BAB III TINJAUAN PUSTAKA III.1
Komunikasi Komunikasi adalah elemen mendasar dalam kehidupan manusia sebagai
mahluk sosial. Melalui komunikasi manusia menjalin relasinya dalam kehidupan sehari-hari. Komunikasi digunakan sebagai sarana efektif untuk mencapai berbagai kepentingan dan tujuan. Hybels dan Weaver (2004, 7) mendefinisikan komunikasi sebagai berikut: Communication is any process in which people share information, ideas, and feelings.
Berdasarkan pengertian di atas komunikasi adalah segala proses membagikan informasi, ide, dan perasaan. Belch dan Belch (2009, 145) mendefinisikan komunikasi sebagai: “Communication is passing of information, the exchange of ideas, or the process of establishing a commonness or oneness of thought between a sender and a receiver”.
Definisi di atas menjelaskan bahwa komunikasi adalah suatu kegiatan menyampaikan informasi, bertukar ide, atau proses membangun tujuan atau pemikiran yang sama antara pengirim dan penerima pesan. Pemahaman ini turut didukung oleh pendapat Seitel (2011, 78) yang menyatakan komunikasi sebagai
22
proses pertukaran informasi, menanamkan ide-ide, dan membuat seseorang dimengerti oleh orang lain. Dalam hal ini terdapat hubungan antarindividu dalam proses komunikasi. Fill (2009, 92) menegaskan kembali dalam definisinya bahwa komunikasi adalah suatu proses dimana setiap individu berbagi makna. Berger dan Chaffe (1983, 17) menyatakan bahwa ilmu komunikasi adalah: “Communication science seeks to understand the production, processing and effect of symbol and signal system by developing testable theories containing lawful generalization, that explain phenomena associated with production, processing, and effect”.
Melalui kutipan di atas, ilmu komunikasi diartikan sebagai pencarian untuk memahami tentang produksi, proses, dan efek simbol dan sistem isyarat dengan mengembangkan pengujian berbagai teori menurut hukum generalisasi guna menjelaskan fenomena yang berkaitan dengan produksi, proses, dan efek. Proses pertukaran informasi, ide, dan perasaan dalam komunikasi dapat digambarkan dalam model komunikasi. Dalam penelitian ini model komunikasi yang digunakan ialah model proses komunikasi oleh Belch dan Belch (2004, 139). Berikut merupakan gambar dan penjelasan model proses komunikasi Belch dan Belch:
Gambar III.1 A Model of The Communication Process Sumber: Belch dan Belch (2004, 139)
23
Berdasarkan gambar di atas, terdapat enam unsur yang membentuk A Model of The Communication Process, sebagai berikut: 1. Source Encoding Menurut Belch dan Belch (2004, 141) sender (pengirim) atau source (sumber) dalam komunikasi adalah seseorang atau organisasi yang memiliki informasi untuk disebarkan kepada orang lain atau sekelompok orang. Proses komunikasi diawali ketika sumber memilih sejumlah kata-kata, simbol, gambar, dan sebagainya, untuk merepresentasikan pesan yang akan dikirimkan kepada penerimanya. Proses tersebut dikenal dengan encoding, melibatkan pikiran, ideide, atau informasi ke dalam bentuk simbolik. Menurut Duncan (2008, 106), sender adalah seseorang atau organisasi yang memiliki inisiatif dalam membuat pesan. Serupa dengan pemahaman sebelumnya, Fill (2009, 42) menyatakan bahwa source sebagai seseorang atau perusahaan yang memiliki keinginan untuk mengirimkan pesan dan memilih kombinasi kata, gambar, dan simbol untuk mewakili pesan yang akan dikirimkan. Berangkat dari beberapa definisi di atas, sender atau source dapat berupa
individu atau perusahaan yang memiliki
informasi dan berinisiatif untuk menyampaikannya. Sender atau source dalam penelitian ini adalah PT Kao Indonesia sebagai penyedia produk brand Laurier. Penyampaian pesan yang dilakukan PT Kao
24
Indonesia adalah inisiatif dari perusahaan ini guna menjangkau target pasarnya dalam kategori produk pembalut wanita. 2. Message Pesan memegang peranan penting dalam setiap proses komunikasi. Pesan berisikan informasi yang ingin disampaikan oleh source (Belch & Belch 2004, 141). Menurut Egan (2007, 30), message merupakan sarana dimana suatu ide dikirimkan melalui sebuah medium. Pemahaman ini mengindikasikan bahwa pesan membutuhkan medium sebagai sarana penyampaian kepada penerimanya. Dalam menyampaikan pesan tentang sebuah merek, pesan yang dikirimkan merupakan hal-hal atau informasi mengenai merek tersebut, yang tergabung dalam bauran pemasaran (marketing mix), meliputi produk, harga, tempat distribusi, dan promosi (Duncan 2008, 110).
Menurut Hermawan Kartajaya
(Kartajaya 2006) marketing mix juga dapat disebut dengan creation tactic dari perusahaan. Marketing mix merupakan perwujudan langsung dari diferensiasi konten-konteks-infrastruktur. Akan tetapi, ia melanjutkan, bahwa melakukan diferensiasi terhadap suatu produk saja belum cukup menarik apabila tidak dipersepsi secara berbeda oleh konsumen. Upaya yang perlu dilakukan yakni dengan membangun positioning yang kuat guna membedakan produk dari pesaingnya di benak konsumen.
25
Berangkat dari pemahaman tersebut, maka isi pesan yang dimaksud pada penelitian ini ialah berbagai informasi mengenai attribute dan benefit positioning dari brand Laurier, yang disampaikan oleh PT Kao Indonesia sebagai perusahaan penyedia produk pembalut wanita ini. Informasi yang disampaikan meliputi brand positioning statement “Nyaman Kapan Aja” yang tampak dari produk dan iklan komersial Laurier di televisi. 3. Channel Tahap ini menggambarkan media apa yang digunakan dalam penyampaian pesan kepada receiver. Channel adalah tempat dimana pesan berjalan dari sender ke receiver (Belch & Belch 2009, 143). Menurut Bovee dan Thill, channel digunakan untuk mengirimkan pesan (Bovee & Thill 2010, 45). Duncan memberikan pemahaman bahwa medium atau channel merupakan tempat yang menghubungkan perusahaan dengan pelanggan (Duncan 2008, 113). Berangkat dari penjelasan tersebut, channel dapat diartikan sebagai suatu alat penyampaian pesan yang digunakan oleh seseorang, organisasi, atau perusahaan kepada pihak lain sebagai receiver. Dalam penelitian ini channel yang dimaksud sebagai media yang menghubungkan antara PT Kao Indonesia dan pelanggan brand Laurier ialah televisi dan distributor atau penjual produk. Media ini menjadi sarana untuk menyampaikan brand positioning statement Laurier “Nyaman Kapan Aja” dalam 26
bentuk in-store display, produk itu sendiri, dan iklan secara audio-visual melalui televisi kepada target audiennya. 4. Receiver or Decoding Menurut Belch dan Belch (2004, 143), penerima pesan yang dimaksud adalah seseorang atau sekelompok orang yang berbagi pikiran atau informasi dengan pengirim pesan. Dalam komunikasi pemasaran, receiver adalah target audien yang sudah ditentukan sebelumnya oleh sender. Tahap ini merupakan gambaran mengenai kepada siapa pesan akan disampaikan. Pihak penerima pesan tersebut disebut dengan receiver. Receiver dapat diartikan sebagai penerima pesan (West & Turner 2007, 11). Penerima pesan mengalami proses mentransformasikan pesan yang dikirmkan ke dalam pikirannya yang disebut dengan decoding (Belch &Belch 2004, 143). Proses ini sangat dipengaruhi oleh gambaran penerima pesan terhadap sesuatu atau disebut dengan field of experience, yakni berbagai pengalaman, persepsi, sikap, dan nilai yang diberikan seseorang dalam suatu situasi komunikasi. Dalam hal ini target audien merupakan sekelompok orang yang berpotensi untuk merespon pesan yang disampaikan secara positif (Duncan 2008, 114-115). Melalui pemahaman di atas, receiver dapat diartikan sebagai seseorang atau lebih yang menerima pesan dari marketer sebagai hasil transformasi berdasarkan field of experience yang dimilikinya. PT Kao Indonesia adalah sender yang 27
menyampaikan pesan berupa brand positioning statement Laurier “Nyaman Kapan Aja” kepada pelanggan atau receiver dengan segmentasi perempuan usia produktif. Dalam penelitian ini receiver yang dimaksudkan ialah mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan Angkatan 2009 dan 2010 yang dianggap memiliki field of experience yang serupa, mengacu pada kebutuhannya terhadap produk pembalut wanita yang nyaman digunakan. 5. Noise Pada seluruh proses komunikasi, pesan tergantung kepada faktor-faktor luar yang dapat merusak atau mengganggu penerimaan pesan (Belch & Belch 2004, 145). Penyimpangan atau gangguan yang tidak direncanakan ini dikenal sebagai noise. Noise merupakan gangguan fisik maupun psikologis yang datang dalam upaya mengkomunikasikan pesan (Duncan, 2008, 114). Mallen menyatakan bahwa gangguan sebagai kelalaian dan penyimpangan informasi (Fill 2009, 46). Noise merupakan gangguan atau hambatan yang dapat terjadi dalam proses komunikasi. Hambatan tersebut mengakibatkan penyimpangan terhadap pemahaman informasi yang disampaikan oleh sender. Menurut Belch dan Belch (2004, 145) noise juga dapat ditimbulkan oleh tidak terjadinya overlap atau ketidaksamaan fields of experience antara pengirim dan penerima pesan.
