ANALISIS KELANGKAAN PUPUK DAN PENGARUHNYA TERHADAP PRODUKTIVITAS PADI SAWAH INBRIDA DAN HIBRIDA DI LAMPUNG Robet Asnawi, Ratna Wylis Arief dan Dede Rohayana Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Lampung Jl. Hi. Z.A. Pagar Alam No. 1A, Bandar Lampung
RINGKASAN Masalah kelangkaan pupuk hampir terjadi setiap tahun ketika awal tanam dan petani membutuhkan pupuk untuk tanaman padinya. Kajian ini telah dilakukan di Kabupaten Lampung Selatan, Lampung Tengah dan Lampung Timur sebagai sentra penanaman padi di Lampung, mulai bulan Maret 2009 sampai Desember 2009. Kajian ini menggunakan metode survey dengan bantuan kuisioner yang terstruktur, melalui pengumpulan data primer dan data sekunder. Data yang terkumpul ditabulasi dan dianalisis secara deskriptif. Hasil kajian menunjukkan bahwa penyebab kelangkaan pupuk di Lampung antara lain disebabkan oleh rendahnya realisasi pupuk dibandingkan dengan usulan jumlah pupuk yang dibutuhkan petani yakni rata-rata 67,85 %, penggunaan pupuk yang berlebihan oleh petani di atas dosis rata-rata yang dianjurkan yakni 486,16 kg Urea/ha + 297,73 kg SP18/ha + 285,97 kg NPK/ha untuk padi sawah non hibrida dan 414,50 kg Urea/ha + 212,29 kg SP18/ha + 305,74 kg NPK/ha untuk padi sawah hibrida. Produktivitas padi hanya dipengaruhi oleh luas lahan garapan dan jenis pupuk NPK, sedangkan jenis pupuk Urea, jenis pupuk SP18 dan dummy variabel jenis padi tidak nyata. Produktivitas padi hibrida dan non hibrida hampir tidak nyata sebagai akibat kurangnya respon petani untuk menanam padi dengan indicator jumlah petani yang menanam sedikit. Kata kunci : kelangkaan, pupuk, bersubsidi, padi, hibrida, non hibrida, produktivitas ABSTRACT The problem of fertilizer scarcity were occured every year when early planting who farmers need fertilizer to plant rice. This study was conducted in South Lampung regency, Central Lampung and East Lampung as the center of rice cultivation in Lampung, from March 2009 until December 2009. The study used survey method with the help of a structured questionnaire, through the collection of primary data and secondary data. The collected data were tabulated and analyzed descriptively. The result showed that fertilizers scarcity in Lampung partly cause low realization of fertilizer compared with farmer needed on average only 67,85%, excessive use of fertilizers by farmers in the average dosage recommended that 486,16 kg Urea/ha + 297,73 kg SP18/ha + 285.97 kg NPK/ha for non-hybrid rice and 414,50 kg Urea /ha + 212.29 kg SP18/ha + 305,74 kg NPK/ha for hybrid rice. Productivity was affected by rice acreage and NPK fertilizers, whereas fertilizer type of Urea, fertilizer type of SP18 and dummy variable of rice variety was not significant. Productivity hybrid and nonhybrid rice is hardly noticeable due to the lack of response of farmers to plant hybrid rice with indicator is less number planting area. Keywords: scarcity, fertilizer, subsidized rice, hybrid, non-hybrid, productivity
127
PENDAHULUAN Sektor pertanian hingga beberapa dekade mendatang masih tetap menjadi tumpuan pertumbuhan ekonomi daerah Lampung hal tersebut dibuktikan dengan kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB sekitar 37 %. Luas panen padi sawah di Lampung pada tahun 2004 sebesar 425.223 ha dengan produksi 1.908.190 ton dan produktivitas 4,49 ton/ha, tahun 2005 dengan luas 426.192 ha dan produksi 1.939.384 ton dan produktivitas 4,55 ton/ha, dan pada tahun 2006 luas tanam 429.930 ha dengan produksi 1.959.426 ton dan produktivitas 4,56 ton/ha (Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung, 2007). Masalah yang sering timbul setiap saat terutama pada awal musim tanam adalah tidak tersedianya pupuk di pasaran terutama pupuk bersubsidi. Hal tersebut berdampak pada rendahnya produktivitas tanaman pangan seperti padi dan jagung yang dihasilkan sehingga menyebabkan rendahnya pendapatan petani. Ketidak tersediaan pupuk tersebut di banyak surat kabar disebut “kelangkaan pupuk”. Kenyataan
