PROGRAM PEMBANGUNAN PERTANIAN 2001-2004
Program pembangunan pertanian pada hakekatnya adalah rangkaian upaya untuk memfasilitasi, melayani, dan mendorong berkembangnya sistem agribisnis dan usaha agribisnis yang berdaya saing, berkerakyatan, berkelanjutan, dan desentralistis untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Program pembangunan pertanian diarahkan kepada pencapaian tujuab pembangunan pertanian jangka panjang yaitu sektor agribisnis sebagai andalan pembangunan nasional. Program pembagunan pertanian tahun 2001-2004 merupakan program jangka menengah yang dalam penyusunannya didasarkan kepada pencapaian tujuan jangka panjang, dengan mengacu kepada: (1) GBHN (1999-2004), (2) UU No. 25 tahun 2000 tentang program Pembangunan Nasional (propenas) Tahun 2001-2004, (3) Pembangunan Sistem Agribisnis Sebagai Penggerak Ekonomi nasional, dan (4) Arahan-arahan pimpinan Deptan. Sesuai dengan visi, misi, tujuan dan strategi pembangunan pertanian, maka Program Pembangunan Pertanian Tahun 2001-2004, dirumuskan dalam dua program utama, yaitu Program Pengembangan Agribisnis dan Program Peningkatan Ketahanan Pangan. Program Pengembangan Agribisnis Program Pengembangan Agribisnis dimaksudkan untuk mengoperasionalkan pembangunan sistem dan usaha-usaha agribisnis, yang mengarahkan agar seluruh subsistem agribisnis dapat secara produktif dan efisien menghasilkan berbagai produk pertanian yang memiliki nilai tamah dan daya saing yang tinggi, baik di pasar domestik maupun pasar internasional. Tujuan program ini adalah (1) mengembangkan subsistem hulu, (2) mengembangkan subsistem onfarm, (3) mengembangkan subsistem pengolahan (4) mengembangkan subsistem pemasaran, dan (5) mengembangkan subsistem penunjang sebagai satu kesatuan sistem yang sinergis. Sasaran program adalah (1) berkembangnya semua subsistem agribisnis scara serasi dan seimbang, dan (2) berkembangnya usaha-usaha agribisnis. Operasionalisai Program Pengembangan Agribisnis diurai dalam subprogram yamg lebih terfokus. Pengembagan agribisnis berbasisi komoditas prioritas dengan pertimbangan khusus dalam skala nasional maupun daerah menjadi acuan semua instasnis terkait dalam menyusun kegiatan penujang mulai dari hulu sampai hilir.
Program Pembangunan Pertanian 2001 - 2004
1
Sub-Program Pengembangan Agribisnis Berbasis Tanaman Pangan Dalam dekade terakhir impor bahan pangan pokok seperti beras, jagung, kedelai, kacang tanah dan lainnya cenderung meningkat. Kebangkitan ekonomi dan industri pertanian dari keterpurukan akibat krisis akan mengembalikan permintaan dan permasalahan penyediaan produksi pangan. Dengan demikian maka tanpa perhatian dan penanganan yang sunguuh-sungguh, impor bahan pangan tersebut akan semakin meningkat. Komoditas tanaman pangan mencakup padi dan palawija merupakan sumber pangan pokok dan mempunyai keterkaitan kuat dengan industri. Disamping pemenuhan kebutuhan dalam negeri dalam bentuk permintaan konsumsi langsung, permintaan untuk bahan baku industri makanan dan indutri pakan, pasar ekspor juga masih sangat terbuka. Ini berarti peningkatan produksi komoditas tanaman pangan mempunyai arti strategus dalam mendukung pemantapan ketahanan pangan nasional, pemberdayaan ekonomi rumah tangga petani, mendukung berkembangnya sektor industri pengolahan dan dampak ganda (multiplier effect) yang dihasilkannya. Tantangan pembagunan tanaman pangan cukup berat terutama berkaitan adanya kecenderungan penurunan daya saing, penurunan laju pertumbuhan produksi, marjinalisasi kapasitas usahatani dan peningkatan variabilitas produksi. Faktor penghambat dari kondisi tersebut terutama berkaitan dengan adanya kendala sumber daya lahan dan air, teknologi dan modal. Kendala sumber daya berkaitan dengan: (1) luas baku lahan pertanian tanaman pangan semakin langka karena pembukaab lahan pertanian aru sangat lambat, sementara konversi lahan pertanian cenderung meningkat, (2) pembangunan sistem irigasi berjalan lambat sementara kualitas sistem irigasi yang ada cenderung menurun, (3) sumber air untuk pertanian semakin langka sebagai akibat dari kerusakan alam, dan (4) ratarata luas pemilikan lahan pertanian tanaman pangan cenderung turun. Teknologi yang diterapkan cenderung mengalami saturasi dan usaha tani semakin sensitif terhadap perubahan iklim dan serangan hama, sehingga diperlukan terobosan teknologi baru. Sementara itu dengan sebagaian besar usaha tanaman dilakukan oleh rumah tangga cenderung lebih mendahulukan pemenuhan konsumsi dari pada melakukan investasi dan penggunaan modal untuk membiayai usahatani. Pada bagian lain, implementasi sistem perdagangan bebas juga merupakan ancaman bagi sistem produksi pangan dalam negeri akibat persaingan dengan produk luar, baik dari segi mutu maupun harga. Dengan demikian peningkatan daya saing usahatani komoditas melalui peningkatan produktivitas, efisiensi produksi dan mutu hasil merupakan tiga aspek utama yang perlu mendapat perhatian dalam program peningkatan produksi komoditas tanaman pangan mendatang. Peningkatan produksi tanaman pangan perlu terprogram dan terarah secara terpadu berkaitan dengan optimasi sumber daya, peningkatan efisiensi dan daya saing usaha tani serta peningkatan mutu hasil. Optimasi sumberdaya tanaman Analisis Kebijakan Pertanian Volume 1 No. 2, Juni 2003 :
