Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016, Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang Malang, 26 Maret 2016
PENGARUH PRAKTIKUM DAN DEMONSTRASI DALAM PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI ASAM BASA DITINJAU DARI KEMAMPUAN AWAL The Effect of Hands-on and Demonstration in Guided Inquiry Learning toward Students’ Achievement in Acid Base Viewed from Prior Knowledge Fitria Rizkiana1), I Wayan Dasna2), Siti Marfu’ah3) Pendidikan Kimia, FMIPA, Universitas Negeri Malang Sumbersari, HP. 085754962022, email:
[email protected]. Abstrak Asam basa adalah salah satu dari topik pelajaran kimia yang mengandung banyak konsep dan perhitungan kimia. Dari berbagai studi literatur, diketahui masih banyak kesulitan dan miskonsepsi yang dimiliki siswa dalam mempelajari materi asam basa. Penggunaan praktikum dan demonstrasi dalam pembelajaran inkuiri terbimbing diduga dapat membantu siswa mengonstruk pemahaman sendiri untuk meningkatkan hasil belajar. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan hasil belajar siswa yang dibelajarkan dengan 2 metode berbeda ditinjau dari kemampuan awal. Penelitian ini menggunakan rancangan eksperimen semu dengan 72 orang siswa sebagai sampel. Data penelitian diperoleh dari tes hasil belajar yang terdiri atas 23 soal pilihan ganda. Data dianalisis menggunakan ANOVA dua jalan. Hasil penelitian menunjukkan: (1) tidak ada perbedaan hasil belajar siswa yang dibelajarkan dengan praktikum dan demonstrasi dalam pembelajaran inkuiri terbimbing, (2) siswa dengan kemampuan awal tinggi memperoleh hasil belajar yang lebih baik dibandingkan siswa dengan kemampuan awal rendah, (3) tidak ada interaksi antara metode pembelajaran yang digunakan dan kemampuan awal terhadap hasil belajar siswa. Kata kunci: inkuiri terbimbing, praktikum, demonstrasi, kemampuan awal, hasil belajar Abstract Acid-base is one of the chemistry topics that contains many of the concepts and chemical calculations. From a variety of literature, it is known there are still many difficulties and misconceptions of the students in the study of acid-base. The use of hands-on and demonstrations in guided inquiry learning can help students construct their own understanding to improve learning outcomes. This study aimed to compare the results of student learning that learned by two different methods viewed from prior knowledge. This study used the quasi-experimental design with 72 students as sample. Data were obtained from achievement test which consist of 23 multiple choice questions. Data were analyzed using two ways ANOVA. The results showed: (1) there was no difference in students learning outcomes that learned with hands-on and demonstrations in guided inquiry learning, (2) students with high prior knowledge have better outcomes in learning rathet than students with low prior knowledge (3) there was no interaction between learning method and prior knowledge on students' learning outcome. Keywords: guided inquiry, hands-on, demonstration, prior knowledge, learning outcome PENDAHULUAN Materi asam basa memiliki karakteristik padat konsep dan memerlukan pemahaman yang terintegrasi dengan materi-materi kimia lainnya (Sheppard, 2006), seperti kesetimbangan kimia, stoikiometri, ikatan kimia, termokimia (Muchtar & Harizal, 313
Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016, Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang Malang, 26 Maret 2016
2012), larutan dan reaksi kimia (Demircioglu et al., 2005). Materi asam basa yang dipelajari di SMA secara garis besar meliputi (1) teori asam basa (Arrhenius, Bronsted Lowry, dan Lewis), (2) pH larutan asam dan basa, (3) kekuatan asam dan basa, (4) trayek pH indikator asam basa. Pada umumnya, para siswa cenderung memperoleh pengetahuan mengenai konsep asam basa melalui hafalan tanpa memahami konsep itu sendiri (Lin et al., 2004). Akibatnya, pengetahuan yang diperoleh siswa melalui hafalan tersebut tidak bertahan lama dan tidak jarang pula siswa mengalami kesulitan dan miskonsepsi dalam memahami materi asam basa. Penelitian mengenai kesulitan dan miskonsepsi siswa dalam memahami materi asam basa telah dilakukan oleh beberapa peneliti terdahulu. Dari berbagai penelitian tersebut diketahui ada beberapa jenis kesulitan dan miskonsepsi yang dialami siswa dalam mempelajari materi asam basa, diantaranya adalah (1) siswa beranggapan bahwa asam kuat dan