PROBLEMATIKA PENYUSUNAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH (PROLEGDA) DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH (PERDA)
0leh: Eddy Asnawi Dosen Fakultas Hukum Universitas Lancang Kuning Pekanbaru. Alamat Kantor: Jl. Yos Sudarso Km 8 Rumbai Pekanbaru Email:
[email protected] Abstrak Kedudukan Prolegda mempunyai arti penting dan strategis dalam pembentukan Perda. Namun masih ditemui permasalahan, yakni belum adanya politic will dari penyusun Prolegda mengenai perlunya sinergi dalam setiap pembentukan Perda, seperti perencanaan secara terpola, sistematik, dan terpadu untuk jangka waktu tertentu. Jika tidak ada perencanaan yang matang maka ditemui banyak kelemahan dalam penyusunan pembentukan Perda. Di samping itu, seringkali pembahasan rancangan Perda karena adanya order maupun desakan dari pihak-pihak tertentu. Akibatnya, produk Perda kurang terintegrasi dengan bidang-bidang pembangunan di daerah, bahkan tidak jarang Perda tumpang tindih dan tidak sesuai dengan norma maupun asas pembentukannya. Timbulnya Perda bermasalah karena Perda tidak bisa dilaksanakan secara maksimal dan tidak memiliki kepekaan sosial. Oleh karena itu, seharusnya domain penyusunan Prolegda dalam pembentukan Perda bukan hanya menjadi milik DPRD dan Pemda, akan tetapi juga harus dibuka ruang publik dalam penyusunan Perda sebagai wujud dari partisipasi masyarakat dalam penyusunan Prolegda. Hal ini akan lebih memberikan harapan lahirnya Perda-Perda yang resposif dan aspiratif. Perencanaan yang baik dalam pembentukan Perda menjadi poin penting dalam menata sistem hukum dan produk hukum daerah secara menyeluruh dan terpadu sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari visi pembangunan daerah dan nasional. Abstract Position Prolegda of significant strategic importance in the formation of legislation. But still encountered problems, namely the lack of political will of the constituent politics Prolegda the need for synergy in any establishment legislation, such as planning a patterned, systematic, and integrated for a certain period. If there is no planning, it found many flaws in the preparation of the establishment of the law. In addition, often times the discussion of the draft law for the existence of order and pressure from certain parties. As a result, laws are less integrated product development fields in the area, not even a regulation rarely overlap and are not in accordance with the norms and principles of its formation. The emergence of legislation is problematic because regulations can not be implemented to the fullest and have no social sensitivity. Therefore, the preparation should Prolegda domain in the formation of legislation not only belong to parliament and government, but also have to be open public space in lawmaking as a form of public participation in the preparation of Prolegda. It would be more encouraging birth tions are responsive and aspirational. Good planning in the formation of legislation becomes an important point in managing the legal system and legal products area as a whole and integrated as an integral part of regional and national development vision.
KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH LOMBOK BARAT TERHADAP EKSISTENSI MASYARAKAT ADAT ISLAM WETU TELU BAYAN Oleh: M. Najamuddin Dosen Fakultas Syariah, IAIN Mataram, Nusa Tenggara Barat
Abstrak Islam Wetu Telu adalah orang Sasak Islam yang masih mempercayai dewa-dewa dan roh-roh dan sholat tiga waktu. Saat ini asumsi yang berkembang ialah Islam Wetu Telu merupakan ajaran Islam yang keliru dan dianggap syirik oleh kalangan Islam Wetu Lima. Kalangan agamawan dan birokrat menginginkan tindakan islamisasi (penyempurnaan ajaran Islam) melalui kebijakan Pemerintah Daerah setempat. Departemen Agama mendukung penuh Islamisasi di kalangan masyarakat adat Islam Wetu Telu Bayan. Di sisi lain, Pemerintah Daerah dan Departemen Pariwisata ingin melestarikan adat, tradisi dan budaya masyarakat adat Islam Wetu Telu Bayan. Kebijakan tersebut jelas menimbulkan konflik yang melibatkan pemimpin masyarakat Islam Wetu Telu dan pendakwah. Konflik yang paling serius ialah mengenai masalah tanah-tanah adat yang diambil alih oleh pemerintah untuk para transmigran dari kalangan Islam Wetu Lima. Pemerintah Daerah maupun masyarakat perlu memberi kesempatan kepada mayarakat adat Islam Wetu Telu untuk berbicara mengenai dirinya sendiri dan keinginanya atas kelangsungan adat dan keyakinannya ke depan. Abstract Islam Wetu Telu still believes gods and spirits and runs three daily prayers. Nowadays, the Wetu Telu considered as polytheism by Wetu Lima. Members of clergy and bureaucrats want islamisation measures through local government policies. The results showed that Lombok Barat government policy seems ambivalent. The Ministry of Religious Affairs supports Islamisation among indigenous people of Islam Wetu Telu. On other side, Local Government and Department of Tourism assumed that tradition and culture of Islam Wetu Telu part of the society and they like to preserve it. Conflict raised from this policy which is need to solve by the Government. The most significant problem concerning to ancestral lands. The Local Government needs to provide opportunities for Islam Wetu Telu and listen what they need for the continuity of their tradition in the future.
