PENERAPAN SISTEM JUAL BELI MURABAHAH PADA BANK SYARIAH (Studi Terhadap Pembiayaan Rumah/Properti Pada Bank Negara Indonesia Syariah Cabang Medan)
TESIS Oleh:
RIDHA KURNIAWAN ADNANS 057011074/MKn
SEKOLAH PASCA SARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2007 Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007 USU e-Repository © 2008
PENERAPAN SISTEM JUAL BELI MURABAHAH PADA BANK SYARIAH (Studi Terhadap Pembiayaan Rumah/Properti Pada Bank Negara Indonesia Syariah Cabang Medan)
TESIS Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Dalam Program Studi Kenotariatan Pada Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh:
RIDHA KURNIAWAN ADNANS 057011074/MKn
SEKOLAH PASCA SARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2007 Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007 USU e-Repository © 2008
Telah diuji pada Hari/Tanggal :
PANITIA PENGUJI TESIS: Ketua
: Prof. H. M. Hasballah Thaib, MA, Ph.D.
Anggota
: 1. Dr. Drs. Ramlan Yusuf Rangkuti, MA. 2. Chairani Bustami, SH, Sp.N, MKn. 3. Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN. 4. Dr. T. Kheizerina Devi A, SH, CN, M.Hum.
Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007 USU e-Repository © 2008
PENERAPAN SISTEM JUAL BELI MURABAHAH PADA BANK SYARIAH (Studi Terhadap Pembiayaan Rumah/Properti Pada Bank Negara Indonesia Syariah Cabang Medan) Ridha Kurniawan Adnans 1 H. M. Hasballah Thaib 2 Ramlan Yusuf Rangkuti 3 Chairani Bustami 4
INTISARI Pada kenyataannya konsep perbankan syariah di Indonesia khususnya di wilayah Sumatera Utara belum dapat menarik minat umat Islam Indonesia untuk menggunakan lembaga perbankan syariah sebagai bagian dari kegiatan perekonomian mereka. Hal ini antara lain dikarenakan masih banyak pihak yang menganggap bahwa bank-bank syariah tidak ubahnya bank konvensional yang hanya memakai stempel syariah. Misalnya dalam praktek pembiayaan murabahah terhadap rumah/properti, dimana dalam pembiayaan murabahah menghendaki terjadi jual beli antara pemilik barang dengan bank – dan antara bank dengan nasabah. Namun dalam prakteknya, transaksi jual beli yang terjadi adalah transaksi jual beli antara pemilik barang (suplier) dengan nasabah yang dibuktikan dengan penandatanganan akta jual beli yang dibuat dihadapan Notaris/Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Disini pembiayaan murabahah hampir tidak ada bedanya dengan produk Kredit Pemilikan Rumah (KPR) pada bank konvensional. Penelitian ini bersifat deskriptif, dengan menggunakan metode penelitian yuridis empiris. Penelitian ini dilakukan terhadap sistem jual beli murabahah pada Bank Negara Indonesia Syariah (Bank BNI Syariah) Cabang Medan, dalam kaitannya dengan pembiayaan rumah/properti. Adapun populasi dalam penelitian ini adalah seluruh nasabah pengguna jasa pembiayaan murabahah terhadap rumah/properti (nasabah). Karena populasi dalam penelitian ini bersifat homogen maka penarikan sampel hanya dilakukan terhadap 10 (sepuluh) orang nasabah. Selanjutnya pengambilan sampel dilakukan dengan cara purposive sampling.
1
Mahasiswa Magister Kenotariatan, Sekolah Pasca Sarjana, Universitas Sumatera Utara,
Medan. 2
Dosen Program Studi Magister Kenotariatan, Sekolah Pasca Sarjana, Universitas Sumatera Utara, Medan. 3 Dosen Program Studi Magister Kenotariatan, Sekolah Pasca Sarjana, Universitas Sumatera Utara, Medan. 4 Dosen Program Studi Magister Kenotariatan, Sekolah Pasca Sarjana, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007 USU e-Repository © 2008
Hasil Penelitian menunjukkan bahwa sistem jual beli murabahah pada Bank BNI Syariah Cabang Medan adalah jual beli yang terjadi antara: pemilik barang (suplier) – bank – nasabah yang dibuat dibawah tangan, kemudian terjadi lagi jual beli antara suplier dengan nasabah dengan akta Notaris/PPAT. Sistem jual beli tersebut tidaklah termasuk ke dalam bentuk jual beli murabahah sebagaimana yang dimaksud oleh Fatwa DSN No. 04/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Ketentuan Umum Murabahah Dalam Bank Syariah Jo. PBI No. 7/46/PBI/2005 Tentang Akad Penghimpunan Dan Penyaluran Dana Bagi Bank Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah. Dengan sistem tersebut, pada kenyataannya jual beli yang terjadi adalah jual beli antara suplier dengan nasabah, dan peranan bank disini hanya sebagai penyedia pembiayaan saja, bukan sebagai penjual. Disamping itu, pelaksanaan jual beli murabahah pada Bank BNI Syariah Cabang Medan belum dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku karena masih terdapat praktek peralihan hak atas tanah secara di bawah tangan. Hal ini tidak sesuai dengan PP No. 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah Jo. Peraturan Menteri Agraria/KBPN No. 3 Tahun 1997. Penyimpangan ini terjadi karena bank pada kenyataannya dihadapkan pada kendala-kendala dalam penyaluran pembiayaan murabahah, terutama sekali kendala dari segi peraturan perundang-undangan yang memang pada kenyataannya sulit untuk dilaksanakan karena dipandang dapat merugikan dan sangat melemahkan pihak bank. Disarankan kepada Bank BNI Syariah dalam menyalurkan pembiayaan murabahah senantiasa memperhatikan ketentuan hukum yang berlaku, baik ketentuan syariah Islam maupun ketentuan hukum positip. Apabila memang pelaksanaan pembiayaan murabahah ini tidak dapat mengikuti ketentuan hukum yang berlaku, maka sebaiknya produk murabahah ini tidak dipasarkan untuk sementara sambil menunggu terbitnya peraturan baru yang lebih mendukung pelaksanaan produk murabahah ini. Karena itu diharapkan Bank BNI Syariah untuk lebih mengembangkan produk-produk pembiayaan mudharabah dan musyarakah yang berbasis PLS.
Kata kunci:
-Bank Syariah. -Murabahah.
Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007 USU e-Repository © 2008
APPLICATION OF MURABAHAH TRADE SYSTEM IN ISLAMIC BANK (Study On Houses/Properties Financing At Bank Negara Indonesia Syariah Branch Of Medan) Ridha Kurniawan Adnans 5 H. M. Hasballah Thaib 6 Ramlan Yusuf Rangkuti 7 Chairani Bustami 8
ABSTRACT Actually, islamic banking concept in Indonesia specially in North Sumatera region has not yet interest for the moslem people in Indonesia to use the islamic banking as part of their economic activities. Because most of people assume that islamic banks are not different to the conventional banks that use the islamic stamp. For example in murabahah financing on houses/properties in wich the murabahah financing requires a trade or selling-buying between the properties owner and bankand between bank and customer. But in fact, the trade (selling-buying) transaction is a trade between the product owner (supplier) and customer that indicated by the trade deed prepared before the Notary/PPAT. This Murabahah financing is not so differ to the housing ownership loan (KPR) at conventional bank. This research is descriptive study by using the empiric juridical research metodh. This research is conducted to the murabahah trade system at Bank Negara Indonesia Syariah Branch Of Medan in financing the houses/properties. The population of this research are all the customers of murabahah financing on houses/properties (customer). For the homogenous population in this research, only 10 customers will be able to be sample that took by purposive sampling. The result of this research indicate that the murabahah trade system applied at Bank Negara Indonesia Syariah Branch Of Medan, is a trade or selling-buying between the supplier – bank – customer in underhanded metodh and then the trade between supplier and customer based on Notarial deed. This trade system did not included into murabahah trade as mentioned in Fatwa (Instruction) DSN N0. 04/DSN-MUI/IV/2000 Concerning To The General Term Of Murabahah In Islamic 5
College Student Of Notary Master, Postgraduate School Of North Sumatera University,
6
Lecturer Of Notary Master Program, Postgraduate School Of North Sumatera University,
7
Lecturer Of Notary Master Program, Postgraduate School Of North Sumatera University,
8
Lecturer Of Notary Master Program, Postgraduate School Of North Sumatera University,
Medan. Medan. Medan. Medan.
Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007 USU e-Repository © 2008
Bank Jo. PBI No.7/46/PBI/2005 Concerning To The Contract Of Fund Collecting And Distribution For The Bank Wich Implement The Business Based On Islamic Principle. By the system, the trade is a trade between supplier and customer, and the role of bank is a funder and not as seller. In addition, the trade of murabahah at Bank Negara Indonesia Syariah Branch Of Medan has not yet implemented according to the valid regulation because there are any right transfer on the land in underhanded. This is not suitable to the Government Rule No. 24 Of 1997 Concerning To The Land Registration Jo. Agrarian Minister Rule/KBPN No. 3 Of 1997. This discrepancy caused by the bank faces any obtacles in the distribution of murabahah financing, specially in the applied regulations that can not be applied for the losses and put the bank into the low position. It is suggested to Bank Negara Indonesia Syariah, in the murabahah financing distribution must pay attention and to be a subject of valid rule either Islamic rule or positve law. If the implementation of muarabahah did not based on the valid rules, the product of murabahah did not marketed temporarily while to wait the issuance of new act that support the marketing of murabahah product. Therefore it is suggested that Bank Negara Indonesia Syariah developes mudharabah and musyarakah financing products wich based on PLS.
Keywords:
-Islamic Bank -Murabahah
Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007 USU e-Repository © 2008
KATA PENGANTAR Dengan mengucapkan Bismillaahirrahmaanirrahiim, dengan ini Penulis mengucapkan puji dan syukur kepada Allas s.w.t., yang senantiasa telah memberikan nikmat dan petunjuknya kepada Penulis, hingga akhirnya Penulis dapat menyelesaikan Tesis yang berjudul “PENERAPAN SISTEM JUAL BELI MURABAHAH PADA BANK SYARIAH (Studi Terhadap Pembiayaan Rumah/Properti Pada PT. Bank Negara Indonesia Syariah Cabang Medan). Penulisan tesis ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan (MKn), pada Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, di Medan. Penulisan tesis ini tidak akan mungkin selesai tanpa adanya arahan, bimbingan, bantuan maupun dukungan dari berbagai pihak, hingga akhirnya tesis ini dapat diselesaikan. Untuk itu pada kesempatan ini Penulis sampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat: Bapak Prof. H. M. Hasballah Thaib, MA, Ph.D., Bapak Dr. Drs. Ramlan Yusuf Rangkuti, MA., dan Ibu Chairani Bustami, SH, Sp.N, MKn., atas kesediaan Bapak/Ibu dalam memberikan bimbingan, arahan maupun petunjuk kepada Penulis, sejak awal penyusunan proposal penelitian sampai selesainya penulisan tesis ini. Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN., dan Ibu Dr. T. Kheizerina Devi A, SH, CN, M.Hum., selaku dosen penguji yang telah sangat banyak memberikan masukan, petunjuk, dan arahan yang sangat berguna dalam menyempurnakan tesis ini, sejak tahap seminar proposal sampai selesainya penulisan tesis ini.
Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007 USU e-Repository © 2008
Dalam kesempatan ini Penulis juga memberikan penghargaan dan mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada Ayahanda Leo Imsar Adnans dan Ibunda Sugati, atas jasa-jasa keduanya yang tak terhingga. “Terima kasih banyak atas segala yang pernah kalian berikan kepada ananda, sampai kapanpun ananda tak akan mampu untuk membalas jasa kalian wahai ayahanda dan ibunda, walaupun hanya seujung kuku.” Selanjutnya Penulis ucapkan terima kasih kepada: 1. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisaa B, M.Sc., selaku Direktur Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, Medan, dan Jajaran Asisten Direkttur beserta seluruh staff, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada Penulis sehingga dapat menyelesaikan pendidikan ini. 2. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN., dan Ibu Dr. T. Kheizerina Devi A, SH, CN, M.Hum., selaku Ketua Program dan Sekretaris Program Magister Kenotarian, Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, Medan, yang telah memberikan arahan dan petunjuk dalam penulisan tesis ini. 3. Para Bapak dan Ibu Dosen di lingkungan Program Magister Kenotarian, Sekolah Pasca Sarjana, Universitas Sumatera Utara, Medan, atas jasa mereka yang telah mencurahkan ilmu pengetahuannya dan mendidik Penulis sehingga dapat menyelesaikan studi ini. 4. Para pegawai/staf pada Program Magister Kenotarian, Sekolah Pasca Sarjana, Universitas Sumatera Utara, Medan, yang senantiasa memberikan bantuannya kepada Penulis selama masa perkuliahan.
Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007 USU e-Repository © 2008
5. Pemimpin Cabang, Bank BNI Syariah Cabang Medan beserta staff, yang telah menginzinkan Penulis untuk melakukan peneltian. 6. Majelis Ulama Indonesia, khususnya kepada Bapak Dr. Lahmuddin Nasution, MA., yang telah meluangkan waktu dan memberikan kesempatan kepada Penulis untuk melakukan wawancara. 7. Notaris Ella Wijaya A, SH., yang telah meluangkan waktu dan memberi kesempatan kepada Penulis untuk melakukan wawancara. 8. Teman-teman se-angkatan 2005-2006, pada Program Magister Kenotariatan, Sekolah Pasca Sarjana, Universitas Sumatera Utara, Medan, yang tidak dapat Penulis sebutkan satu persatu, yang sama-sama berjuang dan telah saling membantu dalam menyelesaikan pendidikan ini. 9. Terakhir dan yang tak terlupakan, Penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada Adinda tercinta Refni Aprilia, yang selalu memberikan semangat dan dorongan. “Terima kasih karena selalu menjadi pendengar yang baik saat aku berkeluh kesah”. Akhirnya Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada segala pihak yang tidak dapat Penulis sebutkan satu-persatu, yang telah turut membantu dalam penyelesaian tesis ini. Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Medan, 20 Juli 2007 Salam Dan Hormat Saya, Penulis
RIDHA KURNIAWAN ADNANS
Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007 USU e-Repository © 2008
DAFTAR RIWAYAT HIDUP I. Identitas Pribadi Nama
: Ridha Kurniawan Adnans.
Tempat/Tanggal Lahir
: Medan/17 Juli 1982.
Status
: Belum Menikah.
Alamat
: Jl. Gagak Hitam, Komplek Bumi Seroja Permai, Blok E-25, Medan Sunggal, Medan, 20128.
II. Keluarga Nama Ayah
: Leo Imsar Adnans.
Nama Ibu
: Sugati.
Nama Saudara
: 1. Ifrah Rahmiaty. 2. M. Imam Rasyid Mahi. 3. Rabbani al-Faruq.
III. Pendidikan 1. SD HARAPAN MEDAN, Jl. Imam Bonjol, tahun 1988-1994. 2. MTs as-Salaam, Pabelan, Kartasura, Solo - Jawa Tengah, tahun 1994-1997. 3. SMU Negeri 04 MEDAN, tahun 1997-2000. 4. Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara, Medan, tahun 2001-2005. 5. Magister Kenotariatan, Universitas Sumatera Utara, Medan, 2005 s/d sekarang.
Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007 USU e-Repository © 2008
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i HALAMAN PENGESAHAN........................................................................ ii HALAMAN PANITIA PENGUJI ................................................................ iii INTISARI ....................................................................................................... iv ABSTRACT .................................................................................................... vi KATA PENGANTAR.................................................................................... vii DAFTAR RIWAYAT HIDUP ...................................................................... xi DAFTAR ISI................................................................................................... xii DAFTAR SKEMA ......................................................................................... xv BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang ............................................................................ 1 B. Perumusan Masalah .................................................................... 3 C. Tujuan Penelitian ........................................................................ 4 D. Manfaat Penelitian ...................................................................... 4 E. Keaslian Penelitian...................................................................... 5 F. Kerangka Teori Dan Konsepsi .................................................... 6 G. Metode Penelitian 1. Sifat Penelitian ...................................................................... 11 2. Lokasi Penelitian................................................................... 11 3. Populasi Dan Sampel ............................................................ 12 4. Sumber Data.......................................................................... 13 5. Alat Pengumpulan Data ........................................................ 13
Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007 USU e-Repository © 2008
6. Analisis Data ......................................................................... 14 BAB II JUAL BELI MURABAHAH DI DALAM SYARIAH ISLAM A. Pandangan Islam Terhadap Bank 1. Bank Di Dalam Ekonomi Islam ............................................ 15 2. Bank Syariah Dan Perkembangannya Di Indonesia ............. 17 3. Konsep Bank Syariah Di Indonesia ...................................... 20 4. Kegiatan Usaha Bank Syariah............................................... 21 B. Tinjauan Umum Tentang Hukum Jual Beli 1. Jual Beli Menurut Hukum Islam ........................................... 24 2. Jual Beli Dalam Hukum Perdata ........................................... 28 C. Tinjauan Umum Tentang Murabahah 1. Murabahah Di Dalam Fiqih .................................................. 34 2. Murabahah Di Indonesia ....................................................... 37 3. Pelaksanaan Transaksi Murabahah ....................................... 38 BAB III PENERAPAN SISTEM JUAL BELI MURABAHAH TERHADAP PEMBIAYAAN RUMAH/PROPERTI PADA BANK BNI SYARIAH A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Gambaran Umum Perusahaan............................................... 42 2. Filosofi Perusahaan ............................................................... 44 3. Produk-produk Bank BNI Syariah Cabang Medan............... 47 B. Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Terhadap Pembiayaan Rumah/Properti Pada Bank BNI Syariah.................................... 52
Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007 USU e-Repository © 2008
C. Penyimpangan Dalam Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank BNI Syariah ....................................................................... 56 BAB IV
KENDALA-KENDALA SYARIAH
YANG
DALAM
DIHADAPI
OLEH
PELAKSANAAN
BANK
PEMBIAYAAN
MURABAHAH TERHADAP RUMAH/PROPERTI A. Kendala-kendala Dari Segi Internal Bank................................... 67 B. Kendala-kendala Dari Segi Penerapan Peraturan Dan Ketentuan Pembiayaan Murabahah .............................................................. 68 BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ................................................................................. 76 B. Saran............................................................................................ 78
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007 USU e-Repository © 2008
DAFTAR SKEMA Halaman Skema 1
: Skema Transaksi Mrabahah…………………….. 50
Skema 2
: Skema Struktur Organisasi Bank Negara Indonesia Cabang medan……………………………………59
Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007 USU e-Repository © 2008
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang. Pada permulaan perkembangannya perbankan syariah menawarkan produkproduk perbankan yang bebas bunga yaitu: mudharabah dan musyarakah, dua produk yang diasumsikan berdasarkan pada sistem bagi hasil, atau yang populer dikenal sebagai Profit and Loss Sharing (PLS). 9 Dengan dua produk itu, bank tidak beroperasi dengan bunga, tetapi berbagi hasil dengan nasabah. 10 Namun seiring dengan perjalanan waktu, bank kemudian menyadari bahwa produk-produk yang berbasis PLS adalah sulit untuk diterapkan karena bank disamping berbagi keuntungan dengan nasabah juga harus berbagi kerugian. Hal tersebut dibuktikan berdasarkan penelitian yang dilakukan Abdullah Saeed terhadap bank-bank Islam yang beroperasi di Timur Tengah, yang menyatakan bahwa bank-bank Islam enggan menjalankan produk-produk bersistem PLS karena resiko yang mungkin diterima oleh bank sangat tinggi, suatu resiko yang bersama dengan berjalannya waktu, telah memaksa bank untuk ‘merenovasi’ bentuk dan isi musyarakah dan mudharabah hingga berbeda jauh dengan apa yang dapat ditemukan dalam fiqih, diantaranya ialah di dalam fiqih tidak diizinkan pihak bank untuk mengambil jaminan dari nasabah. Namun pada kenyataannya Bank Islam selalu
9
Profit and Loss Sharing adalah berbagi keuntungan dan kerugian (selanjutnya disebut PLS). Arif Mahtuhin, Dikutip dalam Abdullah Saeed, Menyoal Bank Syariah, Diterjemahkan Oleh Arif Mahtuhin, Penerbit Paramadina, Cet-I, Jakarta, 2004, hal. ix. 10
Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007 USU e-Repository © 2008
mengambil jaminan terhadap produk-produk yang berbasis PLS (representasi historis hukum Islam). 11 Pada akhirnya bank-bank syariah mencari-cari bentuk produk lain yang lebih menguntungkan yang dikenal dengan murabahah, yaitu suatu sistem jual beli, dimana pihak pembeli – karena satu dan lain hal – tidak bisa membeli langsung barang yang diperlukannya dari pihak penjual, sehingga ia memerlukan perantara untuk bisa membeli dan mendapatkannya. Dalam proses ini, si perantara biasanya menaikkan harga sekian persen dari harga aslinya. Produk ini kemudian menjadi bisnis yang paling populer dan disenangi oleh bank-bank Islam karena nyaris tanpa resiko. 12 Sehubungan dengan itu Sunarto Zulkifli memberi komentar bahwa dalam praktek perbankan syariah di Indonesia, apa yang disebut dengan murabahah termasuk ke dalam produk pembiayaan. Produk ini muncul karena bank tidak memiliki barang yang diinginkan oleh pembeli, sehingga bank harus melakukan transaksi pembelian barang yang diinginkan kepada pihak lainnya yang disebut sebagai suplier. Dengan demikian bank bertindak selaku penjual disatu sisi, dan disisi lain bertindak selaku pembeli. 13 Konsep perbankan syariah yang pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan umat melalui produk-produk yang berlandaskan syariat Islam menurut beberapa pengamat mengalami perkembangan yang cukup pesat, namun pada kenyataannya masih belum dapat menarik minat umat Islam Indonesia (sebagaimana
11
Ibid. Ibid., hal. x. 13 Sunarto Zulkifli, Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah, Penerbit Zikrul Hakim, Cet-II, Jakarta, 2004, hal. 62. 12
Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007 USU e-Repository © 2008
yang diharapkan) untuk menggunakan lembaga perbankan syariah sebagai bagian dari kegiatan perekonomian mereka. Berdasarkan data terakhir yang diperoleh, aset perbankan syariah khusus untuk wilayah Sumatera Utara (Sumut) hanya 1,9 % dari total aset perbankan di Sumut. Dengan kata lain bank syariah belum diminati oleh masyarakat khususnya masyarakat Sumut. 14 Rendahnya minat masyarakat antara lain dikarenakan masih banyak pihak yang menganggap bahwa bank-bank syariah tidak ubahnya bank konvensional yang hanya memakai stempel syariah. Misalnya dalam praktek pembiayaan murabahah terhadap rumah/properti, dimana dalam pembiayaan murabahah menghendaki terjadi jual beli antara pemilik barang dengan bank – dan antara bank dengan nasabah. Namun dalam prakteknya, transaksi jual beli yang terjadi adalah transaksi jual beli antara pemilik barang (suplier) dengan nasabah yang dibuktikan dengan penandatanganan akta jual beli yang dibuat dihadapan Notaris/Pejabat Pembuat Akta tanah. Disini bank seolah-olah hanya bertindak sebagai penyedia dana kepada nasabah, dan kedudukan nasabah seringkali bukanlah sebagai pembeli tapi sematamata sebagai pengguna jasa pembiayaan yang disediakan oleh bank.. Berdasarkan uraian diatas perlu kiranya untuk dilakukan penelitian terhadap produk pembiyaan murabahah pada bank syariah yang dianggap tidak ada bedanya dengan produk kredit pada bank konvensional.
