perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PROBLEMATIKA PENARI TRADISIONAL JAWA YANG TERCERMIN DALAM CERITA BERSAMBUNG ”KEMBANG TAYUB” KARYA WASI JALADARA (Sebuah Tinjauan Sosiologi Sastra)
SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret
Disusun Oleh : Ratri Noviarni C0106042
JURUSAN SASTRA DAERAH FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA commit to user 2012
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PROBLEMATIKA PENARI TRADISIONAL JAWA YANG TERCERMIN DALAM CERITA BERSAMBUNG ”KEMBANG TAYUB” KARYA WASI JALADARA (Sebuah Tinjauan Sosiologi Sastra)
Disusun oleh Ratri Noviarni C0106042
Telah disetujui oleh pembimbing
Pembimbing I
Drs. Aloysius Indratmo, M. Hum NIP. 19630212 198803 1 002
Pembimbing II
Siti Muslifah, S. S, M. Hum NIP. 19731103 200501 2 001
Mengetahui, Ketua Jurusan Sastra Daerah
Drs. Supardjo, M.Hum. commit 198601 to user 1 001 NIP. 19560921
ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PROBLEMATIKA PENARI TRADISIONAL JAWA YANG TERCERMIN DALAM CERITA BERSAMBUNG ”KEMBANG TAYUB” KARYA WASI JALADARA (Sebuah Tinjauan Sosiologi Sastra)
Disusun oleh Ratri Noviarni C0106042
Telah disetujui oleh Tim Penguji Skripsi Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Pada Tanggal 15 Juni 2012
Jabatan
Nama
Tanda Tangan
Ketua
Drs. Supardjo, M.Hum NIP. 19560921 198601 1 001
…………..
Sekertaris
Drs. Christiana D.W, M. Hum NIP. 19541016 198103 1 003
..................
Penguji I
Drs. Aloysius Indratmo, M. Hum. NIP. 19630212 198803 1 002
……….......
Penguji II
Siti Muslifah, S. S, M. Hum NIP. 19731103 200501 2 001
.………......
Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret
Drs. Riyadi Santosa, M. Ed, Ph. D NIP. 19600328 198601 commit to user 1 001
iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN Nama : Ratri Noviarni NIM : C0106042
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa, skripsi berjudul Problematika Penari Tradisional Jawa yang Tercermin dalam Cerita Bersambung “Kembang Tayub” Karya Wasi Jaladara (Sebuah Tinjauan Sosiologi Sastra) adalah benar-benar karya sendiri, dan bukan plagiat, dan tidak dibuatkan orang lain. Hal-hal yang bukan karya saya, dalam skripsi ini diberi tanda/ kutipan dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang diperoleh dari skripsi tersebut.
Surakarta, Juni 2012 Yang membuat pernyataan,
Ratri Noviarni
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO
Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan
(QS. Alam
Nasyrah : 5)
Sesungguhnya Allah SWT tidak membebani suatu kaum melainkan sesuai dengan kemampuannya (QS. Al Baqarah : 286)
Jadikanlah kesakitanmu menjadi sebuah kekuatan (Penulis)
commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
Ibu dan Bapakku tercinta, terimakasih untuk setiap do’a, kasih sayang serta dukungan moral dan materiilnya.
Saudaraku Mbak Dhian, Novi dan Nova, terimakasih untuk semangat dan do’anya.
Untuk Almamaterku tercinta .
commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Allah SWT, atas rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Prblematika Penari Tradisional Jawa yang Tercermin dalam Cerita Bersambung Kembang Tayub Karya Wasi Jaladara (Sebuah Tinjauan Sosiologi Sastra)”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna melengkapi gelar Sarjana Sastra Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta. Segala usaha dan kerja keras yang dilakukan penulis tidak akan berarti tanpa adanya bantuan, motivasi, dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada : 1. Drs. Riyadi Santosa, M. Ed, Ph.D, selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta, beserta staf yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menuntut ilmu dan menyelesaikan skripsi ini. 2. Drs. Supardjo, M.Hum, selaku Ketua Jurusan Sastra Daerah yang telah memberi dorongan kepada penulis untuk segera menyelesaikan skripsi 3. Drs. Aloysius Indratmo, M.Hum, selaku pembimbing pertama dengan kesabarannya telah memberikan bimbingan, saran, dan nasehat demi terwujudnya skripsi ini. 4. Siti Muslifah, S.S, M.Hum, selaku pembimbing kedua atas bimbingan, arahan, dan kesabaran dalam penyusunan skripsi ini. 5. Drs. Yohanes Suwanto, M.Hum, selaku Pembimbing Akademik atas motivasi to user dan bimbingannya pada masa commit perkuliahan.
vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
6. Seluruh Dosen Jurusan Sastra Daerah yang telah banyak memberikan bekal dan pengetahuan selama perkuliahan. 7. Bapak Daniel Tito, selaku pengarang cerbung Kembang Tayub yang telah membantu dengan memberikan informasi yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini. 8. Seluruh Staff Perpustakaan Fakultas Sastra dan Seni Rupa serta Perpustakaan Pusat Universitas Sebelas Maret atas pelayanannya dalam menyediakan buku-buku refrensi yang diperlukan dalam menyusun skripsi ini. 9. Bambang Dwi Utomo, terima kasih untuk kasih sayangnya walaupun dengan cara yang berbeda. 10. Sahabatku Prita, Byarti, Tya, Ezti, Luvi, Anin, Novi, Yosi dan Eko’brut’, terima kasih atas segenap suka duka dan kasih sayang yang kalian berikan di setiap langkahku. Kalian adalah semangatku. 11. Teman – teman angkatan 2006 Sastra Daerah, khususnya untuk Machmud ’ucrut’, Ida, Dora, Wiji, Septi, Wini, Krisna dan Erna, terima kasih untuk kebersamaan, pengertian dan kesabarannya selama ini. Tanpa kalian aku tidak akan bisa seperti ini. 12. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam proses pembuatan skripsi. Penulis dengan segala kerendahan hati menyadari bahwa karya ini masih jauh dari sempurna, oleh karena kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan skripsi ini.
Surakarta, Juni 2012 commit to user
viii
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ................................................................................. i HALAMAN PERSETUJUAN .................................................................... ii HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... iii HALAMAN PERNYATAAN .............................................................
iv
HALAMAN MOTTO ................................................................................. v HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................. vi KATA PENGANTAR ............................................................................... vii DAFTAR ISI .............................................................................................. ix DAFTAR SINGKATAN............................................................................. xii DAFTAR LAMPIRAN............................................................................... xiii. ABSTRAK .................................................................................................. xiv BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1 A. Latar Belakang .......................................................................... 1 B. Perumusan Masalah ................................................................... 6 C. Tujuan Penelitian ........................................................................ 6 D. Manfaat Penelitian ................................................................... 7 BAB II LANDASAN TEORI ..................................................................... 8 A. Pendekatan Struktural ............................................................... 8 B. Pendekatan Sosiologi Sastra ....................................................... 18 C. Sosok Wanita Jawa .................................................................... 21 BAB III METODE PENELITIAN.............................................................. 26 A. Bentuk Penelitian ....................................................................... 26 commit to user B. Sumber Data dan Data ............................................................... 26
ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
C. Teknik Pengumpulan Data ........................................................ 27 1. Teknik Analisis Isi................................................................ 27 2. Teknik Wawancara .............................................................. 28 D. Teknik Analisis Data.................................................................. 29 BAB IV PEMBAHASAN........................................................................... 30 A. Analisis Struktural Cerbung KT .............................................
30
1. Fakta – Fakta Cerita ........................................................... 30 a. Alur.............................................................................. 31 1. Peristiwa Kausal..................................................... 31 2. Bagian – Bagian Alur............................................. 66 b. Karakter......................................................................... 73 1. Klasifikasi............................................................... 74 2. Motivasi.................................................................. 77 3. Karakterisasi............................................................ 80 c. Tema.............................................................................. 86 d. Latar.............................................................................. 87 1. Dekor...................................................................... 88 2. Waktu – Waktu Tertentu........................................ 95 3. Analisis Pengaruh Latar pada Tokoh..................... 99 4. Analisis Hubungan Latar dan Tema....................... 100 5. Analisis Atmosfer atau Suasana............................. 101 2. Sarana – Sarana Cerita......................................................... 103 a. Judul............................................................................... 103 b. Sudut Pandang............................................................... 104 commit to user
x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
c. Ironi............................................................................... 105 d. Gaya dan Tone.............................................................. 109 e. Simbolisme................................................................... 111 B. Analisis Sosiologi Sastra............................................................ 113 1. Sosok Wanita Jawa Menghadapi Problematika Hidup........ 114 a. Sebagai Pekerja Seni / Seniwati....................................... 114 b. Sebagai Seorang Anak..................................................... 118. c. Menyikapi Nasib.............................................................. 119 d. Menyikapi Persoalan Pendamping Hidup ....................... 121 2. Gambaran Kehidupan Sosial Masyarakat Jawa................... 125 a. Kelas Sosial ..................................................................... 125 b. Kepercayaan Adat............................................................ 129 BAB V PENUTUP ..................................................................................... 134 A. Kesimpulan ................................................................................ 134 B. Saran.......................................................................................... 135 DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 136 LAMPIRAN................................................................................................ 138
commit to user
xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR SINGKATAN
1. Cerbung
: Cerita Bersambung
2. EBTA
: Evaluasi Belajar Tahap Akhir
3. Jilu
: Siji Telu (Satu Tiga)
4. KT
: Kembang Tayub
5. Polsus
: Polisi Khusus
6. SD
: Sekolah Dasar
7. SMP
: Sekolah Menengah Pertama
8. SMA
: Sekolah Menengah Atas
9. RM
: Raden Mas
commit to user
xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Sinopsis Cerbung Kembang Tayub Lampiran 2 Daftar Pertanyaan Kepada Pengarang Lampiran 3 Daftar Riwayat Hidup Pengarang Lampiran 4 Data Cerbung Kembang Tayub
commit to user
xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK Ratri Noviarni. C0106042. 2012. Problematika Penari Tradisional Jawa yang Tercermin dalam Cerita Bersambung Kembang Tayub Karya Wasi Jaladara (Sebuah Tinjauan Sosiologi Sastra). Skripsi: Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta. Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimanakah keterkaitan antarunsur dan struktur yang membangun cerbung Kembang Tayub karya Wasi Jaladara berdasarkan teori strukturalisme Robert Stanton ? (2) Bagaimanakah penggambaran sosok wanita Jawa dalam menghadapi problem hidup dalam cerbung Kembang Tayub karya Wasi Jaladara ? (3) Bagaimanakah gambaran kehidupan sosial masyarakat Jawa dalam cerbung Kembang Tayub karya Wasi Jaladara ? Tujuan penelitian ini adalah (1) Mendeskripsikan keterkaitan antarunsur dan struktur yang membangun cerbung Kembang Tayub karya Wasi Jaladara berdasarkan teori strukturalisme Robert Stanton. (2) Mendeskripsikan penggambaran sosok wanita Jawa dalam menghadapi problem hidup dalam cerbung Kembang Tayub karya Wasi Jaladara. (3) Mendeskripsikan gambaran kehidupan sosial masyarakat Jawa dalam cerbung Kembang Tayub karya Wasi Jaladara. Bentuk penelitian ini adalah penelitian sastra. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer, yaitu teks cerbung berbahasa Jawa karya Wasi Jaladara yang berjudul Kembang Tayub. Cerbung ini dimuat dalam majalah Genta no 73 April 2007 sampai dengan no 88 Desember 2007 yang terdiri dari 15 episode. Sumber data sekunder yaitu informan yang dalam hal ini Daniel Tito selaku pengarang cerbung KT. Data yang digunakan dalam penelitian ini di antaranya data primer yang merupakan data pokok, dalam penelitian ini berupa teks cerbung yang dibangun oleh unsur – unsur instrinsik dalam karya sastra seperti unsur fakta – fakta cerita: alur, karakter, latar, tema, sarana – sarana sastra; judul, ironi, sudut pandang, gaya dan tone, simbolisme serta penggambaran sosok wanita Jawa dan kehidupan sosial masyarakat Jawa dalam cerbung KT. Sedangkan data sekunder yang merupakan data pendukung terdiri dari hasil wawancara dengan pengarang yakni Bapak Daniel Tito, dokumentasi yang berupa foto, serta buku – buku referensi yang menunjang penelitian. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah struktural dan sosiologi sastra. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik analisis isi dan teknik wawancara. Kesimpulan dari penelitian ini (1) Ditinjau dari segi struktural, cerbung KT menunjukkan kesatuan yang utuh dan sangat erat kaitannya satu sama lain. Unsur struktural yang menekankan fakta – fakta cerita, yang terdiri dari karakter, alur, latar dilengkapi juga dengan tema, sarana – sarana sastra yang mencakup judul, sudut pandang, tone, gaya dan simbolisme. (2) Ditinjau dari analisis sosiologi sastra, penelitian ini dimaksudkan untuk lebih mengetahui sosok wanita, khususnya wanita Jawa yang dalam cerbung ini disimbolkan sebagai seorang penari (ledhek). Kerasnya hidup commit membuat wanita senantiasa harus selalu kuat, to user mandiri, tangguh dan bangkit dari keterpurukan. Lebih lanjut penulis mencoba
xiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
mengungkap semangat, pantang menyerah serta kesabaran dari seorang wanita Jawa di tengah cercaan dan penilaian negatif yang timbul dari masyarakat disekitarnya (3) Cerbung KT merupakan gambaran kehidupan sosial masyarakat Jawa. Meskipun pada masa sekarang sudah sulit ditemukan dalam kehidupan masyarakat. Gambaran yang terdapat pada cerbung ini yakni problem – problem sosial seperti adanya kepercayaan jilu yang dianggap sebagai pantangan dalam pernikahan serta adanya kelas sosial diharapkan dapat berfungsi dan dijadikan sebagai suatu pembelajaran dan pembanding yang berguna bagi masyarakat pembaca.
commit to user
xv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
SARI PATHI
Ratri Noviarni. C0106042. 2012. Problematika Penari Tradisional Jawa yang Tercermin dalam Cerita Bersambung Kembang Tayub Karya Wasi Jaladara (Sebuah Tinjauan Sosiologi Sastra). Skripsi: Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta. Pêrkawis ingkang dipunrêmbag inggih mênika: (1) Kadospundi rantaman struktur cêrbung KT anggitanipun Wasi Jaladara ? (2) Kadospundi gambaran sosok wanita Jawi ngadhêpi pêrkawis panggêsangan wontên cêrbung KT anggitanipun Wasi Jaladara? (3) Kadospundi gambaran panggêsangan sosial masyarakat Jawi wontên cêrbung KT anggitanipun Wasi Jaladara? Ancasing panalitèn mênika: (1) Ngandharakên rantaman struktur cêrbung KT anggitanipun Wasi Jaladara? (2) Ngandharakên gambaran sosok wanita Jawi ngadhêpi pêrkawis pagêsangan wontên cêrbung KT anggitanipun Wasi Jaladara ? (3) Ngandharakên gambaran pagêsangan sosial masyarakat Jawi wontên cêrbung KT anggitanipun Wasi Jaladara? Wujudipun panalitèn mênika panalitèn sastra. Sumber data ingkang kaginakakên kapilah dados kalih, inggih mênika primer kalihan sekunder. Sumber data primer, inggih mênika teks cêrbung basa Jawi KT anggitanipun Daniel Tito ingkang kapacak wontên Majalah Genta angka 73 April 2007 dumugi angka 88 Desember 2007, cacahipun 15 sèri. Sumber data sekunder, inggih mênika informan inggih mênika Daniel Tito minangka panganggit cêrbung KT. Data ingkang kaginakakên ugi kapilah dados kalih, data primer inggih mênika struktur teks cêrbung KT ingkang kabangun saking unsur – unsur instrinsik karya sastra kadosta fakta – fakta cêrita; alur, karaktêr, tema, sarana – sarana sastra; irah irahan, ironi, sudut pandang, gaya lan tone, simbolisme sarta gambaran sosok wanita Jawi kaliyan pagêsangan sosial masyarakat Jawi ingkang kawontênan ing cêrbung KT. Data sekunder, inggih mênika asil wawancara kalihan panganggit inggih Daniel Tito, dokumentasi ingkang awujud foto sarta buku – buku referensi ingkang jumbuh kalawan panalitèn. Pendekatan ingkang kaginakakên inggih punika struktural kalihan sosiologi sastra. Têknik pangêmpalan data kanthi têknik analisis isi kalihan wawancara. Asiling panalitèn punika: (1) Cêrbung KT nggadhahi unsur – unsur struktural ambangun cêrbung ingkang kasusun saking fakta – fakta cêrta; alur, karaktêr, latar, tema sarta sarana- sarana sastra kados irah - irahan, sudut pandang, ironi, gaya kalihan tone, simbolisme sami runtut satunggal kalihan satunggalipun satêmah ndhapuk carita kanthi wutuh. (2) Saking sêgi sosiologi sastra panalitên mênika kangge mangêrtosi sosok wanita, utaminipun wanita Jawi ingkang wontên cêrbung mênika kasimbolakên dados penari tayub (ledhek). Awrating panggêsangan andamêl wanita kêdah kiyat kalihan siap. Kajawi mênika panaliti nyobi ngungkapakên sêmangat, botên gampil nyêrah sarta kasabaranipun para wanita Jawi ingkang sami nyemamah, ngina, lan paring pambiji awon saking masyarakat sakupêngipun (3) Cêrbung KT nggambarakên panggêsangan sosial masyarakat Jawi. Sanadyan ing jaman sakmênika arang kapranggul ing commit to user masyarakat. Gambaran ing cêrbung KT inggih mênika wontênipun
xvi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pêrkawis – pêrkawis sosial kados kawontênanipun kapêrcayan jilu ingkang kaanggêp pantangan ing palakrama sarta kawontênanipun kelas sosial. Mugi - mugi skripsi mênika sagêd migunani tumrap masyarakat lan sagêd dipundadosakên kangge sumbêr pasinaon kalihan pambanding, utaminipun tumrap para pamaos.
commit to user
xvii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT Ratri Noviarni. C0106042. 2012. Problematika Penari Tradisional Jawa yang Tercermin dalam Cerita Bersambung Kembang Tayub by Wasi Jaladara (Sociology of Literature Analysis). Thesis: Jurusan Sastra Daerah Faculty of Letters and Fine Arts Sebelas Maret University of Surakarta. . Problems discussed in this study were (1) What are the links and the structure of the building cerbung entitled Kembang Tayub by Wasi Jaladara on the theory of structuralism Robert Stanton? (2) How do depictions of women in dealing with problems of Java in the life work of cerbung entitled Kembang Tayub by Wasi Jaladara? (3) How does the Java community an overview of social life in the work of cerbung entitled Kembang Tayub by Wasi Jaladara? The purpose of this study were (1) Describe the relationship and structure of the building cerbung entitled Kembang Tayub by Wasi Jaladara on the theory of structuralism Robert Stanton. (2) Describing the depictions of women in dealing with problems of Java in the life work of cerbung entitled Kembang Tayub by Wasi Jaladara. (3) Describe the picture of the social life of the Java community in the work of cerbung entitled Kembang Tayub by Wasi Jaladara. Form of research is the study of literature. Source of data used in this study were divided into two primary data sources and secondary data sources. Primary data source, is text language Java cerbung entitled Kembang Tayub by Wasi Jaladara. Cerbung is published in the Genta magazine no 73 April 2007 until December 2007 No. 88 of 15 episodes. Secondary data sources are informants in this case as the author of Daniel Tito cerbung KT. The data used in this study include the primary data is the data subject, in this study a text cerbung built by element - element in literature as intrinsic elements of fact - the fact the story: plot, character, setting, theme, means - means of literature ; title, irony, point of view, style and tone, symbolism and depictions of women of Java and the Java community's social life cerbung KT. While the secondary data which is composed of supporting data from interviews with the author that Mr. Daniel Tito, the documentation in the form of images, and books - reference books that support the research. The approach used in this study is the structural and sociological literature. Data collection techniques using the technique of content analysis and interview techniques The conclusion from this study (1) In terms of structural, cerbung KT shows unified whole and is closely related to each other. Structural elements which emphasize the fact - the fact the story, which consists of the characters, plot, setting equipped with the theme, the means - the means of literature that includes the title, the point of view, tone, style and symbolism. (2) Judging from the analysis of the sociology of literature, this study intended to better know the figures of women, especially women in cerbung Java is symbolized as a dancer (ledhek). The harshness of life to make women always have to always be strong and ready. Furthermore, the author tries to reveal the spirit, never give up and the patience of a Javanese woman in the middle of accusations and negative judgments arising from the surrounding communities (3) Cerbung KT is a picture of the social life of the Java community. commit Although to user at the present is hard to find in people's lives. Picture contained on this cerbung the problems - social problems
xviii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
such as lack of trust is considered a taboo jilu in marriage and the existence of social class and be expected to serve as a learning and a useful comparison for the reader.
commit to user
xix
Problematika Penari Tradisional Jawa yang Tercermin dalam Cerita Bersambung Kembang Tayub Karya Wasi Jaladara (Sebuah Tinjauan Sosiologi Sastra). Ratri Noviarni1 Drs. Aloysius Indratmo, M. Hum2 Siti Muslifah, S. S, M. Hum3
ABSTRAK 2012. Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimanakah keterkaitan antarunsur dan struktur yang membangun cerbung Kembang Tayub karya Wasi Jaladara berdasarkan teori strukturalisme Robert Stanton ? (2) Bagaimanakah penggambaran sosok wanita Jawa dalam menghadapi problem hidup dalam cerbung Kembang Tayub karya Wasi Jaladara ? (3) Bagaimanakah gambaran kehidupan sosial masyarakat Jawa dalam cerbung Kembang Tayub karya Wasi Jaladara ? Tujuan penelitian ini adalah (1) Mendeskripsikan keterkaitan antarunsur dan struktur yang membangun cerbung Kembang Tayub karya Wasi Jaladara berdasarkan teori strukturalisme Robert Stanton. (2) Mendeskripsikan penggambaran sosok wanita Jawa dalam menghadapi problem hidup dalam cerbung Kembang Tayub karya Wasi Jaladara. (3) Mendeskripsikan gambaran kehidupan sosial masyarakat Jawa dalam cerbung Kembang Tayub karya Wasi Jaladara. Bentuk penelitian ini adalah penelitian sastra. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer, yaitu teks cerbung berbahasa Jawa karya Wasi Jaladara yang berjudul Kembang Tayub. Cerbung ini dimuat dalam majalah Genta no 73 April 2007 sampai dengan no 88 Desember 2007 yang terdiri dari 15 episode. 1
Mahasiswa Jurusan Sastra Daerah Dengan NIM. C0106042 Dosen Pembimbing I 3 Dosen Pembimbing II 2
Sumber data sekunder yaitu informan yang dalam hal ini Daniel Tito selaku pengarang cerbung KT. Data yang digunakan dalam penelitian ini di antaranya data primer yang merupakan data pokok, dalam penelitian ini berupa teks cerbung yang dibangun oleh unsur – unsur instrinsik dalam karya sastra seperti unsur fakta – fakta cerita: alur, karakter, latar, tema, sarana – sarana sastra; judul, ironi, sudut pandang, gaya dan tone, simbolisme serta penggambaran sosok wanita Jawa dan kehidupan sosial masyarakat Jawa dalam cerbung KT. Sedangkan data sekunder yang merupakan data pendukung terdiri dari hasil wawancara dengan pengarang yakni Bapak Daniel Tito, dokumentasi yang berupa foto, serta buku – buku referensi yang menunjang penelitian. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah struktural dan sosiologi sastra. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik analisis isi dan teknik wawancara. Kesimpulan dari penelitian ini (1) Ditinjau dari segi struktural, cerbung KT menunjukkan kesatuan yang utuh dan sangat erat kaitannya satu sama lain. Unsur struktural yang menekankan fakta – fakta cerita, yang terdiri dari karakter, alur, latar dilengkapi juga dengan tema, sarana – sarana sastra yang mencakup judul, sudut pandang, tone, gaya dan simbolisme. (2) Ditinjau dari analisis sosiologi sastra, penelitian ini dimaksudkan untuk lebih mengetahui sosok wanita, khususnya wanita Jawa yang dalam cerbung ini disimbolkan sebagai seorang penari (ledhek). Kerasnya hidup membuat wanita senantiasa harus selalu kuat, mandiri, tangguh dan bangkit dari keterpurukan. Lebih lanjut penulis mencoba mengungkap semangat, pantang menyerah serta kesabaran dari seorang wanita Jawa di tengah cercaan dan penilaian negatif yang timbul dari masyarakat disekitarnya (3) Cerbung KT merupakan gambaran kehidupan sosial masyarakat Jawa. Meskipun pada masa sekarang sudah sulit ditemukan dalam kehidupan masyarakat. Gambaran yang terdapat pada cerbung ini yakni problem – problem sosial seperti adanya kepercayaan jilu yang dianggap sebagai pantangan dalam pernikahan serta adanya kelas sosial diharapkan dapat berfungsi dan dijadikan sebagai suatu pembelajaran dan pembanding yang berguna bagi masyarakat pembaca.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Karya sastra mempunyai tiga komponen yang saling berhubungan atau terkait, yaitu pengarang, pembaca atau masyarakat penikmatnya, dan karya sastra itu sendiri. Pengarang mengungkapkan ide-ide, permasalahan dan amanat atau pesan-pesan moral yang ingin disampaikan kepada pembaca atau masyarakatnya melalui karya sastra tersebut. Permasalahan–permasalahan atau konflik yang ada dalam karya sastra sering mengangkat permasalahan-permasalahan sosial yang terdapat dalam realitas kehidupan masyarakat. Permasalahan tersebut disajikan melalui jalan cerita dan tokoh-tokohnya dengan daya kreativitas dan imajinasi pengarang, meskipun tokoh dalam suatu cerita merupakan rekaan, namun bukan semata-mata rekaan, melainkan lebih sebagai replika dari sebuah kehidupan yang nyata. Di dalam sebuah karya sastra akan tercermin pula ajaran-ajaran moral melalui amanat, gagasan pengarang maupun latar belakang sosial yang mendasari penciptaan karya tersebut. Karya sastra terutama karya sastra Jawa merupakan bagian dari kesusastraan Nusantara. Pada perkembangannya karya sastra Jawa mengalami masa – masa pasang surut dalam dunia kesusastraan bersamaan dengan sastra Indonesia. Semakin banyaknya peminat bidang sastra Jawa sekarang ini menunjukkan bahwa sastra Jawa layak dan bahkan cukup berharga untuk diteliti. commit to user Dalam kesusastraan Jawa baik lisan maupun tulis banyak terkandung nilai – nilai
1
perpustakaan.uns.ac.id
2 digilib.uns.ac.id
yang sangat berharga berupa petuah, nasihat, dan ajaran – ajaran moral bagi kehidupan masyarakat saat ini. Karya sastra Jawa, bukan hanya merupakan curahan perasaan dan hasil imajinasi pengarang saja, namun karya sastra Jawa juga merupakan refleksi kehidupan yaitu pantulan respon pengarang dalam menanggapi problem kehidupan yang diolah secara estetis melalui kreativitas penulisnya. Tujuannya adalah untuk menghibur dengan cara menyajikan keindahan dan memberi makna kehidupan bagi masyarakat luas dan tidak hanya terbatas pada masyarakat Jawa. Cerita bersambung Kembang Tayub karya Wasi Jaladara merupakan bentuk sastra Jawa modern. Dilihat dari judulnya Kembang Tayub dapat diartikan berdasarkan penggalan kata, yakni kata Kembang yang diartikan sebagai bunga, dan Tayub merupakan salah satu kesenian tradisional. Arti tersebut dapat diartikan dan disatukan menjadi Bunga dari Tayub, yakni seseorang yang dianggap sebagai bunga atau orang yang paling bersinar dan dapat dikatakan pula sebagai super star pada kesenian Tayub. Cerita bersambung Kembang Tayub merupakan cerita yang berkaitan dengan seorang wanita. Dalam cerita tersebut memuat tentang perjuangan wanita yang memperjuangkan dirinya dari berbagai permasalahan yang dihadapinya hingga akhirnya mencapai kesuksesan baik dalam hal karir, keluarga, percintaan dan sesuatu yang berada di sekitarnya. Hal tersebut tercermin pada tokoh utama dalam cerbung Kembang Tayub ini, yakni Juminten atau biasa dipanggil dengan Jinten. Ia adalah seorang ledhek tayub yang sangat ternama di wilayahnya. Dengan latar belakang keluarga yang sederhana, tidak menjadikan ia sombong commit to user
3 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dengan kesuksesannya tersebut. Semua itu didapat tidak dengan cuma – cuma melainkan dengan kerja keras. Di tengah – tengah persepsi negatif tentang profesi ledhek tayub, Jinten tetap bertahan pada profesi yang ia jalani. Justru ia malah berusaha mematahkan anggapan negatif yang telah merebak di masyarakat selama ini. Ia ingin membuktikan bahwa tidak semua wanita khususnya ledhek bisa dibeli dengan uang. Semua kekayaan dan kesusksesan yang dimiliki Jinten sekarang ini adalah hasil jerih payahnya sendiri. Walaupun tidak dipungkiri jika banyak orang kaya yang ingin meminang dirinya, namun ada juga yang ingin memanfaatkan ia hanya untuk kesenangan semata. Cobaan yang diterima oleh Jinten tidak hanya sampai di situ saja, namun ternyata dengan profesi ledhek ini, dalam hal percintaan ia juga mengalami suatu kesulitan. Hal itu disebabkan kembali oleh persepsi negatif dari profesi ledhek. Ketika ia sudah menemukan pasangan hidup, ternyata ia kembali dipisahkan oleh maut dalam sebuah kecelakaan. Tidak hanya merenggut nyawa calon suaminya tetapi
juga
menyebabkan
Jinten
menjadi
cacat
permanen.
Dalam
ketidaksempurnaan fisiknya dan juga ditambah dengan masalah lain, Jinten sempat merasa putus asa. Semangatnya untuk menjadi wanita kuat, mandiri dan tangguh, menjadikan Jinten sanggup untuk bangkit kembali dan pada akhirnya ia mendapatkan semua yang ia inginkan. Cintanya, karirnya, keluarga yang bahagia dan hidup yang berkecukupan. Pada intinya hati setiap wanita pastilah mempunyai hasrat untuk hidup berdampingan di dalam masyarakat, keluarga dan ingin hidup berdampingan dengan orang yang berbeda jenis dan juga hidup menjalin persaudaraan. commit to user
4 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Wanita mempunyai jiwa yang ulet, trampil dan lebih cekatan daripada laki – laki. Kondisi kehidupan wanita saat ini lebih mempunyai hasrat untuk maju, wanita lebih ingin dianggap sama posisinya dengan para laki – laki. Citra wanita bisa dikatakan lebih indah bila dibandingkan dengan laki – laki. Para sastrawan mencitrakan wanita sebagai sosok yang penuh kelembutan, kesetiaan, susila, rendah hati, pemaaf dan penuh pengabdian. Dalam Wiracarita dan Kakawin tampak jelas bahwa pencitraan wanita cenderung merujuk sebagai sosok yang cantik dan pandai yang menjadi pujaan (Suwardi Endraswara, 2003 : 144) Uraian cerita di atas sedikit banyak menggambarkan permasalahan yang terdapat dalam cerbung Kembang Tayub karya Wasi Jaladara. Pada intinya cerbung ini ingin mengungkapkan sosok wanita dalam menghadapi permasalahan yang dihadapinya. Ledhek1 merupakan salah satu contoh atau simbol sosok wanita yang mungkin selama ini dianggap rendah dalam masyarakat. Kehidupannya di dalam masyarakat pun sosok wanita yang berprofesi sebagai Ledhek seperti dikucilkan. Mereka dianggap mempunyai status sosial yang rendah. Seiring perkembangan zaman persepsi negatif yang melekat pada sosok wanita yang berprofesi sebagai ledhek sedikit demi sedikit mulai terkikis. Bahkan sosok wanita yang berprofesi sebagai ledhek kini mulai disejajarkan dengan sosok wanita pada umumnya. Hal itu tentunya juga tidak lepas dari sifat tangguh, tidak mudah putus asa dan mandiri yang dimiliki oleh seorang wanita. Alasan yang menjadi dasar dipilihnya cerita bersambung Kembang Tayub karya Wasi Jaladara untuk dikaji adalah, (1) Dari segi isi cerbung Kembang Tayub commit to user 1
Tlèdèk : wong wadon sing gawene ndjoged oet. sindèn (Poerwodarminto, 1939:609)
perpustakaan.uns.ac.id
5 digilib.uns.ac.id
ini menampilkan sosok wanita yang sesuai dengan semangat zaman. Wanita yang diprofilkan dalam cerbung ini adalah sosok wanita yang tidak mudah putus asa, memiliki sikap yang mandiri dan mau berjuang melawan problematika yang terjadi dalam masyarakat. Hal ini sangat baik untuk dijadikan contoh bagi para wanita, agar dalam kehidupan bermasyarakat wanita tidak dikatakan lemah ataupun rendah lagi. Permasalahan yang ada dalam cerbung ini sangat kompleks dan mengandung nilai ajaran yang tinggi serta dapat menjadi tuntunan bagi pembaca dan masyarakat luas. Konflik dalam cebung ini bisa saja terjadi dalam masyarakat sekarang. Dalam cerbung ini banyak sekali pelajaran-pelajaran moral yang terkandung sehingga membuat cerita semakin menarik. Maka dari itu cerbung ini nantinya akan diteliti secara sosiologi sastra. (2) Dari segi pengarang Daniel Tito merupakan pengarang yang masih produktif. Sampai sekarang beliau masih aktif menulis. Banyak karyanya yang berupa cerpen, novelet, artikel, resensi, puisi yang dimuat dalam koran dan majalah. Sedangkan tulisan berbahasa Jawa beliau juga sering dimuat dalam majalah berbahasa Jawa Jaya Baya, Panjebar Semangat, dan Mekar Sari. Hasil karyanya yang sudah pernah dikaji adalah Novel Lintang Panjerina dengan judul “Aspek Penokohan dalam Novel Lintang Panjerina Karya Daniel Tito (Tinjauan Psikologi Sastra)” yang diteliti oleh Marwan W.A (C0100034), sedangkan yang baru saja diterbitkan adalah Panggung Sandiwara (antologi cerkak), Tangga Kamar (antologi cerkak) dan cerbung Kembang Tayub. Penelitian ini mengambil judul “Problematika Penari Tradisional Jawa yang Tercermin dalam Cerita Bersambung Kembang Tayub Karya Wasi Jaladara” commit to user
6 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(Sebuah Tinjauan Sosiologi Sastra). Penelitian ini dimulai dengan sebuah kajian struktural yang kemudian dilanjutkan dengan kajian sosiologi sastra yang menganalisis tentang cerminan sosok wanita Jawa dalam menghadapi problematika sosial yang banyak terjadi dalam masyarakat.
B. Perumusan Masalah Perumusan masalah diperlukan agar sebuah penelitian tidak meluas dari apa yang seharusnya dibahas dan lebih terfokus. Permasalahan itu nantinya akan diteliti untuk mencari pemecahan masalah. Perumusan masalah tersebut adalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah keterkaitan antarunsur dan struktur yang membangun cerbung Kembang Tayub karya Wasi Jaladara berdasarkan teori strukturalisme Robert Stanton ? 2. Bagaimanakah penggambaran sosok wanita Jawa dalam menghadapi problem hidup dalam cerbung Kembang Tayub karya Wasi Jaladara ? 3. Bagaimanakah gambaran kehidupan sosial masyarakat Jawa dalam cerbung Kembang Tayub karya Wasi Jaladara?
C. Tujuan Penelitian 1. Mendeskripsikan keterkaitan antarunsur dan struktur yang membangun cerbung Kembang Tayub karya Wasi Jaladara berdasarkan teori strukturalisme Robert Stanton.. 2. Mendeskripsikan penggambaran sosok wanita Jawa dalam menghadapi commit to user Tayub karya Wasi Jaladara. problem hidup dalam cerbung Kembang
7 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3. Mendeskripsikan gambaran kehidupan sosial masyarakat Jawa dalam cerbung Kembang Tayub karya Wasi Jaladara.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian terhadap cerbung Kembang Tayub karya Wasi Jaladara ini diharapkan secara teoritis dapat menambah wawasan mengenai isi, pengetahuan tentang sastra Jawa, terutama dalam struktur dan perspektif sosiologi sastra.
