perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HUBUNGAN PEMAHAMAN SEJARAH MASA REVOLUSI FISIK DI KALIMANTAN SELATAN DAN PERSEPSI TERHADAP KEBERAGAMAN BUDAYA DI KALIMANTAN SELATAN DENGAN SIKAP NASIONALISME MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT BANJARMASIN
TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Pendidikan Sejarah
Oleh:
HERI SUSANTO NIM S861008013
PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012 commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
TESIS
HUBUNGAN PEMAHAMAN SEJARAH MASA REVOLUSI FISIK DI KALIMANTAN SELATAN DAN PERSEPSI TERHADAP KEBERAGAMAN BUDAYA DI KALIMANTAN SELATAN DENGAN SIKAP NASIONALISME MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT BANJARMASIN
Disusun Oleh: HERI SUSANTO NIM S861008013
Telah Disetujui oleh Tim Pembimbing Jabatan
Nama
Pembimbing I
Prof. Dr. Sri Yutmini
Tanda Tangan
Tanggal ………………….
…………………
Drs. Saiful Bachri, M.Pd Pembimbing II
NIP 195206031985031001
………………….
Mengetahui, Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah
Dr. Hermanu Joebagio, M.Pd. NIP 19560303 198603 1 001
commit to user
………………….
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HUBUNGAN PEMAHAMAN SEJARAH MASA REVOLUSI FISIK DI KALIMANTAN SELATAN DAN PERSEPSI TERHADAP KEBERAGAMAN BUDAYA DI KALIMANTAN SELATAN DENGAN SIKAP NASIONALISME MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT BANJARMASIN
Disusun Oleh: HERI SUSANTO NIM S861008013
Telah disetujui dan disahkan oleh tim penguji Pada tanggal 26 Januari 2012 Jabatan
Nama
Tanda Tangan
Ketua
: Dr. Hermanu Joebagio, M.Pd.
Sekretaris
: Dr. Warto, M.Hum.
…………………
………………… Anggota Penguji
1. Prof. Dr. Sri Yutmini, M.Pd.
2. Drs. Saiful Bachri, M.Pd
………………….
………………….
Mengetahui
Ketua Program Studi
Direktur PPs Uns
Pendidikan Sejarah
Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, M.S., Ph.D. NIP. 196107171986011001
Dr. Hermanu Joebagio, M.Pd. NIP 19560303 198603 1 001
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN
Yang bertanda tangan dibawah ini, Nama : Heri Susanto NIM
: S861008013
Menyatakan dengan sesungguhnya, bahwa tesis berjudul Hubungan Pemahaman Sejarah Masa Revolusi Fisik di Kalimantan Selatan dan Persepsi terhadap Keberagaman Budaya di Kalimantan Selatan dengan Sikap Nasionalisme Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin adalah betul-betul karya saya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam tesis tersebut diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh dari tesis tersebut.
Surakarta,
Januari 2012
Yang membuat pernyataan
Heri Susanto
KATA PENGANTAR
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wata’ala yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Dalam menyelesaikan tesis ini, peneliti banyak mendapat bantuan, bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini peneliti mengucapkan terima kasih kepada yang peneliti hormati: 1.
Prof. Dr. Raviek Karsidi, MS., Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah berkenan memberi kesempatan kepada penulis untuk menempuh studi di Program Pascasarjana UNS.
2.
Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, M.S., Ph.D., Direktur PPs UNS yang telah memberikan izin penyusunan tesis ini.
3.
Dr. Hermanu Joebagio, M.Pd. Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah Program Pascasarjana UNS.
4.
Prof. Dr. Sri Yutmini, M.Pd. Pembimbing I penyusunan tesis ini yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan sehingga tesis ini dapat terselesaikan.
5.
Drs. Saiful Bachri, M.Pd. Pembimbing II penyusunan tesis ini yang juga banyak memberikan saran dan masukan kepada penulis untuk kesempurnaan tesis ini.
6.
Dewan Penguji Tesis Program Studi Pendidikan Sejarah Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan saran, masukan, dan informasi yang bermanfaat untuk perbaikan penulisan tesis ini.
7.
Bapak Ibu Dosen Program Studi Pendidikan Sejarah Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan banyak pengetahuan selama penulis menjadi mahasiswa Program Studi Pendidikan Sejarah Pascasarjana UNS.
8.
Drs. M. Zaenal A. Anis, M.Hum. Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP Unlam Banjarmasin yang telah memberikan ijin untuk melakukan penelitian.
9.
Bapak dan Ibuku, sumber inspirasi dan semangatku dalam menjalani dan menyelesaikan studi ini.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
10. Teman-teman Program Studi Pendidikan Sejarah Program Pascasarjana UNS angkatan 2010, yang sangat banyak membantu dalam penulisan tesis ini.
Akhirnya penulis berdoa kepada Allah Subhanahu wata’ala, mudahmudahan segala bantuan dan amal baik yang telah diberikan kepada penulis menjadi amal soleh sehingga mendapatkan pahala dari Allah Subhanahu wata’ala dan semoga tesis ini bermanfaat bagi pembaca.
Surakarta, Januari 2012 Penulis
Heri Susanto
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTO
Sebuah bangsa mampu menjadi bangsa yang unggul apabila ia tidak kehilangan daya kreatifitas dan inovasi,
Sebuah bangsa akan menjadi bangsa yang kuat apabila ia dapat belajar dari masa lalunya,
Sebuah bangsa akan tetap menjadi dirinya apabila ia mampu mempertahankan budayanya
(HS)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
Untuk Ibuku dalam kedamaian istana sang Khalik, hidup dalam kalbuku semua cinta yang kau berikan, semua harap yang kau titipkan.
Untuk Bapakku selalu ingin kulihat senyummu, meski dalam layu senjamu, nyata tergambar kerasnya perjuanganmu.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ...................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN TIM PENGUJI .....................................
iii
PERNYATAAN ....................................................................................
iv
KATA PENGANTAR ...........................................................................
v
MOTO ...................................................................................................
vii
PERSEMBAHAN .................................................................................
viii
DAFTAR ISI .........................................................................................
ix
DAFTAR TABEL .................................................................................
xii
DAFTAR GAMBAR .............................................................................
xiii
DAFTAR LAMPIRAN .........................................................................
xiv
ABSTRAK .............................................................................................
xvi
ABSTRACT ..........................................................................................
xvii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................
1
A. Latar Belakang ........................................................................
1
B. Identifikasi Masalah ...............................................................
7
C. Pembatasan Masalah ...............................................................
7
D. Rumusan Masalah ...................................................................
8
E. Tujuan Penelitian ....................................................................
9
F. Manfaat Penelitian ...................................................................
9
BAB II KAJIAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR DAN HIPOTESIS ..
11
A. Kajian Teori ............................................................................
11
1. Pemahaman Sejarah Masa Revolusi Fisik ............................
11
2. Persepsi Terhadap Keberagaman Budaya ...........................
20
3. Sikap Nasionalisme ............................................................
29
B. Penelitian yang Relevan ..........................................................
39
C. Kerangka Berpikir ...................................................................
41
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
D. Hipotesis .................................................................................
43
BAB III METODE PENELITIAN ..........................................................
44
A. Tempat, Waktu Penelitian dan Variabel .................................
44
1. Tempat Penelitian ...............................................................
44
2. Waktu Penelitian ................................................................
44
3. Variabel dan Definisi Operasional Variabel ........................
45
B. Jenis Penelitian .......................................................................
47
C. Populasi, Sampel dan Sampling ..............................................
48
1. Populasi Penelitian .............................................................
48
2. Sampel Penelitian ...............................................................
48
D. Teknik Pengumpulan Data ......................................................
49
E. Uji Coba Instrumen Penelitian ................................................
54
F. Teknik Analisis Data ...............................................................
57
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ..........................
61
A. Diskripsi Data .........................................................................
61
1. Data Pemahaman Sejarah Masa Revolusi Fisik di Kalimantan Selatan .............................................................
61
2. Data Persepsi terhadap Keberagaman Budaya di Kalimantan Selatan..............................................................
63
3. Data Sikap Nasionalisme ....................................................
65
B. Pengujian Prasarat Analisis .....................................................
67
1. Uji Normalitas ....................................................................
67
2. Uji Linearitas ......................................................................
68
3. Uji Independensi ................................................................
68
C. Pengujian Hipotesis ................................................................
69
D. Pembahasan Hasil Penelitian ...................................................
74
E. Keterbatasan Penelitian ...........................................................
84
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN .............................
85
A. Kesimpulan .............................................................................
85
B. Impikasi ..................................................................................
86
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
C. Saran .......................................................................................
89
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................
91
LAMPIRAN ...........................................................................................
96
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Halaman 1. Tabel Distribusi Frekuensi Skor Pemahaman Sejarah ..................
62
2. Tabel Distribusi Frekuensi Skor Persepsi terhadap Keberagaman Budaya ........................................................................................
64
3. Tabel Distribusi Frekuensi Skor Sikap Nasionalisme ...................
66
4. Tabel Rangkuman Analisis Vasian (Anova) .................................
70
5. Tabel Sumbangan Regresi X1 dan X2 dengan Y ...........................
71
6. Tabel Rangkuman Analisis Koefisien Regresi Ganda ..................
72
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Bagan Kerangka Pikir ..................................................................
42
2. Grafik Histogram Variabel X1 .....................................................
63
3. Grafik Histogram Variabel X2 .....................................................
65
4. Grafik Histogram Variabel Y .......................................................
66
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1. Kisi-kisi Instrumen Pemahaman Sejarah ......................................
96
2. Kisi-kisi Angket Persepsi terhadap Keberagaman Budaya ...........
97
3. Kisi-kisi Angket Sikap Nasionalisme ...........................................
98
4. Petunjuk Pengisian Intrumen .......................................................
99
5. Tes Pemahaman Sejarah Masa Revolusi Fisik ..............................
100
6. Angket Persepsi terhadap Keberagaman Budaya ..........................
110
7. Angket Sikap Nasionalisme .........................................................
114
8. Kunci Jawaban dan Pedoman Penskoran ......................................
118
9. Lembar Jawaban ..........................................................................
119
10. Data Hasil Uji Coba Soal Pemahaman Sejarah (X1) ....................
120
11. Data Hasil Uji Coba Angket Persepsi terhadap Keberagaman Budaya (X2) .................................................................................
121
12. Data Hasil Uji Coba Angket Sikap nasionalisme (Y) ...................
122
13. a. Analisis Tingkat Kesukaran Soal (X1) ......................................
123
b. Analisis Daya Beda (X1) ..........................................................
125
c. Rekap Analisis Butir (X1).........................................................
127
d. Hasil Uji Validitas Soal (X1) ....................................................
129
e. Hasil Uji Reliabilitas Soal (X1).................................................
133
14. a. Hasil Uji Validitas Angket variabel X2 ...................................
135
b. Hasil Uji Reliabilitas Angket variabel X2 ................................
139
15. a. Hasil Uji Validitas Angket variabel Y .....................................
141
b. Hasil Uji Reliabilitas Angket variabel Y .................................
145
16. Data Hasil Penelitian Variabel X1 ...............................................
147
17. Data Hasil Penelitian Variabel X2 ...............................................
152
18. Data Hasil Penelitian Variabel Y .................................................
157
19. Data Induk Penelitian ..................................................................
162
20. Statistik Diskriptif Penelitian .......................................................
166
21. Uji Normalitas .............................................................................
167
22. Uji Linearitas ...............................................................................
168
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
23. Uji Independensi ..........................................................................
170
24. Analisis Korelasi X1 dengan Y ....................................................
171
25. Analisis Korelasi X2 dengan Y ....................................................
176
26. Hasil Uji Regresi Ganda ..............................................................
181
27. Sumbangan Relatif dan Sumbangan Efektif .................................
182
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK
Heri Susanto, (S861008013). 2012. Hubungan Pemahaman Sejarah Masa Revolusi Fisik di Kalimantan Selatan dan Persepsi terhadap Keberagaman Budaya di Kalimantan Selatan dengan Sikap Nasionalisme Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin. Tesis. Surakarta: Program Studi Pendidikan Sejarah, Program Pasca Sarjana, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui 1) Ada tidaknya hubungan pemahaman sejarah masa revolusi fisik di Kalimantan Selatan dengan sikap Nasionalisme, 2) Ada tidaknya hubungan persepsi terhadap keberagaman budaya di Kalimantan Selatan dengan sikap Nasionalisme, 3) Ada tidaknya hubungan pemahaman sejarah masa revolusi fisik di Kalimantan Selatan dan persepsi terhadap keberagaman budaya di Kalimantan Selatan dengan sikap Nasionalisme Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP Unlam Banjarmasin. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif korelasional untuk memecahkan masalah. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP Unlam Banjarmasin yang berjumlah 290 mahasiswa. Sampel dalam penelitian ini diambil dengan proportional probability sampling sebanyak 158 mahasiswa. Teknik pengumpulan data menggunakan tes untuk variabel pemahaman sejarah, untuk variabel persepsi terhadap keberagaman budaya dan sikap nasionalisme menggunakan angket. Teknik analisis data menggunakan teknik analisis korelasi product moment dan regresi linier ganda dengan uji prasyarat analisis yaitu uji normalitas, uji linearitas, dan uji independensi. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpukan: (1) Ada hubungan yang positif dan signifikan antara pemahaman sejarah masa revolusi fisik di Kalimantan Selatan dengan sikap Nasionalisme Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP Unlam Banjarmasin (rhitung > rtabel atau 0,984 > 0,159 pada taraf signifikansi 5 %), sehingga hipotesis yang dikemukakan teruji kebenarannya, (2) Ada hubungan yang positif dan signifikan antara persepsi terhadap keberagaman budaya di Kalimantan Selatan dengan sikap Nasionalisme Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP Unlam Banjarmasin (rhitung > rtabel atau 0,981 > 0,159 pada taraf signifikansi 5 %), sehingga hipotesis yang dikemukakan teruji kebenarannya, (3) Ada hubungan yang positif dan signifikan antara pemahaman sejarah masa revolusi fisik di Kalimantan Selatan dan persepsi terhadap keberagaman budaya di Kalimantan Selatan secara bersama-sama dengan sikap Nasionalisme Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP Unlam Banjarmasin (rhitung > rtabel atau 0,985 > 0,159 pada taraf signifikansi 5 %), sehingga hipotesis yang dikemukakan teruji kebenarannya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT Heri Susanto, (S861008013). 2012. The Correlation Between History of Physical Revolution Time in South Kalimantan Understanding and Multi Cultural in South Kalimantan Perception with the Nationalism Attitude on the Student in the Study Program of History Education of Teacher Education and Educational Science Lambung Mangkurat University in Banjarmasin. Thesis. Surakarta: The Study Program of History Education, Postgraduate Program, Sebelas Maret University, Surakarta. The aims of research are 1) Is there the correlation between history of physical revolution time in South Kalimantan understanding with nationalism attitude. 2) Is there the correlation between multi cultural in South Kalimantan perception with nationalism attitude. 3) Is there the correlation between history of physical revolution time in South Kalimantan understanding and multi cultural in South Kalimantan perception with the nationalism attitude on the Student in the Study Program of History Education of Teacher Education and Educational Science Lambung Mangkurat University in Banjarmasin. This research uses descriptive correlative method to solve the problems. The population of this research is all of the students of the Study Program of History Education of Teacher Education and Educational Science Lambung Mangkurat University in Banjarmasin that amount of them are 290 students. The sampling of this research took using proportional probability sampling are 158 students. The data collection technique use the test for the history understanding variable and the questionnaire for the multi cultural perception and nationalism attitude variable. The analyze data technique use correlative product moment technique and double linear regression with requirement analyze that is normality test, linearity test and independency test. Based on this research, we can conclude: (1) There is the positive and significant correlation between the history of physical revolution time in South Kalimantan understanding with nationalism attitude on the Student in the Study Program of History Education of Teacher Education and Educational Science Lambung Mangkurat University in Banjarmasin (raccount > rtable or 0,984 > 0,159 on 5 % significant, so the hypothesis are correct, (2) There is the positive and significant correlation between the multi cultural in South Kalimantan perception with nationalism attitude on the Student in the Study Program of History Education of Teacher Education and Educational Science Lambung Mangkurat University in Banjarmasin (raccount > rtable or 0,981 > 0,159 on 5 % significant, so the hypothesis are correct, (3) There is the positive and significant correlation between history of physical revolution time in South Kalimantan understanding and multi cultural in South Kalimantan perception similarly with nationalism attitude on the Student in the Study Program of History Education of Teacher Education and Educational Science Lambung Mangkurat University in Banjarmasin (raccount > r table or 0,985 > 0,159 on 5 % significant, so the hypothesis can be told correct.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Nasionalisme adalah satu paham yang menciptakan dan mempertahankan kedaulatan sebuah negara (nation) dengan mewujudkan satu konsep identitas bersama
untuk
sekelompok
manusia. Substansi Nasionalisme
Indonesia
mempunyai dua unsur: Pertama; kesadaran mengenai persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia yang terdiri atas banyak suku, etnik, dan agama. Kedua, kesadaran bersama bangsa Indonesia dalam menghapuskan segala bentuk penjajahan dan penindasan dari bumi Indonesia. Nasionalisme tiap bangsa di dunia tercipta melalui proses yang berbedabeda, sehingga pada saat Nasionalisme tersebut menampakaan wujudnya juga mempunyai bentuk dan ciri yang berbeda. Nasionalisme Indonesia terbentuk dengan cara yang unik, berbeda dengan Nasionalisme Eropa atau Nasionalisme bangsa lain di Asia yang kebanyakan terbentuk dari adanya persamaan ras, suku, nenek moyang, atau hal lain yang melahirkan nuansa monokultural. Nasionalisme Indonesia justru terlahir di tengah keberagaman ras, suku, nenek moyang dan nuansa multikultural, dijelaskan oleh Elson (2008:101) bahwa sifat nasionalisme Indonesia yang bertahan lama, yakni karena kemampuannya menggugah pengabdian kepada satu bangsa sambil menampung toleransi multikultural berikut kepentingan daerah dan suku.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Lombard (2008: 1) dalam tinjauannya menyebutkan; sungguh tak ada satu pun tempat di dunia ini – kecuali mungkin Asia Tengah – yang, seperti halnya Nusantara, menjadi tempat kehadiran hampir semua kebudayaan besar dunia, berdampingan atau lebur menjadi satu. Realita geografik, kultural dan etnikal, Nusantara ini dihuni oleh ratusan suku dengan budaya yang beragam serta kepercayaan dan agama yang berbeda-beda. Fakta ini mendorong para perintis kemerdekaan dalam era idealisasi perjuangan menganut paham bahwa bangsa adalah kelompok masyarakat yang memiliki latar belakang sejarah, nasib, tujuan dan citacita yang sama. Rumusan inilah yang menyatukan seluruh suku bangsa di Indonesia ini menjadi satu bangsa. Dan rumusan ini pulalah yang secara empiris berhasil mengantar bangsa Indonesia ke gerbang kemerdekaan (Soemitro, 1994:32). Berangkat dari asumsi tersebut selayaknya pula kalau sikap nasionalisme yang
