KERANGKA ACUAN PENYUSUNAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH (PERDA) Tentang KOMPENSASI PEMBAYARAN JASA LINGKUNGAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) POWELUA KECAMATAN BANAWA TENGAH KABUPATEN DONGGALA
I. 1.1.
PENDAHULUAN
Latar Belakang Penelitian regulasi pembayaran jasa lingkungan yang telah dilakukan
pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Powelua merekomendasikan bahwa untuk menjaga
kesinambungan
ketersediaan
sumberdaya
air
bersama
pendukungnya, diperlukan instrument pengelolaan kawasan tersebut. Instrumen yang direkomendasikan adalah Peraturan Daerah tentang pengelolaan DAS dan kawasannya agar sumberdaya alam tersebut dapat berkelanjutan dan memberikan manfaat yang seimbang dan adil. Manfaat yang dimaksud adalah manfaat langsung yang harus dikompensasi terhadap komunitas masyarakat adat dan stakeholder lain yang melakukan aktivitas dan memiliki akses atas sumberdaya alam DAS Powelua. Instrumen yang direkomendasikan adalah peraturan daerah yang spesifik mengatur pengelolaan jasa lingkungan dan sumberdaya alam lainnya. Kaitannya dengan reformasi dan pelaksanaan otonomi daerah, yang diatur melalui Undang-undang No. 22 Tahun 1999 jo Undang-undang No. 32 Tahun 2004, memberikan kewenangan kepada Pemda untuk mengelola sumberdaya alam khususnya hutan sebagai sumber utama untuk dapat mempertahankan stabilisasi air dan unsure lain. Disamping memperoleh kewenangan yang baru, juga mempunyai kewajiban dan tanggung jawab dalam menggunakan kewenangannya. Salah satu tanggung jawab tersebut adalah memastikan Kerangka Acuan Penyusunan Rancangan PerDa Jasa Lingkungan
1
bahwa berbagai peraturan dan kebijakan yang dibuat konsisten dengan undang-undang dan kebijakan yang dikeluarkan pemerintah pusat. Dalam penyusunan peraturan daerah,Pemda bertanggung jawab atas terakomodirnya kepentingan masyarakat dan mengikuti prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik (good governance), merujuk kepada tiga pilar utama yaitu akses kepada informasi (transparansi), partisipaisi dan keadilan atau penegakan hukum (WRI, 2002 dalam Matlis 2004).
Perda yang akan
dibuat harus bisa mengatasi kenyataan-kenyataan di lapangan baik kondisi normative maupun factual. Misalnya di masa lalu ketidaktaatan terhadap berbagai peraturan terjadi di mana-mana, maka tidak realistis untuk mengharapkan perda yang baru akan dipatuhi dengan lebih baik. Karenanya untuk mendorong perilaku masyarakat dalam mematuhi peraturan, maka perda tersebut harus mencakup tindakan-tindakan alterternatif yang sifatnya sukarela, berbagai program insentif, dan pengakuan terhadap hukum adat. Pengelolaan sumberdaya alam berbasis masyarakat, termasuk masyarakat adat menerjemahkan
sudah saatnya dijadikan paradigm acuan dalam penghormatan
hak-hak
asasi
masyarakat
adat
dan
pelestarian lingkungan sebagai jawaban atas permasalahan selama ini terjadi. Kekayaan pengetahuan masyarakat adat dalam mengelola serta hidup dengan lingkungan secara bersahabat.
Tanpa ada perubahan yang paradigmatic,
dan pembenahan berbagai peraturan perundangan, kelembagaan dan program yang terkait maka amandemen UUD 1945 dan pengesahan TAP IX/MPR-RI/2001 hanyalah tirai asap lain atas impunity, pelanggaran HAM dan perusakan lingkungan yang sistematik. Dalam memahami hak-hak masyarakat atas sumberdaya alam, sangat diperlukan
telaah
mendalam
dan
bukan
sekadar
konsep
tentang
“kepemilikan”, tatkala kita memposisikan hak-hak atas property sebagai payung konsep yang melingkupi berbagai jenis hak, bentuk dan penggunaan dari sumberdaya (F. & K.von Benda-Beckmann dan Spiert 1996, dalam Akbar, Kerangka Acuan Penyusunan Rancangan PerDa Jasa Lingkungan
2
A.,Andang L. Binawan, Bernadinus Stenly, 2005)1
Hubungan social yang
terkait dengan dengan jenis-jenis hak menjadi sangat signifikan ; seperti halnya hak atas ova, tanah dan akses atas sumberdaya hutan.
Relasi
kekuasaan sangat penting karena hal ini dapat menentukan distribusi dan perwujudan hak-hak tersebut. Karena itu relasi hak atas sumberdaya alam akan tergantung pada konteks tertentu dan merupakan hasil dari lokalitas, sejarah, perubahan kondisi sumberdaya alam, ekologi, system bercocok tanam, relasi social, negosiasi dan perselisihan.
Hukum merupakan salah
satu sumber strategi yang digunakan individu dan kelompok untuk mendapatkan, membuat, dan melindungi hak-hak mereka. juga hak, akan terus berubah.
