perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PROBLEMATIKA HUKUM DALAM PEMBIAYAAN HASANAH CARD (KARTU KREDIT) DI BANK BNI (BANK NEGARA INDONESIA) SYARIAH SURAKARTA
Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Oleh : Agnie Rosetyanjaya Putra NIM.E0007064
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012 commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id PERNYATAAN
Nama
: Agnie Rosetyanjaya Putra
NIM
: E0007064
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul PROBLEMATIKA HUKUM DALAM PEMBIAYAAN HASANAH CARD DI BANK BNI SYARIAH SURAKARTA adalah betul-betul karya sendiri. Halhal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum (skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.
Surakarta,
januari 2012
yang membuat pernyataan
Agnie Rosetyanjaya Putra NIM.E0007064
commit to user iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id ABSTRAK
Agnie Rosetyanjaya Putra, E.0007064. 2012. PROBLEMATIKA HUKUM DALAM PEMBIAYAAN SURAKARTA
HASANAH
CARD
DI
BANK
BNI
SYARIAH
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adakah problematika hukum yang ada dalam pembiayaan hasanah card di Bank BNI Syariah Surakarta, kemudian tujuan selanjutnya yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah mengetahui perbandingan keuntungan dalam pembiayaan hasanah card di Bank BNI Syariah Surakarta bila dibandingkan dengan kartu kredit konvensional, dan tujuan terakhir dari penelitian ini adalah mengetahui bagaimana penyelesaian dari problematika hukum yang ada dalam pembiayaan hasanah crad di bank BNI Syariah Surakarta. Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris yang bersifat deskriptif, mengkaji mengenai problematika hukum apa yang ada, bagaimana perbandingan keuntungan bila dibandingkan dengan kartu kredit konvensional, dan mengkaji bagaimana penyelesaian problematika hukum yang ada tersebut. Pendekatan penelitian dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Jenis data penelitian yang digunakan meliputi data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan sumber data penelitian yang digunakan yaitu wawancara dan studi kepustakaan. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam pembiayaan hasanah card di Bank BNI Syariah Surakarta, ada dua macam problematika hukum yang ditemui yaitu adanya kredit macet dan pemalsuan data. Apabila dibandingkan dengan kartu kredit konvensional, hasanah card memiliki sejumlah keuntungan salah satunya adalah biaya yang dikenakan jauh lebih murah atau dengan kata lain hasanah card jauh lebih ekonomis bila dibandingkan dengan kartu kredit konvensonal hal ini dikarenakan dalam sistem perbankan syariah tidak dikenal adanya sistem bunga berbunga (riba) oleh karena itu, di dalam perhitungannya hasanah card tidak mengenal adanya bunga tetapi hanya ujrah (jasa). Di dalam penyelesaian problematika hukum yang dijumpai tersebut, dalam hal kredit macet secara garis besar penyelesaian yang ditempuh ada dua jalan, yang pertama secara prosedural yang meliputi pengiriman surat tagihan maupun mendatangi nasabah secara langsung, dan cara prosedural yang selanjutnya yaitu dengan jalan rescheduling, restructuring, recontioning (3R). Cara yang kedua adalah secara penyelesaian sengketa yang terbagi atas secara litigasi dan non litigasi. Cara litigasi, berdasarkan Pasal (49) Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama maka penyelesaian sengketa perekonomian syariah menjadi wewenang peradilan agama. Jalan non litigasi terbagi atas dua jalan, yaitu jalan arbitrase yang di bawah naungan BASYARNAS (badan arbitrase syariah nasional), dan jalan nonlitigasi yang terakhir adalah jalaur alternatif penyelesaian sengketa. commit to user Key word : problematika, BASYARNAS, hasanah card v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id MOTTO
Every story always has an ending But in life every ending is a new beginning
Tidak ada sukses yang permanen, sama seperti tidak ada kegagalan yang benar-benar tak bisa diperbaiki (Mike Ditka)
Percaya dan yakin pada diri sendiri, hanya itu resep paling manjur untuk menaklukkan kehidupan (Johann Wolfgang von Goethe)
commit to user vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id PERSEMBAHAN
Karya ini Penulis persembahkan untuk: v Allah SWT, yang selalu meridhoi dan ada untuk penulis kapan pun penulis perlukan. v Papa dan mama yang selalu mendukung dan mendoakan penulis, semoga persembahan ini dapat membanggakan papa dan mama. v Kakakku mbak Jayanti Agustiningrum Permatasari S,H yang selalu mendoakan dan membantu penulis. v Adik adiku, Aci, Andra, dan Angga yang selalu mendukung serta mendoakan penulis. v Fifie Khoirunissa, yang selalu ada dan selalu mendukung penulis. v Pak Har, Kang Pery, Lek Eko, Pithik, Pakde Yanto, Deddy dan MATNO Crew. v Tanah airku Indonesia tercinta.
commit to user viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur bagi Allah SWT, Dzat yang Maha Agung, yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Sholawat serta salam senantiasa tertuju pada insan teragung, Rasulullah Muhammad SAW Alhamdulillah, atas ijin-Nya, penulis dapat menyelesaikan penulisan hukum ini sebagai syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan dalam ilmu hukum di
Fakultas
Hukum
Universitas
Sebelas
Surakarta
dengan
judul
:
“PROBLEMATIKA HUKUM DALAM PEMBIAYAAN HASANAH CARD DI BANK BNI SYARIAH SURAKARTA”. Dalam penulisan hukum ini, maupun selama penulis menuntut ilmu di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret, tidak sedikit bantuan yang penulis terima dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini, ijinkan penulis menghaturkan terimakasih kepada : 1. Prof.Dr.Hartiwiningsih, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Ibu Djuwityastuti, S.H, selaku Ketua Bagian Hukum Perdata yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini. 3. Prof. Dr.Adi Sulistiyono S.H., M.H., selaku Pembimbing I Penulisan Hukum
yang telah sabar memberikan bimbingan, saran, kritik, dan
motivasi bagi Penulis untuk menyelesaikan Penulisan Hukum ini. 4. Bapak Pujiyono, S.H., M.H., selaku pembimbing II Penulisan Hukum yang telah bersedia menyediakan waktu, pikiran dan berbagi ilmu dengan Penulis. 5. Bapak Tuhana S,H.MSi, selaku pembimbing akademis, atas nasehat yang berguna bagi Penulis selama Penulis menempuh pendidikan di Fakultas Hukum UNS. 6. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum UNS yang telah memberikan ilmu pengetahuan kepada Penulis sehingga dapat dijadikan bekal dalam Penulisan Hukum ini. commit to user ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
7. Ketua Bagian PPH Bapak Lego Karjoko S.H., M.Hum., dan Mas Wawan anggota PPH yang banyak membantu Penulis dalam Penulisan Hukum ini. 8. Segenap staf Perpustakaan Fakultas Hukum UNS, yang telah membantu menyediakan bahan referensi yang berkaitan dengan topik Penulisan Hukum. 9. Pimpinan Cabang serta Karyawan PT Bank BNI Syariah Surakarta, Bapak Arief Mursidi selaku kepala PT. Bank BNI Syariah cab Surakarta, serta bapak Mujiyono selaku kepala bag hasanah card yang telah memberikan waktu dan tempat kepada Penulis untuk melakukan penelitian dan wawancara. 10. Papa, Mama, kakakku, dan juga adik adiku tercinta atas cinta dan kasih sayang, doa, dukungan, semangat dan segala yang telah diberikan yang tidak ternilai harganya sehingga Penulis dapat menyelesaikan Penulisan Hukum ini. 11. Kekasihku Fifie Khoirunissa yang dengan sabar selalu memberiku dukungan serta semangat dalam menyelesaikan penulisan ini. 12. Teman-teman kuliah di Fakultas Hukum Unversitas Sebelas Maret angkatan 2007. 13. Semua pihak yang ikut dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Demikian semoga penulisan hukum ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak, baik untuk akademisi, praktisi maupun masyarakat umum.
Surakarta,
Januari 2012 Penulis
AGNIE ROSETYANJAYA PUTRA commit to user x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL....................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN .....................................................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN......................................................................
iii
HALAMAN PERNYATAAN.....................................................................
iv
ABSTRAK ...................................................................................................
v
ABSTRACT .................................................................................................
vi
HALAMAN MOTTO..................................................................................
vii
HALAMAN PERSEMBAHAN..................................................................
viii
KATA PENGANTAR .................................................................................
ix
DAFTAR ISI ................................................................................................
xi
DAFTAR TABEL........................................................................................
xv
DAFTAR GAMBAR....................................................................................
xvi
BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah .........................................................
1
B. Rumusan Masalah ..................................................................
5
C. Tujuan Penelitian ....................................................................
6
D. Manfaat Penelitian ..................................................................
7
E. Metode Penelitian ...................................................................
8
F. Sistematika Penulisan Hukum ................................................
12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori
commit to user xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1. Tinjauan tentang Bank Syariah a. Pengertian Bank Syariah .............................................
13
b. Produk produk Bank Syariah ......................................
13
c. Dasar Hukum Bank Syariah ........................................
14
2. Tinjauan tentang perjanjian a. Pengertian perjanjian...................................................
15
b. bentuk bentuk perjanjian Bank ...................................
17
3. Tinjauan tentang lembaga pembiayaan a. Pengertian pembiayaan ..............................................
18
b. Pengertian perusahaan peambiayaan .........................
19
c. Asas asas perusahaan pembiayaan ..............................
19
d. Prinsip pembiayaan yang baik ...................................
20
e. Kegiatan perusahaan peambiayaan ............................
22
f. Dasar hukum perusahaan pembiayaan .......................
25
4. Tinjauan tentang Hasanah Card a. Pengertian kartu kredit ...............................................
26
b. Sejarah singkat Hasanah Card ..................................
27
c. Akad Hasanah Card ..................................................
27
d. Pengertian Hasanah Card ..........................................
28
e. Pihak pihak yang terlibat dalam Hasanah Card ........
28
f. Macam macam kartu kredit........................................
32
g. Dasar hukum Hasanah Card......................................
33
5. Tinjauan tentang Problematika hukum .............................. commit to user
39
xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
B. Kerangka Pemikiran ................................................................
40
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1.
Sejarah singkat Bank BNI Syariah Surakarta ..................
42
2.
Gambaran singkat Hasanah Card ...................................
43
B. Pembahasan 1.
Problematika hukum dalam pembiayaan Hasanah Card di Bank BNI Syariah Surakarta a. Prosedur pengajuan Hasanah Card ...........................
47
b. Problematika hukum dalam pembiayaan Hasanah Card ....................................................................... 49 2.
Perbandingan keuntungan Hasanah Card dengan kartu kredit konvensional ................................................
3.
Penyelesaiaan
problematika
hukum
54
dalam
pembiayaan Hasanah Card di Bank BNI Syariah Surakarta a. kredit macet .................................................................
56
b. pemalsuan data ............................................................
78
BAB IV PENUTUP A. Simpulan ................................................................................
81
B. Saran.......................................................................................
83
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
commit to user xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id DAFTAR TABEL
Tabel 1. Akad dalam Hasanah Card .........................................................
28
Tabel 2. Informasi limit dan biaya Hasanah Card ....................................
49
Tabel 3. Perbandingan perhitungan Hasanah Card dengan kartu kredit konvensional ...............................................................................................
commit to user xiv
56
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Kerangka Pemikiran ................................................................
commit to user xv
40
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Uang atau dana merupakan salah satu kebutuhan dasar setiap manusia, dengan berbagai cara manusia berusaha untuk memenuhi kebutuhan dana tersebut. Ditengah terpaan krisis ekonomi yang berkepanjangan masyarakat dituntut untuk mampu bersikap bijaksana dalam mengelola keuangan sehingga arus perputaran uang tetap stabil. Dalam upaya mempertahankan stabilitas ekonomi, maka jumlah uang yang beredar akan dibatasi yang pada akhirnya berimbas pada kenaikan harga, terutama harga kebutuhan sehari hari. Kenaikan harga tersebut pasti akan menimbulkan perubahan yang cukup signifikan terhadap tingkat perekonomian serta daya beli masyarakat. Dalam keadaan demikian diperlukan adanya pranata yang dapat membantu memenuhi kebutuhan tersebut, kredit/ pembiayaan melalui jasa perbankan merupakan salah satu bentuk layanan jasa yang disediakan sebagai sarana bagi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Bank syariah muncul sebagai wadah yang menjembatani hubungan antara masyarakat sebagi pihak yang membutuhkan dengan penyedia modal, dengan cara pemenuhan kebutuhan melalui pembiayaan khusunya kredit. Bank syariah memberikan peran yang sangat besar dan dirasakan cukup membantu serta meringan kan beban masyarakat. Diantara berbagi jenis pembiayaan yang saat ini marak di kalangan masyarakat layanan jasa perbakan
syariah
memiliki
keunggulan
serta
peran
yang
sangat
menguntungkan, karena fasilitas dan produk yang ditawarkan mempunyai suatu sistem yang diciptakan untuk membantu masyarakat sesuai dengan prinsip syariah dengan tujuan melepaskan masyarakat dari berbagai kesulitan dengan terbebas dari sistem bunga berbunga atau riba. Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1988 tanggal 20 Desember 1988 tentang Lembaga Pembiayaan dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1251/KMK.013/1988 tanggal 20 Desember 1988 tentang commit to user “Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan” menjelaskan kegiatan 1
perpustakaan.uns.ac.id
2 digilib.uns.ac.id
lembaga pembiayaan diperluas sehingga menjadi 6 (enam) jenis kegiatan usaha yang meliputi: 1.
Sewa Guna Usaha (Leasing)
2.
Modal Ventura (Venture Capital)
3.
Anjak Piutang (Factoring)
4.
Pembiayaan Konsumen (Constumer Finance)
5.
Kartu Kredit (Credit Card)
6.
Perdagangan, Surat Berharga (Security Wesel) Kartu kredit atau yang sering disebut dengan credit card merupakan
salah satu solusi sementara untuk membantu masyarakat dalam masalah financial. Pemakaian kartu plastik ajaib ini sudah cukup meluas. Bahkan seringkali seseorang memegang beberapa kartu kredit sekaligus. Hal itu dikarenakan kemudahan seseorang dalam memperoleh kartu kredit, dikatakan mudah karena dalam memperoleh kartu kredit syarat syarat yang harus dipenuhi relatif gampang yaitu diantarany hanya dengan cukup mengajukan permohonan dan memenuhi syarat syarat yang ditentukan lainnya. Kepemilikan kartu kredit memang dapat menjadi indikasi akan bonafiditas atau tingkat perekonomian dari pemiliknya, yaitu : “indications to seller that the person who recieved the card from the issuer has a satisfactory credit rating and that if cerdit is extended, the issuer of the card will pay (or see to it that the seller recieves paymnet) for th mechandise delivered” (Jack P. Friedman, 1987 : 136). Kartu kredit merupakan produk yang eksklusive dimana memilikinya seolah olah tingkat status mereka meningkat (Siamat, 2001 :399). Kartu Kredit sebagai salah satu bentuk baru dari fasilitas perbankan di bidang pembiayaan, merupakan sarana pembiayaan yang perkembangannya begitu pesat dan menjamur. Berbagai kemudahan dan keuntungan yang ditawarkan Kartu Kredit seolah menjadi sihir berbagai kalangan untuk tertarik menggunakan kartu kredit. Masyarakat merasa lebih aman menggunakan kartu kredit untuk menunjang kegiatan sehari – hari, dibandingkan bila harus commit to user membawa cash money.
perpustakaan.uns.ac.id
3 digilib.uns.ac.id
using credit cards eliminates to carry cash with you, you can buy even if you have not money, you buy now but pay later, they enable you to buy on installments, you can also use credit cards in your business dealings and so on. (Halil Tunali) Dengan melihat peluang tersebut dimana kartu kredit seolah menjadi kebutuhan pokok setiap bank, baik bank pemerintah ataupun swasta berlomba lomba meniciptakan layanan pembiayaan kartu kredit dengan berbagai fasilitas dan keunggulan masing masing. Di sini hasanah card merupakan salah satu jenis kartu kredit yang menjadi produk unggulan dari BNI Syariah. Munculnya hasanah card memiliki fungsi dan tujuan yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat dengan tidak meninggalkan prinsip syariah. Bila disejajarkan dengan kartu kredit dari bank konvsional, hasanah card memiliki berbagai keunggulan. Dalam kartu kredit konvensional bunga yang dikenakan relatif tinggi, untuk saat ini bank konvensional hampir mengenakan bunga 4%, dengan hal tersebut akan sangat memberatkan para pemegang kartu, kemudian pengenaan biaya biaya yang lain seperti biaya bulanan, biaya tahunan, denda, biaya administrasi yang terlalu tinggi. Belum lagi, jika adanya kredit macet, penggunaan pihak ketiga sebagai penagih (debt collector) yang dirasa sangat menggangu kenyamanan para nasabah, tetapi tidak demikian halnya dalam bank syariah, khususnya pada bank BNI Syariah Surakarta. Layanan hasanah card dapat dinikmati oleh setiap nasabah diberbagai tempat yang menyediakan pelayanan kartu kredit, sehingga meskipun hasanah card merupakan satu satunya kartu kredit berbasis syariah tetap dapat dimanfaatkan dengan cakupan yang sangat luas sama halnya kartu kredit pada umunya. Dengan latar belakang munculnya kartu kredit sebagai sarana penunjang kebutuhan ekonomi masyarakat, tentunya masyarakat akan lebih tertarik serta memilih jenis kartu kredit yang memberikan keuntungan serta fasilitas maksimal tetapi dengan biaya minimal. Hasanah card ternyata mampu menjawab tuntuan masyarakat tersebut, commit to userdi mana sistem yang diterapkan
perpustakaan.uns.ac.id
4 digilib.uns.ac.id
cukup membantu dan meringankan masyarakat. Sistem perhitungan Kartu kredit yang terkenal dengan sebutan kredit bunga berbunga tanpa batas yang tentunya sangat memberatkan masyarakat, tidak berlaku bagi hasanah card karena menganut prinsip yang mengharamkan riba, sehingga cara perhitungan yang digunakan tetap disesuaikan dengan jumlah penggunaan yang dipakai oleh nasabah dan keuntungan yang diperoleh bank merupakan hasil dari jasa (ujrah). Hal inilah yang menyebabkan hasanah card cukup dapat diterima di kalangan masyarakat meskipun hasanah card tampil sebagai kartu kredit baru. Seiring dengan pesatnya pengunaan kartu kredit tersebut, penyalah gunaannya juga banyak terjadi. Di samping itu, ternyata juga seringkali terjadi bahwa para pihak yang terlibat dalam pengunaan atau penerbitan atau pemakaian kartu kredit tidak selamanya melaksanakan prestasinya seperti yang diperjanjikan, baik karena kesengajaan, kesilapan, maupun karena seribu satu alasan lainnya. Karena itu, kehadiran sektor hukum yang adil, tegas, dan predictable untuk menata penggunaan kartu kredit tentu merupakan kebutuhan dunia bisnis yang nyata dalam prakteknya. Sektor hukum khususnya hukum bisnis dewasa ini sudah cukup berkembang. Merupakan suatu fenomena dengan fakta yang tidak terbantahkan, terlebih lagi di era globalisasi ini, dimana hampir semua yang terjadi di negeri lain di bidang bisnis dan karenanya juga disektor legal, akhirnya juga dipraktekkan di Indonesia. Perkembangan sektor hukum bisnis yang begitu cepat tersebut membawa konsekuensi terhadap perlunya sektor hukum di bidang ini ditelaah ulang agar tetap up to date, seirama dengan perkembangan masa, maka jika yang mengatur perbankan dikenal adanya hukum perbankan atau mengatur perkreditan yang namanya hukum perkreditan, tentunya yang mengatur bantuan finansial lewat lembaga pembiayaan dikenal juga cabang hukum bisnis yang namanya hukum pembiayaan (Munir Fuady, 1999: 2).