28
Dalam penelitian ini, pemicu utama terjadinya gangguan diakibatkan banyaknya merek yang menawarkan produk pembalut wanita dalam persaingan pasar. Berbagai brand tersebut mengkomunikasikan brand positioning yang hampir serupa mengingat kategori produk ini memiliki kemiripan dalam segi fungsional. Oleh sebab itu gangguan yang paling memungkinkan mengacu kepada seberapa jauh fields of experience antara Laurier dan konsumennya memiliki kesamaan atau mengalami overlap. 6. Response or Feedback Seperangkat reaksi penerima pesan setelah melihat, mendengar, atau membaca pesan disebut dengan response. Sedangkan feedback (umpan balik) merupakan bagian dari respon atau tanggapan penerima pesan yang dikomunikasikan kembali kepada pengirim pesan. Feedback (umpan balik) ialah tanggapan dari receiver berupa pengiriman pesan kembali kepada sender (Duncan 2008, 107). Umpan balik tersebut merupakan respon terhadap pesan yang telah diterima receiver. Menurut West dan Turner, feedback membantu komunikator mengetahui apakah pesan yang dikirimkan telah sampai kepada penerima pesan (West & Turner 2007, 12). Dalam penelitian ini, feedback terjadi ketika target pasar memutuskan untuk membeli produk pembalut wanita merek Laurier. Keputusan pembelian terhadap
29
produk merupakan umpan balik yang diharapkan oleh PT Kao Indonesia selaku komunikator. Model komunikasi ini dianggap sesuai dengan penelitian yang dilakukan, karena mengandung unsur-unsur yang terdapat dalam komunikasi pemasaran PT Kao Indonesia, khususnya dalam penelitian ini merujuk kepada brand positioning Laurier melalui statement “Nyaman Kapan Aja”. Penyampaian brand positioning kepada target pelanggan melalui berbagai media merupakan bagian dari strategi komunikasi pemasaran brand Laurier kepada segmentasi pasarnya. III.2
Integrated Marketing Communication (IMC) Pada umunya setiap perusahaan yang bergerak dalam industri bisnis
memanfaatkan komunikasi pemasaran atau yang disebut dengan IMC programs. IMC programs ini meliputi konteks business-to-consumer (B2C), business-to-business (B2B), atau ditujukan langsung kepada keduanya. IMC merupakan serangkaian kegiatan pemasaran yang terintegrasi dan mempunyai pengaruh signifikan antara satu dengan lainnya. Menurut Shimp (2003, 7), IMC dapat didefinisikan sebagai berikut: A communication process that entails the planning, creation, integration, and implementaion of diverse forms of marcom (advertisements, sales promotions, publicity release , events ,others ).
Definisi di atas menjelaskan bahwa IMC merupakan proses komunikasi yang memerlukan perencanaan, penciptaan, kesatuan, dan implementasi berbagai bentuk komunikasi pemasaran. Menurut The American Marketing Association, pemasaran 30
adalah aktivitas dan proses menciptakan, mengkomunikasikan, menyampaikan, dan menukarkan sesuatu yang memiliki nilai bagi pelanggan, klien, partner, dan masyarakat secara luas (Czinkota & Ronkainen 2010, 18). Selain itu, Shimp (1997, 5) menambahkan bahwa IMC adalah: An organization’s unified, coordinated effort to promote a brand concept through the use of multiple communication tools that ‘speak with one voice’.
Definisi di atas menjelaskan bahwa IMC adalah sebuah kesatuan organisasi, upaya yang terkoordinasi untuk mempromosikan konsep merek melalui penggunaan sejumlah alat komunikasi yang ‘berbicara dengan satu suara’. Dalam hal ini sebuah merek perlu mengkomunikasikan satu pesan yang sama meskipun menggunakan sejumlah communication tools, sehingga meminimalisir resiko kebingungan dari konsumen. Menurut Duncan (2008, 17) IMC didefinisikan sebagai berikut: IMC is a process for planning, executing, and monitoring the brand messages that create customer relationship.
Definisi di atas menjelaskan bahwa IMC merupakan suatu proses perencanaan, pelaksanaan, dan monitoring pesan dari brand yang menciptakan hubungan kepada pelanggan. Integrated Marketing Communication (IMC) dilakukan dalam setiap tindakan periklanan dan promosi. Menurut Shimp (2010, 20), terdapat empat fundamental decisions dalam program komunikasi pemasaran, yaitu: 31
1. Targeting Targeting memungkinkan para pelaku komunikasi pemasaran untuk mengirimkan pesan secara tepat kepada audien yang di sasar. Pemilihan target segmentasi merupakan langkah penting dalam komunikasi pemasaran yang efektif dan efisien. Perusahaan mengidentifikasi target pasar potensial berdasarkan demografis, pola penggunaan produk, dan pertimbangan geografis. 2. Positioning Posisi brand merepresentasikan fitur utama, keuntungan, atau gambaran yang akan melekat dalam benak target audien. Para pemasar dan komunikator brand harus menentukan brand positioning statement, yaitu central idea yang merangkum makna dan perbedaan sebuah brand secara kompetitif dalam kategori produk tertentu. Targeting dan positioning merupakan fundamental decisions yang berjalan berdampingan karena saling menentukan antara satu dengan lainnya. Positioning ditujukan kepada target sasaran tertentu, sedangkan targeting berangkat dari suatu ide mengenai posisi yang membedakan sebuah brand dalam kompetisinya.
32
3. Setting objectives Komunikasi pemasaran perlu didasari oleh tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh sebuah brand. Isi dari tujuan-tujuan tersebut bervariasi sesuai dengan bentuk dari komunikasi pemasaran yang digunakan. 4. Budgeting Sumber daya finansial perusahaan dianggarkan untuk menjalankan elemen komunikasi pemasaran secara spesifik, sehingga mencapai tujuan yang diharapkan. Setiap perusahaan menggunakan prosedur anggaran biaya yang berbeda dalam mengalokasikan dana bagi divisi komunikasi pemasaran dan unit organisasi lainnya. Berdasarkan
fundamental
decisions
di
atas,
Shimp
memberikan
pemahamannya dalam merumuskan concluding mantra. Shimp (2010, 22) mendefinisikan mantra sebagai berikut: Mantra is a Hindu word meaning incantation or recitation (of a song, word, statement, or passage).
Melalui definisi tersebut concluding mantra yang dimaksud ialah suatu gambaran pernyataan mengenai fundamental decisions dalam komunikasi pemasaran. Oleh sebab itu, dirumuskan a commit-to-memory mantra oleh Shimp (2010, 23) sebagai berikut:
33
All marketing communications should be: (1) directed to a particular target market, (2) clearly positioned, (3) created to achieve a specific objective, and (4) undertaken to accomplish the objective within budget constraint.