2. Manfaat Praktis 1. Penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah penelitian sastra 2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan untuk penelitian selanjutnya. 3. Hasil penelitian diharapkan ini dapat dimanfaatkan oleh pengarang muda sebagai pengayaan tentang penulisan karya sastra. 4. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh guru bahasa dan sastra Jawa dalam hal menambah materi pelajaran.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II LANDASAN TEORI
a. Pendekatan Struktural Pendekatan struktural dapat juga dinamakan sebagai pendekatan objektif. Analisis struktural karya sastra, yang dalam hal ini fiksi, dapat dilakukan dengan mengidentifikasi, mengkaji dan mendeskripsikan fungsi dan hubungan atas unsur instrinsik fiksi yang bersangkutan. Analisis struktural pada dasarnya bertujuan untuk memaparkan secermat mungkin fungsi dan keterkaitan antarberbagai unsur karya sastra yang secara bersama menghasilkan sebuah kemenyeluruhan (wholeness). Analisis strukturalnya tak cukup dilakukan hanya sekedar mendata unsur tertentu sebuah karya fiksi, yang lebih penting adalah menunjukkan bagaimana hubungan antar unsur itu, dan sumbangan apa yang diberikan terhadap tujuan estetik dan makna keseluruhan yang ingin dicapai (Burhan Nurgiyantoro, 2007: 37) Secara definitif strukturalisme berarti paham mengenai unsur – unsur, yaitu struktur itu sendiri dengan mekanisme antarhubungannya, di satu pihak antarhubungan unsur yang satu dengan unsur (unsur) yang lain. Strukturalisme juga memberikan pemahaman terhadap analisis unsur – unsur karya sastra. Setiap karya sastra baik karya sastra dengan jenis yang sama maupun berbeda memiliki unsur – unsur yang berbeda. Dalam hubungan inilah karya sastra dikatakan sebagai memiliki ciri – ciri yang khas, otonom, tidak bisa digeneralisasikan. commit to user Setiap penilaian akan memberikan hasil yang berbeda. Meskipun demikian perlu
8
perpustakaan.uns.ac.id
9 digilib.uns.ac.id
dikemukakan unsur – unsur pokok yang terkandung dalam ketiga jenis karya sastra, yaitu : prosa, puisi dan drama. Unsur - unsur prosa di antaranya : tema, peristiwa atau kejadian, latar atau setting, penokohan atau perwatakan, alur atau plot, sudut pandang dan gaya bahasa (Nyoman Kutha Ratna, 2009: 91 – 93) Sementara itu menurut Robert Stanton (2007: 23) ada tiga tataran yang harus dilihat dalam menganalisis struktur sebuah karya sastra (fiksi). Tiga tataran itu ialah pertama, tataran fakta – fakta cerita (the fact of story), yang dimaksud dengan fakta – fakta cerita yaitu meliputi unsur plot, penokohan dan latar. Unsur – unsur yang terjalin sangat erat dan membentuk struktur faktual (the factual structure). Tataran kedua, yaitu tataran makna sentral (central meaning) atau yang lebih dikenal dengan istilah tema. Tampilnya makna sentral atau tema didukung oleh tataran yang pertama, yakni struktur faktual cerita yang di dalamnya terdapat plot, penokohan dan latar. Interpretasi terhadap tema sebuah karya sastra harus didasarkan atas fakta – fakta yang ada dalam cerita itu sendiri. Tataran ketiga, yaitu tataran sarana kesastraan (literary devices), yang dimaksud dengan sarana kesastraan ialah cara – cara yang digunakan oleh pengarang untuk menyeleksi dan menyusun detil – detil sebuah cerita sehingga membentuk pola – pola yang bermakna. Adapun tujuannya agar memungkinkan bagi para pembaca untuk dapat melihat fakta – fakta (cerita) melalui pandangan pengarangnya,untuk melihat apakah makna fakta – fakta (cerita) itu, dan untuk sarana melihat pengalaman yang diimajinasikan oleh pengarang itu. Adapun sarana kesastraan yang penting, antara lain ialah judul, point of view, style dan tone atau gaya ekspresi pengarang, dan ironi commit to user
10 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Perlu dijelaskan lebih lanjut di sini mengenai pengertian style, tone dan ironi tersebut. Menurut Robert Stanton (2007: 61 – 63), yang dimaksud dengan gaya dan tone ialah hal – hal yang berhubungan dengan penggunaan bahasa oleh pengarang. Jadi semacam gaya ekspresi pengarang. Barangkali ada dua macam pengarang yang sama – sama menggunakan plot, karakter dan setting, akan tetapi akan menghasilkan dua cerita yang berbeda, sebab bahasa kedua pengarang itu berbeda dalam kompleksitasnya, ritmenya, panjang kalimatnya, kehalusan dan ketajamannya, kekonkritannya, dan berbeda pula dalam imaji – imaji dan metafor – metafornya. Kesenuanya berbaur manjadi satu yang utuh dan menentukan kualitas suatu cerita serta membentuk gaya atau style. Sedangkan tone adalah sesuatu yang dekat hubungannya dengan gaya tadi, yaitu sikap emosional pengarang seperi yang tampak di dalam cerita ; misalnya bersikap menghibur, romantik, ironik, misterius, bijaksana, pemimpi, atau bersemangat. Kemudian mengenai ironi, yaitu sesuatu yang berlawanan dengan apa yang telah diduga sebelumnya. Ada dua jenis ironi yang biasa ditemukan dalam fiksi, yaitu dramatik ironi dan ironic tone atau sikap emosional yang ironis. Dramatik ironi merupakan ironi dari plot atau situasi yang dasarnya tergantung pada beberapa kontras diametrik di antara apa yang diharapkan dengan apa yang sebenarnya terjadi. Ironic tone yaitu ironi verbal, muncul ketika seseorang menghubungkan maknanya dengan ekspresi berlawanan itu. Jadi ironic tone berhubungan dengan pernyataan atau ungkapan seorang tokoh cerita yang merespon kejadian yang berlawanan (dramatik ironi). Demikianlah tambahan penjelasan mengenai commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
11 digilib.uns.ac.id
beberapa aspek dari tataran ketiga (literary devices) tersebut merupakan tataran yang menentukan estetika dan keunikan sebuah karya sastra. 1. Fakta – Fakta Cerita a. Alur Secara umum, alur merupakan rangkaian peristiwa – peristiwa dalam sebuah cerita. Istilah alur biasanya terbatas pada peristiwa – peristiwa yang terhubung secara kausal saja. Peristiwa kausal merupakan peristiwa yang menyebabkan atau menjadi dampak dari berbagai peristiwa lain dan tidak dapat dabaikan karena aka berpengaruh pada keseluruhan karya. Peristiwa kausal tidak terbatas pada hal – hal yang fisik saja seperti ujaran atau tindakan, tetapi juga mencakup perubahan sikap, karakter, kilasan – kilasan pandangannya, keputusan – keputusannya dan segala yang menjadi variabel pengubah dalam dirinya. Alur merupakan tulang punggung cerita. Sebuah cerita tidak akan pernah seutuhnya dimengerti tanpa adanya pemahaman terhadap peristiwa – peristiwa yang mempertautkan alur, hubungan kausalitas, dan keberpengaruhannya. Sama halnya dengan elemen – elemen lain, alur memiliki hukum – hukum sendiri ; alur hendaknya memiliki bagian awal, tengah dan akhir yang nyata, meyakinkan dan logis, dapat menciptakan bermacam kejutan dan memunculkan sekaligus mengakhiri ketegangan. Alur mengalr karena mampu merangsang berbagai pertanyaan di dalam benak pembaca (terkait keingintahuan, harapan, maupun rasa takut). Jadi pandangan kita terhadap sebuah cerita sedikit banyak bergantung pada commit to user atau keliru menafsirkan berbagai diri kita sendiri, apakah kita sudah melewatkan
perpustakaan.uns.ac.id
12 digilib.uns.ac.id
pertanyaan yang disodorkan oleh cerita ataukah perhatian kita yang salah tempat. Sebagian dari kita lupa bahwa kekacauan dan ketidaksinkronan sebuah cerita (kita beranggapan bahwa tidak ada sesuatu terjadi di dalam cerita tersebut) berpangkal pada kekeliruan kita sendiri ketika membaca. Pertanyaan – pertanyaan yang paling efektif adalah pertanyaan – pertanyaan yang tampaknya tidak akan pernah sepenuhnya terjawab. Dua elemen dasar yang membangun alur adalah konflik dan klimaks. Setiap karya fiksi setidak – tidaknya memiliki konflik internal (yang tampak jelas) yang hadir melalui hasrat dua orang karakter atau mengandung lebih dari satu konflik kekuatan, tetapi hanya konflik utamalah yang dapat merangkum seluruh peristiwa yang terjadi dalam alur. Konflik utama selalu terikat teramat intim dengan tema cerita ; dua hal ini bahkan bisa sangat identik. Sedangkan klimaks adalah saat ketika konflik terasa sangat intens. Sehingga ending tidak dapat dihindari lagi (Robert Stanton, 2007: 26 – 33) Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa alur adalah rentetan peristiwa yang terjadi dalam sebuah cerita, yang berkaitan dan dialami oleh para tokoh.
b. Karakter Sebagian besar tokoh – tokoh karya fiksi adalah tokoh rekaan. Kendati berupa rekaan atau hanya imajinasi pengarang, masalah penokohan merupakan satu bagian penting dalam membangun sebuah cerita. Tokoh – tokoh tersebut tidak saja berfungsi untuk memainkan cerita, tetapi juga berperan untuk commit to user menyampaikan ide, motif, plot dan tema. Semakin berkembangnya ilmu jiwa,
13 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
terutama psiko-analisa, merupakan pula salah satu alas an pentingnya peranan tokoh cerita sebagai bagian yang ditonjolkan oleh pengarang Menurut Robert Stanton (2007: 33 - 34) terma ’karakter’ biasanya dipakai dalam dua konteks. Konteks pertama, karakter merujuk pada individu – individu yang muncul dalam dalam cerita. Konteks kedua, karakter merujuk pada percampuran dari dari berbagai kepentingan, keinginan, emosi dan prinsip moral dari individu – individu tersebut seperti yang tampak implisit. Dalam sebagian besar cerita dapat ditemukan satu karakter utama yaitu karakter yang terkait dengan
semua
peristiwa
yang
berlangsung
dalam
cerita.
Biasanya,
peristiwa – peristiwa ini menimbulkan perubahan pada diri sang karakter atau pada sikap kita terhadap karakter tersebut. Setiap pengarang ingin agar kita memahami setiap karakter dan motivasi dalam karyanya dengan benar. Selain itu bukti bahkan dapat dilakukan dari penafsiran terhadap nama – nama karakter. Bukti lain yang tidak kalah penting adalah deskripsi eksplisit dan komentar pengarang tentang karakter yang bersangkutan
c. Latar Latar adalah lingkungan yang melingkupi sebuah peristiwa dalam cerita, semesta yang berinteraksi dengan peristiwa – peristiwa yang berlangsung. Latar dapat berwujud dekor, latar juga dapat berwujud waktu – waktu tertentu (hari, bulan, dan tahun)., cuaca atau satu periode sejarah. Meski tidak langsung merangkum sang karakter utama, latar dapat merangkum orang – orang yang commit to user cerita dapat dilihat bahwa latar menjadi dekor dalam cerita. Dalam berbagai
perpustakaan.uns.ac.id
14 digilib.uns.ac.id
memiliki daya untuk memunculkan tone dan mood emosional yang melingkupi sang karakter. Tone emosional ini disebut dengan istlah ’atmosfer’. Atmosfer bisa jadi merupakan cermin yang merefleksikan suasana jiwa sang karakter atau sebagai salah satu bagian dunia yang berada diluar diri sang karakter. Agar perilaku sang karakter atau orang – orang di luar dirinya dapat sepenuhnya dimengerti, diperlukan pengamatan mendalam terhadap dua kemungkinan diatas. (Robert Stanton, 2007 : 35 – 36) Dari penjelasan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa setting merupakan keseluruhan lingkungan di mana peristiwa dalam satu cerita fiksi terjadi, baik lingkungan tempat, waktu, maupun sosial.
d. Tema Tema merupakan aspek cerita yang sejajar dengan ’makna’ dalam pengalaman manusia. Tema merupakan pernyataan generalisasi. Sama seperti makna pengalaman manusia, tema menyorot dan mengacu pada aspek – aspek kehidupan sehingga nantinya akan ada nilai – nilai tertentu yang melingkupi cerita. Tema membuat cerita lebih terfokus, menyatu, mengenai dan berdampak bagian awal dan akhir cerita akan menjadi pas, sesuai dan memuaskan berkat keberadaan tema. Tema merupakan elemen yang relevan dengan setiap peristiwa dan detail sebuah cerita. Tema (dalam cerita) memiliki kesamaan dengan apa yang di atas disebut sebagai ’filosofi’, sedangkan struktur faktual mirip dengan kenyataan yang dialami oleh si manusia. Tema meberi koherensi dan makna pada fakta – fakta cerita. Cara paling efektif untuk mengenali tema sebuah karya commit to user adalah dengan mengamati secara teliti setiap konflik yang ada di dalamnya. Setiap
perpustakaan.uns.ac.id
15 digilib.uns.ac.id
aspek cerita turut mendukung kehadiran tema. Oleh karena itu, pengamatan harus dilakukan pada semua hal seperti peristiwa – peristiwa, karakter – karakter atau bahkan objek – objek yang sekilas tampak tidak relevan dengan alur utama. Jika relevansi hal – hal tersebut dengan alur dapat dikenali, keseluruhan cerita akan terbentang gamblang (Robert Stanton, 2007: 36 - 43). Suatu cerita yang baik dan berbobot terbentuk karena ada tema / topik yang dibicarakan. Dalam menulis cerita, pengarang tidak hanya sekedar bercerita tetapi juga ingin mengatakan sesuatu kepada pembaca. Sesuatu tersebut dapat mengenai masalah kehidupan atau komentar tentang hidup, seperti percintaan, kesedihan, ketakutan, spiritual dan sebagainya. 2. Sarana – Sarana Sastra a. Judul Kita mengira bahwa judul selalu relevan terhadap karya yang diampunya sehingga keduanya membentuk satu kesatuan. Pendapat ini dapat diterima ketika judul mengacu pada sang karakter utama atau satu latar tertentu. Akan tetapi, penting bagi kita untuk selalu waspada bila judul tersebut mengacu pada satu detail yang tidak menonjol. Judul semacam ini acap (terutama sekali dalam cerpen) menjadi petunjuk makna cerita bersangkutan (Robert Stanton, 2007: 51).
b. Sudut Pandang Pemikiran dan emosi para karakter hanya dapat diketahui melalui berbagai tindakan yang mereka lakukan. Pendeknya, kita memiliki posisi yang berbeda, memiliki hubungan yang berbeda dengan tiap peristiwa dalam tiap cerita: di commit to user
16 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dalam atau di luar satu karakter, menyatu atau terpisah secara emosional. Posisi ini, pusat kesadaran tempat kita dapat memahami setiap peristiwa dalam cerita, dinamakan sudut pandang. Tempat dan sifat sudut pandang tidak muncul semerta – merta. Dari sisi tujuan, sudut pandang terbagi menjadi empat tipe utama; (1) Pada orang pertama–utama, sang karakter utama bercerita dengan kata – katanya sendiri (2) Pada orang pertama-sampingan, cerita dituturkan oleh satu kerakter bukan utama (sampingan) (3) Pada orang ketiga-terbatas, pengarang mengacu pada semua karakter dan memposisikannya sebagai orang ketiga tetapi hanya menggambarkan apa yang dilihat, di dengar dan dipikirkan oleh satu orang karakter saja (4) Pada orang ketiga-tidak terbatas, pengarang mengacu pada setiap karakter dan memposisikannya sebagai orang ketiga. Pengarang juga dapat membuat beberapa karakter melihat, mendengar atau berpikir atau saat ketika tidak ada satu karakter pun hadir. Terkadang sudut pandang digambarkan melalui dua cara yaitu subjektif dan objektif. Dikatakan subjektif ketika pengarang langsung menilai atau menafsirkan karakter. Bila karya dimaksudkan untuk menjadi sangat objektif, pengarang bahkan akan menghindari usaha menampakkan gagasan – gagasan dan emosi – emosi. Dengan demikian, pembaca harus memutuskan segalanya dari fakta – fakta tanpa bantuan siapapun. Objektivitas lebih merupakan upaya untuk menampilkan, mengetengahkan, dan menunjukkan sebuah situasi sedangkan subjetivitas tidak lebih sekedar memberi tahu (Robert Stanton, 2007: 53 – 56). commit to user
17 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c. Ironi Secara umum, ironi dimaksudkan sebagai cara untuk menunjukkan bahwa sesuatu berlawanan dengan apa yang telah diduga sebelumnya. Ironi dapat ditemukan dalam hampir semua cerita. Dalam dunia fiksi, ada dua jenis ironi yang dikenal luas yaitu ironi dramatis dan tone ironis. Ironi dramatis atau ironi alur dan situasi biasanya muncul melalui kontras diametris antara penampilan dan realitas, antara maksud dan tujuan seorang karakter dengan hasilnya, atau antara harapan dengan apa yang sebenarnya terjadi. Tone ironis atau ironi verbal digunakan untuk menyebut cara berekpresi yang mengungkapkan makna dengan cara berkebalikan. Satu
–
satunya
cara
untuk
mengetahui
keberadaan
ironi
dan
menafsirkannya adalah dengan membaca cerita berulang kali dengan teliti dan hati – hati (Robert Stanton, 2007: 71 – 73).
d. Gaya dan Tone Gaya adalah cara pengarang dalam menggunakan bahasa. Untuk meningkatkan pengetahuan tentang gaya, kita harus membaca banyak cerita dari berbagai pengarang. Disamping itu kita hendaknya membaca berbagai cerita dari seorang pengarang. Satu elemen yang amat terkait dengan gaya adalah tone. Tone adalah sikap emosional pengarang yang ditampilkan dalam cerita. Tone bisa menampak dalam berbagai wujud, baik yang ringan, romantis, ironis, misterius, senyap, bagai mimpi, atau penuh perasaan. Ketika seorang pengarang mampu berbagi perasaan commit to user
18 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dengan sang karakter dan ketika perasaan itu tercermin pada lingkungan, tone menjadi identik dengan atmosfer (Robert Stanton, 2007: 61 – 63).
e. Simbolisme Gagasan dan emosi terkadang tampak nyata bagaikan fakta fisis padahal sejatinya kedua hal tersebut tidak dapat dilihat dan sulit dilukiskan. Salah satu cara untuk menampilkan kedua hal tersebut agar tampak nyata adalah melalui simbol. Simbol berwujud detail – detail konkret dan faktual dan memiliki kemampuan untuk memunculkan gagasan dan emosi dalm pikiran pembaca. Dengan ini, pengarang membuat maknanya jadi tampak. Simbol dapat berwujud apa saja, dari sebutir telur hingga latar cerita seperti satu objek, beberapa objek bertipe sama, substansi fisis, bentuk, gerakan, warna, suara, atau keharuman. Dalam
fiksi,
simbolisme
dapat
memunculkan
tiga
efek
yang
masing – masing bergantung pada bagaimana simbol bersangkutan digunakan; (1) Sebuah simbol yang muncul pada satu kejadian penting dalam cerita menunjukkan makna peristiwa tersebut (2) Satu simbol yang ditampilkan berulang – ulang mengingatkan kita akan beberapa elemen konstan dalam semesta cerita (3) sebuah simbol yang muncul pada konteks yang berbeda – beda akan membantu kita menentukan tema (Robert Stanton, 2007: 64 – 65).
b. Pendekatan Sosiologi Sastra Sosiologi sastra adalah cabang penelitian sastra yang bersifat reflektif. Penelitian ini banyak diminati oleh peneliti yang ingin melihat sastra sebagai commit to user cermin kehidupan masyarakat. Kehidupan akan menjadi pemicu lahirnya karya
19 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sastra. Karya sastra yang berhasil atau sukses yaitu mampu merefleksikan jamannya (Suwardi Endraswara, 2003: 77). Pendekatan sosiologi sastra menganalisis manusia dalam masyarakat, dengan proses pemahaman mulai dari masyarakat ke individu (Nyoman Kutha Ratna, 2005: 59). Selanjutnya dikatakan oleh Yudiono (2003 : 30) bahwa sosiologi sastra merupakan suatu pendekatan yang memperhitungkan nilai penting hubungan antara sastra dan masyarakat. Sastra begitu dekat hubungannya dengan masyarakat, hal ini disebabkan karena : a. Karya sastra dihasilkan oleh pengarang b. Pengarang itu sendiri anggota masyarakat c. Pengarang memanfaatkan kekayaan yang ada dalam masyarakat d. Karya sastra itu dimanfaatkan kembali oleh masyarakat Pengarang dengan masyarakat selalu berhubungan, karena pengarang juga merupakan anggota masyarakat. Sehingga wajar saja bila pengarang sebagai pencipta karya sastra menampilkan bentuk budaya pada jamannya, bahkan dia juga merekam gejolak sosial yang terjadi di dalam masyarakatnya. Menurut Nyoman Kutha Ratna (2005: 283 – 284), masyarakat sebagai masalah sosiologi sastra dapat digolongkan ke dalam tiga macam sebagai berikut : 1. Masyarakat yang merupakan latar belakang produksi karya sastra. 2. Masyarakat yang terkandung dalam karya sastra 3. Masyarakat yang merupakan latar belakang pembaca Dalam pendekatan sosiologi sastra ada tiga komponen pokok menurut pendapat Warren dan Wellek ketiganya dapat diklasifikasikan sebagai berikut : commit to user
20 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1. Sosiologi pengarang, yang memasalahkan status sosial, ideology social dan lain – lain yang menyangkut pengarang sebagai penghasil sastra. 2. Sosiologi karya sastra, yang memasalahkan karya sastra itu sendiri, yang menjadi pokok masalah adalah apa yang tersirat dalam karya sastra dan apa yang menjadi tujuannya. 3. Sosiologi pembaca, yang memasalahkan pembaca dan pengaruh sosial karya sastra (dalam Sapardi Djoko Darmono, 1979: 3) Hubungan antara komponen di atas sangat erat, karena pengarang merupakan bagian dari masyarakat. Sementara itu pengarang itu sendiri adalah anggota masyarakat sehingga tentunya ia memiliki hubungan dengan orang – orang lain di sekitarnya. Oleh karena itu tidak mengherankan apabila terjadi interaksi antara pengarang dan masyarakatnya. Sebagai akibat lebih jauh adanya jalinan yang erat antara pengarang dan masyarakatnya, maka sering terjadi kegelisahan masyarakat menjadi kegelisahan para pengarang. Begitu pula harapan – harapan, penderitaan – penderitaan, aspirasi masyarakat, manjadi bagian pula dari pribadi pengarang. Secara umum, persoalan kehidupan menjadi obsesi para pengarang dan mereka akan memberikan respon evaluatif terhadap persoalan kehidupan itu serta menawarkan alternatif pemecahannya yang kesemuanya itu kan tercermin di dalam karya sastra yang mereka ciptakan. Sehubungan dengan ini, De Bonald menyatakan bahwa ’Literature is ekspression of society’ (Harry Levin dalam Elizabeth dan Tom Burns, 1973 : 56) commit to user
21 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sosiologi sastra menelaah dan menganalisis karya sastra yang dicipta pengarang dengan mengacu pada suatu tindakan masyarakat yang pernah direkamnya baik secara langsung maupun dalam pikirannya. Sosiologi sastra merupakan pendekatan terhadap sastra dengan mempertimbangkan segi – segi kemasyarakatan, mempunyai sikap yang luas, beragam yang menyangkut tentang pengarang, karyanya serta pembaca.
c. Sosok Wanita Jawa Membahas sosok wanita tidak akan lepas dari posisinya kelak sebagai istri atau ibu. Wanita Jawa dikenal memiliki sifat yang sabar, sumarah, dan sumeleh. Wanita Jawa juga dikenal sebagai kanca wingking sekaligus garwa (belahan jiwa). Seorang wanita yang telah menikah akan tetap sabar, mengalah, dan diam dalam menghadapi suaminya. Ia memunculkan totalitas yang tinggi dalam pengabdiannya sebagai seorang istri dan ibu. Sifat feminimnya (sebagai wanita, istri, dan ibu) mampu memberikan pengaruh bagi keluarganya. Akan tetapi, dengan kehalusan sisi femininnya, ia dapat memberikan pengaruh yang tidak menekan namun tetap menimbulkan kepatuhan dari suami dan anaknya. Kekuatan dimunculkannya tidak dengan agresivitas atau secara keras (selain karena hal ini dianggap tidak baik dalam kultur Jawa), namun cukup dengan ketenangan dan kehalusan (sisi feminimnya) (Christina S. Handayani dan Ardhian Novianto, 2010 : http://www.a12ya.asia/review/kuasa-wanita-jawa ). Sifat-sifat nrima, pasrah, sabar, halus, setia, bakti, masih merupakan ciri khas yang ideal mengenai wanita Jawa. Sifat-sifat seperti ini memang sering commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
22 digilib.uns.ac.id
tercermin dalam wanita Jawa pada umumnya. Namun demikian tetaplah merupakan sesuatu yang terbentuk karena lingkungan dan keadaan. Sifat nrima dan pasrah yang sering menjadi sesuatu yang khas dari wanita Jawa ini justru merupakan hal yang membuatnya mampu bertahan bila menghadapai kesulitan dalam hidupnya. Nrima dan pasrah bukan berarti tidak berusaha tetapi justru berusaha mengatasi kesulitan dan secara sadar mampu untuk menerima keadaan dan pasrah pada nasibnya, bila suatu keadaan tidak dapat diubah lagi. ( http://sosbud.kompasiana.com) Secara garis besar, wanita Jawa pada umumnya memiliki sifat dasar penurut, setia, lembut. Hal ini bisa dilihat dari bagaimana sikap mereka dalam menghargai laki-laki. Tidak banyak menuntut dan mematuhi suami. Kalaupun ada bentuk protes yang ingin disampaikan kepada suami, cenderung dengan cara yang lembut dan penuh kasih sayang. Sifat dasar berikutnya adalah hemat dan mau hidup susah. Hal ini bisa dilihat dalam kesederhanaan penampilan kesehariannya. Terutama wanita-wanita yang memang masih bertahan hidup di Jawa. Mereka tidak berlebihan dalam berpenampilan. Cenderung hemat dan mau diajak bersama-sama memulai kehidupan dari nol meskipun dengan susah payah. Dan sifat mendasar yang terakhir adalah tangguh, pekerja keras dan pantang menyerah. Bukan pemandangan aneh, saat berada pada daerah pedesaan, dapat di temui wanita-wanita jawa bekerja di sawah atau bahkan di sektor industri kecil guna menopang ekonomi rumah tangganya. Sebenarnya bukan tanpa alasan, ketika seorang anak perempuan diharapkan mewarisi sifat-sifat seperti tersebut di atas. Karena bagi masyarakat Jawa sendiri, untuk bisa berhasil menjadi wanita yang commit to user
23 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
ideal, yang akan membawanya berhasil dalam menjalankan segala perannya, maka wanita Jawa harus memenuhi watak-watak yang bisa mendukungnya mencapai sebuah keberhasilan (Yuliarso, 2010 : http://yuliarso.multiply.com). Adalah suatu kenyataan bahwa sesungguhnya perempuan lebih tahan menderita dibandingkan dengan laki-laki. Bagaimana tidak, mulai usia belasan tahun seorang anak perempuan sudah harus menjalani rasa sakit bulanan (haid/menstruasi). Masih ditambah lagi harus membantu pekerjaan rumah tangga dan momong adik. Sementara itu, anak laki-laki sebayanya masih dibebaskan bermain ke sana ke mari. Sosialisasi dan enkulturasi semacam inilah yang mengkondisikan wanita tampil sebagai sosok yang tahan menderita, suka bekerja keras (punya etos kerja tinggi), dan bersifat conform terhadap lingkungannya. Bahkan ada satu versi yang membuktikan bahwa pada umumnya usia janda jauh lebih panjang dari seorang duda. Kenyataan lain, wanita Jawa dengan berbagai latar belakang pendidikan atau pada berbagai taraf modernisasi ternyata dapat pasrah tatkala ia menghadapi banyak kesulitan dalam kehidupannya. Hal ini tidak berarti bahwa ia tak berusaha mengatasi kesulitan tersebut. Dengan segala kemampuannya, wanita Jawa mencoba mengatasinya. Namun, ia secara sadar juga mampu menerima keadaannya, dan pasrah terhadap nasibnya jika kondisinya memang tidak dapat diubah lagi. Justru kemampuan dirinya sehingga ia tetap dapat mempertahakan keseimbangan dirinya dan berfungsi sebagaimana diharapkan oleh lingkungannya (Ambar Adrianto, 2010 : http://uun-halimah.blogspot.com). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
24 digilib.uns.ac.id
Jadi pada intinya sifat khas wanita Jawa masa kini menunjukkan adanya kombinasi antara sifat-sifat wanita Jawa tempo dulu dan sifat-sifat lain yang berhubungan dengan pengalaman-pengalaman pendidikan dan tersedianya berbagai kesempatan baginya dalam masyarakat sekarang ini. Artinya, ia tidak hanya setia, bakti/bekti, sabar, tetapi juga cerdas dan kritis, berinisiatif, dan kreatif. Selain memiliki aspirasi bagi dirinya sendiri, ia masih cenderung untuk bersikap conform terhadap harapan-harapan orang lain. Sementara dalam menghadapi situasi konflik yang menyangkut hubungannya dengan orang lain, khususnya dengan siapa ia mempunyai ikatan efeksional, wanita Jawa cenderung untuk bersikap mengalah demi memelihara hubungan yang harmonis dengan orang-orang yang bersangkutan. Sifat dan sikap tersebut merupakan pula kekuatannya karena wanita Jawa dengan demikian mempunyai kesediaan yang besar untuk menyesuaikan dan menerima berbagai kejadian yang kurang menguntungkan dalam kehidupannya. Adapun munculnya sikap pasrah di sini bukan berarti secara pasif menerima nasibnya. Beberapa sifat lain yang telah dikembangkan berkat pendidikan dan pengalamannya, seperti cerdas, berinisiatif, berani bertanggung jawab, jelas memberi kualitas lain pada arti pasrah tersebut. Bagi wanita Jawa masa kini, pasrah berarti memilih dengan sadar untuk menyesuaikan diri dengan keadaan yang harus ia hadapi dengan tetap berusaha untuk memperbaiki keadaan seoptimal mungkin. Oleh sebab pasrah atau menyesuaikan diri di sini adalah pilihan yang telah dipertimbangkannya secara matang maka mungkin justeru di sinilah letak kunci dari keseimbangan diri wanita commit to user
25 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Jawa. Artinya, dalam menghadapi berbagai situasi yang penuh konflik baginya, ia masih dapat berfungsi dan menampilkan diri secara baik, sesuai dengan harapan lingkungannya. Pelan tapi pasti, seiring dengan perjalanan waktu, di tahun-tahun mendatang, gambaran stereotip wanita Jawa tampaknya makin menjadi tidak relevan lagi. Kontribusi pendidikan yang kian terbuka bagi wanita Jawa jelas berdampak pada proses perubahan tersebut. Adapun bagaimana ia akan berubah pasti ditentukan oleh kaum wanita Jawa sendiri maupun oleh perkembangan lingkungan sosial kita. Perubahan yang mulai sekarang sudah dapat diamati berhubungan dengan perilaku wanita Jawa yang ingin mengisi peran ganda (atas pilihan sendiri ataupun terpaksa) fenomenanya makin bertambah banyak.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III METODE PENELITIAN A. Bentuk Penelitian Penelitian ini merupakan bentuk penelitian sastra. Penelitian sastra adalah usaha pencarian pengetahuan dan pemberian makna dengan hati – hati dan kritis secara terus – menerus terhadap masalah sastra. Dalam pengertian ini, penelitian sastra merupakan disiplin ilmu yang mempunyai objek yang jelas, mempunyai pendekatan – pendekatan dan metode yang jelas. Penelitian sastra mengandalkan ketelitian, ketepatan, dan kepercayaan data, serta mengikuti metode kerja ilmiah. Sebagai suatu kegiatan ilmiah, penelitian harus dilakukan dengan dukungan teori dan prinsip keilmuan secara lebih mendalam (Atar Semi, 1993 : 18 – 19). Dengan mempertimbangkan karya sastra merupakan bagian integral kebudayaan, penerapan teori dilakukan melalui dua tahapan, pertama, teori dalam kaitannya dengan sastra sebagai produk sosial tertentu (analisis ekstrinsik), kedua teori dalam kaitannya dengan karya sastra sebagai hakikat imajinasi dan kreativitas (analisis intrinsik) (Nyoman Kutha Ratna, 2009 : 11). Penelitian sastra yang dilakukan ini diharapkan dapat membantu memperoleh informasi yang akurat dalam penelitian terhadap cerbung Kembang Tayub karya Wasi Jaladara.
B. Sumber Data dan Data Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer, yaitu commit to user
26
27 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
teks cerbung berbahasa Jawa karya Wasi Jaladara yang berjudul Kembang Tayub. Cerbung ini dimuat dalam majalah Genta no 73 April 2007 sampai dengan no 88 Desember
2007 yang terdiri dari 15 episode. Sumber data sekunder yaitu
informan yang dalam hal ini Daniel Tito (Wasi Jaladara) selaku pengarang cerbung Kembang Tayub serta keadaan sosial budaya dan perempuan Jawa yang didapat dari banyak buku dan web. Data yang digunakan dalam penelitian ini di antaranya data primer yang merupakan data pokok, dalam penelitian ini berupa teks cerbung yang dibangun oleh unsur – unsur instrinsik dalam karya sastra seperti unsur fakta – fakta cerita: alur, karakter, latar, tema, sarana – sarana sastra; judul, ironi, sudut pandang, gaya dan tone, simbolisme. Sedangkan data sekunder yang merupakan data pendukung terdiri dari hasil wawancara dengan pengarang yakni Bapak Daniel Tito (Wasi Jaladara), serta hasil informasi dan situasi sosial yang terdapat dalam cerbung Kembang Tayub terutama kehidupan perempuan Jawa khususnya ledhek dan stratifikasi sosial dalam kehidupan sosial yang terdapat dalam cerbung ini yang dapat digunakan sebagai pelengkap dan penunjang penelitian.
C. Teknik Pengumpulan Data 1.
Teknik Content Analysis atau Analisis Isi
Teknik analisis isi juga disebut kajian isi. Krippendorff mendefinisikan kajian isi yaitu teknik penelitian yang dimanfaatkan untuk menarik kesimpulan yang replikatif dan sahih dari data atas dasar konteksnya. Sedangkan menurut Holsti menyatakan bahwa kajian isi adalah apapun yang digunakan untuk menarik commit to user
28 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kesimpulan melalui usaha menemukan karakteristik pesan dan dilakukan secara objektif dan sistematis (dalam Lexy J. Moleong, 2007 : 220). Data tersebut adalah cerbung Kembang Tayub karya Wasi Jaladara, teknik ini cara kerjanya yaitu dengan cara menemukan unsur – unsur struktur cerbung Kembang Tayub. Teori yang digunakan dalam penulisan ini adalah teori struktural. Teori struktural berusaha untuk memilah-milah dengnn baik unsur-unsur pembentuk suatu karya sastra yang dalam hal ini karya sastra berbentuk prosa. Teeuw, (1984: 135) menyatakan. Analisis struktural bertujuan untuk membongkar dan memaparkan secara cermat, semendetail dan mendalam mungkin keterkaitan dan keterjalinan semua analisis aspek karya sastra yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh.
