I. 1 1.1
PE ENDAHUL LUAN
Latar Belakang Krisis finansial global g yang bermula dari d krisis ssubprime moortgage di
A Amerika Serrikat (AS) pada tahun 20007, dalam waktu w yang relatif singkkat berubah m menjadi krissis ekonomii global yanng secara beerantai melaanda ke seluuruh dunia. D Dampak kriisis tidak hanya h memeengaruhi kinnerja sektorr keuangan, tapi juga m memengaruh hi kinerja seektor produkksi (riil). Kin nerja perekoonomian dun nia merosot s secara drastiis pada tahuun 2008 dan diperkirakan terus berlaanjut dengan n intensitas y yang semak kin meningk kat pada tahhun 2009 (B BI 2009a). K Krisis ekonoomi global t tersebut meengakibatkann terjadinyaa perlambattan pertumbbuhan voluume (nilai) p perdagangan n dunia dan disusul d denggan menurunnnya pertumbbuhan ekonoomi dunia. Pertum mbuhan vollume (nilai)) perdagang gan dunia yang y terus melambat m mengakibatk kan proyekssi volume pperdagangan n dunia selaama tahun 2009 2 yang d dikeluarkan oleh Intern national Monnetary Fundd (IMF) menngalami beb berapa kali k koreksi. Pro oyeksi IMF terhadap pertumbuhan p n perdaganggan dunia taahun 2009 b berubah-uba ah mengikuuti trend yyang terjadii selama taahun 2008.. Proyeksi p pertumbuhan n perdaganggan dunia tahhun 2009 yaang dikeluarrkan IMF paada Januari 2 2008 sebesaar 6.9 persen n, Novembeer 2008 turunn menjadi 2.1 2 persen, dan d Januari 2 2009 turun drastis d hinggga menjadi negatif n 2.8 peersen (Gambbar 1.1). Jan n 09
‐2.8
Novv 08
2.1
Okt 08
4.1
Apr 08
5.8
n 08 Jan ‐4.00
‐2.00
6.9 0.00
2.00
4.00
6.00
8.00
Peertumbuhan (% %)
S Sumber: IMF dalam Kem menkeu, 20009 G Gambar 1.1
Perkiraan n pertumbuhaan volume perdagangan p n 2009 dunia tahun
2 Turunnya volume perdagangan dunia mengakibatkan semakin melemahnya perekonomian dunia. Kondisi ini berimbas secara langsung pada negara-negara yang perekonomiannya ditopang oleh ekspor seperti China, Jepang, Korea dan negara-negara ASEAN, termasuk Indonesia. Lembaga keuangan dan ekonomi dunia seperti IMF, Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia melakukan koreksi terhadap proyeksi tingkat pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2009. Proyeksi IMF terhadap pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2009 mengalami beberapa kali revisi untuk menyesuaikan dengan dinamika perekonomian dunia yang terus berkembang. Proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2009 yang dikeluarkan IMF Januari 2008 sebesar 4.4 persen, Oktober 2008 dikoreksi menjadi 3.0 persen dan Januari 2009 dikoreksi kembali menjadi 0.5 persen (Tabel 1.1). Proyeksi IMF tersebut juga menunjukkan bahwa berdasarkan proyeksi yang dikeluarkan November 2008 dan Januari 2009, pertumbuhan ekonomi negara-negara besar yang menjadi tujuan utama ekspor Indonesia seperti AS, Eropa dan Jepang selama tahun 2009 diperkirakan negatif. Tabel 1.1 Perkiraan pertumbuhan PDB negara-negara di dunia tahun 2009 Negara Jan 08 Apr 08 Dunia 4.4 3.8 USA 1.8 0.5 Eropa 1.9 1.2 Jepang 1.7 1.5 China 10.0 9.5 India 8.2 8.0 ASEAN-5 6.2 6.0 Sumber: IMF dalam Kemenkeu, 2009
Okt 08 3.0 0.1 0.2 0.5 9.3 6.9 4.9
Nov 08 2.2 -0.7 -0.7 -0.2 8.5 6.3 4.2
(%) Jan 09 0.5 -1.6 -2.0 -2.6 6.7 5.1 2.7
Akumulasi penurunan volume (nilai) perdagangan dunia yang diikuti oleh melemahnya pertumbuhan perekonomian dunia berdampak pada pelemahan kinerja perekonomian Indonesia. Target pertumbuhan ekonomi tahun 2008 sebesar 6.4 persen tidak tercapai. Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2008 hanya mencapai 6.1 persen, pertumbuhan ini lebih rendah dari tahun 2007 yang sebesar 6.3 persen. Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2008 masih lebih baik jika dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya, seperti Malaysia, Philipina, Singapura dan Thailand yang perekonomiannya tumbuh di bawah
3 Indonesia, yaitu masing-masing sebesar 4.6 persen (Malaysia), 4.6 persen (Philipina), 1.1 persen (Singapura) dan 2.6 persen (Thailand) (BPS 2009a). Pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami perlambatan mulai triwulan (Tw) III-2008 dan mencapai puncaknya pada TwIV-2008 (dari 6.4 persen turun menjadi 5.2 persen). Sektor-sektor ekonomi yang mengalami perlambatan pertumbuhan antara lain adalah sektor industri pengolahan, sektor bangunan, dan sektor perdagangan, hotel dan restoran. Tidak semua sektor mengalami perlambatan
pertumbuhan
pada
TwIV-2008.
