Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober 2015 ISBN: 979-587-580-9
Tingkah Laku Gembala dan Hijauan Pakan Kerbau Pampangan (Bubalus bubalis) Grazzing Behavior and Forage Cunsumed of Pampangan Buffalo (Bubalus bubalis) Muhakka1*), A.I.M. Ali1 dan T. Rahmat2 1
Staf Pengajar Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya 2 Alumni Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya *) Korespondensi: Tel/Faks. +62711581106/+62711580276/HP. 081367755499 *) Corresponding author:
[email protected] ABSTRACT
DRAFT
This research aims was to determine grazzing behavior of pampangan buffalo and to determine the forage consumed by buffalo. The reseach was conducted in Rambutan village, Banyuasin regency in Februari to July 2014. Observasion was done to 3 buffaloes pampangan male, and 3 female buffaloes pampangan. Recording behavior metode was done with one zero 15 minutes interval performed at 9:00am to 4:00pm, and the data obtained are presented and analyzed descriptively. Comparisondata were analyzed usingtwosamplet-Test (t student) at the level of5% with theassistancethe excelprogram.The results showed that the highest feeding activity was bite activity at 12.00pm-1.00pm (11,51%). The highest feeding activity of male bufallo and female bufallo at 3.00pm4.00pm (12,30%). The highest rumination activity in male buffalo accurred at 2.00pm3.00pm(8,73%), whereas the female buffalo 10.00am-11.00am (8,33%). Feeding and rumination activities during reseach between famele and male buffalo were not significantly different. Forrage species when consumed was Oryza Rupifogon dominated forage, and Eleocharisdulcis. ____________________________________________________________________ Keywords: Behavior, bubalus bubalis,pampangan buffalo ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkah laku makan kerbau Pampangan yang di gembalakan di lahan rawa, serta mengetahui jenis hijauan rawa yang di konsumsi. Penelitian ini di laksanakan di Desa Rambutan. Kabupaten Banyuasin pada bulan Februari sampai berakhir Juli 2014. Pengamatan dilakukan terhadap masing-masing 3 ekor kerbau pampangan jantan dan betina. Pencatatan tingkah laku di lakukan dengan mitode one zero dengan interval 15 menit dilakukan pada pukul 09.00-16.00. Untuk membedakan tingkah laku kerbau jantan dan betina data dianalisis dengan menggunakan perbandingan dua sampel atau t-test level 5%. Hasil menujukan tidak ada perbedaan tingkah laku gembala antara kerbau pampangan jantan dan betina, aktivitas makan tetinggi adalah aktivitas merenggut, aktivitas makan tertinggi pada kerbau pampangan jantan terjadi pada pukul 12.00-13.00 (11,51%) sedangkan pada betina pada pukul 15.00-16.00 (12.30%). Aktivitas ruminasi tertinggi pada kerbau pampangan jantan pada pukul 14.00-15.00 (8,73%), sedangkan pada betina 10.00-11.00 (8,33%). Aktivitas makan dan ruminasi selama penelitian antara kerbau jantan dan betina yang tidak berbeda nyata. Jenis hijauan yang di konsumsi kerbau pampangan yang paling dominan adalah Oryza rupifogon, dan Eleocharis dulcis.
_____________________________________________________________________ Kata kunci: kerbau pampangan, bubalus bubalis, tingkah laku, gembala.
