Profil Keanekaragaman Hayati dan Perubahan Tutupan Lahan Gunung Aseupan Banten
BAB II METODE A.
Waktu Pelaksanaan Kajian profil keanekaragaman hayati dan dan kerusakan tutupan lahan di
kawasan Gunung Aseupan dilaksanakan selama 60 hari kerja, yaitu tanggal 2 Juni s/d 31 Juli 2014. Tata waktu pelaksanaan kegiatan penyusunan profil keanekaragman hayati dan kerusakan lahan di kawasan Gunung Aseupan ditampilkan pada tabel berikut. Tabel II-1.
Tata waktu pekasanaan kegiatan survei di Gunung Aseupan Kabupaten Pandeglang, Banten.
No Kegiatan 1 2 3 4 5 6 7
B.
Juni Minggu ke I II III IV
Juli Minggu ke I II III IV
Persiapan Kegiatan dan Perlengkapan Orientasi Lapangan dan Lokasi studi Survei lapangan Analisis Data Penulisan draft laporan Diseminasi Kegiatan Penulisan Laporan Akhir
Lokasi Pelaksanaan Lokasi yang menjadi tempat kajian keanekargaman hayati dan kerusakan
lahan kawasan Gunung Aseupan dilaksanakan di kawasan Gunung Aseupan dan sekitarnya yang secara administrasi termasuk dalam dua kabupaten, yaitu Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Serang Propinsi Banten. Fokus area survei tim adalah wilayah bagian selatan Gunung Aseupan yang termasuk dalam Kecamatan Pulosari dan Kecamatan Mandalawangi. Gambaran lokasi kajian ditampilkan pada gambar berikut.
BLHD Propinsi Banten
II. 1
Profil Keanekaragaman Hayati dan Perubahan Tutupan Lahan Gunung Aseupan Banten
Gambar II.1.
Peta lokasi kajian penyusunan profil landuse dan biodivesity di kawasan Gunung Aseupan (skala untuk format A3).
BLHD Propinsi Banten
II. 2
Profil Keanekaragaman Hayati dan Perubahan Tutupan Lahan Gunung Aseupan Banten
C.
Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini secara detail dapat
dilihat pada Tabel II-2 dan Gambar II.2. Tabel II-2. No
Alat yang digunakan beserta kegunaanya.
Nama Alat/bahan
Kegunaan
1
Peta kawasan survei
Sebagai panduan dalam menentukan posisi plot pengamatan vegetasi
2
Parang
Untuk pembuatan jalan/jalur plot
3
Kompas
Untuk penentuan arah jalur survei
4
Klinometer
Untuk mengukur tingkat kemiringan/kelerangan
5
Meteran (20 m)
Sebagai panduan ukuran dalam pembuatan plot
6
Pita survei (merah)
Untuk penanda batas/posisi plot
7
Spidol permanen
Untuk penanda batas/posisi plot
8
Tally sheet Vegetasi
Tabel data isian
9
Phi-band
Untuk mengukur diameter pohon
10
Camera Trap
Untuk menangkap gambar satwaliar kelompok mamalia terrestrial
11
Mist Net
Untuk menjerat satwaliar kelompok burung
12
Monocular, Binocular
Untuk pengamatan burung
13
Global Position System
Untuk menandai titik koordinat wilayah target penelitian dan tracking jalur survei/plot
14
Photo Camera
Untuk mendokumentasikan satwaliar yang telah dijerat/ditangkap.