14
Harian Analisa, Kolom Ekonomi Dan Keuangan, Edisi Jumat 15 Desember 2006, hal. 15.
Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007 USU e-Repository © 2008
B. Perumusan Masalah. Dari apa yang telah diuraikan di atas, maka permasalahan yang terkandung di dalamnya adalah: 1. Bagaimanakah konsep jual beli murabahah menurut syariat Islam? 2. Bagaimanakah penerapan sistem jual beli murabahah terhadap pembiayaan rumah/properti pada Bank BNI Syariah? 3. Faktor-faktor apa saja yang menjadi kendala dalam pelaksanaan sistem jual beli murabahah terhadap pembiayaan rumah/properti pada Bank BNI Syariah?
C. Tujuan Penelitian. Berdasarkan permasalahan yang dikemukakan, maka yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui secara lebih mendalam tentang murabahah, baik dari sudut pandang hukum Islam maupun dalam hukum positip di Indonesia. 2. Untuk mengetahui penerapan sistem jual beli murabahah terhadap pembiayaan rumah/properti pada Bank BNI Syariah. 3. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi kendala dalam pelaksanaan pembiayaan murabahah terhadap rumah/properti pada Bank BNI syariah, sehingga dapat dicari jalan keluar terhadap faktor-faktor penghambat tersebut. D. Manfaat Penelitian. Adapun manfaat dari hasil penelitian ini secara teoritis adalah untuk memberikan suatu sumbangan pengetahuan dalam bidang hukum perjanjian
Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007 USU e-Repository © 2008
khususnya terhadap praktek pembiayaan berdasarkan prinsip murabahah, baik dari sudut pandang syariah Islam maupun dari sudut pandang hukum positip. Secara praktis untuk memberikan masukan bagi lembaga perbankan syariah khususnya Bank BNI Syariah terhadap kegiatan operasional mereka dalam praktek pembiayaan murabahah terhadap rumah/properti (pembiayaan murabahah), sehingga dengan penelitian ini bank diharapkan dapat memahami dan melaksanakan sistem jual beli murabahah secara ideal.
E. Keaslian Penelitian. Berdasarkan penelusuran kepustakaan yang dilakukan Penulis, khususnya di lingkungan kepustakaan Universitas Sumatera Utara, sudah pernah ada beberapa penelitian yang mengkaji tentang perbankan syariah, diantaranya adalah: 1. Penelitian yang dilakukan oleh Saudara AZWAR, Mahasiswa Program Magister Kenotarian Universitas Sumatera Utara, dengan judul penelitian “PENERAPAN
PRINSIP
SYARIAH
DALAM
OPERASIONAL
PERBANKAN ISLAM”, di mana dalam penelitian tersebut titik berat pembahasannya adalah mengenai prinsip-prinsip syariah apa saja yang sudah diterapkan oleh bank syariah. 2. Penelitian yang dilakukan oleh Saudara AHMAD FAUZI, Mahasiswa Program Magister Kenotarian Universitas Sumatera Utara, dengan judul penelitian “JAMINAN DALAM AKAD PEMBIAYAAN PADA BANK SYARIAH YANG MENGANDUNG KONFLIK”. Dalam penelitian tersebut
Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007 USU e-Repository © 2008
titik berat pembahasannya adalah mengenai jaminan dalam hal pembiayaan pada bank syariah. 3. Penelitian yang dilakukan oleh Saudara RIFKI SURYADI, Mahasiswa Program Magister Kenotarian Universitas Sumatera Utara, dengan judul penelitian “PERJANJIAN PEMBIAYAAN MURABAHAH PADA BANK DENGAN PRINSIP-PRINSIP SYARIAH ISLAM”. Dalam penelitian tersebut titik berat permasalahannya adalah mengenai jaminan dalam pembiayaan murabahah dan penyelesaian terhadap pembiayaan macet yang diikat dengan perjanjian murabahah.
Berdasarkan uraian diatas dalam kaitannya dengan penelitian ini, penelitian ini menitik beratkan pembahasannya kepada penerapan sistem jual beli murabahah terhadap pembiayaan rumah/properti, dari pemilik barang – kepada bank – untuk kemudian dialihkan lagi kepada nasabah. Disamping juga penelitian ini membahas tentang faktor-faktor yang sampai saat ini menjadi kendala terhadap pelaksanaan prinsip syariah sehingga bank syariah sulit untuk berkembang. Dengan
demikian
dapat
dikatakan
penelitian
ini
asli
dan
dapat
dipertanggungjawabkan keasliannya secara akademis.
F. Kerangka Teori Dan Konsepsi. Penelitian ini sengaja mengambil judul “PENERAPAN SISTEM JUAL BELI MURABAHAH
PADA
BANK
SYARIAH
(Studi
Terhadap
Pembiayaan
Rumah/Properti Pada PT. Bank BNI Syariah Cabang Medan)”, karena memang pada
Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007 USU e-Repository © 2008
kenyataannya diduga masih terjadi penyimpangan dalam pelaksanaan sistem jual beli murabahah pada bank syariah. Karena itu tulisan ini hanya akan membahas mengenai sistem jual beli murabahah dalam kaitannya dengan pembiayaan rumah/properi pada Bank BNI Syariah. Bank merupakan salah satu lembaga yang memegang peranan penting dalam perekonomian nasional. Dari segi fungsinya, bank merupakan perantara dari dan kepentingan masyarakat dibidang dana, yaitu kepentingan dari masyarakat yang berkelebihan dana dengan kepentingan dari masyarakat yang membutuhkan dana. Cara menghimpun dana dari masyarakat luas dengan menyalurkan kembali kepada masyarakat melalui pemberian pinjaman atau kredit yang merupakan dua fungsi utama bank dari ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 yang dimaksud dengan bank adalah: ‘Badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.” Dalam rangka menyediakan dana bagi pemerintah untuk melaksanakan pembangunan ekonomi atau bagi masyarakat untuk malakukan kegiatan yang prodiktif, bank membantu dalam menyediakan dana tersebut, yang dilakukan antara lain melalui usaha pemberian kredit. Karena itu tidaklah berlebihan bilamana dikatakan bahwa kredit merupakan salah satu usaha untuk yang sangat vital. Mengingat kredit yang diberikan oleh bank mengandung resiko maka “pemberian kredit oleh bank harus dilandasi oleh keyakinan bank atas kemampuan
Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007 USU e-Repository © 2008
debitur untuk dapat melunasi hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan”.15 Oleh karena itu untuk meyakinkan bank bahwa si nasabah benar-benar dapat dipercaya dan tidak mengandung resiko, sehingga dalam pelaksanaannya bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat dalam setiap pemberian kredit. Bila Undang-Undang Perbankan diteliti, ada beberapa syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh bank untuk menjalankan kegiatan usahanya dibidang perkreditan yakni akan diuraikan sebagai berikut : a) Keharusan pemberian kredit berdasarkan analisis 5C dan 7P. Dalam pelaksanaannya untuk mengurangi resiko tersebut, jaminan pemberian kredit dalam arti keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikan merupakan faktor penting yang harus diperhatikan oleh bank. Dalam hal ini pihak bank harus melakukan penilaian yang umum untuk mendapatkan nasabah yang benar-benar membutuhkan dan beritikad baik, maka dilakukan dengan analisis lima 5C. dan selanjutnya penilaian suatu ktedit dapat pula dilakukan dengan analisis 7P kredit dengan unsur penilaian sebagai berikut:16 1) Personality yakni mencakup sikap, emosi, tingkah laku dan tindakan nasabah dalam menghadapi suatu maslah dan menyelesaikannya. 2) Party yakni mengklasifikasikan nasabah dalam golongan-golongan tertentu, berdasarkan modal, loyalitas serta karakternya dan ini mendapat fasilitas yang berbeda dari bank. 3) Perpose yakni menilai usaha tujuan nasabah dalam mengambil kredit
Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007 USU e-Repository © 2008
sesuai dengan kebutuhan. 4) Prospect yakni menilai usaha nasabah dimasa yang akan datang menguntungkan atau tidak, karena tanpa mempunyai prospek, bukan saja bank yang rugi akan tetapi juga nasabah. 5) Payment yakni cara pembayaran dari mana sumber dana untuk pengemabalian kredit. Semakin banyak sumber penghasilan debitur ini semakin baik karena jika salah satu rugi dapat ditutupi dengan usaha yang lain. 6) Profitability yakni menganalisis kemampuan nasabah dalam mencari laba yang diukur dalam periode ke periode apakah sama atau meningkat dengan adanya tambahan kredit yang diperoleh. 7) Protection yakni untuk mendapatkan jaminan perlindungan sehingga kredit yang diberikan benar-benar aman, ini berupa jaminan barang atau jaminan asuransi. Dengan penilaian tersebut diatas dapat dikatakan sebagai studi kelayakan usaha dan biasanya digunakan untuk proyek-proyek yang bernilai besar dan berjangka waktu panjang. b) Batas maksimum pemberian kredit Berdasarkan Pasal 11 penjelasan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan mengatakan : Pemberian kredit pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah oleh bank mengandung resiko kegagalan atau kemacetan dalam pelunasannya, sehingga dapat berpengaruh terhadap kesehatan bank. Mengingat bahwa kredit tersebut
Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007 USU e-Repository © 2008
bersumber dari dana masyarakat yang disimpan pada bank, resiko yang dihadapi bank dapat berpengaruh pula kepada keamanan dan masyarakat tersebut. Oleh karena itu untuk memelihara kesehatan dan meningkatkan daya tahannya, bank diwajibkan menyebar resiko dengan mengatur penyaluran kredit atau pemberian pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, pemberian jaminan ataupun fasilitas lain sedemikian rupa sehingga tidak terpusat pada nasabah atau kelompok nasabah debitur tertentu. Dalam hal ini untuk mengantisipasi hal tersebut Bank Indonesia telah mengeluarkan Surat Keputusan No. 31/177/KEP/DIR tanggal 31 Desember 1998 yang mengatur tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) bank umum dengan tujuan untuk dilakukan penyebaran resiko dalam pemberian kredit. Adapun yang dimaksud dengan bank, secara awam adalah suatu lembaga atau badan usaha yang bergerak di bidang keuangan. Dalam kamus Black Law Dictionary bank diartikan sebagai suatu institusi yang mempunyai peran yang besar dalam dunia komersil, yang mempunyai wewenang untuk menerima deposito, memberikan pinjaman, dan menerbitkan promissory notes yang sering disebut dengan bank bills atau bank notes. Namun demikian, fungsi bank yang orisinil hanya menerima deposito berupa uang logam, plate, emas, dan lain-lain. 15 Selanjutnya yang dimaksud dengan bank dalam tulisan ini adalah bank sebagaimana tersebut dalam Pasal 1 angka 2, 3, dan 4 Undang-Undang Nomor 10
15
Munir Fuady, Hukum Perbankan Modern, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999,
hal. 14.
Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007 USU e-Repository © 2008
Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan. Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 menjelaskan pengertian bank adalah “Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.” Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 menjelaskan pengertian bank umum adalah “Bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usahanya secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.” Selanjutnya Pasal 1 angka 4 menjelaskan pengertian bank perkreditan rakyat adalah “Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang menjalankan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.” Sedangkan bank syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 13 UndangUndang Nomor 10 Tahun 1998 yaitu: “Prinsip Syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan Hukum Islam antara bank dengan pihak lain untuk penyimpanan dana dan/atau kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan dengan syariah, antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musyarakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh
Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007 USU e-Repository © 2008
keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah) atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina).” Dengan demikian konsep bank syariah di Indonesia adalah bank, baik berbentuk bank umum maupun bank perkreditan rakyat yang menjalankan usaha perbankan berdasarkan prinsip syariah.
G. Metode Penelitian. 1. Sifat Penelitian Penelitian bersifat deskriptif, yaitu menggambarkan dan menganalisis permasalahan yang dikemukakan. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian yuridis empiris/yuridis sosiologis.
2. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan pada Unit Syariah Bank Negara Indonesia (selanjutnya disebut Bank BNI Syariah), Cabang Medan yang terletak di Jalan Gatot Subroto Nomor 199/210. Adapun alasan Penulis memilih lokasi penelitian tersebut karena BNI Syariah merupakan bagian dari PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk yang lebih kita kenal dengan Bank BNI adalah termasuk salah satu bank pemerintah tertua dan terbesar sampai saat ini, yang didirikan pada tahun 1946.
Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007 USU e-Repository © 2008
3. Populasi Dan Sampel Adapun populasi dalam penelitian ini adalah seluruh nasabah pengguna jasa pembiayaan murabahah terhadap rumah/properti pada Bank BNI Syariah Cabang Medan. Selanjutnya untuk mewakili populasi dilakukan penarikan sampel. Karena populasi di dalam penelitian ini adalah populasi yang sifatnya homogen16 maka Penulis hanya mengambil 10 (sepuluh) nasabah pengguna jasa pembiayaan murabahah sebagai sampel dalam penelitian ini, dan tehnik pengambilan sampel dilakukan dengan cara purposive sampling. 17 Data primer dalam penelitian ini diperoleh melalui wawancara yang akan dilakukan terhadap: 1. 10 (sepuluh) orang nasabah pengguna jasa pembiayaan murabahah terhadap rumah/properti pada Bank BNI Syariah Cabang Medan. 2. 1 (satu) orang pemimpin bidang operasional pada Bank BNI Syariah Cabang Medan. 3. 1 (satu) orang penyelia pemasaran pembiayaan pada Bank BNI Syariah Cabang Medan. 4. 2 (dua) orang Notaris yang pernah membuat akta pada Bank BNI Syariah Cabang Medan.
16
Populasi homogen adalah populasi yang kemungkinan keberagaman unit, strata, ataupun sifat-sifat tertentu dari populasi hampir tidak ditemui. Lihat: Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Sosial, Penerbit Airlangga University Press, Bandung, 2001, hal. 105. 17 Purposive sampling adalah tehnik pengambilan sampel, dimana pengambilan sampel ditentukan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan sepihak oleh peneliti. Dalam hal ini setiap anggota populasi tidak memiliki kesempatan yang sama untuk dapat dijadikan sebagai sampel dalam penelitian. Lihat: Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, Penerbit PT. Rineka Cipta, Jakarta, 1996, hal. 91.
Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007 USU e-Repository © 2008
5. 1 (satu) orang dari Majelis Ulama Indonesia Sumatera Utara.
4. Sumber Data a. Data Primer. Data primer diperoleh dari penelitian di lapangan dengan melakukan wawancara terhadap para responden dan nara sumber. b. Data Sekunder. Data sekunder dalam penelitian ini adalah data-data yang diperoleh dari penelitian/penelusuran kepustakaan yang mempunyai kekuatan mengikat yang dapat dibedakan atas bahan hukum primer, sekunder dan tertier.18
5. Alat Pengumpulan Data Untuk mendapatkan hasil yang objektif dan dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya secara ilmiah, maka data dalam penelitian ini diperoleh melalui: 1. Terhadap Data Pimer, pengumpulan data dilakukan dengan melakukan wawancara kepada pihak-pihak yang ada kaitannya terhadap permasalahan yang diteliti, dengan menggunakan pedoman wawancara sebagai alat pengumpul data. 19
18
Bahan hukum primer adalah bahan-bahan hukum yang mengikat, yakni berupa normanorma hukum seperti antara lain: peraturan perundang-undangan. Bahan Hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer. Selanjutnya bahan hukum tertier adalah bahan yang memberikan petunjuk ataupun penjelasan terhadap bahan-bahan hukum primer dan sekunder. Lihat: Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Penerbit UI Press, Jakarta, 1986, hal. 55. 19 Di dalam penelitian dikenal tiga jenis alat pengumpul data, yaitu studi dokumen atau bahan pustaka, pengamatan atau observasi, dan wawancara. Lihat: Soerjono Soekanto, Ibid., hal. 66.
Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007 USU e-Repository © 2008
2. Terhadap Data Sekunder, pengumpulan data dilakukan dengan cara studi dokumen., yaitu dengan menghimpun data yang berasal dari kepustakaan yang berupa peraturan perundang-undangan, buku-buku/literatur, karya ilmiah seperti makalah, jurnal, artikel-artikel yang terdapat pada majalah-majalah maupun koran, dan segala tulisan yang mempunyai hubungan dengan permasalahan yang diteliti. Studi dokumen juga mencakup studi terhadap dokumen-dokumen resmi yang berkaitan dengan operasional Unit Syariah BNI, yang diperoleh dari Bank BNI Syariah Cabang Medan.
6. Analisis Data Analisis data dalam penelitian ini dilakukan secara kualitatif, 20 yaitu untuk memperoleh gambaran tentang pokok permasalahan dan pengambilam kesimpulan dilakukan dengan menggunakan metode induktif.
20
Analisis data dibedakan berdasarkan sifat datanya menjadi analisis yang berifat kuantitatif dan kualitatif. Analisis kualitatif dilakukan pada data yang tidak bisa dihitung (datanya tidak berupa angka-angka statistik). Lihat: Rianto Adi, Metodologi Penelitian Sosial Dan Hukum, Penerbit Granit, Jakarta, 2004, hal. 128.
Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007 USU e-Repository © 2008
BAB II JUAL BELI MURABAHAH DI DALAM SYARIAT ISLAM
A. Pandangan Islam Terhadap Bank. 1. Bank Di Dalam Ekonomi Islam Bank adalah salah satu lembaga keuangan modern yang memegang peranan sangat vital dalam kegiatan perekonomian saat ini. Hampir tidak mungkin berjalannya kegiatan perekonomian dalam suatu negara tanpa melibatkan jasa perbankan di tengah masyarakat modern sekarang ini, karena bank itu tidak hanya sebatas tempat menyimpan uang, tetapi segala bentuk transaksi bisnis kini ditangani oleh bank. Sayangnya sistem perbankan itu berasal dan dikembangkan oleh dunia barat yang nota bene tidak mengenal aturan halal haram dan juga riba. Sistem perbankan seperti ini tentu saja bertentangan dengan syariat Islam, sehingga membuat umat Islam serba salah dalam menggunakan jasa perbankan untuk setiap kegiatan bisnis mereka. Akhirnya timbullah perbedaan pendapat di kalangan umat Islam mengenai keberadaan bank sebagai lembaga keuangan masyarakat. Sebagian kalangan melihat bahwa sistem ekonomi itu harus mengacu persis dengan sistem yang pernah dilakukan oleh Rasulullah s.a.w. di masanya. Sebaliknya, bila beliau (Rasulullah) tidak pernah melakukannya, mereka cenderung untuk menafikan sistem itu karena dianggap tidak sesuai dengan sunnah beliau. Maka dengan demikian, praktek
Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007 USU e-Repository © 2008
perbankan (termasuk di dalamnya perbankan syariah) yang sekarang ini ada dianggap tidak berlandaskan kepada apa yang pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW. 21 Sebagian lainnya berpendapat walaupun bank tidak ada di masa Rasulullah s.a.w., namun bila tujuannya baik dan cara-cara yang dilakukannya tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar syariah Islam, maka hukumnya boleh dilakukan. 22 Mereka menyatakan bahwa keberadaan bank dalam kegiatan ekonomi merupakan bagian dari muamalah sehingga hukumnya dikembalikan kepada hukum asal muamalah yang menyatakan “segala sesuatunya dibolehkan kecuali ada larangan dalam Quran atau Sunnah”. Walaupun lembaga perbankan seperti sekarang ini belum dikenal pada masa Rasulullah s.a.w., tetapi fungsi-fungsi utama dalam perbankan seperti menerima titipan uang, meminjamkan uang untuk keperluan konsumsi, serta melakukan pengiriman uang, telah lazim dilakukan sejak zaman Rasulullah s.a.w. 23 Yang kemudian menjadi permasalahan adalah bahwa praktek perbankan itu lahir dan dikembangkan oleh dunia barat yang dalam operasionalnya melakukan praktek riba yang tidak sesuai dengan syariah Islam. Gemala Dewi dalam bukunya menyatakan bahwa
yang menjadi
permasalahan bagi kebanyakan orang terhadap kegiatan usaha lembaga keuangan perbankan tersebut jika dihubungkan dengan ketentuan-ketentuan hukum Islam
21
www.syariahonline.com., Konsultasi Muamalat, Argumen Tentang Bank Syariah, diakses pada tanggal 11 Maret 2007. 22 Ibid. 23 Baca: Adiwarman A Karim, Bank Islam (Analisis Fiqih Dan Keuangan), Penerbit PT. Raja Grafindo Perkasa, Jakarta, 2006, hal. 18-19.
Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007 USU e-Repository © 2008
bukanlah dari segi fungsi lembaga tersebut melainkan dari segi konsep usahanya yang menarik keuntungan usahanya terutama dari bunga kredit. 24 Atas dasar itulah kemudian timbul keinginan umat Islam untuk membentuk konsep tersendiri bagi lembaga keuangan bank, yaitu bank yang tunduk kepada syariah Islam.
2. Bank Syariah Dan Perkembangnnya Di Indonesia Oleh karena bunga uang secara fiqih dikategorikan sebagai riba yang berarti haram, di sejumlah negara Islam dan berpenduduk mayoritas muslim mulai timbul usaha-usaha untuk mendirikan lembaga bank alternatif non-ribawi. 25 Sebenarnya sudah cukup lama umat Islam Indonesia, demikian juga belahan dunia Islam (muslim world) lainnya, menginginkan sistem perekonomian yang berbasis nilai-nilai dan prinsip syariah (Islamic Economic System) untuk dapat diterapkan dalam segenap aspek kehidupan bisnis dan transaksi Umat. Keinginan ini didasari oleh suatu kesadaran untuk menerapkan Islam secara utuh dan total seperti yang ditegaskan Allah swt dalam surat al-Baqarah ayat 85: 26 “… Apakah kalian beriman kepada sebagian Alkitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian daripada kalian, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan
24
Gemala Dewi, Aspek-aspek Hukum Dalam Perbankan & Perasuransian Syariah Di Indonesia, Penerbit Prenada Media, Jakarta, 2004, hal. 53. Lihat juga: M. Hasballah Thaib Dan Iman Jauhari, Kapita Selekta Hukum Islam, Penerbit Pustaka Bangsa Press, Medan, 2004, hal.65-80. 25 Adiwarman A Karim, Op.Cit., hal. 22. 26 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktek, Penerbit Gema Insani Press Bekerja Sama Dengan Tazkia Cendikia, Jakarta, 2001, hal. Vii.
Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007 USU e-Repository © 2008
pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang kalian perbuat.” Pemikiran ekonomi Islam sebenarnya bukan hal yang baru dalam tradisi pemikiran intelektual Islam, terutama dalam tradisi para pemikir Islam Klasik yaitu masa kejayaan umat Islam. 27 Namun apabila dibandingkan dengan bidang-bidang lain, pemikiran tentang ekonomi Islam tidak semarak dan simultan dengan pemikiran lainnya seperti tasawuf, kalam, fikih, tafsir, hadits dan lainnya. Bahkan dibandingkan dengan pemikiran politik Islam, yang boleh dikatakan “baru” dalam tradisi intelektual Islam, pemikiran ekonomi Islam masih berada dibawahnya. 28 Usaha modern pertama untuk mendirikan bank tanpa bunga pertama kali dilakukan di Malaysia pada pertengahan tahun 1940-an, tetapi usaha ini tidak sukses. 29 Eksperimen lain dilakukan di Pakistan pada akhir tahun 1950-an, dimana suatu lembaga perkreditan tanpa bunga didirikan di pedesaan negara itu. 30 Kemudian disusul dengan didirikannya sebuah bank simpanan lokal (local saving bank) yang beroperasi tanpa bunga di desa Mit Ghamir, ditepi sungai Nil, Mesir pada tahun 1969 oleh Dr. Abdul Hamid an-Nagar. 31 Walaupun beberapa tahun kemudian tutup karena masalah manajemen, namun bank lokal ini mencatatkan sejarah yang amat berarti, karena telah mengilhami
27
Muslimin H Kara, Bank Syariah Di Indonesia (Analisis Kebijakan Pemerintah Indonesia Terhadap Perbankan Syariah), UII-Press, Yogyakarta, 2005, hal. 44. 28 Ibid. 29 Sudin Haron, Dikutip dari Adiwarman A Karim, Op. Cit., hal. 23. 30 Ibid. 31 Ahmad an-Nagar, Muhafazah wal Mu’asarah: Dirasah fil Mashrafiyyah Laa Ribawiyyah, Dikutip dari Muslimin H Kara, Op. Cit., hal. 65.
Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007 USU e-Repository © 2008
konferensi ekonomi Islam di Mekkah pada tahun 1975. Dan dua tahun kemudian lahir Bank Pembangunan Islam (IDB) yang merupakan tindak lanjut dari rekomendasi yang lahir dari konferensi tersebut. Setelah itu muncul bank-bank komersial yang transaksi-transaksinya didasarkan pada ajaran Islam. 32 Munculnya bank-bank swasta Islam baik di tingkat desa maupun internasional, diiringi dengan keperluan akan lembaga-lembaga pendukungnya seperti asuransi, karena itu biasanya jika ada bank Islam di suatu negara, maka muncul pula asuransi Islami (takaful). 33 Prakarsa untuk mendirikan bank Islam di Indonesia baru dilakukan pada tahun 1990, yang berawal dari lokakarya yang diselenggarakan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tanggal 18-20 Agustus 1990 tentang Bunga Bank Dan Perbankan di Cisarua, Bogor, Jawa Barat, dan dibahas lebih mendalam pada Musyawarah Nasional IV Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang menghasilkan kesepakatan untuk mendirikan Bank Islam di Indonesia. Hal ini kemudian ditindaklanjuti dengan membentuk kelompok kerja yang disebut Tim perbankan MUI. Dan pada tahun 1991 berdirilah Bank Muamalat Indonesia sebagai pelopor 34 bank syariah di Indonesia. 35
32
Ibid. Ibid., hal. 66. 34 Walaupun banyak pihak berpendapat bank muamalat sebagai Bank syariah pertama yang pernah ada di Indonesia, sebenarnya bank Muamalat bukanlah lembaga keungan syariah yang pertama kali berdiri di Indonesia, karena seblumnya telah pernah berdiri Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) Berkah Amal Sejahtera, dan BPRS Dana Mardhatillah, serta BPRS Amanah Rabaniah. (Lihat: Gemalah Dewi, Op. Cit., hal. 62). Bahkan jauh sebelum itu sudah pernah bediri lembaga keuangan syariah Baitul Tamwil Teknosa di Bandung dan Baitul Tamwil Ridho Gusti di Jakarta (Lihat: Adiwarman A Karim, Op. Cit., hal.108). 35 Muhammad Syafi’i Antonio, Op. Cit., hal. 25. 33
Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007 USU e-Repository © 2008
Berdirinya bank Muamalat membuat geliat ekonomi syariah di tanah air menjadi wacana yang kerap diperbincangkan. Namun tampaknya gagasan-gagasan tentang perekonomian syariah pada masa itu hanya sebatas wacana saja. karena sejak berdirinya Bank Muamalat tidak diikuti dengan tindakan serupa atau dengan kata lain setelah berdirinya Bank Muamalat tidak ada lagi bank-bank syariah yang berdiri. Sampai akhirnya krisis ekonomi pada tahun 1997 melanda negeri ini, membuat perekonomian menjadi kacau balau dimana pada saat itu sebagian besar bank konvensional bertumbangan, namun Bank Muamalat pada waktu itu tetap dapat bertahan dan dinyatakan sebagai bank yang sehat. Kemampuan sistem keuangan syariah yang dapat bertahan dari krisis ekonomi akhirnya turut memberi faktor pendukung bagi pemerintah untuk merevisi UndangUndang Nomor 7 Tahun 1992 dengan Undang-Udang Nomor 10 Tahun 1998. Pemerintah dengan Undang-Undang baru lebih mengakomodasi sistem perbankan Islam diterapkan dalam sistem perbankan nasional dan memberi peluang yang lebih besar bagi pengembangan bank syariah di Indonesia.
3. Konsep Bank Syariah Di Indonesia Walaupun banyak doktrin-doktrin yang berkembang mengenai sistem/konsep perekonomian Islam, 36 namun
di Indonesia konsep tentang perbankan syariah
36
Bahwa perkembangan ekonomi Islam dalam tiga dasawarsa belakangan ini mengalami kemajuan yang sangat pesat, baik dalam bentuk kajian akademis di perguruan tinggi maupun secara praktik operasional. Dalam bentuk kajian, ekonomi Islam telah dikembangkan di berbagai universitas, baik di negeri-negeri Muslim maupun di negara-negara Barat, seperti USA, Australia, Inggeris, negara-negara Eropa lainnya.
Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007 USU e-Repository © 2008
mengacu kepada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
maupun peraturan-
peraturan pelaksananya. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992, telah membagi bank ke dalam dua bentuk yaitu Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat (Pasal 1 angka 2 dan 3), yang mana di dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 keduanya dapat menjalankan usaha perbankan berdasarkan prinsip syariah, hanya saja kepada bank umum dimungkinkan untuk melakukan dual banking system 37 (Pasal 1 angka 3 dan 4). Sedangkan pengertian dari prinsip syariah dalam Pasal 1 angka 13 UndangUndang Nomor 10 Tahun 1998 adalah sebagai berikut: “Prinsip Syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musyarakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya Di Indonesia, perkembangan kajian dan praktek ekonomi Islam juga mengalami kemajuan yang pesat. Kajian-kajian ekonomi Islam telah banyak diselenggarakan perguruan tinggi baik negeri maupun swasta. Perkembangan ekonomi Islam di Indonesia mulai mendapatkan momentum yang sangat berarti semenjak didirikannya Bank Muamalat Indonesia pada tahun 1992. Berbagai Undangundang yang mendukungnya dikeluarkan, seperti UU No 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana yang telah diubah dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 dan Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. (www.waspada.co.id/serba_waspada/mimbar_jumat/artikel.php). Diakses pada tanggal 07-03-2007. 37
Dual Banking System adalah suatu sistem yang memberi kemungkinan bagi bank-bank konvensional untuk dapat membuka unit syariah dengan tetap dapat menjalankan fungsinya sebagai bank umum (melaksanakan dual banking system).
Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007 USU e-Repository © 2008
pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina).” Dengan demikian konsep bank syariah di Indonesia adalah bank, baik berbentuk bank umum maupun bank perkreditan rakyat yang menjalankan usaha perbankan berdasarkan prinsip syariah.
4. Kegiatan Usaha Bank Syariah Adapun kegiatan usaha bank umum dan bank perkreditan rakyat yang melakukan usaha perbankan berdasarkan prinsip syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 sebagai berikut: “Usaha bank umum berdasarkan prinsip syariah menurut ketentuan pasal 6 huruf m adalah menyediakan pembiayaan dan/atau melakukan kegiatan lain berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia”. Secara garis besar kegiatan usaha perbankan syariah meliputi 9 fungsi sebagaimana diatur dalam Pasal 36 – 37 PBI 6/24/PBI/2004: 1. Berkaitan dengan penghimpunan dana. Melakukan penghimpunan dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan (giro dan tabungan berdasar prinsip Wadi’ah) serta investasi (giro, tabungan dan deposito berdasar prinsip Mudharabah). 2. Berkaitan dengan penyaluran dana (langsung dan tidak langsung). Pembiayaan langsung (berdasar prinsip jual beli, bagi hasil, sewa menyewa
Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007 USU e-Repository © 2008
dan pinjam meminjam) serta tidak langsung/indirect finance (Bank Garansi, Letter of Credit). 3. Berkaitan dengan jasa pelayanan perbankan. Jasa pelayanan perbankan berdasarkan
wakalah,
hawalah,
kafalah
dan
rahn.
Menyediakan tempat menyimpan barang dan surat-surat berharga berdasarkan prinsip
wadi’ah
yad
amanah
(Safe
Deposit
Box).
Melakukan kegiatan penitipan, termasuk penatausahaannya untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak dengan prinsip wakalah (kustodian). 4. Berkaitan dengan surat berharga. Membeli, menjual dan/atau menjamin atas risiko sendiri surat berharga pihak ketiga yang diterbitkan atas dasar transaksi nyata (underlying transaction) berdasarkan prinsip syariah. Membeli surat berharga berdasarkan prinsip syariah yang diterbitkan Pemerintah dan/atau BI (SWBI). Menerbitkan surat berharga berdasarkan prinsip syariah. 5. Berkaitan dengan lalu lintas keuangan dan pembayaran. Money transfer, inkaso, kartu debet/charge card, valuta asing (Sharf). 6. Berkaitan dengan pasar modal. Wali amanat (wakalah). 7. Di bidang investasi. Penyertaan modal di bank atau perusahaan lain bidang keuangan berdasarkan prinsip syariah, seperti: sewa guna usaha, modal ventura, perusahaan efek, asuransi serta lembaga kliring penyelesaian dan penyimpanan.
Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007 USU e-Repository © 2008
Penyertaan modal sementara berdasarkan prinsip syariah untuk mengatasi akibat kegagalan pembiayaan dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya dengan ketentuan sebagaimana ditetapkan BI. 8. Pengelolaan dana pensiun. Pendiri dan pengurus dana pensiun (DPLK) berdasarkan prinsip syariah. 9. Di bidang sosial. Penerima dan penyalur dana sosial (Zakat, Infak, Shadaqah,
Waqaf, Hibah).
Selanjutnya usaha bank perkreditan rakyat berdasarkan prinsip syariah menurut ketentuan Pasal 13 huruf c adalah menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
B. Tinjauan Umum Tentang Hukum Jual Beli. Di Indonesia, setelah enam puluh tahun kita merdeka dari penjajah Belanda, namun sampai saat ini belum ada produk hukum perdata nasional yang mengatur tentang jual beli. Hal ini mengakibatkan untuk trnsaksi jual beli masih berlaku ketentuan-ketentuan dalam Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Bangsa Indonesia sendiri juga mempunyai hukum asli yang dikenal dengan hukum adat, yang pada prakteknya masih berlaku di lingkungan masyarakat hukum adat. Selain dari dua sistem hukum yang telah disebutkan, Indonesia sebagai negara dengan mayoritas penduduknya yang beragama Islam, mengakibatkan Hukum Islam juga berlaku di kalangan masyarakat muslim Indonesia. Hal ini sesuai dengan
Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007 USU e-Repository © 2008
tuntutan ajaran Islam yang senantiasa menyuruh pemeluknya untuk berpedoman kepada Sumber Hukum Islam yang utama yaitu al-Quran dan Hadits.
1. Jual Beli Menurut Hukum Islam Di dalam hukum Islam jual beli termasuk ke dalam lapangan hukum perjanjian/perikatan, atau aqad (Arab). Jual beli adalah merupakan suatu bentuk aqad khusus yaitu tunduk kepada ketentuan khusus tentang aqad jual beli namun tetap tunduk kepada ketentuan umum tentang akad. 38 Jual beli menurut pengertian lughawinya adalah saling menukar (pertukaran). Kata al-Bai’ (jual) dan asy-Syiraa (beli) dipergunakan biasanya dalam pengertian yang sama, tetapi mempunyai makna yang bertolak belakang. 39 Menurut pengertian syariat, jual beli adalah pertukaran harta atas dasar saling rela, atau memindahkan hak milik dengan ganti yang dapat dibenarkan (yaitu berupa alat tukar). 40 Ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang jaminan dalam tata perundangundangan di Indonesia terdapat dalam berbagai peraturan, tidak terkodifikasi dalam satu Undang-Undang tertentu, misalnya terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Undang-Undang Pokok Agraria, Undang-Undang Nomor 4 tahun 1996 tentang Undang-Undang Hak Tanggungan, Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia dan sebagainya. 38
M. Hasballah Thaib, Hukum Aqad (Kontrak) Dalam Fiqih Islam Dan Praktek Di Bank Sistem Syariah, Op. Cit., hal. 8-15. 39 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, Alih Bahasa Oleh Kamaluddin A Marzuki, Jilid 12, Penerbit PT. al-Ma’arif, Bandung, 1987, hal. 44. 40 Ibid., hal. 45.
Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007 USU e-Repository © 2008
Keadaan demikian perlu dimaklumi mengingat dalam suatu negera yang sedang berkembang maka hukum jaminan merupakan salah satu hukum yang dinamis, berkembang sesuai dengan tuntutan atau kebutuhan masyarakat. Dalam KUH Perdata, Undang-Undang telah memberikan jaminan bagi setiap kreditur meskipun kedua belah pihak tidak memperjanjikannya, yakni sebagaimana tercantum dalam Pasal 1131 KUH Perdata. Pasal 1131 KUH Perdata menyatakan, segala kebendaan si berhutang, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang akan ada dikemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan. Pasal 1132 KUH Perdata menyatakan, kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang yang menghutangkan kepadanya, pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi menurut keseim,bangan, yaitu menurut besar kecil piutang masing-masing kecuali apabila diatara para berpiutang itu ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan. Ketentuan Pasal 1131 KUH Perdata tersebut mengandung asas hukum yang menyatakan bahwa harta kekayaan seseorang dijadikan jaminan untuk semua kewajibannya, yakni semua hutangnya. Jika seseorang mempunyai suatu hutang, maka jaminannya adalah semua kekayaannya yang telah diikat atau yang telah diserahkan pada bank. Apabila orang bersangkutan tidak dapat membayar hutang-hutangnya, maka benda-benda miliknya itu setelah dijual merupakan sumber pembayaran hutanghutang tersebut. Hasil dari penjualan banda-benda tersebut harus dibagi diantara para kreditur secara seimbang atau proporsional menurut perbandingan jumlah tagihan
Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007 USU e-Repository © 2008
masing-masing, kecuali bila diantara mereka terdapat pihak yang oleh UndangUndang telah diberikan hak untuk mengambil pelunasan lebih dahulu dari penagih (Pasal 1132 KUH Perdata). Hak untuk didahulukan diantara lainnya itu terbit dari hak istimewa (previlege) yang oleh Undang-Undang diberikan kedudukan istimewa itu, yakni : Orang-orang berpiutang yang mempunyai “hak istimewa”. 1. Orang-orang pemegang gadai. 2. Orang-orang pemegang hipotik. Dalam Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan istilah jaminan dapat ditemukan dalam penjelasan Pasal 8, yang menyatakan bahwa : Kredit yang diberikan oleh bank mengandung resiko, sehingga dalam pelaksanaannya bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat. Untuk mengurangi resiko tersebut, jaminan pemberian kredit dalam arti keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan merupakan faktor penting yang harus diperhatikan oleh bank. Untuk memperoleh keyakinan tersebut, sebelum memberikan kredit, bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan dan prospek usaha dari debitur. Mengingat bahwa agunan menjadi salah satu unsur jaminan pemberian kredit, maka apabila berdasarkan unsur-unsur lain telah dapat diperoleh keyakinan atas kemampuan debitur mengembalikan hutangnya, agunan dapat hanya berupa barang, proyek atau hak tagih yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan. Tanah yang kepemilikannya didasarkan pada hukum adat, yaitu tanah yang bukti kepemilikannya berupa girik, petok, dan lain-lain yang sejenis dapat digunakan
Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007 USU e-Repository © 2008
sebagai agunan. Bank tidak wajib meminta agunan berupa barang yang berkaitan dengan objek yang dibiayai, yang lazim dikenal dengan “agunan tambahan”. Dari uraian di atas dapat dipakai bahwa agunan merupakan salah satu unsur dari jaminan kredit. Dengan demikian apabila berdasarkan unsur-unsur yang lain telah diperoleh keyakinan atas kemampuan debitur untuk mengembalikan hutangnya, maka agunan yang diserahkan dapat hanya berupa proyek atau hak tagih yang dibiayai dengan kredit tersebut (agunan pokok). Meskipun agunan tambahan menurut hukum tidak merupakan keharusan namun untuk kredit menegah dan besar umumnya dalam perjanjian kredit dipersyaratkan debitur wajib menyerahkan agunan tambahan yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Jaminan yang diperoleh bank ini akan memberikan rasa aman karena disamping sebagai langkah preventif agar bank terhindar dari itikad buruk debitur, barang jaminan juga merupakan salah satu sumber untuk pelunasan kredit macet. Secara rasional, didalam praktek perbankan masih banyak bank yang baik yang tetap meminta jaminan kredit atau collateral dengan sifat-sifat sebagai berikut : Secured dalam arti dapat diikat secara juridisch perfekt sehingga tidak akan ada klaim dari pihak lainnya. Worth and
marketable dalam arti harga atau nilai jaminan cukup tinggi
sehingga dapat menutup kreditnya (saldo debet rekening pinjaman debitur dan laku dijual). Agar jaminan tersebut bisa menjadi secured, maka harus diadakan perjanjian peningkatan, meskipun perjanjian tersebut bersifat accessoir dalam arti perjanjian tambahan dari perjanjian pokok, yakni perjanjian kredit tetapi pengikatan jaminan itu
Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007 USU e-Repository © 2008
harulah sekuat atau sesempurna mungkin dan semuanya bergantung pada jenis jaminan itu sendiri. Apabila perjanjian kredit batal/berakhir, maka perjanjian hak tanggungan ikut batal/berakhir.Dasar hukum jual beli ini terdapat dalam Al-Quran diantaranya yaitu pada Surat al-Baqarah ayat 275 yang artinya “Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”, dan Surat an-Nisaa ayat 29 yang artinya “Hai orangorang yang beriman, janganlah kamu memakan harta sesama kamu dengan jalan bathil, kecuali melalui perniagaan yang berlaku suka sama suka diantara kamu”. Dalam hukum Islam, bai’u atau menjual sesuatu dihalalkan atau dibenarkan agama asal memenuhi syarat-syarat yang diperlukan. Hukum ini disepakati oleh seluruh ulama, dan tidak ada khilaf padanya. 41 Karena al-Quran dengan tegas menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Agar perjanjian/akad jual beli yang diadakan oleh para pihak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat, maka perjanjian/akad jual beli tersebut harus memenuhi rukun dan syarat jual beli. Adapun rukun dari jual beli yaitu meliputi: adanya para pihak, adanya uang dan benda, dan adanya lafaz. 42 Sedangkan syarat sahnya perjanjian jual beli terdiri dari: 43 1. Syarat yang menyangkut subjek jual beli.
41
Hasbi ash-Shiddieqy, Hukum-Hukum Fiqih Islam, Penerbit Bulan Bintang, Jakarta, hal.
336. 42
Abdul Ghofur Anshori, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian Islam Di Indonesia, Penerbit: Citra Media, Yogyakarta, 2006, hal. 34. 43 Ibid., hal. 34-36.
Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007 USU e-Repository © 2008
Bahwa penjual dan pembeli selaku subjek hukum dari perjanjian jual beli harus memenuhi persyaratan yaitu: berakal sehat, dengan kehendaknya sendiri, keduanya tidak mubazir (pemboros), dan baligh. Setelah syarat ini terpenuhi, maka perjanjian jual beli dapat dibuat dan harus selalu didasarkan pada kesepakatan antara penjual dan pembeli (Q.S. an-Nisaa:29). 2. Syarat yang menyangkut objek jual beli. a. Bersih barangnya b. Dapat dimanfaatkan c. Barang yang dijual milik orang yang melakukan akad Bahwa barang yang menjadi objek perjanjian harus benar-benar milik pejual secara sah. Dengan demikian jual beli yang dilakukan terhadap barang yang bukan miliknya secara sah adalah batal.
d. Mampu menyerahkannya e. Barang tersebut diketahui oleh pembeli dan penjual f. Barang yang diakadkan ada di tangan 3. Syarat sah yang menyangkut lafaz. Sebagai sebuah perjanjian harus dilafazkan, artinya secara lisan atau secara tertulis disampaikan kepada pihak lain. Yang dimaksud dengan lafaz adalah adanya pernyataan ijab dan kabul, atau sighat yaitu serah terima dari kedua belah pihak.
Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007 USU e-Repository © 2008
Disamping dari syarat yang telah dijelaskan diatas, para ulama fiqih juga ada yang mengemukakan syarat lain berkaitan dengan pembedaan antara jual beli benda bergerak dan benda tidak bergerak. Apabila barang yang diperjual belikan itu benda bergerak, maka benda itu langsung dikuasai oleh pembeli dan harga dikuasai penjual, sedangkan barang yang tidak bergerak, dapat dikuasai pembeli setelah surat-menyuratnya diselesaikan menurut ‘urf (kebiasaan) setempat. 44
2. Jual Beli Dalam Hukum Perdata Dalam lapangan hukum perdata, jual beli diatur dalam buku III tentang perikatan/perjanjian, van verbintenissen (Belanda), aqad (Arab). Mengenai istilah verbintenis terjemahannya dalam bahasa Indonesia masih belum ada kesatuan pendapat, ada yang menggunakan istilah perutangan, ada yang menggunakan istilah perikatan, ada pula yang meggunakan istilah perjanjian. 45 Wirjono menempatkan jual beli ke dalam bentuk persetujuan. 46 Jual beli adalah suatu bentuk perjanjian yang telah diberi nama oleh KUHPerdata sehingga dikatakan juga sebagai perjanjian bernama dan diberikan pengaturannya secara khusus.
44
M. Ali Hasan, Op. Cit., hal. 125. J. Satrio, Hukum Perikatan (Perikatan Pada Umumnya), Penerbit Alumni, Bandung, Cet-3, 1999, hal 1. Lihat juga: Riduan Syahrani, Seluk Beluk Dan Asas-Asas Hukum Perdata, Penerbit Alumni, Bandung, 2004, hal. 195. 46 Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perdata Tentang Persetujuan-Persetujuan Tertentu, Penerbit Sumur, Bandung, 1985. 45
Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007 USU e-Repository © 2008
Kalau kita perhatikan susunan Buku III KUHPerdata, maka kita dapat melihat ada bab-bab yang mengatur tentang ketentuan umum tentang perikatan (bab I-IV), dan ada pula bab-bab yang mengatur tentang ketentuan khusus (bab V-XVIII). Pada dasarnya ketentuan umum berlaku untuk semua perjanjian, kecuali ketentuan khusus menyimpanginya. Dengan perkataan lain, pada asasnya ketentuan khusus didahulukan terhadap ketentuan umum. 47 Di dalam Pasal 1457 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata disebutkan bahwa jual beli adalah suatu persetujuan, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu barang, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang dijanjikan. Berkenaan dengan permasalahan yang dibahas dalam tulisan ini, maka jual beli yang akan dibahas pada bab ini adalah jual beli terhadap rumah yang dibangun diatas tanah dan merupakan satu kesatuan. Oleh karena itu pengertian jual beli rumah dalam tulisan ini haruslah diartikan pula mencakup jual beli terhadap tanahnya, yang tergolong kepada benda tidak bergerak. Sejak keluarnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok-Pokok Agraria (UUPA), maka dualisme dalam bidang hukum pertanahan sudah berakhir. Untuk mengakhiri dualisme hak atas tanah tersebut dilakukan konversi hak atas tanah-tanah adat dan tanah-tanah barat kepada hak-hak atas tanah menurut UUPA. Menurut Effendi Perangin, UUPA tidak memberi penjelasan mengenai apa yang dimaksudkan dengan jual beli tanah. Tetapi biarpun demikian, mengingat bahwa hukum agraria kita sekarang ini memakai sistem dan asas-asas hukum adat, 47
J. Satrio, Op. Cit., hal. 35.
Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007 USU e-Repository © 2008
maka pengertian jual beli tanah sekarang harus pula diartikan sebagai perbuatan hukum yang berupa penyerahan hak milik (penyerahan tanah untuk selama-lamanya) oleh penjual kepada pembeli, yaitu menurut pengertian hukum adat. 48 Namun dalam perkembangan hukum tanah di negara kita, tindakan-tindakan yang berkaitan dengan peralihan hak-hak atas tanah telah mendapat pengaturan dari pemerintah dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1961 Tentang Pendaftaran Tanah (PP No. 10 Tahun 1961), yang telah dirubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 (PP No. 24 Tahun 1997). Disamping dari apa yang telah dijelaskan, di sebagian daerah di Indonesia masih memberlakukan hukum daerahnya masing-masing yang dikenal dengan hukum adat. Berbeda dengan Hukum Perdata, transaksi dalam hukum adat biasanya tidak dibuat secara tertulis atau kalaupun dibuat secara tertulis tapi tidak teratur. Maka dengan penyerahan tanahnya kepada pembeli dan pembayaran harganya kepada penjual pada saat jual beli dilakukan, maka jual beli itu selesai. 49 Transaksi dalam hukum adat bersifat terang dan tunai, terang maksudnya disaksikan oleh sejumlah saksi dari pihak masyarakat, kerabat atau tetangga. Sedangkan tunai yaitu menyangkut pembayaran dan penyerahan objek transaksi, dimana pembayaran harga dan penyerahan haknya dilakukan pada saat yang bersamaan. 50
48
Effendi Perangin, Hukum Agraria Di Indonesia (Suatu Telaah Dari Sudut Pandang Praktisi Hukum), Penerbit CV. Rajawali, Jakarta, 1986, hal. 13. 49 Ibid. 50 Ibid., hal. 15.
Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007 USU e-Repository © 2008
Menurut Hilman Hadikusuma, yang menjadi perbedaan mendasar antara hukum perjanjian adat dengan hukum perjanjian menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah bahwa hukum perjanjian KUHPerdata bertitik tolak pada dasar kejiwaan kepentingan perseorangan dan bersifat kebendaan, sedangkan hukum perjanjian adat bertitik tolak dasar kejiwaan kekeluargaan dan kerukunan dan bersifat tolong-menolong.
Perjanjian
menurut
KUHPerdata
menimbulkan
perikatan,
sedangkan menurut hukum adat untuk mengikatnya perjanjian harus ada tanda pengikat/tanda jadi yang dikenal dengan istilah panjer (Jawa). 51 Dalam perjanjian jual lepas, panjer itu berupa sejumlah uang yang diterima panjual dari pembeli. Apabila dikemudian hari perjanjian batal karena kesalahan penjual maka ia harus mengembalikan panjer dua kali lipat kepada pembeli, sebaliknya jika kesalahan itu dari pihak pembeli sehingga perjanjian batal maka panjer hilang. 52 Lain halnya dengan persekot sebagai tanda jadi yang merupakan pembayaran pendahuluan dari pembeli kepada penjual, yang akan dipotong dari harga pembelian ketika pelunasan pembayaran dilakukan. Persekot ini pun dapat hilang apabila perjanjian batal dikarenakan kesalahan dari pihak pembeli, sebaliknya jika tidak dinyatakan sebelumnya, persekot dikembalikan lagi kepada pembeli apabila perjanjian tidak dilanjutkan oleh pihak penjual. 53
51
Hilman Hadikusuma, Hukum Perjanjian Adat, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1994, hal. 4. 52 Hilman Hadikusuma, Pengantar Ilmu Hukum Adat, Penerbit CV. Mandar Maju, Bandung, 1992, hal. 223. 53 Ibid.
Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007 USU e-Repository © 2008
C. Tinjauan Umum Tentang Murabahah Jual beli murabahah bukanlah suatu bentuk jual beli yang lazim terjadi pada masyarakat Indonesia. Istilah murabahah itu sendiri bukanlah suatu istilah yang dikenal dalam bahasa Indonesia, melainkan istilah yang berasal dari bahasa arab. Karena itu pembahasan mengenai murabahah pada bab ini dimulai dari pembahasan murabahah di dalam fiqih.
1. Murabahah Di Dalam Fiqih Adullah Saeed menyatakan dalam bukunya bahwa para teoritisi perbankan Islam berargumen perbankan Islam harus didasarkan pada Profit and Loss Sharing (PLS), bukan berdasarkan bunga. Namun, dalam prakteknya, bank-bank Islam sejak awal telah menemukan bahwa perbankan berdasar PLS adalah sulit untuk diterapkan karena penuh resiko dan tidak pasti. Problem-problem yang terkait dengan pembiayaan ini telah mengakibatkan penurunan bertahap penggunannya dalam perbankan Islam. Oleh sebab itu bank-bank Islam lalu mencari jalan ‘lain’ dengan menggunakan mekanisme pembiayaan yang mirip bunga. 54 Mereka (bank syariah) menemukan apa yang di dalam fiqih disebut dengan murabahah, suatu model jual beli yang pihak pembeli – karena satu dan lain hal – tidak bisa membeli langsung barang yang diperlukannya dari pihak penjual, sehingga ia memerlukan perantara untuk bisa membeli dan mendapatkannya. Dalam proses ini, si perantara biasanya menaikkan harga sekian persen dari harga aslinya. Produk ini
54
Arif mahtuhin, Dikutip dalam Abdullah Saeed, Op. Cit., hal. 118.
Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007 USU e-Repository © 2008
kemudian menjadi bisnis yang paling populer dan disenangi oleh bank-bank Islam karena nyaris tanpa resiko. 55 Udovitch, sebagaimana telah dikutip, mengatakan bahwa murabahah adalah satu bentuk jual beli dengan komisi, dimana si pembeli biasanya tidak dapat memperoleh barang yang diinginkan kecuali lewat seorang perantara, atau ketika si pembeli tidak mau susah-susah mendapatkannya sendiri, sehingga ia mencari jasa seorang perantara. Hasballah Thaib sebagaimana juga telah dikutip sebelumnya memberikan pengertian murabahah sebagai salah satu bentuk jual beli namun berbeda dengan jual beli musawwamah (tawar menawar). Murabahah terlaksana antara penjual dan pembeli berdasarkan harga barang, harga asli pembelian si penjual diketahui oleh si pembeli dan keuntungan penjual pun diberitahu kepada pembeli, sedangkan musawwamah adalah transaksi yang terlaksana antara si penjual dengan si pembeli dengan suatu harga tanpa melihat harga asli barang. Kemudian Gemala Dewi dalam bukunya menyatakan bahwa murabahah adalah pembelian oleh satu pihak kepada pihak lain yang
telah mengajukan
permohonan pembelian terhadap suatu barang dengan keuntungan atau tambahan harga yang transparan. 56
55
Ibid., Bandingkan dengan pengertian murabahah sebagaimana terdapat dalam buku Hasbi Ash-Shiddieqy, Hukum-Hukum Fiqih Islam, Op. Cit. 56 Gemala Dewi dkk, Hukum Perikatan Islam Di Indonesia, Penerbit Prenada Media Bekerjasama Dengan Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2005, hal. 111.
Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007 USU e-Repository © 2008
As-Shiddieqy menjelaskan dalam bukunya bahwa jual beli murabahah ini merupakan jual beli yang kurang disukai oleh kalangan sahabat Nabi s.a.w., namun oleh beberapa imam mazhab bentuk jual beli murabahah ini dibolehkan. 57 Menurut Abdullah Saeed, pada dasarnya murabahah adalah suatu bentuk jual beli, namun bukanlah suatu bentuk transaksi jual beli yang dikenal dalam Islam karena tidak ada hadits yang menjelaskan bentuk jual beli murabahah ini. Para ulama generasi awal semisal Malik dan Syafi’i yang secara khusus mengatakan bahwa jual beli murabahah adalah halal, tidak memperkuat pendapat mereka dengan satu hadits pun. 58 Al-Kaff, menyatakan pendapatnya sebagaimana telah dikutip sebelumnya, menyimpulkan bahwa murabahah adalah salah satu jenis jual beli yang tidak dikenal pada zaman nabi atau para sahabatnya. Menurutnya, para tokoh ulama mulai menyatakan pendapat mereka tentang murabahah pada seperempat pertama abad kedua Hijriyah, atau bahkan lebih akhir lagi. Dalam hukum Islam, dibolehkannya jual beli dengan memakai jasa perantara ini didasarkan atas pendapat Ibnu Abbas yang berkata “Juallah pakaian ini, sekiranya lebih dari sekian, maka untuk anda.” 59 Dengan demikian dapat dikatakan bahwa transaksi murabahah adalah transaksi jual beli yang termasuk dalam bidang muamalah yang tidak dikenal pada zaman nabi, dan baru berkembang di kemudian hari pada masyarakat Madinah sehingga ia merupakan ‘urf (adat-istiadat atau kebiasaan setempat) di bidang 57
Hasbi Ash-Shiddieqy, Op. Cit., hal. 361. Abdullah Saeed, Op. Cit., hal. 119. 59 M. Ali Hasan, Op. Cit., hal. 292. Bandingkan dengan: Sayyid Sabiq, Op. Cit., hal. 70. 58
Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007 USU e-Repository © 2008
muamalah, dan karena dianggap tidak bertentangan dengan syariat Islam maka hukumnya dikembalikan kepada hukum asal muamalah yang menyatakan “segala sesuatunya dibolehkan kecuali ada larangan dalam Quran atau Sunnah”. Dalil yang dapat dijadikan dasar dalam transaksi murabahah merupakan dalildalil transaksi jual beli, karena itu dasar-dasar syariah mengenai jual beli dijadikan pula sebagai dasar syariah pada transaksi murabahah. Adapun dalil-dalil tersebut antara lain yaitu Surat al-Baqarah ayat 275 yang artinya “Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”, dan Surat an-Nisaa ayat 29 yang artinya “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta sesama kamu dengan jalan bathil, kecuali melalui perniagaan yang berlaku suka sama suka diantara kamu.”
2. Murabahah Di Indonesia Ketentuan fiqih di Indonesia yang mengatur tentang transaksi murabahah yang telah diadopsi ke dalam hukum positip diwujudkan dalam Peraturan Bank Indonesia yang merupakan hasil Ijtihad para ulama Indonesia yaitu Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/46/PBI/2005 Tentang Akad Penghimpunan Dan Penyaluran Dana Bagi Bank Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah. Pengertian murabahah sebagaimana tersebut dalam pasal 1 angka 7 PBI No. 7/46/PBI/2005 adalah: “Murabahah adalah jual beli barang sebesar harga pokok barang ditambah dengan margin keuntungan yang disepakati.” Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/46/PBI/2005 Tentang Akad Penghimpunan Dan Penyaluran Dana Bagi Bank Yang Melaksanakan Kegiatan
Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007 USU e-Repository © 2008
Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah, pada Pasal 9, mengenai Penyaluran Dana Berdasarkan Murabahah, Salam dan Istishna’, pada ayat (1) menyatakan bahwa kegiatan penyaluran dana dalam bentuk murabahah berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut: a. Bank menyediakan dana pembiayaan berdasarkan perjanjian jual beli barang. b. Jangka waktu pembayaran harga barang oleh nasabah kepada Bank ditentukan berdasarkan kesepakatan Bank dan nasabah. c. Bank dapat membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya. d. Dalam hal Bank mewakilkan kepada nasabah (wakalah) untuk membeli barang, maka Akad Murabahah harus dilakukan setelah barang secara prinsip menjadi milik Bank. e. Bank dapat meminta nasabah untuk membayar uang muka atau urbun saat menandatangani kesepakatan awal pemesanan barang oleh nasabah. f. Bank dapat meminta nasabah untuk menyediakan agunan tambahan selain barang yang dibiayai Bank. g. Kesepakatan marjin harus ditentukan satu kali pada awal Akad dan tidak berubah selama periode Akad. h. Angsuran pembiayaan selama periode Akad harus dilakukan secara proporsional.
Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007 USU e-Repository © 2008
Pada ayat (2) dinyatakan bahwa dalam hal bank meminta nasabah untuk membayar uang muka atau urbun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e maka berlaku ketentuan sebagai berikut : a. Dalam hal uang muka, jika nasabah menolak untuk membeli barang setelah membayar uang muka, maka biaya riil Bank harus dibayar dari uang muka tersebut dan bank harus mengembalikan kelebihan uang muka kepada nasabah. Namun jika nilai uang muka kurang dari nilai kerugian yang harus ditanggung oleh Bank, maka Bank dapat meminta lagi pembayaran sisa kerugiannya kepada nasabah. b. Dalam hal urbun, jika nasabah batal membeli barang, maka urbun yang telah dibayarkan nasabah menjadi milik Bank maksimal sebesar kerugian kerugian yang ditanggung oleh Bank akibat pembatalan tersebut, dan jika urbun tidak mencukupi, nasabah wajib melunasi kekurangannya.
3. Pelaksanaan Transaksi Murabahah Berdasarkan fatwa Dewan Syariah Nasional (selanjutnya disebut DSN) No.04/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Ketentuan Umum Murabahah Dalam Bank Syariah adalah sebagai berikut: 1. Bank dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang bebas riba. 2. Barang yang diperjual belikan tidak diharamkan oleh syariah Islam.
Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007 USU e-Repository © 2008
3. Bank membiayai sebagaian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya. 4. Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri, dan pemebelian ini harus sah dan bebas riba. 5. Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara hutang. 6. Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah (pemesan) dengan harga jual senilai harga beli plus keuntungannya. Dalam kaitan ini bank harus memberitahu secara jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya yang diperlukan. 7. Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada jangka waktu tertentu yang telah disepakati. 8. Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad tersebut, pihak bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan nasabah. 9. Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang secara prinsip menjadi milik bank. Dari ketentuan-ketentuan diatas, maka pelaksanaan transaksi murabahah secara ideal fiqih adalah sebagai berikut: 60 a. Adanya kesepakatan awal antara bank dan nasabah untuk melakukan transaksi murbahah. 60
Aspek Legal Bank Syariah (Komparasi Hukum Positip Dan Tinjauan Fiqh Muamalah Maaliyah Tentang Akad-akad Bank Syariah), Makalah Disampaikan Pada Pelatihan Dasar Lembaga Keungan Syariah, Imperium Hotel-Lippo Karawaci, Tangerang, 9 September 2006.
Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007 USU e-Repository © 2008
b. Pada dasarnya barang yang diinginkan nasabah belum dimiliki oleh bank dan nasabah memberikan rincian tentang barang yang akan dibeli dan memberikan fee/keuntungan kepada bank dengan jumlah yang disepakati kedua belah pihak. c. Nasabah mengajukan perintah pembelian barang kepada bank berdasarkan spesifikasi barang yang ditentukan nasabah dan berjanji akan membelinya dengan memberikan sejumlah keuntungan kepada bank. d. Bank membeli barang
terlebih dahulu untuk kemudian menjual kepada
nasabah/pemesan barang.
Sistem jual beli murabahah yang ideal dapat diuraiakan pada skema dibawah ini:
NASABAH
BANK
Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007 USU e-Repository © 2008
SUPLIER
Keterangan: 1. Negosiasi 2. Perintah pembelian barang oleh nasabah 3. Pembelian barang oleh bank 4. Pembayaran 5. Penyerahan barang 6. Akad murabahah 7. Penyerahan barang
Adapun penjelasan dari skema diatas adalah sebagai berikut: 1. Negosiasi. Pada tahap ini, nasabah melakukan negosiasi dengan pihak bank mengenai barang yang diinginkan oleh nasabah. Disini bank akan mengajukan persyaratan-persyaratan kepada nasabah. 2. Perintah pembelian oleh nasabah. Setelah persyaratan yang diajukan oleh bank dipenuhi oleh nasabah dan disetuji oleh kedua belah pihak, nasabah kemudian mengajukan perintah pembelian barang kepada bank. 3. Pembelian barang. Berdasarkan kesepakatan awal yang telah disetujui bersama, bank kemudian membeli barang yang diinginkan oleh nasabah dari pihak pemilik barang/suplier.
Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007 USU e-Repository © 2008
4. Pembayaran. Bank seketika itu juga melakukan pembayaran kepada pemilik barang, hal ini menyebabkan barang beralih menjadi milik bank. 5. Penyerahan barang dari pemilik barang kepada bank. 6. Akad murabahah. Setelah barang dikuasai oleh bank, bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah secara murabahah. Pada tahap ini dilakukan penandatanganan akad murabahah maupun akad-akad lainnya oleh kedua belah pihak. 7. Penyerahan barang. Setelah segala akad ditandatangani oleh kedua belah pihak, bank kemudian menyerahkan barang kepada nasabah.
Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007 USU e-Repository © 2008
Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007 USU e-Repository © 2008
BAB III PENERAPAN SISTEM JUAL BELI MURABAHAH TERHADAP PEMBIAYAAN RUMAH/PROPERTI PADA BANK BNI SYARIAH
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian. 1. Gambaran Umum Perusahaan 61 Untuk mengetahui pelaksanaan sistem jual beli murabahah dalam kegiatan operasional Bank BNI Syariah, di sini kiranya perlu digambarkan terlebih dahulu mengenai keadaan lokasi penelitian. PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk lebih dikenal dengan Bank BNI, merupakan satu dari beberapa bank tertua dan terbesar yang pernah dan sampai saat ini ada di Indonesia. Bank BNI merupakan bank pemerintah pertama yang didirikan setelah kemerdekaan negara Indonesia dan juga merupakan bank pemerintah pertama yang melakukan go publik. Pada saat ini Bank BNI mempunyai lebih kurang 594 kantor cabang baik di dalam maupun di luar negeri, serta lebih dari 15 kantor cabang syariah. Pada sekitar tahun 1998 terjadi krisis moneter yang melanda Indonesia yang meruntuhkan dunia perbankan di Indonesia. Sebagaimana layaknya bank-bank lain di Indonesia, Bank BNI juga terkena imbas oleh krisis moneter pada saat itu. Saat itu banyak bank-bank konvensional runtuh dan perlu direkapitulasi dan dipaksa merger oleh pemerintah atau bahkan harus dilikuidasi. 61
Sumber dari Modul BNI ICONS (Integrated & Centralized On Line System).
Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007 USU e-Repository © 2008
Tetapi di lain pihak, bank yang menjalankan usaha berdasarkan prinsip syariah (lebih dikenal dengan sebutan bank syariah) masih berdiri kokoh. Hal ini kemudian menimbulkan ketertarikan dalam dunia perbankan untuk mulai mempelajari dan mencoba mengembangkan konsep perbankan syariah, begitu juga dengan Bank BNI. Pada tanggal 29 April 2000 Bank BNI untuk pertama kali mendirikan Unit Usaha Syariah di Jakarta yang lebih dikenal dengan sebutan Bank BNI Syariah. Bank BNI Syariah adalah salah satu bentuk usaha Bank BNI untuk melayani masyarakat yang menginginkan sistem perbankan yang berdasarkan prinsip syariah. Bank BNI Syariah merupakan unit tersendiri dari Bank BNI yang secara struktural tidak terpisah dengan unit-unit lain di Bank BNI, namun bergerak khusus di bidang perbankan syariah. Akan tetapi dalam operasional dan pembukuannya terpisah dengan Bank BNI Konvensinal, tanpa mengurangi fasilitas pelayanan yang ada di Bank BNI.
Sampai saat ini Bank BNI Syariah telah membuka 19 kantor cabang di seluruh Indonesia, yaitu: 1) Yogyakarta
8) Bandung
15) Pekan Baru
2) Pekalongan
9) Padang
16) Cirebon
3) Semarang
10) Makassar
17) Bogor
4) Malang
11) Medan
18) Solo
5) Banjarmasin
12) Palembang
19) Balikpapan
6) Jakarta Timur
13) Privat Jakarta
Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007 USU e-Repository © 2008
7) Jakarta Selatan
14) Privat Surabaya
Beberapa hal yang menjadi alasan pembukaan Unit Usaha Syariah pada Bank BNI, adalah sebagai berikut: a. Menyediakan layanan perbankan yang lengkap (mewujudkan BNI sebagai universal banking) b. Berdasarkan data dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebanyak 30% masyarakat Indonesia menolak sistem bunga. c. Landasan operasional perbankan syariah sudah kuat. d. Masih terbatasnya kompetitor. e. Respon dan kepercayaan masyarakat yang besar atas kehadiran bank syariah.
2. Filosofi Perusahaan. 62 Visi dari Bank BNI Syariah adalah “Menjadi bank syariah yang menguntungkan bagi Bank BNI dan terpercaya bagi umat muslim dengan bersungguh-sungguh menjalankan kegiatan usahanya pada prinsip-prinsip syariah Islam yang mengacu pada al-Quran dan al-Hadits. Misi dari Bank BNI syariah adalah “Secara istiqomah melaksanakan amanah untuk memaksimalkan kinerja dan layanan perbankan dan jasa keuangan syariah, sehingga dapat menjadi bank syariah kebanggan anak negeri”. 63
62
Modul BNI ICONS (Integrated & Centralized On Line System). Modul BNI ICONS (Integrated & Centralized On Line System), Pedoman Pembiayaan Kecil BNI Syariah. 63
Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007 USU e-Repository © 2008
Untuk melaksanakan Visi dan Misi tersebut, maka Bank BNI Syariah mengambil langkah-langkah yang antara lain sebagai berikut: a. Melaksanakan operasional perbankan berdasarkan prinsip syariah Islam. b. Memberikan mutu pelayanan yang unggul kepada nasabah dengan sistem front end dan otomasi on line. c. Meningkatkan kualitas bisnis di segmen usaha ritel. d. Memberikan kontribusi laba yang nyata terhadap laba Bank BNI secara keseluruhan.
Adapun yang menjadi tujuan Bank BNI Syariah adalah untuk menampung keinginan masyarakat yang ingin menggunakan bank syariah serta untuk mempercepat pengembangan kegiatan usaha yang berbasis syariah dengan memanfaatkan jaringan Bank BNI.
Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007 USU e-Repository © 2008
3. Produk-Produk Bank BNI Syariah Secara umum keseluruhan transaksi di perbankan syariah dapat dibagi menjadi tiga bagian besar yakni: - Produk Dana. - Produk Jasa. - Produk Pembiayaan.
3.1. Produk Dana Bank BNI Syariah menghimpun dana masyarakat melalui berbagai produk penghimpunan dana yang ditawarkan. Dana yang terhimpun selanjutnya akan digunakan oleh bank untuk
membiayai berbagai macam usaha halal
dan produktif bagi kepentingan umat. 64 Produk-produk dana yang ditawarkan oleh Bank BNI Syariah diantaranya: 1. Tabungan Mudharabah Tabungan pada Bank BNI Syariah menggunakan prinsip mudharabah, yaitu perjanjian kerjasama antara pemilik modal (penabung/shahibul maal) dengan pengusaha (bank/mudharib) atas dasar bagi hasil dengan nisbah yang telah disepakati diawal perjanjian. Jenis-jenis tabungan yang ada di Bank BNI Syariah: a) Tabungan Syariah Plus. 65 b) Tabungan mahasiswa. 66 64
Wawancara dengan Pemimpin Bidang Operasional, BNI Syariah Cabng Medan, Pada tanggal 24 Mei 2007. 65 Brosur BNI Syariah.
Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007 USU e-Repository © 2008
c) Tabungan Haji Indonesia (THI). 67 2. Giro Syariah. 68 Merupakan simpanan dengan prinsip Wadiah (titipan), yang dengan seizin dari pemilik dana dapat dioperasikan oleh bank. Produk ini dapat digunakan sebagai alat pembayaran, dan penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, sarana pembayaran lainnya atau dengan cara pemindah bukuan. 3. Deposito Syariah. 69 Merupakan pilihan investasi dangan menggunakan prinsip Mudharabah Mutlaqah dengan jangka waktu 3, 6, 12, dan 24 bulan yang ditujukan bagi nasabah yang ingin berinvestasi secara halal sesuai dengan syariah. Dana nasabah akan diinvestasikan secara optimal untuk membiayai berbagai macam kebutuhan nasyarakat. 3.2. Produk Jasa. Produk jasa dibuat untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam melakukan transaksi keuangan yang tidak termasuk dalam produk dana maupun produk pembiayaan. Adapun produk-produk jasa tersebut, antara lain: 1. Kiriman uang (Transfer).
66
Wawancara dengan Pemimpin Bidang Operasional, BNI Syariah Cabng Medan, Pada tanggal 24 Mei 2007. 67 Brosur BNI Syariah. 68 Brosur BNI Syariah. 69 Brosur BNI Syariah.
Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007 USU e-Repository © 2008
Merupakan suatu jasa bank dalam pengiriman uang baik diantara sesama Bank BNI maupun pengiriman uang antar bank, atas permintaan pihak ke tiga untuk dibayarkan kepada penerima. 2. Inkaso. 70 Merupakan pengiriman surat/dokumen untuk menagihkan pembayaran atas surat/dokumen berharga kepada pihak ketiga ditempat/kota lain di dalam negeri. Surat/dokumen berharga yang dapat ditagihkan adalah wesel/draft,
cek,
bilyet
giro,
kuitansi,
surat
promes/aksep
pembayarannya kepada pihak yang menerbitkan atau yang ditentukan dalam surat/dokumen berharga tersebut. 3. Surat Keterangan Bank. 71 Surat Ketarangan Bank (SKB) diberikan untuk nasabah Perorangan atau Badan Hukum. SKB berupa keterangan secara tertulis yang diberikan bank kepada nasabahnya untuk suatu macam keperluan dan bersifat tidak mengikat, tidak menjanjikan dan tidak memberikan jaminan. Surat Keterangan Bank ini biasanya diberikan guna memenuhi persyaratan hubungan bisnis, misalnya untuk keperluan; -
Memperoleh order/pekerjaan borongan.
-
Memperoleh suatu keagenan atas barang dan jasa.
-
Melanjutkan sekolah/pendidikan di luar negeri
70
Wawancara dengan Pemimpin Cabang Pembantu Bank BNI Syariah Binjai, Pada tanggal 11Juni 2007. 71 Ibid.
Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007 USU e-Repository © 2008
4. Garansi Bank. 72 Garansi Bank (GB), merupakan pemberian janji bank (sebagai penjamin) kepada pihak lain (terjamin) untuk jangka waktu, jumlah, dan keperluan tertentu, bahwa bank akan membayar kewajiban nasabah yang diberi garansi bank kepada pihak lain tersebut, apabila nasabah yang bersangkutan cidera janji (wan prestasi). Garansi Bank (GB) yang diberikan dapat juga berupa standby L/C.
3.3. Produk Pembiayaan Pembiayaan yang dilakukan bank syariah menggunakan prinsip syariah yang mengharamkan riba. Dalam pembiayaan ini keuntungan yang akan diperoleh bank ditentukan di muka dan disepakati bersama oleh pihak nasabah dan pihak bank atas dasar suka sama suka. Dalam hal ini tidak boleh ada pihak yang merasa rugi atau dirugikan. Jenis-jenis produk pembiayaan yang terdapat pada Bank BNI Syariah: 1. Pembiayaan Mudharabah. 73 Merupakan pembiayaan yang dilakukan melalui kerjasama usaha antara dua pihak dimana bank menyediakan modal sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola modal (mudharib) yang dipercayakan kepadanya, dengan mensyaratkan jenis usaha yang dikelola. 2. Pembiayaan Musyarakah. 74
72 73
Ibid. Brosur BNI Syariah.
Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007 USU e-Repository © 2008
Merupakan pembiayaan untuk membiayai suatu proyek, dimana bank dan nasabah secara bersama-sama menyediakan dana dan berpartisipasi dalam bekerja. 3. Pembiayaan Murabahah. 75 Merupakan pembiayaan dengan prinsip jual beli barang pada harga asal ditambah keuntungan yang disepakati pihak bank selaku penjual dan nasabah selaku pembeli. Contoh: BNI Syariah telah menyetujui Pembiayaan Murabahah terhadap sebuah rumah kepada Saudara Ali sebagai berikut: -
Harga pokok barang
Rp. 425.500.000,-
-
Keuntungan bank
Rp. 150.000.000,-
-
Uang muka
Rp. 275.500.000,-
-
Harga jual bank
Rp. 300.000.000,-
-
Jangka waktu pembiayaan dan pembayaran angsuran ditetapkan oleh bank berdasarkan Negotiated Repayment (jadwal pembayaran yang telah disepakati).
Dari sekian banyak produk yang ditawarkan oleh Bank BNI Syariah, disini hanya akan membahas sistem jual beli murabahah terhadap pembiayaan
74
Wawancara dengan Pemimpin Bidang Operasional, BNI Syariah Cabng Medan, Pada tanggal 24 Mei 2007. 75 Brosur BNI Syariah
Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007 USU e-Repository © 2008
murabahah terhadap rumah/properti sebagai objek pembiayaan (pembiayaan murabahah).
B. Penerapan
Sistem
Jual
Beli
Murabahah
Terhadap
Pembiayaan
Rumah/Properti Pada Bank BNI Syariah Pada Bank BNI Syariah. Berdasarkan wawancara dengan staff pemasaran pada Bank BNI Syariah Cabang Medan sistem jual beli murabahah terhadap pembiayaan rumah/properti (sistem pembiayaan murabahah) pada Bank BNI Syariah Cabang Medan dapat digambarkan sebagai berikut: 76 1. Tahap permohonan dan pengajuan persyaratan. Pada tahap ini nasabah menghadap kepada Bank untuk mengutarakan keinginannya untuk memperoleh pembiayaan guna membiayai pembelian suatu bidang tanah berikut bangunan rumah yang terdapat diatasnya. Atas permohonan tersebut maka; a) Petugas bank akan menanyai nasabah dan mewawancarai secara umum, mengenai objek dan keperluan pembiayaan serta hal-hal yang bersangkutan dengan pekerjaan/usaha, penghasilan dan hal-hal yang berhubungan dengan persyaratan pembiayaan seperti: 1) Harga dari barang yang akan dibeli 2) Besarnya pembiayaan sendiri (Self Financing) yang dapat disediakan nasabah.
76
Wawancara dengan Penyelia Pemasaran, Bank BNI Syariah Cabang Medan, Pada tanggal 28 Mei 2007.
Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007 USU e-Repository © 2008
3) Lamanya jangka waktu pembiayaan. 4) Dan lain-lain yang berhubungan dengan permohonan pembiayaan nasabah. b) Setelah itu bank akan memberikan formulir permohonan pembiayaan untuk diisi oleh nasabah beserta persyaratan-persyaratan pembiayaan yang diperlukan dan harus dipenuhi nasabah, baik persyaratan yang umum maupun persyaratan khusus. Persyaratan umum disini maksudnya ialah persyaratan standar yang biasanya dimintakan bank dalam transaksi-transaksi pembiayaan. (Selengkapnya lihat pada lampiran). Adapun persyaratan khusus untuk pembiayaan murabahah terhadap rumah atau properti adalah: 1) Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). 2) Fotocopy Sertifikat tanah yang akan dibeli oleh nasabah. 3) Fotocopy Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang - Pajak Bumi dan Bangunan
(SPPT-PBB)
tahun
berjalan
dan
bukti
pelunasan
pembayarannya. 4) Penawaran harga dari penjual. 2. Tahap Pemeriksaan dan Analisa Oleh Bank Pada tahap ini bank akan memeriksa kelengkapan dokumen nasabah, dan pemeriksaan kelapangan mengenai objek yang akan dibiayai, keadaan usaha/pekerjaan nasabah dan verifikasi data-data yang disampaikan nasabah dengan kondisi dilapangan.
Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007 USU e-Repository © 2008
Selanjutnya bank akan menganalisa kelayakan nasabah untuk mendapatkan fasilitas pembiayaan dengan sistem jual beli murabahah. Proses pemeriksaan dan anlisa pada Bank BNI Syariah Cabang Medan dilakukan oleh Bagian Pemasaran (Pengelola Pemasaran) dan keputusan atas pembiayaan yang diajukan nasabah diputuskan oleh Kelompok Pemutus Pembiayaan. Keputusan tersebut dapat berupa persetujuan atau penolakan terhadap permohonan pembiayaan yang diajukan, yang dituangkan dalam suatu surat keputusan yang disebut Surat Keputusan Pembiayaan (SKP). 3. Tahap Keputusan Pembiayaan Setelah melalui proses pemeriksaan dan analisa, kemudian berkas permohonan nasabah beserta hasil pemeriksaan dan analisa disampaikan kepada Kelompok Pemutus yang terdiri dari Penyelia Pemasaran Bisnis (PPB) dan Pemimpin Cabang serta Pejabat Syariah Fund Risk Management (SFRM) dan untuk pinjaman dalam jumlah besar diatas
Rp.250.000.000,- akan
diteruskan dan diputuskan oleh Divisi Usaha Syariah Bank BNI. Keputusan atas permohonan pembiayaan dapat berupa persetujuan atau penolakan,
yang
akan
dibuatkan
dalam
suatu
Surat
Keputusan
Pembiayaan(SKP) yang akan disampaikan kepada nasabah. Untuk permohonan pinjaman yang disetujui, maka SKP tersebut menjadi dasar atau bagian yang tidak terpisahkan dari Akad Perjanjian Pinjaman yang akan dibuat dan ditandatangani oleh peminjam dan bank.
Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007 USU e-Repository © 2008
Apabila permohonan disetujui, selanjutnya bank akan melakukan negosiasi ulang dengan nasabah berkenaan dengan persyaratan yang harus dipenuhi nasabah sebagaimana yang tercantum dalam SKP. Dalam negosiasi ini apabila tidak tercapai kata sepakat, maka para pihak dapat memilih untuk tidak melanjutkan transaksi. Namun apabila tercapai kata sepakat diantara kedua pihak maka
transaksi akan dilanjutkan dengan
penandatanganan Akad Perjanjian Pembiayaan. 4. Tahap penandatanganan akad Penadatanganan akad dilakukan dalam satu majelis dengan dihadiri oleh para pihak yang akan melakukan transaksi yaitu pihak nasabah, bank, pemilik rumah, Notaris dan/atau Pejabat Pembuat Akta Tanah, dan saksi-saksi. Pada kenyataannya isi dari akad pembiayaan murabahah dapat saja berbedabeda antara satu bank syariah dengan bank syariah lainnya. Hal ini didasarkan atas asas kebebasan berkontrak dalam lapangan hukum perdata. Pada asasnya orang bebas untuk memperjanjikan sesuatu, selama itu tidak terlarang. Hal itu didasarkan atas pemikiran hukum di bidang keperdataan pada umumnya adalah hukum yang sifatnya pelengkap. Karena itu hukum membiarkan sedapat mungkin individu mengurus dan menyelenggarakan kepentingan privatnya sendiri selama tidak bertentangan dengan hal-hal yang terlarang. 77 Namun setidak-tidaknya dalam akad pembiayaan murabahah tersebut harus memuat rukuan dan syarat jual beli menurut syariat Islam.
77
J. Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian, Buku II, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995, hal. 148.
Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007 USU e-Repository © 2008
Adapun akad-akad yang ditandatangani berkenaan dengan sistem jual beli murabahah terhadap pembiayaan rumah secara berturut-turut adalah: a. Akad murabahah Sebelum akad murabahah diselenggarakan, bank terlebih dahulu melakukan jual beli barang/rumah dengan suplier. Jual beli ini hanya dilakukan secara lisan. Setelah terjadi jual beli antara bank dengan suplier segera setelah itu diselenggarakan akad murabahah. Akad ini dibuat dalam bentuk dibawah tangan, ditandatangani oleh nasabah dengan bank yang diwakili oleh pemimpin cabang, dan saksi-saksi. b. Akta Jual Beli Akta ini dibuat dalam bentuk otentik dihadapan pejabat umum yang berwenang, ditandatangani oleh nasabah, pemilik rumah, saksi-saksi, dan pejabat umum tersebut. c. Akad-akad lainnya, seperti Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan, dan Akta Pemberian Hak Tanggungan
C. Penyimpangan Dalam Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank BNI Syariah. Apabila kita bandingkan penerapan pembiayaan murabahah pada Bank BNI Syariah cabang Medan tersebut dengan sistem jual beli murabahah yang ideal berdasarkan Fatwa DSN No. 04/DSN/MUI/IV/2000 Jo PBI No. 7/46/PBI/2007 maka kita akan mendapati kejanggalan-kejanggalan dalam penerapan pembiayaan
Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007 USU e-Repository © 2008
murabahah tersebut. Dengan kata lain penerapan pembiayaan murabahah pada Bank BNI Syariah cabang Medan masih belum sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dalam penerapan pembiayaan murabahah tersebut dapat dikatakan terjadi penyimpangan, terutama sekali terjadi pada tahap ketiga yaitu tahap penandatanganan akad murabahah. Penyimpangan mana akhirnya memberi pengaruh juga terhadap tahap sebelumnya. Pada tahap terakhir yaitu tahap penandatanganan kontrak baru terlihat adanya kejanggalan dalam pelaksanaan pembiayaan murabahah pada Bank BNI Syariah. Penandatanganan akad murabahah dilakukan berdasarkan kesepakatan awal antara kedua pihak yang telah dilalui pada tahap-tahap sebelumnya. Sedangkan sebelum dilakukan penandatanganan akad murabahah bank telah terlebih dahulu melakukan jual beli secara lisan dengan pemilik barang. Bila pelaksanaan pembiayaan murabahah tersebut dikaitkan dengan Fatwa DSN No.04/DSN-MUI/IV/2000 pada angka 3 menyatakan bahwa bank terlebih dahulu membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri, dan pemebelian ini harus sah. Berdasarkan
hasil
penelitian
diketahui
bahwa
akad
yang
pertama
ditandatangani pada tahap penandatanganan kontrak adalah akad murabahah, dimana substansi dari akad tersebut adalah bank berdasarkan akad tersebut menjual sebuah rumah secara murabahah kepada nasabah dengan syarat-syarat tertentu. Yang menjadi permasalahan disini adalah apakah jual beli rumah yang dilakukan secara lisan tersebut adalah sah, mengingat objek yang diperjual belikan
Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007 USU e-Repository © 2008
adalah rumah yang peralihannya telah diatur sedemikian rupa dalam PP No.24 Tahun 1997 Jo. Peraturan menteri Agraria/Kepala BPN No. 3 Tahun 1997. Hal ini menjadi penting untuk diperhatikan karena mengenai sah atau tidaknya jual beli yang pertama akan menentukan pula sah atau tidaknya jual beli yang terjadi kemudian. Bank syariah sesuai dengan namanya tentulah harus sedapat mungkin menerapkan prinsip-prinsip syariah dalam setiap kegiatan operasionalnya. Berkenaan dengan itu kita tentunya sama-sama mengetahui bahwa dalam fiqih Islam terdapat kaedah bahwa seseorang tidak boleh menjual sesuatu yang belum dimilikinya pada waktu transaksi berlangsung pada objek transaksi. 78 Ibnu Abidin menjelaskan sebagaimana ditulis oleh Husain dan Siddiq bahwa termasuk salah satu syarat dari jual beli adalah objek transaksinya harus dimiliki secara penuh oleh penjual dari apa yang ia jual untuk dirinya.79 Maka tidak diperkenankan menjual sesuatu yang belum menjadi miliknya, dan para ulama sudah sepakat mengenai hal ini. Sebenarnya, membahas masalah filantropi atau kedermawanan sosial di Indonesia adalah ibarat membicarakan anggur lama dam botol baru, karena pada dasarnya kegiatan berderma merupakan kebiasaan masyarakat Indonesia yang menjadi pola hidup yang dapat ditemukan pada berbagai suku yang ada di Indonesia. Hanya saja pada saat itu kegiatan seperti ini berjalan secara sangat sederhana dan tradisional. 78
Husain Syahathah Dan Siddiq Muhammad al-Amin ad-Dhahar, Transaksi Dan Etika Bisnis Islam, Diterjemakan Oleh: Saptono Budi Satryo Dan Fauziah R, Penerbit Visi Insani Publishing, Jakarta, 2005, hal. 237. 79 Ibid. Lihat juga M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam (Fiqh Muamalat), Penerbit PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hal. 124., Abdul Ghofur Anshori, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian Islam Di Indonesia, Penerbit: Citra Media, Yogyakarta, 2006, hal. 34.
Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007 USU e-Repository © 2008
Akhirnya sesuai dengan perkembangan zaman dan perkembangan pola pikir masyarakat, kegiatan ini semakin mengalami perkembangan dan dituntut untuk dilakukan secara lebih terstruktur. Hal inilah yang mungkin pada akhirnya mendorong masyarakat untuk membentuk suatu lembaga yang dapat menjadi wadah kegiatan sosial masyarakat yang kita kenal dengan nama yayasan. Seperti yang telah diuraikan oleh Penulis sebelumnya, bahwa memang lembaga yayasan telah dikenal dan banyak digunakan di tanah air sejak zaman pemerintahan Hindia Belanda sampai Indonesia menjadi negara merdeka dan berdaulat, namun tidak ada peraturan hukum yang mengatur tentang yayasan, 80 hal inilah yang membuat tidak jelasnya pengertian ataupun definisi tentang yayasan itu sendiri. Yayasan sendiri, dalam bahasa Belanda dikenal dengan istilah Stichting, yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah Foundation. Pengertian yayasan sebagai Foundation menurut Black’s Law Dictionary sebagai berikut 81 : “Permanent fund established and maintained by contribution for charitable, educational, religious, research or other benevolent purpose. An Institution or association given to rendering financial aid to colleges, schools, hospitals and charities and generally supported by gifts for such purposes. The founding or building of a college or hospital.
80
Maksudnya ialah, sebelum akhirnya pemerintah mengesahkan Undang-Undang Yayasan Nomor 16 Tahun 2001 dan perubahannya, yaitu Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004. 81 Henry Chambell Black, M A, “Black’s Law Dictionary”, Cet 6, St. Paul Minnesotta: USA, West Publishing Co, 1990, hal. 656.
Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007 USU e-Repository © 2008
The incorporation or endowment of a college or hospital is the foundation; and he who endows it with land or other property is the founder. Yayasan yang diartikan seperti tersebut diatas menekankan pada adanya suatu dana permanen yang dibuat dan dipelihara berdasarkan kontribusi.82 Scholten 83 mengatakan: “ Yayasan adalah suatu badan hukum yang dilahirkan oleh suatu pernyataan sepihak. Pernyataan itu harus berisikan pemisahan suatu kekayaan untuk suatu tujuan tertentu, dengan penunjukan, bagaimanakah kekayaan itu diurus dan digunakan”. Menurut Abdul Muis, pengertian yayasan adalah 84 : “Yayasan merupakan suatu lembaga yang mempunyai suatu tujuan idial, yaitu tujuan sosial bagi kesejahteraan masyarakat yang sampai saat ini dinegara kita tidak atau belum diatur dalam Undang-Undang secara khusus. Lembaga ini hidup dan berkembang semata-mata berdasarkan hukum yang tidak tertulis, berdasarkan kebiasaan yang hidup dalam masyarakat”. Pengertian yayasan menurut Prof. Drs, C.S.T. Kansil, SH dan Christine S.T. Kansil, SH, MH adalah
85
: “Yayasan; Stichting (Bld), suatu badan hukum yang
melakukan kegiatan dalam bidang sosial”.
82
Arie Kusumastuti Maria Suhardiadi, SH, “Hukum Yayasan Di Indonesia (Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan)”, Indonesia Legal Center Publishing, Cet 2, PT. Abadi, Jakarta, 2003, hal. 13. 83 Disitir dari Ali Rido SH, “Badan Hukum Dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan, Perkumpulan, Koperasi, Yayasan, Wakaf”, 84 H. Abdul Muis, “Yayasan Sebagai Wadah Kegiatan Masyarakat (Suatu Tinjauan Menganai Yayasan Sebagai Badan Hukum Dalam Menjalankan Kegiatan Sosial)”, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan, 1991, hal. 2.
Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007 USU e-Repository © 2008
Dari beberapa pengertian tentang yayasan yang telah diuraikan tersebut, maka kita setidaknya dapat menarik kesimpulan bahwa yayasan adalah merupakan suatu lembaga yang bergerak di bidang sosial yang tidak bertujuan untuk mencari keuntungan. Hal mana berkaitan erat dengan kegiatan amal (filantropi) yang merupakan bentuk ideal dari lembaga yayasan. Sedangkan menurut UUY dalam pasal 1 angka 1 disebutkan bahwa: “Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan yang tidak mempunyai anggota”. Adapun unsur-unsur yang terdapat dalam yayasan adalah: a. Yayasan terdiri atas kekayaan yang dipisahkan. b. Kekayaan yayasan digunakan untuk mencapai tujuan yayasan. c. Tujuan yang dimaksud adalah tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan. Pada dasarnya yayasan harus dapat berperan sebagai wadah untuk mengembangkan kegiatan sosial, keagamaan dan kemanusiaan. Berdasarkan UUY, yayasan harus bersifat sebagai berikut; a. Sosial. b. Keagamaan. c. Kemanusiaan.
85
Prof. Drs. C.S.T. Kansil, SH dan Christine S.T. Kansil, SH, MH, “Kamus Istilah Aneka Hukum, Cet 1, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2000, hal. 198.
Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007 USU e-Repository © 2008
Sesuai dengan pasal 1 angka 1 UUY, penjelasan umum dan penjelasan pasal 3 ayat 2, sifat-sifat tersebut diatas harus tercermin dalam maksud dan tujuan serta kegiatan yayasan. Dengan mengacu pada definisi yayasan yang diberikan oleh Black’s Law Dictionary, maka yayasan bertujuan untuk kegiatan amal (charity), pendidikan (educational), keagamaan (religious), atau tujuan kedermawanan lainnya (or other benevolent purpose). 86 Berdasarkan Yuripudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia tanggal 8 Juli 1975 No. 476/K/Sip/1975 (yang menjadi acuan untuk penentuan tujuan yayasan sebelum berlakunya UUY ), dimana pertimbangan Pengadilan Negeri dibenarkan oleh Pengadilan Tinggi dan dibenarkan oleh Mahkamah Agung, dari putusan Mahkamah Agung tersebut jelas bahwa yayasan mempunyai tujuan untuk “membantu”. Perkataan membantu ini ditafsirkan sebagai kegiatan sosial. Dengan berlakunya UUY, maka maksud dan tujuan dari yayasan harus memenuhi ketentuan sebagai berikut 87 : a. Untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan (pasal 1 angka 1 UUY ). b. Maksud dan tujuan yayasan harus bersifat sosial, keagamaan dan kemanusiaan (penjelasan pasal ayat 2 UUY ). c. Maksud dan tujuan yayasan harus dicantumkan dalam anggaran dasar yayasan (pasal 14 ayat 2 UUY).
86 87
Ibid., hal. 656. Op Cit., Arie Kusumastuti, “ Hukum Yayasan…”, hal. 17.
Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007 USU e-Repository © 2008
Menurut Chatamarrasjid
88
, yayasan tidak dapat dan tidak boleh menjadi
badan hukum seperti perseroan terbatas yang bertujuan untuk mencari keuntungan. Akan tetapi, tentu saja yayasan boleh untuk memperoleh keuntungan, dan berarti melakukan kegiatan usaha atau mendirikan badan usaha, agar tidak bergantung selamanya dari sumbangan, tetapi keuntungan yang diperoleh haruslah semata-mata dipergunakan atau diperuntukkan bagi tujuan sosial dan kemanusiaan. Pendapat diatas bertolak dari pandangan bahwa tiap bentuk badan hukum yang diciptakan mempunyai tujuan tertentu dan tidak ada 1 (satu) bentuk badan hukum yang dapat mencakup tujuan dan struktur semua bentuk badan hukum lain. 89 Sedangkan maksud dan tujuan yayasan tertentu, artinya maksud dan tujuan tersebut harus jelas batasannya untuk hal-hal yang sudah ditentukan dan bersifat khusus. Jadi, maksud dan tujuan yayasan disini tidak dapat bersifat umum. Tujuan yayasan ini merupakan hal yang penting, karena tujuan yayasan dapat berpengaruh terhadap bubarnya suatu yayasan, hal ini sesuai dengan bunyi pasal 62 huruf (b) Undang-Undang No. 16 Tahun 2001 yang menyatakan: “Yayasan dapat bubar karena; tujuan yayasan yang ditetapkan dalam anggaran dasar telah tercapai atau tidak tercapai”. Oleh karena itu, yayasan harus berhati-hati dalam menetapkan tujuannya. Jangan sampai tujuan tersebut terlalu umum/luas ataupun terlalu berat sehingga sulit untuk mencapai atau memenuhinya, yang akhirnya dapat mengakibatkan yayasan tersebut dibubarkan. Hal-hal mengenai bubarnya suatu yayasan, akan kita bicarakan pada sub bab berikutnya. 88
Chatamarrsjid, “Badan Hukum Yayasan” (Suatu Analisis Mengenai Yayasan Sebagai Badan Hukum Sosial), Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002, hal 41. 89 Ibid.,
Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007 USU e-Repository © 2008
UUY sendiri tidak memberi penjelasan mengenai apa yang dimaksud dengan tujuan sosial dan kemanusiaan, tapi hanya memberikan contoh kegiatan yang dapat dilakukan oleh yayasan. Hal ini dapat kita lihat dalam pasal 8 UUY maupun penjelasannya. Pasal 8 UUY menyebutkan: Kegiatan usaha dari badan usaha sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat (1) harus sesuai dengan maksud dan tujuan yayasan serta tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan dan/atau ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Penjelasan pasal 8: Kegiatan usaha dari badan usaha yayasan mempunyai cakupan yang luas, termasuk antara lain hak asasi manusia, kesenian, olah raga, perlindungan konsumen, pendidikan, lingkungan hidup, kesehatan dan ilmu pengetahuan. Dalam UUY yang diperbaharui pun pasal ini tidak termasuk ke dalam pasalpasal yang direvisi, sehingga tetap tidak ada acuan mengenai kegiatan sosial dan kemanusiaan. Oleh karena itu untuk menilai/memutuskan apakah kegiatan usaha yang dilakukan oleh yayasan yang tidak tercantum dalam penjelasan pasal 8 adalah sesuai dengan tujuan sosial dan kemanusiaan, seandainya kegiatan yayasan diragukan bertujuan sosial dan kemanusiaan, barangkali keputusannya diserahkan kepada Pengadilan. 90
90
Ibid., hal. 46.
Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007 USU e-Repository © 2008
Seperti yang telah kita ketahui, yayasan telah dikenal oleh masyarakat Indonesia sejak zaman penjajahan kolonial Belanda sampai Indonesia menjadi negara yang merdeka dan berdaulat, namun tidak ada satupun peraturan yang tegas yang mengatur tentang keberadaan yayasan. Sebenarnya ada beberapa peraturan yang menyebutkan tentang keberadaan yayasan sebelum lahirnya Undang-Undang Yayasan, antara lain: -
Pasal 335 KUH Perdata.
-
Pasal 365 dan 365 (a) KUH Perdata.
-
Pasal 899 ayat (1) KUH Perdata.
-
Pasal 900 KUH Perdata.
-
Pasal 1680 KUH Perdata.
-
Pasal 6 ayat 3 Rv.