Sebagai salah satu upaya untuk mengawasi, menjalankan dan commit to user meminimalisasi kejahatan – kejahatan yang terjadi dalam dunia perbankan
5 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
khususnya mengenai pembiayaan, maka dibentuklah suatu lembaga yang disebut dengan Lembaga pembiayaan yaitu salah satu bentuk usaha di bidang lembaga keuangan nonbank yang mempunyai peranan yang sangat penting dalam pembiayaan dan pengelolaan salah satu sumber dana pembangunan di Indonesia.
Kegiatan
lembaga
pembiayaan
dilakukan
dalam
bentuk
penyediaan dana atau barang modal dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat melalui deposito, tabungan, giro dan surat sanggup bayar (Dyah Wulandari, 2010:2). Akan tetapi dibalik semua kemudahan, keuntungan dan kecanggihan yang ditawarkan tersebut, juga dapat menimbulkan berbagai masalah bila tidak berhati – hati dan bijak dalam penggunaannya. Akibat dari kekurang hati – hatian dan sifat konsumtif yang tidak terkendali, muncul berbagai kecurangan dan penyalahgunaan kartu kredit, sehingga diperlukan adanya suatu pranata hukum yang dapat mengatur berbagai permasalahan tersebut. Berdasarkan latar belakang sebgaimana tersebut diatas, penulis memfokuskan penelitian dengan mengambil judul : PROBLEMATIKA HUKUM DALAM PEMBIAYAAN HASANNAH CARD (KARTU KREDIT) DI BANK BNI (BANK NEGARA INDONESIA) SYARIAH SURAKARTA
B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, penulis merumuskan masalah untuk mengetahui dan menegaskan masalah-masalah apa yang hendak diteliti sehingga dapat memudahkan penulis dalam mengumpulkan, menyusun, menganalisa, dan mengkaji data secara lebih rinci. Adapun permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah : 1.
Apa problematika hukum yang ada dalam pembiayaan hasannah card (kartu kredit)?
2.
Bagaimana perbandingan keuntungan hasanah card dibandingkan dengan kartu kredit konvensional ? commit to user
6 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3.
Bagaimana penyelesaian problematika hukum dalam pembiayaan hasannah card (kartu kredit)?
C. TUJUAN PENELITIAN “Tujuan penelitian adalah rumusan tentang hal-hal yang hendak dicari, ditemukan, atau ingin dicapai dari kegiatan penelitian” (Tajul Arifin, 2008:77). Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan jawaban dari pertanyaan yang menjadi pokok permasalahan yang dikaji oleh penulis. Tujuan yang ingin dicapai oleh penulis sendiri baik berupa tujuan secara obyektif maupun tujuan secara subyektif. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Tujuan Obyektif a.
Mengetahui problematika hukum apa yang ada dalam pembiayaan Hasanah Card ;
b. Mengetahui perbandingan keuntungan hasanah card dibandingkan dengan kartu kredit konvensional dan; c.
Mengetahui bagaimana penyelesaian problematika hukum dalam pembiayaan Hasanah Card.
2. Tujuan Subyektif a.
Menambah wawasanan, pengetahuan, dan kemampuan analitis penulis tentang Hukum Perdata terutama menyangkut masalah hasanah card ( kartu kredit), mengetahui keuntungan hasanah card dibandingkan dengan kartu kredit konvensional, dan mengetahui bagaimana penyelesaiannya apabila terjadi permasalahan dalam pembiayaan hasanah card (kartu kredit) sesuai dengan hukum perdata;
b.
Mengetahui kesesuaian teori yang diperoleh dan kenyataan yang terjadi dalam praktik kehidupan; dan
commit to user
7 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c.
Memenuhi persyaratan akademis guna memperoleh atau meraih gelar Sarjana Strata satu (S1) dalam bidang Ilmu Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
D. MANFAAT PENELITIAN Penulis dalam hal ini berharap bahwa kegiatan penelitian hukum ini akan bermanfaat bagi penulis maupun pihak lain yang terkait dengan penulisan hukum ini yaitu pembaca. Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penulisan hukum ini antara lain: 1. Manfaat Teoritis a.
Memberikan manfaat dan sumbangsih pemikiran dan pengetahuan bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang ilmu hukum pada umumnya dan Hukum Perdata pada khususnya;
b. Memperkaya referensi dan literatur kepustakaan Hukum Perdata tentang problematika hukum dalam pembiayaan kartu kredit khususnya di Bank BNI syariah Surakarta; dan c.
Hasil dari penelitian ini dapat dipakai sebagai acuan terhadap penelitian-penelitian sejenis pada tahap selanjutnya dan berguna bagi para pihak yang pada kesempatan lain mempunyai minat untuk mengkaji permasalahan yang sejenis.
2. Manfaat Praktis a.
Memberikan jawaban terhadap permasalahan yang sedang diteliti;
b.
Menjadi wahana bagi penulis untuk mengembangkan penalaran dan membentuk
pola
pikir
ilmiah,
sekaligus
untuk
mengetahui
kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu yang diperoleh; dan c.
Sebagai bahan masukan bagi pihak-pihak yang terkait langsung dengan penelitian ini.
commit to user
8 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
E. METODE PENELITIAN Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisa, dan konstruksi, yang dilakukan secara metodelogis, sistematis, dan konsisten (Soerjono Soekanto, 2010 : 42). Untuk mendapatkan data dan penelitian yang rinci dan utuh dalam memberikan uraian, maka diperlukan adanya suatu metode penelitian. “Metode penelitian pada dasarnya adalah langkah dan prosedur yang akan dilakukan dalam mengumpulkan data dan/atau informasi empiris untuk memecahkan permasalahan dan/atau menguji hipotesis penelitian” (Tajul Arifin, 2008:77). Adapun metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian Mengacu pada perumusan masalah dan ditinjau dari tujuan penelitian hukum dalam penelitian ini, penulis menggunakan jenis penelitian empiris. Penelitian hukum empiris adalah penelitian yang menggunakan data primer sebagai data utama, dimana penulis langsung terjun ke lokasi.
2. Sifat Penelitian Sifat penelitian yang digunakan dalam penyusunan penulisan hukum ini termasuk penelitian yang bersifat hukum deskriptif. Suatu penelitian deskriptif dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau gejala – gejala lainnya. Maksudnya adalah terutama untuk mempertegas hipotesa – hipotesa, agar dapat membantu di dalam memperkuat teori – teori lama, atau didalam kerangka menyusun teori – teori baru (Soerjono Soekanto, 2008: 10).
3. Pendekatan Penelitian Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis pendekatan kualitatif, yaitu pendekatan yang digunakan oleh peneliti dengan mendasarkan pada data-data yang digunakan responden secara lisan atau tulisan, dan juga perilakunya yang nyata diteliti dan dipelajari sebagai suatu yang utuh (Soerjono Soekanto, 2006:250). Penulis menggunakan metode ini karena metode ini mampu commit to user menyesuaikan secara lebih mudah untuk berhadapan dengan kenyataan
perpustakaan.uns.ac.id
9 digilib.uns.ac.id
serta lebih peka dan lebih mudah menyesuaikan diri dengan banyak penajaman dengan pola-pola nilai yang dihadapi. 4. Jenis dan Sumber Data Penelitian Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Data Primer “Data primer adalah data yang diperoleh dan dikumpulkan secara langsung dari lapangan yang menjadi obyek penelitian atau yang diperoleh secara langsung dari responden-responden berupa keterangan atau fakta-fakta “(Soerjono Soekanto, 2006:12). Data primer dalam penelitian ini adalah berupa hasil wawancara dengan bapak Mujiyono selaku pihak yang berkompeten di Bank BNI Syariah Surakarta dan beberapa nasabah Bank BNI Syariah Surakarta khususnya produk Hasanah Card, diantaranya yaitu Jayanti Agustiningrum AP, SH; Ir, Woro Yulianti; dan Ellus Yuniati b. Data Sekunder “Data sekunder adalah data yang didapat dari keterangan-keterangan atau pengetahuan-pengetahuan yang diperoleh secara tidak langsung melalui studi kepustakaan, dokumen resmi, buku-buku, hasil penelitian yang berwujud laporan, buku harian dan sumber-sumber tertulis lainnya” (Soerjono Soekanto, 2006:12). Jenis data yang dipergunakan dalam penelitian hukum ini adalah data sekunder, yaitu data atau informasi hasil pengkajian dokumen penelitian serupa yang pernah dilakukan sebelumnya, bahan kepustakaan seperti buku-buku, literatur, majalah, jurnal, atau arsip-arsip yang sesuai dengan permasalahan yang diteliti.data sekunder di bidang hukum ditinjau dari sudut kekuatan mengikatnya digolongkan dalam: a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat dan bersifat autoratif, artinya mempunyai otoritas. Bahan hukum primer terdiri dari peraturan perundang-undangan, catatan-catatan resmi, atau risalah di dalam pembuatan peraturan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim. Bahan hukum primer dalam penelitian ini adalah: 1) Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. 2) Kitab Undang-undang Hukum Perdata. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
10 digilib.uns.ac.id
3) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 jo Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. 4) Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan. 5) Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1988 tanggal 20 Desember 1988 tentang Lembaga Pembiayaan. 6) Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 125/KMK.013/1988 tanggal 20 Desember 1988 tentang Tata Cara Pelakaksanaan Lembaga Pembiayaan. b. Bahan hukum sekunder, yaitu berupa publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi (Peter Mahmud Marzuki, 2005:41). Bahan hukum sekunder berupa data yang diperoleh secara tidak langsung dari kepustakaan yaitu berupa buku-buku, dokumendokumen, jurnal hukum, artikel-artikel, internet dan sumber-sumber lainnya yang memiliki korelasi, khususnya yang berkaitan dengan penelitian hukum penulis; dan c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti misalnya kamus, ensiklopedia, indeks kumulatif, dan sebagainya.
5. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data merupakan teknik untuk mengumpulkan data dari salah satu atau beberapa sumber data yang ditentukan. Untuk memperoleh data-data yang lengkap dan relevan, maka penulis menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:
a. Wawancara, Merupakan cara memperoleh data dengan jalan melakukan tanya jawab secara mendalam dengan sumber data primer, yaitu pihak-pihak yang berkompeten di Bank BNI Syariah Surakarta. b. Observasi Adalah teknik pengumpulan dengan mengadakan pengamatan di commitdata to user lapangan.
11 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c. Studi kepustakaan Adalah suatu teknik pengumpulan data dengan cara mengumpulkan dokumen-dokumen, buku-buku, dan bahan pustaka lainnya yang berkaitan dengan pembahasan penelitian. Dalam hal ini penulis akan mengumpulkan data-data dengan mempelajari: 1) Dokumen-dokumen atau berkas-berkas lainnya yang diperoleh dari Bank BNI Syariah Surakarta. 2) Buku-buku serta bahan pustaka lainnya yang berkaitan dengan pokok-pokok bahasan penelitian.
6. Teknik Analisis Data “Analisis data merupakan proses yang dimulai dengan menelaah data yang tersedia dari berbagai sumber, kemudian mereduksi data, dan menyusunnya dalam satuan-satuan yang dikategorisasikan sehingga data yang diperoleh tersebut dapat ditafsirkan” (Lexy J. Moleong, 2009:247). Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik analisis kualitatif yaitu upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, dan memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan pada orang lain. Setelah analisis data selesai, maka hasilnya akan disajikan secara deskriptif yaitu dengan menuturkan dan menggambarkan apa adanya sesuai dengan permasalahan yang diteliti dan data yang diperoleh.
F. SISTEMATIKA PENULISAN HUKUM Guna menerangkan secara menyeluruh tentang sistematika penulisan hukum yang sesuai dengan aturan dalam penulisan hukum serta untuk mempermudah pemahaman mengenai seluruh isi penulisan hukum ini, maka peneliti menjabarkan dalam bentuk sistematika penulisan hukum yang terdiri dari 4 bab dimana tiap-tiap bab terbagi dalam sub-sub bagian yang supaya memudahkan pemahaman mengani seluruh isi penulisan hukum ini. Adapun sistematika penulisan hukum ini adalah sebagai berikut: commit to user
12 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB I
: PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penelitian.
BAB II
: TINJAUAN PUSTAKA Bab ini penulis memberikan landasan teori atau penjelasan secara teoritik yang bersumber dari bahan hukum berupa literatur-literatur yang berhubungan dengan permasalahan penelitian yang diangkat. Tinjauan pustaka ini terdiri dari kerangka teori atau konseptual dan kerangka pemikiran.
1.
Kerangka teori, berisi uraian sistematis tentang berbagai keterangan yang dikumpulkan dari pustaka yang ada hubungannya dan menunjang penelitian. Kerangka teori dalam penelitian ini menjelaskan tinjauan mengenai kartu kredit, dan tinjauan mengenai jaminan.
2.
Kerangka pemikiran, menggambarkan logika hukum untuk menjawab permasalahan penelitian.
BAB III
: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
BAB IV
: PENUTUP Bab ini menguraikan mengenai kesimpulan yang diperoleh dari keseluruhan hasil pembahasan dan proses penelitian, serta saran-saran yang dapat penulis kemukakan kepada para pihak yang terkait dengan bahasan penulisan hukum ini.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori
1. Tinjauan umum tentang Bank Syariah a. Pengertian Bank Syariah Bank Syariah terdiri atas dua kata, yaitu Bank dan Syariah. Kata Bank bermakna suatu lembaga keuangan yang berfungsi sebagai perantara keuangan dari dua pihak, yaitu yang berkelebihan dana dan pihak yang kekurangan dana. Kata Syariah dalam versi bank syariah di indonesia adalah aturan perjanjian berdasarkan yang dilakukan oleh pihak bank dan pihak lain untuk penyimpangan dana dan /atau pembiayaan kegiatan usaha dan kegiatan lainnya sesuai dengan hukum islam. Bank syariah adalah suatu lembaga keuangan yang berfungsi sebagai perantara bagi pihak yang berkelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana untuk kegiatan usaha dan kegiatan lainnya sesuai dengan hukum islam (Zainudin Ali, 2008:1) Sedangkan pengertian yang lain tentang Bank Syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.(Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah) b. Produk produk Bank Syariah Pertumbuhan produk perbankan syariah dan lembaga keuangan syariah lainnya di negara Republik Indonesia, yang penduduknya mayoritas muslim, bahkan terbesar di dunia, jauh tertinggal bila dibandingkan Amerika yang penduduk muslimnya sangat kecil. Produk syariah baru dikenal di Indonesia diawal 1990-an, yaitu ketika bank muamalat Indonesia berdiri. Berdasarkan Undang undang Nomor 21 Tahun 2008 Pasal 19-21 tentang Perbankan Syariah, maka dapat dijabarkan beberapa produk dari Bank Syariah, yaitu : 1) Simpanan berupa Giro, Tabungan, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad wadi’ah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah; commit to user 13
14 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2) Deposito,
Tabungan,
atau
bentuk
lainnya
yang
dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad mudharabah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah; 3) Pembiayaan bagi hasil berdasarkan Akad mudharabah, Akad musyarakah, atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah; 4) Pembiayaan berdasarkan Akad murabahah, Akad salam, Akad istishna’, atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah; 5) Pembiayaan berdasarkan Akad qardh atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah; 6) Pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak kepada Nasabah berdasarkan Akad ijarah dan/atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah; 7) Pengambilalihan utang berdasarkan Akad hawalah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah; 8) Kartu debit dan/atau kartu pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah; 9) Surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah 10) Letter of Credit c. Dasar hukum Bank Syariah Bank syariah secara yuridis normatif dan secara yuridis empiris diakui keberadaannyadi negara republik Indonesia. Pengakuan secara yuridis normatif tercatat dalam peraturan perundangundangan di Indonesia, di antaranya Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, Undang-undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang perubahan atas Undang-undang 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Selain itu, pengakauan secara yuridis empiris dapat dilihat commit to user perbankan syariah tumbuh dan berkembang.
