1 PRODUKTIVITAS KEDELAI VARIETAS ANJASMORO MELALUI PENDEKATAN PTT PADA LAHAN SUB OPTIMAL DI PROVINSI JAMBI Jumakir dan Endrizal Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi Jalan Samarinda Paal Lima Kotabaru Jambi Email :
[email protected]
ABSTRAK Pertanaman kedelai di Provinsi Jambi diusahakan oleh petani di beberapa agroekosistem dan termasuk lahan sub optimal yaitu lahan rawa pasang surut, lahan rawa lebak dan lahan kering. Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan produktivitas kedelai varietas Anjasmoro melalui pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) di lahan rawa pasang surut, lahan rawa lebak dan lahan kering di Provinsi Jambi. Produktivitas rata-rata kedelai di Provinsi Jambi yaitu 1,3 t/ha. Rendahnya produktivitas kedelai di Jambi, selain faktor kesuburan lahan rendah dan masam juga disebabkan oleh ketersediaan benih bermutu terbatas, waktu tanam, kekeringan/kebanjiran, pemupukan, hama penyakit, pasca panen dan harga. Peluang peningkatan produksi kedelai masih cukup besar, diantaranya melalui penerapan teknologi budidaya kedelai dengan pendekatan PTT. Dari hasil-hasil pengkajian menunjukkan bahwa produktivitas kedelai varietas Anjasmoro melalui pendekatan PTT dapat meningkat. Produktivitas kedelai di lahan rawa pasang surut mencapai 2,11 t/ha, dan produktivitas kedelai dilahan kering yaitu 1,90 t/ha sedangkan produktivitas kedelai di lahan rawa lebak sebesar 1,50 t/ha. Kata Kunci : Kedelai, produktivitas dan lahan sub optimal
PENDAHULUAN Kedelai merupakan salah satu komoditi pangan utama yang diperlukan sebagai pangan murah dan bergizi, pakan ternak serta bahan baku industri. Kebutuhan akan komoditi kedelai terus meningkat dari tahun ketahun sejalan dengan meningkatnya laju pertumbuhan penduduk dan meningkatnya kesadaran masyarakat akan gizi makanan. Kedelai merupakan sumber bahan makanan yang mengandung protein tinggi, rendah kolesterol dan harga terjangkau (Departemen Pertanian, 2007). Perhatian pemerintah terhadap kedelai semakin meningkat dengan terus meningkatnya konsumsi kedelai nasional dari tahun ke tahun sebagai bahan pangan, bahan baku industri maupun sebagai pakan ternak. Kebutuhan kedelai pada tahun 2008 telah mencapai 2,2 juta ton, sementara produksi dalam negeri hanya 35-40 persen sehingga kekurangannya dipenuhi dari impor (Deptan, 2008). Oleh karena itu, pemerintah terus berupaya meningkatkan produksi
2 kedelai di dalam negeri dan bertekad akan meningkatkan produksi kedelai nasional untuk menuju swasembada kedelai pada tahun 2015 (Balitkabi, 2006). Provinsi Jambi dengan luas wilayah 5,1 juta hektar terdiri dari lahan kering seluas 2,65 juta ha dan lahan pertanian tanaman pangan seluas 352.410 ha. Berdasarkan identifikasi dan karakterisasi AEZ terdapat kurang lebih 1.380.700 ha lahan kering untuk lahan pertanian yang sesuai untuk pengembangan tanaman padi gogo, jagung dan palawija, sedangkan lahan yang sesuai untuk tanaman padi sawah 246.482 ha. Tanaman padi dan palawija merupakan komoditas penting di Provinsi Jambi sehingga menjadi prioritas dalam menunjang program pertanian (Busyra et al. 2000). Sedangkan lahan rawa luasnya diperkirakan mencapai 684.000 ha, dari areal total tersebut yang cocok untuk usaha pertanian kurang lebih 246.481 ha terdiri dari lahan pasang surut 206.832 ha dan lahan non pasang surut 40.521 ha (Bappeda, 2000). Pertanaman kedelai di Provinsi Jambi diusahakan dibeberapa agroekosistem diantaranya lahan rawa pasang surut, lahan rawa lebak dan kahan kering. Produktivitas kedelai di tingkat petani masih rendah, di daerah sentra produksi kedelai Provinsi Jambi baru mencapai 1,3 ton/ha (Dinas Pertanian Tanaman Pangan, 2009). Peluang peningkatan produksi kedelai masih cukup besar, diantaranya melalui penerapan teknologi budidaya kedelai dengan pendekatan pengelolaan tanaman terpadu (PTT) produksi kedelai pada lahan rawa dapat mencapai 2,0 t/ha (Balitkabi, 2006). Rendahnya produktivitas kedelai di lahan pasang surut di Jambi disebabkan oleh ketersediaan benih bermutu terbatas, waktu tanam (pada saat tanam lahannya masih tergenang air atau setelah tanam tidak ada hujan), kekeringan/tata air, pemupukan kurang, hama penyakit (kususnya hama ulat grayak intensitas serangannya cukup tinggi), pasca panen kurang baik dan harga rendah (Jumakir dan Endrizal, 2003; Taufiq et al. 2007). Lahan kering berpotensi untuk pengembangan kedelai, namun 40,53% diantaranya adalah lahan kering masam (Dinas Pertanian Tanaman Pangan, 2009) yang memiliki kendala karena rendahnya ketersediaan unsur hara, bahan organik tanah dan masalah kekurangan air atau kekeringan. Menurut Hidayat dan Mulyani (2002) tanah podsolik merah kuning (ultisol) mempunyai tingkat kemasaman tinggi, kandungan hara makro dan mikro rendah. Selain itu terjadi kekurangan air terutama pada musim kemarau yang menyebabkan cekaman kekeringan. Keadaan ini akan mempengaruhi perkembangan morfologi dan fisiologi tanaman kedelai sehingga menyebabkan rendahnya hasil.