harus ditunjukkan oleh warga
bangsa
adalah nasionalisme
yang
berlandaskan pada pemahaman sejarah perjuangan masyarakat di masing-masing daerah dan persepsi terhadap budaya daerah yang benar sebagai pembentuk identitas Indonesia secara utuh. Pemahaman kembali ketangguhan dan keuletan berbagai daerah berarti merajut lebih rapi lagi kesatuan dan persatuan bangsa. Komunitas bangsa yang terdiri atas kesatuan suku bangsa dan kesatuan etnis tidak tumbuh sendiri, terbentuk melalui proses sejarah yang panjang. Jati diri bangsa merupakan hasil terjadinya proses pematangan integrasi nasional(Taufik Abdullah, 1996:13). Dalam konteks ini, sejarah perjuangan rakyat daerah untuk lepas dari kolonialisme dan untuk menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan manifestasi dari sikap politik untuk berada dalam sebuah “nation” yang disebut Indonesia. Pemahaman yang baik terhadap sejarah perjuangan rakyat di daerah untuk lepas dari kolonialisme dan untuk menjadi NKRI selayaknya menjadi pondasi semangat nasionalisme masyarakat pada tiap daerah, dengan demikian nasionalisme yang diliki setiap warga negara merupakan nasionalisme yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
mempunyai pijakan yang kokoh sehingga tidak mudah luntur oleh berbagai tantangan yang muncul kemudian. Akan tetapi mempelajari sejarah seringkali belum dipahami sebagai upaya menumbuhkan sikap nasionalisme, terlebih sejarah daerah yang seringkali dianggap kurang unik dan kurang penting. Sehubungan dengan hal tersebut Bambang Purwanto (2006) mengemukakan, jika prinsip sejarah sebagai sesuatu yang unik diterapkan, maka dapat dikatakan bahwa semua sejarah sebenarnya adalah sejarah lokal. Sementara itu sejarah nasional tidak lain hanya merupakan representasi politis dari sejarah lokal dalam bingkai dimensi keruangan yang baru, ketika perkembangan nasionalisme berhasil menciptakan identitas baru dalam konteks negara bangsa. Sejarah nasional pada dasarnya adalah sekumpulan sejarah lokal dalam bingkai keruangan yang lebih luas lagi, dengan demikian memahami sejarah lokal sebagai upaya menumbuhkan sikap nasionalisme sama pentingnya dengan memahami sejarah nasional. Diantara bagian dari sejarah lokal yang penting untuk dikaji adalah sejarah perjuangan rakyat di daerah, misalnya saja sejarah perjuangan rakyat Banjar, dari sejarah ini kita dapat mempelajari bagaimana sikap anti kolonialisme dan imperialisme masyarakat Banjar yang menjadi napas perjuangan di Kalimantan Selatan dan sekaligus sejalan dengan proses penbentukan nasionalisme Indonesia yang berangkat dari alasan yang sama yaitu anti kolonialisme dan imperialisme. Disamping sejarah perjuangan rakyat daerah, yang tidak kalah pentingnya adalah
keberagaman
budaya
daerah,
seperti
dijelaskan
dimuka
bahwa
nasionalisme Indonesia terbentuk ditengah keberagaman budaya tiap daerah, sehingga tidak bisa dipungkiri bahwa budaya Indonesia pada hakikatnya
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
merupakan perwujudan dari budaya-budaya daerah itu sendiri. Persepsi yang benar terhadap keberagaman budaya akan mampu mengarahkan setiap masyarakat di daerah untuk memiliki identitas dan karakter yang kuat sebagai manusia Indonesia dalam bingkai multikulturalisme. Selain hal tersebut, perjalanan sejarah dari banyak negara besar membuktikan bahwa bangsa yang mampu berkembang menjadi bangsa pesaing di tingkat dunia adalah bangsa yang mempunyai identitas budaya yang kuat dan mampu mempertahankan keluhuran akar budaya mereka. Peran budaya pada era reformasi menghadapi tantangan berkaitan dengan fungsinya
sebagai
penyadaran
“sense
of
belonging
dan
nasionalisme”
(Wiriatmadja, 2002:viii). Nilai-nilai yang terkandung dalam budaya daerah diharapkan dapat membentuk karakter masyarakat tiap daerah menjadi lebih kuat dan maju dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia, bukan justru menjadi alat perpecahan diantara sesama warga bangsa. Untuk mewujudkan hal tersebut tentunya diperlukan upaya penyadaran yang sistematis melalui dunia pendidikan. Ditinjau dari segi pendidikan, pada hakekatnya pendidikan adalah proses pembudayaan secara terus-menerus dan sistematis yang akan membentuk kepribadian peserta didik menjadi manusia dewasa yang seutuhnya, dalam tataran ini pendidikan dan budaya adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Kebudayaan suatu masyarakat
akan mempengaruhi proses pembentukan
kepribadian seorang individu dalam pendidikan, dalam konsep ini pendidikan tidak hanya diidentifikasi sebagai kegiatan persekolahan, akan tetapi juga proses pembudayaan dalam keluarga dan masyarakat.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Berkaitan dengan hal tersebut, adalah sangat penting untuk menggali kembali nilai-nilai positif dari keberagaman dalam proses pendidikan sebagai metode penanaman nilai-nilai luhur tradisi yang akan membentuk karakter individu peserta didik. Setiap daerah memiliki sistem perekonomian, pengetahuan, religi, sosial, mata pencaharian, komunikasi, dan kesenian sebagai unsur budaya. Unsur-unsur tersebut sebagai bukti keberhasilan bangsa Indonesia di setiap daerah dalam memelihara alam, memanfaatkan alam, dan menyaring unsur-unsur luar yang masuk. Hal tersebut mengisyaratkan bahwa suatu bangsa akan mampu bertahan bukan hanya karena dapat bersikap adaptif terhadap perubahan yang terjadi akan tetapi juga karena bangsa tersebut memiliki karakter yang kuat. Dalam hal ini Kementerian Pendidikan Nasional mengembangkan grand design pendidikan karakter untuk setiap jalur,
jenjang, dan jenis satuan
pendidikan. Grand design menjadi rujukan konseptual dan operasional pengembangan, pelaksanaan, dan penilaian pada setiap jalur dan jenjang pendidikan. Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan sosial-kultural tersebut dikelompokan dalam: olah hati (Spiritual and emotional development), olah pikir (intellectual development), olah raga dan kinestetik (Physical and kinestetic development), dan olah rasa dan karsa (Affective and Creativity development). Pengembangan dan implementasi pendidikan karakter perlu dilakukan dengan mengacu pada grand design tersebut(Muhammad Nuh, 2010). Bertolak pada prinsip tersebut sudah selayaknya pendidikan harus dibangun dengan tidak mengesampingkan identitas masyarakat dalam suatu
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
daerah yang tercermin dalam sejarah dan budayanya. Revitalisasi dan reaktualisasi budaya lokal diperlukan dalam era globalisasi agar bangsa Indonesia memiliki “rasa hayat historis” (Soedjatmoko, 1992: 56) dan karakter bangsa yang kuat untuk terlibat aktif dalam globalisasi tanpa tergilas oleh unsur-unsur luar. Pendidikan yang berpijak pada budaya lokal dan bercermin pada sejarah akan mampu menghasilkan generasi yang memiki karakter yang kuat, menjadi suatu yang penting untuk menggali nilai-nilai sejarah dan budaya lokal guna menemukan akar solusi pemecahan berbagai masalah sosial dalam masyarakat dewasa ini. Pada kenyataannya tren pendidikan yang ada belumlah menempatkan sejarah dan budaya daerah sebagai suatu kompenen penting yang akan sangat menentukan bagaimana keberlanjutan bangsa Indonesia. Sejarah seringkali hanyalah dipahami sebagai rangkaian peristiwa masa lalu yang tidak ada relevansinya dengan masa depan dan budaya daerah menjadi budaya yang terpinggirkan ketika serbuan budaya asing begitu gencar. Menjadi penting kemudian untuk mencari tahu, seberapa besar kontribusi pemahaman sejarah dan keberagaman budaya terhadap sikap nasionalisme. Berdasarkan uraian di atas, penulis ingin mengetahui bagaimana korelasi antara pemahaman sejarah masa revolusi fisik di Kalimantan Selatan dan persepsi terhadap keberagaman budaya dengan sikap nasionalisme mahasiswa Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin.
B.
Identifikasi Masalah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah yang penulis kemukakan di atas, maka penulis mengidentifikasikan masalah sebagai berikut : 1.
Pemahaman sejarah masa revolusi fisik di Kalimantan Selatan berhubungan dengan sikap nasionalisme mahasiswa
2.
Persepsi terhadap keberagaman budaya di Kalimantan Selatan berhubungan dengan sikap nasionalisme mahasiswa
3.
Pemahaman sejarah masa revolusi fisik di Kalimantan Selatan dan persepsi terhadap keberagaman budaya di Kalimantan Selatan berhubungan dengan sikap nasionalisme mahasiswa
C. Pembatasan Masalah Pembatasan masalah dalam penelitian ini ditetapkan sebagai berikut: 1.
Penelitian ini dilakukan pada mahasiswa Program Studi Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin tahun akademik 2011/2012. Dengan demikian korelasi antar variabel yang ditunjukkan dalam penelitian ini adalah korelasi pada mahasiswa pendidikan sejarah FKIP Unlam tahun akademik 2011/2012, meskipun sangat memungkinkan apabila unsur-unsur pendukungnya tidak berubah maka hasil penelitian yang ada akan dapat digunakan untuk menggeneralisasi mahasiswa
pendidikan
sejarah
FKIP
Unlam
pada
umumnya. 2.
Variabel dalam penelitian ini terbagi menjadi tiga variabel yang terdiri dari variabel bebas pertama yaitu pemahaman sejarah masa revolusi fisik di Kalimantan Selatan dan variabel bebas kedua yaitu persepsi terhadap
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
keberagaman
digilib.uns.ac.id
budaya,
sedangkan
variabel
terikatnya
adalah
sikap
nasionalisme mahasiswa.
D. Rumusan Masalah Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut: 1. Apakah terdapat hubungan antara pemahaman sejarah masa revolusi fisik di Kalimantan Selatan dengan sikap nasionalisme mahasiswa Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP Unlam? 2. Apakah terdapat hubungan antara persepsi terhadap keberagaman budaya dengan sikap nasionalisme mahasiswa Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP Unlam? 3. Apakah terdapat hubungan antara pemahaman sejarah masa revolusi fisik di Kalimantan Selatan dengan persepsi terhadap keberagaman budaya dengan sikap nasionalisme mahasiswa Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP Unlam?
E. Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka secara umum tujuan penelitian ini untuk mendiskripsikan dan untuk mengetahui hubungan antara pemahaman sejarah masa revolusi fisik di Kalimantan Selatan dan
persepsi
terhadap keberagaman budaya di Kalimantan Selatan dengan sikap nasionalisme mahasiswa Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP Unlam.
commit to user
Tujuan
ini
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kemudian dijabarkan lagi menjadi tujuan khusus yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Untuk
mengetahui dan
menemukan
ada tidaknya hubungan antara
pemahaman sejarah masa revolusi fisik di Kalimantan Selatan dengan sikap nasionalisme mahasiswa Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP Unlam; 2. Untuk mengetahui dan menemukan ada tidaknya hubungan antara persepsi terhadap keberagaman budaya dengan sikap nasionalisme mahasiswa Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP Unlam; 3. Untuk
mengetahui dan
menemukan
ada tidaknya hubungan antara
pemahaman sejarah masa revolusi fisik di Kalimantan Selatan dan persepsi terhadap keberagaman budaya
dengan
sikap nasionalisme mahasiswa
Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP Unlam.
F. Manfaat Penelitian Dalam penelitian ini memiliki manfaat atau kegunaan secara teoritis maupun praktis. 1. Manfaat Teoritis Sebagai salah satu pilar pendidikan karakter sikap nasionalisme memegang peranan penting dalam pembentukan karakter bangsa. Jika ditemukan adanya hubungan yang signifikan antara variabel pemahaman sejarah masa Revolusi Fisik dan persepsi terhadap keberagaman budaya dengan sikap nasionalisme mahasiswa Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP Unlam,
nantinya
dapat
digunakan sebagai masukan bagi pengembangan konsep pendidikan karakter di kalangan mahasiswa program studi pendidikan sejarah.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2. Manfaat Praktis a.
Bagi dosen, hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan dalam mengkaji kembali dan memberi informasi untuk memperbaiki perkuliahan terutama pada mata kuliah Sejarah Lokal dan Sejarah Kebudayaan.
b.
Diharapkan temuan dalam penelitian ini dapat menjadi bahan informasi bagi program studi dan pihak-pihak terkait dalam bidang pendidikan untuk meningkatkan pemahaman mahasiswa tentang pentingnya memahami sejarah dan budaya daerah.
c.
Bagi peneliti maupun peneliti lain semoga dapat menjadi referensi bagi mereka yang menaruh minat terhadap penelitian yang berhubungan dengan sikap nasionalisme mahasiswa dengan meneliti variabel-variabel yang berpengaruh terhadap sikap nasionalisme mahasiswa.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS
A. Kajian teori 1.
Pemahaman Sejarah Masa Revolusi Fisik di Kalimantan Selatan
a.
Pemahaman Sejarah Pemahaman
merupakan proses yang dilalui seorang individu untuk
menjadikan suatu pengetahuan menjadi milik dirinya dan pada akhirnya akan mempengaruhi proses berfikir dan bertindak individu tersebut. Menurut Suharsimi Arikunto
(2003:17)
pemahaman
(comprehension)
mempunyai
arti
mempertahankan, membedakan, menduga (estimates), menerangkan, memperluas, menyimpulkan,
menggeneralisir,
memberikan
contoh,
menulis
kembali,
memperkirakan. Bloom(1956) memasukkan pemahaman dalam ranah kognitif, pemahaman menempati tingkat kedua setelah pengetahuan, ini berarti memahami lebih dari sekedar mengetahui, memahami lebih mendalam dari sekedar mengetahui. Dapat dikatakan bahwa pemahaman adalah gabungan antara mengetahui dan menghayati sesuatu yang menyebabkan seseorang mendapatkan pemahaman secara utuh. Winkel
(2004:274)
menjelaskan
bahwa
pemahaman
mencakup
kemampuan untuk menangkap makna dan arti dari bahan yang dipelajari. Hal ini berarti bahwa pemahaman melibatkan beberapa proses, yaitu proses mengetahui, menghayati pengetahuan tersebut, dan kemudian menangkap makna yang terkandung di dalamnya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Jika dihubungkan dengan pemahaman sejarah, berarti seseorang dapat memiliki pemahaman sejarah apabila sebelumnya telah mengetahui konsep sejarah, kemudian menghayati peristiwa sejarah tersebut, dan kemudian dari penghayatan tersebut akan mampu menangkap makna yang terkandung dalam peristiwa tersebut. Sejarah merupakan suatu proses perjuangan manusia dalam mencapai gambaran tentang segala aktivitasnya yang disusun secara ilmiah dengan memperhatikan urutan waktu, diberi tafsiran dan analisa kritis, sehingga mudah dimengerti dan dipahami. Sejarah dapat memberikan gambaran dan tindakan maupun perbuatan manusia dengan segala perubahannya. Perubahan inilah yang dikaji oleh sejarah. Lebih jauh lagi Taufik Abdullah & Abdurrachman Surjomihardjo(1985:27) menyebutkan bahwa sejarah bukan semata-mata suatu gambaran mangenai masa lampau, tetapi sebagai suatu cermin masa depan. Konsep sejarah dewasa ini semakin ilmiah dan komprehensif. Sejarah bukan sekedar rangkaian peristiwa atau untaian pasir, melainkan lingkaran peristiwa yang terentang pada benang-benang gagasan. Secara umum diyakini bahwa gagasan merupakan dasar semua tindakan dan berada di balik semua setiap kejadian sehingga perannya sangat penting. Gagasan telah menjadi pertimbangan dalam tindakan manusia dari abad ke abad. Gagasan merupakan kekuatan yang memotivasi manusia untuk mengambil tindakan. Sejarah mengkaji kekuatan di balik tindakan tersebut dan menghadirkan gambar tiga dimensi tentang manusia di masa lampau. Sesuai dengan konsep modern, sejarah tidak hanya berisi tentang sejarah raja dan ratu, pertempuran dan jenderal, tetapi juga tentang orang biasa – rumah dan pakaiannya, ladang dan pertaniannya, usaha yang terus menerus untuk melindungi rumah dan jiwanya dan untuk mendapatkan pemerintahan yang adil, aspirasinya, prestasi, kekecewaan, kekalahan dan kegagalannya (Kochhar 2008 : 10-11). Konsep sejarah tersebut menjelaskan bahwa sejarah adalah sebuah ilmu yang memiliki misi yang sangat besar untuk memperbaiki peradaban umat manusia, sejarah banyak memberikan pelajaran tentang konsep-konsep penting
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dalam menghadapi kehidupan yang akan datang. Sejarah juga mengajarkan kita bagaimana kita memahami manusia dalam konteks masa lalu untuk membuat sejumlah keputusan di masa yang akan datang. Hal tersebut menjelaskan bahwa sejarah tidaklah sesederhana hanya sekedar nama, peristiwa, waktu dan tempat kejadian. Sejarah harus dipandang sebagai upaya penyadaran individu dan masyarakat agar mampu menjadi warga Negara yang baik. Penjelasan sejarah mampu menjadi ukuran bertindak dalam kehidupan, seperti dijelaskan oleh Dilthey; life only takes on a measure of transparency in the light of historical reason(Sartono Kartodirdjo, 1959:60). Berbagai perubahan dan keberlanjutan yang disajikan dalam penjelasan sejarah akan memberikan gambaran tentang kehidupan dan menunjukkan nilai-nilai penting yang selayaknya menjadi ukuran dalam bertindak. Sejalan dengan hal tersebut diatas, selayaknya sejarah bukan hanya dipahami sebagai sebuah mata pelajaran(subject matter), akan tetapi lebih jauh dari itu. Sejarah adalah jalan untuk menuju pemahaman yang realistis terhadap keadaan masa sekarang, sebagai hasil mempelajari masa lalu yang akan menjadikan manusia menjadi lebih bijak dalam membuat keputusan-keputusan hidup. Dengan demikian pemahaman sejarah merupakan pemahaman tentang perubahan kehidupan manusia di masa lalu melalui gagasan-gagasannya yang mempunyai akibat terhadap kehidupan kita dimasa sekarang dan akan datang. Other qualities which should be develop in history education are historical knowledge and understanding. These qualities as much as important as those historical thinking and skills. It is adequate to say that there will be no other cognitive nor affective qualities can be developed and constitute students personalities when they have knowledge of historical fact and terms. In this perspective, student should be knowledgeable about historical facts, interpretation, analysis, reconstruction, historical accounts, criticism, bias, cause and effect, continuity and change, terms
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
related to historical events which are essential for the development of historical understanding, and subsequently is prerequisite for the development of historical thinking and skills. (Said Hamid Hasan, 2010: 4) Sejarah bukan saja berkisah tentang peristiwa tetapi juga mengulas persepsi dan pandangan masyarakat (Asvi Warman Adam, 2005: xii). Pemahaman sejarah perlu dimiliki setiap orang sejak dini agar mengetahui dan memahami makna dari peristiwa masa lampau sehingga dapat digunakan sebagai landasan sikap dalam menghadapi kenyataan pada masa sekarang serta menentukan masa yang akan datang. Artinya sejarah perlu dipelajari sejak dini oleh setiap individu baik secara formal maupun nonformal, Keterkaitan individu dengan masyarakat atau bangsanya memerlukan terbentuknya kesadaran pentingnya sejarah terhadap persoalan kehidupan bersama seperti: nasionalisme, persatuan, solidaritas dan integritas nasional. Terwujudnya cita-cita suatu masyarakat atau bangsa sangat ditentukan oleh generasi penerus yang mampu memahami sejarah masyarakat atau bangsanya. Dalam konteks ini, sejarah adalah cara dalam menanamkan konsepkonsep; nasionalisme, persatuan, solidaritas dan integritas sosial tersebut. Konsep tersebut dapat kita temukan dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia melawan kolonialisme dan imperialisme bangsa lain. Nasionalisme dalam tataran ini adalah ideologi perjuangan bangsa Indonesia dalam melawan kolonialisme dan imperialisme. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pemahaman sejarah adalah pemahaman terhadap ‘pengalaman holistik sebagai sistem peristiwa masa lalu’(Collingwood, 1985:186) dalam hubungannya dengan kehidupan manusia di
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
masa kini dan masa akan datang, yang di dalamnya terdapat nilai dan karakter perjuangan tiap bangsa. Menurut Frederick & Soeri Soeroto (2005) beberapa unsur pemikiran sejarah yang merupakan proses untuk memahami masa lampau yang pertama adalah pengertian waktu, sebagai pangkal pemikiran sejarah waktu dapat diuraikan sebagai sesuatu yang mutlak dalam sejarah. Unsur selanjutnya adalah kesadaran akan sifat dasar fakta, yaitu kerumitannya. Fakta harus dilihat dari berbagai sudut, sebanyak mungkin, serta diperlakukan dengan hati-hati sekali dan akhirnya harus diputuskan pada bagian atau dalam pengertian yang seperti apa yang paling mendekati kebenaran. Unsur ketiga ialah tekanan pada sebabmusabab, bukan saja kapan suatu kejadian itu terjadi, apa yang sesungguhnya telah terjadi dan bagaimana terjadinya, tetapi juga mengapa. Terakhir, meskipun sejarah unik akan tetapi jangkauan topiknya bisa sangat luas dalam artian bisa apa saja dalam segi kehidupan manusia. Pemahaman
sejarah
merupakan
kecenderungan
berfikir
yang
merefleksikan nilai-nilai positif dari peristiwa sejarah dalam kehidupan seharihari, sehingga kita menjadi lebih bijak dalam melihat dan memberikan respon terhadap berbagai masalah kehidupan. Pemahaman sejarah memberi petunjuk kepada kita untuk melihat serangkaian peristiwa masa lalu sebagai sistem tindakan masa lalu sesuai dengan jiwa jamannya, akan tetapi memiliki sekumpulan nilai edukatif terhadap kehidupan sekarang dan akan datang. Berfikir sejarah mengharuskan kita mempertemukan dua pandangan yang saling bertentangan: pertama, cara berfikir yang kita gunakan selama ini adalah warisan yang tidak dapat disingkirkan, dan, kedua, jika kita tidak berusaha menyingkirkan warisan itu, mau tidak mau kita harus menggunakan “presentisme" yang membuat buntu kita pikiran itu, yang melihat masa lalu dengan kacamata masa sekarang (Wineburg, 2006: 18).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Seseorang yang memiliki pemahaman sejarah tidak akan terjebak pada kecenderungan “presentism” tersebut, akan tetapi tidak juga menihilkan adanya sekumpulan konsep dan kausalitas sistemik sebagai pembentuk kehidupan masa sekarang dan arah bagi kehidupan pada masa yang akan datang.
b.
