PROGRAM PENANGANAN KAWASAN KUMUH PERKOTAAN (P2KKP)
LAPORAN MONITORING KMP PERIODE TRIWULAN III (BASELINE 100-0-100)
KONSULTAN MANAJEMEN PUSAT WILAYAH-2 TAHUN 2015
PELAKSANAAN UJI PETIK KEGIATAN BASELINE, PLPBK LANJUTAN DAN KOLABORASI KOTA PERIODE TRIWULAN III TAHUN 2015
A. Pendahuluan Pelaksanaan Program Peningkatan Kualitas Permukiman (P2KKP) 2015 tidak bisa dilepaskan dari kegiatan PNPM Perkotaan yang sebelumnya sudah berjalan di sejumlah 11.066 kel/desa. Pendampingan dilakukan dengan memanfaatkan dan mengoptimalkan hasil-hasil pendampingan PNPM Perkotaan baik menyangkut aspek (i) metode, (ii) kelembagaan masyarakat, maupun (iii) perencanaan yang sudah ada di masyarakat yang di transformasi kedalam rencana strategis pencapaian target 100-0-100. Karena itu penting untuk memastikan terjadinya pelembagaan dari hasil-hasil pendampingan PNPM Perkotaan sekaligus memastikan kesiapan dan target-target output pelaksanaan P2KKP 2015. Pelaksanaan kegiatan uji petik pada periode ini merupakan fase adaptasi dari PNPM Mandiri Perkotaan menuju penerapan P2KKP. Perubahan fokus dan tahapan pelaksanaan kegiatan tentu harus diikuti dengan perubahan pada POB Pelaksanaan uji petik yang didalamnya termasuk instrumen yang akan dipergunakan oleh pelaku program. Dimasa transisi ini instrumen yang digunakan dalam kegiatan uji petik sifatnya terbuka agar dapat mengakomodir kebutuhan untuk mengukur kualitas terhadap pelaksanaan kegiatan PNPM Perkotaan yang masih berjalan di tahun ini sekaligus dapat mengakomodasi kebutuhan monitoring pelaksanaan P2KKP. Uji petik (spotcheck) adalah serangkaian kegiatan supervisi yang dilaksanakan dalam rangka pengendalian kualitas terhadap pelaksanaan program peningkatan kualitas kawasan permukiman (P2KKP), meliputi siklus baseline 100-0-100. Kegiatan uji petik dilakukan dengan datang langsung ke lapangan, untuk mendapatkan informasi yang akurat dari sumber primer dan sekunder. Teknik pengumpulan data/informasi dilakukan melalui i). wawancara dan diskusi dengan anggota BKM, relawan, KSM, warga masyarakat, aparat kelurahan, dan sebagainya, ii). pemeriksaan dokumen/arsip yang merupakan bukti pelaksanaan kegiatan, dan iii). observasi dan pemeriksaan kondisi lapang terhadap hasil-hasil kegiatan Program. Berdasarkan temuan-temuan yang ditemukan dari pelaksanaan kegiatan dilapangan selanjutnya dilakukan proses pengolahan, hasilnya dirumuskan sebagai bahan umpan balik untuk perbaikan dan bahan penyusunan laporan bulanan dan triwulanan. Proporsi pelaksanaan uji petik disetiap tingkat pusat, provinsi dan kota/kabupaten telah diatur dalam TOR Konsultan KMP dan OSP, sejumlah pembiayaan dari program dan masuk dalam kontrak Manajemen KMP/OSP dialokasikan khusus untuk mendukung kegiatan uji petik. Dalam TOR Konsultan menjelaskan bahwa cakupan kelurahan yang i
