PERBANDINGAN POLA PENGGUNAAN PESTISIDA PADA PETANI SAYURAN DAN PETANI TANAMAN HIAS DI KECAMATAN CIPANAS, KABUPATEN CIANJUR
YAGUS MUNANDAR DARAJAT
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERBANDINGAN POLA PENGGUNAAN PESTISIDA PADA PETANI SAYURAN DAN PETANI TANAMAN HIAS DI KECAMATAN CIPANAS, KABUPATEN CIANJUR
YAGUS MUNANDAR DARAJAT
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perbandingan Pola Penggunaan Pestisida pada Petani Sayuran dan Petani Tanaman Hias di Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, 2014
Yagus Munandar Darajat NIM A34100080
ABSTRAK
YAGUS MUNANDAR DARAJAT. Perbandingan Pola Penggunaan Pestisida pada Petani Sayuran dan Petani Tanaman Hias di Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur. Dibimbing oleh DADANG dan TITIEK SITI YULIANI. Penggunaan pestisida merupakan upaya paling umum dilakukan oleh petani untuk mengendalikan organisme pengganggu tanaman. Pola penggunaan pestisida yang dilakukan oleh para petani berbeda untuk setiap jenis komoditas yang diusahakan. Penelitian ini bertujuan membandingkan pola penggunaan pestisida antara petani sayuran dan petani tanaman hias, serta faktor yang mempengaruhinya. Penelitian dilakukan dengan metode survei langsung di lapangan dengan menggunakan kuesioner terstruktur untuk mendapatkan data primer. Data sekunder didapatkan dari beberapa instansi di Lingkungan Kecamatan Cipanas. Penentuan lokasi desa pengambilan contoh dilakukan secara terpilih (purposive). Jumlah petani responden masing-masing 75 orang petani sayuran dan 45 orang petani tanaman hias. Hasil survei menunjukkan bahwa pengendalian hama dan penyakit tanaman yang paling dominan dilakukan petani sayuran dan petani tanaman hias di Kecamatan Cipanas adalah penggunaan pestisida sintetik. Pola penggunaan pestisida antara petani sayuran dan petani tanaman hias memiliki beberapa persamaan dan perbedaan. Persamaan pola penggunaan pestisida diantaranya pengetahuan penggunaan pestisida, pemilihan pestisida, kesesuaian dosis dengan anjuran, rotasi dan pencampuran pestisida, pembacaan label kemasan, serta tindakan evaluasi pasca aplikasi pestisida. Perbedaan pola penggunaan pestisida antara petani sayuran dan petani tanaman hias diantaranya dalam hal dasar pertimbangan aplikasi, jenis dan bahan aktif pestisida, intensitas aplikasi, dasar pemilihan pestisida, dan aplikasi pestisida terakhir sebelum panen. Beberapa faktor yang mempengaruhi pola penggunaan pestisida pada petani sayuran dan petani tanaman hias adalah tingkat pendidikan petani, iklim dan cuaca, perasaan cemas petani terhadap serangan OPT, populasi dan intensitas serangan OPT, pengetahuan tentang aplikasi pestisida masih rendah, serta keberadaan kios pestisida. Kata kunci: pestisida, petani sayuran dan tanaman hias, pola penggunaan
ABSTRACT
YAGUS MUNANDAR DARAJAT. The Comparison of Pesticide Use Patterns on Vegetable and Ornamental Plant Farmers in Cipanas, Cianjur Regency. Supervised by DADANG and TITIEK SITI YULIANI. The most common strategy used by farmers to control pests is the application of pesticide. The use of pesticide by farmers is different for each kind of cultivated crops. The use of pesticide on vegetable crops is more intensive than ornamental plant crops. This study aimed to compare pesticide use patterns between vegetable and ornamental plant farmers, and to know the factors that influence. This study was conducted by using direct survey method using structured questionnaires to collect a primary data. The secondary data was obtained from government institution of Cipanas. The survey location was determined by purposive sampling. The number of respondents were 75 for vegetables farmers and 45 for ornamental plant farmers. The result of this study showed that the most dominant strategy used by vegetable and ornamental plant farmers to control pests and deseases was use of synthetic pesticide. Paterns of pesticide use among vegetables and ornamental plant farmers have some simlilarities and differences. The similarities including knowledge of pesticide use, pesticide selection criteria, dose conformity with recommendation dose, the rotation and mixing pesticides, reading label, and post evaluation of pesticide application. The differences including basic consideration to apply pesticides, active ingredients used, intensity of application, pesticide selection, and pre harvest interval. Several factors may influence the patern of pesticides use on vegetable and ornamental plant farmers were level of education, climate and weather, farmer anxiety when their crops attacked by pest and disease, knowledge of pesticide application, and the presence of pesticides store. Keywords: pesticide, vegetables and ornamental plant farmers, pattern of use
Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
PERBANDINGAN POLA PENGGUNAAN PESTISIDA PADA PETANI SAYURAN DAN PETANI TANAMAN HIAS DI KECAMATAN CIPANAS, KABUPATEN CIANJUR
YAGUS MUNANDAR DARAJAT
Skripsi sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Proteksi Tanaman
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta karunia-Nya sehingga laporan penelitian tugas akhir yang berjudul “Perbandingan Pola Penggunaan Pestisida pada Petani Sayuran dan Petani Tanaman Hias di Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur” dapat diselesaikan dengan baik. Penulisan skripsi ini merupakan syarat untuk mendapatkan gelar sarjana pada Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Ir. Dadang, M.Sc dan Dr. Ir. Titiek Siti Yuliani, SU selaku dosen pembimbing skripsi serta Dr. Ir. Kikin Hamzah Mutaqin, M.Si sebagai dosen penguji tamu yang senantiasa memberikan dukungan, saran, motivasi, serta masukan dalam penulisan skripsi ini. Kepada Ayah, Ibu, dan kedua adik yang senantiasa memberi bantuan, dukungan dan motivasi kepada penulis, serta teman-teman angkatan 47 Departemen Proteksi Tanaman yang selalu mendukung dalam penyusunan skripsi ini. Pada akhirnya penulis sadar bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan bagi pembaca.
Bogor, Maret 2014 Yagus Munandar Darajat
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL viii DAFTAR GAMBAR viii DAFTAR LAMPIRAN ix PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 2 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitiaan 2 BAHAN DAN METODE 3 Tempat dan Waktu Penelitian 3 Alat dan Bahan 3 Penentuan Responden 3 Jenis dan Sumber Data 3 Analisis Data 3 HASIL DAN PEMBAHASAN 5 Keadaan Umum Lokasi 5 Karakteristik Petani 5 Karakteristik Budi Daya dan Pemasaran Produk Pertanian 8 Permasalahan Hama dan Penyakit 10 Tindakan Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman 12 Pola Penggunaan Pestisida 13 Pengetahuan Penggunaan Pestisida 13 Dasar Pertimbangan Aplikasi Pestisida 14 Jenis dan Bahan Aktif Pestisida yang Digunakan 16 Intensitas dan Waktu Aplikasi 17 Kriteria dan Sumber Informasi Pemilihan Pestisida 19 Dosis Aplikasi Pestisida 21 Rotasi dan Pencampuran pestisida 23 Pembacaan Label Pestisida 23 Tindakan Penyimpanan Pestisida 25 Aplikasi Terakhir Sebelum Panen 26 Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) 26 Evaluasi Pasca Aplikasi Pestisida 27 Cara Lain Pengendalian Hama Penyakit Tanaman dan Penggunaan Pestisida Nabati 28 SIMPULAN DAN SARAN 29 Simpulan 29 Saran 29 DAFTAR PUSTAKA 30 LAMPIRAN 32 RIWAYAT HIDUP 35
viii
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6
Karakteristik umum petani sayuran dan petani tanaman hias Karakteristik budi daya dan pemasaran produk pertanian Permasalahan hama dan penyakit pada sayuran Permasalahan hama dan penyakit pada tanaman hias Penggunaan pestisida sintetik pada petani sayuran dan petani tanaman hias Pengambilan keputusan aplikasi pestisida pada petani sayuran dan petani tanaman hias 7 Intensitas dan waktu aplikasi pestisida pada petani sayuran dan petani tanaman hias 8 Dasar pemilihan pestisida pada petani sayuran dan tanaman hias 9 Dosis aplikasi pestisida pada petani sayuran dan petani tanaman hias 10 Tindakan rotasi dan pencampuran pestisida pada petani sayuran dan tanaman hias 11 Pembacaan label kemasan pestisida pada petani sayuran dan tanaman hias 12 Tindakan penyimpanan pestisida pada petani sayuran dan petani tanaman hias 13 Aplikasi terakhir sebelum panen pada petani sayuran dan petani tanaman hias
8 11 12 12 14 16 20 22 23 25 25 26 27
DAFTAR GAMBAR 1 Komoditas utama sayuran 2 Komoditas utama tanaman hias 3 Pengetahuan penggunaan pestisida pada petani sayuran dan petani tanaman hias 4 Persentase petani sayuran dan tanaman hias dalam menggunakan bahan aktif insektisida (A) dan fungisida (B) 5 Kriteria umum pemilihan pestisida pada petani sayuran dan tanaman hias 6 Persentase kelengkapan alat pelindung diri pada petani sayuran dan petani tanaman hias
9 10 15 19 21 28
ix
DAFTAR LAMPIRAN 1 Daftar merek dagang insektisida yang digunakan petani di Kecamatan Cipanas 2 Daftar merek dagang fungisida yang digunakan petani di Kecamatan Cipanas
35 36
PENDAHULUAN Latar Belakang Subsektor hortikultura merupakan salah satu bagian dari sektor pertanian yang memiliki cakupan yang sangat luas. Subsektor hortikultura mencakup tanaman sayuran, buah-buahan, tanaman hias, dan tanaman obat-obatan (Rositasari 2006). Perkembangan produksi komoditas hortikultura terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Perkembangan poduksi komoditas hortikultura utama dari tahun 2011 ke tahun 2012 mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari data produksi total sayuran tahun 2011 sebesar 10 871 224 dan meningkat menjadi 10 939 752 ton pada 2012 dengan persentase kenaikan sebesar 0.63%. Untuk tanaman hias, produksi total anggrek tahun 2012 sebesar 15 490 256 tangkai dan meningkat menjadi 16 689 363 tangkai pada tahun 2012 dengan persentase kenaikan sebesar 7.74%. Begitu juga produksi krisan, pada tahun 2011 sebesar 305 867 882 tangkai dan meningkat menjadi 384 215 341 tangkai pada tahun 2012 dengan persentase kenaikan sebesar 25.61% (Dirjen Horti 2012). Di kalangan petani sayuran maupun petani tanaman hias, serangan hama dan patogen tanaman menjadi salah satu kendala utama dalam usaha tani. Menurut Rambe (2012), kendala utama dalam usaha tani sayuran adalah kesulitan untuk memproduksi secara konstan dan berkesinambungan. Produksi komoditas tersebut berfluktuasi dari satu musim ke musim tanam berikutnya. Fluktuasi tersebut disebabkan oleh pengaruh musim serta hama dan penyakit tanaman. Serangan hama dan penyakit tanaman merupakan faktor pembatas produksi paling penting. Menurut Brennan et al. (2002), tanaman hias merupakan salah satu komoditas yang sering menjadi target serangan berbagai jenis hama dan penyakit tanaman. Strategi pengendalian hama penyakit tanaman yang dapat dilakukan adalah pengendalian kimia, fisik, biologi, mekanis, dan kultur teknis. Akan tetapi, pengendalian secara kimiawi masih memegang peranan penting. Menurut Gusfi (2002), ketergantungan petani sayuran pada pestisida di Cipanas sudah sangat tinggi, hasil survei menunjukkan bahwa sebagian besar responden (95.5%) menyatakan melakukan penyemprotan pestisida untuk mencegah dan mengendalikan serangan hama dan penyakit. Menurut Djaelani (1999), bagi petani tanaman hias penggunaan pestisida merupakan satu-satunya cara dalam pengendalian hama dan penyakit. Pengendalian lain seperti pengendalian fisik, mekanis, dan hayati kurang dilaksanakan. Pola penggunaan pestisida untuk setiap jenis komoditas subsektor hortikultura berbeda, dengan kata lain terdapat perbedaan dasar pertimbangan pelaksanaan aplikasi, waktu aplikasi, intensitas aplikasi, dan dosis yang digunakan antara petani sayuran dan petani tanaman hias. Akan tetapi, informasi terkini mengenai perbandingan pola penggunaan pestisida antara petani sayuran dengan tanaman hias belum banyak tersedia, oleh karena itu penelitian ini diperlukan.