Kotler memberikan pandangan serupa mengenai konsep pemasaran. Hakikat dari strategi pemasaran modern terdiri atas tiga langkah pokok, yaitu segmenting, targeting, dan positioning (Kotler 2007, 45). Ketiga langkah ini sering disebut dengan STP (Segmenting, Targeting, Positioning). Sebagai langkah pertama dilakukan segmenting, yaitu identifikasi dasar dalam melakukan segmentasi pasar dan membengun profil-profil segmen. Dalam targeting, marketer memilih satu atau lebih segmen pasar yang disasar. Langkah ketiga adalah positioning, yaitu tindakan membangun dan mengkomunikasikan manfaat pokok yang istimewa dari sebuah brand sehingga membedakannya dari kompetitor dalam pasar yang sama. Menurut Duncan (2008) Integrated Marketing Communication memiliki dua tipe tujuan yaitu communication objective dan marketing objective. Terciptanya hubungan baik antara brand dengan customer melalui alat-alat pemasaran merupakan fokus dari communication objective, sedangkan keberhasilan pada pembelian, pembelian ulang, peningkatan pemakaian merupakan fokus dari marketing objective. Berdasarkan penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa IMC merupakan proses komunikasi yang terintegrasi dalam rangka memasarkan sebuah brand, dengan tujuan untuk menjalin relasi terhadap konsumennya. Brand positioning merupakan salah satu elemen krusial dalam proses komunikasi pemasaran yang terintegrasi. Penelitian ini menitikberatkan pembahasan mengenai positioning yang digunakan oleh PT Kao 34
Indonesia, untuk mengkomunikasikan pemasaran merek Laurier kepada target pelanggannya. III.2.1 Brand (Merek) Brand (merek) adalah nama atau simbol seperti logo, desain, kemasan, warna, dan seterusnya, yang digunakan untuk mengidentifikasi barang atau jasa yang dihasilkan sebuah perusahaan untuk mendiferensiasikan produknya dari produk pesaing. Citra merek yang kuat memberikan sejumlah keunggulan, seperti posisi pasar yang lebih superior dibandingkan pesaing, kapabilitas unik yang sulit ditiru, loyalitas pelanggan dan pembelian ulang yang lebih besar, dan lain-lain. Keunggulan seperti inilah yang mendorong setiap perusahaan untuk berjuang keras dalam rangka mengelola mereknya sedemikian rupa sehingga dapat memperoleh posisi terbaik dalam benak pelanggan (Dinata 2007, 23). Menurut The American Marketing Association (Kotler 1994, 444) definisi merek adalah: A brand is a name, term, symbol, or design, or a combination of them, intended to identify the goods or services of one seller or group of sellers and to differentiate them from those of competitors.
Merek adalah nama, istilah, benda, simbol atau rancangan atau kombinasi dari hal-hal tersebut, dengan tujuan mengidentifikasi produk atau jasa yang dihasilkan oleh satu atau sekelompok penjual dan membedakannya dari produk atau jasa yang dihasilkan pesaing. 35
Alina Wheeler (2003, 4) mendefinisikan merek atau brand sebagai berikut: Brand is the promise, the big idea, and the expectations that reside in each customer’s mind about a product, service, or company.
Merek adalah janji, ide besar, dan harapan-harapan yang berada di dalam benak pelanggan mengenai produk , jasa, atau perusahaan. Sedangkan Hermawan Kartajaya (2006, 11) mendefiniskan merek sebagai indikator value (nilai) yang ditawarkan perusahaan kepada pelanggan. Merek merupakan aset yang menciptakan value bagi pelanggan dengan memperkuat kepuasan dan loyalitasnya sehingga menjadi alat ukur bagi kualitas value yang ditawarkan perusahaan. Dengan demikian suatu merek membedakan barang atau jasa yang dihasilkan oleh pesaingnya. Suatu merek memberi tanda kepada pelanggan mengenai sumber produk tersebut, dan melindungi pelanggan maupun produsen dari para pesaing yang berusaha untuk memberikan produk-produk yang tampak identik. III.2.2 Positioning Positioning merupakan bagian dari integrated marketing communication (IMC) sebagai strategi komunikasi yang digunakan perusahaan dalam memasarkan mereknya (brand) . Meskipun marketing communication hanya merupakan salah satu bagian dari marketing mix (product, price, place, promotion), namun keempat komponen tersebut berinteraksi dan menjadi pertimbangan krusial ketika menentukan positioning dan strategi komunikasi bagi sebuah brand (Percy & Elliot 2005, 109). 36
Secara umum positioning merupakan salah satu strategi pemasaran yang dilakukan oleh pemasar untuk menciptakan suatu kesan tertentu di benak konsumen terhadap suatu brand, yang membedakannya secara unik dari brand lainnya dalam kategori serupa. Ries dan Trout (2002, 3) mendefiniskan positioning sebagai berikut: Positioning adalah sesuatu yang Anda lakukan terhadap pikiran calon konsumen, yakni menempatkan produk itu pada pikiran calon konsumen.
Berdasarkan pemahaman di atas, dengan kata lain positioning merupakan segala sesuatu mengenai komunikasi sehingga posisi suatu brand dapat melekat kuat dalam benak konsumennya. Menurut Percy dan Elliott (2005, 106) terdapat konsistensi terhadap pemahaman mengenai positioning menurut beberapa pakar. Definisi pertama diberikan oleh David Jobber sebagai berikut: In David Jobber’s marketing principles book, he has defined positioning as ’the choice of; target market, where we want to compete; and differential advantage, how we wish to compete’.
David Jobber mendefinisikan positioning sebagai proses memilih target pasar dimana perusahaan berkompetisi dan keunggulan diferensial yang diharapkan oleh perusahaan dalam persaingan. Hooley dan Saunders dalam pendahuluan buku mereka mengenai competitive positioning (Percy & Elliott 2005, 106) juga mengemukakan pemahaman yang serupa. Mereka mendeskripsikan dua central issues dalam formulasi strategi pemasaran, yaitu identifikasi target pasar atau pasar persaingan dimana konsumen yang disasar oleh perusahaan sesuai dengan produk yang 37
ditawarkan, dan pembentukan keunggulan diferensial atau batasan kompetitif sehingga perusahaan dapat memenuhi keinginan target pasar secara efektif dibandingkan dengan kompetitornya. Peter Doyle dalam Marketing Management and Strategy (Percy & Elliott 2005, 106) mengatakan bahwa: Positoning strategy is the choice of target market segments, which determines where the business competes, and the choice of differential advantage, which dictates how it competes.
Strategi positoning adalah proses memilih segmen target pasar, guna menentukan segmentasi sebuah bisnis dalam persaingan, dan pemilihan keunggulan diferensial, yang menentukan bagaimana bisnis tersebut bersaing. Seth Godin dalam ulasannya di Brand Equity pada tanggal 4 Juni 2003 (Sengupta 2005, 1) menuliskan pendapatnya sebagai berikut: Marketers are doing exactly the wrong thing. They’re running more ads, they’re putting ads on parking meters, in hotel elevators, in washrooms. Because they think that the answer to clutter is more clutter. That’s why there’s much spam in youtr e-mail box. Because marketers are desperate.
Para pemasar sedang melakukan hal yang salah. Mereka membuat tambahan iklan, mereka menempatkan iklan di tempat parkir, lift hotel, dan kamar kecil. Hal tersebut dilakukan karena mereka berpikir bahwa jawaban dari kekacauan ialah dengan menambah kekacauan. Itulah sebabnya ada banyak spam di kotak masuk pesan elektronik Anda. Karena para pemasar mengalami keputusasaan. Berangkat dari fakta tersebut, Jack Trout dan Al Ries menuliskan dalam buku berjudul Positioning: The Battle for Your Mind (Sengupta 2005, 2), sebagai berikut
38
To succeed, the first step is to position or ‘situate’ the brand in the target consumer’s mind in such a way, that in his or her perception of the brand, it is distinctive and offers a persuasive customer value better than its competitors. This is called competitive advantage.
Untuk mencapai kesuksesan, langkah pertama ialah dengan memposisikan atau menempatkan sebuah brand dalam benak target konsumen sedemikian rupa, sehingga dalam persepsi mereka terhadap merek terdapat ciri khas dan penawaran nilai persuasif yang lebih dibandingkan pesaingnya. Hal ini yang disebut dengan keunggulan kompetitif. Berdasarkan pemahaman di atas banyak pelaku pemasaran menilai dengan menambahkan pemasangan iklan di sejumlah titik strategis akan menghasilkan keuntungan bagi sebuah brand. Para pemasar berlomba memperbanyak kuantitas iklan mengenai brand yang ditawarkan untuk menyasar target konsumennya. Akan tetapi, pada kenyataannya tindakan tersebut adalah kekeliruan. Keunggulan kompetitif yang membedakan sebuah brand dari kompetitornya, dengan diposisikan sedemikan rupa dalam benak konsumen, merupakan langkah awal tercapainya kesuksesan pemasaran. Menurut Hermawan Kartajaya (2006, 11) positioning adalah the strategy to lead your customer credibly, yaitu upaya mengarahkan pelanggan secara kredibel atau dapat dipercaya. Upaya ini dilakukan untuk membangun dan mendapatkan kepercayaan pelanggan, karena semakin kredibel sebuah brand dimata pelanggan, semakin kukuh pula positioning yang dimiliki brand tersebut. Di dalam buku
39
berjudul Strategic Advertising Management (Percy & Elliott 2005, 325) positioning didefinisikan sebagai berikut: Positioning in terms of marketing communication, locating a brand in the target audience’s mind relative to competitors in terms of benefits.
