PROGRAM UPDATING PENDATAAN DATA DAN PROFIL KEPARIWISATAAN KABUPATEN GARUT
1. Babad Godog Ringkasan isi : Naskah ini berisi cerita tentang kisah seorang tokoh yang bernama Keyan Santang: putra Raja Padjajaran Sewu. Prabu Siliwangi, yang gagah perkasa kemudian masuk Islam. Ia menyebarkan agama baru yang dianutnya itu di Pulau Jawa dan menetap di Godog. Suci Kecamatan Karangpawitan Garut sampai akhir hayatnya. Nama-nama lain yang disandang tokoh itu adalah Gagak Lumayung, Garantang Sentra. Pangeran Gagak Lumiring. Sunan Rakhmat, dan Sunan Bidayah. Pada suatu hari Keyan Santang berdatang sembah kepada ayahandanya. Ia ingin menyampaikan sesuatu yakni hasrat hatinya untuk dapat melihat darah sendiri. Kemudian baginda memanggil para ahli nujum untuk menanyakan siapa gerangan orang yang sanggup memenuhi keinginan Keyan Santang seperti yang diucapkannya tadi. Para ahli nuhum tidak seorang pun yang dapat menjawab pertanyaan raja. Tetapi kemudian seorang kakek yang sudah tua renta dating menghadap baginda raja dan berkata. “ Daulat tuanku, hamba hendak menghabarkan kepada tuanku bahwa sebenarnya ada orang yang dapat memperlihatkan darah raja putra itu. Ialah Baginda Ali di Mekah.” Prabu Siliwangi bertanya,”Siapa kiranya yang akan unggul bila anakku bertarung dengan dia?” Selesai pertanyaan itu diucapkan, maka tanpa memperlihatkan jawaban kakek itu pun lenyap dari pandangan. Menurut yang empunya cerita, kakek itu tak lain adalah Malaikat Jibril. Nama Baginda Ali terkesan pada hati Keyan Santang. Sekarang ia ingin mencari orang yang memiliki nama itu ke Mekah. Setelah meminta izin dari Prabu Siliwangi dan menyetujuinya untuk berangkat, maka Keyan Santang terbang. Namun ia belum tahu jalan ke Mekah. Baru saja ia tinggal landas, di atasnya terdengar suara tanpa wujud sumbernya, “Engkau bernama Geranta Sentra!” Setelah itu tampak olehnya seorang putrid yang sangat cantik turun dari langit. Terjadilah percakapan antara Keyan Santang dengan putrid itu. Kemudian putrid itu minta kepada Keyan Santang agar diambilkan bintang-bintang dari langit. Setelah selesai mengucapkan permintaannya itu , maka hilanglah putri itu. Ingin memnuhi permintaan sang putrid, Keyan Santang bertambah tinggi terbangnya, Ia bermaksud akan memtik bintang. Tetapi malah bintang itu berterbangan jauh ke langit. Keyan Santang tidak putus asa, ia terus mengejar bintang itu hingga akhirnya ia sampai di atas Mekah. Karena Keyan santang demikian bernafsunya ia ingin dapat menangkap salah satu bintang, maka langit di atas Mekah pun menjadi hangar binger. Suara gaduh itu terdengar oleh Kanjeng Nabi Muhamad. Beliau ingin mengetahui apa yang terjadi, maka disuruhlah baginda Ali untuk melihat keadaan langit. Tak lama kemudian bertemulah Baginda Ali dengan Keyan Santang. Terjadilah percakapan antara mereka. Kata Baginda Ali ,”Kau dapat mengambil bintang, asal kau tahu dahulu mantranya. “Keyan Santang menanyakan bagaimana bunyi mantra itu. Kemudian Baginda Ali mengucapkan mantra yang berbunyi. “Allohusoli ala nu dimakbul Sayidina Muhammad”. Setelah Keyan Santang mengucapkan mantra itu, ia dapat menangkap bintang dari langit. Ternyata bintang itu berupa untaian tasbih. Diketahui akhirnya oleh putra raja Padjadjaran itu bahwa yang mengajarkan mantra itu adalah baginda Ali yang tengah dicarinya. Timbul keinginan Keyan Santang untuk mengajak bertarung dengan Baginda Ali. Tetapi Baginda Ali sudah tidak ada. Keyan Santang hanya bertemu dengan seorang tua bangka yang sedang membawa tungked (tongkat) dan tiang mesjid. Terjadilah percakapan antara Keyan Santang dengan orang tua itu . Keyan Santang mencaoba untuk mencabut tongkat yang ditancapkan oleh orang tua tadi, tetapi tidak berhasil Setelah diketahui bahwa orang tua itu tidak lain adalah Baginda Ali, maka Keyan Santang pun menyatakan takluk dan kemudia mau memeluk agama Islam. Keyan Santang berganti nama menjadi Sunan Rakhmat atau Sunan Bidayah. Ia diangkat sebagai sahabat Nabi. Setelah bukti-bukti lengkap bahwa Keyan Santang telah diangkat sebagai wakil Nabi di Pulau Jawa dan bertugas menyebarkana gama Islam. Prabu Siliwangi menolak bahkan tidak mau memeluk agama Islam. Kemudian dengan jalan menembus bumi raja Padjadjaran itu pergi dari Padjadjaran Sewu. Sementara itu para bangsawan Padjadjaran bersalin rupa menjadi bermacam-macam jenis harimau. Sedangkan keratin serta merta berubah menjadi hutan belantara. Konon harimau-harimau itu menju hutan Sancang mengikuti Prabu Siliwangi. Sementara itu Sunan Rahkmat mengIslamkan rakyat yang ada di Batulayang, Lebak Agung, Lebak Wangi, Curug Fogdog, Curug Sempur, dan Padusunan. Sewaktu itu Tambakbaya. Sunan Rakhmat kawin dengan Nyi Puger Wangi yang berasal dari Puger. Dari Puger Wangi Sunan Rakhmat mempunyai anak kembar, kedua-duanya laki-laki, kakaknya bernama Ali Muhammad dan adiknya Pangeran Ali Akbar. Sayang sekali tak lama kemudian setelah melahirkan Nyi Puger Wangi meninggal dunia.
218
BUKU DATA
PROGRAM UPDATING PENDATAAN DATA DAN PROFIL KEPARIWISATAAN KABUPATEN GARUT
Dalam kesediahan karena ditinggal istri, Sunan Rakhmat terus menyiarkan agama Islam di Karang Serang, Cilageni, Dayeuh Handap, dayeuh Manggung, Cimalati, Cisieur, Cikupa, Cikaso, Pagaden, Haur Panggung, Cilolohan, warung Manuk, Kadeunghalang, dan Cihaurbeuti. Pada suatu saat pernah pula Sunan Rakhmat berangkat lagi ke Mekah menemui Nabi Muhammad. Waktu akan pulang lagi ke Jawa, Sunan Rakhmat dibekali tanah Mekah yang dimasukan ke dalam peti. Di dalam peti itu diletakkan pula sebuah buli-buli berisi air zam-zam. Selain itu Sunan Rakhmat diberi hadiah kuda Sembrani oleh ratu Jin dan Jabalkop. Pesan Nabi Muhammad kepad Sunan Rkhmat ialah bila peti itu gesah (bergoyang) di suatu tempat di Pulau Jawa, maka itulah tandanya Sunan Rakhmat mesti berhenti. Di sanalah ia mesti bermukim. Adapun menurut yang empunya cerita, tempat bergoyangnya peti itu di Godog. Itulah sebabnya Sunan Rakhmat yang nama aslinya Keyan Satang dimakamkan di Godog. Karangpawitan Garut. Nama pemegang naskah : Encon Tempat naskah : Desa Cangkuang Kec. Leles Asal naskah : pemberian Ukuran naskah : 16 x 20.5 cm Ruang tulisan : 15 x 18 cm Keadaan naskah : baik Tebal naskah : 71 Halaman Jumlah baris per halaman : 15 baris Jumlah baris halaman awal dan akhir : 15 dan 13 baris Huruf : Arab/Pegon Ukuran huruf : sedang Warna tinta : hitam Bekas pena : agak tajam Pemakaian tanda baca : ada Kejelasan tulisan : jelas Bahan naskah : kertas daluang Cap kertas : tidak ada Warna kertas : coklat kekuning-kuningan Keadaan kertas : agak tebal Cara penulisan : timbal balik Bentuk karangan : puisi (tembang) 2. Suryakanta Ringkasan isi: Adalah sebuah kerajaan Tanjung Karoban Bagendir yang jauhnya dari kerajaan Banurungsit tujuh bulan perjalanan. Raja Tanjung Karoban Bagendir bernama Dengali dengan patihnya Dungala yang kedua-duanya siluman. Raja Dengali mempunyai istri dua orang, Kala Andayang dan Kala Jahar. Pada suatu hari Raja Dengali didatangi oleh Emban Turga, Emban melaporkan bahwa kerajaan Nusantara baru saja dikalahkan oleh Raden Suryaningrat dari kerajaan Erum. Emban
219
BUKU DATA
PROGRAM UPDATING PENDATAAN DATA DAN PROFIL KEPARIWISATAAN KABUPATEN GARUT
Turka terpikat oleh ketampanan dan kegagahan Raden Suryaningrat. Tatkala ia menyatakan cintanya ,serta merta ditolak oleh Raden Suryaningrat, bahkan Emban Turga diusir. Emban Turga mohon bantuan Raja Dengali agar memperoleh Raden Suryanigrat untuk dijadikan suami. Raja Dengali menjanjikan akan membantu menangkap Raden Suryaningrat. Ia menyuruh seorang raksasa untuk mencuri putra mahkotanya bernama Suryakanta. Raden Suryakanta dapat diculik ketika sedang bermain ditaman. Maka hebohlah kerajaan Erum dan Nusantara karena kehilangan putra mahkota. Istri raja yang bernama Ningrumkusumah diusir karena dianggap dialah yang menjadi sebab hilangnya Raden Suryakanta. Ningrumkusumah pergi tanpa tujuan. Dalam perjalanannya ia sampai ke tempat pertapaan Pandita Syeh Rukmin,yang memberitahu bahwa ia telah difitnah oleh seseorang yang bernama Jamawati. Untuk membalas dendam kepada yang memfitnah dan mendapatkan kembali Raden Suryakanta yang diculik atas perintah Raja Dengali, Ningrumkusumah harus berganti nama menjadi Jaya Komara Diningrat atau Jaya Lalana Di Ningrat. menyamar seolah-olah menjadi laki-laki. Ningrumkusumah alias Jaya Komara dapat membunuh Raja Dengali dan Emban Turga. Tetapi untuk menemukan kembali Raden Suryakanta,ia harus mengalami bermacammacam kesengsaraan dan peperangan. Dalam peperangan yang terjadi, Ningrukusumah selalu menang. Di setiap negara yang dikalahkannya, raja dan pemeluknya diharuskan memeluk agama Islam, diantaranya kerajaan Yunan, Turki, Raja Bahrain, Raja Gosman. Prabu Suryaningrat sepeninggalan Ningrumkusumah jatuh sakit. Ia selalu teringat kepada istrinya dan menyesali kepergiannya. Ditambah lagi putra kesayangannya Suryakanta belum ditemukan juga. Ia tidak menyangka bahwa Ningrumkusumah telah difitnah oleh Jamawati, istrinya yang lain. Lama-kelamaan Raja Suryaningrat mengetahui dari seorang mentri bahwa Jamawati lah yang telah memfitnah Ningrumkusumah. Raden Suryaningrat sangat marah kepada Jamawati dan terbukalah bahwa yang telah mencuri Suryakanta adalah Raja Dengali atas permintaan Emban Turga. Raden Suryaningrat menantang perang kepada Raja Dengali dari Kerajaan Tanjung Karoban Bagendir. Berkat kegagahan Ningrumkusumah dan Ratna Wulan (keduanya istri Raden Suryaningrat), Dengali dikalahkan dan Suryakanta kembali. Nama pemegang naskah : Duki bin Saleh Tempat naskah : Desa Cigagade Kec. Limbangan Asal naskah : pemberian Ukuran naskah : 17 x 22 cm Ruang tulisan : 14 x 19 cm Keadaan naskah : relatif baik Tebal naskah : 241 Halaman Jumlah baris per halaman : 12 baris Jumlah baris halaman awal dan akhir : 12 dan 11 baris Huruf : Arab/Pegon Ukuran huruf : sedang Warna tinta : hitam Bekas pena : tumpul Pemakaian tanda baca : ada Kejelasan tulisan : jelas Bahan naskah : kertas tidak bergaris Cap kertas : tidak ada Warna kertas : kecoklatan
220
BUKU DATA
PROGRAM UPDATING PENDATAAN DATA DAN PROFIL KEPARIWISATAAN KABUPATEN GARUT