harus diuji petik oleh KMP adalah minimal 1% dari seluruh lokasi Program atau sekitar 66 setiap triwulan, sedangkan untuk OSP bervariasi antara 3%-10% dari lokasi dampingan, sedangkan untuk OSP-5 dan OSP-6 sebesar 3% dari lokasi dampingannya. Untuk OSP-7 dan OSP-9 ditetapkan sebesar 10%, serta OSP 10 dan OSP 8 sebanyak minimal 5%. Jadi total wilayah 2 jumlah kelurahan yang harus dikunjungi totalnya mencapai 279 kel/desa. Kewajiban melaksanakan uji petik siklus di tingkat Korkot adalah minimal sejumlah 50% dari lokasi dampingan atau sekitar 3.313 kel/desa per-triwulan. B. Realisasi Kegiatan Uji Petik KMP periode Triwulan III tahun 2015 Pelaksanaan kegiatan uji petik Baseline 100-0-100 periode telah ditugaskan kepada personil pelaku masing-masing tingkatan (KMP, OSP, Korkot)
sesuai dengan
proporsinya. Pada periode Triwulan III 2015 untuk tingkat KMP berfokus pada tema Pemanfaatan BLM TA 2015, Kualitas baseline, kesiapan PLPBK Lanjutan dan kolaborasi kota. Capaian KMP meliputi tujuh kota/kabupaten, tepatnya di sejumlah
15
desa/kelurahan. Capaian yang demikian disebabkan karena dinamika pembahasan konsepsi program yang masih baru dan membutuhkan perbaikan-perbaikan. Ditingkatan OSP Provinsi dan Korkot pelaksanaan uji petik masih belum bisa dilakukan secara merata disemua provinsi dan Kota/Kabupaten, hal ini terjadi karena beberapa kendala yang beragam. Dukungan sistem pembiayaan yang lancar dari manajemen masih menjadi kendala umum, disisi yang lain beban pekerjaan yang cukup padat agar progres tidak tertinggal menjadikan Tim Korkot menunda pelaksanaan uji petiknya.
Berikut ini rekap pelaksanaan uji petik yang dilakukan personil KMP sebagai berikut: No. 1.
ii
2.
Kota Hulu Sungai Selatan Banjarbaru
3.
Klungkung
4. 5
Buleleng Balikpapan
6.
Kab. Wonogiri
Kelurahan Gambah Dalam Tibung Raya Bangkal Guntung Paikat Akah Kampung Gel Gel Banjar Jawa Kariangau Baru Ulu Baru Tengah Sepinggan Raya Pule Wonokerto
Pelaksanaan 8 – 11 September 2015
Pelaksana Tia Rostiana, Sub TA. PLPBK
8 – 11 September 2015 8 – 11 September 2015
Bagia Sugihartono, Sub TA Infrastruktur
15–18 September
M. Ihsan Hakim, Sub TA RLF
Ali Imron, Sub TA Infrastruktur
No.
Kota
Kelurahan
7.
Kab. Karanganyar
Waru Gaum
Pelaksanaan 2015 15– 18 September 2015
Pelaksana
C. Capaian Substansi Siklus Hasil Supervisi 1. Hasil Monitoring Baseline Temuan yang didapatkan pada pelaksanaan baseline di kabupaten Banjarbaru dan HSS, untuk kegiatan sosialisasi dan pembentukan TIPP telah dilakukan dengan baik. Hasilnya menunjukkan bahwa TIPP cukup memahami tahapan kegiatan dan tupoksi dari pelaksanaan pendataan baseline 100-0-100. Pelaksanaan pendataan baseline di Kota Banjarbaru bahkan mendapatkan dukungan dari Pemkot sampai aparat kelurahan berupa penyiapkan tim konsolidasi data yang akan dilatih asmandat kota.
Pelaksanaan pendataan baseline di Kab. HSS ditemukan mengalami keterlambatan dari jadwal MS karena terkendala teknis, tetapi solusi dilakukan dengan tim korkot membuat RKTL dan TIPP menyanggupi bahwa kegiatan pendataan tetap dapat diselesaikan sesuai target pada tanggal 30 September 2015. Dibutuhkan pendampingan dari Tim OSP untuk mengawal pelaksanaan kegiatan pendataan baseline 100-0-100 agar mencapai target waktu dan kualitas.