asam lemah pada konsentrasi yang sama memiliki pH yang sama pula (Baneerje, 1991); (2) siswa beranggapan bahwa kekuatan asam berhubungan dengan jumlah atom H yang terdapat dalam molekul asam tersebut (Lin et al., 2004); (3) siswa beranggapan bahwa ionisasi sama dengan disosiasi, siswa beranggapan bahwa pH larutan HCl 10-8 M adalah lebih besar dari 7 dan pH larutan NaOH 10-8 M adalah lebih kecil dari 7 (Kousathana et al., 2005); (4) siswa beranggapan bahwa pada suhu berapapun pH air murni dan pH larutan netral adalah 7 (Pinarbasi, 2007); dan (5) siswa kesulitan dalam menggunakan simbol kimia dan rumus matematika, siswa kesulitan menghubungkan materi asam basa dengan materi kimia lainnya seperti kesetimbangan, stoikiometri, ikatan kimia, dan termokimia (Muchtar & Harizal, 2012). Kesulitan dalam memahami materi asam basa juga dialami oleh siswa SMA Negeri 8 Malang. Kesulitan siswa dalam memahami materi asam basa menyebabkan hasil belajar siswa menjadi rendah. Rendahnya hasil belajar siswa pada materi asam basa dibuktikan dari nilai ulangan harian rata-rata siswa kelas XI IPA pada tahun pelajaran 2014/2015 sebesar 64,88. Salah satu faktor yang mungkin menjadi penyebab rendahnya hasil belajar siswa adalah kekurangtepatan strategi/metode pembelajaran yang digunakan dalam mengajarkan materi asam basa. Karakteristik dari materi asam basa adalah mengandung banyak konsep. Konsepkonsep asam basa tersebut akan lebih bermakna diingatan jika siswa dilibatkan langsung dalam penemuan konsep tersebut. Salah satu strategi pembelajaran yang melibatkan siswa dalam menemukan konsep adalah inkuiri terbimbing. Fase-fase kegiatan pembelajaran dalam inkuiri terbimbing adalah (1) perumusan masalah yang akan diselidiki, (2) perumusan hipotesis, (3) melakukan eksperimen, (4) mengevaluasi/menguji hipotesis, dan (5) membuat kesimpulan (Iskandar, 2011). Berdasarkan hasil studi literatur, pembelajaran inkuiri berpotensi dapat meningkatkan pemahaman konsep (Schoffstall & Gaddis, 2007); motivasi (Bayram et al., 2013; Wulandari, 2012) dan; keterampilan berpikir kritis (Wulandari, 2012). Selama ini penemuan konsep menggunakan inkuiri terbimbing cenderung dilakukan melalui praktikum, sedangkan penemuan konsep menggunakan metode demonstrasi berbasis inkuiri terbimbing masih jarang dilakukan. Menurut Mckee et al (2007), pembelajaran inkuiri terbimbing tidak hanya dapat dilakukan melalui praktikum, tetapi juga dapat dilakukan melalui demonstrasi. Perbedaan penerapan metode praktikum 314
Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016, Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang Malang, 26 Maret 2016
dan demonstrasi dalam pembelajaran inkuiri terbimbing terletak pada kegiatan percobaan yang dilakukan. Pada praktikum berbasis inkuiri terbimbing percobaan dilakukan oleh siswa, sedangkan pada demonstrasi berbasis inkuiri terbimbing percobaan dilakukan oleh instruktur. Lebih jauh lagi, Mckee et al (2007) menjelaskan bahwa kegiatan praktikum dan demonstrasi dalam pembelajaran inkuiri terbimbing memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengamati hal yang sama. Penelitian mengenai praktikum dan demonstrasi telah dilakukan oleh Coulter (1966). Dalam penelitian tersebut digunakan 3 kelas sebagai sampel penelitian, yaitu kelas yang dibelajarkan dengan menggunakan praktikum induktif, demonstrasi induktif dan praktikum deduktif. Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa tidak ada perbedaan pada pengetahuan dan prinsip, aplikasi prinsip, kemampuan mental, dan kemampuan berpikir kritis siswa dalam mempelajari materi biologi pada ketiga kelas eksperimen. Penelitian serupa mengenai pengaruh praktikum dan demontrasi dilakukan oleh Latifah et al (2014). Dalam penelitian tersebut digunakan 2 kelas eksperimen dan 1 kelas kontrol. Siswa di kelas eksperimen 1 dibelajarkan dengan menggunakan praktikum berbasis problem solving, siswa di kelas eksperimen 2 dibelajarkan dengan menggunakan demonstrasi berbasis problem solving, dan siswa di kelas kontrol dibelajarkan dengan menggunakan metode ceramah. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa hasil belajar siswa yang dibelajarkan melalui praktikum dan demonstrasi berbasis problem solving lebih tinggi dibanding hasil belajar siswa yang dibelajarkan melalui ceramah. Hasil penelitian tersebut juga menyimpulkan bahwa hasil belajar siswa yang dibelajarkan melalui praktikum lebih tinggi dibanding hasil belajar siswa yang dibelajarkan melalui demonstrasi dalam pembelajaran problem solving. Dalam penelitian tersebut dijelaskan bahwa praktikum lebih unggul dibanding demonstrasi, karena pada praktikum siswa diberi kesempatan secara langsung untuk melakukan percobaan sendiri, sehingga siswa lebih antusias dan aktif selama proses pembelajaran. Keterlibatan siswa secara langsung dalam kegiatan praktikum diduga menjadi penyebab metode praktikum lebih unggul dibanding metode demonstrasi. Selain strategi/metode pembelajaran, pengaruh kemampuan awal terhadap hasil dan proses belajar juga perlu dipertimbangkan. Kemampuan awal (prior knowledge) merupakan pengetahuan/kemampuan prasyarat yang harus dimiliki siswa sebelum memasuki materi pelajaran berikutnya yang lebih tinggi (Marsandi, 1980). Svinicki (1993) menjelaskan bahwa kemampuan awal mempengaruhi siswa dalam mengartikan, mengorganisasi, dan membuat koneksi dengan informasi baru. Dalam penelitian ini, kemampuan awal siswa dijadikan sebagai variabel moderator (variabel bebas kedua) yang diduga mempengaruhi hasil belajar. Dalam penelitian ini kemampuan awal diklasifikasikan menjadi kemampuan awal tinggi dan kemampuan awal rendah. Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui perbedaan hasil belajar antara siswa yang dibelajarkan dengan praktikum dan demonstrasi dalam pembelajaran inkuiri terbimbing ditinjau dari kemampuan awal yang dimiliki siswa. Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini, yaitu: 1. Apakah ada perbedaan hasil belajar antara siswa yang dibelajarkan dengan praktikum dan demonstrasi dalam pembelajaran inkuiri terbimbing? 315
Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016, Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang Malang, 26 Maret 2016
2. Apakah ada perbedaan hasil belajar antara siswa berkemampuan awal tinggi dan rendah? 3. Apakah ada interaksi antara metode pembelajaran dan kemampuan awal terhadap hasil belajar? Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai hasil belajar siswa yang dibelajarkan dengan praktikum dan demonstrasi dalam pembelajaran inkuiri terbimbing, sehingga guru dapat memilih metode pembelajaran yang sesuai dengan ketersediaan alat dan bahan kimia di masing-masing sekolah. Selain itu, hasil penelitian ini diharapkan memberikan gambaran mengenai pengaruh kemampuan awal terhadap hasil belajar siswa, sehingga dapat dijadikan cerminan bagi guru untuk mempertimbangkan kemampuan awal siswa selama proses pembelajaran. METODE PENELITIAN Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan penelitian eksperimen semu. Dalam penelitian ini digunakan dua kelas eksperimen dan tidak ada kelas kontrol. Rancangan penelitian diberikan pada Tabel 1. Tabel 1 Rancangan Penelitian Kelas Pretest Eksperimen 1 O1 Eksperimen 2 O3 (Adaptasi: Sugiyono, 2011)
Perlakuan X1 X2
Posttest O2 O4
Keterangan: X1: pembelajaran menggunakan metode praktikum- inkuiri terbimbing X2: pembelajaran menggunakan metode demonstrasi-inkuiri terbimbing O1: hasil pretest siswa pada kelas eksperimen 1 O2: hasil posttest siswa pada kelas eksperimen 1 O3: hasil pretest siswa pada kelas eksperimen 2 O4: hasil posttest siswa pada kelas eksperimen 2 Penelitian dilakukan di SMA Negeri 8 Malang Tahun Pelajaran 2015/2016. Sampel dalam penelitian ini adalah kelas XI IPA 3 dan XI IPA 5 yang diperoleh dengan teknik avaibility sampling. Penentuan kelas eksperimen 1 dan 2 dilakukan secara acak. Berdasarkan pemilihan secara acak tersebut digunakan XI IPA 3 sebagai kelas eksperimen 1 dan XI IPA 5 sebagai kelas eksperimen 2. Kelas eksperimen 1 dibelajarkan dengan metode praktikum-inkuiri terbimbing dan kelas eksperimen 2 dibelajarkan dengan metode demonstrasi-inkuiri terbimbing. Kesetaraan kemampuan awal siswa dari kedua kelas eksperimen dianalisis menggunakan uji beda. Jika uji prasyarat (homogenitas dan normalitas) terpenuhi, maka uji beda yang digunakan adalah uji t. Sebaliknya, jika uji prasyarat tidak terpenuhi, maka uji beda yang digunakan adalah uji u. Hasil uji homogenitas dan normalitas data kemampuan awal berturut-turut diberikan pada Tabel 2 dan 3. 316
Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016, Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang Malang, 26 Maret 2016
Tabel 2 Hasil Uji Homogenitas Data Kemampuan Awal α Sig Kriteria Kesimpulan 0,05 0,062 α < sig Homogen Tabel 3 Hasil Uji Normalitas Data Kemampuan Awal Kelas α Sig Kriteria Eksperimen 1 0,05 0,2 α < sig Eksperimen 2 0,05 0,2 α < sig
