URGENSI PROGRAM LEGISLASI DAERAH DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DI KOTA MAKASSAR Muhammad Askari Utomo
ABSTRACT The local legislation program (Prolegda) is an important part in local regulation estabilishment. This program will be a guide for locale government and local representative to make a priority scale of locale legislation enactment. Without Prolegda, there are judicially problem in this program because there are no clarity about mechanism of local regulation and priority scale. ABSTRAK Program legislasi daerah (Prolegda) merupakan bagian penting dalam proses pembentukan Peraturan Daerah. Program ini akan menjadi pedoman bagi pemerintah lokal dan DPRD untuk membuat skala prioritas dalam pembentukan Perda. Tanpa Prolegda ada masalah secara hukum dalam program ini karena tidak ada kejelasan mekanisme penyusunan perda dan skala prioritas yang harus didahulukan Kata Kunci : Prolegda, Peraturan Daerah
PENDAHULUAN Peraturan daerah sebagai bagian dari proses legislasi daerah merupakan peraturan perundang-undangan dalam sistem hukum nasional yang dibentuk oleh Pemerintah Daerah dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah, tugas pembantuan dan menampung kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundangundangan yang lebih tinggi. Mengingat peranan Peraturan Daerah yang demikian penting dalam penyelenggaraan otonomi daerah, maka penyusunannya perlu diprogramkan, agar berbagai perangkat hukum yang diperlukan dalam rangka penyelenggarakan otonomi daerah dapat dibentuk secara sistematis, terarah dan terencana berdasarkan skala prioritas yang jelas. Peraturan Daerah harus direncanakan sebaik-baiknya. Hamzah Halim (2009) mengemukakan bahwa Perda yang baik dapat terwujud apabila didukung oleh standard dan metode yang tepat, sehingga memenuhi teknis pembentukan peraturan perundangundangan sebagaimana yang diatur di dalam Undang-Undang No.10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Lebih lanjut, Hamzah Halim mengemukakan Tahapan pembentukan Perda dimulai dengan Program Legislasi Daerah (Prolegda) yang bertujuan mendesain Perda secara berencana, bertahap, terarah dan terpadu. Melalui pembentukan Perda yang berencana, aspiratif dan berkualitas dalam membentuk Prolegda, maka dapat diharapkan Perda akan menjadi penggerak utama bagi perubahan mendasar yang diperlukan daerah (Djajaatmaja, 2006). Dasar hukum Prolegda tercantum dalam pasal 15 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 yang menentukan sebagai berikut:
1
•
Perencanaan Penyusunan Peraturan Daerah dilakukan dalam suatu Program Legislasi Daerah. • Prolegda dimaksudkan untuk menjaga agar produk peraturan perundang-undangan daerah tetap berada dalam kesatuan sistem hukum nasional. Prolegda adalah instrument perencanaan pembentukan Peraturan Daerah yang disusun secara berencana, terpadu dan sistematis. Mengapa Prolegda diperlukan? A.A. Oka Mahendra (2005) mengemukakan bahwa ada beberapa alasan obyektif mengapa Prolegda diperlukan dalam proses pembentukan Peraturan Daerah : 1. Memberikan gambaran obyektif tentang kondisi umum mengenai permasalahan pembentukan Peraturan Daerah; 2. Menetapkan skala prioritas penyusunan rancangan Peraturan Daerah untuk jangka panjang, menengah atau jangka pendek sebagai pedoman bersama dalam pembentukan Peraturan Daerah; 3. Menyelenggarakan sinergi antar lembaga yang berwenang membentuk Peraturan Daerah; 4. Mempercepat proses pembentukan Peraturan Daerah dengan memfokuskan kegiatan penyusunan Rancangan Peraturan Daerah menurut skala prioritas yang ditetapkan; 5. Menjadi sarana pengendali kegiatan pebentukan Peraturan Daerah. Sehubungan dengan urgensi penyusunan Prolegda tersebut lebih lanjut Usman (2006) menyebutkan, pertama, Prolegda