PENDAHULUAN Lahan rawa lebak cukup luas di Indonesia merupakan salah satu alternatif areal yang dapat dikembangkan untuk mengatasi kebutuhan pangan yang terus meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan meningkatnya alih fungsi lahan setiap tahun. Luas lahan rawa lebak di Indonesia diperkirakan seluas 13,3 juta ha yang terdiri dari 4,2 juta ha rawa lebak dangkal. 6,07 juta ha lahan rawa lebak tengahan dan 3,0 juta ha rawa lebak dalam, lahan tersebut tersebar di Sumatera, Kalimantan dan Irian Jaya. Di Pulau Sumatera, luas lahan rawa di provinsi Sumatera Selatan sekitar 613.795 Ha yang terdiri dari 455.949 Ha rawa pasang surut dan 157.846 Ha rawa lebak (Syafputri, 2012). Kerbau pampangan merupakan salah satu plasma nutfahdi Sumatera Selatan, selain diambil dagingnya, kerbau pampangan juga dikenal sebagai penghasil susu (Muhakka et al, 2013).Populasi kerbau pampangan cenderung menurunseperti halnya populasi kerbau di Indonesia. Populasi kerbau pampangan di Sumatera Selatan saat ini berjumlah 33.369 ekor yang terbesar tersebar di Kabupaten Ogan Komering Ilir dan Banyuasin masing-masing 9.354 dan 1.949 ekor, jumlah ini jauh menurun jika dibandingkan pada tahun 2012 yang populasinya berjumlah 34.866 ekor (Statistik Peternakan Sumatera Selatan, 2014). Budidaya kerbau pampangan dengan penggembalaan merupakan upaya pemanfaatan lahan rawa lebak yang merupakan usaha turun temurun yang sudah lama dilakukan di lebak, namun belum dapat dimanfaatkan secara optimal untuk kegiatan pertanian karena tinggi dan lamannya genangan air. Penggembalaan kerbau pampangan di lahan rawa lebak ini merupakan usaha tambahan dari kegiatan utama pertanian tanaman karet, sawit maupun padi lebak (Suparto dan Waluyo, 2009). Pengetahuan peternak yang kurang dalam tingkah laku biologi kerbau juga sering menyebabkan kerbau tidak dapat berproduksi seperti yang diharapkan.Pemahaman mengenai tingkah laku kerbau dapat memberikan informasi mengenai apa saja yang dibutuhkan oleh kerbau dalam hidupnya.Salah satunya adalah tingkah laku makan, yang dapat menunjang pemenuhan nutrisi kerbau tersebut.Pola dasar tingkah laku ternak sangat penting untuk diketahui dalam pengelolaannya. Memahami pola tingkah laku normalnya dapat mempermudah dalam peningkatan pengelolaan ternak. Salah satu kemampuan yang tidak dimiliki ternak ruminansia lain adalah kerbau pampangan dapat digembalakan pada lahan tergenang serta dapat memanfaatkan hijauan yang berkualitas rendah (Camarao et al., 2004). Kemampuan tersebut merupakan suatu potensi penting untuk terus dikembangkan. Penggembalaan kerbau pampangan di lahan tergenang memerlukan manajemen yang baik untuk mencapai peningkatan produktivitas.Beberapa penelitian tentang tingkah laku ternak yang digembalakan telah dilakukan baik pada sapi (Hirata et al., 2008) maupun kambing (Setianah et al., 2004). Informasi tingkah laku gembala serta kemampuan seleksi hijauan pakan di padang pengembalaandi perlukan dalam manajemen pengembalaan. Olehkarena itu perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui tingkahlaku makan dan jenis hijauan yang dikonsumsi kerbau pampangan yang digembalakan di lahan rawa lebak. BAHAN DAN METODE
2
Penelitian ini di laksanakan dilahan rawalebakpadangpengembalaanDesaRambutanKecamatanRambutanKabupatenBanyuasin pada bulan Februari sampaidengan Juli 2014.Alatdanbahanyang digunakanialah stopwatch,map warna,6 buah talitambang 50 cm, borangpenelitian,kerbaupampangan jantan dan betina masing-masing 3 ekor, dengan umur rata-rata 3 tahun. TingkahLakuMakanKerbauPampangan Metode pengamatan yang dilakukan adalah metode deskriptif. Pengamatantingkahlakumakandilakukansesuaimetode Hirata et al. (2008), untuk mengetahuipolatingkahlakumakanpadafrekuensiwaktukerbaupampangan yang digembalakan di siangharipada jam 09.00-16.00. PencatatantingkahlakumakandilakukandenganmetodeOne Zero interval 15 menit dan data yangdiperoleh disajikan serta dianalisis secara deskriptif, presentase dan grafik untukmenguraikan tingkah laku makan (Setianah, et al., 2004). Tahapantingkahlakudiberinilaisatubiladilakukandannolbilatidakdilakukan, dalamselangwaktu 15 menit.Pengamatantersebutdilakukandalamtiga kali ulanganuntuksetiapindividuberbeda.Tingkah laku yang diamati dibedakan dalam aktivitas makan, aktivitas ruminasi dan aktivitas lain. Aktivitas makan terdiri atas: 1. Aktivitas mencium hijauan yaitu awal aktivitas mencium hingga kerbau mulai melakukan aktivitas lainnya, 2. Aktivitas merenggut makanan yaitu awal perenggutan hijauan hingga diangkat untuk dikunyah , 3. Aktivitas mengunyah makanan yaitu aktivitas yang dimulai dari hasil perenggutan hijuauan yang telah dikumpulkan di dalam mulut, hingga melakukan aktivitas menelan, 4. Aktivitas menelan makanan yaitu aktivitas yang dimulai dari menelan hasil kunyahan hingga aktivitas lainnya. Aktivitas ruminasi terdiri atas: 1. Aktivitas mengeluarkan bolus yaitu aktivitas yang dimulai dari dikeluarkan bolus dari rumen menuju ke mulut hingga kerbau melakukan aktivitas mengunyah bolus, 2. Aktivitas mengunyah bolus, yaitu aktivitas yang dimulai dengan mengunyah bolus yang telah dikeluarkan dari rumen ke mulut hingga aktivitas menelan beberapa bolus, 3. Aktivitas menelan bolus yaitu aktivitas yang dimulai dari bolus yang langsung ditelan setelah dikeluarkan dari rumen ke mulut atau menelan bolus yang melalui proses pengunyahan hingga aktivitas mengeluarkan bolus kembali. JenisSpesiesHijauanRawaLebak yang Dikonsumsi Jenishijauan yang dikonsumsiditentukandenganmerekamjenishijauan yang dikonsumsikerbauketikadigembalakan (Hirata et al., 2008 danSetianahet al., 2004).Selanjutnyajenishijauan di identifikasiberdasarkanManettjedanJhon (1992), dan USDA (2014). Hasil pencatatan tingkah laku, dihitung berdasarkan proporsi frekuensi yang terjadi selama interval tertentu dengan membagi jumlah tingkah laku yang teramati dalam interval dengan jumlah tingkah laku keseluruhan atau dengan rumus(Setianahet al., 2004): RUMUS: X Tingkah Laku = X 100% Y Keterangan: 3
X = frekuensi suatu tingkah laku tertentu dalam tujuh jam per individu Y =frekuensi keseluruhan tingkah laku yang diamati dalam tujuh jam per individu Untuk menguji rataan tingkah laku kerbau jantan dan betina data di analisis dengan uji-t pada taraf 5% dengan bantuan program excel. HASIL Kondisi Lahan Padang Pengembalaan Berdasarkan data Stasiun Meteorologi Sultan Mahmud Badaruddin II, keadaan iklim di lokasi penelitian memperlihatkan kisaran suhu udara terendah mencapai 22-25oC (pukul 05.00-08.00) dan kisaran suhu tertinggi mencapai 30-34oC (11.00-14.00) sedangkan tinggi genangan 50-150 cm, selama delapan tahun terakhir curah hujan antara 1900 hingga 3100 mm/tahun.
frekwensi tingkah laku mengembala (%)
Pola Tingkah Laku Mengembala 14.00 11.51
12.00 10.00
9.52 7.74
8.00
2.00 0.00
8.13
7.74
6.00 4.00
11.71
10.91
makan
ruminasi
4.76 3.77
3.77
3.17 1.79
2.78
0.99
1.79
0.60
2.18
1.59
2.98
lain 0.99
1.59
waktu pengamatan
Gambar 1.
frekwensi tingkah laku makan kerbau (%)
Tingkah laku menggembala dalam alokasi waktu 14.00 12.00 10.00 8.00 6.00 4.00 2.00 0.00
11.51 9.13
7.94 11.11
11.51
11.11 12.30
10.32 11.51
4.76 6.35
2.78 3.57
2.78
waktu pengamatan
Gambar 2. 4
betina jantan
aktivitas ruminasi kerbau (%)
Tingkah laku makan berdasarkan jenis kelamin selama waktu pengamatan 10.00 9.00 8.00 7.00 6.00 5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 0.00
8.73 7.54
8.33 7.14
5.95 4.76 3.57
2.78
2.78 0.79 0.40
betina
1.98
jantan
0.79
0.00
waktu pengamatan
Gambar 3. Tingkah laku ruminasi berdasarkan jenis kelamin selama waktu pengamatan
aktivitas lain kerbau (%)
3.50
3.17
3.17
3.00 2.50 2.00
1.98 1.19
1.50 1.00 0.50
1.98
1.98
1.59
1.39
1.19 0.79
1.98
0.60
0.40
betina
0.60
jantan
0.00
waktu pengamatan
Gambar4.
frekwensi tingkah laku makan(%)
Aktivitas lain berdasarkan jenis kelamin selama waktu pengamatan 35 30 25 20 15 10 5 0
33.13 22.82
21.43 13.89
0
2.18
0.20
2.38
Gambar 5.
Pola tingkah laku makan 5
3.97
Vegetasi yang di Konsumsi Kerbau Pampangan Hasil pengamatan terhadap kerbau pampangan yang merumput menunjukan di padang pengembalaan bahwa ada 14 spesies hijauan yang di konsumsi oleh kerbau pampangan yaitu Brachiaria muticum (Rumput kolonjoro), Leersia hexandra (Rumput Banta/ Bento rayap), H. Acutigluma (Kumpai tembaga), Ischaemum rugosum (Sukep blembeb), Oryza rupifogon (Kumpai padi), Mimosa gigantica (Putri malu besar tipe aquatik), Sesbania exasperata (turi), Neptunia oleracea (Keman air), Aeschynomene sensitiva, Scirpus grossus L (Bundung), Scleria pterora Presl (padi hiang),Eleocharis dulcis ( purun tikus), Ludwigia peploides, dan Nymphaca amazonum (teratai). PEMBAHASAN Pola Tingkah Laku Mengembala Pengamatan tingkah laku makan pada kerbau pampangan meliputi aktivitas makan terdiri dari (mencium, merenggut, mengunyah, menelan), Aktivitas ruminasi yaitu (mengeluarkan bolus, mengunyah bolus, menelan bolus), dan aktivitas lain yang terdiri dari istirahat, minum dan lain-lain. Pengamatan di lakukan selama 7 jam (09.00 – 16.00), di lahan padang pengembalaan kerbau Pampangan Kabupaten Banyuasin. Kerbau pampangan merupakan salah satu plasma nutfah di Sumatera Selatan, selain diambil dagingnya kerbau pampangan juga sebagai penghasil susu (Muhakka, et al, 2013). Kerbau pampangan pada umumnya dipelihara secara ektensif dimana pada siang hari kerbau di gembalakan, dan malam hari di kandangkan. Sehingga sudah terbiasa dengan pakan yang ada di sekitar padang pengembalaan. Frekuensi aktivitas makan (Gambar 1) tertinggi terjadi pada pukul 15.00-16.00 (11,71%), dan pukul 12.00-13.00 (11.51%). Aktifitas makan paling rendah terjadi pukul 14.00-15.00 (3,17%) dan pukul 10.00-11.00 (3,77%), kerbau pampangan mulai di lepas ke padang pengembalaan jam 07.00-09-00.Frekuensi aktivitas ruminasi tertinggi pada pukul 14.00- 15.00 (8,31%) dan 10.00-11.00 (7,44%). Aktivitas ruminasi terendah terjadi pada pukul 12.00-13.00 (0,60) dan 15.00-16.00 (0.99%). Hasil penelitian Ibrahim, et al., (2001) melaporkan waktu yang di habiskan untuk ruminasi umumnya terjadi dua periode di selingi dengan interval makan, minum dan istirahat. Pada grafik histogram tingkah laku mengembala berdasarkan alokasi waktu, jika aktivitas makan tinggi maka aktivitas ruminasi rendah, sebaliknya, jika aktivitas ruminasi tinggi maka aktivitas makan rendah. Dalam pengamatan tingkah laku makan kerbau pampangan tidak hanya melakukan aktivitas makan dan ruminasi tetapi terdapat aktivitas lain yang terdiri dari istirahat, minum, menggesekkan badan dan melakukan kegiatan reproduksi. Frekwensi aktivitas istirahat tertinggi pada pukul 14.00-15.00 (2,98%) dan terendah pada pukul 09.00-10.00 (0.99%). Aktivitas tingkah laku makan yang mendominasi diantara tiga aktivitas yang di amati adalah aktivitas makan yang tertinggi dibandingkan aktivitas rumunasi dan aktivitas lain. Hal ini diduga karena kerbau pampangan pada malam hari tidak diberi pakan pada saat di kandangkan, sehingga waktu untuk mengonsumsi pakan di lakukan pada siang hari dan aktiviats rumiasi dilakuakan pada malam hari. Aktivitas makan pada kerbau jantan pampangan tertinggi pada pukul 12.00-13.00 (11,51%), kerbau betina tertinggi pada pukul 15.00-16.00 ( 12,30%), sedangkan aktivitas makan terendah pada kerbau jantan terjadi pada pukul 14.00-15.00 (2,78%), dan kerbau betina terjadi pukul 10.00-11.00 (2,78%), pada kerbau jantan dan betina terjadi frekwensi makan yang sama pada pukul 12.00-13.00, terlihat bahwa kerbau pampangan betina lebih aktif melakukan aktivitas makan di bandingkan kerbau pampangan jantan, meskipun aktivitas makan kerbau pampangan jantan 6
juga meningkat (Gambar 2). Tingginya aktivitas makan pada siang hari diduga masih tingginya genangan air sehingga kerbau tetap dapat merenggut hijauan dengan cara berenang dan menyelam sehingga suhu lingkungan yang panas pada siang hari 30-340 C tidak berpengaruh terhadap aktivitas makan kerbau pampangan. Menurut Rusfidra (2008) kerbau merupakan ternak tropis yang mampu beradaptasi dengan iklim tropis Indonesia dan pada umumnya kerbau mempunyai toleransi panas yang baik (Williamson dan Payne, 1993). Aktivitas ruminasi tertinggi pada kerbau pampangan jantan 8,73% (14.00-15.00) dan betina 8,33% (10.00-11.00), sedangkan aktivitas ruminasi terendah pada kerbau jantan 0,40% ( 12.00-13.00) dan pada kerbau betina tidak melakukan aktivitas ruminasi sama sekali pada pukul 15.00-16 00 (Gambar 3).Aktivitas ruminasi, di awali dengan mengeluarkan bolus, mengunyah dan menelan bolus. Aktivitas ruminasi tertinggi ialah aktivitas mengunyah bolus (21,43%) kemudian di ikuti menelan bolus (3,91%), dan terendah ialah mengeluarkan bolus (2,38%). Menurut Wodzicka-Tomaszeweka et al., (1993), pengunyahan selama makan dan ruminasi dapat mengurangi ukuran partikel dan mengubah bentuk pakan. Tingkat pengurangan ukuran partikel pakan dicerna atau bahan yang diruminasi akan ditentukan oleh waktu yang diperlukan untuk makan, ruminasi dan jumlah kunyahan per satuan waktu dalam setiap kegiatan dan oleh tingkat keefektipan pengunyahan. Aktivitas lain tertinggi pada kerbau pampangan jantan terjadi pada pukul 09.0010.00 (1,59%), sedangkan pada kerbau pampangan betina pada pukul 10.00-11.00 dan 14.00-15.00 (3.17%). Aktivitas terendah pada pukul 09.00-10.00 (0,40%) pada kerbau betina, sedangkan pada kerbau jantan pukul 13.00-14.00 dan 15.00-16.00 (0,60%). Aktivitas lain yang terdiri dari istirahat, minum, menggesekkan badan pada pohon, saling menanduk antar kerbau