PROSES BELAJAR DAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DALAM PEMBELAJARAN SOCRATES DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL Lukman Hakim1, Tina Yunarti2, Nurhanurawati2
[email protected] 1 Mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika 2 Dosen Program Studi Pendidikan Matematika
ABSTRAK
This qualitative descriptive research aimed to get an overview of the implementation of Socratic learning with contextual approach viewed by learning process and students critical thinking skill. The subject of research was students of XI IPA 3 class of SMAN 10 Bandar Lampung in the academic year of 2012/2013 which consist of 36 students. The objects of research were all of learning process and the result of critical thinking skills test. Based on the analysis of research data, it was concluded that the critical thinking skills of students of XI IPA 3 class of SMAN 10 Bandar Lampung was in enough category. It could be seen from 55,56% students have critical thinking skill in enough category. Based on the observation on each probability meetings, the learning process in Socrates learning with contextual approach was good.
Penelitian deskriptif kualitatif ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang penerapan pembelajaran Socrates dengan pendekatan kontekstual ditinjau dari proses belajar dan kemampuan berpikir kritis siswa. Subjek penelitian adalah siswa kelas XI IPA 3 SMAN 10 Bandar Lampung tahun pelajaran 2012/2013 yang terdiri dari 36 siswa. Objek penelitian adalah keseluruhan proses belajar dan hasil tes kemampuan berpikir kritis siswa. Berdasarkan analisis data penelitian, dapat disimpulkan bahwa kemampuan berpikir kritis siswa kelas XI IPA 3 SMAN 10 Bandar Lampung tergolong cukup. Hal ini terlihat dari 55,56% siswa memiliki kemampuan berpikir kritis cukup. Berdasarkan pengamatan pada setiap pertemuan materi peluang, proses belajar dalam pembelajaran Socrates dengan pendekatan kontekstual berjalan dengan baik. Kata kunci : kemampuan berpikir kritis, pembelajaran socrates, pendekatan kontekstual, proses belajar
sangat kompleks dalam mempersiap-
PENDAHULUAN Pendidikan merupakan investa-
kan kualitas SDM yang mampu ber-
si jangka panjang yang harus diting-
saing di era global.” Upaya yang
katkan kualitasnya. Untuk itu, dunia
tepat untuk menyiapkan SDM yang
pendidikan harus menciptakan lulus-
berkualitas adalah melalui pendi-
an yang mampu menghadapi kehi-
dikan.
dupan secara kompetitif dan inovatif.
Untuk meningkatkan kualitas
Undang-Undang Sistem Pendidikan
SDM, pemerintah telah melakukan
Nasional No. 20 tahun 2003 menje-
perbaikan-perbaikan. Selain mem-
laskan fungsi pendidikan nasional,
persiapkan kualitas SDM yang baik,
yaitu mengembangkan kemampuan
pemerintah juga melakukan revisi
dan membentuk watak serta pera-
kurikulum dari Kurikulum 2006
daban
(KTSP) menjadi Kurikulum 2013.
bangsa
yang
bermartabat
dalam rangka mencerdaskan kehi-
Dalam KTSP, pembelajaran
dupan bangsa yang bertujuan untuk
berpusat pada siswa (student cen-
mengembangkan
peserta
tered learning). Siswa dituntut untuk
didik agar menjadi manusia yang
aktif dan senantiasa ambil bagian
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan
dalam proses belajar. Pada dasarnya,
Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
siswa diharapkan tidak hanya mem-
sehat, berilmu, cakap, kreatif, man-
pelajari konsep, teori, dan fakta
diri, dan menjadi warga yang demo-
tetapi juga
kratis serta bertanggung jawab.
dalam
potensi
mempelajari aplikasi
kehidupan
sehari-harinya.
Dunia pendidikan di Indonesia
Dengan demikian, materi pembela-
dari tahun ke tahun terus melakukan
jaran tidak hanya tersusun atas hal-
perubahan ke arah yang lebih baik,
hal sederhana yang bersifat hafalan
namun langkah menuju perubahan
dan pemahaman, tetapi juga tersusun
itu tidaklah mudah. Banyak hal-hal
atas materi yang kompleks yang
yang harus diperbaiki. Salah satunya
memerlukan analisis, aplikasi, dan
adalah
kualitas
sintesis. Oleh karena itu, dibutuhkan
sumber daya manusia (SDM) yang
kemampuan berpikir kritis siswa agar
baik. Trianto (2009: 4) mengung-
mencapai hal tersebut.
mempersiapkan
kapkan bahwa “sistem pendidikan nasional menghadapi tantangan yang
Kemampuan dapat
dipandang
berpikir
kritis
sebagai
tujuan
utama dari pembelajaran. Menurut
kritis adalah pembelajaran Socrates.
