1
KANDUNGAN LOGAM BERAT TIMBAL (Pb), KARAKTERISTIK POLA PITA PROTEIN TOTAL DAN KANDUNGAN PROTEIN KERANG AIR TAWAR (Anodonta woodiana Lea.) DI SUNGAI SERANG HILIR WADUK KEDUNGOMBO TIMBALE (Pb) HEAVY METAL CONTENT, CHARACTERISTICS OF TOTAL PROTEIN TAPE PATTERN AND PROTEIN CONTENT OF FRESH WATER MOLLUSC (Anondonta woodiana Lea.) IN THE UPSTREAM SERANG RIVER OF KEDUNG OMBO RESERVOIR Kumalawati, Prabang Setyono dan Sunarto Departement of Biology, Faculty of Mathematics and Natural Sciences, Sebelas maret University, Surakarta ABSTRACT Metal Pb can come into territorial water through thinning, precipitation and dispertion later than come into organism body. Metal Pb will tied with protein so that will influence protein content and protein ribbon pattern. This research aims to find out the quality of waters, concentration and distribution of timbale (Pb) heavy metal as well as the characteristics change of total protein tape pattern and protein content of fresh water mollusc (Anodonta woodiana Lea.) exposed to Pb in the upstream Serang River of Kedungombo Reservoir. The sampling was conducted in the upstream Serang River; the examination of Pb concentration and protein content as well as the protein tape pattern preparation was done in the laboratory. The data on pH, DO, and Pb concentration obtained in the water was compared with the PPRI No.82 of 2001, Pb within the flesh was compared with the decree of Dirjen POM No. 03725/B/VII/89 meanwhile for Pb in sediment was compared with the result of Canadian Council of Ministers of The Environment of 1999. The one-way Variance Analysis (Anava) was used to analyse the data and if there was the significant difference it was followed with DMRT test at significance level of 5%, the correlation-regression analysis and the change of total protein tape pattern was analyzed descriptively. The result of research shows that temperature (28.778oC), pH (7.646), DO (4.322 mg/l) is still consistent with the standard quality; Pb concentration within the water (0.101 ppm) had exceeded the standard quality meanwhile the Pb within sediment (0.201 mg/kg) and Pb within the flesh (0.129 mg/kg) are still below the standard quality. The timbale (Pb) heavy metal accumulates evenly at all stations of research location. Temperature, pH, and DO have less closely correlation with the Pb concentration within the water, sediment and mollusc Anodonta woodiana Lea., flesh. The change of total protein tape pattern can be seen by the presence of tape number exceeding the control tape with varied thickness. The protein content of mollusc A. woodiana Lea., flesh exposed to Pb is lower than that of mollusc flesh not exposed to Pb. Keywords: Timbale (Pb), upstream Serang River, total protein tape pattern, protein content, Anodonta woodiana Lea.
2
PENDAHULUAN Logam berat yang masuk ke tubuh hewan umumnya tidak dikeluarkan lagi, sehingga cenderung menumpuk di dalam tubuhnya. Konsentrasi logam berat dijumpai lebih tinggi pada tubuh hewan yang letaknya lebih tinggi dalam tingkatan trofik (Nybakken, 1992). Waduk Kedung Ombo berpotensi mengalami pencemaran karena keberadaannya yang merupakan kumpulan dari beberapa sungai besar dari daerah perkotaan. Sungai-sungai yang mengalir langsung ke waduk ini adalah Sungai Jrakah, Tuntang, Serang, Lusi, dan Juana. Aliran dari sungai-sungai kecil dari perkotaan dapat mengalir ke lima sungai besar tersebut. Air yang mengalir dari sungai-sungai tersebut diduga telah mengalami pencemaran logam berat dikarenakan banyaknya industri di perkotaan yang menggunakan bahan logam yang masih membuang limbahnya ke perairan. Banyaknya aktivitas kendaraan bermotor yang mengeluarkan partikel-partikel timbal dari hasil pembakarannya juga merupakan sumber pencemaran logam berat sehingga Pb yang ada di udara dapat masuk ke perairan karena dibawa air hujan, pestisida yang digunakan dalam pertanian maupun limbah dari kegiatan rumah tangga yang dialirkan ke badanbadan sungai (Anonim1, 2008). Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan Andin (2004), menyatakan bahwa kandungan Pb di Sungai Serang telah melebihi baku mutu yang diperbolehkan sehingga menyebabkan kerusakan organ pada kerang. Anodonta woodiana Lea. tergolong filter feeder yaitu jenis hewan yang mendapatkan makanan dengan jalan menyaring air yang masuk ke dalam tubuhnya. Kerang ini juga bisa dijadikan bioindikator suatu pencemaran lingkungan perairan karena mampu bertahan hidup dalam kondisi lingkungan yang tercemar dan mampu melahap polutan termasuk logam berat yang tersuspensi dalam perairan (Hasim,2003). Protein merupakan makromolekul yang paling berlimpah di dalam sel, menyusun lebih dari setengah berat kering sel (Lehninger, 1990). Protein berfungsi sebagai unsur penyusun atau sebagai enzim yang mengkatalisasi reaksi kimia yang khusus di dalam organisme (Bos, 1994).