KEBIJAKAN PUBLIK SEBAGAI PILAR
KETATANEGARAAN YANG DEMOKRATIS Oleh : Bahrun Azmi Dosen Fakultas Hukum Universitas Lancang Kuning Pekanbaru, Alamat Rumah : Jln. Jambu No. 24-A, Kelurahan Tampan, Kecamatan Payung Sekaki-Pekanbaru (Riau) Email:
[email protected], HP: 081371380663
Abstrak Kebijakan publik adalah keputusan yang ditetapkan oleh pejabat administrasi negara dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan. Kebijakan publik dituangkan dalam bentuk peraturan agar dapat diberlakukan secara umum. Kebijakan publik merupakan instrumen penting dalam politik hukum suatu negara yang memiliki posisi strategis dalam kondisi yang mendesak untuk mengatasi permasalahan yang terjadi di masyarakat. Kebijakan publik berada dalam tiap tahapan artikulasi dan agregasi ide masyarakat, sebagai upaya menciptakan perubahan. Oleh karena itu, kebijakan publik memiliki arti penting sebagai instrumen hukum ketatanegaraan yang condition quanon. Abstract Public policy is a decision determined by administration officials to carry out the duties of government. Public policy be regulated in order to be generalized. Public policy is an important instrument in legal legal political of a country that is strategic position in the urgency to resolve the issues raised in the community. Public policy is in each stage of the
articulation and aggregation of ideas, in order to create change. Therefore, public policy has significance as an instrument of constitutional law quanon condition.
KEDUDUKAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG (PERPU) DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA Oleh: Delfina Gusman Staf pengajar Fakultas Hukum Universitas Andalas. Email :
[email protected]
Abstrak Kedudukan PERPU sama dan sejajar dengan undang-undang. Ketentuan ini dapat dilihat dalam Pasal 7 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Karena materi muatan Perpu sama dengan materi muatan undang-undang. Perpu adalah peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang yang dibuat dalam hal ikhwal kegentingan memaksa dalam suatu negara. Uji materiil Perpu bisa dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi, karena Perpu dianggap sebagai pengganti undang-undang yang bersifat sementara demi menghindari terjadinya kekosongan hukum dalam sebuah negara. Selain itu, tidak adanya kriteria yang jelas tentang keadaan bahaya maka dikhawatirkan Perpu akan melanggar hak-hak konstitusional warganegara. Abstract The position of PERPU is same and parallel with the act in article 7 Point in act number 12, 2011 about establishment or regulatory. Because the matery of PERPU same with the matery of act, PERPU is government regulation as replacement legislation which made for the purpose to calm crunch forcing in a state. The judicial review of PERPU can do constitutional court, because PERPU considered as replacement legislation of act which temporary to avoiding the law void in a state. Then, Because there is a no clearly criteria about dangerous condition, so there is a worried PERPU can destroyed the constitutional right of citizen.
