TESIS
PEMBERIAN RECOMBINANT HUMAN ERYTHROPOIETIN (rhEPO) DAPAT MENCEGAH PENINGKATAN SUNBURN CELLS PADA EPIDERMIS MENCIT JANTAN YANG TERPAPAR SINAR ULTRAVIOLET B
KRISTIAN SANJAYA
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2 0 11
TESIS
PEMBERIAN RECOMBINANT HUMAN ERYTHROPOIETIN (rhEPO) DAPAT MENCEGAH PENINGKATAN SUNBURN CELLS PADA EPIDERMIS MENCIT JANTAN YANG TERPAPAR SINAR ULTRAVIOLET B
KRISTIAN SANJAYA NIM 0890761014
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2 0 11
PEMBERIAN RECOMBINANT HUMAN ERYTHROPOIETIN (rhEPO) DAPAT MENCEGAH PENINGKATAN SUNBURN CELLS PADA EPIDERMIS MENCIT JANTAN YANG TERPAPAR SINAR ULTRAVIOLET B
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik Program Pascasarjana Universitas Udayana
KRISTIAN SANJAYA NIM 0890761014
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2 0 11
Lembar Pengesahan
TESIS INI TELAH DISETUJUI TANGGAL 21 JUNI 2011
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Prof. Dr. dr. Wimpie Pangkahila, Sp.And, FAACS
Prof. dr. I. Gusti Made Aman, Sp FK
NIP 194612131971001
NIP 194606191976021001
Mengetahui,
Ketua Program Studi Magister
Direktur
Program Pascasarjana
Program Pascasarjana
Universitas Udayana,
Universitas Udayana,
Prof. Dr. dr. Wimpie Pangkahila, Sp.And, FAACS
Prof. Dr. dr. A.A. Raka Suwedi, Sp.S(K)
NIP 194612131971001
NIP 19590215985102001
TESIS INI TELAH DIUJI PADA TANGGAL 14 JULI 2011
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana, No.: 1125/UN14.4/HK/2011 Tanggal, 22 Juni 2011
Ketua: Prof. Dr. dr. Wimpie Pangkahila, Sp.And, FAACS
Anggota: 1. Prof. dr. I. Gusti Made Aman, Sp FK 2. Prof. Dr. dr. J. Alex Pangkahila, MSc, Sp. And 3. Prof. dr. N. Tigeh Suryadhi, MPH, Ph.D 4. dr. A.A.A.N Susraini, Sp.PA
UCAPAN TERIMA KASIH Pertama-tama penulis mengucapkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karuniaNya tesis ini dapat terselesaikan. Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. dr. Wimpie Pangkahila, Sp.And, FAACS, pembimbing I yang dengan penuh perhatian telah memberikan dorongan, semangat, bimbingan, dan saran selama penulis mengikuti program magister, khususnya dalam penyelesaian tesis ini. Terima kasih sebesar-besarnya pula penulis sampaikan kepada Prof. dr. I. Gusti Made Aman, Sp FK, pembimbing II yang dengan penuh perhatian dan kesabaran telah memberikan bimbingan dan saran kepada penulis. Ucapan terima kasih ini juga ditujukan kepada Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana yang dijabat oleh Prof. Dr. dr. A.A. Raka Suwedi, Sp.S(K) atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menjadi mahasiswa Program Magister pada Program Pascasarjana Universitas Udayana. Pada kesempatan ini, penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Prof. Dr. dr. Wimpie Pangkahila, Sp.And, FAACS, Ketua Program Studi Anti-Aging Medicine. Ungkapan terima kasih penulis sampaikan pula kepada para penguji tesis, yaitu Prof. Dr. dr. J. Alex Pangkahila, MSc, Sp. And, Prof. dr. N. Tigeh Suryadhi, MPH, Ph.D, dr. A.A.A.N Susraini, Sp.PA, yang telah memberi masukan, saran, sanggahan, dan koreksi sehingga tesis ini dapat terwujud seperti ini. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang tulus disertai penghargaan kepada seluruh dosen yang telah membimbing penulis. Juga penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu dan Ayah yang telah mengasuh dan membesarkan penulis, memberikan dasar-dasar berpikir logic, dan suasana demokratis sehingga tersipta lahan yang baik untuk berkembangnya kreativitas. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada para staf administrasi Program
Pascasarjana Universitas Udayana, Laboratorium Biokimia dan Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya, serta semua pihak yang telah membantu tesis ini. Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan rahmatnya kepada semua pihak yang telah membantu pelaksanaan dan penyelesaian tesis ini, serta kepada penulis sekeluarga.
ABSTRAK PEMBERIAN RECOMBINANT HUMAN ERYTHROPOIETIN (rhEPO) DAPAT MENCEGAH PENINGKATAN SUNBURN CELLS PADA EPIDERMIS MENCIT JANTAN YANG TERPAPAR SINAR ULTRAVIOLET B Sinar matahari mengandung ultraviolet yang dapat merusak kulit (photodamaged skin), dan bila kerusakan berakumulasi maka menjadi photoaging skin. Sinar ultraviolet terdiri dari UVA, UVB, dan UVC. Sinar UVB dapat langsung merusak DNA dan akhirnya terjadi apoptosis. Sinar UVB mengakibatkan apoptosis keratinosit epidermis yang disebut dengan sunburn cell. Beberapa growth factors berperan sebagai penghambat kerusakan kulit. Hormon eritropoietin telah dibuktikan dalam berbagai studi mempunyai peran sebagai sitoproteksi dan penghambat apoptosis berbagai jaringan, tetapi pengaruhnya pada kulit khususnya epidermis masih belum diketahui. Berdasarkan masalah tersebut, penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bahwa hormon eritropoietin dapat mencegah peningkatan sunburn cell pada epidermis kulit yang dipapar sinar UVB. Rancangan penelitian ini adalah eksperimental pretest-posttest control group design. Penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia dan Laboratorium Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya. Mencit (Mus musculus) jantan galur Balbc yang sesuai dengan kriteria eligibilitas sebanyak 24 ekor, dipapar sinar UVB (280-360 nm, dengan puncak 306 nm), 16 mJ/cm2, pada jarak 30 cm selama 90 detik setiap hari selama 3 hari berturut-turut, lalu secara randomisasi sederhana dipilih 8 ekor mencit yang dikorbankan untuk dibuat sediaan histologi kulit pewarnaan hematoxylin-eosin, dan selanjutnya dihitung jumlah sunburn cells sebagai data pretest. Enam belas ekor mencit dipilih secara randomisasi sederhana dan dimasukkan dalam kelompok kontrol, yang mendapat injeksi subkutan aquadest 0,1 ml, dan perlakuan, yang mendapat injeksi subkutan rhEPO 100 IU/kg BB 0,1 ml. Injeksi diberikan 4 kali dengan interval 3 hari dan sinar UVB diberikan setiap hari. Pada akhir perlakuan semua mencit dikorbankan untuk dibuat sediaan histologi kulit dan dihitung sunburn cells sebagai data posttest. Data dinyatakan sebagai rerata ± standar deviasi. Data dianalisis dengan uji t memakai program SPSS 17.0 for Windows dan bermakna bila p < 0,05. Rerata jumlah sunburn cells pretest 25,00 ± 4,85 ; posttest kontrol 50,83 ± 6,70 ; dan posttest perlakuan 31,5 ± 9,39 . Jumlah sunburn cells kelompok perlakuan lebih sedikit daripada kontrol dan berbeda bermakna (p=0,002). Jumlah sunburn cells kontrol meningkat bermakna (p=0,0001), sedangkan kelompok perlakuan meningkat tidak bermakna (p=0,189). Sinar UVB mengakibatkan apoptosis keratinosit melalui jalur intrinsik. Manifestasi kulit berupa kulit kering dan eritema, serta secara histologis tampak sunburn cells. Recombinant human erytrhopoetin (rhEPO) terbukti dapat mencegah peningkatan sunburn cells. Kemungkinan jalur mekanisme
antiapoptosis rhEPO adalah peningkatan NO, penghambatan caspase, atau peningkatan protein antiapoptosis. Jadi dapat disimpulkan rhEPO menghambat apoptosis keratinosit epidermis kulit yang terpapar sinar UVB. rhEPO diharapkan dapat menjadi pilihan terapi dalam anti-aging medicine untuk kasus photodamaged skin dan photoaging skin. Namun masih diperlukan kajian lebih mendalam tentang mekanisme antiapoptosis rhEPO pada kulit, dosis optimal, dan efek samping terapi. Kata kunci: ultraviolet B, recombinant human erythropoietin, sunburn cell
ABSTRACT RECOMBINANT HUMAN ERYTHROPOIETIN (rhEPO) DECREASE SUNBURN CELLS OF ULTRAVIOLET B-INDUCED MALE MICE EPIDERMIS Ultraviolet of sunlight can cause photodamaged skin and its accumulation will become photoaging skin. Ultraviolet light consists of UVA, UVB, and UVC. UVB light directly damages DNA and causes apoptosis. UVB causes epidermal keratinocyte apoptosis which is called sunburn cell. Some of growth factors have role as skin damage inhibitor. Some studies have proved that erythropoietin hormone has role as cytoprotection and apoptosis inhibitor for several tissues, but its action to skin especially on epidermis is still unknown. This study finding that erythropoietin hormone aimed to prevent the increase of sunburn cell on epidermis that is induced by UVB. The study design was experimental pretest-posttest control group design. The study was done in Biochemistry and Histology Laboratory of Medical Faculty of Airlangga University Surabaya. Twenty four male mice strain Balbc were included and exposed to UVB (280-360 nm, peak 306 nm), 16 mJ/cm2, at 30 cm distance for 90 seconds for 3 consecutive days, eight mice were chosen by simple randomization and were sacrificed for hematoxylin-eosin skin histology preparat and then the amount of sunburn cells was counted as pretest data. Sixteen mice were chosen randomly and alocated as control group, those were injected 0.1 ml subcutaneous aquadest, and treatment group, those were injected 0,1 ml subcutaneous rhEPO 100 IU/kg body weight. Injection was given 4 times with 3 days interval and UVB everyday. All mice were sacrified on the end treatment and they were made skin histology preparat as posttest sunburn cells data. Data were performed as mean ± standard deviation. Statistical analysis used t test by SPSS 17.0 for Windows with significant value p<0.05. The mean of pretest sunburn cells 25,00 ± 4,85 ; control posttest 50,83 ± 6,70 ; dan treatment posttest 31,5 ± 9,39 . The amount of sunburn cells of treatment group was lower than control with significant difference (p=0,002). The amount of control sunburn cells significantly increased (p=0,0001), whereas treatment group unsignificantly increased (p=0,189). UVB cause keratinocyte apoptosis via intrinsic pathway. The skin manifestations were dry skin and erythematous, and histologic examination show sunburn cells. Recombinant human erytrhopoetin (rhEPO) prevent the increase the amount of sunburn cells. The possibilities mechanism of rhEPO antiapoptosis are NO production, caspase inhibition, or antiapoptosis protein increasing. It can be concluded rhEPO inhibits UVBinduced epidermal keratinocyte apoptosis. rhEPO can be a choice of therapy in anti-aging medicine for photodamaged and photoaging skin. It was needed further studies about rhEPO antiapoptosis mechanism to skin, optimal dose, and side effect of therapy.
