PRODUKSI PROTEIN FARMASETIK RECOMBINANT HUMAN ERYTHROPOIETIN (rhepo) DENGAN MODIFIKASI POLA GLIKOSILASI

KO-181

0334: Adi Santoso dkk.

PRODUKSI PROTEIN FARMASETIK RECOMBINANT HUMAN ERYTHROPOIETIN (rhEPO) DENGAN MODIFIKASI POLA GLIKOSILASI Adi Santoso1*, Norihiro-Ishida Kitagawa2, Andri Wardiana1, Arizah Kusumawati1, Endah Puji Septisetyani1, Masashi Kawaichi2, Yana Rubiyana1, Popi Hadiwisnuwardhani2, Edy Meiyanto3 1Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI, Jl. Raya Bogor KM 46, Cibinong, Bogor, Indonesia 2Nara Institute of Sciences and Technology (NAIST), Takayama, Ikoma, Nara, Jepang 3Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah Mada Sekip Utara, Yogyakarta, Indonesia

*e-Mail: [email protected] Disajikan 29-30 Nop 2012

ABSTRAK Erythropoietin (EPO) adalah glikoprotein hormon yang berfungsi dalam erythropoiesis, yaitu proses proliferasi dan differensiasi progenitor sel erythroid menjadi erythrocyte pada bone marrow. Menurunnya kandungan hEPO dalam tubuh dapat menyebabkan anemia. Melihat fungsinya yang sangat strategis dalam tubuh, saat ini, rekombinan hEPO (rhEPO) menjadi salah satu blockbuster drug yang sangat dibutuhkan dunia. Dengan semakin banyaknya obat berbasis bioteknologi yang mendekati habis masa patennya, termasuk hEPO, maka pengembangan penelitian aplikasi untuk produk biosimilar menjadi semakin luas dan layak untuk dikembangkan di Indonesia. Studi terdahulu menunjukkan bahwa ada hubungan yang erat antara glikosilasi pada hEPO dengan waktu paruhnya (half-life) di mana dengan semakin meningkatnya kandungan asam sialat waktu paruh dan aktivitas biologi in vivo juga akan meningkat. Hal ini mengindikasikan bahwa molekul hEPO dengan kandungan asam sialat yang tinggi akan mempunyai aktivitas biologis yang lebih baik. Molekul native hEPO memiliki 3 N-linked chains dan 1 O-linked chain dengan total jumlah asam sialat maksimum sebanyak 14 molekul. Pada penelitian ini molekul native hEPO akan dimodifikasi dengan menambahkan 2 Nlinked chains sehingga total molekul baru hEPO yang telah dimodifikasi memiliki pola glikosilasi 5 N-linked chains dan 1 O-linked chain dengan total asam sialat maksimum sebanyak 22 molekul. Secara umum tujuan dari penelitian ini adalah mensintesa rhEPO untuk pengembangan produk biosimilar dengan pola glikosilasi yang telah dimodifikasi untuk meningkatkan waktu paruh dan aktifitas biologisnya. Hasil yang didapat dari hasil penelitian ini (tahun pertama 2012) adalah: 1) Protein rhEPO telah berhasil disintesis dengan menggunakan dua sistim yang berbeda, yaitu: sistim non-viral dan viral, 2) Protein rhEPO yang disintesis dengan menggunakan sistim non-viral dan sistim viral mempunyai ukuran yang sama yaitu sekitar 47 kDa, 3) Metode untuk uji in vitro rhEPO telah berhasil divalidasi, 4) Desain vektor retrovirus rekombinan (pCX GFP-EPO) yang mengandung gen rhEPO telah berhasil dibuat. Kata kunci: Anemia, erythropoietin, EPO, sel CHO, glikosilasi

I. PENDAHULUAN Penguasaan sains dan teknologi tentang pembuatan suatu bahan obat adalah sangat esensial bagi suatu negara untuk mengurangi ketergantungannya terhadap negara lain terutama untuk menjaga kesehatan rakyatnya. Dengan semakin cepatnya perkembangan sains dan teknologi terutama dalam produksi obat berbasis bioteknologi