2. Teknik Wawancara Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai yang memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut (Lexy J. Moleong, 2007 : 186). Dalam penelitian ini wawancara dilakukan kepada pengarang yakni Bapak Daniel Tito sebagai pengarang cerbung Kembang Tayub. Wawancara dengan pengarang digunakan untuk mengetahui daftar riwayat hidup pengarang, hasil karyanya dan keterangan – keterangan lain yang mendukung penelitian.Wawancara yang digunakan bukanlah wawancara yang terstruktur melainkan wawancara yang longgar, namun tetap terfokus pada permasalahan penelitian
commit to user
29 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
D. Teknik Analisis Data Langkah awal yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan membaca cerbung Kembang Tayub secara berulang – ulang. Hal tersebut dilakukan untuk menemukan dan mengetahui data struktural, sosiologi dalam cerbung Kembang Tayub karya Wasi Jaladara . Teknik analisis data yang pertama dalam penelitian ini yaitu analisis struktural. Analisis struktural merupakan analisis tahap awal yang dijadikan sebagai dasar pijakan yang mengkaji keterkaitan antar unsur karya sastra yang berupa unsur instrinsik seperti fakta – fakta cerita : alur, karakter, latar, tema sarana – sarana cerita : judul, sudut pandang, ironi, gaya dan tone, simbolisme. Analisis struktural dalam penelitian ini dilakukan dengan mengidentifikasi, mengkaji dan mendeskripsikan unsur – unsur struktural dalam karya sastra fiksi berupa fakta – fakta cerita : alur, karakter, latar, tema, sarana – sarana cerita : judul, sudut pandang, ironi, gaya dan tone, simbolisme yang satu sama lainnya saling terkait. Analisis kedua mengkaji aspek sosiologi, khususnya tentang gambaran sosok wanita Jawa menghadapi problematika hidup yang terdapat dalam cerbung KT. Dalam analisis ini pertama kali penulis mencari bentuk – bentuk problematika hidup yang dialami oleh tokoh utama dalam cerbung, dan gambaran kehidupan sosial masyarakat Jawa yang terjadi dalam cerita. Analisis terakhir yaitu mengungkapkan gambaran kehidupan sosial masyarakat Jawa yang tercermin dalam cerbung KT. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV PEMBAHASAN
A. Analisis Struktural Analisis sebuah karya sastra, yang menggunakan pendekatan struktural tidak dapat ditinggalkan begitu saja, karena hal ini merupakan langkah awal yang dapat membantu peneliti dalam memberikan makna atas sebuah karya sastra yang akan dianalisis. Analisis struktural merupakan suatu cara untuk menemukan makna keseluruhan dari suatu yang menjadi bahan kajiannya, yaitu melalui pengupasan dan pemaparan unsur-unsur karya sastra yang membentuk keterkaitan dan keutuhan karya sastra. Cerbung Kembang Tayub karya Wasi Jaladara akan diteliti menggunakan analisis berdasarkan teori struktural Robert Stanton. Analisis meliputi fakta-fakta cerita yang terdiri dari alur, karakter, latar, dan tema; sarana-sarana sastra yang terdiri dari judul, sudut pandang, gaya dan tone, simbolisme, dan ironi. Langkah selanjutnya menjabarkan bagaimanakah hubungan antarunsur tersebut, sehingga tiap-tiap unsur pembangun memiliki makna keseluruhan yang satu dan saling melengkapi. 1. Fakta-fakta cerita Fakta-fakta cerita atau unsur faktual terdiri dari alur/plot, karakter, dan latar. Ketiga unsur itu adalah elemen-elemen yang berfungsi sebagai catatan kejadian imajinatif dari sebuah cerita. Struktur faktual merupakan salah satu aspek commit to user cerita. 29
perpustakaan.uns.ac.id
30 digilib.uns.ac.id
a. Alur/plot Alur menurut Robert Stanton terdiri dan rangkaian peristiwa pokok/kausal, subplot, bagian alur. 1) Peristiwa-peristiwa pokok/kausal a) Analisis ujaran Analisis ini membahas tentang alur yang dibuktikan dengan penuturan para tokoh, ujaran yang mempengaruhi peristiwa. Seperti biasanya, pertunjukan tayub malam itu berlangsung cukup meriah. Semua yang hadir di tempat itu hanya terfokus pada pertunjukan tayub, tidak ada satupun penonton ataupun penari yang tidak menikmatinya. Mereka sangat bergembira. Hal itu seperti terlihat pada kutipan berikut : Swasana sansaya regeng. Sumringah. Bareng karo lumingsiring wengi, kabeh katrem marang gregeting kasukan, meh tanpa kena dikendaleni. Kabeh ! penonton, tamu undhangan, pambeksa, tan ana sing ora klarut. Kabeh mbengok sora. Sesorak, sruwitan, binarung gamelan kang ditabuh sigrak mawa gendhing – gendhing irama rancak (epsd 1:28) Terjemahan: Suasana semakin meriah. Menggembirakan. Bersamaan dengan bergantinya malam, semua terhanyut dalam kegembiraan , hampir tanpa bisa dikendalikan. Semua! Penonton, tamu undangan, penari, tidak ada yang tidak terhanyut. Semua berteriak. Bersorak, bersiul diiringi gamelan yang dimainkan penuh semangat dengan gendhing – gendhing berirama rancak. Penampilan Jinten pada pertunjukkan tayub itu sangatlah dinanti – nanti. Ia adalah seorang ledhek tayub yang terkenal di daerah itu bahkan bisa disebut sebagai the star of the tayub diantara ledhek lainnya. Bayaran yang diterima setiap kali tampil juga cukup tinggi. Pagelaran seni beksa kawiwitan maneh. Ledhek Jinten saka pamundhute (kanthi mbengok) sawetara pambeksa, nyandhak sampur maneh embuh commit to user kang kaping pira.
perpustakaan.uns.ac.id
31 digilib.uns.ac.id
Ya, Jinten. Dheweke kembange. Kembang ing antarane kembang lan kumbang. The star of the “Tayub”. Jinten ora kok ora ngerteni bab iki. Malah dheweke banget ngrasakake kahanane minangka Si Kembang Tayub sing lagi mekar. Uga ngrumangsani pitukune sing ora murah kanggo sakabehing kang ditampa iku (epsd 1:29) Terjemahan: Pertunjukkan dimulai kembali. Ledhek Jinten dari permintaan (dengan teriakan) beserta penari lainnya memegang sampur kembali entah untuk keberapakalinya. Ya, Jinten. Ia adalah bunganya. Bunga diantara bunga dan kumbang. The star of the “Tayub”. Jinten bukannya tidak tahu mengenai masalah ini. Justru ia sangat merasakan keadaan sebagai. Ia juga merasa bayarannya yang tidak murah untuk semua yang diterimanya itu. Seperti biasa, hampir setiap pertunjukkan selesai, Jinten dijemput oleh kekasihnya yang bernama Marjuki. Ia adalah seorang guru desa. Namun dengan posisinya sebagai guru desa itu terkadang membuat dirinya merasa tidak nyaman. Posisine minangka guru desa mesthi palu batin kanggone dheweke. Nanging kekarepan sing makantar – kantar kanggo ketemu Jinten uga ora gampang dikendhaleni (epsd 1:29) Terjemahan: Kedudukannya sebagai seorang guru desa pasti memukul batinnya. Tetapi keinginan yang menggebu – gebu untuk bertemu Jinten juga tidak mudah dikendalikan. Rumah Jinten memang berada di desa. Jauh dari pusat kota dan berada ditengah hutan. Kondisi jalannyapun juga belum begitu baik. Dalan desa wis entek. Kari dalan tengah alas sing dawane ora kurang limang kilometer, sakdurunge tekan dalan aspal. Dalan gedhe jurusan Jakarta – Surabaya Amung itungan puluhan meter Jinten lan Marjuki ngrasakne aluse dalan aspal. Omahe wis cedhak. Nanging isih ana ing laladan alas uga Ning tengah, yen tandhane kuwi wit – wit jati gedhe sing ngupengi. (epsd 1:29) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
32 digilib.uns.ac.id
Terjemahan: Jalan desa sudah habis. Tinggal jalan di tengah hutan yang panjangnya tidak kurang dari lima kilometer, sebelum sampai jalan yang beraspal. Jalan besar jurusan Jakarta – Surabaya Hanya hitungan puluhan meter Jinten dan Marjuki merasakan halusnya jalan beraspal. Rumahnya sudah dekat. Tetapi masih berada di daerah hutan juga. Di tengah, jika tandanya pohon – pohon jati besar yang mengelilingi. Keinginan Marjuki untuk meminang Jinten memang sudah diketahui banyak orang termasuk Jinten sendiri. Dengan begitu Marjuki seharusnya tidak perlu merasa sungkan lagi termasuk ketika harus mengantar atau menjemput Jinten ketika ada pertunjukan tayub. Tetapi itu tidak terjadi dalam diri Marjuki. Ia tetap merasa sungkan terhadap orang – orang disekitar dengan apa yang dilakukannya. Warta bab guru Marjuki bakal ngarepake ledhek Jinten dadi bojone wis dudu amung kanggo ngilangake rasa rikuhe yen dheweke kudu suwe ana warung kuwi. Kabeh wes ngerti. Kabeh wis krungu. Malah Mbah Wongsoidi lanang sing suda rungon, sing biyen melu mbiyantu Mbah Wongsoidi wedok nalika nglairake, nalika laire Jinten, uga wis krungu. Ora perlu isin utawa pekewuh yen kepranggulan nalika ngeterake utawa mapag Jinten. (embuh kena apa yen kudu nunggoni Jinten tanggapan disawang uwong akeh Marjuki isih tetep rikuh (epsd 2:28) Terjemahan: Kabar mengenai guru Marjuki yang menginginkan ledhek Jinten menjadi istrinya sudah bukan hanya untuk menghilangkan rasa sungkan dirinya harus berada lama di warung itu. Semua sudah tahu. Semua sudah mendengar. Terlebih Mbah Wongsoidi laki - laki yang sudah berkurang pendengarannya, yang dulu sudah membantu Mbah Wongsoidi perempuan ketika melahirkan, ketika lahirnya Jinten, juga sudah tahu. Tidak perlu malu atau sungkan jika ketahuan ketika mengantarkan atau menjemput Jinten. (entah mengapa jika harus menunggui Jinten pentas dilihat orang banyak Marjuki masih tetap saja sungkan) Sebagai konsekuensi pekerjaannya, Marjuki memang tidak memiliki banyak waktu untuk Jinten. Dikarenakan kegiatan sekolah Marjuki yang begitu commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
33 digilib.uns.ac.id
banyak. Sehingga Jinten harus selalu menyadarinya dan mengerti keadaan Marjuki. “Aku ora bisa suwe – suwe, Ten,” Marjuki menehi kodhe sakwise ngiling kopi ana lepek. “Iki rak dina Minggu?” “Iya. Nanging esuk iki aku ana acara karo bocah – bocah. Persiapan kanggo lomba ketangkasan Pramuka. Iki wis tingkat kabupaten. Esdeku makili tingkat kecamatan.” (epsd 2:29) Terjemahan: “Aku tidak bisa lama – lama, Ten,” Marjuki memberi tanda setelah menuangkan kopi dalam lepek. “Ini kan hari Minggu?” “Iya. Tapi pagi ini aku ada acara dengan anak – anak. Persiapan untuk lomba ketangkasan Pramuka. Ini sudah tingkat kabupaten. Esdeku mewakili tingkat kecamatan.” Kisah cinta Jinten dengan guru Marjuki tidak berjalan mulus begitu saja. Sahabat Jinten yang juga berprofesi sebagai ledhek yakni Surti kurang begitu yakin dengan hubungan mereka. Sebenarnya bukan tidak setuju, tapi pada kenyataannya seorang ledhek sangat jarang yang memiliki suami seorang guru. Namun andaikata Jinten bisa menjadi istri seorang guru, Surtipun juga ikut berbahagia. “Aja kleru tampa, Ten. Aku amung ngelikake. Pikiren tenanan sakdurunge kebacut. Ora kok aku ndakwa elek marang Pak gurumu kuwi. Yen uwonge, aku sakpanemu karo awakmu, cukup apik lan tanggung jawab. Iki ora dakselaki. Minangka kanca padha wedoke. Aku utawa bisa wae Giyah, Lastri, Narsih uga naksir. Amarga guru marjuki kuwi pancen nggantheng. Nanging kanggo dadi bojone, apa gampang ngono kuwi?” “Ora maido. Nanging kowe kudu eling, critane wong – wong mbiyen sing padha karo awake dhewe. Endi sing bisa dadi karo guru? Yen karo lurah utawa mantra malah ana. Ana sing langgeng nganti saiki. Contone Lik Sum, Dhe Ngatmi.” “ Nanging yen kowe sida dado karo guru Marjuki, aku uga melu seneng, Ten. Mbokmenawa kowe siji – sijine ledhek sing dadi bojo resmi tilas guru.” celathune Surti, setengah nglelipur, setengah nglenggana kesalahane : wis ngganggu katentreman atine Jinten (epsd 2:29) commit to user
34 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Terjemahan: “Jangan salah mengartikan, Ten. Aku hanya mengingatkan. Pikirkan benar – benar sebelum terlanjur. Bukannya aku mendakwa buruk pada Pak gurumu itu. Kalau orangnya, aku sependapat denganmu, cukup baik dan bertanggung jawab. Ini aku akui. Sebagai teman, sesama perempuan. Aku atau bisa saja Giyah, Lastri, Narsih juga suka. Karena guru Marjuki itu memang tampan. Tapi untuk menjadi istri, apakah segampang itu?” “ Tidak munafik. Tapi kamu harus menyadari, cerita otrang – orang dulu yang sama dengan kita. Mana yang bisa jadi dengan guru? Kalau dengan lurah atau mantri justru ada. Ada yang langgeng sampai sekarang. Contohnya Lik Sum, Dhe Ngatmi.” “Tapi jika kamu benar - benar dengan guru Marjuki, aku juga ikut senang, Ten. Bisa jadi kamu satu – satunya ledhek yang menjadi istri resmi bekas guru.” kata Surti, setengah menghibur, setengah menyadari kesalahannya : sudah mengganggu ketentraman hati Jinten. Ucapan Surti mengingatkan Jinten akan pertemuannya dengan guru Marjuki empat tahun yang lalu. Saat itu, Jinten duduk di kelas enam Sekolah Dasar, sedangkan Marjuki adalah guru baru disekolah itu yang kemudian menjadi wali kelasnya. Namun hubungan mereka tidak hanya sebatas guru dan murid melainkan lebih dari itu. Eling pocapane Surti dadi eling patemone pisanan karo Guru Marjuki, patang taun kepungkur. Papane durung neng pagelaran tayub, nanging isih ana ing lingkungan sekolahan. Ana kelas. Jinten murid kelas enem sing sedhela maneh bakal ujian EBTA lan Marjuki guru enom sing lagi karotengah taun ana SD kui. Uga dadi wali kelase. Wiwit panyawang sepisan, uga kaya sing dialami Marjuki, Jinten wis ngerteni sorot mripat kang ngemu surasa. Luwih saka sih katresnan antaraning guru-murid, utawa anak-wong tuwa (epsd 2:29) Terjemahan: Teringat ucapan Surti jadi teringat pertemuan pertama dengan guru Marjuki, empat tahun yang lalu. Tempatnya belum di pagelaran tayub, tetapi masih di lingkungan sekolah. Di kelas. Jinten murid kelas enam yang sebentar lagi akan ujian EBTA dan Marjuki guru muda yang baru satu setengah tahun berada di SD itu. Juga menjadi wali kelasnya. Semenjak pandangan pertama, juga seperti yang dialami Marjuki, Jinten sudah tahu sorot mata yang penuh rasa. Lebih dari rasa sayang antara guru dan murid, atau anak dengan orang tua. commit to user
35 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Suatu hari Marjuki mengajak Jinten ke suatu tempat rekreasi bernama Tawun. Disana mereka membicarakan tentang hubungan mereka. Jinten bercerita tentang apa yang sudah diutarakan Surti sahabatnya. Ia juga memastikan apakah Marjuki benar – benar serius dengannya. Marjukipun tidak keberatan dengan apa yang diutarakan oleh Jinten. “Bener Mas Marjuki sayang Juminten?” Ana kursi bandulan ing taman kekarone lungguh pepet – pepetan. “Yen ora sayang awake dhewe ora prelu tekan kene,Ten. Pitakonmu aneh. Kowe krungu kabar apa bab aku?” “Ora. Ora ana kabar apa – apa. Aku amung takon. Supaya manteb.” “Apa saksuwene iki kowe ora percaya?‟ “Ora ngono. Sababe…” Jinten kepeksa ngucapake maneh kabeh omongane Surti Lan Marjuki ngguyu “Ora ana sing nglarang guru rabi karo ledhek. Ledhek lak uga menungsa. Warga Negara sing sah. Gaweyan sing sah. Kowe uga duwe Kartu Induk utawa Kartu Anggota Seniwati, ta?” (epsd 3:29) Terjemahan: “Benar Mas Marjuki sayang Juminten?” Di kursi ayunan di taman keduanya duduk berdekatan “Kalau tidak sayang kita tidak perlu sampai kesini, Ten. Pertanyaanmu aneh. Kamu dengar kabar apa tentang aku?” “Tidak. Tidak ada kabar apa – apa. Aku cuma tanya. Supaya yakin.” “Apa selama ini kamu tidak percaya?” “Bukan begitu. Soalnya …..” Jinten terpaksa menceritakan lagi semua yang dikatakan Surti Dan Marjuki tertawa “Tidak ada yang melarang guru menikah denagan ledhek. Ledhek juga manusia. Warga negara yang sah. Pekerjaan yang sah. Kamu juga punya Kartu Induk atau Kartu Anggota Seniwati, kan?” Ternyata tidak hanya Surti yang merasa tidak yakin terhadap hubungan Marjuki dan Jinten. Atasan Marjuki yakni Kepala Cabang Dinas yang bernama Pak Dwijo sepertinya juga merasa keberatan dengan hubungan mereka “Pikiren dhisik kanthi wening, Nak Marjuki. Lagi kokputusake.” commit to user
36 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Bakune, minangka ndhuwuran, Pak Dwijo kabotan yen anak buahe ngepek bojo ledhek. Iki bisa ngregeti citra korps. Kan isih akeh guru – guru putri kang cocok lan pantes dipek bojo?(epsd 4:28) Terjemahan: “Pikirkan dahulu dengan tenang, Nak Marjuki. Baru kamu putuskan.” Intinya, sebagai atasan, Pak Dwijo keberatan jika anak buahnya mempunyai istri ledhek. Ini bisa mencemari citra korps. Kan masih banyak guru – guru perempuan yang cocok dan pantas dijadikan istri ? Selang beberapa waktu Marjuki bertemu dengan Kencur. Penjual tempe yang dulu pernah menjadi muridnya waktu SD. Kencur adalah kakak kelas Jinten. Dari pertemuan mereka, Marjuki mendapatkan informasi tentang Jinten dan akhirnya dapat berjumpa kembali dengan Jinten. “Jinten sakniki dados ledhek kondhang, Pak Marjuki pun mireng?” “…Pak Mar mboten pengin panggih?” “Wiwit riyin kula ngertos, Bapak naksir Jinten. Lan Jinten ugi remen kalih Bapak.”(epsd 4:29) Terjemahan: “Jinten sekarang jadi ledhek kondang, Pak Marjuki sudah mendengar?” “…Pak Mar tidak ingin bertemu?” “Dari dulu saya tahu, Bapak menyukai Jinten, dan Jinten juga suka dengan Bapak.” Hubungan Marjuki dan Jinten semakin lama semakin renggang. Apalagi setelah Marjuki mendapat perlakuan yang kurang mengenakkan dari seseorang yang tidak dikenal. Ia curiga, bahwa yang mencelakai dirinya adalah Kusdi, juragan kayu paling terkenal di Kedunggalar yang juga sama – sama mencintai Jinten. Marjuki ngglethak neng rumah sakit kanthi rai lan awak kang bengep. Warta kang santer keprungu, guru Marjuki dikroyok uwong sing ora dikenal neng ndalan nalika arep mapag Jinten. (epsd 5:29)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
37 digilib.uns.ac.id
Terjemahan: Marjuki terbaring di rumah sakit dengan wajah dan tubuh yang pucat. Kabar yang santer didengar, guru Marjuki dikeroyok orang yang tidak dikenal di jalan ketika akan menjemput Jinten. Pada kenyataannya Jinten memang tidak memiliki perasaan yang lebih kepada juragan Kusdi. Hatinya masih untuk Marjuki meski ia sudah berprasangka buruk pada Jinten. Jinten ora nresnani juragan Kusdi. Ora kok amarga wis nduwe Marjuki minangka sisihan. Nanging pancen ora tertarik temenan….. Jinten amung ora kepencut. Kuwi ae.(epsd 6:29) Terjemahan: Jinten tidak mencintai juragan Kusdi. Bukan karena sudah memiliki Marjuki sebagai pendamping. Tapi memang tidak tertarik….. Jinten hanya tidak jatuh cinta. Itu saja. Kusdi menyangkal ketika Jinten bertanya mengenai masalah penganiayaan yang dilakukan terhadap Marjuki. Sebenarnya Jinten tidak menuduh Kusdi namun hanya ingin memastikan saja. “Apa mungkin aku nganti tega tumindak jahat ngono marang Pak Marjuki. Aku wis kenal apik wiwit mbiyen. Malah wektu Pak Marjuki dadi panitiya pentas seni murid SD sak kecamatan aku melu nyumbang.” (epsd 6:29) Terjemahan: “Apa mungkin hingga aku tega bertindak jahat seperti itu pada Pak Marjuki. Aku sudah kenal baik dari dulu. Malah waktu pak Marjuki menjadi panitia pentas seni murid SD se-kecamatan aku ikut menyumbang.” Pertengkaran antara Marjuki dengan Jinten semakin menjadi – jadi. Marjuki merasa sudah tidak ada lagi yang perlu dibicarakan. Semuanya sudah selesai. Ia sudah tidak mau peduli. Jinten pasrah mengetahui Marjuki bersikap seperti itu. Hanya bisa menangis menerima kenyataan pahit dan Jinten memilih commit to user membagi bebannya bersama Kencur.
38 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
“Pancen wis dadi nasibku, Cur. Ora sida dadi bojone guru. Nanging ora apa – apa. Ora dadi bojo guru, ora diundang Bu Guru ya ra patheken.” “Ya aja nyalahne guru-ne. Sing salah kuwi wonge.” “Apa bedane? Kabeh wong mbiyen ya wis nyemoni aku “Bu Guru”. Ora Bu Marjuki.”(epsd 7:29) Terjemahan: “Memang sudah jadi nasibku, Cur. Batal menjadi istri guru. Tapi tidak mengapa. Tidak menjadi istri guru, tidak dipanggil Bu Guru ya tidak masalah.” “Ya jangan menyalahkan guru-nya. Yang salah itu orangnya.” “Apa bedanya? Semua orang dulu ya sudah memanggilku “Bu Guru”. Bukan Bu Marjuki.” Setelah mengakhiri hubungannya dengan Jinten, menurut kabar Marjuki akan segera melangsungkan pernikahan dengan rekan seprofesinya yang bernama Palupi. Hal tersebut disampaikan oleh Kencur kepada Jinten. “Eh, Ten. Kowe wis krungu?” “Apa?” “Pak Marjuki arep rabi.” “Iki tenan lho. Pak Praktik, langgananku tempe kang bukak percetakan cedhak stasiun kae sing omong. Uleme dicetak neng kana. Calone uga guru.”(epsd 7:29) Terjemahan: “Eh, Ten. Kamu sudah dengar?” “Apa?” “Pak Marjuki akan menikah.” “Ini sungguhan. Pak Praktik, pelangganku tempe yang membuka percetakan dekat stasiun itu yang bilang. Undangannya dicetak disana. Calonnya juga guru.” Suatu hari Kusdi memberanikan diri untuk meminta Jinten menjadi istrinya. “Apa Dhik Jinten gelem dadi bojoku?”(epsd 8:29) Terjemahan : “Apa Dhik Jinten mau menjadi istriku?” commit to user
39 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Masalah penganiayaan terhadap Marjuki memang sudah berlalu cukup lama. Baik Marjuki maupun Jinten kini sudah memiliki hidup sendiri – sendiri. Mereka sudah tidak peduli. Tapi siapa pelakunya justru semakin jelas. Penganiayaan itu dilakukan oleh lima orang pemuda yang berasal dari lingkungan dimana Marjuki tinggal. Ana wong lima kesangkut tindak kroyokan kang tumanduk marang Guru Marjuki. “Dhik Jinten ora pengin nonton sidhange?” “Kanggo apa?” “Ora kepengin mangerteni rupa – rupane wong sing ngroyok? Pranyata wong – wong mau nom – noman kono wae sing meri marang Pak Marjuki lan gawe rencana jahat.” “Ora ana gunanae,”saurane Jinten aras – arasen (epsd 10:28) Terjemahan : Ada lima orang yang tersangkut peristiwa keroyokan yang terjadi pada Guru Marjuki. “Dhik Jinten tidak ingin melihat sidangnya?” “Untuk apa?” “Tidak ingin tahu wajah – wajah orang yang mengeroyok? Ternyata orang – orang tadi pemuda sana saja yang iri pada Pak marjuki dan membuat rencana jahat.” “Tidak ada gunanya,” jawab Jinten tidak bersemangat Pernikahan antara Jinten dengan Juragan Kusdi sudah mulai mewabah di desa – desa. Maklum saja Jinten sendiri adalah ledhek yang yang sudah terkenal sedangkan Kusdi adalah juragan kayu paling kaya se-Banjarejo. Banyak yang memprediksikan pernikahan mereka akan sangat meriah. Isih rancangan nanging wis nggegerake. Desa – desa sak-kiwa tengen tanah kelairane Jinten kuwi kaya melu tangi saka turu angklere. Jinten sing kondhang minangka ledhek saiki dadi luwih kondhang maneh sakwise dipesthekake dadi bojone juragan kayu paling sugih sak-Banjarejo. Oleh wae kabeh padha methek menawa pahargyan rabine Jinten lan Kusdi bakal rame banget. Paling rame antarane pahargyan sing wis tau dianakake ing tlatah kono (epsd 10:29) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
40 digilib.uns.ac.id
Terjemahan : Masih rencana tapi sudah menggemparkan. Desa – desa kiri-kanan tempat kelahiran Jinten itu seperti ikut bangun dari tidur pulasnya. Jinten yang terkenal sebagai ledhek sekarang jadi lebih terkenal lagi setelah dipastikan menjadi istri juragan kayu paling kaya se-Bangunrejo. Boleh saja semua menebak kalau pesta pernikahan Jinten dan Kusdi akan ramai sekali. Paling ramai diantara pesta yang pernah digelar di daerah itu. Rencana pernikahan Kusdi dan Jinten akhirnya batal. Mereka mengalami kecelakaan di daerah Kebakkramat sehabis berbelanja kebutuhan pernikahan. Kusdi meninggal dan Jinten masih selamat. Nalika calon manten sakloron mulih saka Solo saperlu blanja kekurangane kabutuhan, panther-e ditabrak truk tebu ing laladan Kebakkramat. Tabrakan kang banget nggegirisi. Kusdi slamet. Nanging amung bisa ambegan rong jam ana rumah sakit Panti Kosala Solo. Sabanjure dheweke ora ketulung amarga kakehan ngetokke getih. Jinten slamet…(epsd 11:28) Terjemahan : Ketika kedua calon pengantin pulang dari Solo guna berbelanja kekurangan kebutuhan, panthernya ditabrak truk tebu di daerah Kebakkramat. Tabrakan yang sangat memprihatinkan. Kusdi selamat. Tapi hanya bisa bertahan dua jam di rumah sakit Panti Kosala Solo. Selanjutnya ia tidak tertolong karena kebanyakan mengeluakan darah. Jinten selamat… Jinten sudah pulih dari sakit akibat kecelakaan. Namun sayang keadaannya sangat jauh berbeda. Tangan dan kakinya dinyatakan cacat permanen. Ia sudah tidak bisa normal seperti dulu lagi. Jinten kaanggep mari sakwise dirawat suwene telung wulan. Nanging nyatane tangan lan sikile ora bisa pulih kaya wingi uni. Sikile ora bisa lurus yen dianggo ngedeg lan tangane rada ceko (epsd 11:29) Terjemahan : Jinten dianggap sembuh setelah dirawat selama tiga bulan. Tapi kenyataannya tangan dan kakinya tidak bisa pulih seperti dulu lagi. Kakinya tidak bisa lurus kalau dipakai berdiri dan tangannya agak ceko. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
41 digilib.uns.ac.id
Masih dalam suasana berduka. Mantan guru tarinya yang
bernama
Sriyatun tiba – tiba datang kerumahnya. Selain bermaksud untuk menjenguk ia juga membawa kabar gembira untuk Jinten. Ia memberitahu bahwa sindhen Sumiyati sanggup menjadi guru Jinten jika ia benar – benar ingin berlatih menyanyi. Hal itu memang cita – cita Jinten sejak dulu yakni menjadi ledhek tetapi juga bisa menyanyi seperti sindhen dan sindhen Sumiyati adalah salah satu favoritnya. “Aku wis crita akeh – akeh marang dheweke bab awakmu. Ketoke dheweke simpati marang kahananmu. Banjur nawani, yen kowe gelem, dikongkon dolan – dolan mrana. Yen mligi mulang, kaya kursus, ana dalan. Bisa diterke neng nggone Pak Karno sing nyinaoni biyen. Kebeneran Pak Karno nganti saiki isih ndhalang lan isih laris. Sapa ngerti isih gelem nampa kowe minangka murid.”(epsd 12:29) Terjemahan : “Aku sudah cerita banyak ke dia tentang dirimu. Kelihatannya dia tertarik kepadamu. Lalu menawari, jika kamu mau, disuruh main – main kesana. Kalau khusus mengajar, seperi kursus, ada jalan. Dapat diantar ke tempat Pak Karno yang melatih dulu. Kebetulan Pak Karno sampai sekarang masih pentas dan masih laku. Siapa tahu masih mau menerima kamu sebagai murid. Kencur yang sudah lama memendam rasa cinta terhadap Jinten, kini mulai berani untuk mengungkapkannya meski sebenarnya ia takut ditolak. “Ya kuwi goblokku, Ten. Ngapa aku malah nggathukke maneh kowe karo Pak Marjuki, kamangka aku dhewe naksir kowe.” “Lha ngapa kok ora kandha dhewe neng aku?” “Kuwi goblokku sing kepindho. Ngapa aku ora wani. Nanging dakkira wektu kuwi kowe mesthi wegah nampa aku.”(epsd 13:28) Terjemahan : “Ya itu bodohku, ten. Kenapa aku justru menjodohkanmu lagi dengan Pak Marjuki, padahal aku sendiri suka sama kamu.” “Kenapa kok tidak bilang padaku sendiri?” “Itu kebodohanku yang kedua. Kenapa aku tidak berani. Tapi kupikir waktu itu kamu pasti tidak mau menerimaku.” commit to user
42 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Mendengar Kencur mengungkapkan cintanya, bukan lantas Jinten mau menerima sahabatnya itu untuk menjadi pasangannya. Jinten masih merasa berat. Jauh sebelum Kencur mengungkapkan cintanya, ketika ia belajar nyindhen di rumah Pak Karno, ia melakukan kesalahan besar bersama dengan Siwidayat. Anak dhalang Karno yang masih duduk di bangku SMA. Sawijining wengi. Nalika udan deres nelesi salumahing bumi Ngarum, Jinten wis nindakake kaluputan kang paling gedhe… Siwidayat, jenenge bocah lanang kang lagi kelas loro SMA, sing manut crita, dening Gusti lagi diparingke sak-wise ganep laimalas taun anggone dhalang Karno omah – omahan, wis mranani atine Jinten (epsd 13:29) Terjemahan : Suatu malam. Ketika hujan deras membasahi bumi Ngarum. Jinten sudah melakukan kesalahan besar… Siwidayat, nama anak laki – laki yang baru kelas dua SMA, yang menurut cerita, oleh Tuhan baru diberikan ketika genap lima belas tahun dhalang Karno berumahtangga, sudah menarik hati Jinten. Niat Jinten untuk membuat Kencur agar tidak berharap lebih kepadanya ternyata gagal. Kencur tetap saja menerima Jinten apa adanya. Bahkan ia meminta Jinten untuk menjadi istrinya. “Saiki aku wis kelangan prawanku tenan.” “Aku ora nganggep ngono mau. Amarga wektu kuwi, pas kadadeyan kuwi, mengkono mau kang mbok anggep apik kanggo dilakoni. Mengkono uga wektu kowe nampa Guru Marjuki, nampa Juragan Kusdi, apa aku ya bisa nyalahne? Apa bedane? Sing cetha saiki aku nglamar kowe, njaluk kowe dadia bojoku. Mbok tampa utawa ora. Kuwi wae. Wangsulana.” (epsd 14:28) Terjemahan : “Sekarang aku sudah kehilangan kegadisanku.” “Aku tidak menganggap itu tadi. Sebab waktu itu, pas kejadian itu, seperti itu tadi yang kamu anggap bagus untuk dilakukan. Seperti juga waktu kamu menerima Guru Marjuki, menerima Juragan Kusdi, apa aku bisa menyalahkan? Apa bedanya? Yang jelas sekarang aku melamarmu, memintamu menjadi istriku. Kamu terima atau tidak. Itu saja. Jawablah.” commit to user
43 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Siwidayat sangat mencintai Jinten meskipun usia mereka terpaut jauh. Bahkan ia bersumpah, jika Jinten bersama orang lain ia akan bunuh diri. “Aku banget nresnani Mbak Jinten,” “Aku ora bakal lali karo sumpahku. Aku bakal nglalu menawa Mbak Jinten gelem karo wong lanang liya.”(epsd 14:29) Terjemahan : “Aku sangat mencintai Mbak Jinten,” “Aku tidak akan lupa dengan sumpahku. Aku akan bunuh diri jika Mbak Jinten mau dengan lelaki lain.” Kencur memang tidak pernah patah semangat. Ia mencoba melamar Jinten kembali dan akhirnya untuk kali ini ia berhasil, Jinten menerima lamaran Kencur. Sedangkan Siwidayat, Jinten memilih untuk meninggalkannya. “Ya. Awake dhewe mengko bebarengan ngadhep Pak Saji lan Mbok Parni. Aku bakal nembung kanthi rembug lanangku.” “Buktekna.” “Delengen wae. Nanging aku perlu takon apa kowe dhewe siap?” “Aku mesthi mbuktekake omonganku dhewe.”(epsd 15:29) Terjemahan : “ Ya. Kita nanti bersama – sama menghadap Pak Saji dan Mbok Parni. Aku akan meminang dengan jiwa laki – lakiku.” “Buktikan.” “Lihat saja. Tapi aku perlu bertanya apakah kamu sendiri siap?” “Aku pasti siap membuktikan perkataanku.”
