© TI-UNDIP 2009 ISBN : 978-979-704-802-0
Prosiding Seminar Nasional Ergonomi IX Semarang, 17-18 November 2009
Analisis Postur Kerja Operator Mesin Split pada Proses Pembuatan Kulit Jenis Wet Blue Menggunakan Moskuloskeletal Disorders (MSD) Risk Assessment Methods (Studi Kasus di Lembah Tidar Jaya Magelang) Oleh : Eko Muh Widodo, M. Imron Rosyidi, Retno Widiastuti email :
[email protected] Program Studi Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Magelang Jl. Mayjend Bambang Soegeng, Mertoyudan Magelang Telp/Faks. (0293) 326945 Abstrak Penelitian dilakukan pada depertemen Beam House yang memproduksi kulit jenis Wet Blue. Dalam penelitian ini proses yang diamati hanya pada proses spliting karena pada proses ini aktivitas yang dilakukan cenderung statis dan berulang-ulang. Dalam 1 minggu terdapat 2 kali proses spliting, sehingga dalam 3 bulan terdapat 24 kali proses spliting. Postur kerja yang diamati diklasifikasikan menjadi 12 postur kerja yang akan dianalisis menggunakan metode OWAS, RULA dan QEC. Hasil analisis OWAS menunjukkan bahwa terdapat 2 postur kerja yang berbahaya yaitu proses I pada tahapan proses ke-2 dan ke-3. RULA menganalisis terdapat 3 postur kerja yang berbahaya yaitu proses I pada tahapan proses ke-2 dan pada tahapan proses ke-3 serta proses III pada tahapan proses ke-6. Sedangkan hasil kuisioner QEC memperlihatkan bahwa terdapat 2 postur kerja yang berbahaya pada proses III pada tahapan proses ke-4 dan tahapan proses ke-6. Rekomendasi perbaikan postur kerja sebaiknya dilakukan pada proses I, pada tahapan proses ke-2 dan tahapan proses ke-3 karena pada tahap ini metode OWAS dan RULA dapat mengidentifikasi adanya kesalahan postur kerja dengan postur kerja tersebut termasuk dalam kategori level 4 yaitu level tertinggi dan berbahaya pada sistem moskuloskeletal. Kata Kunci : Ergonomi, Antropometri, Postur Kerja, Keluhan Moskuloskeletal
A. PENDAHULUAN PT. Lembah Tidar Jaya merupakan salah satu perusahaan yang bergerak dalam penyamakan kulit sapi. Penelitian dilakukan pada depertemen Beam House yang memproduksi kulit jenis Wet Blue. Pada proses ini yang membutuhkan tenaga paling banyak dan aktivitas kerja yang cenderung tetap adalah pada proses spliting. Dalam 1 minggu terdapat 2 kali proses spliting, sehingga dalam 3 bulan terdapat 24 kali proses spliting. Menurut PT. Lembah Tidar Jaya rata-rata dalam 3 bulan terdapat 4 pekerja yang mengalami cidera moskuloskeletal. Oleh karena itu, penelitian difokuskan hanya pada proses spliting karena pada proses ini dibutuhkan keahlian operator untuk membelah kulit.
D19-1
Analisis Postur Kerja Operator Mesin Split Pada Proses Pembuatan Kulit Jenis Wet Blue Menggunakan Moskuloskeletal Disorders (MSD) Risk Assessment Methods (Studi Kasus di Lembah Tidar Jaya Magelang)
Permasalahn yang timbul adalah seberapa besar tingkat kesalahan postur kerja operator mesin split yang terjadi pada proses pembuatan kulit jenis Wet Blue dalam melakukan aktivitas kerja berdasarkan kriteria OWAS, RULA dan QEC serta bagaimana merekomendasi perubahan postur kerja operator mesin spit berdasarkan kriteria OWAS, RULA dan QEC? Untuk itu dilakukan penelitian tentang postur kerja pada operator mesin split yang bertujuan untuk menganalisis dan mengevaluasi tingkat kesalahan postur kerja operator mesin split yang terjadi pada proses pembuatan kulit jenis Wet Blue berdasarkan kriteria OWAS, RULA dan QEC serta memberikan usulan perbaikan postur kerja operator mesin spit berdasarkan hasil kriteria OWAS, RULA dan QEC.
