KEDUDUKAN HAKIM SEBAGAI PEJABAT NEGARA
Prof. Dr. Takdir Rahmadi, S.H., LL.M Ketua Kamar Pembinaan Mahkamah Agung RI (Disampaikan pada Seminar: “Kedudukan Hakim Sebagai Pejabat Negara” Diselenggarakan Oleh Balitbangdiklatkumdil Mahkamah Agung RI) 26 November 2015
REASONS: HAKIM SEBAGAI PEJABAT NEGARA • HAKIM SEBAGAI PERWUJUDAN KEKUASAAN JUDISIAL YANG MANDIRI/ BEBAS DARI INTERVENSI KETIKA MENGHASILKAN/MEMBUAT PUTUSAN/KEMANDIRIAN KEKUASAAN KEHAKIMAN; • HAKIM ADALAH PELAKU SENTRAL DALAM MEWUJUDKAN CITA NEGARA HUKUM; • PERLU MEMBERIKAN APA YANG MENJADI HAKNYA: PENGHORMATAN SECARA HUKUM, POLITIK, SOSIAL DAN EKONOMI;
LANJUTAN • MENYAMAKAN HAKIM DENGAN PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) MERUPAKAN BENTUK PENGINGKARAN ATAS KEDUDUKAN HAKIM SEBAGAI PELAKU SENTRAL DALAM MEWUJUDKAN CITA NEGARA HUKUM; • SECARA SOSIAL, POLITIS DAN EKONOMIS HAL ITU JUGA MEREDUKSI PERAN HAKIM SEBAGAI PERWUJUDAN KEKUASAAN YUDIKATIF YANG TERPISAH DARI KEKUASAAN EKSEKUTIF DAN LEGISLATIF.
KILAS BALIK: PERJUANGAN YANG PANJANG • RAKERNAS PIMPINAN MA (KMA SOERJADI), KETUA-KETUA PT DAN PN NOVEMBER 1966, TIGA BUTIR PERNYATAAN: (1) OTONOMI KELEMBAGAAN; (2) MA MEMILIKI KEWENANGAN MENGUJI UU ATAU PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI BAWAHNYA; (3) STATUS JABATAN, PENGGAJIAN DAN INSENTIF/ JAMINAN SOSIAL BERBEDA DARI PNS PADA UMUMNYA.
LANJUTAN • PIDATO PEMBUKAAN KETUA IKAHI (ASIKIN KUSUMAH ATMADJA) DALAM SEMINAR IKAHI NOVEMBER 1968 INTINYA: MENYATAKAN PENOLAKAN ATAS STATUS HAKIM YANG DISAMAKAN DENGAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN MEMINTA STATUS JABATAN HAKIM DIATUR TERSENDIRI TERPISAH DARI STATUS PNS. • MENGAPA SAMPAI ADA TUNTUTAN SEPERTI INI? DI ANTARANYA DISEBABKAN ADANYA UU NO. 19 THN 1964 TTG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK KEKUASAAN KEHAKIMAN, PRESIDEN BOLEH CAMPUR TANGAN ATAS NAMA REVOLUSI YANG MEMBOLEHKAN INTERVENSI; PASAL 19 UU 19/1964 : “DEMI KEPENTINGAN REVOLUSI, KEHORMATAN NEGARA DAN BANGSA ATAU KEPENTINGAN MASYARAKAT YANG SANGAT MENDESAK, PRESIDEN DAPAT TURUT ATAU CAMPUR-TANGAN DALAM SOAL-SOAL PENGADILAN”. • PRAKTIK YANG TIDAK MENGHORMATI HAKIM, ZAMAN ORDE LAMA PENEMPATAN KURSI KMA DALAM ACARA KENEGARAAN YANG TIDAK SETARA DENGAN PRESIDEN, ORDE BARU: KMA HARUS MENUNGGU 1 (SATU) JAM UNTUK BERTEMU DENGAN MENSESNEG, ORDE REFORMASI: TIDAK ADA PENYEBUTAN JABATAN HAKIM DALAM FORMULIR KTP SERTA HAK PROTOKOLER DAN FASILITAS YANG BELUM DIPENUHI.
