POLA PENGASUHAN LEMBAGA UNTUK MENGEMBANGKAN POTENSI DAN FUNGSI SOSIAL ANAK TUNAGRAHITA DI SLB-C KHRISNA MURTI JAKARTA Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh IMAM PANJI SAPUTRO 109054100013
PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1435 H./2014 M
ABSTRAK Imam Panji Saputro, 109054100013 Pola Pengasuhan Lembaga Untuk Mengembangkan Potensi Dan Fungsi Sosial Anak Tunagrahita Di SLB-C Khrisna Murti Jakarta Pembimbing: Drs. Helmi Rustandi, MA Yayasan Sekolah Luar Biasa Khrisna Murti Jakarta sebagai salah satu yayasan swasta yang memiliki fungsi kepedulian terhadap pendidikan anak luar biasa kategori anak-anak tunagrahita dilingkungan sekitarnya. Tunagrahita adalah sebutan untuk anak yang memiliki kemampuan intelektual dibawah rata-rata. Istilah tersebut memiliki arti yang sama dalam menjelaskan kondisi anak yang mengalami kecerdasaan dan ketidakcakapan dalam berinteraksi dibawah anak-anak pada umumnya. Anak tunagrahita sangat sulit sekali untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari dan anak tunagrahita sangat sulit sekali untuk beradaptasi dengan lingkungan disekitarnya. Jangankan untuk bersaing untuk bisa hidup mandiripun mereka masih sangat mengalami kesulitan dan sangat memerlukan bantuan dari orang-orang yang berada disekitarnya. Tujuan atau perumusan masalah penelitian ini adalah untuk mengetahui data tentang bagaimana pola asuh, hambatan,dan solusi yang tepat untuk mengembangkan potensi dan fungsi sosial anak tunagrahita di SLB-C Khrisna Murti Jakarta. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metodologi penelitian kualitatif dengan tujuan. Mengahasilkan penelitian dengan bentuk penjabaran kata-kata yang merepresentasikan fakta-fakta yang telah didapat di lapangan selama proses penelitian berlangsung. Teknik pencarian data digunakan adalah wawancara, observasi serta studi dokumentasi. Wawancara dilakukan terhadap staf yang berkaitan dengan pola pengasuhan lembaga untuk mengembangkan potensi dan fungsi sosial anak tunagrahita serta Studi dokumentasi yang didapat peneliti melalui profil lembaga. Dari hasil penelitian ini ditemukan bahwa didalam pengasuhan lembaga terkandung makna menjaga, merawat, mendidik dan membimbing. Pengasuhan anak bertujuan untuk mengembangkan kemampuan anak dan dilakukan dengan dilandasi rasa kasih sayang tanpa pamrih. Klsifikasi anak tunagrahita terdiri dari kategori anak tunagahita ringan, kategori sedang, dan ketegori berat. Terdapat permasalahan yang dialami anak tunagrahita meliputi: kesulitan dalam mengurus dan merawat dirinya sendiri, kesulitan dalam pembelajaran, kesulitan dalam penyesuain diri, kesulitan dalam permasalahan ganguan keperibadian atau emosi, dan kesulitan dalam pemanfaatan waktu luang. Bentuk-bentuk pola pengasuhan meliputi pola asuh secara otoratif, pola asuh secara otoriter, pola asuh secara permisif. Sebagai upaya untuk mengembangkan potensi dan fungsi sosial anak tunagrahita bisa melalui Potensi yang dimiliki oleh anak tunagrahita bisa melalui pendidikan olahraga adaptif. Olahraga adalah serangkaian gerak raga yang teratur dan terencana untuk memelihara gerak atau mempertahankan hidup. Olahraga merupakan alat untuk merangsang pertumbuhan dan perkembangan jasmani, rohani, dan sosial. ii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbil’alamiin, Sujud syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat
beserta
anugrah-Nya
sehingga
penulis
dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Shalawat serta salam tak lupa penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah memberikan suri taula dan kepada umatnya untuk selalu berusaha, bersabar dan bertawakal untuk mengahadapi segala ujian dan cobaan. Berbagai kendala dan cobaan penulis alami semasa penelitian dan penulisan skripsi ini. Namun berkat bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak yang tak ternilai harganya, terutama kedua orang tua Ibu Sri Manaria dan Alm. Bapak Samingan Tercinta yang telah membantu segalanya.akhirnya penulis bisa menyelesaikan skripsi ini sebagaimana mestinya. Oleh karena itu, dalam hal ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan apresiasi setinggi-tingginya bagi orang-orang yang telah membantu, membimbing dan memotivasi penulisan dalam menyelesaikan skripsi ini, yaitu: 1. Bapak Dr. Arief Subhan, MA. Selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarief Hidayatullah Jakarta. Wakil Dekan Bidang Akademik Dr.Suparto, M.Ed, Wakil Dekan Bidang Administrasi Drs.Jumroni M.Si, dan Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan Dr. Sunandar, MA. 2. Ibu Siti Napsiyah, MSW. Selaku Ketua Program Studi dan Bapak Ahmad Zaky, M.Si selaku Sekertaris Program Studi beserta para dosen/staf Program Studi Kesejahteraan Sosial Universitas Islam Negeri (UIN) Syarief Hidayatullah Jakarta. 3. Bapak Drs. Helmi Rustandi, MA. Selaku Dosen Pembimbing, terima kasih atas waktu dan kesediaanya untuk membimbing penulis dalam hal materi,
iii
teknik penulisan, penyusunan serta memberikan saran dan kritik dalam skripsi ini. 4. Bapak Drs. Sugiharto, MA, selaku Penguji I dan Ibu Ellies Sukmawati, M.Si. selaku Penguji II, yang telah menyediakan waktu dan tempat untuk menguji hasil skripsi penelitian ini. 5. Dra. Hj. Chairini Parinduri, selaku Kepala Sekolah SLB-C Khrisna Murti Jakarta, yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian skripsi di SLB-C Khrisna Murti Jakarta. 6. Drs. Noor. Isnanto HN.S.Pd. M.Si. selaku Ketua Koordinator Program Khusus Anak Tunagrahita di SLB-C Khrisna Murti Jakarta, yang telah memberikan pengarahan dan waktunya untuk membantu penulis dalam melakukan penelitian selama berada di SLB-C KrisnaMurti Jakarta. 7. Dyah Puspita Rahmawati, S.Ikom selaku Kakak Kandung penulis serta Ayu Andini seseorang yang selalu memberikan dukungan pengarahan. Gelar ini hanya sebagian kecil yang kupersembahkan sebagai ucapan terima kasihku. 8. Seluruh Kawan-kawan seperjuangan yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah mendukung dan mendoakan penulis selama penulisan skripsi ini berlangsung. Semoga segala niat baik kalian kelak akan terbalaskan.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih sederhana dan jauh dari kesempurnaan. Akhir kata dengan segala kerendahan hati, semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan berguna bagi almamater dan bagi siapa saja yang berkepentingan. Dengan harapan dapat menambah wawasan kita tentang komunikasi dan pelayanan sosial anak tunagrahita padak hususnya. Jakarta Februari 2014 Penulis
Imam PanjiSaputro
iv
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN……………………………………………………..i ABSTRAK………………………………………………………………………ii KATA PENGANTAR………………………………………………………….iii DAFTAR ISI……………………………………………………………………v DAFTAR TABEL……………………………………………………………..vii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang…………………………………………………….......1 B. Pembatasan dan Permumusan Permasalahan………………………....9 C. Tujuan penelitian……………………….…………………………....10 D. Manfaat Penelitian…………………………………………………...10 1. Manfaat Akademik………………………………………….........10 2. Manfaat Praktis…………………………………………………..10 E. Metodologi Penelitian………………………………………………..11 1. Pendekatan Penelitian…..………………………………………..10 2. Tempat dan Waktu Penelitian……………………………………12 3. Subjek, Informan dan Objek Penelitian………………………….13 4. Sumber Data……………………………………………………...14 5. Teknik Pengumpulan Data…………………………………….....15 6. Teknik Analisis Data……………………………………………..18 7. Teknik Penulisan Data…………………………………………...19 F. Tinjauan Pustaka……………………………………………………..19 G. Sistematika Penulisan………………………………………………..21 BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Pengasuhan……………………………………………....23 1. Bentuk dan Pelayanan Pengasuhan………………………………23 2. Strategi Dalam Pembelajaran di Kelas Tunagrahita……………..31 3. Kurikulum………………………………………………………..32 4. Tujuan yang ingin dicapai oleh guru dalam sekolah luar biasa….33
v
5. Tujuan yang ingin dicapai oleh anak dalam sekolah luar biasa...33 B. Pengertian Anak Tunagrahita……………………………………….34 1. Penyebab Ketunagrahitaan……………………………………...35 2. Klasifikasi……………………………………………………….38 a. Tunagrahita ringan………………………………………….39 b. Tunagrahita Sedang…………………………………………40 c. Tunagrahita Berat…………………………………………...40 C. Faktor yang pembentukan potensi dan fungsi sosial………………..44 1. Potensi Anak Tunagrahita……………………………………..44 2. Fungsi Sosial Anak Tunagrahita………………………………45 D. Kebutuhan Anak Tunagrahita………………………………………47 BAB III GAMBARAN UMUM A. Sejarah Berdirinya SLB-C Khrisna Murti…………………………....49 B. Visi, Misi, dan Tujuan………………………………………………..51 C. Stukutur Organisasi………………………………………………......54 D. Kurikulum……………………………………………………………55 E. Kesiswaan……………………………………………………………56 BAB IV HASIL TEMUAN A. Peserta didik dan Subjek Penelitian SLB Khrisna Murti………….....60 1. Peserta didik SLB-C Khrisna Murti…………………………........60 2. Subjek Penelitian………………………………………………….62 3. Data Informan Peserta Didik……………………………………...63 B. Potensi Anak Tunagrahita……………………………………………67 C. Fungsi Sosial Anak Tunagrahita……………………………………..68 D. Pola Pengasuhan Anak Tunagrahita………………………………....69 1. Permasalahan Anak Tunagrahita di Sekolah…………………….69 2. Solusi Pola Asuh Anak Tunagrahita…………………………….74 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan………………………………………………………….79
vi
B. Saran-Saran…………………………………………………………..79 Daftar Pustaka……………………………………………………………………82 Lampiran-Lampiran……………………………………………………………...84
vii
DaftarTabel
Tabel 1 Matriks Dimensi dalam Pengasuhan…………………………………………...26 Tabel 2 Klasifikasi Anak Tunagrahita berdasarkan Derajat Keterbelakangannya……...38 Tabel 3 Klasifikasi berdasarkan skor IQ dari tes Binet dan Weschsler…………………39 Tabel 4 Struktur Organisasi SLB-C Khrisna Murti Jakarta…………………………….51 Tabel 5 Peserta Didik SLB Khrisna Murti Jakarta……………………………………...54 Tabel 6 Subjek Penelitian……………………………………………………………….60
viii
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Sejak awal kemerdekaan, para pemimpin Republik Indonesia telah memperhatikan pendidikan bangsanya. Dalam UUD 1945 pasal 31 ayat 1 dinyatakan “Tiap-tiap warga Negara berhak mendapat pengajaran”, pada ayat 2 dinyatakan; Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu system pengajaran nasional yang diatur dengan undang-undang. Sejak saat itu Indonesia sudah memiliki dasar hukum positif untuk menyelenggarakan pendidikan luar biasa yaitu pendidikan khusus bagi anak berkelainan (berkekurangan jasmani dan rohani). Untuk mengisi dan melaksanakan UUD dan undang-undang pendidikan dan pengajaran tersebut , pemerintah bersama organisasi/perorangan swsta yang berminat dalam penyelenggaraan
pendidikan penyandang cacat mengaktifkan kembali
sekolah-sekolah swasta untuk anak cacat yaitu sekolah anak tunanetra, tunarungu dan tunagrahita, yang ketiganya bertempat di Bandung. Penunjukan Bandung sebagai kota yang pertama yang menyelenggarakan Sekolah Guru Pengajaran Luar Biasa memang tepat, karena di kota ini ada Sekolah Rakyat Luar Biasa (SRLB) A, B, C. Pemerintah segera mengangkat sekolah-sekolah rakyat luar biasa (swasta) tersebut menjadi Sekolah Rakyat Latihan Luar Biasa (SRLLB) untuk “mahasiswa” sekolah pengajar guru luar biasa
2
(SGPLB). Tamatan SGPLB yang pertama ini sebagian ditempatkan di Sekolah Rakyat Latihan Luar Biasa di Bandung, sebagian dikembalikan ke daerah asal, masing-masing dengan tugas membuka sekolah rakyat luar biasa baru. Kemudian SRLB dirubah menjadi SLB (Sekolah Luar Biasa).1 Pada tahun 1954 menurut data Depdikbud 1975 sekolah untuk anak tunagrahita (SLB-C) telah berjumlah sebanyak 50 buah yang tersebar di 13 Propinsi di Indonesia. Yaitu di DKI Jakarta 7 buah , Jawa Barat 14 buah, Jawa Tengah 6 buah, Yogyakarta 12 buah , Jawa Timur 4 buah, Bali 1 buah, Sumatra Selatan 1 buah, Sumatra Barat 1 buah, Sumatra Utara 1 buah, Sulawesi Selatan 1 buah, Sulawesi Utara 1 buah dan Kalimantan Barat 1 buah. Kemudian pada tahun 1992 dari data yang ada sungguh kita gembira bahwa perkembangan selama kurang lebih 40 tahun, sejak 1954 sampai sekarang, jumlah sekolah untuk anak tunagrahita dewasa ini telah mencapai 371 buah sekolah dengan jumlah murid sebanyak 13.614 orang.2 Ditinjau dari jumlah sekolah untuk
anak tunagrahita, sungguh dapat
dibanggakan. Tetapi jika ditinjau dari jumlah perkiraan anak tunagrahita di Indonesia sebagaimana telah dikemukakan maka untuk mencapai pemerataan pendidikan bagi semua anak tunagrahita masih banyak yang harus dikerjakan dan dikembangkan. Kemungkinan besar di antara anak tunagrahita yang belum mengikuti pendidikan di sekolah-sekolah khusus (SLB-C) banyak 1
Prof.Drs.H.Moh.Amin,Dipl.H.P.OrtopedagogiAnak Tunagrahita.(Bandung:1995) arisandrap: Sejarah‐pendidikan‐bagi‐tunagrahita. Artikel diakses tanggal 12 may 2014 dari http://arisandrap-k5113005-plbuns13.blogspot.com/2013/11/sejarah-pendidikan-bagi tunagrahitadi.html 2
3
yang telah mengikuti
pendidikan di sekolah biasa, khususnya bagi
penyandang tunagrahita ringan. Mereka belajar bersama-sama dengan rekannya yang normal, yang mungkin tanpa disadari oleh gurunya bahwa mereka itu perlu mendapat perhatian khusus, bahkan di mana perlu diberikan pelayanan khusus dalam pendidikannya disamping layanan bersama dengan teman-teman sekelasnya yang normal. Jika tidak, mereka itu akan selalu tinggal kelas atau kalau naik kelas karena belah kasihan, sehingga pada umumnya mereka drop out (putus studi). Anak tunagrahita adalah istilah yang digunakan untuk menyebut anak yang mempunyai kemampuan intelektual dibawah rata-rata. Istilah tersebut sesungguhnya memiliki arti yang sama yang menjelaskan kondisi anak yang kecerdasaannya jauh dibawah anak-anak yang lainnya dan ditandai oleh keterbatasan intelegensi dan ketidakcakapan dalam interaksi sosial. Anak tunagrahita atau dikenal juga dengan istilah terbelakangan mental karena keterbatasan kecerdasann yang mengakibatkan dirinya sukar untuk mengikuti program pendidikan disekolah biasa secara klasikal, oleh karena itu anak terbelakang mental membutuhkan layanan secara khusus yakni disesuaikan dengan kemampuan dan pengelompokan anak tersebut.3 Pengelompokan pada anak tunagrahita umumnya adalah didasarkan pada taraf inteligensinya, yang terdiri dari keterbelakangan ringan, sedang, 3
T.Sutjihati, Msi, Psi: Psikologi Anak Luar Biasa, (Bandung : PT.Refika Aditama,2006) h.103
4
dan berat. (1)Tunagrahita ringan disebut juga moron atau debil.Kelompok ini memiliki IQ antara 68-52 menurut Binet, Sedangkan menurut Skala Weschler (WISC) memiliki IQ 69-55. Mereka masih dapat membaca, menulis, dan berhitung sederhana. Dengan bimbingan dan pendidikan yang baik, anak terbelakang mental ringan pada saatnya akan dapat memperoleh penghasilan untuk dirinya sendiri. (2) Anak tunagrahita sedang disebut juga imbesil. Kelompok ini memiliki IQ 51-36 pada Skala Binet dan 54-40 menurut Skala Weschler (WISC). Anak terbelakang mental sedang mencapai perkembangan MA sampai kurang lebih 7 tahun. Mereka dapat didik mengurus diri sendiri, melindungi diri sendiri dari bahaya seperti menghindari kebakaran, berjalan di jalan raya, berlindung dari hujan dan sebagainya. (3) Kelompok anak tunagrahita berat sering disebut idiot.Kelompok ini dapat dibedakan lagi antara tunagrahita berat dan sangat berat.Tunagrahita berat (severe) memiliki IQ antara 32-20 menurut Skala Binet dan antara 39-25 menurut Skala Weschler (WISC). Anak tunagrahita berat sangat sulit bahkan tidak bisa lepas dari bantuan orang lain untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Jangankan untuk
bersaing
untuk
menjaga
dirinya
mereka
masih
mengalami
kesulitan.Misalkan dari segi merawat dan membersihkan dirinya mereka memerlukan bantuan khusus untuk dapat merawat dan membersihkan dirinya sendiri.4 Terdapat permasalahan yang dihadapi oleh anak tunagrahita dari segi fungsi sosial adalah Masalah penyesuaian diri: Masalah ini berkaitan dengan 4
T.Sutjihati, Msi, Psi: Psikologi Anak Luar Biasa, (Bandung : PT.Refika Aditama,2006) h.106
5
kesulitan anak tunagrahita dalam berhubungan dengan kelompok maupun individu di sekitarnya. Kemampuan penyesuaian diri dengan lingkungan sangat di pengaruhi oleh tingkat kecerdasan. Karena tingkat kecerdasan anak tunagrahita berada di bawah rata-rata, maka dalam bersosialisasi dengan lingkungannya sangat kesulitan. Selain itu, mereka cenderung dijauhi oleh lingkungannya, sehingga mengakibatkan mereka tidak mampu untuk menyesuaikan diri. Kemudian Masalah dari segi potensi adalah penyaluran ke tempat kerja: Dilihat secara empirik, kehidupan anak tunagrahita cenderung banyak yang masih menggantungkan diri kepada orang lain, terutama keluarga dan masih sedikit yang bisa hidup mandiri, itupun hanya pada golongan anak tunagrahita ringan. Hal ini menjadi masalah, karena kehidupan anak tunagrahita begitu memprihatinkan. Setelah mereka selesai mengikuti program pendidikan, ternyata merekja masih banyak yang menggantungkan diri dan membebani keluarga. Sehingga mereka perlu mendapat kegiatan nonakademik dari sekolah, supaya nantinya mereka bisa memiliki keterampilan, agar mereka bisa terjun ke masyarakat. Permasalahan tersebut bisa diatasi melalui bimbingan perkembangan dan konseling, Pengertian bimbingan menurut Peraturan Pemerintah No 28 tahun 1990 Bab X, Pasal 25, bimbingan dirumuskan sebagai bantuan yang diberikan kepada siswa dalam upaya menemukan pribadi, mengenal lingkungan
dan
merencanakan
masa
depan
yang
akan
dilaluinya
Bila kita amati pelayanan dan pelaksanaan bimbingan di Sekolah Luar Biasa
6
(SLB), maka kegiatan itu tidak bisa terlepas dari kegiatan rehabilitasi yang merupakan upaya bantuan medik, sosial, dan keterampilan kepada peserta didik agar mampu mengikuti pendidikan. Rehabilitasi medik meliputi usaha penyembuhan kesehatan penyandang kelainan serta pemberian alat pengganti dan/atau alat pembantu tubuh. Rehabilitasi sosial meliputi usaha pemberian bimbingan sosial kepada peserta didik yang mencakup pengarahan pada penyesuaian diri dan pengembangan pribadi secara wajar. Rehabilitasi diberikan oleh ahli terapi fisik, ahli terapi bicara, dokter umum, dokter spesialis, ahli psikologi, ahli pendidikan luar biasa, perawat, dan pekerja sosial. Keberhasilan dalam mencapai perkembangan yang optimal apabila ia dapat menggunakan sisa kemampuannya secara optimal sesuai dengan derajat ketunaan.5 Program
perkembangan
kegiatan
bimbingan
dan
konseling
diasumsikan diperlukan oleh seluruh siswa, termasuk siswa yang memiliki kesulitan dalam pemahaman diri, meningkatkan tanggung jawab terhadap kontrol diri, memahami lingkungan, dan kesulitan membuat keputusan. Kebutuhan siswa sebagaimana tersirat di dalam kesulitan dan beban tanggungjawabnya pemenuhannya diupayakan konselor melalui perancangan dan pengembangan kurikulum yang menitik beratkan pada pembelajaran manusia dan pemanusiaan peserta didik. 5
Suhaeri H.Bimbingan dan Konseling Anak Luar Biasa. Dikti, Proyek Pendidikan Tenaga Guru, Jakarta: Depdikbud.1995.
