PROFIL AROMA DAN MUTU SENSORI CITARASA PASTA KAKAO UNGGULAN DARI BEBERAPA DAERAH DI INDONESIA
INTAN KUSUMANINGRUM
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Profil Aroma dan Mutu Sensori Citarasa Pasta Kakao Unggulan dari Beberapa Daerah di Indonesia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, April 2014 Intan Kusumaningrum NIM F251100241
RINGKASAN INTAN KUSUMANINGRUM. Profil Aroma dan Mutu Sensori Citarasa Pasta Kakao Unggulan dari Beberapa Daerah di Indonesia. Dibimbing oleh Feri Kusnandar, Hanny Wijaya dan Misnawi Kakao merupakan salah satu komoditi unggulan utama Indonesia yang memberikan kontribusi bagi penerimaan negara di sektor pertanian. Biji kakao yang dihasilkan di Indonesia sebagian besar adalah biji kakao bulk (lindak) dan hanya sedikit perkebunan yang menghasilkan biji kakao edel (mulia). Beberapa Kakao unggulan di Indonesia diantaranya ada di daerah Sulawesi Selatan, Bali dan Jawa Timur. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan profil aroma dan mutu sensori cita-rasa pasta kakao dari ketiga daerah di Indonesia yaitu dari Jawa Timur, Sulawesi Selatan dan Bali, dengan pasta kakao dari Ghana sebagai pembanding. Aroma pasta kakao diekstrak dengan menggunakan Solid Phase Microextraction (SPME), dilanjutkan dengan analisis senyawa aroma aktifnya dengan menggunakan Gas Chromatography-Mass Spectrometry/Olfactometry (GC-MS/O) metode Nassal Impact Frequency (NIF). Analisis sensori meliputi uji deskripsi Quantitative Descriptive Analysis (QDA), uji hedonik dan uji ranking. Atribut sensori aroma yang diperoleh, meliputi nutty, acid, caramel, earthy, chocolate, sedangkan atribut sensori rasanya meliputi astringency, bitterness dan acidity. Sebanyak 28 komponen aroma aktif terindentifikasi pada keempat pasta kakao. Pada pasta kakao dari Jawa Timur, Bali, Sulawesi Selatan dan Ghana teridentifikasi masing-masing 21, 19, 22 dan 18 komponen. Ketiga kakao unggulan memiliki profil citarasa yang berbeda satu sama lain, yang juga berbeda dengan profil kakao pembanding Ghana. Pasta kakao Jawa Timur memiliki aroma yang khas, yaitu aroma chocolate yang kuat, creamy, caramel dan coffee bean. Pasta kakao Bali memiliki aroma creamy, caramel dan sweet. Pasta kakao Sulawesi Selatan memiliki aroma khas sweet dan green. Pasta kakao Sulawesi Selatan memiliki profil aroma dan rasa yang paling serupa dengan pasta kakao Ghana. Hasil uji kesukaan dan uji rangking menunjukkan bahwa pasta kakao Bali dan Jawa Timur lebih disukai panelis, sedangkan pasta Sulawesi Selatan paling kurang disukai. Kata kunci: biji kakao, Gas Chromatography-Mass Spectrometry/ Olfactometry (GC-MS/O), pasta kakao, profil aroma, profil sensori
SUMMARY INTAN KUSUMANINGRUM. Aroma and Flavor Sensory Profiles of Superior Cocoa Liquors from Different Region in Indonesian. Supervised by Feri Kusnandar, Hanny Wijaya and Misnawi Cocoa is one of main agricultural commodities in Indonesia. Cocoa beans produced in Indonesia are bulk and edel cocoa beans. Some of the superior Cocoa beans in Indonesia are found in South Sulawesi, Bali and East Java. The objective of this research was to compare the flavor profiles and flavor sensory qualities of three cocoa liquors obtained from different regions in Indonesian namely East Java, South Sulawesi and Bali. The Ghanaian cocoa liquor was used as a reference. The aroma compounds of cocoa liquors were extracted by using a Solid Phase Microextraction (SPME), followed by measurement of the odor active compounds using Gas Chromatography-Mass Spectrometry/ Olfactometry (GCMS/O) with Nassal Impact Frequency (NIF) method. The aroma sensory attributes were including nutty, acid, caramel, earthy and chocolate, while the taste sensory attributes included astringency, bitterness and acidity. The sensory profile analysis was carried out by applying a Quantitative Descriptive Analysis (QDA) method. The preference and ranking tests were also conducted. A total of 28 aroma active compounds in the cocoa liquors were identified. There were 21, 19, 22 and 18 compounds detected in East Java, Bali, South Sulawesi and Ghana liquors, respectively. The flavor profiles of these three liquors were different from each other as well as with the reference, Ghanaian cocoa liquor. East Java liquor had specific aroma with a strong chocolate, creamy, caramel and coffee bean. Bali liquor was dominated by creamy, caramel and sweet aroma, while South Sulawesi was specified by sweet and green aroma. Among the three liquors, flavor sensory profile of South Sulawesi was the most similar to that of Ghanaian cocoa liquor. The cocoa liquor from Bali and East Java cocoa were more preferred than cocoa liquor from South Sulawesi. . Keywords: aroma profile, cocoa bean, cocoa liquor, Gas Chromatography-Mass Spectrometry/ Olfactometry (GC-MS/O), flavor sensory profiles
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
i
PROFIL AROMA DAN MUTU SENSORI CITARASA PASTA KAKAO UNGGULAN DARI BEBERAPA DAERAH DI INDONESIA
INTAN KUSUMANINGRUM
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Pangan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr.Ir.Dede R. Adawiyah
iii
Judul Tesis : Profil Aroma dan Mutu Sensori Citarasa Pasta Kakao Unggulan dari Beberapa Daerah di Indonesia Nama : Intan Kusumaningrum NIM : F251100241
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr.Ir. Feri Kusnandar, M.Sc Ketua
Prof.Dr.Ir.C.Hanny Wijaya, M.Agr Anggota
Dr. Ir. Misnawi Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Ilmu Pangan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof Dr Ir Ratih Dewanti-Hariyadi, MSc
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Ujian Tesis: 7 Februari 2014
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis yang berjudul “Profil Aroma dan Mutu Sensori Citarasa Pasta Kakao Unggulan dari Beberapa Daerah di Indonesia”. Karya ilmiah ini disusun dalam rangka menyelesaikan studi pada Program Studi Ilmu Pangan, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesarbesamya kepada: 1. Dr.Ir. Feri Kusnandar, M.Sc, Prof.Dr.Ir. C. Hanny Wijaya,M.Agr dan Dr. Misnawi sebagai dosen pembimbing atas segala arahan, petunjuk dan waktu yang telah diberikan sejak penulisan proposal, pelaksanaan penelitian sampai penulisan tesis ini. 2. Penulis juga sampaikan terima kasih kepada Dr.Ir.Dede Robiatul Adawiyah, M.Si sebagai dosen penguji luar komisi atas masukannya selama ujian sidang. 3. Papa, Mama, Suami dan seluruh keluarga tercinta, atas kasih sayang, doa dan dukungannya yang tiada henti kepada penulis. 4. Tim Panelis QDA: Ibu Fitratin, Vetlin, Intan, Rizki, Panji, Fajar atas kesediaannya terlibat dalam pelaksanaan penelitian ini. 5. Tim Panelis GC-MS/O: Desi S.TP, Umi S.TP , Ranti S.TP, Andika S.TP 6. Teman-teman PS. IPN Angkatan 2010 atas bantuan dan dukungannya. 7. Yunita S.TP yang telah membantu dalam perbaikan tulisan tesis ini. 8. Seluruh dosen dan pegawai di Program Studi Ilmu Pangan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, yang telah membagikan banyak hal selama kegiatan perkuliahan Penulis menyadari tesis ini masih jauh dari sempuma, untuk itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun terutama untuk kelanjutan penelitian ini. Semoga tesis ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan. Bogor, April 2014 Intan Kusumaningrum
v
DAFTAR ISI DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian
v vi vii viii 1 1 2 2 3
2 TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kakao Komposisi Kimia Biji Kakao Pengolahan Produk Kakao Flavor Kakao Metode Ekstraksi SPME (Solid Phase Microextraction) Kromatografi Gas-Spektrometer Massa-Olfaktometri Evaluasi Sensori
4 4 5 6 8 9 10 12
3 METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Alat Metode Penelitian
14 14 14 14 15
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Kompoen Volatil Pasta Kakao Komponen Aroma Aktif pada Pasta Kakao Profil Sensori Aroma dan Rasa Pasta Kakao Tingkat Kesukaan Panelis terhadap Mutu Sensori Pasta Kakao
24 24 30 35 38
5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
42 42 42
DAFTAR PUSTAKA
43
LAMPIRAN
48
RIWAYAT HIDUP
65
DAFTAR TABEL 1. Standar Nasional Indonesia (SNI) biji kakao 5 2. Komposisi kimia biji kakao 6 3. Metilpirazin diidentifikasi dengan SPME pada kakao di beberapa negara 10 4. Konsentrasi larutan uji deskripsi rasa dan aroma dasar 17 5. Konsentrasi larutan standar uji segitiga rasa dan aroma dasar 18 6. Konsentrasi larutan standar uji rangking rasa dan aroma dasar 18 7. Flavor reference untuk pengembangan atribut 19 8. Konsentrasi larutan standar rasa yang diguanakan pada pelatihan uji rating dan rangking 19 9. Konsentrasi larutan standar aroma yang digunakan pada pelatihan uji rating dan rangking. 20 25 10. Hasil identifikasi komponen volatil pada pasta kakao 11. Komponen volatil pasta kakao Jawa Timur, Bali, Sulawesi Selatan dan Ghana 31 12. Hasil analisis warna dengan kromameter terhadap pasta kakao Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Bali dan Ghana 40 13. Hasil uji rangking 41 DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4
5
6
7 8 9 10 11
Gambar buah dan biji kakao 5 Penampakan biji kakao 14 Pasta kakao 15 Profil kromatogram pasta kakao 26 4.1 Profil kromatogram pasta kakao Jawa Timur 26 4.2 Profil kromatogram pasta kakao Bali 26 4.3 Profil kromatogram pasta kakao Sulawesi Selatan 26 4.4 Profil kromatogram pasta kakao Ghana 27 Hasil semiquantifikasi komponen volatil pasta kakao 28 5.1 Hasil semiquantifikasi komponen volatil pasta kakao Jawa Timur 28 5.2 Hasil semiquantifikasi komponen volatil pasta kakao Bali 29 5.3Hasil semiquantifikasi komponen volatil pasta kakao Sulawesi Selatan 29 5.4 Hasil semiquantifikasi komponen volatil pasta kakao Ghana 30 Hasil GC-O komponen aroma aktif pada Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Bali dan Ghana yang dapat dideteksi oleh panelis sebagai komponen aroma aktif 34 Diagram spider web profil aroma dan rasa pasta kakao Jawa Timur, Bali, Sulawesi Selatan dan Ghana 35 Hasil plot score aroma dan rasa pasta kakao Jawa Timur, Bali, Sulawesi Selatan dan Ghana 36 Hasil biplot atribut aroma dan rasa pasta kakao Jawa Timur, Bali, Sulawesi Selatan dan Ghana 38 Hasil penilaian sensori keempat pasta kakao pada uji kesukaan 39 Warna pasta kakao (a) Jawa Timur; (b) Bali; (c) Sulawesi Selatan; (d) Ghana 40
vii DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Kuesioner pre-Sceening Kemampuan menskala Lembar persetujuan dan riwayat kesehatan Formulir uji hedonik Kuesioner uji matching test dan identifikasi aroma dan rasa Kuesioner uji segitiga aroma dasar Kuesioner uji segitiga rasa dasar Kuesioner uji rangking Lembaran uji deskriptif kuantitatif aroma Lembaran uji deskriptif kuantitatif rasa Hasil uji aroma sederhana dan rasa dasar Hasil ANOVA dan DMRT uji hedonik Hasil friedman pada uji rangking
48 49 50 51 53 54 55 56 57 58 59 60 61
1
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kakao merupakan salah satu komoditi unggulan utama Indonesia yang memberikan kontribusi terbesar bagi penerimaan negara di sektor pertanian, setelah kelapa sawit dan karet. Saat ini Indonesia menjadi negara pengekspor biji kakao terbesar ketiga di dunia setelah Pantai Gading dan Ghana, dengan produksi per tahun mencapai 530 ribu ton, yang setara dengan 13.6% produksi dunia (ICCO 2013). Biji kakao yang dihasilkan di Indonesia sebagian besar adalah biji kakao bulk (lindak) dan hanya sedikit perkebunan yang menghasilkan biji kakao edel (mulia). Sulawesi Selatan adalah penghasil biji kakao lindak terbesar yang mencapai 70% dari seluruh hasil produksi Indonesia (Langkong et al. 2011). Provinsi Bali merupakan daerah penghasil kakao nasional. Sejak tahun 2003 Provinsi Bali memberi sumbangan produksi biji kakao sekitar 5.968,11 ton setiap tahun. Sumbangan tersebut terus meningkat pada tahun–tahun berikutnya karena meningkatnya pertanaman kakao di Provinsi Bali (Dinas Perkebunan Provinsi Bali 2012). Kakao edel atau dengan istilah lain ”Java Cocoa a Light Breaking” merupakan klon unggulan kakao Indonesia, yang ditanam secara luas di perkebunan-perkebunan di Jawa Tengah dan Jawa Timur (Direktorat Jenderal Perkebunan 2012). Kakao edel berjumlah kurang lebih 7% dari produksi kakao dunia dan hanya diproduksi di Equador, Venezuela, Trinidad, Grenada, Jamaika, Srilangka, Indonesia dan Samoa (Jenis dan Anatomi Buah Kakao 2011). Kualitas biji kakao yang diekspor oleh Indonesia masih bermutu rendah (berada di kelas 3 dan 4). Hal ini disebabkan antara lain oleh pengolahan produk kakao yang masih tradisional, yaitu 85% biji kakao produksi nasional tidak difermentasi. Hal ini menyebabkan kualitas kakao Indonesia menjadi rendah (Suryani et al. 2007). Tidak dilakukannya proses fermentasi menyebabkan biji kakao memiliki citarasa yang lemah. Penelitian Misnawi et al. (2002) menunjukkan biji kakao yang tidak difermentasi tidak menghasilkan aroma cokelat ketika proses penyangraian, bahkan menghasilkan rasa kelat dan pahit. Fermentasi merupakan salah satu faktor pembentukan citarasa pada kakao yang berkaitan dengan rasa dan aroma berawal dari kualitas bahan baku biji kakao dan proses pengolahannya (Mulato et al. 2010) Disamping fermentasi dan parameter kualitas biji kakao, asal biji kakao juga menentukan karakteristik aroma dan rasa dari produk kakao yang dihasilkan. Faktor-faktor tersebut berdampak pada aroma kakao yang dihasilkan. Variasi dalam biji kakao Indonesia disebabkan antara lain oleh perbedaan asal geografis (perbedaan iklim dan tanah), metode dan derajat fermentasi yang berbeda (Aculey et al. 2010). Biji kakao merupakan produk hulu yang dihasilkan oleh perkebunan kakao di Indonesia. Adapun pasta kakao, lemak kakao serta bubuk kakao merupakan produk antara atau setengah jadi yang digunakan sebagai bahan baku oleh industri hilir seperti cokelat makanan, permen yang mengandung cokelat, susu cokelat, dan sebagainya. Pasta kakao merupakan biji kakao yang telah digiling halus dan hasilnya seperti bubur halus dari biji cokelat yang bercampur dengan lemak cokelat (ICN 2010).
2
Mutu citarasa kakao dapat diketahui dengan profil citarasa pasta kakao. Profil kakao dapat diperoleh dengan melakukan analisis komponen aroma aktif pada pasta kakao dengan Gas Chromatography-Mass Spectrometry/Olfactometry (GC-MS/O), serta uji mutu sensori aroma dan rasa pasta kakao dengan menggunakan metode Quantitative Descriptive Analysis (QDA). Pada pengujian aroma dengan menggunakan kromatografi gas, metode ekstraksi aroma dari bahan merupakan tahapan yang sangat menentukan. Selama ini metode yang banyak digunakan antara lain metode steam distillation, static and dynamic headspace, supercritical fluid extraction dan vacuum distillation (Curioni dan Bosset 2002). Penelitian yang dilakukan oleh Holland dan Gardner (2001) menunjukkan bahwa penggunaan Solid Phase Microextraction (SPME) sebagai metode ekstraksi mampu memberikan hasil yang serupa dengan metode direct injection dan lebih akurat apabila dibandingkan dengan metode ekstraksi konvensional seperti static headspace extraction pada sampel uji yang sama. Seperti pada buah aprikot, parfum, minyak bunga mawar, lavender dan lili. Misnawi dan Ariza (2011) juga menggunakan SPME sebagai metode ekstraksi yang mampu mendeteksi profil aroma pasta kakao dengan menggunakan GC-MS/O. Kualitas dan karakteristik sensori pasta kakao yang unggul, terutama yang terkait aspek profil rasa dan aroma (flavor) belum banyak dilakukan di Indonesia. Pemetaan profil pasta kakao pada berbagai daerah di Indonesia khususnya dari segi profil aroma dapat digunakan untuk memetakan keunggulan biji kakao dari tiap daerah sehingga dapat lebih efektif dalam pemanfaatan dan pengembangannya di masa depan. Penelitan ini difokuskan untuk mendapatkan profil pasta kakao dari beberapa daerah penghasil biji kakao di Indonesia (Sulawesi Selatan, Jawa Timur dan Bali) dan mengevaluasi keunggulan sensorinya dibandingkan dengan salah satu kakao unggul di dunia, yaitu kakao dari Ghana. Rumusan Masalah 1. Biji kakao dari daerah Sulawesi Selatan, Jawa timur dan Bali merupakan tiga pasta kakao unggul yang berada di Indonesia yang belum diketahui profil aroma dan mutu sensori citarasanya, sehingga perlu dikaji untuk diketahui keung-gulan dan ciri khasnya masing-masing dibandingkan pasta kakao dari Ghana. 2. Perbedaan komponen-komponen volatil dari setiap pasta kakao menentukan citarasa yang dihasilkan dan mempengaruhi tingkat penerimaan panelis Tujuan Penelitian 1. Mengidentifikasi komponen aroma aktif pasta kakao dari daerah Sulawesi Selatan, Jawa Timur, Bali dan Ghana dengan menggunakan GC-MS/O 2. Membandingkan profil sensori aroma dan rasa ketiga jenis pasta kakao di atas dengan metode quantitative descriptive analysis (QDA). 3. Mengetahui tingkat penerimaan keempat pasta kakao di atas dan mengevaluasi hubungannya dengan profil sensori aroma dan rasa yang diketahui dengan GC-MS/O .
3
Manfaat 1. Memperkaya database profil flavor pasta kakao dari pasta kakao yang tumbuh di Indonesia. 2. Memberikan informasi dasar mengenai keunggulan dan ciri khas masingmasing pasta kakao Indonesia sehingga berbagai karakteristik khas pasta kakao tersebut dapat dipelajari, dipetakan, didokumentasikan dengan baik yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan harga ekonomis biji kakao di Indonesia.