Masa Revolusi Fisik di Kalimantan Selatan Revolusi adalah sebuah kata yang pengertiannya kabur, dari berbagai kata
pada umumnya revolusi hanya digunakan sebagai sinonim dari perubahan, mungkin juga dengan pengertian perubahan dengan tiba-tiba atau perubahan hebat. Tetapi dalam konteks ini perhatian kita pusatkan pada suatu pergantian besar sekelompok manusia yang menjalankan kekuasaan dengan sekelompok lainnya. Selanjutnya ada implikasi yang lebih jauh, yaitu kalau penggantian golongan yang
satu oleh golongan yang
lain tak
dijalankan dengan
pemberontakan yang dahsyat, tentu dengan perebutan kekuasaan (Brinton, 1962). Revolusi merupakan perkataan yang tidak mempunyai arti yang tajam. Atau lebih tepat kalau dikatakan bahwa revolusi mempunyai banyak arti. Dari segi ilmu tatanegara dapat dikatakan bahwa revolusi ialah tindakan untuk mengganti Negara yang lama dengan Negara yang baru atau pemerintahan lama dengan pemerintahan baru dengan cara yang tidak konstitusional (Frederick & Soeri Soeroto, 2005: 79). Dapat kita telaah pendapat Onghokham (1985:5) bahwa tindakan revolusioner dalam revolusi Indonesia yang tidak disponsori oleh orang-orang militer resmi, tetapi dimulai oleh berbagai kelompok masyarakat yang masing-
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
masing mempunyai pimpinan, anak buah, senjata, dan kepentingan sendirisendiri. Agaknya, pendapat ini sangat relevan dengan revolusi fisik di Kalimantan Selatan 1945-1949. Dalam periode ini bangsa Indonesia, khususnya Kalimantan Selatan juga mengalami bentuk perlakuan ketidakadilan serta dalam kondisi yang merugikan dalam bentuk eksploitasi ekonomi, ketergantungan dan ketidakbebasan berpolitik, diskriminasi sosial dan rasial, fragmentasi sosial, superiority-compleks di pihak penjajah dan seterusnya. Di sini akan tercermin mentalitas yang sangat kuat untuk berubah… . Namun demikian patut kita pahami mentalitas seperti ini sebenarnya memiliki mata rantai historis dari tipologis masyarakat Kalimantan Selatan, seperti yang telah tergambar dalam Perang Banjar 1859-1905 (Suriansyah Ideham, 2003: 500). Sehubungan dengan ini Vovelle (1990) memberikan analisis bahwa revolusi hanyalah wujud atau baju baru pada struktur dan nilai lama. Perjuangan pada masa revolusi fisik pada hakekatnya merupakan reaktualisasi semangat kemerdekaan yang sebenarnya telah ada sejak lama, yakni sejak pertamakali masyarakat Banjar ingin melepaskan diri dominasi bangsa lain yang oleh pemimpin tradisional disebut sebagai bangsa kafir. Dalam bentuk yang lebih moderen dan lebih terorganisir, semangat ini dihidupkan kembali dan menjadi nyawa bagi perjuangan pada masa revolusi fisik. Rakyat Kalimantan Selatan mengalami pelbagai pelajaran yang sangat berharga, tentang sebuah etos perjuangan dan pengorbanan bagi tanah airnya. Betapa tidak. Revolusi fisik 1945-1949 ini menggambarkan performansi yang paling unik dari sebuah historis lokal. Mulai dari munculnya organisasi-organisasi perjuangan lokal yang dikombinasi pelbagai ekspedisi dari Jawa, hingga
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
terbentuknya ALRI Divisi IV Pertahanan Kalimantan Selatan. Di sini muncul tanda
pangkat
lokal,
aturan-aturan
lokal,
sampai
kepada
terbentuknya
Pemerintahan Gubernur Tentara ALRI Divisi IV Pertahanan Kalimantan dan lahirnya Proklamasi 17 Mei 1949. … tidaklah keliru kalau semuanya ini disebut “local genius”nya rakyat Kalimantan Selatan (Suriansyah Ideham dkk, 2003: 501). Dalam sejarah bangsa-bangsa kadang-kadang terjadi bahwa perang melahirkan revolusi dan bahwa pada gilirannya revolusi melahirkan perang. Itulah juga yang telah menjadi pengalaman kita (Frederick & Soeri Soeroto, 2005: 83). Pada lingkup lokal perjuangangan melawan kolonialisme dan Imperialisme yang dipimpin oleh kaum elit tradisional di Kalimantan Selatan telah ikut serta melahirkan negara Republik Indonesia, dan dalam perkembangan selanjutnya untuk mempertahankan negara tersebut perang kembali terjadi. Revolusi fisik yang terjadi di Kalimantan Selatan bukan hanya melibatkan kaum militer, akan tetapi dalam rangka menciptakan “power mentality” peran ulama sangat besar pengaruhnya. Hal ini terlihat dari mufakat para ulama yang menyatakan perjuangan melawan Belanda sifatnya adalah “jihad fi sabillah”. Selain itu, yang tidak kalah pentingnya adalah peran masyarakat desa yang turut membantu secara logistik bagi para pejuang. Nuansa kebersamaan inilah yang dikenal dengan konsep “gawi sabumi” dalam bahasa Banjar. Dengan demikian revolusi fisik di Kalimantan Selatan merupakan rangkaian bersatu-padunya elemen kekuatan masyarakat untuk mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa pemahaman sejarah masa revolusi fisik di Kalimantan Selatan merupakan kecenderungan berfikir yang merefleksikan nilai-nilai positif dari peristiwa revolusi fisik di Kalimantan Selatan,
yang
didalamnya
terdapat
nilai-nilai kebersamaan,
perjuangan,
patriotisme, persatuan dan pentingnya kekuatan mental dalam mewujudkan sebuah cita-cita. Indikator dari tercapainya sekumpulan nilai tersebut adalah; memperkirakan implikasi Proklamasi 17 Agustus 1945 terhadap perjuangan di Kalimantan Selatan, merumuskan bentuk partisipasi rakyat Kalimantan Selatan dalam perjuangan pada masa revolusi fisik, merumuskan bentuk-bentuk perjuangan pada masa Revolusi Fisik, memberikan contoh tentang kepekaan terhadap pentingnya
nilai-nilai juang dalam
mencapai cita-cita bangsa,
menunjukkan rasa menghargai hasil perjuangan pada masa revolusi fisik, dan menafsirkan konsep-konsep tindakan dalam perjuangan masa revolusi fisik tersebut.
2.
Persepsi terhadap Keberagaman Budaya di Kalimantan Selatan
a.
Persepsi Persepsi merupakan aspek psikologis yang akan sangat mempengaruhi
tindakan seseorang terhadap suatu hal. W.S. Winkel (2004:278) menjelaskan bahwa persepsi mencakup kemampuan untuk mengadakan diskriminasi yang tepat antara dua perangsang atau lebih, berdasarkan pembedaan antara ciri-ciri fisik yang khas pada masing-masing rangsangan. Adanya kemampuan ini dinyatakan dalam suatu reaksi yang menunjukkan kesadaran akan hadirnya rangsangan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
(stimulasi) dan perbedaan antara seluruh rangsangan yang ada. Reaksi yang muncul misalnya adanya stereotipe baik atau tidak terhadap objek yang dipersepsikan. Bimo Walgito(2003) menjelaskan, persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh penginderaan. Penginderaan adalah merupakan proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat penerima yaitu alat indera. Stimulus yang mengenai individu itu kemudian diorganisasikan, diiterpretasikan, sehingga individu menyadari tentang apa yang diinderanya itu. Selanjutnya Taylor, Peplau, dan Sears (2009) menjelaskan bahwa persepsi merupakan proses yang relatif rasional dalam mengambil informasi tentang sesuatu dan mengorganisasikannya berdasarkan prinsip-prinsip tertentu. Persepsi melalui interaksi-interaksi yang mencakup pemprosesan informasi secara heuristik. Penafsiran merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari persepsi, ini karena persepsi selalu dimulai dari proses pengindraan dan bermuara pada interpretasi/ penafsiran terhadap objek persepsi. Andrik Purwasito (2003: 172) menjelaskan; persepsi sebagai fokus kajian mendasarkan pada asumsi persepsi adalah inti komunikasi, sedangkan penafsiran merupakan inti persepsi. Dalam hubungannya dengan budaya, persepsi terhadap budaya merupakan upaya memperoleh informasi melalui interaksi-interaksi yang melibatkan komunikasi dan kontak dengan budaya yang dipersepsi dan selanjutnya melakukan pemprosesan informasi secara heuristik untuk memahami objek persepsi dan menginterpretasikannya sesuai prinsip-prinsip yang dipahami.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Apabila persepsi sosial merupakan proses yang digunakan seseorang untuk memahami orang lain, maka persepsi terhadap budaya merupakan proses seseorang untuk memahami budaya. Dalam proses ini terjadi atribusi yaitu upaya untuk memahami penyebab dibalik perilaku sosial budaya yang memegang peranan penting untuk memahami objek yang dipersepsi(Baron dan Byrne, 2004). Proses atribusi juga dapat mengalami bias, mengingat proses atribusi juga dipengaruhi oleh faktor emosional seseorang sehingga cenderung mudah berubah(Taylor, Peplau, dan Sears, 2009). Berdasarkan atas hal tersebut, dapat dikemukakan bahwa dalam persepsi itu sekalipun stimulusnya sama, tetapi karena pengalaman tidak sama, kemampuan berpikir tidak sama, kerangka acuan tidak sama, adanya kemungkinan hasil persepsi antara individu satu dengan individu yang lainnya tidak sama(Bimo Walgito, 2003). Dalam hal persepsi terhadap budaya, terkadang apabila persepsi tersebut melibatkan sekelompok orang maka dapat memunculkan konsensus palsu(Taylor, Peplau, dan Sears, 2009), yaitu adanya tendensi untuk melebih-lebihkan kelaziman dan upaya menggeneralisasi sesuatu objek yang dipersepsikan. Pandangan yang baik dari seseorang yang berpengaruh dalam kelompoknya seringkali akan diikuti pula oleh anggota kelompok lainnya, bisa pula terjadi satu orang yang dinilai baik maka orang lain dalam kelompok yang sama juga dianggap baik. Lingkungan atau situasi khususnya yang melatarbelakangi stimulus juga akan berpengaruh dalam persepsi, terlebih-lebih bila objek persepsi adalah manusia. Objek dan lingkungan yang melatarbelakangi objek merupakan kebulatan atau kesatuan yang sulit dipisahkan. Objek yang sama dengan situasi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sosial yang berbeda, dapat menghasilkan persepsi yang berbeda(Bimo Walgito, 2003). Bila dihubungkan dengan budaya, maka persepsi budaya merupakan kesadaran akan keberadaan budaya sebagai hasil dari mengambil informasi tentang budaya dan mengorganisasikannya berdasarkan prinsip-prinsip tertentu. Hasil pengorganisasian inilah yang nantinya akan melahirkan interpretasi terhadap budaya dan menjadi dasar tindakan bagi individu atau masyarakat tersebut. b.
Keberagaman Budaya di Kalimantan Selatan Kebudayaan merupakan keseluruhan sistem gagasan dan hasil karya yang
dapat dirasakan dengan belajar beserta hasil budi dan karya itu. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa kebudayaan sebagai keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial, yang digunakan untuk menginterpretasikan dan memahami lingkungan sosial yang dihadapi dan sehingga tercipta pola tindakan tertentu (Ruslie Mar’ie, 2005: 45). Menurut antropologi kebudayaan adalah “keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar”(Koentjaraningrat, 1980:193). Dalam pada itu Ralph Linton mengemukakan bahwa kebudayaan adalah konfigurasi dari tingkah laku yang unsur-unsur pembentuknya didukung dan diteruskan oleh anggota dari masyarakat tertentu. Sementara itu C. Kluckhohn dan W.H. Kelly merumuskan bahwa kebudayaan adalah pola untuk hidup yang tercipta dalam sejarah, yang eksplisit, implisit, rasional, irrasional dan non rasional, yang terdapat pada setiap waktu sebagai pedoman yang potensial bagi tingkah laku manusia(Harsojo, 1967).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
The term of culture is derived from Sanskrit and Malay, namely budhi and daya. Budhi refer to logical mind, while daya refers to words. Malay is the power of influence and strength. Accordingly, in brief it may refer to the power of thinking, soul and willingness to move the soul. … In brief, it is a way of life conducted by a group of people comprises social, politic, ekonomic, religion, belief, custom, attitude, and value (Ahmad Ali Seman, 2010: 39). Berangkat dari definisi tersebut bahwa kebudayaan tidak dapat dilepaskan dari kehidupan manusia, manusia membentuk kebudayaan dan dalam waktu bersamaan manusia juga dibentuk oleh kebudayaan yang melingkupinya. Bila dalam definisi Linton dikatakan bahwa kebudayaan didukung dan diteruskan oleh anggota masyarakat, maka kebudayaan adalah identitas suatu masyarakat dan dikembangkan oleh masyarakat itu sendiri. Sesuai dengan karakter masyarakat yang selalu dinamis untuk menjawab segala tantangan yang datang maka kebudayaan juga selalu mengalami reinterpretasi dan transformasi sehingga kebudayaan juga bukan sesuatu yang statis, akan tetapi sangat dinamis mengikuti gerak perubahan masyarakat pemiliknya. Adalah sebuah kenyataan mutlak bahwa Indonesia adalah negara dengan banyak budaya, keunikan ini selain kekayaan juga menjadi tantangan tersendiri terhadap identitas kebangsaan kita. Susahnya membentuk persepsi bersama terhadap identitas budaya bangsa adalah salah satu masalah pokok yang dihadapi negara dengan banyak budaya, fanatisme kesukuan dan persepsi stereotipe terhadap budaya lain adalah masalah lain yang juga sering muncul dalam pergaulan masyarakat dengan ciri plural yang kental seperti Indonesia. Pendekatan historis tentang masyarakat Indonesia – yang sebagian besar di antaranya menjadi unsur pembentuk bangsa Indonesia pada dewasa ini – dapat memberikan pemahaman logis mengenai keadaan plural dan heterogen masyarakat ini. Sejarah merekam bahwa wilayah Kepulauan Nusantara yang kini telah terwujud menjadi wilayah Negara Keasatuan Republik Indonesia telah kedatangan manusia – yang bukan saja berbeda
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dalam dimensi etnik tetapi juga ras – dari beberapa belahan dunia. Kelompok-kelompok manusia tersebut sudah tentu berperan besar dalam menegaskan bahwa Indonesia adalah negara yang plural dan heterogen dalam bidang kultur. (I Gde Semadi Astra, 2010: 253) Pluralisme mengarah pada apa yang disebut kesadaran akan adanya pihak lain dan perbedaan baik dalam kehidupan nyata maupun kehidupan filosofis dengan representasinya (Siti Ruhaini Dzuhayatin, 2007: 412). Kesadaran ini bermula dari adanya persepsi positif terhadap keberagaman budaya. Di lain pihak, ketika pluralisme budaya dunia memberi peluang kepada masyarakat negara berkembang untuk “tampil beda”, maka seharusnya diartikan sebagai peluang untuk menggali kebudayaan “lokal” yang memang unik, yang khas, sekaligus dapat membantu pencapaian kepentingan nasional dalam percaturan politik internasional (Tulus Warsito & Wahyuni Kartikasari, 2007: 45). Bukanlah suatu kecelakaan jika negara Indonesia harus menampung kebangsaan yang bercorak multikultural. Keragaman tidak selalu berakhir dengan pertikaian asal tersedia sistem pengelolaan negara yang kongruen dengan pluralitas kebangsaan. Kita juga tidak perlu terobsesi dengan penyeragaman, karena kesatuan bukanlah ukuran kedamaian dan kesejahteraan (Yudi Latif, 2011: 364). Sistem pengelolaan negara yang kongruen dengan pluralitas kebangsaan adalah
pengelolaan
negara
yang
ramah
terhadap
keberagaman,
yang
menempatkan keberagaman sebagai pondasi dalam membangun “nations state”. Negara mempunyai peran yang sangat besar dalam upaya membentuk “moral precepts” bagi warganya, yaitu persepsi positif terhadap keberagaman budaya bangsa. Ajaran moral inilah yang nantinya akan melahirkan kesadaran budaya yang utuh sebagai sebuah bangsa dengan ciri pluralitas yang kental. Bagaimana persepsi terhadap budaya dibentuk, setidaknya ajaran moral yang ditanamkan sebagai suatu sistem ideologi oleh negara akan turut mewarnainya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Persepsi terhadap budaya yang bermuara pada kesadaran budaya tersebut dimulai dari; pertama, pengetahuan akan adanya berbagai kebudayaan suku bangsa
yang
masing-masing
mempunyai
jati diri
beserta
keunggulan-
keunggulannya; kedua, sikap terbuka untuk menghargai dan berusaha memahami kebudayaan suku-suku bangsa di luar suku bangsanya sendiri, dengan kata lain kesediaan untuk saling kenal; ketiga, pengetahuan akan adanya berbagai riwayat perkembangan budaya di berbagai tahap masa silam; dan keempat, pengertian bahwa di samping merawat dan mengembangkan unsur-unsur warisan budaya, kita sebagai bangsa Indonesia yang bersatu sedang mengembangkan sebuah kebudayaan baru, yaitu kebudayaan nasional (Edy Sedyawati, 2006). Keadaan yang beragam dalam berbagai hal itu – selain tidak dapat dihindari – memang tidak dapat dipungkiri juga memiliki dimensi positif dan negatif. Belakangan ini, kurang lebih menjelang akhir abad XX, berkembang pandangan multikulturalisme yang pada hakikatnya berupaya menjebatani keadaan plural dan heterogen itu agar terjadi pertautan arah yang pada akhirnya bermuara pada keberanian hidup bersatu dalam keberagaman, bukan disatukan dalam keseragaman. Menurut multikulturalisme, harus diterima adanya realitas empiris keanekaragaman, perbedaan, namun bersamaan dengan itu harus dikembangkan pula pandangan kesederajatan, toleransi, persamaan, penghargaan terhadap demokrasi, hak asasi, dan solidaritas. (Mulkhan dan Atmadja dalam I Gde Semadi Astra, 2010: 255) Pembentukan masyarakat multikultural Indonesia yang sehat tidak bisa secara taken for granted atau trial and error. Sebaliknya harus diupayakan secara sistematis, programatis, integrated dan berkesinambungan, dan bahkan perlu percepatan (akselarasi). Salah satu strategi penting dalam mengakselerasikannya adalah pendidikan multikultural yang diselenggarakan melalui seluruh lembaga pendidikan, baik formal maupun
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
non formal, dan bahkan informal dalam masyarakat luas (Azyumardi Azra, 2011:20). Secara sederhana upaya tersebut dapat dilakukan dengan memupuk persepsi positif terhadap keberagaman budaya. Hal ini menjadi penting karena inti masyarakat multikulturalisme adalah adanya kesediaan menerima dan menghargai budaya lain yang tercermin dalam persepsi terhadap keberagaman budaya. Masalah multikulturalisme bisa dijelaskan dengan fakta bahwa setiap warga negara, bukanlah individu-individu abstrak yang tercerabut dari akar sosialnya. Pengakuan terhadap hak-hak budaya kelompok etnis, terutama golongan minoritas, harus dibuka terlebih dahulu sebagai prakondisi menuju pembentukan individu warga negara yang bisa melampaui identitas etniknya/post etnic condition (Yudi Latif, 2011: 365). Persepsi terhadap budaya bangsa yang berciri multikulturalisme pada umumnya selalu berkaitan dengan anggapan bahwa “tiap budaya mempunyai tipe kepribadian dominan” (Kaplan & Manners, 2002: 184). Hal ini nampak misalnya ketika kita mempersepsikan bahwa bahwa seseorang dari suku bangsa tertentu cenderung memiliki ciri perilaku tertentu sesuai dengan ciri dominan masyarakat asalnya. Persepsi positif akan muncul manakala objek yang dipersepsi mempunyai kecenderungan untuk
sama
atau setidaknya
tidak
bertentangan dengan
pemahaman perseptor. Sebaliknya bila objek persepsi memiliki banyak perbedaan apalagi sangat bertentangan dengan nilai budaya yang dianut dan dipahami perseptor maka akan menimbulkan persepsi negatif. Jika persepsi positif akan mengarah pada integrasi maka persepsi negatif akan mengarah pada disintegrasi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia akan sangat mungkin sekali terjadi kesalahpahaman sebagai akibat dari beragamnya perbedaan yang ada, oleh karenanya untuk membentuk persepsi positif terhadap keberagaman perlu adanya pemahaman prinsif kebhinekaan sebagai roh dari integrasi kebangsaan Indonesia. Prinsif kebhinekaan dimaksud adalah penerimaan dan saling menghargai terhadap keberagaman bangsa yang mencakup keberagaman ras, suku, bahasa, budaya, sosial, ekonomi, politik dan religi. Lebih spesifik lagi pada lingkup kedaerahan, keberagaman juga sangat terasa. Keterbukaan akses geografis yang memudahkan terjadinya kontak budaya dan penyebaran penduduk telah menyebabkan nuansa keberagaman juga sangat terasa di berbagai daerah. Kalimantan Selatan adalah salah satu wilayah yang menjadi tempat bertemunya berbagai kebudayaan, seperti; Banjar, Dayak, Jawa, Cina, Arab, dan banyak budaya nusantara lainnya. Keadaan beragamnya unsur pembentuk budaya inilah yang menyebabkan munculnya ciri khas masyarakat sebagai pemilik budaya tersebut. Menurut tinjauan Kuntowijoyo (2006:xii), hal tersebut menjadi faktor yang menyababkan sistem budaya tidak pernah berhenti, namun selalu mengalami perubahan dan perkembangan baik karena dorongan dari dalam maupun dari luar, tidak terkecuali pada kebudayaan daerah tentunya. Keragaman, atau kebhinekaan atau multikulturalisme merupakan salah satu realitas utama yang dialami masyarakat dan kebudayaan di masa silam, lebih-lebih lagi pada masa kini dan di waktu-waktu mendatang. Multikulturalisme secara sederhana dapat dipahami sebagai pengakuan, bahwa sebuah negara atau masyarakat adalah beragam dan majemuk. Sebaliknya, tidak ada satu negarapun yang mengandung hanya kebudayaan nasional tunggal (Azyumardi Azra, 2011:21).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Dapat ditarik kesimpulan kemudian, bahwa multikultur adalah tempat pembelajaran masyarakat dari berbagai kultur yang berbeda-beda, melalui proses komunikasi, melahirkan tingkah laku sosial, menyepakati norma dan nilai bersama, membangun struktur kelembagaan. Multikultur adalah proses transaksi pengetahuan dan pengalaman yang digunakan oleh anggota masyarakat untuk menginterpretasi pandangan dunia mereka yang berbeda untuk menuju ke arah kebaruan kultur (Andrik Purwasito, 2003: 138). Dengan paradigma tersebut seharusnya dipahami bahwa keberagaman budaya yang terdapat pada tiap daerah adalah unsur yang memperkaya proses pembentukan identitas ke-Indonesiaan. Dengan demikian persepsi terhadap keberagaman budaya merupakan persepsi yang diarahkan pada kecenderungan untuk menerima, memahami dan menghargai keberagaman sebagai sebuah identitas kebangsaan Indonesia, dengan indikator; menyadari eksistensi budaya tiap suku bangsa sebagai bagian budaya bangsa Indonesia, kepekaan terhadap peran budaya dalam membentuk karakter masyarakatnya, menunjukkan rasa memiliki terhadap budaya bangsa, menafsirkan nilai-nilai positif keberagaman budaya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
3.