Sektor
pertanian,
sektor
pengangkutan dan komunikasi, dan sektor pertambangan dan penggalian pada TwIV-2008 tumbuh sama bahkan lebih tinggi jika dibandingkan dengan TwIII2008 (Tabel 1.2). Tabel 1.2 Pertumbuhan PDB sektoral Indonesia tahun 2005-2008 (%) Lapangan usaha
2005
2006
2008 triwulan:
2007
2008
2.7 3.2 4.6 6.3
3.4 1.7 4.6 5.8
3.4 2.0 4.7 10.3
I 6.3 -1.7 4.3 12.3
Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Jasa-Jasa
7.5 8.3 12.8 6.7 5.2
8.3 6.4 14.2 5.5 6.2
8.6 8.4 14.0 8.0 6.6
8.0 6.9 18.3 8.3 5.9
8.1 8.1 17.3 8.7 6.7
7.6 8.4 15.5 8.6 7.2
5.7 5.6 15.8 7.4 6.0
7.3 7.2 16.7 8.2 6.4
Total
5.7
5.5
6.3
6.2
6.4
6.4
5.2
6.1
Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih
II 4.8 -0.5 4.2 11.8
III 3.4 2.1 4.3 10.4
IV 4.7 2.1 1.8 9.3
4.8 0.5 3.7 10.9
Sumber: BPS, 2009a (diolah) Ketidakmenentuan (uncertainty) prospek perekonomian tahun 2009 mendorong pemerintah untuk merevisi asumsi-asumsi ekonomi makro Indonesia, yang menjadi dasar penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2009. Proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun 2009 direvisi dari 6.0 persen menjadi maksimal 4.7 persen (Kemenkeu 2009). Penurunan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia didorong oleh adanya revisi ke bawah terhadap pertumbuhan permintaan ekspor dan investasi akibat melemahnya pertumbuhan ekonomi dunia. Penurunan proyeksi pertumbuhan ekonomi negara-negara mitra dagang utama Indonesia seperti AS (-1.6 persen), Eropa (-2.0 persen), Jepang (-
4 2.6 persen), Singapura (-5.0 persen), kecuali China yang masih tumbuh 6.7 persen, diduga merupakan salah satu pemicu turunnya kinerja ekonomi Indonesia tahun 2009. Tabel 1.3 Perkembangan indikator ekonomi makro Indonesia tahun 2007-2009 2008 Indikator ekonomi makro
2009
2007
Pertumbuhan Ekonomi (%) Inflasi (%) Suku Bunga SBI 3 Bulan (%) Nilai Tukar (Rp/US$) Harga Minyak ICP (US$/barel) Lifting Minyak (MBCD)
6.3 6.6 8.0 9 140 72.3 0.899
Target
Realisasi
6.4 6.5 7.5 9 100 95.0 0.927
6.1 11.1 9.3 9 692 96.8 0.931
APBN
Proyeksi
6.0 6.2 7.5 9 400 80.0 0.960
4.5 6.0 7.5 11 000 45.0 0.960
Sumber: Kemenkeu, 2009 Pemerintah menetapkan empat strategi kebijakan untuk mengantisipasi dampak pemburukan perekonomian dunia terhadap perekonomian domestik selama tahun 2009. Keempat strategi tersebut adalah (1) memperkuat ketahanan sektor keuangan, (2) melakukan konsolidasi fiskal, (3) memberikan stimulus fiskal untuk mendorong pertumbuhan sektor riil dan (4) mempercepat pembangunan infrastruktur (Sambodo 2009). Strategi ketiga dan keempat di atas dirangkum dalam bentuk luncuran kebijakan stimulus fiskal. Kebijakan stimulus fiskal sebagai bentuk kebijakan counter-cyclical dilakukan pemerintah dalam rangka mempertahankan dayabeli, memperbaiki dayasaing dan dayatahan sektor usaha serta menangani dampak pemutusan hubungan kerja (PHK), dan mengurangi tingkat pengangguran melalui peningkatan
belanja
infrastruktur
padatkarya
yang
diharapkan
dapat
menggerakkan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2009 (BI 2009a). Total dana yang dialokasikan untuk program stimulus fiskal tahun 2009 sebesar Rp73.3 triliun (Tabel 1.4). Kebijakan stimulus fiskal pada dasarnya berawal dari pandangan Keynes tentang
peran
pemerintah
dalam
perekonomian
(Hasan
2009).
