PROBLEMATIKA DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Rabu, 10 April 2013 14:01
Â
PROBLEMATIKA DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
DI INDONESIA
Oleh
Delfina Gusman, SH, MH [1]
Abstract
the establishment of good legislation is influenced by several factors, the examples the principle of formation of Foundation and legislation, the preparation of national legislation, the preparation of program text academic research studies through a deep. Additionally affected by synchronisation and harmonisation of legislation. If these factors considered, the resulting legislation will be in accordance with the wishes of the community, so that the public do not feel oppressed and not to file a lawsuit to the Supreme Court and the Constitutional Court. All these factors have direct in Act No. 12 year 2011 about the formation of legislation.
Keywords : good legislation, problematic
A. PENDAHULUAN
1 / 22
PROBLEMATIKA DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Rabu, 10 April 2013 14:01
Dalam mewujudkan Indonesia sebagai negara hukum, maka negara berkewajiban melaksanakan pembangunan hukum nasional yang dilakukan secara terencana, terpadu dan berkelanjutan dalam sistem hukum nasional yang menjamin perlindungan hak dan kewajiban segenap rakyat Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. [2]
Pembangunan hukum di Indonesia sudah berlangsung cukup lama, yang mana sampai saat ini belum dilakukan evaluasi secara mendasar dan menyeluruh terhadap model hukum yang dibentuk sebagai sarana pembaharuan masyarakat dan menciptakan keadilan serta kepastian hukum. Akibatnya, hukum yang dihasilkan lebih banyak berjalan tidak efektif, karena hukum tersebut dirasa oleh masyarakat tidak mencerminkan aspirasi mereka.
Berbagai faktor memengaruhi produk hukum di Indonesia dianggap lebih bersifat represif ( menindas) dibandingkan responsif. Romli Artasasmita, berpendapat bahwa : [3]
bahwa proses legislasi dengan produk perundang-undangan bukanlah proses yang steril dari kepentingan politik karena ia merupakan proses politik. Bahkan implementasi perundang-undangan tersebut dikenal dengan sebutan “penegakan hukum†atau “la w enforcement â€, juga tidaklah selalu steril dari pengaruh politik.
Pengaruh politik dalam pembentukan hukum tampak jelas dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. Tiap tahapan pembentukan peraturan perundang-undangan tidak dapat terelakkan dari pengaruh politik, yang akhirnya berdampak pada substansi peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh pemerintah. Menurut Pasal 1 Angka 1 UU No.12 Tahun 2011, pembentukan peraturan perundang-undangan adalah :
Pembuatan peraturan perundang-undangan yang mencakup tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan dan pengundangan.
Peraturan Perundang-undangan merupakan bagian dari hukum dan memiliki nilai yang urgen bagi perkembangan sistem hukum Indonesia kedepannya. Adapun yang dimaksud dengan
2 / 22
PROBLEMATIKA DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Rabu, 10 April 2013 14:01
peraturan perundang-undangan adalah : [4]
Peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.
Berbagai jenis peraturan perundang-undangan di Indonesia yang terdapat dalam Pasal 7 UU No. 12 Tahun 2011, dalam praktiknya pembentukan peraturan perundang-undangan tersebut belum mencerminkan secara optimal landasan, asas dan proses pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik, sehingga produk peraturan perundang-undangan yang dihasilkan banyak memunculkan permasalahan kedepannya khususnya permasalahan penegakan hukum. Bahkan, tidak dapat dinafikan peraturan perundang-undangan yang telah disahkan dan diundangkan dimintakan pengujian kepada Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung, baik uji yang bersifat formil maupun uji yang bersifat materil.
Jenis peraturan perundang-undangan terdiri atas : [5]
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
c. Undang-Undang/ Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
d. Peraturan Pemerintah
e. Peraturan Presiden
f. Peraturan Daerah Provinsi
3 / 22
PROBLEMATIKA DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Rabu, 10 April 2013 14:01
g. Peraturan Daerah Kabupaten/ Kota
Â
Pada Pasal 8 UU No. 12 Tahun 2011, juga disebutkan bahwa :
Jenis peraturan perundang-undangan selain sebagaimana yang terdapat pada Pasal 7 ayat (1) mencakup peraturan yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, badan, lembaga atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan undang-undang atau pemerintah atas perintah undang-undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/ Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat.