Sikap Nasionalisme
a.
Sikap Istilah sikap yang dalam bahasa Inggris disebut attitude pertamakali
digunakan oleh Herbert Spencer, yang menggunakan kata ini untuk menunjuk suatu status mental seseorang (Abu Ahmadi, 2007:148). Menurut Chava, Bagardus, La Pierre, Mead dan Gordon Allport yang dikutip oleh Saifuddin Azwar, bahwa sikap merupakan semacam kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
objek dengan cara-cara tertentu (Saifuddin Azwar, 2000:5). Kesiapan dimaksud merupakan kecenderungan potensial untuk bereaksi terhadap suatu keadaan sesuai dengan stimulus yang menghendaki respon tersebut. Respon hanya akan timbul apabila individu tersebut dihadapkan pada stimulus yang menghendaki timbulnya reaksi individu. Hal ini berarti bahwa sikap hanya akan nampak apabila terdapat sejumlah stimulus yang menyebabkan seorang individu dihadapkan pada suatu keadaan untuk memberikan suatu respon tertentu. Saifuddin Azwar (2000) menjelaskan beberapa faktor yang mempengaruhi sikap: 1) Pengalaman Pribadi Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman pribadi haruslah meninggalkan kesan yang kuat. Karena itu, sikap akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor emosional. 2) Pengaruh orang lain yang dianggap penting Pada umumnya, individu cenderung untuk memiliki sikap yang konformis atau searah dengan sikap orang yang dianggap penting. Kecenderungan ini antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting tersebut. 3) Pengaruh Kebudayaan Tanpa disadari kebudayaan telah menanamkan garis pengarah sikap kita terhadap berbagai masalah. Kebudayaan telah mewarnai sikap anggota
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
masyarakatnya, karena kebudayaanlah yang memberi corak pengalaman individuindividu masyarakat asuhannya. 4) Media Massa Dalam pemberitaan surat kabar mauoun radio atau media komunikasi lainnya, berita yang seharusnya faktual disampaikan secara obyekstif cenderung dipengaruhi oleh sikap penulisnya, akibatnya berpengaruh terhadap sikap konsumennya. 5) Lembaga Pendidikan dan Lembaga Agama Konsep moral dan ajaran dari lembaga pendidikan dan lembaga agama sangat menentukan sistem kepercayaan tidaklah mengherankan jika kalau pada gilirannya konsep tersebut mempengaruhi sikap. 6) Faktor Emosional Kadang kala, suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego. Dalam pergaulan hidup sehari-hari sikap akan sangat menentukan bagaimana penilaian seorang individu terhadap suatu hal, sikap merupakan pembentuk tingkah laku dan pandangan secara psikologis. Karena sikap-sikap dilihat sebagai menentukan dalam keseluruhan organisasi individu, beberapa konsekwensi sikap-sikap terhadap tingkah laku adalah tidak langsung, karena diperantarai oleh proses-proses psikologis lainnya(Newcomb, 1985:76), sikap seringkali depengaruhi juga oleh proses belajar, persepsi, dan kognisi seseorang. Sehingga wajar kiranya apabila kemudian suatu objek yang sama akan disikapi berbeda oleh seseorang atau sekelompok orang.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Psikologi sosial memandang sikap sebagai sesuatu yang penting bukan karena sikap itu sulit untuk diubah, akan tetapi juga karena sikap sangat mempengaruhi pemikiran sosial walaupun tidak selalu direfleksikan dalam tingkah laku(Baron dan Byrne, 2004). Biasanya seseorang tidak dapat mengukur sikap secara langsung, maka yang diukur adalah sikap yang nampak, dan sikap yang nampak adalah juga perilaku(Bimo Walgito, 2003:108). Pada lingkup yang lebih luas, yaitu lingkup kebangsaan sikap merupakan indikator tindakan yang mengarah pada tingkat kesadaran nasional dan nasionalisme kebangsaan. Hal ini erat kaitannya dengan sikap sebagai bentuk respon terhadap pemaknaan kondisi kebangsaan sesuai dengan kondisi nyata, dalam bingkai keindonesiaan sikap kebangsaan akan sangat dipengaruhi oleh pemahaman terhadap berbagai faktor, misalnya; nilai-nilai ideal dan realitas yang dipahami, harapan kondisi riil yang diharapkan dan kecenderungan dalam menanggapi keadaan-keadaan yang kontra idealis. b.
Nasionalisme Nasionalisme adalah satu paham yang menciptakan dan mempertahankan
kedaulatan sebuah negara (dalam bahasa Inggris "nation") dengan mewujudkan satu konsep identitas bersama untuk sekelompok manusia. Menurut Hans Kohn nasionalisme adalah suatu paham yang berpendapat bahwa kesetiaan tertinggi individu harus diserahkan kepada negara-kebangsaan(Kohn, 1961). Dalam hubungannya dengan kehidupan berbangsa, Anderson (2001:8) menjelaskan; bangsa adalah sesuatu yang terbayang karena para anggota bangsa terkecil sekalipun tidak bakal tahu dan takkan kenal sebagian besar anggota lain, tidak akan bertatap muka dengan mereka itu, bahkan mungkin tidak pula pernah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
mendengar tentang mereka. Namun toh di benak setiap orang yang menjadi anggota bangsa itu hidup sebuah bayangan tentang kebersamaan mereka. Bayangan tentang kebersamaan inilah yang kemudian mewujudkan semangat nasionalisme. Nasionalisme merupakan salah satu unsur dalam pembinaan
kebangsaan
atau
nation-building.
Dalam
proses
pembinaan
kebangsaan semua anggota masyarakat bangsa dibentuk agar berwawasan kebangsaan serta berpola tatalaku secara khas yang mencerminkan budaya maupun ideologi. Proses pembinaan kebangsaan memang unik bagi tiap bangsa. Bagi masyarakat bangsa yang plural akan tetapi homogen, seperti Amerika Serikat, konsep melting-pot dapat diterapkan. Namun bagi masyarakat Indonesia yang plural dan heterogen akan lebih mengedepankan wawasan kebangsaan yang unsur-unsurnya adalah rasa kebangsaan, faham kebangsaan, dan semangat kebangsaan atau nasionalisme (Edi Sudrajat, 1998), dalam keadaan ini diperlukan nasionalisme yang toleran. Nasionalisme yang toleran adalah nasionalisme yang identitas nasionalnya diupayakan untuk bisa merasuk kedalam kehidupan pribadi dan kebudayaan, bukan dipolitisasi dan dijadikan hak dasar hukum untuk memaksa(Diamond, 1998). Hakikat Indonesia adalah suatu cita-cita politik untuk mempersatukan unsur-unsur tradisi dan inovasi serta keragaman etnis, agama, budaya, dan kelas sosial ke dalam suatu “botol baru” bernama “negara-bangsa”. Hasrat persatuan itu memang terjadi secara negatif, didorong oleh kehendak menghadapi musuh bersama (negara kolonial), dan secara positif, tercipta oleh hasrat untuk mencapai kebahagiaan bersama (Yudi Latif, 2011:357). Nasionalisme merupakan tali pengikat yang kuat, yakni paham yang menyatakan bahwa
kesetiaan individu harus diserahkan kepada
negara
kebangsaan, sebagai ikatan yang erat terhadap tumpah darahnya. Keinginan untuk bersatu, persamaan nasib akan melahirkan rasa nasionalitas yang berdampak pada
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
munculnya kepercayaan diri, rasa yang amat diperlukan untuk mempertahankan diri dalam perjuangan menempuh suatu keadaan yang lebih baik. Dua faktor penyebab munculnya nasionalisme, yaitu faktor intern dan ekstern. Faktor pertama sebagai bentuk ketidakpuasan terhadap penjajah yang menimbulkan perlawanan rakyat dalam bentuk pemberontakan atau peperangan. Sedang faktor kedua sebagai renaissance yang dianggap simbol kepercayaan atas kemampuan diri sendiri (Perdanayudha, 2010). Ikatan-ikatan nasionalisme yang telah dibina dan disepakati selama masa perjuangan prakemerdekaan, biasaya akan berubah kearah persaingan antar golongan. Hal ini terjadi karena konsep nasionalisme (kebangsaan) yang telah disepakati tersebut bisa jadi mempunyai banyak pengertian. Bisa saja suatu golongan menganggap konsep tertentu lebih baik daripada konsep yang semula disodorkan oleh golongan lain (Tulus Warsito & Wahyuni Kartikasari, 2007). Konsep bangsa yang telah dimiliki masyarakat sampai saat ini pada dasarnya merupakan penerusan dari konsep bangsa menurut faham Nasionalisme dari pendiri bangsa. Visi Nasionalisme Indonesia pada masa pergerakan nasional dan perjuangan kemerdekaan secara jelas dirumuskan oleh pendiri bangsa sebagai orientasi pemikiran perjuangan untuk mewujudkan kemerdekaan Indonesia dari belenggu penjajahan Belanda dengan mendirikan negara kesatuan, baik kesatuan tanah air, bangsa, maupun bahasa dan kebudayaannya. Karena itu ciri dan jiwa nasionalisme pada masa pergerakan adalah sifat anti kolonial dan semangat untuk membangun persatuan dan kesatuan masyarakat tanah jajahannya dari kemajemukannya menjadi kesatuan bangsa motto Bhineka Tunggal Ika dari masa Majapahit diangkat sebagai semboyan dalam upaya untuk mewujudkan terciptanya bangunan bangsa yang dicita-citakan(Djoko Suryo, 2003:5). Soetjipto Wirosarjono (1998) menjelaskan bahwa kesadaran dan semangat nasionalisme yang tumbuh dan berkembang di Indonesia berlatar belakang kolonialisme. Suku-suku bangsa yang ada di Indonesia disatukan oleh pengalaman yang sama tatkala sama-sama dijajah oleh bangsa Belanda. Tatkala
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Indonesia berdiri, suku-suku bangsa itu kemudian menjadi bagian dari bangsa dan negara Indonesia. Maka semua suku bangsa (daerah) yang ada di Nusantara itu disatukan oleh nasib dan perjuangan yang sama untuk melawan penjajahan. Nasionalisme merupakan jawaban dari tirani bangsa asing atas kehidupan masyarakat pada abad ke - 19 sampai dengan awal abad ke – 20. Dalam bukunya Robert Edward Elson menyebutkan bahwa pertumbuhan identitas pribumi di Hindia, dirangsang walau bukan diciptakan oleh imperialisme Belanda(Elson, 2008:12). Pendapat ini bukan tanpa alasan, karena dalam fakta sejarah sebelum kedatangan dan kemudian penguasaan bangsa asing, terutama Belanda, Nusantara kita adalah kumpulan kepulauan yang didalamnya terdapat banyak negara-negara tradisional yang berdiri sendiri, bahkan cenderung saling bermusuhan. Sejalan dengan kenyataan tersebut kita dapat memahami bahwa nasionalisme suatu bangsa dapat terbentuk apabila terdapat kriteria pengikat yang kuat seperti dijelaskan oleh Hobsbawm(1990:5), Attempts to establish objective criteria for nationhood, or to explain why certain grouphs have become ‘nations’ and others not, have often been made, based on single criteria such as language or ethnicity or a combination of criteria such as language, common territory, common history, cultural traits or whatever else. Realita historis telah memberikan petunjuk pada kita bahwa salah satu kriteria pengikat seperti yang dikemukakan Hobsbawm tersebut pada tataran ‘nations state’ adalah kolonialisme yang dapat dianggap sebagai ‘pemersatu bangsa’ (Tulus Warsito & Wahyuni Kartikasari, 2007: 62). Elson (2009: 22-23) menjelaskan, yang memberi kekuatan kepada gagasan Indonesia bukanlah kesatuan yang dibangun atas solidaritas etnis atau ras,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
keterikatan keagamaan, atau bahkan kedekatan geografis, melainkan rasa kesamaan pengalaman dan solidaritas khusus yang mengalir darinya. Sejarah membuktikan, nasionalisme politik Indonesia cukup mampu merajut kepentingan masyarakat plural yang sulit menemukan kehendak bersama. Akan tetapi, keampuhan nasionalisme politik ini baru teruji sebagai kekuatan nasionalisme negatif-defensif, ketika dihadapkan pada keburukan musuh bersama daru luar (penjajahan). Padahal, dengan berlalunya kolonial, proyek kebangsaan Indonesia yang berlandaskan pada penemuan “batas” dan “lawan” dengan kolonial itu bersifat kadaluwarsa (Yudi Latif, 2011: 366). Indonesia sendiri dari sisi istilah baru ada pada abad ke- 19 lebih tepatnya pada 1850 ketika seorang pelancong dan pengamat sosial asal Inggris, George Samuel Winsor Earl menggunakan kata “Indu-nesians” (Elson, 2008:2) dalam tulisannya. Ini pun bukan berarti dengan sendirinya bangsa Indonesia terbentuk secara otomatis setelah nama Indonesia muncul. Semangat nasionalisme Indonesia dimulai justru ketika munculnya golongan terpelajar yang menyadari betapa pentingnya rasa identitas bersama sebagai landasan untuk melawan praktik kolonialisme dan imperialisme bangsa asing. Lebih lanjut Yudi Latif (2011:358) memaparkan; Bangsa Indonesia tidak seperti kebanyakan bangsa yang mengambil namanya dari kelompok etnik terdahulu: England dari Angles, Finland dari Finns, France dari Franks, Rusia dari Rus, Vietnam dari Viet, Thailand dari Thai, Malaysia dari Melayu, dan lain sebagainya. Ditinjau dari sudut ini, kesadaran kebangsaan Indonesia jelas bukanlah suatu perpanjangan dari kesadaran etno-kultural. Fakta tersebut menjelaskan bahwa secara sadar Indonesia adalah negara yang disepakati akan melindungi dan menempatkan setiap suku, ras dan etnis yang terdapat didalamnya secara sejajar, tidak memihak etnis tertentu. Sikap nasionalisme yang dikembangkan para pendiri bangsa tersebut tentu saja diantaranya didasari oleh adanya persepsi positif terhadap keberagaman budaya
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
bangsa. Para pendiri bangsa menyadari bahwa keberagaman yang ada telah menjadi kekuatan dalam perjuangan, terlebih pada masa revolusi. Oleh karena itu, untuk mengerti sifat nasionalisme Indonesia dan gerakan revolusioner di mana isme itu berkembang, perlu diliki suatu pengetahuan tentang ciri-ciri terpenting dari lingkungan sosial yang melahirkannya. Lingkungan penjajahan abad keduapuluh yang menentukan tahap nasionalisme Indonesia modern yang jelas dan konkrit, adalah tahap yang menuntut analisis menyeluruh. Akan tetapi, analisis semacam itupun tidak akan memuaskan tanpa adanya pemahaman terlebih dahulu tetang proses historis sebelumnya dari pembentukan ciri-ciri lingkungan yang lebih menonjol (Kahin, 1995: 1). Sehubungan dengan latar belakang sejarah nasionalisme Indonesia Sartono Kartodirjo (1998) menjelaskan, pertumbuhan negara-nasion dalam abad ke-19 bersamaan
dengan
perkembangan
demokrasi,
parlementarianisme
dan
konstitusionalisme, kesemuanya memantapkan pembangunan civil society. Sejarah perkembangan nasionalisme di dunia ketiga senantiasa sebagai counterideology kolonialisme, sebagai ideologi yang bertujuan memperjuangkan kebebasan untuk membangun negara nasion mencakup komunitas multi etnis sebagai kesatuan. Sebagaimana halnya dengan kebanyakan negara baru yang berasal dari kancah perjuangan menentang kolonialisme lainnya, Indonesia tidak tumbuh dari perpecahan negara yang multi etnis. Secara simbolis dapat dikatakan bahwa kelahiran Indonesia sebagai bangsa dan negara adalah hasil perjuangan kaum nasionalis untuk menciptakan sebuah bangsa yang bisa menjawab tantangan zaman modern(Taufik Abdullah, 1998). Adanya intervensi dari kekuatan luar telah menunjukkan bahwa kekuatan nasionalisme sebagai ideologi yang disepakati menjadi penting untuk membawa bangsa menuju kemerdekaan(Hobsbawm, 1990). Dengan demikian jelas bahwa
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
nasionalisme Indonesia merupakan nasionalisme yang terbentuk melalui suatu proses perjuangan dan kesadaran. Bukan merupakan nasionalisme yang tumbuh secara alami karena persamaan ras, suku, atau bahasa, akan tetapi nasionalisme yang muncul karena adanya persamaan nasib dan sekaligus merupakan jawaban atas keinginan memecah belah dan menguasai yang dilakukan oleh bangsa asing. Pada
akhirnya,
konsepsi
negara-bangsa
mengisyaratkan
perlunya
keserasian (congruency) antara “unit kultural” (bangsa) dengan “unit politik” (negara). Inti persoalannya adalah bagaimana menemukan bangun dan jiwa kenegaraan yang cocok dengan karakter kebangsaan (Yudi Latif, 2011: 357). Sehingga akan mampu melahirkan sikap nasionalisme Indonesia sesuai yang diharapkan. Sikap nasionalisme merupakan semangat kebangsaan yang timbul sebagai wujud penghormatan terhadap sejarah perjuangan bangsa Indonesia yang didalamnya terdapat jiwa patriotisme, ketulusan berkorban untuk kepentingan bersama, kemerdekaan dan persatuan bangsa. Ini berarti untuk memiliki sikap nasionalisme, warga bangsa harus memahami terlebih dahulu sejarah bangsanya. Kurangnya pemahaman dan penghormatan terhadap sejarah akan mempunyai kontribusi terhadap pemahaman nasionalisme yang benar, seperti dijelaskan oleh Sartono Kartodirdjo (dalam Cecep Darmawan, 2009: 121); … it is the lost of historical knowledge towards the history of nation, so that they do not understand the meaning of nationalism correctly. Sikap nasionalisme pada hakekatnya merupakan refleksi dari adanya integrasi emosional nasional. Kochhar (2008: 471) menjelaskan; integrasi emosional tidak menyangkut geografi, ekonomi, sosial, atau politik; ini adalah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
integrasi aspek intelektual yang diwujudkan melalui pendidikan sebagai tahap pertama dan kemudian dilanjutkan dengan integrasi fungsional. Aspek intelektual yang berfungsi dalam integrasi nasional dapat diberi nama integrasi emosional. Bila ditinjua dari teori sikap, maka sikap nasionalisme merupakan semangat kebangsaan yang ditunjukkan dengan; pengakuan terhadap identitas bangsa Indonesia, seperti bendera, bahasa, lambang Negara dan lagu kebangsaan, penerimaan terhadap prinsip kebhinekaan, penerimaan terhadap konsep Negara Kesatuan Republik Indonesia, semangat anti kolonialisme dan imperialisme, kerelaan berkorban untuk kepentingan bangsa dan Negara, mengamalkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.