2
pangan dilakukan melalui: (1) optimasi sumberdaya lahan non favourable dan lahan tidur seperti lahan gambut, rawa, lahan kering/darat dan (2) optimasi pemanfaatan air irigasi, melalui rehabilitasi jaringan irigasi, efisiensi manajemen penggunaan air dan pompanisasi. Upaya efisiensi usaha tani dilakukan melalui intensifikasi usahatani dengan penggunaan input secara rasional. Untuk itu perlu didukung oleh penyediaan sarana produksi tepat jenis dan tepat waktu serta rekomendasi teknologi spesifik lokasi. Pengembangan industri benih dengan memberikan porsi lebih besar kepada swasta perlu mendapat perhatian utama. Peningkatan mutu hasil dilakukan melalui perbaikan teknologi panen, pasca panen dan pengolahan hasil. Sasaran yang ingin dicapai adalah: (1) meningkatnya produksi komoditas tanaman pangan anatara 5-10 persen per tahun, (2) meningkatnya produktivitas rata-rata 3 persen per tahun (3i) menurunnya kehilangan hasil panen rata-rata 3 persen per tahuan, dan (4) meningkatnya pendapata petani antara 5-10 persen per tahun. Dalam era otonomi daerah dimana setiap daerah mempunyai kewenangan dalam menetapkan kebijakan produksi pangan sesuai dengan kebutuhannya maka dalam rangka membangun sistem ketahanan pangan nasional, koordinasi antar wilayah perlu mendapatkan perhatian serius. Sub Program Pengembangan Agribisnis Berbasis Hortikultura Komoditas hortikultura yang terdiri dari tanaman buah-buahan, sayuran, tanaman hias dan tanaman obat, merupakan komoditas yang sangat prospektif untuk dikembangkan mengingat potensi sumberdaya alam, sumber daya manusia, ketersediaan teknologi, serta potensi serapan pasar di dalam negeri dan pasar internasional yang terus meningkat. Dengan meningkatnya pendidikan dan kesejahteraan masyarakat mendorong peningkatan kemampuan daya beli dan preferensi permintaan masyarakat terhadap komoditas hortikultura, dalam rangka diversifikasi konsumsi dan peningkatan gizi. Menurut data ketersediaan sayuran, tingkat konsumsi sayuran tahun 1996 besarnya 37,94 kg/kapita/tahun. Angka tersebut masih lebih rendah bila dibandingkan dengan rekomendasi FAO ayang sebesar 65,75 kg/kapita/tahun. Tantangan yang dihadapi adalah peningkatan produksi yang disertai dengan peningkatan kualitas hasilnya, serta peningkatan kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi lebih banyak sayuran. Untuk buah-buahan, konsumsi per kapita masyarakat Indonesia masih rendah yaitu 40,06kg/kapita/tahun, juga di bawah rekomendasi FAO yaitu sebesar 65,75 kg/kapita/tahun. Dengan kondisi ini titik berat pengembangan buah-buahan adalah menyediakan buah-buahan dalam jumlah dengan kualitas baik untuk memenuhi kebutuhan konsumsi segar dalam negeri, bahan baku agroindustri dan kepentingan ekspor.
Program Pembangunan Pertanian 2001 - 2004
3
Permintaan akan tanaman hias dalam jumlah yang besar masih terbatas di sekitar kota-kota besar dan daerah-daerah pariwisata, termasuk saat kegiatan yang bersifat seremonial yang banyak dilaksanakan. Hasil survei di DKI Jakarta selaku daerah konsumen terbesar di Indonesia, menunjukkan bahwa konsumsi rata-rata bunga anggrek di DKI baru 1 tangkai/kapita/tahun. Untuk tanaman obat, potensi pasar dalam negeri khususnya untuk memasok bahan baku industri obat baik tradisional maupun modern sangat besar. Dalam upaya memenuhi kebutuhan akan produk hortikultura dan aneka tanaman dalam negeri maupun ekspor, diperlukan usaha peningkatan produksi hortikultura yang mengarah pada peningkatan efisiensi usaha, mutu produk; dan produktivitas melalui penguasaan Iptek, pemanfaatan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia, serta peningkatan partisipasi masyarakat dan swasta. Untuk peningkatan efisiensi usaha, mutu produk dan produktivitas, maka pemanfaatan dan penguasaan teknologi merupakan keharusan, agar produk yang dihasilkan dapat bersaing di pasar domestik maupun internasional. Pemenuhan pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri memerlukan jaminan