Â
Dalam hal ini, pemerintah sebagai lembaga resmi yang diberi kewenangan oleh UUD 1945 untuk membentuk undang-undang harus jeli melihat permasalahan atau problematika pembentukan peraturan perundang-undangan yang berulang kali berada pada titik permasalahan yang sama. Bagaimanapun pemerintah memiliki tanggung jawab besar dalam melindungi hak asasi manusia umumnya, hak asasi warga negaranya secara khusus. Besar harapan warga negaranya untuk terciptanya rasa keadilan di tengah-tengah kehidupan berbangsa dan bernegara, sehingga masyarakat tunduk secara sukarela terhadap aturan yang dibuat oleh penguasa.
Justru, penundukan diri secara sukarela, jangan menjadikan penguasa untuk berbuat sewenang-wenang, terutama dalam hal membuat aturan yang mengatur warganya. Pemerintah yang dimaksud dalam hal ini adalah pemerintah dalam arti luas meliputi seluruh lembaga negara yang ada di Indonesia bukan hanya lembaga legislatif, eksekutif dan yudikatif, tetapi juga meliputi lembaga negara bantu ( auxiliary body ). Masing-masing lembaga negara dapat membentuk peraturan dan diakui sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan, sebagaimana
4 / 22
PROBLEMATIKA DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Rabu, 10 April 2013 14:01
jenis peraturan perundang-undangan tersebut telah diatur pada Pasal 7 ayat (1) dan Pasal 8 ayat (1) UU No. 12 Tahun 2011.
Problematika pembentukan peraturan perundang-undangan di Indonesia harus sesegera mungkin dievaluasi dan ditemukan solusinya oleh pemerintah, karena ketidakpercayaan masyarakat terhadap hukum semakin meningkat, sehingga ditakutkan akan terjadi perbuatan main hakim sendiri oleh masyarakat terhadap pelaku kejahatan, serta berakibat ketidaknyamanan lagi di tengah masyarakat.
Mochtar Kusumaatmadja, tampaknya juga bertanya dan pesimis terhadap hukum di Indonesia, karena tanda-tanda mulai tumbuhnya pengakuan dari pentingnya fungsi hukum pembangunan, menunjukkan bahwa kita tidak dapat menghindarkan kesan bahwa di tengah-tengah kesibukan tentang pembangunan ini terdapat suatu kelesuan (melaise) atau kekurangpercayaan akan hukum dan gunanya dalam masyarakat. Begitu Juga, Harkristuti Harkrisnowo juga merasa pilu tentang hukum di Indonesia. Harkristuti menyatakan bahwa di tengah suasana Indonesia yang masih mengalami berbagai cobaan besar sejak masa fin du siecle (akhir millenium) sampai kini, tidaklah mudah bagi saya untuk memaparkan kondisi hukum kita tanpa kepiluan yang merebak mendengar dan ratapan mereka yang terluka oleh hukum, dan kegeraman yang membahana pada mereka yang memanfaatkan hukum sebagai alat mencapai tujuan tanpa memakai hari nurani. [6]
Merujuk pada pendapat Muchtar Kusumaatmadja dan Harkristuti Harkrisnowo diatas, maka penulis perlunya ditemukan jawaban atas permasalahan kualitas produk peraturan perundang-undangan, apakah permasalahan terletak pada aturan yang mengatur pembentukan peraturan perundang-undangan atau ada faktor lain seperti sumber daya manusia atau legislator yang lemah. Pada tulisan ini, penulis akan memberi judul : PROBLEMATIKA DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA
B. PEMBAHASAN
Ada beberapa tolak ukur dalam menilai apakah peraturan perundang-undangan baik atau tidak. Tolak ukur atau indikator diperlukan untuk menemukan jawaban permasalahan dalam meningkatkan kualitas peraturan perundang-undangan. Menurut Zamrony, tolak ukur bagus tidaknya suatu produk hukum dapat dilihat dari beberapa aspek, antara lain: [7]
5 / 22
PROBLEMATIKA DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Rabu, 10 April 2013 14:01
1. partisipasi publik dalam proses legislasi
2. merepresentasikan kepentingan publik
3. tingkat efisiensi anggaran dan tingkat efisiensi waktu
4. dapat disesuaikan (harmonisasi dan sinkronisasi) dengan produk hukum di lain
sektor (lintas sektoral)
5. tidak mengandung cacat hukum
6. bertahan dalam jangka waktu yang lama karena tidak banyak digugat substansi
isinya
Â
Pendapat lain yang juga penulis kutip adalah pendapat Syahrul, menurutnya banyak hal yang terlupakan dalam menghasilkan sebuah produk hukum yang baik, yaitu : [8]
1. Azas Kepastian Hukum
Selama ini kita lihat bagaimana komentar masyarakat awam tentang hukum itu sendiri bahwa
6 / 22
PROBLEMATIKA DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Rabu, 10 April 2013 14:01
Hukum hanya diperuntukkan bagi mereka yang awam, sedangkan golongan tertentu dalam masyarakat dengan bebasnya mereka melanggar, bahkan mereka dapat memesan klausul-klausul tertentu untuk melindungi kepentingan mereka, artinya kepastian hukum itu hanya berlaku bagi mereka yang awam tentang hukum.
