PROSIDTNG SEMINAR HASIONAL DAI-AT RAIIGKA LUSTRUT IG.2 DA]I UIAI{G TAHUII FAI(UITAS KECURUAII DAII ItiIU PEI{DIDIKAil UT{
IVERSITAS SYIAII KUAI.A
ISBN: 97&979.19690.&0
I i
..'
.il r
:eik
tsE
:- ilE
a
Semlnar Nasional dalam Rantka Lustrum ke.2 & UlangTahun k€-47 FKlp Unsyiah
Dr. Djufri, M.si. Dr. M. Hasan, M.Si. Dr. M. lkhsan, M. Pd. Dr. Rahmah Johar, M.pd. Mukhlis Hidayat, S.Pd.
Mukhlis Hidayat
Mukhlis Hidayat
TEBAL BUKU: 473 + xi
PENERBIT: FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SYIAH KUATA
DARUSSALAM, BANDA ACEH
Website: http://www.unsyiah-fkip.org (o Hak Clpta dllindungi Undang-undang
Cetakan pertama, Desember 2fltg ISBN No. 97&979-1969GGO
iii
Seminar Nasionaldalam Rangka lustrum ke-2 & UlangTahun ke-47 FKlp Unsyiah
57.
Dr, Nasir Usman,
58.
Dr. M. Hasan,
59.
Dr- Nyak Amir,
M.Pd. -
Profesionalisme Guru dalam Mewujudkan Bermutu
M.si.
lmplementasi Model Bermutu Untuk Mutu Pendidikan di Provinsi NAD
M.Pd.
pendidikan
329
peningkatan
330
paradigma
33s
peningkatan Kualitas pendidikan melalui Baru
50.
Drs. Mukhlis A Hamid, M.
61.
Drs, Wildan,
62.
Drs. Ngadimin,
Pd.
M.Pd,
Sertifikasi Guru dan Peningkatan Profesionalisme
Guru
345
Novel
3S2
dengan
353
proses Kreativitas A. Hasjmy sebagai pengarang Meraup cita dengan bertapak pada masa silam
M.si.
penggunaan Media simulasi yang Terintegrasi
PowerPoint untuk meningkatkan pemahaman Konsep Fisika di SMA
63.
Drs. Teuku Alamsyah, M.Pd.
a
Case Study: Langkah Awal Memahami
Realitas
359
Pembelajaran
64.
Dr. Yusrizal,
M.Pd.
penilaian Kinerja Dosen FKlp unsyiah (Survei
pada
358
Jurusan Fisika dan Sejarah)
55.
Azwardi, S.Pd.,
M.Hum.
Serba-Serbi Sertifikasi Guru: Kiat
Sukses
378
Mempersiapkan Dokumen portofolio
(Suatu Sosialisasi Bagi Calon peserta Sertifikasi Guru)
56.
Drs. Said
Nurdin
Efektivitas pelaksanaan pelatihan Guru di
provinsi
384
Nanggroe Aceh Darussalam
67.
Alfi syahril FuadiJaya,
68.
Dra. Yuhasriati,
59.
Dra. Rosmala Dewi,
70'
Drs. soewarno s,
TL
Ansyari,
S.E.
s.Pd.
M.Pd. M.Pd.
M.si.
Kesulitan Belajar Akutansi pada Mahasiswa pendidikan 390 Ekonomi FKIP Unsyiah
Model pembelajaran Kooperatif d€ngan pendekatan 394 Problem Posing dalam Pembelajaran Matematika Laboratorium sebagaisarana pembelajaran diJurusan 4o:Pendidikan Kesejahteraan Keluarga FKlp Unsyiah penerapan Model siklus Belajar Empiris lnduktif Meningkatkan Penguasaan Konsep Gerak Mengenal pendidikan
lnklusi
untuk
40g
4lg
Seniinor l,Josianoldolaftt Ronqka Luslrunt ke 2 & tJiono
i:a-r k,
ri{!r1a r Arlr (i:ir",
,i
ar i
r-,!i
tahun ke,4/ FKlp Llnsvioh
r_, rtdA11 ryia LALU r I AhAL'tr-!
'!rr-
$A il
u
Nyak Amir {Dosen Pendidikan Olahraga FKlp Unsyiah)
Abstrok : Ado berbagoi mdsolah dolom dunia pendidikon kitd yong belum terotosi. Beberopa mosoloh tersebut ontaro loin kinerjo yang tidok pas dengan tujuan umum pendidikon, produk pendidikon yang belum siap pakoi atau tidok sesuoi dengon ketersediaan lapongdn kerjo, rangking pendidikon kita di mota dunio yong setora dengon negoro-negoro miskin otou boru merdeko, d . Demikian perlu menyongsong berbogoi kecenderungan yang okuot tidok odo alternatif toin seloin perlu penotoon kemboli terhodap dunio pendidikan mutoi dori filsofat/tujuon pendidikan sampoi ke monojemen pendidikon, kurikulum, metode pembelojoran, substonsi pengojaran, dan pendonoan pendidikan.