PANDANGAN DARI NEGARA LAIN HAKIM AGUNG KANADA, WILLIAM KELLY: • Improving the service conditions of our judges is not in the interest of the judges alone, but in the interest of the sound and efficient administration of justice as well. • Remuneration security means that the salary of all judges should be adequate, fixed and secure and not subject to arbitrary change by any branch of government. The objectives, of course, are to ensure judges are not subject to temptation, are not unduly worried or distracted by their present and future financial state, and that judicial remuneration is sufficient to attract the most competent and qualified citizens into the judicial ranks. • “When you are reduced to begging for a decent salary, how can you be truly independent?” • (Ketika profesi hakim terpaksa untuk mengemis agar memperoleh gaji yang layak, bagaimana profesi hakim dapat menjadi sepenuhnya mandiri?)
PANDANGAN DARI NEGARA LAIN-lanjutan • “If Judges have to live in mean houses, wear cheap clothes…..not only would their work suffer by reason of their mental discomfort but the present high estimation in which the judiciary is everywhere held would also suffer. If the members of the judiciary are not regarded with respect, their impartiality will, such is human nature, come to be doubted…..”
PARADIGMA KEDUDUKAN HAKIM PADA ERA REFORMASI • Era Reformasi membawa perubahan fundamental pada sistem ketatanegaraan Indonesia di antaranya melalui perubahan UUD 1945. • Perubahan Ketiga UUD 1945 pada Pasal 24 menyatakan bahwa kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. • Pelaku utama kekuasaan kehakiman oleh Mahkamah Agung dan badan peradilan pada 4 (empat) lingkungan peradilan di bawahnya serta Mahkamah Konstitusi adalah adalah Hakim.
PARADIGMA KEDUDUKAN HAKIM PADA ERA REFORMASI-lanjutan • Pasal 24A UUD 1945 selanjutnya mengamanatkan bahwa susunan, kedudukan, keanggotaan, dan hukum acara Mahkamah Agung serta badan peradilan di bawahnya diatur dengan undang-undang.
• Dengan demikian Hakim pada semua badan peradilan merupakan alat perlengkapan negara atau jabatan ketatanegaraan yang bertindak memeriksa dan memutus perkara atas nama negara. • Sejalan dengan amanat UUD 1945 di atas, untuk menjamin penyelenggaraan kekuasaan kehakiman sesuai dengan nilainilai Pancasila dan UUD 1945 yang merdeka dan berwibawa, maka pelaksana kekuasaan kehakiman yaitu Hakim harus ditempatkan pada kedudukan yang layak, salah satunya dengan menempatkan Hakim pada semua tingkatan badan peradilan sebagai Pejabat Negara.
PENGATURAN HAKIM SEBAGAI PEJABAT NEGARA Berbagai peraturan perundang-undangan menyebutkan Hakim pada semua tingkat peradilan sebagai Pejabat Negara/Penyelenggara Negara: 1. UU 28/1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. • Pasal 1 angka 1 : Penyelenggara Negara adalah Pejabat Negara yang menjalankan fungsi eksekutif, legislatif, atau yudikatif, dan pejabat lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. • Pasal 2 angka 5; Penyelenggara Negara meliputi: 5. Hakim; 2. UU 48/2009 tentang Kekuasaan Kehakiman • Pasal 1 angka 5 dan Pasal 19 Hakim dan hakim konstitusi adalah pejabat negara yang melakukan kekuasaan kehakiman yang diatur dalam undang- undang. • Pasal 31 ayat (1) Hakim pengadilan di bawah Mahkamah Agung merupakan pejabat negara yang melaksanakan kekuasaan kehakiman yang berada pada badan peradilan di bawah Mahkamah Agung.