b) Tindakan Tindakan adalah sikap yang dilakukan para tokoh setelah menerima ujaran dari tokoh lain. Berikut kutipannya: Profesi guru memang dianggap terhormat oleh orang tua Jinten. Mereka sangat menyambut baik Marjuki tiap kali datang untuk mengantar ataupun commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
44 digilib.uns.ac.id
menjemput Jinten. Namun hal itu tidak dilakukan terhadap teman – teman Jinten yang lain yang tentunya tidak berprofesi sebagai guru. “Sapa sing ngeterke, Ten?” “Kuwi, Mas Marjuki.” “Oo. Mangga pinarak, Mas Guru.” kandhane Mbok Parni gupuh. Mesthi ngono kuwi. Sakjane iki ora mung sepisanan utawa kang kapindho Marjuki ngeterke Juminten. Pakurmatan kang ajeg. Malah luwih tinimbang upamane mantri Damin utawa Carik Suroto sing padha – padha duwe ati marang Jinten. Embuh apa sababe. Mbok menawa wae wong loro sing kerep nekani warunge Mbok Parni kuwi wis duwe bojo. Utawa pancen status guru rasane luwih kinurmat ana laladan kono. Luwih kinurmatan (epsd 2:28) Terjemahan: “Siapa yang mengantar, Ten?” “Itu, Mas Marjuki.” “Oo. Mari masuk, Mas Guru.” kata Mbok Parni sopan. Pasti seperti itu. Sebenarnya ini tidak yang pertama kali atau yang kedua kalinya Marjuki mengantarkan Juminten. Kehormatan yang selalu. Justru lebih dibandingkan seandainya Mantri Damin atau Carik Suroto yang sama – sama mempunyai rasa dengan Jinten. Entah apa sebabnya. Mungkin saja dua orang yang sering mendatangi warung Mbok Parni itu sudah punya istri. Atau memang status guru rasanya lebih terhormat di daerah itu. Lebih dihormati. Setelah lulus SD, hubungan mereka memang tidak ada kelanjutannya. Jinten melanjutkan ke SMP namun tidak sampai selesai. Ia memilih untuk tinggal dirumah hingga pada akhirnya bertemu dengan Ledhek Sriyatun. Guru yang menjadikan ia sampai seperti sekarang ini. Pungkasane yakuwi kenale karo Ledhek Sriyatun, ledhek kondhang saka Tambakselo, laladan kono uga. Ledhek wis umur kang pungkasane ngowahi dalan uripe Jinten nganti tekan panguripane sing saiki. (epsd 3:29) Terjemahan: Akhirnya yakni perkenalannya dengan Ledhek Sriyatun, ledhek kondhang dari Tambakselo daerah situ juga. Ledhek yang sudah berumur yang commit to user
45 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
akhirnya merubah jalan hidup Jinten hingga sampai pada kehidupannya sekarang. Setelah lama tak ada kabar mengenai Marjuki. Tiba – tiba Kencur datang memberi kabar tentang Marjuki. Ia mencoba mempertemukan Jinten kembali dengan Marjuki. Kencur banjur ngrancang patemon kang banjur disetujoni Marjuki. Jinten nampa kanthi seneng… Uga patemon kapindho. Kencur kang ngatur, sakwise luwih dhisik nyolong – nyolong kanggo ngerteni jadwal tanggapane Jinten (epsd 4:29) Terjemahan: Kencur kemudian merancang pertemuan yang kemudian disetujui Marjuki. Jinten menerima dengan senang.. Juga pertemuan kedua. Kencur yang mengatur, setelah terlebih dahulu mencuri – curi untuk mengetahui jadwal pentas Jinten. Tidak hanya Marjuki saja yang jatuh hati pada Jinten. Kusdi juga demikian dan keluarga Jinten menyambut dengan baik pula. Suatu hari Kusdi memberikan sesuatu pada keluarga Jinten, namun Jinten tidak mengetahuinya. Hingga akhirnya ketika terjadi pertengkaran karena hal itu. Jinten lebih memilih menghindar daripada suasana tambah keruh. Kanggo nyingkrihi regejegan kang ora ana gunane dheweke banjur mlebu senthong (epsd 6:28) Terjemahan: Untuk menghindari pertengkaran yang tidak ada gunanya ia kemudian masuk kamar. Beberapa waktu yang lalu Marjuki memang mengalami pengeroyokan. Entah mengapa lantas ia menuduh Kusdi sebagai dalang dari semua itu. Jinten mencoba mengklarifikasi hal tersebut pada Kusdi, namun ia menyangkal bahwa bukan ia dalangnya. Ia bersedia menemui Marjuki jika memang Jinten tidak percaya.
commit to user
46 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
“Mengko aku kang bakal nemoni Mas Marjuki dhewe.”(epsd 7:28) Terjemahan: “Nanti aku yang akan menemui Mas Marjuki sendiri.” Kusdi memang orang kaya, namun kehidupan rumahtangganya boleh dikatakan kurang beruntung. Mengalami beberapa kali nikah cerai. Alasannya, istrinya selingkuh karena tidak kunjung diberikan momongan. Padahal Kusdi juga sudah melakukan check up. Begitu ia berbagi kepada Jinten. “Pak Kusdi wis ngupaya menyang…” “Dokter? Dukun? Tabib? Wong pinter? Wis ping pira wae aku nemoni wong – wong mau.” (epsd 8:28) Terjemahan: “Pak Kusdi sudah mencoba ke….” “Dokter? Dukun? Tabib? Orang pintar? Sudah beberapa kali saja aku menemui orang – orang tadi.” Pada akhirnya Jinten mau membuka hati untuk Kusdi dan sanggup menjadi istrinya. Tidak lama kemudian Kusdi melakukan prosesi lamaran bersama keluarganya. Kuwi kedadeyan liya dina ing sasi Sawal. Kulawarga saka pihak Kusdi nglamar temenan. Mobil loro kebak, komplit sak uba rampe panglamar (epsd 10:28) Terjemahan: Itu kejadian lain hari di bulan Syawal. Keluarga dari pihak Kusdi benar – benar melamar. Dua mobil penuh, lengkap dengan seperangkat lamarannya. Pernikahan Jinten memang batal dan semenjak tragedi itu ia lebih memilih di rumah. Suatu hari, Sriyatun datang ke rumahnya untuk menyampaikan kabar gembira pada Jinten. Bahwa ia baru saja bertemu dengan ledhek Lasmi dan sindhen Sumiyati yang keduanya adalah idola Jinten. commit to user
47 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
“Ten, tekaku rene, sakliyane tilik keslametanmu, uga ana perlu sethithik kang ana sesambungane karo nasibmu. Yen kowe ora gelem njoget tenan, iki aku nduwe usul. Nanging kabeh mau yen kowe setuju, lho.” Sriyatun mendheg anggone guneman. Nunggu reaksine Jinten (epsd 12:29) Terjemahan: “Ten, kedatanganku kemari, selain menjengukmu, juga ada perlu sedikit yang ada kaitannya dengan nasibmu. Jika kamu tidak mau menari benar, ini aku punya usul. Tapi semua tadi kalau kamu setuju, lho.” Sriyatun berhenti bicara, menunggu reaksi dari Jinten. Sempat terdengar kabar bahwa Kencur akan menikah. Tetapi sayang pada akhirnya juga harus batal. Namun ketika Jinten memintanya untuk bercerita Kencur justru bersikap cuek. Maklum saja karena Kencur mencintai Jinten. “Ya apa wae. Bab calon bojomu sing jaremu gagal kuwi uga bisa. Utawa bab prawan liya sing saiki lagi mbok oyak utawa ngoyak kowe.” Kencur ora banjur nyauri. Malah dolanan kunci kontak. Nguncalake lan nangkep nganggo tangan siji (epsd 13:29) Terjemahan: “Ya apa saja. Mengenai calon istrimu yang katamu gagal itu juga bisa. Atau mengenai gadis lain yang sekarang baru kamu kejar atau mengejarmu.” Kencur tidak lantas menjawab. Justru bermain kunci kontak. Dilempar dan ditangkap memakai satu tangan. Suatu hari, tanpa direncanakan Kencur dan Siwidayat bertemu di rumah Jinten. Pada mulanya Siwidayat yang lebih dahulu datang dengan menggunakan Suzuki Katana. Baru kemudian disusul Kencur yang hanya menggunakan sepeda motor. Kencur merasa cemburu dan ia lebih memilih untuk pergi sebentar. Kencur sing rumangsa diremehke langsung pamitan. Ora pamit. Nanging kandha “Aku lunga dhisik.” (epsd 14:29) Terjemahan: Kencur yang merasa diremehkan langsung berpamitan. Tidak pamit. Tapi berkata “Aku pergi dulu.” commit to user
48 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kencur kembali datang. Ia memilih mengajak Jinten membicarakan masalah mereka di tempat lain. Di jalan menuju Desa Banjarejo, di tengah hutan mereka berhenti. Percakapan dimulai, tak lama kemudian tangan Kencur mulai gemetar. Kencur mulai emosi. Melihat hal tersebut Jinten tak ingin diperlakukan kasar. Jinten ngomong banter karo ngedohi lengene Kencur sing obah gemeter. “Aja main kasar. Aku durung apa – apamu. Awake dhewe bisa mbatalake sakabehane saiki tanpa etungan apa – apa.”(epsd 15:29) Terjemahan: Jinten berkata keras dan menjauhi lengan Kencur yang menjadi gemetar. “Jangan main kasar. Aku belum apa – apamu. Kita bisa membatalkan semuanya sekarang tanapa perhitungan apa – apa.” Pertengkaran terus terjadi. Hingga pada akhirnya Kencur mengakui kesalahannya. Jinten mulai luluh walau masih sedikit emosi. Kencur mengakhiri pertengkaran itu dengan memeluk Jinten. Kencur tertawa bahagia. Kencur ngruket Jinten karo ngguyu Kencur nggeret lengene Jinten. Ngajak mlayu. Ing sacedhake kono mau ana gubug, papan panggonane para Polsus alas pinuju ngaso. Ing sajroning udan sinurung angin kang nyempyok jejogedan Kencur ngrangkul Jinten. ngruket Jinten. Luwih kenceng (epsd 15:29) Terjemahan : Kencur memeluk Jinten dengan tertawa Kencur menarik lengan Jinten. Mengajak berlari. Di dekat situ tadi ada gubug, tempat dimana para Polsus hutan ketika istirahat. Di tengah hujan terdorong angin yang menari – nari, kencur merangkul Jinten. Memeluk Jinten. Lebih kencang.
c) Perubahan sikap Perubahan sikap yang dialami para tokoh karena sesuatu atau tindakan dari tokoh lain. Berikut kutipannya: commit to user
49 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Jinten memang bersikeras untuk melanjutkan hubungannya dengan marjuki. Namun salah satu sahabat Jinten yang bernama Surti berusaha untuk mengingatkan Jinten agar berpikir benar – benar apakah keputusan menikah dengan Guru Marjuki itu sudah tepat. Jinten menjadi bingung. Tembung – tembunge Surti pancen cukup ampuh. Nyatane saiki gawe atine bingung (epsd 2:29) Terjemahan: Kata – kata Surti memang cukup ampuh. Nyatanya sekarang membuat hatinya bingung. Awal masuk SMP Jinten mengalami sakit tipes. Butuh waktu lama untuk pengobatan hingga sampai benar – benar sembuh. Namun setelah sembuh ia justru tidak ingin lagi melanjutkan sekolahnya.Ia mendengar kabar bahwa tidak akan naik kelas karena sudah ketinggalan jauh mengenai pelajaran. Nanging Jinten wis kebacut aras – arasen mlebu sekolah maneh. Luwih – luwih nalika krungu klesak – klesik yen dheweke bakal ora munggah amarga wulangane keri banget (epsd 3:28) Terjemahan: Tetapi Jinten sudah terlanjur tidak bersemangat masuk sekolah lagi. Lebih – lebih ketika mendengardesas – desus kalau dirinya tidak akan naik kelas karena pelajarannya tertinggal banyak sekali. Kepastian dari Marjuki bahwa ia benar – benar mencintai Jinten. Bahkan akan melamar Jinten pula untuk menjadi istrinya membuat Jinten tenang. Setelah sebelumnya ia ragu terhadap Marjuki. Mbokmenawa wae Jinten ora mudheng kabeh omongane Marjuki sing ruwet. Nanging katon banget yen praupane sumringah. Nandhakake yen atine lega. Gorehing piker sing saksuwene iki tansah ngreridhu ati wis kawangsulan (epsd 3:29)
commit to user
50 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Terjemahan: Mungkin saja Jinten tidak paham semua omongan Marjuki yang ruwet. Tapi kelihatan sekali kalau wajahnya gembira. Menandakan kalau hatinya lega. Ruwetnya pikir yang selama ini sangat menyiksa hati sudah terjawab. Sakit hati Marjuki kembali terbuka. Ketika mendengar bahwa selama ini Jinten mencintainya. Kencur memang telah menceritakan semuanya kepada Marjuki setelah sekian lama marjuki tidak bertemu dengan Jinten. Bisa wae pocapane Kencur kang pungkasan amung reka – reka. Nanging pancen Marjuki kepilut. Lara brantane kumat maneh (epsd 4:29) Terjemahan: Bisa saja perkataan Kencur yang terakhir hanya mengada – ngada. Tapi memang Marjuki tertarik. Sakit hatinya kambuh kembali. Ayah Marjuki memang kurang begitu setuju dengan hubungan mereka. Wajar saja, karena beliau masih menganut kepercayaan Jawa yang masih kuat. Jinten anak nomor tiga dan Marjuki anak pertama. Dalam kepercayaan Jawa jilu memang tidak diperbolehkan. Marjuki yang semula tetap pada pendiriannya. Lama – kelamaan hatinya menjadi luluh mendengar perkataan ayahnya. Tan wurunga atine Marjuki dadi mengkeret uga. Apa maneh yen ngelingi perjuangane wong lanang wuta aksara nanging nduweni tekad waja kuwi...(epsd 5:28) Terjemahan: Tidak dipungkiri hati Marjuki jadi luluh juga. Apalagi kalau teringat perjuangan laki - laki buta aksara tapi mempunyai tekad kuat itu… Marjuki hanya diam ketika mengetahui Jinten menjenguknya bersama dengan Juragan Kusdi. Ia cemburu. Marjuki ora nyauri. Uga sorot mripate ora nuduhake wangsulan. Sak liyane sakpletik geni cemburu kang sansaya murub, ngobong awake Jinten sakojur kang isih nganggo jarit lan kebayak (epsd 5:29) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
51 digilib.uns.ac.id
Terjemahan: Marjuki tidak menjawab. Juga sorot matanya tidak memperlihatkan jawaban. Selain sepercik api cemburu yang semakin menyala, membakar seluruh tubuh Jinten yang masih memakai jarik dan kebaya. Marjuki terus menerus menuduh Kusdi sebagai pelakunya. Jinten tidak suka dengan sikap Marjuki yang terlalu dini menuduh orang itu. Pertengkaranpun tidak dapat dihindari. Tidak ada yang mau mengalah. Hingga akhirnya Jinten mulai terpojok dengan kata – kata Marjuki. Jinten sansaya kepojok. Katone wis ora bisa didandani maneh. Tresna-sujana-dhendham, rasane wis dadi rasa kang kudu manunggal (epsd 5:29) Terjemahan: Jinten semakin terpojok. Sepertinya sudah tidak bisa diperbaiki lagi. Cinta-benci-dendam, rasanya sudah jadi rasa yang harus menjadi satu. Selama ini Jinten memang ahli dalam menari. Tapi tidak dengan menyanyi. Dalam hati ia ingin bisa menguasai keduanya. Ia ingin seperti ledhek Lasmi, idolanya. Jika perlu ia akan berguru langsung kepadanya. Kudu golek guru liyane, grenenge. Yen perlu, meguru langsung marang ledhek Lasmi (epsd 6:29) Terjemahan: Harus mencari guru lainnya, batinnya. Jika perlu, berguru langsung pada ledhek Lasmi. Perdebatan sengit antara Mbok Parni dengan Jinten mengenai Kusdi masih saja berlanjut. Meski Jinten batal menikah dengan Marjuki, namun bukan berarti ia harus menikah dengan Kusdi. Mbok Parni yang masih saja menginginkan Jinten menikah dengan Kusdi akhirnya mengalah. Pungkasan simboke ngalah (epsd 7:29) Terjemahan: commit to user Akhirnya ibunya mengalah.
52 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Hati Jinten menjadi luluh ketika Kusdi menceritakan alasan mengapa rumah tangganya selama ini tidak pernah bertahan lama. Kusdi sering ditanggal selingkuh oleh istrinya karena dianggap tidak bisa memberikan keturunan. Atine luluh saknalika. Tuwuh rasa welas. Kedudut atine. Lan embuh rasa apa maneh kang angel dijlentrehake. Kanggo kandha seneng rasane isih adoh (epsd 8:29) Terjemahan : Hatinya luluh seketika. Timbul rasa kasihan. Terketuk hatinya. Dan entah rasa apa lagi yang sulit dijelaskan. Untuk berkata suka rasanya masih jauh. Ada sedikit rasa trauma pada diri Jinten semenjak hubungannya dengan Marjuki kandas. Ia memang tidak lantas menerima pinangan dari lelaki lain. Ia lebih memilih pasrah dalam hal jodoh. Tidak ingin terlalu memilih seperti dulu. Jinten bener – bener pasrah bab jodho. Dheweke ora pilih – pilih maneh. Kabeh wong lanang kang nyedhak; kang mbudidaya narik kawigaten ana ing tanggapan papan tayub utawa mburu nganti tekan omah, neng warung, kabeh dilanggati kanthi apik, grapyak, semanak, tanpa pilih kasih. Kajaba kang kurang ajar, Jinten ora wigah – wigih nyikapi kanthi galak. Juweh (epsd 8:29) Terjemahan : Jinten benar – benar pasrah dalam hal jodoh. Ia tidak memilih – milih lagi. Semua lelaki yang mendekati; yang berusaha menarik perhatian di tempat pertunjukan tayub atau mengejar sampai rumah, di warung, semua ditanggapi dengan baik, ramah tamah, tanpa pilih kasih. Kecuali yang kurang ajar, Jinten tidak segan – segan memperlakukan dengan ketus. Cerewet. Kencur adalah pemuda yang berkepribadian menarik. Meski ia hanya lulus SMP karena tidak mempunyai biaya untuk melanjutkan sekolah, namun tetap mempunyai cita – cita yang tinggi. Ingin menjadi orang sukses. Ia tidak pernah commit to user
53 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
malu dengan profesinya sebagai penjual tempe. Ia pekerja yang ulet. Hingga ia bisa mempunyai dua anak buah seperti sekarang ini. Mangkat saka pangerten mau, Kencur sregep nggelak usahane. Wiwit saka dadi buruh adol nganti bisa gawe tempe dhewe kanthi pawitan dhewe. Saka amung pawitan dhele sepuluh kilo nganti bisa ngentekke sak kintal sedinane. Saka amung dodolan dhele nganti saiki wis nduwe anak buah loro tanggane, padha – padha drop-out, melu mbiyantu dheweke (epsd 9:29) Terjemahan : Berangkat dari pengertian tadi, Kencur rajin mengembangkan usahanya. Mulai dari menjadi buruh jual sampai bisa membuat tempe sendiri dengan modal sendiri. Dari hanya modal kedelai sepuluh kilo sampai dapat menghabiskan satu kintal seharinya. Dari hanya jualan kedelai hingga sekarang sudah mempunyai anak buah dua tetangganya, sama – sama drop-out, ikut membantu dirinya. Secara fisik keadaan Jinten bisa dikatakan sudah tidak normal lagi setelah kecelakaan yang merenggut nyawa Kusdi. Semenjak kejadian itu Jinten merasa karirnya sebagai ledhek sudah berakhir. Tidak ada harapan lagi untuk kembali menekuninya. Minangka ledhek, Jinten rumangsa wis cuthel. Ora ana pangarep – arep kanggo bali neng donyane maneh (epsd 11:29) Terjemahan : Sebagai ledhek, Jinten merasa sudah berakhir. Tidak ada harapan untuk kembali ke dunianya. Sriyatun memang sebelumnya kurang begitu memperhatikan perubahan yang ada pada Jinten. Namun setelah dicermati, timbul rasa trenyuh dalam diri Sriyatun. Betapa khawatirnya gadis yang pernah menjadi muridnya itu dengan keadaan cacat seperti sekarang. Sriyatun namatake. Trenyuh. Bisa ngrasakake kaya ngapa sumelange prawan ayu kang tau dadi muride kuwi (epsd 12:29) commit to user
54 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Terjemahan : Sriyatun mencermati. Trenyuh. Bisa merasakan bagaimana khawatirnya gadis cantik yang pernah menjadi muridnya itu. Jinten merasa bingung dengan tawaran Sriyatun untuk berguru pada ledhek Sumiyati. Karena semenjak kecelakaan dan dinayatakan cacat, ia tidak mempunyai keinginan apa – apa kecuali masih tetap ingin hidup. Jinten sansaya bingung. Saksuwene nganggur iki dheweke ora nduweni pepinginan apa – apa. Nadyan pengin tetep urip, tegese ora karep nganyut tuwuh, nanging pepenginan dadi apa. Wis ora ana neng pikirane maneh (epsd 12:29) Terjemahan : Jinten semakin bingung. Selama menganggur ini ia tidak mempunyai keinginan apa – apa. Walaupun masih ingin hidup, tetapi keinginan untuk menjadi apa, sudah tidak ada dipikirannya lagi. Kencur rupanya mulai kesal dengan ketidakseriusan Jinten ketika membahas tentang perasaannya. Ia juga melontarkan kata – kata yang agak keras kepada Jinten. Jinten berubah menjadi pucat dan hanya bias menangis menanggapi perkataan Kencur. Tan wurung Jinten dadi pucet. Luwih pucet tinimbang nalika pisanan njoget utawa nyindhen. Jinten ora bisa mangsuli kanthi tembung. Wangsulan kang paling jujur diwakili dening tangis sesenggukan kang banjur bedhah ing pangkone Kencur (epsd 13:29) Terjemahan : Tidak dipungkiri Jinten menjadi pucat. Lebih pucat dibanding ketika pertama kali menari atau nyindhen. Jinten tidak bisa menjawab dengan kalimat. Jawaban yang paling jujur diwakili dengan tangis yang kemudian tertumpah di pangkuan Kencur. Kencur memang tidak peduli dengan keadaan Jinten. Walaupun JInten telah menceritakan semuanya. Apapun itu Kencur tetap ingin ia menjadi commit to user
55 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pendamping hidupnya. Kencur mengutarakan hal tersebut pada Jinten. Jinten hanya bisa diam ketika Kencur memintanya untuk menjadi istrinya. Jinten ora kuwawa mangsuli. Amung awake kang mbegegeg Amung lambene kang tinutup rapet. Amung mripate kang nyawang… Jinten ora bisa mangsuli (epsd 14:28-29) Terjemahan : Jinten tidak kuasa menjawab. Hanya tubuhnya kaku Hanya mulutnya yang tettutup rapat Hanya matanya yang melihat .. Jinten tidak bisa menjawab.
d) Pandangan Pandangan terhadap sesuatu yang disertai pemikiran-pemikiran setelah terjadinya perubahan sikap terhadap suatu tindakan. Berikut kutipannya: Posisi Marjuki sebagai seorang guru merupakan tekanan batin baginya. Namun keinginan untuk bertemu dengan pujaan hatinya, Jinten juga tidak bisa dikendalikan. Hal ini menyebabkan konflik batin untuknya. Posisine minangka guru desa mesthi palu batin kanggone dheweke. Nanging kekarepane sing makantar – lantar kanggo ketemu Jinten uga ora gampang dikendhaleni (epsd 1:29) Terjemahan: Posisi sebagai guru desa pasti palu batin baginya. Namun keinginannya yang berapi – api untuk bertemu Jinten juga tidak gampang dikendalikan. Sebenarnya tidak ada yang salah dengan hubungan Jinten dan Marjuki, namun sebagai sahabat Jinten, Surti ingin yang terbaik untuk Jinten. Menurutnya jika ada yang jauh lebih baik mengapa Jinten tidak mau melakukannya. Daripada commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
56 digilib.uns.ac.id
Jinten memaksakan diri dengan hubungan itu, namun masyarakat berpandangan buruk. Jinten ngguyu. Ora karep nggeguyu. Nanging dirasakake uga lucu pitakone kanca kenthele mau. “Aku tenanan, Ten. Minangka kanca raket, aku wajib ngelikake yen ana bab-bab sing ora beres ngenani awakmu.”(epsd 2:29) Terjemahan: Jinten tertawa. Tidak berniat menertawakan. Tetapi merasa juga lucu pertanyaan teman dekatnya tadi. “Aku serius, Ten. Sebagai teman dekat, aku wajib mengingatkan jika ada hal – hal yang tidak beres mengenai dirimu” Profesi sebagai ledhek dianggap tidak layak untuk bersanding dengan profesi sebagai pendidik atau guru. Mungkin karena status sosial mereka yang berbeda. Namun Marjuki tidak peduli. Ledhek dianggap pekerjaan yang sah. Karena Jinten juga memiliki Kartu Anggota Seniwati. “Ora ana sing nglarang guru rabi karo ledhek. Ledhek lak uga menungsa. Warga negara sing sah. Gaweyan sing sah. Kowe uga duwe Kartu Induk utawa Kartu Anggota Seniwati, ta?” Jinten manthuk “Nah, kuwi jenenge sah – sah wae aku rabi karo kowe.” (epsd 3:29) Terjemahan: “Tidak ada yang melarang guru menikah dengan ledhek. Ledhek kan juga manusia. Warga negara yang sah. Pekerjaan yang sah. Kamu juga punya Kartu Induk atau Kartu Anggota Seniwati kan?” Jinten mengangguk “Nah, itu berarti sah – sah saja aku menikah dengan kamu.” Tidak jauh beda dengan Jinten, teman Marjuki yang bernama Mugiono juga mengingatkan dia agar berfikir kembali. Menurutnya Marjuki akan menyesal karena ledhek dianggap rendahan dalam masyarakat. “Kowe suk bakal getun, Mar. Aku ora kok karep ngremehake drajate ledhek. Nanging nresnani ledhek padha karo mburu layangan pedhot. Mumbul ginawa angin ora genah tibane, sakwise kecandhak wis user akeh.”(epsd 4:28) rowak-rawek amarga nggocommit rebutantowong
perpustakaan.uns.ac.id
57 digilib.uns.ac.id
Terjemahan: “Kamu besuk bakal menyesal, Mar. Aku bukan kok mau meremehkan derajatnya ledhek. Tapi mencintai ledhek sama saja dengan mengejar layangan putus. Terbang terbawa angin tidak tentu jatuhnya, setelah tertangkap sudah sobek – sobek karena untuk berebut orang banyak.” Dalam masyarakat Jawa tidak hanya perbedaan status sosial saja yang dipermasalahkan dalam pemilihan jodoh. Salah satu contoh yang lain adalah pekawinan jilu yang dalam masyarakat Jawa tidak diperbolehkan karena dianggap membawa sial dikemudian harinya. Perkawinan jilu yakni perkawinan yang dilakukan oleh anak pertama dan anak ketiga. Hal tersebut ternyata juga terjadi pada Jinten dan Marjuki. Marjuki adalah anak pertama dan Jinten adalah anak ketiga. Itulah yang menyebabkan ayah Marjuki belum sepenuhnya setuju dengan pernikahan mereka. Ora amarga Jinten kuwi ledhek kang ndadekake ora setuju. Nanging bab adat-kapercayan, bab jilu, kelairan nomer siji lan nomer telu. Miturut kapercayan ing laladan kono, bebrayan ngono mau bisa nekakake kedadeyan – kedadeyan sing ora nyenengake ing tembe mburi. Kedadeyane ora mesthi padha, nanging mesthi ora kepenak dirungokake yen kudu digawe contone (epsd 4:29) Terjemahan: Bukan karena Jinten itu ledhek yang menjadikan tidak setuju. Tetapi tentang adat kepercayaan, tentang jilu, kelahiran nomor satu dan nomor tiga. Menurut kepercayaan di daerah itu, rumah tangga seperti itu dapat menyebabkan kejadian – kejadian yang tidak menyenangkan di kemudian hari. Kejadiannya tidak pasti sama, tapi pasti tidak enak didengarkan jika harus dibuat contohnya. Jinten sebenarnya juga mempunyai cita – cita ingin menjadi ledhek yang besar, ternama. Namun dia menyadari latar belakang keluarga yang sederhana sangat sulit untuk mewujudkan cita – citanya itu. Demikianlah yang diungkapkan Jinten kepada Kusdi tentang cita – citanya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
58 digilib.uns.ac.id
“Apa Dik Jinten uga pengin dadi ledhek gedhe?” “Gedhe lan ora kuwi amarga bakat lan keturunan. Yen simbokku cilik, bapakku cilik, mosok aku bisa dadi gedhe?” Jinten sengaja ndagel. “Kepinginan,mesthi nduwe. Kaya kang diduweni kabeh menungsa. Amung yen aku isih angel. Isih durung ketemu dalane. Bisa dadi kaya saiki wae rasane wis kaya kanugrahan. Atase aku iki amung anake wong ngisor wit jati.” Jinten mangsuli blaka. Mbok menawa amarga wis gawe dolanan wong tuwa (epsd 6:29) Terjemahan: “Apa Dik Jinten juga ingin menjadi ledhek besar?” “Besar dan tidak itu karena bakat dan keturunan. Kalau ibuku kecil, bapakku kecil, masak aku bisa jadi besar?” Jinten sengaja bercanda “Keinginan pasti ada. Seperti yang dipunyai semua manusia. Hanya kalau aku masih sulit. Masih belum ketemu jalannya. Bisa jadi seperti ini saja rasanya sudah seperti anugerah. Meskipun aku ini hanya anaknya orang bawah pohon jati.” Jinten menjawab apa adanya. Mungkin karena sudah membuat mainan orang tua. Menikah dengan orang yang seharusnya menjadi ayahnya dianggap Jinten kurang etis. Apalagi seorang yang terkenal kaya atau biasa disebut juragan. Jinten menganggap seorang juragan besar biasanya juga suka mempermainkan wanita. Untuk itu dia kurang begitu setuju jika ibunya menjodohkannya dengan Juragan Kusdi. “Ora rabi karo Pak Marjuki ora ateges kudu rabi karo Juragan Kusdi, Mbok. Simbok seneng anake dirabi wong lanangkang umure pantes dadi bapake?” “Hus! Kowe aja angger ngomong. Ngono – ngonoa dheweke kuwi juragan gedhe. Sakkecamatan Kedunggalar iki amung dheweke juragan kayu kang nduwe perusahaan bak trek.” “Bojone akeh.” “Rak wis dipegat kabeh.” “Yakuwi.” “Apa?” “Seneng rabi.”(epsd 7:29) Terjemahan: “Tidak menikah dengan Pak Marjuki bukan berarti harus menikah dengan Pak Kusdi, Mbok. Simbok senang anaknya dinikahi lelaki yang umurnya pantas menjadi bapaknya?” commit to user
59 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
“Hus! Kamu jangan seenaknya berbicara. Begitu – begitu dia itu juragan besar. Se-kecamatan Kedunggalar ini hanya dia juragan kayu yang punya perusahaan bak truk.” “Istrinya banyak,” “Kan sudah dicerai semua.” “Yaitu.” “Apa?” “Suka menikah.” Menurut Kusdi, laki – laki yang tidak bisa memberikan keturunan biasanya akan ditinggal istrinya selingkuh. Begitu cerita Kusdi kepada Jinten tentang kehidupan rumah tangganya. Padahal menurut dokter dia normal – normal saja, hanya saja bibitnya kurang begitu kuat sehingga harus dibantu dengan obat. “… Nanging saka pamriksan dhokter ahli ning Surabaya, aku normal – normal wae. Ana sethithik cathetan menawa bibitku kurang kuwat, nanging bisa dibiyantu kanthi obat. Amung diperlokake bojo kang ngerti, sabar lan setya. Iki isih angel. Wanita – wanita mau luwih seneng ndakwa aku mandhul. Lan ora ana ukuman kang trep tumrap wong lanang mandhul kajaba ditinggal selingkuh.”(epsd 8:28) Terjemahan: “… Tapi dari pemeriksaan dokter ahli di Surabaya, aku normal – normal saja. Ada sedikit catatan kalau bibitku kurang kuat, tapi bisa dibantu dengan obat. Hanya diperlukan istri yang mengerti, sabar dan setia. Ini masih sulit. Wanita – wanita tadi lebih senang mendakwa aku mandul. Dan tidak ada hukuman yang pantas bagi lelaki mandul kecuali ditinggal selingkuh.”