A. Pendahuluan Kebiasaan pemerintah
kita dalam melakukan justifikasi kepentingan program-program dibidang pendidikan adalah berdasar pada pemikiran jangka menengah yang mengaitkannya dengan legalitas kemapanan yang bersifat normative. Akibatnya tujuan pendidikan selalu dirumuskan dalam "bahasa tamsil" yang sangat utopis dan kurang menggambarkan rumusanrumusan permasalahan dan "prioritas" yang ingin dicapai dalam jangka waktu tertentu. Problema-problema pendidikan kita semakin kompleks dan semakin sarat dengan tantangan. Kebijakan dan program-program pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan, nampak tidak memberi jawaban so/utf terhadap permasalahan-permasalahan pendidikan yang berkembang. Kebijakan dan perubahan-perubahan pendidikan kita, kurang memiliki ,,prioritas,, yang ingin dicapai. Katakan saja, persoalan dana pendidikan, persoalan manajemen pendidikan dengan konsep manajemen berbasisi sekolah IMBS] dan akreditasi, kebijakan perubahan kurikulum dari KBK menjadi KTSP, persoalan kompetensi dan sertifikasi guru dan dosen, ujian nasional yang menuai protes dari siswa, yang berdampak penyelesaian sekolah di paket c. Hal yang sangat menyedihkan dalam kebijakan pendidikan. lndikator ini menunjukan kurang terarahnya kebijakan-kebijakan pendidikan. Beberapa ,,pakar,, dan ,,pemerhati,, pendidikan, mengatakan bahwa pendidikan kita selalu dirumuskan dalam "bahasa tamsil" yang sangat,,utopis,, dan kurang menggambarkan rumusan-rumusan permasalahan dan prioritas persoalan pendidikan yang ingin dicapai dalam jangka waktu tertentu. Dari persoalan-persoalan di atas, paling tidak ada dua hal pokok yang menyebabkan program-program pendidikan dirasakan "tumpul,, dan ,,tidak membumi,, untuk menjawab persoalan pendidikan kita i Pertamo, tidak adanya "notionol assessment" untuk menggambarkan kondisi dan permasalahan pendidikan yang didasarkan pada suatu ukuran kemajuan tertentu lbenchmorkl secara terbuka laccountablel, sehingga publik dengan mudah mengikuti dan "mengevalusi" kemajuan pendidikan yang ada. Keduo, program-program pendidikan yang dilakanakan tidak diturunkan dari tujuan-tujuan yang mengacu pada hasil-hasil yang memiliki kriteria pencapaian yang jelas dan dapat terukur realisasinya. Akibatnya, upaya-upaya perbaikan pendidikan yang dilaksanakan selama ini, seakan-akan berada di antara "mitos" dan "realitas". Di satu sisi, perbaikan pendidikan dinyatakan sebagai subsistem pembangunan nasional [sebagai entitas sistem secara keseluruhan], tetapi di sisi lain program-programnya tidak memiliki konsep yang cukup jelas untuk menjawab paradigma 335
Se.'inar Nctsionoldctlcn) Ronako LLlstrun ke 2
t
Ut6nQ iahun ke 47 FKlp
ltlsynh
i,<.rlilarlrgu|lail valrtg uercrrierl;isi lraara LrIio.jarfr Irermasaiahan Keilio!tpan giobai yang fnenutraui kcntribusi pendidikan yang dinamis dan bervariasi. Untuk itu, arah kebijakan penclidikan kedepan, seharusnya ditujukan untuk merubah "nritos" menjadi "realitas". Gambaran di atas, menunjukkan bahwa dunia pendidikan kita memang begitu dilematis. Artinya, di satu sisi, tuntutan kualitas pendidikan perlu dikatrol setinggi-tingginya untuk mengejar
ketertinggalan. sementara disisi lain, dana operasional yang tersedia untuk bidang pendidikan begitu terbatas. Perlu diakui bahwa pemerintah, sebenarnya telah mengalokasi sejumlah jenis bantuan untuk dana operasional pendidikan sekolah. Tetapi bantuan tersebut hanya cukup untuk menutup biaya minimal bagi kegiatan-kegiatan pendidikan. sementara kegiatan yang sifatnya penunjang atau pengembangan, dirasakan belum optimal dan hal ini berakibat pada upaya peningkatan mutu pendidikan itu sendiri. B. Kebuakan Pendidikan Proses pendidikan merupakan upaya sadar manusia yang tidak pernah ada hentinya. Sebab, jika manusia berhenti melakukan pendidikan, sulit dibayangkan apa yang akan terjadi pada sistem peradaban dan budaya [suyanto, 2005:11] manusia. Dengan ilustrasi ini, maka baik p€merintah maupun masyarakat berupaya untuk melakukan pendidikan dengan standar kualitas yang
diinginkan untuk memberdayakan manusia. "sistem pendidikan yang dibangun harus disesuaikan dengan tuntutan zamannya, agar pendidikan dapat menghasilkan outcome yang relevan dengan tuntutan zaman lsuyanto, 20O6:U].
Kita, telah memiliki sebuah sistem pendidikan dan telah dikokohkan dengan uu No.20 tahun 2003. Pembangunan pendidikan sekurang-kurangnya menggunakan empat strategi dasar, yakni; portama, pemerataan kesempatan untuk memperoleh pendidikan, keduo, relevansi pendidikan, ket gq peningkatan kualitas pendidikan, dan keempat, efesiensi pendidikan. sacara umum strategi itu dapat dibagi menjadi dua dimensi yakni peningkatan mutu dan pemerataan pendidikan. Pembangunan peningkatan mutu diharapkan dapat meningkatkan efisiensi, efektivitas dan produktivitas pendidikan. sedangkan kebijakan pemerataan pendidikan diharapkan dapat memberikan kesempatan yang sama dalam memperoleh pendidikan bagi semua usia sekolah [Nana Fatah Natsir, dalam Hujair AH. sanaky, 2003:146]. Dari sini, p€ndidikan dipandang sebagai katalisotor yang dapat menunjang faktor-faktor lain. Artinya, pendidikan sebagai upaya pengembangan sumberdaya manusia [sDM] menjadi semakin penting dalam pembangunan suatu bangsa.