Keywords: ultraviolet B, recombinant human erythropoietin, sunburn cell
DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM ....................................................................................................
i
PRASYARAT GELAR ..............................................................................................
ii
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................................
iii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI ...........................................................................
iv
UCAPAN TERIMA KASIH ......................................................................................
v
ABSTRAK ................................................................................................................
vii
ABSTRACT ..............................................................................................................
ix
DAFTAR ISI .............................................................................................................
x
DAFTAR TABEL ......................................................................................................
xiii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................................
xiv
DAFTAR SINGKATAN ............................................................................................
xv
BAB I PENDAHULUAN ..........................................................................................
1
1.1 Latar Belakang ....................................................................................................
1
1.2 Rumusan Masalah ...............................................................................................
4
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................................
5
1.4 Manfaat penelitian .............................................................................................
5
BAB II KAJIAN PUSTAKA ....................................................................................
6
2.1 Penuaan (Aging) dan Anti Penuaan (Anti Aging) ...............................................
6
2.2 Sinar Ultraviolet ..................................................................................................
8
2.3 Apoptosis
........................................................................................................
10
2.4 Epidermis
........................................................................................................
13
2.4.1 Struktur epidermis ...........................................................................................
13
2.4.2 Keratinosit
..............................................................................................
14
2.4.3 Sunburn cell ......................................................................................................
15
2.5 Photodamaged dan photoaging skin .....................................................................
16
2.6 Eritropoietin ........................................................................................................
17
2.6.1 Struktur dan fungsi eritropoietin.....................................................................
17
2.6.2 Reseptor eritropoietin ......................................................................................
18
2.6.3 Recombinant human erythropoietin (rhEPO) ...................................................
20
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN ........................................................................................................
23
3.1 Kerangka Berpikir .............................................................................................
23
3.2 Konsep
........................................................................................................
24
3.3 Hipotesis Penelitian ............................................................................................
25
BAB IV METODE PENELITIAN ...........................................................................
26
4.1 Rancangan Penelitian .........................................................................................
26
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian .............................................................................
27
4.2.1 Lokasi penelitian .............................................................................................
27
4.2.2 Waktu penelitian .............................................................................................
27
4.3 Ruang Lingkup Penelitian .................................................................................
27
4.4 Penentuan Sumber Data ....................................................................................
27
4.4.1 Populasi
........................................................................................................
27
4.4.2 Sampel
............. ............................................................................................
28
4.4.3 Teknik pengambilan sampel ...........................................................................
28
4.4.4 Besar sampel ....................................................................................................
28
4.4.5 Kriteria eligibilitas............................................................................................
29
4.4.5.1 Kriteria inklusi ...............................................................................................
29
4.4.5.2 Kriteria eksklusi ..............................................................................................
30
4.4.5.3 Kriteria drop out ..............................................................................................
30
4.5 Variabel Penelitian ..............................................................................................
30
4.5.1 Jenis variabel ....................................................................................................
30
4.5.2 Definisi operasional variabel ............................................................................
30
4.6 Bahan Penelitian..................................................................................................
31
4.7 Instrumen Penelitian ...........................................................................................
32
4.8 Prosedur Penelitian .............................................................................................
33
4.9 Analisis Data ........................................................................................................
35
BAB V HASIL PENELITIAN .................................................................................
38
5.1 Data Kelompok Kontrol dan Perlakuan .............................................................
38
5.1 Perbandingan Data Kelompok Kontrol dan Perlakuan .....................................
39
BAB VI PEMBAHASAN .........................................................................................
40
6.1 Apoptosis Keratinosit oleh Sinar UVB ...............................................................
40
6.2 Recombinant human erytrhopoetin(rhEPO) sebagai Inhibitor Apoptosis .....
41
6.3 Kegunaan dalam anti aging medicine ...........................................................
43
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN .......................................................................
44
7.1 Simpulan
.........................................................................................................
44
7.2 Saran ....... ........................................................................................................
44
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................
45
LAMPIRAN ..............................................................................................................
49
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 2.1 Perbandingan morfologi apoptosis dan nekrosis ...............................
11
Tabel 5.1 Rerata jumlah sunburn cells kelompok kontrol dan perlakuan ..........
38
Tabel 5.2 Perbandingan pretest kelompok kontrol dan perlakuan .....................
39
Tabel 5.3 Perbandingan posttest kelompok kontrol dan perlakuan ....................
39
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1 Sel apoptotik ................................................................................
12
Gambar 2.2 Mekanisme apoptosis ...................................................................
13
Gambar 2.3 Diagram struktur kulit ..................................................................
14
Gambar 2.4 Sinyal transduksi eritropoietin.......................................................
19
Gambar 3.1 Kerangka konsep .........................................................................
24
Gambar 4.1 Skema rancangan penelitian .........................................................
26
Gambar 4.2 Alur penelitian .............................................................................
37
Gambar 5.1 Rerata pretest-posttest kelompok kontrol dan perlakuan ...............
38
DAFTAR SINGKATAN
DNA
= Deoxy ribonucleic acid
eNOS
= Endothelial nitric oxide synthase
EPO
= Eritropoietin
iNOS
= Inducible nitric oxide synthase
JAK
= Janus-tyrosine kinase
MAPK
= Mitogen-activated protein kinase
mRNA
= Massenger ribo nucleic acid
NADPH
= Nicotinamide adenine dinucleotide phosphate
NO
= Nitric oxide
NOS
= Nitric oxide synthase
PI3K
= Phosphatydilinositol-3kinase
rhEPO
= Recombinant human erythropoietin
STAT
= Signal transducer and activator of transcription
UV
= Ultraviolet
UVA
= Ultraviolet A
UVB
= Ultraviolet B
UVC
= Ultraviolet C
VEGF
= Vascular endothelial growth factor
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Berdasarkan paradigma antiaging medicine, penuaan dapat dideteksi lebih dini, dicegah, diobati dan diperbaiki ke keadaan sebelumnya. Dengan konsep antiaging medicine ini, setiap orang dapat tetap hidup sehat dan berada dalam kualitas hidup yang optimal meskipun dengan pertambahan usia. Proses penuaan dapat diperlambat, ditunda atau dihambat dan usia harapan hidup akan meningkat disertai kesehatan dan kebugaran tubuh serta kualitas hidup yang baik. Terdapat berbagai faktor yang menyebabkan orang menjadi tua melalui proses penuaan, yang kemudian menyebabkan sakit dan berakhir dengan kematian. Di antaranya adalah faktor radikal bebas, hormon yang berkurang, genetik, gaya hidup tidak sehat, polusi lingkungan dan stres (Pangkahila, 2007). Salah satu faktor lingkungan yang mengakibatkan penuaan adalah sinar matahari, yang dampaknya mudah dikenali dalam bentuk penuaan kulit. Sinar matahari mempunyai dampak positif dan negatif bagi kehidupan manusia. Paparan sinar matahari secara terus-menerus dalam jangka lama membuat kulit seperti terbakar.
Sinar matahari mengandung sinar ultraviolet yang bisa
merusak kulit (photodamaged skin). Akumulasi kerusakan kulit akibat sinar ultraviolet menghasilkan photoaging skin sehingga mempercepat penuaan khususnya
kulit. Saat ini orang berupaya mengatasi masalah kerusakan kulit akibat sinar ultraviolet sehingga photoaging skin dapat dicegah (Fisher, 2002). Radiasi sinar ultraviolet (UV) berperan dalam proses penuaan. Sinar UV terdiri dari UVA, UVB, dan UVC. Sinar UVA memicu terbentuknya senyawa radikal bebas, berupa superoksida, radikal hidroksil, atau hidrogen peroksida. Senyawa radikal bebas berikatan dengan DNA, protein, maupun lipid sehingga mengubah struktur dan fungsi sel. Perubahan ini mengakibatkan kerusakan dan kematian sel. Sinar UVB langsung merusak DNA. Sinar UVC tidak bisa sampai di permukaan bumi meskipun efek destruktifnya lebih kuat daripada UVA dan UVB (Dröge, 2002). Oleh karena itu dalam penelitian ini digunakan paparan sinar ultraviolet B. Kulit adalah organ yang terpapar radiasi sinar UV. Penuaan kulit akibat sinar UV menjadi masalah utama orang
di tempat
tropis.
Photodamaged
skin
dapat
mengarah pada penuaan kulit (photoaging). Paparan sinar UV pada epidermis mengakibatkan apoptosis (kematian sel terprogram) keratinosit. Paparan kronis sinar UV menjadi salah satu faktor penuaan prematur dan penyakit degeneratif kulit. Photoaging adalah proses akumulatif paparan sinar UV. Kerusakan sel-sel kulit berupa inflamasi, apoptosis (kematian sel terprogram), ataupun mutasi yang mengarah pada neoplasma. Apoptosis keratinosit dan sel Langerhans terjadi akibat paparan sinar UV (Pradhan et al., 2008). Keratinosit yang mengalami apoptosis disebut sunburn cell, yang dapat diamati dengan mikroskop cahaya. Sunburn cell tampak berupa sel dengan inti sel terkondensasi dan sitoplasma eosinofilik (Raj et al., 2006). Paparan sinar UVB menginduksi apoptosis keratinosit
aktivasi molekul proapoptotik caspase-3 (Mildner et al., 2002). Sinar UVB mengakibatkan kematian sel melalui efeknya pada mutasi gen. Sinar UVB menginduksi mutasi gen p53 sehingga terjadi karsinogenesis (Kranen et al., 1995). Beberapa studi terakhir melaporkan peran growth factors dalam menghambat kerusakan kulit (Raj et al., 2006). Eritropoietin (EPO) adalah salah satu growth factor yang mempunyai efek noneritropoietik dalam menghambat kerusakan berbagai jaringan selain efek eritropoietik. EPO menghambat apoptosis sel. Namun pengaruh EPO dalam menghambat apoptosis keratinosit epidermis kulit akibat sinar UVB masih belum diketahui. Eritropoietin (EPO) adalah hormon glikoprotein yang menginduksi eritropoiesis dengan memicu proliferasi dan diferensiasi sel progenitor eritroid sehingga terbentuk eritrosit baru. Beberapa studi terakhir melaporkan tentang efek noneritropoietik EPO pada berbagai jaringan dan sel, seperti sistem kardiovaskuler, saraf, dan ginjal. EPO memiliki peran perlindungan terhadap iskemia jaringan. Perlindungan jaringan terjadi melalui mekanisme langsung dan tidak langsung. Mekanisme langsung terjadi melalui aktivasi berbagai reaksi biokimia yang mempunyai sifat antiapoptosis, antioksidatif, dan antiinflamasi terhadap hipoksia / anoksia. Mekanisme tidak langsung terjadi melalui potensi angiogenik EPO sehingga terjadi perbaikan suplai oksigen pada jaringan iskemik (Paschos et al., 2008). EPO memiliki peran protektif terhadap kerusakan dan kematian sel serta perbaikan jaringan. EPO meningkatkan ekspresi endothelial nitric oxide synthase (eNOS) dan produksi nitric oxide (NO). Efek antiapoptosis NO adalah dengan mengurangi stress oksidatif melalui penghambatan NADPH oxidase, modulasi ekspresi gen protektif
yaitu heat shock protein 70 (HSP 70) dan Bcl-2, dan penghambatan aktivasi caspase3/caspase-8 melalui S-nitrosylation (Burger et al., 2006). Peran EPO sebagai antiapoptosis dibuktikan dengan studi oleh Sharples et al. (2004) bahwa EPO mencegah aktivasi caspase-3, -8, -9 dan mengurangi sel yang apoptosis. EPO mengurangi
fragmentasi
DNA
dan
mencegah
aktivasi
caspase-3
dengan
meningkatkan protein antiapoptosis yaitu Bcl-XL dan XIAP. Studi tentang peran recombinant human EPO (rhEPO) pada kulit melaporkan bahwa rhEPO mempercepat penyembuhan luka kulit mencit diabetes. Angiogenesis dapat
mempercepat
penyembuhan luka melalui peningkatan suplai darah.
