PROFIL PETANI SAYURAN Seperti telah dijelaskan pada bagian-bagian sebelumnya, penelitian ini dilakukan di empat kabupaten penghasil sayuran dataran tinggi di Jawa Barat dengan pemilihan beberapa lokasi kasus. Kasus yang terpilih adalah komunitas petani di mana terdapat proses kerjasama (kemitraan) antara petani tersebut dengan perusahaan, koperasi maupun pedagang pengumpul dalam kegiatan agribisnis sayuran dataran tinggi. Jumlah petani contoh (n= 285) tersaji pada Tabel 13. 4) Tabel 13 Jumlah Petani Menurut Status dan Lokasi No.
Lokasi
Status Bermitra
Total
Tidak Bermitra
1
Bogor
55
10
65
2
Cianjur
18
32
50
3
Bandung_Rancabali
46
42
88
4
Bandung_Cisarua
36
18
54
5
Garut
Total
27
11
38
182
103
285
Gambaran tentang profil petani yang berasal dari Variabel Umur (X1), Tingkat Pendidikan (X2), Dimensi Usaha (X3), Tingkat Kebutuhan (X4), Ciri Kewirausahaan, Variabel Lingkungan (X6), Variabel Pengetahunan tentang Pola Kemitraan (X7) dapat dijelaskan dengan seluruh sampel peta ni (n=285), sedangkan data persepsi (n=212) dan kinerja petani (n=259) tidak dapat dijelaskan dengan seluruh sampel karena datanya tidak lengkap atau variabel tersebut tidak relevan ditanyakan pada petani seluruh sampel. Data tentang persepsi, ciri inovasi pola kemitraan hanya relevan ditanyakan pada petani yang bermitra atau pernah bermitra (berhenti bermitra pada saat penelitian dilakukan). Dengan demikian jumlah sampel petani untuk data persepsi berjumlah 212 petani, yang terdiri dari 174 petani mitra dan 38 petani tidak bermitra. Untuk kepentingan uji statistik seluruh data kemudian 4
) Jumlah petani contoh yang berstatus mitra lebih sedikit dari yang direncanakan karena: (1) petani berhenti bermitra pada saat penelitian dilakukan, (2) petani tersebut tidak sesuai dengan kriteria yang ditetapkan karena penelitian ini menggunakan unit analisis rumahtangga. Misalnya: dua orang petani mitra atau lebih dalam satu rumahtangga akan diambil satu orang saja yang menjadi responden, atau di kasus lain santri yang masih belajar tidak dapat dijadikan responden.
101 disesuaikan dengan jumlah data tersebut, rincian selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2.
Selanjutnya gambaran tentang profil petani untuk masing-
masing variabel akan dijelaskan dalam persen, pada tabulasi silang berikut. Umur (X1) dan Tingkat Pendidikan (X2) Tabel 14 menyajikan presentase petani menurut umur dan pendidikan. Petani yang menjadi responden dalam penelitian ini berumur antara 18 tahun sampai 71 tahun.
Sebagian besar termasuk kategori umur dewasa yaitu
berumur antara 30 tahun sampai 50 tahun. Mereka yang termasuk kategori ini sebagian besar (60.2%) merupakan petani yang tidak bermitra. Petani muda yang bermitra (28.0%) lebih banyak dibanding petani tua (21,4 %). Tabel 14 Persentase Petani Menurut Umur dan Pendidikan Kategori Umur
Tidak Mitra (%)
Mitra (%)
Total (%)
1
Muda
15,5
28,0
23,5
2
Dewasa
60,2
50,5
54,0
3
Tua
24,3
21,4
22,5
4.
Total
100,0
100,0
100,0
Kategori Tk. Pendidikan
Tidak Mitra (%)
Mitra (%)
Total (%)
1.
Rendah
72,8
48,4
57,2
2.
Sedang
8,7
20,3
16,1
3.
Tinggi
18,4
31,3
26,7
4.
Total
100,0
100,0
100,0
Catatan: Umur Muda <30 tahun Pendidikan Rendah <= SD
30 <= Dewasa >= 50 tahun SD < Sedang >=SLTA
Tua, > 50 tahun Tinggi > SLTA
Tingkat Pendidikan petani responden beragam dari yang tidak sekolah sampai perguruan tinggi.
Dari total petani, mayoritas berada pada kategori
pendidikan rendah (57.2%), yaitu yang berpendidikan SD, tidak tamat SD atau tidak sekolah. Kondisi ini serupa dengan kondisi pendidikan penduduk di Jawa Barat (Tabel 15 ), di mana penduduk sebagian besar penduduk (56.16%) berpendidikan rendah. Responden berpendidikan rendah lebih banyak yang memilih untuk tidak bermitra (72.8%). Sedangkan mereka yang berpendidikan tinggi lebih banyak yang memilih untuk bermitra (31.3%), sama halnya dengan responden berpendidikan sedang, lebih banyak yang memutuskan untuk mengikuti pola kemitraan (20.3%).
102
Tabel 15 Persentase Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Jawa Barat Kriteria
1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004
Tidak Sekolah
11,73 12,33 11,66 10,27 10,00
9,79
9,66 10,30
8,64
8,50
8,98
Tidak Tamat SD 30,32 30,57 28,35 26,56 26,39 25,45 24,29 24 ,11 22,63 21,87 15,31 Tamat SD
31,97 31,22 32,34 32,99 32,99 32,49 32,45 32,66
33,3 33,42 31,87
Tamat SLTP
12,16 11,94 12,72 14,01 13,92 14,62 15,28 14,87 15,92 16,65 20,12
SMA ke atas
13,83 13,94 14,92 16,16 16,70 17,65 18,32 18 ,06 19,53 19,56 23,72
Sumber :http:// www.bps. go.id/ 22 Mei 2005
Pekerjaan Utama dan Sampingan Tabel 16 dan Tabel 17 menyajikan presentase petani menurut pekerjaan utama dan sampingannya. Pekerjaan utama selain petani: bila di SM biasanya karyawan, wiraswasta, bila di PAI biasanya santri, bila di KMS biasanya pegawai koperasi dan pensiunan. Pekerjaan sampingan selain petani, antara lain buruh tani, pedagang pengumpul, buruh bangunan, ternak domba, supplier pupuk, aparat desa, buka warung, penjaga vila, tukang bangunan, sopir, guru agama, penjahit, penyalur TKW dan tukang ojek. Tabel 16 Persentase Petani Menurut Pekerjaan Utamanya No.
Kategori Pekerjaan Utama
Tidak Mitra (%)
Mitra (%)
Total (%)
1.
Petani
87,4
78,0
81,4
2.
Non Petani
12,6
22,0
18,6
3.
Total
100,0
100,0
100,0
Dari total responden, mayoritas memiliki pekerjaan utama sebagai petani (81.4%).
Mereka yang pekerjaan utamanya petani lebih banyak merupakan
petani yang tidak bermitra (87.4%). Tabel 17 Persentase Petani Menurut Pekerjaan Sampingannya
No.