kontinuitas suplai dalam jumlah dan mutu sesuai selera konsumen, serta dengan harga yang bersaing. Oleh karena itu pendekatan yang dilaksanakan dalam pengembangan hortikultura ialah melalui pembangunan usahatani/kebun berskala komersial dengan mempertimbangkan skala ekonomi yang didukung oleh penyediaan bibit yang berkualitas, serta sarana dan prasarana seperti pengairan, penyimpanan dan transportasi. Faktor kunci dari kekurang mampuan tersebut adalah belum tumbuh dan tersedianya industri benih bermutu, penyediaan sarana dan prasarana, teknologi pasca panen, pengolahan dan pemasaran. Kesemuanya itu memerlukan dukungan utuh dari hulu sampai hilir. Ketersediaan benih bermutu sangat menentukan kualitas produksi hortikultura dan penanganan pasca produksi/ pasca panen merupakan upaya memelihara mutu prima dan meningkatkan nilai tambah. Strategi pengembangan produksi hortikultura menekankan pada peningkatan produktivitas, mutu produk dan total produksi pada sentra produksi dan wilayah pengembangan sesuai pewilayahan komoditas bagi komoditas unggulan nasional dan unggulan daerah. Agar lebih berperan dalam pemulihan ekonomi, maka dalam tahun 20012004 pengembangan hortikultura diarahkan kepada komoditas yang memiliki keunggulan kompetitif di pasar ekspor. Untuk itu perhatian lebih besar diarahkan kepada komoditas unggulan antara lain kentang, kubis, cabe merah, manggis, rambutan, durian, salak pada kelompok buah-buahan, anggrek dan tanaman hias daun pada tanaman hias serta komoditas jahe, kunyit, kencur dan lengkuas pada tanaman obat. Sasaran yang ingin dicapai adalah : (1) meningkatnya produksi komoditas buah-buahan, sayuran dan tanaman hias antara 5-10 persen/tahun, dan aneka tanaman antara 2-5 persen/tahun, (2) tercukupinya kebutuhan konsumsi dan bahan Analisis Kebijakan Pertanian Volume 1 No. 2, Juni 2003 :
4
industri pengolahan hortikultura serta meningkatnya volume ekspor, (3) terbinanya mutu produk yang mempunyai daya saing di pasar dalam maupun luar negeri, (4) diperolehnya produk hortikultura yang bermutu tinggi dan aman konsumsi bagi masyarakat, (5) terbentuknya agribisnis hortikultura yang dapat mensejahterakan petani dan pelaku usaha, (6) tersedianya produk hortikultura di wilayah berpenduduk miskin sebagai sumber pendapatan dan peningkatan gizi masyarakat, dan (7) terbinanya petani dalam mengadopsi teknologi dan kelembagaan usaha sehingga dapat menjadi petani pengusaha yang berhasil. Untuk mendukung sasaran tersebut maka kegiatan difokuskan pada : (1) pembinaan produksi komoditas unggulan, (2) pewilayahan komoditas untuk pengembangan kawasan agribisnis, (3) penumbuhan sentra produksi, (4) pemantapan sentra produksi dengan pembinaan penerapan teknologi maju, (5) pengembangan sistem perbenihan nasional, (6) penyediaan sarana dan prasarana produksi, (7) perlindungan tanaman hortikultura, (8) pembinaan pengamanan hasil, mutu dan keselamatan produk, dan (9) pembinaan kelembagaan agribisnis. Jabaran kegiatan sub program pengembangan agribisnis berbasis hortikultura tahun 2001-2004 terangkum dalam Lampiran Tabel 2. Sub Program Pengembangan Agribisnis Berbasis Perkebunan Sektor pertanian tetap diharapkan berperan besar dalam percepatan pemulihan ekonomi nasional melalui perannya dalam pengadaan devisa melalui ekspor. Selama ini ekspor komoditas pertanian didominasi oleh komoditas perkebunan seperti kelapa sawit, karet, kopi, the dan lainnya. Akan tetapi kinerja komoditas perkebunan cenderung fluktuatif karena sangat dipengaruhi oleh harga/ pasar internasional. Dualisme pengusahaan perkebunan antara usaha swasta dan BUMN skala besar dan perkebunan rakyat skala kecil telah menimbulkan kesenjangan. Kejadian krisis telah memperbesar kesenjangan tersebut dan proses reformasi yang tidak terkendali telah menimbulkan permasalahan seperti penyerobotan kebun dan penjarahan kebun yang kemudian menganggu iklim usaha perkebunan. Komoditas perkebunan mencakup tanaman perkebunan tahunan dan tanaman semusim. Permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan komoditas perkebunan antara lain adalah produktivitas tanaman yang belum optimal, kualitas produk belum memenuhi standar perdagangan, proses diversifiaksi (vertikal dan horizontal) belum memadai dan peran kelembagaan yang masih lemah. Upaya peningkatan produktivitas dilakukan melalui perbaikan teknik budidaya, peningkatan mutu melalui pengembangan penerapan pasca panen dan pengolahan, pengembangan diversifikasi dan pengembangan pemasaran produk perlu terus diupayakan dengan didukung oleh ketersediaan sarana dan prasarana produksi dan teknologi siap pakai di tingkat pekebun.
