Profil Keanekaragaman Hayati dan Perubahan Tutupan Lahan Gunung Karang Banten
BAB II METODE A.
Waktu dan Tempat Pengambilan data untuk penyusunan profil keanekaragaman hayati dan
perubahan tutupan lahan di kawasan Gunung Karang dilaksanakan pada tanggal 24 Juni s/d 22 Agustus 2014 (60 kerja). Tata waktu pelaksanaan kegiatan pengambilan data di kawasan Gunung Karang ditampilkan pada tabel berikut. Tabel II-1.
Tata waktu pekasanaan kegiatan survei di Gunung Karang Kabupaten Pandeglang, Banten.
No Kegiatan 1 2 3 4 5 6 7
B.
Juni IV
I
Juli II III
IV
Agustus I II II
Persiapan Kegiatan dan Perlengkapan Orientasi Lapangan dan Lokasi studi Survei lapangan Analisis Data Penulisan draft laporan Diseminasi Kegiatan Penulisan Laporan Akhir
Lokasi Pelaksanaan Lokasi kajian keanekaragaman hayati dan perubahan tutupan lahan
Gunung Karang dilakukan di kawasan Gunung Karang dan sekitarnya. Fokus area studi pada kawasan Gunung Karang adalah sekitar wilayah Sumur Tujuh, Kawah Gunung Karang, kawasan pemukiman, ladang dan lahan pertanian masyarakat, serta sepanjang jalur menuju puncak Gunung Karang yang menjadi wilayah observasi tim. Fokus lokasi tersebut berada pada wilayah administrasi kecamatan Pandeglang dan Kecamatan Kaduhejo Kabupaten Pandeglang Propinsi Banten.
BLHD Propinsi Banten
II. 1
Profil Keanekaragaman Hayati dan Perubahan Tutupan Lahan Gunung Karang Banten
Gambar II.1.
Peta lokasi kajian keanekaragaman hayati dan perubahan tutupan lahan di Gunung Karang (skala peta untuk format A3).
BLHD Propinsi Banten
II. 2
Profil Keanekaragaman Hayati dan Perubahan Tutupan Lahan Gunung Karang Banten
C.
Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini secara detail dapat
dilihat pada Tabel II-2 dan Gambar II.2. Tabel II-2. No
Alat yang digunakan beserta kegunaanya.
Nama Alat/bahan
Kegunaan
1
Peta kawasan survei
Sebagai panduan dalam menentukan posisi plot pengamatan vegetasi
2
Parang
Untuk pembuatan jalan/jalur plot
3
Kompas
Untuk penentuan arah jalur survei
4
Klinometer
Untuk mengukur tingkat kemiringan/kelerangan
5
Meteran (20 m)
Sebagai panduan ukuran dalam pembuatan plot
6
Pita survei (merah)
Untuk penanda batas/posisi plot
7
Spidol permanen
Untuk penanda batas/posisi plot
8
Tally sheet Vegetasi
Tabel data isian
9
Phi-band
Untuk mengukur diameter pohon
10
Camera Trap
Untuk menangkap gambar satwaliar kelompok mamalia terrestrial
11
Mist Net
Untuk menjerat satwaliar kelompok burung
12
Monocular, Binocular
Untuk pengamatan burung
13
Global Position System
Untuk menandai titik koordinat wilayah target penelitian dan tracking jalur survei/plot
14
Photo Camera
Untuk mendokumentasikan satwaliar yang telah dijerat/ditangkap.
15
Handling tools
(Gunting, cutter, kaos tangan, dll) Alat bantu lapangan
16
Umpan
( Durian, sarden, buah-buahan, dll)
17
Baterai Lithium
Sumber energy camera trap dan lampu senter
18
Buku Panduan Identifiksi Mamalia
Untuk membantu mengidentifikasi fauna kelompok mamalia
19
Buku Panduan Identifiksi Burung
Untuk membantu mengidentifikasi fauna kelompok burung
20
Buku Panduan Identifiksi Tumbuhan
Untuk membantu mengidentifikasi flora kategori pohon, herba, dan liana
21
Alat Tulis dan Tallyheet
Mencatat data yang diperoleh di lapangan
BLHD Propinsi Banten
II. 3
Profil Keanekaragaman Hayati dan Perubahan Tutupan Lahan Gunung Karang Banten
Gambar II.2. Peralatan dan bahan yang digunakan dalam melakukan kajian landuse dan profil biodiversiti di Gunung Karang, Pegunungan Akarsari, Banten. BLHD Propinsi Banten
II. 4
Profil Keanekaragaman Hayati dan Perubahan Tutupan Lahan Gunung Karang Banten
D.