Yulianto dalam Amri dan Ahmadi
Pembelajaran Socrates adalah pem-
(2010: 62), “berpikir kritis memain-
belajaran
kan peranan yang penting dalam
seorang tokoh filsafat Yunani yang
banyak macam pekerjaan, khususnya
ulung yaitu Socrates (469-399 SM).
pekerjaan yang memerlukan keteli-
Pembelajaran
tian dan berpikir analitis.”
method), yaitu suatu cara menyaji-
yang
dirancang
Socrates
oleh
(socrates
Salah satu mata pelajaran di
kan materi pelajaran, dimana siswa
sekolah yang diharapkan dapat me-
dihadapkan dengan sederetan per-
ngembangkan kemampuan berpikir
tanyaan terstruktur melalui serang-
kritis
matematika.
kaian pertanyaan tersebut diharapkan
Matematika merupakan salah satu
siswa mampu menemukan jawaban-
ilmu dasar bagi perkembangan dan
nya atas dasar kecerdasan dan ke-
peradaban manusia. Matematika di-
mampuannya sendiri. Oleh karena
perlukan untuk menyelesaikan masa-
pembelajaran
lah yang terjadi dalam kehidupan
tanya-jawab secara terstruktur, maka
sehari-hari. Berdasarkan wawancara
pemahaman tentang materi lebih
dengan guru bidang studi mate-
terarah.
siswa
adalah
dilakukan
dengan
matika, banyak siswa yang berang-
Melalui pembelajaran Socrates,
gapan bahwa matematika merupakan
secara tidak langsung guru dan siswa
ilmu yang sukar untuk dipelajari. Hal
menjadi pemikir kritis dan men-
ini sebenarnya tak terlepas dari peran
dorong siswa yang lemah untuk lebih
guru untuk memilih suatu model
aktif berpikir. Salah satu karakte-
pembelajaran agar lebih menarik
ristik pembelajaran Socrates yang
dalam proses pembelajaran. Untuk
tidak terdapat pada metode tanya-
itu,
jawab yang lain adalah adanya uji-
diperlukan
kemampuan
dan
ketepatan guru dalam memilih model
silang
suatu
pertanyaan.
pembelajaran, sehingga siswa dapat
Pertanyaan-pertanyaan
uji-silang
berperan
seperti “Bagaimana jika...?” atau
aktif
mengembangkan
potensinya.
dalam
“Seandainya ..., apa yang terjadi?”.
Salah satu pembelajaran yang
Bentuk pertanyaan-pertanyaan ter-
memuat pertanyaan-pertanyaan kritis
sebut dapat digunakan untuk meya-
untuk menggali kemampuan berpikir
kinkan jawaban siswa.
Pembelajaran Socrates dapat dikombinasikan dengan pendekatan
cara mengidentifikasi jawaban posttest siswa.
pembelajaran lainnya. Dalam pene-
Instrumen
yang
digunakan
litian ini, pembelajaran Socrates
dalam penelitian ini berupa instru-
dikombinasikan dengan pendekatan
men tes yang bertujuan untuk me-
kontekstual. Johnson dalam Yunarti
ngamati proses tahapan yang dilaku-
(2011: 16), pendekatan kontekstual
kan siswa dalam menyelesaikan per-
siswa dilatih untuk bersosialisasi
masalahan peluang dan trigono-
dengan kelompok-kelompok kerja
metri. Pengamatan tahapan penye-
siswa. Hal ini akan membuat proses
lesaian permasalahan ini dimaksud-
pembelajaran lebih efektif, dinamis,
kan untuk mengukur kemampuan
demokratis, mendidik, memotivasi,
berpikir kritis siswa. Tes diberikan
dan mendorong kreativitas siswa.
setelah setiap materi selesai diajarkan.
METODE PENELITIAN
Analisis
dilakukan
terhadap
Penelitian ini dilaksanakan di
data kuantitatif, berupa hasil tes
SMA Negeri 10 Bandar Lampung.
kemampuan berpikir siswa untuk
Subjek penelitian adalah siswa kelas
mengetahui
XI
kritis
IPA 3
SMAN
10
Bandar
kemampuan
berpikir
Penskoran
jawaban
siswa.