Program Pembangunan Pertanian 2001 - 2004
5
Program penelitian dalam rangka mendapatkan klon dan varietas yang bermutu tinggi dan teknik budidaya yang meningkatkan efisiensi usahatani perlu lebih digalakkan. Penerapan teknik bioteknologi seperti kultur jaringan perlu terus dikembangkan. Mengingat bahwa kegiatan produksi perkebunan sebagian besar (80%) dilakukan oleh rakyat, maka pengembangan kelembagaan petani dan kemitraan usaha agrbisnis yang benar-benar bermanfaat bagi pekebun perlu mendapat perhatian. Sasaran yang ingin dicapai adalah : (1) meningkatnya PDB perkebunan dengan laju 3,7 persen per tahun, (2) meningkatnya produktivitas hingga mencapai 70 persen dari produktivitas potensial, (3) meningkatnya efisiensi usaha perkebunan, (4) meningkatnya mutu hasil produk primer dan produk sekunder ke arah “zero defect”, (5) meningkatnya penerimaan devisa ekspor komoditas primer menjadi US $ 5,14 milyar dan mendorong peningkatan ekspor komoditas produk hilir perkebunan, (6) meningkatnya penyerapan tenaga kerja baru sebanyak 600 ribu tenaga kerja, (7) tumbuh berkembangnya wilayah sentra ekonomi baru di sektor perkebunan dan industri jasa seperti transportasi dan agrowisata, (8) meningkatnya pendapatan petani perkebunan sehingga mencapai US $ 1.500 – 2.000 per KK/tahun, dan (9) tumbuh dan terbinanya koperasi komoditas perkebunan baru yang mandiri dan profesional sebanyak 2.800 unit dan asosiasi petani perkebunan sebanyak 10 asosiasi. Jabaran kegiatan sub program pengembangan agribisnis berbasis perkebunan tahun 2001-2004 terangkum dalam Lampiran Tabel 3. Sub Program Pengembangan Agribisnis Berbasis Peternakan Sub sektor peternakan merupakan penyedia sumber pangan hewani berupa telur, daging dan susu. Tingkat konsumsi protein hewani penduduk Indonesia masih sangat rendah jauh dibawah rata-rata konsumsi dunia, Asia dan Asia Tenggara. Dengan jumlah penduduk besar dan prospek perkembangan ekonomi akan mendorong permintaan pangan yang berasal dari produk hewani. Senjang antara produksi dan konsumsi produk peternakan terutama daging dan susu cenderung semakin besar seperti ditunjukkan oleh peningkatan impor. Hal ini disebabkan laju peningkatan permintaan tidak diikuti oleh laju produksi. Pengembangan peternakan mencakup ternak unggas dan ternak ruminansia. Upaya memacu produksi dengan pola tradisional dinilai tidak dapat mengimbangi senjang tersebut dan untuk itu diperlukan terobosan pengembangannya. Dalam kaitan itu diperlukan ketersediaan teknologi dan inovasi yang akan dikembangkan disesuaikan dengan keragaman permasalahan dan kebutuhan di masyarakat serta taraf usaha agribisnis masing-masing komoditas peternakan. Pada kelompok unggas, pengembangan ternak ayam buras dan itik sangat strategis untuk membangkitkan perekonomian kerakyatan dan pemerataan pembangunan. Pasar cukup terbuka dan prospek ekspor cukup baik. Sementara Analisis Kebijakan Pertanian Volume 1 No. 2, Juni 2003 :
6
pengembangan ayam ras dinilai sudah cukup baik sejalan dengan peran dari swasta. Sebagian pengolahan usaha ayam ras dilakukan oleh usaha skala besar. Pengembangan ayam buras dan itik harus diprogramkan secara terarah secepatnya. Beberapa aspek penting dalam mendukung pengembangan kedua unggas tersebut antara lain penyediaan benih, unggul, sarana dan prasarana, ternak, teknologi budidaya terutama teknologi pakan, teknologi pencegahan dan pengendalian penyakit; pengembangan pengolahan dan pemasaran; dan pengembangan kelembagaan. Pada kelompok ternak ruminansia, usaha ternak sapi dan domba dan kambing sudah berada pada usaha yang berorientasi bisnis, dengan demikian dalam pengembangan diarahkan kepada peningkatan keuntungan. Pola pengembangan ternak tersebut dilakukan melalui kombinasi antara memaksimalkan pendayagunaan sumberdaya lokal dan terobosan teknologi dalam penggunaan bibit, nutrisi, reproduksi, teknologi budidaya, veteriner dan pasca panen. Pengembangan industri benih/bibit perlu mendapat prioritas. Inseminasi buatan sebagai bagian pengembangan industri benih perlu disempurnakan efisiensi dan efektivitasnya. Pengembangan peternakan juga perlu diarahkan dalam rangka pemanfaatan ketersediaan pakan, limbah pertanian dan sebagai bagian dari sistem usaha pertanian terpadu. Untuk itu perlu diupayakan pengembangan ternak pada lahan sawah, lahan perkebunan dan lahan perhutanan. Sasaran yang ingin dicapai adalah : (1) meningkatnya pendapatan peternak hingga melampaui UMR, (2) meningkatnya produksi daging, telur dan susu antara 3-6 persen per tahun dan meningkatnya konsumsi daging telur dan susu antara 2-3 persen per tahun, (3) meningkatnya penyerapan tenaga kerja baru sebanyak 450 ribu orang, (4) terwujudnya kelembagaan peternak yang mandiri dan mampu mengakses sendiri faktor produksi dan pelayanannya, (5) tercapainya keseimbangan populasi, produksi dan daya dukung lingkungan. Jabaran kegiatan sub program pengembangan agribisnis berbasis peternakan tahun 2001-2004 terangkum dalam Lampiran Tabel 4. Sub Program Pengembangan SDM dan Kelembagaan Usaha Agribisnis Keberhasilan pembangunan agribisnis yang berdaya saing sangat ditentukan oleh kemampuan sumberdaya manusia (SDM) agribisnis. SDM agribisnis tersebut mencakup SDM pelaku agribisnis yang bekerja pada sub agribisnis hulu, sub agribisnis on-farm, sub agribisnis hilir, SDM agribisnis pendukung seperti aparat pemerintah (birokrat), SDM perbankan dan penyedia jasa bagi agribisnis. Tiga sasaran penting pengembangan SDM agribisnis, yaitu : (1) pengembangan kemampuan penguasaan teknologi agribisnis, (2) pengembangan