Metode Inventarisasi dan Identifikasi Flora
D.1.
Inventarisasi Flora Pengumpulan data atau inventarisasi jenis flora di kawasan Gunung
Karang dilakukan dengan menggunakan 2 cara, yaitu : 1) metode plot vegetasi; dan 2) metode eksplorasi. Plot vegetasi yang dibuat berupa jalur berpetak dengan ukuran 20x100 meter (0,2 ha) dan terdiri atas 5 sub-plot dengan ukuran masingmasing 20x20 meter untuk inventarisasi kelas pohon. Dalam sub-plot terdapat petak yang lebih kecil dengan ukuran 5x5 meter untuk kelas pancang, dan 2x2 meter untuk kelas semai, herba, dan liana. Berikut ini adalah gambaran metode inventariasi jenis flora menggunakan metode plot vegetasi.
20 m
100 m
20 m
SubPlot 1
SubPlot2
SubPlot 3
SubPlot 4
SubPlot 5
= Plot Inventarisasi Pohon (Tree, 20 m x 20 m)
= Plot Inventarisasi Pancang (Sapling, 5 m x 5 m) = Plot Inventarisasi Semai (Seedling, 2 m x 2 m)
Gambar II.3.
Desain pembuatan plot vegetasi dengan ukuran 20x100 m; petak ukur inventarisasi untuk kelas pohon 20x20 m, pancang 5x5 m, dan semai 2x2 m.
Metode eksplorasi digunakan untuk mengidentitikasi jenis flora terutama kelompok herba dan liana yang terdapat disepanjang jalur eksplorasi. Panjang jalur eksplorasi umunya berkisar anatara 500 m s/d 1.000 m dan lebar jalur eksplorasi adalah 20 meter di kanan dan kiri jalur. Gambaran metode eksplorsi tertera pada gambar berikut. BLHD Propinsi Banten
II. 5
Profil Keanekaragaman Hayati dan Perubahan Tutupan Lahan Gunung Karang Banten
Metode Eksplorasi
20 m
Jalur eksplorasi / jalan 500 m – 1000 m
20 m
Gambar II.4.
Desain metode inventarisasi jenis vegetasi menggunakan metode eksplorasi. Kegiatan eksplorasi dilakukan pada kanan dan kiri dari jalur pengamatan.
Seluruh jenis yang merupakan kategori pohon dikelompokkan berdasarkan kelasnya. Kategori pohon diukur kemudian dicatat nama jenis dan familinya ke dalam talysheet. Kelas pohon dicatat nama jenis, famili, diameter (DBH) ≥ 10 cm, serta tinggi pohonnya. Sementara kelas pancang dan semai hanya dituliskan nama jenis, famili, dan jumlahnya saja. Keterangan kategori/tingkatan pohon (seedling, sapling, tree) dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel II-3.
Kategori pohon dalam kegiatan survei dan identifikasi vegetasi.
No
Kategori Pohon
1
Semai (Seedling)
2
3
Pancang (Sapling) Pohon (Tree)
Keterangan Tinggi ≤ 2 m Tinggi ≥ 2 m DBH ≤ 10 cm DBH ≥ 10 cm
Catatan : DBH = Diameter Setinggi Dada
BLHD Propinsi Banten
II. 6
Profil Keanekaragaman Hayati dan Perubahan Tutupan Lahan Gunung Karang Banten
a
b
Gambar II.5.
D.2.
c
Gambaran kategori pohon; a) Semai, b) Pancang, dan c) Pohon.
Identifikasi Jenis Identifikasi jenis flora dilakukan oleh peneliti pengenal jenis tumbuan dan
pengambilan bagian dari tumbuhan khususnya daun dari jenis tumbuhan yang tidak dikenal. Daun diambil dari lapangan dan diberi label (tanda) pengenal jenis kemudian diidentifikasi dengan panduan identifikasi jenis tumbuhan.
D.3.