Recombinant human erytrhopoetin (rhEPO) menstimulasi angiogenesis melalui induksi vascular endothelial growth factor (VEGF) dan proliferasi endotel vaskuler (Galeano et al., 2004). rhEPO mempercepat pembentukan jaringan granulasi sehingga mempercepat penyembuhan luka. Ikatan EPO dan reseptor EPO mempunyai hubungan dengan kadar inducible nitric oxide synthase (iNOS) di jaringan granulasi. Recombinant human erytrhopoetin (rhEPO) mempunyai efek pada perbaikan kulit melalui NO (Haroon et al., 2003). Peran rhEPO sebagai penghambat kerusakan epidermis kulit akibat sinar UV membutuhkan pembuktian lebih lanjut. Penelitian ini dirancang dengan menggunakan hewan coba mencit yang dipapar sinar UVB sebagai model photodamaged skin dan diberikan recombinant human EPO (rhEPO).
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas maka dibuat rumusan masalah sebagai berikut:
Apakah pemberian recombinant human erythropoietin (rhEPO) dapat mencegah peningkatan sunburn cells pada epidermis mencit jantan yang terpapar sinar ultraviolet B ?
1.3 Tujuan Penelitian Untuk mengetahui bahwa pemberian recombinant human erythropoietin (rhEPO) dapat mencegah peningkatan sunburn cells pada epidermis mencit jantan yang terpapar sinar ultraviolet B.
1.4 Manfaat Penelitian Manfaat ilmiah: Memberikan pengetahuan tentang efek pemberian hormon eritropoietin pada kerusakan dan penuaan kulit.
Manfaat aplikasi: Memberikan informasi tentang pilihan terapi pada kasus photodamaged skin dan penuaan kulit dengan hormon eritropoietin.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Penuaan (Aging) dan Anti Penuaan (Anti Aging) Setelah mencapai usia dewasa, secara alami seluruh komponen tubuh tidak dapat berkembang lagi. Sebaliknya terjadi penurunan akibat proses penuaan. Pada umumnya menjadi tua dianggap hal yang lumrah sehingga semua masalah yang muncul dianggap memang seharusnya dialami. Padahal terdapat banyak faktor yang berpengaruh terhadap proses penuaan. Faktor-faktor ini dapat dibagi menjadi faktor internal dan faktor eksternal. Beberapa faktor internal adalah radikal bebas, hormon yang berkurang, dan genetik. Faktor eksternal yang utama adalah pola hidup yang tidak sehat, polusi lingkungan dan stres. Faktor-faktor ini dapat dicegah, diperlambat bahkan mungkin dihambat sehingga kualitas hidup dapat dipertahankan. Lebih jauh lagi usia harapan hidup dapat lebih panjang dengan kualitas hidup yang baik (Pangkahila, 2007). Usia harapan hidup yang lebih panjang disertai kualitas hidup yang optimal inilah konsep baru dari ilmu kedokteran anti penuaan atau Anti Aging Medicine (AAM). AAM ini didefinisikan sebagai bagian ilmu kedokteran yang didasarkan pada penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran terkini untuk melakukan deteksi dini, pencegahan, pengobatan, dan perbaikan ke keadaan semula berbagai disfungsi, kelainan, dan penyakit yang berkaitan dengan penuaan, yang bertujuaan untuk memperpanjang hidup dalam keadaan sehat. Dengan definisi AAM
tersebut, tampak bahwa terdapat paradigma yang baru. Yakni di antaranya manusia bukanlah orang terhukum yang terperangkap dalam takdir genetik dan penuaan dapat dianggap sama dengan penyakit yang dapat dicegah, diobati bahkan dikembalikan ke keadaan semula (Pangkahila, 2007). Dengan mengingat faktor-faktor yang berpengaruh dalam proses penuaan, dapatlah ditentukan faktor mana yang perlu dihindari atau diatasi sehingga proses penuaan dapat dicegah atau dihambat. Bermodalkan kesadaran tentang pentingnya menjaga kesehatan dan menghindari berbagai faktor penyebab proses penuaan dilengkapi dengan pengobatan, masyarakat memiliki kesempatan untuk hidup lebih sehat dan berusia lebih panjang dengan kualitas hidup yang baik (Pangkahila, 2007). Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk menghambat proses penuaan antara lain adalah menjaga kesehatan tubuh dan jiwa dengan pola hidup sehat meliputi berolahraga teratur, makanan sehat dan cukup, atasi stres; jangan merasa sehat dan normal hanya karena tidak ada keluhan serius; melakukan pemeriksaan kesehatan berkala yang diperlukan dan disesuaikan dengan kondisi; menggunakan obat dan suplemen yang diperlukan sesuai petunjuk ahli untuk mengembalikan fungsi berbagai organ tubuh yang menurun. Namun, terdapat pula hambatan atau kesulitan melakukan upaya menghambat proses penuaan, antara lain karena lingkungan tidak sehat, pengetahuan rendah dan budaya yang tidak benar (Pangkahila, 2007).
2.2 Sinar Ultraviolet Sinar ultraviolet adalah radiasi elektromagnetik dengan panjang gelombang lebih pendek dari cahaya tampak tetapi lebih panjang dari sinar X, dengan rentang 10-400 nm, energy 3-124 eV. Sinar UV ditemukan pada sinar matahari. Radiasi UV dikelompokkan menjadi 3 macam, yaitu: Pertama, UVC dengan panjang gelombang yang terpendek, yaitu 100-290 nm. Tidak ada panjang gelombang yang lebih pendek dari 290 nm yang mencapai permukaan bumi, terutama disebabkan oleh filtrasi oleh lapisan ozone. Kedua, UVB (290-320 nm) yang mencapai pemukaan bumi dan bertanggung jawab terhadap atas sebagian besar terjadinya fotobiologi pada kulit. Ketiga, UVA (320-400 nm) yang mampu melewati kaca jendela dan dibagi menjadi UVA1 (340-400 nm) dan UVA2 (320-340 nm). Menipisnya lapisan stratosfer dari ozone mengakibatkan semakin banyak jumlah radiasi UVB yang mencapai permukaan bumi yang selanjutnya menimbulkan efek langsung terhadap kesehatan manusia. Paparan ultraviolet ini memegang peranan penting terhadap terjadinya penuaan dini kulit (Rigel et al., 2004). Sinar UVC merusak DNA lebih berat daripada UVB, meskipun lebih potensial daripada UVB namun UVC banyak diserap atmosfer dan tidak mencapai permukaan bumi. Sinar UVB merusak sel melalui efek langsung kerusakan DNA dan induksi apoptosis. Sinar UVB memicu multimerisasi Fas death receptors, yang memicu pengaktifan caspase-8. Sinar UVB pada keratinosit menstimulasi fosforilasi dan stabilisasi p38 mitogen-activated protein kinase (MAPK), yang terjadi dalam 2 jam paparan UVB, dan memulai aktivasi caspase. Peroksidasi lipid dan produksi
radikal oksidatif terjadi setelah paparan UVB. Sinar UVA mempunyai potensi lebih rendah dalam merusak sel. Sinar UVA mengakibatkan pembentukan radikal oksidatif. Stres oksidatif ini yang merusak sel (Raj et al., 2006). Paparan sinar UVA dengan berbagai dosis mengakibatkan peningkatan jumlah sunburn cells sesuai dengan peningkatan dosis. Kelompok kontrol dengan UVA 0,43-1,25 J/cm2 terdapat peningkatan jumlah sunburn cells dan mencapai puncak dengan 35 sunburn cells /cm epidermis pada 1,25 J/cm2. Pada 1,75 J/cm2 jumlah sunburn cells berkurang dan pada 2,5-5 J/cm2 terjadi nekrosis (Garmyn et al., 1989). Paparan lampu UV dengan panjang gelombang >295 nm pada mencit tanpa bulu dan dengan bulu selama 30, 60, 90, dan 120 detik mengakibatkan eritema pada paparan selama 90 detik. Eritema pada mencit tanpa bulu lebih tampak jelas dibandingkan mencit dengan bulu (Fox dan Lewis, 1979). Studi tentang paparan UVB (290-330 nm) dengan keluaran energi 0,7 mW/cm2, jarak 30 cm, kekuatan radiasi 8, 16, 24, 32 mJ/cm2 ; pada keratinosit in vitro, melaporkan bahwa apoptosis keratinosit terjadi pada radiasi 16 mJ/cm2. Apoptosis terjadi melalui induksi aktivitas caspase-3. Pemberian hepatocyte growth factor/scatter factor dapat menghambat apoptosis ini (Mildner et al., 2002). Lampu UV dengan emisi UVB (280-320 nm, 75-80% energi total) dan UVA (320-375 nm, 20-25% energi total), 30 mJ/cm2, pada mencit tanpa bulu mengakibatkan eritema, apoptosis, dan pembentukan sunburn cells. Radiasi 30 mJ/cm2 adalah rentang paparan UV normal pada manusia. Dosis UV 40 mJ/cm2 pada manusia menghasilkan efek eritema (Lu et al., 2000). Lampu UV (270-440 nm)
dengan emisi dominan 312 nm menghasilkan penetrasi kulit lebih dalam daripada UV gelombang pendek (254 nm). Paparan lampu UV (UVA 315-400nm dan UVB 280315 nm), 2,2 J/m2/detik pada jarak 20 cm, pada mencit menghasilkan efek tumorigenik lebih besar daripada UV gelombang pendek (254 nm), 1,2 J/m2/detik, pada jarak 50 cm (Kodama et al., 1984). Delapan lampu UV (UVB 280-320 nm, 7580% energi total dan UVA 320-375 nm, 20-25% energi total), dengan radiasi UVB 180 mJ/cm2, pada jarak 43,2 cm, selama 130-160 detik setiap hari sampai 10 hari, dapat menginduksi tumor kulit mencit (Wang et al., 1992).