Kategori Pekerjaan Sampingan
Tidak Mitra (%)
Mitra (%)
Total (%)
1.
Tidak punya
56,3
42,9
47,7
2.
Petani
11,7
20,3
17,2
3.
Non Petani
32,0
36,8
35,1
4.
Total
100,0
100,0
100,0
103 Dari total responden, mayoritas tidak memiliki pekerjaan sampingan, dapat dilihat dari persentase tertinggi sebesar 47.7 persen . Responden yang menyatakan bahwa bertani adalah pekerjaan sampingan sejumlah 11,7 persen petani non mitra, dan 20,3 persen petani mitra. Dari kedua tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa dengan pola kemitraan akan memungkinkan seseorang melakukan kegiatan usahatani sebagai usaha sampingan (20,3 %)
Lama Berusaha Tani Tabel 18 menyajikan presentase petani menurut lama berusaha tani. Petani memiliki pengalaman berusaha tani beragam dari 1 tahun sampai dengan 50 tahun. Mayoritas petani (50.5%) memiliki pengalaman berusahatani cukup lama, yaitu antara 5 tahun sampai 25 tahun. Tabel 18 Persentase Petani Menurut Lama Berusahatani No.
Kategori Pengalaman
Tidak Mitra (%)
Mitra (%)
Total (%)
1.
Baru
21,4
25,3
23,9
2.
Cukup Lama
48,5
51,6
50,5
3.
Lama
30,1
23,1
25,6
4.
Total Baru < 5 tahun
100,0 Cukup Lama, 5 s/d 25 tahun
100,0
100,0 Lama > 25 tahun
Petani yang sudah lama berusahatani lebih banyak merupakan petani yang tidak bermitra (30,1 %) dibanding yang bermitra (23,1 %). Petani mitra lebih banyak yang merupakan petani baru (25,3 %) dan cukup lama pengalamannya (51,6 %). Lama berusaha tani ini berkaitan dengan umur tetapi dikontrol dengan riwayat pekerjaan seseorang.
Dalam penelitian ini riwayat pekerjaan petani
dapat dikategorikan menjadi (1) langsung bertani, (2) bekerja pada lingkup pertanian kemudian bertani, dan (3) bekerja di luar pertanian kemudian bertani (Tabel 19) Tabel 19 menyajikan presentase petani menurut riwayat pekerjaan. Mayoritas petani memulai pekerjaannya dengan langsung terjun dalam kegiatan bertani (56.5%).
Mereka yang riwayat pekerjaannya langsung bertani lebih
banyak yang merupakan petani yang tidak bermitra (58.3%).
104 Tabel 19 Persentase Petani Menurut Riwayat Pekerjaannya No.
Kategori Riwayat Pekerjaan
Tidak Mitra (%)
Mitra (%)
Total (%)
1.
Langsung Bertani
58,3
55,5
56,5
2.
Lingkup Pertanian
16,5
20,3
18,9
3.
Non Pertanian
25 ,2
24,2
24,6
4.
Total
100,0
100,0
100,0
Kategori Riwayat Pekerjaan Petani 1. Langsung bertani, biasanya dimulai dengan ikut orang tua mengelola suatu usahatani, atau berburuh tani pada orang lain. Setelah cukup mampu dari teknis budidaya, dan didukung oleh modal uang yang cukup, petani mulai mengelola usahatani sendiri. 2. Petani memulai karir bertani melalui pekerjaan lain yang berkaitan dengan pertanian seperti berdagang sayuran, buah, saprodi, dll, kemudian sambil berdagang ia mengelola usahatani. Pada akhirnya ada yang memilih bertani saja sebagai pekerjaan utamanya, tetapi ada juga yang sambil bertani tetap masih berdagang. 3. Bertani merupakan pekerjaan yang dimasuki setelah pada awalnya ia melakukan pekerjaan yang sama sekali tidak berkaitan dengan pertanian. Responden pada kategori ini biasanya adalah orang -orang yang sering berpindah -pindah pekerjaan, mencari-cari peluang kerja di luar pertanian sebelum akhirnya memilih bertani sebagai pekerjaan utamanya. Ada juga pada kategori ini adalah mereka yang mempunyai modal cukup untuk diinvestasikan pada bisnis pertanian. Jadi bertani sebagai pekerjaan sambilan saja. Beberapa contoh riwayat pekerjaan petani untuk masing-masing kategori tersebut dapat dilihat pada Lampiran 4 dalam kasus-kasus petani.
Dimensi Usaha (X3) Variabel Dimensi Usaha meliputi variabel skala usaha (luas lahan), jumlah sayuran, dan kepastian pasar. Gabungan ketiga dimensi dari variabel usaha ini digunakan untuk mengidentifikasi tingkat komersialitas usahatani.
105 Variabel luas lahan Lahan yang diusahakan untuk usahatani sayuran sebagian besar merupakan lahan sawah tadah hujan, pekarangan, dan kebun atau ladang. Berdasarkan data survei, lahan yang diusahakan petani untuk usahatani sayuran sebagian
besar
merupakan
lahan
sawah
(46,4%),
lahan
kebun/ladang/pekarangan (44,4 %), dan Green House (9,2 %).
Status
kepemilikan lahan bagi sebagian besar tanah petani sayuran merupakan tanah dengan status kepemilikan sebagai hal milik (57,7 %), sewa (22,6%), meminjam tanpa bayar/hak pakai (12 %) dan lainnya seperti bagi hasil atau gadai (7,7 %). Lahan yang bukan milik sendiri dikelola dengan cara menyewa atau meminjam tanpa bayar. Besarnya nilai sewa bervariasi dari 1 juta sampai dengan 2 juta rupiah per hektar per tahun untuk lahan terbuka baik sawah maupun lahan darat. Untuk Green House, biasanya merupakan milik petani sendiri atau meminjam dari familinya. Di beberapa lokasi penelitian seperti di Desa Alamendah, Kec. Rancabali, dan di Desa Cipanas kecamatan Cimacan ditemukan kasus di mana lahan terbuka milik perorangan atau milik instansi tertentu juga seringkali dipinjamkan kepada petani untuk dikelola, tanpa bayaran apapun. Tabel 20 Persentase Petani Menurut Luas Lahan No.
Kategori Luas Lahan
Tidak Mitra (%)
Mitra (%)
Total (%)
1.
Sempit
23,3
24,2
23,9
2.
Sedang
51,5
52,2
51,9
3.