-
Pasal 236 Rv. Di negeri Belanda sendiri, yang merupakan kolonial dari Indonesia, yang
produk-produk hukumnya banyak diadopsi menjadi hukum nasional Indonesia, telah menetapkan yayasan sebagai badan hukum melalui hukum perdata tertulisnya dengan diundangkannya Wet op de Stichtingen dalam Staatsblad Nomor 327 tahun 1956 yang kemudian pada tahun 1976 Undang-Undang tersebut dikompilasikan ke dalam buku ke dua Burgerlijk Wetboek (BW) Belanda. Sebenarnya Undang-Undang Yayasan di Indonesia tidak lahir tiba-tiba, karena banyak orang yang mengasumsikan bahwa Undang-Undang Yayasan lahir karena adanya desakan dari pihak IMF terhadap pemerintah Indonesia yang menginginkan adanya pengaturan yang lebih tegas terhadap keberadaan yayasan
Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007 USU e-Repository © 2008
karena IMF melihat praktek kerja beberapa yayasan milik pemerintah, institusi militer dan milik beberapa kelompok tertentu (rezim orde baru) telah menyalahi fungsi dan tujuan ideal dari yayasan dengan menggunakan lembaga ini sebagai kedok untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya tanpa membayar pajak, yang ditengarai sangat merugikan keuangan negara. Hal ini kemudian dituangkan ke dalam Letter of Intent (LoI) untuk kepentingan pemerintah dalam memperoleh pinjaman dari IMF. Begitulah memang keadaan bangsa kita, tidak akan berbuat kecuali untuk hal yang terpaksa. Setidaknya seperti itulah gambaran tentang keadaan bangsa ini berkenaan dengan latar belakang lahirnya UUY. Seperti Penulis sebutkan tadi, bahwa sebenarnya UUY tidak lahir secara prematur. Karena konon Departemen Kehakiman telah memiliki rancangannya sejak tahun 1976. 91 Akhirnya pada tanggal 6 Agustus 2001, pemerintah dengan persetujuan DPR mengesahkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan dengan harapan dapat memastikan yayasan dapat berfungsi sesuai dengan maksud dan tujuannya berdasarkan prinsip keterbukaan dan akuntabilitas kepada masyarakat. 92 Dalam menangani organisasi nirlaba, pemerintah punya dua format atau sudut pandang yang berbeda. Aspek organisasi yang terkait dengan ideologi dan ketertiban umum ditangani oleh Departemen Dalam Negeri, sedangkan aspek sosial yang menyangkut penggalangan dan pendayagunaan dana sosial masyarakat, serta usaha 91
Op Cit., Chatamarrasjid, “ Tujuan Sosial Yayasan dan…”, hal. 7. Menurut Chtamarrsjid, tidak banyak perubahan antara Undang-Undang Yayasan dan rancangan-rancangan sebelumnya – lihat Chatamarrasjid, “Badan Hukum Yayasan, Suatu Analisis Mengenai Yayasan Sebagai Suatu Badan Hukum Sosial (Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002) hal. 169. 92 Lihat Undang-Undang Yayasan No. 16 Tahun 2001, “Menimbang”, huruf C, alinea 6 Penjelasan Umum, Penjelasan pasal 49 (2) dan 52 (2).
Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007 USU e-Repository © 2008
peningkatan kesejahteraan sosial masyarakat ditangani oleh Departemen Sosial. Sementara aspek “pembinaan teknis” diserahkan pada departemen atau non departemen yang terkait dengan bidang kerja organisasi nirlaba. Masing-masing pembina itu punya aturan main, yang umumnya sangat kooptatis dan birokratis, yang harus ditaati oleh organisasi-organisasi tersebut. Sehingga sampai hari ini, dengan terbitnya UU No. 16/2001 tentang Yayasan pun masih menyisakan berbagai kerancuan. 93 Mungkin karena itu pulalah mengapa pemerintah buru-buru mengajukan usulan untuk segera merevisi UUY. Adanya usul dari pemerintah untuk segera melakukan perubahan terhadap UUY, semakin memberikan kesan bahwa memang Undang-Undang tersebut lahir karena adanya tekanan dari pihak IMF dan keadaan sosial politik pada saat itu. Oleh karenanya, UUY banyak mendapat kritikan dari para pegiat yayasan maupun oleh para akademisi karena klausul-klausulnya dianggap tidak aspiratif, malah terkesan menyulitkan yayasan untuk menjalankan dan mempertahankan roda organisasinya, terutama untuk yayasan-yayasan kecil. Pasalpasal dalam Undang-Undang ini justru menunjukkan intervensi pemerintah yang terlalu berlebihan terhadap yayasan. Akhirnya revisi Undang-Undang No. 16 Tahun 2001 disetujui yang disahkan menjadi Undang-Undang No. 28 Tahun 2004. Sebenarnya revisi RUU Yayasan sudah disusun Pemerintah, dalam hal ini Departemen Kehakiman dan HAM, sejak pertengahan 2002. Karena meski di atas kertas UUY dinyatakan berlaku efektif sejak
93
Lihat artikel, Zaim Zaidi dan Hamid Abidin (Filantropi dan Hukum Di Indonesia), Jurnal Hukum “JENTERA”, edisi Hukum & Yayasan, 2003.
Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007 USU e-Repository © 2008
Agustus 2002, namun dilapangan Undang-Undang tersebut tidak benar-benar diimplementasikan. 94 Dalam konsiderans “menimbang”, Undang-Undang No. 28 Tahun 2004 antara lain disebutkan bahwa Undang-Undang No. 16 Tahun 2001 mulai berlaku pada 6 Agustus 2002. Namun Undang-Undang tersebut dalam perkembangannya belum seluruhnya menampung kebutuhan dan perkembangan hukum dalam masyarakat. Selain itu, beberapa substansinya dapat menimbulkan beberapa penafsiran, sehingga perlu dilakukan perubahan terhadap Undang-Undang tersebut. 95 UUY yang diperbaharui merevisi sebagian pasal-pasal dari UUY dan menambahkan beberapa pasal-pasal baru. Pasal-pasal yang mengalami perubahan adalah; pasal 5, pasal 11, pasal 12, pasal 24, pasal 32, pasal 33, pasal 34, pasal 38, pasal 44, pasaal 45, pasal 46, pasal 52, pasal 58, pasal 60, pasal 68, pasal 71 dan pasal 72. Sedangkan pasal-pasal baru yang ditambahkan adalah pasal 13 A, pasal 72 A dan pasal 72 B. Dengan adanya perubahan terhadap Undang-Undang Yayasan ini, rasanya kita tidak perlu mengungkit-ungkit lagi perdebatan panjang yang mempersoalkan keseriusan pemerintah dalam menentukan sikapnya dalam mengatur keberadaan yayasan. Mengenai pendirian yayasan, hal ini diatur dalam Pasal 9 sampai dengan Pasal 16 UUY. Menurut ketentuan Pasal 9 UUY, yayasan dapat didirikan oleh satu
94
Dikutip dari pernyataan Dirjen Hukum dan Perundang-undangan Departemen Kehakiman dan HAM Abdul Gani Abdullah, lihat artikel “Pemerintah Tidak Ngotot Sahkan Revisi UU Yayasan”, WWW.hukumonline.com 95 Ibid,.
Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007 USU e-Repository © 2008
orang atau lebih, baik oleh WNI maupun oleh orang asing, dengan adanya pemisahan harta kekayaan sebagai harta kekayaan awal yayasan. Sedangkan yang dimaksud dengan ‘orang’ menurut penjelasan Pasal 9 (1) UUY adalah orang- perorangan atau badan hukum. Jadi, berdasarkan ketentuan pasal 9 UUY, yayasan dapat didirikan; -
Oleh satu orang atau lebih.
-
Orang tersebut dapat berupa orang-perorangan atau badan hukum.
-
Orang tersebut dapat berupa WNI ataupun Warga Negara Asing.
-
Adanya pemisahan harta kekayaan pendiri yang akan dijadikan sebagai kekayaan awal yayasan.
-
Berdasarkan wasiat. Lalu bagaimana halnya jika sebuah yayasan didirikan oleh percampuran
antara orang-perorangan dengan badan hukum, atau didirikan oleh beberapa orang dengan beberapa badan hukum ? Mengenai hal ini, tidak ada diatur secara tegas oleh UUY, sehingga hal ini dianggap sah-sah saja, terlebih lagi jika kita melihat kepada tujuan dari yayasan yang sifatnya mulia. Namun dalam hal ini Arie Kusumastuti berpendapat lain, menurut penafsirannya, 96 UUY telah mengatur secara tegas bahwa hal tersebut tidak diperbolehkan.
96
Op Cit., Arie Kusumastuti, “Hukum Yayasan…”, hal. 74. Ia berpendapat bahwa dalam penjelasan pasal 9 (1) telah dinyatakan secara tegas hal tersebut tidak dibolehkan dengan adanya kata ‘atau’ (…orang perorangan ‘atau’ badan hukum).
Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007 USU e-Repository © 2008
Mengapa demikian? Menurutnya hal ini berkaitan erat dengan adanya kewajiban dari para pendiri yayasan untuk memisahkan sebagian harta kekayaan pendirinya sebagai kekayaan awal yayasan. 97 Lebih lanjut ia berpendapat, barangkali para pembentuk UUY pada saat itu memikirkan bahwa apabila dilakukan pemisahan antara kekayaan pendiri perorangan dengan pendiri badan usaha yang bersama-sama akan mendirikan suatu yayasan, maka hal tersebut dapat menimbulkan permasalahan di kemudian hari. 98 Dalam hal ini, apabila benar ada pemikiran seperti hal tersebut, maka pola pemikiran tersebut adalah tidak tepat. Karena menurut hematnya, dapat saja pendiri peorangan dan pendiri badan hukum sebelumnya sudah membuat perjanjian yang secara tegas menyetujui dan mengatur pemisahan harta kekayaan mereka yang akan dimasukkan sebagai kekayaan awal yayasan. 99 Tabel-1 Pemahaman Nasabah Terhadap Sistem Jual Beli Murabahah n=10 No
Jawaban Responden
Jumlah
%
1
Tidak memahami murabahah
6
60%
4
40%
10
100%
Hanya memahami sedikit mengenai 2 murabahah Jumlah
97
Ibid,. Ibid,. 99 Ibid,. 98
Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007 USU e-Repository © 2008
Tabel-2 Penerapan Jual Beli Murabahah Terhadap Pembiayaan Rumah/Properti Pada Bank BNI Syariah Cabang Medan n=10 No
Jawaban Responden
Jumlah
%
1
Belum sesuai dengan syariat Islam
10
100%
2
Sudah sesuai dengan syariat Islam
0
-
Jumlah
10
100%
Tabel-3 Kendala Yang Dihadapi Bank Dalam Pelaksanaan Pembiayaan Murabahah Terhadap Rumah Atau Properti n=10 No
Jawaban Responden
Jumlah
%
2
20%
0
-
Sangat menghambat pelaksanaan 1 pembiayaan murabahah Tidak dapat diterima sebagai alasan 2
penghambat pelaksanaan pembiayaan murabahah
Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007 USU e-Repository © 2008
3
Ragu-ragu
8
80%
Jumlah
10
100%
Tabel-4 Nasabah Menerima Salinan Dari Akad Pembiayaan Murabahah n=10 No
Jawaban Responden
Jumlah
%
1
Tidak menerima salinan
8
80%
2
Menerima salinan
2
20%
Jumlah
10
100%
a. Pada Tabel-1: Enam dari sepuluh nasabah yang diwawancarai mengaku tidak tahu-menahu bagaimana sesungguhnya sistem jual beli murabahah, mereka hanya mengikuti saja apa yang ditawarkan oleh bank. Empat orang lainnya menyatakan bahwa jual beli murabahah yang seharusnya terjadi adalah jual beli antara bank dengan nasabah, sedangkan pada kenyataannya jual beli yang terjadi adalah jual beli antara mereka dengan suplier, sedangkan bank hanya menyediakan pembiayaan. b. Pada Tabel-2: Sepuluh orang nasabah yang diwawancarai menyatakan bahwa pembiayaan murabahah terhadap rumah/properti pada Bank BNI Syariah Cabang Medan belum sesuai dengan apa yang mereka bayangkan.
Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007 USU e-Repository © 2008
Menurut mereka dalam pembiayaan murabahah ini, jual beli yang terjadi adalah jual beli antara mereka dengan pemilik rumah, kemudian bank menyediakan pembiayaan berdasarkan permohonan yang telah mereka ajukan. Dalam pembiayaan ini bunga pinjaman ditetapkan di muka yang oleh pihak bank disebut dengan margin keuntungan, sehingga menurut mereka pembiayaan murabahah sama saja dengan KPR pada bank konvensional c. Pada Tabel-3: Dua dari sepuluh nasabah yang diwawancarai mengatakan bahwa kendala yang dihadapi oleh bank sebagaimana dijelaskan oleh Penulis, memang dapat menghambat pelaksanaan pembiayaan murabahah. Delapan orang lainnya tidak dapat memberikan tanggapan. d. Pada Tabel-4: Delapan dari sepuluh nasabah yang diwawancarai mengaku tidak
mendapatkan
salinan
dari
akad
murabahah
yang
mereka
tandatangani. Dua orang lainnya mengaku mendapatkan salinan.
Berdasarkan hasil wawancara dari responden dan nara sumber, ada beberapa poin penting yang patut digaris bawahi yaitu: 1. Pendapat yang menyatakan bahwa ketentuan mengenai jual beli di dalam fiqih cukup dilakukan secara lisan, namun dapat juga dibuat dalam bentuk tertulis. 2. Pendapat yang menyatakan bahwa bank syariah dalam melaksanakan kegiatan operasionalnya selain tunduk pada ketentuan syariah Islam juga
Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007 USU e-Repository © 2008
tidak dapat mengesampingkan ketentuan-ketentuan hukum positip yang berlaku di Indonesia. Dengan dilakukan perubahan-perubahan diatas secara otomatis juga kondisi perjanjian kredit perlu perubahan-perubahan (perjanjian tambahan/perubahan) tetapi perjanjian awal tetap berlaku (tidak lepas). Debitur dengan kondisi seperti ini perlu mendapat perhatian extra dari petugas bank (account officer). Monitoring usaha lebih ditingkatkan terhadap debitur, kunjungan ke debitur harus lebih sering dilakukan, omset usaha dan biaya-biaya harus diperketat, laporan keuangan harus tertib, artinya pihak bank harus mengetahui secara detail perkembangan usaha debitur. Secara dini dapat diketahui oleh bank dan tindakan-tindakan pencegahan. Monitoring secara ketat berlangsung 3 – 6 bulan. Bila kondisi usahanya membaik tentu harapan kedua belah pihak, tetapi seandainya kondisi memburuk karena beberapa hal tidak dapat diperbaiki maka biasanya bank mengambil keputusan untuk menjual jaminan. Umumnya kredit yang bermasalah yang dilakukan perorangan. Dalam melakukan tindakan hukum seperti ini pihak bank menganjurkan agar debitur menjual sendiri barang yang menjadi jaminan, apabila tidak berhasil pihak bank membantu mencari calon pembeli. Dalam proses jual beli antara debitur dengan pembeli umumnya dilakukan dahulu perikatan jual beli untuk pelunasan hutangnya kepada bank lalu dilanjutkan dengan jual beli dan balik nama kepada si pembeli dengan wajib membayar pajak sesuai dengan harga transaksi ataupun berdasarkan NJOP. Hal ini dilakukan untuk menghindari tuntutan debitur bahwa penjualan barang
Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007 USU e-Repository © 2008
jaminan tersebut dibawah harga umum, dan debitur dapat menerima uang sisa pelunasan tagihan dari bank tersebut, maka tentunya dapat melindungi kedua belah pihak. Pasal 20 ayat 2 UUHT memberikan kemungkinan penjualan objek hak tanggungan secara di bawah tangan sepanjang atas kesepakatan pemberi dan pemegang hak tanggungan, dan cara demikian akan diperoleh harga tertinggi dan menguntungkan semua pihak. Oleh karena penjualan objek hak tanggungan secara di bawah tangan hanya dapat dilakukan bila ada kesepakatan antara pemberi dan penerima hak tanggungan, maka bank tidak tidak mungkin melakukannya bilamana tidak ada persetujuan debitur. Apabila kredit sudah macet pada umumnnya debitur sudah sulit untuk dihubungi atau sudah tidak korperatif lagi, sehingga sulit rasanya mendapatkan persetujuan dari debitur. (ft wawancara pegawai bank). Menyadari akan sulitnya untuk memperoleh persetujuan pada saat kredit sudah macet, maka pada saat kredit diberikan telah dipersyaratkan dalam membuat perjanjian kredit bahwa bank selalu meminta surat kuasa untuk menjual barang jaminan. Dalam pasal 11 ayat 2 UUHT yakni janji bahwa pemegang hak tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual atas kekuasaan sendiri objek hak tanggungan apabila debitur cidera janji. Dimana janji itu wajib dicantumkan dalam APHT tersebut. Penjulan dibawah tangan ini diharapkan akan diperoleh harga tertinggi yang dapat menguntungkan semua pihak. Setelah diperoleh persetujuan dari pemberi hak tanggungan, pelaksanaan penjualan secara dibawah tangan tersebut hanya dapat dilakukan setelah lewat1 (satu ) bulan sejak diberitahukannya secara tertulis kepada
Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007 USU e-Repository © 2008
pihak-pihak yang berkepentingan dan diumumkan dalam 2 (dua) surat kabar yang beredar di daerah yang bersangkutan, serta tidak ada pihak yang menyatakan keberatan. Umumnya hak tanggungan yang dibebani dengan lebih dari satu hak tanggungan edan ini dapat dilihat pada sertifikat tanah karena harus didaftar dan dicatat oleh Kantor Pertanahan dan pemegang hak tanggungan mempunyai hak mendahulu dari kreditur-kreditur lainnya. Menghitung secara akurat biaya-biaya yang akan dikeluarkan dalam proses pengadilan (possibility cost counting). Menghitung kemungkinan-kemungkinan biaya yang muncul meliputi biaya pengacara ,biaya pengadilan sampai tingkat Mahkamah Agung (MA) dan biaya operasional lainnya perlu dilakukan sebagai gambaran bila ditinjau dari aspek ekonomisnya. Kasus – kasus yang diselesaikan melalui pengadilan secara umum dapat dikatakan merugi, hal tersebut disebabkan biaya proses yang sangat besar dan membutuhkan waktu yang lama. Oleh karena itu bank selalu menghindari penyelesaian melalui pengadilan. Penanganan perkara kredit bermasalah/macet di Pengadilan Negeri dapat ditempuh dengan cara, yakni: Proses perkara perdata di Pengadilan Negeri dilakukan secara terbuka dan kedua belah pihak diperlakukan sama dan tidak memihak. Kedua belah pihak diberi kesempatan untuk memberi pendapatnya dan didengar keterangannya. Namun, setiap argumen yang dikemukakan oleh para pihak mengenai pokok sengketa tentunya harus didukung oleh alat bukti yang ditentukan menurut hukum acara perdata yang berlaku. Pada akhirnya setelah cukup proses jawab-menjawab antara para pihak yang
Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007 USU e-Repository © 2008
didukung oleh bukti-bukti yang diajukannya, maka pengadilan menjatuhkan putusan dengan memuat alasan-alasan putusan yang dijadikan dasar untuk mengadili. Jika bank dapat membuktikan dalil-dalil gugatannya yang mengakibatkan gugatannya dikabulkan, masalah yang akan dihadapi adalah upaya-upaya hukum banding, kasasi dan pinjauan kembali akan ditempuh oleh debitur, sehingga penyelesaiaan perkara kredit bermasalah/macet tersebut bisa bertahun-tahun. Permohonan eksekusi grosse akta. Akibat lain yang timbul ketika bank syariah tidak menjalankan ketentuan hukum perdata secara konsisten dan konsekuen, maka akan menimbulkan persepsipersepsi miring terhadap bank syariah sebagaimana yang terjadi saat ini di tengahtengah masyarakat, diantaranya adalah: 1. Akad pembiayaan murabahah adalah akad pembiayaan belaka, sehingga tidak ada bedanya dengan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) pada Bank Konvensional. Secara umum menimbulkan persepsi bahwa bank syariah hanyalah bank konvensional yang diberi cap syariah. 2. Akad pembiayaan pada dasarnya adalah akad pinjam meminjam uang. Karena itu pengambilan keuntungan oleh bank atas akad pinjam meminjam uang tidak dapat dibenarkan karena para ulama berpendapat demikian. 100 3. Hal ini menimbulkan kesan seolah-oleh bank syariah belum siap untuk beroperasi.
100
Ibid., hal. 80. Lihat juga Adiwarman A Karim, Op.Cit., hal. 22. Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktek, Op. Cit., hal. 60.
Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007 USU e-Repository © 2008
Permasalahan lain yang ditemukan oleh Penulis, yang dapat dikategorikan sebagai penyimpangan terhadap kelaziman dalam suatu transaksi pembiayaan murabahah ini adalah pengakuan dari nasabah, dimana delapan dari sepuluh nasabah mengaku tidak menerima salinan dari akad pembiayaan murabahah tersebut. Bahkan ketika telah diminta pihak bank tetap enggan memberikan salinan tersebut. Hal seperti ini tentunya sesuatu yang sangat tidak lazim terjadi dalam suatu perjanjian dan telah melanggar hukum tentang pembuktian, karena akad pembiayaan murabahah tersebut sengaja dibuat dan ditandatangani oleh para pihak yang mengadakannya untuk dipakai sebagai alat bukti bahwa telah terjadi perbutan hukum diantara mereka. 101
101
Baca: A. Pitlo, Pembuktian Dan Daluwarsa Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Belanda, Alih Bahasa Oleh: M. Isa Arief, Penerbit PT. Intermasa, Jakarta, 1968, hal 51-68.
Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007 USU e-Repository © 2008
BAB IV KENDALA-KENDALA YANG DIHADAPI OLEH BANK SYARIAH DALAM PELAKSANAAN PEMBIAYAAN MURABAHAH TERHADAP RUMAH/PROPERTI.