3 Menurut Noor (2007) bahwa permasalahan lahan rawa lebak selain masalah teknis juga adanya masalah sosial ekonomi dan budaya. Oleh sebab itu masih banyak lahan rawa yang tidur yang ditanami hanya setahun sekali dan hasilnya rendah akibat penggunaan input yang terbatas, masih menggunakan benih tidak bermutu/berlabel dan benih lokal dengan potensi hasil rendah serta pengendalian hama dan penyakit seadanya. Selanjutnya Noor dan Fadjry (2008) mengatakan bahwa kendala utama dalam pemanfaatan lahan rawa lebak selama ini adalah genangan yang tinggi dan kadang-kadang datangnya air secara tiba-tiba dan sukar diduga. Hujan dihulu dapat menimbulkan genangan dikawasan lebak sehingga pada musim hujan genangan meningkat sampai 1-3 m. Kondisi genangan air tersebut sangat dipengaruhi oleh curah hujan setempat dan wilayah sekitarna (Ismail et al. 1993). Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian telah menghasilkan berbagai inovasi teknologi yang mampu meningkatkan produktivitas kedelai, diantaranya varietas unggul yang sebagian telah dikembangkan oleh petani. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Badan Litbang Pertanian juga telah menghasilkan dan mengembangkan melalui pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) yang ternyata mampu meningkatkan produktivitas kedelai dan efisiensi input produksi (Deptan, 2008). Selanjutnya Badan Litbang Pertanian melalui Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian (BALITKABI) telah merakit teknologi produksi kedelai yang lebih hemat input untuk lahan pasang surut, lahan sawah dan lahan kering sehingga diharapkan akan meningkatkan keuntungan usahatani. Dengan penggunanan varietas unggul baru yang adaptif dan teknologi yang tepat diantaranya pemupukan, ameliorasi, dan penggunaan pupuk kandang hasil kedelai di lahan rawa dan lahan kering masam dapat mencapai lebih dari 2,0 ton/ha (Balitkabi, 2007). Peningkatan produksi dan produktivitas kedelai sangat penting dalam rangka meningkatkan pendapatan petani dan mendorong pertumbuhan ekonomi dipedesaan. Upaya tersebut memerlukan sentuhan inovasi teknologi yang sesuai dengan kondisi setempat yaitu secara teknis dapat diterapkan, secara sosial budaya dapat diterima dan secara ekonomis menguntungkan. Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan produktivitas kedelai varietas Anjasmoro melalui pendekatan PTT di lahan rawa pasang surut, lahan rawa lebak dan lahan kering di Provinsi Jambi.
