sumatera
Jabar
Jateng
DI Yogya
Jatim
Propinsi-propinsi di Pulau Jawa
7,000
3,000
6,000
PKPD (miliar)
2,500
NON PKPD (miliar) 5,000 2,000
4,000
PKPD (miliar) NON PKPD (miliar)
1,500
3,000 1,000
2,000 500
1,000 0
0
Kalbar
Kalteng
Kalsel
Sulut
Kaltim
Propinsi-propinsi di Pulau Kalimantan
2,500
Sulsel
Sultra
Propinsi-propinsi di Pulau Sulawesi
1,600
3,500 3,000
Sulteng
1,400
PKPD (miliar) 1,200
NON PKPD (miliar)
PKPD (miliar) NON PKPD (miliar)
1,000
2,000 800
1,500 600
1,000 400
500
200
0 Bali
NTB
NTT
Maluku
Irja
Maluku Utara
Propinsi Bali, NTT, NTB, Maluku dan Irja
0 Banten
Bangka Belitung
Propinsi-propinsi baru
Gorontalo
70
Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 2002
DI Aceh Sumut Sumbar Riau Jambi Sumsel Bengkulu Lampung
PKPD (miliar)
NON PKPD (miliar)
TOTAL
3,298 3,464 1,751 6,443 1,115 2,361 630 2,014
251 481 286 558 231 391 210 322
3,549 3,945 2,037 7,001 1,346 2,752 840 2,336
DKI Jakarta Jabar Jateng DI Yogya Jatim
Propinsi-propinsi di Pulau Sumatera
Kalbar Kalteng Kalsel Kaltim
PKPD (miliar)
NON PKPD (miliar)
TOTAL
1,584 1,077 1,263 5,546
345 295 279 482
1,928 1,372 1,542 6,028
Propinsi-propinsi di Pulau Kalimantan
Bali NTB NTT Maluku Irja Maluku Utara
PKPD (miliar)
NON PKPD (miliar)
TOTAL
1,596 1,281 2,144 704 2,979 484
216 256 297 218 528 183
1,813 1,536 2,441 922 3,507 668
Propinsi Bali, NTT, NTB, Maluku dan Irja
PKPD (miliar)
NON PKPD (miliar)
TOTAL
5,505 7,168 8,366 1,049 9,567
1,316 1,053 1,111 246 578
6,821 8,221 9,477 1,295 10,145
Propinsi-propinsi di Pulau Jawa
Sulut Sulteng Sulsel Sultra
PKPD (miliar)
NON PKPD (miliar)
TOTAL
826 1,116 2,961 892
260 276 453 250
1,086 1,392 3,414 1,141
Propinsi-propinsi di Pulau Sulawesi
Banten Bangka Belitung Gorontalo
PKPD (miliar)
NON PKPD (miliar)
TOTAL
1,477 351 372
0 0 0
1,477 351 372
Propinsi-propinsi baru
Berdasarkan informasi di atas, dapat diperoleh beberapa informasi yaitu : •
Selama periode pertama (tahun 2001) pelaksanaan otonomi daerah, pemerintah pusat mengalokasikan dana yang cukup besar untuk propinsi–propinsi di pulau Jawa dibandingkan propinsi lain di luar Jawa.
•
Propinsi-propinsi di pulau Jawa yang mendapat dana alokasi PKPD dan non PKPD yang cukup besar yaitu Propinsi DKI Jakarta sebesar Rp6,8 triliun, Propinsi Jawa Barat sebesar Rp8,2 triliun, Propinsi Jawa Tengah sebesar Rp9,4 triliun dan Propinsi Jawa Timur sebesar Rp10,1 triliun.
•
Di luar pulau Jawa, hanya terdapat dua propinsi yang mendapat dana PKPD dan non PKPD dalam jumlah yang cukup besar yaitu Propinsi Riau sebesar Rp7 triliun dan Propinsi Kalimantan Timur sebesar Rp6 triliun.
•
Propinsi-propinsi yang mendapatkan dana PKPD dan non PKPD dalam jumlah yang relatif kecil (dibawah Rp1 triliun) yaitu Propinsi Bengkulu sebesar Rp0,8 triliun, Propinsi
Penelitian Tentang Apakah Penerapan Otonomi Daerah Khususnya Alokasi Dana Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah (PKPD) dan Non-PKPD Selama Tahun 2001 Telah Memberikan Dampak Kepada Pengendalian Moneter ?
71
Maluku Utara sebesar Rp0,6 triliun, Propinsi Bangka Belitung sebesar Rp0,35 triliun dan Propinsi Gorontalo sebesar Rp0,37 triliun. •
Sedangkan propinsi lainnya mendapatkan dana PKPD dan non PKPD dalam jumlah antara Rp1 triliun sampai dengan Rp3 triliun.
•
Besarnya alokasi dana PKPD dan non PKPD untuk Propinsi Kalimantan Timur dan Riau disebabkan karena kedua propinsi tersebut mempunyai sumber daya alam yang besar dan memberikan kontribusi yang besar juga pada pos DBH.
•
Dalam kaitan dengan operasi pengendalian moneter, besarnya dana alokasi untuk suatu propinsi tertentu patut dicermati, khususnya diteliti kemana daerah-daerah tersebut menyalurkan dana tersebut. Dana yang ditempatkan kembali pada sistem moneter (perbankan) akan kembali ke otoritas moneter melalui mekanisme lelang SBI dan secara teori tidak akan menyebabkan inflatoir namun dana-dana yang dibelanjakan untuk keperluan konsumtif dapat membahayakan pengendalian moneter khususnya untuk menarik kembali dana idle tersebut.
Analisis Penempatan Dana PKPD dan Non-PKPD dan Tingkat Penyerapan Dana oleh Daerah. Setelah mengetahui perkiraan jumlah dana yang akan diterima setiap daerah di Indonesia maka dapat dilakukan analisa penyaluran dana dan pemanfaatan dana tersebut oleh setiap daerah. Analisis dilakukan dengan menggunakan beberapa pendekatan yaitu:
Perkembangan simpanan pemerintah daerah pada bank-bank di daerah. Setelah dana PKPD dan non PKPD dikeluarkan oleh pemerintah melalui rekeningnya di bank sentral maka dana tersebut akan mengalir ke rekening pemerintah daerah pada perbankan di daerah. Peningkatan jumlah dana pemerintah daerah di perbankan dalam waktu relatif lama mencerminkan tingkat pemanfaatan yang relatif rendah atau kurang dari 100% dan potensi idle money pada bank-bank umum di daerah. Selanjutnya, dalam penelitian ini akan coba dilihat perkembangan rekening pemerintah baik di Bank Umum Swasta Nasional (BUSN), Bank Pembangunan Daerah, Bank Asing dan Campuran maupun di Bank Pemerintah (BP) yaitu akan dilihat apakah terjadi kenaikan simpanan pemerintah daerah di bank-bank tersebut sebelum masa pemberlakuan otonomi daerah (Data Januari 1999) dan selama masa pemberlakuan otonomi daerah (Data Januari – Juli 2001).
72
Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 2002
Berdasarkan pengamatan didapat perkembangan simpanan pemerintah di BUSN, BP, BPD, Bank Asing dan Campuran untuk setiap propinsi sebelum dan selama pelaksanaan otonomi daerah sebagai berikut : Propinsi Jawa Barat 45,000
18,000
40,000
Giro
35,000
Dep
2,500
12,000
16,000
Tab
10,000
Giro
14,000
30,000
12,000
25,000
10,000
20,000
8,000
15,000
6,000
10,000
4,000
5,000
2,000
2,000
Tab 8,000
Dep 1,500
6,000 1,000
0
4,000 500
2,000
0
0 Jul-01
May-01
Nov-00
Jul-00
May-00
Mar-00
Jan-00
Nov-99
Sep-99
Jul-99
May-99
Mar-99
Jan-99
Jul-01 Jun-01 May-01 Apr-01 Mar-01 Feb-01 Jan-01 Dec-00 Nov-00 Oct-00 Sep-00 Aug-00 Jul-00 Jun-00 May-00 Apr-00 Mar-00 Feb-00 Jan-00 Dec-99 Nov-99 Oct-99 Sep-99 Aug-99 Jul-99 Jun-99 May-99 Apr-99 Mar-99 Feb-99 Jan-99
0
Bank Umum Swasta Nasional
Bank Pemerintah
2,500,000
300,000
250,000
2,000,000
2500
2000
Giro 200,000
Tab 1,500,000
Giro vls 1500
Dep 150,000
1,000,000
1000
100,000 500,000
50,000
0
500
0
150 100 50 0 Jun-01
Jul-01
Bank Pembangunan Daerah (valas)
Jul-01
200
Jun-01
250
May-01
Apr-01
Feb-01
Jan-01
Dec-00
Nov-00
Oct-00
Sep-00
Aug-00
Bank Pemerintah (valas)
300
May-01
Jul-00
Jun-00
May-00
Bank Pembangunan Daerah
Apr-00
Mar-00
Jul-01
May-01
Mar-01
Jan-01
Nov-00
Sep-00
Jul-00
May-00
Mar-00
Jan-00
Nov-99
Sep-99
Jul-99
May-99
Mar-99
Jan-99
0
Penelitian Tentang Apakah Penerapan Otonomi Daerah Khususnya Alokasi Dana Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah (PKPD) dan Non-PKPD Selama Tahun 2001 Telah Memberikan Dampak Kepada Pengendalian Moneter ?
73
Propinsi DI Yogyakarta 5,000 Giro Dep
4,500
70,000
400
60,000
350
50,000
300
Tab BUSN (Juta Rp) Giro
4,000 3,500 3,000
40,000
2,500
250 200
30,000
2,000
150
1,500
20,000 100
1,000 10,000
500
50
0
0
Aug-00
Jul-00
Jun-00
May-00
Apr-00
Mar-00
Feb-00
Jan-00
Dec-99
Nov-99
Oct-99
Sep-99
Bank Umum Swasta Nasional 25,000
350,000
100 90
300,000 Giro
20,000
Tab
250,000
Aug-99
Bank Pemerintah
Jul-99
Jun-99
May-99
Jul-01
May-01
Mar-01
Jan-01
Nov-00
Sep-00
Jul-00
May-00
Mar-00
Jan-00
Nov-99
Sep-99
Jul-99
May-99
Mar-99
Jan-99
0
Giro vls
80 70
Dep
15,000
200,000
60 50
150,000
10,000
40 30
100,000 5,000 50,000
20 10
Bank Pembangunan Daerah
O ct -0 0
00
Au g00
nJu
00 b-
Ap r-0 0
9 -9 ec
Fe
D
O ct -9 9
99 n-
Jul-01
May-01
Mar-01
Jan-01
Nov-00
Sep-00
Jul-00
May-00
Mar-00
Jan-00
Nov-99
Sep-99
Jul-99
May-99
Mar-99
Jan-99
Ap r-9 9
0
Au g99
0
Ju
0
Bank Pemerintah (valas)
Propinsi Jawa Tengah
60,000 Giro
Tab
Dep
50,000
350,000
45,000
300,000
40,000
250,000
40,000
3,500 3,000 Giro Tab Dep
35,000 30,000
200,000
25,000
2,000
150,000
20,000
1,500
100,000
15,000
30,000 20,000
2,500
1,000 10,000
10,000
50,000
500
5,000
0
0
0
Bank Umum Swasta Nasional
Jul-01
May-01
Mar-01
Jan-01
Nov-00
Sep-00
Jul-00
May-00
Mar-00
Jan-00
Nov-99
Sep-99
Jul-99
May-99
Mar-99
Jan-99
Jul-01
May-01
Mar-01
Jan-01
Nov-00
Sep-00
Jul-00
May-00
Mar-00
Jan-00
Nov-99
Sep-99
Jul-99
May-99
Mar-99
Jan-99
Bank Pemerintah
0
74
Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 2002
1,800,000
400,000 Giro Tab Dep
1,600,000 1,400,000
350,000 300,000
1,200,000
Giro vls
25,000
20,000
250,000
1,000,000
15,000 200,000
800,000 150,000
600,000
10,000
100,000
400,000
5,000 50,000
200,000 0
0
0 Aug-00
Jul-00
Jun-00
May-00
Apr-00
Mar-00
Feb-00
Jan-00
Dec-99
Nov-99
Oct-99
Sep-99
Aug-99
Jul-99
Jul-01
May-01
Mar-01
Jan-01
Nov-00
Sep-00
Jul-00
May-00
Mar-00
Jan-00
Nov-99
Sep-99
Jul-99
May-99
Mar-99
Jan-99
Bank Pembangunan Daerah
Bank Pemerintah (valas)
Propinsi Bengkulu 9,000
30,000
120,000
7,000
8,000 25,000
Giro
7,000
6,000
100,000
Giro
Tab 6,000
20,000
Dep
Tab 80,000
5,000
Dep 4,000
5,000 15,000
60,000
10,000
40,000
5,000
20,000
4,000
3,000
3,000
2,000
2,000 1,000
1,000 0
0
300 250 200 150 100 50 0 Apr-99
Bank Pemerintah (valas)
Jul-01
Giro vls
350
May-01
Mar-01
Jan-01
Nov-00
Sep-00
Jul-00
May-00
Mar-00
Jan-00
Nov-99
Sep-99
Bank Pembangunan Daerah
450 400
Jul-99
Bank Pemerintah
May-99
Jul-01
May-01
Mar-01
Jan-01
Nov-00
Sep-00
Jul-00
May-00
Mar-00
Jan-00
Nov-99
Sep-99
Jul-99
May-99
Mar-99
Jan-99
Mar-99
0
Jan-99
0
Penelitian Tentang Apakah Penerapan Otonomi Daerah Khususnya Alokasi Dana Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah (PKPD) dan Non-PKPD Selama Tahun 2001 Telah Memberikan Dampak Kepada Pengendalian Moneter ?
75
Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam 60,000 50,000
Giro
6,000
0.35
5,000
0.3
Tab 40,000
0.25
4,000
Dep
Giro
0.2
30,000
3,000
20,000
2,000
10,000
1,000
0.15 0.1 0.05
0
0 Jul-01
May-01
Mar-01
Jan-01
Nov-00
Sep-00
Jul-00
May-00
Mar-00
Jan-00
Nov-99
Sep-99
Jul-99
May-99
Mar-99
Jan-99
0 Jul-01
Bank Pemerintah
Bank Umum Swasta Nasional
700,000 600,000 Giro Tab
500,000
200
100
180
90
160
80
140
70
Dep 120
400,000
60
100 300,000
Giro vls
50
80
40
60
200,000
30 40
100,000
20
20
0
10
0 Jul-01
Mar-01
Feb-01
Jan-01
Bank Pembangunan Daerah
Dec-00
Nov-00
Oct-00
May-01
Mar-01
Jan-01
Nov-00
Sep-00
Jul-00
May-00
Mar-00
Jan-00
Nov-99
Sep-99
Jul-99
May-99
Mar-99
Jan-99
0
Bank Pemerintah (valas)
Propinsi Sumatera Utara 45,000
16,000
40,000
14,000
120
1,800 1,600
100 35,000 Giro 30,000
Tab
25,000
Giro
12,000 10,000
Dep
8,000
20,000
1,400
Tab 80
1,200
Dep
1,000 60 800
6,000
15,000
40
600
4,000
10,000
400 2,000
5,000
20 200
0
0
0
Bank Umum Swasta Nasional
Jul-01
Aug-00
May-00
Mar-00
Jan-00
Nov-99
Sep-99
Jul-99
May-99
Mar-99
Jan-99
Jul-01
May-01
Mar-01
Jan-01
Nov-00
Sep-00
Jul-00
May-00
Mar-00
Jan-00
Nov-99
Sep-99
Jul-99
May-99
Mar-99
Jan-99
Bank Pemerintah
0
76
Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 2002
4,000
1,200,000
6
3,500
1,000,000
5
800,000
Giro
3,000
Giro Tab
2,500
4
Dep 600,000
2,000
3
1,500 400,000
2 1,000
200,000
500
0
1
0
Bank Pembangunan Daerah
Feb-99
Jan-99
Jul-01
May-01
Mar-01
Jan-01
Nov-00
Sep-00
Jul-00
May-00
Mar-00
Jan-00
Nov-99
Sep-99
Jul-99
May-99
Mar-99
Jan-99
0
Bank Asing & Campuran
Propinsi Jambi
35,000 30,000
Giro
12,000
160
10,000
140
Tab
25,000
160
Tab
120
8,000
Dep 20,000
6,000
140
Giro
120
Dep 100
100
80
80
60
60
40
40
20
20
0
0
15,000 4,000 10,000 2,000
5,000 0
0
30,000
Giro Tab
25,000
Dep
120,000
20,000
100,000 15,000
80,000 60,000
10,000
40,000 5,000 20,000 0
0 Jul-01
May-01
Mar-01
Jan-01
Nov-00
Sep-00
Jul-00
May-00
Mar-00
Jan-00
Nov-99
Sep-99
Jul-99
May-99
Mar-99
Jan-99
Bank Pembangunan Daerah
Aug-00
Jun-00
35,000
180,000
140,000
Apr-00
Bank Umum Swasta Nasional
200,000
160,000
Feb-00
Dec-99
Oct-99
Aug-99
Jun-99
Mar-99
Jul-01
May-01
Mar-01
Jan-01
Nov-00
Sep-00
Jul-00
May-00
Mar-00
Jan-00
Nov-99
Sep-99
Jul-99
May-99
Mar-99
Jan-99
Bank Pemerintah
Penelitian Tentang Apakah Penerapan Otonomi Daerah Khususnya Alokasi Dana Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah (PKPD) dan Non-PKPD Selama Tahun 2001 Telah Memberikan Dampak Kepada Pengendalian Moneter ?