(biotechnology based drugs), maka adalah suatu kewajiban bagi negara kita, Indonesia, untuk terus mengikuti, menguasai, dan melakukan penelitian dalam bidang ini agar suatu saat ketergantungan pada negara lain dapat dikurangi. Penelitian tentang obat berbasis bioteknologi (teknologi DNA rekombinan) sudah banyak dilakukan di Indonesia tetapi bersifat sangat fragmented dan terasa hanya sekedar memenuhi rasa ingin tahu (curiousity) peneliti yang

KO-182 bersangkutan. Hal ini menyebabkan banyak penelitian dalam biotechnology based drugs tidak pernah tuntas sampai dengan tahap produksi. Melihat kenyataan ini, bersamaan dengan semakin banyaknya obat berbasis bioteknologi yang mendekati habis masa patennya, maka pengembangan penelitian aplikasi untuk produk biosimilar menjadi semakin luas dan layak untuk dikembangkan di Indonesia. Walaupun tantangan penelitian semacam ini cukup berat tetapi mempunyai mempunyai masa depan dan multiplier effect yang sangat baik bagi penelitian drug discovery dan drug development di Indonesia. Salah satu obat berbasis bioteknologi yang sangat dibutuhkan dunia dan mempunyai nilai ekonomi paling tinggi didunia saat ini adalah human erythropoietin (hEPO). Human erythropoietin (hEPO) adalah glycoprotein yang bersifat seperti hormon dan mempunyai berat molekul sebesar 30.400 Daltons (Yin dan Blanchard, 2000). hEPO sangat esensial dan merupakan faktor utama dalam pembentukan darah merah. Menurunnya kandungan hEPO dalam tubuh dapat menyebabkan anemia. Saat ini rekombinan hEPO menjadi salah satu obat utama dalam penyembuhan penderita gagal ginjal kronis, penderita kanker yang melakukan chemotheraphy, AIDS, dan rhematoid arthritis (Fisher dkk. 1996, Ashley dkk. 2002, Casadevail dkk. 2004; Stein, 2005; Walter, 2009). Hal ini membuat rekombinan hEPO menjadi salah satu blockbuster drug yang sangat dibutuhkan dunia. Secara ekonomi, saat ini hEPO menduduki posisi paling tinggi diantara semua obat berbasis bioteknologi. Beberapa studi terdahulu menunjukkan bahwa secara in vivo keberadaan glikosilasi sangat esensial agar EPO dapat menjalankan fungsinya dengan baik (Browne dkk. 1986; Egrie dkk. 1986). Sedangkan secara in vitro, glikosilasi tidak berpengaruh terhadap fungsi kerja EPO. Studi lain menunjukkan bahwa ada hubungan yang erat antara glikosilasi pada hEPO dengan waktu paruhnya (half-life) di mana dengan semakin meningkatnya kandungan asam sialat waktu paruh dan aktivitas biologi in vivo juga akan meningkat. Hal ini mengindikasikan bahwa molekul hEPO dengan kandungan asam sialat yang tinggi akan mempunyai aktivitas biologis yang lebih baik (Egrie dkk. 2001; Byrne dkk. 2007). Molekul native hEPO memiliki 3 N-linked chains dan 1 Olinked chain dengan total jumlah asam sialat maksimum sebanyak 14 molekul. Pada penelitian ini molekul native hEPO akan dimodifikasi dengan menambahkan 2 N-linked chains sehingga total molekul baru hEPO yang telah dimodifikasi memiliki pola glikosilasi 5 N-linked chains dan 1 O-linked chain dengan total asam sialat maksimum sebanyak 22 molekul. Secara umum tujuan dari penelitian ini adalah mensintesa rhEPO untuk pengembangan produk biosimilar dengan pola glikosilasi yang telah dimodifikasi. Modifikasi