KEDUDUKAN ANAK DI LUAR NIKAH SEBELUM DAN SETELAH PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 46/PUU-VIII/2010 Oleh: Herinawati Dosen Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh Lhokseumawe Alamat: Jl. Cot Sabong Gang Seroja N0.123 Lhokseumawe Email:
[email protected]
Abstrak Sebelum uji materil Pasal 43 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, anak yang dilahirkan di luar nikah hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibu dan keluarga ibunya. Setelah uji materil, berdasarkan Putusan MK No. 46/PUU-VII/2010 anak yang lahir di luar nikah mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dibuktikan dengan menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah. Putusan tersebut hanya memberikan pengakuan terhadap hubungan biologis antara anak dan kedua orang tua biologisnya serta hak keperdataan. Hubungan keperdataan anak yang lahir di luar perkawinan tidak memiliki hak wali atau hak waris, tetapi anak dengan hubungan keperdataan itu memiliki hak untuk menggugat, ganti rugi, perjanjian biaya pendidikan, dan sebagainya. Berbeda dengan hukum Islam, status anak di luar nikah tidak ada hubungan nasab anak dengan ayah biologisnya, tidak ada hak dan kewajiban antara anak dan ayah biologisnya, nafkah, waris, dan sebagainya. Jika anak tersebut perempuan ayah biologisnya tidak bisa menjadi wali nikah. Berdasarkan perbedaan tersebut Mahkamah Konstitusi, Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Agama perlu segera berkoordinasi dengan Majelis Ulama Indonesia dan organisasi masa Islam untuk merumuskan tata pelaksanaannya agar keputusan Mahmakah Konstitusi itu tidak berbenturan dengan hukum Islam. Abstract Before the judicial review of Article 43 paragraph (1) of Law No. 1 of 1974 on Marriage, children born out of wedlock has only civil relationship with her mother and her mother's family. Upon judicial review, based on the decision of the Constitutional Court No. 46/PUU-VII/2010, children born out of wedlock to have a civil relationship with her mother and her mother's family as well as with men as her father, evidenced by the use of science and technology, and/or other evidence under the law to have a blood relationship. The verdict only give recognition to the biological relationship between the child and both biological parents and civil rights. Civil relations of children born out of wedlock did not have the right guardian or inheritance rights, but civil relationship with the child has the right to sue for compensation, tuition agreements, and so on. In contrast to Islamic law, the status of illegitimacy no relationship with the child's biological father lineage, no rights and obligations between the child and her biological father, income, inheritance, and so on. If the child is female, the biological father can not be the guardian of marriage. Based on these differences, the Constitutional Court, the Ministry of Interior and the Ministry of Religious Affairs should immediately coordinate with the Indonesian Council of Ulemas and Islamic organizations to formulate implementation procedures that the Court's decision does not conflict with Islamic law.
PENGALIHAN SAHAM YANG DIBEBANI GADAI DALAM PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG PERKARA NO. 240PK/PDT/2006 Oleh: Yalid Dosen Fakultas Hukum Universitas Lancang Kuning. Alamat Jl. Yos Sudarso km 8 Rumbai Pekanbaru. Email:
[email protected]
Abstrak Pengalihan saham OM dan saham APT oleh PT BFI Finance Indonesia Tbk, telah menjadi isu yang menarik untuk didiskusikan dengan dikeluarkannya putusan Mahkamah Agung, yaitu putusan No 240PK/PDT/2006 antara PT Arya Teguharta terhadap PT BFI Finance Indonesia Tbk., dan putusan 115PK/PDT/2007 antara PT Ongko Multicorpora terhadap PT BFI Finance Indonesia Tbk., cs. Kedua kasus tersebut memiliki kesamaan, di mana latar belakang dengan perjanjian dasar yang sama dan perjanjian gadai dengan ketepatan yang sama dan setiap debitor belum melunasi utangnya. Hal ini menarik untuk dianalisis, karena Mahkamah Agung mengabulkan sebagian permohonan klaim APT, khususnya pengalihan saham dinyatakan sebagai perbuatan melawan hukum bahkan jika debitur belum melunasi utangnya. Abstract The case of transfer of shares of APT and stock pledge OM by PT BFI Finance Indonesia Tbk, became hot issue in 2005. Supreme Court issued two decisions, first, verdict No. 240PK/PDT/2006 between PT. Arya Teguharta vs. PT BFI Finance Indonesia Tbk., and second is verdict No. 115PK/PDT/2007 between PT Ongko Multicorpora vs. PT BFI Finance Indonesia Tbk. These two cases have in common, where the background with the same basic agreements and pledge agreements with the same promptness and each debtor has not paid off his debt. One case to attract the attention of authors to analyze, because the Supreme Court partially granted the claim APT, particularly the transfer of shares is expressed as a tort even if the debtor has not paid off his debt.