4 PRODUKTIVITAS KEDELAI LAHAN RAWA PASANG SURUT
Upaya yang dilakukan untuk pengembangan tanaman kedelai di lahan pasang surut melalui pendekatan pengelolaan tanaman terpadu (PTT). Prinsip dasar PTT adalah : a) bersifat spesifik lokasi, b) melalui pendekatan partisipatif, c) mengintegrasikan komponen teknologi yang memberikan pengaruh secara sinergis dan bersifat dinamis dapat berubah sesuai dengan kebutuhan. Balitkabi (2006) bahwa proses produksi melalui PTT yang memadukan beberapa komponen teknologi dan aspek produksi yang bersinergis sesuai kondisi setempat diyakini mampu meningkatkan produktivitas kedelai secara efisien sehingga dapat meningkatkan pendapatan petani. Paket teknologi PTT kedelai meliputi persiapan lahan, varietas unggul, penanaman, perbaikan lahan/amelioran lahan, pemupukan, penggunaan pupuk kandang, penyiangan, pengendalian hama dan penyakit serta panen/prosesing. PTT bertujuan untuk meningkatkan pendapatan petani melalui penerapan teknologi yang cocok untuk kondisi setempat yang dapat meningkatkan produktivitas dan kualitas hasil serta menjaga kelestarian lingkungan (Deptan, 2007). Masalah dan introduksi teknologi budidaya kedelai di lahan pasang surut tertera pada Tabel 1. Teknologi untuk mendukung pengembangan kedelai telah tersedia dan sudah diaplikasikan serta siap diimplementasikan dilapangan dengan sasaran produksi lebih dari 2 ton/ha. Tabel 1. Masalah dan introduksi komponen teknologi budidaya kedelai di lahan pasang Surut Jambi Masalah 1. Drainase 2. Kesuburan
Kondisi saat PRA Panjang saluran drainase 6-8 m
-pH tanah sangat masam (ph 4,7) -kandungan N 0,1%, P17,4ppm P2O5, K 0,1me/100g dan Mgdd 0,44me/100g termasuk rendah -kandungan Aldd 2,7me/100g dan kejenuhan Aldd tinggi (37,3%) 3. Hama/Penyakit -Hama utama ulat grayak -Penyakit utama layu jamur 4. Varietas/Benih Sudah menggunakan varietas unggul tapi muu benih kurang baik, benih berasal dari hasil panen sendiri atau dibeli dari petani lain Sumber: Deptan (2008)
Introduksi Teknologi PTT Memperdalam saluran drainase dan panjangnya dikurangi menjadi4-5 m -Ameliorasi lahan dengan pupuk kandang (1t/ha) dan dolomit 0,3 t/ha -Pemupukan NPK dosis 22,5 kg N, 36 kg P2O5, 45 kg K2O per ha
-Pengendalian dengan pesitisida sesuai PHT -pengendalian dengan fungisida Menggunakan varietas unggul Anjasmoro dengan mutu tinggi, daya tumbuh > 85%
5 Penataan Lahan dan Tata Air Penataan lahan dan sistem tata air merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan pengembangan pertanian dilahan pasang surut dalam kaitannya dengan optimalisasi pemanfaatan dan pelestarian sumberdaya lahan. Lahan pasang surut dapat ditata sebagai sawah, tegalan dan surjan disesuaikan dengan tipe luapan air dan tipologi lahan serta tujuan pemanfaatannya (Tabel 2). Sistem tata air yang yang teruji baik dilahan pasang surut adalah sistem aliran satu arah (one way flow system) dan sistem tabat (dam overflow). Penetapan sistem tata air disesuaikan dengan tipologi lahan dan tipe luapan air serta komoditas yang diusahakan. Pada lahan tipe luapan air A dengan sistem aliran satu arah, sedangkan tipe luapan air B diatur dengan sistem satu arah dan tabat. Tipe luapan air C dan D dengan sistem tabat dengan pintu stoplog. Tabel 2. Acuan penataan lahan masing-masing tipologi lahan dan tipe luapan air di lahan pasang surut. Tipologi Lahan
Tipe luapan air A
Potensial
Sawah
B Sawah/surjan
Sulfat masam
Sawah
Sawah/surjan
Sawah/surjan/tegalan
Bergambut
Sawah
Sawah/surjan
Sawah/tegalan
Gambut dangkal Sawah Sawah/surjan Gambut sedang konservasi Gambut dalam Konservasi Salin Sawah/tambak Sawah/tambak Sumber ; Widjaya Adhi (1995) dan Alihamsyah et al. (2000)
C Sawah/surjan/tegalan
Sawah/tegalan Tegalan/perkebunan Tegalan/perkebunan -
D Sawah/tegalan/ kebun Sawah/tegalan/ kebun Sawah/tegalan/ kebun Tegalan/kebun Perkebunan Perkebunan -
Persiapan Lahan/Pengelolaan Lahan Persiapan lahan dilakukan dengan olah tanah atau tanpa olah tanah (TOT) yaitu jerami diterbas setelah panen padi kemudian dihamparkan dan dibiarkan selama 3 hari agar kering. Setelah kering jerami tersebut dibakar dan disemprot dengan herbisida. Hasil penelitian Balittra (2001), menunjukkan bahwa perlu atau tidaknya dilakukan pengolahan tanah pada lahan pasang surut sangat tergantung kepada kondisi lahannya. Walaupun pengolahan diperlukan tapi tidak harus dilakukan setiap musim tanam karena pengolahan tanah yang dilakukan selang dua musim tanam tidak menurunkan hasil.