Untuk menjamin kesempatan memperoleh pendidikan yang merata disemua kelompok strata dan wilayah tanah air sesuai dengan kebutuhan dan tingkat perkembangannya perlu strategi dan kebijakan pendidikan, yaitu : [a] menyelenggarakan pendidikan yang relevan dan bermutu sesuai dengan kebutuhan masyarakat dalam menghadapi tantangan global, [b] menyelenggarakan pendidikan yanB dapat dipertanggungjaw abkan loccountaslel kepada masyarakat sebagai pemilik sumberdaya dan dana serta pengguna hasil pendidikan, [c] menyelenggarakan proses pendidikan yang demokratis secara profesional sehingga tidak mengorbankan mutu pendidikan, [d] meningkatkan efisiensi internal dan eksternal pada semua jalur, ienjang, dan jenis pendidikan, [e] memberi peluang yang luas dan meningkatkan kemampuan masyarakat, sehingga terjadi diversifikasi program pendidikan sesuai dengan sifat multikultural bangsa lndonesia, [fl secara bertahap mengurangi peran pemerintah menuju ke peran fasilitator dalam implementasi sistem pendidikan, [g] Merampingkan birokrasi pendidikan sehingga lebih lentur lfleksibell untuk melakukan penyesuaian terhadap dinamika perkembangan masyarakat dalam lingkungan global.
336
--- 'it
.::
Nasianaldolam Ronqka Lostrum ke-2 & LJlonofohLtn ke-47
FKIP
lJnsyioh
! ",'.j' I'erUDdna,, ('5le.n Oeqd ur(dn hita barryal. 'r'.," a 'eJtLrdr- :e!irS Apar .g
::.,guasa. Problem-problem yang dihadapi seringkali berkaitan dengan
kebi.jakan-kebijakan
_toiiciesl yang sangat strategis. Kebijakan-kebijakan pendidikan kita, kurang menggambarkan rrmusan-rumusan permasalahan dan "prioritas" yang ingin dicapai dalam jangka waktu tertentu. Era sekarang, memang ada perubahan fundamental dalam sistem pendidikan kita. :erubahan sistem pendidikan tersebut mengikuti perubahan sistem pemerintah yang sentrotistik ::renuju desentrorSt* atau yang lebih dikenal dengan otonomi pendidikan dan kebijakan otonomi iiasional itu mempengaruhi sistem pendidikan kita. Sistem pendidikan kita pun menyesuaikan dengan model otonomi. Kebijakan otonomi di bidang pendidikan [otonomi pendidikan] kemudian ban)ak me$\ba\a haraDan akan Derba'fian Srstem pendt"rdir\ran n*rta. \(eb'rjakan tersebut mash sangat baru, maka sudah barang tertentu banyak kendata yang masih betum te(setesaikan. otonomi yang didasarkan pada uU No. 22 tahun 1999, yaitu memutuskan suatu keputusan dan atau kebijakan secara mandiri. Otonomi sangat erat kaitanya dengan desentralisasi. Dengan dasar ini, maka otonomi yang ideal dapat tumbuh dalam suasana bebas, demokratis, rasional dan sudah barang tentu dalam kalangan insan-insan yang "berkualitas", Oleh karena itu, rekonstruksi dan reformasi dalam sistem pendidikan Nasional dan Regional, yang tertuang dalam GBHN 1999, ju8a telah dirumuskan misi pendidikan nasional kita, yaitu mewujudkan sistem dan iklim pendidikan yang demokratis dan bermutu, guna memperteguh akhlak mulia, kreatif, inovatif, berwawasan kebangsaan, cerdas, sehat, berdisiplin, bertanggung jawab, berketerampilan serta menguasai iptek dalam rangka mengembangkan kualitas manusia lndonesia lsoedjiarto,lggg]. untuk mewujudkan misi tersebut mesti diterapkan arah kebijakan sebagai berikut, yaitu : [1] perluasan dan pemerataan pendidikan" [2] meningkatkan kemampuan akademii dan profesionaliras serta kesejahteraan tenaga kependidikan, [3] melakukan pembaharuan dalam sistem pendidikan termasuk dalam bidang kurikulum, [4] memberdayakan lembaga pendidikan formal dan PLS secara luas, [5] dalam realisasi pembaharuan pendidikan kita mesti berdasarkan prinsip desentralisasi, otonomi keilmuan, dan manajemen, [6] meningkatkan kualiias lembaga pendidikan yang dikembangkan oleh berbagai pihak secara efektif dan efisien terutama dalam pengembangan iptek, seni dan budaya sehingga membangkitkan semangat yang pro-aktif, kreatif, dan selalu reaktif dalam seluruh komponen bangsa [soedjiarto, 1999]. Persoalan sekarang apakah sistem pendidikan yang ada saat ini telah efektif untuk mendidik bangsa menjadi bangsa yang modern. memiliki kemampuan daya saing yang tin8gi di tengahtengah bangsa lain? .lawabannya tentu belum. Berbicara kemampuan, kita sebagai bangsa nampaknya belum sepenuhnya siap benar menghadapi tantangan persaingan. sementara, disatu sisi, "bidang pendidikan kita menjadi tumpuan harapan bagi peningkatan kualitas sumber Daya Manusia [SDM]. Tetapi disisi lain, sistem pendidikan kita masih melahirkan mismotch terhadap tuntutan dunia kerja, baik secara nasional maupun regional. Berbagai problem fundamental yang dihadapi pendidikan saat ini, yang tercermin dalam "realitas" pendidikan yang kita jalan. seperti persoalan anggaran pendidikan, kurikulum, strategi pembelajaran, dan persoalan output pendidikan kita yanB masih sangat rendah kualitasnya. Problem-problem pendidikan yang bersifat metodik dan strategik yang membuahkan output vang sangat memprihatinl
Sefiinor NosiotJoldalom Rongke iusttLtm ke-2 & Ltlon-a lohun
