PRODUKTIVITAS PADI INPARI 13 PADA DAERAH BERIKLIM C2 DI PROVINSI LAMPUNG Bariot Hafif dan Rr. Ernawati Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Lampung Jl. Z.A. Pagar Alam Ia. Raja Basa, Bandar Lampung 35145
Abstrak Provinsi Lampung adalah kawasan dengan kondisi curah hujan yang cukup beragam. Kawasan Provinsi Lampung sebelah Timur sebagai daerah sentra produksi padi, cenderung lebih kering dan dikategorikan sebagai daerah beriklim C2 dengan total curah hujan tahunan sekitar 2000 mm. Padi inpari 13 adalah salah satu varietas unggul baru (VUB) dari Badan Litbang Pertanian yang tahun 2011 dan 2012 diperkenalkan kepada petani di kawasan Lampung Timur dengan tujuan menguji daya adaptasi dan produktivitas varietas ini pada daerah beriklim C2 yaitu daerah dengan curah hujan basah (>200 mm) 5 - 6 bulan dan bulan kering (< 100 mm) 2 – 3 bulan sepanjang tahun. Hasil pengujian memperlihatkan pertumbuhan padi inpari 13 cukup baik di daerah kajian. Penanaman varietas ini yang dilakukan di sawah petani selama musim tanam 2011 dan 2012, menunjukkan produksi gabah kering panen (GKP) inpari 13 lebih tinggi sekitar 6-33% dibanding hasil varietas ciherang yang selama ini banyak ditanam petani. Padi inpari 13 juga dinilai lebih toleran terhadap cekaman air selama musim gaduh, karena hasil GKP inpari 13 pada musim tersebut lebih tinggi sekitar 18,7% dibanding hasil varietas ciherang. Kata kunci: Inpari 13, Iklim C2, Lampung Timur
Abstract Lampung province is a region with rainfall condition is quite diverse. Eastern parts of the Lampung Province as a center of rice production, tends to be dry and its climate was categorized as C2. Total annual rainfall of the area is about 2000 mm. Rice of Inpari 13 is one of the new varieties from the Agency for Agricultural Research and Development in 2011 and 2012 were introduced to farmers in East Lampung region with the aim to assess adaptability and productivity of this variety when it was developed in the region of C2 climate, i.e areas with wet precipitation (> 200 mm) 5-6 months and dry months (<100 mm) 2-3 months throughout the year. The test results showed the growth of Inpari 13 rice quite well that region. Planting varieties that performed in the fields of farmers during the growing season 2011 and 2012, showing the production of dry grain harvest of inpari 13 approximately 6-33% higher than the result of Ciherang varieties that has been widely planted by farmers. Inpari 13 rice also considered more tolerant to water stress during the 2nd planting season because in average result of Inpari 13 on the 2nd planting season was 18.7% higher than the result of Ciherang varieties. Keywords: Inpari 13, climate C2, East Lampung
73
PENDAHULUAN Provinsi Lampung memiliki lahan sawah irigasi teknis seluas 103.245 ha, sawah, irigasi setengah teknis 24.164 ha, dan lahan sawah irigasi non teknis seluas 244.008 ha dengan total saluran irigasi mencapai 371.417 km. Sawah-sawah tersebut tanahnya didominasi oleh tanah Inseptisols, Ultisols dan Oksisols(Dai et al., 1989, dan Mulyani et al., 2003). Salah satu sentra produksi padi di Provinsi Lampung adalah Kabupaten Lampung Timur. Luas sawah di kabupaten ini mencapai 54.981 dengan luas panen pada tahun 2010 sekitar 83.834 ha dan produktivitas sekitar 51,53 kw/ha (BPS Provinsi Lampung 2011). Iklim di wilayah Kabupaten Lampung Timur menurut Smith dan Ferguson dalam BMG Lampung (1999) termasuk dalam kategori iklim B, yang dicirikan oleh bulan basah (curah hujan > 100 mm) selama 6 bulan yaitu Desember-Juni. Sedangkan menurut Oldeman et al., (1979) iklim dari Kabupaten Lampung Timur temasuk tipe C2 dengan jumlah bulan basah (curah hujan > 200 mm) antara 5-6 bulan dan bulan kering (curah hujan < 100) sekitar 2-3 bulan sepanjang tahun. Temperatur rata-rata harian di daerah ini kisaran 26º - 28º C dan total curah hujan tahunan kisaran 2000 - 2500 mm. Padi varietas inpari 13 adalah salah satu varietas yang diunggulkan Badan Litbang Pertanian, diantara beberapa varietas unggul baru (VUB) lainnya. Varietas ini toleran terhadap hama wereng batang cokelat (WBC), agak rentan terhadap penyakit hawar daun bakteri, tahan terhadap penyakit blas ras 0,33 dan sesuai ditanam pada ekosistem sawah tadah hujan dataran rendah sampai ketinggian 600 m dpl dengan potensi hasil 8,0 ton/ha (Badan Litbang Pertanian, 2011). Pada tahun 2011 dan 2012 varietas ini diperkenalkan ke petani Provinsi Lampung termasuk petani di Kabupaten Lampung Timur. Penanaman padi varietas inpari 13 di Lampung Timur bertujuan menguji produktivitas varietas inpari 13 bila dikembangkan pada sawah irigasi di daerah beriklim C2.