Kesimpulan Normal Normal
Berdasarkan hasil uji prasyarat pada Tabel 2 dan 3, diketahui bahwa data kemampuan awal siswa pada kelas eksperimen 1 dan 2 adalah homogen dan terdistribusi normal. Oleh karena uji prasyarat terpenuhi, maka uji beda yang digunakan adalah uji t. Hasil uji t data kemampuan awal siswa diberikan pada Tabel 4. Tabel 4 Uji T Data Kemampuan Awal Kelas Mean Α Sig (2-tailed) Eksperimen 1 70,08 0,05 0,304 Eksperimen 2 67,03
Kriteria α < sig
Kesimpulan Tidak perbedaan
ada
Hasil uji t pada Tabel 4 menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan kemampuan awal siswa pada kelas eksperimen 1 dan 2 dengan nilai signifikansi 0,304 > 0,05. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kedua kelas yang digunakan sebagai sampel penelitian memiliki kemampuan awal yang sama, sehingga dapat diberikan perlakuan berbeda. Rancangan eksperimen semu pada penelitian ini menggunakan desain faktorial 2 x 2, yang berarti variabel bebas pertama dan variabel bebas kedua masing-masing memiliki dua tingkatan/kategori. Variabel bebas pertama adalah metode pembelajaran yang digunakan yaitu praktikum dan demonstrasi, sedangkan variabel bebas kedua adalah kemampuan awal yang dibedakan menjadi kemampuan awal tinggi dan rendah. Rancangan faktorial 2 x 2 diberikan pada Tabel 5. Tabel 5 Desain Faktorial 2 x 2 Metode-Strategi Pembelajaran Kemampuan Awal Praktikum-Inkuiri Demontrasi-Inkuiri Siswa Terbimbing Terbimbing (P-IT) (D-IT) Tinggi (T) P-IT-T D-IT-T Rendah (R) P-IT-R D-IT-R Keterangan: P-IT-T: hasil belajar menggunakan metode praktikum-inkuiri terbimbing dengan kemampuan awal tinggi 317
Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016, Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang Malang, 26 Maret 2016
P-IT-R: hasil belajar menggunakan metode praktikum-inkuiri terbimbing dengan kemampuan awal rendah D-IT-T: hasil belajar menggunakan metode demonstrasi-inkuiri terbimbing dengan kemampuan awal tinggi D-IT-R: hasil belajar menggunakan metode demonstrasi-inkuiri terbimbing dengan kemampuan awal rendah Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah soal pretest dan posttest. Sebelum digunakan sebagai instrumen penelitian, soal pretest dan posttest ditelaah oleh 3 ahli, kemudian soal posttest diujicoba untuk mengetahui validitas dan reliabilitasnya. Berdasarkan hasil uji validitas, diketahui ada 23 soal yang valid dan 2 soal yang tidak valid. Butir-butir soal yang valid tersebut kemudian diuji reliabilitasnya dan diperoleh nilai Cronbach‘s Alpha sebesar 0,863. Data hasil belajar berupa posttest dianalisis menggunakan ANOVA dua jalan. Pengujian hipotesis dilakukan pada taraf signifikansi 5% atau α = 0,05. Pengambilan keputusan dilakukan dengan membandingkan nilai signifikansi yang diperoleh dengan nilai α (0,05). Jika nilai signifikansi yang diperoleh lebih besar dari 0,05, maka H0 diterima dan H1 ditolak. Sebaliknya, jika nilai signifikansi yang diperoleh lebih kecil dari 0,05, maka H0 ditolak dan H1 diterima. HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Data Kemampuan Awal Data kemampuan awal pada kedua kelas eksperimen diperoleh dari nilai ulangan harian siswa pada materi kesetimbangan kimia. Data ini selain berfungsi untuk mengetahui kesetaraan dua sampel, data kemampuan awal juga berfungsi untuk mengklasifikasikan siswa berdasarkan kemampuan awal yang mereka miliki. Kemampuan awal siswa dalam penelitian ini diklasifikasikan menjadi dua kategori, yaitu kemampuan awal tinggi dan rendah. Pengelompokkan siswa berdasarkan kemampuan awal dilakukan dengan cara meranking hasil ulangan harian siswa pada materi kesetimbangan kimia, kemudian menentukan 50% siswa sebagai kelompok dengan kemampuan awal tinggi dan 50% siswa sebagai kelompok dengan kemampuan awal rendah. Ringkasan data kemampuan awal siswa dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 menunjukkan bahwa rerata nilai kemampuan awal siswa pada kelas eksperimen 1 lebih tinggi dibanding kelas eksperimen 2. Keduanya terpaut selisih angka sebesar 3,05. Kesetaraan kemampuan awal siswa dari kedua kelas eksperimen telah dianalisis menggunakan uji t, dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan kemampuan awal siswa pada kelas eksperimen 1 dan 2, sehingga kedua kelas tersebut dapat diberikan perlakuan berbeda.