7
Tugas
mereka adalah
membantu anak untuk belajar, dan tujuan
sekolah adalah pembelajaran. Sedangkan tujuan bimbingan dan konseling perkembangan adalah membantu siswa untuk belajar dan memberikan pengarahan. Konselor membantu guru dalam menelusuri pemahaman siswa, mendengarkan
sungguh-sungguh
perasaan
yang
dicurahkan
guru,
memperjelas, menentukan pendekatan yang akan digunakan, dan membantu mengevaluasi kegiatan pengajaran yang baru. Seluruh program bimbingan perkembangan
hendaknya
berisi
perencanaan
dan
pengorganisasian
kurikulum yang matang. Kurikulum menekankan pada aspek kognitif, afektif, dan pertumbuhan yang normal. Kegiatan bimbingan perkembangan dirancang untuk membantu siswa mengetahui lebih banyak tentang diri, penerimaan diri, serta memahami kekuatan-kekuatan diri. Pengupayaan agar siswa mencapai perkembangan, maka bimbingan dan konseling diarahkan untuk: (1) menempatkan nilai pada diri anak sebagai diri sendiri, (2) percaya pada diri, (3) percaya akan kemampuan diri anak, membangun penghargaan terhadap diri, (4) pengakuan untuk bekerja dan berusaha dengan sungguh-sungguh, (5) memanfaatkan
kelompok
untuk
mempermudah
dan
meningkatkan
perkembangan anak, (6) memadukan kelompok sehingga anak merasa memiliki tempat dalam kelompok, (7) membantu pengembangan keterampilan secara berurutan dan secara psikologis memungkinkan untuk sukses, (8) mengakui dan memfokuskan pada kekuatan asset anak, dan (9) memanfaatkan minat anak sebagai energi dalam pengajaran. Konselor perkembangan menyadari perkembangan anak sebagai suatu proses “menjadi”, sehingga
8
pertumbuhan fisik dan psikologis memiliki berbagai kemungkinan sebelum mencapai masa dewasa. Bimbingan perkembangan sebagai team oriented, menuntut pelayanan dari konselor profesional.6 Bimbingan perkembangan dengan memperhatikan kebutuhan-kebutuhan khusus anak. Konselor bekerja sama dengan guru untuk menemukan kebutuhan siswa yang jika tidak terpenuhi akan menjadi kendala dalam kehidupan siswa selanjutnya. Menjalin hubungan yang erat dengan orang tua merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam melaksanakan identifikasi kebutuhan
siswa.
Bimbingan
perkembangan
mendasarkan
penerapan
psikologi anak, psikologi perkembangan, dan teori-teori pembelajaran.. Konselor perkembangan tidak sekedar peduli pada asesmen kemampuan anak untuk belajar, melainkan pada bagaimana anak menggunakan kemampuannya. Bimbingan perkembangan mempunyai sifat mengikuti urutan dan lentur. Program hendaknya disesuaikan dengan perbedaan individual. Berurutan berarti bahwa program bimbingan dirancang sesuai dengan tingkat perkembangan anak. Keterlibatan orang-orang dalam proses konseling bagi anak tunagrahita sangat berhubungan dengan kemampuan inteligensi yang rendah dan sesuai dengan karakteristik mereka.7
6
Suhaeri H.Bimbingan dan Konseling Anak Luar Biasa. Dikti, Proyek Pendidikan Tenaga Guru, Jakarta: Depdikbud.1995. 7 Suhaeri H.Bimbingan dan Konseling Anak Luar Biasa. Dikti, Proyek Pendidikan Tenaga Guru, Jakarta: Depdikbud.1995.
9
Salah satu lembaga pendidikan yang menangani anak-anak tunagrahita yang terlantar dalam memenuhi hak-haknya dengan menggunakan salah satu pola pengasuhan anak tunagrahita adalah Yayasan SLB-C Khrisna Murti Jakarta. SLB-C Khrisna Murti ini beralamat di Jakarta Selatan. SLB-C Khrisna Murti Jakarta terdapat 10 Ruang Kelas dan memiliki jumlah peserta didik yaitu 43 peserta didik atau murid anak tunagrahita kategori ringan, sedang dan berat. Kemudian didirikannya yayasan ini dengan harapan bahwa yayasan SLB-C Khrisna Murti dapat memberikan dasar pendidikan dan pelatihan bagi anak-anak yang kurang beruntung, untuk bisa mengembangkan potensi dan fungsi sosial mereka, karena kesempatan untuk tumbuh dan berkembang secara wajar sebagaimana layaknya anak-anak yang memang seharusnya memperoleh hak-hak tersebut yang menjadi dasar kebutuhan sehari-hari mereka. Pendidikan dasar dan pelatihan yang terdapat di SLB-C Khrisna Murti Jakarta berupa pendidikan secara formal dan informal. Secara formal yaitu dengan mengadakan proses belajar mengajar didalam kelas dan dibimbing dengan tenaga guru yang ahli di bidang anak luar biasa khususnya anak tunagrahita. Secara informal berupa pelatihan-pelatihan ekstrakulikuler yang terdapat di SLB-C Khrisna Murti tersebut dengan memberikan latihan kretivitas dengan menggambar, mewarnai, seni tari maupun seni dalam bernyanyi sesuai dengan kemampuan mereka agar potensi atau bakat yang ada dalam diri mereka dapat tersalurkan tanpa harus mengeluarkan biaya yang mahal.
10
Kebehasilan atau prestasi yang didapat oleh peserta didik di SLB-C Khrisna Murti Jakarta adalah yang sangat menonjol di bidang mewarnai dan olahraga karena kedua bidang ini sangat digemari oleh peserta didik. Mereka sangat antusias untuk mengikuti perlombaan tersebut. Prestasi tertinggi ketika peserta didik SLB-C Khrisna Murti ini Juara dua perlombaan Mewarnai tingkat anak tunagrahita Jakarta Selatan. Oleh karena itu, berdasarkan permasalahan di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pola Pengasuhan Lembaga Untuk Mengembangkan Potensi dan Fungsi Sosial Anak Tunagrahita Di SLB Khrisna Murti Jakarta”. B. Pembatasan Permasalahan Dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah Dalam sebuah penelitian harus dibentuk sebuah pembatasan masalah agar penelitian fokus untuk mencari dan meneliti objek penelitiannya. Dari uraian latar belakang yang telah penelitian paparkan di sub bab latar belakang sebelumnya, maka penelitian membatasi objek permasalahan yang akan diteliti yaitu pola pengasuhan lembaga untuk mengembangkan potensi dan fungsi sosial anak tunagrahita di SLB-C Khrisna Murti Jakarta. 2. Perumusan Masalah Berdasarkan pemikiran di atas, maka permasalahan peneliti tentang Pola Pengasuhan Anak Tunagrahita untuk meningkatkan potensi dan fungsi sosial anak tunagrahita Sebagai berikut :
11
“Bagaimana pola pengasuhan lembaga untuk mengembangkan potensi dan fungsi sosial anak tunagrahita dengan baik dan tepat di SLB-C Khrisna Murti Jakarta ? C. Tujuan penelitian Berdasarkan permasalahan penelitian di atas, maka tujuan penelitian ini adalah: Untuk mengetahui pola pengasuhan anak tunagrahita yang di lakukan oleh SLB-C Khrisna Murti Jakarta untuk mengembangkan potensi dan fungsi sosial anak tunagrahita D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Secara akademik, penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan ilmiah bagi ilmu Kesejahteraan Sosial khususnya dalam studi tentang lembaga SLB-C Khrisna Murti Jakarta. 2. Secara praktis, hasil penelitian yang berfokus pada pola pengasuhan lembaga untuk mengembangkan potensi dan fungsi sosial anak tunagrahita di SLB-C Khrisna Murti Jakarta ini dapat dijadikan bahan pertimbangan dan sumbangan untuk lembaga atau yayasan SLB-C Khrisna Murti Jakarta. E. Metodologi Penelitian 1. Pendekatan Penelitian Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan secara kulitatif, menurut Nawawi hadari pendekatan kualitatif dapat diartikan
12
sebagai rangkaian kegiatan atau proses menjaring informasi dari kondisi sewajarnya dalam kehidupan suatu obyek, dihubungkan dengan pemecahan suatu masalah, dari sudut pandang praktisi maupun teoritis. Penelitian dengan cara kualitatif ini dimulai dengan mengumpulkan informasi – informasi dalam situasi sewajarnya, untuk dirumuskan menjadi suatu generalisasi yang dapat diterima oleh akal sehat manusia.7 Sedangkan menurut Bodgan dan Taylor dalam buku metodelogi penelitian kualitatif Moleong mendefinisikan metodelogi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Menurut mereka pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu atau organisasi kedalam variable atau hipotesis, tetapi perlu memandangnya sebagai bagian dari suatu keutuhan.8 Pendekatan
secara
kualitatif
dipilih
karena
peneliti
ingin
mendeskripsikan, memperoleh gambaran nyata dan menggali informasi yang jelas mengenai pola pengasuhan lembaga untuk mengembangkan potensi dan fungsi sosial anak tunagrahita di SLB-C Khrisna Murti Jakarta.
7
Nawawi hadari, instrumet penelitian bidang sosial, (Jokjakarta : Gajah Mada University Press,1992)h.209 8 Lexy.j.Moleong,MA.Metodelogi penelitian kualitatif (Bandung: PT.Remaja Resdakarya, 2000) h.3
13
2. Tempat dan waktu penelitian a. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian yang diambil oleh penelitian dalam mencari informasi dan data-data terkait dengan objek penelitian adalah di SLBC Khrisna Murti, yang beralamat di Jl. Masjid Darussalam II blok A, Kebayoran baru – Jakarta Selatan. b. Waktu Penelitian Sedangkan waktu penelitian atau kegiatannya terhitung mulai bulan Juli 2013 sampai dengan bulan September 2013. Peneliti melakukan riset berupa wawancara, observasi serta studi dokumentasi selama kurang lebih tiga bulan. Peneliti melakukan riset berupa wawancara, obesrvasi, serta studi dokumentasi selama kurang lebih tiga bulan yaitu sejak bulan Juli hingga bulan September 2013. 3. Subjek, Informan dan Objek Penelitian Subjek Penelitian ini dipilih secara sengaja. Karena penelitian bertujuan untuk memilih informan yang sesuai dengan data yang ditujukan untuk didapatkannya sesuai dengan kebutuhan penelitian. Maka dari itu, informan yang dipilih oleh peneliti adalah pengurus/staff yang bekerja di SLB-C Khrisna Murti Jakarta serta beberapa peserta didik yang menjalankan pendidikan di lembaga tersebut. Kepala Sekolah dan Ketua Koordinasi Ketunagrahitaan yang dipilih untuk menjadi Informan. Kepala sekolah di pilih untuk menggali infomasi
14
mengenai kepengurusan organisasi yang berada di lembaga tersebut. Sedangkan Ketua koordinasi ketunagrahitaan ini dipilih untuk menjadi informan dalam hal menggali data-data mengenai kehidupan anak tunagrahita dan pola pengasuhan yang tepat untuk anak tunagrahita. Dalam proses pemilihan Warga Binaan Sekolah (WBS) sebagai Informan, peneliti melakukan konsultasi terlebih dahulu dengan kepala sekolah dan ketua koordinasi ketunagrahitaan untuk mengetahui mana WBS yang memenuhi kriteria agar cocok untuk dijadikan informan bagi peneliti. Karena kedua pengurus tersebut yang paling mengetahui dan dapat memberikan informasi penting mengenai WBS saat proses penelitian ini berlangsung. Informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar belakang penelitian, jadi ia harus mempunyai banyak pengalaman tentang latar penelitian, ia berkewajiban secara sukarela menjadi anggota tim penelitian walaupun hanya bersifat informal, sebagai anggota tim dengan kebaikannya dan dengan kesukarelaan informan tersebut dapat memberikan pandangan dari segi orang dalam tentang nilai-nilai, sikap, bangunan, proses dan kebudayaannya yang menjadi latar penelitian tersebut.9 Karena kelebihan informan dibanding responden ialah informan tidak hanya menjawab 9
Lexy.j.Moleong,MA.Metodelogi penelitian kualitatif (Bandung: PT.Remaja
Resdakarya, 2000) h.3
15
pertanyaan-pertanyaan penelitian yang diajukan seorang peneliti tetapi juga memberikan informasi-informasi yang sekirannya penting dan dapat membantu proses penelitian. 4. Sumber Data Bila dilihat dari sumbernya dalam penelitian ini terbagi atas dua bagian yaitu : a. Data Primer yaitu langsung diperoleh dari para informan pada waktu penelitian. Data primer ini diperoleh melalui pengamatan langsung dan wawancara. b. Data Sekunder adalah data yang dikumpulkan melalui sumber-sumber informasi tidak langsung, seperti perpustakaan, media internet, lembaga dan sebagainya. Data sekunder yang digunakan dalam peneliitian ini diantaranya adalah data yang diperoleh dari studi kepustakaan. 5. Teknik Pengumpulan Data Metode pengumpulan data adalah suatu cara yang dilakukan seorang peneliti untuk mendapatkan data yang diperlukan. Dengan metode pengumpulan data yang tepat dalam suatu penelitian akan memungkinkan pencapaian pemecahan masalah secara valid dan terpercaya yang akhirnya akan memungkinkan dirumuskan generalisasi yang obyektif.10 Teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti yaitu: 10
Nawawi hadari, instrumet penelitian bidang sosial, (Jokjakarta : Gajah Mada University Press,1992)h.13
16
a. Observasi Observasi yaitu pengamatan terhadap suatu kejadian atau peristiwa dengan cara melihat dan mendengar dalam rangka untuk memahami, mencari jawaban, mencari bukti terhadap fenomena sosial selama beberapa waktu peneliti tanpa harus mempengaruhi terhadap fenomena yang sedang diteliti11 Dalam penelitian ini peneliti melaksanakan observasi dengan langsung mendatangi SLB-C Krisna Murti Jakarta. Observasi dilakukan sebanyak lima kali yang berlangsung sejak pagi hingga siang hari. Observasi yang peneliti lakukan bertujuan untuk mengamati kegiatan para peserta didik serta para pengurus sekolah yang berada di SLB-C Khrisna Murti Jakarta. b. Wawancara Wawancara yang dilakukan oleh peneliti yaitu wawancara tidak bersrtuktur. Wawancara tidak berstruktur adalah wawancara bebas dimana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun sistematis. Sedangkan untuk memperoleh data lebih lanjut,
wawancara
yang
akan
dilakukan
adalah
wawancara
semistruktur. Tujuannya adalah untuk mendapatkan informasi secara mendalam dan pihak yang diwawancara dapat lebih terbuka mengenai informasi yang ditanyakan12Peneliti melakukan wawancara yaitu pada: 11
Imam Suprayogo dan Tobroni, Metode Penelitian, Sosial Agama, (Bandung: PT. Remaja Rosdakrya, 2001), h 5 12 Sugiyono, Metodologi Penelitian Kantitaif, Kualitatif dan RD, (Bandung: Alfabeta 2008) h.235.