BAHAN DAN METODA Pengkajian dilaksanakan pada musim tanam tahun 2011 dan 2012. Pelaksanaan kajian adaptasi inpari 13 dibagi atas dua kegiatan, yaitu 1) penanaman
74
inpari 13 pada lahan display di areal seluas 1 ha pada MT 2 tahun 2011 di Desa Wonosari Kecamatan Pekalongan, dan seluas 1 ha pada MT 2 tahun 2012 masingmasing di Desa Bumi Harjo Kecamatan Batang Hari dan Desa Taman Bogo Kecamatan Purbolinggo, dan 2) kajian adaptasi inpari 13 pada sawah-sawah petani peserta SL-PTT sebagai bagian dari uji VUB di beberapa kecamatan, di Kabupaten Lampung Timur. Padi inpari 13 yang ditanam diperlakukan dengan teknologi PTT, sesuai dengan yang direkomendasikan ke petani pelaksana SL-PTT. Teknologi PTT yang direkomendasikan adalah: pemberian bahan organik 2 ton/ha, pengaturan populasi tanaman optimum yaitu dengan penerapan sistem tanam jejer legowo (pada lokasi display diterapkan legowo 4:1 untuk tahun 2011 dan 2:1 untuk tahun 2012), aplikasi pupuk urea 150 kg/ha dan pupuk majemuk Phonska 300 kg/ha, penerapan PHT, penanaman bibit muda (umur< 21 hari), penanaman bibit 1-3 daun per rumpun, penyiangan dengan menggunakan landak, dan panen tepat waktu (malai menguning 95%) serta padi segera dirontok. Penanaman dan penerapan teknologi pada display,
diawasi langsung oleh
peneliti/pengkaji dengan dibantu oleh penyuluh pendamping. Sedangkan penanaman inpari 13 di sawah petani peserta SL-PTT di banyak tempat (kecamatan) dalam penerapan teknologi PTT diawasi oleh penyuluh pendamping dibantu oleh pengkaji BPTP Lampung. Data yang dikumpulkan di uji adaptasi pada display adalah sifat tanah sawah, kondisi curah hujan, dan pertumbuhan serta produksi padi inpari 13. Sedangkan data dari inpari 13 yang ditanam di sawah petani pelaksana SL-PTT yang dikumpulkan hanyalah data produksi berat kering panen (BKP).
75
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Hujan di Daerah Iklim C2 Kekurangan air pada musim tanam gaduh (MT 2) merupakan masalah utama penanaman padi di daerah beriklim C2. Penanaman padi di sawah irigasi baik di Desa Wonosari Pekalongan, Desa Bumi Harjo Kecamatan Batang Hari dan Desa Taman Bogo Kecamatan Purbolinggo, hanya dapat dilakukan bila sawah-sawah tersebut mendapat giliran penerima aliran air irigasi di musim gaduh. Tanpa adanya aliran air irigasi, secara umum petani tidak mau menanam padi di MT 2, karena jumlah air hujan tidak mencukupi kebutuhan air tanaman padi. Nurhayati et al. (2010) melaporkan, daerah lokasi penempatan display yaitu di Wonosari Kecamatan Pekalongan Lampung Timur dinilai lebih kering dibandingkan kategori iklim yang dikemukakan sebelumnya oleh Oldeman et al., (1979) yaitu sebagai
daerah beriklim tipe D3, sementara daerah lokasi display di Kecamatan
Batang Hari berada di bawah iklim tipe C3. Sedangkan lokasi display di Kecamatan Purbolinggo (Taman Bogo), sesuai dengan yang dikemukakan Oldeman et al., (1979) yaitu
berada di bawah iklim tipe C2. Hasil pengukuran curah hujan di Wonosari
Kecamatan Pekalongan selama tahun 2011 (Gambar 1a) menunjukan daerah ini di penanaman pada MT 2 (mulai April) berhadapan dengan bulan kering (Juni dan Juli) dan berlanjut dengan musim kemarau pada bulan Agustus dan September, artinya daerah ini mendapatkan curah hujan < 100 mm selama 4 bulan. Demikian pula curah hujan di Kecamatan Batang Hari dalam musim tanam 2012 (Gambar 1b) juga memperlihatkan pola yang hampir sama yaitu penanaman pada MT2 juga berhadapan dengan kekeringan di bulan Juni dan Juli sebelum memasuki musim kering (Agustus dan September). Dari hal itu terlihat ketersediaan air irigasi merupakan faktor utama yang menentukan