15
Handling tools
(Gunting, cutter, kaos tangan, dll) Alat bantu lapangan
16
Umpan
( Durian, sarden, buah-buahan, dll)
17
Baterai Lithium
Sumber energy camera trap dan lampu senter
18
Buku Panduan Identifiksi Mamalia
Untuk membantu mengidentifikasi fauna kelompok mamalia
19
Buku Panduan Identifiksi Burung
Untuk membantu mengidentifikasi fauna kelompok burung
20
Buku Panduan Identifiksi Tumbuhan
Untuk membantu mengidentifikasi flora kategori pohon, herba, dan liana
21
Alat Tulis dan Tallyheet
Mencatat data yang diperoleh di lapangan
BLHD Propinsi Banten
II. 3
Profil Keanekaragaman Hayati dan Perubahan Tutupan Lahan Gunung Aseupan Banten
Gambar II.2. Peralatan dan bahan yang digunakan dalam melakukan kajian landuse dan profil biodiversiti di Gunung Aseupan, Pegunungan Akarsari, Banten.
BLHD Propinsi Banten
II. 4
Profil Keanekaragaman Hayati dan Perubahan Tutupan Lahan Gunung Aseupan Banten
D.
Metode Inventarisasi dan Identifikasi Flora
D.1.
Inventarisasi Flora Pengumpulan data atau inventarisasi jenis flora di kawasan Gunung
Aseupan dilakukan dengan menggunakan 2 cara, yaitu : 1) metode plot vegetasi; dan 2) metode eksplorasi. Plot vegetasi yang dibuat berupa jalur berpetak dengan ukuran 20x100 meter (0,2 ha) dan terdiri atas 5 sub-plot dengan ukuran masingmasing 20x20 meter untuk inventarisasi kelas pohon. Dalam sub-plot terdapat petak yang lebih kecil dengan ukuran 5x5 meter untuk kelas pancang, dan 2x2 meter untuk kelas semai, herba, dan liana. Berikut ini adalah gambaran metode inventariasi jenis flora menggunakan metode plot vegetasi.
20 m
100 m
20 m
SubPlot 1
SubPlot2
SubPlot 3
SubPlot 4
SubPlot 5
= Plot Inventarisasi Pohon (Tree, 20 m x 20 m)
= Plot Inventarisasi Pancang (Sapling, 5 m x 5 m) = Plot Inventarisasi Semai (Seedling, 2 m x 2 m)
Gambar II.3.
Desain pembuatan plot vegetasi dengan ukuran 20x100 m; petak ukur inventarisasi untuk kelas pohon 20x20 m, pancang 5x5 m, dan semai 2x2 m.
Metode eksplorasi digunakan untuk mengidentitikasi jenis flora terutama kelompok herba dan liana yang terdapat disepanjang jalur eksplorasi. Panjang jalur eksplorasi umunya berkisar anatara 500 m s/d 1000 m dan lebar jalur eksplorasi adalah 20 meter di kanan dan kiri jalur. Gambaran metode eksplorsi tertera pada gambar berikut. BLHD Propinsi Banten
II. 5
Profil Keanekaragaman Hayati dan Perubahan Tutupan Lahan Gunung Aseupan Banten
Metode Eksplorasi
20 m
Jalur eksplorasi / jalan 500 m – 1000 m
20 m
Gambar II.4.
Desain metode inventarisasi jenis vegetasi menggunakan metode eksplorasi. Kegiatan eksplorasi dilakukan pada kanan dan kiri dari jalur pengamatan.
Seluruh jenis yang merupakan kategori pohon dikelompokkan berdasarkan kelasnya. Kategori pohon diukur kemudian dicatat nama jenis dan familinya ke dalam talysheet. Kelas pohon dicatat nama jenis, famili, diameter (DBH) ≥ 10 cm, serta tinggi pohonnya. Sementara kelas pancang dan semai hanya dituliskan nama jenis, famili, dan jumlahnya saja. Keterangan kategori/tingkatan pohon (seedling, sapling, tree) dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel II-3.
Kategori pohon dalam kegiatan survei dan identifikasi vegetasi.
No
Kategori Pohon
1
Semai (Seedling)
2
3
Pancang (Sapling) Pohon (Tree)
Keterangan Tinggi ≤ 2 m Tinggi ≥ 2 m DBH ≤ 10 cm DBH ≥ 10 cm
Catatan : DBH = Diameter Setinggi Dada
BLHD Propinsi Banten
II. 6
Profil Keanekaragaman Hayati dan Perubahan Tutupan Lahan Gunung Aseupan Banten
a
b
Gambar II.5.