6 Varietas Varietas unggul baru (VUB) yang dianjurkan adalah Anjasmoro, Tenggamus, Kaba, Sinabung, Lawit dan Menyapa, Baluran, Merubetiri. Dari beberapa VUB tersebut yang adaptif dan disenangi petani adalah Anjasmoro. Sebelum tanam benih diperlakukan dengan insektisida berbahan aktif fipronil untuk mencegah serangan lalat kacang. Penanaman dengan cara ditugal 2 biji/lobang dan jarak tanam 40 cmx15 cm. Dari hasil penelitian sebelumnya dengan menggunakan varietas Wilis diperoleh produksi kedelai berkisar 1,3-1,6 t/ha (Sastraadmadja et al. 2000). Sedangkan hasil uji adaptasi beberapa varietas/galur kedelai di lahan pasang surut Jambi tahun 2004 memberikan hasil yang cukup baik yaitu diperoleh produksi tertinggi 1,83 t/ha (galur MSC 9234) diikuti oleh Varietas Tenggamus 1,75 t/ha (Tabel 3) Tabel 3. Pengujian beberapa varietas/galur kedelai di lahan pasang surut Jambi Varietas/Galur
Vigor
Lawit 1 Menyapa 1 Tenggamus 1 Sibayak 2 MSC9234-12-3 2 B4F4HW-169-160 1 B4F4HW-192-012 321 B4F4HW-192-012 333 MSC9112-b-4 1 Sumber: Bobihoe et al. (2004)
Tinggi tanaman (cm) 65,71 73,40 58,40 55,13 42,73 47,83 50,67
Jumlah polong (%) 93,92 93,92 95,47 95,83 95,88 94,46 95,18
Jumlah polong hampa (%) 6,08 6,08 4,53 4,17 4,12 5,54 4,85
Berat 100 biji (gr)
Hasil (t/ha)
9,87 8,80 9,23 8,97 13,30 11,17 10,33
1,38 1,55 1,75 1,38 1,83 1,60 1,31
56,40
94,16
5,84
9,80
1,56
71,20
93,84
6,16
10,83
1,22
isi
Sedangkan dari hasil pemuliaan partisipatif tanaman kedelai dilahan pasang surut Jambi pada musim kemarau 2008 (Tabel 4), menunjukkan beberapa varietas/galur kedelai pertumbuhan dan hasilnya baik yaitu varietas Tenggamus 2,04 t/ha dan diikuti oleh varietas Anjasmoro 1,96 t/ha, Kaba 1,91 t/ha dan Wilis 1,85 t/ha (Yardha et al. 2008).
7 Tabel 4. Pertumbuhan dan hasil kedelai dilahan pasang surut Jambi MK 2008 No
Varietas/Galur
Tinggi
Jumlah
Jumlah
Berat 100
Hasil
tanaman(cm)
cabang
polong isi
biji (gr)
(t/ha)
1
G100H/SHR-60-38
65,60
3,40
70,33
11,3
1,98
2
SHR/G100H-73
67,93
2,67
52,30
11,8
1,79
3
SHR/G100H-68
53,47
2,73
63,33
11,1
1,77
4
SHR/G100H-66
53,00
1,93
58,73
11,8
1,63
5
G100H/SHR-60-34
51,47
3,00
50,80
13,5
1,91
6
SHR/G100H-5
58,27
2,73
47,80
11,0
1,67
7
SHR/G100H-70
61,80
1,80
57,60
9,8
1,85
8
SHR/G100H-75
59,87
2,57
55,93
13,1
1,65
9
G100H/TGM-D-1-3
57,80
2,10
58,27
11,6
1,91
10
G100H/TGM-D-1-16
68,20
2,67
63,40
10,9
1,85
11
MYP/G100H-D-2
80,27
2,13
58,47
10,5
1,89
12
MYP/G100H-D-6
65,73
2,80
52,47
10,9
1,73
13
Wilis
76,53
2,53
51,93
11,2
1,85
14
Kaba
75,13
2,73
45,60
11,3
1,91
15
Anjasmoro
70,67
2,33
49,73
15,6
1,96
16
Tenggamus
77,47
2,90
75,07
9,9
2,04
Sumber: Yardha et al. 2008
Dari hasil pengkajian PTT kedelai dengan menggunakan varietas Anjasmoro diperoleh produksi sebesar 2,11 /ha lebih tinggi dibandingkan produksi melalui teknologi petani (Tabel 5 ). Varietas Anjasmoro merupakan varietas unggul baru untuk lahan rawa pasang surut dan banyak disenangi petani karena produksi tinggi dan bijinya besar. Tabel 5. Keragaan tanaman kedelai varietas anjasmoro melalui pendekatan PTT dan teknologi petani di lahan pasang surut Jambi MK 2007 Keragaan
PTT
Tinggi tanaman (cm) 59,30 Polong isi 56,00 Polong hampa 3,00 Berat 100 biji (gr) 14,02 Hasil (t/ha) 2,11 Sumber : Taufiq et al (2007)
Petani 51,20 52,00 3,00 11,88 0,80
Selisih absolut 8,10 4,00 0,00 2,14 1,31
Selisih relatif (%) 15,82 7,69 0,00 18,01 163,75