Keadaan kertas : tebal Cara penulisan : timbal balik Bentuk karangan : puisi 3. Suryaningrat Ringkasan isi : Tersebutlah sebuah kerajaan yang bernama Banurungsit. Kerajaan itu diperintah oleh seorang raja bernama Suryanagara. Ia mempunyai seorang putra bernama Suryaningrat. Suryaningrat beristri Ningrumkusumah, putra patih. Setelah Raja Suryanagara meninggal, Raden Suryaningrat diangkat menjadi raja. Ternyata pengangkatan tersebut tidak dikehendaki oleh Raja Duryan. Kerajaan Banurungsit diserang Raja Duryan yang mendapat dukungan rakyat Banurungsit. Dalam peperangan yang terjadi Suryaningrat kalah, lalu ditangkap dan dipenjarakan sedangkan istrinya, Ningrumkusumah dipaksa untuk menjadi istri raja Duryan. Dengan menggunakan ilmu sirep, Ningrumkusumah berhasil membebaskan suaminya. Kemudian mereka melarikan diri ke hutan. Mereka terus berkelana sampai akhirnya tiba di wilayah negara Durselam. Ketika sedang mandi di sebuah Taman yang indah, Ningrumkusumah dilihat patih Indra Bumi yang ditugaskan oleh raja Durselam mencarikan wanita cantik untuk dijadikan istrinya. Dalam perjalanan menuju ibukota Durselam, Suryaningrat ditenggelamkan ke dalam sungai oleh Demang Langlaung. Meskipun suaminya Suryaningrat telah tenggelam dibawa arus sungai, Ningrumkusumah mencari suaminya menyusuri sungai. Dalam perjalanan mencari suaminya, Ningrumkusumah mendapat keris pusaka bernama Bantal Nogar dari seorang pertapa berasal dari tanah Arab yang bernama Syeh Rukman. Menurut petunjuk pertapa untuk dapat bertemu kembali dengan suami, Ningrumkusumah harus menyamar menjadi seorang laki-laki dengan nama Raden Rukmantara. Raden Rukmantara terlibat perang dengan pasukan Duryan yang menguasai Banurungsit. Raja Duryan sedang mencari Raden Suryaningrat dan Ningrumkusumah. Dalam perang tersebut Raden Rukmantara menang. Raden Rukmantara melanjutkan perjalanan. Dalam perjalanan ia sempat ke Negara Erum yang diperintah oleh Sri Amangkurat. Raja ini mempunyai seorang putri cantik bernama Ratna Wulan. Ratna Wulan jatuh cinta kepada Raden Rukmantara yang tidak mengetahui bahwa sebetulnya orang itu adalah wanita. Raden Rukmantara pura-pura mau. Akhirnya mereka menikah. Raden Rukmantara diangkat menjadi raja negara Erum. Prabu Kandi, raja negara Esam, yang ditolak lamarannya oleh putri Ratna Wulan menantang perang kepada negara Erum. Raden Rukmantara berhasil mengalahkan Prabu Kandi berkat tuah senjata pemberian Syeh Rukman. Prabu Kandi sendiri yang telah dikalahkan oleh Rukmantara dipaksa untuk menganut agama Islam. Raden Suryaningrat yang hanyut di sungai telah sampai ke sebuah puli Peri yang dikuasai oleh Naga Giri. Raden Suryaningrat dapat meninggalkan Nusa Ipri dan sampailah ke negara Erum. Raden Rukmantara alias putri Ningrumkusumah yang sedang mencari suaminya membuat sayembara di negara Erum dengan memasang gambarnya yang sedang menangisi Raden Suryaningrat. Barangsiapa yang melihat gambarnya yang sedang menangis harus membawanya ke istana. Melalui gambar tersebut Raden Suryaningrat dapat bertemu kembali dengan istrinya, Ningrumkusumah. Selanjutnya Ratna Wulan dijadikan istri kedua oleh Raden Suryaningrat. Ringkas cerita,setelah semua musuh dapat dikalahkan dan mereka diampuni bahkan diangkat menjadi senapati di negara asal masing-masing, Raden Suryaningrat dengan istrinya hidup tentram di negara Banurungsit. Nama pemegang naskah : Duki bin Saleh Tempat naskah : Desa Cigagade Kec. Limbangan Asal naskah : salinan Ukuran naskah : 17 x 22 cm Ruang tulisan : 14 x 18 cm Keadaan naskah : baik
221
BUKU DATA
PROGRAM UPDATING PENDATAAN DATA DAN PROFIL KEPARIWISATAAN KABUPATEN GARUT
Tebal naskah : 269 Halaman Jumlah baris per halaman : 13 baris Jumlah baris halaman awal dan akhir : 12 dan 10 baris Huruf : Arab/Pegon Ukuran huruf : sedang Warna tinta : hitam Bekas pena : agak tajam Pemakaian tanda baca : ada Kejelasan tulisan : jelas Bahan naskah : kertas bergaris Cap kertas : tidak ada Warna kertas : putih kekuning-kuningan Keadaan kertas : tipis halus Cara penulisan : timbal balik Bentuk karangan : puisi 1. Galonggong Lokasi di Aja, Desa Cibatek, Kecamatan Banyuresmi. 35 halaman, huruf Arab, dan bahasa Sunda. 2. Sejarah Batuwangi Terdapat di R. Souleman Anggapraja, Jalan Ciledug 225 Garut, 32 halaman, huruf Arab dan bahasa Sunda. 3. Babad Limbangan Ringkasan isi : Pada zaman dahulu kala Prabu Layaran Wangi (Prabu Siliwangi) dari kerajaan Pakuan Raharja mempunyai seorang pembantu bernama Aki Panyumpit. Setiap hari Aki Panyumpit diberi tugas berburu binatang dengan menggunakan alat sumpit (panah) dan busur. Pada suatu hari Aki Panyumpit pergi berburu ke arah Timur. Sampai tengah hari ia belum memperoleh hasil buruannya, padahal telah banyak bukit dan gunung didaki. Sesampainya di puncak gunung, ia mencium wewangian dan melihat sesuatu yang bersinar di sebelah Utara pinggir sungai Cipancar. Ternyata harum wewangian dan sinar itu keluar dari badan seorang putrid yang sedang mandi serta mengaku putra Sunan Rumenggong, yaitu Putri Rambut Kasih penguasa daerah Limbangan. Peristiwa pertemuan dengan Nyi Putri dari Limbangan dikisahkan oleh Aki Panyumpit kepada Prabu Layaran Wangi. Berdasarkan peristiwa itu Prabu Layaran Wangi menamai gunung itu Gunung Haruman (haruman = wangi). Prabu Layaran Wangi bermaksud memperistri putrid dari Limbangan. Ia mengirimkan Gajah Manggala dan Arya Gajah (keduanya pembesar Pakuan Raharja). Aki Panyumpit serta sejumlah pengiring bersenjata lengkap untuk meminang putri tersebut dengan pesan lamaran itu harus berhasil dan jangan kembali sebelum berhasil. Kendatipun pada awalnya Nyi Putri menolak lamaran tetapi setelah berhasil dinasehati Sunan Rumenggong, ayahnya, akhirnya menerima dijadikan istri oleh Prabu Layaran Wangi. Selang 10 tahun antaranya, Nyi Putri (Rambut Kasih) mempunyai dua orang putra dari Raja Pakuan Raharja, yaitu Basudewa dan Liman Senjaya. Kedua anak itu dibawa ke Limbangan oleh Sunan Rumenggong (kakeknya) dan kemudian dijadikan kepala daerah di sana. Basudewa menjadi penguasa Limbangan dengan gelar Prabu Basudewa dan Liman Senjaya penguasa daerah Dayeuh Luhur di sebelah Selatan dengan gelar Preabu Liman Senjaya. Di kemudian hari Prabu Liman Senjaya setelah beristri membuka tanah, membuat babakan pidayeuheun (kota) dan lama kelamaan dibangun sebuha Negara dengan nama Dayeuh
222
BUKU DATA
PROGRAM UPDATING PENDATAAN DATA DAN PROFIL KEPARIWISATAAN KABUPATEN GARUT
Manggung. Negara baru ini bisa berkembang sehingga dikenal baik oleh tetangga-tetangganya, seperti Sangiang Mayok, Tibanganten, Mandalaputang. Dayeuh Manggung terkenal karena keahlian dalam membuat tenunan. Rajanya yang lain yang termashur adalah Sunan Ranggalawe. Nama pemegang naskah : R. Sulaeman Anggapradja Tempat naskah : Jln Ciledug 225 Kel. Kota Kulon. Kec Garut Kota Asal naskah : warisan Ukuran naskah : 20.5 x 32 cm Ruang tulisan : 17 x 17 cm Keadaan naskah : baik Tebal naskah : 16 Halaman Jumlah baris per halaman : 39 baris Jumlah baris halaman awal dan akhir : 39 dan 23 baris Huruf : Latin Ukuran huruf : sedang Warna tinta : hitam Bekas pena : agak tajam Pemakaian tanda baca : ada Kejelasan tulisan : jelas Bahan naskah : kertas bergaris ukuran folio Cap kertas : tidak ada Warna kertas : putih Keadaan kertas : agak tebal, halus Cara penulisan : timbal balik Bentuk karangan : puisi 4. Danumaya Ringkasan isi : Tersebutlah Negara Geulang Kencana dirajai oelh Panji Barata. Oleh karena ada kabar angin bahwa negaranya akan diserang oleh Negara Keling, maka Panji Barata mengutus Danumaya putra mahkota pergi ke Negara Keling agar disediki kebenaran berita tersebut. Sebagai siasat Danumaya pura-oura menengok Nini dan Aki Sari yaitu orang tua yang pernah mengurus Panji Barata pada waktu dulu. Di perjalanan, Danumaya sempat menyelamatkan Erum Ningrat putrid Pangeran Cakradiningrat dari Mataram. Erum Ningrat diculik oleh Pakis dari negeri jin. Melalui perkelahian yang sengit, Danumaya dapat mengalahkan penculik dan dapat mengembalikan Erum Ningrat ke Mataram. Erum Ningrat jatuh cinta kepada Danumaya dan menghalang-halanginya agar tidak pergi. Akan tetapi karena Danumaya patuh kepada ayahnya, godaan dari Erum Ningrat dapat dihindari. Sebagai tanda kesetiaan, Danumaya menyerahkan cincin bertuah kepada Erum Ningrat. Setiba di negar Keling, Danumaya tinggal bersama Nini dan Aki Sari. Pada waktu itu di Keling sedang sibuk mempersiapkan pestra perkawinan putri Raja Keling yang bernama Sinta Ayu dengan Gandasmuri putra Patih Keling. Disamping kesibukan persiapan pesta perkawinan juga sedang diadakan musyawarah untuk bersiap-siap melakukan penyerangan ke
223
BUKU DATA
PROGRAM UPDATING PENDATAAN DATA DAN PROFIL KEPARIWISATAAN KABUPATEN GARUT
Negara Geulang Kancana. Karena siasat Nini Sari perkawinan Sinta Ayu dengan Gandaspuri dapat digagalkan. Sinta Ayu mencintai Danumaya ketika berjumpa dengan Nini Sari. Hubungan akrab Sinta Ayu dengan Danumaya menyebabkan Raja Keling dan semua raja yang akan menyerang negeri Geulang Kancana menjadi marah. Terjadilah perkelahian antara Danumaya dengan balatentara Keling. Namun tidak seorangpun dapat menandingi kegagahan Danumaya. Sebagai imbalan atas kemenangan perang melawan Keling. Danumaya dikawinkan dengan Sinta Ayu putrid Raja Keling. Tersebutlah Erum Ningrat di Mataram sangat merindukan Danumaya. Untuk Mengurangi rasa rindu, Erum Ningrat melakukan tapa. Dipertapaan Erum Ningrat didatangi oleh seorang kakek-kakek yang bernama Arsamaya. Kakek itu adalah seorang Pendeta, kakeknya Danumaya. Dari pendeta itu Erum Ningrat mendapat petunjuk agar dapat berjumpa dengan Danumaya. Erum Ningrat dianjurkan untuk menyerang Negara Keling dan harus menyamar menjadi seorang laki-laki, sedangkan sebagai balatentaranya akan dikerahkan semua balatentara dari negeri jin. Semua petunjuk dari pendeta Arsamaya oleh Erum Ningrat dilaksanakan. Erum Ningrat menyamar menjadi seorang laki-laki yang bernama Argawilis dan semua raja, patih dan Negara sahabat Keling bahkan Danumaya sendiri pun dapat ditawan. Ketika Danumaya berada di dalam penjara datanglah kakeknya yang menjadi pendeta itu. Diberinya Danumaya petunjuk untuk mengalahkan Argawilis. Danumaya diberi sebuah panah yang ampuh untuk mengalahkan balatentara jin. Berkata panah tersebut, bukan saja balatentara jin yang dapat dikalahkan, tetapi juga Argawilis dapat dilumpuhkan. Akhirnya Erum Ningrat terlaksana kawin dengan Danumaya. Akan tetapi karena ia dikawinkan belakangan, maka menjadi istri kedua dan tetap tinggal di Mataram. Sedangkan Sinta Ayu sebagai istri pertama tetap tinggal di Keling. Nama pemegang naskah : Aja Tempat naskah : Desa Cibatek Kec. Banyuresmi Asal naskah : warisan Ukuran naskah : 16 x 21 cm Ruang tulisan : 14 x 19 cm Keadaan naskah : sebagian rusak Tebal naskah : 160 Halaman Jumlah baris per halaman : 16 baris Jumlah baris halaman awal dan akhir : 12 dan 13 baris Huruf : Arab/Pegon Ukuran huruf : sedang Warna tinta : hitam Bekas pena : tumpul Pemakaian tanda baca : ada Kejelasan tulisan : kurang jelas Bahan naskah : kertas bergaris Cap kertas : tidak ada Warna kertas : putih kecoklat-coklatan Keadaan kertas : halus agak tebal Cara penulisan : timbal balik
224
BUKU DATA
PROGRAM UPDATING PENDATAAN DATA DAN PROFIL KEPARIWISATAAN KABUPATEN GARUT
