Program Production and Protection Approach to Landscape Management (PALM) di Kalimantan Tengah
Februari 2017
Tentang CPI Climate Policy Initiative (CPI) merupakan lembaga independen dan nirlaba yang mendukung para pembuat kebijakan di sektor publik dan swasta, terkait kebijakan energi dan tata guna lahan, dengan fokus pada aspek finansial. CPI bekerja di kawasan yang penting bagi perubahan iklim seperti Amerika Serikat, Eropa, Brazil, China, India, dan Indonesia. Di Indonesia, CPI bermitra dengan Kementerian Keuangan, pemerintah daerah, dunia usaha, akademisi setempat dan kelompok organisasi masyarakat untuk menghasilkan rekomendasi kebijakan yang mendorong transisi menuju ekonomi hijau dan berkelanjutan. Website: www.climatepolicyinitiative.org Tentang PILAR Palangka Raya Institure for Land Use and Agricultural Research (PILAR) merupakan pusat keunggulan (center of excellence) yang didirikan di bawah Fakultas Pertanian Universitas Palangka Raya (UPR). PILAR mendukung para pakar, peneliti dan mahasiswa di UPR mengembangkan riset terkait tata guna dan optimalisasi pemanfaatan lahan secara berkelanjutan. Hasil kajian PILAR ditujukan untuk membantu para pembuat kebijakan, baik di sektor publik maupun swasta, dan masyarakat luas di Kalimantan Tengah menyeimbangkan target pembangunan dan tujuan pelestarian lingkungan. Website: www.pilar.or.id Untuk informasi lebih lanjut mengenai Program Production Protection Approach to Landscape Management (PALM), silakan hubungi: Ery Wijaya, Program Coordinator/Senior Analyst:
[email protected] Darianus Tarigan, Project Manager:
[email protected]
Hak cipta foto: Halaman 1, 2, 4, 6, 9: Climate Policy Initiative Halaman 3: Guntur Sutiyono
Kalimantan Tengah
Pendahuluan Provinsi Kalimantan Tengah merupakan provinsi terluas ketiga di Indonesia dan memiliki banyak potensi sumber daya alam yang dapat menjadi penggerak pertumbuhan ekonomi. Sebagian besar wilayah Kalimantan Tengah merupakan hutan, meliputi 60% dari total luas wilayah, menjadikan provinsi ini salah satu pusat keanekaragaman hayati di Indonesia. Provinsi Kalimantan Tengah mencatat pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita tertinggi di antara seluruh provinsi di Pulau Kalimantan dalam kurun waktu tahun 2010 hingga 2015. Melihat potensi pertumbuhan ekonomi yang tinggi serta pentingnya perlindungan terhadap lingkungan hidup, Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah mencanangkan untuk mendorong pembangunan yang berkelanjutan dan inklusif melalui pengelolaan lahan dan sumber daya alam yang optimal dan lestari. Guna mendukung visi pembangunan di Kalimantan Tengah, sejak tahun 2013 Climate Policy Initiative (CPI) telah menjalin kemitraan dengan Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah, Fakultas Pertanian Universitas Palangka Raya (UPR), dan Yayasan PILAR. Kemitraan ini dirangkai dalam Program Production and Protection Approach to Landscape
Management (PALM) dengan dukungan pendanaan dari pemerintah Kerajaan Norwegia melalui Norwegian Agency for Development Cooperation (NORAD). Kerjasama dalam Program PALM mengutamakan kegiatan penelitian bersama untuk menghasilkan rekomendasi kebijakan mengenai tata guna lahan secara berkelanjutan, khususnya di sektor kelapa sawit, untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Program PALM mendorong peningkatan peran dan kapasitas lembaga intelektual lokal untuk memberi masukan kebijakan kepada pemerintah daerah dan pelaku usaha. Untuk itu, CPI bersama UPR mendirikan pusat keunggulan atau Center of Excellence (CoE) PILAR di bawah Fakultas Pertanian (FAPERTA) UPR. Pendirian CoE PILAR ini merupakan wujud komitmen CPI dalam meningkatkan kapasitas keilmuan dan keahlian para peneliti dan akademisi lokal, terutama dalam menemukan solusi dan inovasi untuk menjawab berbagai tantangan pembangunan yang berkelanjutan di Kalimantan Tengah. Melalui CoE PILAR, CPI memberikan dukungan teknis dan finansial kepada para peneliti lokal, mulai dari proses perencanaan hingga penerbitan hasil penelitian.