8 PRODUKTIVITAS KEDELAI LAHAN RAWA LEBAK Teknologi untuk meningkatkan produktivitas usahatani kedelai dengan melalui pendekatan PTT yaitu pengolahan tanah, penggunanan benih bermutu, varietas unggul baru, jarak tanam, penggunanan pupuk kandang, dolomit, SP 36 dan Phonska (Tabel 6). Benih kedelai yang digunakan adalah benih berlabel/bermutu, varietas unggul baru Anjasmoro, Argomulyo, Kaba dan Panderman. Jarak tanam 40 cm x15 cm. Selain itu juga dilakukan pembuatan/perbaikan saluran kemalir untuk pengaturan tata air agar tidak terjadi genangan air dan untuk proses pencucian dari unsur yang meracuni tanaman. Pengaturan jarak tanam yang teratur untuk memudahkan dalam pemupukan, pengendalian gulma dan pengendalian OPT. Pemupukan dilakukan secara larikan 5-7 cm dari tanaman dan dilakukan penutupan dengan tanah sedangkan lubang tanam yang sudah diisi benih kedelai ditutup dengan campuran pupuk kandang dan dolomit. Pengendalian OPT dilakukan dengan sistem PHT. Pengkajian ini dilaksanakan pada musim kemarau (MK) 2010 di desa Tanjung Marwo Kecamatan Muara Tembesi Kabupaten Batanghari Provinsi Jambi dengan tipologi lahan rawa lebak dangkal di lahan petani (on farm research) dengan melibatkan petani dari kelompok tani Taruna Tani seluas 0,50 ha. Dalam pengkajian ini petani menerapkan komponen teknologi budidaya kedelai melalui pengelolaan tanaman terpadu (PTT). Tabel 6. Komponen teknologi PTT kedelai di lahan rawa lebak MK 2010 desa Tanjung Marwo Kecamatan Muara Tembesi Kabupaten Batanghari -Jambi No 1. 2. 3.
Komponen Teknologi Pengolahan tanah Tata air mikro Benih
4.
Varietas
5. 6. 7. 8. 9.
Sistem tanam Jarak tanam Pupuk organik Dolomit Pupuk anorganik (kg/ha) - Urea - SP 36 - KCl - Phonska 10. Pengendalian OPT
PTT Olah tanah Saluran kemalir jarak 6 m Berlabel/bermutu 40 kg/ha Anjasmoro, Argomulyo, Kaba Panderman Tugal 40x15 cm Pupuk kandang : 1000 kg/ha 750 kg/ha 0 50 0 150 PHT (berdasarkan pengamatan)
dan
9
Keragaan beberapa varietas kedelai cukup beragam sesuai dengan sifat genetis dari masing-masing varietas dan kondisi lingkungan (Tabel 7). Keragaan tanaman kedelai varietas Kaba pada fase vegetatif maupun generatif menunjukkan pertumbuhan yang baik, varietas Anjasmoro dan Panderman pertumbuhannya sedang sampai baik sedangkan varietas Argomulyo pertumbuhannya sedang. Dari hasil pengamatan reaksi beberapa varietas kedelai terhadap hama/penyakit menunjukkan bahwa hama yang muncul seperti ulat penggulung daun, dan ulat grayak dengan intensitas serangannya rendah. Reaksi terhadap penyakit dari beberapa varietas memberikan respon cukup tahan terhadap penyakit karat daun, bercak daun dan layu. Beragamnya keragaan tanaman dan reaksi terhadap hama/penyakit sangat dipengaruhi oleh sifat genetika dan karakter varietas serta faktor lingkungan. Menurut Satoto dan Suprihatno (1998), bahwa penampilan fenotik tanaman adalah refleksi pengaruh genetik dan lingkungan selama perkembangan tanaman, maka akan dapat merubah kestabilan sifat suatu varietas tanaman. Rendahnya produksi kedelai disebabkan oleh pengaruh genangan air karena kondisi lahan, sehingga lahan yang rendah tergenang air pasang. Tabel 7. Keragaan dan hasil beberapa varietas kedelai di lahan rawa lebak MK 2010 Desa Tanjung Marwo Kecamatan Muara Tembesi -Jambi No Varietas Keragaan tanaman 1 Anjasmoro 3 (baik) 2 Argomulyo 5 (sedang) 3 Kaba 3 (baik) 4 Panderman 3-5(cukup baik) Sumber : Endrizal dan Jumakir. 2012
Hasil (t/ha) 1,50 0,92 1,33 1,13
PRODUKTIVITAS KEDELAI LAHAN KERING Pengkajian ini dilaksanakan di lahan petani desa Teluk Rendah Kecamatan Tebo Ilir Kabupaten Tebo Provinsi Jambi. Kegiatan pengkajian dilaksanakan pada musim kemarau (JuniSeptember) 2011 pada lahan kering seluas 1,0 ha. Dalam pengkajian ini petani koperator menerapkan paket teknologi budidaya kedelai melalui pengelolaan tanaman terpadu (PTT) dan petani non koperator menerapkan teknologi budidaya kedelai cara petani setempat. Komponen teknologi PTT kedelai meliputi penggunaan benih bermutu, varietas, penggunaan pupuk
10 kandang, dolomit, dosis dan cara pemupukan serta pengedalian OPT. Secara rinci teknologi PTT kedelai dan teknologi petani tertera pada Tabel 8. Tabel 8. Teknologi tanaman kedelai di lahan kering desa Teluk Rendah Jambi No Komponen Teknologi 1. Pengolahan tanah 2. Benih 3. 4. 5. 6.