produktivitas tanaman di kawasan tersebut. Jumlah curah hujan yang turun selama penanaman padi inpari 13 pada MT 2 tahun 2011 (Gambar 1a) di daerah Pekalongan yaitu dimulai dari masa penyemaian/ pengolahan tanah (4 Mei 2011) sampai panen (16 Agustus 2011) adalah 234 mm. Seperti sudah diprediksi tanpa adanya aliran air irigasi, padi inpari 13 tidak akan bisa berproduksi optimal di daerah ini, karena air yang dibutuhkan padi sekitar 180 – 300 mm/bulan atau mencapai 1240 mm per kali tanam (Oldeman, 1975; Subagyono et al., 2011). Kondisi yang hampir sama ditemui pada saat penanaman inpari 13 pada MT 2 tahun 2012 di daerah Batang Hari dari 15 April sampai dengan 30 Juli 2013, jumlah curah hujan pada saat penanaman tersebut hanya 339 mm (Gambar 1b).
76
Gambar 1. Curah hujan selama penanaman di musim gaduh (MT 2) di daerah Pekalongan tahun 2011 (A) dan daerah Batang Hari tahun 2012 (B) Kabupaten Lampung Timur
Karakteristik Tanah Sawah Menurut Dai et al., (1989) tanah mineral di wilayah Lampung Timur khususnya di daerah Kecamatan Pekalongan, Batang Hari dan Purbolinggo didominasi oleh tanah Ultisols (Kanhapludult dan Kandiudult) dan Inseptisols (Dystropept dan Tropaquept). Tekstur tanah mineral di kawasan ini kategori lempung liat berpasir yang relatif kaya fraksi pasir. Tanah bertekstur pasir dengan kandungan bahan organik yang relatif rendah (Tabel 1) akan mempunyai daya pegang air yang rendah. Hal ini mengindikasikan tanaman budidaya seperti padi bila ditanam pada musim gaduh akan riskan dengan cekaman (stress) air bila ditanam pada kondisi curah hujan relatif rendah (Gambar 1). Kadar bahan organik tanah yang relatif rendah disebabkan penggunaan bahan organik untuk budidaya padi di daerah kajian ini masih rendah (informasi dari petani). Salah satu alasan kenapa penggunaan bahan organik rendah adalah petani kesulitan mencari sumber bahan organik atau kadang bersaing dengan penggunaan bahan organik untuk budidaya tanaman lainnya.
77
Tabel 1. Karakteristik tanah sawah lapisan olah (0-20 cm) dari di beberapa tempat di Lampung Timur Parameter - Pasir (%) - Debu (%) - Liat (%) pH - (H2O) - (KCl) C-organik (%) N total (%) P tersedia (Bray 1) (ppm P2O5) K-dd (cmol/Kg) Na-dd (cmol/Kg) Ca-dd (cmol/Kg) Mg-dd (cmol/Kg) KTK (cmol/Kg)
Karakteristi Tanah Lapisan Olah (0-20 cm) Pekalongan Batang Hari Purbolinggo 59,6 45.6 54,3 14,3 14.8 16,1 26,1 39.6 29,6 4,61 4,66 4,93 4,05 3,68 3,98 1,73 1,96 1,51 0,16 0,19 0,10 25,59
7,70
26,55
0,27 0,21 2,22 0,97 -
0,43 0,51 2,13 0,96 15,82
0,17 0,37 2,39 0,65 -
Reaksi tanah kategori masam (pH tanah < 5) dan sifat kimia tanah yang terlihat cukup baik adalah P tersedia yang terukur kategori sedang pada lahan sawah di Pekalongan dan Purbolinggo. Sifat kimia tanah lainnya yang cukup baik antara lain K dapat dipertukarkan (K-dd) yaitu di sawah Batang Hari adalah kategori sedang (Tabel 1). P tersedia dan K-dd terukur yang cukup tinggi ada kemungkinan sebagai residu dari pemupukan P dan K yang dilakukan petani. Informasi dari petani mengindikasikan penggunaan pupuk kimia N, P dan K di daerah sentra produksi padi saat ini sudah melewati takaran rekomendasi. Harga gabah yang semakin baik membuat petani tidak segan-segan memberikan pupuk kimia secara berlebihan untuk meningkatkan produksi padi. Produktivitas Inpari 13 Produksi gabah kering panen (GKP) (kadar air ± 17%) dari lahan sawah lokasi display, baik yang ditanam pada musim gaduh 2011 (Pekalongan) ataupun tahun 2012 (Batang Hari dan Purbolinggo) secara rata-rata tidak terlalu berbeda. Pada MT 2 tahun 2011 penanaman di Pekalongan didapatkan GKP sebesar 6,24 ton/ha, sedangkan penanaman pada MT 2 tahun 2012 di Batang Hari, didapatkan hasil yang lebih baik yaitu 6,76 ton/ha dan di Purbolinggo sekitar 6,52 ton/ha (Tabel 2). Produksi padi inpari 13 yang ditanam di lahan sawah display ini jauh lebih tinggi di banding produksi padi varietas ciherang yang banyak ditanaman patani di lokasi yang sama. Seperti di Pekalongan produksi padi ciherang yang ditanam di daerah sekitar display pada musim gaduh tahun 2011 hanya kisaran 4,4 ton/ha dan di Batang Hari pada MT 2