PENGATURAN HAKIM SEBAGAI PEJABAT NEGARA-lanjutan 3. UU 43/1999 ttg Perubahan Atas Undang-undang No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-
Pokok Kepegawaian. Pasal 11 ayat (1) huruf d: Pejabat Negara terdiri atas Ketua, Wakil Ketua, dan Ketua Muda, dan Hakim Agung pada Mahkamah Agung, serta ketua, Wakil Ketua, dan Hakim pada semua Badan Peradilan. 4. UU 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). Pasal 122 huruf e: Pejabat negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 121 yaitu: e. Ketua, wakil ketua, ketua muda dan hakim agung pada Mahkamah Agung serta ketua, wakil ketua, dan hakim pada semua badan peradilan kecuali hakim ad hoc; 5. Peraturan Menteri Sekretaris Negara No. 7/2012 tentang Penetapan Petunjuk Pelaksanaan Penanganan Administrasi Pejabat Negara dan Pejabat Lainnya. Lampiran Bab II huruf A. Pejabat Negara dan Pejabat Lainnya yang Penanganan Administrasinya dilaksanakan oleh Kementerian Sekretariat Negara: 3. Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda, dan Hakim Agung pada Mahkamah Agung; 10. Hakim Pengadilan Umum; 11. Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara; 12. Hakim Pengadilan Agama; 13. Hakim Mahkamah Syar’iah; 14. Hakim Pengadilan Militer;
IMPLEMENTASI KEDUDUKAN HAKIM SEBAGAI PEJABAT NEGARA (STATUS HAKIM SEBAGAI PEJABAT NEGARA SEKALIGUS PNS)
• Meskipun berbagai peraturan perundang-undangan telah menegaskan Hakim pada semua tingkatan badan peradilan adalah pejabat negara, tetapi kondisi objektif menunjukkan hakim belum mendapatkan hak sesuai dengan kedudukannya. • Hakim Pertama dan Hakim Tinggi masih tetap menyandang status sebagai Pegawai Negeri Sipil/PNS. Dengan masih berstatus sebagai PNS di samping sebagai pejabat negara, maka sistem manajemen jabatan, kepangkatan hakim dan persyaratan untuk memperoleh promosi/kenaikan jabatan maupun untuk menduduki pimpinan pengadilan mengikuti pola PNS yang didasarkan atas penggolongan ruang/kepangkatan tersebut. Hal tersebut masih membuka intervensi pihak eksekutif.
BELUM TEREALISASINYA HAK DAN FASILITAS HAKIM SESUAI KEDUDUKANNYA SEBAGAI PEJABAT NEGARA
• Hakim Pertama dan Hakim Tinggi juga belum mendapatkan hak dan fasilitas sebagai pejabat negara. Bahkan amanat berbagai undang-undang yang terkait dengan kekuasaan kehakiman yaitu UU 48/2008 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-undang Peradilan Umum (UU 2/1986 jo. UU 8/2004 jo. UU 49/2009), Undang-undang Peradilan Agama (UU 7/1989 jo. UU 3/2006 jo. UU 50/2009) dan Undang-undang Peradilan Tata Usaha Negara (UU 5/1986 jo. UU 9/2004 jo. UU 51/2009) mengenai kedudukan protokoler, rumah negara, fasilitas transportasi, jaminan kesehatan, jaminan keamanan, dan hak serta tunjangan lain bagi Hakim yang kemudian diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 94/2012 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Hakim Yang Berada di Bawah Mahkamah Agung, belum sepenuhnya direalisasikan.
BELUM TEREALISASINYA HAK DAN FASILITAS HAKIM SESUAI KEDUDUKANNYA SEBAGAI PEJABAT NEGARA lanjutan
• Sebagai contoh, Pasal 5 PP 94/2012 menyatakan bahwa dalam hal rumah negara dan/atau sarana transportasi belum tersedia, Hakim dapat diberikan tunjangan perumahan dan transportasi, tetapi fakta menunjukkan karena terbatasnya rumah negara, banyak Hakim yang tidak menempati rumah negara dan hampir semua Hakim selain Ketua dan Wakil Ketua Pengadilan yang tidak mendapatkan sarana transportasi ternyata tidak memperoleh tunjangan perumahan dan/atau transportasi.