Varietas Sistem tanam Jarak tanam Pupuk organik
7. 8.
Dolomit Pupuk anorganik (kg/ha) - Urea - SP 36 - KCl Pengendalian OPT
9.
10. Panen dan pasca panen
PTT TOT Berlabel/bermutu 40 kg/ha Anjasmoro Tugal 40x15 cm Pupuk kandang 1000 kg/ha 500 kg/ha
Petani TOT Petani/turunan 50 kg/ha Anjasmoro Tugal Tak beraturan -
50 100 50 PHT (berdasarkan pengamatan) Arit-Power thresser
50 25 Sistem kalender (terjadwal)
-
Arit-Power threser
Keragaan tanaman kedelai menunjukkan pada fase vegetatif dan fase generatif terlihat dengan pendekatan PTT menunjukkan pertumbuhan baik sedangkan teknologi petani pertumbuhannya sedang dan baik. Pada teknologi budidaya kedelai dengan pendekatan PTT terlihat tinggi tanaman kedelai 62,00 cm, jumlah cabang 3,20 polong bernas per tanaman 52,60 polong hampa per tanaman 4,40 dan berat 100 biji 14,20 gram. Sedangkan teknologi budidaya kedelai petani menunjukkan tinggi tanaman 58,00 cm, jumlah cabang produktif 2,20 polong bernas per tanaman 42,80 polong hampa per tanaman 5,20 dan berat 100 biji 13,70 gram. Teknologi PTT mampu meningkatkan produksi 0,78 t/ha atau sekitar 1,12 menjadi 1,90 t/ha.
Dari hasil penelitian pada lahan kering
di Kabupaten Langkat Sumatera Utara
menunjukkan produksi kedelai varietas Anjasmoro yaitu 2,03 t/ha (Amrizal et al. 2004). Produktivitas tanaman menggambarkan tingkat penerapan teknologi produksi oleh petani. Peningkatan produksi kedelai dengan pendekatan PTT dipengaruhi oleh penggunaan benih bermutu, cara dan dosis pemupukan selain itu penggunaan pupuk kandang dan dolomit, sehingga mempengaruhi keragaan tanaman seperti tinggi tanaman, polong isi, berat 100 biji dan hasil
11 (Tabel 9). Menurut Jo (1990) bahwa pemberian bahan organik menyebabkan akar tanaman dapat menembus lebih dalam dan luas sehingga tanaman lebih kokoh dan lebih mampu menyerap hara tanaman dan air lebih banyak. Bahan organik dapat menyebabkan ketersediaan beberapa unsur hara dan meningkatkan efisiensi penyerapan P (Karama et al. 1990). Sedangkan pemberian kapur/dolomit dapat memperbaiki pH tanah dan sebagai sumber hara Ca dan Mg yang mampu mendorong perkembangan akar dan pertumbuhan tanaman. Dengan meningkatnya pH tanah akan meningkatkan laju serapan unsur hara yang diperlukan tanaman (Buckman and Brady, 1982). Dari hasil penelitian Taufiq dan Manshuri (2005), bahwa pemberian dolomit yang disertai dengan pemupukan P dan K meningkatkan hasil kedelai hingga 1,4 t/ha atau meningkat 75 % dibanding tanpa dolomit dan 180 % dibanding tanpa dolomit dan tanpa pemupukan (kontrol). Pemberian kapur pada laham masam tidak hanya meningkatkan pH tanah, yang lebih diharapkan adalah penyediaan hara. Dimana kapur akan menyediakan unsur Ca, Mn dan meningkatkan ketersediaan Nitrogen dalam tanah. Disamping itu secara teoritis kapur akan melepas OH - yang akan beraksi dengan Aluminium membentuk Al(OH)3. Untuk unsur Al adalah unsur yang meracun pada tanaman, dengan diikatnya Al maka keracunan pada tanaman diatasi. Jadi pemberian kapur jelas lebih efektif daripada tanpa kapur. Selanjutnya Syam (2009) mengatakan bahwa penggunaan bahan organik dari sisa tanaman dan pupuk kandang dikombinasikan dengan pupuk kimia dapat mendukung upaya peningkatan produksi pangan nasional secara berkelanjutan.