B. LANDASAN TEORI 1. Ergonomi Ergonomi berasal dari bahasa Yunani yaitu kata ergos yang berarti kerja dan nomos yang berarti hukum alam. Dengan demikian ergonomi dimaksudkan adalah tentang aspek manusia dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau dari anatomi, fisiologi, psikologi, engineering, manajemen dan desain/perancangan. Sasaran penelitian ergonomi adalah manusia ada saat bekerja dengan lingkungan. Secara singkat dapat dikatakan ergonomi adalah penyesuaian tugas pekerjaan dengan kondisi tubuh manusia untuk menurunkan stess yang akan dihadapi. Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan menyesuaikan ukuran tempat kerja dengan dimensi tubuh agar tidak melelahkan, pengaturan suhu, cahaya dan kelembaban dengan kebutuhan tubuh manusia. ILO menyatakan ergonomi adalah sebagai ilmu terapan biologi manusia dan hubungannya dengan ilmu teknik bagi pekerja dan lingkungan kerjanya agar mendapatkan kepuasan kerja yang maksimal serta juga dapat meningkatkan produktivitas. Dengan mengaplikasikan aspek-aspek ergonomi, maka tujuannya adalah dirancang sebuah stasiun kerja yang dapat dioperasikan oleh rata-rata manusia dengan memanfaatkan informasi-informasi mengenai sifat, kemampuan dan keterbatasan manusia sehingga orang hidup dan bekerja pada sistem dengan baik. 2. Manual Material Handling (MMH) Saat tubuh manusia mengangkat suatu beban, maka seluruh tubuh manusia akan mengalami ketegangan. Otot-otot tubuh pada dasarnya berfungsi untuk menegakkan tubuh manusia. Dan jika otot-otot diberi beban tambahan maka kelelahan segara terasa. Pada dasarnya pula bahwa mengangkat suatu beban bukanlah kebiasaan manusia. Jika seseorang mengangkat beban, maka otot-otot tubuh akan menegang dan pembuluh darah menjadi mengecil. Keadaan ini mengurangi aliran darah yang membawa oksigen dan gula ke seluruh tubuh, akibatnya orang tersebut akan merasa letih sehingga tulang belakang (punggung) dan otot-ototnya akan terasa sakit. Dengan demikian pembuluh darah dan jantung akan berpengaruh.Sewaktu mengangkat dan membawa beban, tubuh yang paling terpengaruh dan berkemungkinan untuk cidera adalah tulang punggung. 3. Sikap tubuh saat bekerja Posisi tubuh saat bekerja ditentukan oleh jenis pekerjaan yang dilakukan. Masing-masing posisi kerja mempunyai pengarauh yang berbeda-beda terhadap tubuh. Menurut (Tarwaka dan Bakti, SHA., 2004) batasan stasiun kerja untuk posisi duduk dan berdiri adalah sebagai berikut: a) Pekerjaan dilakukan dengan duduk dan pada saat lainnya dilakukan dengan berdiri saling bergantian. b) Perlu menjangkau lebih dari 40 cm ke depan atau 15 cm diatas landasan. c) Tinggi landasan kerja 90-120 cm. 4. Anthropometri Istilah anthropomeetri berasal dari kata anthro yang berarti manusia dan metri yang berarti D19-2
Eko Muh Widodo, M. Imron Rosyidi, Retno Widiastuti