di
lapangan
menunjukkan
bahwa
petani
cenderung
tidak
lagi
memperhatikan penggunaan pupuk berimbang, akibat di satu sisi harga jual produk pertanian sangat fluktuatif dan cenderung merugikan petani. Hal tersebut jika dibiarkan berlanjut, maka akan menyebabkan sektor pertanian tidak menarik bagi petani di Indonesaia dengan dampak negative terhadap ketahanan pangaan nasional (Adnyana dan Kariyasa, 2000). Menurut Arifin (2004), kelangkaan pupuk yang menimpa beberapa daerah sentra produksi padi di Jawa Timur sejak tahun 2002 dapat berimplikasi serius pada ketahanan pangan nasional. Alokasi pupuk bersubsidi terus meningkat dari waktu ke waktu. Jumlah pupuk bersubsidi Urea meningkat dari 242.000 ton pada tahun 2006, menjadi 254.610 ton pada tahun 2007 dan meningkat menjadi 284.000 pada tahun 2009, demikian juga untuk jenis pupuk bersubsidi lainnya seperti SP36, ZA, dan NPK. Pupuk bersubsidi tersebut dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan dan perikanan. Pada tahun 2007 dan 2008 issu kelangkaan pupuk muncul kembali di Indonesia, termasuk di Provinsi Lampung. Diduga kelangkaan yang terjadi lebih disebabkan penyediaan pupuk subsidi yang dialokasikan pemerintah lebih sedikit dari yang dibutuhkan sesuai anjuran teknologi.
Dengan sebab itu, maka penyebab-
penyebab yang biasa terjadi menjadi diperkirakan semakin bertambah, karena ada perebutan kebutuhan untuk penyediaan pupuk subsidi yang tidak cukup ditambah
128
kebutuhan non subsidi yang sering menggunakan pupuk subsidi (Direktorat Pupuk dan Pestisida, 2004). Mulai tahun 2009 penyaluran pupuk bersubsidi di tingkat lini IV dilakukan melalui sistem tertutup, yakni melalui rencana definitif kebutuhan kelompok (RDKK) yang diperuntukkan bagi petani yang memiliki lahan yang kurang dari 2 ha (Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Lampung, 2009). Namun apaka sistem ini akan menjawab permasalahan tersebut di atas kita lihat dan akan dikaji dari kegiatan ini. Permasalahan ini akan dikaji dalam kegiatan ini sehingga diketahui penyebab kelangkaan pupuk bersubsidi serta dampak usahatani yang ditimbulkan akibat masalah kelangkaan pupuk tersebut. Kajian berguna untuk memberikan saran kebijakan kepada pemerintah dalam upaya mengatasi permasalahan kelangkaan pupuk di Provinsi Lampung. Secara umum ada dua faktor yang mempengaruhi petani dalam mengambil keputusan tentang jenis dan jumlah pupuk yang digunakan dalam kegiatan berusahatani, yaitu faktor teknis-agronomis dan faktor sosial ekonomi (Kariyasa et al., 2004).
Faktor
teknis–agronomis
meliputi:
(1)
Jenis
paket
teknologi
yang
direkomendasikan, (2) Informasi teknologi dari sumbersumber lain, (3) Kemungkinan substitusi atau komplementaritas antar jenis pupuk, (4) Pola tanam dalam setahun, dan (5) Luas lahan yang diusahakan. Sementara faktor-faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi keputusan petani dalam menggunakan jumlah dan jenis pupuk, seperti : (1) Harga pupuk itu sendiri, (2) Harga pupuk yang lain, (3) Harga input yang lain, (4) Harga output, dan (5) Tingkat keuntungan usahatani. Kebijakan subsidi pupuk menyebabkan ada perubahan harga pupuk di tingkat petani yang pada akhirnya juga merubah keputusan petani dalam menggunakan pupuk. Efektifnya kebijakan subsidi pupuk sangat ditentukan oleh kinerja pasar pupuk. Tingkat penggunaan pupuk disamping ditentukan oleh dinamika harga pupuk itu sendiri, juga dipengaruhi oleh dinamika harga input yang lain dan harga output pertanian.
