1. Penguatan Lembaga Legislastif (DPR) Pasca-Amandemen UUD 1945 a. Fungsi: DPR memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan [Pasal 20A (1)**]. b. Hak: DPR mempunyai hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat [Pasal 20A (2)**]. c. Wewenang: 1) Memegang kekuasaan membentuk UU [Pasal 20 (1)*]; 2) pengajuan usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden [Pasal 7B (1)***]; 3) persetujuan dalam menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian [Pasal 11 (1) dan (2)****]; 4) pemberian pertimbangan kepada Presiden dalam pengangkatan duta [Pasal 13 (2)*]; 5) pemberian pertimbangan kepada Presiden dalam menerima penempatan duta negara lain [Pasal 13 (3)*]; 6) pemberian pertimbangan kepada Presiden dalam pemberian amnesti dan abolisi [Pasal 14 (2)*]; 7) persetujuan atas perpu [Pasal 22 (2)]; 8) pembahasan dan persetujuan atas RAPBN yang diajukan oleh Presiden [Pasal 23 (2) dan (3)***]; 9) pemilihan anggota BPK dengan memperhatikan pertimbangan DPD [Pasal 23F (1)***]; 10) persetujuan calon hakim agung yang diusulkan oleh KY [Pasal 24A (3)***]; 11) persetujuan pengangkatan dan pemberhentian anggota KY [Pasal 24B (3)***]; 12) pengajuan tiga orang calon anggota hakim konstitusi [Pasal 24C (3)***].
2. Posisi Strategis Birokrasi dalam Pemerintahan dan Empat Tipe Birokratisasi a. Posisi Strategis Birokrasi 1) Birokrasi memiliki struktur organisasi modern yang mampu mendukung pelaksanaan tugas. 2) Birokrasi memiliki struktur hierarkhi yang jelas dari level atas sampai ke bawah untuk mendukung pelaksanaan tugasnya. 3) Aparat birokrasi adalah mereka yang terpilih melalui sistem rekrutmen tertentu, dan memiliki kemampuan profesional dibidangnya. 4) Birokrasi adalah pelaksana tugas-tugas pemerintahan sehari-hari yang berhadapan langsung dengan rakyat sebagai “pengguna” jasa pemerintahan.
5) Birokrasi memiliki monopoli atas informasi kebijakan yang dikeluarkan pemerintah. Sebab birokrasi memang bertugas menjalankan dalam level operasional pelaksanaan berbagai kebijakan pemerintah. b. Empat Tipe Birokratisasi 1) WEBERISASI: Mengarahkan birokrasi sehingga menjadi alat pembangunan yang bekerja efisien, rasional, profesional, dan berorientasi masyarakat. 2) PARKINSONISASI: Menata birokrasi dengan memekarkan atau memperlebar kuantitas birokrasi. 3) ORWELISASI: Mengefektifkan birokrasi sebagai perpanjangan tangan negara dalam menjalankan kontrol negara terhadap masyarakat. 4) JAKSONISASI: Menjadikan birokrasi sebagai akumulasi kekuasaan negara dan menyingkirkan masyarakat dari ruang publik dan politik. c. Birokratisasi di Indonesia Program Weberisasi
Parkinsonisasi Orwelisasi Jaksonisasi
Sasaran Efisiensi kerja birokratisasi Rasionalisasi kerja birokrasi Menjadikan birokrasi public service Mewujudkan profesionalisme Memperbesar sosok kuantitatif birokrasi Menjadikan birokrasi sbg perpanjangan tangan negara utk mengontrol masyarakat Mengakumulasi kekuasaan pada negara melalui birokrasi Mengasingkan masyarakat di luar birokrasi dari kekuasaan dan proses politik
’49 –‘59
’59–‘67
’67 -‘95
1 1 1 1 1
1 1 1 1 1
2 2 1 2 3
2
2
3
1
2
3
2
3
3
1=RENDAH, 2=SEDANG, 3=TINGGI 3. Alasan atau Latar Belakang Intervensi Militer dalam Politik dan Bentuk Intervensi Militer dalam Politik Indonesia a. Alasan atau Latar Belakang Intervensi Militer dalam Politik 1) Faktor Internal Nilai dan orientasi perwira militer (faktor pengalaman sejarah); Kepentingan material: fasilitas persenjataan dan gaji (minimnya alokasi anggaran). 2) Faktor Eksternal Kondisi ekonomi yang parah; Situasi darurat yang membahayakan keamanan Negara; Kepemimpinan sipil yang lemah.
b. Bentuk Intervensi dalam Politik Indonesia 1) Langsung mengambil alih kontrol pemerintah dan memonopoli posisi kunci dalam pemerintahan; 2) Militer mendominasi dengan cara menduduki posisi kunci – seperti menhankam, mendagri – dan menyerahkan posisi lainnya pada sipil karena militer tidak mampu mengelola ekonomi; 3) Militer mengangkat kepala negara “boneka”.