ke4l
FKlp LJnsyioh
yang rrlaSiilS sedallg rrerangka bercenah. tvrLifg[]fl s?lla, ktLa serrag:t! inscri yang uetlreitrl /-1!l.'c!l, tentu saja terus atau banyakan berharap akan datangnya perubahan "fundamental" terhadap sistem pendidikan. C. Pengalaman Pendidikan
Kebijakan pendidikan kita, berpikir dalam acuan keseragaman- Dapat dikatakan bahwa selama ini kebijakan pendidikan semuanya terpusat. Kurikulum ditetapkan di pusat, tenaga pendidikan ditentukan dari pusat, sarana dan prasarana pendidikan diberikan dari pusat, dana pendidikan ditentukan dari pusat, semuanya diseragamkan dari pusat, Maka yang terjadi adalah masyarakat jadi pasif tidak tahu dan tidak dapat berkecimpung di dalam kehidupan pendidikan
anak-anak mereka. Padahal, masyarakat memiliki harapan dan dampak terhadap upaya pendidikan, walaupun mereka mempunyai perbedaan dalam status sosial, peranan dan tanggungiawab. Hal yang sangat ironis lagi, adalah menempatkan pendidikan sebagai kerja .,non okodemik', pendidikan diselenggarakan dengan "otorita" kekuasaan "administratif-birokratis,,, belum menempatkan pendidikan sebagai kerja "okademik' dan penyelenggaraan pendidikan dibawah "otorita keilmuan". Pendidikan kita juga diselenggarakan secara diskriminasi, jauh dari apa yang diidealkan, yaitu setiap warga negan memperoleh kesempatan yang sama untuk belajar dan menyelenggarakan usaha-usaha pendidikan. Dalam kenyafaannya pelaksanaan pendidikan kita tidak demokratis, masih terdapat sekolah-sekolah atau perguruan negeri yang dikelola dan dibiayai pemerintah, dan sekolah-sekolah atau perguruan-perguruan swasta yang dikelola oleh masyarakat dan dibiayai oleh masyarakat sendiri. Perlakuan diskriminatif tersebut, secara psikologis terkesan bahwa "pendidikan" adalah milik pemerintah, dan bukan milik masyarakat. Maka "semangat kebatinan" atau "jiwa" pendidikan telah lepas dari "jiwa masyarakay,. Banyak lembaga pendidikan formal - dari dasar sampai perguruan tinggi - yang menjadi komunitas atau kelompok tersendiri yang lepas dari masyarakatnya; mereka hanya mementingkan status formal, ijazah dan gelas, bahkan dewasa ini banyak terjadi perdagangan gelas, jenjang dan ijazah lMastuhu, 2003:32-331. Tampaknya, kebijakan pendidikan nasional kita lebih berorientasi pada kepentingan pemerintah dan bukan kepentingan pembelajar, pasar, dan pengguna jasa pendidikan atau masyarakat. Hal ini didasarkan pada dalih bahwa strategi pendidikan nasional adalah untuk membekali generasi muda agar mampu membawa bangsa dan negara ini cepat sejajar dengan bangsa dan negara lain yang lebih maju. Namun, dalam implikasi perkembangannya tidak sesuai dengan apa yang dicita-citakan [Mastuhu, 2003:33]. Pendidikan yang seyogyanya dapat membebaskan "pembelajaf menjadi manusia untuh berrnartabat, justru menjadi alat penyiksa. lronis dan sungguh-sungguh sangat memprihatinkan. Pendidikan yang ada telah tergilas atau terhanyut oleh kekuatan-kekuatan atau sistem-sistem yang lain sehingga secara pasti tidak memungkinkan arah perjalannya dapat menuju ke tujuan pendidikan nasional, apalagi ketercapaian dari tujuan p€ndidikan nasional itu IDiana Nomida Musnir, 2000:71]. Dari gambaran di atas, mungkin saja, kita perlu berkaca pada pengalaman reformasi pendidikan di Amerika. Paling tidak ada dua aspek penting yang perlu menjadi titik perhatian di sini, Pertomo; p€rencanaan pembangunan pendidikan harus bertitiktolak dari suatu penelitian dan penilaian nasional [notrbnol ossessmentl tentang status dan kondisi pendidikan yang didasarkan pada suatu standar dan ukuran kemajuan lbenchmorkl yang terbuka laccountabtel, sehingga publik dengan mudah mengikuti kemajuan pendidikan yang ada. Kedua; perencanaan pembangunan pendidikan harus memiliki ajang pembahasan lgroundl yang mampu meliput 338
Seminar Nosionoi dolotn Rangko Lustrun ke 2 & Ulono
j
ohun ke,47 fKlp unsyioh
5eiLrruil a5pcn Oa perl1idSiriaiiilii peri0,oLnn,, sii-a;1 i{-trira!5 t(rhtilj5itvetij)
!e gati eKspei\id5r y.r,,! terukur, baik secara normatif maupun kuantitatif. Perbandingan ukuran dapat secara internal ditentukan dengan kriteria tertentu, atau secara ekstei'nal dibandingkan dengan kemajuan pendidikan negara-negara lain. [Ade cahyana, tbid. htto: //www. depdiknas. eo. idlJurnal/.] Sementara untuk lndonesia, menurut beberapa pakar dan praktisi pendidikan, reformasi pendidikan dirumuskan dalam "bahasa tamsil" yang sangat ,.utopis,, yang kurang menggambarkan rumusan-rumusan permasalahan dan prioritas pendidikan yang akan dicapai. Akibatnya, muncul berbagai masalah dalam dunia pendidikan kita yang belum teratasi. Permasalahan tersebut antara lain kinerja yang tidak pas dengan tujuan umum pendidikan nasional, produk pendidikan yang belum siap pakai, atau tidak sesuai dengan ketersediaan lapangan kerja, rangking pendidikan kita di mata dunia yang setara dengan negara-negara miskin atau baru merdeka. Dengan negara jiran Malaysia saja, kita sudah jauh ketinggalan. Dengan kata lain, dalam menyongsong berbagai kecenderungan yang aktual tidak ada alternatif lain selain perlu penataan kembali terhadap dunia pendidikan mulai dari filsafat dan tujuan pendidikan, manajemen pendidikan, kurikulum, metode pembelajaran, dan substansi pengajaran secara nasional, regional dan local, Sistem pendidikan kita terlihat masih bersifat tambal sulam, mulai dari kebijakan kurikulum, manajemen, sistem pembelajaran, tuntutan kualitas guru, tuntutan fasilitas dan dana pendidikan,