Positioning dalam komunikasi pemasaran, menempatkan sebuah brand dalam pikiran target khalayak dibandingkan dengan kompetitornya dalam hal manfaat. Kotler dan Keller (2009, 375) menyebutkan bahwa brand positioning merupakan tindakan merancang tawaran dan citra perusahaan sehingga menempati posisi yang khas (dibandingkan para pesaingnya) di dalam benak pelanggan sasarannya. Oleh sebab itu hasil akhir dari positioning ialah terciptanya proporsi nilai yang sesuai sehingga mampu menjadi alasan bagi pelanggan untuk membeli produk yang ditawarkan oleh sebuah merek. Menurut Shimp (2010, 132), secara strategis dan taktis, positioning adalah sebuah pernyataan pendek (a short statement) atau bahkan sebuah kata yang menggambarkan pesan dari merek yang hendak ditanamkan ke dalam pikiran pelanggan. Statement tersebut menyatakan bahwa merek yang ditawarkan berbeda dan unggul secara kompetitif. Hal tersebut memberikan alasan mengapa pelanggan harus membeli merek yang ditawarkan daripada memilih merek kompetitor dan menjanjikan solusi terhadap kebutuhan dan keinginan pelanggan.
40
Menurut Kotler (1994, 310-311), terdapat beberapa cara yang dapat dipertimbangkan oleh perusahaan atau brand untuk menentukan positioning-nya, sebagai berikut: 1. Attribute positioning Penentuan posisi ini dilakukan dengan menonjolkan atribut (ciri-ciri) produk yang lebih unggul dibandingkan dengan pesaingnya. Menurut Sengupta (2005, 114) fitur atau manfaat unik yang membuat sebuah brand unggul dalam kompetisinya merupakan salah satu kekuatan untuk memasarkan produk kepada pasar. Keunikan dari segi fitur atau atribut tersebut penting guna menciptakan preferensi konsumen terhadap produk dalam kategori tertentu. Positioning dengan menonjolkan keunggulan atau keunikan produk memberikan diffential advantage bagi sebuah brand. Keunikan atau fitur eksklusif produk merupakan bagian dari keuntungan yang dapat diperoleh konsumen. Menurut Fandy Tjipono (2008, 110), pemosisian berdasarkan atribut (attribute positioning) bagi pelanggan yaitu dengan jalan mengasosiasikan suatu produk melalui atribut tertentu, karakteristik khusus atau manfaat bagi pelanggan. Pemilihan atribut sebagai basis positioning dilandaskan oleh enam kriteria, yaitu derajat kepentingan atau atribut tersebut sangat bernilai bagi pelanggan (importance), keunikan (distinctiveness), dapat dikomunikasikan 41
secara sederhana, jelas, dan mudah dipahami pelanggan (communicability), preemptive atau tidak mudah ditiru oleh para pesaing, terjangkau atau harga yang dibayar sepadan dengan karakteristik khusus produk (affordability), dan keuntungan atau laba yang dapat diperoleh perusahaan dengan menonjolkan perbedaan brand (profitability). Dalam penelitian ini indikator atribut yang digunakan untuk mengetahui keputusan pembelian Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan angkatan 2009 dan 2010 adalah derajat kepentingan (importance),
keunikan
(distinctiveness),
dan
dapat
dikomunikasikan
(communicability), produk pembalut wanita merek Laurier. Kriteria preemptive tidak digunakan dalam penelitian ini karena produk pembalut wanita secara fungsional memiliki kemiripan antara satu dengan lainnya, sehingga kriteria ini dianggap kurang mewakili attribute positioning Laurier secara keseluruhan. Affordability juga tidak digunakan sebagai kriteria dalam dimensi positioning ini karena lebih berkaitan dengan dimensi quality or price positioning. Sedangkan profitability tidak digunakan sebagai indikator dari dimensi ini karena kriteria ini mengacu kepada sisi perusahaan, bukan konsumen sebagai pihak yang melakukan keputusan pembelian.
42
2. Benefit positioning Cara ini dapat diartikan bahwa produk diposisikan sebagai pemimpin (leader) dalam suatu manfaat tertentu. Menurut Sengupta (2005, 84), pada umumnya sebuah produk yang dibuat dengan baik menawarkan lebih dari satu manfaat. Akan tetapi, janji melalui berbagai keuntungan tidak menjamin brand tersebut mendapat tempat di benak konsumen. Kesuksesan janji yang ditawarkan consumer products terbentuk dari specific benefits. Dengan penawaran keuntungan yang spesifik, sebuah kategori produk memiliki kesempatan untuk membedakannya dari produk serupa berdasarkan benefit positions yang belum digunakan sebelumnya. Benefit positioning memiliki keterkaitan dengan positioning by features and attributes. Menurut Wind dalam buku berjudul Product Policy (Sengupta 2005, 87) positioning on specific product features didefinisikan sebagai berikut: Positioning a product by its performance on specific product attributes is among the most common approaches to positioning, especially for industrial products…product feature positioning can range from specific tangible benefits. Positioning on benefits, problem solutions or needs: Strongly linked to product feature positioning is benefit positioning, which is generally more effective than positioning which describes product features without their benefit to the consumer.
Positioning sebuah produk melalui penampilannya dalam spesifik atribut produk adalah pendekatan yang paling umum dalam positioning, 43
terutama untuk produk industri. Positioning fitur produk dapat berkisar dari spesifik tangible benefits. Fitur produk berhubungan kuat dengan benefit positioning, dimana secara umum dinilai lebih efektif daripada pemosisian yang hanya mendeskripsikan fitur produk tanpa adanya keuntungan bagi konsumen. Pemahaman di atas mendeskripsikan bahwa, meskipun positioning didasarkan kepada fitur spesifik dari sebuah produk, tujuannya ialah untuk memposisikan benefit produk melalui fitur atau atributnya. Fitur produk menjadi penting bagi konsumen apabila mampu memberikan benefit khusus yang dibutuhkan oleh konsumen. Benefit positioning meliputi positioning yang menyasar persepsi konsumen terhadap keuntungan tangible atau fungsional dan juga keuntungan emosional atau non-fungsional. Emotional benefit juga merupakan salah satu bagian yang penting dalam benefit positioning. Sengupta (2005, 131) menjelaskan bahwa advertising planners dan orang-orang kreatif dalam agensi periklanan mulai memasukkan unique emotional values ke dalam sebuah brand. Emotional involvement perlu diciptakan guna merepresentasikan area hubungan yang lebih kuat antara brand dan target konsumennya. Scott Talgo dalam Brand Strategies (Sengupta 2005, 131) memberikan pemahaman sebagai berikut: “A brand that captures your mind gains behavior”
44
“A brand that captures your heart gains commitment”
Talgo mengungkapkan bahwa sebuah brand yang mampu menangkap pikiran dan hati konsumen mampu meningkatkan perilaku dan komitmen pelanggannya. Hal tersebut berkaitan dengan perilaku pembelian dan pada akhirnya diharapkan membangun loyalitas konsumen terhadap brand. Melalui penjabaran di atas benefit positioning erat kaitannya dengan product feature or attributes dan juga emotional benefits. Benefit-related positioning berhubungan langsung dengan fitur produk yang ditawarkan sebuah brand, secara fisik atau fungsional. Akan tetapi, apabila functional benefits dirasa kurang persuasif merangsang konsumen untuk membeli produk tersebut, maka keuntungan emosional atau non-fungsional menjadi nilai psikologis yang digunakan untuk memberikan differential advantage. Dalam penelitian ini, benefit positioning yang dimaksud meliputi manfaat melalui fitur produk pembalut wanita merek Laurier secara fungsional. Fitur produk secara fungsional yang dimaksudkan ialah rasa nyaman saat menggunakan produk yang tampak dari varian produk yang beragam sesuai kebutuhan pengguna, produk pembalut yang lebih tipis (thinner), dan kemasan (packaging) produk. Sedangkan manfaat yang diberikan brand secara non-fungsional meliputi nilai emosional melalui tagline sekaligus brand positioning statement “Nyaman Kapan Aja” melalui iklan komersial produk pembalut wanita merek Laurier di televisi. 45
3. Use or application positioning Penentuan posisi ini dilakukan dengan menonjolkan seperangkat nilai penggunaan dan penerapan sebagai unsur yang ditonjolkan. Menurut Sengupta (2005, 91), positioning berdasarkan penggunaan adalah strategi lain yang dinilai kuat dalam membedakan sebuah brand dengan pesaingnya. Penerapan yang baik terhadap strategi ini akan memperlihatkan bahwa sebuah brand terlebih dahulu memposisikan diri dalam penggunaan tertentu. Sengupta (2005, 93) juga menambahkan bahwa posisi penggunaan (usage position) yang selektif akan memberikan keutungan bagi merek, karena apabila posisi tersebut menarik bagi sejumlah konsumen maka merek mendominasi posisi tersebut. Menurut Belch dan Belch (2004, 52), penentuan posisi ini adalah cara lain untuk mengkomunikasikan citra yang spesifik dan posisi sebuah brand, yang diasosiasikan dengan kegunaan dan aplikasi yang spesifik pula. Iklan komersial di televisi menunjukkan sejumlah kegunaan produk, sementara kemasan kreatif dan in-store display digunakan untuk mengkomunikasikan penggunaan produk tersebut. Use or application positioning dalam penelitian ini digunakan sebagai tolak ukur posisi merek Laurier bagi konsumennya yang dalam hal ini adalah 46
mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan angkatan 2009 dan 2010. Dimensi ini mengukur apakah produk pembalut wanita merek Laurier nyaman digunakan pada saat menstruasi sesuai dengan tagline sekaligus brand positioning statement Laurier yaitu “Nyaman Kapan Aja”. Selain itu, cara ini juga digunakan untuk mengetahui apakah iklan komersial di televisi, kemasan, dan in-store display produk pembalut wanita merek Laurier menggambarkan sejumlah kegunaan produk ini sebagai pembalut yang nyaman digunakan. 4. User positioning Dalam cara ini, produk diposisikan sebagai yang terbaik untuk sejumlah kelompok pemakai. Dengan kata lain positioning menurut pemakai dilakukan dengan mengasosiasikan produk dengan kepribadian atau tipe pemakai produk. Menurut Fandy Tjipono (2008) dalam strategi positoning ini, produk diposisikan sebagai yang terbaik untuk sejumlah kelompok pengguna. Dengan kata lain positioning menurut pengguna dilakukan dengan mengasosiasikan produk dengan kepribadian atau tipe pemakai produk. Pernyataan tersebut sesuai dengan pendapat Mittelstadt (Sengupta 2005, 291) yang menyatakan bahwa positioning merek perlu dilakukan secara spesifikdan ditujukan kepada target audien yang spesifik pula.