2.3 Apoptosis Apoptosis adalah kematian sel terprogram. Apoptosis terjadi dalam kondisi fisiologis dan patologis. Apoptosis fisiologis terjadi selama proses perkembangan dan penuaan, serta sebagai mekanisme homeostasis populasi sel. Apoptosis juga berguna sebagai mekanisme pertahanan seperti pada reaksi imun atau kerusakan sel oleh penyakit atau bahan toksik dan berbahaya (Elmore, 2007). Perubahan morfologi sel apoptotik dapat diamati dengan mikroskop cahaya atau mikroskop elektron. Dengan mikroskop cahaya, sel tampak mengkerut dan piknosis. Piknosis adalah kondensasi kromatin dan ini menjadi karakteristik apoptosis. Ukuran sel mengecil, sitoplasma tampak padat, dan organel-organel tampak berkumpul dan padat. Dengan pemeriksaan histologi pewarnaan hematoxylin eosin, sel apoptotik tampak tampak sebagai massa bundar atau oval, sitoplasma eosinofilik gelap, dan fragmen kromatin inti berwarna ungu gelap. Tampak
penonjolan sitoplasma yang disebut badan apoptotik, dengan membran sel yang utuh (Gambar 2.2). Proses pembentukan badan apoptotik yang diikuti karyorrhexis disebut budding. Selanjutnya sel apoptotik difagositosis oleh makrofag. Selama proses apoptosis tidak ada reaksi inflamasi karena sel apoptotik tidak melepaskan isi sel ke ruang interstisial, segera difagositosis, dan sel fagosit (makrofag) tidak menghasilkan sitokin inflamasi (Elmore, 2007). Kematian sel dapat terjadi melalui proses nekrosis selain apoptosis. Oncosis adalah proses menuju nekrosis dengan manifestasi karyolisis dan cell swelling. Nekrosis adalah proses pasif dan tidak terkendali yang melibatkan seluruh bagian sel. Nekrosis menghasilkan reaksi inflamasi sedangkan apoptosis tanpa reaksi inflamasi (Elmore, 2007).
Tabel 2.1 Perbandingan morfologi apoptosis dan nekrosis (Elmore, 2007) Apoptosis Nekrosis Sel tunggal atau kelompok kecil sel Banyak sel dan menyebar Sel mengkerut (shrinkage) dan Sel membengkak (swelling) konvolusi Piknosis dan karyorrhexis Karyolisis, piknosis, dan karyorrhexis Membran sel utuh Membran sel pecah Sitoplasma berada di badan apoptotik Sitoplasma tersebar keluar sel Tanpa inflamasi Dengan inflamasi
Gambar 2.1 Sel apoptotik (Elmore, 2007)
Apoptosis adalah proses yang ireversibel. Ketika caspase sudah teraktivasi, sel mengalami kematian dan difagositosis. Mekanisme apoptosis melalui jalur ekstrinsik (jalur reseptor kematian = death receptor pathway) dan jalur intrinsik (jalur mitokondria = mitochondrial pathway). Jalur ekstrinsik dan intrinsik mempunyai ujung yang sama yaitu jalur eksekusi. Jalur eksekusi berupa pengaktivan caspase 3 (Elmore, 2007). Caspase adalah proenzim yang berada dalam kondisi inaktif, yang menjadi aktif selama proses apoptosis. Caspase utama yang telah diidentifikasi yaitu inisiator (caspase-2, -8, -9, -10), efektor atau eksekutor (caspase-3, -6, -7), dan inflamator (caspase-1, -4, -5). Caspase memiliki aktivitas proteolitik yang dapat memecah protein (Elmore, 2007).
Gambar 2.2 Mekanisme apoptosis (Kumar et al., 2005)
Pengaturan dan pengendalian apoptosis dilakukan oleh protein keluarga Bcl. Protein-protein keluarga Bcl bersifat proapoptotik dan antipoptotik. Kelompok proapoptotik terdiri dari Bcl-10, Bax, Bak, Bid, Bad, Bim, Bik, dan B1k. Kelompok antiapoptotik terdiri dari Bcl-2, Bcl-x, Bcl-XL, Bcl-XS, Bcl-w, BAG (Elmore, 2007).
2.4 Epidermis 2.4.1 Struktur epidermis Kulit terdiri dari 3 lapisan berturut-turut dari luar ke dalam yaitu epidermis, dermis, dan hipodermis (subkutan). Epidermis terdiri dari 5 lapisan berturut-turut dari luar ke dalam yaitu stratum korneum, stratum lusidum, stratum spinosum, stratum
granulosum, dan stratum basalis. Epidermis adalah struktur yang dinamis dimana 95% tersusun oleh keratinosit yang terdiferensiasi. Sel-sel lain pada epidermis yaitu melanosit, sel Langerhans, dan sel Merkel. Melanosit adalah sel penghasil melanin, yaitu pigmen kulit. Sel Langerhans memiliki fungsi imunologis dan sel Merkel berperan pada persepsi sensoris (Edmondson et al., 2003).
Gambar 2.3 Diagram struktur kulit (Edmondson et al., 2003)
2.4.2 Keratinosit Keratinosit berperan dalam pertumbuhan epidermis. Keratinosit mengalami proses diferensiasi dimulai dari basal menuju permukaan kulit. Proses ini pada manusia membutuhkan waktu 2-4 minggu. Diferensiasi di basal melibatkan cross-talk antara sel dermis dan epidermis melalui growth factors. Pada lapisan basal terdapat 3 jenis keratinosit, yaitu sel punca (stem cells), transit-amplifying cells, dan postmitotic differentiating cells. Sel punca adalah sumber keratinosit dengan potensi proliferasi tinggi. Sel punca menjadi transit-amplifying cells, yang selanjutnya menjadi
postmitotic differentiating cells. Proliferasi keratinosit hanya ditemukan di stratum basalis (Edmondson et al., 2003). Keratinosit mengalami apoptosis sebagai akibat akumulasi mutasi atau kerusakan genetis karena radiasi sinar UV atau kerusakan oksidatif. Sinar UVB (290320 nm) dengan dosis 200-700 J/m2 menginduksi apoptosis pada periode 24-48 jam, melalui proses depolarisasi mitokondria, pelepasan sitokrom c, dan aktivasi berbagai caspase (caspase-3, -8, -9). UVB memicu multimerisasi reseptor kematian Fas (Fas death receptor), sehingga mengaktivasi caspase-8 dan pemecahan Bid. Apoptosis keratinosit oleh sinar UV melibatkan membrane-based signaling dan kerusakan DNA (Raj et al., 2006).
2.4.3 Sunburn cell Sunburn cell adalah keratinosit yang mengalami apoptosis. Sunburn cell bisa diamati dengan mikroskop cahaya menggunakan pewarnaan rutin hematoxylin-eosin. Sunburn cell tampak berupa nukleus terkondensasi atau tanpa nukleus (absen) dan sitoplasma eosinofilik. Paparan akut UVB mengakibatkan keratinosit mengalami diskeratotik scattered sehingga menjadi sunburn cells (Raj et al., 2006). Pembentukan sunburn cells bergantung pada dosis dan panjang gelombang sinar UV. Sinar UVC (254 nm) dan UVB (290-320 nm) menginduksi pembentukan sunburn cells, sedangkan UVA (320-400 nm) sendiri memiliki efek minimal atau hampir tidak ada (Garmyn et al., 1989).
2.5 Photodamaged dan photoaging skin Sinar UV dari matahari merusak kulit manusia (photodamaged skin) dan mengakibatkan penuaan dini kulit (photoaging). Proses penuaan ini adalah akumulasi paparan matahari dan lebih sering terjadi pada individu dengan warna lebih terang. Radiasi sinar UV mempengaruhi proses seluler dan perubahan molekul, seperti reseptor permukaan sel, jalur transduksi sinyal protein kinase, faktor transkripsi, dan enzim-enzim yang berfungsi dalam sintesis dan degradasi protein dermis. Radiasi sinar UV menghasilkan spesies oksigen reaktif yang bereaksi dengan komponen sel yaitu DNA, protein, dan lipid. Modifikasi komponen sel mengganggu fungsi sel sehingga mengarah pada kematian sel (Fisher et al., 2002). Paparan sinar UV menstimulasi pembentukan hidrogen peroksida (H2O2), senyawa radikal bebas yang menghasilkan kerusakan sel lebih sedikit bila dibandingkan superoksida. Studi pada kulit manusia dan keratinosit menunjukkan bahwa radiasi UV dalam waktu 15 menit meningkatkan H2O2, dan berlanjut terakumulasi sampai 60 menit setelah paparan UV.
Hidrogen peroksida dapat
berubah menjadi spesies oksigen reaktif jenis lain yaitu radikal hidroksil dan oksigen tunggal. Keratinosit mengekpresikan NADPH (nicotinamide adenine dinucleotide phosphate) oksidase, enzim yang menghasilkan H2O2, akibat paparan UV. Aktivitas NADPH oksidase meningkat 2 kali dalam 20 menit paparan sinar UV (Fisher et al., 2002).
2.6 Eritropoietin 2.6.1 Struktur dan fungsi eritropoietin Eritropoietin (EPO) adalah hormon glikoprotein; 30,4kDa; yang dihasilkan sebagai respons terhadap hipoksia. Sekitar setengah berat molekul EPO terdiri dari karbohidrat. EPO mengandung rantai glikosilasi termasuk 3 N-linked dan 1 O-linked rantai samping oligosakarida asidik. Posisi glikosilasi N-linked terjadi pada residu aspartil 24, 38, dan 83, sedangkan glikosilasi O-linked pada Serine126. Tiga rantai Nglycan EPO manusia mengandung struktur tetra-antennary dengan atau tanpa unit pengulangan N-acetyllactosamine. Rantai gula O-linked tersusun dari Gal-Ga1NAc dan asam sialik. Produksi dan sekresi EPO matur juga bergantung pada integritas rantai N-linked dan O-linked. Gen EPO terletak di kromosom 7, sebagai single copy regio 5,4 kb genom DNA, dan mengkode rantai polipeptida dengan 193 asam amino. Selama produksi dan sekresi EPO, terjadi pemecahan 27 asam amino hydrophobic secretory leader pada ujung amino, sehingga dihasilkan peptida 166 asam amino. Arginin ujung karboksi pada posisi 166 dihilangkan pada EPO matur dan recombinant human EPO (rhEPO) sehingga menjadi 165 asam amino yang berada di sirkulasi. Rantai glikosilasi sangat penting untuk fungsi biologis EPO dan dapat melindungi EPO dari degradasi oleh radikal bebas (Maiese et al., 2008). Eritropoietin adalah sitokin yang dapat berfungsi endokrin, parakrin, atau otokrin. Eritropoietin pada orang dewasa dihasilkan 90% di ginjal, oleh sel intersisial peritubuler, termasuk jenis fibroblas tipe II, yang terletak dekat basis tubulus proksimal di bagian dalam korteks ginjal dan bagian luar medula ginjal. Eritropoietin
juga dihasilkan 10% di hati, oleh hepatosit dan sel Kupffer. Eritropoietin pada fetus dihasilkan terutama oleh hati, dan segera sesudah lahir beralih oleh ginjal. Fungsi utama eritropoietin adalah mengaktivasi eritropoiesis. Eritropoietin menstimulasi sel progenitor eritroid menjadi eritrosit dan mengaktivasi diferensiasinya. mRNA eritropoietin meningkat mencapai maksimum sesudah terinduksi 4 - 8 jam dari kondisi hipoksia (Fandrey, 2004). Beberapa penelitian melaporkan fungsi eritropoietin selain untuk eritropoiesis. Eritropoietin berperan dalam sitoproteksi ( Paschos et al., 2008 ). Reseptor eritropoietin ditemukan juga di ginjal, otak, retina, jantung, paru, otot polos, dan testis. Pengaruh eritropoietin pada ginjal bersifat parakrin. Eritropoietin dapat bersifat renoprotective, dengan menghambat iskemia ginjal akut. Eritropoietin bersifat cardioprotective, dengan mengurangi ukuran infark dan memicu pembentukan pembuluh darah ketika terjadi iskemia jantung. Eritropoietin bersifat neuroprotective, baik di sistem saraf pusat maupun saraf tepi (Schirer, 2007).