Hasil uji petik Bali pada tiga desa yang ada di Klungkung dan Buleleng secara umum menunjukkan hasil yang positif, tahapan dan hasil kegiatan dilakukan sebagaimana mestinya. Capaian paling positif ditunjukkan oleh Desa Banjar Jawa Buleleng, sedangkan Akah dan kampung gel-gel Klungkung ditemukan sosialisasi (workshop) dan hasil diskusi kelompok tidak optimal dilakukan. Kampung Gel-gel bahkan Tim TIPP belum menyusun RKTL pelaksanaan baseline data 100-0-100. Penyebab dari kurang optimalnya pelaksanaan kegiatan dikarenakan TIPP belum mempunyai tingkat pemahaman dan terampil yang berkualitas baik untuk melakukan tahapan kegiatan tersebut.
Temuan
hasil
pendataan
di
Balikpapan
terkait
pemahaman
BKM
dalam
melaksanakan pendataan masih kurang, pengisian data ditingkat basis masih ada yang belum lengkap, untuk metode pelaksanaan ada yang melakukan dengan sensus dari rumah ke rumah. Hal lain yang membutuhkan perhatian adalah Belum
iii
lengkapnya administrasi kegiatan masyarakat perlu dilengkapi, peta 7 Indikator kumuh dan matrik permasalahan dan indikator kegiatan masih belum ditemukan saat uji petik dilakukan.
Pada pelaksanaan kegiatan baseline 100-0-100 di empat desa di Wonogiri dan Karanganyar telah dilakukan sesuai dengan tahapan kegiatan. Kegiatan sosialisasi, pembentukan TIPP, pembekalan teknis kepada TIPP, sampai pelaksananaan pendataan ditingkat basis (RT) sudah dilakukan dan mendapat dengan dukungan yang baik dari pihak pemerintahan kelurahan, pengurus RT dan tokoh masyarakat. Beberapa hal yang masih perlu ditingkat adalah pemahaman substansi pelaksanaan baseline 100-0-100 serta kelengkapan dokumen pendukung. Demikian juga dengan hasil pendataan tingkat basis belum dilakukan input data ke dalam aplikasi. 2. BLM dan PLPBK Lanjutan Temuan penting: Kegiatan fisik PLPBK Hulu Sungai Selatan harus dilakukan percepatan
dan
dilakukan
pengawasan
secara
ketat
pelaksanaan
dan
operasionalnya setelah bangunan selesai. Untuk melakukan monitoring BLM telah dilakukan cek lapangan kegiatan infrastruktur di lokasi reguler dilaksanakan di Desa Tibung Raya Kab. HSS khususnya kegiatan drainase dan jalan. Untuk kegiatan infrastruktur masih perlu dibenahi dari segi pengendalian kualitas, operasional dan pemeliharaan yang harus dituangkan dalam aturan bersama.
Pencairan dana untuk empat lokasi PLPBK di Balikpapan sudah 100% tepatnya pada bulan September dan Oktober 2015. Namun ada temuan krusial yaitu Askot UP mengundurkan diri bulan Agustus 2015 sehingga pengendalikan kegiatan PLPBK tidak optimal, ditambah lagi beberapa fasilitator banyak yang mengundurkan diri hanya tersisa 9 orang dari yang seharusnya 24 orang. Di Balikpapan didapatkan RTPLP masih belum diselesaikan, Di Kelurahan Sepinggan Raya Pembukuan realisasi pemanfaatan BLM Perencanaan dan Pemasaran 150 Juta baru sampai bulan Juni 2015, dana sisa masih sekitar Rp. 43.000.000,-, DED masih perlu disempurnakan. Pembangunan Jembatan kayu agar ditinjau kembali konstruksinya karena permintaan warga agar diganti dengan Beton.