Program Pembangunan Pertanian 2001 - 2004
7
kewirausahaan (enterpreneurship) sehingga menjadi pelaku agribisnis yang handal/tangguh, dan (3) pengembangan kemampuan teamwork. Karakteristik khusus yang dimiliki oleh agribisnis yaitu ketergantungan yang kuat antar subsistem, antar unit-unit kegiatan dalam satu subsistem, karakteristik produk yang merupakan produk biologis menuntut pengelolaan dan teamwork agribisnis yang harmonis. Dari sisi pengelolaan dan teamwork tersebut, pengembangan agribisnis selama ini belum terpola, pembinaannya tersekat-sekat dan struktur agribisnisnya bersifat dispersial. Struktur agribisnis dispersial dicirikan oleh tidak adanya hubungan organisasi fungsional diantara setiap tingkatan dan jaringan agribisnis hanya diikat dan dikoordinir oleh mekanisme pasar (harga). Dengan struktur demikian maka pelaku agribisnis cenderung memikirkan kepentingan/keuntungan sendiri dan eksploitatif. Pelaku agribisnis hilir (industri pengolahan, pedagang dan eksportir) cenderung lebih kuat dan mengarah menjadi kartel melalui pembentukan asosiasi dan bersifat monopsonistik ataupun monopolistik, serta mengeksploitasi pelaku agribisnis hulu (petani) yang cenderung berada pada posisi yang lebih lemah akibat keterbatasan kemampuan petani dan keterbatasan untuk akses terhadap sumberdaya dan layanan agribisnis. Struktur agribisnis yang dualistik demikian memunculkan masalah transmisi harga, informasi pasar, IPTEK dan modal. Transmisi harga yang tidak simetris, dimana pada saat harga turun secara cepat ditransmisikan secara sempurna kepada petani sementara pada saat harga naik transmisi harga berjalan lambat dan tidak sempurna. Sementara informasi pasar, modal dan IPTEK ditahan dan bahkan dijadikan sebagai alat untuk mengeksploitasi petani produsen. Struktur agrbisnis yang diperlukan dan dikembangkan adalah struktur agribisnis industrial yang memungkinkan terjadinya hubungan fungsional yang saling menguntungkan diantara pelaku agribisnis dan tercipta hubungan sinergis dalam kesatuan tindak. Agribisnis industrial merupakan proses konsolidasi usahatani disertai dengan koordinasi vertikal diantara seluruh tahapan vertikal agribisnis. Kegiatan yang diperlukan dalam membangun struktur agribisnis industrial tersebut antara lain : (1) pengembangan kemampuan SDM pelaku agribisnis terutama petani dalam kewirausahaan agribisnis, (2) revitalisasi sistem penyuluhan dan pembinaan agribisnis, dan (3) pengembangan kelembagaan usaha seperti organisasi petani, kemitraan, koperasi pertanian dan kelompok usaha lain. Sasaran yang ingin dicapai adalah : (1) meningkatnya kemampuan kewirausahaan SDM di bidang agribisnis dan (2) berkembangnya usaha dan kemitraan agribisnis di semua tingkatan. Jabaran kegiatan sub program pengembangan SDM dan kelembagaan usaha agribisnis tahun 2001-2004 terangkum dalam Lampiran Tabel 5.
Analisis Kebijakan Pertanian Volume 1 No. 2, Juni 2003 :
8
Sub Program Pengembangan Kelembagaan Pelayanan Penunjang Agribisnis Pengembangan agribisnis memerlukan dukungan lembaga pelayanan penunjang agribisnis seperti lembaga keuangan, lembaga penyedia sarana pertanian, lembaga penyedia jasa alsintan, informasi pasar, kelembagaan pemasaran dan lainnya. Ketersediaan skim-skim perkreditan sesuai dengan tahapan perkembangan agribisnis, ketersediaan sarana produksi pertanian (bibit, pupuk, obat) tepat jenis, tepat waktu dan tepat lokasi, jasa alsintan, ketersediaan sarana pemasaran, informasi pasar dan infrastruktur pendukung merupakan faktor penting yang menunjang keberhasilan pembangunan agribisnis. Ketersediaan dan kebijakan penyediaan sarana penunjang tersebut sebagian besar berada di luar wewenang departemen pertanian dengan demikian diperlukan koordinasi kebijakan dengan sektor terkait. Kegiatan yang diperlukan dalam penyediaan sarana penunjang tersebut antara lain : (1) mengembangkan lembaga koordinasi kebijakan pelayanan pendukung agrbisnis, dan (2) pengembangan kelembagaan pelayanan pendukung tersebut pada setiap sentra agrbisnis. Sasaran yang ingin meningkatnya kuantitas dan kualitas layanan pendukung agribisnis. Jabaran kegiatan sub program pengembangan kelembagaan pelayanan penunjang agribisnis tahun 2001-2004 terangkum dalam Lampiran Tabel 6. Sub Program Pengembangan Agribisnis Berwawasan Lingkungan (Eco-Agribusiness) Perhatian terhadap lingkungan akan menjadi aspek penting dalam pembangunan agribisnis. Hal ini terkait dengan kelanjutan usaha agribisnis, produktivitas sumberdaya, mutu hasil, dan pemasaran. Untuk mewujudkan hal tersebut, diperlukan serangkaian kegiatan yang saling mendukung satu dengan lainnya, yakni: (1) pengembangan pola-pola usahatani terpadu diantara komoditas tanaman pangan, hortikultura, peternakan dan perkebunan; (2) pengembangan pengelolaan limbah dan pengendalian bahan kimia kegiatan agribisnis; (3) pengembangan teknologi pencegahan dan pengendalian kerusakan, dan pencemaran lingkungan usaha agribisnis; (4) pengembangan manajemen mutu lingkungan; (5) peningkatan peran masyarakat dalam pengelolaan lingkungan; dan (6) pengembangan sistem informasi lingkungan. Sasaran yang ingin dicapai adalah : (1) berkembangnya pola-pola usahatani terpadu berwawasan lingkungan; (2) berkembangnya model usaha agribisnis berwawasan lingkungan; (3) meningkatnya produksi, mutu produk pertanian berwawasan lingkungan; dan (4) perbaikan mutu dan lingkungan usaha pertanian.