Hukum seperti
Proses untuk mendapatkan dan
mempertahankan hak sama pentingnya dengan aturan-aturan yang digunakan untuk menjustifikasi klaim (F & K. von Benda-Beckmann dan Sprietz, 1997 dalam Akbar, A., Andang L.B., dan B. Stenly, 2005).
1.2.
Tujuan Penyusunan rancangan Peraturan Daerah tentang jasa lingkungan DAS
Powelua merupakan rekomenasi dari hasil penelitian regulasi kompensasi pembayaran jasa lingkungan ; bertujuan untuk : 1. Menindaklanjuti rekomendasi penelitian regulasi pembayaran jasa lingkungan tahun 2008. 2. Mengakomodasi kepentingan para pihak (multi stakeholder) terhadap sumberdaya air minum PDAM dengan kawasan hulu DAS Powelua. 3. Menjaga kelestarian sumberdaya kawasan khususnya tutupan lahan yang berfungi mempertahankan stabilitas air baik dari aspek kuantitas maupun kualitasnya agar berkesinambungan.
1
Akbar, A., Andang L. Binawan, dan Bernadinus Stanly, 2005. Pluralisem Hukum. Sebuah Pendekatan Interdisiplin.Huma-Ford Foundation.
Kerangka Acuan Penyusunan Rancangan PerDa Jasa Lingkungan
3
4. Menyelesaikan permasalahan yang terjadi selama ini, antar produsen dan konsumen air dan pihak pengelola agar dapat menjalankan peran masing-masing untuk keberlanjutan sumberdaya alami di wilayah hulu DAS Powelua.
1.3.
Metode Rancangan peraturan daerah tentang jasa lingkungan akan dilakukan
dengan menggunakan pendekatan literature dan content analisis terhadap berbagai peraturan dan perundang-undangan. Untuk mendapatkan informasi yang factual, keterlibatan masyarakat merupakan salah satu prioritas utama. Pendekatan partisipatif untuk menggali informasi yang mendalam berbagai upaya dilakukan, seperti melakukan sosialisasi, diskusi/dialog. DAlam proses diskusi dimulai dengan metode brainstorming, Diskusi Kelompok Terfokus (FGD), wawancara semi terstruktur (WST), dan beberapa pendekatan yang menurut kondisi local dibutuhkan dan sesuai dengan budaya masyarakat setempat. 1.4.
Ruang Lingkup Lingkup yang akan dikaji dalam rancangan peraturan daerah ini
meliputi multi dimensional yang berkaitan langsung dengan kebutuhan masyarakat dan kepntingan para pihak dengan keberadaan sumberdaya alam hulu DAS Powelua Kecamatan Banawa Tengah.
II.
PRINSIP-PRINSIP PENYUSUNAN PERATURAN DAERAH (PERDA) Sebelum menyusun rancangan peraturan daerah (PERDA) baru
tentang pegelolaan kawasan hulu DAS Powelua dan jasa lingkungan, pemda harus benar-benar memahami wewenang dan tanggung jawabnya. Selain itu perlu ditelaah bahwa kerangka kerja hukum dan perundang-undangan dan Kerangka Acuan Penyusunan Rancangan PerDa Jasa Lingkungan
4
mempertimbangkan, apakah instrument yang disusun telah mengakomodasi kepentingan para pihak (stakeholders) atau menyelesaikan masalah atau hanya menimbulkan konflik yang berkepanjangan? Peraturan daerah semestinya dapat menyelesaikan permasalahan baik secara normative maupun factual, kondisi yang terjadi di lapangan. Dengan demikian proses penyusunan instrumen ini harus menggunakan pendekatan komprehenship, multi disiplin dan multi sektoral.
Pemda memiliki
kewenangan yang terkait dengan prinsip-prinsip tata kelola yang baik dan bertanggung jawab atau “good governance.” Good governance didefinisikan sebagai proses pengambilan kepeutusan yang melibatkan seluruh pihak yang berkepentingan.
Good governance memiliki beberapa ciri yang yang
seluruhnya menunjang proses pengambilan keputusan tersebut. Good governance bersifat partisipatif, berorientasi pada konsesnsus, bertanggung gugat, transparan, responsive, efektif dan efisien, adil, dan insklusif serta sesuai dengan p Penjelasan mengenai good governance Banyak dijumpai dalam berbagai pusataka.
Para pakar mengidentifikasi dan
mendalami prinsip-prinsip ini, seperti organisasi pangan sedunia atau Food and Agricultural Organisation (FAO) menetapkan enam prinsip
untuk
merancang sebuah peraturan daerah dan peundang-undangan (Matlis, 2004). Peraturan perundang-undangan yang baik harus : (a) menghindari agar tidak melampaui batas kewenangan legislatif yang ditentukan (b) menghindari persyaratan yang berlebihan untuk mendapatkan izin dan persetujuan, (c) meningkatkan
ketentuan-ketentuan
yang
bersifat
transparan
dan
bertanggung gugat, (d) meningkatkan peran LSM, (e) memastikan bahwa rancangan peraturan daerah bersifat partisipatif, (f) memastikan bahwa rancangan peraturan daerah tersebut mencakup mekanisme penegakannya secara langsung (Lindsay, 2002 dalam Matlis, 2004). Selanjutnya Lindsay menjelaskan, prinsip-prinsip tata kelola yang baik dan bertanggung jawab menurut definisi manapun memenuhi tiga unsure persyaratan Kerangka Acuan Penyusunan Rancangan PerDa Jasa Lingkungan
yang 5
diperlukan yaitu proses, substansi, dan keadilan (Gambar 1).