METODOLOGI Kajian ini dilaksanakan di Kabupaten Lampung Timur, Lampung Tengah dan Lampung Selatan. Pemilihan lokasi didasarkan bahwa kabupaten tersebut merupakan daerah penghasil padi (hibrida dan non hibrida) utama di Provinsi Lampung. Agroekosistem yang dipilih memiliki pengaruh yang cukup signifikan terhadap pembangunan ekonomi regional, dilihat dari cakupan luas areal maupun jumlah rumah
129
tangga petani yang menggantung hidupnya dari agroekosistem tersebut, sedangkan pemilihan desa contoh didasarkan kepada mayoritas penduduk yang melakukan usahatani padi disamping hasil konsultasi dengan dinas instansi terkait. Pengumpulan data primer dilakukan melalui metoda survei dan wawancara dengan bantuan kuisioner. Jenis data primer yang dikumpulkan antara lain kepemilikan lahan, teknologi yang diterapkan (dosis dan jenis pupuk yang digunakan), harga pupuk, cara mendapatkan pupuk, dan kendala dalam memperoleh pupuk. Petani contoh diambil berdasarkan stratified random sampling, dengan kategori luas kepemilikan lahan yakni (a) kurang dari 0,5 ha; (b) antara 0,5 – 1 ha; dan (c) lebih dari 1 ha. Setiap kabupaten dipilih 2 sampai 3 kecamatan, dan masing-masing kecamatan diambil 2 desa (usahatani padi hibrida dan non hibrida) yang menjadi sentra produksi padi. Setiap strata diambil 20 petani contoh, sehingga jumlah petani contoh setiap desa menjadi 20 orang dan total petani contoh adalah 320 orang. Data petani contoh tersebut, diagregasi untuk menduga keragaan petani di desa contoh sebagai unit analisa keragaan penggunaan pupuk bersubsidi di propinsi Lampung. Jenis data primer yang dikumpulkan antara lain adalah data usahatani komoditas padi di desa contoh (3 kabupaten) termasuk dosis pupuk yang digunakan petani, data harga input produksi (harga eceran pupuk) ditingkat petani, dan harga jual padi (gabah) di tingkat petani. Pengumpulan data sekunder dilakukan melalui penelusuran literatur ke beberapa instansi antara lain Badan Pusat Statistik, Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Dinas Pertanian Kabupaten lokasi kegiatan, Biro Perekonomian Produksi Pemprov Lampung, dan PT.Pusri dan PT.Petrokimia Gersik. Data sekunder yang dikumpulkan antara lain luas tanam, produksi, produktivitas, surat keputusan Mentan/harga eceran pupuk (HET), SK Gubernur tentang pupuk bersubsidi, usulan kebutuhan dan alokasi pupuk bersubsidi di kabupaten lokasi kegiatan, data pupuk bersubsidi di Lampung dan kabupaten lokasi kegiatan tahun 2008 dan 2009. Selain literatur, data sekunder juga diperoleh melalui penelusuran laporan dan rencana kerja kegiatan masing-masing instansi tersebut di atas, data harga pupuk di masing-masing distributor dan pengecer di kabupaten, kecamatan, dan desa lokasi contoh. Data yang dikumpulkan ditabulasi dan dianalisis dengan analisis deskriptif sederhana.
130
HASIL DAN PEMBAHASAN Sasaran Pertanaman Padi Sasaran luas tanam padi di Provinsi lampung pada tahun 2009 adalah 559.881 ha dengan rata-rata produktivitas 45,28 kw/ha atau 4,52 ton/ha dan produksi sebesar 2.534.954 ton. Sasaran tanam tertinggi adalah di kabupaten Lampung Tengah yakni 124.009 ha, diikuti Kabupaten Tulang Bawang 93.966 ha dan Lampung Timur 85.276 ha. Sasaran produktivitas padi tertinggi terjadi di Kabupaten Pesawaran yakni 47,98 ku/ha diikuti Kabupaten Tanggamus (47,47 ku/ha) dan Kota Metro (47,34 ku/ha). Sasaran produksi tertinggi adalah di Kabupaten Lampung Tengah (562.162 ton), diikuti Kabupaten Tulang Bawang (419.432 ton) dan Lampung Timur (398.721 ton) (Tabel 1). Tabel 1. Sasaran tanam padi di Provinsi Lampung tahun 2009 No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Kabupaten/Kota Lampung Barat Tanggamus Lampung Selatan Lampung Timur Lampung Tengah Lampung Utara Way Kanan Tulang Bawang Pesawaran Bandar Lampung Metro Jumlah
Luas Panen (ha) 35.111 50.359 69.333 85.276 124.009 35.025 36.409 93.966 25.056 1.533 3.804 559.881
Produktivitas (ku/ha) 43,96 47,47 46,37 46,76 45,33 41,87 40,62 44,64 47,98 45,08 47,34 45.22
Produksi (ton) 154.341 239.062 321.531 398.721 562.162 146.647 147.910 419.432 120.228 6.910 18.010 2.534.954
Alokasi dan Realisasi Pupuk Bersubsidi Rincian alokasi pupuk yang dikeluarkan Biro Perekonomian Pemerintah Provinsi Lampung tahun 2009 adalah 295.000 ton Urea, 50.000 ton SP36, 9.500 ton ZA, dan 90.000 ton NPK (Tabel 2). Dari data Tabel 3 menunjukkan bahwa penyaluran atau realisasi pupuk di Lampung pada tahun 2009 tidak sama bahkan lebih rendah dari alokasi pupuk yang telah direncanakan. Realisasi keseluruhan jenis pupuk rata-rata hanya 67,85% dengan realisasi terendah terjadi pada pupuk organic yakni 25,52% dan yang tertinggi pupuk Urea yakni 99,44%.