Bentuk karangan : puisi 5. Sajarah Sukapura Ringkasan isi : Pangeran Ngabehi Kusuma Hadiningrat adalah seorang bangsawan di tanah Sunda keturunan Sultan Pajang. Jaka Tingkir yang menurunkan para bangsawan di tanah Pajang. Jaka Tingkir yang menurunkan para bangsawan di tanah Sunda, khususnya para bupati Sukapura. Pada zaman dulu di tanah Sunda ada dua tokoh terkenal bernama Pangeran Sumedang dan Dipati Ukur yang masing-masing menjadi kepala daerah di Sumedang dan Ukur. Keduanya menjadi pemimpin karena memiliki kekuatan yang luar biasa. Selanjutnya dikisahkan tentang cerita Dipati Ukur, cerita itu dimulai dengan perintah Sultan Mataram kepada Dipati Ukur dan Tumenggung Bakureksa untuk menyerang Kota Batavia (Jakarta). Kemudian pemberontakan Dipati Ukur terhadap Mataram berhubung dengan kegagalannya menyerang Batavia, penumpasan pemberontakan Dipati Ukur oleh pasukan Mataram, dan diakhiri dengan pengangkatan Wirawangsa, Astramanggala dan Somahita menjadi masing-masing Bupati Sukapura, Bandung dan Parakanmuncang; berikut pembagian rakyat dan wilayah kepada mereka. Atas kehendak Sultan Mataram wilayah Pasundan diserahkan kepada kompeni. Dilukiskan pula perbandingan untung ruginya tatkala wilayah Pasundan berada dalam kekuasan Mataram dan Kompeni. Dibandingkan anta keduanya, berada dibawah kekuasaan Kompeni lebih beruntung bagi rakyat pribumi daripada dibawah kekuasaan Mataram. Selanjutnya diceritakan keadaan kabupaten Sukapura pada masa pemerintahan para Bupati Sukapura sejak bupati Sukapura pertama, yaitu Wirawangsa atau Tumenggung Wiradadaha, hingga bupati Sukapura ke-12 yaitu Raden Danukusumah. Dalam melukiskan masa pemerintahan tiap-tiap Bupati Sukapura itu diungkapkan kematian bupati Sukapura sebelumnya, penggantian dengan bupati baru, peristiwa-peristiwa yang terjadi dan masalah-masalah yang timbul selama masa pemerintahan bupati tersebut, saudara-saudara dan para putra bupati tersebut dan akhirnya kematian bupati yang bersangkutan. Nama pemegang naskah : R. Sulaeman Anggapradja Tempat naskah : Jln. Ciledug No. 225 Kelurahan Kota Kulon Kec. Garut Kota Asal naskah : warisan Ukuran naskah : 15.5 x 20.5 cm Ruang tulisan : 13 x 17 cm Keadaan naskah : baik Tebal naskah : 68 Halaman Jumlah baris per halaman : 13 baris Jumlah baris halaman awal dan akhir : 12 dan 14 baris Huruf : Arab/Pegon Ukuran huruf : sedang Warna tinta : hitam Bekas pena : tajam Pemakaian tanda baca : ada Kejelasan tulisan : jelas Bahan naskah : kertas tidak bergaris Cap kertas : tidak ada
225
BUKU DATA
PROGRAM UPDATING PENDATAAN DATA DAN PROFIL KEPARIWISATAAN KABUPATEN GARUT
Warna kertas : kecoklat-coklatan Keadaan kertas : tebal agak halus Cara penulisan : timbal balik Bentuk karangan : puisi (tembang) 6. Umar Maya Ringkasan isi : Alkisah pada msa para Khalifah memerintah dan menyebarkan aga Islam di tanah Arab, tersebutlah seorang pahlawan Arab yang gagah berani dan tangguh dari berbagai macam senjata perang, bernama Umar Maya. Ia memiliki kesaktian sehingga terkenal ke seluruh penjuru Negara-negara yang sudah memluk agama Islam. Nagara-negara yang belum memeluk agama Islam pun merasa gentar akan kesaktian pahlawan Islam tersebut. Adapun rahasia kesaktian Umar Maya itu terletak pada endong (kantung yang terbuat dari kain). Oleh karena endong tersebut tidak pernah lepas dari badannya. Kemana saja ia pergi, endong tersebut selalu melekat pada badannya, mandi sekalipun. Berkat kesaktian dan khasiat endongnya ini, kerajaan Arab semakin lama makin luas saja. Akibatnya, makin banyaklah Negara yang mengabdi kepada Negara Arab, yang mengakibatkan upeti dating melimpah ruah setiap tahun. Maka dengan demikian, kerajaan Arab pun makin makmur dan kaya raya. Diceritakan ada sebuah kerajaan yang belum takluk, kerajaan itu sudah lama menunggu kesempatan untuk menyerang kerajaan Arab karena telah mengetahui rahasia Umar Maya, yaitu terletak pada kantungnya. Untuk mengalahkan Negara Arab, satu-satunya cara hanya dengan mencuri endong Umar Maya. Berkat kecerdikan mata-mata yang dikirim ke Negara Arab, raja itu berhasil mencuri kantung Umar Maya. Alangkah gegernya kerajaan dari rakyat Arab. Ketika tersiar kabar bahwa kantung azimat hilang. Lama-kelamaan terciumlah berita bahwa pencurinya itu adalah dari kerajaan Wajesi. Kerajaan Arab dengan bantuan kerajaan-kerajaan (Negara-negara) yang telah takluk dan sekarang telah menjadi sahabat, menyerang kerajaan Wajesi. Peperangan ini sangat dahsyat karena betapa gigihnya perlawanan balatentara Arab, tetapi karena musuh mempunyai endong Umar Maya, musuh sukar dikalahkan. Umar Maya yang mati-matian berjuang untuk mendapatkan kembali endong wasiatnya, beberapa kali terancam jiwanya. Akan tetapi karena keberanian balatentara Islam yang pantang mundur dan dibekali keimanan kepada Allah, akhirnya Raja Wajesi menyatakan takluk dan dengan demikian raja dan rakyatnya masuk Islam. Umar Maya dapat memiliki kembali endong wasiatnya, yang pernah jatuh ke tangan musuh. Nama pemegang naskah : Aja Tempat naskah : Desa Cibatek Kec. Banyuresmi Asal naskah : salinan Ukuran naskah : 16 x 21 cm Ruang tulisan : 11.5 x 18 cm Keadaan naskah : baik Tebal naskah : 161 Halaman Jumlah baris per halaman : 13 baris Jumlah baris halaman awal dan akhir : 12 dan 13 baris Huruf : Arab/Pegon Ukuran huruf : besar Warna tinta : hitam
226
BUKU DATA
PROGRAM UPDATING PENDATAAN DATA DAN PROFIL KEPARIWISATAAN KABUPATEN GARUT
Bekas pena : agak tumpul Pemakaian tanda baca : ada Kejelasan tulisan : jelas Bahan naskah : kertas tidak bergaris Cap kertas : tidak ada Warna kertas : kecoklat-coklatan Keadaan kertas : agak tebal, halus Cara penulisan : timbal balik Bentuk karangan : puisi 1. Batara Kala Ringkasan Isi : Keadaan di Sorgaloka kacau balau akibat ulah seorang putri di bumi bernama Dewi Tanara melakukan Tapabrata di Gunung Marabu. Dewi Tanara ingin bersuamikan seseorang yang suka disembah tetapi tidak diberi kewajiban untuk menyembah. Turunlah Batara Guru dari Sorgaloka karena merasa bahwa dirinyalah yang dimaksudkan oleh Dewi Tanara. Batara Guru berubah wujud menjadi seorang raksasa ketika mengejar-ngejar Dewi Tanara karena melihat paha Dewi Tanara raksasa terjatuh dan meneteskan sperma sehingga jatuh ke tanah. Raksasa sadar bahwa ia adalah Batara Guru dan berjanji tidak akan mengejar-ngejar lagi asal wujudnya dikembalikan ke wujud semula. Saat itu juga Batara Guru kembali dari wujud raksasa ke wujud semula. Kemudian Batara Guru pulang ke Sorgaloka sedangkan Dewi Tanara kembali ke negrinya. Keadaan di Sorgaloka kembali tenteram, Batara Narada disuruh Batara Guru untuk mengamankan spermanya yang jatuh ke tanah, akan tetapi setelah sperma itu dibuang ke laut malah menjelma menjadi seorang raksasa yang bernama Batara Kala. Batara Kala diberitahu oleh Semar bahwa Batara Guru adalah ayahnya. Pergilah Batara Kala ke negeri Sorgaloka menjumpai Batara Guru dan minta makanan dari jenis daging manusia. Batara Guru mengabulkan permintaannya dengan syarat hanya beberapa dari jenis daging manusia diantaranya ialah orang yang berstatus anak tunggal, orang yang berstatus kadana kadini ( hanya bersaudara kakak beradik laki-laki dan perempuan atau perempuan dan laki-laki ), orang yang berstatus nanggung bugang (kakak dan adik meninggal dunia), orang yang berstatus anak mungku (hanya tiga bersaudara dua perempuan satu laki-laki atau sebaliknya), orang-oarang yang dilahirkan pada waktu malam hari, orang-orang yang bepergian pada waktu maghrib, akan tetapi batara Guru memberikan larangan bahwa orang yang sedang berada di arena pagelaran wayang, tidak boleh dimakan. Orang-orang di bumi kalang kabut, takut kepada Batara Kala, Batara Guru bingung memikirkan nasib manusia di bumi yang ketakutan kepada Batara Kala dan mungkin akan habis dimakan olehnya. Maka turunlah Batara Guru dengan rombongannya ke bumi menyamar menjadi kelompok penabuh wayang. Batara Guru sendiri menjadi dalangnya, dengan sebutan dayang Longlongan. Nama pemegang naskah : Adang Tempat naskah : Kp. Cieunteung Desa Mekarluyu Kec. Sukawening Asal naskah : warisan Ukuran naskah : 17 x 22 cm Ruang tulisan : 13 x 16 cm Keadaan naskah : tidak utuh Tebal naskah : 32 Halaman Jumlah baris per halaman : 14 baris Jumlah baris halaman awal dan akhir : -
227
BUKU DATA
PROGRAM UPDATING PENDATAAN DATA DAN PROFIL KEPARIWISATAAN KABUPATEN GARUT
Huruf : Arab/Pegon Ukuran huruf : sedang Warna tinta : hitam Bekas pena : tumpul Pemakaian tanda baca : ada Kejelasan tulisan : jelas Bahan naskah : kertas tidak bergaris Cap kertas : tidak ada Warna kertas : kecoklat-coklatan Keadaan kertas : tipis agak halus Cara penulisan : timbal balik Bentuk karangan : puisi 2. Ahmad Muhamad Ringkasan Isi : Dewi Kosasih bersuamikan Raja Jemur dan mempunyai dua orang anak laki-laki bernama Muhamad dan Ahmad. Sejak kecil kedua orang anak itu ditinggal mati ayahnya. Raja Jemur sebelum mati meninggali seekor burung perkutut bertuah. Menurut ramalan, barangsiapa dapat memakan kepala burung tersebut, kelak akan menjadi seorang senopati dan yang dapat memakan badan burung tersebut kelak akan menjadi seorang raja. Ramalan tentang tuah burung perkutut itu terimpikan oleh seorang nahkoda dari negeri Habsyi. Nahkoda yang pernah mimpi tentang tuah burung perkutut kepunyaan Muhamad dan Ahmad berusaha keras untuk memperolehnya. Ketika Muhamad dan Ahmad pergi berguru ngaji ( mesantren )., burung perkutut miliknya ditinggal di rumah bersama Dewi Kosasih nahkoda memperdaya dan berhasil membujuk Dewi Kosasih sehingga akhirnya burung perkutut itu oleh nahkoda disembelih dan dibakar. Akan tetapi ketika burung itu sedang dibakar dan akan dimakan secara mendadak muncullah Muhamad dan Ahmad. Direbutnya daging burung itu dari nahkoda. Kepala burung dapat dimakan oleh Ahmad sedangkan badannya dimakan oleh Muhamad maka mendadak mereka menjadi orang yang gagah berani. Dikisahkan tersebutlah di kerajaan Mesir sedang diadakan sayembara pemilihan raja. Berdasarkan musyawarah, Gajah Putih yang berhak menentukan siapa yang akan menjadi raja Mesir. Dilepaskanlah Gajah Putih ke hutan oleh Baginda Raja. Di tengah hutan Ahmad disuruh mencari air untuk Muhamad yang merasa dahaga. Sementara Ahmad pergi, muhamad menunggu dan tertidur dibawah pohon. Ketika ia sedang tidur datanglah Gajah Putih, selanjutnya Muhamad oleh Gajah Putih diambil dan dibawa ke Mesir. Di tengah hutan Ahmad tiba di tempat Muhamad yang menunggu di bawah pohon. Alangkah terkejut setibanya melihat Muhamad tidak ada. Ahmad pergi berusaha mencari kakaknya yang dianggapnya hilang. Tibalah Ahmad di sebuah negeri. Disini Ahmad tinggal pada seorang janda dan disini pula ia berjumpa dengan Siti Bagdad, yaitu seorang putri yang dicalonkan menjadi permaisuri Muhamad, raja Mesir. Karena perkenalan Ahmad dengan Siti Bagdad menjadi akrab, Siti Bagdad berhasil mencuri azimat kepunyaan Ahmad. Atas perintah Siti Bagdad, Ahmad dibuang oleh para algojo kerajaan ke sebuah sungai. Diperjalanan dalam pembuangan, Ahmad bertemu dengan raja jin, yaitu yang pernah mencuri sangkar burung perkutut waktu dulu. Lalu oleh raja jin, Ahmad diberi tiga buah azimat, yaitu berkhasiat sakti mandraguna. Setelah memperoleh azimat tersebut, Ahmad segera pergi kembali ke negeri Mesir dengan tujuan akan merebut kembali azimat yang pernah dicuri oleh Siti Bagdad. Dalam waktu singkat, azimat itu dapat dimilikinya kembali. Pada suatu waktu Siti Bagdad diculik oleh utusan raja Habsyi, namun dapat digagalkan oleh Ahmad. Demikian pula pada penculikan kedua kalinya oleh raksasa dapat ditolong Ahmad. Rupanya jodoh sudah menjadi suratan tangan Ahmad. Meskipun Ahmad telah beristri pada Dewi Soja, putra Nabi Sulaeman, Ahmad kawin lagi dengan Siti Bagdad. Raja Habsyi yang dikalahkan Ahmad ketika menculik Siti Bagdad mempunyai putri cantik bernama Ratna Komala, putri ini ternyata kemudian menjadi istri Muhamad raja Mesir, Setelah inilah Ahmad dapat bertemu kembali dengan Muhamad kakaknya yang telah menjadi raja Mesir. Kemudian Ahmad pun dibawa oleh Muhamad dan dijadikan senopati di kerajaan Mesir.