Proses,
berkaitan dengan mekanisme pembuatan peraturan dan perundangundangan---bagiaman cara perumusannya, dan bagaimana pelaksanaannya. Mekanimse-mekanisme ini meliputi aspek-aspek :
Transparansi,
Partisipasi,
Koordinasi,
Integrasi,
Tanggung gugat,
Penegakannya,
Kejelasan, dan
Kelangsungan anggarannya.
Substansi terkait dengan isi peraturan---apa yang diatur di dalamnya dan apa alasannya.
Sifat-sifat substansi ini meliputi kepastian hukum,
fleksibilitas administrative, validitas ilmiah, dan pertimbangan social, ekonomi dan budaya. Keadilan berkaitan dengan penerapan peraturan---siapa yang terkena peraturan dan bagaimana peraturan itu ditegakkan.
Penerapan
tentang keadilan meliputi akses terhadap keputusan pengadilan, proses pemeriksaan, dan dengar pendapat yang adil (Matlis, 2004).2 Dalam mempertimbangkan prinsip-prinsip tata kelola yang baik terdapat dua hal yang sangat penting yaitu : Pertama, prinsip tersebut bertujuan untuk menciptakan system hukum yang berkaitan langsung dengan masyarakat yang diaturnya---sistem hukum yang didasarkan atas kebutuhan, keinginan dan kemampuan masyarakat. Prinsip-prinsip ini tidak bias terlalu normative atau aspiratif karena jika demikian akan tidak realistis dan tidak bias dilaksanakan. Kedua, prinsip-prinsip ini didasarkan pada persyaratan bahwa mayarakat dilibatkan dalam penyusunan, pengenalan dan pemahaman
2
Matlis, J.M. 2004. Forest and Manajemen Program.
Kerangka Acuan Penyusunan Rancangan PerDa Jasa Lingkungan
6
system hukum mereka.
Tujuannya untuk meningkatkan pelaksanaan,
penataan dan penegakannya (Lindsay, 2000 dalam Matlis, 2004). Lebih lanjut dijelaskan bahwa peraturan tidak hanya mencerminkan kepemimpinan pemerintahan suatu Negara atau instansi, tetapi juga mencerminkan masyarakat secara umum.
Rekomenasi untuk memulai proses pembuatan
peraturan tidak hanya didasarkan kepada keyakinan bahwa masyarakat harus memiliki hak untuk dilibatkan, tetapi merupakan suatu pengakuan pragmatis bahwa tanpa keterlibatan masyarakat , suatu peraturan akan menjadi lemah dalam pelaksanaannya.
PROSES Transparansi Partisipasi koordinasi dan integrasi Tanggung Gugat, Kemampuan utk ditegakan, kejelasan, kelangsungan anggaran
Substansi :
Keadilan :
Kepastian hukum, fleksibilitas
Akses, pemeriksaan
admins, validitas ilmiah, pertimbangan kepraktisan, Ekonomi social budaya
Dan dengar pendapat yg adil
Gambar 1. Prinsip-prinsip merancang peraturan daerah
Prinsip tata kelola yang baik biasanya dilakukan dengan menggunakan bahasa yang jelas dan spesifik tentang bagaimana melaksanakan prinsipprinsip tersebut.
Beberapa prinsip tata kelola yang baik dan bagaimana
pelaksanaannya, dijelaskan sebagai berikut : 1. Transparansi. Kerangka Acuan Penyusunan Rancangan PerDa Jasa Lingkungan
7
Proses yang transparan membuka peluang yang seluas-luasnya bagi masyarakat untuk mendapatkan informasi mengenai peraturan daerah yang akan berdampak kepada mereka. Proses transparansi juga memungkinkan
bagi mereka untuk memantau pemerintah daerah
(Pemda) dan memastikan bahwa PERDA yang akan disusun sesuai dengan Undang-undang ; pengawasan terhadap kinerja para pihak. Transparansi mengharuskan masyarakat untuk mengetahui berbagai kejadian, keputusan-keputusan penting, dan kebijakan-kebijakan yang akan dibuat pemerintah daerah.
Agar masyarakat memperoleh
informasi, setiap langkah dalam proses penyusunan Perda harus diinformasikan kepada masyarakat. sekedar
menyebarluaskan
Transparansi bukan hanya
pengetahuan
dan
menyampaikan
pemberitahuan, tetapi memerlukan penjelasan dan diskusi. Diskusi sangat penting, tanpa diskusi masyarakat tidak memahami Perda yang sedang disusun, atau berbagai dampak peraturan perundang-undangan lainnya. 2. Partisipatif. Partisipasi masyarakat merupakan tahapan setelah penyebarluasan informasi. Setelah masyarakat memperoleh pemberitahuan tentang suatu masalah yang terkait dengan PERDA, bagaimana masyarakat tersebut Perda?
kemudian bias berpartisipasi dalam proses penyusunan Partisipasi memberikan peluang yang sangat besar kepada
masyarakat untuk dapat terlibat langsung, memiliki informasi yang cukup, dan lalu memahaminya, sehingga mereka dapat mengerti proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh pembuat kebijakan. Dala proses partisipapsi, Pemda akan mempeoleh informasi yang lebih baik dari masyarakat, sehingga timbul gagasan baru dan menambah pemahaman masyarakat secara menyeluruh terhadap Kerangka Acuan Penyusunan Rancangan PerDa Jasa Lingkungan
8
suatu masalah.