2.6.2 Reseptor eritropoietin Reseptor EPO selain di sel progenitor eritroid juga ditemukan di jantung, vaskuler, saraf, testis, uterus, ginjal, otot, dan kulit, Reseptor EPO adalah protein yang terdiri dari domain ekstraseluler, transmembran, dan intraseluler. Ikatan EPO dengan reseptor EPO menginduksi fosforilasi pada tyrosine domain intraseluler. Proses ini mengawali intracellular signaling cascade yang mengatur ekspresi gen untuk cell survival, proliferasi, dan diferensiasi (Lapin, 2003; Smith et al., 2003).
Reseptor EPO mengaktifkan Janus-tyrosine kinase 2 (Jak2) melalui fosforilasi. Aktivasi Jak2 mengakibatkan aktivasi protein signal transducer and activator of transcription (STAT). STAT bergerak ke nucleus dan berikatan dengan area promoter DNA spesifik untuk memulai transkripsi gen. Jalur ini diperlukan untuk efek sitoproteksi EPO selama stres oksidatif. Aktivasi STAT dapat melindungi sel dari proses apoptosis. Jak2 juga mengaktivasi Phosphatydilinositol-3 Kinase (PI3K) sehingga menghambat apoptosis (Smith et al., 2003; Maiese et al., 2008).
Gambar 2.4 Sinyal transduksi eritropoietin (Smith et al., 2003)
2.6.3 Recombinant human erythropoietin (rhEPO) Recombinant human EPO telah digunakan bertahun-tahun sebagai terapi untuk anemia dengan berbagai penyebab. Recombinant human erytrhopoetin (rhEPO) juga mampu mengurangi kebutuhan transfusi selama pembedahan. rhEPO diberikan secara intravena (Weiss, 2003).
Pemberian rhEPO secara subkutan juga
menunjukkan efektivitas yang sama dibandingkan secara intravena, dan telah menjadi pedoman di Eropa dan Amerika Serikat. Dosis rhEPO yang digunakan adalah 150 IU/kg BB sebanyak 2-3 kali per minggu. Pemberian rhEPO 2 kali atau 3 kali per minggu menunjukkan efikasi dan toleransi yang baik dibandingkan 1 kali per minggu. Meskipun terapi rhEPO dosis tinggi menunjukkan manfaat dan aman tetapi untuk penggunaan jangka panjang sebaiknya dengan dosis rendah untuk mencegah efek samping rhEPO (Weiss, 2001). Recombinant human erytrhopoetin (rhEPO) meningkatkan jumlah eritrosit, trombosit, leukosit, kadar hemoglobin (Hb), hematokrit, dan mean arterial pressure (MAP). rhEPO mempunyai risiko peningkatan viskositas darah, hipertensi, dan kondisi hiperkoagulasi. rhEPO berpotensi meningkatkan thrombosis dengan meningkatkan pembentukan thrombin, faktor von Willebrand, Ca2+ uptake dan penyimpanan Ca2+ dalam trombosit, menurunkan protein C dan S, mengurangi waktu perdarahan sebelum efek perbaikan anemia. Recombinant human erytrhopoetin (rhEPO) meningkatkan jumlah trombosit 10-20%. Pemberian rhEPO 100 U/kg BB atau 500 U/kg BB pada pria dewasa sehat dapat mengaktivasi endotel vaskuler, melalui peningkatan prosentase P-selectin dan CD-36 positive platelet, serta soluble
E-selectin. Peningkatan soluble E-selectin bergantung dosis rhEPO, dimana peningkatan >100% pada kelompok rhEPO 500 U/kg BB (Smith et al., 2003). Pemberian rhEPO 1000 U/kg BB subkutan 2 kali/minggu selama 14 hari pada mencit meningkatkan jumlah eritrosit, lekosit, trombosit, hematokrit, hemoglobin, serta enzim superoxide dismutase sitosol (SOD1) aorta (d’Usio et al., 2010). Hipertensi timbul atau bertambah berat pada 20-30% penderita penyakit ginjal yang diterapi rhEPO. Peningkatan tekanan darah pada penderita dialysis tampak 2 minggu sampai 4 bulan sesudah terapi rhEPO. Penderita hipotensi mengalami peningkatan tekanan darah 10% sesudah memulai terapi rhEPO. Hipertensi terjadi kemungkinan karena peningkatan viskositas darah, reaktivitas vaskuler, pelepasan katekolamin, aktivasi sistem renin-angiotensin (Smith et al., 2003). Beberapa studi membuktikan efek rhEPO pada kulit. Dosis rhEPO 400 U/kg dalam 100 μl sc mempercepat penyembuhan luka pada kulit mencit dengan genetik diabetes. rhEPO meningkatkan VEGF dan ekspresi CD31, yang menunjukkan mekanisme angiogenesis pada penyembuhan luka (Galeano et al., 2004). Studi tentang efek rhEPO intraperitoneal selama 12 hari pada penyembuhan luka menunjukkan bahwa rhEPO dengan dosis rendah berulang, 400 U/kg BB/hari, atau dosis tinggi tunggal, 5000 U/ kg BB, mempercepat epitelialisasi luka dan menginduksi maturasi jaringan mikrovaskuler baru. Pemberian rhEPO dengan dosis tinggi berulang, 5000 U/kg BB/hari, justru menghambat proses penyembuhan luka sebab jumlah eritrosit berlebihan dan malfungsi reologi (Sorg et al., 2009). Pemberian
rhEPO 600 U/ml dan 3000 U/ml secara topikal selama 12 hari meningkatkan densitas mikrovaskuler, vascular endothelial growth factor (VEGF), hydroxyproline, dan mengurangi apoptosis melalui peningkatan Bcl-XL pada proses penyembuhan luka (Hamed et al., 2010). rhEPO 150 IU/kg BB subkutan pada penderita sklerosis sistemik dengan ulkus kulit, 3 kali/minggu selama 2 minggu pertama, 2 kali/minggu selama 2 minggu kedua, dan 1 kali/minggu selama 2 minggu ketiga, mempercepat penyembuhan luka dan memperbaiki kualitas hidup (Ferri et al., 2007).
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Berpikir Sinar UVB merusak sel melalui efek langsung kerusakan DNA dan mengakibatkan apoptosis keratinosit. Proses apoptosis berlangsung melalui depolarisasi mitokondria, pelepasan sitokrom c, dan pengaktifan caspase. Sinar UVB memicu pengaktivan caspase-8. Sinar UVB juga memicu pembentukan lipid peroksida dan radikal bebas. Keratinosit sebagai penyusun epidermis mengalami kerusakan dan kematian akibat paparan sinar UVB, yang tampak sebagai sunburn cell yaitu keratinosit mengkerut dan piknosis. Sunburn cells tampak sebagai massa bundar atau oval, sitoplasma eosinofilik gelap, dan fragmen kromatin inti berwarna ungu gelap. Akumulasi kerusakan dan kematian keratinosit mengakibatkan photodamaged skin, dan bila berlangsung terus-menerus menjadi photoaging skin. Penghambatan apoptosis keratinosit dapat mencegah photodamaged skin dan pada akhirnya dapat mencegah photoaging skin. Hormon eritropoietin (EPO) adalah hormon glikoprotein yang mempunyai fungsi eritropoietik dan noneritropoietik. Fungsi eritropoietik bermanfaat untuk pembentukan eritrosit, sedangkan fungsi noneritropoietik bermanfaat untuk antiapoptosis dan sitoproteksi. Reseptor EPO (EPO-R) terdapat di berbagai sel.
Recombinant human erytrhopoetin (rhEPO) adalah bentuk rekombinan hormon EPO, yang dapat berikatan dengan reseptor EPO yang berada di membran sel. Ikatan rhEPO dan EPO-R menghasilkan sinyal transduksi yang dapat meningkatkan ekspresi gen NOS sehingga produksi NO meningkat. NO adalah mediator yang berperan pada fungsi sel. NO dapat menghambat apoptosis (program kematian sel) melalui penghambatan protein proapoptotik (Bax, Bak, Bid, caspase) dan atau peningkatan antiapoptotik (Bcl-2, Bcl-XL).
3.2 Konsep
Sinar UVB
Epidermis mencit
Faktor internal: Genetik
Keratinocyte apoptosis- induced UVB (pada mencit) rhEPO
Sunburn cell ↓ = Aktivasi
Photodamaged skin ↓
= Inhibisi
Gambar 3.1 Kerangka konsep
3.3 Hipotesis Penelitian Pemberian recombinant human erythropoietin (rhEPO) dapat mencegah peningkatan sunburn cells pada epidermis mencit jantan yang dipapar sinar ultraviolet B.
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimental pretestposttest control group design (Pocock, 2008). P0 R P
S
O1
O2
Kelompok P1 O3
O4
Gambar 4.1 Skema rancangan penelitian
Keterangan: P = Populasi S = Sampel R = Randomisasi O1 = Pemeriksaan pretest pada kelompok kontrol O2 = Pemeriksaan posttest pada kelompok kontrol O3 = Pemeriksaan pretest pada kelompok perlakuan O4 = Pemeriksaan posttest pada kelompok perlakuan P0 = tanpa perlakuan P1 = dengan perlakuan
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2.1 Lokasi penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia. Pembuatan slide preparat histologi di Laboratorium Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya.
4.2.2 Waktu penelitian Penelitian dilakukan selama 4 minggu. Adaptasi mencit dilakukan selama 3 hari. Perlakuan mencit dilakukan selama 15 hari. Pembuatan sediaan dan pembacaan histologi selama 1 minggu.
4.3 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah bidang anti aging medicine, khususnya menyangkut kulit
4.4 Penentuan Sumber Data 4.4.1 Populasi Populasi yang digunakan dalam penelitian adalah mencit (Mus musculus).
4.4.2 Sampel Sampel yang digunakan dalam penelitian adalah mencit jantan yang memenuhi kriteria eligibilitas.
4.4.3 Teknik pengambilan sampel Jumlah kelompok yang digunakan sebanyak 2 kelompok, yaitu kontrol dan perlakuan. Sampel yang memenuhi kriteria eligibilitas dipilih secara randomisasi sederhana untuk dimasukkan dalam kelompok kontrol dan perlakuan.
