PENGARUH FAKTOR FUNDAMENTAL DAN RISIKO SISTEMATIK TERHADAP HARGA SAHAM PROPERTI DI BURSA EFEK JAKARTA
TESIS
OLEH :
ALMAS HIJRIAH NIM : 057019004/IM
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2007
PENGARUH FAKTOR FUNDAMENTAL DAN RISIKO SISTEMATIK TERHADAP HARGA SAHAM PROPERTI DI BURSA EFEK JAKARTA
TESIS
Untuk memperoleh gelar Magister Sains dalam program studi Ilmu Manajemen pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
ALMAS HIJRIAH NIM : 057019004/IM
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2007
JUDUL TESIS
:
Pengaruh Faktor Fundamental dan Risiko Sistematik Terhadap Harga Saham Properti Di Bursa Efek Jakarta
Nama Mahasiswa
:
Almas Hijriah
Nomor Pokok
:
057019004
Program Studi
:
Ilmu Manajemen
Program Magister
:
Ilmu Ekonomi
Menyetujui Komisi Pembimbing
Drs. M. Lian Dalimunthe, M.Ec, Ac Ketua
Drs. Syahyunan, M.Si Anggota
Ketua Program Studi Ilmu Manajemen
Dr.Hj. Rismayani, SE., MS
Tanggal Lulus : 24 Agustus 2007
Direktur Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., MSc.
Telah diuji pada Tanggal 24 Agustus 2007
PANITIA PENGUJI TESIS Ketua
: Drs. M. Lian Dalimunthe, M.Ec, Ac
Anggota
:
Drs. Syahyunan, M.Si Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, Ak Dr. Hj. Rismayani, SE, MS Dr. Muslich Lufti, MBA
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis yang berjudul : “PENGARUH FAKTOR FUNDAMENTAL DAN RISIKO SISTEMATIK TERHADAP HARGA SAHAM PROPERTI DI BURSA EFEK JAKARTA“ Adalah benar hasil karya saya sendiri dan belum dipublikasikan oleh siapapun sebelumnya. Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara benar dan jelas.
Medan, 24 Agustus 2007 Yang membuat pernyataan,
Almas Hijriah
ABSTRAK
Almas Hijriah, 2007. Pengaruh Faktor Fundamental dan Risiko Sistematik Terhadap Harga Saham Properti di Bursa Efek Jakarta. Di bawah Bimbingan: M. Lian Dalimunthe (Ketua) dan Syahyunan (Anggota)
Properti merupakan salah satu sektor yang sangat sensitif terhadap indikator ekonomi makro. Hal ini mengakibatkan harga saham properti di Bursa Efek Jakarta sangat berfluktuasi dan sangat sulit diprediksi. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui faktor-faktor fundamental dan risiko sistematik yang mempengaruhi harga saham di sektor properti. Adapun faktor fundamental yang dipakai dalam penelitian ini adalah rasio keuangan yang terdiri dari return on assets, return on equity, debt to equity ratio, price earning ratio, earning per share, book value dan risiko sistematik dengan menggunakan koefisien beta. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling method. Dari populasi sebanyak tiga puluh tujuh perusahaan properti yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta, diambil enam belas perusahaan yang memenuhi kriteria sampel yaitu yang memiliki laporan keuangan lengkap dari tahun 2002 hingga 2006, terdaftar di Bursa Efek Jakarta sejak 2002 sampai dengan 2006 dan sahamnya aktif diperdagangkan di lantai bursa. Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan analisis regresi linier berganda dengan terlebih dahulu melakukan uji asumsi klasik yang meliputi uji normalitas data, multikolonieritas, heteroskedastisitas, autokorelasi dan uji linearitas model. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara serempak, faktor fundamental yang terdiri dari return on assets (ROA) , return on equity (ROE), debt to equity ratio (DER), price earning ratio (PER), earning per share (EPS), book value (BV) dan risiko sistematik (Beta) memiliki pengaruh high significant terhadap harga saham properti. Dengan koefisien determinasi (R2) yang dihasilkan menunjukkan bahwa pola pergerakan harga saham bersifat acak, tidak dapat ditentukan, dan atau dipengaruhi sepenuhnya dengan hanya mengendalikan faktor fundamental perusahaan. Ini dikarenakan kebanyakan orientasi investor adalah capital gain oriented bukan dividend oriented. Secara parsial faktor fundamental return on equity (ROE, price earning ratio (PER), dan book value (BV) memiliki pengaruh high significant terhadap harga saham, sedangkan faktor fundamental yang lain serta risiko sistematik (Beta) tidak memiliki pengaruh terhadap harga saham properti di Bursa Efek Jakarta.
Kata kunci: faktor fundamental, risiko sistematik, harga saham sektor properti
ABSTRACT
Almas Hijriah, 2007. The Influence of Fundamental Factors and Systematic Risk for Property’s Stock Price in the Jakarta Stock Exchange. Under Supervision by: M. Lian Dalimunthe (Chairman) dan Syahyunan (Member)
Property is represent one of the very sensitive sector to macro economic indicator. This mater make result share price of property in stock exchange of Jakarta have very fluctuation and very dificult to predicted. The objective of this research is to understand fundamental factors dan systematic risk that influence securities price on property sector. The fundamental factors used in this research are return on assets, return on equity, debt to equity ratio, price earning ratio, earning per share, book value and systematic risk by using beta coefficient. The sampling method uses is purposive sampling method. From thirty seven property companies that listed on stock exchange of Jakarta, only sixteen company were selected, that fulfilling sample criterion that were owning complete financial statement report of year 2002-2006, and listing in Jakarta Stock Exchange since 2002 up to 2006 and its commercialized active share in stock exchange. Hypotesis testing was done by the multiple regression analysis and prior to the classic assumption test including normality, multicoloniarity, heteroskedasticity, autocorelation and linearity model test was conducted. The result of this research indicate that simultaneously, fundamental factors consisting of return on assets ( ROA) , return on equity ( ROE), debt to equity ratio ( DER), price earning ratio ( PER), earning per share ( EPS), book value ( BV) and systematic risk (beta) influence share price of property in stock exchange. The coefficient determination (R2) indicating that the patern movement of share price have the character of randomly, cannot be determined and or influenced fully by only controling fundamental factors of the company. This because of most investors orientation is capital gain oriented and not to dividend oriented. By Parsial fundamental factors return on equity (ROE), price earning ratio (PER), and book value (BV) are influencing share price, while other fundamental factor and also systematic risk (beta) do not have an effect on property share price in stock exchange.
Keywords: fundamental factors, systematic risk, stock price of property sector.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Pengaruh Faktor Fundamental dan Risiko Sistematik terhadap Harga Saham Properti di Bursa Efek Jakarta”. Tesis ini merupakan tugas akhir dalam rangka memperoleh gelar Magister Sains (M.Si) dalam Program Ilmu Manajemen pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Prof.Dr.Ir. T.Chairun Nisa B, MSc, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. 2. Dr.Hj. Rismayani, SE, MS, selaku Ketua Program Studi Ilmu Manajemen Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, yang telah mengarahkan dan membimbing penulis selama masa perkuliahan berlangsung. 3. Drs.M. Lian Dalimunthe, M.Ec,Ac., dan Drs. Syahyunan, M.Si., selaku komisi pembimbing, yang telah memberikan dorongan dan bimbingan serta saran-saran sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan baik. 4. Prof.Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, Ak., Dr.Hj. Rismayani, SE., MS., dan Dr. Muslich Lufti, MBA., selaku komisi pembanding, yang telah banyak memberikan masukan-masukan untuk perbaikan tesis ini. 5. Seluruh dosen-dosen pengajar yang telah memberikan ilmunya selama perkuliahan, yang sangat bermanfaat bagi penulis dalam menambah ilmu pengetahuan.
6. Seluruh staff administrasi pascasarjana dan teman-teman angkatan IX (khususnya Pak Nasir, Rini, Risne, Rudi, Izul dan Guna), yang telah memberikan dukungan dan kerjasamanya sejak awal perkuliahan hingga selesai. 7. Orang tua/mertua dan saudara-saudaraku (Ewie, Rini, Iin, Ayang) yang telah memberikan dorongan, do’a serta kasih sayangnya kepada penulis. Khusus kepada suamiku tercinta, Apollo Abdillah, terima kasih atas dorongan, semangat, sumbangan pikiran, kasih sayang, perhatian dan waktu yang telah diberikan, semoga Allah SWT membalas dengan yang lebih baik dan berlipat ganda, aamiin. Dan kepada anak-anak mama tercinta: Fariz Izzan Abdillah dan Aqyl Hanif Abdillah, terima kasih atas dorongan, do’a dan pengertiannya selama mama menjalani masa perkuliahan. Semoga ini dapat menjadi pendorong dan semangat bagi anak-anak mama dalam menuntut ilmu yang lebih tinggi, agar berguna bagi agama, nusa dan bangsa. Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, mengingat keterbatasan waktu, tenaga dan kemampuan, sehingga segala kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan, demi kesempurnaan penulisan di masa yang akan datang. Akhir kata, penulis berharap agar tesis ini dapat memberikan manfaat bagi masyarakat, khususnya bagi para investor dalam memprediksi harga saham, serta bagi peneliti-peneliti selanjutnya yang tertarik untuk meneliti pada bidang yang sama.
Medan, 22 Agustus 2007 Penulis, Almas Hijriah
RIWAYAT HIDUP
Almas Hijriah, dilahirkan di Jambi pada tanggal 03 Juni 1968 dari pasangan Bapak H. Nidar Iskandar (alm) dan Ibu Hj. Damsiah Tain (almh), sebagai anak keempat dari lima orang bersaudara. Riwayat pendidikan, mengikuti jenjang pendidikan dari SD2 Yayasan Pendidikan Dharma Patra (YPDP) Pangkalan Susu (lulus tahun 1981), SMP Yayasan Pendidikan Dharma Patra (YPDP) Pangkalan Susu (lulus tahun 1984), SMA Negeri 2 Padang (lulus tahun 1987), Program D3 Politeknik USU Medan, Jurusan Akuntansi (lulus tahun 1990), Program S1 Jurusan Akuntansi STIE YPKP Bandung (lulus tahun 1994). Menikah pada tanggal 17 September 1995 dengan Apollo Abdillah anak dari Bapak H. Burhanuddin Rahman dan Ibu Hj. Sarwiningsih, dan telah dikaruniai 2 orang putera, yaitu : Fariz Izzan Abdillah (10 tahun) dan Aqyl Hanif Abdillah (6 tahun). Pekerjaan sekarang adalah ibu rumah tangga, sebelumnya penulis pernah bekerja sebagai staff accounting di PT PP London Sumatra Indonesia Tbk. (dari tahun 1995 sampai dengan tahun 2005).
DAFTAR ISI Halaman PERNYATAAN ABSTRAK
.................................. ......
i
ABSTRACT
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . .
ii
KATA PENGANTAR
.. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
iii
RIWAYAT HIDUP . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
v
DAFTAR ISI
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . .
vi
DAFTAR TABEL
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . .
viii
DAFTAR GAMBAR . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . .
ix
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
. . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . .
1
1.2.
Perumusan Masalah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
7
1.3.
Tujuan Penelitian
............................
7
1.4.
Manfaat Penelitian
............................
7
1.5.
Kerangka Pemikiran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
8
1.6.
Hipotesis
BAB II
.................... ..............
11
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Penelitian Terdahulu . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
12
2.2.
Faktor Fundamental . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
16
2.3.
Hubungan Antara Rasio Keuangan Dengan Harga Saham
20
2.4.
Rasio Keuangan
21
...... ......................
2.4.1. Return on Assets (ROA)
................
25
2.4.2. Return on Equity (ROE)
................
26
2.4.3. Debt to Equity Ratio (DER)
................
27
2.4.4. Price Earning Ratio (PER)
................
28
2.4.5. Earning Per Share (EPS)
................
29
......................
29
2.4.6. Book Value (BV) 2.5.
Harga Pasar Saham (Market Price)
................
30
2.6.
Risiko Sistematik
............................
31
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1.
Tempat dan Waktu Penelitian
.................
34
3.2.
Metode Penelitian
.............................
34
3.3.
Populasi dan Sampel . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
34
3.4.
Jenis dan Sumber Data
......................
36
3.5.
Teknik Pengumpulan Data
.......................
36
3.6.
Identifikasi dan Definisi Operasional Variabel
.....
36
3.7.
Model Analisis Data . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
39
3.8.
Pengujian Asumsi Klasik
.......................
40
3.9.
Pengujian Hipotesis
...........................
43
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1.
Deskripsi Data Penelitian
.......................
46
4.2.
Hasil Uji Asumsi Klasik
.......................
51
4.3.
Hasil Uji Hipotesis
.............................
57
4.4.
Pembahasan
...................................
63
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.
Kesimpulan
...................................
68
5.2.
Saran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
69
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
...................................
70
DAFTAR TABEL
No.
Uraian
Halaman
Tabel 1.1
Kapitalisasi Bisnis Properti Nasional . . . . . . . . . . . . . . . .
4
Tabel 2.1
Matriks Penelitian Terdahulu
................
15
Tabel 2.2
Jenis-jenis Rasio Keuangan
................
24
Tabel 3.1
Daftar Perusahaan Sampel
......................
35
Tabel 3.2
Definisi Operasional Variabel. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
39
Tabel 4.1
Daftar Perusahaan Sampel
......................
46
Tabel 4.2
Deskripsi Data Penelitian
......................
47
Tabel 4.3
Hasil Uji Normalitas
......................
52
Tabel 4.4
Hasil Uji Multikolonieritas
................
53
Tabel 4.5
Hasil Uji Heteroskedastisitas
................
55
Tabel 4.6
Hasil Uji Autokorelasi
......................
56
Tabel 4.7
Hasil Uji Linearitas Model
......................
57
Tabel 4.8
Hasil Uji Hipotesis
............................
58
Tabel 4.9
Hasil Uji F
.................................
59
Tabel 4.10
Hasil Uji t
.................................
60
DAFTAR GAMBAR
No.
Uraian
Halaman
Gambar 1.1
Grafik Garis Kapitalisasi Bisnis Properti Nasional . . . . .
4
Gambar 1.2
Grafik Garis PDB, Tingkat Inflasi dan BI Rate
.....
5
Gambar 1.3
Kerangka Pemikiran
.......................
10
Gambar 2.1
Framework for Fundamental Analysis
Gambar 4.1
...........
17
Grafik Histogram
.............................
51
Gambar 4.2
Grafik Normal Plot
............................
52
Gambar 4.3
Scatterplot Heteroskedastisitas
................
54
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Banyak masyarakat tertarik menginvestasikan dananya di sektor properti dikarenakan harganya yang cenderung selalu naik. Kenaikan harga properti cenderung naik disebabkan karena harga tanah yang cenderung naik, supply tanah bersifat tetap sedangkan demand nya akan selalu bertambah besar seiring dengan pertambahan jumlah penduduk serta bertambahnya kebutuhan manusia akan tempat tinggal, perkantoran, pusat perbelanjaan, taman hiburan dan lain-lain. Sudah selayaknya apabila perusahaan pengembang dapat meraup keuntungan yang besar dari kenaikan harga properti tersebut, dan dengan keuntungan yang diperoleh maka perusahaan pengembang dapat memperbaiki kinerja keuangannya sehingga dapat mendongkrak harga saham. Investasi di sektor properti pada umumnya bersifat jangka panjang dan pertumbuhannya sangat sensitif terhadap indikator makro ekonomi, seperti pertumbuhan ekonomi, laju inflasi, tingkat suku bunga dan nilai tukar rupiah. Sejak krisis ekonomi tahun 1998, banyak perusahaan pengembang mengalami kesulitan karena memiliki hutang yang didominasi oleh dolar Amerika dalam jumlah yang besar, yang telah dipinjamnya pada saat sebelum krisis ekonomi guna membangun properti. Krisis ekonomi menyebabkan bunga kredit melonjak hingga 50% sehingga pengembang mengalami kesulitan untuk membayar cicilan kreditnya (dalam bentuk dolar Amerika). Tunggakan hutang dalam jumlah yang besar, menurunkan kinerja keuangan perusahaan, yang kemudian berdampak pada respon investor di pasar modal sehingga mempengaruhi harga pasar saham.