PERBEDAAN BAGIAN WARIS ANTARA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN MENURUT SISTEM WARIS ISLAM DALAM ASPEK KESETARAAN GENDER Oleh: Lutfan Muntaqo Dosen Fakultas Syari’ah/hukum Islam Universitas Sains Al-Quran (UNSIQ) Wonosobo, Jawa Tengah. Alamat: Program Pascasarjana Universitas Sains Al Quran (UNSIQ) Jl. Kalibeber Km 03 Mojotengah, Wonosobo, Jawa Tengah Email:
[email protected]
Abstrak Kesetaraan gender merupakan isu yang tidak pernah berhenti menjadi bahan diskusi. Sebagian muslim ada yang mempersoalkan pembagian warisan yang tidak memperlihatkan keadilan bagi perempuan karena bagian warisan laki-laki berbeda dengan wanita. Teori hudud yang dikemukakan oleh Syahrur merupakan pancingan kepada kaum muslim untuk bisa menafsirkan kembali ayat-ayat Al-Quran agar senantiasa sesuai dengan perkembangan zaman. Menjadi tugas para ahli hukum untuk melakukan penggalian dan penemuan hukum. Memang dalam penerapannya tidak sesederhana itu, perlu pemahaman dan keberanian para mujtahid, karena persoalan hukum yang timbul dalam masyarakat sangat kompleks. Abstract Gender equality is an issue that has never ceased to be a discussion. Some Muslims have challenged the inheritance that does not show justice for women as part of the legacy of men different from women. The theory put forward by Shahrur hudud is a provocation to the Muslims to be re-interpreted the verses of the Qur'an that they must conform with the times. The duty of lawyers to do the digging and legal discovery. It's not that simple in its application, it needs the understanding and the courage of the mujtahid, because of legal issues that arise in a complex society.
PENYELESAIAN KONFLIK SECARA DAMAI MENURUT SOSIOLOGI HUKUM Oleh: Mardalena Hanifah Dosen Fakultas Hukum Universitas Riau. Alamat: Jl. Thamrin III No. 4 Gobah, Pekanbaru. Email:
[email protected]
Abstrak Dalam hidup manusia tidak pernah terlepas dari hukum. Sebab hukumlah yang mengendalikan masyarakat dalam berbagai tindakannya. Sosiologi hukum merupakan pengontrol ketimpangan dalam berbagai kehidupan sosial masyarakat dan dipandang sebagai sarana komoditas penyelesaian konflik yang semuanya demi untuk mencari keadilan, walaupun hanya dengan penyelesaian secara damai. Wujud nyata sebuah konflik lahir dengan sendirinya apabila keadilan tidak menyentuh perasaan dalam masyarakat sehingga legalitas dan keadilan itu sendiri justru memicu timbulnya konflik. Karena itu dibutuhkan penyelesaian konflik yang bijaksana. Abstract In human life is never apart from the law. Because the law which control the public in a variety of actions. Sociology of law is controlling various social inequalities in society and is seen as a means of conflict resolution that all commodities in order to seek justice, even if only with a peaceful solution. Tangible manifestation of a conflict born by itself when justice does not touch the feelings in the community so that legality and justice itself triggers conflict. Because it takes a wise conflict resolution.
HAK NARAPIDANA DALAM SISTEM PEMASYARAKATAN DITINJAU DARI PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA Oleh: Fransiska Novita Eleanora Dosen Fakultas Hukum Universitas MPU Tantular Jakarta. Alamat: Perumahan Pamulang Estate Blok E.10 Nomor 1 Ciputat, Tangerang Selatan Email:
[email protected]
Abstrak Narapidana adalah orang yang sedang menjalani hukuman akibat tindak pidana yang dilakukannya. Berdasarkan putusan pengadilan, seseorang harus menjalani hukuman dipenjara. Namun dengan adanya sistem pemasyarakatan maka narapidana tetap dianggap sebagai manusia Indonesia seutuhnya, sehingga tetap diutamakan akan hak-haknya, dipulihkan, dibimbing, dan dibina yang nantinya kembali ke masyarakat dan tidak mengulangi lagi perbuatannya. Dilihat dari aspek hak asasi manusia, sistem pemasyarakatan merupakan perlindungan hukum terhadap hak-hak narapidana. Dengan sistem pemasyarakatan maka hak dari seorang narapidana tetap diutamakan dan menjadi perhatian khusus dari Pemerintah, masyarakat dan aparat penegak hukum. Abstract Prisoners are persons who undergoing punishment for committed crimes. According to the verdict, a criminal shall be sentenced in prison. However, the rights of the prisoners are protected by the correctional system, and keep them as human being as a whole. They are rehabilitated, guided, and nurtured which the aim is to make them back to community after the sentencing is finished. From the point of view of human rights, the correctional system was made to protect the rights of criminal, where the criminal remains a priority for the government within the criminal justice system.