PROLOG
Im a BARBIE. Aku berasal dari sebuah keluarga terpandang, Daddy seorang pengusaha sukses yang kata orang hartanya ga akan habis sampai 7 turunan, dan Mommy adalah seorang pejabat terpandang di kota tempat aku tinggal. I meant, thats perfect family. Semua bisa aku beli dengan uang, semua bisa aku lobby dengan daulat dari kedua orang tuaku, dan semua lelaki bisa aku dapatkan dengan semuanya, sampai saat ini. Aku memang sombong, dan aku berhak untuk meminta satu saja kekurangan kepada Tuhan karena aku terlalu sempurna.
Im a BARDIE. Aku mulai hidup menderita dengan semua cobaan bertubi-tubi. Hidup sengsara seorang diri tanpa seorang pun yang peduli. Dan aku mulai bisa menkalkulasikan persentase kebahagiaanku : penderitaanku, yaitu 1 : 10, itu berarti ketika aku mulai bisa merasakan sebuah kebahagiaan pasti semuanya akan berujung dengan banyak sekali penderitaan. Aku selalu saja mendapatkan kebahagiaan yang sesat. Rasanya aku ingin sekali mengembalikan hidup BARDIE kepada kesempurnaan BARBIE
Pagi ini aku menyadari seperti kehilangan beberapa tulang di badanku, dan entah perasaan apa yang membuat ku begitu berat untuk mengangkat badanku sendiri. Aku begitu lemas hari ini, antara sadar dan tidak sadar, antara hidup dan mati, antara bernafas dan menghela nafas, aku memang sedang berada diantara dua hal yang berkebalikan. Antara mimpi dan nyata. Tiba-tiba aku terbangun di kasur yang aku kenali rasanya sejak 18 tahun lalu, dengan gaun bodoh ini, dan wajah yang begitu berantakan, serta mata yang menakutkan karena sapuan eyeliner yang tidak beraturan lagi ditambah bengkaknya mataku yang hampir sebesar bola ping pong. Setelah beberapa jam mengumpulkan semua keberanian untuk bangun, akirnya aku mulai bisa bangkit untuk menerima kenyataan paling pahit ini. Mungkin ini lebih menakutkan daripada ruangan yang gelap tanpa cahaya sedikitpun. Di meja sudah ada makanan yang sengaja disiapkan sejak tadi pagi, karena rasanya yang hangat telah tersapu oleh lamanya dia disajikan. Tidak ada yang berani mendekatiku hari ini. And I really feel so alone. Saat aku membersihkan berantakannya wajahku, aku pun melihat ada selembar surat, dan aku tidak punya keberanian untuk membukanya. Seperti akan mendapatkan terror pembunuhan. Aku tarik nafas begitu dalam, dan huuuussshh.. I have to be strong.
Show me how you do that trick, The one that make me feel….. -silly boy2
Kemudian ada sebuah CD yang aku sudah bisa menerka lagu apa yang ada di dalam CD itu. Dan aku belum begitu siap mendengarkan lagu itu. It would really hurt me. Secepat itu dia meninggalkanku tanpa membutuhkan proses. Ketika aku sedang sejatuh ini, beruntunglah karena Omel masih ada di samping aku. “You’re not alone barbiee.. Hug me..” dan pelukan ini membuatku lebih lega dari sebelumnya. Setidaknya aku masih punya pegangan dan kendali dalam hidupku. Aku masih yakin kepada Tuhan, tapi aku tidak yakin kalau mereka bukan malaikat yang dikirim Tuhan menjagaku. One of my guarding angel has gone. “You’re the one who will be my guarding angel Mel..” dan aku pun terisak ketika mengatakan hal itu. ”Yes, I really will honey..” “Huhft, finally, salah satu dari kalian sudah merasa jenuh buat aku repotkan. I really didn’t wanna wake up this morning,” seperti Mika yang sedang dalam By the time nya, mungkin itu yang sedang aku rasakan. Aku tidak mau bangun pagi ini, aku tidak mau dibangunkan, dan aku tidak bisa bangun sama sekali. “I believe that you are a big girl. You’re a Bardie, not Barbie, right?” “Yes, Im just the little one, gue ga punya nyali buat menghadapi besok mel,” “But Life must go on, it’s a must, you don’t have any choice,” Omel pun mempertegas bahwa hidup tidak hanya 3
untuk hari ini dan kemaren, tapi hidup itu masih untuk besok, lusa, dan seterusnya. “Hhhuff.. Ok, I have to go now!” Omel memandangku dengan begitu herannya. ”Mau kemana?” ”Nganterin Onny ke bandara,” ”What time is it?” “Why?” “Dia udah berangkat sejak tadi pagi,” “Are you kidding me?” “Unfortunately, no..” kemudian sendi-sendi kakiku mulai patah, mulutku kram, dan aliran darahku membeku. “Tega... How... God...” “But, so sorry.. I have…” “Jangan terus membela diri, gue tau, gue emang ga penting buat kalian,” “Oh my God, but actually…” aku pun sepertinya begitu murka. Jahatnya Omel sampai-sampai tidak membiarkanku mengantar keberangkatan Onny untuk yang terakhir kalinya. “I do really sorry, but…” “Stop, don’t touch me!!!” “Bardie…” Omel pun seolah menunjukkan bahwa dia begitu menyesal dengan tangisan yang terisak-isak dan mencoba terus memelukku. I cannot believe in her anymore.
4
“Are you DEAF?!!! Don’t touch me!!!” entah setan apa yang merasukiku, atau bahkan iblis, yang lebih kejam dari setan yang begitu teganya mengatakan hal seperti itu. “Listen to me..” “No, sorry, cukup tau mel, so leave me alone, please..” “Please, let me explain bardie..” “Huuhff, please, let me alone, or I will hurt your heart again?”
Dan semenjak hari itu sampai sekarang, a month later, aku benar-benar membenci Omel. Aku tidak lagi bertegur sapa di sekolah, aku tidak lagi sudi melihat wajah itu, dan benar, aku mulai membenci kopi dan tempat itu karena mereka. Sampai akhirnya aku memutuskan untuk keluar dari sekolah itu karena aku tidak mau melihat Omel setiap hari, rasa benci ini memang sangat membuatku begitu egois. Dan aku memutuskan untuk pindah ke Jogja setelah kenaikan kelas 2.
5