Program Pembangunan Pertanian 2001 - 2004
9
Jabaran kegiatan sub program pengembangan usaha agribisnis berwawasan lingkungan tahun 2001-2004 terangkum dalam Lampiran Tabel 7. Sub Program Pengembangan Teknologi Strategis dan Wilayah Keberhasilan pengembangan sistem dan usaha agribisnis yang dihela oleh innovation driven sangat ditentukan oleh kemampuan dalam penyediaan dan penerapan IPTEK. Untuk itu kegiatan penelitian untuk menghasilkan komponen teknologi strategis dan teknologi terobosan dalam menunjang pengembangan agribisnis dan ketahanan pangan merupakan suatu keharusan. Terobosan inovasi teknologi baru strategis dan wilayah dilakukan melalui program penelitian: (1) penelitian pengelolaan sumberdaya alam yang meliputi sumberdaya lahan, air, iklim dan hayati; (2) penelitian perbaikan potensi komoditas termasuk pengembangan teknologi pasca panen dan diversifikasi produk; (3) pengembangan bioteknologi yang mencakup kegiatan penelitian rekayasa genetik, biologi molekuler, teknologi diagnostik, serta penelitian mikrobiologi dan mikroproses, (4) penelitian sosial ekonomi dan kebijakan pertanian; (5) pengembangan teknologi spesifik lokasi; (6) penyebaran teknologi hasil penelitian; dan (7) pengembangan kelembagaan teknologi. Sasaran yang ingin dicapai adalah : (1) meningkatnya hasil penelitian terobosan teknologi yang dapat meningkatkan produktivitas, mutu dan efisiensi agribisnis; (2) meningkatnya rekayasa teknologi dalam rangka optimalisasi sumberdaya pertanian; dan (3) meningkatnya paket dan penerapan teknologi spesifik lokasi. Jabaran kegiatan sub program pengembangan teknologi strategis dan wilayah tahun 2001-2004 terangkum dalam Lampiran Tabel 8. Sub Program Pendayagunaan dan Perlindungan Sumberdaya Hayati Indonesia mempunyai keragaman sumberdaya hayati dan kekayaan alami yang besar yang mencakup plasma nutfah tanaman pangan, hortikultura, tanaman industri, perkebunan, peternakan dan perikanan. Keanekaragaman hayati yang melimpah tersebut masih bersifat semu karena baru berupa poetnsi, sedangkan kemampuan untuk menggali, memanfaatkan dan mengembangkan berdasarkan teknologi mutakhir masih belum optimal. Variasi genetik yang besar dengan keunikan dan tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi merupakan modal dasar untuk meningkatkan daya saing produk pertanian. Melalui rekayasa teknologi, potensi plasma nutfah dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan penyediaan pangan, sandang, papan, bahan farmasi, kecantikan dan produk biokimia yang hampir tak terbatas ragamnya. Pada bagian lain, dengan semakin terbukanya lalu lintas barang sebagai konsekuensi dari meningkatnya norma globalisasi, akan sangat dimungkinkan masuknya hama dan penyakit dari luar yang dapat mengancam potensi Analisis Kebijakan Pertanian Volume 1 No. 2, Juni 2003 :
10
sumberdaya hayati dan usaha agribisnis di dalam negeri. Masuknya hama dan penyakit tersebut akan berdampak besar secara ekonomi dan sosial, karena disamping merusak sumberdaya hayati, menghambat pengembangan produksi dan industri pertanian juga akan merusak citra pertanian Indonesia secara luas yang berdampak dalam perdagangan internasional. Beberapa penyakit eksotis hewan yang telah terjangkit di dunia dan perlu kewaspadaan untuk masuk di Indonesia antara lain Bovine Spongiform Encephalopathy (BSE) yang berjangkit di Eripa, Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) yang berjangkit di Eropa, Afrika, Amerika Latin dan beberapa negara Asia. Penyakit Nipah di Malaysia, penyakit Hendra di Australia, Flu Burung di Hongkong dan Japanese Encephalitis. Pada komoditas hortikultura, hama lalat buah (fruit flies) antara lain Med Fly (Ceratitits capilata) merupakan hama yang sangat berbahaya karena dapat menimbulkan kerusakan yang besar. Hama Med Fly (Ceratitis capilata) ini dijumpai antara lain di Argentina, Amerika, Australia dan Selandia Baru. Pada komoditas perkebunan beberapa hama penyakit juga harus dicegah masuk antara lain penyakit Hawar Daun Amerika Selatan (South American Leat Blight atau SALB) pada tanaman karet, hama Helopeltis pada jambu mete dan kakao, hama A. Vestitut pada kapas. Untuk mendukung program proteksi sumberdaya hayati dibutuhkan penelitian pengendalian jasad pengganggu, pengembangan sarana seperti laboratorium penguji, pengembangan sumberdaya manusia pelaksana, pengembangan peraturan/perundangan pendukung, serta pengembangan kegiatan konservasi, identifikasi dan karakterisasi sumberdaya hayati (plasma nutfah). Sasaran yang ingin dicapai adalah : (1) peningkatan identifikasi dan pemanfaatan plasma nutfah pertanian; (2) perlindungan plasma nutfah pertanian; dan (3) pencegahan masuknya hama dan penyakit dari luar yang mengancam sumberdaya hayati dan usaha agribisnis dalam negeri. Jabaran kegiatan sub program pendayagunaan dan perlindungan sumberdaya hayati tahun 2001-2004 terangkum dalam Lampiran Tabel 9. Pengembangan Sistem Informasi dan Jaringan Kerja Agrbisnis Pengembangan Sistem Informasi Agribisnis memerlukan dukungan data yang akurat, sistem informasi, dan layanan data dan informasi agribisnis yang baik. Dengan sistem informasi yang baik akan dapat dilakukan pemantauan dan penyebarluasan informasi agribisnis secara cepat, akurat dan murah. Pengembangan sistem informasi juga diperlukan dalam membangun kegiatan koordinasi dan sinkronisasi kebijakan, program dan kegiatan pembangunan pertanian baik internal Departemen Pertanian, antara pusat dengan daerah, antar daerah dan lintas sektoral termasuk swasta. Pada era otonomi daerah