0334: Adi Santoso dkk. diharapkan dapat meningkatkan waktu paruh dan aktifitas biologis rhEPO yang dihasilkan. Secara umum tujuan dari penelitian ini adalah untuk mencapai kemandirian teknologi dan pengembangan bahan baku obat berbasis bioteknologi, khususnya diawali dengan produksi rhEPO. Pendekatan yang dilakukan adalah dengan cara mengekspresikan gen hEPO yang telah mengalami modifikasi pada sel mamalia CHO-K1 yang diikuti dengan karakterisasi dan uji biopotensi dan pendekatan dengan mengekspresikan gen hEPO pada vektor retrovirus. Dengan mengaplikasikan kombinasi teknologi protein ekspresi pada sel mamalia, modifikasi pola glikosilasi, dan teknologi transfeksi melalui plasmid dan retrovirus, diharapkan dapat diperoleh rhEPO yang fungsional dalam waktu yang rekatif cepat dan memiliki waktu paruh/aktivitas biologis yang lebih tinggi dibandingkan dengan native hEPO.

II. METODOLOGI A. Ekspresi pada plasmid mediated expression. Kultur sel, transfeksi dan kloning transforman Sel CHO-K1 ditumbuhkan pada media F12 (Sigma/Gibco) dengan tambahan 1% antibiotik penisilin/streptomisin (Invitrogen) dan 10% fetal bovine serum (FBS, Sigma) pada kondisi 37ºC dengan kadar CO2 5%. Untuk proses transfeksi, sel ditumbuhkan hingga mengalami minimal 2 kali subkultur. Sehari kemudian, sel ditransfeksi dengan menggunakan lipofectamin 2000 dengan seperti pada manual yang tersedia. Kloning sel yang stabil dilakukan dengan menggunakan media yang mengandung antibiotik G418 (Sigma). Setiap hari dilakukan penggantian media+G418 dengan media+G418 yang baru hingga kurang lebih 10 hari. Ekspresi rHuEPO pada media kultur dicek dengan menggunakan dot blot. B. Ekspresi pada retrovirus mediated expression Gen hEPO diamplifikasi dengan PCR lalu diinsersikan pada vektor pBSKS II dengan menggunakan enzim restriksi EcoR I. Rekombinan yang didapat, pBSKS II EPO kemudian disekuens untuk meyakinkan tidak terjadi mutasi. Plasmid pBSKS II EPO kemudian dipurifikasi dan EPO fragment kemudian diinsersikan pada plasmid PCXGFP untuk membentuk rekombinan plasmid pCXGFP-EPO. Plasmid pCXGFP-EPO kemudian disolasi dan ditranfeksikan pada sel Platinum E untuk produksi virus rekombinan yang mengandung gen hEPO. Sel Plat E ditumbuhkan dengan menggunakan medium kultur DMEM dengan FBS 10% dan ditambah antibiotik penisillin dan streptomisin dan diinkubasi semalan pada inkubator CO2 pada suhu 370C. Virus rekombinan yang didapat dari supernatant Sel Plat E kemudian ditranfeksikan pada sel target, sel CHO-S-Eco R untuk menghasilkan sel CHO-S-EcoR-hEPO. Analisis Ekspresi GFP dan penyortiran sel dilakukan menggunakan

KO-183

0334: Adi Santoso dkk. alat FACS (Fluorescence Activated Cell Sorter) Calibur Becton Dickinson.

III.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Ekspresi pada plasmid mediated expression

A

1 1

2 2

3 3

4 4

Hasil yang didapat dari penelitian ini meliputi ekspresi protein, hasil validasi in vitro dan desain sistim ekspresi rhEPO dengan retrovirus. Pada Gambar 1, terlihat ekspresi protein, Comassie Brilliant Blue (CBB) staining dan PNGase F digestion.

Eluate Western blot Analysis

B

C

1

2

3

4

1

2

3

4

1

2

3

4

CBB Staining

5 PNGase F Western Blot Analysis

Gambar 1. Analisa Western blot, CBB (comassie brilliant blue) staining dan PNGase F Western blot analisis. A) hasil analisa Western blot purifikasi protein rhEPO dengan menggunakan nickel chelating resin, B) CBB staining. Sampel yang didapat pada bagian A, dianalisa pada B, dan C) analisa dengan menggunakan enzim PNGase F dan Western blot. Lane 1 dan 5: tanpa PNGase digestion, lane 2 dan 4: PNGase digestion. Lane 3: ladder.