Bisnis properti mengalami kejayaan pada tahun 1996. Para ahli properti memperkirakan bisnis properti mempunyai siklus perkembangan setiap tujuh tahun sekali. Setelah booming pada tahun 1996, diperkirakan pada tahun 2003 bisnis properti akan kembali mengalami masa kejayaannya, akan tetapi terjadi krisis ekonomi pada tahun 1998, maka perkiraan menjadi mundur ke tahun 2005. Sebenarnya iklim investasi di sektor properti sudah mulai terlihat bangkit sejak tahun 2000 dan saat itu beberapa bank menurunkan suku bunga kredit menjadi 15%. Kegiatan ini membangkitkan pasar properti yang sejalan dengan perbaikan kinerja keuangan beberapa emiten properti. Tercatat tahun 2002, Ciputra Surya mengalami kenaikan penjualan perumahan di Surabaya sebesar 39% dan merestrukturisasi hutang, sehingga pada akhir Maret 2003 hutang yang tercatat hanya sebesar Rp. 219 Milyar. Rasio harga saham 0,2 dari nilai bukunya. Duta Pertiwi juga mengalami pertumbuhan
penjualan
sebesar
61%
pada
tahun
1999-2002
dan
telah
merestrukturisasi hutang sehingga rasio hutang bersih terhadap ekuitas perusahaan adalah 36%. Harga sahamnya naik tiga kali dalam dua tahun terakhir (Kompas 2003). Tahun 2007 diperkirakan bisnis properti mencapai puncaknya dan menuju titik balik sehingga developer sudah mengantisipasi kemungkinan risiko yang muncul pada periode yang akan datang (Kompas, 2007). Prediksi ini tidak didukung oleh pertumbuhan properti pada tahun sebelumnya yaitu tahun 2006 yang mengalami penurunan. Padahal indikator ekonomi makro pada tahun 2006 lebih baik dibandingkan dengan indikator ekonomi makro pada tahun 2005. Oleh sebab itu, seharusnya bisnis properti pada tahun 2006 mengalami perkembangan yang lebih baik dari pada tahun 2005. Kondisi ekonomi makro yang semakin membaik, seharusnya membuat kinerja keuangan sektor properti semakin membaik, karena
dengan turunnya tingkat bunga dan inflasi serta naiknya pendapatan bruto dapat menaikkan daya beli masyarakat terhadap properti yang ditawarkan oleh pengembang, sehingga menaikkan jumlah transaksi atas properti yang ditawarkan. Naiknya jumlah transaksi akan meningkatkan kinerja keuangan perusahaan properti yang tercermin dalam laporan keuangan perusahaan. Membaiknya indikator ekonomi makro tahun 2006 belum menampakkan efeknya terhadap peningkatan volume penjualan properti di tanah air. Fenomena ini meragukan banyak investor bisnis properti, dan menimbulkan pertanyaan apakah prediksi tentang akan boomingnya bisnis properti pada tahun 2007 bisa dijadikan pedoman untuk berinvestasi dengan aman di saham properti. Bisnis properti selama tahun 2006 mengalami penurunan dibandingkan tahun 2005. Sebagian pengembang (perusahaan properti) mulai menurunkan ekspansi bisnisnya sambil melihat peluang pasar yang masih bisa digarap untuk tahun 2007. Sebagian besar pengembang masih menyelesaikan proyek yang sudah berjalan sejak tahun 2004. Walaupun demikian masih ada beberapa pengembang besar yang optimis melihat peluang pasar tahun 2007 dan terus melanjutkan proyeknya seperti, Bakrieland Development dengan proyek Episentrum Rasuna, Agung Podomoro dengan Blok M Trade Centre, Latumenten City, Jakarta City Center, CBD Pluit, dan Permata Hijau Residence, Duta Pertiwi dengan BSD City Business Park. Secara Umum puncak nilai kapitalisasi bisnis properti terjadi pada tahun 2005, yang mencapai Rp 92,01 triliun. Sejak tahun itu nilai kapitalisasi menurun terus, tahun 2006 mencapai Rp 79,51 triliun dan diperkirakan akan mengalami penurunan lagi pada tahun 2007, yaitu sekitar 15,75% menjadi Rp 66,99 triliun. Perkembangan sub sektor properti tahun 2002 sampai dengan prediksi tahun 2007 terlihat dalam Tabel 1.1 sebagai berikut :
Tabel 1.1 Kapitalisasi Bisnis Properti Nasional (Tahun 2002 – 2006 dan Prediksi 2007) 2002
2003
2004
2005
2006
2007P
9.830,40
16.809,16
21.270,33
29.483,86
22.560,03
13.246,00
4.152,30
13.304,17
17.946,59
19.367,90
12.541,44
8.062,00
1.484,03
4.023,05
6.671,60
11.000,00
11.078,80
7.763,60
249,41
361,82
236,23
1.412,02
2.082,50
1.872,67
47,50
890,30
1.723,06
3.637,72
3.553,15
3.444,94
59,16
885,32
1.378,15
3.108,00
3.262,86
2.451,11
7.129,00
8.708,00
11.906,00
16.194,00
16.078,00
20.793,00
3.938,00
5.582,50
6.548,30
7.812,15
8.360,56
9.356,85
26.889,80
50.564,32
67.680,26
92.015,65
79.517,34
66.990,17
Proyek Pusat Perbelanjaan Modern Jabotabek Proyek Pusat Perbelanjaan Modern Daerah Proyek Apartemen Jabotabek Proyek Apartemen Daerah Proyek Perkantoran Jabotabek
Proyek Hotel (Nasional) Proyek Perumahan (Nas.) Proyek Ruko/Rukan (Nas.) Total Kapitalisasi
Sumber : Pusat Studi Properti Indonesia (PSPI), 2006 (data diolah)
KAPITALISASI BISNIS PROPERTI NASIONAL TAHUN 2002 - 2006 DAN PREDIKSI 2007 35,000 30,000 Rp. Miliar
25,000 20,000 15,000 10,000 5,000 0 2002
2003
Proyek Pusat Perbelanjaan Modern Jabotabek Proyek Pusat Perbelanjaan Modern Daerah Proyek Apartemen Jabotabek Proyek Apartemen Daerah Proyek Perkantoran Jabotabek Proyek Hotel (Nasional) Proyek Perumahan (Nasional) Proyek Ruko/Rukan (Nasional)
2004
2005
2006
Tahun
Sumber : Pusat Studi Properti Indonesia (PSPI), November 2006
Gambar 1.1 : Grafik Garis Kapitalisasi Bisnis Properti Nasional
2007
Perkembangan indikator ekonomi makro dalam bisnis properti dari tahun 2002 sampai dengan prediksi 2007 dapat dilihat dalam grafik di bawah ini :
17 .7 5 13.1
12.75
.0 3
PDB
9.75
6. 4
6. 25
7.41
3.6
4.1
4.5
2002
2003
2004
Tingkat Infasi
BI Rate
8.5
5. 75
8.48
5. 06
20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0
10
Persen (%)
PDB, TINGKAT INFLASI DAN BI RATE Tahun 2002 - 2006 dan Prediksi Tahun 2007P
5.5
5.8
6.1
2005
2006
2007P
Tahun
Sumber : BI diolah oleh PSPI, Desember 2006
Gambar 1.2 : Grafik Garis PDB, Tingkat Inflasi dan BI Rate Melihat Gambar 1.2. di atas, terlihat bahwa PDB (Pendapatan Domestik Bruto) mengalami peningkatan dari tahun 2002 sampai dengan 2007. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia semakin membaik karena didorong oleh tingginya tingkat konsumsi (terutama konsumsi pemerintah) dan ekspor. Dari sisi usaha swasta, tingkat konsumsi meningkat meskipun belum terlalu kuat. Dari sisi aliran dana investasi, belum menunjukkan tanda-tanda perbaikan yang signifikan. Dari sisi penawaran, sektor bangunan dan sektor pengangkutan dan komunikasi terus menunjukkan pertumbuhan yang tinggi dan diprediksikan akan diikuti dengan peningkatan laju pertumbuhan sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel dan restoran. Sedangkan sisi masyarakat, daya beli yang lemah sebagai akibat dari kenaikan BBM pada Oktober 2005 belum pulih sepenuhnya. Penurunan tingkat inflasi dan BI rate yang terjadi di tahun 2006, tidak membawa bisnis properti ke arah yang lebih baik, karena rendahnya tingkat inflasi ini dapat diinterprestasikan sebagai menurunnya daya beli masyarakat terhadap
tingginya harga barang setelah kenaikan harga-harga akibat kenaikan BBM pada Oktober 2005. Hal ini terlihat pada bulan September-Oktober 2006 lalu yang menunjukkan bahwa konsumsi masyarakat selama Ramadhan dan Lebaran relatif tidak berbeda dibandingkan bulan-bulan sebelumnya. Akibat rendahnya daya beli masyarakat, mendorong banyak perusahaan mengurangi produksi dan menunda ekspansi, serta berlomba menurunkan harga atau mencegah terjadinya kenaikan harga. Begitu juga pada sektor properti, memasuki akhir tahun 2006 banyak pengembang mulai bersifat pasif dan menunggu perkembangan meningkatnya daya beli masyarakat. Faktor fundamental sektor properti sangat dipengaruhi oleh indikator ekonomi makro, akan tetapi indikator ekonomi makro pada tahun 2006 tidak menunjukkan pengaruhnya terhadap perbaikan kinerja di sektor properti. Seharusnya dengan naiknya PDB, menurunnya tingkat inflasi serta BI rate dapat meningkatkan kinerja sektor properti secara keseluruhan. Dengan kondisi ekonomi makro yang belum begitu stabil, setiap investor yang ingin melakukan investasi di pasar modal melakukan analisis terhadap saham yang ingin dibelinya karena mengharapkan keuntungan dari dana yang akan ditanamkannya, baik itu berupa dividend maupun capital gain. Kekuatan dan keakuratan analisis yang dilakukan investor mempengaruhi besar kecilnya keuntungan yang akan diterima. Kekuatan analisis ini akan memberikan informasi kepada investor, mengenai waktu yang paling tepat untuk membeli saham tertentu dan kapan harus menjual kembali saham tersebut ke pasar.
1.2. Perumusan Masalah Sesuai dengan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : “Apakah faktor fundamental (return on assets, return on equity, debt to equity ratio, price earning ratio, earning per share, book value) dan risiko sistematik (beta) memiliki pengaruh terhadap harga saham properti di Bursa Efek Jakarta?”
1.3. Tujuan Penelitian Berkaitan dengan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui pengaruh faktor fundamental (return on assets, return on equity, debt to equity ratio, price earning ratio, earning per share, book value) dan risiko sistematik (beta) secara serempak terhadap harga saham properti di Bursa Efek Jakarta. 2. Untuk mengetahui pengaruh faktor fundamental (return on assets, return on equity, debt to equity ratio, price earning ratio, earning per share, book value) dan risiko sistematik (beta) secara parsial terhadap harga saham properti di Bursa Efek Jakarta.
1.4. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk menambah wawasan dan pandangan kepada peneliti, tentang faktor fundamental dan risiko sistematik dalam mempelajari pergerakan harga saham properti di Bursa Efek Jakarta serta variabel-variabel yang mempengaruhinya. 2. Melalui penelitian ini diharapkan dapat melengkapi temuan-temuan empiris yang telah ada mengenai pengaruh faktor fundamental dan risiko sistematik
terhadap harga saham dalam kaitannya dengan ilmu manajemen keuangan dan investasi. 3. Sebagai referensi bagi peneliti-peneliti selanjutnya yang tertarik mendalami dunia investasi, untuk mendapatkan penemuan-penemuan baru yang berguna bagi kemajuan dan pengembangan ilmu pengetahuan. 4. Sebagai pedoman bagi para investor khususnya dan masyarakat umumnya, dalam memberikan informasi yang lebih lengkap, dan jelas mengenai pengaruh faktor fundamental dan risiko sistematik terhadap harga saham properti di Bursa Efek Jakarta, sehingga dapat mempertimbangkan pengambilan keputusan yang akurat dalam menginvestasikan dana nya di pasar modal.
1.5. Kerangka Pemikiran Analisis fundamental merupakan estimasi nilai faktor-faktor internal emiten dan ekonomi pada saat ini untuk memperkirakan harga saham di masa yang akan datang dengan memproyeksikan data dan informasi aktual agar dapat meng-estimasi nilai intrinsik dari harga saham saat ini. Dengan diperolehnya nilai intrinsik saham, analis atau investor dapat membandingkannya dengan nilai pasar dan menentukan tindakan apa yang akan dilakukan di pasar. Crabb (2003) menyatakan :“Fundamental analysis is an examination of corporate accounting reports to asses the value of company, that investor can use to analysze a company’s stock prices“. Pernyataan ini menggambarkan bahwa informasi akuntansi atau laporan keuangan perusahaan dapat digunakan oleh investor sebagai faktor fundamental, untuk menilai harga saham perusahaan. Harianto dan Sudomo (1998) dalam Lufti (2003) menyatakan : “fakta empiris
yang
mendukung
kekuatan
analisis
faktor
fundamental
adalah
diwajibkannya para emiten yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta untuk menyampaikan proyeksi harga saham setiap triwulan dan laporan keuangan emiten dengan menggunakan faktor fundamental”. Laporan keuangan yang disampaikan emiten yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta disertai 14 rasio keuangan yang terdiri dari, Current Ratio (CR), Quick Ratio (QR), Leverage Ratio (LR), Debt to Equity Ratio (DER), Inventory Turnover (ITO), Fixed Asset Turnover (FATO), Total Assets Turnover (TATO), Gross Profit Margin (GPM), Operating Profit Margin (OPM), Net Operating Margin (NPM), Return on Investment (ROI) /Return on Asset (ROA), Return on Equity (ROE), Price Earning Ratio (PER) dan Price Book Value (PBV). Sehubungan dengan informasi yang dianalisis, analis fundamental meyakini sepenuhnya bahwa akibat adanya informasi aktual dan relevan yang diterima pasar, maka nilai pasar saham akan berubah. Namun demikian, perubahan nilai pasar saham tidak langsung bergerak seketika, karena informasi aktual tidak seluruhnya dicerminkan dalam harga saham. Selanjutnya informasi aktual di pasar, yang relevan dengan saham tersebut juga tidak datang secara bersama-sama melainkan secara bertahap sehingga memungkinkan setiap saham mengalami kesalahan dalam pembentukan harga di pasar (mispriced), baik nilai pasar yang dihargai terlalu rendah (underpriced) dan nilai pasar yang dihargai terlalu tinggi (overpriced). Risiko merupakan kemungkinan perbedaan antara return actual yang diterima
dengan
return
yang
diharapkan.
Semakin
besar
kemungkinan
perbedaannya, berarti semakin besar risiko investasi tersebut. Dalam manajemen investasi modern dikenal pembagian risiko total investasi ke dalam dua jenis risiko, yaitu risiko sistematik dan risiko nonsistematik. Risiko sistematik merupakan risiko yang tidak dapat dieliminasi oleh diversifikasi (Brigham, 2001). Risiko sistematik
merupakan risiko dari sekuritas atau portofolio yang relatif terhadap risiko pasar, dan dapat diukur dengan koefisien beta. Beta suatu sekuritas adalah kuantitatif yang mengukur sensitivitas keuntungan dari suatu sekuritas dalam merespon pergerakan harga pasar sekuritas. Semakin tinggi tingkat beta, semakin tinggi pula risiko sistematik yang tidak dapat dihilangkan karena diversifikasi. Dari uraian di atas, kerangka pemikiran yang dapat digambarkan adalah sebagai berikut :
Faktor Fundamental Return on Assets Return on Equity Debt to Equity Ratio Price Earning Ratio Earning Per Share Book Value
Harga Saham
Risiko Sistematik Beta Saham
Gambar 1.3 : Kerangka Pemikiran
Faktor fundamental yang terdiri dari return on assets, return on equity, debt to equity ratio, price earning ratio, earning per share dan book value mencerminkan kinerja keuangan perusahaan. Baik tidaknya kinerja keuangan perusahaan dapat mempengaruhi harga saham. Risiko sistematik yang diukur dengan koefisien Beta mempengaruhi biaya modal dan biaya modal akan mempengaruhi harga saham.
1.6. Hipotesis Berdasarkan rumusan masalah dan kerangka pemikiran yang telah diuraikan di atas, maka di kemukakan hipotesis sebagai berikut : Faktor fundamental yang terdiri dari return on assets, return on equity, debt to equity ratio, price earning ratio, earning per share, book value dan risiko sistematik (beta) memiliki pengaruh terhadap harga saham properti di Bursa Efek Jakarta.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penelitian Terdahulu Penelitian terhadap faktor-faktor fundamental, khususnya terhadap rasiorasio keuangan telah banyak dilakukan. Rasio-rasio tersebut banyak dikaitkan dengan kemampuan melakukan prediksi serta untuk pengambilan keputusan. Studi mengenai hubungan rasio keuangan dengan saham dipelopori oleh O’Connor (1973) yang melakukan penelitian tentang manfaat rasio keuangan ketika beberapa laporan keuangan yang terpilih digunakan untuk memprediksi return saham di pasar modal New York. O’Connor menemukan bahwa prediksi return saham dengan rasio keuangan terpilih untuk masa tiga tahun berbeda, yaitu lebih rendah dibandingkan dengan serangkaian rasio keuangan untuk masa lima tahun. Pemilihan ini didasarkan pada seleksi stepwise yaitu seleksi dengan menentukan set terbaik dalam bentuk model prediksi melalui regresi berganda. Walaupun hasilnya menunjukkan perbedaan set, namun rasio keuangan tersebut tetap mempunyai manfaat dalam memprediksi return saham. Penelitian lain yang menguji rasio-rasio keuangan telah dilakukan oleh Ou dan Penman (1989). Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk menaksir nilai perusahaan dengan menggunakan laporan keuangan. Mereka menguji manfaat rasio keuangan dalam memprediksi keuntungan saham dengan menggunakan logit regression model dan menyeleksi 68 rasio keuangan untuk periode tahun 1965 sampai dengan tahun 1972 dan 18 rasio keuangan untuk periode tahun 1983 sampai dengan tahun 1977 yang signifikan digunakan dalam memprediksi keuntungan saham. Hasil yang diperoleh adalah bahwa rasio keuangan mengandung informasi fundamental yang tidak tercermin dalam harga saham.