4
2 TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kakao Tanaman kakao merupakan tanaman tahunan yang termasuk kelompok tanaman caulofloris, yaitu tanaman yang berbunga dan berbuah pada batang dan cabang (Puslitkoka 2005). Bunga kakao untuk setiap pohon bisa mencapai 5000 hingga 12.000 per pohon tiap tahun, namun dari sejumlah bunga tersebut yang mampu menjadi buah hanya berkisar 1%. Tanaman kakao dapat tumbuh baik dan berbuah banyak di daerah yang mempunyai ketinggian 100 – 600 meter di atas permukaan laut (Syamsulbahri 1996). Tanaman kakao termasuk Kingdom Plantae, Sub Kingdom Spermatophyta, Kelas Dicotyledon, Ordo Malvales, Famili Sterculiaceae, Genus Theobroma, Species Theobroma cacao. Genus Theobroma secara keseluruhan terdiri dari 20 spesies, namun hanya spesies Theobroma cacao yang memiliki nilai komersial. Kakao berasal dari hutan Amerika Selatan yang kemudian tanaman ini diusahakan penanamannya oleh orang-orang Indian Aztec. Tanaman ini diperkirakan menyebar secara alami dari Amerika Selatan ke Guyana dan Meksiko kemudian menyebar sampai kepulauan Karibia (Minnifie 1999). Tanaman kakao dibagi ke dalam tiga kelompok besar, yaitu Criolo, Forastero dan Trinitario. Kakao Criollo termasuk kakao mulia fine cacao, sementara kakao Forastero termasuk kakao lindak atau bulk cacao. Kelompok kakao Trinitario merupakan hibrida Criollo dan Forastero. Kelompok Trinitario dapat masuk ke dalam kakao mulia dan lindak, bergantung pada mutu bijinya (Puslitkoka 2006). Perbedaan utama antara ketiga jenis kelompok tersebut adalah warna buah, dan biji kakaonya. Jenis Criollo menghasilkan buah berwana merah, tipis, berbintil-bintil dan lunak. Biji buahnya berbentuk bulat telur dan berukuran besar dengan kotiledon berwarna putih saat basah. Jenis Forastero menghasilkan buah berwarna hijau dan kulit tebal, memiliki biji buah yang tipis atau gepeng dan kotiledon berwarna ungu pada waktu basah. Jenis Trianitario merupakan hibrida alami dari Criollo dan Forastero yang biji kakaonya termasuk fine flavor (Sunanto 1992). Buah kakao terdiri dari tiga komponen utama, yaitu kulit buah, plasenta, dan biji (Gambar 1). Kulit buah merupakan komponen terbesar dari buah kakao, yaitu lebih dari 70% berat masak. Presentasi biji kakao di dalam buah hanya sekitar 2729%, sedangkan sisanya adalah plasenta yang merupakan pengikat dari 30-40 biji. Permukaan biji kakao diselimuti pulp yang berwarna putih. Pulp merupakan jaringan halus berlendir dan melekat kelat pada biji kakao. Pulp sebagian besar terdiri atas air dan sebagian kecil berupa gula (Mulato et al. 2010). Standar kakao di Indonesia pada umumnya mengikuti Standar Nasional Indonesia (SNI 01-2323-2008). Standar SNI ini sudah merujuk pada standar yang digunakan oleh negara produsen kakao lainnya dan persyaratan mutu yang ditetapkan oleh negara konsumen atau tujuan ekspor. Salah satu standar mutu biji kakao yaitu tidak terdapat benda-benda asing. Benda-benda asing merupakan benda-benda lain bukan biji kakako, serangga mati, pasir dan kotoran lainnya.
5
Biji kakao
Kulit buah kakao
Plasenta buah kakao
Gambar 1 Gambar buah dan biji kakao (Mulato et al. 2010) Klasifikasi atau penggolongan mutu biji kakao kering menurut SNI 23232008 terbagi menjadi tiga, yaitu menurut jenis tanaman, jenis mutu dan ukuran berat biji per 100 gram. Menurut jenis tanaman kakao, biji kakao digolongkan menjadi dua, yaitu biji mulia (biji kakao yang berasal dari tanaman kakao jenis Criolo atau Trinitarioserta hasil persilangannya dan biji kakao lindak (biji kakao yang berasal dari tanaman kakao jenis Forastero) (BSN 2008) Biji kakao kering menurut persyaratan mutunya, terbagi menjadi 3 kelas, yaitu mutu kelas I, II, dan III dengan ketentuan telah memenuhi persyaratan umum. Persyaratan umum biji kakao kering tercantum dalam Tabel 1. Tabel 1 Standar Nasional Indonesia (SNI) biji kakao 01-2323-2008 No
Karakteristik
Mutu I
Mutu II
1 2
Jumlah biji/100 gr Kadar air,% (b/b) maks
* 7.7
* 7.5
Sub Standar * >7.5
3
Berjamur,% (b/b) maks
3
4
>4
4
Tak terfermentasi% (b/b) maks
3
8
>8
Komposisi Kimia Biji Kakao Biji kakao merupakan bagian buah kakao yang paling banyak dimanfaatkan. Keping biji pada biji kakao selanjutnya akan diolah menjadi makanan cokelat dan diambil lemaknya. Dalam proses fermentasi terjadi penguraian glukosa menjadi alkohol yang dilakukan oleh beberapa jenis khamir, yang dilanjutkan dengan penguraian alkohol menjadi asam asetat dan asam laktat oleh beberapa jenis bakteri. Selain itu, selama proses ini juga berlangsung pembentukan senyawa-senyawa organik yang merupakan senyawa calon pembentuk aroma pada biji kakao akibat aktivitas mikroorganisme tersebut (Atmana 2000). Perbandingan komposisi bji kakao tidak difermentasi dan yang telah mengalami fermentasi, dapat dilihat pada Tabel 2.
6
Tabel 2 Komposisi kimia biji kakao No 1 2 3
4
5
6
Komponen Kulit biji Kecambah Keping biji Lemak Air Nitrogen Total N Protein N Amonia N Amida N Theobromin Kafein Karbohidrat Glukosa Pati Pektin Serat Selulosa Pentosa Gum Asam organik Asetat Oksalat
Persen (%) Tidak Difermentasi difermentasi 9.63 9.63 0.77 0.77 53.05 3.65
54.70 2.10
2.28 1.50 0.03 0.19 1.70 10.08
2.20 1.30 1.40 0.07
6.10 2.25 2.09 1.92 1.27 0.38 7.54
6.10 4.10 2.10 1.90 1.20 1.80 6.20
0.01 0.30
0.10 0.30
Sumber : Minnifie 1999
Pengolahan Produk Kakao Pengolahan kakao dimulai dari pasca panen yang baik meliputi beberapa tahapan penting, yaitu pemanenan dan penyimpanan buah, pembelahan buah kakao, fermentasi, pengeringan, pemisahan kulit biji, penyangraian dan pemastaan. Pemanenan dan penyimpanan buah kakao Proses pemanenan buah kakao dilakukan dengan cara memetik buah kakao yang tepat matang. Buah kakao yang tepat matang brubah warna kulitnya dari hijau ke kuning (untuk kakao lindak) dan bijinya terlepas dari kulit bagian dalam buah kakao sehingga bila buah diguncang akan terdengar bunyi. Pemanenan buah kakao diusahakan harus pada buah yang tepat matang, karena apabila terlalu matang atau kurang matang dapat menurunkan kualitas akhir produk. Pemanenan yang terlambat menghasilkan biji yang berkecambah, sedangkan bila terlalu cepat menghasilkan aroma yang lemah Tujuan dari penyimpanan buah sebelum fermentasi adalah untuk mengurangi sebagian gula pulp agar pada saat fermentasi asam
7
yang terbentuk tidak terlalu tinggi. Penyimpanan lebih baik dilakukan pada tempat yang terlindung dari sinar matahari, terhindar dari genangan air dan dilakukan dengan tumpukan buah yang tipis. Hal tersebut dapat mempersingkat waktu penyimpanan sehingga dapat menghindari kebusukan buah (Amin 2005). Pembelahan buah kakao Setelah proses penyimpanan selesai, buah dibelah untuk mengeluarkan biji kakao. Pembelahan sebaiknya dilakukan dengan menggunakan pemukul yang terbuat dari kayu yang keras. Penggunaan parang atau benda tajam kurang disukai karena dapat mengakibatkan kerusakan pada biji kakao. Biji dan plasenta kemudian dilepaskan dari ujung buah dengan cara diaduk menggunakan tangan (Amin 2005). Fermentasi Fermentasi merupakan suatu cara pengolahan melalui proses memanfaatkan penguraian senyawa dari bahan-bahan protein kompleks. Fermentasi dalam pengolahan biji kakao merupakan tahapan yang sangat penting. Fermentasi biji kakao terdiri dari dua proses, yaitu fermentasi eksternal dan fermentasi internal. Fermentasi eksternal bertujuan untuk menghilangkan pulp dan meniadakan daya hidup pada biji kakao. Fermentasi internal bertujuan untuk membentuk warna, rasa dan aroma (Amin 2005). Sunanto (1992) menyatakan bahwa proses fermentasi dilakukan dengan cara memasukkan biji-biji kakao basah ke dalam kotak pemeraman, dan ditutup dengan karung goni atau daun pisang. Proses yang terjadi selama fermentasi adalah berupa peragian dari lendir-lendir yang sebagian besar terdiri dari zat gula. Fermentasi dapat menurunkan rendemen biji kakao tetapi dapat meningkatkan kadar lemak sampai 2%. Lama fermentasi biji kakao yang dianjurkan adalah 5 hari dengan dilakukan satu kali pembalikan pada hari kedua. Pengeringan Pengeringan dilakukan untuk mengurangi kadar air pada biji kakao setelah proses fermentasi maupun pencucian. Untuk menjaga agar komoditas kakao tidak cepat rusak dan dapat disimpan lama, kadar air kakao harus diturunkan menjadi 67%. Pengeringan dapat dilakukan dengan pengeringan alami (penjemuran), pengeringan buatan ataupun kombinasi keduanya (Amin 2005). Pemisahan kulit biji kakao Pemisahan kulit biji merupakan proses yang bertujuan untuk memisahkan daging biji (nib) dari kulit biji. Daging biji merupakan komponen biji kakao yang dimanfaatkan untuk pengolahan bahan pangan, sedangkan kulit biji merupakan limbah yang banyak dimanfaatkan sebagai campuran pakan ternak (Mulato et al. 2010). Penyangraian biji kakao Penyangraian (roasting) merupakan pengolahan pendahuluan untuk semua hasil olahan akhir kakao. Tujuan penyangraian adalah mengembangkan cita rasa dan aroma khas cokelat, menurunkan kadar air, mematikan mikroba, menggelembungkan kulit biji hingga mudah dipisahkan dari nib, dan membuat nib lebih
8
renyah sehingga memudahkan penghancuran dan penghalusan. Penyangraian juga bertujuan untuk mengurangi kadar air, membunuh mikroba yang terdapat di dalam biji kakao dan memudahkan pemisahan kulit biji dari kepingnya (Wahyudi et al. 2008). Suhu yang digunakan dalam penyangraian biji kakao sekitar 120-140°C selama 15-120 menit. Proses penyangraian akan selesai apabila warna bagian dalam keping biji berubah menjadi cokelat tua dan rasa pahitnya berkurang. Kadar air setelah melakukan penyangraian berkisar 2.5% (Muchtadi dan Sugiyono 1992). Pemastaan Pemastaan merupakan proses menghancurkan nib yang semula berbentuk butiran padat kasar menjadi bentuk pasta cair kental. Proses pemastaan dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama adalah penghancuran untuk merubah biji kakao padat menjadi pasta kasar atau pasta dengan kehalusan lebih dari 40µm dengan menggunakan mesin pemasta silinder. Tahap ini menghasilkan pasta cokelat kasar. Tahap kedua adalah proses pelumatan dengan alat penghalus pasta atau refiner untuk menghasilkan kehalusan pasta dengan ukuran partikel kurang dari 20 µm. Pelumatan dilakukan di dalam gilingan (roll) berputar yang dipasang secara seri sebanyak lima buah. Proses pelumatan dilakukan secara berulang sampai diperoleh pasta cokelat dengan tingkat kehalusan di bawah 20 µm (Mulato et al. 2010). Flavor Kakao Flavor merupakan salah satu atribut bahan pangan atau produk pangan atau produk pangan yang berperan penting dalam penerimaan atau penolakan suatu makanan atau minuman oleh konsumen. Aroma dari suatu bahan pangan dapat ditimbulkan oleh satu atau beberapa komponen yang merupakan karakteristik aroma bahan pangan tersebut, sedangkan komponen lainnya hanya memberikan nuansa terhadap keseluruhan flavor (Apriantono dan Kumara 2004). Menurut Lindsay (1996), flavor adalah keseluruhan sensasi yang berkontribusi pada persepsi yang diterima oleh indera meliputi bau, rasa, penglihatan, perasaan dan suara pada saat mengkonsumsi. Kemampuan sel-sel khusus epitel penciuman dari rongga hidung untuk mendeteksi jumlah volatile odorant untuk variasi hampir tidak terbatas dalam intensitas dan kualitas bau dan rasa. Pengecap terletak di belakang lidah dan rongga mulut memungkinkan manusia untuk merasakan rasa manis, asam, asin dan pahit, sensasi ini disumbangkan kepada komponen citarasa. Tanggapan saraf trigeminal juga memberikan kontribusi penting utuk memberikan persepsi melalui deteksi dari ketajaman (pedas), dingin, umami atau atribut yang lezat, serta sensasi yang diinduksi secara kimia lainnya yang dalam persepsi rasa dan bau, sehingga dapat diterima konsumen. Flavor pasta kakao merupakan karakteristik dasar yang sangat penting pada produk kakao yang pada akhirnya akan diolah menjadi produk cokelat, baik berupa cocoa powder, cocoa butter ataupun cocoa liquor. Komponen-komponen aroma cokelat terbentuk selama penyangraian biji kakao dari calon-calon pembentuk citarasa seperti asam amino, peptida, gula pereduksi dan kuinon. Senyawasenyawa tersebut terbentuk selama proses persiapan biji, khususnya fermentasi
9
dan pengeringan. Komponen aroma sebagian besar terdiri dari pirazin. Di antara kelompok senyawa yang membentuk aroma cokelat, alkilpirazin dianggap kontributor yang sangat penting karena memiliki ambang batas bau yang rendah dan signifikansi terhadap sensorik (Wahyudi et al. 2008). Dalam fermentasi, selain terbentuk prekursor, juga terjadi perubahan pH atau keasaman biji. Dalam proses tersebut keasaman biji kakao dipengaruhi oleh kadar pulp, dalam buah kakao. Makin banyak kadar pulp, maka makin asam biji kakao setelah fermentasi (Purwo 2012). Saat ini sudah ditemukan lebih 400 komponen aroma yang telah teridentifikasi dari biji kakao fermentasi yang telah disangrai. Di antara prekursor flavor kakao yang sering mendapat perhatian para peneliti adalah asam amino dan gula pereduksi. Reaksi-reaksi pembentukan flavor kakao dari asam amino dan gula pereduksi terjadi selama penyangraian dan salah satu senyawa yang dihasilkan adalah pirazin, tiazole, oksazol, pirol, piridin, furan, amina, aldehida, keton, ester, alkohol dan asam (Owusu 2010; Bonvehi 2005). Owusu, Petersen dan Heimdal (2008) telah meneliti komponen biji kakao hasil fermentasi dengan analisis GC-MS/O. Dalam penelitian ini dapat diketahui Fenilasetaldehida (bitter/green/grassy), 3-metil asam butanon (unpleasant/old cheese/ sweaty), 2,5-dimetilpirazin (popcorn), tetrametilpirazin (potato/earthy), dan linalool (sweet/flowery/fruity). Metode Ekstraksi SPME (Solid Phase Microextraction) SPME digunakan untuk menyerap komponen volatil dan selanjutnya dianalisis menggunakan Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS). Proses ekstraksi jenis ini telah terbukti berguna untuk mempelajari komponen volatil dari beberapa jenis makanan yang berbeda. Kondisi pengujian pada waktu dan suhu tertentu dipilih karena kondisi ini memberikan hasil yang terbaik. SPME yang digabungkan dengan GC-MS merupakan teknik yang bermanfaat untuk mengidentifikasi dan menentukan komponen volatil dari pasta kakao. Metode ini dapat digunakan untuk mendeteksi volatilitas pada pasta kakao (Misnawi dan Ariza 2011). SPME memiliki beberapa keuntungan dibandingkan dengan metode preparasi sampel tradisional, yaitu pemisahan sampel dari bahan matriks, mudah penggunaanya, tidak menggunakan pelarut, biaya yang rendah dan tidak perlu memerlukan peralatan aksesoris yang rumit dan mahal dalam penggunaannya. SPME menjadi sangat populer karena prosedurnya sederhana dan pengumpulan senyawa-senyawa volatilnya berlangsung cepat walaupun mengandalkan GC untuk pemisahan zat-zat volatil dan MS untuk identifikasinya (Hilshaw 2003). Suhu ekstraksi yang digunakan rendah, sehingga SPME dapat memberikan hasil yang lebih baik dari profil aroma seperti yang dirasakan pada hidung manusia. Dengan keungulan ini, SPME telah dipraktikkan secara luas stabil dan senyawa semi volatil dari biologis, lingkungan dan pangan (Ho et al. 2006). Fiber dimasukkan pada bagian headspace di atas sampel (HS-SPME), sampel dapat berbentuk cair atau padat. Volatil pada bagian headspace akan terbagi dalam bentuk gas dan cairan tipis pada permukaan fiber. Dalam hal ini terdapat 3 bentuk sistem: matriks sampel, headspace pada bagian atas sampel lapisan fiber, dua sistem kesetimbangan antara sampel dan bentuk gas, antara bentuk gas dan
10
lapisan fiber. Kedua sistem dalam kesetimbangan umumnya dihubungkan oleh konsentrasi dari analat dalam bentuk gas (Klob dan Ettre 2006). Tipe polimer pelapis fiber mempengaruhi daya serap terhadap komponen berdasarkan tingkat polaritasnya. Terdapat 3 tipe fiber yang sudah tersedia, yaitu tipe nonpolar, polar dan bipolar. Tipe nonpolar yang telah tersedia adalah tipe PDMS (Polydimethylsiloxane) coating. Pelapis fiber seperti polyacrylate (PA) dan carbowax-divinylbenzene (CW-DVB) merupakan pelapis tipe polar. Pelapis fiber SPME tipe bipolar antara lain PDMS-DVB, PDMS-DVB Stableflex, Carboxen- PDMS dan DVB-Carboxen-PDMS Stableflex (Shirey et al. 1999). Menurut Stadelmann (2001), polaritas fiber mempengaruhi selektifitas fiber berdasarkan prinsip kesamaan polaritas. Komponen polar lebih mudah diekstrak dengan menggunakan fiber bertipe polar. Tidak semua zat non polar lebih mudah diekstrak dengan menggunakan fiber tipe non polar. Analisis komponen aroma dengan menggunakan SPME telah banyak digunakan pada produk kakao. Penelitian yang dilakukan oleh Perego et al. (2004) menunjukkan bahwa penggunaan SPME sebagai metode ekstraksi mampu mendeteksi beberapa metilpirazin pada pasta kakao dengan menggunakan gas kromatografi (Tabel 3). Tabel 3 Metilpirazin diidentifikasi dengan SPME pada kakao di beberapa negara Ecuador Ghana Grenada Komponen (ppm) (ppm) (ppm) 2-metilpirazin 5.18 4.43 5.91 2,5-dimetilpirazin 2.31 5.07 2.71 2,6-dimetilpirazin 2.33 2.59 2.01 2,3 dimetilpirazin 0.91 2,32 1.87 2,3,4-trimetilpirazin 2.46 7.51 4.51 Tetrametilpirazin 4.98 13.91 9.91 Kromatografi Gas-Spektometer Massa/Olfaktometri (GC-MS/O) Kromatografi menurut Grob (2004) adalah metode pemisahan komponen bahan secara fisik, dimana komponen tersebut terdistribusi menjadi dua fase, yaitu fase diam dan fase gerak. Fase diam dapat berupa padatan atau cairan pada matriks padat. Kromatografi gas pertama kali diperkenalkan oleh James dan Martin pada tahun 1952. Prinsip kerja kromatografi gas secara umum mencakup perubahan fase sampel menjadi fase gas dengan pemanasan ke tempat penyuntikan, pemisahan komponen campuran secara spesifik pada kolom yang telah dipersiapkan dan pendeteksian tiap komponen menggunakan detektor (Miller 2005). Untuk meningkatkan kemampuan analitiknya, terkadang dua atau lebih instrumen analitis digabungkan dalam satu rangkaian, supaya memungkinkan untuk dilakukan analisis kuantitatif maupun kualitatif. Spektrometri massa merupakan metode analisa dimana atom atau molekul dari sampel diionisasi dan dipisahkan berdasarkan mass-to-charge (m/z) dan direkam oleh rekorder. Prinsip kerja spektrometri massa adalah menembak bahan yang sedang dianalisis dengan berkas elektron dan secara kuantitatif mencatat hasilnya sebagai suatu spektrum fragmen ion positif. Fragmen-fragmen tersebut berkelompok sesuai dengan massanya (Herbert dan Johnstone 2002).