Bagi Jinten menjadi wanita itu tidak enak. Terkadang pria suka menyepelekan bahkan sering juga melecehkan wanita bahwa wanita itu bisa dibeli dengan uang. Begitulah pengalaman pribadi Jinten yang dia ceritakan secara terbuka kepada sahabatnya Kencur. “Dadi wong wedok kuwi ora menak, Cur.” “Ya pas kahanan ora menak. Wong lanang yo ngono. Nanging sing paling ora menak kuwi dadi banci. Kahanan sing kepriye wae.”(epsd 9:29) commit to user
60 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Terjemahan: “Jadi wanita itu tidak enak,Cur.” “Ya pas keadaan tidak enak. Pria juga begitu. Tapi yang paling tidak enak itu jadi banci. Keadaan bagaimanapun.” Banyak yang meramal bahwa karir Jinten akan tetap bersinar karena dia menjadi ledhek karena sebuah wahyu. Namun juga ada yang memprediksikan karirnya akan berakhir setelah menikah. Pangira – ira ngenani karir-e Jinten ing donyaning tayub sansaya sumebar kaya wabah epidemi. Akeh kang ngramal isih bakal terus amarga apa wae alesane „wahyu‟ ledhek isih manggon ning dheweke. Nanging luwih akeh sing nyekra karire Jinten uga bakal cuthel sanalika sakwise dadi bojone Kusdi. Apa Kusdi lila bojone sing ayu menik – menik kuwi dadi sawangane wong akeh ?(epsd 10:29) Terjemahan: Prediksi – prediksi mengenai karir Jinten di dunia tayub semakin menyebar seperti wabah epidemi. Banyak yang meramal masih bakal terus karena apa saja alasannya „wahyu‟ ledhek masih berada di dirinya. Tetapi lebih banyak yang menyangkal karir Jinten juga akan berakhir seketika setelah jadi istri Kusdi. Apa Kusdi rela istrinya yang cantik imut – imut itu menjadi perhatian orang banyak. Bagi Jinten seorang ledhek itu harus cantik terutama dari segi fisik. Karena itu adalah salah satu modal agar tetap digunakan. Mana ada yang menggunakan ledhek yang sudah cacat secara fisik. Jinten begitu meyerah dengan keadaannya setelah kecelakaan yang menyebabkannya cacat permanen. Kabeh pitutur kang katujokake marang dheweke dirasakake amung ngapusi, amung lamis – lamising lambe. Kabeh amung panglipur. Ora ana kang jujur. “Jinten isih payu amarga ayu.” Apa isih nyenengke nyawang ledhek ceko? Utawa ledhek kang sikile semper (epsd 11:29) Terjemahan: Semua perkataan yang ditujukan kepadanya dirasa hanya berbohong, hanya manis di bibir. Semua hanya menghibur. Tidak ada yang jujur. “Jinten masih laku karena cantik.” Apa masih menyenangkan memandang ledhek ceko? Atau ledhek yang kakinya semper. commit to user
61 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Jinten kembali optimis terhadap karirnya setelah kedatangan Sriyatun. Baginya Sriyatun adalah malaikat. Karena ketika dia sangat putus asa Sriyatun datang menawarkan padanya jalan menuju seorang ledhek yang besar. Jinten pun tidak menyia – nyiakan kesempatan itu. “Aku wis crita akeh – akeh marang dheweke bab awakmu. Ketoke dheweke uga simpati marang kahananmu. Banjur nawani, yen kowe gelem, dikongkon dolan – dolan mrana. Yen mligi mulang, kaya kursus, ana dalan. Bisa diterke neng nggone Pak Karno sing nyinaoni biyen. Kebeneran Pak Karno nganti saiki isih ndhalang lan laris. Sapa ngerti gelem nampa kowe minangka murid.” Jinten nampa katrangan mau kanthi seneng. Ing pangrasane wektu kuwi Sriyatun dudu ledhek senior maneh,nanging malaikat tukang tetulung kang njelma (epsd 12:29) Terjemahan: “Aku sudah bercerita banyak kepadanya mengenai dirimu. Kelihatannya dia juga simpati dengan keadaanmu. Kemudian menawarkan, jika kamu mau, disuruh main- main kesana. Kalau hanya mengajar, seperti kursus, ada jalan. Bisa diantar ke tempat Pak Karno yang mengajarinya dulu. Kebetulan Pak Karno sampai sekarang masih ndhalang dan laku tinggi. Siapa tahu mau menerima kamu sebagai muridnya.” Jinten menerima keterangan itu dengan senang. Perasaannya waktu itu Sriyatun bukan ledhek senior lagi. Tapi malaikat tukang penolong yang menjelma. Lelaki yang sudah mapan atau sukses tidak akan sulit mencari istri. Tinggal tunjuk, tidak akan ada wanita yang menolak. Begitulah Jinten membesarkan hati sahabatnya Kencur yang sedang patah hati. “… Nanging ngomong – ngomong kena apa ora golek bocah wadon liya. Isih akeh, ta? Kowe kuwi wis sukses lho, Cur. Kari nuding wae, ora ana prawan sing ora nolak. Pokok drijimu ora bengkong wae.” (epsd 13:29) Terjemahan: “… Tapi ngomong – ngomong kenapa tidak mencari wanita yang lain. Masih banyak kan? Kamu itu sudah sukses lho, Cur. Tinggal tunjuk saja, tidak ada gadis yang tidak menolak. Yang penting jarimu tidak bengkon saja.” commit to user
62 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kencur adalah orang yang mau menerima apa adanya Jinten. Meskipun Jinten sudah berterus terang tentang keadaannya. Namun Kencur tetap pada pendiriannya ingin meminang Jinten. Jinten banjur blaka, crita apa anane kanthi karep supaya Kencur ora duwe pengarep – arep maneh marang dheweke. Mula pangocape digawe luwih dramatis. Utamane bageyan kang bisa nuwuhake rasa cemburu. Nanging sikape Kencur malah gawe Jinten kaget dhewe (epsd 14:28) Terjemahan : Jinten lalu berterus terang, bercerita apa adanya berharap agar Kencur tidak mempunyai harapan lagi pada dirinya. Maka perkataannya dibuat lebih dramatis. Terutama bagian yang bisa menimbulkan rasa cemburu. Tapi sikap Kencur justru membuat Jinten kaget sendiri. Selepas tersakiti oleh Marjuki, Jinten menganggap hampir semua pria itu sama saja. Hanya mengumbar janji tanpa ada pembuktian. Bahkan anggapan itu juga dijatuhkan kepada sahabatnya sendiri, Kencur. Jinten benar – benar kecewa. “… dene Guru Marjuki amung pinter ngocapake „arep ngrabi – arep ngrabi‟. Buktine? Kuwi gambaranmu uga, Cur! Kowe amung pinter ngomong. Kowe kuwi wong lanang kang amung lamis – lamis lambe., pinter micara, nanging ing tumindhak ora ana kang bisa diarep – arep.”(epsd 15:29) Terjemahan : “…sedang Guru Marjuki hanya pandai berkata „mau menikahi-mau menikahi‟. Buktinya? Itu gambaranmu juga, Cur! Kamu hanya pintar bicara. Kamu itu laki – laki yang hanya manis – manis di bibir, pintar berkata, namun dalam tindakan tidak ada yang bisa diharapkan
e) Keputusan Keputusan merupakan tindakan akhir yang diambil oleh para pelaku/tokoh dalam cerita yang mempengaruhi jalannya cerita dan yang menggerakkan alur. Berikut kutipannya: commit to user
63 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Satu setengah tahun setelah lulus dari SD. Kisah cinta Jinten dan Marjuki tidak terdengar lagi. Jinten memutuskan sudah ingin melupakan Marjuki. Saksuwene karotengah taun kuwi –sakwise lulus SD- ora ana tutuge lelakon bab Marjuki. Lan Jinten wis meh nglalekake gurune kuwi (epsd 3:28) Terjemahan: Selama satu setengah tahun itu –setelah lulus SD- tidak ada kelanjutan cerita bab Marjuki. Dan Jinten sudah akan melupakan gurunya itu. Jinten tidak peduli terhadap omongan orang sekitar. Termasuk orang tuanya sendiri. Ia memutusakan tidak akan menerima cinta Kusdi. Wis ben uwong arep ngomong apa. Jinten wis mutusake : ora bakal nampa tresnane Kusdi (epsd 6:29) Terjemahan: Biarlah orang berkata apa. Jinten sudah memutuskan : tidak akan menerima cinta Kusdi. . Tidak ada gunanya lagi Jinten memberikan penjelasan pada Marjuki mengenai Kusdi. Marjuki merasa masalah mengenai Kusdi sudah selesai dan tidak perlu dibahas lagi. “Dakkira wis ora ana perkara maneh ing antarane awake dhewe, Ten. Kabeh wis rampung. Wis cuthel. Lan kowe ora perlu kuwatir. Mas Kusdi-mu ora bakal dakapak – apakake..” (epsd 7:29) Terjemahan: “Aku kira sudah tidak ada masalah lagi diantara kita, Ten. Semua sudah selesai. Sudah tamat. Dan kamu tidak perlu khawatir. Mas Kusdi-mu tidak akan kuapa- apakan..” Jinten merasa benci terhadap Marjuki karena perlakuan dan perkataannya kurang mengenakkan. Ia bersumpah tidak akan menikah dengan seorang guru. “Aku sumpah ora bakal rabi karo guru.” pambengoke batine. Ora bakal keprungu liyan (epsd 7:29) commit to user
64 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Terjemahan: “Aku janji tidak akan menikah dengan guru. “ jerit batinnya. Tidak akan didengar orang lain. . Semenjak hubungannya dengan Jinten kandas. Marjuki memutuskan menikah dengan seorang guru juga yang bernama Palupi. Nalika undhangan kuwi bener – bener diwaca dening Jinten (amung melu maca. Kuwi ulem kanggo Kencur, Jinten dhewe ora dikirimi), ana jeneng Marjuki lan Palupi ana kono. Ora diselaki atine geter (epsd 7:29) Terjemahan: Ketika undangan itu benar – benar dibaca oleh Jinten (hanya ikut membaca. Itu undangan untuk Kencur, Jinten sendiri tidak diberi), ada nama Marjuki dan Palupi disitu. Tidak dipungkiri hatinya bergetar. Kusdi ingin memperbaiki citranya yang selama ini kurang baik di mata masyarakat. Ia bertekad harus memiliki hidup yang baru. Kusdi kepengin mesisan ndandani citrane sing kurang apik : tukang kawin, kanthi tuntase kasus mau lan ngrabi Jinten sarana resmi. Pokoke Kusdi pengin duwe lembaran urip kang anyar (epsd 10:28) Terjemahan : Kusdi ingin sekalian memperbaiki citranya yang kurang baik : tukang kawin, dengan tuntasnya kasus tadi dan menikahi Jinten secara resmi. Pokonya Kusdi ingin mempunyai lembaran hidup yang baru . Jinten lebih memilih tinggal di rumah neneknya yang bernama Sutoijoyo setelah sembuh dari sakitnya akibat kecelakaan yang merenggut nyawa Kusdi. Bukan di rumah orang tuanya lagi. Kutipan: Dheweke mutusake ora manggon ana warung maneh. Pilih manggon neng Bangunrejo, neng omahe mbahe, Sutoijoyo (epsd 11:29) Terjemahan: Ia memutuskan tidak tinggal di warung lagi. Memilih tinggal di Bangunrejo, di rumah neneknya, Sutoijoyo.
commit to user
65 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Akhirnya, Kencur memutuskan akan menemui orang tua Jinten untuk melamar. Sebagai bukti bahwa Kencur memang serius terhadap Jinten. Setelah Jinten mau memberikan kesempatan untuknya. “Ya. Awake dhewe mengko bebarengan ngadhep Pak Saji lan Mbok Parni. Aku bakal nembung kanthi rembug lanangku.” (epsd 15:29) Terjemahan: “Ya. Kita nanti bersama – sama menghadap Pak Saji dan Mbok Parni. Aku akan melamar dengan jiwa priaku.”
2) Subplot Subplot merupakan rangkaian peristiwa-peristiwa yang menjadi bagian dari alur utama. Cerbung KT ini memiliki subplot yang menceritakan perjalanan hidup
tokoh
Jinten
dalam
meraih
karir
dan
cintanya.
Pertentangan
adat-kepercayaan banyak mendominasi tidak mulusnya perjalanan Jinten yang menjadi suatu konflik – konflik berkelanjutan.
3) Bagian alur a) Awal Juminten atau lebih sering dipanggil Jinten, adalah seorang ledhek tayub yang sudah terkenal. The Star of Tayub, itulah sebutannya. Seorang ledhek dengan bayaran yang tidak murah dalam setiap kali tampil. Keluwesan dan lirikan yang menggoda membuatnya menjadi idola para pria dari berbagai kalangan. Berikut kutipannya : Sakjroning solah bawa, igelan ngundang birahi, ledhek Jinten nyeblakake pucuk selendhang dikantheni lirikan nggodha marang tamu undhangan. Neng kono isih ana Pak Lurah Subur, Pak Sekcam Giarto, Pak Mantri Alas Damin, Pak Mantri Kesehatan Lasidi, sing lungguh ing larapan kursi ngarep. commit to user
66 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Ya, Jinten. Dheweke kembange. Kembang ing antarane kembang lan kumbang. The Star of The Tayub. Jinten ora kok ora ngertenibab iki. Malah, dheweke banget ngrasakake kahanane minangka si Kembang Tayub sing lagi mekar. Uga ngrumangsani pitukune sing kerep ora murah kanggo sekabehing kang ditampa iku. Ora pisan pindho dheweke kudu misah wong lanang – lanang sing bengkerengan amarga rebut kawigaten saka dheweke. Ora pisan pindho, perkara ngono mau kedadeyan nalika pasugatan tayub durung rampung. Kaya sing sak banjure dibubarake sakdurunge wancine (epsd 1:28-29) Terjemahan: Dalam keluwesan, igelan mengundang birahi, ledhek Jinten menggibaskan ujung sampur dibarengi dengan lirikan menggoda kepada tamu undangan. Disana masi ada Pak Lurah Subur, Pak Sekcam Giarto, Pak Mantri Alas Damin, Pak Mantri Kesehatan Lasidi, yang duduk di deretan kursi depan. Ya, Jinten. Dia bunganya. Bunga diantara bunga dan kumbang. The Star of The Tayub. Jinten sendiri bukannya tidak tahu hal ini. Justru, dia sangat merasakan keadaan sebagai si Bunga Tayub yang baru mekar. Juga merasa bayarannya yang tidak murahuntuk semuanya yang diterima itu. Tidak sekali dua kali dia harus melerai para pria yang bertengkar karena berebut perhatian darinya. Tidak sekali dua kali, masalah seperti itu tadi terjadi ketika pertunjukkan tayub belum usai. Seperti yang setelahnya dibubarkan sebelum waktunya.
b) Tengah i.
Konflik
Konflik dalam cerbung KT ini bermula ketika kisah kasih antara Jinten dengan Marjuki mulai terjalin. Marjuki yang seorang guru dan Jinten seorang ledhek meyebabkan kisah cintanya tidak berjalan mulus. Banyak pertentangan di dalam keluarga, teman – teman terdekat juga masyarakat sekitar. Status sosial mereka di dalam masyarakat dianggap berbeda tingkatan. Kutipan: “Ora ana sing nglarang guru rabi karo ledhek. Ledhek lak uga menungsa. Warga negara sing sah. Gaweyan sing sah. Kowe uga duwe Kartu Induk utawa Kartu Anggota Seniwati, ta?” commit to user Jinten manthuk
67 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
“Nah, kuwi jenenge sah – sah wae aku rabi karo kowe.” (epsd 3:29) Terjemahan: “Tidak ada yang melarang guru menikah dengan ledhek. Ledhek kan juga manusia. Warga negara yang sah. Pekerjaan yang sah. Kamu juga punya Kartu Induk atau Kartu Anggota Seniwati kan?” Jinten mengangguk “Nah, itu berarti sah – sah saja aku menikah dengan kamu.” Tidak hanya mengenai status sosial saja yang menjadi konflik dalam hubungan Jinten dan Marjuki. Namun juga pertentangan adat-kepercayaan. Kerpercayaan jilu yang dianggap tabu dalam masyarakat Jawa, yang juga masih dianut oleh orang tua dari Marjuki. Kutipan: Ora amarga Jinten kuwi ledhek kang ndadekake ora setuju. Nanging bab adat-kapercayan, bab jilu, kelairan nomer siji lan nomer telu. Miturut kapercayan ing laladan kono, bebrayan ngono mau bisa nekakake kedadeyan – kedadeyan sing ora nyenengake ing tembe mburi. Kedadeyane ora mesthi padha, nanging mesthi ora kepenak dirungokake yen kudu digawe contone (epsd 4:29) Terjemahan: Bukan karena Jinten itu ledhek yang menjadikan tidak setuju. Tetapi tentang adat kepercayaan, tentang jilu, kelahiran nomor satu dan nomor tiga. Menurut kepercayaan di daerah itu, rumah tangga seperti itu dapat menyebabkan kejadian – kejadian yang tidak menyenangkan di kemudian hari. Kejadiannya tidak pasti sama, tapi pasti tidak enak didengarkan jika harus dibuat contohnya.
c) Konflik utama Konflik terjadi ketika hubungan Jinten dengan Marjuki kandas. Marjuki menikah dengan rekan kerjanya sesama guru dan Jinten juga memutuskan untuk menerima lamaran dari Kusdi, meski sebelumnya bersikeras tidak akan mau menikah dengan Kusdi. Berikut kutipannya : commit to user
68 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Nalika undhangan kuwi bener – bener diwaca dening Jinten (amung melu maca. Kuwi ulem kanggo Kencur, Jinten dhewe ora dikirimi), ana jeneng Marjuki lan Palupi ana kono. Ora diselaki atine geter (epsd 7:29) Terjemahan : Ketika undangan itu benar – benar dibaca oleh Jinten (hanya ikut membaca. Itu undangan untuk Kencur, Jinten sendiri tidak diberi), ada nama Marjuki dan Palupi disitu. Tidak dipungkiri hatinya bergetar. Kutipan : Kusdi kepengin mesisan ndandani citrane sing kurang apik : tukang kawin, kanthi tuntase kasus mau lan ngrabi Jinten sarana resmi. Pokoke Kusdi pengin duwe lembaran urip kang anyar. (epsd 10:28) Terjemahan : Kusdi ingin sekalian memperbaiki citranya yang kurang baik : tukang kawin, dengan tuntasnya kasus tadi dan menikahi Jinten secara resmi. Pokonya Kusdi ingin mempunyai lembaran hidup yang baru Kutipan : Kuwi kedadeyan liya dina ing sasi Sawal. Kulawarga saka pihak Kusdi nglamar temenan. Mobil loro kebak, komplit sak uba rampe panglamar (epsd 10:28) Terjemahan : Itu kejadian lain hari di bulan Syawal. Keluarga dari pihak Kusdi benar – benar melamar. Dua mobil penuh, lengkap dengan seperangkat lamarannya. d) Klimaks Klimaks dalam cerbung ini adalah ketika Jinten memutuskan untuk menikah dengan Kusdi. Hari baik telah ditentukan yakni Sabtu Legi bulan Besar (bulan Jawa) resepsi pernikahan mereka akan diadakan secara besar – besaran. Persiapan sudah dimulai sejak tiga minggu sebelum pesta digelar. Termasuk juga calon kedua mempelai. Sepuluh hari sebelum pernikahan berlangsung, mereka pergi ke Solo guna membeli kekurangan kebutuhan. Namun naas di daerah Kebakkramat mereka mengalami kecelakaan yang mengakibatkan Kusdi commit to user meninggal dunia dan Jinten dinyatakan cacat permanen. Otomatis pernikahannya
perpustakaan.uns.ac.id
69 digilib.uns.ac.id
dengan Kusdi batal. Kesedihan Jinten tidak hanya sebatas kandasnya kembali cintanya, namun dia juga menjadi putus asa akibat cacat yang dialami. Jinten pesimis karirnya akan berakhir karena hal tersebut. Dia memilih untuk tinggal dirumah dan menyendiri guna memulihkan kondisinya. Berikut kutipannya : Nalika calon manten sakloron mulih saka Solo saperlu blanja kekurangane kabutuhan, panther-e ditabrak truk tebu ing laladan Kebakkramat. Tabrakan kang banget nggegirisi. Kusdi slamet. Nanging amung bisa ambegan rong jam ana rumah sakit Panti Kosala Solo. Sabanjure dheweke ora ketulung amarga kakehan ngetokke getih. Jinten slamet…(epsd 11:28) Terjemahan: Ketika kedua calon pengantin pulang dari Solo guna berbelanja kekurangan kebutuhan, panthernya ditabrak truk tebu di daerah Kebakkramat. Tabrakan yang sangat memprihatinkan. Kusdi selamat. Tapi hanya bisa bertahan dua jam di rumah sakit Panti Kosala Solo. Selanjutnya ia tidak tertolong karena kebanyakan mengeluakan darah. Jinten selamat… Kutipan : Jinten kaanggep mari sakwise dirawat suwene telung wulan. Nanging nyatane tangan lan sikile ora bisa pulih kaya wingi uni. Sikile ora bisa lurus yen dianggo ngedeg lan tangane rada ceko (epsd 11:29). Terjemahan : Jinten dianggap sembuh setelah dirawat selama tiga bulan. Tapi kenyataannya tangan dan kakinya tidak bisa pulih seperti dulu lagi. Kakinya tidak bisa lurus kalau dipakai berdiri dan tangannya agak ceko. Kutipan : Minangka ledhek, Jinten rumangsa wis cuthel. Ora ana pangarep – arep kanggo bali neng donyane maneh (epsd 11:29). Terjemahan : Sebagai ledhek, Jinten merasa sudah berakhir. Tidak ada harapan untuk kembali ke dunianya. Kutipan : Jinten sansaya bingung. Saksuwene nganggur iki dheweke ora nduweni user tetep urip, tegese ora karep pepinginan apa – apa. commit Nadyantopengin
70 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
nganyut tuwuh, nanging pepenginan dadi apa. Wis ora ana neng pikirane maneh (epsd 12:29). Terjemahan : Jinten semakin bingung. Selama menganggur ini ia tidak mempunyai keinginan apa – apa. Walaupun masih ingin hidup, tetapi keinginan untuk menjadi apa, sudah tidak ada dipikirannya lagi.
e) Akhir Ditengah – tengah kemelut yang terjadi, kawan lama Jinten semasa SD, yakni Kencur hadir kembali di kehidupan Jinten. Tidak banyak yang berubah dari Kencur, tetap sederhana dan apa adanya meski sudah sukses. Selain itu perasaannya juga belum berubah, cintanya masih untuk Jinten sama seperti dulu. Profesinya memang tidak sebagus Marjuki ataupun Kusdi. Dari status sosialpun juga tidak setinggi mereka berdua. Kencur hanyalah seorang penjual tempe yang kini sudah sukses. Namun ketulusan hatinya yang membuat Jinten jatuh hati kepadanya dan memutuskan untuk menerima cintanya. Berikut kutipannya: “Ya kuwi goblokku, Ten. Ngapa aku malah nggathukke maneh kowe karo Pak Marjuki, kamangka aku dhewe naksir kowe.” “Lha ngapa kok ora kandha dhewe neng aku?” “Kuwi goblokku sing kepindho. Ngapa aku ora wani. Nanging dakkira wektu kuwi kowe mesthi wegah nampa aku.”(epsd 13:28) Terjemahan: “Ya itu bodohku, ten. Kenapa aku justru menjodohkanmu lagi dengan Pak Marjuki, padahal aku sendiri suka sama kamu.” “Kenapa kok tidak bilang padaku sendiri?” “Itu kebodohanku yang kedua. Kenapa aku tidak berani. Tapi kupikir waktu itu kamu pasti tidak mau menerimaku.” Kutipan : “…Sing cetha saiki aku nglamar kowe, njaluk kowe dadia bojoku. Mbok tampa utawa ora. Kuwi wae. Wangsulana.” (epsd 14:28) commit to user
71 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Terjemahan : “…Yang jelas sekarang aku melamarmu, memintamu menjadi istriku. Kamu terima atau tidak. Itu saja. Jawablah.” Kutipan : “Ya. Awake dhewe mengko bebarengan ngadhep Pak Saji lan Mbok Parni. Aku bakal nembung kanthi rembug lanangku.” “Buktekna.” “Delengen wae. Nanging aku perlu takon apa kowe dhewe siap?” “Aku mesthi mbuktekake omonganku dhewe.”(epsd 15:29) Terjemahan : “ Ya. Kita nanti bersama – sama menghadap Pak Saji dan Mbok Parni. Aku akan meminang dengan jiwa laki – lakiku.” “Buktikan.” “Lihat saja. Tapi aku perlu bertanya apakah kamu sendiri siap?” “Aku pasti siap membuktikan perkataanku.” Kutipan : Kencur ngruket Jinten karo ngguyu Kencur nggeret lengene Jinten. Ngajak mlayu. Ing sacedhake kono mau ana gubug, papan panggonane para Polsus alas pinuju ngaso. Ing sajroning udan sinurung angin kang nyempyok jejogedan Kencur ngrangkul Jinten. ngruket Jinten. Luwih kenceng (epsd 15:29). Terjemahan : Kencur memeluk Jinten dengan tertawa Kencur menarik lengan Jinten. Mengajak berlari. Di dekat situ tadi ada gubug, tempat dimana para Polsus hutan ketika istirahat. Di tengah hujan terdorong angin yang menari – nari, kencur merangkul Jinten. Memeluk Jinten. Lebih kencang Tidak hanya itu, tentang karirnya, Jinten juga mulai optimis kembali semenjak kedatangan Sriyatun, guru tari Jinten. Mbak Sri, membawa kabar gembira. Dia menawarkan pada Jinten, jika memang dia ingin menjadi ledhek besar ada yang sanggup untuk melatihnya. Tentang keadaan fisik Jinten untuk sekarang ini, tidak menjadi masalah. Akhirnya Jinten menyanggupi tawaran mbak Sri. Dia sangat senang karena ada jalan untuk mencapai cita – citanya. Berikut kutipannya :
commit to user
72 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
“Aku wis crita akeh – akeh marang dheweke bab awakmu. Ketoke dheweke uga simpati marang kahananmu. Banjur nawani, yen kowe gelem, dikongkon dolan – dolan mrana. Yen mligi mulang, kaya kursus, ana dalan. Bisa diterke neng nggone Pak Karno sing nyinaoni biyen. Kebeneran Pak Karno nganti saiki isih ndhalang lan laris. Sapa ngerti gelem nampa kowe minangka murid.” Jinten nampa katrangan mau kanthi seneng. Ing pangrasane wektu kuwi Sriyatun dudu ledhek senior maneh,nanging malaikat tukang tetulung kang njelma (epsd 12:29). Terjemahan: “Aku sudah bercerita banyak kepadanya mengenai dirimu. Kelihatannya dia juga simpati dengan keadaanmu. Kemudian menawarkan, jika kamu mau, disuruh main- main kesana. Kalau hanya mengajar, seperti kursus, ada jalan. Bisa diantar ke tempat Pak Karno yang mengajarinya dulu. Kebetulan Pak Karno sampai sekarang masih ndhalang dan laku tinggi. Siapa tahu mau menerima kamu sebagai muridnya.” Jinten menerima keterangan itu dengan senang. Perasaannya waktu itu Sriyatun bukan ledhek senior lagi. Tapi malaikat tukang penolong yang menjelma. Akhir cerita yang bisa dikatakan bahagia, dimana tokoh utama yakni Jinten dapat melewati cobaan – cobaan dalam hidupnya. Bertemu dengan jodohnya, yakni Kencur dan Jinten mulai mau membangun karirnya kembali setelah lama terhenti karena kondisi fisiknya akibat kecelakaan.
b. Karakter Penokohan atau penetapan karakter seseorang sebagai sosok berpengaruh sangatlah mewakili keberagaman dalam cerita. Melalui karakter, cerita menjadi lebih nyata dalam angan pembaca. Pembaca dapat dengan jelas menangkap wujud manusia dengan berbagai macam kehidupannya yang telah diciptakan oleh pengarang. Penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Dengan kata lain tokoh dalam sebuah commit to user
73 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
cerita dapat disebut sebagai actor dari cerita tersebut, sedangkan penokohan merupakan watak atau karakter yang diperankan oleh seorang actor. 1) Klasifikasi a) Karakter utama/mayor Tokoh utama mempunyai peran penting dalam perkembangan cerita dan mempunyai relevansi dengan setiap peristiwa yang terjadi di dalam keseluruhan cerita. Tokoh utama yang paling berhubungan dengan berbagai masalah dari awal hingga akhir dalam cerbung KT ini adalah Juminten atau biasa dipanggil dengan Jinten. Tokoh inilah yang paling dominan terlibat dalam semua peristiwa yang terjadi di KT sebagai tokoh protagonis, sedangkan tokoh bawahan disebut sebagai tokoh antagonis. i. Jinten Jinten merupakan tokoh utama dalam cerbung ini. Jinten termasuk dalam golongan protagonis yaitu tokoh yang baik. Jinten digambarkan sebagai perempuan yang cantik, rendah hati, banyak disukai para lelaki, tidak plih kasih, ramah namun juga terkadang bisa menjadi cerewet dan galak. Selain itu Jinten juga tokoh yang selalu bersyukur, mudah putus asa, terkadang juga pasrah, meski mempunyai tubuh yang kecil tetapi pintar menari yang kemudian menjadi ledhek paling kondhang atau si kembang tayub.
b) Tokoh Bawahan atau Minor i. Marjuki Marjuki merupakan kekasih Jinten yang pertama kalinya. Tergolong dalam tokoh protagonis. Marjuki adalah seorang guru. Marjuki digambarkan sebagai pria commit to user yang pantang menyerah, punya rasa sungkan, pencemburu, tidak suka pamer,
74 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tidak sombong,. Selain itu Marjuki itu mempunyai pribadi yang kalem namun nekad. Marjuki juga tergolong pria yang tampan.
ii. Kusdi Kusdi dalam cerbung digambarkan sebagai orang kaya, sering nikah cerai, pantang menyereah, sabar, pasrah, optimis. Bila dilihat dari segi usia, dalam cerbung ini Kusdi tergolong sudah tua. Bahkan lebih cocok menjadi ayah Jinten.
iii. Kencur Kencur adalah seorang penjual tempe, teman semasa SD Jinten yang pada akhirnya menjadi cinta terakhirnya. Kencur adalah seseorang yang sederhana, pendiam, disukai banyak wanita, pribadi yang tertutup, pntar. Selain itu meski Kencur hanya tamat SD, namun ia adalah seorang pekerja keras. Hal itulah yang menghantarkannya menjadi sukses. Dalam hal cinta, ia memang lebih cenderung rendah hati walaupun ia tampan.
iv. Siwidayat Siwidayat adalah putra tunggal dari dhalang Karno, guru sindhen Jinten. Tentu saja ia termasuk anak orang kaya. Selain itu ia juga tampan, namun lugu. Pola pikirnya masih sempit. Ia juga termasuk seorang oedipus complex karena usianya terpaut dua tahun lebih muda dibandingkan Jinten. masih duduk di bangku SMA.
v. Surti
commit to user
75 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dalam cerbung ini, tokoh Surti adalah teman seprofesi sekaligus sahabat dari Jinten. Surti adalah orang yang perhatian atau peduli terhadap oarng – orang terdekatnya. Suka mengingatkan teman juka ada sesuatu yang rasanya kurang pas tanpa menyalahkan sepenuhnya.
vi. Mbok Parmi Mbok Parmi adalah ibu dari Jinten. beliau oarng yang sabar dan mengalah. Menghormati dan menghargai orang lain. Tidak pernah berburuk sangka dan selalu berusaha memberikan yang terbaik untuk anaknya.
vii. Guru Mugono Mugono adalah teman dekat Marjuki yang kebetulan juga satu tempat kerja
dengannya.
Sebagai
sahabat,
Mugono
tentunya
peduli
terhadap
permasalahan yang dihadapi oleh Marjuki, berharap Marjuki mendapat yang terbaik dalam setiap keputusannya.
viii. Pak Dwijo Suyoto Pak Dwijo adalah kepala cabang dinas, atasan dari Marjuki. Sama halnya dengan Mugono, sebagai atasan Pak Dwijo juga mempunyai harapan agar anak buahnya mengambil keputusan yang tepat. Untuk itu beliau selalu mengingatkan Marjuki, termasuk mengenai rencana pernikahannya dengan Jinten yang berprofesi sebagai ledhek. Itulah bentuk kepedulian Pak Dwijo sebagai atasan Marjuki.
ix. Ledhek Sriyatun
commit to user
76 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Ledhek Sriyatun adalah ledhek terkenal dari Tambakselo yang juga merupakan guru Jinten. Ia sangat berperan dalam karir Jinten hingga sukses sampai saat ini. Selain sebagai guru, mbak Sri juga sekaligus sahabat Jinten. Ia sangat peduli dan selalu menolong Jinten ketika kesusahan. Dari segi usia mbak Sri jauh lebih tua dibanding Jinten.
2) Motivasi Motivasi adalah alasan seorang karakter untuk bertindak sebagaimana yang ia lakukan. Motivasi dibagi dua, motivasi spesifik dan motivasi dasar. Motivasi spesifik adalah alasan atau reaksi spontan seorang karakter yang mungkin juga tidak disadari, yang ditunjukkan oleh adegan atau dialog tertentu. Motivasi dasar adalah suatu aspek umum dari satu karakter atau dengan kata lain hasrat dan maksud yang memandu sang karakter dalam melewati keseluruhan cerita. Arah yang dituju oleh motivasi dasar adalah arah tempat keseluruhan motivasi spesifik bermuara. a)
Motivasi spesifik i. Jinten
Motivasi Jinten pergi ke rumah dhalang Karno di daerah Sragen adalah ingin belajar menyanyi atau nembang. Jadi tidak hanya bisa menari saja. Berikut kutipannya : Jinten kena wae rumangsa bombong amarga luwih luwes ing babagan djoget. Nanging babagan cengkok, kekenesaning suwara, kayane ledhek Lasmi angel dikalahke. Kang sinau njoged kanthi bener isih sethithik. Kang sinau nggendhing, nyinaoni bab gendhing – gendhing sansaya luwih sithik maneh. Dene kang nyinau loro – lorone sasat ora ana babar pisan. Uga Jinten, sanadyan pengin. Ledhek Sriyatun, gurune Jinten uga ora bisa loro – lorone (epsd 6:29). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
77 digilib.uns.ac.id
Terjemahan: Jinten boleh saja merasa bangga karena lebih ahli bab menari. Tapi bab suara, kemerduan suara, sepertinya ledhek Lasmi sulit dikalahkan. Yang belajar menari dengan benar masih sedikit. Yang belajar menyanyi Jawa, mempelajari bab tembang – tembang Jawa semakin lebih sedikit lagi. Sedangkan yang mempelajari kedua – duanya seperti tidak ada sama sekali. Juga Jinten, meskipun ingin. Ledhek Sriyatun, guru Jinten juga tidak bisa kedua- duanya.
ii. Surti Motivasi Surti melarang Jinten manikah dengan Marjuki adalah konon dari orang – orang terdahulu, tidak lazim rasanya jika seorang ledhek menikah dengan guru. Berikut kutipannya : “Ora maido. Nanging kowe kudu eling, critane wong – wong mbiyen sing padha karo awake dhewe. Endi sing bakal dadi karo guru? Yen karo lurah utawa mantri malah ana. Ana sing langgeng nganti saiki. Contone Lik Sum, Dhe Ngatmi.”(epsd 2:29) Terjemahan: “Tidak dipungkiri. Tapi kamu harus ingat, cerita orang – orang dulu yang sama seperti kita. Mana yang akan jadi dengan guru? Kalau dengan lurah atau mantri malah ada. Ada yang langgeng sampai sekarang. Contohnya Lik Sum, Dhe Ngatmi.” .
iii. Pak Dwijo Suyoto Motivasi Pak Dwijo Suyoto sebagai atasan melarang Marjuki menikah dengan Jinten adalah karena ia seorang ledhek. Sehingga dirasa kurang pantas. Berikut kutipannya : Bakune, minangka ndhuwuran, Pak Dwijo kabotan yen anak buahe ngepek bojo ledhek{epsd 4:28). Terjemahan: Jelasnya, sebagai atasan, Pak Dwijo keberatan jika anak buahnya memperoleh istri ledhek. b) Motivasi dasar commit to user
78 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
i.
Jinten
Motivasi dasar Jinten pergi ke tempat dhalang Karno di daerah Sragen adalah karena Jinten ingin manjadi ledhek yang besar. Berikut kutipannya : “Apa Dik Jinten uga pengin dadi ledhek gedhe?” “Gedhe lan ora kuwi amarga bakat lan keturunan. Yen simbokku cilik, bapakku cilik, mosok aku bisa dadi gedhe?” Jinten sengaja ndagel. “Kepinginan,mesthi nduwe. Kaya kang diduweni kabeh menungsa. Amung yen aku isih angel. Isih durung ketemu dalane. Bisa dadi kaya saiki wae rasane wis kaya kanugrahan. Atase aku iki amung anake wong ngisor wit jati.” Jinten mangsuli blaka. Mbok menawa amarga wis gawe dolanan wong tuwa (epsd 6:29). Terjemahan: “Apa Dik Jinten juga ingin menjadi ledhek besar?” “Besar dan tidak itu karena bakat dan keturunan. Kalau ibuku kecil, bapakku kecil, masak aku bisa jadi besar?” Jinten sengaja bercanda “Keinginan pasti ada. Seperti yang dipunyai semua manusia. Hanya kalau aku masih sulit. Masih belum ketemu jalannya. Bisa jadi seperti ini saja rasanya sudah seperti anugerah. Meskipun aku ini hanya anaknya orang bawah pohon jati.” Jinten menjawab apa adanya. Mungkin karena sudah membuat mainan orang tua.
ii. Surti Motivasi dasar Surti melarang Jinten menikah dengan marjuki adalah karena Surti sahabat Jinten sehingga sudah sewajarnya jika ia ingin yang terbaik untuk Jinten. Berikut kutipannya : “Aku tenanan, Ten. Minangka kanca raket , aku wajib ngelikake yen ana bab – bab sing ora beres ngenani awakmu.” (epsd 2:29) Terjemahan: “Aku serius, Ten. Sebagai teman dekat, aku wajib mengingatkan jika ada hal – hal yang tidak beres mengenai dirimu.”
commit to user iii. Pak Dwijo Suyoto
79 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Motivasi dasar Pak Dwijo Suyoto sebagai atasan melarang Marjuki menikah
dengan
Jinten
adalah
takut
akan
merusak
citra
korps.
Berikut kutipannya : Iki bisa ngregeti citra korps. Kan isih akeh guru – guru putri kang cocok lan pantes dipek bojo?(epsd 4:28) Terjemahan: Ini bisa mengotori citra korps. Kan masih banyak guru – guru wanita yang cocok dan pantas dijadikan istri.