Lampung tahun pelajaran 2012/2013
siswa terhadap soal kemampuan
yang berjumlah 36 siswa. Tingkat
berpikir
kemampuan
sistem holistic scoring rubrics yang
berpikir
kritis
dari
kritis
berpedoman pada
subjek penelitian heterogen, ada
dikemukakan
yang berkemampuan rendah, sedang,
Ochmkel dalam Sudjana dan Ibrahim
dan tinggi dan masih banyak yang
(2004: 31). Adapun rentang skor
mengalami kesulitan dalam mema-
yang digunakan adalah 0, 5, 10, 15,
hami pelajaran matematika. Jenis
dan 20.
penelitian
ini
adalah
oleh
Scoen
dan
penelitian
Untuk mengetahui kemampuan
deskriptif kualitatif, yaitu dengan
berpikir kritis siswa pada setiap indi-
memberikan
kator, dihitung persentase setiap skor
gambaran
tentang
proses pembelajaran Socrates dengan pendekatan kontekstual dan kemampuan berpikir kritis siswa dengan
menggunakan rumus: =
×
%
keterangan:
Selain
PS : Persentase kemampuan berpikir kritis siswa tiap indikator BT : Banyak siswa yang menjawab
n
dilakukan
analisis
terhadap kemampuan berpikir kritis siswa,
pada penelitian
ini
juga
dilakukan pengamatan pada setiap
soal dengan benar tiap
pertemuan untuk mendapatkan data
indikator
proses belajar.
: Banyak siswa Selain itu, dilakukan analisis
HASIL DAN PEMBAHASAN Dari penelitian ini didapat data
terhadap kemampuan berpikir kritis siswa dengan cara melihat persentase tiap skor total yang diperoleh siswa dan dihitung menggunakan rumus:
hasil tes dan proses belajar di kelas. Pada
awalnya
malu/belum
siswa
berani
masih
mengutarakan
pendapatnya dan memilih untuk =
×
%
diam. Namun, setelah guru lebih
keterangan:
sering
PK : Persentase kemampuan
masalah
memberikan pada
pertanyaan/
tiap
pertemuan,
akhirnya siswa pun menjadi lebih
berpikir kritis siswa JS : Jumlah skor total siswa
berani mengutarakan jawabannya.
JM : Jumlah skor total maksimum
Ketika pertanyaan diberikan, siswa
Untuk mengklasifikasi kualitas
langsung meresponnya dengan men-
kemampuan berpikir kritis siswa,
jawabnya langsung. Walaupun ter-
digunakan
menurut
kadang
siswa
Suherman dan Kusumah (1990: 272)
terlebih
dahulu
sebagai berikut:
sebangkunya.
Tabel 1. Kriteria PenentuanTingkat Kemampuan Siswa
jawaban tersebut, akhirnya siswa
skala
lima
mendiskusikannya dengan
Melalui
teman jawaban-
dapat menyimpulkan sendiri dan lebih memahami materi yang di-
90% ≤ A ≤ 100%
Kategori Kemampuan Siswa A (Sangat Baik)
75% ≤ B < 90%
B (Baik)
dengan
55% ≤ C < 75%
C (Cukup)
pertanyaan/permasalahan yang bersi-
40% ≤ D < 55%
D (Kurang)
fat abstrak, siswa lebih banyak diam.
E (Sangat Kurang)
Namun, setelah diberikan sedikit
Persentase skor Total Siswa
0% ≤ E < 40%
berikan, terutama materi yang dapat didemonstrasikan kehidupan
atau
dikaitkan
nyata.
Untuk
penjelasan melalui pertanyaan uji-
puran dan perbedaannya pada saat
silang, siswa dapat menyelesaikan-
akan mencampurkan”. Guru mem-
nya, seperti pada proses pembela-
berikan pertanyaan kembali, “apakah
jaran pertemuan berikut.
perbedaan
Pada
pertemuan
mencampurkan
guru
larutan ke dalam wadah akan meng-
melakukan eksperimen guna mem-
hasilkan perbedaan pada hasilnya?”
beri
dan
pemahaman
V,
urutan
kepada
siswa
tentang permutasi dan kombinasi.
siswa
langsung
menjawab,
“tidak pak”.