Production and Protection Approach to Landscape Management (PALM)
01
Program PALM juga mendukung Kelompok Kerja REDD+ Produksi – Proteksi yang dibentuk oleh Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah. Kelompok Kerja ini bertugas untuk menjembatani rekomendasi kebijakan dari hasil penelitian selama berlangsungnya program PALM ke dalam kebijakan dan strategi peningkatan pemanfaatan lahan yang produktif dan berkelanjutan di Kalimantan Tengah. Kemitraan yang telah terjalin di fase pertama Program PALM dari tahun 2013 hingga 2016, telah berhasil mengidentifikasi tiga tema utama untuk mewujudkan sektor kelapa sawit yang berkelanjutan di Kalimantan Tengah, yaitu: 1. Tata guna lahan yang berkelanjutan, 2. Peningkatan produktivitas sektor kelapa sawit, 3. Kebijakan fiskal untuk mendukung produktifitas dan tata guna lahan.
Tema Kajian 1: Tata Guna Lahan yang Berkelanjutan Perencanaan tata ruang yang memperhatikan kelestarian kawasan yang bernilai konservasi tinggi sangat penting agar perekonomian daerah tumbuh secara berkelanjutan. Untuk itu, dengan dukungan teknis dari Yayasan PILAR dan CoE PILAR, CPI mengembangkan pendekatan baru untuk penilaian (valuasi) sumber daya alam, antara lain, berdasarkan hasil kajian mengenai berbagai kawasan yang memiliki Nilai Konservasi Tinggi (NKT) di Provinsi Kalimantan Tengah. Kajian tentang kawasan dengan Nilai Konservasi Tinggi (NKT) di Provinsi Kalimantan Tengah bertujuan untuk memberikan informasi yang berbasis kajian ilmiah kepada para pembuat kebijakan, pelaku usaha, dan organisasi masyarakat 02
mengenai kondisi dan potensi sumber daya alam, terutama yang memiliki nilai konservasi tinggi. Informasi tersebut diharapkan dijadikan sebagai acuan dalam perencanaan dan implementasi pembangunan di berbagai bidang. Kajian ini berfokus pada lima jenis kawasan, yaitu kawasan lindung (NKT 1.1), bentang alam yang luas dan alami (NKT 2.1), ekosistem transisi (NKT 2.2), ekosistem langka atau terancam punah (NKT 3) dan jasa lingkungan tertentu (NKT 4.2) (Tabel 1.1).
Berdasarkan hasil analisa, Kabupaten Katingan, Murung Raya, Gunung Mas, Kapuas, dan Seruyan merupakan kabupaten yang memiliki kawasan NKT paling luas. Murung Raya menyokong kawasan NKT terbesar, yaitu dengan luas hampir 2,1 juta ha; sementara Katingan menempati peringkat tiga besar kabupaten dari lima jenis kawasan NKT yang dikaji. Bila disatukan sebagai kelompok, luas kawasan NKT di kelima kabupaten ini merupakan 62% dari total luas kawasan NKT di Kalimantan Tengah. Jika kelima kabupaten tersebut menempatkan perlindungan kawasan yang memiliki NKT sebagai bagian dari perencanaan pembangunan berkelanjutan, maka hal tersebut akan menjadi dasar yang kuat untuk menyeimbangkan pelestarian lingkungan dan pencapaian target pembangunan di provinsi Kalimantan Tengah secara keseluruhan.
Production and Protection Approach to Landscape Management (PALM)
Tabel 1.1: Hasil kajian kawasan yang memiliki nilai konservasi tinggi (NKT) di Provinsi Kalimantan Tengah Kategori
NKT 1.1
NKT 2.1
NKT 2.2.
NKT 3
NKT 4.2.