2 Perumusan Masalah Penggunaan pestisida merupakan hal yang umum di kalangan petani subsektor hortilkultura di Indonesia, terutama di daerah Kecamatan Cipanas. Akan tetapi, pola penggunaannnya berbeda untuk setiap komoditas hortikultura yang diusahakan. Penggunaan pestisida pada pertanaman sayuran cenderung lebih tinggi dibandingkan pada tanaman hias, Oleh karena itu ingin diketahui apakah perbedaan pola tesebut signifikan atau tidak. Adanya persamaan dan perbedaan pola penggunaan pestisida, serta faktor yang berpengaruh, diharapkan dapat memberikan informasi dan gambaran kondisi di lapangan yang sebenarnya. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan membandingkan pola penggunaan pestisida antara petani sayuran dengan petani tanaman hias di wilayah Kecamatan Cipanas, persamaan dan perbedaannya, serta faktor yang mempengaruhinya. Manfaat Penelitiaan Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan gambaran tentang persamaan dan perbedaan pola penggunaan pestisida antara petani sayuran dan petani tanaman hias, serta faktor yang mempengaruhinya sehingga dapat dijadikan acuan bagi pembinaan petani di daerah.
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur. Desa tempat pengambilan petani responden terdiri dari Desa Batulawang, Cimacan, Ciloto, Palasari, Sindangjaya, dan Sindanglaya. Untuk responden petani sayuran, berasal dari Desa Batulawang, Ciloto, Palasari, Sindangjaya, dan Cimacan, sedangkan untuk responden petani tanaman hias diambil dari Desa Cimacan, Sindanglaya, dan Cipanas. Penelitian dilaksanakan dari bulan September sampai November 2013. Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain kuisioner, alat tulis, dan handphone yang digunakan sebagai perekam suara. Penentuan Responden Responden diambil dari semua desa yang berada di wilayah Kecamatan Cipanas. Penentuan desa tempat pengambilan contoh dilakukan secara terpilih (purposive), dengan didasarkan pada asumsi bahwa desa tersebut merupakan sentra produksi tanaman sayuran dan atau tanaman hias. Petani sayuran yang menjadi responden berjumlah 75 orang, diambil dari 5 desa, dengan sebaran 15 orang petani responden per desa. Responden petani tanaman hias berjumlah 45 orang, berasal dari 3 desa, dengan sebaran 15 petani per desa. Survei terhadap petani responden dilaksanakan dengan mengunjungi langsung lahan pertanian yang digarap atau nursery tanaman hias, atau mendatangi rumah petani responden tersebut. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara langsung dengan petani responden dengan menggunakan panduan kuisioner terstruktur. Kuisioner dirancang sedemikian rupa untuk mengetahui perbandingan pola penggunaan pestisida pada petani sayuran dan tanaman hias, dan faktor yang mempengaruhinya. Data sekunder diperoleh dari Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur, dan Kecamatan Cipanas. Analisis Data Analisis data dilakukan secara deskriptif untuk menjelaskan persamaan dan perbedaan pola penggunaan pestisida pada petani sayuran dan petani tanaman hias, serta faktor yang mempengaruhinya. Untuk membandingkan pola penggunaan pestisida antara petani sayuran dan petani tanaman hias, dilakukan uji 2 proporsi dengan menggunakan uji z menurut Walpole (1982) sebagai berikut: ̂ √ ̂̂ ( )
̂ ( )
4 ̂ ̂ ̂ ̂
̂ dengan karakteristik tertentu
Analisis data disajikan dalam bentuk grafik dan tabel kemudian diolah dengan bantuan software Microsoft excel 2007 dan Minitab versi 15.
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Kecamatan Cipanas terletak di wilayah paling utara Kabupaten Cianjur. Kecamatan Cipanas terletak pada ketinggian 800 sampai 1400 m dpl. Kecamatan Cipanas berbatasan dengan Kabupaten Bogor di sebelah barat dan utara, berbatasan dengan Kecamatan Sukaresmi di sebelah timur, dan berbatasan dengan Kecamatan Pacet di sebelah selatan. Kecamatan Cipanas terdiri dari 7 desa yaitu Desa Cipanas, Desa Sindangjaya, Desa Sindaglaya, Desa Cimacan, Desa Palasari, Desa Ciloto, dan Desa Batulawang. Topografi wilayah Kecamatan Cipanas terdiri dari 826.24 ha (14.53%) lahan datar dan 4 860.20 ha (85.47%) lahan perbukitan. Jenis tanah di Kecamatan Cipanas adalah tanah latosol, andosol, dan regosol dengan tingkat kesuburan tanah subur, sedang, dan kurang subur. Luas tanah dengan kategori subur 5 068.30 ha (89.13%), kategori sedang 439.4 ha (8.43%), dan tanah dengan kategori kurang subur 169.7 ha (2.98%) dengan pH tanah antara 5.5 dan 7.5. Rata-rata curah hujan Kecamatan Cipanas 2 967.84 mm per tahun dengan kisaran suhu antara 12 dan 30 °C dan kelembaban 70%. Komoditas hortikultura seperti sayuran dan tanaman hias merupakan komoditas andalan (BPP Cipanas 2012). Karakteristik Petani Karakteristik petani yang dianalisis adalah usia, tingkat pendidikan, pengalaman bertani, jumlah anggota keluarga, dan penghasilan rata-rata per bulan (Tabel 1). Petani responden laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan baik pada petani sayuran maupun petani tanaman hias. Persentase responden laki-laki pada petani sayuran 97.33% dan perempuan 2.67%, sedangkan pada tanaman hias berturut-turut 93.33% dan perempuan 6.67%. Usia petani sayuran tidak berbeda nyata dengan petani tanaman hias. Kategori usia dengan persentase paling tinggi pada petani sayuran maupun tanaman hias adalah kategori usia 35 sampai 44 tahun (Tabel 1). Hasil survei menunjukkan bahwa terdapat 24% petani sayuran dengan kategori usia muda, yaitu usia 20 sampai 34 tahun. Hal tersebut menunjukkan adanya regenerasi pada petani sayuran. Berbeda dengan petani sayuran, pada petani tanaman hias belum terdapat regenerasi, hal tersebut ditunjukkan oleh kecilnya persentase petani dengan kategori usia muda. Adanya regenerasi pada petani sayuran di Kecamatan Cipanas dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya adalah di Kecamatan Cipanas budidaya sayuran sudah menjadi tradisi yang diwariskan oleh petani kepada anak-anaknya. Menurut petani di Kecamatan Cipanas, budidaya sayuran tidak hanya menjadi pekerjaan, tetapi sudah menjadi kebiasaan yang diajarkan oleh orang tua mereka. Sebagian besar petani sayuran memiliki pengalaman bertani yang cukup lama. Hal tersebut terlihat dari tingginya persentase responden yang memiliki pengalaman bertani lebih dari 20 tahun (Tabel 1). Tingginya persentase petani sayuran dengan pengalaman lebih dari 20 tahun berbanding lurus dengan tingginya persentase petani dengan kategori usia tua. Persentase petani sayuran dengan pengalaman bertani 1 sampai 5 tahun juga tinggi. Hal tersebut semakin memperkuat dugaan bahwa terjadi regenerasi pada
6 petani sayuran di Kecamatan Cipanas. Tingginya persentase petani sayuran dengan pengalaman rendah diakibatkan banyaknya masyarakat dengan kategori usia muda yang memilih bekerja di bidang pertanian karena keterbatasan keahlian dan tingkat pendidikan mereka untuk bekerja di bidang lain seperti pariwisata dan perhotelan. Karena keterbatasan tersebut akhirnya tidak ada pilihan lain selain melanjutkan kegiatan usaha tani yang dilakukan kedua orang tua mereka. Pada petani tanaman hias, petani dengan pengalaman bertani lebih dari 20 tahun memiliki persentase terbesar. Hal tersebut dimungkinkan karena pada budidaya tanaman hias dibutuhkan pengalaman yang cukup. Persentase petani paling sedikit adalah petani dengan pegalaman bertani 1 sampai 5 tahun. Kondisi tersebut berbeda dengan kondisi responden petani sayuran (Tabel 1). Petani sayuran didominasi oleh petani dengan pendidikan terakhir SD berbeda dengan petani tanaman hias. Tingkat pendidikan petani tanaman hias dengan persentase paling tinggi adalah SMA dan SD. Terdapat petani tanaman hias dengan pendidikan D3/S1, sedangkan pada petani sayuran tidak ditemukan. Secara umum tingkat pendidikan petani tanaman hias relatif lebih tinggi dibandingkan dengan petani sayuran (Tabel 1). Hal tersebut karena budidaya tanaman hias memerlukan keahlian yang tinggi, sehingga petani yang ingin melakukan usaha tani tanaman hias harus memiliki latar belakang pendidikaan yang memadai. Berbeda dengan budidaya tanaman hias, pada budidaya sayuran tidak terlalu memerlukan tingkat pendidikan yang tinggi, akan tetapi lebih cenderung memerlukan pengalaman dalam budidaya. Tingkat pendidikan seorang petani berpengaruh terhadap kerasionalan petani tersebut dalam menggunakan pestisida. Petani dengan tingkat pendidikan tinggi akan lebih rasional dibandingkan dengan petani dengan pendidikan rendah dan akan lebih memperhatikan berbagai resiko dan dampak negatif pada saat melakukan aplikasi pestisida Jumlah anggota keluarga petani sayuran tidak berbeda dengan petani tanaman hias. Jumlah anggota