47
Menurut Sengupta (2005, 107) positioning berdasarkan pemakai dikategorikan
melalui
target
segmentasinya.
Sengupta
(2005,
107)
berpendapat bahwa segmentasi terbentuk dari sejumlah konsumen dengan tingkat kebutuhan dan ekspektasi yang kurang lebih sama terhadap sebuah produk. Karakteristik dan tanggapan konsumen atau pengguna terhadap produk yang ditawarkan turut serupa pula. Terdapat empat faktor yang mempengaruhi positioning by target segment, yakni: a. Demographic, meliputi usia, pendapatan, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, dan lokasi geografis. b. Behavioral, meliputi volume penggunaan (heavy, medium, or light users). c. Benefits or satisfaction desired yaitu segmentasi berdasarkan keuntungan yang dicari (benefit sought). d. Psychographic, meliputi kepribadian, gaya hidup, dan kelas sosial pengguna produk. Dalam penelitian ini, user positioning digunakan unutk mengukur sejauh mana produk pembalut wanita merek Laurier telah diposisikan oleh konsumennya sebagai produk yang sesuai dan mewakili kepribadian konsumen sebagai pengguna produk.
48
5. Competitor positioning Dalam pemosisian jenis ini produk secara keseluruhan menonjolkan mereknya secara utuh dan doposisikan lebih baik dari pesaingnya. Konsumen diyakinkan bahwa suatu merek lebih baik daripada merek lain dalam kategori yang sama. Sebuah brand perlu memposisikan dirinya sebagai merek yang lebih disukai melalui perbandingan langsung dengan pesaing yang ingin dikalahkan (Sengupta 2005, 114). Dalam positioning ini, produk secara keseluruhan menonjolkan mereknya secara utuh dan diposisikan lebih baik dari pesaingnya. Konsumen diyakinkan bahwa suatu merek lebih baik daripada merek lain dalam kategori yang sama. Setiap brand perlu mengidentifikasi dan meneliti secara berkelanjutan posisi pesaing dalam kompetisi kategori produk. Tindakan ini dilakukan dalam usaha mengevaluasi kembali sejauh mana posisi brand tersebut mampu menonjolkan keunikan yang melekat di benak target sasarannya. Pada penelitian ini, competitor positioning digunakan sebagai ukuran apakah merek Laurier diposisikan sebagai kategori produk pembalut wanita yang lebih unggul dari pesaing dalam kategori produk serupa. Kriteria yang digunakan dalam pengukuran ini meliputi varian produk, kualitas produk, kemasan produk, tagline sekaligus brand positioning statement Laurier 49
“Nyaman Kapan Aja”, dan iklan pembalut wanita merek Laurier yang membedakannya dengan pesaing di kategori ini. 6. Product category positioning Cara ini dilakukan dengan memposisikan produk sebagai pemimpin dalam kategori produk. Strategi yang penting untuk membedakan sebuah brand ketika produk kategori yang ada terlalu banyak di pasaran adalah dengan mengambil basic product yang sama dan memposisikannya dalam kategori lain. Hal tersebut dilakukan dengan menyediakan atribut produk yang sesuai dengan harapan konsumen terhadap kategori tersebut. Melalui strategi tersebut sebuah brand akan dipandang berbeda dari kompetitornya oleh calon konsumen. Sengupta (2005, 84) mendefinisikan category-related positioning sebagai berikut: The category-related positioning decision determines the product market in which you will operate. It defines your competition. You will wish to choose a category where there are no strong competitiors making your brand a ‘me-too’.
Keputusan memposisikan kategori merek menentukan pasar produk dimana Anda beroperasi. Hal itu mendefinisikan kompetisi Anda. Anda akan berharap untuk memilih kategori dimana tidak ada kompetitor kuat yang membuat brand Anda serupa dengan pesaingnya. Pada tahap ini, produk pembalut wanita merek Laurier memposisikan dirinya sebagai produk yang unggul dibandingkan dengan kategori produk sanitary napkins lainnya, yaitu tampon. 50
7. Quality or price positioning Pada tahap ini, produk diposisikan memberi penawaran nilai yang terbaik melalui harga. Menurut Sengupta (2005, 102), konsumen memandang produk dalam kategori tertentu dengan tingkat harga dan penawaran standar kualitas yang berbeda, lalu kemudian memutuskan produk mana yang paling sesuai dengan kebutuhan mereka. Konsep ini penting mengingat konsumen berada dalam pasar yang majemuk, memiliki ekspektasi terhadap kualitas yang tidak sama, dan berada pada tingkat mobilitas sosial yang juga berbeda, sehingga harga dan kualitas menjadi pertimbangan yang krusial. Oleh sebab itu, positioning terhadap harga dan kualitas produk menjadi strategi yang penting bagi sebuah brand guna menciptakan suatu persepsi yang positif di benak konsumen. Dalam penelitian ini produk pembalut wanita merek Laurier memposisikan dirinya sebagai produk dengan harga yang terjangkau dan sesuai dengan kualitas produk yang baik. Menurut Alpert, Lewis, dan Ronald Gatty (Sengupta 2005, 289) dalam Journal Marketing berjudul Product Positioning by Behavioral Lifestyles, positioning didefinisikan sebagai berikut: The differentatation of brands by studying the ways in which their consumers differ as well as how consumer perceptions of various brands differ is termed ‘product positioning’.