3
Karakterisasi dengan mengetahui pola pita protein pada kerang air tawar, termasuk usaha dalam karakterisasi molekuler. Usaha ini dapat digunakan untuk mengetahui diversitas genetik dan kekerabatan dari hewan-hewan moluska yang ditangani. Penelitian ini merupakan tahap awal dari identifikasi pada tingkat molekuler pada hewan-hewan moluska (Soemantri, 2003). Berdasarkan permasalahan di atas maka perlu dilakukan penelitian tentang kandungan logam berat Pb, karakteristik pola pita protein dan kandungan protein Anodonta woodiana Lea. di Sungai Serang hilir Waduk Kedung Ombo.
Bahan dan Metode Bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sampel kerang Anodonta woodiana Lea., bahan dalam elektroforesis pola pita protein Acrylamide,Bis-Acrylamide, Tris, SDS, H2O, NaCl, Na2HPO42H2, NaH2PO4H2O, Mercapto etanol, Bromphenol blue Glycerin, Glycine, Metanol, Acetic Acid, dan bahan untuk FAAS aquades, Pb(NO3)2, HNO3 dan HClO4. Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tiga stasiun pengambilan sampel yaitu: tepi kiri, tengah dan tepi kanan. Pada setiap stasiun dilakukan tiga kali ulangan. Analisis profil pita protein dikerjakan menggunakan teknik elektroforesis SDS-PAGE. Sampel yang telah diambil dari lapangan kemudian di ekstraksi untuk mendapatkan kandungan protein totalnya setelah itu baru dipersiapkan gel SDS-PAGE untuk elektroforesis. Konsentrasi acrylamide untuk stacking gel 3%, sedangkan gradien gel 10%. Elektroforesis dijalankan pada tegangan konstan 85 VA, sampai loading dye mendekati batas bawah gel. Pengecatan dilakukan satu malam menggunakan larutan Coomasie brillian blue yang dilarutkan dalam larutan peluntur cat. Setelah proses pengecatan selesai dilanjutkan dengan pelunturan cat sampai pola pita protein dapat muncul. Hasil elektroforesis di dokumentasi dengan foto digital. Analisis kandungan timbal dalam sampel ditentukan dengan alat FAAS (Flame Atomic Absorbtion Spektrofotometry). Dilakukan pembuatan larutan standard terlebih dahulu dengan konsentrasi 0 ppm; 0,2 ppm; 0,5 ppm; 1 ppm dan
4
2 ppm. Preparasi sampel dikerjakan berdasarkan SNI 13-6974-2003 untuk sampel padat dan SNI 06-6989.8-2004 untuk sampel cair. Analisis kandungan protein dikerjakan dengan metode Kjeldahl. Metode ini dilakukan dengan melalui tiga proses yaitu : destruksi, destilasi dan titrasi.
HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kualitas Air Sungai Serang Berdasarkan Parameter Suhu, pH, DO dan Kandungan Logam Berat Timbal (Pb) Tabel 1. Hasil Pengukuran Rata-rata Suhu, pH, DO dan Kandungan Pb di Sungai Serang Hilir Waduk Kedung Ombo Parameter
Hasil Penelitian
Baku Mutu yang diperbolehkan Suhu (0C) 28,78 28 – 30* pH 7,65 6 – 9* DO (mg/l) 4,32 4 (minimum)* Pb di air (ppm) 0,10 0,03 (maksimum)* Pb di daging (mg/kg) 0,13 2,0 (maksimum)** Keterangan: * Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 82 Th. 2001 tentang pengolahan kualitas air dan pengendalian pencemaran (baku mutu air kelas 2). ** Keputusan Dirjen POM No. 03725/B/VII/89 tentang batas maksimal cemaran logam berat dalam ikan dan makanan olahan hasil laut. Suhu, pH dan DO yang terukur di Sungai Serang masih berada dalam batas yang diperbolehkan menurut PPRI No. 82 Th. 2001. Hal ini menunjukkan bahwa berdasarkan parameter suhu, pH dan DO, air di Sungai Serang masih memenuhi baku mutu air kelas 2 yaitu air yang diperuntukkan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukkan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. Kandungan Pb pada air telah melebihi batas maksimal yang diperbolehkan berdasarkan PPRI No. 82 Th. 2001 yaitu sebesar 0,03 ppm. Hal ini dapat disebabkan karena kecepatan arus di lokasi pengambilan sampel hanya 0,18 m/s