228
BUKU DATA
PROGRAM UPDATING PENDATAAN DATA DAN PROFIL KEPARIWISATAAN KABUPATEN GARUT
Nama pemegang naskah : Sodik Tempat naskah : Kp. Sindangpalay Desa Sindangpalay Kec. Karangpawitan Asal naskah : warisan Ukuran naskah : 16 x 21 cm Ruang tulisan : 13 x 16.5 cm Keadaan naskah : relatif baik Tebal naskah : 370 Halaman Jumlah baris per halaman : 12 baris Jumlah baris halaman awal dan akhir : 12 baris Huruf : Arab/Pegon Ukuran huruf : sedang Warna tinta : biru Bekas pena : tipis tebal Pemakaian tanda baca : ada Kejelasan tulisan : jelas Bahan naskah : kertas bergaris Cap kertas : tidak ada Warna kertas : kekuning-kuningan Keadaan kertas : tipis Cara penulisan : timbal balik Bentuk karangan : puisi 3. Kitab Etangan Ringkasan Isi : Naskah kitab etangan dipergunakan sebagai sumber petunjuk apabila hendak melakukan suatu pekerjaan, baik pekerjaan yang berhubungan dengan pertanian maupun dengan urusan bepergian, perjodohan serta urusan-urusan lainnya. Pemegang naskah khususnya, serta sebagian masyarakat sekitar pada umumnya banyak mempercayai akan kebenaran petunjuk kitab itu. Oleh karena itu kitab tersebut sangat dipustipusti. Hal-hal yang terkandung didalamnya adalah : 1. Tentang waktu bulan dan hari, hala yang berhubungan dengan waktu naas ( sial ) dan kejayaan atau keberhasilan atas sesuatu. Perhitungannya dilakukan pada awal atao sebelum pekerjaan mulai. 2. Jampe ( jampi ), jangjawokan ( mantra ), dan do’a. 3. Beberapa table yang berisikan tentang pernasiban, baik dan buruk. Nama pemegang naskah : Adang Tempat naskah : Kp. Cieunteung Desa Mekarluyu Kec. Sukawening
229
BUKU DATA
PROGRAM UPDATING PENDATAAN DATA DAN PROFIL KEPARIWISATAAN KABUPATEN GARUT
Asal naskah : warisan Ukuran naskah : 17 x 21 cm Ruang tulisan : 14 x 18 cm Keadaan naskah : sebagian rusak Tebal naskah : 20 Halaman Jumlah baris per halaman : 13 baris Jumlah baris halaman awal dan akhir : 12 dan 13 baris Huruf : Arab/Pegon Ukuran huruf : besar Warna tinta : hitam Bekas pena : tumpul Pemakaian tanda baca : ada Kejelasan tulisan : jelas Bahan naskah : kertas tidak bergaris Cap kertas : tidak ada Warna kertas : kuning kecoklat-coklatan Keadaan kertas : tebal, keras, halus Cara penulisan : timbal balik Bentuk karangan : prosa dan prosa liris 4. Kumpulan Do'a, Jampe dan Silsilah Ringkasan isi : Isi naskah ini terdiri atas kumpulan jampe (mantra), doa dan beberaoa kisah atau silsilah para bangsawan dari kerajaan tradisional di tatar Sunda. Tidak sedikit dalam naskah itu, jampejampe dikemas dalam bentuk isim yang dijadikan azimat. Disebutkan pula beberapa tuah dari jampe-jampe itu diantranya dari aspek social, ekonomi hingga bagaimana menciptakan hubungan suami istri yang harmonis lahir dan batin. Palintangan waktu dalam kehidupan mempunyai peran penting. Hari baik, bulan dan tahun baik ada waktunya (perhitungan ketentuan). Sementara doa-doa pun sangat penting untuk tercipta kesempurnaan hidup. Bermacam-macam doa mulai dari yang pernah digunakan Nabi Adam AS hingga Nabi Muhammad SAW. Jika manusia melaksanakan dan konsisten dalam melakukannya, maka akan tercipta kesempurnaan dunia dan akherat (sejatining manusia). Itulah keutamaan doa. KISAH 1 Diceritakan Sunan Amangkurat dari Kesultanan Mataram hendak melebur tembaga putih untuk dijadikan sebuah bedil (senjata api). Sunan mengumpulkan para Adipati dan menanyakan pada mereka siapa yang sanggup melebur tembaga putih. Tapi tidak ada seorang pun dari para Adipati yang sanggup. Kemudian Sunan Amangkurat bertapa di Kedaleman mencari petunjuk. Dalam pertapaan beliau mendapat petunjuk bahwa yang akan mampu melebur tembaga itu adalah seseoran Kyai Gandumayak. Kemudian Sususnan menanyakan kepada para Adipati apakah ada yang bernama Kyai Gandumayak. Ki Ngabehi Wiranagga dari Galuh menjawab : Benar Gusti! Ada, tepatnya di wilayah Bangkelung. Setelah mendengar jawaban Ki Ngabehi, Sang Sunan memanggil Kyai Gandumayak dan ditanya kesnggupannya untuk melebur tembaga putih, jika tidak sanggup maka akan dipenggal kepala Kyai itu. Kyai Gandumayak menyanggupi dengan kompensasi ia mendapatkan tanah (wilayah). Sunan mengabulkan permintaan Kyai Gandumayak dengan memberi beberapa
230
BUKU DATA
PROGRAM UPDATING PENDATAAN DATA DAN PROFIL KEPARIWISATAAN KABUPATEN GARUT
tanah dari Wiranangga di Galuh, pangeran Suta Jaya di Gebang, Pangeran Rangga Gempol di Sumedang. Kemudian tembaga putih itu dilebur oleh Gandumayak dan dijadikan bedil dan dinamakan Guntur Geni. Setelah selesai membuat bedil diangkat oleh Sunan Amangkurat menjadi lurah dan diberi gelar Lurah Trenggana yang mempunyai cacah 750 jiwa, serta ditempatkan di Bangkelung, wilayah Galuh dan diberi Surat Piagam. Sususnan Amangkurat membuat pernyataan yang berisi penitipan Lurah Trenggana kepada 3 tumenggung, 4 rangga, dan 5 lurah Wangsa Raja juga kepada Kompeni supaya jangan sekali-sekali diganggu. Pernyataan Sunan Amangkurat dilanjutkan oleh penggantinya yaitu Kangjeng Sunan Dipati Puger.” Saya menitipkan Lurah Trenggana kepada 3 tumenggung, 4 rangga, dan 5 Lurah Wangsa Raja, Kapiten Jangkung, dan Kapiten Mayor. Jika terdapat anak cucu Lurah Trenggana di tanah kulon atau dimana-mana jangan diperlakukan sewenangwenang atau diperkerjakan oleh kompeni karena tidak punya tanah. Barangsiapa memperkerjakannya kepada kompeni dan menganiaya, saya doakan celaka, durhaka serta tidak punya umur untuk keturunannya. KISAH 2 Pancakaki Sakawayana bubar dari Padjadjaran, maka Prabu Siliwangi berputra Batara Sangon Waya dan Sunan Tampogawa berputra Sunan Jati Langgeng, berputra Sunan Jati Wisesa, berputra Sunan Panggeng, berputra Subang Karancang, berputra Prabu Haris Bancana punya adik Prabu Liman Senjaya, beradik Prabu Tartomas Sembung, Prabu Liman Kencana,Prabu Liman Dawah, Prabu Ngerah, Prabu Tunggang beradik Prabu Payung Kancana, berputra Prabu Harimangun, Prabu Indang Kancana, Prabu Haji Mentri berputra Santawaan Lukta Panggung berputra Santawaan Jagabaya, berputra Ki Ngabehi Naya Manggala, berputra Ki Ngabehi Patra yang memegang Tapes Wates Cutak Sukawayana. KISAH 3 Sejarah Cihaur Manunggal muncul dari Jatining Pangeran, yakni Sang Ratu Sulton Sakti yang ada di Gunung Mandalawangi, Sang Ratu Wisesa yang ada di Curug Cimandiracun, Sang Ratu Taji Larang yang ada di Gunung Kuta, Sunan Guru Windu yang ada di Gunung Windu. Raden Aci Maya yang ada di hulu Cigunung Agung, Sang Ratu Aci Putih Maya Herang yang ada di gunung, Raden Sangiang yang ada di Gunung Picung, Raden Jayaw Wisesa yang ada di Sangiyang Tapak, Raden Antera yang yang ada di Sangiang Ngantrang, Pangeran Ujug Putih yang ada di Hulu Cipancar, Raden Maya Sakti yang ada di Bojong Gowong, Raden Maya Wisesa yang ada di Bojong Pulus, Raden Sangkan Jaya yang ada di Gunung Haruman, Raden Sangkan Herang yang ada di Gunung Leutik, raden Kanawati yang ada di Hulu Cikacang, raden Sunia Larang yang ada di Gunung Kaledong, Ratu Mandala Agung yang ada di Hulu Cipari. Pangeran Mangkubumi yang ada di Sarongge, Raden Manik Sakti yang ada di Hulu Cikembulan Nama pemegang naskah : Adang Tempat naskah : Kp. Cieunteung Desa Mekarluyu Kec. Sukawening Asal naskah : warisan Ukuran naskah : 13 x 19 cm Ruang tulisan : 9 x 14 cm Keadaan naskah : baik Tebal naskah : 263 Halaman Jumlah baris per halaman : 10 baris Jumlah baris halaman awal dan akhir : 10 baris Huruf : Arab/Pegon Ukuran huruf : besar Warna tinta : hitam Bekas pena : agak tajam Pemakaian tanda baca : ada Kejelasan tulisan : jelas
231
BUKU DATA
PROGRAM UPDATING PENDATAAN DATA DAN PROFIL KEPARIWISATAAN KABUPATEN GARUT
Bahan naskah : kertas daluang Cap kertas : tidak ada Warna kertas : kecoklat-coklatan Keadaan kertas : tebal agak keras Cara penulisan : timbal balik Bentuk karangan : prosa 5. Layang Buana Wisesa Ringkasan isi : Konon ada dua orang kakak beradik bernama Buana dan Wisesa. Selam hidupnya antara keduanya selalu saling bertanya jawab masalah hidup dan mereka selalu berfikir mengenai nilai-nilai kehidupan. Buana bertempat tinggal di sebuah Kampung besar yang bernama Jembarngalah, sedangkan Wisesa bertempat tinggal di sebuah kampung kecil bernama Jamanngalah. Pertanyaan pertama diajukan oleh Wisesa yang kemudian dijawab oleh Buana. Adapun pertanyaan itu berbunyi.” Ketika hidup di dunia bagaimana asal muasalnya dan bagaimana kita lahir dari orang tua itu?” Kata Buana, kita berada di tujuh alam, dan melalui tujuh alam itu kita lahir ke dunia. Ketujuh alam itu adalah alam akhadiat, alam wahdat, alam wahidiat, alam arwah, alam ajam, alam missal, dan alam insane kamil”. Selanjutnya Buana mengajukan pertanyaan kepada Wisesa yang isinya, “Apa yang akan ditempuh oleh orang yang akan meninggal dunia?” Wisesa menerangkan bahwa jalan yang akan ditempuh oleh orang yang akan matimelalui tujuh alam yang berlambangkan dalam tubuh kita sendiri yaitu lidah, telinga, hidung, mata, kulit, otak dan kemaluan. Kepada tujuh anggota badan itulah kita mengabdi selama hidup. Karena kesenangan di akherat nanti sangat tergantung pada penggunaan ketujuh anggota badan itu, yaitu apakah diabdikan kepada kehidupan duniawi saja ataupun bagi kepentingan hidup di akherat nanti, maka Wisesa memberi nasehat agar kita jangan terlalu mementingkan kehidupan di dunia saja. Pertanyaan selanjutnya yang diajukan oleh Wisesa setelah menajwab pertanyaan Buana,” Apa yang dapat dibawa dari kehidupan di dunia untuk kepentingan hidup di akherat nanti? Buana menerangkan bahwa ada lima hal pekerjaan di dunia, yaitu yang dilakukan oleh mata, hidung, telinga, mulut dan otak. Kelima pekerjaan itu seperti dilambangkan oleh Rukun Islam. Keterangan mengenai Rukun Islam oleh Buana dijelaskan dengan panjang lebar. Nasehat-nasehat dari dua orang kakak beradik itu sangat penting buat kita yang pokoknya dalam hidup itu kita harus saling asah, saling asuh dan saling asih. Nama pemegang naskah : Adang Tempat naskah : Kp. Cieunteung Desa Mekarluyu Kec. Sukawening Asal naskah : warisan Ukuran naskah : 16 x 21 cm Ruang tulisan : 15 x 17 cm Keadaan naskah : baik Tebal naskah : 79 Halaman Jumlah baris per halaman : 15 baris Jumlah baris halaman awal dan akhir : 14 dan 17 baris
232
BUKU DATA
PROGRAM UPDATING PENDATAAN DATA DAN PROFIL KEPARIWISATAAN KABUPATEN GARUT