Total Kawasan NKT (1.000 ha) 1
Luas kawasan NKT (1.000 ha)
2.990
3.205
4.552
1.727
4.488
9.406
Kawasan terancam oleh satu atau lebih faktor (1.000 ha)
212
1.232
2.426
1.190
3.139
5.790
% kawasan NKT yang terancam
7,1
38,4
53,3
68,9
70,0
61,6
Hampir 62% dari kawasan NKT yang dipetakan berpotensi terancam dampak yang merugikan. Konversi hutan yang menjadi bagian dari perencanaan tata ruang berpotensi memberikan dampak terhadap hampir 18% dari kawasan yang dipetakan, sementara penebangan hutan memberikan dampak hampir 35%, serta perkebunan serat dan lainnya lebih dari 17%. Studi CPI tentang pendekatan valuasi sumber daya alam bertujuan untuk menyelaraskan pedoman dan peraturan mengenai penilaian lahan di lembaga pemerintahan yang terkait, serta menghubungkannya dengan perencanaan tata ruang dan proses pembuatan kebijakan. Pendekatan valuasi ini mengkombinasikan Sistem Informasi Geografis (GIS), inventarisasi, pendekatan partisipatif, dan pendapat ahli. Pendekatan ini dinilai paling efisien dan dapat diandalkan berdasarkan hasil integrasi antara metode valuasi ekonomi ekosistem hutan, seperti dijelaskan dalam Peraturan Menteri 1
Lingkungan Hidup No. 15/2012, dan metode penilaian aset sumber daya alam yang dimiliki oleh negara, sebagaimana diatur oleh Peraturan Menteri Keuangan No. 98/PMK.06/2010. CPI merekomendasikan pendekatan tersebut untuk valuasi sumber daya alam pada tingkat kabupaten di Kalimantan Tengah. Jika dilaksanakan, ini akan menjadi kali pertama suatu valuasi sumber daya alam yang komprehensif dirancang berdasarkan pemetaan kawasan bernilai konservasi tinggi dan tinjauan peraturan pedoman untuk penilaian, penggunaan lahan, dan tata ruang. Dengan pendekatan ini, nilai ekonomi lahan yang sebenarnya akan dapat diketahui dan dijadikan dasar penilaian penggunaan lahan lebih lanjut. Penilaian ini dapat membantu pengembangan dasar-dasar strategi pengelolaan kawasan baik untuk mencapai tujuan ekonomi maupun untuk perlindungan sumber daya alam di Kalimantan Tengah.
Total Kawasan NKT mencakup luas 5 jenis kawasan NKT yang sebagian saling bersinggungan (overlapping).
Production and Protection Approach to Landscape Management (PALM)
03
Dialog bisnis menghadapi dinamika akses pasar di industri kelapa sawit yang diselenggarakan oleh Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Dinas Perkebunan Propinsi Kalimantan Tengah, CPI, dan Yayasan PILAR.
Tema Kajian 2: Peningkatan Produktivitas Sektor Kelapa Sawit Industri kelapa sawit memiliki peran yang sangat penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi Kalimantan Tengah. Hasil kajian CPI menunjukkan, pada tahun 2013 nilai ekonomi yang dihasilkan oleh sektor hulu (meliputi usaha perkebunan kelapa sawit) mencapai Rp 13 triliun. Sektor pengolahan tandan buah segar (TBS) menjadi minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil atau CPO) dan minyak inti kelapa sawit (Palm Kernel Oil atau PKO) menghasilkan nilai ekonomi antara Rp 12-16 triliun, sedangkan sektor hilir (meliputi produksi turunan dari CPO dan PKO) menghasilkan antara Rp 390-400 miliar.
sepanjang rantai pasok kelapa sawit, mengurangi deforestasi secara agresif serta menjaga ekosistem yang memiliki nilai tinggi. CPI mengidentifikasi berbagai peluang untuk meningkatkan nilai ekonomi di sektor kelapa sawit, yaitu dengan meningkatkan produktivitas perkebunan, mengoptimalkan kapasitas pabrik pengeloahan dan memperkuat rantai pasok kelapa sawit (Gambar 2.1). Di sektor hulu, peluang terbesar untuk menghasilkan nilai ekonomi yang lebih tinggi adalah dengan meningkatkan produktivitas dari perkebunan rakyat yang masih tergolong rendah.