D.2.
c
Gambaran kategori pohon; a) Semai, b) Pancang, dan c) Pohon.
Identifikasi Jenis Identifikasi jenis flora dilakukan oleh peneliti pengenal jenis tumbuan dan
pengambilan bagian dari tumbuhan khususnya daun dari jenis tumbuhan yang tidak dikenal. Daun diambil dari lapangan dan diberi label (tanda) pengenal jenis kemudian diidentifikasi dengan panduan identifikasi jenis tumbuhan.
D.3.
Analsis Data Data jenis flora (vegetasi) yang diperoleh dari lokasi pengamatan dianalisis
untuk
mendapatkan
informasi
dasar
yang
meliputi
kerapatan
pohon
(individu/ha), frekuensi jenis, dan basal area (m2/ha). Dari nilai-nilai kuantitaf tersebut akan diketahui nilai penting jenis (NPJ) dari masing-masing jenis. Struktur dan komposisi jenis vegetasi diketahui berdasarkan informasi daftar jenis flora yang tercatat pada tallysheet. Nilai kerapatan (individu/ha), frekuensi dan dominansi (m2/ha), dan Nilai Penting Jenis (NPJ) dari masing-masing jenis tersebut dihitung dengan menggunakan formula yang dikembangkan oleh Curtis and Otman, (1964):
BLHD Propinsi Banten
II. 7
Profil Keanekaragaman Hayati dan Perubahan Tutupan Lahan Gunung Aseupan Banten
a) Kerapatan Jenis Kerapatan (K) K Relatif (KR)
individu Luas petak contoh
Kerapatan suatu jenis x 100 % Kerapatan total seluruh jenis
b) Frekuensi
F rekuensi ( F )
Sub petak ditemukan suatu jenis Seluruh sub petak contoh
F Relatif ( FR )
Frekuensi suatu jenis x 100 % Frekuensi total seluruh jenis
c) Dominansi Dominansi (D)
Luas bidang dasar suatu jenis Luas petak contoh
D Relatif (DR)
Dominansi suatu jenis x 100 % Dominansi total seluruh jenis
Nilai Penting Jenis (NPJ) untuk masing-masing jenis pohon diperoleh dari hasil penjumlahan informasi dasar seperti pada rumus di atas, sehingga untuk menghitung NPJ digunakan formulasi sebagai berikut : NPJ = KR + FR +
NPJ Pohon
DR Sedangkan untuk vegetasi kategori pancang dan semai besar Nilai Penting Jenis (NPJ) diperoleh dari jumlah kerapatan relatif dan frekuensi relatifnya, sehingga formulasi NPJ pancang dan tiang adalah:
NPJ = KR + FR
NPJ Pancang / Semai
Berdasarkan data yang teridentifikasi akan dihasilkan gambaran struktur dan komposisi vegetasi sehingga dapat dijadikan acuan untuk menganalisis kehadiran tingkat keanekaragaman jenis flora pada kawasan Gunung Aseupan.
BLHD Propinsi Banten
II. 8
Profil Keanekaragaman Hayati dan Perubahan Tutupan Lahan Gunung Aseupan Banten
E.
Metode Inventarisasi dan Identifikasi Fauna Kelompok Mamalia Metode transek merupakan metode pengamatan langsung yang sering
digunakan untuk melihat satwa mamalia. Pada penelitian ini metode yang digunakan adalah mencatat semua satwa yang dijumpai sepanjang jalur menuju fokus area studi. Selain pencatatan kehadiran mamalia secara langsung, tandatanda kehadiran satwa secara tidak langsung juga dicatat, seperti tanda kehadiran berupa jejak kaki, kotoran, bekas cakaran, suara, bau, sarang, dan tanda kehadiran lainnya. Jejak kaki satwa merupakan petunjuk yang baik bagi kehadiran satwaliar di lokasi penelitian. Selain pada transek pengamatan dapat dilakukan pula pada beberapa daerah yang diperkirakan sering dikunjungi oleh satwaliar, seperti daerah tepi sungai, daerah tepi hutan, sekitar pohon pakan, maupun pada daerah yang memiliki tutupan vegetasi yang rapat. Kehadiran mamalia secara tidak langsung juga diidentifikasi berdasarkan informasi maysarakat setempat yang diperoleh melalui wawancara.