4.4.4 Besar sampel Rumus estimasi besar sampel Pocock (Pocock, 2008) untuk continuous response variable: 2 σ2 f(α, β)
n= ( μ2- μ1)2 Keterangan: n = jumlah subyek tiap kelompok α = type I error = 0,05 β = type II error = 0,20 f(α, β) = 7,9
σ = simpangan baku sunburn cells kontrol = 4 (Garmyn, 1989) μ1= jumlah sunburn cells rerata kontrol = 35 (Garmyn, 1989) μ2 = jumlah sunburn cells yang menghasilkan perbedaan klinis yang diinginkan = 28
2 x 42 n=
7,9
= 5,1592
( 28 - 35 )2 Untuk mengantisipasi drop out, dilakukan koreksi besar sampel dengan rumus: n’ = n / (1-f) f = perkiraan proporsi drop out = 0,3 n’ = 5,1592 / (1- 0,3) = 7,3703
Besar sampel minimal yang dibutuhkan adalah 6 mencit tiap kelompok. Jadi penelitian ini menggunakan besar sampel 8 mencit tiap kelompok untuk antisipasi drop out.
4.4.5 Kriteria eligibilitas 4.4.5.1 Kriteria inklusi 1. Mencit (Mus musculus) jantan dewasa galur Balbc. 2. Umur 6 bulan, karena mencit umur 6 bulan memiliki persamaan dengan manusia usia dewasa muda dan dianggap belum mengalami proses penuaan intrinsik (Bhattacharyya, 2004). 3. Berat 25 gram. 4. Kondisi sehat, yang ditandai dengan tidak ada kerontokan bulu, tidak ada keradangan dan atau pus pada mata, telinga, badan, dan ekor.
4.4.5.2 Kriteria eksklusi Mencit tidak mau makan sebelum penelitian.
4.4.5.3 Kriteria drop out Mati selama penelitian.
4.5 Variabel Penelitian 4.5.1 Jenis variabel 1. Variabel bebas adalah rhEPO. 2. Variabel tergantung adalah jumlah sunburn cells pada epidermis. 3. Variabel kendali adalah jenis kelamin, umur, diet, kondisi kandang, sinar UVB.
4.5.2 Definisi operasional variabel 1. Recombinant human erythropoietin (rhEPO) adalah hormon eritropoietin rekombinan manusia (Hemapo®, Kalbe Farma, Indonesia) dengan dosis 100 IU/kg BB (International Unit / kg berat badan), yang disuntikkan secara subkutan pada punggung mencit, 1 kali injeksi tiap 3 hari, selama 12 hari. 2. Sunburn cells adalah keratinosit yang memiliki karakteristik nukleus yang terkondensasi (piknotik) atau tanpa nukleus dan sitoplasma eusinofilik, dengan pewarnaan hematoxylin-eosin pada sediaan histologi epidermis kulit mencit (Garmyn, 1989). 3. Jumlah sunburn cells adalah jumlah sunburn cells yang dihitung dari 100 keratinosit yang tampak pada lapang pandang mikroskop, pada sediaan histologi epidermis kulit mencit dengan mikroskop cahaya binokuler (Olympus®)
pembesaran 400x, dimana pengamatan dan penghitungan dengan menggeser preparat dari kiri ke kanan. Jumlah sunburn cells dinyatakan dalam angka, yaitu jumlah sunburn cells / 100 keratinosit. 4. Jenis kelamin adalah jenis kelamin jantan mencit. 5. Umur adalah umur mencit 6 bulan sejak kelahiran. 6. Diet adalah makanan dan minuman standar mencit (Lampiran 6) yang diberikan secara ad libitum. 7. Kondisi kandang adalah kondisi kandang mencit dengan siklus 12 jam terang dan 12 jam gelap, suhu 25±2°C, kelembaban 50±10%. 8. Sinar ultraviolet B (UVB) adalah sinar UVB (280-360 nm, dengan puncak 306 nm) (Sankyo Denki®, Jepang), 16 mJ/cm2, pada jarak 30 cm selama 90 detik setiap hari selama 15 hari (Mildner, 2002).
4.6 Bahan Penelitian Bahan yang digunakan adalah: 1.
Mencit (Mus musculus) jantan galur Balbc
2.
rhEPO sediaan vial (injeksi), 3000 IU/1 ml
3.
Buffer formalin 10%
4.
Xylol
5.
Paraffin
6.
Hematoxylin-eosin
7.
Ether
8.
Diet mencit
9.
Aquadest
10.
Etanol 70% , 90%, 96% , absolut
11.
Campuran 50% etanol dan 50% xylene
12.
Xylene 100%
13.
Campuran 50% xylene dan 50% paraffin
14.
Parafin 100%
15.
Albumin telur
4.7 Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan adalah: 1. Lampu UVB (Sankyo Denki®, Jepang) 2. Kandang mencit 3. Termometer 4. Hygrometer 5. Syringe 1 ml 6. Jarum 30G 7. Pisau scalpel 8. Mikroskop cahaya (Olympus®, Jepang) 9. Slide preparat 10. Kamera (Canon Digital IXUS, Jepang) 11. Microtome
4.8 Prosedur Penelitian 1. Mencit yang sesuai dengan kriteria eligibilitas ditempatkan di kandang untuk adaptasi selama 3 hari, dan makanan serta minuman standar diberikan ad libitum. Pemeliharaan mencit dilakukan di Laboratorium Biokimia Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya. 2. Mencit dipilih secara randomisasi sederhana pada hari ke-4 sebanyak 16 mencit tiap kelompok. 3. Mencit dipapar sinar UVB (280-360 nm, dengan puncak 306 nm), 16 mJ/cm2, pada jarak 30 cm selama 90 detik setiap hari selama 3 hari berturut-turut. Mata dan telinga mencit ditutup setiap kali paparan sinar UVB untuk perlindungan. 4. Mencit dipilih secara randomisasi sederhana pada hari ke-4 paparan sinar UVB sebanyak 16 mencit (8 mencit tiap kelompok). Mencit dikorbankan dengan anestesi ether, dengan cara meneteskan ether pada kapas, lalu kapas tersebut ditempatkan pada mulut dan hidung mencit dalam ruang kaca yang tertutup dan transparan. Dilakukan pengambilan jaringan kulit dari punggung dengan ukuran 20 mm x 10 mm. Pembuatan sediaan histologi kulit dilakukan di Laboratorium Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya, lalu dihitung jumlah sunburn cells sebagai data pretest kelompok kontrol dan perlakuan. 5. Mencit kelompok kontrol mendapat sinar UVB dan injeksi aquadest (placebo) dosis 4 ml/kg BB sebanyak 0,1 ml secara subkutan pada punggung, dengan syringe 1 ml dan jarum 30G. Mencit kelompok perlakuan mendapat sinar UVB
dan injeksi rhEPO dosis 100 IU/kg BB sebanyak 0,1 ml secara subkutan pada punggung. Sediaan rhEPO (3000 IU / 1 ml) diencerkan dengan 120 ml aquadest sehingga diperoleh kadar 2,5 IU / 0,1 ml. Injeksi aquadest dan rhEPO diberikan 4 kali dengan interval 3 hari. Sinar UVB diberikan setiap hari. Perlakuan dilakukan selama 12 hari. 6. Dua puluh empat jam sesudah perlakuan mencit dikorbankan dengan anestesi ether, dengan cara meneteskan ether pada kapas, lalu ditempatkan pada mulut dan hidung mencit dalam ruang kaca yang tertutup dan transparan. Dilakukan pengambilan sampel kulit ukuran 20 mm x 10 mm dari bagian tengah punggung mencit. Pembuatan sediaan histologi kulit dilakukan di Laboratorium Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya, lalu dihitung jumlah sunburn cells sebagai data posttest. 7. Jumlah sunburn cells ditentukan dengan penghitungan jumlah sunburn cells per 100 keratinosit menggunakan mikroskop cahaya pembesaran 400x dimana pengamatan dan penghitungan dengan menggeser preparat dari kiri ke kanan.. 8. Pembuatan sediaan histologi kulit melalui tahap fiksasi, dehidrasi, clearing, infiltrasi (embedding), pemotongan (sectioning), penutupan (mounting) dan pewarnaan (staining). Sampel kulit difiksasi dengan buffer formalin 10% selama 24 jam. Dehidrasi jaringan dengan Etanol 70% , 90%, 96% dan absolute dalam 3 kali proses selama 2 jam untuk tiap proses dehidrasi. Proses clearing menggunakan xylene, diawali dengan penggunaan campuran 50% etanol dan 50% xylene selama 1 jam, lalu dilanjutkan dengan 100% xylene selama 1 jam. Proses
infiltrasi (embedding) diawali dengan menggunakan campuran 50% xylene dan 50% paraffin selama 30 menit, lalu dilanjutkan 100% paraffin sebanyak 2 kali proses yaitu proses pertama selama 2 jam dan proses kedua selama 3 jam, dengan pemanasan 58-60°C. Sesudah menjadi paraffin block, diiris dengan microtome setebal 0,3mm, irisan ditempelkan ke microscope slide, lalu ditutup dengan albumin telur, dan dibiarkan kering selama 1 malam. Pewarnaan diawali dengan meletakkan slide dalam xylene selama 20 menit, slide direhidrasi dengan aquadest, diletakkan dalam hematoxylin selama 3-5 menit, lalu diletakkan dalam etanol 70% selama 2-5 menit, lalu diletakkan dalam eosin selama 2-5 menit, didehidrasi dan dibersihkan dengan xylene, ditutup dengan slide cover, dan dibiarkan kering (Bancroft dan Gamble, 2002).
4.9 Analisis Data 1. Analisis deskriptif Data jumlah sunburn cells dinyatakan dengan rerata ± standar deviasi. 2. Uji normalitas Uji normalitas data dengan uji Shapiro-Wilk sebab n < 50. Hasil p > 0,05, maka data berdistribusi normal. 3. Uji homogenitas Uji homogenitas dengan uji Levene, hasil p > 0,05, maka data homogen. 4. Uji komparasi
Data berdistribusi normal dan homogen sehingga dalam penelitian ini menggunakan: Uji t bebas untuk komparasi jumlah sunburn cells kelompok kontrol dan perlakuan. Uji t berpasangan untuk komparasi data pretest dan posttest jumlah sunburn cells. Data dianalisis dengan menggunakan program SPSS 17.0 for Windows dengan nilai signifikan p < 0,05.
Mencit sesuai kriteria eligibilitas
Adaptasi 24 mencit selama 3 hari
Randomisasi sederhana
Kelompok kontrol 16 mencit
Kelompok perlakuan 16 mencit
Paparan sinar UVB (280-360 nm, dengan puncak 306 nm), 16 mJ/cm2, pada jarak 30 cm selama 90 detik setiap hari selama 3 hari berturut-turut
Randomisasi sederhana
8 mencit dari tiap kelompok (total 16 mencit) dikorbankan, dianestesi ether, dibuat sediaan histologi kulit, dan dihitung jumlah sunburn cells (pretest)
Kelompok kontrol 8 mencit
Sinar UVB Injeksi aquadest 0,1 ml, subkutan
Kelompok perlakuan 8 mencit
Sinar UVB Injeksi rhEPO 100 IU/kg BB, 0,1 ml (2,5 IU / 0,1 ml), subkutan
Injeksi diberikan sebanyak 4x, interval 3 hari, selama 12 hari Sinar UVB diberikan setiap hari
Mencit dikorbankan 24 jam sesudah perlakuan, dengan anestesi ether, dibuat sediaan histologi kulit, dihitung jumlah sunburn cells (posttest)
Analisis data
Gambar 4.2 Alur penelitian
BAB V HASIL PENELITIAN
5.1 Data Kelompok Kontrol dan Perlakuan Tabel 5.1 Rerata jumlah sunburn cells kelompok kontrol dan perlakuan Pemeriksaan
Rerata jumlah sunburn cells Kontrol
Perlakuan
Pretest
25,00 ± 4,85
24,83 ± 5,15
Posttest
50,83 ± 6,70
31,50 ± 9,39
Berdasarkan uji Shapiro-Wilk (lampiran 1), data berdistribusi normal (p>0,05) dan berdasarkan uji Levene (Lampiran 2), didapatkan data bersifat homogen (p>0,05) sehingga dilanjutkan dengan uji statistik parametrik yaitu uji t.