Terlepas dari kontribusi ekonomi yang dihasilkan, perkembangan industri kelapa sawit seringkali diiringi dengan tingginya aktivitas deforestasi yang mengakibatkan terganggunya keseimbangan ekosistem lingkungan hidup dan meningkatnya emisi gas rumah kaca. Menyeimbangkan sasaran ekonomi dan lingkungan menjadi sangat penting, khususnya di wilayah-wilayah dengan cadangan hutan yang luas seperti di Kalimantan Tengah. Untuk itu, prioritas pembangunan ekonomi Kalimantan Tengah perlu diarahkan untuk mendorong peningkatan nilai ekonomi di 04
Production and Protection Approach to Landscape Management (PALM)
LUAS LAHAN INDONESIA:
KALIMANTAN TENGAH :
188 Juta hektar total
15.3 Juta hektar total
10.6 Juta hektar
Perkebunan 1.2 Juta hektar kelapa sawit
kelapa sawit
dan tambahan 2 juta hektar yang sudah berizin
8% luas lahan Kalimantan Tengah 11% dari total perkebunan kelapa sawit di Indonesia
Kelapa sawit mencakup dan total
PERKEBUNAN BESAR
PERKEBUNAN RAKYAT
1-1.1 Juta hektar kelapa sawit 142+ perusahaan per 7000-7500 ha perusahaan
0.1-0.2 hektar kelapa sawit tangga 41,380 rumah pertanian per Rumah tangga 3-5 ha
Juta
17 JUTA TON tandan buah segar (TBS) atau 15 ton/ha, setara 12%
Memproduksi
Nilai tambah sektor hulu Kalimantan Tengah
USD 1 billion
total produksi TBS di Indonesia
(USD 780-860/ha) PABRIK
10 pabrik minyak inti sawit
83
pabrik minyak kelapa sawit dengan kapasitas produksi
>6 Juta ton/tahun
PKO
CPO
dengan kapasitas produksi
~180,000 ton/tahun
3-4 Juta ton CPO dan 97,000 ton 50-65% kapasitas produksi CPO) berkontribusi sebanyak 11% produksi CPO Indonesia. Memproduksi
Nilai tambah produksi CPO dan CPKO
CPKO (menggunakan
Memproduksi 750 ribu ton hasil pemurnian 8% total produksi minyak sawit murni di Indonesia. 78% minyak sawit yang dihasilkan di Kalimantan Tengah dak dimurnikan di provinsi tersebut.
2 pabrik minyak goreng kapasita produksi:
USD 0.95-1.25 billion
PEMURNIAN, PENGOLAHAN, PABRIK BIODIESEL
850,000+ ton/tahun
1
pabrik biodiesel kapasitas produksi:
40,000+ ton/tahun
750,000 ton hasil pemurnian 8% total produksi minyak sawit murni Indonesia. 78% minyak sawit yang dihasilkan di
Memproduksi
setara dengan
Nilai tambah sektor hilir:
USD 30-31 million
Kalimantan tengah tidak dimurnikan di provinsi tersebut
Gambar 2.1: Rantai Nilai Kelapa Sawit di Kalimantan Tengah
Beberapa kendala utama yang umumnya dialami oleh para petani kelapa sawit meliputi kurangnya pengetahuan mengenai praktik perkebunan dan pengelolaan perkebunan yang baik, akses terhadap pendanaan yang terbatas, serta sulitnya mengakses sarana dan prasarana perkebunan yang berkualitas. Meskipun berpotensi untuk meningkatkan produktivitas perkebunan rakyat secara signifikan, mengatasi berbagai keterbatasan tersebut secara efektif dan efisien merupakan suatu tantangan yang besar. CPI menilai bahwa pengorganisasian usaha perkebunan petani dan penguatan skema usahanya merupakan salah satu cara yang perlu dipertimbangkan.
Pada umumnya petani kelapa sawit melakukan kegiatan usaha secara swadaya atau tergabung dalam skema kemitraan dengan perusahaan. CPI dan PILAR mengidentifikasi tiga model kemitraan yang umum digunakan oleh petani kelapa sawit di Kalimantan Tengah, yaitu kemitraan individual, skema koperasi dan skema dikelola oleh perusahaan. Secara garis besar, studi PILAR menunjukkan bahwa skema kemitraan yang menggunakan pengorganisasian perkebunan (yaitu skema koperasi dan skema dikelola oleh perusahaan) memiliki kinerja yang lebih baik dibandingkan dengan petani swadaya dan petani dengan kemitraan individual (Gambar 2.2).