keluarga petani sayuran maupun petani tanaman hias sebagian besar 1 sampai 6 orang (Tabel 1). Bagi petani sayuran yang memiliki penghasilan relatif lebih rendah dibandingkan petani tanaman hias, jumlah anggota keluarga lebih dari 3 orang dirasakan masih cukup memberatkan, sedangkan bagi petani tanaman hias tidak terlalu memberatkan karena penghasilan mereka relatif tinggi. Penghasilan rata-rata per bulan petani sayuran tidak berbeda dengan petani tanaman hias, akan tetapi persentase petani tanaman hias dengan kategori penghasilan tinggi lebih banyak dibandingkan dengan petani sayuran. Hal tersebut dikarenakan nilai jual komoditas tanaman hias lebih tinggi dibandingkan komoditas sayuran. Sebagian besar petani sayuran maupun tanaman hias menyatakan tidak pernah menghitung penghasilan rata-rata per bulan (Tabel 1). Sebagian besar petani juga tidak pernah menghitung biaya untuk pestisida per musim tanam. Hal tersebut karena acuan utama keberhasilan petani sayuran dan tanaman hias di Kecamatan Cipanas dalam budidaya bukan penghasilan rata-rata per bulan, akan tetapi tertutupinya modal untuk musim tanam berikutnya, sehingga petani tidak pernah menghitung penghasilan yang mereka dapatkan dari usaha tani yang dilakukan. Selain itu, sebagian besar petani menerapkan pola tanam tumpangsari, sehingga waktu panen untuk beberapa komoditas yang ditanam akan berbeda. Hal tersebut menyebabkan petani memperoleh penghasilan secara bertahap, sehingga
7 penghasilan rata-rata bulanan sulit untuk dihitung. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka, sebagian besar petani selain melakukan budidaya sayuran atau tanaman hias mereka juga menjadi buruh tani lepas pada petani lain. Beberapa hal tersebut yang mengakibatkan petani kesulitan untuk menghitung penghasilan ratarata bulanan dari usaha tani sayuran maupun tanaman hias. Tabel 1 Karakteristik umum petani sayuran dan petani tanaman hias di Kecamatan Cipanas Karakteristik petani
a
Persentase petani Sayuran Tanaman hias
Umur (tahun) 20-34 35-44 45-54 55-75
24.00 29.33 26.67 20.00
8.89 35.56 33.33 22.22
0.038b 0.478 0.437 0.772
Pendidikan terakhir Tidak tamat SD SD SMP SMA D3/S1
9.33 80.00 5.33 5.33 0.00
6.67 35.56 15.56 37.78 4.44
0.609 0.000b 0.060 0.000b 0.066
Pengalaman bertani (tahun) 1-5 6-10 11-15 16-20 > 20
24.00 20.00 13.33 16.00 26.67
11.11 24.44 13.33 20.00 31.11
0.082 0.567 1.000 0.577 0.601
Jumlah anggota keluarga (orang) 1-3 4-6 7-9 >9
33.33 33.33 2.86 1.90
53.33 40.00 6.67 0.00
0.479 0.476 0.516 0.269
Penghasilan rata-rata per bulan (Rp) Tidak pernah dihitung ≤1 000 000 1 000 000-3 000 000 3 000 000-5000 000 ≥ 5 000 000
74.67 10.67 4.00 4.00 6.67
68.89 0.00 0.00 2.22 28.89
0.493 0.023b 0.174 0.409 0.001b
Berdasarkan hasil uji 2 proporsi Tolak Hipotesis nol (H0): P1=P2 pada taraf nyata 5%
b
P-Valuea
8 Karakteristik Budi Daya dan Pemasaran Produk Pertanian Terdapat perbedaan status kepemilikan lahan antara petani sayuran dan petani tanaman hias. Status kepemilikan lahan petani sayuran sebagian besar merupakan lahan garapan, sedangkan pada petani tanaman hias sebagian besar lahan merupakan lahan milik sendiri (Tabel 2). Tingginya persentase petani sayuran yang tidak memiliki lahan sendiri dikarenakan sebagian besar lahan yang mereka miliki telah dijual. Selain status kepemilikan lahan, terdapat perbedaan luas lahan antara petani sayuran dan petani tanaman hias. Luas lahan petani sayuran cenderung lebih merata, sebagian besar petani sayuran memiliki luas lahan kurang dari 1 000 m2 sampai 5 000 m2, sedangkan lahan petani tanaman hias sebagian besar kurang dari 1 000 m2 (Tabel 2). Terdapat permasalahan yang sama mengenai luas lahan di kalangan petani sayuran dan tanaman hias, yaitu sempitnya lahan pertanian. Menurut Gusfi (2002), sempitnya lahan pertanian di wilayah Cipanas sudah menjadi hal yang umum, hal tersebut diakibatkan alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan pemukiman akibat peningkatan jumlah penduduk. Pada beberapa kasus, lahan petani sebenarnya cukup luas, namun lahan tersebut diwariskan kepada putraputrinya, sehingga lahan yang dimiliki menjadi sempit. Tabel 2 menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan pola tanam antara petani sayuran dan petani tanaman hias. Sebagian besar petani sayuran maupun petani tanaman hias menerapkan pola tanam tumpangsari pada pertanaman mereka (Tabel 2). Menurut Warsana (2009), terdapat beberapa keuntungan dari pola tanam tumpangsari, diantaranya adalah peningkatan efisiensi, populasi tanaman dapat diatur sesuai keinginan, dalam satu areal diperoleh hasil lebih dari satu komoditas, tetap mendapat hasil walaupun salah satu komoditas gagal, dan kombinasi beberapa tanaman dapat menciptakan stabilitas tanaman terhadap serangan hama dan penyakit. Permasalahan umum budidaya yang paling dominan dihadapi oleh petani sayuran adalah harga produk pertanian yang fluktuatif. Petani sayuran tidak dapat mengetahui harga komoditas yang mereka usahakan hingga produk mereka sampai di pasar atau di tengkulak. Akibatnya petani sayuran sering mengalami kerugian karena biaya produksi yang mereka keluarkan tidak sebanding dengan hasil yang mereka dapatkan dari hasil panen. Permasalahan umum yang dominan dirasakan petani tanaman hias adalah pemasaran produk. Konsumen atau pembeli tanaman hias yang mereka budidayakan tidak menentu. Menurut petani, beberapa tahun terakhir ini kecenderungan penjualan tanaman hias sedang menurun. Secara umum target pemasararan produk pertanian antara petani sayuran dan petani tanaman hias berbeda nyata. Target pemasaran komoditas tanaman hias lebih variatif dibandingkan dengan sayuran. Target pemasaran komoditas tanaman hias meliputi konsumen individu, pasar tradisional, supplyer, bahkan pasar ekspor, sedangkan pemasaran komoditas sayuran hanya sebatas pasar tradisional, tengkulak, atau supermarket (Tabel 2). Sebagian besar petani sayuran menjual hasil pertanian mereka ke tengkulak, hanya sebagian kecil petani yang menjual produknya ke pasar tradisional ataupun supermarket, sedangkan petani tanaman hias cenderung menjual produk mereka ke konsumen individu, yaitu pembeli yang datang langsung ke nursery mereka.
9 Tabel 2 Karakteristik budidaya dan pemasaran produk pertanian Persentase petani Karakteristik petani Tanaman Sayuran hias Status kepemilikan lahan Petani penggarap 60.00 22.22 Petani penyewa 24.00 22.22 Pemilik lahan 9.33 44.44 Penggarap dan pemilik lahan 5.33 4.44 Penyewa dan pemilik lahan 1.33 6.67
a
P-Valuea 0.000b 0.824 0.000b 0.829 0.115
Luas lahan (m2) ≤ 1000 1001-2500 2501-5000 5001-7500 7501-10 000 > 10 000
37.33 26.67 22.67 0.00 10.67 2.67
75.56 11.11 11.11 0.00 2.22 0.00
0.000b 0.042b 0.113 1.000 0.089 0.269
Pola pertanaman Monokultur Tumpang sari
26.67 73.33
24.44 75.56
0.788 0.788
Masalah umum budidaya Tidak ada masalah Air Saprotan Harga fluktuatif Pemasaran produk Hama dan penyakit Penurunan produksi Kesulitan budidaya Keterbatasan lahan Biaya produksi tinggi
0 0 0 57.33 0 49.33 1.33 0 0 24.00
8.89 2.22 4.44 6.67 57.78 4.44 0.00 15.56 13.33 15.56
0.036b 0.312 0.139 0.000b 0.000b 0.000b 0.314 0.004b 0.009b 0.248
Pemasaran Pasar tradisional Tengkulak/penyalur Supermarket Konsumen individu Ekspor
20.00 74.67 5.33 0.00 0.00
7.14 40.48 13.33 35.56 6.67
0.048b 0.000b 0.125 0.000b 0.024b
Berdasarkan hasil uji 2 proporsi Tolak Hipotesis nol (H0): P1=P2 pada taraf nyata 5%
b
Komoditas yang paling banyak ditanam petani sayuran di Kecamatan Cipanas adalah bawang daun, brokoli, wortel, dan tomat (Gambar 1), sedangkan komoditas tanaman hias yang paling banyak ditanam adalah tanaman hias lansekap dan bonsai (Gambar 2). Untuk target pemasaran supermarket, komoditas sayuran yang banyak ditanam adalah daun mint dan bayam jepang („horinso‟), sedangkan tanaman hias dengan target pemasaran ekspor adalah bonsai.
10
60
Persentase petani
50 40 30 20 10 0 Wortel Tomat B. daun Kubis Brokoli
Sawi putih
Cabai Terong
Mint
Bayam jepang
Komoditas Gambar 1 Komoditas utama sayuran
Persentase petani
60 50 40 30 20 10 0
Komoditas Gambar 2 Komoditas utama tanaman hias Permasalahan Hama dan Penyakit Berdasarkan hasil survei, permasalahan hama dan penyakit yang dirasakan petani sayuran dan petani tanaman hias sangat beragam. Banyaknya pemasalahan hama yang dihadapi akan berpengaruh terhadap pola penggunaan pestisida. Menurut Sulistiyono et al. (2012), semakin banyak jenis organisme pengganggu tanaman (OPT) yang menyerang, maka semakin banyak jenis pestisida yang digunakan karena berbeda jenis OPT berbeda juga jenis pestisidanya. Selain itu juga semakin berat tingkat serangan, semakin banyak pestisida yang digunakan.