Analsis Data Data jenis flora (vegetasi) yang diperoleh dari lokasi pengamatan dianalisis
untuk
mendapatkan
informasi
dasar
yang
meliputi
kerapatan
pohon
(individu/ha), frekuensi jenis, dan basal area (m2/ha). Dari nilai-nilai kuantitaf tersebut akan diketahui nilai penting jenis (NPJ) dari masing-masing jenis. Struktur dan komposisi jenis vegetasi diketahui berdasarkan informasi daftar jenis flora yang tercatat pada tallysheet. Nilai kerapatan (individu/ha), frekuensi dan dominansi (m2/ha), dan Nilai Penting Jenis (NPJ) dari masing-masing jenis tersebut dihitung dengan menggunakan formula yang dikembangkan oleh Curtis and Otman, (1964): BLHD Propinsi Banten
II. 7
Profil Keanekaragaman Hayati dan Perubahan Tutupan Lahan Gunung Karang Banten a) Kerapatan Jenis Kerapatan (K) K Relatif (KR)
individu Luas petak contoh
Kerapatan suatu jenis x 100 % Kerapatan total seluruh jenis
b) Frekuensi
F rekuensi ( F )
Sub petak ditemukan suatu jenis Seluruh sub petak contoh
F Relatif ( FR )
Frekuensi suatu jenis x 100 % Frekuensi total seluruh jenis
c) Dominansi Dominansi (D)
Luas bidang dasar suatu jenis Luas petak contoh
D Relatif (DR)
Dominansi suatu jenis x 100 % Dominansi total seluruh jenis
Nilai Penting Jenis (NPJ) untuk masing-masing jenis pohon diperoleh dari hasil penjumlahan informasi dasar seperti pada rumus di atas, sehingga untuk menghitung NPJ digunakan formulasi sebagai berikut : NPJ = KR + FR +
NPJ Pohon
DR Sedangkan untuk vegetasi kategori pancang dan semai besar Nilai Penting Jenis (NPJ) diperoleh dari jumlah kerapatan relatif dan frekuensi relatifnya, sehingga formulasi NPJ pancang dan tiang adalah:
NPJ = KR + FR
NPJ Pancang / Semai
Berdasarkan data yang teridentifikasi akan dihasilkan gambaran struktur dan komposisi vegetasi sehingga dapat dijadikan acuan untuk menganalisis kehadiran tingkat keanekaragaman jenis flora pada kawasan Gunung Karang.
BLHD Propinsi Banten
II. 8
Profil Keanekaragaman Hayati dan Perubahan Tutupan Lahan Gunung Karang Banten
E.
Metode Inventarisasi dan Identifikasi Fauna Kelompok Mamalia
E.1.
Pengamatan Langsung dan Tidak Langsung Metode transek merupakan metode pengamatan langsung yang sering
digunakan untuk melihat satwa mamalia. Pada penelitian ini metode yang digunakan adalah mencatat semua satwa yang dijumpai sepanjang jalur menuju fokus area studi. Selain pencatatan kehadiran mamalia secara langsung, tandatanda kehadiran satwa secara tidak langsung juga dicatat, seperti tanda kehadiran berupa jejak kaki, kotoran, bekas cakaran, suara, bau, sarang, dan tanda kehadiran lainnya. Jejak kaki satwa merupakan petunjuk yang baik bagi kehadiran satwaliar di lokasi penelitian. Selain pada transek pengamatan dapat dilakukan pula pada beberapa daerah yang diperkirakan sering dikunjungi oleh satwaliar, seperti daerah tepi sungai, daerah tepi hutan, sekitar pohon pakan, maupun pada daerah yang memiliki tutupan vegetasi yang rapat. Kehadiran mamalia secara tidak langsung juga diidentifikasi berdasarkan informasi maysarakat setempat yang diperoleh melalui wawancara.
Gambar II.6.
Kotoran satwa yang menandakan adanya kehadiran satwa pada wilayah kajian keanekaragaman hayati.
BLHD Propinsi Banten
II. 9
Profil Keanekaragaman Hayati dan Perubahan Tutupan Lahan Gunung Karang Banten E.2.
Pemasangan Camera Trap Camera trap ditujukan untuk mengetahui jenis dan kehadiran mamalia
pada lokasi kajian. Kamera dipasang pada jalur yang diindikasikan sebagai jalur lintasan satwa mamalia. Untuk memudahkan dan mempercepat perolehan gambar (foto), pada jalur ditempatkan umpan untuk memancing mamalia yang datang sehingga bisa terekam oleh kamera. Umpan yang digunakan adalah buahbuahan yang berbau tajam serta daging dan sarden yang juga memiliki bau amis yang tajam. Kamera dipasang dalam rentang waktu yang dianggap cukup untuk memperoleh data lapangan, dalam kajian di wilayah Gunung Karang, kamera dipasang selama satu minggu.
Gambar II.7.
Pemasangan Camera Trap pada batang pohon di sekitar jalur lintasan satwa.
BLHD Propinsi Banten
II. 10
Profil Keanekaragaman Hayati dan Perubahan Tutupan Lahan Gunung Karang Banten
F.
Metode Inventarisasi dan Identifikasi Fauna Kelompok Burung
F.1.