51
Diferensiasi sejumlah merek dengan mempelajari cara-cara bahwa konsumen mereka berbeda serta bagaimana persepsi konsumen dari berbagai merek berbeda pula disebut 'positioning produk'. George S Day dalam Strategic Management Journal (Sengupta 2005, 290) menyatakan bahwa positioning produk mengacu kepada persepsi pelanggan terhadap penempatan sebuah produk atau brand dalam pasar tertentu. Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa positioning berhubungan erat dengan persepsi konsumen, yang merupakan bagian dari perilaku konsumen (consumer behavior), sebagai efek yang muncul terhadap strategi komunikasi sebuah brand melalui positioning itu sendiri. Penelitian ini membahas tentang korelasi brand positioning produk pembalut wanita merek Laurier dengan keputusan pembelian mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan angkatan 2009 dan 2010 sebagai bagian dari konsumen produk pembalut ini. Perilaku konsumen menjadi bahan kajian dalam penelitian ini, berangkat dari teori yang menyatakan bahwa keputusan pembelian merupakan bagian dari perilaku konsumen seperti yang dijelaskan pada bagian selanjutnya. III.3 Perilaku Konsumen Teknik pemasaran saat ini tidak hanya terbatas kepada produk dan jasa yang ditawarkan, namun juga memperhatikan efek yang muncul dari konsumen. Setiap hari konsumen menerima beragam komunikasi pemasaran dari sejumlah pemasar dalam 52
kategori produk serupa. Akibat yang muncul dari fenomena ini adalah efek yang timbul dari konsumen, berupa perubahan sikap atau perilaku yang terbentuk dari tingginya frekuensi kegiatan komunikasi pemasaran yang dilakukan sejumlah perusahaan. Menurut Percy dan Elliott (2005, 7) setiap periklanan dan komunikasi pemasaran memiliki kemampuan untuk merangsang terjadinya empat communication effects. Efek-efek komunikasi ini merupakan pola perilaku konsumen dalam merespon komunikasi pemasaran melalui iklan yang dilakukan sebuah brand. Communication effects menurut Percy dan Elliott (2005, 7) terbagi sebagai berikut: 1. Category need Minat terhadap suatu kategori produk diperlukan sebelum tiba pada tahap keputusan pembelian. Kebutuhan terhadap kategori produk tertentu merupakan awal dari terjadinya pembelian. 2. Brand awareness Sebelum membeli produk tertentu, konsumen perlu menyadari dan mengidentifikasi merek dari produk tersebut. Terdapat dua tipe dari brand awareness, yakni recognition dan recall. Recognition terjadi ketika konsumen mengenali produk brand tertentu dengan melihat secara langsung pada saat pembelian. Recall terjadi ketika konsumen telah mengingat produk dari brand tertentu sebelum berinisiatif untuk membelinya. 53
3. Brand attitude Brand awareness seringkali belum cukup merangsang seseorang untuk melakukan tindakan pembelian. Untuk menciptakan terjadinya pembelian, sikap positif terhadap merek adalah faktor yang turut menentukan. Sikap tersebut dapat berupa kombinasi dari apa yang dipelajari dan diketahui konsumen, dan juga setiap perasaan yang diasosiasikan terhadap merek tertentu. 4. Brand purchase intention Brand purchase intention mengacu kepada pemikiran seseorang untuk mencoba, menggunakan, atau membeli produk merek tertentu. Perilaku ini terwujud apabila sebelumnya telah ada sikap positif terhadap merek tersebut. Tahap ini merupakan efek yang diharapkan Menurut Schiffman dan Kanuk (2007, 6), perilaku konsumen adalah proses yang dilalui seseorang dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan bertindak pasca mengonsumsi produk, jasa maupun ide, yang diharapkan dapat memenuhi kebutuhannya. Dengan kata lain, perilaku konsumen merupakan suatu studi mengenai perilaku konsumen dalam membuat keputusan. Pengertian consumer behavior menurut James F. Engel et al (1968, 8) adalah: Consumer behavior is defined as the acts of individuals directly involved in obtaining and using economic good services including the decision process that precede and determine these act.
54
Berdasarkan definisi tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa perilaku konsumen merupakan tindakan-tindakan individu yang secara langsung terlibat dalam usaha memperoleh dan menggunakan barang atau jasa termasuk proses pengambilan keputusan yang mendahului dan menentukan tindakan-tindakan tersebut. Sedangkan menurut Belch & Belch (2009, 111) pengertian consumer behavior adalah: As the process and activities people engage in when searching for selecting, purchasing, using, evaluating, and disposing of products and services so as to satisfy their needs and desires.
Pengertian di atas mendefenisikan consumer behavior sebagai suatu proses dan kegiatan seseorang dalam keterlibatannya ketika mencari untuk memilih, membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan menentukan suatu barang dan layanan sehingga memenuhi kebutuhan dan keinginannya. Pemahaman mengenai perilaku konsumen merupakan suatu langkah penting yang perlu dilakukan oleh setiap perusahaan. Menurut Kotler dan Amstrong (2008, 128) perilaku konsumen didefinisikan sebagai berikut: Consumer buyer behavior refers to the buying behavior of final consumer individuals and household who buy goods and services for personal consumption.
Perilaku konsumen mengacu kepada perilaku pembelian konsumen secara individual dan untuk kepentingan rumah tangga yang melakukan pembelian terhadap barang dan jasa untuk konsumsi pribadi. Tugas pemasar adalah memahami apa yang terjadi 55
dalam kesadaran pembeli mulai dari adanya rangsangan dari luar hingga munculnya keputusan pembelian dari calon pembeli, sedangkan tugas manajer adalah memahami apa yang terjadi dalam kesadaran pembelian antara datangnya stimulasi luar dan keputusan pembelian (Kotler 2007, 235). Berangkat dari beberapa definisi di atas, perilaku konsumen adalah tindakan atau tingkah laku konsumen dalam proses pembelian barang, mulai dari pada tahap sebelum hingga sesudah melakukan pembelian terhadap barang atau jasa yang ditawarkan oleh sebuah brand. Keputusan konsumen untuk memilih dan pada akhirnya membeli produk atau jasa dari brand tertentu merupakan bidang kajian consumer behavior. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tingkah laku atau tindakan mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan angkatan 2009 dan 2010 dalam proses menentukan dan memutuskan untuk membeli produk pembalut wanita merek Laurier. III.3.1 Keputusan Pembelian Menurut Kotler dan Armstrong (2008, 226) keputusan pembelian adalah tahap dalam proses pengambilan keputusan pembeli dimana konsumen melakukan pembelian secara nyata. Pengambilan keputusan merupakan suatu kegiatan individu yang secara langsung terlibat dalam mendapatkan dan mempergunakan barang yang ditawarkan.
56
Keputusan pembelian didasarkan kepada motif rasional, motif emosional, atau keduanya (Griffin & Ebert 2008, 283). Motif rasional melibatkan penilaian logis atas atribut produk, kualitas biaya, dan kegunaan. Motif emosional melibatkan faktor non objective termasuk keramahan, peniruan dari orang lain, dan estetika. Schifman dan Kanuk (2007, 228) mendefinisikan keputusan pembelian sebagai sebuah keputusan dalam aktivitas memilih dari dua atau lebih alternatif pilihan. Proses keputusan pembelian konsumen memerlukan upaya dari pemasar atau perusahaan agar produknya sampai ke tangan konsumen, atau setidaknya mengubah perilaku konsumen dari rasa ingin tahu mengenai produk yang ditawarkan perusahaan menjadi tertarik, bahkan meningkat hingga tahap rasa ingin memiliki produk. Hal tersebut pada akhirnya diharapkan mendorong konsumen memutuskan membeli produk yang ditawarkan oleh perusahaan. Proses keputusan pembelian bukan sekedar mengetahui berbagai faktor yang akan mempengaruhi konsumen atau pelanggan, tetapi berdasarkan peranan dalam pembelian keputusan untuk membeli. Terdapat lima peran potensial yang mempengaruhi keputusan pembelian, yaitu (Percy & Eliott 2005): a. Initiator: orang yang menyarankan pembelian produk atau jasa. b. Influencer: orang yang rekomendasi atau pandangannya memberikan bobot dalam pengambilan keputusan untuk membeli.
57
c. Decider: orang yang menentukan sebagian atau keseluruhan keputusan pembelian. d. Purchaser: orang yang melakukan pembelian sebenarnya. e. User: orang yang mengkonsumsi atau menggunakan produk atau jasa. Menurut Kotler (2007, 234), terdapat lima tahap dalam proses keputusan pembelian, yaitu pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan pembelian, dan perilaku setelah pembelian. Berikut adalah gambar model proses pembelian lima tahap tersebut:
Pengenalan Kebutuhan
Pencarian Informasi
Evaluasi Alternatif
Keputusan Pembelian
Perilaku Setelah Pembelian
Gambar III.2 Model Proses Pembelian Lima Tahap Sumber: Kotler (2007, 234)
Model ini menggambarkan bahwa secara umum konsumen melakukan lima tahapan ketika melakukan pembelian. Proses pembelian lima tahap menurut Kotler di atas dapat dijelaskan sebagai berikut: 1.