318
Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016, Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang Malang, 26 Maret 2016
Tabel 6 Data Kemampuan Awal Kelas
Kemampuan Awal N
Eksperimen 1 Eksperimen 2
Tinggi Rendah Tinggi Rendah
18 18 18 18
Rata-rata Kemampuan Awal 79,11 61,05 78,94 55,11
Rerata Kemampuan SD Awal 10,7 70,08 1 14,0 67,03 9
Skor Mak
Min
88
47
92
42
Deskripsi Data Pretest Data pretest diperoleh dari hasil ulangan siswa pada materi asam basa dan digunakan untuk mengetahui pemahaman awal siswa terhadap materi tersebut. Ringkasan pretest siswa pada materi asam basa diberikan pada Tabel 7. Tabel 7 Data Pretest Kelas
Kemampua n N Awal
Eksperimen 1 Eksperimen 2
Tinggi Rendah Tinggi Rendah
18 18 18 18
Skor Ratarata Pretest 37,78 34,11 37,33 33,17
Rerat a SD Pretes t 8,01 35,94 4 8,95 35,25 2
Skor Maksimu m
Minimum
52
22
52
22
Tabel 7 menunjukkan bahwa rerata pretest siswa di kelas eksperimen 1 (35,94) tidak jauh berbeda dengan rerata pretest siswa di kelas eksperimen 2 (35,25). Keduanya terpaut selisih angka sebesar 0,69. Kesetaraan data pretest siswa dari kedua kelas eksperimen dianalisis menggunakan uji beda. Jika uji prasyarat (homogenitas dan normalitas) terpenuhi, maka uji beda yang digunakan adalah uji t. Sebaliknya, jika uji prasyarat tidak terpenuhi, maka uji beda yang digunakan adalah uji u. Hasil uji homogenitas dan normalitas berturut-turut diberikan pada Tabel 8 dan 9. Tabel 8 Hasil Uji Homogenitas Data Pretest Α Sig Kriteria 0,05 0,422 α < sig Tabel 9 Hasil Uji Normalitas Data Pretest Kelas Α Sig Eksperimen 1 0,05 0,079 Eksperimen 2 0,05 0,098
Kesimpulan Homogen
Kriteria α < sig α < sig
Kesimpulan Normal Normal
Berdasarkan hasil uji prasyarat pada Tabel 8 dan 9 diketahui bahwa data pretest siswa pada kelas eksperimen 1 dan 2 adalah homogen dan terdistribusi normal. Dengan terpenuhinya prasyarat tersebut, maka uji beda yang digunakan adalah uji t. Hasil uji t data pretest diberikan pada Tabel 10 319
Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016, Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang Malang, 26 Maret 2016
Tabel 10 Uji T Data Pretest Kelas Mean Α Eksperimen 35,94 1 0,05 Eksperimen 35,25 2
Sig (2-tailed)
Kriteria
Kesimpulan
0,730
α < sig
Tidak perbedaan
ada
Hasil uji t pada Tabel 10 menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan data pretest siswa pada kedua kelas eksperimen. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pemahaman awal siswa pada materi asam basa baik di kelas eksperimen 1 ataupun 2 adalah sama pada saat sebelum diberikan perlakuan. Deskripsi Data Posttest dan Hasil Uji ANOVA Dua Jalan Data posttest diperoleh dari hasil ulangan harian siswa pada materi asam basa setelah dibelajarkan dengan menggunakan praktikum-inkuiri terbimbing pada kelas eksperimen 1 dan demonstrasi-inkuiri terbimbing pada kelas eksperimen 2. Data ini digunakan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar siswa setelah dibelajarkan dengan dua metode berbeda (praktikum dan demonstrasi) ditinjau dari kemampuan awal. Ringkasan data posttest siswa berdasarkan variasi metode pembelajaran diberikan pada Tabel 11, sedangkan ringkasan data posttest siswa berdasarkan kemampuan awal diberikan pada Tabel 12. Tabel 11 Data Posttest Siswa Berdasarkan Variasi Metode Pembelajaran Skor Rerat Skor Kemampua Rataa Kelas n N SD Maksimu Minimu rata Postte Awal m m Posttest st Tinggi 1 86,33 8 Eksperimen 15,34 77,86 100 48 1 6 Rendah 1 69,39 8 Tinggi 1 83,17 8 Eksperimen 16,17 72,67 100 30 2 4 Rendah 1 62,17 8 Tabel 12 Data Posttest Siswa Berdasarkan Kemampuan Awal Skor Rerat Skor Kemampua Rataa Kelas N SD Maksimu n awal rata Postte m Posttest st Eksperimen 1 86,33 11,6 1 8 Tinggi 84,75 100 8 Eksperimen 1 83,17 320