Pada tahun 2001 penelitian terhadap harga saham dilakukan Anastasia mengenai faktor fundamental dan risiko sistematik yang mempengaruhi harga saham. Penelitian dilakukan pada 13 perusahaan dari 33 perusahaan properti yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta dengan periode tahun 1996 sampai tahun 2001. Model analisa yang digunakan adalah regresi linier berganda dengan melakukan uji F dan uji t terhadap faktor-faktor fundamental (return on assets, return on equity, book value, payout ratio, required rate of return dan debt to equity ratio) serta risiko sistematik (beta) perusahaan properti. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor fundamental dan risiko sistematik secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap harga saham, namun pola hubungannya lemah, karena R square yang diperoleh hanya sebesar 0,303 dan Adj. R square 0,244. Secara parsial hanya variabel book value yang berpengaruh secara signifikan pada alpha 5% terhadap harga saham. Hasil yang sama ditemukan oleh Dwi (2003) untuk industri chemical, yaitu bahwa rasio price book value secara parsial berpengaruh signifikan pada alpha 5% untuk periode tahun 2000 sampai dengan 2003, dan operating profit margin secara parsial juga berpengaruh signifikan untuk periode yang sama. Penelitian lain dilakukan oleh Tuasikal (2002) terhadap 95 perusahaan manufaktur dan nonmanufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta periode tahun 1996 dan 1997. Model analisis yang digunakan adalah regresi berganda. Hasilnya menunjukkkan bahwa pada perusahaan nonmanufaktur, rasio keuangan yang terdiri dari rasio likuiditas, leverage, profitabilitas, aktivitas dan pasar modal tidak bermanfaat dalam memprediksi return saham. Hasil ini berbeda dengan temuan Takarini dan Eni (2000) yang menemukan bahwa sebagian rasio keuangan berpengaruh signifikan dengan alpha 5% terhadap perubahan laba untuk 1 tahun
yang akan datang. Leverage Ratio berpengaruh secara negatif, sedangkan rasio likuiditas dan profitabilitas berpengaruh secara positif. Peneliti lain yang menggunakan faktor fundamental dan risiko sistematik dalam memprediksi tingkat keuntungan saham adalah Limbong (2006), pada sektor perbankan dengan menggunakan variabel rasio keuangan CAMEL (Capital, Assets, Management, Earning, Liquidity). Sampel penelitian yang diambil 17 perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta dengan periode pengamatan tahun 2002 sampai 2004. Model analisis yang digunakan adalah regresi logistik. Hasil penelitian yang diperoleh adalah bahwa faktor fundamental dan risiko sistematik secara serempak berpengaruh signifikan terhadap tingkat keuntungan saham perbankan di Bursa Efek Jakarta. Sedangkan secara parsial, faktor fundamental yang terdiri dari return on risk asset, net profit margin, dan loan to debt ratio yang berpengaruh signifikan terhadap tingkat keuntungan saham perbankan di Bursa Efek Jakarta. Penelitian terdahulu yang dilakukan Nasution (2006), pada sektor properti dengan menggunakan faktor fundamental yang terdiri dari beberapa variabel rasio keuangan dan faktor teknikal berupa volume perdagangan serta indeks harga saham. Sampel penelitian yang diambil 16 perusahaan properti yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta dengan periode pengamatan tahun 2001 sampai 2003. Model analisis yang digunakan adalah regresi linier berganda. Hasil penelitian yang diperoleh adalah bahwa faktor fundamental dan teknikal secara serempak berpengaruh signifikan terhadap harga saham properti di Bursa Efek Jakarta. Sedangkan secara parsial, faktor fundamental yang terdiri dari leverage ratio, operating profit margin, price book value dan volume perdangangan serta indeks harga saham (sebagai faktor
teknikal) yang berpengaruh signifikan terhadap harga saham properti di Bursa Efek Jakarta. Tabel 2.1 Matriks Penelitian Terdahulu Metode Hasil Penelitian Analisa Njo Anastasia Analisis Faktor Fun- Regresi Linier Faktor fundamental dan risiko (2001) damental dan Risiko Berganda sistematik secara serempak Sistematik Terhadap berpengaruh terhadap harga Harga Saham Properti saham properti di Bursa Efek Di BEJ (Jurnal Jakarta. Secara parsial hanya Akuntansi dan book value yang berpengaruh Keuangan, Universitas terhadap harga saham properti Kristen Petra) di Bursa Efek Jakarta. Askam Penggunaan Infor-masi Regresi Linier Pada perusahaan nonTuasikal Akuntansi untuk Berganda manufaktur, rasio keuangan (2002) Memprediksi Return yang terdiri dari rasio Saham (Jurnal Riset likuiditas, leverage, proAkuntansi Indonesia) fitabilitas, aktivitas dan pasar modal tidak bermanfaat dalam memprediksi return saham. Albed Eko Analisis Faktor Fun- Regresi Faktor fundamental dan risiko Limbong damental dan Risiko Logistik sistematik secara serempak (2006) Sistematis Terhadap berpengaruh terhadap tingkat Tingkat Keuntungan keuntungan saham perbankan Saham Perbankan di di Bursa Efek Jakarta. Bursa Efek Jakarta Sedangkan secara parsial, (Tesis, Universitas faktor fundamental RORA, Sumatera Utara, Medan) NPM, dan LDR yang berpengaruh signifikan terhadap tingkat keuntungan saham perbankan di Bursa Efek Jakarta. Annio Indah Pengaruh Faktor Fun- Regresi Linier Faktor fundamental dan Lestari damental dan Teknikal Berganda teknikal secara serempak Nasution Terhadap Harga Saham berpengaruh signifikan (2006) Properti Yang Ter-daftar terhadap harga saham properti Di Bursa Efek Jakarta di Bursa Efek Jakarta. Sedangkan secara parsial, faktor fundamental leverage ratio, operating profit margin, price book value dan volume per-dangangan serta indeks harga saham yang berpengaruh signifikan terhadap harga saham properti di Bursa Efek Jakarta. Nama
Judul
Sumber : Hasil Penelitian, 2007 (data diolah)
2.2. Faktor Fundamental Secara umum terdapat 2 pendekatan yang sering digunakan oleh investor untuk menganalisis dan menilai saham di pasar modal, yaitu analisis fundamental dan analisis teknikal (Bodie et al, 2005). Analisis fundamental adalah studi tentang ekonomi, industri, dan kondisi perusahaan untuk memperhitungkan nilai perusahaan. Analisa fundamental menitik beratkan pada data-data kunci dalam laporan keuangan perusahaan untuk memperhitungkan apakah harga saham sudah diapresiasi secara akurat. Tujuan analisis fundamental adalah untuk menentukan apakah nilai saham berada pada posisi underpriced atau overpriced. Saham dikatakan underpriced bilamana harga saham di pasar saham lebih kecil dari harga wajar atau nilai yang seharusnya (nilai intrinsik), dan saham dikatakan overpriced apabila harga saham di pasar saham lebih besar dari nilai intrinsiknya. Menurut Francis (1988), “In preparing their estimate of security’s value, fundamental analysts study the basic financial and economic facts about the company that issues the security. They study the level and trend of the firm’s sales and earnings, the quality of the firm’s products, the firm’s competitive position in the markets where its products are sold, the firm’s labor relations, the firm’s sources of raw materials. The government rules that apply to the firm, and many other factors that may affect the value of the firm’s common stock”. Pernyataan di atas dapat diartikan bahwa untuk memperkirakan harga saham dapat digunakan analisis fundamental yang menganalisa kondisi keuangan dan ekonomi perusahaan yang menerbitkan saham tersebut. Analisanya dapat meliputi trend penjualan dan keuntungan perusahaan, kualitas produk, posisi persaingan perusahaan di pasar, hubungan kerja pihak perusahaan dengan karyawan, sumber bahan mentah, peraturan-peraturan perusahaan dan beberapa faktor lain yang dapat mempengaruhi nilai saham perusahaan tersebut.
Analisis fundamental berlandaskan atas kepercayaan bahwa nilai suatu saham sangat dipengaruhi oleh kinerja perusahaan yang menerbitkan saham tersebut (Murtanto dan Harkivent, 2000). Kinerja keuangan perusahaan dituangkan dalam bentuk laporan keuangan dan diukur dengan alat ukur dalam bentuk rasio. Menurut Jones (2004), faktor-faktor fundamental yang mempengaruhi nilai intrinsik saham dapat berasal dari dalam perusahaan, industri maupun keadaan perekonomian makro. Framework dari analisis fundamental yang digambarkan Jones, terlihat pada Gambar 2.1 sebagai berikut:
Fundamental Analysis
Asses
The two components of value for any security expected of dividends oThe components of benefits value fororany security The risk attached to these benefits This is done by
Analyzing the economy first then Industries then Companies Sumber : Jones, 2004
Gambar 2.1 : Framework for Fundamental Analysis
Secara umum untuk menganalisa perusahaan dengan menggunakan analisa fundamental terdiri dari 3 langkah yaitu:
1. Menghitung kondisi ekonomi secara keseluruhan Kondisi ekonomi dipelajari untuk memperhitungkan jika kondisi ekonomi secara keseluruhan baik untuk pasar saham. Apakah tingkat inflasi tinggi atau rendah? Apakah suku bunga naik atau turun? Apakah konsumen yakin atau raguragu dalam mengeluarkan uang? Apakah neraca perdagangan untung atau rugi? Apakah supply uang naik atau turun? Ini adalah sebagian pertanyaan seorang fundamental analis menanyakan untuk memperhitungkan apakah kondisi ekonomi secara keseluruhan baik untuk pasar saham.
2. Menghitung kondisi industri secara keseluruhan Kondisi industri merupakan suatu kondisi di industri mana perusahaan berada, yang secara langsung dapat mempengaruhi masa depan perusahaan tersebut. Bahkan saham yang paling baik pun dapat menghasilkan pengembalian yang paspasan jika mereka berada dalam industri yang sedang payah (mengalami resesi). Biasanya saham yang lemah dalam industri yang kuat lebih disukai daripada saham yang kuat dalam industri yang lemah.
3. Menghitung kondisi perusahaan Setelah melihat dari sisi ekonomi dan industri kita perlu memperhitungkan kesehatan keuangan sebuah perusahaan. Jika sebuah perusahaan yang telah kita analisa secara ekonomi dan industri itu baik, tapi kita tidak memperhitungkan kondisi perusahaan tersebut maka akan sia-sia lah semua analisa fundamental yang
kita lakukan. Karena pasar saham adalah pasar ekspektasi dimana semua pemegang saham mengharapkan perusahaannya selalu menghasilkan laba, yang pada akhirnya laba ini akan di bagikan kepada pemegang saham yang kita kenal dengan istilah dividen. Walaupun tidak semua pemegang saham tidak mengharapkan pembagian dividen, karena pada dasarnya keuntungan yang diperoleh dari permainan saham ini bukan hanya dividend, tetapi ada juga yang di sebut dengan capital gain yaitu keuntungan yang diperoleh dari fluktuasi harga saham yang biasanya diharapkan oleh investor yang memiliki time horizon yang pendek. Menghitung kondisi perusahaan biasanya dilakukan dengan menggunakan rasio-rasio keuangan. Rasio keuangan secara garis besar di bagi dalam 5 kelompok dasar, yaitu : liquidity, leverage, profitability, activity, dan market valuation (Weston; Copeland, 1992). Sejumlah rasio yang tak terbatas banyaknya dapat dihitung, akan tetapi dalam prakteknya cukup digunakan beberapa jenis rasio saja, disesuaikan dengan kebutuhan analisis. Analisis fundamental berkaitan dengan penilaian kinerja perusahaan, tentang efektifitas dan efisiensi perusahaan dalam mencapai sasarannya (Stoner et al. 1995). Untuk menganalisis kinerja perusahaan dapat digunakan rasio keuangan yang terbagi dalam empat kelompok, yaitu rasio likuiditas, aktivitas, hutang, dan profitabilitas (Gitman, 2003). Dengan analisis tersebut, para analis mencoba memperkirakan harga saham di masa yang akan datang dengan memperkirakan faktor-faktor fundamental yang mempengaruhi harga saham. Umumnya faktor fundamental yang diteliti untuk memprediksi harga saham adalah nilai intrinsik, nilai pasar, Return on Total Assets (ROA), Return on Equity (ROE), Price Book Value (PBV), Debt to Equity Ratio (DER), Dividend Earning,
Price Earning Ratio (PER), Earning Per Share (EPS), Book Value (BV), Dividend Payout Ratio (DPR), Dividend Yield, dan likuiditas saham.
2.3. Hubungan Antara Rasio Keuangan Dengan Harga Saham Tujuan pelaporan keuangan mempunyai cakupan yang luas agar memenuhi berbagai kebutuhan para pemakai dan melayani kepentingan umum dari berbagai pemakai yang potensial, bukan hanya untuk kebutuhan kelompok tertentu saja. Dari laporan keuangan yang diterbitkan, setelah dianalisis akan bisa diperoleh rasio keuangan yang berguna untuk mengungkapkan kekuatan dan kelemahan relatif suatu perusahaan, serta untuk menunjukkan apakah posisi keuangan perusahaan membaik atau memburuk selama periode tertentu. Hal ini akan membantu bagi investor dan kreditor dalam menilai ketidakpastian penerimaan dividen dan bunga di masa yang akan datang (Jogiyanto, 1998). Dengan kata lain, tujuan ini mengasumsikan bahwa investor menginginkan informasi tentang hasil dan risiko dari investasi yang dilakukannya.
Analisis
fundamental
berupa
rasio
keuangan
berupaya
mengidentifikasi kinerja perusahaan melalui analisa terhadap faktor-faktor yang mempengaruhinya untuk dapat memprediksi harga saham di masa yang akan datang (Husnan, Suad, 1998). Dari rasio keuangan yang diperoleh, maka manajemen perusahaan yang bersangkutan maupun investor akan dapat menilai kinerja perusahaan dan melakukan penilaian terhadap harga saham perusahaan, sehingga dapat mengambil keputusan yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan. Sebagai contoh adalah rasio return on assets (ROA), jika hasil analisis diperoleh ROA yang cukup tinggi, maka dapat diasumsikan bahwa perusahaan tersebut beroperasi secara efektif. Hal ini merupakan daya tarik bagi investor yang mengakibatkan nilai saham perusahaan
yang bersangkutan naik, dan diminati oleh banyak investor, sehingga harga saham perusahaan akan naik.