Program Pembangunan Pertanian 2001 - 2004
11
kegiatan koordinasi dan sinkronisasi merupakan aspek penting, untuk itu kegiatan koordinasi dan sinkronisasi harus terus dilakukan antar waktu. Sasaran yang ingin dicapai adalah : (1) tersedianya data dan informasi agribisnis yang akurat; (2) terbangunnya sistem informasi agribisnis yang cepat dan akurat; (3) terbangunnya jaringan kerja setiap pelaku agribisnis; dan (4) terbangunnya sistem koordinasi dan sinkronisasi dalam pembangunan agribisnis baik internal Departemen Pertanian, antara Departemen Pertanian dengan institusi lain terkait dan swasta, antara Pusat dengan Daerah, dan antar Daerah. Jabaran kegiatan sub program pengembangan sistem informasi dan jaringan kerja agribisnis tahun 2001-2004 terangkum dalam Lampiran Tabel 10. Program Peningkatan Ketahanan Pangan Ketahanan pangan diartikan sebagai terpenuhinya pangan dengan ketersediaan yang cukup, tersedia setiap saat di semua daerah mudah diperoleh rumah tangga, aman dikonsumsi dan harga yang terjangkau. Ketahanan pangan rumah tangga berkaitan dengan kemampuan rumah tangga untuk dapat akses terhadap pangan di pasar. Ketahanan pangan rumah tangga dipengaruhi oleh kemampuan daya beli, dan kemampuan daya beli rumah tangga ditentukan oleh tingkat pendapatan. Dengan demikian maka peningkatan pendapatan rumah tangga merupakan faktor kunci dari peningkatan ketahanan pangan rumah tangga. Dengan tujuan kepada peningkatan pendapatan, maka pembangunan pertanian harus didasarkan kaidah bisnis, dalam rangka mendayagunakan keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif. Dengan demikian melalui pembangunan agribisnis yang kokoh akan pula terbangun ketahanan pangan yang handal. Atau dengan kata lain program ketahanan pangan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan agribisnis komoditi pangan. Namun demikian, pada kondisi dimana pembangunan agribisnis belum berjalan seperti yang diharapkan seperti pada masa krisis dan pemulihan krisis saat ini, maka untuk pencapaian ketahanan pangan diperlukan upaya-upaya khusus. Dalam kaitan itu maka dalam tahun 2001-2004 peningkatan ketahanan pangan merupakan salah satu program pembangunan pertanian. Program Peningkatan Ketahanan Pangan dimaksudkan untuk mengoperasionalkan pembangunan dalam rangka mengembangkan sistem ketahanan pangan baik di tingkat nasional maupun di tingkat masyarakat. Pangan dalam arti luas mencakup pangan yang berasal dari tanaman, ternak dan ikan untuk memenuhi kebutuhan atas karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral serta turunannya yang bermanfaat bagi pertumbuhan kesehatan. Tujuan dari program ini adalah : (1) menciptakan iklim yang kondusif bagi berfungsinya sub sistem ketersediaan, distribusi, dan konsumsi; (2) meningkatkan ketersediaan pangan dalam jumlah, mutu, dan keragaman; (3) mengembangkan sistem distribusi dengan tingkat harga yang terjangkau; (4) Analisis Kebijakan Pertanian Volume 1 No. 2, Juni 2003 :
12
meningkatkan penganekaragaman hasil pangan olahan; (5) meningkatkan pemberdayaan masyarakat dalam mewujudkan ketahanan pangan; dan (6) meningkatkan kewaspadaan pangan masyarakat. Sasaran yang ingin dicapai adalah : (1) dicapainya tingkat ketersediaan pangan tingkat nasional dan masyarakat yang cukup; (2) berkembangnya kemitraan usaha para pelaku agribisnis untuk meningkatkan ketahanan pangan; (3) meningkatnya keanekaragaman konsumsi dan menurunnya ketergantungan pada pangan pokok beras; dan (4) menurunnya tingkat kerawanan pangan masyarakat. Isu terkait dengan sistem ketahanan pangan adalah sistem ketersediaan pangan, sistem distribusi pangan, pengembangan konsumsi pangan, kebijakan harga dan perdagangan, pengembangan sistem kewaspadaan pangan, ketersediaan infrastruktur pendukung di pedesaan dan transportasi. Kegiatan operasional program peningkatan ketahanan pangan terangkum dalam tiga subprogram berikut. Sub Program Peningkatan Ketersediaan dan Distribusi Pangan Sistem ketahanan pangan dikatakan mantap apabila mampu memberikan jaminan bahwa semua penduduk setiap saat dapat memperoleh makanan yang cukup sesuai dengan norma gizi untuk kehidupan yang sehat, tumbuh dan produtkif. Ketahanan pangan ditentukan oleh tiga indikator utama yaitu : (1) ketersediaan pangan; (2) jangkauan pangan; dan (3) kehandalan dari aspek ketersediaan dan aspek jangkauan tersebut antar wilayah dan antar waktu. Ketersediaan pangan merupakan syarat keharusan untuk menciptakan ketahanan pangan. Namun demikian tanpa diikuti oleh sistem distribusi yang baik, maka ketersediaan pangan nasional yang cukup belum tentu dapat menjamin ketahanan pangan rumah tangga, regional dan nasional. Dalam kaitan itu maka kebijakan penyediaan pangan harus meliputi bidang pengadaan pangan dan distribusi