11 Permasalah utama hama pada petani sayuran adalah serangan kutu daun yang oleh petani lokal disebut „bereng‟ (Tabel 3). Permasalah hama kutu daun banyak dirasakan petani karena hama tersebut merupakan hama yang polifag dan persentase petani yang menanam bawang daun tinggi. Bawang daun sendiri merupakan salah satu inang utama kutu daun. Menurut Kalshoven (1986), Aphis spp. merupakan serangga kosmopolitan dan sangat polifag. Hama ini diketahui ditemukan pada berbagai spesies tanaman pertanian dan gulma. Gejala yang diakibatkan kutu daun adalah pertumbuhan tanaman terhambat dan daun keriting. Selain kutu daun, ulat gerayak, ulat krop kubis, dan ulat daun kubis juga menjadi permasalahan hama yang paling banyak dirasakan petani (Tabel 3). Permasalahan penyakit yang paling dominan dihadapi oleh petani sayuran adalah penyakit hawar daun dan bercak kering. Penyakit ini dirasakan petani terutama pada musim hujan. Hal tersebut yang menyebabkan peningkatan intensitas aplikasi pestisida pada musim hujan. Penyakit hawar daun pada tanaman tomat disebabkan oleh Phytophthora infestans, sedangkan penyakit bercak kering disebabkan oleh Alternaria spp. (Agrios 2005). Berbeda dengan petani sayuran, permasalahan hama dan penyakit yang dialami petani tanaman hias tidak terlalu banyak. Permasalahan hama pada komoditas tanaman hias dengan persentase paling tinggi adalah ulat daun. Menurut Brennan et al. (2002), terdapat banyak spesies anggota Lepidoptera yang dilaporkan menyerang tanaman hias. Fase yang menyerang adalah larva (ulat). Gejala yang ditimbulkan sangat beragam, seperti habisnya daun, daun berlubang, korokan, daun menggulung dan lain-lain. Tabel 3 Permasalahan hama dan penyakit pada sayuran Persentase Hama/penyakit Penyebab petani Hama Kutu daun ('bereng') Aphis spp., Myzus spp. 65.33 Ulat gerayak ('hileud bawang') Spodoptera exigua 46.67 Ulat krop kubis Croccidolomia spp. 26.67 Ulat daun kubis Plutella xylostella 18.67 Kutu kebul Aleurodicus spp. 12.00 Penyakit Hawar daun ('ngeresek') Bercak kering ('panyakit hideung')
Phytophthora infestans 38.67 Alternaria spp. 26.67 Plasmodiophora Akar gada ('akar beutian') brassicae 13.33 Antraknosa ('lodoh') Colletotrichum capsici 9.33 Selain ulat, permasalahan kutu kebul juga umum dirasakan petani tanaman hias (Tabel 4). Menurut penuturan petani, serangan kutu kebul di daerah Cipanas meningkat beberapa tahun terakhir. Kutu kebul merupakan hama yang umum terdapat pada berbagai jenis tanaman hias. Beberapa jenis tanaman hias yang sering menjadi inang kutu kebul adalah mawar, poinsettia, crepe myrtle, pakis, gardenia, kembang sepatu, plumeria, puring, dan beberapa tanaman hias semusim
12 yang lain. Fase nimfa biasanya ditemukan di permukaan bawah daun. Gejala yang ditimbulkan kutu kebul berupa bercak bekas tusukan stilet (Brennan et al. 2002). Tidak banyak permasalahan penyakit tanaman pada tanaman hias terutama tanaman hias lansekap dirasakan petani. Tetapi, petani tanaman hias bunga potong terutama krisan menyatakan bahwa penyakit karat merupakan penyakit yang penting. Selain karat, permasalah penyakit busuk pada batang dan daun juga dirasakan oleh petani tanaman hias, terutama pada musim hujan. Tabel 4 Permasalahan hama dan penyakit pada tanaman hias Hama/penyakit Hama Ulat daun Kutu kebul Kutu daun Thrips Penyakit Karat putih Busuk batang Busuk daun
Penyebab
Persentase petani
Lepidoptera Aleurodicus spp. Aphis spp., Myzus spp. Thripidae
80.00 37.78 26.67 13.33
Puccinia horiana Bakteri, Cendawan Bakteri, Cendawan
13.33 13.33 8.89
Tindakan Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman Hampir semua petani sayuran maupun petani tanaman hias menggunakan pestisida sintetik dalam menanggulangi permasalahan hama dan penyakit yang mereka hadapi. Persentase penggunaan pesisida pada petani sayuran dan petani tanaman hias tidak berbeda nyata (Tabel 5). Alasan utama penggunaan pestisida sintetik pada petani sayuran adalah pencegahan kerusakan lebih lanjut pada komoditas yang mereka usahakan (Tabel 5). Petani sayuran tidak mau mengambil resiko sayuran yang mereka tanam rusak karena serangan hama dan penyakit. Menurut penuturan petani, jika tidak dilakukan aplikasi pestisida tanaman yang mereka tanam akan mengalami gagal panen. Kekhawatiran petani mendorong mereka untuk melakukan tindakan aplikasi pestisida. Menurut Kunda dan Oleson (1995) dalam Yuliani (2013), seseorang yang bertindak dalam berbagai situasi sosial, secara kuat dipengaruhi oleh pikiran mereka tentang situasi tersebut, seperti rasa kekhawatiran gagal panen. Menurut Sulistiyono et al. (2012), tingginya penggunaan pestisida pada budidaya sayuran disebabkan rasa kehawatiran para petani terjadi kerusakan yang parah oleh serangan OPT. Selain mencegah kerusakan lebih lanjut, alasan lain yang dominan disampaikan petani sayuran adalah karena cara lain selain pestisida tidak efektif menekan serangan hama dan penyakit (Tabel 5). Menurut Gusfi (2002), kecenderungan petani menggunakan pestisida sintetik karena hanya pengendalian dengan pestisida sintetik yang mereka ketahui dan hasilnya dapat langsung terlihat. Berbeda dengan petani sayuran, alasan utama petani tanaman hias dalam melakukan aplikasi pestisida adalah cara lain selain penggunaan pestisida
13 dianggap tidak efektif. Petani memiliki persepsi bahwa pengendalian dikatakan berhasil jika hasilnya dapat segera terlihat, dan yang sesuai dengan kriteria seperti itu adalah penggunaan pestisida sintetik. Alasan lain penggunaan pestisida sintetik pada tanaman hias adalah penyelamatan kualitas produk (Tabel 5). Tanaman hias merupakan komoditas estetik, sehingga kerusakan sedikit saja akan mengakibatkan penurunan kualitas produk. Alasan lain yang disampaikan petani persentasenya rendah. Tingginya penggunaan pestisida di Kecamatan Cipanas juga dapat dipengaruhi oleh banyaknya kios pestisida di wilayah ini. Menurut BPP Kecamatan Cipanas (2012), di Wilayah Kecamatan Cipanas terdapat sekitar 21 kios yang menjual pestisida dari berbagai merek dagang, jumlah kios paling banyak terdapat di Desa Cipanas. Sementara itu menurut Munarso et al. (2006), tingginya penggunaan pestisida oleh petani di dataran tinggi disebabkan oleh kondisi iklim yang sejuk dengan kelembaban udara dan curah hujan yang tinggi, sehingga menciptakan kondisi yang baik untuk perkembangan hama dan penyakit tanaman. Tabel 5 Penggunaan pestisida sintetik pada petani sayuran dan petani tanaman hias Persentase petani Sayuran Tanaman hias 98.67 97.78
Indikator Penggunaan pestisida Alasan penggunaan pestisida Menyelamatkan kualitas produk Mencegah kerusakan lebih lanjut Faktor kebiasaan Faktor kemudahan aplikasi Cara kerja pestisida sintetik cepat Cara lain tidak efektif Tidak ada resiko residu termakan a
P-Value 0.729
2.70 72.97 10.81 33.78
36.36 50.00 4.55 4.55
-
8.11
11.36
-
58.11
54.55
-
0.00
6.82
-
Berdasarkan hasil uji 2 proporsi
Pola Penggunaan Pestisida Pengetahuan Penggunaan Pestisida Secara umum pengetahuan petani sayuran maupun petani tanaman hias tentang penggunaan pestisida tergolong masih rendah. Hanya pengetahuan mengenai jenis-jenis pestisida yang memiliki persentase tinggi (Gambar 3). Sebanyak 94.59% petani sayuran dan 90.91% petani tanaman hias mengetahui jenis dan kegunaan masing-masing pestisida. Petani sayuran maupun petani tanaman hias mengetahui bahwa insektisida digunakan untuk mengendalikan serangga hama, fungisida untuk mengendalikan penyakit oleh cendawan, dan herbisida untuk mengendalikan gulma. Akan tetapi pengetahuan petani mengenai jenis-jenis pestisida tersebut tidak diimbangi oleh pengetahun penggunaan pestisida yang lain.
14
Persentase petani
Persentase petani sayuran maupun petani tanaman hias yang mengerti konsep ambang ekonomi atau ambang tindakan relatif masih rendah. Persentase petani sayuran dan petani tanaman hias yang mengetahui konsep ambang ekonomi hanya 1.33% dan 6.67% (Gambar 3). Hal tersebut akan mempengaruhi tindakantindakan aplikasi pestisida lain, seperti intensitas dan penentuan dasar pertimbangan aplikasi. Ambang ekonomi adalah kondisi kerapatan populasi serangga yang mengharuskan tindakan pengendalian segera dilakukan sebelum populasi serangga mencapai tingkat kerusakan ekonomi (Riley 2012). Ketidaktahuan petani tentang konsep ambang ekonomi akan menyebabkan petani cenderung melakukan aplikasi pestisida secara terjadwal dengan intensitas aplikasi yang tinggi. Pengetahuan petani sayuran dan petani tanaman hias mengenai prinsip 5 tepat juga masih rendah. Dibandingkan dengan petani tanaman hias, pengetahuan petani sayuran mengenai prinsip 5 tepat lebih tinggi, tetapi tidak berbeda nyata. Persentase petani sayuran yang mengerti prinsip 5 tepat sebesar 9.3%, sedangkan petani tanaman hias sebesar 2.22% (Gambar 3). Prinsip 5 tepat adalah tepat jenis, tepat dosis, tepat sasaran, tepat waktu, dan tepat cara (Sulistiyono et al. 2012). Rendahnya pengetahuan petani mengenai prinsip 5 tepat akan berpengaruh terhadap tindakan-tindakan penggunaan pestisida yang dilakukan, seperti penentuan dosis, waktu aplikasi, dan intensitas aplikasi. Sebagian besar petani sayuran dan petani tanaman hias di Kecamatan Cipanas tidak mengetahui konsep aplikasi terakhir sebelum panen atau pre harvest interval. Berdasarkan survei, hanya terdapat 21.33% petani sayuran dan 15.56% petani tanaman hias yang mengerti konsep aplikasi terakhir sebelum panen. Hanya sebagian kecil petani sayuran (36%) dan petani tanaman hias (28.89%) yang tahu tentang pestisida nabati. Berdasarkan uji 2 proporsi, pengetahuan petani sayuran dan petani tanaman hias secara umum tidak berbeda nyata. 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
Sayuran Tanaman hias
Jenis pestisida
Ambang ekonomi
Prinsip 5 Tepat Pre Harvest Pestisida nabati Interval
Pengetahuan Gambar 3 Pengetahuan penggunaan pestisida pada petani sayuran dan petani tanaman hias Dasar Pertimbangan Aplikasi Pestisida Aplikasi pestisida ditingkat petani sering dilakukan secara berjadwal, yang dikenal dengan sistem kalender dan sistem PHT (Pengendalian Hama Terpadu).