ukuran. Dengan demikian anthropometri memiliki arti telaah tentang ukuran tubuh manusia dan mengupayakan evaluasi untuk melaksanakan kegiatannya dengan mudah dan gerakangerakan yang sederhana. Anthropometri adalah satu kumpulan data numerik yang berubungan dengan karakteristik fisik ukuran tubuh manusia dan bentuk serta penerapan dari data tersebut untuk penanganan masalah desain. Anthropometri merupakan bidang yang berhubungan dengan dimensi-dimensi tubuh manusia. Manusia pada umumnya akan berbeda-beda dalam hal bentuk dan ukuran tubuhnya, karena dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti umur, jenis kelamin, ras/suku dan jenis pekerjaan. Anthropometri sangat penting untuk diperhatikan terutama dalam pendesainan tempat kerja. Hal ini dikarenakan ukuran tubuh dan bentuk manusia yang mempunyai banyak varibilitas. Selain itu jenis kelamin, ras/suku dan jenis pekerjaan juga mempengaruhi dalam pendesaianan. 5. Nordic Body Map (NBM) Kelelahan maupun ketidaknyamanan akibat pekerjaan yang berulang-ulang sering terjadi di tempat kerja. Hal –hal yang menyebabkan terjadinya resiko tersebut adalah: static positions (posisi yang tetap) body movements (pergerakan tubuh) handling – lifting (pengangkatan dan penanganan benda) pulling and carrying loads (pekerjaan menarik, mendorong, dan mengangkat beban) use of a localised force (penggunaan gaya setempat) repeated efforts (usaha yang berulang – ulang) energy expenditure (pengeluaran energi yang berlebihan)
Gambar 1. Nordic Body Map (NBM) C. METODE PENELITIAN 1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian yang dilakukan sejak bulan Mei 2009 ini dilakukan di industri penyamakan kulit sapi PT. Lembah Tidar Jaya di dusun Kedungiyas Kabupaten Magelang. Kegiatan difokuskan pada proses spliting karena pada proses ini banyak terjadi keluhan moskuloskeletal serta proses ini membutuhkan keahlian sehingga tidak semua orang dapat melakukan kegiatan ini karena bisa jadi kulit menjadi sobek sehingga perusahaan menjadi rugi. 2. Populasi dan Sampel Populasi adalah totalitas dari semua nilai yang mungkin baik hasil menghitung, D19-3
Analisis Postur Kerja Operator Mesin Split Pada Proses Pembuatan Kulit Jenis Wet Blue Menggunakan Moskuloskeletal Disorders (MSD) Risk Assessment Methods (Studi Kasus di Lembah Tidar Jaya Magelang)
pengukuran kualitatif ataupun kuantitatif dari suatu obyek yang jelas (Azrul Anwar 1987). Populasi penelitian ini adalah pelaku/pekerja langsung operator nesin split di dusun Kedungiyas Kabupaten Magelang, yang bekerja dengan sikap berdiri, membungkuk dan memutar untuk mengangkat kulit, memasukkan kulit dalam mesin split, menarik kulit serta melatakkan kulit dalam crean selama 3,5 jam sehari. Kriteria subyek sampel adalah : a) Jenis Kelamin : laki laki. b) Usia antara 25 sampai 40 th c) Sanggup menjadi subek penelitian Besarnya sampel adalah diambil adalah sebanyak 13 orang operator mesin split yang merupakan jumlah keseluruhan dari operator yang melakukan aktivitas kerja pada proses spliting. 3. Instrumen (Alat Pengumpul Data) Instrumen atau alat ukur yang dipakai dalam penelitian adalah : a) Kamera, untuk merekam aktivitas yang terjadi pada proses spliting. b) Software AVI movie plotter c) Software Ergofellow d) Kuisioner Nordic Body Map e) Kuisioner Quick Exposure Checklist (QEC) f) List/form daftar pertanyaan.