Luas
25,2
23,6
24,2
4
Total
100,0
100,0
100,0
Catatan : Sempit < 0.196 Ha
Sedang 0.196 s/d 0.82 Ha
Luas > 0.82 Ha
Tabel 20 dan Tabel 21 menyajikan data luas lahan petani di lokasi penelitian. Data tersebut menunjukkan bahwa luas penguasaan lahan petani berkisar antara 0,01 hektar sampai dengan 15 hektar. Dengan rata-rata tertinggi 0,78 hektar untuk wilayah Garut, dan terendah 0,65 untuk wilayah Pasirlangu Bandung. (Tabel 21). Penguasaan lahan tersebut ada yang berada pada satu lokasi tapi kebanyakan terfragmentasi di 2 sampai 5 lokasi sehingga relatif lebih rumit dalam pengelolaannya. Mayoritas responden atau 51,9 persen memiliki luas lahan sedang yaitu antara 0.196 Ha sampai 0.82 Ha.
Kecuali di Bogor,
106 petani non mitra memiliki lahan yang relatif lebih luas dibandingkan yang bermitra. Tabel 21 Luas Lahan Petani Responden Masing-Masing Wilayah Berdasarkan Status Lokasi
Total Luas (Ha) 0,69 5,00 0,01
Mitra (Ha) 0,90 5,00 0,00
Non Mitra (Ha) 0,20 1,30 0,00
1. Bogor
Rata2 Maks Min
2. Cianjur
Rata2 Maks Min
0,67 5,00 0,04
0,26 3,05 0,00
0,41 5,00 0,00
3. Bandung (Pasirlangu)
Rata2 Maks Min
0,65 2,10 0,02
0,25 1,30 0,00
0,39 2,10 0,00
4. Bandung (Alamendah)
Rata2 Maks Min
0,74 6,50 0,01
0,32 2,11 0,00
0,42 5,00 0,00
5. Garut
Rata2 Maks Min
0,80 15,00 0,10
0,24 1,28 0,01
0,54 15,00 0,00
Kondisi usahatani saat penelitian dilakukan selain mengidentifikasi luas lahan, jenis lahan dan status kepemilikan lahan, juga mengidentifikasi jenis sayuran yang diusahakan.
Jenis Sayuran Tabel 22 dan Tabel 23 menyajikan jumlah dan persentase petani yang menanam jenis sayuran tertentu secara berurutan dari persentase jenis sayuran yang paling banyak diusahakan petani. Bawang daun merupakan jenis sayuran terbanyak yang diusahakan, yaitu 45,1 persen petani mitra dan 65 persen petani non mitra. Satu jenis sayuran seperti petsai disebut petani dengan nama yang berbeda -beda, antara lain sawi putih dan sampo. Labu siam bisa dipanen baby maupun besar. Beberapa jenis bunga juga di tanam terutama petani di daerah Pasirlangu, Cisarua Bandung dan Mega Mendung Bogor. Jenis Bunga tersebut antara lain : gerbera, krisan, bunga balon, dan sedap malam. Jenis tanaman lain
107 yang juga ditanam oleh beberapa petani adalah: bit, radis, timun, ubi, bawang bombay, bayam, dan bibit teh. Tabel 22 Jumlah dan Persentase Petani Mitra yang Menanam Jenis Sayuran Tertentu No.
Jenis Sayuran
Jumlah
Persen
1.
Bawang ( Daun, Merah, Putih)
82
45,1
2.
Cesin, Pakcoy, Selada/Lettuce, Sam po, Petsai, Sawi
80
44,0
3.
Sayuran Jepang
77
42,3
4.
Wortel
68
37,4
5.
Brokoli, Bunga Kol, Kol/Kubis
66
35,7
6.
Cabe ( Paprika, Keriting, Rawit)
61
33,5
7.
Buncis
60
33,0
8.
Lainnya
58
31,9
9.
Edamame
40
22,0
10.
Tomat
40
22,0
11.
Kentang
38
20,9
12.
Seledri
31
17,0
13.
Jagung (Baby, Manis, Sayur)
30
16,5
14.
Kacang-kacangan (Merah, Panjang, Tanah, Kapri, Kedelai)
25
13,7
15.
Labu Siam
23
12,6
16.
Strowbery
14
7,1
17.
Ubi
13
7,1
18.
Timun
12
6,6
19.
Bunga (Balon, Garbera, Krisan)
8
4,4
20.
Bayam
7
3,8
Total Petani
182
Jumlah sayuran yang berhasil diproduksi dengan baik oleh seorang petani rata-rata 4 jenis sayuran atau lebih. Beberapa jenis sayuran seperti zuchini, tang ho, kailan, radis, bit, okra, nasubi, lettuce/selada, kyuri, huan soi, horinso, daikon adalah merupakan sayuran dengan benih import yang juga diproduksi oleh petani. Biasanya petani menanam atas permintaan suplier. Keragaman jenis sayuran yang diusahakan petani menunjukkan bahwa petani sayuran masih menerapkan prinsip diversivikasi jenis untuk meminimalkan resiko, artinya kegagalan satu jenis sayuran diharapkan akan dapat ditutupi oleh jenis yang lain.
108 Beberapa petani masih menanam jenis tanaman pangan seperti ubi dan padi. Beberapa petani di Bogor mengatakan bahwa tanaman padi ditanam sebagai rotasi tanaman dalam upaya untuk mengembalikan kesuburan tanah setelah ditanami edamame. Tanaman ubi ditanam biasanya karena permintaan pasar antara lain kesepakatan dengan tengkulak. Seperti halnya ubi, petani juga seringkali bersepakat dengan tengkulak untuk menanam jenis buah-buahan tertentu seperti pepaya, pisang, melon dan semangka. Tabel 23 Jumlah dan Persentase Petani Non Mitra yang Menanam Jenis Sayuran Tertentu No.
Jenis Sayuran
Jumlah
Persen
1.
Bawang Daun
67
65,0
2.
Wortel
46
44,7
3.
Sayuran Jepang dan Paprika
39
37,9
4.
Kol
38
36,9
5.
Seledri
30
29,1
6.
Caisim, Pakcoy, Petsai
30
29,1
7.
Buncis
25
24,3
8.
Brokoli
21
20,4
9.
Tomat
17
16,5
10.
Kentang
17
16,5
11.
Edamame
16
15,5
12.
Cabe
16
15,5
13.
Strawberi
13
12,6
14.
Lainnya
12
11,7
15.
Bw. Merah &Putih
12
11,7
16.
Labu Siam
10
9,7
17.
Kacang2an
9
8,7
18.
Bunga
8
7,8
19.
Jagung
7
6,8
20.
Padi
5
4,9
21.
Buah
4
3,9
Jumlah petani
103
109 Tabel 24 Persentase Petani Menurut Jumlah Sayuran yang Ditanam No.
Kategori Jumlah
Tidak Mitra (%)
Mitra (%)
Total (%)
1.
Banyak
25,2
29,1
27,7
2.
Sedang
52,4
50,5
51,2
3.
Sedikit
22,3
20,3
21,1
4.
Total
100,0
100,0
100,0
Catatan: Banya k >5 jenis
Sedang, 3 s/d 5
Sedikit <3
Tabel 24 menyajikan persentase petani menurut jumlah sayuran yang ditanam. Data tersebut merupakan jenis sayuran yang ditanam saat penelitian dilakukan.