15 Dalam sistem kalender, waktu aplikasi pestisida sudah terjadwal, tanpa melihat apakah populasi hama berada pada tingkat merugikan atau tidak. Dengan kata lain ada atau tidak ada hama, aplikasi tetap dilakukan, sedangkan aplikasi dengan berlandaskan sistem PHT, aplikasi pestisida dilakukan hanya bila memang terpaksa dilakukan (Dadang 2006). Persentase petani sayuran berbeda nyata dengan petani tanaman hias dalam melakukan aplikasi pestisida secara terjadwal. Sebagian besar petani sayuran (89.19%) melakukan aplikasi pestisida dengan sistem kalender (terjadwal), sedangkan petani tanaman hias hanya sebagian kecil (40.91%) yang melakukan aplikasi pestisida dengan sistem kalender (terjadwal) (Tabel 6). Petani sayuran maupun tanaman hias menerapkan sistem kalender (terjadwal) sebagai bentuk strategi pencegahan, karena menurut petani jika aplikasi tidak dilakukan secara rutin dan tidak sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan, kerusakan akibat serangan hama penyakit akan berat. Berbeda dengan petani sayuran, sebagian besar (59.09%) petani tanaman hias melakukan aplikasi pestisida berdasarkan kondisi populasi OPT pada pertanaman mereka (Tabel 6). Petani tanaman hias hanya melakukan aplikasi pestisida jika populasi hama atau intensitas kerusakan akibat penyakit sudah mencapai tingkat yang merugikan. Alasan utama petani tanaman hias melakukan aplikasi berdasarkan populasi OPT adalah sedikitnya hama dan penyakit pada tanaman yang mereka budidayakan. Selain pada bunga potong, hama dan penyakit yang menyerang tanaman hias lebih sedikit dibandingkan dengan sayuran, jadi jika petani tanaman hias melakukan aplikasi pestisida secara rutin, hal tersebut secara ekonomi tidak efisien. Selain alasan tersebut alasan lain petani melakukan aplikasi berdasarkan populasi OPT adalah masa pemeliharaan tanaman hias pendek, takut hama menjadi resisten, dan aplikasi tergantung cuaca dan iklim (Tabel 6). Tabel 6 Pengambilan keputusan aplikasi pestisida pada petani sayuran dan petani tanaman hias Persentase petani Indikator P-Valuea Sayuran Tanaman hias Dasar pertimbangan aplikasi Sistem kalender terjadwal 89.19 40.91 0.000b Berdasarkan populasi OPT 10.81 59.09 0.000b Alasan sistem kalender terjadwal Faktor kebiasaan Strategi pencegahan
a
16.67 83.33
5.56 94.44
-
Alasan aplikasi berdasarkan populasi OPT Pertimbangan ekonomi 75.00 Tergantung cuaca dan iklim 75.00 Hama dan penyakit sedikit 50.00 Takut hama resisten 0.00 Masa pemeliharaan pendek 0.00
88.46 7.69 80.77 26.92 3.85
-
Berdasarkan hasil uji 2 proporsi Tolak Hipotesis nol (H0): P1=P2 pada taraf nyata 5%
b
16 Jenis dan Bahan Aktif Pestisida yang Digunakan Jenis dan bahan aktif pestisida yang digunakan petani sayuran dan petani tanaman hias sangat bervariasi. Jenis bahan aktif insektisida yang digunakan lebih beragam dibandingkan dengan fungisida. Secara umum terdapat 17 jenis bahan aktif insektisida dan 6 jenis bahan aktif fungisida yang digunakan petani sayuran dan tanaman hias di kecamatan Cipanas. Jenis bahan aktif yang digunakan petani tanaman hias lebih variatif. Petani sayuran menggunakan 10 jenis bahan aktif insektisida dan 4 jenis bahan aktif fungisida, sedangkan petani tanaman hias menggunakan 14 jenis bahan aktif insektisida dan 4 jenis bahan aktif fungisida (Gambar 4). Merek dagang yang digunakan oleh petani sayuran dan petani tanaman hias lebih banyak dibandingkan dengan bahan aktif pestisida yang digunakan. Secara umum petani sayuran dan petani tanaman hias di Kecamatan Cipanas menggunakan 31 merek dagang insektisida dan 15 merek dagang fungisida. Berbeda dengan bahan aktif, merek dagang yang digunakan petani sayuran lebih banyak dibandingkan dengan merek dagang yang digunakan petani tanaman hias. Petani sayuran menggunakan 15 merek dagang insektisida dan 11 merek dagang fungisida, sedangkan petani tanaman hias menggunakan 13 merek dagang insektisida dan 6 merek dagang fungisida. Banyaknya jenis bahan aktif yang digunakan petani tanaman hias berbanding terbalik dengan permasalahan hama penyakit yang dihadapi. Permasalahan hama penyakit pada tanaman hias relatif lebih sedikit dibandingkan dengan petani sayuran. Salah satu faktor yang menyebabkan banyaknya bahan aktif yang digunakan petani tanaman hias adalah pengetahuan petani tanaman hias mengenai jenis bahan aktif pestisida lebih baik dibandingkan dengan petani sayuran. Pengetahuan yang lebih baik tersebut salah satunya dipengaruhi oleh karakteristik petani terutama tingkat pendidikan petani tanaman hias yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan petani sayuran. Hal tersebut mengakibatkan pada saat memilih pestisida petani tanaman hias lebih cenderung berorientasi pada bahan aktif dibandingkan dengan merek dagang, sedangkan petani sayuran sebaliknya. Hal tersebut juga dapat dilihat dari persentase petani tanaman hias yang lebih tinggi dibandingkan petani sayuran dalam hal pembacaan label kemasan pestisida. Tindakan pembacaan label oleh petani menunjukkan bahwa petani tersebut membaca keterangan kandungan bahan aktif dari pestisida yang mereka gunakan. Bahan aktif insektisida yang paling banyak digunakan petani sayuran adalah klorantraniliprol dan profenofos dengan persentase petani yang menggunakan masing-masing 58.11% dan 51.35%. Penggunaan insektisida berbahan aktif klorantraniliprol dan profenofos pada petani sayuran sesuai dengan permasalahan hama yang dihadapi, yaitu kutu daun, ulat gerayak, ulat kubis, dan ulat krop kubis. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa penggunaan insektisida pada petani sayuran sudah tepat sasaran (Gambar 4). Kloratraniliprol termasuk golongan senyawa antranilik diamida yang bersifat racun perut dan racun kontak (Djojosumarto 2008). Klorantraniliprol bekerja mengganggu saraf otot dengan mengaktifkan reseptor rianodin serangga yang menyebabkan ion kalsium intraselular berkurang sehingga serangga mengalami kelumpuhan otot kemudian mengalami kematian (Perry et al. 1998). Kelas toksisitas kloratraniliprol adalah U, artinya bahan aktif tersebut memiliki
17 kemungkinan untuk menyebabkan keracunan akut pada penggunaan normal (WHO 2009). Profenofos termasuk golongan organofosfat yang bersifat racun perut dan racun kontak Profenofos bersifat non-sistemik dan mempunyai spektrum yang luas. Mekanisme kerja profenofos yaitu menghambat kerja enzim asetilkolinesterase (Djojosumarto 2008). Profenofos termasuk insektisida dengan kelas toksisitas II (WHO 2009), Pestisida kategori II mempunyai LD50 oral berkisar 50-500 mg/kg. Pestisida kategori II akan menimbulkan kematian jika terminum sekitar satu sendok teh (Sigit et al. 2006). Insektisida dengan bahan aktif klorantraniliprol sama sekali tidak digunakan oleh petani tanaman hias. Insektisida dengan bahan aktif profenofos dan deltrametrin paling banyak digunakan oleh petani tanaman hias dengan persentase petani pengguna masing-masing 50% dan 45.45%. Sama seperti pada petani sayuran, penggunaan insektisida pada petani tanaman hias juga sudah tepat sasaran. Hal tersebut dapat dilihat dari bahan aktif yang digunakan dan permasalahan hama pada tanaman hias yang meliputi ulat daun, kutu kebul dan kutu daun (Gambar 4). Deltametrin merupakan insektisida sintetik yang termasuk ke dalam golongan piretroid. Cara kerja piretroid adalah mempengaruhi sistem saraf serangga atau mamalia dengan merangsang sel-sel saraf untuk menghasilkan efek pengulangan (repetitive) yang berakhir dengan kelumpuhan dan kematian (Hasan 2006). Sama seperti profenofos, deltametrin termasuk bahan aktif insektisida dengan kelas toksisitas kategori II (WHO 2009). Bahan aktif fungisida yang paling banyak digunakan petani sayuran adalah mancozeb, sedangkan petani tanaman hias lebih banyak menggunakan fungisida berbahan aktif propineb. Persentase penggunaan masing-masing adalah 56.67% dan 52.27%. Mancozeb dan propineb termasuk ke dalam golongan bahan aktif ditiokarbamat dan memiliki kelas toksisitas U (WHO 2009). Penggunaan fungisida pada petani sayuran maupu petani tanaman hias juga sudah tepat sasaran. Sebagian besar petani menggunakan fungisida berbahan aktif mancozeb dan propineb, hal tersebut sesuai dengan permasalahan penyakit yang dihadapi oleh petani yaitu hawar daun, bercak kering, dan busuk. Sebagian besar petani, baik petani sayuran maupun tanaman hias mengetahui jenis-jenis bahan aktif dan masing-masing sasarannya berdasarkan informasi dari toko pertanian dan sesama petani lain. Intensitas dan Waktu Aplikasi Terdapat perbedaan nyata intensitas aplikasi pestisida antara petani sayuran dan petani tanaman hias (Tabel 7). Sebagian besar (72.97%) petani sayuran melakukan aplikasi pestisida secara terjadwal dalam selang waktu 1 minggu berbeda nyata dengan petani tanaman hias. Petani tanaman hias cenderung melaksanakan aplikasi secara tidak terjadwal, aplikasi pestisida berdasarkan tingkat populasi OPT dengan persentase responden 52.27% (Tabel 7). Intensitas aplikasi yang tinggi pada sayuran merupakan cerminan rasa kekhawatiran petani terhadap serangan OPT yang berat.
18
Karbofuran
A Metamidofos Metidation Alfasipermetrin
Tanaman hias
Sayuran
Imidaklorpid Sipermetrin
Bahan aktif
Klorpirifos Lambda-sihalothrin Profenofos Deltametrin Asefat Piridaben Emamektin-benzoat Klorantraniliprol Abamektin Diazinon Diafentiuron
Meiram+pyraclostrobin
B
Benomyl Klorotalonil Mancozeb+mefenoksam Propineb Mancozeb 0
10
20
30
40
50
60
Persentase petani Gambar 4 Persentase petani sayuran dan tanaman hias dalam menggunakan bahan aktif insektisida (A) dan fungisida (B)
19 Berdasarkan hasil survei, terdapat petani yang melakukan aplikasi pestisida dengan selang waktu kurang dari 1 minggu dengan persentase masing-masing 5.41% dan 11.36% (Tabel 7). Intensitas aplikasi yang sangat tinggi tersebut terjadi pada musim hujan, pada sayuran terjadi pada komoditas tomat, sedangkan pada tanaman hias terjadi pada komoditas bunga potong, terutama krisan. Menurut penuturan petani, pada musim hujan tomat dan krisan sangat rentan oleh serangan penyakit, sehingga intensitas aplikasi harus ditingkatkan. Secara umum, intensitas aplikasi pestisida pada petani tanaman hias relatif lebih rendah dibandingkan dengan pada petani sayuran, salah satu faktor yang mempengaruhinya adalah permasalahan hama penyakit pada tanaman hias lebih sedikit dibandingkan dengan pada sayuran. Selain itu, secara umum dapat disimpulkan bahwa dalam hal intensitas aplikasi pestisida, petani tanaman hias lebih rasional dibandingkan dengan petani sayuran. Sebagian besar petani sayuran (95.95%) maupun tanaman hias (84.07%) melakukan aplikasi pestisida pada pagi hari, tetapi persentase kedua petani berbeda nyata, persentase petani sayuran yang melakukan aplikasi pagi hari lebih tinggi dibandingkan tanaman hias (Tabel 7). Tabel 7 Intensitas dan waktu aplikasi pestisida pada petani sayuran dan petani tanaman hias Inensitas dan waktu aplikasi
a
Persentase petani Tanaman Sayuran hias
P-Valuea
Intensitas aplikasi Aplikasi lebih dari 1 kali dalam 1 minggu 1 minggu sekali 1 sampai 2 kali dalam 1 bulan Aplikasi lebih dari 1 bulan Aplikasi tergantung populasi OPT
5.41
11.36
0.238
72.97 16.22 0.00 5.41
4.55 22.73 9.09 52.27
0.000b 0.380 0.008b 0.000b
Waktu aplikasi Pagi Siang Sore
95.95 1.35 2.70
84.09 4.55 11.36
0.025b 0.286 0.054
Berdasarkan hasil uji 2 proporsi Tolak Hipotesis nol (H0): P1=P2 pada taraf nyata 5%
b
Kriteria dan Sumber Informasi Pemilihan Pestisida Menurut Rateman (2003), pendekatan paling umum dalam memilih jenis pestisida dengan dampak negatif paling kecil adalah dengan melihat keefektifan bahan aktif suatu pestisida secara kimiawi dan biologi. Gambar 5 menunjukkan bahwa pada petani sayuran maupun petani tanaman hias, kriteria yang digunakan petani dalam memilih pestisida yang akan digunakan adalah efektivitas suatu pestisida. Menurut petani, pestisida dikatakan efektif apabila sering digunakan dan terbukti mampu mematikan hama secara cepat. Selain efektivitas sebagian petani juga mempertimbangkan faktor ekonomi dalam memilih suatu pestisida, dengan kata lain dalam memilih pestisida yang