KONSEKUENSI PENGATURAN HAKIM SEBAGAI PEJABAT NEGARA •
•
•
•
•
Kedudukan Hakim pada semua tingkat peradilan sebagai pejabat negara telah ditegaskan dalam berbagai peraturan perundang-undangan. Hal tersebut merupakan amanat UUD 1945. Sejalan dengan itu, pengakuan, penghargaan dan penempatan hakim dalam kedudukannya yang layak dan tepat juga dilakukan di negara-negara lain. Menyikapi kondisi objektif masih belum dilaksanakannya pemenuhan status, hak dan fasilitas yang melekat pada kedudukan hakim sebagai pejabat negara, maka perlu dikaji dan didiskusikan lebih lanjut konsekuensi status hakim sebagai pejabat negara. Pejabat negara sebagaimana disebutkan dalam UU 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara/ASN meliputi pejabat negara yang dipilih melalui pemilihan umum dan pejabat negara yang diangkat. Hakim dan Hakim Agung adalah pejabat negara yang diangkat sebagaimana Hakim Konstitusi, Anggota BPK, KY, Menteri dan pimpinan KPK. Berbeda dengan masa jabatan pejabat negara di atas yang memiliki periodisasi antara 4 s/d 5 tahun dan hanya dapat diangkat kembali pada masa jabatan yang sama paling banyak satu kali. Untuk masa jabatan Hakim dan Hakim Agung adalah tetap. Begitu diangkat, Hakim Pertama dan Hakim Tinggi akan menjalani masa jabatan selama lebih kurang 40 tahun. Hakim Pertama pensiun pada usia 65 tahun, Hakim Tinggi pada usia 67 tahun, sedangkan Hakim Agung pensiun di usia 70 tahun. Dengan rentang waktu masa jabatan yang panjang, bagi Hakim Pertama dan Hakim Tinggi perlu disusun sistem klasifikasi dan standar kompetensi jabatan, pola penjenjangan karier, skala penggajian dan tunjangan berikut jaminan pensiun.
KONSEKUENSI PENGATURAN HAKIM SEBAGAI PEJABAT NEGARA
(Klasifikasi dan Penjenjangan Karier Hakim)
• Klasifikasi dan penjenjangan karier serta kepangkatan hakim sebagai pejabat negara tidak dapat lagi mengikuti pola PNS seperti selama ini yang didasarkan pada pangkat dan penggolongan ruang. • Penjenjangan karier dan kepangkatan hakim termasuk promosi untuk menduduki jabatan tertentu dapat didasarkan pada masa tugas, riwayat penempatan wilayah berdasarkan penggolongan kelas pengadilan, pendidikan dan pelatihan lanjutan, prestasi, dll.
KONSEKUENSI PENGATURAN HAKIM SEBAGAI PEJABAT NEGARA-lanjutan
(Kesejahteraan dan Fasilitas) • Kesejahteraan yang memadai berkorelasi positif terhadap independensi hakim. Negara tidak boleh membiarkan hakim dalam posisi subordinat yang harus meminta-minta cabang kekuasaan lain untuk memperhatikan kesejahteraan hakim. Negara harus memberikan jaminan kesejahteraan berupa gaji, tunjangan dan fasilitas yang layak dan bersifat tetap sehingga terhindar dari objek perubahan sewaktuwaktu oleh cabang kekuasaan negara lainnya yang dapat menjadi pintu masuk intervensi. • Perlakuan yang layak dan kesejahteraan yang memadai bagi hakim bukan semata untuk kepentingan hakim, tetapi lebih luas lagi adalah untuk kepentingan keadilan. Kesejahteraan yang memadai bagi hakim akan menjauhkan hakim dari berbagai pengaruh, baik dari cabang kekuasaan negara maupun pihak berperkara, sehingga hakim akan fokus dalam melaksanakan tugas memberikan keadilan. • Perlakuan yang layak dan kesejahteraan hakim yang memadai juga akan mendorong sarjana hukum potensial untuk bergabung menjadi hakim sehingga lembaga peradilan akan memperoleh sumber daya manusia hakim yang memiliki kompetensi, kapasitas dan integritas tinggi.