2.4. Rasio Keuangan Kinerja keuangan emiten berpengaruh terhadap kinerja pasar modal. Dalam hal ini kinerja keuangan emiten mempengaruhi permintaan dan penawaran investor terhadap saham suatu perusahaan. Para pemegang saham merupakan pemilik perusahaan sehingga sangat berkepentingan terhadap jalannya perusahaan, kinerja perusahaan dan pengembangan usaha perusahaan. Pemegang saham menginginkan dana yang diinvestasikan menghasilkan keuntungan. Akan tetapi pemegang saham tidak dapat langsung terlibat dalam pengelolaan perusahaan, sehingga tidak dapat memonitor secara langsung kegiatan perusahaan. Oleh karena itu pihak investor membutuhkan informasi keuangan suatu perusahaan sebagai pedoman pengambilan keputusan apakah mereka akan melakukan investasi pada perusahaan tersebut. Dalam menentukan apakah seorang investor akan melakukan transaksi di pasar modal, maka ia akan mendasarkan keputusannya pada berbagai informasi yang dimilikinya, termasuk diantaranya informasi akuntansi. Informasi akuntansi merupakan sumber informasi intern bagi investor atau masyarakat yang didapat dari laporan keuangan suatu perusahaan. Menurut Munawir (1998: 4) menyatakan bahwa para investor berkepentingan pada laporan keuangan suatu perusahaan dalam rangka penentuan kebijaksanaan penanaman modalnya, apakah perusahaan mempunyai prospek yang cukup baik dan akan diperoleh keuntungan atau rate of return yang cukup baik. Jadi dalam mengambil keputusan investasi, para investor harus memutuskan untuk membeli atau menjual sekuritas berdasarkan analisis laporan keuangan. Selanjutnya Penman (2000)
mengemukakan bahwa laporan keuangan dalam bentuk dasar seperti neraca, laporan laba rugi dan laporan arus kas masih belum bisa memberi manfaat maksimal terhadap penggunanya sebelum pengguna tersebut mengolahnya lebih lanjut dalam bentuk analisa laporan keuangan seperti rasio-rasio keuangan. Rasio keuangan adalah angka yang diperoleh dari hasil perbandingan dari satu pos dengan pos laporan keuangan lainnya yang mempunyai hubungan yang relevan dan berarti. Rasio keuangan ini hanya menyederhanakan informasi yang menggambarkan hubungan antara pos tertentu dengan pos lainnya, dengan penyederhanaan ini maka dapat diperoleh informasi dan penilaian kinerja perusahaan. Manfaat sebenarnya dari setiap rasio keuangan ditentukan oleh tujuan spesifik analisis. Helfert (1991), menyatakan bahwa rasio-rasio keuangan bukan merupakan kriteria yang mutlak, karena pada kenyataannya analisis rasio keuangan hanya merupakan titik awal dalam analisis kinerja perusahaan. Analisis rasio keuangan tersebut tidak memberikan banyak jawaban yang diperlukan, kecuali hanya memberikan rambu-rambu tentang apa yang seharusnya diharapkan. Weston dan Brigham (1990) mengakui bahwa rasio keuangan selain dapat menghasilkan informasi yang bermanfaat sehubungan dengan operasi dan kondisi keuangan perusahaan, juga mempunyai keterbatasan yang menuntut kehati-hatian dan pertimbangan. Sebagian keterbatasan tersebut adalah sebagai berikut : a. Banyak perusahaan besar mengoperasikan beberapa divisi yang berbeda pada industri yang sangat berlainan dan dalam keadaan seperti itu sangat sulit untuk mendapatkan angka rata-rata industri yang bisa digunakan sebagai bahan pembanding yang tepat. b. Inflasi menyebabkan distorsi besar pada neraca. Nilai yang tercatat di neraca seringkali berbeda dari nilai yang sebenarnya. Lebih jauh lagi karena inflasi
c. Adanya perusahaan yang menggunakan teknik window dressing dimana teknik ini digunakan oleh perusahaan untuk membuat laporan keuangan terlihat lebih baik dari keadaan yang sesungguhnya. Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat keragaman pemaknaan mengenai urgensi analisis rasio keuangan dalam praktek bisnis dan ekonomi mulai dari yang menginginkan rasio keuangan tersebut dijadikan sebagai indikator fundamental perusahaan, hingga yang beranggapan masih adanya keterbatasan dari rasio keuangan tersebut. Kenyataannya, dalam praktek bisnis yang ada sekarang masih mengaplikasikan analisis rasio ini sebagai salah satu model analisis keuangan, meskipun relevansinya tentu saja bersifat sangat subjektif, tergantung kepada tujuan dan kepentingan masing-masing analis. Rasio keuangan yang dipakai dalam menilai kinerja suatu perusahaan menurut Weston dan Copeland (1992: 244) adalah sebagai berikut :
Tabel 2.2 Jenis-jenis Rasio Keuangan No.
Rasio Keuangan
Jenis-jenis Rasio Current Ratio (CR)
1
Likuidity Ratio
Quick Ratio/Acid Test Ratio (QR) Cash Ratio (CR) Debt Ratio (DR) Debt to Equity Ratio (DER)
2
Leverage Ratio
Times Interest Earned (TIE) Fixed Charge Coverage (FCC) Inventory Turnover (IT) Average Collection Period (ACP)
3
Activity Ratio
Working Capital Turnover (WCT) Fixed Assets Turnover (FAT) Total Assets Turnover (TAT) Gross Profit Margin (GPM) Operating Profit Margin (OPM) Net Profit Margin (NPM)
4
Profitability Ratio
Basic Earning Power (BEP) Return on Assets (ROA) Return on Equity (ROE) Price to Earnings Ratio (PER) Earning Per Share (EPS)
5
Market Valuation Ratio
Market to Book Ratio (MBR) Book Value (BV)
Sumber : Sawir, 2005 (data diolah) Rasio keuangan yang akan digunakan untuk memprediksi harga saham adalah, Return on Assets, Return on Equity, Debt to Equity Ratio, Price Earning Ratio, Earning Per Share dan Book Value.
2.4.1. Return on Assets (ROA) Aktiva suatu perusahaan didanai oleh pemegang saham dan kreditor, sehingga aktiva tersebut akan menjadi modal kerja bagi perusahaan dalam melakukan usahanya. Sedangkan hasil usaha perusahaan dinyatakan dalam bentuk laba bersih atau Net Income After Tax (NIAT). Return on Assets (ROA) merupakan rasio antara laba bersih setelah pajak (NIAT) terhadap total assets. ROA mencerminkan kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba bersih setelah pajak dari total asset yang digunakan untuk operasional perusahaan (Gitman, 2003). Semakin tinggi rasio ini, menunjukkan bahwa perusahaan semakin efektif dalam memanfaatkan aktiva untuk menghasilkan laba bersih setelah pajak. Dengan demikian, semakin tinggi ROA menunjukkan semakin efektif kinerja perusahaan. Hal ini akan meningkatkan daya tarik investor terhadap perusahaan tersebut dan menjadikan perusahaan tersebut menjadi perusahaan yang diminati oleh banyak investor karena tingkat pengembaliannya akan semakin besar (Ang, 1997). Minat yang besar dari investor berdampak terhadap kenaikan harga saham perusahaan di Pasar Modal. Dengan kata lain ROA akan berpengaruh terhadap harga saham perusahaan. Dari hasil penelitian terdahulu, menunjukkan bahwa ROA berpengaruh positif terhadap harga saham. Hasil ini membuktikan bahwa dalam membuat keputusan investasi saham, investor masih mempertimbangkan ROA. Secara matematis ROA dapat dirumuskan sebagai berikut : NIAT ROA
= Total Assets
2.4.2. Return on Equity (ROE)
Rasio ini sering disebut juga dengan return on net worth merupakan rasio profitabilitas yang menunjukkan rasio antara laba setelah pajak atau earning after tax (EAT) terhadap total modal sendiri (equity) yang berasal dari setoran modal pemilik, laba tak dibagi dan cadangan lain yang dikumpulkan oleh perusahaan. Rasio ini memperlihatkan sejauh manakah perusahaan mengelola modal sendiri (equity) secara efektif, mengukur tingkat keuntungan dari investasi yang telah dilakukan pemilik modal sendiri atau pemegang saham. Semakin tinggi ROE menunjukkan semakin efisien perusahaan dalam menggunakan modal sendiri untuk menghasilkan laba atau keuntungan bersih. ROE digunakan untuk mengukur tingkat kembalian perusahaan atau efektivitas perusahaan di dalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan ekuitas (shareholders’ equity) yang dimiliki oleh perusahaan. ROE diformulasikan sebagai berikut : EAT ROE
= Total Equity
Earning After Tax (EAT) merupakan pendapatan bersih sesudah pajak, sedangkan total equity merupakan total ekuitas (modal pemilik) yang terdapat pada perusahaan tersebut pada periode akhir tahun. Keterkaitan antara return on equity (ROE) dengan harga saham dikemukakan oleh Higgins (1990: 59) menjelaskan bahwa adanya hubungan yang positif antara ROE dan harga saham perusahaan yang dapat meningkatkan nilai buku (book value) saham perusahaan. Jadi antara ROE dengan harga saham mempunyai hubungan positif, dimana ROE yang tinggi cenderung meningkatkan harga saham. 2.4.3. Debt to Equity Ratio (DER)
Rasio debt to equity ratio (DER) digunakan untuk mengukur tingkat leverage (penggunaan hutang) terhadap total ekuitas yang dimiliki oleh perusahaan. Rasio ini diukur dengan cara membandingkan antara debts terhadap total equity. Debt ratio yang tinggi mempunyai dampak yang buruk terhadap kinerja perusahaan, karena tingkat hutang semakin tinggi, yang berarti beban bunga akan semakin besar sehingga dapat mengurangi keuntungan. Sebaliknya, tingkat debt ratio yang kecil menunjukkan
kinerja
yang
semakin
baik,
karena
menyebabkan
tingkat
pengembalian yang semakin tinggi (Ang, 1997: 18.34-18.35). Semakin tinggi DER menunjukkan tingginya ketergantungan permodalan perusahaan terhadap pihak luar sehingga beban perusahaan semakin berat. Tentunya hal ini akan mengurangi hak pemegang saham (dalam bentuk dividen), hal ini menyebabkan berkurangnya minat investor terhadap saham perusahaan karena tingkat pengembaliannya semakin kecil. Dengan kata lain, DER berpengaruh terhadap kinerja perusahaan. Kinerja perusahaan tentunya juga berpengaruh pada daya tarik saham yang ditawarkan di Pasar Modal. Semakin baik kinerja perusahaan, maka daya tarik saham perusahaan tersebut semakin tinggi, karena saham tersebut memberikan prospek yang menjanjikan keuntungan. Jika permintaan investor terhadap saham perusahaan cukup besar, maka dapat berpengaruh terhadap peningkatan harga saham. Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa DER berpengaruh negatif terhadap harga saham perusahaan. Secara matematis DER dapat diformulasikan sebagai berikut:
Total Debts DER
= Total Equity
Apabila Debt to Equity Ratio nya tinggi, maka dapat menunjukkan bahwa risiko finansial atau risiko kegagalan perusahaan untuk mengembalikan pinjaman akan semakin tinggi, begitu pula sebaliknya. Jadi penggunaan hutang yang semakin besar akan mengakibatkan semakin tingginya risiko untuk tidak terbayar. Dengan pertimbangan bahwa investor biasanya menghindari risiko, maka apabila DER suatu perusahaan semakin tinggi, para investor akan menghindari saham perusahaan tersebut, akibatnya permintaan akan saham tersebut menjadi turun dan mengakibatkan harga saham turun.
2.4.4. Price Earning Ratio (PER) Rasio ini merupakan perbandingan harga saham dengan laba per saham. Investor dalam pasar modal yang sudah maju menggunakan price earning ratio (PER) untuk mengukur apakah suatu saham underpriced atau overpriced. PER menjadi ukuran penting yang menjadi landasan pertimbangan investor dalam membeli atau menjual saham suatu perusahaan. PER diformulasikan secara matematis sebagai berikut :
Stock Price PER
= Earning Per Share
Stock price merupakan harga pasar suatu saham. Harga wajar (fairly priced) bagi suatu saham adalah sebesar nilai intrinsiknya. Earning per share (EPS) merupakan besarnya dividen yang dibayar perusahaan. Bila seorang analis memperkirakan EPS dan rasio pembayaran dividen (dividend payout ratio), maka secara implisit ia telah memperkirakan dividen. Hal umum yang sering dilakukan adalah menjadikan PER sebagai pembanding untuk menilai prospek pertumbuhan laba suatu perusahaan.
Artinya, pertumbuhan laba suatu perusahaan dinilai tinggi jika PER perusahaan tersebut lebih tinggi apabila dibandingkan dengan PER perusahaan lain dalam industri yang sejenis. Bagi investor yang ingin membeli saham suatu perusahaan, semakin kecil PER suatu saham akan semakin baik karena harga saham tersebut murah.
2.4.5. Earning Per Share (EPS) Earning Per Share (EPS) merupakan rasio yang menunjukkan berapa besar keuntungan (return) yang diperoleh investor atau pemegang saham per saham. Semakin tinggi nilai EPS dapat diartikan bahwa semakin besar pula laba yang disediakan untuk pemegang saham. EPS dihitung dengan formula:
Net Income After Tax EPS
= Total Share
2.4.6. Book Value (BV) Book Value (BV) atau nilai buku saham adalah rasio yang menggambarkan perbandingan total modal (equity) terhadap jumlah saham. Book value dapat dihitung dengan formula berikut :
Total Equity BV
= Total Share
Total Equity dapat dihitung dari selisih total aktiva (total assets) dengan total hutang (total debt). Total Share merupakan jumlah saham yang beredar di pasar. Book
Value digunakan untuk melihat harga suatu securitas apakah overpriced atau underpriced.
2.5. Harga Pasar Saham (Market Price) Market Price merupakan harga pada pasar riil, dan merupakan harga yang paling mudah ditentukan karena merupakan harga dari suatu saham pada pasar yang sedang berlangsung atau jika pasar sudah tutup, maka harga pasar adalah harga penutupannya atau closing price (Anoraga dan Pakarti, 2006). Harga ini terjadi setelah saham tersebut dicatatkan di bursa, baik bursa utama maupun over the counter market (OTC). Transaksi di sini sudah tidak lagi melibatkan emiten dan penjamin emisi. Harga pasar ini merupakan harga jual dari investor yang satu dengan investor yang lain, dan disebut sebagai harga di pasar sekunder. Harga pasar inilah yang menyatakan naik-turunnya suatu saham dan setiap hari diumumkan di surat-surat kabar atau media-media lainnya. Informasi dari rasio keuangan yeng mengindikasikan profitabilitas dan tingkat risiko perusahaan akan direspon oleh investor, baik secara positif maupun negatif, sehingga mempengaruhi permintaan dan penawaran saham perusahaan. Hal ini tentunya akan mempengaruhi harga saham perusahaan di pasar bursa. Chen, Roll dan Ross (1996) menyatakan bahwa terdapat empat faktor yang mendasari perubahan harga saham, seperti kegiatan industri, tingkat inflasi, perbedaan antara tingkat bunga jangka pendek dan jangka panjang, dan perbedaan antara tingkat keuntungan obligasi yang beresiko tinggi dan rendah. Harga saham suatu perusahaan atau kelompok industri tertentu pada saat penutupan sangat dipengaruhi oleh kondisi ekonomi. Kepekaan suatu industri terhadap pasar berbeda-beda yang mengindifikasikan bahwa antara industri yang
satu dengan yang lain memiliki risiko yang berbeda, demikian pula tingkat profitabilitas, peluang berkembang dan prospek masa depannya. Perbedaan harga saham antara perusahaan yang tumbuh dan tidak tumbuh sesuai dengan satu dasar pembentukan harga saham, yang diyakini bahwa harga saham terjadi karena adanya aliran laba atau kas masa mendatang yang dinilai sekarang (Foster, 1986). Reaksi pasar terhadap laporan keuangan yang informasinya dipublikasikan, mempengaruhi harga saham dan volume transaksi saham perusahaan yang bersangkutan. Jika publikasi tersebut mengandung informasi positif, maka investor diharapkan akan bereaksi positif pada saat informasi tersebut diterima pasar. Sebaliknya apabila publikasi mengandung informasi negatif, maka investor juga akan bereaksi secara negatif. Dengan demikian reaksi pasar akan tercermin dengan adanya perubahan harga dan volume transaksi saham perusahaan yang bersangkutan dan diukur dengan menggunakan harga saham pada saat penutupan (closing price).
2.6. Risiko Sistematik Risiko merupakan kemungkinan perbedaan antara return aktual yang diterima
dengan
return
yang
diharapkan.
Semakin
besar
kemungkinan
perbedaannya, maka akan semakin besar pula risiko investasi tersebut. Ada beberapa sumber risiko yang bisa mempengaruhi besarnya risiko suatu investasi. Sumbersumber tersebut antara lain adalah, risiko suku bunga, risiko pasar, risiko inflasi, risiko bisnis, risiko finansial, risiko likuiditas, risiko nilai tukar mata uang dan risiko negara (Tandelilin, 2001). Di samping berbagai sumber risiko di atas, dalam manajemen investasi modern dikenal juga pembagian risiko total investasi ke dalam dua jenis risiko, yaitu : risiko nonsistematik dan risiko sistematik. Risiko nonsistematik disebut juga
sebagai risiko spesifik, yaitu risiko yang tidak terkait dengan perubahan pasar secara keseluruhan. Dalam manajemen portofolio disebutkan bahwa risiko nonsistematik dapat diminimalkan dengan melakukan diversifikasi investasi. Risiko sistematik merupakan risiko yang berkaitan dengan perubahan yang terjadi di pasar secara keseluruhan. Risiko sistematik tidak dapat diminimalkan dengan diversifikasi. Perubahan pasar akan mempengaruhi variabilitas return suatu investasi (Brigham, 2001). Menurut Jones (2004), “Systematic risk as is shown in part two on portfolio management an investor can construct a diversified portfolio and eliminate part of the total risk. The diversiviable or non market part. What is left is the diversiviable portion or the market risk variability in a securities total return that is directly associated with overall movements in the general market or economy”. Risiko sistematik dari suatu sekuritas atau portofolio yang relatif terhadap risiko pasar dapat diukur dengan beta saham. Beta suatu sekuritas adalah kuantitatif yang mengukur sensitivitas keuntungan dari suatu sekuritas dalam merespon pergerakan keuntungan pasar. Semakin tinggi tingkat beta, semakin tinggi risiko sistematik yang tidak dapat dihilangkan karena diversifikasi. Untuk menghitung Beta digunakan teknik regresi, yaitu mengestimasi Beta suatu sekuritas dengan menggunakan return-return sekuritas sebagai variabel terikat dan return-return pasar sebagai variabel bebas. Dalam penilaian saham, terdapat beberapa model teoritis yang dapat digunakan terkait dengan analisis fundamental dan analisis teknikal. Namun secara sederhana variabilitas harga saham tergantung pada earning dan deviden suatu perusahaan seperti yang dinyatakan Fuller and Farrell (1987), “key determinant of security price is expectations concerning the firm’s earning and dividends and their associated risk”. Model yang dikembangkan adalah pendekatan Gordon yaitu
Devidend Discount Model (DDM) yang constant growth. Faktor-faktor tersebut sebagai variabel bebas yang didasarkan pada pemikiran bahwa faktor tersebut menggambarkan risiko dan return yang akan diterima para pemodal atas investasinya pada saham. Rumus yang digunakan untuk mencari risiko sistematik (Beta) adalah sebagai berikut :
IHSG t – IHSG t-1 Rm
= IHSG t-1 Pi t – Pi t-1 + Di t
Ri
= Pi t-1
Dimana: Rm = IHSGt = IHSGt-1= Pi t = Pi t-1 = Di = = Ri
Beta
Return market Indeks Harga Saham Gabungan tahun t Indeks Harga Saham Gabungan tahun t-1 Harga Saham i tahun t Harga Saham i tahun t-1 Deviden saham i Return saham i
=
(n ∑Rm * Ri – ∑Rm ∑Ri ) (n ∑Rm
2
– (∑Rm ) 2 )
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Bursa Efek Jakarta yang beralamat di Jakarta Stock Exchange Building, Jalan Jendral Sudirman Kav. 52-53, Jakarta 12190. Penelitian ini dilakukan selama 4 bulan, yaitu dari bulan April 2007 sampai dengan Juli 2007.