D. HASIL PENGOLAHAN DATA Dari hasil kuisioner awal kepada 10 pekerja pada proses spliting sebelum dianalisis dengan menggunakan Nordic Body Map (NBM) diketahui bahwa pada proses spliting keluhan yang sering terjadi adalah sakit pada leher, punggung, lengan, pergelangan tangan, telapak tangan dan jari-jari, pinggang dengan presentase skor frekuensi 4.60% dan skor severity 4.90%. Pada proses spliting dibagi menjadi 3 proses sehingga diperoleh 12 postur kerja yang akan di analisis dan dievaluasi apakah postur kerja tersebut berbahaya atau tidak berdasarkan kriteria tiap-tiap masing-masing metode. Berdasarkan hasil survey terhadap sikap kerja para operator mesin split di atas, selanjutnya dilakukan analisis terhadap kemungkinan resiko yang dapat terjadi. Penilaian resiko dilakukan dengan tiga pendekatan yaitu: 1. Analisis Postur Kerja Pendekatan Ovako Working Posture Analysis System OWAS Berdasarkan input 10 postur kerja menurut kategori OWAS maka diperoleh 4 hasil kategori tindakan, yaitu: Tabel 1. Kategori Tindakan OWAS Kategori tindakan Kode postur kerja Level 1 3171, 1171 Level 2 2221, 1151, 4121, 4171 Level 3 2141, 2151 Level 4 4151, 3151 Dari tabel di atas, terdapat 2 postur kerja yang termasuk level 4 sehingga keempat postur kerja tersebut akan dibuat suatu rekomendasi postur kerja untuk mengurangi level bahaya dan cidera moskuloskeletal.
D19-4
Eko Muh Widodo, M. Imron Rosyidi, Retno Widiastuti
2. Analisis Postur Kerja Pendekatan Rapid Upper Limb Assessment - RULA Berdasarkan input 12 postur kerja menurut kategori RULA maka diperoleh 3 hasil kategori tindakan, yaitu: Tabel 2. Kategori Tindakan RULA Skor Kategori tindakan Jumlah postur kerja 5 Level 3 1 6 Level 3 8 7 Level 4 3 Dari tabel di atas, terdapat 3 postur kerja yang termasuk level 4 sehingga keempat postur kerja tersebut akan dibuat suatu rekomendasi postur kerja untuk mengurangi level bahaya dan cidera moskuloskeletal. 3. Analisis Postur Kerja Pendekatan Quick Exposure Checklist - QEC Berdasarkan input 10 kuisioner postur kerja QEC maka diperoleh hasil kategori tindakan, yaitu: Tabel 3. Kategori Tindakan QEC Prose s kerja
Postur kerja
Prose sI
Postur mengambil kulit dengan cara membungkuk Postur meletakkan kulit ke atas meja dengan cara berjalan Postur meletakkan kulit ke atas meja dengan cara berjalan dan memutar Postur mengambil kulit dengan cara membungkuk dan memutar Postur memindahkan kulit dari meja ke mesin Postur menekan kulit pada mesin split dengan cara membungkuk kemudian 1 tangan mengambil serbuk kayu Postur menarik kulit Postur menarik kulit sambil berjalan mundur Postur menarik kulit sambil memutar badan Postur memindahkan kulit ke dalam crean sambil membungkuk dan memutar Postur memindahkan kulit ke dalam crean sambil membungkuk Postur memindahkan kulit ke dalam crean sambil membungkuk,memutar, dan berjalan
Prose s II
Prose s III
Total Skor (punggung, bahu, pergelangan tangan dan leher) 108
Kategor i tindaka n Level 3
100
Level 3
104
Level 3
100
Level 3
96
Level 3
92
Level 3
84 96 106 124
Level 2 Level 3 Level 3 Level 4
106
Level 3
124
Level 4
Dari tabel di atas, proses III termasuk dalam level 4 yang merupakan level yang sangat berbahaya sehingga terdapat 2 postur kerja yang akan dibuat suatu rekomendasi postur kerja untuk mengurangi level bahaya dan cidera moskuloskeletal.