Tabel 9. Keragaan tanaman dan hasil kedelai melalui pendekatan PTT dan teknologi petani di desa Teluk Rendah Kabupaten Tebo, MK 2011 Parameter Persentase tumbuh (%) Keragaan tanaman Tinggi tanaman (cm) Jumlah cabang Polong isi Polong hampa Berat 100 biji (gr) Hasil (ton/ha) Sumber : Jumakir et al. 2012
PTT 90,00 3 (baik) 62,00 3,20 52,60 4,40 14,20 1,90
Petani 90,00 3-5( baik-sedang) 58,00 2,20 42,80 5,20 13,70 1,12
12 KESIMPULAN 1. Peningkatan produktivitas kedelai di lahan sub optimal memiliki potensi dan prospek yang baik karena didukung oleh ketersediaan teknologi, sumber daya manusia dan agroekosistem yang cocok. 2. Inovasi teknologi untuk mendukung peningkatan produktivitas kedelai telah tersedia berupa varietas unggul baru Anjasmoro dengan potensi hasil lebih dari 2 t/ha. Pemupukan 50 kg/ha Urea, 75 kg/ha SP36 dan 50 kg/ha KCl, dolomit 300 kg/ha dan pupuk kandang 1000 kg/ha. Peningkatan produktivitas kedelai perlu didukung komponen teknologi lainnya seperti tata air mikro, pengendalian hama/penyakit, panen dan pasca panen. 3. Untuk mengoptimalkan peningkatan produktivitas dan pengembangan kedelai kedepan perlu memperhatikan keberadaan sarana pendukung khusunya benih yang berkualitas, sarana produksi berupa pupuk anorganik, pupuk organik, dolomit, pestisida, herbisida tepat waktu, jumlah dan tepat jenis. Penyediaan modal usahatani berupa kredit usahatani dan pemasaran hasil agar harga yang diterima petani cukup menguntungkan secara finansial.
DAFTAR PUSTAKA Alihamsyah, E E Ananto, H Supriadi, IG Ismail dan DE Sianturi. 2000. Dwi windu penelitian lahan rawa; mendukung pertanian masa depan. ISDP. Badan Litbang Pertanian. Bogor Amrizal, Y Akmal, Khadijah, M Daniel dan H Sembiring. 2004. Potensi pengembangan produksi kedelai di Sumatera Utara. Prosing Lokakarya Pengembangan Kedelai melalui PTT di Lahan Masam. Balitkabi-BPTP Sumatera Utara. Balitkabi. 2006. Produksi kedelai melalui pendekatan pengelolaan sumberdaya dan tanaman terpadu (PTT). Padu-Padan dan Umpan Balik Litkaji di Puslitbangtan, Bogor 13-14 Desember 2005. Badan litbang. Puslitbangtan. Balitkabi Balitkabi. 2007. Panduan umum pengelolaan taanaman terpadu kedelai. Badan litbang. Puslitbangtan. Balitkabi. Malang Balittra. 2001. Laporan tahunan 2000. Balittra Kalimantan Selatan. Bappeda. 2000. Potensi, prospek dan pengembangan usahatani lahan pasang surut. Dalam Seminar Penelitian dan Pengembangan Pertanian Lahan Pasang Surut Kuala Tungkal , 27-28 Maret 2000. ISDP-Jambi
13 Bobihoe J, Jumakir dan S Handoko. 2004. Penampilan galur harapan kedelai di lahan pasang surut Provinsi Jambi. Seminar Nasional Pengelolaan Lahan dan Tanaman Terpadu (PLTT) dan Hasil-hasil Penelitian/Pengkajian Teknologi Pertanian Spesefik Lokasi. BPTP Jambi, Balittra, Badan Litbang Pertanian, Deptan. Buckman Harry O dan Nyle C Brady. 1982. Ilmu tanah. Bharata Karya Aksara. Jakarta Busyra,BS., N Izhar, Mugiyanto, Lindawati dan Suharyon 2000. Karakterisasi zona agro ekologi (AEZ). Pedoman Pengembangan Pertanian di Propinsi Jambi. Instansi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Departemen Pertanian. 2007. Percepatan bangkit kedelai. Deptan. Direktorat Jenderal Tanaman pangan. Jakarta Departemen Pertanian. 2008. Panduan pelaksanaan sekolah lapang pengelolaan tanaman terpadu (SL-PTT) kedelai. Badan Litbang. Puslitbangtan. Balitkabi. Jakarta Dinas Pertanian Tanaman Pangan. 2009. Data Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura tahun 2008. Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jambi. Hidayat, A. dan A. Mulyani, 2002. Lahan Kering Untuk Pertanian. Dalam Mappaona et, al. (eds). Buku Pengelolaan Lahan Kering untuk Meningkatkan Produksi Pertanian Berkelanjutan. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bogor. Ismail IG, T Alihamsyah, IPG Widjaja Adhi, Suwarno, T Herawati, R Taher dan DE Sianturi. 1993. Sewindu penelitian pertanian di lahan rawa (1985-1993) Kontribusi dan prospek pengembangan. Swamps II. Badan Litbang Pertanian. Jakarta Jo IS. 1990. Effect of organic fertilizer on soil physicsl properties and plant growth. Paper presented at Seminar on The Use of Organic Fertilizer in Crop Production, at Suweon, South Korea. 18-24 June. Jumakir dan Endrizal. 2003. Potensi produksi kedelai di lahan pasang surut wilayah Rantau Rasau Provinsi Jambi. Prosiding Seminar Nasional Hasil-Hasil Penelitian dan Pengkajian Teknologi Spesifik Lokasi. Jambi, 18-19 Desember 2003. BPTP dan Badan Litbang Daerah provinsi Jambi Jumakir, Nur Imdah M, Dewi N dan Taufiq A. 2012. Laporan akhir kajian pengelolaan tanaman terpadu kedelai pada lahan kering masam. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jambi
14 Karama AS, AR Marzuki dan I Manwan. 1990. Penggunaan pupuk organik pada tanaman pangan. Prosiding Lokakarya Nasional Efisiensi Pupuk. Cisarua, 12-13 November 1990. Puslitbangtan. Bogor Noor M. 2007. Revitalisasi. Pemanfaatan lahan rawa pasang surut untuk mendukung peningkatan produksi beras dan hortikultura. Prosiding Inovasi Teknologi Mendukung Peningkatan Produksi Pangan Nasional dan Pengembangan Bioenergi untuk Kesejahteraan Masyarakat. Palembang 9-10 Juli 2007. BBP2TP. BPTP Sumsel. Badan Litbang. Deptan. Buku 2. Noor M dan Fadjry. 2008. Peluang dan kendala pengembangan pertanian pada agroekosistem rawa lebak: kasus desa Primatani di Kalimantan Selatan. Prosiding Lokakarya Nasional Percepatan Penerapan IPTEK dan Inovasi Teknologi Mendukung Ketahanan Pangan dan Revitalisasi Pembangunan Pertanian. Jambi 11-12 Desember 2007. BPTP Jambi, Badan Bimas Ketahanan Pangan Provinsi Jambi. BBP2TP. Badan Litbang Satraatmadja S, E Tamara, Jumakir, DA Akhmad dan A Syariffudin. 2000. Teknologi pengelolaan lahan rawa pasang surut untuk pembangunan pertanian modern. Laporan Akhir Penelitian 1995-2000. Proyek Penelitian Pengembangan Pertanian Rawa Terpadu ISDP Jambi. Syam M. 2009. Padi organik dan tuntutan peningkatan produksi beras. Iptek Tanaman Pangan. Volume 3 nomor 1 April 2008. Puslitbangtan. Badan Litbang Pertanian. Bogor Taufiq A dan AG Manshuri. 2005. Pemupukan dan pengapuran pada varietas kedelai toleran lahan sulfat masam di Lampung. Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan. Vol 24 No 3. 2005. Puslitbangtan. Deptan. Bogor Taufiq A, Andi W, Marwoto, T Adisarwanto dan Cipto Prahoro. 2007. Verifikasi efektifitas teknologi produksi kedelai melalui pendekatan pengelolaan tanaman terpadu (PTT) di lahan pasang surut Provinsi Jambi. Balitkabi. Malang Widjaya Adhi, IPG. 1995. Pengelolaan tanah dan air dalam pengembangan sumberdaya lahan rawa untuk usahatani berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Makalah Pada Pelatihan Calon Pelatih untuk Pengembangan Pertanian di Daerah Pasang Surut, 26-30 Juni. Karang Agung. Sumatera Selatan Yardha, Jumakir dan M. Adhie. 2008. Pemuliaan partisipatif tanaman kedelai. Laporan akhir BPTP Jambi.
15