3.2. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kuantitatif. Berdasarkan permasalahan yang diteliti, penelitian ini digolongkan kepada bentuk penelitian kausal asimetris, yakni penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas terhadap variabel terikat. Sifat penelitian ini adalah deskriptif eksplanatori.
3.3. Populasi dan Sampel Populasi dari penelitian ini adalah seluruh perusahaan properti (sektor property, real estate, and building contruction) yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta sampai dengan tahun 2006, yaitu sebanyak 37 perusahaan. Dalam proses pengambilan sampel dipergunakan metode purposive sampling, dengan kriteria sampel adalah sebagai berikut : a. perusahaan properti (property, real estate dan building contruction) yang telah terdaftar sampai dengan tahun 2002 dan masih terdaftar hingga tahun 2006. b. perusahaan properti yang memiliki laporan keuangan lengkap dan telah memberikannya ke bursa setiap tahun (dari tahun 2002 sampai dengan 2006).
c. perusahaan properti yang sahamnya aktif diperdagangkan di lantai bursa dari tahun 2002 sampai 2006. Adapun yang maksud dengan aktif diperdagangkan adalah jika terjadi volume transaksi mencapai minimal 1% dari jumlah lembar saham yang terdaftar di bursa (listed shares). Berdasarkan kriteria di atas, maka terdapat 16 perusahaan yang menjadi sampel penelitian dan memenuhi kriteria tersebut, seperti dalam tabel di bawah : Tabel 3.1 Daftar Perusahaan Sampel NO
KODE
NAMA EMITEN
Tanggal
Tanggal Berdiri
Listing 1
BIPP
Bhuwanatala Indah Permai Tbk
23 Okt 1995
21 Des 1986
2
CTRA
Ciputra Development Tbk
28 Mar 1994
22 Okt 1981
3
CTRS
Ciputra Surya Tbk
15 Jan 1999
01 Mar 1989
4
DART
Duta Anggada Realty Tbk
08 Mei 1990
30 Des 1983
5
DILD
Dharmala Intiland Tbk
04 Sep 1991
10 Jun 1983
6
DUTI
Duta Pertiwi Tbk
02 Nov 1994
29 Des 1972
7
JAKA
Jaka Inti Realtindo Tbk.
02 Agt 2000
3 Feb 1993
8
JIHD
Jakarta Intr. Hotel & Dev. Tbk.
29 Feb 1984
07 Nov 1969
9
JRPT
Jaya Real Property Tbk
29 Jun 1994
22 Des 1979
10
KARK
Karka Yasa Profilia Tbk.
25 Jul 2001
21 Apr 1994
11
KIJA
Kawasan Industri Jababeka Tbk
10 Jan 1995
12 Jan 1989
12
MDLN
Modernland Realty Ltd. Tbk.
18 Jan 1993
11 Jan 1901
13
RBMS
Ristia Bintang Mahkotasejati Tbk.
19 Des 1997
22 Mei 1985
14
SMRA
Summarecon Agung Tbk
07 Mei 1990
26 Nov 1975
15
SIIP
Suryainti Permata Tbk
08 Jan 1998
14 Feb 1990
16
SSIA
Surya Semesta Internusa Tbk
27 Mar 1997
15 Jun 1971
Sumber : Situs resmi BEJ , http://www.jsx.co.id (data diolah)
3.4. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data tersebut bersumber dari Jakarta Stock Exchange Monthly, JSX Statistic, dan Indonesian Capital Market Directory 2002-2006 yang dikeluarkan oleh Bursa Efek Jakarta, yang memuat laporan keuangan tahunan dari setiap emiten, serta dari situs resmi Bursa Efek Jakarta (http://www.jsx.co.id). Data yang digunakan merupakan gabungan data antar perusahaan properti (cross section) dan data antar waktu (time series), yang disebut juga dengan pooling data.
3.5. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dilakukan dengan studi dokumentasi yang dilakukan dengan cara mengakses situs resmi Bursa Efek Jakarta dan Bank Indonesia, serta dokumen berupa buletin khusus yang dikeluarkan oleh Bursa Efek Jakarta.
3.6. Identifikasi dan Definisi Operasional Variabel 1. Identifikasi Variabel Variabel-variabel yang akan diuji dalam penelitian ini adalah : a. Variabel terikat (Y) Variabel terikat dalam penelitian ini adalah harga saham perusahaan properti. b. Variabel bebas (X) Variabel bebas dalam penelitian ini adalah faktor fundamental perusahaan yang terdiri dari rasio-rasio : Return on Assets (ROA), Return on Equity (ROE), Debt to Equity Ratio (DER), Price Earning Ratio (PER), Earning Per Share (EPS), Book Value (BV) dan risiko sistematik (Beta).
2. Definisi Operasional Variabel Untuk menjelaskan variabel-variabel yang sudah diidentifikasikan, maka definisi operasional variabel adalah sebagai berikut : a. Harga Saham /Y Harga saham merupakan realisasi harga saham tertinggi ditambah dengan harga saham terendah, kemudian dibagi dua setiap tahunnya, sebagaimana yang dilaporkan oleh Bursa Efek Jakarta. b. Faktor Fundamental (X1) perusahaan yang terdiri dari rasio-rasio keuangan, yaitu : 1. Return on Assets (ROA) / X1.1 Return on Assets menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dengan menggunakan aktiva (assets) yang dimiliki oleh perusahaan. Semakin tinggi ROA maka semakin baik dalam memberikan pengembalian kepada penanam modal. 2. Return on Equity (ROE) / X1.2 Return on Equity mengukur tingkat keuntungan dari investasi yang telah dilakukan pemilik modal sendiri atau pemegang saham. Semakin tinggi ROE menunjukkan semakin efisien perusahaan dalam menggunakan modal sendiri untuk menghasilkan laba atau keuntungan bersih. 3. Debt to Equity Ratio (DER) / X1.3 Debt to Equity Ratio merupakan salah satu financial leverage yang dipertimbangkan sebagai variabel keuangan dalam penelitian ini karena secara teoritis menunjukkan risiko suatu perusahaan yang berdampak pada ketidakpastian
harga
saham
suatu
perusahaan.
DER
menunjukkan
kemampuan perusahaan dalam membayar hutang dengan ekuitas yang dimilikinya. 4. Price Earning Ratio (PER) / X1.4 Merupakan rasio nilai pasar yang mengukur perbandingan antara harga saham di pasar perdana dengan pendapatan yang diterima. 5. Earning Per Share (EPS) / X1.5 Earning Per Share (EPS) merupakan rasio yang menunjukkan berapa besar kemampuan per lembar saham dalam menghasilkan laba. 6. Book Value (BV) / X1.6 Book
Value
merupakan
nilai
buku
saham
yang
menggambarkan
perbandingan total modal (equity) terhadap jumlah saham. BV digunakan juga
untuk
melihat
harga
suatu
securitas
apakah overpriced
atau
underpriced. c. Risiko Sistematik (X2) yaitu : 1. Beta / X2.1 Variabel beta digunakan untuk menggambarkan risiko sistematik yang dimasukkan dalam model analisis. Semakin tinggi tingkat beta, maka semakin tinggi risiko sistematik yang tidak dapat dihilangkan karena diversifikasi. Skala pengukuran yang digunakan adalah skala rasio.
Tabel 3.2 Definisi Operasional Variabel Variabel Variabel Terikat Harga Saham (Y)
Variabel Bebas Faktor Fundamental (X1)
Indikator
Skala
Closing Price
Harga saham merupakan Rasio realisasi harga saham tertinggi ditambah dengan harga saham terendah, kemudian dibagi dua setiap tahunnya
ROA (X1.1)
Menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dengan menggunakan aktiva (assets) yang dimiliki oleh perusahaan. Mengukur tingkat keuntungan dari investasi yang telah dilakukan pemilik modal sendiri atau pemegang saham Menunjukkan kemampuan perusahaan dalam membayar hutang dengan ekuitas yang dimilikinya Merupakan rasio nilai pasar yang mengukur perbandingan antara harga saham di pasar perdana dengan pendapatan yang diterima. Merupakan rasio yang menunjukkan berapa besar kemampuan per lembar saham dalam menghasilkan laba Merupakan nilai buku saham yang menggambarkan perbandingan total modal (equity) terhadap jumlah saham Menggambarkan risiko pasar yang dimasukkan dalam model analisis
ROE (X1.2)
DER (X1.3)
PER (X1.4)
EPS (X1.5)
BV (X1.6)
Risiko (X2)
Definisi
Sistematik Beta (X2.1)
Rasio
Rasio
Rasio
Rasio
Rasio
Rasio
Rasio
3.7. Model Analisis Data Model analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah analisis Regresi Linier Berganda. Sebelum melakukan estimasi yang tidak bias dengan
analisis regresi, perlu dilakukan uji BLUE, yaitu pengujian antar variabel bebas supaya
tidak
terjadi
multikolinieritas,
heteroskedastisitas,
normalitas,
dan
autokorelasi. Bentuk model yang digunakan adalah : Y = a + B1 X1.1 + B2 X1.2 + B3 X1.3 + B4 X1.4 + B5 X1.5 + B6 X1.6 + B7 X2.1 + e Dimana: Y a X1.1 X1.2 X1.3 X1.4
= = = = = =
Harga Saham Konstanta Return on Assets (ROA) Return on Equity (ROE) Debt to Equity Ratio (DER) Price Earning Ratio (PER)
X1.5 X1.6 X2.1 e B1-7
= = = = =
Earning Per Share (EPS) Book Value (BV) Beta Variabel pengganggu Koefisien Regresi
Analisis data dilakukan dengan bantuan Statistical Package for Social Sciences (SPSS) versi 13,0 dengan menggunakan tingkat kepercayaan (convidence interval) sebesar 95% dan tingkat toleransi kesalahan (alpha) 5%.
3.8. Pengujian Asumsi Klasik 1. Uji Normalitas Uji normalitas pada penelitian ini dilakukan dengan uji KolmogorovSminov, dimana jika angka signifikansi yang ditunjukkan dalam tabel lebih kecil dari alpha 5% maka dikatakan data tidak memenuhi asumsi normalitas, sedangkan sebaliknya, jika angka signifikan di dalam tabel lebih besar dari alpha 5% maka data sudah memenuhi asumsi normalitas (Ghozali, 2005).
2. Uji Multikolonieritas Uji Multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah ada ditemukan korelasi di antara variabel bebas (independent variabel). Jika terjadi korelasi maka terdapat problem multikolonieritas. Pada model regresi yang baik tidak terjadi
korelasi di antara variabel bebasnya. Gejala ini dapat dideteksi dengan nilai Tolerance dan nilai variance inflation factor (VIF). Nilai Tolerance rendah sama dengan nilai VIF tinggi (VIF = 1/Tolerance). Nilai cutoff atau batas yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya multikolonieritas adalah nilai Tolerance < 0,10 atau sama dengan nilai VIF > 10. Setiap peneliti harus menentukan tingkat kolonieritas yang masih dapat ditolerir. Sebagai misal nilai Tolerance = 0,10 sama dengan tingkat kolonieritas 0,95 (Ghozali, 2005 : 92).
3. Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual suatu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varians dari residual tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika varians berbeda disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah tidak terjadi heteroskedastisitas. Untuk mendeteksi apakah ada atau tidak gejala heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat Grafik Plot, dan Uji Park. Park mengemukakan metode bahwa varians (s2) merupakan fungsi dari variabel-variabel bebas. Uji ini dilakukan dengan menguadratkankan nilai residual (U2i) dari model kemudian kuadrat nilai residual dilogaritmakan (LnU2i). Kemudian nilai logaritma dari kuadrat residual dimasukkan sebagai variabel terikat dalam persamaan regresi yang baru. Jika angka signifikansi t yang diperoleh dari persamaan regresi yang baru lebih besar dari alpha 5%, maka dikatakan tidak terdapat heteroskedastisitas dalam data model. Sebaliknya, jika angka signifikansi yang diperoleh lebih kecil dari alpha 5%, maka dapat dikatakan terdapat heteroskedastisitas dalam data model (Ghozali, 2005). 4. Uji Autokorelasi
Uji ini dilakukan untuk menunjukkan bahwa tidak ada autokorelasi atau kondisi yang berurutan diantara gangguan atau disturbance yang masuk ke dalam fungsi regresi. Untuk mendeteksi ada tidaknya gejala autokorelasi dapat dilakukan dengan uji Durbin Watson atau uji d. Nilai d memiliki batas 0 sampai dengan 4, dan juga memiliki batas bawah dL dan juga batas atas dU. Pedoman pengambilan keputusan untuk nilai d menurut Ghozali (2005) adalah sebagai berikut: a. Apabila d < dL atau d > (4 – dL) berarti terdapat autokorelasi b. Apabila d terletak antara dU dan (4 – dU) berarti tidak terdapat autokorelasi c. Apabila nilai d terletak antara dL dan dU (dL < d < dU) atau antara (4 – dU) dan (4 – dL) maka uji Durbin Watson tidak menghasilkan kesimpulan yang pasti (No Decision). Pada nilai ini tidak dapat disimpulkan apakah terdapat autokorelasi atau tidak terdapat autokorelasi.
5. Uji Linearitas Model Uji ini digunakan untuk melihat apakah spesifikasi model yang digunakan dalam penelitian sebaiknya berbentuk linear, kuadrat atau kubik (Ghozali, 2005). Salah satu uji yang dipergunakan untuk linearitas adalah uji Lagrange Multiplier yang dilakukan dengan menghubungkan nilai residual model dengan nilai kuadrat variabel bebas ke dalam persamaan regresi yang baru. Nilai R2 baru yang diperoleh dikalikan dengan n jumlah pengamatan (observasi) untuk mendapatkan c2 hitung. Jika c2 hitung lebih kecil dari c2 tabel, maka dapat dikatakan spesifikasi model dalam bentuk linear.
3.9. Pengujian Hipotesis 1. Uji Serempak (Uji F) Uji signifikansi serempak atau Uji F ini dimaksudkan untuk melihat kemampuan menyeluruh dari variabel bebas yaitu B1, B2, B3, B4, B5, B6, B7 untuk dapat atau mampu menjelaskan tingkah laku atau keragaman variabel terikat Y. Uji F juga dimaksudkan untuk mengetahui apakah semua variabel bebas memiliki koefisien regresi sama dengan nol. Hipotesis yang akan diuji ditulis sebagai berikut : H0 :
B1 , B2 , B3 , B4 , B5 , B6, B7 = 0
(Faktor fundamental yang terdiri dari :
Return on Assets (ROA), Return on Equity (ROE), Debt to Equity Ratio (DER), Price Earning Ratio (PER), Earning Per Share (EPS), Book Value (BV) dan risiko sistematik (Beta) secara serempak atau simultan tidak memiliki pengaruh terhadap harga saham properti di Bursa Efek Jakarta). Ha :
Minimal satu Bi ≠ 0, i = 1,2,3,4,5,6,7
(Faktor fundamental yang terdiri
dari : Return on Assets (ROA), Return on Equity (ROE), Debt to Equity Ratio (DER), Price Earning Ratio (PER), Earning Per Share (EPS), Book Value (BV) dan risiko sistematik (Beta) secara serempak atau simultan memiliki pengaruh terhadap harga saham properti di Bursa Efek Jakarta). Uji ini dilakukan dengan membandingkan nilai Fhitung dengan Ftabel, dengan ketentuan jika nilai Fhitung lebih besar dari nilai Ftabel atau signifikansi Fhitung lebih kecil dari alpha 5% maka H0 ditolak dan Ha diterima. Dapat disimpulkan bahwa variabel bebas (independent variable) dalam model mempengaruhi variabel terikat (dependent variable). Demikian pula sebaliknya apabila Fhitung lebih kecil dari Ftabel maka H0 diterima dan Ha ditolak. Artinya bahwa variabel bebas dalam model secara bersama-sama tidak mempengaruhi variabel terikat.