11
GC-MS/O merupakan gabungan kromatografi gas-massa spektrometri ditambah dengan olfaktometri. Dengan gas kromatografi-spektrometri massa/ olfaktometri, aliran bahan kimia dibagi dengan satu-setengah diarahkan ke spektrometri massa detektor (MSD), dan setengah sisanya mengalir melalui tabung dipanaskan dicampur dengan kelembaban udara. Seorang panelis mengendus dari tabung dipanaskan/ dilembabkan dan intensitas bau tersebut, kemudian dicatat pada saat yang sama dari MSD. Hasilnya merupakan aromagram yaitu kromatogram puncak mewakili bau intensitas dan waktu (Bazemore 2012). Analisis GC-MS memberikan dua informasi dasar yaitu hasil analisis kromatografi gas dalam bentuk kromatogram dan hasil analisis spektrometri massa dalam bentuk spektrum massa. Kromatogram menunjukkan jumlah komponen kimia dalam campuran yang dianalisis dan spektrum massa menunjukkan jenis dan jumlah fragmen molekul yang terbentuk dari suatu komponen kimia (McNair dan Miller 1998). Identifikasi komponen dilakukan dengan membandingkan pecahan m/z senyawa yang terdeteksi dengan data library. Identifikasi hasil perbandingan m/z senyawa yang terdeteksi dengan data library harus diperkuat lagi dengan perbaningan data LRI (linier Retention Indices) senyawa tersebut pada literatur-literatur yang telah diterbitkan sebelumnya (Reineccius 1996). Analisis Gas Chromatography-Olfactometri (GC-O) adalah salah satu cara yang baik untuk menentukan komponen kunci dalam flavor suatu bahan pangan. GC-O merupakan kumpulan teknik yang menggunakan manusia sebagai detektor pada gas kromatogram atau sebagai olfaktometer dengan menggunakan gas kromatogram untuk memisahkan dan menyampaikan dosis aroma kepada manusia sebagai subjek. Pemilihan teknik identifikasi komponen volatil sangat tergantung kepada kemurnian, volatilitas, dan ukuran sampel serta informasi yang ingin diperoleh (Bazemore 2012). Berbagai teknik GC-O telah dikembangkan menjadi 3 jenis; deteksi frekuensi/nassal impact frequency (NIF), dilusi pada treshold/aroma ekstract dilution analysis (AEDA) dan intensitas langsung (metode intensitas posterior). Metode yang paling banyak digunakan adalah deteksi frekwensi/NIF. Keuntungan utama dari metode deteksi berbasis frekwensi adalah kesederhanaannya, dan assessors yang tidak memerlukan banyak pelatihan. Panelis yang digunakan sebanyak 6-12 orang. Dihitung proporsi panelis yang mampu mendeteksi pada waktu retensi tertentu. Senyawa yang terdeteksi paling sering disimpulkan memiliki peranan relatif lebih penting (Delahunty 2006). Analisis komponen aroma dengan metode GC-O dengan deteksi NIF telah banyak digunakan pada berbagai buah-buahan. Wijaya et al. (2005) telah mengidentifikasi potensi aroma pada beberapa kultivar salak dengan menggunakan gas kromatografi dengan metode NIF, memiliki total aroma aktif 24 komponen dengan intensitas tertinggi pada 2 asam metilbutanat, 3-asam metilpentanoat memiliki aroma friut’s sweety. Silamba (2011) mengidentikasi aroma nanas kultivar Mahkota Bogor, Pasir Kuda dan Delika Subang dengan gas kromatografi olfaktometri dengan metode NIF. Mahkota Bogor dan Pasir Kuda Atribut memiliki aroma dominan, yaitu sweet, fruity, pineapple-like, caramel sedangkan pada Delika Subang lebih dominan atribut aroma coconut like dan sour.
12
Evaluasi Sensori Evaluasi sensori dapat didefinisikan sebagai pengukuran ilmiah untuk mengukur, menganalisa karakteristik bahan pangan dan bahan lain yang diterima oleh indra. Penggunaan manusia digunakan sebagai alat ukur untuk mengukur rasa atau karakteristik sensori makanan. Data indrawi seperti warna, rasa bau, dan rasa di mulut yang diperoleh melalui evaluasi subjektif (Meilgaard et al. 1999). Uji Deskriptif QDA Analisis sensori deskriptif adalah metode analisis sensori dimana atribut sensori suatu produk atau bahan pangan diidentifikasi, dideskripsikan dan dikuantifikasi dengan menggunakan panelis yang dilatih khusus untuk tujuan ini. Panelis yang digunakan harus dipilih secara hati-hati, dilatih dan dipertahankan kemampuannya dibawah pengawasan supervisor yang berpengalaman (Setyaningsih et al. 2010). Parameter-parameter sensori yang diamati guna menggambarkan produk dapat berupa aneka ragam terminologi baik itu tentang atribut, karakteristik, characternotes, kalimat penjelasan atau pendiskripsi lain. Pemilihan terminologi untuk sensori parameter boleh sekehendak hati, namun harus disetujui oleh semua panelis selama masa pelatihan dan digunakan dengan seragam selama pengujian. Akan tetapi bila atribut sensori yang terpilih dan definisi yang berhubungan dengan atribut ini dapat dikaitkan dengan sifat fisik atau kimia produk, data deskripsi yang diperoleh akan lebih mudah dalam interpretasi dan lebih berguna dalam pembuatan keputusan (Apriyantono dan Wijaya 2006). Metode dalam analisis deskriptif terus berkembang. Tiga metode yang digunakan dalam analisis deskriptif, yaitu flavor profile, texture profile, dan quantitative descriptive analysis (QDA). Analisis deskriptif juga dapat dilakukan menggunakan metode spectrum descriptive analysis method, free choice profiling, dan time-intensity descriptive analysis (Meilgaard et al. 1999). Saat ini metode QDA diterima secara luas sebagai salah satu alat yang paling penting untuk mengkaji masalah yang berkaitan dengan flavor, penampakan dan tekstur serta untuk usaha pengembangan produk. Pada metode QDA panelis terpilih berkerja bersama dalam sebuah kelompok yang fokus untuk mengidentifikasi atribut kunci dari produk dan menentukan skala yang tepat pada produk yang dikaji. Panelis selanjutnya dilatih oleh panel leader, seorang analisis sensori yang profesional menjadi anggota dari panelis untuk mengidentifikasi dan memberi skor pada produk dengan benar. Selama pelatihan, panelis (jumlah panelis selalu 8-12 orang) menentukan kata-kata yang tepat (lexicon) untuk menggambarkan produk. Panelis terlatih menentukan istilah-istilah mengenai atribut dan deskripsi produk yang mengandung arti bagi konsumen. Oleh karena itu, informasi dari QDA dapat diaplikasikan dalam bentuk model prediksi terhadap penerimaan konsumen (Marsili 2007; Heyman et al. 1993). Analisis kuantitatif dilakukan oleh masing-masing panelis dengan menggunakan unstructured line scale. Unstructured line scale yang digunakan untuk QDA adalah sepanjang 15 cm atau 6 inci (Meilgaard et al. 1999). Data hasil QDA dapat dilakukan analisis statistik menggunakan analysis of variance (ANOVA) atau multivariate statistical technique. Umumnya, digunakan spider web untuk mempresentasikan hasil analisis QDA. Metode multivariate terutama digunakan
13
untuk menganalisis data consumer test dan descriptive test. Salah satu metode yang digunakan dalam multivariate statistical technique adalah Principal Component Analysis (PCA) (Setyaningsih et al. 2010). Principal Component Analysis (PCA) adalah metode statistik yang dapat mengidentifikasi suatu keragaman, dinamakan “principal component“ dijelaskan jumlah keragaman dari yang terbesar hingga jumlah keragaman terkecil yang tersembunyi. Analisis ini dapat menjelaskan sebanyak 75-90% dari total keragaman dalam data yang mempunyai 25-30 variabel hanya dengan dua sampai tiga principal component (Meilgaard et al. 1999). Uji Penerimaan Pasta kakao Uji kesukaan termasuk ke dalam kelompok uji afeksi. Uji afeksi menyangkut penilaian seseorang akan suatu sifat atau kualitas suatu bahan yang menyebabkan orang menyukainya. Tujuan uji afeksi adalah untuk mengetahui apakah suatu komoditi atau suatu sifat sensori tertentu dapat diterima oleh masyarakat. Panelis yang digunakan dalam kelompok besar (50 sampai beberapa ratus orang) (Steyaningsih et al. 2010). a. Uji Rating Kesukaan Pada uji rating kesukaan, panelis diminta tangapan pribadinya tentang kesukaan atau sebaliknya (ketidaksukaan). Disamping panelis mengemukakan tanggapan senang, suka atau kebalikannya, mereka juga mengemukakan tingkat kesukaannya. Tingkat-tingkat kesukaan ini disebut skala kesukaan. Misalnya dalam hal “suka” dapat mempunyai skala hedonik seperti: amat sangat suka, sangat suka, suka dan agak suka. Sebaliknya, jika tanggapan itu “tidak suka” dapat mempunyai skala kesukaan seperti suka dan agak suka, terdapat tanggapannya yang disebut netral, yaitu bukan suka tetapi juga bukan tidak suka (neither like nor dislike) (Setyaningsih et al. 2010). Panelis yang digunakan dalam uji kesukaan umumnya panelis tidak terlatih, Panel hedonik menyangkut aseptabilitas komoditi oleh masyarakat karena itu anggota panel harus dapat mewakili masyarakat. Dengan demikian, orang-orang yang menjadi anggota panel tidak dari orang-orang yang secara berlebihan menyukai atau membenci komoditi yang diujikan (Meilgaard et al.1999) b. Uji Rangking Kesukaan Pada uji rangking, panelis diminta mengurutkan contoh-contoh yang diuji berdasarkan perbedaan tingkat mutu sensori. Rangking adalah metode yang digunakan untuk menguji tiga atau lebih sampel, yang disajikan dalam waktu bersamaan, dengan tujuan untuk mengetahui urutan atau jenjang sampel berdasarkan atribut tertentu. Uji rangking merupakan uji yang mudah dilakukan dan dapat menguji sampel dalam jumlah yang relatif banyak (Setyaningsih et al. 2010) Pada uji rangking, komoditi diurutkan dengan pemberian nomor urut, dimana urutan pertama selalu menyatakan tingkat mutu sensori tertinggi dan urutan selanjutnya menunjukkan tingkat yang makin rendah. Angka atau nilai hasil uji rangking hanya berbentuk nomor urut dan tidak menyatakan suatu besaran skalar. Pada uji rangking kesukaan ini, panelis diminta untuk merangking kesukaan pada produk (Meilgaard et al. 1999).
14
3 METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai dari Juli 2012 sampai April 2013. Pengujian sensori dilaksanakan di Laboratorium Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jember-Jawa Timur, penelitian menggunakan kromatografi gas-spektrometer massa-olfaktometri (GC-MS/O) dilaksanakan di Laboratorium Analisis Flavor, Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi dan pengujian analisis warna di Laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, IPB Bogor. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji kakao terfermentasi yang diperoleh dari tiga daerah di Indonesia, yaitu Sulawesi Selatan (bulk dari perkebunan rakyat di Luwu), Jawa Timur (edel dari PT Perkebunan Nusantara XII, Jember) dan Bali (bulk dari perkebunan rakyat di Jembrana). Sebagai pembanding digunakan biji kakao dari Ghana (bulk diperoleh dari PT General Food Indonesia). Perbandingan dari keempat jenis biji kakao dapat dilihat pada Gambar 2. Bahan kimia yang digunakan untuk analisis terdiri dari sukrosa, asam sitrat, kalium alumunium sulfat garam NaCl, kafein, propilen glikol dan flavor standar. Flavor standar yang digunakan diantaranya adalah 2 metil pirazin, fenil etil alkohol, 2,3-pentandion yang diperoleh dari PT. Ogawa Indonesia, sedangkan flavor standar menggunakan etil butirat, cis-3 heksenon, fenil asetaldehid, 1okten-3-ol dari PT Firmenich Indonesia, aldehid C33 dari PT Indesso Niagatama dan asam asetat. Standar internal yang digunakan adalah dekana dari PT Sigma Aldrich. 1
2 1
Jawa Timur
2
Bali 1
1
2
2
Sulawesi Selatan
Ghana
Gambar 2 Penampakan biji kakao (1) Biji kakao (2) Nib dari biji kakao Jawa timur, Bali, Sulawesi Selatan dan Ghana
15
Alat yang digunakan adalah timbangan analitik, SPME fiber Polydimethy lsyloxane-divinilbenzena (PDMS- DVB), GC-MS/O Agilent Technologies GC System (GC 7890 dan 5975 C Double Axis, USA), peralatan gelas, waterbath, vial, mikropipet, gelas kaca kecil, sendok, gelas piala, gelas ukur, mangkuk kaca kecil. Pengukuran warna pasta kakao digunakan Chromameter CR 300 Minolta. Metode Penelitian Penelitian yang dilakukan terdiri atas tiga tahap yaitu: 1) Pembuatan pasta kakao, 2) Analisis profil aroma pasta kakao dengan alat GC-MS-O dengan metode NIF (nassal impact frequency) dan analisa sensori cita-rasa menggunakan metode analisis deskriptif QDA (Quantitative Descriptive Analysis), dan 3) mengetahui penerimaan sensori cita-rasa pasta kakao melalui uji penerimaan panelis (uji kesukaan dan uji rangking). Pembuatan Pasta Kakao (Misnawi dan Ariza 2011) Sebanyak 500 gram biji kakao dari keempat daerah tersebut dikupas secara manual untuk memisahkan (keping biji) kotiledon dan kulitnya. Selanjutnya keping biji kakao disangrai pada suhu 120oC selama 12 menit. Keping biji hasil penyangraian kemudian dihancurkan dengan blender, dan selanjutnya dihaluskan dengan alat pemasta selama 15 menit, sehingga diperoleh pasta kakao (Gambar 3). Pasta kakao kemudian dikemas dan disimpan pada suhu 5oC hingga dilakukan analisis.
Gambar 3 Contoh pasta kakao Analisis Pasata Kakao dengan GC-MS/O (Modifikasi Metode Misnawi dan Ariza 2011) Analisis komposisi komponen volatil terdiri dari identifikasi dan penentuan kandungan komponen volatil yang diperoleh dengan GC-MS/O. Tahapan pekerjaan meliputi 1) ekstraksi pasta kakao dengan SPME (Solid Phase Microextraction), 2) injeksi sampel ke perangkat GC-MS/O, 3) penentuan LRI (Linier Retention Index) dan 4) penentuan kuantitatif komponen volatil. a. Ekstraksi pasta kakao dengan SPME (Solid Phase Microextraction) Komponen aroma dari pasta kakao diekstrak dengan SPME, serat penjerap (absorber) yang digunakan adalah Polydimethylsyloxane-divinilbenzena (PDMSDVB) polimer (Supelco, USA). Pasta kakao ditimbang sebanyak 2 g ditempatkan pada vial berkapasitas 40 ml. Selanjutnya vial dipanaskan dengan penangas air pada suhu 60˚C sampai mencair. Standar dekana ditambahkan sebagai internal standar sebelum dilakukan ekstraksi.