17
1). Tanggal 10 Juli 2013 Wawancara ini adalah wawancara tahap awal yang peneliti lakukan dalam rangka memperoleh gambaran umum mengenai SLB-C Khrisna Murti Jakarta. Tersebut. Narasumber dari wawancara ini adalah Kepala Sekolah Ibu Dra. Chairini Parinduri. 2). Tanggal 11 Juli 2013 Wawancara ini dilakukan dengan narasumber Bapak Noor Isnanto selaku Koordinator Program Anak Tunagrahita. Wawancara ini bertujuan untuk mengetahui lebih dalam proses pelaksanaan pengasuhan anak tunagrahita di SLB-C Khrisna Murti Jakarta. 3). Tanggal 15 Juli 2013 Wawancara ini dilakukan dengan bapak Drs. Noor Isnanto selaku Koordinator Program Anak Tunagrahita. Wawancara ini bertujuan untuk melihat kondisi kelas dan peserta didik di SLB-C Khrisna Murti Jakarta. 4). Tanggal 15 September 2013 Wawancara ini dilakukan dengan narasumber Ibu Dra. Chairini Parinduri selaku Kepala Sekolah dan Bapak Drs. Noor Isnanto selaku Koordinator Program Anak Tunagrahita untuk mencari informasi peserta didik yang akan dijadikan informan dalam penelitian tersebut. 5). Tanggal 16 September 2013 Peneliti melakukan wawancara dengan peserta didik anak tunagrahita yang telah ditetapkan sebagai informan untuk mengetahui bagaimana
18
mereka menjalani program pengasuhan di SLB-C Khrisna Murti Jakarta tersebut. c. Studi Dokumentasi Dokumentasi yaitu dalam suatu penelitian merupakan sumber data yang didapat dari dokumen ini merupakan suatu proses melihat kembali sumber data dari dokumen yang ada seperti catatan pribadi, surat kabar, majalah dan hasil penelitian dan agenda. Sumber dokumentasi peneliti dalam penelitian ini adalah profil SLB-C Khrisna Murti
Jakarta
yang
peneliti
peroleh
dari
Ketua
Koordinasi
Ketunagrahitaan dalam bentuk Softcopy. 6. Teknik Analisis Data Analisis data kualitatif adalah suatu proses analisis yang terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi bersamaan yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan atau verifikasi a. Proses Reduksi Data Reduksi data merupakan suatu proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang manual dari catatan-catatan dilapangan. Reduksi data berlangsung terus-menerus selama proyek yang berorientasi penelitian kualitatif berlangsung. Antisipasi akan adanya reduksi data sudah tampak waktu penelitiannya memutuskan (Acapkali tanpa disadari sepenuhnya) kerangka konseptual wilayah penelitian, permasalahan penelitian dan pendekatan pengumpulan data mana yang dipilihnya.
19
Selama pengumpulan data berlangsung, terjadilah tahapan reduksi selanjutnya (membuat ringkasan, mengkode, menelusur tema, membuat gugus-gugus, membuat partisi, membuat memo). Reduksi data/transformasi ini berlanjut terus sesudah penelitian lapangan, sampai laporan akhir lengkap tersusun. b. Pengorganisasian Data Merupakan sekumpulan informasi tersusun yang member kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan dengan melihat penyajian-penyajian kita akan dapat memahami apa yang sedang terjadi dan apa yang harus dilakukan. c. Menarik Kesimpulan data Memulai dengan mencari arti benda, mencatat keteraturan, pola-pola, penjelasan, konfigurasi yang mungkin, alur sebab akibat dan proposisi. Proses penarikan kesimpulan dalam penelitian berdasarkan data-data yang diperoleh selama proses penelitian yang juga mengacu pada perumasan masalah yaitu pertanyaan penelitian yang diajukan oleh peneliti. Karena kesimpulan dari hasil penelitian akan menjawab pertanyaan penelitian itu sendiri 7. Teknik Penulisan Teknik penulisan dan translasi penulisan dalam penelitian ini berpegang pada buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Desrtasi) yang disusun oleh Tim Pusat Peningkatan Jaminan Mutu
20
Atau Center of Quality Development and Assurance (CeQDA) yang diterbitkan oleh UIN Syarif Hidaytullah, Jakarta. F. Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka merupakan tinjauan atas kepustakaan (litelatur) yang berkaitan dengan topik pembahasan penelitian yang dilakukan pada penulisan skripsi ini. Tinjauan pustaka digunakan sebagai acuan untuk membantu dan mengetahui dengan jelas penelitian yang akan dilakukan untuk penulisan skripsi ini, terkait dengan memilih metode penelitian, melaksanakan
penelitian,
dan
menyusun
argumentasi
dalam
pembahasan.13 Tinjauan pustaka dilakukan penulis guna menghindari unsur kesamaan dengan skripsi lain. Penulis menemukan skripsi sebagai berikut: 1. Nama
: Juriah
Nim
: 104052001980
Jurusan
: Bimbingan dan Penyuluhan Islam
JudulSkripsi
: Upaya bimbingan Islam bagi anak tunagrahita di SLBC Khrisna Murti Kebayoran Baru Jakarta Selatan
Tahun Skripsi : 2009 Perbedaanya adalah skripsi ini lebih mengupayakan pendidikan agama Islam dari segi akhlak anak, dengan cara membiasakan diri 13
Hamid Nasuhi, dkk, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Desertasi), (Jakarta: Center For Quality Development and Assurance) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,2007) h.20
21
untuk melakukan akhlak yang ada dalam Agama Islam seperti mengucapkan salam, berdoa, dan lain-lain. 2. Nama
: Chairunnisa
Nim
: 107054102453
Jurusan
: Kesejahteraan Sosial
Judul Skripsi : Pola Asuh Positif Pengasuh Dan Kedisplinan Anak Asuh dalam Panti Sosial Asuhan Anak Putra Utama 3 Tebet Tahun Skripsi : 2011 Perbedaannya adalah skripsi ini menbahas mengenai anak-anak normal bukan membahas mengenai anak berkebutuhan khusus seperti anak tunagrahita. Skripsi ini hanya meneliti anak laki-laki saja dan nilai yang ditonjolkan hanya bersifat kedisplinan anak asuh dalam pantinya. G. Sistematika Penulisan Dalam penulisan skripsi ini, penulis membagi kedalam lima Bab, yang akan memuat uraian terpisah sesuai dengan bahasan utama pada judul bab, antara lain :
22
Bab I
: Berisikan pendahuluan yang meliputi : Latar Belakang masalah, Batasan dan Rumusan masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Metodelogi Penelitian, dan Sistematika Penulisan.
Bab II : Berisikan Landasan Teori: Pengertian pengasuhan, pengertian anak Tunagrahita, Penyebab Ketunagrahitaan, Klasifikasi anak Tunagrahita, faktor yang mempengaruhi karakter sosial dan potensi kreativitas anak Tunagrahita, dan Pola Pendidikan anak Tunagrahita. Bab III : Mencakup gambaran umum: SLB-C Khrisna Murti seperti sejarah berdirinya, proses perkembangan, visi dan misi, tujuan didirikan, struktur organisasi yayasan, kurikulum, kesiswaan SLB-C Khrisna Murti Jakarta Bab IV : Berisikan tentang hasil temuan dan analisa: Permasalahan Anak Tunagrahita, Peserta Didik SLB-C Khrisna Murti, Sampel Penelitian, Riwayat Anak didalam Kelas, dan Pola Pengasuhan yang tepat untuk anak tunagrahita Bab V : Bab ini merupakan penutup: yang didalamnya berisi kesimpulan serta saran-saran yang dianggap perlu dalam perbaikan dan kemajuan program analisis penelitian tersebut.
23
BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian pengasuhan Didalam pengasuhan terkandung makna menjaga/ merawat/ mendidik,membimbing/membantu/melatih,memimpin/mengepalai/menyel enggarakan.Istilah asuh sering dirangkaikan dengan asah dan asih menjadi asah-asih-asuh.Mengasah berarti melatih agar memiliki kemampuan atau kemampuannya
meningkat.Mengasihi
berarti
mencintai
dan
menyayangi.Dengan rangkaian kata asah-asih-asuh, maka pengasuhan anak bertujuan untuk meningkatkan atau mengembangkan kemampuan anak dan dilakukan dengan dilandasi rasa kasih sayang tanpa pamrih.Dengan makna pengasuhan yang demikian, maka sejatinya tugas pengasuhan
anak
murni
merupakan
tanggung
jawab
orang
tua.1Pengasuhan merupakan tanggung jawab utama orang tua, sehingga sungguh disayangkan bila pada masa kini masih ada orang yang menjalani peran orang tua tanpa kesadaran pengasuhan. 1. Bentuk dan Pelayanan Pengasuhan Anak Tunagrahita a. Bentuk-bentuk Pola Asuh Menurut ahli Psikologis Diana Baumrind ada tiga pola asuh orang tua kepada anak-anaknya dalam penanman nilai dan penanganan konflik dalam keluarga. 1
Srilestari, psikologi: penanaman nilai dan penanganan konflik keluarga. (Jakarta:PT.Kencana 2012) h.36-37
24
1). Gaya pengasuhan yang bersifat otoratif biasaya orang tua mengarahkan perilaku anak secara rasional, dengan memberikan penjelasan terhadap maksud dari aturan-aturan yang diberlakukan. Orang tua mendorong anak untuk mematuhi aturan dengan kesadaran sendiri. Disisi lain, orang tua bersikap tanggap terhadap kebutuhan dan pandangan anak. Orang tua menghargai kedirian anak dan kulaitas kepribadian yang dimilikinya sebagai keunikakan pribadi. 2) Gaya pengasuhan anak yang otoriter dilakukan oleh orang tua yang selalu berusaha membentuk, mengontrol, mengevaluasi perilaku dan tindakan anak agar sesuai dengan aturan standar. Aturan tersebut biasanya bersifat mutlak yang dimotivasi oleh semangat teologis dan diberlakukan dengan otoritas yang tinggi. Kepatuhan anak merupakan nilai yang diutamakan, dengan memberlakukan hukuman mana kala terjadi pelanggaran. 3) Gaya pengasuhan yang bersifat permisif (biasanya dilakukan oleh orang tua yang begitu baik), cenderung member banyak kebebasan pada anak-anak dengan menerima dan memaklumi segala perilaku, tuntutan dan tindakan anak, namun kurang menuntut sikap tanggung jawab dan keteraturan perilaku anak. Orang tua yang demikian akan menyediakan dirinya sebagai sumber daya bagi pemenuhan segala kebutuhan anak, membiarkan anak untuk mengatur dirinya sendiri dan tidak terlalu mendorongnya untuk memenuhi kebutuhan eksternalnya.2 2
Srilestari,psikologi:penanaman nilai keluarga.(Jakarta:PT.Kencana 2012)h.36-37
dan
penanganan
konflik
25
b. Pelayanan Bimbingan dan Konseling Anak Tunagrahita Pengertian bimbingan menurut Peraturan Pemerintah No 28 tahun 1990 Bab X, Pasal 25, bimbingan dirumuskan sebagai bantuan yang diberikan kepada siswa dalam upaya menemukan pribadi, mengenal lingkungan dan merencanakan masa depan yang akan dilaluinya Bila kita amati pelayanan dan pelaksanaan bimbingan di Sekolah Luar Biasa (SLB), maka kegiatan itu tidak bisa terlepas dari kegiatan rehabilitasi yang merupakan upaya bantuan medik, sosial, dan keterampilan kepada peserta didik agar mampu mengikuti pendidikan. Rehabilitasi
medik
meliputi
usaha
penyembuhan
kesehatan
penyandang kelainan serta pemberian alat pengganti dan/atau alat pembantu tubuh. Rehabilitasi sosial meliputi usaha pemberian bimbingan sosial kepada peserta didik yang mencakup pengarahan pada penyesuaian diri dan pengembangan pribadi secara wajar. Rehabilitasi diberikan oleh ahli terapi fisik, ahli terapi bicara, dokter umum, dokter spesialis, ahli psikologi, ahli pendidikan luar biasa, perawat, dan pekerja sosial. Keberhasilan dalam mencapai perkembangan yang optimal apabila ia dapat menggunakan sisa kemampuannya secara optimal sesuai dengan derajat ketunaan. Tetapi tidak semua anak dapat berhasil mencapai perkembangan yang optimal, dan bukanlah semata-mata karena ketunaan yang disandang siswa, tetapi ada juga karena ketidak mampuan pelaksanan pendidikan
untuk
mendekati
secara
individu
sehingga
dapat
26
mengetahui berbagai hambatan yang mereka hadapi.Agar anak tunagrahita dapat menjadi pribadi yang berkembang, maka kegiatan pendidikan hendaknya bersifat menyeluruh, tidak hanya kegiatankegiatan administrasi, tetapi juga meliputi kegiatan yang menjamin bahwa setiap anak didik secara pribadi mendapat layanan, sehingga perkembangan anak yang optimal bisa dapat terwujud.3 Program perkembangan kegiatan bimbingan dan konseling diasumsikan diperlukan oleh seluruh siswa, termasuk siswa yang memiliki kesulitan dalam pemahaman diri, meningkatkan tanggung jawab terhadap kontrol diri, memahami lingkungan, dan kesulitan membuat keputusan. Kebutuhan siswa sebagaimana tersirat di dalam kesulitan dan beban tanggungjawabnya pemenuhannya diupayakan konselor melalui perancangan dan pengembangan kurikulum yang menitik beratkan pada pembelajaran manusia dan pemanusiaan peserta didik. Tugas mereka adalah membantu anak untuk belajar, dan tujuan sekolah adalah pembelajaran. Sedangkan tujuan bimbingan dan konseling perkembangan adalah membantu siswa untuk belajar. Konselor membantu guru dalam menelusuri pemahaman siswa, mendengarkan sungguh-sungguh perasaan yang dicurahkan guru, memperjelas, menentukan pendekatan yang akan digunakan, dan membantu mengevaluasi kegiatan pengajaran yang baru. Seluruh program bimbingan perkembangan hendaknya berisi perencanaan dan 3
Suhaeri H.Bimbingan dan Konseling Anak Luar Biasa. Dikti, Proyek Pendidikan Tenaga Guru, Jakarta: Depdikbud.1995.
27
pengorganisasian kurikulum yang matang. Kurikulum menekankan pada aspek kognitif, afektif, dan pertumbuhan yang normal. Kegiatan bimbingan
perkembangan
dirancang
untuk
membantu
siswa
mengetahui lebih banyak tentang diri, penerimaan diri, serta memahami kekuatan-kekuatan diri. Pengupayaan agar siswa mencapai perkembangan, maka bimbingan dan konseling diarahkan untuk: (1) menempatkan nilai pada diri anak sebagai diri sendiri, (2) percaya pada diri, (3) percaya akan kemampuan diri anak, membangun penghargaan terhadap diri, (4) pengakuan untuk bekerja dan berusaha dengan sungguh-sungguh, (5) memanfaatkan kelompok untuk mempermudah dan meningkatkan perkembangan anak, (6) memadukan kelompok sehingga anak merasa memiliki tempat dalam kelompok, (7) membantu pengembangan keterampilan secara berurutan dan secara psikologis
memungkinkan
untuk
sukses,
(8)
mengakui
dan
memfokuskan pada kekuatan asset anak, dan (9) memanfaatkan minat anak sebagai energi dalam pengajaran. Konselor perkembangan menyadari perkembangan anak sebagai suatu proses “menjadi”, sehingga pertumbuhan fisik dan psikologis memiliki berbagai kemungkinan
sebelum
mencapai
masa
dewasa.
Bimbingan
perkembangan sebagai team oriented, menuntut pelayanan dari konselor profesional. Bimbingan perkembangan dengan memperhatikan kebutuhankebutuhan khusus anak. Konselor bekerja sama dengan guru untuk menemukan kebutuhan siswa yang jika tidak terpenuhi akan menjadi
28
kendala dalam kehidupan siswa selanjutnya. Menjalin hubungan yang erat dengan orang tua merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam melaksanakan identifikasi kebutuhan siswa. Bimbingan perkembangan mendasarkan penerapan psikologi anak, psikologi perkembangan, dan teori-teori pembelajaran.. Konselor perkembangan tidak sekedar peduli pada asesmen kemampuan anak untuk belajar, melainkan pada bagaimana
anak
menggunakan
kemampuannya.
Bimbingan
perkembangan mempunyai sifat mengikuti urutan dan lentur. Program hendaknya disesuaikan dengan perbedaan individual. Berurutan berarti bahwa
program
bimbingan
dirancang
sesuai
dengan
tingkat
perkembangan anak. Keterlibatan orang-orang dalam proses konseling bagi anak tunagrahita sangat berhubungan dengan kemampuan inteligensi yang rendah dan sesuai dengan karakteristik mereka. Oleh karena itu pendekatan outreach konseling dalam membantu meningkatkan kemandiriannya dirasakan sangat diperlukan melalui cara melibatkan orang-orang sebagai lingkungan terdekat dapat berperan
serta
dalam
proses
konseling
untuk
meningkatkan
kemandirian anak tunagrahita. Makna outreach konseling dapat dimaksudkan kedalam setting konseling yang memerlukan keterlibatan orang-orang terkait dalam rangka membantu memecahkan permasalah klien. Banyak diantara klien yang dalam pemecahan masalahnya memerlukan keterlibatan orang lain baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Keterlibatan pihak lain dilakukan atas dasar izin
29
dari klien, dan juga berdasarkan kebutuhan konselor untuk memberikan layanan secara profesional pada kliennya. Berikut ini adalah penjelasan mengenai matriks dimensi dalam pengasuhan anak tunagrhita menurut sumber Shaffter (2002): Tabel 1 Matriks Dimensi dalam Pengasuhan Sumber: Shaffter (2002) Penerimaan / Ketanggapan Tinggi (1) Otoratif Tuntutan yang masuk akal, Penguatan yang konsisten, Disertai Kepekaan dan pe-
Rendah (2) Otoriter Banyak aturan dan tuntutan sedikit penjelasan, dan kurang peka terhadap kebutuhan dan pemahaman anak
Nerimaan pada anak (3). Permisif
(4) Tak Peduli
Sedikit aturan dan tuntutan;
Sedikit aturan dan tuntutan;orantua
Anak terlalu dibiarkan bebas
tidak peduli dan peka pada kebutuhan
Menuruti kemauanya.
Anak
c. BimbinganPendidikan untuk Anak Tunagrahita Menurut pasal 130 (1) PP No.17 tahun 2010 pendidikan khusus bagi peserta didik berkelainan dapat diselenggarakan pada semua jalur dan jenis pendidikan pada jenjang pendidikan dasar
30
dan menengah. (2) penyelenggaraan pendidikan khusus dapat dilakukan melalui satuan pendidikan khusus, satuan pendidikan umum, satuan pendidikan kejuruan dan/atau satuan pendidikan keagamaan.