2. Uji Parsial (Uji t) Uji signifikansi parsial atau Uji t adalah untuk menguji apakah suatu variabel bebas berpengaruh atau tidak terhadap veriabel terikat. Pada regresi berganda Y = a + B1X1.1 + B2X1.2 + B3X1.3 + B4X1.4 + B5X1.5 + B6X1.6 + B7X2.1 +e mungkin secara bersama-sama atau global pengaruh semua variabel bebas dari B1 sampai B7 nyata. Namun demikian belum tentu secara individu atau parsial seluruh variabel dari B1 sampai B7 berpengaruh nyata terhadap variabel terikatnya. Hipotesis yang akan diuji ditulis sebagai berikut: H0 :
Bi = 0 , (Faktor
fundamental
yang terdiri
dari : Return on Assets
(ROA), Return on Equity (ROE), Debt to Equity Ratio (DER), Price Earning Ratio (PER), Earning Per Share (EPS), Book Value (BV) dan
risiko
sistematik (Beta) secara parsial tidak memiliki pengaruh terhadap harga saham properti di Bursa Efek Jakarta). Ha :
Bi ≠ 0 , (Faktor fundamental yang terdiri dari : Return on Assets (ROA), Return on Equity (ROE), Debt to Equity Ratio (DER), Price Earning Ratio (PER), Earning Per Share (EPS), Book Value (BV) dan risiko sistematik (Beta) secara parsial memiliki pengaruh terhadap harga saham properti di Bursa Efek Jakarta).
Untuk mengetahui apakah suatu variabel bebas secara parsial berpengaruh nyata atau tidak digunakan uji t atau t-student, dengan ketentuan jika t
hitung
lebih besar
dari t tabel atau signifikansi t hitung lebih kecil dari alpha 5% maka H0 ditolak dan Ha diterima. Dapat disimpulkan bahwa variabel bebas (independent variable) dalam model secara parsial mempengaruhi variabel terikat (dependent variable). Demikian pula sebaliknya apabila t hitung lebih kecil dari t tabel maka H0 diterima dan Ha ditolak.
Artinya bahwa secara parsial variabel bebas dalam model tidak mempengaruhi variabel terikat.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Deskripsi Data Penelitian Perusahaan property, real estate dan building contruction yang memenuhi kriteria sebagai sampel dalam penelitian ini adalah perusahaan properti yang terdaftar sampai dengan tahun 2002 dan masih terdaftar hingga tahun 2006, memiliki laporan keuangan lengkap dari tahun 2002-2006 dan aktif diperdagangkan di lantai bursa selama periode tersebut yaitu, minimal volume transaksi 1% dari jumlah lembar saham yang terdaftar di bursa (listed shares). Perusahaan yang masuk dalam kriteria sampel yang dipilih adalah seperti yang terlihat dalam Tabel 4.1. berikut:
Tabel 4.1 Daftar Perusahaan Sampel NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
KODE BIPP CTRA CTRS DART DILD DUTI JAKA JIHD JRPT KARK KIJA MDLN RBMS SMRA SIIP SSIA
NAMA EMITEN Bhuwanatala Indah Permai Tbk Ciputra Development Tbk Ciputra Surya Tbk Duta Anggada Realty Tbk Dharmala Intiland Tbk Duta Pertiwi Tbk Jaka Inti Realtindo Tbk. Jakarta Intr. Hotel & Dev. Tbk. Jaya Real Property Tbk Karka Yasa Profilia Tbk. Kawasan Industri Jababeka Tbk Modernland Realty Ltd. Tbk. Ristia Bintang Mahkotasejati Tbk. Summarecon Agung Tbk Suryainti Permata Tbk Surya Semesta Internusa Tbk
Sumber : Hasil Penelitian, 2007 (data diolah)
Listing 23 Okt 1995 28 Mar 1994 15 Jan 1999 08 Mei 1990 04 Sep 1991 02 Nov 1994 02 Agt 2000 29 Feb 1984 29 Jun 1994 25 Jul 2001 10 Jan 1995 18 Jan 1993 19 Des 1997 07 Mei 1990 08 Jan 1998 27 Mar 1997
Sektor Property, real estate Property, real estate Property, real estate Property, real estate Property, real estate Property, real estate Property, real estate Property, real estate Property, real estate Property, real estate Property, real estate Property, real estate Property, real estate Property, real estate Property, real estate Building Construction
Data yang diperoleh dari hasil analisa deskriptif, menunjukkan nilai tertinggi (maximum), nilai terendah (minimum), rata-rata (mean) dan standar deviasi dari setiap variabel yang diteliti, baik itu variabel bebas yaitu faktor fundamental yang terdiri dari ROA, ROE, DER, PER, EPS, BV dan risiko sistematik (Beta), serta variabel terikat yaitu harga saham. Hasil analisa deskriptif dapat dilihat pada Tabel 4.2. berikut :
Tabel 4.2 Deskripsi Data Penelitian Descriptive Statistics N ROA ROE DER PER EPS BV BETA Harga Saham Valid N (listwise)
80 80 80 80 80 80 80 80 80
Minimum -8.68 -1717.39 -193.04 -65.40 -154.63 -2403.18 -298.57 15
Maximum 17.86 1840.92 608.05 3061.06 524.25 2251.85 900.31 1170
Mean 3.4390 29.6769 9.4968 55.4883 48.9173 394.0653 51.5010 282.39
Std. Deviation 5.68159 316.01310 81.54365 343.80707 106.55289 669.50920 193.58615 274.383
Sumber : Hasil Penelitian, 2007 (data diolah)
Berdasarkan Tabel 4.2. maka dapat disimpulkan bahwa rata-rata rasio return on assets (ROA) perusahaan sampel adalah 3,4390%. Nilai ROA terendah selama tahun pengamatan adalah ROA emiten PT. Jakarta Int. Hotel & Dev. Tbk (JIHD) pada tahun 2004 yaitu -8,68% dan nilai ROA tertinggi adalah ROA emiten PT. Suryainti Permata Tbk. (SIIP) pada tahun 2005 yaitu 17,86%. Nilai standar deviasinya sebesar 5,6816 menunjukkan bahwa selama tahun pengamatan, kondisi ROA perusahaan sampel sangat berfluktuasi, rata-rata jarak antara perusahaan yang mempunyai rasio antara laba dan asetnya tinggi dan positif cukup jauh dengan rata-
rata jarak antara perusahaan yang mempunyai rasio antara laba dan asetnya sangat rendah. ROA merupakan rasio antara laba bersih setelah pajak (net income after tax) terhadap total assets. ROA mencerminkan kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba bersih setelah pajak dari total aset yang digunakan untuk operasional perusahaan (Gitman, 2003). Semakin tinggi rasio ini, menunjukkan bahwa perusahaan semakin efektif dalam memanfaatkan aktiva untuk menghasilkan laba bersih setelah pajak. Dengan demikian, semakin tinggi ROA menunjukkan semakin efektif kinerja perusahaan. Rata-rata rasio return on equity (ROE) perusahaan sampel adalah 29,6769%. Nilai ROE terendah selama tahun pengamatan adalah ROE emiten PT. Dharmala Intiland Tbk. (DILD) pada tahun 2002 yaitu -1.717,39% dan tertinggi pada tahun 2006 yaitu 1.840,92%. Nilai standar deviasinya sebesar 316,0131 menunjukkan bahwa selama tahun pengamatan, kondisi ROE perusahaan sampel sangat berfluktuasi, rata-rata jarak antara perusahaan yang mempunyai rasio antara laba dan modalnya tinggi dan positif cukup jauh dengan rata-rata jarak antara perusahaan yang mempunyai rasio antara laba dan modalnya sangat rendah. ROE adalah rasio laba bersih terhadap ekuitas saham biasa atau mengukur tingkat pengembalian atas investasi pemegang saham. Rumus yang dipakai adalah laba bersih yang tersedia untuk pemegang saham dibagi dengan ekuitas saham. Rata-rata debt to equity ratio (DER) selama periode pengamatan adalah 9,4968%, yang menunjukkan kemampuan perusahaan dalam melunasi hutangnya jika menggunakan modal sendiri. Rasio DER tertinggi dicapai oleh PT. Dharmala Intiland Tbk. (DILD) pada tahun 2003 yaitu sebesar 608,05%, dimana pada tahun sebelumnya yaitu tahun 2002 perusahaan tersebut mempunyai DER terendah selama
periode pengamatan yaitu sebesar
-193.04%. Nilai standar deviasinya adalah
sebesar 81,5437. Kondisi DER perusahaan sampel sangat berfluktuasi, rata-rata jarak antara perusahaan yang mempunyai rasio antara hutang dengan modal yang tinggi cukup jauh dengan rata-rata jarak antara perusahaan yang mempunyai rasio antara hutang dengan modal yang sangat rendah. Rasio nilai pasar perusahaan properti ditunjukkan oleh price earning ratio (PER) yang besarnya 55,4883 kali, yang artinya jika saham perusahaan diperdagangkan pada harga perdana, maka saham perusahaan ini akan terjual dengan kelipatan 55,4883 kali di bawah laba per sahamnya. Perbedaan nilai PER diantara perusahaan properti terlihat sangat besar, PT. Ristia Bintang Mahkotasejati Tbk. (RBMS) pada tahun 2002 memiliki nilai PER terendah yaitu -65,40 kali, sementara itu PT. Suryainti Permata Tbk. (SIIP) pada tahun yang sama mencapai nilai PER tertinggi yaitu 3.061,06 kali. Nilai standar deviasinya adalah 343,8071 menunjukkan bahwa nilai PER perusahaan sampel selama periode pengamatan sangat berfluktuasi dan bervariasi, rata-rata jarak antara perusahaan yang mempunyai rasio antara harga saham dengan laba yang tinggi dan positif cukup jauh dengan rata-rata jarak antara perusahaan yang mempunyai rasio antara harga saham dengan laba yang rendah dan negatif. Berapa besar keuntungan yang diperoleh oleh investor per lembar saham yang diinvestasikannya dapat dilihat dari earning per share (EPS) yaitu rasio antara laba bersih dengan total saham. Rata-rata EPS perusahaan sampel selama periode pengamatan adalah sebesar Rp.48,9173. Rasio EPS tertinggi dicapai oleh PT. Duta Anggada Realty Tbk. (DART) yaitu sebesar Rp.524,25 pada tahun 2002, sedangkan EPS terendah terjadi pada emiten yang sama pada tahun 2004 yaitu sebesar Rp.154,63. Nilai standar deviasinya sebesar 106,55 menunjukkan bahwa nilai EPS
perusahaan sampel selama periode pengamatan sangat berfluktuasi dan bervariasi, rata-rata jarak antara perusahaan yang mempunyai rasio antara laba dengan jumlah saham yang tinggi dan positif cukup jauh dengan rata-rata jarak antara perusahaan yang mempunyai rasio antara laba dengan jumlah saham yang rendah dan negatif. Rata-rata rasio book value (BV) perusahaan sampel adalah Rp.394,0653. Nilai BV terendah dan tertinggi dimiliki oleh PT. Duta Anggada Realty Tbk. (DART). Nilai BV terendah terjadi pada tahun 2002 dengan nilai Rp.-2.403,18 dan tertinggi pada tahun 2004 dengan nilai Rp.2.251,85. Nilai standar deviasinya sebesar 669,5092 menunjukkan bahwa selama tahun pengamatan, kondisi BV perusahaan sampel sangat berfluktuasi, rata-rata jarak antara perusahaan yang mempunyai rasio antara total ekuitas dan jumlah sahamnya tinggi dan positif cukup jauh dengan ratarata jarak antara perusahaan yang mempunyai rasio antara total ekuitas dan jumlah sahamnya sangat rendah. Rata-rata Beta perusahaan sampel adalah 51,5010. Nilai Beta terendah dimiliki oleh emiten PT. Jaka Inti Realtindo Tbk. (JAKA) yaitu sebesar -298,57 pada tahun 2003 dan pada tahun yang sama emiten PT. Ciputra Surya Tbk (CTRS) mempunyai beta tertinggi yaitu 900,31. Nilai standar deviasinya sebesar 193,5862 menunjukkan bahwa selama tahun pengamatan, beta saham sangat berfluktuasi, karena jarak antara beta terendah dan beta tertinggi cukup jauh. Hal ini menunjukkan besar kecilnya resiko yang akan ditanggung oleh investor apabila melakukan diversifikasi dengan memilih saham perusahaan yang bersangkutan. Apabila salah satu diversifikasinya memilih saham emiten
PT. Ciputra Surya
Tbk. (CTRS), maka akan mempunyai resiko yang lebih besar, akan tetapi keuntungan yang diperoleh juga akan lebih besar.
Rata-rata harga saham perusahaan sampel selama periode pengamatan adalah sebesar Rp.282,39. Harga saham terendah selama periode pengamatan dimiliki oleh emiten PT. Bhuwanatala Indah Permai Tbk. (BIPP) pada tahun 2002 yaitu sebesar Rp.15. Sedangkan harga saham tertinggi selama periode pengamatan dimiliki oleh emiten PT. Summarecon Agung Tbk. (SMRA) pada tahun 2006 yaitu sebesar Rp.1.170. Nilai standar deviasinya adalah 274,383 menunjukkan bahwa kondisi harga saham perusahaan sampel selama periode pengamatan sangat berfluktuasi, karena jarak harga saham terendah dan tertinggi cukup jauh.
4.2. Hasil Uji Asumsi Klasik 1. Hasil Uji Normalitas Uji normalitas dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan analisis grafik dan uji statistik Kolmogorov-Smirnov. Tampilan grafik histogram yang terlihat pada Gambar 4.1. di bawah ini memberikan pola distribusi yang normal karena menyebar secara merata baik ke kiri maupun ke kanan.
Histogram
Dependent Variable: Harga Saham
14
Frequency
12 10 8 6 4 2 0 -2
-1
0
1
2
3
Mean = -5.84E-16 Std. Dev. = 0.93 N = 53
Regression Standardized Residual
Gambar 4.1. Grafik Histogram Pada Gambar 4.2. grafik normal plot di bawah ini terlihat bahwa titik-titik menyebar disekitar garis diagonal, dan penyebarannya mengikuti arah garis
diagonal. Dari kedua grafik di atas dapat disimpulkan bahwa model regresi memenuhi asumsi normalitas.
Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual
Dependent Variable: Harga Saham 1.0
Expected Cum Prob
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0 0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
Observed Cum Prob
Gambar 4.2. Grafik Normal Plot Selain dengan analisis grafik, dapat dilakukan uji normalitas dengan melihat angka signifikan dari Kolmogorov-Smirnov test, yaitu dengan cara melakukan uji Kolmogorov-Smirnov pada data residual. Dan hasil uji normalitas terlihat pada Tabel 4.3. sebagai berikut : Tabel 4.3 Hasil Uji Normalitas One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
N Normal Parameters a,b Most Extreme Differences
Mean Std. Deviation Absolute Positive Negative
Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
Sumber : Hasil Penelitian, 2007 (data diolah)
Unstandardiz ed Residual 53 .0000000 211.22876819 .134 .134 -.086 .977 .296
Dari tabel hasil uji normalitas di atas terlihat bahwa semua variabel berdistribusi normal, hal ini dapat dilihat dari signifikansi Kolmogorov-Smirnov test sebesar 0,296 yaitu lebih besar dari 0,05.
2. Hasil Uji Multikolonieritas Pengujian multikolonieritas pada penelitian ini dilakukan dengan melihat nilai collinearity statistics dan nilai koefisien korelasi diantara variabel bebas. Hasil pengujian terlihat pada Tabel 4.4. sebagai berikut : Tabel 4.4 Hasil Uji Multikolonieritas Coefficients
Model 1
ROA DER EPS LgROE BETA LgPER LgBV
a
Collinearity Statistics Tolerance VIF .426 2.348 .288 3.467 .528 1.895 .155 6.456 .821 1.217 .365 2.743 .547 1.829
a. Dependent Variable: Harga Saham
Sumber : Hasil Penelitian, 2007 (data diolah)
Uji multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independent variable). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel bebas. Multikolonieritas terjadi apabila (1) nilai tolerance ( Tolerance < 0.10) dan (2) variance inflation factor (VIF > 10). Berdasarkan Tabel 4.4. terlihat nilai VIF untuk variabel ROA, LgROE, DER, LgPER, EPS, LgBV dan Beta lebih kecil dari 10. Sedangkan nilai tolerance nya lebih besar dari 0.10. Hal ini menunjukkan bahwa variabel bebas dalam penelitian ini tidak saling berkorelasi atau tidak ditemukan
adanya korelasi antara variabel bebas, sehingga model tidak mengandung multikolonieritas.