16
b. Analisis komposisi komponen volatil dengan GC-MS/O Insrumen GC-MS/O yang digunakan adalah Agilent Technologies GC system (GC 7890 dan 5975 C Double Axis, USA) yang dilengkapi dengan splitsplitless injektor yang diatur pada suhu 260ºC. Suhu detektor MS 280ºC. Kolom DB-FFAP (dengan diameter dalam 0.25 mm, panjang 30 m dan ketebalan 0.25 μm). Suhu detektor diprogram pada suhu awal 40 ºC selama 5 menit kemudian dinaikkan sampai 60ºC selama 5 menit dan dinaikkan kembali 220ºC dengan kecepatan 3ºC/menit. Helium digunakan sebagai gas pembawa dengan kecepatan 1 mL/menit. Sampel 1 μL disuntikkan dengan metode splitless. Kolom dihubungkan dengan Mass Spektra dan sniffing port yang dilengkapi dengan saluran dan diujungnya terdapat glass funnel. Untuk identifikasi komponen digunakan metode NIF (Nassal Impact Frequency). Proses sniffing dilakukan di dalam ruangan dengan suhu 22ºC dengan 6 orang panelis. Setiap sniffing dilaksanakan selama 32 menit dari keseluruhan injeksi 70 menit. c. Penentuan Linier Retention Index (LRI) Penentuan Linier Retention Index (LRI) dilakukan dengan membandingkan waktu retensi sampel dan waktu retensi n-alkana standar (C-8-C20), yang disuntikkan pada alat pada kolom yang diset sesuai dengan kondisi sampel. Perhitungan nilai LRI setiap komponen digunakan persamaan berikut: LRIx= {((tx-tn)/ (tn+1-tn))+ n} x 100 Keterangan: LRIx = nilai indeks retensi linier komponen x tx = waktu retensi komponen x (menit) tn = waktu retensi standar alkana, dengan n atom karbon yang muncul sebelum komponen x (menit) tn+1 = waktu retensi standar alkana, dengan n+1 atom karbon yang muncul sesudah komponen x (menit) n = jumlah atom karbon alkana standar yang muncul sebelum komponen x d. Analisis Kuantitatif Komponen Volatil Analisis kualitatif komponen volatil pasta kakao dilakukan dengan GCMS/O, dimana analisis kuantitatif dilakukan dengan standar internal. Kuantitas kom-ponen volatil ditentukan dengan cara membandingkan luas area peak komponen dengan peak standar internal, seperti rumus berikut : [A] = Keterangan: A = konsentrasi (µg/g bahan) B = komponen interes C = volume standar internal (ml) SI = standar internal dekana Analisis Sensori Uji Deskripsi (Meilgaard et al. 1999) Analisis sensori deskriptif dilakukan dengan metode kualitatif dan kuantitatif. Metode kualitatif dilakukan dengan menggunakan teknik Focus Group, sedangkan metode kuantitatif dilakukan dengan metode QDA (Quantitative
17
Descriptive Analysis). Sebelum dilakukan analisis deskripsi, terlebih dahulu dilakukan seleksi dan pelatihan panelis. Tahapan analisis deskriptif yang akan dilakukan adalah sebagai berikut : a. Rekruitmen dan Seleksi Panelis Seleksi panelis untuk menyaring calon panelis dilakukan dengan serangkaian seleksi. Menurut Meilgaard et al. (1999), tahap-tahap seleksi panelis adalah pre-screening dan acuity test. Seleksi dilakukan pada 40 orang calon panelis. Pre-screening dilakukan dengan kuesioner yang berisi mengenai kebiasaan makan, kesukaan dan ketidaksukaan ekstrim jenis makanan tertentu, pembatasan mengon-sumsi makanan tertentu karena alasan kesehatan atau alergi dalam uji sensori (Lampiran 1). Pre-screening juga dilakukan dengan personal interview, hal ini dilakukan untuk mengetahui kemauan, keseriusan, minat, rasa percaya diri, dan waktu luang calon panelis. Data yang diperoleh sangat membantu dalam proses penyeleksian panelis. Pre-screening juga dilakukan kemampuan menskala (Lampiran 2) dan dilengkapi lembar persetujuan dan riwayat kesehatan (Lampiran 3). Dari pre-screening ini diperoleh 20 calon panelis terlatih. Uji rasa dasar dan aroma sederhana bertujuan untuk melihat kemampuan panelis dalam mengenali dan membedakan rasa dasar dan aroma sederhana. Kuesioner uji rasa dan aroma dasar terdapat pada Lampiran 4. Senyawa uji yang diberikan untuk seleksi panelis dapat dilihat pada Tabel 4. Uji rasa dasar dan aroma sederhana ini dilakukan selama 3 sesi pengujian. Melalui hasil pengujian, calon panelis dinyatakan lulus apabila mampu memberikan 100% jawaban benar untuk uji rasa dan 80% jawaban benar untuk uji aroma sederhana. Pada pengujian ini calon panelis yang lulus sebanyak 18 orang. Tabel 4 Konsentrasi larutan uji deskripsi rasa dan aroma dasar Deskripsi Rasa Senyawa Uji Konsentrasi (g/L) Asam
Larutan asam asetat
0.05
Asin
Larutan NaCl
0.2
Pahit
Larutan kafein
0.05
Gurih
Larutan MSG
0.05
Deskripsi Rasa
Senyawa Uji
Konsentrasi (%)
Fruity
Etil butirat
1 dalam PG
Chocolate
Aldehida C33
1 dalam PG
Caramel
Fenil etil alkohol
1 dalam PG
( senyawa dilarutkan dalam propilen glikol -PG)
Panelis yang lulus tahap seleksi awal dengan uji rasa dan aroma sederhana kemudian diseleksi lagi dengan uji segitiga. Uji segitiga bertujuan untuk mengetahui kemampuan panelis dalam membedakan rasa dan aroma yang memiliki perbedaan konsentrasi. Kuesioner yang digunakan dapat dilihat pada Lampiran 5 dan 6. 4 sesi pengujian dilakukan untuk uji-uji segitiga tersebut. Tabel 5 menunjukkan senyawa uji yang diberikan kepada panelis untuk uji segitiga. Melalui hasil
18
pengujian, calon panelis yang lulus sebanyak 15 orang. Calon panelis dinyatakan lulus uji segitiga apabila mampu memberikan 80% jawaban benar untuk uji rasa dan 75% jawaban benar untuk uji aroma (Meilgaard et al. 1999). Tabel 5 Konsentrasi larutan standar uji segitiga rasa dan aroma dasar Konsentrasi (g/L) Deskripsi Rasa Senyawa Uji 1 2 Asam Larutan asam 0.25 0.5 asetat Asin Larutan NaCl 1 2 Pahit Larutan kafein 0.3 0.6 Gurih Larutan MSG 0.05 0.1 Konsentrasi (%) Deskripsi Aroma
Senyawa Uji
Fruity
1
2
Ethil butirat
0.5
0.25
Chocolate
Aldehida C33
0.1
0.05
Caramel
Fenil etil alkohol
1
0.5
( senyawa dilarutkan dalam propilen glikol)
Uji rangking untuk menentukan panelis terlatih juga dilakukan pada tahap ini. Kuesioner yang digunakan dapat dilihat pada Lampiran 7. Tabel 6 menunjukkan senyawa uji yang diberikan kepada panelis untuk uji rangking. Panelis diminta mengurutkan sampel dari konsentrasi rendah hingga tinggi. Melalui hasil pengujian, calon panelis dinyatakan lulus apabila mampu memberikan 80% jawaban benar untuk uji rangking rasa dan aroma dasar. Akhir dari pengujian seleksi panelis ini didapatkan panelis sebanyak 6 orang. Hasil pengujian ini terdapat pada Lampiran 10. Tabel 6 Konsentrasi larutan standar uji rangking rasa dan aroma dasar Deskripsi Konsentrasi (g/L) Senyawa Uji Rasa 1 2 3 Asam Larutan asam asetat 0.25 0.5 0.1 Asin Larutan NaCl 0.5 1 2 Pahit Larutan kafein 0.3 0.6 0.8 Gurih Larutan MSG 0.05 0.1 0.2 Konsentrasi (%) Deskripsi Senyawa Uji Aroma 1 2 3 Fruity
Etil butirat
0.5
0.25
0.1
Chocolate
Aldehida C33
0.1
0.05
0.01
Caramel
Fenil etil alkohol
1
0.5
0.3
( senyawa dilarutkan dalam propilen glikol)
19
b. Pelatihan Panelis Tahap pelatihan panelis bertujuan untuk melatih kepekaan dan konsistensi penilaian panelis sehingga panelis dapat dikatakan sebagai panelis terlatih. Panelis akan dilatih mulai bulan Juli 2012 hingga bulan Oktober 2012 dengan intensitas pelatihan 3 kali pertemuan dalam 1 minggu. Standar pasta kakao yang digunakan adalah pasta kakao Ghana. Panelis dilatih dengan uji rating. Selain itu, dilakukan pelatihan terminologi flavor untuk menyamakan terminologi antar panelis sehingga seluruh panelis memiliki persepsi yang sama terhadap suatu flavor. Flavor reference yang digunakan untuk pengembangan atribut dan untuk membantu panelis berdiskusi dengan panelis lain tentang persepsi yang diterima, membantu menghomogenkan kriteria dari daftar yang ada dan membantu mengidentifikasi atribut yang tidak bisa diidentifikasikan sebelumnya. Flavor reference yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Flavor reference untuk pengembangan atribut Flavor reference Acuan deskripsi Acuan penelitian aroma 2 metil pirazin Nutty, cocoa Owusu et al. 2010 Aldehida C33 Chocolate Afoakwa et al. 2009 Asam asetat Acid Owusu et al. 2010 Fenil etil alkohol Caramel Misnawi dan Ariza 2011 1-okten-3-ol Earthy Reed 2010 Etil butirat Fruity Afoakwa et al. 2009 Fenil asetaldehida Floral Owusu et al. 2010 Smoke oil Smoke Afoakwa et al. 2009 Cis-3-hexenol Green Afoakwa et al. 2009 2,3-Pentandion Creamy Reed 2010 Tahap pelatihan panelis bertujuan melatih dan meningkatkan kepekaan sensori panelis terhadap atribut rasa dan aroma yang akan dianalisis. Tahapan pelatihan panelis terdiri dari pengenalan bahasa flavor, pengenalan skala, latihan awal dan pelatihan peni-laian suatu sampel tertentu (Meilgaard et al. 1999). Tabel 8 menunjukkan konsentrasi larutan standar rasa yang digunakan pada pelatihan uji rating dan rangking. Setiap panelis diberikan latihan berulang-ulang sampai diperoleh hasil yang konsisten. Tabel 8 Konsentrasi larutan standar rasa yang digunakan pada pelatihan uji rating dan rangking Konsentrasi (g/L) Deskripsi Rasa Senyawa Uji 1 2 3 Pahit Larutan kafein 0.5 1 1.5 Asam Larutan asam sitrat 0.5 1 1.5 Sepat Larutan kalium aluminium sulfat 0.5 1 1.5 Pada penelitian ini panelis dilatih juga menggunakan uji rating serta uji rangking aroma dasar. Konsentrasi yang digunakan pada pelatihan uji rating dan uji rangking aroma terdapat pada Tabel 9.
20
Tabel 9 Konsentrasi larutan standar aroma yang digunakan pada pelatihan uji rating dan rangking Deskripsi Nutty
Chocolate
Caramel
Creamy
Earthy
Fruity
Floral
Green
Bahan 10% dimetil pirazin dalam propilen glikol (PG) kemudian diambil 10 μl dan dilarutkan sampai 10 ml PG 10% dimetil pirazin dalam PG, diambil 75 μl dan dilarutkan sampai 10 ml PG 10% dimetil pirazin dalam PG, diambil 200 μl dan dilarutkan sampai 10 ml PG 10% aldehida C33 dalam PG kemudian diambil 50 μl dan dilarutkan sampai 10 ml PG 10% aldehida C33 dalam PG, diambil 100 μl dan dilarutkan sampai 10 ml PG 10% aldehida C33 dalam PG, diambil 200 μl dan dilarutkan sampai 10 ml PG 100% Fenil etil alkohol, dilarutkan 100 μl sampai 10 ml PG 100% Fenil etil alkohol, dilarutkan 200 μl sampai 10 ml PG 100% Fenil etil alkohol, dilarutkan 300 μl sampai 10 ml PG 1% 2,3-pentandion dalam PG kemudian diambil 10 μl dan dilarutkan sampai 10 ml PG 1% 2,3-pentandion dalam PG, diambil 75 μl dan dilarutkan sampai 10 ml PG 1% 2,3-pentandion flavor dalam PG, diambil 200 μl dan dilarutkan sampai 10 ml PG 10% 1-okten-3-ol dalam PG kemudian diambil 10 μl dan dilarutkan sampai 10 ml PG 10% 1-okten-3-ol dalam PG, diambil 50 μl dan dilarutkan sampai 10 ml PG 10% 1-okten-3-ol dalam PG, diambil 200 μl dan dilarutkan sampai 10 ml PG 10% etil butirat dalam PG kemudian diambil 10 μl dan dilarutkan sampai 10 ml PG 10% etil butirat dilarutkan dalam PG, diambil 75 μl dan dilarutkan sampai 10 ml PG 10% etil butirat dilarutkan dalam PG, diambil 200 μl dan dilarutkan sampai 10 ml PG 10% Fenil asetaldehida dalam PG kemudian diambil 10 μl dan dilarutkan sampai 10 ml PG 10% Fenil asetaldehida dalam PG, diambil 75 μl dan dilarutkan sampai 10 ml PG 10% Fenil asetaldehida dalam PG, diambil 200 μl dan dilarutkan sampai 10 ml PG 10% cis-3-hexenon dalam PG, diambil 200 μl dan dilarutkan sampai 10 ml PG 10% cis-3-hexenon dalam PG kemudian diambil 10 μl dan dilarutkan sampai 10 ml PG
21
Deskripsi
Smoky
Bahan 10% cis-3-hexenon dalam PG, diambil 75 μl dan dilarutkan sampai 10 ml PG 10% smoke oil dalam PG kemudian diambil 10 μl dan dilarutkan sampai 10 ml PG 10% smoke oil dalam PG, diambil 75 μl dan dilarutkan sampai 10 ml PG 10% smoke oil dalam PG, diambil 200 μl dan dilarutkan sampai 10 ml PG
( senyawa dilarutkan dalam propilen glikol)
Melalui hasil pelatihan, calon panelis dinyatakan lulus apabila mampu memberikan 80% jawaban benar. Pada pelatihan ini panelis yang lulus sebanyak 10 orang, namun pada saat pengujian 4 panelis mengundurkan diri. Sehingga pada saat pengujian terdapat 6 panelis b. Analisis Kualitatif Analisis kualitatif dilakukan untuk mendapatkan data deskripsi rasa dan aroma biji kakao secara subjektif. Metode analisis kualitatif yang digunakan adalah Focus Group. Pengujian sensori dengan teknik Focus Group melibatkan seluruh panelis dan seorang moderator (dalam penelitian ini peneliti bertindak sebagai moderator). Pada uji ini, panelis melakukan pengujian bersama dalam satu ruangan dengan kondisi yang telah diatur sedemikian rupa sehingga dapat menghindarkan berbagai gangguan yang dapat mempengaruhi penilaian. Panelis dengan arahan dari moderator mendiskusikan seluruh atribut rasa dan aroma yang dikenalinya setelah mencicipi dan membaui pasta kakao yang disajikan. c. Pengujian Enam orang panelis terlatih memberikan penilaian terhadap atribut rasa dan aroma yang terdapat pada sampel pasta kakao. Sampel pasta kakao dari Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Bali dan pasta kakao pembanding (Ghana) disajikan satu per satu untuk menghindari bias saat penilaian. Pasta kakao disajikan pada suhu 40-60˚C, tanpa penambahan gula. Untuk uji rasa, panelis diminta menilai pasta kakao dengan meletakkan pasata kakao sebanyak seujung sendok plastik kecil pada bagian belakang lidah, kemudian diratakan pada permukaaan lidah dengan sendok bagian belakang, lalu dirasakan dan ditelan. Pada setiap pergantian sampel, panelis diberi air minum dan crackers untuk menetralkan indra pengecap panelis sehingga tidak terjadi bias selama penilaian sampel yang berbeda. Untuk uji aroma, panelis diminta untuk menghirup aroma pasta kakao selama 5 detik dan netralkan dengan aroma kopi (Reed 2010). d. Pengolahan Data QDA Analisis kuantitatif dilakukan oleh masing-masing panelis menggunakan unstructured line scale. Unstructured line scale yang digunakan untuk QDA adalah sepanjang 15 cm atau 6 inci (Meilgaard et al. 1999). Kuesioner uji deskriptif kuuantitatif aroma dan rasa dapat dilihat pada Lampiran 8 dan 9. rata analisis kuantitatif (QDA) sampel pasta kakao dibandingkan sampel pasta kakao Ghana sebagai pembanding. Hasil yang diperoleh ditampilkan dalam bentuk
22
diagram laba-laba (spider web) dengan program excel, serta diolah dengan bantuan analisis peubah ganda Principal Component Analysis (PCA). Hasil PCA divisualisasikan dalam bentuk grafik biplot dengan software Unsclember.
Uji Penerimaan Pasta kakao Uji kesukaan termasuk pada uji afeksi. Tujuan utama uji afeksi adalah untuk mengetahui respon individu berupa penerimaan ataupun kesukaan terhadap produk yang diuji. Panelis yang digunakan dalam kelompok besar (50 sampai beberapa ratus orang) (Steyaningsih et al. 2010). a. Uji Rating Kesukaan Uji kesukaan pada penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat penerimaan panelis terhadap mutu sensori 3 pasta kakao dari daerah berbeda dan 1 pasta kakao Ghana sebagai standar yang diujikan, yang meliputi atribut warna, aroma, rasa, aftertaste dan penerimaan secara keseluruhan. Uji kesukaan diikuti oleh 59 panelis. Panelis diminta memberikan tanggapan pribadinya mengenai kesukaan atau ketidaksukaan terhadap masing-masing pasta kakao yang diuji. Pada penelitian ini digunakan 7 skala kesukaan hedonik dengan urutan skala 1 menyatakan sangat tidak suka, skala 2 menyatakan tidak suka, skala 3 menyatakan agak tidak suka, skala 4 menyatakan netral, skala 5 menyatakan agak suka, skala 6 menyatakan suka, dan skala 7 menyatakan sangat suka. Sampel kakao disajikan dalam bentuk pasta kakao dengan nomor acak 3 digit. Cara penyiapan sampel dan pengujian rasa dan aroma oleh panelis sama seperti pada uji deskriptif (Meilgaard et al. 1999) Data hasil uji kesukaan diolah secara statistik dengan analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95%. hasil analisis sidik ragam tersebut menunjukan nilai yang berpengaruh nyata, maka dilanjutkan dengan uji Duncan menggunakan program SPSS. Cara penyiapan sampel dan pengujian rasa dan aroma oleh panelis sama seperti pada uji deskriptif (Nurtama 2006). b. Uji Rangking Kesukaan Panelis diminta mengurutkan keempat sampel pasta kakao dengan memberikan nomor urut sesuai dengan tingkat kesukaannya, dimana urutan pertama selalu menyatakan tingkat kesukaan sensori tertinggi dan urutan selanjutnya menunjukkan tingkat yang makin rendah. Penilaian pada uji rangking hanya dilakukan terhadap mutu produk secara overall (keseluruhan mutu sensori). Jumlah panelis tidak terlatih yang terlibat pada uji rangking adalah 59 orang. Penyajian sampel pada uji rangking dilakukan secara bersamaan dan disediakan air minum sebagai penetral indra pengecap (Meilgaard et al. 1999). Data hasil uji rangking kesukaan diolah secara statistik dengan uji Friedman menggunakan program SPSS dan dilanjutkan dengan uji lanjut LSD (Setyaningsih et al. 2010). Cara penyiapan sampel dan pengujian rasa dan aroma oleh panelis sama seperti pada uji deskriptif. Analisis Warna Metode Hunter (Hutching 1999) Sampel diletakkan dalam cawan petri. Pengukuran warna dilakukan dengan Chromameter Minolta CR300. Parameter yang diamati adalah nilai a dan b. Nilai
23
a merupakan warna kromatik campuran merah dan hijau dengan kisaran (-80)100. Kisaran 0-100 termasuk +a yang menunjukkan warna merah dan kisaran (80)-0 termasuk -a yang menunjukkan warna hijau. Nilai b merupakan warna kromatik campuran kuning dan biru dengan kisaran (-80)-70. Kisaran 0-70 termasuk +b yang menunjukkan warna kuning dan kisaran (-80)-0 termasuk -b yang menunjukkan warna biru.