kurang memiliki "prioritas" yang ingin dicapai. sementara secara umum, pendidikan seringkali dipandang sebagai investasi modal jangka panjang yang harus mampu membekali "pembelaja/, untuk menghadapi kehidupan masa depannya. pendidikan harus mampu mencerahkan "pembelaja/' dari ketidak tahuan menjadi tahu dan memberdayakan, artinya pendidikan mampu membuat "pembelajar' berhasil dalam kehidupan. Maka, berbicara soal pendidikan adalah bicara 'soal kualitas kehidupan "pembelaja/', soal kualitas sumberdaya manusia [SDM], yang akan menjadi tantangan dan sekaligus peluang bagi bangsa lndonesia untuk ikutan bergulir sejaiar dengan bangsa lain. Secara ideal, sebenarnya dunia pendidikan kita harus mampu berjalan beriringan dengan dunia luar. Akan tetapi, kendala utama yang clihadapi adalah komitmen pemerintah yang tidak terfokus pada preriotas dalam hal dana pendidikan baik pada masa lalu dan masa kini. Akibatnya idealisme temebut masih jauh dari impian, iauh dari kenyataan dan hanya menjadi "mitos". Maka yang menjadi persoalan sekarang apakah pemerintah atau bangsa lndonesia ini sadar bahwa pendidikan merupakan kunci utama untuk menghadapi persaingan dengan dunia luar. Apakah pemerintah baik pusat maupun daerah memiliki komitmen untuk menentukan sektor pendidikan adalah faktor kunci bagi pembangunan bangsa dan negara ini. Apabila dilihat dari komitmen pemerintah lndonesia menempatkan anggaran pendidikan dibawah standar yaitu g% dalam anggaran belanja dan pendapatan negara [ApBN] yang semestinya sebesar minimal, bahkan semua komponen menghendaki, termasuk usulan dari pengurus besar pGRl agar anggaran
pendidikan mendapat alokasi ZS%
dari APBN [tbrahim Musa, tbid,
From:
htto://202.159.18.43liol22ibrahim.html. sebab, anggaran pendidikan yang memadai untuk dapat menjadikan sDM bangsa lndonesia berkualitas setarap dengan tingkat pelayanan pendidikan di negara maju hanya tinggal impian. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa sebenarnya kesadaran pemerintah atas masalah pendidikan sangat rendah dibandingkan perhatian pada sector lain. semua komponen bangsa mengakui bahwa pendidikan merupakan prioritas utama dalam pengembangan sumber daya manusia. Tapi anggaran pendidikan hanya memperoleh alokasi sebesar 8% dalam anggaran belanja dan pendapatan negara [ApBN]. semuanya menghendaki agar anggaran pendidikan mendapat alokasi 25% dari ApBN. Anggaran pendidikan yang memadai untuk
339
Seminar Nasionai .4dlarn Rcfilqko Lusttum ke'2 & tJlone Iahun ke
,:1.i
FK]P Unsvioh
nertla|lira{r -\r , vi ,,;jJrpS;r t!-tLtOneSla SeLi.ra;. Oetrgait titrgKal- peta)/arran penOtOikan dt negara maJt! hanya tinggal impian, hanya mitos. Dapat diperhatikan bahwa alokasi "anggaran pendidikan" seharusnya menjadi urutan utama untuk pengembangan sumber daya manusia lndonesia, tetapi kenyataan anggaran pendidikan selalu terkaiahkan unutuk kepentingan pembangunan sektor lain terutama untuk sektor ekonomi. D. Perubahan Paradigma Pendidikan
Pada era sekarang, masyarakat menginginkan perubahan dalam semua aspek kehidupan bangsa. Berbagai terobosan telah dilakukan dalam penyusunan konsep, serta tindakan-tindakan, dengan kata lain diperlukan paradigma-paradigma baru di dalam menghadapi tuntutan perubahan masyarakat tersebut. Katakan saja, pembaharuan pada sektor pendidikan yang memiliki peran strategis dan fungsional [Hujair AH. Sanaky, 2003:3], juga memerlukan parirdigma baru yang harus menekankan pada perubahan cara berpikir dalam pengelolaan dan pelaksanaan pendidikan. Pengalaman selama ini menunjukkan, pendidikan tidak dapat berperan sebagai penggerak
dan "loko" pembangunan, bahkan Gass [19841 lewat tulisannya berjudul
educoti
on
versus