15 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dengan kata lain, dasar hukum dari perbankan syariah adalah : 1) Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. 2) Undang-undang
Nomor
10
Tahun
1998
tentang
perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. 3) Undang-undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. 4) Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. 5) Undang-undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan. 6) Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Bank Syariah. 7) Surat keputusan direksi Bank Indonesia tentang Bank Umum berdasarkan prinsip syariah direksi Bank Indonesia. 8) Fatwa DSN-MUI tentang hukum perbankan.
2. Tinjauan umum tentang perjanjian Perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya. Dalam bentuknya perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan atau kalimat-kalimat yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau dibuat dalam tulisan oleh para pihak yang membuat perjanjian. Dengan demikian hubungan antara perikatan dan perjanjian bahwa perjanjian menerbitkan perikatan. Perjanjian adalah sumber terpenting yang melahirkan perikatan karena perikatan paling banyak diterbitkan oleh suatu perjanjian. Perikatan adalah suatu pengertian abstrak sedangkan perjanjian adalah suatu hak yang konkrit atas suatu peristiwa. Untuk membuat suatu perjanjian harus memenuhi syarat-syarat sahnya perjanjian Pasal 1320 Kitab Undang-Undang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
16 digilib.uns.ac.id
Hukum Perdata (selanjutnya disingkat menjadi KUH Perdata) menentukan syarat-syarat untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat, yaitu ; a. sepakat mereka yang mengikatkan dirinya b. cakap untuk membuat suatu perjanian c. mengenai hal atau obyek tertentu d. suatu sebab (causa) yang halal syarat pertama dan kedua adalah syarat subyektif karena menyangkut orang-orang atau pihak-pihak yang membuat perjanjian. Orang-orang atau pihak ini sebagai subyek yang membuat perjanjian, sedangkan syarat ketiga dan keempat disebut syarat obyektif karena menyangkut mengenai obyek yang diperjanjikan oleh orang-orang atau subyek yang membuat perjanjian. Perjanjian kredit tidak diatur secara khusus dalam KUH Perdata tetapi termasuk perjanjian bernama di luar KUH Perdata, meskipun perjanjian kredit tidak diatur secara khusus dalam KUH Perdata tetapi dalam membuat perjanjian kredit tidak boleh bertentangan dengan asas atau ajaran umum yang terdapat dalam hukum perdata. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan undang-undang perbankan tidak mengenal istilah perjanjian kredit. “Istilah perjanjian kredit ditemukan dalam instruksi Presidium Kabinet nomor 15/EK/10 tangaal 3 Oktober 1966 jo Surat Edaran Bank Negara Indonesia Unit I Nomor 2/539/UPK/Pemb tanggal 8 Oktober 1966 yang menginstruksikan kepada masyarakat perbankan bahwa dalam memberikan kredit dalam bentuk apapun, Bank-bank wajib mempergunakan akad perjanjian kredit.” Mariam Darus Badrulzaman, berpendapat bahwa “perjanjian kredit bank adalah perjanjian pendahuluan (vooroverenkomst) dari penyerahan uang.” Perjanjian pendahuluan merupakan hasil dari permufakatan antara pemberi dan penerima pinjaman mengenai hubungan antara keduanya (kreditor dan debitor). Penyerahan uangnya adalah bersifat riil. Pada saat penyerahan uangnya dilakukan, barulah ketentuan yang tertuang dalam model perjanjian kredit bank tersebut berlaku untuk kedua belah pihak. Menurut hukum perjanjian, kredit harus tertulis dan memenuhi syarat-syarat pasal 1320 KUH Perdata. Namun dari sudut pembuktian, perjanjian secara lisan sulit untuk dijadikan sebagai alat bukti, karena hakekat pembuatan perjanjian adalah sebagai alat bukti bagi para pihak yang membuatnya. Dasar hukum perjanjian kredit secara tertulis dapat mengacu pada Pasal 1 commit to user Dalam pasal itu disebutkan : angka 11 Undang-undang Perbankan.
17 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
“penyediaan uang atau tagihan berdasarkan persetujan atau kesepakatan pinjam meminjam antara Bank dengan pihak lain”. Dalam dunia modern yang komplek ini perjanjian lisan sudah tidak disarankan untuk digunakan karena perjanjian secara lisan sulit dijadikan sebagai alat pembuktian bila terjadi masalah di kemudian hari meskipun secara teori diperbolehkan. Perjanjian kredit merupakan ikatan atau alat bukti tertulis antara Bank dengan Debitor sehingga harus disusun dan dibuat sedemikian rupa agar setiap orang mudah untuk mengetahui bahwa perjanjian yang dibuat itu merupakan perjanjian kredit. Dalam praktek Bank ada dua bentuk perjanjian kredit, yaitu : a. Perjanjian kredit yang dibuat di bawah tangan Dinamakan akta di bawah tangan artinya perjanjian yang disiapkan dan dibuat sendiri oleh bank kemudian ditawarkan kepada debitur untuk disepakati. Untuk mempermudah dan mempercepat kerja bank, biasanya bank sudah menyiapkan formulir perjanjian dalam bentuk standard (standarform) yang isi, syarat-syarat dan ketentuannya disiapkan terlebih dahulu secara lengkap. Bentuk perjanjian kredit yang dibuat sendiri oleh Bank tersebut termasuk jenis akta di bawah tangan. Dalam rangka penandatanganan perjanjian kredit, formulir perjanjian kredit yang isinya sudah disiapkan Bank kemudian disodorkan kepada setiap calon-calon debitor untuk diketahui dan dipahami mengenai syarat-sayarat dan ketentuan pemberian kredit tersebut. b. Perjanjian kredit yang dibuat oleh dan dihadapan Notaris yang dinamakan akta otentik atau akta notariil Perjanjian ini di siapkan dan di buat oleh seorang notaris namun dalam praktik semua syarat dan ketentuan perjanjian kredit disiapkan Bank kemudian diberikan kepada Notaris untuk dirumuskan dalam akta notariil. Memang notaris dalam membuat perjanjian hanyalah merumuskan apa yang diinginkan para pihak dalam bentuk akta notariil atau akta otentik. Perjanjian kredit yang dibuat dalam bentuk akta notaril atau akta otentik biasanya untuk pemberian kredit dalam jumlah yang besar dengan jangka waktu menengah atau panjang, seperti kredit investasi, kredit modal kerja, kredit sindikasi (kredit yang diberikan lebih dari satu kreditor atau lebih dari satu bank). commit to user
18 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3. Tinjauan Umum tentang lembaga pembiayaan a.
Pengertian pembiayaan Pembiayaan yang berasal dari kata dasar biaya. “Biaya adalah uang yang dikeluarkan untuk mengadakan sesuatu. Sedangkan pengertian pembiayaan adalah perbuatan (hal dsb) membiayai atau membiayakan” (KBBI,1985 :135-136).
b. Pengertian Perusahaan pembiayaan Dengan semakin maraknya dunia bisnis, tidak bisa kita elakan lagi adanya kebutuhan dana yang dperlukan baik oleh kalangan usahawan perseorangan maupun usahawan yang tergabung dalam suatu badan hukum di dalam mengembangkan usahanya maupun di dalam meningkatkan mutu produknya, sehingga dapat dicapai suatu keuntungan yang memuaskan maupun tingkat kebutuhan bagi kalangan lainnya. Untuk membutuhkan dana tersebut, saat ini semakin banyak orang yang mendirikan suatu lembaga pembiayaan yang bergerak di bidang penyediaan dana ataupun barang yang akan dipergunakan oleh pihak lain didalam mengembangkan usahanya. Awal mulainya lembaga pembiayaan disebutkan dalam Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1988 tanggal 20 Desember 1988, dan dijabarkan lebih lanjut melalui Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1251/KMK.013/1988 tangal 20 Desember 1988 tentang ketentuan dan tata cara pelaksanaan lembaga pembiayaan. Menurut pasal 1 Keppres di atas dijelaskan bahwa yang dimaksudkan dengan lembaga pembiayaan adalah suatu badan usaha yang di dalam melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat. c.
Asas-asas mengenai Perusahaan pembiayaan Undang-undang telah mengatur mengenai hal-hal yang berhubungan dengan kegiatan pembiayaan. Terdapat tiga asas umum mengenai pembiayaan (http:// studihukum.wordpress.com): 1) Asas yang pertama adalah asas kebebasan berkontrak, dimana lembaga pembiayaan bebas dalam melakukan perjanjian pembiayaan dengan pihak mana saja asalkan commit to user
19 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
ada kesepakatan di antara para pihak dan memenuhi persyaratan yang ada. 2) Asas yang kedua adalah asas kehati-hatian, dalam asas ini dimaksudkan bahwa dalam melaksanakan kegiatan pembiayaan, pihak lembaga pembiayaan tidak lupa juga memperhatikan
aspek
kehati-hatian,
hal
ini
utuk
meminimalisir adanya kerugian atau kendala-kendala yang timbul dari pembiayaan tersebut, hal ini untuk melindungi pihak lembaga pembiayaan maupun pihak nasabah (Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998). 3) Asas yang ketiga adalah asas demokrasi ekonomi, dengan mengacu kepada penjelasan Pasal 33 UUD 1945 diketahui bahwa ayat 1, 2 dan 3 Pasal 33 UUD 1945 ini pada dasarnya merupakan landasan dari Demokrasi Ekonomi atau lebih populer dengan istilah Sistem Ekonomi Kerakyatan, adalah suatu sistem perekonomian yang mengutamakan peningkatan partisipasi seluruh anggota masyarakat dalam proses penyelenggaraan perekonomian. Dengan demikian maka dalam Sistem Ekonomi Kerakyatan ini setiap anggota masyarakat tidak hanya diperlakukan sebagai objek, tetapi juga sebagai subjek yang memiliki hak untuk berpartisipasi secara langsung dalam penyelenggaraan perekenomian dan sekaligus turut serta mengawasi penyelenggaraannya. d. Prinsip prinsip pembiayaan yang baik Lembaga keuangan melakukan fungsi menyalurkan kredit/pembiayaan melalui berbagai unit usahanya. Pembiayaan tersebut merupakan sumber profit dalam rangka menjaga kesinambungan usaha permodalan dan memberikan konstribusi bagi negara melalui pembayaran pajak. Dari kedua manfaat tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam memenuhi target pembiayaannya, lembaga pembiayaan dituntut untuk selalu memenuhi prinsip-prinsip pembiayaan yang sehat. Dalam dunia commit to user
20 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
perbankan berlaku prinsip umun yang dikenal dengan 5-C yang meliputi: character, capacity, capital, condition, dan collateral. Bagi suatu lembaga pembiayaan, prinsip tersebut dapat diterapkan dengan penyesuaian pada situasi dan kondisi. Sesuai dengan pengertian kredit (berasal dari kata credo) yaitu kepercayaan (trust), maka debitur yang dibiayai adalah mereka yang diyakini akan sanggup untuk mengembalikan kredit/pembiayaan itu berikut dengan margin/bunganya. Menurut Roger H. Hale dalam bukunya Credit Analyze a Complete Guide, terdapat beberapa langkah pemberian kredit yang sehat, yang merupakan pengembangan dari prinsip 5-C. Mengacu pada pendapat Hale tersebut, beberapa langkah berikut perlu dijadikan pedoman dalam penyaluran kredit/pembiayaan, antara lain: 1) Dokumen kredit/pembiayaan harus diterima oleh kreditur secara lengkap, karena ketidaklengkapan dokumen dapat menjadi masalah di kemudian hari. 2) Kumpulkan fakta secara lengkap berdasarkan data yang akurat. Pastikan bahwa seluruh aspek yuridis telah terpenuhi. 3) Pihak kreditur harus benar-benar memahami bisnis calon debitur, termasuk trend dan prospeknya. 4) Pofesional dalam menilai agunan. Perlu diingat bahwa sumber utama pengembalian kredit harus berasal dari cashflow perusahaan debitur bukan dari penjualan agunan yang merupakan second way out dalam pengembalian kredit. 5) Risiko kredit/pembiayaan harus dianalisa secara cermat oleh pihak independen. 6) Keputusan menyangkut persetujuan kredit/pembiayaan harus bebas dari intervensi atau tekanan pihak manapun. 7) Pelunasan
harus
menjadi
dasar
kredit/pembiayaan,
sehingga
besarnya
mempertimbangkan
kemampuan
pengembaliannya. commit to user
dan
pihak
tujuan
dari
pinjaman
selalu
debitur
dalam
21 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
8) Jika kredit disalurkan melalui lembaga perantara (bank pelaksanaan), maka pastikan bahwa lembaga perantara tersebut dalam kondisi sehat. 9) Penanganan adminsitrasi dan dokumentasi kredit harus dilakukan secara tertib semenjak pengajuan kredit, proses persetujuan,
pelimpahan,
pembayaran
angsuran,
dan
pelunasannya. 10) Monitoring terhadap mutu kredit/pembiayaan harus dilakukan secara berkala dan dilakukan oleh seluruh unsur terkait. 11) Penggunaan kredit/pembiayaan harus dapat ditelusuri dan dipertanggungjawabkan. 12) Kreditur harus melakukan pembinaan dan pendampingan kepada debitur agar usahanya semakin maju dan dapat melunasi pinjaman tepat pada waktunya. Dari prinsip-prinsip tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa pemberian kredit/pembiayaan tidak dapat dilakukan secara gegabah. Kehati-hatian sejak awal merupakan pencegahan yang paling efektif dalam rangka memperoleh portfolio kredit yang sehat. e. Kegiatan Usaha Perusahaan Pembiayaan. Kegiatan Perusahaan Pembiayaan merupakan sebagian kegiatan yang dilakukan oleh lembaga pembiayaan. Dalam Pasal 2 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.012/2006 tentang Perusahaan Pembiayaan, disebutkan bahwa bentuk kegiatan usaha dari Perusahaan Pembiayaan antara lain : 1) Sewa Guna Usaha. Sewa Guna Usaha (Leasing) merupakan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara Sewa Guna Usaha dengan hak opsi (Finance lease) maupun Sewa Guna Usaha tanpa hak opsi (Operating Lease) untuk digunakan oleh Penyewa Guna Usaha (lessee) selama commit to user
22 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
jangka waktu
tertentu
berdasarkan
pembayaran
secara
angsuran. Kegiatan Sewa Guna Usaha dilakukan dalam bentuk pengadaan barang modal bagi Penyewa Guna Usaha, baik dengan maupun tanpa hak opsi untuk membeli barang tersebut. Pengadaan barang modal dapat juga dilakukan dengan cara membeli barang Penyewa Guna Usaha yang kemudian disewagunausahakan kembali. Sepanjang perjanjian Sewa Guna Usaha (Leasing) masih berlaku, hak milik atas barang modal objek transaksi Sewa Guna Usaha berada pada Perusahaan Pembiayaan.
2) Anjak Piutang Anjak Piutang (Factoring) adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk pembelian piutang dagang jangka pendek suatu perusahaan berikut pengurusan atas piutang tersebut. Dalam pasal 4 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.012/2006 tentang Perusahaan Pembiayaan, dijelaskan bahwa kegiatan anjak piutang dilakukan dalam bentuk piutang dagang jangka pendek suatu perusahaan berikut pengurusan atas piutang tersebut. Kegiatan anjak piutang tersebut, dapat dilakukan dalam bentuk anjak piutang tanpa jaminan dari penjual piutang (Without Recourse) dan anjak piutang dengan jaminan dari penjual piutang (With Recourse). Anjak piutang tanpa jaminan dari penjual piutang (Without recourse) adalah kegiatan anjak piutang dimana Perusahaan Pembiayaan menanggung seluruh resiko tidak tertagihnya Piutang. Sedangkan anjak piutang dengan jaminan dari penjual piutang (With recourse) adalah kegiatan anjak piutang dimana penjual piutang menanggung resiko tidak commit to user
23 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tertagihnya sebagian atau seluruh piutang yang dijual kepada Perusahaan Pembiayaan.
3) Usaha Kartu Kredit Usaha Kartu Kredit (Credit Card) adalah kegiatan pembiayaan untuk pembelian barang dan/atau jasa dengan menggunakan kartu kredit. Kegiatan usaha kartu kredit dilakukan dalam bentuk penerbitan kartu kredit yang dapat dimanfaatkan oleh pemegangnya untuk pembelian barang dan/atau jasa. Perusahaan Pembiayaan yang melakukan kegiatan usaha kartu kredit, sepanjang berkaitan dengan sistem pembayaran wajib mengikuti ketentuan Bank Indonesia.