3) Karakterisasi a) Penafsiran nama i. Ribut Ribut termasuk kosa kata bahasa Jawa. Kata ini dalam bahasa Indonesia sama dengan „bertengkar” yang artinya terjadi ketidakcocokan antara dua individu lebih. Sehingga terkadang menimbulkan efek buruk atau suasana tidak nyaman bagi sekitarnya. Dalam cerbung Kembang Tayub, Ribut adalah nama seorang juragan kayu. Ia sering membuat keributan setiap ada pertunjukkan tayub. Masalah utamanya adalah wanita. Tentu saja hal itu membuat ketidaknyamanan bagi orang – orang yang berada disekitarnya. Bahkan tidak jarang juga pertunjukkan tayub diakhiri dan dibubarkan sebelum waktunya. Berikut kutipannya : “Ribut ngamuk maneh?” kandhane nalika sepedha motor wis mlaku adoh. “Biyasa.” Jinten amung ngegongi sakcukupe, “yen ora nganggo padudon dudu Ribut jenenge.” (epsd 1:29) Terjemahan: “Ribut mengamuk lagi?” omongannya ketika sepeda motor sudah berjalan jauh. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
80 digilib.uns.ac.id
“Biasa.” Jinten hanya menjawab se-cukupnya, “kalau tidak memakai pertengakaran bukan Ribut namanya.”
b) Deskripsi eksplisit Deskripsi eksplisit adalah pendeskripsian tokoh yang menceritakan tindakan-tindakan yang dilakukan. Pendeskripsian seperti ini dapat membantu pembaca dalam memvisualisasikan sekaligus memahami karakter yang ada dalam cerita. Berikut kutipan dari para tokoh : i. Jinten Jinten digambarkan sebagai perempuan yang rendah hati, banyak disukai para lelaki, tidak plih kasih, ramah namun juga terkadang bisa menjadi cerewet dan galak. Selain itu Jinten juga tokoh yang selalu bersyukur, mudah putus asa, terkadang juga pasrah, pintar menari yang kemudian menjadi ledhek paling kondhang atau si kembang tayub. Berikut kutipannya : Ora pisan pindho dheweke kudu misah wong lanang – lanang sing bengkerengan amarga rebut kawigaten saka dheweke. Ora pisan pindho, perkara ngono mau kedadeyan nalika pasugatan tayub durung rampung. Kaya sing sakbanjure dibubarake sakdurunge wancine (epsd 1:29). Terjemahan: Tidak sekali dua kali ia melerai para pria yang bertengkar karena berebut perehatian dari ia. Tidak sekali dua kali, masalah seperti itu tadi terjadi ketika acara tayub belum selesai. Seperti setelah itu dibubarkan sebelum waktunya. Kutipan : Nanging Jinten wis kebacut aras – arasen mlebu sekolah maneh. Luwih – luwih nalika krungu klesak – klesik yen dheweke bakal ora munggah amarga wulangane keri banget (epsd 3:28). Terjemahan: Tetapi Jinten sudah terlanjur tidak tidak bersemangat masuk sekolah lagi. Lebih – lebih ketika mendengar desas – desus kalau ia bakal tidak naik karena ulangannya ketinggalan sekali. commit to user
81 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
ii. Surti Surti adalah orang yang perhatian atau peduli terhadap oarng – orang terdekatnya. Suka mengingatkan teman juka ada sesuatu yang rasanya kurang pas tanpa menyalahkan sepenuhnya. Berikut kutipannya : “Aku tenanan Ten, minagka kanca raket, aku wajib ngelikake yen ana bab – bab sing ora beres ngenani awakmu.” (epsd 2:29) Terjemahan: “Aku serius Ten, sebagai teman dekat, aku wajib mengingatkan jika ada bab – bab yang tidak beres mengenai dirimu.”
c)
Komentar pengarang
Komentar pengarang merupakan penggambaran yang dilakukan pengarang terhadap para tokoh itu sendiri dalam sebuah cerita. i. Jinten si kembang tayub Pengarang menggambarkan sosok si kembang tayub itu sebagai orang yang spesial atau berbeda dari umumnya tentunya dari berbagai hal. Misalnya saja Jinten mempunyai harga yang tinggi untuk setiap kali tampil. Selain itu, ia juga merupakan ledhek yang terkenal. Berikut kutipannya : Ya, Jinten. Dheweke kembange. Kembang ing antarane kembang lan kumbang. The star of the “Tayub”. Jinten ora kok ora ngerteni bab iki. Malah dheweke banget ngrasakake kahanane minangka Si Kembang Tayub sing lagi mekar. Uga ngrumangsani pitukune sing ora murah kanggo sakabehing kang ditampa iku (epsd 1:29). Terjemahan: Ya, Jinten. Ia adalah bunganya. Bunga diantara bunga dan kumbang. The star of the “Tayub”. Jinten bukannya tidak tahu mengenai masalah ini. Justru ia sangat merasakan keadaan sebagai. Ia juga merasa bayarannya yang tidak murah untuk semua yang diterimanya itu. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
82 digilib.uns.ac.id
Kutipan : …sakdurunge tekan kalungguhan sing saiki, minangka ledhek paling kondhang utawa si kembang tayub (epsd 3:29). Terjemahan : …sebelum sampai kedudukan yang sekarang, sebagai ledhek paling terkenal atau si kembang tayub.
ii. Penghormatan yang lebih kepada Guru Marjuki Karena berprofesi sebagai guru, Marjuki dalam cerbung ini sangatlah dihormati. Berikut kutipannya : “Oo. Mangga pinarak, Mas Guru.” kandhane Mbok Parni gupuh. Mesthi ngono kuwi. Sakjane iki ora mung sepisanan utawa kang kapindho Marjuki ngeterke Juminten. Pakurmatan kang ajeg. Malah luwih tinimbang upamane mantri Damin utawa Carik Suroto sing padha – padha duwe ati marang Jinten. Embuh apa sababe. Mbok menawa wae wong loro sing kerep nekani warunge Mbok Parni kuwi wis duwe bojo. Utawa pancen status guru rasane luwih kinurmat ana laladan kono. Luwih kinurmatan (epsd 2:28-29). Terjemahan: “Oo. Mari masuk, Mas Guru.” kata Mbok Parni sopan. Pasti seperti itu. Sebenarnya ini tidak yang pertama kali atau yang kedua kalinya Marjuki mengantarkan Juminten. Kehormatan yang selalu. Justru lebih dibandingkan seandainya Mantri Damin atau Carik Suroto yang sama – sama mempunyai rasa dengan Jinten. Entah apa sebabnya. Mungkin saja dua orang yang sering mendatangi warung Mbok Parni itu sudah punya istri. Atau memang status guru rasanya lebih terhormat di daerah itu. Lebih dihormati.
iii. Kusdi digambarkan sebagai juragan yang kaya Kusdi, yakni calon suami dari Jinten adalah juragan kayu yang paling terkenal di daerah Kedunggalar. Berikut kutipannya : Dheweke bebarengan karo Kusdi, juragan kayu paling kondhang sak laladan Kedunggalar (epsd 5:29). commit to user
83 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Terjemahan: Dia bersamaan dengan Kusdi, juragan kayu paling terkenal se-daerah Kedunggalar. iv. Jinten digambarkan sebagai wanita yang cantik Jinten yang berprofesi sebagai ledhek itu mempunyai wajah cantik. Setiap orang pasti akan tertarik jika melihat dia, terutama kaum pria. Berikut kutipannya: Apa Kusdi lila bojone sing ayu menik – menik kuwi dadi sawangane wong akeh ?(epsd 10:29) Terjemahan: Apa Kusdi rela istrinya yang cantik imut – imut itu jadi perhatian orang banyak ?
d) Komentar tokoh lain Komentar tokoh lain merupakan komentar yang dilakukan oleh tokoh yang ada dalam cerita tersebut terhadap lawan main atau tokoh lain. Dapat berupa penggambaran fisik ataupun sifat-sifatnya.
i. Juragan Ribut digambarkan senang membuat keributan Dalam pertunjukkan tayub, juragan Ribut pasti sering membuat keributan. Terutama masalah perebutan wanita. Wanita itu adalah ledhek- ledhek yang ikut tampil dalam pertunjukkan tayub tersebut. Berikut kutipannya : “Ribut ngamuk maneh?” kandhane nalika sepedha motor wis mlaku adoh. “Biyasa.” Jinten amung ngegongi sakcukupe, “yen ora nganggo padudon dudu Ribut jenenge.” (epsd 1:29) Terjemahan: “Ribut mengamuk lagi?” omongannya ketika sepeda motor sudah berjalan jauh. “Biasa.” Jinten hanya menjawab se-cukupnya, “kalau tidak memakai pertengakaran bukan Ribut namanya.” commit to user
84 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
ii. Guru Marjuki digambarkan cukup baik, bertanggung jawab dan rupawan Ternyata bukan hanya Jinten sebagai kekasih Marjuki yang menganggap bahwa Marjuki adalah orang yang baik dan rupawan pula, tetapi juga teman dekat Jinten sendiri, yakni Surti. Bahkan ia mengakuinya di depan Jinten. Hanya saja tidak jatuh hati seperti Jinten, hanya sebatas kagum. Kutipan : “Aja kleru tampa, Ten. Aku amung ngelikake. Pikiren tenanan sakdurunge kebacut. Ora kok aku ndakwa elek marang Pak gurumu kuwi. Yen uwonge, aku sakpanemu karo awakmu, cukup apik lan tanggung jawab. Iki ora dakselaki. Minangka kanca padha wedoke. Aku utawa bisa wae Giyah, Lastri, Narsih uga naksir. Amarga guru marjuki kuwi pancen nggantheng. Nanging kanggo dadi bojone, apa gampang ngono kuwi?”(epsd 2:29) Terjemahan : “Jangan salah mengartikan, Ten. Aku hanya mengingatkan. Pikirkan benar – benar sebelum terlanjur. Bukannya aku mendakwa buruk pada Pak gurumu itu. Kalau orangnya, aku sependapat denganmu, cukup baik dan bertanggung jawab. Ini aku akui. Sebagai teman, sesama perempuan. Aku atau bisa saja Giyah, Lastri, Narsih juga suka. Karena guru Marjuki itu memang tampan. Tapi untuk menjadi istri, apakah segampang itu?” iii. Sebagai guru, Marjuki dituntut untuk selalu berhati – hati dalam melakukan sesuatu Marjuki tidak bisa mengontrol emosinya ketika berhadapan dengan Kusdi. Namun Jinten selalu mengingatkan bahwa ia adalah seorang guru. Untuk itu lebih baiknya tindakan yang akan dilakukan perlu dipikir secara masak – masak. Berikut kutipannya : “Mas arep balas dhendham? Marang pak Kusdi? Arep gelut? Eling, Mas. Mas kuwi guru. Apa ora isin? Aku wae isin yen nganti kadadeyan apa – apa. Terus apa aloke uwong mengko? Guru Marjuki gelut karo Juragan Kusdi gara – gara rebutan ledhek. Sapa sing isin? Aku lan Mas dhewe ta?” (epsd 5:29) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
85 digilib.uns.ac.id
Terjemahan: “Mas mau balas dendam? Pada Pak Kusdi? Mau bertengkar? Ingat, Mas. Mas itu guru. Apa tidak malu? Saya saja malu jika sampai kejadian apa – apa. Terus apa kata orang nanti? Guru Marjuki bertengkar dengan Juragan Kusdi gara – gara rebutan ledhek. Siapa yang malu? Saya dan Mas sendiri kan?”
iv. Jinten digambarkan sebagai wanita yang cantik Kusdi tentu saja sangat senang mempunyai istri yang cantik. Bukan hanya Kusdi yang mengakui kecantikan Jinten, namun juga banyak orang. Berikut kutipannya : Jinten pancen ayu, iki uga miturut pengakuane wong akeh (epsd 10:29). Terjemahan: Jinten memang cantik, ini juga menurut pengakuan orang banyak.
c. Tema Dalam cerbung KT ini bertemakan sosok wanita Jawa yang tidak mengenal putus asa. Selalu berusaha mengubah kelemahannya menjadi kekuatan. Cerbung ini menceritakan tentang perjalanan hidup wanita Jawa yang harus hidup mandiri dan kuat menerima berbagai cobaan. Sosok wanita Jawa dalam cerbung ini digambarkan sebagai seorang ledhek tayub. Kehidupan Jinten merupakan gambaran dari pengarang mengenai seorang wanita yang mencoba tegar dalam menghadapi permasalahan yang tengah melanda hidupnya. Kesabaran dan kegigihan Jinten pada akhirnya memperoleh hasil yang menyenangkan. Meski banyak sekali cobaan-cobaan yang harus dilewati. Hidup sebagai seorang ledhek memang bukan keinginan setiap orang, namun itu adalah takdir yang harus dijalani. Banyak orang yang bilang Jinten commit to user menjadi ledhek karena „wahyu‟ dan tidak semua orang bisa mendapatkan bakat
86 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
itu. Dengan ketabahan dan keikhlasan hati serta senantiasa berserah diri kepada Yang Maha Kuasa adalah kunci dari kesuksesan dan ketentraman hati untuk menjalani hidup ini. Pada kenyataannya ledhek yang keseluruhan pelakunya didominasi oleh wanita, memang dipandang rendah dalam masyarakat. Bercermin dari itu, secara otomatis akan menimbulkan banyak kontroversi yang lambat laun akan menciptakan suatu masalah. Itulah sebabnya seorang pelaku seni, dalam hal ini khususnya ledhek mau tidak mau dituntut untuk menjadi wanita yang kuat dan mandiri. Agar suatu saat terdapat perubahan dalam masyarakat, bahwa pekerja seni seperti halnya ledhek mempunyai harga seperti halnya profesi lain. Salah satu esensi penting dalam kemajuan wanita adalah adanya kemandirian yang dimaksud bukan berarti berdiri sendiri tanpa ada campur tangan dari pihak lain, sedangkan segalanya bisa berjalan baik, selaras dan seimbang apabila terjalin kebersamaan. Perjuangan tidak harus dicapai melalui bantuan suami atau orang lain, melainkan wanita juga harus memiliki kemampuan, motivasi tujuan dan keyakinan terhadap cita-cita yang harus atau ingin dicapai.
d. Latar Latar atau setting adalah tempat dan waktu (dimana dan kapan) suatu cerita terjadi. Latar sebenarnya memberikan informasi yang sangat penting tentang keadaan masyarakat dimana cerita itu terjadi pada waktu itu. Menurut Robert Stanton, dalam Teori Fiksi, latar terdiri dari latar dekor, dan latar waktu-waktu tertentu seperti yang akan diterapkan dalam cerbung Kembang Tayub.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
87 digilib.uns.ac.id
1) Dekor Latar dekor atau tempat adalah tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya sastra. Latar tempat yang diceritakan dalam novel ini adalah berbagai macam lokasi, dimana itu akan berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lainnya, sejalan dengan perkembangan tokohnya, latar tempat yang dikemukakan pengarang meliputi: a) Tawun Tawun adalah tenpat rekreasi yang didalamnya terdapat kolam renang. Letaknya lima kilometer sebelah timur kota Ngawi. Konon hawanya juga sejuk. Jinten dan Marjuki memang senang mendatangi tempat ini. Meski hanya untuk melepas rindu. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut: “…Tawun kuwi kolam renang duweke Pemda. Papane limang kilometer sakwetane kutha Ngawi. Lan wis ana sakjabane kutha.” “Tawun rak dudu panggonan nglangi thok. Kuwi papan rekreasi umum. Neng kana awake dhewe bisa ngabrol, Ten. Hawane seger banget.” (epsd 3:29) Terjemahan: “…Tawun itu kolam renang milik Pemda. Tempatnya lima kilometer sebelah timur kota Ngawi. Dan sudah berada di luar kota.” “Tawun kan bukan tempat berenang saja. Itu tempat rekreasi umum. Disana kita bisa ngobrol, Ten. Hawanya sejuk sekali.”
b) Sarangan Sarangan adalah tempat rekreasi berupa telaga di lereng Gunung Lawu. Terletak di dua kota yakni Magetan dan Karanganyar. Tempatnya sangat dingin namun pemandangannya sangat mempesona. Kusdi biasa mengajak Jinten commit to user
88 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
ketempat itu ketika ia ingin membicarakan sesuatu yang serius. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut: Yen pungkasane dheweke gelem diajak Kusdi nganti tekan Sarangan amarga dheweke nduwe keperluan kanggo njlentrehake perkarane Marjuki. … perkara lumrah, kang mbokmenawa ora prelu dicritakake nganti keraya – raya tekan papan ereng – erenging Gunung Lawu kuwi. (epsd 6:29) Terjemahan: Kalau akhirnya ia mau diajak Kusdi sampai Sarangan karena ia punya keprluan untuk menjelaskan persoalan Marjuki. … persoalan biasa, yang mungkin tidak perlu diceritakan sampai bersusah – susah di tempat lereng Gunung Lawu itu.
c) Bangunrejo Dhusun Bangunrejo adalah tempat tinggal Jinten bersama orang tuanya yakni Pak Saji dan Mbok Parmi. Sejak kecil Jinten tinggal disitu. Maka dari itu Jinten sering mendapat julukan kembang tayub dari Dhusun Bangunrejo. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut : Marjuki ora seneng pamer. Ora gelem kemlinthi, nadyan ngrumangsani yen Jinten kuwi kembang tayub saka Dhusun Bangunrejo (epsd 3:29). Terjemahan: Marjuki tidak suka pamer. Tidak mau sombong. Meskipun merasa kalau Jinten itu kembang tayub dari Dhusun Bangunrejo.
d) Rumah Kartolegowo Ketika Jinten pentas tayub di rumah Kartolegowo, seperti biasa terjadi keributan. Namun ia cepat – cepat pergi dari tempat itu. Untung saja, waktu itu Guru Marjuki menjemputnya, jadi ia bisa cepat pulang. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut:
commit to user
89 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Ana pinggir dalan, sawetara meter saka omahe Kartolegowo, wis nunggu Guru Marjuki kanthi astrea grand kreditane (epsd 1:29). Terjemahan: Di pingggir jalan, beberapa meter dari rumah Kartolegowo, sudah menunggu Guru Marjuki dengan astrea grand kreditannya.
e) Warung Rumah Jinten sekaligus dijadikan sebuah warung. Entah bagaimana menyebutnya, rumah sekaligus warung atau warung sekaligus rumah. Pekerjaan ibu Jinten, yakni Mbok Parni memang berjualan di warung. Kadang – kadang kalau Jinten baru tidak ada acara menggung juga membantu ibunya. Banyak teman Jinten yang bertamu ke warung itu khususnya laki – laki, termasuk juga Marjuki. Mereka sudah terbiasa menemui Jinten di warung itu dan ibunya pun tidak keberatan. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut: Omah utawa warung Loro – lorone padha benere. Amarga omah mau uga minangka warung. Utawa warung mesisan omah. “Mas ora langsung bali, to? Ben digawekke kopi simbok dhisik.” Marjuki amung ngiyani. Dheweke wis kulina ana warung iku. Malah maramg Mbok Parni emboke Jinten. Uga marang Pak Saji…(epsd 1:29) Terjemahan: Rumah atau warung Dua – duanya sama benarnya. Karena rumah tadi juga sebagai warung. Atau warung sekaligus rumah. “Mas tidak langsung pulang, kan? Biar dibuatkan kopi ibu dulu.” Marjuki hanya mengiyakan. Ia sudah terbiasa berada di warung itu. Malah pada Mbok Parni, ibunya Jinten. juga pada Pak Saji.
commit to user
90 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
f) Rumah Marjuki Ketika terjadi pertengkaran antara Jinten dan Marjuki, Jinten berusaha untuk menyelesaikan masalah dengan menjelaskan persoalan secara dingin. Namun beberapa kali Jinten mendatangi rumah Marjuki, ternyata tidak menghasilkan apa – apa . Sepertinya Marjuki memang sengaja menghindar darinya.. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut: Jinten meh percaya satus persen. Dheweke uga butuh kanca kanggo bawa rasa. Apa maneh kanggo kang kapindhone, katelune, dheweke dolan menyang omahe Marjuki tetep ora ana asile. Kang kapindho ora ana uwong ana omah. Mbuh bener – bener lunga apa sengaja nyingkrihi tekane Jinten. (epsd 7:28) Terjemahan: Jinten akan percaya seratus persen. Ia juga butuh teman berbagi rasa. Apalagi untuk yang kedua kalinya, ketiga, ia bermain ke rumah Marjuki tetap tidak ada hasilnya. Yang kedua tidak ada orang di rumah. Entah benar – benar pergi apa sengaja menghindari kedatangan Jinten.
g) Losmen Waktu itu Jinten memang sudah pasrah mengenai jodoh. Ia bertekad tidak akan memilih – milih lagi siapa yang akan menjadi suaminya. Hingga pada akhirnya ia bertemu dengan seorang pria bernama Gutomo. Pada mulanya Jinten memang tidak curuga sama sekali. Pria itu mengaku ingin menggunakan jasanya sebagai ledhek untuk acara hajatan di tempatnya. Gutomo menjemput sendiri di rumah Jinten sekaligus memberikan uang bayaran. Namun ternyata pria itu mempunyai niat buruk pada Jinten. Jinten bukannya diajak ke tempat hajatan, tapi malah diajak ke losmen. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut: commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
91 digilib.uns.ac.id
Bener dipapag. Sing ora bener yakuwi papan kang dituju. Dudu neng Geneng. Dudu neng omah kang rame uwong kaya umume wong nduwe gawe. Nanging omah kang sepi banget. Papane ing pinggir kali kutha cilik Maospati kang mepet wates karo Geneng. Dudu omah, nanging losmen. Jinten sing buta huruf langsung protes nalika maca jeneng losmen kang ana ngarepe (epsd 8:29). Terjemahan: Benar dijemput. Yang tidak benar yaitu tempat yang dituju. Bukan di Geneng. Bukan di rumah yang ramai orang seperti kebanyakan orang punya hajat. Tapai rumah yang sepi sekali. Tempat di tepi sungai kota kecil Maospati yang berbatasan dengan Geneng. Bukan rumah, tapi losmen. Jinten yang buta huruf langsung protes ketika membaca nama losmen yang ada didepannya.
h) Terminal bus Maospati Jinten berhasil melarikan diri dari Gutomo. Ia lebih memilih ke terminal bus Maospati karena ia berfikir jam berapapun bus jurusan Solo pasti ada Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut: Ing dalan ana sawetara tukang becak kang lagi nggrombol. Nanging Jinten milih ngojek kanggo menyang terminal bis Maospati. Ajeg ana bis menyang jurusan Solo. Jam pira wae mesthi ngliwati omahe (epsd 9:29). Terjemahan: Di jalan banyak tukang becak yang baru bergerombol. Tapi Jinten memilih ngojeg untuk ke terminal bus Maospati. Selalu ada bus jurusan Solo. Jam berapa saja pasti melewati rumahnya.
i) Rumah Mbah Sutoijoyo Mbah Sutoijoyo adalah orang tua Saji simbah dari Jinten. Pernikahn Jinten dengan Juragan Kusdi rencananya akan digelar ditempat itu. Karena rumah Mbah Sutoijoyo lebih luas dan besar dibandingkan rumah Jinten dan kedua orang tuanya. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut: commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
92 digilib.uns.ac.id
Sing genah resepsine ora mapan neng omahe Saji ing Bogo. Ora bakalan. Ora bakal cukup kanggo nampa dhayuh kang dikira – kira nganti sewu uwong. Sing luwih mungkin yakuwi omahe Mbah Sutoijoyo ing Bangunrejo, wong tuwane Saji, dadi simbahe Jinten. Omahe Mbah Sutoijoyo jejer papat gedhe – gedhe (yen dudu kang paling gedhe ing desane). Meh padha karo gedhung resepsi prasaja kang ana ing Ngawi. Iku wae mbokmenawa isih ditambahi kajang ing plataran (epsd 10:28) Terjemahan: Yang jelas resepsinya tidak bertempat di rumah Saji di Bogo. Tidak akan. Tidak akan cukup untuk menerima tamu yang kira – kira sampai seribu orang. Yang lebih mungkin yakni rumah Mbah Sutoijoyo di Bangunrejo, orang tua Saji, jadi simbahnya Jinten. Rumah Mbah Sutoijoyo berjajar empat besar – besar ( jika bukan yang paling besar di desanya). Hampir sama dengan gedung resepsi bagus yang ada di Ngawi. Itu saja mungkin saja masih ditambah tenda di pelatarannya.
j) Solo (termasuk Kebakkramat) Jinten dan Kusdi mengalami kecelakaan di daerah Kebakkramat setelah berbelanja keperluan pernikahannya di Solo. Mereka berdua harus dilarikan ke rumah sakit. Namun sayang, nyawa Kusdi tidak terselamatkan sedangkan Jinten mengalami luka parah. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut: Nalika calon manten sakloron mulih saka Solo saperlu blanja kekurangane kabutuhan, panther-e ditabrak truk tebu ing laladan Kebakkramat. Tabrakan kang banget nggegirisi…(epsd 11:28) Terjemahan: Ketika calon pengantin berdua pulang dari Solo untuk keperluan belanja kekurangan kebutuhan, panther-nya ditabrak truk tebu di daerah Kebakkramat. Kecelakaan yang sangat tragis.
k) Cakruk (pos ronda) Semenjak kecelakaan yang merenggut nyawa Kusdi dan menjadikannya cacat permanen. Jinten memilih tinggal di rumah simbahnya. Kebetulan di dekat rumah itu ada sebuah cakruk, semacam pos ronda yang terbuat dari kayu. Di commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
93 digilib.uns.ac.id
tempat itu, Jinten kecil bermain dengan teman – temannya. Entah tiba – tiba Jinten merindukan saat – saat itu dan ia memutuskan bernostalgia di cakruk itu meskipun sendirian. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut: Nanging ora murungake kepenginane tetep lungguhan ana kono, karo nggantung sikil. Cakruk mau isih kaya biyen. Wangune kaya omah panggung cilik, cagak papat saka kayu jati. Sisih ngarep bukakan, sedheng telung ngiringan liyane amung ditutup separo. Dadi yen lungguhan neng njero isih bisa nyawang ngendi – ngendi. Jinten rumangsa akrab karo cakruk kuwi. Mbokmenawa amung sawetara perangan sing rusak. Mbokmenawa kabeh isih kaya biyen. Kayu jati kuwi awet. Ora gampang rusak, kajaba sengaja dirusak (epsd 12:28). Terjemahan: Tetapi tidak mengurungkan keinginannya duduk disana, dengan menggantung kaki. Pos ronda tadi masaih seperti dulu. Bentuknya seperti rumah panggung kecil, tiang empat dari kayu jati. Bagian depan terbuka, sedangkan tiga bagian samping lainnya hanya ditutup setengah. Jadi jika duduk di dalam masih bisa melihat kemana – mana. Jinten merasa akrab dengan pos ronda itu. Mungkin saja hanya sebagian yang rusak. Mungkin saja semua masih seperti dulu. Kayu jati itu awet. Tidak mudah rusak, kecuali memang sengaja dirusak.
l) di gubuk tempat para polsus hutan beristirahat Pada akhirnya Kencur bisa meluluhkan hati Jinten. Kencur mengajaknya ke sebuah tempat, ya tepatnya sebuah gubuk yang biasa digunakan untuk beristirahat para polisi khusus hutan. Disana mereka berbagi satu sama lain. Termasuk rencana mereka selanjutnya. Kencur nggeret lengene Jinten. Ngajak mlayu. Ing sacedhake kono mau ana gubug, papan panggonane para polsus alas pinuju ngaso (epsd 15:29) Terjemahan : Kencur menarik lengan Jinten. Diajak berlari. Di dekat situ tadi ada gubuk, tempat para polsus hutan beristirahat. Dari sekian banyak dekor yang terdapat di cerbung Kembang Tayub, commit to user tempat yang di gunakan terletak di dua provinsi, yakni Jawa Timur dan Jawa
94 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tengah. Jawa Timur, sebagian besar di kota Ngawi dan sekitarnya sedangkan Jawa Tengah berada di kota Solo dan sekitarnya. Ada yang digunakan sebagai tempat persinggahan saja ada pula yang untuk menetap. Pemilihan dekor di daerah tersebut dimungkinkan karena pengarang tinggal dan pernah mendatangi kota tersebut.
2) Waktu-waktu tertentu Latar waktu adalah waktu (masa) tertentu ketika peristiwa dalam cerita itu terjadi. Seperti kutipan berikut: a) Empat tahun yang lalu Empat tahun yang lalu adalah untuk pertama kalinya Jiinten bertemu dengan Marjuki. Jauh sebelum Jinten menjadi ledhek seperti saat ini. Waktu itu Jinten adalah murid dari Marjuki. Namun tanpa disadari semakin lama timbul rasa suka pada keduanya. Rasa simpati yang bukan hanya sebatas guru dan murid, namun lebih dari itu. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut: Eling pocapane Surti dadi eling patemone pisanan karo Guru Marjuki, patang taun kepungkur. Papane during neng pagelaran tayub, nanging isih ana ing lingkungan sekolahan. Ana kelas. Jinten murid kelas enem sing sedhela maneh bakal ujian EBTA. Lan Marjuki guru enom sing lagi karotengah taun ana SD iku. Uga dadi wali kelase (epsd 2:29). Terjemahan: Ingat ucapan Surti jadi ingat pertemuan pertama kalinya dengan Guru Marjuki empat tahunyang lalu. Tempatnya belum di pergelaran tayub, tapi masih di lingkungan sekolah. Di kelas. Jinten murid kelas enam yang sebentar lagi akan ujian EBTA. Dan Marjuki guru muda yang baru satu setengah tahun di SD itu. Juga menjadi wali kelasnya.
b) Sore hari commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
95 digilib.uns.ac.id
Sore itu Marjuki telah berjanji pada Jinten untuk mengajak jalan – jalan sekaligus melepas rindu. Mungkin karena Marjuki seorang guru yang tertib, sore itu ia dating lebih awal. Jinten pun tidak merasa keberatan. Justru ia senang bisa pergi jalan – jalan dengan Marjuki, yang memang jarang dilakukan karena kesibukan masing – masing. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut: Sore sing dijanjekake wis teka. Marjuki teka luwih cepet saka wektu sing dijanjekake. Isih jam telu luwih sepuluh menit. Jinten cepet – cepet menyang sumur ana mburi omah. Marjuki ngenteni kanthii sabar. Dhewekan (epsd 3:29). Terjemahan : Sore yang dijanjikan telah datang Marjuki datang lebih cepat dari waktu yang dijanjikan. Masih jam tiga lebih sepuluh menit. Jinten cepat – cepat menuju sumur di belakang rumah. Marjuki menunggu dengan sabar. Sendirian.
c) Pagi hari Pagi itu ketika akan pergi ke Pasar Kricak, Kencur tidak sengaja melihat Marjuki jatuh dari sepeda motornya yang diduga karena dipaksa. Bukan karena jatuh sendiri. Dengan segera Kencur pun menolongnya. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut: Maneh – maneh Kencur sing nemoakake esuk – esuk nalika arep nyang Pasar Kricak. Marjuki sambat kelaran ora adoh saka sepedha montore kang katone dirubuhake kanthi peksan (epsd 5:29). Terjemahan: Lagi – lagi Kencur yang menemukan pagi – pagi ketika akan ke Pasar Kricak. Marjuki meronta kesakitan tidak jauh dari sepeda motornya yang kelihatannya dijatuhkan secara paksa. d) Jam sebelas siang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
96 digilib.uns.ac.id
Ditengah – tengah keruwetan menghadapi masalah dengan Marjuki dan Kusdi, ketika sampai rumah tepatnya jam sebelas siang, ibunya langsung memberi kabar yang menambah pusing kepala Jinten. Kabar itu mengenai Kusdi.Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut: Jam sewelas awan, nalika tekan omah, simboke langsung nyegat kanthi kabar kang ndadekake sirahe sansaya puyeng (epsd 6:28). Terjemahan: Jam sebelas siang, ketika sampai rumah, ibunya langsung menghampiri dengan kabar yang menambah semakin menambah kepalanya pusing.
e) Sepuluh hari sebelumnya Sepuluh hari sebelum resepsi berlangsung. Suasana begitu ramai. Bukan karena sesuatu yang menyenangkan namun sebaliknya. Hari itu kedua calon pengantin, yakni Jinten dan Kusdi mengalami kecelakaan. Dan lebih tragis lagi kecelakaan itu mengakibatkan Kusdi meninggal. Sedangkan Jinten mengalami cacat permanen. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut: Bener, pancen rame. Luwih rame tinimbang sakabehing panduga. Dudu pas resepsi, nanging sepuluh dina sadurunge… Tabrakan kang nggegirisi. Panther monting – monting mengiwa watara nem meter sadurunge pungkasan nabrak thukulan klungsu sing wis umur telung puluh taun (epsd 11:28). Terjemahan: Benar, memang ramai. Lebih ramai dibanding seluruh dugaan Bukan saat resepsi, tetapi sepuluh hari sebelumya… Kecelakaan yang tragis. Panther berputar – putar kekiri sekitar enam meter sebelum akhirnya menabrak pohon asam yang sudah berumur tiga puluh tahun. commit to user f) Hampir empat bulan
perpustakaan.uns.ac.id
97 digilib.uns.ac.id
Semenjak Jinten kembali tinggal di rumah kakeknya, yang kebetulan juga tetangga dari Kencur. Baru dua kali Kencur menjenguknya, padahal sudah hampir empat bulan ia tinggal disana. Jauh dilubuk hati, sebenarnya Jinten ingin kencur menengoknya sesering mungkin. Namun itu sepertinya hanya sia – sia saja.Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut: Wiwit Jinten manggon neng omahe simbahe, bocah jaka kuwi lagi kaping pindho niliki. Kamangka Jinten bali dadi tanggane maneh wis meh patang sasi. Jinten banget ngarep – ngarep tekane Kencur. Nanging kayadene pengarep – arep kang ora kelakon. Kencur ora tau teka. Luwih saka ping pindho mau (epsd 11:29). Terjemahan: Semenjak Jinten tinggal di rumah simbahnya, jejaka itu baru dua kali menjenguk. Padahal Jinten kembali menjadi tetangganya lagi sudah hampir empat bulan. Jinten sangat mengharap datangnya Kencur. Tapi seperti harapan yang tidak akan terlaksana. Kencur tidak pernah datang. Lebih dari dua kali tadi.
Jadi dapat disimpulkan bahwa cerita bersambung Kembang Tayub ini terjadi pada jaman modern. Sekitar tahun 90an sampai awal 2000an. Meski sebenarnya kesenian tayub sendiri sudah banyak yang mati. Namun tidak semua, termasuk di Ngawi, latar utama dalam cerita ini. Dari tokoh pendukung dan latar tempat juga menggambarkan bahwa cerita ini berlangsung belum begitu lama. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan berikut Ana pinggir dalan, sawetara meter saka omahe Kartolegowo, wis nunggu guru Marjuki kanthi Astrea Grand kreditane (epsd 1: 29). Terjemahan : Di tepi jalan, beberapa meter dari rumah Kartolegowo, sudah menunggu guru Marjuki dengan Astrea Grand kreditannya. Kutipan : commit to user
98 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabrakan kang nggegirisi. Panther monting – monting mengiwa watara nem meter sadurunge pungkasan nabrak thukulan klungsu sing wis umur telung puluh taun (epsd 11:28). Terjemahan : Kecelakaan yang tragis. Panther berputar – putar kekiri sekitar enam meter sebelum akhirnya menabrak pohon asam yang sudah berumur tiga puluh tahun
3) Analisis Pengaruh Latar pada Tokoh Latar adalah bagian dari suatu cerita yang sangat penting. Latar merupakan arena atau panggung dimana kejadian dan para tokoh bertindak. Dalam KT latar diawali dari kisah cinta Jinten dengan Marjuki. Sebenarnya perasaan yang lebih itu sudah muncul ketika Jinten masih kecil, tepatnya waktu Jinten masih SD, waktu
Jinten
masih
tinggal
di
Bangunrejo.
Namun
karena
Marjuki
dipindahtugaskan ke SD Pusat kecamatan kota dan Jinten tidak melanjutkan sekolah lagi, maka mereka sudah tidak bertemu lagi. Jinten pindah ke Bogo dan bertemu lagi dengan Marjuki. Tempat favorit mereka selama pacaran adalah di Tawun. Kolam renang di daerah pegunungan yang letaknya di sebelah timur kota Ngawi. Setelah putus dengan Marjuki, Jinten menjalin kasih dengan Kusdi. Tempat favorit mereka adalah Sarangan. Sebuah telaga yang terletak di lereng Gunung Lawu dan masuk dalam dua kota, yakni Magetan dan Karanganyar. Hubungan mereka cukup serius, pernikahan pun telah direncanakan. Namun sayang, sepuluh hari sebelum hari pernikahan mereka mengalami kecelakaan di daerah Kebakkramat. Pernikahan mereka batal Setelah Jinten divonis cacat permanen yakni kakinya sudah tidak bisa lurus lagi jika untuk berdiri dan tangannya agak ceko akibat kecelakaan yang commit to user menimpanya, ia memilih kembali tinggal di Bangunrejo. Tempat dimana masa
99 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kecil Jinten dihabiskan. Mbak Sriyatun yakni guru Jinten tiba – tiba datang menjenguknya setelah sekian lama tidak bertemu. Ia memberi kabar bahwa Mbak Sumiyati, yakni seorang sindhen dari Sragen dan Dhalang Karno sanggup melatih Jinten untuk menjadi lebih profesional. Jinten langsung menyanggupi dan berangkat ke Ngarum. Ia tinggal di rumah Dhalang Karno. Disana ia bertemu Siwidayat, putra tunggal Dhalang Karno, orang yang telah merenggut kegadisannya. Hubungan Jinten dengan Siwidayat tidak berlangsung lama. Setelah pulang berguru dari Ngarum, Jinten pada akhirnya lebih memilih Kencur, yakni kakak kelasnya sewaktu SD yang tidak lain adalah tetangga Jinten di Bangunrejo. Di sebuah gubuk tempat istirahat para polsus hutan, mereka pada akhirnya memutuskan untuk serius.