Qualificotions menyatakan pendidikan telah menjadi penghambat pembangunan ekonomi dan teknolo8i, dengan munculnya berbagai kesenjangan: cultural, sosial, dan khususnya kesenjangan vokasional dalam bentuk melimpahnya pengangguran terdidik. Berbagai problem pendidikan yang muncul tersebut di atas bersumber pada kelemahan pendidikan yang sangat mendasar, sehingga tidak mungkin disempurnakan hanya lewat pembaharuan yang bersifat "tambal sulam" IErrcticl. Pembaharuan pendidikan yang mendasar dan menyeluruh harus dimulai dari mencari penjelasan baru atas paradigma peran pendidikan dalam pembangunan [Zamroni, 2O0O:5-5]. Paradigma tercebut harus berimplikasi pada perubahan perspektif dalam pembangunan pendidikan, mulai dari perspektif yang menganBgap pendidikan sebagai sector pelayanan umum ke perspektif pendidikan sebagai suatu investasi produk yang mampu mendorong pertumbuhan masyarakat di berbagai bidang kehidupan. Sebab pendidikan bukan bidang yang terlepas dari "kehidupan" lainnya. Mungkin saja, kita perlu menyimak kembali kata Prof.Proopert Lodge, yang dikutip Suyanto, men8atakan bahwa life is educotion, ond educotion is life. Dati pernyataan Lodge itu mengisyaratkan bahwa, antara pendidikan dengan kehidupan hampir-hampir tidak dapat dibedakan sama sekali lsuyanto, 20O6: ix]. Dari pandangan ini, kita tidak heran, jika sering disinyalir bahwa pendidikan sebagai faktor yang dipengaruhi oleh berbagai permasalahan yang terjadi dalam lingkungan kehidupan. Maka pendidikan sering menerima akibat buruk dari berbagai perubahan yang terjadi. Melalui paradigma baru tersebut, paling tidak pendidikan harus mempu mengantisipasi berbagai tantangan dan permasalahan yang terjadi dalam lingkungan kehidupan. Bahkan, kalau memungkinkan, pendidikan dapat mengubahnya menjadi fuktor yang dapat menggerakkan atau mengarahkan perubahan dalam lingkungan tersebut. Sebab, pendidikan dan kehidupan telah menyatu dalam sebuah kerangka filosofis, bahwa proses pendidikan tidak lain adalah proses memanusiakan manusia. Dengan dasar ini, maka pendidikan dipandang sebagai "katalisato/' dan "loko" yang dapat menyebabkan faktor-fuktor lainnya berkembang. Hal ini memberikan aksentuasi betapa p€mbangunan pendidikan sebagai upaya pengembangan sumberdaya manusia [SDM] menjadi semakin penting dalam pembangunan suatu bangsa. Paradigma pendidikan dalam pembangunan yang diikuti para penentu kebijakan lpemerintah] kita dewasa ini memiliki kelemahan, baik teoritis maupun metodologis. Dalam hal ini, tidak dapat diketemukan secara tepat dan pasti bagaimana pros€s pendidikan menyumbang pada peningkatan kemampuan individu. Hal ini, memang secara mudah dapat dikatakan bahwa
340
Sen)inot Nosianol clobnj Ronoko Lusltuni ke-2 & Ulonq Tahun ke 47 FKIP lJnsvioh
perlOiciiK;lll iLrrririr, {11; ajKali trtarnpu rnerigeiirOangKan kertrarrrpLrarr ydhB rlper,u^dti !ilrLu( memasuki sistem dunia kerja yang semakin kompleks, Tetapi, mungkin saja pendidikan kita tidak mempu menjawab tantangan tersebut, sebab pada kenyataannya, kemampuan Ikompetensi] yang diterima dari lembaga pendidikan formal tidak sesuai dengan kebutuhan yang ada.
Dari pemikiran di atas, maka pengambil kebijakan pendidikan perlu memperhatikan berbagai persoalan yang sedang akan dihadapi bangsa ini. Oleh karena itu, perlu ditempuh berbagai langkah baik dalam bidang manajemen, perencanaan, sampai pada praksis pendidikan ditingkat mikro. Langkah-langkah untuk melakukan rekonstruksi pendidikan dalam rangka membangun paradigma baru sistem pendidikan nasional pasca reformasi, meliputi : Pertomo, pendidikan kita hendaknya memiliki visi yang berorientasi pada demokratisasi bangsa, sehingga memungkinkan terjadinya proses pemberdayaan seluruh komponen masyarakat secara demokratis. Keduo, pendidikan kita hendaknya memiliki misi agar tercipta partisipasi masyarakat secara menyeluruh, Dengan demikian, secara mayoritas seluruh komponen bangsa ada dalam masyarakat meniadi terdidik. Pendidikan, tidak hanya terfokus untuk penyiapan tenaga kerja, tapi lebih jauh dari itu harus rnemperkuat kemampuan dasar "pembelajar" sehingga memungkinkan baginya untuk berkembang lebih jauh sebagai individu, anggota masyarakat maupun sebagai warga negara dalam konteks kehidupan global. ,(et 9lo, substansi pendidikan dasar hendaknya mengacu pada pengembangan potensi dan kreativitas "pembelaja/' dalam totalitasnya yang seimbang dan serasi.. Pendidikan menengah dan tinggi hendaknya diarahkan pada membuka kemungkinan pengembangan individu [kepribadian] secara vertical dan horizontal. Pengembangan vertikal mengacu pada struktur keilmuan, sedangkan pengembangan horizontal mengacu pada keterkaitan dan relevansi antar bidang keilmuan. Keempot, pendidikan dasar dan menengah perlu mengembangkan sistem pembelajaran yan8 egaliter dan demokratis agar tidak terjadi pengelompokan kelas atas dasar kemampuan akademik. Pengelompokan mengakibatkan eksklusivisme bagi yang siperior dan perasaan terisolasi bagi mereka yang berada pada kelas dua. Kelimo, pendidikan tinggi, jangan hanya berorientasi pada penyiapan tenaga kerja. Pendidikan tinggi, harus mempersiapkan dan memperkuat kemampuan dasar mahasiswa untuk memungkinkan mereka berkembang baik secara individu, anggota masyarakat, maupun sebagai warga negara dalam konteks kehidupan yang global. Pendidikan tinggi, diselenggarakan dengan menggunakan prinsip-prinsip manajemen yang fleksibel dan dinami( agar memungkinkan perguruan tinggi untuk berkembang sesuai dengan potensi masing-masing serta tuntutan ekternal yang