Ketika
perekonomian mengalami goncangan (shock) akibat ketidakpastian ekonomi maka pemerintah harus mengambil peran yang nyata. Pada kondisi ini pemerintah bukan hanya mengatur perekonomian, tetapi harus terjun langsung melakukan
5 intervensi ke pasar melalui stimulus fiskal. Pilihan kebijakan oleh pemerintah ini diharapkan dapat membantu menerobos kebuntuan pasar (ekonomi) dengan meningkatkan permintaan melalui peningkatan belanja rumahtangga dan dunia usaha. Tabel 1.4 Alokasi dana stimulus fiskal tahun 2009 (triliun rupiah) Alokasi 43.0 32.0 11.0 13.3 3.5 2.5 6.5 0.8 17.0 2.8 1.4 12.2 0.6 73.3
Uraian program 1. Penghematan Pembayaran Pajak (Tax Saving ) o Penurunan Tarif PPh o Peningkatan PTKP menjadi Rp15.8 juta 2. Subsidi Pajak-BM/DTP o PPN eksplorasi migas, minyak goreng o Bea masuk bahan baku dan barang modal o PPh karyawan o PPh panas bumi 3. Subsidi Non Pajak o Penurunan harga solar o Diskon tarif listrik untuk industri o Tambahan belanja infrastruktur + subsidi + PMN o Perluasan PNPM Total Sumber: Kemenkeu, 2009
Menurut Abimanyu (2005) kebijakan stimulus fiskal dimaksudkan untuk mendorong perekonomian yang berdampak pada peningkatan pendapatan nasional dan penciptaan lapangan kerja. Kebijakan ini dapat dilakukan melalui sisi permintaan (demand side) maupun sisi penawaran (supply side). Dari sisi permintaan, peningkatan pendapatan nasional bersumber dari kenaikan konsumsi, investasi, belanja pemerintah, ekspor serta penurunan impor. Tingkat perubahan dari berbagai komponen tersebut bersamaan dengan besarnya koefisien sensitivitas
masing-masing
komponen
permintaan
total
terhadap
faktor
determinannya akan menentukan besarnya kenaikan pendapatan nasional. Dari sisi penawaran, kenaikan pendapatan nasional antara lain bersumber dari penambahan kemampuan produksi karena berkembangnya teknologi dan meningkatnya ketersediaan sumber daya ekonomi. Dengan demikian, kebijakan stimulus fiskal dapat dialokasikan untuk kegiatan pengembangan teknologi atau penemuan sumberdaya alam baru.