Partisipasi akan meyakinkan kepada kita untuk
menekan dan menghindari konflik dalam melaksanakan PERDA karena berbagai isu yang mungkin memicu konflik bias ditekan selama proses pengambilan keputusan (Ostrom, 1992 dalam Massawe, 2005).3 3. Koordinasi dan Integrasi Koordinasi dan integrasi berkaitan dengan hubungan timbale balik diantara instansi-instansi pemerintah, LSM, Swasta, Perguruan Tinggi dan masyarakat; agar Perda yang dibuat dapat mengenai sasaran yang lebih baik. Integrasi telah menjadi focus dalam pengelolaan hulu DAS Powelua dan kawasan-kawasan sub DAS
sebagai sumber air yang
masuk di Intake Bak PDAM Kabupaten Donggala. Komunikasi merupakan kunci utama dalam melakukan koordinasi dan integrsi.
Koordinasi akan melibatkan instansi-instansi terkat untuk
turut bekerjasama, dan memberikan peluang kepada instansi-instansi tersebut untuk berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan. Proses
integrasi
kemudian
akan
mengkoordinasikan
berbagai
kepentingan yang berbeda dan menggabungkannya secara harmonis. Dengan demikian, konflik dapat dikurangi, pengulangan lebih sedikit dan akhirnya tidak perlu membuat banyak peraturan daerah yang sifatnya sektoralis.
4. Tangung Gugat (Akuntabilitas)
Tanggung gugat merupakan prinsip yang banyak dikemukakan sebagai cirri tata kelola yang baik. Terdapat banyak tipe tanggung gugat, dan para ahli menggolongkannya tipe-tipe tersebut secara berbeda. Tangung gugat oleh para ahli hukum merupakan konsep yang rumit, 3
Massawe, D. 2005. Donor Eksternal dan Pengelolaan Hutan MGORI Berbasis Komunitas, Tanzania : Apa yang Terjadi Ketika Donor Pergi?.Pustaka Latin.
Kerangka Acuan Penyusunan Rancangan PerDa Jasa Lingkungan
9
dengan berbagai definisi yang berbeda dalam konteks yang berlainan sesuai dengan teori politik yang berbeda jika dipisahkan dari kondisi spesifik yang factual.
Tanggung gugat bias berarti demokrasi,
legitimasi, control, tanggapan dan berbagai cirri lain dari suatu bentuk pemerintahan atau struktur tata kelola yang ideal (Staughter, 2001 dalam Matlis, 2004). Tanggung gugat administrative memerlukan empat komponen yaitu (a) keputusan yang dibuat, (b) instansi tunggal yang berwenang-kepala instansi atau kepala pemerintahan-yang bertanggung jawab terhadap keputusan tersebut, (c) terdapat peluang untuk mengkaji keputusan tersebut, mempertimbangkan kembali, naik banding, (d) didasarkan pada penelaahan atau pertimbangan kembali, harus ada kemampuan untuk mengubah atau mencabut kembali keputusan tersebut. Pembahasan tentang bagaimana tanggung gugat bias diwujudkan terdapat dalam banyak referensi. Alternatif di bawah ini berusaha untuk memasukkan banyak aspek tanggung gugat, aspek-aspek horizontal, vertical, politik, organisasi dan legal. Pertama, berkaitan dengan standar pengkajian.
Disini terdapat banyak standar yang
digunakan untuk melakukan pengkajian terhadap suatu Perda. MIsalnya, apakah Perda itu tidak bertentangan dengan UNdang-undang yang berlaku, apakah sifatnya sewenang-wenang, mendadak atau dibuat tergesa-gesa, apakah telah didukung oleh fakta yang lebih dari cukup, dll.
Untuk tahap pertama dalam penyusunan Perda, harus
terdapat dua standar yang sangat sederhana, yaitu standar legalitas--yang membuktikan bahwa Perda tersebut telah sesuai dengan semua UNdang-Undang
yang
berlaku;
dan
standar
factual
---yang
menunjukkan bahwa pembuatan suatu Perda telah didukung oleh semua fakta yang layak dipertimbangkan (Matlis, 2004).
Kerangka Acuan Penyusunan Rancangan PerDa Jasa Lingkungan
10
5. Kejelasan Kejelasan adalah prasyarat agar Perda dipatuhi semua orang.
Jika
masyarakat mematuhi semua peraturan, selain peraturan itu harus diterima masyarakat, maka peraturan tersebut harus jelas dan bias dipahami.
Seidman, 2001; Botchway, 2001 dalam Matlis 2004
menjelaskan
bagaimanapun
patuhnya
masyarakat
apabila
peraturannya sendiri kurang jelas, maka tidak akan dapat dipatuhi ; adanya kejelasan membuat masyarakat mengetahui isinya dan memahami kewajiban yang harus dipenuhinya. Kejelasan dapat dilihat, bagaimana cara Perda itu disusun dan dipublikasikan. Dokumen legal sering ditulis dengan kata-kata dan istilah yang kurang dapat dipahami masyarakat umum dan sering bermakna ganda. Dan yang lebih sering terjadi adalah cara penulisan yang sulit dipahami oleh orang awam. 6. Validitas Ilmiah dan Berbagai Pertimbangan Sosial Ekonomi dan Budaya. Perda apapun yang berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya alam harus dibuat berdasarkan hasil temuan ilmiah, apabila diharapkan dapat membantu pengelolaan sumberdaya alam secara efektif dan lestari. Para ilmuan akan sependapat dengan penggunaan dasar-dasar ilmiah yang sesuai dengan pengelolaan yang berbasiskan ekosistem, pengelolaan adaptif, pemantauan dan evaluasi, dll. Secara universal perlu disepakati, jika upaya untuk melakukan konservasi sumberdaya alam ingin berhasil, maka aspek-aspek ekonomi, social dan budaya yang
di
sekitar
sumberdaya
tersebut
dan
masyarakat
yang
memanfaatkannya akan menjadi pertimbangan utama. 7. Keberlanjutan Sistem Anggaran Kerangka Acuan Penyusunan Rancangan PerDa Jasa Lingkungan
11
Sistem angaran yang berkelanjutan adalah jaminan tersedianya dana yang memadai untuk mengimplementasikan Perda. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 telah mengatur perimbangan alokasi dana anggaran yang berkaitan dengan sumberdaya alam (hutan) secara langsung untuk Pemda. Karena itu dana untuk melakukan beberapa pilihan alternative kegiatan baru telah tersedia 8. Kepastian Hukum Kepastian hukum pada hakekatnya merupakan inti masalah dalam tata kelola yang baik dan supremasi hukum. Kepastian hukum dibutuhkan sebagai bagian terpenting dari proses maupun substansi PERDA. Misalnya masyarakat perlu mengetahui bagaimana PERDA disusun. Perda-perda apa saja yang telah berlaku dan kapan, Perda mana yang menggantikan Perda lainnya, dll. Masyarakat juga perlu mengetahui bagaimana Perda tersebut dilaksanakan apa arti dan tujuannya, criteria mana yang megatur tindakan tertentu, dll. Perencanaan ekonomi, membutuhkan kepastian hukum, misalnya bagaimana membiayai kegiatan-kegiatan masyarakat yang berkaitan dengan
pengelolaan
dan
pelestarian
kawasan
dalam
upaya
mempertahankan volume dan debet air sungai. Pembiayaan-pebiayaan yang sifatnya rutin, seperti biaya pengolahan lahan usahatani yang intensif dan menetap dalam satu areal lahan dengan beragam komoditas. Keadilan social jga memerlukanadanya kepastian hukum, misalnya masyarakat yang sumberdayanya terbatas, tidak memiliki sarana untuk ikut mempengaruhi dan mengikuti perubahan system hukum. Adanya kepentingan tertentu dan politik yang mendorong perubahanperubahan legilasi dengan cepat dan tanpa memberikan peringatan kepada tujuan-tujuan mereka sendiri.
Suatu system hukum yang
Kerangka Acuan Penyusunan Rancangan PerDa Jasa Lingkungan
12
didasarkan pada kepastian tidak akan mudah dipengaruhi oleh dorongan perubahan seperti ini. Kepastian hukum harus seimbang dengan flrksibilitas ---peningkatan suatu kualitas tertentu akan mengorbankan kualitas lainnya.
Kepastian dalam Proses Penyusunan Perda. Alternatif 1. Dalam alternative ini mencatumkan masa berlakunya Perda. Alternatif tersebut mengharuskan sebbbuah Perda diberlakukan dalam batas waktu tertentu, atau jelas masa berlakunya.
Dengan
demikian akan menjadi jelas kapan sebuah Perda perlu diganti dan ditentukan jadwalnya untuk melakukan penggantian. Karena itu semua pihak yang berkepentingan akan mengetahui kapan sebuah Perda dipertimbangkan kembali untuk direvisi. Keuntungan diiibuatnya batas waktu adalah untuk memacu dilakukannyaaa perbaikan untuk meningkatkan kualitaaas Perda dari waktu ke waktu ; namun kerugiannya adalah menghabiskan waktu dan tenaga, karena proses legislative perlu diulangi secara berkala. Alternatif 2. Mencantumkan watu pengkajian dalam Perda. Untuk menentukan waktu pengkajian
hamper senada dengan penetapan
batas waktu di atas. Namun alternative tersebut dimaksudkan untuk tidak membiarkan sebuah Perda habis masa berlakunya tanpa ada pengkajian
;
alternative
tersebut
menghendaki
diberikannya
kesempatan untuk mengkaji sebuah Perda dan membuat rekomendasi perubahan. Kepastian dalam Implementasi Peraturan Daerah (PerDa). Alternatif 1. Membuat pesayaratan-persyaratan untuk melaksanakan kegiatan secara langsung yang disebut dalam PERDA.