B. Penelitian yang Relevan Sunardi (2002) dalam penelitian yang berjudul, Hubungan Sikap Terhadap Pembauran dan Pemahaman Sejarah Nasional Indonesia
dengan Sikap
Nasionalisme Siswa, Penelitian pada Siswa Sekolah Menengah Umum (SMU) Kristen se-Kota Salatiga. Meskipun ketiga variabel penelitian tidak sama persis, akan tetapi terdapat variabel yang relevan dengan penelitian ini yaitu pemahaman sejarah dan sikap nasionalisme. Pemahaman sejarah dalam penelitian sunardi adalah pemahaman Sejarah Nasional Indonesia, sedangkan dalam penelitian ini diarahkan pada pemahaman Sejarah Masa Revolusi Fisik yang merupakan bagian dari sejarah daerah Kalimantan Selatan. Sedangkan variabel Sikap Nasionalisme dalam penelitian Sunardi adalah Sikap Nasionalisme Siswa Sekolah Menengah Umum, sedangkan pada penelitian ini yang dimaksud Sikap Nasionalisme adalah Sikap Nasionalisme Mahasiswa. Hasil penelitian Sunardi menunjukkan antara
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
variabel bebas dan variabel terikat mempunyai hubungan positif yang berarti, baik antara variabel X1 dengan Y, X2 dengan Y, maupun antara variabel X1, dan X2 dengan Y. Sunarto (2002) dalam penelitian yang berjudul, Hubungan Antara Pemahaman Sejarah Nasional Indonesia dan Wawasan Kebangsaan dengan Sikap Integrasi nasional (Penelitian pada Siswa Sekolah Menengah Umum Negeri seKabupaten Karanganyar Propinsi Jawa Tengah). Relevansi dengan penelitian ini adalah, pada penelitian Sunarto dijelalaskan bagaimana sikap integrasi nasional, yang secara substantif juga memiliki kesamaan dengan ideologi perjuangan masa Revolusi Fisik untuk mempertahankan kemerdekaan yang dilandasi oleh semangat integrasi nasional dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sukardi (2002) dalam penelitian yang berjudul, Hubungan Antara Pemahaman Sejarah Pergerakan Nasional Indonesia dan Sikap terhadap Nilai Sosio Budaya dengan Wawasan Kebangsaan (Penelitian pada Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP Universitas PGRI Palembang). Beberapa variabel dalam penelitian Sukardi mempunyai kemiripan dengan penelitian ini, yaitu variabel Pemahaman Sejarah Pergerakan nasional Indonesia dan variabel Sikap terhadap Nilai Sosio Budaya. Perbedaannya adalah, pada penelitian Sukardi pemahaman sejarah yang diteliti adalah pemahaman sejarah pergerakan nasional Indonesia, sedangkan pada penelitian ini pemahaman sejarah yang diteliti adalah pemahanam sejarah masa Revolusi Fisik. Sedangkan pada variabel kedua, pada penelitian Sukardi diarahkan pada sikap terhadap nilai sosio budaya, sedangkan pada penelitian ini lebih difokuskan pada persepsi terhadap keberagaman budaya. Unsur budaya dalam penelitian Sukardi memiliki persamaan substansi dengan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
penelitian ini, akan tetapi berbeda pada objeknya. Hasil penelitian Sukardi menunjukkan antara variabel bebas dan variabel terikat mempunyai hubungan positif yang berarti, baik antara variabel X1 dengan Y, X2 dengan Y, maupun antara variabel X1 dan X2 dengan Y.
C. Kerangka Berpikir 1.
Hubungan Pemahaman Sejarah Masa Revolusi Fisik di Kalimantan Selatan dengan Sikap Nasionalisme Pemahaman sejarah masa revolusi fisik di Kalimantan Selatan seperti telah
di uraikan merupakan pemahaman akan pentingnya nilai-nilai patriotisme, cinta tanah air, dan persatuan yang akan melahirkan rasa hayat sejarah yang akan menjadi dasar dalam upaya nation building. Oleh karena itu dari konsep tersebut kita dapat menduga bahwa terdapat hubungan positif antara pemahaman sejarah perjuangan masyarakat Banjar dan sikap nasionalisme. 2.
Hubungan Persepsi terhadap Keberagaman Budaya di Kalimantan Selatan dengan Sikap Nasionalisme Persepsi dan sikap mempunyai kesamaan mendasar, yaitu keduanya
merupakan salah satu faktor yang menentukan tingkah laku. Persepsi terhadap keberagaman budaya yang positif akan membuat seseorang memahami makna kebhinekaan dalam kehidupan berbangsa Indonesia yang merupakan prinsip dari nasionalisme Indonesia. Dengan dasar tersebut dapat diduga bahwa terdapat hubungan positif antara persepsi terhadap budaya Banjar dengan sikap nasionalisme.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
3.
digilib.uns.ac.id
Hubungan Pemahaman Sejarah Masa Revolusi Fisik di Kalimantan Selatan dan Persepsi terhadap Keberagaman Budaya di Kalimantan Selatan dengan Sikap Nasionalisme Pemahaman sejarah masa revolusi fisik yang menimbulkan rasa hayat
sejarah dan merupakan cara untuk menumbuhkan rasa kecintaan terhadap bangsa, melalui pemahaman sejarah yang baik akan dipahami bahwa proses pembentukan nasionalisme kebangsaan Indonesia merupakan proses panjang yang melibatkan perjuangan rakyat di berbagai daerah. Disatu sisi persepsi positif terhadap keberagaman budayaan daerah akan menimbulkan pemahaman yang baik tentang kebhinekaan dan pada akhirnya melahirkan sikap nasionalisme Indonesia yang dijiwai semangat kebhinekaan. Atas dasar asumsi tersebut dapat diduga bahwa terdapat hubungan positif antara pemahaman sejarah masa revolusi fisik dan persepsi terhadap keberagaman budaya dengan sikap nasionalisme. Secara skematis dapat digambarkan sebagai berikut:
Pemahaman Sejarah Masa Revolusi Fisik di Kalimantan Selatan (X1) Sikap Nasionalisme (Y) Persepsi terhadap Keberagaman Budaya di Kalimantan Selatan (X2) [
Gambar 1. Bagan Kerangka Berpikir
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
D. Hipotesis Berdasarkan rumusan masalah dan kajian teori serta kerangka berfikir maka terungkap jawaban sementara terhadap masalah dalam penelitian ini dirumuskan dalam tiga hipotesis penelitian sebagai berikut: 1.
Ada hubungan positif yang signifikan antara pemahaman sejarah masa revolusi fisik di Kalimantan Selatan dengan sikap nasionalisme.
2.
Ada hubungan positif yang signifikan antara persepsi terhadap keberagaman budaya di Kalimantan Selatan dengan sikap nasionalisme.
3.
Ada hubungan positif yang signifikan antara pemahaman sejarah masa revolusi fisik di Kalimantan Selatan dan persepsi terhadap keberagaman budaya di Kalimantan Selatan dengan sikap nasionalisme.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III METODE PENELITIAN
A. Tempat, Waktu Penelitian dan Variabel 1.
Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Program Studi Pendidikan Sejarah Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin. Pemilihan lokasi penelitian ini karena ketertarikan peneliti secara akademis terhadap sejarah dan keberagaman budaya daerah, dalam hal ini sejarah Kalimantan Selatan. Peneliti berasumsi bahwa masyarakat yang memahami akar budaya dan sejarahnya akan lebih mampu bertahan terhadap gempuran budaya luar dan mampu mengembangkan dirinya untuk tetap eksis dalam globalisasi masyarakat dunia. Atas dasar itu peneliti beranggapan secara akademis mahasiswa program studi Pendidikan Sejarah FKIP Unlam mempunyai kapasitas untuk hal tersebut.
2.
Waktu Penelitian Penelitian ini direncanakan pada semester ganjil tahun akademik
2011/2012 yakni Juli sampai dengan Desember 2011, kegiatan tersebut dimulai dengan pengusulan judul, dilanjutkan penyusunan proposal tesis, seminar proposal, ujian kualifikasi, penyusunan instrument, uji coba instrument, pengambilan data, pembahasan dan analisa data hasil penelitian serta penyusunan laporan penelitian.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
3.
digilib.uns.ac.id
Variabel dan Definisi Operasional Variabel
a) Variabel Penelitian Dalam penelitian ini ada 3 (tiga) variabel yaitu variabel pemahaman sejarah masa revolusi fisik di Kalimantan Selatan (X1), dan variabel persepsi terhadap keberagaman budaya di Kalimantan Selatan(X2) sebagai variabel bebas sedang variabel terikatnya adalah sikap nasionalisme (Y).
b) Definisi Operasional Variabel Guna memperjelas penelitian ini maka variabel-variabel penelitian tersebut secara operasional didefinisikan sebagai berikut : 1.
Pemahaman sejarah masa revolusi fisik di Kalimantan
Selatan adalah
kemampuan menangkap makna dari peristiwa perjuangan masyarakat daerah dan kemudian menjadikannya sebagai upaya penyadaran diri dan masyarakat agar mampu menjadi warga negara yang memiliki sikap nasionalisme. Pemahaman ini ditunjukkan dengan menguasai seperangkat indikator, yaitu; memperkirakan implikasi Proklamasi 17 Agustus 1945 terhadap perjuangan di Kalimantan Selatan, merumuskan bentuk partisipasi rakyat Kalimantan Selatan dalam perjuangan pada masa revolusi fisik, merumuskan bentukbentuk perjuangan pada masa Revolusi Fisik, memberikan contoh tentang kepekaan terhadap pentingnya nilai-nilai juang dalam mencapai cita-cita bangsa, menunjukkan rasa menghargai hasil perjuangan pada masa revolusi fisik, dan menafsirkan konsep-konsep tindakan dalam perjuangan masa revolusi fisik tersebut.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
2.
digilib.uns.ac.id
Persepsi terhadap keberagaman budaya di Kalimantan Selatan adalah kesadaran akan keberadaan budaya daerah sebagai akibat dari proses mengambil informasi tentang berbagai budaya daerah, mengorganisasikannya berdasarkan
prinsip-prinsip
yang
dipahami
dan
kemudian
menginterpretasikannya menjadi sebuah konstruk yang akan menjadi dasar bertindak. Indikator dari persepsi tersebut yaitu; menyadari eksistensi budaya tiap suku bangsa sebagai bagian budaya bangsa Indonesia, kepekaan terhadap peran budaya dalam membentuk karakter masyarakatnya, menunjukkan rasa memiliki
terhadap
budaya
bangsa,
menafsirkan
nilai-nilai
positif
keberagaman budaya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. 3.
Sikap nasionalisme adalah status mental yang menunjukkan adanya pemahaman yang mendalam terhadap adanya suatu kriteria pengikat yang menjadikan warga suatu masyarakat/negara merasa satu ‘nation’ dan menunjukkan adanya semangat kebangsaan yang timbul sebagai wujud penghormatan
terhadap
sejarah
perjuangan
bangsa
Indonesia
yang
didalamnya terdapat jiwa patriotisme, ketulusan berkorban untuk kepentingan bersama, kemerdekaan dan persatuan bangsa. Sebagaimana telah dijelaskan dalam kajian teori, bila ditinjua dari teori sikap, maka sikap nasionalisme merupakan semangat kebangsaan yang ditunjukkan dengan; pengakuan terhadap identitas bangsa Indonesia, seperti bendera, bahasa, lambang Negara dan lagu kebangsaan, penerimaan terhadap prinsip kebhinekaan, penerimaan terhadap konsep Negara Kesatuan Republik Indonesia, semangat anti kolonialisme dan imperialisme, kerelaan berkorban
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
untuk kepentingan bangsa dan Negara, mengamalkan Pancasila dan Undangundang Dasar 1945.
B. Jenis Penelitian Dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif korelasional. Penelitian Deskriptif (descriptive research) adalah suatu metode penelitian yang ditujukan
untuk
menggambarkan
fenomena-fenomena
yang
ada,
yang
berlangsung pada saat ini atau saat yang lampau (Nana Syaodih, 2008: 54). Penelitian korelasional: Penelitian ditujukan untuk mengetahui hubungan suatu variabel dengan variabel-variabel lain (Nana Syaodih, 2008: 56). Dikandung maksud dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif korelasional, yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk memastikan berapa besar variasi-variasi yang disebabkan oleh satu variabel, berhubungan dengan variasi yang disebabkan oleh variabel lain. Untuk menentukan arah hubungan antara variabel digunakan pengukuran korelasi. Dalam penelitian ini hipotesis yang akan diuji adalah pemahaman sejarah masa revolusi fisik di Kalimantan Selatan dan persepsi terhadap keberagaman budaya sebagai variabel bebas (independen/prediktor) dan sikap nasionalisme sebagai variabel terikat atau variabel kriterium. Selanjutnya karena data-data yang terkumpul berupa angka-angka maka analisis data yang digunakan adalah analisis kuantitatif.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
C. Populasi dan Sampel Penelitian 1.
Populasi Penelitian Menurut Sutrisno Hadi (1985: 220) populasi adalah seluruh individu yang
dimaksud untuk diselidiki, sedangkan menurut Suharsimi Arikunto (2002: 115) mengatakan bahwa populasi adalah keseluruhan subyek penelitian. Selanjutnya menurut Nana Syaodih Sukmadinata (2008: 250) bahwa populasi adalah “Kelompok besar dan wilayah yang menjadi lingkup penelitian”. Dalam penelitian ini populasinya adalah Mahasiswa Pendidikan Sejarah FKIP Unlam Banjarmasin tahun akademik 2011/2012.
2.
Sampel Penelitian Sampel adalah sebagain atau wakil populasi yang akan diteliti (Suharsimi
Arikunto, 2002: 109). Pengumpulan sampel ini harus dilakukan sedemikian rupa sehingga diperoleh sampel (contoh) yang benar-benar dapat berfungsi sebagai contoh, atau menggambarkan keadaan populasi yang sebenarnya, dengan istilah lain harus representatif (Suharsimi Arikunto, 2002: 111). Selanjutnya menurut Sugiyono (2009: 118) sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Apa yang dipelajari dari sampel itu, kesimpulannya akan diberlakukan untuk populasi. Oleh karena itu sampel yang diambil dari populasi harus betul-betul representatif (mewakili). Sampel sebagai representasi yang baik bagi populasinya sangat tergantung pada sejauhmana karakteristik sampel itu sama dengan karakteristik populasinya. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara random sampling, sedangkan teknik pengambilan sampel dengan cara restricted sampel yaitu sampel ditarik dari
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
populasi yang dikelompokkan terlebih dahulu atau sampel dengan batasanbatasan. Dengan teknik ini sampel diambil secara multiple stage sampling yaitu sampel ditarik dari kelompok populasi tetapi tidak semua anggota populasi menjadi anggota, dengan prosedur proporsional probability sampel diambil. Populasi dalam penelitian ini berjumlah 290 orang, dari populasi tersebut diambil sampel dengan tingkat kesalahan 5%, dan setelah dikonsultasikan dengan tabel Isaac and Michael (Sugiyono, 2010:128) diperoleh jumlah sampel sebanyak 158 orang.
D. Teknik Pengumpulan Data Data dalam penelitian ini dijaring menggunakan test untuk mengumpulkan data tentang pemahaman sejarah masa revolusi fisik di Kalimantan Selatan (X1), dan menggunakan angket untuk mengumpulkan data tentang persepsi terhadap keberagaman budaya (X2) sebagai variabel bebas sedangkan untuk variabel terikat yaitu sikap nasionalisme (Y) juga digunakan angket. Bentuk tes yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan prosedur yang sistematis, yaitu dengan cirri-ciri sebagai berikut; (1) item-item dalam tes disusun menurut cara dan aturan tertentu, (2) prosedur adminstrasi dan pemberian angka (scoring) tes harus jelas dan dispesialisasikan secara terperinci, dan (3) setiap orang yang mengambil tes itu harus mendapat item-item yang sama dan dalam kondisi yang sebanding. Sedangkan angket yang digunakan merupakan suatu daftar pertanyaan atau pernyataan tentang topic tertentu yang diberikan kepada subjek, baik secara
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
individual maupun kelompok untuk mendapatkan informasi tertentu seperti preferensi, keyakinan, minat, dan perilaku. Adapun instrument masing-masing variable dapat diuraikan sebagai berikut:
1.
Pemahaman Sejarah Masa Revolusi Fisik di Kalimantan Selatan Untuk mengungkap pemahaman sejarah masa revolusi fisik, digunakan tes
sebagai alat pengumpul data yaitu tes pemahaman yang berbentuk pilihan ganda dengan lima alternative jawaban yaitu: A, B, C, D dan E. Menurut Anne Anastasi dalam Saifuddin Azwar(2001) tes adalah alat pengukur yang mempunyai standard yang objektif sehingga dapat digunakan secara meluas untuk mengukur dan membandingkan kesadaran psikis atau tingkah laku individu. Cronbach berpendapat
bahwa
tes
merupakan
prosedur
yang
sistematis
untuk
membandingkan tingkah laku dua orang atau lebih. Tes pemahaman sejarah masa revolusi fisik termasuk dalam kategori kawasan kognitif dari taksonomi Bloom, adapun tingkat kawasannya meliputi: pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi. Pada aspek pemahaman dapat dibedakan dalam kategori; tingkatan pertama atau tingkat terendah adalah pemahaman terjemah, melalui terjemah dalam arti yang sebenarbenarnya misalnya dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia, atau bahasa daerah ke bahasa Indonesia, mengartikan haram manyarah waja sampai kaputing, gawi manuntung.