6 Pengaruh kebijakan stimulus fiskal melalui sisi permintaan lebih besar pengaruhnya dibandingkan melalui sisi penawaran (Abimanyu 2005). Pada perekonomian yang telah mencapai kapasitas produksi penuh, kebijakan yang mengarah pada peningkatan penawaran dapat mendorong kinerja perekonomian, tanpa mengakibatkan dampak crowding out. Kebijakan ini juga akan meningkatkan permintaan dalam jangka pendek, seperti permintaan terhadap faktor produksi. Dengan demikian kebijakan pemotongan pajak dan pengeluaran yang ditujukan untuk peningkatan penawaran juga akan meningkatkan angka pengganda (multiplier). 1.2
Rumusan Masalah Kebijakan stimulus fiskal merupakan bagian kebijakan fiskal dalam rangka
mendorong pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan permintaan agregat. Kebijakan ini dilakukan pada saat perekonomian sedang mengalami gangguan, baik karena gangguan internal maupun gangguan eksternal. Terdapat dua alternatif kebijakan stimulus fiskal yang dapat dilakukan yaitu melalui penurunan tarif pajak dan meningkatkan belanja pemerintah. Kebijakan stimulus fiskal yang merupakan respon pemerintah dalam mengantisipasi dampak melemahnya perekonomian dunia terhadap perekonomian nasional tersebut memaksa pemerintah melakukan revisi terhadap besaran pendapatan, belanja dan pembiayaan dalam APBN 2009. Revisi terhadap APBN 2009 tersebut mengakibatkan komponen pendapatan negara turun dari Rp985.7 triliun menjadi Rp847.7 triliun. Berkurangnya pendapatan negara ini didorong oleh menurunnya penerimaan minyak dan gas bumi (migas), akibat turunnya asumsi harga minyak mentah Indonesia dari US$80 per barel menjadi US$45 per barel. Belanja negara juga mengalami penurunan, yaitu turun dari Rp1 037.1 triliun menjadi Rp984.6 triliun. Penurunan belanja negara ini terjadi pada komponen belanja pemerintah pusat yang turun dari Rp716.4 triliun menjadi Rp681.5 triliun dan komponen transfer ke daerah dari Rp320.7 triliun menjadi Rp303.1 triliun. Perubahan postur APBN tersebut mendorong peningkatan defisit APBN 2009 dari 1.0 persen menjadi 2.6 persen terhadap Produk Domestik Bruto
7 (PDB). Informasi selengkapnya mengenai besaran perubahan komponen APBN akibat revisi asumsi ekonomi makro tahun 2009 dapat dilihat pada Tabel 1.5. Tujuan dan kriteria kegiatan yang mendapatkan stimulus fiskal ditegaskan oleh menteri keuangan dengan Surat Edaran Nomor 883/MK.02/2009 tentang Perubahan atas Surat Edaran Nomor 812/MK.02/2009 tentang Tambahan Belanja Infrastruktur, Subsidi, dan Penjaminan untuk Kredit Usaha Rakyat dalam Rangka Stimulus Fiskal 2009 tanggal 4 Maret 2009. Sesuai surat edaran tersebut, tujuan stimulus fiskal adalah untuk meningkatkan dayaserap tenaga kerja dan mengatasi PHK, meningkatkan dayabeli masyarakat, dan mempertahankan dayasaing dan dayatahan usaha. Kriteria yang ditetapkan adalah kemampuan kegiatan dalam (1) menciptakan lapangan kerja yang signifikan, (2) hasilnya seketika dan dapat diselesaikan dalam tahun 2009, (3) melengkapi jaringan infrastruktur agar lebih efisien, (4) merupakan bagian dari rencana strategis pemerintah yang memiliki desain yang jelas dan tidak tersangkut dengan masalah tanah, dan (5) dipastikan dapat terserap selama tahun 2009. Dengan surat edaran tersebut diharapkan kebijakan stimulus fiskal yang diluncurkan dapat berjalan efektif dan memenuhi prinsip tiga “T”, yaitu timely (tepat waktu), temporary (bersifat sementara) dan targeted (tepat sasaran) (Ratnawati dan Boediarso 2009). Tabel 1.5
Postur APBN 2009
Uraian A. Pendapatan Negara dan Hibah 1 Penerimaan dalam negeri a. Penerimaan perpajakan b. Penerimaan negara bukan pajak 2 Hibah B. Belanja Negara 1 Belanja pemerintah pusat a. Belanja K/L b. Belanja non K/L 2 Transfer ke daerah C. Surplus/Defisit Anggaran (A-B) Persentase defisit terhadap PDB (%) D. Pembiayaan 1 Pembiayaan dalam negeri 2 Pembiayaan luar negeri (neto) 3 Tambahan pembiayaan utang Sumber: Kemenkeu, 2009
APBN 985.7 984.8 725.8 258.9 0.9 1 037.1 716.4 322.3 394.1 320.7 -51.3 -1.0 51.3 60.8 -9.4 0.0
(triliun rupiah) Proyeksi 847.7 846.7 660.9 185.9 0.9 984.6 681.5 322.3 359.2 303.1 -136.9 -2.6 136.9 108.0 -15.6 44.5
8 Kebijakan stimulus fiskal yang diimplementasikan dengan baik dan tepat waktu diharapkan mampu menggerakkan sisi permintaan maupun sisi penawaran agregat dalam perekonomian. Stimulus melalui pengurangan Pajak Penghasilan (PPh) akan ditransmisikan melalui meningkatnya pendapatan (disposable income) dan berujung pada kenaikan konsumsi perusahaan dan rumahtangga. Selain peningkatan konsumsi, tabungan perusahaan dan rumahtangga juga akan meningkat, sehingga pada akhirnya dapat mendorong peningkatan investasi. Pelonggaran bea masuk impor bahan baku dan barang modal juga ikut andil meningkatkan nilai impor barang/jasa yang dibutuhkan untuk menggerakkan produksi domestik. Ekspor akan mengalami peningkatan dari meningkatnya produksi masing-masing sektor ekonomi, hal ini didukung adanya insentif PPN (Pajak Pertambahan Nilai). Kondisi ini pada akhirnya akan mendorong peningkatan permintaan agregat, akibatnya dapat menyebabkan timbulnya kenaikan harga (inflasi).