5
dan arusnya sangat tenang sehingga tidak memungkinkan terjadinya pengenceran konsentrasi Pb dalam air. Kadar Pb dalam daging masih berada di bawah batas baku mutu. Hal ini berarti kadar logam Pb dalam daging kerang dalam batas normal dan masih aman untuk dikonsumsi. Walaupun demikian dalam mengkonsumsi kerang pelu diperhatikan, karena meskipun kadar logam yang terdapat dalam daging kecil ada kemungkinan terjadi penumpukan logam dan menyebabkan efek toksik dalam jangka waktu yang lama. B. Konsentrasi Logam Pb dalam Air, Sedimen dan Daging Kerang Air Tawar (Anodonta woodiana Lea.)di Sungai Serang Tabel 2. Konsentrasi Logam Pb dalam Air, Sedimen dan Daging Kerang Komponen
Konsentrasi Pb (ppm)
Baku Mutu yang diperbolehkan
Air
0,10
0,03 (maksimum)*
Sedimen
0,20
30 (maksimum)**
Daging kerang
0,13
2,0 (maksimum)***
Keterangan: * Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 82 Th. 2001 tentang pengolahan kualitas air dan pengendalian pencemaran (baku mutu air kelas 2). ** ***
Canadian Council of Ministers of The Environment (1999) Keputusan Dirjen POM No. 03725/B/VII/89 tentang batas maksimal cemaran logam berat dalam ikan dan makanan olahan hasil laut.
6
Konsentrasi Pb
0,30 0,25 0,2 0,15 0,1 0,05 0,03
Air
Sedimen
Daging
Keterangan : warna hitam = baku mutu Gambar 2. Histogram Rata-rata Konsentrasi Pb dalam Air, Sedimen dan Daging Kerang Pada histogram gambar 2 dapat diketahui bahwa konsentrasi Pb yang paling tinggi terdapat pada sedimen dan yang paling rendah terdapat dalam air. Tingginya kadar Pb dalam sedimen di perairan karena logam berat yang masuk ke dalam lingkungan perairan akan mengalami pengendapan, pengenceran dan dispersi, kemudian diserap oleh organisme yang hidup di perairan tersebut. Pengendapan logam berat di suatu perairan terjadi karena adanya anion karbonat hidroksil dan klorida. Logam berat mempunyai sifat yang mudah mengikat bahan organik dan mengendap di dasar perairan serta bersatu dengan sedimen sehingga kadar logam berat dalam sedimen lebih tinggi dibanding dalam air (Hutagalung, 1991 dalam, Damandiri 2006). Kadar timbal (Pb) dalam daging kerang juga hampir mendekati kadar Pb dalam sedimen. Hal ini dikarenakan kerang hidup di dasar perairan yaitu di sedimen dengan cara membenamkan diri dan mempunyai sifat filter feeder yaitu menyaring makanan berupa partikel-partikel yang ada di sedimen sehingga terjadi kontak secara langsung dengan sedimen. Kerang juga memiliki mobilitas yang rendah sehingga kemungkinan terpapar Pb sangat tinggi dan Pb akan terakumulasi dalam jaringan tubuhnya.
7
C. Distribusi Logam Pb di Sungai Serang Tabel 3. Rata-rata Konsentrasi Pb dalam Air, Sedimen dan Daging Kerang Tiap Stasiun. Komponen Perairan Tepi Kiri Tengah Tepi Kanan Pb dalam air (ppm) 0,062 0,129 0,113 Pb dalam sedimen (mg/kg) 0,149 0,252 0,201 Pb dalam daging (mg/kg) -0,015 0,252 0,149 Tabel 4. Uji ANAVA 5% Konsentrasi Pb (ppm atau mg/l) dalam Air, Sedimen dan Daging Kerang Kandungan Pb Air Sedimen Daging Probabilitas (p) 0,712 0,624 0,102 Keterangan Tidak Tidak Tidak Signifikan Signifikan Signifikan Keterangan : p < 0,05 = berbeda secara signifikan antar stasiun p > 0,05 = tidak berbeda secara signifikan
0,3
Konsentrasi Pb
0,25 Pb dalam daging
0,2 0,15
Pb dalam sedimen
0,1
Pb dalam air 0,05 0 ‐0,05
1
2
3
Stasiun