Production and Protection Approach to Landscape Management (PALM)
05
Skala (ha)
KEMITRAAN INDIVIDU
KOPERASI
Biaya Operasional
Produksi vs Potensi
Keuntungan Petani
(juta/ha/tahun)
(ton/ha)
(juta/ha/tahun)
89
11.8
10.8
22 petani
23
1018
20! "
8.0
15.7
21
515 petani
PEMBINAAN PERUSAHAAN
3.7
325
18#$
3.6
108 petani
13.8
23 PUPUK
PEMELIHARAAN
PROSES PANEN
TRANSPORTASI
Gambar 2.2: Faktor-Faktor Utama yang Mempengaruhi Pendapatan Petani
Melalui pengorganisasian dan koordinasi yang kuat dengan perusahaan, maka alih pengetahuan, penyaluran kredit serta akses terhadap sarana dan prasarana perkebunan yang berkualitas dapat dilakukan secara efektif dan efisien. Hal ini ditunjukkan oleh skema kemitraan koperasi dan kemitraan dikelola oleh perusahaan yang menghasilkan produktivitas dan profitabilitas yang sangat baik. Selain itu, hasil kajian PILAR juga mengindikasikan bahwa skema kemitraan koperasi memiliki kinerja yang baik dalam hal pengelolaan
operasional dan keuangan, serta dalam memitigasi berbagai risiko yang dihadapi.
Tema Kajian 3: Kebijakan Fiskal untuk Mendukung Produktifitas dan Tata Guna Lahan Sejak era desentralisasi diberlakukan, pemerintah daerah memiliki wewenang dalam menentukan kebijakan terkait pengelolaan lahan dan sumber daya alam. Namun, kebijakan yang diberlakukan oleh pemerintah daerah dalam penggunaan lahan dan sumber daya alam tidak selalu mempertimbangkan implikasinya terhadap kondisi fiskal daerah. Di sisi lain, dana transfer dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah yang dicatat sebagai sumber pendapatan pemerintah daerah terus meningkat. Antara tahun 2010 dan 2016, transfer pemerintah pusat ke daerah meningkat hampir dua kali lipat, dari Rp 344 triliun menjadi Rp 770 triliun. Dengan jumlah sebesar ini, dana transfer memiliki potensi besar untuk dimanfaatkan sebagai instrumen pendukung pengelolaan lahan dan sumber daya alam berkelanjutan.
06
Production and Protection Approach to Landscape Management (PALM)
( Pajak Penghasilan
Pajak
USD 11,444m)
SD Pajak Daerah (U
10,950m)
S) 1,148m dolar oAlar AS) ( r o p s k E k a j a P Pajak Per d tambahan Nilai (97.2m
Volume
Pa jak
Bukan Pajak
Bu m S) id dolar A m an 3 7 1 . 2 B Gas (2 Minyak dan ang un an (2 .2 ngan 30 Pertamba m do i m lar Panas Bu AS Pertanian ) Kehu tanan Kant or Ta nah
Ukuran Lahan
Gambar 3.1: 93% pendapatan terkait penggunaan lahan berasal dari instrumen pendapatan yang dihitung berdasarkan produksi.
Studi yang dilakukan oleh CPI, Meningkatkan Produktifitas Lahan melalui Kebijakan Fiskal (2015), menemukan bahwa dalam sistem fiskal yang ada saat ini, pemerintah daerah tidak mendapatkan pendapatan yang optimal dari kegiatan ekonomi yang bersifat ekstraktif, termasuk dari pemanfaatan lahan. Studi tersebut juga menunjukkan bahwa hampir seluruh pendapatan pemerintah yang berasal dari lahan diterima melalui instrumen pendapatan yang dihitung berdasarkan besaran produksi, bukan luasan lahan. Ini mengindikasikan tidak adanya insentif bagi mereka yang mampu menggunakan lahan secara efisien, misalnya dengan melakukan praktik pertanian yang intensif.
CPI juga melakukan studi kasus yang secara khusus melihat perpajakan di sektor perkebunan kelapa sawit. Studi tersebut mengestimasi sumbangan pajak sektor ini di tahun 2012/2013 sekurangkurangnya mencapai Rp 10 triliun. Meski demikian, sektor ini memiliki rasio pajak-terhadap-PDB (Produk Domestik Bruto) yang tergolong rendah, yaitu hanya 3,4%, yang mengindikasikan adanya peluang untuk mengoptimalkan pendapatan pajak dari sektor tersebut. Studi kasus ini juga mengestimasi besaran pendapatan dari sektor perkebunan kelapa sawit yang dibagihasilkan kembali ke daerah secara nasional. Dari seluruh pendapatan yang dikumpulkan, hanya 11-14% atau Rp 1,1 triliun saja yang akhirnya kembali ke daerah.