77
Propinsi Sumatera Barat
6,000
250
70,000 60,000
Giro
5,000
1
200
Tab
Giro
50,000
Dep
4,000
1.2
0.8
Tab 150
40,000
Dep 0.6
3,000 30,000
100
2,000
0.4
20,000 50
1,000
0.2
10,000
0
0
0
0 Aug-00
Jul-00
Jun-00
Jul-01
May-01
Mar-01
Jan-01
Nov-00
Sep-00
Jul-00
May-00
Mar-00
Jan-00
Nov-99
Sep-99
Jul-99
May-99
Mar-99
Jan-99
Bank Pemerintah
Bank Umum Swasta Nasional
500,000
200
450,000
180 Giro
400,000
160
Tab
350,000
140
Dep
300,000
120
250,000
100
200,000
80
150,000
60
100,000
40
50,000
20
0
0 Jul-01
May-01
Mar-01
Jan-01
Nov-00
Sep-00
Jul-00
May-00
Mar-00
Jan-00
Nov-99
Sep-99
Jul-99
May-99
Mar-99
Jan-99
Bank Pembangunan Daerah
Propinsi Riau 250,000
25,000
200,000
20,000
30
Tab
15,000
2,000
Giro Rp 25
Giro 150,000
2,500
35
Tab Rp Dep Rp
20
1,500
Dep 100,000
10,000
15
1,000
10
50,000
5,000
0 Jul-00
May-00
Mar-00
Jul-01
May-01
Mar-01
Jan-01
Nov-00
Sep-00
Jul-00
May-00
Mar-00
Jan-00
Nov-99
Sep-99
Jul-99
May-99
Mar-99
Jan-99
Bank Pemerintah
0 Jan-00
0
Jan-99
0
500 5
Bank Umum Swasta Nasional
78
Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 2002
1,600,000
3,000
5,000
1,400,000
4,500
Giro Rp
1,200,000
Tab Rp
4,000
Dep Rp
3,500
1,000,000
Giro vls 2,500
2,000
3,000
800,000
2,500
1,500
2,000
600,000
1,000
1,500 400,000 1,000
500
200,000
500 0
00 b-
ar
Fe
-0 Ap 0 r-0 M 0 ay -0 Ju 0 n0 Ju 0 lAu 0 0 g0 Se 0 p0 O 0 ct -0 N 0 ov -0 D 0 ec -0 Ja 0 n0 Fe 1 b0 M 1 ar -0 Ap 1 r-0 M 1 ay -0 Ju 1 n0 Ju 1 l-0 1
Jul-01
May-01
Mar-01
Jan-01
Nov-00
Sep-00
Jul-00
May-00
Mar-00
Jan-00
Nov-99
Sep-99
Jul-99
May-99
Mar-99
Jan-99
0
M
0
Bank Pembangunan Daerah
Bank Pemerintah (valas)
Propinsi Sumatera Selatan 100,000
30,000 25,000
Giro Tab
20,000
Dep
15,000 10,000 5,000 0
28.5
90,000
28
80,000
27.5
70,000
27
60,000
26.5
50,000
26
40,000
25.5
30,000
25
20,000
24.5
10,000
24
0
1.2 Giro Tab Dep
1
0.8
0.6
0.4
0.2
0 May-00
Apr-00
Bank Pemerintah
Mar-00
Jan-00
Jul-01
May-01
Mar-01
Jan-01
Nov-00
Sep-00
Jul-00
May-00
Mar-00
Jan-00
Nov-99
Sep-99
Jul-99
May-99
Mar-99
Jan-99
23.5
Bank Umum Swasta Nasional
12,000
700,000 Giro
600,000
10,000
Tab Dep
500,000
8,000 400,000 6,000 300,000 4,000 200,000 2,000
100,000 0
0 Jul-01
May-01
Mar-01
Jan-01
Nov-00
Sep-00
Jul-00
May-00
Mar-00
Jan-00
Nov-99
Sep-99
Jul-99
May-99
Mar-99
Jan-99
Bank Pembangunan Daerah
Penelitian Tentang Apakah Penerapan Otonomi Daerah Khususnya Alokasi Dana Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah (PKPD) dan Non-PKPD Selama Tahun 2001 Telah Memberikan Dampak Kepada Pengendalian Moneter ?
79
Propinsi Lampung 70,000
12,000
3,500
1,600 1,400
60,000
10,000
Tab
1,200
50,000
Giro
8,000
Tab
40,000
3,000
Giro
2,500
Dep 1,000
2,000
Dep
6,000
800 1,500
30,000
600
4,000 20,000
1,000
400
2,000
10,000 0
500
200 0
0 Jul-01
May-01
Mar-01
Jan-01
Nov-00
Sep-00
Jul-00
May-00
Mar-00
Jan-00
Nov-99
Sep-99
Jul-99
May-99
Mar-99
Jan-99
Ja n Fe -99 b M -99 ar Ap -99 r M -99 ay Ju 99 nJu 99 Au l-99 gSe 99 p O -99 ct N 99 ov D -99 ec Ja -99 n Fe -00 b M -00 ar Ap -00 r M -00 ay Ju 00 nJu 00 l Au -00 gAp 00 r-0 1
0
Bank Pemerintah
Bank Umum Swasta Nasional
300,000
40,000
250,000
100 90
Giro
35,000
80
Tab 30,000
Dep 200,000
150,000
100,000
70
25,000
60
20,000
50
15,000
40
10,000
Deposito
30 20
50,000
5,000
10 0
0 Jul-01
May-01
Mar-01
Jan-01
Nov-00
Sep-00
Jul-00
May-00
Mar-00
Jan-00
Nov-99
Sep-99
Jul-99
May-99
Mar-99
Jan-99
0 Jan-99
Bank Pembangunan Daerah
Bank Pemerintah (valas)
Propinsi Jawa Timur
50,000
90,000
1,600
45,000
80,000
1,400
70,000
1,200
40,000
Giro Tab Dep
35,000
60,000
30,000
250
Giro Tab Dep
200
1,000
150
50,000
25,000 40,000
20,000
30,000
15,000
800
10,000
20,000
400
5,000
10,000
200
0
0
50
0
0 Jul-01
Bank Umum Swasta Nasional
May-01
Mar-01
Aug-00
Jun-00
Apr-00
Dec-99
Sep-99
Jul-99
May-99
Mar-99
Jan-99
Jul-01
May-01
Mar-01
Jan-01
Nov-00
Sep-00
Jul-00
May-00
Mar-00
Jan-00
Nov-99
Sep-99
Jul-99
May-99
Mar-99
Jan-99
Bank Pemerintah
100
600
80
Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 2002
Giro Tab Dep
2,500,000
800,000
450
700,000
400
600,000
2,000,000
500,000
8,000 7,000 Giro vls
350
6,000
Tab vls 300
Dep vls
5,000
250
1,500,000
400,000
4,000 200
300,000
1,000,000
3,000
150 200,000
2,000
100
500,000 100,000 0
0
1,000
50
0 May-01
Jun-00
May-00
Feb-00
Jan-00
Dec-99
Nov-99
Bank Pembangunan Daerah
Apr-99
Mar-99
Feb-99
Jan-99
Jul-01
May-01
Mar-01
Jan-01
Nov-00
Sep-00
Jul-00
May-00
Mar-00
Jan-00
Nov-99
Sep-99
Jul-99
May-99
Mar-99
Jan-99
0
Bank Pemerintah (valas)
1,600 1,400
Giro vls
1,200 1,000 800 600 400 200 0 Jun-00
Jul-00
Aug-00
Bank Umum Swasta Nasional (valas)
Propinsi Kalimantan Timur
300
20,000 18,000 Giro
16,000
250
Tab
14,000
Dep
70 60
1.2 Giro Tab
50
Dep
200
12,000
1 0.8
40 0.6
150
10,000
30
8,000 6,000 4,000
100
20
50
10
0.4 0.2
2,000
Bank Pemerintah
0
Ja n99 M ar -9 9 M ay -9 9 Ju l-9 9 Se p99 N ov -9 9 Ja n00 M ar -0 0 M ay -0 0 Ju l-0 0 Se p00 N ov -0 0 Ja n01 M ar -0 1
-9
n-
ar M
Ja
9 M ay -9 9 Ju l-9 9 Se p99 N ov -9 9 Ja n00 M ar -0 0 M ay -0 0 Ju l-0 0 Se p00 N ov -0 0 Ja n01 M ar -0 1 M ay -0 1 Ju l-0 1
0
99
0
0
Bank Umum Swasta Nasional
Penelitian Tentang Apakah Penerapan Otonomi Daerah Khususnya Alokasi Dana Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah (PKPD) dan Non-PKPD Selama Tahun 2001 Telah Memberikan Dampak Kepada Pengendalian Moneter ?
1,600,000 Giro
1,400,000
Tab 1,200,000
1
60
1
50
1
1
800,000 600,000
40 30
0
20
400,000 0
200,000
10 0
9 M ay -9 9 Ju l-9 9 Se p99 N ov -9 9 Ja n00 M ar -0 0 M ay -0 0 Ju l-0 0 Se p00 N ov -0 0 Ja n01 M ar -0 1 M ay -0 1 Ju l-0 1
0
M
ar
-9
99
0
n-
Giro
Dep
1,000,000
Ja
81
Mar-01
Bank Pembangunan Daerah
Bank Asing & Campuran
1
14,000 Giro vls
1
12,000
Tab vls Dep vls
10,000
1
8,000 1 6,000 0
4,000
0
2,000
0
0 May-00
Dec-00
Feb-01
Mar-01
Apr-01
May-01
Bank Pemerintah (valas)
Propinsi Kalimantan Barat
14,000
25,000
400,000
12,000 20,000 10,000 8,000
300
450,000
Giro Tab
300,000
Giro
250
Tab Dep
200
15,000 250,000
Dep 6,000
350,000
150
10,000
200,000 100
150,000
4,000 5,000
100,000
2,000
50 50,000
Bank Pemerintah
0
0
Ja n99 M ar -9 M 9 ay -9 9 Ju l-9 9 Se p9 N 9 ov -9 9 Ja n00 M ar -0 M 0 ay -0 0 Ju l-0 0 Se p00 N ov -0 0 Ja n01 M ar -0 M 1 ay -0 1 Ju l-0 1
0
Ja n9 M 9 ar -9 M 9 ay -9 9 Ju l-9 Se 9 p9 N 9 ov -9 Ja 9 n0 M 0 ar -0 M 0 ay -0 0 Ju l-0 Se 0 p0 N 0 ov -0 Ja 0 n0 M 1 ar -0 M 1 ay -0 1 Ju l-0 1
0
Bank Pembangunan Daerah
82
Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 2002
14 Giro v ls
12
Tab v ls 10
Dep v ls
8 6 4 2 0 Jun-01
May-01
Apr-01
Mar-01
Feb-01
Jan-01
Dec-00
Nov-00
Oct-00
Sep-00
Aug-00
Jul-00
Jun-00
May-00
Bank Pemerintah (valas)
Propinsi Kalimantan Tengah 25,000 Giro
20,000
Tab Dep 15,000
10,000
5,000
40,000
9000
35,000
8000
30,000
7000
25,000
6000
20,000
5000
15,000
4000
10,000
3000
5,000
2000
0
1000
Giro Tab Dep
Ja n9 M 9 ar -9 M 9 ay -9 9 Ju l-9 Se 9 p9 N 9 ov -9 Ja 9 n0 M 0 ar -0 M 0 ay -0 0 Ju l-0 Se 0 p0 N 0 ov -0 Ja 0 n0 M 1 ar -0 M 1 ay -0 1 Ju l-0 1
0
0 Jun-00
Bank Pemerintah
Jul-00
Bank Umum Swasta Nasional
800,000
350,000 Giro Tab Dep
300,000
700,000
250,000 600,000 200,000 500,000 150,000 400,000 100,000 50,000
300,000
0
200,000 Jul-01
May-01
Mar-01
Jan-01
Nov-00
Sep-00
Jul-00
May-00
Mar-00
Jan-00
Nov-99
Sep-99
Jul-99
May-99
Mar-99
Jan-99
Bank Pembangunan Daerah
Penelitian Tentang Apakah Penerapan Otonomi Daerah Khususnya Alokasi Dana Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah (PKPD) dan Non-PKPD Selama Tahun 2001 Telah Memberikan Dampak Kepada Pengendalian Moneter ?
83
Propinsi Sulawesi Tengah
140,000 120,000 100,000
Giro
6,000
60
5,000
50
4,000
Tab
80,000
Dep
Giro
40
3,000 30
60,000 2,000
40,000
20
1,000
20,000
10
0
Ja n9 M 9 ar -9 M 9 ay -9 9 Ju l-9 Se 9 p9 N 9 ov -9 Ja 9 n0 M 0 ar -0 M 0 ay -0 0 Ju l-0 Se 0 p0 N 0 ov -0 Ja 0 n0 M 1 ar -0 M 1 ay -0 1 Ju l-0 1
0
0 Aug-00
Bank Pemerintah
Bank Umum Swasta Nasional
90,000
1.2
80
80,000 1
Giro
70,000
6,000
70
Giro vls
Dep vls
0.8
60,000
5,000
Tab vls
60
Tab
4,000
50 50,000 0.6
40
3,000
40,000
30 30,000
20 0.2
0
M ay -9 9 Ju l-9 9 Se p99 N ov -9 9 Ja n00 M ar -0 0 M ay -0 0 Ju l-0 0 Se p00 N ov -0 0 Ja n01 M ar -0 1 M ay -0 1 Ju l-0 1
9 -9
n-
ar M
0
Ja n Fe -99 bM 99 ar Ap -99 r-9 Ju 9 l Se -99 pO 99 ct D -99 ec Ja 99 n Fe -00 bM 00 ar Ap -00 r M -00 ay Ju 00 n0 Ju 0 Au l-00 g0 Se 0 pO 00 ct D 00 ec -0 Ju 0 l-0 1
0
99
0
1,000
10
10,000
Ja
2,000
0.4
20,000
Bank Pembangunan Daerah
Bank Pemerintah (valas)
Propinsi Sulawesi Selatan
25,000
250,000
4,500
9,000
4,000
Giro Tab
200,000
150,000
3,000
6,000
2,500
5,000
2,000
4,000
1,500
3,000
1,000
2,000
500
1,000
100,000
Bank Pemerintah
1 l-0 Ju
Ju l-0 0 M ay -0 1
M ar -0 0 M ay -0 0
9
00
-9
n-
ov N
Ja
9
99
l-9
p-
Ju
Se
-9 9 M ay -9 9
0
99
0
Ja n9 M 9 ar -9 M 9 ay -9 9 Ju l-9 Se 9 p9 N 9 ov -9 Ja 9 n0 M 0 ar -0 M 0 ay -0 0 Ju l-0 Se 0 p0 N 0 ov -0 Ja 0 n0 M 1 ar -0 M 1 ay -0 1 Ju l-0 1
0
0
n-
50,000
ar
5,000
Ja
10,000
7,000
Dep
Dep 15,000
8,000
Tab
3,500
M
20,000
Giro
Bank Umum Swasta Nasional
84
Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 2002
600,000
90,000
500,000
Giro
80,000
Tab
70,000
Dep
400,000
60,000 50,000
300,000 40,000 200,000
30,000 20,000
100,000 10,000
-9
n-
ar M
Ja
9 M ay -9 9 Ju l-9 9 Se p99 N ov -9 9 Ja n00 M ar -0 0 M ay -0 0 Ju l-0 0 Se p00 N ov -0 0 Ja n01 M ar -0 1 M ay -0 1 Ju l-0 1
0
99
0
Bank Pembangunan Daerah
Propinsi Sulawesi Utara
16,000
60,000
4,500
9,000
4,000
14,000 Giro 12,000
Dep
40,000
Tab
3,000
Dep
20,000
4,000 10,000 2,000 0
5,000
2,000
4,000
1,500
3,000
1,000
2,000
500
1,000
0
Bank Pemerintah
160,000 140,000
Giro
0
Ja n99 M ar -9 9 M ay -9 9 Ju l-9 9 Se p99 N ov -9 9
Ja n9 M 9 ar -9 M 9 ay -9 9 Ju l-9 Se 9 p9 N 9 ov -9 Ja 9 n0 M 0 ar -0 M 0 ay -0 0 Ju l-0 Se 0 p0 N 0 ov -0 Ja 0 n0 M 1 ar -0 M 1 ay -0 1 Ju l-0 1
0
Bank Umum Swasta Nasional
30,000
35
25,000
30
20,000
25
15,000
20
10,000
15
Giro vls
Tab
120,000
Dep 100,000 80,000 60,000 40,000
5,000
20,000
M
ar -9 M 9 ay -9 9 Ju l-9 9 Se p99 N ov -9 9 Ja n00 M ar -0 M 0 ay -0 0 Ju l-0 0 Se p00 N ov -0 0 Ja n01 M ar -0 M 1 ay -0 1 Ju l-0 1
0
99
0
n-
6,000
30,000
6,000
Ja
7,000
2,500
Ja n00 M ar -0 0 M ay -0 0 Ju l-0 0 M ay -0 1 Ju l-0 1
8,000
Giro 3,500
Tab
10,000
8,000
50,000
Bank Pembangunan Daerah
10 5 0 Jun-01
Jul-01
Bank Pemerintah (valas)
Penelitian Tentang Apakah Penerapan Otonomi Daerah Khususnya Alokasi Dana Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah (PKPD) dan Non-PKPD Selama Tahun 2001 Telah Memberikan Dampak Kepada Pengendalian Moneter ?
85
Propinsi Sulawesi Tenggara 35,000
1,000
30,000
800 25,000
Giro
700
Tab 20,000
120
4500
900
Giro 100
4000
Tab
3500
Dep 80
3000
600
Dep
2500
500 15,000
60 2000
400 300
10,000
40
1500 1000
200 20
5,000
100 0
500 0
0
Ja nFe 99 bM 99 ar Ap 99 rM 99 ay Ju 99 n9 Ju 9 lA u 99 gSe 9 9 pO 99 ct N 99 ov D 99 ec Ja 99 nFe 00 bM 00 ar Ap 00 rM 00 ay Ju 00 n0 Ju 0 l-0 0
Ja n9 M 9 ar -9 M 9 ay -9 9 Ju l-9 Se 9 p9 N 9 ov -9 9 Ja n0 M 0 ar -0 M 0 ay -0 0 Ju l-0 Se 0 p0 N 0 ov -0 0 Ja n01 M ar -0 M 1 ay -0 1 Ju l-0 1
0
Bank Pemerintah
Bank Umum Swasta Nasional
180,000
90
160,000
80 Giro
140,000
Tab
70
120,000
Dep
60
100,000
50
80,000
40
60,000
30
40,000
20
20,000
10
-9
n-
ar M
Ja
9 M ay -9 9 Ju l-9 9 Se p99 N ov -9 9 Ja n00 M ar -0 0 M ay -0 0 Ju l-0 0 Se p00 N ov -0 0 Ja n01 M ar -0 1 M ay -0 1 Ju l-0 1
0
99
0
Bank Pembangunan Daerah
Propinsi Kalimantan Selatan
120,000
18,000
120
1.2 Giro
16,000 14,000
Giro
100,000
Tab
100
12,000
Dep
1
Dep
Tab 80,000
80
0.8
60,000
60
0.6
40,000
40
0.4
20,000
20
0.2
10,000 8,000 6,000 4,000
Bank Pemerintah
Bank Umum Swasta Nasional
Jul-00
Aug-00
Jun-00
Apr-00
May-00
Mar-00
Jan-00
Feb-00
Dec-99
Oct-99
Nov-99
Sep-99
Jul-99
Aug-99
Jun-99
Apr-99
May-99
0 Mar-99
0 Feb-99
0
Ja n9 M 9 ar -9 M 9 ay -9 9 Ju l-9 Se 9 p9 N 9 ov -9 Ja 9 n0 M 0 ar -0 M 0 ay -0 0 Ju l-0 Se 0 p0 N 0 ov -0 Ja 0 n0 M 1 ar -0 M 1 ay -0 1 Ju l-0 1
0
Jan-99
2,000
86
Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 2002
400,000 350,000
Giro Tab
300,000
Dep
250,000
14,000
160
12,000
140
10,000
120
8,000
100
132
80
130
60
128
40
126
20
124
138 136
Giro vls Tab vls
134
Dep vls
200,000 6,000 150,000 4,000
100,000
2,000
50,000 0
0
Ja n99 M ar -9 9 M ay -9 9 Ju l-9 9 Se p99 N ov -9 9 Ja n00 M ar -0 M 0 ay -0 0 Ju l-0 0 Se p00 N ov -0 0 Ja n01 M ar -0 1 M ay -0 1 Ju l-0 1
0
122 Jun-00
Bank Pembangunan Daerah
Oct-00
Jun-01
Jul-01
Bank Pemerintah (valas)
Propinsi Bali
9,000
800,000
350
8,000
700,000
300
7,000
Giro
6,000
600,000
Tab
1
250 0.8
500,000
Dep
5,000
1.2
200
Giro
400,000 4,000 3,000
0.6
Tab 150
Dep
300,000
0.4
200,000
2,000
100,000
1,000 0
0
100 0.2
50 0
0 Jul-00
May-00
Mar-00
Jan-00
Nov-99
Sep-99
Jul-99
Bank Umum Swasta Nasional
800,000
1,000
700,000
950 Giro 900
Tab
600,000
Apr-99
Feb-99
Jul-01
May-01
Mar-01
Jan-01
Nov-00
Sep-00
Jul-00
May-00
Mar-00
Jan-00
Nov-99
Sep-99
Jul-99
May-99
Mar-99
Jan-99
Bank Pemerintah
Dep
850
500,000
300 Giro vls 250
200
800 400,000 750
150
300,000 700
100
200,000
650
100,000
600
0
550 Jul-01
May-01
Mar-01
Jan-01
Nov-00
Sep-00
Jul-00
May-00
Mar-00
Jan-00
Nov-99
Sep-99
Jul-99
May-99
Mar-99
Jan-99
Bank Pembangunan Daerah
50
0 Jun-00
Jul-00
Aug-00
Sep-00
Oct-00
Nov-00
Bank Pemerintah (valas)
Dec-00
Penelitian Tentang Apakah Penerapan Otonomi Daerah Khususnya Alokasi Dana Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah (PKPD) dan Non-PKPD Selama Tahun 2001 Telah Memberikan Dampak Kepada Pengendalian Moneter ?
87
Propinsi Nusa Tenggara Barat
215
3,500
12,000
3,000
Giro
10,000
Tab
195
Giro Tab
2,500
Dep
8,000
200,000
Dep
150,000
175
2,000 6,000
155 100,000
1,500 4,000
135
1,000 50,000
2,000
115
500
0
0
0
95 May-01
Jul-01
Mar-01
Jan-01
Nov-00
Sep-00
Jul-00
Mar-00
May-00
Jan-00
Nov-99
Sep-99
Jul-99
May-99
Mar-99
Jan-99
Jul-01
May-01
Mar-01
Jan-01
Nov-00
Sep-00
Jul-00
May-00
Mar-00
Jan-00
Nov-99
Sep-99
Jul-99
May-99
Mar-99
Jan-99
Bank Pemerintah
Bank Pembangunan Daerah
Propinsi Nusa Tenggara Timur 180,000
35,000
160,000
30,000
Giro 140,000
Tab
120,000
80
550
70
500
60
450
25,000
Dep
50
400 Giro
20,000
100,000
40
80,000
350
Tab
15,000
Dep
30
300
60,000 10,000 40,000 5,000
20,000 0
20
250
10
200
0
150
0
Mar-00
Jan-00
Nov-99
Sep-99
Jul-99
May-99
Mar-99
Jan-99
Jul-01
May-01
Mar-01
Jan-01
Nov-00
Sep-00
Jul-00
May-00
Mar-00
Jan-00
Nov-99
Sep-99
Jul-99
May-99
Mar-99
Jan-99
Bank Pemerintah
Bank Umum Swasta Nasional
50,000
300,000
45,000 Giro
250,000
40,000
Tab
35,000
Dep
200,000
30,000 25,000
150,000
20,000 100,000
15,000 10,000
50,000
5,000 0
0 Jul-01
May-01
Mar-01
Jan-01
Nov-00
Sep-00
Jul-00
May-00
Mar-00
Jan-00
Nov-99
Sep-99
Jul-99
May-99
Mar-99
Jan-99
Bank Pembangunan Daerah
88
Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 2002
Propinsi Maluku
80,000
16,000
70,000
14,000
1
12,000
Tab
50,000
1.2 Giro Tab Dep
25
Giro
60,000
30
10,000
Dep
40,000
8,000
30,000
6,000
20,000
4,000
10,000
2,000
0
20
0.8
15
0.6
10
0.4
5
0.2
0
0
0
Aug-00
Jul-00
Jun-00
May-00
Apr-00
Jul-01
May-01
Mar-01
Jan-01
Nov-00
Sep-00
Jul-00
May-00
Mar-00
Jan-00
Nov-99
Sep-99
Jul-99
May-99
Mar-99
Jan-99
Bank Pemerintah
Bank Umum Swasta Nasional
250,000
32 30
Giro
200,000
Tab 28
Dep
150,000
26 24
100,000
22
50,000 20
0
18 Jul-01
May-01
Mar-01
Jan-01
Nov-00
Sep-00
Jul-00
May-00
Mar-00
Jan-00
Nov-99
Sep-99
Jul-99
May-99
Mar-99
Jan-99
Bank Pembangunan Daerah
Propinsi DKI Jakarta
600,000 500,000
700,000
3,000
600,000
2,500
8,000
500,000
400,000
7,000
Giro Tab Dep
6,000
2,000
Giro
Tab
5,000
400,000
Dep
300,000
1,500
4,000
300,000 200,000
200,000
100,000
100,000
0
0
2,000 500
1,000
0
0
Bank Umum Swasta Nasional
Jul-01
May-01
Mar-01
Jan-01
Nov-00
Sep-00
Jul-00
May-00
Mar-00
Jan-00
Nov-99
Sep-99
Jul-99
May-99
Mar-99
Jan-99
Jul-01
May-01
Mar-01
Jan-01
Nov-00
Sep-00
Jul-00
May-00
Mar-00
Jan-00
Nov-99
Sep-99
Jul-99
May-99
Mar-99
Jan-99
Bank Pemerintah
3,000
1,000
Penelitian Tentang Apakah Penerapan Otonomi Daerah Khususnya Alokasi Dana Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah (PKPD) dan Non-PKPD Selama Tahun 2001 Telah Memberikan Dampak Kepada Pengendalian Moneter ?
1,600,000
89
800,000 9,000 Giro Tab Dep
1,400,000
700,000
Bank Asing & Campuran Giro
8,000
1,200,000
600,000
7,000
1,000,000
500,000
6,000
800,000
400,000
600,000
300,000
400,000
200,000
200,000
100,000
Bank Asing & Campuran Tab
5,000 4,000 3,000
1,000
Bank Pembangunan Daerah
Ju n01
Ap r-0 1
0
01 bFe
0
-0
-0 ct
ec D
O
M ay -0 0
Ja n00
M ar -0 0
Ja n99
Jul-01
May-01
Mar-01
Jan-01
Nov-00
Sep-00
Jul-00
May-00
Mar-00
Jan-00
Nov-99
Sep-99
Jul-99
May-99
Mar-99
Jan-99
N ov -9 9
0
0
M ar -9 9
0
2,000
Bank Asing & Campuran
1,800
35,000
1,600
30,000
1,400
Giro vls
1,200
Tab vls
25,000
Dep vls
1,000
20,000
800
15,000
600
10,000
400 5,000
200 0
0
Jun-01
Apr-01
Feb-01
Dec-00
Oct-00
Apr-00
Jun-00
Feb-00
Dec-99
Aug-99
Oct-99
Mar-99
Jun-99
Jan-99
Bank Pemerintah (valas)
Propinsi Irian Jaya
1.2
70
30000
800 Giro
25000
600
50
Giro
1
Tab
Tab 20000
700
60
Dep
500
15000
Dep
0.8
40 0.6
400 30
300
10000
200 5000
100
0
0
0.2
10 0
0
Bank Umum Swasta Nasional
Jul-00
May-00
Mar-00
Jan-00
Nov-99
Sep-99
Jul-99
May-99
Mar-99
Jan-99
Jul-01
Mar-01
May-01
Jan-01
Sep-00
Nov-00
May-00
Jul-00
Jan-00
Mar-00
Nov-99
Jul-99
Sep-99
May-99
Jan-99
Mar-99
Bank Pemerintah
0.4 20
90
Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 2002
800000 700000 Giro 600000 500000 400000 300000 200000 100000 0 Jul-01
May-01
Mar-01
Jan-01
Nov-00
Sep-00
Jul-00
May-00
Mar-00
Jan-00
Nov-99
Sep-99
Jul-99
May-99
Mar-99
Jan-99
Bank Pembangunan Daerah
Dari hasil pengamatan pada data tersebut didapat beberapa kesimpulan : •
Seluruh pemerintah daerah di setiap propinsi di Indonesia masih menempatkan dropping dana otonomi daerah di rekening bank di propinsi masing-masing (terutama bank pemerintah dan bank pembangunan daerah). Indikasi ini terlihat dari cenderung naiknya rekening pemerintah daerah pada bank-bank tersebut sesudah penerapan otonomi daerah.
• Dana-dana tersebut pada umumnya ditempatkan dalam bentuk simpanan giro pada bank pembangunan daerah maupun bank pemerintah. Sedangkan bank asing & campuran serta bank umum swasta nasional hanya digunakan oleh beberapa propinsi untuk menempatkan kelebihan dana mereka. •
Beberapa propinsi tertentu yaitu Propinsi Jawa Barat, Propinsi Jawa Timur, Propinsi DI Yogyakarta, Propinsi Nanggoroe Aceh Darussalam, Propinsi Riau, Propinsi Kalimantan Timur, Propinsi Kalimantan Barat dan Propinsi Kalimantan Selatan menempatkan dananya dalam bentuk simpanan valas dengan kecenderungan yang meningkat pasca penerapan otonomi daerah. Propinsi-propinsi tersebut terutama menempatkan dana mereka pada bank pemerintah kecuali Propinsi Jawa Timur yang menempatkan simpanan valasnya di bank umum swasta nasional selain di bank pemerintah serta Propinsi Jawa Barat yang menempatkan simpanan valasnya di bank pembangunan daerah selain di bank pemerintah. Hal yang patut dicermati adalah, dikhawatirkan pemerintah daerah-pemerintah daerah tersebut melakukan konversi dana otonomi daerah yang diterima dalam bentuk rupiah menjadi bentuk valas sehingga hal ini berpotensi menekan nilai tukar rupiah.
Penelitian Tentang Apakah Penerapan Otonomi Daerah Khususnya Alokasi Dana Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah (PKPD) dan Non-PKPD Selama Tahun 2001 Telah Memberikan Dampak Kepada Pengendalian Moneter ?
91
•
Propinsi-propinsi yang tidak mempunyai simpanan valas adalah : Propinsi Irian Jaya, Propinsi Nusa Tenggara Barat, Propinsi Nusa Tenggara Timur, Propinsi Sumatera Utara, Propinsi Jambi, Propinsi Sumatera Barat, Propinsi Sumatera Selatan, Propinsi Kalimantan Tengah dan Propinsi Sulawesi Tenggara.
•
Terdapat beberapa fenomena pada simpanan pemerintah daerah seperti : pertama, terjadi shifting penempatan dana simpanan giro pemerintah daerah khususnya setelah pelaksanaan otonomi daerah yaitu dari sebelumnya di bank pemerintah menjadi bank pembangunan daerah. Hal ini berlaku untuk Propinsi Jawa Barat, Propinsi DI Yogyakarta, Propinsi Bengkulu, Propinsi Sumatera Utara, Propinsi Sumatera Barat, Propinsi Jawa Timur, Propinsi Kalimantan Tengah, Propinsi Sulawesi Tenggara, Propinsi Kalimantan Selatan, Propinsi Bali dan Propinsi Irian Jaya.
•
Kedua, empat propinsi yang pada tahun ini mendapatkan dana alokasi PKPD dan non PKPD terbesar yaitu Propinsi DKI Jakarta, Propinsi Jawa Barat, Propinsi Jawa Tengah dan Propinsi Jawa Timur sejauh ini masih menempatkan dana-dana tersebut pada rekening mereka di bank setempat. Propinsi Jawa Barat menempatkan dananya di BPD selain pada bank pemerintah walaupun ada sebagian kecil dananya berupa simpanan valas di BPD. Propinsi Jawa Tengah menempatkan dananya pada bank pemerintah dan BPD serta simpanan valas pada bank pemerintah. Propinsi Jawa Timur menempatkan dananya pada terutama pada BPD diikuti bank pemerintah dan sebagian kecil ditempatkan dalam bentuk deposito dan simpanan valas pada bank umum swasta nasional. Propinsi DKI Jakarta menempatkan dananya pada BPD dan bank pemerintah serta sebagian kecil di BUSN serta simpanan valas pada bank pemerintah.
•
Propinsi Kalimantan Timur dan Propinsi Riau yang merupakan propinsi penerima dana terbesar di luar jawa juga menempatkan dananya pada sistem perbankan yang nampak pada peningkatan jumlah simpanan pada bank-bank di daerah setempat. Propinsi Kalimantan Timur menempatkan dananya terutama pada BUSN dan BPD serta deposito valas pada bank pemerintah. Demikian pula Propinsi Riau menempatkan sebagian besar dananya pada bank pemerintah baik dalam simpanan rupiah maupun valas serta bank pembangunan daerah dalam bentuk simpanan giro.
•
Dengan mencermati hal ini, nampak bahwa alokasi dropping dana otonomi daerah pada propinsi-propinsi kaya diperkirakan belum akan memberikan dampak moneter yang signifikan pada tahun ini. Namun perilaku propinsi-propinsi kaya tersebut yang cenderung mulai melirik penempatan dana pada simpanan valas patut diwaspadai di tahun depan.
92
Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 2002
Kepemilikan SBI oleh Bank Pembangunan Daerah. Dengan belum pulihnya kondisi perekonomian nasional hingga saat ini, menyebabkan industri perbankan belum dapat sepenuhnya menyalurkan kelebihan dana (termasuk dropping dana PKPD dan non PKPD) yang mereka miliki kepada sektor riil yang pada akhirnya akan dapat menggerakkan roda perekonomian nasional. Selain daripada itu, perbankan nasional pun belum memiliki alternatif penempatan dana yang lebih tepat dan aman selain penempatan pada instrumen Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Sehingga dengan asumsi tersebut seharusnya BPD-BPD yang pasca pelaksanaan otonomi daerah banyak mendapatkan tambahan dana melalui rekening pemerintah daerah, akan menempatkan dana tersebut pada SBI sehingga akan tercermin pada meningkatnya kepemilikan SBI oleh BPD-BPD di seluruh Indonesia. Berikut ini gambaran kepemilikan SBI oleh BPD-BPD di setiap propinsi di Indonesia untuk membuktikan asumsi di atas :
140000
800000 BPD A CEH
120000
700000
Poly . (BPD A CEH)
BPD BALI 600000
100000
Poly. (BPD BALI)
500000 80000 400000 60000 300000 40000
Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam
M ay -0 1 Ju l-0 1 Se p01
n01 M ar -0 1
Ja
N ov -0 0
Ju
Ja n00 M ar -0 0 M ay -0 0
Ju l-0 1 Se p01
M ay -0 1
n01 M ar -0 1
Ja
N ov -0 0
Ju l-0 0 Se p00
Ja
M ay -0 0
0
n00 M ar -0 0
100000
0
l-0 0 Se p00
200000
20000
Propinsi Bali
300000
2500000
250000 2000000
BPD DKI
BPD IRIAN JAYA Poly. (BPD IRIAN JAYA)
200000
Poly. (BPD DKI) 1500000
150000 1000000
Propinsi DKI Jakarta
Ja n00 M ar -0 0 M ay -0 0 Ju l-0 0 Se p00 N ov -0 0
01 p-
Ju l-0 1
Se
M ay -0 1
M ar -0 1
Ja n01
N ov -0 0
Ju l-0 0 Se p00
0 M ay -0 0
0 M ar -0 0
50000
Ja n00
500000
Ja n01 M ar -0 1 M ay -0 1 Ju l-0 1 Se p01
100000
Propinsi Irian Jaya
Penelitian Tentang Apakah Penerapan Otonomi Daerah Khususnya Alokasi Dana Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah (PKPD) dan Non-PKPD Selama Tahun 2001 Telah Memberikan Dampak Kepada Pengendalian Moneter ?
600000
93
1400000 BPD JA BA R
500000
Poly. (BPD JA BA R)
1200000 BPD JATIM
1000000
400000
Poly. (BPD JATIM) 800000
300000 600000 200000
Propinsi Jawa Barat
01 p-
Ju l-0 1
Se
Ja n01 M ar -0 1 M ay -0 1
N ov -0 0
Ju l-0 0 Se p00
Ja n00
01 p-
Ju l-0 1
Se
M ay -0 1
M ar -0 1
Ja n01
N ov -0 0
Ju l-0 0 Se p00
M ay -0 0
Ja n00
0 M ar -0 0
200000
0
M ar -0 0 M ay -0 0
400000 100000
Propinsi Jawa Timur
160000
250000
140000
BPD KALBAR Poly. (BPD KALBAR)
200000
BPD KALSEL
120000
Poly. (BPD KALSEL) 100000
150000
80000 100000
60000 40000
50000
20000 0
Ja n00 M ar -0 0 M ay -0 0 Ju l-0 0 Se p00 N ov -0 0 Ja n01 M ar -0 1 M ay -0 1 Ju l-0 1 Se p01
Se p01
1 Ju
l-0
M ay -0 1
M ar -0 1
01 nJa
N ov -0 0
Se p00
0 l-0 Ju
M ay -0 0
00 nJa
M ar -0 0
0
Propinsi Kalimantan Barat
Propinsi Kalimantan Selatan
500000
120000
450000
100000
400000
BPD SULUT 80000
Poly. (BPD SULUT)
350000
BPD SUMBAR
300000
Poly. (BPD SUMBAR)
250000
60000
200000
40000
150000 100000
20000
50000
Propinsi Sulawesi Utara
Ju l-0 1 Se p01
M ay -0 1
Ja n01 M ar -0 1
N ov -0 0
Ju l-0 0 Se p00
M ay -0 0
M ar -0 0
00 nJa
l-0 1 Se p01
Ju
M ay -0 1
M ar -0 1
Ja n01
N ov -0 0
l-0 0 Se p00
Ju
M ay -0 0
0
M ar -0 0
Ja n00
0
Propinsi Sumatera Barat
94
Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 2002
600000
250000
500000
200000 BPD SUMUT
400000
Poly . (BPD SUMUT)
BPD DIY
150000
Poly. (BPD DIY)
300000
100000 200000
50000 100000
0 Ja n00 M ar -0 0 M ay -0 0 Ju l-0 0 Se p00 N ov -0 0 Ja n01 M ar -0 1 M ay -0 1 Ju l-0 1 Se p01
01
1
p-
l-0
Se
Ju
-0 1 M ay -0 1
01 n-
ar M
Ja
N ov -0 0
0
00
l-0
p-
Ju
Se
0 -0
M ay -0 0
ar M
Ja
n-
00
0
Propinsi Sumatera Utara
Propinsi DI Yogyakarta
1200000
140000 120000
BPD JATENG
1000000
Poly. (BPD JATENG)
100000
800000
BPD KALTENG Poly. (BPD KALTENG)
80000
600000 60000
400000 40000
200000
20000
Propinsi Jawa Tengah
01 p-
Ju l-0 1
Se
M ar -0 1 M ay -0 1
Ja n01
N ov -0 0
Ju l-0 0 Se p00
M ay -0 0
M ar -0 0
Ja n00
Se p01
1 l-0 Ju
M ay -0 1
M ar -0 1
01 nJa
N ov -0 0
Se p00
0 l-0 Ju
M ay -0 0
0
M ar -0 0
Ja
n-
00
0
Propinsi Kalimantan Tengah
600000
45000 40000
500000
35000
BPD KA LTIM 400000
BPD LAMPUNG
30000
Poly. (BPD KA LTIM)
Poly. (BPD LAMPUNG) 25000
300000 20000 200000
15000 10000
100000 5000
Propinsi Kalimantan Timur
Propinsi Lampung
01 p-
Ju l-0 1
Se
M ay -0 1
M ar -0 1
Ja n01
p00 N ov -0 0
Ju l-0 0
Se
M ay -0 0
M ar -0 0
Ja n00
01 pSe
Ju l-0 1
M ay -0 1
M ar -0 1
Ja n01
00
N ov -0 0
pSe
Ju l-0 0
M ay -0 0
0 M ar -0 0
Ja n00
0
Penelitian Tentang Apakah Penerapan Otonomi Daerah Khususnya Alokasi Dana Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah (PKPD) dan Non-PKPD Selama Tahun 2001 Telah Memberikan Dampak Kepada Pengendalian Moneter ?
1400000
350000
1200000
300000 250000
1000000 BPD RIAU
800000
Poly. (BPD SULSEL)
Propinsi Riau
01
1 l-0
p-
Ju
Se
ar -0 1 M ay -0 1
M
0
01
-0
n-
ov N
Ja
0
00 p-
l-0 Ju
Se
-0 ar M
Ja
n-
00
01
1
p-
l-0 Ju
Se
1 -0
M ay -0 1
01
ar
n-
M
Ja
00 p-
l-0
Se
Ju
0 -0 ar M
N ov -0 0
0
0
50000
0
M ay -0 0
100000
200000
00
150000
0 M ay -0 0
Poly. (BPD RIA U)
400000
n-
BPD SULSEL
200000
600000
Ja
95
Propinsi Sulawesi Selatan 45000
60000
40000 50000
35000 B PD S UL TENG 40000
BPD SULTRA
30000
Po ly . ( B PD S UL TENG )
Poly. (BPD SULTRA)
25000 30000
20000 15000
20000
10000 10000
5000 0
Propinsi Sulawesi Tengah
01 pSe
Ju l-0 1
M ay -0 1
M ar -0 1
Ja n01
00
N ov -0 0
p-
Ju l-0 0
Se
M ay -0 0
M ar -0 0
Ja n00
Se p01
Ju l-0 1
M ay -0 1
M ar -0 1
Ja n01
N ov -0 0
Se p00
Ju l-0 0
M ay -0 0
M ar -0 0
Ja n00
0
Propinsi Sulawesi Utara
14000
600000
12000
500000
10000
400000
BPD SUMUT
BPD SUMSEL
Poly. (BPD SUMUT)
Poly. (BPD SUMSEL)
8000
300000 6000
200000 4000
100000 2000
01 pSe
Ju l-0 1
M ay -0 1
M ar -0 1
Ja n01
N ov -0 0
00 pSe
M ay -0 0
M ar -0 0
Ja n00
Ju l-0 0
Propinsi Sumatera Selatan
Ja n00 M ar -0 0 M ay -0 0 Ju l-0 0 Se p00 N ov -0 0 Ja n01 M ar -0 1 M ay -0 1 Ju l-0 1 Se p01
0
0
Propinsi Sumatera Utara
96
Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 2002
Berdasarkan gambaran kepemilikan SBI oleh setiap BPD di atas, nampak bahwa komposisi kepemilikan SBI oleh Bank Pembangunan Daerah terlihat mengalami peningkatan kecuali Propinsi Lampung, Propinsi Sumatera Selatan, Propinsi Kalimantan Selatan dan Propinsi Jawa Barat. Peningkatan kepemilikan SBI oleh BPD di atas telah terjadi khususnya semenjak penerapan otonomi daerah. Hal ini dapat terjadi berdasarkan beberapa asumsi kondisi yang melatar belakanginya seperti : o
Bank Pembangunan Daerah (BPD) yang semenjak pelaksanaan otonomi daerah menerima limpahan dana yang cukup besar atas nama pemerintah daerah belum dapat menyalurkan kelebihan dana tersebut untuk mendanai kegiatan usaha (sektor riil) di daerahnya sehingga seperti langkah yang selalu diambil bank-bank semasa krisis, BPDBPD tersebut menempatkan kelebihan dananya tersebut pada instrumen yang bersifat zero risk yaitu SBI.
o
Berdasarkan asumsi bahwa pemerintah daerah, baru dapat menggunakan dana tersebut dengan optimal tahun depan, maka langkah yang paling tepat yang dilakukan oleh BPD-BPD tersebut untuk menempatkan kelebihan dana adalah pada SBI tenor 1 atau 3 bulan.
o
Jatuh tempo SBI yang relatif pendek (1 s/d 3 bulan) membuat BPD dapat dengan lebih fleksibel mengelola portfolio dananya terutama jika sewaktu-waktu pemerintah daerah ingin memanfaatkan dana tersebut.
Sedangkan alasan BPD-BPD di empat propinsi yang tidak meningkatkan kepemilikan SBI-nya (BPD Lampung, BPD Kalimantan Selatan, BPD Sumatera Selatan dan BPD Jawa Barat) diperkirakan karena pengalokasian dana otonomi daerah oleh pemerintah daerah setempat dilakukan secara merata dan tidak semata-mata pada BPD. Pemerintah daerah Propinsi Lampung mengalokasikan dana otonomi daerahnya pada bank pemerintah. Pemerintah daerah Propinsi Kalimantan Selatan mengalokasikan dananya pada bank pemerintah (simpanan valas) dan bank umum swasta nasional. Pemerintah daerah Propinsi Jawa Barat mengalokasikan dananya pada simpanan rupiah (deposito) dan simpanan valas di bank pemerintah. Pemerintah daerah Propinsi Sumatera Selatan mengalokasikan dananya pada bank pemerintah (giro dan deposito).
Perkembangan lelang SBI Indikasi bahwa hampir semua BPD di Indonesia mengalami peningkatan jumlah kepemilikan SBI di atas dapat pula di-cross check dengan pelaksanaan lelang SBI mingguan. Pendekatan ini dilandasi oleh pemikiran bahwa dana-dana PKPD dan non PKPD yang
Penelitian Tentang Apakah Penerapan Otonomi Daerah Khususnya Alokasi Dana Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah (PKPD) dan Non-PKPD Selama Tahun 2001 Telah Memberikan Dampak Kepada Pengendalian Moneter ?
97
ditempatkan kembali ke sistem perbankan oleh pemerintah daerah setempat, secara otomatis akan meningkatkan likuiditas perbankan (baca : BPD). Sehingga, dengan asumsi perbankan nasional belum mempunyai outlet penempatan dana yang aman dan menghasilkan selain di SBI maka dana PKPD tersebut akan meningkatkan bidding lelang SBI baik 1 maupun 3 bulan melebihi jumlah SBI jatuh waktu. Berikut ini gambaran statistik lelang SBI selama 3 tahun yaitu sebelum penerapan otonomi daerah (tahun 1999 dan 2000) dan pasca penerapan otonomi daerah (tahun 2001).
30,000
40,000
25,000
30,000 Bidding
35,000
Bidding
25,000
Jatuh Waktu Poly. (Bidding)
Jatuh Waktu
20,000
Poly. (Bidding)
25,000
30,000 20,000
20,000
25,000 15,000
20,000
15,000
15,000
15,000
10,000
10,000 10,000
10,000 5,000
5,000 5,000
5,000
1-Dec
15-Dec
3-Nov
17-Nov
6-Oct
20-Oct
8-Sep
22-Sep
25-Aug 50,000
50,000
45,000
40,000
45,000
Bidding
40,000
Jatuh Waktu 35,000
Poly. (Bidding)
35,000
30,000
30,000
25,000
25,000
20,000
20,000
15,000
15,000
10,000
10,000
5,000
5,000
-
4Ju l 18 -J u 1- l Au 15 g -A u 29 g -A ug 12 -S e 26 p -S ep 10 -O c 24 t -O ct 7N ov 21 -N ov
-
3Ja n 17 -J an 31 -J a 14 n -F e 28 b -F e 14 b -M a 28 r -M a 11 r -A pr 25 -A pr 9M a 23 y -M ay 6Ju n 20 -J un
28-Jul
11-Aug
14-Jul
tahun 2000
30-Jun
tahun 1999
2-Jun
Bidding dan Jatuh Tempo SBI 1 bulan
16-Jun
Bidding dan Jatuh Tempo SBI 1 bulan
19 mei
5J 19 an -J 2- an F 16 eb -F e 1- b M 15 ar -M 29 ar -M 12 ar -A 26 pr 10 Ap -M r 24 ay -M a 7- y J 21 un -J u 5- n J 19 ul -J 2- ul A 16 ug -A 30 ug -A 13 ug -S 27 ep -S 11 ep -O 24 ct -O 8- ct N 22 ov -N 6- ov D 20 ec -D ec
-
29-Dec
0 5-May
0
Bidding dan Jatuh Tempo SBI 1 bulan tahun 2001
98
Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 2002
Berdasarkan gambaran tiga tahun pelaksanaan operasi pengendalian moneter di atas nampak bahwa : •
Sebelum pelaksanaan otonomi daerah pada umumnya terjadi undersubscribe yaitu jumlah jatuh tempo SBI melebihi jumlah bidding SBI dan bidding SBI cenderung bergerak dengan trend menurun seperti yang terlihat pada garis poli bidding selama lelang mingguan di tahun 1999 dan 2000.
•
Namun pasca pelaksanaan otonomi daerah, terlihat kecenderungan bidding SBI yang melebihi jumlah SBI jatuh tempo. Hal ini sedikit nampak pada kecenderungan (garis poli) bidding SBI yang cenderung sedikit meningkat dan terkadang melebihi jumlah SBI jatuh waktu. Walaupun disadari bahwa selisih ini memang belum begitu nyata terlihat (masih belum dominan terjadi pada setiap lelang) namun fenomena ini bisa menjadi salah satu sinyal awal bahwa perbankan memiliki kelebihan likuiditas pada pasca penerapan otonomi daerah dibandingkan sebelum penerapan otonomi daerah.
•
Adapun masih kecilnya selisih antara bidding dan jatuh tempo pada tahun 2001 di atas, kemungkinan disebabkan karena : o
Bank Pembangunan Daerah (BPD) sebagai bank yang mayoritas menyimpan rekening pemerintah, menempati porsi yang tidak begitu besar (khususnya dari sisi aset) pada peta perbankan nasional sehingga pergerakan BPD-BPD pada lelang SBI tersebut tertutupi oleh bank-bank lain.
o
Untuk dana pemerintah daerah yang ditempatkan pada BPD dalam bentuk giro atau simpanan yang likuid, membuat sedikit berisiko bagi BPD untuk me-lock dana tersebut pada instrumen dengan tenor 1-3 bulan. Kecuali pada BPD-BPD tertentu yang mungkin sudah mengetahui rencana pengeluaran pemerintah daerah masingmasing sehingga memudahkan BPD-BPD tersebut untuk menempatkan dana pada lelang SBI.
o
Keterbatasan acces BPD-BPD di seluruh Indonesia untuk “bermain” pada SBI, kecuali jika mereka menggunakan jasa perantara (bank atau institusi lain) untuk membantu penempatan dana mereka pada lelang SBI yang di-pool di Jakarta dan hal ini terjadi pada BPD di luar pulau Jawa.
Kepemilikan Intervensi Rupiah oleh Bank Pembangunan Daerah. Untuk mendukung asumsi di atas bahwa mayoritas dana PKPD dan non PKPD ditempatkan pada simpanan giro sehingga membatasi ruang gerak BPD-BPD untuk menempatkan dana tersebut pada lelang SBI 1 & 3 bulan, dilakukan pengujian dengan
Penelitian Tentang Apakah Penerapan Otonomi Daerah Khususnya Alokasi Dana Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah (PKPD) dan Non-PKPD Selama Tahun 2001 Telah Memberikan Dampak Kepada Pengendalian Moneter ?
99
melihat perkembangan kepemilikan instrumen intervensi rupiah oleh BPD-BPD di seluruh Indonesia. Secara logika, dengan adanya kendala periode penempatan dana pada simpanan giro, tentunya BPD-BPAD tertentu hanya akan “berani” bermain pada instrumen intervensi rupiah dibandingkan SBI 1 & 3 bulan. Berikut ini perkembangan kepemilikan intervensi rupiah oleh BPD-BPD : 140000
60000
120000
50000
BPD BALI
100000
40000
Poly. (BPD BALI)
80000
BPD DIY Poly. (BPD DIY)
30000
60000 40000
20000
20000
10000
0
0 -10000
Ja n9 M 9 ar M 99 ay -9 9 Ju l-9 Se 9 p9 N 9 ov -9 Ja 9 n0 M 0 ar M 00 ay -0 Ju 0 l-0 Se 0 p0 N 0 ov -0 Ja 0 n0 M 1 ar M 01 ay -0 1 Ju l-0 Se 1 p0 N 1 ov -0 1
Ja nM 99 ar M 99 ay -9 Ju 9 lSe 99 pN 99 ov Ja 99 nM 00 ar M 00 ay -0 Ju 0 lSe 00 pN 00 ov Ja 00 nM 01 ar M 01 ay -0 Ju 1 l-0 Se 1 pN 01 ov -0 1
-20000
Propinsi Bali 800000
Propinsi DI Yogyakarta 140000
700000
BPD JABAR
120000 600000
Poly. (BPD JABAR)
BPD DKI Poly. (BPD DKI)
500000
100000 80000
400000 60000
300000
nJa
M
n-
ar
Ja
M
99
0
-9 M 9 ay -9 9 Ju l-9 Se 9 p9 N 9 ov -9 Ja 9 n0 M 0 ar -0 M 0 ay -0 0 Ju l-0 Se 0 p0 N 0 ov -0 Ja 0 n0 M 1 ar -0 M 1 ay -0 1 Ju l-0 Se 1 p0 N 1 ov -0 1
20000
0
99
100000
ar -9 M 9 ay -9 9 Ju l-9 Se 9 p9 N 9 ov -9 Ja 9 n0 M 0 ar -0 M 0 ay -0 0 Ju l-0 Se 0 p0 N 0 ov -0 Ja 0 n0 M 1 ar -0 M 1 ay -0 1 Ju l-0 Se 1 p0 N 1 ov -0 1
40000
200000
Propinsi DKI Jakarta
Propinsi Jawa Barat 600000
350000 300000
BPD JATENG Poly. (BPD JATENG)
250000
500000 400000
200000
300000
150000
200000
100000
100000
-100000
Propinsi Jawa Tengah
Poly. (BPD JATIM)
Ja
n-
99
M ar M 99 ay -9 9 Ju lSe 9 9 p9 N 9 ov -9 Ja 9 n0 M 0 ar -0 M 0 ay -0 Ju 0 l-0 Se 0 pN 00 ov -0 Ja 0 n0 M 1 ar M 01 ay -0 1 Ju l-0 Se 1 pN 01 ov -0 1
0
0 Ja n9 M 9 ar M 99 ay -9 9 Ju l-9 Se 9 p9 N 9 ov -9 Ja 9 n0 M 0 ar -0 M 0 ay -0 0 Ju l-0 Se 0 p0 N 0 ov -0 Ja 0 n0 M 1 ar -0 M 1 ay -0 1 Ju l-0 Se 1 p0 N 1 ov -0 1
50000
BPD JATIM
Propinsi Jawa Timur
0
90000
70000 BPD KALTIM
60000 Poly. (BPD KALTIM)
50000
30000
10000
-10000
180000
160000
140000 Poly. (BPD SULTENG)
Propinsi Sulawesi Tengah 99
2000
1000
Propinsi Kalimantan Selatan
200000
Propinsi Kalimantan Timur
BPD SULTENG
70000
120000 60000
100000 50000
80000 40000
60000 30000
40000 20000
20000
0 10000
0
-20000 -10000
-9 M 9 ay -9 9 Ju l-9 Se 9 p9 N 9 ov -9 Ja 9 n0 M 0 ar -0 M 0 ay -0 0 Ju l-0 Se 0 p0 N 0 ov -0 Ja 0 n0 M 1 ar -0 M 1 ay -0 1 Ju l-0 Se 1 p0 N 1 ov -0 1
3000
n-
4000
ar
BPD KALSEL
M
5000
Ja
Ja nM 99 ar M 99 ay -9 Ju 9 l-9 Se 9 pN 99 ov -9 Ja 9 nM 00 ar M 00 ay -0 Ju 0 lSe 00 pN 00 ov -0 Ja 0 nM 01 ar M 01 ay -0 Ju 1 lSe 01 pN 01 ov -0 1
6000
Ja nM 99 ar M 99 ay -9 Ju 9 lS e 99 p N -99 ov J a 99 nM 00 ar M 00 ay -0 Ju 0 lS e 00 p N -00 ov J a 00 nM 01 ar M 01 ay -0 Ju 1 lSe 01 p N -01 ov -0 1
Ja nM 99 ar M 99 ay -9 Ju 9 l-9 Se 9 pN 99 ov Ja 99 nM 00 ar M 00 ay -0 Ju 0 lSe 00 pN 00 ov Ja 00 nM 01 ar M 01 ay -0 Ju 1 lSe 01 pN 01 ov -0 1
7000
Ja n9 M 9 ar -9 M 9 ay -9 9 Ju l-9 Se 9 p9 N 9 ov -9 Ja 9 n0 M 0 ar -0 M 0 ay -0 0 Ju l-0 Se 0 p0 N 0 ov -0 Ja 0 n0 M 1 ar -0 M 1 ay -0 1 Ju l-0 Se 1 p0 N 1 ov -0 1
Ja n9 M 9 ar -9 M 9 ay -9 9 Ju l-9 Se 9 p9 N 9 ov -9 Ja 9 n0 M 0 ar -0 M 0 ay -0 0 Ju l-0 Se 0 p0 N 0 ov -0 Ja 0 n0 M 1 ar -0 M 1 ay -0 1 Ju l-0 Se 1 p0 N 1 ov -0 1
100 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 2002
18000
16000
14000
12000
10000
BPD KALTENG
8000
Poly. (BPD KALTENG)
6000
4000
2000
-2000
0
-4000
Propinsi Kalimantan Tengah
250000
80000
BPD SULSEL
150000 Poly. (BPD SULSEL)
40000
20000
100000
0
50000
0
Propinsi Sulawesi Selatan
90000
80000 BPD SULUT
Poly. (BPD SULUT)
Propinsi Sulawesi Utara
Penelitian Tentang Apakah Penerapan Otonomi Daerah Khususnya Alokasi Dana Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah (PKPD) dan Non-PKPD Selama Tahun 2001 Telah Memberikan Dampak Kepada Pengendalian Moneter ?
300000
70000 60000 50000
101
BPD SULTRA
250000
Poly. (BPD SULTRA) 200000
BPD SUMBAR Poly. (BPD SUMBAR)
40000 150000
30000 20000
100000
10000 50000
0 -10000
Ja nM 99 ar M 99 ay -9 Ju 9 lSe 99 pN 99 ov Ja 99 nM 00 ar M 00 ay -0 Ju 0 lSe 00 pN 00 ov Ja 00 nM 01 ar M 01 ay -0 Ju 1 lSe 01 pN 01 ov -0 1
Ja nM 99 ar M 99 ay -9 Ju 9 l-9 Se 9 pN 99 ov -9 Ja 9 nM 00 ar M 00 ay -0 Ju 0 lSe 00 pN 00 ov Ja 00 nM 01 ar M 01 ay -0 Ju 1 l-0 Se 1 pN 01 ov -0 1
0
Propinsi Sulawesi Tenggara
Propinsi Sumatera Barat
9000 8000 7000 6000 5000
BPD SUMUT
4000 3000 2000 1000
9 -9 9 l-9 Se 9 p9 N 9 ov -9 Ja 9 n0 M 0 ar -0 M 0 ay -0 0 Ju l-0 Se 0 pN 00 ov -0 Ja 0 n0 M 1 ar -0 M 1 ay -0 1 Ju l-0 Se 1 pN 01 ov -0 1 ay
M
Ju
-9
nJa
M
ar
99
0
Propinsi Sumatera Utara
Dari perkembangan di atas, nampak bahwa hanya 15 BPD yang menempatkan dananya pada instrumen intervensi rupiah dan dari ke-15 BPD tersebut dapat dikelompokkan menjadi : •
BPD yang aktif melakukan transaksi pada intervensi rupiah, BPD yang kurang aktif dan BPD yang “dadakan”. BPD yang aktif bertransaksi khususnya BPD-BPD yang terdapat pada propinsi kaya dan berlokasi di pulau Jawa (hal ini mendukung pula asumsi acess mengikuti lelang di atas) yaitu BPD DKI Jakarta, BPD Jawa Timur, BPD Jawa Tengah, BPD Jawa Barat kecuali dua BPD yang berlokasi di luar Pulau Jawa namun masih berada pada propinsi kaya hasil alam yaitu BPD Sulawesi Selatan dan BPD Sulawesi Tenggara.
•
BPD yang kurang aktif bertransksi yaitu : BPD DI Yogyakarta, BPD Bali, BPD Kalimantan Tengah, BPD Sulawesi Tengah, BPD Sumatera Barat.
102
Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 2002
•
Dan, BPD yang dadakan bertransaksi yaitu : BPD Sumatera Utara, BPD Sulawesi Utara, BPD Kalimantan Selatan dan BPD Kalimantan Timur.
•
Beberapa BPD nampak mulai aktif melakukan penempatan dana pada intervensi rupiah pasca penerapan otonomi daerah yaitu : BPD Bali, BPD Kalimantan Tengah, BPD Sulawesi Tengah, BPD DKI Jakarta, BPD Jawa Tengah, BPD Jawa Timur, BPD Sulawesi Selatan, BPD Sulawesi Tenggara, BPD Kalimantan Timur.
Lalu lintas transaksi (flow of fund) di setiap KBI. Selain dengan mengetahui kemana pemerintah daerah di setiap propinsi menempatkan dana dropping otonomi daerah, dapat pula dilacak kemungkinan penggunaan dana oleh setiap pemerintah daerah tersebut karena sebagian daerah disinyalir telah menggunakan dana walaupun baru sebatas pembayaran gaji pegawai. Hal ini dapat diteliti dengan melihat apakah ada peningkatan lalu lintas uang kartal yang dapat merupakan salah satu cerminan dari pencairan dana otonomi daerah oleh pemerintah daerah tersebut. Untuk mengetahui lalu lintas uang kartal (flow of fund) di atas, dilakukan penelitian pada lalu lintas uang kartal pada setiap KBI dengan asumsi propinsi-propinsi yang baru terbentuk digabung (dimasukkan) dengan propinsi-propinsi yang sudah ada karena belum adanya KBI baru yang dibentuk khusus untuk propinsi-propinsi baru. Selain daripada itu, laporan perkembangan uang kartal di suatu propinsi dikoordinir oleh KBI-KBI yang besar yang mewakili propinsi-propinsi besar. Propinsi-propinsi yang dianalisa dalam paper ini beserta KBI yang menjadi koordinatornya, secara lengkap dapat diuraikan sebagai berikut : •
Propinsi Irian Jaya dicakup oleh KBI Irian Jaya
•
Propinsi Sumatera Utara dicakup oleh KBI Medan, KBI Sibolga, KBI Padang Sidempuan dan KBI Pematang Siantar.
•
Propinsi Jawa Barat dicakup oleh KBI Bandung, KBI Cirebon dan KBI Tasikmalaya.
•
Propinsi Riau dicakup oleh KBI Pakan Baru dan KBI Batam
•
Propinsi DI Nanggroe Aceh Darussalam dicakup oleh KBI Nanggroe Aceh Darussalam dan KBI Leuksemawe
•
Propinsi Jambi dicakup oleh KBI Jambi.
•
Propinsi Sumatera Barat dicakup oleh KBI Padang
•
Propinsi Sumatera Selatan dicakup oleh KBI Palembang
Penelitian Tentang Apakah Penerapan Otonomi Daerah Khususnya Alokasi Dana Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah (PKPD) dan Non-PKPD Selama Tahun 2001 Telah Memberikan Dampak Kepada Pengendalian Moneter ?
103
•
Propinsi Bengkulu dicakup oleh KBI Bengkulu
•
Propinsi Lampung dicakup oleh KBI Lampung
•
Propinsi Jawa Tengah dicakup oleh KBI Solo, KBI Purwokerto, KBI Tegal dan KBI Semarang.
•
Propinsi DI Yogyakarta dicakup oleh KBI Yogyakarta
•
Propinsi Jawa Timur dicakup oleh KBI Surabaya, KBI Malang, KBI Kediri dan KBI Jember
•
Propinsi Kalimantan Barat dicakup oleh KBI Pontianak
•
Propinsi Kalimantan Selatan dicakup oleh KBI Banjarmasin.
•
Propinsi Kalimantan Tengah dicakup oleh KBI Palangkaraya.
•
Propinsi Kalimantan Timur dicakup oleh KBI Samarinda dan KBI Balikpapan
•
Propinsi Sulawesi Selatan dicakup oleh KBI Ujung Pandang.
•
Propinsi Sulawesi Utara dicakup oleh KBI Menado
•
Propinsi Sulawesi Tenggara dicakup oleh KBI Kendari.
•
Propinsi Sulawesi Tengah dicakup oleh KBI Palu
•
Propinsi Bali dicakup oleh KBI Denpasar
•
Propinsi Nusa Tenggara Barat dicakup oleh KBI Mataram
•
Propinsi Nusa Tenggara Timur dicakup oleh KBI Kupang.
•
Propinsi Maluku dicakup oleh KBI Ambon.
•
Propinsi DKI Jakarta : Kas Thamrin dan Kas Kota
•
Propinsi Maluku Utara dicakup oleh KBI Ternate
IV.2.3.5.1 Metode Dekomposisi Metode analisa yang digunakan untuk melihat lalu lintas transaksi (flow of fund) di setiap KBI ini adalah dengan analisa statistik yang disebut Metode Dekomposisi. Metode ini dilakukan dengan melakukan perhitungan secara matematika terhadap suatu data time series tanpa menggunakan software khusus. Beberapa alasan yang melatarbelakangi digunakannya metode ini yaitu :
104
Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 2002
•
Metode Dekomposisi adalah salah satu metode dalam statistika yang khusus digunakan untuk melihat pola suatu data time series sekaligus melakukan forecasting jangka pendek berdasarkan pola data time series tersebut.
•
Metode ini menggunakan data murni apa adanya tanpa dilakukan penghalusan data (smoothing data) karena tujuannya adalah untuk memecah suatu series data ke dalam unsur trend, seasonal, cyclical dan error-nya dengan asumsi suatu data pasti tersusun oleh setidaknya keempat unsur tersebut. Sehingga keuntungan metode ini dibandingkan pengolahan secara ekonometri adalah pesan-pesan yang terkandung dalam suatu data dapat ditangkap secara utuh mengingat pendekatan ekonometri kurang dapat menangkap pesan-pesan yang terkandung pada suatu data karena modifikasi yang dilakukan untuk me-run data tersebut.
•
Pendekatan ekonometri dengan model struktural sangat sulit untuk dikembangkan mengingat data variabel ekonomi daerah yang diperlukan seperti suku bunga deposito, PDRB, M1, M2, kredit, dll cukup sulit untuk diperoleh dan apabila diperoleh umumnya dalam time period yang tidak begitu panjang untuk dilakukan running dengan menggunakan structural econometric analysis.
•
Metode dekomposisi relatif dapat dengan akurat mem-forecast suatu data namun hanya dalam time frame (jangka waktu) yang sangat pendek (bulanan dalam 1 tahun). Sedangkan untuk jangka waktu yang agak panjang terkadang diperlukan adanya suatu adjustment khusus terutama untuk mengakomodir perubahan pola seasonal atau pola error yang menyimpang dari pola umumnya. Ramalan ke depan yang dilakukan, dibentuk dengan mengambil trend data, seasonal, error serta cyclical data tersebut dengan asumsi series trend dan seasonal memiliki porsi yang dominan dalam membentuk series tersebut.
Secara sederhana proses dekomposisi tersebut dapat digambarkan sebagai berikut : (1). Data time series yang merupakan satu kesatuan dibagi-bagi atau dipilah-pilah berdasarkan 4 komponen pembentuknya yaitu trend, seasonal, cyclical dan error. (2). Untuk memperoleh series komponen trend dan cyclical maka data awal di moving average (MA) sesuai dengan pola natural data tersebut. Biasanya moving average yang digunakan adalah MA 3 (data kuartalan), MA 6 (data semesteran) atau MA 12 (data tahunan). Sedangkan pada penelitian ini digunakan MA 3. (3). Untuk memperoleh series komponen seasonal dan error maka data awal dibagi dengan point (2).
Penelitian Tentang Apakah Penerapan Otonomi Daerah Khususnya Alokasi Dana Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah (PKPD) dan Non-PKPD Selama Tahun 2001 Telah Memberikan Dampak Kepada Pengendalian Moneter ?
105
(4). Untuk mendapatkan series komponen trend maka dibuat persamaan kuadrat antara variabel waktu dan data awal sehingga dengan polinomial 2 (persamaan kuadrat) didapat persamaan kuadrat untuk mencari trend data maupun perkiraan trend data ke depan. (5). Berdasarkan hasil perhitungan point (4) di atas, maka dapat diperoleh series komponen cyclical yaitu dengan membagi point (2) dengan point (4). (6). Untuk memperoleh series komponen seasonal maka point (3) di atas dibuat simulasi dengan menghilangkan nilai tertinggi dan terendah pada setiap bulan sehingga didapat rata-rata pola seasonal setiap bulan yang pada akhirnya dilakukan adjustment dengan membagi pola data tersebut dengan 12. (7). Berdasarkan perhitungan pada point (6) di atas dapat diperoleh series komponen error yaitu dengan membagi point (3) dengan point (6). (8). Terakhir, untuk melakukan forecasting maka diambil series data komponen trend, seasonal (dengan memperpanjang rumus yang ada), cyclical dan error (rata-rata adjusted setiap bulan).
Hasil Perhitungan Uang kartal yang datanya diperoleh dari masing-masing KBI tersebut mencakup aliran uang kartal yang berupa cash inflow dan cash outflow. Secara sederhana cash inflow dapat diartikan masuknya aliran dana yaitu tepatnya berupa aliran uang kartal baru ke sistem perbankan sedangkan cash outflow bermakna keluarnya aliran dana yaitu berapa jumlah keluarnya uang kartal dari sistem perbankan kepada masyarakat. Sehingga untuk melihat apakah dropping dana PKPD dan non PKPD tersebut digunakan (dicairkan) pemerintah sehingga menambah jumlah uang kartal di daerah, dilakukan analisa pada aliran uang kartal yang berupa cash inflow dan cash outflow masing-masing daerah secara terpisah. Idealnya, untuk mengetahui ada atau tidaknya pertambahan uang kartal pada suatu daerah adalah dengan meilhat net cash inflow dan outflow di daerah tersebut. Namun khusus untuk analisa data dengan menggunakan metode dekomposisi, suatu series data yang berlainan tanda (positif dan negatif) serta bersifat instationary (yang terlihat pada fluktuasi yang cukup tajam pada suatu bulan tertentu) sulit untuk di dekomposisi sehingga tidak dapat dilakukan dekomposisi untuk data net cash inflow / outflow. Sehingga dalam penelitian ini data cash inflow dan cash outflow dipisah dengan fokus utama pada data cash outflow namun jika terdapat suatu daerah yang memiliki pola cash
106
Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 2002
outflow yang relatif stabil sedangkan data cash inflow-nya cenderung meningkat maka khusus daerah-daerah tersebut akan dilihat pola pergerakan data cash inflow-nya. Dasar pertimbangan yang diambil dalam menggunakan data cash outflow untuk suatu daerah adalah sebagai berikut : •
Jumlah uang kartal yang keluar dari sistem perbankan pada suatu daerah dapat diasumsikan dengan data cash outflow dari perbankan daerah tersebut.
•
Walaupun disadari ada kemungkinan uang kartal yang beredar di suatu daerah adalah merupakan hasil transfer dana dari daerah lainnya namun khusus untuk pelaksanaan otonomi daerah diasumsikan dana alokasi dari pemerintah pusat ke daerah-daerah akan dicairkan oleh pemerintah daerah setempat untuk membayar gaji pegawai dsb sehingga tercermin dari peningkatan jumlah cash outflow daerah tersebut.
•
Dana yang ada di perbankan, mayoritas berasal dari hasil pelaksanaan otonomi daerah sehingga perubahan pola data cash outflow dipandang cukup mewakili fenomena ada tidaknya peningkatan fresh money di suatu daerah yang terlihat dari naik atau tidaknya uang kertas dan giral yang dikeluarkan bank-bank setempat. Sedangkan dasar pertimbangan bagi beberapa daerah yang diambil data cash inflow-
nya, adalah karena daerah-daerah tersebut menunjukkan perubahan yang siginifikan pada pola cash inflow dibandingkan pola cash outflow yang relatif tetap. Pada paper ini, dilakukan proses dekomposisi dengan panjang series data uang kartal bulanan sejak 1994 hingga Juni 2001 untuk setiap propinsi di Indonesia. Adapun hasil lengkap metode dekomposisi per propinsi di Indonesia yang terdiri dari data aktual dan forecast dapat digambarkan sebagai berikut : Aktual dan forecast data cash outflow 7,000,000
1,000,000 900,000
6,000,000
800,000 700,000
5,000,000
600,000
4,000,000
500,000 3,000,000
400,000
Y (TCSE)
300,000 200,000
F
2,000,000 Y (TCSE)
1,000,000
F
100,000
Sumatera Utara
Jul-01
Jul-00
Jan-01
Jul-99
Jan-00
Jul-98
Jan-99
Jul-97
Jan-98
Jul-96
Jan-97
Jul-95
Jan-96
Jul-94
Jan-95
n9 Ju 4 lJ a 94 n9 Ju 5 l-9 Ja 5 n9 Ju 6 l-9 Ja 6 n9 Ju 7 l-9 Ja 7 n9 Ju 8 l-9 Ja 8 n9 Ju 9 l-9 Ja 9 n0 Ju 0 l-0 Ja 0 n0 Ju 1 l-0 1
Ja
Irian Jaya
Jan-94
-
-
Penelitian Tentang Apakah Penerapan Otonomi Daerah Khususnya Alokasi Dana Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah (PKPD) dan Non-PKPD Selama Tahun 2001 Telah Memberikan Dampak Kepada Pengendalian Moneter ?
7,000,000
107
1,100,000
6,000,000
900,000 Y (TCSE) F
5,000,000
700,000
4,000,000 500,000
3,000,000
Y (TCSE) F
300,000
2,000,000 100,000
1,000,000
Jawa Barat
Jul-01
Jul-00
Jan-01
Jul-99
Jan-00
Jul-98
Jan-99
Jul-97
Jan-98
Jul-96
Jan-97
Jul-95
Jan-96
Jan-95
Jan-94
Jul-01
Jul-00
Jan-01
Jul-99
Jan-00
Jul-98
Jan-99
Jul-97
Jan-98
Jul-96
Jan-97
Jul-95
Jan-96
Jul-94
Jan-95
Jan-94
Jul-94
-100,000
-
Riau
1,400,000
1,000,000 900,000
Y (TCSE)
1,200,000
F
Y(TCSE)
800,000
1,000,000
F
700,000 600,000
800,000
500,000 600,000
400,000 300,000
400,000
200,000 200,000
100,000 Jul-00
Jan-01
Jul-00
Jan-01
Jul-01
Jul-99
Jan-00
Jul-99
Jan-00
Jul-98
Jan-99
Jul-97
Nanggroe Aceh Darussalam
Jan-98
Jul-96
Jan-97
Jan-96
Jul-95
Jul-94
Jan-95
Ja n9 Ju 4 l-9 Ja 4 n9 Ju 5 l-9 Ja 5 n96 Ju l-9 Ja 6 n9 Ju 7 l-9 Ja 7 n98 Ju l-9 Ja 8 n9 Ju 9 l-9 Ja 9 n0 Ju 0 l-0 Ja 0 n0 Ju 1 l-0 1
Jan-94
-
-
Jambi
1,000,000
2,500,000
900,000 800,000
2,000,000 Y (TCSE)
700,000
F
600,000
1,500,000
500,000 400,000
Y (TCSE)
1,000,000
F
300,000 200,000
500,000
100,000 -
Sumatera Selatan
Jul-01
Jul-98
Jan-99
Jul-97
Jan-98
Jul-96
Jan-97
Jul-95
Jan-96
Jan-95
Jul-94
Jan-94
Jul-01
Jul-00
Jan-01
Jul-99
Jan-00
Jul-98
Jan-99
Jul-97
Sumatera Barat
Jan-98
Jul-96
Jan-97
Jul-95
Jan-96
Jan-95
Jul-94
Jan-94
-
108
Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 2002
1,750,000
2,000,000
1,550,000
1,800,000 1,600,000
1,350,000
1,400,000 1,150,000
Y (TCSE)
1,200,000
950,000
F
1,000,000
750,000
800,000 Y (TCSE)
550,000
600,000
F
400,000
350,000
200,000
150,000
Jul-00
Jan-01
Jul-01
Jul-00
Jul-01
Jul-00
Jan-01
Jul-99
Jan-00
Jul-99
Jan-00
Jul-99
Jan-00
Jul-98
Jan-99
Jul-97
Jan-98
Jul-96
Jan-99
Bengkulu
Jan-97
Jul-95
Jan-96
Jul-94
Jan-95
Jan-94
Jul-01
Jul-00
Jan-01
Jul-99
Jan-00
Jul-98
Jan-99
Jul-97
Jan-98
Jul-96
Jan-97
Jul-95
Jan-96
Jul-94
Jan-95
Jan-94
-50,000
Lampung
7,000,000
1,800,000 1,600,000
6,000,000
1,400,000 5,000,000
1,200,000
4,000,000
Y (TCSE)
1,000,000
F
800,000
3,000,000 2,000,000
Y (TCSE)
600,000
F
400,000
1,000,000
200,000
Jawa Tengah
Jul-98
Jul-97
Jan-98
Jul-96
Jan-97
Jul-95
Jan-96
Jan-95
Jan-94
Jul-01
Jul-00
Jan-01
Jul-99
Jan-00
Jul-98
Jan-99
Jul-97
Jan-98
Jul-96
Jan-97
Jul-95
Jan-96
Jan-95
Jul-94
Jan-94
Jul-94
-
0
DI Yogyakarta
1,200,000
10,000,000 9,000,000 Y (TCSE) 8,000,000
1,000,000
F
7,000,000
800,000
6,000,000
Y (TCSE) 600,000
5,000,000
F
4,000,000 400,000
3,000,000 2,000,000
200,000
1,000,000
Kalimantan Barat
Jul-01
Jan-01
Jul-98
Jan-99
Jul-97
Jan-98
Jul-96
Jan-97
Jul-95
Jan-96
Jan-95
Jul-94
Jul-01
Jul-00
Jan-01
Jul-99
Jan-00
Jul-98
Jan-99
Jul-97
Jan-98
Jul-96
Jul-95
Jan-96
Jul-94
Jan-95
Jan-94
Jan-97
Jawa Timur
Jan-94
-
0
Penelitian Tentang Apakah Penerapan Otonomi Daerah Khususnya Alokasi Dana Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah (PKPD) dan Non-PKPD Selama Tahun 2001 Telah Memberikan Dampak Kepada Pengendalian Moneter ?