131
Tabel 2. Alokasi Pupuk Bersubsidi per Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung Tahun 2009 Kabupaten Tanggamus Lampung Selatan Lampung Tengah
Urea 25.845 41.786 55.623
Superphosfat 5.272 7.543 8.539
ZA 1.242 840 1.199
NPK 5.196 12.959 15.628
Organik 2.000 3.400 3.000
Way Kanan
18.671
4.056
1.058
4.555
500
Lampung Utara
24.618
4.061
1.128
10.594
1.300
Lampung Timur
50.786
8.976
1.569
13.164
3.000
Lampung Barat
20.466
3.216
1.100
12.668
300
Tulang Bawang Metro
40.574 2.249
5.742 353
909 47
11.129 322
2.000 400
1.611
149
142
417
100
12.771
2.093
264
3.368
1.000
295.000
50.000
9.500
90.000
17.000
Bandar Lampung Pesawaran Prop Lampung
Sumber : Biro Perekonomian (2009)
Tabel 3. Alokasi dan realisasi pupuk bersubsidi tahun 2009. No
Jenis Pupuk
Alokasi Tahun 2009 (ton)
1. 2. 3. 4. 5.
Realisasi s/d Nop 2009 (ton)
Urea 295.000 SP18 50.000 ZA 9.500 NPK 90.000 Organik 17.000 Jumlah 461.500 Sumber : PT. Pusri dan PT Petrokimia Gersik (2009).
293.339 32.056 8.317 56.346 4.339 394.397
Persentase Realisasi 99,44% 64,11% 87,55% 62,61% 25,52% 67,85%
Dosis Pupuk Urea, SP18 dan NPK Penyebab kelangkaan pupuk lainnya adalah borosnya sebagian petani dalam menggunakan pupuk terutama Urea. Hasil kajian kelangkaan pupuk di Lampung tahun 2009 pada Tabel 4 menunjukkan bahwa seluruh petani (100%) petani padi sawah menggunakan pupuk Urea. Dosis pupuk Urea untuk tanaman padi sawah di Lampung rata-rata dengan dosis rata-rata 468,16 kg/ha melebihi dosis anjuran sebesar 250 kg/ha (Kariyasa, 2007). Dosis pupuk Urea tertinggi digunakan oleh petani di Kabupaten Lampung Tengah yakni 495,48 kg/ha diikuti oleh Lampung Selatan (483,14 kg/ha) dan Lampung Timur (425,87 kg/ha). Penggunaan pupuk SP18 untuk tanaman padi sawah non hibrida di Lampung hanya 66,60% dengan dosis rata-rata 297,73 kg/ha. Penggunaan pupuk SP18 tertinggi di Lampung Tengah (330,72 kg/ha), Lampung Timur (297,73 kg/ha), dan Lampung
132
Selatan (287,47 kg/ha). Sedangkan penggunaan pupuk NPK untuk tanaman padi sawah di Lampung hanya 61,67% dengan dosis rata-rata 285,97 kg/ha. Dosis pupuk NPK tertinggi dilakukan di Lampung Selatan (323,21 kg/ha), Lampung Tengah (298,29 kg/ha), dan Lampung Timur (236,30 kg/ha). Tabel 4. Luas kepemilikan lahan, dosis pupuk dan produktivitas padi sawah non hibrida di Lampung Tengah, Lampung Selatan, dan Lampung Timur tahun 2009. Dosis Pupuk (kg/ha) Luas KepeProduktivitas Kabupaten milikan (Ha) Urea SP18 NPK (kg/ha) 0,51 495,48 330,72 298,29 Lampung Tengah 6.108,53 (100%) (31,92%) (82,31%) 0,52 483,14 287,47 323,31 Lampung Selatan 5.951,77 (100%) (92,31%) (26,92%) 0,48 425,87 275,00 236,30 Lampung Timur 5.639,57 (100%) (51,28%) 75,79%) 0,50 468,16 297,73 285,97 Rata-rata 5.899,96 (100%) (66,60%) (61,67%) Sumber : Data olahan hasil kajian (2009) Penggunaan pupuk Urea pada tanaman padi sawah hibrida dilakukan oleh seluruh petani sample (100%). Dosis pupuk Urea untuk tanaman padi sawah hibrida di Lampung