Mayoritas petani menanam sayuran dalam jumlah sedang (51.2%)
yaitu yang menanam tanaman antara tiga sampai lima jenis. Jumlah sayuran yang ditanam oleh petani mitra relatif lebih banyak dibanding petani yang tidak bermitra. Pola Tanam Setahun Terakhir Secara umum pola tanam setahun terakhir adalah tanaman sayuran sepanjang tahun. Pola tanam berbagai jenis sayuran bervariasi pada masingmasing lokasi. Beberapa responden menanam tanaman pangan seperti padi, ubi, singkong, talas, dan jagung dengan pola tanam: padi – sayuran – kenudian singkong, jagung, talas, dan ubi.
Pada tanaman jenis bunga, responden
biasanya menanam dengan pola tanam sepanjang tahun. Di daerah Bogor, umumnya petani menanam sayuran dengan pola tanam sepanjang tahun, tetapi dilakukan pergiliran dengan jenis sayuran yang berbeda, tanpa adanya jadwal khusus untuk jenis tanaman tertentu. Beberapa responden menanam tanaman pangan dengan pola tanaman sayuran – tanaman pangan – sayuran. Hal ini berlaku untuk responden mitra maupun non mitra, perbedaan hanya pada jenis komoditas yang ditanam, di mana untuk petani mitra sayuran yang ditanam seperti edamame, okra, zukini, jagung manis dan buncis mini. Beberapa responden yang memiliki lahan lebih banyak, juga melakukan diversifikasi dengan menanam jenis buah -buahan, seperti pepaya, bengkuang, melon, dan pisang.
Buah-buahan ini biasanya ditanam sepanjang tahun.
Responden yang menanam bunga melakukan pola tanam sepanjang tahun, karena permintaan akan bunga bisa setiap hari. Mereka umumnya mengikuti pola kemitraan, sehingga harus selalu bisa memenuhi permintaan perusahaan mitranya.
110 Di wilayah Desa Galudra (Cianjur) petani hanya bisa menanam cabe menjelang musim kemarau, karena menurut mereka jika kelebihan air, cabe akan banyak yang busuk. Biasanya Cabe ditanam pada bulan Februari dan panen pada bulan Juli sampai Agustus. Untuk tanaman sayuran seperti petsai, wortel, kol, caisim, dan brokoli, biasanya ditanam pada musim hujan, sekitar bulan September sampai Januari. Setelah itu selama kurang lebih satu bulan lahan biasanya diberakan atau sampai musim mendukung.
Jenis sayuran
seperti Bawang daun biasanya dapat ditanam sepanjang tahun. Hal ini biasanya dilakukan oleh responden yang tidak bermitra. Untuk responden yang bermitra, mereka menanam sesuai permintaan mitranya. Di wilayah Cisarua (Bandung), umumnya petani menanam paprika sepanjang tahun di Green House, sedangkan untuk lahan terbuka biasanya ditanami labu siam.
Hal ini berlaku bagi petani mitra maupun non mitra.
Beberapa responden juga menanam jenis bunga, seperti bunga Hebras atau Gerbera. Penanamannya dilakukan sepanjang tahun, karena permintaan pasar bisa setiap hari. Di daerah Ciwidey, petani umumnya menanam sayuran dan strawberry. Je nis sayuran terutama bawang daun, seringkali ditumpangsarikan dengan strawberry. Di wilayah Cisurupan, Cikajang Garut, umumnya petani menanam sayuran sepanjang tahun, baik untuk petani mitra maupun non mitra. Beberapa petani ada juga yang menanam tanaman pangan seperti padi dan jagung, biasanya ditanam dengan pola tanaman sayuran – tanaman pangan – sayuran. Tidak ada jadwal khusus mengenai jenis komoditas yang ditanam. Beberapa responden melakukan pergiliran dengan menanam tomat diantara dua jenis sayuran, hal ini dilakukan untuk menghambat atau memotong daur hidup hama thrips. Kepastian Pasar Tabel 25 menyajikan persentase petani menurut kepastian pasarnya. Petani mitra sebagian besar (57,1%) menyatakan pasar bagi hasil usahataninya “cukup pasti” dan 42 persen mengatakan “pasti”. Bagi petani non mitra sebagian besar (83,5%) menyatakan bahwa pasar bagi hasil usahataninya “tidak pasti”. Hal ini menunjukkan bahwa pola kemitraan dapat membantu petani dalam memperoleh kepastian pasar.
111 Tabel 25 Persenta se Petani Menurut Kepastian Pasar
No.
Kategori Kepastian
Tidak Mitra (%)
Mitra (%)
Total (%)
1
Tidak Pasti
83,5
0,5
30,5
2
Cukup pasti
6,8
57,1
38,9
3
Pasti
9,7
42,3
30,5
4
Total
100,0
100,0
100,0
Tingkat Kebutuhan Bermitra (X4) Variabel tingkat kebutuhan bermitra diidentifikasi dari harapan akan pemenuhan kebutuhan melalui kemitraan. Tingkat kebutuhan tinggi bila petani mengharapkan pemenuhan kebutuhan melalui kemitraan dengan warga dari luar komunitasnya, atau organisasi formal. Tingkat kebutuhan rendah bila semua kebutuhan bisa dipenuhi sendiri. Bila petani tidak bisa memenuhi kebutuhannya sendiri biasanya mereka melalui cara-cara informal dalam upaya penemuhan kebutuhan tersebut, seperti pinjam ke teman atau warga satu komunitas. Pemenuhan kebutuhan melalui cara-cara formal atau bermitra dengan warga luar komunitas dilakukan bila petani betul-betul membutuhkan. Tingkat Kebutuhan petani akan modal, pembinaan, dan pemasaran didalami dengan mengidentifikasi : 1. Persentase dari masing-masing sumber dana untuk kebutuhan usahanya 2. Tingkat Kesulitan dalam memperoleh modal, teknik budidaya, dan pemasaran 3. Pihak yang membantu mengatasi kesulitan Tabel 26 menyajikan persentase petani menurut tingkat kebutuhan bermitra, yang meliputi kebutuhan akan modal, pemasaran dan pembinaan teknis. Dari total responden, mayoritas termasuk memiliki kebutuhan modal rendah (52.5%),
artinya dapat dipenuhi dari modal sendiri.
Petani mitra
mempunyai kebutuhan modal yang relatif tinggi dibanding petani non mitra. Petani mitra sebanyak 29,3 persen mempunyai tingkat kebutuhan modal yang tinggi, dalam hal ini mereka memenuhi kebutuhan tersebut dengan berinteraksi dengan pihak dari luar komunitas, antara lain perusahaan mitra atau kredit bank. Semakin tinggi kebutuhan modalnya suatu usahatani tingkat resikonya juga
112 semakin tinggi. Untuk menjamin keberhasilan usahanya maka petani kemudian bermitra dengan perusahaan atau pihak lain dalam hal pemasaran. Tabel 26 Persentase Petani Menurut Tingkat Kebutuhan Bermitra No. 1.