4) Pembiayaan Konsumen Pembiayaan Konsumen (Consumer Finance) adalah kegiatan pembiayaan untuk pengadaan barang berdasarkan kebutuhan konsumen dengan pembayaran secara angsuran. Kegiatan Pembiayaan Konsumen dilakukan dalam bentuk penyediaan dana untuk pengadaan barang berdasarkan kebutuhan konsumen dengan pembayaran secara angsuran. Kebutuhan konsumen yang dimaksud meliputi antara lain : a) Pembiayaan kendaraan bermotor; b) Pembiayaan alat-alat rumah tangga; c) Pembiayaan barang-barang elektronik; d) Pembiayaan perumahan.
f. Dasar Hukum Perusahaan Pembiayaan 1) Peraturan presiden no.61 tahun 1988 tentang lembaga pembiayaan Dalam Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 1988 dijelaskan bahwa lembaga pembiayaan adalah badan commit to user
24 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan tidak menarik dana secara langsug dari masyarakat (Pasal 1). Dan yang dimaksud dengan perusahaan pembiayaan adalah badan usaha diluar bank dan lembaga keuangan bukan bank yang khusus didirikan utuk melakukan kegiatan yang termasuk dalam bidang usaha lembaga pembiayaan (Pasal 1). 2) Keputusan
menteri
keuangan
nomor
:1251/KMK.013/1988 tentang ketetuan dan tata cara pelaksanaan lembaga pembiayaan Pasal 2 Dalam Pasal 2 dijelaskan, lembaga pembiayaan melakukan kegiatan yang meliputi bidang usaha : a) Sewa guna usaha b) Modal ventura c) Perdagangan surat berharga d) Anjak piutang e) Usaha kartu kredit f) Pembiayaan konsumen. Pasal 9 Dalam ayat (1) dijelaskan bahwa lembaga pembiayaan dapat dilakukan oleh : a) Bank b) Lembaga keuangan bukan bank c) Perusahaan pembiayaan. 4. Tinjauan umum tentang hasannah card (kartu kredit) a. Pengertian kartu kredit Kartu kredit merupakan suatu kartu yang umumnya dibuat dari bahan plastik, dengan dibubuhkan dentitas dari pemegang dan penerbitnya, yang memberikan hak terhadap siapa kartu kredit diisukan unutk menandatangani tanda pelunasan pembayaran harga dari barang atau jasa yang dibeli di tempat tempat tertentu, commit to user
25 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
seperti toko, hotel, restaurant, penjualan tiket pengangkutan, dll (munir fuady,1999:174). Selanjutnya membebankan kewajiban kepada pihak penerbit kartu kredit untuk melunasi harga barang atau jasa. Kemudian kepada pihak penerbitnya diberikan hak untuk menagih kembali pelunasan harga tersebut dari pihak pemegang kartu kredit plus biaya biaya lainnya, seperti bunga, denda, iuran tahunan, uang pangkal, dan sebagainya. Credit cards are plastic cards bearing an account number assigned to a cardholder with a credit limit than can be used to purchase goods, services, and interest is charged on the outstanding balance.(international research journal of finance and economics, issue 11 2007)
Adapun pendapat lain yang mengatakan, “kartu kredit adalah alat pembayaran melalui jasa bank/perusahaan pembiayaan dalam transaksi jual beli barang/jasa, atau alat untuk menarik uang tunai dari bank/perusahaan pembiayaan” (munir fuady,2000:263). b. Sejarah singkat Hasanah Card Bisnis kartu kredit di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat pesat dalam beberapa tahun terakhir. Jumlah kartu yang beredar saat ini telah mencapai lebih dari 13 juta kartu yang diterbitkan oleh 22 bank dan lembaga pembiayaan. Berbagai macam penawaran yang menarik, dari sisi joint promo maupun fitur. Bahkan saat ini jenis kartu kredit yang beredar telah ada yang menggunakan sistem Syariah. Bertepatan dengan Festival Ekonomi Syariah (FES) pada bulan Februari 2009 yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia, BNI Syariah telah meluncurkan salah satu jenis pembiayaan yang berbasis Kartu Kredit yaitu iB Hasanah Card dengan menggandeng provider MasterCard International. Untuk peluncuran produk Hasanah Card sendiri diawali di Jakarta pada tahun 2008, kemudian disusul di Semarang pada tahun 2009 untuk wilayah Surakarta sendiri, Bank BNI Syariah meluncurkan Hasanah Card pada tahun 2010, tepatnya pada bulan Februari.
commit to user
26 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dasar yang dipakai dalam penerbitan iB Hasanah Card adalah fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) No.54/DSN-MUI/X/2006 mengenai Syariah Card dan surat persetujuan dari Bank Indonesia No.10/337/DPbs tangal 11-03-2008. Sesuai dengan fatwa DSN No.54/DSN-MUI/X/2006 Syariah Card didefinisikan sebagai kartu yang berfungsi sebagai Kartu Kredit yang hubungan hukum antara para pihak berdasarkan prinsip syariah sebagaimana diatur dalam fatwa. c. Akad Hasanah Card Dalam Hasanah Card, ada beberapa akad (Akad Syariah Card) yang menjadi acuan sesuai dengan yang diatur dalam Fatwa DSN No. 54/DSN-MUI/X/2006 Penerbit kartu adalah penjamin (kafil) bagi Pemegang Kafalah
Kartu terhadap merchant atas semua kewajiban bayar (dayn) yang timbul dari transaksi antara Pemegang Kartu dengan Merchant dan atau penarikan uang tunai selain Bank atau ATM Bank Penerbit Kartu.
Qard
Penerbit kartu adalah pemberi pinjaman kepada pemegang iB Hasanah Card atas seluruh transaksi penarikan tunai dengan menggunakan kartu dan transaksi pinjaman dana.
Ijarah
Penerbit kartu adalah penyedia jasa sistem pembayaran dan pelayanan terhadap Pemegang Kartu.
Tabel.1 d. Pengertian hasannah card (kartu kredit) Hasannah card adalah kartu berbasis syariah yang berfungsi seperti kartu kredit sehingga diterima di seluruh tempat yang bertanda master card dan semua ATM yang bertanda CIRRUS di seluruh dunia.(www.BNI.co.id)
commit to user
27 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
e. Pihak pihak yang terlibat dalam hasannah card (kartu kredit) Transaksi yang dilakukan dengan mengunakan hasannah card (kartu kredit) melibatkan berbagai pihak yang saling berkepentingan. Masing masing pihak satu sama lain terikat perjanjian baik mengenai hak maupun kewajibannya. Pihak pihak yang terlibat ini pada akhirnya akan membentuk suatu suatu sistem kerja kartu kredit itu sendiri. Dalam sistem kerja hasannah card ( kartu kredit) ada 4 pihak, yaitu: a. Pihak penerbit (issuer) Pihak penerbit kartu kredit ini terdiri dari : a) Bank b) Lembaga keuangan yang khusus bergerak di bidang penerbitan kartu kredit c) Lembaga keuangan yang disamping bergerak didalam penerbitan kartu kredit bergerak juga di bidang kegiatan kegiatan lembaga keuangan lainnya. Kepada pihak penerbit ini, oleh hukum dibebankan kewajiban sebagai berikut : a) Memberikan kartu kredit kepada pemegangnya b) Melakukan pelunasan pembayaran harga barang atau jasa atas tagihan yang disodorkan oleh penjual c) Memberitahukan kepada pemegang kartu kredit terhadap setiap tagihannya dalam suatu periode tertentu. d) Memberitahukan kepada pemegang kartu kredit berita berita lainnya yang menyangkut dengan hak, kewajiban dan kemudahan bagi pemegang tersebut.
Selanjutnya bagi pihak penerbit kartu kredit oleh hukum hukum diberikan hak-hak sebagai berikut :
commit to user
28 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a) Menagih dan menerima dari pemegang kartu kredit pembayaran kembali uang harga pembelian barang atau jasa. b) Menagih dan menerima dari pemegang kartu kredit pembayaran lainnya, seperti bunga, denda, iuran tahunan, dll. c) Menerima komisi
dari
pembayaran
tagihan
kepada
perantara penagihan atau kepada penjual.
b. Pihak pemegang kartu kedit (card holder) Secara hukum, pihak pemegang kartu kredit mempunyai kewajiban sebagai berikut : a) Tidak melakukan pembelian dengan kartu kredit yang melebihi batas maksimum. b) Menandatangani slip pembelian yang disodorkan oleh pihak penjual. c) Melakukan pembayaran kembali harga pembelian sesuai dengan tagihan oleh pihak penerbit kartu kredit. d) Melakukan pembayaran pembayaran lainnya. Selanjutnya pihak pemegang kartu kredit mempunyai hak hak sebagai berikut : a) Hak untuk membeli barang atau jasa dengan menggunakan kartu kredit, dengan atau tanpa batas maksimum. b) Kebanyakan dari kartu kredit juga memberikan hak kepada pemegangnya untuk mengambil uang cash, baik pada mesin teller tertentu, ataupun via bank bank lain atau bank penerbit. Biasanya jumlahnya pengambilan uang cash tersebut dibatasi sampai pada batas plafond tertentu. c) Hak untuk menapatkan informasi dari penerbit tentang perkembangan kreditnya dan tentang
kemudahan
kemudahan sekiranya ada yang diperuntukan baginya. to user c. Pihak penjualcommit barang/jasa.
29 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Sedangkan pihak penjual barang atau jasa, terhadap mana kartu kredit akan atau telah dipergunakan, secara hukum mempunyai kewajiban-kewajiban sebagai berikut : a) Memperkenankan pihak pemegang kartu kredit untuk membeli barang atau jasa dengan memakai kartu kredit. b) Bila perlu melakukan pengecekan atau otorisasi tentang pengunaan dan keabsahan kartu kredit yang bersangkutan. c) Menginformasikan kepada pemegang kartu kredit tentang charge tambahan selain harga jika ada. d) Menyodorkan slip pembelian untuk ditandatangani oleh pihak pembeli. e) Membayar komisi ketika melakukan penagihan kepada perantara atau kepada penerbit kartu kredit.
Sedangkan yang menjadi hak dari pihak penjual adalah : a) Meminta pelunasan harga barang atau jasa yang dibeli oleh pembeli. b) Meminta pembeli atau pemegang kartu kredit untuk menandatangani slip pembelian. c) Menolak unutk menjual barang aau jasa jika tidak terdapat otorisasi dari penerbit kartu kredit.
d. Pihak perantara Pihak perantara ini terdiri dari perantara penagihan (antara penjual dan penerbit), dan perantara pembayaran (antara pemegang dan penerbit.) Pihak perantara penagihan yang disebut juga dengan aquirer adalah pihak yang meneruskan tagihan kepada pihak penerbit berdasarkan tagihan yang masuk kepadanya yang diberikan oleh penjual. Pihak perantara penagihan inilah yang melakukan pembayaran kepada pihak penjual tersebut. Apabila pihak commit to user perantara penagihan ini terpisah dari pihak penerbit, maka
30 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
seperti juga tagihan perantara penagihan tersebut kepada penerbit, maka jumlah yang harus dibayar kepada penjualpun terkena potongan komisi oleh pihak perantara. Selanjutnya yang dimaksud dengan perantara pembayaran adalah bank-bank dimana pembayaran kredit/harga dilakukan oleh pemegang kartu kredit. Selanjutnya bank-bank ini akan mengirim uang pembayaran tersebut kepada penerbit. Pihak perantara pembayaran ini berkedudukan dan mempunyai hak dan kewajiban yang sama saja seperti pemberian jasa pengiriman uang lainnya yang biasa dilakukannya. Dalam hal ini bank perantara ini akan mendapatka bayaran berupa fee tertentu (munir fuady, 1999 :175).
f. Macam macam hasannah card/kartu kredit Keleluasaan dan kebebasan dalam menggunakan sangat dibatasi kepada jenis kartu kredit yang dimilikinya. Setiap jenis kartu kredit memiliki keunggulan dan kekurangannya. Oleh karena itu nasabah harus pandai dalam memilih kartu kredit yang sesuai dengan keinginannya. Jenis hasanah card/kartu kredit yang ada saat ini dilihat dari berbagai sisi adalah : Dilihat dari segi fungsi 1) Charge card Adalah kartu kredit dimana pemegang kartu kredit harus membayar semua tagihan yang terjadi atas dirinya secara sekaligus pada saat jatuh tempo. 2) Credit card Adalah suatu sistem dimana pemegang kartu kredit dapat melunasi semua tagihan yang terjadi atas dirinya secara sekaligus ataupun secara angsuran pada saat jatuh tempo. 3) Debit card Adalah kartu kredit dimana pembayaran atas penagihan nasabah melalui pendebitan atas rekening yangcommit ada di to bank dimana saat membuat kartu kredit. user
31 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4) Cash card Adalah kartu kredit yang berfungsi sebagai alat penarikan tunai pada ATM maupun langsung di teller bank. Namun pembayaran cash ini tidak dapat dilakukan diluar bank. 5) Check guarantee Adalah kartu kredit yang digunakan sebagai jaminan dalam penarikan cek dan dapat pula digunakan untuk menarik uang tunai. Berdasarkan wilayah 1) Kartu lokal Adalah kartu kredit yang hanya dapat digunakan dalam suatu wilayah tertentu saja. 2) Kartu internasional Adalah kartu kredit yang dapat digunakan antar lintas negara, atau tidak terbatas hanya dalam suatu wilayah tertentu saja. (kasmir,2002 :320). g. Dasar hukum hasanah card 1) Perjanjian para pihak sebagai dasar hukum Sebagaimana diketahui bahwa sistem hukum kita menganut asas kebebasan berkontrak (Pasal 1338 ayat (1) KUHPer). Dengan berdasarkan kepada Pasal 1338 ayat (1) KUHPer maka asal saja dibuat secara tidak bertentangan dengan hukum atau kebiasaan yang berlaku maka setiap perjanjian lisan maupun tertulis yang dibuat oleh para pihak dalam kegiatan kartu kredit, akan berlaku sebagai Undang-undang bagi para pihak tersebut. Dan memang ternyata ada perjanjian perjanjian yang dibuat oleh mereka yang berhubungan dengan penerbitan dan pengoperasian kartu kredit tersebut. Karena itu Pasal 1338 ayat (1) KUHPer dapat menjadi salah satu dasar hukum berlakunya. Dengan demikian pula, tentunya pasal pasal tentang perikatan dalam buku ke III berlaku terhadap perjanjian perjanjian yang berkenaan dengan kartu kredit, secara mutatis mutandis. commit to user 2) Perundang-undangan sebagai dasar hukum
32 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Seperti telah disebutkan bahwa baik KUHD maupun KUHPer tidak dengan tegas memberikan dasar hukum bagi eksistensi kartu kredit, tetapi ada berbagai perundang undangan lain yang dengan tegas menyebut dan memberi landasan hukum bagi penerbitan dan pengoperasian kartu kredit ini. Yaitu sebagai berikut : a) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992, tentang Perbankan seperti yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 Sejauh yang berhubungan dengan perbankan, maka kegiatan yang berkenaan dengan kartu kredit mendapat legitimasinya dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992, seperti yang telah diubah dengan Udang-undang Nomor 10 Tahun 1998. Pasal 6 huruf I hanya dengan tegas menyatakan bahwa salah satu kegiatan bank adalah melakukan usaha kartu kredit.
b) Undang-undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat surat Berharga Syariah Dalam undang-undang ini tepatnya dalam Pasal 1 ayat (1) dijelaskan bahwa “surat berharga syariah negara selanjutnya disingkat SBSN, atau dapat disebut sukuk negara, adalah surat berharga negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset SBSN baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing” c) Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah Keberadaan sistem bagi hasil dalam kegiatan operasional perbankan di Indonesia untuk pertama kali diadopsi secara formal melalui pemberlakuan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Namun demikian, Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan tersebut commit to user dinilai belum memberikan landasan hukum yang
perpustakaan.uns.ac.id
33 digilib.uns.ac.id
kuat terhadap perkembangan perbankan syariah di Indonesia, mengingat belum ada ketegasan pemberlakuan prinsip syariah. Penggunaan istilah bagi hasil dalam perundangundangan pada saat itu belum mencakup secara tepat pengertian perbankan syariah yang memiliki cakupan lebih luas. Karena itu melalui lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 182 tanggal 10 November 1998 disahkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Dikarenakan pengaturan mengenai perbankan syariah di dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 belum spesifik sehingga perlu diatur secara khusus dalam suatu Undang-undang itu sendiri, maka pada tahun 2008, diresmikanlah Undangundang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, yang mengatur mengenai seluruh kegiatan perbankan syariah. Menimbang bahwa kebutuhan masyarakat Indonesia akan jasa-jasa perbankan syariah semakin meningkat, perbankan syariah juga memiliki kekhususan dibandingkan dengan perbankan konvensional, dan pengaturan mengenai perbankan syariah di dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 belum spesifik sehingga perlu diatur secara khusus dalam suatu Undang-undang tersendiri. Oleh karena hal ini maka diresmikan undang undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008, maka yang pengertian dari Bank Syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (Pasal 1 angka 7). Bank Umum Syariah adalah bank syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran (Pasal 1 angka 8). Bank Pembiayaan Rakyat Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran commit to user (Pasal 1 angka 9). Sejauh yang berhubungan dengan
34 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
perbankan syariah, maka kegiatan yang berkenaan dengan kartu kredit dan produk produk lain yang berdasar pprinsip syariah mendapat legitimasinya dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. d) Keppres Nomor 6 tahun 1998, tentang Lembaga Pembiayaan Pasal 2 ayat 1 dari Keppres Nomor 6 ini antara lain menyebutkan bahwa satu kegiatan dari lembaga pembiayaan adalah melakukan usaha kartu kredit. Sementara dalam Pasal 1 ayat (7) disebutkan bahwa yang dimaksud dengan perusahaan kartu kredit adalah badan usaha yang melakukan usaha pembiayaan dalam rangka pembelian barang atau jasa dengan menggunakan kartu kredit. Selanjutnya menurut Pasal 3 dari keppres Nomor 6 ini, yang dapat melakukan kegiatan lembaga pembiayaan tersebut, termasuk kegiatan kartu kredit adalah : a) Bank b) Lembaga keuangan bukan Bank (sekarang sudah tidak ada lagi dalam sistem hukum keuangan kita) c) Perusahaan pembiayaan e) Keputusan Menteri Keuangan no.1251/ kmk.013/ 1998 tentang ketentuan dan tata cara pelaksanaan lembaga pembiayaan. Pasal 2 dari Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1251 ini kembali menugaskan bahwa salah satu dari kegiatan lembaga pembiayaan adalah usaha kartu kredit. Selanjutnya dalam Pasal 7 ditentukan bahwa pelaksanaan kegiatan kartu kredit dilakukan dengan cara penerbitan kartu kedit yang dapat dipergunakan commit to user
35 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
oleh pemegangnya untuk pembayaran pengadan barang atau jasa.
f) Peraturan Bank Indonesia Nomor. 10/8/PBI/2008 Tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor. 7/52/PBI/2005 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu. Berdasarkan Pasal 1 angka 3 maka yang dimaksud dengan alat pembayaran dengan menggunakan kartu adalah alat pembayaran yang berupa kartu debet, kartu kredit, Automated Teller Machine (ATM), dan/atau kartu prabayar. Pengertian kartu kredit sendiri berdasarkan Pasal 1 angka 4 adalah alat pembayaran dengan menggunakan kartu yang dapat digunakan untuk melakukan pembayaran atas kewajiban yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi, termasuk transaksi pembelanjaan dan/atau untuk melakukan penarikan tunai dimana kewajiban pembayaran pemegang kartu dipenuhi terlebih dahulu oleh acquirer atau penerbit, dan pemegang kartu berkewajiban melakukan pelunasan kewajiban pembayaran tersebut pada waktu yang telah disepakati baik secara sekaligus (charge card) ataupun secara angsuran.
g) Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia Nomor. 54/DSN-MUI/X. 2006 Tentang Kartu Kredit Syariah. Berdasarkan Fatwa No. 54/DSN-MUI/X/2006 Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) yang dimaksud dengan kartu kredit syariah adalah kartu yang berfungsi seperti Kartu Kredit yang hubungan hukum (berdasarkan sistem yang sudah ada) antara para pihak berdasarkan prinsip syariah. Para pihak sebagaimana dimaksud adalah pihakto penerbit kartu (mushdir albithaqah), commit user
36 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pemegang kartu (hamil al-bithaqah) kartu (merchant, tajir atau qabil Terdapat ketentuan-ketentuan yang antara kartu kredit syariah dan konvensional.
dan penerima al-bithaqah). membedakan kartu kredit
h) Berbagai peraturan perbankan lainnya Masih terdapat berbagai peraturan perbankan lainya yang mengatur lebih lanjut atau menyinggung tentang kartu kredit ini, yang dikleuarkan dari waktu ke waktu (munir fuady, 1999:180).
5. Tinjauan umum tentang problematika hukum Problematika adalah suatu permasalahan yang belum terselesaikan atau masih menjadi suatu kendala (KBBI, 1985:133-134). Sedangkan untuk pengertian problematika hukum adalah suatu permasalahan hukum yang masih belum terselesaikan, atau masih terdapat kendala kendala dalam menyelesaikannya, atau suatu permasalahan hukum yang sering dijumpai.
commit to user
37 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. Kerangka Pemikiran
UU N.21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah dan peraturan yang lainnya
Dasar hukum Bank Syariah
keuntungan
Kredit macet
penyelesaian
Bagan 1. Kerangka Pemikiran
commit to user
Hasanah Card
problematika
Pemalsuan data
38 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Keterangan : Dalam kehidupan sehari hari, baik itu perusahaan maupun manusia pribadi tentu saja tidak lepas dari yang namanya kebutuhan dana. Salah satu caranya adalah dengan menggunakan hasanah card/kartu kredit yang dikeluarkan oleh bank BNI Syariah. Undang Undang Nomor 21 Tahun 2008 merupakan dasar hukum dari sistem operasional perbankan syariah. Berdasarkan Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Bank Syariah, maka Bank BNI Syariah juga mengeluarkan salah satu produk pembiayaan mereka, yaitu melalui hasanah card. Dibalik keuntungan yang ada dalam hasanah card, tentu akan diiringi dengan problematika yang ada. Dalam kasus ini, yang menjadi problematika adalah kredit macet dan pemalsuan data. Oleh karena itu, dalam penulisan hukum ini, akan membahas mengenai bagaimana penyelesaian problematika yang ada tersebut, sesuai dengan peraturan yang ada.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN
1. Sejarah Singkat Bank BNI Syariah Surakarta Krisis moneter tahun 1997 membuktikan ketangguhan sistem perbankan syariah. Prinsip Syariah dengan 3 (tiga) pilarnya yaitu adil, transparan dan maslahat mampu menjawab kebutuhan masyarakat terhadap sistem perbankan yang lebih adil. Dengan berlandaskan pada Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998, pada tanggal tanggal 29 April 2000 didirikan Unit Usaha Syariah (UUS) BNI dengan 5 kantor cabang di Yogyakarta, Malang, Pekalongan, Jepara dan Banjarmasin. Selanjutnya UUS BNI terus berkembang menjadi 28 Kantor Cabang dan 31 Kantor Cabang Pembantu. Disamping itu nasabah juga dapat menikmati layanan syariah di Kantor Cabang BNI Konvensional (office channelling) dengan lebih kurang 750 outlet yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Di dalam pelaksanaan operasional perbankan, BNI Syariah tetap memperhatikan kepatuhan terhadap aspek syariah. Dengan Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang saat ini diketuai oleh KH. Ma'ruf Amin, semua produk BNI Syariah telah melalui pengujian dari DPS sehingga telah memenuhi aturan syariah. Di dalam Corporate Plan UUS BNI tahun 2000 ditetapkan bahwa status UUS bersifat temporer dan akan dilakukan spin off tahun 2009. Rencana tersebut terlaksana pada tanggal 19 Juni 2010 dengan beroperasinya BNI Syariah sebagai Bank Umum Syariah (BUS). Realisasi waktu spin off bulan Juni 2010 tidak terlepas dari faktor eksternal berupa aspek regulasi yang kondusif yaitu dengan diterbitkannya Undang-undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) dan Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang commit Perbankan Syariah. Disamping itu, komitmen to user 39
40 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pemerintah terhadap pengembangan perbankan syariah semakin kuat dan kesadaran terhadap keunggulan produk perbankan syariah juga semakin meningkat. Sebagai salah satu wujud dalam rangka pelebaran sayap usaha bank BNI Syariah, dibukalah salah satu cabang yang cukup pesat perkembangannya, yaitu di Kota Surakarta pada tanggal 19 juni 2002.
2. Gambaran singkat Hasanah Card BNI Syariah Surakarta BNI Syariah sebagai salah satu penyedia layanan jasa perbankan berusaha memberikan layanan terbaik yang mampu memenuhi kebutuhan dan meningkatkan kesejahteraan serta perekonomian masyrakat. Oleh sebab itu, produk produk BNI Syariah diupayakan dapat mengakomodir semua kebutuhan kebutuhan masyarakat. Adapun produk-produk tersebut pada garis besarnya terbagi atas dua jenis, yaitu produk tabungan / dana, dan produk pembiayaan.
a. Produk tabungan 1) iB Hasanah adalah jenis tabungan dalam mata uang rupiah yang dikelola berdasarkan prinsip syariah dengan akad mudharabah mutlaqah (akad antara para pihak pemilik modal/shahibul maal dengan pengelola/ mudharib, yang kemudian akan dibagikan sesuai dengan nisbah yang disepakati) dan akad wadi’ah (adala transaksi penitipan dana dari nasabah kepada bank, dengan jaminan dana dapat ditarik sewaktu waktu oleh nasabah) 2) wadiah iB Hasanah adalah jenis tabungan dengan akad titipan sehingga pemilik modal (shahibul maal) menitipkan sejumlah dana kepada mudharib (bank) sebagai pengelola modal, dimana pemilik modal tidak berhak atas sejunmlah bagi hasil dari pengelolaan modal tersebut dikarenakan mudharib tidak memungut biaya administrasi. commit to user
41 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3) Prima/bisnis iB Hasanah Adalah jenis tabungan dengan akad mudharabah mutlaqah (sama dengan iB Hasanah) tetapi berbeda pada besarnya biaya administrai, setoran awal, dan besarnya nisbah bagi hasil. 4) Tapenas iB Hasanah Adalah satu jenis tabungan tetapi ada unsur investasi berjangka, karena pada jenis tabungan ini pemilik modal tidak dapat menarik modalnya sewaktu waktu sesuai dengan akad yang telah menentukan jangka waktu pencairan dana. Tapenas ini bertujuan untuk tabungan perencanaan masa depan misalnya, biaya sekolah, umroh, pernikahan, dll. 5) Tabungan Haji Adalah tabungan dengan prinsip yang sama dengan Tapenas iB Hasanah tetapi pada tabungan ini bertujuan untuk pembiayaan pemberangkatan haji dan ter-link dengan siskohat depag yang berfungsi sebagai jaminan pendaftaran pemberangkatan haji. 6) Deposito iB Hasanah Adalah investasi berjangka dimana pemilik modal menitipkan sejumlah dana kepada Bank untuk dikelola, dan Bank akan memberikan bagi hasil sesuai dengan nisbah dan jangka waktu yang diberikan. Dalam deposito ini, pemilik modal hanya dapat mencairkan dana sesuai dengan jangka waktu yang telah diperjanjikan.
b. Produk Pembiayaan 1) Multiguna iB Hasanah Multiguna iB Hasanah adalah
fasilitas pembiayaan
konsumtif yang diberikan kepada anggota masyarakat untuk membeli barang kebutuhan konsumtif dengan agunan berupa barang yang dibiayai (apabila bernilai material) dan atau fixed asset yang ditujukan untuk kalangan profesional dan pegawai aktifto yang commit user memiliki sumber pembayaran
42 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kembali dari penghasilan tetap dan tidak bertentangan dengan undang-undang/hukum yang berlaku serta tidak termasuk kategori yang diharamkan Syariah Islam. 2) Griya iB Hasanah Griya iB Hasanah adalah fasilitas pembiayaan konsumtif yang diberikan kepada anggota masyarakat untuk membeli, membangun, merenovasi rumah (termasuk ruko, rusun, rukan, apartemen dan sejenisnya), dan membeli tanah kavling serta rumah indent, yang besarnya disesuaikan dengan kebutuhan pembiayaan dan kemampuan membayar kembali masing-masing calon. 3) Pembiayaan THI iB Hasanah Pembiayaan THI iB Hasanah adalah fasilitas pembiayaan konsumtif yang ditujukan kepada nasabah untuk memenuhi kebutuhan biaya setoran awal Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) yang ditentukan oleh Departemen Agama, untuk mendapatkan nomor seat porsi haji dengan menggunakan akad ijarah. 4) CCF iB Hasanah CCF iB Hasanah adalah pembiayaan yang dijamin dengan cash, yaitu dijamin dengan simpanan dalam bentuk Deposito, Giro, dan Tabungan yang diterbitkan BNI Syariah. 5) OTO iB Hasanah Oto iB Hasanah adalah fasilitas pembiayaan konsumtif murabahah yang diberikan kepada anggota masyarakat untuk pembelian kendaraan bermotor dengan agunan kendaraan bermotor yang dibiayai dengan pembiayaan ini. 6) Multijasa iB Hasanah Multijasa
iB
Hasanah
adalah
fasilitas
konsumtif yang diberikan kepada
pembiayaan
masyarakat untuk
kebutuhan commit jasa dengan to useragunan berupa fixed asset atau
43 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kendaraan
bermotor
selama
jasa
dimaksud
tidak
bertentangan dengan undang-undang/hukum yang berlaku serta tidak termasuk kategori yang diharamkan Syariah Islam. 7) Gadai Emas iB Hasanah Gadai Emas iB Hasanah atau disebut juga pembiayaan rahn merupakan penyerahan hak penguasaan secara fisik atas barang berharga berupa emas (lantakan dan atau perhiasan beserta aksesorisnya) dari nasabah kepada bank sebagai agunan atas pembiayaan yang diterima. 8) iB Hasanah Card Hasannah card adalah kartu berbasis syariah yang berfungsi seperti kartu kredit sehingga diterima di seluruh tempat yang bertanda master card dan semua ATM yang bertanda CIRRUS di seluruh dunia Bisnis kartu kredit di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat pesat dalam beberapa tahun terakhir. Jumlah kartu yang beredar saat ini telah mencapai lebih dari 10 juta kartu yang diterbitkan oleh 21 bank dan lembaga pembiayaan. Berbagai macam penawaran yang menarik, dari sisi joint promo maupun fitur.
commit to user
44 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. PEMBAHASAN 1. Problematika hukum dalam pembiayaan Hasanah Card a. Prosedur pengajuan Hasanah Card Dalam memperoleh Hasanah Card, ada beberapa hal yang harus dipenuhi oleh nasabah calon pemegang Hasanah Card yaitu selain mengisi aplikasi aplikasi yang telah disediakan oleh pihak Bank, ada beberapa syarat umum yang harus diperhatikan. Hal tersebut adalah : 1) Golongan kartu Hasanah Platinum: Calon pemegang kartu harus memiliki penghasilan 500 juta rupiah per tahun, dengan usia minimal 21 tahun maksimal 65 tahun 2) Golongan kartu Hasanah Gold Calon pemegang kartu harus memiliki penghasilan 60 juta rupiah per tahun, dengan usia minimal 21 tahun dan maksimal 65 tahun 3) Golongan kartu Hasanah Classic Calon pemegang kartu harus memiliki pengahasilan 25 juta rupiah per tahun, dengan usia minimal 21 tahun dan maksimal 65 tahun. Dokumen pendukung yang juga harus dilampirkan beserta formulir isian aplikasi iB Hasanah Card : 1) karyawan/TNI/polisi : foto kopi KTP/paspor dan juga bukti penghasilan asli
commit to user
45 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2) dokter/Profesioal : foto kopi KTP/paspor, bukti penghasilan asli, dan surat ijin profesi 3) pengusaha : foto kopi KTP/paspor, bukti penghasilan asli, dan foto kopi akte pendirian/SIUP/TDP “Untuk Dokter/Profesional lainnya dapat berupa fotokopi Tabungan/SPT dan untuk Pengusaha fotokopi Rekening Koran 3 bulan terakhir/SPT. Bila Anda mendapat limit kartu Rp. 50 juta atau lebih akan diperlukan NPWP.”(wawancara dengan Bp Mujiyono, kep Hasanah Card BNI Syariah Surakarta) Informasi Limit Kartu dan Biaya No Parameter
Classic
Gold
1
Kategori 1 4 Juta
Kategori 1 10 Juta Kategori 1 50 Juta
Kategori 2 6 Juta
Kategori 2 15 Juta Kategori 2 75 Juta
Kategori 3 8 Juta
Kategori 3 20 Juta
Limit Kartu
Platinum
Kategori 4 25 Juta Kategori 5 30 Juta 2
Annual Membership Fee Kartu Utama
120,000
Kartu Tambahan 60,000 3
240,000
600,000
120,000
300,000
Monthly Fee Kategori 1 118,000 Kategori 1 295,000 Kategori 1 1,475,000 Kategori 2 117,000 Kategori 2 442,500 Kategori 2 2,212,500 commit to user
46 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kategori 3 236,000 Kategori 3 590,000 Kategori 4 737,500 Kategori 5 885,000 Tabel.2
b. Problematika hukum dalam pembiayaan Hasanah Card Dalam era globalisasi di mana IPTEK telah mengalami perkembangan dengan begitu pesatnya, tingkat intelegensi serta kebutuhan masyarakat juga turut berkembang seiring dengan segala pemenuhannya.
Guna
memenuhi
berbagai
kebutuhan
tersebut
diperlukan suatu alat ataupun jasa yang dapat menjembatani aspek pemenuhan tersebut. Dalam hal ini Hasanah Card atau yang lebih dikenal dengan nama kartu kredit hasanah card merupakan salah satu bentuk layanan perbankan yang bertujuan untuk memberikan kemudahan dengan berbagai fasilitas yang disediakan dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat terutama dalam penyediaan modal secara instan. Berbagai kemudahan yang disediakan oleh Hasanah Card di samping memberikan
kemudahan serta biaya yang lebih murah
dibandingkan dengan kartu kredit lain ternyata juga menciptakan dampak negatif baik bagi nasabah sebagai pengguna jasa ataupun bank sebagai penjamin. Masalah tersebut antara lain munculnya sifat konsumerisme dalam pola hidup masyarakat yang menjadi kurang terkendali yang tidak jarang tanpa diikiuti dengan perhitungan yang matang akan kemampuan untuk melakukan pembayaran. Beberapa hal yang menjadi alasan semakin maraknya kejahatan dalam dunia perbankan terutama dalam penggunaan kartu kredit : 1) Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan tekhnologi 2) Ketentuan hukum yang kurang mengikat commit to user
47 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3) Ekspresive dalam hal ini adanya tekanan ekonomi dalam masyarakat 4) Ketidakseimbangan
antara
kebutuhan
hidup
dengan
kemampuan masyarakat. Dengan berbagai permasalahan yang muncul di samping berbagai fasilitas yang ditawarkan, dalam kesempatan ini penulis bermaksud untuk mengupas mengenai berbagai permasalahan yang sering timbul dalam penggunaan kartu kredit khususnya Hasanah Card, baik dari sisi nasabah maupun dari sisi penjamin. Masalah – masalah tersebut antara lain : 1) Kredit macet / kredit bermasalah Kredit macet sering timbul disebabkan karena adanya perhitungan yang kurang tepat mengenai penggunaan kartu kredit dan juga karena kekurang akuratan pihak provider penyedia layanan jasa dalam memverifikasi data nasabah yang layak untuk mendapatkan kartu kredit adanya kredit macet disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain : 1) Managemen usaha nasabah gagal 2) Kredit tidak sesuai dengan tujuan semula 3) Force majeur 4) Analisa kredit dan vefikasi data yang kurang akurat 5) Karakter nasabah yang tidak memiliki itikad baik 6) Nasabah memberi data palsu 7) Nasabah meninggal dunia 8) Kurangnya pengawasan dan pembinaan dari bank kepada debitur. Selain itu, pada umumnya pemahaman masyarakat mengenai kartu kredit masih sangat minim, baik mengenai tata cara commit penggunaan, to userperhitungan
ijarah/monthly fee
48 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang akan ditagihkan maupun mengenai proses klaim apabila
terjadi
masalah.
Selama
ini
pemahaman
masyarakat terhadap kartu kredit adalah bentuk dari kredit tanpa agunan, sehingga masyarakat menjadi salah dalam menafsirkan
yang pada akhirnya
berdampak
pada
kesalahan penggunaan kartu kredit. Sistematika antara kredit tanpa agunan dengan kartu kredit sangatlah
berbeda,
dimana
kredit
tanpa
agunan
menggunakan sistem pembayaran flat ataupun anuitas dengan
menerapkan
sistem
denda
pada
setiap
keterlambatan, sedangkan pada kartu kredit menerapkan sistem
bunga
berbunga
serta
denda
untuk
setiap
keterlambatan pembayaran diluar jatuh tempo yang pada akhirnya semakin lama tagihan dari nasabah akan semakin membengkak apabila terjadi keterlambatan.
2) Pemalsuan data Dalam proses permohonan kepemilikan kartu kredit, diperlukan data – data yang akurat dari seorang calon nasabah yang diantaranya meliputi identitas diri nasabah, sumber penghasilan nasabah, kepemilikan kartu kredit lain ataupun pinjaman lain. Hal ini bertujuan untuk mengetahui kelayakan calon nasabah, kemampuan bayar pembayaran kredit. Dengan adanya proses verifikasi data calon nasabah, tidak jarang dan tidak sedikit nasabah – nasabah tersebut tidak mampu memenuhi persyaratan untuk membuat kartu kredit, sehingga permohonan untuk memiliki kartu kreditpun ditolak. Dengan adanya target yang harus dipenuhi oleh
petugas serta kebutuhan maupun
keinginan akan dana instan dari masyarakat, sedangkan syarat –commit syaratto user administrasi tidak dapat terpenuhi
49 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sehingga
menimbulkan
berbagai
kecurangan
dan
kejahatan sebagai langkah untuk mencapai target serta mendapatkan kartu kredit. Salah satu kejahatan yang marak terjadi berkaitan dengan proses pengajuan kartu kredit adalah pemalsuan/ manipulasi data nasabah, adapun beberapa metode yang sering digunakan dalam proses pemalsuan antara lain : a) Manipulasi data yang sering dilakukan adalah dengan meningkatkan data penghasilan dari calon nasabah baik oleh petugas maupun
oleh nasabah sendiri
dengan tujuan agar proses pengajuan kartu kredit mendapatkan persetujuan ataupun mendapatkan limit kartu yang tinggi. Pemalsuan data ini tentunya sangat tidak
dibenarkan,
selain
melanggar
ketentuan
peraturan perundang undangan, dan memenuhi rumusan pidana (KUHPidana) juga pada akhirnya akan mempersulit petugas ataupun nasabah sendiri. Ketika suatu keadaan dipaksakan dari kondisi seharusnya, tentunya akan menimbulkan dampak yang tidak baik terutama ketika terjadi hal – hal yang tidak diinginkan. Begitu pula dalam proses pengajuan kartu kredit, ketika kemampuan ekonomi seorang nasabah dimanipulasi dari kemampuan sebenarnya maka ketika nasabah mendapatkan kartu kredit dengan limit yang melebihi kapasitas kemampuannya serta menggunakan dengan berlebihan, pada akhirnya menimbulkan kewajiban pembayaran yang akan sangat
membebani
nasabah
tersebut.
Beban
kewajiban tersebut belum tentu dapat dipenuhi oleh nasabah karena besarnya tagihan yang melebihi prosentase. commit to user
50 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b) Menyalin data nasabah dengan suatu alat tertentu misal EDC ( Electronic
Data Captured), pada
modus ini pelaku biasanya beroperasi pada SPBU dengan berpura – pura menawarkan bantuan ketika mesin EDC pada SPBU rusak. Setelah nasabah melakukan transaksi pada EDC pelaku, pelaku akan melakukan copy data SPBU yang kemudian akan diklaimkan sebagai hasil transaksi SPBU di Bank untuk dicairkan. c) Bekerjasama dengan petugas kasir d) Menyadap jaringan Telkom karena mesin EDC pada merchant tersambung dengan telepon. Cara yang digunakan adalah dengan mencetak kartu kredit palsu, dengan cara mencetak kartu kosong bersama pita magnetig terlebih dahulu yang sudah dilekatkan pada kartu. Data nasabah bank pemegang kartu kredit dimasukkan dengan cara menggesek pada mesin gesek yang sudah diformat berdasarkan data kartu kredit bank yang hendak dicatut. e) Pemalsuan dengan cara skimming yaitu dengan menduplikasi kartu kredit yang asli. Dengan adanya pemalsuan data yang pada akhirnya menjerumuskan nasabah kedalam lilitan hutang yang susah untuk dapat dipenuhi, pada akhirnya juga memberikan dampak kepada petugas selaku pihak yang yang memiliki kewajiban untuk melakukan penagihan atas sejumlah hutang nasabah tersebut. Proses penagihan tidak selalu dapat berjalan lancar, karena tingkat kemampuan ekonomi nasabah yang tidak setara dengan pengeluaran akibat penggunaan kartu kredit. Ketidaklancaran pembayaran tersebut tentunya akan menimbulkan masalah baru, yang muncul sebagai commit to user
51 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
efek dari proses manipulasi data. Masalah baru tersebut akan semakin meluas ketika nasabah
tidak mampu
membayar, sedangkan petugas memiliki beban tanggung jawab untuk melakukan penagihan. Seringkali terjadi kekerasan dalam proses penagihan, yang pada akhirnya membawa permasalahan tersebut kedalam ranah hukum yang tentunya akan menjadi semakin berkepanjangan dan merugikan kedua belah pihak.
2. Perbandingan keuntungan hasanah card dibandingkan dengan kartu kredit konvensional Kartu pembiayaan iB Hasanah Card atau sering disebut Hasanah Card merupakan salah satu produk unggulan BNI Syariah, dimana hanya ada tiga pemain utama pada bisnis kartu pembiayaan syariah ini sebagaimana telah dijelaskan di depan. iB Hasanah Card ini telah sesuai dengan fatwa DSN MUI No. 54/DSN-MUI/X/2006, dengan akad kafalah (prinsip perwakilan), qard (prinsip utang-piutang tanpa bunga/denda) dan ijarah (sistem biaya sewa atas penyediaan jasa). Adapun keuntungan hasanah card bila dibandingkan dengan kartu kredit konvensional adalah Hasanah Card mempunyai fitur yang lebih menarik dibandingkan kartu kredit konvensional, dengan segmen pasar tidak hanya terbatas pada pasar muslim saja tetapi juga segmen pasar rasional (non muslim). Biaya di kartu hasanah card lebih ompetitif dan ekonomis dibandingkan di konvensional, dengan transaksi yang sama nilainya total biaya bulanan pada Hasanah Card lebih kecil dibandingkan biaya pada kartu kredit konvensional. Sebagai contoh :
commit to user
52 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kartu kredit konvensional
Credit
Nominal
Tgl
Tgl
Tgl
Due
Tgl
limit
trx
trx
post cycle date payment
Jumlah paymnet
bunga
10.000.000 1.000.000
1
2
18
8
5
1.000.000
-
10.000.000 1.000.000
1
2
18
8
5
500.000
38.959
Waktu bunga
Nominal
Jumlah hari
Rate
Bunga
1.000.000
16
3%
15.781
1.000.000
17
3%
16.767
500.000
13
3%
6.411
Bunga dari tgl trx – cycle bunga dari tgl cycle – tgl payment Bunga dari tgl payment – cycle 38.959
commit to user
53 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Hasanah card
Cred limit
Nominal
Tgl
trx
trx
Tgl
Tgl
Due
Tgl
cycle post date payment
10.000.000 1.000.000
1
18
2
8
5
10.000.000 1.000.000
1
18
2
8
5
Juml
Monthly
Cash
Net
payment
fee
rebate
fee
1.000.000 295.000 295.000
500.000
295.000
28.250
-
14.750
Tabel.3 Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dengan limit yang sama, nominal peminjaman yang sama, besar angsuran yang sama dan tanggal pembayaran angsuran yang sama, hasanah card jauh lebih murah bila dibandingkan dengan kartu kredit konvensional, yaitu 14.750 : 38.959.
3. Penyelesaian problematika hukum dalam pembiayaan Hasanah Card (kartu kredit)
a. Kredit Macet PT. Bank BNI Syariah Surakarta. adalah suatu badan usaha, dalam hal ini berbentuk perseroan terbatas, yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, misalnya tabungan, dan menyalurkan kembali kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau pinjaman atau pembiayaan, sesuai dengan Pasal 1 ayat (2) Undangundang Perbankan, yang mendefinisikan bank sebagai berikut: ”Bank adalah badan usaha yang menghimpun dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kreditdan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”. commit to user
54 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Berdasarkan Pasal 1 ayat (7) Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Bank Syariah, PT. Bank BNI Syariah Surakarata merupakan
bank
syariah,
karena
sistem
operasionalnya
berdasarkan prinsip prinsip syariah. Salah satu jenis layanan perbankan yang diberikan oleh PT. Bank BNI Syariah Surakarta adalah pemberian fasilitas kredit melalui hasanah card (kartu kredit). Menurut Pasal 1 ayat (11) UndangUndang Perbankan disebutkan bahwa: ”Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Sehingga menurut pasal tersebut, ada beberapa unsur kredit yaitu: 1) Adanya kesepakatan atau perjanjian antara pihak kreditor dengan pihak debitor, yang disebut dengan perjanjian kredit. Dalam hal ini, ada pemberian kredit dari PT Bank BNI Syariah Surakarta selaku Kreditor kepada nasabah atau debitor. Pemberian kredit tersebut dinyatakan dengan adanya perjanjian kredit antara kreditor dan debitor. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 1313 KUH Perdata Bab II buku III tentang Perikatan, yang menyebutkan bahwa: “Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”. Untuk sahnya perjanjian tersebut diperlukan empat syarat, sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata, yaitu: a) Sepakat mereka yang mengikat diri Sepakat dimaksud bahwa subyek yang mengadakan perjanjian harus bersepakat, setuju mengenai hal-hal yang pokok dari perjanjian yang diadakan. Apa yang dikehendaki oleh pihak yang commit to user satu juga dikehendaki oleh pihak yang lain, jadi mereka
55 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menghendaki suatu secara timbal balik. Dalam hal ini, para pihak, yaitu PT Bank BNI Syariah Surakarta dan nasabah, saling sepakat mengenai
isi
perjanjian
kredit
tersebut.
Dengan
adanya
kesepakatan maka akan timbul hak dan kewajiban bagi masingmasing pihak. b) Kecakapan untuk membuat suatu perikatan Orang yang mengadakan perjanjian harus cakap menurut hukum. Pada asasnya setiap orang yang sudah dewasa atau aqil balik dan sehat pikirannya adalah cakap menurut hukum. Menurut KUH Perdata yang dimaksud cakap adalah mereka yang telah berumur 21 tahun atau belum 21 tahun tetapi telah kawin atau pernah kawin. Dalam hal ini, nasabah harus cakap melakukan perbuatan hukum. Hal ini didasarkan pada data yang diberikan oleh nasabah kepada PT Bank BNI Syariah Surakarta. c) Suatu hal tertentu Suatu hal tertentu maksudnya adalah sudah ditentukan macam atau jenis benda atau barang dalam perjanjian itu mengenai barang itu sudah ada atau sudah berada di tangan pihak yang berkepentingan pada waktu perjanjian dibuat tidak diharuskan oleh Undangundang dan juga mengenai jumlah tidak perlu disebutkan. Selain itu, perjanjian kredit juga mengatur mengenai besarnya bunga yang wajib dibayar oleh nasabah, jangka waktu pengembalian kredit dan juga jaminan. d) Suatu sebab yang halal Suatu sebab yang halal adalah isi dari perjanjian itu sendiri, sebab yang tidak halal adalah berlawanan dengan undang-undang, kesusilaan, ketertiban umum sebagaimana diatur dalam Pasal 1337 KUHPerdata. commit to user
56 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Perjanjian kredit tersebut dapat dibuat dalam bentuk perjanjian bawah tangan maupun dalam bentuk akta notariil. Berdasarkan hasil penelitian, isi perjanjian kredit yang terjadi dalam kasus ini tidak melanggar atau bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, ketertiban umum. Syarat-syarat sahnya perjanjian tersebut dibagi ke dalam 2 (dua) kelompok, yaitu : (1) Syarat Subyektif, yaitu syarat yang menyangkut pada subyeksubyek perjanjian itu, atau dengan perkataan lain syarat-syarat yang harus dipernuhi oleh mereka yang membuat perjanjian, yang meliputi: kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya dan kecakapan pihak yang membuat perjanjian (2) Syarat Obyektif, yaitu syarat yang menyangkut pada obyek perjanjian itu, meliputi: suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal
Apabila syarat subyektif tidak dipenuhi maka salah satu
pihak mempunyai hak untuk meminta supaya perjanjian itu dibatalkan. Pihak yang dapat meminta pembatalan adalah pihak yang tidak cakap. Jadi perjanjian yang telah dibuat akan tetap mengikat para pihak selama tidak dibatalkan (oleh hakim) atas permintaan pihak yang berhak meminta pembatalan tadi. Dengan dipenuhinya syarat- syarat sahnya perjanjian sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata, baik syarat subyektif maupun syarat obyektif, maka perjanjian kredit antara PT Bank BNI Syariah Surakarta selaku Kreditor dan nasabah selaku Debitor adalah perjanjian yang sah. 2) Adanya para pihak Para pihak yang dimaksud yaitu pihak kreditor sebagai pihak yang memberikan jaminan, yang dalam hal ini adalah PT Bank BNI commit to user
57 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Syariah Surakarta, dan pihak debitor sebagai pihak yang membutuhkan uang pinjaman. 3) Adanya unsur kepercayaan dari Kreditor bahwa pihak debitor mau dan mampu membayar atau mencicil kreditnya. Berarti pihak Kreditor, yang dalam hal ini adalah PT Bank BNI Syariah Surakarta percaya bahwa nasabah selaku pihak debitor. Dalam hal ini, adanya kepercayaan PT Bank BNI Syariah Surakarta terhadap kemampuan nasabah untuk membayar dan melunasi pinjaman didasarkan pada hasil analisa dan penilaian yang meliputi: a) Character Character merupakan keadaan watak atau sifat dari diri calon debitor baik dalam kehidupan pribadi maupun lingkungan
usahanya.
Dalam
hal
ini
yang
perlu
diperhatikan dan diteliti adalah mengenai: riwayat hidup, kebiasaan sehari-hari, sifat- sifat pribadi, cara hidup, keadaan keluarga, hobi dan sosial kehidupan dari pemohon kredit. Guna mengetahui bagaimana watak dan karakter dari seseorang maka petugas bagian kredit dalam hal ini account officer akan melakukan analisis dan checking-checking, hal mana diperlukan guna memperoleh informasi mengenai reputasi dan kualifikasi calon debitor. Penilaian ini sangat berguna untuk mengetahui itikad baik calon debitor dalam memenuhi kewajiban-kewajibannya sesuai dengan syarat-syarat dan atau ketentuan-ketentuan sebagaimana yang diatur dalam perjanjian kredit. b) Capacity Capacity adalah kemampuan yang dimiliki calon debitor dalam menjalankan usahanya guna memperoleh profit commit to user
58 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang selanjutnya atas keuntungan yang diperoleh akan digunakan untuk melunasi kewajiban hutangnya kepada bank. c) Capital Capital adalah dana yang dimiliki oleh calon debitor untuk menjalankan dan memelihara kelangsungan usahanya. Besarnya modal yang dimiliki oleh calon debitor merupakan
hal
yang
sangat
berpengaruh
atas
pengembalian kreditnya kepada bank utamanya pada saat seperti sekarang ini dimana dunia usaha dilanda oleh badai krisis. Dalam hal usaha debitor mengalami keterpurukan maka debitor sangat membutuhkan dana untuk dapat keluar dari keterpurukan tersebut sementara lain bank tidak dapat membantu debitor untuk memberikan kredit baru kepada debitor. Ukuran besar atau kecilnya modal yang dimiliki oleh debitor dapat terlihat pada neraca perusahaan yaitu pada komponen “owner equity”, laba yang ditahan dan lain-lain ataupun pada besarnya modal yang telah disetor dalam akta pendirian pada waktu perusahaan tersebut didirikan. Selain itu, PT Bank BNI Syariah Surakarta mempunyai pertimbangan terhadap calon debitor berdasarkan kebutuhan modalnya apabila ternyata yang bersangkutan telah memiliki pinjaman di bank lain dan nilai pinjamannya Data tersebut dapat diperoleh dari Bank Indonesia (BI Checking).
d) Collateral Collateral adalah barang-barang baik milik debitor ataupun pihak ke-3 (tiga) yang diserahkan dan atau commit to user digunakan oleh debitor sebagai agunan kredit kepada
59 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
bank. Collateral bermanfaat sebagai alat pengaman apabila usaha debitor yang dibiayai dengan kredit tersebut mengalami kegagalan atau karena sebab-sebab lainnya debitor tidak dapat melunasi kewajiban hutangnya kepada bank.. Jaminan ini mempunyai sifat pelengkap dari kelayakan keterlaksanaan (feasibility) dari suatu proyek debitor. “Jaminan tidak akan dapat memperbaiki tingkat kelayakan suatu proyek, namun agar proyek yang feasible tersebut menjadi bankable (dapat dibiayai dengan kredit dari bank) harus ada jaminan (collateral) tersebut. pada dasarnya seluruh harta benda debitor dapat dijadikan jaminan atas pelunasan seluruh hutangnya, namun diperlukan
jenis
jaminan
yang
akan
memudahkan
penagihan hutang, yang tersedia setiap waktu untuk dieksekusi dan diuangkan, oleh karena itu ditunjuk suatu barang tertentu milik debitor e) Condition of economy Terciptanya kondisi ekonomi yang kondusif sangat berpengaruh
terhadap
tingkat
pengembalian
kredit.