20 digunakan petani tidak terlalu memperhatikan efektivitas, tetapi cenderung memilih pestisida berdasarkan harga terakhir pestisida tersebut. Hal tersebut dikarenakan pendapatan petani yang tidak tentu. Pendapatan petani tergantung hasil panen dan harga jual komoditas yang mereka budidayakan. Apabila hasil panen musim sebelumnya cukup memadai maka petani cenderung menggunakan pestisida dengan harga yang lebih mahal, berbeda dengan jika musim sebelumnya hasil panen tidak memuaskan. Jika pada musim panen sebelumnya hasil tidak memuaskan maka petani cenderung lebih memilih pestisida dengan harga yang lebih murah karena pendapatan petani dari panen tersebut rendah, dan penghasilan usaha tani mereka diperuntukan untuk kepentingan lain. Berbeda dengan petani tanaman hias, pada petani sayuran setidaknya ada 4 kriteria yang mereka gunakan dalam memilih suatu pestisida. Selain efektivitas dan pertimbangan ekonomi, petani sayuran juga mempertimbangkan pengaruh iklim dan cuaca serta kondisi hama penyakit dalam menentukan pestisida yang akan digunakan. Pestisida yang digunakan pada musim kemarau akan berbeda dengan pestisida yang digunakan pada musim hujan. Kondisi hama dan penyakit
Tanaman hias Sayuran
Musim dan cuaca Efekifitas Pertimbangan ekonomi 0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
Persentase petani Gambar 5 Kriteria umum pemilihan pestisida pada petani sayuran dan tanaman hias Dalam memilih pestisida yang akan digunakan, dasar pertimbangan petani dapat berdasarkan inisiatif sendiri atau berdasarkan anjuran orang lain. Persentase petani sayuran yang memilih pestisida berdasarkan inisiatif sendiri berbeda nyata dengan petani tanaman hias, begitu pun dengan petani yang memilih pestisida atas dasar anjuran orang lain. Persentase petani sayuran yang memilih pestisida atas anjuran orang lain sama besar dengan persentase petani sayuran yang memilih pestisida atas inisiatif sendiri yaiu 50%, sedangkan petani tanaman hias sebagian besar (75%) memilih pestisida atas inisiatif sendiri (Tabel 8). Petani lain atau rekan sesama petani adalah pemberi anjuran yang paling umum dalam pemilihan pestisida pada petani sayuran maupun tanaman hias. Selain rekan sesama petani, toko pertanian juga berperan bagi petani dalam menentukan pestisida yang digunakan. Media yang paling umum bagi petani sayuran maupun petani tanaman hias dalam memberikan dan menerima anjuran pemilihan pestisida adalah informasi dari mulut ke mulut antar petani (Tabel 8). Petani cenderung mengikuti petani lain dalam menggunakan suatu jenis pestisida. Hal tersebut yang mengakibatkan pada daerah tertentu di Kecamatan Cipanas merek dagang pestisida yang digunakan hampir seragam. Pada petani sayuran maupun petani tanaman hias, peran petugas
21 penyuluh dalam memberikan informasi pemilihan pestisida sangat rendah. Menurut Tutu (2002), belum optimalnya peran penyuluhan diakibatkan oleh rendahnya tingkat partisipasi petani dalam mengikuti penyuluhan yang diakibatkan oleh rendahnya mutu pelayanan penyuluhan pertanaian. Tabel 8 Dasar pemilihan pestisida pada petani sayuran dan tanaman hias Indikator
a
Persentase petani Sayuran Tanaman hias
P-Valuea
Dasar pemilihan pestisida Anjuran orang lain Inisiatif sendiri
50.00 50.00
25.00 75.00
0.008b 0.008b
Pemberi anjuran Petani lain Toko pertanian Sales perusahaan pestisida Penyuluh Pertanian
54.05 35.14 2.70 8.11
72.73 18.18 0.00 9.09
-
Berdasarkan hasil uji 2 proporsi Tolak Hipotesis nol (H0): P1=P2 pada taraf nyata 5%
b
Dosis Aplikasi Pestisida Terdapat beberapa pertimbangan yang digunakan petani sayuran maupun petani tanaman hias dalam menentukan dosis aplikasi pestisida yang digunakan, diantaranya adalah dosis berdasarkan pengalaman, membaca dosis anjuran, dan anjuran dari petugas penyuluh pertanian. Pertimbangan paling umum pada petani sayuran dan petani tanaman hias adalah berdasarkan pengalaman. Terdapat 59.4% petani sayuran dan 43.18% petani tanaman hias yang menentukan dosis aplikasi berdasarkan pengalaman. Tingginya persentase petani yang menentukan dosis aplikasi berdasarkan pengalaman disebabkan oleh persepsi petani yang menganggap bahwa dosis yang aplikasi pestisida yang mereka gunakan dianggap sudah efektif, dan dosis tersebut sudah lama digunakan oleh petani sehingga telah menjadi suatu kebiasaan bagi petani. Dengan adanya anggapan tersebut, petani cenderung takut untuk mengganti dosis aplikasi pestisida yang yang biasa digunakan dengan dosis anjuran. Selain berdasarkan pengalaman penentuan dosis juga dilakukan berdasarkan dosis anjuran pada kemasan pestisida. Persentase petani tanaman hias yang menentukan dosis berdasarkan dosis anjuran juga cukup tinggi, yaitu 43.18% (Tabel 9). Peran PPL dalam penentuan dosis aplikasi pestsida sangat rendah (Tabel 9). Hal tersebut menurut petani diakibatkan oleh jarangnya petugas PPL yang turun langsung ke lahan mereka, jadi pengetahuan mengenai penentuan dosis aplikasi di kalangan petani sangat terbatas. Berdasarkan hasil survei, persentase petani sayuran dan petani tanaman hias tidak berbeda nyata dalam menggunakan pestisida sesuai dengan dosis anjuran. Persentase petani sayuran dan tanaman hias yang menggunakan pestisida dengan dosis sesuai anjuran masih rendah. Hanya terdapat 32.43% petani sayuran dan
22 40.91% petani tanaman hias yang menggunakan pestisida sesuai dosis anjuran (Tabel 9). Alasan utama petani sayuran maupun tanaman hias tidak menggunakan dosis sesuai anjuran adalah tidak efektifnya dosis yang dianjurkan. Menurut Sulistiyono (2012), berdasarkan pengalaman petani di lapangan ada fakta bahwa penggunaan pestisida dengan dosis sesuai anjuran kurang berpengaruh dalam mengendalikan OPT. Petani memprediksi bahwa hama dan penyakit tanaman telah mengalami resistensi, sehingga petani cenderung menggunakan pestisida melebihi dosis anjuran. Menurut Dadang (2006), penggunaan dosis yang tidak tepat, misalnya kurang dari dosis anjuran (dosis sub lethal) tidak akan mematikan OPT, namun ada kemungkinan OPT akan membentuk sistem kekebalan terhadap jenis senyawa tersebut dan akan memicu terjadinya resistensi dan resurgensi. Selain dosis anjuran yang tidak efektif, alasan yang paling banyak disampaikan petani tanaman hias adalah dosis yang digunakan sesuai keadaan populasi OPT. Apabila populasi OPT tinggi maka dosis ditingkatkan, dan jika populasi rendah dosis akan diturunkan. Dadang (2006) menjelaskan bahwa setiap hama atau patogen penyakit memiliki ketahanan yang berbeda-beda sehingga dalam aplikasi pestisida, dosis dan konsentrasi yang digunakan akan berbeda pula. Alasan lain adalah label kemasan pestisida tidak pernah dibaca, dosis berdasarkan kebiasaan dan ada petani yang mengalami kesulitan dalam menetukan dosis yang sesuai dengan dosis anjuran. Sebagian besar petani sayuran (90.54%) dan petani tanaman hias (88.64%) menggunakan tutup botol kemasan dan sendok makan dalam menentukan dosis aplikasi pestsida. Hanya sebagian kecil petani yang menggunakan penakar khusus ketika menentukan dosis pestisida yang diaplikasikan (Tabel 9). Tabel 9 Dosis aplikasi pestisida pada petani sayuran dan petani tanaman hias Indikator
a
Persentase responden Sayuran Tanaman hias
P-Valuea
Penentuan dosis aplikasi Berdasarkan pengalaman Anjuran penyuluh atau petani lain Membaca dosis anjuran
59.46 5.41 35.14
43.18 13.64 43.18
0.087 0.121 0.384
Kesesuaian dosis dengan anjuran
32.43
40.91
0.352
Alasan dosis tidak sesuai anjuran Label tidak pernah dibaca Dosis berdasarkan kebiasaan Kesulitan mengikuti dosis anjuran Dosis anjuran tidak efektif Dosis tergantung populasi OPT
18.70 16.60 4.00 32.00 36.00
17.38 12.23 3.85 40.46 25.08
-
Alat penakar Tutup kemasan dan sendok Penakar khusus
90.54 9.46
88.64 11.36
-
Berdasarkan hasil uji 2 proporsi
23 Rotasi dan Pencampuran Pestisida Persentase petani sayuran dan petani tanaman hias tidak berbeda nyata dalam melakukan tindakan rotasi pestisida. Sebanyak 52.70% petani sayuran dan 38.64% petani tanaman hias melakukan tindakan rotasi pestisida. Alasan utama petani sayuran dan petani tanaman hias melakukan rotasi pestisida adalah pestisida yang digunakan sebelumnya sudah tidak efektif. Kriteria pestisida sudah tidak efektif menurut petani adalah hama tidak mati setelah dilakukan aplikasi pestisida padahal musim-musim sebelumnya efektif mematikan hama tersebut. Selain itu alasan lain adalah pertimbangan ekonomi yaitu ketika pendapatan petani dari panen sebelumnya meningkat, maka petani akan mengganti pestisida sebelumnya dengan pestisida yang harganya lebih mahal begitupun sebaliknya (Tabel 10). Tingginya persentase petani yang tidak melakukan rotasi pestisida baik petani tanaman sayuran maupun petani tanaman hias dikarenakan adanya kepercayan yang tinggi pada pestisida tersebut. Penggantian pestisida menimbulkan kekhawatiran akan keberhasilan pengendalian. Padahal menurut Rateman (2003), rotasi pestisida merupakan salah satu bentuk strategi manajemen resistensi hama dan patogen terhadap pestisida. Dalam hal pencampuran pestisida, persentase petani sayuran tidak berbeda nyata dengan petani tanaman hias. Sebagian besar petani sayuran (85.14%) dan petani tanaman hias (72.73%) melakukan pencampuran berbagai jenis pestisida pada saat aplikasi (Tabel 10). Menurut Moekasan et al. (2010), apabila dilakukan dengan tepat pencampuran berbagai jenis pestisida dapat mengatasi masalah resistensi hama terhadap insektisida. Lebih lanjut Moekasan et al. (2010) melaporkan bahwa terdapat 3 jenis campuran insektisida yang bersifat sinergis, secara ekonomi lebih murah, tetapi efikasinya tetap tinggi, campuran tersebut adalah spinosad+metomil, spinosad+tiodikarb, dan klorpirifos+metomil. Tabel 8 menunjukkan bahwa alasan utama petani sayuran (50.79%) dan petani tanaman hias (65.63%) melakukan pencampuran berbagai jenis pestisida adalah untuk menambah spektrum aplikasi pestisida yang mereka gunakan. Petani sayuran maupun petani tanaman hias berpikiran bahwa dengan mencampur berbagai jenis pestisida, berbagai jenis hama dan patogen dapat dikendalikan dalam sekali aplikasi. Alasan lain pencampuran adalah dengan melakukan pencampuran, aplikasi pestisida akan lebih praktis (Tabel 10). Menurut Sulistiyono et al. (2012), tindakan pencampuran pestisida disebabkan oleh kegagalan pestisida yang dipakai petani dalam mengendalikan OPT sehingga mncul inisiatif dari petani untuk melakukan trial and error untuk mencampur beberapa jenis pestisida. Proses uji coba ini berlangsung secara terusmenerus selama belum ada tokisitas yang sesuai dengan harapan petani. Pembacaan Label Pestisida hal yang wajib Menurut Direktorat Pupuk dan Pestisida (2011), dicantumkan dalam kemasan atau label pestisida adalah: nama dagang formula, jenis pestisida, nama dan kadar bahan aktif, isi atau berat bersih dalam kemasan, peringatan keamanan, klasifikasi dan simbol bahaya, petunjuk keamanan, gejala keracunan, pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K), perawatan medis, petunjuk penyimpanan, petunjuk penggunaan, nomor pendaftaran, nama dan alamat serta nomor telepon pemegang, nomor pendaftaran, nomor produksi, bulan dan tahun produksi (batch number) dan kadaluarsa, dan petunjuk pemusnahan.