D19-5
Analisis Postur Kerja Operator Mesin Split Pada Proses Pembuatan Kulit Jenis Wet Blue Menggunakan Moskuloskeletal Disorders (MSD) Risk Assessment Methods (Studi Kasus di Lembah Tidar Jaya Magelang)
E. PEMBAHASAN 1. Hasil Analisis Postur Kerja Pendekatan Ovako Working Posture Analysis System OWAS Hasil analisa dengan menggunakan OWAS diketahui bahwa terdapat 2 postur kerja yang harus diperbaiki segera yaitu kode postur 4151 dan kode postur 3151 yang teridentifikasi pada proses I tahapan proses ke-2 dan tahapan proses ke-3. Dari rekomendai yang dilakukan penulis pada kode postur 4151 dengan merubah posisi kaki dari berdiri dengan salah satu kaki ditekuk dirubah posisi kakinya dengan berdiri lurus maka beban otot kaki akan berkurang sehingga level bahaya menjadi turun ke level 2. Berikut ini adalah rekomendasi postur kerja 4151:
Gambar 2. Rekomendasi Kode Postur Kerja 4151 Sementara kode postur kerja 3151 perbaikan postur kerja yang direkomandasikan
adalah meruabah posisi kaki dari berdiri dengan salah satu kaki ditekuk dirubah posisi kakinya dengan berdiri bertumpu pada 1 kaki lutut lurus maka beban otot kaki akan berkurang sehingga level bahaya menjadi turun ke level 1. 2. Hasil Analisis Postur Kerja Pendekatan Rapid Upper Limb Assessment - RULA Hasil analisa dengan menggunakan RULA diketahui bahwa terdapat 3 postur kerja yang harus diperbaiki segera yaitu postur dengan skor postur 7, yaitu pada proses I, tahapan proses ke-2 dan tahapan proses ke-3 serta pada proses III, tahapan proses ke-6. Berikut ini adalah output rekomendasi postur kerja proses I, tahapan proses ke-2:
Gambar 3. Output rekomendasi postur kerja D19-6
Eko Muh Widodo, M. Imron Rosyidi, Retno Widiastuti
Dalam rekomendasi oleh penulis, dapat terlihat bahwa rekomendasi perbaikan postur lebih aman karena berada pada skor 5. Disini yang dirubah hanya postur lengan atas, lengan bawah, serta punggung. Skor aktivitas menjadi berkurang dari skor 7 menjadi skor 5 sehingga level bahaya menjadi level 3.. Sementara pada proses I, tahapan proses ke-3 rekomendasi perbaikan postur kerja yang dirubah hanya postur lengan atas, lengan bawah, leher serta punggung. Skor aktivitas menjadi berkurang dari skor 7 menjadi skor 5 sehingga level bahaya menjadi level 3. Pada proses III, tahapan proses ke-6 rekomendasi perbaikan postur kerja dirubah hanya postur lengan atas, lengan bawah, leher serta punggung. Skor aktivitas menjadi berkurang dari skor 7 menjadi skor 5 sehingga level bahaya menjadi level 3. 3. Hasil Analisis Postur Kerja Pendekatan Quick Exposure Checklist - QEC Hasil analisa dengan menggunakan QEC diketahui bahwa terdapat 2 postur kerja yang harus diperbaiki segera yaitu postur dengan total skor postur 124 yaitu pada proses III, tahapan proses ke-4 dan tahapan proses ke-6. Berikut ini adalah rekomendasi perbaikan postur kerja proses III, tahapan proses ke-4:
Gambar 4. Output Rekomendasi Postur Kerja Dalam rekomendasi oleh penulis, dapat terlihat bahwa rekomendasi perbaikan postur kerja lebih aman karena total skor yang didapat 104 sehingga termasuk dalam level 3. Disini yang dirubah hanya postur punggung lengan, serta leher. Total skor aktivitas menjadi berkurang dari total skor 124 menjadi total skor 104 sehingga level bahaya menjadi level 3. Sementara pada proses III, tahapan proses ke-6 rekomendasi perbaikan postur kerja yang dirubah hanya postur punggung lengan, serta leher. Total skor aktivitas
menjadi berkurang dari total skor 124 menjadi total skor 108 sehingga level bahaya menjadi level 3.