Gambar 3. Kurva perbedaan konsentrasi Pb dalam air, sedimen dan daging pada tiap stasiun Perbedaan konsentrasi Pb dalam air, sedimen dan daging yang tampak pada tiap stasiun sangat kecil sehingga secara statistik tidak menunjukkan adanya perbedaan. Hal ini berarti Pb terakumulasi secara merata pada tiap stasiun, karena letak lokasi penelitian berada pada aliran sungai satu arah sehingga memungkinkan konsentrasi logam yang terbawa oleh aliran sungai adalah sama
8
pada setiap stasiun yaitu di bagian tepi kiri, tengah dan tepi kanan sungai. Hal ini juga dapat disebabkan oleh jenis biota yang sama dan ukuran tubuh hewan sampel yang sama saat pengambilan data sehingga diduga kemampuan dalam mengabsorbsi Pb dari lingkungan juga sama, kesamaan jenis sedimen yang berupa lumpur yang banyak mengandung ion-ion negatif sehingga kemampuan dalam berikatan dengan ion positif dari Pb juga sama serta umur sedimen diduga seragam. D. Analisis Korelasi – Regresi Antara Faktor Lingkungan Dan Konsentrasi Logam Pb dalam Air, Sedimen dan Daging Kerang Tabel 5. Korelasi Antara Faktor Lingkungan (Suhu, pH dan DO) dengan Kandungan Pb dalam Air, Sedimen dan Daging Kerang Faktor Lingkungan Korelasi Pearson (r) Kandungan Pb Air Sedimen Daging 0,142 0,130 0,388 Suhu (0C) pH 0,181 0,638 0,057 DO (mg/l) -0,037 0,097 0,439 Keterangan : nilai r antara 0 – 0,20 = sangat rendah (hampir tidak ada hubungan) 0,21 – 0,40 = korelasi yang rendah 0,41 – 0,60 = korelasi sedang 0,61 – 0,80 = korelasi cukup tinggi 0,81 – 1 = korelasi tinggi 1. Suhu Kenaikan suhu menyebabkan peningkatan akumulasi logam Pb dalam jaringan. Suhu mempengaruhi reaksi kimia, metabolisme, pelepasan logam berat oleh organisme dan meningkatkan proses bioakumulasi logam dalam tubuh organisme (Odum, 1993). Suhu air yang lebih dingin akan meningkatkan adsorbsi logam berat ke partikulat untuk mengendap di dasar perairan sehingga menyebabkan Pb dalam air rendah. Sementara saat suhu air naik, senyawa logam berat akan melarut di air karena penurunan laju adsorbsi ke dalam partikulat dan menyebabkan kandungan Pb dalam air naik (Palar, 2004). Untuk mengetahui adanya pengaruh suhu terhadap kandungan Pb dalam air, sedimen dan daging dilakukan uji regresi. Hasil analisis regresi
9
suhu dengan konsentrasi Pb dalam air, sedimen dan daging dapat dilihat pada tabel 6. Tabel 6. Hasil analisis regresi suhu dengan konsentrasi Pb dalam air, sedimen dan daging kerang Faktor (Y,X) Persamaan Regresi R2 3 2 Konsentrasi Pb dalam air dengan suhu Y = -59,165x + 3,093x 0,236 – 0,001 Konsentrasi Pb dalam sedimen dengan suhu Y = 40,950x3 + 2,143x2 0,084 + 0,001 Konsentrasi Pb dalam daging dengan suhu Y = -0,303x3 + 0,165x2 0,548 – 0,003 Dari hasil analisis regresi antara suhu dengan konsentrasi Pb dalam air, Pb dalam sedimen dan Pb dalam daging didapatkan nilai R square (R2) yang kecil dan angka signifikansi yang lebih besar dari 0,05, sehingga suhu air sungai tidak berpengaruh terhadap kandungan Pb dalam air, sedimen dan daging. 1.
pH Palar (2004) menyatakan bahwa kenaikan pH akan menurunkan kelarutan logam dalam air karena kenaikan pH mengubah kestabilan dari bentuk karbonat menjadi hidroksida yang membentuk ikatan dengan partikel pada badan air sehingga akan mengendap membentuk lumpur. Meskipun nilai korelasi antara pH dengan konsentrasi Pb dalam daging sangat kecil, namun secara keseluruhan pH sangat mempengaruhi konsentrasi Pb dalam daging. Karena kerang hidup di sedimen dan merupakan hewan yang bersifat filter feeder, maka logam berat yang mengendap membentuk lumpur di dasar perairan yang diakibatkan kenaikan pH dalam badan air akan ikut terserap ke dalam tubuh kerang. Logam Pb yang sudah masuk ke dalam tubuh kerang tidak dapat dikeluarkan lagi sehingga akan terakumulasi dalam tubuh karena Pb bersifat akumulatif.