24
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Komponen Volatil Pasta Kakao Analisis komponen volatil pasta kakao dari Jawa Timur, Bali, Sulawesi Selatan dan Ghana (pasta kakao pembanding) dilakukan menggunakan kolom DB-FFAP, dikarenakan pasta kakao memiliki komponen volatil asam lemak tinggi. Kolom DB-FFAP memiliki kandungan nitroterephthalic-acid-modified polyethylene glycol (PEG) yang memiliki polaritas yang tinggi dan dapat digunakan untuk analisis volatil asam lemak dan fenol (Agilent Technologies DB-FFAP 2013). Metode ekstraksi komponen volatil dilakukan dengan menggunakan Solid Phase Microextraction (SPME). Penggunaan metode ekstraksi SPME didasarkan pada tujuan penelitian yang lebih pada pembandingan antar jenis pasta kakao. Penelitian yang dilakukan oleh Misnawi dan Ariza (2011) menunjukkan bahwa penggunaan Solid Phase Microextraction (SPME) sebagai metode ekstraksi mampu mengekstraksi pasta kakao dengan baik pada suhu 60ºC. Sejumlah 28 komponen aroma dapat terdeteksi pada keempat pasta kakao yang dianalis dengan menggunakan GC-MS (Tabel 1). Dari tabel tersebut terlihat bahwa keempat pasta kakao memiliki profil aroma yang berbeda. Jumlah komponen aroma pada masing-masing pasta kakao dari Jawa Timur, Bali, Sulawesi Selatan dan Ghana secara berturut-turut adalah 21, 19, 22 dan 18 komponen volatil. Beberapa komponen siloksan (x) juga terdeteksi yang kemungkinan merupakan komponen kontaminan dari fiber SPME yang mengalami kerapuhan (Owusu 2010). Tabel 10 menunjukkan bahwa komponen aroma yang paling dominan yang terdapat pada keempat pasta kakao adalah asam asetat, yaitu sebesar 338.17; 191.51; 51.50 dan 8.46 ppm masing-masing pada pasta kakao Ghana, Jawa Timur, Sulawesi Selatan dan Bali. Jumlah komponen asam asetat tertinggi pada pasta kakao Ghana dan Jawa Timur. Konsentrasi asam asetat yang tinggi dapat merusak kualitas produk kakao (Brito et al. 2000). Tingginya asam asetat tersebut diduga dihasilkan oleh bakteri asam asetat selama proses fermentasi biji kakao. Hal ini sesuai dengan Schwan dan Wheals (2004) yang menyatakan bahwa bakteri asam laktat dan kamir merupakan mikroorganisme yang berperan dalam proses fermentasi kakao. Komponen lain yang terdapat pada keempat pasta kakao ialah tetrametilpirazin. Tetrametilpirazin merupakan komponen pirazin yang sangat berpengaruh karena memberikan sensasi aroma cokelat yang diinginkan dalam pasta kakao (Perego et al. 2004). Komponen ini cukup dominan ditemui pada pasta kakao Jawa Timur (69.98 ppm) dan Sulawesi Selatan (12.28 ppm), dan tidak dominan pada pasta kakao Bali (2.21 ppm) dan Ghana (3.59 ppm). Hasil komponen tetrametilpirazin pada pasta kakao Ghana lebih rendah dibandingkan dengan penelitian Perego et al. (2004) yaitu 13.91 ppm. Secara umum jumlah kandungan komponen-komponen aroma yang terkandung dalam pasta kakao Ghana lebih besar dibandingkan ketiga jenis pasta kakao Indonesia (Tabel 10). Hal ini dapat menjelaskan mengapa pasta kakao Ghana sering dianggap sebagai pasta kakao terbaik (Wahyudi et al. 2008). Komponen-komponen volatil dari pasta kakao yang berhasil diidentifikasi dengan GC MS dapat dilihat pada Gambar 4.1-4.4 dan Tabel 10. Pada Gambar 4.1 dan 4.4 dapat dilihat profil pasta kakao Jawa Timur berbeda pasta kakao Ghana
25
sebagai pembanding. Profil pasta kakao Jawa Timur juga berbeda dengan kedua kakao lainnya yaitu Bali (Gambar 4.2) dan Sulawesi Selatan (Gambar 4.3). Fenomena serupa terlihat pada kakao Bali. Pasta kakao Sulawesi Selatan memiliki profil yang paling mirip dengan pasta kakao Ghana. Tabel 10 Hasil Identifikasi komponen volatil pasta kakao No 1 2 3 4
Komponen 3-Hidroksi-2-butanon 1-Metilpiperidin 2,6-Dimetilpirazin 2,3-Dimetilpirazin
6
2-Isopropil-5-metil-2heksenal 2,3,5-Trimetilpirazin
7
5
RT
LRI exp
27.51 29.67 29.30 30.48
1255 1296 1289 1312
30.75
1328
LRI ref 1273
a
1308c 1315d 1326e
d
Konsentrasi (ppm) Jawa Timur 8.23 4.09 2.46 -
Bali
Sulsel
Ghana
0.86 -
1.37 0.40 0.60
-
21.34
1.31
4.73
37.21
25.99
0.63
3.90
26.29
-
0.25
1.27
18.62
6.91 191.51 8.00
8.46 0.31
51.50 1.87
338.17 98.58
33.05
1367
3-Etil-2,5-dimetilpirazin
34.83
1405
8 2-Etil-3-metil pirazin 9 Asam asetat 10 2-Etil-3,5-dimetilpirazin
34.51 35.03 35.49
1398 1410 1421
11 3,5-Dietil-2-metilpirazin
36.39
1423
1387 1394f 1402g 1429d 1379e 1410g 1446f 1449e 1474k
2.05
-
12 Tetrametilpirazin
36.04
1433
1484j
69.98
2.21
12.28
13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
2,3-Dietil-5-metilpirazin Benzaldehid Linalool 2,3-Butanediol 1.3-Metoksipropil asetat 3-isobutil-2-metoksipirazin 2-asam metilpropanoat Dehidro-2(3H)-furanon 3-metil-asam butanoat Etil fenil asetat
37.61 38.19 38.85 39.98 39.51 39.53 39.67 42.2 43.41 47.61
1472 1485 1501 1531 1509 1519 1523 1592 1623 1721
1476f 1458i 1540j 1541e
7.26 3.58 29.95 24.70 2.71 54.68 5.04
0.29 0.32 1.47 0.85 0.16 1.67 0.17
1.34 0.75 0.60 9.48 2.28 2.28 0.54 3.51 0.28
4.17 5.58 28.58 2.75 99.44 10.01
23 24 25 26 27
2-Fenetil asetat 1-Asam heksanoat 2-Feniletanol (2Z)-2-fenil-2-butenal 5-Metil-2-fenil-2-heksenal 3,5-Dihidroksi-6-metil-2,3dihidro-4H-piran-4-on
48.61 49.43 51.69 52.24 56.53
1772 1796 1883 1887 2026
7.13 7.54 2.76 4.40
0.32 0.57 0.12 0.29
1.39 2.13 0.37 0.84
27.66 7.74 47.33 7.12 12.92
62.35
2094
-
3.76
28 a
b
c
1517j 1562h 1620h 1720h 1748f 1804h 1893g
-
0.12 dc
-
3.59
Ausar et al. (2010), Ranau et al. (2005), Mebazza et al. (2011), Mebazza et al. (2009),e Odor Treshold (2013), fFrauendorfer dan Schieberle (2006), gJarunrattasri (2004), hRycchlika dan Obvier (2001), iSchieberle (1996), jLasekan et al. (2012)
26
x: komponen siloksan
Gambar 4.1 Profil kromatogram pasta kakao Jawa Timur
x: komponen siloksan
Gambar 4.2 Profil kromatogram pasta kakao Bali
27
x: komponen siloksan
Gambar 4.3 Profil kromatogram pasta kakao Sulawesi Selatan
x: komponen siloksan
Gambar 4.4 Profil kromatogram pasta kakao Ghana
28
Untuk mempermudah pembandingan, hasil semikuantifikasi dari komponen-komponen volatil pasta kakao dominan yang dibuat dalam bentuk histogram dapat dilihat pada Gambar 5.1-5.4. Secara umum terlihat bahwa komposisi dari komponen-komponen yang dominan pada tiap pasta berbeda. Walau demikian asam asetat merupakan komponen paling dominan pada semua jenis pasta yaitu pasta kakao Ghana (338.17 ppm), Jawa Timur (191.51 ppm), Sulawesi Selatan (51.50 ppm) dan Bali (8.46 ppm). Perbedaan genotip dan asal tumbuh tanaman kakao dari keempat pasta kakao tampak memberikan perbedaan kandungan asam asetat. Hal ini sesuai dengan laporan Luna et al. (2002) bahwa tingkat konsentrasi asam asetat yang berbeda-beda antar sampel karena genotipe yang berbeda. Pasta kakao Ghana memiliki kandungan asam asetat yang sangat tinggi (40x) dibandingkan pasta kakao Bali. Hal ini tentunya akan berpengaruh pada keseluruhan profil yang dihasilkan.
250
Konsentrasi (ppm)
200 150 100 50
3 hidroksi-2-butanon 2,6-Dimetilpirazin 1-Metilpiperidin 2-Isopropil-5-metil-2-heksenal Trimetillpirazin 2-Etil-3-metil pirazin Asam asetat 2-Etil-3,5-dimetilpirazin Tetrametilpirazin 3,5-Dietil-2-metilpirazin 2,3-Dietil-5-metilpirazin Benzaldehid 1-Metoksi-2-propil asetat 3-isobutil-2-metoksipirazin 2,3-Butanediol Dehidro-2(3H)-furanon 3-Metil-asam butanoik Etil fenil asetat 2-Fenetil asetat 2-Feniletil alkohol 2Z)-2-fenil-2-butenal 5-Metil-2-fenil-2-heksenal
0
Gambar 5.1 Hasil semiquantifikasi komponen volatil pasta kakao Jawa Timur
3 hidroksi-2-butanon 2,6-Dimetilpirazin 2,3-Dimetilpirazin 2-Isopropil-5-metil-2-heksenal Trimetillpirazin 3-Etil-2,5-dimetilpirazin Asam asetat 2-Etil-3,5-dimetilpirazin Tetrametilpirazin 2,3-Dietil-5-metilpirazin Benzaldehid Linalool 1-Metoksi-2-propil asetat 2-Metil asam propanoik 2,3-Butanediol Dehidro-2(3H)-furanon 3-Metil-asam butanoik Etil fenil asetat 2-Fenetil asetat 2-Feniletil alkohol 2Z)-2-fenil-2-butenal 5-Metil-2-fenil-2-heksenal
Konsentrasi (ppm)
9 8 7 6 5 4 3 2 1 0
3,5-Dihidroksi-6-metil-2,3-…
5-Metil-2-fenil-2-heksenal
2Z)-2-fenil-2-butenal
2-Feniletil alkohol
2-Fenetil asetat
Etil fenil asetat
3-Metil-asam butanoik
Dehidro-2(3H)-furanon
2,3-Butanediol
2 Metil- asam propanoik
1-Metoksi-2-propil asetat
Linalool
2,3-Dietil-5-metilpirazin
Tetrametilpirazin
2-Etil-3,5-dimetilpirazin
Asam asetat
3-Etil-2,5-dimetilpirazin
Trimetillpirazin
2-Isopropil-5-metil-2-heksenal
3 hidroksi-2-butanon
Konsentrasi (ppm)
29
Gambar 5.2 Hasil semiquantifikasi komponen volatil pasta kakao Bali
60
50
40
30
20
10
0
Gambar 5.3 Hasil semiquantifikasi komponen volatil pasta kakao Sulawesi Selatan
30
400 Konsentrasi (ppm)
350 300 250 200 150 100
5-Metil-2-fenil-2-heksenal
2Z)-2-fenil-2-butenal
2-Feniletil alkohol
1-Asam heksanoik
2-Fenetil asetat
Etil fenil asetat
3-Metil-asam butanoik
Dehidro-2(3H)-furanon
2,3-Butanediol
2-Metil- asam propanoik
2,3-Dietil-5-metilpirazin
Tetrametilpirazin
2-Etil-3,5-dimetilpirazin
Asam asetat
3-Etil-2,5-dimetilpirazin
Trimetillpirazin
2-Isopropil-5-metil-2-heksenal
0
3,5-Dihidroksi-6-metil-2,3-…
50
Gambar 5.4 Hasil semiquantifikasi komponen volatil pasta Ghana Komponen Aroma Aktif pada Pasta Kakao Pengujian dengan GC-MS-O dilakukan oleh 5 orang sniffers yang terdiri 3 wanita dan 2 pria panelis. Analisis menggunakan metode Nasal Impact Frequency (NIF) untuk mendeteksi aroma aktif pada pasta kakao Jawa Timur, Bali, Sulawesi Selatan dan Ghana. Metode ini dipilih karena tidak perlu menggunakan sniffer ahli (Owusu 2011). Data hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel 11. Pada metode NIF, suatu aroma diklasifikasikan sebagai komponen aroma aktif jika komponen tersebut berhasil dideteksi oleh tiga panelis pada waktu retensi yang sama, akan tetapi jika suatu komponen aroma hanya dideteksi oleh satu atau dua panelis maka komponen tersebut bukan dikategorikan sebagai komponen aroma aktif (Wijaya et al. 2005). Seperti dilaporkan oleh Marsili (2007), komponen aroma kunci dapat diketahui menggunakan GC-O (Gas Chromatography Olfactometry). Analisis GC-O merupakan teknik gabungan antara analisis kimia dengan analisis sensori. Pada penelitian ini sebagai pengganti GC/O digunakan GC-MS/O yang menggabungkan sekaligus analisis GC dan MS disertai dengan perangkat olfaktometri. Analisis dengan GC-MS dapat digunakan untuk mengetahui senyawa volatil dalam produk, namun tidak dapat memberikan informasi tentang komponen aroma kunci yang berkontribusi pada produk tersebut. Pada Tabel 11 dapat dilihat komponen-komponen yang memberikan sensasi sensori pada pasta kakao yang dianalisis. Konsentrasi setiap komponen volatil ini berada di atas konsentrasi ambang batas deteksi (detection/absolute threshold), sehingga pada saat pengujian dengan menggunakan GC-O, komponen-komponen ini dapat dideteksi.
31
Tabel 11 Komponen volatil pasta kakao Jawa Timur, Bali, Sulawesi Selatan dan Ghana No 1
Komponen 3-Hidroksi-2butanon
Jawa Timur +
Pasta Kakao Sulawesi Bali Selatan + +
Ghana -
2
1-Metilpiperidin
+
-
-
-
3
2,6-Dimetilpirazin
+
-
+
-
4
2,3-Dimetilpirazin
5
6
7 8 9
10 11 12
13
14
15
16
-
+ 2-Isopropil-5metil-2-heksenal 2,3,5Trimetilpirazin
3-Etil-2,5dimetilpirazin 2-Etil-3-metil pirazin Asam asetat
2-Etil-3,5dimetilpirazin 3,5-Dietil-2metilpirazin Tetrametilpira-zin
+
+
+
+
-
+
+
+
+
+
+
-
-
-
+
+
+
+
+
+
+
+
+
-
-
-
+
+
+
+
+
Benzaldehid
+
2,3-Butanediol
+
-
-
2,3-Dietil-5metilpirazin
Linalool
-
-
+
+
-
+
+
+
+
+
+
+
-
-
+
Deskripsi strong buttery*a, creamy*#, caramel# pungent*, roasted*#, caramel likeb cocoa powdery*, chocolate#, nutty*#, earthy*c nutty*#, cocoa-like*, carameld, musty# uance*#, woody* roasted* nutty*#, cocoa*, earthyd, chocolate# roasty*, nutty#, earhtyg earthy#e, nutty# sour pungent*g, odor vinegar*, sour bean# nutty#, earthy#f nutty#, chocolate# nutty*#, cocoalike with vanila*#, earthyj nutty*, roasted*#, chocolate#, earthyf bitter almond*, sweet coffe bean#, earthy# floral*, sweet green#, floweryj
Treshold
800ppb*
0.2-0,5 ppm*
400-1500 ppb*
800-2500 ppb*
n/a*
40 ppb-9 ppm*
1-5ppm*
1-10 ppm*
0.09-1 ppb*
n/a*
4-10 ppb*
32
No
Komponen
17
1.3-Metoksipropil asetat 3-isobutil-2metoksipirazin
18
Jawa Timur -
Pasta Kakao Sulawesi Bali Selatan +
Ghana
Treshold
-
+
-
-
-
19
2-asam metilpropanoat
-
+
+
+
20
+
+
+
+
+
+
+
+
21
Dehidro-2(3H furanon 3-metil-asam butanoat
22
Etil fenil asetat
+
+
+
+
23
2-Fenetil asetat
+
+
+
+
24
1-Asam heksanoat
-
-
-
+
25
2-Feniletanol
+
+
+
+
26
Deskripsi
nutty#, chocolate#, earthyj bitter#, rancid#h acid rancid*#h, cheese like*, 190 ppbacid 2.8 ppm* fermented# fruity*, sweet*#, n/a* floweryh sweet#, floweryh sweatl,sourl#, rancidl fresh*#, floral*, n/a* flowery#g cocoam, roastedm
(2Z)-2-fenil-2+ + + + butenal 27 5-Metil-2-fenil-2+ + + + cocoa*#m n/a* heksenal 28 3,5-Dihidroksi-6+ + metil-2,3-dihidrococoa# 4H-piran-4-on + = ada, - = tidak ada *Burdock GA (2010), #Sniffer, aAusar et al. (2010), bRanau et al. (2005), cMebazza et al. (2011), Mebazza et al. (2009),e Odor Treshold. (2013) , fFoundeorfer dan Schieberle (2006), gJarunrattasri (2004), hRycchlika dan Obvier (2001), iSchieberle (196), jLasekan et al. (2012),
Gambar 6 menampilkan histogram jumlah sniffer GC-MS/O yang dapat mendeteksi aroma dari komponen-komponen kunci yang terdeteksi oleh GC-MS. Komponen aroma aktif adalah komponen volatil utama yang dapat dideteksi dengan GC-MS dan berkontribusi pada sensori flavor pasta. Pasta kakao Ghana memiliki aroma chocolate, cocoa, nutty, cocoa creamy, earthy, rancid, roasted, bitter, fresh, sweet, floral, sour dan acid fermented. Aroma nutty dan chocolate diduga merupakan kontribusi dari komponen trimetilpirazin, 3-etil-2,5 dimetilpirazin, 2-etil-3,5-dimetilpirazin, tetrapirazin dan 2,3-dietil-5-metilpirazin. Pasta kakao Jawa timur memiliki aroma creamy, caramel, chocolate, cocoa, nutty, cocoa creamy, earthy, coffee bean, rancid, roasted, fresh, floral dan acid fermented. Dibandingkan dengan pasta kakao Ghana, pasta kakao dari Jawa Timur memiliki komponen aroma creamy, caramel dan coffee bean yang tidak dimiliki pasta kakao Ghana. Perbedaan lainnya komponen nutty di pasta kakao Jawa Timur diperoleh dari komponen volatil 2,6-dimetilpirazin, 2-etil-3-metil
33
pirazin, 3,5-dietil-2-metil pirazin, 3-isobutil-2-metoksipirazin yang tidak terdapat pada pasta kakao Ghana dan pasta kakao lainnya. Pasta kakao Bali memiliki aroma creamy, caramel, chocolate, cocoa, nutty, cocoa creamy, earthy, sweet, bitter, rancid, roasted, fresh, floral dan acid fermented. Dibandingkan dengan pasta kakao Ghana, pasta kakao Bali memiliki aroma creamy dan caramel tertinggi. Aroma sweet dari komponen etil fenilasetat dan 2 fenilasetat diduga merupakan komponen aroma kunci pada pasta kakao Bali. Komponen kunci ini juga dimiliki oleh pasta kakao Ghana. Komponen kunci etil fenilasetat, 2 fenilasetat pada kakao Ghana juga sesuai pada penelitian Afoakwa et al. (2008) dan Owusu et al. (2011) Pasta kakao Sulawesi Selatan memiliki aroma creamy, caramel, chocolate, cocoa, nutty, cocoa creamy, earthy, coffee bean, bitter, sweet, sweet green, rancid, roasted, fresh, floral dan acid fermented. Pasta kakao Sulawesi Selatan memiliki aroma sweet green yang terbentuk dari komponen volatil linalool. Aroma sweet green ini selain tidak dimiliki oleh pasta kakao Ghana, juga tidak dimiliki oleh pasta kakao lainnya. Berdasarkan hasil analisis GC-MS/O tersebut diketahui bahwa profil komponen aroma kunci pada pasta-pasta kakao dari Indonesia berbeda dengan pasta kakao dari Ghana. Pasta kakao Jawa Timur memiliki lebih banyak komponen aroma kunci yang memberikan aroma chocolate, sedangkan pasta kakao Bali mempunyai komponen aroma caramel yang kuat, sementara pasta kakao Sulawesi Selatan memiliki komponen aroma kunci sweet green. Hal ini dapat menjelaskan bahwa karakteristik aroma pasta kakao tergantung dari perbedaan genotip dan wilayah geografi (Afoakwa et al. 2009). Pasta kakao memiliki potensial aroma yang khas pada setiap daerah. Perbedaan jenis biji kakao juga berpengaruh. Pasta kakao Bali, Sulawesi Selatan dan Ghana menggunakan jenis bulk. Pasta kakao Jawa Timur mengguankan jenis edel. Jenis kakao bulk memilki karakter aroma yang kuat, sedangkan pada jenis edel memiiki aroma yang lebih lembut (Luna et al. 2002). Komponen volatil asam setat merupakan komponen yang ditemukan pada konsentrasi paling tinggi (8.46-98.58 ppm) pada setiap pasta kakao pada data Tabel 10, namun kontribusinya sebagai komponen aroma kunci tidak menonjol dikarenakan hanya 2 sniffers yang dapat mendeteksi aroma sour bean komponen tersebut. Komponen asetat memiliki threshold asam asetat 1-5 ppm (Greim 2000). Hal serupa diperlihatkan oleh komponen linalool pada pasta kakao Sulawesi Selatan yang terdeteksi oleh hampir semua sniffers, tetapi hanya satu sniffer yang dapat mendeteksinya pada pasta kakao Bali. Pasta kakao Sulawesi Selatan memiliki konsentrasi linalool 0.60 ppm dan pasta kakao Bali memiliki konsentrasi 0.32 ppm. Komponen linalool memiliki treshold 4-10 ppb (Burdock 2010). Hal ini merupakan pentingnya treshold dari masing-masing komponen aroma untuk dapat terdeteksi indra penciuman.