Pengenalan Kebutuhan Tahap ini adalah langkah pertama bagi pembeli sebelum melakukan keputusan pembelian. Proses pengenalan masalah atau kebutuhan diawali saat pembeli menyadari adanya masalah atau kebutuhan. Kebutuhan dapat 58
desebabkan oleh rangsangan internal maupun eksternal. Dalam tahap ini pembeli memikirkan kesenjangan di antara keadaan aktual dan keadaan yang diharapkannya. Ketika tiba pada tahap ini, pengiklan dapat mencoba untuk memberikan dorongan bagi pembeli dengan membantunya mengenali kebutuhan yang dapat dipenuhi oleh produk yang diiklankan. 2. Pencarian Informasi Setelah kebutuhan dikenali, selanjutnya ialah pencarian informasi mengenai produk atau jasa yang ditawarkan oleh brand melalui iklan. Adanya kebutuhan yang belum terpenuhi akan mendorong konsumen untuk mencari informasi dan lebih tanggap terhadap stimuli yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan tersebut. Pada tahap ini, konsumen secara aktif mencari informasi tentang cara memecahkan masalah. Pencarian informasi dapat membantu konsumen untuk mengidentifikasi solusi alternatif dalam pemecahan masalah akan kebutuhannya. 3. Evaluasi Alternatif Informasi yang telah dikumpulkan digunakan pembeli untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi kebutuhannya. Dalam tahap ini pembeli mengolah informasi yang didapatkan dan membuat penilaian dan keputusan akhir. Hal ini berarti pembeli mencari pilihan terbaik yang berhubungan dengan kualitas, harga, waktu, pengiriman dan faktor lain yang dianggap penting. Produsen 59
perlu memahami cara konsumen mengenal informasi yang diperolehnya dan sampai pada sikap tertentu mengenai produk merek dan keputusan untuk membeli. Pada tahap ini periklanan yang rasional dan menyentuh sisi emosional memiliki peranan penting. 4. Keputusan Pembelian Keputusan pembelian adalah keputusan yang diambil oleh seseorang setelah mengevaluasi beberapa alternatif yang diperolehnya..Setelah mendapat pertimbangan dari berbagai masukan yang ada, pembeli kemudian tiba pada keputusan pembelian. Tahap ini merupakan titik penentuan bagi pembeli untuk membeli barang dan jasa atau tidak. Konsumen menciptakan hasrat pembelian berdasarkan faktor-faktor seperti pendapatan keluarga, harga dan manfaat produk sesuai harapannya Apabila pembeli setuju untuk membeli, maka kemudian pertanyaan yang muncul dan harus dijawab adalah barang apa yang dibeli, dimana membelinya, dan kapan waktu pembeliannya. Pada tahap ini, pengiklan tetap memainkan peranan penting guna mencegah pembeli berubah pikiran, dalam hal ini mengurungkan niatnya untuk membeli barang atau jasa yang ditawarkan. 5. Perilaku Setelah Pembelian Perilaku pasca pembelian adalah tahapan akhir untuk mengetahui tingkat kepuasan seseorang setelah melakukan keputusan pembelian. Setelah 60
membeli sebuah produk, maka secara langsung atau tidak, konsumen mengevaluasi hasil pembelian. Apabila barang atau jasa yang dibeli memberikan kepuasan seperti harapan pembeli, maka kecenderungan pembelian ulang terhadap produk merek tertentu semakin kuat. Namun sebaliknya, jika konsumen tidak mendapatkan kepuasan dari merek tertentu yang dibelinya, maka sikap pembeli menjadi negatif dan memungkinkan tidak terjadinya pembelian ulang. Menghadapi hal itu, produsen sebuah brand perlu memberikan informasi yang efektif melalui komunikasi pemasarannya kepada calon pelanggan guna mendorong terjadinya pembelian ulang. Kelima tahap di atas tidak selalu terjadi secara berurutan. Konsumen dapat melewati beberapa tahap dan urutannya tidak sesuai. Berdasarkan pemahaman tersebut dapat disimpulkan bahwa perilaku konsumen erat kaitannya dengan proses pengambilan keputusan konsumen dalam usaha memperoleh dan menggunakan barang dan jasa untuk memuaskan kebutuhannya. Penelitian ini secara khusus menitikberatkan pembahasan kepada keputusan pembelian atau tahap ke- empat dalam model proses pembelian lima tahap. Perilaku konsumen dalam melakukan keputusan pembelian dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Karakteristik konsumen sebagai pembeli dan proses pengambilan keputusan akan berpengaruh terhadap keputusan pembelian. Menurut Kotler (1994, 174) perilaku pembelian dipengaruhi oleh karakteristik konsumen yaitu budaya, sosial, pribadi, dan psikologis konsumen. 61
Cultural
SOCIAL
PERSONAL
PSYCHOLOGICAL
Subculture
Reference groups
Age and life-cycle stage
Motivation
Occupation
Perception
Family
Economic circumstances
Learning
Lifestyle
Beliefs
Personality and self-concept
Attitudes
CULTURAL
Social class Sumber: Kotler (1994, 174)
Roles and statuses
BUYER
Gambar III.3 Detailed Model of Factors Influencing Behavior Sumber: Kotler (1994, 174)
Berdasarkan gambar 3.3.1.2 di atas faktor-faktor atau karakteristik yang mempengaruhi tingkah laku konsumen sebagai berikut: 1.
Cultural (Faktor Budaya) Faktor budaya merupakan bentuk paling dasardari keinginan dan perilaku seseorang. Budaya meliputi nilai dasar, persepsi, pilihan, dan perilaku yang dipelajari seseorang dari keluarga dan institusi penting lainnya. a. Subculture (Sub-budaya) Sub-budaya adalah sekelompok orang yang mempunyai sistem nilai yang sama berdasarkan pengalaman hidup dan situasi, termasuk juga agama, kelompok ras, dan wilayah geografis. Pemasar seringkali merancang produk dan program pemasaran yang disesuaikan dengan 62
kebutuhan pasar berdasarkan sub-budaya, mengingat faktor ini ikut membentuk segmen pasar yang penting. b. Social Class (Kelas Sosial) Kelas sosial merupakan divisi masyarakat yang relatif permanen dan teratur dengan para anggota yang menganut nilai-nilai, minat, dan tingkah laku yang serupa. Kelas sosial menentukan pemilihan produk dan merek tertentu dalam bidang-bidang seperti pakaiana, peralatan rumah tangga, dan sebagainya. 2.
Social (Faktor Sosial) Tingkah laku konsumen juga dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial, seperti kelompok kecil (acuan), keluarga, serta peran dan status sosial konsumen.
3.
Personal (Faktor Pribadi) Faktor pribadi dapat mempengaruhi seorang pembeli dalam membuat keputusan. Kepribadian mengacu pada karaakteristik psikologi unik yang menyebabkan respon yang relatif konsisten dan tahan lama terhadap lingkungan dirinya sendiri. Karakteristik pribadi itu, meliputi umur, tahap siklus hidup, pekerjaan, lingkungan ekonomi, gaya hidup dan kepribadian.
63
4.
Psychological (Faktor Psikologis) Pilihan barang yang dibeli seorang konsumen lebih lanjut dipengaruhi oleh empat faktor psikologi yang penting, yaitu: a. Motivation (Motivasi) Motif (dorongan) adalah kebutuhan yang cukup menekan untuk mengarahkan seseorang mencari cara untuk memuaskan kebutuhan tersebut. Kebutuhan berubah menjadi motif bila merangsang sampai tingkat intensitas yang mencukupi. b. Perception (Persepsi) Seseorang yang termotivasi siap untuk bertindak. Bagaimana orang tersebut bertindak dipengaruhi oleh persepsi mengenai situasi. Persepsi itu sendiri adalah proses yang dilalui orang dalam memilih, mengorganisasikan
dan
mengintepretasikan
informasi
guna
membentuk gambaran yang berarti mengenai dunia. c. Learning (Pengetahuan) Jika seorang konsumen bertindak maka dengan sendirinya mereka belajar. Pembelajaran menggambarkan perubahan dalam tingkah laku individual yang muncul dari pengalaman, pembelajaran berlangsung
64
melalui saling pengaruh dari dorongan, rangsangan, petunjuk, respon, dan pembenaran. d. Beliefs and Attitudes (Keyakinan dan Sikap) Keyakinan adalah pemikiran deskriptif yang dimiliki seseorang mengenai sesuatu. Sedangkan sikap adalah evaluasi, perasaan, dan kecenderungan dari seseorang terhadap suatu objek atau ide yang relatif konsisten. Banyak faktor yang mempengaruhi konsumen dalam membeli barang atau jasa. Faktor-faktor tersebut sangat bervariasi tergantung dari sudut mana pemasar menilai. Dalam penelitian ini, keputusan pembelian terjadi akibat adanya rangsangan psikologis yang menyasar persepsi konsumen. Brand positioning produk pembalut wanita merek Laurier menyasar kepada persepsi konsumen sehingga mengacu kepada faktor psikologis yang pada akhirnya dianggap mampu mendorong terciptanya keputusan pembelian. Tabel berikut ini akan menjelaskan model perilaku konsumen, secara khusus membahas tentang faktor-faktor yang mendorong terjadinya keputusan pembelian.
65
Tabel III.1 Model Perilaku Konsumen
Rangsangan Pemasaran
Rangsangan Lain
Ciri-ciri Pembeli
Proses Keputusan Membeli
Keputusan Pembelian
Produk
Ekonomi
Budaya
Pemahaman masalah
Pemilihan Produk
Harga
Teknologi
Sosiologi
Pencarian Informasi
Pemilihan Merek Pemilihan Saluran Pembelian
Pemasaran
Politik
Pribadi
Pemilihan Altenatif
Promosi
Budaya
Psikologi
Keputusan Pembelian
Penentuan Waktu
Perilaku Pasca Pembelian
Jumlah Pembelian
Sumber: Kotler (2007, 234)
Kotler (2007, 234) memaparkan dalam model perilaku konsumen di atas bahwa rangsangan pemasaran terdiri atas produk, harga, pemasaran dan promosi. Brand positioning termasuk ke dalam bagian dari rangsangan pemasaran berangkat dari pemahaman Hermawan Kartajaya (2007, 33), bahwa selain marketing mix (product, price, place, promotion), upaya yang perlu dilakukan yakni dengan membangun positioning yang kuat, dengan membuat persepsi yang bisa membedakan produk dari pesaingnya di benak konsumen. Kotler dan Keller dalam buku berjudul 66
Marketing Management (2009, 202) melengkapi bahwa komunikasi juga merupakan bagian dari rangsangan pemasaran dalam model perilaku konsumen. Brand positioning merupakan salah satu dari strategi komunikasi yang merangsang konsumen sampai kepada keputusan pembelian. Menurut Kotler (2007, 234), terdapat lima keputusan yang dilakukan oleh pembeli, yaitu: 1.