10
Tabel 7. Hasil analisis regresi pH dengan kandungan Pb dalam air, sedimen dan daging kerang Faktor (Y,X) Persamaan Regresi R2 Konsentrasi Pb dalam air dengan pH Y = -1,850x3+0,255x2 0,033 Konsentrasi Pb dalam sedimen dengan pH Y = -0,303x3 + 0,165x2 0,019 – 0,002 0,004 Konsentrasi Pb dalam daging dengan pH Y = -0,250x3 + 0,001 Dari hasil analisis regresi antara kandungan Pb dalam air, sedimen dan daging didapatkan nilai R2. Dari nilai R2 dapat diketahui bahwa faktor pH sangat sedikit mempengaruhi konsentrasi Pb dalam air, sedimen maupun daging. Hal ini juga ditunjukkan dengan angka signifikansi yang lebih besar dari 0,05, yang berarti pH tidak berpengaruh terhadap konsentrasi Pb dalam air, sedimen dan daging. 2.
DO (Disolved Oxygen) Oksigen terlarut di dalam air penting untuk menunjang kehidupan ikan dan organisme air lainnya. DO yang tinggi berarti menunjukkan derajat pengotoran yang lebih kecil. Kandungan oksigen yang terlarut dalam air berasal dari difusi oksigen melalui arus atau aliran air, melalui air hujan dan melalui proses fotosintesis. Rendahnya DO menunjukkan bahwa lokasi tersebut sudah tercemar, menurunnya kadar O2 terlarut merupakan indikasi adanya pencemaran (Michael, 1993). Lee et al., (1978) dalam Ardi, 2002) mengelompokkan kualitas perairan berdasarkan nilai DO atas empat kelompok yaitu; tidak tercemar (> 6,5 mg/l), tercemar ringan (4,5 – 6,5 mg/l), tercemar sedang (2,0 – 4,4 mg/l) dan tercemar berat (< 2,0 mg/l). Dari hasil penelitian didapatkan nilai rata-rata DO sebesar 4,1 – 4,5 mg/l sehingga berdasarkan dari pengelompokkan kualitas air tersebut, maka perairan di Sungai Serang termasuk ke dalam golongan antara tercemar sedang sampai tercemar ringan. Hasil analisis korelasi antara DO dengan konsentrasi Pb dalam air adalah -0,037 yang berarti bahwa makin tinggi nilai DO, maka konsentrasi Pb dalam air semakin menurun. Hal ini sesuai dengan pernyataan di atas bahwa perairan yang mengandung oksigen terlarut yang tinggi memiliki derajat
11
pengotoran yang rendah salah satunya oleh Pb. Pb merupakan logam berat yang tidak dapat dihancurkan (non degradable) oleh organisme hidup di lingkungan dan terakumulasi ke lingkungan, terutama mengendap di dasar perairan membentuk senyawa kompleks bersama bahan organik dan anorganik secara absorbsi dan kombinasi (Pagoray, 2001). Kerang juga mengandung logam berat yang tinggi karena cara makannya dengan menyaring air masuk ke dalam insangnya setiap saat dan fitoplankton ikut tertelan. Polutan ikut masuk ke dalam tubuhnya dan terakumulasi terus-menerus dan bahkan bisa melebihi konsentrasi di air (Fachrudin, 2007). Tabel 8. Hasil analisis regresi DO dengan konsentrasi Pb dalam air, sedimen dan daging kerang Faktor (Y,X) Persamaan Regresi R2 3 Konsentrasi Pb dalam air dengan DO Y= -1,850x +0,255x 0,246 Konsentrasi Pb dalam sedimen dengan DO Y= -0,303x3 + 0,165x2 0,019 – 0,002 Konsentrasi Pb dalam daging dengan DO Y =-4,572x3 + 2,053x2 0,411 – 0,219x Berdasarkan nilai R2 terlihat bahwa DO memiliki prosentase yang sangat kecil dalam mempengaruhi konsentrasi Pb dalam air, sedimen dan daging kerang. Hal ini dapat disebabkan Pb tidak terakumulasi di dalam air karena adanya aliran air sehingga Pb larut dan ikut terbawa oleh aliran air. Sedangkan perubahan DO kurang memberikan pengaruh pada konsentrasi Pb dalam sedimen dan daging kerang. Hal ini diduga karena sifat Pb yang non degradable dan akumulatif sehingga akan mengendap di dalam sedimen dan masuk ke dalam tubuh kerang yang selanjutnya akan terakumulasi seiring dengan peningkatan waktu pemaparan Pb.