Kondisi ekonomi adalah situasi dan kondisi politik, sosial, ekonomi dan budaya dan lain-lain yang mempengaruhi keadaan perekonomian pada suatu saat maupun untuk kurun waktu tertentu yang kemungkinannya akan dapat mempengaruhi kelancaran usaha dari perusahaan yang memperoleh kredit. Berlarut-larutnya krisis ekonomi yang dibarengi dengan krisis politik yang berkepanjangan pada suatu negara yang pada akhirnya mengakibatnya lesunya dunia
usaha
akan
sangat
berpengaruh
terhadap
kemampuan bayar debitor untuk melunasi kewajiban hutangnya kepada bank. Hal ini didasarkan pada Pasal 8 Undang-undang yang menentukan: “Dalam commit Perbankan to user
60 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, Bank Umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atau itikad baik dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitor untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud
sesuai
dengan
yang
diperjanjikan.
Dan
dijelaskan lebih lanjut dalam Penjelasan Pasal 8 Undangundang Perbankan bahwa: “untuk memperoleh keyakinan tersebut,
sebelum
memberikan
kredit,
bank
harus
melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha dari nasabah debitor. Analisa terhadap nasabah debitor tersebut dikenal dengan sebutan “the five C of credit analysis” 4) Adanya kesanggupan dan janji membayar hutang dari pihak debitor. Kesanggupan dan janji untuk membayar hutang biasanya dicantumkan dalam perjanjian kredit antara pihak kreditor dan pihak debitor. 5) Adanya pemberian sejumlah uang atau barang atau jasa oleh pihak kreditor kepada pihak debitor. 6) Adanya pembayaran kembali sejumlah uang atau barang atau jasa oleh pihak debitor kepada kreditor disertai dengan pemberian imbalan atau bunga atau pembagian keuntungan. Mengenai seberapa besarnya pembayaran kembali yang disertai bunga serta jangka waktu pengembalian kredit ditentukan oleh pihak Bank selaku kreditor yang dicantumkan dalam perjanjian kredit. Dalam Perjanjian Kredit antara PT Bank BNI Syariah Surakarta dengan nasabah sebagaimana ternyata dalam akta Perjanjian Kredit yang dibuat, ditentukan bahwa bunga yang harus dibayar oleh debitor sebesar 2,95% (dua koma sembilan lima persen) dari nilai kredit yang diberikan.
commit to user
61 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
7) Adanya perbedaan waktu antara pemberian kredit oleh kreditor dengan pengembalian kredit oleh debitor.
Adanya perbedaan
waktu tersebut dapat digunakan oleh debitor untuk memanfaatkan kredit yang telah diterimanya guna kepentingan debitor. 8) Adanya resiko tertentu yang diakibatkan karena adanya perbedaan
waktu
tadi.
Semakin
jauh
tenggang
waktu
pengembalian, semakin besar pula resiko tidak terlaksananya pembayaran kembali suatu kredit. Hal ini mungkin saja terjadi, karena ada kemungkinan usaha debitor penurunan. Berdasarkan hasil penelitian, “permohonan kredit diawali dengan 3 (tiga) kemungkinan, yaitu: a) Walk in Customer, dalam hal ini calon debitor yang datang ke bank untuk memohon fasilitas kredit b) Soliciation, dalam hal ini bank yang mendatangi dan menawarkan fasilitas kredit kepada calon debitor. c) Reference,
dalam
hal
ini
calon
debitor
diperkenalkan kepada bank oleh nasabah bank atau pejabat bank. Setiap pemberian kredit selalu menuntut pertanggung-jawabandari pejabat kredit yang memutus baik secara jabatan maupun secara pribadi, sehingga keputusan kredit yang bermasalah dapat diminimalkan sejauh mungkin. Namun kredit yang bermasalah tetap ada. Suatu kredit yang dikategorikan kredit bermasalah pada awalnya ditandai dengan adanya tanda-tanda dari debitor atau usaha debitor yang dibiayai mengalami kesulitan financial dalam pengembalian kredit sebagaimana mestinya. Penyelesaian kredit bermasalah yang dilakukan oleh PT Bank BNI Syariah Surakarta, secara garis besar dapat ditempuh melalui 2 (dua) upaya tempuh yaitu :
commit to user
62 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1. Secara prosedural Penyelesaian kredit bermasalah secara prosedural adalah upaya penanganan
kredit
bermasalah
yang
sifatnya
sementara
“temporer” karena manakala upaya ini gagal maka upaya akhir yang
ditempuh
adalah
upaya
penyelesaian
melalui
jalur
penyelesaian sengketa. Penyelesaian kredit bermasalah secara prosedural dilakukan oleh bank dengan harapan debitor dapat kembali melakukan pembayaran kreditnya sebagaimana mestinya baik melalui cara penagihan secara langsung ataupun lewat pengiriman surat peringatan dari pihak Bank. “Proses penyelesaian kredit secara prosedural yang dilakukan oleh PT Bank BNI Syariah Surakarta dapat berupa: penagihan langsung, penagihan hutang melalui pihak ketiga, penagihan dengan melalui jasa iklan/ mass media, pelunasan hutang oleh pihak ketiga. Pada umumnya penagihan langsung dilakukan sendiri oleh bank tanpa menggunakan jasa-jasa atau media bantuan dari pihak ketiga. Upaya penagihan langsung biasanya dilakukan oleh Account Officer ataupun Remidial Officer dari bank yang bersangkutan dengan mendatangi langsung debitor ataupun mengirim surat, somasi dan panggilan kepada debitor untuk menghadap pejabat bank guna menyelesaikan kreditnya di bank.”(wawancara dengan bapak Mujiono, selaku kepala bagian Hasanah Card)
Dan cara prosedural selanjutnya selain penagihan secara langsung adalah
dengan
cara
3
R
(rescheduling,
restructuring,
reconditioning). Secara administratif, kredit yang diselesaikan secara prosedural adalah kredit yang semula tergolong kurang lancar, diragukan atau macet yang kemudian diusahakan untuk diperbaiki sehingga mempunyai kolekbilitas lancar. Tindakan penyelesaian kredit bermasalah dapat ditempuh dengan upaya : a. Penjadwalan kembali (Rescheduling) Rescheduling merupakan upaya pertama dari pihak commit to user bank untuk menyelamatkan kredit yang diberikan
63 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kepada debitor. Cara ini dilakukan jika ternyata pihak debitor (berdasarkan hasil penelitian dan perhitungan yang dilakukan account officer bank) tidak mampu untuk memenuhi kewajiban dalam hal pembayaran kembali angsuran pokok maupun bunga kredit. Rescheduling adalah penjadwalan kembali sebagian atau
seluruh
kewajiban
debitor.
Hal
tersebut
disesuaikan dengan proyeksi arus kas yang bersumber dari kemampuan usaha debitor yang sedan mengalami kesulitan. Penjadualan tersebut bisa berbentuk : 1) memperpanjang jangka waktu kredit 2) memperpanjang jangka waktu angsuran, misalnya semula angsuran ditetapkan setiap 3 bulan kemudian menjadi 6 bulan 3) menurunkan jumlah untuk setiap angsuran yang mengakibatkan perpanjangan jangka kredit yaitu perubahan syarat kredit yang hanya menyangkut jadwal pembayaran dan atau jangka waktunya. b. Persyaratan kembali (Reconditioning) Reconditioning merupakan usaha pihak bank untuk menyelamatkan kredit yang diberikannya dengan cara mengubah sebagian atau seluruh kondisi (persyaratan) yang semula disepakati bersama pihak debitor dan bank yang kemudian dituangkan dalam perjanjian kredit. “Perubahan
kondisi
kredit
dibuat
dengan
memperhatikan masalah-masalah yang dihadapi oleh debitor dalam pelaksanaan proyek atau bisnisnya. Dalam hal ini perubahan tersebut meliputi antara lain : commit to user
64 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1) Kapitalisasi bunga yaitu bunga yang dijadikan utang pokok sehingga nasabah untuk waktu tertentu tidak perlu membayar bunga, tetapi nanti uang pokoknya dapat melebihi plafon yang disetujui. Sehingga perlu peningkatan fasilitas kredit disamping itu bunga tersebut dihitung bunga majemuk yang pada dasarnya akan memberatkan nasabah. Cara ini dapat dilakukan jika prospek usaha nasabah baik. 2) Penundaan pembayaran bunga yaitu bunga tetap dihitung. Tetapi penagihan atau pembebanannya kepada nasabah tidak dilaksanakann sampai nasabah mempunyai kesanggupan. Atas bunga yang terutang tersebut tidak dikenakan bunga dan tidak menambah plafon kredit. 3) Penurunan suku bunga yaitu dalam hal nasabah dinilai masih mampu membayar bunga pada waktunya, tetapi suku bunga yang dikenakan terlalu tinggi untuk tingkat aktifitas dan hasil usaha pada waktu itu. Cara ini ditempuh jika hasil operasi nasabah memang menunjukkan surplus atau laba dan likuiditas memungkinkan untuk membayar bunga. 4) Pembebanan bunga yaitu dalam hal nasabah memang dinilai tidak sanggup membayar bunga karena usaha nasabahnya mencapai tingkat kembali pokok atau break even. Pembebanan bunga ini dapat dilakukan untuk sementara, selamanya aataupun untuk seluruh utang bunga. 5) Pengkonversian kredit jangka pendek menjadi jangka panjang dengan syarat yang lebih ringan commit to user
65 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
6) Jaminan kredit/agunan, beberapa jaminan yang semula harus diberikan atau diserahkan pada bank terpaksa tidak bisa terlaksana karena beberapa alasan misalnya tanah yang akan dijadikan jaminan ternyata masih dalam sengketa. 7) Jenis serta besarnya beberapa fee yang harus dibayar debitor kepada bank, misalnya dalam kasus yang terjadi pada kredit sindikasi. 8) Manajemen proyek atau bisnis yang dibiayai bank berdasarkan analisis yang dilakukan bank maupun atas nasehat dari konsultan yang ditunjuk bank.
Hal
ini
terpaksa
dilakukan
untuk
mengamankan jalannya proyek dan merupakan persyaratan baru atau persyaratan tambahan yang diminta oleh bank yang harus dipenuhi debitor dalam rangka penyelamatan proyek. 9) Kombinasi dari beberapa perubahan tersebut. yaitu perubahan sebagian atau seluruh syaratsyarat kredit yang tidak terbatas pada perubahan jadwal pembayaran, jangka waktu dan atau persyaratan lainnya, sepanjang tidak menyangkut maksimum saldo kredit. c. Penataan kembali (Restructuring) Secara umum tujuan dilakukannya rekstrukturisasi kredit adalah meningkatkan kemampuan debitor dalam membayar
pokok
dan
bunga
jaminan.
Dalam
melakukan rekstrukturisasi kredit hal yang harus iperhatikan adalah prospek usaha dan itikad baik debitor. Prospek usaha dapat dinilai dengan melihat potensi perusahaan untuk menghasilkan net cash inflow commit to user yang positif dan prospek market dari produk atau jasa
66 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang dihasilkan. Sedangkan itikad baik debitor dapat dilihat dari antara lain kemauan dan kesediaan debitor dalam melakukan negoisasi dengan kreditor, memikul beban kerugian yang akan ditetapkan sebagai hasil negosiasi dan mempunyai atau akan menyampaikan rencana rekstrukturisasi untuk dibahas dengan kreditor. Rekstrukturisasi disebut sebagai langkah atau upaya reaktif apabila dilakukan bagi kredit yang mengalami kesulitan
pembayaran
pokok/bunga.
Sedangkan
rekstrukturisasi disebut sebagai upaya preventif apabila kredit masih tergolong lancar namun diperkirakan akan mengalami
kesulitan
pembayaran
angsuran
pokok/bunga. Restructing atau rekstrukturisasi menurut Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 31/150/KEP/DIR tanggal 12 November 1998 tentang Rekstrukturisasi kredit dalam Pasal 1 huruf c adalah upaya yang dilakukan bank dalam kegiatan usaha perkreditan
agar
debitor
dapat
memenuhi
kewajibannya. Rektrukturisasi kredit dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut : 1) Penurunan suku bunga kredit Penurunan suku bunga kredit tidak dapat dikatakan sebagai rekstrukturisasi kredit apabila penurunan dimaksud bertujuan menyesuaikan dengan bunga pasar yang pada saat bersamaan juga mengalami penurunan. Kaitannya dengan Batas Maksimum Pemberian Kredit (selanjutnya disingkat menjadi BMPK), perpanjangan jangka waktu yang sebelumnya telah melampaui BMPK diberlakukan sebagai pelampauan BMPK yang wajib diselesaikan dalam jangka waktu 9 bulan sedangkan penyertaan modal
sementara
dalam
rangka
dikecualikan daricommit perhitungan to userBMPK.
rektrukturisasi
kredit
67 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2) pengurangan tunggakan bunga kredit kreditor dapat memberikan keringanan berupa mengurangi jumlah bunga yang tertunggak atau menghapus seluruh tunggakan bunga kredit. Debitor dibebaskan dari kewajiban membayar tunggakan bunga kredit sebagian atau seluruhnya. Langkah ini diambil agar debitor mempunyai kembali kemampuan melanjutkan kegiatan usahanya sehingga dapat digunakan membayar utang pokoknya. 3) Pengurangan tunggakan pokok kredit Kreditor dapat memberikan keringanan berupa mengurangi utang pokok yang tertunggak. Langkah ini merupakan reksstrukturisasi yang paling maksimal yang dapat diberikan oleh bank karena langkah ini biasanya diikuti dengan penghapusan bunga dan denda seluruhnya. Pengurangan tunggakan pokok ini merupakan pengorabanan yangsangat besar dari bank karena aset bank yang berupa utang pokok tidak kembali dan merupakan kerugian bagi bank. 4) Perpanjangan waktu kredit Perpanjangan waktu kredit merupakan bentuk rekstrukturisasi kredit
yang
bertujuan
memperingan
debitor
untuk
mengembalikan hutangnya. Diharapkan dengan perpanjangan waktu ini dapat memberikan kesempatan kepada debitor untuk melanjutkan usahanya sehingga pendapatan yang harusnya digunakan untuk membayar hutang digunakan untuk memperkuat usahanya. 5) Penambahan fasilitas kredit Dalam hal ini rektrukturisasi kredit dilakukan dengan cara penambahan fasilitas kredit yang harus digunakan sesuai prosedur yang ketat dan terdapat agunan yang cukup. Dengan adanya penambahan fasilitas kredit dimana debitor diberikan kredit lagi sehingga utang menjadi besar nantinya diharapkan debitor dapat commit mempunyai to userkemampuan untuk menjalankan
68 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kembali usahanya dan pendapatan dari usahanya dapat digunakan untuk membayar utang lama dan utang baru. 6) Pengambilalihan asset debitor sesuai dengan ketentuan yang berlaku Pengambilalihan asset debitor sesuai dengan ketentuan yang mengacu kepada Undang-undang Perbankan khususnya Pasal 12A yang mengatur kemungkinan Bank Umum dapat membeli sebagian atau seluruh anggunan baik melalui penjualan umum atau pelelangan ataupun diluar pelelangan berdasarkan penyerahan secara sukarela. Namun
kemudahan
ini
oleh
undang-undang
diadakan
pembatasan yaitu : a) Agunan yang dapat dibeli oleh bank adalah agunan dari kredit macet b) Agunan yang telah dibeli wajib dicairkan selambatlambatnya dalam jangka waktu 1 tahun c) Dalam jangka waktu 1 tahun bank dapat menangguhkan kewajiban-kewajiban yang berkaitan dengan pengalihan hak atas agunan yang bersangkutan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. 7) Konversi kredit menjadi penyertaan modal sementara pada perusahaan debitor Yaitu apabila upaya penyelamatan melalui penurunan suku bunga, pengurangan tunggakan bunga dan usaha lainnya tidak dapat dilakukan langkah ini diambil setelah melalui analisi yang mendalam serta mempertimbangkan akan terjadinya perubahan status
bank
terhadap
debitor.