34
5
Panelis
Caramel Roasted Nutty Chocolate Cocoa Earthy Acid Rancid Sweet Flowery Green Bitter
4 3 2
1 0
Gambar 6 Hasil GC-O komponen aroma aktif pada Jawa Timur ( ), Sulawesi Selatan ( ) Bali ( yang dapat dideteksi oleh panelis sebagai komponen aroma aktif ( )
) dan Ghana (
)
35
Profil Sensori Aroma dan Rasa Pasta Kakao Evaluasi sensori terhadap profil keempat jenis pasta kakao dilakukan dengan metode QDA. Metode ini dipilih berdasarkan pertimbangan kuantifikasi atribut yang dapat terukur. Berdasarkan focus group dengan 6 orang panelis terlatih (3 wanita, 3 pria) telah dipilih 8 atribut penting pada pasta kakao yaitu atribut aroma yang meliputi nutty, chocolate, acid, caramel, earthy dan atribut sensori rasa yang meliputi pahit, sepat dan asam. Atribut terpilih selaras dengan hasil analisis GC-MS-O yang menunjukkan adanya sensori dari komponen aroma kunci yang terdeteksi seperti aroma nutty dari senyawa trimetilpirazin, chocolate dari senyawa tetrametilpirazin, acid dari senyawa 3-metil-asam butanoat, caramel dari 3 hidroksi-2 butanon, dan earthy dari senyawa 2-etil-3,5 dimetilpirazin. Hasil uji deskripsi aroma dan rasa dapat dilihat pada Gambar 7. Terlihat bahwa ketiga pasta kakao Indonesia dan pasta kakao Ghana memiliki profil sensori yang berbeda satu sama lain. Pasta kakao Jawa Timur dicirikan oleh atribut rasa pahit, rasa asam dan rasa sepat yang kuat dibandingkan dengan pasta kakao Ghana dan kedua pasta kakao lainnya. Pasta kakao Jawa Timur memiliki aroma chocolate yang kuat namun memiliki aroma acid yang lemah. Hal ini dapat disebabkan oleh tingginya komponen tetrametilpirazin dan trimetilpirazin. Pasta kakao Bali memiliki intensitas rasa sepat tinggi yang mirip dengan pasta kakao jawa Timur, namun memiliki intensitas rasa pahit dan asam yang lebih lemah. Pasta kakao Bali memiliki aroma caramel paling tinggi, namun memiliki aroma earthy paling rendah. Nutty 100 Rasa asam
80
Acid
Ghana
60 40 20 Rasa sepat
0
Rasa pahit
Caramel
Jawa timur Sulawesi Selatan Bali
Earthy Chocolate
Gambar 7 Diagram spider web aroma dan rasa pasta kakao Jawa Timur, Bali, Sulawesi Selatan dan Ghana Pada saat penilaian rasa, panelis merasa kesulitan karena pasta kakao memiliki rasa yang menyatu antar atribut. Kesulitan dihadapi terutama pada rasa pahit, karena pasta kakao memiliki rasa pahit yang tinggi sehingga panelis merasa tidak suka, bahkan ada yang merasa mual dan pusing. Rasa pahit merupakan rasa khas dari cokelat, yang berasal dari komponen-komponen alkaloid seperti theo-
36
bromine dan caffeine, komponen fenolik, pirazin, beberapa peptida dan asam amino bebas (Owusu et al. 2011). Pasta kakao Sulawesi Selatan memiliki kemiripan profil aroma dan rasa dengan pasta kakao pembanding yaitu kakao Ghana. Pasta kakao Ghana memiliki aroma earthy yang tinggi. Tingginya intensitas aroma earthy dapat dipahami karena hasil analisis secara semi-kuantitatif menunjukkan bahwa komponen 2 etil3,5 dimetilpirazin yang memberikan aroma earthy pada kedua pasta yang konsentrasinya lebih tinggi dibanding pasta yang lain. Pasta kakao Sulawesi Selatan juga dicirikan dengan aroma acid yang tinggi. Rasa asam merupakan atribut penting yang berkontribusi secara nyata terhadap keseluruhan cita rasa pasta kakao. Kehadiran rasa asam dalam jumlah sedikit akan menyumbang keseimbangan cita rasa pasta kakao, namun apabila pada jumlah yang lebih besar, rasa asam dianggap sebagai cacat cita rasa (Sulistyowati 1999). Keterkaitan antar atribut aroma dan rasa pasta kakao dari berbagai daerah dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan PCA (Principal Component Analysis) dengan bantuan software Unscramble. Dua komponen utama (PC1, PC2) digunakan untuk menerjemahkan data-data karena keduanya telah dapat menjelaskan 94% dari total keragaman yang ada pada data atribut sensoris (PC1 63%; PC2 31%) (Setyaningsih et al. 2010). Hasil score dari keempat pasta kakao pada Gambar 8, bahwa pasta kakao Bali dan Jawa Timur memiliki kedekatan karena keduanya berada pada nilai positif, sedangkan pasta kakao Sulawesi Selatan lebih dekat Ghana karena bersama pada nilai negatif. Dari hasil plot score terlihat kembali bahwa dari ketiga jenis kakao asal Indonesia, yang memiliki kedekatan dengan kakao Ghana (pembanding) ialah kakao Sulawesi Selatan. Hal ini terlihat selain letak keduanya yang di kuadran yang sama, jarak antar titik Ghana-Sulawesi Selatan lebih dekat daripada Ghana-Jawa Timur dan Ghana-Bali. Hal ini dijelaskan pada F1 sebesar 63%. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, kedekatan profil pasta kakao Sulawesi Selatan dan Ghana pada PCA ini juga dapat dilihat pada hasil QDA (Gambar 7) yang memperlihatkan profil jaring laba-laba pasta Sulawesi Selatan lebih mirip dengan pasta Ghana.
Gambar 8 Hasil plot score aroma dan rasa pasta kakao Jawa Timur, Bali, Sulawesi Selatan dan Ghana
37
Hasil PCA yang memperlihatkan keterkaitan antar atribut aroma dan rasa pasta kakao dinyatakan dalam grafik biplot (Gambar 9). Atribut aroma caramel dan nutty berkorelasi positif. Rasa asam, pahit, sepat memiliki korelasi positif dengan aroma chocolate. Aroma acid dan earthy berkorelasi negatif terhadap aroma caramel, nutty, chocolate dan rasa asam, pahit, sepat. Berdasarkan hasil PCA bahwa seluruh pasta kakao berada pada kuadran yang berbeda, dan tidak ada profil sensori pasta kakao yang saling berdekatan. Hal ini dapat memperlihatkan bahwa keempat pasta kakao memiliki karakteristik yang khas. Gambar 9 juga memperlihatkan bahwa atribut aroma nutty dan caramel lebih mencirikan aroma yang dominan pada pasta kakao Bali (kuadran I) dan chocolate lebih mencirikan aroma yang dominan pada pasta kakao Jawa Timur (kuadran II) tetapi secara keseluruhan atribut aroma nutty, caramel dan chocolate dapat menjadi aroma yang mencirikan pasta kakao Bali dan Jawa Timur karena atribut aroma tersebut lebih dekat. Perbedaan yang terlihat pada masing-masing atribut aroma adalah intensitas aromanya. Pasta kakao Sulawesi Selatan (kuadran IV) lebih dicirikan dengan aroma acid walaupun tidak terlalu dominan. Pasta kakao pembanding (Ghana) terdapat pada kuadran III dengan penciri aroma earthy. Pada atribut rasa nampak bahwa pasta kakao Jawa Timur kaya memiliki atribut rasa pahit dan sepat yang dominan dibandingkan dengan semua jenis pasta kakao lainnya. Pasta kakao Sulawesi Selatan tidak memiliki ciri yang dominan, namun memiliki profil aroma yang mirip dengan pasta kakao Ghana. Pasta kakao Ghana memiliki aroma dominan earthy. Hal ini berbeda dengan pendapat Afoakwa et al. (2008) yang menyatakan bahwa pasta kakao Ghana memiliki aroma dominan strong basic cocoa dan fruity notes. Hal ini diduga ku-litas biji kakao yang digunakan dalam penelitian ini berada pada mutu 3, bukan mutu 1 dan 2 (mutu sesuai standar SNI). Aroma pasta kakao Ghana yang dihasilkan pada penelitian ini lebih dominan pada aroma earthy (tanah). Meskipun dari daerah Ghana, namun kondisi potensial pada setiap daerah di Ghana dapat juga berbeda. Perbedaan aroma ini dapat disebabkan pada variasi komposisi biji kakao dari jenis tanaman, lokasi tumbuh dan perbedaan perlakuan petani (Afoakwa et al. 2008). Dari keseluruhan uji menunjukkan bahwa profil sensori pasta kakao dari ketiga daerah selain memiliki profil sensori yang berbeda dengan pasta kakao pembanding juga memiliki dengan ciri sensori yang berbeda satu sama lain. Hal ini menarik untuk diteliti lebih lanjut untuk melihat apakah perbedaan ini disebabkan varietas yang berbeda, penanganan setelah panen atau pengolahan yang berbeda atau semuanya berkontribusi pada perbedaan profil. Nampak bahwa pasta kakao dari Bali memiliki sensori aroma yang lebih kaya, sedang pasta Jawa Timur lebih kaya akan rasa. Perlu diteliti sejauh mana ciri sensori ini memberikan keunggulan atau kelemahan mutu bagi masing-masing pasta terutama dari segi penerimaan konsumen. Hanya pasta kakao Sulawesi Selatan yang tidak berciri dominan, namun mirip dengan profil pasta kakao Ghana. Jika pasta kakao Ghana menjadi target flavor maka perlu dilakukan pembenahan dalam penangan agar profil flavor pasta kakao di Indonesia bisa bersaing.
38
First Component
Gambar 9 Hasil biplot (score dan x-loading) atribut aroma dan rasa pasta kakao Jawa Timur, Bali, Sulawesi Selatan dan Ghana
Tingkat Kesukaan Panelis terhadap Mutu Sensori Pasta Kakao Karakteristik sensori pasta kakao merupakan alasan utama pabrikan makanan cokelat sangat tergantung pada pasta kakao yang bercita rasa baik. Biji kakao yang berasal dari daerah yang berbeda umumnya memiliki cita rasa berbeda. Perbedaan tersebut dapat disebabkan oleh perbedaan botani tanaman, kondisi dan lingkungan (kultivasi) tumbuh, serta penanganan pascapanen yang dilakukan (Wahyudi et al. 2008). Uji kesukaan pada penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat penerimaan konsumen terhadap mutu sensori tiga pasta kakao dari daerah berbeda dan 1 pasta kakao Ghana sebagai standar yang diujikan, atribut uji meliputi warna, aroma, rasa, aftertaste, dan penerimaan secara keseluruhan. Uji kesukaan diikuti oleh 59 panelis dengan jenis pekerjaan, usia, tingkat pendidikan dan jenis kelamin yang berbeda-beda. Hasil uji kesukaan terhadap pasta kakao diperlihatkan pada Gambar 10, yang meliputi atribut warna, aroma, rasa, tekstur, aftertaste dan penerimaan secara keseluruhan (overall) panelis terhadap empat pasta kakao.
39
7 6
Skor Sensori
5
a
a
b b a b b
4
a ab
a a
a ab
a a
a
ab b
ab
Ghana Sulsel
b
Bali
3
Jatim 2 1 Warna
Aroma
Rasa
Aftertaste
Overall
Atribut Sensori
Gambar 10 Hasil penilaian sensori keempat pasta kakao pada uji kesukaan. Skor kesukaan 7 = sangat suka, skor kesukaan 1 = sangat tidak suka. Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (p<0.05) dengan menggunakan uji lanjut Duncan Panelis uji memiliki pekerjaan sebagai pegawai, laboran, mahasiswa dan pelajar. Uji kesukaan diikuti oleh panelis dengan usia mulai dari 17 sampai 50 tahun. Berdasarkan tingkat pendidikan, panelis yang mengikuti uji kesukaan memiliki pendidikan mulai dari tingkat SMU, D3, S1, S2. Berdasarkan jenis kelamin, panelis terdiri atas panelis wanita dan panelis pria. Pada uji kesukaan ini, dipilih panelis dengan berbagai jenis pekerjaan, usia, tingkat pendidikan dan jenis kelamin yang berbeda dengan tujuan agar diperoleh gambaran tingkat penerimaan konsumen yang mewakili cakupan konsumen yang luas. Penilaian penerimaan sensori produk pada penelitian ini juga dilakukan melalui atribut warna. Disamping cita rasa, warna pada produk coklat dapat menjadi penambah daya tarik produk cokelat (Misnawi 2010). Pada atribut warna, Jawa Timur mendapatkan penilaian tertinggi. Hal ini dapat disebabkan warna pasta kakao ini lebih menarik dengan warna cokelat tua yang lebih gelap, sedangkan pasta kakao lain terutama Sulawesi Selatan dan kakao pembanding. Kakao Ghana memiliki warna cokelat lebih terang. Kesukaan terhadap warna pasta kakao Jawa Timur tidak berbeda nyata dengan warna kakao Bali. Warna pasta kakao dapat dilihat pada Gambar 11. Hasil analisis warna dengan chromameter yang dilakukan terhadap keempat pasta kakao menunjukkan bahwa terdapat perbedaan tingkat intensitas warna (Tabel 12). Berdasarkan nilai L, a dan b tersebut maka dapat diketahui bahwa warna pasta kakao Jawa Timur memiliki warna kuning kecoklatan yang lebih kuat dibandingkan tiga jenis pasta kakao lainnya. Perbedaan karakter warna biji dipengaruhi oleh prekusor pembentuk komponen warna antara lain flavonoid yang masuk dalam kelompok polifenol (Misnawi et al. 2002). Potensi genetik warna biji segar kakao bervariasi dari putih (kakao mulia) hingga ungu tua (kakao lindak) dan potensi derajat warna biji setiap genotip akan berbeda. Hal ini menye-
40
babkan warna pasta kakao yang dihasilkan juga berbeda (Iswanto dan Winarno 1997).
a
b
c
d
Gambar 11 Warna pasta kakao (a) Jawa Timur; (b) Bali; (c) Sulawesi Selatan; (d) Ghana (pembanding) Tabel 12 Hasil analisis warna menggunakan kromameter terhadap pasta kakao Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Bali dan Ghana Pasta kakao Nilai L +a +b Jawa Timur 27.65 9.11 5.48 Sulawesi Selatan 26.88 7.80 4.01 Bali 28.49 8.12 4.69 Ghana 27.79 6.65 3.28 L: Kecerahan; +a: warna merah; +b: warna kuning (Lawless & Heyman 1998)
Tingkat penerimaan panelis terhadap atribut aroma pasta kakao menunjukkan perbedaan yang nyata antara pasta kakao Jawa Timur dengan pasta kakao Bali, Sulawesi Selatan dan Ghana. Pasta kakao Sulawesi Selatan mempunyai tingkat penerimaan yang sama dengan pasta kakao Ghana. Kandungan komponen volatil tetrapirazin pada pasta kakao Jawa Timur paling tinggi. Komponen ini dideskripsikan sebagai aroma nutty, chocolate. Hal inilah yang diduga menyebabkan aroma cokelat pasta kakao Jawa Timur lebih kuat, dan lebih disukai panelis. Aroma pasta kakao Bali juga cukup disukai oleh panelis. Pasta kakao memiliki rasa dominan pahit, asam dan sepat (Sulistyowati 1999). Dari hasil uji deskriptif, pasta kakao Bali paling disukai dari ketiga rasa tersebut dengan intensitas tinggi. Dapat dilihat pada gambar spider web, pasta kakao Bali memiliki intensitas rasa yang tinggi (skala 0-100) dengan nilai rasa asam (45.5), sepat (46.8) dan pahit (66.5). Sebagian besar komponen citarasa cokelat merupakan hasil reaksi gula pereduksi dan asam amino. Rasa pahit pada pasta kakao berasal dari komponen-komponen alkoloid seperti thebromine dan caffeine. Adapun tanin atau polifenol bertanggungjawab terhadap rasa sepat (Wahyudi 2008). Asam asetat dan asam laktat diduga menyebabkan tingginya rasa asam pada pasta kakao (Jinap et al. 1995). Penerimaan panelis terhadap atribut aftertaste memiliki kecenderungan yang sama pada seluruh pasta kakao. Senyawa yang mempunyai efek aftertaste adalah komponen tanin atau polifenol (Misnawi et al. 2002). Berdasarkan hasil uji hedonik pada atribut penerimaan secara keseluruhan, pasta kakao Bali agak suka
41
(4.4 dari skala 7), Jawa Timur (4.0), Ghana (3.9), Sulawesi Selatan (4.0). Hal ini dapat dilihat bahwa pasta kakao Bali adalah pasta kakao paling disukai panelis dibandingkan kedua pasta kakao lainnya dan juga Ghana. Hasil ini didukung pula oleh hasil uji rangking. Pasta kakao Bali dan Jawa Timur tidak berbeda nyata mendapatkan penilaian sebagai pasta kakao pada urutan pertama, selanjutnya pasta kakao Ghana dan Sulawesi Selatan (Lampiran 13) Tabel 13 Hasil uji rangking pasta kakao Rangking Nilai Pasta kakao 1 2.05 Bali 2 2.07 Jawa Timur 3 2.81 Ghana 4 3.02 Sulawesi Selatan Hasil yang sama diperoleh pada hasil pengujian sensori dengan metode rangking (Tabel 13). Pasta kakao Bali menempati rangking tertinggi dan secara berurutan diikuti oleh Jawa Timur, Ghana dan Sulawesi Selatan. Posisi rangking antara pasta kakao Bali dan Jawa Timur berdekatan. Kecenderungan ini juga dapat dilihat pada hasil uji kesukaan bahwa pasta kakao Jawa Timur memiliki keunggulan penerimaan dalam hal warna namun memiliki kelemahan dalam tingkat penerimaan rasa. Hasil ini dapat digunakan untuk modal perbaikan sensori pada pasta kakao Jawa Timur nantinya. Berdasarkan hasil GC-MS dan GC-O, pasta kakao Bali memiliki aroma creamy, caramel, chocolate, cocoa, nutty, cocoa creamy, earthy, sweet, bitter, rancid, roasted, fresh, floral, acid fermented. Dibandingkan dengan pasta kakao Ghana, pasta kakao Bali memiliki aroma creamy, caramel tertinggi. Aroma creamy, caramel diperoleh dari komponen volatil 3 hidroksi-2 butanon. Pasta kakao Bali juga memiliki aroma sweet dari komponen etil fenilasetat dan 2 fenilasetat juga merupakan komponen aroma kunci pada pasta kakao Bali. Hal ini yag menyebabkan dari pasta kakao Bali memiliki nilai tertinggi dalam penerimaan dan rangking. Sedangkan pada pasta kakao Jawa timur memiliki aroma creamy, caramel, chocolate, cocoa, nutty, cocoa creamy, earthy, coffee bean, rancid, roasted, fresh, floral, acid fermented. Dibandingkan dengan pasta kakao Ghana, pasta kakao Jawa Timur memiliki komponen aroma creamy, caramel dan coffee bean yang tidak dimiliki pasta kakao Ghana.