Jenis Kebutuhan Modal
Kategori
Tidak Mitra (%)
Mitra (%)
Total (%)
Rendah
74,8
39,8
52,5
Sedang
20,4
30,9
27,1
4,9
29,3
20,4
100,0
100,0
100,0
Rendah
37,9
25,3
29,8
Sedang
51,5
36,3
41,8
Tinggi
10,7
38,5
28,4
Total
100,0
100,0
100,0
Rendah
100,0
0,5
36,5
Sedang
0,0
39,6
25,3
Tinggi
0,0
59,9
38,2
100,0
100,0
100,0
Tinggi Total 2.
3.
Pemasaran
Pembinaan teknis
Total
Kebutuhan akan pemasaran bagi petani berbeda -beda . Secara umum kebutuhan petani akan pemasarannya masih tergolong sedang dengan persentase 41.8 persen. Petani non mitra (37.9 %) dengan kebutuhan pasar rendah, sedangkan petani mitra (38.5 %) memiliki kebutuhan pasar tinggi. Petani dengan kebutuhan pemasaran tinggi akan memilih untuk mengikuti pola kemitraan. Kebutuhan petani akan pembinaan teknis budidaya tergolong tinggi. Dari total petani atau responden yang memiliki kebutuhan akan pembinaan teknis budidaya tergolong tinggi sebanyak 38.2 persen. Petani dengan kebutuhan akan pembinaan teknis budidaya yang rendah tidak akan mengikuti pola kemitraan. Petani dengan kebutuhan pembinaan teknis budidaya yang tinggi akan mengikuti pola kemitraan yaitu sebanyak 59.9 persen petani.
Sifat Kewirausahaan Peta ni Tabel 27 menyajikan persentase petani menurut sifat kewirausahaannya, di mana terdiri dari sifat kewirausahaan total, keinovativan, dan kreativitas. Petani yang memiliki sifat kewirausahaan yang rendah tidak akan ikut bermitra
113 dalam berusahatani. Sebanyak 33.0 persen petani memiliki sifat kewirausahaan rendah, sedangkan petani dengan sifat kewirausahaan yang tinggi sebanyak 28.6 persen. Dari total responden 53.0 persen memiliki sifat kewirausahaan sedang, dan sifat kewirausahaan yang tinggi dan rendah memiliki persentase yang sama yaitu 23.5 persen.
Tabel 27. Persentase Petani Menurut Sifat Kewirausahaan No.
Sifat Kewirausahaan
Kategori
1.
Kewirausahaan Total
Rendah
33,0
18,1
23,5
Sedang
52,4
53,3
53,0
Tinggi
14,6
28,6
23,5
Total
100,0
100,0
100,0
Rendah
30,1
15,9
21,1
Sedang
58,3
65,4
62,8
Tinggi
11,7
18,7
16,1
Total
100,0
100,0
100,0
Rendah
38,8
15,9
24,2
Sedang
48,5
59,9
55,8
Tinggi
12,6
24,2
20,0
Total
100,0
100,0
100,0
2.
3.
Keinovativan
Kreativitas
Tidak Mitra (%)
Mitra (%)
Total (%)
Dalam penelitian ini ciri kewirausahaan petani dilihat dari tingkat keinovatifan dan kreatifitas petani. (1) Keinovatifan.
Apabila dilihat dari keinovatifan sebanyak 62,8 persen
petani mempunyai tingkat keinovatifan yang tergolong sedang.
Jika
dibandingkan berdasarkan status, petani mitra (18,7 %) mempunyai sifat keinovativan yang lebih tinggi dibanding petani non mitra (11,7 %). (2) Kreativitas. Apabila dilihat dari kreatifitas yang dimiliki petani sebanyak 55.8 persen petani memiliki tingkat kreativitas yang tergolong sedang. Jika dibandingkan berdasarkan status, petani mitra (24,2 %) mempunyai sifat kreativitas yang lebih tinggi dibanding petani non mitra (12,6 %).
114 Faktor Lingkungan Faktor lingkungan sangat dipengaruhi oleh tingkat konformitas dalam lingkungan, tingkat ketersedian sarana transportasi dan komunikasi, tingkat ketersediaan sarana pembelajaran, dan tingkat ketersediaan sarana kredit. Tabel 28 Persentase Petani Menurut Daya Dukung Lingkungan Sosial Ekonomi No.
Kategori Lingkungan
Tidak Mitra (%)
Mitra (%)
Total (%)
1.
Kurang Mendukung
28,9
19,5
21,2
2.
Cukup Mendukung
50,0
55,2
54,2
3.
Mendukung
21,1
25,3
24,5
4.
Total
100,0
100,0
100,0
Petani yang ikut pola kemitraan berada pada lingkungan sosial ekonomi yang “mendukung” . Sebanyak 25.3 persen petani berada pada lingkungan sosial ekonomi yang “mendukung” dan 28,9 persen petani berada pada lingkungan sosial ekonomi yang kurang mendukung sehingga mereka tidak mengikuti pola kemitraan.
Dari total responden berada pada lingkungan yang cukup
mendukung, sebanyak 50.0 persen petani tidak mengikuti kemitraan dan 55.2 persen petani mengikuti kemitraan.
Tingkat Konformitas Petani dalam Lingkungannya Tingkat konformitas petani diidentifikasi dari kesamaan pekerjaan, tingkat hidup, tingkat pendidikan, kebiasaan, belief dan hobi dengan warga masyarakat di lingkungannya. Tabel 29 Persentase Petani Menurut Kesamaan Ciri dengan Lingkungannya No.
Jenis Kesamaan Ciri
Tidak Mitra (%)
Mitra (%)
Total (%)
1.
Pekerjaan
93,2
86,8
89,1
2.
Tingkat Hidup
47,6
45,6
46,3
3.
Tingkat Pendidikan
62,1
51,1
55,1
4.
Kebiasaan
66,0
66,5
66,3
5.
Kepercayaan
98,1
98,9
98,6
6.
Hobi
39,8
53,3
48,4
115 Tabel 29 menyajikan data tentang konformitas petani dan lingkungannya. Dari tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa petani relatif homogen dari ciri pekerjaan dan kepercayaan/agama.
Dari ciri pendidikan, petani yang tidak
bermitra memiliki kesamaan yang lebih besar dibanding petani mitra, atau petani mitra lebih bervariasi tingkat pendidikannya dibanding warga sekitar. Tingkat hidup petani relative bervariasi, terbukti bahwa hanya 46,3 persen yang menyatakan sama dengan warga sekitar.
Berdasarkan dukungan data
pengamatan selama penelitian, penulis dapat menduga bagwa 53,7 persen sisanya adalah petani yang hidup di atas rata-rata warga sekitar. Kebiasaan adalah hal-hal yang relatif sering dilakukan warga desa, karena mereka selain tempat tinggal yang berdekatan juga berkerabat, sehingga mereka saling membantu dalam mengatasi masalah hidup.