Kerangka Acuan Penyusunan Rancangan PerDa Jasa Lingkungan
Kebanyakan
13
semua peraturan yang berlaku
di semua tingkat pemerintahan di
Indoensia hanya menyampaikan panduan criteria yang sangat umum, dan kemudian menyerahkan pelaksanaannya kepada eksekutif. Akibatnya, pelaksanaan peraturan menjadi tidak konsisten pada saat para pimpinan lembaga eksekutif diganti atau pada saat kebutuhan politik mereka berubah. Alternatif 2.
Membuat penjelasan yang lengkap untuk keputusan
administrative. Meskipun lembaga eksekutif membuat sebagian besar persyaratan melalui keputusan-keputusannya, masi memungkinkan di dalam Perda untuk menjelaskan bagaimana keputusan-keputusan tersebut sebaiknya dibuat. Alternatif 3. Menetapkan mata rantai wewenang untuk keputusankeputusan administrative. Kepastian hukum sering mengalami masamasa sulit hanya karena tidak ada yang tahu siapa yang bertanggung jawab untuk melaksanakan keputusan-keputusan dari sebuah Perda yang disusun.
Setiap Perda perlu mencantumkan peranan DPRD,
Bupati, dan Camat. Dalam hal ini Perda melibatkan masyarakat adat, maka para pemuka adat dan kelompok-kelompok adat juga perlu ditentukan peranannya. 9. Fleksibilitas Administratif Fleksibilitas diperlukan disaat melakukan pertimbsngsn khudud untuk mengatur sesuatu.
Pertimbangan tersebut bias digunakan oleh
instansi pemerintah baik secara positif maupun negative. Hal ini perlu dilakukan untuk sebuah Perda karena tidak ada satupun peraturan yang secara efektif dapat memperkirakan semua kejadian atau kenyataan yang perlu diselesaikan di lapangan (Botchway, 2001 dalam Matlis, 2004).
Kerangka Acuan Penyusunan Rancangan PerDa Jasa Lingkungan
14
Selanjutnya dijelaskan, pertimbangan yang terbatas bermanfaat untuk mencapai beberapa tujuan. Pertama, memungkinkan penerapan Perda yang lebih tepat, adil dan berlaku untuk semua kondisi individu. Penerapan Perda dengan cara yang sama untuk semua keadaan bisa berujung kepaa ketidakadilan dan tidak efisien. Kedua, mengurangi berbagai
kesenjangan
dalam
peraturan.
Perda
tidak
dapat
mengantisiasi setiap kejadian atau keadaan. Pertimbangan tersebut digunakan untuk menjalankan sebuah Perda dalam berbagai situasi berbeda dengan cara yang berbeda pula. efisiensi dalam system hukum.
Ketiga, Meningkatkan
Perda-perda yang suah ada perlu
diefektifkan untuk mengefisienkan waktu dan biaya, karena proses menerbitkan sebuah Perda bukan sesuatu yang mudah. III.
MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DAERAH KOMPENSASI PEMBAYARAN JASA LINGKUNGAN
TENTANG
3.1. Proses Umum Setelah memahami dan menelaah prinsip-prinsip dasar untuk membuat peraturan daerah, selanjutnya dikembangkan dalam kerngka kerja untuk penyusunan Perda.
Perumusan sebuah Perda dapat
dipandang sebagai upaya dan latihan memecahkan masalah, dan pemecahan masalah apapun, langkah pertama yang perlu dilakukan adalah mengidentifikasi dan menganalisis kemungkinan penyelesaiannya untuk mengatasi masalah tersebut. Dalam penyusunan Perda baru, The Organisation for Economic Coorperation and Development (OECD) mengajukan 10 pertanyaan yang harus dijawab oleh penyusun sebelum memutuskan menyusun Perda baru yaitu :
Kerangka Acuan Penyusunan Rancangan PerDa Jasa Lingkungan
15
1. Apakah permasalahannya telah didefiniskan dengan baik? 2. Apakah tindakan pemerintah (penyusun) dapat dijadikan dasar pembenaran? 3. Apakah penyusunan Perda merupakan tindakan terbaik yang dilakukan pemerintah? 4. Apakah tindakan tersebut ada dasar hukumnya? 5. Pada tingkat pemerintahan yang mana pada tindakan ini yang paling sesuai. 6. Apakah penyusunan Perda baru lebih besar manfaatnya dibandingkan biaya yang harus dikeluarkan untuk membuatnya? 7. Apakah Perda ini dampaknya secara transparan merata untuk seluruh pihak yang terkait. 8. Apakah Perda tersebut telah jelas, konsisten, dapat dipahami dan bisa diakses oleh semua pihak terkait? 9. Apakah
semua
pihak
yang
berkepentingan
mempunyai
kesempatan memberikan pandangan-pandangan mereka? 10. Bagaimana agar peraturan yang dibuat dapat dipatuhi dan tujuan penyusunan Perda dapat dicapai? Pertanyaan-pertanyaan tersebut harus dijawab dalam analisis lingkup dan kajian kebutuhan serta dibahas dalam laporan penelitian sebelumnya. Namun demikian, umumnya penyusunan Perda baru harus mencakup tujuh langkah yaitu : 1. Identifikasi masalah/pengkajian kebutuhan.