Pada Gambar 1A, terlihat protein rhEPO telah berhasil diekspresikan dengan kuat. Purifikasi dengan menggunakan nickel chelating resin menunjukkan bahwa pada eluate 2, 3 dan 4 terlihat protein rhEPO berhasil di dapatkan. Keberadaan pada rhEPO pada ke 3 eluate di atas menunjukkan bahwa protein dihasilkan dalam jumlah yang banyak. Pada eluate 3 terlihat beberapa band protein dengan ukuran yang lebih rendah. Kemungkinan ini adalah hasil dari degradasi protein yang terjadi karena keberadaan protease pada media. Pada eluate 1 terlihat tidak terdapat band yang menandakan bahwa pada eluate ini protein rhEPO belum terelusi dari kolom yang digunakan. Untuk melihat keberadaan protein rhEPO yang dihasilkan pada gambar 1A, analisa CBB dilakukan. Karena

analisa CBB hanya menggunakan dye (bukan merupakan analisa imonologi, tanpa menggunakan antibodi) maka hasil yang didapat pada Gambar 1B dapat menjadi data dukungan bagi data pada Gambar 1A. Hal ini membuktikan bahwa protein rhEPO telah didapat. Untuk membuktikan apakah profil glikosilasi rhEPO pada Gambar 1A dan 1B adalah seperti yang kita harapkan di mana menurut hipotesa kami bahwa protein backbone dari rhEPO adalah sekitar 20 kDa, maka dilakukan analisa dengan menggunakan enzim PNGase F. PNGase F adalah enzim yang dapat memotong N-link glikosilasi. Enzim ini sering digunakan untuk menganalisa apakah suatu protein mempunyai glikosilasi yang mempunyai motif N. Dengan asumsi bahwa PNGase F

KO-184

0334: Adi Santoso dkk.

dapat memotong N-link glikosilasi dengan komplit (complete digestion) maka tipe suatu pola glikosilasi dapat diketahui. Pada penelitian ini, hasil analisa dengan menggunakan enzim PNGase F (Gambar 1C) menunjukkan adanya penurunan band size pada protein rhEPO, dari sekitar 47 kDa ke posisi sekitar 20 kDa. Penurunan dari ke 47 kDa menjadi sekitar 20 kDa adalah refleksi dari meningkatnya berat molekul rhEPO setelah mengalami proses glikosilasi. Dari hasil ini dapat diketahui bahwa peningkatan protein backbone asam amino rhEPO dengan adanya proses glikosilasi mencapai lebih dari 50%. Hasil analisa dengan menggunakan enzim PNGase F ini menunjukkan bahwa rhEPO yang didapat dari penelitian ini sesuai dengan ekspektasi sebelumnya di mana berat molekul 20 kDa sesuai dengan berat molekul backbone protein rhEPO. B. Ekspresi pada retrovirus mediated expression. Gen hEPO dari vektor rekombinan yang telah diinsersikan pada vektor pBSKS II-EPO digunakan sebagai insert untuk dimasukkan ke dalam vektor retrovirus

pCXGFP dengan menggunakan enzim restriksi EcoR I. Plasmid rekombinan pCX GFP-EPO yang didapat dari hasil ligasi gen hEPO pada PCXGFP kemudian disolasi dan ditranfeksikan pada sel Platinum E untuk produksi virus rekombinan yang mengandung gen hEPO. Sel Plat E ditumbuhkan dengan menggunakan medium kultur DMEM dengan FBS 10% dan ditambah antibiotik penisillin dan streptomisin dan diinkubasi semalan pada inkubator CO2 pada suhu 370C. Supernatant yang didapat dari hasil sel Plat E yang telah di infeksi oleh pCX GFP-EPO kemudian di simpan dan digunakan untuk menginfeksi sel CHO-S-Eco R. Sinyal GFP dengan intensitas yang tinggi pada sel CHO-S-EcoR-hEPO diharapkan sebanding dengan protein rekombinan hEPO yang diekspresikan. Analisis Ekspresi GFP dan penyortiran sel dilakukan menggunakan alat FACS Calibur Becton Dickinson. Fluorescence Activated Cell Sorter (FACS) Calibur merupakan alat yang dapat memisahkan sel ke dalam tube koleksi yang berbeda berdasarkan sifat fisik sel tersebut.