42
Simpulan Pasta kakao dari Jawa Timur, Bali dan Sulawesi Selatan memiliki aroma kunci yang berbeda dibandingkan pasta kakao Ghana. Sensori aroma kunci yang dominan pada pasta kakao pasta kakao Jawa Timur memiliki aroma yang khas, yaitu aroma chocolate (tetrametilpirazin), dengan dominan rasa pahit, sepat dan asam. Pasta kakao Bali memiliki aroma dominan caramel (3 hidroksi-2 butanon) dan nutty (trimetilpirazin). Pasta kakao pasta kakao Sulawesi Selatan memiliki aroma dominan acid (2 metil asam butanoat). Adapun. Pasta kakao Ghana memiliki aroma dominan earthy (2 etl-3,5 dimetilpirazin). Profil sensori Sulawesi Selatan memiliki profil yang paling mirip dengan pasta kakao Ghana. Perbedaan profil aroma ini berkontribusi pada perbedaan penerimaan panelis terhadap keempat pasta kakao, dimana pasta kakao Bali dan Jawa Timur mendapatkan penerimaan tertinggi dalam uji kesukaan dan rangking, kemudian pasta kakao Ghana dan Sulawesi Selatan. Pasta kakao Bali yang mendapatkan rangking pertama memiliki aroma nutty dan caramel, pasta kakao Jawa Timur pada peringkat kedua memilki aroma chocolate dan rasa dominan pahit, sepat dan asam. Pasta kakao yang kurang disukai panelis, pasta kakao Ghana yang mendapatkan rangking ketiga memiliki aroma earthy. Pasta kakao Sulawesi Selatan pada peringkat keempat memiliki aroma dominan asam. Hal ini dapat membuktikan bahwa pasta kakao Indonesia, terutama pada pasta kakao Bali dan Jawa Timur jika dilakukan fermentasi yang cukup (5-6 hari) dan proses yang benar menghasilkan kualitas aroma dan rasa yang baik. Pada pasta kakao Ghana yang kurang disukai panelis diduga karena pada proses penyimpanan yang terlalu lama, sehingga menimbulkan aroma earthy.
Saran
Perlu dilakukan pengujian karakteristik fisiko kimia dari pasta biji kakao masing-masing daerah. Hal ini untuk menunjang penjelasan yang ditemukan pada karakteristik sensori pasta kakao Bali dan Jawa Timur memberikan penerimaan yang lebih baik dari kakao Ghana.
43
DAFTAR PUSTAKA
Aculey PC, Snitkjaer P, Owusu M, Bassompiere M, Takrama J, Nørgaard L, Petersen MA, Nielsen DS. 2010. Ghanaian cocoa bean fermentation characterized by spectroscopic and chromatographic methods and chemometrics. J. Food Science (75): 300-307. Afoakwa EO, Paterson A, Fowler M, Ryan A. 2009. Matrix effects on flavour volatiles release in dark chocolates varying in particle size distribution and fat content using gc-mass spectrometry and gc-olfactometry. Food Chemistry (113): 208-215.Amin S. 2005. Teknologi pasca panen kakao untuk masyarakat perkakaoan indonesia. Jakarta (ID) : BPPT Press. Agilent Technologies DB-FFAP. 2013. [diunduh 2013 Feb 19]. Tersedia pada: http://www.thomassci.com/Equipment/Gas-Chromatography Columns/_/ DB-FFAP1/ Amin S. 2005. Teknologi Pasca Panen Kakao untuk Masyarakat Perkakaoan Indonesia. Jakarta : BPPT Press. Apriyantono A, Kumara B. 2004. Identifikasi character impact odorants buah kawista (Feronia limonia). J Teknol Indust Pangan, Vol. XI No 1. IPB. Bogor. Apriyantono A, Wijaya CH. 2006. Metode pengujian organoleptik III: Deskriptif test. Pengujian organoleptik bahan pangan dan produk pangan. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian IPB bekerjasama dengan Southeast Asian Food and Agricultural Science and Technology Center IPB. Atmana S.A. 2000. Pentingnya Proses Fementasi Biji Kakao. BPP Teknologi.www.iptek/terapan/cacao.co.id. Ausar YK et al. 2010. Characterization of Nutty Flavor in Cheedar Cheese. J. Dairy Sci (87): 1999-2010. Bazemore, Russel. 2012. Off-odor detection utilizing gas chromatography- mass spectrometry/olfactometry (GC-MS/O). Volatile Analysis Corporation – Huntsville, AL - U.S.A. [diunduh 2012 Okt 13]. Tersedia pada: http://www.volatileanalysis .com. Bonvehí JS. 2005. Investigation of aromatic compounds in roasted cocoa powder. Journal European Food Research and Technology (221): 19-29. Brito ES, Pezoa Garcia NH, Gallao ML, Cortelezzo AL, Fevereiro PS, Braga MR. 2000. Struktural and Chaemical Changes in Cocoa During Fermentation, Drying, Roasting. J. Science of Food and Agriculture81:281-288. BSN (Badan Standarisasi Nasional). 2008. Biji Kakao. 01-2323-2008. Jakarta. Burdock GA. 2010. Fenaroli’s handbook of flavor ingredients. 6th edition. CRC Press. Taylor & Francis Group. Curioni PMG, Bosset JO. 2002. Key odorant in various cheese types as determined by gas chromatography –oflactometry. Journal International Dairy (12): 959-984. Delahunty CM, Eyres D, Dufour JP. 2006. Gas chromatography-olfactometry. Journal of Separation Science (29): 2107-2125.
44
Dinas Perkebunan Provinsi Bali. 2012. Potensi Kakao di Bali. Statistik Perkebunan Bali, Dinas Perkebunan Provinsi Bali. [diunduh 2013 Feb 19]. Tersedia pada: http://regionalinvestment.bkpm.go.id Direktorat Jenderal Perkebunan. 2012. Cokelatku, Budayaku, Indonesiaku. [diunduh 2013 Feb 19]. Tersedia pada: http://ditjenbun.deptan.go.id Frauendorfer F, Schieberle P. 2006. Identification of the Key Aroma Compounds in Cocoa Powder Based on Molecular Sensory Correlations. Journal of Agricultural and Food Chemistry. 2006, 54, 5521-5529. Greim H .2000. Toxikologisch-arbeitsmedizinische Begründungen von MAKWerten (Maximale Arbeitsplatz-Konzentrationen) 30. Lieferung, Essigsäure, Nachtrag, VCH Verlagsgesellschaft, Weinheim. Herbert CG, Johnstone RAW. 2002. Mas Spectometry Basics. CRC Press. Hilsaw, John V. 2003. Solid-Phase Microextraction. LC.GC Europe. Oregon (US): Serveron Corp Ho CW, Aida WM, Wan, Maskat MY, Osman H. 2006. Optimization of headspace solid phase microextraction (HS-SPME) for gas chromatography mass spectrometry (GC-MS) analysis of aroma compound in palm sugar (Arenga pinnata). Journal of Food Composition and Analysis (19): 822–830. Holland JF, Gardner BD. 2001. The Andvantage of GC-TOFMS for Flavor and Fragrace Analysis. Di dalam Marsili. Flavor Fragrance and Odor Analysis. Marcel Dekker, hlm 139-156. Hutching JB. 1999. Food Color and Appearance. Aspen Publishing, Inc., Maryland. Ed ke-2. ICN (Indonesian Commercial Newsletter). 2010. Laporan Market Intelligence. Perkembangan Agribisnis Kakao Di Indonesia. Mei 2010. [diunduh 2012 Jan 11]. Tersedia pada: http://www.datacon.co.id/agri2010kakao.html. International Cocoa Organization (ICCO), 2013. Quarterly Bulletin of Cocoa Statistics, Vol. XXXIX - No. 1 - Cocoa year 2012/2013. http://www.icco.org/about-us/icco-news/229-may-2013-quarterlybulletin-of-cocoa-statistics.html Iswanto, A. dan Winarno. 1993. Usaha Mempertahanankan Keunggulan Kakao Mulia melalui Pemanfaatan Bahan Tanaman, Prosiding Lokakarya Kakao Mulia, Jember, 21 September: 44-50. Jenis dan Anatomi Buah Kakao. 2011. Cacao Organic Fairtrade. [diunduh 2012 Jan 11]. http://cacaoorganicfairtrade.blogspot.com/2011/07/jenis-dananatomi-buah-tanaman-kakao.html Jarunrattanasri A. 2004. Aroma Formation From Rice Bran Protein Concentrate By Acid Hydrolysis And The Maillard Reaction A Dissertation Submitted In Partial Fulfillment Of The Requirements For The Degree Of Doctor Of Philosophy (Food Science) Graduate School, Kasetsart University Jinap S, Dimick PS, Hollender R. 1995. Flavour evaluation of chocolate formulated from cocoa beans from different countries. Journal of Food Control (6): 105-110. Klob B, Ettre L.2006. Static Head-Gas Chromatography Theory and Practice. John Wiley & Sons, Inc., Hoboken, New Jersey. Ed ke-2.
45
Lasekan O, Buettner A, Christbauer M. 2007. Investigation of Important Odorant of Palm Wine (Elaeis Guineensis). F. Chemistry. 105(1): 15-23. Langkong J, Ishak E, Bilang M, Muhidong J. 2011. Pemetaan Lemak Dari Biji Kakao (Theobroma Cocoa L) di Sulawesi Selatan. [diunduh 2013 Feb 19]. Tersedia pada:http://pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/1c968d54ed2d033c1052276 69ae4b8b3pdf Lindsay RC. 1996. Food Chemistry. New York : Marcel Dekker Inc. Ed ke3.Minifie BW. 1999. Chocolate, Cocoa and Confectionary: Science and Technology. Amerika Serikat (US): AVI Publishing, Connecticut. Luna F, Crouzillat D, Cirou L, Bucheli P. 2002. Chemical Composition and Flavor of Ecuadorian Cocoa Liquor. China. J. Agric. Food Chem. 2002, 50, 3527-3532 Marsili R. 2007. Sensory-Directed Flavor Analysis. Francis (FR): CRC Press, Taylor & Francis Group. LLC. McNair HM, Miller JM. 1998. Basic Gas Chromatography. John Willey and Sons. Mebezza R, Mahmoudi A, Fouchet M, Santos MD, Kamissoko F, Nefti A, Cheikh RB, Rega B, Camel V. 2009. Characterisation of volatile compounds in tunian fenugreek seeds. France. Food Chem. 115: 1326-1336. Mebaza R, Rega B, Camel V. 2011. Analysis of Human Malearm Sweat After Characteisation of Odour Active Compound by GC Coupled to Mass Spectrometry and Olfactometry. France. Food Chemistry. (128): 227235Meilgaard MC, Civille GV, Carr BT. 1999. Sensory Evaluation Techniques. Ed. Washington. (US): CRC Press. CLL. Ed ke-3. Meilgaard MC, Civille GV, Carr BT. 1999. Sensory Evaluation Techniques. Ed. Washington. (US): CRC Press. CLL. Ed ke-3. Miller JM. 2005. Chromatography: Concepts and Contrast. John Willey and Sons. Ed ke-2 Minnifie BW. 1999. Chocolate, Cocoa, and Confectionery : Science and Technology Third Edition. New York : Van Nostrand Reinhold Misnawi, Jinap S, Bakar J, Saari N. 2002. Oxidation of polyphenols in unfermented and partly fermented cocoa beans by cocoa polyphenol oxidase and tyrosinase. Journal of the Science of Food and Agriculture 82: 559 – 566 Misnawi. 2010. Overview on cocoa beans and its processing. In Cocoa Chemistry and Technology, Eds Misnawi, J. & T. Wahyudi, Lambert Academic Publising Co., Germany. ISBN 978-3-8433-7284-8, 37-70. Misnawi, Ariza. 2011. Use of gas chromatography-olfactometry in combination with solid phase micro extraction for cocoa liquor aroma analysis. Journal International Food Research (18): 829-135. Misnawi, Jinap S, Bakar J, Saari N. 2002. Oxidation of polyphenols in unfermented and partly fermented cocoa beans by cocoa polyphenol oxidase and tyrosinase. Journal of the Science of Food and Agriculture (82) : 559 – 566. Moskowitz HR. 1983. Product Testing and Sensory Evaluation of Foods. Food and Nutrition Press, Inc., Westport.
46
Muchtadi TN, Sugiono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Bogor (ID): Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, IPB. Mulato S, Widyatomo S, Misnawi, Suharjono E. 2010. Pengolahan Produk Primer dan Sekunder. Jember (ID): Puslitkoka. Odor Treshold. 2013. Leffingwell & Associates. [diunduh 2013 Feb 19]. Tersedia pada: http://www.leffingwell.com/odorthre.htm Owusu M, Petersen MA, Heimdal H. 2008. Assessment of aroma of chocolate produced from two cocoa fermentation types. In. Expression of Multidisciplinary Flavour Science. Proceedings of the 12th Wuerman Symposium. Interlarken, Switzerland: 363-366. Owusu M, Petersen MA, Heimdal H. 2010. Evaluation of Aroma and Sensory Quality of Chocolate Producedfrom Two Cocoa Fermentation Types. University of Copenhagen, Copenhagen, Denmark. Unpublished work, 2010. Owusu M, Petersen MA, Heimdal H. 2011. Effect Of Fermentation Method, Roasting And Conching Conditions On The Aroma Volatiles Of Dark Chocolate (2012) 446–456 © 2011 Wiley Periodicals, Inc.. Journal of Food Processing and Preservation ISSN: 1745-4549 Perego P, Febiano B, Cavicchioli M, Borghi M. 2004. Cocoa quality and processing a study by solid phase microextraction and gas chromatography analysis of methylpyrazines. Trans Ichem, Part C. Journal Food and Bioproducts Processing (84 C4): 291-297. Purwo S. 2012. Flavor Cokelat Profil dan Aplikasi. Food review Indonesia vol.VII/No.5/Mei 2012. Puslitkoka. 2005. Panduan Lengkap Budidaya Kakao. Jakarta (ID): Agromedia Pustaka. Puslitkoka. 2 0 0 6 . Statistik dinas perkebunan propinsi sumatera barat . Padang (ID): Disbun Sumbar Suryani, Dinie, Aulfebriansyah. 2007. Komoditas Kakao: Potret dan Pembiayaan. Economic Review: 210. Rahayu WP. 1998. Penilaian Organoleptik. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. Bogor (ID): FATETA, IPB. Ranau R, Kleeberg KK, Schegelmilch M, Streese J, Stegman R, Steinhard H. 2005. Analytical determination of the suitability of difference processes for the treatment of odorous waste gas. Food Chem: 908916. Reed, Stacy. 2010. Sensory Analysis of Chocolate Liquor. Cargill Incoporate. America. Reineccius G, Henry BH. 2006. Flavor Chemistry and Technology. CRC Press Sa’id EG. 1987. Bioindustri Penerapan Teknologi Fermentasi. Jakarta (ID): Mediyatama Sarana Perkasa. Rychlika M, Olivier BJ. 2001. Flavour off-flaour Compounds of Swiss Gruy Cheese. International Dairy Journal (11):895-901. Setyaningsih D, Apriyantono A, Sari MP. 2010. Analisis Sensori untuk Industri Pangan dan Agro. Bogor (ID): IPB Press. Schieberle P. 1996. Odour Active Compounds in Sesame Seeds. Germany. Food Chemistry. 55(2): 145-152.
47
Schwan RF dan Wheals AE. 2004. The microbiology of cocoa fermentation and its role in chocolate quality. Critical review in Food Science and Nutrition 44:205-221. Shirey, Robert E dan Sidisky. Analysis of flavors and off-flavors in foods and beverages using SPME. Supelco Park, Bellefonte, USA Sunanto H. 1992. Cokelat, Budidaya, Pengolahan Hasil dan Aspek Ekonominya. Yogyakarta (ID): Kanisius. Silamba Isak. 2011. Identifikasi profil aroma dua varietas nanas dan hasil silangannya menggunakan kromatografi gas-spektrometer massa dan kromatografi gas-olfaktometri serta uji mutu sensorinya [Tesis]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Stadelmann I. 2001. Extraction of alchohols from gasoline Using Solid Phase Microextraction (SPME) [Thesis]. Virginia : Virginia Polytechnic Institute ad state University. Soekarto ST. 1985. Penilaian Organoleptik. Jakarta (ID): Penerbit Bhratara Karya Aksara. Sulistyowati. 1999. Uji cita rasa untuk pengujian mutu biji kakao. Warta PPKKI 15(3): 324-3 Sunanto H. 1992. Cokelat, Budidaya, Pengolahan Hasil, dan Aspek Ekonominya.. Jakarta : Kanisius. Suryani, Dinie, Aulfebriansyah. 2007. Komoditas Kakao: Potret dan Pembiayaan. Economic Review: 210. Syamsulbahri. 1996. Bercocok Tanam Tanaman Perkebunan Tahunan. Yogyakarta (ID): Gajah Mada University. Wahyudi T, Panggabean TR, Pujiyanto. 2008. Panduan Lengkap Kakao. Jakarta (ID): PT. Niaga Swadaya. Wijaya CH, Ulrich D, Lestari R, Schippel K, Ebert G. 2005. Identification of potent odorants in different cultivars of snake fruit [Salacca zalacca(Gaert.) Voss] using gas chromatography-olfactometry. J. Agric. Food Chem. (53):1637-1641.