Tidak ada
persaingan dalam berusaha tani, mereka saling membantu dalam mengatasi permasalahan yang timbul dalam bertani.
Kedekatan ini mereka wujudkan
dalam kegiatan bersama yang berkaitan dengan pekerjaan maupun kegiatan lain seperti pengajian dan gotong royong.
Tingkat Ketersediaan Sarana Transportasi dan Telekomunikasi Tabel 30
menyajikan data tentang tingkat ketersediaan sarana
transportasi dan telekomunikasi di wilayah petani . Hampir semua wilayah petani terjangkau sarana transportasi ojek motor, namun belum terjangkau angkutan umum roda empat. Tabel 30 Persentase Petani Menurut Ketersediaan Sarana Transportasi dan Telekomunikasi No
Jenis Sarana
Tidak Mitra (%)
1.
a. Ojek Motor
98,1
95,1
96,1
b. Angkutan Umum Roda Empat
28,2
37,9
34,4
a. Telepon Rumah
26,2
37,9
33,7
b. Wartel
47,6
61,5
56,5
c. Hand Phone
35,9
40,7
38,9
2.
Mitra (%)
Total (%)
Ketersediaan sarana telpon petani mitra lebih baik dibanding petani non mitra, baik berupa telpon rumah, wartel, maupun handphone.
116 Tingkat Ketersediaan Sarana Pembelajaran Ketersediaan sarana pembelajaran petani dapat dilihat dari pelatihan, kelompok tani, demontrasi farm, dan pameran atau lomba yang diikuti petani. Tabel 31 menyajikan data tentang tingkat ketersediaan sarana transportasi dan telekomunikasi di wilayah petani . Tabel 31 Persentase Petani Menurut Ketersediaan Sarana Pembelajaran No.
Ketersediaan
Tidak Mitra (%)
Mitra (%)
Total (%)
1.
Sarana Pelatihan
31,1
42,3
38,2
2.
Kelompok Tani
24,3
45,6
37,9
3.
Demonstrasi Farm
33,0
41,2
38,2
4.
Pameran
16,5
24,2
21,4
5.
Lomba
5,8
12,1
9,8
Petani mitra memiliki akse sibilitas terhadap sarana pembelajaran yang lebih besar dibanding petani yang tidak bermitra. Meskipun tidak bagi semua petani, namun sarana pelatihan, kelompok tani, dan demonstrasi farm merupakan sarana pembelajaran yang diakses lebih dari 40 persen petani mitra. Begitu juga dengan pameran dan lomba, meskipun jarang te tapi petani mitra memiliki akse sibilitas lebih tinggi dibandingkan petani yang tidak bermitra.
Tingkat Pemanfaatan Sarana Kredit Pemanfaatan sarana kredit untuk petani dalam penelitian ini melihat ketersediaan sarana kredit dari bank, perusahaan mitra, koperasi, dan relasi/teman. Tabel 32 Persentase Petani Menurut Pemanfaatan Sarana Kredit Bank No. 1 2 3 4 5
Pemanfaatan Kredit Bank Tidak Pernah Jarang Sering Selalu Total
Tidak Mitra (%) 82,5 8,7 7,8 1,0 100,0
Mitra (%)
Total (%)
78,6 7,7 9,3 4,4 100,0
80,0 8,1 8,8 3,2 100,0
117 Sebanyak 80 persen petani tidak pernah meminjam modal ke bank. Secara umum petani mitra lebih sering menggunakan fasilitas kredit bank (Tabel 32). Sebanyak 22,5 persen petani mitra memperoleh kredit dari perusahaan mitranya, sedangkan bagi petani yang sekarang tidak bermitra yang pernah mendapatkan kredit sebanyak 5,8 persen. (Tabel 33) Tabel 33 Persentase Petani Menurut Pemanfaatan Sarana Kredit dari Perusahaan Mitra No.
Pemanfaatan Kredit Perusahaan
Tidak Mitra (%)
Mitra (%)
Total (%)
94,2
77,5
83,5
1.
Tidak Pernah
2.
Jarang
3,9
11 ,5
8,8
3.
Sering
1,9
4,9
3,9
4.
Selalu
0,0
6,0
3,9
5.
Total
100,0
100,0
100,0
Sebanyak 83.2 persen petani menyatakan tidak pernah memanfaatkan sarana kredit dari koperasi. Petani mitra sedikit lebih tinggi dalam memanfaatkan kredit dari koperasi (Tabel 34) Tabel 34 Persentase Petani Menurut Pemanfaatan Sarana Kredit dari Koperasi No.
Pemanfaatan Kredit dari Koperasi
Mitra (%)
Total (%)
1
Tidak Pernah
84,5
82,4
83,2
2
Jarang
11,7
8,2
9,5
3
Sering
1,9
3,3
2,8
4
Selalu
1,9
6,0
4,6
5
Total
100,0
100,0
100,0
Jika dilihat dari pemanfaat kredit sebanyak
Tidak Mitra (%)
27,0
persen
petani
yang berasal dari relasi/teman
menyatakan
memanfaat
pinjaman
dari
relasi/teman, namun petani mitra lebih tinggi memanfaatannya dari petani yang tidak bermitra (Tabel 35). Jadi dapat disimpulkan bahwa pemanfaatan kredit petani mitra lebih tinggi dibandingkan petani yang tidak bermitra, baik melalui bank, perusahaan, koperasi, maupun teman atau relasi lainnya.
118 Tabel 35 Persentase Petani Menurut Pemanfaa tan Sarana Kredit dari Relasi No.
Pemanfaatan Kredit dari Relasi
Tidak Mitra (%)
Mitra (%)
Total (%)
1
Tidak Pernah
74,8
72,0
73,0
2
Jarang
15,5
17,6
16,8
3
Sering
5,8
6,0
6,0
4
Selalu
3,9
4,4
4,2
5
Total
100,0
100,0
100,0
Sumber Informasi yang Digunakan Dalam penelitian ini sumber informasi yang digunakan petani adalah teman, petugas perusahaan/penyuluh, pedagang pengumpul, dan lainnya (toko saprodi). digunakan.
Tabel 36 menyajikan persentase petani menurut sumber yang Teman sesama petani merupakan sumber informasi yang paling
banyak digunakan, baik oleh petani mitra maupun petani yang tidak bermitra. Pedagang pengumpul merupakan sumber informasi utama selain teman bagi petani yang tidak bermitra, sedang untuk petani mitra lebih banyak menggunakan petugas perusahaan. Tabel 36 Persentase Petani Menurut Sumber Informasi yang digunakan No. Sumber informasi
Tidak Mitra (%)
Mitra (%)
Total (%)
1.
Teman
87,4
82,4
84,2
2.
Petugas Perusahaan
19,4
45,6
36,1
3.
Pedagang Pengumpul
39,8
28,0
32,3
4.