1,100,000
109
1,000,000 900,000
900,000
800,000 700,000
700,000
500,000
Y (TCSE)
600,000
F
500,000
Y (TCSE) F
400,000 300,000
300,000 200,000
100,000
100,000
Kalimantan Selatan
Jul-01
Jul-00
Jan-01
Jul-99
Jan-00
Jul-98
Jan-99
Jul-97
Jan-98
Jul-96
Jan-97
Jul-95
Jan-96
Jan-95
Jan-94
Jul-01
Jul-00
Jan-01
Jul-99
Jan-00
Jul-98
Jan-99
Jul-97
Jan-98
Jul-96
Jan-97
Jul-95
Jan-96
Jul-94
Jan-95
Jan-94
Jul-94
-
-100,000
Kalimantan Tengah
2,200,000
2,400,000
1,700,000
1,900,000
1,200,000
1,400,000 Y (TCSE) 900,000
Jul-01
Jul-00
Jan-01
Jan-00
Jul-99
Jan-99
Jul-98
Jul-97
Jan-98
Jul-96
Sulawesi Selatan
1,000,000
500,000
900,000
450,000
800,000
400,000
700,000
350,000
600,000
300,000
Y (TCSE)
500,000
Jan-97
Jul-95
Kalimantan Timur
Jan-96
Jan-94
Jul-01
Jul-00
Jan-01
Jul-99
Jan-00
Jul-98
Jan-99
Jul-97
Jan-98
Jul-96
Jan-97
Jul-95
Jan-96
-100,000 Jan-95
-300,000 Jul-94
400,000
Jan-94
200,000
F
Jul-94
F
Jan-95
Y (TCSE)
700,000
250,000
F
400,000
200,000
300,000
150,000
200,000
100,000
100,000
Y (TCSE) F
50,000
Sulawesi Tenggara
Jul-01
Jan-01
Jul-00
Jan-00
Jul-99
Jul-98
Jan-99
Jul-97
Jan-98
Jul-96
Jan-97
Jul-95
Jan-96
Jan-95
Jul-94
Jan-94
Jul-01
Jul-00
Jan-01
Jul-99
Sulawesi Utara
Jan-00
Jul-98
Jan-99
Jul-97
Jan-98
Jul-96
Jan-97
Jul-95
Jan-96
Jul-94
Jan-95
Jan-94
-
Jul-96
Maluku 15,000,000
150,000
100,000
0
DKI Jakarta
Jul-01
F
Jul-00
Y (TCSE)
Jan-01
300,000
Jul-99
450,000
Jan-00
Nusa Tenggara Barat
Jul-98
-100,000
Jan-99
Jul-98
Jul-01
Jan-01
Jul-00
Jan-00
Jul-99
Jan-99
100,000
Jul-97
F
Jan-98
300,000
Jul-97
Sulawesi Tengah
Jan-98
500,000
Jul-96
400,000
Jan-97
700,000
Jan-97
500,000
Jan-96
900,000
Jul-96
600,000
Jul-95
1,100,000 Jul-94
Jul-01
Jan-01
Jul-00
Jan-00
Jul-99
Jan-99
Jul-98
Jan-98
Jul-97
Jan-97
Jul-96
Jan-96
Jul-95
Jan-95
1,000,000
Jan-95
Jan-94
Jul-01
100,000
Jul-94
Jul-00 Jan-01
150,000
Jan-94
Jul-01
Jan-01
Jul-00
Jul-99 Jan-00
F
Jan-96
Jul-99 Jan-00
Jul-98 Jan-99
Y (TCSE)
Jul-95
Jul-98 Jan-99
Jul-97 Jan-98
350,000
Jan-95
Jul-97 Jan-98
Jul-96 Jan-97
400,000
Jul-94
Jul-96 Jan-97
Jul-95 Jan-96
500,000
Jan-94
Jul-01
Jan-01
Jul-00
Jan-00
Jul-99
Jan-99
Jul-98
Jan-98
Jul-97
Jan-97
Jul-95 Jan-96
200,000
Jul-95
200,000
Jan-95
Jul-94
Jan-94
250,000
Jan-96
250,000
Jan-95
Jul-94
Jan-94
300,000
Jan-95
Jul-94
Jan-94
110 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 2002
450,000 3,000,000
2,500,000
300,000 2,000,000
1,500,000 Y (TCSE)
F
50,000 500,000
-
Bali
Y (TCSE)
Y (TCSE) F
200,000
100,000
-
Nusa Tenggara Timur
400,000
30,000,000
350,000
25,000,000
20,000,000
Y (TCSE)
10,000,000 F
50,000
5,000,000
-
Penelitian Tentang Apakah Penerapan Otonomi Daerah Khususnya Alokasi Dana Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah (PKPD) dan Non-PKPD Selama Tahun 2001 Telah Memberikan Dampak Kepada Pengendalian Moneter ?
111
250,000
200,000
150,000
Y (TCSE) F
100,000
50,000
Jul-01
Jul-00
Jan-01
Jul-99
Jan-00
Jul-98
Jan-99
Jul-97
Jan-98
Jul-96
Jan-97
Jul-95
Jan-96
Jul-94
Jan-95
Jan-94
-
Maluku Utara
Aktual dan forecast data cash outflow tanpa pengaruh Y2K 450,000
2,000,000
400,000
1,800,000
350,000
1,600,000 1,400,000
300,000 250,000 200,000
Y (TCSE)
1,200,000
F
1,000,000
F
Poly.(Y (TCSE))
Jan-94 Jun-94 Nov-94 Apr-95 Sep-95 Feb-96 Jul-96 Dec-96 May-97 Oct-97 Mar-98 Aug-98 Jan-99 Jun-99 Nov-99 May-00 Oct-00 Mar-01 Aug-01
Aug-01
Oct-00
Mar-01
Nov-99
May-00
Jun-99
Jan-99
Aug-98
Oct-97
Mar-98
May-97
Jul-96
Dec-96
Feb-96
Apr-95
200,000
Sep-95
400,000
50,000 Jun-94
600,000
100,000
Nov-94
Poly.(Y (TCSE))
800,000
150,000
Jan-94
Y (TCSE)
Irian Jaya
Sumatera Utara
3,000,000
1,100,000 900,000
2,500,000
Y (TCSE) F
2,000,000
700,000
Poly.(F)
1,500,000
500,000
1,000,000
300,000
500,000
100,000
Y (TCSE) F Poly.(Y (TCSE))
Riau
Feb-01
Aug-01
Aug-00
Jul-99
Feb-00
Jul-98
Jan-99
Jul-97
Jan-98
Jan-97
Jul-96
Jan-96
Jul-95
Jan-95
Jul-94
Aug-01
Feb-01
Aug-00
Jul-99
Feb-00
Jul-98
Jan-99
Jan-98
Jul-97
Jul-96
Jan-96
Jul-95
Jan-95
Jul-94
Jan-94
Jan-97
Jawa Barat
Jan-94
-100,000
-
Bengkulu
400,000
300,000
500,000
250,000
400,000
Y (TCSE)
Poly. (Y (TCSE))
-
Lampung
600,000
300,000 Poly. (Y (TCSE))
50,000 200,000
100,000
-
Mar-98
Oct-97
May-97
Dec-96
Jul-96
Feb-96
Aug-01
Jun-99
Aug-01
-
Aug-01
100,000
Oct-00
50,000
Mar-01
200,000 Mar-01
100,000
Mar-01
Poly. (Y (TCSE))
May-00
300,000 Oct-00
F May-00
F
Oct-00
Y (TCSE)
May-00
600,000
Jun-99
350,000
Nov-99
700,000 Nov-99
Sumatera Selatan
Nov-99
Jan-99
Poly.(Y (TCSE))
Aug-98
700,000
Jan-99
Y (TCSE)
Aug-98
Mar-98
Jambi
Jun-99
Jan-99
Sumatera Barat
Aug-98
450,000 F
Mar-98
Y (TCSE)
400,000
Oct-97
100,000 500,000
May-97
150,000
Oct-97
Nanggroe Aceh Darussalam
May-97
F
Dec-96
800,000
Dec-96
900,000
300,000
Jul-96
350,000
Feb-96
100,000
Jul-96
200,000
50,000
Feb-96
100,000
Apr-95
300,000
Sep-95
400,000
150,000
Apr-95
500,000
200,000
Sep-95
250,000
Apr-95
800,000
Sep-95
600,000
Jun-94
300,000
Nov-94
700,000
Nov-94
350,000
Nov-94
Jan-94
Poly.(Y (TCSE))
Jun-94
F
Jan-94
Aug-01
Mar-01
Oct-00
May-00
Nov-99
Jun-99
Jan-99
Aug-98
Mar-98
Oct-97
May-97
Dec-96
Jul-96
Feb-96
Y (TCSE)
Jun-94
Aug-01
Mar-01
Oct-00
May-00
Nov-99
Jun-99
Jan-99
Aug-98
Mar-98
Oct-97
May-97
Dec-96
Jul-96
Apr-95 Sep-95
500,000
Jan-94
Aug-01
Mar-01
Oct-00
May-00
Nov-99
Jun-99
Jan-99
Aug-98
Mar-98
Oct-97
May-97
Dec-96
Feb-96
200,000
Jul-96
250,000
Sep-95
Nov-94
Jun-94
Jan-94
400,000
Feb-96
150,000
Apr-95
Nov-94
Jun-94
Jan-94
450,000
Sep-95
200,000
Apr-95
Nov-94
Jun-94
Jan-94
112 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 2002
1,000,000 900,000 Y(TCSE)
F
Poly. (Y(TCSE))
-
Penelitian Tentang Apakah Penerapan Otonomi Daerah Khususnya Alokasi Dana Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah (PKPD) dan Non-PKPD Selama Tahun 2001 Telah Memberikan Dampak Kepada Pengendalian Moneter ?
2,500,000
113
600,000 500,000
2,000,000
400,000
Y (TCSE) 1,500,000
Y (TCSE)
F
F
300,000
Poly. (Y (TCSE))
Poly. (Y (TCSE))
1,000,000
200,000 500,000
100,000
Jun-99
Nov-99
May-00
Oct-00
Mar-01
Aug-01
Nov-99
May-00
Oct-00
Mar-01
Aug-01
May-00
Oct-00
Mar-01
Aug-01
Jan-99
Aug-98
Oct-97
Mar-98
May-97
Jul-96
Jun-99
Jawa Tengah
Dec-96
Feb-96
Apr-95
Sep-95
Jun-94
Jan-94
Aug-01
Oct-00
Mar-01
May-00
Jun-99
Nov-99
Jan-99
Aug-98
Oct-97
Mar-98
May-97
Jul-96
Dec-96
Feb-96
Apr-95
Sep-95
Jun-94
Nov-94
Jan-94
Nov-94
-
0
DI Yogyakarta
4,000,000
500,000 450,000
3,500,000
Y (TCSE)
400,000
F
3,000,000
350,000
Poly. (Y (TCSE)) 2,500,000
300,000
Y (TCSE)
250,000
2,000,000
F
200,000
1,500,000
Poly. (Y (TCSE))
150,000 1,000,000
Jawa Timur
Jan-99
Aug-98
Mar-98
Oct-97
Dec-96
May-97
Jul-96
Feb-96
Apr-95
Sep-95
Nov-94
Jan-94
Aug-01
Feb-01
Aug-00
Feb-00
Jul-99
Jul-98
Jan-99
Jul-97
Jan-98
Jan-97
Jul-96
Jan-96
Jul-95
Jan-95
Jul-94
Jan-94
50,000
0
Jun-94
100,000 500,000
Kalimantan Barat
450,000
400,000
400,000
350,000
350,000
300,000
300,000 250,000
Y (TCSE)
250,000
Y (TCSE) F
F Poly. (Y (TCSE))
200,000
Poly. (F)
200,000
150,000 150,000
Kalimantan Selatan
Kalimantan Tengah
Nov-99
Jun-99
Jan-99
Aug-98
Mar-98
Oct-97
May-97
Dec-96
Jul-96
Feb-96
Apr-95
Sep-95
Nov-94
Jun-94
Aug-01
Mar-01
Oct-00
May-00
Nov-99
Jun-99
Jan-99
Aug-98
Mar-98
Oct-97
May-97
Dec-96
Jul-96
Feb-96
Apr-95
Sep-95
Nov-94
Jun-94
50,000
Jan-94
50,000
Jan-94
100,000
100,000
Sulawesi Tengah
Poly. (Y (TCSE))
400,000
50,000
-
Bali
Aug-01
100,000
Feb-01
Y (TCSE)
Feb-00
200,000
Aug-00
250,000
Jul-99
Sulawesi Utara Poly. (Y (TCSE))
40,000
20,000
-
Jul-96
Jan-99
Aug-98
Mar-98
Oct-97
May-97
Dec-96
Aug-01
Mar-01
Oct-00
Aug-01
Mar-01
Oct-00
May-00
F
May-00
Y (TCSE)
Jun-99
180,000
Nov-99
200,000
Nov-99
Sulawesi Selatan
Jun-99
Jan-99
Aug-98
-
Jul-98
50,000
Jan-99
60,000
Mar-98
100,000
Jan-98
80,000
Oct-97
100,000
150,000
May-97
120,000
Jul-97
200,000
Dec-96
Kalimantan Timur
Jan-97
400,000
Feb-96
F
500,000
Jul-96
600,000
Feb-96
140,000
Poly. (Y (TCSE)) Apr-95
Y (TCSE)
500,000
Jul-96
160,000
F Sep-95
600,000
Jan-96
Y (TCSE)
Apr-95
350,000
Sep-95
400,000
Jul-95
Jun-94
-
Nov-94
100,000
Nov-94
100,000
Jan-95
Poly. (Y (TCSE))
Jan-94
F
Jun-94
700,000
Jan-94
Aug-01
Mar-01
Oct-00
May-00
Nov-99
Jun-99
Jan-99
Aug-98
Mar-98
Oct-97
May-97
Dec-96
Jul-96
Feb-96
900,000
Jul-94
Aug-01
Feb-01
Aug-00
Feb-00
Jul-99
Jan-99
Jul-98
Jan-98
Jul-97
Jan-97
Jul-96
Jan-96
Apr-95
1,000,000
Jan-94
Aug-01
Mar-01
Oct-00
May-00
Nov-99
Jun-99
Jan-99
Aug-98
Mar-98
Oct-97
May-97
Dec-96
Jul-96
Feb-96
150,000 Sep-95
300,000
Jul-95
Nov-94
Jun-94
Jan-94
400,000
Sep-95
250,000
Jan-95
Jul-94
Jan-94
300,000
Apr-95
Nov-94
Jun-94
Jan-94
114 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 2002
800,000
800,000
700,000
Y (TCSE)
Poly. (Y (TCSE))
300,000
200,000
200,000
Sulawesi Tenggara
1,200,000
1,000,000
F
800,000
600,000 Y (TCSE)
F
200,000 Poly. (Y (TCSE))
-
Penelitian Tentang Apakah Penerapan Otonomi Daerah Khususnya Alokasi Dana Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah (PKPD) dan Non-PKPD Selama Tahun 2001 Telah Memberikan Dampak Kepada Pengendalian Moneter ?
115
250,000
300,000 250,000
Y (TCSE)
200,000
F 200,000
Poly. (Y (TCSE))
150,000
Y (TCSE)
150,000
F 100,000
Poly. (Y (TCSE))
100,000 50,000
50,000
Aug-01 Aug-01
Oct-00
Mar-01
May-00
Jun-99
Nov-99
Jan-99
Aug-98
Oct-97
Mar-98
May-97
Jul-96
May-00 Oct-00 Mar-01
10,000,000
180,000
9,000,000
160,000
8,000,000
140,000
7,000,000 6,000,000
Y (TCSE)
Y (TCSE)
5,000,000
F
F
4,000,000
120,000
80,000
Dec-96
Nusa Tenggara Timur
200,000
100,000
Feb-96
Apr-95
Nusa Tenggara Barat
Sep-95
Jun-94
Jan-94
Feb-01
Aug-00
Aug-01
Jul-99
Feb-00
Jul-98
Jan-99
Jul-97
Jan-98
Jul-96
Jan-97
Jul-95
Jan-96
Jul-94
Jan-95
Jan-94
Nov-94
-
-
Poly. (Y (TCSE))
Poly. (Y (TCSE))
3,000,000
60,000
2,000,000
40,000
1,000,000
20,000
Maluku
Nov-99
Jun-99
Aug-98 Jan-99
Mar-98
May-97 Oct-97
Jul-96 Dec-96
Feb-96
Apr-95
Sep-95
Jan-94
Aug-01
Feb-01
Aug-00
Jul-99
Feb-00
Jul-98
Jan-99
Jul-97
Jan-98
Jul-96
Jan-97
DKI Jakarta
100,000 90,000 80,000 70,000 60,000 Y (TCSE) 50,000
F
40,000
Poly. (Y (TCSE))
30,000 20,000 10,000
Maluku Utara
Mar-01 Aug-01
Oct-00
May-00
Nov-99
Jun-99
Jan-99
Aug-98
Oct-97
Mar-98
May-97
Dec-96
Jul-96
Feb-96
Sep-95
Apr-95
Nov-94
Jun-94
Jan-94
Jul-95
Jan-96
Jan-95
Jul-94
Jan-94
Jun-94 Nov-94
-
0
116
Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 2002
Kesimpulan berdasarkan data cash outflow Berdasarkan perhitungan dekompisisi untuk data cash outflow dengan maupun tanpa pengaruh Y2K seperti yang terlihat pada grafik-grafik di atas, didapat beberapa kesimpulan yaitu : 1. Pada umumnya seluruh propinsi di Indonesia mengalami kecenderungan peningkatan cash outflow khususnya hal ini terlihat semenjak akhir tahun 1999 yaitu menjelang Y2K hingga pelaksanaan otonomi daerah (lihat : Aktual dan forecast data cash outflow). 2. Walaupun peningkatan permintaan cash outflow tertinggi terjadi pada saat terjadinya Y2K namun jika pengaruh Y2K tersebut dihilangkan, kecenderungan peningkatan itu masih jelas terlihat (lihat : Aktual dan forecast data cash outflow tanpa pengaruh Y2K). 3. Kecenderungan peningkatan cash outflow ini juga diiringi dengan meningkatnya fluktuasi series cash outflow (lihat : Aktual dan forecast data cash outflow dan aktual net cash inflowoutflow). 4. Peningkatan cash outflow secara mendadak seperti yang terjadi pada saat akhir tahun 1999 dan memasuki tahun 2000 (kasus Y2K) belum nampak pada pelaksanaan otonomi daerah. 5. Pada beberapa bulan pelaksanaan otonomi daerah, kecenderungan peningkatan cash outflow memang terlihat (kecuali untuk Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Propinsi Bengkulu) namun tidak terjadi secara mendadak. 6. Kecenderungan peningkatan cash outflow yang tertinggi terjadi pada propinsi Riau. 7. Berdasarkan proyeksi jangka pendek, diperkirakan kecenderungan peningkatan cash outflow masih terus berlangsung paling tidak hingga akhir tahun 2001. 8. Secara umum kesimpulan yang dapat ditarik adalah penerapan otonomi daerah berupa dropping dana alokasi PKPD dan non PKPD dalam beberapa bulan selama tahun 2001 hingga Juni 2001, sampai sejauh ini belum memberikan dampak yang signifikan dan mendadak pada peningkatan jumlah uang kartal (currency outside bank) di mayoritas propinsi-propinsi di Indonesia. Walaupun semenjak tahun 1994 hingga Juni 2001 telah terjadi gejala peningkatan uang kartal di seluruh propinsi di Indonesia.