Huruf : Arab/Pegon Ukuran huruf : sedang Warna tinta : hitam Bekas pena : tumpul Pemakaian tanda baca : ada Kejelasan tulisan : jelas Bahan naskah : kertas bergaris Cap kertas : tidak ada Warna kertas : putih kecoklat-coklatan Keadaan kertas : tipis halus Cara penulisan : timbal balik Bentuk karangan : puisi 6. Layang Muslimin Muslimat Ringkasan isi : Tersebutlah dua orang kakak beradik bernama Muslimin dan Muslimat. Muslimin, kakaknya seorang laki-laki, sedangkan adiknya Muslimat adalah perempuan. Muslimin berbeda dengan muslimat dalam hal mpenguasaan ilmu bagbagan keagamaan. Maka tidak heran ia sering didatangi adinya yang bermaksud menanyakan masalah-masalah agama. Sementara Muslimin pun tidak menolak untuk menjawab pertanyaan yang diajukan adiknya. Pada suatu pagi ditengah ruang sepulang mereka sholat subuh dari surau nampak duduk berdua saling berhadapan , sementara di deoan masing-masing terdapat makanan dan minum. Ketika itu tiba-tiba muslimat berkata kepada kakaknya bahwa ia masih pesaran tentang hal sholat. Adapun yang ditanyakannya berbunyi “Sholat lima waktu itu dilakukan oleh semua umat Islam sebagai ibadah terhadap Allah SWT. Apakah sholat termasuk wajib atau fardu? Dan apa bedanya wajib dengan fardu? Raden Muslimin menjawab “Sholat adalah fardu sesuai apa yang diucapkan kita sewaktu niat bersholat, usoli fardu isya misalnya, tidak usoli wajib isya”. Wajib dan fardu beda sesuai dengan bahasanya namun meskipun berdua berbeda tetap harus disatukan menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Wajib merujuk kepada masalah ilmu yang datang dari Allah SWT. Sedangkan fardu merupakan perintah dari Rosulullah SAW dalam hal ibadah. Masalah wajib yang datang dari Allah nyata sekali sesuai dengan hadis nabi bahwa semua umat manusia yang beragama wajib percaya adanya zat yang Maha Kuasa yakni Allah SWT. Wajib ma’rifat kepada kepada Allah SWT agar bisa kembali innalillahi wainnailahi roojiun. Jalannya tiada lainharus mengetahui zat-Nya yang utusan-Nya, hakekat Muhammad Rosulullah SAW. Jika sudah yakin kepada Muhammad, pada Allah SWT pun pasti yakin, sebab Allah tidak terlepas bagaikan gula dengan manisnya, air dengan dinginnya, ombak dengan lautan. Adapun masalah fardu, berkaitan dengan ibadah kepda Allah SWT sebagai kholik. Sebagai wujud jasmani harus turut perintah Rosul untuk melakukan fardu, seperti Rukun Islam yang lima itu : syahadat, sholat, zakat, puasa dan naik haji ke baitulloh. Fardu dan wajib kedua-duanya harus dikerjakan agar kita sempurna selamat lahir dan batin. Kemudian Raden Muslimat menanyakan lagi tentang penting mana wajib dengan fardu. Dijawab oleh Raden Muslimin bahwa yang lebih penting adalah wajib sebab itu adalah perintah Allah kepda semua manusia, wajib ma’rifat kepada Allah, Adapun fardu dengan sendirinya akan mengikuti namun wajib adalah hal yang mutlak. Selanjutnya Muslimat bertanya tentang sifat Qoniyun dalam hadis yang berarti bahwa Allah itu kaya tidak perlu kebutuhan-kebutuhan lagi. Kakaknya menjelaskan bahwa Allah masih memiliki Kebutuhan-kebutuhan Maha Suci, kebutuhan maha agung, bukan lagi orang yang beribadah, orang rajin mengaji, orang yang rajin memuji-Nya karena semua itu milik-Nya. Pada saat kakaknya menjelaskan demikian Raden Muslimat menyelanya dan mengatakan kepada Raden Muslimin sebagai sebagai orang murtad, karena keterangannya itu ia anggap bertolak belakang dengan keterangan dalil yang pernah ia temukan. Tetapi Raden Muslimin cepat-cepat pula memberi penjelasan.
233
BUKU DATA
PROGRAM UPDATING PENDATAAN DATA DAN PROFIL KEPARIWISATAAN KABUPATEN GARUT
Dijelaskan oleh Muslimin:”Kebutuhan Allah itu adalah wujud. Buktinya segala makhluk ciptaan-Nya di dunia tetap masih ada. Manusia masih tetap berketurunan, karena masih berkembang biak, tumbuh-tumbuhan masih tetap bertunas, walaupun sudah banyak manusia yang mati, hewan-hewan disembelih tapi tidak kurang yang datang (lahir). Itu semua menandakan kebutuhan Allah.” Mengenai rusaknya makhluk higga menimbulkan mati sesuai dalil Al-Qur’an “Kullu nafsin Daaikotul Maut” yang artinya semua badan atau tubuh akan akan mengalami mati. Dijelaskan bahwa itu kehendak Allah jika manusia tidak mati maka bumi akan penuh dan tidak ada tempat. Penjelasan itu oleh Muslimat di anggap tidak rasional sehingga ia bertanya,” Jika alas annya demikian mengapa Allah tidak berkehendak memperluas alam di dunia ini? Muslimin dengan serta merta menjawab, “Dinda, perkara itu jangan dipikirkan, itu kehendak alam dunia ini. Hal itu sebagai tanda Allah berbeda dengan hawadis”. Jika hawadis (mahluk) tidak rusak (langgeng), tidak mati, berarti sama dengan Allah sebagai Kholiq, pencipta hawadis. Kesimpulannya semua makhluk berbeda dengan Allah tidak akan bisa sama. Mengenai kematian manusia tidak sama sesuai dengan usianya yang beda-beda. Ada yang amti ketika masih bayi, kakek-kakek, masih bujang ataupun setengah baya. Oleh karena hal tersebut menunjukkan Allah pemurah dan pengasih, sifat murah Allah sudah nyata dan dapat dirasakan oleh semua makhluk, termasuk manusia dengan disediakannya lima jenis untuk kehidupan di dunia ini. Kelima jenis dimaksud adalah : Api, udara, tanah, banyu dan matahari. Satu dari kelima jenis tidak ada, maka manusia dan seluruh makhluk di dunia ini tidak akan mampu hidup. Sedangkan asihnya Allah itu memberikan kehidupan kepada semua makhluk_nya tidak ada bedanya hingga ke Alam Akherat. Hidup langgeng tidak kena rusak atau mati, adapun yang kena rusak dan mati adalah raga atau jasmani. Nama pemegang naskah : Adang Tempat naskah : Kp. Cieunteung Desa Mekarluyu Kec. Sukawening Asal naskah : salinan Ukuran naskah : 16 x 21 cm Ruang tulisan : 13 x 17 cm Keadaan naskah : utuh Tebal naskah : 73 Halaman Jumlah baris per halaman : 27-30 baris Jumlah baris halaman awal dan akhir : 26 dan 22 baris Huruf : Latin Ukuran huruf : kecil Warna tinta : biru Bekas pena : tumpul Pemakaian tanda baca : ada Kejelasan tulisan : jelas Bahan naskah : kertas bergaris Cap kertas : tidak ada Warna kertas : putih Keadaan kertas : tebal agak keras Cara penulisan : timbal balik Bentuk karangan : prosa
234
BUKU DATA
PROGRAM UPDATING PENDATAAN DATA DAN PROFIL KEPARIWISATAAN KABUPATEN GARUT
7. Rawi Nabi Ringkasan isi : Dikisahkan kabilah kaum Qurais yang hendak berdagang ke negeri Esam dipimpin olesh seorang kepala rombonganbernama Abu Jahal. Rombongan kabilah semuanya menunggang unta. Namun tiba-tiba unta yang ditunggangi Abu Jahal di paling depan tidak mau maju. Abu Jahal berusaha memaksa unta supaya melangkah, unta itu tetap diam bahkan menjatuhkan Abu Jahal dari punggungnya. Abu Jahal terjatuh dari punggung unta hingga pingsan. Selanjutnya Abu Jahal disarankan teman-temannya agar ganti naik unta. Abu Jahal menaiki unta lain, tetapi memasrahkan jabatan kepala rombongan kepada Alobah. Ketika rombongan melanjutkan perjalanan tiba-tiba Alobah, kepala rombongan yang paling depan, diserang seekor harimau. Unta yang ditungganginya menjadi sasaran terkaman harimau itu. Abu Bakar yang ikut serta dalam rombongan itu berkata dalam hati. “ Ki Alobah, sebenarnya harimau itu hendak menerkammu, tetapi unta itu telah bela pati menjadi perisai.” Keesokan harinya yang menjadi kepala rombongan Ki Kosim. Konon malaikan Jibril turun dari langit kea lam dunia membawa unta dari surga. Unta itu ditungganginya mendahului Ki KOsim. Unta yang ditunggangi malaikat adalah unta betina, sedangkan yang ditunggangi Ki Kosim adalah utna jantan. Ketika unta jantan yang ditunggangi Ki Kosim melihat unta betina itu, maka unta Ki Kosim berlari mengejar unta yang ditunggangi malaikat meninggalkan rombongan. Seketika anggota rombongan merasa heran jalan menjadi rata. Jibril dan untanya tiba-tiba menghilang tanpa ada yang tahu seorang pun. Ki Kosing bingung, jalan mendadak buntu. Semua menjadi tambah kaget, jalan menjadi hutan belantara. Tiba-tiba Abu Jahal berkata, “Hal ini pasti karena Muhammad ikut rombongan kita.” Kemudian dari belakang Abu Bakar menyela,”Hai Abu Jahal , jangan sekali-sekali kau bicara asal bunyi. Muhammad itu bukan orang sembarangan, jika kamu tahu. Coba bila kamu beri ia kesempatan menjadi kepala rombongan mungkin kita tidak akan mengalami kejadian seperti ini”. Kemudian Abu Jahal pun menuruti saran Abu Bakar dan Muhammad disetujui menjadi kepada rombongan menggantikan Ki Kosim. Maka ketika Muhammad menjadi kepala rombongan hutan belantara berubah menjadi jalan yang bagus, air, makanan dan buah-buahan banyak. Semua rombongan bergembira. Dalam perjalanan pertama, Nabi dengan rombongannya dicegat oleh ular besar, tapi semua ular itu tunduk pada Nabi. Perjalanan kedua dicegat oleh seekor singat, tapi singa itu pun hormat dan sepertinya mengakui kerosulan Muhammad. Perjalanan ke negeri Esam dilanjutkan kembali hingga tiba pada sebuah rumah seorang Kyai yang sudah tua. Kyai itu bernama Syahroh, kerjanya mempelajari kitab-kitab Jabur, Tauret dan Injil. Ternyata Kyai Sahroh telah mengetahui kerosulan Muhammad. Dikisahkan perjalanan ke negeri Esam tinggal kurang lebih setengah hari lagi. Diceritakan di negeri Esam ketika kangjeng Nabi hamper tiba sekitar 3 pal lagi di kota Esam, orang-orang penduduk Esam merasa heran ketika terlihat cahaya menyebar ke kota Esam. Singkat cerita kangjeng Nabi sampai ke kota Esam, tampak cahaya kangjeng Nabi gemerlapan, kelapkelip. Orang-orang pada bengong campur kaget. Di negeri Esam terang benderang. Burung-burung melayang-layang bolak-balik di atas negeri Esam seolah mengelilingi kota itu dan menandakan nabi telah datang. Pepohonan tiba-tiba keluar tunas, daun dan kembang. Orang-orang semakin kaget, apa sebab terjadi demikian. Diceritakan raja Esam pun telah melihat semua kejadian itu. Kemudian raja memanggil seorang ahli nujum dan menanyakan kejadian itu. Ahli nujum tadi menjelaskan bahwa hal itu sebagai tanda bakal datang ke negeri Esam seorang ratu se alam dunia. Kemudian raja berdandan pakaian kebesaran hendak menyambut kedatangannya. Maka kangjeng Nabi beserta rombongan disambut dengan hormat oleh raja Esam dan di tempatkan di sebuah gedung mewah. Orang-orang negeri Esam hormat dan santun kepda kangjeng Nabi. Selama melakukan perdagangan di negeri Esam barang dagangan milik kangjeng Nabi laris sekali. Banyak penduduk tertarik untuk membelinya. Pada suatu hari ada 4 orang kafir yang telah mengetahui kerasulan Muhammad. Mereka membencinya dan hendak membunuh kangjeng Nabi. Dicarilah akal, mereka bermusyawarah. Dengan pura-pura hendak membeli barang dagangan kangjeng Nabi karena tertarik, disuruhlah kangjeng Nabi datang ke rumah orang-orang kafir sambil membawa dagangannya. Singkat cerita kangjeng Nabi sampai di rumah orang kafir itu dan disuruh duduk di kursi dekat pintu. Keempat orang kafir itu sangat santun dan hormat kepada kangjeng Nabi. Disuguhkanlah kangjeng Nabi makanan-makanan ringan. Sementara kangjeng Nabi mencicipi makanan itu, seorang dari empat orang kafir itu naik persis di atas pintu dimana kangjeng Nabi duduk. Rupanya mereka telah bersiasat jauhjauh sebelumnya. Kangjeng Nabi disuruh duduk di dekat pintu, di atasnya telah disimpan sebongkah batu yang akan dijatuhkan sehingga menimpa kangjeng Nabi yang ada di bawahnya. Itulah rekayasa keempat orang kafir itu. Tetapi rencana mereka tidak berhasil karena batu yang akan ditimpakan kepada kangjeng Nabi tidak mampu digeserkan oleh orang