Pasal
133
ayat
(4)
menetapkan
bahwa
penyelenggaraan satuan pendidikan khusus dapat dilaksanakan secara terintegrasi antarjenjang pendidikan dan/atau antar jenis kelamin. Integrasi antar jenjang dalam bentuk Sekolah Luar Biasa (SLB) satu atap, yakni satu lembaga penyelenggara dalam mengelola jenjang TKLB,SDLB,SMPLB
dan
SMALB
dengan
seorang
kepala
sekolah.Sedangkan integrasi antar jenis kelainan, maka dalam satu jenjang pendidikan khusus diselenggarakan layanan pendidikan bagi beberapa jenis ketunaan. Bentuknya terdiri dari TKLB, SDLB, SMPLB,dan SMALB masing-masing sebagai satuan pendidikan yang berdiri sendiri masing-masing dengan seorang kepala sekolah. Alternatif layanan yang paling baik untuk kepentingan layanan adalah INTEGRASI ANTAR JENIS.Keuntungan bagi penyelenggara yang (sekolah) dapat memberikan layanan yang terfokus sesuai kebutuhan anak seirama perkembangan psikologis anak. Keuntungan bagi anak, anak menerima layanan sesuai kebutuhan yang sebenarnya karena sekolah mampu membedakan perlakuan karena memiliki fokus atas dasar kepentingan anak pada jenjang TKLB,SDLB,SMPLB dan SMALB.
31
Penyelenggara pendidikan khusus saat ini masih banyak menggunakan integrasi antar jenjang (satu atap) bahkan digabung juga dengan integrasi antar jenis.Pola ini hanya didasarkan pada effisiensi ekonomi padahal sebenarnya sangat merugikan anak karena dalam prakteknya seorang guru yang mengajar di SDLB juga mengajar di SMPLB dan SMALB. Jadi perlakuan yang diberikan kadang-kadang sama antara kepada siswa SDLB, SMPLB, dan SMALB. Secara kualitas materi pelajaran juga kurang berkualitas apalagi secara psikologis karena tidak menghargai perbedaan karakteristik rentan usia. Adapun bentuk satuan pendidikan/lembaga sesuai dengan kekhususnya di Indonesia dikenal SLB bagian A untuk tunanetra, SLB bagian B untuk tunarungu, SLB bagian C untuk tunagrahita, SLB bagian D untuk tunadaksa, SLB bagian E untuk tunalaras dan SLB bagian G untuk cacat ganda.4
2. Strategi Dalam Pembelajaran di Kelas Tunagrahita Lembaga dan guru sebagai pembimbing di kelas perlu memandang siswa tunagrahita dengan kondisi yang bervariasi tentang potensi mereka atau kemampuannya secara individual. Dengan memandang mereka secara individual, akan berimplikasi pada penerapan program bimbingan yang mampu mengoptimalkan potensi mereka, yaitu dengan program inklusi di dalam kelas. Program untuk anak 4
Kartono dan Gulo, Kamus Psikologi, Bandung: Pioner Jiwa, 1987
32
tunagrahita ini harus didukung adanya guru pembimbing yang mampu mengatur agar supaya mereka belajar bersama-sama, namun juga dapat mengoptimalkan potensi individual siswa.Untuk itu atau pembimbing perlu melakasanakan manajemen pembelajaran dikelas dengan baik. 3. Kurikulum Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Kurikulum yang diberlakukan adalah kurikulum Sekolah Luar Biasa yang sah berlaku dalam system pendidikan luar biasa secara nasional, sedangkan kurikulum yang diberlakukan saat ini adalah mengacu pada kurikulum berbasis kompetensi tahun 2004.Dan mulai semester genap tahun ajaran 2006/2007 mulai dipersiapkan kurikulum tingkat satuan pendidikan atau
KTSP
yang
diberlakukan
mulai
dari
tahun
ajaran
2007/2008.Kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan dimasingmasing satuan pendidikan.KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum setingkat satuan pendidikan kalender pendidikan, dan silabus. Silabusadalah rencana pembelajaran pada suatu dan atau kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar,materi pokok pembelajaran, kegiatan pembelajaran,
indikator,
penilaian,
alokasi
waktu,
dan
33
sumber/bahan/alat belajar. Silabus merupakan penjabaran standar kompentensi dasar kedalam materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompentensi untuk penilaian. Rencana pelaksanaan pembelajaran merupakan bagian dari proses pembelajaran yang memuat sekurang-kurangnya tujuan pembelajaran, materi belajar, metode pengajaran, sumber belajar dan penilaian hasil belajar. 4. Tujuan yang ingin dicapai oleh guru-guru dalam sekolah luar biasa adalah: Setiap guru mempunyai kepribadian masing-masing sesuai latar belakang kehidupan mereka sebelum menjadi guru.Kepribadian guru diakui sebagai aspek yang tidak biasa dikesampingkan dari kerangka keberhasilan belajar mengajar (Syaiful Bahru Djamarah dan Aswan Zain, 1997: 127). Faktor kemampuan guru dalam menguasai materi keterampilan juga sangat mempengaruhi berhasil tidaknya proses pembelajaran keterampilan disamping pendidikan dan bakat yang dimiliki guru itu sendiri. Factor guru akan menjadi lebih penting daripada metode dan materi, karena guru yang pandai mengajar akan dapat mengubah metode dan materi yang kurang baik menjadi baik sesuai dengan keadaan siswanya. 5. Tujuan yang ingin dicapai oleh anak dalam mengikuti kegiatan belajar di sekolah luar biasa antara lain adalah:
34
Menurut Sudirman, dkk (Wasniyah, 1999: 19) bahwa siswa adalah masukanyang akan diproses dalam interaksi belajar mengajar, sehingg tercipta keluaran (output) seperti yang diinginkan. Kemampuan yang dimiliki siswa merupakan potensi untuk membawa keberhasilan dalam pembelajaran keterampilan damanak dapat belajar untuk menerima adanya perbedaan, dan mampu beradaptasi dalam mengatasi perbedaan tersebut.5 B. Pengertian Anak Tunagrahita Tunagrahita adalah istilah yang digunakan untuk menyebut anak yang mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata-rata. Istilah tersebut sesungguhnya memiliki arti yang sama yang menjelaskan kondisi anak yang kecerdasaannya jauh dibawah anak-anak yang lainnya dan ditandai oleh keterbatasan intelegensi dan ketidakcakapan dalam interaksi sosial. Anak tunagrahita atau dikenal juga dengan istilah terbelakangan mental karena keterbatasan kecerdasannya mengakibatkan dirinya sukar untuk mengikuti program pendidikan di sekolah biasa secara klasikal, oleh karena itu anakterbelakang mental membutuhkan layanan secara khusus yakni disesuaikan dengan kemampuan anak tersebut6 Berdasarkan PP No. 72 Tahun 1991 istilah yang digunakan pada saat ini untuk anak yang memiliki tingkat kecerdasan rendah yaitu tunagrahita. Tunagrahita adalah anak yang kecerdasannya berada dibawah rata-rata, sehingga sukar untuk mengedakan interaksi dengan orang lain. 5
Ibid, hal, 208 T. Sutjihati, Msi, PsiPsikologiAnak Luar Biasa, (Bandung : PT.Refika Aditama,2006) h.103 6
35
Secara historis terdapat lima basis yang dapat dijadikan pijakan konseptual dalam memahami tunagrahita (Harbart J.Prehm dalam Philip L Browning, 1974) yaitu: 1. Tunagrahita merupakan kondisi 2. Kondisi ditandai oleh adanya kemampuan mental jauh di bawah rata rata 3. Memiliki hambatan dalam penyesuaian diri secara social 4. Berkaitan dengan adanya kerusakan organik pada susunan syaraf pusat. 5. Tunagrahita tidak dapat disembuhkan.7 Anak Tunagrahita memiliki keterbatasan dalam penguasaan bahasa. Mereka bukannya mengalami kerusakan artikulasi, akan tetapi pusat pengelolahan kata yang kurang berfungsi sebagaimana mestinya. Karena alasan itu mereka membutuhkan kata-kata yang konkret yang sering didengarnya.Selain itu perbedaan dan persamaan harus ditunjukan secara berulang-ulang.Anaktunagrahita kurang mampu untuk mempertimbangkan sesuatu, membedakan antara yang baik dan yang buruk, dan membedakan yang benar dan salah.Ini semua karena kemampuannya terbatas sehingga anak tunagrahita tidak dapat membayangkan terlebih dahulu konsekuensi dari suatu perbuatan. 1. Penyebab Ketunagrahitaan Terdapat banyak faktor yang dapat menyebabkan seseorang menjadi tunagrahita. Para ahli dari berbagai ilmu telah berusaha membagi faktorfaktor penyebab ini diantaranya adalah sebagai berikut8 : 7
konseptual dalam memahami tunagrahita:Harbart J.Prehm dalam Philip L Browning, 1974. Bandung,1996
36
a. Faktor keturunan Adanya kelainan kromosom baik autosom (mempunyai kromosom 3 ekor pada kromosom nomor 21 sehingga anak mengalami Langdon Down’s Syndrome dan pada trisomi kromosom nomor 15 anak akan menderita Patau’s Syndrome dengan cicri-ciri berkepala kecil, mata kecil, berkuping aneh, sumbing, dan kantung empedu yang besar. Adanya kegagalan meiosis sehingga menimbulkan duplikasi dan translokasi) maupun kelainan pada gonosom (gonosom yang seharusnya XY, karena kegagalan menjadi XXY atau XXXY. b. Gangguan metabolisme dan Gizi Metabolisme dan gizi merupakan hal yang penting bagi perkembangan individu terutama perkembangan sel-sel otak. Beberapa kelainan yang disebabkan oleh kegagalan metabolisme dan kekurangan gizi diantaranya adalah sebagai berikut: 1). Phenylketonuria Salah satu akibat gangguan metabolisme asam amino juga kelainan gerakan enzym phenylalanine hydroxide.Gejala umum yang nampak adalah tunagrahita, kekurangan pigmen, microcephaly, serta kelainan tingkah laku. 2). Cretinisme Disebabkan oleh keadaan hypohyroidism kronik yang terjadi selama masa janin atau segera setelah melahirkan.Berat ringan kelainan 8
Delphi.Bandi.Sebab-sebab Keterbelakangan Mental seseorang.. Bandung:Mitra Grafika.1996.
37
tergantung pada tingkat kekurangan thyroxin.Gejala utama yang tampak adalah adanya ketidaknormalan fisik yang khas dan ketunagrahitaan dan awal gejalanya dengan kurangnya nafsu makan, anak menjadi sangat pendiam, jarang tersenyum dan tidur yang berlebihan. 3). Infeksi dan keracunan Adanya infeksi dan keracunan terjangkitnya penyakit-penyakit selama janin masih berada dalam kandungan ibunya yang menyebabkan anak lahir menjadi tunagrahita. a). Rubella Penyakit ini menjangkiti ibu pada dua belas minggu pertama kehamilan.Selain tunagrahita, ketidaknormalan yang disebabkan penyakit ini adalah kelainan pendengaran, penyakit jantung bawaan, berat badan yang sangat rendah pada waktu lahir dan lain-lain. b). Syndrome Gravidity Beracun Ketunagrahitaan yang timbul dari Syndrome Gravidity Beracun terjadi pada sebagian bayi yang lahir prematur, kerusakan janin yang disebabkan oleh zat beracun, dan berkurangnya aliran darah pada rahim dan plasenta 5). Masalah pada kelahiran Adanya kelahiran yang disertai hypoxia (kejang dan nafas pendek) dipastikan bahwa bayi yang akan dilahirkan menderita kerusakan otak. 6).Faktor lingkungan Latar belakang pendidikan orang tua sering juga dihubungkan dengan masalah-masalah perkembangan. Kurangnya kesadaran orang tua
38
akan pentingnya pendidikan dini serta kurangnya pengetahuan dalam memberikan segala rangsang-rangsang positif dalam masa perkembangan anak dapat menjadi salah satu penyebab timbulnya gangguan atau hambatan dalam perkembangan anak. Kurangnya kontak pribadi dangan anak, misalnya dengan tidak mengajaknya berbicara, dan tersenyum, bermain yang mengakibatkan timbulnya sikap tegang, dingin dan menutup diri. Kondisi demikian akan berpengaruh buruk terhadap perkembangan anak baik fisik maupun mental intelektualnya. 7.) Peran keluarga Peran Keluarga tidak terlepas dari pola asuh yang diterapkan orangtua dalam keluarga, dan dukungan orangtua dalam setiap perkembangan anak. Peran orangtua adalah memberikan dasar pendidikan agama, menciptakan suasana rumah yang hangat dan menyenangkan, serta memberikan pemahaman akan norma baik dan buruk yang ada dalam masyarakat menjelaskan bahwa terdapat dua orientasi mengenai peranan ayah dan ibu, yaitu orientasi tradisional dan orientasi perkembangan anak. Dalam orientasi tradisional, peranan ibu itu adalah ekspresif, sedangkan orientasi perkembangan bersifat lebih luas, yaitu melihat peranan ayah sebagai proses psikologis yang memberikan pemenuhan kebutuhan emosional. b. Klasifikasi Anak Tunagrahita Pengelompokan pada umumnya adalah didasarkan pada taraf inteligensinya, yang terdiri dari keterbelakangan ringan, sedang, dan
39
berat.Kemampuan inteligensi anak tunagrahita kebanyakan diukur dengan tes Stanford Binet dan Skala Weschler (WISC).9 a. Tunagrahita Ringan Tunagrahita ringan disebut juga moron atau debil.Kelompok ini memiliki IQ antara 68-52 menurut Binet, Sedangkan menurut Skala Weschler (WISC) memiliki IQ 69-55.Mereka masih dapat membaca, menulis, dan berhitung sederhana. Dengan bimbingan dan pendidikan yang baik, anak terbelakang mental ringan pada saatnya akan dapat memperoleh penghasilan untuk dirinya sendiri. Anak terbelakang mental ringan dapat dididik menjadi tenaga kerja semi-skilled seperti pekerjaan laundry, pertanian, peternakan, pekerjaan rumah tangga, bahkan jika dilatih dan bimbingan dengan baik anak tunagrahita ringan dapat bekerja di pabrik-pabrik dengan sedikit pengawas. Namun demikian anak terbelakang mental ringan tidak mampu melakukan penyesuaian sosial secara independen. Mereka akan selalu membelanjakan uangnya dengan lugu, tidak dapat merencanakan masa depan dan bahkan suka berbuat kesalahan. Pada umumnya anak tunagrahita ringan tidak mengalami gangguan fisik.Mereka secara fisik tampak seperti anak normal pada umumnya.Oleh karena itu agak sukar membedakan secara fisik antara anak tunagrahita ringan dengan normal.Bila dikehendaki, mereka ini masih dapat bersekolah di sekolah anak berkesulitan belajar. Mereka 9
T. Sutjihati, Msi, PsiPsikologiAnak Luar Biasa, (Bandung : PT.Refika Aditama,2006) h.106-108
40
akan dilayani pada kelas khusus dengan guru dari pendidikan luar biasa. b. Tunagrahita Sedang Anak tunagrahita sedang disebut juga imbesil.Kelompok ini memiliki IQ 51-36 pada Skala Binet dan 54-40 menurut Skala Weschler (WISC). Anak terbelakang mental sedang bias mencapai perkembangan MA sampai kurang lebih 7 tahun. Mereka dapat didik mengurus diri sendiri, melindungi diri sendiri dari bahaya seperti menghindari kebakaran, berjalan di jalan raya, berlindung dari hujan dan sebagainya. Anak tunagrahita sedang sangat sulit bahkan tidak dapat belajar secara akademik seperti belajar belajar menulis, membaca, dan berhitung walaupun mereka masih dapat menulis secara sosial, misalnya menulis namanya sendiri, alamat rumahnya, dan lainlain.Masih dapat dididik mengurus diri, seperti mandi, berpakaian, makan, minum, mengerjakan pekerjaan rumah tangga sederhana seperti
menyapu,
membersihkan
perabot
rumah
tangga,
dan
sebagainya.Dalam kehidupan sehari-hari, anak tunagrahita sedang membutuhkan pengawasan yang terus-menerus. Mereka juga masih dapat bekerja ditempat kerja terlindung (sheltered workshop). c. Tunagrahita Berat Kelompok
anak
tunagrahita
berat
sering
disebut
idiot.Kelompok ini dapat dibedakan lagi antara tunagrahita berat dan sangat berat.Tunagrahita berat (severe) memiliki IQ antara 32-20
41
menurut Skala Binet dan antara 39-25 menurut Skala Weschler (WISC).Tunagrahita sangat berat (profound) memiliki IQ di bawah 19 menurut Skala Binet dan IQ di bawah 24 menurut Skala Weschler (WISC).Kemampuan mental atau MA maksimal yang dapat dicapai kurang tiga tahun. Anak tunagrahita berat sangat sulit bahkan tidak bisa lepas dari bantuan orang lain untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Janganka untuk bersaing untuk menjaga dirinya mereka masih mengalami kesulitan.Misalkan dari segi merawat dan membersihkan dirinya mereka memerlukan bantuan khusus untuk dapat merawat dan membersihkan dirinya sendiri. Tabel 2. Klasifikasi Anak Tunagrahita berdasarkan Derajat Keterbelakangannya (Sumber: Blake, 1976) Level
IQ
Keterbelakangan Stanford Binet
Ringan
68 - 52
69 – 55
Sedang
51 - 36
54 – 40
Berat
32 - 90
39 – 25
Skala Weschler
42
Tabel dibawah ini menjelaskan klasifikasi anak Tunagrahita berdasarkan Skor IQ baik dari tes Binet dan Weschsler.10 Tabel 3. Klasifikasi berdasarkan skor IQ dari tes Binet dan Weschsler Klasifikasi
Ringan
IQ Skala
IQ Skala
Binet
Wechsler
(SD=15)
(SD=16)
68-52
69-55
Ciri-Ciri
1.Dapat diajari membaca, menulis, dan berkomunikasi
(Mild)
2.Dapat
merawat
dirinya
sendiri
dan
melakukan pekerjaan rumah 3. Tidak dapat di didik
di sekolah biasa
tetapi harus di lembaga istimewah atau SLB 4. Tidak dapat berfikir secara abstrak, hanya hal-hal konkrit yang dapat dipahami 5. Koordinasi motorik tidak selalu mengalami gangguan 6. Kurang dapat membedakan sesuatu hal baik dan buruk 7.Perkembangan fisik normal perkembangan bicaranya masih terlambat 8. Tidak didapat kelainan kongential Sedang
51-36
54-40
1.Dapat dilatih merawat dirinya sendiri
10
David,Weschler,.The Measurement of Adult Intelligence. (Edisi ke-3.Baltimore: Wilioms & Wilkins Company,1944)
43
2.Dapat Mengenal sesuatu yang bahaya dan
(Moderete)
dapat menyelamatkan diri sendiri 3. Koordinasi motorik biasanya masih sedikit terganggu 4.Biasanya masih didapat kelainan kongential 5. Dapat dilatih pekerjaan sederhana dan rutin 6.