Pilihan Produk Konsumen dapat mengambil keputusan untuk membeli produk atau menggunakan uangnya untuk tujuan yang lain. Dalam hal ini perusahaan harus memusatkan perhatiannya kepada orang–orang yang berminat membeli sebuah produk serta alternatif yang mereka pertimbangkan.
2.
Pilihan Merek Konsumen harus memutuskan merek mana yang akan dibeli. Setiap merek memiliki ciri-ciri tersendiri. Dalam hal ini perusahaan harus mengetahui bagaimana konsumen dalam memilih merek.
3. Pemilihan Saluran Pembelian Konsumen harus memutuskan penyalur mana yang akan dikunjungi. Dalam menentukan penyalur, konsumen mempunyai pandangan yang berbeda-beda, bisa dikarenakan faktor lokasi yang dekat, harga yang murah, persediaan barang yang lengkap, kenyamanan berbelanja dan lain sebagainya. 67
4. Penentuan Waktu Keputusan konsumen dalam pemilihan waktu pembelian bisa berbeda-beda, misalnya ada yang membeli setiap hari, setiap satu minggu sekali, dua minggu sekali atau satu bulan sekali tergantung dari kebutuhan produk yang akan dibelinya. 5. Jumlah pembelian Konsumen dapat mengambil keputusan mengenai seberapa banyak produk yang akan dibelinya pada suatu saat atau pembelian. Pembelian dilakukan mungkin lebih dari satu. Dalam hal ini perusahaan harus mempersiapkan banyaknya produk sesuai dengan keinginan yang berbeda-beda dari setiap pembeli. Lima keputusan di atas merupakan indikator-indikator dari keputusan pembelian yang digunakan dalam penelitian ini. III.4 Korelasi Brand Positioning dengan Keputusan Pembelian Menurut Trommsdorf (2008, 357) mengemukakan positioning sebagai berikut: Positioning is one of the most important tools in marketing, helping to analyze the images and perceptions of consumers about a brand. General position map illustrates the position of a brand in consumers’ mind relative to competitors. The purpose of positioning is to identify the position that distinguishes it from competitors’ brands and best suit the target groups.
Pemahaman di atas menjelaskan bahwa positioning merupakan salah satu alat yang paling penting dalam pemasaran, membantu untuk menganalisa gambar-gambar dan 68
persepsi konsumen tentang sebuah merek. Peta posisi umumnya menggambarkan posisi merek dalam benak konsumen terhadap kompetitor. Tujuan positioning adalah mengidentifikasi posisi yang membedakan merek dari kompetitornya dan tepat guna bagi kelompok sasaran. Kotler (2009, 170) mengemukakan bahwa konsumen mempelajari merekmerek yang tersedia dan ciri-cirinya. Informasi ini digunakan untuk mengevaluasi semua alternatif yang ada dalam menentukan keputusan pembeliannya. Menurut Raymond D Hehman (Sengupta 2005, 291) positioning adalah: Positioning is your product as the consumer thinks of it. Since the consumer is the ultimate user of the product, the consumer’s perception of your product is what your product really is.
Pengertian di atas menjelaskan bahwa positioning adalah produk dari sebuah brand sesuai dengan pemahaman konsumen terhadapnya. Karena konsumen adalah pengguna utama dari produk, persepsi konsumen terhadap produk adalah produk itu sesungguhnya. AB Susanto (2004, 3) juga menyatakan bahwa posisi merek yang tepat akan menguntungkan produk atau jasa perusahaan. Merek membantu konsumen membeli secara efisien karena mempermudah proses pengambilan keputusan pembelian. Sedangkan Terence A. Shimp (2010, 140) mengemukakan bahwa dalam mengimplementasikan positioning, komunikator pemasaran secara langsung berusaha mempengaruhi keyakinan, sikap, reaksi emosional, dan pilihan konsumen terkait 69
dengan merek yang ditawarkan. Dalam buku berjudul Integrated Marketing Communication in Advertising and Promotion, Shimp (2010, 140) menjelaskan implementasi posisi merek sebagai berikut: Ultimately, the objective is to encourage consumers to choose “our” brand rather than a competitive offering. To accomplish this goal, marketing communicators design advertising, messages, promotions, packages, brand dames, sales presentations, and other forms of brand-related messages-all of which are designed to drive home the brand’s meaning, its positioning.
Pada akhirnya, tujuannya adalah untuk mendorong konsumen memilih merek "kita" daripada penawaran kompetitif pesaing. Untuk mencapai tujuan ini, komunikator pemasaran merancang iklan, pesan, promosi, paket, nama merek, presentasi penjualan, dan berbagai bentuk pesan lain yang berhubungan dengan merek -yang semuanya dirancang untuk menghantarkan makna merek, posisinya. Shimp (2010, 132) juga menambahkan bahwa positioning statement yang baik harus memenuhi dua ketentuan, yakni merefleksikan keunggulan kompetitif merek dan memotivasi pelanggan untuk bertindak. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa brand positioning memiliki korelasi yang signifikan dengan persepsi konsumen untuk melakukan keputusan pembelian. Konsumen akan memutuskan untuk membeli barang atau jasa apabila apa yang diinginkan dan diharapkannya tersampaikan melalui keseluruhan brand positioning yang menggambarkan kebutuhan dan selera konsumen.
70
III.5
Kerangka Pemikiran Dalam penelitian ini, Peneliti menguraikan langkah-langkah kerangka
pemikiran yang terbagi ke dalam lima tahap. Tahap pertama ialah melakukan penentuan topik penelitian, yaitu brand positioning dan keputusan pembelian. Kedua, menyusun latar belakang dan identifikasi masalah yang ada, berangkat dari topik yang telah diajukan sebelumnya. Pada tahap ketiga, Peneliti mengajukan rumusan masalah untuk dijawab dengan melakukan penelitian guna menemukan hasil yang diinginkan. Tahap keempat ialah penjelasan mengenai metodologi penelitian yang digunakan guna menjawab rumusan masalah yang telah dikemukakan sebelumnya. Tahap kelima atau pada tahap terakhir ini,
melihat
hubungan
antara
variabel-
variabel turunan strategi positioning terhadap keputusan pembelian produk pembalut wanita merek Laurier. Variabel perantaranya ialah perilaku konsumen (consumer behavior). Berdasarkan uraian singkat mengenai langkah-langkah kerangka pemikiran dalam penelitian ini, seperti yang dipaparkan di atas, maka dapat diilustrasikan ke dalam gambar sebagai berikut:
71
TOPIK Analisis Korelasi Brand Positioning Laurier dengan Keputusan Pembelian Mahasiswi Universitas Pelita Harapan Angkatan 2009 dan 2010 LATAR BELAKANG MASALAH • • • •
Berbagai merek pembalut wanita menyampaikan komunikasi pemasarannya secara bersamaan melalui media yang serupa Konsumen perempuan lebih cermat menghadapi setiap produk pembalut wanita yang ditawarkan Ketatnya persaingan kategori produk pembalut wanita di Indonesia sepanjang periode 2003-2011 Tipisnya point of difference positioning produk pembalut wanita di Indonesia
RUMUSAN MASALAH • Apakah ada korelasi antara brand positioning Laurier dengan keputusan pembelian mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan angkatan 2009 dan 2010?
METODOLOGI PENELITIAN •
Pendekatan kuantitatif melalui metode penelitian survei dengan menggunakan teknik pengambilan data kuesioner
•
H0: Terdapat hubungan antara brand positioning produk pembalut wanita merek Laurier dengan keputusan pembelian konsumen.
•
H1: Tidak terdapat hubungan antara brand positioning produk pembalut wanita merek Laurier dengan keputusan pembelian konsumen
•
Populasi : Mahasiswi Fakultas Kedokteran UPH angkatan 2009 dan 2010
• • • • • • •
TEORI/ KONSEP Komunikasi Model Komunikasi Intgrated Marketing Communication (IMC) Brand Brand Positioning Perilaku Konsumen Keputusan Pembelian
Gambar III.4 Kerangka Pemikiran Sumber: Olahan Peneliti 2012
72