24 Kenyataannya tidak semua keterangan yang wajib tersebut dicantumkan dalam label terutama klasifikasi dan simbol bahaya, sehingga masyarakat tidak tahu bahwa pestisida yang digunakan berbahaya dan dapat meracuni diri sendiri, keluarga maupun lingkungan Berdasarkan hasil wawancara dengan petani, persentase petani sayuran tidak berbeda nyata dengan petani tanaman hias dalam pembacaan label secara umum, cara aplikasi, dosis anjuran, dan tanggal kadaluarsa. Sebagian besar petani sayuran (59.46%) dan petani tanaman hias (65.91%) membaca label kemasan pestisida. Sebagian besar petani sayuran (48.65%) dan sebanyak 50% petani tanaman hias membaca cara aplikasi. Begitupun dengan dosis anjuran, sebagian besar petani sayuran (54.05%) dan petani tanaman hias (63.64%) membaca dosis anjuran. Akan tetapi hanya sebagian kecil petani sayuran (29.73%) dan petani tanaman hias (31.82%) yang memperhatikan dan membaca tanggal kadaluarsa produk (Tabel 11). Rendahnya persentasi petani yang memperhatikan tanggal kadaluarsa dikarenakan anggapan petani bahwa suatu pestisida tidak memiliki tanggal kadaluarsa. Tabel 10 Tindakan rotasi dan pencampuran pestisida pada petani sayuran dan tanaman hias Persentase petani Indikator P-Valuea Tanaman Sayuran hias Rotasi pestisida 52.70 38.64 0.139 Alasan rotasi pestisida Kecenderungan penggunaan pestisida berubah sesuai musim Alasan ekonomi Pestisida lama tidak lagi tersedia Pestisida sebelumnya sudah tidak efekif Mencegah resistensi OPT Perputaran/rotasi tanaman
12.76 31.41 13.76
55.85 4.56 17.38
31.41 19.65 0.00
0.00 100.00
5.70 97.30
-
Pencampuran pestisida
85.14
72.73
0.100
Alasan pencampuran pestisida Kebiasaan Menambah spektrum aplikasi Lebih praktis Menambah efektifitas Menghemat biaya Menghemat waktu
3.59 52.79 35.33 13.11 10.59 10.59
11.38 67.63 30.75 5.13 0.00 5.13
-
Alasan tidak melakukan rotasi Pilihan pestisida terbatas Percaya pada 1 jenis pestisida
a
-
12.26 19.95 0.00
Berdasarkan hasil uji 2 proporsi
-
25 Tabel 11 Pembacaan label kemasan pestisida pada petani sayuran dan tanaman hias Persentase petani Bagian label P-Valuea Sayuran Tanaman hias Label secara umum 59.46 65.91 0.485 Cara aplikasi 48.65 50.00 0.887 Dosis anjuran 54.05 63.64 0.308 Tanggal kadaluarsa 29.73 31.82 0.812 a
Berdasarkan hasil uji 2 proporsi
Tindakan Penyimpanan Pestisida Penyimpanan pestisida sebagai bahan berbahaya harus diperhatikan. Pestisida harus disimpan di tempat yang aman. Menurut Kemenkes RI (2012), hal yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan pestisida adalah: 1. Pestisida harus disimpan dalam kemasan aslinya, jangan dipindahkan ke wadah lain terutama wadah yang biasa digunakan untuk menyimpan makanan atau minuman. 2. Dalam jumlah kecil pestisida dapat disimpan dalam almari tersendiri, terkunci dan jauh dari jangkauan anak-anak dan hewan peliharaan. Lemari tidak berdekatan dengan penyimpanan makanan dan api. 3. Dalam jumlah besar pestisida dapat disimpan di gudang. 4. Cara penyimpanan pestisida harus memenuhi syarat yang berlaku terhadap kemungkinan bahaya peledakan. Tabel 12 menunjukkan bahwa sebagian besar petani sayuran (78.38%) dan petani tanaman hias (77.27%) menyimpan pestisida di tempat khusus sejenis gudang. Hal tersebut menunjukkan bahwa tindakan penyimpanan pestisida di kalangan petani sayuran dan tanaman hias di Kecamatan Cipanas sudah baik. Secara umum petani juga sudah mengerti bahwa pesisida harus disimpan jauh dari jangkaan anak-anak. Pengetahuan petani mengenai cara menyimpan pestisida yang baik didapatkan dari berbagai sumber, diantaranya adalah media massa, toko pertanian, petani lain, dan dari petunjuk pada label kemasan pestisida. Persentase petani sayuran dan petani tanaman hias berbeda nyata dalam penyimpanan pestisida di dapur. Terdapat 17.57% petani sayuran menyimpan pestisida di dapur. Tindakan penyimpanan pestisida di dapur dapat menimbulkan berbagai dampak negatif. Hal tersebut dikarenakan dapur merupakan tempat penyimpanan makanan, jika pestisida disimpan di dapur, dikhawatirkan akan mencemari makanan tersebut. Selain di gudang dan di dapur, petani juga menyimpan pestisida di halaman rumah. Tabel 12 Tindakan penyimpanan pestisida pada petani sayuran dan petani tanaman hias Tempat penyimpanan Gudang Dapur Samping rumah a
Persentase petani Sayuran Tanaman hias 78.38 77.27 17.57 4.55 4.05 18.18
Berdasarkan hasil uji 2 proporsi Tolak Hipotesis nol (H0): P1=P2 pada taraf nyata 5%
b
P-Valuea 0.889 0.040b 0.011b
26 Aplikasi Terakhir Sebelum Panen Sebagian besar petani sayuran (70.27%) dan petani tanaman hias (81.82%) melakukan aplikasi pestisida tanpa memperhatikan konsep aplikasi terakhir sebelum panen (Tabel 13). Aplikasi pestisida selalu dilakukan, bahkan ketika komoditas yang mereka budidayakan hari itu akan di panen. Kurangnya perhatian petani terhadap waktu aplikasi terakhir sebelum panen dapat disebabkan oleh pengetahuan petani tentang konsep Pre Harvest Interval (PHI) yang rendah. Persentase petani tanaman hias yang tidak memperhatikan konsep aplikasi terakhir sebelum panen lebih tinggi dibandingkan dengan petani sayuran (Tabel 13). Tingginya persentase petani tanaman hias yang tidak memperhatikan konsep aplikasi terakhir sebelum panen disebabkan oleh persepsi bahwa tanaman hias tidak dimakan, sehingga residu pada tanaman hias tidak akan berbahaya bagi konsumen, berbeda dengan sayuran. Terdapat 20.27% petani sayuran yang melakukan aplikasi terakhir 1 sampai 2 minggu sebelum panen. Persentase petani sayuran berbeda nyata dengan petani tanaman hias. Hal tersebut karena ada petani sayuran yang menjual komoditas hasil panen mereka ke supermarket. Produk pertanian yang dijual ke supermarket harus lolos uji residu pestisida, sehingga ada tuntutan bagi petani untuk lebih memperhatikan waktu aplikasi terakhir sebelum panen. Selain itu sayuran dari daerah Cipanas banyak yang dijual ke wilayah Jabodetabek dengan tingkat pendidikan konsumen yang cukup tinggi. Hal tersebut mengakibatkan adanya tuntutan produk sayuran yang bebas residu pestisida. Residu pestisida adalah zat tertentu yang terkadung dalam produk pertanian sebagai akibat langsung dan tidak langsung dari penggunaan pestisida (Munarso et al. 2006). Lebih lanjut Munarso et al. (2006) menjelaskan bahwa terserapnya residu pestisida ke dalam sayuran disebabkan oleh komposisi air dan bahan organik, kandungan bahan organik sekitar 10% menyebabkan penyerapan akan mudah terjadi. Hasil analisis residu pestisida pada berbagai komoditas pertanian di Cipanas menunjukkan bahwa tingkat residu pestisida masih berada dibawah ambang batas yang dipersyaratkan, sehingga masih aman dikonsumsi (Munarso et al. 2006). Tabel 13 Aplikasi terakhir sebelum panen pada petani sayuran dan petani tanaman hias Waktu Aplikasi selalu dilakukan 1-2 minggu sebelum panen 2 minggu sampai 1 bulan sebelum panen Lebih dari 1 bulan sebelum panen a
Persentase petani Sayuran Tanaman hias 70.27 93.18 20.27 2.27
P-Valuea 0.000b 0.006b
9.46
2.27
0.133
0.00
2.27
0.193
Berdasarkan hasil uji 2 proporsi Tolak Hipotesis nol (H0): P1=P2 pada taraf nyata 5%
b
Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pestisida umumnya bersifat racun kontak, oleh karena itu penggunaan alat pelindung diri oleh petani saat aplikasi sangat penting untuk menghindari kontak
27 langsung dengan pestisida. Terdapat 7 item dalam kelengkapan alat pelindung diri yaitu : baju lengan panjang, celana panjang, masker, topi, kaca mata, kaos tangan dan sepatu boot. Pemakaian APD dapat mencegah dan mengurangi terjadinya keracunan pestisida, dengan memakai APD kemungkinan kontak langsung dengan pestisida dapat dikurangi sehingga resiko racun pestisida masuk dalam tubuh melalui bagian pernafasan, pencernaan dan kulit dapat dihindari (Afriyanto 2008). Berdasarkan hasil survei, persentase petani sayuran berbeda nyata dengan petani tanaman hias dalam menggunakan APD saat aplikasi pestisida. Hanya sebagian kecil (22.97%) petani sayuran yang menggunakan APD, sedangkan pada petani tanaman hias 56.82% petani menggunakan APD. Alasan utama petani sayuran di Daerah Cipanas tidak menggunakan APD karena pemahaman mereka bahwa setelah bertani selama puluhan tahun dan melakukan aplikasi pestisida tanpa menggunakan APD, mereka tidak pernah mengalami gangguan kesehatan. Menurut Pujiono (2009), sebagian besar petani memiliki persepsi bahwa praktik pengelolaan pestisida dianggap hal yang tidak berbahaya sehingga tidak perlu menggunakan APD. Gambar 6 menunjukkan bahwa dari 22.97% petani sayuran dan 56.82% petani tanaman hias yang menggunakan APD, sebagian besar petani hanya menggunakan masker pada saat aplikasi pestisida. Persentase penggunaan kelengkapan APD selain masker seperti sepatu, penutup kepala, sarung tangan, pakaian kedap air, dan pakaian berlengan panjang sangat rendah. Hal tersebut menunjukkan bahwa petani sayuran dan petani tanaman hias belum menggunakan APD dengan benar. Menurut Pujiono (2009), pemakaian APD pada petani yang tidak memenuhi syarat beresiko menyebabkan keracunan 4.1 kali lebih besar dibandingkan petani yang menggunakan APD dengan benar. Sepatu
Tanaman hias
Penutup kepala
Sayuran
Sarung tangan Masker Pakaian kedap air Pakaian berlengan panjang 0
10
20 30 40 Persentase petani
50
60
Gambar 6 Persentase kelengkapan alat pelindung diri pada petani sayuran dan petani tanaman hias Evaluasi Pasca Aplikasi Pestisida Berdasarkan hasil survei, sebagian besar petani sayuran (83.78%) dan petani tanaman hias (88.64%) melakukan tindakan evaluasi pasca aplikasi pestisida. Namun, bentuk evaluasi yang dilakukan petani hanya berupa evaluasi biologis, yaitu evaluasi kematian hama sasaran pada pertanaman mereka. Bentuk evaluasi lain kurang dilaksanakan oleh petani. Hal tersebut dapat diakibatkan oleh
28 pengetahuan petani yang rendah. Petani hanya mengetahui bahwa indikator keberhasilan dari aplikasi pestisida hanya dilihat dari mati atau tidaknya OPT. Menurut Djojosumarto (2008), aplikasi pestisida dikatakan berhasil atau tidak berhasil dapat dievaluasi dengan dua cara sebagai berikut: (1) evaluasi biologis adalah evaluasi yang dilakukan langsung pada OPT sasaran yang dikendalikan. Pengendalian OPT secara kimiawi dikatakan berhasil bila setelah aplikasi populasi OPT menurun, serangan OPT terhenti, atau tanaman tidak diserang OPT sama sekali dibandingkan dengan tanaman yang tidak diaplikasi, (2) evaluasi fisik, adalah evaluasi pada sasaran fisik untuk menilai tingkat keberhasilan penyemprotan yang dilakukan. Sementara itu menurut Dadang (2006), ada beberapa parameter yang dapat menentukan keberhasilan dari aplikasi pestisida, diantaranya : (1) serangan OPT menurun, ini dapat dilihat dari menurunnya luas serangan, intensitas serangan, dan populasi, (2) tidak adanya kerusakan pada tanaman baik pada daun maupun pada buah, (3) keberadaan serangga penyerbuk dan musuh alami, diharapkan aplikasi pestisida tidak mengakibatkan penurunan populasi penyerbuk dan musuh alami, (4) residu pestisida pada produk baik buah maupun daun. Cara Lain Pengendalian Hama Penyakit Tanaman dan Penggunaan Pestisida Nabati Selain penggunaan pestisida sinetik, sebagian kecil petani melakukan pengendalian dengan cara selain penggunaan pestisida. Bentuk tindakan lain yang paling umum dilakukan oleh petani sayuran maupun tanaman hias adalah pencabutan manual tanaman yang sakit. Selain itu ada petani tanaman hias yang melakukan pengendalian hama dan penyakit dengan cara menyiram pertanaman mereka dengan air setelah terjadi hujan atau kabut. Berdasarkan keterangan petani, penggunaan pestisida nabati sebenarnya sudah pernah dilakukan oleh beberapa petani. Penggunaan pestisida nabati dilakukan secara tradisional. Tanaman yang pernah digunakan oleh petani di Cipanas diantaranya, kacang babi, daun tembakau, bawang putih, sirih-sirihan, campuran semangka dan gula putih, „kirinyuh‟, batang pohon pisang, dan daun suren.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Pengendalian hama dan penyakit tanaman yang paling dominan dilakukan petani sayuran dan petani tanaman hias di Kecamatan Cipanas adalah penggunaan pestisida sintetik. Pola penggunaan pestisida antara petani sayuran dan petani tanaman hias memiliki beberapa persamaan dan perbedaan. Persamaan pola penggunaan di antaranya: (1) pengetahuan penggunaan pestisida, (2) kriteria pemilihan pestisida, (3) kesesuaian dosis dengan anjuran (4) rotasi dan pencampuran pestisida, (5) pembacaan label kemasan pestisida, serta (6) tindakan evaluasi pasca aplikasi pestisida. Sementara itu perbedaan pola penggunaan pestisida antara petani sayuran dan petani tanaman hias diantaranya dalam hal: (1) dasar pertimbangan aplikasi, (2) jenis dan bahan aktif pestisida yang digunakan, (3) intensitas aplikasi, (4) dasar pemilihan pestisida, dan (5) aplikasi pestisida terakhir sebelum panen. Beberapa faktor yang mempengaruhi pola penggunaan pestisida pada petani sayuran dan petani tanaman hias adalah: (1) tingkat pendidikan petani, (2) iklim dan cuaca, (3) rasa khawatir petani terhadap serangan OPT, (4) populasi dan intensitas serangan OPT, (5) pengetahuan tentang aplikasi pestisida masih rendah, serta (6) keberadaan kios pestisida. Saran Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan, khususnya mengenai pola penggunaan pestisida pada petani komoditas lain dengan lokasi berbeda dan jumlah sampel petani yang lebih banyak, serta perlu diuji lebih lanjut hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi pola penggunaan pestisida tersebut.