Gambar II.6.
Wilayah hutan dengan tutupan vegetasi yang rapat merupakan salah satu fokus lokasi pengamatan mamalia di Gunung Aseupan.
BLHD Propinsi Banten
II. 9
Profil Keanekaragaman Hayati dan Perubahan Tutupan Lahan Gunung Aseupan Banten
F.
Metode Inventarisasi dan Identifikasi Fauna Kelompok Burung Metode pengamatan yang digunakan adalah metode pengamatan
langsung yang dilakukan dengan mengidentifikasi burung yang hadir dalam lokasi kajian. Pengamatan dilakukan dengan menggunakan teropong (binocular) dan monocular. Seluruh jenis burung yang hadir dan teramati sepanjang jalur menuju puncak Gunung Aseupan dicatat ke dalam tallysheet. Jenis burung yang ditemukan kemudian diidentifikasi menggunkan buku panduan lapangan burung SKJB (Sumatera Kalimantan Jawa Bali). Kehadiran kelompok burung juga bisa diidentifikasi berdasarkan tanda jejak seperti bekas kotoran dan sarang burung. Selain pengamatan secara visual, kehadiran burung juga bisa diidentifikasi berdasarkan suara.
Gambar II.7.
Tim melakukan pengamatan burung menggunakan teropong (binocular).
BLHD Propinsi Banten
secara
langsung
II. 10
Profil Keanekaragaman Hayati dan Perubahan Tutupan Lahan Gunung Aseupan Banten
G.
Metode Penyusunan Profil Tutupan Lahan Survey tutupan lahan di Gunung Aseupan dilakukan untuk mengetahui
kondisi kekinian serta kerusakan lahan yang terjadi. Metode yang digunakan untuk mengetahui kerusakan lahan di kawasan tersebut dilakukan cengan dua cara, yaitu : 1) analisis berdasarkan citra satelit dan pemetaan menggunaan software GIS dan; dan 2) survei lapangan (groundchecking) untuk mengetahui kondisi riil kerusakan lahan di lapangan. Kedua metode ini kemudian digabungkan untuk memperoleh data dan informasi yang akurat berdasarkan hasil padu serasi (overlay) pemetaan di lapangan dengan citra satelit landsat. Tahapan survei tutupan lahan tersebut di gambarkan seperti pada bagan alir di bawah ini. Citra lansat liputan terbaru Data penunjang: Peta Status Kawasan Hutan Peta RTRW Provinsi Banten
Klasifikasi Landuse
Interprestasi Landuse berdasarkan rona, warna, tekstur, dan resolusi menggunakan software GIS
Peta Interprestasi Landuse sementara
Survei Lapangan (ground checking)
Data Survei Lapangan (ground checkig)
Analisis dan perbaikan Peta Interprestasi Land Use sementara
Peta kerusakan lahan dan tutupan lahan Gunung Aseupan - Banten Gambar II.8.
Bagan alir pemetaan landuse dan tutupan lahan kawasan Gunung Aseupan, Banten.
BLHD Propinsi Banten
II. 11
Profil Keanekaragaman Hayati dan Perubahan Tutupan Lahan Gunung Aseupan Banten
Gambar II.9.
Survei lapangan untuk mengetahui konsisi tutupan lahan secara lansung dan sebagai dasar padu serasi (overlay) dengan citra Landsat.
BLHD Propinsi Banten
II. 12