Identifikasi atau
pengkajian dimaksud upaya untuk merumuskan, menetapkan, dan menentukan prioritas masalah yang dihadapi dalam pengelolaan DAS/kawasan
hulu
yang
mempengaruhi
semua
pihak
berkepentingan. Banyak pihak yang berkepentingan dengan kawasan hulu, khususnya hutan ; akan menghadapi masalah yang berbeda,
Kerangka Acuan Penyusunan Rancangan PerDa Jasa Lingkungan
16
bergantung rambu-rambu yang disepakati bersama (keputusan bersama). 2. Identifikasi legalitas Perda. Analisis mengenai infrastruktur hukum dan kemampuan Pemda adalah langkah kedua dalam penyusunan Perda. Langkah tersebut meliputi iventarisasi peraturan hukum dan perundang-undangan
yang
sumberdaya manusianya.
ada,
dan
evaluasi
keterampilan
Kegiatan ini juga meliputi evaluasi
pelaksanaan dan penegakan hukum yang ada saat ini. 3. Persiapan laporan penelitian.
Laporan hasil penelitian tentang
regulasi pembayaran jasa lingkungan DAS Powelua merupakan acuan dasar dan memberikan arahan kepada para pengambila kebijakan khususnya tim penyusun Perda yang berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya alam.
Laporan penelitian ini menganalisis berbagai
kebutuhan dan berapa kerugian yang diderita oleh komunitas masyarakat hulu dan berapa manfaat yang diperoleh konsumen dan pengelola sumberdaya air DAS Powelua dan seberapa besar yang harus dikompensasi untuk kesejahteraan mereka dalam melakukan pengelolaan kawasan hulu DAS Powelua. 4. Merancang Perda. Proses pembuatan rancangan Perda memerlukan beberapa langkah berikut : (a) Terbentuknyatim kerja untuk menyusun rancangan Perda. Tim tersebut dipilih dari para pejabat Pemda, kalangan akademisi, LSM dan tokoh-tokoh mayarakat. Kelompok-kelompok berkepentingan, konsultan, swasta, penasehat, dapat memberikan komentar dan saran kepada tim kerja.
Tim
tersebut bekerja berdasarkan hasil dan rekomendasi penelitian regulasi pembayaran jasa lingkungan yang dilakukan tahun lalu oleh Tim Peneliti BAPEDALDA Kabupaten Donggala. 5. Kajian terhadap rancangan Perda oleh masyarakat. Proses konsultasi public ini dilakukan agar terjadi aliran informasi dua arah. Kerangka Acuan Penyusunan Rancangan PerDa Jasa Lingkungan
DPRD 17
harus
memberitahu
diusulkannya
masyarakat
tentang
peraturan
yang
dengan alas an-alasan, penilaian dan konsekwensi
aturan tersebut, dan saat yang sama masyarakat harus memberikan komentar. Kajian masyarakat dapat berlangsung beberapa tahap ; antara lain, penyebaran informasi tentang rancangan Perda ke desadesa dan masyarakat sasaran di wilayah
Kabupaten Donggala.
Kemudian dilanjutkan dengan pertemuan terbuka di masing-masing desa sasaran termauk konsumen pemakai air. 6. Perbaikan rancangan Perda.
Berdasarkan hasil kajian masyarakat,
rancangan Perda kemudian disesuaikan dengan kebutuhan dan beberapa masukan yang urgen (direvisi). Tim kerja perlu melakukan analisis berkaitan dengan komentar dan masukan dari masyarakat dan para pihak yang berkepentingan. 7. Pengesahan rancangan Perda. Rancangan Perda kemudian dibahas dan
dipertimbangkan
Donggala.
pengesahannya
oleh
DPRD
Kabupaten
Pengesahan merupakan langkah terakhir dalam
penyusunan Perda baru, tetapi juga sebagai langkah awal dalam menerapkan Perda baru.
Salah satu aspek penting agar Perda
berhasil diterapkan adalah perlunya masa transisi sebelum Perda tersebut diterapkan. Perda baru tidak harus berlaku segera setelah pengesahan,
harus ada tenggang waktu
untuk awal masa
berlakunya, sehingga kesempatan mempersiapkan segala sesuatunya memadai, termasuk kepedulian masyarakat atas persyaratanpersyaratan, peltihan dan pendidikan untuk instansi pelaksana dan para pengelola yang menjalankan Perda tersebut.