Eksperimen I, guru membawa dua
Eksperimen II berkaitan juga
botol larutan berwarna yaitu warna
dengan warna tetapi melalui sebuah
kuning dan hijau serta sendok dan
bendera, merah putih (Indonesia) dan
beberapa wadah transparan sebagai
putih merah (Polandia). Guru menga-
tempat untuk mencampurkan kedua
jukan pertanyaan terkait eksperimen
larutan. Guru menunjuk salah satu
II, “apa kesamaan dan perbedaan
siswa untuk memperagakannya dan
kedua bendera ini?”. Siswa langsung
siswa yang lain memperhatikan.
menjawab, “kesamaannya memiliki
Proses pertama, siswa yang ditunjuk
warna merah putih dan perbedaannya
diminta untuk memasukkan 5 sendok
letak warna pada bendera”. Setelah
larutan berwarna kuning lalu 5
itu, guru mengajukan pertanyaan
sendok larutan berwarna hijau ke
kembali, “apa yang terjadi jika saat
dalam wadah 1 dan diminta untuk
upacara bendera, letak warnanya
mengamati
Kemudian,
terbalik atau saat Indonesia mendapat
proses kedua, siswa diminta untuk
juara 1 pada olimpiade dunia di-
memasukkan 5 sendok larutan ber-
kibarkan bendera putih merah?”.
warna hijau dan 5 sendok larutan
Sebagian besar
berwarna kuning ke dalam wadah 2
“malu” tetapi ada beberapa siswa
lalu siswa yang lain diminta menga-
menjawab “kecewa”.
hasilnya.
siswa menjawab
mati hasilnya. Setelah kedua proses
Eksperimen III, guru menunjuk
dilakukan, guru memberikan bebe-
5 siswa sebagai sampel percobaan,
rapa pertanyaan, “apa kesamaan dan
dimisalkan A, B, C, D, dan E. Guru
perbedaan kedua eksperimen tadi?”.
menjelaskan dari kelima siswa, yang
Hampir seluruh siswa menjawab,
dipanggil tiga orang misal A, B, dan
“persamaannya pada hasil pencam-
C yang dinyatakan diterima sebagai
pegawai “Maju
tata
usaha
Mundur”.
perusahaan
Guru
dan eksperimen 3 memiliki karakter
meralat
yang sama?”. Sebagian siswa men-
urutan pemanggilannya menjadi B,
jawab, “urutan warna atau orang
C, dan A. Guru pun meralat kembali
tidak
menjadi B, A, dan C. Terakhir, guru
Setelah
kembali meralat menjadi C, A, dan B
disertai dengan tanya-jawab, guru
setelah itu siswa diminta untuk mem-
menjelaskan bahwa eksperimen ten-
perhatikan proses pergantiannya.
tang warna larutan cat dan pemilihan
Eksperimen
IV,
guru
me-
pegawai
mempengaruhi
hasilnya”.
melakukan
eksperimen
tata
usaha
merupakan
manggil 3 siswa dari 5 siswa pada
kejadian kombinasi sedangkan eks-
eksperimen III untuk dijadikan se-
perimen tentang bendera dan pemi-
bagai pengurus perusahaan “Maju
lihan pengurus perusahaan meru-
Mundur” yaitu direktur, sekretaris,
pakan
dan satpam. Siswa A dipanggil dan
proses ini, semua siswa terlibat aktif
diamanahkan menjadi direktur “Maju
dalam pembelajaran. Siswa tertarik
Mundur”, siswa D dipanggil dan
dengan pembelajaran melalui eks-
diamanahkan
perimen karena lebih paham akan
menjadi
“Maju Mundur”,
sekretaris
dan siswa E di-
“Maju
Mundur”.