Tingkatan
kedua
adalah
pemahaman
penafsiran,
yakni
menghubungkan bagian-bagian terdahulu dengan diketahui berikutnya atau menghubungkan beberapa bagian dari grafik dengan kejadian, membedakan yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pokok dengan yang bukan pokok, dan tingkatan ketiga adalah pemahaman ekstrapolasi. Dengan ekstrapolasi diharapkan seseorang mampu melihat dibalik yang tertulis, dapat membuat ramalan tentang konsekuensi atau dapat memperluas persepsi dalam arti waktu, dimensi kasus ataupun masalahnya. Tes disusun berdasarkan kisi-kisi: a.
memperkirakan implikasi Proklamasi 17 Agustus 1945 terhadap perjuangan di Kalimantan Selatan
b.
merumuskan bentuk partisipasi rakyat Kalimantan Selatan dalam perjuangan masa Revolusi Fisik
c.
merumuskan bentuk-bentuk perjuangan pada masa Revolusi Fisik
d.
memberikan contoh tentang kepekaan terhadap pentingnya nilai-nilai juang dalam mencapai cita-cita bangsa
e.
menunjukkan rasa menghargai hasil perjuangan pada masa revolusi fisik
f.
menafsirkan konsep-konsep tindakan dalam perjuangan masa revolusi fisik di Kalimantan Selatan Dari responden diharapkan memiliki satu jawaban yang dianggap paling
tepat diantara alternatif jawaban yang tersedia pada item. Setiap jawaban yang tepat dari tes memperoleh skor 1, dan yang salah memperoleh skor 0.
2.
Persepsi Terhadap Keberagaman Budaya di Kalimantan Selatan dan Sikap Nasionalisme Instrumen
yang
digunakan
untuk
mengetahui
persepsi
terhadap
keberagaman budaya dan sikap nasionalisme adalah angket atau kuesioner tipe pilihan. Bentuk pilihan dengan menggunakan skala Likert, subjek didik tidak
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
hanya memilih pernyataan-pernyataan yang bersifat positif saja, tetapi juga memilih pernyataan-pernyataan yang bersifat negative sesuai hati nurani(Zainal Arifin, 1991). Sugiyono (2010) menjelaskan bahwa skala Likert cocok digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Dalam penelitian, fenomena social ini telah ditetapkan secara spesifik oleh peneliti, yang selanjutnya disebut sebagai variabel penelitian. selanjutnya dengan skala Likert, maka variable yang akan diukur dijabarkan menjadi indicator variabel. Kemudian indicator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item-item instrument yang dapat berupa pernyataan atau pertanyaan. Jawaban setiap item instrumen yang menggunakan skala Likert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif, yang dapat berupa kata kata; sangat setuju, setuju, ragu-ragu, tidak setuju, sangat tidak setuju. Untuk penskoran digunakan rentang nilai dari 5, 4, 3, 2, 1(Sugiyono, 2010). Model pengembangan nilai dalam persepsi terhadap keberagaman budaya dan sikap nasionalisme berdasarkan klasifikasi (taksonomi) wilayah menurut Krathwohl, Bloom dan Masia(1980) yang membedakan dalam tiga wilayah yang satu sama lainnya saling melengkapi, yaitu; 1) wilayah kognitif menekankan pada ingatan dan reproduksi mengenai apa yang telah dipelajari. Pada wilayah ini intelektual mahasiswa diharapkan dapat memahami dan mengerti nilai-nilai kebangsaan yang bersumber pada sejarah dan budaya, dengan demikian mahasiswa mampu membedakan konsekuensi yang diterima apabila menerima atau menolak suatu nilai tertentu, 2) wilayah afektif yang menekankan pada perasaan, emosi, tingkat kepekaan yang tinggi terhadap nilai-nilai yang ada
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
disekitarnya sehingga nilai-nilai yang sudah dipahami itu pada akhirnya dapat digunakan, 3) wilayah psikomotor yang menekankan pada kemampuan motorik, dimana nilai-nilai setelah dipahami dan dihayati, selanjutnya diamalkan dalam kehidupan praktis. Sebagai acuan dalam menyusun instrument pengumpulan data, maka dibuat kisi-kisi berdasarkan indicator dari variabel-variabel tersebut, yaitu sebagai berikut: a.
Persepsi Terhadap Keberagaman Budaya Alat ukur persepsi terhadap keberagaman budaya disusun atas dasar
bangun teori, menghargai nilai-nilai budaya daerah sebagai bagian dari budaya bangsa Indonesia, adapun kisi-kisi dari persepsi terhadap keberagaman budaya meliputi; 1) menyadari eksistensi budaya tiap suku bangsa sebagai bagian budaya bangsa Indonesia 2) kepekaan terhadap peran budaya dalam membentuk karakter masyarakatnya 3) menunjukkan rasa memiliki terhadap budaya bangsa 4) menafsirkan nilai-nilai positif keberagaman budaya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
b.
Sikap Nasionalisme Adapun alat ukur untuk instrument sikap nasionalisme berdasarkan kisi-
kisi; 1) pengakuan terhadap identitas bangsa Indonesia, seperti bendera, bahasa, lambang Negara dan lagu kebangsaan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2) penerimaan terhadap prinsip kebhinekaan 3) penerimaan terhadap konsep Negara Kesatuan Republik Indonesia 4) semangat anti kolonialisme dan imperialisme 5) kerelaan berkorban untuk kepentingan bangsa dan Negara 6) mengamalkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945
E. Uji Coba Instrumen Penelitian Instrumen yang akan digunakan diujicobakan terlebih dahulu, dengan tujuan untuk menganalisa alat ukur agar instrumen tersebut valid dan reliabel. Demikian diharapkan alat ukur tersebut akan mampu mengukur apa yang semestinya diukur. 1.
Tes Pemahaman Sejarah Masa Revolusi Fisik di Kalimantan Selatan a. Uji indek tingkat kesukaran butir soal tes, agar obyektifitas tes diperoleh apabila pelaksanaan tes tersandar dari unsur-unsur subyektif. Uji tingkat kesukaran butir soal dilakukan dengan menggunakan software Anates v.4 for Windows. Hasil uji coba menghitung tingkat kesukaran dengan menggunakan Anates v.4 diperoleh, dari 50 soal yang di uji terdapat 0 soal dengan kategori sangat mudah, 4 soal dengan kategori mudah, 31 soal dengan kategori sedang, 10 soal dengan kategori sukar dan 5 soal dengan kategori sangat sukar. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 13.a. halaman 123. b. Menentukan Indeks Daya Beda/Diskriminasi Menentukan Indek Daya Beda dengan software Anates v.4 for Windows. Bagi soal yang memiliki indeks beda sebesar 0,2 sudah dianggap butir
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
yang memiliki daya beda yang cukup (Crocker & Algina dalam Saifuddin Azwar, 2011:148). Hasil uji menghitung indek daya beda dari 50 soal terdapat 4 soal yang tidak memiliki indeks daya beda atau daya beda < 0,2 atau 20%. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 13.b. halaman 125. c.
Uji validitas butir soal tes Pemahaman Sejarah Masa Revolusi Fisik di Kalimantan Selatan Uji validitas instrumen penelitian dilakukan untuk mengetahui apakah butir soal yang disusun telah memenuhi persyaratan penelitian. Uji validitas butir soal dengan rumus koefisien korelasi Pearson dilakukan dengan menggunakan program SPSS 17.0 for Windows. Hasil uji coba menghitung validitas soal dari 50 soal, terdapat 34 soal yang dinyatakan valid dan telah mewakili tiap indikator sehingga dapat digunakan dalam pengambilan data penelitian setalah memenuhi reliabilitas tes, sedangkan 16 soal yang dinyatakan tidak valid harus dibuang. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 13.d. halaman 129.
d. Uji reliabilitas tes Pemahaman Sejarah Masa Revolusi Fisik di Kalimantan Selatan Untuk menguji reliabilitas instrumen penelitian dalam hal ini soal tes pemahaman sejarah masa revolusi fisik, menggunakan rumus Cronbach’s Alpha dengan menggunakan program SPSS 17.0 for Windows. Hasil uji reliabilitas tes dari butir yang dinyatakan valid adalah 0,874, hasil selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 13.e. halaman 133.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
2.
Angket
digilib.uns.ac.id
Persepsi
terhadap
Keberagaman
Budaya
dan
Sikap
Nasionalisme a.
Uji Validitas Angket Uji validitas instrumen penelitian dilakukan untuk mengetahui apakah item yang telah disusun telah memenuhi persyaratan penelitian. Uji validitas angket persepsi terhadap keberagaman budaya dan sikap nasionalisme dalam penelitian ini menggunakan rumus korelasi Pearson dalam program SPSS 17.0 for Windows. Berdasarkan uji coba instrumen dengan menggunakan responden 30 orang maka untuk mengetahui tingkat validitas itemnya digunakan Pearson Correlation dengan SPSS 17 diperoleh hasil uji coba menghitung validitas angket dari 50 item untuk variable X2 dan Y, yaitu; variabel X2 terdapat 38 item yang dinyatakan valid dan mewakili tiap indikator, sedangkan untuk variabel Y terdapat 37 item yang dinyatakan valid dan mewakili tiap indikator. Dari hasil uji coba tersebut item yang dinyatakan valid dari variabel X2 dan Y dapat langsung digunakan untuk pengambilan data setelah memenuhi syarat reliabilitas tes. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 14.a. halaman 135 dan lampiran 15.a. halaman 141.
b.
Uji Reliabilitas Angket Uji reliabilitas instrumen penelitian ini untuk mengetahui apakah alat ukur itu mantap / ajek dalam pengertian bahwa alat ukur tersebut stabil, dapat diandalkan dan dapat diramalkan, karena penggunaan alat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ukur tersebut berkali-kali akan memberikan hasil yang serupa (Muhammad Nasir, 1998: 161). Uji reliabilitas angket persepsi terhadap keberagaman budaya dan sikap nasionalisme Alpha Cornbach, dengan menggunakan program SPSS 17.0 for Windows. Hasil uji reliabilitas dari item yang dinyatakan valid adalah; untuk variabel X2 diperoleh skor 0,897 dan untuk variabel Y diperoleh skor 0,908. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 14.b. halaman 139 dan lampiran 15.b. halaman 145.
F. Teknik Analisis Data Dengan menggunakan teknik analisis korelasi product moment dan regresi linier ganda.
1.
Uji Prasyarat Analisis a. Uji Normalitas Untuk menganalisis data dilakukan uji prasyarat mengenai varians populasi terlebih dahulu. Untuk uji persyaratan digunakan mengetahui normalitas dan homogenitas varian populasi agar analisis varian (Anova) dapat digunakan. Uji kenormalan sampel digunakan dengan teknik One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test pada taraf signifikan a = 0,05. Selain itu juga digunakan pendekatan grafis melalui normality plot. Prosedur uji dilakukan dengan SPSS 17.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
b. Uji linearitas Untuk menguji linieritas hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat digunakan prosedur linear regression. Melalui prosedur ini akan diketahui linearitas variabel X1 dengan Y dan X2 dengan Y. Prosedur uji dilakukan dengan menggunakan SPSS 17.
c. Uji Independensi Uji independensi digunakan untuk menguji apakah dua variabel bebas saling independen atau nilai korelasi relatif tidak cukup besar. Uji ini juga disebut otokorelasi, prosedur yang digunakan adalah tes DurbinWatson dengan ketentuan skor Durbin-Watson hitung >1 dan <3. Prosedur uji dilakukan dengan menggunakan SPSS 17.
2. Pengujian Hipotesis a. Menentukan persamaan regresi linear ganda dengan menggunakan rumus: Y = b0 + b1x1 + b2x2 (Budiyono, 2004: 279) b. Menghitung besarnya kontribusi hubungan dengan analisis korelasi sederhana antara X dengan Y.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1) Hipotesis pertama Ada hubungan positif yang signifikan antara pemahaman sejarah masa revolusi fisik di Kalimantan Selatan dengan sikap nasionalisme. Koefisien korelasi X1 dengan Y dengan rumus:
rx1y = {
(
(
) }{
)(
)
(
) }
Apabila dari hasil penelitian antara rx1y > rtabel maka dapat dikatakan terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara X1 dengan Y.
2) Hipotesis kedua Ada hubungan positif yang signifikan antara persepsi terhadap keberagaman budaya dengan sikap nasionalisme. Koefisien korelasi X 2 dengan Y dengan rumus:
rx2y = {
(
(
) }{
)(
)
(
) }
Apabila dari hasil penelitian antara rx2y > rtabel maka dapat dikatakan terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara X2 dengan Y.
3) Hipotesis ketiga Ada hubungan positif yang signifikan antara pemahaman sejarah masa revolusi fisik di Kalimantan Selatan dan persepsi terhadap keberagaman budaya dengan sikap nasionalisme.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Menghitung
besarnya
kontribusi
hubungan
dengan
mengkorelasikan antara X1 dan X 2 dengan Y menggunakan uji regresi ganda menggunakan SPSS 17.
3. Sumbangan Prediktor Untuk mengetahui sumbangan predictor perlu dihitung besarnya Sumbangan Efektif (SE%) dan Relatif (SR%) setiap Variabel Bebas. Jumlah sumbangan efektif untuk semua variabel sama dengan koefisien determinasi, sedangkan jumlah sumbangan relative untuk semua variabel bebasnya sama dengan 1 atau 100%, (Budiono, 2004: 293). a.
Sumbangan Efektif tiap variable bebas, dihitung dengan rumus: Variabel pemahaman sejarah masa revolusi fisik. SE (X 1
x1
× rxy1× 100%
Variabel persepsi terhadap keberagaman budaya SE (X 2 b.
x2
× rxy2× 100%
Sumbangan Relatif tiap variable bebas, dihitung dengan rumus: Variabel pemahaman sejarah masa revolusi fisik. SR (X1)% =
SE ( X )% 100 % R2
Variabel persepsi terhadap keberagaman budaya SR (X2)% =
SE ( X )% 100 % R2
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data Data dalam penelitian ini diperoleh dari jawaban mahasiswa Program Studi Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lambung Mangkurat. Sebagaimana yang telah dijelaskan pada Bab sebelumnya bahwa data diperoleh melalui tiga instrumen yang mewakili tiga variabel dalam penelitian, yaitu tes untuk variabel pemahaman sejarah masa Revolusi Fisik di Kalimantan Selatan, angket untuk variabel persepsi terhadap keberagaman budaya di Kalimantan Selatan dan angket untuk variabel sikap Nasionalisme Mahasiswa. Instrumen penelitian yang dipergunakan dalam pengambilan data penelitian telah memenuhi syarat instrumen yang baik sebagaimana telah dijelaskan pada Bab III. Data hasil penelitian diolah dengan menggunakan uji korelasi dan linier ganda setelah dipenuhi uji prasarat yang terdiri dari uji normalitas, uji lenieritas dan uji independensi. Pada pembahasan berikut ini akan disajikan deskripsi data berdasarkan data yang diperoleh dalam penelitian. Deskripsi data yang disajikan adalah meliputi harga rata-rata (mean), median, modus, simpangan baku (standar deviasi), dan histogram dari semua variabel penelitian. 1. Data Skor Pemahaman Sejarah Masa Revolusi Fisik di Kalimantan Selatan Berdasarkan hasil analisis data disiplin belajar yang diperoleh dari penyebaran angket dengan 34 item butir soal yang diberikan kepada sampel sejumlah 158 mahasiswa. Diperoleh skor tertinggi 34 dan skor terendah yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dimiliki oleh siswa 1. Dari skor tertinggi dan terendah diperoleh panjang interval dan banyaknya kelas untuk menghitung harga mean, median dan modus dengan bantuan Microsoft Excel 2007. Berdasarkan hasil perhitungan deskripsi data disiplin belajar diperoleh hasil harga mean sebesar 16,77; median sebesar 17,00; modus sebesar 17,00 dan standart deviasi sebesar 7,21. Harga mean, median dan modus masing-masing besaran memiliki nilai yang hampir sama, kedekatan harga mean, median dan modus dapat diartikan sebaran data dari angket disiplin belajar berbentuk distribusi normal. Hasil selengkapnya diskripsi data pemahaman sejarah masa Revolusi Fisik di Kalimantan Selatan dapat dilihat pada lampiran 20. halaman 166. Distribusi frekuensi hasil perhitungan skor pemahaman sejarah disajikan pada tabel berikut ini: Tabel 1. Distribusi Frekuensi Skor Pemahaman Sejarah Kumulatif Kelas Interval
f
f(%) f
f(%)
1- 4
9
5.70%
9
5.70%
5- 8
15
9.49%
24
15.19%
9 - 12
20
12.66%
44
27.85%
13 - 16
30
18.99%
74
46.84%
17 - 20
35
22.15%
109
68.99%
21 - 24
23
14.56%
132
83.54%
25 - 28
14
8.86%
146
92.41%
29 - 32
9
5.70%
155
98.10%
33 - 36
3
1.90%
158
100.00%
Jumlah
158
100.00%
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Berdasarkan data dari tabel frekuensi skor pemahaman sejarah di atas, dapat divisualisasikan dalam gambar histogram frekuensi sebagai berikut : 40 35 30
f
25 20 15 10 5 0
1- 4
5-8
9 - 12
13 - 16
17 - 20
21 - 24
25 - 28
29 - 32
33 - 36
Kelas Interval
Gambar 2. Grafik Histogram variabel X1
2. Data Skor Persepsi terhadap Keberagaman Budaya di Kalimantan Selatan Berdasarkan hasil analisis data persepsi terhadap keberagaman budaya di Kalimantan Selatan yang diperoleh dari penyebaran angket dengan 38 item butir pernyataan yang diberikan kepada sampel sejumlah 158 mahasiswa. Diperoleh skor tertinggi 159 dan skor terendah yang dimiliki oleh mahasiswa 106. Dari skor tertinggi dan terendah diperoleh panjang interval dan banyaknya kelas untuk menghitung harga mean, median dan modus dengan bantuan microsoft excel 2007. Berdasarkan hasil perhitungan deskripsi data minat belajar diperoleh hasil harga mean sebesar 129,49; median sebesar 130,00; modus sebesar 130,00 dan standart deviasi sebesar 11,623. Harga mean, median dan modus masing-masing besaran memiliki nilai yang hampir sama, kedekatan harga mean, median dan modus dapat diartikan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sebaran data dari angket minat belajar berbentuk distribusi normal. Hasil selengkapnya diskripsi data persepsi terhadap keberagaman budaya di Kalimantan Selatan dapat dilihat pada lampiran 20 halaman 166. Distribusi
frekuensi
hasil
perhitungan
angket
persepsi
terhadap
keberagaman budaya di Kalimantan Selatan disajikan pada tabel 2 berikut ini : Tabel 2. Distribusi Frekuensi Persepsi terhadap Keberagaman Budaya Kumulatif Kelas Interval F f(%) f f(%) 106-111
12
7.59%
12
7.59%
112-117
15
9.49%
27
17.09%
118-123
19
12.03%
46
29.11%
124-129
26
16.46%
72
45.57%
130-135
33
20.89%
105
66.46%
136-141
25
15.82%
130
82.28%
142-147
15
9.49%
145
91.77%
148-153
9
5.70%
154
97.47%
154-159
4
2.53%
158
100.00%
Jumlah
158
100.00%
Berdasarkan data dari tabel frekuensi skor persepsi terhadap keberagaman budaya di Kalimantan Selatan di atas, dapat divisualisasikan dalam gambar histogram frekuensi sebagai berikut :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
35 30 25 f
20 15 10 5 0 106-111 112-117 118-123 124-129 130-135 136-141 142-147 148-153 154-159
Kelas Interval
Gambar 3. Grafik Histogram Variabel X 2
3. Data Skor Sikap Nasionalisme Mahasiswa Berdasarkan hasil analisis data sikap Nasionalisme Mahasiswa yang diperoleh dari penyebaran angket dengan 37 item butir pernyataan sikap yang diberikan kepada sampel sejumlah 158 mahasiswa. Diperoleh skor tertinggi 134 dan skor terendah yang dimiliki oleh mahasiswa 90. Dari skor tertinggi dan terendah diperoleh panjang interval dan banyaknya kelas untuk menghitung harga mean, median dan modus dengan bantuan microsoft excel 2007. Berdasarkan hasil perhitungan deskripsi data minat belajar diperoleh hasil harga mean sebesar 109,16; median sebesar 109,50; modus sebesar 110,00 dan standart deviasi sebesar 8,670. Harga mean, median dan modus masing-masing besaran memiliki nilai yang hampir sama, kedekatan harga mean, median dan modus dapat diartikan sebaran data dari angket minat belajar berbentuk distribusi normal. Hasil
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
selengkapnya diskripsi data sikap Nasionalisme Mahasiswa dapat dilihat pada lampiran 20 halaman 166. Distribusi frekuensi hasil perhitungan angket sikap Nasionalisme Mahasiswa disajikan pada tabel 2 berikut ini : Tabel 3. Distribusi Frekuensi Sikap Nasionalisme Mahasiswa Kumulatif Kelas Interval
f
f(%) f
f(%)
90-94
6
3.80%
6
3.80%
95-99
15
9.49%
21
13.29%
100-104
28
17.72%
49
31.01%
105-109
30
18.99%
79
50.00%
110-114
35
22.15%
114
72.15%
115-119
26
16.46%
140
88.61%
120-124
11
6.96%
151
95.57%
125-129
4
2.53%
155
98.10%
130-134
3
1.90%
158
100.00%
Jumlah
158
100.00%
Berdasarkan data dari tabel frekuensi skor sikap Nasionalisme Mahasiswa di atas, dapat divisualisasikan dalam gambar histogram frekuensi sebagai berikut :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
40 35 30
f
25 20 15 10 5 0
90-94
95-99
100-104 105-109 110-114 115-119 120-124 125-129 130-134
Kelas Interval
Gambar 4. Grafik Histogram Variabel Y
B. Pengujian Prasarat Analisis Data penelitian sebelum dianalisis dengan menggunakan analisis regresi dan korelasi terlebih dahulu dilakukan uji prasarat analisis untuk dapat mengetahui apakah data tersebut dapat diteruskan untuk menguji hipotesis penelitian. 1. Uji Normalitas Uji normalitas dilakukan dengan uji Kolmogorov-Smirnov Goodness of Fit untuk mengetahui apakah distribusi nilai dalam sampel sesuai dengan distribusi
teoritis
normalitas
data.