235
BUKU DATA
PROGRAM UPDATING PENDATAAN DATA DAN PROFIL KEPARIWISATAAN KABUPATEN GARUT
kafir itu. Bahkan batu itu menjepitnya hingga tidak bisa keluar. Sampai ketiga orang temannya mengetahui kejadian itu. Pada akhirnya orang yang terjepit itu hanya bisa ditolong oleh kangjeng Nabi sendiri, setelah ia mengakui niat jahatnya. Nama pemegang naskah : Adang Tempat naskah : Kp. Cieunteung Desa Mekarluyu Kec. Sukawening Asal naskah : warisan Ukuran naskah : 16 x 21 cm Ruang tulisan : 12 x 17 cm Keadaan naskah : baik Tebal naskah : 336 Halaman Jumlah baris per halaman : 15 baris Jumlah baris halaman awal dan akhir : 14 dan 9 baris Huruf : Arab/Pegon Ukuran huruf : sedang Warna tinta : hitam Bekas pena : agak tajam Pemakaian tanda baca : ada Kejelasan tulisan : jelas Bahan naskah : kertas daluang Cap kertas : tidak ada Warna kertas : kecoklat-coklatan Keadaan kertas : halus, agak tebal Cara penulisan : timbal balik Bentuk karangan : puisi 8. Sulanjana Ringkasan isi : Di Suralaya par dewa bermusyarawah untuk n\mendirikan bakal Panca Warna. Dewa Anta ditugas membuat batu penyangga tiang. Tetapi Dewa Anti tidak dapat melaksanakan tugasnya, karena badannya berbentuk ular. Dewa Anta menagis sedih dan meneteskan air mata tiga butir. Air mata itu kemudian berubah menjadi tiga butir telur yang dibawanya dengan cara digenggam oleh mulut. Karena kesahpahaman seekor burung elang, telur itu jatuh dua butir yang kemudian menetas menjadi Kalabuat dan Budug Basu. Sapi Gumarang, raja segala binatang jelmaan Kencing Idajil (setan) memelihara Kalbuat dan Budug Basu sebagai anak angkat. Atas perintah Batara Guru telur yang tinggal satu butir dierami Dewa Anta. TElur menetas, lahirlah seorang putrid cantik yang diberi nama Dewi Puhaci Terus Dangdayang atau juga Dewi Aruman. Batara Guru mencintai Dewi Puhaci dan berniat memperistri. Akan tetapi ditentang oleh Batara Narada karena hal itu akan merusak citra Batara Guru sendiri. Disamping itu Batara Guru dianggap melanggar hukum dan merusak agama sebab Dewi Puhaci diasuh dan disusui oleh Dewi Umah, istri Batara Guru. Oleh karena itu Dewi Puhaci masih tergolong anak Batara Guru, maka perkawinannya tidak boleh terjadi. Agar perkawinan Batar Guru dengan Dewi Puhaci tidak terjadi, Batara Narada mencari akal. Diberinya Dewi Puhaci buah Koldi sehingga berhenti menyusui. Tetapi karena ketagihan
236
BUKU DATA
PROGRAM UPDATING PENDATAAN DATA DAN PROFIL KEPARIWISATAAN KABUPATEN GARUT
dan buah koldi itu tidak ada lagi, maka Dewi Puhaci jatuh sakit hingga meninggal dunia. Mayat Dewi Puhaci diurus oleh bagawat Sang Sri dan kuburannya dijaga siang malam sambil menyalakan dupa. Kemudian keluarlah dari dalam tanah kuburan itu berjenis-jenis bibit tanaman. Dari kuburan bagian kepala keluar kelapa, dari telinga keluar macam-macam pohon bamboo, dari ari-ari keluar macam-macam tumbuhan menjalar, dari payudara keluar macam-macam buah-buahan. Pendek kata semua jenis pepohonan berasal dari tubuh Dewi Puhaci. Semar ditugasi Batara Guru untuk membawa bibit tanaman itu ke negeri Pakuan yang dirajai Prabu Siliwangi. Istri Prabu Siliwangi bernama Nawang Wulan adalah putra Batara Gur. Maka dengan adanya bibit tanaman itu, negeri Pakuan menjadi subur makmur. Akan tetapi Prabu Siliwangi dilarang mengetahui bagaimana Dewi Nawang Wulan menanak nasi. Jika Sang Prabu Siliwangi melanggar larangan, maka akan jatuh telak kepda Nawang Wulan. Tersebutlah Budug Basu yang diasuh oleh Sapi Gumarang di Tegal Kapapan sedang mencari Dewi Puhaci. Tiba di kuburan Dewi Puhaci, Budug Basu mengelilingi kuburan sebanyak tujuh kali. Setelah itu Budug Bassu meninggal dunia. Mayat Budug Basu oleh Kalamullah dan Kalamuntir dibawa keliling dunia sebanyak tujuh kali. Di tengah jalan mayat Budug Basu pun menjelma menjadi seekor badak. Kalamullah dan Kalamuntir menjaga binatang-binatang tersebut menjadi dua bagian yaitu bagian darat dan laut. Selanjutnya dikisahkan Sulanjana putra laki-laki yang diasuh Dewi Pratiwi, dititipi negeri Suralaya sebab Batara Guru dan Narada akan turun ke bumi memeriksa ngeri Pakuan. Kedua Batara itu menjelma menjadi burung Pipit. Tersebutlah Dempu Awang dari negeri seberang akan membeli padi dari Pakuan. Karena padi-padi tersebut hanya titipan Batara Guru, oleh putra Siliwangi permohonan Dempu Awang itu ditolak. Dempu Awang sakit hati, maka dimintanya bantuan dari Sapi Gumarang untuk merusak tanaman padi. Sapi Gumarang dibantu oleh binatang-binatang jelmaan Budug Basu, merusak tanaman padi. Sementara Sulanjana dan kedua orang adik perempuannya yang bernama Talimendang dan Talimendir, diperintah Batara Guru untuk menjaga dan menyembuhkan padi. Terjadilah peperangan antara penjaga dan perusak. Akan tetapi Sapi Gumarang kalah dan berjanji akan mengabdi kepad Sulanjana asal pada setiap mulai menanam padi “disambat” (atau dipanggil secar batin) serta disediakan daun paku pada “pupuhunan” (tempat sesaji di lading atau di sawah). Prabu Siliwangi penasaran ingin melihat cara Dewi Nawang Wulan menanak nasi. Dibukanya padi yang sedang dimasak, maka Dewi Nawang Wulan kembali ke Kahiyangan. Namun sebelum pergi sempat berpesan dulu agar membuat lesung, dulang, kipas (bahsa sunda:hihid), bakul dan periuk untuk menanak nasi. Prabu Siliwangi menyesal dan menghadap Batara Guru minta pengampunan agar Dewi Nawang Wulan kembali ke Pakuan. Permohonan Sang Prabu ditolak, kemudian ia sendiri pergi ke Pakuan setelah menerima pelajaran bagaimana cara menanak nasi dan bercocok tanam padi yang baik. Dewi Anta oleh Batara Guru diturunkan ke bumi untuk menjaga padi. Nama pemegang naskah : Adang Tempat naskah : Kp. Cieunteung Desa Mekarluyu Kec. Sukawening Asal naskah : warisan Ukuran naskah : 17 x 22 cm Ruang tulisan : 14 x 18 cm Keadaan naskah : tidak utuh Tebal naskah : 49 Halaman Jumlah baris per halaman : 14 baris Jumlah baris halaman awal dan akhir : 11 baris dan Huruf : Arab/Pegon Ukuran huruf : besar Warna tinta : hitam Bekas pena : tumpul Pemakaian tanda baca : ada
237
BUKU DATA
PROGRAM UPDATING PENDATAAN DATA DAN PROFIL KEPARIWISATAAN KABUPATEN GARUT
Kejelasan tulisan : jelas Bahan naskah : kertas tidak bergaris Cap kertas : tidak ada Warna kertas : kecoklat-coklatan Keadaan kertas : agak tipis halus Cara penulisan : timbal balik Bentuk karangan : puisi 9. Walangsungsang Ringkasan isi : Prabu Siliwangi, raja Padjadjaran mempunyai dua orang putra, yang sulung laki-laki bernama Walangsungsang, dan adiknya perempuan bernama Rara Santang. Disamping kedua putranya itu, Baginda mempunyai putra yang lainnya pula sebanyak sembilan orang. Tetapi mereka meloloskan diri dari keratin. Kesembilan putranya itu terdiri atas lima orang laki-laki dan empat orang perempuan. Mereka bertapa di Gunung yang saling berjauhan. Seorang putranya laki-laki bertapa di Jakarta, yang lain di Tanjung Kuning bernama Santang Partala, sedang yang lainnya lagi bernama Garantang Setra, Ishu Gumare di Lebak dan Sang Sekarsari. Adapun putra-putranya yang perempuan adalah Nyi Tanjung Buana betapa di Pesisir Barat, Nyi Gending Juri atau Nyi Panjang Nagara di pesisir Selatan, Nyi Ratu di Kawali, dan Nyi Sekar Bang di Karang Pangantik. Pada suatu malam Walangsungsang bermimpi. Dalam mimpi ia bertemu dengan Rosul yang menganjurkan agar pergi menuju Gunung Amparan dan menemui Syeh Jati, seorang guru dari Mekah. Keesokan harinya Walangsungsang memberikan impiannya itu kepada ayahnya. Prabu Siliwangi setelah mendengar pembicaraan Walangsungsang sangat murka. Lalu Walangsungsang berjalan menuju Karawang menemui Syeh Orah, yaitu seorang guru keturunan Qurais yang menganggap guru kepada Syeh Gunung Jati. Atas petunjuk Syeh Ora, Walangsungsang pergi menuju Gunung Amparan untuk berguru kepada Syeh Nurjati. Tetapi di tengah perjalanan ia singgah dulu di padepokan agama Budha. Ia belajar agama Budha dari Pandita Danuwarsi sampai paham betul tentang seluk-beluk agama itu. Dikisahkan Rara Santang akhirnya melaksanakan pula pesan kakaknya. Ia meninggalkan keraton menyusul Walangsungsang. Di Gunung Tangkuban Perahu ia bertemu dengan Nyai Indang Sakiti, yakni adik Prabu Siliwangi. Dari Nyai Indang, Rara Santang memperoleh hadiah azimat baju antakusumah. Khasiat baju tersebut, barangsiapa yang memakai baju tersebut maka ia dapat terbang. Kemudian Rara Santang berganti nama menjai Nyi Batin. Ia meninggalkan Gunung Tangguban Perahu dan pergi ke Gunung Cilawung, atas anjuran Nyi Indang Sakiti. Di Gunung Cilawung Nyi Batin bertemu dengan Sang Banjaran Angganati, seorang pendeta. Sebuah nama diberikan oleh pendeta itu kepada Nyi Batin, ialah nama Nyi Eling. Pertemuan kakak beradik, Walangsungsang dan Rara Santang terjadi di tempat kediaman pendeta Danu Wargi. Pendeta itu mempunyai seorang anak perempuan bernama Nyi Endang Geulis yang kemudian dikawin oleh Walangsungsang. Walangsungsang diberi sebentuk cincin ampil ali-ali dan nama baru yakni Samadulahi. Walangsungsang terus mencari guru agama Islam. Sampai ada petunjuk terus melanjutkan perjalanan ke Gunung Jati. Petunjuk itu datang dari raja Bango yang berhasil ditaklukan Walangsungsang ketika ia akan mendapatkan azimat berupa pandil baja. Di Gunung Jati ada Syeh Nurjati, nama lainnya Syeh Nurbayan, cucu Nabi Muhammad. Putra raja Padjadjaran itu menyatakan tunduk kepada Syeh Nurjati dan ia berguru agama Islam. Syeh Nurjati memberi nama kepada Walangsungsang, Cakrabumi. Pada suatu waktu Syeh Nurjati menengok Walangsungsang di Sembung Luwung. Saat itulah Syeh Nurjati menyuruh Walangsungsang dan Rara Santang untuk pergi ke Baitulloh. Kemudian kedua kakak beradik itu pergi ke Mekah dengan membawa sepucuk surat dari Syeh Nurjati yang dialamatkan kepada Syeh Bayan. Kepada Syeh Bayan inilah Walangsungsang berguru agama Islam. Dikisahkan Rara Santang diperistri oleh raja Mesir dan mempunyai dua orang anak, ialah Syarif Hidayat dan Syarif Arifin. Adapun Walangsungsang setelah diberi Sorban oleh raja Mesir dan perbekalan di Arab kembali lagi ke Pulau Jawa dengan Nama Abdul Keman. Dalam perjalanannya ia singgah dulu di Aceh. Di sana ia mengobati Sultan Kut dan kawin dengan anak