Keterangan: Peningkatan
S (tabungan )
PPN
Income RT
C (konsumsi)
Produksi
X (ekspor)
Penurunan
G
I (invest. infrastr)
Biaya Produksi
CPI (inflasi)
PDB
M (impor)
Sumber: BI, 2009b Gambar 1.2 Mekanisme transmisi peningkatan pengeluaran pemerintah Stimulus
fiskal
yang
berwujud
pengeluaran
untuk
pembangunan
infrastruktur padatkarya dapat memberikan dampak positif secara sektoral melalui peningkatan produktivitas dan impor (barang modal dan bahan baku). Peningkatan produktivitas ini akan meningkatkan produksi komoditi secara sektoral dan pada akhirnya akan mendorong turunnya harga domestik (deflasi).
9 Ekspor juga akan meningkat meskipun tidak besar (BI 2009b). Peningkatan produksi domestik akan diimbangi oleh peningkatan pendapatan rumahtangga sehingga konsumsi agregat juga akan meningkat. Karena sifat stimulus fiskal bidang infrastruktur lebih mendorong penawaran agregat, maka dampaknya dapat menurunkan harga domestik. Penjelasan mekanisme transmisi belanja pemerintah melalui belanja infrastruktur diilustrasikan pada Gambar 1.2. Kebijakan stimulus fiskal tahun 2009 dapat dikelompokkan menjadi tiga katagori yaitu (1) penghematan pembayaran pajak, (2) peningkatan serta perluasan subsidi dan (3) penambahan belanja infrastruktur. Total dana yang disediakan sebesar Rp73.3 triliun. Dari total dana tersebut, sebesar Rp11.04 triliun (15.06persen) dialokasikan untuk kegiatan bidang infrastruktur padatkarya (Tabel 1.6). Kebijakan ini merupakan kegiatan investasi dalam bentuk penyediaan barang modal (fisik) guna menambah stok kapital, menyerap tenaga kerja dan meningkatkan agregat permintaan serta menggerakkan perekonomian melalui efek pengganda (BPS 2009b). Tabel 1.6 Tiga kelompok kebijakan stimulus fiskal tahun 2009 (triliun rupiah) Uraian 1. Penghematan pembayaran pajak (tax saving ) 2. Subsidi 3. Belanja infrastruktur o Infrastruktur padatkarya o Infrastruktur lainnya Total Sumber: Kemenkeu, 2009 (diolah)
Alokasi 43.00 17.50 12.80 11.04 1.76 73.30
Fokus penelitian ini adalah pada dampak stimulus fiskal bidang infrastruktur padatkarya karena efek dari kegiatan ini diharapkan dapat secara langsung menyerap limpahan tenaga kerja akibat lesunya sektor produksi maupun meningkatnya korban pemutusan hubungan kerja (PHK). Data Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi menunjukkan bahwa hingga akhir Desember 2008 jumlah pekerja yang telah dirumahkan mencapai 10 306 orang (BI 2009a). Sampai Januari 2009, PHK telah terjadi pada industri-industri yang berorientasi ekspor seperti industri tekstil dan produk tekstil (TPT), industri perkayuan,
10 industri kertas dan industri perkebunan, mencapai 24 790 orang sedangkan yang dirumahkan mencapai 11 703 orang. Diperkirakan jumlah tenaga kerja yang diPHK dan dirumahkan akan terus meningkat (Kemenkeu 2009). Tenaga kerja yang terserap melalui kegiatan bidang infrastruktur padatkarya diharapkan dapat menggerakkan perekonomian domestik melalui peningkatan pendapatan dan konsumsi rumahtangga. Tersedianya infrastruktur ekonomi diharapkan dapat mendorong peningkatan kapasitas produksi, meningkatkan permintaan agregat, dan pada gilirannya dapat meningkatkan output domestik. Berdasarkan paparan tersebut, maka pada penelitian ini dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1
Bagaimana dampak kebijakan stimulus fiskal bidang infrastruktur padatkarya terhadap kinerja ekonomi makro (antara lain PDB riil, penyerapan tenaga kerja, konsumsi rumahtangga, investasi, dan inflasi) di Indonesia?