Minimu m 61
Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016, Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang Malang, 26 Maret 2016
Rendah
2 Eksperimen 1 Eksperimen 2
8 1 8 1 8
69,39 62,17
65,78
13,7 7
96
30
Tabel 11 dan 12 menunjukkan bahwa ada perbedaan pada rerata posttest siswa baik ditinjau dari variasi metode pembelajaran maupun kemampuan awal. Dari Tabel 11 diketahui bahwa siswa yang dibelajarkan melalui praktikum memiliki rerata posttest yang lebih tinggi daripada siswa yang dibelajarkan melalui demonstrasi. Dari Tabel 12 diketahui bahwa kelompok siswa dengan kemampuan awal tinggi memiliki rerata posttest yang lebih tinggi daripada kelompok siswa dengan kemampuan awal rendah. Namun, untuk mengetahui ada perbedaan atau tidak pada hasil belajar siswa baik berdasarkan variasi metode pembelajaran ataupun kemampuan awal, maka dilakukan uji ANOVA dua jalan. Hasil uji ANOVA dua jalan diberikan pada Tabel 13 berikut. Tabel 13 Hasil Uji ANOVA Dua Jalan Source Dependent Variable Metode pembelajaran Hasil belajar Kemampuan awal Hasil belajar Metode pembelajaran*kemampuan Hasil awal belajar
Sig.
Kesimpulan
.085
H0 diterima
.000
H0 ditolak
.498
H0 diterima
Berdasarkan hasil uji ANOVA dua jalan pada Tabel 13 pengaruh metode pembelajaran terhadap hasil belajar menunjukkan bahwa H0 diterima, karena nilai signifikansi 0,085 > 0,05. Jika H0 diterima, maka H1 ditolak, yang berarti tidak ada perbedaan hasil belajar antara siswa yang dibelajarkan dengan praktikum dan demonstrasi dalam pembelajaran inkuiri terbimbing. Faktor yang mungkin menjadi penyebab hasil belajar siswa pada kedua kelas eksperimen tidak berbeda adalah kesamaan pengamatan yang dilakukan siswa pada kelas eksperimen 1 dan 2. Menurut Orlich et al (dalam Yuliana, 2015), observasi spesifik dalam pembelajaran inkuiri terbimbing dapat mengembangkan kemampuan berpikir siswa, hingga siswa mampu membuat inferensi atau generalisasi. Di sisi lain, melalui pengamatan siswa juga dapat membangun pola bermakna. Dengan memaknai pernyataan yang diungkapkan oleh Orlich et al tersebut, maka dapat diketahui bahwa inkuiri memiliki karakteristik yang khas sebagai strategi pembelajaran, dimana siswa dapat melakukan generalisasi dan membangun pola bermakna berdasarkan pengamatannya, baik itu dilakukan melalui praktikum ataupun demonstrasi. Hal inilah yang menyebabkan hasil belajar siswa yang dibelajarkan melalui praktikum dan demonstrasi dalam pembelajaran inkuiri terbimbing tidak berbeda. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Mckee et al (2007) yang 321
Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016, Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang Malang, 26 Maret 2016
menyimpulkan bahwa tidak ada perbedaan pemahaman konseptual antara siswa yang dibelajarkan dengan praktikum dan demonstrasi dalam pembelajaran inkuiri terbimbing. Penelitian serupa yang dilakukan oleh Coulter (1966) juga menyimpulkan bahwa tidak ada perbedaan pemahaman antara siswa yang dibelajarkan dengan praktikum dan demonstrasi dalam pembelajaran induktif. Berdasarkan hasil dari penelitian yang telah dilakukan, maka kiranya penggunaan praktikum dalam pembelajaran inkuiri terbimbing dapat disubstitusi dengan demontrasi tanpa mengurangi atau menurunkan hasil belajar siswa. Lebih lanjut lagi, bagi sekolah-sekolah yang memiliki keterbatasan dana dalam membeli alat dan bahan kimia yang relatif mahal, dapat mengaplikasikan penggunaan demonstrasi dalam pembelajaran inkuiri