50,83 ± 6,70
31,50 ± 9,39 25,00 ± 4,85
24,83 ± 5,15
Gambar 5.1 Rerata pretest-posttest kelompok kontrol dan perlakuan 5.2 Perbandingan Data Kelompok Kontrol dan Perlakuan
Perbandingan data pretest antara kelompok kontrol dan perlakuan menunjukkan tidak berbeda bermakna (p=0,955). Sinar UVB yang dipaparkan pada kelompok kontrol dan perlakuan menghasilkan efek yang sama. Jumlah sunburn cells tidak berbeda bermakna antara kelompok kontrol dan perlakuan. Kondisi awal dapat dianggap sama antara kelompok kontrol dan perlakuan. Tabel 5.2 Perbandingan pretest kelompok kontrol dan perlakuan Kelompok
Pretest
P
Kontrol
25,00 ± 4,85
0,955
Perlakuan
24,83 ± 5,15
Perbandingan data posttest
antara kelompok kontrol dan perlakuan
menunjukkan perbedaan bermakna (p = 0,002) (lampiran 3). Jumlah sunburn cells kelompok perlakuan lebih sedikit daripada kelompok kontrol. Perlakuan dengan rhEPO memberikan efek penurunan jumlah sunburn cells. Tabel 5.3 Perbandingan posttest kelompok kontrol dan perlakuan Kelompok
Posttest
p
Kontrol
50,83 ± 6,70
0,002
Perlakuan
31,50 ± 9,39
BAB VI PEMBAHASAN
6.1 Apoptosis Keratinosit oleh Sinar UVB Sinar UVB mempunyai dampak kerusakan langsung pada DNA keratinosit, yaitu mutasi dengan terbentuknya dimer timin. Perubahan susunan basa nitrogen mengakibatkan kecacatan sel sehingga memicu proses apoptosis. Sinar UVB mengaktivkan apoptosis melalui jalur intrinsik. Sinar UVB mengaktivkan caspase-3, yang selanjutnya menghasilkan kondensasi kromatin dan fragmentasi inti sel. Kulit menjadi eritema akibat paparan sinar UVB (Raj et al., 2006). Mencit pada kelompok kontrol (aquadest) dengan paparan sinar UVB mempunyai manifestasi kulit kering dan eritema. Dua ekor mencit kelompok kontrol mati pada hari ke-12 dan 16 paparan sinar UVB. Penyebab kematian mencit ini kemungkinan adalah kerusakan kulit yang luas dan efek sistemik paparan UVB. Sinar UVB meningkatkan produksi mediator inflamasi yaitu prostaglandin E2, interleukin-1 (IL-1), IL-6, tumor necrosis factor-α (TNF-α). Efek mediator inflamasi ini mengakibatkan kerusakan sistemik (Boonstra et al., 2000). Pemeriksaan histologi kulit kelompok kontrol menunjukkan bahwa paparan sinar UVB menghasilkan kerusakan kulit yang bermakna dimana jumlah sunburn cells meningkat bermakna pada pemeriksaan posttest dibandingkan pretest. Pemeriksaan histologi kulit kelompok perlakuan tidak menunjukkan peningkatan
Jumlah sunburn cells pada pemeriksaan posttest dibandingkan pretest. Mencit kelompok perlakuan mempunyai manifestasi kulit kering dan eritema minimal serta semua mencit tetap hidup sampai akhir perlakuan.
6.2 rhEPO sebagai Inhibitor Apoptosis Perbandingan jumlah posttest sunburn cells kelompok kontrol dan perlakuan menunjukkan perbedaan bermakna. Jumlah sunburn cells kelompok perlakuan lebih sedikit daripada kelompok kontrol. Pemberian rhEPO pada kelompok perlakuan dapat mengurangi jumlah sunburn cells. Penelitian ini mempunyai hasil yang sama dengan beberapa penelitian sebelumnya tentang peran rhEPO sebagai inhibitor apoptosis. EPO dapat menghambat apoptosis miokardium dan mengurangi luas infark jantung melalui mekanisme peningkatan ekspresi endothelial nitric oxide synthase (eNOS) dan produksi nitric oxide (NO) (Burger et al., 2006). Pemberian rhEPO menghambat apoptosis sel-sel mesotel peritoneal pada proses peritoneal dyalisis. Recombinant human erythropoietin (rhEPO) menghambat aktivasi caspase-3 dan fragmentasi DNA (Vorobiov et al., 2008). Recombinant human erythropoietin (rhEPO) menghambat apoptosis epitel alveolar dan epitel bronkial manusia pada penelitian in vitro (MacRedmond et al., 2009). EPO menginduksi angiogenesis dan menghambat apoptosis pada iskemia otot rangka tungkai (Joshi et al., 2010).EPO dapat menghambat kerusakan oksidatif dan sitokin proinflamasi. EPO menghambat
interleukin (IL)-1β, IL-6, tumor necrosis factor-α and transforming growth factor-β1, sehingga proses apoptosis dapat dihambat (Li et al., 2006). Recombinant human erythropoietin (rhEPO) berikatan dengan reseptor EPO yang ada di kulit. Ikatan ini mengaktivkan proses fosforilasi Jak2. Jak2 mengaktivkan STAT, dimana STAT yang aktiv akan bergerak ke nukleus untuk memicu proses transkripsi gen-gen yang dibutuhkan untuk proteksi sel dan inhibisi apoptosis (Smith dkk., 2003). Recombinant human erythropoietin (rhEPO) juga dapat menghambat apoptosis melalui peningkatan protein antiapoptosis yaitu Bcl-XL (Hamed et al., 2010).Ada berbagai jalur mekanisme antiapoptosis EPO, sehingga masih diperlukan penelitian lebih mendalam tentang mekanisme ini khususnya peran EPO sebagai antiapoptosis pada photodamaged skin akibat sinar UVB. Berdasarkan hasil penelitian ini, rhEPO dapat menghambat apoptosis epidermis yaitu menurunkan jumlah sunburn cells, namun masih diperlukan penelitian lebih lanjut tentang pengaruh rhEPO terhadap dermis, berbagai sel kulit yang lain, dan matriks ekstraseluler kulit. Pada penelitian ini dosis rhEPO 100 U/kg dapat menghambat apoptosis, namun masih diperlukan penelitian lebih lanjut tentang dosis optimal rhEPO sebagai inhibitor apoptosis kulit dan efek samping rhEPO yang minimal, serta menggunakan subyek manusia.Pada penelitian ini tidak diperiksa parameter-parameter efek samping rhEPO. Recombinant human erythropoietin (rhEPO) dapat memberikan efek thrombosis atau tromboemboli akibat peningkatan trombosit, peningkatan viskositas darah dan hipertensi akibat peningkatan eritrosit.
Recombinant human erythropoietin (rhEPO) diharapkan dapat menjadi terapi pilihan dalam antiaging medicine terutama pada kasus photoaging skin.
6.3 Kegunaan dalam anti aging medicine Paparan sinar matahari secara terus-menerus dalam jangka lama membuat kulit seperti terbakar.
Sinar matahari mengandung sinar ultraviolet yang bisa
merusak kulit (photodamaged skin). Akumulasi kerusakan kulit akibat sinar ultraviolet menghasilkan photoaging skin sehingga mempercepat penuaan khususnya kulit. Saat ini orang berupaya mengatasi masalah kerusakan kulit akibat sinar ultraviolet sehingga photoaging skin dapat dicegah (Fisher, 2002). Recombinant human erythropoietin (rhEPO) dapat menurunkan jumlah suburn cells pada mencit jantan yang terpapar sinar ultraviolet B. Recombinant human erythropoietin (rhEPO) dapat mencegah terjadinya photodamage skin yang berarti juga dapat menghambat photoaging skin, sehingga diharapkan rhEPO juga dapat memberikan manfaat yang sama pada epidermis manusia, namun masih diperlukan kajian yang lebih mendalam pada manusia mengenai dosis yang optimal dan efek samping penggunaannya sampai benar-benar dapat dimanfaatkan dalam penghambatan photoaging skin.
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan Recombinant human erythropoietin (rhEPO) mencegah peningkatan jumlah sunburn cells.
7.2 Saran 1. Penelitian tentang rhEPO terhadap dermis, berbagai jenis sel kulit, dan matriks ekstraseluler kulit 2. Penelitian tentang dosis optimal rhEPO dengan efek samping minimal untuk photoaging skin. 3. Penelitian tentang jalur mekanisme rhEPO sebagai antiapoptosis.
DAFTAR PUSTAKA
Bancroft, J.D., Gamble, M. 2002. Theory and Practice of Histological Techniques. Churchill Livingstone Bhattacharyya, T. K., Thomas, J. R. 2004. Histomorphologic Changes in Aging Skin. Observation in the CBA Mouse Model. In: Archives of Facial Plastic Surgery, 6(1):21-25. Boonstra, A., van Oudenaren, A., Barendregt, B., An, L., Leenen, P. J. M., Savelkoul, H. F. J. 2000. UVB Irradiation Modulates Systemic Immune Responses by Affecting Cytokine Production of Antigen-Presenting Cells. International Immunology, 12(11):1531-1538. Burger, D., Lei, M., Morphet, N.G., Lu, X., Xenocostas, A., Feng, Q. 2006. Erythropoietin Protects Cardiomyocytes from Apoptosis via Up-regulation of Endothelial Nitric Oxide Synthase. Cardiovascular Research, 72:51-59. d’Usio, L. V., Smith, L. A., Katusic, Z. S. 2010. Erythropoietin Increases Expression and Function of Vascular Copper- and Zinc-Containing Superoxide Dismutase. Hypertension, 55:998-1004. Dröge, W. 2002. Free Radical in the Physiological Control of Cell Function. Physiol Rev., 82:47-95. Edmondson, S. R., Thumiger, S. P., Werther, G.A., Wraight, C. J. 2003. Epidermal Homeostasis: the Role of the Growth Hormone and Insulin-Like Growth Factor Systems. Endocr Rev, 24(6):737-764. Elmore, S. 2007. Apoptosis: A Review of Programmed Cell Death. Toxicologic Pathology, 35:495-516. Fandrey, J. 2004. Oxygen-Dependent and Tissue-Spesific Regulation of Erythropoietin Gene Expression. Am J Physiol Regul Integr Comp Physiol 286(6):R977-988. Ferri, C., Giuggioli, D., Sebastiani, M., Colaci, M. 2007. Treatment of Severe Scleroderma Skin Ulcer with Recombinant Human Erythropoietin. Clinical and Experimental Dermatology, 32(3):287-290.