Gambar 2. Hasil Analisis GFP sel Untreated dengan FACS Calibur

Gambar 3. Hasil Analisis GFP sel Mock dengan FACS Calibur

KO-185

0334: Adi Santoso dkk.

Gambar 4. Hasil Analisis GFP sel hEPO dengan FACS Calibur

Gambar 5. Penyortiran Sel CHO-S-EcoR-hEPO dengan FACS Calibur

KO-186

0334: Adi Santoso dkk.

Analisa data pada Gambar 2, gambar 3 dan gambar 4 dilakukan secara deskriptif yaitu dengan membandingkan antara perlakuan dengan kontrol. Dari Gambar 2, Gambar 3 dan Gambar 4 secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa proses infeksi retrovirus ke sel CHO-S-EcoR telah berhasil dilakukan dengan baik. Pada Gambar 5 menunjukkan tahapan penyortiran sel CHO-S-EcoR-hEPO diinfeksi retrovirus dipekatkan dengan menggunakan FACS Calibur.

Proses penyortiran sel dilakukan dengan mengambil sebanyak 7,5% sel yang menunjukkan ekspresi sinyal GFP yang tinggi. Sel yang telah tersortir dan terpilih selanjutnya ditampung pada tabung steril. Hasil western blot pemanenan medium kultur dari hari 1 sampai hari ke 7 ditunjukkan pada Gambar 6.

1 2 3 4 5 6 7 8

9

Gambar 6. Western Blot Sel CHO-S-EcoR infeksi retrovirus 1 ml (1) MWM; (2) Medium (3-9) hari 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7

Pada Gambar 6 hasil western blot terlihat bahwa semakin bertambahnya hari maka protein rekombinan hEPO semakin meningkat jumlahnya. Ukuran protein yang didapat dari analisa Western blot di atas adalah sekitar 47 kDa.

IV.

KESIMPULAN

1. Protein rhEPO telah berhasil disintesis dengan menggunakan sistim non-viral dan viral. 2. Protein rhEPO yang disintesis dengan menggunakan sistim non-viral dan sistim viral mempunyai ukuran yang sama yaitu sekitar 47 kDa. 3. Metode untuk uji in vitro rhEPO telah berhasil divalidasi. 4. Desain vektor retrovirus rekombinan (pCX GFP-EPO) yang mengandung gen rhEPO telah berhasil dibuat.

DAFTAR PUSTAKA [1] Yin H and Blanchard KL. 2000. DNA methylation represses the expression of the human erythropoietin gene by two different mechanisms. Blood. 95: 111-119. [2] Fisher JW, Koury S, Ducey T, Mendel S. 1996. Erythropoietin production by Interstitial cells of hypoxic monkey kidneys. Br J Haematol. 95: 27–36.

[3] Ashley RA, Dubuque ZH, Dvorak B, Woodward SS, Williams SK, Kling PJ. 2002. Erythropoietin stimulates vasculogenesis in neonatal rat mesenteric microvascular endothelial cells. Pediatric Research, 51: 472-478. [4] Casadevail N, Duroeux P, Dubois S. 2004. Health, economic, and quality of life effects of erythropoietin and granulocyte-colony-stimulating-factor for the treatment of myelodysplastic syndromes: a randomized, controlled trail. Blood. 104:321–327. [5] Stein RS. The role of erythropoietin in the anemia of myelodysplastic syndrome. 2005. Clin Lymphoma. 6:52– 55. [6] Walter F. 2009. Erythropoietin and erythropoiesis. Experimental Hematology. 37:1007–1015 [7] Browne JK, Cohen AM, Egrie JC. 1986. Erythropoietin: gene cloning, protein structure, and biological properties. Cold Spring Harbor Symp Quant Biol. 51: 693-702. [8] Egrie JC, Strickland TW, Lane J. 1986. Characterization and biological effects of recombinant human erythropoietin. Immunology. 172: 213-224. [9] Egrie JC and Jeffrey KB. 2001. Development and characterization of novel erythropoiesis stimulating protein (NESP). Nephrol. Dial. Transplant. 16: 3-13.