Konversi
kredit
menjadi
penyertaan modal sementra pada perusahaan debitor hanya dilakukan apabila dipenuhi persyaratan persyaratan tertentu, yaitu : commit to user
69 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a) Jangka waktu penyertaan maksimum 5 tahun atau kurang dari 5 tahun apabila perusahaan telah memperoleh laba selama 2 tahun berturut-turut. b) Setelah 5 tahun harus dihapus bukukan. Dalam hal ini bank tidak perlu ijin Bank Indonesia namun harus sesuai dengan anggaran dasar dan kebijakan masing-masing bank. Selain itu juga harus memperhatikan BMPK. Konversi kredit harus dilakukan oleh satuan kerja yang tersisa dengan satuan kerja pemberian kredit dan dipimpin oleh pejabat yang memiliki kewenangan untuk melakukan negoisasi dengan debitor dalam rangka konversi kredit. Secara garis besar, penyebab terjadinya kredit macet / kredit bermasalah ada dua hal, yaitu :
1) Error Omission (EO) Timbulnya kredit macet yang ditimbulkan oleh adanya unsur kesengajaan untuk melanggar kebijakan dan prosedur yang telah ditetapkan. 2) Error Commusion (EC) Timbulnya
kredit
macet
karena
memanfaatkan
lemahnya peraturan atau ketentuan yaitu memang belum ada atau sudah ada, tetapi tidak jelas. “Biasanya di saat kredit macet terjadi dan dilakukan pemeriksaan, maka persoalannya tidak akan lepas dari error omission dan error comussion atau bahkan karena dua-duanya. Berdasarkan pengalaman kasus-kasus perbankan nasional yang berkaitan dengan kredit macet menimbulkan semacam persepsi yang cenderung menjadi suatu “mitos” yang masih dianut, antara lain adalah : commit to user
70 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1) Bahwa bank tidak mengalami kerugian akibat resiko kredit. Atas pemahaman ini, maka merupakan kesalahan sekaligus “kejahatan” besar apabila pada sebuah bank tercatat adanya kredit macet. Padahal risiko kredit jelas merupakan risiko yang selalu ada dan tidak bisa dihindari. 2) Dalam setiap kasus kredit macet, maka selalu diartikan itu karena terjadi kolusi dan atau korupsi apakah oleh pihak oknum bankir ataupun oknum nasabahnya. Hal tersebut bisa saja terjadi, tetapi tidak semua kredit macet karena kolusi dan korupsi. 3) Dalam setiap penanganan kredit macet selalu mengutamakan pendekatan “sapu jagat” di mana going concern baik bank dan perusahaannya menjadi diabaikan. Kalau kredit macet itu karena ulah oknumnya, maka bukan berarti bank ataupun perusahaannya harus dimatiin. Bank yang tercemar akan menimbulkan efek domino berupa terjadi krisis kepercayaaan terhadap industri perbankan. Dengan pedekatan term of reference, biasanya akan diketehui apakah kredit macet itu karena error omission atau error commission. Jadi kesalahannya bisa saja bukan pada dasar keputusannya, tetapi karena masalah monitoring dan pembinaan bank terhadap nasabahnya. Sama-sama salah, tetapi esensi- nya menjadi lebih jelas dan memudahkan menemukan siapa yang bertanggung jawab, bukan siapa yang dipersalahkan”. (wawamncara dengan bp Mujiyono, kepala bag Hasanah Card BNI Syariah Surakarta) 2. Melalui jalur penyelesaian sengketa a. Secara litigasi Penyelesaian kredit bermasalah melalui jalur litigasi merupakan upaya terakhir dari bank “the last action” untuk melakukan upaya pengembalian kredit debitor baik dengan upaya pengajuan gugatan secara perdata atas pelunasan kewajiban hutang debitor. Dalam hal penyelesaian kredit bermasalah melalui cara prosedural sudah tidak dapat lagi digunakan, maka bank dapat melakukan penyelesaian kredit melalui jalur litigasi. commit to user
71 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pada prinsipnya setiap kredit yang diberikan harus dibayar kembali oleh debitor , sehingga bank dengan segala cara dan upayanya tetap harus melakukan upaya penagihan. “Penyelesaian kredit dengan melakukan upaya hukum melalui jalur peradilan merupakan alternatif akhir yang harus ditempuh bank manakala kredit debitor sudah tidak dapat diselamatkan lagi”.(wawancara dengan Bp Mujiyono, kep bag Hasanah Card BNI Syariah Surakarta)“ Penyelesaian kredit melalui prosedur hukum dapat ditempuh dengan melakukan : 1) Penyelesaian kredit melalui jalur pengadilan negeri. 2) Penyelesaian kredit melalui jalur pengadilan agama
Berdasarkan Pasal 49 huruf (i) Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, mengadili dan menyelesaikan perkara ditingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam dalam bidang ekonomi syari’ah yang meliputi: 1) bank syari’ah 2) lembaga keuangan mikro syari’ah 3) asuransi syari’ah 4) reasuransi syari’ah 5) reksa dana syari’ah 6) obligasi syari’ah dan surat berharga berjangka menengah syari’ah 7) sekuritas syari’ah 8) pembiayaan syari’ah 9) pegadaian syari’ah 10) dana pensiun lembaga keuangan syari’ah 11) bisnis syari’ah. Dalam penjelasan Pasal tersebut antara lain dinyatakan: “Yang dimaksud dengan “antara orang-orang yang beragama Islam” adalah termasuk orang atau commit to badan user hukum yang dengan sendirinya
72 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menundukkan diri dengan sukarela kepada hukum Islam mengenai hal-hal yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama sesuai ketentuan Pasal ini.” Dari penjelasan Pasal 49 tersebut, maka seluruh nasabah lembaga keuangan
dan
lembaga
pembiayaan
syariah,
atau
bank
konvensional yang membuka unit usaha syariah dengan sendirinya terikat dengan ketentuan ekonomi syariah, baik dalam pelaksanaan akad maupun dalam penyelesaian perselisihan.
b. secara non litigasi secara non litigasi, penyeleasian sengketa dalam perbankan syariah dapat ditempuh dengan cara arbitrase dan alternatif penyelessaian sengketa.
1) Arbitrase Dalam perspektif Islam arbitrase dapat disepadankan dengan istilah tahkim. Tahkim berasal dari kata hakkama, secara etimologis berarti menjadikan seseorang sebagai pencegah suatu sengketa. Pengertian tersebut erat kaitannya dengan pengertian menurut terminologisnya. Gagasan berdirinya lembaga arbitrase Islam di Indonesia, diawali dengan bertemunya para pakar, cendekiawan muslim, praktisi hukum, para kyai dan ulama untuk bertukar pikiran tentang perlunya lembaga arbitrase Islam di Indonesia. Pertemuan ini dimotori Dewan Pimpinan MUI pada tanggal 22 April 1992. Setelah mengadakan beberapa kali rapat dan setelah diadakan beberapa kali penyempurnaan terhadap rancangan struktur organisasi dan prosedur beracara akhirnya pada tanggal 23 Oktober 1993 telah diresmikan Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI), sekarang telah berganti nama menjadi Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) yang diputuskan dalam Rakernas MUIto tahun commit user 2002. Perubahan bentuk dan
73 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pengurus BAMUI dituangkan dalam SK MUI No. Kep09/MUI/XII/2003 tanggal 24 Desember 2003 sebagai lembaga arbiter yang menangani penyelesaian perselisihan sengketa di bidang ekonomi syariah. Badan ini dapat memberikan suatu rekomendasi atau pendapat hukum (bindend advice), yaitu pendapat yang mengikat tanpa adanya suatu persoalan tertentu yang berkenaan dengan pelaksanaan perjanjian” yang sudah barang tentu atas permintaan para pihak yang mengadakan perjanjian untuk diselesaikan. Apabila jalur arbitrase tidak dapat menyelesaian perselisihan, maka lembaga peradilan adalah jalan terakhir sebagai
pemutus
perkara
tersebut.
Hakim
harus
memperhatikan rujukan yang berasal dari arbiter yang sebelumnya telah menangani kasus tersebut sebagai bahan pertimbangan
dan
untuk
menghindari
lamanya
proses
penyelesaian. 2) Alternatif Penyelesaian Sengketa Di dalam terminologi Islam dikenal dengan Ash-Shulhu, yang berarti memutus pertengkaran atau perselisihan. Dalam pengertian syariat ash-shulhu adalah suatu jenis akad (perjanjian) untuk mengakhiri perlawanan (sengketa) antara 2 (dua) orang
yang bersengketa.
Alternatif
penyelesaian
sengketa hanya diatur dalam satu pasal, yakni Pasal 6 Undangundang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian sengketa yang menjelaskan tentang mekanisme penyelesaian sengketa. Sengketa atau beda pendapat dalam bidang perdata Islam dapat diselesaikan oleh para pihak melaui Alternatif Penyelesaian Sengketa yang didasarkan pada iktikad baik dengan mengesampingkan penyelesaian secara litigasi. Apabila sengketa tersebut tidak dapat diselesaikan, maka atas kesepakatan tertulis para pihak, sengketa atau beda pendapat diselesaikan melalui commit bantuan to user seseorang atau lebih penasehat
74 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
ahli maupun melalui seorang mediator. Apabila para pihak tersebut dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari dengan bantuan seorang atau lebih penasehat ahli maupun melalui seorang mediator tidak berhasil juga mencapai kata sepakat, atau mediator tidak berhasil mempertemukan kedua belah pihak, maka para pihak dapat menghubungi lembaga Alternative Penyelesaian Pengketa untuk menunjuk seorang mediator. Tidak seperti arbiter atau hakim, seorang mediator tidak membuat keputusan mengenai sengketa yang terjadi tetapi hanya membantu para pihak untuk mencapai tujuan mereka dan menemukan pemecahan masalah dengan hasil winwin solution. Tidak ada pihak yang kalah atau yang menang, semua sengketa diselesaikan dengan cara kekeluargaan, sehingga hasil keputusan mediasi tentunya merupakan konsensus kedua belah pihak. Apabila jalur arbitrase dan alternative penyelesaian sengketa tidak dapat menyelesaikan perselisihan, maka lembaga peradilan atau jalur litigasi adalah jalan terakhir sebagai pemutus perkara b. Pemalsuan Data Guna mengantisipasi serta mengatasi maraknya pemalsuan data yang timbul sebagai akibat dari dorongan akan kebutuhan serta masyarakat yang cenderung konsumtif, dalam memproses aplikasi kartu kredit telah dilakukan verifikasi secara bertingkat dari cabang hingga ke pusat. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan data yang betul – betul valid sehingga ketika pada akhirnya kartu kredit tersebut disetujui, segala hak dan kewajiban dapat terpenuhi dengan baik. Tatacara dan tahapan verifikasi data yang dilakukan harus sesuai dengan SOP ( Standar Operasional Prosedur ) yang meliputi verifikasi identitas, alamat harta yang dijaminkan, data kekayaan dan kredit atau pinjaman yang lain. commit to user
75 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tahap verifikasi data yang bertingkat dari cabang sampai dengan pusat tidak akan berguna apabila tidak ada kerjasama dari semua pihak terutama dari pihak petugas. Petugas selaku pihak yang memiliki wewenang untuk memutus ataupun tidak terhadap aplikasi yang diajukan oleh nasabah, memiliki peran besar dalam kasus ini, disamping kejujuran nasabah dalam memberikan data diri. Terkadang beban akan target market yang besar dan harus tercapai, menjadi alasan dan faktor utama bagi petugas untuk turut serta mendukung berkembangnya pemalsuan data tersebut, hal inilah yang dimanfaatkan oleh nasabah utuk mendapatkan kartu kredit walaupun sebenarnya tidak layak untuk mendapatkan. Karena diawali dengan ketidakjujuran yang mencerminkan kurangnya tanggung jawab moral baik dari petugas ataupun nasabah, maka rasio terjadinya masalah dalam penggunaan sampai dengan pembayaran akan menjadi lebih besar karena kurangnya rasa tanggung jawab tersebut. Dalam pelaksanaannya, segala jenis penggunaan kartu kredit diawasi olek Assosiasi Kartu Kredit Indonesia ( AKKI ) yang juga bertindak dalam pelaksanaan Manajemen Resiko. Pemalsuan data dapat dijerat dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan Pasal 49 dengan ancaman diatas 5 tahun penjara. Guna mengantisipasi dan mengatasi masalah pemalsuan data tersebut maka yang dapat dilakukan antara lain : 1) Melakukan verifikasi data sesuai dengan prosedur BI 2) Melakukan analisis kelayakan calon debitur, dengan beberapa tahapan yaitu : a) Analisis credit sebagai penerapan dari manajemen resiko dalam pengelolaan bank maka harus dilakukan analisis atas setiap permohonan b) Character analisis character, yaitu analisis yang ditujukan untuk memperoleh keyakinan mengenai kemauan nasabah untuk membayar commitkewajiban to user
76 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c) Capacity – capacity, yaitu kemampuan debitur dalam membayar kewajiban d) Collateral – collateral, yaitu analisis mengenai aset calon debitur 3) Memberikan pendidikan moral spiritual kepada petugas agar terbebas dari keinginan untuk memperoleh keuntungan dengan cara memalsukan data nasabah. 4) Meningkatkan tekhnlogi dan pengamanan kartu kredit agar tidak dapat diduplikasi 5) Meningkatkan keksadaran petugas tentang etik rahasia bank serta rahasia nasabah. “sejauh ini, Bank BNI Syariah Surakarta belum menemui kasus pemalsuan data yang sudah menimbulkan kerugian bagi pihak Bank, apabila ada maka langkah yang akan kami ambil selaku pihak Bank adalah melaporkan kepada pihak kepolisian dan memperkarakan secara hukum yang berlaku. Untuk sampai saat ini, pemalsuan data yang terjadi masih sebatas manipulasi data identitas saja yang dapat kami ketahui lewat BI Checking, jika sudah demikian, maka langsung saja langkah yang kami ambil adalah menolak permohonan yang diajukan “(wawancara dengan Bp Mujiyono, kep bag Hasanah Card BNI Syariah Surakarta)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV PENUTUP A. KESIMPULAN Dari penulisan hukum tersebut, hasil dari pembahasan dari rumusan-rumusan masalah yang ditemui, maka dapat ditarik suatu simpulan, yaitu : 1. Dari pembiayaan hasanah card
yang diselenggarakan oleh Bank BNI
Syariah Surakarta, terdapat dua problematika hukum yang ditemui, yaitu adanya kredit macet dan pemalsuan data; 2. Di balik problematika hukum yang ada tersebut, hasanah card mempunyai keunggulan dibandingkan dengan kartu kredit konvensional, diantaranya adalah: a. tidak berlakunya sistem bunga berbunga seperti halnya dalam kartu kredit konvensional yang dapat sangat menjebak masyarakat; b. tidak adanya ketentuan bunga seperti halnya kartu kredit konvensional, yang ada yaitu biaya jasa (ujrah) yang apabila dihitung-hitung jauh lebih ekonomis bila dibandingkan dengan bunga pada kartu kredit konvensional. 3. Penyelesaian problematika hukum dalam pembiayaan hasanah card di Bank BNI Syariah Surakarta : a. Dalam hal pemalsuan data, kasus yang paling sering ditemui oleh pihak Bank BNI Syariah Surakarta adalah masih sejauh manipulasi data diri saja, dan langkah antisipasi yang diambil oleh Bank BNI Syariah Surakarta adalah dengan meningkatkan kemampuan analis yang meliputi : 1) Melakukan verifikasi data calon nasabah sesuai dengan prosedur BI. 2) Melakukan analis kelayakan calon debitur dengan cara : a) Analisis credit sebagai penerapan dari manajemen resiko dalam pengelolaan bank maka harus dilakukan analisis atas setiap permohonan
commit to user 77
78 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b) Character analisis character, yaitu analisis yang ditujukan untuk memperoleh keyakinan mengenai kemauan nasabah untuk membayar kewajiban c) Capacity – capacity, yaitu kemampuan debitur dalam membayar kewajiban d) Collateral – collateral, yaitu analisis mengenai aset calon debitur 3) Memberikan pendidikan moral spiritual kepada petugas agar terbebas dari keinginan untuk memperoleh keuntungan dengan cara memalsukan data nasabah. a) Meningkatkan tekhnlogi dan pengamanan kartu kredit agar tidak dapat diduplikasi. b) Meningkatkan kesadaran petugas tentang etik rahasia bank serta rahasia nasabah. b. Dalam hal kredit macet, penyelesaiannya dapat ditempuh dengan dua cara, yaitu secara prosedural dan secara penyelesaian sengketa. 1) Secara prosedural, langka langkah yang ditempuh adalah dengan melakukan penagihan secara langsung ataupun dengan cara mengirimkan surat peringatan dari pihak Bank. 2) Langkah secara prosedural yang berikutnya adalah dengan jalan rescedhuling, restructuring, dan reconditioning. Penyelesaian secara penyelesaian sengketa, secara garis besar dibagi dalam dua cara, yaitu secara litigasi dan non litigasi. 1) Untuk secara litigasi penyelesaiannya dapat dilakukan dengan menempuh cara melalui pengadilan negeri atau pengadilan agama. Tetapi berdasar pasal 49 huruf (i) Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006, karena dalam hal ini merupakan perselisihan ekonomi di bidang
perbankan
syariah,
maka
penyelesaiannya
melalui
pengadilan agama. 2) Secara non litigasi, upaya yang ditempuh untuk melakukan penyelesaian perselisihan macet adalah dengan jalan bantuan commitkredit to user
79 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
badan arbitrase dan atau melalui alternatif penyelesaian sengketa yang diharapkan akan maenghasilkan keputusan yang sama-sama menguntungkan bagi kedua belah pihak.
B. SARAN Saran yang dapat penulis berikan berdasarkan penulisan hukum ini adalah 1. Dalam memberikan pembiayaan melalui hasanah card pihak Bank BNI Syariah Surakarta lebih selektif dalam memilih calon debitur, hal itu dapat dilakukan dengan cara melakukan verifikasi data sesuai dengan prosedur yang ada, demi menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, paling tidak meminimalisir resiko-resiko yang ada. 2. Bank ikut memberikan edukasi kepada calon pemegang hasanah card mengenai urgensi dari hasanah card itu sediri, dengan demikian nasabah tidak merasa terlena dengan keuntungan keuntungan yang ditawarkan oleh Bank.
commit to user