KONSEKUENSI PENGATURAN HAKIM SEBAGAI PEJABAT NEGARA-lanjutan (Kesejahteraan Masa Pensiun)
• Sebagaimana praktik di negara lain, baik negara maju seperti Kanada maupun negara berkembang seperti Sudan yang memberikan jaminan kesejahteraan hakim untuk memastikan agar hakim tidak merasa khawatir atau terganggu oleh keadaan finansial saat ini (saat masih mejabat) maupun masa mendatang (setelah tidak menjabat), maka negara juga harus memberikan penghargaan dan perlakuan yang tepat bagi pensiunan hakim dengan memberikan kesejahteraan masa pensiun yang layak sebagai pejabat negara yang berbeda dari pensiunan PNS.
URGENSI RUU JABATAN HAKIM • Pada pejabat negara melekat sejumlah wewenang dan tugas. Namun kepada pejabat negara juga dilengkapi dengan sejumlah hak dan fasilitas agar fungsi jabatan dapat terselenggara dengan baik. Oleh karena itu penjabaran kedudukan hakim sebagai pejabat negara ke dalam suatu Undang-undang khusus mengenai Jabatan Hakim menjadi penting untuk mengakomodir persoalan-persoalan di atas, selain mengatur hal-hal lain terkait jabatan hakim. • Sejalan dengan upaya mewujudkan peradilan yang independen, terbebas dari campur tangan pihak lain sekaligus sebagai amanah Putusan Mahkamah Konstitusi RI No. 43/PUU-XIII/2015 tanggal 7 Oktober 2015 bahwa proses seleksi hakim hanya menjadi wewenang Mahkamah Agung dan ketentuan lebih lanjut diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung, maka harus diatur secara tegas di dalam RUU Jabatan Hakim bahwa Mahkamah Agung sebagai pengadilan negara tertinggi yang mandiri menjadi satusatunya lembaga yang melakukan rekrutmen, pembinaan dan pengawasan teknis peradilan, organisasi, administrasi, dan finansial di empat lingkungan peradilan. • Sedangkan pengawasan perilaku hakim dapat dilakukan bersama-sama oleh Mahkamah Agung dan lembaga lain yang diberi kewenangan peraturan perundang-undangan untuk itu.
URGENSI RUU JABATAN HAKIM-lanjutan • RUU Jabatan Hakim juga harus mengatur klasifikasi, penjenjangan karier dan kepangkatan hakim dalam kedudukannya sebagai pejabat negara termasuk promosi untuk menduduki jabatan tertentu. • Selain itu, RUU Jabatan Hakim juga harus memastikan negara menjamin dan mengimplementasikan jaminan keamanan serta perlindungan terhadap hakim dalam menjalankan tugasnya. • Sejalan dengan itu, RUU tersebut juga harus memuat ketentuan terpenuhinya jaminan kesejahteraan dan fasilitas yang memadai bagi hakim di semua tingkat peradilan serta hak-hak protokoler hakim sebagai pejabat negara. • RUU Jabatan Hakim harus diperjuangkan untuk menempatkan kedudukan jabatan hakim yang independen dan berwibawa sesuai dengan marwah dan martabat luhurnya. Apabila hal ini dapat dicapai, maka visi kita bersama untuk mewujudkan Badan Peradilan Yang Agung akan semakin mendekati kenyataan.
TERIMA KASIH