iv
D. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Dari temuan hasil uji petik yang telah dilakukan di tujuh kota/kabupaten dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Ditemukan dibeberapa kelurahan bahwa progres pelaksanaan baseline mengalami keterlambatan terhadap master schedule 2015. Hal ini karena pengembangan kapasitas ditingkap Korkot juga terlambat dari jadwal yang ada di MS sehingga seleuruh kegiatan mundur. Pelatihan diitingkat fasilitator dan TIPP juga mengalami kemunduran jadwal juga, sehingga kegiatan dimasyarakatnya juga mengalami kemunduran. 2. Kualitas pelaksanaan baseline cukup baik ditunjukkan dengan tahapan-tahapan yang terlaksana dan ditemukan jejak dan ouputnya dilapangan. Kalau ditemukan ada tahapan yang outputnya kurang optimal di kelurahan tertentu maka hal ini sebagai sebuah kasus lokal kelurahan yang memerlukan penanganan khusus pula. 3. Pengendalian menjadi salah satu kekurangan dalam pelaksanaan baseline, ditingkat OSP yang pengembangan kapasitasnya dilakukan secara mandiri sedikit senjang dengan Korkot terkait substansi, dan hal ini mempengaruhi pada pengendalian kualitas yang dilakukan oleh OSP. Pengendalian fasilitator ditingkat lapang juga memerlukan kesungguhan dari Tim Korkot agar masyarakat mendapatkan haknya untuk mendapatkan pembelajaran yang berkualitas. 4. Lemahnya persiapan dari tim faskel dalam pelaksanaan menjadikan beberapa kegiatan seperti:
penggalian awal terhadap 7 indikator kumuh pada saat
workshop tingkat kelurahan tidak dilakukan di beberapa kelurahan. 5. Pengembangan kapasitas konsultan dan masyarakat membutuhkan pembenahan agar pelaku dapat dijamin faham terhadap tahapan dan substansi kegiatan baseline. Kemampuan TIPP dalam memfasilitasi kegiatan di masyarakat adalah salah satu output dari pengembangan kapasitas yang terjadi. Upaya untuk melakukan pembenahan diperlukan agar kualitas secara lebih merata terjadi dilokasi dampingan. Dari kesimpulan hasil uji petik yang telah dilakukan maka direkomendasikan kepada OSP untuk melakukan tindak lanjut sebagai berikut:
v
1. Karena ditemukan gejala keterlambatan dalam memfasilitasi kegiatan dimasyarakat terkait baseline atau pemanfaatan BLM PLPBM maka OSP memastikan Korkot terkait melakukan reskedul tahapan kegiatan TF, sehingga TF dalam mengkomunikasikannya kepada pelaku didampingan masing-masing untuk mengejar ketertingalan tersebut. 2. OSP untuk memastikan Tim Korkot terkait masih adanya tahapan kegiatan baseline yang kurang optimal dalam pencapaian kualitasnya. Memfasilitasi ulang kegiatan tersebut atau penguatan kembali sangat diperlukan agar kualitas outputnya juga terjaga. Termasuk didalamnya tentang administrasi pelaksanaan kegiatan di tingkat BKM/LKM. RTPLP program PLPBK
juga segera diselesaikan sebelum dana BLM
dimanfaatkan untuk kegiatan fisik. 3. Pengendalian berjenjang yang lebih ketat oleh pelaku sangat diperlukan khususnya tentang pengembangan kapasitas (CB), Kualitas output pembekalan kepada TIPP juga harus dipastikan sehingga didapatkan peningkatan kapasitas yang nyata agar mereka mampu berperan optimal. Salah satu fungsi fasilitator adalah memastikan pelaku masyarakat meningkat kapasitasnya. 4. OSP membangun sistem yang mampu mempersiapkan TF secara matang sebelum pelaksanaan kegiatan, sehingga dijamin pada TF terjadi peningkatakapasitas agar kegiatan seperti: penggalian awal terhadap 7 indikator kumuh pada saat workshop tingkat kelurahan dipastikan dilakukan dengan baik. 5. Diminta kepada OSP dan Korkot untuk memastikan kegiatan pengembangan kapsitas berjalan efektif dalam mempersiapkan masyarakat sehingga mampu memfasilitasi pembekalan berkualitas terhadap TIPP serta menjamin mereka melakukan pengimputan data hasil pendataan ditingkat basis kedalam format yang telah disiapkan.
vi