terbimbing sebagai sarana untuk mengoptimalkan pemahaman siswa terhadap materi-materi kimia. Berdasarkan hasil uji ANOVA dua jalan pada Tabel 13 pengaruh kemampuan awal terhadap hasil belajar menunjukkan bahwa H0 ditolak, karena nilai signifikansi 0,000 < 0,05. Jika H0 ditolak, maka H1 diterima, yang berarti ada perbedaan hasil belajar antara siswa berkemampuan awal tinggi dan rendah. Siswa dengan kemampuan awal tinggi lebih mudah dalam mehamami konsep baru dibanding siswa dengan kemampuan awal rendah, karena siswa yang memiliki kemampuan awal tinggi akan menggunakan struktur/kemampuan yang sudah ada untuk diasimilasikan dengan konsep baru. Hal inilah yang menyebabkan hasil belajar kelompok siswa dengan kemampuan awal tinggi lebih baik dibanding kelompok siswa dengan kemampuan awal rendah. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Hailikari (2008) dan Astuti (2015) yang secara garis besar menjelaskan bahwa kemampuan awal merupakan variabel yang sangat mempengaruhi hasil belajar siswa. Jika kemampuan awal seorang siswa baik, maka hasil belajarnya juga akan baik. Berdasarkan hasil dari penelitian yang telah dilakukan, maka kiranya penting bagi para guru untuk memulai setiap pelajaran dari hal yang diketahui siswa dan memantapkan konsep-konsep dasar yang menjadi prasyarat agar suatu konsep baru lebih mudah dipahami. Dengan cara demikian, siswa akan lebih mudah dalam mengolah konsep baru dan menghubungkannya dengan konsep yang sudah ada. Berdasarkan hasil uji ANOVA dua jalan pada Tabel 13 pengaruh metode pembelajaran-kemampuan awal terhadap hasil belajar siswa menunjukkan bahwa H0 diterima, karena nilai signifikansi 0,498 > 0,05. Jika H0 diterima, maka H1 ditolak, yang berarti tidak ada interaksi antara metode pembelajaran dan kemampuan awal terhadap hasil belajar siswa. Gambar 1 berikut menunjukkan tidak ada interaksi metode pembelajaran dan kemampuan awal terhadap hasil belajar.
322
Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016, Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang Malang, 26 Maret 2016
Kemampuan Awal Tinggi Rendah
Metode Pembelajaran Gambar 1 Uji Interaksi Metode Pembelajaran dan Kemampuan Awal terhadap Hasil Belajar Dari Gambar 1 dapat dijelaskan bahwa kelompok siswa dengan kemampuan awal tinggi memiliki hasil belajar yang lebih baik dibanding kelompok siswa dengan kemampuan awal rendah baik dibelajarkan dengan menggunakan praktikum ataupun demonstrasi. Selain itu, dari Gambar 1 juga dapat diketahui bahwa hasil belajar siswa dengan kemampuan awal sama akan lebih baik jika dibelajarkan dengan praktikum dibanding demonstrasi. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Yuliana (2015) yang menyimpulkan bahwa tidak ada pengaruh strategi pembelajaran dan kemampuan awal secara bersama-sama terhadap hasil belajar siswa. PENUTUP Kesimpulan 1. Tidak terdapat perbedaan hasil belajar antara siswa yang dibelajarkan dengan praktikum dan demonstrasi dalam pembelajaran inkuiri terbimbing. 2. Siswa dengan kemampuan awal tinggi memperoleh hasil belajar yang lebih baik dibanding siswa dengan kemampuan awal rendah. 3. Tidak ada interaksi antara metode pembelajaran yang digunakan dan kemampuan awal terhadap hasil belajar siswa. Saran 1. Hendaknya dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai perbedaan hasil belajar menggunakan metode praktikum dan demonstrasi dalam pembelajaran inkuiri terbimbing pada materi kimia lainnya. 2. Hendaknya dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai retensi siswa setelah dibelajarkan menggunakan metode praktikum dan demonstrasi dalam pembelajaran inkuiri terbimbing.