Dapat
menghitung
1-20
dan
serta
membaca beberapa suku kata dan mengetahui macam-macam warna 7.
Perkembangan
fisik
dan
berbicara
terlambat 8. Penilaian terhadap baik dan buruk masingmasing Berat (Severe)
35-20
39-25
1. Dapat dilatih merawat dirinya sendiri 2. Mudah terserang penyakit 3. Didapat kelainan kongential 4. Kaku dan spastis 5. Gerakan motorik terganggu, kaku dan spastis 6. Didapati kelainan kongential 7. Perkembangan fisik dan bicara terlambat 8. Mudah terserang Penyakit
44
C. Faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Potensi dan Fungsi Sosial anak Tunagrahita Adapun faktor yang mempengaruhi pembentukan Potensi dan fungsi sosial Anak Tunagrahita yaitu: 1. Potensi Anak Tunagrahita a. Pengembangan Kemampuan Kongnitif Anak
berkebutuhan
khusus
keterbelakang
mental
umumnya memiliki keterlambatan dalam aspek kognitif. Untuk itu, pengembangan
kognitif
anak
berkebutuhan
khusus
perlu
dipertimbangkan: dalam belajar memerlukan waktu lebih banyak dalam mempelajari materi tertentu, Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) atau terbelakang mental tidak memahami beberapa mata pelajaran sehingga mereka memerlukan dorongan untuk dapat memahami materi tertentu sesuai dengan tingkat kemampuannya, dan anak berkebutuhan khusus atau terbelakang mental mengalami kesulitan dalam mempelajari materi yang bersifat abstrak. Penggunaan media konkrit dalam pembelajaran sangat dibutuhkan oleh anak agar memperoleh pemahaman yang kuat. b. Pengembangan Bahasa (ABK) Anak Berkebutuhan Khusus. Keterlambatan berbahasa (delayed language) merupakan salah satu ciri anak terbelakang mental.Agar perolehan bahasa anak menjadi lebih memadai diperlukan usaha-usaha melalui bimbingan berbahasa. Dalam beberapa penelitian menunjukkan bahwa jika
45
anak-anak mendapatkan bimbingan berbahasa secara tepat, maka anak-anak terbelakang mental mampu menyusun cerita yang menunjukkan suatu tingkatan kreativitas dan pengembangan berbahasa dan berkomunikasi dengan baik. Adalah tugas guru-guru di sekolah untuk dapat memberikan pembinaan agar anak memiliki kemampuan berbahasa yang memadai yang dapat dijadikan sebagai ilmu pengetahuan dan sarana memahami dunia sekitarnya. c. Keterbatasan fungsi-fungsi mental Untuk menyelesaikan reaksi pada situasi yang baru dikenalnya, anak Tunagrahita memerlukan waktu yang lebih lama dari anak normal.Reaksi terbaiknya diperhatikan bila mengikuti sesuatu yang rutin dan konsisten didalamnya dari hari ke hari. Tidak dapat menghadapi sesuatu kegiatan atau tugas dalam jangka waktu yang lama, anak Tunagrahita memiliki keterbatasan penguasa bahasa, karena pusat pembendaharaan bahasanya kurang berfungsi, sehingga mengalami kesulitan memahami kata-kata yang bersifat abstrak, dan oleh karenanya membutuhkan kata-kata kongkrit yang didengarnya. 2. Fungsi Sosial Anak Tunagrahita a. Keterbatasan Sosial Anak Tunagrahita juga memiliki kesulitan dalam mengurus dirinya sendirdalam masyarakat, sehingga memerlukan bantuan pelayanan khusus.Anak Tunagrahita cenderung berteman dengan anak yang lebih muda usianya, ketergantungan kepada orang tuanya sangat
46
besar.Tidak mampu memikul tanggung jawab sosial dengan bijak, sehingga selalu dibimbing dan diawasi.Karakteristik lainnya anak Tunagrahita muah dipengaruhi dan cenderung melakukan sesuatu tanpa memikirkan akibatnya. b. Pengembangan Sosial (ABK) Anak Berkebutuhan Khusus Masalah utama yang dialami anak penyandang keterbelakang mental adalah tiadanya kemampuan sosial. Hambatan ini akan berakibat pada ketidakmampuan anak dalam memahami kode atau aturan-aturan sosial di sekolah, di keluarga maupun di masyarakat. Dalam upaya pengembangan kemampuan sosial diperlukan beberapa kebutuhan anak terbelakang mental yang meliputi: kebutuhan untuk merasa menjadi bagian dari yang lain, kebutuhan untuk menemukan perlindungan dari sikap dan label yang negative, kebutuhan akan dukungan
dan
kenyamanan
sosial,
dan
kebutuhan
untuk
menghilangkan kebosanan dan menemukan stimulasi sosial. Kebutuhan sosial ini mengarah langsung pada pentingnya daya dorong interaksi sosial yang positif antara siswa dan siswi terbelakang mental dengan teman-teman lainnya di sekolah.Untuk mendukung suasana demikian diperlukan lingkungan inklusif bagi anak-anak terbelakang mental.11 c. Keterbatasan inteligensi
11
Agus, dona.”hak-yang-dimiliki-anak-berkebutuhan. Artikel diakses tanggal 12 may 2013 darihttp://donaagussetiawan.blogspot.com/2011/09/hak-yang-dimiliki-anakberkebutuhan-anak-tunagrahita.html
47
Inteligensi merupakan fungsi yang kompleks yang dapat diartikan sebagai kemampuan untuk mempelajari informasi dan keterampilanketerampilan menyesuaikan diri dengan masalah-masalah dan situasisituasi kehidupan baru.Anak Tunagrahita mempunyai keterbatasan inteligensi seperti keterbatasan kemampuan mempelajari informasi dan keterampilan menyesuaikan diri dengan masalah-masalah di kehidupan baru. Keterbatasan belajar dari pengalaman masa lalu, berfikir abstrak kreatif, keterbatasan dalam menilai dan keterbatasan kemampuan merencanakan masa depan kehidupan dirinya. Anak tunagrahita memiliki kekurangan dalam semua hal tersebut.Kapasitas belajar anak tunagrahitaterutama yang bersifat abstrak seperti belajar berhitung, menulis dan membaca juga terbatas.12 D. Kebutuhan Anak Tunagrahita Adapun kebutuhan yang harus dimiliki oleh anak tungrahita sebagai berikut: 1. Anak tunagrahita memiliki kebutuhan khusus untuk mengoptimalkan potensinya. Anak-anak
tunagrahita
memiliki
potensi
dalam
belajaryang sangat erat kaitannya dengan berat dan ringannya ketunagrahitaan, sehingga membutuhkan pelayanan khusus.Kebutuhan khusus yang dimaksudadalah kebutuhan pelayanan pengajaran yang sama dengan siswa lainnya dengan pengertian guru, teman-teman, dan ditambahkan dengan waktu dan situai kondisi untuk mempelajari 12
T. Sutjihati, Msi, PsiPsikologi Anak Luar Biasa, (Bandung : PT.Refika Aditama,2006) h.105
48
sesuatu. Yang Dibutuhan juga pelayanan pembelajaran yang sangat khusus, seperti program stimulasi dan intervensi dini yang meliputi terapi bermain, okupasi, terapi bicara, kemampuan memelihara diri dan belajar akademik. 2. Anak tunagrahita membutuhkan lingkungan belajar seperti pengaturan tempat duduk yang disesuaikan kondisi, membutuhkan konteks dan orientasi cerita yang dimulai dari hal yang konkret kemudian ke hal abstrak untuk mengembangkan kemampuan bina dirinya. Dalam hal berinteraksi membutuhkan hal-hal yang membuat dirinya merasa menjadi bagian dari yang lain, kebutuhan untuk menemukan perlindungan dari hal negatif. 3. Kebutuhan kenyamanan sosial, dan kebutuhan untukmenghilangkan rasa kebosanan dengan adanya stimulasi sosial untuk mengembangkan kemampuan sosial, potensi dan secara emosionalnya. Beberapa keunggulan anak tunagrahita yang akan membawa mereka pada hubungannya dengan orang lain, yaitu spontanitas yang wajar dan positif, kecenderungan untuk merespon orang lain dengan baik dan hangat, kecenderungan merespon pada orang lain dengan jujur, dan kecenderungan untuk mempercayai orang lain.13
13
Astati danMulyati. Pendidikan dan Pembinaan Karier Penyandang TunagrahitaDewasa:Depdikbud, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Proyek Pendidikan Tenaga Akademik.(Jakarta : 2010).hlm 13
49
BAB III GAMBARAN UMUM YAYASAN SLB-C KHRISNA MURTI
A. Sejarah Berdirinya SLB-C Khrisna Murti Ibu Murniati Nasution adalah seorang guru Sekolah Dasar yang pada awalnya dipercaya oleh para orang tua muridnya untuk memberikan pelajaran tambahan atau les diluar jam belajar sekolah. Karena ketelatenan dan kesabaran serta kemampuan-kemampuan beliau maka semakin banyak orang tua murid yang memohon agar anak-anaknya mendapat bimbingan dari ibu Murniati Nasution, bahkan ada beberapa siswa yang ternyata mengalami keterlambatan intelligensi dapat menunjukan prestasi yang memuaskan setelah mendapatkan pembinaan dari ibu guru tersebut. Bermula dari itulah kemudian ibu Murniati Nasution membentuk kelompok belajar khusus untuk anak-anak yang mengalami tunagrahita.1 Pada saat itu di wilayah Kebayoran Baru belum ada SLB bagian C (tunagrahita), sehingga ibu Murniati Nasution terdorong untuk mendirikan sesuatu yayasan yng bergerak di bidang pendidikan untuk anak-anak penyandang berkelainan/cacat mental atau tuna mental yang sekarang lebih dikenal sebagai tunagrahita, dan beralamat di jalan raya III No.9 Kebayoran baru Jakarta Selatan yang kemudian pada tanggal 5 Mei 1985 pindah ke jalan Masjid Darussalam Blok A Kebayoran Baru Jakarta Selatan hingga sekarang.Dari hari ke hari kelompok belajar itu semakin banyak, sehingga ibu Murniati Nasution pun mencari teman untuk 1
Profil SLB-C Khrisna Murti, Jakarta 2013.
50
membantu dalam pelayanan anak yang sangat-sangat memerlukan pelayanan pendidikan secara khusus itu dan agar kelompok belajar itu dapat optimal dalam pembinaan maka perlu dibentuk wadah yaitu sekolah luar biasa yang bernaung dibawah yayasan Khrisna Murti yang dipimpin oleh beliau. Yayasan
Khrisna
Murti
sah
berdiri
dengan
akte
notaris:
Drs.Soeratman. No.93 tanggal 11 September 1973 walaupun SLB-C Khrisna Murti dirintis sejak tanggal 9 Mei 1969. Pada tanggal 7 Oktober 1996, Murniati Nasution mendaftarkan yayasan SLB-C Khrisna Murti pada badan Dinas Sosial no. 96.40101.285. karena ini merupakan salah satu persyaratan untuk mendapat izin oprasional kegiatan dari instansi pemerintah yang berwenang sesuai dengan bidang usaha kegiatannya. SLB-C Khrisna Murti mempunyai sarana dan prasarana yang lengkap seperti perakarya, alat peraga, computer, terapi wicara, mesin jahit, perlengkapan memasak, televise, radio tape, bola voli, meja tenis, ruang tunggu, kantin lemari buku, lemari guru, meja dan kursi anak, lapangan olah raga, ruang kelas dan lain sebagainnya. Proses perkembangan SLB-C Khrisna Murti mengikuti UUD 1945 Republik Indonesia yaitu
“Mencerdaskan kehidupan bangsa”, tidak
terkecuali mereka yang mengalami kelainan”. Hak mereka untuk mendapatkan pendidikan telah dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945 pada pasal 31 ayat 1 bahwa: “Tiap-tiap warga Negara berhak mendapatkan pengajaran”. Sedangkan ayat 2 berbunyi: “Pemerintah mengusahkan satu
51
system pendidikan nasional yang diatur dengan Undang-Undang”. Sebagai penjabaran dari pasal-pasal tersebut di atas pada Undang-Undang pokok pendidikan nomor 12 tahun 1954 pada bab V pasal 6 ayat 2 dinyatakan bahwa “pendidikan dan pengajaran Luar biasa diberikan kepada mereka yangmembutuhkan”. Sedangkan pasal 7 ayat 2 dinyatakan bahwa pendidikan dan pengajaran luar biasa bermaksud memberikan pendidikan dan pengajaran kepada orang-orang dalam keadaan kekurangan, baik jasmani maupun rohaninya, supaya mereka memiliki kehidupan lahir dan batin yang layak”. Dengan berdasarkan kepada perundang-undangn tersebut serta ditunjang dengan kenyataan yang ada dimasyarakat bahwa anak-anak yang mengalami keterbelakangan mental cukup banyak jumlahnya serta belum semua mendapatkan pelayanan pendidikan semestinya sesuai dengan potensi-potensi yang dimilikinya. Maka ibu Murniati Nasution terdorong untuk mendirikan suatu yayasan/lembaga yang
bergerak
dibidang
pendidikan
untuk
anak-anak
penyandang/berkelainan/cacat mental atau tuna mental.2 SLB-C Khrisna Murti pada pengembangan berikutnya meliputi pengembangan pola pelayanan pendidikan dan latihan, pengembangan sarana
dan
prasarana,
pengembangan
organisasi
lembaga
dan
pengembangan strukstur program pengajaran. B. Visi, Misi, dan Tujuan SLB-C Khrisna Murti Dalam mendirikan sekolah Yayasan SLB-C Khrisna Murti memiliki beberapa visi dan misi agar yayasan yang didirikan menjadi sebuah 2
Profil SLB-C Khrisna Murti 2013.
52
lembaga yang dapat memajukan bangsa. Adapun visi dan misi yayasan SLB-Khrisna Murti yaitu: 1. Visi Yayasan SLB-C Khrisna Murti Yaitu memberdayakan peserta didik menuju kemandiriannya dalam bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan menyakini bahwa Tuhan hanya satu dalam arti tiada Tuhan selain Allah SWT. 2. Misi Yayasan SLB-C Khrisna Murti sebagai berikut: a. Meningkatkan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. b. Mengidentifikasikan karakter dan potensi peserta didik untuk ditumbuhkembangkan agar berpengetahuan, bercita-cita, mampu menerapkan hasil belajarnya dalam hidup bermasyarakat lokal dan global. c. Berpartisipasi aktif dalam mensukseskan program wajib belajar d. Mengembangkan
sikap
dan
perilaku
yang
patuh
dalam
melaksanakan ajaran agama yang dianut e. Mengembangkan sikap dan perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan3 Selain memiliki sebuah visi dan misi Yayasan SLB-C Khrisna Murti juga memiliki sebuah tujuan sebagai berikut: Membiasakan penerapan akhlak mulia, perilaku terpuji, sehat jasmani dan rohani, untuk berkreasi dalam kehidupan sehari-hari peserta didik 3
Profil SLB-C Khrisna Murti Jakarta2013
53
mereka.Dalam Menumbuhkembangkan kemampuan berkomunikasi, dari segi keterampilan bekerja sama, dan keberanian
membuat solusi untuk
memecahkan permasalahan selama anak berada di lembaga.Lembaga juga mempunyai harapan tinggi dalam memberdayakan peserta didik untuk memiliki jiwa kewirausahan untuk mempersiapkan diri hidup di masyarakat secara layak.Menciptakan situasi sekolah yang berkompenten dan membangun kolaborasi untuk kemandirian peserta didik agar peserta didik mendapatkan ilmu dan pengetahuan lebih baik lagi.Dalam memberdayakan peserta didik lembaga ingin anak memiliki karakter dan potensi sesuai dengan budaya bangsa Indonesia. Serta dapat mengembangkan potensi dan fungsi sosial peserta didik untuk dirinya sendri maupun selama berada di lingkungan masyarakat pada umumnya. Yayasan SLB-C Khrisna Murti adalah sebuah lembaga pendidikan bagi anak-anak yang mempunyai intelegensinya dibawah anak-anak normal lainnya atau keteberlakangan mental, sehingga dengan tujuan tersebut Yayasan SLB-C Khrisna Murti ingin menjadikan anak-anak berkebutuhan khusus ini dapat mengetahui potensi dan fungsi sosial mereka seperti anak anak-anak normal lainnya yang mampu mengetahui potensi yang ada di dalam diri mereka dan dapat berfungsi sosial dengan masyarakat secara baik.
54
C. Struktur Organisasi Struktur Organisasi Yayasan SLB-C Khrisna Murti Jakarta terdiri dari: Tabel 4. STRUKTUR ORGANISASI SEKOLAH SLB (B-C) KHRISNA MURTI JAKARTA SELATAN KEPALA SEKOLAH
KOMITE SEKOLAH
Dra.Hj.Chairani Parinduri
Ny. Retno
WAKIL KEPALA BIDANG AKADEMIK
SARPRAS KESISWAAN TATA-USAHA BENDAHARA BENDAHARA OPERATOR DINAS SEKOLAH
Drs.Noor Isnanto Fatimah Rd. Rita Purwita, HN.S.pd.M.si. Hamni S.pd. S.pd
Rino Vebriato, Zawarly, S.pd
KOORDINATOR SATUAN PENDIDIKAN
TKLB
SDLB
SMPLB
Irwanti Nasution
Drs.Noor Isnanto
KOORDINATOR PROGRAM KHUSUS
SMALB
TUNARUNGU TUNAGRAHITA AUTIS GANDA
Fatimah Rd. Rita,Spd Irwanti Nasu Rino Vebiar Zawarly, S.pd Purwita tion, S.pd tanto
Drs.Noor Isnanto Rd. Rita HN.S.pd.M.si Purwita,S.pd
KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL KESENIAN
PEMBINA GUDEP
OLAHRAGA
TERAPHY WICARA
UKS
PUSTAKAWAN
Fatimah Rino Vebi S.pd Drs.Noor Isnanto Johan Simak Irwantati KieinaLubis.S.Psi artanto.S.Pd HN.Spd.M.si SD.Pd Nasution S.pd Hesti Wiguna
PESERTA DIDIK
55
D. Kurikulum Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Kurikulum yang diberlakukan di SLB-C Khrisna Murti adalah kurikulum Sekolah Luar Biasa yang sah berlaku dalam system pendidikan luar biasa secara nasional, sedangkan kurikulum yang diberlakukan saat ini adalah mengacu pada kurikulum berbasis kompetensi tahun 2004. Mulai semester genap tahun ajaran 2006/2007 mulai dipersiapkan kurikulum tingkat satuan pendidikan atau KTSP yang diberlakukan di SLB-C Khrisna Murti mulai tahun ajaran 2007/2008. Kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan masing-masing satuan pendidikan.KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus.Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan atau kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator, penilaian, alokasi waktu, dan sumber/bahan/alat belajar.Silabus kompetensi
merupakan
dasar
kedalam
penjabaran materi
standar
kompentensi
pokok/pembelajaran,
dan
kegiatan
pembelajaran, dan indikator pencapaian kompentensi untuk penilaian.