Dalam pelaksanaan pemberian pembiayaan bagi nasabah-nasabahnya, bank menghadapi beberapa kesulitan, demikian juga halnya dengan Bank BNI Syariah yang juga menghadapi beberapa kesulitan dalam pelaksanaan pemberian pembiayaan, khususnya dalam hal pembiayaan murabahah untuk rumah/properti. Kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh pihak bank dapat juga digolongkan sebagai kendala-kendala yang dihadapi oleh Bank BNI Syariah dalam penerapan pembiayaan murabahah terhadap rumah/properti.
A. Kendala-kendala Dari Segi Internal Bank.
Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007 USU e-Repository © 2008
Berdasarkan pengamatan Penulis selama melakukan penelitian di Bank BNI Syariah, Penulis menyimpulkan terdapat beberapa kelemahan atau kesulitan yang menjadi kendala dalam pemberian pembiayaan murabahah, yaitu dalam hal Sumber Daya Manusia (SDM). SDM yang bertugas di Unit Pemasaran Pembiayaan terlihat masih belum dapat bekerja secara maksimal dalam melaksanakan tugas. Dalam hal ini, dilihat dari kemampuan dan jumlah tenaga SDM yang ada saat ini, terlihat adanya kelemahan atau kekurangan. Hal mana dapat dilihat antara lain dari contoh sebagai berikut: Setiap menjelang akhir bulan dan di awal bulan, praktis pelayanan terhadap nasabah atau calon nasabah pemohon pembiayaan sangat minim dan selalu terabaikan. Demikian juga halnya dengan pelayanan di unit administrasi. Nasabah atau calon nasabah yang datang untuk memohon pembiayaan atau membutuhkan informasi mengenai pembiayaan, yang datang pada saat akhir bulan atau diawal bulan, selalu disuruh kembali lagi setelah lewat tanggal sepuluh atau dipertengahan bulan, dengan alasan: a. Petugas sedang tidak ditempat, sedang keluar menagih angsuran. b. Petugas sedang sibuk menyiapkan laporan bulanan dan lain-lain. Jawaban dan sikap tersebut tentu saja membuat calon nasabah kecewa dan pergi meninggalkan bank. Kondisi ini meberikan konsekuensi bahwa calon nasabah tersebut tidak mau kembali lagi ke Bank BNI Syariah dan beralih kepada bank yang lain
Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007 USU e-Repository © 2008
Jawaban dan sikap yang sama juga biasa disampaikan petugas bank kepada pihak ketiga yang datang ke bank untuk suatu keperluan, apabila mereka fihak ketiga tersebut datang pada saat akhir bulan.
B. Kendala-kendala
Dari
Segi
Penerapan
Peraturan
Dan
Ketentuan
Pembiayaan Murabahah. Berdasarkan Fatwa DSN No.04/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Ketentuan Umum Murabahah dalam Bank Syariah ditetapkan antara lain: 1. Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri, dan pembelian ini harus sah dan bebas riba. 2. Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah (pemesan) dengan harga jual senilai harga beli plus keuntungannya. Dalam kaitan ini bank harus memberitahu secara jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya yang diperlukan. 3. Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada jangka waktu tertentu yang telah disepakati. 4. Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang secara prinsip menjadi milik bank.
Bank Syariah dan Bank BNI Syariah khususnya, menghadapi kendala dalam melaksanakan ketentuan dan fatwa DSN tersebut. Kendala-kendala yang dihadapi bank dalam hal ini antara lain:
Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007 USU e-Repository © 2008
1. Apabila pembiayaan murabah terhadap rumah dilaksanakan sesuai dengan fatwa DSN, dimana bank membeli terlebih dahulu rumah tersebut, untuk kemudian menjualnya lagi kepada nasabah, maka sesuai dengan peraturan dalam PP No.24 Tahun 1997 dan peraturan pelaksananya, dalam hal ini bank akan terkena kewajiban dan harus membayar Pajak Penghasilan (PPH-Final) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), yang nilainya cukup besar. Hal ini menurut pihak bank memberatkan bagi bank, karena harus mengeluarkan biaya yang cukup besar, dengan alasan: a. Kepemilikan bank atas rumah tersebut hanya bersifat sementara karena seketika itu juga akan dijual lagi kepada nasabah. b. Penghasilan bank dari penjualan rumah kepada nasabah bukanlah merupakan penghasilan final pada saat transaksi, tetapi merupakan penghasilan yang diperhitungkan untuk beberapa tahun kedepan. c. Jual beli tersebut apabila dilaksanakan akan meletakkan Bank BNI Syariah dalam posisi yang lemah, apabila nasabah membatalkan niatnya untuk meneruskan akad pembiayaan murabahah dengan berbagai alasan. Jalan keluar yang diambil bank BNI Syariah dalam pelaksanaan jual beli tersebut, yaitu dengan; a. Melakukan jual beli secara lisan dengan pemilik barang/rumah,
Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007 USU e-Repository © 2008
b. Diikuti kemudian dengan pelaksanaan jual beli langsung antara pemilik barang dengan nasabah. (lebih jelas sebagaimana diuraikan pada bab III). Hal tersebut adalah tidak sesuai dengan sistem jual beli murabahah. Kekeliruan dalam mengambil jalan keluar tersebut diatas, erat kaitannya dengan faktor sumber daya manusia (SDM), dimana pada dasarnya SDM yang ada pada Bank BNI Syariah adalah SDM yang berasal dari Bank Konvensional yang belum memiliki pengetahuan yang mendalam tentang hukum syariah di Indonesia. Akibatnya pola-pola pemikiran konvensional masih terbawa-bawa dalam operasional perbankan syariah dan cenderung tidak bisa mencarikan solusi yang tepat terhadap permasalahan yang dihadapi. 2. Apabila pembiayaan murabahah terhadap rumah tersebut diterapkan sesuai dengan ketentuan hukum positip yang berlaku sebagaimana diatur dalam
Fatwa
DSN
No.04/DSN-MUI/IV/2000
Jo.
PBI
No.
07/46/PBI/2005, PP No. 24 Tahun 1997 Jo. PMNA/KPBN No. 3 Tahun 1997, dan peraturan pelaksana lainnya (ketentuan hukum yang berlaku), maka akan menemukan kesulitan-kesulitan secara teknis, seperti: a. Apabila jual beli antara suplier-bank-nasabah, dilakukan dengan akta PPAT, maka akan terjadi kerancuan karena akad pembiayaan murabahah adalah akad jual beli dengan pembayaran tunda (tidak lunas) sementara akta jual beli PPAT adalah untuk transaksi jual beli yang pembayarannya lunas.
Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007 USU e-Repository © 2008
b. Apabila jual beli dilakukan dengan akta perikatan/persetujuan jual beli yang dibuat dihadapan Notaris, maka bank tidak dapat membebani objek jual beli dengan hak tangungan sebelum di lakukan balik nama ke atas nama nasabah yang dalam hal ini berhutang kepada bank. Hal ini akan meletakkan posisi bank pada posisi yang lemah.
Kendala-kendala tersebut diatas tidak dapat dipungkiri sangat menyulitkan bank dan masih terus berlanjut sampai saat ini. Hal tersebut memperlihatkan bahwa belum ada usaha yang serius terutama sekali dari pihak pemerintah untuk memperbaiki sistem pembiayaan murabahah ke arah yang lebih sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Sebagai jalan keluar atas permasalahan dan kendala-kendala yang dihadapi bank, maka menurut Penulis dapat ditempuh hal-hal sebagai berikut: 1. Dari segi Sumber Daya Manusia. a. Petugas bank senantiasa harus berada, sehingga setiap orang yang datang ke bank dapat dilayani dengan baik dan tidak kecewa karena tidak mendapat pelayanan sebagimana mestinya disebabkan petugas bank tidak berada ditempat. b. Bank harus meningkatkan pelayanan dan menekankan kepada seluruh pegawai akan pentingnya pelayanan. Pelayanan yang baik bukan saja hanya diberikan kepada nasabah, tetapi juga tidak kalah pentingnya harus diberikan kepada calon nasabah dan pihak ketiga lainnya yang datang berhubungan dengan bank.
Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007 USU e-Repository © 2008
Kepada pegawai-pegawai yang kurang peduli dalam memberikan pelayanan kepada tamu (apakah itu nasabah, calon nasabah atau pihak ketiga lainnya), perlu diambil tindakan apakah dalam bentuk teguran langsung, peringatan atau sanksi lainnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku di bank. c. Manajemen perlu mengkaji dan mengevaluasi mengenai tenaga SDM yang ada saat ini, baik dari segi jumlah maupun kemampuan dalam mengelola pembiayaan. Karena ketersediaan tenaga SDM yang cukup dan mampu di unit pemasaran/pembiayaan, akan sangat besar pengaruhnya terhadap citra bank itu sendiri. Disamping itu, pengelolaan pembiayaan yang baik pada akhirnya akan mempengaruhi kemampuan bank memperoleh laba/pendapatan.
2. Dari Segi Penerapan Peraturan & Ketentuan Pembiayaan Murabahah. a. Untuk pelaksanaan Jual Beli dalam pembiayaan murabahah, memang akan sangat sulit bagi bank untuk dapat menerapkan apa yang diatur dalam DSN No.04/DSN-MUI/IV/2000 Jo. PBI No. 07/46/PBI/2005, PP No. 24 Tahun 1997 Jo. PMNA/KPBN No. 3 Tahun 1997, dan peraturan pelaksana lainnya (ketentuan hukum yang berlaku). Untuk itu bank dapat menempuh jalan sebagai berikut: 1) Mengusulkan kepada pemerintah khususnya Bank Indonesia bahwa peraturan yang mengatur tentang jual beli murabahah saat ini seperti DSN No.04/DSN-MUI/IV/2000 Jo. PBI No. 07/46/PBI/2005, adalah
Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007 USU e-Repository © 2008
tidak dapat dilaksanakan karena dalam penerapannya tidak sesuai dengan hukum positip. Karena itu perlu diadakan revisi untuk segera membentuk peraturan yang dapat mendukung kegiatan usaha bank syariah, sebagaimana telah dilakukan pemeintah terhadap bank konvensional melalui Pasal 15 Undang-Undang No. 4 tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Jo. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 26/24/KEP/Dir mengenai Penetapan Batas Waktu Penggunaan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan Untuk Menjamin Pelunasan Jenis Kredit Tertentu. Sebagai contoh: untuk bank konvensional, Surat Kuasa Memasang Hak Tanggungan (SKMHT) berlaku maksimal 1 bulan untuk tanah yang telah mempunyai hak dan 3 bulan untuk tanah yang belum mempunyai hak, dan selanjutnya harus dilaksanakan menjadi Hak Tanggungan. Jika tidak maka SKMHT tersebut batal dan tidak dapat dipergunkan lagi. Tetapi untuk membantu bank konvesional dalam pemasaran kredit bagi pengusaha-pengusaha kecil, maka pemerintah mengeluarkan peraturan mengenai
Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan
(SKMHT), untuk debitur-debitur kecil dengan jumlah pinjaman s/d Rp.50.000.000,- dapat berlaku untuk jangka waktu tidak terbatas dan tidak perlu segera ditingkatkan menjadi Hak Tanggungan. Bantuan yang sama tetapi dalam bentuk yang lain, tentunya dapat juga diberikan pemerintah untuk membantu kelancaran dan peningkatan
Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007 USU e-Repository © 2008
usaha serta perkembangan bank syariah, misalnya dengan pemerintah mengeluarkan peraturan bahwa untuk jual beli murabahah antara bank dengan pemilik rumah/barang dibebaskan dari kewajiban balik nama dan tidak dipungut pajak. Untuk memperoleh keringanan ini, maka sebaiknya bank-bank syariah mengajukan usulan resmi kepada Bank Indonesia dan instansi pemerintah terkait serta Dewan Perwakilan Rakyat. 2) Apabila produk murabahah tersebut secara nyata tidak dapat dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, maka sebaiknya produk ini tidak dipasarkan, karena apabila tetap dipasarkan maka produk ini tidak ada bedanya dengan produk kredit pada bank konvensional sehingga akan menimbulkan kesan bahwa bank syariah hanyalah bank konvensional yang memakai stempel syariah.
Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007 USU e-Repository © 2008
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Pada dasarnya murabahah adalah transaksi jual beli yang termasuk dalam bidang muamalah yang tidak dikenal pada zaman nabi, dan baru berkembang di kemudian hari pada masyarakat Madinah. sehingga ia merupakan ‘urf (adat-istiadat atau kebiasaan setempat) di bidang muamalah, dan karena dianggap tidak bertentangan dengan syariat Islam maka hukumnya dikembalikan kepada hukum asal muamalah yang menyatakan “segala sesuatunya dibolehkan kecuali ada larangan dalam Quran atau Sunnah”. Karena itu dasar-dasar syariah yang mengatur mengenai jual beli dijadikan pula sebagai dasar syariah pada transaksi murabahah. 2. Adapun sistem jual beli murabahah pada Bank BNI Syariah Cabang Medan adalah jual beli yang terjadi antara: pemilik barang (suplier) – bank – nasabah yang dibuat dibawah tangan, kemudian terjadi lagi jual beli antara suplier dengan nasabah dengan akta Notaris/PPAT. Sistem jual beli tersebut tidaklah termasuk ke dalam bentuk jual beli murabahah sebagaimana yang dimaksud oleh Fatwa DSN No. 04/DSN-MUI/IV2000 Tentang Ketentuan Umum Murabahah Dalam Bank Syariah Jo. PBI No. 7/46/PBI/2005 Tentang Akad Penghimpunan Dan Penyaluran Dana Bagi Bank Yang Melaksanakan. 3. Penyimpangan ini terjadi karena bank pada kenyataannya dihadapkan pada kendala-kendala dalam penyaluran pembiayaan murabahah diantaranya kendala dari segi SDM dan peraturan perundang-undangan yang tidak
Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007 USU e-Repository © 2008
memihak kepada perkembangan bank syariah. Kendala-kendala ini pada kenyataannya
sangat
menyulitkan
bank
untuk
dapat
melaksanakan
pembiayaan murabahah sesuai dengan ketentuan yang berlaku, terutama sekali kendala dari segi peraturan perundang-undangan yang memang pada kenyataannya sulit untuk dilaksanakan karena dipandang dapat merugikan dan sangat melemahkan pihak bank.
B. Saran. 1. Seluruh kegiatan dalam proses pembiayaan murabahah pada Bank BNI Syariah hendaknya dilakukan dalam bentuk tertulis dengan senantiasa memperhatikan segala peraturan, norma-norma, dan kebiasaan-kebiasaan yang berkaitan dengan jual beli, baik yang berasal dari syariat Islam maupun hukum positip, dan senantiasa diperhatikan keterkaitannya dengan sistem jual beli murabahah. 2. Apabila penerapan pembiayaan murabahah sulit untuk mengikuti ketentuan yang berlaku, maka hendaknya dicari jalan keluar secara internal. 3. Mengingat hampir 15 tahun keberadaan bank syariah di Indonesia, namun bank syariah pada kenyataannya masih belum dapat menjalankan prinsipprinsip syariah dan ketentuan hukum positip dalam produk pembiayaan murabahah ini.
Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007 USU e-Repository © 2008
Daftar Pustaka Literatur: A. Pitlo, Pembuktian Dan Daluwarsa Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Belanda, Alih Bahasa Oleh: M. Isa Arief, Penerbit PT. Intermasa, Jakarta, 1968. Abdul Azis Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam , Penerbit Ichtiar Baru van Hoeve, Cet-7, Jakarta, 2006. Abdul Ghofur Anshori, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian Islam Di Indonesia, Penerbit: Citra Media, Yogyakarta, 2006. Abdullah Saeed, Diterjemahkan oleh Arif Maftuhin, Menyoal Bank Syariah, Penerbit Paramadina, Cet-I, Jakarta, 2004. Abu Bakar al-Jazaairi, Kitab Minhajul Muslim, Penerbit Daarul Fikri, Madinah Munawwarah, 1964. Adiwarman A Karim, Bank Islam (Analisis Fiqih Dan Keuangan), Penerbit PT. Raja Grafindo Perkasa, Jakarta, 2006. al-Quran Dan Terjemahannya, Diterbitkan Oleh Mujamma’ al-Malik Fadh Li Thiba’at al-Mush-haf asy-Syarif, al-Quran Dan Terjemahannya, Medinah Munawwarah, !990. Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, Penerbit PT. Rineka Cipta, Jakarta, 1996. Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Sosial, Airlangga University Press, Bandung, 2001. Effendi Perangin, Hukum Agraria Di Indonesia (Suatu Telaah Dari Sudut Pandang Praktisi Hukum), Penerbit CV. Rajawali, Jakarta, 1986. Gemala Dewi, Aspek-aspek Hukum Dalam Perbankan & Perasuransian Syariah Di Indonesia, Penerbit Prenada Media, Jakarta, 2004. Gemala Dewi dkk, Hukum Perikatan Islam Di Indonesia, Penerbit Prenada Media Bekerjasama Dengan Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2005, Harun Al Rashid, Sekilas Tentang Jual Beli Tanah, Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta, 1987.
Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007 USU e-Repository © 2008
Hasbi Ash-Shiddieqy, Hukum-Hukum Fiqih Islam, Penerbit Bulan Bintang, Jakarta. Hilman Hadikusuma, Hukum Perjanjian Adat, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1994. ------------, Pengantar Ilmu Hukum Adat, Penerbit CV. Mandar Maju, Bandung, 1992. Husain Syahathah Dan Siddiq Muhammad al-Amin ad-Dhahar, Transaksi Dan Etika Bisnis Islam, Diterjemakan Oleh: Saptono Budi Satryo Dan Fauziah R, Penerbit Visi Insani Publishing, Jakarta, 2005. J. Satrio, Hukum Perikatan (Perikatan Pada Umumnya), Penerbit Alumni, Bandung, Cet-3, 1999. ------------, Hukum Perikatan, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian, Buku II, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995. M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam (Fiqh Muamalat), Penerbit: PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003. M. Hasballah Thaib, Hukum Aqad (Kontrak) Dalam Fiqih Islam Dan Praktek Di Bank Sistem Syariah, Diterbitkan Oleh Program Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, Medan, 2005. M. Hasballah Thaib Dan Iman Jauhari, Kapita Selekta Hukum Islam, Penerbit Pustaka Bangsa Press, Medan, 2004. Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktek, Penerbit Gema Insani Press bekerja sama dengan Tazkia Cendikia, Jakarta, 2001. Munir Fuady, Hukum Perbankan Modern, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999. Muslimin H Kara, Bank Syariah Di Indonesia (Analisis Kebijakan Pemerintah Indonesia Terhadap Perbankan Syariah), UII-Press, Yogyakarta, 2005. Rianto Adi, Metodologi Penelitian Sosial Dan Hukum, Penerbit Granit, Jakarta, 2004. Riduan Syahrani, Seluk Beluk Dan Asas-Asas Hukum Perdata, Penerbit Alumni, Bandung, 2004.
Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007 USU e-Repository © 2008
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, Alih Bahasa Oleh Kamaluddin A Marzuki, Jilid 12, Penerbit: PT. al-Ma’arif, Bandung, 1988. Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Penerbit UI Press, Jakarta, 1986. Sunarto Zulkifli, Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah, Penerbit Zikrul Hakim, Cet-II, Jakarta, 2004. Urip Santoso, Hukum Agraria Dan Hak-Hak Atas Tanah, Penerbit Prenada Media, Jakarta, 2005. Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perdata Tentang Persetujuan-Persetujuan Tertentu, Penerbit Sumur, Bandung.
Peraturan Dan Perundang-Undangan: Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah. Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 04/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Ketentuan Umum Murabahah Dalam Bank Syariah. Peraturan Bank Indonesia Nomor: 6/24/PBI/2004, Tentang Bank Umum Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah. Peraturan Bank Indonesia Nomor: 7/46/PBI/2005, Tentang Akad Penghimpunan Dan Penyaluran Dana Bagi bank Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah.
Lain-lain: Aspek Legal Bank Syariah (Komparasi Hukum Positip Dan Tinjauan Fiqh Muamalah Maaliyah Tentang Akad-akad Bank Syariah), Brosur produk-produk Bank BNI Syariah.
Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007 USU e-Repository © 2008
Harian Analisa, Kolom Ekonomi Dan Keuangan, Edisi Jumat 15 Desember 2006. Modul BNI, BNI ICONS (Integrated & Centralized On Line System). www.syariahonline.com., Konsultasi Muamalat, Argumen Tentang Bank Syariah. www.waspada.co.id/serba_waspada/mimbar_jumat/artikel.php.
Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007 USU e-Repository © 2008