rata-rata dengan dosis rata-rata 414.50 kg/ha melebihi dosis anjuran
sebesar 250 kg/ha. Dosis pupuk Urea tertinggi digunakan oleh petani di Kabupaten Lampung Timur yakni 486,43 kg/ha diikuti oleh Lampung Selatan (379,31 kg/ha) dan Lampung Tengah (378 kg/ha). Penggunaan pupuk SP18 untuk tanaman padi sawah non hibrida di Lampung hanya 32,75% dengan dosis rata-rata 211,29 kg/ha (Tabel 5). Penggunaan pupuk SP18 tertinggi di Lampung Tengah (266,67 kg/ha), Lampung Selatan (186,21 kg/ha), dan Lampung Selatan (181 kg/ha). Sedangkan penggunaan pupuk NPK untuk tanaman padi sawah di Lampung hanya 34,30% dengan dosis rata-rata 305,74 kg/ha. Dosis pupuk NPK tertinggi dilakukan di Lampung Selatan (400,79 kg/ha), Lampung Tengah (266,67 kg/ha), dan Lampung Timur (249,77 kg/ha).
133
Tabel 5. Luas kepemilikan, dosis pupuk dan produktivitas rata-rata padi sawah hibrida di Lampung Tengah, Lampung Selatan, dam Lampung Timur tahun 2009. Dosis Pupuk (kg/ha) Urea SP18 NPK Lampung Tengah 378 266.67 266.67 (100%) (10,02%) (54.65%) Lampung Selatan 0,81 379,31 186.21 400.79 (100%) (55%) (22.5%) Lampung Timur 0,40 486,43 181.00 249.77 (100%) (35.22%) (25.76%) Rata-rata 0,65 414.50 211.29 305.74 (100%) (32.75%) (34.30%) Sumber : Data olahan hasil kajian (2009) Kabupaten
Luas Kepemilikan (Ha) 0,75
Produktivitas (kg/ha) 6311.11 7510.34 5531.67 6451.04
Penyebab berlebihnya petani menggunakan dosis pupuk yang diberikan terutama Urea karena pupuk Urea yang masih disubsidi serta pola pikir petani yang menganggap pupuk Urea sebagai pupuk pokok, sedangkan pupuk lainnya (SP18 dan NPK) sebagai pupuk pelengkap. Berlebihnya penggunaan pupuk Urea ini mengakibatkan rendemen gabah menjadi rendah dibandingkan dengan penggunaan pupuk berimbang (Kariyasa, 2007). Analisis Fungsi Produksi Cobb-Douglass Hasil analisis fungsi produksi Cobb-Doulass (Tabel 6) menunjukkan bahwa tingkat produktivitas padi dipengaruhi oleh peubah-peubah luas lahan dan jenis pupuk NPK, sedangkan factor-faktor lainnya seperti pupuk Urea, Pupuk SP18 dan jenis padi (hibrida dan non hibrida) tidak nyata. Dari hasil analisis pada Tabel 6, secara matematis persamaan fungsi produksi Cobb-Douglass dapat disusun sebagai berikut : Ln Y = 8,6059 + 0,9638 Ln X1 + 0,0169 Ln X2 - 0,0012 Ln X3 + 0,0067 Ln X4 + 0,0018 D Dari persamaan tersebut diperoleh persamaan Cobb-Douglass sebagai berikut : Y = 8,6059 X10,9638 X20,0169 X3-0,0012 X40,0067e0,0018D, dimana : Y = Produktivitas padi (kg/ha) X1 = Luas kepemilikan lahan (ha) X2 = Jumlah pupuk Urea (kg) X3 = Jumlah pupuk SP18 (kg) X4 = Jumlah pupuk NPK (kg) e = Bilangan natura D = Dummy jenis padi, dimana D0 = Padi non hibrida dan D1 = Padi hibrida.