2
Bagaimana dampak kebijakan stimulus fiskal bidang infrastruktur padatkarya terhadap kinerja ekonomi sektoral (antara lain output, harga, ekspor, impor, dan penyerapan tenaga kerja) di Indonesia?
1.3
Tujuan dan Manfaat Penelitian Sesuai dengan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah
sebagai berikut: 1
Menganalisis dampak kebijakan stimulus fiskal bidang infrastruktur padatkarya terhadap kinerja ekonomi makro (antara lain PDB riil, penyerapan tenaga kerja, konsumsi rumahtangga, investasi, dan inflasi) di Indonesia.
2
Menganalisis dampak kebijakan stimulus fiskal bidang infrastruktur padatkarya terhadap kinerja ekonomi sektoral (antara lain output, harga, ekspor, impor dan penyerapan tenaga kerja) di Indonesia.
Hasil analisis dampak kebijakan stimulus fiskal bidang infrastruktur padatkarya ini diharapkan dapat bermanfaat guna: 1
Mengidentifikasi dampak dan efektivitas kebijakan stimulus fiskal bidang infrastruktur padatkarya dalam menggerakkan perekonomian domestik, baik
11 dari sisi ekonomi makro (PDB riil, penyerapan tenaga kerja, konsumsi rumahtangga, investasi, inflasi dan lain-lain) maupun ekonomi sektoral (output, harga, ekspor, impor dan penyerapan tenaga kerja). 2
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi atas kebijakan stimulus fiskal yang dilaksanakan pemerintah dan juga bermanfaat sebagai bahan kajian/penelitian selanjutnya.
1.4
Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian Penelitian ini menggunakan model computable general equilibrium (CGE)
yang bernama model CGE Indomini sebagai alat analisis utama. Model ini menggunakan model dasar Minimal (Horridge 2001), yang dikembangkan dengan cara menambahkan sejumlah sektor ekonomi (komoditi) sesuai dengan tujuan penelitian. Fokus penelitian adalah kebijakan stimulus fiskal bidang infrastruktur padatkarya yang dilaksanakan selama tahun 2009. Kegiatan stimulus fiskal bidang infrastruktur padatkarya ini dilaksanakan dalam bentuk penyediaan/pembangunan, perluasan dan perbaikan infrastruktur ekonomi sehingga wujudnya merupakan investasi modal fisik yang dilakukan oleh pemerintah. Penelitian ini memiliki dua keterbatasan utama, yaitu dari sisi model CGE yang digunakan dan dari sisi cakupan penelitiannya. Dari sisi modelnya, model CGE Indomini merupakan model CGE sederhana yang belum memasukkan unsur dinamis dalam analisisnya, sehingga analisis pada penelitian ini masih bersifat statis komparatif (Oktaviani 2008). Sementara dari sisi cakupannya, penelitian ini hanya menfokuskan perhatiannya pada dampak kebijakan stimulus fiskal bidang infrastruktur padatkarya. Kebijakan stimulus fiskal bidang lainnya tidak dianalisis. Analisis dampak yang dimaksud pada penelitian ini juga dibatasi pada kinerja ekonomi makro dan ekonomi sektoral secara nasional, dampak terhadap perekonomian regional tidak dianalisis. Demikian juga, dampak kebijakan terhadap distribusi pendapatan antar golongan rumahtangga dan pengurangan kemiskinan tidak dianalisis. Untuk itu dampak stimulus fiskal terhadap perekonomian di tingkat regional, distribusi pendapatan rumahtangga dan kemiskinan diharapkan dapat menjadi bahan kajian pada penelitian selanjutnya.