dihadapinya. Keenom, kebijakan kurikulum untuk mencapai tujuan p€ndidikan, harus memperhatikan tahap perkembangan "pembelajar" dan kesesuaian dengan lingkungan, perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, budaya, seni, serta sesuai dengan jenjang masing-masing satuan pendidikan lHujair AH. Sanaky, 2003:158], dengan mengembangkan proses pembelajaran kreatif. Jangan menjadikan pendidikan sebagai bentuk model yang dikatakan Paulo Freire, "pendidikan gaya banlC' lbonking concept of educotionT, artinya pendidik selalu melakukan deposito beberapa macam informasi ke bank "pembelajar" tanpa harus tahu untuk apa informasi itu bagi kehidupan mereka [Paulo Freire, 1995:57]. Akibatnya, "pembelaja/' memiliki pengetahuan, tetapi "pembelaja/' kering dan tidak memiliki sikap, minat, motivasi, dan kreativitas untuk mengembangkan diri atas dasar pengetahuan yang dimiliki, serta "pembelajar,' sendiri tidak memahami dan tidak tahu untuk apa pengetahuan tersebut [Hujair AH. Sanaky, 2fi)3:164]. 341
Seminor Nosional dolam Ranqko Lrstrum ke 2 & i.llanA I ohun ke 47 fKllr
l.t
s,/ioh
l(eadaan 5efi-lacatll tnlr perlu ilr(ofeKsr 1{liri;L 'rarr Il g(ar i)i-rliII(ill\;1i' 1,r ScKLllarrl alasar. ii,r:r'\ pembelajaran yang mementingkan kemampuan analisis dan sisiesis, sikap, minat, motivasi, dan kreativitas yang tinggi terhadap pencapaian prestasi di kalangan "pembelajar" perlu segera direkayasa lSuyanto & Djihad Hisyam, 2000: 641, sehingga mampu melahirkan manusia yang memiliki kemampuan kreatif, inovatif, mandiri, dan memiliki kebebasan dalam berpikir[Hujair AH. Sanaky, 2003:191. Ketujuh, dalam pembelajaran pada tingkat apa saja mesti dapat mengaktualisasi enam unsur kapasitas belajar yaitu: [1] kepercayaan lconfidencel, [2]) keingintahuan tcurioucityl, [3] sadar tujuan linfension olityl, 141 kendali diri lseff controll, [5] mampu bekerja sama lwork togetherj dengan pihak mana saja, dan [6] kemampuan bergaul secara harmonis dan saling peng€rtian lrelotednessj Ibrahim Musa:From: htto://202.159.18.43/ipl22ibrahim.htm.]. Kedelopon, untuk menjaga relevansi outcome pendidikan, perlu diimplementasikan filsafat rekonstruksionisme dalam berbagai tinBkat kebijakan dan praktisi pendidikan. Berorientasi pada filsafut ini, pendidikan akan mampu merekonstruksi berbagai bentuk penyakit sosial, mental dan moral yang ada dalam masyarakat. Maka pendidikan kita, akan mampu menanamkan sikap toleransi etnit rasial, agama, dan budaya kepada "pembelajaf dalam konteks kehidupan yang plural. Kesembilon, p€ndidikan kita hendaknya mendapatkan proporsi alokasi dana yang cukup memedai l2O% - 25% dari APBDI agar dapat mengembangkan program-program pendidikan yang berorientasi pada peningkatan mutu, relevansi, efesiensi dan pemerataan lsuyanto, 2005: 19-20], Kesepuluh, realisasi pendidikan dalam konteks lokal, diperlukan badan-badan pembantu dalam dunia pendidikan antara lain 'Dewan Sekolah" yang di dalamnya harus ada unsur-unsur Pemerintah Daerah, perwakilan guru-guru dan sudah tentu ada pula di dalamnya tokoh-tokoh masyarakat dan para orang tua peserta didik. "Dewan Sekolah", berperan untuk memberi masukan yang tidak hanya pada aspek material dan kesejahteraan guru saja, tetapi harus masukan dalam berbagai aspek, termasuk dalam perumusan, pembinaan, dan evaluasi misi, visi dan substansi [kurikulum lokal dll] pendidikan yang relevan dengan kebutuhan daerah masingmasing. Maka, manajemen pendidikan harus dapat mengarahkan pada berbagai kebijakan dalam proses pendidikan antara lain dalam proses pembelejaran sebagai alat mencapai tujuan yaitu mendorong terwujudnya partisipasi, peningkatan kualitas layanan melalui pemberdayaan lembaga pendidikan [sekolah] dan pendidik [guru] dan pemenr.rhan kebutuhan'kebutuhan masyarakat dalam konteks sosial budayanya sendiri. Kesebelos, perlu menetapkan model rekrutmen pejabat pendidikan secara professional, sehingga dapat diperoleh the right Wrson in the right p/ace, bukannya : the right person in the wrong place, atau : the wrong person in the wrong plac. atau yang lebih suver parah lagi adalah konsep familier, "kocoisme" dan "kronisme". Pemerintah harus membentuk suatu badan "independen" profesi guru yang anggota-anggotanya terdiri dari tenaga kependikan akan professional, terpercaya, dan bertanggungiawab, yang akan menilai kompetensi dan profesionalisme guru. Akhir dari tulis ini, paparan yang dikemukakn di atas, dapat dikatakan bahwa pendidikan kita perlu adanya filosofi, visi, dan misi pendidikan hdonesia yang dapat menggambirkan paradigma yang relevan dengan jiwa reformasi yang di dalamnya telah tumbuh sistem demokratisasi dan kebebasan yang beradab dan beraklak yang sedang kita kembangkan sekarang ini dalam berbagai bentuk, sehingga pendidikan kita dapat mewujudkan manusia yang berkepribadian kuat, berkualitas, kritis, inivatif, toleransi dalam fluralisme dan siap bersaing dengan dunia luar.