Lainnya
23,3
24,7
24,2
Pengetahuan Petani tentang Pola Kemitraan Pengetahuan tentang pola kemitraan meliputi: (1) siapa yang melakukan kerjasama dalam pola kemitraan, (2) di mana kerjasama itu dilakukan dan (3) bagaimana aturan atau prosedur kerja samanya. Jika dilihat dari pengetahuan petani tentang pola kemitraan, dari total responden mayoritas memiliki tingkat pengetahuan sedang (52.6%).
119 Tabel 37 Persentase Petani Menurut Pengetahuan Tentang Pola Kemitraan No.
Kategori Tk.Pengetahuan
Tidak Mitra (%)
Mitra (%)
Total (%)
1.
Rendah
49,5
36,3
41,1
2.
Sedang
45,6
56,6
52,6
3.
Tinggi
4,9
7,1
6,3
4.
Total
100,0
100,0
100,0
Tabel 37 menyajikan bahwa, pengetahuan kemitraan petani mitra lebih tinggi jika dibandingkan petani yang tidak bermitra, yaitu sejumlah 56,6 persen untuk kategori sedang, dan 7,1 persen untuk kategori tinggi.
Persepsi Petani Tentang Pola Kemitraan Persepsi petani tentang pola kemitraan adalah penilaian petani tentang cirri-ciri inovasi pola kemitraan. Tabel 38 menyajikan persentase petani menurut persepsinya tentang ciri inovasi pola kemitraan.
Secara umum petani mitra
menilai pola kemitraan lebih baik dibanding petani yang tidak bermitra. Hal ini dapat dilihat dari persentase petani mitra yang menilai tinggi pada ciri keuntungan relatif, kesesuaian, dan kemudahan dilihat hasilnya, dan menilai rendah pada tingkat kerumitan. Penilaian petani mitra tentang keuntungan relative, hanya 13, 2 persen yang menilai rendah, sedangkan petani yang tidak bermitra 31,6 persen. Keun tungan relatif ini diidentifikasi dari harga produk, pendapatan, produktivitas lahan, dan resiko usaha, membandingkan pola kemitraan dengan kondisi bila tidak bermitra. Petani yang tidak bermitra menilai tingkat kerumitan dalam pola kemitraan tinggi sebanyak 26,3 persen, sedangkan petani mitra hanya 17,8 persen. Hal ini berarti tingkat kerumitan merupakan salah satu faktor yang menyebabkan petani keluar dari pola kemitraan sebelumnya. Tingkat kerumitan ini diidentifikasi dari teknis budidaya, aturan/ pro sedur, dan penetapan standar mutu produk Petani yang tidak bermitra yang menilai bahwa tingkat kesesuaian pola kemitraan rendah sebanyak 42,1 persen sedangkan petani mitra sebanyak 12, 1 persen. Tingkat kesesuaian ini diidentifikasi dari kesesuaian pelayanan dan
120 kebutuhan, kesesuaian jenis tanaman & kondisi lahan. Kesesuaian kunjungan petugas penyuluh, kesesuaian fasilitas angkut, dan kesesuaian harga. Tabel 38 Persentase Petani Menurut Persepsi tentang Ciri Inovasi Pola Kemitraan Ciri Inovasi Pola Kemitraan A. Kategori Keuntungan Relatif
Kategori Petani Tidak Mitra (%)
Mitra (%)
Total (%)
1.
Rendah
31,6
13,2
16,5
2.
Sedang
57,9
64,4
63,2
3.
Tinggi
10,5
22,4
20,3
4.
Total
100,0
100,0
100,0
Tidak Mitra (%)
Mitra (%)
Total (%)
B. Kategori Tingkat Kerumitan 1.
Rendah
13,2
25,9
23,6
2.
Sedang
60,5
56,3
57,1
3.
Tinggi
26,3
17,8
19,3
4.
Total
100,0
100,0
100,0
Tidak Mitra (%)
Mitra (%)
Total (%)
C. Kategori Tingkat Kesesuaian 1.
Rendah
42,1
12,1
17,5
2.
Sedang
42,1
69,5
64,6
3.
Tinggi
15,8
18,4
17,9
4.
Total
100,0
100,0
100,0
Tidak Mitra (%)
Mitra (%)
Total (%)
D. Kategori Kemudahan dicoba 1.
Rendah
5,3
20,7
17,9
2.
Sedang
63,2
59,8
60,4
3.
Tinggi
31,6
19,5
21,7
4.
Total
100,0
100,0
100,0
Tidak Mitra (%)
Mitra (%)
Total (%)
E. Kategori Kemudahan dilihat hasilnya 1.
Rendah
36,8
20,1
23,1
2.
Sedang
47,4
37,9
39,6
3.
Tinggi
15,8
42,0
37,3
4.
Total
100,0
100,0
100,0
Persepsi tentang tingkat kemungkinan dicoba diidentifkasi dari kebutuhan modal dan tenaga kerja .
Petani mitra yang menyatakan bahwa
kemungkinan dicobanya dari pola kemitraan rendah sebanyak 20,7 persen, sedangkan petani yang tidak bermitra sebanyak 5,3 persen. Artinya penggunaan
121 modal dan tenaga kerja untuk komoditas
yang diusahakan dengan pola
kemitraan lebih tinggi dibanding yang tidak dengan pola kemitraan. Tingkat
kemudahan dilihat hasilnya diidentifikasi dari kemudahan
pencapaian mutu yang diharapkan, kontinyuitas dan kuantitas, kejelasan peranan, dan pelaksanaan kesepakatan kerjasama.
Petani mitra yang
menyatakan bahwa inovasi pola kemitraan mudah (tinggi) dilihat hasilnya sebanyak 42,0 persen, sedangkan petani yang tidak bermitra sebanyak 15,8 persen.
Tingkat Penggunaan Teknologi Usahatani Tabel 39 menyajikan persentase petani menurut tingkat penggunaan teknologi usahataninya. Secara umum petani mitra menggunakan teknologi yang lebih tinggi dibanding petani yang tidak bermitra. Tabel 39 Persentase Petani Menurut Tingkat Penggunaan Teknologi Usahataninya No.
Kategori Tk.Penggunaan
Tidak Mitra (%)
Mitra (%)
Total (%)
1.
Rendah
33,7
19,8
24,7
2.
Sedang
52,2
53,9
53,3
3.
Tinggi
14,1
26,3
22,0
4.
Total
100,0
100,0
100,0
Penggunaan teknologi ini meliputi : lokasi usaha, lahan terbuka atau green house, ketersediaan gudang, teknologi dalam pengolahan lahan, pemupukan, jenis benih yang digunakan, ketepatan waktu panen, perlakuan pasca panen, dan manajemen usaha.