Guru
meralat pengumuman menjadi E sebagai
direktur,
A
sebagai
sekretaris, dan D sebagai satpam. Setelah semua eksprimen (I, II, III, dan IV) dilakukan, guru meminta
eksperimen tersebut. Pada proses ini,
didapat data sebagai berikut: Tabel 2. Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Secara Umum No
1 2 3
hampir seluruh siswa menjawab “eksperimen 1 dengan 3 dan eksperimen 2 dengan 4”. Guru kembali bertanya,
“apa
yang
mendasari
pendapatnya bahwa eksperimen 1
Pada
Berdasarkan hasil tes siswa,
siswa untuk memilih karakter eksperimen yang sama dari keempat
permutasi.
konsep dan pengertiannya.
panggil dan diamanahkan menjadi satpam
kejadian
4 5
Kriteria
Sangat Baik (A) Baik (B) Cukup (C) Kurang (D) Sangat Kurang (E)
Banyak Siswa
Persentase (%)
0
0
16
44,44
20
55,56
0
0
0
0
Berdasarkan tabel 2, tingkat
jawab. Hal ini berarti, pada indikator
kemampuan berpikir kritis siswa
1 semua siswa memiliki kemampuan
pada
berpikir kritis dengan kriteria sangat
tes
dapat
diinterpretasikan
sebagai berikut.
baik dan tidak terdapat kesalahan
a. Tidak ada siswa (0%) yang me-
dalam menjawab soal.
miliki kemampuan berpikir kritis
2. Indikator Analisis
sangat baik.
Dari soal-soal yang memuat
b. Terdapat 16 siswa (44,44%)
indikator 2, hanya sedikit siswa yang
yang memiliki kemampuan ber-
menjawab dengan benar. Kesalahan
pikir kritis baik.
sering terjadi ketika akan menye-
c. Terdapat 20 siswa (55,56%)
lesaikan soal. Siswa tidak dapat
yang memiliki kemampuan ber-
melanjutkan proses penyelesaiannya.
pikir kritis cukup.
Hal ini dikarenakan bahwa siswa
d. Tidak ada siswa (0%) yang me-
belum memahami materi prasyarat
miliki kemampuan berpikir kritis
peluang
dan
trigonometri.
Oleh
kurang.
karena itu, sebelum memulai materi
e. Tidak ada siswa (0%) siswa me-
pelajaran, guru sebaiknya mengingat-
miliki kemampuan berpikir kritis
kan materi prasyarat sampai siswa
sangat kurang.
benar-benar mengerti.
Hal ini menunjukkan bahwa kemam-
3. Indikator Evaluasi
puan berpikir kritis siswa kelas XI
Untuk indikator 3, tidak satu
IPA 3 SMA Negeri 10 Bandar
pun siswa yang menjawab. Pada saat
Lampung dalam kategori cukup.
pembahasan soal tersebut, guru ber-
Untuk lebih jelas mengenai
tanya kepada siswa dan sebagian
tingkat kemampuan berpikir kritis
besar siswa beralasan bahwa mereka
siswa tiap indikator, maka perlu
bingung untuk menjawabnya. Oleh
dipaparkan kesalahan siswa dalam
karena itu, perlu adanya bimbingan
menjawab soal kemampuan berpikir
dari guru terkait soal tersebut.
kritis.
4. Indikator Penarikan
1. Indikator Interpretasi
Kesimpulan
Untuk indikator 1, berdasarkan
Pada indikator 4, berdasarkan
jawaban siswa tidak ada siswa yang
jawaban siswa hanya 3 siswa atau
melakukan kesalahan dalam men-
8,33% yang menjawab salah. Hal ini
dikarenakan siswa tersebut kurang teliti dalam memahami soal. Oleh karena itu, latihan soal-soal harus sering diberikan dan dipahami oleh
Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran InovatifProgresif. Jakarta: Prestasi Pustaka.
siswa.
KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut. 1. Kemampuan
berpikir
kritis
siswa kelas XI IPA 3 SMA Negeri 10 Bandar Lampung tergolong cukup. Hal ini terlihat dari 55,56% siswa memiliki kemampuan
berpikir
kritis
cukup. 2. Berdasarkan pengamatan pada pertemuan
Suherman dan Kusumah. 1990. Petunjuk Praktis untuk Melaksanakan Evaluasi Pendidikan Matematika. Bandung: Wijayakusumah.
materi
peluang,
proses belajar dalam pembelajaran Socrates dengan pendekatan kontekstual berjalan dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA Amri, S. dan Ahmadi, I. K. 2010. Proses Pembelajaran Kreatif dan Inovatif dalam Kelas. Jakarta: PT Prestasi Pustakaraya. Sudjana, N. dan Ibrahim M. A. 2004. Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Bandung: Sinar Baru Algesindo.
Yunarti, Tina. 2011. Pengaruh Metode Socrates Terhadap Kemampuan dan Disposisi Berpikir Kritis Matematis Siswa Sekolah Menengah Atas. Disertasi. Bandung: UPI.