3. Hasil Uji Heteroskedastisitas Pendeteksian masalah heteroskesdastisitas dalam model regresi dilakukan dengan menggunakan grafik plot antara nilai prediksi variabel terikat (dependent variable).
Jika
pada
grafik
terdapat
pola
tertentu
yang
teratur,
maka
mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas. Dan apabila tidak ada pola yang jelas, maka tidak terjadi heteroskedastisitas pada model.
Scatterplot
Dependent Variable: Harga Saham
Regression Standardized Predicted Value
2
1
0
-1
-2
-3
-4 -2
-1
0
1
2
3
4
Regression Studentized Residual
Gambar 4.3. Scatterplot Heteroskedastisitas
Dari Gambar 4.3. scatterplot terlihat bahwa titik-titik menyebar secara acak serta tersebar baik di atas maupun di bawah angka 0 (nul) pada sumbu Y. Hal ini dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi, sehingga model regresi layak dipakai untuk memprediksi harga saham berdasarkan masukan variabel bebas (independent) ROA, LgROE, DER, LgPER, EPS, LgBV dan Beta.
Analisis dengan grafik plots memiliki kelemahan yang cukup signifikan oleh karena jumlah pengamatan mempengaruhi hasil ploting. Semakin sedikit jumlah pengamatan semakin sulit menginterprestasikan hasil grafik plot. Oleh sebab itu diperlukan uji statistik yang lebih dapat menjamin keakuratan hasil. Uji statistik yang digunakan adalah uji Park. Uji ini dilakukan dengan menguadratkankan nilai residual (U2i) dari model kemudian kuadrat nilai residual dilogaritmakan (LnU2i). Kemudian nilai logaritma dari kuadrat residual dimasukkan sebagai variabel terikat dalam persamaan regresi yang baru. Jika koefisien parameter beta dari persamaan regresi tersebut tidak signifikan secara statistik, maka dapat dikatakan tidak terdapat heteroskedastisitas dalam model penelitian (Ghozali, 2005). Tabel 4.5 Hasil Uji Heteroskedastisitas Coefficientsa
Model 1 (Constant) ROA LgROE DER LgPER EPS BETA LgBV
Unstandardized Coefficients B Std. Error 2.773 1.131 -.055 .071 .627 .629 -.005 .004 -.112 .317 -.008 .007 .004 .002 -.088 .514
Standardized Coefficients Beta -.336 .715 -.761 -.116 -.483 .552 -.074
t 2.452 -.776 .996 -1.130 -.355 -1.171 1.722 -.171
Sig. .027 .450 .335 .276 .727 .260 .106 .867
Collinearity Statistics Tolerance VIF .257 .093 .106 .452 .283 .469 .255
3.886 10.698 9.419 2.213 3.532 2.130 3.925
a. Dependent Variable: LnU2iii
Sumber : Hasil Penelitian, 2007 (data diolah)
Hasil uji Park dapat dilihat pada Tabel 4.5, yang menunjukkan bahwa semua koefisien parameter beta untuk variabel bebas tidak ada yang signifikan, maka dapat disimpulkan bahwa pada model regresi tidak terdapat heteroskedastisitas. Hal ini konsisten dengan hasil uji scatterplots.
4. Hasil Uji Autokorelasi Pendeteksian masalah autokorelasi dilakukan dengan pengujian DurbinWatson atau uji d. Nilai d memiliki batas 0 sampai dengan 4, dan juga memiliki batas bawah dL dan juga batas atas dU. Dari Tabel 4.6. diperoleh nilai hitung DurbinWatson sebesar 2,034. Dari tabel statistik Durbin-Watson dengan alpha 5% diperoleh nilai d (Durbin-Watson) berada diantara upper bound (dU) dan 4 - dU atau dapat ditulis sebagai berikut, dU < d < 4 - dU. Pada tabel nilai Durbin-Watson dengan n = 80, k = 7, nilai dL sebesar 1,453 dan nilai dU sebesar 1,831 atau dapat ditulis sebagai berikut, dU < d < 4 - dU atau 1,831 < 2,034 < 2,169. Hal ini dapat di artikan bahwa hipotesis awal (H0) diterima, maka dapat disimpulkan tidak terdapat autokorelasi baik positif maupun negatif pada persamaan regresi. Tabel 4.6 Hasil Uji Autokorelasi Model Summaryb Model 1
R R Square .718a .515
Adjusted R Square .439
Std. Error of the Estimate 227.064
DurbinWatson 2.034
a. Predictors: (Constant), LgBV, LgPER, BETA, EPS, DER, ROA, LgROE b. Dependent Variable: Harga Saham
Sumber : Hasil Penelitian, 2007 (data diolah)
Pada penelitian sebelumnya yaitu pada penelitian Anastasia (2001) terjadi problem autokorelasi. Hasil uji ini dapat dimaklumi, karena masalah autokorelasi sering ditemukan pada data runtut waktu (time series), hal ini disebabkan karena kesalahan pengganggu pada seseorang individu/kelompok cenderung mempengaruhi kesalahan pengganggu pada individu/kelompok yang sama pada periode berikutnya (Ghozali, 2005).
5. Hasil Uji Linearitas Model Uji Linearitas dilakukan dengan uji Lagrange Multiplier dengan memasukkan nilai residual sebagai variabel terikat dan variabel bebas dikuadratkan kemudian dimasukkan ke dalam regresi baru, maka dari Tabel 4.7. terlihat nilai R2 sebesar 0,384. Tabel 4.7 Hasil Uji Linearitas Model Model Summary b Model 1
R
.620a
R Square .384
Adjusted R Square .025
Std. Error of the Estimate 248.429606
DurbinWatson 1.889
a. Predictors: (Constant), LgPER2, SqrtBETA, LgBV2, SqrtROA, LgROE2, SqrtEPS, SqrtDER b. Dependent Variable: Unstandardized Residual
Sumber : Hasil Penelitian, 2007 (data diolah)
Nilai c2 hitung diperoleh dengan mengalikan R2 hasil persamaan regresi baru yaitu 0,384 dengan n jumlah pengamatan (observasi) yaitu sebanyak 80, sehingga nilai yang diperoleh menjadi 30,72. Nilai ini kemudian dibandingkan dengan nilai c2 tabel dengan df = 80 – 7 = 73 dan alpha 5% diperoleh nilai 93,94 Oleh karena nilai c2 hitung lebih kecil dari c2 tabel maka dapat disimpulkan bahwa model yang layak dipakai untuk model regresi dalam penelitian ini adalah model regresi linear.
4.3. Hasil Uji Hipotesis Sebelum melakukan uji hipotesis, pertama sekali dilakukan uji determinasi untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model, yaitu variasi variabel bebas dalam menerangkan variasi variabel terikatnya. Nilai koefisien determinasi R2 dapat dilihat dalam Tabel 4.8. sebagai berikut : Tabel 4.8 Hasil Uji Hipotesis
Model Summary Model 1
R .718a
R Square .515
b
Adjusted R Square .439
Std. Error of the Estimate 227.064
a. Predictors: (Constant), LgBV, LgPER, BETA, EPS, DER, ROA, LgROE b. Dependent Variable: Harga Saham
Sumber : Hasil Penelitian, 2007 (data diolah)
Nilai R2 yang dihasilkan adalah sebesar 0,515 atau 51,5% yaitu, menunjukkan kemampuan variabel faktor fundamental (yang terdiri dari ROA, LgROE, DER, LgPER, EPS, LgBV) dan risiko sistematik (Beta) dalam menjelaskan variasi yang terjadi pada harga saham sebesar 51,5%, sedangkan sisanya 48,5% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan ke dalam model. Nilai R2 yang kecil dapat diartikan bahwa kemampuan variabel bebas (independent variable) dalam menjelaskan variasi variabel terikat (dependent variable) sangat terbatas. Dan secara umum koefisien determinasi untuk data silang tempat (cross-section) relatif rendah karena adanya variasi yang besar antara masing-masing pengamatan (Kuncoro, 2003 : 221).
1. Uji Serempak (Uji F) Kriteria pengambilan keputusan dilakukan dengan uji F dimana jika signifikansi Fhitung lebih kecil dari alpha 5%, maka keputusan yang diambil adalah H0 ditolak dan Ha diterima. Berdasarkan Tabel 4.9. dapat diketahui bahwa nilai Fhitung = 6,821 dan Ftabel∽ = 2,010, sehingga Fhitung lebih besar dari Ftabel, dan signifikansi Fhitung adalah 0,000 yang berarti lebih kecil dari alpha 5%, sehingga keputusan yang diambil adalah H0 ditolak dan Ha diterima. Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa faktor fundamental yang terdiri dari return on assets
(ROA), Lg return on equity (LgROE), debt to equity ratio (DER), Lg price earning ratio (LgPER), earning per share (EPS), Lg book value (LgBV) dan risiko sistematik (Beta) secara serempak memiliki pengaruh high significant terhadap harga saham properti di Bursa Efek Jakarta. Tabel 4.9 Hasil Uji F ANOVAb Model 1
Regression Residual Total
Sum of Squares 2461914 2320115 4782029
df
Mean Square 351701.981 51558.107
7 45 52
F 6.821
Sig. .000a
a. Predictors: (Constant), LgBV, LgPER, BETA, EPS, DER, ROA, LgROE b. Dependent Variable: Harga Saham
Sumber : Hasil Penelitian, 2007 (data diolah)
2. Uji Parsial (Uji t) Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah harga saham properti benar-benar dipengaruhi secara parsial (individu) oleh return on assets, return on equity, debt to equity ratio, price earning ratio, earning per share, book value dan beta. Kriteria pengambilan keputusan dilakukan dengan Uji t dimana jika lebih besar dari t
tabel
atau signifikansi t
hitung
t hitung
lebih kecil dari alpha 5%, maka
keputusan yang diambil adalah H0 ditolak dan Ha diterima. Berdasarkan Tabel 4.10. diketahui bahwa variabel yang memiliki nilai signifikansi t hitung lebih kecil dari alpha 5% adalah Lg return on equity (LgROE), Lg price earning ratio (LgPER) dan Lg book value (LgBV). Nilai t LgROE, LgPER dan LgBV lebih besar dari t
tabel
hitung
variabel
nya sehingga H0 ditolak dan Ha
diterima. Maka dapat disimpulkan bahwa secara parsial LgROE, LgPER dan LgBV memiliki pengaruh high significant terhadap harga saham properti di Bursa Efek Jakarta.
Tabel 4.10 Hasil Uji t Coefficientsa
Model 1
(Constant) ROA DER EPS BETA LgBV LgROE LgPER
Unstandardized Coefficients B Std. Error -728.356 182.756 -12.119 9.662 -.660 .619 -.327 .550 -.059 .156 285.717 70.369 317.744 88.519 192.129 66.198
Standardized Coefficients Beta -.200 -.206 -.085 -.044 .570 .947 .499
t -3.985 -1.254 -1.066 -.594 -.381 4.060 3.590 2.902
Sig. .000 .216 .292 .556 .705 .000 .001 .006
a. Dependent Variable: Harga Saham
Sumber : Hasil Penelitian, 2007 (data diolah)
Dari Tabel 4.10. di atas dapat diketahui nilai konstanta sebesar -728,356 dan nilai koefisien masing-masing variabel sebesar -12,119 untuk ROA, 317,744 untuk LgROE, -0,660 untuk DER, 192,129 untuk LgPER, -0,327 untuk EPS, 285,717 untuk LgBV dan -0,059 untuk Beta. Maka model regresi untuk penelitian ini adalah sebagai berikut :
Y = -728,356 - 12,119X1.1 + 317.744X1.2 - 0,660X1.3 + 192,129X1.4 - 0,327X1.5 + 285,717X1.6 - 0,059X2.1 Dimana : Y
= Harga Saham
X1.1
= Return on Assets (ROA)
X1.2
= Lg Return on Equity (LgROE)
X1.3
= Debt to Equity Ratio (DER)
X1.4
= Lg Price Earning Ratio (LgPER)
X1.5
= Earning Per Share (EPS)
X1.6
= Lg Book Value (LgBV)
X2.1
= Beta
Dari persamaan regresi linier berganda di atas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut, yaitu apabila semua variabel bebas sama dengan nol, maka harga saham adalah sebesar Rp. 728,326. Dari Tabel 4.10. dapat dilihat bahwa nilai t hitung ROA sebesar -1,254 yaitu lebih kecil dari t
tabel
, yang berarti bahwa ROA secara
parsial tidak berpengaruh terhadap harga saham properti di Bursa Efek Jakarta. Hasil ini bertentangan dengan penelitian-penelitian sebelumnya yang membuktikan bahwa ROA sebagai indikator aset perusahaan berpengaruh dominan terhadap harga saham. Pendapat ini sesuai dengan Modigliani & Miller (MM) yang menyatakan nilai perusahaan ditentukan oleh earning power dari aset perusahaan, semakin tinggi earning power semakin tinggi profit margin yang diperoleh perusahaan sehingga meningkatkan nilai perusahaan (Natarsyah, 2000). Faktor fundamental LgROE berpengaruh signifikan secara parsial terhadap harga saham dengan t
hitung
sebesar 3,590 dan signifikansi t sebesar 0,001 dan
koefisien yang dihasilkan menunjukkan nilai 317,744 yang berarti apabila nilai koefisien regresi variabel lainnya tetap (tidak berubah), maka setiap perubahan LgROE (misalnya LgROE mengalami kenaikan sebesar 1%) akan mempengaruhi naiknya harga saham sebesar Rp.2,502 (log dari 317,744). Faktor fundamental LgPER berpengaruh signifikan secara parsial terhadap harga saham dengan t
hitung
sebesar 2,902 dan signifikansi t sebesar 0,006 dan
koefisien yang dihasilkan menunjukkan nilai 192,129 yang berarti apabila nilai koefisien regresi variabel lainnya tetap (tidak berubah), maka setiap perubahan LgPER (misalnya LgPER mengalami kenaikan sebesar 1%) akan mempengaruhi naiknya harga saham sebesar 2,284 kali (log dari 192,129).
Faktor fundamental LgBV berpengaruh signifikan secara parsial terhadap harga saham dengan t hitung sebesar 4,060 dan signifikansi t sebesar 0,000 . Dari hasil Uji t, secara parsial book value (LgBV) memiliki pengaruh yang high significant terhadap harga saham properti dan koefisien yang dihasilkan 285,717 yang berarti apabila nilai koefisien regresi variabel lainnya tetap (tidak berubah), maka setiap perubahan BV (misalnya BV mengalami kenaikan sebesar 1%) akan mempengaruhi naiknya harga saham sebesar Rp.2,456 (log dari 285,717). Hasil analisa menyebutkan adanya pengaruh book value yang memberikan indikasi bahwa investor bersedia membayar harga saham lebih tinggi apabila ada jaminan keamanan (safety capital) atau nilai klaim atas asset bersih perusahaan yang semakin tinggi. Variabel book value merupakan perbandingan nilai buku modal sendiri (total equity) dengan jumlah lembar saham yang beredar (total share). Semakin tinggi nilai buku, maka harapan terhadap nilai pasar saham juga tinggi. Nilai buku mewakili aktiva fisik perusahaan, berarti perusahaan properti yang memiliki aset yang banyak dan dikelola dengan baik sehingga dapat memperoleh laba dan cenderung memiliki nilai pasar yang sama atau bahkan lebih besar dari nilai bukunya. Pengaruh signifikan book value secara parsial terhadap harga saham properti mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Anastasia (2001) yang mengambil sampel sebanyak 13 perusahaan properti dengan periode pengamatan selama 6 tahun (1996-2001). Dari hasil Uji t pada Tabel 4.10., variabel bebas lainnya yaitu return on assets (ROA), debt to equity ratio (DER), earning per share (EPS) dan beta tidak berpengaruh secara parsial terhadap harga saham.