Taraf
probabilitas/signifikansi
yang
dipersyaratkan untuk menentukan nilai normalitas adalah lebih besar dari 0,05. Hasil uji dengan metode ini diperoleh angka; 0,326 untuk variabel pemahaman sejarah, 0,253 untuk variabel persepsi terhadap budaya, dan 0,186 untuk variabel sikap nasionalisme, dari hasil uji tersebut dapat disimpulkan bahwa
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
nilai Asymp. Sig. Hitung lebih besar dari 0,05 atau X1: 0,326 > 0,05; X2: 0,253 > 0,05; dan Y: 0,186 > 0,05 dengan demikian dapat disimpulkan bahwa data dalam sampel berdistribusi normal, hasil selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 21. Untuk memperkuat asumsi normalitas dalam pengujian ini juga digunakan Normality Plot dimana normalitas ditunjukkan dengan data menempel pada garis meskipun ada beberapa data yang berposisi sebagai outlier, yaitu titik data yang terlepas tapi masih dalam posisi yang wajar dari garis dengan arah positif (lampiran 21 halaman 167). 2. Uji Linearitas Uji linearitas diperlukan untuk mendeteksi apakah terdapat hubungan yang linear antara variabel X dan Y. Uji linearitas dalam penelitian ini dilakukan dengan prosedur Linear Regression(lampiran 22 halaman 168). Hasil uji linieritas antara variabel Pemahaman Sejarah (X 1) dengan Sikap Nasionalisme (Y) memperlihatkan bahwa nilai linieritas yang sangat kuat sebesar
0,984. Dengan kata lain variabel X1 dengan Y adalah linier. Sedangkan hasil uji linieritas antara variabel Persepsi terhadap Keberagaman Budaya (X2) dengan Sikap Nasionalisme (Y) juga memperlihatkan bahwa nilai linieritas sangat kuat sebesar 0,981. Dengan kata lain variabel X1 dengan Y adalah linier. Kesimpulan uji ini menunjukkan bahwa model hubungan X dengan Y dalam penelitian ini adalah linear. 3. Uji Independensi Uji independensi digunakan untuk mengetahui apakah diantara variabel bebas saling independen, dalam artian antara variabel bebas tidak saling
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
berkorelasi cukup tinggi. Syarat ini juga disebut syarat tidak adanya otokorelasi, uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji Durbin-Watson (lampiran 23 halaman 170). Nilai Durbin-Watson yang diperoleh dalam uji ini adalah 1,819. Terjadi otokorelasi jika angka Durbin-Watson sebesar < 1 dan > 3. Karena hasil perhitungan adalah 1,819 > 1 dan < 3 maka dengan demikian tidak terjadi otokorelasi atau variabel bebas saling independen.
C. Pengujian Hipotesis Hasil pengujian hipotesis penelitian ini dengan menggunakan analisis korelasi dan regresi ganda diuraikan sebagai berikut: 1. Hubungan antara pemahaman sejarah masa Revolusi Fisik di Kalimantan Selatan dengan sikap Nasionalisme Untuk menguji hipotesis yang menyatakan ada hubungan positif antara pemahaman sejarah masa revolusi fisik di Kalimantan Selatan dengan sikap nasionalisme digunakan analisis korelasi. Berdasarkan hasil perhitungan analisis korelasi (lampiran 24), diperoleh nilai rhitung = 0,984 (bernilai positif). Hasil perhitungan ini dikonsultasikan dengan rtabel dengan taraf signifikansi 5% dengan derajat kebebasan N=158 diperoleh rtabel = 0,159. Jadi kesimpulannya rhitung = 0,984 > rtabel = 0,159, sehingga hipotesis yang menyatakan ada hubungan positif yang signifikan antara pemahaman sejarah masa revolusi fisik di Kalimantan Selatan dengan sikap nasionalisme dapat diterima.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2. Hubungan antara persepsi terhadap keberagaman budaya di Kalimantan Selatan dengan sikap Nasionalisme Untuk menguji hipotesis yang menyatakan ada hubungan positif antara persepsi terhadap keberagaman budaya di Kalimantan Selatan dengan sikap nasionalisme digunakan analisis korelasi. Berdasarkan hasil perhitungan analisis korelasi (lampiran 25), diperoleh nilai rhitung = 0,981 (bernilai positif). Hasil perhitungan ini dikonsultasikan dengan rtabel dengan taraf signifikansi 5% dengan derajat kebebasan N=158 diperoleh rtabel = 0,159. Jadi kesimpulannya rhitung = 0,981 > rtabel = 0,159, sehingga hipotesis yang menyatakan ada hubungan positif
yang signiifikan antara persepsi terhadap keberagaman
budaya di Kalimantan Selatan dengan sikap nasionalisme dapat diterima. 3. Hubungan antara pemahaman sejarah masa Revolusi Fisik di Kalimantan Selatan dan persepsi terhadap keberagaman budaya di Kalimantan Selatan secara bersama-sama dengan sikap Nasionalisme Untuk menguji hipotesis yang menyatakan ada hubungan yang signifikan antara pemahaman sejarah masa revolusi fisik di Kalimantan Selatan dan persepsi terhadap keberagaman budaya di Kalimantan Selatan dengan sikap nasionalisme digunakan analisis regresi ganda. Berdasarkan hasil pengolahan regresi dengan SPSS versi 17, di peroleh rangkuman analisis varian sebagai berikut:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 4. Rangkuman Analisis Varian ANOVAb Model 1
Sum of Squares Regression Residual Total
Df
Mean Square
11458.745
2
5729.372
342.300
155
2.208
11801.044
157
F
Sig.
2594.371
a
.000
a. Predictors: (Constant), Persepsi terhadap Keberagaman Bud., Pemahaman Sejarah b. Dependent Variable: Sikap Nasionalisme
Berdasarkan rangkuman analisis varian diatas model regresi antara variabel pemahaman sejarah masa revolusi fisik dan persepsi terhadap keberagaman budaya terhadap sikap nasionalisme merupakan hubungan yang sangat nyata. Statemen ini dilihat dari tabel uji F diatas, dimana diperoleh nilai F hitung = 2594,371. Kemudian nilai Fhitung di konsultasikan dengan Ftabel dengan derajat kebebasan 1 = 2 dan derajat kebebasan 2 = 155 diperoleh Ftabel = 3,054. Sehingga disimpulkan Fhitung > Ftabel , yang berarti hipotesis yang menyatakan ada hubungan positif
yang signifikan antara pemahaman sejarah masa revolusi fisik dan
persepsi terhadap keberagaman budaya dengan sikap nasionalisme diterima. Secara bersama-sama pemahaman sejarah masa revolusi fisik dan persepsi terhadap keberagaman budaya berpengaruh terhadap sikap nasionalisme sebesar 0,985. Harga ini diperoleh dari hasil pengolahan SPSS versi 17 pada lampiran 26 pada bagian model summary sebagai berikut :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 5. Sumbangan regresi pemahaman sejarah masa revolusi fisik dan persepsi terhadap keberagaman budaya di Kalimantan Selatan dengan sikap nasionalisme b
Model Summary
Model
R a
1
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
R Square
.985
.971
.971
Durbin-Watson
1.486
1.819
a. Predictors: (Constant), Persepsi terhadap Keberagaman Bud., Pemahaman Sejarah b. Dependent Variable: Sikap Nasionalisme
Maksud dari angka ini adalah sikap nasionalisme akan meningkat sebesar 0,985 apabila setiap mahasiswa memiliki pemahaman terhadap sejarah perjuangan masa revolusi fisik dan persepsi terhadap keberagaman budaya. Bentuk persamaan regresi yang terbentuk dapat dilihat pada bagian coefficients pada lampiran 26, yang berupa rangkuman analisis koefisien regresi, sebagai berikut: Tabel 6. Rangkuman analisis koefisien regresi ganda Coefficientsa Standardized Unstandardized Coefficients Model 1
B (Constant)
Std. Error 65.043
7.830
Pemahaman Sejarah
.806
.123
Persepsi terhadap
.236
.076
Keberagaman Bud. a. Dependent Variable: Sikap Nasionalisme
commit to user
Coefficients Beta
t
Sig.
8.306
.000
.670
6.566
.000
.317
3.103
.002
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Dari rangkuman analisis koefisien dapat digambarkan dengan persamaan sebagai berikut: Y = 65,043 + 0,806X 1 + 0,236X 2 Interpretasi dari persamaan ini adalah sebagai berikut: b0 = 65,043
artinya sikap nasionalisme akan turun sebesar 65,043 jika variabel pemahaman sejarah dan persepsi terhadap keberagaman budaya 0
b1 = 0,806
artinya sikap nasionalisme akan meningkat 0,806 satuan sikap jika variabel pemahaman sejarah meningkat 1 satuan hasil belajar dengan asumsi persepsi terhadap keberagaman budaya bernilai 0
b2 = 0,236
artinya sikap nasionalisme akan meningkat 0,236 satuan sikap jika variabel persepsi terhadap keberagaman budaya meningkat 1 satuan persepsi dengan asumsi pemahaman sejarah bernilai 0
Selanjutnya untuk mengetahui sumbangan (kontribusi) tiap variabel bebas dapat diketahui melalui besaran sumbangan relatif dan sumbangan efektif tiap variabel (X1, X2) sebagai berikut: 1) Sumbangan Relatif (SR) Untuk mengetahui persentase tiap variabel secara bersama-sama dalam memberikan nilai regresi dapat diketahui dari perhitungan sumbangan relatif (lampiran 27 halaman 178) sebagai berikut:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
a) Untuk variabel pemahaman sejarah (X1) = 68,016% b) Untuk variabel persepsi terhadap keberagaman budaya (X2) = 31,984% Angka tersebut dapat diinterpretasikan bahwa dalam memberikan nilai regresi secara bersama-sama variabel X 1 mencapai 68,016% sedangkan variabel X 2 hanya 31,984%. 2) Sumbangan Efektif (SE) Untuk mengetahui efektifitas tiap variabel bebas dalam pembentukan regresi linear diketahui melalui perhitungan sumbangan efektif (lampiran 27 halaman 178) sebagai berikut: a) Untuk variabel pemahaman sejarah (X1) = 66,023% b) Untuk variabel persepsi terhadap keberagaman budaya (X2) = 31,047% Hasil tersebut menunjukkan bahwa variabel X 1 mempunyai peran sebesar 66,023% dalam pembentukan regresi linear dan variabel X 2 mempunyai peran sebesar 31,047% dalam pembentukan regresi linear. Sedangkan sisanya sebesar 2,93% merupakan variabel lain di luar kedua variabel yang ikut mempengaruhi pembentukan regresi linear. D. Pembahasan Hasil Penelitian Berdasarkan hasil uji hipotesis dan analisis data yang telah dilakukan maka dapat dilakukan pembahasan sebagai berikut: 1. Hubungan antara pemahaman sejarah masa Revolusi Fisik di Kalimantan Selatan dengan sikap Nasionalisme Hasil uji hipotesis di atas ditemukan adanya hubungan yang positif antara variabel pemahaman sejarah masa revolusi fisik di Kalimantan Selatan dengan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sikap nasionalisme mahasiswa. Berdasarkan kajian teori dapat diketahui bahwa sejarah pada masa revolusi fisik pada hakekatnya merupakan sejarah perjuangan yang di dalamnya terdapat semangat integrasi, patriotisme, dan kerelaan berkorbaan yang merupakan unsur nasionalisme setiap warga negara Indonesia. Memahami sejarah perjuangan tersebut berarti memahami bagaimana nasionalisme Indonesia dipertahankan dan secara tidak langsung juga merupakan proses internalisasi dalam proses integrasi emosional yang juga menjadi ciri perjuangan pada masa revolusi fisik di Kalimantan Selatan. Integrasi emosional menurut Kochhar (2008: 471) tidak menyangkut geografi, ekonomi, sosial, atau politik; ini adalah integrasi aspek intelektual yang diwujudkan melalui pendidikan sebagai tahap pertama dan kemudian dilanjutkan dengan integrasi fungsional. Integrasi nasional tidak bertujuan menyeragamkan pikiran dan tindakan, namun memberikan kesadaran baru bahwa ada kesamaan di antara perbedaan-perbedaan. Ini adalah perpaduan perasaan yang harmonis dan sehat. Emosi dapat berpusat di sekitar objek, orang, keluarga, atau kelompok. Apabila emosi ini dibangun di sekeliling bangsa sebagai pusatnya, hasilnya adalah integrasi emosional secara nasional. Integrasi emosional ini terwujud dalam kecintaan terhadap negara, perasaan gembira atas kesejahteraan yang diperoleh, serta perasaan marah ketika bahaya mengancam[negara]nya (Kochhar, 2008: 472).
Pendidikan
merupakan
proses
internalisasi
nilai
termasuk
nilai
nasionalisme, maka pemahaman merupakan salah satu aspek penting dari proses internalisasi nilai nasionalisme tersebut. Pemahaman sejarah dalam hal ini sejarah perjuangan bangsa merupakan proses penanaman nasionalisme melaui penyadaran terhadap realita sejarah yang membentuk identitas kebangsaan. Jika seseorang sudah mampu mencapai tingkat kesadaran kritis terhadap relitas, orang itupun mulai masuk ke dalam proses pengertian dan bukan proses menghapal semata-mata. Orang yang mengerti bukanlah orang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
yang menghafal, karena ia menyatakan diri atau sesuatu berdasarkan sesuatu “sistem kesadaran”, sedangkan orang yang menghafal hanya menyatakan diri atau sesuatu secara mekanis tanpa (perlu) sadar apa yang dikatakannya (Freire, 2007: xviii).
Hal tersebut menjelaskan mengapa dalam uji hipotesis didapat nilai kontribusi yang tinggi kesadaran sejarah terhadap sikap nasionalisme. Mereka yang memiliki pemahaman tinggi tentang sejarah perjuangan akan cenderung menyatakan sikap berdasarkan sistem kesadaran yang telah terbangun dalam proses memahami, sehingga apabila terdapat perbedaan yang signifikan pada aspek pemahaman sejarah maka secara otomatis akan memberikan kontribusi yang nyata terhadap sikap nasionalisme. Faktor selanjutnya yang penting menjadi penjelasan mengapa pemahaman sejarah perjuangan masa revolusi fisik memberi kontribusi terhadap sikap nasionalisme adalah kuatnya semangat patriotisme dalam narasi sejarah perjuangan. Ungkapan “para nasionalis bersifat patriotik” (Kohn dalam O’neil, 2008: 211) menunjukkan bahwa apabila semangat patriotisme ini dapat ditularkan, dalam hal ini melalui narasi sejarah perjuangan bangsa maka menjadi suatu keniscayaan untuk memupuk sikap nasionalisme dalam diri individu yang memiliki pemahaman sejarah perjuangan. Nasionalisme
menandakan sikap kebangsaan
yang
positif,
yakni
mempertahankan kemerdekaan dan harga diri bangsa dan sekaligus menghormati bangsa lain (Kansil dan Christine S.T. Kansil, 2011: 199-200). Nilai sikap ini dapat kita lihat pada sejarah perjuangan bangsa, terlebih sejarah masa revolusi fisik dimana bangsa Indonesia mempertahankan kemerdekaan yang telah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
diproklamasikan. Keterkaitan substantif inilah yang menjadi faktor penting mengapa pemahaman sejarah masa revolusi fisik mampu memberikan kontribusi yang signifikan terhadap sikap nasionalisme. Apabila
tinjauan
psikologis
digunakan
untuk
melihat
hubungan
pemahaman sejarah masa revolusi fisik dengan sikap nasionalisme mahasiswa dapat digunakan pendekatan korespondensi atau adanya saling keterkaitan. Sejarah masa revolusi fisik sangat jelas sekali menampilkan satu sisi nasionalisme heroik, aspek inilah yang sangat mudah untuk dipahami maknanya oleh genarasi yang tidak mengalami perjuangan pada masa revolusi fisik tersebut. Terlebih apabila aspek heroik ini diperkuat diperkuat dengan aspek intelektual maka konstruksi nasionalisme dalam diri mahasiswa akan sangat kuat. Fakta sejarah menjelaskan bahwa ‘nasionalisme murni Indonesia mungkin lahir di antara kelompok mahasiswa Indonesia baik yang ada di negeri Belanda maupun yang ada di Indonesia pada tahun 20-an’ (Kansil dan Christine S.T. Kansil, 2011: 200). Hal tersebut menunjukkan bahwa nasionalisme yang lahir di kalangan mahasiswa tersebut merupakan nasionalisme intelektual, nasionalisme yang dilandasi oleh sebuah sintesa pemikiran bahwa menjadi bangsa yang bermartabat berarti menjadi bangsa yang terlepas dari tirani bangsa lain. Nasionalisme model inilah yang mengalami pemaknaan kembali dalam proses pemahaman sejarah perjuangan pada masa revolusi fisik. Pemaknaan kembali nasionalisme melalui pemahaman sejarah perjuangan masa revolusi fisik inilah yang dimaksud Freire (2007: 26), ‘menurutnya sejarah itu bersifat dialektis kerena digunakan untuk membedakan antara kondisi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sekarang yang given dan yang masih menyisakan kemungkinan untuk emansipasi’. Kondisi yang given tersebut dalam kajian ini adalah kenyataan sejarah bahwa perjuangan masa revolusi fisik adalah upaya mempertahankan nasionalisme, sedangkan upaya pemahaman sejarah yang pada akhirnya akan membawa pada pemaknaan kembali nasionalisme kebangsaan adalah kondisi aktual sikap kebangsaan. Dapat disimpulkan kemudian bahwa pemahaman sejarah masa revolusi fisik merupakan upaya penyadaran dan pemaknaan kembali nilai-nilai sejarah yang akan memberi kontribusi signifikan terhadap sikap nasionalisme. Variabel pemahaman sejarah dengan demikian mempunyai kedudukan penting dalam pembinaan sikap nasionalisme. 2. Hubungan antara persepsi terhadap keberagaman budaya di Kalimantan Selatan dengan sikap Nasionalisme Berdasarkan hasil uji hipotesis diketahui bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara variabel persepsi terhadap keberagaman budaya di Kalimantan Selatan dengan sikap nasionalisme. Jika ditelusuri kembali pada kajian teori dapat diketahui bahwa nasionalisme Indonesia pada dasarnya merupakan nasionalisme yang dibangun di atas keberagaman, dengan kata lain semangat nasionalisme yang tumbuh merupakan sebuah sikap yang didasari pada kesediaan untuk menerima berbagai keberagaman budaya yang ada di Indonesia. Kesediaan menerima berbagai keberagaman budaya merupakan langkah awal untuk membangun persepsi positif terhadap keberagaman budaya sebagai kekayaan bangsa yang pada akhirnya akan melahirkan kesadaran kolektif. Dengan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
demikian untuk mencapai kesadaran kolektif tersebut seseorang harus menerima sekumpulan nilai yang akan menjadi dasar kesadarannya. Tiap budaya punya kesadaran kolektif – atas sebuah ‘semangat nasional’(O’neil, 2008:207). Pada saat individu sebagai anggota masyarakat telah mempunyai kesadaran kolektif atas sebuah semangat nasional maka pada dasarnya individu tersebut juga telah memiliki sikap nasionalisme, hal tersebut karena sikap nasionalisme pada hakekatnya juga merupakan wujud kesadaran kolektif atas dimilikinya cita-cita dan identitas bersama sebagai sebuah bangsa. Menjadi jelas kemudian, mengapa persepsi terhadap keberagaman budaya dapat memberikan kontribusi terhadap sikap nasionalisme. Merupakan kenyataan yang sulit diingkari, bahwa negara-bangsa Indonesia terdiri dari sejumlah besar kelompok etnis, budaya, agama, dan lain-lain, sehingga negara-bangsa Indonesia secara sederhana dapat disebut sebagai masyarakat “multikultural”. Tetapi pada pihak lain, realitas “multikultural” tersebut berhadapan dengan kebutuhan mendesak untuk merekontruksi kembali “kebudayaan nasional Indonesia” yang dapat menjadi integrating force yang mengikat seluruh keberagaman etnis dan budaya tersebut (Azyumardi Azra, 2011: 20).