pangan secara terpadu dan harmonis. Kebijakan pengadaan pangan bertujuan untuk menjamin kecukupan pasokan pangan, sedangkan kebijakan distribusi pangan diarahkan untuk mengelola distribusi yang menjamin kecukupan pangan di tingkat lkal sehingga dapat dijangkau oleh setiap rumah tangga. Secara teoritis, pengadaan pangan dapat dipenuhi melalui produksi domestik dan impor, namun bagi Indonesia yang merupakan negara kepulauan dengan penduduk yang besar maka sedapat mungkin pemenuhan kebutuhan pangan diupayakan berasal dari produksi dalam negeri. Ketergantungan pangan terhadap impor akan menciptakan kerentanan ketahanan pangan nasional berkaitan dengan risiko dan ketidakpastian penyediaan pangan dunia dan pasar. Pengamanan produksi agar tidak tergantung kepada impor perlu terus diupayakan melalui peningkatan produksi beras dan bersumber pangan lain. Peningkatan ketersediaan pangan dilakukan melalui : (1) koordinasi kebijakan dalam penyediaan, distribusi dan konsumsi; (2) peningkatan Program Pembangunan Pertanian 2001 - 2004
13
kemampuan aparat sebagai unsur pelayanan dalam penciptaan ketahanan pangan terutama berkaitan dengan kemampuannya dalam perencanaan, pelaksanaan dan monitoring ketahanan pangan tingkat rumah tangga, wilayah dan nasional, dan (3) pembinaan masyarakat dalam diversifikasi pangan menunjang peningkatan ketahanan pangan. Sasaran yang ingin dicapai adalah : (1) terbangunnya sistem ketahanan pangan yang menjamin ketahanan pangan nasional, regional dan rumah tangga antar waktu; (2) meningkatnya tingkat diversifikasi pangan masyarakat dan menurunnya ketergantungan terhadap beras; dan (3) menurunnya tingkat kerawanan pangan dan gizi masyarakat. Jabaran kegiatan sub program peningkatan ketersediaan dan distribusi pangan tahun 2001-2004 terangkum dalam Lampiran Tabel 11. Sub Program Pengembangan Kelembagaan dan Pemberdayaan Masyarakat dalam Ketahanan Pangan Kelembagaan merupakan organisasi dan/atau suatu perangkat aturan yang mengatur atau mengikat dan dipatuhi oleh masyarakat kelembagaan tersebut terbangun karena kepentingan bersama diantara individu/kelompok di masyarakat dalam menjaga dan meningkatkan ketahanan pangan. Ketahanan pangan yang berkelanjutan sangat ditentukan oleh partisipasi masyarakat/stakeholder. Dalam membangun ketahanan pangan paling tidak tiga stakeholder yang berperan dan saling terkait, yaitu masyarakat yang meliputi kelembagaan petani itu sendiri, lembaga ekonomi atau swasta dan pemerintah. Pengembangan kelembagaan ketahanan pangan dilaksanakan melalui : (1) pengembangan lembaga ketahanan pangan yang ada di masyarakat; (2) penumbuhan kemandirian masyarakat dalam peningkatan ketahanan pangan; dan (3) fasilitasi berkembangnya kelembagaan bisnis dan kemitraan usaha di bidang pangan. Sasaran yang ingin dicapai adalah : (1) terbangunnya kelembagaan ketahanan pangan masyarakat; (2) meningkatnya kegiatan swadaya masyarakat dalam penanggulangan kerawanan pangan/penciptaan ketahanan pangan; dan (3) berkembangnya usaha bisnis dan kemitraan usaha bidang pangan. Jabaran kegiatan sub program pengembangan kelembagaan ketahanan pangan tahun 2001-2004 terangkum dalam Lampiran Tabel 12. Sub Program Stabilisasi Produksi dan Penanggulangan Kerawanan Pangan dan Gizi Pengembangan pangan diarahkan untuk memperbaiki konsumsi pangan penduduk dengan gizi yang seimbang dan aman serta terjangkau demi menciptakan ketahanan pangan yang merupakan bagian integral dalam Analisis Kebijakan Pertanian Volume 1 No. 2, Juni 2003 :
14
pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Kejadian bencana dalam bentuk bencana alam dan eksplosi organisme pengganggu tanaman/hewan dan penyakit seringkali menimbulkan kerawanan pangan di masyarakat. Perhatian lebih besar perlu diberikan dalam penanggulangan kerawanan pangan di daerah bencana tersebut. Pada bagian lain kerawanan pangan di masyarakat juga dapat terjadi akibat dari rendahnya daya beli (miskin), masalah dalam ketersediaan dan konflik di beberapa daerah. Dalam kaitan itu pula perhatian lebih besar perlu pula diberikan kepada daerah-daerah yang selama ini termasuk kategori daerah miskin, rawan pangan dan rawan gizi serta daerah pedesaan. Kewaspadaan pangan dapat diartikan sebagai kesiapan secara terus menerus untuk mengamati, menemu kenali dan merespon masalah kerawanan pangan dan gizi. Antisipasi dan penanggulangan dilakukan melalui : (1) pengembangan sistem deteksi dini dan peringatan dini (peramalan dan diseminasi informasi) terhadap bencana hama penyakit, kekeringan, banjir, bencana alam dan daerah perbatasan; (2) pengembangan sistem penanggulangan darurat kerawanan pangan. Sasaran yang ingin dicapai adalah menurunnya tingkat kerawanan pangan yang digambarkan dengan : (1) terbangunnya sistem deteksi dini kejadian kerawanan pangan dan gizi masyarakat; (2) berkurangnya tingkat kerawanan pangan dan gizi di masyarakat; dan (3) terbangunnya sistem penanggulangan secara cepat kejadian kerawanan pangan masyarakat. Jabaran kegiatan sub program stabilisasi produksi dan pengembangan kerawanan pangan dan gizi terangkum dalam Lampiran Tabel 13.
Program Pembangunan Pertanian 2001 - 2004
15