48
Lampiran 1. Kuesioner Pre-screening KUESIONER PRE SCREENING UJI SENSORI DESKRIPSI BIJI KAKAO Nama : Tanggal : Alamat : Umur : Jenis Kelamin : No. Hp : 1. Dari hari senin-jumat, kapan anda tidak ada dan tidak dapat melakukan pengujian sensori? (eksternal) 2. Dalam jam kantor, kapan anda bisa melakukan pengujian? (internal) a. 10.00-12.00 b. 14.00-16.00 Kesehatan: 1. Riwayat kesehatan(berikan tanda jika anda memiliki gangguan kesehatan di bawah ini) Gangguan rongga mulut dan gigi Gangguan saluran pernafasan Hipertensi Alergi makanan sebutkan …………. Diabetes 2. Apakah anda mengkonsumsi obat-obatan tertentu yang mempengaruhi kepekaan terhadap pencicipan dan penciuman? Kebiasaan mengkonsumsi makanan 1. 2. 3. 4.
Apakah anda seorang perokok? Makanan apa yang paling anda sukai? Makanan apa yang paling tidak anda sukai? Apakah anda menyukai kakao/ coklat? (Suka/tidak suka) Mengapa? 5. Apakah anda sedang diet atau membatasi konsumsi makanan tertentu? 6. Apakah anda sarapan setiap hari? Jam berapa? 7. Berikan penilaian terhadap kemampuan anda sendiri dalam mengidentifikasi dan membedakan aroma/ bau dan rasa suatu produk: Penciuman
Pencicipan
Penilaian Baik sekali Rata-rata Kurang
Quiz 1. Jelaskan yang nada ketahui tentang perbedaan flavor dan aroma! 2. Jelaskan yang anda ketahui tentang perbedaan flavor dan tekstur! 3. Sebutkan beberapa kata untuk mendeskripsikan rasa kakao!
49
Lampiran 2. Kemampuan Menskala KEMAMPUAN MENSKALA
50
Lampiran 3. Lembar Persetujuan dan Riwayat Kesehatan
LEMBAR PERSETUJUAN DAN RIWAYAT KESEHATAN Nama Tanggal Pengujian Tempat Jenis Pengujian
: Usia : : : : Seleksi awal Riwayat Kesehatan Pemilihan Panelis
Instruksi : Pada proses seleksi awal pemilihan panelis dilakukan dengan cara memberikan jawaban tertulis terhadap beberapa pertanyaan mengenai riwayat kesehatan panelis sebagai berikut : No. Deskripsi pertanyaan Jawaban 1. Pernahkan anda mengidap penyakit yang berhibungan dengan panca indera atau penyakit yang berhubungan dengan kemampuan sensori anda (seperti : diabetes, randang telinga, alergi dll) 2. Bila pernah, apakah penyakit tersebut sering kambuh ? 3. Berapa lamakah sakit tersebut berlangsung apabila penyakit tersebut sedang kambuh ? 4. Di dalam keluarga anda adakah anggota keluarga lainnya yang menderita penyakit yang sama ? Jika ya, siapakah anggota keluarga anda yang menderita penyakit tersebut ? Apabila anda lolos seleksi dan memenuhi syarat sebagai panelis telatih, maka anda diharapkan memberikan pernyataan tentang kesediaan anda sebagai panelis terlatih : “Saya yang bertandatangan dibawah ini, Nama : Pekerjaan : Alamat : Menyatakan bahwa saya bersedia meluangkan waktu sebagai panelis terlatih untuk melakukan pengujian sensori sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati bersama. Jember,
(
2012
………………………………….
Lampiran 4. Formulir Uji Hedonik
)
51
Nama : Instansi : Nama Produk : Pasta kakao
UJI HEDONIK Hari/ tanggal pengujian:
1.Instruksi : 1. Nyatakan penilaian anda dan beri tanda () pada pernyataan yang sesuai dengan penilaian anda 2. Jangan membandingkan antar sampel 3. Untuk penilaian terhadap aroma (bau), bauilah aroma sampel pasta kokoa. Beristirahatlah selama 30 detik sebelum membaui sampel berikutnya 4. Untuk penilaian rasa: ambil sampel sebanyak seujung sendok bagian belakang; letakkan di lidah, ratakan pada permukaaan lidah dengan sendok bagian belakang, lalu rasakan dan telan. 5. Makanlah sepotong crackers dan berkumurlah sebelum sampel berikutnya. Penilaian/ Kode sampel: Sangat suka Suka Agak suka Netral Agak tidak suka Tidak suka Sangat tidak suka Penilaian/ Kode sampel: Sangat suka Suka Agak suka Netral Agak tidak suka Tidak suka Sangat tidak suka Penilaian/ Kode sampel: Sangat suka Suka Agak suka Netral Agak tidak suka
….
….
….
Warna ….
….
….
….
….
….
Aroma ….
….
….
….
….
….
Rasa ….
….
….
52
Tidak suka Sangat tidak suka Penilaian/ Kode sampel: Sangat suka Suka Agak suka Netral Agak tidak suka Tidak suka Sangat tidak suka Penilaian/ Kode sampel: Sangat suka Suka Agak suka Netral Agak tidak suka Tidak suka Sangat tidak suka
….
….
Aftertaste …. ….
….
….
….
….
….
Overall ….
….
….
2. Urutkan sampel berdasarkan tingkat kesukaan saudara, mulai dari sampel yang paling anda sukai : 1. Kode : 2. Kode : 3. Kode : 4. Kode : 5. Kode : 6. Kode : Komentar : ................................................................................................................................... ................................................................................................................................... ...................................................................................................................................
Lampiran 5. Kuesioner Uji Matching Test dan Identifikasi Aroma dan Rasa
53
Matching Test – Identifikasi Aroma Nama : Booth : Tgl. Pengujian : Sampel : essen bau dasar Kriteria Uji : Seleksi Panelis untuk Identifikasi Aroma Dasar Intruksi : Lakukan penciuman sampel satu persatu dengan cara membuka botol sampel dan mengibaskan bagian atas botol menggunakan tangan menuju hidung. Deskripsikan bau yang tercium dalam bentuk verbal /kata-kata (maksimal 3 kata) pada tabel dibawah ini. Tutup kembali botol dan istirahatkan hidung anda selama 30 detik sebelum melakukan pengujian sampel berikutnya. Anda dapat membaui kopi sebelum membaui contoh lain. Kode sampel
Deskripsi bau
~Terimakasih atas partisipasinya~
MATCHING TEST – IDENTIFIKASI RASA Nama : Tanggal : Produk : Instruksi : Dihadapan anda terdapat delapan sampel dimana terbagi menjadi dua set yang berbeda. Kedua set tersebut berada tepat didepan kanan dan kiri anda. Cicipi sampel kemudian cocokkan dengan sampel yang sama pada set kiri dengan set kanan anda. Pengujian terhadap sampel hanya dilakukan satu kali, tidak boleh berulang. Netralkan indra pencicip anda dengan menggunakan air, untuk melakukan pengujian sampel berikutnya. Kode sampel (Set kiri)
Kode sampel (Set kanan)
Deskripsi
~Terimakasih atas partisipasinya~
Lampiran 6. Kuesioner Uji Segitiga Aroma Dasar
54
UJI SEGITIGA AROMA DASAR Nama : Intansi : Tanggal pengujian : Instruksi : Di depan anda disajikan 3 set larutan aroma (masing-masing aroma berbeda). Setiap set terdiri dari 3 sampel larutan aroma dimana terdapat dua sampel yang sama dan satu sampel beda. Identifikasi sampel yang berbeda dengan memberikan tanda (√ ) pada kolom dibawah. Jika anda tidak menemukan contoh yang berbeda, anda diminta untuk menebak. Cara pengujian: Tulislah kode sampel dari kiri ke kanan larutan uji pada kotak yang disediakan Bukalah botol yang berisi contoh larutan, lewatkan di dekat hidung anda selama 3 detik Anda dapat juga membaui kopi sebelum membaui contoh yang lain Tentukan contoh yang berbeda diantara 3 contoh yang anda coba Aroma 1 Kode sampel Sampel beda Aroma 2 Kode sampel Sampel beda Aroma 3 Kode sampel Sampel beda Komentar : ......................................................................................................................... ~Terimakasih atas partisipasinya~
Lampiran 7. Kuesioner Uji Segitiga Rasa Dasar
55
UJI SEGITIGA RASA DASAR Nama : Intansi : Tanggal pengujian : Instruksi : Di depan anda disajikan 5 set larutan rasa (masing-masing rasanya berbeda) . Setiap set terdiri dari 3 sampel larutan rasa dimana terdapat dua sampel yang sama dan satu sampel beda. Identifikasi sampel yang berbeda dengan memberikan tanda (√ ) pada kolom dibawah. Jika anda tidak menemukan contoh yang berbeda, anda diminta untuk menebak. Cara pengujian: Tulislah kode sampel dari kiri ke kanan larutan uji pada kotak yang disediakan Cicipilah satu sendok larutan contoh selama 3 detik lalu telan Minumlah seteguk air putih sebagai penetral Istirahatkan selama 30 detik sebelum mencicipi contoh yang lain Tentukan contoh yang berbeda diantara 3 contoh yang anda coba Rasa Manis Kode sampel Sampel beda Rasa Asam Kode sampel Sampel beda Rasa Pahit Kode sampel Sampel beda Rasa Asin Kode sampel Sampel beda Rasa Gurih Kode sampel Sampel beda Komentar : .............................................................................................................................. ~Terimakasih atas partisipasinya Lampiran 8. Kuesioner Uji Rangking
56
SCORESHEET UJI RANKING Sampel : Larutan Nama :
Tanggal :
Instruksi Urutkan 4 sampel berikut berdasarkan intensitasnya dari konsentrasi yang paling rendah (tulis angka 1 pada kolom yang disediakan) hingga konsentrasi yang paling tinggi (tulis angka 4 per kolom yang disediakan). Ujilah masingmasing sampel dan gunakan penetral air tawar untuk menetralkan mulut anda sebelum melakukan pengujian. Kode Sampel
Ranking
~Terimakasih atas partisipasinya~
Lampiran 9. Lembaran Uji Deskriptif Kuantitatif Aroma
57
UJI DESKRIPTIF KUANTITATIF (QDA) AROMA Nama panelis : Tanggal pengujian : Instruksi : Dihadapan Saudara terdapat contoh pasta kakao, berilah penilaian intensitas aroma dengan membandingkan terhadap intensitas aroma larutan standar yang tersedia dengan cara: 1. Buka tutup botol larutan flavor standar tersebut. Mulailah dari standar yang mempunyai intensitas lebih kecil dahulu kemudian lanjutkan ke flavor standar dengan intensitas yang lebih tinggi. 2. Hirup aroma pasta kakao selama 5 detik dan bandingkan dengan aroma dan nilai intensitas flavor standar, kemudian berikan penilaian terhadap intensitas flavor contoh dengan memberikan tanda vertikal (I) di atas garis intensitas. 3. Beristirahatlah selama 20 detik bauilah kopi dan diri anda sendiri sebelum membaui flavor standar berikutnya, Kode contoh: 1. Aroma kacang (nutty)
Lemah
Kuat
2. Aroma cokelat (chocolate) Lemah
Kuat
3. Aroma asam (acid)
Lemah
Kuat
4. Aroma tanah (earthy)
Lemah
Lampiran 10. Lembaran Uji Deskriptif Kuantitatif Rasa
Kuat
58
UJI DESKRIPTIF KUANTITATIF (QDA) RASA Nama panelis : Tanggal pengujian : Instruksi : Dihadapan Saudara terdapat contoh pasta kakao, berilah penilaian intensitas rasa dengan membandingkan terhadap intensitas rasa larutan standar yang tersedia dengan cara: 1. Cicipilah satu sendok larutan standar yang mempunyai intensitas yang lebih kecil dahulu selama 5 detik, lalu lanjutkan ke larutan standar yang lebih tinggi. 2. Ambil sampel sebanyak seujung sendok bagian belakang; letakkan di lidah, ratakan pada permukaaan lidah dengan sendok bagian belakang, lalu rasakan selama 30 detik, dan telan. 3. Bandingkan rasa dan nilai intensitas rasa standar yang diberikan penilaian terhadap intensitas rasa contoh dengan memberikan tanda vertikal (I) diatas garis intensitas 4. Makanlah sepotong crackers dan berkumurlah sebelum sampel berikutnya. Kode contoh: 1. Rasa pahit
Lemah
Kuat
2. Rasa Asam
Lemah
Kuat
3. Rasa Sepat
Lemah
Kuat
Lampiran 11. Hasil uji aroma sederhana dan rasa dasar No
Nama
Tahap I Identitas Identitas
Uji
Tahap II Uji
Tahap III Uji Uji
Ket
59
rasa 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
aroma
Cahya 100 100 Vetlin 100 100 Variable:Warna RizkiDependent 100 100 Ade 20 100 Ninik 80 100 Ariza 100 80 Panji 80 100 Fitra 100 100 Rio 100 100 Intan 80 100 Qosim 20 0 Fitri 100 100 Rina 80 100 Budi 80 80 Mul 80 100 Sulis 80 100 Fajar 80 100 Agus 80 100 Eko 80 80 Ket: : lulus x : gagal - : mengundurkan diri
segitiga segitiga rangking rasa aroma rasa 80 65 100 Tests of100 Between-Subjects 65 Effects 100 80 100 100 80 80 70 100 80 100 40 80 100 80 100 100 80 65 80 100 100 100 100 100 100 100 80 65 100 80 65 100 80 65 100 80 65 100 -
Lampiran 12. Hasil ANOVA dan DMRT uji hedonik
rangking aroma 100 100 80 100 100 100 100 100 65 100 100 100 100 -
x x -
60
Type III Sum of Squares
Source
df
Mean Square
Corrected Model Intercept Sampel Error
a
47.199 6483.767 47.199 400.034
3 1 3 232
Total
6931.000
236
447.233
235
Corrected Total
F
15.733 6483.767 15.733 1.724
Sig.
9.124 3760.266 9.124
.000 .000 .000
a. R Squared = ,106 (Adjusted R Squared = ,094) Warna a,,b
Duncan
Subset
Sampel Coklat
N
1
2
Sulsel
59
4.7119
Ghana
59
4.8983
Bali
59
5.5763
Jatim
59
5.7797
Sig.
.441
.401
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 1,724. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 59,000. b. Alpha = 0,05.
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Rasa Type III Sum of Squares
Source
df
Mean Square
Corrected Model Intercept Sampel Error
a
32.996 3318.750 32.996 627.254
3 1 3 232
Total
3979.000
236
660.250
235
Corrected Total
a. R Squared = ,050 (Adjusted R Squared = ,038)
Rasa a,,b
Duncan Sampel
N
Subset
10.999 3318.750 10.999 2.704
F 4.068 1227.493 4.068
Sig. .008 .000 .008
61
Coklat
1
2
Ghana
59
3.2542
Jatim Sulsel Bali
59 59 59
3.6780 3.7627
3.6780 3.7627 4.3051
.114
.050
Sig.
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 2,704. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 59,000. b. Alpha = 0,05. Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Aroma Type III Sum of Squares
Source
df
Mean Square
Corrected Model Intercept Sampel Error
a
60.216 5830.208 60.216 522.576
3 1 3 232
Total
6413.000
236
582.792
235
Corrected Total
20.072 5830.208 20.072 2.252
a. R Squared = ,103 (Adjusted R Squared = ,092) Aroma a,,b
Duncan Sampel Coklat
Subset N
1
2
Sulsel
59
4.4237
Ghana
59
4.5254
Bali
59
5.3390
Jatim
59
5.5932
Sig.
.713
.358
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 2,252. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 59,000. b. Alpha = 0,05.
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Aftertaste
F 8.911 2588.346 8.911
Sig. .000 .000 .000
62
Source
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
Corrected Model Intercept Sampel Error
a
7.881 3921.373 7.881 648.746
3 1 3 232
Total
4578.000
236
656.627
235
Corrected Total
2.627 3921.373 2.627 2.796
F .939 1402.334 .939
Sig. .422 .000 .422
a. R Squared = ,012 (Adjusted R Squared = -,001)
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Overall Source
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
Corrected Model Intercept Sampel Error
a
16.881 4653.831 16.881 593.288
3 1 3 232
Total
5264.000
236
610.169
235
Corrected Total
5.627 4653.831 5.627 2.557
a. R Squared = ,028 (Adjusted R Squared = ,015)
Lampiran 13. Hasil Friedman pada Uji Rangking Descriptive Statistics
F 2.200 1819.839 2.200
Sig. .089 .000 .089
63
N
Mean
Std. Deviation
Minimum
Maximum
Ghana
59
2.8136
1.12149
1.00
4.00
Sulsel
59
3.0169
.81983
1.00
4.00
Bali
59
2.0508
1.04095
1.00
4.00
Jatim
59
2.0678
1.12747
1.00
4.00
Ranks a
Test Statistics
Mean Rank Ghana
2.84
Sulsel
3.03
Bali
2.05
Jatim
2.08
N
59
Chi-Square
27.179
df
3
Asymp. Sig.
.000
Uji lanjut LSD ANOVA hedonik_rangking Sum of Squares Between Groups
df
Mean Square
44,453
3
14,818
Within Groups
248,508
232
1,071
Total
292,962
235
KTG (within groups)=1,071 Syi-y’= KTG (2/r) = 1,071 (2/59) = 0,036 =0,190 BNT=t /2 db.galat (Sy,y1) = (t0,05/2;232)x0,190 = 1,984x0,190 =0,378 Y1=Ghana Y2 =Sulawesi Selatan Y3=Bali Y4=Jawa Timur
Dibandingkan dengan nilai kritis BNT 0,378 Y1- Y2= 2,81-3,02 = 0,21
F 13,833
Sig. ,000
64
Y1- Y3= Y1- Y4= Y2- Y3= Y2- Y4= Y3- Y4=
2,81-2,05 = 0,76 2,81-2,07 = 0,74 3,02-2,05 = 0,97 3,02-2,07 = 0,95 2,05-2,07 = 0,02
Y1- Y2 Nilai kritis BNT, menyatakan berbeda nyata Y3
Y4 b
Y1 Y2 a
Rangking 1 2 3 4
Nilai 2.05b 2.07b 2.81a 3.02a
Pasta kakao Bali Jawa Timur Ghana Sulawesi Selatan
Hasil rangking pasta kakao Bali dan Jawa Timur tidak berbeda nyata Hasil rangking pasta kakao Ghana dan Sulawesi Selatan tidak berbeda nyata. Hasil rangking pasta kakao Bali dan Ghana berbeda nyata. Hasil rangking pasta kakao Bali dan Sulawesi Selatan berbeda nyata Hasil rangking pasta kakao Jawa Timur dan Ghana berbeda nyata Hasil rangking pasta kakao Jawa Timur dan Sulawesi Selatan berbeda nyata
65 RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Karawang pada tanggal 3 Juni 1987 dari ayah Darwanto dan ibu Dewi Tri Puji Astuti. Penulis adalah putri ketiga dari enam bersaudara. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Pakuan, lulus pada tahun 2009. Pada tahun 2010, penulis diterima di Program Studi Ilmu Pangan Program Pasca Sarjana IPB. Penulis menyusun tesis dengan judul “Profil Aroma dan Mutu Sensori Pasta Kakao Unggulan dari Beberapa Daerah di Indonesia”dibawah bimbingan Dr.Ir. Feri Kusnandar, M.Sc, Prof.Dr.Ir.C.Hanny Wijaya, M.Agr, Dr. Ir. Misnawi. Penelitian didanai oleh Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jember-Jawa Timur.