56
Rencana pelaksanaan pembelajaran merupakan bagian dari proses pembelajaran yang memuat sekurang-kurangnya tujuan pembelajaran, materi belajar, metode pengajaran, sumber belajar dan penilaian hasil belajar.4 E. Kesiswaan Peserta didik berkelainan tanpa disertai dengan kemampuan intelektual di bawah rata-rata, dalam batas tertentu dikemungkinkan dapat mengikuti kurikulum standar meskipun harus dengan penyesuaian-penyesuaian. Peserta didik berkelainan yang disertai dengan kemampuanIntelektual dibawah rata-rata, diperlukan kurikulum spesifik, sederhana, dan bersifat tematik untuk mendorong kemandirian dalam hidup sehari-hari. Peserta didik berkelainan tanpa disertai kemampuan intelektual dibawah rata-rata, yang berkeinginan melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi, sedini mungkin didorong untuk dapat mengikuti pendidikan secara inklusif pada SD regular. Bagi siswa di SDLB yang lulus, didorong untuk melanjutkan ke SMP regular, sedangkan bagi mereka yang tidak memungkinkan atau tidak berkeinginan untuk melanjutkan kejenjang pendidikan tinggi, setelah menelesaikan pada SDLB dapat melanjutkan ke SMPLB dan SMALB. SLB Khrisna Murti melayani pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus walaupun saat ini mayoritas siswanya adalah tunagrahita dan tunarungu, tunawicara, Celebral palsy serta low vision, SLB Khrisna Murti 4
Profil SLB-C Khrisna Murti Jakarta 2013
57
menerima siswa baru setiap saat hingga dikembangakan pula pola pelayanan pendidikan individual.5Berikut daftar peserta didik SLB-C Khrisna Murti Jakarta: Tabel 5. Peserta Didik SLB Khrisna Murti Jakarta6
NO
Nama Peserta Didik
Kelas
L/P
WALI KELAS
Irwati Nasution, S.Pd
1.
Alisya Suliastri A.
1
P
2.
Azis
1
L
3.
Fai
1
L
2A
L
4. 5. 6.
Mohammad Rafqi Wahyu Nabila
2A
L
2A
P
Hesti Wiguna
5
Profil SLB-C Khrisna Murti Jakarta 2013 Chairini Parinduri, Kepala Sekolah, Arsip peserta didik SLB-C Khrisna Murti.(Jakarta : 2013) 6
58
7.
Herlyn
8.
Fadel
2B 2B
P L
Fatimah Hamni
9.
Bagas
2B
L
10.
Rachel
3A
P
11.
Dhea Natasha
3A
P
12.
Muhammad Furqon
3A
L
13.
Najwa Sandi Maulida
3A
P
Hosea
3B
L
Della
3B
P
Sofyan
3B
L
14.
Johan Simak, S.pd
Rd. Rita Purwita
15 16. 17.
Ryan
4
L
18.
Sapta Ramdhan
4
L
19.
Syabilah Ramdhani
4
L
20.
Aditya Ario Bimo
4
L
21.
Rafi Mardiansyah
4
L
22.
Ody
4
L
23.
Mira Lestari
5A
P
24.
Afi Cahyadi
5A
L
25.
M.Nur Zikri
5A
P
26
Hendrik Prakoso
5A
L
Farhan Febrianto
5A
L
27
Zawarly, S.PD
Drs.Noor Isnanto HN.S.Pd. M.si
59
28.
Rizki Novian
5A
L
29.
M.Dwiki Darmawan
5B
L
30.
Hafis
5B
L
31.
Salsabila
5B
P
32.
Dhandi Darmawan
5B
L
33.
M.Nur Asikin
5B
L
34.
Ines Meilani
5B
L
35.
Farhan Apriyanto
6A
L
36.
Faryan Pratama
6A
L
37.
Shobahul Choir
6A
P
38.
Bakti Wirasto
6A
L
39.
M.Sutan Hakim
6A
L
40.
Nurul Fatimah
6A
L
41.
Restu
6A
L
42.
Riska
6B
P
43.
Putri Pradini
6B
P
Rino Vebriantat o, S.pd
Kireina Lubis, S.PSI
Dra.Hj Chairini Parinduri
60
BAB IV HASIL TEMUAN Dalam bab ini, peneliti akan memaparkan hasil temuan lapangan yang peneliti temukan melalui penelitian yang telah dilakukan mengenai pola pengasuhan lembaga untuk mengembangkan potensi dan fungsi sosial anak tunagrahita di SLB-C Khrisna Murti Jakarta. Dalam hasil temuan lapangan tersebut, peneliti melakukan analisis yang juga dijelaskan dalam bab ini. A. Peserta Didik dan Subjek Penelitian SLB Khrisna Murti 1. Peserta didik SLB Khrisna Murti Yayasan SLB-C Khrisna Murti adalah sebuah lembaga pendidikan bagi anak-anak yang mempunyai intelegensinya dibawah anak-anak normal lainnya atau keteberlakangan mental. sehingga dengan tujuan tersebut Yayasan SLB-C Khrisna Murti ingin menjadikan anak-anak berkebutuhan khusus ini dapat mengetahui potensi dan fungsi sosial mereka.Yayasan SLB-C Khrisna Murti sah berdiri dengan akte notaries:Drs.Seratman No.93 tanggal 11 September 1973. Kemudian pada tanggal 7 Oktober 1996 SLB-C Khrisna murti terdaftar di badan Dinas Sosial No.96.40101.285. yang beralamat awal di jalan raya III No 9 Kebaoyaran Baru dan pada tanggal 5 Mei 1985 pindah ke jalan Masjid Darussalam Blok A Kebayoran Lama Selatan hingga sekarang. Di SLB-C Khrisna Murti Jakarta terdapat 10 kelas. Dari total jumlah siswa atau peserta didik 43 anak yang merupakan siswa dan siswi sekolah dasar khusus anak tunagrahita. Terdiri dari kelas 1,2,3,4,5,6 ruang kelas
61
sekolah dasar khusus anak tunagrahita dan memiliki satu orang pembimbing atau wali kelas disetiap kelasnya. Kemudian terdapat 4 kelas yang mempunyai dua kategori yaitu kelas 2A-2B, 3A-3B, 5A-5B, 6A-6B. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Dra. Hj. Chairini Parinduri selaku Kepala Sekolah di SLB-C Khrisna Murti Jakarta kepada peneliti: “Peserta didik pada kelas 1 terdiri dari 1 ruang kelas yang berisi 3 orang peserta didik yaitu 2 siswa dan 1 siswi dengan wali kelas Ibu Irwanti Nasution S.Pd. Peserta didik pada kelas 2 terdiri dari 2 kategori yaitu kelas 2A dan kelas 2B yang berisi setiap kelasnya 3 orang peserta didik yaitu pada kelas 2A terdiri dari 2 siswa dan 1 siswi dengan pembimbing atau wali kelas Ibu Hesti Wiguna. Kemudian kelas 2B terdiri dari 2 siswa dan 1 siswi dengan pembimbing atau wali kelas Ibu Fatimah Hamni. Peserta didik pada kelas 3 terdiri dari 2 kategori yaitu kelas 3A dan kelas 3B, kelas 3A terdiri dari 1 siswa dan 3 siswi dengan pembimbing atau wali kelas Bp.Johan Simak S.Pd. kelas 3B terdiri dari 2 siswa dan 1 siswi dengan pembimbing atau wali kelas Ibu Rd. Rita Purwita. Peserta didik pada kelas 4 tediri dari 1 kelas yang berisi 6 siswa dengan pembimbing atau wali kelas Bp. Zawarly S.Pd. Peserta didik pada kelas 5 terdiri dari 2 kategori yaitu kelas 5A dan 5B, kelas 5A terdiri dari 3 siswa dan 2 siswi dengan pembimbing atau wali kelas Bp.Drs Noor Isnanto HN.S.Pd. M.si. kemudian pada kelas 5B terdiri dari 5 siswa dan 1 siswi dengan pembimbing atau wali kelas Bp. Rino Vebriantanto S.Pd. Peserta didik pada kelas 6 terdiri dari 2 kategori yaitu kelas 6A dan 6B, kelas 6A terdiri dari 6 siswa dan 1 siswi dengan pembimbing Ibu Kireina Lubis S.Psi, kemudian kelas 6B terdiri dari 2 siswi dengan pembimbing atau wali kelas saya sendiri”.1
1
Dra.Chairini Parinduri, wawancara pribadi, kepala sekolah SLB-C Khrisna Murti.(Jakarta : 2013)
62
2. Subjek Penelitian Dalam mengambil sampel penelitian ini peneliti mengambil 2 kelas yang berada di dalam kelas SLB Khrisna Murti yaitu: di kelas 5A yang terdiri dari 6 peserta didik 4 siswa dan 2 siswi dengan wali kelas Bp.Drs. Noor Isnanto HN.S.Pd. dan di kelas 5B yang terdiri dari 6 peserta didik 5 siswa dan 1 siswi dengan wali kelas Bp.Rino Vebriantanto. Jumlah peserta didik yang menjadi subjek penelitian di dua kelas 5A dan 5B adalah 12 peserta didik anak
tunagrahita. Dari hasil jumlah siswa dari 2 kelas
tersebut kemudian peneliti disini membagi jumlah keseluruhan total siswa tunagrahita dari 2 kelas tersebut kebeberapa kategori atau klasifikasi mana yang termasuk kategori siswa tunagrahita ringan, sedang dan berat. Hal ini sesuai dengan observasi dan wawancara dengan Ibu Dra.Chairini Parinduri selaku Kepala Sekolah SLB-C Khrisna Murti Jakarta kepada peneliti: “Pada Dasarnya Peserta didik yang berada di kelas 5A dan 5B yang masuk dalam
kategori tunagrahita ringan terdiri dari 5 orang
peserta didik yaitu 4 siswa dan 1 siswi berdasarkan pengamatan di kedua kelas. Peserta didik yang berada di kelas 5A dan 5B yang masuk dalam kategori tunagrahita sedang terdiri dari 5 orang peserta didik yaitu 3 siswa dan 2 siswi berdasarkan pengamatan dikedua kelas. Peserta didik yang berada di kelas 5A dan 5B yang masuk dalam kategori tunagrahita berat terdiri 2 peserta didik yaitu 2 siswa berdasarkan pengamatan di kedua kelas. dengan total keselurahan peserta didik 12 peserta didik yaitu 9 siswa dan 3 siswi di kelas 5A dan 5B SLB-C Khrisna Murti Jakarta.2
2
Hasil Observasi data peserta didik dan wawancara pribadi ,kepala sekolah SLB-C Khrisna Murti (Jakarta:2013)
63
Tabel 6. Subjek Penelitian Kelas
Jumlah Siswa
Kelas 5 A
: terdiri dari 6 Orang siswa tunagrahita
Kelas 5 B
: terdiri dari 6 Orang siswa tunagrahita +
Total
: terdiri dari 12 orang siswa tunagrahita
Klasifikasi
Jumlah Siswa
Tunagrahita Ringan
terdiri dari 5 orang siswa tunagrahita
Tunagrahita Sedang
terdiri dari 5 orang siswa tunagrahita
Tunagrahita Berat
terdiri dari 2 orang siswa tunagrahita
Data-data diatas, berdasarkan hasil dari obesrvasi dan pengamatan di kelas 5 sekolah dasar (SD) yaitu di kelas 5 A dan kelas 5 B dengan mengamati dalam kegiatan belajar mereka, hasil dari nilai pelajaran dan hasil dari wawancara kelas 5A dan 5B sekolah dasar luar biasa (SDLB) yayasan Khrisna Murti Jakarta. 3. Data Informan Peserta Didik a. Tunagrahita Ringan Pada umumnya anak tunagrahita ringan tidak mengalami gangguan fisik.Mereka secara fisik tampak seperti anak normal pada umumnya.Oleh karena itu agak sukar membedakan secara fisik antara anak tunagrahita ringan dengan normal.Bila dikehendaki, mereka ini
64
masih dapat bersekolah di sekolah anak berkesulitan belajar. Mereka akan dilayani pada kelas khusus dengan guru dari pendidikan luar biasa. Subjek yang berinsial AC ini merupakan bagian dari siswa tunagrahita ringan di SLB Khrisna Murti.AC duduk di kelas 5A dengan wali kelas yaitu bapak Drs.Noor Isnanto HN.S.Pd.M.Si.AC ini merupakan masuk dalam kategori anak tunagrahita ringan di kelasnya.AC ini selama berada di dalam kelas termasuk anak yang mudah untuk diatur dan tingkat mencerna pelajaran diatas rata-rata teman di kelasnya.Namun AC ini memiliki beberapa permasalahan di dalam kelas yaitu AC Mengalami kesulitan dalam mempertahankan perhatian terhadap tugas atau kegiatan bermain, Tidak memperhatikan ketika orang lain berbicara, Sering kehilangan perlengkapan untuk belajar dan juga bermain. AC ini bila sedang berada di dalam kelas ia juga menunjukan sifat hiperaktif yaitu dengan Menunjukan kegelisahan dengan menggerakan tangan dan kaki saat duduk dan Memiliki kesulitan bermain diaktifitas bermain yang membutuhkan ketenagaan.3 Dalam segi fungsi sosial yang positif AC bisa dikatakan anak yang mampu dapat bekerja sama dalam, dapat menyelesaikan tugas, dapat bekerja sama dalam bermain, dan mampu berinteraksi dengan efektif bersama dengan orang-orang disekitarnya. Namun dari segi negatif fungsi sosialnya AC mempunyai kelemahan yaitu sering menganggu teman, suka menggoda dan kadang bisa menganggu teman secara fisik. 3
Hasil Observasi data peserta didik, SLB-C Khrisna Murti (Jakarta:2013)
65
b. Tunagrahita Sedang Subjek yang berinisial DD ini merupakan bagian dari siswa tunagrahita sedang di SLB Khrisna Murti. DD duduk di kelas 5B dengan wali kelas yaitu bapak Rino Vebiartanto,S.Pd. DD ini merupakan masuk dalam kategori anak tunagrahita sedang di kelasnya. DD ini memiliki beberapa permasalahan yang dihadapi di dalam kelas seperti,sangat hiperaktif bila didalam dan diluar kelas, Mudah terusik oleh keadaan yang ada disekelilingnya apabila DD sedang mengikuti pelajaran DD ini sangat mudah terpengaruh oleh teman-temannya yang mengajak DD untuk mengobrol atau bercanda didalam kelas. DD juga memiliki kesulitan dalam mengatur tugas dan aktifitas yang diberikan oleh guru atau pembimbingnya. Sikap hiperaktif yang ditunjukan oleh DD di dalam kelas seperti sering meninggalkan kursi di kelas atau disegala situasi yang sering membutuhkan waktu duduk yang lama karena DD ini merupakan anak yang tidak bisa diam lama-lama dan selalu aktif bergerak secara spontan. Terkadang DD ini sering berbicara yang tidak terkendali kepada temantemannya dan gurunya yang membuat suasana kelas menjadi gaduh karena. Ketika guru sedang meberikan pertanyaan mengenai pelajaran DD ini sering menjawab langsung suatu pertanyaan sebelum pertanyaan tersebut selesai diungkapkan secara keseluruhan dan kemudian sering mengintrupsi saat mengikuti percakapan.