4.4. Pembahasan
1. Faktor Fundamental a. Return on Assets (ROA) Dari hasil uji t pada Tabel 4.10, secara parsial faktor fundamental return on assets (ROA) tidak berpengaruh terhadap harga saham properti. Hal ini bertolak belakang dengan teori yang mengatakan bahwa ROA berpengaruh terhadap harga saham, semakin tinggi ROA suatu perusahaan akan meningkatkan daya tarik investor terhadap perusahaan tersebut dan menjadikan perusahaan tersebut menjadi perusahaan yang diminati oleh banyak investor karena tingkat pengembaliannya akan semakin besar. Minat yang besar dari investor berdampak terhadap kenaikan harga saham. Tidak berpengaruhnya ROA terhadap harga saham mengindikasikan bahwa sebagian besar investor tidak tertarik untuk mendapatkan laba jangka panjang berupa dividend akan tetapi lebih tertarik pada laba jangka pendek yaitu capital gain sehingga dalam mempertimbangkan pembelian saham tidak mempertimbangkan ROA perusahaan, akan tetapi mengikuti trend yang terjadi di pasar.
b. Return on Equity (ROE) Dari hasil uji t pada Tabel 4.10, secara parsial faktor fundamental return on equity (ROE) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap harga saham properti dan koefisien yang dihasilkan menunjukkan nilai positif 317,744 atau 2,502 (setelah di log), yang mempunyai arti apabila nilai koefisien regresi variabel lainnya tetap (tidak berubah), maka setiap perubahan ROE (misalnya ROE mengalami kenaikan sebesar 1%) maka akan mempengaruhi naiknya harga saham sebesar Rp.2,502. Adanya pengaruh signifikan ROE terhadap harga saham mengindikasikan bahwa kinerja perusahaan properti semakin efisien dalam menggunakan modal sendiri
untuk menghasilkan laba atau keuntungan bersih sehingga rasio ROE perusahaan semakin tinggi. Rasio ROE yang tinggi cenderung meningkatkan minat investor terhadap saham karena menganggap perusahaan tersebut mempunyai prospek yang baik dalam meningkatkan laba. Apabila minat investor meningkat terhadap suatu saham, maka harga saham tersebut akan meningkat.
c. Debt to Equity Ratio (DER) Dari hasil uji t pada Tabel 4.10, secara parsial faktor fundamental debt to equity ratio (DER) tidak berpengaruh terhadap harga saham properti. Hal ini bertolak belakang dengan teori yang mengatakan bahwa DER berpengaruh terhadap harga saham. Semakin tinggi DER menunjukkan tingginya ketergantungan permodalan perusahaan terhadap pihak luar sehingga beban perusahaan semakin berat. Tentunya hal ini akan mengurangi hak pemegang saham (dalam bentuk dividen), dan menyebabkan berkurangnya minat investor terhadap saham perusahaan karena tingkat pengembaliannya semakin kecil. Hal ini berpengaruh pada daya tarik saham yang ditawarkan di Pasar Modal. Jika permintaan investor terhadap saham perusahaan cukup besar, maka dapat berpengaruh terhadap peningkatan harga saham. Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa DER berpengaruh negatif terhadap harga saham perusahaan. Tidak berpengaruhnya DER terhadap harga saham mengindikasikan bahwa sebagian besar investor menginginkan laba jangka pendek berupa capital gain sehingga dalam mempertimbangkan pembelian saham tidak mempertimbangkan DER perusahaan, akan tetapi mengikuti trend yang terjadi di pasar.
d. Price Earning Ratio (PER)
Dari hasil uji t pada Tabel 4.10, secara parsial faktor fundamental price earning ratio (PER) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap harga saham properti dan koefisien yang dihasilkan menunjukkan nilai positif 192,129 atau 2,284 (setelah di log), yang mempunyai arti apabila nilai koefisien regresi variabel lainnya tetap (tidak berubah), maka setiap perubahan PER (misalnya PER mengalami kenaikan sebesar 1%) maka akan mempengaruhi naiknya harga saham sebesar 2,284 kali. Adanya pengaruh signifikan PER terhadap harga saham mengindikasikan bahwa investor menilai prospek pertumbuhan laba suatu perusahaan. Artinya, pertumbuhan laba suatu perusahaan dinilai tinggi jika PER perusahaan tersebut lebih tinggi apabila dibandingkan dengan PER perusahaan lain dalam industri yang sejenis. Semakin tinggi PER, maka penghargaan pasar akan saham perusahaan tersebut akan semakin tinggi sehingga harga saham cenderung akan naik. Akan tetapi bagi investor yang ingin membeli saham suatu perusahaan, semakin kecil PER suatu saham akan semakin baik karena harga saham tersebut murah.
e. Earning Per Share (EPS) Dari hasil uji t pada Tabel 4.10, secara parsial faktor fundamental earning per share (EPS) tidak berpengaruh terhadap harga saham properti. Hal ini bertolak belakang dengan teori yang mengatakan bahwa EPS berpengaruh terhadap harga saham. Semakin tinggi nilai EPS dapat diartikan bahwa semakin besar pula laba yang disediakan untuk pemegang saham. Hal ini berpengaruh pada daya tarik saham yang ditawarkan di Pasar Modal karena investor cenderung menyukai laba yang tinggi karena akan mendapatkan dividen yang lebih tinggi pula. Sebagian besar permintaan investor terhadap saham suatu perusahaan didasarkan kepada trend yang berlaku di pasar, sehingga minat investor terhadap
saham suatu perusahaan dipengaruhi langsung oleh tingkah laku pasar. Tidak berpengaruhnya EPS terhadap harga saham mengindikasikan bahwa sebagian besar investor menginginkan laba jangka pendek berupa capital gain sehingga dalam mempertimbangkan pembelian saham tidak mempertimbangkan EPS.
f. Book Value (BV) Dari hasil uji t pada Tabel 4.10, secara parsial faktor fundamental book value (BV) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap harga saham properti dan koefisien yang dihasilkan menunjukkan nilai positif 285,717 atau 2,456 (setelah di log), yang mempunyai arti apabila nilai koefisien regresi variabel lainnya tetap (tidak berubah), maka setiap perubahan BV (misalnya BV mengalami kenaikan sebesar 1%) maka akan mempengaruhi naiknya harga saham sebesar Rp. 2,456. Adanya pengaruh signifikan BV terhadap harga saham mengindikasikan bahwa investor pada periode 2002 sampai dengan 2006 bersedia membayar harga saham lebih tinggi apabila ada jaminan keamanan (safety capital) atau nilai klaim atas aset bersih perusahaan yang semakin tinggi. Rasio book value merupakan perbandingan nilai buku modal sendiri dengan jumlah lembar saham beredar. Semakin tinggi nilai buku (book value), maka harapan terhadap nilai pasar saham juga tinggi. Nilai buku mewakili aktiva fisik perusahaan, berarti perusahaan properti yang memiliki aset yang banyak dan dikelola dengan baik sehingga dapat memperoleh laba akan cenderung memiliki nilai pasar yang sama bahkan lebih besar dari nilai bukunya.
2. Risiko Sistematik Beta Saham
Dari hasil uji t pada Tabel 4.10, secara parsial risiko sistematik (beta) tidak berpengaruh terhadap harga saham properti. Hal ini bertolak belakang dengan teori yang mengatakan bahwa risiko sistematik (beta) berpengaruh terhadap harga saham. Risiko sistematik merupakan risiko yang berkaitan dengan perubahan yang terjadi di pasar secara keseluruhan. Risiko sistematik tidak dapat diminimalkan dengan diversifikasi. Perubahan pasar akan mempengaruhi variabilitas return suatu investasi sehingga dapat mempengaruhi harga saham. Tidak berpengaruhnya risiko sistematik (beta) terhadap harga saham mengindikasikan bahwa ketidakstabilan pasar menyebabkan sebagian besar investor membeli saham untuk tujuan laba jangka pendek berupa capital gain sehingga risiko sistematik (beta) yang terjadi di pasar tidak berpengaruh terhadap harga saham.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan terhadap hasil penelitian, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : Secara serempak, faktor fundamental yang terdiri dari return on assets (ROA), Lg return on equity (LgROE), debt to equity ratio (DER), Lg price earning ratio (LgPER), earning per share (EPS), Lg book value (LgBV) dan risiko sistematik (Beta) memiliki pengaruh signifikan terhadap harga saham perusahaan properti di Bursa Efek Jakarta. Hal ini menunjukkan bahwa pola pergerakan harga saham dapat dipengaruhi oleh faktor fundamental dan risiko sistematik secara bersama-sama. Hasil Penelitian ini mendukung penelitian Anastasia (2001) pada sektor properti dengan jumlah sampel sebanyak 13 perusahaan, variabel yang digunakan adalah ROA, ROE, BV, Payout Ratio, DER, Required Rate of Return, Beta dan periode pengamatan dari tahun 1996 sampai tahun 2001. Dan, Secara parsial, variabel Lg return on equity (LgROE), Lg price earning ratio (LgPER), Lg book value (LgBV) sebagai faktor fundamental yang memiliki pengaruh signifikan terhadap harga saham properti di Bursa Efek Jakarta. Hal ini menunjukkan bahwa faktor fundamental LgROE, LgPER, LgBV berpengaruh secara dominan terhadap harga saham.
5.2. Saran Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan yang dikemukakan di atas, maka di sarankan sebagai berikut : 1. Saham properti merupakan salah satu saham yang sensitif terhadap indikator makro ekonomi seperti inflasi, tingkat suku bunga dan pendapatan domestik bruto. Oleh sebab itu disarankan pada investor, agar selain mempertimbangkan faktor fundamental berupa rasio-rasio keuangan perusahaan yang dipublikasi dan risiko sistematiknya, sebaiknya para investor mempertimbangkan pula faktorfaktor lain yang mempengaruhi harga saham seperti, faktor makro ekonomi, nilai tukar mata uang dan lain-lain. Pola pergerakan harga saham bersifat acak (random walk), tidak dapat ditentukan, dan atau dipengaruhi sepenuhnya dengan hanya mengendalikan faktor fundamental perusahaan dan risiko sistematik saja. Ini dikarenakan kebanyakan orientasi investor adalah capital gain oriented bukan dividend oriented. 2. Perusahaan properti diharapkan dapat meningkatkan kinerja keuangan perusahaan sehingga dengan demikian rasio ROE, PER dan BV akan meningkat. Dengan meningkatnya rasio tersebut, maka diharapkan minat investor terhadap saham akan semakin meningkat. Meningkatnya minat investor terhadap saham suatu perusahaan cenderung akan meningkatkan harga saham perusahaan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Anastasia, Njo. 2001. Analisis Faktor Fundamental dan Risiko Sistematik Terhadap Harga Saham Properti di BEJ, Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Universitas Kristen Petra Vol.5 No.2: 123-131. Ang, Robert. 1997. Buku Pintar : Pasar Modal Indonesia, Penerbit Mediasoft Indonesia. Anoraga, Pandji; Pakarti, Piji. 2006. Pengantar Pasar Modal, Penerbit Rineka Cipta Jakarta, Cetakan kelima, Edisi Revisi. Asnawi, Said Kelana; Wijaya, Chandra. 2005. Riset Keuangan, Pengujianpengujian Empiris, Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Bisnis Properti, Vol.3: 100-103 No.41. Edisi Februari 2007. Menunggu Saat Bunga Luruh, Penerbit PT Panangian Media Properti, Jakarta. Bodie, Zvi; Kane,Alex and Marcus, Alan J. 2005. Investment, Sixth Edition, McGraw Hill, International Edition. Brigham, Eugene F. dan Houston, Joel F. 2001. Manajeman Keuangan, Terjemahan Dodo Suharto & Herman Wibowo, Edisi Kedelapan, Penerbit Erlangga, Jakarta. Brigham, Eugene F; Gapenski, Louis C. 1994. Financial Management Theory and Practice, Florida: Dryden Press. Chen, Nai-fu; Roll, Ricard R; Ross, Stepen A. 1996. Economic Forces and The Stock Market, Journal of Business, 59: 383-403. Crabb, Peter R. 2003. Finance and Investment using The Wall Street Journal, McGraw-Hill, New York. Darmadji, Tjiptono; Fakhruddin, Hendy M. 2001. Pasar Modal Indonesia, Pendekatan Tanya Jawab, Penerbit Salemba Empat, Jakarta. Dwi, K.S. 2003. Pengaruh Rasio Keuangan Terhadap Harga Saham, Jurnal Ilmiah Akuntansi, Vol.5, No.2 : 57-65. Elton, Edwin J and Gruber, Martin J. 1995. Modern Portfolio Theory and Investment Analysis, Fifth Edition, John Wiley & Sons. Foster, George. 1986. Financial Statement Analysis, New Jersey, Prentice-Hall, International Editions, Second Edition. Francis, Jack C. 1988. Management of Investment, Second Edition, International Editions Financial Series, Singapore: McGraw Hill.
Fuller, Russel J and Farrell, James L. Jr. 1987. Modern Investment and Security Analysis, International Editions Financial Series, Singapore: McGraw Hill. Ghozali, Imam. 2005. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang. Gitman, Lawrence J. 2003. Principles of Managerial Finance, Tenth Edition, International Edition Financial Series, Boston: Addison-Wesley. Harahap, Sofyan Syafri. 2006. Analisis Kritis atas Laporan Keuangan, Penerbit PT RajaGrafindo Persada, Jakarta. Helfert, E. A. 1991. Analisis Laporan Keuangan, Edisi Ketujuh, Penerbit Erlangga, Jakarta. Higgins, Robert C. 1990. Analysis For Financial Management, Illionis: Richard D Irwin, Inc. Husnan, Suad. 1998. Dasar-dasar Teori Portofolio dan Analisis Securitas, Penerbit UPP AMP YKPN, Yogyakarta. Jogiyanto. 1998. Teori Portofolio dan Analisis Investasi, Penerbit BPFE UGM, Yogyakarta. Jones, Charles P. 2004. Investments, Analysis and Management, Ninth Edition, John Wiley & Sons, Inc., Printed in the United States of America. Jones, Sussane. 1996. Financial. The Dryden Press. Kuncoro, Mudrajad. 2003. Metode Riset untuk Bisnis & Ekonomi, Penerbit Erlanggga, Jakarta. Limbong, Albed Eko. 2006. Pengaruh Faktor Fundamental dan Risiko Sistematis Terhadap Tingkat Keuntungan Saham Perbankan di Bursa Efek Jakarta, Tesis, Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan (tidak dipublikasikan). Lufti, Muslich. 2003. Pengaruh Faktor Fundamental dan Teknikal Terhadap Efisiensi Pasar Dalam Menentukan Nilai Pasar Saham Perusahaan Industri Manufaktur Terbuka di BEJ. Disertasi, Program Pascasarjana Universitas Airlangga, Surabaya (tidak dipublikasikan). Munawir, S. 1998. Analisa Laporan Keuangan, Penerbit Liberty, Yogyakarta. Murtanto dan Harkivent. 2000. Analisis Pengaruh Informasi Laba, Media Ekonomi, Vol.6, No.3, hal. 992-1021. Nasution, Annio Indah Lestari. 2006. Pengaruh Faktor Fundamental dan Teknikal Terhadap Harga Saham Properti yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta, Tesis,
Program Pascasarjana dipublikasikan).
Universitas
Sumatera
Utara,
Medan
(tidak
Natarsyah, Syahib. 2000. Analisis Pengaruh Beberapa Faktor Fundamental dan Risiko Sistematik Terhadap Harga Saham (Kasus Industri Varang Konsumsi yang Go Publik di Pasar Modal Indonesia), Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, volume 15/3. O’Connor, M. C. 1973. On The Usefulness of Financial Ratios to Investors in Common Stock, The Accounting Review, April : 339-352. Ou, Jane A, and S.H. Penman. 1989. Financial Statement and The Prediction of Stock Return, Journal of Accounting and Economics, Vol. 11/4. Simanungkalit, Panagian & Associates, Property Market 2006 Overview And 2007 Outlook, Jurnal Properti, Thirteen Edition, January 2007, Penerbit Pusat Study Properti Indonesia (PSPI), Jakarta. Sawir, Agnes. 2005. Analisis Kinerja Keuangan dan Perencanaan Keuangan Perusahaan, Catakan kelima, Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Stoner, James A.F., R. Edward Freeman, and Daniel R. Gilbert. 1995. Management, Sixth Edition, New Jersey: Englewood Cliffs. Sugiyono. 2004. Metode Penelitian Bisnis, Penerbit CV Alfabeta, Bandung. Takarini, N and Ekawati, E. 2000. Analisis Rasio Keuangan Dalam Memprediksi Perubahan Laba di Pasar Modal Indonesia, Ventura, Vol.6, No.3 : 253270. Tandelilin, Eduardus. 2001. Analisis Investasi dan Manajemen Portofolio, Cetakan Pertama, Maret 2001, Penerbit BPFE Yogyakarta. Trihendradi, Cornelius. 2004. Memecahkan Kasus Statistik : Deskriptif, Parametrik dan Non Parametrik dengan SPSS 12, Penerbit Andi, Yogyakarta. Tuasikal, Askam. 2002. Penggunaan Informasi Akuntansi untuk Memprediksi Return Saham, Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, Vol.5, No.3 : 365-378. Weston, J. Fred and Brigham, Eugene F. 1990. Essensials of Management Finance, Orlando : Dryden Press. Weston, J. Fred and Copeland, Thomas E. 1992. Managerial Finance, New York: CBS Colledge Publishing.