323
Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016, Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang Malang, 26 Maret 2016
DAFTAR PUSTAKA Astuti, S.P. 2015. Pengaruh Kemampuan Awal dan Minat Belajar terhadap Prestasi Belajar Fisika. Journal Formatif, 5(1): 68-75. Banerjee, A.C. 1991. Misconception of Student and Teacher in Chemical Equilibrium. International Journal of Science Education, 13: 487-494. Bayram, Z., Oskay, O.O., Erdem, E., Ozgur, S.D. & Sen, S. 2013. Effect of Inquiry Based Learning Method on Student Motivation. Social and Behavioral Sciences, 106 :988–996. Coulter, J.C. 1966. The Effectiveness of Inductive Laboratory, Inductive Demonstration, and Deductive Laboratory in Biology. Journal of Research in Science Teaching, 4: 185-186. Demircioglu, G., Ayas, A. & Demircioglu, H. 2005. Conceptual Change Achieved through A New Teaching Program on Acids and Bases. Chemistry Education Research and Practice, 6(1): 36-51. Hailikari, T., Nevgi, A. & Komulainen, E. 2008. Academic Self Beliefs and Prior Knowledge as Predictors of Student Achievement in Mathematics: A Structural Model. Educational Psychology, 28(1): 59-71. Iskandar, S.M. 2011. Pendekatan Pembelajaran Sains Berbasis Konstruktivis. Malang: Bayumedia. Kousathana, M., Demerouti, M. & Tsaparlis, G. 2005. Instructional Misconception in Acid-Base Equilibria: An Analysis from a History and Philosophy of Science Perspective. Science & Education, 14(2): 173-193. Latifah, S., Sugiharto. & Nugroho, A.CS. 2014. Studi Komparasi Penggunaan Praktikum dan Demonstrasi pada Metode Problem Solving terhadap Prestasi Belajar Siswa Materi Hidrolisis Garam Kelas XI Ilmu Alam SMA Al Islam 1 Surakarta Tahun Pelajaran 2010/2011. Journal Pendidikan Kimia, 3(3): 111-120. Lin, J.W., Chiu, M.H. & Liang, J.C. 2004. Exploring Mental Models and Causes of Students‘ Misconceptions in Acids and Bases. Makalah dipresentasikan di NARST, Vancouver, Kanada, April. Marsandi. 1980. Sistem Belajar Tuntas (Mastery Learning). Jakarta: Puskur. Mckee, E., Williamson, V.M. & Ruebush, L.E. 2007. Effects of a Demonstration Laboratory on Student Learning. Journal Science Educational Technology, 16(5): 395-400. Muchtar, Z. & Harizal. 2012. Analyzing of Student‘ Misconceptions on Acid-Base Chemistry at Senior High School in Medan. Journal of education and practice, 3(15): 65-74. Pinarbasi, T. 2007. Turkish Undergraduate Students‘ Misconceptions on Acids and Bases. Journal of Baltic Science Education, 6 (1): 23-34. Schoffstall, A. M. & Gaddis, B. A. 2007. Incorporating Guided Inquiry Learning into the Organic Chemistry Laboratory. Journal of Chemical Education, 84(5): 848-851. Sheppard, K. 2006. High School Students‘ Understanding of Titrations and Related AcidBase Phenomena. Chemistry Education Research and Practice, 7(1): 32-45. Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta. 324
Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016, Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang Malang, 26 Maret 2016
Svinicki, M. 1993. What They Don‘t Know Can Hurt Them: The Role of Prior Knowledge in Learning. The Professional & Organizational Development Network in Higher Education, 5(4): 1-5. Wulandari, R. 2012. Pengaruh Pembelajaran Berbasis Inkuiri dalam Kegiatan Laboratorium terhadap Motivasi Belajar dan Keterampilan Berpikir Peserta Didik SMP. Tesis tidak diterbitkan. Yogyakarta: PPs Universitas Negeri Yogyakarta. Yuliana, I. F. 2015. Perbedaan Hasil Belajar dan Literasi Kimia Siswa Kelas XI SMAN 4 Malang yang Dibelajarkan dengan Model Inkuiri Terbimbing Pendekatan Intertekstual dengan Inkuiri Terbimbing pada Materi Kesetimbangan Kimia ditinjau dari Kemampuan Awal. Tesis tidak diterbitkan. Malang: PPs Universitas Negeri Malang.
325