66
Dalam segi fungsi sosial yang positif DD ini mampu bekerja sama dalam mengerjakan tugas dan dapat bekerja sama dalm bermain dengan teman-temannya dilingkungan sekolahnya. DD ini adalah siswa yang sangat hiperaktif yang menjadikan DD mampu melakukan percakapan yang efektif di banding dengan teman-temannya.Sedangkan dari segi negatifnya DD sering menggangu teman dan sering melanggar peraturan yang di berikan oleh guru maupun yang berlaku di sekolah karena sikap DD ini yang tidak mau diatur.Karena sifat DD yang seperti ini dia lebih suka memerintah, mengejek teman-temannya, dan berteriak-teriak sesuka hati di dalam kelas.4 c. Tunagrahita Berat Subjek yang berinsial O ini merupakan bagian dari siswa tunagrahita berat di SLB Khrisna Murti. O duduk di kelas 5 A dengan wali kelas yaitu ibu Fatimah Hamni. O ini merupakan masuk dalam kategori anak tunagrahita berat di kelasnya. O ini memiliki beberapa permasalahan yang dihadapi didalam kelas seperti, Sering gagal dalam memberikan perhatian penuh atau membuat kesalahan dalam tugas-tugas sekolah, pekerjaan, dan aktifitas yang lainnya, Mengalami kesulitan dalam mempertahankan perhatian terhadap tugas/ kegiatan bermain, Sering tidak dapat mengikuti perintah dan gagal dalam menyelesaikan tugas-tugas sekolah, Memiliki kesulitan dalam mengatur tugas dan aktifitas, Tidak menyukai, menghindari, bahkan terkadang menolak untuk mengerjakan tugas
4
Hasil Observasi data peserta didik, SLB-C Khrisna Murti (Jakarta:2013)
67
disekolah dan juga tugas dirumah, Mudah terusik oleh keadaan yang ada disekelilingnya, Sering terlupa dalam mengerjakan aktifitas harian. Dalam segi fungsi sosial yang positif O ini mudah tersenyum / tertawa dengan teman dan orang disekitarnya walaupun O ini tidak mengerti apa yang sedang O kerjakan, O ini adalah anak yang tidak pernah marah atau kesal kepada teman-temannya, O ini hanyalah mengikuti apa yang dia ingin lakukan tapi apa yang O kerjakan sering membuat orang-orang disekitarnya was-was melihat tingkah lakunya. Dalam segi fungsi sosial yang negatifnya O ini tidak mampu menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan guru atau pembimbinganya didalam kelas. O ini juga sering berteriak-teriak, menganggu teman dan suka bertengkar apabila ada temannya yang menggangu dia. B. Potensi Anak Tunagrahita Potensi yang dimiliki oleh anak tunagrahita bisa melalui pendidikan olahraga adaptif. Olahraga adalah serangkaian gerak raga yang teratur dan terencana untuk memelihara gerak atau mempertahankan hidup. Seperti halnya makan, olahraga merupakan kebutuhan hidup yang sifatnya periodik, artinya olahraga sebagai alat untuk memelihara dan membina kesehatan, tidak dapat ditinggalkan. Olahraga merupakan alat untuk merangsang pertumbuhan dan perkembangan jasmani, rohani, dan sosial. Adapun tujuan pendidikan olahraga adaptif bagi anak tunagrahita sebagai berikut: 1. Untuk menolong siswa mengkoreksi kondisi yang dapat diperbaiki 2. Untuk membantu siswa melindungi diri sendiri dari kondisi apapun yang memperburuk keadaanya
68
3. Untuk
membantu
siswa
melakukan
penyesuain
sosial
dan
mengembangkan perasaan memiliki harga diri. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Bapak Noor Isnanto selaku Koordinator Program Khusus Anak Tunagrahita kepada peneliti: “Nah, program pendidikan olahraga adaptif ini sudah disesuaikan dengan jenis dan karakteristik kelainan siswa. Hal ini dimaksudkan dengan memberikan kesempatan kepada siswa yang berkelainan berpartisipasi dengan aman, sukses dan memperoleh kepuasan. Misalnya bagi siswa yang memakai kursi roda satu tim dengan yang normal dalam bermain basket, dia akan dapat berpartisipasi dengan sukses dalam kegiatan tersebut bila aturan yang dikenakan kepada siswa yang berkursi roda dimodifikasi. Demikian dengan olahraga lainnya. Oleh karena itu pendidikan olahraga adaptif akan dapat membantu dan menolong siswa memahami keterbatasan kemampuan jasmani dan mentalnya. Rencana program tersebut dengan melakukan gerakan dasar permainan dan olahraga dengan peraturan yang dimodifikasikan seperti melakukan gerak dasar salah satu permainan bola kecil dengan koordinasi dan control yang baik.”5
C. Fungsi Sosial Anak Tunagrahita Fungsi Sosial anak tunagrahita sangat dipengaruhi oleh kebutuhan dasar yang ingin diperoleh anak tunagrahita tersebut agar dapat berperan aktif dalam masyarakat kebutuhan tersebut meliputi kebutuhan untuk merasa menjadi bagian dari yang lain, kebutuhan untuk menemukan perlindungan dari sikap dan label yang negatif, kebutuhan akan dukungan dan kenyamanan sosial, dan kebutuhan untuk menghilangkan kebosanan dan menemukan stimulasi sosial. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan 5
Drs.Noor Isnanto.HN.S.Pd.M.Si. Wawancara Pribadi, selaku Wakil Kepala Sekolah (Jakarta : 2013)
69
oleh Bapak Noor Isnanto selaku Koordinator Program Khusus Anak Tunagrahita kepada peneliti: “Ini yang menjadi permasalahan utama yang dialami anak penyandang keterbelakang mental adalah tiadanya kemampuan sosial. Hambatan ini akan berakibat pada ketidakmampuan anak dalam memahami kode atau aturan-aturan sosial di sekolah, di keluarga maupun di
masyarakat.Dalam
upaya
pengembangan
kemampuan
sosial
diperlukan beberapa kebutuhan anak terbelakang mental yang meliputi: Kebutuhan sosial ini mengarah langsung pada pentingnya daya dorong interaksi sosial yang positif antara siswa dan siswi terbelakang mental dengan teman-teman lainnya di sekolah. Anak Tunagrahita cenderung berteman dengan anak yang lebih muda usianya, ketergantungan kepada orang tuanya sangat besar.Tidak mampu memikul tanggung jawab sosial dengan bijak, sehingga selalu dibimbing dan diawasi. Karakteristik lainnya anak Tunagrahita sering dipengaruhi dan cenderung melakukan sesuatu tanpa memikirkan akibatnya.”6
D. Pola Pengasuhan Lembaga 1. Permasalahan Anak Tunagrahita di Sekolah Untuk mengetahui bagaimana pola asuh yang diterapkan di SLBC Khrisna Murti Jakarta, terlebih dahulu peneliti akan membahas tentang permasalahan - permasalahan yang sering dialami oleh siswa tunagrahita di SLB-C Khrisna Murti, Jakarta. Hasil dari wawancara dengan guru dan orang tua murid. a. Masalah Mencerna Pelajaran Siswa yang mengalami kelambanan atau kesulitan belajar akan mengalami kesulitan dalam menerima penjelasan tentang pelajaran. 6
Drs.Noor Isnanto.HN.S.Pd.M.Si. Wawancara Pribadi, selaku Wakil Kepala Sekolah (Jakarta : 2013)
70
Salah
satu
penyebabnya
adalah
mereka
tidak
mampu
mengorganisasikan cara berpikirnya secara baik dan sistematis. Misalnya anak yang sulit fokus atau konsentrasi akan sulit pula dalam mencerna
atau
menyimpulkan
apa
yang
ajarkan
oleh
para
pembinmbing atau guru di dalam kelasnya. dan mereka perlu dilatih berulang-ulang dengan tujuan meningkatkan kemampuan daya belajarnya. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Bapak Noor Isnanto selaku Koordinator Program Khusus Anak Tunagrahita kepada peneliti: “Solusi yang tepat dalam menanganinya, berikan perintah satu per satu. Ulangi perintah itu beberapa kali. Gunakan seluruh pancaindra dalam belajar. Cobalah untuk mengidentifikasi indra mana yang paling menonjol digunakan oleh anak. Tekankan dan ulangi ide pokok pelajaran. Pengulangan sangat penting untuk dilakukan. Sebisa mungkin jauhkan kelas dari gangguan baik secara aural (yang bisa didengar) maupun visual (yang bisa dilihat). Gunakan contoh-contoh dan istilah-istilah yang konkret dan literal. Bantulah anak-anak melihat dan merasakan apa yang sedang terjadi.”7 b. Masalah dalam kelemahan intelektual. Anak yang mengalami keterbelakangan mental tidak dapat menjalankan fungsinya secara normal dalam keluarga dan masyarakat, karena kelemahan mental atau pembentukan mental yang tidak utuh. Keterbelakangan mental merupakan akibat dari luka atau penyakit di otak yang terjadi sebelum, selama, atau setelah kelahiran. Anak-anak 7
Drs.Noor Isnanto.HN,S.Pd.M.Si. Wawancara Pribadi, Wakil Kepala Sekolah (Jakarta : 2013)
71
yang mengalami keterbelakangan mental terdiri atas berbagai tingkatan, dari yang ringan hingga yang paling berat. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Bapak Noor Isnanto selaku Koordinator Program Khusus Anak Tunagrahita kepada peneliti: “Solusi yang tepat dalam menanganinya yaitu Anak-anak yang mengalami keterbelakangan mental belajar dengan cara yang sama dengan anak-anak normal lainnya melalui pancaindra, dengan keterlibatan yang aktif, dengan kasih, dan perhatian yang cukup besar, serta melalui disiplin yang konsisten. Anak-anak ini biasanya memiliki rentang perhatian yang singkat.Oleh sebab itu, berikan kesempatan kepada mereka untuk lebih sering berbicara atau berbagi.Beri kesempatan pada anak untuk bertanya, berpikir, dan menanggapi sebisa mungkin sesuai dengan kemampuan mereka.Gunakan
cerita,
bermain
peran/drama
(role
play),
boneka/wayang, musik, kegiatan belajar agama, dan permainanpermainan untuk memberikan pelajaran.”8
c. Masalah Gangguan Bicara dan Bahasa Bahasa atau cara berbicara anak tunagrahita tidak seperti anak normal lainnya, cara bahasa dan cara berbicara mereka ucapkan ratarata tidak terlalu jelas, maka dalam pengasuhan kata-kata guru yang ada didalam kelas mencontohkan mereka dengan mengucapkan katakata itu sehingga para guru harus mengulang-ulang beberapa kali sampai mereka dapat menucapkan dengan baik walaupun hanya satu kata saja. Hal itu saja belum cukup terkadang guru telah menggulang kata dan memberikan contoh langsung kepada anak tersebut tetapi 8
Drs.Noor Isnanto.HN,S.Pd.M.Si. Wawancara Pribadi, Wakil Kepala Sekolah (Jakarta : 2013)
72
anak tersebut juga belum tentu bisa menangkap apa yang di ajarkan oleh guru. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Bapak Noor Isnanto selaku Koordinator Program Khusus Anak Tunagrahita kepada peneliti: “Solusi yang tepat untuk permasalahan diatas yaitu Redakan frustrasi.Jangan memberikan penolakan kepada anak yang sulit mendengar dan sebisa mungkin libatkan anak dalam semua kegiatan. Biarkan anak-anak yang memiliki kelemahan ini menggunakan berbagai cara berkomunikasi berbicara, alat bantu dengar, gerakan tubuh, tanda-tanda, bahasa isyarat, pantomim, membaca gerak bibir, tulisan, dan gambar. Pelajarilah ungkapanungkapan umum dalam bahasa isyarat yang digunakan untuk berkomunikasi
dengan
mereka.
Berhati-hatilah
dalam
memperlakukan anak yang tergantung pada bahasa gerak bibir. Berbicaralah dengan kecepatan dan volume yang normal. Jangan berteriak karena ini mengubah bentuk bibir Anda”9 d. Kesulitan menulis Anak tunagrahita memiliki kesulitan dalam mengingat abjad, huruf atau symbol sehingga mereka cenderung sulit untuk membaca tulisan, kata, bahkan kalimat. Kesulitan belajar menulis sering disebut juga disgrafia.
Pada
dasarnya
disgrafia
menunjukan
adanya
ketidakmampuan menginggat cara membuat huruf atau simbol-simbol matematika matematika yang biasanya dikaitkan dengan kesulitan membaca. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Bapak Isnanto selaku Koordinator Program Khusus Anak Tunagrahita kepada peneliti:
9
Drs.Noor Isnanto.HN,S.Pd.M.Si. Wawancara Pribadi, Wakil Kepala Sekolah (Jakarta : 2013).
73
“Solusi yang tepat untuk permasalahan diatas yaitu dengan mengajarkan anak dengan cara memegang pensil yang benar agar cara menulisnya pun menjadi benar, tidak usah terlalu terburu-buru untuk
guru
atau
pembimbing
untuk
memberikan
atau
menyelesaikan tugas penulisan yang dilakukan oleh peserta didik mereka. Kemudian lakukanlah berulang-ulang kali dengan bertahap sesuai dengan kemampuan penulisan anak yang meraka kuasai”10 e. Labeling/Stigma Pemberian label tunagrahita yang bersifat permanen dapat dipandang sebagai bentuk diskriminasi dan merupakan vonis yang harus disandang seumur hidup oleh seorang tunagrahita. Label seperti itu telah membentuk persepsi masyarakat bahwa tunagrahita adalah sekolompok manusia yang dikatagorikan sebagai manusia yang tidak normal seperti pada umumnya orang banyak dan itulah yang disebut stigma.Stigma seperti itu menimbulkan pemisahan yang tajam antara kelompok manusia yang di-stigma-kan sebagai tunagrahita dengan kelompok manusia lainnya. Akibat dari label dan stigma tunagrahita tadi, sebahagian orang tua (masyarakat) akhirnya melarang anakanaknya untuk bergaul dan bermain dengan anak tunagrahita.perhatian khusus yang dilakukan oleh pihak keluarga yang akan menjadi peran penting bagi perkembangan sosial dan potensi yang dimilki anak tersebut. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Bapak Isnanto selaku Koordinator Program Anak Tunagrahita kepada peneliti:
10
Drs.Noor Isnanto.HN,S.Pd.M.Si.Wawancara Pribadi,Wakil Kepala Sekolah (Jakarta : 2013).
74
“Solusi yang tepat berdasarkan masalah diatas yaitu, janganlah mencoba memberikan Suatu tanda atau pengecapan kepada anak berkebutuhan khusus (ABK) khususnya kepada anak tunagrahita, anggaplah anak tunagrahita ini sama seperti anak –anak normal pada umumnya, jangan membeda-bedakan situasi atau kondisi yang dimiliki oleh anak tunagrahita. Semua anak mempunyai hak dan kewajiban yang sama tanpa terkecuali”11
2. Solusi Pola Asuh Anak Tunagrahita a. Tunagrahita Ringan Gaya pengasuhan yang bersifat permisif Menurut Hurlock, biasanya dilakukan oleh Pengasuh atau orang tua yang begitu baik, cenderung memberi banyak kebebasan pada anak-anak dengan menerima dan memaklumi segala perilaku, tuntutan dan tindakan anak, namun kurang menuntut sikap tanggung jawab dan keteraturan perilaku anak. Orang tua yang demikian akan menyediakan dirinya sebagai sumber daya bagi pemenuhan segala kebutuhan anak, membiarkan anak untuk mengatur dirinya sendiri dan tidak terlalu mendorongnya untuk memenuhi kebutuhan eksternalnya.12 Pola pengasuhan permisif sangat tepat untuk anak tunagrahita kategori
ringan. Karena, dengan pola asuh permisif ini dapat
meningkatkan karakter yang dimiliki anak-anak tunagrahita mereka menjadi tidak merasa binggung dan merasa nyaman, lebih mudah unuk berfikir dalam mengambil keputusan tentang perilaku yang 11
Drs.Noor Isnanto.HN,S.Pd.M.Si, Wawancara Pribadi, Wakil Kepala Sekolah (Jakarta : 2013) 12 Elizabrth.Jilid II, perkembangan Anak, Jilid II, Jakarta : Erlangga,1995.
75
akan memenuhi harapan sosial, anak menjadi pemberani, tidak cemas, dan sangat agresif. Orang tua akan memberikan kebahagiaan penuh pada anak untuk berbuat. Sikap permisivitas pada orang tua akan terlihat pada orang tua yang membiarkan anaknya untuk berbuat sesuka hati, dengan memberikan sedikit kekangan. Sikap demikian akan mampu menciptakan situasi rumah tangga yang “berpusat pada anak”. Jika sikap permisif ini tidak berlebihan, dia akan mampu mendorong anak untuk menjadi cerdik, mandiri dalam kebutuhan
pribadi,
penyesuaian
sosial
yang
baik,
mampu
menumbuhkan rasa percaya diri, daya kreativitas, dan kematangan sikap. Memanjakan anak Sikap memanjakan akan menimbulkan sikap egois, suka menuntut, dan memaksakan kehendak pada anak. Mereka menuntut perhatian dan pelayanan dari orang lain, perilaku yang menyebabkan penyesuaian sosial yang buruk di rumah dan luar rumah. Adapun dampak dari pola pengasuhan permisif disampaikan oleh Arini bahwa pola pengasuhan permisif bisa mengakibatkan anak-anak tunagrahita sering menentang kepada siapa saja, dan sikap ini biasanya akan dibawa keluar. Kemudian bahwa keluarga permisif akan mempengaruhi perkembangan kepribadian anak yaitu: anak tidak mengenal tata tertib, tidak dapat bekerja sama dengan orang lain, emosi kurang stabil, selalu berekspresi bebas dan selalu mengalami kegagalan karena tidak ada bimbingan. 3. Tunagrahita Sedang
76
Gaya pengasuhan yang bersifat otoratif biasaya pengasuh atau orang tua mengarahkan perilaku anak secara rasional, dengan memberikan penjelasan terhadap maksud dari aturan-aturan yang diberlakukan. Orang tua mendorong anak untuk mematuhi aturan dengan kesadaran sendiri. Disisi lain, orang tua bersikap tanggap terhadap kebutuhan dan pandangan anak. Orang tua menghargai kedirian anak dan kulaitas kepribadian yang dimilikinya sebagai keunikakan pribadi.13 Pola pengasuhan otoratif atau demokratis ini sangat tepat untuk anak tunagrahita kategori sedang. Karena, dengan pola asuh otoratif ini anak tunagrahita dapat menumbuhkan penyesuaian pribadi dan sosial yang baik, mengahasilkan kemandirian dalam berfikir, inisiatif dalam tindakan dan konsep diri yang sehat, positif dan penuh rasa percaya yang direfleksikan dalam prilaku yang aktif, terbuka dan spontan kepada anak-anak tunagrahita. Kemudian bahwa keluarga yang demokratis akan menghasilkan anak-anak tungrahita yang aktif dan penuh inisiatif, percaya kepada diri sendiri, sosial, tanggung jawab, terbuka, emosi lebih stabil dan mudah menyesuaikan diri. Adapun dampak negatif dari pola pengasuhan otoratif atau demokratis adalah anak tunagrahita akan cenderung merongrong kewibaan
otoritas
orang
tua,
kalau
segala
sesuatu
harus
dipertimbangkan antara anak dan orang tua. Anak akan merasa tidak
13
Elizabrth.perkembangan anak, Jilid II, Jakarta : Erlanga,1995.
77
bebas dan
menjadi patokan bahwa anak harus mengikuti semua
tuntutan dan tindakan yang dilakukan orang tua terhadap anak tersebut. 4. Tunagrahita Berat Rehabilitasi
Sosial
meliputi
gaya
pengasuhan
dengan
mengusahakan pemberian bimbingan sosial kepada peserta didik yang mencakup pengarahan pada penyesuaian diri dan pengembangan anak tunagrahita berat. Rehabilitasi sosial diberikan oleh ahli terapi fisik, ahli terapi bicara kepada peserta didik anak tunagrahita berat. Tetapi tidak semua anak tunagrahita berat dapat berhasil mencapai perkembangan yang optimal, dan bukanlah semata-mata karena ketunaan yang disandang siswa, Agar anak tunagrahita berat dapat menjadi pribadi yang berkembang, maka kegiatan pendidikan hendaknya bersifat
menyeluruh,
tidak
hanya
kegiatan-kegiatan
administrasi, tetapi juga meliputi kegiatan yang menjamin bahwa setiap anak didik secara pribadi mendapat layanan, sehingga perkembangan anak yang optimal bisa dapat terwujud.14 Rehabilitasi Sosial diasumsikan diperlukan oleh seluruh siswa terutama siswa anak tunagrahita kategori berat yang termasuk siswa yang memiliki kesulitan dalam pemahaman diri, meningkatkan tanggung jawab terhadap kontrol diri, memahami lingkungan, dan kesulitan membuat keputusan. Kebutuhan siswa sebagaimana tersirat di dalam
kesulitan
dan
beban
tanggung-jawabnya
pemenuhannya
14
Suhaeri H. Bimbingan dan Konseling Anak Luar Biasa. Dikti, Proyek Pendidikan Tenaga Guru, Jakarta: Depdikbud.1995
78
diupayakan oloeh pengasuh melalui perancangan dan pengembangan kurikulum yang menitik beratkan pada pembelajaran manusia dan pemanusiaan peserta didik. Pengupayaan agar siswa mencapai perkembangan, maka bimbingan rehabilitasi sosial diarahkan untuk: (1) menempatkan nilai pada diri anak sebagai diri sendiri, (2) percaya pada diri, (3) percaya akan kemampuan diri anak, membangun penghargaan terhadap diri, (4) pengakuan untuk bekerja dan berusaha dengan sungguh-sungguh, (5) memanfaatkan kelompok untuk mempermudah dan meningkatkan perkembangan anak, (6) memadukan kelompok sehingga anak merasa memiliki tempat dalam kelompok, (7) membantu pengembangan keterampilan secara berurutan dan secara psikologis memungkinkan untuk sukses, (8) mengakui dan memfokuskan pada kekuatan asset anak, dan (9) memanfaatkan minat anak sebagai energi dalam pengajaran.