12
E. Pola Pita Protein dan Kandungan Protein Daging Kerang Anodonta woodiana Lea. Tepi Kiri 1
2
Tengah Tepi Kanan
3 4 5
6 7 8
Tepi Kiri
9
Rf 1
2
3
Tengah 4
5
6
Tepi Kanan 7
8
9
0
0,25 0,35
0,39 0,45 0,47 0,51 0,55 0,59 0,69 0,73 0,84 0,92
Gambar 4. Zimogram Pola Pita Protein Kerang A. woodiana Lea. Tiap Stasiun
Rf 1
2
3
4
5
6
7
8
9
0
0,73 0,80 0,82 0,80 0,91 0,95
Gambar 5. Zimogram Pola Pita Protein Kerang A. woodiana Lea Kontrol Dari zimogram hasil elektroforesis dapat diketahui bahwa pola pita protein yang muncul sebanyak 12 pita berdasarkan pergerakan relatif (Rf). Dari kedua belas pita tersebut, sepuluh pita selalu muncul dan ditemukan pada semua individu dari stasiun 1 sampai stasiun 3. Adapun kelima pita tersebut terletak pada jarak migrasi 0,25; 0,35; 0,39; 0,45; 0,51; 0,59; 0,69; 0,73; 0,84 dan 0,92. Pita keenam terlihat lebih tebal dari yang lain, yang menunjukkan bahwa berat molekul protein tersebut besar. Dengan demikian kesepuluh pita tersebut dapat dijadikan sebagai ciri khas pola pita protein pada kerang air tawar. Pola pita protein yang muncul pada tiap stasiun relatif sama namun secara kuantitatif menunjukkan perbedaan dalam hal tebal dan tipisnya
13
pita. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat keragaman genetik yang mencolok dari masing-masing individu pada tiap stasiun pengambilan sampel. Pola pita protein yang muncul pada tiap stasiun sangat berbeda dengan pola pita protein yang muncul pada kontrol. Berdasarkan hasil elektroforesis pola pita protein yang muncul sebanyak 5 pita. Pita-pita tersebut terletak pada 40 mm, 44 mm, 45 mm, 50 mm dan 52 mm dari ujung dan terketak pada Rf 0,73; 0,80; 0,82; 0,91 dan 0,95. Pola pita yang muncul pada tiap stasiun sangatlah berbeda dengan kontrol. Pada kontrol berdasarkan hasil zimogram hanya terdapat 6 pita. Pada pola pita tiap stasiun memunculkan pola pita yang banyak, hal ini disebabkan karena adanya logam yang mangikat protein dan mampu mendenaturasi protein sehingga molekul protein dapat terpecah-pecah dan membentuk monomer-monomer. Di dalam protein, ion logam dapat berfungsi sebagai koenzim karena banyak enzim tidak memiliki gugus prostetik dan untuk melakukan aktivitasnya mereka memerlukan keikutsertaan senyawa organik atau ion logam. Walaupun ion logam sering disebut logam pengaktif (Salisbury dan Ross, 1992). Sedangkan pola pita yang terbentuk dari kerang kontrol terlihat sedikit dan tebal karena molekul proteinnya belum terdenaturasi secara sempurna sehingga masih dalam bentuk polimer belum terputus-putus dan terlihat lebih tebal. Menurut Na’im (1996 dalam Yunus, 2007), menyatakan bahwa protein dapat digunakan sebagai ciri genetik untuk mempelajari keragaman individu dalam satu populasi. Ada atau tidaknya pita pada jarak migrasi tertentu menunjukkan ada atau tidaknya protein yang termigrasi dan berhenti pada jarak tersebut selama proses elektroforesis. Ketebalan pita pada dasarnya bisa dibedakan menjadi 2, yaitu pita yang tebal dan tipis. Pita yang tebal menunjukkan bahwa kandungan protein tersebut besar atau konsentrasinya besar sedangkan pita yang tipis menunjukkan bahwa kandungan proteinnya sedikit. Menurut Cahyarini (2004), perbedaan tebal dan tipisnya pita yang terbentuk disebabkan karena perbedaan jumlah dari molekul-molekul yang termigrasi, pita tebal merupakan fiksasi dari beberapa pita. Pita yang memiliki
14
kekuatan ionik lebih besar akan termigrasi lebih jauh daripada pita yang berkekuatan ionik kecil. C A S E Label
0 Num
5
10
15
20
25
+---------+---------+---------+---------+-------+
St1b
2
òûòòòòòòòòòòò
St1c
3
ò÷
St1a
1
òòòòòòòòòòòòò
St2b
5
òòòòòòòòòòòòòûòòòòòòòòòòòòòòòòò
St2c
6
òòòòòòòòòòòòò÷
St2a
4
òòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòò
St3b
8
òòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòø
St3c
9
òòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòôòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòò
St3a
7
òòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòò÷
òòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòò òòòòò òòòòòòòòò