4) Analisis Hubungan Latar dan Tema Pengaruh latar dalam cerita ini adalah ketika Jinten benar – benar putus asa mngenai jodoh. Ia memilih tinggal lagi di tempat kelahirannya yakni Bangunrejo. Dan tempat itu ternyata banyak memberikan Jinten sebuah hiburan. Dengan mengenang masa lalunya ketika bersama teman – temannya. Tentu saja lebih bahagia dibanding hidup Jinten ssat ini. Semakin lama, Jinten menjadi kuat kembali dan memasrahkan urusan jodoh itu sepenuhnya kepada Tuhan Yang Maha Esa Selain itu, disaat Jinten putus asa terhadap karirnya. Desa Ngarum, Sragen dapat mengobati keputusasaanya. Menjadi optimis kembali. Bahwa karirnya tidak berakhir hanya karena ia cacat akibat kecelakaan. Buktinya Dhalang Karno dan commit to user
100 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Mbak Sumiyati yang seorang sindhen sanggup untuk melatihnya untuk menjadi lebih baik.
5) Analisis Atmosfer atau suasana Atmosfer merupakan cermin yang merefleksikn suasana jiwa sang krakter atau sebagai salah satu bagian dunia yang berada di luar diri sang karakter. Dalam Kembang Tayub terdapat berbagai suasana antara lain: a) Suasana Ramai Swasana sansaya regeng. Sumringah. Bareng karo lumingsiring wengi, kabeh katrem marang gregeting kasukan, meh tanpa kena dikendaleni. Kabeh ! penonton, tamu undhangan, pambeksa, tan ana sing ora klarut. Kabeh mbengok sora. Sesorak, sruwitan, binarung gamelan kang ditabuhi sigrak mawa gendhing – gendhing irama rancak (epsd 1:28). Terjemahan: Suasana semakin ramai. Meriah. Bersamaan dengan bergantinya malam, semua terbuai dalam kegembiraan, hampir tidak dapat dikendalikan. Semua ! Penonton, tamu undangan, penari tidak ada yang tidak terlarut. Semua berteriak kencang. Bersorak, bersiul diiringi gamelan yang ditabuh semangat dengan gendhing – gendhing irama keras.
b) Suasana tegang Jam tembok neng omahe Kartolegowo, sing duwe gawe, durung nuduhake angka telu, nanging pagelaran wis rampung. Kedadeyan perkara cilik. Blandhong Marjo ditempiling Juragan kayu Ribut, nalika padha – padha mendeme. Liyane padha misah. Mesisan mbubarake tayub sing kudune sakjam maneh lagi rampung, utawa nganti mlethek srengenge (epsd 1:29). Terjemahan: Jam dinding di rumah Kartolegowo, yang punya kerja, belum menunjukkan jam tiga, tetapi pertunjukkan sudah selesai. Terjadi permasalahan kecil. Blandhong Marjo dipukul Juragan kayu Ribut, ketika sama – sama mabuknya. Selainnya melerai. Sekaligus membubarkan tayub yang seharusnya satu jam lagi selesai, atau hingga matahari terbit.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
101 digilib.uns.ac.id
c) Suasana romantis “Bener Mas Marjuki sayang Juminten?” Ana kursi bandulan ing taman kekarone lungguh pepet – pepetan. “Yen ora sayang awake dhewe ora prelu tekan kene, Ten. Pitakonmu aneh…” (epsd 3:29) Terjemahan: “Bener Mas Marjuki sayang Juminten?” Di kursi ayunan di taman keduanya duduk berdekatan. “Kalau tidak sayang kita tidak perlu sampai kesini, Ten. Pertanyaanmu aneh…..” Kutipan : Kencur nggeret lengene Jinten. Ngajak mlayu. Ing sacedhake kono mau ana gubug, papan panggonane para polsus kang pinuju ngaso. Ing sajroning udan sinurung angin kang nyempyok jejogedan Kencur ngrangkul Jinten. Ngruket Jinten. Luwih kenceng (epsd 15:29). Terjemahan : Kencur menarik lengan Jinten. Mengajak berlari. Di dekat situ tadi ada gubuk, tempat para polsus hutan yang akan beristirahat. Di tengah hujan terdorong angin yang berhembus menari Kencur merangkul Jinten. memeluk Jinten. Lebih erat.
d) Suasana berduka Dudu pas resepsi, nanging sepuluh dina sadurunge. Nalika calon manten sakloron mulih saka Solo saperlu blanja kekurangane kabutuhan, panther-e ditabrak truk tebu ing laladan Kebakkramat. Tabrakan kang banget nggegirisi. Panther monting mengiwa watara nem meter sadurunge pungkasan nabrak thukulan klungsu sing wis umur telung puluh tahun. Ngiringan sisih tengen, pas pener mburi stir remuk, Kusdi slamet. Nanging amung bisa ambegan rong jam ana rumah sakit Solo. Sabanjure dheweke ora ketulung amarga kakehan ngetokke getih. Jinten slamet. Isih bisa ambegan terus. Nanging ora bisa langsung dijak mulih amarga sikil lan tangane sing sesisih pepes. Jugar sakabehing rancangan. “Kabeh wis dadi kersane Allah. “ pangrintihe pasrah (epsd 11:28). Terjemahan: Bukan saat resepsi, namun sepuluh commit to userhari sebelumnya. Ketika calon pengantin berdua pulang dari Solo untuk belanja kekurangan kebutuhan,
perpustakaan.uns.ac.id
102 digilib.uns.ac.id
panther-e ditabrak truk tebu di daerah Kebakkramat. Kecelakaan yang sangat tragis. Panther berputar ke kiri sekitar enam meter sebelum akhirnya menabrak pohon asam yang umurnya sudah tiga puluh tahun. Bagian samping kanan, pas di belakang kemudi remuk, Kusdi selamat. Namun hanya bisa bernafas dua jam di rumah sakit Solo. Selanjutnya ia tidak tertolong karena terlalu banyak mengeluarkan darah. Jinten selamat. Masih bisa bernafas terus. Namun tidak bisa langsung diajak pulang karena kaki dan tangannya yang sebelah parah. Gagal semua rencana. “Semua sudah jadi kehendak Allah,” rintihannya pasrah.
2. Sarana-sarana Sastra a. Judul Judul dari cerbung ini sebenarnya sangat sederhana. Pengarang memilih judul Kembang Tayub dikarenakan dimungkinkan ketika orang membaca , banyak yang bisa menafsirkannya. Dalam bahasa Indonesia kembang berarti bunga. Tentu saja bunga ini dapat ditafsirkan sebagai sesuatu yang indah. Sedangkan tayub adalah salah satu hiburan rakyat yang saat ini masih berkembang dalam masyarakat walaupun sudah langka atau jarang. Jika kedua kata tersebut digabungkan dapat menimbulkan arti bunga dari tayub, seseorang yang paling indah paling menarik di tayub. Tentu saja yang paling indah atau paling menarik ini mengacu pada pelaku tayub yakni penarinya yang biaa disebut dengan ledhek. Sesuai dengan judulnya cerbung Kembang Tayub menceritakan tentang lika-liku perjalanan kehidupan Jinten dengan semua cobaannya yang harus dilalui. Jinten yang dalam cerita ini digambarkan sebagai seorang penari tayub atau disebut dengan ledhek, namun bukan ledhek biasa. Ia adalah seorang kembang, kembang dari tayub yang banyak dicari, digandrungi oleh masyarakat, khususnya para pria. Tidak hanya itu, bayaran tiap sekali tampil tentu saja tidak sedikit. Di commit to user satu sisi, ia boleh saja bangga dengan predikat kembang itu, namun di sisi lain
103 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
nasibnya tidak seindah itu. Kisah cintanya yang beberapa kali kandas, mengakibatkan ia terpuruk beberapa kali pula. Penilaian yang kurang baik dari masyarakat terhadap profesinya, peaturan adat yang masih kental di lingkungan sekitarnya. Membuatnya hati - hati dalam bertindak, termasuk dalam hal percintaan. Bukan hanya itu saja, kembang tayub itu juga sempat mengalami saat terpuruk, dimana ia divonis cacat permanen akibat kecelakaan. Karirnya meredup, karena ia lebih memilih untuk membantu orang tuanya dirumah. Putus asa itu adalah hal yang biasa, seperti halnya juga Jinten. Namun sisa – sisa semangatnya membuat ia bangkit kembali, apalagi dalam hal karir, ia mendapat tawaran untuk berlatih di Ngarum. Dhalang Karno dan Mbak Sumiyati sanggup menjadi gurunya. Jinten pun menyanggupinya . tidak ketinggalan mengenai pendamping hidup, pada akhirnya hati Jinten berlabuh pada Kencur yakni kakak kelasnya sewaktu SD. Samangat yang tinggi dan kesabaran akan membuahkan hasil yang manis di kemudian hari.
b. Sudut Pandang Menurut Robert Stanton cerbung Kembang Tayub ini menggunakan sudut pandang „orang ketiga-terbatas‟, pengarang megacu pada semua karakter dan memosisikannya sebagai orang ketiga tetapi hanya menggambarkan apa yang dapat dilihat, didengar, dan dipikirkan oleh satu orang karakter saja. Sudut pandang ini memungkinkan kita untuk mengetahui jalan pikiran seorang karakter (biasanya karakter utama). Pengarang dapat menggambarkan dan mengomentari sang karakter secara langsung.. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
104 digilib.uns.ac.id
Sudut pandang digambarkan menjadi dua cara, subjektif dan objektif. Cerbung ini termasuk objektif karena pengarang akan menghindari usaha untuk menampakkan gagasan – gagasan dan emosi – emosi. Dengan demikian, pembaca harus memutusakan segalanya dari fakta – fakta tanpa bantuan siapa pun.
c. Ironi Menurut Robert Stanton, dalam Teori Fiksi ironi dibagi menjadi dua, ironi dramatis dan tone ironis. 1) Ironi Dramatis atau Ironi Alur Ironi dramatis Ironi Dramatis adalah situasi yang muncul melalui kontras diametris antara maksud dan tujuan seorang karakter dengan hasilnya, atau antara harapan dengan apa yang sebenarnya terjadi. Ironi dramatis biasanya terjadi dikarenakan adanya hubungan kausal atau sebab-akibat. Berikut adalah kutipan Ironi Dramatis: Sebenaranya Jinten dan Marjuki sudah siap untuk menikah. Mereka berdua tidak peduli omongan orang – orang sekitar. Namun masih ada ganjalan yang membuat mereka harus berfikir dua kali untuk menuju ke pelaminan. Bapak dari Marjuki masih keberatan dengan hubungan mereka. Bukan karena Jinten seorang ledhek, tapi mengenai adat-kepercayaan, kepercayaan jilu yang dianggap kurang baik dalam pernukahan karena konon akan berakibat buruk dikemudian harinya. Berikut kutipannya : Mboyak mbodhil karo gosip ngono mau. Sing mesthi nganti wektu iki kekarone isih rukun lan tetep ing janjine sakawit, bakal rabi sakcepete. Sakjane saiki uga wis siyap. Amung ana ganjelan sethithik: bapake Marjuki isih kabotan. Isih perlu diwenehi pangerten. Ora amarga Jinten kuwi ledhek kang ndadekake ora setuju. Nanging bab commit to user adat-kepercayaan, bab jilu, kelairan nomer siji lan nomer telu. Miturut
perpustakaan.uns.ac.id
105 digilib.uns.ac.id
kepercayaan ing laladan kono, bebrayan ngono mau bisa ndadekake kedadeyan – kedadeyan sing ora nyenengake ing tembe mburi. Kedadeyan ora mesthi padha, nanging mesthi ora kepenak dirungokake yen kudu digawe contone (epsd 4:29). Terjemahan: Biar terserah dengan gosip seperti itu tadi. Yang pasti sampai waktu ini keduanya masih rukun dan tetap dengan janjinya semula, akan menikah secepatnya. Sebenarnya sekarang juga sudah siap. Hanya ada ganjalan sedikit : bapak marjuki masih keberatan. Masih perlu diberi pengertian. Bukan karena Jinten itu ledhek yang menjadikan tidak setuju. Tetapi mengenai adat- kepercayaan, mengenai jilu, kelahiran nomor satu dan nomor tiga. Menurut kepercayaan di daerah itu, rumah tangga yang begitu tadi dapat menyebabkan kejadian – kejadian yang tidak menyenangkan di kemudian hari. Kejadian tidak selalu sama, tapi selalu tidak enak didengar jika dibuat contohnya. Selain contoh di atas, dalam Kembang Tayub ditemukan contoh ironi dramatis yang lain. Yaitu ketika Marjuki berusaha membalas dendan kepada Kusdi, karena ia menganggap Kusdilah yang mencelakainya, Jinten berusaha untuk meredam amarah Marjuki. Tidak hanya itu, Jinten juga ingin agar Marjuki mengurnungkan niatnya untuk balas dendam kepada Kusdi. Ia mengingatkan nahwa profesinya sangat mempengaruhi sikap atau apa yang akan dilakukannya. Namun usaha Jinten sia – sia. Marjuki tetap keras pada pendiriannya. Tidak peduli apa kata Jinten. Kutipan : “Ten, kowe penak wae ngomong. Aku iki uga wong lanang. Sing lanang kuwi dudu Kusdi, juragan nggantheng kang dadi pepujanmu kuwi. Dupeh dadi rajaning dhuwit. Ku ora wedi sak pucuk kukua. Aku uga bisa gawe piwales.” Jinten sansaya kepojok. Katone wis ora bisa didandani maneh. Tresna – sujana – dhendham, rasane wis dadi rasa kang kudu manunggal. Jinten ora bakal ngomong mengkono. Nanging kasunyatane wis mbuktekake yen pangirane mau bener. Mula kang diupayakake sakbanjure, pangupaya kang pungkasan. “Mas arep balas dhendham? Marang pak Kusdi? Arep gelut? Eling, Mas. Mas kuwi guru. Apa ora isin? Aku wae isin yen nganti kadadeyan commit to user apa – apa. Terus apa aloke uwong mengko? Guru Marjuki gelut karo
106 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Juragan Kusdi gara – gara rebutan ledhek. Sapa sing isin? Aku lan Mas dhewe ta?” “Kowe oleh wae ana pihake Kusdi. Oleh mbela dheweke. Rabi uga oleh. Babagan balas dhendham kuwi urusanku dhewe. Ora ana gandheng cenenge karo kowe. “ Wis entek pangarep – arepe Jinten (epsd 5:29) Terjemahan: “Ten, kamu enak saja bicara. Saya ini juga laki – laki. Yang lelaki itu bukan Kusdi, juragan tampan yang jadi pujaanmu itu. Jangan karena jadi rajanya uang. Saya tidak takut se-pucuk jari pun. Saya juga bisa buat pembalasan.” Jinten semakin terpojok. Tampaknya sudah tidak bisa diperbaiki lagi. Cinta – benci – dendam, rasanya sudah jadi rasa yang harus menyatu. Jinten tidak akan bicara seperti itu. Namun kenyataannya sudah membuktikan kalau perkiraannya tadi benar. Untuk itu yang diusahakan selanjutnya, usaha yang terakhir. “Mas mau balas dendam? Pada Pak Kusdi? Mau bertengkar? Ingat, Mas. Mas itu guru. Apa tidak malu? Saya saja malu jika sampai kejadian apa – apa. Terus apa kata orang nanti? Guru Marjuki bertengkar dengan Juragan Kusdi gara – gara rebutan ledhek. Siapa yang malu? Saya dan Mas sendiri kan?” Kamu boleh saja di pihak Kusdi. Boleh membela Kusdi. Menikah juga boleh. Mengenai balas dendam atau tidak itu urusan saya sendiri. Tidak ada sangkut pautnya dengan kamu.” Sudah habis harapan Jinten.
2) Tone Ironis atau ironi verbal Tone Ironis atau ironi verbal biasanya digunakan untuk mengungkapkan makna dengan cara berkebalikan. Seperti terkadang terdapat ironis antara „sikap‟ pengarang dengan „rasa‟ sesungguhnya yang pengarang rasakan. Biasanya pengarang
akan
menggunakan
sudut
pandang
seorang
karakter
untuk
mengungkapkan apa yang dirasakannya. Berikut beberapa kutipan Ironi verbal: Jinten tidak mempunyai rasa cinta pada Juragan Kusdi. Kalaupun Jinten mau diajak ke Sarangan itu juga bukan karena ia cinta kepada Juragan Kusdi. Tetapi hanya untuk keperluan menjelaskan permasalahan Guru Marjuki bukan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
107 digilib.uns.ac.id
yang lainnya. Terserah orang lain ingin berkata apa. Yang jelas Jinten tetap tidak mempunyai perasaan lebih terhadap Juragan Kusdi. Kutipan : Jinten ora nresnani Juragan Kusdi……Jinten amung ora kepencut. Kuwi wae. Wis ben uwong arep ngomong apa. Jinten wis mutusake : ora bakal nampa tresnane Kusdi. Yen pungkasane dheweke gelem diajak Kusdi nganti tekan Sarangan amarga dheweke nduwe keperluan kanggo njlentrehake perkarane Marjuki. Ora ana alesan liya wiwit saguh lan budhal,… Pokoke ora (epsd 6:29). Terjemahan : Jinten tidak mencintai Juragan Kusdi… Jinten hanya tidak tertarik. Itu saja. Biarlah orang mau berkata apa. Jinten sudah memutuskan : tidak akan menerima cintanya Kusdi. Kalaupun pada akhirnya ia mau diajak Kusdi hingga Sarangan karena ia punya keperluan untuk menjelaskan masalah Marjuki. Tidak ada alasan lain dari mau samapi berangkat…. Walaupun sudah menjadi kembang, tidak dipungkiri Jinten masih ingin menjadi ledhek yang lebih besar. Bisa terkenal dimana – mana. Namun Jinten menyadari bahwa ia berasal dari keluarga yang sederhana. Sehingga mana mungkin ia menjadi ledhek yang besar. Kutipan: “Apa Dhik Jinten uga pengin dadi ledhek gedhe?” “Gedhe lan ora kuwi amarga bakat lan keturunan. Yen simbokku cilik, bapakku cilik, mosok aku bisa dadi gedhe?” Jinten sengaja ndagel “Oh, dudu, dudu kuwi. Maksudku ledhek sing kondhang sak nuswantara. Yen dhalang ya kaya Ki Anom Suroto utawa Ki Manteb Sudarsono. Kuwi dhalang – dhalang gedhe.” “Kepinginan mesthi nduwe. Kaya kang diduweni kabeh menungsa. Amung yen aku isih angel. Isih durung ketemu dalan. Bisa dadi kaya saiki wae rasane wis kaya kanugrahan. Atase aku iki amung anake wong ngisor wit jati.” Jinten mangsuli blaka. Mbokmenawa amarga mesakake, wis gawe dolanan wong tuwa (epsd 6:29). Terjemahan: “Apa dik Jinten juga ingin menjadi ledhek besar?” commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
108 digilib.uns.ac.id
“Besar dan tidak itu karena bakat dan keturunan. Kalau ibuku kecil, bapakku kecil, masak saya bisa jadi besar?” Jinten sengaja bercanda. “Oh, bukan, bukan itu. Maksud saya ledhek yang terkenal se-nusantara. Kalau dhalang seperti Ki Anom Suroto atau Ki manteb Sudarsana. Itu dhalang – dhalang besar. “ Keinginan pasti punya. Seperti yang dimiliki semua manusia. Hanya kalau aku masih sulit. Masih belum ketemu jalannya. Bisa jadi seperti sekarang saja rasanya sudah seperti anugerah. Padahal saya ini hanya anak orang bawah pohon jati. “ Jinten menjawab jujur. Mungkin saja karena kasihan, sudah membuat mainan orang tua. Profesi guru yang disandang oleh Marjuki secara otomatis menuntut ia untuk berhati – hati dalam bersikap dan melakukan sesuatu hal. Termasuk salah satunya adalah kebiasaan ia mengantar jemput Jinten ketika mendapat tawaran untuk manggung. Marjuki tentu saja merasa sungkan jika harus bertemu dengan orang – orang. Namun keinginannya untuk bertemu Jinten juga sulit untuk dikendalikan. Kutipan: Marjuki wis teka watara rong jam sakdurunge kedadeyan prastawa mau. Karep mapag Jinten. Ora melu lungguh ana njero, nanging semu ndhelik ing satengah – tengah penonton. Posisine minangka guru desa mesthi palu batin kanggo dheweke. Nanging kekarepan sing makantar – kantar kanggo ketemu Jinten uga ora gampang dikendhaleni (epsd 1:29). Terjemahan: Marjuki sudah datang sekitar dua jam sebelum kejadian tadi. Bermaksud menjemput Jinten. tidak ikut duduk di dalam, tetapi agak bersembunyi di tengah – tengah penonton. Posisinya sebagai guru desa pasti pukulan batin baginya. Namun keinginannya yang menggebu – gebu untuk bertemu Jinten juga tidak mudah dikendalikan.
d. Gaya dan Tone Gaya adalah cara pengarang dalam menggunakan bahasa. Gaya bisa commit to user berkaitan dengan maksud dan tujuan cerita. Gaya Daniel Tito selaku pengarang
perpustakaan.uns.ac.id
109 digilib.uns.ac.id
cerbung Kembang Tayub begitu simpel, sederhana, sehingga mudah dipahami oleh pembaca. Pengarang juga menyisipkan beberapa kata kiasan yang tentunya jika dirangkai dalam kalimat akan menjadi indah. Tidak hanya itu, pengarang juga menggunakan logat yang biasanya digunakan di latar tempat yang ada di dalam cerita, misalnya saja logat daerah Sragen. Salah satu contoh gaya indah berupa perumpamaan yang digunakan Daniel Tito dapat dilihat dalam kutipan berikut: Kencur nggeret lengene Jinten. Ngajak mlayu. Ing sacedhake kono mau ana gubug, papan panggonane para polsus kang pinuju ngaso. Ing sajroning udan sinurung angin kang nyempyok jejogedan Kencur ngrangkul Jinten. Ngruket Jinten. Luwih kenceng (epsd 15:29). Terjemahan: Kencur menarik lengan Jinten. Mengajak berlari. Di dekat situ tadi ada gubuk, tempat para polsus hutan yang akan beristirahat. Di tengah hujan terdorong angin yang berhembus menari Kencur merangkul Jinten. memeluk Jinten. Lebih erat. Sedangkan salah satu contoh penggunaan logat daerah tertentu dapat dilihat dalam kutipan berikut : Mboyak mbodhil karo gosip ngono mau. Sing mesthi nganti wektu iki kekarone isih rukun lan tetep ing janjine sakawit, bakal rabi sakcepete. Sakjane saiki uga wis siyap. Amung ana ganjelan sethithik: bapake Marjuki isih kabotan. Isih perlu diwenehi pangerten (epsd 4:29). Terjemahan : Biar terserah dengan gosip seperti itu tadi. Yang pasti sampai waktu ini keduanya masih rukun dan tetap dengan janjinya semula, akan menikah secepatnya. Sebenarnya sekarang juga sudah siap. Hanya ada ganjalan sedikit : bapak marjuki masih keberatan. Masih perlu diberi pengertian. Tone adalah sikap emosional pengarang yang ditampilkan dalam cerita. Dalam cerbung Kembang Tayub, Daniel Tito ingin menceritakan bahwa Tuhan telah menggariskan jalan hidup setiap umatnya. Apa yang diberikan Tuhan kepada commit to user
110 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kita tentu saja yang terbaik bagi kita walau kadang jalan untuk mencapainya berliku – liku. Setiap manusia mempunyai kekurangan dan kelebihan. Jalan hidupnya pun tidak monoton, terkadang diatas terkadang juga dibawah. Namun janganlah berputus asa jika sedang berada di bawah. Karena setiap masalah itu pasti ada solusinya dan janganlah tinggi hati ketika sedang di atas karena suatu saat mungkin kita dalam keadaan yang sebaliknya. Hidup manusia itu pada hakikatnya seperti roda yang berputar. Emosi Daniel Tito digambarkan melalui tokoh Jinten yang mengalami lika – liku kehidupan. Predikat si kembang tayub yang disandangnya bukan lantas membuat apa yang dilakukannya berjalan dengan mulus. Justru karena profesinya itu, ia cukup sulit mendapatkan pasangan hidup. Status sosial yang kerap kali diperhitungkan dan peraturan adat yang ternyata juga sempat membelenggu dirinya. Walaupun pada akhirnya ia menemukan jodohnya yakni Kencur. e. Simbolisme Simbol berwujud detail-detail konkret dan faktual dan memiliki kemampuan untuk memunculkan gagasan dan emosi dalam pikiran pembaca. Dalam fiksi, simbolisme dapat memunculkan tiga efek. Pertama, sebuah simbol yang muncul pada satu kejadian penting dalam cerita menunjukkan makna peristiwa tersebut.Salah satu contoh simbolisme dalam cerita ini adalah ayah Marjuki tidak setuju dengan pernikahan Marjuki dan Jinten dikarenakan dianggap melanggar kepercayaan adat yakni pernikahan jilu, pernikahan antara kelahiran nomor tiga dan nomor satu. Pernikahan ini dianjurkan untuk tidak dilakukan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
111 digilib.uns.ac.id
karena dianggap akan berdampak buruk pada rumah tangganya dikemudian hari. Berikut kutipannya: Ora amarga Jinten kuwi ledhek kang ndadekake ora setuju. Nanging bab adat-kapercayan, bab jilu, kelairan nomer siji lan nomer telu. Miturut kapercayan ing laladan kono, bebrayan ngono mau bisa nekakake kedadeyan – kedadeyan sing ora nyenengake ing tembe mburi. Kedadeyane ora mesthi padha, nanging mesthi ora kepenak dirungokake yen kudu digawe contone (epsd 4:29). Terjemahan: Bukan karena Jinten itu ledhek yang menjadikan tidak setuju. Tetapi tentang adat kepercayaan, tentang jilu, kelahiran nomor satu dan nomor tiga. Menurut kepercayaan di daerah itu, rumah tangga seperti itu dapat menyebabkan kejadian – kejadian yang tidak menyenangkan di kemudian hari. Kejadiannya tidak pasti sama, tapi pasti tidak enak didengarkan jika harus dibuat contohnya.” Kedua, suatu simbol yang ditampilkan berulang-ulang mengingatkan kita akan beberapa elemen konstan dalam semesta cerita. Ledhek merupakan simbol yang diulang-ulang dalam cerbung KT. Ledhek merupakan suatu profesi, yaitu seorang penari tayub. Pada saat itu ledhek masih sangat banyak dijumpai, namun seiring perkembangan jaman semakin sedikit saja dijumpai. Seorang ledhek biasanya identik dengan masyarakat kelas bawah. Sehingga profesi ini dianggap kurang baik atau kurang layak dalam masyarakat. Ini menyimbolkan tentang perbedaan status sosial dalam masyarakat, dimana ledhek dianggap sebagai salah satu simbol masyarakat kelas bawah. Ketiga sebuah simbol yang muncul pada konteks yang berbeda-beda akan membantu kita menemukan tema. Hal ini seperti dalam cerbung KT yang menceritakan kegetiran-kegetiran hidup tokoh utama wanita yang ada pada cebung ini. Jinten yang berprofesi sebagai penari tayub yang biasa disebut ledhek commitkarena to userkekontrasan antara profesi yang harus mengalami lika – liku hidup
112 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dijalaninya dengan kehidupan sosial masyarakat Jawa pada saat itu. Kisah cintanya bersama Marjuki yang berprofesi guru kandas karena pada saat itu guru dianggap kurang pas jika harus berpasangan dengan seorang ledhek. Guru yang termasuk kelas atas kurang cocok kiranya jika harus berdampingan dengan ledhek yang meripakan masyarakat kelas bawah. Selain itu peraturan adat yang melarang pernikahan jilu juga merupakan faktor penyebab Jinten gagal menikah. Walau pada akhirnya ia menemukan jodohnya yakni Kencur seorang pedagang tempe. Dalam hal karir Jinten memang bersinar, namun ia juga diuji ketika divonis cacat. Semangatnya yang tinggi membuat ia bangkit dan justru lebih giat berlatih dengan berguru kepada dhalang Karno dan sindhen Sumiyati ang berdomisili di daerah Sragen. Hal ini menjadikan tema dalam cebrung KT perempuan yang tak kenal putus asa dalam menghadapi semua cobaan hidup yang dialaminya meskipun terjadi kekontrasan atau pertentangan – pertentangan adat dalam masyarakat sosial
B. Analisis Sosiologi Sastra Analisis sosiologi sastra merupakan analisis yang memperhatikan faktor – faktor lain di luar karya ilmiah sastra itu sendiri seperti faktor-faktor lain di luar karya ilmiah sastra itu sendiri seperti faktor lingkungan, faktor budaya, serta faktor peradaban manusia seperti telah kita ketahui bahwa seorang pengarang pada dasarnya adalah anggota masyarakat sehingga tentunya ia memiliki hubungan dengan orang – orang disekitarnya. Oleh karena itu tidak mengherankan apabila terjadi interaksi antara pengarang dan masyarakatnya. commit to user Secara umum, persoalan kehidupan menjadi obsesi para pengarang dan mereka
113 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
akan memberikan respon evaluatif terhadap persoalan kehidupan itu serta menawarkan alternatif pemecahannya yang kesemuanya itu akan tercermin di dalam karya sastra yang mereka ciptakan. Pengarang dalam menulis cerita, tidak hanya sekedar menulis, tetapi ingin menyampaikan sesuatu pelajaran atau pesan yang mungkin dapat memberikan nikmat bagi masyarakat pembacanya.
1. Gambaran Sosok Wanita Jawa dalam Menghadapi Problem Hidup a. Sosok Jinten sebagai Pekerja Seni / Seniwati (ledhek) Ledhek atau joged adalah sebutan yang diberikan untuk penari perempuan dalam pertunjukkan tayub. Ledhek adalah salah satu pekerjaan yang memerlukan kemampuan tertentu. Modal dasar yang harus dimiliki oleh para ledhek adalah ketertarikan atau kecintaannya terhadap tayub.
Faktor
–
faktor
yang
mempengaruhi seseorang menjadi ledhek di antaranya : lingkungan, bakat, kecintaan terhadap tayub, dan ekonomi (Sri Rochana Widyastutieningrum, 2007: 291 – 292) Ledhek sering menghadapi tantangan dalam menjalankan perannya dalam pertunjukan tayub. Peran publik figur yang dimiliki mempunyai konsekuensi cukup berat yang menghadapkannya pada sebuah dilema. Sebagai seorang ledhek, ia mempunyai peran publik yang terkait langsung dengan kedudukannya sebagai penari, pesindhen dan bintang panggung. Oleh karena itu, ia harus dapat mengekspresikan perannya dengan baik. Akan tetapi jika peran itu berhasil dilakukan dengan baik, muncul asumsi negatif mengenai diri seorang ledhek. commit to user Berbagai tantangan yang sering dihadapi oleh para ledhek adalah sisi negatif
perpustakaan.uns.ac.id
114 digilib.uns.ac.id
profesi ledhek, kekerasan fisik dan psikis, godaan dari laki – laki, dan persaingan sesama ledhek. Selain itu sebagian masyarakat memandang, bahwa profesi sebagai ledhek identik dengan pelacur. Pandangan ini disebabkan oleh struktur sosial masyarakat Jawa masa lampau yang menempatkan perempuan hanya sebagai ibu rumah tangga yang tugasnya memelihara, mendidik anak dan menyelesaikan urusan rumah tangga. Pandangan negatif tentang ledhek dipengaruhi oleh berbagai pernyataan yang terkait dengan penari tayub. Seperti dinyatakan Clifford Geertz bahwa seorang penari tayub (taledek) hampir selalu seorang pelacur (dalam Sri Rochana Widyastutieningrum, 2007 : 331). Koentjaraningrat (1984 : 218) juga menyebutkan bahwa penari – penari taledhek pada umumnya wanita – wanita tuna susila. Pernyataan – pernyataan itu memberi gambaran, bahwa profesi sebagai penari tayub merupakan pekerjaan yang tidak bermartabat dan memiliki status sosial yang rendah. Penilaian negatif terhadap penari perempuan juga terjadi di Cina, bahwa perempuan yang bersedia tampil di atas panggung harus bersedia pula menerima cemoohan bahwa mereka itu tidak ubahnya sebagai pelacur (R.M Soedarsono, 2005: 7) Lebih lanjut, R.M Soedarsono (2005: 33-35) dalam artikel “Tayub di Akhir Abad ke-20,” memberikan informasi yang penting tentang pertunjukkan tayub. Dalam tulisan ini disebutkan bahwa tayub menjadi pertunjukkan yang commit to user populer di Jawa, dan dari berbagai sumber tertulis tampak bahwa tayub sudah
115 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menjadi perhatian banyak orang sejak abad ke-19. Ciri khas tayub adalah pada fungsinya sebagai hiburan bagi kaum pria dan menempatkan ledhek sebagai wanita penghibur. Namun dibalik citranya yang sering mebuat gerah kaum lelaki, sebenarnya tayub memiliki nilai ritual yang culup penting bagi masyarakat di pedesaan yang masih diwarnai budaya agraris. Ritual kesuburan itu dilakukan secara simbolis. Hubungan secara simbolis itulah yang dianggap mempunyai kekuatan magi simpatetis. Sejalan dengan hal
tersebut,
pengarang cerbung KT
mencoba
menggambarkan sosok wanita Jawa yakni Jinten yang berprofesi sebagai ledhek menghadapi problematika hidup yang dialaminya. Tantangan – tantangan yang sudah dipaparkan di atas juga dialami oleh Jinten. Mulai dari persepsi negatif yang timbul dari masyarakat sekitar, yang juga berimbas pada masalah perjodohan. Pelabelan negatif pada ledhek, yakni yang dianggap sebagai penghibur, dapat dibawa kemana – mana oleh pria dapat ditepis oleh Jinten dalam cerbung ini. Ia memang ledhek pada umumnya, namun ia mempunyai prinsip tidak menjual diri, hanya menghibur penonton itu saja. Meski sempat terjebak oleh pria hidung belang, namun ia berhasil melarikan diri. Tidak hanya itu, profesi yang disandang oleh Jinten menuntut ia untuk selalu berpenampilan menarik. Agar dapat menarik perhatian para penonton, khususnya para lelaki. Namun pada kenyataannya tidak demikian, di tengah karirnya
yang
sedang
menanjak,
Jinten
mengalami
kecelakaan
yang
mengakibatkan kecacatan permanen yakni kaki yang tidak bisa kembali lurus commit to user pada fisiknya. Tentu saja secara ketika berdiri dan tangan yang agak bengkok
116 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
otomatis penampilan Jinten akan menjadi kurang sempurna. Bahkan dapat mempengaruhi karir Jinten kedepannya. Ledhek yang menjadi bintang panggung atau primadona pertunjukkan tayub pasti memiliki kemampuan kepenarian yang tinggi. Di samping itu diperlukan pengalaman pentas yang cukup lama, sehingga mampu membentuknya menjadi penari mumpuni dan handal yang memiliki ciri khas tertentu. Ledhek sebagai penari tayub berperan menyampaikan kecantikan yang dimiliki seorang perempuan yang memancarkan keindahan. Kecantikan dalam arti tidak hanya menunjuk pada kecantikan lahiriah tetapi juga batiniah. Seorang ledhek yang dapat menjadi bintang panggung atau populer memiliki kriteria antara lain : (1) memiliki kemampuan kesenimanan (penguasaan gendhing dan tari serta kemampuan vokal yang bagus) di atas kemampuan rata – rata ledhek yang lain; (2) muda, cantik, dan berpenampilan menarik; (3) mampu menanggapi berbagai karakter
pengibing;
(4)
mempunyai
gaya
pribadi
(wiled);
(5)
secara
sungguh – sungguh menekuni profesinya; (6) mempunyai jangkauan wilayah pentas yang luas; (7) frekuensi pentas di atas rata – rata ledhek yang lain; dan (8) besarnya honorarium yang diterima di atas rata – rata honorarium ledhek yang lain (Sri Rochana Widyastutieningrum, 2007: 315) Seperti halnya Jinten, ia menjadi seorang primadona juga bukan secara cuma – cuma melainkan karena secara fisik ia memang juga cantik dan masih muda. Selain itu ia juga piawai dalam hal menari. Meskipun ia bukan dari keluarga berlatarbelakang penari tayub. Profesinya sebagai ledhek ini dianggap sebagai wahyu. Dari segi honor, Jinten memang juga termasuk berpenghasilan commit to user
117 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tinggi untuk sekali tampil dibandingkan ledhek yang lain. Namun keadaan yang cukup membanggakan pada diri Jinten tersebut tidak lantas membuat Jinten menjadi sombong. Ia tetap saja gadis desa yang sederhana, sopan dan ramah. Ia pun menjalani kehidupan sehari – harinya secara normal. Tidak banyak berubah. Bukan ia tidak merasa bahwa ia seorang primadona. Namun memang begitulah Jinten, sosok seorang wanita Jawanya masih sangat melekat dalam dirinya.