79
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang pola pengasuhan anak tunagrahita oleh SLB-C Khrisna Murti Jakarta, Pola pengasuhan yang diterapkan oleh SLB-C Khrisna Murti Jakarta menggunakan pola asuh permisif, otoratif dan Rehabilitasi Sosial, dalam hubungan timbal balik dengan anak-anak asuhnya yang berlangsung sehari-hari. Hal ini tersebut dapat dilihat dari pola yang digunakan oleh pembimbing dalam mendidik anak asuhnya setiap hari. Pola yang digunakan oleh pembimbing yaitu dengan pengarahan, pendamping, serta keteladanan dan pengahargaan yang telah diterapkan oleh SLB-C Khrisna Murti Jakarta. Peran guru atau pembimbing mengenai pengembangkan potensi dan fungsi sosial yaitu harus mengutamakan terlebih dahulu kebutuhan-kebutahan dasar dari anak tunagrahita yaitu pelayanan yang sangat khusus seperti stimulasi dan intervesi dini berupa terapi bermain, terapi bicara, kemampuan memelihara diri, dan kebutuhan rasa kenyamanan sosial untuk dapat mengembangkan kemampuan sosial, potensi, dan secara emosionalnya. B. Saran-Saran Berdasarkan hasil penelitian dan fakta yang penulis peroleh, maka penulis dapat memberikan saran-saran yang relevan bagi semua pihak yang
80
berorientasi di dalam dunia pelayanan sosial umumnya dan khusunya di SLBC Khrisna Murti Jakarta, yaitu sebagai berikut: 1. Berkaitan dengan proses pengasuhan, SLB-C Khrisna Murti Jakarta memang menampung anak-anak tunagrahita tanpa melihat latar belakang agama dan status sosial orang tuannya masing-masing. Sehingga untuk mengembangkan potensi dan fungsi sosial, hendaknya pembimbing lebih bisa bersikap tegas kepada peserta didik dalam menanamkan nilai-nilai agama dan sosial secara intensif. Sehingga anak dengan sendirinya memiliki kesadaran untuk mengembangkan potensi dan fungsi sosial untuk mereka amalkan tersebut. Untuk selanjutnya, dalam kehidupan sehari-hari anak dapat tumbuh dan memiliki kepribadian yang baik. 2. Orang tua harus bisa lebih mengutamakan pelayanan dan menanamkan bimbingan anak tunagrahita dari usia dini, melalui bimbingan pendidikan, sosial, dan agama karena orang tua ini merupakan model bagi anak tunagrahita. Saat usia dini, anak akan mudah menyerap apa yang ditanamkan oleh orang tua. Dengan pelayanan dan bimbingan yang diberikan oleh orang tua terhadap anak tunagrahita akan sangat berpengaruh pada konsep diri yang dimiliki oleh anak menjadi lebih baik.
82
DAFTAR PUSTAKA Amin, Moh,Ortopedagogik Anak Tunagrahita, Bandung, 1995. Daniel Goelaman, Kecerdasan Emosional, Jakarta: P.T.Gramedia PustakaUtama, 2001
David, J. Smith, Inklusi, Sekolah Ramah UntukSemua, PenerbitNuasa, Bandung, 2006.
Delphi.Bandi, Sebab-sebab Keterbelakangan Mental, Mitra Grafika, Bandung, 1996. Depdikbud. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Sekolah Luar Biasa Tunagrahita Ringan (SDLB-C).Jakarta: BNSP.2006.
Hamid Nasuhi, dkk, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Skripsi, Tesis, dan Desertasi: Center For Quality Development and Assurance, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,2007.
Hurlock, Elizabet, Psikologi Perkembangan Anak Jilid I, Jakarta: Airlangga, 1992
Kartono dan Gulo, Kamus Psikologi, Bandung: PionerJiwa, 1987
Lestari, Sri, psikologi keluarga, penanaman nilai dan penanganan konflik dalam keluarga, PT. kencana, Jakarta, 2012.
Moleong, Lexy, J, M.A, Metodelogi penelitian kualitatif, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2000.
Mulyati dan Astati, Pendidikan dan Pembinaan Karier Penyandang Tunagrahita Dewasa: Depdikbud, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Proyek Pendidikan Tenaga Akademik, Jakarta, 2012.
83
Mulyono Abdurrahman. Pendidikan bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Dirjen Dikti. 1996.
Sujana, Nana dan Ahmad Rifai. Media Pengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo.2005.
Hadari, Nawawi, instrumet penelitian bidang sosial Gajah Mada University Press, Jokjakarta, 1992.
Siti,
Meichai, Psikologi Rosdakarya,1987
Perkembangan
Anak
dan
Remaja,Bandung:
Sutjihati: Psikologi Anak Luar Biasa, PT. Refika Aditama, Bandung, 2006.
Soemantri, Sutjihati. Penelitian dalam Pendidikan Luar Biasa. Jakarta: Ditjen Dikti PTA, 1996.
Tarsito, Nasution, metode penelitian naturalistik kualitatif, Bandung, 1992.
Weschler, David. The Measurement of Adult Intelligence.Edisike-3Baltimore : Wilioms& Wilkins Company,1944.
Yusuf, Syamsu, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000.
84
LAMPIRAN
85
Traskrip Wawancara Pola Pengasuhan Lembaga dalam mengembangkan Potensi dan Fungsi Sosial Anak Tunagrahita Di SLB-C Khrisna Murti Jakarta
Waktu Wawancara
:Rabu, 10 Juli 2013
Informan
: Drs. Hj. Chairini Parinduri ( Kepala Sekolah )
Pertanyaan: 1. (Peneliti) Bagaimana Latar Belakang dari berdirinya SLB-C Khrisna Murti Jakarta ini bu? (Kepala Sekolah), Ibu Murniati Nasution adalah seorang guru Sekolah Dasar yang pada awalnya dipercaya oleh para orang tua muridnya untuk memberikan pelajaran tambahan atau les diluar jam belajar sekolah. Karena ketelatenan dan kesabaran serta kemampuan-kemampuan beliau maka semakin banyak orang tua murid yang memohon agar anak-anaknya mendapat bimbingan dari ibu Murniati Nasution, bahkan ada beberapa siswa yang ternyata mengalami keterlambatan intelligensi dapat menunjukan prestasi yang memuaskan setelah mendapatkan pembinaan dari ibu guru tersebut.Bermula dari itulah kemudian ibu Murniati Nasution membentuk kelompok belajar khusus untuk anak-anak yang mengalami tunagrahita. 2. (Peneliti) bagaimana proses perkembangan SLB-C Khrisna Murti Jakarta? (Kepala Sekolah)Proses perkembangan SLB-C Khrisna Murti mengikuti UUD 1945 Republik Indonesia yaitu “Mencerdaskan kehidupan bangsa”, tidak terkecuali mereka yang mengalami kelainan”. Hak mereka untuk mendapatkan pendidikan telah dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945 pada
86
pasal 31 ayat 1 bahwa: “Tiap-tiap warga Negara berhak mendapatkan pengajaran”. Sedangkan ayat 2 berbunyi: “Pemerintah mengusahkan satu system pendidikan nasional yang diatur dengan Undang-Undang”. Sebagai penjabaran dari pasal-pasal tersebut di atas pada Undang-Undang pokok pendidikan nomor 12 tahun 1954 pada bab V pasal 6 ayat 2 dinyatakan bahwa “pendidikan dan pengajaran Luar biasa diberikan kepada mereka yang membutuhkan”. Sedangkan pasal 7 ayat 2 dinyatakan bahwa pendidikan dan pengajaran luar biasa bermaksud memberikan pendidikan dan pengajaran kepada orang-orang dalam keadaan kekurangan, baik jasmani maupun rohaninya, supaya mereka memiliki kehidupan lahir dan batin yang layak”. Dengan berdasarkan kepada perundang-undangn tersebut serta ditunjang dengan kenyataan yang ada dimasyarakat bahwa anak-anak yang mengalami keterbelakangan mental cukup banyak jumlahnya serta belum semua mendapatkan pelayanan pendidikan semestinya sesuai dengan potensi-potensi yang dimilikinya.Maka ibu Murniati Nasution terdorong untuk mendirikan suatu yayasan/lembaga yang bergerak dibidang pendidikan untuk anak-anak penyandang/berkelainan/cacat mental atau tuna mental. 3. (Peneliti) Bagaimana Visi, Misi, dan Tujuan dari berdirinya SLB-C Khrisna Murti Jakarta bu? (Kepala Sekolah)Dalam mendirikan sekolah Yayasan SLB-C Khrisna Murti memiliki beberapa visi dan misi agar yayasan yang didirikan menjadi sebuah lembaga yang dapat memajukan bangsa. Adapun visi dan misi yayasan SLBKhrisna
Murti
yaitu:
Visi
Yayasan
SLB-C
Khrisna
Murti
Yaitu
memberdayakan peserta didik menuju kemandiriannya dalam bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan menyakini bahwa Tuhan hanya satu
87
dalam arti tiada Tuhan selain Allah SWT. Misi Yayasan SLB-C Khrisna Murti sebagai berikut: 1) Meningkatkan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. 2) Mengidentifikasikan ditumbuhkembangkan
karakter agar
dan
potensi
berpengetahuan,
peserta
didik
bercita-cita,
untuk mampu
menerapkan hasil belajarnya dalam hidup bermasyarakat local dan global. 3) Berpartisipasi aktif dalam mensukseskan program wajib belajar 4) Mengembangkan sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianut 5) Mengembangkan sikap dan perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan 4. (Peneliti) Bagaimana keabsahan mengenai berdirinya dan alamat lengkap SLB-C Khrisna Murti Jakarta bu? (Kepala Sekolah), Yayasan Khrisna Murti sah berdiri dengan akte notaris: Drs.Soeratman. No.93, tanggal 11 September 1973 walaupun SLB-C Khrisna Murti dirintis sejak tanggal 9 Mei 1969. Pada tanggal 7 Oktober 1996, Murniati Nasution mendaftarkan yayasan SLB-C Khrisna Murti pada badan Dinas Sosial no. 96.40101.285. dan beralamat di jalan raya III No.9 Kebayoran baru Jakarta Selatan yang kemudian pada tanggal 5 Mei 1985 pindah ke jalan Masjid Darussalam Blok A Kebayoran Baru Jakarta Selatan hingga sekarang.
88
Traskrip Wawancara Pola Pengasuhan Lembaga Untuk Mengembangkan Potensi dan Fungsi Sosial Anak Tunagrahita Di SLB-C Khrisna Murti Jakarta
Waktu Wawancara
: Senin, 15 Juli 2013
Informan
: Drs. Noor Isnanto HN.S.Pd. M.Si ( Koordinator Program Anak Tunagrahita)
Pertanyaan: 1. (Peneliti), Bagaimana solusi yang tepat menangani permasalahan yang dialami anak tunagrahita mengenai masalah mencerna pelajaran pak? (Koor.Program Anak Tunagrahita),Solusi yang tepat dalam menanganinya, berikan perintah satu per satu.Ulangi perintah itu beberapa kali.Gunakan seluruh pancaindra dalam belajar. Cobalah untuk mengidentifikasi indra mana yang paling menonjol digunakan oleh anak. Kemudian Tekankan dan ulangi ide pokok pelajaran.Pengulangan sangat penting untuk dilakukan.Sebisa mungkin jauhkan kelas dari gangguan baik secara aural (yang bisa didengar) maupun visual (yang bisa dilihat).Gunakan contoh-contoh dan istilah-istilah yang konkret dan literal.Bantulah anak-anak melihat dan merasakan apa yang sedang terjadi. 2. (Peneliti) Bagaimana solusi yang tepat menangani permasalahan yang dialami anak tunagrahita mengenai masalah kelemahan dalam intelektual pak? (Koor. Program Anak Tunagrahita),Solusi yang tepat dalam menanganinya yaitu Anak-anak yang mengalami keterbelakangan mental belajar dengan cara yang sama dengan anak-anak normal lainnya melalui pancaindra, dengan keterlibatan yang aktif, dengan kasih, dan perhatian yang cukup besar, serta
89
melalui disiplin yang konsisten. Anak-anak ini biasanya memiliki rentang perhatian yang singkat.Oleh sebab itu, berikan kesempatan kepada mereka untuk lebih sering berbicara atau berbagi.Beri kesempatan pada anak untuk bertanya, berpikir,
dan
menanggapi
sebisa
mungkin
sesuai
dengan
kemampuan
mereka.Gunakan cerita, bermain peran/drama (role play), boneka/wayang, musik, kegiatan belajar agama, dan permainan-permainan untuk memberikan pelajaran. 3. (Peneliti) Bagaimana solusi yang tepat menangani permasalahan yang dialami anak tunagrahita mengenai masalah gangguan bicara dan bahasa pak? (Koor.Program Anak Tunagrahita) Solusi yang tepat untuk permasalahan diatas yaitu Redakan frustrasi.Jangan memberikan penolakan kepada anak yang sulit mendengar dan sebisa mungkin libatkan anak dalam semua kegiatan. Biarkan anak-anak
yang
memiliki
kelemahan
ini
menggunakan
berbagai
cara
berkomunikasi berbicara, alat bantu dengar, gerakan tubuh, tanda-tanda, bahasa isyarat, pantomim, membaca gerak bibir, tulisan, dan gambar. Pelajarilah ungkapan-ungkapan umum dalam bahasa isyarat yang digunakan untuk berkomunikasi dengan mereka.Berhati-hatilah dalam memperlakukan anak yang tergantung pada bahasa gerak bibir.Berbicaralah dengan kecepatan dan volume yang normal. Jangan berteriak karena ini mengubah bentuk bibir Anda 4. (Peneliti) Bagaimana solusi yang tepat menangani permasalahan yang dialami anak tunagrahita mengenai masalah kesulitan menulis pak? (Koor. Program Anak Tunagrahita)Solusi yang tepat untuk permasalahan diatas yaitu dengan mengajarkan anak dengan cara memegang pensil yang benar agar cara menulisnya pun menjadi benar, tidak usah terlalu terburu-buru untuk guru atau pembimbing untuk memberikan atau menyelesaikan tugas penulisan yang dilakukan oleh peserta didik mereka. Kemudian lakukanlah berulang-ulang
90
kali dengan bertahap sesuai dengan kemampuan penulisan anak yang meraka kuasai. 5. (Peneliti), bagaimana cara menumbuhkan potensi yang dimiliki anak tunagrahita pak? (Koor.Program Anak Tunagrahita)Potensi yang dimiliki oleh anak tunagrahita bisa melalui pendidikan olahraga adaptif.Olahraga adalah serangkaian gerak raga yang teratur dan terencana untuk memelihara gerak atau mempertahankan hidup.Seperti halnya makan, olahraga merupakan kebutuhan hidup yang sifatnya periodik, artinya olahraga sebagai alat untuk memelihara dan membina kesehatan, tidak dapat ditinggalkan.Olahraga merupakan alat untuk merangsang pertumbuhan dan perkembangan jasmani, rohani, dan sosial. 6. (Peneliti) Bagaimana Kenaikan Kelas pada anak tunagrahita di SLB-C Khrisna Murti Jakarta pak? (Koor.Program Anak Tunagrahita)Kenaikan kelas dilaksanakan pada setiap akhir tahun ajaran.Kriteria kenaikan kelas diatur oleh masing-masing direktorat teknis terkait.Sesuai dengan ketentuan PP 19/2005 Pasal 72 ayat (1), peserta didik dinyatakan lulus dari satuan pendidikan pada pendidikan dasar dan menengah setelah: 1). Menyelesaikan seluruh program pembelajaran 2). Memperoleh nilai minimal baik pada penilaian akhir untuk seluruh mata pelajaran kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, kelompok kewarganegaraan dan kepribadian, kelompok mata pelajaran estetika, dan kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga, dan kesehatan
91
3). Lulus ujian sekolah/madrasah untuk kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi 4). Lulus Ujian Nasional
92
Hasil Observasi Pola Pengasuhan Lembaga Untuk Mengembangkan Potensi dan Fungsi Sosial Anak Tunagrahita di SLB-C Khrisna Murti Jakarta 1). Tanggal 10 Juli 2013 Kegiatan Pengamatan ini adalah tahap awal yang peneliti lakukan dalam rangka memperoleh gambaran umum mengenai SLB-C Khrisna Murti Jakarta. Tersebut. Dengan melakukan Wawancara Narasumber dari Kepala Sekolah Ibu Dra. Chairini Parinduri. 2). Tanggal 11 Juli 2013 Kegiatan Pengamatan kedua yang peneliti lakukan adalah melakukan Wawancara dengan narasumber Bapak Noor Isnanto selaku Koordinator Program Anak Tunagrahita. Wawancara ini bertujuan untuk mengetahui lebih dalam proses pelaksanaan pengasuhan anak tunagrahita di SLB-C Khrisna Murti Jakarta. 3). Tanggal 15 Juli 2013 Kegiatan Pengamatan ketiga ini yang peneliti lakukan adalah dengan melakukan Wawancara dengan bapak Drs. Noor Isnanto selaku Koordinator Program Anak Tunagrahita.Wawancara ini bertujuan untuk melihat kondisi kelas dan peserta didik di SLB-C Khrisna Murti Jakarta. 4). Tanggal 15 September 2013 Wawancara ini dilakukan dengan narasumber Ibu Dra. Chairini Parinduri selaku Kepala Sekolah dan Bapak Drs. Noor Isnanto selaku Koordinator Program Anak Tunagrahita untuk mencari informasi peserta didik yang akan dijadikan informan dalam penelitian tersebut.
93
5). Tanggal 16 September 2013 Peneliti melakukan wawancara dengan peserta didik anak tunagrahita yang telah ditetapkan sebagai informan untuk mengetahui bagaimana mereka menjalani program pengasuhan di SLB-C Khrisna Murti Jakarta tersebut.