Gambar 9. Dendogram Anodonta woodiana Lea. berdasarkan atas nilai Rf pita protein total Berdasarkan hasil dari dendogram di atas berarti bahwa individu pada setiap stasiun menunjukkan saling kemiripan. Hal ini menunjukkan di lokasi penelitian hanya terdapat satu jenis kerang air tawar yang hidup di sana. Hal ini juga didukung dengan kenampakkan morfologi yang sama di setiap lokasi pengambilan sampel. Tabel 9. Uji DMRT 5% kandungan protein pada daging kerang Stasiun Rata-rata kandungan protein Kontrol 12,857c Tepi kiri 11,270b Tengah 11,180b Tepi kanan 10,683a Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama berarti tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5% Tabel 10. Analisis korelasi antara kandungan protein dengan konsentrasi Pb dalam daging Korelasi pearson (r) kandungan Pb dalam daging Kandungan protein 0,055 Keterangan : nilai r antara 0 – 0,20 = sangat rendah (hampir tidak ada hubungan) 0,21 – 0,40 = korelasi yang rendah 0,41 – 0,60 = korelasi sedang 0,61 – 0,80 = korelasi cukup tinggi 0,81 – 1 = korelasi tinggi
15
Kandungan protein pada daging kerang di setiap stasiun dengan uji ANAVA menunjukkan adanya beda nyata dengan nilai signifikansi 0,029. Namun setelah diuji DMRT 5% yang dapat dilihat pada tabel 9 tampak stasiun 1/tepi kiri dan stasiun 2/tengah dalam kolom yang sama, angka yang terletak pada kolom yang sama tidak beda nyata dan angka yang terletak pada kolom yang berbeda menunjukkan beda nyata. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan protein pada daging kerang memiliki konsentrasi yang sama pada tiap stasiun. Namun antara protein kontrol dan protein pada tiap stasiun menunjukkan adanya beda nyata. Hal ini menunjukkan bahwa Pb mempengaruhi kadar kandungan protein dalam daging kerang. Berdasarkan hasil analisis korelasi pada tabel 10 menunjukkan nilai korelasi antara kandungan protein dengan Pb dalam daging kerang sebesar +0,055. Nilai r tersebut berarti bahwa keeratan antara kandungan protein dan konsentrasi Pb dalam daging sangatlah rendah bahkan dapat dikatakan tidak ada hubungan. Meskipun memiliki keeratan yang sangat rendah, namun kandungan protein pada daging kerang yang diambil dari lokasi penelitian berada di bawah kandungan protein pada kerang kontrol, dimana kerang tersebut berada di lingkungan yang tidak tercemar oleh Pb. Hal ini diduga karena pengaruh logam berat Pb yang tersuspensi dalam air, sedimen dan daging kerang. Garam logam berat mendenaturasi protein sama dengan halnya asam dan basa. Garam logam berat yang mengandung Pb+2 memiliki berat atom yang besar. Reaksi yang terjadi antara garam logam berat akan mengakibatkan terbentuknya garam protein-logam yang tidak larut. Logam berat juga merusak ikatan disulfida karena affinitasnya yang tinggi dan kemampuannya untuk menarik sulfur sehingga mengakibatkan denaturasi protein (Ophart, C.E., 2003). Pada stasiun I (tepi kiri), stasiun II (tengah) dan stasiun III (tepi kanan) pola pita yang muncul menunjukkan adanya keragaman dan mempunyai kandungan protein yang berbeda-beda. Pada stasiun I (tepi kiri) memperlihatkan jumlah pita yang paling banyak yaitu 12 pita yang tampak dimana 5 pita tebal dan sisanya tipis. Dari hasil analisis Kjeldahl juga menunjukkan kandungan protein yang paling tinggi yaitu sebesar 11,27%. Parameter lingkungan (suhu, pH, DO) yang terukur pada stasiun I lebih rendah dibandingkan dengan stasiun lain serta kandungan Pb dalam dagingnya lebih rendah dibandingkan dengan stasiun lain bahkan kandungan Pbnya
16
hampir tidak ada. Sedangkan pada stasiun III (tepi kanan) berdasarkan hasil zimogram hanya memunculkan 6 pita dimana 2 diantaranya tebal dan sisanya tipis. Dari hasil analisis Kjeldahl pada stasiun III juga menunjukkan kandungan protein yang paling rendah yaitu 10,68%. Parameter lingkungan (suhu, pH, DO) yang terukur pada stasiun III lebih tinggi dibandingkan dengan stasiun lain. Hal ini menunjukkan bahwa semakin
banyak pola pita tebal yang terbentuk, maka semakin tinggi
kandungan proteinnya yang diikuti dengan penurunan nilai suhu, pH, DO air dan begitu juga sebaliknya.
Gambar 10. Denaturasi protein Perubahan kandungan protein dapat disebabkan karena terjadinya denaturasi protein. Suhu pada stasiun III (tepi kanan) paling tinggi sehingga terjadi pemanasan yang akan membuat protein bahan terdenaturasi sehingga kemampuan mengikat airnya menurun. Hal ini terjadi karena energi panas akan mengakibatkan terputusnya interaksi non-kovalen yang ada pada struktur alami protein tapi tidak memutuskan ikatan kovalennya yang berupa ikatan peptida. Namun proses ini biasanya berlangsung pada kisaran suhu yang sempit. Asam dan basa juga dapat mengacaukan jembatan garam dengan adanya muatan ionik. Sebuah tipe reaksi penggantian dobel terjadi sewaktu ion positif dan negatif di dalam garam berganti pasangan dengan ion positif dan negatif yang berasal dari asam atau basa yang ditambahkan (Ophart, C.E., 2003).
17
KESIMPULAN Konsentrasi timbal (Pb) dalam air Sungai Serang sebesar 0,101 ppm, konsentrasi timbal dalam daging kerang sebesar 0,129 mg/kg dan konsentrasi Pb dalam sedimen sebesar 0,20 mg/kg. Logam timbal (Pb) di Sungai Serang hilir Waduk Kedungombo terakumulasi merata di setiap stasiun. Rata-rata suhu, pH dan DO air Sungai Serang berturut-turut sebesar 28,7780C; 7,645 dan 4,322 mg/l. Nilai korelasi yang cukup tinggi yaitu korelasi antara pH dengan Pb dalam sedimen (0,638), nilai korelasi sedang yaitu korelasi antara DO dengan Pb dalam daging, nilai korelasi yang rendah adalah hubungan antara suhu dengan Pb dalam air (0,338) sedangkan hubungan antara suhu dengan Pb dalam air, suhu dengan Pb dalam sedimen, pH dengan Pb dalam air, pH dengan Pb dalam daging, DO dengan Pb dalam air dan DO dengan Pb dalam sedimen memiliki nilai korelasi yang sangat rendah. Hubungan antara Pb dalam air dengan DO menunjukkan hubungan kuadratik sedangkan yang lain menunjukkan hubungan kubik. Paparan logam berat timbal (Pb) memyebabkan perubahan karakteristik pola pita protein total. Logam Pb juga menyebabkan perubahan kandungan protein pada daging.
18
DAFTAR PUSTAKA Andin, C. 2004. Kandungan Logam Berat Timbal (Pb), Mikroanatomi Ctenidia dan Digestive Gland Andonta woodiana Lea. di Sungai Serang Hilir Waduk Kedungombo. Skripsi. Jurusan Biologi.Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Anonim1. 2008. http://id.wikipedia.org/wiki/Kasus_Kedung Ombo. [3 Maret 2008]. Ardi. 2002. Pemanfaatan Makrozoobentos Sebagai Indikator Kualitas Perairan Pesisir. IPB, Bogor. Boss, L. 1994. Pengantar Virologi Tumbuhan. GMU Press, Yogyakarta. Cahyarini, R. D. 2004. Identifikasi Keragaman Genetik Beberapa Varietas Lokal Kedelai di Jawa Berdasarkan Analisis Isozim. Tesis. Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Damandiri. 2006. http://www.damandiri.or.id/file/erlanggaipbbab5.pdf. [9 April 2008]. Darmono. 1995. Logam dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. UI Press, Jakarta. Fachruddin L. 2007. Dampak Pencemaran Pantai Dan Laut Terhadap Kesehatan Manusia. http://www.fajar.co.id/news.php?newsid+47749#bacakomen. [24 Maret 2008] Hasim.
2003. Kerang Sebagai Biofilter Logam Berat. http://www.kompas.com/kompas_cetak/0309/02/inspirasi/527438.htm. [5 Maret 2008].
Lehninger, A. L. 1990. Dasar-dasar Biokimia Jilid I. Penerbit Erlangga, Jakarta Nybakken, J. W. 1992. Biologi Laut : Studi Pendekatan Ekologis (diterjemahkan oleh H. M. Eidman et al.). Gramedia, Jakarta. Odum, E. P. 1993. Dasar-dasar Ekologi (diterjemahkan oleh Tjahjono Samingan) edisi ke 3. UGM Press, Yogyakarta. Ophart, C.E.. 2003. Virtual Chembook. Elmhurst College. Palar, H. 1994. Pencemaran dan Toksikologi logam Berat. Rineka Cipta, Jakarta. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 tahun 2001 tentang “Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air” dalam Infolab: Juli-Agustus/V/2004:14-15.
19
Salisbury, F. B dan C. W. Ross. 1992. Fisiologi Tumbuhan Jilid 3. Penerbit ITB, Bandung. Soemantri, Ida H., Tri J. Santoso, Minantyorini, A. Dinar Ambarwati, Atmiri Sisharmini, dan Aniversari Apriana. 2003. Karakterisasi Molekuler Plasma Nutfah Tanaman Pangan. Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian. Yunus, A. 2007. Studi Morfologi dan Isozim Jarak Pagar (Jatropa curcas L.) Sebagai Bahan Baku Energi Terbarukan di Jawa Tengah. Enviro 9(1) : 73 – 82. Fakultas Pertanian UNS, Surakarta.