134
Tabel 6. Analisis Faktor-faktor yang mempengaruh produktivitas padi di Lampung tahun 2009. Peubah
Koefisien
X1 (Luas lahan) X2 (Pupuk Urea) X3 (Pupuk SP18) X4 (Pupuk NPK) D (Dummy Jenis Padi) Constanta R2 = 0,7136 Dw = 1,2614 Fhit = 80,2191 α = 0,05
0,9638 0,0169 -0,0012 0,0067 0,0018
Standar Error 0,0611 0,0046 0,0024 0,0027 0,0018
t-value 15,7659 0,3108 -0,4941 2,4299 1,0041
8,6059
0,3166
27,1781
Keterangan Significant Non Significant Non Significant Significant Non Significant
Dari data tersebut di atas terlihat bahwa nilai R2 = 0,7136 yang berarti bahwa 71,36 % dari variable tersebut mampu dijelaskan dalam model ini, dan hanya 26,64 % yang tidak dapat dijelaskan. Luas kepemilikan lahan padi sawah di Lampung berbengaruh nyata terhadap peningkatan produksi padi. Rata-rata kepemilikan lahan padi sawah di Lampung yakni 0,5 ha/KK untuk padi sawah non hibrida dan 0,65 ha/KK untuk padi sawah hibrida. Dari hasil analisis Tabel 6 menunjukkan bahwa semakin luas kepemilikan lahan padi akan mempengaruhi peningkatan produktivitas per satuan luas. Penggunaan pupuk Urea dan SP36 walaupun dalam jumlah yang melebihi dosis anjuran tidak berpengaruh nyata terhadap peningkatan produktivitas padi. Hal tersebut diduga karena penggunaan pupuk Urea (100%) oleh petani tidak ditunjang oleh penggunaan pupuk SP18 (66% untuk padi sawah non hibrida dan 32% untuk padi sawah hibrida) yang hanya mengandung 18% Fosfat, sehingga secara keseluruhan penggunaan pupuk belum berdampak terhadap peningkatan produktivitas padi sawah di Lampung. Penggunaan
pupuk
NPK
berpengaruh
nyata
terhadap
peningkatan
produktivitas padi sawah non hybrid dan hibrida (Tabel 6). Hal tersebut diduga karena panggunaan NPK dengan komposisi 15:15:15 dengan dosis rata-rata 305,74 kg/ha untuk padi sawah hibrida dan 285,97 kg/ha untuk padi sawah non hibrida, berpengaruh nyata terhadap pengisian gabah yang dihasilkan.
135
Variabel Dummy jenis padi tidak berpengaruh nyata terhadap paningkatan produksi padi sawah non hibrida maupun padi sawah hibrida. Rata-rata produktivitas padi sawah non hibrida rata-rata 5899,96 kg/ha sedangkan padi sawah hibrida 6451,04 kg/ha. Hal tersebut diduga karena penggunaan pupuk dengan dosis yang hampir sama bahkan lebih rendah antara padi sawah hibrid dan padi sawah non hibrida. Pemupukan pada padi sawah non hibrida menggunakan dosis rata-rata 468,16 kg/ha Urea + 297,75 kg/ha SP18 + 285,95 kg/ha NPK (Tabel 8), sedangkan padi sawah hybrid menggunakan rata-rata 414,50 kg/ha Urea + 211,29 kg/ha SP18 + 305,75 kg/ha NPK (Tabel 5). Masalah lain yang terjadi di lapangan yakni masih menggannya petani menggunakan padi jenis hibrida dibandingkan dengan padi non hibrida. Hal tersebut juga berpengaruh terhadap jumlah sample patani padi sawah jenis hybrid yang lebih sedikit dibandingkan sample petani padi sawah non hibrida. Rata-rata petani yang menanam padi sawah jenis hibrida hanya karena adanya bantuan benih yang diberikan oleh dinas instansi terkait, sedangkan pupuk tidak dibantu. Kekurang yakinan petani untuk memberikan pupuk sesuai dosis anjuran (lebih tinggi dari dosis padi sawah non hibrida) menyebabkan petani memupuk tanamannya dengann dosis yang hampir sama bahkan lebih rendah dari dosis pupuk padi sawah non hibrid (Tabel 5). HET Pupuk dan Gabah Selain keberadaan yang langka di beberapa daerah, harga pupuk jauh melebihi harga eceran tertinggi (HET). Hasil kajian di Lampung Selatan, Lampung Tengah, dan Lampung Timur, harga berbagai jenis pupuk bervariasi dan melebihi HET (Tabel 7). Harga tersebut merupakan harga yang dibeli petani atau harga di tingkat Gapoktan. Tabel 7. Harga pupuk bersubsidi menurut Permentan No. 5/2009 tgl 14 Januari 2009. Jenis Pupuk
HET
Harga Eceran Pupuk (Rp/kg) *)
(Rp/Kg)
Lampung Selatan
Lampung Tengah
Lampung Timur
Urea
1,200
1400
1.300
.1300
Superphos (SP 18 )
1,550
2,600
1.750
1.900
ZA
1,050
-
-
-
NPK Ponska (15:15:15)
1,750
2.400
2.200
2.200
NPK Pelangi (20:10:10)
1,030
-
-
-
NPK Kujang (30:6:8)
1,586
-
-
-
500
-
-
-
Pupuk organik
Sumber : Data primer yang dikumpulkan di lokasi kajian (2009). Harga pupuk Urea rata-rata di 3 Kabupaten lokasi kajian melebihi HET, seperti di Lampung Selatan Rp. 1.300,-/kg, di Lampung Tengah dan Lampung Timur sebesar
136
Rp. 1.300,-/kg. Lebih tingginya harga pupuk Urea tersebut dari HET disebabkan masih adanya pengecer pupuk yang membebankan biaya angkut pupuk dari kios ke lokasi Gapoktan (petani), padahal dalam aturannya HET tersebut merupakan harga yang dibayar petani yang seharusnya sama dengan HET yakni Rp.1.200,-/kg. Harga pupuk NPK Ponska (15:15:15) di 3 Kabupaten lokasi kajian jauh melebihi HET yang telah ditetapkan pemerintah. Harga pupuk NPK Ponska (15:15:15) di Kabupaten Lampung Selatan sebesar Rp. 2.400,-/kg, di Kabupeten Lampung Tengah dan Lampung Timur sama, yakni Rp.2.200,-/kg yang berarti jauh melebihi HET sebesar Rp. 1.750,-/kg. Pada bebesapa daerah di Kabupaten Lampung Selatan seringkali keberadan pupuk NPK sulit didapat pada saat dibutuhkan, dan kalaupun ada harganya sangat mahal yakni Rp.3.000,-/kg. Harga gabah kering panen pada musim hujan (musim rendeng) di tingkat petani pada Tabel 8 rata-rata di Lampung Tengah (Rp.2.480,-/kg), Lampung Selatan (Rp.2.350,-/kg), dan Lampung Timur (Rp.2.000,-/kg) dengan kadar air (KA) 25-30%. Harga gabah tersebut meningkat dan lebih tinggi pada saat penjualan gabah kering panen pada musim kemarau (musim gadu), yakni rata-rata di Lampung Tengah (Rp.3.000,-/kg), Lampung Selatan (Rp.2.600,-/kg), dan Lampung Timur (Rp.2.750,/kg). Jika dibandingkan dengan HET gabah menurut Inpres No. 8/2008 dan 06/Permentan/ OT.140/2009 pada Tabel 7, berarti harga gabah di tingkat petani pada 3 Kabupaten lokasi kajian masih menguntungkan petani dalam arti masih sesuai dengan HET yang ditetapkan pemerintah. Tabel 8. Harga gabah kering panen tingkat petani di Kabupaten Lampung Tengah, Lampung Selatan dan Lampung Timur tahun 2009. Kabupaten
Karga Gabah Kering Panen (Rp/kg) Musim Hujan (MH) Musim Kering (MK)
Lampung Tengah Lampung Selatan
2.480 2.350
3.000 2.600
Lampung Timur
2.000
2.750
Tabel 9. Harga gabah menurut Inpres No. 8/2008 Jenis Gabah secara nasional (GKG) Gabah Kering Panen (GKP) Gabah Kering Panen (GKP) Gabah Kering Panen (GKP)
Syarat Kadar Hampa Kadar Air (%) (%) 3 4-6 7 - 10
137
14 15 - 18 14 - 18
HET (Rp/kg)
2.400 3.000 2.755 2.715
Gabah Kering Panen (GKP)
7 - 10
19 - 25
2.400
Pola Distribusi Pupuk Tahun 2009 Mulai tahun 2009 penyaluran pupuk bersubsidi dilakukan dengan pola distribusi secara
tertutup.
Dasar
hukumnya
adalah
Peraturan
Menteri
Pertanian
No.29/Permentan/ OT.140/06/ 2008, tentang Kebutuhan dan Harga Eceran Tertinggi (HET) Pupuk Bersubsidi Untuk Sektor Pertanian Tahun Anggaran 2009. Selain itu juga ada Peraturan Menteri Perdagangan No. 21/M-DAG/PER/6/2008 tentang Pengadaan Penyaluran Pupuk Bersubsidi Untuk Sektor Pertanian. Terhitung sejak tanggal 1 Januari 2009, penyaluran pupuk bersubsidi di tingkat penyalur Lini IV dilaksanakan secara tertutup. Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) merupakan acuan penyaluran ke petani/kelompok tani. Pupuk subsidi tersebut diperuntukkan bagi petani yang mengusahakan usahatani dengan luas lahan maksimal 2 ha setiap musim tanam. Hasil kajian tahun 2009 hampir sebagian besar 91,22% petani membuat RDKK untuk mendapatkan pupuk bersubsidi yang diberikan pemerintah.
KESIMPULAN
Dari uraian di atas dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut : a. Alokasi pupuk bersubsidi rata-rata hanya 67,85% dengan alokasi pupuk tertinggi adalah Urea (99,44%) dan terendah pupuk organik (25,52%). b. Penyebab kelangkaan pupuk di Lampung antara lain disebabkan oleh rendahnya realisasi pupuk dibandingkan dengan usulan jumlah pupuk yang dibutuhkan petani yakni rata-rata 40,94 %. c. Penyebab lainnya adalah penggunaan pupuk yang berlebihan oleh petani di atas dosis rata-rata yang dianjurkan yakni 486,16 kg Urea/ha + 297,73 kg SP18/ha + 285,97 kg NPK/ha untuk padi sawah non hybrid dan 414,50 kg Urea/ha + 212,29 kg SP18/ha + 305,74 kg NPK/ha untuk padi sawah hibrida. d. Produktivitas padi hanya dipengaruhi oleh luas lahan garapan dan jenis pupuk NPK, sedangkan jenis pupuk Urea, jenis pupuk SP18 dan dummy jenis padi tidak nyata. e. Produktivitas padi hibrida dan non hibrida hampir tidak nyata sebagai akibat kurangnya respon petani untuk menanam padi hibrida serta jumlah pupuk yang diberikan lebih sedikit dibandingkan dengan padi sawah non hibrida. Penanaman padi hibrida di tingkat petani kurang mendapat respon dengan indikator jumlah petani yang menanam sedikit.
138
DAFTAR PUSTAKA
Adnyana, M.O dan K. Kariyasa. 2000. Perumusan harga gabah dan pupuk dalam era pasar bebas. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian Bogor. Arifin, B. 2004. Analisis Ekonomi Pertanian Indonesia. Kemelut Kelangkaan Pupuk : Primitifnya Kelembagaan. Penerbit Buku Kompas, Jakarta. Hal 112-122. Badan Pusat Statistik Propinsi Lampung. 2007. Lampung Dalam Angka 2007. Kerjasama Badan Pusat Statistik dan Badan Perencanaan Pengembagan Daerah (Bappeda) Provinsi Lampung. 557 halaman. Biro Perencanaan Pemerintah Provinsi Lampung. 2009. Alokasi Puuk Bersubsidi di Provinsi Lampung Tahun 2009. Pemerintaah Provinsi Lampung. Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Lampung. 2009. Pupuk Bersubsidi Mendukung Program Peningkatan Produksi Tanaman Pangan Provinsi Lampung. Makalah Disampaikan Pada Rapat Koordinasi Pupuk Tahun 2009 di Bandar Lampung. Pemerintah Provinsi Lampung, Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura. 14 halaman. Direktorat Pupuk dan Pestisida. 2004. Pedoman Pengawasan Pupuk Bersubsidi. Direktorat Pupuk dan Pestisida, Direktorat Jenderal Bina Sarana Pertanian, Jakarta. Instruksi Presiden (Inpres) No. 8 Tahun 2008. Kebijakan Perberasan. Kariyasa, K., M. Maulana, dan S. Mardiyanto. 2004. Usulan tingkat subsidi dan harga eceran tertinggi (HET) yang releval serta perbaikan pola pendistribusian pupuk di Indonesia. Analisis Kebijakan Pertanian Vol. 2, No. 3, 2004. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Bogor. Kariyasa, K. 2007. Usulan HET Pupuk Berdasarkan Tingkat Efektifitas Kebijakan Harga Pembelian Gabah. Analisis Kebijakan Pertanian. Volume 5 No. 1, Maret 2007. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Bogor. Hal 7285. Peraturan Menteri Perdagangan No. 21/M-DAG/PER/6/2008. Pengadaan Penyaluran Pupuk Bersubsidi Untuk Sektor Pertanian. Peraturan Menteri Pertanian No. 29/Permentan/OT.140/06/2008. Kebutuhan dan Harga Eceren Tertinggi (HET) Pupuk Bersubsidi. Peraturan Menteri Pertanian No. 5/2009 tgl 14 Januari 2009. Harga Pupuk Bersubsidi.
139