Kondisi tersebut membutuhkan sebuah strategi pencapaian yang secara normatif sesuai dengan prinsip kebhinekaan dan secara ideologis mampu memperkuat persatuan bangsa. Pada kondisi inilah persepsi positif terhadap keberagaman
budaya
mejadi faktor
penting
dalam
menanamkan sikap
nasionalisme Indonesia. Penafsiran merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari persepsi, dalam hal ini penafsiran dimaksud merupakan upaya untuk mengidentifikasi dan memahami tiap unsur budaya sehingga terbentuk sikap mental sebagai tafsiran
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dari pengetahuan tentang budaya yang diterima seseorang. Dalam proses ini tiap individu akan memunculkan pandangan yang berbeda terhadap objek persepsi, dalam hal ini adalah budaya. Persepsi positif akan muncul ketika seseorang mampu menerima dan memahami nilai-nilai budaya di luar lingkungan alam budayanya sendiri. Kita bangga berbangsa Indonesia bukan semata-mata karena adanya alam tanah air Indonesia, melainkan juga karena nenek moyang kita sudah mempunyai nilai kebudayaan yang tinggi menurut ukuran waktu itu (Kansil dan Christine S.T. Kansil, 2011:154). Kenyataan inilah yang menjadi faktor penentu mengapa setiap suku bangsa memiliki kebudayaan yang kuat sebagai identitas mereka. Keadaan ini merupakan realitas kebangsaan yang menjadi warna nasionalisme Indonesia, persepsi positif terhadap keberagaman budaya secara tidak langsung juga merupakan refleksi dari sikap nasionalisme seseorang. Kenyataan tersebut juga menggambarkan adanya linearitas antara persepsi terhadap keberagaman budaya dengan sikap nasionalisme. Pernjelasan lain yang dapat dipergunakan untuk menguatkan asumsi hubungan antara
persepsi terhadap keberagaman budaya
dengan sikap
nasionalisme adalah kenyataan bahwa nasionalisme Indonesia merupakan nasionalisme yang didasari oleh empat pilar berbangsa dan bernegara, yaitu; Pancasila, Undang-undang Dasar 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhineka Tunggal Ika. Bukan tanpa alasan tentunya jika keempat hal tersebut menjadi pilar kehidupan berbangsa dan bernegara, secara substansi keempatnya mempunyai pola hubungan yang saling melengkapi. Penerimaan terhadap konsep kebhinekaan telah melahirkan negara kesatuan dengan Undang-undang Dasar 45
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sebagai landasan bernegara dan Pancasila sebagai ideologi kebangsaan. Dengan demikian menerima keberagaman berarti mengakui dan menerima identitas kebangsaan Indonesia. Sebagai suatu bangsa yang terbentang luas dari sabang sampai ke Merauke dari berbagai pulau yang terjadi begitu saja, maka Indonesia tidak punya pilihan selain menerima keberagaman itu. Negara yang terbentuk dari belasan ribu pulau, sudah dengan sendirinya akan menerima keberagaman itu. Menolak keragaman itu sama saja dengan menolak keberadaan manusia dari belasan ribu pulau itu. Menolaknya sama saja dengan mengabaikan keberadaan hakiki dan jati-diri [ke-Indonesiaan] manusiamanusia tersebut (John Titaley, 2011: xxi).
Dapat disimpulkan bahwa keberagaman merupakan identitas kebangsaan Indonesia, menerima keberagaman melalui persepsi positif terhadap keberagaman budaya merupakan ciri sikap nasionalisme Indonesia. Dengan demikian dapat dirumuskan sebuah justifikasi bahwa persepsi terhadap keberagaman budaya memberikan kontribusi nyata bagi sikap nasionalisme.
3. Hubungan antara pemahaman sejarah masa Revolusi Fisik di Kalimantan Selatan dan persepsi terhadap keberagaman budaya di Kalimantan Selatan secara bersama-sama dengan sikap Nasionalisme Berdasarkan hasil uji hipotesis sebelumnya diperoleh besarnya sumbangan regresi secara bersama–sama terhadap sikap nasionalisme
sebesar 9,85 dan
ditemukan adanya hubungan yang signifikan antara pemahaman sejarah masa revolusi fisik di Kalimantan Selatan dan persepsi terhadap keberagaman budaya di Kalimantan Selatan dengan sikap nasionalisme.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Telah dikemukakan dalam kajian teori bahwa nasionalisme Indonesia merupakan nasionalisme yang muncul sebagai bentuk perlawanan terhadap tirani bangsa asing dan dalam prosesnya kuatnya nasionalisme Indonesia dilandasi oleh kesediaan untuk menerima keberagaman bangsa. Dua faktor tersebut merupakan faktor penting bagi terbentuknya identitas nasionalisme Indonesia. Pemahaman terhadap proses perjuangan bangsa pada masa revolusi fisik dan adanya persepsi positif terhadap keberagaman budaya merupakan variabel penting yang akan memberikan kontribusi terhadap sikap nasionalisme pada masa sekarang. Keduanya mempunyai peran yang saling melengkapi dalam memperkuat sikap nasionalisme Indonesia dewasa ini, pemahaman sejarah masa revolusi fisik merupakan pelajaran moral tentang nasionalisme Indonesia, sedangkan persepsi terhadap keberagaman budaya merupakan pedoman sikap dan tindakan sebagai manusia Indonesia dalam tataran kehidupan berbangsa yang mempunyai identitas kebhinekaan. Kedua variabel tersebut apabila dimiliki oleh warga bangsa terbukti mempunyai kontribusi yang berarti terhadap sikap nasionalisme. Memahami sejarah perjuangan berarti membangkitkan kembali semangat nasionalisme sedangkan mengembangkan persepsi positif terhadap keberagaman budaya berarti sadar akan realitas bahwa keberagaman adalah identitas bangsa. Jika keduanya dimiliki oleh setiap individu warga negara maka bangunan nasionalisme Indonesia akan menjadi sangat kuat. Hal tersebut senada dengan yang dijelaskan Elson (2008:1001) bahwa sifat nasionalisme Indonesia yang bertahan lama, yakni karena kemampuannya menggugah pengabdian kepada satu bangsa sambil menampung toleransi multikultural berikut kepentingan daerah dan suku.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Mamahami sejarah perjuangan berarti menggugah kembali semangat pengabdian para pejuang, dalam proses perjuangan tersebut kita juga dapat melihat bahwa persatuan yang dikembangkan dalam upaya perlawanan adalah persatuan yang toleran terhadap keberagaman. Dengan demikian menjadi sangat jelas bahwa nuansa multikultural selalu hadir dalam sejarah bangsa Indonesia, bahkan menjadi warna yang khas bagi perjuangan bangsa Indonesia bila dibandingkan dengan banyak bangsa lain di dunia. Pola ini juga menjelaskan mengapa terdapat hubungan bersama-sama antara pemahaman sejarah dan persepsi terhadap keberagaman budaya dengan sikap nasionalisme. Pada kajian teori dijelaskan bahwa dalam persepsi terdapat proses atribusi yaitu upaya untuk memahami penyebab dibalik perilaku sosial budaya, proses atribusi ini seringkali diwarnai oleh adanya stereotype atau prasangka kelompok. Keadaan inilah yang dapat dijadikan alternatif penjelasan mengapa persepsi terhadap keberagaman budaya memberikan kontribusi lebih rendah dibandingkan variabel pemahaman sejarah perjuangan. Sejarah perjuangan masa revolusi fisik relatif lebih bisa diterima karena tidak menyangkut identitas sukuisme bahkan menurut Hobsbawm (1990) menjadi ‘kriteria pengikat’, sehingga bersifat lebih universal dan karenanya dapat memberikan sumbangan efektif dan relatif yang lebih tinggi. Kebangsaan Indonesia merefleksikan suatu kesatuan dalam keragaman serta kebaruan dalam kesilaman (Yudi Latif, 2011:250). Hal ini berarti untuk memahami nasionalisme Indonesia unsur keberagaman serta kesejarahan tidak dapat diabaikan. Dari segi konseptual keduanya jelas memiliki kontribusi nyata terhadap pemahaman nasionalisme Indonesia. Selanjutnya Yudi Latif (2011:353)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
menjelaskan bahwa ‘kesadaran berbangsa yang seiring dengan kesadaran berbudaya itu sejak lama disadari oleh para perintis kemerdekaan’. Fakta sejarah inilah salah satu hal penting yang mengalami penafsiran kembali ketika kita mempelajari sejarah perjuangan sehingga akan sangat wajar apabila pemahaman sejarah dan persepsi terhadap keberagaman budaya memberi kontribusi bagi sikap nasionalisme. Kesimpulan atas analisis ini adalah; pemahaman sejarah masa revolusi fisik yang merupakan sejarah perjuangan dan persepsi terhadap keberagaman budaya memberikan kontribusi bagi sikap nasionalisme karena kedua variabel tersebut adalah unsur-unsur pokok dalam pengembangan sikap nasionalisme Indonesia, dengan kata lain sintesa dari keduanya akan merefleksikan sikap nasionalisme Indonesia.
E. Keterbatasan Penelitian Penelitian ini merupakan bentuk penelitian survey, meskipun unsur substantif, metodologis dan teknis telah dipenuhi akan tetapi penelitian ini masih mempunyai beberapa keterbatasan, antara lain: 1.
Penelitian ini hanya menyangkut dua variabel sebagai prediktor yaitu pemahaman sejarah dan persepsi terhadap keberagaman budaya. Tidak menutup kemungkinan terdapat variabel-variabel lain yang juga akan memberikan kontribusi terhadap sikap nasionalisme dikalangan mahasiswa Pendidikan Sejarah FKIP Universitas Lambung Mangkurat.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
2.
digilib.uns.ac.id
Penelitian ini hanya berlaku bagi mahasiswa Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP Universitas Lambung Mangkurat yang menjadi populasi penelitian, sehingga hasilnya tidak dapat digeneralisasikan pada subjek penelitian yang berbeda.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa: 1.
Terdapat hubungan positif yang signifikan antara pemahaman sejarah masa revolusi fisik di Kalimantan Selatan dengan sikap Nasionalisme. Mahasiswa yang memiliki pemahaman sejarah masa revolusi fisik di Kalimantan Selatan yang
tinggi akan
memiliki sikap
nasionalisme
yang
baik apabila
dibandingkan dengan mahasiswa yang tidak memiliki pemahaman sejarah masa revolusi fisik. 2.
Terdapat hubungan positif yang signifikan antara persepsi terhadap keberagaman budaya di Kalimantan Selatan dengan sikap nasionalisme. Mahasiswa yang memiliki persepsi positif terhadap keberagaman budaya akan memiliki sikap nasionalisme apabila bibandingkan dengan mahasiswa yang tidak memiliki persepsi positif terhadap keberagaman budaya.
3.
Terdapat hubungan positif yang signifikan antara pemahaman sejarah masa revolusi fisik di Kalimantan Selatan dan persepsi terhadap keberagaman budaya di Kalimantan Selatan dengan sikap nasionalisme. Mahasiswa yang memiliki pemahaman sejarah masa revolusi fisik di Kalimantan Selatan yang tinggi dan persepsi positif terhadap keberagaman budaya di Kalimantan Selatan akan memiliki sikap nasionalisme yang baik apabila dibandingkan dengan mahasiswa yang tidak memiliki pemahaman sejarah masa revolusi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
fisik dan persepsi positif terhadap keberagaman budaya di Kalimantan Selatan.
B. Implikasi Penelitian Temuan dalam penelitian ini yaitu adanya hubungan positif yang signifikan antara pemahaman sejarah masa revolusi fisik di Kalimantan Selatan dan persepsi terhadap keberagaman budaya di Kalimantan Selatan dengan sikap nasionalisme Mahasiswa. Hal tersebut membawa implikasi bahwa pembinaan sikap nasionalisme dikalangan mahasiswa program studi pendidikan sejarah seyogyanya dilakukan dengan memperkuat pemahaman sejarah terutama sejarah perjuangan bangsa dan menanamkan persepsi positif terhadap keberagaman budaya bangsa. Terpenuhinya dua variabel tersebut akan mampu memberikan sumbangan yang sangat berarti terhadap sikap nasionalisme mahasiswa. Pemahaman sejarah dimaksud merupakan pemahaman yang dilandasi adanya kesadaran kritis terhadap realitas sejarah dan bukan pemahaman tekstual semata. Pemahaman inilah yang diharapkan akan mampu melahirkan paradigma kebangsaan yang adaptif terhadap perkembangan zaman. Lebih spesifik lagi secara teoritis pembentukan sikap nasionalisme bagi para mahasiswa dapat berhasil dengan meningkatkan pemahaman sejarah khususnya pada masa revolusi fisik. Pemahaman sejarah tersebut di antaranya menekankan bagaimana para mahasiswa memperkirakan implikasi Proklamasi 17 Agustus 1945 terhadap perjuangan yang dilakukan oleh rakyat Kalimantan Selatan, dari kondisi tersebut mahasiswa dapat memahami bahwa gejolak yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
terjadi di tingkat pusat akan mempengaruhi kondisi di daerah, sehingga dapat dianalogikan dengan keadaan sekarang. Selanjutnya diperlukan pengkajian bentuk partisipasi rakyat Kalimantan Selatan dalam perjuangan melalui organisasi masa dan partai politik, keadaan ini mempunyai relevansi dengan masa sekarang dimana bentuk partisipasi rakyat dalam bernegara dapat dilakukan melalui organisasi kemasyarakatan dan partai politik. Disamping itu diperlukan pemahaman kembali terhadap pentingnya nilainilai juang dalam mencapai cita-cita bangsa. Pada masa sekarang nilai kejuangan ini dapat diiterpretasikan dengan semangat untuk berprestasi dalam segala bidang kehidupan demi kemajuan bangsa dan negara. Tidak kalah pentingnya adalah menghargai hasil perjuangan masa revolusi fisik dengan cara mengamalkan nilai juang tersebut sehingga semangat nasionalisme para pejuang tetap hidup pada masa sekarang. Perlu dipahami juga bagaimana konsep tindakan dalam perjuangan masa revolusi fisik, konsep tindakan ini menggambarkan bagaimana kemampuan dan keteladanan seorang pemimpin dalam mencapai tujuan bersama. Keteladanan pada masa perjuangan tersebut merupakan sikap nasionalisme seorang pemimpin sehingga apabila dipahami dengan benar akan membentuk keteladanan yang menggambarkan sikap nasionalisme pada masa sekarang. Sedangkan persepsi terhadap keberagaman budaya yang diharapkan merupakan persepsi positif terhadap identitas kultural sebagai bangsa yang menjungjung tinggi kebhinekaan. Persepsi positif inilah yang diharapkan akan mampu menghindarkan konstruksi kebangsaan dari bahaya disintegrasi dan konflik antar budaya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Persepsi terhadap keberagaman budaya juga perlu dibangun untuk membentuk sikap nasionalisme. Persepsi tersebut sebaiknya mengarahkan mahasiswa untuk menyadari eksistensi budaya tiap suku sebagai bagian dari budaya bangsa, dengan demikian akan timbul saling menghargai yang pada akhirnya akan memperkokoh nasionalisme Indonesia. Perlu dikembangkan kepekaan terhadap peran budaya dalam membentuk karakter masyarakat, bahwa masyarakat dan budaya mempunyai keterkaitan yang sangat kuat. Sehingga dengan pemahaman ini dapat menghindarkan munculnya stereotipe terhadap budaya tertentu yang dapat melemahkan sikap nasionalisme. Pembinaan sikap nasionalisme juga dapat dilakukan dengan memperkuat rasa memiliki terhadap budaya bangsa, keberagaman budaya merupakan kekayaan bangsa. Ada nilai-nilai positif dalam setiap keragaman budaya, diantaranya adalah nilai-nilai filosofis, religius, dan edukatif. Apabila dikembangkan dengan baik nilai-nilai tersebut akan mampu membentuk karakter manusia Indonesia yang memiliki sikap nasionalisme. Secara praktis implikasi penelitian ini yaitu, dikalangan Mahasiswa Program
studi Pendidikan Sejarah diperlukan
perbaikan
dalam
sistem
pembelajaran untuk meningkatkan pemahaman sejarah, terutama sejarah masa revolusi fisik guna pembinaan sikap nasionalisme. Selain itu dikalangan mahasiswa juga harus ditanamkan rasa menghargai keberagaman budaya bangsa untuk mengembangkan persepsi positif terhadap keberagaman budaya sehingga akan memperkuat sikap nasionalisme mahasiswa.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
C. Saran 1.
Bagi pendidik dalam hal ini dosen a. Para dosen Program Studi Pendidikan Sejarah sebaiknya mampu meningkatkan sikap nasionalisme mahasiswa melalui peningkatkan pemahaman mahasiswa terhadap sejarah masa revolusi fisik. b. Para dosen Program Studi Pendidikan Sejarah sebaiknya mampu meningkatkan sikap nasionalisme mahasiswa melalui kesadaran tentang manfaat keragaman budaya.
2.
Bagi mahasiswa a. Mahasiswa sebaiknya mampu meningkatkan pemahaman sejarah masa revolusi fisik untuk memperkuat sikap nasionalisme b. Mahasiswa sebaiknya mampu menerima keberagaman budaya agar terbentuk
persepsi
positif
terhadap
keberagaman
budaya
untuk
memperkuat sikap nasionalisme. 3.
Bagi instansi/program studi a. Program studi sebaiknya dapat mengadakan kegiatan-kegiatan guna memperkuat pemahaman sejarah masa revolusi fisik untuk meningkatkan sikap nasionalisme mahasiswa. b. Program studi sebaiknya dapat menciptakan suasana akademik yang mencerminkan nilai-nilai keberagaman sehingga akan terbentuk iklim kebhinekaan di antara seluruh civitas akademik untuk meningkatkan sikap nasionalisme mahasiswa. c. Program studi juga sebaiknya dapat menyediakan fasilitas yang memadai untuk meningkatkan pemahaman sejarah masa revolusi fisik dan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
keberagaman
digilib.uns.ac.id
budaya,
sehingga
mahasiswa
dapat
meningkatkan
pemahaman sejarah dan memahami nilai-nilai positif dari keragaman budaya. 4.
Bagi peneliti selanjutnya Diperlukan adanya
analisis data
menggunakan analisis kovarians
mengingat hasil sumbangan efektif dari kedua variabel bebas begitu besar. Sehingga akan dapat diketahui indikator yang memberikan kontribusi paling nyata.
commit to user