b. Sosok Jinten sebagai Seorang Anak Jinten terlahir dari keluarga yang sederhana. Ibunya yang seorang pedagang dan ayahnya hanya seorang
waker penjaga hutan. Sejak kecil ia
terbiasa membantu orang tuanya meski Jinten kecil termasuk anak yang sering sakit – sakitan. Akibat sering sakit itu pula, ia juga terpaksa tidak melanjutkan sekolah. Seorang Jinten yang menjadi primadona hanyalah tamatan SMP. Walaupun begitu, ia tidak pernah merasa rendah diri. Karena memang mayoritas penduduk desa pada saat itu banyak yang putus sekolah. Namun di sisi lain Jinten boleh saja bersyukur, karena di anugerahi bakat menari yang kemudian menjadikannya seperti sekarang ini. Jinten dewasa memang tidak banyak mengalami perubahan. Ia juga masih sering membantu ibunya di warung. Meski ia sudah menjadi ledhek yang terkenal. Waktunya yang luang banyak dihabiskan bersama ibunya di warung, tidak peduli ia merasa lelah. Tidak jarang pula pria yang mencari Jinten di rumahnya dari yang masih lajang hingga yang sudah beristri bahkan beristri lebih dari satu. Entahlah apa maksud mereka yang jelas semenjak Jinten menjadi ledhek apalagi dianggap commit to silih user berganti di warung Jinten. Dari sebagai primadona, para lelaki itu datang
perpustakaan.uns.ac.id
118 digilib.uns.ac.id
status sosial pun juga beragam mulai dari pelajar, priyayi seperti Guru Marjuki hingga mantri ataupun para juragan yang tinggalnya tidak jauh dari desa Jinten. Ibu Jinten, yakni Mbok Parni memang tidak pernah merasa keberatan dengan kedatangan pria – pria tersebut. Baik dirinya maupun Jinten tetap bersikap ramah terhadap mereka dan tidak membedakan antara satu dengan yang lainnya. Mbok Parni menganggap Jinten sudah cukup dewasa, sehingga ia pasti sudah cukup tahu mana yang baik dan mana yang buruk. Selain itu mBok Parni juga sudah memaklumi bahwa itu semua adalah resiko dari pekerjaan putrinya. Ia juga tidak keberatan jika putrinya itu memilih untuk menjadi seorang ledhek. Jinten memang bukan tulang punggung keluarga, namun ia merasa sejak kecil ia banyak mengecewakan orang tuanya. Sehingga ketika kini ia sudah bisa mencari uang sendiri, penghasilannya pun juga sebagian untuk membantu orang tuanya. Bagi Jinten seorang anak itu wajib membalas budi orang tuanya. Jinten bisa sampai sekarang ini juga tidak lepas dari peran orang tuanya. Penghasilan yang dapat diakatakan cukup dan ketenaran tidak lantas membuat ia melupakan orang tua dan keluarganya. Ia juga tidak pernah malu meski orang tuanya hanya dari kalangan biasa. Hal – hal tersebut mungkin yang dapat kita contoh dari sosok seorang Jinten.
c. Sosok Jinten Menyikapi Nasib Jinten adalah seorang star of tayub, ledhek yang sudah banyak dikenal oleh masyarakat dan tentu saja berpenghasilan tinggi dibanding ledhek – ledhek lainnya. Dari segi penampilan terutama fisik, secara otomatis Jinten paling tidak commit to user dituntut untuk mendekati sempurna. Untung saja ia terlahir sebagai wanita yang
perpustakaan.uns.ac.id
119 digilib.uns.ac.id
bisa dikatakan cantik dan disaat karirnya menanjak umurnya juga masih tergolong muda yakni dua puluhan tahun. Jadi bukan hal lumayan sulit untuk Jinten memenuhi kriteria itu. Kehidupan manusia itu seperti roda berputar, kadang di atas kadang di bawah. Sama seperti yang dialami oleh Jinten, disaat karirnya sedang cemerlang, ia mendapat ujian berat yang sangat berpengaruh terhadap karirnya tersebut. Jinten mengalami kecelakaan cukup parah di daerah Kebakkramat. Kecelakaan itu terjadi ketika ia pulang dari berbelanja keperluan pernikahan dari Solo. Saat itu ia juga bersama calon suaminya, yakni Kusdi. Akibat dari kecelakaan tersebut Kusdi meninggal dunia, sedangkan Jinten divonis dokter mengalami cacat permanen. Nasib Jinten mungkin kurang beruntung saat itu. Dua ujian yang berat dialaminya. Ketika ia merasakan kebahagiaan karena akan melangsungkan pernikahan, ternyata pria itu bukan jodohnya. Ia harus mengikhlaskan Kusdi untuk kembali kepada Sang Pencipta. Tidak cukup itu, ia sempat mengalami putus asa karena cacat yang dideritanya. Ia merasa karirnya sebagai ledhek akan berhenti sampai disitu saja. Tidak akan lagi menjadi seorang primadona karena ia tidak cantik lagi seperti dulu. Mungkin keluwesannya dalam menari juga akan berkurang karena tangan dan kakinya sebelah kanan tidak normal lagi. Namun keputusasaan Jinten tidak berlarut larut. Ia kembali bersemangat ketika guru ledheknya yang bernama Sriyatun datang menemuinya dan menawarkan bahwa ledhek Lasmi dan dhalang Karno sanggup menjadi gurunya. Mereka berdua akan melatih Jinten dari segi vokal agar lebih baik.Jadi Jinten tidak hanya piawai menari tetapi juga menyanyi atau nembang asalkan Jinten mau commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
120 digilib.uns.ac.id
berkunjung ke rumah dhalang Karno. Jinten pun, tanpa berpikir panjang menyanggupi tawaran ledhek Sriyatun. Jinten sangat senang, semangatnya kembali muncul. Ia memang telah lama ingin menjadi ledhek yang profesional, seperti ledhek Lasmi idolanya. Seorang wanita Jawa meskipun lemah lembut atau halus bukan berarti harus pasrah menerima dengan apa yang menimpa dirinya. Namun haruslah tetap berusaha dan tegar mengahadapi cobaan yang meneimpa dirinya. Kita memang tidak pernah tahu bagaimana nasib kita. Tapi untuk lebih baiknya kita harus tetap semangat dan lekas bangkit dari keterpurukan apabila memang kita memiliki nasib yang kurang beruntung. Seperti yang digambarkan oleh Jinten dalam cerbung KT ini.
d. Sosok Jinten Menyikapi Persoalan Pendamping Hidup Beranjak dewasa, Jinten tidak hanya bersinar dalam karirnya. Namun umur menuntut ia untuk segera mencari pasangan hidup pula. Hal yang sudah biasa bagi masyarakat Jawa, bahwasannya seorang gadis diatas tujuh belas tahun untuk segera manikah. Apalagi dalam masyarakat pedesaan. Tidak hanya gadis itu sendiri, tetapi juga keluarganya akan sangat malu jika anak gadisnya disebut sebagai perawan tua. Namun bagi masyarakat kota, dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi pula, anggapan tersebut mulai tidak dihiraukan, meski terkadang masih saja terdengar. Dalam cerbung KT, pengarang mengisahkan perjalanan cinta Jinten memang tidak semulus karirnya. Beberapa kali mengalami patah hati dengan pria commit to useria menemukan jodohnya. Dalam yang berbeda – beda walau pada akhirnya
121 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
masyarakat Jawa, orang tua tentu saja tidak bisa lepas dari hal tersebut. Penilaian, pendapat dan persetujuan dari orang tua sangatlah diperlukan demi kelanggengan suatu hubungan. Namun seiring perkembangan jaman, peran orang tua dalam pemilihan pendamping hidup memang tidaklah mutlak. Seorang anak berhak memilih pasangan hidupnya sendiri, walaupun tetap saja restu dari orang tua sangatlah penting. Sama halnya dengan Jinten, ayah dan ibu Jinten juga banyak berperan dalam urusan percintaan anaknya itu. Sebagai orang tua, Mbok Parni tentu saja ingin yang terbaik untuk anaknya. Apalagi Jinten seorang wanita. Beliau pasti ingin Jinten mendapatkan suami yang bisa memberikan nafkah lahir batin kelak. Jinten memang tidak merasa keberatan dengan campur tangan orang tuanya
terutama
Mbok
Parni,
walaupun
memang
terkadang
terjadi
kesalahpahaman ataupun perbedaan pendapat dengan ibunya tersebut. Kekasih pertama Jinten adalah Marjuki. Ia adalah seorang guru, lebih jelasnya dahulu sempat juga menjadi guru Jinten sewaktu SD. Mulanya hubungan mereka memang baik – baik saja. Namun semakin lama muncul masalah yang bermacam – macam. Mulai dari pandangan masyarakat tentang perbedaan status sosial antara mereka berdua, yakni guru dengan ledhek, hingga orang tua Marjuki yang tidak setuju dikarenakan terjadi pernmikahan jilu. Mereka sebenarnya tidak begitu peduli dengan masalah tersebut, mereka tetap mempertahankan hubungan mereka. Namun sifat cemburu Marjuki yang sangat besar menyebabkan seringnya mereka mereka bertengkar. Apalagi dengan hadirnya Kusdi, seorang juragan kayu, rasa cemburu Marjuki seperti berapi – api hingga pada akhirnya mereka commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
122 digilib.uns.ac.id
putus dan Marjuki memutuskan untuk menikah dengan wanita lain yang berprofesi sama dengannya. Rasa sakit hati itu memang wajar bila muncul pada diri Jinten, apalagi selama itu Jinten tetap berusaha untuk mempertahankan hubungannya. Namun apa mau dikata kenyataan berkata lain, hubungan mereka harus kandas. Bahkan Jinten bertekad tidak akan menikah dengan seorang guru. Sebegitukah bencinya Jinten terhadap Marjuki. Kehilangan Marjuki, bukan lantas membuat Jinten cepat tertambat pada pria lain. Jinten masih trauma. Di sisi lain Kusdi tetap berusaha merebut hati Jinten. Entahlah, Mbok Parni juga mendukung Kusdi. Beliau terus saja membujuk Jinten agar mau menerima Kusdi sebagai pengganti Marjuki. Namun Jinten kuat pada pendiriannya, masih ingin sendiri. Entah apa yang membuat Jinten luluh dan mau menerima Kusdi sebagai kekasihnya, mungkin saja karena ia merasa kasihan dengan nasib Kusdi selama ini. Untuk kali ini hubungan Jinten tidak hanya sebatas pacaran, tapi mereka akan melanjutkan pernikahan. Kusdi telah melamar Jinten dan hari baik telah ditentukan. Persiapan juga telah dilakukan sejak jauh – jauh hari. Namun nasib Jinten lagi – lagi kurang beruntung, sepuluh hari sebelum hari pernikahan mereka berdua mengalami kecelakaan yang cukup parah di daerah Kebakkramat dan Kusdi tidak bisa diselamatkan lagi. Pernikahan mereka batal. Jinten menelan kekecewaan untuk kedua kalinya. Hatinya sangat terpukul dan hampir putus asa. Meski masih ada Kencur sahabat yang setia menemani Jinten. Untuk menghibur diri sekaligus mencari kesibukan, Jinten memutuskan menerima tawaran ledhek Sriyatun untuk belajar oleh vokal bersama ledhek Lasmi commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
123 digilib.uns.ac.id
di rumah dhalang Karno di daerah Sragen. Ternyata disana Jinten tidak hanya belajar menyanyi, tetapi juga bertemu dengan seorang pemuda bernama Siwidayat. Siwidayat adalah putra tunggal dhalang Karno. Seiring waktu yang berjalan Jinten dan Siwidayat semakin dekat, Siwi semakin lama semakin mencintai Jinten pula. Namun rasa sayang Jinten pada Siwi hanya sebatas sayang terhadap adiknya. Mungkin karena Siwi yang masih duduk di bangku SMA. Siwi beberapa kali mengancam bunuh diri jika, Jinten tidak menerima cintanya. Jinten tidak peduli hingga hubungan mereka tak terjalin kembali karena Jinten telah menyelesaikan belajarnya dan kembali ke kampung halamannya. Jinten memang telah memberikan kenangan manis sekaligus pahit pada pemuda yang umurnya terpaut jauh dengan dirinya itu. Kepadanya, Jinten menyerahkan harta termahal yang dimilikinya. Entahlah, mungkin pada saat itu mereka berdua sama – sama sedang terbuai oleh rasa cinta yang menggebu – gebu. Jinten telah kembali, tentu saja dengan masih membawa kenangannya bersama Siwidayat yang tidak akan dilupakan. Di desa, sahabatnya sejak kecil, Kencur masih saja setia menunggunya. Diam – diam Kencur memendam rasa pada Jinten. Bahkan sudah lama. Namun ia tak pernah berani mengungkapkannya. Ia memilih mengalah dan membiarkan Jinten bersama orang lain. Tapi sekarang Kencur sudah berbeda, ia mulai memberanikan diri untuk mengungkapkan rasa sayang itu pada Jinten. Sampai pada akhirnya Jinten mau menerima Kencur sebagai kekasihnya. Kencur secepatnya akan melamar Jinten. Meski Kencur hanya seorang pedagang tempe tamatan SMP namun ia tidak kalah dengan Marjuki yang seorang guru dan Kusdi juragan kayu. Kisah cinta Jinten berakhir commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
124 digilib.uns.ac.id
pada Kencur. Tidak disangka bahwa jodohnya ternyata adalah kawan lamanya semasa SD. Betapa bahagianya Jinten, sakit hatinya selama ini telah terobati meski perjalanannya tidak mulus. Gambaran di atas merupakan salah satu contoh gambaran sosok wanita Jawa yang patut dicontoh. Sosok wanita yang mandiri dan tegar menghadapi berbagai persoalan. Perjuangan tokoh utama dalam cerbung KT ini merupakan perjuangan hidup yang bersifat sementara untuk mencapai sesuatu yang lebih baik. Pelukisan tentang perjuangan hidup wanita disini telah digambarkan pengarang dengan baik, karena betapapun besarnya perjuangan dan pengorbanan seseorang itu belum tentu membuahkan hasil yang baik yang sesuai dengan keinginannya. Perjuangan hidup wanita yang digambarkan Daniel Tito melalui tokoh Jinten ini telah dapat memberikan pelajaran bagi pembaca, bahwa manusia bisa saja berusaha sekuat tenaga tetapi Tuhan-lah yang menentukan. Apabila usaha yang dilakukan tidak berhasil, maka tidak perlu putus asa, pasti ada jalan lain.
2. Gambaran Kehidupan Sosial Masyarakat Jawa a. Kelas Sosial Kelas sosial atau golongan sosial merujuk kepada perbedaan hierarkis (atau stratifikasi) antara insan atau kelompok manusia dalam masyarakat atau budaya. Biasanya kebanyakan masyarakat memiliki golongan sosial , namun tidak semua masyarakat memiliki jenis-jenis kategori golongan sosial yang sama. Berdasarkan karakteristik stratifikasi sosial, dapat kita temukan beberapa commit to user pembagian kelas atau golongan dalam masyarakat. Beberapa masyarakat
perpustakaan.uns.ac.id
125 digilib.uns.ac.id
tradisional pemburu-pengumpul, tidak memiliki golongan sosial dan seringkali tidak memiliki pemimpin tetap pula. Oleh karena itu masyarakt seperti ini menghindari stratifikasi sosial. Dalam masyarakat seperti ini, semua orang biasanya mengerjakan aktivitas yang sama dan tidak ada pembagian pekerjaan. Beberapa waktu yang lalu, masyarakat Jawa masih mengenal pembagian masyarakatnya menjadi dua golongan yaitu priyayi dan wong cilik. Ada lagi yang menyebut golongan njeron beteng dan njaban beteng. Pada tahun 1950-an pembagian priyayi dan wong cilik masih tampak kuat keberadaannya dalam realita masyarakat Jawa, terutama masyarakat Jawa yang bertempat tinggal di bekas daerah kerajaan Kasultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta. Kebudayaan priyayi mempunyai simbol-simbol yang dapat membedakan dengan kebudayaan rakyat umumnya, yang dalam konteks golongan priyayi dinamakan wong cilik. Simbol-simbol kebudayaan priyayi nampak dalam busana (pakaian yang biasa dipakai kaum priyayi), arsitektur rumah, bahasa etika, etiket dan kebiasaan berpoligami dalam perkawinan. Masyarakat di Jawa dalam perkembangannya telah menciptakan suatu bangunan masyarakat dengan strata sosial, dimana golongan priyayi menempati strata paling atas. Strata atas golongan priyayi ini telah mendominasi segala hak istimewa sejalan karakteristik masyarakat dewasa ini.
Mereka itu memiliki situs bahasa dan budaya yang
eksklusif, sehingga mengenal bahasa Jawa ragam bagongan. Yakni, bahasa Jawa kratonik yang spesial untuk kalangan priyayi. Sebaliknya, orang Jawa di njaban beteng sering disebut wong cilik yang memiliki bahasa sedikit kasar dan budaya ndesa. Dari dua tipe yang kadang-kadang menumbuhkan sikap tertentu, antara commit to user
126 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
lain njaban beteng harus mendhuk-mundhuk kepada njeron beteng. Sikap inilah yang sering dinamakan ngajeni (menghormati) dengan cara tertentu. Para priyayi biasanya dalam segala aspek hidup selalu ingin berbeda dengan non priyayi. Termasuk di dalamnya bentu rumah, kelangenan, dan tradisi. Mereka selalu mengansumsikan dirinya sebagai orang Jawa elit. Itulah sebabnya kalau ada wong cilik yang ingin menjadi priyayi harus melalui tahapan yang bertubi-tubi (Suwardi Endraswara, 2006: 246) Dalam cerbung KT, kelas sosial diperlihatkan melalui jenis pekerjaan atau profesi. Prekerjaan yang berada di balik meja misalnya saja guru ataupun pegawai kantor dianggap lebih tinggi kelas sosialnya. Bisa dikatakan sebagai priyayi. Sedangkan pekerjaan yang mungkin tidak memerlukan pendidikan tinggi dapat dipandang sebagai kelas sosial bawah, contoh dalam cerbung ini misalnya pedagang tempe, orang yang marung atau membuka warung termasuk juga seorang penari tayub (ledhek). Pembedaan kelas sosial yang paling mencolok misalnya antara seseorang yang berprofesi guru dengan seorang penari tayub (ledhek). Marjuki yang seorang guru dianggap sebagai seorang priyayi untuk itu dimanapun ia berada ia selalu dihormati, diperlakukan baik oleh masyarakat termasuk oleh keluarga Jinten. Mengemban predikat seorang priyayi tentu saja tidaklah gampang. Termasuk mengenai bagaimana mereka bersikap, berperilaku ataupun bertutur dalam masyarakat. Apabila salah sedikit saja atau mungkin kurang pas bisa jadi akan menjadi bahan pergunjingan dalam masyarakat. Alhasil orang tersebut tentu saja akan sangat malu. Hal ini dialami oleh seorang Marjuki. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
127 digilib.uns.ac.id
Sebaliknya, Jinten sebagai tokoh utama hanya berprofesi sebagai ledhek. Ledhek merupakan pekerjaan yang mungkin dianggap rendah oleh masyarakat. Seorang ledhek dituntut untuk menampilkan kecantikannya baik secara lahiriah maupun batianiah dalam sekali tampil. Tidak hanya itu, ledhek adalah pekerjaan yang tidak jauh dari kaum hawa. Bisa jadi jika mereka kurang beruntung terkadang mereka akan disewa oleh para lelaki hidung belang untuk memuaskan nafsunya. Karena kemolekan tubuh para ledhek dan juga tarian mungkin yang bisa dikatakan erotis, seorang ledhek juga harus rela dicolek – colek oleh para lelaki. Ledhek merupakan pusat perhatian dari pertunjukkan tayub, selain itu juga untuk hiburan ataupun menghibur para pria. Bila dilihat dari tutur kata, sikap ataupun perilaku, seorang ledhek tidak perlu terlalu memperhatikan. Sebaik – baiknya seorang ledhek tetap saja dinilai negatif dalam masyarakat. Hubungan yang terjalin antara Marjuki yang seorang guru dan Jinten yang seorang ledhek mungkin dianggap kurang pas bagi masyarakat desa dimana mereka berdua tinggal. Apalagi bila dilanjutkan ke jenjang pernikahan. Tidak pantas kiranya seorang priyayi memperistri seorang wanita yang berasal dari kelas sosial di bawahnya. Untuk lebih baiknya mereka berdua mencari pasangan yang berasal dari kelas yang sama. Agar dalam kehidupan bermasyarakat dirasakan sebuah ketenangan. Namun seiring perkembangan jaman dan tingkat pendidikan yang semakin tinggi. Sehingga menimbulkan perubahan pola pikir yang lebih maju dalam masyarakat menjadikan perbedaan kelas sosial itu tidak begitu dihiraukan pada masa sekarang ini. Walaupun masih banyak pula yang mempertimbangkan bibit, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
128 digilib.uns.ac.id
bebet dan bobot tersebut. Beberapa orang yang berasal dari masyarakat kelas sosial bawah sudah banyak yang ingin maju. Jadi bukan tidak mungkin mereka dapat mensejajarkan diri dengan masyarakat kelas sosial atas. Dalam masyarakat sekarang pun tidak sedikit pula seorang guru ataupun pegawai yang memperistri seorang seniwati. Untuk itu, jika kita mempunyai niat dan mau berusaha meski kita berasal dari kelas sosial bawah, tidak menutup kemungkinan untuk menyamai kelas sosial yang berada di atas kita.
b. Kepercayaan Adat Pernikahan Siji Telu (jilu) Pernikahan bagi masyarakat Jawa diyakini sebagai sesuatu yang sakral. Masyarakat Jawa meyakini bahwa saat peralihan dari tingkat sosial yang satu ke yang lain, merupakan saat-saat berbahaya. Karenanya, untuk mendapatkan keselamatan hidup, dilakukan upacara-upacara. Menjadi manten (pengantin) merupakan bagian dari peralihan itu sendiri. Tradisi yang berlangsung biasanya berupa petung, prosesi, dan sesaji.
Petung adalah musyawarah untuk memutuskan suatu acara penting dalam keluarga. Petung dina lazim dilakukan untuk menentukan hari baik pada acara hajatan, seperti hari penikahan. Selain melihat calon mempelai dari kriteria bibit (keturunan), bobot (berat, yakni dilihat dari harta bendanya), bebet (kedudukan sosialnya: priyayi, rakyat biasa, atau status sosial lainnya), perjodohan juga dapat ditentukan berdasar nama, hari kelahiran, dan neptu (jumlah nilai hari kelahiran dan nilai pasarannya: Kliwon, Legi, Pahing, Pon, dan Wage). Termasuk kepercayaan baik-buruk dalam masalah dalam tradisi masyarakat commit topernikahan, user
perpustakaan.uns.ac.id
129 digilib.uns.ac.id
Jawa masih ada yang meyakini bulan-bulan baik untuk pernikahan yaitu Rejeb dan Besar. Bulan-bulan buruk yaitu Jumadil Awal, Pasa, Sura, dan Sapar. Melalui perhitungan-perhitungan tersebut maka kedua mempelai akan ditentukan baik buruknya perjodohan seperti pada Kitab Primbon Betaljemur Adammakna. (Mohamad Arif Wicaksono, 2011 : http://mohamadarifwicaksono.wordpress.com)
Orang Jawa mempunyai cara tersendiri dalam mengatur etika serta norma saat akan manikah. Suatu tradisi yang diharapkan hanya terjadi satu kali seumur hidup. Oleh karena itu, orang Jawa banyak memberikan nasehat kepada seseorang yang akan melangsungkan pernikahan. Dari mencari jodoh sampai prosesi pernikahan dilangsungkan. Salah satu tradisi Jawa yang berhubungan dengan kehidupan ini adalah adanya suatu tradisi gugon tuhon. Hal tersebut dilakukan oleh masyarakat Jawa agar pernikahan mereka berjalan dengan lancar dan dapat hidup bahagia. Gugon tuhon pernikahan merupakan salah satu bentuk dari gugon tuhon Jawa dalam siklus kehidupan.
Gugon tuhon sendiri berasal dari kata gugu (percaya) dan tuhu (setia), gugon tuhon berarti sesuatu yang dipercaya dan dilakukan oleh seseorang. Gugon tuhon juga berarti ngandel marang prakara sing dianggep duwe kadayan ngungkuli kodrat, mangka sanyatane ora (percaya terhadap sesuatu yang dianggap mempunyai kekuatan yang melebihi kodrat, padahal kenyataannya tidak) (Poerwadarminta, 1939 : 153)
Gugon tuhon termasuk salah satu bentuk tradisi lisan. Berkembang dari commit to usersuatu larangan yang berisi suatu mulut ke mulut. Dalam gugon tuhon terdapat
130 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
ajaran yang disamarkan oleh masyarakat. Gugon tuhon juga sulit dibuktikan secara rasio atau akal sehat manusia. Menurut Purwadi (2009 : 67) gugon tuhon iku kapitayan sing isih dipercaya satengahing bebrayan sanadyan ora bisa dibuktekake kanthi nalar lan kasunyatan (gugon tuhon yaitu kepercayaan yang masih dipercaya ditengah masyarakat walaupun tidak bisa dibuktikan daya nalar dan kenyataan.
Gugon tuhon bagi sebagian masyarakat masih dianggap sakral hingga seseorang takut untuk melanggarnya. Purwadi (2004 : 139) dalam kamus Jawa - Indonesia memberikan pengertian bahwa gugon tuhon yaitu percaya pada adat dan takhayul. Merujuk dari pengertian Purwadi, takhayul yang dimaksudkan adalah sebuah mitos yang membuat orang takut untuk melanggarnya. Dikatakan pula gugon tuhon adalah sebuah adat, adat pada umumnya adalah warisan dari para leluhur yang diturunkan dari generasi ke generasi selanjutnya. Sebuah tradisi yang masih terpelihara disebagian masyarakat, membuat mitos – mitos tetap ada.
Salah satu contoh gugon tuhon pernikahan dalam masyarakat Jawa adalah pantangan jilu, jilu atau siji telu sendiri merupakan bahasa Jawa yang artinya adalah satu dan tiga yang mempunya arti bahwa anak yang bersangkutan tidak boleh lahir pada urutan satu dan tiga dalam urutan keluarganya. Calon mempelai harusnya bukan urutan dari jilu. Masyarakat mempercayai, bahwa jilu adalah perumpamaan ataupun lambang dari tali pengikat pada pocong yang digunakan untuk mengikat orang yang sudah meninggal. Orang yang melanggar pantangan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
131 digilib.uns.ac.id
ini akan mendapat kesialan dalam hidupnya dan pernikahan yang dijalaninya biasanya tidak langgeng (Edi, S. 2012 : http://sosiohistoryedi.blogspot.com) Penelitian lain oleh Akhmad Yani Irawan (2009) yang dilakukan terhadap penduduk Desa Candirejo, Kelurahan Loceret, Nganjuk bahwasannya perkawinan jilu memiliki kepercayaan tersendiri bagi masyarakat Candirejo, karena dapat mempengaruhi terbentuknya keluarga sakinah. Jilu menurut masyarakat setempat yakni tidak diperbolehkannya anak pertama menikah dengan anak ketiga, hal ini semata – mata hanya mitos saja. Akan tetapi di daerah tersebut ada benarnya juga jika anak pertama menikah dengan anak ketiga maka tidak menutup kemungkinan keluarga itu tidak akan tenang, damai dan tentram Penggambaran kepercayaan jilu pada cerbung KT ini antara tokoh Marjuki dan Jinten. Hubungan mereka tidak direstui oleh ayah Marjuki dikarenakan berdasarkan urutan kelahiran dirasa kurang baik. Marjuki adalah anak pertama sedangkan Jinten anak ketiga. Ayah Marjuki takut jika pernikahan itu tetap dilangsungkan akan menimbulkan dampak yang buruk di kemudian hari pada rumah tangga mereka. Untuk itu mereka sebaiknya menghakiri hubungan itu. Kepercayaan jilu pada masa sekarang ini memang masih ada. Tentang apakah dampak buruknya terbukti atau tidak itu tergantung yang menjalani. Ada yang mengatakan terbukti adapula yang mengatakan tidak. Namun pada intinya jalan hidup manusia itu Tuhan yang mengatur. Berusahalah untuk selalu berfikir positif dan menciptakan sugesti yang positif pula. Tetapi jika merasakan takut maka lebih baik tidak usah mencoba untuk melakukan pernikahan jilu. Dapat dimungkinkan terdapat perbedaan pemikiran pada masyarakat Jawa yang berada commit to user
132 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
di desa dan di kota. Penduduk desa lebih cenderung menganut kepercayaan itu dibanding penduduk di kota.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan penelitian terhadap cerbung Kembang Tayub karya Daniel Tito, maka penulis dapat menarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Ditinjau dari segi struktural, cerbung KT karya Wasi Jaladara menunjukkan kesatuan yang utuh dan sangat erat kaitannya satu sama lain. Unsur struktural yang menekankan fakta – fakta cerita, yang terdiri dari karakter, alur, latar dilengkapi juga dengan tema, sarana – sarana sastra yang mencakup judul, sudut pandang, tone, gaya dan simbolisme. 2. Ditinjau dari analisis sosiologi sastra, penelitian ini dimaksudkan untuk lebih mengetahui penggambaran dan citra wanita Jawa yang dalam cerbung ini disimbolkan sebagai seorang penari (ledhek). Kerasnya hidup membuat perempuan senantiasa harus selalu kuat dan siap. Lebih lanjut penulis mencoba mengungkap semangat, pantang menyerah serta kesabaran dari seorang perempuan Jawa di tengah cercaan dan penilaian negatif yang timbul dari masyarakat di sekitarnya. 3. Cerbung KT merupakan gambaran kehidupan sosial masyarakat Jawa. Meskipun pada masa sekarang sudah sulit ditemukan dalam kehidupan masyarakat.
Gambaran
yang
terdapat
pada
cerbung
ini
yakni
problem – problem sosial seperti adanya kepercayaan jilu yang dianggap to user sebagai pantangan dalam commit pernikahan serta adanya kelas sosial diharapkan
133
134 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4. dapat berfungsi dan dijadikan sebagai suatu pembelajaran dan pembanding yang berguna bagi masyarakat pembaca.
B. Saran Beberapa saran yang dikemukakan pada bagian akhir penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Penelitian ini menggunakan tinjauan sosiologi sastra. Masih dimungkinkan untuk penelitian lain dengan tinjauan yang berbeda namun objeknya sama seperti psikologi sastra, kritik sastra dan sebagainya. 2. Dengan hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kemajuan kepada penikmat atau pembaca dalam menyikapi permasalahan yang ada dalam kehidupan dan harus dihadapi dengan lebih arif dan bijaksana agar menjadi lebih baik pada masa – masa mendatang
commit to user
135 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
DAFTAR PUSTAKA
Akhmad Yani Irawan. 2009. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Mitos Perkawinan Jilu dan Implikasinya dalam Pembentukan Keluarga Sakinah (Studi Kasus di Desa Candirejo Kelurahan Loceret Nganjuk.). Malang : Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Ambar
Adrianto. 2010. Wanita Jawa, Quo http://uunhalimah.blogspot.com. Diakses 4 Mei 2010
Vadis
?.
Atar Semi. 1993. Metode Penelitian Sastra. Bandung : Angkasa Burhan Nurgiyantoro. 2007. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Christina S. Handayani dan Ardhian Novianto. 2010. Kuasa Wanita Jawa. http://www.a12ya.asia/review/. Diakses 4 Mei 2010 Edi, S. 2012. Pantangan dalam Pernikahan. http://sosiohistoryedi.blogspot.com. Diakses 15 Mei 2012 Elizabeth dan Tom Burns (ed). 1973. Sociology of Literature & Drama. Middlesex, England : Penguin Books Ltd. Fakultas Sastra dan Seni Rupa. 2005. Pedoman Penulisan dan Pembimbingan Skripsi Fakultas Sastra dan Seni Rupa. Surakarta : Fakultas Sastra dan Seni Rupa UNS Koentjaraningrat. 1984. Kebudayaan Jawa. Jakarta : Balai Pustaka Kompasiana. 2010. Wanita Jawa. http://sosbud.kompasiana.com. Diakses 4 Mei 2010 Lexy J Moleong. 2007. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya Mohamad Arif Wicaksono. 2011. Mitos – Mitos Orang Tua Jaman Dahulu. http://mohamadarifwicaksono.wordpress.com. Diakses 23 Mei 2012 Nyoman Kutha Ratna. 2009. Teori, Metode dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta : Pustaka Pelajar _______.2005. Sastra dan Cultural Studies commit to user: Representasi Fiksi dan Fakta. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
perpustakaan.uns.ac.id
136 digilib.uns.ac.id
Poerwadarminta. 1939. Baoesastra Djawa. Yogyakarta : Wolters Uitgevers Maatschappij. Purwadi. 2004. Kamus Jawa – Indonesia Populer. Yogyakarta : Media Abadi _______.2009. Folklor Jawa. Yogyakarta : Pura Pustaka Sapardi Djoko Damono. 1979. Sosiologi Sastra Sebuah Pengantar Ringkas. Jakarta : P3B Depdikbud Soedarsono, R.M. 1991. ”Tayub di Akhir Abad 20.” dalam Ed. Soedarso S.P. Beberapa Catatan tentang Perkembangan Kesenian Kita. Yogyakarta : Bp ISI Yogyakarta. _________.2005. ”Didik Nini Thowok dan Perkembangan Seni Pertunjukan Cina,” dalam Ed. SetiyonoWahyudi dan G.R Lono Lastor. Cross Gender. Yogyakarta: Sava Media dan Natya Lakshita. 1-40 Sri Rochana Widyastutieningrum. 2007. Tayub di Blora Jawa Tengah : Pertunjukkan Ritual Kerakyatan. Surakarta: Pasca Sarjana ISI Surakarta dan ISI Press Surakarta. Stanton, Robert. 2007. Teori Fiksi (Terjemahan Sugihastuti dan Rossi Abi Al Irsyad). Yogyakarta : Pustaka Pelajar Sudiro Satoto. 1996. Metode Penelitian Sastra. Surakarta : Sebelas Maret University Press Suwardi Endraswara. 2006. Falsafah Hidup Jawa. Yogyakarta : Cakrawala ________.2003. Penelitian Sastra : Epistemologi, Model, Teori dan Aplikasi. Yogyakarta : Pustaka Widyatama Teeuw, A. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra; Pengantar Teori Sastra. Jakarta : Pustaka Jaya Yudiono KS. 2003. Ilmu Sastra (Ruwet, Rumit, Resah). Semarang : Mimbar Yuliarso.
2010. Pesona Dibalik Kelembutan http://yuliarso.multiply.com. Diakses 4 Mei 2010
Wanita
Jawa.
PUSTAKA SUMBER : Daniel Tito. 2007. Kembang Tayub. No.to27user April – No. 88 Desember. Sragen : commit Genta