Production and Protection Approach to Landscape Management (PALM)
07
Pajak Penghasilan Pribadi $5
Pajak Bumi dan Bangunan PPN Pajak Penghasilan Badan
0m
Total Penerimaan: $779 - 983 million
$127
m
$56m
$97m
20% 94% 0% 0%
Dibagikan ke Pemerintah Daerah: $106 million (11-14%)
0% Pajak Ekspor/ Bea Keluar
$449-653m
Gambar 3.2: CPI mengestimasi di tahun 2012 hingga 2013, hanya 11-14% total pendapatan dari perkebunan kelapa sawit yang dibagihasilkan ke pemerintah daerah
Studi ini menunjukkan beberapa peluang lebih jauh untuk mengatasi inefisiensi pendapatan – khususnya yang terkait tata guna lahan – melalui instrumen kebijakan fiskal di Indonesia. Ada tiga wilayah kebijakan yang dapat ditelusuri lebih jauh: 1) penyesuaian instrumen pendapatan yang ada saat ini, 2) penyesuaian mekanisme transfer ke pemerintah daerah, dan 3) peruntukkan (earmarking) instrumen pendapatan atau bagi hasil tertentu untuk mendukung kegiatan yang mengurangi deforestasi.
08
Dukungan kebijakan fiskal kepada pemerintah daerah sangat diperlukan, terutama untuk mendorong tata kelola lahan dan sumber daya alam yang inklusif dan berkelanjutan. Pemerintah pusat dapat mendukung pemerintah daerah melalui pembentukan kerangka kebijakan fiskal sebagai panduan untuk mempromosikan praktik tata kelola sumber daya yang berkelanjutan, termasuk di industri kelapa sawit. Kebijakan fiskal tersebut diharapkan mampu memberikan insentif bagi praktik berkelanjutan seperti perlindungan terhadap kawasan bernilai konservasi tinggi, peningkatan efisiensi pertanian, mendorong akses petani untuk mendapatkan pembiayaan, dan perlindungan terhadap dampak sosial dan lingkungan. Production and Protection Approach to Landscape Management (PALM)
Fase Kedua Program PALM Komitmen dan kemitraan di antara Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah, CPI, UPR, dan Yayasan PILAR berlanjut untuk implementasi program PALM fase kedua yang dilaksanakan dari pertengahan tahun 2016 hingga 2020. Kegiatan-kegiatan utama yang akan dilakukan selama fase kedua ini meliputi: 1. Penelaahan kebijakan dan instrumen fiskal yang bertujuan untuk mendukung pemerintah daerah dalam mewujudkan tata guna lahan yang berkelanjutan dan adil, termasuk untuk mendukung sektor pertanian agar memiliki produktivitas yang tinggi. 2. Pengembangan model bisnis terkait pengorganisasian petani dan inovasi untuk mengoptimalkan pemanfaatan lahan perkebunan kelapa sawit. Kedua hal tersebut bertujuan untuk meningkatkan dan memperluas manfaat dari perkembangan industri sawit bagi petani dan masyarakat setempat. 3. Membangun kemitraan dengan pemerintah kabupaten di Kalimantan Tengah untuk mengembangkan rantai pasok kelapa sawit yang efisien dan berkelanjutan guna meningkatkan pembangunan ekonomi di daerah.
Production and Protection Approach to Landscape Management (PALM)
Dalam fase kedua Program PALM, CPI melanjutkan upaya untuk meningkatkan kapasitas keilmuan dan keahlian para peneliti lokal dan meningkatkan peran peneliti lokal dalam membantu merumuskan kebijakan yang mendorong pembangunan ber- kelanjutan di Provinsi Kalimantan Tengah. Untuk itu, CPI, CoE PILAR (di bawah Fakultas Pertanian UPR), dan Yayasan PILAR menyiapkan dua bentuk pendekatan kerja sama penelitian, yakni: 1. Pendekatan arahan (top-down): Pendekatan ini mengutamakan inisiatif topik dan metodologi penelitian yang diprakarsai oleh CPI, sedangkan penelitian dilaksanakan oleh peneliti UPR dengan pendampingan dari tim Analis CPI. 2. Pendekatan partisipatif (bottom-up): Dalam pendekatan ini, CPI dan CoE PILAR di UPR menawarkan secara terbuka kepada para peneliti di UPR untuk mengusulkan judul penelitian sekaligus metodologi, susunan tim dan anggaran riset, berdasarkan topik umum yang telah disepakati. CPI kemudian menyeleksi usulan penelitian sesuai kerangka kegiatan fase kedua Program PALM.
09
Kerjasama antara:
Universitas Palangkaraya
Didukung oleh:
Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah