PENINGKATAN KUALITAS TANAH MASAM DAN HASIL UBIKAYU DENGAN BRACHIARIA, MIKORIZA DAN KOMPOS JERAMI PADI DIPERKAYA KALIUM
BARIOT HAFIF
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Peningkatan Kualitas Tanah Masam dan Hasil Ubikayu dengan Brachiaria, Mikoriza dan Kompos Jerami Padi Diperkaya Kalium adalah karya saya dengan arahan dari Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan di dalam teks dan dicantumkan di dalam Daftar Pustaka di bagian akhir dari disertasi ini.
Bogor Januari 2011 Bariot Hafif NIM A161070051
ABSTRACT BARIOT HAFIF. Increasing The Quality of Acid Soil and Cassava Yield with Brachiaria, Arbuscular Mycorrhiza and Potassium Enriched Rice Straw Compost. Under direction of SUPIANDI SABIHAM, ISWANDI ANAS, ATANG SUTANDI and SUYAMTO HARDJOSUWIRJO Al toxicity, deficiency in K and other essential nutrients, low availability of P, damaged soil structures due to loss of organic matters are factors inducing low acid soil quality. Brachiaria, arbuscular mycorrhiza (AM) and rice straw compost enriched with potassium are expected to improve the quality of acid soil because they have potential in detoxifying Al, increasing nutrient uptake by plant roots, improving soil aggregates by enhancing of soil organic matters, increasing availability of K and quality of cassava yield as well. The experiments were conducted to (1) study the potential of Brachiaria root-exudates in chelating Al and reducing exchangeable Al of soil, (2) examine effects of Brachiaria, AM and rice straw compost enriched with potassium treatments in improving the quality of acid soil connected with available K and aggregates stability, 3) evaluate the effectiveness of Brachiaria, AM and rice straw compost enriched with potassium in increasing yield and starch, and suppressing cyanogenic glucosides of cassava on acid soil and 4) compare feasibility of the cassava farming treated with Brachiaria, AM and rice straw compost enriched with potassium, with feasibility of farmer’s cassava farming. After two months of the greenhouse experiment, malic, citric, and oxalic acids produced by the three Brachiaria root-exudates were determined. The production of malic acid was higher than that of citric and oxalic acid. The organic acids chelated Al effectively. Brachiaria decumbens (BD) (the selected Brachiaria in the greenhouse experiment) decreased exchangeable Al of the acid soil as much as 33 %. The root-exudates and leavecut of BD returned to the soil, and the interaction of BD and AM effectively increased the availability of K. BD and the interaction of BD and AM improved the stability of meso and micro aggregate, increased total polysaccharides in soil aggregates and improved yield, starch, and reduced cyanogenic glucosides of cassava. The treatment of BD, AM and rice straw compost enriched with 200 kg KCl ha-1 interaction resulted in a 13% increase of starch and a 42% decrease of cyanogenic glucosides. At the farmer’s field experiment, the cassava yield was primarily affected by the rice straw compost enriched with 100 and 200 kg KCl ha-1 treatments. On average, those treatments increased cassava yield about 17% and 28%, respectively. The interaction of BD, AM and rice straw compost enriched with 100 and 200 kg KCl ha-1 also increased cassava starch about 13%. The cassava farming, however, was profitable. Yet, in supporting feasible life of farmer’s household with three members, the technology of BD, AM and rice straw compost enriched with K reduced cassava planting area to 1.0 ha from more than 2.5 ha conducted by traditional and semi advanced manner. Keywords: Brachiaria, Arbuscular mycorrhiza, Potassium enriched rice straw compost, Acid soil, Cassava starch
RINGKASAN BARIOT HAFIF. Peningkatan Kualitas Tanah Masam dan Hasil Ubikayu dengan Brachiaria, Mikoriza dan Kompos Jerami Padi Diperkaya Kalium. Dibimbing oleh SUPIANDI SABIHAM, ISWANDI ANAS, ATANG SUTANDI dan SUYAMTO HARDJOSUWIRJO Keracunan Al, defisiensi K dan hara penting lainnya, ketersediaan P rendah dan stabilitas agregat tanah menurun oleh hilangnya bahan organik adalah faktorfaktor penyebab kualitas tanah masam. Untuk memperbaiki, tanah masam perlu diperkaya dengan bahan organik. Senyawa organik eksudat akar dapat memperkaya bahan organik tanah secara in situ dan rumput Brachiaria adalah penghasil eksudat akar yang baik. Senyawa organik eksudat akar tersebut berpotensi untuk detoksi Al, meningkatkan mobilitas hara berkelarutan rendah (P, Fe dan Zn) dan memperbaiki agregat tanah. Ubikayu adalah tanaman yang toleran tanah masam dan kondisi marginal lainnya. Kelebihan itu dimanfaatkan petani dengan melakukan budidaya secara sederhana (masukan rendah). Hal itu cendrung memperburuk kualitas tanah masam karena hasil panen ubikayu membawa hara-hara esensial dari tanah dalam jumlah yang banyak. Untuk memperbaiki kualitas dan mengendalikan degradasi tanah masam maka potensi Brachiaria, arbuscular mycorrhiza (AM), dapat diberdayakan. Brachiaria efektif dalam detoksi Al dan menyerap kalium dalam jumlah yang cukup banyak untuk preservasi kalium dari pencucian. AM bila bersimbiosis dengan akar memperbaiki serapan hara tanaman pada tanah miskin hara. Sementara ketersediaan kalium tanah masam yang rendah dapat ditingkatkan dengan kompos jerami diperkaya kalium. Ketersediaan kalium yang cukup adalah kunci untuk perbaikan mutu hasil ubikayu. Tiga tahapan penelitian dilakukan untuk mengetahui efektivitas bahanbahan tersebut dalam perbaikan kualitas tanah masam dan hasil ubikayu. Penelitian tahap 1 dilakukan di rumah kaca Faperta IPB dengan tujuan untuk mempelajari potensi asam organik eksudat akar Brachiaria dalam kelatisasi Al. Rancangan penelitian RAL dalam faktorial diulang 3 kali. Faktor 1 adalah spesies Brachiaria yaitu tanpa Brachiaria (kontrol), B. decumbens (BD), B. ruziziensis (BR) dan B. brizantha (BB). Faktor 2 adalah konsentrasi Al yaitu 0, 100, 200, 300 dan 400 μM. Brachiaria ditanam pada kultur pasir steril yang diperlakukan dengan konsentrasi-konsentrasi Al tersebut. Setelah tanaman berumur 2 bulan, tiga jenis asam organik berat molekul rendah yaitu asam malat, asam sitrat dan asam oksalat dan senyawa kompleks Al-organik di dalam kultur pasir, dianalisis. Penelitian tahap 2 dilakukan di laboratorium lapang kebun percobaan Tegineneng BPTP Lampung. Tujuan penelitian adalah menguji pengaruh perlakuan Brachiaria, terhadap penurunan Al-dd di dalam tanah dan interaksinya dengan mikoriza (arbuscular mycorrhiza) dan kompos jerami padi diperkaya kalium terhadap perbaikan kualitas tanah masam terkait dengan kalium tersedia dan stabilitas agregat. Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dalam susunan faktorial 2 x 2 x 4 = 16, diulang 3 kali. Faktor 1 adalah rumput Brachiaria decumbens (BD) (rumput terpilih dalam penelitian di rumah kaca), yaitu tanpa (B0) dan dengan BD (B1), faktor 2 adalah AM yaitu tanpa (M0) dan dengan inokulasi AM (M1), dan faktor 3 adalah kompos jerami (2 ton ha-1)
diperkaya 0 (K0), 50 (K50), 100 (K100) dan 200 (K200) kg KCl ha-1. Baris BD sebagai tanaman sela ubikayu ditanam pada jarak 60 cm dari pohon ubikayu pada pot berukuran 1 m x 1 m x 0,45 m yang diisi Kanhapludult lolos saringan 5 mm setebal 40 cm, yaitu 0-20 cm tanah top dan 20-40 cm tanah lapisan bawah. Penelitian tahap 3 dilakukan di lapangan yaitu di 5 tanah (lokasi) di Propinsi Lampung dengan tujuan mengevaluasi efektivitas Brachiaria, mikoriza dan kompos jerami padi diperkaya kalium terhadap peningkatan hasil, pati dan penekanan senyawa sianogen ubikayu pada tanah masam. Ulangan percobaan dilakukan di 5 tanah masam yaitu; Kanhapludult Tegineneng, Hapludoks Tugusari, Plinthudult Abung Semulih Hapludoks Kalibalangan dan Kandiudult KB Selatan, Propinsi Lampung. Rancangan percobaan adalah split-split plot dengan petak utama adalah BD yaitu tanpa (B0) dan dengan BD (B1), anak petak adalah AM yaitu tanpa (M0) dan dengan AM (M1) dan anak-anak petak adalah kompos jerami padi diperkaya 0 (K0), 50 (K50), 100 (K100) dan 200 (K200) kg KCl ha-1. Selain uji penanaman, dilakukan analisis kelayakan usahatani ubikayu dengan tujuan membandingkan kelayakan usahatani ubikayu yang diperlakukan dengan Brachiaria, mikoriza dan kompos jerami padi diperkaya kalium, dengan usahatani ubikayu petani. Rumput Brachiaria didapatkan mengeksudasi asam-asam organik berat molekul rendah yaitu asam malat, asam sitrat dan asam oksalat bila mengalami cekaman Al. Dari tiga asam organik tersebut, asam malat dieksudasi lebih banyak. Konsentrasi asam-asam organik tersebut dipengaruhi secara nyata oleh konsentrasi Al; semakin tinggi konsentrasi Al semakin banyak asam organik dieksudasi. Asam-asam organik tersebut didapatkan mengkelat Al. Dalam 9 bulan BD efektif menurun Al-dd tanah sampai 33%. Eksudat akar dan biomasa (pangkasan daun) BD yang dikembalikan ke tanah serta interaksi BD dengan AM, efektif mempertahankan dan meningkatkan K tanah tersedia serta meningkatkan hasil, pati dan menurunkan senyawa sianogen ubikayu. BD dan interaksi BD dengan AM memperbaiki stabilitas agregat meso dan mikro. Interaksi BD dan AM nyata meningkatkan kadar polisakarida total di dalam agregat tanah. Perlakuan interaksi BD, AM dan kompos jerami diperkaya 200 kg KCl ha-1 meningkatkan kadar pati umbi 13% dan menurunkan kadar senyawa sianogen total sebesar 42%. Pada percobaan di lapangan pemberian kompos jerami diperkaya 100 dan 200 KCl ha-1 berpengaruh lebih nyata terhadap peningkatan hasil ubikayu. Secara rata-rata perlakuan tersebut masing-masing meningkatkan hasil ubikayu 17% dan 28%. Interaksi BD, AM dan kompos jerami diperkaya 100 dan 200 kg KCl ha-1 lebih efektif meningkatkan kadar pati (13% BK) dan menurunkan senyawa sianogen (41%). Usahatani ubikayu dengan harga jual umbi Rp. 800,- kg-1, adalah menguntungkan. Namun dalam memenuhi kebutuhan hidup layak (KHL) keluarga petani dengan 3 anggota, teknologi penggunaan Brachiaria, mikoriza dan kompos jerami padi diperkaya kalium dapat menurunkan luasan pertanaman ubikayu menjadi 1,0 ha dari > 2,5 ha yang dilakukan secara tradisional dan semi maju. Kata kunci:
Brachiaria, Mikoriza, Kompos jerami padi diperkaya kalium, Tanah masam, Pati ubikayu
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
PENINGKATAN KUALITAS TANAH MASAM DAN HASIL UBIKAYU DENGAN BRACHIARIA, MIKORIZA DAN KOMPOS JERAMI PADI DIPERKAYA KALIUM
BARIOT HAFIF
Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Ilmu Tanah
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
Penguji pada Ujian Tertutup: 1. Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, MS. (Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB) 2. Dr. Ir. Kasdi Subagyono, MSc. (Kepala Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Badan Litbang Pertanian)
Penguji pada Ujian Terbuka: 1. Dr. Ir. Sandra Arifin Aziz, MS. (Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB) 2. Dr. Ir. Hasil Sembiring, MSc. (Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Badan Litbang Pertanian)
Judul Disertasi : Peningkatan Kualitas Tanah Masam dan Hasil Ubikayu dengan Brachiaria, Mikoriza dan Kompos Jerami Padi Diperkaya Kalium Nama : Bariot Hafif NIM : A161070051
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, M.Agr. Ketua
Prof. Dr. Ir. Iswandi Anas, M.Sc. Anggota
Ir. Atang Sutandi, M.Si. Ph.D. Anggota
Prof. (R.) Dr. Ir. Suyamto Hardjosuwirjo. Anggota
Mengetahui Ketua Program Studi
Dekan Sekolah Pascasarjana
Ir. Atang Sutandi, M.Si. Ph.D.
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.
Tanggal Ujian: 27 Januari 2011
Tanggal Lulus:
PRAKATA Berkat ridho Allah Subhanawata’ala, disertasi ini berhasil penulis selesaikan. Rangkaian kegiatan penelitian dengan tema “Peningkatan Kualitas Tanah Masam Lahan Kering dan Hasil Ubikayu dengan Brachiaria, Mikoriza dan Kompos Jerami Padi Diperkaya Kalium” telah dilaksanakan dari bulan Maret 2008 sampai dengan Agustus 2010. Karya ilmiah ini terdiri atas beberapa makalah yang memuat hasil-hasil penelitian tersebut. Makalah pertama berjudul “Kelatisasi Ion Aluminium oleh Asam Organik Eksudat Akar Brachiaria” dipublikasikan di dalam Jurnal Biota Vol. 15 (3), Oktober 2010. Makalah kedua dengan judul “Perbaikan Kualitas Tanah Masam dengan Brachiaria, Mikoriza dan Kompos Jerami Padi Diperkaya Kalium: Pengaruh Terhadap Aluminium, Kalium dan Agregat Tanah” telah diajukan untuk dapat dipublikasi melalui Indonesian Journal of Agricultural Science dan saat tulisan ini dibuat makalah dalam perbaikan untuk layak publikasi. Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, Prof. Dr. Ir. Iswandi Anas, MS.c., Ir. Atang Sutandi, M.Si., Ph.D., dan Prof. (R.) Dr. Ir. Suyamto Hardjosuwirjo selaku pembimbing yang telah memberikan banyak saran dan komentar berharga. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Sekretariat Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian selaku penyedia anggaran kegiatan penelitian Kerjasama Kemitraan Penelitian Pertanian dengan Perguruan Tinggi (KKP3T), saudari Indri Hapsari (Alumni S1 Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor), Staf Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan dan Teknisi rumah kaca Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor serta Teknisi Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Lampung atas segala bantuan dan kerjasamanya. Terima kasih juga disampaikan atas do’a dan pengorbanan istri serta anak-anak penulis. Semoga isi disertasi ini bermanfaat. Bogor, Januari 2011 Bariot Hafif
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bukittinggi tanggal 20 Januari 1964 dan merupakan anak ke 9 dari sembilan bersaudara dari pasangan Anwir Syukur dan Zaerah. Tahun 1968 penulis ikut orang tua pindah ke Lubuk Gadang Kecamatan Sangir Kabupaten Solok dan menyelesaikan sekolah dasar disana pada tahun 1976. Sekolah menengah pertama (SMP) dan sekolah menengah atas (SMA) penulis selesaikan di Bukittinggi masing-masing pada tahun 1979 dan tahun 1982. Sarjana Pertanian (S1) penulis selesaikan di Fakultas Pertanian Universitas Andalas Padang pada tahun 1988. Tahun 1990 penulis mulai bekerja sebagai asisten peneliti di Kelompok Peneliti Konservasi Tanah dan Air Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat Bogor. Penulis banyak ditugaskan meneliti ke daerah seperti propinsi Jambi, Lampung, Yogyakarta dan survey tanah ke hampir seluruh pulau di Indonesia. Tahun 1993 sampai tahun 1995 penulis ditugaskan menjadi peneliti pada Proyek Bangun Desa II di D.I. Yogyakarta dan diberi tanggungjawab sebagai koordinator penelitian untuk Kabupaten Bantul. Tahun 1995 sampai dengan tahun 1996 (8 bulan) penulis mengikuti The Training Cource in Effective Utilization of Tropical Agriculture and Forestry Resources di Okinawa Jepang. Pada tahun 1999 penulis ditugaskan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian untuk melanjutkan studi S2 dalam program studi ilmu tanah di University of The Philippines Los-Baños dan menyelesaikannya pada tahun 2001. Tahun 2003 penulis dipindah tugaskan ke Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Lampung. Di BPTP selain diberi tugas sebagai penanggungjawab rencana penelitian tingkat peneliti (RPTP) juga ditugaskan sebagai Ketua Kelompok Program Hortikultura (2004-2005) dan sebagai Sekretaris Kelompok Pengkajian Sumberdaya Lahan (2006-2007). Penulis juga sebagai anggota dari Himpunan Masyarakat Konservasi Tanah dan Air Indonesia (MKTI) dan Himpunan Ilmu Tanah Indonesia (HITI). Tahun 2007 Badan Litbang Pertanian Kementerian Pertanian menugaskan Penulis untuk melanjutkan studi S3 untuk program studi ilmu tanah di Institut Pertanian Bogor. Mulai tanggal 20 Oktober 2008, jabatan fungsional peneliti penulis adalah Peneliti Madya di dalam bidang Hidrologi dan Konservasi Tanah.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL........................................................................................
xiii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................
xv
DAFTAR LAMPIRAN ...............................................................................
xix
PENDAHULUAN Latar Belakang........................................................................................... Perumusan Masalah.................................................................................... Tujuan Penelitian........................................................................................ Manfaat Penelitian...................................................................................... Ruang Lingkup Penelitian.......................................................................... Kebaruan Penelitian...................................................................................
1 3 5 7 8 9
TINJAUAN PUSTAKA Tanah Masam di Daerah Lampung…………………………………….... Aluminium Pada Tanah Masam………………………………………..... Ubikayu (Manihot esculenta crantz)…………………………………...... Ubikayu Varitas UJ-5………………………………………………......... Brachiaria sp…………………………………………………………...... Brachiaria decumbens……..…………………………………………...... Kandungan Mineral Biomasa Brachiaria decumbens……………………... Peranan BD dalam Perbaikan Kualitas Tanah Masam…………………... Eksudat Akar dan Rizosfir…………………………………………….... Asam Organik dan Khelatisasi Ion……………………………………..... Stabilitas Agregat dan Agen Agregasi…………………………………... Polisakarida Sebagai Agen Agregasi Partikel Tanah…………………..... Mikoriza (Arbuscular mycorrhiza)…………………………………….... Kalium Tanah…………………………………………………………..... Kalium Tanah dan Produktivitas Ubikayu……………………………..... Pati……………………………………………………………………...... Senyawa Sianogen …………………….……………………………….... Analisis Kelayakan Usahatani………………………………………….... Kebutuhan Hidup Minimum dan Kebutuhan Hidup Layak ………..........
11 12 13 14 15 17 18 18 19 21 23 26 28 30 32 33 35 37 38
KELATISASI ION ALUMINIUM OLEH ASAM ORGANIK EKSUDAT AKAR BRACHIARIA. Abstrak…………………………………………………………………... Abstract………………………………………………………………...... Rasional………………………………………………………………...... Bahan dan Metode……………………………………………………...... Hasil……………………………………………………………………... Pembahasan…………………………………………………………….... Simpulan………………………………………………………………....
39 39 40 41 44 47 49
PERBAIKAN KUALITAS TANAH MASAM DENGAN BRACHIARIA, MIKORIZA DAN KOMPOS JERAMI PADI DIPERKAYA KALIUM: I. PENGARUH TERHADAP ALUMINIUM, KALIUM DAN AGREGAT TANAH Abstrak....................................................................................................... Abstract...................................................................................................... Rasional...................................................................................................... Bahan dan Metode...................................................................................... Hasil........................................................................................................... Pembahasan................................................................................................ Simpulan....................................................................................................
51 51 52 54 57 61 65
PERBAIKAN KUALITAS TANAH MASAM DENGAN BRACHIARIA, MIKORIZA DAN KOMPOS JERAMI PADI DIPERKAYA KALIUM: II. PENGARUH TERHADAP HASIL, PATI DAN CYANOGENIC GLUCOSIDES UBIKAYU Abstrak....................................................................................................... Abstract...................................................................................................... Rasional...................................................................................................... Bahan dan Metode...................................................................................... Hasil........................................................................................................... Pembahasan................................................................................................ Simpulan....................................................................................................
67 67 68 69 74 86 90
KELAYAKAN USAHATANI UBIKAYU DI TANAH MASAM LAMPUNG Abstrak....................................................................................................... Abstract...................................................................................................... Rasional...................................................................................................... Bahan dan Metode...................................................................................... Hasil........................................................................................................... Pembahasan................................................................................................ Simpulan....................................................................................................
93 93 94 95 100 106 110
PEMBAHASAN UMUM.............................................................................
111
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan....................................................................................................... Saran.............................................................................................................
127 128
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................
129
LAMPIRAN.................................................................................................
141
DAFTAR TABEL Halaman 1
Kandungan hara dan senyawa organik dari daun B. decumbens (BD)..
18
2
Konsentrasi asam organik eksudat akar tiga spesies Brachiaria umur 2 bulan di dalam kultur pasir.................................................................
44
3
Konsentrasi Al-organik di dalam kultur pasir yang diberi konsentrasi Al berbeda dan ditanami rumput BD, BR dan BB…………………....
45
Uji korelasi antara Al-organik, asam organik dengan perkembangan akar dan pertumbuhan B. brizantha.......................................................
46
Uji korelasi kanonikal antara varabel-variabel yang mempengaruhi pertumbuhan B.brizantha dengan variabel pertumbuhan B. brizantha.
47
6
Sifat kimia kompos jerami padi tanpa pengayaan kalium…………….
55
7
Polisakarida total (PT) dan polisakarida bukan selulosa (PBS) di dalam agregat makro, meso dan mikro serta jumlah keseluruhannya di dalam agregat, sebagai pengaruh perlakuan interaksi BD dan AM..
61
Sifat kimia tanah olah masing-masing lokasi percobaan di Propinsi Lampung……………………………………………………………....
70
Diameter batang, bobot umbi dan jumlah umbi pohon-1 ubikayu varitas UJ-5 sebagai pengaruh perlakuan BD, AM dan kompos jerami padi diperkaya kalium pada percobaan di Lab lapang Kebun Percobaan Tegineneng BPTP Lampung................................................
77
Bobot umbi dan biomasa (BM) bagian atas serta tinggi dan diameter batang (cm) ubikayu sebagai pengaruh interaksi BD, AM dan kompos jerami padi diperkaya kallium pada percobaan di 4 lokasi (ulangan) di Propinsi Lampung.............................................................
79
Kadar pati ubikayu varitas UJ-5 dan total pati pohon-1 sebagai pengaruh interaksi BD, AM dan kompos jerami padi diperkaya kalium pada percobaan di Lab lapang Kebun Percobaan Tegineneng BPTP Lampung……………………….…………………………........
82
Kadar pati ubikayu varitas UJ 5 dan total pati pohon-1, sebagai pengaruh interaksi BD dan kompos jerami diperkaya 0, 50 , 100 dan 200 kg KCl ha-1 pada percobaan di Lab lapang Kebun Percobaan Tegineneng BPTP Lampung..................................................................
83
4
5
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
Kadar pati ubikayu varitas UJ-5 dan total pati pohon-1, sebagai pengaruh interaksi AM dan kompos jerami diperkaya 0, 50, 100 dan 200 kg KCl ha-1 pada percobaan di Lab lapang Kebun Percobaan Tegineneng BPTP Lampung..................................................................
83
Pengaruh BD, AM dan kompos jerami diperkaya kalium terhadap kadar pati umbi ubikayu yang ditanam pada empat tanah masam (Kanhapludult Tegineneng, Plinthudult A. Semulih, Hapludoks Kalibalangan, dan Kandiudult KB Selatan) Lampung.........................
84
Sianogen total, linamarin, asetonsianohidrin dan HCN CN-1 di dalam ubikayu hasil percobaan di Lab lapang Kebun Percobaan Tegineneng BPTP Lampung dan sianogen total dari ubikayu hasil percobaan di lapangan (rata-rata 4 lokasi) sebagai pengaruh dari interkasi perlakuan BD, AM dan kompos jerami padi diperkaya 0, 50, 100 dan 200 kg KCl ha-1..................................................................
87
Sianogen total, linamarin, asetonsianohidrin dan HCN CN-1 di dalam ubikayu hasil percobaan di Lab lapang Kebun Percobaan Tegineneng BPTP Lampung dan sianogen total dari ubikayu hasil percobaan di lapangan (rata-rata 4 lokasi) sebagai pengaruh dari perlakuan BD dan AM…………………………………………………………………….
88
BC-1, NPV dan IRR untuk 5 tahun usahatani ubikayu dengan modal pinjaman bank dengan tingkat diskonto atau nilai bunga 17% untuk perlakuan interaksi BD, AM dan kompos jerami diperkaya kalium dibandingkan dengan usahatani cara beberapa petani maju, semi maju dan tradisional…………………………………………………...
103
Kelayakan usahatani ubikayu terkait NPV (x Rp. 1000) dilihat dari sudut pandang kebutuhan hidup minimum (KHM) dan kebutuhan hidup layak (KHL) KK dengan 3 anggota……………….....................
105
BC-1, NPV dan IRR usahatani ubikayu sebagai pengaruh dari penurunan harga jual 50% dan peningkatan belanja modal 50% untuk berbagai model pengelolaan lahan…………………………………….
107
Titik impas (break event point) harga jual ubikayu cara pengelolaan usahatani ubikayu dengan aplikasi BD (B1) atau AM (M1) dalam interaksi dengan kompos jerami padi diperkaya 200 kg KCl ha-1 (B1M0K200 dan B0M1K200) dibanding usahatani cara petani……...
108
Jumlah spora AM dan persentase kolonisasi AM pada akar ubikayu yang tumbuh pada tanah yang diperlakukan dengan tanpa (M0) dan inokulasi AM (M1) pada penelitian Lab lapang di Kanhapludult Tegineneng Lampung…………………………………………………
119
DAFTAR GAMBAR Halaman 1
Kerangka pemikiran penelitian………………………………………..
5
2
Alur tahapan penelitian………………………………………………..
10
3
Proses pelapukan (hidrolisis) K mineral primer menjadi K larutan tanah…………………………………………………………………...
31
4
Molekul amilose (Sumber: Cheng et al. 2009)………………………..
34
5
Molekul amilopektin (Sumber: Cheng et al. 2009)…………………...
34
6
Proses hidrólisis cyanogenic glucoside menjadi Noxious hydrocianic acid (HCN)……………………………………………………………
35
Keragaan pelaksanaan percobaan dan pertumbuhan masing-masing spesies Brachiaria di rumah kaca Faperta IPB......................................
43
Al-dd (cmol kg-1) tanah daerah perakaran BD, ubikayu, tanah perakaran ubikayu yang dipengaruhi perakaran BD serta tanah tanpa pengaruh perlakuan (kontrol) saat 0, 3, 6 dan 9 bulan sesudah tanam (BST) pada percobaan di Kanhapludult, Tegineneng Lampung……
57
Ketersediaan K sebagai pengaruh BD (B1M0), AM (B0M1) dan interaksi BD dan AM (B1M1) pada tanah yang diberi kompos jerami diperkaya 0, 50, 100 dan 200 kg KCl ha-1…………………………….
58
Hubungan antara kadar Al (ppm) dalam jaringan daun B. decumbens dengan kandungan K tanah tersedia (ppm)…………………………...
59
Pengaruh interaksi BD dan AM (A), interaksi BD dan kompos jerami diperkaya K (B) terhadap agregat makro (2-5 mm dan 1-2 mm), meso (0,25-1 mm) dan mikro ( 0,053-0,25 mm)………………..
60
Letak dan kondisi agroekologi lokasi percobaan lapang di propinsi Lampung...............................................................................................
71
Denah pertanaman ubikayu secara intercropping dengan Brachiaria pada salah satu petak utama di lapangan……………………………...
73
Keragaan pelaksanaan percobaan di Lab Lapang Kebun Percobaan Tegineneng BPTP Lampung di propinsi Lampung..............................
75
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
Keragaan pelaksanaan percobaan Lapang di 4 tanah/lokasi (Kanhapludult Tegineneng, Hapludoks Kalibalangan, Plinthudult Abung Semulih dan Kandiudult KB Selatan) di propinsi Lampung....
75
Keragaan data hasil umbi dan biomasa (BM) ubikayu UJ-5 sebagai pengaruh perlakuan interaksi BD (B0 dan B1), AM (M0 dan M1) dan kompos jerami padi diperkaya 0 kg (K0), 50 kg (K50), 100 kg (K100) dan 200 kg (K200) KCl ha-1 di 4 tanah (lokasi) di Propinsi Lampung……………………………………………………………..
78
Bobot umbi dan biomasa ubikayu UJ-5 hasil pengujian pada empat tanah (lokasi) (TGN=Kanhapludult Tegineneng, ABS=Plinthudult Abung Semulih, KLB=Hapludoks Kalibalangan, dan KBS= Kandiudult Kotabumi Selatan) di Propinsi Lampung………………...
78
Kadar pati ubikayu varitas UJ-5 dalam % bobot basah (%BB) dan % bobot kering (%BK) sebagai pengaruh perlakuan interaksi BD [(tanpa (B0) dan dengan BD (B1)], AM [tanpa (M0) dan dengan AM (M1)] dan kompos jerami padi diperkaya 0 (K0), 50 (K50), 100 (K100) dan 200 (K200) kg KCl ha-1 pada percobaan Lab lapang (Kanhapludult Tegineneng) dan percobaan lapang (Kanhapludult Tegineneng, Plinthudult A. Semulih, Hapludoks Kalibalangan dan Kandiudult KB. Selatan), Propinsi Lampung (Lapang)………………
81
Kadar pati (%BB dan %BK) ubikayu UJ-5 yang ditanam pada 4 tanam masam berbeda [Kanhapludult Tegineneng (TGN), Plinthudult A. Semulih (ABS), Hapludoks Kalibalangan (KLB), dan Kandiudult KB Selatan (KBS)] di Lampung…………………………
84
Senyawa sianogen (linamarin, asetonsianohidrin dan HCN CN-1) yang terukur di dalam umbi ubikayu varitas UJ-5 sebagai respon terhadap perlakuan interaksi BD, AM dan kompos jerami diperkaya 0 (K0), 50 (K50), 100 (K100), 200 (K200) kg KCl/ha pada percobaan Lab lapang di Kanhapludult Tegineneng Lampung………
85
Konsentrasi rata-rata senyawa sianogen total yang terukur di dalam umbi ubikayu UJ-5 sebagai respon terhadap perlakuan interaksi BD, AM dan kompos jerami diperkaya 0 (K0), 50 (K50), 100 (K100), 200 (K200) kg KCl/ha dari percobaan di Kanhapludult Tegineneng, Plinthudult Abung Semulih, Hapludoks Kalibalangan, dan Kandiudult Kotabumi Selatan) Propinsi Lampung…………………...
85
Konsentrasi rata-rata senyawa sianogen total terukur di dalam ubikayu UJ-5 yang ditanam pada Kanhapludult Tegineneng (TGN), Plinthudult A. Semulih (ABS), Hapludoks Kalibalangan (KBL), dan Kandiudult KB. Selatan (KBS) di Propinsi Lampung………………..
86
23
24
25
26
Korelasi antara biaya produksi (x Rp. 1000) dengan pengembalian bersih (x Rp. 1000) yang didapat dari 1 hektar lahan usahatani ubikayu………………………………………………………………..
109
Struktur cincin dari kompleks Al-asam-asam organik (kelat) (Dynes & Huang 1997)………………………………………………………..
112
Keragaan akar ubikayu tanpa kolonisasi mikoriza dan dengan kolonisasi hifa dan veskula mikoriza…………………………………
120
Pengaruh pemberian K 2 O terhadap umbi, pati dan senyawa sianogen total ubikayu UJ-5 pada beberapa tanah masam Lampung…………...
122
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1
Kromatogram (chromatogram) dari larutan standar asam sitrat, asam oksalat dan asam malat serta kandungan asam-asam tersebut di dalam kultur pasir yang diperlakukan dengan konsentrasi Al (0, 100, 200, 300 dan 400 μM) dan ditanami B. decumbens (BD), B. ruziziensis (BR) serta B. brizantha (BB) yang terdeteksi oleh HPLC
143
Pertumbuhan perakaran B. decumbens (BD), B. ruziziensis (BR) dan B. brizantha (BB) (massa, volume, dan bobot jenis akar) umur 2 bulan, sebagai respon terhadap perlakuan konsentrasi Al (0, 100, 200, 300 dan 400 μM)...........................................................................
146
Tinggi tanaman, jumlah tunas dan daun Brachiaria yang ditanam pada kultur pasir yang diberi konsentrasi Al berbeda……….
147
Kandungan N, P, K, Ca, Mg yang terukur di dalam daun Brachiaria decumbens…………………………………………………………….
147
Asam organik terukur pada tanah daerah perakaran ubikayu yang dipengaruhi B. decumbens dan tanpa pengaruh B. decumbens pada percobaan di Kanhapludult Tegineneng Lampung…………………...
148
Bobot pangkasan rumput B. decumbens (kg bulan-1) untuk 1m baris tanam pada percobaan Lab lapang di Kanhapludult Tegineneng Lampung……………………………………………………………...
148
Bobot pangkasan total rumput B. decumbens (kg) untuk 1 m baris tanam selama 9 bulan dan berat pangkasan rata-rata (kg bulan-1) pada percobaan lapang di 5 lokasi yaitu Tegineneng (TGN), Pejambon (PJB) Kalibalangan (KLB), Abung Semulih (ABS) dan Kotabumi Selatan (KBS)…………………………………………………………
149
Pertumbuhan dan produksi umbi Ubikayu di lokasi Pejambon (Tugusari)……………………………………………………………
150
9
Profil dan diskripsi profil Kanhapludult Tegineneng Lampung...........
151
10
Profil dan diskripsi profil tanah Hapludoks Kalibalangan Lampung…
152
11
Profil dan diskripsi profil tanah Plinthudult A. Semulih, Lampung….
153
12
Profil dan diskripsi profil Kandiudult KB. Selatan, Lampung……….. .
154
2
3
4
5
6
7
8
13
Jumlah pengeluaran dan penerimaan (cash flow) dari masing-masing perlakuan yang diuji dengan mempertimbangkan pengaruh perlakuan terhadap K tanah tersedia dan hasil ubikayu untuk prediksi jumlah besaran aliran dana dalam 5 tahun kegiatan usahatani………………
155
Biaya Bahan dalam Rupiah ha-1 dari masing-masing perlakuan yang diuji pada penelitian di lapang (5 lokasi)……………………………..
156
Biaya tenaga kerja dan total biaya produksi dalam Rupiah ha-1 dari masing-masing perlakuan yang diuji pada penelitian di lapang (5 lokasi)…………………………………………………………………
158
Biaya produksi dan pengembalian usahatani ubikayu beberapa petani tradisional di daerah kajian propinsi Lampung……………………….
160
Biaya produksi dan pengembalian usahatani ubikayu beberapa petani semi maju di daerah kajian propinsi Lampung……………………….
161
Biaya produksi dan pengembalian usahatani ubikayu beberapa petani maju di daerah kajian propinsi Lampung……………………………..
162
Cara kerja analisis kadar polisakarida total dan polisakarida bukan (selain) selulosa (Lowe 1993)………………………………………...
163
Cara kerja analisis kadar pati (metoda Somogyi-Nelson) (Nelson 1944)………………………………………………………………….
163
Cara kerja analisis senyawa sianogen total (cyanogenic glucosides) (metoda Bradbury) (Bradbury et al. 1997, diacu dalam Hidayat dan Damardjati 2003)……………………………………………………..
165
22
Hasil sidik ragam untuk data percobaan di rumah kaca …………….
166
23
Hasil sidik ragam untuk data pengaruh perlakuan terhadap jumlah (stabilitas) agregat…………………………………………………….
168
Hasil sidik ragam untuk data pengaruh perlakuan terhadap polisakarida di dalam masing-masing agregat……………………….
169
Hasil sidik ragam untuk data pengaruh perlakuan terhadap pertumbuhan dan mutu hasil ubikayu UJ-5…………………………..
170
Hasil sidik ragam untuk pengaruh perlakuan terhadap kadar pati dan cyanogenic glucosides………………………………………………...
171
Hasil sidik ragam untuk data pengaruh perlakuan terhadap pertumbuhan dan hasil ubikayu pada percobaan di lapangan………...
173
14
15
16
17
18
19
20
21
24
25
26
27
28
Hasil sidik ragam untuk data pengaruh perlakuan terhadap kadar pati dan senyawa sianogen total ubikayu pada percobaan di lapangan……
174
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Sifat-sifat kimia tanah masam yang membatasi pertumbuhan perakaran dan menurunkan produksi tanaman antara lain keracunan Al, Mn dan kurang tersedianya unsur-unsur hara esensial untuk pertumbuhan tanaman. Secara umum diketahui tanaman yang ditanam pada tanah masam, perkembangan sistem perakarannya terganggu, mengalami defisiensi hara dan hasil tanaman menurun. Penyebabnya antara lain daya toksisitas Al yang tinggi pada pH tanah rendah (Pietraszewska 2001). Mengacu kepada definisi kualitas tanah yang dikemukakan oleh SSSA (1994), diacu dalam van Lynden et al. (2004) maka tanah masam dikategorikan sebagai tanah dengan kualitas rendah karena kapasitasnya untuk difungsikan di dalam sistem produksi tanaman berkelanjutan adalah rendah. Menurut Mulyani et al. (2003) penyebaran tanah masam di Indonesia cukup luas terutama pada wilayah beriklim basah dan pulau Sumatera adalah pulau dengan luasan tanah masam terluas. Tanah-tanah masam itu ditemukan baik pada lahan kering maupun lahan basah (rawa/pasang surut) dan dapat berasal dari bahan/batuan mineral maupun bahan non mineral (organik). Tanah masam lahan kering ditemukan lebih luas dibanding tanah masam lahan basah. Salah satu propinsi di pulau Sumatera dengan hamparan tanah masam lahan kering yang luas adalah Propinsi Lampung. Beberapa ordo tanah masam yang ditemukan di propinsi ini adalah Inseptisol, Oksisol dan Ultisol yang masing-masing diperkirakan seluas 1,1, 1,0 dan 0,5 juta hektar. Beberapa kelompok besar tanah masam yang ditemukan di dalam ordo-ordo itu antara lain Distrudept, Hapludult, Hapludoks, Plinthudult dan Kandiudult (Widowati et al. 2003; Nasution 2003; BPTP Lampung 2004). Ubikayu (Manihot esculenta Crantz) adalah makanan pokok ketiga setelah padi dan jagung di Indonesia (Agribisnis Indonesia 2005). Kandungan karbohidrat ubikayu segar kisaran 30-35%. Kandungan karbohidrat tersebut masing-masing 40% dan 25% lebih besar dari pada karbohidrat beras dan karbohidrat jagung. Kandungan pati ubikayu sekitar 24% antara lain dapat dimanfaatkan untuk bahan baku bioetanol (Tonukari 2004). Tanaman ini toleran terhadap berbagai faktor pembatas pertumbuhan diantaranya terhadap pH rendah, keracunan Al dan miskin
2
hara pada tanah masam (Howeler 2002; Kawano 2003). Kelebihan itu membuat usahatani ubikayu dapat dilakukan secara sederhana (tanpa pupuk). Wargiono (2003) melaporkan di Ultisol Lampung produksi ubikayu tanpa pupuk rata-rata 7 ton ha-1. Produksi ubikayu petani tanpa dipupuk yang relatif rendah diperkirakan sebagai salah satu penyebab dari rendahnya rata-rata produksi ubikayu nasional yaitu 16,2 ton ha-1 (Lubis 2007). Ispandi dan Munip (2005) mengemukakan bahwa ubikayu yang ditanam pada tanah masam (pH 4,7 – 5,1) dapat berproduksi baik (hasil varitas tertentu dapat mencapai 41 ton ha-1) hanya bila tanah masam dipupuk dan diberi kapur. Selain itu tanpa pemupukan kesuburan tanah di bawah tanaman ubikayu nyata menurun. Kesuburan tanah dapat dipertahankan dan diperbaiki bila diaplikasikan pupuk N, P dan K serta diberi bahan organik (Nakviroj et al. 2005). Santoso et al. (2001); Kurnia et al. (2003) mengemukakan bahwa salah satu cara yang efektif untuk memperbaiki kualitas tanah masam adalah melalui penggunaan bahan organik. Diantara sumber bahan organik yang perlu diberdayakan adalah bahan atau senyawa organik eksudat akar (Violante & Gianfreda 2000). Hasil penelitian menunjukkan beberapa tanaman potensial dalam menghasilkan eksudat akar diantaranya Brachiaria. Akar tanaman ini mengeksudasi senyawa-senyawa organik untuk memperbaiki sifat fisiko-kimia tanah dan khusus asam-asam organik dengan berat molekul rendah dieksudasi untuk detoksi logam beracun seperti Al (Gaume et al. 2004; Grundy et al. 2006; Wenzl et al. 2006; Oburger et al. 2009). Hasil penelitian pada tanah terdegradasi di Madagaskar memperlihatkan potensi lain dari Brachiaria yaitu mampu meningkatkan produksi ubikayu ratarata 240%, yakni meningkat dari 4-13 ton ha-1 menjadi 11-30 ton ha-1 setelah ditanam secara intercropping dengan ubikayu (Charpentier et al. 2006). Dampak positif tersebut antara lain disebabkan perakaran Brachiaria mampu memperbaiki siklus hara, meningkatkan karbon organik dan memperbaiki agregat tanah (Husson et al. 2003; Thierfelder et al. 2004; Charpentier et al. 2006). Menurut Howeler (2002) bahan lain yang juga berpotensi memperbaiki pertumbuhan dan hasil ubikayu adalah mikoriza (arbuscular mycorrhiza). Ubikayu bila bersimbiosis dengan mikoriza dapat tumbuh baik pada tanah masam
3
miskin P (P tersedia rendah). Tanaman ubikayu bila kekurangan P akan mengalami gangguan proses metabolisme sehingga dapat menghambat serapan hara-hara lainnya termasuk K. Ketersediaan dan cadangan hara K yang rendah pada tanah masam (Rachim 2007) adalah salah satu penyebab rendahnya produktivitas ubikayu pada tanah masam. Sebagaimana dikemukakan Suyamto (1998); Howeler (2002), ketersediaan K tanah yang cukup adalah faktor kunci untuk dapat memperbaiki pertumbuhan dan hasil ubikayu sebagaimana juga mutu hasil ubikayu terkait kadar pati dan senyawa sianogen (cyanogenic glucosides) (González & Sotomayor 2005; Bradbury 2006). Ubikayu yang ditanam pada tanah miskin K menghasilkan umbi dengan kadar pati lebih rendah dan senyawa sianogen lebih tinggi dan sebaliknya akan mempunyai kadar pati lebih tinggi dan senyawa sianogen lebih rendah bila ditanam pada tanah cukup kandungan K (El-Sharkawy & Cadavid 2000). Ketersediaan K yang tinggi di dalam tanah, akan mempertinggi akumulasi ion K di dalam sel tanaman dan sifat higroskopis dari ion K akan meningkatkan kemampuan tanaman dalam mengekstrak air dari tanah (Krishna 2002). Ketersediaan air yang cukup di dalam jaringan tanaman penting artinya dalam pembentukan gula dan pati oleh proses fotosintesis. Sejauh ini belum ada penelitian yang mempelajari potensi eksudat akar Brachiaria untuk perbaikan kualitas tanah masam di Indonesia. Untuk meningkatkan produktivitas tanah masam berbasis sumberdaya lokal, maka kapabilitas eksudat akar Brachiaria dalam memperbaiki sifat fisiko-kimia tanah perlu diuji. Demikian pula dalam hubungannya dengan perbaikan mutu hasil ubikayu maka pengaruh Brachiaria dalam interaksi dengan mikoriza dan pupuk organik (kompos) juga perlu dipelajari.
Perumusan Masalah Kualitas
tanah
masam
rendah
disebabkan
kapabilitasnya
untuk
diberdayakan di dalam sistem produksi tanaman berkelanjutan adalah rendah. Kapabilitas yang rendah antara lain disebabkan ketersediaan dan cadangan hara esensial yang rendah disamping tingginya bahaya keracunan aluminium. Selain itu stabilitas agregat tanah masam juga relatif rendah akibat hilangnya bahan
4
organik tanah oleh pengelolaan lahan. Namun karena hamparannya cukup luas, tanah ini menjadi sasaran pengembangan ubikayu nasional (Wirawan 2006). Ubikayu diketahui tanaman yang dapat tumbuh pada tanah dengan berbagai kondisi ekstrim seperti pH rendah atau tinggi, keracunan Al, miskin hara, dan kondisi marginal lainnya (Howeler 2002; Kawano 2003). Karenanya ubikayu dapat diusahakan petani dengan cara pengelolaan masukan rendah. Namun bila kelebihan itu dimanfaatkan akan semakin memperburuk kualitas tanah disamping nilai ekonomi usahatani ubikayu yang didapat juga rendah. Dalam kaitan dengan ubikayu sebagai sumber karbohidrat, bahan baku berbagai komponen industri ataupun yang paling menonjol sebagai sumber bahan baku bioetanol (Tonukari 2004), maka untuk jangka panjang perlu dipersiapkan cara pengelolaan lahan usahatani ubikayu yang selain mampu memberikan hasil dan mutu hasil yang baik juga dapat meningkatkan kualitas tanah masam. Beberapa bahan diketahui mampu meningkatkan produktivitas tanah masam dan juga produksi ubikayu, seperti Brachiaria, mikoriza dan bahan organik (Cadavid et al. 1998; Howeler 2002; Charpentier et al. 2006). Namun efektivitasnya masih belum teruji khususnya pada tanah masam lahan kering di daerah Lampung. Pemahaman yang lebih mendalam akan kemampuan bahanbahan tersebut dalam memperbaiki sifat-sifat tanah seperti aluminium dapat dipertukarkan, ketersediaan kalium dan stabilitas agregat tanah, diharapkan dapat mengoptimalkan potensinya dalam meningkatkan produksi dan mutu hasil ubikayu terkait kadar pati dan senyawa sianogen. Khusus terhadap kondisi K tanah, perhatian selain diberikan terhadap peningkatan ketersediaan, juga harus diberikan terhadap resiko kehilangan K yang tinggi melalui pencucian pada tanah masam. Hal itu penting artinya karena untuk usahatani ubikayu, K adalah unsur hara utama yang harus selalu tersedia dalam jumlah yang cukup di dalam tanah dan untuk penyediaannya di masa depan akan berhadapan pula dengan kendala semakin tingginya harga pupuk kimia K. Pada akhirnya untuk menentukan cara pengelolaan usahatani ubikayu yang tepat, tidak hanya dilihat dari pengaruhnya terhadap peningkatan kualitas tanah masam dan pati ubikayu, namun juga harus dinilai dari kelayakan usahatani ubikayu terhadap perekonomian petaninya.
5
Secara keseluruhan perumusan masalah didekati berdasarkan kerangka pemikiran seperti yang tertuang di dalam Gambar 1.
Tujuan Penelitian 1. Mempelajari potensi asam organik eksudat akar Brachiaria dalam kelatisasi Al dan penurunan aluminium dapat dipertukarkan di dalam tanah. 2. Menguji pengaruh perlakuan Brachiaria, mikoriza (arbuscular mycorrhiza) dan kompos jerami padi diperkaya kalium terhadap perbaikan kualitas tanah masam terkait dengan kalium tersedia dan stabilitas agregat. 3. Mengevaluasi efektivitas Brachiaria, mikoriza dan kompos jerami padi diperkaya kalium terhadap peningkatan hasil, kadar pati dan penekanan kandungan senyawa sianogen (cyanogenic glucosides) ubikayu pada tanah masam. 4. Membandingkan kelayakan usahatani ubikayu yang diperlakukan dengan Brachiaria, mikoriza dan kompos jerami padi diperkaya kalium, dengan usahatani ubikayu petani.
Hipotesis 1. Asam organik eksudat akar Brachiaria mampu mengkelat Al dan menurunkan Al tanah dapat dipertukarkan. 2. Brachiaria, mikoriza dan kompos jerami padi diperkaya kalium mampu memperbaiki kualitas tanah masam dengan meningkatkan kadar kalium tersedia dan stabilitas agregat tanah. 3. Aplikasi Brachiaria, mikoriza dan kompos jerami padi diperkaya kalium pada tanah masam efektif memperbaiki pertumbuhan dan hasil serta mutu hasil ubikayu terkait peningkatan kadar pati dan penurunan senyawa sianogen. 4. Perbaikan kualitas tanah masam yang dicirikan oleh menurunnya Al dapat dipertukarkan, meningkatnya kalium tanah tersedia dan stabilitas agregat sehingga berdampak terhadap perbaikan hasil dan mutu hasil ubikayu, sebagai respon terhadap perlakuan Brachiaria, mikoriza dan kompos jerami padi diperkaya kalium, memperbaiki kelayakan usahatani ubikayu.
6
Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian.
7
Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian adalah sebagai berikut: • Tanah masam adalah tanah dengan faktor-faktor pembatas pertumbuhan tanaman yang relatif tinggi, namun hamparannya yang luas membuat tanah ini menjadi sasaran pengembangan komoditas-komoditas pertanian potensial. Teknologi pengelolaan lahan terpilih dari penelitian ini mampu mengatasi faktor-faktor pembatas pertumbuhan tanaman sehingga dapat meningkatkan produktivitas tanah masam. • Ubikayu merupakan komoditas yang berperan penting di masa depan baik sebagai sumber karbohidrat, bahan baku industri maupun sebagai sumber energi alternatif. Untuk hal itu hasil penelitian dapat digunakan sebagai dasar untuk meningkatkan produksi dan mutu hasil ubikayu melalui perluasan lahan dengan teknologi pengelolaan lahan yang lebih efisien, efektif dan berkelanjutan. • Ubikayu diketahui sebagai tanaman yang beradaptasi baik terhadap kondisi lahan marginal, karenanya di Propinsi Lampung kebanyakan petani mengelola usahatani ubikayu secara sederhana dengan masukan yang sangat rendah. Hal itu cenderung membawa ke masalah degradasi tanah. Teknologi pengelolaan lahan ubikayu hasil penelitian ini mampu mengatasi degradasi dan memperbaiki kualitas tanah masam dalam usahatani ubikayu yang mengandalkan pengelolaan masukan rendah. • Harga pupuk kalium sebagai komplemen utama usahatani ubikayu yang terus meningkat, adalah diantara masalah utama yang dihadapi petani dalam upaya meningkatkan hasil dan mutu hasil ubikayu. Teknologi pengelolaan lahan ubikayu hasil penelitian ini, mampu menurunkan kebutuhan hara kalium ubikayu sejalan dengan upaya peningkatan produksi dan mutu hasil ubikayu. • Mayoritas petani ubikayu adalah petani-petani marginal (relatif miskin) yang pantas diberi bantuan. Salah satu bentuk bantuan yang dapat diberikan adalah berupa sosialisasi teknologi pengelolaan lahan ubikayu dengan tingkat kelayakan usahatani yang lebih baik. Teknologi pengelolaan lahan ubikayu hasil penelitian ini memperbaiki kelayakan usahatani ubikayu.
8
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian dilaksanakan dalam tiga tahap. Tahap pertama di rumah kaca, tahap kedua di laboratorium lapang dan tahap ketiga di lapangan. Penelitian di rumah kaca berupa pengujian penanaman tiga spesies Brachiaria (B. decumbens, B. ruziziensis dan B. brizantha) pada media pasir steril yang diperlakukan dengan berbagai konsentrasi aluminium. Hal yang dipelajari dalam penelitian ini adalah potensi asam-asam organik eksudat akar tiga spesies Brachiaria dalam mengkelat Al. Untuk hal itu setelah dua bulan penanaman Brachiaria, diukur kadar asamasam organik dengan berat molekul rendah yang dieksudasi akar ketiga spesies Brachiaria sebagai respon terhadap konsentrasi Al, di dalam kultur pasir. Sebagai indikasi dari kemampuan asam-asam organik tersebut dalam kelatisasi aluminium, diukur pula kadar Al-organik di dalam kultur pasir tersebut. Penelitian tahap II yaitu di laboratorium lapang, dilaksanakan di kebun percobaan Tegineneng BPTP Lampung. Penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh perlakuan tanaman sela Brachiaria terhadap aluminium tanah dapat dipertukarkan dan interaksinya dengan inokulasi mikoriza dan kompos jerami padi diperkaya kalium terhadap perbaikan kualitas tanah masam terkait kalium tersedia dan stabilitas agregat tanah masam. Dampak dari perlakuan terhadap sifat-sifat kimia tanah tersebut selanjutnya dikaitkan dengan hasil, pati dan kadar senyawa sianogen (cyanogenic glucosides) umbi ubikayu. Ubikayu yang dipilih untuk diuji adalah varitas UJ-5 yang direkomendasikan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian sebagai ubikayu bahan baku industri. Dalam penelitian ini ubikayu ditanam di dalam pot artifisial dan dirancang secara RAL dalam susunan
perlakuan
faktorial.
Contoh
tanah
yang
diperlakukan
adalah
Kanhapludult Tegineneng Lampung (Dai et al.1989). Penelitian tahap III dilaksanakan di lapangan yaitu di 5 lokasi (tanah). Pemilihan lima (5) tanah untuk lokasi yang masing-masing juga difungsikan sebagai ulangan dari percobaan adalah didasarkan laporan hasil identifikasi sebaran klasifikasi tanah dan tingkat kejenuhan aluminium tanah wilayah Propinsi Lampung dan sekitarnya (Dai et al. 1989; Hikmatullah et al. 1990). Lima tanah yang dimaksud adalah Kanhapludult Tegineneng, Hapludoks Kalibalangan, Plinthudult Abung Semulih, Kandiudult Kotabumi Selatan dan Hapludoks
9
Tugusari. Penelitian di lapangan dipilah menjadi dua kegiatan yaitu; a) uji penanaman dan b) analisis kelayakan usahatani. Penelitian uji penanaman adalah untuk mengevaluasi efektivitas perlakuan Brachiaria, mikoriza (arbuscular mycorrhiza) dan kompos jerami padi diperkaya kalium terhadap peningkatan hasil, kadar pati dan penekanan kandungan senyawa sianogen umbi ubikayu yang ditanam pada tanah masam berbeda. Sedangkan analisis kelayakan usahatani ubikayu dimaksudkan untuk membandingkan kelayakan usahatani ubikayu yang diperlakukan dengan Brachiaria, mikoriza dan kompos jerami padi diperkaya kalium dengan usahatani ubikayu petani. Analisis ini antara lain untuk mengetahui kelayakan usahatani ubikayu dari sisi manfaat yang terindikasi dari nilai Benefit Cost Ratio (BC-1), net present value (NPV) dan internal rate of return (IRR) dan potensinya dalam memenuhi kebutuhan hidup minimum (KHM) serta kebutuhan hidup layak (KHL) petani (Sajogyo 1977; Arsyad 1992; Sinukaban 2007). Alur tahapan penelitian selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 2.
Kebaruan Penelitian Kebaruan dari penelitian ini adalah menemukan bentuk (model) pengelolaan tanah masam berbasis sumberdaya lokal yang dapat memperbaiki kualitas tanah dan hasil ubikayu serta kelayakan usahatani ubikayu, melalui pemberdayaan eksudat akar Brachiaria untuk perbaikan sifat-sifat tanah dan pangkasan daun Brachiaria sebagai sumber bahan organik in situ, dan dalam interaksinya dengan mikoriza (arbuscular mycorrhiza) meningkatkan daya serapan hara akar ubikayu serta dengan kompos jerami padi diperkaya kalium, mengefisienkan dan mengefektifkan penggunaan pupuk kalium.
10
Gambar 2 Alur tahapan penelitian.
11
TINJAUAN PUSTAKA Tanah Masam di Daerah Lampung Klas tanah masam yang terhampar luas di Propinsi Lampung adalah Oksisol (Mulyani et al. 2003). Oksisol adalah tanah matang yang terbentuk oleh proses desilikasi dan laterisasi di daerah lembab dan hangat yaitu daerah tropik dan merupakan tanah yang mengalami pelapukan berat bahkan melebihi Ultisol. Pada lapisan bawah (horizon B) ditemukan horizon oksik, yaitu horizon sub permukaan yang mengandung liat hidrous-oksida atau seskuioksida dan liat kaolinit dalam jumlah besar. Pada banyak Oksisol juga ditemukan plintit dan selain itu karena muatan elektrik dari Oksisol adalah muatan variabel, tanah ini kadang juga sebagai referensi untuk tanah bermuatan variabel (Tan 2000). Di kawasan Bangun Rejo, Lampung Tengah ditemukan grup tanah Oksisol yaitu Hapludoks dengan rata-rata pH ≤ 4,5. Tanah ini secara umum miskin hara (Tala’ohu et al. 2003). Tanah Hapludoks juga didapatkan di Baradatu, Kabupaten Waykanan dengan pH tanah kisaran 4,3-4,9. Tanah ini mempunyai kandungan P tersedia rendah dan kadar K potensial sangat rendah yang terutama akibat pelapukan lanjut menyebabkan mineral-mineral sumber hara K tidak dijumpai lagi di dalam tanah. Hasil identifikasi lebih lanjut mendapatkan tanah ini didominasi oleh mineral kuarsa dan opak yang merupakan mineral tahan lapuk sebagai sisa dari hasil pelapukan lanjut (Prasetyo & Ritung 1998). Di Lampung Tengah, tepatnya di kawasan Purwodadi dan Simbawaringin ditemukan tanah Ultisol. Tanah Ultisol adalah tanah matang yang terbentuk oleh kombinasi proses laterisasi dan podsolisasi dan pada sub horizon ditemukan horizon argilik atau kandik (Soil Survey Staff 1999). Kelompok Ultisol yang ditemukan di Lampung adalah Hapludult dan Plinthudult, dengan pH kisaran 4,5 – 4,8 dan hara K merupakan faktor pembatas utama pertumbuhan tanaman (Widowati et al. 2003). Tanah Ultisol lainnya yang ditemukan di Lampung Tengah tepatnya di daerah Sidowaras adalah Kandiudult. Tanah ini mempunyai kadar liat tinggi dengan kandungan hara secara umum rendah (Nasution 2003). Di wilayah Lampung Utara juga ditemukan tanah Ultisol, tepatnya di daerah Abung
12
Barat yaitu Kandiudult dengan pH kisaran 5,0-5,4 dan mempunyai status P tersedia rendah (Sutriadi et al. 2003).
Aluminium Pada Tanah Masam Sifat-sifat kimia tanah masam yang membatasi pertumbuhan dan menurunkan produksi tanaman antara lain kehadiran ion beracun seperti Al, Mn dan tidak tersedianya unsur-unsur hara penting untuk pertumbuhan tanaman seperti P, K, Ca, Mg, Mo dan Si (Pietraszewska 2001). Aluminium adalah metal yang paling banyak pada kerak bumi yang kebanyakan berupa bentuk yang tidak larut. Tetapi pada tanah pH < 5, spesies Al3+ yang bersifat racun larut pada tingkatan yang menghambat pertumbuhan akar dan menurunkan produksi tanaman (Le Van & Masuda 2004). Menurut Jorge dan Arruda (1997) Al adalah unsur tanah masam yang paling beracun dimana bila pH tanah turun, kelarutan Al akan semakin memperburuk produktivitas tanaman. Al pada
tingkatan
beracun
akan
menghambat
perpanjangan
akar
sebagai
konsekwensi dari terganggunya ujung akar. Brady et al. (1990) menginformasikan 2 μM Al di dalam larutan hara menyebabkan reduksi nyata dari perakaran kedelai. Kehadiran Aluminium (Al) sebagai kendala utama produktivitas tanah masam terjadi dalam bentuk yang berbeda di dalam larutan tanah. Al3+ hadir pada pH 4-5, Al(OH)2+ dan Al(OH)2+pada pH 5,5-7, dan Al(OH)4- pada pH 7-8. Ion kompleks lain seperti AlO4Al12(OH)24(H2O)127+(Al13) juga bersifat racun. Tetapi tidak ada keracunan rizosfir terdeteksi untuk kehadiran AlSO4+ dan Al(SO4)2- atau Al-F (yaitu AlF2+ and AlF2+). Status dari Al(OH)2+ dan Al(OH)2+ tidak tentu meskipun hasil penelitian mengindikasikan Al-OH bersifat racun (Kinraide 1997; Pietraszewska 2001). Dai et al. (1989); Hikmatullah et al. (1990); Hidayat et al. (1989) melaporkan bahwa tingkat kejenuhan Al untuk masing-masing jenis tanah masam di daerah Lampung sangat bervariasi, mulai dari tanpa masalah kejenuhan Al sampai kepada kejenuhan Al sangat tinggi. Salah satu faktor yang cukup berpengaruh, adalah bahan induk tanah. Tanah masam lahan kering yang berkembang dari bahan induk desit, liparit, batuan liat dan granit kelihatannya cenderung mempunyai kejenuhan Al rendah sampai sangat tinggi. Jenis tanah
13
yang berkembang dari bahan induk tersebut bisa Inseptisol (Distropept), Oksisol (Hapludoks dan Kandiudoks) atau Ultisol (Hapludult dan Kandiudult). Berdasarkan penyebaran jenis tanah, terindikasi pula tanah dengan kejenuhan Al sedang sampai tinggi lebih banyak ditemukan di wilayah Lampung bagian Utara, sementara di daerah Lampung bagian Selatan, kejenuhan Al tidak terlalu bermasalah.
Ubikayu (Manihot esculenta crantz) Ubikayu tergolong ke dalam famili Euphorbiaceae. Ubikayu adalah tanaman semak/pepohonan semi kayuan berasal dari Amerika Selatan. Brazilia merupakan pusat asal dan keragaman ubikayu. Euphorbiaceae mempunyai sekitar 7200 spesies (Prihandana et al. 2008). Klasifikasi tanaman ubikayu sebagai berikut:
Klas
: Dicotyledoneae
Sub klas
: Arhichlamydeae
Ordo
: Euphorbiales
Famili
: Euphorbiaceae
Sub famili : Manihoteae Genus
: Manihot
Spesies
: Manihot esculenta Crantz
(Sumber: Prihandana et al. 2008)
Ubikayu (Manihot esculenta Crantz) dikenal juga sebagai Manihot utilissima dan Manihot alpi adalah tanaman semak tahunan yang cukup tinggi dengan tinggi tanaman bisa mencapai 7 m, dan diameter batang untuk spesies tertentu (bukan komersil) bisa mencapai 20 cm. Tanaman terdiri dari satu atau beberapa batang, sedikit bercabang, dengan warna hijau muda sampai sedikit kemerahan, Kulit luar mulus bewarna coklat muda sampai abu-abu kekuningan, kulit dalam krem-kehijauan, mengeluarkan getah, berair, dan kayunya lunak (USDA & NRCS 2009). Kultivar-kultivar ubikayu dibedakan atas dasar morfologi (bentuk dan ukuran daun, tinggi tanaman, serta warna tulang daun), bentuk umbi, lama
14
kematangan, hasil dan kandungan senyawa sianogen (cyanogenic glucoside). Berdasarkan kandungan senyawa sianogen ubikayu dibedakan atas dua kelompok yaitu varitas pahit dan manis. Varitas manis masih mengandung sedikit senyawa sianogen. Daun ubikayu tersusun secara spiral dan muncul dari bagian buku batang dan petiole (tulang daun) menjari, dengan warna hijau terang/muda sampai merah serta bentuk daun mirip pedang. Warna daun bagian atas hijau tua dan bagian bawah abu-abu kehijauan, sedikit pucat, kadang beraneka warna, dan helai daun sempit dengan panjang daun 2,9-12,5 kali lebar (White et al. 1998; USDA & NRCS 2009). Umbi ubikayu panjang dan melonjong dengan daging keras yang cukup seragam ditutupi kulit umbi berwarna coklat dan kasar setebal ±1mm. Umbi tumbuh dalam bentuk kluster dan pada varitas komersil diameter umbi sekitar 510 cm dengan panjang 50-80 cm. Sepanjang pusat umbi diisi bagian yang mengayu berbentuk pita. Daging umbi bisa seputih kapur atau menguning, mengandung pati yang tinggi (20-30% berat basah) dan kandungan mineralnya seperti kalsium dan posfor masing-masing sekitar 50 dan 40 mg 100 g-1 serta vitamin C sekitar 25 mg 100g-1. Sebagai sumber energi (karbohidrat), hasil ubikayu perluasan tanam hanya kalah oleh tebu, namun ubikayu miskin akan protein dan nutrisi lainnya. Sementara daun ubikayu yang kadang dimanfaatkan sebagai sayuran atau pakan cukup kaya akan protein meskipun juga mengandung senyawa sianida (HCN) yang cukup tinggi (Tonukari 2004; USDA & NRCS 2009). Ubikayu Varitas UJ-5 Varitas UJ-5 (Umas Jaya-5) adalah ubikayu KU-50 (Kasetsart University50) yang telah diuji oleh Balai Penelitian Kacang-kacangan dan Umbi-umbian (Balitkabi) dan dinyatakan sebagai ubikayu unggul untuk bahan baku industri dan diberi nama UJ-5. Badan Litbang Pertanian (2010) menyatakan UJ-5 memenuhi syarat sebagai sumber bahan baku FGE (fuel grade ethanol) karena; 1) kadar pati tinggi, 2) potensi hasil tinggi, 3) tahan cekaman biotik dan abiotik dan 4) fleksibel dalam usahatani dan umur panen (Prihandana et al. 2008). Potensi produksi ubikayu UJ-5 sekitar 25-38 ton ha-1, kadar pati 20-30% berat basah (BB) dan kadar HCN>100 ppm (rasa agak pahit). Tinggi tanaman > 2,5 m dengan umur
15
panen 9-10 bulan dan merupakan varitas yang agak tahan penyakit CBB (Cassava Bacterial Blight). Sifat-sifat lainnya dari umbi UJ-5 antara lain bahan kering 46,31%, kadar gula 43,47%, kadar pati 80,24% dan konversi ubi segar menjadi bioetanol adalah 4,35 kg liter-1. Kelebihan varitas ini dibanding varitas lain yang juga direkomendasikan untuk bahan baku industri adalah kadar air yang lebih rendah dan kadar gula serta kadar pati yang lebih tinggi. Kekurangannya adalah umur panen yang sedikit lebih lama (Wargiono et al. 2006; Ginting et al. 2006 diacu dalam Prihandana et al. 2008; Badan Litbang Pertanian, 2010). Sifat lain yang menguntungkan dari UJ-5 adalah; 1) daun tidak cepat gugur, 2) adaptif terhadap tanah masam (pH rendah) dan tanah alkali (pH tinggi), 3) adaptif pada kondisi populasi tinggi sehingga dapat menekan pertumbuhan gulma, dan 4) dapat dikembangkan pada pola tumpang sari (Wargiono et al. 2006).
Brachiaria sp. Rumput Brachiaria adalah rumput daerah tropik basah yang berasal dari Afrika terutama Uganda, Kenya, dan Tanzania. Rumput ini mulai diperkenalkan ke Indonesia pada tahun 1958 (Siregar & Djajanegara 1971, diacu dalam Fanindi & Prawiradiputra 2005). Genus Brachiaria termasuk ke dalam tribus Paniceae, merupakan tanaman rumput berumur panjang dan tumbuh semi tegak sampai tegak (prostate/semierect-erect) serta merayap (creeping perennial). Tangkai bunga (spikelets) dapat tumbuh mencapai tinggi 1 m (Jayadi, 1991). Bentuk daun lurus dengan panjang 10-100 cm dan lebar 3-20 mm, berambut atau berbulu dan berwarna hijau. Tangkai bunga berbentuk bujur (oblong/ovate) dan terdiri dari 216 tandan bunga (racemes) dengan panjang 4-20 cm (Schultze-Kraft 1992). Tanaman ini berkembang biak dengan rizoma, stolon atau dengan biji dan untuk spesies Brachiaria brizantha dapat diperbanyak dengan menggunakan stek batang (Schultze-Kraft & Teitzel 1992). Selengkapnya klasifikasi tanaman Brachiaria (Reksohadiprojo (1985) sebagai berikut:
16
Filum
: Spermatopyta
Sub-Filum
: Angiospermae
Klas
: Monocotyledoneae
Ordo
: Glumiflora
Famili
: Gramineae
Tribus
: Paniceae
Genus
: Brachiaria
Spesies
: 1. Brachiaria ducumbens 2. Brachiaria ruziziensis 3. Brachiaria brizantha
Rumput Brachiaria dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah, termasuk tanah tidak subur dengan pH rendah (hingga pH 3,5) dan kandungan Al dan Mn tinggi. Tiga spesies terpenting dari kelompok Brachiaria yang ditanam untuk lahan pengembalaan adalah B. decumbens (BD), B. brizantha (BB) dan B. ruziziensis (BR). BD dan BB agak sedikit sulit dibedakan. BR dikenali oleh lebar daunnya yang lebih sempit, rachis (tandan bunga) berbentuk sayap dengan lebar 2-3,5 mm, sementara BD mempunyai lebar rachis berbentuk sayap dengan lebar 1-1,7 mm. Pada kedua spesies ini spikelets (tangkai bunga) muncul dua baris dan tekstur dari glume serta lemma yang lebih bawah seperti selaput. Sementara BB mempunyai tandan bunga (rachis) berbentuk bulan sabit dengan lebar kadang > 1 mm, tangkai bunga (spikelets) tunggal dan tekstur dari glume dan lemma lebih bawah seperti tulang rawan (Shalton 2008). Hal lain yang membedakan BB dari BD dan BR adalah daun yang lebih tegak, merumpun dan sering lebih panjang. Sedangkan BD dan terutama BR daunnya agak lebih sempit. Di lapangan keragaan pertumbuhan BB dan BD cendrung hampir serupa, dan keduanya hanya dapat dibedakan oleh bentuk rachis, susunan spikelet dan tekstur. BD beradaptasi lebih baik terhadap tanah berpasir, tanah masam dan miskin dibanding BB yang lebih membutuhkan tanah dengan kesuburan alami yang tinggi, namun BB menghasilkan biomasa (hijauan) yang lebih banyak dibanding BD (Usberti & Martins 2007).
17
Brachiaria decumbens (BD) BD oleh sebagian petani Indonesia dikenal sebagai rumput bede. Nama yang lebih umum untuk rumput BD adalah rumput suriname atau rumput signal (signal grass). Rumput BD berasal dari Afrika dan tumbuh baik di daerah beriklim tropis dan sub tropis. Diperkenalkan ke daerah tropis Australia pada tahun 1930 dan baru sekitar 20-25 tahun yang lalu potensi hijauannya sebagai sumber pakan dikembangkan secara penuh (Shelton 2008). BD meskipun rumput daerah tropik basah, namun toleran kondisi kekeringan 4 – 5 bulan. BD lebih menyukai CH >1500 mm tahun-1 dan tumbuh jelek bila kekeringan > 5 bulan. Pada kondisi kekeringan pangkasan hijauannya lebih baik dibanding rumput Brachiaria mutica, Panicum maximum, dan digitaria decumbens. Rumput BD menjadi penting karena produktivitasnya yang tinggi di bawah penggunaan yang intensif, bertoleransi baik pada tanah miskin dan rendah P. Kemampuan adaptasi tinggi pada tanah miskin antara lain disebabkan kemampuan sistem perakarannya yang tumbuh bercabang secara aktif dan cepat (Gaume et al. 2004). BD juga relatif bebas dari serangan hama dan penyakit dan tahan terhadap perumputan berat serta tetap hijau dalam musim kering (Mardi 2008). Secara umum rumput ini tumbuh menjalar dan cepat membiak. Buku ruas pada batang mengeluarkan akar hingga bisa berkembang dengan cukup cepat. Tinggi BD 30-50 cm, daunnya pendek, meruncing dan tajam pada bagian tepi, berwarna hijau dan mempunyai sedikit bulu halus. BD meskipun berbunga tetapi bijinya kurang subur karena dormansi biji yang panjang akibat karakter kulit biji yang menghalangi difusi oksigen (Whiteman & Mendra, 1982, diacu dalam Usberti & Martins 2007). Cara yang paling baik untuk menanam ialah dengan potongan tunggul akar (Mardi 2008). Bila menanam dengan biji maka jumlah biji yang diperlukan sekitar 2-4 kg ha-1. Hasil penelitian menunjukkan biji yang baru dipanen agak sulit berkecambah, oleh karena itu biji sebaiknya ditoreh terlebih dahulu dengan menggunakan asam sulfat komersil selama 10-15 menit atau disimpan dahulu selama 6-12 bulan sebelum digunakan (Schultze-Kraft. 1992; Grof 1968 diacu dalam Shalton 2008).
18
Dalam pengembangan sebagai rumput pengembalaan, BD ditanam bersamaan dengan kacang-kacangan seperti Desmodium heterophyllum, D. ovalifolium dan ipil-ipil dapat menghasilkan biomasa pakan yang lebih banyak (hasil biomasa kering antara 14 - 26 ton ha-1 tahun-1) (Fisher & Kerridge 1996 diacu dalam Shalton 2008; Mardi 2008). Hijauan BD dengan kadar protein sekitar 8,5%, lebih direkomendasikan untuk pakan ternak ruminansia besar (Mardi 2008).
Kandungan Hara dan Senyawa Organik dari Daun BD Norton et al. (1990); Wenzl et al. (2003); Chee dan Wong (1985) diacu dalam Fanindi dan Prawiradiputra (2005) mengemukakan hasil analisis kandungan hara dan beberapa senyawa organik di dalam daun BD (Tabel 1).
Tabel 1. Kandungan hara dan senyawa organik dari daun BD Kandungan Terukur Hara dan senyawa organik
Chee & Wong (1985) diacu dalam Fanindi & Prawiradiputra (2005)
Norton et al. (1990)
Wenzl et al. (2003)
g kg-1
g kg-1
g kg-1
16,9 1,5 13,5 3,0 1,9 106 -
10,1 1,48 367 319 17,3
34-48 1,8-4,5 47-68 1,3-5,2 0,7-4,1 -
N P K Ca Mg Protein kasar Selulosa Hemiselulosa Lignin Keterangan: - = tidak diamati
Peranan BD dalam Perbaikan Kualitas Tanah Masam BD merupakan spesies yang tahan terhadap keracunan aluminium. Dari hasil penelitian terbukti penambahan 200 µM Al ke media tanam, sama sekali tidak mempengaruhi pertumbuhan BD. Sementara untuk perlakuan yang sama, menurunkan sekitar 50% panjang akar BR. Ketahanan tersebut terkait dengan eksudat yang dihasilkan perakaran, yaitu berupa senyawa-senyawa organik, diantaranya asam sitrat dan malat (Grundy et al. 2002).
19
Hasil pengujian lain mengindikasikan BD lebih beradaptasi pada tanah dengan kandungan P rendah dibanding BR. Dari hasil observasi diketahui penyebabnya yaitu sistem perakaran BD lebih aktif tumbuh dan bercabang dibanding perakaran BR. Selain itu terlihat asosiasi perakaran BD dengan mikoriza yang berperan dalam meningkatkan serapan P tanah (Gaume et al. 2004). Kemampuan besar sistem perakaran BD dalam memperbaiki tanah terdegradasi adalah melalui perbaikan siklus hara, peningkatan bahan organik, perbaikan struktur tanah dan peningkatan infiltrasi air (Husson et al. 2003; Charpentier et al. 2006). Namun hasil penelitian di Brazilia mendapatkan ada indikasi penurunan kandungan K tanah di bawah penanaman rumput tersebut dan hal itu diduga sebagai akibat perumputan yang banyak membawa K keluar lahan (terangkut bersama biomasa BD) (Araujo et al. 2004).
Eksudat Akar dan Rizosfir Senyawa kimia yang dikeluarkan akar ke tanah secara garis besar direferensikan sebagai eksudat akar (Walker et al. 2003). Bahan ini disamping berperan sebagai pendukung mekanik tanaman, pengambilan air dan hara, akar juga memperlihatkan peranan khusus, mencakup kemampuan untuk mensintesis, mengakumulasi dan mensekresi sederetan senyawa-senyawa kimia (eksudat akar). Namun proses yang dimediasi oleh akar di rizosfir tersebut belum begitu banyak diketahui (Walker et al. 2003). Senyawa kimia yang beragam dari eksudat akar akan mempertahankan kontak tanah-akar, melumasi ujung akar, melindungi akar dari desikasi (kekeringan), menstabilkan agregat mikro tanah, menyerap dan menyimpan ionion yang terseleksi, mengatur komunitas mikroba tanah di sekitar perakaran, mengatasi mikroba penganggu, mendukung simbiosis yang menguntungkan, pertukaran sifat-sifat fisika dan kimia tanah, dan menghambat pertumbuhan spesies tanaman kompetitor. Dengan kata lain senyawa-senyawa yang dikeluarkan akar juga akan berperan sebagai penarik (attractan) dan penangkis (repellants) di lingkungan sistem perakaran (Walker et al. 2003).
20
Rizosfir merupakan bagian dari tanah yang berada di bawah pengaruh langsung sistem perakaran tanaman dengan ketebalan sekitar beberapa millimeter dari permukaan akar. Sifat tanah ini dipengaruhi oleh eksudat akar yang bervariasi tergantung spesies tanaman dan tipe tanah. Di rizosfir jumlah serta aktivitas mikroba lebih banyak dibanding dengan tanah yang jauh dari pengaruh perakaran (Angle et al. 1996). Rizosfir yang sehat akibat adanya eksudat akar juga terbukti mempunyai daya pegang air tanah yang lebih baik (Young 1995, diacu dalam Walker et al. 2003). Akar tanaman mempengaruhi karakteristik fisika, kimia dan biologi tanah di rizosfir. Reaksi biogeokimia yang disebabkan oleh mikroorganisme di daerah pertemuan akar-tanah, memainkan peranan penting dalam ketersediaan hara bagi tanaman (Gobran & Clegg 1996). Akar tanaman mempengaruhi rizosfir dengan berbagai cara. Ketika sel akar mati dan terkelupas maka mikroorganisme dengan cepat mendegradasi komponen sel. Namun yang lebih penting adalah ekskresi akar berupa beragam senyawa organik yang akan mempengaruhi jumlah dan keragaman mikroba di rizosfir (Angle et al. 1996). Sifat fisiko-kimia lainnya yang berbeda antara zona mikro (rizosfir) dengan tanah bulk adalah keasaman, kelembaban, status hara, konduktivitas elektrik dan potensial redoks (Chen 2008). Selain adanya eksudat akar, perbedaan karakteristik tersebut juga disebabkan oleh asosiasi akar dengan organisme simbiosis dan nonsimbiosis seperti bakteri dan jamur mikoriza. Populasi mikroba adalah bagian penting dari rizosfir dan mempengaruhi rizosfir dengan berbagai aktivitas seperti pengambilan air, hara, eksudat dan transformasi secara biologi (Koo et al. 2005). Senyawa yang teridentifikasi dalam eksudat akar juga memperlihatkan suatu peranan penting dalam interaksi akar-mikroba yaitu mencakup senyawa flavonoid yang ditemukan di dalam eksudat akar kacang-kacangan. Senyawa ini mengaktifkan gen Rhizobium melioti yang bertanggung jawab dalam proses nodulasi (Peters et al. 1995 diacu dalam Walker et al. 2003). Senyawa ini juga kemungkinan bertanggung jawab untuk kolonisasi mikoriza (Walker et al. 2003). Hasil penelitian di Afrika Barat mengindikasikan struktur komunitas mikroba di rizosfir sangat dipengaruhi oleh jenis tanaman yang ditanam. Di bawah penanaman tanaman biji-bijian secara terus menerus, struktur komunitas
21
mikroba rizozfir mempunyai kesamaan yang tinggi. Sementara di bawah sistem pergiliran tanaman ditemukan struktur komunitas mikroba dengan variabilitas tinggi. Interaksi faktor-faktor kimia dan biologi akibat variabilitas mikroba yang tinggi di bawah pergiliran tanaman, sangat menguntungkan dalam kaitannya dengan peningkatan N, ketersediaan P, perubahan pH dan infeksi mikoriza, serta penurunan parasit nematoda. Keragaman struktur mikroba di bawah pergiliran tanaman sangat terkait dengan perbedaan jenis dan jumlah eksudat akar yang dikeluarkan oleh masing-masing spesies tanaman (Alvey et al. 2003). Kehadiran eksudat akar di rizosfir berperan dalam mempengaruhi reaksi kimia dan aktivitas mikroba di lingkungan tersebut. Di dalam larutan tanah, kation-kation berada dalam konsentrasi rendah dan cenderung diadsorbsi ke perakaran melalui suatu pertukaran ion, ikatan hidrogen (Hydrogen bonding) dan kompleksasi (complexation). Tingkat transfer ke perakaran atau ke sel mikroba akan sangat bergantung pada reaksi biogeokimia antara tanah, perakaran tanaman (eksudat) dan mikroba di rizosfir (Koo et al. 2005). Perubahan pH di rizosfir terjadi karena pengambilan hara terlarut oleh tanaman dilakukan melalui proses pengasaman rizosfir. Proses asidifikasi ini terjadi karena keluarnya proton mengikuti pengambilan kation. Penelitian lebih lanjut mengindikasikan bahwa asidifikasi hanya terjadi di bawah kondisi terang (cahaya), dimana pengambilan kation akan meningkat saat ada cahaya (Rao et al. 2002).
Asam Organik dan Kelatisasi Ion Senyawa-senyawa utama yang didapatkan di rizosfir, antara lain asam-asam organik, gula, asam amino, lemak, kumarin, flavonoid, protein, enzim, alipatik dan aromatik. Diantara senyawa tersebut, asam organik mendapat perhatian lebih karena peranannya dalam menyediakan substrat untuk metabolisme mikroba dan mediasi reaksi biogeokimia di dalam tanah (Angle et al. 1996; Koo et al. 2005). Senyawa asam organik yang utama di zona mikro (soil-root interface) tersebut adalah asam organik dengan berat molekul (BM) rendah (Tan 2000). Asam organik dengan BM rendah dipercayai memegang peranan penting dalam berbagai proses di dalam tanah seperti membuat hara tanah lebih tersedia
22
dan meningkatkan kelarutan hara P dan detoksi Al3+, membantu respon kemotaktik dan pembentukan asosiasi simbiotik (Gottlein, et al. 1999; Dakora & Philipe 2002 diacu dalam van Hees et al. 2005), melindungi tereksposnya perakaran tanaman ke konsentrasi beracun dari Al3+ pada tanah masam, mengganti muatan permukaan dan sifat-sifat elektrokinetik tanah dan pelapukan dari mineral-mineral tanah. Namun pemahaman mendasar dari peranan-peranan penting tersebut di dalam tanah belum begitu jelas (Wang et al. 2007). Komponen asam organik dari eksudat akar terdiri dari tartarat, oksalat, sitrat, malat, asetat, propionate, butirat, suksinat, fumarat, glikolat, valerat dan malonat. Asam-asam organik yang dilepas ke tanah oleh akar dengan aktif meningkatkan kemampuan tanaman untuk hidup dan berkembang secara normal di bawah kondisi defisiensi hara yang berat (Shen et al. 1996). Menurut Tan (2000), kebanyakan dari asam organik hadir dalam konsentrasi yang sangat rendah di dalam tanah. Asam organik hanya dapat dideteksi dengan lapisan tipis atau gas kromatografi. Asam format biasanya ditemukan di dalam tanah dalam rentang 0,5-0,9 mmol 100g-1 tanah, sementara asam asetat antara 0,7 dan 1,0 mmol 100g-1 tanah (Tan 1986 diacu dalam Tan 2000). Hasil penelitian Lu et al. (2001) memperlihatkan asam-asam organik seperti sitrat, malat, oksalat, dan tartarat merangsang mobilisasi P. Kemampuan dalam memobilisasi P ini secara order sitrat > oksalat > tartarat > malat. Jerapan P oleh tanah masam juga berkurang oleh asam organik BM rendah dengan tingkat efisiensi 23,5 - 48,36%. Asam organik dapat menghambat jerapan P dengan mengganti posisi hara tersebut pada tempat-tempat jerapan terutama pada tanah dengan kelarutan Fe dan Al oksida-hidroksida yang tinggi. Khususnya asam organik fenolik dan alipatik, tidak hanya mampu meningkatkan ketersediaan hara seperti PO4 dan Fe secara biologi, tetapi juga aktif dalam detoksi Al3+ dan kemungkinan ion-ion beracun lain. Dari hasil penelitian terindikasi bahwa dalam kelatisasi (detoksi) Al3+, perakaran spesies tanaman berbeda akan mengeluarkan asam organik berbeda. Dalam merespon keberadaan Al, akar tanaman jagung mengeksudasi 2-4 kali lipat asam sitrat dibanding asam malat (Jorge & Arruda 1997), tanaman gandum (wheat) mengeluarkan sepuluh kali lipat asam malat dibanding asam sitrat (Delhaize et al.
23
1993, diacu dalam Jorge & Arruda 1997), sementara tanaman kacang-kacangan mengeluarkan lebih banyak asam sitrat (Ryan et al, 1995, Yang et al. 2000, diacu dalam Pietraszewska 2001). Asam malat dan sitrat diketahui dapat mengkelat Al sehingga efek beracunnya berkurang (Zhang et al. 1998), namun ikatan Al-sitrat (Log KAl-sitrat = 9,9 jauh lebih kuat dibanding ikatan Al-malat (KAl-malat = 5,34), karenanya asam sitrat adalah detoksifier Al yang lebih baik dibanding asam malat (Parker et al. 1995 diacu dalam Jorge & Arruda 1997). Selain itu asam organik juga merupakan sumber karbon untuk mikroorganisme rizosfir (Basu et al. 1994). Di bawah kondisi anaerobik asam karboksilat, fenolat, buterat dan asetat bisa mengakumulasi pada konsentrasi tertentu yang selanjutnya dapat menghambat pertumbuhan perakaran (Wild 1993 diacu dalam Tan 2000). Salah satu masalah yang cukup serius adalah dalam pengukuran kuantitatif asam organik dengan BM rendah di dalam larutan tanah. Beragam asam organik terjadi di dalam tanah dengan konsentrasi yang kadang sangat rendah dan secara struktur sering berkaitan satu dengan yang lain. Interferensi dari senyawa humik, ion-ion anorganik, Fe, Al, dan lainnya di dalam larutan tanah, memungkinkan timbulnya kesalahan interpretasi hasil analisis (Shen et al. 1996). Selain itu asam organik dengan BM rendah cepat terdegradasi yang dimediasi oleh mikroba. Pada tanah lapisan atas biasanya terdegradasi kurang dari 10 jam (van Hees et al. 2002 diacu dalam van Hees et al. 2005). Penyerapan asam organik terhadap Fe dan Al oksi-hidroksida kemungkinan merupakan faktor lain yang mempengaruhi rendahnya konsentrasi metal tersebut di dalam larutan tanah (Jones et al. 2003 diacu dalam van Hees et al. 2005)
Stabilitas Agregat dan Agen Agregasi Secara sederhana struktur tanah dapat dipandang sebagai ukuran, bentuk dan susunan dari partikel-partikel di dalam tanah. Pori atau ruang yang hadir sebagai kelengkapan dari struktur tanah adalah tempat dimana semua aktivitas biologi tanah mengambil tempat. Pori agregat yang selalu terhubung dengan pori agregat lainnya memainkan peranan penting untuk hubungan udara dan atau air di dalam tanah dan konsekuensinya untuk aktivitas dari pertumbuhan akar, hifa dan mobilitas dari organisme tanah (Ladd et al. 1996). Agregat atau struktur tanah
24
terbentuk sebagai hasil dari flokulasi, sementasi dan gabungan dari partikelpartikel tanah (Payne 1988). Struktur tanah tidak statis, dan dapat berubah oleh status air sebagaimana tanah mengkerut bila kering dan mengembang pada waktu basah. Struktur tanah yang baik akan mendorong aktivitas biologi yang nantinya sangat membantu dalam mempertahankan kondisi struktur yang baik (Ladd et al. 1996). Struktur tanah mempunyai peranan penting dalam hubungannya dengan kemampuan tanah untuk menerima, menyimpan dan mentransfer air dalam kaitannya dengan kapasitas infiltrasi, konduktivitas hidraulik, kapasitas jerapan air, pengolahan tanah, aerasi, dekomposisi bahan organik, siklus C dan erodibilitas tanah (Tisdall & Oades, 1982; Oades & Waters 1991; Kay 1998). Flokulasi dan sementasi dari partikel-partikel mineral menjadi unit kedua (secondary) dengan senyawa-senyawa organik dan anorganik adalah proses agregasi tanah utama yang menghasilkan agregat dalam berbagai ukuran. Secara umum agregasi meningkat dengan peningkatan bahan organik, dimana bahan tersebut berikatan dengan permukaan liat melalui kation polivalen bermuatan positif sebagai jembatan antara permukaan liat dan bahan organik yang bermuatan negatif. Dalam hal ini yang berperan penting tidak hanya jumlah dari liat tetapi tipe dari liat karena di bawah spesies mineralogi berbeda akan berbeda pula muatan permukaan. Substitusi isomorfik menghasilkan muatan negatif permanen yang menonjol pada silikat permukaan, sementara muatan bergantung pH dari permukaan hidroksil, dominan dalam kasus oksida-hidroksida. Besi oksida diketahui paling efektif sebagai agen agregasi karena bahan ini tidak hanya membawa muatan positif tetapi juga menghambat tempat muatan negatif pada silikat permukaan (Shao & Wang 1991; Falsone et al. 2007). Peranan bahan organik dalam stabilitas agregat masih dipertimbangkan sebagai penyedia ikatan yang fleksibel antara permukaan eksternal dari lembaran liat dan konsep dari domain (lembaran) telah diganti dari suatu paket lembaran terorientasi sempurna ke bentuk taktoid yaitu partikel-partikel liat berasosiasi secara acak (Emerson 1959; Emerson et al. 1986; diacu dalam Emerson & Greenland 1990). Asosiasi dari liat tersebut terjadi melalui pengaruh dari bahan
25
organik tanah dan konglomerasi dari gabungan liat dan bahan organik dinyatakan sebagai kompleks-humus-liat (De Boodt 1990). Menurut Tisdall dan Oades (1982), bahan organik dalam agregasi pertikel tanah secara garis besar dibedakan berdasarkan kelanggengan mereka sebagai agen agregasi, yaitu 1) singkat (transient) terutama polisakarida, 2) sementara (temporary), terutama akar, hifa, sel bakteri dan alga, serta 3) terus menerus (persistent), yaitu asam aromatik berasosiasi dengan kation-kation metal polivalen dan polimer, dengan kuat terjerap pada liat. Teori pembentukan agregat mikro terkait dengan peranan bahan organik sebagai agen agregasi persisten, yaitu agregat mikro merupakan reaksi antara bahan organik, logam polivalen, dan mineral netral secara elektrik. Agregat mikro (< 250 µm) yang merupakan ikatan C (partikel mineral) -P (polivalen Fe, Al, CA)-OM (kompleks organik logam) memiliki stabilitas yang lebih tinggi karena partikel primer bebas dan agregat debu berukuran <20 µm diikat bersama ke dalam bentuk agregat mikro (20 – 250 µm) oleh agen pengikat yang persisten seperti bahan organik yang terhumifikasi, kompleks logam polivalen, oksida dan aluminium silikat serta kemungkinan beberapa bahan transient (Tisdall & Oades 1982). Namun tanah yang mengandung besi dan aluminium oksida yang terdistribusi merata biasanya mempunyai suatu agregat yang stabil, akibatnya agak sulit memisahkan apakah itu akibat atribusi dari bahan organik atau oleh oksida-oksida tersebut (Emersons & Greenland 1990). Hasil beberapa penelitian mengindikasikan oksida-hidroksida berfungsi sebagai agen agregasi melalui tiga cara, yaitu; (i) menyerap bahan organik pada permukaan oksida-hidroksida (Oades et al. 1989), (ii) terjadi ikatan elektrostatik antara muatan positif oksida dengan muatan negatif mineral liat dan (iii) pelapisan oksida-hidroksida pada permukaan
mineral
membentuk
jembatan
antara
partikel
primer
dan
sekunder(Muggler et al. 1999). Sementara itu agregat makro (> 250 µm) adalah agregat mikro yang terikat bersama oleh agen transient (polisakarida dan mikroba) dan agen temporary (hifa dan akar). Stabilitas agregat makro dinilai lebih rendah dibanding agregat mikro karenanya di bawah pengelolaan pertanian agregat makro lebih sering terganggu (rusak) (Tisdall & Oades 1982).
26
Stabilitas yang relatif dari agregat mikro dan makro adalah fungsi dari beberapa faktor mencakup; 1) kekuatan dari atraksi fisiko-kimia antara komponen organik dan mineral, 2) labilitas dari agen-agen pengikat, dan 3) ukuran dan lokasi dari agen-agen pengikat organik di dalam kemasan hirarki (hierarchical packing), yang mempengaruhi aksesibilitas mereka oleh serangan berbagai organisme tanah (Tisdall & Oades 1982; Oades & Waters 1991). Diantara mikroba tanah yang penting artinya dalam pembentukan dan stabilitas agregat adalah jamur, karena ia menghasilkan polisakarida dan menyentuhkan hifanya pada permukaan mineral. Jamur mikoriza diantaranya juga mengeluarkan selaput jel (glomalin) yang kemungkinan berperan sebagai perekat dari agregat mikro tanah (Foster 1981 diacu dalam Ladd & Foster 1991). Salah satu hasil penelitian terbaru dalam kaitannya dengan vegetasi sebagai sumber agen agregasi menunjukan bahwa rerumputan lebih efektif dari jerami dalam mengagregasi liat dan menstabilkan agregat makro dan agregat mikro (Emerson & Greenland 1990). Hal itu mengindikasikan bahwa mekanisme biologi memainkan peranan sangat penting dalam agregasi tanah. (Watts et al. 2005). Hasil penelitian lain memperlihatkan perbaikan struktur tanah setelah periode yang lama di bawah rerumputan mendapatkan kondisi struktur tanah yang layak untuk pengelolaan tanah sepuluh tahunan. Ada dua proses agrergasi yang terjadi di bawah rerumputan. Pertama-tama terjadi pengikatan bersama taktoid liat dengan partikel-partikel berukuran debu yang secara komparatif berlangsung lebih cepat. Proses ini khususnya terjadi pada zona perkembangan perakaran maksimum. Selanjutnya ada suatu pengikatan yang lebih lambat dari partikelpartikel berukuran yang lebih besar (pasir) dalam membentuk agregat makro yang stabil. Disisi lain juga ada indikasi agregasi agregat makro di bawah rumput lebih cepat rusak dibanding agregat mikro (Emerson & Greenland 1990).
Polisakarida Sebagai Agen Agregasi Partikel Tanah Polisakarida adalah karbohidrat rantai panjang yang terdiri dari ratusan bahkan ribuan monosakarida (Lehninger 1982). Polisakarida yang berasal dari sisa tanaman daerah hutan terdiri dari selulosa (20-25%) dan hemiselulosa (2030%) (Kogel-Knabner 1996). Selulosa merupakan polisakarida yang mempunyai
27
rantai linier (Lehninger 1982). Perbedaan utama dari selulosa dan hemiselulosa adalah selulosa merupakan polimer kristalin dari glukosa sementara hemiselulosa disusun oleh berbagai pentose dan heksosa (Kogel-Knabner 1996). Di dalam tanah polisakarida yang berasal dari tanaman terdekomposisi terutama ke bentuk lignin yang juga pencerminan dari kehilangan selulosa dari tanah (Haider 1986, diacu dalam Kogel-Knabner 1996). Polisakarida juga ditemukan sebagai komponen utama (10-30%) penyusun humus tanah (Stott & Martin 1990). Pada dunia tanaman polisakarida yang banyak ditemui adalah pati dan selulosa (Lehninger 1982). Lebih lanjut dikemukakan polisakarida secara umum tidak memiliki BM tertentu dan merupakan campuran dari molekul dengan BM tinggi. Menurut Angers dan Caron (1998) diacu dalam Martins et al. (2008), tanaman mempengaruhi agregat tanah melalui beberapa mekanisme baik langsung ataupun tidak langsung yang melibatkan pengaruh dari fraksi bahan organik yang berbeda seperti biomasa jamur, hifa, polisakarida, alipatik hidrophobik dan biomasa mikroba. Sementara Tisdall dan Oades (1982) menyatakan akar tanaman dapat memperkuat stabilitas agregat dengan menjaring agregat dan juga mendorong agregasi agregat dengan mengeluarkan bahan yang dapat secara langsung menstabilkan partikel tanah atau mendorong aktivitas mikroba yang pada akhirnya mempengaruhi agregasi tanah (More et al. 1991 diacu dalam Martins et al. 2008). Polisakarida adalah agen pengikat agregat organik dan dikategorikan pengikat sementara (temporary) (Tisdall & Oades 1982). Hasil penelitian memperlihatkan polisakarida yang mudah terhidrolisis adalah agen pengikat agregat yang paling aktif dalam agregasi partikel tanah (Martins et al. 2008). Agregat mikro dikombinasi menjadi agregat makro diantaranya oleh polisakarida yang berasal dari tanaman dan juga oleh hifa jamur dan akar (Tisdall & Oades 1982). Polisakarida bukan selulosa yang dihasilkan tanaman dianggap sebagai agen agregasi utama yang mempengaruhi stabilitas agregat tanah. Namun demikian sejauh ini baru ada beberapa studi yang meneliti pengaruh dari polisakarida baik yang fraksi terekstrak air atau asam terhadap stabilitas agregat tanah (Martins et al. 2008).
28
Ladd et al. (1996) mengemukakan agregat mikro relatif stabil karena dipegang bersama oleh beberapa mekanisme. Diantaranya yang paling penting adalah getah (mucigel) yaitu senyawa polisakarida yang dihasilkan oleh perakaran tanaman, hifa jamur dan oleh bakteri tanah. Mucigel juga yang membantu mikroba lengket pada permukaan partikel-partikel liat. Sentrifugasi agregat mikro yang diisolasi dari tanah yang terdispersi secara ringan sering mempunyai inti bahan organik yang terdiri dari gel polisakarida amorfus dan sisa dinding sel tanaman (Monrozier et al. 1991; Ladd et al. 1996).
Mikoriza (Arbuscular mycorrhiza) Seperti dikemukakan Chen (2008), organisme mikro tanah memainkan peranan penting dalam mengatur dinamika pelapukan bahan organik, dan ketersediaan unsur hara tanaman seperti N, P dan S. Secara baik juga telah dikenal inokulasi mikroba merupakan komponen penting dalam pengelolaan hara terintegrasi yang dapat membawa ke pertanian berkelanjutan. Disamping sebagai input yang menguntungkan untuk meningkatkan produktivitas tanaman, penggunaan pupuk kimia juga dapat dikurangi dan mempertinggi pemanenan unsur hara dari dalam tanah. Inokulasi mikroba ke tanah kadang juga diberikan dalam bentuk pupuk hayati (biofertilizer). Pupuk hayati diistilahkan sebagai senyawa yang mengandung organisme mikro hidup dan digunakan untuk pengembangan sistem perakaran (rizosfir) dan perbaikan germinasi biji-bijian. Tanaman yang sehat biasanya mempunyai rizosfir yang sehat dimana didominasi oleh mikroba yang menguntungkan. Sebaliknya rizosfir yang tidak sehat akan didominasi oleh mikroba pathogen yang berakibat pertumbuhan dan produksi tanaman tidak optimum. Arbuscular mycorrhiza (AM) dinamakan juga endomycorrhiza, hidup secara simbiosis mutualisme dengan tanaman inangnya. AM adalah anggota dari famili jamur Phycomycete. AM menginfeksi sel dan menyebar di dalam perakaran. AM mempunyai struktur khusus yang diketahui sebagai vesicles dan arbuscules. Sedangkan ectomycorrhiza berkembang diantara sel dan tidak menginfeksi sel sebagaimana endomycorrhiza (Coleman et al. 2004).
29
Tanaman atau akar tanaman mensuplai eksudat ke AM dan sebaliknya AM akan membantu penghantaran hara dan air ke akar tanaman. Hifa dari AM akan memperpanjang akar sampai 100 kali dan membantu tanaman menyerap hara dan air lebih banyak khususnya hara yang kurang tersedia seperti P, Zn, Mo dan Cu. AM juga meningkatkan toleransi anakan terhadap kekeringan, temperatur tinggi, infeksi dari penyakit jamur, bahkan kemasaman tanah tinggi. Pertumbuhan tanaman yang baik oleh adanya bantuan jamur mikoriza akan lebih mudah terlihat pada tanaman yang ditanam di tanah-tanah masam pelapukan tinggi, yang mengandung kation basa dan P rendah serta tinggi kandungan Al (Chen 2008). Inokulasi AM ke tanah akan memacu pertumbuhan dari banyak spesies tanaman melalui kemampuannya merangsang penyerapan P. AM diketahui sangat baik dalam merangsang berbagai proses pertumbuhan tanaman simbiosisnya (Rillig 2004). Menurut Howeler (2002), ubikayu dapat tumbuh baik pada tanah P rendah karena simbiosisnya yang sangat efisien dengan AM yang terjadi secara alami di dalam tanah. Dibandingkan dengan tanaman pangan lainnya ubikayu paling bergantung pada AM. Inokulasi AM pada hamparan pertanaman sayur di Korea menunjukan kandungan N pada pucuk mentimun, tomat, cabe, terong dan melon lebih rendah dibanding tanaman non-inokulasi (Suh 2006). Penyerapan P pada tanaman yang dinokulasi AM sangat mengesankan demikian pula kandungan K pada pucuk mentimun dan terong meningkat sangat tinggi. Akibat inokulasi AM, pucuk melon dan tomat juga mengandung Ca dan Mg yang lebih tinggi. Indikasi yang sama yaitu peningkatan kandungan P, K, dan Ca, terdeteksi pada tanaman strawberi yang diinokulasi AM (Suh 2006). Menurut Rillig (2004) germinasi dari spora AM tidak selalu bergantung pada keberadaan tanaman induk dimana dapat terjadi di dalam tanah tanpa keberadaan tanaman induk. Namun demikian kecepatan germinasi dapat meningkat oleh eksudat akar tanaman induk. Unsur agroekologi yang berpengaruh pada germinasi adalah matrik tanah, suhu, konsentrasi CO2, pH dan kandungan P tanah. Pertumbuhan dari hifa AM terutama dikontrol oleh eksudat akar tanaman induk dan konsentrasi P tanah. Apabila konsentrasi P tanah rendah maka pertumbuhan dan percabangan hifa akan meningkat.
30
Kalium Tanah Kalium sebagai satu dari tiga hara utama yang dibutuhkan tanaman kadang dinamakan juga elemen pupuk ketiga (Mengel dan Kirkby 1982; Munson (1985) diacu dalam Krishna (2002). Mempertimbangkan sederetan luas dari peranan K dalam aktivitas biokimia dan fisiologi di dalam tanaman, maka K kadang juga dinamakan unsur serbaguna (The Versatile Element) (Krauss 1997, diacu dalam Krishna 2002). K mempertahankan keseimbangan kation-anion, pH sitoplasma yang merupakan kebutuhan dasar bagi aktivitas normal sistem enzim untuk pertumbuhan dan pembentukan hasil, dan regulasi osmosis via akumulasi K+ yang meningkatkan pengambilan air oleh sel. Suplai K optimum sepertinya adalah suatu perintah (mandatory) dari sel dalam mengekstrak air dari tanah. K menyebabkan pengambilan nitrat dan merangsang enzim asimilatori nitrat reduktase dan berperan kunci dalam meregulasi transfer NH3 yang akan mempengaruhi fiksasi N. K juga berperan dalam pengambilan NH4+, dan reduksi nitrat. Karenanya kekurangan K dapat mengganggu asimilasi N (Krishna 2002). Menurut Tisdale et al. (1985) kandungan K total tanah tropik agak rendah karena adanya pengaruh curah hujan dan temperatur tinggi. Kedua faktor tersebut mempercepat pelepasan dan pencucian K tanah secara terus menerus. Kandungan K tanah berasal dari disintegrasi dan dekomposisi batuan yang mengadung mineral seperti feldspars orthoclase dan microcline (KAlSi3O8), muscovite [KAl3Si3O10(OH)2], biotite [K(Mg,Fe)3AlSi3O10 (OH)2] serta phlogophite [KMg2Al2 Si3O10(OH)2]. Ketersediaan K untuk tanaman meskipun dalam jumlah sedikit secara berurutan dari biotit > muskovit > feldspar. Selain itu kadar K juga cukup tinggi di dalam beberapa mineral liat sekunder seperti illit, vermikulit, chlorid dan mineral interstratifikasi (tipe campuran). Sementara secara rata-rata kandungan K di dalam partikel tanah debu > liat > pasir. Soemarno (2008) mengambarkan proses pelapukan (hidrolisis) K dari mineral primer sehingga menjadi K larutan tanah dan dalam kesetimbangan dengan K-dd (Gambar 3):
31
KAlSi3O8 + HOH
KOH + HALSi3O8 K+ + OH-
Koloid tanah
K Ca H
K+, Ca++, H+ (larutan tanah)
Gambar 3. Proses pelapukan (hidrolisis) K mineral primer menjadi K larutan tanah. Pada tanah sangat masam kandungan aluminum (Al) dan manganes (Mn) dapat dipertukarkan yang tinggi, menciptakan lingkungan perakaran yang tidak menyenangkan untuk pengambilan K. Peningkatan pH tanah dengan penambahan kapur malah cendrung menurunkan K dapat dipertukarkan dan K dalam larutan tanah serta menurunkan tingkat pengambilan K oleh tanaman. Sementara penggunaan pupuk KCl kadar tinggi pada tanah masam dapat meningkatkan konsentrasi unsur-unsur beracun seperti aluminum dan manganes di dalam larutan tanah yang pada akhirnya meniadakan efek penambahan K (Tisdale et al. 1985). Efektivitas K untuk pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh kehadiran kation lain khususnya Ca dan Mg seperti juga ion Al pada tanah masam dan ion Na pada tanah alkali. Estimasi yang cukup baik untuk ketersediaan K atau K potensial adalah dengan mengatahui kondisi “intensitas K labil (I) ” di dalam tanah yang mengindikasikan kecepatan penyediaan K untuk akar tanaman. Sebagai gambaran dari rasio yang dimaksud yaitu: I = Aktivitas K (√aktivitas Ca+Mg)-1 (Tisdale et al. 1985). Sementara itu hasil penelitian (Du et al. 2006) mendapatkan bahwa bila pupuk P dan K diaplikasikan bersamaan ke tanah maka pergerakan dan transformasi dari K mungkin dipengaruhi dan terhambat oleh P. Hasil pengamatan menunjukan bahwa K yang dapat diekstrak menurun dan K dapat dipertukarkan dan K tidak dapat dipertukarkan meningkat secara nyata bila berada dekat pupuk monokalsium phospat yang diaplikasikan ke tanah. Sedangkan Zhou dan Huang (1995) mendapatkan aplikasi dari pupuk NH4H2PO4 meningkatkan pelepasan K dari tanah Oksisol, Alfisol dan Entisol.
32
Faktor lain yang mempengaruhi penyerapan K oleh tanaman adalah sifat kapasitas pertukaran kation dari perakaran tanaman itu sendiri. Sifat pertukaran kation dari perakaran terutama muncul sebagai atribut dari kelompok karboksil (COOH) yang keluar dari akar (eksudat akar). Senyawa ini bertanggung jawab 70% - 90% dari sifat pertukaran kation akar. Tanaman legum dan tanaman dikotil lainnya mempunyai kapasitas tukar akar sedikitnya dua kali lebih besar dibanding tanaman monokotil seperti rumput-rumputan. Karenanya legum dan tanaman dikotil dengan KTK perakaran tinggi cenderung lebih banyak menyerap kation divalent dari pada monovalen, sementara sebaliknya untuk tanaman monokotil. Sifat dari KTK akar ini dapat menerangkan kenapa rumput-rumputan menyerap K lebih efektif dibanding legume atau dikotil (Tisdale et al. 1985). K dapat dipertukarkan di dalam tanah diikat disekitar koloid tanah bermuatan negatif oleh adanya tarikan elektrostatik. Kation K yang dipegang koloid dengan mudah digantikan atau ditukar saat tanah kontak dengan larutan garam netral. K dapat dipertukarkan biasanya kecil dari 1 % dari total K yang ada di dalam tanah (Tisdale et al. 1985).
Kalium Tanah dan Produktivitas Ubikayu Ubikayu adalah tanaman yang beradaptasi baik pada tanah-tanah miskin dan marginal karena toleransinya tinggi terhadap pH rendah dan juga Al-dd tinggi. Namun bila ubikayu ditanam pada tanah yang sama terus menerus tanpa pemupukan yang cukup, produktivitas tanah akan terus menurun karena deplesi kandungan hara baik akibat terangkut hasil penen ataupun erosi (Howeler 2002). Bila ubikayu ditanam selama delapan tahun berturut-turut tanpa pemupukan, hasil berkurang dari 22 ton ha-1 menjadi 13 ton ha-1. Tetapi dengan aplikasi pupuk K sebanyak 150 kg K2O ha-1, hasil ubikayu dapat dipertahankan sekitar 30 ton ha-1. Tanpa penggunaan K, kandungan K-dd tanah dalam 2-3 tahun menurun dari 0,2 cmol kg-1 menjadi 0,1 cmol kg-1. Dengan penggunaan 150 kg K2O ha-1, kandungan K-dd dapat dipertahankan sekitar 0,2 cmol kg-1 (Howeler 1991). Menurut Bakker dan Elbersen (2006) kebutuhan K untuk pertumbuhan tanaman optimum adalah antara 1-5% dari berat bahan kering tanaman, sementara kandungan K di dalam jaringan tanaman yang matang sekitar 2%. K terlibat
33
dalam sejumlah proses penting untuk pertumbuhan tanaman seperti aktivasi enzim, sintesis protein, fotosintesis, regulasi tekanan osmotik, transportasi vascular dan keseimbangan kation-anion. Kekurangan K akan menghambat pertumbuhan tanaman mencakup mudah layu, sensitif terhadap cekaman kekeringan, dan rentan terhadap serangan jamur. Defisiensi K sering menjadi masalah bila ubikayu ditanam dalam rentang waktu yang lama pada tanah marginal. Hasil penelitian menunjukan, dengan menggunakan pupuk N-P, produksi ubikayu sekitar 11.88 ton ha-1. Di bawah takaran N-P yang sama namun ditambah pupuk K 50 kg ha-1, hasil meningkat 55%. Peningkatan penggunaan K sampai 200 kg ha-1, meningkat hasil ubikayu secara linier (Suyamto & Howeler 2001). Phien dan Vinh (1998) juga melaporkan, respon ubikayu terhadap pemupukan adalah tertinggi untuk pupuk K, kemudian baru diikuti pupuk P dan N. Menurut Howeler (1998) penggunaan K tidak hanya meningkatkan hasil tetapi juga kandungan pati ubikayu. Secara umum kandungan pati meningkat untuk aplikasi K2O 80-100 kg ha-1. Penggunaan K juga menurunkan kandungan HCN dalam perakaran. K berfungsi dalam pembentukan gula dan pati terkait peranannya dalam ketersediaan air dalam proses fotosintesis. Unsur K diserap oleh tanaman dalam bentuk K+ yang bersifat higroskopis (mudah menyerap dan menahan air) dan unsur K biasanya terdapat pada stomata daun. Dengan sifatnya yang higroskopis, K mampu membuat persediaan air yang cukup dan dibutuhkan untuk proses transpirasi dan fotosintetis.
Pati Pati merupakan bentuk polisakarida penyimpan karbohidrat yang hanya mengandung
satu
jenis
unit
monomer
(D-glukosa)
dan
diistilahkan
homopolisakarida (Lehninger 1982). Pati terdapat di dalam sel dalam bentuk gumpalan besar (granula) dan molekul pati terhidrasi pada tingkat cukup tinggi karena memiliki gugus hidroksil yang terbuka. Pati terutama terdapat dalam jumlah yang tinggi pada tanaman umbi-umbian seperti kentang, ubikayu dan juga pada biji-bijian seperti jagung. Pati mengandung dua polimer glukosa yaitu α-amilase dan amilopektin. α-amilase
34
terdiri dari rantai unit-unit D-glukosa yang panjang dan tidak bercabang digabungkan oleh ikatan α(1-4) dengan BM beberapa ribu sampai 50.000. Sementara amilopektin dengan BM yang tinggi tetapi strukturnya bercabang. Ikatan glikosidik yang menggabungkan residu glukosa yang berdekatan di dalam amilopektin adalah ikatan α(1-4), tetapi titik percabangan amilopektin merupakan ikatan α(1-6). Bagaimana bentuk struktur molekul kedua polimer glukosa tersebut dapat dilihat pada Gambar 4 dan 5.
Gambar 4 Molekul amilose (Sumber: Cheng et al. 2009).
Gambar 5 Molekul amilopektin (Sumber: Cheng et al. 2009).
Kandungan pati di dalam hasil tanaman dipengaruhi oleh banyak faktor. Hasil penelitian Mahmood et al. (2000) memperlihatkan kadar pati dalam biji jagung lebih baik dibawah irigasi 25 dan 50% derajat kelembaban tanah tersedia (DKTT) dari pada 75% DKTT. Demikian juga kadar pati pada perlakuan pemberian pupuk Kalium (K2O) 150 dan 200 kg ha-1 lebih tinggi dari pada 100 kg ha-1. Peningkatan kadar pati oleh peningkatan pupuk K disebabkan kalium meningkatkan aktivasi sintetase pati (Tisdale et al. 1990 diacu dalam Mahmood et al. 2000) yang mensintesis pati dengan pendonor glukosa utama adalah enzim kunci dalam
35
proses akumulasi pati yaitu ADP-glucose pyrophorylase atau ADP-glucose synthase yang mengkatalisasi reaksi antara glukose-1-phosphate dan ADP-glukose (Kokubu 1973; Nakamura et al. 1989 diacu dalam Nakatani et al. 1992). Fujiwara dan Iida (1995) menemukan bahwa defisiensi K mempercepat respirasi tanaman. Hal itu disebabkan energi untuk respirasi adalah hasil fotosintesis yaitu karbohidrat. Dengan demikian metabolisme karbohidrat di dalam jaringan tanaman terkait dengan status K di dalam tanah. Helmut (1953); Sugawara dan Noguchi (1952) diacu dalam Fujiwara dan Iida (1995) mendapatkan bahwa ion K mempunyai pengaruh pada metabolisme karbohidrat dimana kehadiran kalium meningkatkan rasio pati glukosa-1 dan sukrosa glukosa-1 pada kentang, tebu dan gandum. Sementara bila kalium tidak ada aktivitas enzimenzim yang mengkatalis transformasi karbohidrat seperti amilse, sakarase dan βglukosidase meningkat. Ketersediaan K yang tinggi di dalam tanah, mempertinggi akumulasi ion K di dalam sel tanaman dan sifat higroskopis dari ion K akan meningkatkan kemampuan tanaman dalam mengekstrak air dari tanah (Krishna 2002). Ketersediaan air yang cukup di dalam jaringan tanaman penting artinya dalam pembentukan gula dan pati oleh proses fotosintesis.
Senyawa Sianogen Ubikayu mengandung senyawa sianogen (cyanogenic glucosides) yang berpotensi racun. Terdapat tiga bentuk senyawa cyanogenic glucosides, yaitu linamarin (+ metil linamarin), asetonsianohidrin, dan HCN CN-1. Ketiga bentuk senyawa tersebut juga dikenal sebagai total sianogen atau sianogen potensial. Noxious hydrocianic acid (HCN) muncul saat cyanogenic glucosides terhidrolisis, sebagaimana jalan reaksi kimia berikut (Lai 2007) (Gambar 6):
Cyanogenic glucosides
Gambar 6 Proses hidrólisis cyanogenic glucoside menjadi Noxious hydrocianic acid (HCN).
36
Senyawa hydrogen cyanide (HCN) dikenal sebagai racun metabolik yang kuat. Saat ini disamping perhatian terhadap keberadaan HCN, maka keberadaan senyawa linamarin (cyanogenic glucoside linamarin) yang belum terhidrolisis di dalam bahan makanan dari ubikayu juga semakin dikhawatirkan (Yususf et al. 2006). Senyawa linamarin bila terhidrolisis pada lingkungan netral atau basa akan terurai menjadi HCN dan keton (Cooke 1978 diacu dalam Yusuf et al. 2006). Bahan itu bila terbawa bersama bahan makanan ke dalam tubuh manusia akan menjadi racun yang kronis dan disinyalir sebagai sumber beberapa penyakit diantaranya kanker perut dan kelumpuhan kaki yang tidak bisa diobati (di Afrika dikenal sebagai penyakit konzo) terutama pada wanita yang melahirkan(Food Safety Network 2005; Bradbury 2006; Yusuf 2006). Kandungan HCN pada umbi ubi kayu antara 5,15-99,40 ppm, sedangkan pada daun antara 11,88-445,90 ppm. Senyawa cyanogenic glucosides yang berbahaya bagi tubuh adalah HCN CN-1 dan asetonsianohidrin karena asetonsianohidrin dalam kondisi alkalin akan berubah dengan cepat menjadi ion sianida (Zuraida et al. 2001). Dalam konsentrasi tertentu dapat menyebabkan keracunan cianida akut yang bisa mematikan bagi manusia dan binatang. Hasil analisis lain memperlihatkan konsentrasi cyanogenic glucosides di dalam akar ubikayu untuk masing-masing varietas berbeda. Ubikayu manis mengadung 40-130 ppm, ubikayu tidak pahit mengandung 30-180 ppm, ubi pahit mengandung 80-412 ppm dan ubikayu sangat pahit mengandung 280-490 ppm. Kadar cyanogenic glucosides < 50 ppm di dalam akar dianggap tidak membahayakan. Namun mengkonsumsi ubikayu mengandung cyanogenic glucosides yang tidak berbahaya dalam periode waktu yang lama akan menghasilkan suatu keracunan sianida kronik (Food Safety Network 2005). El-Sharkawy dan Cadavid (2000); Endris (2006) melaporkan, suatu indikasi terjadi penurunan kandungan poisonous cyanide di dalam akar ubikayu bila ubikayu mendapatkan suplai hara kalium yang cukup dan sebaliknya terjadi peningkatan kandungan pati.
37
Analisis Kelayakan Usahatani Salah satu indikator dari keberhasilan usahatani adalah tingkat pendapatan yang diperoleh yaitu keuntungan usahatani yakni selisih antara penerimaan usahatani dengan biaya yang dikeluarkan (Mubyarto 1995). Besarnya pendapatan yang diterima merupakan balas jasa untuk tenaga kerja keluarga dan modal yang dipakai dan pengelolaan dalam kegiatan usahatani. Dalam analisis finansial usahatani faktor penting yang pertlu dikaji adalah kebutuhan dana, biaya modal, cash flow, kriteria penilaian investasi dan analisis sensitivitas (Husnan & Suwarsono 1994). Menurut Soekartawi (2009) tiga kriteria dalam penilaian kelayakan usahatani adalah net present value (NPV), internal rate of return (IRR), dan benefit cost ratio (BC-1). NPV adalah nilai usahatani saat ini yang merupakan selisih antara arus kas masuk dan arus kas keluar dari usahatani selama periode tertentu. Apabila NPV < 0 berarti usahatani tersebut mengalami kerugian secara finansial sehingga menjadi tidak layak, bila NPV = 0 berarti usaha tersebut dalam posisi break event point dan bila NPV > 0 berarti usaha tersebut mendapat keuntungan secara finansial yang berarti pula layak untuk diusahakan. Semakin besar nilai NPV maka semakin besar keuntungan yang didapat. Nilai IRR menunjukkan persentase keuntungan pertahun yang didapat. Bila nilai IRR lebih kecil daripada tingkat diskonto atau nilai bunga maka usaha mengalami kerugian, bila nilai IRR sama dengan tingkat diskonto maka usaha dalam posisi break event point, dan bila nilai IRR lebih tinggi dari tingkat diskonto maka usaha mengalami keuntungan. Semakin besar nilai IRR semakin besar keuntungan yang didapat. Sedangkan BC-1 adalah perbandingan antara keseluruhan nilai keuntungan yang didapat dengan keseluruhan nilai biaya yang dikeluarkan. Bila BC-1 lebih kecil dari satu maka usaha mengalami kerugian, bila BC-1 sama dengan satu maka usaha dalam kondisi break event point dan bila BC-1 lebih besar dari satu, maka usaha mengalami keuntungan. Semakin besar nilai BC-1, semakin besar keuntungan usaha yang didapat. Analisis lain yang perlu dilakukan adalah analisis sensitivitas usahatani (Soeharto 1990). Analisis ini diperlukan untuk melihat dampak dari perubahanperubahan parameter dari aspek finansial terhadap keputusan yang diambil. Hasil analisis ini dapat mencegah resiko jika terjadi kesalahan dalam menaksir biaya
38
atau manfaat dan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya perubahanperubahan parameter tersebut diluar kendali usaha. Semakin besar perubahan nilai parameter yang dapat ditanggung suatu usahatani maka semakin baik usahatani tersebut.
Kebutuhan Hidup Minimum dan Kebutuhan Hidup Layak Kemiskinan menunjukkan ketidakmampuan seseorang untuk memenuhi standar kebutuhan hidup minimum (KHM) (Sudaryanto 2009). Penduduk yang tingkat kehidupannya di bawah standar minimum (tidak mampu memenuhi KHM), dapat dikelompokkan sebagai penduduk miskin absolut karena tidak mampu memenuhi KHM berupa sandang, pangan, dan perumahan dalam tingkatan yang sangat minimal (Arsyad 1992). Namun dalam menentukan batasan kemiskinan absolut bukanlah suatu pekerjaan yang mudah. Untuk hal itu diperlukan suatu kesepakatan dari para pakar. Sejauh ini terdapat perbedaan yang cukup besar di setiap wilayah atau di setiap negara tentang ukuran KHM. Sajogyo (1977) menggunakan istilah “garis kemiskinan” untuk menunjukan batas kebutuhan hidup minimum (KHM). Menurut pakar sosiologi tersebut batas KHM adalah didasarkan pada daya konsumsi beras per kapita per tahun dari penduduk. Kategori miskin untuk penduduk pedesaaan adalah setara dengan kemampuan mengkonsumsi beras sebanyak 320 kg kapita-1 tahun-1, artinya penduduk pedesaan termasuk kategori miskin bila penghasilan mereka per kapita per tahun setara dengan 320 kg beras dikali harga beras kg-1. Sinukaban (2007) kembali menggunakan batasan kebutuhan hidup minimum tersebut untuk menetapkan batasan kebutuhan hidup layak (KHL) bagi penduduk. Kebutuhan hidup layak (KHL) minimum adalah setara dengan 320 kg beras setahun dikali harga beras (Rp. Kg-1), dikali jumlah anggota keluarga, dikali 2,5. Selain itu dikemukakan pula formula untuk menetapkan berapa luasan lahan minimum (Lmin) yang dibutuhkan agar KHL terpenuhi. Lmin adalah KHL dibagi keuntungan bersih yang didapat (NPV).
39
KELATISASI ION ALUMINIUM OLEH ASAM ORGANIK EKSUDAT AKAR BRACHIARIA Abstrak Keracunan aluminium adalah salah satu faktor utama yang menghambat pertumbuhan tanaman pada tanah-tanah masam. Rumput Brachiaria beradaptasi baik terhadap konsentrasi Al tinggi. Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari potensi asam organik eksudat akar Brachiaria dalam kelatisasi Al. Rancangan penelitian adalah RAL dalam faktorial diulang 3 kali. Faktor 1 adalah spesies Brachiaria yaitu tanpa Brachiaria (kontrol), B. decumbens (BD), B. ruziziensis (BR) dan B. brizantha (BB). Faktor 2 adalah konsentrasi Al yaitu 0, 100, 200, 300 dan 400 μM. Brachiaria ditanam pada kultur pasir steril yang diperlakukan dengan 5 konsentrasi Al tersebut. Dua (2) bulan setelah tanam, tiga jenis asam organik berat molekul rendah yaitu asam malat, asam sitrat dan asam oksalat sebagai produk dari eksudat akar ketiga spesies Brachiaria dan senyawa kompleks Al-organik diukur di dalam kultur pasir masing-masing spesies Brachiaria. Tiga asam organik tersebut terukur dengan konsentrasi asam malat lebih banyak dibanding asam sitrat dan asam oksalat. Konsentrasi asam-asam organik tersebut dipengaruhi secara nyata oleh konsentrasi Al; semakin tinggi konsentrasi Al semakin banyak konsentrasi asam organik terukur. Asam-asam organik juga terbukti efektif mengkelat Al. Asam-asam organik eksudat akar BD dan BR lebih efektif mengkelat Al pada konsentrasi Al relatif rendah (100 μM) dan BB lebih efektif pada konsentrasi Al relatif tinggi (400 μM). Kata kunci: Kelatisasi aluminium, Asam organik, Eksudat akar, Brachiaria Abstract Aluminum toxicity is one of the major factors inhibiting plant growth in acid soils. Brachiaria grass adapt to high Al concentration. This experiment was conducted to studi the potential of Brachiaria root- exudates in chelating Al. The experimental design was CRD in factorial i.e. three (3) Brachiaria species (the 1st factor), each was B. decumbens (BD), B. ruziziensis (BR) and B. brizantha (BB) and without Brachiaria (control) were planted in sterile sand culture treated with 5 Al concentrations (the 2nd factor) i.e. 0 μM, 100 μM, 200 μM, 300 μM and 400 μM. After two months of the experiment, three kinds of low-molecular-weight organic acids (LMWOA) i.e., malic, citric, and oxalic acids produced by the three Brachiaria root- exudates were determined. The production of malic acid was higher than that of citric and oxalic acid. The content of those organic acids was influenced by Al concentration; the higher Al concentration the higher organic acid content. The organic acids effectively formed complexes with Al. In chelating Al, organic acids of BD and BR root-exudates were more effective at relatively low Al concentration (100 μM), while organic acids of BB root-exudates were more effective at relatively high Al concentration (400 μM). Keywords: Aluminum chelation, Organic acids, Root exudates, Brachiaria
40
Rasional Beberapa jenis tanaman diketahui dapat beradaptasi atau tumbuh baik pada tanah-tanah miskin atau tanah yang mengandung kation-kation berpotensi racun. Daya adaptasi itu akibat kemampuan eksudat akarnya yang bisa memodifikasi sifat fisiko-kimia tanah rizosfir (Gobran & Clegg 1996). Senyawa-senyawa organik dieksudasi akar antara lain untuk detoksi kation beracun seperti Al3+ dan untuk meningkatkan mobilitas hara berkelarutan rendah seperti P, Fe, Zn, Cu dan ion-ion lainnya (Oburger et al. 2009). Seperti dilaporkan Ma (2000); Ryan et al. (2001); Kochian et al. (2004), Al pada larutan tanah ataupun kompleks jerapan mengaktivasi keluarnya asam-asam organik dengan berat molekul rendah dari perakaran tanaman toleran Al. Selanjutnya asam-asam organik tersebut mengkelat Al untuk menghambat masuknya ion ini ke sel akar. Kadang tanaman mengeksudasi asam-asam organik untuk meningkatkan ketersediaan hara dengan berpartisipasi di dalam reaksi pertukaran ligan pada permukaan mineral (Dynes & Huang 1997; Strom et al. 2002), merangsang aktivitas mikroba dengan mendorong simbiosis yang menguntungkan, membantu dalam respon kemotaktik (chemotactic responses), dan mempercepat pelapukan mineral serta menghambat pertumbuhan tanamantanaman kompetitor (Walker et al. 2003; Dakora & Phillips 2004; Oburger et al. 2009). Terkait fungsi eksudat akar (asam-asam organik) dalam detoksi Al, masingmasing tanaman mempunyai karakter tersendiri. Tanaman kacang-kacangan mengeksudasi asam sitrat (Miyasaka et al. 1991), tanaman gandum (wheat) mengeksudasi asam malat (Delhaize et al. 1993; Zhang et al. 2003), tanaman jagung mengeksudasi lebih banyak asam sitrat dan sedikit malat (Jorge & Arruda 1996; Pineros et al. 2005), dan tanaman teh dan taro mengeksudasi lebih banyak asam oksalat (Ma & Miyasaka, 1998; Chen et al. 2006). Mempelajari mekanisme perakaran tanaman mengatasi unsur-unsur yang membatasi pertumbuhannya akan memberikan banyak pengetahuan dan dapat dijadikan landasan berfikir untuk mengembangkan teknologi cara mengatasi faktor-faktor pembatas pertumbuhan tanaman pada tanah bermasalah seperti tanah
41
masam lahan kering. Untuk hal itu dilakukan penelitian untuk mempelajari potensi asam organik eksudat akar Brachiaria dalam kelatisasi Al.
Bahan dan Metode Sterilisasi kultur pasir Pasir untuk kultur tanam diambilkan dari pantai Pelabuhan Ratu, Sukabumi. Pertama pasir dicuci dengan air ledeng, selanjutnya dioksidasi dengan H2O2 30% untuk menghilangkan bahan organik (Sequi dan Aringhieri 1977) dan ditambahkan HCL 5 % untuk pembebasan dari kation terutama dari Kalsium (van Kessel et al. 2000; Harris et al. 2001). Proses oksidasi dengan H2O2 30% (rasio pasir : H2O2 adalah 1 : 2) dilakukan secara bertahap dengan terus diaduk. Setelah buih mereda, campuran pasir H2O2 dibiarkan selama 1 malam dan esoknya kembali diberi H2O2 sampai buih menghilang. Selanjutnya setelah kelebihan H2O2 dibuang, pasir diberi HCl 5% (rasio 1:1) dan dihangatkan pada hot plate selama 20 menit, sambil diaduk. Lalu dibilas 10 kali dengan air bebas ion. Nilai DHL dari pasir yang telah dibilas adalah 0,1 DS m-1 dan konsentrasi total Al 135,8 ppm, sementara Al dapat dipertukarkan tidak terukur. Pasir selanjutnya disterilkan dari mikroba dengan autoclave.
Rancangan percobaan Rancangan percobaan adalah Rancangan Acak Lengkap dalam susunan faktorial, diulang 3 kali (tiga ulangan). Faktor 1 spesies Brachiaria yaitu 1) kontrol (Tanpa Brachiaria), 2) Brachiaria decumbens (BD), 3) Brachiaria ruziziensis (BR) dan 4) Brachiaria brizantha (BB). Faktor 2 konsentrasi Al yaitu : 1) 0 µM, 2) 100 µM, 3) 200 µM, 4) 300 µM dan 5) 400 µM. Bahan yang digunakan untuk perlakuan konsentrasi Al adalah AlCl3. Pemberian perlakuan Al dilakukan saat tanaman berumur satu minggu.
Sterilisasi tempat dan pelaksanaan penelitian Penelitian dilaksanakan di rumah kaca Faperta IPB. Di dalam rumah kaca tempat penelitian dipisahkan dengan ruangan lainnya dengan plastik transparan
42
setinggi 2 m. Untuk sterilisasi dinding bagian dalam plastik dan lantai, tempat penelitian disemprot alkohol 70%. Brachiaria sebelum ditanam pada pot penelitian, terlebih dahulu disemai selama 20 hari pada kultur pasir. Sebagai sumber hara digunakan larutan hara Hoagland. Komposisi larutan hara Hoagland adalah 5 mM Ca(NO3)2, 2 mM MgSO4, 5 mM KNO3, 1 mM KH2PO4, 1 mM FeEDTA dan 1mM unsur mikro (H3BO3, MnCl2, CuCl2, ZnCl2 dan Na2MoO4). Untuk persemaian Brachiaria digunakan tunas dengan bobot yang cukup seragam. Setelah 20 hari Brachiaria dipindah-tanamkan ke pot berisi 800 g kultur pasir. Untuk tahap ini dilakukan proses sterilisasi terhadap bibit yaitu dengan merendam bibit selama 3-4 menit di dalam H2O2 3% dan dipindah-tanamkan ke pot pasir setelah dibilas aquades steril. Jumlah larutan Hoagland yang ditambahkan ke masing-masing pot tanam adalah 600 ml dan diberikan dalam 3 tahap, yaitu masing-masing 200 ml pada saat pindah tanam, saat tanaman umur l minggu dan 2 minggu. Perlakuan konsentrasi Al diberikan bersamaan dengan pemberian larutan hara Hoagland pada saat tanaman umur 1 minggu. Al (AlCl3) sesuai dengan perlakuan konsentrasi Al, terlebih dahulu dicampur ke dalam larutan Hoagland sebelum disiramkan ke kultur pasir. Penyiraman tanaman dengan air steril bebas ion dilakukan setiap hari dan jumlah air yang ditambahkan sesuai dengan jumlah air yang dievapotranspirasi. Bagaimana keragaan pelaksanaan penelitian dan pertumbuhan rumput Brachiaria di rumah kaca dapat dilihat pada Gambar 7.
Ekstraksi dan pengukuran konsentrasi asam organik dan Al-organik Kandungan asam organik dan Al-organik di dalam pasir dianalisis dengan metoda sentrifugasi (Angeles et al. 2006). Contoh pasir diambil dari rizosfir (kedalaman 2-5 cm) di sekeliling rumpun rumput Brachiaria setelah tanaman berumur 2 bulan. Pasir dimasukan ke dalam tabung sentrifugasi sebanyak 20 g dicampur dengan aquades steril dengan rasio 1 : 1, kemudian disenrifugasi dengan kecepatan 4000 rpm selama 40 menit. Sebelum disentrifugasi, pH campuran pasir aquades diukur (terukur pH −7,2). 6,8 Setengah volume supernatan (volume bagian atas tabung sentrifugasi) selanjutnya dipipet dan disimpan di dalam refrigerator dengan suhu 4ºC. Setengah bagian supernatan (untuk pengukuran
43
asam organik) disaring dengan membran 0,22 μm. Asam organik (asam sitrat, asam oksalat dan asam malat) diukur dengan HPLC (High-Performance Liquid Chromatography) Varian-490 dengan spesifikasi: detektor UV-visible, λ 240 nm dan fase gerak H2SO4 0,005 N dengan kecepatan aliran (flow rate) 1 ml menit-1. Pengukuran kadar asam organik di dalam supernatan dilakukan dalam rentang waktu < 24 jam setelah pengambilan contoh pasir. Ion Al3+ di dalam supernatan sebagai representasi dari Al-organik diukur dengan menggunakan AAS (Atomic Absorption Spectro-photometer) merek Hitachi tipe Z 5000 pada panjang gelombang 309,3 nm. Metoda analisis adalah standar (flame type: N2O-C2H2; fuel flow 5,4 l menit-1; oxidant: 13,9 l menit-1 dan tekanan 160 kPa) dengan kemampuan deteksi konsentrasi Al terendah 0,3 ppm.
Gambar 7 Keragaan pelaksanaan percobaan dan pertumbuhan masing-masing spesies Brachiaria di rumah kaca Faperta IPB.
44
Hasil Asam organik eksudat akar Brachiaria Pengukuran kadar asam organik dari eksudat akar Brachiaria dilakukan setelah tanaman berumur 2 bulan. Hasil pengukuran (Tabel 2) menunjukan eksudat akar tiga spesies Brachiaria (BD, BR dan BB) berpotensi sebagai sumber asam organik berat molekul rendah. Jumlah asam organik yang dieksudasi akar masing-masing Brachiaria semakin meningkat dengan meningkatnya konsentrasi Al di dalam kultur pasir, artinya jumlah asam organik dieksudasi berkorelasi positif dengan konsentrasi Al (R2 > 0,95). Sedangkan pada kultur pasir tanpa Tabel 2 Konsentrasi asam organik eksudat akar tiga spesies Brachiaria umur 2 bulan di dalam kultur pasir yang diperlakukan dengan berbagai konsentrasi Al
Asam sitrat BD (B. decumbens) Al-0 Al-100 Al-200 Al-300 Al-400 Rata-rata LSD 0,05 BR (B. ruziziensis) Al-0 Al-100 Al-200 Al-300 Al-400 Rata-rata LSD 0,05 BB (B. brizantha) Al-0 Al-100 Al-200 Al-300 Al-400 Rata-rata LSD 0,05
Asam Organik (μM) Asam oksalat Asam malat
tu 7,3 d 21,0 c 23,3 ab 30,1 a 16,9 8,2
tu 39,7 d 78,1 c 108,1 b 143,3 a 73,8 16,9
tu 57,8 d 108,8 c 136,5 b 211,0 a 102,8 19,6
tu 8,2 d 18,4 c 28,8 b 32,2 a 17,5 5,3
tu 40,4 d 70,4 c 117,6 b 135,1 a 72,7 6,9
tu 63,1 d 98,8 c 149,1 b 213,7 a 104,9 13,9
tu 6,9 d 19,1 c 27,7 ab 36,3 a 18,0 9,8
tu 29,2 d 69,4 c 113,2 b 153,9 a 73,1 18,7
tu 47,9 d 100,3 c 153,3 b 203,4 a 101,0 27,0
Keterangan: Angka pada kolom yang sama diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut LSD, tu= tidak terukur, R2= kofisien korelasi
45
perlakuan Al (Al-0), spesies-spesies Brachiaria hampir tidak mengeksudasi asam organik (tu=asam organik tidak terukur). Kandungan asam organik di dalam kultur pasir antara perlakuan konsentrasi Al juga berbeda nyata. Sementara nilai rata-rata masing-masing asam organik yang dieksudasi oleh ketiga spesies Brachiaria tidak berbeda nyata. Data pada Tabel 2 juga memperlihatkan dari tiga asam organik yang terukur, asam malat dieksudasi lebih banyak.
Kelatisasi Al3+ Data Al-organik terukur pada kultur pasir (Tabel 3) menunjukan bahwa asam organik eksudat akar rumput Brachiaria efektif dalam mengkelat Al. Hal ini terlihat dari adanya perbedaan nilai konsentrasi Al terukur pada contoh kultur pasir dari pot yang ditanami Brachiaria dengan yang tidak ditanami. Pada pot perlakuan penanaman Brachiaria, nilai rata-rata Al-organik terukur di dalam kultur pasir yang diperlakukan dengan berbagai konsentrasi Al di bawah BD, BR dan BB masing-masing adalah 60,52, 71,28 dan 59,14 μM. Nilai rata-rata Alorganik terukur di dalam pasir dengan perlakuan konsentrasi Al yang sama tetapi tanpa penanaman Brachiaria, adalah 3,95 μM. Artinya data menunjukan bahwa hampir 95% dari Al yang terukur di dalam pasir yang ditanami Brachiaria adalah senyawa kompleks Al-organik. Tabel 3
Konsentrasi Al-organik di dalam kultur pasir yang diberi konsentrasi Al berbeda dan ditanami rumput BD, BR dan BB
Konsentrasi Al (μM) 0 100 200 300 400 Rata-rata LSD 0,05
Al-Organik (μM) Tanpa Brachiaria 4,07 1,85 4,07 2,96 5,00 3,95
BD 3,3 e 59,6 c 45,4 d 99,6 a 78,8 b 60,5 10,66
BR 6,7 e 52,6 d 122,6 a 75,6 c 99,1 b 71,3 20,57
BB 7,8 d 16,5 cd 25,4 c 96,8 b 149,2 a 59,1 11,25
Keterangan: Angka pada kolom yang sama diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5 % menurut LSD
Data pada Tabel 3 memperlihatkan bahwa asam-asam organik eksudat akar BD dan BR lebih efektif mengkompleks Al pada konsentrasi Al relatif rendah
46
(100 μM) yaitu masing-masing membentuk Al-organik 59,6 dan 52,6 μM atau setara dengan nisbah Al-organik terhadap konsentrasi Al-larut masing-masing 60% dan 53%. Sedangkan asam-asam organik eksudat akar BB terlihat lebih efektif mengkelat Al pada perlakuan konsentrasi Al lebih tinggi (400 μM), yaitu membentuk Al-organik 149,2 μM atau setara dengan nisbah Al-organik terhadap konsentrasi Al-larut sekitar 37%. BD dan BR untuk nisbah Al-organik terhadap perlakuan Al 400 μM, masing-masing hanya 20 dan 25%.
Pengaruh Al terhadap pertumbuhan Brachiaria Hasil sidik ragam mengindikasikan bahwa pengaruh Al terhadap pertumbuhan dan perkembangan akar tiga spesies Brachiaria, tidak berbeda nyata (data hasil pengamatan terlampir). Namun dari hasil uji korelasi sederhana (Tabel 4) terlihat konsentrasi Al, Al-organik dan asam-asam organik pada kultur pasir berkorelasi nyata dengan bobot akar, dan bobot tanaman BB. Demikian pula terjadi korelasi nyata antara kadar Al dengan Al-organik dan asam-asam organik dan antara Al-organik dengan asam-asam organik. Uji korelasi kanonikal (fungsi pertama mengakomodasi sekitar 98% hubungan kanonikal) memperlihatkan lima variabel bebas (variabel himpunan 1; konsentrasi Al, Al-organik, dan asam-asam organik) berpengaruh pada pertumbuhan BB dengan peran yang hampir sama. Sedangkan bobot akar dan bobot tanaman tetap sebagai variabel yang lebih terpengaruh (variabel himpunan 2) (Tabel 5). Tabel 4 Uji korelasi antara Al-organik, asam organik dengan perkembangan akar dan pertumbuhan B. brizantha AlAs. organik malat Kons. Al Al-organik As. malat As. sitrat
,932
*
,996 ,930
** **
As. sitrat ,983 ,907 ,981
** ** **
As. Vol. oksalat akar ** ,995 ,528 ,946 ,997 ,985
As. oksalat Keterangan: **Korelasi nyata pada taraf nyata 0,01 *Korelasi nyata pada taraf nyata 0,05
** ** **
,513 ,518 ,546 ,561
Bobot Bobot Jumlah akar Tanaman Daun Tinggi ** * ,152 ,020 ,737 ,693 ,636 ,783 ,714 ,754
* ** * **
,615 ,743 ,666 ,713
,151
-,013
**
,091
,056
*
,214
,079
**
,129
,052
47
Tabel 5 Uji korelasi kanonikal antara variabel-variabel yang mempengaruhi pertumbuhan B.brizantha dengan variabel pertumbuhan B. brizantha Fungsi ke 1
2
3
Kons. Al
0,7441
-0,0783
0,0852
Al-organik
0,6328
0,0644
0,0597
Asam sitrat
0,7104
-0,0244
0,1137
Asam oksalat
0,7896
0,0526
0,0804
Asam malat
0,7572
-0,0345
0,0872
Vol. akar
0,7030
0,3293
0,0944
Bobot akar
0,9638
0,0541
0,0388
Bobot tanaman
0,9546
0,1082
-0,0356
Himpunan 1
Himpunan 2
Pembahasan Hasil pengukuran asam organik pada kultur pasir steril yang ditanami BD, BR dan BB dan diperlakukan dengan kadar aluminium berbeda yaitu semakin tinggi konsentrasi Al di dalam kultur pasir semakin banyak asam-asam organik dieksudasi, adalah sejalan dengan beberapa hasil penelitian sebelumnya. Jorge dan Arruda (1997); Pineros et al. (2005) melaporkan bahwa ekskresi asam organik dari perakaran tanaman jagung yang toleran Al, meningkat dengan meningkatnya konsentrasi Al di dalam larutan hara, dan jumlah asam organik yang diekskresi hampir 2-3 kali dibanding jumlah yang diekskresikan tanaman jagung sensitif Al. Demikian pula dengan asam malat yang dieksudasi akar Brachiaria lebih banyak juga seiring dengan hasil penelitian Ryan et al. (1995b); Zhang et al. (1998); Zhang et al. (2003) yang mendapatkan eksudat akar tanaman famili gramineae seperti wheat (gandum), menghasilkan lebih banyak asam malat, sedangkan eksudat akar famili kacang-kacangan menghasilkan lebih banyak asam sitrat. Uji coba penambahan asam malat ke dalam larutan hara yang ditumbuhi benih gandum yang toleran dan sensitif terhadap Al telah dilakukan oleh Delhaize et al. (1993); Ryan et al. (1995a). Hasil uji coba memperlihatkan asam malat
48
mampu meningkatkan pertumbuhan benih atau secara nyata mengurangi efek toksisitas Al terhadap perkembangan benih dan pengaruh tersebut tergantung konsentrasi asam malat di dalam larutan hara. Terukurnya Al-organik pada media pasir menunjukan bahwa asam sitrat, asam oksalat dan asam malat yang dieksudasi perakaran Brachiaria mampu mengkelat Al. Dynes dan Huang (1997) telah membuktikan ketiga jenis asam organik tersebut mampu mengkompleks Al dengan senyawa kompleks sitrat-Al dinilai lebih stabil dibanding oksalat-Al dan malat-Al. Kekuatan kelatisasi itu dapat dilihat dari nilai konstanta stabilitas (KAl-L) sitrat-Al (log KAl-L 8,52) > oksalat-Al (log KAl-L 6,28) > malat-Al (log KAl-L 5,80). Demikian pula Pineros et al. (2005) mengemukakan sitrat3- (anion sitrat trikarboksilat) lebih efektif dalam kelatisasi Al dari pada malat2- (anion malat dikarboksilat). Sebelumnya Hue et al. (1986) berdasarkan percobaan larutan murni mengelompokan asam sitrat dan asam oksalat sebagai kelompok detoksifaer Al kuat, sedangkan asam malat dikelompokan sebagai detoksifaer Al sedang. Sementara itu hasil penelitian Prabowo (1998) menunjukan Al merupakan kation dalam tanah yang paling dominan dimobilisasi oleh asam malat dan tingkat kelatisasinya lebih tinggi dibandingkan kompleks kation-malat lainnya. BD dan BR didapatkan efektif mengkelat Al pada konsentrasi ion Al3+ lebih rendah (100 μM), namun untuk detoksi Al pada tanah-tanah masam BD dinilai lebih efektif karena meskipun sama-sama toleran Al, BD dibanding BR lebih toleran (Wenzl et al. 2003). Seperti dilaporkan oleh Wenzl et al. (2003) ion Al3+ yang terdeteksi pada larutan tanah masam pH 5,0 dengan Al-dd 0,7 cmol kg-1, terukur sekitar 43 μM. Sedangkan Prabowo (1998) melaporkan dalam kondisi normal konsentrasi Al3+ dalam larutan tanah masam dengan pH 4,3 – 5,0 adalah antara 10 – 50 μM. Hasil pengukuran Al-dd pada tanah lahan kering masam dengan pH tanah 4,4-4,9 khususnya untuk daerah Lampung adalah 0,1 – 1,26 cmol kg-1 (sumber data dari penelitian terpisah). Tidak adanya pengaruh nyata dari perlakuan konsentrasi Al berbeda terhadap pertumbuhan tiga spesies Brachiaria karena rumput Brachiaria adalah tanaman yang tumbuh baik pada tanah-tanah masam seperti Haplustoks atau Paleudult dan toleran terhadap Al (Fischer et al. 2001; Wenzl et al. 2003 dan
49
Wenzl et al. 2006). Hasil penelitian secara hidroponik mendapatkan tingkat toleransi BR terhadap keracunan ion Al3+ lebih rendah dibanding BD (Grundy et al. 2002; Wenzl et al. 2006,), namun pada tanah masam, pertumbuhan BR baru mulai terdegradasi setelah beberapa tahun pengembangan (Rao et al. 1996; Miles et al. 2004 diacu dalam Wenzl et al. 2006). Sementara Fischer et al. (2001); Wenzl et al. (2003) mengemukakan bahwa daya adaptasi BD terhadap tanah masam miskin lebih baik dibandingkan dengan BB. Adanya korelasi nyata antara konsentrasi Al, Al-organik dan asam-asam organik dengan bobot akar dan bobot tanaman BB dan korelasi kanonikal memperlihatkan pula peran lima (5) variabel yang mempengaruhi pertumbuhan BB tersebut juga sama penting, menunjukan bahwa BB adalah tanaman toleran Al yang pertumbuhannya dipicu oleh keberadaan Al. Artinya pertumbuhan BB cendrung membaik dengan peningkatan konsentrasi ion Al3+. Hasil penelitian Fischer et al. (2001); Wenzl et al. (2003); Wenzl et al. (2006) memperlihatkan bahwa spesies BB tumbuh baik pada tanah-tanah masam seperti Hapludoks dan Paleudult. Korelasi positif sangat nyata antara konsentrasi Al dengan Al-organik dan asam-asam organik yang dieksudasi oleh perakaran BB mengindikasikan bahwa Al merangsang atau mengaktivasi eksudasi asam-asam organik dari akar tanaman yang toleran Al sehingga semakin tinggi cekaman Al semakin banyak asam organik dieksudasi akar untuk detoksi Al. Hal itu sesuai dengan yang dikemukakan Delhaize et al. (1993); Ma (2000); Ryan et al. (2001); Zhang et al. (2003); Kochian et al. (2004). Simpulan Akar rumput Brachiaria mengeksudasi asam-asam organik seperti asam malat, asam sitrat dan asam oksalat bila mengalami cekaman Al. Dari ketiga asam organik, asam malat dieksudasi paling banyak. Asam organik dengan berat molekul rendah tersebut efektif mengkelat Al. Asam-asam organik dari BD (B. decumbens) dan BR (B. ruziziensis) didapatkan lebih efektif mengkelat Al pada konsentrasi Al relatif rendah (100 μM), sedangkan BB (B. brizantha) lebih efektif pada konsetrasi Al relatif tinggi (400 μM). BD sebagai detoksifaer Al pada tanah
50
masam dinilai lebih baik dibanding BR dan BB karena selain toleran Al, BD lebih toleran terhadap tanah miskin dan kondisi kekeringan.
51
PERBAIKAN KUALITAS TANAH MASAM DENGAN BRACHIARIA, MIKORIZA DAN KOMPOS JERAMI PADI DIPERKAYA KALIUM: I. PENGARUH TERHADAP ALUMINIUM, KALIUM DAN AGREGAT TANAH
Abstrak Permasalahan utama tanah masam diantaranya adalah keracunan Al3+. Sementara dalam kaitannya dengan budidaya ubikayu ketersediaan kalium yang cukup dan agregat tanah yang baik merupakan diantara faktor kunci. Dari bulan April 2009 sampai bulan Mei 2010, dilakukan penelitian di Kanhapludult Kebun Percobaan Tegineneng BPTP Lampung. Tujuan penelitian adalah menguji pengaruh perlakuan B. decumbens (BD) (Brachiaria terpilih dalam penelitian di rumah kaca), terhadap penurunan Al-dd di dalam tanah dan interaksinya dengan mikoriza (arbuscular mycorrhiza) dan kompos jerami padi diperkaya kalium terhadap perbaikan kualitas tanah masam terkait dengan kalium tersedia dan stabilitas agregat. Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dalam faktorial 2 x 2 x 4 = 16, diulang 3 kali. Faktor 1 adalah rumput BD (rumput terpilih dalam penelitian rumah kaca), yaitu tanpa (B0) dan dengan tanaman sela BD (B1), faktor 2 adalah AM yaitu tanpa (M0) dan dengan inokulasi AM (M1), dan faktor 3 adalah kompos jerami padi diperkaya kalium, yaitu kompos 2 ton ha-1 masingmasing diperkaya 0 kg (K0), 50 kg (K50), 100 kg (K100) dan 200 kg (K200) KCl ha-1. Perlakuan BD sebagai tanaman sela ubikayu ditanam pada jarak 60 cm dari ubikayu pada pot berukuran 1 m x 1 m x 0,45 m. Pot diisi dengan Kanhapludult lolos saringan 5 mm, masing-masing tanah lapisan atas (0-20 cm) dan lapisan bawah (20-40 cm). Hasil penelitian memperlihatkan dalam 9 bulan BD efektif menurunkan Al-dd tanah sampai 33%. Ubikayu tanpa pengaruh BD meningkatkan Al-dd tanah sampai 73%. Eksudat akar dan pangkasan daun BD yang dikembalikan ke tanah serta interaksi BD dengan AM efektif mempertahankan dan meningkatkan K tanah tersedia. BD dan interaksi BD dan AM berpengaruh lebih baik terhadap stabilitas agregat meso dan mikro, sedangkan AM dan kompos jerami padi berpengaruh lebih baik terhadap stabilitas agregat makro. Interaksi BD dan AM nyata meningkatkan kadar polisakarida total di dalam agregat tanah. Kata kunci: Brachiaria decumbens, mikoriza, kompos jerami padi diperkaya kalium, Tanah masam. Abstact One of the main problems of acid soil is Al3+ toxicity, whereas for supporting cassava production, availability of K and stability of soil aggregates are among the key factors. From April 2009 to May 2010 was conducted a research at Tegineneng Experimental Station of Institute for Agricultural Technology Assessment (IATA), Lampung province. The purpose was to examine effect of Brachiaria decumbens (BD) (selected Brachiaria in greenhouse experiment), in reducing exchangeable Al of soil and its interaction with AM and rice straw compost enriched with potassium in improving the quality of acid soil connected with available K and aggregates stability. Experimental design was complete
52
randomized disign (CRD) in factorial 2 x 2 x 4 with 3 replication. The 1st factor was BD, i.e. without (B0) and intercropping with BD (B1), the 2nd factor was AM, i.e. without (M0) and with AM inoculation (M1) and the 3rd factor was rice straw compost (2 ton ha-1) enriched with 0 kg (K0), 50 kg (K50), 100 kg (K100) and 200 kg (K200) of KCl ha-1, respectively. BD row as an intercropping of cassava was planted at distance of 60 cm from cassava stem in artificial pots with a volume of 1 x 1 x 0.45 m.The pots were filled with topsoil (0-20 cm) and subsoil (20-40 cm) of Kanhapludult passing through 5 mm sieve. Research result showed that in 9 months BD effectively decreased exchangeable Al of acid soil as much as 33 %. Root-exudates and leave-cut of BD returned to the soil, and interaction of BD and AM increased the availability of K. BD and the interaction of BD and AM improved stability of meso and micro aggregate. BD and AM interaction significantly increased total polysaccharides in soil aggregates. Keyfactors: Brachiaria decumbens, Arbuscular mycorrhiza, Potassium enriched rice straw compost, Acid soil Rasional Perbaikan kualitas tanah masam lahan kering manjadi perhatian karena ketersediaanya yang luas (Mulyani et al. 2003) dan menjadi area tumpuan untuk pengembangan komoditas-komoditas potensial masa depan diantaranya untuk ubikayu (Wirawan 2006). Dalam perbaikan kualitas tanah masam selain mengatasi keracunan Al (Pietraszewska 2001), masalah rendahnya ketersediaan hara seperti hara kalium (Rao et al. 1993; Howeler 1998) dan stabilitas agregat tanah yang memburuk akibat tekanan serta menurunnya bahan organik tanah oleh pengelolaan lahan (Zotarelli et al. 2005) menjadi perhatian bila dikaitkan dengan kepentingan memperbaiki mutu hasil ubikayu. (Howeler 2002). Disisi lain keberadaan Al-dd dan juga kation-kation lainnya seperti Ca dan Mg pada lingkungan perakaran dapat menurunkan efektivitas serapan hara K, karena kation-kation tersebut pada komplek pertukaran ion akan menghambat K+ untuk menempati permukaan koloid tersebut. Akibatnya K+ yang ditambahkan ke tanah melalui pupuk lebih banyak berada pada larutan tanah dan lebih mudah tercuci (Tisdale et al. 1990). Padahal ketersediaan K yang cukup pada tanah penting artinya untuk pertumbuhan tanaman karena kalium memainkan peranan penting dalam aktivasi berbagai enzim, fotosintesis, regulasi tekanan osmotik, transpor vaskular dan keseimbangan kation-anion di dalam jaringan tanaman (Mahmood et al. 2000; Bakker & Elbersen 2006). Karena itu suatu cara pengelolaan hara K yang lebih baik perlu didapatkan agar efektivitas
53
penggunaannya meningkat apalagi bahan ini harganya semakin mahal dan semakin sulit didapatkan di pasaran. Perbaikan agregat tanah dirasa perlu karena agregat tanah yang baik penting artinya untuk optimasi perkembangan akar, respirasi akar, siklus hara, perkecambahan, penyediaan air, sirkulasi udara dan perkembangan mikroba (Abiven et al. 2008; Borie et al. 2009). Memperbaiki status bahan organik tanah dianggap sebagai salah satu cara memperbaiki ketersediaan K tanah karena bahan organik mampu mengikat K+ pada komplek pertukaran ionnya (Gaskell et al. 2006) dan kekuatan senyawa komplek yang relatif lemah mempermudah terjadinya pertukaran ion (Bakker dan Elbersen 2006). Bahan organik juga faktor utama yang menentukan stabilitas agregat tanah (Abiven et al. 2008). Menurut Chizoba dan Chinyere (2006) stabilitas agregat makro (> 1 mm) dan agregat meso (0,25-1 mm) lebih banyak dipengaruhi oleh koloid organik. Sedangkan stabilitas agregat mikro (< 0,25 mm) lebih ditentukan oleh koloid anorganik seperti oksi-hidroksida besi dan aluminium (Gale et al. 2000). Rumput Brachiaria decumbens (BD) yang beradaptasi baik pada tanah masam, selain mendetoksi Al3+ (Gaume et al. 2004; Wenzl et al. 2003; Wenzl et al. 2006), mampu memperkaya karbon organik tanah (Agbenin & Adeniyi 2005). Demikian pula jamur arbuscular mycorrhiza (AM), mampu menciptakan lingkungan perakaran tanaman yang sehat sehingga memperbaiki serapan hara tanaman induk pada tanah-tanah miskin (Howeler 2002; Rillig 2004; Suh 2006) dan hifa ekstraradikal serta senyawa protein hidrofobik tidak larut (glomalin) yang dihasikan oleh AM berkontribusi sangat baik dalam agregasi dan stabilitas agregat tanah (Rillig 2004; Bedini et al. 2009). Makalah ini membahas hasil penelitian yang bertujuan menguji pengaruh perlakuan B. decumbens (BD) terhadap penurunan Al-dd di dalam tanah dan interaksinya dengan mikoriza (arbuscular mycorrhiza) dan kompos jerami padi diperkaya kalium terhadap perbaikan kualitas tanah masam terkait dengan kalium tersedia dan stabilitas agregat.
54
Bahan dan Metode Lokasi dan bahan penelitian Penelitian dilaksanakan di Kanhapludult Tegineneng BPTP Lampung yang terletak lebih kurang 25 km sebelah utara kota Bandar Lampung, Propinsi Lampung. Lokasi ini berada pada 5º 14’ Lintang Selatan dan 105º 12’ Bujur Timur; ketinggian 130 m dpl; rata-rata suhu tahunan 27º C; curah hujan tahunan 1700 mm, terdistribusi dari bulan Nopember sampai Juni. Bulan Juli sampai Oktober relatif kering. Penelitian dilaksanakan dari bulan April 2009 sampai dengan Mei 2010. Bahan penelitian seperti rumput BD didatangkan dari kebun persemaian Balai Penelitian Ternak Ciawi Bogor. Inokulan AM didapatkan dari Laboratorium Bioteknologi Kehutanan dan Lingkungan, Pusat Penelitian Bioteknologi IPB. Inokulan AM membawa Glomus manihotis, Glomus etunicatum, Giganspora sp.dan Acaulospora sp. dengan zeolit sebagai bahan pembawa. Inokulan ini ratarata mengandung 100 spora 10g-1 inokulan. Kompos jerami padi diperkaya kalium dibuat di tempat penelitian. Untuk mempercepat pengomposan digunakan dekomposer yang mengandung tiga mikroba aktif yaitu Trichoderma harzianum, T. pseudokoningil, dan Aspergilus sp. Bahan dekomposer didapatkan dari Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia, Bogor. KCl sebagai bahan pengayaan kalium kompos, ditambahkan ke jerami bersamaan dekomposer pada saat pembuatan kompos. Kandungan K2O pupuk KCl yang digunakan terukur 52%. Hasil analisis kimia dari contoh kompos yang telah matang khususnya kompos tanpa pengayaan kalium disajikan pada Tabel 6. Rancangan penelitian dan penerapan perlakuan Rancangan penelitian adalah RAL dalam susunan perlakuan faktorial 2 x 2 x 4 = 16, diulang 3 kali. Faktor 1 adalah rumput B. decumbens (BD) (rumput terpilih dari hasil percobaan rumah kaca), yaitu tanpa (B0) dan dengan tanaman sela BD (B1), faktor 2 adalah AM yaitu tanpa (M0) dan dengan AM (M1), dan faktor 3 adalah kompos jerami padi diperkaya kalium, yaitu kompos 2 ton ha-1
55
Tabel 6 Sifat kimia kompos jerami padi tanpa pengayaan kalium Karakteristik Kompos pH (H2O) C-organik (%) Nitrogen (%) C/N P2O5 (%) K2O (%) Asam Humat (%) Asam Fulvat (%)
Nilai penetapan 8,70 18,4 1,76 10,4 0,19 1,00 1,03 0,21
masing-masing diperkaya 0 kg (K0), 50 kg (K50), 100 kg (K100) dan 200 kg (K200) KCl ha-1. Penerapan perlakuan dilakukan di dalam pot berukuran 1 m x 1 m x 0,45 m yang ditanami ubikayu varitas UJ-5 (Umas Jaya-5) yaitu ubikayu KU-50 (Kasetsart University-50) dari Thailand yang dikembangkan oleh perusahaan Agroindustri Umas Jaya Lampung. Varitas ini telah diuji oleh Balai Penelitian Tanaman Kacang-Kacangan dan Umbi-Umbian (Balitkabi) Malang dan ditetapkan sebagai salah satu varitas ubikayu unggul untuk bahan baku industri dengan diberi nama ubikayu varitas UJ-5. Pot penanaman sebelum diisi tanah, dinding sebelah dalam dilapisi plastik hitam. Pot diisi dengan Kanhapludult lolos ayakan 5 mm setebal 40 cm, yaitu 0-20 cm tanah atas (top) dan 20-40 cm tanah lapisan bawah. Dasar pot dibuat sedikit miring dan masing-masing dibuatkan tiga lobang (paralon 1 inci) untuk drainase. Pada pot perlakuan tanaman sela BD (B1), baris rumput BD ditanam pada jarak 60 cm dari batang ubikayu (jarak rumpun paling dekat dengan ubikayu) dan ditanam 5-7 anakan untuk satu lobang tanam dengan jarak antar lobang tanam 20 cm. Perlakuan inokulasi AM (10 g populasi-1 ubikayu) diberikan 10 hari sesudah penggunaan pupuk dasar (200 kg urea ha-1 dan 150 kg SP-36 ha-1). Perlakuan kompos jerami padi diperkaya kalium diberikan bersamaan dengan pemberian pupuk dasar yaitu segera setelah tanam ubikayu. Rumput BD dipangkas setiap 30 hari dan pangkasan daun BD disebarkan pada tanah di sekeliling pangkal batang ubikayu pada pot yang ditanami BD tersebut.
56
Pengambilan contoh tanah dan jaringan daun BD Al-dd tanah saat 0, 3, 6, dan 9 bulan sesudah tanam (BST) diamati pada pot perlakuan BD, tanpa AM dan kompos jerami diperkaya 0 kg KCl ha-1 (B1M0K0) dan pot perlakuan tanpa BD, tanpa AM dan kompos jerami diperkaya 0 kg KCl ha-1 (B0M0K0). Contoh tanah diambil dengan bor sampai kedalaman 20 cm pada 1) daerah sekitar perakaran BD (10-15 cm dari rumpun BD), 2) daerah yang dipengaruhi perakaran BD dan perakaran ubikayu (daerah antara rumpun BD dan pohon ubikayu), 3) daerah perakaran ubikayu tanpa pengaruh BD dan 4) kontrol. Contoh daun untuk analisis kadar Al di dalam daun BD diambil pada pot B1M0K0, B1M0K50, B1M0K100 dan B1M0K200, saat 6 BST. Contoh tanah untuk analisis K tersedia dan stabilitas aggregat (contoh tanah utuh kedalaman 0-5 cm) diambil pada semua pot tanam saat 6 BST pada jarak 30 cm dari batang ubikayu dan khusus pada perlakuan BD (B1), contoh tanah diambil di daerah antara pohon ubikayu dan rumpun BD. Setelah dikering udarakan contoh-contoh tanah dengan porsi yang sama dari masing-masing ulangan selanjutnya digabung dan dicampur merata. Khusus contoh tanah utuh (untuk analisis stabilitas agregat) sebelum dicampur tanah terlebih dahulu dipecah dengan tekanan ringan untuk mendapatkan struktur berukuran 2-5 mm. Contohcontoh tanah komposit tersebut selanjutnya dianalisis dua kali (duplo).
Analisis Al-dd, K tanah tersedia, K jaringan tanaman dan stabilitas agregat Al-dd dianalisis dengan menggunakan metoda unbuffered KCl 1N, K tersedia dengan prosedur Bray 1, Al dan K jaringan tanaman dengan AAS dan flamephotometer. Stabilitas agregat (agregat makro 2-5 mm, agregat makro 1-2 mm, agregat meso 0,25-1 mm dan agregat mikro 0,053-0,25 mm) dengan metoda ayakan basah (Kemper & Rosenau 1986) dan agen agregasi polisakarida dengan metoda Lowe (1993).
Analisis data Analisis statistik terhadap data hasil pengamatan dilakukan dengan menggunakan prosedur model Varian Analisis (SAS Institute). Data rata-rata
57
antar perlakuan dibedakan dengan prosedur perbandingan LSD pada taraf nyata 1% dan 5%. Hasil Al-dd tanah daerah perakaran BD dan ubikayu Hasil pengukuran Al-dd (cmol kg-1) pada tanah daerah perakaran BD, ubikayu, dan tanah yang dipengaruhi baik oleh perakaran BD maupun ubikayu serta tanah diluar pengaruh kedua perakaran tanaman tersebut (kontrol) pada 0, 3, 6 dan 9 bulan sesudah tanam (BST) ditampilkan pada Gambar 8.
Gambar 8 Al-dd (cmol kg-1) tanah daerah perakaran BD, ubikayu, tanah daerah perakaran ubikayu yang dipengaruhi perakaran BD serta tanah tanpa pengaruh perlakuan (kontrol) saat 0, 3, 6 dan 9 bulan sesudah tanam (BST) pada percobaan di Kanhapludult Kebun Percobaan Tegineneng BPTP Lampung. Data pada Gambar 8 memperlihatkan bahwa pada waktu 6 BST, Al-dd tanah di semua tempat yang diamati meningkat, namun Al-dd tanah di daerah perakaran BD (0,14 cmol kg-1) 41,5% lebih rendah dibanding Al-dd tanah tanpa perlakuan (0,24 cmol kg-1). Al-dd tanah yang dipengaruhi perakaran ubikayu dan BD (0,35 cmol kg-1) lebih tinggi 42,1% dan Al-dd tanah di daerah perakaran ubikayu sendiri lebih rendah sekitar 9,6% dibanding Al-dd tanah kontrol (0,24 cmol kg-1).
58
Pada waktu 9 BST, Al-dd tanah cenderung kembali turun. Al-dd yang terus meningkat adalah Al-dd tanah daerah perakaran ubikayu, yaitu meningkat sampai 73,3% (0,25 cmol kg-1) dari Al-dd tanah kontrol (0,14 cmol kg-1). Sedangkan Aldd tanah yang dipengaruhi perakaran ubikayu dan perakaran BD yang pada waktu 6 BST naik cukup tajam (42,1%), kembali turun meskipun tetap sedikit lebih tinggi (0,19 cmol kg-1) dibanding Al-dd tanah kontrol (0,14 cmol kg-1). Al-dd tanah daerah perakaran BD (0,10 cmol kg-1) lebih rendah sekitar 33,3 % dibanding Al-dd tanah kontrol.
Ketersediaan kalium tanah Hasil pengukuran kadar K tersedia di dalam tanah yang dipengaruhi BD dan AM pada tanah yang diberi kompos jerami padi diperkaya 0 (K0), 50 (K50), 100 (K100) dan 200 (K200) kg KCl ha-1 disajikan pada histogram Gambar 9.
Gambar 9 Ketersediaan K sebagai pengaruh BD (B1M0), AM (B0M1) dan interaksi BD dan AM (B1M1) pada tanah yang diberi kompos jerami diperkaya 0, 50, 100 dan 200 kg KCl ha-1. Histogram Gambar 9 memperlihatkan ketersediaan K pada tanah yang diberi kompos jerami padi diperkaya 0, 50, 100 dan 200 kg KCl ha-1 terlihat lebih banyak terukur pada tanah yang dipengaruhi BD tanpa AM (B1M0) (58-150 ppm), dipengaruhi interaksi BD dan AM (B1M1) (55-123 ppm), dan tanpa pengaruh BD tetapi dipengaruhi AM (B0M1) (43-118 ppm). Kompos jerami
59
sendiri (2 ton ha-1) tanpa interaksi dengan BD dan AM (B0M0) kurang efektif dalam memelihara ketersediaan K di dalam tanah.
BD sebagai akumulator Al dan kaitannya dengan ketersediaan K tanah Hasil analisis kandungan Al (ppm) didalam pangkasan daun BD ternyata berhubungan dengan kadar K tanah tersedia yaitu semakin tinggi ketersediaan K tanah semakin sedikit BD mengakumulasi Al didalam jaringan daun. Grafik pada Gambar 10 memperlihatkan bagaimana hubungan kemampuan BD dalam mengakumulasi Al dengan K tanah tersedia. Pada kondisi K tanah tersedia 58 ppm, kadar Al di dalam daun BD 287 ppm dan bila kadar K tanah tersedia 150 ppm, kadar Al di dalam daun BD 67 ppm. Itu berarti semakin tinggi K tanah tersedia semakin rendah Al yang diakumulasi pada daun. Persamaan regresi linier untuk kedua faktor tersebut adalah y=-2,259x + 392,9 dengan kofisien regresi 0,893. Hasil uji korelasi juga menunjukan adanya korelasi nyata antara kedua
Al dalam daun B. decumbens (ppm)
faktor (r= -0,95).
300
287
250 200 150
139
131
100 y = -2,259x + 392,9 R² = 0,893
50
67
0 50
60
70
80
90 100 110 120 130 140 150 160
Kalium tanah tersedia (ppm)
Gambar 10 Hubungan antara kadar Al (ppm) dalam jaringan daun B. decumbens dengan kandungan K tanah tersedia (ppm). Stabilitas agregat tanah Secara umum pengaruh interaksi tiga faktor perlakuan (BD, AM dan kompos jerami padi diperkaya kalium) terhadap stabilitas agregat tanah tidak berbeda nyata. Pengaruh nyata didapatkan untuk interaksi dua faktor perlakuan.
60
Jumlah agregat makro 2-5 mm (makro 1) sebagai indikasi dari stabilitas agregat makro tanah, terukur lebih rendah pada perlakuan interaksi B1M1 dan berbeda nyata dengan B0M0, B0M1 dan B1M0. Sebaliknya agregat meso dan mikro terukur lebih banyak (lebih stabil) pada perlakuan interaksi B1M1 dan B1M0 (Gambar 11A). Pada Gambar 11 B terlihat agregat makro 2-5 mm pada perlakuan B0K0 (229,7 g kg-1) dan B0K50 (239,2 g kg-1) lebih tinggi dan berbeda nyata dengan B1K0 (163,6 g kg-1) dan B1K50 (155,1 g kg-1), namun tidak berbeda nyata dengan interaksi lainnya. Hal yang sama juga cenderung terjadi untuk agregat mikro dengan nilai yang lebih rendah pada perlakuan interaksi B0K0 dan B0K50. Sementara interaksi AM dengan kompos jerami diperkaya K tidak berpengaruh nyata terhadap stabilitas agregat.
Keterangan: Label data pada parameter yang sama diikuti oleh huruf kecil yang sama tidak berbeda nyata pada taraf nyata 5% menurut LSD.
Gambar 11 Pengaruh interaksi BD dan AM (A), interaksi BD dan kompos jerami diperkaya K (B) terhadap agregat makro (2-5 mm dan 1-2 mm), meso (0,25- 1 mm) dan mikro ( 0,053-0,25 mm).
61
Polisakarida agen agregasi partikel tanah Data hasil analisis polisakarida total (PT) dan polisakarida bukan selulosa (PBS) yang terkandung di dalam masing-masing agregat hasil ayakan basah (Tabel 7) memperlihatkan pada perlakuan BD (B1M0), PBS di dalam agregat makro (4,06 g kg-1) dan PT di dalam agregat meso (5,00 g kg-1) adalah lebih rendah dan di dalam agregat mikro lebih tinggi (5,88 g kg-1) dibanding perlakuan AM (B0M1). Pada perlakuan AM (B0M1), PBS di dalam agregat makro dan PT di dalam agregat meso adalah lebih tinggi dan PT di dalam agregat mikro cenderung lebih rendah dibanding perlakuan BD (B1M0). Namun perlakuan interaksi BD dan AM (B1M1) berpengaruh lebih baik terhadap PT di dalam agregat meso dan mikro serta di dalam agregat tanah secara keseluruhan(Tabel 7). Tabel 7 Polisakarida total (PT) dan polisakarida bukan selulosa (PBS) di dalam agregat makro, meso dan mikro serta jumlah keseluruhannya di dalam agregat, sebagai pengaruh perlakuan interaksi BD dan AM Agregat makro (>1 mm) Perlakuan
B0M0 B0M1 B1M0 B1M1 LSD 0,05
Agregat meso (0,25-1 mm)
Agregat mikro (0,053-0,25 mm)
Jumlah Polisakarida di dalam Agregat
PT (g kg-1)
PBS (g kg-1)
PT (g kg-1)
PBS (g kg-1)
PT (g kg-1)
PBS (g kg-1)
PT (g kg-1)
PBS (g kg-1)
4,93 6,37 4,70 5,28
4,78a 4,75a 4,06b 4,77a 0,38
5,00c 6,13b 5,00c 8,06a 0,78
4,76 4,31 4,34 5,71
5,38b 4,73b 5,88ab 8,94a 3,21
4,68 4,68 5,41 5,70
15,30b 17,23b 15,56b 22,26a 3,07
14,21 13,73 13,80 16,17
Keterangan: Angka pada kolom yang sama diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5 % menurut LSD. B0=tanpa BD, B1=dengan BD, M0=tanpa AM dan M1=dengan AM
Pembahasan Penurunan Al-dd di daerah perakaran BD pada waktu 9 BST disebabkan senyawa-senyawa organik eksudat akar tanaman ini secara efektif mengkelat Al3+ (Wenzl et al. 2003; Gaume et al. 2004; Wenz et al. 2006) dan perakaran tanaman ini juga menyerap Al dan mengakumulasinya di dalam jaringan daun. Al3+ yang dikelat dan diserap akar BD membuat kesetimbangan konsentrasi Al3+ di dalam larutan tanah dengan Al3+ pada komplek jerapan terganggu. Untuk kembali mencapai kesetimbangan, maka sebagian Al-dd pada komplek jerapan keluar ke
62
larutan tanah menggantikan Al yang dikelat asam organik dan diserap akar BD. Hal itu menyebabkan kadar Al-dd pada komplek jerapan menurun. Peningkatan Al-dd yang cukup tajam saat 6 BST pada tanah daerah perakaran ubikayu yang dipengaruhi perakaran BD merupakan kontribusi dari Al di dalam pangkasan daun BD (± 287 ppm) yang disebarkan di sekeliling pangkal batang ubikayu setiap kali pemangkasan daun BD (setiap 30 hari) pada perlakuan penanaman BD tersebut. Pada saat 9 BST Al-dd tanah perlakuan tersebut kembali turun. Diprediksi sebagian besar pangkasan daun BD yang dikembalikan ke tanah saat 9 BST telah melapuk sempurna dan salah satu produknya yaitu senyawa asam organik aromatik berkemampuan kembali mengkelat Al. Sebagai ilustrasi untuk asumsi ini dapat mengacu pada hasil penelitian Martin dan Waksman, 1942, diacu dalam Abiven et al. (2009), bahwa untuk mencapai pengaruh maksimum terhadap sifat-sifat tanah, bahan organik seperti residu alfalfa dan jerami gandum (wheat) memerlukan waktu sampai 210 hari. Dalam hal lain peningkatan Al-dd tanah yang cukup tinggi pada 6 BST di semua perlakuan kemungkinan disebabkan kondisi curah hujan yang masih relatif tinggi. Curah hujan tinggi diperkirakan mendorong pelepasan kation dari kisi-kisi mineral liat. Sementara itu peningkatan Al-dd sampai 73% pada tanah zona perakaran ubikayu tanpa pengaruh BD saat 9 BST antara lain disebabkan asam sianida yang dieksudasi oleh umbi ubikayu mendorong pelapukan mineral sehingga Al keluar dari kisis-kisi mineral dan menjadi Al-dd. Sebagai akumulator Al kemampuan BD antara lain dipengaruhi oleh konsentrasi kalium tersedia di dalam tanah. Semakin tinggi kadar K tanah tersedia semakin sedikit Al diakumulasi di dalam jaringan daun. Hal itu kemungkinan disebabkan perakaran tanaman monokotiledon seperti BD dengan KTK akar sekitar 10-30 cmol kg-1, cendrung menyerap kation monovalen lebih banyak dibanding kation bervalensi lebih tinggi (Havlin et al. 1999; Wenzl et al 2003). Hasil analisis kadar K tanah tersedia mengindikasikan bahwa K tersedia di dalam tanah dapat dipertahankan dan dipelihara bila diperlakukan dengan BD dan AM. Keuntungan dari penanaman BD selain eksudat akarnya berpotensi baik sebagai sumber senyawa organik (Agbenin & Adeniyi 2005), memperbaiki siklus hara dan stabilitas agregat tanah (Thierfelder et al. 2004), pangkasan daun BD
63
yang dikembalikan ke tanah mengandung kalium yang cukup tinggi. Seperti dilaporkan Chee dan Wong (1985) diacu dalam Fanindi dan Prawiradiputra (2005) kadar K di dalam daun BD sekitar 1,35%. Namun di dalam penelitian ini kadar K terukur di dalam daun BD hanya sekitar 0,62%. Meskipun demikian pengembalian pangkasan daun segar BD sebanyak rata-rata 0,55 kg bulan-1 ke sekeliling pangkal batang 1 pohon ubikayu adalah sama artinya
dengan
pengembalian 9 g K ke 1 pohon ubikayu dalam 6 bulan (kandungan K di dalam pangkasan daun kering 6,2 g kg-1). Proses ini dianggap sebagai salah satu cara untuk mengendalikan kehilangan K tanah oleh pencucian. Sementara itu asam malat dan asam sitrat yang dieksudasi akar BD juga mampu melepaskan K tidak dapat dipertukarkan di dalam mineral liat menjadi K dapat dipertukarkan (Rao et al. 1997), sehingga K tersedia di dalam tanah meningkat. Perlakuan kompos jerami padi diperkaya K, tanpa interaksi dengan BD dan AM belum begitu baik pengaruhnya dalam mengendalikan kehilangan K yang ditambahkan ke tanah melalui kompos jerami padi diperkaya K. Hal itu terindikasi dari hasil pengukuran K tanah tersedia yang tidak jauh berbeda antara perlakuan-perlakuan pengayaan kompos jerami dengan berbagai takaran K. Pengaruh interaksi tiga faktor perlakuan (BD, AM dan kompos jerami padi diperkaya kalium) tidak berbeda nyata terhadap stabilitas agregat antara lain disebabkan senyawa organik yang berbeda mempunyai pola pengaruh berbeda terhadap stabilitas agregat tanah. Menurut Abiven et al. (2009), pola pengaruh berbeda itu terkait dengan lama pengaruh (temporal effects), waktu pengaruh maksimum dan intensitas pengaruh. Sebagai ilustrasi Abiven et al. (2009) mengemukakan eksudat akar rumput dan senyawa-senyawa glukosa labil, mempunyai pengaruh maksimum relatif lemah, waktu pengaruh yang agak cepat (1-30 hari) dan dikategorikan efek transien (transient effect) terhadap stabilitas agregat. Musileg (mucilage) yang dihasilkan perakaran, hifa jamur atau cairan ekstraselular bakteri, berpengaruh maksimum relatif sedang, waktu pengaruh maksimum < 1 bulan dan efek intensitas stabilisasi cukup lama. Pada perlakuan BD, agregat yang lebih tahan ayakan basah (lebih stabil) adalah agregat meso dan agregat mikro. Hasil itu sesuai dengan yang didapatkan Ladd et al. (1996) bahwa perakaran mengeksudasi senyawa organik seperti asam
64
organik dan polisakarida (musigel atau jembatan kalsium) akan mengikat bersama partikel tanah menjadi agregat mikro yang lebih stabil. Proses lain yang bisa terjadi adalah eksudat akar BD mendorong fragmentasi agregat makro menjadi agregat meso dan agregat mikro. Sebagaimana dilaporkan Golchin et al. (1994); Gale et al. (2000), senyawa organik eksudat akar cenderung mengisi pori agregat makro melalui gaya kapilaritas menjadi senyawa organik intra-agregat. Pori tempat C-organik intra-agregat menjadi awal belahan (fragmentasi) agregat makro menjadi agregat meso dan mikro bila C-organik tersebut terdekomposisi menjadi karbon bebas. Proses fragmentasi akan dipercepat oleh adanya slaking (pecah agregat/struktur oleh tekanan udara yang terkurung akibat tekanan air) dalam proses analisis ayakan basah. Fragmentasi agregat makro menjadi agregat mikro pada tanah yang dipengaruhi akar rerumputan juga dilaporkan Emerson dan Greenland (1990). Agregat makro (2-5 mm) yang lebih banyak (lebih stabil) pada perlakuan AM (B0M1) adalah hasil kerja hifa dan glomalin (proteinaceous) dari AM yang menyatukan dan merekat agregat mikro menjadi agregat makro yang lebih stabil (Ladd et al. 1996; Bedini et al, 2009). Hasil pengamatan Bedini et al. (2009) memperlihatkan adanya suatu korelasi positif antara panjang dan kerapatan hifa mikoriza dengan nilai stabilitas agregat makro tanah Agregat makro 2-5 mm yang lebih stabil pada perlakuan B0M0 (237 g kg-1) diprediksi sebagai respon terhadap pemberian kompos jerami 2 ton ha-1 tanpa pengayaan K (K0) pada perlakuan B0M0K0. Pengayaan kompos sampai dengan 100 dan 200 kg KCl ha-1 terindikasi melindungi agregat makro dari penetrasi asam organik BD. Hal itu dapat dikemukakan karena perlakuan B1K100 dan B1K200 tidak berbeda nyata dengan B0K0 dan B0K50 sedangkan perlakuan B1K0 dan B1K50 adalah berbeda nyata dengan perlakuan interaksi B0K0 dan B0K50. Molekul makro hidrofobik komplek asam K-humat fulvat-1 (Hayes & Bolt 1991) yang diperkirakan lebih banyak di dalam kompos diperkaya 100 dan 200 kg KCl ha-1 diasumsikan menyelimuti agregat makro sehingga terlindung dari penetrasi eksudat akar BD dan membuat agregat makro lebih stabil. Dorongan eksudat akar BD dalam fragmentasi agregat makro menjadi agregat mikro, menjadikan agregat mikro mengandung lebih banyak polisakarida
65
total pada perlakuan B1M1 dan B1M0. Gale et al. (2000) mendapatkan C-organik seperti getah polisakarida (mucigel) yang dihasilkan akar tanaman pada awalnya lebih besar dari 60% berasosiasi dengan agregat makro, namun fragmentasi agregat makro menjadi agregat mikro menyebakan menurunnya C-organik pada agregat makro dan sebaliknya terjadi peningkatan C-organik pada agregat mikro. Polisakarida total yang cukup tinggi di dalam agregat meso perlakuan AM (B0M1) dan juga di dalam perlakuan interaksi B1M1 antara lain merupakan kontribusi
senyawa
chitin
yaitu
senyawa
polisakarida
β-(1=4)
acetylglucosaminosan di dalam hifa ekstraradikal AM yang kaya karbohidrat (Bedini et al, 2009) dan glikoprotein (glomalin) yang dihasilkan hifa (Wang & Qui 2006). Di dalam agregat tanah secara keseluruhan polisakarida total tertinggi didapatkan pada perlakuan interaksi BD dan AM (B1M1). Hal itu memberi petunjuk bahwa pemberdayaan BD secara terintegrasi dengan AM diperlukan untuk mendapatkan polisakarida yang baik sebagai agen agregasi tanah. Hasil ini sejalan dengan yang dikemukakan (Gaume et al. 2004) bahwa daya adaptasi yang baik dari BD terhadap tanah masam miskin diantaranya adalah kontribusi dari asosiasi AM
dengan perakaran BD. Keberadaan polisakarida yang tinggi di
dalam tanah tidak hanya diperlukan untuk kepentingan stabilitas agregat, tetapi juga penting artinya bagi keseluruhan kesuburan tanah karena senyawa ini sumber substrat mikroorganisme, berperan penting dalam mengikat dan melepas hara ke tanaman, mengkomplek logam berat, dan mengikat bahan kimia senobiotik yaitu senyawa asing bersifat racun yang ditambahkan ke tanah (Hayes & Bolt, 1990; Hayes 1991).
Simpulan Tanaman BD dinilai berpotensi mengatasi keracunan Al pada tanah masam karena mampu menurunkan Al-dd tanah sampai 33%, Tanaman ubikayu tanpa didukung perbaikan cara pengelolaan, dapat memperburuk kualitas tanah masam karena menaikan Al-dd sampai 73%. BD dan interaksi BD dengan AM berpengaruh baik terhadap ketersediaan K dan stabilitas agregat tanah. Perlakuan BD meningkatkan stabilitas agregat meso
66
dan mikro tanah, sementara perlakuan AM dan kompos jerami padi berpengaruh lebih baik terhadap stabilitas agregat makro. Interaksi BD dan AM juga nyata meningkatkan kadar polisakarida total di dalam agregat tanah.
67
PERBAIKAN KUALITAS TANAH MASAM DENGAN BRACHIARIA, MIKORIZA DAN KOMPOS JERAMI PADI DIPERKAYA KALIUM: II. PENGARUH TERHADAP HASIL, PATI DAN CYANOGENIC GLUCOSIDES UBIKAYU Abstrak Pengaruh Brachiaria decumbens (BD), arbuscular mycorrhiza (AM) dan kompos jerami padi diperkaya kalium selain diamati terhadap sifat-sifat tanah masam, juga terhadap pertumbuhan, hasil dan mutu hasil ubikayu. Pengamatan ini dilakukan baik pada percobaan di laboratorium (Lab) lapang (Kebun Percobaan Tegineneng BPTP Lampung), maupun di lapangan (lahan petani). Tujuan percobaan adalah mengevaluasi efektivitas Brachiaria, mikoriza dan kompos jerami padi diperkaya kalium terhadap peningkatan hasil, pati dan penekanan senyawa sianogen ubikayu pada tanah masam. Rancangan penelitian selengkapnya untuk percobaan di Lab lapang dikemukakan di dalam makalah kedua dari disertasi ini. Penelitian di lapangan menggunakan rancangan split-split plot diulang 5 kali. Sebagai petak utama adalah BD yaitu tanpa (B0) dan dengan tanaman sela BD (B1). Anak petak adalah AM yaitu tanpa (M0) dan dengan inokulasi AM (M1) dan anak-anak petak adalah kompos jerami padi diperkaya 0 (K0), 50 (K50), 100 (K100) dan 200 (K200) kg KCl ha-1. Masing-masing ulangan ditempatkan pada tanah masam berbeda (5 tanah) yaitu di Kanhapludult Tegineneng, Hapludoks Kalibalangan, Plinthudult A. Semulih, Kandiudult KB Selatan dan Hapludoks Tugusari di Propinsi Lampung. Hasil percobaan di Lab lapang memperlihatkan BD dan AM serta interaksi keduanya berpengaruh nyata terhadap perbaikan pertumbuhan, peningkatan hasil dan pati serta penurunan kadar senyawa sianogen ubikayu dan demikian pula dengan kompos jerami padi diperkaya kalium. Khusus perlakuan interaksi BD, AM dan kompos jerami diperkaya 200 kg KCl ha-1 dapat meningkatkan kadar pati umbi 13% (%BK) dan 24% (%BB) serta menurunkan kadar senyawa sianogen total sebesar 42% dari pada yang terukur di dalam ubikayu pada perlakuan kontrol. Pada penelitian di lapangan, hasil ubikayu lebih nyata dipengaruhi perlakuan kompos jerami diperkaya 100 dan 200 KCl ha-1. Secara rata-rata perlakuan tersebut masingmasing meningkatkan 17% dan 28% hasil ubikayu. Perlakuan interaksi BD, AM dan kompos jerami diperkaya 100 dan 200 kg KCl ha-1 dapat meningkatkan kadar pati umbi sekitar 13% dari kadar pati ubikayu perlakuan kontrol. Interaksi BD, AM dan kompos jerami diperkaya 200 kg KCl ha-1 juga menurunkan kadar senyawa sianogen total sekitar 41 %. Kata kunci: Brachiaria decumbens, Mikoriza, Kompos jerami padi diperkaya kalium, Pati ubikayu, Tanah masam Abstract The effects of B. decumbens (BD), arbuscular mycorrhiza (AM) and rice straw compost enriched with potassium interaction treatments were observed both on acid soil characteristics and on yield and yield quality of cassava. The observation was conducted on the experiment at field Lab of Tegineneng Experimental Station of Institute for Agricultural Technology Assessment (IATA) Lampung province and at Farmer’s field. The aim of the experiment was to
68
evaluate the effectiveness of Brachiaria, AM and rice straw compost enriched with potassium in increasing yield and starch, and suppressing cyanogenic glucosides of cassava on acid soil. The complete experimental design of the experiment on Kanhapludult of Tegineneng Experimental Station has been presented in the 2nd paper of this dissertation. The Farmer’s field experimental design was split-split plot with 5 replications. As main plot was BD, i.e. without (B0) and intercropping with BD (B1), the sub-plot was AM, i.e. without (M0) and with AM inoculation (M1), and the sub sub-plot was rice straw compost (2 ton ha-1), enriched with 0 kg (K0), 50 kg (K50), 100 kg (K100) and 200 kg (K200) KCl ha-1, respectively. Each replication was carried out on different acid soils (5 acid soils), i.e. on Kanhapludult Tegineneng, Hapludox Kalibalangan, Plinthudult Abung Semulih, Kandiudult Kotabumi Selatan and Hapludox Tugusari, Lampung province. Result of the field Lab experiment showed that BD, AM and interaction of them, as well as rice straw compost enriched with 50 kg, 100 kg and 200 kg KCl ha-1 treatments significantly improved growth, yield and starch, and reduced cyanogenic glucosides of cassava. The treatment of BD, AM and rice straw compost enriched with 200 kg KCl ha-1 interaction resulted in a 13% (in dry weight) or a 24% (in wet weight) increase of starch and a 42% decrease of cyanogenic compound of cassava. At the farmer’s field experiment, the increase of cassava yield was primarily affected by the rice straw compost enriched with 100 and 200 kg KCl ha-1 treatments. On average, those treatments increased cassava yield about 17% and 28%, respectively. The interaction of BD, AM and rice straw compost enriched with 100 and 200 kg KCl ha-1could also increase cassava starch content as much as 13%. Keywords: Brachiaria decumbens, Arbuscular mycorrhiza, Potassium enriched rice straw compost, Cassava starch, Acid soil Rasional Ubikayu meskipun dikenal sebagai tanaman yang toleran terhadap berbagai faktor pembatas pertumbuhan seperti kondisi kekeringan, kemasaman dan kondisi marginal lainnya (Howeler 2002; Kawano 2003) namun bila tanpa pemupukan hasil tanaman ini akan jauh dari yang diharapkan dan kesuburan tanah di bawah tanaman ini juga akan cepat menurun. Produksi ubikayu yang baik pada tanah masam hanya didapat bila didukung penggunaan pupuk NPK dan bahan organik (Wargiono 2003; Nakviroj et al. 2005). Diantara pupuk makro yang direspon sangat baik oleh ubikayu dan nyata pengaruhnya terhadap peningkatan mutu hasil ubikayu adalah kalium (Suyamto 1998; El-Sharkawy & Cadavid 2000; Howeler 2002). Bahan organik yang digunakan untuk perbaikan kualitas tanah secara umum di datangkan dari luar, pada hal bahan itu bisa juga didapatkan secara in situ yaitu
69
dari senyawa organik yang dieksudasi akar tanaman (Violante & Gianfreda 2000). Salah satu tanaman yang berpotensi menghasilkan eksudat akar adalah Brachiaria (Grundy et al. 2006; Wenz et al. 2006). Senyawa organik eksudat akar Brachiaria dinilai mampu memperbaiki kualitas tanah masam karena selain efektif dalam detoksi Al3+ (Gaume et al. 2004; Wenzl et al. 2003; Wenz et al. 2006; Grundy et al. 2006), eksudat akarnya juga memperkaya karbon organik, memperbaiki siklus hara dan agregat tanah (Thierfelder et al. 2004; Agbenin & Adeniyi 2005). Arbuscular mycorrhiza (AM) diketahui berpotensi memperbaiki serapan hara akar tanaman induk. Ubikayu bila bersimbiosis dengan AM didapatkan tumbuh baik pada tanah dengan kandungan P rendah. Tanaman ubikayu bila kekurangan P akan mengalami gangguan proses metabolisme sehingga dapat menghambat serapan hara lainnya termasuk hara kalium (Howeler (2002). Inokulasi AM pada ubikayu yang ditanam pada tanah masam, selain meningkatkan serapan hara P juga diharapkan berkorelasi positif dengan peningkatan ketersediaan kalium tanah yang ditanah masam juga rendah (Mulyani et al.2003; Rachim 2007). Perbaikan ketersediaan hara K dan stabilitas agregat tanah masam diharapkan dapat meningkatkan hasil dan mutu hasil ubikayu terkait kadar pati dan penurunan kandungan cyanogenic glucosides umbi yang bersifat racun ( El-Sharkawy & Cadavid 2000; González & Sotomayor 2005). Makalah ini merupakan hasil penelitian di Lab lapang dan di lapangan dengan tujuan mengevaluasi efektivitas Brachiaria, mikoriza dan kompos jerami padi diperkaya kalium terhadap peningkatan hasil, pati dan penekanan senyawa sianogen ubikayu pada tanah masam. Bahan dan Metode Lokasi dan waktu penelitian Penelitian dilakukan dalam 2 tahapan yaitu percobaan di Lab Lapang (Kebun Percobaan Tegineneng BPTP Lampung) dan di lapangan yaitu di lima lokasi (tanah); Kalibalangan (Hapludoks), Abung Semulih (Plinthudult), dan Kotabumi Selatan (Kandiudult) di wilayah kabupaten Lampung Utara dan Tegineneng (Kanhapludult) serta Tugusari (Hapludoks) di daerah Kabupaten Lampung Selatan. Karakteristik tanah lapisan olah dari empat lokasi (tanah)
70
disajikan pada Tabel 8 dan gambaran letak lokasi di wilayah Propinsi Lampung dapat dilihat pada peta Gambar 12. Sedangkan diskripsi masing-masing profil tanah dikemukakan pada Lampiran 9 (Kanhapludult Tegineneng), 10 (Hapludoks Kalibalangan), 11 (Plinthudult Abung Semulih) dan 12 (Kandiudult Kotabumi Selatan). Tabel 8 Sifat fisiko-kimia tanah olah masing-masing lokasi ulangan percobaan di Propinsi Lampung Karakteristik Tanah
Hapludok( Kaliba langan)
Plinthudult (Abung Semulih)
Kandiudult (Kotabumi Selatan)
Kanhaplu dult (Tegi neneng)
Pasir (%) Debu (%) Liat (%)
39 13 48
50 14 36
11 17 72
17 48 35
H2O KCl Bahan organik C-organik (%) N total (%) C/N P2O5-tersedia (ppm) K2O (HCl 25%)(mg100g-1) Kation dapat dipertukarkan (NH4-Acetat 1N, pH7) -1 Ca (cmol kg ) -1 Mg (cmol kg ) -1 K (cmol kg ) -1 Na (cmol kg ) Jumlah (cmol kg-1) KTK (cmol kg-1) KB (%) Al3+ (cmol kg-1) H+ (cmol kg-1) Kejenuhan Al (%)
4,4 3,9
4,6 4,2
4,4 4,1
4,8 4,3
1,28 0,09 14 9,3 2
1,16 0,09 13 5,3 4
1,51 0,11 14 23,2 2
1,40 0,11 13 13,0 6
1,30 0,39 0,03 0,05 1,77 6,04 29 1,26 0,26 71,1
1,75 1,02 0,08 0,09 2,94 5,02 59 0,47 0,21 16,0
3,00 0,81 0,03 0,07 3,91 8,56 46 0,71 0,17 18,2
2,84 0,51 0,11 0,05 3,01 6,65 45 0,13 0,13 4,3
Tekstur
pH
71
Gambar 12 Letak dan kondisi agroekologi lokasi percobaan lapang di Propinsi Lampung.
72
Karakteristik tanah lapisan olah dan profil tanah lokasi Tugusari tidak ditampilkan karena ulangan percobaan pada lokasi ini berjalan tidak sesuai harapan. Pada umur 3-4 bulan BD sebagai tanaman sela ubikayu mati akibat tidak mendapatkan intensitas cahaya yang cukup karena tertutup kanopi ubikayu. yang tumbuh sangat subur pada tanah masam (Hapludoks) yang telah lebih dari 5 tahun tidak digunakan untuk budidaya, meskipun baris BD ditanam pada jarak 60 cm dari baris tanam ubikayu. Walau demikian pertumbuhan dan hasil ubikayu pada lokasi ini tetap diamati (data pada Lampiran 8), akan tetapi datanya tidak diikutkan sebagai ulangan untuk sidik ragam. Percobaan di Lab lapang Kebun Percobaan Tegineneng BPTP Lampung dilaksanakan dari bulan Juli 2009 sampai dengan April 2010 dan penelitian di lapangan (lahan petani) dilaksanakan dari bulan Nopember 2009 sampai dengan Agustus 2010.
Rancangan penelitian dan penerapan perlakuan Rancangan percobaan di Lab lapang adalah RAL dalam perlakuan faktorial 2 x 2 x 4 = 16, diulang 3 kali. Faktor 1 adalah rumput BD, yaitu tanpa (B0) dan dengan tanaman sela BD (B1), faktor 2 yaitu AM yaitu tanpa (M0) dan dengan inokulasi AM (M1), dan faktor 3 adalah kompos jerami padi diperkaya kalium, yaitu kompos 2 ton ha-1 masing-masing diperkaya 0 kg (K0), 50 kg (K50), 100 kg (K100) dan 200 kg (K200) KCl ha-1. Kandungan K2O di dalam pupuk KCl yang digunakan adalah 51,88%. Metodologi penelitian selengkapnya di Lab lapang dapat dilihat pada makalah kedua dari disertasi ini. Penelitian di lapangan menggunakan rancangan split-split plot 2 x 2 x 4 yaitu 2 perlakuan petak utama, 2 perlakuan anak petak dan 4 perlakuan anak-anak petak. Luasan petak utama adalah 10 m x 12 m=120 m2 dan anak-anak petak berukuran 5 m x 6 m=30 m2. Sebagai petak utama perlakuan adalah BD yaitu tanpa BD (B0) dan dengan tanaman sela BD (B1), sebagai anak petak adalah AM yaitu tanpa (M0) dan inokulasi dengan AM (M1) dan sebagai anak-anak petak adalah perlakuan kompos jerami padi 2 ton ha-1 masing-masing diperkaya 0 kg (K0), 50 kg (K50), 100 kg (K100) dan 200 kg (K200) KCl ha-1. Percobaan diulang 5 kali dan lokasi (tanah masam) yang berbeda adalah ulangan dari percobaan.
73
Pada penelitian ini populasi ubikayu UJ-5 baik yang didampingi tanaman sela BD atau tanpa BD adalah 11111 ha-1. Baris rumput BD (1 baris) ditanam 60 cm dari baris tanaman ubikayu. Penanaman BD (5-7 tunas untuk satu lobang tanam), ditanam dengan jarak lobang tanam 20 cm, bersamaan dengan penanaman ubikayu UJ-5. Tanaman ubikayu UJ-5 ditanam dalam baris ganda dengan jarak tanam 1 m x 0,6 m. Sedangkan jarak tanam ubikayu tanpa perlakuan BD, tetap dipertahankan dalam sistem baris ganda, yaitu jarak tanam di dalam baris ganda 1 x 0,6 m dan antar baris ganda 1,2 m. Bagaimana denah pertanaman ubikayu dengan BD sebagai tanaman sela pada percobaan di lapangan dapat dilihat pada Gambar 13.
Keterangan
= Ubikayu,
= Brachiaria
Gambar 13 Denah pertanaman ubikayu secara intercropping dengan Brachiaria pada salah satu petak utama di lapangan. Perlakuan kompos jerami padi diperkaya kalium diberikan segera sesudah tanam ubikayu di sekeliling batang ubikayu setelah telebih dahulu ubikayu diberi pupuk dasar 200 kg urea ha-1 dan 150 kg SP-36 ha-1 yang diberikan secara larikan di sekeliling batang ubikayu. Sedangkan perlakuan inokulasi AM yaitu berupa
74
zeolit yang mengandung ± 100 spora AM 10g-1 zeolit, diberikan sebanyak 10 g populasi-1 ubikayu saat 10 hari sesudah pemberian pupuk dasar, dengan cara ditabur dan ditutup dengan sedikit tanah di sekeliling batang ubikayu. Rumput BD dipangkas setiap bulan dan pangkasannya dikembalikan ke tanah di sepanjang baris ubikayu yang didampingi dengan tanaman sela tersebut. Bagaimana keragaan pelaksanaan percobaan di Lab lapang dan di lapangan dapat dilihat pada Gambar 14 dan 15.
Data yang dikumpulkan Terkait dengan pengaruh perlakuan terhadap pertumbuhan, hasil dan mutu hasil ubikayu, data yang dikumpulkan adalah diameter batang, tinggi tanaman, pangkasan batang (biomasa), hasil umbi, kadar pati (metoda Somogyi-Nelson) (Nelson 1944) dan kandungan senyawa sianogen total (cyanogenic glucosides) (total HCN, linamarin, acetonecyanohydrin) umbi dengan metoda Bradbury (Bradbury et al. 1997, diacu dalam Hidayat & Damardjati 2003). Khusus untuk analisis kadar pati umbi, contoh serbuk umbi (digiling setelah dikering open pada suhu 50 ºC selama 2x24 jam) digabung dengan porsi yang sama dari masingmasing ulangan dan diaduk merata. Kadar pati dari contoh komposit selanjutnya dianalisis dua kali (duplo).
Analisis data Analisis statistik terhadap data hasil pengamatan dilakukan dengan menggunakan prosedur model Varian Analisis (SAS Institute). Data rata-rata antar perlakuan dibedakan dengan prosedur perbandingan LSD pada taraf nyata 1% dan 5%. Hasil Pertumbuhan dan produksi ubikayu Sidik ragam untuk data hasil percobaan di Lab lapang mengindikasikan pengaruh interaksi tiga faktor perlakuan (BD, AM, dan kompos jerami padi diperkaya kalium) terhadap pertumbuhan dan hasil ubikayu (diameter batang, tinggi tanaman, bobot umbi pohon-1 dan jumlah produksi umbi pohon-1) tidak
75
Gambar 14 Keragaan pelaksanaan percobaan di Lab lapang Kebun Percobaan Tegineneng BPTP Lampung.
Gambar 15 Keragaan pelaksanaan percobaan lapang di 4 tanah (lokasi) (Kanhapludult Tegineneng, Hapludoks Kalibalangan, Plinthudult Abung Semulih dan Kandiudult KB Selatan) di Propinsi Lampung.
76
berbeda nyata. Namun perlakuan interaksi BD dan AM berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan (diameter batang) dan bobot umbi (Tabel 9). Diameter batang dan bobot umbi ubikayu UJ-5 pada perlakuan BD (BD x tanpa AM) dan AM (tanpa BD x dengan AM) lebih baik dibanding kontrol (tanpa BD dan AM). Demikian pula bobot umbi pada perlakuan interaksi BD dan AM juga lebih banyak dan berbeda nyata dengan perlakuan tanpa BD dan AM. Pengaruh interaksi BD dan kompos jerami padi diperkaya kalium dan interaksi mikoriza dengan kompos jerami padi diperkaya kalium terhadap pertumbuhan dan hasil ubikayu tidak berbeda nyata, namun secara rata-rata perlakuan kompos jerami padi diperkaya kalium 50, 100 dan 200 kg KCl ha-1 berpengaruh nyata terhadap peningkatan hasil ubikayu (bobot umbi) yaitu masingmasing dapat meningkatkan hasil ubikayu sekitar 8%, 12% dan 14% dari pada hasil ubikayu pada perlakuan kompos jerami padi tanpa pengayaan kalium (K0) (Tabel 9). Dari penelitian di lapangan (rata-rata dari 4 ulangan pada 4 tanah berbeda) didapatkan pengaruh perlakuan interaksi BD, AM dan kompos jerami padi diperkaya kalium terhadap hasil umbi dan biomasa bagian atas ubikayu UJ-5 tidak berbeda nyata. Pada Gambar 16 diperlihatkan hasil umbi dan biomasa bagian atas sebagai respon terhadap perlakuan interaksi tiga faktor perlakuan di masingmasing lokasi (ulangan) percobaan dan pada Gambar 17 adalah rata-rata hasil dan bobot biomasa ubikayu bagian atas pada masing-masing lokasi percobaan. Hasil umbi dan biomasa bagian atas ubikayu dari masing-masing perlakuan (Gambar 16) dan rata-rata ditiap lokasi (Gambar 17) memperlihatkan respon ubikayu UJ-5 terhadap perlakuan yang diberikan pada empat lokasi, agak berbeda. Rata-rata produksi umbi dan biomasa bagian atas terlihat lebih tinggi pada Hapludoks Kalibalangan dan lebih rendah pada Plinthudult A. Semulih. Parameter yang sama antara percobaan di Kanhapludult Tegineneng dengan di Kandiudult Kotabumi Selatan terlihat hampir sama. Sidik ragam untuk data pertumbuhan dan hasil ubikayu dari 4 ulangan (4 lokasi) pada percobaan di lapangan memperlihatkan perlakuan BD (B1M0) dan AM (B0M1) berpengaruh nyata hanya terhadap tinggi ubikayu UJ-5 (Tabel 10). Sementara perlakuan pengayaan kompos jerami padi dengan 100 dan 200 kg KCl
77
ha-1 berpengaruh nyata terhadap hasil umbi yaitu masing-masing dapat meningkatkan hasil ubikayu UJ-5 sekitar 17% dan 28% dari hasil ubikayu pada perlakuan kompos jerami padi tanpa pengayaan K (K0). Tabel 9 Diameter batang, bobot umbi dan jumlah umbi pohon-1 ubikayu varitas UJ-5 sebagai pengaruh perlakuan BD, AM dan kompos jerami padi diperkaya kalium pada percobaan di Lab lapang Kebun Percobaan Tegineneng BPTP Lampung Kompos Jerami Padi Diperkaya K (KCl) 0 kg 50 kg 100 kg 200 kg ha-1 ha-1 ha-1 ha-1
Perlakuan
Tanpa BD Dengan BD
Tanpa AM Dengan AM Tanpa AM Dengan AM
K*) Tanpa BD Dengan BD
Tanpa AM Dengan AM Tanpa AM Dengan AM
K Tanpa BD Dengan BD K
Tanpa AM Dengan AM Tanpa AM Dengan AM
Umbi (kg pohon-1) 6,6 6,8 7,3 7,8 8,7 9,0 8,1 8,1 8,2 6,9 8,3 8,5 7,4 b 8,0 a 8,3 a Diameter batang (cm) 2,29 2,30 2,37 2,45 2,68 2,70 2,67 2,70 2,64 2,17 2,40 2,48 2,39 2,52 2,55 Jumlah Umbi pohon-1 23,0 23,7 24,3 27,3 29,7 21,7 19,0 24,7 26,7 21,7 25,3 27,7 22,8 25,8 25,1
BxM**)
7,8 9,6 8,2 8,2 8,4 a
7,1 b 8,8 a 8,2 a 8,0 a
2,52 2,73 2,45 2,60 2,58
2,37 b 2,64 a 2,62 a 2,41 ab
20,7 23,3 28,7 28,3 25,3
22,9 25,5 24,8 25,8
Keterangan: *) Angka pada baris yang sama untuk variabel yang sama diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5 % menurut LSD. **) Angka pada kolom yang sama untuk variabel yang sama diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5 % menurut LSD B=BD, M=AM dan K= Kompos jerami diperkaya kalium
Kadar pati Data kadar pati ubikayu [% bobot basah (% BB) dan % bobot kering (% BK)], sebagai pengaruh interaksi tiga faktor perlakuan pada percobaan di Lab lapang dan di lapangan (Gambar 18) memperlihatkan perlakuan interaksi BD, AM dan kompos jerami diperkaya 100 dan 200 kg KCl ha-1 (B1M1K100 dan B1M1K200) berpengaruh lebih baik terhadap kandungan pati ubikayu. Sementara
78
kadar pati terendah ditemukan di dalam umbi ubikayu perlakuan kontrol (B0M0K0).
Gambar 16 Keragaan data bobot umbi dan biomasa (BM) ubikayu UJ-5 bagian atas sebagai pengaruh dari perlakuan interaksi BD (B0 dan B1), AM (M0 dan M1) dan kompos jerami padi diperkaya 0 (K0), 50 (K50), 100 (K100) dan 200 (K200) kg KCl ha-1 di 4 tanah (lokasi) di Propinsi Lampung.
Gambar 17 Bobot umbi dan biomasa ubikayu UJ-5 bagian atas dari rata-rata pengujian pada empat tanah (lokasi) (TGN=Kanhapludult Tegineneng, ABS=Plinthudult Abung Semulih, KLB=Hapludoks Kalibalangan, dan KBS= Kandiudult Kotabumi Selatan) di Propinsi Lampung.
79
Tabel 10 Bobot umbi dan biomasa (BM) bagian atas serta tinggi dan diameter batang (cm) ubikayu sebagai pengaruh interaksi BD, AM dan kompos jerami padi diperkaya kallium pada percobaan di 4 lokasi (ulangan) di Propinsi Lampung Kompos Jerami Padi Diperkaya K (KCl) 0 kg 50 kg 100 kg 200 kg ha-1 ha-1 ha-1 ha-1 -1 Umbi (ton ha )
Perlakuan
Tanpa BD Dengan BD
Tanpa AM Dengan AM Tanpa AM Dengan AM
K*)
40,2 42,2 42,5 40,8 41,4 c
44,4 44,4 46,7 42,0 44,4 bc
46,9 51,7 48,6 46,0 48,3 ab
50,5 56,2 55,1 50,0 53,0 a
BxM**)
45,5 48,6 48,2 44,7
Biomasa tanaman bagian atas (ton ha-1) Tanpa BD Dengan BD
Tanpa AM Dengan AM Tanpa AM Dengan AM
K*) Tanpa BD Dengan BD
Tanpa AM Dengan AM Tanpa AM Dengan AM
K*) Tanpa BD Dengan BD K*)
Tanpa AM Dengan AM Tanpa AM Dengan AM
16,1 17,3 15,9 13,7 15,8 b
16,0 17,5 16,0 14,8 16,1 b
16,9 22,5 18,2 16,7 18,6 ab
Tinggi tanaman (cm) 254 258 251 265 270 297 262 277 275 256 257 262 259 b 265 b 271 b Diameter batang (cm) 2,12 2,20 2,18 2,18 2,15 2,44 2,27 2,29 2,31 2,17 2,15 2,38 2,19 b 2,20 b 2,33 ab
20,5 23,0 23,2 20,1 21,7 a
17,4 20,1 18,3 16,4
277 301 306 289 293 a
260 c 283 a 280 ab 266 bc
2,43 2,50 2,49 2,48 2,47 a
2,23 2,32 2,34 2,30
Keterangan: **) Angka pada kolom yang sama untuk variabel yang sama diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5 % menurut LSD. *) Angka pada baris yang sama untuk variabel yang sama diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5 % menurut LSD B=BD, M=AM dan K= Kompos jerami diperkaya kalium
Sidik ragam untuk data kadar pati umbi dari ubikayu hasil percobaan di Lab lapang memperlihatkan perlakuan BD dan AM serta interaksi keduanya berpengaruh nyata terhadap kadar pati umbi (Tabel 11). Kadar pati umbi dalam % BK pada perlakuan BD (B1M0) dan AM (B0M1) serta interaksi keduanya
80
(B1M1) lebih tinggi dan berbeda nyata dari pada kadar pati umbi pada perlakuan B0M0. Untuk kadar pati dalam %BB hanya kadar pati pada perlakuan AM (B0M1) dan interaksi BD dan AM (B1M1) yang berbeda nyata dengan kadar pati perlakuan B0M0 (Tabel 11). Secara keseluruhan total kadar pati umbi (kg pohon-1) adalah lebih tinggi pada ubikayu yang diperlakukan dengan tanaman sela BD dan inokulasi AM atau interaksi keduanya (B1M1) dibanding tanpa aplikasi perlakuan tersebut (B0M0) (Tabel 11). Demikian pula perlakuan interaksi BD atau AM dengan kompos jerami diperkaya kalium juga berpengaruh lebih baik terhadap kadar pati ubikayu (Tabel 12 dan Tabel 13). Kadar pati (%BK dan %BB) ubikayu pada perlakuan interaksi BD dengan kompos jerami diperkaya 100 (K100) dan 200 (K200) kg KCL ha-1 (Tabel 12), serta interaksi AM dengan kompos jerami padi diperkaya 100 (K100) dan 200 (K200) kg KCL ha-1 (Tabel 13) berpengaruh lebih baik terhadap kadar pati ubikayu terutama dibandingkan kadar pati ubikayu pada perlakuan kontrol. Perlakuan kompos jerami diperkaya kalium 100 dan 200 kg KCl ha-1 secara ratarata berpengaruh lebih baik terhadap kadar pati umbi dan berbeda nyata dengan kadar pati umbi pada perlakuan kompos tanpa pengayaan K (Tabel 11). Sementara itu hasil analisis pati dari produksi ubikayu percobaan di lapangan (rata-rata 4 lokasi) memperlihatkan perlakuan interaksi BD dan AM berpengaruh nyata terhadap kadar pati (% BK) (Tabel 14), demikian pula perlakuan pengayaan kompos jerami padi dengan 100 dan 200 kg KCl ha-1 (Tabel 14). Perlakuan interaksi BD, AM dan kompos jerami padi diperkaya 100 dan 200 kg ha-1 (B1M1K100 dan B1M1K200) meningkatkan kadar pati sekitar 13 % dari kadar pati ubikayu perlakuan B0M0K0 (data pada Gambar 18). Ubikayu UJ-5 yang ditanam pada tanah masam berbeda ternyata juga cenderung mempunyai kadar pati berbeda (Gambar 19). Produksi umbi yang cenderung lebih tinggi untuk UJ-5 yang ditanam pada Hapludoks Kalibalangan (57 ton ha-1) (Gambar 17), ternyata secara rata-rata mengandung kadar pati yang lebih rendah dibanding dengan yang ditanam pada tanah masam lainnya.
81
Gambar 18
Kadar pati ubikayu varitas UJ-5 dalam % bobot basah dan % bobot kering sebagai pengaruh perlakuan interaksi BD [(tanpa (B0) dan dengan BD (B1)], AM [tanpa (M0) dan dengan AM (M1)] dan kompos jerami padi diperkaya 0 (K0), 50 (K50), 100 (K100) dan 200 (K200) kg KCl ha-1 pada percobaan di Lab lapang (Kanhapludult Tegineneng) dan percobaan di lapang (Kanhapludult Tegineneng, Plinthudult A. Semulih, Hapludoks Kalibalangan dan Kandiudult KB. Selatan), Propinsi Lampung.
Kadar senyawa sianogen (cyanogenic glucosides) Data pengaruh interaksi tiga faktor perlakuan terhadap kandungan senyawa sianogen (linamarin, asetonsianohidrin dan HCN CN-1) dari ubikayu produksi percobaan di Lab lapang ditampilkan pada Gambar 20. Sedangkan rata-rata senyawa sianogen total dari ubikayu hasil percobaan di lapangan (4 lokasi) ditampilkan pada Gambar 21. Pada Gambar 22 ditampilkan data rata-rata senyawa sianogen total ubikayu hasil penanaman di Kanhapludult Tegineneng (TGN), Plinthudult A. Semulih (ABS), Hapludoks Kalibalangan (KBL) dan Kandiudult KB. Selatan (KBS). Data hasil analisis senyawa sianogen umbi dari penelitian di Lab lapang (Gambar 20) dan di lapangan (Gambar 21) memperlihatkan bahwa kadar senyawa
82
Tabel 11 Kadar pati ubikayu varitas UJ-5 dan total pati pohon-1 sebagai pengaruh interaksi BD, AM dan kompos jerami padi diperkaya kalium pada percobaan di Lab lapang Kebun Percobaan Tegineneng BPTP Lampung Kompos Jerami Padi Diperkaya Kalium (KCl) Perlakuan
Tanpa BD Dengan BD
0 kg KCl ha-1
Tanpa AM Dengan AM Tanpa AM Dengan AM
K*) Tanpa BD Dengan BD
Tanpa AM Dengan AM Tanpa AM Dengan AM
K*) Tanpa BD Dengan BD K*)
Tanpa AM Dengan AM Tanpa AM Dengan AM
50 kg KCl ha-1
100 kg KCl ha-1
Pati (% Bobot basah) 28,8 27,6 30,1 29,7 32,4 33,5 30,3 29,6 31,5 31,7 33,9 34,3 30,1 d 30,9 c 32,4 b Pati (% Bobot kering) 73,1 73,5 77,9 73,5 78,5 75,9 76,3 76,3 77,0 78,1 78,6 80,5 75,2 c 76,7 bc 77,8 ab Total pati (kg pohon-1) 1,90 1,88 2,19 2,31 2,81 3,02 2,46 2,41 2,59 2,20 2,80 2,93 2,22 c 2,47 b 2,68 a
200 kg KCl ha-
BxM**)
1
31,3 32,7 32,3 35,8 33,0 a
29,5 c 32,1 ab 30,9 bc 33,9 a
76,1 79,1 79,8 82,5 79,4 a
75,2 c 76,7 b 77,3 b 79,9 a
2,43 3,12 2,64 2,92 2,78 a
2,10 b 2,82 a 2,52 a 2,71 a
Keterangan: **) Angka pada kolom yang sama untuk variabel yang sama diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5 % menurut LSD. *) Angka pada baris yang sama untuk variabel yang sama diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5 % menurut LSD B=BD, M=AM dan K= Kompos jerami diperkaya kalium
sianogen total ubikayu cenderung lebih dipengaruhi oleh perlakuan pengayaan kompos jerami padi dengan kalium. Semakin banyak kalium di dalam kompos jerami, semakin turun senyawa sianogen total di dalam umbi ubikayu. Dari hasil sidik ragam diketahui perlakuan kompos jerami padi diperkaya kalium (Tabel 15) dan perlakuan BD (Tabel 16) berpengaruh nyata terhadap senyawa sianogen total di dalam ubikayu hasil percobaan di Lab lapang. Perlakuan kompos jerami padi diperkaya K juga berpengaruh nyata terhadap kadar linamarin dan HCN CN-1 di dalam senyawa sianogen tersebut (Tabel 15).
83
Tabel 12 Kadar pati ubikayu varitas UJ 5 dan total pati pohon-1, sebagai pengaruh interaksi BD dan kompos jerami diperkaya 0, 50 , 100 dan 200 kg KCl ha-1 pada percobaan di Lab lapang Kebun Percobaan Tegineneng BPTP Lampung Interaksi Perlakuan Kadar Pati Umbi Ubikayu varitas UJ 5 Kompos jerami Total pati % Bobot % Bobot BD padi diperkaya pohon-1 Basah (BB) Kering (BK) -1 KCl (kg ha ) (kg) Tanpa BD 0 29,2 c 73,2 d 2,10 b 50 30,0 bc 76,0 c 2,34 ab 100 31,8 abc 76,9 bc 2,61 ab 200 32,0 abc 77,6 bc 2,78 a Dengan BD 0 31,0 abc 77,2 bc 2,33 ab 50 31,7 abc 77,4 bc 2,60 ab 100 32,9 ab 78,7 ab 2,75 a 200 34,1 a 81,1 a 2,78 a LSD 0,05 3,53 2,53 0,52 Keterangan: Angka pada kolom yang sama diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5 % menurut LSD
Tabel 13 Kadar pati ubikayu varitas UJ-5 dan total pati pohon-1, sebagai pengaruh interaksi AM dan kompos jerami diperkaya 0, 50, 100 dan 200 kg KCl ha-1 pada percobaan di Lab lapang Kebun Percobaan Tegineneng BPTP Lampung Interaksi Perlakuan Kompos jerami AM padi diperkaya KCl (kg ha-1) Tanpa AM 0 50 100 200 Dengan AM 0 50 100 200 LSD 0,05
Kadar Pati Umbi Ubikayu varitas UJ-5 Total pati %Bobot %Bobot pohon-1 Basah (BB) Kering (BK) (kg) 29,5 cd 74,7 c 2,18 d 28,6 d 74,9 c 2,14 d 30,8 bcd 77,4 bc 2,39 cd 31,8 abc 78,0 ab 2,54 bc 30,7 bcd 75,8 bc 2,25 cd 33,1 ab 78,5 ab 2,80 ab 33,9 a 78,2 ab 2,97 a 34,2 a 80,8 a 3,02 a 2,81 2,87 0,33
Keterangan: Angka pada kolom yang sama diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5 % menurut LSD
84
Tabel 14 Pengaruh BD, AM dan kompos jerami diperkaya kalium terhadap kadar pati umbi ubikayu yang ditanam pada empat tanah masam (Kanhapludult Tegineneng, Plinthudult A. Semulih, Hapludoks Kalibalangan, dan Kandiudult KB Selatan) Lampung
Perlakuan
Tanpa BD Dengan BD
Tanpa AM Dengan AM Tanpa AM Dengan AM
K*) Tanpa BD Dengan BD K*)
Tanpa AM Dengan AM Tanpa AM Dengan AM
Kompos Jerami Padi Diperkaya Kalium (KCl) 0 kg 50 kg 100 kg ha- 200 kg -1 -1 1 ha ha ha-1 Pati % Bobot basah 32,66 35,30 35,18 36,73 32,87 33,20 35,05 35,74 33,99 34,27 34,43 34,14 33,56 36,01 36,89 36,73 33,27 b 34,69 ab 35,39 ab 35,83 a Pati % Bobot kering 71,34 77,33 76,96 80,62 72,02 72,62 76,65 78,25 74,59 75,29 75,48 74,93 73,76 78,91 80,83 80,54 72,93 b 76,04 ab 77,48 a 78,59 a
BxM**)
34,97 34,21 34,21 35,80
76,56 ab 74,88 b 75,07 b 78,51 a
Keterangan: **) Angka pada kolom yang sama untuk variabel yang sama diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5 % menurut LSD. *) Angka pada baris yang sama untuk variabel yang sama diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5 % menurut LSD B=BD, M=AM dan K= Kompos jerami diperkaya kalium
Gambar 19 Kadar pati (%BB dan %BK) ubikayu UJ-5 yang ditanam pada 4 tanam masam berbeda [Kanhapludult Tegineneng (TGN), Plinthudult A. Semulih (ABS), Hapludoks Kalibalangan (KLB), dan Kandiudult KB Selatan (KBS)] di Lampung.
85
Gambar 20 Senyawa sianogen (linamarin, asetonsianohidrin dan HCN CN-1) yang terukur di dalam umbi ubikayu varitas UJ-5 sebagai respon terhadap perlakuan interaksi BD, AM dan kompos jerami diperkaya 0 (K0), 50 (K50), 100 (K100), 200 (K200) kg KCl ha-1 pada percobaan di Lab lapang Kebun Percobaan Tegineneng BPTP Lampung.
Gambar 21 Konsentrasi rata-rata senyawa sianogen total yang terukur di dalam umbi ubikayu UJ-5 sebagai respon terhadap perlakuan interaksi BD, AM dan kompos jerami diperkaya 0 (K0), 50 (K50), 100 (K100), 200 (K200) kg KCl ha-1 dari percobaan di Kanhapludult Tegineneng, Plinthudult Abung Semulih, Hapludoks Kalibalangan, dan Kandiudult Kotabumi Selatan) Propinsi Lampung.
86
Gambar 22 Konsentrasi rata-rata senyawa sianogen total terukur di dalam ubikayu UJ-5 yang ditanam pada Kanhapludult Tegineneng (TGN), Plinthudult A. Semulih (ABS), Hapludoks Kalibalangan (KBL), dan Kandiudult KB. Selatan (KBS) di Propinsi Lampung. Hasil sidik ragam untuk data konsentrasi senyawa sianogen total yang terukur di dalam ubikayu dari percobaan di lapangan memperlihatkan interaksi BD, AM dan kompos jerami diperkaya kalium berpengaruh nyata pada taraf nyata 10% (Pr > F 0,067) terhadap senyawa sianogen ubikayu. Analisis statistik lebih lanjut menunjukan perlakuan kompos jerami padi diperkaya 100 dan 200 kg KCl ha-1 (Tabel 15) dan perlakuan AM (Tabel 16) mempunyai kontribusi yang lebih signifikan terhadap penurunan kadar senyawa sianogen total di dalam ubikayu. Sementara konsentrasi senyawa sianogen total terendah terukur pada perlakuan interaksi BD, AM dan kompos jerami padi diperkaya 200 kg KCl ha-1 (202 ppm) (Gambar 21). Nilai itu lebih rendah sekitar 41% dari pada yang terukur di dalam ubikayu perlakuan kontrol (B0M0K0) (342 ppm).
Pembahasan Pada percobaan di Lab lapang didapatkan pengaruh nyata perlakuan BD dan AM dan interaksi keduanya terhadap diameter batang, produksi ubikayu dan kadar pati umbi. Pengaruh positif tersebut terkait dengan kemampuan BD dalam memperbaiki kualitas tanah masam yaitu meningkatkan ketersediaan K tanah dan memperbaiki agregat tanah (hasil ini dilaporkan di dalam makalah sebelumnya), memperkaya senyawa organik tanah, detoksi Al3+, dan memperbaiki sirkulasi hara
87
Tabel 15 Sianogen total, linamarin, asetonsianohidrin dan HCN CN-1 di dalam ubikayu hasil percobaan di Lab lapang Kebun Percobaan Tegineneng BPTP Lampung dan sianogen total dari ubikayu hasil percobaan di lapangan (rata-rata 4 lokasi) sebagai pengaruh dari interkasi perlakuan BD, AM dan kompos jerami padi diperkaya 0, 50, 100 dan 200 kg KCl ha-1 Kompos Jerami Padi Diperkaya Kalium (KCl) 0 kg 50 kg 100 kg 200 kg ha-1 ha-1 ha-1 ha-1
Perlakuan
BxM
Penelitian di Lab Lapang Sianogen total (ppm) Tanpa BD Dengan BD
Tanpa AM Dengan AM Tanpa AM Dengan AM
K*)
245 262 236 241 246 a
232 209 226 184 213 b
194 187 172 172 181 c
200 182 176 151 177 c
218 210 202 187
114 118 114 95 110 b
129 134 125 118
64,7 63,2 67,1 46,3 60,3
72,5 53,1 51,9 44,9 55,6
73,4 63,9 63,5 56,0
12,1 11,3 11,3 12,1 11,7 b
13,5 11,1 9,7 11,5 11,4 b
15,3 12,2 14,0 13,2
268 231 257 202 239 b
300 261 309 267
Linamarin (ppm) Tanpa BD Dengan BD
Tanpa AM Dengan AM Tanpa AM Dengan AM
K*)
145 173 149 151 154 a
140 132 143 112 132 ab
118 112 94 113 109 b
Asetonsianohidrin (ppm) Tanpa BD Dengan BD
Tanpa AM Dengan AM Tanpa AM Dengan AM
K
80,2 75,8 65,9 73,3 73,8
76,0 63,4 69,1 59,6 67,0
HCN CN-1 (ppm) Tanpa BD Dengan BD
Tanpa AM Dengan AM Tanpa AM Dengan AM
K*)
19,8 13,1 21,8 16,6 17,8 a
15,8 13,5 13,1 12,5 13,7 ab
Penelitian di Lapangan Sianogen total (ppm) Tanpa BD Dengan BD
K*)
Tanpa AM Dengan AM Tanpa AM Dengan AM
342 302 367 300 328 a
327 278 324 307 309 a
264 235 288 261 262 b
Keterangan: *) Angka pada baris yang sama untuk variabel yang sama diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5 % menurut LSD. B=BD, M=AM dan K= Kompos jerami diperkaya kalium
88
Tabel 16 Sianogen total, linamarin, asetonsianohidrin dan HCN CN-1 di dalam ubikayu hasil percobaan di Lab lapang Kebun Percobaan Tegineneng BPTP Lampung dan sianogen total dari ubikayu hasil percobaan di lapangan (rata-rata 4 lokasi) sebagai pengaruh dari perlakuan BD dan AM Percobaan Lab Lapang Perlakuan
Tanpa BD Dengan BD LSD 0,05 Tanpa AM Dengan AM LSD 0,05
Sianogen total (ppm)
214 a 195 b 19,0 210 198
Linama Aseton HCN rin (ppm) sianohid CN-1 rin (ppm) (ppm) BD (B, decumbens) 131 68,6 13,8 121 49,8 13,6 AM (mikoriza) 127 68,4 125 59,9
14,6 12,7
Percobaan Lapang Sianogen total (ppm) 288 281
305 a 264 b 25,7
Keterangan: Angka pada kolom yang sama diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5 % menurut LSD.
sehinga kebutuhan hara tanaman lebih mudah terpenuhi (Gaume et al. 2004; Wenz et al. 2006; Grundy et al. 2006). Demikian pula AM mampu memperbaiki serapan hara tanaman karena hifa jamur ini nyata memperluas permukaan serapan hara perakaran (Chen 2008) dan kolonisasinya dengan perakaran ubikayu akan meningkatkan pertumbuhan dan produksi ubikayu (Howeler 2002). Perlakuan pengayaan kompos jerami padi dengan 50, 100 dan 200 kg KCl ha-1 yang berpengaruh nyata terhadap perbaikan pertumbuhan, hasil dan peningkatan kadar pati dan penurunan kandungan senyawa sianogen ubikayu adalah sesuai dengan yang dikemukakan Suyamto (1998); El-Sharkawy dan Cadavid (2000); Howeler (2002); Endris (2006); bahwa kecukupan kalium adalah diantara faktor kunci untuk perbaikan mutu hasil ubikayu. Hasil percobaan di lapangan (4 lokasi) menunjukan pengaruh perlakuan BD terhadap pertumbuhan dan hasil ubikayu belum optimal. Salah satu penyebabnya adalah pertumbuhan BD sebagai tanaman sela ubikayu didapatkan belum optimal (perlu perbaikan pola penanaman). Dalam percobaan di lapangan jumlah pangkasan BD yang dikembalikan ke tanah penanaman ubikayu setiap kali pangkas (setiap bulan) secara rata-rata baru sekitar 0,16 kg pohon-1 (8 ton ha-1
89
pangkasan segar selama 1 musim tanam ubikayu) atau setara pengembalian 22 kg K ha-1, sementara pada percobaan di Lab lapang secara rata-rata mencapai 0,52 kg pohon-1 (25 ton pangkasan segar selama satu musim tanam ubikayu) atau mengembalikan sekitar 72 kg K ha-1 ke tanah selama 1 musim tanam ubikayu. Aplikasi tiga faktor perlakuan pada tanah berbeda dalam percobaan di lapangan, direspon secara bervariasi oleh ubikayu UJ-5. Pertumbuhan dan hasil ubikayu yang lebih rendah pada Plinthudult Abung Semulih dikarenakan kesuburan tanah ini (kadar bahan organik dan KTK tanah) lebih rendah dibanding 3 tanah lainnya dan drainase tanah ini juga kurang baik. Hasil ubikayu yang lebih tinggi (57 ton ha-1) pada tanah Hapludoks Kalibalangan antara lain disebabkan kondisi struktur tanah Hapludoks yang relatif lebih baik sehingga aerasi tanah lebih baik dan perkembangan akar ubikayu menjadi optimal. Peningkatan kadar pati ubikayu sekitar 13% BK dari ubikayu perlakuan B0M0K0 (tanpa BD, AM dan pengayaan kompos jerami) ke perlakuan B1M1K200 (perlakuan tanaman sela BD, inokulasi AM dan pengayaan kompos jerami padi dengan 200 kg KCl ha-1) pada percobaan di Lab lapang dan hal yang hampir sama juga terindikasi pada penelitian di lapangan (dua kadar pati terbaik di dapatkan di dalam ubikayu dari perlakuan B1M1K100 dan B1M1K200), menunjukan bahwa mutu ubikayu dapat diperbaiki dengan memperbaiki cara pengelolaan tanaman atau lahan. Tanaman sela BD yang biomasanya bisa difungsikan sebagai bahan untuk preservasi kalium dan eksudat akarnya untuk memperkaya karbon organik tanah secara in situ, demikian pula hifa AM yang mampu meningkatkan serapan hara tanaman serta kompos jerami padi diperkaya kalium sebagai sumber hara kalium tanaman, adalah bahan-bahan emilioran tanah yang dapat direkomendasikan untuk menuju usahatani ubikayu berkelanjutan di tanah masam lahan kering. Terkait juga dengan kadar pati, hasil penelitian di lapangan menunjukan bahwa di dalam produksi umbi yang tinggi belum tentu terkandung pati yang tinggi pula. Seperti kadar pati umbi pada percobaan di Hapludoks Kalibalangan yang terukur 32% BB atau 74% BK, lebih rendah dibanding rata-rata kadar pati umbi ubikayu pada percobaan di Plinthudult A. Semulih (37% BK atau 77% BB), padahal produksi umbi segar di Kalibalangan (57 ton/ha) lebih tinggi dibanding
90
produksi umbi ubikayu di Abung Semullih (35 ton ha-1). Efektivitas serapan hara terutama hara N diperkirakan lebih tinggi pada tanah bahan volkan sekunder Hapludoks Kalibalangan disebabkan struktur tanahnya lebih baik. Menurut ElSharkawy dan Cadavid (2000); Howeler (2002) serapan N yang tinggi dapat menurunkan kadar pati umbi. Penurunan kandungan senyawa sianogen total (cyanogenic glucoside) seiring dengan peningkatan kadar pati di dalam umbi ubikayu didapatkan baik pada percobaan di Lab lapang maupun percobaan di lapang. Pada percobaan di Lab lapang senyawa sianogen total umbi ubikayu tertinggi terukur 262 ppm pada perlakuan tanpa BD, inokulasi AM dan tanpa pengayaan kompos (B0M1K0) dan terrendah terukur 151 ppm pada perlakuan tanaman sela BD, inokulasi AM dan kompos jerami padi diperkaya 200 kg KCl ha-1 (B1M1K200). Artinya perlakuan B1M1K200 dapat menurunkan kadar senyawa sianogen di dalam ubikayu sekitar 42%. Sedangkan pada percobaan di lapangan rata-rata senyawa sianogen total terendah (220 ppm) juga terukur pada perlakuan B1M1K200. Kadar ini turun sekitar 41% dari perlakuan kontrol (342 ppm). Senyawa sianogen total dan senyawa-senyawa penyusunnya (linamarin, asetosianohidrin dan HCN CN-1) yang lebih rendah pada B1M1K200 seiring dengan kadar K tanah tersedia yang lebih tinggi pada perlakuan tersebut yaitu sesuai dengan hasil pengukuran K tanah tersedia pada percobaan di Lab Lapang (laporan di dalam makalah ke 2 dari disertasi ini). Secara umum hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian dari El-Sharkawy and Cadavid (2000); Howeler (2002); Endris (2006). Simpulan Perbaikan fisiko-kimia tanah masam dengan memanfaatkan tanaman sela BD, AM ataupun kompos jerami diperkaya kalium berdampak baik terhadap pertumbuhan, hasil dan mutu hasil ubikayu. Hasil percobaan di Lab lapang memperlihatkan BD, AM dan interaksi keduanya berpengaruh nyata terhadap peningkatan hasil, kadar pati dan penurunan senyawa sianogen ubikayu. Demikian pula perlakuan kompos jerami diperkaya 50, 100 dan 200 kg KCl ha-1 juga berpengaruh nyata terhadap peningkatan hasil, kadar pati dan penurunan kadar senyawa sianogen ubikayu UJ-5. Perlakuan interaksi BD, AM dan kompos jerami
91
diperkaya 200 kg KCl ha-1 (B1M1K200) dapat meningkatkan kadar pati umbi 13% BK dan 24% BB serta menurunkan kadar senyawa sianogen total sebesar 42% dari pada yang terukur di dalam ubikayu pada perlakuan kontrol (B0M0K0). Pada penelitian di lapangan dengan kondisi pertumbuhan tanaman BD yang belum optimal sebagai tanaman sela, peningkatan hasil dan kadar pati serta penurunan kandungan senyawa sianogen ubikayu lebih nyata didapatkan sebagai pengaruh perlakuan pemberian kompos jerami diperkaya 100 dan 200 KCl ha-1. Perlakuan tersebut mampu meningkatkan hasil masing-masing sekitar 17% dan 28% dari hasil ubikayu pada perlakuan kompos jerami tanpa pengayaan kalium. Namun demikian perlakuan interaksi BD dan AM nyata dapat meningkatkan kadar pati. Pada perlakuan interaksi BD, AM dan kompos jerami diperkaya 100 dan 200 kg KCl ha-1 didapatkan kadar pati umbi lebih tinggi sekitar 13% dan kadar senyawa sianogen total lebih rendah sekitar 41 % dibanding dengan yang terukur di dalam ubikayu perlakuan kontrol (B0M0K0).
92
93
KELAYAKAN USAHATANI UBIKAYU DI TANAH MASAM LAMPUNG Abstrak Usahatani ubikayu mempunyai peranan penting untuk menjaga ketahanan pangan dan memperbaiki status sosial ekonomi petani. Untuk hal itu produktivitas dan mutu hasil ubikayu perlu diperbaiki dengan berbagai pendekatan, dan analisis kelayakan usahatani digunakan untuk evaluasi efektivitasnya. Tujuan analisis adalah untuk membandingkan kelayakan usahatani ubikayu yang diperlakukan dengan Brachiaria, mikoriza dan kompos jerami padi diperkaya kalium, dengan usahatani ubikayu petani. Hasil analisis mendapatkan saat ini dengan cara apapun usahatani ubikayu tetap menguntungkan. Namun dalam memenuhi kebutuhan hidup minimum (KHM) dan kebutuhan hidup layak (KHL) maka perbaikan usahatani ubikayu dengan menggunakan tanaman sela BD atau AM yang diintegrasikan dengan kompos jerami padi diperkaya 100 atau 200 kg KCl ha-1 serta didukung penggunaan pupuk dasar urea (200 kg ha-1) dan SP-36 (150 kg ha1 ) adalah lebih baik. Kelayakan usahatani ubikayu yang baik juga didapatkan pada perlakuan kompos jerami padi diperkaya 200 kg KCl ha-1, tanpa atau dalam interaksi dengan BD dan AM, didukung pemberian pupuk dasar; urea, 200 kg ha-1 dan SP-36, 150 kg ha-1. Tanpa ada perbaikan cara pengelolaan lahan maka petani ubikayu tradisional dan semi maju yang mengelola 2 ha lahan usahatani ubikayu belum mampu mencukupi KHL keluarganya (KK dengan 3 anggota). Untuk bisa mencukupi KHL sebesar Rp. 19.200.000 tahun-1 sedikitnya mereka harus mengelola lahan usahatani ubikayu masing-masing seluas 5 dan 2,5 ha. Sementara itu tingkat sensitivitas usahatani ubikayu lebih tinggi terhadap perubahan harga jual dibanding perubahan belanja modal. Kata kunci: Usahatani ubikayu, Brachiaria, Mikoriza, Kompos jerami padi diperkaya kalium Abstract Cassava farming has an important role in saving food security and improving farmer’s social and economic status. For that reason the cassava productivity and quality must be improved through various rapprochements, and a feasibility analysis was used to evaluate its effectiveness. The aim of the analysis was to compare feasibility of the cassava farming treated with Brachiaria, AM and rice straw compost enriched with potassium, with feasibility of farmer’s cassava farming. Analysis result showed that the cassava farming was profitable. Yet, in supporting minimum and feasible life of farmer’s household, the improvement of land management through technology of BD or AM integrated with rice straw compost enriched with 100 or 200 kg KCl ha-1 supported by 200 kg of urea and 150 kg of SP-36, was better. The better cassava farming feasibility was also found through application of the rice straw compost enriched with 200 kg KCl ha-1, without or with BD and AM interaction supported by urea 200 kg ha-1 and SP-36 150 kg ha-1.Without improvement of land management, the traditional and semi advanced farmers whose owning two ha cassava area were not able to support feasible life of the household with three members. To suffice the feasible life of the household, at least, they have to cultivate 5.0 and 2.5 ha of cassava land,
94
respectively. The cassava farming is more sensitive to the change of sell price compared to the change of production cost. Keywords: Cassava farming, Brachiaria, Arbuscular mycorrhiza, Potassium enriched rice straw compost Rasional Usahatani ubikayu mempunyai peranan cukup penting terhadap ekonomi dan sosial negara-negara sedang berkembang karena kontribusinya nyata terhadap ketahanan pangan, penurunan kemiskinan, perbaikan pendapatan dan keadilan gender (gender equitity) (Hershey et al. 2000). Perbaikan usahatani ubikayu dapat memacu pembangunan sosial dan ekonomi petani karena 1) ubikayu adalah tanaman yang kompetitif terutama untuk produksi pati dan bahan baku pakan dan diperkirakan penggunaan ubikayu sampai tahun 2020 akan meningkat sekitar 1,74% tahun-1, 2) produksi ubikayu masih dapat ditingkatkan karena nilai dan potensi hasil ubikayu belum sepenuhnya dicapai dan melalui perbaikan varitas dan manageman (input) tanam, produksi ubikayu dapat dilipat gandakan, dan 3) ubikayu dikenal tanaman yang toleran terhadap iklim kering dan tanah miskin dimana di bawah kondisi tersebut tanaman biji-bijian dan tanaman lainnya sulit tumbuh (Susila 2003). Propinsi Lampung sebagai daerah sentra produksi ubikayu terluas kedua setelah pulau Jawa, masih bermasalah dengan produktivitas usahatani ubikayunya. Seperti dilaporkan Asnawi (2006) petani ubikayu Lampung kebanyakan tidak memupuk lahan pertanaman ubikayu dengan benar dan motivasi petani untuk berinvestasi lebih banyak bagi peningkatan produktivitas ubikayu tetap rendah. Alasannya harga jual ubikayu yang relatif rendah dan fluktuatif (ditentukan oleh pabrik besar). Namun resiko dan modal usahatani ubikayu yang relatif rendah mendorong petani ubikayu tetap bertahan dan terus menanam ubikayu di Propinsi Lampung. Mengantisipasi peranan ubikayu yang semakin penting untuk menjaga ketahanan pangan maupun dalam memperbaiki status sosial ekonomi petani maka diperlukan dorongan untuk perbaikan cara pengelolaan lahan sehingga produktivitas dan kelayakan usahatani ubikayu meningkat. Usaha peningkatan mutu hasil ubikayu melalui perbaikan kualitas tanah masam lahan kering dengan
95
Brachiaria, arbuscular mycorrhiza, dan kompos jerami padi diperkaya kalium telah dilakukan dan cukup berhasil. Untuk penilaian lebih lanjut dari keberhasilan tersebut diperlukan suatu analisis kelayakan usahatani. Tujuan analisis adalah untuk membandingkan kelayakan usahatani ubikayu yang diperlakukan dengan Brachiaria, mikoriza dan kompos jerami padi diperkaya kalium, dengan usahatani ubikayu petani.
Bahan dan Metode Bahan dan lokasi penelitian Bahan yang digunakan dalam analisis ini adalah semua data baik primer (data hasil penelitian) ataupun sekunder (data dari petani ubikayu) yang dapat dimanfaatkan untuk analisis ekonomi dan kelayakan usahatani. Lokasi kajian difokuskan ke daerah pertanaman ubikayu dimana pengujian teknologi pengelolaan tanah/lahan untuk perbaikan kualitas tanah masam dan mutu hasil ubikayu dilaksanakan. Untuk itu daerah kajian yang terpilih adalah Tegineneng Kabupaten Lampung Selatan, dan daerah Kalibalangan, Abung Semulih, dan Kotabumi Selatan, Kabupaten Lampung Utara, Propinsi Lampung.
Pengumpulan data Data yang digunakan untuk analisis kelayakan usahatani selain data hasil penelitian adalah data hasil kuisener (tanya jawab). Jumlah petani contoh yang dipilih sebagai responden untuk kawasan Tegineneng Lampung Selatan adalah 15 KK petani ubikayu dan jumlah yang sama untuk 3 daerah di Lampung Utara (Kalibalangan, Abung Semulih, dan Kotabumi Selatan), KK petani ubikayu responden dipilih secara acak sederhana.
Macam data Macam data yang diinventarisasi adalah data belanja bahan (saprodi), tenaga kerja, produksi ubikayu, hasil penjualan (gross dan net return). Data tersebut diinventarisasi dari data lahan penelitian dan dari usahatani ubikayu tingkat petani. Data lain yang dikumpulkan adalah luasan lahan penanaman ubikayu
96
petani dan karakteristik sosial ekonomi KK petani serta keragaan usahatani ubikayu dari masing-masing strata petani.
Analisis kelayakan usahatani KK petani ubikayu berdasarkan teknologi pengelolaan lahan usahatani ubikayu yang mereka terapkan dipilah menjadi tiga kelompok yaitu petani ubikayu tradisional (menerapkan praktek intensifikasi 0-25%), semi maju (menerapkan praktek intensifikasi 25-50%), dan petani maju (menerapkan praktek intensifikasi > 50%). Praktek intensifikasi yang dimaksud antara lain terkait dengan penggunaan pupuk kimia [Urea (N): 150-200 kg ha-1, SP-36 (P2O5): 100150 kg ha-1, KCl (K2O): 100-200 kg ha-1], pupuk organik (5-10 ton ha-1), bibit unggul, cara pengolahan tanah, waktu panen dan sebagainya (Asnawi et al. 2006; Subandi et al. 2006; Wargiono et al. 2006). Data biaya dan pengembalian (cost and return) yang diinventarisasi dari pelaksanaan penelitian dan data dari petani, digunakan untuk penilaian kelayakan usahatani ubikayu yang dilakukan melalui dua (2) tahapan. 1) Penilaian kelayakan dilihat dari sisi manfaat dan keuntungan yang didapat (Soekartawi 2006). Untuk penilaian itu didekati dengan beberapa kriteria analisis finansial yaitu BC-1 (Benefit Cost Ratio), NPV (Net Present Value) dan IRR (Internal Rate of Return). Formula yang digunakan untuk menghitung kriteria indikasi kelayakan usahatani ubikayu berdasarkan BC-1 sebagai berikut: n n t -1 BC ={ Σ B [(1+i) ] }{ Σ C [(1+t)t]-1}-1 i=1 i=1 -1
dimana: B= penerimaan C= biaya produksi i = tingkat bunga yang berlaku t = jangka waktu usahatani Usahatani dinilai bermanfaat (menguntungkan) bila BC-1>1, Kelayakan dinilai dari NPV menggunakan formla sebagai berikut;
97
n NPV= [Σ(B-C)][(1+i)t]-1 i=1 Bila nilai NPV<0 maka usahatani dianggap tidak bermanfaat (merugi). NPV=0 maka usahatani baru mencapai titik impas (break event point) dan bila NPV>0 maka usahatani dianggap layak (menguntungkan). Sedangkan IRR yaitu suatu nilai petunjuk yang identik dengan seberapa besar suku bunga yang dapat diberikan oleh usahatani ubikayu dibandingkan dengan suku bunga bank yang berlaku yaitu 17% [suku bunga bank yang berlaku untuk kridit/pinjaman usaha pertanian (Bank Indonesia 2007)]. Formula yang digunakan untuk menilai kelayakan berdasarkan IRR adalah; IRR
= i1 – NPV1 * (i2 – i2) (NPV2 – NPV1)-1
i1
= suku bunga ke 1
(17%)
NPV1 = Net Present Value pada suku bunga ke 1 i2
= suku bunga ke 2
(dicoba 36%)
NPV1 = Net Present Value pada suku bunga ke 2 Untuk mendapatkan nilai IRR dicobakan nilai bunga untuk suku bunga kedua (i2) sebesar 36%. Bila nilai IRR didapat lebih kecil daripada tingkat diskonto (17%) maka usahatani mengalami kerugian, bila nilai IRR sama dengan tingkat diskonto maka usaha dalam posisi break event point, dan bila nilai IRR lebih tinggi dari tingkat diskonto maka usahatani menguntungkan (layak). 2) Penilaian kelayakan dilihat dari prospek usahatani ubikayu dalam memenuhi kebutuhan hidup minimum (KHM) dan kebutuhan hidup layak (KHL) tahunan petani. Menurut Sinukaban (2007), KHL adalah 250% KHM dan KHM = 320 x harga beras kg-1 x jumlah anggota keluarga KK-1 (Sajogyo 1977). Selanjutnya analisis luasan lahan usahatani (UT) minimum (Lmin), agar memenuhi KHL, yaitu Lmin = KHL NPV-1. Untuk sampai kepada hasil-hasil analisis tersebut maka data usahatani ubikayu yang digunakan adalah data aliran dana (cash flow) atau pengeluaran dan penerimaan kegiatan usahatani ubikayu untuk periode tertentu. Dalam hal ini
98
prospek kelayakan usahatani ubikayu di analisis untuk 5 tahun kegiatan usahatani dengan memanfaatkan modal pinjaman dari bank dengan tingkat diskonto atau nilai bunga 17% tahun-1. Harga jual umbi dalam hal ini dipatok Rp. 800 kg-1 dan harga beras Rp. 6000 kg-1. Bila harga beras Rp. 6000 kg-1 maka KHM untuk KK petani dengan 3 anggota adalah Rp. 7.680.000,- tahun-1 atau Rp. 1.920.000,orang-1 tahun-1 (Sajogyo 1977). Sedangkan KHL untuk KK dengan 3 anggota tersebut adalah Rp. 19.200.000,- tahun-1 atau Rp. 4.800.000,- orang-1 tahun-1 (Sinukaban 2007). Khusus untuk analisis kelayakan usahatani ubikayu bila teknologi introduksi diaplikasikan maka kontribusi nyata dari BD, AM dan juga kompos jerami padi diperkaya K terhadap ketersediaan K tanah dan dampaknya terhadap hasil ubikayu dijadikan bahan pertimbangan dalam prediksi jumlah pengeluaran dan penerimaan (cash flow) untuk 5 tahun kegiatan usahatani ubikayu. Dasar pertimbangannya adalah laporan hasil penelitian Howeler (2002), sebagai berikut: 1. Bahwa tanpa penggunaan pupuk K, maka K-dd pada tanah pertanaman ubikayu akan turun dari 0,2 ke 0,1 cmol kg-1 dalam 2 atau 3 tahun. 2. Bahwa tanpa penggunaan pupuk K (K2O), dalam rentang waktu 8 sampai 10 tahun, produksi ubikayu menurun rata-rata 1,1 s,d 1,5 ton ha-1 tahun-1, meskipun pupuk N, P digunakan (laporan dari hasil 15 penelitian). 3. Bahwa produksi ubikayu dapat dipertahankan bila ke tanah di berikan sedikitnya 50 kg K2O atau 100 kg KCl ha-1 kali tanam-1. 4. Bahwa penggunaan 150 kg K2O ha-1 tahun-1, dalam rentang waktu 8 tahun, meningkatkan hasil ubikayu dari 32 ke 40 ton ha-1 atau meningkat rata-rata 1 ton ha-1 tahun-1. 5. Kebutuhan kalium ubikayu sekitar 0,1 cmol kg-1 (39 ppm) untuk 1 kali musim tanam. Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas maka kontribusi nyata dari tanaman sela BD dalam mempertahankan dan meningkatkan ketersediaan K tanah menjadi bagian dari data yang digunakan untuk analisis kelayakan usahatani selama 5 tahun kegiatan. Seperti yang telah didapatkan dari hasil penelitian di Lab lapang dan di lapangan bahwa potensi rata-rata pangkasan daun BD sebagai tanaman sela
99
ubikayu yang dapat dikembalikan ke tanah dari 1 m baris tanam, masing-masing adalah 0,52 dan 0,16 kg bulan-1 (pertumbuhan BD pada penelitian di lapangan belum optimal). Ini berarti dalam luasan tanam 1 hektar (panjang baris BD sebagai tanaman sela ubikayu dalam 1 hektar adalah 5000 m), total pangkasan daun BD yang dikembalikan ke tanah selama 10 bulan kegiatan penanaman ubikayu (umur panen ubikayu UJ-5 9-10 bulan) mencapai 25 ton ha-1 pada percobaan di Lab lapang dan 8 ton ha-1 pada percobaan di lapangan. Artinya sekitar 72 kg K (percobaan di Lab lapang) atau 22 kg K (percobaan di lapangan) yang terkandung di dalam pangkasan daun BD (K sekitar 0,62% dari BK biomasa) dikembalikan ke tanah selama penanaman ubikayu, Dalam analisis ini digunakan nilai rata-rata dari dua hasil pengamatan tersebut yaitu pangkasan BD mampu mengkontribusi K sekitar 47 kg ha-1 untuk 1 musim tanam ubikayu. Dari uraian di atas dapat diilustrasikan jalannya analisis BC-1, NPV dan IRR untuk penanaman ubikayu yang menerapkan perlakuan BD, tanpa AM dan kompos jerami padi diperkaya 100 kg KCl ha-1 (B1M0K100) sebagai berikut: Pada perlakuan ini rata-rata K tanah tersedia terukur 119 ppm, sedangkan kebutuhan K ubikayu sekitar 39 ppm (0,1 cmol kg-1) untuk 1 kali musim tanam (Howeler 2002) dan kadar K tanah tersedia yang direspon tanaman sedikitnya 60 ppm (Byous et al. 2004; Gaskell et al. 2006). Untuk mempertahankan produksi ubikayu yang sama (49 ton ha-1) maka belanja modal untuk pengadaan 100 kg KCl, hanya dilakukan pada tahun 1, 3 dan 5 dan seterusnya. Dalam hal ini pemberian K ke tanah tidak lagi melalui kompos yang diperkaya K karena pangkasan daun dan eksudat akar BD dianggap mampu menggantikan peranan kompos sebagai sumber bahan organik tanah. Contoh lain adalah untuk model pengelolaan dengan aplikasi BD, tanpa AM dan kompos jerami diperkaya 200 kg KCl ha-1 (B1M0K200). Pada perlakuan ini BD berhasil mempertahankan K tanah tersedia sekitar 150 ppm, maka untuk mempertahankan produksi ubikayu 55 ton ha-1, belanja modal untuk pengadaan 200 kg KCl hanya diperlukan pada tahun 1, 4 dan seterusnya (selang waktu 2 tahun). Sementara pada perlakuan AM (mikoriza) belanja modal untuk pengadaan inokulum AM hanya diperlukan pada tahun 1, sedangkan belanja modal lainnya tetap.
100
Analisis sensitivitas usahatani Analasis lain yang dilakukan adalah analisis sensitivitas usahatani. Analisis ini diperlukan untuk mencegah resiko jika terjadi kesalahan dalam menaksir biaya atau manfaat dan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya perubahanperubahan parameter finansial (Soeharto 1990). Untuk hal itu dibuat 2 skenario yaitu 1) penurunan harga jual produksi sampai 50% dengan jumlah produksi dan belanja modal tetap dan 2) peningkatan nilai belanja modal sampai 50% dengan jumlah dan harga produksi tetap. Analisis ini juga mendapatkan harga jual ubikayu sebagai titik impas (break event point) dari usahatani ubikayu.
Hasil Keragaan petani ubikayu Pendidikan petani ubikayu di daerah Lampung Selatan khususnya di sekitar Kecamatan Tegineneng agak lebih tinggi dibanding petani ubikayu Lampung Utara. Dari 15 petani contoh (responden) di daerah sekitar Tegineneng, 20% berpendidikan sarjana, 26% berpendidikan SMA dan 54% berpendidikan SD/SMP dengan umur petani antara 35-60 tahun. Di daerah ini 60% petani menanam ubikayu pada lahan > 1 ha dan hanya 7 % (1 orang dari 15 petani contoh) yang menjadikan usahatani ubikayu sebagai sumber pendapatan utama dan sisanya sebagai usahatani pendamping. Sekitar 20% (3 dari 15 petani) petani dapat dikategorikan sebagai petani maju dengan luasan lahan tanam ubikayu 2-4 ha, 60% sebagai petani semi maju dengan luasan lahan tanam ubikayu berkisar 0,5-2 ha dan 20% sebagai petani tradisional dengan luasan tanam 0,5-1 ha. Di daerah kajian Kabupaten Lampung Utara (Kalibalangan, Abung Semulih, dan Kotabumi Selatan), 73% petani ubikayu berpendidikan SMP ke bawah, 20% berpendidikan SLTA dan 7% berpendidikan sarjana muda dan umur petani antara 30 - 60 tahun. Sekitar 80% petani menanam ubikayu pada luasan lahan > 1 ha, dan 13% petani (2 orang dari 15 petani contoh) menjadikan usahatani ubikayu sebagai sumber pendapatan utama, sisanya sebagai usahatani pendamping. Di daerah ini 13% (2 orang dari 15 contoh) dikategorikan sebagai petani maju dengan luasan lahan tanam ubikayu 2-5 ha, 67% sebagai petani semi maju dengan luasan lahan
101
tanam 0,5-2 ha dan 26% sebagai petani tradisional dengan luasan lahan tanam 0,54 ha.
Karakteristik usahatani ubikayu petani Di daerah kajian Lampung Selatan (Tegineneng) produksi rata-rata ubikayu di tingkat petani maju, semi maju dan tradisional masing-masing berkisar antara 30-40, 20-25 dan 10-17 ton ha-1. Petani maju dan semi maju di daerah kajian ini hampir menyeluruh menggunakan pupuk Ponska (15:15:15) sebagai sumber utama hara N, P, dan K. Petani maju selain menggunakan pupuk Ponska juga menambahkan urea dan SP-36 atau memberikan Ponska dalam takaran tinggi yaitu kisaran 300 sampai 500 kg ha-1. Sementara petani semi maju secara rata-rata hanya menggunakan Ponska antara 50-200 kg ha-1. Petani maju rata-rata menggunakan pupuk organik (pupuk kandang) sekitar 2,5-4 ton ha-1 dengan pupuk kandang unggas sebagai sumber pupuk organik utama. Petani semi maju menggunakan pupuk kandang kisaran 1-4 ton ha-1. Sementara petani tradisional secara umum hanya mengandalkan pupuk kandang sebagai pupuk utama dengan takaran tergantung ketersediaan pupuk kandang di kandang ternak mereka. Takaran yang diberikan berkisar 1-1,5 ton ha-1. Beberapa petani tradisional juga menggunakan sedikit urea. Bibit yang digunakan oleh petani maju lebih banyak didatangkan dari luar lahan, yaitu di dapatkan dari penyuluh atau bibit rekomendasi dari perusahaan. Sedangkan petani semi maju dan tradisional lebih banyak menggunakan bibit asalan yaitu bibit yang berasal dari ubikayu yang mereka tanam sebelumnya. Petani maju umumnya selalu menggunakan jasa traktor untuk mengolah tanah dengan pertimbangan waktu yang diperlukan untuk pengolahan tanah lebih cepat (1-2 jam ha-1 atau 7 ha hari-1). Sedang petani semi maju kadang menggunakan traktor dan kadang menggunakan jasa tenaga ternak (5 hari ha-1). Petani tradisional secara umum hanya menggunakan jasa ternak untuk pengolahan tanah. Hal lain yang cukup berbeda adalah waktu panen. Petani maju hampir merata memanen ubikayu sampai cukup umur (8-10 bulan) dan kadang juga berdasarkan pertimbangan harga ubikayu di pasaran. Petani semi maju dan tradisional dalam menentukan waktu panen lebih tergantung pada kebutuhan
102
hidup dan harga dipasaran. Karenanya mereka kadang memanen ubikayu yang belum cukup umur (umur 6 dan 7 bulan). Hal itu sebagai salah satu penyebab kenapa kebanyakan kadar pati ubikayu petani Lampung rendah (informasi dari pabrik; secara umum kadar pati ubikayu petani sekitar 18–22% dan pabrik tidak akan membeli ubikayu bila kadar pati < 18%). Petani ubikayu maju dan semi maju di daerah kajian Lampung Utara secara managemen dan penggunaan saprodi hampir sama dengan petani daerah kajian Lampung Selatan. Namun rata-rata produktivitas ubikayu di kawasan tersebut sedikit lebih rendah. Produksi ubikayu di daerah kajian ini ditingkat petani maju, semi maju dan tradisional masing-masing 25-35, 20-24 dan 8-15 ton/ha.
Kelayakan usahatani dinilai dari segi manfaat Nilai BC-1, NPV dan IRR dari 5 tahun kegiatan usahatani ubikayu menggunakan modal pinjaman bank dengan tingkat diskonto 17% untuk model cara pengelolaan yang diuji dibandingkan usahatani ubikayu cara petani (maju, semi maju dan tradisional) (Tabel 17) memperlihatkan bahwa secara rata-rata melakukan usahatani ubikayu dengan cara apapun adalah usahatani yang layak (menguntungkan). Hal itu terindikasi dari nilai BC-1>1, NPV>0 dan IRR>17% untuk semua cara usahatani ubikayu tersebut. Namun demikian nilai keuntungan bersih (NPV) yang didapat terindikasi berbeda. Dengan menerapkan model teknologi introduksi (cara pengelolaan yang diuji dalam penelitian) nilai bersih usahatani ubikayu (NPV) dalam 5 tahun kegiatan mencapai sekitar 110 jutaan rupiah untuk usahatani yang menerapkan perlakuan mikoriza atau BD yang diintegrasikan dengan kompos jerami padi diperkaya 200 kg KCl ha-1 (B0M1K200 atau B1M0K200) dan diberi pupuk dasar 200 kg urea dan 150 kg SP-36 ha-1. Bila BD dan AM diaplikasikan serta diinteraksikan dengan kompos jerami diperkaya kalium 200 kg KCl ha-1 (B1M1K200), nilai NPV usahatani yang didapat mencapai 95 jutaan rupiah, namun angka-angka tersebut adalah angka prediksi karena percobaan aplikasi perlakuan di lapangan baru untuk 1 kali masa tanam. NPV terendah untuk aplikasi teknologi introduksi didapatkan dari perlakuan kontrol (B0M0K0) yaitu sebesar 72 jutaan rupiah (Tabel 17). Sementara petani maju secara rata-rata dalam 5 tahun bisa mendapatkan NPV
103
sebesar 65 jutaan, petani semi maju 37 jutaan dan petani tradisional 19 jutaan rupiah. Tabel 17 BC-1, NPV dan IRR untuk 5 tahun usahatani ubikayu menggunakan modal pinjaman bank dengan diskonto 17% untuk perlakuan interaksi BD, AM dan kompos jerami diperkaya kalium dibandingkan dengan usahatani ubikayu cara petani Model Produksi Umbi Pengelolaan (ton ha-1 tahun-1) 40 B0M0K0 44 B0M0K50 47 B0M0K100 51 B0M0K200 42 B0M1K0 44 B0M1K50 52 B0M1K100 56 B0M1K200 42 B1M0K0 47 B1M0K50 49 B1M0K100 55 B1M0K200 41 B1M1K0 42 B1M1K50 46 B1M1K100 50 B1M1K200 47 Rata-rata Petani maju Triharto 33 Salim 35 Supar 40 Rata-rata 36 Petani semi maju Sakirin 20 Warjono 22 Taslim 24 Rata-rata 22 Petani tradisional 11 Sujadi 10 Slamet 17 Suprianto Rata-rata 13
BC-1
NPV (x Rp. 1000)
IRR
3,82 4,04 4,16 4,18 3,54 3,56 4,02 4,10 3,40 4,03 4,22 4,49 3,33 3,38 3,69 3,85 3,86
71777 83228 91062 100509 73507 79449 99343 110758 72847 87643 94916 109709 69129 73585 85851 94784 87381
61,4 60,5 59,7 59,2 59,9 58,9 58,7 58,3 58,9 59,7 59,0 58,9 59,0 58,4 57,8 57,8 59,1
3,19 3,21 3,80 3,40
57956 61683 75425 65021
59,7 59,7 59,7 59,7
2,85 2,81 3,13 2,93
33209 36281 41783 37091
59,7 59,7 59,7 59,7
2,54 2,33 2,57 2,48
17085 14605 26555 19415
59,7 59,7 59,7 59,7
Keterangan: B0=Tanpa BD, B1=Tanaman sela BD, M0=Tanpa AM, M1=Inokulasi AM dan K0, K50, K100 dan K200 masing-masing kompos jerami diperkaya 0, 50, 100 dan 200 kg KCl ha-1
104
Kelayakan usahatani ubikayu dinilai dari pemenuhan kebutuhan hidup minimum (KHM) dan kebutuhan hidup layak (KHL) Penilaian kelayakan usahatani ubikayu tidak hanya cukup dilihat dari keuntungan yang didapat secara finansial, tetapi yang lebih penting adalah kelayakannya dalam mencukupi kebutuhan hidup petani. Untuk hal itu NPV yang didapat harus diuji kesanggupannya dalam memenuhi kebutuhan hidup minimum (KHM) dan yang lebih penting lagi dalam memenuhi kebutuhan hidup layak (KHL) keluarga petani. Hasil analisis (Tabel 18) mengindikasikan bahwa 1 ha lahan usahatani ubikayu yang menggunakan AM atau BD secara terintegrasi dengan kompos jerami padi diperkaya 200 kg KCl ha-1 (B0M1K200 atau B1M0K200) secara rata-rata telah dapat memenuhi 115% KHL dari KK dengan 3 anggota. Namun untuk kepastian perlu suatu penelitian lanjutan dan jangka panjang. Semantara itu seorang KK petani maju, semi maju dan petani tradisional, yang mengelola 1 ha lahan usahatani ubikayu, secara rata-rata masing-masing dapat memenuhi KHM tahun-1 keluarganya (3 anggota) sekitar 169, 99 dan 51% dan atau memenuhi KHL tahun-1 keluarganya masing-masing sekitar 68, 39 dan 21%. Untuk dapat memenuhi 100% KHL tahun-1 maka seorang KK petani maju, petani semi maju dan petani tradisional sedikitnya harus mengelola lahan (Lmin) masing-masing 1,5, 2,5 dan 5 ha (Tabel 18).
Sensitivitas usahatani ubikayu Hasil analisis sensitivitas usahatani ubikayu untuk dua skenario yang kemungkinan terjadi yaitu; 1) penurunan harga jual produksi sampai 50% dengan jumlah produksi dan belanja modal tetap dan 2) peningkatan nilai belanja modal sampai 50% dengan jumlah dan harga produksi tetap, mengindikasikan bahwa usahatani ubikayu lebih rentan terhadap penurunan harga jual produksi dibanding peningkatan belanja modal. Hal ini dapat dikemukan karena nilai BC-1, NPV dan IRR usahatani ubikayu lebih terpengaruh oleh penurunan harga jual produksi sampai 50% dibanding dengan peningkatan belanja modal sampai 50% (Tabel 19).
105
Tabel 18 Kelayakan 1 ha usahatani ubikayu untuk 5 tahun kegiatan terkait potensi NPV (x Rp. 1000) dalam memenuhi kebutuhan hidup minimum (KHM) dan kebutuhan hidup layak (KHL) dari KK dengan 3 anggota
Model Pengelola an
Biaya produksi tahun 1
NPV 5 tahunan (x Rp. 1000)
Ratarata NPV tahun-1 (x Rp. 1000)
KHM KK dengan 3 anggota th-1
KHL KK dengan 3 anggota th-1
% KHM KK terpen uhi
% KHL KK terpe nuhi
Lmin (ha) untuk KK 3 anggo ta
Teknologi introduksi B0M0K0 B0M0K50 B0M0K100 B0M0K200 B0M1K0 B0M1K50 B0M1K100 B0M1K200 B1M0K0 B1M0K50 B1M0K100 B1M0K200 B1M1K0 B1M1K50 B1M1K100 B1M1K200 Rata-rata Petani maju
7968 8560 9018 9870 11610 12056 12847 13750 10069 10113 11082 12122 13453 13835 14406 15278 11627
71777 83228 91062 100509 73507 79449 99343 110758 72847 87643 94916 109709 69129 73585 85851 94784 87381
14355 16646 18212 20102 14701 15890 19869 22152 14569 17529 18983 21942 13826 14717 17170 18957 17476
7680 7680 7680 7680 7680 7680 7680 7680 7680 7680 7680 7680 7680 7680 7680 7680 7680
19200 19200 19200 19200 19200 19200 19200 19200 19200 19200 19200 19200 19200 19200 19200 19200 19200
186,9 216,7 237,1 261,7 191,4 206,9 258,7 288,4 189,7 228,2 247,2 285,7 180,0 191,6 223,6 246,8 227,6
74,8 86,7 94,9 104,7 76,6 82,8 103,5 115,4 75,9 91,3 98,9 114,3 72,0 76,7 89,4 98,7 91,0
1,3 1,2 1,1 1,0 1,3 1,2 1,0 0,9 1,3 1,1 1,0 0,9 1,4 1,3 1,1 1,0 1,1
Triharto Salim Supar Rata-rata Petani semi maju
8285 8720 8425 8477
57956 61683 75425 65021
11591 12337 15085 13004
7680 7680 7680 7680
19200 19200 19200 19200
150,9 160,6 196,4 169,3
60,4 64,3 78,6 67,7
1,7 1,6 1,3 1,5
Sakirin Warjono Taslim Rata-rata Petani tradisional
5620 6260 6140 6007
31450 33785 48470 37902
6290 6757 9694 7580
7680 7680 7680 7680
19200 19200 19200 19200
81,9 88,0 126,2 98,7
32,8 35,2 50,5 39,5
3,1 2,8 2,0 2,5
Sujadi Slamet Suprianto Rata-rata
3460 3435 5300 4065
21628 16253 21308 19729
4326 3251 4262 3946
7680 7680 7680 7680
19200 19200 19200 19200
56,3 42,3 55,5 51,4
22,5 16,9 22,2 20,6
4,4 5,9 4,5 4,9
106
Sebagai contoh pada model pengelolaan (perlakuan) B0M1K200. Penurunan harga jual sampai 50 %, maka BC-1 dan NPV turun dari 4,10 dan Rp. 110.758.000,- (Tabel 17 dan 18) menjadi masing-masing 2,05 dan Rp. 37. 486.000,-. Sementara dengan peningkatan belanja modal 50%, BC-1 dan NPV masing-masing hanya turun menjadi 2,73 dan Rp. 92.865.000,-. Terkait dengan fluktuasi harga jual, maka titik impas harga (break event point) ubikayu terrendah didapatkan untuk model pengelolaan B1M0K200 (aplikasi BD dan kompos jerami padi diperkaya 200 kg KCl ha-1) yaitu Rp. 178,kg-1 dan diikuti model pengelolaan B0M1K200 (aplikasi AM dan kompos jerami padi diperkaya 200 kg KCl ha-1) yaitu sebesar Rp. 195,- kg-1. Untuk cara petani maju, petani semi maju dan petani tradisional titik impas harga masing-masing adalah pada Rp. 240, Rp. 270 dan Rp. 320,- kg-1 (Tabel 20). Pembahasan Usahatani ubikayu baik pada tingkat petani ataupun dari hasil pengujian didapatkan sebagai usahatani yang layak. Hal itu dapat dikemukakan karena hasil analisis BC-1, NPV dan IRR memperlihatkan bahwa dengan pengelolaan cara bagaimanapun usahatani ubikayu adalah menguntungkan. Faktor pengungkit utama untuk hal itu adalah adanya perbaikan nilai harga jual (pada akhir penelitian harga ubikayu segar ditingkat petani sekitar Rp. 800,- kg-1). Meskipun demikian, seorang KK dengan 3 anggota yang memiliki lahan usahatani ubikayu 2 ha dan dikategorikan sebagai petani semi maju seperti petani Sakirin dari Kalibalangan Lampung Utara, kalau hanya mengandalkan pendapatan dari usahatani ubikayu, belum bisa memberikan kehidupan layak bagi keluarganya. Dengan rata-rata keuntungan bersih (NPV) dari 1 hektar lahan usahatani ubikayu sebesar Rp 6.290.000,- tahun-1, maka Sakirin sedikitnya harus mengelola lahan usahatani ubikayu (Lmin) 3,1 ha untuk bisa mencukupi KHL keluarganya. Seorang KK kategori petani maju seperti Supar dari Tegineneng Lampung Selatan dengan rata-rata keuntungan bersih (NPV) tahun-1 dari 1 ha lahan usahatani adalah sekitar Rp. 15.085.000,- hanya butuh 1,3 ha (Lmin) lahan usahatani ubikayu, untuk bisa mencukupi KHL keluarganya. Saat ini dengan usahatani ubikayu seluas 4 ha, pendapatan petani ini lebih dari cukup untuk memenuhi KHL keluarganya.
107
Tabel 19 Nilai BC-1, NPV dan IRR usahatani ubikayu sebagai pengaruh dari penurunan harga jual 50% dan peningkatan belanja modal 50% untuk berbagai model pengelolaan lahan
Model Pengelolaan
Harga Jual Produksi Turun 50% BC-1
NPV (xRp. 1000)
IRR
Belanja Modal Naik 50% BC-1
NPV (xRp. 1000)
IRR
Teknologi introduksi B0M0K0
1,91
23142
79,4
2,54
59030
78,8
B0M0K50
2,02
27921
77,8
2,69
69535
77,6
B0M0K100
2,08
31105
76,7
2,77
76636
76,7
B0M0K200
2,09
34466
58,8
2,79
84720
59,0
B0M1K0
1,77
23334
57,9
2,36
59038
59,2
B0M1K50
1,78
24204
56,1
2,37
63929
57,9
B0M1K100
1,96
22111
56,8
2,68
82895
57,9
B0M1K200
2,05
37486
56,4
2,73
92865
57,5
B1M0K0
1,70
21269
54,8
2,27
57692
57,3
B1M0K50
2,02
29377
58,6
2,69
73199
59,3
B1M0K100
2,11
32707
57,7
2,81
80165
58,5
B1M0K200
2,25
39146
57,7
2,99
94000
58,4
B1M1K0
1,67
19743
54,8
2,22
54308
57,4
B1M1K50
1,69
21361
54,1
2,26
58154
56,7
B1M1K100
1,84
26960
54,1
2,46
69886
56,3
B1M1K200
1,92
30738
54,3
2,56
78131
56,4
Rata-rata
1,93
27817
60,4
2,58
72136
61,5
Petani maju Triharto
1,59
15725
59,7
2,12
44703
59,7
Salim
1,61
16893
59,7
2,14
47734
59,7
Supar
1,90
24235
59,7
2,53
61947
59,7
Rata-rata
1,70
18951
59,7
2,27
51461
59,7
Sakirin
1,42
7614
59,7
1,90
24219
59,7
Warjono
1,41
8126
59,7
1,87
26267
59,7
Taslim
1,56
11070
59,7
2,08
31961
59,7
Rata-rata
1,46
8937
59,7
1,95
27482
59,7
Sujadi
1,27
3007
59,7
1,70
11550
59,7
Slamet
1,16
1808
59,7
1,55
9110
59,7
Suprianto
1,12
2012
59,7
1,49
12601
59,7
Rata-rata
1,18
2276
59,7
1,58
11087
59,7
Petani semi maju
Petani tradisional
108
Tabel 20 Titik impas (break event point) harga jual ubikayu beberapa cara pengelolaan usahatani ubikayu yang diuji dibandingkan dengan cara petani Model Pengelolaan B0M0K100 B0M0K200 B0M1K100 B0M1K200 B1M0K100 B1M0K200 B1M1K100 B1M1K200 Petani Maju Petani Semi maju Petani tradisional
Produksi total 5 tahunan (ton ha-1) 234 259 260 280 243 276 230 250 180 110 65
Biaya produksi 5 tahunan x Rp. 1000 45092 49350 50235 54750 45348 48151 47969 49930 42383 30033 20325
Titik impas harga (break event point) kg-1 (Rp.) 290 285 298 195 285 178 325 312 240 270 320
Keterangan: B0=tanpa BD, B1=dengan BD, M0=tanpa AM, M1=dengan AM, K100=kompos jerami diperkaya 100 kg KCl ha-1, K200= kompos jerami diperkaya 200 kg KCl ha-1
Sementara itu 1 ha lahan usahatani ubikayu petani tradisional secara rata-rata hanya bisa mencukupi 21% KHL keluarganya. Untuk mencukupi KHL maka seorang KK petani tradisional harus mengelola lahan ubikayu seluas 5 ha (Lmin). Dari hasil penelitian dan juga berdasarkan pengalaman petani terutama petani maju terindikasi secara jelas bahwa tanaman ubikayu sangat respon terhadap tindakan pemupukan baik kimia maupun organik. Jika biaya pengadaan bahan tersebut dan juga tenaga kerja (production cost) untuk perbaikan produktivitas ubikayu dihubungkan dengan pengembalian (net return) maka dapat dibuat suatu grafik korelasi antara kedua variabel tersebut (Gambar 23). Hubungan antara kedua variabel tersebut dapat diformulasikan dengan persamaan y=-0,000x2+6,321-16500, artinya peningkatan biaya yang digunakan untuk pengadaan pupuk kimia dan bahan organik serta tenaga kerja dalam usahatani ubikayu seiring dengan peningkatan pengembalian. Pemanfaatan potensi BD, AM dan kompos jerami diperkaya 200 kg KCl ha-1 seperti pada perlakuan B0M1K200 dan B1M0K200, serta didukung penggunaan pupuk dasar urea (200 kg ha-1) dan SP-36 (150 kg ha-1) sehingga biaya produksi meningkat sekitar 95-122% dari biaya produksi petani semi maju,
109
nyata meningkatkan kelayakan 1 hektar usahatani ubikayu yaitu dari memenuhi 39 % KHL menjadi 115% KHL untuk KK dengan 3 anggota (Tabel 2). Artinya seorang KK usahatani ubikayu yang memanfaatkan potensi amelioran-amelioran tersebut untuk perbaikan kualitas tanah masam, hanya perlu 1 ha lahan usahatani ubikayu untuk mencukupi KHL keluarganya.
Gambar 23 Korelasi antara biaya produksi (x Rp. 1000) dengan pengembalian bersih (x Rp. 1000) yang didapat dari 1 hektar lahan usahatani ubikayu. Penggunaan BD sebagai tanaman sela dan juga AM serta kompos jerami diperkaya kalium, disamping pemberian pupuk dasar (urea dan SP-36) nyata memperbaiki tingkat kelayakan usahatani ubikayu. Kontribusi yang nyata dari BD dalam meningkatkan K tanah tersedia (laporan sebelumnya) diprediksi tidak hanya meningkatkan hasil dan kelayakan usahatani, tetapi juga membawa ke arah cara usahatani ubikayu yang efisien dan berkelanjutan, Kemampuan BD dalam preservasi K tanah tersedia dapat menghemat pengeluaran untuk pengadaan pupuk K yang sangat dibutuhkan oleh ubikayu (Suyamto & Howeler 2001). Demikian pula AM yang mampu memperbaiki serapan hara tanaman dan agregat tanah masam dan miskin (Rillig 2004) juga akan mengefektifkan penggunaan pupuk dan memperbaiki mutu hasil ubikayu. Secara menyeluruh hasil analisis kelayakan usahatani ubikayu ini baru bersifat prediktif karena uji coba penanaman di lapang baru dilakukan untuk satu kali penanaman. Disisi lain dampak yang baik dari interaksi BD dan AM serta pemberian pupuk kalium melalui kompos jerami diperkaya K terhadap
110
peningkatan kadar pati dan penurunan senyawa sianogen umbi, belum begitu besar perannya dalam menaikan kelayakan usahatani ubikayu, meskipun beberapa pabrik tepung tapioka di Lampung ada yang menaikan harga beli sekitar 5% bila kadar pati ubikayu petani dinilai baik. Hal itu dapat mereka berikan karena setiap kenaikan 1% kadar pati maka pabrik mendapatkan kenaikan 5% harga jual hasil olahan. Di negara penghasil ubikayu lain seperti Thailand, kadar pati adalah diantara faktor penentu harga jual ubikayu dimana setiap kenaikan 1% kadar pati umbi maka harga ubikayu naik 0,02 bath kg-1 (Sungzikaw 2007). Tingkat sensitivitas usahatani ubikayu yang tinggi terhadap perubahan harga jual produk, dibandingkan perubahan belanja modal sangat terkait dengan nilai rasio yang tinggi antara pemasukan dengan pengeluaran. Faktot lain yang berpengaruh adalah fluktuasi produksi yang sangat tinggi antara cara pengelolaan lahan yang berbeda yaitu bergerak dari belasan ton ha-1 ke puluhan ton ha-1. Hal itu membuat total keuntungan bersih yang didapat sangat terpengaruh oleh adanya perubahan harga jual. Simpulan Dalam kondisi harga jual umbi ubikayu segar sekitar Rp. 800,- kg-1 maka usahatani ubikayu pada tingkat manapun merupakan usahatani yang layak. Hal itu dapat dikemukakan karena hasil analisis BC-1, NPV dan IRR memperlihatkan bahwa dengan cara bagaimanapun usahatani tersebut tetap memberikan keuntungan. Seorang KK dengan 3 anggota keluarga yang mengelola 1 ha lahan usahatani ubikayu telah mampu memenuhi KHL (Rp. 19.200.000,- tahun-1) keluarganya bila dalam usahatani ubikayu menggunakan tanaman sela BD atau AM yang diintegrasikan dengan kompos jerami diperkaya 200 kg KCl ha-1 serta didukung penggunaan pupuk dasar urea (200 kg ha-1) dan SP-36 (150 kg ha-1). Seorang KK dengan 3 anggota dari kategori petani ubikayu tradisional dan semi maju yang memiliki lahan usahatani 2 ha, belum bisa mencukupi KHL keluarganya karena dengan keuntungan bersih (NPV) masing-masing sekitar Rp. 3.946.000,- dan Rp. 7.580.000,- ha-1 tahun-1 maka sedikitnya mereka harus mengelola lahan usahatani ubikayu masing-masing seluas 5 dan 2,5 ha untuk bisa memenuhi KHL keluarga sebesar Rp. 19.200.000,- tahun-1. Sementara petani
111
maju dengan lahan ubikayu sekitar 1,5 ha telah mampu mencukupi KHL anggota keluarganya. Tingkat sensitivitas usahatani ubikayu lebih tinggi terhadap perubahan harga jual dibanding perubahan belanja modal.
112
113
PEMBAHASAN UMUM Rumput Brachiaria adalah rumput pakan berpotensi untuk daerah iklim tropik yang telah dikenal dibanyak Negara. Rumput ini mengandung nilai nutrisi yang baik yang dicirikan dengan nilai palatabilitas dan protein yang tinggi. Beberapa spesies rumput ini dikenal secara baik oleh peternak-peternak Indonesia diantaranya adalah rumput bede untuk spesies B. decumbens, rumput palisade atau rumput ya signaentotang untuk spesies B. brizantha, rumput beha untuk spesies B. humidicola dan rumput beer (Br) untuk spesies B. ruziziensis (Fanindi & Prawiradiputra 2005). Rumput Brachiaria dikenal sebagai salah satu tanaman eksotik karena tanaman ini juga mampu mereklamasi tanah atau lahan marginal (Husson et al. 2003; Agbenin dan Adeniyi 2005). Kemampuan tersebut diantaranya diperankan oleh senyawa organik eksudat akar yang mampu mengekstrak kation-kation yang berada di dalam mineral tanah menjadi bentuk tersedia, atau membentuk kelat (complex metal-organic acids) untuk detoksi metal seperti Al dan logam barat lainnya serta banyak fungsi lainnya. Dengan kemampuan eksudat akar tersebut tanaman eksotis seperti Brachiaria dapat tumbuh baik pada tanah miskin atau pada tanah-tanah yang mengandung metal berpotensi racun. Hasil penelitian di rumah kaca mendapatkan asam-asam organik dengan berat molekul rendah dieksudasi oleh akar rumput Brachiaria ke kultur pasir untuk detoksi Al3+. Asam-asam organik tersebut difungsikan sebagai ligan untuk membentuk kelat. Pada tanaman Brachiaria seperti B. decumbens (BD), B. ruziziensis (BR) dan B. brizantha (BB), asam-asam organik yang difungsikan sebagai ligan adalah asam malat, asam sitrat dan asam oksalat dengan asam malat difungsikan lebih banyak. Dalam proses kelatisasi, ion Al diikat oleh ligan (asam organik) melalui dua gugus karboksilat yang mengikat satu ion Al untuk membentuk struktur cincin (ring structure) (Dynes & Huang 1997) (Gambar 24). Proses pengikatan Al terjadi melalui deprotonasi (pelepasan ion hidrogen) dari gugus karboksil yang ditukar dengan ion Al dari larutan kultur pasir. Untuk proses itu yang berperan adalah anion malat di-karboksilat (malat2-), anion sitrat trikaboksilat (sitrat
3-
) dan anion oksalat di-karboksilat (oksalat2-) (Pineros et al.
114
2005). Stabilitas kelatisasi tercapai bila terdiri dari 5 atau 6 struktur cincin (Dynes & Huang 1997).
Gambar 24 Struktur cincin dari kompleks Al-asam-asam organik (kelat) (Dynes & Huang 1997). Eksudasi asam-asam organik alipatik dari akar Brachiaria itu terlihat jelas diaktivasi oleh adanya Al di dalam kultur tanam (pasir) yaitu semakin tinggi konsentrasi Al di dalam kultur pasir semakin banyak asam-asam organik dieksudasi akar. Seperti dilaporkan Jorge dan Arruda (1997); Pineros et al. (2005) bahwa ekskresi asam organik dari perakaran tanaman yang toleran Al akan meningkat dengan semakin meningkatnya konsentrasi Al di dalam larutan hara. Terkait dengan usaha untuk memperbaiki kualitas tanah masam maka diantara tiga spesies Brachiaria, BD dianggap lebih berpotensi. Hal itu dapat dikemukakan karena selain eksudat akarnya efektif dalam detoksi (kelatisasi) Al, spesies ini juga lebih toleran terhadap tanah miskin dan kondisi kekeringan. Asumsi tersebut telah terbukti dari hasil percobaan di Lab lapang pada Kanhapludult Tegineneng Lampung. Penanaman BD sebagai tanaman sela (intercropping) ubikayu, mampu menurunkan Al-dd tanah sampai 33%. Penurunan Al-dd tanah tersebut antara lain disebabkan oleh terbentuknya senyawa kompleks Al-asam organik yaitu antara Al dalam larutan tanah dengan asam-asam organik yang dieksudasi akar BD. Senyawa kompleks Al-organik menurunkan konsentrasi Al di dalam larutan tanah sehingga terjadi ketidakseimbangan antara konsentrasi ion Al yang berada pada tapak jerapan koloid dengan Al di dalam larutan tanah. Untuk kembali ke kesetimbangan maka sebagian dari ion Al pada komplek jerapan (Al-dd) akan
115
dilepas ke larutan tanah. Proses tersebut menyebabkan konsentrasi Al-dd menurun. Sementara proses ketidakseimbangan juga dipercepat oleh adanya Al yang diserap perakaran BD dan diakumulasi di dalam jaringan daun (67-287 ppm). Kemampuan BD dalam mengakumulasi Al antara lain dipengaruhi oleh konsentrasi K tanah tersedia yaitu semakin tinggi kadar K tanah tersedia semakin sedikit Al diserap BD. Hal ini karena tanaman-tanaman monokotiledon seperti BD adalah tanaman yang agresif menyerap kation monovalen seperti kalium (Havlin et al. 1999; Mattos et al. 2002). Seperti dilaporkan Mattos et al. (2002) bahwa tanaman BD menyerap 72-91% K yang ditambahkan ke kultur tanam. Daya serap BD yang tinggi terhadap K, sepertinya menjadi sesuatu yang menguntungkan bila tanaman BD difungsikan untuk preservasi kalium dari pencucian. Peranan inipun terlihat dimainkan dengan baik oleh rumput BD pada percobaan di Lab lapang. Eksudat akar BD dan pangkasan daunnya yang dikembalikan ke tanah mampu mempertahankan dan meningkatkan ketersediaan K tanah. Senyawa organik eksudat akar memperkaya karbon organik tanah membuat K lebih banyak berada dalam bentuk senyawa kompleks K-organik (Gale et al. 2000; Gaskell et al. 2006). Demikian pula pangkasan daun BD yang cukup kaya K bila dikembalikan
ke
tanah
akan
memelihara
ketersediaan
K
tanah
dan
mengamankannya dari pencucian. Eksudat akar BD juga memperbaiki stabilitas agregat tanah ke kondisi yang lebih baik untuk pertumbuhan tanaman. Dari penelitian di Lab lapang diketahui potensi pangkasan daun BD dalam mempertahankan K tanah tersedia adalah sangat baik. Pangkasan daun BD yang dikembalikan ke tanah selama penanaman ubikayu sama artinya dengan mengembalikan sekitar 72 kg K ha-1 untuk 1 kali musim tanam ubikayu (kandungan K di dalam pangkasan daun BD terukur 6,2 g kg-1). Jumlah ini lebih dari cukup untuk mempertahankan produksi dan mutu hasil ubikayu karena hasil penelitian Howeler (2002) memperlihatkan penambahan 50 kg K2O atau 100 kg KCl ha-1 ke tanah cukup untuk mempertahankan produksi ubikayu. Seandainya laporan Chee dan Wong (1985) diacu dalam Fanindi dan Prawiradiputra (2005) dijadikan referensi yang mendapatkan kandungan K di dalam daun BD adalah sekitar 13,5 g kg-1, maka K yang dapat dikembalikan ke tanah melalui pangkasan
116
daun tersebut selama satu musim tanam ubikayu bisa mencapai 200 kg K ha-1. Sementara pada panelitian di lapangan, dimana pertumbuhan BD sebagai tanaman sela ubikayu belum optimal, jumlah K yang dikembalikan ke tanah melalui pangkasan daun BD untuk 1 musim tanam ubikayu baru sekitar 22 kg K ha-1. Potensi BD untuk perbaikan kualitas tanah masam khususnya peningkatan ketersediaan K tampaknya semakin efektif bila diinteraksikan dengan AM (arbuscular mycorrhiza) karena AM memperluas daerah serapan hara perakaran sehingga mempertinggi serapan hara tanaman pada tanah-tanah miskin (Howeler 2002; Rillig 2004). Hifa dan glomalin (protein hidrofobik) AM juga dilaporkan memperbaiki agregasi dan stabilitas agregat tanah (Rillig 2004; Bedini et al. 2009). Sementara kompos jerami padi diperkaya kalium diperlukan sebagai sumber hara K karena tanah masam seperti Kanhapludult Tegineneng Lampung mempunyai cadangan K (6 mg 100g-1) dan ketersediaan K (0,11 cmol kg-1) tanah yang relatif rendah. Perlakuan integrasi tiga amelioran tanah tersebut pada tanah masam yang ditanami ubikayu telah terbukti mampu mempertahankan dan meningkatkan kadar K tanah tersedia. Dari sudut pandang fisika tanah, kualitas tanah masam yang baik dicirikan oleh kondisi fisik tanah yang mendukung untuk pemenuhan kecukupan air, udara dan hara bagi tanaman serta struktur tanah yang tahan terhadap tekanan mekanik. Hal itu antara lain dapat diketahui melalui pemahaman status agregat tanah baik agregat makro (1-5 mm), meso (0,25-1 mm) maupun mikro (0,052-0,25 mm) (Gale et al. 200; Roseta et al. 2006). Hasil penelitian mengindikasikan eksudat akar BD yang meresap ke dalam pori agregat makro bersama air kapilaritas dan menjadi senyawa organik intraagregat cenderung memfragmentasi agregat makro menjadi agregat meso dan mikro bila karbon organik intra-agregat terdekomposisi menjadi karbon bebas. Hal itu lebih terlihat ketika struktur tanah dibasahi secara cepat sebagaimana yang terjadi dalam proses analisis ayakan basah untuk mengetahui stabilitas agregat tanah. Udara di dalam pori agregat makro yang ditinggalkan senyawa eksudat akar akan terdesak oleh pembasahan dan menekan struktur tanah dari dalam sehingga mengalami slaking (pecahnya agregat oleh tekanan udara yang terkurung). Akibatnya agregat makro pecah menjadi agregat meso dan mikro.
117
Agregat makro pada tanah yang diperlakukan dengan BD dan AM pun rentan akan proses tersebut. Fragmentasi agregat makro menjadi agregat meso dan mikro yang lebih mudah oleh kehadiran eksudat akar BD sebagai senyawa organik intra-agregat, bukanlah suatu indikasi stabilitas agregat makro yang lemah. Dalam kondisi alami senyawa organik eksudat akar adalah agen agregasi transient yang baik (Martins et al. 2008). Namun senyawa ini relatif mudah mengalami biodegradasi dan terdekomposisi oleh pengaruh suhu dan cahaya. Sementara itu AM dan kompos jerami didapatkan lebih efektif memperbaiki stabilitas agregat makro tanah. Dalam hal ini hifa dan glomalin (proteinaceous) dari AM serta senyawa asam aromatik (asam humat dan asam fulvat) dari kompos jerami padi, mengikat agregat mikro menjadi agregat makro yang lebih stabil (Ladd et al. 1996; Bedini et al. 2009). Pengamatan polisakarida total dan polisakarida bukan selulosa yang terkandung di dalam agregat makro, meso dan mikro adalah usaha lebih lanjut untuk mengetahui potensi senyawa-senyawa organik yang dihasilkan bahan-bahan amelioran tanah tersebut sebagai agen agregasi partikel tanah. Dorongan eksudat akar BD dalam fragmentasi agregat makro menjadi agregat meso dan mikro, menjadikan agregat meso dan mikro mengandung lebih banyak polisakarida total. Gale et al. (2000) mendapatkan C-organik seperti getah polisakarida (mucigel) yang dihasilkan akar tanaman pada awalnya lebih dari 60% berasosiasi dengan agregat makro. Namun fragmentasi agregat makro menjadi agregat mikro menyebakan C-organik di dalam agregat mikro lebih banyak. Sementara polisakarida total yang lebih tinggi di dalam agregat makro pada tanah yang diperlakukan dengan AM dan demikian juga di dalam perlakuan interaksi BD dan AM antara lain merupakan kontribusi senyawa chitin yaitu senyawa polisakarida β-(1=4) acetylglucosaminosan di dalam hifa ekstraradikal AM yang kaya karbohidrat (Bedini et al. 2009) dan glikoprotein (glomalin) yang dihasilkan hifa (Wang & Qui 2006). BD, AM dan kompos jerami diperkaya kalium yang terbukti mampu memperbaiki kualitas tanah masam terkait detoksi aluminium, memperbaiki K tersedia dan agregat tanah berdampak nyata terhadap perbaikan pertumbuhan dan
118
mutu hasil ubikayu yang ditanam pada Kanhapludult (percobaan Lab lapang). Hal itu penting artinya karena kondisi Kanhapludult Tegineneng dapat dikategorikan sebagai tanah masam miskin dimana KTK tanah 6,65 cmol kg-1, K-dd 0,11 cmol kg-1 dan cadangan K tanah 6 mg 100g-1 adalah kategori yang sangat rendah. Demikian pula kandungan hara lainnya yang secara umum adalah kategori rendah. Perbaikan kualitas Kanhapludult oleh amelioran-amelioran tanah tersebut telah direspon baik oleh pertumbuhan dan mutu hasil ubikayu UJ-5. Hasil percobaan di Lab lapang pada Kebun Percobaan Tegineneng BPTP Lampung memperlihatkan perlakuan BD dan AM dan interaksi keduanya berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan hasil ubikayu UJ-5, demikian pula dengan perlakuan pengayaan kompos jerami padi dengan 50, 100 dan 200 kg KCl ha-1. Perbaikan terhadap mutu hasil ubikayu antara lain sebagai kontribusi eksudat akar BD yang memperkaya senyawa organik tanah, mendetoksi Al3+, dan memperbaiki K tersedia serta agregat tanah ke kondisi yang lebih menguntungkan bagi perakaran tanaman. Demikian pula AM juga meningkatkan serapan hara tanaman karena hifa jamur ini nyata memperluas permukaan serapan hara akar (Chen 2008) dengan cara mengkolonisasi akar tanaman. Sebagai bukti untuk hal itu pada Tabel 21 dan Gambar 24 ditampilkan hasil pengamatan kolonisasi AM pada akar ubikayu yang ditanam pada pot tanpa dan dengan perlakuan inokulasi AM pada penelitian di Lab lapang. Kompos jerami diperkaya K menjadi bagian penting dari teknologi introduksi ini karena merupakan sumber utama K untuk Kanhapludult yang secara alami memang mempunyai cadangan hara K sangat rendah. Pembuktian lebih lanjut di lapangan terkait efektivitas BD, AM dan kompos jerami diperkaya kalium dalam memperbaiki kualitas tanah masam dan mutu hasil ubikayu, mendapatkan hasil yang cukup baik meskipun uji penanaman baru dilakukan untuk satu kali musim tanam. Pengaruh ketiga faktor perlakuan terhadap keragaan tanaman dan hasil umbi ubikayu pada tanah yang berbeda juga bervariasi. Pada Plinthudult Abung Semulih dimana tekstur tanah liat berpasir, kadar bahan organik dan KTK tanah olah lebih rendah dibanding tanah lainnya (Tabel 8), dan kondisi drainase kurang baik yang terindikasi dari ditemukannya plintit yang cukup banyak pada horizon B dan tanah horizon A berwarna coklat
119
keabu-abuan gelap, serta tanah juga terasa lebih padat (Lampiran 11), terutama dibanding Hapludoks Kalibalangan (Lampiran 10), didapatkan rata-rata hasil ubikayu UJ-5 sekitar 35 ton ha-1. Hapludoks Kalibalangan yang secara alami mempunyai struktur dan aerasi tanah lebih baik-warna tanah lapisan olah coklat kemerahan (5 YR4/3) sebagai indikasi dari proses oksidasi yang intensifsepertinya sangat mendukung untuk perkembangan akar dan serapan hara tanaman sehingga hasil ubikayu UJ-5 ditanah ini (57 ton ha-1) lebih baik dibanding tanah lainnya. Hasil ubikayu pada Hapludoks Kalibalangan ini juga menggambarkan dengan jelas bahwa ubikayu UJ-5 sangat toleran terhadap kejenuhan Al-tinggi karena kejenuhan Al pada tanah ini mencapai 71% (Tabel 8). Sementara itu pengaruh perlakuan BD, AM dan kompos jerami padi diperkaya kalium terhadap produksi ubikayu yang ditanam pada Kanhapludult Tegineneng dan Kandiudult Kotabumi secara rata-rata hampir sama yaitu di Kanhapludult Tegineneng 47 ton ha-1 dan di Kandiudult Kotabumi Selatan 48 ton ha-1 (Gambar 17). Hal itu disebabkan sifat fisiko-kimia lapisan olah kedua tanah ini hampir sebanding (Tabel 8). Demikian pula hasil diskripsi profil (Lampiran 9 dan 12) memperlihatkan horizon-horizon kedua tanah mempunyai sifat yang juga hampir sama. Tabel 21 Hasil pengamatan jumlah spora AM dan persentase kolonisasi AM pada akar ubikayu yang tumbuh pada tanah yang diperlakukan dengan tanpa (M0) dan inokulasi AM (M1) pada penelitian Lab lapang di Kanhapludult Tegineneng Lampung. No, Perlakuan 1
Tanpa AM dan BD)
Rata-rata 2 Inokulasi AM, tanpa BD Rata-rata 3 Inokulasi AM, dengan BD Rata-rata
Ulangan 1 2 1 2 1 2
Jumlah Spora di dalam 50 g Tanah 0 0 0 65 55 60 68 74 71
Keterangan: AM=Arbuscular mycorrhiza, BD= Brachiaria decumbens.
Kolonisasi (%) 0 0 0 51,1 51,1 58,9 58,9
120
Gambar 25
Keragaan akar ubikayu tanpa kolonisasi mikoriza dan dengan kolonisasi hifa dan veskula mikoriza.
Hasil uji di lapangan memperlihatkan jumlah produksi umbi ubikayu UJ-5 lebih respon terhadap perlakuan pengayaan kompos jerami dengan KCl 100 dan 200 kg ha-1, namun terhadap mutu umbi yang terindikasi dari peningkatan kadar pati dan penurunan kadar senyawa sianogen, interkasi BD dan AM berpengaruh nyata sebagaimana juga dengan pengayaan kompos jerami dengan 100 dan 200 KCl ha-1. Secara rata-rata kadar pati umbi pada perlakuan interaksi tersebut yaitu 36,7% BK dan 80,5% BB adalah lebih tinggi sekitar 13% dibanding kadar pati umbi ubikayu pada perlakuan kontrol (B0M0K0) yaitu 32,7% BK dan 71,3% BB. Satu hal yang menjadi perhatian dari hasil penelitian di lapangan adalah bahwa di dalam produksi umbi yang lebih banyak belum tentu terkandung kadar pati yang lebih tinggi. Seperti kadar pati umbi pada percobaan di Hapludoks Kalibalangan yang rata-rata terukur 32 %BB atau 74 %BK, lebih rendah dibanding rata-rata kadar pati umbi ubikayu pada percobaan di Plinthudult A. Semulih (37% BK atau 77% BB), padahal produksi umbi segar di Kalibalangan (57 ton ha-1) lebih tinggi dibanding produksi umbi ubikayu di A. Semullih (35 ton ha-1). Efektivitas serapan hara terutama hara N diperkirakan lebih baik pada tanah dari bahan volkan sekunder seperti Hapludoks Kalibalangan. Hal itu disebabkan struktur Hapludoks (Oksisol) relatif lebih baik dibanding struktur Plinthudult (Ultisol). Menurut ElSharkawy dan Cadavid (2000); Howeler (2002) serapan N yang tinggi cenderung menurunkan kadar pati umbi.
121
Penurunan kandungan senyawa sianogen total (cyanogenic glucoside) seiring dengan peningkatan kadar pati juga ditemukan dalam uji di lapangan. Rata-rata senyawa sianogen total tertinggi terukur pada umbi ubikayu hasil dari perlakuan kontrol yaitu 342 ppm. Sementara kadar senyawa sianogen total terrendah (202 ppm) terukur pada perlakuan interaksi BD, AM dan kompos jerami diperkaya 200 kg KCl ha-1 (artinya turun 42% dari kadar senyawa sianogen total pada ubikayu perlakuan kontol). Hasil penelitian baik penelitian di Lab lapang maupun di lapangan memperlihatkan dengan jelas bahwa ketersediaan kalium tanah betul-betul merupakan faktor kunci kalau ingin memperbaiki mutu hasil ubikayu. Jika berpedoman pada hasil penelitian di lapangan maka pengaruh pemberian kalium ke tanah melalui kompos yang diperkaya K terhadap hasil dan mutu hasil ubikayu dapat diilustrasikan sebagaimana grafik garis kecenderungan (trendline) pada Gambar 26. Jumlah K2O yang diberikan ke tanah pada perlakuan kompos jerami (2 ton ha-1) tanpa pengayaan K (K0) adalah 20 kg ha-1 [kandungan K2O jerami padi 1% (Tabel 6)]. Seterusnya pada perlakuan pengayaan kompos jerami padi dengan 50, 100 dan 200 kg KCl
ha-1, maka jumlah K2O yang
diberikan ke tanah oleh masing-masing perlakuan adalah 46, 72 dan 124 kg ha-1 (52% kandungan K2O di dalam KCl ditambah 20 kg K2O di dalam 2 ton kompos jerami padi ha-1). Khusus untuk hasil umbi ubikayu, grafik garis kecenderungan pada Gambar 26 menginformasikan bahwa secara rata-rata setiap penambahan 40 kg K2O ha-1 (77 kg KCl ha-1) pada tanah masam penanaman ubikayu yang telah diberi pupuk urea dan SP-36 masing-masing 200 kg dan 150 kg ha-1, akan meningkatkan hasil ubikayu sekitar 9% (4 ton ha-1). Artinya penambahan modal usahatani ubikayu sekitar Rp. 300.000,- ha-1 (seandainya harga pupuk KCl dapat dipertahankan Rp. 4000 kg-1), maka dapat menambah pendapatan petani sekitar Rp. 3,2 juta ha-1 (harga ubikayu segar Rp. 800,- kg-1).
122
Gambar 26 Pengaruh pemberian K2O terhadap umbi, pati dan senyawa sianogen total ubikayu UJ-5 pada beberapa tanah masam Lampung. Produktivitas dan mutu hasil ubikayu UJ-5 yang lebih baik setelah adanya perbaikan pengelolaan tanah akan tidak berarti apabila cara pengelolaan yang direkomendasikan terlalu memberatkan petani terutama dilihat dari sisi biaya produksi. Oleh sebab itu petani ubikayu perlu diberikan pertimbangan dan gambaran sampai sejauh mana perbaikan cara pengelolaan tanah untuk usahatani ubikayu berdampak baik terhadap pendapatan petani. Untuk hal itu dilakukan analisis kelayakan usahatani ubikayu yang tidak hanya terbatas sebatas komparasi tingkat kelayakan usahatani antara bentuk-bentuk teknologi pengelolaan yang diuji, tetapi juga harus dibandingkan dengan pengelolaan usahatani ubikayu cara petani, apakah petani tradisional, petani agak maju (semi maju) ataupun petani kategori maju. Hasil analisis BC-1, NPV dan IRR mengindikasikan secara jelas bahwa dengan cara apaupun, saat ini usahatani ubikayu di tanah masam Lampung adalah usahatani yang layak (menguntungkan). Adanya perbaikan harga (pada akhir penelitian harga umbi segar ditingkat petani sekitar Rp. 800,- kg-1) adalah faktor pengungkit utama yang membuat usahatani ubikayu sebagai usahatani yang
123
sangat layak. Namun demikian dari analisis lebih lanjut terutama terkait dengan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidup minimum (KHM) dan kebutuhan hidup layak (KHL) petani, perspektif menjadi lain. Dari hasil wawancara dengan petani-petani ubikayu di daerah kajian didapatkan bahwa besaran KHM untuk penduduk pedesaan yang dirumuskan oleh Sajogyjo (1977) sepertinya masih cukup relevan digunakan. Bagi KK petani ubikayu kategori tradisional, Rp. 20.000,- sehari (atau sekitar (Rp. 7.300.000,tahun-1) dirasa cukup untuk memenuhi kebutuhan makan sehari-hari 3 anggotanya. Artinya KHM yang dirumuskan oleh Sajogyo (1977) untuk penduduk pedesaan, yaitu seharga 320 x harga beras kg-1 (Rp, 6000 kg-1) x jumlah anggota keluarga KK-1 (4 orang) = Rp. 7.680.000,- tahun-1 memperlihat nilai taksiran yang hampir sama dengan nilai kebutuhan aktual petani tersebut. Sejalan dengan hal itu nilai KHL yang dirumuskan oleh Sinukaban (2007) yaitu sebesar 250% dari KHM, sepertinya juga nilai yang masih relevan diterima sebagai nilai patokan untuk prediksi besaran kebutuhan hidup layak. Hasil analisis NPV memperlihatkan bahwa meskipun usahatani ubikayu ditingkat petani terutama petani tradisional dan semi maju menguntungkan (ratarata BC-1 2,48-2,93), namun hasil bersih yang diperoleh KK petani tradisional dari mengelola 1 ha lahan usahatani ubikayu, baru bisa memenuhi 51% KHM dan 21% KHL 3 anggota keluarganya. Kalau dikaitkan dengan luasan lahan penanaman maka sedikitnya KK petani tradisional harus menanam ubikayu seluas 4,9 ha untuk bisa mencukupi KHL keluarganya. Seorang KK petani semi maju dengan 3 anggota keluarga yang mengelola 1 ha lahan usahatani ubikayu, secara rata-rata bisa memenuhi KHM keluarganya, tetapi baru mencukupi sekitar 40% KHL keluarganya. Bagi petani ini sedikitnya diperlukan mengelola 2,5 ha lahan usahatani ubikayu untuk bisa memenuhi KHL keluarganya. Penggunaan BD sebagai tanaman sela dan juga AM serta kompos jerami diperkaya 100 dan 200 kg KCl ha-1, didukung dengan pemberian pupuk dasar urea (200 kg ha-1) dan SP-36 (150 kg ha-1) nyata meningkatkan kelayakan usahatani ubikayu. KK petani yang mengelola 1 ha lahan usahatani ubikayu bila mengaplikasikan amelioran-amelioran tanah tersebut akan mampu memenuhi 100 % KHL keluarganya (KK dengan 3 anggota).
124
Kemampuan BD dalam meningkatkan K tanah tersedia (laporan sebelumnya) sehingga bisa membantu petani mengatasi masalah kelangkaan dan mahalnya harga pupuk kalium dapat membawa ke model pengelolaan usahatani ubikayu yang efisien dan efektif. Demikian pula AM yang mampu memperbaiki serapan hara tanaman dan agregat tanah masam miskin hara (Rillig 2004) juga akan mengefektifkan penggunaan pupuk dan memperbaiki mutu hasil ubikayu. Namun demikian hasil analisis kelayakan usahatani ubikayu ini perlu pembuktian dan pengujian lebih lanjut di lapangan. Peluang lain yang terbuka untuk mengoptimalkan potensi amelioranamelioran tanah tersebut terutama BD dalam perbaikan kualitas tanah masam dan mutu hasil ubikayu adalah memanfaatkannya sebagai sumber pakan disamping memperbaiki sifat fisiko-kimia tanah. Hal itu dapat dipelajari melalui uji coba suatu sistem usahatani integrasi ubikayu-ternak dengan BD sebagai tanaman sela ubikayu. Hasil penelitian di lapangan menunjukan BD sebagai tanaman sela pada 1 ha lahan usahatani ubikayu dapat menghasilkan pangkasan daun sekitar 800-900 kg bulan-1 atau sekitar 30 kg hari-1. Pangkasan daun ini baru bisa mencukupi pakan untuk 1 ekor sapi (berat 200-300kg) hari-1 (Suhardjo et al. 1995; Maswar et al. 1995). Terkait dengan kelayakan usaha ternak sapi potong atau sapi perah bagi KK petani yaitu layak secara ekonomi bila memelihara 4-6 ekor sapi (Tawaf et al. 2006; BPTP Kalteng, 2009) maka dalam sistem usahatani integrasi ubikayuternak berbasis BD, kelayakan usahatani kemungkinan bisa tercapai dengan tanpa harus memelihara 4-6 ekor sapi. Peluang ini bisa didapat karena hasil ubikayu juga akan berkontribusi terhadap kelayakan usahatani sistem integrasi tersebut. Seberapa luas lahan yang harus dikelola dan seberapa banyak sapi yang harus dipelihara agar usahatani integrasi ubikayu-ternak dapat memenuhi kebutuhan hidup layak keluarga petani, perlu pengkajian dan penelitian lebih lanjut. Dalam kaitannya dengan kotoran sapi sebagai sumber bahan organik untuk perbaikan kualitas tanah masam dan mutu hasil ubikayu, maka 1 ekor sapi yang bisa diberi pakan dengan rumput BD dari 1 ha lahan sistem usahatani integrasi ubikayu-ternak, akan menghasilkan pupuk kandang segar (KA 60%) sekitar 2-5 ton atau setara 0,8-2,0 ton pupuk kandang matang untuk 1 kali musim tanam ubikayu. Seperti dilaporkan Suhardjo et al. (1995); Maswar et al. (1995), bahwa 1
125
ekor sapi seberat 200-300 kg menghasilkan sekitar 8-15 kg kotoran segar hari-1. Pupuk kandang yang dihasilkan oleh 1 ha sistem usahatani integrasi ubikayuternak ini meskipun jumlahnya belum cukup untuk optimasi produktivitas ubikayu dan perbaikan kualitas 1 ha tanah masam, namun dianggap sebagai cara lain yang berpotensi untuk menuju usahatani ubikayu berkelanjutan pada tanah masam. Disisi lain satu hal yang harus diantisipasi dalam aktivitas usahatani ubikayu adalah tingkat sensitivitas usahatani ubikayu yang tinggi terhadap perubahan harga jual, dibanding terhadap perubahan biaya usahatani. Hal ini harus menjadi perhatian karena sampai saat ini harga ubikayu segar di Lampung masih sangat fluktuatif. Sebagaimana dilaporkan petani bahwa penentu harga jual utama ubikayu adalah pedagang besar yang dengan seenaknya dapat menaik-turunkan harga.
126
127
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Asam malat, sitrat dan oksalat dari eksudat akar B. decumbens, B. ruziziensis dan B. brizantha, pada kultur pasir efektif mengkelat ion Al; demikian pula pada tanah masam, eksudat akar B. decumbens mampu menurunkan Al dapat dipertukarkan (Al-dd) di dalam tanah. Walaupun kandungan Al-dd di dalam tanah meningkat selama pertumbuhan ubikayu, namun setelah pertanaman ubikayu dikombinasikan dengan Brachiaria sp., Al-dd dalam tanah dapat diturunkan melalui proses kelatisasi. Perbaikan kualitas tanah masam sebagai akibat dari perlakuan yang dicobakan, yang dicerminkan oleh selain penurunan Al-dd, tetapi juga oleh peningkatan kalium tersedia dan perbaikan agregat tanah, meningkatkan produksi, kadar pati dan menurunkan senyawa sianogen ubikayu. Tiap hektar usaha ubikayu pada tingkat petani, yang dikombinasikan dengan penanaman Brachiaria atau dengan inokulasi mikoriza dan diberi perlakuan dasar kompos jerami padi diperkaya kalium serta input pupuk lainnya sesuai dengan kebutuhan tanah dan tanaman, dapat mencukupi kebutuhan hidup layak (KHL) keluarga petani dengan tiga anggota, Teknologi penggunaan Brachiaria, mikoriza dan kompos jerami padi diperkaya kalium dalam memenuhi KHL keluarga petani dengan tiga anggota, dapat menurunkan luasan pertanaman ubikayu menjadi 1,0 ha dari >2,5 ha yang dilakukan secara tradisional dan semi maju. Model pengelolaan usahatani ubikayu yang dinilai efisien, efektif, dan berkelanjutan adalah usahatani ubikayu yang memanfaatkan: i) eksudat akar Brachiaria untuk perbaikan sifat-sifat tanah dan ii) pangkasan daun Brachiaria sebagai sumber bahan organik in situ. Walaupun inokulasi mikoriza untuk perbaikan serapan hara oleh akar ubikayu sangat baik, yang terindikasi oleh hasil ubikayu yang meningkat, namun tingkat efisiensi dan efektivitasnya dalam usahatani ubikayu masih di bawah peranan eksudat akar dan pangkasan daun Brachiaria. Bahan-bahan ini selain memperbaiki kualitas tanah masam dan hasil ubikayu, juga mengurangi kebutuhan ubikayu akan pupuk kalium. Efektivitas
128
yang baik didapatkan dengan didukung pemberian perlakuan dasar kompos jerami padi diperkaya kalium serta pupuk lain sesuai kebutuhan tanah dan tanaman.
Saran Untuk lebih efisien dalam perbaikan kualitas tanah masam, B. decumbens selain ditujukan sebagai penghasil eksudat akar, dapat dimanfaatkan untuk penyedia bahan organik in situ. Dalam rangka menurunkan kebutuhan akan pupuk kalium yang dirasakan oleh petani semakin mahal, pemanfaatan B. decumbens, AM dan pemberian pupuk kalium melalui pengayaan kompos, dapat dipertimbangkan. Teknologi penggunaan Brachiaria, AM dan kompos jerami padi diperkaya kalium dapat disosialisasikan untuk mengatasi pengaruh buruk terhadap tanah dalam usahatani ubikayu. Potensi lain yang perlu dipelajari dari B. decumbens disamping kemampuannya dalam memperbaiki kualitas tanah masam dan mutu hasil ubikayu adalah sebagai sumber pakan di dalam suatu sistem usahatani integrasi ubikayuternak. Sensitivitas usahatani ubikayu yang lebih tinggi terhadap perubahan harga jual perlu diantisipasi. Sejalan dengan usaha perbaikan mutu hasil ubikayu maka bagaimana memperkuat posisi tawar petani dalam penetapan harga hendaknya juga menjadi perhatian.
129
DAFTAR PUSTAKA Abiven S, Menasseri S, Chenu C. 2009. The effects of organic inputs over time on soil aggregate stability-A literature analysis. Soil Biol Biochem 41: 1–12. Agbenin JO, Adeniyi T. 2005. The microbial biomass properties of a savanna soil under improved grass and legume pastures in northern Nigeria. Agri Eco Environ 109: 245–254. Agribisnis Indonesia. 2005. Peluang ekspor pasar ubi kayu Indonesia. http://agribisnis.deptan.go.id/index.php?files=Berita_Detail&id=276 [3 Mar 2008]. Alvey S, Yang CH, Buerkert A, Crowley DE. 2003. Cereal/legume rotation effects on rhizosphere bacterial community structure in west african soils. Biol Fertil Soils 37:73–82. Angle JS, Gagliardi JV, Mcintosh MS, 1996. Enumeration and expression of bacterial counts in the rhizozphere. Di dalam Stotzky dan Bollag, editors. Soil Biochemestry volume 9. New York, Basel, Hongkong, Marcel Dekker Inc, Hlm 233-251. Araujo EA, Lani JL, Emaral EF, Guerra A. 2004. Land use and physical and hemical properties of a distrophic yellow argisol in the western Amazon region. R Bras Ci Solo 28:307-315. Angeles OR, Johnson SE, Buresh RJ. 2006. Soil solution sampling for organic acids in rice paddy soils. Soil Sci Soc Am J 70:48–56. Arsyad L. 1992. Memahami Masalah Kemiskinan di Indonesia. JEBI 1 (VII). 2556. Asnawi et al. 2006. Kajian Agroindustri Ubikayu di Propinsi Lampung. Laporan Akhir. BPTP Lampung. Badan Litbang Pertanian. 2010. Varitas UJ 5. http://www,litbang,deptan,go,id/ varietas/20 Januari 2010. Bank Indonesia. 2007. Pola pembiayaan usaha kecil (PPUK). Bank Indonesia. Direktorat Kridit. BPR dan UKM. Email:
[email protected]. Basu U, Godbold D, Taylor GJ. 1994. Aluminium resistance in Triticum Aestivum associated with enhanced exudation of malate. J Plant Physiol 144: 747-753. Bedini et al. 2009. Changes in soil aggregation and glomalin-related soil protein content as affected by the arbuscular mycorrhizal fungal species Glomus mosseae and Glomus intraradices. Soil Biol Biochem 41: 1491–1496. Bekker RR, Elbersen HW. 2006. Managing ash content and quality in herbaceous biomass: An analysis from plant to product. Wageningen University & Research Centre (WUR). Institute Agrotechnology & Food InnovationsBiobased Products P.O. Box 17. 6700 AA Wageningen, the Netherlands. Borie F, Rubio R, Morales A. 2008. Arbuscular mycorrhizal fungi and soil Aggregation. J Soil Sc Plant Nutr 8 (2): 9-18.
130
BPTP Kalteng. 2009. Sistem Usahaternak Sapi Potong di Lahan Kering. http://kalteng.litbang.deptan.go.id [17 Januari 2011] BPTP Lampung. 2004. Peta pewilayahan komoditas pertanian berdasarkan zona agroekologi Kec. Tanjung Bintang dan Jati Agung. Kab. Lampung Selatan. BPTP Lampung. Brabury JH. 2006. Simple wetting method to reduce cyanogen content of cassava flour. J Food Comp Anal 19: 388–393. Brady DJ, Hecht_Buchholz C, Asher CJ, Edwards DG. 1990. Effect of low activities of aluminium on soybean (Glycine max), I, Early growth and nodulation. Di dalam MI, van Beusicem editor. Plant Nutrition-Physiology and Aplication. Kluwer Academic: Dordrecht. hal 329-334. Byous EW, Williams JF, Jones GE, Horwath WR, van Kessel C. 2004. Nutrient requirements of rice with alternative straw management. Better Crops 88 (3):6-11. Cadavid LF, El-Sharkawy MA, Acosta A, Sánchez T. 1998. Long-term effects of mulch, fertilization and tillage on cassava grown in sandy soils in northern Colombia. J Field Crops Res 57: 45-56. Charpentier et al. 2006. Intercropping cassava with Brachiaria sp, on degraded hillsides in Madagascar. CIRAD/TAFA Madagascar, BP 853 Antananarivo 101. http://www.act.org.zw/postcongress/documents/Sess3(agroforest)/Char pentier%20et%20al.doc [3 Mar 2008]. Cheng et al. 2009. Starch structure: Composition and structure, http://www. Cheng.cam.ac.uk/research/groups/polymer/RMP/nitin/Starchstructure.html. [8 Juli 2009]. Chen JH. 2008. The Combined Use of Chemical and Organic Fertilizers and/or Biofertilizer for Crop Growth and Soil Fertility, Food & Fertilizer Technology Center. http://www.agnet.org/library/soilfert/fertilzr.html. [3 Mar 2008]. Chen YM, Wang MK, Zhuang SY, Chiang PN. 2006. Chemical and physical properties of rhizosphere and bulk soils of three tea plants cultivated in Ultisols. Geoderma 136: 378–387. Chizoba ER, Chinyere MJS. 2006. Effect of humic acids on size distribution of aggregates in soils of different clay content. EJEAF Che 5 (3):1419-1428. Coleman DC, Crossley DA, Hendrix PF. 2004. Fundamentals of Soil Ecology. 2nd edition. ELSEVIER Academic Press. Dai et al. 1989. Buku Keterangan Peta Satuan Lahan dan Tanah Lembar Tanjung Karang Sumatera, Pusat Penelitian Tanah, Badan Litbang Pertanian. Dakora FD, Philips DA. 2004. Root exudates as mediators of mineral acquisition in low-nutrient environments. Plant and Soil J 245 (1): 35-47. De Boodt MF. 1990. Application of polymeric substances as physical soil conditioners, Di dalam De Boodt et al. editor. Soil Colloids and Their Associations in Aggregates. New York and London. Plenum Press.
131
Published in cooperation with NATO hcientific Affairs Division. hlm 517565. Delhaize E, Ryan PR, Randall PJ. 1993. Aluminium tolerance in wheat (Triticum aestivum L.) II. Aluminium-stimulated excreation of malic acid from root apices. Plant Physiol 103:695-702. Dynes JJ, Huang PM. 1997. Influence of organic acid on selenite sorption by poorly ordered aluminum hydroxides. Soil Sci Soc Am J 6: 772-783. Du Z, Zhou J, Wang H, Du C, Chen X. 2006. Potassium movement and transformation in an acid soil as affected by phosphorus. Soil Sci Soc Am J 70:2057-2064. El-Sharkawy MA, Cadavid LF. 2000. Genetic variation within cassava germplasm in response to potassium. Camb J 36: 323-334. Emerson WW, Greenland DJ. 1990. Soil aggregates-formation and stability. Di dalam De Boodt et al. editor. Soil Colloids and Their Associations in Aggregate. New York and London. Plenum Press. Published in cooperation with NATO hcientific Affairs Division. hlm 485-511. Endris S. 2006. Cyanogenic potential of cassava cultivars grown under varying levels of potassium nutrition in southwestern Ethiopia. Ethiopian Institute of Agricultural Research (EIAR). Jimma Center. PO Box 192 Jimma. http://www.geneconserve.pro.br/contato.htm [3 Mar 2008]. Falsone G, Celi L, Bonifacio E. 2007. Aggregate formation in chloritic and serpentinitic alpine soil. Soil Sc J 12 (172):1019-1030. Fanindi A, Prawiradiputra BR. 2005. Karakterisasi dan pemanfaatan rumput Brachiaria Sp. Dalam: Lokakarya Nasional Tanaman Pakan Ternak. Bogor. 16 September 2005. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan hal. 154-161. Fischer AJ, Ramirez HV, Gibson KD, Pinheiro BDS. 2001. Competitiveness of semidwarf upland rice cultivar again palisadegrass (Brachiaria brizantha) and signalgrass (Brachiaria decumbens). Agron J 93:967-973. Food Safety Network. 2005. What is cassava?. www.foodsafetynetwork.ca [3 Mar 2008]. Fujiwara A, Iida S. 1995. Biochemical and nutritional studies on potassium. II. Potassium in relation to the carbohydrate metabolism of higher plat. Tohoku J Agri Res 6(1):67-74. Gale WJ, Cambardella CA, Bailey TB. 2000. Root-derived carbon and the formation and stabilization of aggregates. Soil Sci Soc Am J 64:201–207. Gaskell et al. 2006. Soil Fertility Management for Organic Crops, Vegetable Research and Information Centre. http://anrcatalog.ucdavis.edu. [20 April 2010]. Gaume AL, Gaume A, Rao I, Frossard E. 2004. Adaptation of Brachiaria species to Low-P soils. Rural Poverty Reduction through Research for Development”. Deutscher Tropentag. October 5-7, 2004. Berlin.
132
Golchin A, Oades JM, Skjemstad JO, Clarke P. 1994. Soil structure and carbon cycling. Aust J Soil Res 32:1043–1068. Gobran GR, Clegg S. 1996. A conceptual model for nutrient availability in the mineral soil-root system. Can J Soil Sci 76: 125–131. González E, dan Sotomayor C. 2005. Allelopathic effect of cyanogenic glucosides on nemaguard peach seedlings. Cien Inv Agr (in English) 32(1): 11-15. Gottlein A, Heim A,Matzner E. 1999. Mobilization of aluminium in the rhizosphere soil solution of growing tree roots in an acidic soil. Plant and Soil 211:41-49. Grundy SP, Jones DL, Godbold. 2002. Organic acid root-tip tissue-concentration in Brachiaria decumbens and Brachiaria ruziziensis. Develop in Plant soil sci 9:506-507. Harris D, Horwath WR, van Kessel C. 2001. Acid fumigation of soils to remove carbonates prior to total organic carbon or carbon-13 isotopic analysis. Soil Sci Soc Am J 65:1853–1856. Havlin JL, Beaton JD, Tisdale SL, Nelson. 1999. Soil fertility and fertilizers: An Introduction to nutrient management. Edisi ke 6. Prentice Hall. Hayes MHB. 1991. Interaction in soil involving small and large organic molecules. Introductory remarks. Di dalam: Bolt et al. editor. Interaction at The Soil Colloid-Soil Solution Interface. Kluwer Academic Publisher. hlm 321-322. Hayes MHB, Bolt GH. 1990. Soil colloid and the soil solution, Di dalam: Bolt et al. editor. Interaction at The Soil Colloid-Soil Solution Interface. Kluwer Academic Publisher. hlm 1-33. Hershey et al. 2000. Cassava in Asia, Expanding the Competitive Edge in Diversified Market. FAO. Hidayat A, Damardjati DS. 2003. Uji Cepat Sianida pada Umbi dan Tepung Ubikayu. Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian. Hikmatullah et al. 1990. Buku Keterangan Peta Satuan Lahan dan Tanah Lembar Baturaja. Pusat Penelitian Tanah. Badan Litbang Pertanian. Howeler RH. 1991. Long-term effect of cassava cultivation on soil productivity. J Field Crops Res 26 (1):1-18. Howeler RH. 1998. Cassava agronomy research in Asia-an overview, 1993-1996, Di dalam: Howeler RH, editor: Cassava breeding, Agronomy and Farmer Participatory Research in Asia. Proceedings 5th Regional Warkshop. Danzhou Hainan China. 3-8 Navember 1996. hlm 355-375. Howeler RH. 2002. Cassava mineral nutrition and fertilization, Di dalam: Hillocks RJ, Thresh JM, Belloti AC, editor. Cassava:Biology, Production and Utilization, CAB International, hlm 115-147. Hue NV, Craddock GR, Adam F. 1986. Effect of organic acids on aluminium toxicity in subsoil. Soil Sci Soc Am J 50: 28-34.
133
Husnan S, Suwarsono. 1994. Studi Kelayakan Proyek. UPP AMP YKPN. Yogyakarta. 67 hal. Husson et al. 2003. Impacts Of Direct Planting On Permanent Soil Cover (Dppsc) Techniques On Soil Biological Activity In Northern Vietnam. CIRAD/GEC. Montpellier. France. Vietnam Agricultural Sciences Institute. Hanoi. Vietnam. Ispandi A, Munip A. 2005. Efektivitas pengapuran terhadap serapan hara dan produksi beberapa klon ubikayu di lahan kering masam. Ilmu Pertanian 12 (2): 125-139. Jayadi, S. 1991. Tanaman Makanan Ternak Tropika. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Jones DL, Dennis PG, Owen AG, van Hees PAW. 2003. Organic acid behaviour in soils-misconceptions and knowledge gaps. Plant and Soil 248: 31–41. Jorge RA, Arruda P. 1997. Aluminium-induced organic acid exudation by roots of an aluminium-tolerant tropical maize. Phytochem 45 (4): 675-681. Kay BD. 1998. Soil structure and organic carbon. Dalam Lal R, Kimble JM, Follett RF, Steward BA, editor. Soil Processes and the Carbon Cycle. CRC Press. Boca Raton. FL. hlm 169-197. Kawano K. 2003. Thirty years of cassava breeding for productivity-biological and social factors for success. Crop Sci 43:1325-1335. Kemper WD, Rosenau RC. 1986. Aggregate stability and size distribution, Di dalam: Klute A. editor. Methods of soil analysis, Part 1: physical and mineralogical methods) (Monograph No. 9. 2nd edition). ASA. Madison. Wis. America. Kinraide TB. 1997. Reconsidering the rhizotoxicity of hydroxyl, sulphate, and fluoride complexes of aluminum. J Exp Bot 48: 1115-1124. Kochian LV, Hoekenga AO, Piñeros MA. 2004. How do plants tolerate acid soils? Mechanisms of aluminum tolerance and phosphorous efficiency. Annu Rev Plant Physiol Plant Mol Biol 55: 459–493. Kogel-Knabner I. 1996. Degradation and humification processes in forest soil, Di dalam Bollag JM dan Stotzky G, Editor. Soil Biochemistry volume 8. New York Basel Hong Kong. Marcel dekker, Inc. Koo BJ, Adriano DC, Bolan NS, Barton CD. 2005. Root exudates and microorganisms. Di dalam Hillel editors. In Encyclopedia of Soils in the Environment. Amsterdam, The Netherlands. Elsevier Academic Press hlm, 421-428. Krishna KR. 2002. Pottasium in soil and their influence on crop productivity. Di dalam Krishna editor. Soil Fertility dan Crop Production. Science Publishers, Inc. hlm 141-153. Kurnia U, Subagyono K, Setyorini D, Saraswati R. 2003. Aspek lingkungan usahatani pada tanah masam. Di dalam Setyorini et al, editors. Prosiding Simposium Nasional Penggunaan Tanah Masam. Buku I. Bandar Lampung.
134
29-30 September 2003. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. hlm 67-95. Ladd JN, Foster RC, Nannipieri P, Oades JM. 1996. Soil structure and biological activity, Di dalam Stotzky dan Bollag, editor. Soil Biochemistry volume 9. New York Basel Hong Kong. Marcel dekker. Inc hlm 23-78. Lai EM. 2007. Secondary metabolites and plant defense. Plant physiologyChapter 13. Institute of Plant and Microbial Biology Academia Sinica. Email:
[email protected]. Lehninger AL. 1982. Dasar-Dasar Biokimia. Thenawidjaya M, penerjemah. Fakultas Teknologi Pangan dan Gizi IPB. Penerbit Erlangga. Terjemahan dari Principles of Biochemistry. Le Van H, Masuda T. 2004. Physiological and biochemical Studies on aluminum toleran pineapple. Aust J Soil Res 42:699-707. Lowe LE. 1993. Total and labile acid extractable polysaccharide analysis of soils, Di dalam Carter MR, editor. Soil Sampling and Methods of Analysis. Lewis, Boca Raton, pp, 373–376. Lubis R. 2007. Kebangkitan ketiga komoditi katela (Pohon). http://www,maja lahpengusaha,com/content/view/483/38/, [26 Nopember 2007]. Lu W, Zhang F, Cao Y. 2001. Mobilization of soil phosphorus by low-molecularweight organic acids. Di dalam Horst et al. editor. Plant nutrition-Food security and sustainability of agro-ecosystems. Kluwer Academic Publishers. hlm 554-555. Mahmood T, Saeed M. Ahmad R. 2000. Impact of water and potassium management on yield and quality of maize (Zea mays L,). Pakistan J Bio Sci 3(3):531-533. Ma JF. 2000. Role of organic acids in detoxification of aluminum in higher plants. Plant Cell Physiol 41: 383–390. Mardi. 2008. Rumput. http://infoternak.gov.my [20 Agus 2008]. Martins MR, Eduardo Cora J, Jorge RF, Marcelo AV. 2008. Crop type influences soil aggregation and organic matter under no-tillage. Soil & Tillage Res 104 :22–29. Maswar, Hafif B, Abas A. Masbulan E. 1995. Aplikasi Rakitan Teknologi Stabilisasi Lahan pada Sistem Usahatani Konservasi Kawasan Perbukitan Kritis Kabupaten Gunung Kidul. Di lahan Perbukitan Kritis, Kulonprogo D.I. Yogyakarta. Di dalam Prawiradiputra et al. editor. Prosiding Lokakarya dan Ekspose Teknologi Sistem Usahatani Konservasi dan Alat Mesin Pertanian. Yogyakarta, 17-19 Januari 1995. Puslittanak. Matto WT, Monteiro FA, Dechen AR. 2002. Potassium distribution and use efficiency in Brachiaria decumbens. Development Plant and soil sci 92:822823. Ma Z, Miyasaka SC. 1998. Oxalate Exudation by Taro in Response to Al Plant Physiol 118(3): 861 – 865.
135
Miyasaka SC, Buta JG, Howell RK, Foy CD. 1991. Mechanisms of aluminum tolerance in snapbeans. Root exudation of citric acid. Plant Physiol 96: 737743. Monrozier J, Ladd JN, Fitzpatric RW, Foster RC, Raupach M. 1991. Component and microbial biomass content of size fraction in soil of contrasting aggregation. Geoderma 49:37-62. Mubyarto. 1995. Pengantar Ekonomi Pertanian. Cetakan keempat, Lembaga Penelitian Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES). Jakarta. Muggler CC, van Griethuysen C, Buurman P, Pape T. 1999. Aggregation, organic matter and iron oxide morphology in Oxisols from Minas Gerais. Brasil Soil Sci J 164:759-770. Mulyani A, Soelaiman Y, Irawan, Tala’ohu SH. 2001. Optimalisasi pemanfaatan lahan kering untuk tanaman pangan dan hortikultura di Lampung Tengah. Dalam Prosiding Seminar Pengelolaan Sumberdaya Alam untuk Mencapai Produktivitas Berkelanjutan. Vol. II. Bandar Lampung. 26-27 Juni 2001. hlm 237-247. Mulyani A, Hikmatullah, Subagyo H. 2003. Karakteristik dan potensi tanah masam lahan kering di Indonesia, Di dalam Setyorini et al, editor. Prosiding Simposium Nasional Penggunaan Tanah Masam. Buku I. Bandar Lampung, 29-30 September 2003. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. hlm 1-32. Nakatani M, Komeichi M. 1992. Relationship between starch content and activity of starch synthase and ADP-glucose Pyrophosphorylase in Tuberous root of sweet potato. Jpn J Crop Sci 61(3):463-468. Nakviroj et al. 2005. Cassava longterm fertility experiments in Thailand. http://www.ciat.cgiar.org/asia_cassava/pdf/proceedings_workshop_02/212.p df [3 Mar 2008]. Nasution I. 2003. Peningkatan produktivitas lahan kering pada tanah Plinthic Kandiudults Lampung dan Typic Hapludults Kalsel. Di dalam Setyorini et al. editor. Prosiding Simposium Nasional Penggunaan Tanah Masam. Buku II. Bandar Lampung, 29-30 September 2003. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. hlm 15-28. Nelson, N. 1944. A photometric adaptation of the Somogyi method for the determination of glucose. J Biol Chem 153: 375-80. Norton BW, Wilson JR,, Shelton HM, Hill KD. 1990. Forages for plantation crops. Proceedings of a Workshop sanur Beach. Bali. hlm 83-88. Oades JM, Gillman GP, Uehara G. 1989. Interactions of soil organic matter and variable charge clays. Di dalam Coleman et al. editor. Dynamic of Soil Organic Matter in Tropical Ecosystems. Honolulu. Hawaii Press. hlm 6995. Oades JM, Waters AG. 1991. Aggregate hierarchy in soils. Aust J Soil Res 29:815-828.
136
Oburger E, Kirk GJD, Wenzel WW, Puschenreiter M, Jones DL. 2009. Interactive effects of organic acids in the rhizosphere. Soil Biol Biochem 41: 449–457. Payne D. 1988. Soil structure, tilth and mechanical behavior. Di dalam Wild A, editor. Russell’s Soil Conditions & Plant Growth. England. Soil Longman Scientific & Technical. Burnt Mill. hlm 378–411. Phien T, Vinh NC. 1998. Nutrient management for cassava-based cropping systems in northern Vietnam. Di dalam Howeler, editor. Cassava Breeding, Agronomy and Farmer Participatory Research in Asia. Proceedings of the Workshop in Hainan, China. 3-8 November 1996. Pietraszewska TM. 2001. Effect of aluminium on plant growth and metabolism. Acta Biochim Polonica 48 (3): 673-686. Pineros MA, Shaff JE, Manslank HS, Alves VMC, Kochian LV. 2005. Aluminum Resistance in Maize Cannot be Solely Explained by Root Organic Acid Exudation. Plant Physiol 137: 231–241. Prabowo AM. 1998. Reaksi Kimia Asam Malat dan Peranannya Sebagai Pencegah Keracunan Aluminium pada Tanah-Tanah Masam. J Agrivita 20 (1): 27-33. Prasetyo BH, Ritung S. 1998. Beberapa kendala pengembangan lahan kering di Indonesia. Prosiding Seminar Nasional dan Pertemuan Tahunan Komisariat Daerah Himpunan Ilmu Tanah Indonesia Tahun 1998. Buku 2. HITI Komda Jatim. hlm 267-275. Prihandana et al. 2008. Bioetanol Ubikayu: Bahan Bakar Masa Depan. PT Agromedia Pustaka. Rachim DA. 2007. Dasar-Dasar Genesis Tanah. Depart. Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan. Fak. Pertanian IPB. Rao TP, Yano K, Iijima M, Yamauchi A, Tatsumi J. 2002. Regulation of rhizozphere acidification of photosyntheic activity in cowpea (Vigna unguiculata L. Walp) seedling. Annal of Botany 89:213-220. Reksohadiprojo S. 1985. Produksi Tanaman Hijauan Makanan Ternak Tropika. Rangkuman. Yogyakarta. BPFE. Rillig, M, C. 2004. Arbuscular mycorrhizae, glomalin, and soil aggregation. Can J Soil Sci 84: 355–363. Rohošková M, Valla M. 2004. Comparison of two methods for aggregate stability measurement-a review. Plant Soil Environ 50 (8): 379–382. Ryan PR, Delhaize E, Randall PJ. 1995a. Characterisation of Al-stimulated efflux of malate from the apices of Al-tolerant wheat roots. Planta 196: 103–110. Ryan PR, Delhaize E, Randall PJ. 1995b. Malate efflux from root apices: evidence for a general mechanism of Al-tolerance in wheat. Aust J Plant Physiol 22: 531–536. Ryan PR, Delhaize E, Jones DL. 2001. Function and mechanism of organic anion exudation from plant roots. Annu Rev Plant Physiol Plant Mol Biol 52: 527– 560.
137
Sajogyo. 1977. Garis Miskin dan Kebutuhan Minimum Pangan. Lembaga. Bogor. Penelitian Sosiologi Pedesaan (LPSP). Santoso D, Purnomo J, Wigena IPG, Sukristiyonubowo, Lefroy RBD. 2001. Management of phosphorus and organic matter on an acid soil in Jambi Indonesia. J Tanah Iklim 18: 64-72, Schultze-Kraft, Teitzel JK. 1992. Plant Resources of South-East Asia (PROSEA No 4). Wageningen, Netherlands and Bogor, Indonesia. Sequi P, Aringhieri R. 1977. Destruction of organic matter by hydrogen peroxide in the presence of pyrophosphate and its effecton soil specific surface area. Soil Sci Soc Am J 41:340–342. Shalton M. 2008. Brachiaria decumbens, FAO. http://www,fao,org/ag/ AGP/AGPC/ doc/Gbase/Default,htm [3 Maret 2008]. Shao ZC, Wang WJ. 1991. Relationship between iron oxides and surface charge characteristics in soils. Pedosphere 1:29-39. Shen Y, Strom L, Jonnson JA, Tyler G. 1996. Low molecular organic acids in the rhizosphere soil solution of beech forest (Fagus Sylvatica L,) cambisols determined by ion chromatography using supported liquid membrane enrichment technique. Soil Biol Biochem 28 (9):163-1169. Sinukaban N. 2007. Membangun Pertanian Menjadi Industri yang Lestari dengan Pertanian Konservasi, Konservasi Tanah dan Air Kunci Pembangunan Berkelanjutan. Jakarta. Direktorat Jenderal RLPS. Strom L, Owen AG, Godbold DL, Jones DL. 2002. Organic acid mediated P mobilization in the rhizosphere and uptake by maize roots. Soil Biol Biochem 34:703-710. Soeharto. 1990. Manajemen Proyek Industri. Jakarta. Erlangga. 130 hal. Soekartawi 2006. Analisis Usaha Tani. Jakarta. UI. Soemarno. 2008. K-Ca-Mg Tanah. Makalah Kesuburan Tanah. Faperta Unpad. 29 hal. Soil Survey Staff. 1999. Kunci Taksonomi Tanah. Tim Alih Bahasa Kunci Taksonomi Tanah, penerjemah, Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat.Terjemahan dari Keys to Soil Taxonomy. Stott DE, Martin JP. 1990. Synthesis and degradation of natural and synthetic humic material in soils. Di dalam MacCarthy et al. editor. Humic Substances in Soil and Crop Science: Selected Readings. Madison, Wisconsin. USA. American Society of Agronomy, Inc. Soil Science Society of America, Inc. Subandi, Widodo Y, Saleh N, SantosoLJ. 2006. Inovasi Teknologi Produksi Ubikayu untuk Agroindustri dan Ketahanan Pangan, Di dalam Harnowo et al. editor. Prospek, Strategi, dan Teknologi Pengembangan Ubikayu untuk Agroindustri dan Ketahanan Pangan. Prosiding Lokakarya Pengembangan Ubikayu. Malang. Balitkabi.
138
Sudaryanto T. 2009. Akselerasi Pengentasan Kemiskinan Di Pedesaan: Revitalisasi Peran Sektor Pertanian. Pengembangan Inovasi Pertanian 3(1): 1-17 Suh JS. 2006. Application of VA Mycorrhizae and phosphate solubilizers as biofertilizers in Korea. National Institute of Agricultural Science and Technology. RDA Republic of Korea. Suhardjo et al. 1995. Peranan Strip Rumput dalam Sistem Usahatani Konservasi Di lahan Perbukitan Kritis, Kulonprogo D.I. Yogyakarta. Di dalam Prawiradiputra et al. editor. Prosiding Lokakarya dan Ekspose Teknologi Sistem Usahatani Konservasi dan Alat Mesin Pertanian. Yogyakarta, 17-19 Januari 1995. Puslittanak. Sungzikaw S. 2007. Determination of starch content in cassava tubers for trade In Thailand. Workshop on Metrology of Agricultural Products and Foods. February 7-9, 2007. Asia-Pacific Econmic Cooperation. Sutriadi MT, Nursyamsi D, Kurnia U. 2003. Korelasi uji tanah hara P pada Typic Kandiudults di Lampung untuk kedelai (Glicine max (L,) Merrill). Di dalam Setyorini et al. editor. Prosiding Simposium Nasional Penggunaan Tanah Masam. Buku I. Bandar Lampung. 29-30 September 2003. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. hlm 87-97. Suyamto, H. 1998. Potassium increase cassava yield in alfisol soils. Bett Crops Int 12(2): 12-13. Suyamto H, Howeler RH. 2001.Cultural practices for soil erosion control in cassava-based cropping systems in Indonesia, Di dalam Barker et al. editors. International Erosion Control Association, Ground and Water Bioengineering for the Asia-pacificregion. http://ciat-library,ciat,cgiar,org/ Articulos_Ciat/CULTURAL_PRACTICES_ FOR_SOIL,pdf [29 Apr 2008]. Susila WR. 2003. Good prospects for cassava development. CGPRT Flash. Vol. 1 No. 2. Bogor. Indonesia. Tala’ohu SH, Sutono S, Soelaeman Y. 2003. Peningkatan produktivitas lahan kering masam melalui penerapan teknologi konservasi tanah dan air. Di dalam Setyorini et al. editor. Prosiding Simposium Nasional Pendayagunaan Tanah Masam. Bandar Lampung 29-30 September 2003. hlm 45-64. Tan KH. 2000. Environmental Soil Science. 2nd edition. Revised and Expanded. New York. Basel. Marcel Dekker, Inc. Tawaf R, Firman A, Sugandi D. 2006. Analisis Kerja Usaha Ternak Sapi Perah Rakyat Pada Tiga Kondisi Usaha Koperasi/KUD Susu di Kabupaten Bandung. Fak. Peternakan Unpad. Badan Litbang Pertanian Thierfelder C, Amèzquita E, Stahr K. 2004. Effects of nine cassava-based cropping systems on superficial soil Structural degradation in the Andean hillsides of Colombia. 13th ISCO Conference. Conserving Soil and Water for Society: Sharing Solutions. Brisbane.
139
Tisdale SL, Nelson WL, Beaton JD. 1985. Soil Fertility And Fertilizers, 4th Edition. NY. Macmillan Publishing Company. Tisdall JM, Oades JM. 1982. Organic matter and water-stable aggregate in soils. J Soil Sci 33:141-163. Tonukari NJ. 2004. Cassava and the future of starch. Electron J Biotech Vol. 7 No. 1 Issue of April 15. http://www.ejbiotehcnology.info/content/vol7/i ssue1/ index.html [3 Mar 2008]. Usberti R, Martins L. 2007. Sulphuric acid scarification effects on Brachiaria brizantha, Brachiaria humidicola and Panicum maximum seed dormancy release. Rev. bras. sementes vol. 29 no. 2. http://www.scielo.br/scielo. php?script=sciarttext&pid=S0101-31222007000200020&lng=en&nrm=iso [5 Agustus 2008]. USDA, NRCS. 2009. Cassava (Manihot esculenta Crantz), Plant Guide. http://www.google.co.id/search?hl=id&q=NATIONAL+PLANT+DATA+ CENTER+FOR+CASSAVA&meta=[3 Maret 2009]. van Hees PAW, Jones, DL, Godbold, DL. 2002. Biodegradation of low molecular weight organic acids in forest soils. Soil Biol Bioche 34:1261–1272. van Hees PAW, Jones DL, Jentschke G, Godbold DL. 2005. Organic acid concentrations in soil solution: effects of young coniferous trees and ectomycorrhizal fungi. Soil Biol Biochem 37: 771–776. van Kessel et al. 2000. Carbon-13 input and turn over in a pasture soil exposed to long-term elevated atmospheric CO2. Global Change Biol 6:123–135. van Lynden GWJ, Mantel S, van Oostrum A. 2004. Guiding Principles for The Quantitative Assessment Of Soil Degradation; With a focus on salinization, nutrient decline and soil pollution. Rome. Food and Agriculture Organization Of The United Nations. Violante A, Gianfreda L. 2000. Role of biomolecules in the formation reactivity toward nutrients and organics of variable charge minerals organominerals complexes in soil environment, Di dalam Bollag JM Stotzky G. editors. Soil Biochemistry. Vol. 10. USA. Marcel Dekker, hlm 207-270.
and and and Inc.
Walker TS, Bais HP, Grotewold E, Vivanco JM. 2003. Root Exudation and Rhizosphere Biology. Plant Physiol 132: 44–51. Wang B, Qiu YL. 2006. Phylogenetic distribution and evolution of mycorrhizas in land plants. Mycorrhiza 16 (5): 299–363. Wargiono J. 2003. Pemupukan NPK dan Sistem Tanam Ubikayu pada Tanah Ultisol Lampung. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 22 (2): 114-120 Wargiono J, Hasanuddin A, Suyamto. 2006. Teknologi Produksi Ubikayu Mendukung Industri Bioethanol. Puslitbangtan Bogor. 42 hlm. Watts CW, Whalley WR, Brookes PC. 2005. Biological and physical process that mediate micro-aggregation of clay. Soil Sci J 8(170):573-583.
140
Wenzl P, Mancilla LI, Mayer JE, Albert R, Rao IM. 2003. Simulating infertile acid soils with nutrient solutions: The effects on Brachiaria species. Soil Sci Soc Am J 67:1457–1469. Wenzl et al. 2006. A greenhouse method to screen brachiariagrass genotypes for aluminum resistance and root vigor. Crop Sci 46:968–973. White WLB, Arias-Garzon DI, McMahon JM, Sayre RT. 1998. Cyanogenesis in Cassava: The Role of Hydroxynitrile Lyase in Root Cyanide Production. Plant Physiol 116: 1219-1225. Widowati LR, Kencanasari A, Widati S, Maryam, Rochayati S. 2003. Pemupukan Ca dan Mg pada tanah sawah masam dari Lampung Tengah. Di dalam Setyorini et al. editor. Prosiding Simposium Nasional Penggunaan Tanah Masam. Buku II. Bandar Lampung, 29-30 September 2003. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. hlm 295-308. Wirawan SS. 2006. Current and future usage of biofuels in Indonesia. AustraliaIndonesia Joint Symposium in Science and Technology. Jakarta 13-14 September 2006, BPPT. Young IM. 1995. Variation in moisture contents between bulk soil and the rhizosheath of Triticum aestivum L. cv. New Phytol 130: 135–139. Yusuf et al. 2006. An in vitro inhibition of human malignant cell growth of crude water extract of cassava (Manihot esculenta Crantz) and commercial linamarin. Songklanakarin J Sci Technol 28: 145-155. Zhang XG, Alter D, Jessop RS, Ellison F. 1998. Exudation of organic acids from roots of triticale. Proceedings of the Australian Agronomy Conference, Australian Society of Agronomy. http://www.regional.org.au/au/ [13 Sep 2007]. Zhang XG, Jessop RS, Alter D. 2003. Organic acid exudation associated with aluminium stress tolerance in triticale and wheat. Aust J Agr Res 54: 979985. Zhou, JM, Huang PM. 1995. Kinetics of monoammonium phosphate-induced potassium release from selected soils. Can, J, Soil Sci, 75:197–203. Zotarelli et al. 2005. Impact of tillage and crop rotation on aggregate-associated carbon in two oxisols. Soil Sci Soc Am J 69:482–491. Zuraida et al. 2001. Evaluasi Mutu Gizi Plasma Nutfah Tanaman Pangan, Prosiding Seminar Hasil Penelitian Rintisan dan Bioteknologi Tanaman. Bogor. Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan.
141
LAMPIRAN
143
Lampiran 1 Kromatogram (chromatogram) dari larutan standar asam sitrat, asam oksalat dan asam malat serta kandungan asam-asam tersebut di dalam kultur pasir yang diperlakukan dengan konsentrasi Al (0, 100, 200, 300 dan 400 μM) dan ditanami B. decumbens (BD), B. ruziziensis (BR) serta B. brizantha (BB) yang terdeteksi oleh HPLC.
144
Lanjutan
145
Lanjutan
146
Lampiran 2 Pertumbuhan perakaran B. decumbens (BD), B. ruziziensis (BR) dan B. brizantha (BB) (massa, volume, dan bobot jenis akar) umur 2 bulan, sebagai respon terhadap perlakuan konsentrasi Al (0, 100, 200, 300 dan 400 μM). Spesies
Ulangan
B. decumbens
1 2 3 rata-rata 1 2 3 rata-rata 1 2 3 rata-rata
17,5 17,5 17,5 17,50 7 9,8 12,6 9,80 37,8 29 33,4 33,40
1 2 3 rata-rata 1 2 3 rata-rata 1 2 3 rata-rata
6,67 6,67 6,67 6,67 1,58 2,02 2,45 2,02 9,58 8,52 9,05 9,05
1 2 3 rata-rata 1 2 3 rata-rata 1 2 3 rata-rata
0,38 0,38 0,38 0,38 0,23 0,21 0,19 0,21 0,25 0,29 0,27 0,27
B. ruzizensis
B. brizantha
B. decumbens
B. ruzizensis
B. brizantha
B. decumbens
B. ruzizensis
B. brizantha
Al-0
rataAl-200 Al-300 Al-400 rata Volume Akar (ml) 14 5 23,9 26 13,8 6 18 16,3 10,7 14 20,95 11,2 12,83 8,33 20,95 17,83 15,49 4,2 10,2 6,3 6 4,5 8,5 6,4 9,15 10 12,5 6,2 12,3 6,23 10,40 6,30 9,15 8,38 36,8 38,4 39,4 37,6 39,2 30,2 49,5 43,5 38 34,3 27,3 35,5 38,00 34,30 38,73 38,87 36,66 Massa Akar (gram) 4,92 1,08 9,24 6,42 4,38 0,86 6 5,43 5,05 8,83 7,62 3,84 4,78 3,59 7,62 5,23 5,58 1,61 2,54 0,59 1,72 1,62 2 1,77 1,92 1,63 2,27 0,81 2,11 1,62 2,27 1,06 1,92 1,78 10,41 13,73 12 13,68 11,37 9,67 15,92 12,7 10,89 11,7 9,66 12,12 10,89 11,70 12,53 12,83 11,40 -3 Bobot Jenis Akar (g cm ) 0,35 0,22 0,39 0,25 0,32 0,14 0,33 0,33 0,47 0,63 0,36 0,34 0,38 0,33 0,36 0,31 0,35 0,38 0,25 0,09 0,29 0,36 0,24 0,28 0,21 0,16 0,18 0,13 0,17 0,30 0,22 0,17 0,22 0,22 0,28 0,36 0,30 0,36 0,29 0,32 0,32 0,29 0,29 0,34 0,35 0,34 0,29 0,34 0,33 0,33 0,31
Al-100
147
Lampiran 3 Tinggi tanaman, jumlah tunas dan daun Brachiaria yang ditanam pada kultur pasir yang diberi konsentrasi Al berbeda. Spesies
Al-0
Al-100
Al-200 Al-300 Al-400 Tinggi Tanaman (cm)
B. decumbens B. ruzizensis B. brizantha
38,05 37,54 31,77
61,89 56,73 28,35
44,34 42,83 56,04 39,27 38,16 42,93 Jumlah Tunas
58,17 41,33 42,81
49,06 46,18 36,80
B. decumbens B. ruzizensis B. brizantha
2,86 3,14 3,10
3,29 2,81 2,86
1,48 4,24 3,29
3,81 3,33 4,43
2,97 3,20 3,42
B. decumbens B. ruzizensis B. brizantha
5,81 31,48 10,05
20,67 45,52 10,00
9,38 45,48 11,14
17,00 35,62 17,90
13,39 38,18 12,64
3,43 2,48 3,43 Jumlah Daun 14,09 32,81 14,10
rata-rata
Lampiran 4 Kandungan N, P, K, Ca, Mg yang terukur di dalam daun Brachiaria decumbens.
N P K Ca Mg
Kadar Terukur (%) 1 2 1,34 1,34 0,11 0,11 0,60 0,65 0,46 0,47 0,38 0,38
Rata-rata 1,34 0,11 0,62 0,46 0,38
148
Lampiran 5 Asam organik terukur pada tanah daerah perakaran ubikayu yang dipengaruhi B. decumbens dan tanpa pengaruh B. decumbens pada percobaan di Kanhapludult Tegineneng Lampung. No
1.
2.
Asal contoh tanah Tanah daerah perakaran ubikayu dipengaruhi perakaran B. decumbens Rata-rata Tanah daerah perakaran ubikayu tanpa pengaruh perakaran B. decumbens
Asam Asam Asam Ulangan sitrat oksalat malat ----------ppm---------1 ttd ttd 142,6 2 0,01 ttd 199,3 171,0 1 ttd ttd ttd 2
ttd
ttd
ttd
Keterangan: ttd=tidak terdeteksi
Lampiran 6. Bobot pangkasan rumput B. decumbens (kg bulan-1) untuk 1m baris tanam pada percobaan Lab lapang di Kanhapludult Tegineneng Lampung. Kombinasi Perlakuan B1M0K0 B1M0K50 B1M0K100 B1M0K200 B1M1K0 B1M1K50 B1M1K100 B1M1K200
1BST
2BST
3BST
4BST
5BST
6BST
7BST
8BST
9BST
Total
Ratarata/ bulan
0,11 0,14 0,11 0,17 0,14 0,10 0,15 0,12
0,36 0,48 0,36 0,57 0,46 0,33 0,49 0,42
0,35 0,48 0,41 0,64 0,37 0,45 0,49 0,56
0,55 0,72 0,54 0,86 0,69 0,49 0,73 0,62
0,40 0,38 0,43 0,44 0,38 0,43 0,37 0,40
0,58 0,65 0,59 0,59 0,64 0,70 0,69 0,64
0,58 0,77 0,58 0,91 0,73 0,53 0,78 0,67
0,49 0,67 0,58 0,79 0,52 0,63 0,69 0,62
0,64 0,61 0,68 0,70 0,61 0,69 0,60 0,63
4,06 4,88 4,27 5,67 4,55 4,34 5,00 4,68
0,45 0,54 0,47 0,63 0,51 0,48 0,56 0,52
149
Lampiran 7 Berat pangkasan total rumput B. decumbens (kg) untuk 1 m baris tanam selama 9 bulan dan berat pangkasan rata-rata (kg bulan-1) pada percobaan lapang di 5 lokasi yaitu Tegineneng (TGN), Tugusari (TGS) Kalibalangan (KLB), Abung Semulih (ABS) dan Kotabumi Selatan (KBS). Jumlah berat pangkasan (kg) untuk 1 m baris tanam selama 9 bulan di tiap lokasi TGN TGS KLB ABS KBS B1M0K0 1,38 0,34 1,21 1,21 1,26 B1M0K50 1,68 0,42 1,29 1,45 1,65 B1M0K100 1,51 0,42 1,14 1,30 1,42 B1M0K200 1,52 0,44 2,06 1,61 2,11 B1M1K0 1,30 0,39 1,46 1,30 1,47 B1M1K50 1,19 0,46 1,61 1,25 1,61 B1M1K100 1,35 0,50 1,54 1,53 1,72 B1M1K200 1,87 0,36 1,37 1,38 1,62 -1 Rata- rata berat pangkasan (kg bulan ) untuk 1 m baris tanam ditiap lokasi B1M0K0 0,15 0,13 0,13 0,14 B1M0K50 0,19 0,14 0,16 0,18 B1M0K100 0,17 0,13 0,14 0,16 B1M0K200 0,17 0,23 0,18 0,23 B1M1K0 0,14 0,16 0,14 0,16 B1M1K50 0,13 0,18 0,14 0,18 B1M1K100 0,15 0,17 0,17 0,19 B1M1K200 0,21 0,15 0,15 0,18
150
Lampiran 8 Pertumbuhan dan produksi umbi Ubikayu di lokasi Tugusari (Pejambon)(Disini perlakuan tanaman sela B. decumbens pada bulan 3 dan 4 gagal tumbuh karena pertumbuhan ubikayu yang sangat subur menghambat pertumbuhan B.decumbens). Umbi BM Rasio BU Tinggi -1 (ton ha ) tanaman dan BM rata-rata bagian (cm) atas 10 BST (ton ha-1) B0M0K0 36,50 28,00 1,30 421,4 B0M0K50 40,83 34,00 1,20 465,3 B0M0K100 35,67 22,83 1,56 404,5 B0M0K200 40,17 28,00 1,43 430,4 B0M1K0 B0M1K50 B0M1K100 B0M1K200
36,67 42,83 43,50 44,17
20,83 29,17 25,17 24,92
1,76 1,47 1,73 1,77
438,7 446,1 457,0 482,0
B1M0K0 B1M0K50 B1M0K100 B1M0K200
34,17 39,33 34,00 39,67
42,00 47,33 30,83 37,33
0,81 0,83 1,10 1,06
480,4 509,7 442,6 502,4
B1M1K0 B1M1K50 B1M1K100 B1M1K200 Rata-rata
37,50 35,00 41,33 41,50 38,93
39,00 34,83 41,67 37,83 32,73
0,96 1,00 0,99 1,10 1,26
481,2 481,2 501,0 519,8 466,5
151
Lampiran 9 Profil dan diskripsi profil Kanhapludult Tegineneng Lampung. Bentuk wilayah
: Berombak
Lereng
: 0-3%
Altitut
: 130 m dpl
Penggunaan lahan
: Usahatani tanaman semusim
Profil
Hor izo n Ap
Kedala man (cm) 0-20
AB
20-36
Bt
36-80
Btc
80-123
BC
>123
Diskripsi Lapangan
Lempung; coklat gelap(7,5YR 3/3) saat lembab dan coklat (7,5YR 4/4) saat kering; granular sedang, kuat, keras saat kering, teguh saat lembab; agak lekat, agak plastis; pori banyak, halus, kontinu, acak, interstitial, dendritik; perakaran sedang, banyak; batas horizon baur. Lempung; coklat (7,5YR 4/3) saat lembab dan coklat kuat (7,5YR 4/6) saat kering; gumpal bersudut, sedang dan kuat, keras saat kering, teguh saat lembab; agak lekat, agak plastis; pori banyak, halus, kontinu, acak, interstitial, dendritik; perakaran halus, sedang, batas horizon jelas bergelombang; Lempung; merah kekuningan (5YR 4/6) saat lembab dan merah kekuningan (5YR 4/6) saat kering; gumpal bersudut, sedang, perkembangan sedang, keras saat kering, teguh saat lembab; agak lekat, agak plastis; selaput liat tipis terputus; pori sedang, sangat halus, kontinu, vertikal, interstitial, dendritik; perakaran sangat halus, sangat sedikit; batas horizon baur Lempung; merah kekuningan (5YR 4/6) saat lembab dan merah kekuningan (5YR 5/6) saat kering; karat, sedang, halus, buram, baur; gumpal bersudut, sedang, perkembangan sedang, keras saat kering, remah saat lembab; agak lekat, agak plastis; selaput liat tipis terputus; pori sedang, sangat halus, kontinu, vertikal, interstitial, dendritik; perakaran; sangat halus, sangat sedikit; batas horizon baur Lempung; coklat kemerahan (5YR 4/4) saat lembab dan coklat kuat (7,5YR 5/6) saat kering; karat sedang, besar, buram, baur; gumpal bersudut, sedang, lemah, agak keras saat kering; sangat remah saat lembab; agak lekat, agak plastis; pori sedikit, sangat halus.
152
Lampiran 10 Profil dan diskripsi profil tanah Hapludoks Kalibalangan Lampung. Bentuk wilayah
: Bergelombang
Lereng
: 3-8%
Altitut
: 84 m dpl
Penggunaan lahan
: Usahatani tanaman semusim
Profil
Hor izo n
Kedala man (cm)
Ap
0-7
BA
7-30
Bo1
30-54
Bo2
54-78
Bo3
78-104
BC
>104
Diskripsi Lapangan
Liat; coklat kemerahan gelap (5YR 3/2) saat lembab dan coklat kemerahan (5YR 4/3) saat kering; granular sedang, kuat, keras saat kering, teguh saat lembab; lekat, plastis; pori banyak, ukuran sedang, acak, interstitial, terbuka; perakaran sedang dan banyak; batas horizon bergelombang agak jelas. Liat; coklat kemerahan (5YR 4/3) saat lembab dan merah kekuningan (5YR 4/6) saat kering; gumpal bersudut sedang, besar, keras saat kering, remah saat lembab; agak lekat, agak plastis; selaput liat tipis, terputus; pori jumlah sedang, ukuran sedang, acak, dendritik; perakaran sedang dan banyak; batas horizon gradual. Lempung; coklat kuat (7,5YR 4/6) saat lembab dan coklat kuat (7,5YR 5/6) saat kering; karat sedikit, ukuran sedang, nyata dan baur; gumpal bersudut, besar, lemah, keras saat kering, remah saat lembab; agak lekat, agak plastis; selaput liat tipis, terputus; pori sedang, halus, kontinu, vertikal, pada permukaan ped, tidak beraturan, dendritik; perakaran halus sedang; batas horizon baur . Lempung; coklat (7,5YR 5/4) saat lembab dan coklat kuat (7,5YR 5/6) saat kering; karat sedikit, ukuran sedang, nyata dan baur; gumpal bersudut, sedang, lemah, keras saat kering, sangat remah saat lembab; agak lekat, agak plastis; pori sedang, halus, kontinu, vertikal pada permukaan ped, tidak beraturan, dendritik; perakaran halus, sedang; batas horizon baur Lempung; coklat kemerahan (5YR 5/3) saat lembab dan merah kekuningan (5YR 5/8) saat kering; gumpal bersudut, lemah, keras saat kering, remah saat lembab; agak lekat, agak plastis; pori sedang, sangat halus, kontinu, vertikal; perakaran sangat halus, sedikit; batas horizon baur Lempung; merah kekuningan (5YR 4/6) saat lembab dan merah kekuningan (5YR 5/8) saat kering; gumpal bersudut, lemah, keras saat kering, remah saat lembab; agak lekat, agak plastis; pori sedikit, sangat halus, kontinu, vertikal; perakaran sangat halus, sangat sedikit.
153
Lampiran 11 Profil dan diskripsi profil tanah Plinthudult A. Semulih, Lampung. Bentuk wilayah
: Datar
Lereng
: 0-3%
Altitut
: 60 m dpl
Penggunaan lahan
: Usahatani campuran (wanatani)
Profil
Hor izo n
Kedala man (cm)
Diskripsi Lapangan
Ap
0-11
BA
11-24
Bt
24-62
Btv
62-80
Btg v
>80
Liat; coklat keabu-abuan gelap(10YR 4/2) saat lembab dan coklat kekuningan terang (2,5Y 6/3) saat kering; granular kuat ukuran sedang, keras saat kering, remah saat lembab; lekat, plastis; pori banyak, halus, kontinu, acak, interstitial, dendritik; perakaran halus, agak banyak; batas horizon jelas. Lempung; coklat kekuningan gelap (10YR 4/4) saat lembab dan coklat kekuningan terang (2,5Y 6/4) saat kering; gumpal bersudut, besar, sedang, keras saat kering, remah saat lembab; lekat, agak plastis; pori jumlah sedang, sangat halus, kontinu; acak; perakaran halus, sedikit, batas horizon baur. Lempung; coklat kekuningan gelap (10YR 4/6) saat lembab dan kuning oliv (2,5Y 6/6) saat kering; gumpal bersudut, sedang, lemah, keras saat kering, remah saat lembab; agak lekat, agak plastis; pori sedang, sangat halus, acak, interstitial, dendritik; perakaran sangat halus, sedikit, batas baur. Lempung; coklat kekuningan gelap (10YR 4/6) saat lembab dan coklat oliv (2,5Y 4/4) saat kering; plintit sedang (2-20%); gumpal bersudut, sedang, lemah, agak keras saat kering, sangat remah saat lembab; lekat, agak plastis; pori sedang, sangat halus, vertikal, interstitial, simpel; perakaran sangat halus, sangat sedikit; batas horizon jelas. Lempung; abu-abu ringan (2,5Y 7/2) saat lembab dan kuning pucat (2,5Y 7/3) saat kering; gleysasi kuat, plintit (2,5YR 3/6); sangat banyak (>20%); gumpal bersudut, sedang, lemah, agak keras saat kering, remah saat lembab; agak lekat, agak plastis; pori sedikit, sangat halus.
154
Lampiran 12 Profil dan diskripsi profil Kandiudult KB. Selatan, Lampung. Bentuk wilayah
: Bergelombang
Lereng
: 3-8%
Altitut
: 70 m dpl
Penggunaan lahan
: Usahatani tanaman semusim
Profil
Horiz on Ap
Kedala man (cm) 0-14
BA
14-37
Btc1
37-75
Btc2
75-110
BC
>110
Diskripsi Lapangan
Lempung berliat; coklat gelap (7,5YR 3/3) saat lembab dan coklat kuat (7,5YR 4/6) saat kering; granular sedang, kuat, sangat keras saat kering, sangat teguh saat lembab; lekat, agak plastis; pori sedang, halus, kontinu, acak, interstitial, dendritik; perakaran halus, agak banyak, batas horizon baur. Liat; coklat (7,5YR 4/4) saat lembab dan coklat kuat (7,5YR 4/6) saat kering; karat sedang, ukuran sedang, nyata dan jelas, nodul Mn, sedikit, hitam, keras; gumpal bersudut, besar, dan kuat, sangat keras saat kering, sangat teguh saat lembab; lekat, plastis; selaput liat agak tebal, kontinu; pori; jumlah sedang, ukuran halus, kontinu, miring; perakaran halus, sedang, batas horizon baur. Liat; coklat (7,5YR 4/4) saat lembab dan coklat kuat (7,5YR 4/6) saat kering; karat banyak, besar, nyata dan jelas; nodul Mn, banyak, hitam, keras; gumpal bersudut, besar, kuat, sangat keras saat kering, remah saat lembab; lekat, plastis, selaput liat agak tebal, kontinu; pori sedang, sangat halus, kontinu, vertikal, interstitial, dendritik; perakaran sangat halus, sedikit, batas horizon kurang jelas. Liat; coklat (7,5YR 5/4) saat lembab dan coklat kuat (7,5YR 5/6) saat kering; karat sedikit, sedang, buram; gumpal bersudut, besar, lemah, sangat keras saat kering, sangat remah saat lembab; lekat, agak plastis; selaput liat tipis, terputus; pori sedikit, sangat halus, kontinu, vertikal, interstitial, simpel; perakaran sangat halus, sangat sedikit; batas horizon baur. Liat; coklat (7,5YR 5/3) saat lembab dan coklat (7,5YR 5/3) saat kering; gumpal bersudut, besar, lemah, sangat keras saat kering, remah saat lembab; agak lekat, agak plastis, pori sedikit, sangat halus; perakaran sangat halus, sangat sedikit.
155
Lampiran 13 Jumlah pengeluaran dan penerimaan (cash flow) dari masing-masing perlakuan yang diuji dengan mempertimbangkan pengaruh perlakuan terhadap K tanah tersedia dan hasil ubikayu untuk prediksi jumlah besaran aliran dana dalam 5 tahun kegiatan usahatani. Tahun (x Rp. 1000) 1 B0M0K0 B0M0K50 B0M0K100 B0M0K200 B0M1K0 B0M1K50 B0M1K100 B0M1K200 B1M0K0 B1M0K50 B1M0K100 B1M0K200 B1M1K0 B1M1K50 B1M1K100 B1M1K200
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
Pengeluaraan Penerimaan Pengeluaraan Penerimaan Pengeluaraan Penerimaan Pengeluaraan Penerimaan Pengeluaraan Penerimaan Pengeluaraan Penerimaan Pengeluaraan Penerimaan Pengeluaraan Penerimaan Pengeluaraan Penerimaan Pengeluaraan Penerimaan Pengeluaraan Penerimaan Pengeluaraan Penerimaan Pengeluaraan Penerimaan Pengeluaraan Penerimaan Pengeluaraan Penerimaan Pengeluaraan Penerimaan
7968 32160 8560 35520 9018 37481 9870 40407 11610 33777 12847 35481 12847 41333 13750 44925 13918 34000 10653 37370 11082 38889 12122 44111 13453 32629 13835 33592 14406 36814 15278 40037
2 7968 31120 8560 34960 9018 37481 9870 40927 8110 32737 8556 34921 9347 41333 10250 45445 7854 32960 8438 36810 8267 38889 8707 44111 7738 31589 8120 33032 8091 36814 8363 40037
3 7968 30080 8560 34400 9018 37481 9870 41447 8110 31697 8556 34361 9347 41333 10250 45965 7854 31920 8438 36250 8867 38889 8707 44111 7738 30549 8120 32472 8691 36814 8363 40037
4 7968 29040 8560 33840 9018 37481 9870 41967 8110 30657 8556 33801 9347 41333 10250 46485 7854 30880 8438 35690 8267 38889 9907 44111 7738 29509 8120 31912 8091 36814 9563 40037
5 7968 28000 8560 33280 9018 37481 9870 42487 8110 29617 8556 33241 9347 41333 10250 47005 7854 29840 8438 35130 8867 38889 8707 44111 7738 28469 8120 31352 8691 36814 8363 40037
Total 39842 150400 42800 172000 45092 187406 49350 207235 44050 158487 47070 171806 50235 206665 54750 229827 45332 159598 44405 181250 45348 194443 48151 220553 44407 152747 46313 162361 47969 184072 49930 200183
156
139
Lampiran 14 Biaya Bahan dalam Rupiah ha-1 dari masing-masing perlakuan yang diuji pada penelitian di lapang (5 lokasi). Perlakuan B0M0K0
B0M0K50
B0M0K100
B0M0K200
B0M1K0
B0M1K50
B0M1K100
B0M1K200
Unit ha-1 3L
Rupia h x1000 270
Unit ha-1 3L
Rupiah x1000 270
Unit ha-1 3L
Rupiah x1000 270
Unit ha-1 3L
Rupiah x1000 270
Unit ha-1 3L
Rupiah x1000 270
Unit ha-1 3L
Rupiah x1000 270
Unit ha-1 3L
Rupiah x1000 270
Unit ha-1 3L
Rupiah x1000 270
2000 bt
320
2000 bt
320
2000 bt
320
2000 bt
320
2000 bt
320
2000 bt
320
2000 bt
320
2000 bt
320
Urea
200 kg
320
200 kg
320
200 kg
320
200 kg
320
200 kg
320
200 kg
320
200 kg
320
200 kg
320
SP-36
150 kg
345
150 kg
345
150 kg
345
150 kg
345
150 kg
345
150 kg
345
150 kg
345
150 kg
345
0 kg
0
50 kg
300
100 kg
600
200 kg
1200
0 kg
50 kg
300
100 kg
600
200 kg
1200
4500 kg
300
4500 kg
300
4500 kg
300
4500 kg
300
4500 kg
300
4500 kg
300
4500 kg
300
4500 kg
300
5 kg
125
5 kg
125
5 kg
125
5 kg
125
5 kg
125
5 kg
125
5 kg
125
5 kg
125
70 kg
3500
70 kg
3500
70 kg
3500
70 kg
3500
Bahan
Herbisida Bibit Ubikayu B. decumbens Pupuk
KCl Kompos Jerami Dekomposer Mikoriza Sewa lahan
1000
1000
1000
1000
1000
1000
1000
1000
Jumlah
2680
2980
3280
3880
6180
6480
6780
7380
140
Lanjutan Perlakuan Bahan
Herbisida
B1M0K0
B1M0K50
B1M0K100
B1M0K200
B1M1K0
B1M1K50
B1M1K100
B1M1K200
Unit ha-1 3L
Rupiah x1000) 270
Unit ha-1 3L
Rupiah x1000) 270
Unit ha-1 3L
Rupiah x1000) 270
Unit ha-1 3L
Rupiah x1000) 270
Unit ha-1 3L
Rupiah x1000) 270
Unit ha-1 3L
Rupiah x1000) 270
Unit ha-1 3L
Rupiah x1000) 270
Unit ha-1 3L
Rupiah x1000) 270
2000 bt
320
2000 bt
320
2000 bt
320
2000 bt
320
2000 bt
320
2000 bt
320
2000 bt
320
2000 bt
320
Bibit Ubikayu B. decumbens
1250
1250
1250
1250
1250
1250
1250
1250
Pupuk Urea
200 kg
320
200 kg
320
200 kg
320
200 kg
320
200 kg
320
200 kg
320
200 kg
320
200 kg
320
SP-36
150 kg
345
150 kg
345
150 kg
345
150 kg
345
150 kg
345
150 kg
345
150 kg
345
150 kg
345
50 kg
300
100 kg
600
200 kg
1200
0 kg
50 kg
300
100 kg
600
200 kg
1200
4500 kg
4500 kg
300
4500 kg
300
4500 kg
300
KCl
0 kg
Kompos Jerami Dekomposer
4500 kg
300
4500 kg
300
4500 kg
300
4500 kg
300
5 kg
125
5 kg
125
5 kg
125
5 kg
125
Mikoriza
300
5 kg
125
5 kg
125
5 kg
125
5 kg
125
70 kg
3500
70 kg
3500
70 kg
3500
70 kg
3500
Sewa lahan
1000
1000
1000
1000
1000
1000
1000
1000
Jumlah
3930
4230
4530
5130
7430
7730
8030
8630
157
158
141
Lampiran 15 Biaya tenaga kerja dan total biaya produksi dalam Rupiah ha-1 dari masing-masing perlakuan yang diuji pada penelitian di lapang (5 lokasi). Perlakuan B0M0K0
Tenaga kerja
B0M0K50
B0M0K100
B0M0K200
B0M1K0
B0M1K50
B0M1K100
B0M1K200
HOK ha-1
Rupiah x1000
HOK ha-1
Rupiah x1000
HOK ha-1
Rupiah x1000
HOK ha-1
Rupiah x1000
HOK ha-1
Rupiah x1000
HOK ha-1
Rupiah x1000
HOK ha-1
Rupiah x1000
HOK ha-1
Rupiah x1000
Semprot herbisida
2
60
2
60
2
60
2
60
2
60
2
60
2
60
2
60
Pengolahan tanah Pembuatan kompos
20
600
20
600
20
600
20
600
20
600
20
600
20
600
20
600
10
300
10
300
10
300
10
300
10
300
10
300
10
300
10
300
8
240
8
240
8
240
8
240
8
240
8
240
8
240
8
240
Pemupukan
6
180
6
180
6
180
6
180
6
180
6
180
6
180
6
180
Penyiangan
40
1200
40
1200
40
1200
40
1200
40
1200
40
1200
40
1200
40
1200
30
900
33
1000
35
1050
38
1137
32
950
33
1000
39
1162
42
1263
Penanaman Ubikayu B. decumbens
Pemangkasan rumput Panen Transportasi
1808
2000
2108
2273
1900
1996
2325
2527
Jumlah
5348
5640
5798
6050
5490
5636
6127
6430
7178
7870
8428
9480
10820
11366
12257
13360
Pendapatan kotor*
32160
35520
37481
40407
33777
35481
41333
44925
Pendapatan bersih
21512
26960
28463
30537
22167
23425
28486
31175
Total biaya (Bahan+T.kerja)
Katerangan: * Produksi ubikayu (ton ha-1) B0M0K0=40,2, B0M0K50=44,4, B0M0K100=46,9, B0M0K200=50,5, B0M1K0= 42,2, B0M1K50=44,4, B0M1K100=51,7, B0M1K200=56,2 Harga jual ubikayu: Rp. 800,- kg-1
142
Lanjutan Perlakuan B1M0K0
B1M0K50
B1M0K100
B1M0K200
B1M1K0
B1M1K50
B1M1K100
B1M1K200
HOK ha-1
Rupiah x1000)
HOK ha-1
Rupiah x1000)
HOK ha-1
Rupiah x1000)
HOK ha-1
Rupiah x1000)
HOK ha-1
Rupiah x1000)
HOK ha-1
Rupiah x1000)
HOK ha-1
Rupiah x1000)
HOK ha-1
Rupiah x1000)
2
60
2
60
2
60
2
60
2
60
2
60
2
60
2
60
Pengolahan tanah
20
600
20
600
20
600
20
600
20
600
20
600
20
600
20
600
Pembuatan kompos
10
300
10
10
300
10
300
10
300
10
300
10
300
10
300
Ubikayu
8
240
8
240
8
240
8
240
8
240
8
240
8
240
8
240
B. decumbens
8
240
8
240
8
240
8
240
8
240
8
240
8
240
8
240
Tenaga kerja Spray herbisida
Penanaman
Pemupukan
6
180
6
180
6
180
6
180
6
180
6
180
6
180
6
180
Penyiangan
40
1200
40
1200
40
1200
40
1200
40
1200
40
1200
40
1200
40
1200
Pemangkasan rumput
15
450
15
450
15
450
15
450
15
450
15
450
15
450
15
450
Panen
32
956
35
1051
36
1094
41
1241
31
918
31
945
34
1035
37
1126
Transportasi
1913
2102
2188
2481
1835
1890
2071
2252
Jumlah
6199
6483
6612
7052
6083
6165
6436
6708
Total biaya (Bahan+T.kerja)
9279
9963
10492
11732
12663
13145
13816
14888
34000
37370
38889
44111
32629
33592
36814
40037
Pendapatan kotor
23931 27257 27807 31988 19176 19758 22409 24759 Pendapatan bersih Katerangan: * Produksi ubikayu (ton ha-1) B1M0K0=42,5, B1M0K50=46,7, B1M0K100=48,6, B1M0K200=55,1, B1M1K0= 40,8, B1M1K50=42,0, B1M1K100=46,0, B1M1K200=50,1. Harga jual ubikayu : Rp. 800,- kg-1
159
160
Lampiran 16 Biaya produksi dan pengembalian usahatani ubikayu beberapa petani tradisional di daerah kajian propinsi Lampung. Petani Tradisional Slamet
Sujadi
1. Bahan
Unit Rupiah ha-1 x1000 Herbisida Bibit Pupuk Urea SP-36 KCl Ponska (15 15 15) `Pupuk kandang Sewa lahan Jumlah 2. Tenaga kerja
3L
270
100 kg
160
1000 kg
200
Unit Rupiah ha-1 x1000 3L
2500 kg
630 HOK ha-1
Semprot herbisida Pengolahan tanah Penanaman Pemupukan Penyiangan Panen Transportasi Jumlah Biaya total (Bahan+T. kerja) Pendapatan kotor* Pendapatan bersih
2 12 8 3 40
Rupiah x1000
Suprianto Unit Rupiah ha-1 x1000
270
3L
270
450
150 kg 1200 kg
390 240 1000 1900
HOK ha-1
Rupiah x1000
720 HOK ha-1
Rupiah x1000
60 2 60 2 60 360 11 325 12 360 240 8 240 8 240 90 3 90 6 180 1200 40 1200 40 1200 330 300 510 550 500 850 2830 2715 3400 3435 5300 3460 8800 8000 13600 5340 4565 8300 Keterangan: HOK= Hari orang kerja *Hasil ubikayu (ton ha-1) Sujadi=11, Slamet=10, dan Tarno=17. Harga jual Rp. 800,- kg-1
161
Lampiran 17 Biaya produksi dan pengembalian usahatani ubikayu beberapa petani semi maju di daerah kajian propinsi Lampung. Petani Semi Maju
Warjono
Sakirin 1. Bahan Herbisida Bibit Pupuk Urea SP-36 KCl Ponska (15 15 15) Pupuk kandang Sewa lahan Jumlah
Taslim
Unit ha-1
Rupiah x1000
Unit ha-1
Rupiah x1000
Unit ha-1
Rupiah x1000
3L
270
3L
270
3L
270
100 kg 50 kg
130 80
200 kg
600
150 kg
390
50 kg
1000 kg
200 1000 2070
4000 kg
800 1000 2460
3500 kg
700 1000 2180
HOK ha-1
Rupiah x1000
HOK ha-1
Rupiah x1000
HOK ha-1
Rupiah x1000
Semprot herbisida 2 Pengolahan tanah 12 Penanaman 8 Pemupukan 3 Penyiangan 40 Panen Transportasi Jumlah Biaya total (bahan+T. kerja) Pendapatan Kotor* Pendapatan Bersih
60
2
60
2
60
360 240 90 1200 600 1000 3550
12 8 6 40
360 240 180 1200 660 1100 3800
12 8 6 40
360 240 180 1200 720 1200 3960
2. Tenaga kerja
5620 6260 6140 16000 17600 19200 10380 11340 13060 Keterangan: HOK=Hari orang kerja, *Hasil ubikayu (ton ha-1) Sakirin=20, Budi=22, dan Widodo=24. Harga jual Rp. 800,- kg-1
162
Lampiran 18 Biaya produksi dan pengembalian usahatani ubikayu beberapa petani maju di daerah kajian propinsi Lampung. Petani Maju Salim
Supar 1. Bahan Herbisida Bibit Pupuk Urea SP-36 KCl Ponska (15 15 15) Pupuk kandang Sewa lahan Jumlah 2. Tenaga kerja
Suminto
Unit ha-1
Rupiah x1000
Unit ha-1
Rupiah x1000
Unit ha-1
Rupiah x1000
3L 2000 bt
270 320
3L 2000 bt
270 320
3L 2000 bt
270 320
200 kg 150 kg
240 225
150 kg
195
150 kg 2500 kg
390 500 1000 2945
500 kg 4000 kg
1250 800 1000 3640
300 kg 4000 kg
780 800 1000 3365
HOK ha-1
Rupiah x1000
HOK ha-1
Rupiah x1000
HOK ha-1
Rupiah x1000
2
60
2
60
2
60
20 8 6 40
600 240 180 1200 1200 2000 5480
20 8 6 40
600 240 180 1200 1050 1750 5080
20 8 6 40
600 240 180 1200 990 1650 4920
Semprot herbisida Pengolahan tanah Penanaman Pemupukan Penyiangan Panen Transportasi Jumlah Biaya total (Bahan+T. kerja) Pendapatan Kotor Pendapatan Bersih
8425 8720 8285 32000 28000 26400 23575 19280 18115 Keterangan: HOK= Hari orang kerja, *Hasil ubikayu (ton ha-1) Supar =40, Salim=35, dan Usman=33. Harga jual Rp. 800,- kg-1
163
Lampiran 19 Cara kerja analisis kadar polisakarida total dan polisakarida bukan (selain) selulosa (Lowe 1993) Agregat (makro, meso dan mikro) hasil ayakan basah yang tertimbang dikeringkan pada suhu 40 ºC selama 48 jam (untuk koreksi kelembaban 1 g dari masing-masing agregat di oven pada suhu 105 ºC selama 24 jam). Untuk mengetahui polisakarida total, 0,5 g contoh masing-masing agregat dimasukan ke Erlenmeyer 250 ml bersama dengan 4 ml H 2 SO 4 12 M dan campuran dibiarkan selama 2 jam. Lalu ditambahkan 92 ml air destilasi untuk mengencerkan konsentrasi H 2 SO 4 menjadi 0,5 M. Selanjutnya erlenmeyer di autoclave selama 1 jam pada tekanan 103 kPa sehingga menghasilkan suhu lebih kurang 121º C. Setelah dingin larutan di saring dengan kertas saring kuantitatif ke gelas (flask) 250 ml. Air destilasi digunakan untuk mencuci sisa-sisa sampai volume 250 ml. Filtrat selanjutnya dipipet 1 ml dan ditransfer ke tabung tes untuk mana 1 ml phenol 5% (w/v) ditambahkan dan diikuti 5 ml H 2 SO 4 96% (w/v). Tabung test dibiarkan selama 10 menit dan selanjutnya didinginkan di dalam bath air (a water bath) 25-30 º C selama 25 menit. Absorban dari larutan dibaca pada spektrofotometer 490 nm. Konversi dari absorban ke konsentrasi polisakarida dalam g/kg dilakukan dengan menggunakan kurva standar yang dibuat dengan nilai absorban dari konsentrasi glukosa yang diketahui. Untuk analisis polisakarida bukan selulosa (polisakarida selain selulosa) cara analisis sama dengan prosedur untuk analisis polisakarida total, tetapi untuk pra-perlakuan contoh agregat (0,5 g) dengan H 2 SO 4 12 M diganti dengan langsung memberikan H 2 SO 4 0,5 M. Lampiran 20 Cara kerja analisis kadar pati (metoda Somogyi-Nelson) (Nelson 1944). Kadar pati umbi di analisis dalam % berat kering (di konversi ke % berat basah berdasarkan kadar air umbi). 200 mg serbuk umbi (umbi yang dikeringkan pada suhu 50 ºC selama 2 x 24 jam dan diblender) dimasukan ke tabung sentrifugasi, ditambah 20 ml alkohol 80%, dipanaskan selama 20 menit di dalam waterbath dan selanjutnya disentrifugasi. Endapan (residu) selanjutnya ditambah dengan 2 ml H 2 O dan dipanaskan selama 2 menit, lalu ditambah 2 ml HClO 4 9,2
164
N, dan dikocok selama 15 menit. Kemudian ditambah 25 ml H 2 O dan kembali disentrifugasi. Supernatan disaring dan dimasukan kedalam labu ukur 100 ml, ditambah dengan 4 ml HClO 4 4,6 N, dikocok dan ditambah 25 ml H2O, kemudian di sentrifugasi. Pipet 2 ml ke tabung reaksi 25 ml, netralisir dengan NaOH 1N, tambahkan 2 ml rigen Cu, dipanaskan selama 10 menit di dalam air mendidih dan segera didinginkan. Selanjutnya ditambah 2 ml rigen Nelson dicampur secara hatihati dan volumenya dijadikan 25 ml. Baca dengan spektrometer pada panjang gelombang
500
ηm.
Kadar
pati
(%)=[(Bacaan
spektro/rata-rata
ppm
standar)x(0,2-100) x Fp x100]/1000000. Fp adalah faktor pengenceran. Lampiran 21 Cara kerja analisis senyawa sianogen total (cyanogenic glucosides) (metoda Bradbury) (Bradbury et al. 1997, diacu dalam Hidayat dan Damardjati 2003). Analisis kandungan cyanogenic glucosides menggunakan metoda Bradbury, sebagaimana dikemukakan Hidayat dan Damardjati (2003). Analisis ini berjalan dalam tiga (3) tahapan. Tahapan pertama adalah penetapan total sianogen. Pertama dipersiapkan tabung plastik dengan tutupnya (seperti tabung bekas film). Lalu dimasukan kertas buffer pH 8 (kertas saring berbentuk kancing ditetesi dengan campuran asam posfot 1 M yaitu 80 ml H 3 PO 4 88% diencerkan dengan 750 ml air destilasi yang dicampur dengan 160-190 ml NaOH 10 M). Selanjutnya dimasukan 100 mg umbi segar yang telah dicacah ukuran kisaran ±1 mm yang diambilkan dari bagian tengah umbi yang dipotong tipis setebal 1-2 mm dan ditambahkan 0,5 ml air. Ke dalam tabung yang telah berisi cacahan ubikayu segar segera dimasukkan kertas pikrat (kondisi tegak) yaitu kertas Whatman 3 mm yang Lanjutan telah dicelupkan kedalam larutan berupa campuran 1,4 g asam pikrat dengan 100 ml Na-karbonat 2,5% selama 20 detik, lalu dikering anginkan, dipotong-potong ukuran 3x1 cm dan ditempeli plastik transparan (bagian atas diberi sedikit lem PVA) ukuran 4x1 cm. Kelebihan ukuran plastik transparan adalah sebagai upaya agar kertas pikrat tidak bersentuhan langsung dengan air atau cacahan ubikayu Selanjutnya botol segera ditutup rapat dan dibiarkan (inkubasi) selama 16-24 jam dalam suhu kamar (25-27 ºC). Prosedur yang sama juga harus dilakukan untuk
165
tanpa cacahan umbi ubikayu (standar). Setelah inkubasi kertas pikrat dilepas dari plastik transparan dan dimasukan kedalam tabung reaksi yang telah diisi 5 ml air destilasi dan dibiarkan selama 30 menit sambil sekali-sekali digoyang. Warna larutan selanjutnya diukur pada panjang gelombang 510 nm dengan menggunakan blanko. Konsentrasi sianogen total (ppm) = 396 x besarnya absorbansi. Tahapan kedua; penetapan kadar asetonsianohidrin+HCN CN-1. Cara kerja secara prinsip hampir sama dengan penetapan total sianogen, namun untuk menghambat reaksi enzimatik oleh enzim linamarase ditambahkan 200 mg guanidine-HCl sesudah 100 mg cacahan ubikayu dimasukan ke tabung plastik dan baru ditambah 0,5 ml air. Prosedur selanjutnya sebagaimana prosedur di atas, namun lama inkubasi yang diperlukan hanya 3 jam. Tahapan ketiga; penetapan HCN CN-1 dilakukan tanpa buffer pH 6, tetapi kertas saring direndam ke 50 ml H 2 SO 4 1 M dan proses selanjutnya sebagaimana proses untuk penetapan asetonsianohidrin+HCN CN-1. Kadar linamarin = Total sianogen – (asetonsianohidrin+HCN CN-1) dan kadar asetosianohidrin = (asetonsianohidrin+HCN CN-1) – HCN CN-1
166
Lampiran 22 Hasil sidik ragam untuk data percobaan di rumah kaca. 1. Hasil sidik ragam untuk data pengaruh konsentrasi Al terhadap pertumbuhan B. decumbens (BD) Volume akar BD SK db Al 4 Galat 10 Total 14 KK = 44,942%
JK 258,276 330,573 588,849
KT 64,569 33,057
F. hitung 1,95
Pr > F 0,178
Bobot akar BD SK db Al 4 Galat 10 Total 14 KK = 40,123%
JK 30,201 50,101 80,301
KT 7,550 5,010
F. hitung 1,51
Pr > F 0,272
Tinggi tanaman BD SK db Al 4 Galat 10 Total 14 KK = 19,31%
JK 564,233 2398,625 2962,858
KT 141,058 239,862
F. hitung 0,59
Pr > F 0,679
KT 35,935 21,169
F. hitung 1,70
Pr > F 0,226
Bobot tanaman BD bagian Atas SK db JK Al 4 143,739 Galat 10 211,689 Total 14 355,428 KK = 31,84%
2. Hasil sidik ragam untuk data pengaruh konsentrasi Al terhadap pertumbuhan B. ruziziensis (BR) Volume akar BR SK db Al 4 Galat 10 Total 14 KK = 30,42%
JK 46,877 64,932 111,804
KT 11,718 6,493
F. hitung 1,80
Pr > F 0,205
167
Lanjutan Bobot akar BR SK db Al 4 Galat 10 Total 14 KK = 22,03%
JK 1,322 1,662 2,984
KT 0,330 0,166
F. hitung 1,99
Pr > F 0,172
Tinggi tanaman BR SK db Al 4 Galat 10 Total 14 KK = 23,70%
JK 1638,267 4004,667 5642,933
KT 409,567 400,467
F. hitung 1,02
Pr > F 0,441
KT 18,590 10,940
F. hitung 1,70
Pr > F 0,226
Bobot tanaman BR bagian atas SK db JK Al 4 74,360 Galat 10 109,399 Total 14 183,759 KK = 28,89%
3. Hasil sidik ragam untuk data pengaruh konsentrasi Al terhadap pertumbuhan B. brizantha (BB) Volume akar BB SK db Al 4 Galat 10 Total 14 KK = 16,29%
JK 81,483 356,713 438,196
KT 20,372 35,671
F. hitung 0,57
Pr > F 0,690
Bobot akar BB SK db Al 4 Galat 10 Total 14 KK = 15,32%
JK 27,589 30,518 58,107
KT 6,897 3,052
F. hitung 2,26
Pr > F 0,135
Tinggi tanaman BB SK db Al 4 Galat 10 Total 14 KK = 29,12%
JK 829,767 1725,333 2555,100
KT 207,442 172,533
F. hitung 1,20
Pr > F 0,368
168
Bobot tanaman BB bagian atas SK db JK Al 4 52,856 Galat 10 51,755 Total 14 104,613 KK = 11,28%
KT 13,214 5,175
F. hitung 2,55
Pr > F 0,105
Lampiran 23 Hasil sidik ragam untuk data pengaruh perlakuan terhadap stabilitas agregat. Agregta Makro 1 (2-5 mm) SK db B 1 M 1 B*M 1 K 3 B*K 3 M*K 3 B*M*K 3 KK = 16,91%
JK 14564,977 2874,715 3958,275 747,128 8516,775 2274,143 4757,783
KT 14564,978 2874,715 3958,275 249,043 2838,925 758,048 1585,928
F. hitung 13,29 2,62 3,61 0,23 2,59 0,69 1,45
Pr > F 0,002 0,125 0,076 0,876 0,089 0,570 0,266
Agregat Makro 2 (1-2 mm) SK db B 1 M 1 B*M 1 K 3 B*K 3 M*K 3 B*M*K 3 KK = 16,63%
JK 254,251 1653,125 6,480 447,114 1567,934 459,805 791,630
KT 254,251 1653,125 6,480 149,038 522,644 153,268 263,877
F. hitung 1,26 8,21 0,03 0,74 2,60 0,76 1,31
Pr > F 0,278 0,011 0,860 0,543 0,088 0,532 0,305
Agregat Meso (0,25 - 1 mm) SK db B 1 M 1 B*M 1 K 3 B*K 3 M*K 3 B*M*K 3 KK = 12,91%
JK 722,950 84,825 328,320 1407,711 1613,546 1068,436 479,066
KT 722,950 84,825 328,320 469,237 537,849 356,145 159,689
F. hitung 6,88 0,81 3,12 4,47 5,12 3,39 1,52
Pr > F 0,018 0,382 0,096 0,018 0,011 0,044 0,248
169
Lanjutan Agregat Mikro (0,053-0,25 mm) SK db JK B 1 5708,461 M 1 47,531 B*M 1 389,205 K 3 1442,962 B*K 3 2945,051 M*K 3 581,691 B*M*K 3 117,372 KK = 6.09%
KT 5708,461 47,531 389,205 480,987 981,684 193,897 39,124
F. hitung 50,43 0,42 3,44 4,25 8,67 1,71 0,35
Pr > F 0,000 0,526 0,082 0,022 0,001 0,204 0,793
Lampiran 24 Hasil sidik ragam untuk data pengaruh perlakuan terhadap polisakarida di dalam masing-masing agregat. a. Polisakarida total (PT) Polisakarida total agregat makro (> 1 mm) SK db JK B 1 0,880 M 1 2,050 B*M 1 0,374 KK = 9,44%
KT 0,878 2,050 0,374
F. hitung 3,48 8,13 1,48
Pr > F 0,135 0,046 0,290
Polisakarida total agregat meso (0,25 - 1 mm) SK db JK KT B 1 1,862 1,862 M 1 8,778 8,778 B*M 1 1,862 1,862 KK = 4,66%
F. hitung 23,50 110,76 23,50
Pr > F 0,008 0,000 0,008
Polisakarida total agregat mikro (0,053-0,25 mm) SK db JK KT B 1 11,068 11,068 M 1 2,916 2,916 B*M 1 6,8635 6,863 KK = 18,57%
F. hitung 8,27 2,18 5,13
Pr > F 0,045 0,214 0,086
F. hitung 13,61 12,13 14,77
Pr > F 0,021 0,025 0,018
b. Polisakarida bukan selulosa (PBS) PBS agregat makro SK db B 1 M 1 B*M 1 KK = 2,99%
JK 0,256 0,228 0,277
KT 0,256 0,228 0,277
170
PBS agregat meso SK db B 1 M 1 B*M 1 KK = 18,25%
JK 0,485 0,419 1,665
KT 0,485 0,419 1,665
F. hitung 0,64 0,55 2,19
Pr > F 0,469 0,499 0,213
PBS agregat mikro SK db B 1 M 1 B*M 1 KK = 13,64%
JK 1,540 0,041 0,041
KT 1,540 0,041 0,041
F. hitung 3,16 0,08 0,08
Pr > F 0,150 0,787 0,787
Lampiran 25 Hasil sidik ragam untuk data pengaruh perlakuan terhadap pertumbuhan dan mutu hasil ubikayu UJ-5 Tinggi tanaman SK db B 1 M 1 B*M 1 K 3 B*K 3 M*K 3 B*M*K 3 KK = 8,54%
JK 2249,404 28,351 262,034 252,302 349,836 899,558 659,399
KT 2249,403 28,351 262,034 750,767 116,611 299,853 219,800
F. hitung 3 ,33 0,04 0,39 1,11 0,17 0,44 0,33
Pr > F 0,077 0,839 0,538 0,359 0,914 0,723 0,807
Diameter batang SK db B 1 M 1 B*M 1 K 3 B*K 3 M*K 3 B*M*K 3 KK = 12,41%
JK 0,001 0,015 0,682 0,229 0,049 0,203 0,186
KT 0,001 0,015 0,682 0,076 0,016 0,068 0,062
F. hitung 0,01 0,16 7,04 0,79 0,17 0,70 0,64
Pr > F 0,919 0,693 0,012 0,509 0,916 0,559 0,594
171
Lanjutan Berat Umbi SK B M B*M K B*K M*K B*M*K KK = 14,61%
db 1 1 1 3 3 3 3
JK 0,211 6,497 10,065 17,916 1,694 2,240 0,336
KT 0,211 6,497 10,065 5,972 0,5647 0,747 0,112
F. hitung 0,15 4,76 7,37 3,93 0,41 0,55 0,08
Pr > F 0,697 0,037 0,011 0,044 0,744 0,654 0,969
Jumlah Umbi SK B M B*M K B*K M*K B*M*K KK = 19,88%
db 1 1 1 3 3 3 3
JK 13,021 38,521 7,521 66,396 244,229 37,729 32,729
KT 13,021 38,521 7,521 22,132 81,410 12,576 10,910
F. hitung 0,54 1,59 0,31 0,92 3,37 0,52 0,45
Pr > F 0,468 0,216 0,581 0,444 0,030 0,671 0,718
Lampiran 26 Hasil sidik ragam untuk pengaruh perlakuan terhadap kadar pati dan cyanogenic glucoside. Pati %BK SK db JK KT F. hitung Pr > F B 1 57,298 57,298 152,62 0,001 M 1 34,486 34,486 91,86 0,001 B*M 1 1,9404 1,9404 5,17 0,037 K 3 73,537 24,512 65,29 0,000 B*K 3 9,401 3,134 4,93 0,013 M*K 3 11,509 3,836 6,04 0,006 B*M*K 3 18,303 6,101 9,60 0,001 KK = 10,31% Pati %BB SK B M B*M K B*K M*K B*M*K KK = 6,31%
db 1 1 1 3 3 3 3
JK 22,111 62,944 0,274 42,402 0,977 11,641 2,331
KT 22,111 62,944 0,274 14,134 0,326 3,880 0,777
F. hitung 5,56 15,83 0,07 3,55 0,08 0,98 0,20
Pr > F 0,031 0,001 0,796 0,038 0,969 0,428 0,898
172
Pati total di dalam ubikayu SK db B 1 M 1 B*M 1 K 3 B*K 3 M*K 3 B*M*K 3 KK = 6,23%
JK 0,205 1,638 0,556 1,499 0,0749 0,416 0,0163
KT 0,204 1,638 0,556 0,499 0,025 0,138 0,005
F. hitung 8,18 65,42 22,23 19,95 1,00 5,54 0,22
Pr > F 0,011 0,000 0,000 0,000 0,419 0,008 0,883
Senyawa sianogen total SK db B 1 M 1 B*M 1 K 3 B*K 3 M*K 3 B*M*K 3 KK = 12,42%
JK 2973,824 1087,132 123,889 24595,428 189,723 2157,176 194,466
KT 2973,824 1087,132 123,889 8198,476 63,241 719,058 64,822
F. hitung 4,62 1,69 0,19 12,75 0,10 1,12 0,10
Pr > F 0,047 0,212 0,667 0,000 0,960 0,371 0,958
Linamarin SK B M B*M K B*K M*K B*M*K KK = 18,91%
JK 839,885 12,226 296,339 10972,865 11,354 1449,512 931,397
KT 839,885 12,226 296,339 3657,622 3,785 483,171 310,466
F. hitung 1,47 0,02 0,52 6,40 0,01 0,85 0,54
Pr > F 0,243 0,885 0,482 0,005 0,999 0,489 0,660
JK 624,458 576,641 8,242 1514,241 90,819 270,853 327,269
KT 624,458 576,641 8,242 504,747 30,273 90,284 109,090
F. hitung 3,45 3,19 0,05 2,79 0,17 0,50 0,60
Pr > F 0,082 0,093 0,834 0,074 0,917 0,688 0,622
db 1 1 1 3 3 3 3
Asetonsianohidrin (ASE) SK db B 1 M 1 B*M 1 K 3 B*K 3 M*K 3 B*M*K 3 KK = 20,95%
173
Lanjutan HCN CN-1 SK B M B*M K B*K M*K B*M*K KK = 33,41%
db 1 1 1 3 3 3 3
JK 0,314 29,818 10,385 209,477 27,792 45,265 2,373
KT 0,314 29,818 10,385 69,826 9,264 15,088 0,791
F. hitung 0,02 1,43 0,50 3,35 0,44 0,72 0,04
Pr > F 0,904 0,249 0,490 0,045 0,724 0,552 0,989
Lampiran 27 Hasil sidik ragam untuk data pengaruh perlakuan terhadap pertumbuhan dan hasil ubikayu pada percobaan di lapangan. Diameter batang SK LOKASI B LOKASI *B M B*M LOKASI *B*M K B*K M*K B*M*K LOKASI *B*M*K KK = 15,11%
db 3 1 3 1 1 6 3 3 3 3 35
JK 2,964 0,002 0,714 0,028 0,026 0,611 0,712 0,112 0,520 0,497 4,809
KT 0,988 0,002 0,2380 0,0285 0,026 0,102 0,237 0,037 0,173 0,166 0,137
F. hitung 790,41 1,72 190,39 22,78 21,11 81,48 189,89 29,76 138,57 132,59 109,92
Pr > F 0,026 0,415 0,053 0,131 0,136 0,085 0,053 0,134 0,062 0,064 0,075
Tinggi tanaman SK LOKASI B LOKASI *B M B*M LOKASI *B*M K B*K M*K B*M*K LOKASI *B*M*K KK = 20,02 %
db 3 1 3 1 1 6 3 3 3 3 35
JK 4580,189 117,586 3692,841 320,903 6403,418 10326,799 8462,417 943,637 1438,717 271,809 6580,766
KT 1526,730 117,586 1230,947 320,902 6403,418 1721,133 2820,805 314,544 479,572 90,603 188,022
F. hitung 51,37 3,96 41,42 10,80 215,44 57,91 94,91 10,58 16,14 3,05 6,33
Pr > F 0,102 0,297 0,114 0,188 0,043 0,100 0,055 0,221 0,180 0,393 0,307
174
Biomasa ubikayu bagian Atas SK db JK LOKASI 3 594,680 B 1 16,258 LOKASI *B 3 77,885 M 1 1,6577 B*M 1 87,079 LOKASI *B*M 6 38,9793 K 3 295,617 B*K 3 12,484 M*K 3 13,902 B*M*K 3 0,2897 LOKASI *B*M*K 35 257,861 KK = 11,59 %
KT 198,227 16,258 25,962 1,6577 87,079 6,497 98,539 4,161 4,634 0,097 7,367
F. hitung 56,03 4,60 7,34 0,47 24,61 1,84 27,85 1,18 1,31 0,03 2,08
Pr > F 0,098 0,278 0,263 0,618 0,127 0,512 0,038 0,575 0,553 0,991 0,507
Berat umbi SK LOKASI B LOKASI*B M B*M LOKASI*B*M K B*K M*K B*M*K LOKASI*B*M*K KK = 10,081%
KT 1031,144 0,210 29,539 0,601 184,347 20,956 323,901 5,463 7,510 0,000 12,710
F. hitung 57,29 0,01 1,64 0,03 10,24 1,16 17,99 0,30 0,42 0,00 0,71
Pr > F 0,097 0,931 0,508 0,885 0,193 0,610 0,071 0,833 0,781 1,000 0,758
db 3 1 3 1 1 6 3 3 3 3 35
JK 3093,432 0,210 88,618 0,601 184,347 125,734 971,705 16,390 22,529 0,000 444,846
Lampiran 28 Hasil sidik ragam untuk data pengaruh perlakuan terhadap kadar pati dan senyawa sianogen total ubikayu pada percobaan di lapangan. Pati % BB SK LOKASI B LOKASI*B M B*M LOKASI*B*M K B*K M*K B*M*K LOKASI*B*M*K KK = 9,91 %
db 3 1 3 1 1 6 3 3 3 3 35
JK 265,563 1.274 110,586 1.218 27.001 25,994 59.601 7.253 8.590 16.575 99,342
KT 88,521 1.274 36,862 1.218 27.001 4,332 19.867 2.417 2.863 5.525 2,838
F. hitung 11,64 0.12 4,85 0.12 2.56 0,57 2.88 0.23 0.27 0.52 0,37
Pr > F 0,211 0.729 0,319 0.735 0.116 0,767 0.058 0.875 0.845 0.667 0,889
175
Lanjutan Pati % BK (berat kering) SK db LOKASI 3 B 1 LOKASI*B 3 M 1 B*M 1 LOKASI*B*M 6 K 3 B*K 3 M*K 3 B*M*K 3 LOKASI*B*M*K 35 KK = 8,06%
JK 108,957 18.244 453,991 12.294 104.576 96,547 288.740 43.594 24.567 62.945 474,564
Senyawa sianogen total umbi SK db JK LOKASI 3 59474,164 B 1 409,452 LOKASI*B 3 6498,102 M 1 25761,453 B*M 1 230,066 LOKASI*B*M 6 8422,866 K 3 79964,647 B*K 3 4990,725 M*K 3 1676,122 B*M*K 3 4055,126 LOKASI*B*M*K 35 48504,706 KK = 11.80 %
KT 36,3191 18.244 151,330 12.294 104.576 16,091 96.246 14.531 8.189 20.982 13,559
F. hitung 0,96 0.76 4,01 0.51 4.35 0,43 4.01 0.60 0.34 0.87 0,36
Pr > F 0,617 0.388 0,348 0.478 0.082 0,824 0.013 0.615 0.794 0.462 0,896
KT 19824,721 409,452 2166,034 25761,454 230,066 1403,811 26654,882 1663,575 558,707 1351,709 1385,849
F, hitung 1757,32 36,29 192,00 2283,56 20,39 124,44 2362,76 147,46 49,53 119,82 122,85
Pr > F 0,017 0,106 0,053 0,013 0,139 0,068 0,015 0,060 0,104 0,067 0,071