Fisher, G. J., Kang, S., Varani, J., Csorgo, Z. B., Wan, Y., Datta, S., Voorhees, J. J. 2002. Mechanisms of Photoaging and Chronological Skin Aging. Arch Dermatol, 138:1462-1470. Fox, P.K., Lewis, A.J. 1979. Production of Ultraviolet-Light Induced Skin Erythema in Hairless Rat: A Comparison with the Haired Rat in Screening for Antiinflammatory Drugs. Laboratory Animal, 13:321-323. Galeano, M., Altavilla, D., Cucinotta, D., Russo, G.T., Calò, M., Bitto, A., Marini, H., Marini, R., Adamo, E.B., Seminara, P., Minutoli, L., Torre, V., Squadrito, F. 2004. Recombinant Human Erythropoietin Stimulates Angiogenesis and Wound Healing in the Genetically Diabetic Mouse. Diabetes, 53:2509-2517. Garmyn, M., Sohrabvand, N., Roelandts, R. 1989. Modification of Sunburn Cell Production in 8-MOP Sensitized Mouse Epidermis: A Method of Assessing UVA Sunscreen Efficacy. J Invest Dermatol, 92:642-645. Hamed, S., Ullmann, Y., Masoud, M., Hellou, E, Khamaysi, Z., Teot, L. 2010. Topical Erythropoietin Promotes Wound Repair in Diabetic Rats. Journal of Investigative Dermatology, 130:287-294. Haroon, Z.A., Amin, K., Jiang, X., Arcasoy, M.O. 2003. A novel Role for Erythropoietin During Fibrin-Induced Wound-Healing Response. Am J Pathol, 163:993-1000. Joshi, D., Tsui, J., Ho, T. K., Selvakumar, S., Abraham, D. J., Baker, D. M. 2010. Review of the Role Erythropoietin in Critical Leg Ischemia. Angiology, 61(6):541-550. Kodama, K., Ishikawa, T., Takayama, S. 1984. Dose Response, Wavelength Dependence, and Time Course of Ultraviolet Radiation-induced Unscheduled DNA Synthesis in Mouse Skin in Vivo. Cancer Res, 44:2150-2154. Kumar, V., Abbas, A. K., Fausto, N. 2005. Robbins and Cotran Pathologic Basis of Disease. 6th edition. Elsevier Saunders. Lapin, T. 2003. The Cellular Biology of Erythropoietin Receptors. The Oncologist, 8(suppl 1):15-18. Li, Y., Takemura, G., Okada, H., Miyata, S., Maruyama, R., Li, L., Higuchi, M., Minatoguchi, S., Fujiwara, T., Fujiwara, H. 2006. Reduction of Inflammatory
Cytokine Expression and Oxidative Damage by Erythropoietin in Chronic Heart Failure. Cardiovascular Research, 71:684-694. Lu, Y. P., Lou, Y. R., Li, X. H. 2000. Stimulatory Effect of Oral Administration of Green tea or Caffeine on Ultraviolet Light-induced Increases in Epidermal Wild-type p53, p21, (WAF1/CIP1), and Apoptotic Sunburn Cells in SKH-1 Mice. Cancer Res, 60:4785-4791. MacRedmond, R., Singhera, G.K., Dorscheid, D.R. 2009. Erythropoietin inhibits Respiratory Epithelial Cell Apoptosis in A Model of Acute Lung Injury. ERJ, 33(6):1403-1414. Maiese, K., Chong, Z. Z., Hou, J., Shang, Y.C. 2008. Erythropoietin and Oxidative Stress. Curr Neurovasc Res, 5(2):125-142. Mildner, M., Eckhart, L., Lengauer, B., Tschachler, E. 2002. Hepatocyte Growth Factor/Scatter Factor Inhibits UVB-induced Apoptosis of Human Keratinocytes but not of Keratinocyte-derived Cell Lines via Phosphatidylinositol 3-Kinase/AKT Pathway. Journal of Biological Chemistry, 277(16):14146-14152. Pangkahila, W. 2007. Anti Aging Medicine: Memperlambat Penuaan Meningkatkan Kualitas Hidup. Penerbit buku Kompas. Halaman 94-99. Paschos, N., Lykissas, M.G., Beris, A.E. 2008. The Role of Erythropoietin as An Inhibitor of Tissue Ischemia. Int J Biol Sci, 4:161-165. Pocock, S. 2008. Clinical Trials: A Practical Approach. John Wiley & Sons. Pradhan, S., Kim, H.K., Thrash, C.J., Cox, M.A., Mantena, S.K., Wu, J.H., Athar, M., Katiyar, S.K., Elmets, C.A., Timares, L. 2008. A Critical Role for Proapoptotic Protein Bid in Ultraviolet-Induced Immune Suppression and Cutaneous Apoptosis. J Immunol, 181:3077-3088. Raj, D., Brash, D.E., Grossman, D. 2006. Keratinocyte Apoptosis in Epidermal Development and Disease. J Invest Dermatol, 126(2):243-257. Rigel, D. S., Weiss, R. A., Lim, H. W., Dover, J. S. 2004. Photoaging. Canada: Marcel Dekker Inc. p. 34.
Schrier, R.W. 2007. Diseases of The Kidney and Urinary Tract. 8th edition. Volume III. Philadelphia : Lippincott Williams and Wilkins. p.1894-1905, 2405-2423. Sharples, E.J., Patel, N., Brown, P., Stewart, K., Philipe, H.M., Sheaff, M., Kieswich, J., Allen, D., Harwood, S., Raftery, M., Thiemermann, C., Yaqoob, M.M. 2004. Erythropoietin Protects The Kidney Against The Injury and Dysfunction Caused by Ischemia-Reperfusion. J Am Soc Nephrol, 15:2115-2124. Smith, K. J., Bleyer, A. J., Little, W. C., Sane, D. C. 2003. The Cardiovascular Effects of Erythropoietin. Cardiovascular Research, 59:538-548. Sorg, H., Krueger, C., Schulz, T., Menger, M. D., Schmitz, F., Vollmar, B. 2009. Effects of Erythropoietin in Skin Wound Healing are Dose Related. FASEB J, 23:3049-3058. Vorobiov, M., Malki, M., Schnaider, A., Basok, A., Rogachev, B., Lewis, E.C., Chaimovitz, C., Zlotnik, M., Douvdevani, A. 2008. Erythropoietin Prevents Dyalisis Fluid-Induced Apoptosis of Mesothelial Cells. Perit Dial Int, 28(6):648-654. Wang, Z. Y., Huang, M. T., Ferraro, T., et al. 1992. Inhibitory Effect of Green Tea in the Drinking Water on Tumorigenesis by Ultraviolet Light and 12-otetradecanoylphorbol-13-acetate in the Skin of SKH-1 Mice. Cancer Res, 52:1162-1170. Weiss, L. 2001. Flexible Dosing Schemes for Recombinant Human ErythropoietinLession from Our Daily Practice. Nephrol Dial Transplant, 16(Suppl 7):1519. Weiss, M.J. 2003. New Insight Into Erythropoietin and Epoetin Alfa: Mechanisms of Action, Target Tissues, and Clinical Applications. The Oncologist, 8(suppl 3):18-29.
LAMPIRAN 1 Jumlah sunburn cells (%)
Pretest Kelompok kontrol 26.00 24.00 18.00 22.00 28.00 32.00
kelompok perlakuan 22.00 28.00 24.00 17.00 32.00 26.00
Posttest kelompok kontrol kelompok perlaku 48.00 34.00 60.00 26.00 42.00 21.00 46.00 48.00 53.00 33.00 56.00 27.00
Descriptive Statistics N
Minimum
Maximum
Mean
Std. Deviation
pretest kontrol
6
18.00
32.00
25.0000
4.85798
pretest perlakuan
6
17.00
32.00
24.8333
5.15429
posttest kontrol
6
42.00
60.00
50.8333
6.70572
posttest perlakuan
6
21.00
48.00
31.5000
9.39681
Valid N (listwise)
6
Tests of Normality Kolmogorov-Smirnova kelompok Statistic pretest kontrol perlakuan posttest kontrol perlakuan
Shapiro-Wilk
df
Sig.
Statistic
df
Sig.
.102
6
.200*
1.000
6
1.000
.125
6
.200*
.997
6
.999
.164
6
.200*
.977
6
.936
.228
6
.200*
.918
6
.493
a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance.
LAMPIRAN 2 Data pretest kelompok kontrol dan perlakuan
Group Statistics
pretest
kelompok
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
kontrol
6
25.0000
4.85798
1.98326
perlakuan
6
24.8333
5.15429
2.10423
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
pretest
Equal variances
t-test for Equality of Means
F
Sig.
t
df
Sig. (2-tailed)
Mean Difference
Std. Error Di
.010
.922
.058
10
.955
.16667
2.8915
.058
9.965
.955
.16667
2.8915
assumed Equal variances not assumed
LAMPIRAN 3 Data posttest kontrol dan perlakuan Group Statistics
posttest
kelompok
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
kontrol
6
50.8333
6.70572
2.73760
perlakuan
6
31.5000
9.39681
3.83623
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
t-test for Equality of Means
F posttest
Equal variances
.261
Sig. .621
t
df
Sig. (2-tailed)
Mean Difference
4.102
10
.002
19.33333
4.102
9.044
.003
19.33333
Std. Error Diff
assumed Equal variances not assumed
LAMPIRAN 4 Data pretest-posttest kelompok kontrol dan perlakuan
Paired Samples Statistics
Pair 1
Pair 2
Mean
N
Std. Deviation
Std. Error Mean
pretest kontrol
25.0000
6
4.85798
1.98326
posttest kontrol
50.8333
6
6.70572
2.73760
pretest perlakuan
24.8333
6
5.15429
2.10423
posttest perlakuan
31.5000
6
9.39681
3.83623
Paired Samples Test Paired Differences 95% Confidence Interval of the Difference Mean Pair 1
pretest kontrol - posttest
Std. Deviation
Std. Error Mean
Lower
Upper
-25.83333
5.07609
2.07230
-31.16036
-20.50631
-6.66667
13.06395
5.33333
-20.37644
7.04310
kontrol Pair 2
pretest perlakuan - posttest perlakuan
LAMPIRAN 5 FOTO PENELITIAN
Recombinant human erythropoietin (Hemapo®, Kalbe Farma, Indonesia)
Pengambilan sampel kulit
Kulit kering dan eritema (Mencit hidup)
Kulit kering (Menc
LAMPIRAN 6 FOTO MIKROSKOP PRETEST KONTROL
PRETEST PER
Keterangan: Sunburn cell (tanda panah) POSTTEST KONTROL
POSTTEST P
Keterangan: Sunburn cell (tanda panah)
LAMPIRAN 7
MAKANAN STANDAR MENCIT ( CP593, PT. CHAROEN POKPHAND INDONESIA)
BAHAN: jagung, dedak, tepung ikan, bungkil kedelai, bungkil kelapa, tepung daging dan tulang, pecahan gandum, bungkil kacang tanah, canola, tepung daun, vitamin, kalsium, fosfat, trace mineral.
ANALISA:
Kadar air
13%
Protein
13-15%
Lemak
3%
Serat
8%
Abu
6%
Kalsium
0,8%
Fosfor
0,6%