78
tahun 2012 sekitar 5,2 ton/ha atau perbedaan hasil GKP antara inpari 13 dengan ciherang secara rata-rata mencapai 33,6%. Seperti dibahas sebelumnya penanaman padi di musim gaduh untuk daerah beriklim C2 akan riskan terhadap cekaman air. Curah hujan yang terbatas sehingga debit air dari bendungan seperti bendungan Way Sekampung juga terbatas membuat pembukaan pintu air untuk menyalurkan air irigasi dalam musim gaduh ke sawahsawah petani diatur secara ketat yaitu dengan SK. Gubernur Provinsi Lampung, sehingga setiap tahun ada petani yang bisa menanam padi di MT 2 dan ada yang tidak bisa. Tabel 2. Pertumbuhan dan produksi gabah kering panen (GKP) padi inpari 13 dan padi Ciherang pada musim gaduh (MT 2) 2011 dan 2012 di daerah beriklim C2 di Kabupaten Lampung Timur Lokasi Kec. Pekalongan Kec. Batang Hari Kec. Purbolinggo
Anakan Produktif Inpari 13 19,0 -
2011 GKP Inpari 13 (ton/ha) 6,24 -
GKP Ciherang (ton/ha) 4,4
Anakan Produktif Inpari 13 20,1 19,3
2012 GKP Inpari 13 (ton/ha) 6,76 6,52
GKP Ciherang (ton/ha) 5,2 5,0
Hasil uji adaptasi padi inpari 13 di sawah-sawah petani peserta SL-PTT, yang dilaksanakan pada musim rendeng 2011 dan 2012 dan musim gaduh tahun 2012 di berbagai kecamatan di Kabupaten Lampung Timur juga mendapatkan hasil yang cukup menggembirakan yaitu produksi GKP inpari 13 secara rata-rata pada musim rendeng 6,28 ton/ha dan musim gaduh 5,96 ton/ha (Tabel 3). Produksi GKP inpari 13 ini secara rata-rata lebih tinggi sekitar 6-14% dari pada produksi GKP varietas ciherang.
Perbedaan hasil GKP antara inpari 13 dan ciherang dari pengamatan
lapang dan hasil panen lebih terlihat dalam penanaman di musim gaduh, yaitu hasil GKP inpari 13 secara rata-rata lebih tinggi 18,7% dari pada hasil GKP ciherang. Hal itu cukup meyakinkan petani bahwa varietas inpari 13 dianggap lebih beradaptasi dengan masalah kekurangan air di musim gaduh. Sementara hasil padi inpari 13 yang cukup baik pada penanaman di musim gaduh 2012 khususnya di kecamatan Pekalongan (6,85 ton/ha) dan Batang Hari (6,64 ton/ha) antara lain disebabkan dua daerah ini merupakan daerah hulu aliran air irigasi, sehingga meskipun penanaman pada musim gaduh, padi yang ditanam mendapatkan suplai air yang cukup. Walaupun hasil dari padi inpari 13 yang telah diuji diyakini banyak petani lebih baik dibanding hasil padi varietas ciherang, dan dianggap agak toleran terhadap cekaman air, namun tingkat adopsi petani untuk menanam varietas ini masih relatif
79
rendah. Dari diskusi dengan beberapa petani terungkap bahwa mereka masih dalam keraguan untuk mengganti varietas yang sudah biasa mereka tanam seperti varietas ciherang, IR 64, cilamaya muncul dan beberapa varietas lainnya. Keraguan petani antara lain terhadap 1) pemasaran, menurut petani pedagang pengumpul masih lebih suka membeli varietas yang sudah dikenal masyarakat, 2) di beberapa wilayah ada petani yang berpendapat secara rasa varietas ciherang dianggap lebih baik, 3) di beberapa tempat didapatkan padi inpari 13 cukup rentan terhadap serangan penyakit patah leher (blast leher), dan 4) benih saat dibutuhkan tidak tersedia dan kualitas benih diragukan petani.