dan melakukan kegiatan reproduksi. Aktivitas lain juga diselingi dengan aktivitas makan dan aktivitas ruminasi (Gambar 4). Frekwensi tertinggi terjadi pada aktivitas merenggut (33,33%) pada kerbau pampangan, aktivitas menelan (2,18%), dan terendah terjadi pada aktivitas mencium (0,20%) (Gambar 5). Hal ini menunjukan bahwa hasil renggutan di kumpulkan di mulut dalam jumlah yang banyak, kemudian di lanjutkan dengan aktivitas mengunyah (22,82%) lebih tinggi jika di bandingkan aktivitas menelan (2,18%). Keadaan ini di duga karena sifat pakan atau banyaknya kerbau dalam melakukan aktivitas merenggut sehingga frekwensi pengunyahan lebih banyak. Keadaan ini menunjukkan bahwa kerbau pampangan kurang memilih pakan dan sudah terjadi adaptasi antara ternak dengan hijauan yang sering di konsumsi sehari-hari di padang pengembalaan. Hal ini sesuai pernyataan Schoenia (2005) yang menyatakan kerbau termasuk hewan yang suka merumput (grazer) dan Benerjee (1982) kerbau kurang memilih dalam mencari makan oleh karena itu mengonsumsi dalam jumlah besar. Berdasarkan hasil aktivitas tingkah laku makan pada kerbau pampangan selama waktu pengamatan (09.00-16.00) jantan 86,90% dan betina 85,32% tidak berbeda nyata (Gambar 2 dan 3). Hal ini di duga aktivitas makan pada kerbau pampangan di lakukan bersamaan antara jantan dan betina walaupun ada kerbau lain yang sedang melakukan istirahat, dan kerbau di lokasi penelitian bersifat kelompok. Sifat tersebut didukung adanya tipe adaptasi fisiologi yaitu kebiasaan, artinya adaptasi yang melibatkan pengurangan respon terhadap rangsangan berulang dan biasanya terkait dengan penurunan persepsi setelah rangsangan yang berulang. Perubahan tingkah laku terjadi pada tingkat sensoris. Sistem penggembalaan di padang rumput dengan sumber pakan dan air banyak tersedia dapat menunjukkan keadaan perilaku dominan tidak begitu jelas terlihat, tetapi hal ini akan 7
terlihat dengan nyata dan penting pada keadaan berdesakan (Wodzicka-Tomaszewaska et al., 1991). Vegetasi yang di Konsumsi Kerbau Pampangan Dominansi vegetasi di area penggembalaan, jenis hijauan yang mendominansi adalah jenis hijauan yang dikonsumsi ternak. Hasil ini berbeda dengan penelitian Rohaeni (2006) yang melaporkan bahwa rawa lebak padang penggembalaan didominasi oleh tanaman yang tidak palatabel bagi ternak kerbau yang digembalakan.Hijauan yang mendominasi dan di kunsumsi kerbau pampangan di lahan padang pengembalaan dan di sekitar kandang ialah oryza rupifogon dan Eleocharis dulcis. Hal ini dimungkinkan dengan sifat kumpai padi yang mengambang sesuai tinggi rendahnya genangan serta adanya umbi pada purun yang memungkinkan spesies ini tahan terhadap tingkat defoliasi yang tinggi. KESIMPULAN Aktivitas makan tetinggi adalah aktivitas merenggut, kerbau pampangan jantan terjadi pada pukul 12.00-13.00 (11,51%) sedangkan kerbau pampangan betina pada pukul 15.0-16.00 ( 12.30%). Aktivitas ruminasi tertinggi pada kerbau pampangan jantan terjadi pada pukul 14.00-15.00 (8,73%), sedangkan kerbau pampangan betina 10.00-11.00 (8,33%). Aktivitas makan dan ruminasi selama waktu pengamatan antara jantan dan betina tidak berbeda nyata. Spesies hijauan yang di konsumsi kerbau pampangan adalah Brachiaria muticum, Leersia hexandra, H. acutigluma, Ischaemum rugosum, Oryza rupifogon, Mimosa gigantica, Sesbania exasperata, Neptunia oleracea, Aeschynomene sensitiva, Scirpus grossus L, Scleria pterora Presl,Eleocharis dulcis, Ludwigia peploides, dan Nymphaca amazonum. Jenis hijauan yang di konsumsi kerbau pampangan yang paling dominan adalah Oryza rupifogon, dan Eleocharis dulcis. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih disampaikan kepada Bapak Ali Husin (Ketua Kelompok Peternak Sinar Rambutan) yang telah banyak membantudalam penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA Benerjee G. C. 1982. A Textbook of Animal Husbandry. Fifth Edition. Oxford and IBH Publishing Co. New Delhi CamaraoAP., Junior L, Dutra J.B.S.,Hornick J.L and Bastos Da Silva M. 2004. Grazing buffalo on flooded pastures in the Brazilian Amazon Region.Tropical Grasslands J. 38(10): 193–203. Hirata M., Hasegawa N, Takahashi T, Chowdappa1 R, Ogura2 S, Nogami K and. Sonoda T. 2008. Grazing Behaviour, Diet Selection and Feed Intake Of Cattle in A Young Tree Plantation In Southern Kyushu, Japan. Tropical Grasslands J. 42 (5): 170–180. Ibrahim, M. N. M., Pathirana K.K., and Siriwardene, J. A. De S., 2001. Water Buffalo in Asia. National Science Foundation. Sri Langka.
8
Manettje, L.T and Jones R.M. 1992. Forage. Plant Resources of South East Asia. BIOTROP. Bogor. Muhakka, Riswandi dan Ali A.I.M. 2013. Karakteristik morfologi dan reproduksi kerbau pampangan di Sumatera Selatan. J. Sain Peternakan Indonesia. 8 (2): 111-120. Rohaeni, E.S., Hamdan A, Qomariah R, dan Subhan A. 2006. Strategi pengembangan kerbau rawa di Kalimantan Selatan. hlm. 192−207. Prosiding Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau Mendukung Program Kecukupan Daging Sapi. Sumbawa, 4−5 Agustus 2006. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan bekerja sama dengan Direktorat Perbibitan, Direktorat Jenderal Peternakan, Dinas Peternakan Provinsi Nusa Tenggara Barat, dan Pemerintah Kabupaten Sumbawa. Schoenian, S. 2005. Ruminant Digestive http://www.sheep101.info./cud.html.(Diakses 15 Maret 2014).
System.
Setianah R., Jayadi S, dan Herman R. 2004. Tingkah laku makan kambing lokal persilangan yang digembalakan di lahan gambut: Studi Kasus di Kalampangan, Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Media Peternakan. 27: 111-122. Suparto dan Waluyo. 2009. Peningkatan Pendapatan Petani di Rawa Lebak melalui penganekaragaman komoditas. J. Pembangunan Manusia.7(1): 12-18. Statistik Peternakan Sumatera Selatan. 2014. Dinas Peternakan Provinsi Sumatera Selatan Tahun Anggaran 2015, Palembang Syafputri E. 2012. Pemanfaatan potensi rawa, tugas Balai Besar Wilayah Sungai Sumatera VIII http://.www.antaranews.com/berita/301815/ pemanfaatan-potensi-rawatugas-bbws-sumatera-viii. (Diakses 6 Mei 2014). USDA (United State Department of Agriculture). 2008. Invasive and Noxious Weeds. (Online). http://www.plants.usda.gov/java/profile (Diakses 22 Maret 2014). Williamson, G. dan Payne W.J.A. 1993. Pengantar Peternakan Tropis. Penerjemah: Djiwa Darmadja. UGM Press, Yogyakarta. Wodzicka-Tomaszewska, M., Mastika I.M, Djajanegara A, Gardiner S dan Wiradarya T.R. 1993. Produksi Kambing dan Domba di Indonesia. Sebelas Maret University Press, Surakarta.
9