238
BUKU DATA
PROGRAM UPDATING PENDATAAN DATA DAN PROFIL KEPARIWISATAAN KABUPATEN GARUT
sultan itu. Diceritakan oleh yang empunya cerita bahwa Syarif Hidayat mencari Nabi Muhammad. Atas pertolongan Abdul Safari dengan memberikan dua buah barang yang berasal dari Malaikat Jibril. Syarif Hidayat dapat mengadakan perjalanan Mi’raj. Ia bertemu dengan Nabi Muhammad dan mengadakan percakapan tentang rahasia hidup dan mati. Atas perintah Nabi Muhammad. Syarif Hidayat akhirnya pergi ke Gunung Jati di Pulau Jawa dan berjumpa lagi dengan ibunya, Rara Santang yang sudah pulang dari Mesir, di Cirebon. Sebelum ia bermukim di Gunung Jati dengan nama Sunan Jati Purba, ia pernah berkelana di Jawa, Madura, Palembang dan Cina. Nama pemegang naskah : Imas Darwati Tempat naskah : Desa Tegalsari Kec. Wanaraja Asal naskah : pemberian dari Ny. Titi, Cinunuk Garut Ukuran naskah : 17 x 21.5 cm Ruang tulisan : 11 x 15 cm Keadaan naskah : baik Tebal naskah : 266 Halaman Jumlah baris per halaman : 13 baris Jumlah baris halaman awal dan akhir : 12 dan 14 baris Huruf : Arab/Pegon Ukuran huruf : sedang Warna tinta : hitam Bekas pena : tajam Pemakaian tanda baca : ada Kejelasan tulisan : jelas Bahan naskah : kertas tidak bergaris Cap kertas : tidak ada Warna kertas : kekuning-kuningan Keadaan kertas : tebal, halus Cara penulisan : timbal balik Bentuk karangan : puisi 1. Ogin Amarsakti Ringkasan Isi : Baginda Ma’ruf, Raja kerajaan Madusari adalah putra Baginda Hamzah, cucu Nabi Yusuf. Mempunyai dua orang istri, istri pertama bernama Nurhayat sedangkan istri kedua bernama Lasmaya. Baginda Ma’ruf dari Nurhayat mempunyai dua anak tiri bernama Pangeran Sabang dan Raden Saka. Lasmaya sendiri adalah keturunan Wiku Bagawan Madali. Baginda Ma’ruf pergi berburu ke Hutan. Lasmaya yang sedang hamil tua ditinggalkan bersama Nurhayat. Ketika Lasmaya melahirkan, Nurhayat menyuruh dukun anak agar mata Lasmaya ditutup. Anak laki-laki yang lahir dari Lasmaya dibuang ke laut dan sebagai gantinya diletakkan anak kucing, anak kera dan seekor burung ciung. Setelah Baginda Ma’ruf datang bukan main marahnya dan menuduh Lasmaya berbuat serong dan menyuruhnya dibunuh. Namun atas nasehat Patih Budiman, Lasmaya tidak jadi dibunuh melainkan dibuang ke hutan. Lasmaya dimasukkan ke dalam kerangkeng besi dan ketiga “putranya” diikutsertakan. Kucing kemudian diberi nama Panji Malang, Kera diberi nama Panca Tantran dan Burung diberi nama Panji Layang. Ketiga “putranya” itu dapat bertingkah seperti manusia dan dapat menceritakan kepada Lasmaya bahwa putra yang
239
BUKU DATA
PROGRAM UPDATING PENDATAAN DATA DAN PROFIL KEPARIWISATAAN KABUPATEN GARUT
sebenarnya dibuang ke laut atas perintah Nurhayat. Panca Tantran dan Panji Malang dapat mengambil pedang pusaka yang tersimpan di Keraton Madusari. Dengan pedang tersebut kerangkeng dapat dihancurkan. Mereka kemudian berlindung di tanah lading di kaki Gunung. Antaboga, Raja Negeri Malebah dalam perjalanannya dipinggir laut menemukan seorang bayi laki-laki yang sedang terapung-apung. Bayi itu diambil,dipelihara dan diberi nama Amarsakti. Setelah Amarsakti dewasa diberi tahu oleh Antaboga tentang siapa sebenarnya Amarsakti itu. Amarsakti diberi kesempatan berkelana mengelilingi Negeri Malebah. Dalam kesempatan itu ia berjumpa dengan ibu serta dengan adik-adiknya. Lasmaya dan ketiga putranya dibawa oleh Amarsakti ke Malebah dan diterima baik oleh Antaboga. Amarsakti disuruh pergi ke Madusari oleh Antaboga untuk menjumpai ayahnya. Namun dalam perjalanannya di tengah hutan, Amarsakti berjumpa dengan rombongan Raja Baginda Ma’ruf yang sedang kesulitan karena ada seekor burung mengamuk. Ketika Baginda Ma’ruf akan ditanduk oleh seekor banteng, Amarsakti menyamar menjadi seorang anak kampung dan dapat membunuh banteng itu. Amarsakti yang mengaku bernama Sarah dibawa oleh Baginda Ma’ruf ke Madusari dan diberi tugas menemani Pangeran Sabang dan Raden Saka. Di Madusari Sarah berkesempatan berguru kepada Patih Budiman bersama-sama Pangeran Sabang dan Raden Saka. Nurhayat tidak senang dengan adanya S arah di Keraton itu. Pada kesempatan Sarah dibawa pergi oleh Pangeran Sabang dan Raden Saka untuk mencari pedang yang hilang dan Sarah dibunuh. Kepada Raja dilaporkan bahwa pedang tidak dapat ditemukan dan Sarah mati diterkam binatang buas. Raja tetap bersedih hati merindukan pedang yang hilang. Karena Antaboga itu sebenarnya jin Islam, ia mengetahui Amarsakti berganti nama Sarah dan mati di tengah hutan. Antaboga segera datang dan menghidupkan kembali Sarah serta membuat pedang tiruan yang serupa dengan pedang kepunyaan Baginda Ma’ruf yang hilang. Sarah disuruh pergi mengantarkan pedang kepada raja Madusari. Kepada Raja, Sarah , melaporkan bahwa dirinya benar diterkam badak dan didalam perut badak ada seorang perempuan yang dijaga oleh seekor kera, seekor kucing dan seekor burung. Dikatakan oleh Sarah bahwa pedang diperoleh dari ketiga binatang tersebut. Setelah menyerahkan pedang, Sarah pergi pamit untuk pulang ke kampung. Dalam perjalanan pulang Sarah tiba di negeri Mulki. Rajanya yang bernama Mulkiyah mempunyai putri cantik yang bernama Bidayasari. Di Negara Mulki Sarah berganti nama menjadi Ogin dan dijadikan anak angkat oleh tukang kebun. Bidayasari sangat senang dengan keindahan dan bunga-bungaan. Bidayasari dilamar oleh Raja madusari untuk dinikahkan dengan putranya. Pangeran sabang dan Raden saka disuruh tinggal di Keraton Mulki. Tetapi Bidayasari tidak melayani malah pergi ke kampung dan mencintai Ogin, kemudian Ogin dibawa ke Istana. Raja Gomati dari kerajaan Geulang Keraton mencintai Bidayasari. Dirga Bahu dan Jaya kelana, patih kerajaan Geulang Keraton menculik Bidayasari. Seluruh negeri geger dan pasukan dikerahkan untuk mencari Bidayasari. Ogin semula tidak ikut mencari. Akan tetapi Raja mengatakan bahwa barang siapa yang dapat menyelamatkan Bidayasari akan dijadikan menantu. Ogin pun pergi mencari putri. Setelah diluar Istana Ogin menjelma menjadi Amarsakti dan kuda sakti pemberian Antaboga yang bernama Gelap Sakti siap membantu. Akhirnya penculik putri dapat dikalahkan dan putri dapat diselamatkan. Amarsakti menolak mengantarkan putri ke Istana walaupun putri menyatakan cinta kepadanya. Amarsakti menceritakan bahwa ia mengetahui bahwa putri diculik itu dari si Ogin. Amarsakti meminta kepada putri untuk mengadakan sayembara yang isinya barangsiapa yang dapat membawa kera, kucing dan burung yang bisa menyanyi dan berbicara, itulah yang akan menjadi suami putrid. Setelah berkata begitu Amarsakti menghilang dan muncul kembali si Ogin. Putri marah pada si Ogin karena tidak berterus terang mempunyai majikan tampan. Raja Mulki mengadakan sayembara. Kepada pelamar pertama yaitu Pangeran Sabang, raja berkata bahwa sayembara ini dilakukan untuk keadilan karena ada seratus pelamar. Si Ogin pergi pulang kampung dan kepada Antaboga berkata bahwa ia mencintai putri. Antaboga menyuruh Panji Malang, Panji Layang dan Panca Tantran untuk membantu ogin melamar putri. Karena ketiga binatang itu kelakuannya seperti manusia dan sangat menyenangkan, raja menerima lamaran itu. Patih Durjaman mempengaruhi Raja Mulki yang sedang bingung. Patih menyarankan agar perkawinan dilakukan dengan Pangeran Sabang dari Madusari. Akan tetapi pada saat perkawinan dilangsungkan datanglah rombongan Lasmaya dari Malebah dan mendesak bahwa putranyalah yang berhak menjadi suami putri. Terjadilah pertarungan antara Madusari dan Malebah. Dewi lasmaya ikut berperang dan tidak dapat dikalahkan. Akhirnya Nurhayat diketahui bahwa ia curang. Maka Baginda Ma’ruf kembali berpermaisuri
240
BUKU DATA
PROGRAM UPDATING PENDATAAN DATA DAN PROFIL KEPARIWISATAAN KABUPATEN GARUT
Lasmaya, sedangkan Ogin Amarsakti menikah dengan Bidayasari. Nama pemegang naskah : Hamim Sumirta Tempat naskah : Kp. Sindangrasa Desa Ngamplang Kec. Cilawu Asal naskah : pemberian Ukuran naskah : 16 x 21 cm Ruang tulisan : 13 x 17 cm Keadaan naskah : baik Tebal naskah : 84 Halaman Jumlah baris per halaman : 14 baris Jumlah baris halaman awal dan akhir : 12 dan 11 baris Huruf : Arab/Pegon Ukuran huruf : sedang Warna tinta : biru Bekas pena : tumpul Pemakaian tanda baca : ada Kejelasan tulisan : jelas Bahan naskah : kertas bergaris Cap kertas : tidak ada Warna kertas : putih kekuning-kuningan Keadaan kertas : tipis halus Cara penulisan : timbal balik Bentuk karangan : puisi 1. Sajarah Turunan Timbanganten Ringkasan isi: Naskah ini berisi silsilah yang berhubungan dengan keluarga bangsawan Timbanganten dan Bandung. Pada umumnya silsilah tersebut diawali dari nabi Adam AS sebagai manusia pertama; kemudian melalui nabi Muhammad, Ratu Galuh, Ciung Manarah dan Prabu Siliwangi, Raja Padjadjaran. Ratu Galuh dianggap sebagai Raja pertama di Pulau Jawa. Keluarga Bangsawan Timbanganten muncul sejak Dalem Pasehan menjadi Ratu di Kadaleman Timbanganten. Wilayah Kadaleman Timbanganten sekarang mencakup wilayah Kecamatan Tarogong Kaler dan Kidul, Semarang, Leles dan Kadungora (Cikembulan). Dalem Pasehan adlah keturunan dari Ciung Manarah yang lahir di Mandala Putang. Ia pernah menjadi mertua Prabu Siliwangi. Prabu Siliwangi menikahi anaknya bernama Nyi Mas Ratna Inten Dewata. Sewaktu menjadi Ratu, Dalem Pasehan menyandang gelar Sunan Permana di Putang. Di akhir hayatnya, ia kemudian menjadi pertapa dan “menghilang” (tilem) di Gunung Satriya. Sebagai pengganti yang menjadi Ratu adalah anaknya yang bernama Sunan Dayeuh Manggung yang dimakamkan di Dayeuh Manggung. Sunan Dayeuh Manggung wafat dan digantikan anaknya, Sunan Darma Kingkin yang makamnya di Muara Cikamiri. Setelah Sunan Darma Kingkin meninggal, maka Sunan Ranggalawe, putranya yang menggantikan dan beribukota di Korwabokan. Kemudian setelah Sunan Ranggalawe, berturut-turut yang menjadi Ratu di Timbanganten adalah Sunan Kaca (adik Ranggalawe), Sunan Tumenggung Pateon (menantu Sunan Kaca atau putra Sunan Ranggalawe), Sunan Pari (Ipar Sunan Pateon), Sunan Pangadegan (adik Sunan Pateon) yang dimakamkan di Pulau Cangkuang.