2. Azas Manfaat
Merujuk komentar pertama di atas, sebaliknya hukum itu hanya bermanfaat bagi mereka yang memiliki kepentingan dengan aturan yang akan diberlakukan.
3. Azas Keadilan
Adil bagi golongan tertentu, belum tentu adil bagi yang lain.
Berdasarkan beberapa komentar diatas, penulis mencoba mengelompokkan problematika pembentukan peraturan perundangan-undangan yang baik yang terjadi di Indonesia, mulai dari tahap perencanaan sampai dengan pengundangan, sebagai berikut :
1. Peraturan perundang-undangan bertentangan dengan landasan dan asas-asas peraturan perundang-undangan
2. Program legislasi nasional dan program legislasi daerah yang kurang fokus dan tidak berdasarkan kebutuhan hukum masyarakat
3. Kajian penelitian yang kurang memadai, dengan kata lain naskah akademik yang dibuat tidak dengan sungguh-sungguh, sehingga berpengaruh pada substansi peraturan perundang-undangan
7 / 22
PROBLEMATIKA DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Rabu, 10 April 2013 14:01
4. Peran serta masyarakat/partisipasi publik yang minim
5. Harmonisasi dan sinkronisasi peraturan perundang-undangan
Berdasarkan permasalahan di atas, maka penulis mencoba menguraikan kembali permasalahan tersebut lebih rinci, sehingga ditemukan jawaban atas permasalahan pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik.
1) Landasan, Asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dan Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan
Pengujian peraturan perundang-undangan yang diajukan ke Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi, kebanyakan terjadi karena alasan peraturan perundang-undangan tersebut tidak sesuai dengan landasan dan asas-asas peraturan perundang-undangan yang baik, begitu juga dengan materi muatan peraturan perundang-undangan yang bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi dan tidak mencerminkan nilai keadilan dalam masyarakat.
Menurut Bagir Manan, ada 3 (tiga) landasan dalam menyusun peraturan perundang-undangan, yaitu : landasan yuridis, landasan sosiologis dan landasan sosiologis. [9] Disamping itu menurut Jimly Asshiddiqie ada 5 (lima) landasan pembentukan peraturan perundang-undangan, yakni : [10]
a. Landasan filosofis
Undang-undang selalu mengandung norma-norma hukum yang diidealkan (ideal norms) oleh suatu masyarakat kearah mana cita-cita luhur kehidupan bermasyarakat bernegara hendak diarahkan
b. Landasan Sosiologis
8 / 22
PROBLEMATIKA DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Rabu, 10 April 2013 14:01
Setiap norma hukum yang dituangkan dalam undang-undang haruslah mencerminkan tuntutan kebutuhan masyarakat sendiri akan norma hukum yang sesuai dengan realitas kesadaran hukum masyarakat
c. Landasan Politis
Dalam konsiderans harus pula tergambar adanya sistem rujukan konstitusional menurut cita-cita dan norma dasar yang terkandung dalam UUD 1945 sebagai sumber kebijakan pokok atau sumber politik hukum yang melandasi pembentukan undang-undang yang bersangkutan
d. Landasan Yuridis
Dalam perumusan setiap undang-undang, landasan yuridis haruslah ditempatkan dalam konsiderans “ mengingatâ€
e. Landasan Administratif
Dasar ini bersifat fakultatif sesuai dengan kebutuhan, terdapat dalam konsiderans dengan kata “ memperhatikanâ€. Landasan ini berisi pencantuman rujukan dalam hal adanya perintah untuk mengatur secara administratif.
Asas-asas formil pembentukan peraturan perundang-undangan : [11]
a. Kejelasan tujuan
b. Kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat
9 / 22
PROBLEMATIKA DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Rabu, 10 April 2013 14:01
c. Kesesuaian antara jenis, hierarki dan materi muatan
d. Dapat dilaksanakan
e. Kedayagunaan dan kehasilgunaan
f. Kejelasan rumusan
g. Keterbukaan
Â
Sedangkan asas materi muatan peraturan perundang-undangan, sebagai berikut: [12]
a. Pengayoman
b. Kemanusiaan
c. Kebangsaan
d. Kekeluargaan
10 / 22
PROBLEMATIKA DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Rabu, 10 April 2013 14:01
e. Kenusantaraan
f. Bhinneka Tunggal Ika
g. Keadilan
h. Kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan
i. Ketertiban dan kepastian hukum
j. Keseimbangan, keserasian dan keselarasan
Â
Meskipun secara teori dan peraturan perundang-undangan telah mengatur secara tegas mengenai landasan dan asas peraturan perundang-undangan yang baik, namun tidak jarang kita temui adanya peraturan perundang-undangan yang bertentangan dengan asas peraturan perundang-undangan yang baik. Alhasil, bermunculan gugatan pengujian formil maupun materil terhadap peraturan perundang-undangan yang telah disahkan dan diundangkan oleh pemerintah.
2) Program Legislasi Nasional (Prolegnas) dan Program Legislasi Daerah ( Prolegda)
Pasal 1 angka 9 UU No.12 Tahun 2011, dibunyikan bahwa, Program legislasi nasional yang selanjutnya disebut prolegnas adalah :
11 / 22
PROBLEMATIKA DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Rabu, 10 April 2013 14:01
Instrumen perencanaan program pembentukan undang-undang yang disusun secara terencana, terpadu dan sistematis.
Pasal 1 angka 10, dinyatakan bahwa, Program legislasi daerah yang selanjutnya disebut prolegda adalah :
Instrumen perencanaan program pembentukan peraturan daerah provinsi atau peraturan daerah kabupaten/kota yang disusun secara terencana, terpadu dan sistematis
Dalam penyusunan prolegnas, harus didasarkan atas : [13]
a. Perintah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
b. Perintah Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
c. Perintah Undang-Undang lainnya
d. Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional
e. Rencana pembangunan jangka panjang nasional
f. Rencana pembangunan jangka menengah
g. Rencana Kerja Pemerintah dan Rencana Strategis DPR
12 / 22
PROBLEMATIKA DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Rabu, 10 April 2013 14:01
h. Aspirasi dan kebutuhan hukum masyarakat
Pada susunan daftar yang diprioritaskan dalam penyusunan prolegnas, menurut penulis yang sering menjadi permasalahan adalah prolegnas yang disusun tidak sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan hukum masyarakat, sehingga sering terjadi prolegnas tersebut lebih bersifat kuantitas (jumlah) bukan kualitas undang-undang. Namun, realitanya tidak dapat dipersalahkan sepenuhnya penyusun prolegnas dalam hal ini DPR dan Pemerintah, yang menjadikan kebutuhan hukum masyarakat prioritas terakhir, karena UU No. 12 Tahun 2011 sendiri menjadikan kebutuhan hukum masyarakat daftar prioritas terakhir.
Dalam keadaan tertentu, DPR atau Presiden dapat mengajukan Rancangan Undang-Undang diluar prolegnas, mencakup : [14]
a. Untuk mengatasi keadaan luar biasa, keadaan konflik atau bencana alam
b. Keadaan tertentu lainnya yang memastikan adanya urgensi nasional atas suatu rancangan undang-undang yang dapat disetujui bersama oleh alat kelengkapan DPR yang khusus menangani bidang legislasi dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum
Rumusan pasal diatas juga menimbulkan problematika dalam pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik, dimana tidak adanya penjelasan yang lebih lanjut dan tegas tentang keadaan tertentu yang dianggap urgensi nasional. Dengan kata lain, tidak ada indikator suatu keadaan dianggap kepentingan nasional. Akibatnya, para pembentuk undang-undang dapat saja menafsirkan pasal ini berdasarkan kepentingan tertentu dan padahal bukan merupakan kebutuhan hukum masyarakat.