4. Faktor-Faktor yang menyebabkan kekuasaan eksekutif dominan selama rezim Orde Baru dan Upaya-upaya pembatasan kekuasaan eksekutif pasca-Orde Baru (reformasi) a. Faktor-Faktor yang Menyebabkan Kekuasaan Eksekutif Dominan selama Rezim Orde Baru 1) Faktor konstitusi. UUD 1945 – sebelum di amandemen -- secara eksplisit menyatakan tugas dan kewenangan presiden mencakup tidak hanya bidang eksekutif, tetapi juga legislatif. 2) Faktor dual posisi. Presiden sebagai kepala pemerintahan sekaligus kepala negara. Sebagai kepala negara, presiden memegang kekuasaan tertinggi atas AD, AL, dan AU; mengangkat duta dan konsul; memberi grasi, amnesti, abolisi, dsb. 3) Faktor jenis kekuasaan lain. Berbagai sebutan yang melekat pada jabatan presiden dijadikan sebagai sumber kekuasaan baru. Seperti mandataris MPR berubah menjadi pengganti MPR; panglima tertinggi ABRI berubah menjadi alat kekuasaan presiden; melekatnya sejumlah hak prerogratif presiden membuat pihak lain tidak boleh mempengaruhi proses pelaksanaan hak tersebut. 4) Faktor penguasaan sumber keuangan. Baik secara institusional maupun pribadi, presiden menguasai sumber keuangan yang cukup besar sehingga dapat digunakan untuk mempertahankan kekuasaannya. Sekurang-kurangnya ada 4 sumber keuangan presiden: APBN, penerimaan BUMN, yayasan-yayasan yang langsung dipimpin presiden (dana yayasan dihimpun melalui keppres), bisnis anggota keluarga dan pengusaha (klien politik). 5) Faktor ideologi. Pancasila lebih digunakan sebagai alat hegemoni terhadap rakyat daripada sebagai pedoman/tolok ukur dalam penyelenggaraan negara dan pemerintahan. 6) Faktor format politik. Rezim ORBA adalah rezim otoriter, tidak demokratis. Kekuasaan yang meminggirkan kekuatan politik lain seperti parlemen, partai politik, kelompok kepentingan.
b. Upaya-Upaya Pembatasan Kekuasaan Eksekutif Pasca-Orde Baru (Reformasi) 1) Pemilihan presiden secara langsung oleh rakyat. Presiden bukan lagi mandataris MPR. Presiden secara moral politik bertanggung jawab pada rakyat. 2) Kekuasaan presiden dikontrol secara kelembagaan oleh parlemen (DPR). Presiden dapat di-impeach jika melanggar UUD, korupsi, pengkhianatan, dll. 3) Tugas dan kewenangan presiden dikontrol oleh DPR. Seperti rekrutmen jabatan2 tertentu (gubernur BI, Kapolri, Panglima TNI) dilakukan dengan persetujuan DPR. 4) Sumber keuangan presiden dikontrol oleh BPK. Tidak ada lagi bantuan presiden, tidak boleh memimpin yayasan2. Harta kekayaan pejabat negara dilaporkan pada KPK. 5) Pembatasan masa jabatan presiden, hanya dapat dipilih dua kali saja (10 tahun maksimal berkuasa). 5. Mahkamah Konstitusi a. Alasan Pembentukan MK 1) Alasan Filosofis: MK merupakan pengawal konstitusi, sesuai dengan prinsip konstitusionalisme, yaitu adanya perlindungan HAM dan mekanisme checks and balances. 2) Alasan Politis: perkembangan poliik telah menimbulkan persoalan yang sebagian tidak mampu diselesaikan melalui aturan yang ada, seperti sengeketa antara Pemerintah Daerah dengan Pemerintah Pusat. 3) Alasan Sosio Historis: Kebutuhan akan lembaga ini sesungguhnya sudah alam ada, antara lain diusulkan oleh Moh. Yamin dalam sidang BPUPKI, namun ditolak oleh Mr. Soepomo. Kembali muncul di awal orde baru, namun ditolak oleh Pemerintah Orde Baru. b. Kewenangan dan Kewajiban MK Kewenangan MK antara lain: mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk: (1) menguji UU terhadap UUD; (2) memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD; (3) memutus pembubaran partai politik; (4) memutus perselisihan tentang hasil pemilu. Kewajiban MK adalah memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wapres telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya; atau perbuatan tercela, dan/atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wapres sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945.
6. Masalah-Masalah Politik Lokal di Indonesia a. Orde Baru: Sentralistik, UU No. 5/1974; UU tersebut paling lama berlaku; Struktur Pemda: Kepala Daerah dan DPRD; Gubernur/Kepala Daerah adalah Wakil Pusat di daerah; Pemilihan Kepala Daerah: DPRD mengusulkan 3-5 orang kepada Mendagri/Presiden kemudian mendagri/presiden menetapkan; Kepala daerah penguasa tunggal di wilayahnya; Otonomi yang bebas tapi bertanggung jawab. b. Reformasi: Desentralisasi, UU No. 22/1999; UU tersebut berciri federalistik karena diberi otonomi yang nyata dan seluas-luasnya; Pilkada oleh DPRD tanpa campur tangan pemerintah pusat; APBD kewenangan DPRD; Membuka konflik antara DPRD dengan Kepala Daerah; Terjadi Korupsi Berjamaah; UU dievaluasi melahirkan UU No. 32/2004: adanya pilkada langsung (Juni 2005) dan titik berat otonomi pada Kabupaten/kota; Kemudian diubah lagi dengan UU No. 12/2008: (adanya calon perseorangan dan incumbent).