DAFTAR PUSTAKA Afriyanto. 2008. Kajian keracunan pestisida pada petani penyemprot cabe di desa Candi kecamatan Bandungan, kabupaten Semarang [Thesis]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro. Agrios GN. 2005. Plant Pathology. 5th ed. Burlington (US): Elsevier Academic Press. Brennan BM, Swift SF, Nagamine CM. 2002. Turf and Ornamental Pest Control: A Guide for Commercial Pesticide Applicators. Manoa (US): University of Hawaii. [Balithi] Balai Penelitian Tanaman Hias. 2009. Penyakit karat pada krisan. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian [Internet]. [diunduh 1 2013 Des 1]. 31(6): 7-8. Tersedia pada: pustaka.litbang.deptan.go.id/publikasi/ wr316094.pdf [BPP] Balai Penyuluh Pertanian. 2012. Program Penyuluh Pertanian Tahun 2012. Cianjur (ID): Balai Penyuluh Pertanian Cipanas. Dadang. 2006. Pengenalan pestisida dan teknik aplikasi. Di dalam: Dadang et al., editor. Workshop Hama dan Penyakit Tanaman Jarak (Jatropha curcas Linn.): Potensi Kerusakan dan Teknik Pengendaliannya; 2006 Des 5-6; Bogor. Bogor (ID): LPPM-IPB.hlm 33-45 Direktorat Pupuk dan Pestisida. 2011. Jakarta (ID): Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian Republik Indonesia. [Dirjen Horti] Direktorat Jendral Hortikultura. 2012. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Direktorat Jendral Hortikultura TA 2012 [Internet]. Jakarta (ID): Kementrian Petanian. [diunduh 2013 Agu 27]. Tersedia pada: http://www.deptan.go.id/sakip/admin/data2/LAKIP%20DIT JEN %20HORTIKULTURA%202012%20FINAL.pdf. Djaelani RN. 1999. Pengelolaan hama dan penyakit tanaman hortikultura di PT Bibit Baru, desa Lau Gendek, Berastagi, Sumatera Utara [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Djojosumarto P. 2008. Teknik Aplikasi Pestisida Pertanian. Yogyakarta (ID): Kanisius. Gusfi V. 2002. Persepsi petani sayuran di Cipanas terhadap insektisida sintetis dan botani [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Hasan M. 2006. Efek paparan insektisida deltametrin pada kerbau terhadap angka gigitan nyamuk Anopheles vagus pada manusia [Thesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Irfan B. 2008. Kerasionalan petani sayuran dan padi daerah sentra dan non-sentra di Jawa Barat terhadap penggunaan pestisida [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Kalshoven LGE. 1981. The Pests of Crops in Indonesia. Laan PA van der, penerjemah. Jakarta (ID): Ichtiar Baru-van Hoeve. Terjemahan dari: De Plagen van de Cultuurgewassen in Indonesie. [Kemenkes RI]. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2012. Pedoman Penggunaan Insektisida (Pestisida) dalam Pengendalian Vektor. Jakarta (ID): Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
31 Moekasan TK, Murtiningsih R. 2010. Pengaruh campuran insektisida terhadap ulat bawang Spodoptera exigua Hubn.. J Hort. 20(1): 67-79. Bandung (ID) Balitsa. Munarso SJ, Miskiyah, Broto W. 2009. Studi kandungan residu pestisida pada kubis, tomat, dan wortel di Malang dan Cianjur. Buletin Pascapanen Pertanian. 2: 30-37. Perry AS, Yamamoto I, Ishaaya I, Perry RY. 1998. Insecticides in Agriculture and Environment: Retrospects and Prospects. New York (US): Springer-Verlag. Pujiono. 2009. Hubungan fakor lingkungan kerja dan praktek pengelolaan pestisida dengan kejadian keracunan pestisida pada tenaga kerja di tempat penjualan pestisida di kabupaten Subang [Thesis]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro. Rambe AY. 2012. Pengetahuan, sikap dan tindakan petani sayuran di Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor dalam mengendalikan hama dan penyakit tanaman [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Rateman R. 2003. Rational pesticide use: spatially and temporally targeted application of specific product. Didalam Wilson MF, editor. Optimising Pesticide Use. Chicester (GB): Wiley & Sons. hlm. 131-157. Riley DG. 2012. Economic Injury Level (EIL) and Economic Threshold (ET) Concepts in Pest Management [Internet]. Georgia (US): University of Georgia. Tersedia pada: entomology.ifas.ufl.edu/capinera/eny5236/../9_ economic_injur y.pdf Rositasari WE. 2006. Analisis strategi pemasaran tanaman hias daun dalam pemanfaatan sebagai daun potong pada pesona daun hias asri [skripsi]. Bogor (ID): Institut Petanian Bogor. Sigit SH et al. 2006. Hama permukiman: pengenalan, biologi dan pengendalian. Unit Kajian Pengendalian Hama Permukiman. Bogor (ID): Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Soekartawi. 1996. Manajemen Agribisnis Bunga Potong. Jakarta (ID): UI-Press. Sulistiyono L, Tarumingkeng RC, Sanim B, Dadang. 2012. Kajian penggunaan pestisida pada budidaya tanaman sayuran oleh petani SLPHT dan NONSLPHT di provinsi Jawa Timur. Agri-tek. 13(1): 82-93. Tutu S. 2002. Permasalahan pengutamaan pestisida dalam usaha tani kubis di kecamatan Cisarua dan Megamendung kabupaten Bogor [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Walpole RE. 1992. Pengantar Statistika Edisi ke-3. Sumantri B, penerjemah. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Terjemahan dari: Introduction to Statistic 3rd edition Warsana. 2009 Feb 25. Introduksi teknologi tumpangsari jagung dan kacang tanah. Sinar tani. 1 (kol 1-2). [WHO] World Health Organization. 2009. The WHO Recomended Classification of Pesticide by Hazard and Guidelines to Classification. Stutgart (DE): WHO. Yuliani TS. 2013. Perilaku penggunaan pestisida oleh ibu rumah tangga di wilayah DKI Jakarta [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
LAMPIRAN
33
Tabel 1 Daftar merek dagang insektisida yang digunakan petani di Kecamatan Cipanas Kode 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
Merek dagang Abenz 22 EC Agrimec 18 EC Alika 247 EC Arrivo 30 EC Basudin 60 EC Bestox 50 EC Callicron 500 EC Curacron 500 EC Decis 25 EC Demolish 18 EC Dursban 20 EC Furadan 3 GR Jidor 25 EC Kresban 200 EC Manthene 75 SP Matarin 50 EC Orthene 75 SP Pegasus 500 EC Petroban 200 EC Prevathon 50 SC Proclaim 5 SG Profile 430 EC Provide-X 21/45 SC Ripcord 50 EC Rizotin 100 EC Samite 135 EC Sidamethrin 50 EC Sidazinon 600 EC Supracide 40 EC Winder 100 EC Yemanthe
Bahan aktif Emamektin-benzoat Abamektin Lambda sihalothrin+Tiametoksam Alpasipermetrin Methidathion Alpasipermetrin Profenofos Profenofos Deltametrin Abamektin Klorpirifos Karbofuran Lambda sihalothrin Klorpirifos Asefat Lambda sihalothrin Asefat Diafentiuron Klorpirifos Klorantraniliprol Emamektin-benzoat Profenofos Emamektin-benzoat Sipermetrin Sipermetrin Piridaben Sipermetrin Diazinon Methidathion Imidaklorpid Metamidofos
34
Tabel 2 Daftar merek dagang fungisida yang digunakan petani di Kecamatan Cipanas Kode Merek dagang Bahan aktif 1 Antracol 70 WP Propineb 2 Benlate Benomyl 3 Cabrio 80 WG Mtiram+pyraclostrobin 4 Centro 75 WG Klorotalonil 5 Cozeb 80 WP Mancozeb 6 Daconil 75 WP Klorotalonil 7 Dithane 80 WP Mancozeb 8 Mandozeb 80 WP Mancozeb 9 Megazeb 80 WP Mancozeb 10 Metazeb 80 WP Mancozeb 11 Poriram 80 WP Mancozeb 12 Ridomil 68 WP Mancozeb+mefenoksam 13 Sidazeb 80 WP Mancozeb 14 Victory 80 WP Mancozeb 15 Wendry 75 WP Klorotalonil
35
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Cianjur pada tanggal 12 Juni 1992 dari ayah Jamili dan ibu Tati Haryati. Penulis adalah putra pertama dari tiga bersaudara. Tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Cianjur dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk (USMI) IPB dan diterima di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten praktikum Ilmu Hama Tumbuhan Dasar pada tahun ajaran 2012/2013 serta asisten praktikum Pestisida dalam Proteksi Tanaman tahun ajaran 2013/2014. Penulis juga pernah aktif sebagai staf Divisi Keprofesian dan staf divisi Eksinfo HIMASITA IPB serta aktif di berbagai kepanitiaan, salah satunya pernah menjadi ketua pelaksana pentas seni “PESTISIDA 2013”. Selama masa kuliah penulis terdaftar sebagai penerima beasiswa peningkatan prestasi akademik (PPA) pada tahun 2013 sampai 2014.