3) Kajian Penelitian atau Naskah Akademik
Mengutip pendapat Zamrony sebelumnya, yang dijadikan tolak ukur baik atau tidaknya peraturan perundang-undangan, diantaranya : partisipasi publik dalam proses legislasi, merepr esentasikan kepentingan publik
13 / 22
PROBLEMATIKA DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Rabu, 10 April 2013 14:01
, dapat disesuaikan (harmonisasi dan sinkronisasi) dengan produk hukum di lain sektor (lintas sektoral) , bertahan dalam jangka waktu yang lama karena tidak banyak digugat substansiisinya. Maka untuk mencapai tolak ukur ini dapat dilakukan melalui naskah akademik.
Berdasarkan Pasal 1 Angka 11 UU No. 12 Tahun 2011, disebutkan bahwa naskah akademik, yaitu :
Naskah hasil penelitian atau pengkajian hukum dan hasil penelitian lainnya terhadap suatu masalah tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah mengenai pengaturan masalah tersebut dalam suatu Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Daerah Provinsi, Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/ Kota sebagai solusi terhadap permasalahan dan kebutuhan hukum masyarakat.
Yuliandri berpendapat, salah satu upaya pembentukan undang-undang berkelanjutan adalah perencanaan pembentukan merupakan langkah pertama yang dilakukan, salah satu kegiatan perencanaan tersebut adalah penyusunan naskah akademik. [15] Pada UU No. 10 Tahun 2004 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan, naskah akademik tidak merupakan suatu keharusan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. Namun, dengan digantinya UU No. 10 Tahun 2004 dengan UU No. 12 Tahun 2011, maka naskah akademik merupakan suatu keharusan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, kecuali dalam peraturan tertentu. Sebagaimana yang diatur pada Pasal 43 Ayat (3) :
Rancangan Undang-Undang yang berasal dari DPR, Presiden atau DPD harus disertai dengan Naskah Akademik
Ayat (4), berbunyi :
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak berlaku bagi Rancangan Undang-Undang mengenai :
14 / 22
PROBLEMATIKA DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Rabu, 10 April 2013 14:01
a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
b. Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Menjadi Undang-Undang
c. Pencabutan Undang-Undang atau Pencabutan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Â
Dengan adanya naskah akademik dari setiap rancangan undang-undang diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai hasil penelitian ilmiah yang akan mendasari RUU yang kelak akan diajukan dan dibahas di DPR. Naskah akademik memperlihatkan, bahwa suatu rancangan undang-undang tidak disusun karena kepentingan sesaat, kebutuhan yang mendadak atau bukan dari pemikiran yang mendalam. Melainkan dari penelitian yang mendalam dan perenungan yang matang. [16]
Naskah akademik memiliki nilai yang sangat penting, karena memuat : [17]
a. Tujuan dibuatnya rancangan undang-undang
b. Pembahasan yang akan diatur
c. Faktor berjalannya undang-undang
d. Rujukan
15 / 22
PROBLEMATIKA DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Rabu, 10 April 2013 14:01
Naskah akademik juga berperan sebagai alat kontrol dalam menentukan kualitas suatu produk hukum dan akan memberi arah kepada pemangku kepentingan dan perancang dalam mengambil kebijakan dan acuan untuk dapat menentukan apa yang akan diatur dan diterjemahkan kedalam kalimat hukum. Namun, praktiknya selama ini naskah akademik terkadang hanya dijadikan pesanan belaka dan syarat formil dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, sehingga naskah akademik yang dibuat tidak hasil kajian penelitian yang mendalam. Wajar sekiranya, rancangan undang-undang yang dibuat tidak maksimal sesuai dengan aspirasi masyarakat.
4) Partisipasi Publik/ Peran serta masyarakat
Berdasarkan Pasal 96 UU No. 12 Tahun 2011, masyarakat dapat memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, dimana masukan tersebut dapat dilakukan melalui :
a. Rapat dengar pendapat umum
b. Kunjungan kerja
c. Sosialisasi
d. Seminar, lokakarya dan diskusi
Melalui partisipasi publik diharapkan peraturan perundang-undangan akan memiliki kelebihan dalam hal efektifitas keberlakuan di dalam masyarakat. Selain itu, partisipasi juga memberikan legitimasi atau dukungan politik dari masyarakat terhadap pembentukan peraturan perundang-undangan. DPR sebagai lembaga yang memegang fungsi legislasi dituntut untuk membuka pintu yang seluas-luasnya bagi partisipasi masyarakat.
5) Harmonisasi dan Sinkronisasi Peraturan Perundang-undangan
16 / 22
PROBLEMATIKA DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Rabu, 10 April 2013 14:01
Salah satu yang dapat dijadikan tolak ukur baik atau tidaknya kualitas peraturan perundang-undangan adalah harmonisasi dan sinkronisasi pembentukan peraturan perundang-undangan. Menurut Moh. Hasan Wargakusumah, yang dimaksud dengan harmonisasi adalah : [18]
Harmonisasi dalam hukum adalah mencakup penyesuaian peraturan perundang-undangan, keputusan pemerintah, keputusan peningkatan kesatuan hukum, kepastian hukum, keadilan (justice), kesebandingan (equity), kegunaan dan kejelasan hukum, tanpa mengaburkan dan mengorbankan pluralisme hukum kalau memang dibutuhkan.
Harmonisasi memiliki fungsi untuk mencegah dan mengatasi terjadinya disharmonisasi hukum. Harmonisasi juga dapat menjamin proses pembentukan rancangan undang-undang yang taat asas demi kepastian hukum. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, dituliskan bahwa kata “sinkron†diartikan sebagai a. sesuatu yang terjadi atau berlaku pada waktu yang sama atau serentak; b. sejalan, sejajar, sesuai, atau selaras (dengan). Kata “sinkronisasi†diartikan sebagai a. perihal menyinkronkan, menyerentakkan, atau penyesuaian. [19] Sinkronisasi dan harmonisasi dalam pembentukan perundang-undangan harus pula memperhatikan pada latar belakang dan konsep berfikir, serta sistem yang mempengaruhi pembentukan peraturan perundang-undangan tersebut. Sebagai suatu contoh, apabila suatu peraturan perundang-undangan yang mempunyai latar belakang, dan konsep berfikir, serta dipengaruhi oleh sistem yang individualis, tentu akan sangat sukar diselaraskan dengan peraturan perundang-undangan yang lain yang mempunyai latar belakang, dan konsep berfikir, serta dipengaruhi oleh sistem kekeluargaan. [20]
Pengharmonisasian, pembulatan dan pemnatapan konsepsi rancangan undang-undang yang berasal dari DPR dikoordinasikan oleh alat kelengkapan DPR yang khusus menangani bidang legislasi. [21] Sedangkan apabila rancangan undang-undang berasal dari Presiden, maka pengharmonisasian, pembulatan dan pemantapan konsepsi rancangan undang-undang dikoordinasikan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum. [22] 1. PENUTUP
17 / 22
PROBLEMATIKA DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Rabu, 10 April 2013 14:01
Problematika peraturan perundang-undangan tidak pernah jauh dari ditolaknya peraturan perundang-undangan tersebut oleh masyarakat, karena dianggap tidak sesuai dengan aspirasi masyarakat, tidak ada kepastian hukum dan mencerminkan rasa keadilan. Sering terjadi, permintaan pengujian peraturan perundang-undangan ke Mahkamah Agung maupun Mahkamah Konstitusi dengan dalih pembentukan peraturan perundang-undangan tidak sesuai dengan aturan yang ada atau substansi dari peraturan perundang-undangan bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi dan melanggar hak asasi manusia.
Adapun faktor penyebab munculnya permasalahan tersebut adalah kurang mempedomani landasan dan asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik, kajian naskah akademik yang tidak mendalam, penyusunan prolegnas yang tidak sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan hukum masyarakat serta tidak adanya harmonisasi dan sinkronisasi peraturan perundang-undangan. Meskipun masih ada faktor lain, misal sumber daya manusia yang merancang undang-undang yang tidak profesional, kurangnya partisipasi publik dalam memberikan masukan baik secara lisan maupun tertulis dalam pembentukan peraturan perundang-undangan.