342
Seminor Nosianol dalom Rongko
LLtstr
utn ke 2 & Ulono I ahun ke 47 FKIP 0nsynh
L, r,enutup Sebagai catatan akhir, terlepas dari banyak problem yang dihadapi pendidikan kita, namun Bagaimanapun, harus diakui bahlva semua itu tidak boleh menyurutkan semangat
kita.
pendidikan merupakan "investasi" bagi masa depan bangsa. Melalui pendidikan, masa depan bangsa dapat dirancang sebaik mungkin dengan cara mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas. Dengan dasar ini, kita harus berusaha unluk:. Pertamo, "mewujudkan sistem dan iklim pendidikan yang demokratis dan bermutu, guna memperteguh akhlak mulia, kreatif, inovatif, berwawasan kebangsaan, cerdas, sehat, berdisiplin, bertanggung jawab, berketerampilan serta menguasai iptek dalam rangka mengembangkan kualitas manusia". Kedua, perlu meningkatkan kualitas lembaga pendidikan yang dikembangkan oleh berbagai pihak secara efektif dan efisien terutama dalam pengembangan iptek, seni dan budaya sehingga membangkitkan semangat yang pro-akit kreatif, dan selalu reaktif dalam seluruh komponen bangsa. (etigo, mengembangkan pendidikan yang memanusiakan manusia, pendidikan yang dapat mengembangkan harkat dan martabat manusia [human dignityl, dan mempersiapkan menusia rnenjadi khalifah lmanizing humonl, Keempat, dalam menyongsong berbagai kecenderungan yang aktual tidak ada alternatif lain selain perlu penataan kembali terhadap dunia pendidikan mulai dari filsafut dan tujuan pendidikan sampai ke manajemen pendidikan, kurikulum, metode p€mbelajaran, substansi pengajaran, dan pendanaan pendidikan, sehingga kebijakan pendidikan kita tidak hanya berada pada tataran "mitos", tetapi berada pada kebijakan "kenyataan" yang "riel" yang dapat dievaluasi dan dipertanggungiawabkan. Referensi
Cahyana, Ade, hdonesio 2O7O: Meruhdh Mitos menjadi Reolitas Pembangunon, Froml. htto://www,deodiknas.eo.idAurna l/26lindonesia 2010. Freire, Paulo, t995, Pendidikon Koum Tertindas,ferjemahan, Utomo Dananjaya, LP3ES, Jakarta. Kefompok Kerja Pengkajian dan Perumusan, Rangkuman Filosofi, Kebi'oksonoan dan Strategi Pendidikon Nosionol, Departemen Pendidikan dan Kebr:dayaan Republik lndonesia, 1999, Ja ka
rta,
h
lm .3.
Mastuhu, ?:003, Menato Ulang Pemikiron Sistem Pendidikon Nosional dolom Abod 21, Safiria lnsania Press dan MSl, Yogyakarta. Musa, lbrahim, Otonomi Penyelenggoroon Pendidikon Dosar don Menengoh, From:. htto://202.159.18.43/ip/22ibrahim.htm. Akses, 5 Juni 2002 Nomida Musnir, Diana, 2000, Arah Pendidikan Nasional dalom Perspektif Histor,'s, dalam Buku: Sindhunata [editor], 20OO, Menggagas Paradigma Baru Pendidikan, Demokratisasi, Otonomi, Civil Society, Globalisasi, Kanisius, Yogyakarta.
Purbo, Onno W., Pergeseran Drostis Paradigma Dunio Pendidikon,
From:
http://bebas.vlsm.orslv09/onno-ind-1/aoplication/educatis!/peryesetalLdra5tis: t> oaradisma-dunia-pendidikan-1998.rtf. 7 /f7/2A03. Sanaky, Hujair AH., 2003, Poradigmo Pendidikan lslom, Membongun Mosyorokot Modani lndonesio, Safiria lnsania dan MSl, Yogyakarta. .............- 2OO5, Sertifikasi dan Prcfesiondlisme Guru di Erd Reformasi Pendidikon, Jurnal Pendidikan lslam [Pl], Volume Xll TH Vlll Juni 2fi)5, ISSN: 0853-7437, Jurusan Tarbiyah Fakultas llmu Agama Ull, Yogyakarta. Suryadi, Ace, Pengeloloan Pendidikon Perlu Porodigma Boru, From:http://www. Kom pas.com/kompas-cetak/0010/15/DIKBU D/peng09.htm.,akset Sabtu, 2318/ 2003.
343
Seminor Nosionoldolom Rongko Lustrum ke-2 & Ulong Tohun ke-4j fKtp Unsyioh
Suyarrio & uJ'rrdLr 1rs!o1,. . U\,!, f\q_,/e^)/ Lluti R?JL ntat f(rtLt',t,xs,, ,,, ,tttL,,ne:io rvrtrrrusux, Milenium ///, Adicita Karya Nusa, Yogyakarta. Suyanto, 2006, Dinamiko Pendidikon Nosional lDolam Percaturon Dunio 6lobalj, pSAp Muhammadiyah, Jakarta. Soedjiarto, 1999. "Memohomi Arohon Kebijakon GBHN 1999-2004 tentong pendidikon Sebogdi Upoyo Mencerdoskan Kehidupon Eangso don Membongun perodobon Negaro bangsa lndonesio", MAKALAH, Primagama-tPSt-PGRl, yogyakarta. Tilaar, H.A.R., t998, Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nosionol Dolam perspekif Abad 2t, Tera lndonesia, Magelang. Yacub, Muhammad, From: htto://www.depdiknas.go.idljurnal/27lsuatu ooini meneenai reformasi s.htm. akses, Rabu,20/9/2006, jam.13.35.
3M