80
Tabel 3. Produksi gabah kering panen (GKP) padi inpari 13 yang ditanam di lahan sawah petani di beberapa tempat pada musim rendeng dan musim gaduh tahun 2012 pada daerah beriklim C2 di Kabupaten Lampung Timur. Daerah Penanaman Kec. Braja Selebah Kec. Marga Tiga Kec. BH Nuban Kec. Batang Hari Kec. Pekalongan Kec. Purbolinggo Kec. Pasir Sakti Kec. Labuhan Ratu Kec. Melinting Kec. Jabung Rata-rata
Produksi Gabah Kering Panen (ton/ha) Musim Rendeng Musim Gaduh 2012 2011/2012 Inpari 13 Ciherang Inpari 13 Ciherang 5,93 4,26 6,43 5,78 4,85 5,41 5,79 6,76 5,61 6,26 6,09 6,85 5,28 6,72 6,35 6,00 6,43 5,45 6,90 5,95 6,28 5,92 5,96 5,02
KESIMPULAN Padi inpari 13 tumbuh cukup baik pada daerah beriklim C2 seperti daerah dataran rendah Lampung Timur. Hasil pengamatan selama studi memperlihatkan daerah ini mempunyai bulan basah dan bulan kering yang kontras dan ketersediaan air di musim tanam gaduh relatif rendah. Hasil uji adaptasi yang dilakukan di sawah petani selama musim tanam 2011 dan 2012, menunjukkan produksi GKP inpari 13 lebih tinggi sekitar 6-33% dibanding hasil GKP varietas ciherang. Padi inpari 13 juga dinilai lebih toleran terhadap cekaman air selama musim gaduh karena hasil GKP inpari 13 pada musim itu lebih tinggi sekitar 18,7% dibanding hasil GKP varietas ciherang.
81
DAFTAR PUSTAKA Badan Litbang Pertanian. 2011. Varietas Inpari 13. http://www.litbang.deptan.go.id/ varietas/one/749/ BMG Lampung. 1999. Prediksi Musim Kemarau Panjang tahun 2002. Buletin BMG Lampung. Maret 2001 Dai, J., Darul SWP, H. Hidayat, Sumulyadi, S. Hendra, A.H. Yayat, A. Hermawan, P. Buurman, T. Balsem. 1989. Buku Keterangan Peta Satuan Lahan dan Tanah, Lembar Tanjung Karang, Sumatera. Pusat Penelitian Tanah. Badan Litbang Pertanian. Mulyani A, Hikmatullah, Subagyo H. 2003. Karakteristik dan potensi tanah masam lahan kering di Indonesia, Di dalam Setyorini et al, editor. Prosiding Simposium Nasional Penggunaan Tanah Masam. Buku I. Bandar Lampung, 29-30 September 2003. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. hlm 1-32. Nurhayati, Nuryadi, Basuki, I. Wansani, Anggoro, S.R., R. Satyaningsih. 2010. Analisis Karakteristik Iklim untuk Optimalisasi Produksi Kedelai di Provinsi Lampung. Laporan Akhir Pelaksanaan Program Insentif PKPP Ristek. Oldeman, L.R. 1975. Agroclimatic Map of Java and Madura. Contr. Res. Ins. Agric. No. 17. Oldeman, L.R., Irsal Las and Darwis. 1979. An Agroclimatic Map of Sumatra. CRIA. Bogor. Subagyono, K., Dariah, E. Surmaini E., U. Kurnia. 2011. Pengelolaan Air pada Tanah Sawah Dalam Lahan Sawah dan Teknologi Pengelolaannya. Balai Penelitian Tanah. Bogor. Hal 193-226. http://balittanah.litbang.deptan.go.id/dokumentasi/ buku/tanahsawah/tanahsawah7.pdf
82