Tingkat Penggunaan Pestisida Tepat Guna Tabel 40 menyajikan persentase petani menurut tingkat pengetahuan, sikap dan tindakannya dalam penggunaan pestisida tepat guna. Dilihat dari tingkat pengetahuan tentang pestisida tepat guna, petani mitra (17,4 %) mempunyai pengetahuan yang lebih tinggi dibanding petani yang tidak bermitra (5,4 %). Dari total responden ma yoritas memiliki sikap kurang sesuai tentang pestisida tepat guna (63.7%). Mereka yang bermitra persentase petani yang mempunyai sikap yang sesuai lebih tinggi dibanding petani yang tidak bermitra.
122 Tabel 40 Persentase Petani Menurut Tingkat Pengetahuan , Sikap dan Tindakannya Tentang Pestisida Tepat Guna Kategori Perilaku A. Tk. Pengetahuan
Kategori Petani Tidak Mitra (%)
Mitra (%)
Total (%)
1.
Rendah
12,0
13,2
12,7
2.
Sedang
82,6
69,5
74,1
3.
Tinggi
5,4
17,4
13,1
4.
Total
100,0
100,0
100,0
Tidak Mitra (%)
Mitra (%)
Total (%)
B. Sikap 1.
Tidak Sesuai
19,6
19,8
19,7
2.
Kurang Sesuai
69,6
60,5
63,7
3.
Sesuai
10,9
19,8
16,6
4.
Total
100,0
100,0
100,0
C. Tindakan
Tidak Mitra (%)
Mitra (%)
Total (%)
1.
Tidak Sesuai
22,8
9,6
14,3
2.
Kurang Sesuai
68,5
65,3
66,4
3.
Sesuai
8,7
25,1
19,3
4.
Total
100,0
100,0
100,0
Menurut tindakan penggunaan pestisida tepat guna, sebanyak 66.4 persen responden melakukan tindakan penggunaan pestisida kurang sesuai. Petani mitra yang mempunyai tindakan yang sesuai lebih tinggi dibandingkan petani yang tidak bermitra.
123 Korelasi Antara Status Bermitra dengan Karakteristik Individu No. Ciri Individu 1 Umur 2 Tingkat Pendidikan 3 Luas Lahan 4 Lama Usahatani 5 Jumlah Sayur 6 Kepastian Pasar 7 N * Korelasi signifikan pada level 0.05 (uji 1 arah ). ** Korelasi signifikan pada level 0.01 level (uji 1 arah ).
No. 1. 2. 3. 4. 5.
Status Bermitra Koefesien Korelasi Rs -.109(*) .220(**) -.017 -.075 -.041 .710(**) 285
Status Bermitra Koefesien Korelasi Rs .361(**) .253(**) .882(**) .202(**)
Variabel Kebut. Modal Kebut.Pasar Pemb.Teknis Kewirausahaan Penget.Pola Kemitraan
.129(*)
N
285
* Korelasi signifikan pada level 0.05 (uji 1 arah ). ** Korelasi signifikan pada level 0.01 level (uji 1 arah ).
No. 1.
Variabel Lingkungan N
Status Bermitra Koefesien Korelasi Rs .151(**) 285
** Korelasi signifikan pada level 0.01 level (uji 1 arah ).
No. 1. 2.
Variabel
Status Bermitra Koefesien Korelasi Rs
Persepsi Lingkungan N ** Korelasi signifikan pada level 0.01 level (uji 1 arah ).
.174(**) .077 212
124
Korelasi Antara Status Bermitra dengan Tingkat Konformitas Petani Status Bermitra Koefesien Korelasi Rs
No.
Dimensi Konformitas Petani
1.
Pekerjaan
-.099(*)
2.
TK_Hidup
-.019
3.
Tk_pendidikan
4.
Kebiasaan
.005
5.
Belief
.034
6.
Hobi
-.107(*)
.130(*)
* Korelasi signifikan pada level 0.05 (uji 1 arah ). ** Korelasi signifikan pada level 0.01 level (uji 1 arah ).
Korelasi Antara Status Bermitra dengan Tingkat Ketersediaan Sarana Transportasi dan Telekomunikasi Petani No.
1.
Tingkat Ketersediaan Sarana Transportasi dan Telekomunikasi Ojek
Status Bermitra Koefesien Korelasi Rs
2.
Angkot
.099(*)
3.
TelponRmh
.119(*)
4.
Wartel
5.
HP
-.075
.146(**) .047
* Korelasi signifikan pada level 0.05 (uji 1 arah ). ** Korelasi signifikan pada level 0.01 level (uji 1 arah ). Korelasi Antara Status Bermitra dengan Tingkat Ketersediaan Sarana Pembelajaran Petani No.
1.
Tingkat Ketersediaan Sarana Pembelajaran Petani Pelatihan
2.
KelTani
Status Bermitra Koefesien Korelasi Rs .111(*) .211(**)
125 3.
DemFarm
.081
4.
Pameran
.090
5.
Lomba
.101(*)
* Korelasi signifikan pada level 0.05 (uji 1 arah ). ** Korelasi signifikan pada level 0.01 level (uji 1 arah ).
Korelasi Antara Status Bermitra dengan Tingkat Ketersediaan Sarana Kredit Petani No.
1.
Tingkat Ketersediaan Sarana Kredit untuk Petani Bank
Status Bermitra Koefesien Korelasi Rs
2.
PershMitra
3.
Koperasi
.037
4.
Relasi
.029
.056 .219(**)
* Korelasi signifikan pada level 0.05 (uji 1 arah ).
** Korelasi signifikan pada level 0.01 level (uji 1 arah ). Korelasi Antara Status Bermitra dengan Ketersediaan Sumber Informasi Petani
No.
Status Bermitra Koefesien Korelasi Rs
1.
Tingkat Ketersediaan Sumber Informasi Petani Teman
2.
Petugas
.262(**)
3.
Pedagang
-.121(*)
4.
Lainnya
-.065
.072
* Korelasi signifikan pada level 0.05 (uji 1 arah ). ** Korelasi signifikan pada level 0.01 level (uji 1 arah ). Korelasi Antara Status Bermitra dengan Persepsi Petani tentang Ciri Inovasi Pola Kemitraan
No. 1.
Ciri Inovasi Pola Kemitraan KeuntunganRelatif
2.
Kerumitan
Status Bermitra Koefesien Korelasi Rs .190(**) .125(*)
126 3.
Kesesuaian
.210(**)
4.
Dicoba
-.167(**)
5.
Dilihat
.218(**)
N=212 * Korelasi signifikan pada level 0.05 (uji 1 arah ). ** Korelasi signifikan pada level 0.01 level (uji 1 arah ). Korelasi antara Kinerja dan Status Bermitra No. 1. 2. 3. 4. 5.
Variabel
Status Bermitra Koefesien Korelasi Rs .183(**) .246(**) .101 .068 .185(**) 259
Penggunaan Teknologi Tindakan Pestisida Tepat Guna Pengetahuan Ttg. Pestisida Tepat Guna Sikap Ttg. Pestisida Tepat Guna KinerjaTotal N * Korelasi signifikan pada level 0.05 (uji 1 arah ). ** Korelasi signifikan pada level 0.01 level (uji 1 arah ).