Pengamatan Langsung Pengamatan langsung dilakukan dengan mengidentifikasi burung yang
hadir dalam lokasi kajian. Pengamatan dilakukan dengan menggunakan teropong (binocular) dan monocular. Jenis burung yang ditemukan kemudian diidentifikasi menggunkan buku panduan lapangan (fieldguide) burung SKJB (Sumatera Kalimantan Jawa Bali). Kehadiran kelompok burung juga bisa diidentifikasi berdasarkan tanda jejak seperti bekas kotoran dan sarang. Selain pengamatan secara visual, kehadiran burung juga bisa diidentifikasi berdasarkan suara.
Gambar II.8.
Tim melakukan pengamatan burung menggunakan teropong (binocular).
BLHD Propinsi Banten
secara
langsung
II. 11
Profil Keanekaragaman Hayati dan Perubahan Tutupan Lahan Gunung Karang Banten F.2.
Pemasangan Jala Kabut (Mist Neting) Jala kabut yang dipasang untuk inventrisari dan identifikasi burung di
Gunung Karang adalah sebanyak 10 (sepuluh) buah dengan ukuran 6 x 2 meter dan mata jala 35 mm. Jala kabut dipasang dengan cara dibentangkan seperti pemasangan net bulu tangkis atau bola voli, dengan dikaitkan pada sebuah tongkat yang ditancapkan ke tanah dan diikat dengan tali rafia berwarna gelap. Setiap titik pemasangan dipasang sebanyak 5 buah jala kabut dan masing-masing jala ditempatkan jarak 50 - 100 m.
Gambar II.9.
Contoh pemasangan jala kabut (miss net) yang dibentangkan pada jalur lintasan burung.
Jala kabut dipasang pada tempat yang mudah dikenali di dalam hutan agar mempermudah pemasangan dan pembongkaran. Jala kabut dapat ditinggalkan dan dicek setiap 2 (dua) jam, pada malam hari jala kabut dilipat agar tidak menangkap satwa malam seperti kelelawar. Saat burung-burung mulai aktif bergerak pada pagi hari, jala kabut dibuka kembali. Burung-burung yang tertangkap
oleh
jala
kabut
langsung
dapat
diidentifikasi
dan
diambil
dokumentasinya, setelah itu burung tersebut dilepaskan kembali. Lokasi pemasangan jala kabut bisa dipindahkan setelah 2 (dua) sampai 3 (tiga) hari, karena biasanya penangkapan di atas 3 (tiga) hari tidak lagi memberikan hasil yang signifikan. BLHD Propinsi Banten
II. 12
Profil Keanekaragaman Hayati dan Perubahan Tutupan Lahan Gunung Karang Banten
G.
Metode Penyusunan Profil Tutupan Lahan Tutupan lahan di Gunung Karang disurvei untuk mengetahui kondisi
kekinianny. Metode yang digunakan untuk mengetahui kondisi kekinian tutupan lagan (landuse) dari kawasan tersebut digunakan dua cara, yaitu : 1) pemetaan menggunaan software GIS dan analisis berdasarkan citra satelit; dan 2) survei lapangan (groundchecking) untuk mengetahui kondisi riil di lapangan. Kedua metode ini kemudian digabungkan sehingga diperoleh data dan informasi yang akurat berdasarkan padu serasi (overlay) hasil pemetaan di lapangan dengan citra landsat yang diperoleh dari satelit. Tahapan survei tutupan lahan tersebut di gambarkan seperti pada bagan alir di bawah ini. Citra lansat liputan terbaru Data penunjang: Peta BPS Peta status Kawasan Hutan
Klasifikasi Landuse
Interprestasi Landuse berdasarkan rona, warna, tekstur, dan resolusi menggunakan software GIS
Peta Interprestasi Landuse sementara
Survei Lapangan (ground checking)
Data Survei Lapangan (ground checkig)
Analisis dan perbaikan Peta Interprestasi Land Use sementara
Peta Landuse dan tutupan lahan Gunung Aseupan - Banten Gambar II.10. Bagan alir pemetaan landuse dan tutupan lahan kawasan Gunung Karang, Banten. BLHD Propinsi Banten
II. 13
Profil Keanekaragaman Hayati dan Perubahan Tutupan Lahan Gunung Karang Banten a
b
Gambar II.11. a) Survei dan mencatat data langsung kondisi terkini tutupan dan atat guna lahan lahan di lapangan dan b) GPS yang digunakan untuk menetukan kordinat masing-masing tutupan lahan yang akan di paduserasi dengan citra Landsat menggunakan software GIS. BLHD Propinsi Banten
II. 14