Saran penulis, masalah penolakan terhadap suatu peraturan perundang-undangan akan terus menjadi masalah yang klise untuk kedepannya, jika dalam pembentukan peraturan perundang-undangan tetap tidak berpedoman pada aturan yang telah ada. Selain itu, yang paling penting adalah menyamakan visi dan misi para pihak yang terkait dalam pembentukan peraturan perundang-undangan bahwa aturan yang dibuat untuk kepentingan bersama. Sumber daya manusia, khususnya para perancang peraturan harus ditingkatkan lagi, karena bagaimanapun SDM sangat berpengaruh pada kualitas produk hukum yang dihasilkan.
Â
Â
Â
DAFTAR PUSTAKA
18 / 22
PROBLEMATIKA DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Rabu, 10 April 2013 14:01
Bagir Manan, 1992, Dasar-Dasar Perundang-undangan di Indonesia, Jakarta
-----------------, 1987, Pembinaan Hukum Nasional, Universitas Andalas
Hikmahanto Juwana, 2006, Penyusunan Naskah Akademik Sebagai Prasyarat dalam Perencanaan Pembentukan RUU , Departemen Hukum dan HAM
Jimly Asshidiqie, 2000, Tata Urut Perundang-undangan dan Problema Peraturan Daerah, Jakarta, LP3HET
--------------------, 2006, Perihal Undang-Undang di Indonesia, Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI
Mahfud MD, 2006, Membangun Politik Hukum, Menegakkan Konstitusi, Jakarta, LP3ES
Maria Farida Indrati, 1998, Ilmu Perundang-undangan (Dasar-dasar dan Pembentukannya), Yogyakarta
Yuliandri, 2007, Asas-Asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Yang Baik Dalam Rangka Pembuatan Undang-Undang Berkelanjutan , Universitas Airlangga
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
19 / 22
PROBLEMATIKA DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Rabu, 10 April 2013 14:01
Â
Â
Â
Â
Â
Â
Â
Â
Staf pengajar fakultas Hukum Universitas Andalas, Email :
[email protected]
[2] Konsiderans huruf a Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
[3] Romli Atmasasmita, Moral dan Etika Pembangunan Hukum Nasional: Reorientasi Politik Perundang-undangan, Makalah disampaikan dalam Seminar
20 / 22
PROBLEMATIKA DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Rabu, 10 April 2013 14:01
Pembangunan Hukum Nasional VIII di Bali, 14-18 Juli 2003.
[4] Pasal 1 Angka 2 UU No. 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
[5] Ibid, Pasal 7 ayat (1)
[6] Romli Artasasmita, Op cit, Hal. 2
[7] Komentar Atas Artikel Maria Farida Indrati, 2007, Meningkatkan Kualitas Perundang-Undangan Di Indonesia. google.com, diakses 20 Juli 2012
www.
[8] Ibid
[9] Bagir Manan, 1992, Dasar-Dasar Perundang-undangan di Indonesia, Jakarta : Hal.14
[10] Jimly Asshiddiqie, 2006, Perihal Undang-Undang Di Indonesia, Sekretariat Jenderal MK, Hal.170-174
[11] Pasal 5 UU No.12 Tahun 2011
[12] Ibid, Pasal 6
[13] Ibid, Pasal 18
21 / 22
PROBLEMATIKA DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Rabu, 10 April 2013 14:01
[14] Ibid, Pasal 23 Ayat 2
[15] Yuliandri, 2007, Disertasi yang berjudul : Asas-Asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Yang Baik Dalam Rangka Pembuatan Undang-Undang Berkelanjutan , Program Pascasarjana, Universitas Airlangga, Surabaya, Hal. 165
[16] Ibid, Hal 170
[17] Ibid
[18] Dikutip dari disertasi Yuliandri, 2007, Op cit, Hal.206
[19] Maria Farida Indriati, Op cit
[20] Ibid
[21] Pasal 46 ayat (2) UU No. 12 Tahun 2011
[22] Ibid, Pasal 47 ayat (3)
22 / 22