241
BUKU DATA
PROGRAM UPDATING PENDATAAN DATA DAN PROFIL KEPARIWISATAAN KABUPATEN GARUT
Sunan Pangadegan meninggal, maka yang menggantikan adalah Sunan Demang. Sunan Demang sendiri meninggal (dibunuh) di Mataram, dan penggantinya adalah Sunan Sanugiren (kakak Sunan Demang). Selanjutnya yang menggantikan Sunan Sanugiren, putranya Demang Wirakrama. Demang Wirakrama setelah meninggal dimakamkan di Sarsitu dan digantikan oleh putranya, Raden Demang Candradita yang dikemudian hari menjadi penghulu Bandung. Meninggal di Cikembulan dan dimakamkan di Tanjung Kuning. Kakak Raden Demang Candradita, Raden Demang Ardisutanagara menjadi Dalem di Bandung dan setelah meninggal dimakamkan di astana Tenjolaya Timbanganten. Pengganti Demang Ardisutanagara adalah Dalem Tumenggung Anggadireja Ι, setelah meninggal dikenal dengan sebutan Sunan Gordah, Timbenganten. Pengganti Sunan Gordah, putranya bernama Raden Inderanagara dan bergelar Tumenggung Anggadireja ΙΙ, ketika meninggal dimakamkan di astana Tarik Kolor Bandung. Tumenggung Anggadireja ΙΙ meninggal digantikan petranya, Raden Anggadireja yang bergelar Dalem Adipati Wiratanukusuma Ι. Dalem Adipati Wiratanukusuma Ι meninggal dan dimakamkan di pinggir mesjid Tarik Kolor Bandung. Selanjutnya sebagai pengganti adalah putranya Dalem Dipati Wiratanukusuma ΙΙ. Dalem Dipati Wiratanukusuma ΙΙ meninggal, maka yang menggantikan Raden Naganagara (putranya) serta bergelar Dipati Wiratanukusuma ΙΙΙ, tetapi tidak lama karena ia dibunuh Kolonial Belanda. Dipati Wiratanukusuma ΙΙΙ digantikan putranya, Raden Rangga Kumetir dan bergelar Dalem Adipati. Sewaktu Dalem Adipati meninggal yang menggantikan adalah saudaranya, bernama Raden Kusumadilaga dan dikemudian hari ia bergelar Dalem Adipati Kusumadilaga Bintang. Selanjutnya dalam naskah ini diuraikan mengenai batas-batas wilayah Timbenganten, tanah Cihaur dan tanah ukur Pasir Panjang yang dibatasi Gunung Mandalawangi. Nama pemegang naskah : Toha Tempat naskah : Desa Cikedokan Kec. Bayongbong Asal naskah : warisan Ukuran naskah : 21 x 29 cm Ruang tulisan : 19 x 27 cm Keadaan naskah : sebagian rusak Tebal naskah : 32 Halaman Jumlah baris per halaman : 17 baris Jumlah baris halaman awal dan akhir : 17 dan 14 baris Huruf : Arab/Pegon Ukuran huruf : sedang Warna tinta : hitam Bekas pena : agak tajam Pemakaian tanda baca : ada Kejelasan tulisan : jelas Bahan naskah : kertas tidak bergaris Cap kertas : tidak ada Warna kertas : kuning kecoklat-coklatan Keadaan kertas : halus Cara penulisan : timbal balik Bentuk karangan : prosa 1. Samaun Ringkasan Isi :
242
BUKU DATA
PROGRAM UPDATING PENDATAAN DATA DAN PROFIL KEPARIWISATAAN KABUPATEN GARUT
Nyi Siti Huna di negeri Mekah bersuamikan Ki Halid. Mereka masih menyembah berhala. Karena putranya yang sembilan orang itu perempuan semua, mereka selalu berdo’a agar dikaruniai anak laki-laki. Permohonan kedua suami istri itu dikabulkan, maka lahirlah seorang anak laki-laki yang diberi nama Samaun. Begitu anak itu dilahirkan, kemudian berlari keluar rumah dan bersujud kepada Allah sambil mengucapkan kalimat syahadat. Nyi Siti Huna sangat terkejut, apalagi ketika disuruh menyusu tidak mau bahkan berkata tidak mau menyusu karena ibunya seorang kafir. Demi kebahagiaan anaknya, Kemudian Siti Huna masuk Islam Dan mengucapkan syahadat. Di tempat tidur Samaun selalu bercakap-cakap dengan ibunya. Ki Halid melihat kenyataan bahwa anaknya baru tiga hari sudah dapat berbicara dan meminta agar ayahnya masuk Islam, maka Ki Halid pun masuk Islam dan mengucapkan syahadat. Nabi Muhammad mendengarkan ada anak yang baru dilahirkan sudah dapat berbicara dan kedua orang tuanya sudah masuk Islam, berkenan pergi melayat. Samaun dipangku dan dicium nabi Muhammad. Abu Jahal mendengar Nabi Muhammad telah melayat keluarga Ki Halid, berkenan pula pergi menengok Samaun. Akan tetapi, baru saja Abu Jahal masuk di pekarangan. Samaun berteriak-teriak mengancam sehingga Abu Jahal lari pontang-panting. Atas kelakuan Samaun semacam itu menimbulkan kemarahan Abu Jahal. Patih Surakah dimintai tolong oleh oleh Abu Jahal agar Nabi Muhammad dan samaun diusir dari Mekah. Ketika diadakan pembicaraan bagaimana caranya mengusir Samaun, ternyata tidak ada yang sanggup. Oleh karena itu Abu jahal meminta bantuan kepada Kin Wan raja di negeri Iskandar. Sebelum Kin Wan datang melapor ke Abu jahal akan menangkap Samaun dilewatinya rumah Samaun itu. Kin Wan terpancing pertengkaran mulut dengan Samaun sehingga kemudian berkelahi dan Kin Wan terbunuh. Rakyat Mekah geger menyaksikan Kin Wan terbunuh itu. Abu Jahal bertambah marah, dikumpulkannya tentara dan dikepungnya rumah Samaun. Akan tetapi setiap orang yang akan menangkap Samaun selalu mati terbunuh. Pada suatu ketika Samaun bertemu dengan Abu Jahal di pasar. Terjadilah percakapan yang tidak mengenakkan Abu Jahal, apalagi setelah Samaun berkata agar putrinya diberikan untuk dijadikan istri. Samaun masuk ke rumah Abu Jahal. Di rumah Abu Jahal Samaun menjumpai dua orang wanita dan satu diantaranya adalah putri Abu jahal, kedua orang wanita itu kemudian masuk Islam dan dibawa ke rumah Samaun. Abu Jahal bukan main berangnya, tetapi ia bingung pula memikirkan bagaimana cara mengusir Samaun dan nabi Muhammad. Tersebutlah di negeri Swara yang dirajai oleh Kobti mempunyai seorang putri bernama Siti mariyah, walaupun sudah dilamar olehbanyak raja, tetapi selalu ditolak oleh ayahnya, Siti Mariyah menyuruh orang untuk datang kepada Nabi Muhammad. Siti Mariyah meminta Nabi Muhammad agar datang melamarnya. Mula-mula Nabi Muhammad bingung, tetapi setelah mendapat restu dari Siti Aisyah, istrinya, dan pula setelah mendapat wahyu maka berangkatlah Nabi Muhammad berikut pengikutnya ke negari Swara. Raja Swara tidak senang atas kedatangan Nabi Muhammad itu dan terjadilah peperangan. Peperangan atas kedua belah pihak akhirnya dimenangkan oleh tentara Nabi Muhammad meskipun jumlah tentara Kobti lebih banyak. Samaun dalam peperangan ini bukan main berjasanya, bahkan Siti Mariyah putri raja Kobti pun dapat dibawa lari oleh Samaun, yang kemudian diserahkan kepada Nabi Muhammad. Raja Kobti berikut para pengawalnya mati terbunuh oleh Ali, sahabat Nabi. Para prajurit Kobti yang masih hidup bersama-sama Siti Mariyah kemudian masuk Islam. Seluruh harta kekayaan negeri Kobti dibawa ke negeri Mekah dan diperlakukan sebagai barang gonimah. Nama pemegang naskah : Aki Ebeng Tempat naskah : Desa Cikelet Kulon Kec. Cikelet Asal naskah : warisan Ukuran naskah : 16.3 x 21 cm Ruang tulisan : 14 x 19 cm Keadaan naskah : hilang sebagian Tebal naskah : 72 Halaman Jumlah baris per halaman : 16 baris
243
BUKU DATA
PROGRAM UPDATING PENDATAAN DATA DAN PROFIL KEPARIWISATAAN KABUPATEN GARUT
Jumlah baris halaman awal dan akhir : 14 dan 16 baris Huruf : Arab/Pegon Ukuran huruf : sedang Warna tinta : biru Bekas pena : tumpul Pemakaian tanda baca : ada Kejelasan tulisan : jelas Bahan naskah : kertas bergaris Cap kertas : tidak ada Warna kertas : putih Keadaan kertas : halus, agak tebal Cara penulisan : timbal balik Bentuk karangan : puisi
244
BUKU DATA