Penelitian Tentang Apakah Penerapan Otonomi Daerah Khususnya Alokasi Dana Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah (PKPD) dan Non-PKPD Selama Tahun 2001 Telah Memberikan Dampak Kepada Pengendalian Moneter ?
117
Kesimpulan berdasarkan data net cash inflow-outflow Sementara itu, berdasarkan data aktual net cash inflow-outflow serta perhitungan dekompisisi untuk data cash inflow seperti yang terlihat pada grafik-grafik di bawah, didapat beberapa kesimpulan yaitu : 1. Berdasarkan data aktual net cash inflow-outflow, ditemukan fakta yang sama dan mendukung kesimpulan di atas yaitu hampir semua propinsi di Indonesia mengalami net cash outflow dengan kecenderungan yang semakin meningkat. Sedangkan sebagian kecil lainnya mengalami net cash inflow seperti Propinsi Jawa Barat, Propinsi Sumatera Barat, Propinsi Jawa Tengah, Propinsi Yogyakarta, Propinsi Jawa Timur, Propinsi Kalimantan Selatan. 2. Secara garis besar berdasarkan klasifikasi net inflow-outflow, seluruh propinsi yang di analisa dibawah ini dapat dikelompokkan ke dalam : propinsi yang mengalami net inflow, propinsi yang mengalami net outflow dan propinsi relatif stabil (lihat : Tabel) 3. Peningkatan fluktuasi seperti yang nampak pada analisa sebelumnya juga telihat lebih jelas pada analisa ini sedangkan peningkatan cash outflow dalam jumlah besar akibat Y2K melanda semua propinsi tidak terkecuali propinsi yang selama ini selalu mengalami cash inflow. 4. Khusus untuk propinsi-propinsi yang senantiasa mengalami cash inflow di seperti disebutkan diatas, propinsi-propinsi tersebut juga mengalami kecenderungan peningkatan cash inflow dari bulan ke bulan. Sehingga apabila dikaitkan dengan hasil sebelumnya dapat diketahui bahwa walaupun propinsi-propinsi tersebut mengalami kecenderungan peningkatan cash outflow namun peningkatannya masih lebih kecil daripada peningkatan pada cash inflow sehingga secara net mengalami cash inflow. 5. Patut dicermati pula bahwa propinsi-propinsi yang mengalami net cash inflow adalah propinsi yang wilayahnya cukup besar, terdapat pada pulau-pulau yang padat populasi penduduknya serta yang terutama 3 dari 6 propinsi tersebut adalah Propinsi Jawa Barat, Propinsi Jawa Timur dan Propinsi Jawa Tengah. Sehingga apabila temuan ini dikaitkan dengan temuan sebelumnya, memang terdapat indikasi bahwa propinsi-propinsi besar di jawa dan yang mendapatkan alokasi dana PKPD dan non PKPD dalam jumlah besar belum memanfaatkan dananya secara optimal melainkan menampatkan dana tersebut kembali ke sistem perbankan dan tidak terjadi peningkatan jumlah uang kartal di masyarakat propinsi-propinsi tersebut.
118
Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 2002
Aktual net cash inflow-outflow
1,500,000
400,000
Inflow
200,000
Inflow
1,000,000
0
500,000
-200,000 0
-400,000
Outflow
-500,000
-600,000
Outflow -1,000,000
-800,000
Jul-00
Jan-01
Jul-99
Jan-00
Jul-98
Jan-99
Jul-97
Jan-98
Jul-96
Jan-97
Jul-95
Jan-96
Jul-94
Jan-95
Jan-94
Ja nJu 94 nN 94 ov Ap 94 r-9 Se 5 pFe 95 b9 Ju 6 lD 96 ec M 96 ay O 97 ct M 97 ar Au 98 g9 Ja 8 nJu 99 nN 99 ov M -99 ay O 00 ct M 00 ar -0 1
-1,500,000
-1,000,000
Irian Jaya
Sumatera Utara
4,000,000
400,000
3,000,000
Inflow
200,000
Inflow
2,000,000
0
1,000,000
-200,000
0 -1,000,000
-400,000
-2,000,000
-600,000
Outflow
Outflow
-3,000,000
-800,000
-4,000,000
-1,000,000
-5,000,000
Jul-99
Jan-00
Jul-00
Jan-01
Jul-99
Jul-00
Jan-01
Jul-98
Jan-99
Jul-97
Riau
100,000
Inflow
Jan-00
200,000
Jan-98
Jul-96
Jawa Barat
Jan-97
Jul-95
Jan-96
Jul-94
Jan-01
Jul-00
Jul-99
Jan-00
Jan-99
Jul-98
Jul-97
Jan-98
Jan-97
Jul-96
Jul-95
Jan-96
Jan-95
Jul-94
Jan-94
Jan-95
Jan-94
-1,200,000
-6,000,000
Inflow
-
-
-100,000 -200,000
-200,000 -400,000 -600,000
-300,000
Outflow
-400,000
Outflow
-500,000 -800,000
-600,000 -1,000,000
-700,000 Jul-98
Jan-99
Jul-97
Jan-98
Jul-96
Jan-97
Jan-96
Jul-95
Jul-94
Jan-95
Ja n94 Ju l-9 Ja 4 n95 Ju l-9 Ja 5 n96 Ju l-9 Ja 6 n97 Ju l-9 Ja 7 n98 Ju l-9 Ja 8 n99 Ju l-9 Ja 9 n00 Ju l-0 Ja 0 n01
Nanggroe Aceh Darussalam
Jan-94
-800,000
-1,200,000
Jambi
Penelitian Tentang Apakah Penerapan Otonomi Daerah Khususnya Alokasi Dana Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah (PKPD) dan Non-PKPD Selama Tahun 2001 Telah Memberikan Dampak Kepada Pengendalian Moneter ?
119
800,000
400,000 600,000
Inflow
Inflow -100,000
400,000 200,000
-600,000 -
Outflow -1,100,000
-200,000
Outflow
-400,000
-1,600,000
-600,000
Jul-00
Jan-01
Jul-99
Jan-00
Jul-98
Jan-99
Jul-97
Jan-98
Jul-96
Jan-97
Jul-95
Sumatera Barat
Jan-96
Jan-95
Jan-94
Jul-00
Jan-01
Jul-99
Jan-00
Jul-98
Jan-99
Jul-97
Jan-98
Jul-96
Jan-97
Jul-95
Jan-96
Jul-94
Jan-95
Jan-94
Jul-94
-2,100,000
-800,000
Sumatera Selatan
500,000
3,000,000
Inflow
2,500,000
Inflow
-
2,000,000 1,500,000
-500,000
1,000,000 500,000
Outflow -1,000,000
-500,000
Outflow
-1,500,000
-1,000,000 -1,500,000
Jul-99
Jan-00
Jul-00
Jan-01
Jul-99
Jan-00
Jul-00
Jan-01
Jul-98
Jan-99
Jul-98
Jul-97
Jan-98
Jul-96
Jan-99
Bengkulu
Jan-97
Jul-95
Jan-96
Jan-95
Jul-94
Jul-00
Jan-01
Jul-99
Jan-00
Jul-98
Jan-99
Jul-97
Jan-98
Jul-96
Jan-97
Jul-95
Jan-96
Jan-95
Jul-94
Jan-94
Jan-94
-2,000,000
-2,000,000
Lampung
1,000,000
3,000,000
Inflow
2,000,000
Inflow 500,000
1,000,000 0
-
-1,000,000 -2,000,000
-500,000
-3,000,000
Outflow
-4,000,000
Outflow
-1,000,000
-5,000,000 -6,000,000
Jawa Tengah
Jul-97
Jan-98
Jul-96
Jan-97
Jul-95
Jan-96
Jan-95
Jul-94
Jan-94
Jan-01
Jul-00
Jul-99
Jan-00
Jan-99
Jul-98
Jul-97
Jan-98
Jan-97
Jul-96
Jan-96
Jul-95
Jan-95
Jul-94
Jan-94
-1,500,000
DI Yogyakarta
120
Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 2002
200,000
4,000,000
Inflow
Inflow
2,000,000
-
0
-200,000
-2,000,000 -400,000
-4,000,000
Outflow
-600,000
-6,000,000
Jul-99
Jan-00
Jul-00
Jan-01
Jul-99
Jan-00
Jul-00
Jan-01
Jul-99
Jul-00
Jan-01
Jul-98
Jan-99
Jul-97
Jan-98
Jul-96
Jan-00
Jawa Timur
Jan-97
Jul-95
Jan-96
Jan-95
Jan-94
Jul-00
Jan-01
Jul-99
Jan-00
Jul-98
Jan-99
Jul-97
Jan-98
Jul-96
Jan-97
Jan-95
Jul-95
-1,000,000
Jan-96
-10,000,000 Jul-94
-800,000
Jan-94
-8,000,000
Jul-94
Outflow
Kalimantan Barat
400,000
200,000 Inflow
200,000
Inflow -
-
-200,000
-200,000
-400,000
Outflow
-400,000
-600,000
Outflow -600,000
-800,000 -800,000
Kalimantan Selatan
Jul-98
Jan-99
Jan-98
Jul-97
Jan-97
Jul-96
Jan-96
Jul-95
Jan-95
Jan-94
Jul-00
Jan-01
Jul-99
Jan-00
Jul-98
Jan-99
Jul-97
Jan-98
Jul-96
Jan-97
Jul-95
Jan-96
Jan-95
Jul-94
Jan-94
Jul-94
-1,000,000 -1,000,000
Kalimantan Tengah
1,000,000
500,000
Inflow
Inflow
500,000
0
-
-500,000 -500,000
-1,000,000
Outflow
Outflow
-1,000,000
-1,500,000 -1,500,000
Kalimantan Timur
Jan-99
Jul-98
Jan-98
Jul-97
Jan-97
Jul-96
Jan-96
Jul-95
Jan-95
Jul-94
-2,000,000 Jan-94
Jan-01
Jul-00
Jan-00
Jul-99
Jan-99
Jul-98
Jan-98
Jul-97
Jan-97
Jul-96
Jan-96
Jul-95
Jan-95
Jul-94
Jan-94
-2,000,000
Sulawesi Selatan
Penelitian Tentang Apakah Penerapan Otonomi Daerah Khususnya Alokasi Dana Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah (PKPD) dan Non-PKPD Selama Tahun 2001 Telah Memberikan Dampak Kepada Pengendalian Moneter ?
121
100,000
400,000
Inflow
200,000 Inflow
-
-100,000
-200,000 -200,000
-400,000
Outflow
-300,000
-600,000
Outflow
-400,000
Jul-00
Jan-01
Jul-00
Jan-01
Jul-00
Jul-99
Jan-00
Jul-98
Jan-99
Jul-97
Jan-98
Jul-96
Jan-01
Sulawesi Utara
Jan-97
Jul-95
Jan-96
Jul-94
-500,000 Jan-95
Jul-00
Jan-01
Jul-99
Jan-00
Jul-98
Jan-99
Jul-97
Jan-98
Jul-96
Jan-97
Jul-95
Jan-96
Jul-94
Jan-95
Jan-94
-1,000,000
Jan-94
-800,000
Sulawesi Tenggara
200,000
1,000,000
Inflow
Inflow
100,000
500,000
-
-
-100,000
-500,000
-200,000
-1,000,000
-300,000
Outflow
-1,500,000
Outflow
-400,000
-2,000,000
-500,000
Jul-99
Jan-00
Jul-99
Jan-00
Jul-98
Jan-99
Jul-98
Jan-99
Jul-97
Jan-98
Jul-96
Sulawesi Tengah
Jan-97
Jul-95
Jan-96
Jan-95
Jul-94
Jan-94
Jul-00
Jan-01
Jul-99
Jan-00
Jul-98
Jan-99
Jul-97
Jan-98
Jan-97
Jul-96
Jul-95
Jan-96
Jul-94
Jan-95
Jan-94
-2,500,000
Bali
200,000
200,000
Inflow
Inflow
100,000
-
-
-200,000 -100,000
-400,000
Outflow
-200,000
-600,000
-300,000
-800,000
-400,000
Outflow
Jul-97
Jan-98
Jul-96
Jan-97
Jul-95
Jan-96
Jan-95
Jul-94
Jul-00
Jan-01
Jul-99
Jan-00
Jan-99
Jul-98
Jul-97
Jan-98
Jul-96
Jan-97
Jan-96
Jan-95
Jul-94
Jan-94
Jul-95
Nusa Tenggara Barat
Jan-94
-500,000
-1,000,000
Nusa Tenggara Timur
122
Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 2002 10,000,000
100,000
Inflow
50,000
Inflow
5,000,000
0
-
-50,000 -5,000,000
-100,000 -150,000
Outflow
-10,000,000
Outflow
-200,000
-15,000,000
-250,000
Maluku
DKI Jakarta 50,000
Inflow -50,000 -100,000
Outflow
-150,000 -200,000
Jan-94 May-94 Sep-94 Jan-95 May-95 Sep-95 Jan-96 May-96 Sep-96 Jan-97 May-97 Sep-97 Jan-98 May-98 Sep-98 Jan-99 May-99 Sep-99 Jan-00 May-00 Sep-00 Jan-01 May-01
-250,000
Maluku Utara
No
Propinsi
Net Cash Inflow/Outflow
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27
Irian Jaya Riau NAD Jambi Kalimantan Tengah Kalimantan Timur Sulawesi Tengah Bali Maluku DKI Jakarta Maluku Utara Jawa Barat Sumatera Barat Jawa Tengah Yogyakarta Jawa Timur Kalimantan Selatan Sumatera Utara Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Kalimantan Barat Sulawesi Selatan Sulawesi Utara Sulawesi Tenggara Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur
Cash Inflow Cash Inflow Cash Inflow Cash Inflow Cash Inflow Cash Inflow Cash Inflow Cash Inflow Cash Inflow Cash Inflow Cash Inflow Cash Outflow Cash Outflow Cash Outflow Cash Outflow Cash Outflow Cash Outflow Relatif Stabil Relatif Stabil Relatif Stabil Relatif Stabil Relatif Stabil Relatif Stabil Relatif Stabil Relatif Stabil Relatif Stabil Relatif Stabil
Jul-00
Jan-01
Jul-99
Jan-00
Jul-98
Jan-99
Jul-97
Jan-98
Jul-96
Jan-97
Jul-95
Jan-96
Jul-94
Jan-94
Jul-00
Jan-01
Jul-99
Jan-00
Jul-98
Jan-99
Jul-97
Jan-98
Jul-96
Jan-97
Jul-95
Jan-96
Jul-94
-30,000,000
Jan-95
-25,000,000
-400,000 Jan-94
-350,000
Jan-95
-20,000,000
-300,000
Penelitian Tentang Apakah Penerapan Otonomi Daerah Khususnya Alokasi Dana Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah (PKPD) dan Non-PKPD Selama Tahun 2001 Telah Memberikan Dampak Kepada Pengendalian Moneter ?
123
Aktual dan forecast cash inflow 5,000,000
1,000,000 900,000
4,500,000
Y (TCSE)
800,000
4,000,000
F 3,500,000
700,000
3,000,000
600,000
Y (TCSE)
2,500,000
500,000
F
400,000
2,000,000
300,000 1,500,000
200,000 1,000,000
100,000 500,000
Jul-00
Jan-01
Jul-01
Jul-00
Jan-01
Jul-01
Jul-99
Jan-00
Jul-99
Jul-98
Jan-99
Jul-97
Jan-98
Jul-96
Jan-00
Jawa Timur
Jan-97
Jul-95
Jan-96
Jul-94
Jan-95
Jan-94
0
DI. Yogyakarta
700,000
3,500,000 3,000,000
600,000
Y (TCSE) F
2,500,000
500,000
Y (TCSE)
Jawa Tengah
Jul-98
Jan-99
Jul-97
Jan-98
Jul-96
Jan-97
Jul-95
Jan-96
Jan-95
Jan-94
Jul-01
Jul-00
Jan-01
Jul-99
Jan-00
Jul-98
Jan-99
Sumatera Barat
4,500,000 4,000,000 Y (TCSE)
3,500,000
F
3,000,000 2,500,000 2,000,000 1,500,000 1,000,000 500,000 Jul-00
Jan-01
Jan-00
Jul-99
Jul-98
Jawa Barat
Jan-99
Jul-97
Jan-98
Jul-96
Jan-97
Jul-95
Jan-96
Jul-94
Jan-95
Jan-94
Jul-01
Jul-97
Jan-98
0 Jul-96
100,000
Jan-97
500,000
Jul-95
200,000
Jan-96
1,000,000
Jul-94
300,000
Jan-95
1,500,000
Jan-94
400,000
Jul-94
F
2,000,000
124
Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 2002
Kesimpulan akhir dari analisa dengan metode dekomposisi •
Penerapan otonomi daerah selama beberapa bulan dalam tahun 2001 ini ternyata belum memberikan dampak lonjakan yang drastis pada peningkatan aliran dana (cash inflow/ otflow) di propinsi-propinsi di Indonesia. Walaupun secara umum seluruh propinsi mengalami kecenderungan peningkatan aliran dana keluar (cash outflow) namun hal ini diyakini sudah merupakan pola sejak 1994 sedangkan sejak penerapan otonomi daerah belum nampak adanya fluktuasi yang tajam.
•
Terlihat jelas bahwa hampir semua propinsi belum siap untuk memanfaatkan dana alokasi PKPD dan non PKPD yang didrop dalam jumlah besar dan mendadak sehingga mayoritas propinsi hanya mengalokasikan dana itu untuk pembayaran gaji pegawai dan keperluan rutin yang jumlahnya kecil dan nampak pada kecenderungan peningkatan pola cash outflow. Bahkan 5 propinsi besar mengalami net cash inflow yang berarti dapat diasmusikan mereka belum memanfaatkan dana tersebut.
•
Untuk tahun depan (sesuai dengan hasil forecasting) diperkirakan akan terjadi peningkatan aliran dana keluar untuk setiap propinsi. Hal ini juga didukung dengan asumsi bahwa semua propinsi sudah merasa siap dan telah mempunyai planning masing-masing sehingga dana PKPD dan non PKPD yang di-drop pemerintah dan yang selama ini masih “mendekam” di rekening pemerintah daerah di bank di daerah masingmasing, langsung digunakan untuk membiayai pengeluaran rutin maupun pengeluaran pembangunan daerah tersebut.
Perkembangan laju inflasi di masing-masing propinsi di Indonesia Ditemukannya indikasi bahwa lalu lintas uang kartal di setiap daerah pada umumnya belum menunjukkan peningkatan yang signifikan akibat dari penerapan otonomi daerah, akan coba cross-chek dengan laju inflasi di masing-masing propinsi di Indonesia. Berdasarkan data-data inflasi di setiap propinsi di Indonesia di bawah ini akan coba dilihat apakah terdapat gejala peningkatan laju inflasi sebelum maupun sesudah penerapan otonomi daerah.