Kerangka Acuan Penyusunan Rancangan PerDa Jasa Lingkungan
18
3.2. Konsep Kerangka Kerja Peraturan Daerah (PerDa)
Dalam merancang peraturan daerah akan berbeda setiap keadaan, dan kerangka kerja Perda akan menyebutkan tujuan-tujuan dasar, berbagai prinsip, proses, dan standar untuk suatu bidang yang akan ditatakelolakan seperti
kompensasi pembayaran jasa lingkungan
suatu DAS kawasan hulu. Kerangka kerja ini akan meletakkan dasardasar mekanisme tata kelola yaitu menentukan agenda kegiatan, melakukan koordinasi,
membentuk berbagai kelembagaan yang
penting, memastikan penyediaan dana yang diperlukan, dan mungkin menangani beberapa elemen substansi dasar seperti pendidikan dan penyuluhan. Kerangka kerja dapat pula mengatur jalannya proses untuk memperoleh informasi dan penyebarluasannya (Andreen, 2000 dalam Matlis, 2004). Perda yang efektif akan mencapai beberapa sasaran : (a) menetapkan agenda pengelolaan sumberdaya alam termasuk tujuan, visi, dan prioritas kegiatan konservasi dan pengelolaan sumberdaya DAS kawasan hulu, (b) memberikan peran dan tangung jawab setiap institusi yang ikut serta dalam pengelolaan sumberdaya alam DAS hulu, (c) membuat daftar kebutuhan infromasi untuk berbagai inisiatif pengelolaan di masa mendatang, (d) menjain ketersediaan sumber dana untuk pengelolaan sumberdaya alam, (e) jika memungkinkan dan dapat dilaksanakan, membuat beberapa program dan kegiatan sebagai agenda pengelolaan.
Kerangka kerja
penyusunan Perda sebagai berikut :
Kerangka Acuan Penyusunan Rancangan PerDa Jasa Lingkungan
19
Kerangka Kerja Penyusunan PerDa
Proses
Institusi
Informasi
Pendanaan
Kerangka Kerja Pengambilan Keputusan
PerDa Jasa Lingkungan
Gambar 2. Kerangka kerja penyusunan Peraturan Daerah
IV.
SUMBER DANA Sumber dana yang digunakan dalam penyusunan PerDA Jasa
Lingkungan kawasan hulu DAS Powelua adalah bersumber dari Pendapatan ASli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) T.A 2009 dengan nilai nominal Rp. 41.600.000 (Empat Puluh Satu Juta Enam Ratus Ribu Rupiah).
V.
ORGANISASI PELAKSANA DAN TIM PENYUSUN Institusi penyusun rancangan peraturan daerah (RAPERDA) tentang
kompensasi pembayaran jasa lingkungan kawasan hulu DAS Powelua Kabupaten Donggala adalah Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (BAPEDALDA) Kabupaten Donggala, yang bertangung jawab secara kelembagaan. Institusi tersebut menghimpun sumberdaya dari berbagai komponen dan elemen yang meliputi kelompok akademisi dari Perguruan Tinggi, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Tokoh Masyarakat, Pejabat Kerangka Acuan Penyusunan Rancangan PerDa Jasa Lingkungan
20
Birokrasi dan kelompok komunitas masyarakat adat yang berkepentingan dan memiliki akses di wilayah DAS Powelua.
Komposisi tim penyusun
terlampir.
VI.
JADWAL PELAKSANAAN KEGIATAN Waktu Pelaksanaan (Bulan)
Uraian Kegiatan Penyusunan Kerangka Acuan Pertemuan Tim Penyusunan Raperda Jasa Lingkungan Pertemuan Lintas Sektor Sosialisasi Raperda Pembahasan dan Pengesahan Raperda VII.
1
2
3
4
5
6
X X
X X X
X X
X
X
X
X
X X
X
PENUTUP Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah (RAPERDA) tentang
kompensasi pembayaran jasa lingkungan DAS Powelua Kabupaten Donggala merupakan tindaklanjut hasil penelitian penyusunan regulasi pembayaran jasa lingkungan DAS Powelua Kabupaten Donggala, yang merekomendasikan perlu dibuat instrumen pengelolaan agar sumberdaya kawasan hulu DAS dapat berkelanjutan. Aspek yang sangat penting untuk diperhatikan dalam penyusunan instrumen berupa Raperda dalam pengelolaan hutan lestari adalah prinsipprinsip yang diguakan dan mekanisme pembuatannya. Kerangka acuan ini dimaksudkan untuk membantu dalam penyusunan dan penerapan prinsip-prinsip penyusunan yang sering bersifat abstrak. Dalam kaitannya dengan mekanise penyusunan, para anggota tim telah mengidentifikasi sejumlah langkah yang harus diambil dan pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab sebelum inisiatif pembuatan peraturan daerah dimulai. Kerangka Acuan Penyusunan Rancangan PerDa Jasa Lingkungan
21
DAFTAR PUSTAKA
Matlis, Jason M. 2004. Pedoman Umum Penyusunan Peraturan dan Perundangan-Undangan. CIFOR. Wollenberg, E., David Edmunds, Loutse Buck, Jeff Fox, dan Sonja Brodt. 2005. Pembelajaran Sosial dalam Pengelolaan Hutan Komunitas. CIFOR and The East West Center. Akbar, A., Ai Andang L. Binawan, dan Bernadinus Stenly. 2005. Pluralisme Hukum ; Sebuah Pendekatan Interdisiplin. Ford Foundation-Huma. Jakarta. Ihromi, T.O. 2003. Antropologi Hukum ; Sebuah Bunga Rampai. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.
i
Kerangka Acuan Penyusunan Rancangan PerDa Jasa Lingkungan
22