D19-7
Analisis Postur Kerja Operator Mesin Split Pada Proses Pembuatan Kulit Jenis Wet Blue Menggunakan Moskuloskeletal Disorders (MSD) Risk Assessment Methods (Studi Kasus di Lembah Tidar Jaya Magelang)
F. REKOMENDASI PERBAIKAN POSTUR KERJA Dari hasil analisa yang telah dilakukan dengan menggunakan ketiga metode untuk menganalisis postur kerja, maka diketahui bahwa pada proses I yaitu pada tahapan proses ke-2 dan tahapan proses ke-3 merupakan tahapan proses yang paling berbahaya karena pada tahapan proses ini metode OWAS dan RULA mengidentifikasi bahwa postur kerja pada tahapan tersebut termasuk dalam kategori level 4. Meskipun RULA dan QEC juga mengidentifikasi bahwa pada proses III terdapat postur kerja yang berbahaya tetapi menurut penulis postur yang paling berbahaya adalah pada proses I karena ada 2 metode yang sama-sama mengidentifikasi kalau ada kesalahan postur kerja. Oleh karena itu penulis memberikan usulan penerapan metode RULA kepada manajemen perusahaan PT. Lembah Tidar Jaya untuk direkomendasikan perbaikan postur kerja kepada para pekerja pada proses I , pada tahapan proses ke-2 dan tahapan ke-3 karena metode ini lebih akurat dan tepat serta mempertimbangkan sudut-sudut yang terjadi kerena adanya aktivitas gerakan.
G. KESIMPULAN Dari hasil analisis di atas dapat disimpulkan bahwa: 1. Terdapat 7 postur kerja yang berbahaya yang dapat diidentifikasi, yaitu 2 postur kerja berbahaya menurut OWAS, 3 postur kerja berbahaya menurut RULA, 2 postur kerja berbahaya menurut QEC. 2. Aktivitas dalam Beam House Proses diidentifikasi berbahaya menurut ketiga metode yang dipakai tetapi yang paling berbahaya adalah pada proses I yaitu saat mengangkat kulit dari crean ke meja.
H. DAFTAR PUSTAKA [1.] Grandjean E., (1993). Fitting The Task To The Man, 4th ed. Taylor & Francis Inc. London. [2.] Iranian J Publ Health, 2004. Evaluation of Risk Factors Causing Moskuloskeletal Disorders Using QEC Method in a Furniture Producing Unite. Departement of Occupational Health, School of Public Health, Iran. [3.] Karwowski, Waldemar. 2001. OWAS : A Method For Analysis of Working Postures (Volume 1). Dalam : Internasional Encyclopedia of Ergonomis and Human Factors. USA: Taylor & Francis. pp : 3298 – 3307. [4.] Li G. and Buckle P. 1999. Evaluating Change in Exposure to Risk for Musculoskeletal Disorders - a Practical Tool. Suffolk, HSE Books CRR251. [5.] McAtamney & Corlett. 2004. RULA : a survey method for the investigation of workrelated upper limb disorders. Dalam : Applied Ergonomics. USA : Neese Consulting, Inc. pp : 91-99. [6.] Suma’mur, P. K. 1989. Ergonomi untuk Produktivitas Kerja. C.V. Haji Masagung, Jakarta. [7.] Sutalaksana, I. Z. Anggawarsita dan Tjakraatmadja. 1979. Teknik Tata Cara Kerja. Jurusan Teknik Industri, Institut Teknologi Bandung, Bandung. [8.] Wignjosoebroto, S. 1995. Ergonomi Studi Gerak dan Waktu. PT. Guna Widya, Jakarta.
D19-8