Penelitian Tentang Apakah Penerapan Otonomi Daerah Khususnya Alokasi Dana Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah (PKPD) dan Non-PKPD Selama Tahun 2001 Telah Memberikan Dampak Kepada Pengendalian Moneter ?
125
50
13.00
40
8.00
30 3.00
20 -2.00
10 0
-12.00
-10 Jul-01
Apr-01
Jan-01
Oct-00
Jul-00
Apr-00
Jan-00
Oct-99
Jul-99
Apr-99
Jan-99
Oct-98
Jul-98
Apr-98
Jan-98
Oct-97
Jul-97
Apr-97
Jan-97
Ja n9 M 7 ay -9 Se 7 p9 Ja 7 n98 M ay -9 Se 8 p9 Ja 8 n9 M 9 ay -9 Se 9 p9 Ja 9 n00 M ay -0 Se 0 p0 Ja 0 n01 M ay -0 Se 1 p01
-7.00
Propinsi Irian Jaya
Propinsi Sumatera Utara
29
50
24
40
19
30 14
20 9
10
4
Ja n9 M 7 ay -9 Se 7 p9 Ja 7 n98 M ay -9 Se 8 p9 Ja 8 n99 M ay -9 Se 9 p9 Ja 9 n00 M ay -0 Se 0 p0 Ja 0 n0 M 1 ay -0 Se 1 p01
1
01
Se
p-
01
-0
n-
ay
Ja
M
0 Se
p-
00
-0
n-
ay M
9
p-
Se
Ja
99
-9
n-
ay
Ja
M
8 Se
p-
98
-9
n-
ay
Ja
M
7 Se
p-
97
-9
n-
ay
Ja
M
00
-6
99
-10
98
-1
97
-
Propinsi Jawa Barat
Propinsi Riau
15
25.00
13 20.00
11 9
15.00
7 10.00
5 3
5.00
1 0.00
-1
-9 7 p9 Ja 7 n9 M 8 ay -9 Se 8 p9 Ja 8 n99 M ay Se 99 p9 Ja 9 n0 M 0 ay -0 Se 0 p0 Ja 0 n0 M 1 ay -0 Se 1 p01
ay
Se
nJa
M
Jul-01
Apr-01
Jan-01
Oct-00
Jul-00
Apr-00
Jan-00
Oct-99
Jul-99
Apr-99
Jan-99
Oct-98
Jul-98
Apr-98
Jan-98
Oct-97
Jul-97
Apr-97
Jan-97
Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam
97
-3
-5.00
Propinsi Jambi
Propinsi Jawa Tengah
00
0
1
97
40
35
15
10
0 n97 ay -9 Se 7 p9 Ja 7 n9 M 8 ay -9 Se 8 p9 Ja 8 n99 M ay -9 Se 9 p9 Ja 9 n00 M ay -0 Se 0 p0 Ja 0 n01 M ay -0 Se 1 p01
11
1
M
Ja
Se 7 p97 Ja n98 M ay -9 Se 8 p98 Ja n99 M ay -9 Se 9 p99 Ja n00 M ay -0 Se 0 p00 Ja n01 M ay -0 Se 1 p01
-9
n-
ay
-4
Ja n9 M 7 ay -9 Se 7 p9 Ja 7 n9 M 8 ay -9 Se 8 p9 Ja 8 n99 M ay -9 Se 9 p9 Ja 9 n00 M ay -0 Se 0 p0 Ja 0 n01 M ay -0 Se 1 p01
Jul-01
Apr-01
Jan-01
Oct-00
Jul-00
Apr-00
Jan-00
Oct-99
Jul-99
Apr-99
Jan-99
Oct-98
Jul-98
Apr-98
Jan-98
Oct-97
Jul-97
Apr-97
Jan-97
Ja M
16
Ja n9 M 7 ay -9 Se 7 p9 Ja 7 n9 M 8 ay -9 Se 8 p9 Ja 8 n99 M ay -9 Se 9 p9 Ja 9 n0 M 0 ay -0 Se 0 p0 Ja 0 n0 M 1 ay -0 Se 1 p01
01
-0
01
p-
ay
n-
Se
M
Ja
-0
00
p-
ay
9
99
-9
n-
Se
M
Ja
98
8
99
p-
ay
n-
Se
M
Ja
-9
p-
ay
97
7
98
p-
n-
Se
M
Ja
Se
97
-9
n-
ay
Ja
M
126 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 2002
12
10 8
6 6
4
2 -
-2
Propinsi Sumatera Barat Propinsi Sumatera Selatan
15
15
13
13
11
11
9
9
7
7
5
5
3
1
3
1
-1
-1
-3
-3
Propinsi Bengkulu Propinsi Lampung
16
30
14
12
25
10
20
8
6
5
4
2
-5
-
-10
-2
Propinsi DI Yogyakarta
Propinsi Kalimantan Timur
5
-
-5
-
-10
-2
Propinsi Sulawesi Selatan
Jul-01
20
Jan-01
12
Apr-01
25
Jul-00
14
30
Oct-00
16
35
Jan-00
40
Apr-00
Propinsi Kalimantan Selatan
Jul-99
-4
Oct-99
1
Jan-99
6
Apr-99
16
Jul-98
Propinsi Jawa Timur
Oct-98
-3
Jan-98
-8
Apr-98
-1
Jul-97
2
Oct-97
1 01
22
Apr-97
p-
32
Ja n9 M 7 ay -9 Se 7 p9 Ja 7 n98 M ay -9 Se 8 p9 Ja 8 n9 M 9 ay -9 Se 9 p9 Ja 9 n00 M ay -0 Se 0 p0 Ja 0 n01 M ay -0 Se 1 p01
Se
01 -0
n-
00
0
00
p-
ay
Ja M
9
99
-0
n-
p-
ay
Se
M
Ja
Se
99
-9
n-
98
8
98
p-
ay
Ja M
7
97
-9
n-
p-
ay
Se
M
Ja
Se
97
-9
n-
ay
Ja M
42
Ja n9 M 7 ay -9 Se 7 p9 Ja 7 n9 M 8 ay -9 Se 8 p9 Ja 8 n99 M ay -9 Se 9 p9 Ja 9 n00 M ay -0 Se 0 p0 Ja 0 n01 M ay -0 Se 1 p01
Jul-01
Apr-01
Jan-01
Oct-00
Jul-00
Apr-00
Jan-00
Oct-99
Jul-99
Apr-99
Jan-99
Oct-98
Jul-98
Apr-98
Jan-98
Oct-97
Jul-97
Apr-97
Jan-97
62
Jan-97
Ja n97 M ay -9 7 Se p97 Ja n98 M ay -9 8 Se p98 Ja n99 M ay -9 9 Se p99 Ja n00 M ay -0 0 Se p00 Ja n01 M ay -0 1 Se p01
Penelitian Tentang Apakah Penerapan Otonomi Daerah Khususnya Alokasi Dana Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah (PKPD) dan Non-PKPD Selama Tahun 2001 Telah Memberikan Dampak Kepada Pengendalian Moneter ?
127
15
52
13
11 9
7
5
12
3
1
Propinsi Kalimantan Barat
16
14
12
11 10
8
6
4
2
-2 -
-4
Propinsi Kalimantan Tengah
10
15
8
10
6
4
2
Jan-97
Propinsi NTB
Jan-97
Propinsi Sulawesi Utara
11 12
9 10
7 8
5
3 6
1
Propinsi Sulawesi Tengah
11
9
7
5
3
4
1
2
-1
-
-3
-2
Propinsi NTT
Se
p-
01
1
01
00
-0
nay
Ja M
p-
0
00 -0
n-
99
9
99 p-
ay Se
M
Ja
8 98
-9
n-
p-
ay Se
M
Ja
Se
98
97
-9
nay
Ja M
p-
7
97 -9
-
Se
-2
n-
2
ay
4
M
6
Ja
Jul-01
Apr-01
Jan-01
Oct-00
Jul-00
Apr-00
Jan-00
Oct-99
Jul-99
Apr-99
Jan-99
Oct-98
Jul-98
Apr-98
Jan-98
Oct-97
Jul-97
Apr-97
8
Ja nAp 97 r-9 Ju 7 lO 97 ct Ja 97 nAp 98 r-9 8 Ju lO 98 ct Ja 98 nAp 99 r-9 Ju 9 lO 99 ct -9 Ja 9 nAp 00 r-0 Ju 0 lO 00 ct -0 Ja 0 nAp 01 r-0 1 Ju l-0 1
Jul-01
Apr-01
Jan-01
Oct-00
Jul-00
Apr-00
Jan-00
Oct-99
Jul-99
Apr-99
Jan-99
Oct-98
Jul-98
Apr-98
Jan-98
Oct-97
Jul-97
Apr-97
10
Ja n9 M 7 ay -9 Se 7 p97 Ja n98 M ay -9 Se 8 p98 Ja n99 M ay -9 Se 9 p99 Ja n00 M ay -0 Se 0 p00 Ja n01 M ay -0 Se 1 p01
Ja n9 Ap 7 r-9 7 Ju l-9 O 7 ct -9 Ja 7 n9 Ap 8 r-9 8 Ju l-9 O 8 ct -9 Ja 8 n9 Ap 9 r-9 9 Ju l-9 O 9 ct -9 Ja 9 n0 Ap 0 r-0 0 Ju l-0 O 0 ct -0 Ja 0 n0 Ap 1 r-0 1 Ju l-0 1
128 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 2002
16
14
12
10 8
6
4
2
-2
-
Propinsi Sulawesi Tenggara
4
-1 2
-3 -
-2
Propinsi Bali
12
10
8
6
Penelitian Tentang Apakah Penerapan Otonomi Daerah Khususnya Alokasi Dana Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah (PKPD) dan Non-PKPD Selama Tahun 2001 Telah Memberikan Dampak Kepada Pengendalian Moneter ?
12
14
10
12
129
8 10
6 4
8
2
6
0
4
-2
Propinsi Maluku
1
01
Se
p-
01
-0
n-
ay M
p-
0
00 Ja
Se
00
-0
n-
ay
Ja
M
9
99
Se
p-
99
-9
n-
ay M
8
98 p-
Se
Ja
98
-9
n-
ay
Ja
M
7
97
-9
n-
ay
Ja
M
p-
-2
Se
-
-8
Ja n97 M ay -9 7 Se p97 Ja n9 M 8 ay -9 8 Se p98 Ja n9 M 9 ay -9 9 Se p99 Ja n0 M 0 ay -0 0 Se p00 Ja n0 M 1 ay -0 1 Se p01
-6
97
2
-4
Propinsi DKI Jakarta
13 11 9 7 5 3 1 -1
Jul-01
Apr-01
Jan-01
Jul-00
Oct-00
Jan-00
Apr-00
Jul-99
Oct-99
Jan-99
Apr-99
Jul-98
Oct-98
Jan-98
Apr-98
Jul-97
Oct-97
Jan-97
Apr-97
-3
Propinsi Maluku Utara
Berdasarkan perkembangan di atas, dapat diketahui bahwa : o
Laju inflasi di seluruh propinsi di Indonesia setelah diberlakukannya otonomi daerah menunjukkan kecenderungan penurunan. Sehingga hal ini menunjukkan bahwa belum terjadinya excess likuiditas (terutama karena pencairan dana dropping otonomi daerah) yang berkorelasi pada meningkatnya laju inflasi di daerah-daerah tersebut.
o
Namun terdapat tiga propinsi yaitu Propinsi NTB, Propinsi NTT dan Propinsi Sulawesi Tengah yang memiliki kecenderungan peningkatan laju inflasi pada saat diberlakukannya otonomi daerah walupun diperkirakan tidak akan meningkat secara siginifikan (seperti pada saat fenomena Y2K). Hal ini mencerminkan terjadinya excess likuiditas dalam jumlah kecil yang diduga karena telah dimanfaatkannya dana dropping otonomi daerah untuk keperluan rutin daerah.
130
o
Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 2002
Pada rencana alokasi DAU 2002, ketiga propinsi di atas mengalami peningkatan jumlah dana alokasi sehingga jika kecenderungan perilaku ekspansif (tanpa diimbangi oleh output sektor riil) mereka tidak diantisipasi, dapat berpotensi meningkatkan inflasi di tahun depan.
PEMBUKTIAN HIPOTESA DAN KESIMPULAN Berdasarkan analisa dan temuan-temuan pada serangkaian pendekatan di atas maka dapat disimpulkan bahwa : Hipotesa yang disebutkan diawal bahwa penerapan otonomi daerah sepanjang tahun 2001 ini belum berdampak pada pengendalian base money oleh otoritas moneter karena pemerintah daerah yang mempunyai kewenangan untuk mengelola dana alokasi PKPD dan non PKPD tersebut masih menempatkannya pada bank-bank setempat dengan asumsi pemerintah daerah belum siap dalam waktu singkat untuk memanfaatkan dana tersebut secara optimal sehingga secara otomatis dana alokasi tersebut mengalir kembali ke otoritas moneter melalui mekanisme lelang SBI, terbukti benar. Walaupun disadari pula bahwa pembuktian akan hipotesa ini membutuhkan penelitian lebih lanjut dan analisa data yang lebih mendalam karena mengingat penerapan otonomi daerah terkait dengan banyak indikator ekonomi terutama indicator perekonomian daerah yang dalam penelitian ini belum banyak disentuh dan analisis perilaku daerah yang membutuhkan survey lapangan untuk memastikan tingkat kebenarannya.
KESIMPULAN Beberapa kesimpulan umum yang dapat ditarik dari serangkaian analisa dan temuan –temuan di atas adalah : 1. Penerapan otonomi daerah di negara-negara yang telah lebih dulu menerapkannya ternyata menimbulkan banyak permasalahan khususnya pada tahun-tahun awal penerapan otonomi daerah tersebut. Namun seiring dengan berjalannya waktu dan penyempurnaan ketentuan otonomi yang terus dilakukan oleh pemerintah serta penerapan aturan hukum dan pembagian tugas yang adil antar pemerintah, menyebabkan otonomi daerah dapat berjalan dengan baik. 2. Penerapan otonomi daerah di Indonesia khususnya sepanjang tahun 2001 ini ditandai dengan adanya dropping dana alokasi PKPD dan non PKPD (anggaran) yang cukup besar kepada seluruh propinsi dengan hak pemanfaatan dana sepenuhnya ditangan pemerintah daerah.
Penelitian Tentang Apakah Penerapan Otonomi Daerah Khususnya Alokasi Dana Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah (PKPD) dan Non-PKPD Selama Tahun 2001 Telah Memberikan Dampak Kepada Pengendalian Moneter ?
131
3. Pada tahun ini, rata-rata propinsi di Indonesia mendapatkan alokasi dana sekitar Rp1 triliun s.d Rp3 triliun. Kecuali sejumlah propinsi besar di pulau Jawa dan 2 propinsi (Propinsi Kalimantan Timur dan Propinsi Riau) yang mendapatkan alokasi dana dalam jumlah di atas Rp6 triliun. Hal ini terjadi karena dasar pertimbangan pembagian dana tersebut mengacu pada sejumlah indikator ekonomi seperti jumlah penduduk, luas wilayah, sumber daya alam dll pada propinsi masing-masing. 4. Berdasarkan analisa pada perkembangan simpanan pemerintah daerah di bank-bank ditemukan bahwa terdapat peningkatan jumlah simpanan pemerintah daerah yang cukup siginifikan pasca penerapan otonomi daerah. Peningkatan simpanan ini terutama berada pada Bank Pemerintah dan Bank Pembangunan Daerah. Hal ini mengindikasikan bahwa dropping dana PKPD dan non PKPD belum sepenuhnya dimanfaatkan oleh daerah dan kembali mengalir masuk ke sistem perbankan. 5. Temuan di atas diperkuat oleh adanya peningkatan kepemilikian SBI oleh banyak BPD di seluruh propinsi di Indonesia dan kepemilikan intervensi rupiah oleh beberapa BPD. Hal ini sesuai dengan asumsi kondisi perekonomian Indonesia yang belum stabil sehingga perbankan (baca : BPD) belum banyak menempatkan dananya pada sektor rill namun menempatkan kelebihan dananya pada instrumen zero risk yaitu SBI. 6. Dari pendekatan moneter yang lain, yaitu dari lalu lintas uang kartal (flow of fund) di setiap daerah juga ditemukan indikasi bahwa secara umum belum terdapat peningkatan lalu lintas uang kartal dalam jumlah besar pasca penerapan otonomi daerah. Sehingga hal ini juga memperkuat asumsi bahwa pencairan dana PKPD dan non PKPD belum banyak terjadi kecuali dilakukan oleh beberapa daerah dalam jumlah kecil untuk pembayaran gaji dan pengeluaran rutin daerah. Namun berdasarkan proyeksi jangka pendek, terdapat kecenderungan peningkatan lalu lintas uang kartal pada tahun depan khususnya bagi daerah-daerah yang mempunyai prilaku ekspansif. 7. Pengamatan pada uang kartal di atas juga didukung oleh hasil pengamatan pada laju inflasi pada setiap propinsi di Indonesia. Secara umum seluruh propinsi di Indonesia mengalami kecenderungan penurunan laju inflasi pasca penerapan otonomi daerah. 8. Kesimpulan umum yang didapat adalah bahwa penerapan otonomi daerah selama tahun 2001 ini relatif belum memberikan perngaruh pada pengendalian moneter. Namun pada tahun depan diharapkan otoritas moneter dapat lebih berhati-hati dan cermat dalam mengamati perilaku setiap daerah karena : •
diasumsikan tahun depan telah banyak propinsi yang merasa “siap” untuk memanfaatkan dropping dana tersebut,
132
Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 2002
•
kendali sepenuhnya penempatan dana berada ditangan masing-masing daerah,
•
adanya kecenderungan sejumlah daerah untuk meningkatkan simpanan valas dan pola pengendalian moneter yang tidak sentralistik seperti sebelum pelaksanaan otonomi daerah.
Semua ini akan mempersulit otoritas moneter dalam mengendalikan operasional kebijakan moneter jika tidak dilakukan pengamatan pada masing-masing daerah dan pengambilan langkah kebijakan yang berhati-hati.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Keuangan RI, Nota Keuangan dan RAPBN 2001, 2001 DSM, Kajian Dampak Pemberlakuan UU no 25/1999 tentang PKPD terhadap Pengelolaan Data Moneter dan Fiscal, 2000 Pemerintah RI, UU No 22/ 1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU No. 25/1999 tentang PKPD Nugroho, Wahyu Agung dan Decymus, Analisis Sustainabilitas Fiskal Indonesia, 2001. Zulverdi, Doddy dan Wahyu Agung Nugroho, Arah Kebijakan Bank Indonesia Mengantisipasi Perimbangan Keuangan Pusat Daerah Pemerintah RI, Kepres No 181/ 2000 tentang Dana Alokasi Umum Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota tahun Anggaran 2001. Pemerintah RI, Keputusan Menkeu No 343/KMK.06/2001 tentang Penetapan Jumlah DBH dari Sumber Daya Alam Minyak Bumi, Gas Alam, Pertambangan Umum dan Perikanan. M Govinda Rao, Fiscal Decentralization in Indian Federalism, Institute for Social & Economic Change, Bangalore, September, 2000. Jun Ma & John Norregaraad, China’s Fiscal Decentralization, October, 1998.