diperlukan dalam perencanaan pembangunan secara keseluruhan (makro perencanaan). Kedua, Prolegda dapat mengurangi berbagai kelemahan dalam penyusunan Perda yang ditemukan selama ini. Berkenaan makro perencanaan, bahwa otonomi daerah memberikan kewenangan luas kepada daerah dalam penyelenggaraan pembangunan. Dalam pembangunan daerah yang dilaksanakan harus memiliki kerangka hukum yang memberikan arah serta legalitas kegiatan pembangunan yang dilakukan dalam bentuk Perda. Untuk memperoleh Perda yang berkualitas, pembentukan perda perlu dilakukan secara terencana, sistematis dan partisipatif. Pembentukan Perda merupakan bagian integral dalam pembangunan daerah perlu menyesuaikan dengan kerangka perencanaan pembangunan daerah. Pembangunan daerah dilakukan secara terencana dan sistematis terdiri dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJPD), Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) dan Rencana Kerja Pemerintah daerah (RKPD). Jika melihat kondisi yang ada di Kota Makassar sampai sekarang Prolegda belum terbentuk. Padahal, sudah seharusnya tahapan perencanaan pembentukan perda dimulai dengan Program Legislasi Daerah (Prolegda) yang bertujuan mendesain Perda secara terencana, bertahap, terarah dan terpadu. Daftar Raperda yang ada dalam Prolegda setiap tahun mencerminkan skala prioritas yang disusun oleh DPRD dan Pemerintah Daerah sampai dengan tahapan terakhir, yairu tahapan pengundangan dan penyebarluasan, suatu Raperda diharapkan akan menjadi perda yang mampu memenuhi unsur-unsur pembuatan perda yang baik, yaitu unsur filosofis, sosiologis dan yuridis.
2
PEMBAHASAN Secara sederhana (Usman,2006) mengemukakan tentang mekanisme penyusunan Prolegda tersebut dapat diilustrasikan dalam bentuk bagan sebagai berikut :
TATIB DPRD DPRD ( Panitia Legilasi)
BAHAN PROLEGDA
DRAFT PROLEGDA DPRD
MASUKAN DR MASYARAKAT SINKRONISASI DRAF PROLEGDA
Kebijakan Nasional PERATURAN LEBIH TINGGI
PEMDA (Karo/Kabag Hukum)
DAFTAR RAPERDA DARI SKPD
HARMONISASI, PEMBULATAN, PEMANTAPAN
PLENO DPRD / PENETAPAN PROLEGDA
DRAFT PROLEGDA PEMDA
KEPALA DAERAH
FORUM KONSULTASI SKPD, PT, ORMAS, ORPROFESI, dll
Dari gambaran di atas, ada beberapa prinsip yang perlu ada dalam proses penyusunan Prolegda, yaitu : 1. Keselarasan materi prolegda dengan perencanaan pembangunan daerah lainnya serta keselarasan dengan kebijakan nasional dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi; 2. Sinergis antar SKPD; 3. Partisipatif; 4. Keputusan bersama DPRD dan Pemerintah Daerah. Mencermati pembentukan peraturan daerah kota Makassar yang tanpa dibentuk tanpa adanya Prolegda, berkaitan dengan point 1 diatas (keselarasan Materi Perda dengan kebijakan nasional dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi) dapat dilihat bahwa terdapat banyak Perda Kota Makassar yang dibatalkan dengan alasan Peraturan
3
Daerah yang dibatalkan tersebut bertentangan / sudah diatur oleh Peraturan yang lebih tinggi, seperti dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Daftar Peraturan Daerah Kota Makassar Yang Dibatalkan Perda yang dibatalkan
Dibatalkan oleh Kepmendagri No. 26 Tahun 2004
Tentang
Perda No.3 Tahun 2002
Pengaturan dan Pemungutan Retribusi Usaha di Bidang Perdagangan Perda No.5 Tahun 2002 Pengaturan dan Pemungutan Retribusi Ketenagakerjaan Perda No.8 Tahun 2003 Penyertaan Modal Daerah Dalam Rangka Pembentukan PT. Jangkar Utama Perdana dan Penetapan Jalan Lingkar Tengah Sebagai Jalan Khusus serta Pengenaan Tarif Retribusi Jasa Usaha Di Kota Makassar Perda No.13 Tahun 2002 Pajak Parkir Perda No.14 Tahun 2002 Angkutan Jalan dan Retrubusi Perizinan Angkutan dalam Wilayah Kota Makassar Lampiran No. 3, 4, 6 dan 10 Pengaturan, Perlindungan dan Jasa Perda No.9 Tahun 2004 Pelayanan Ketenagakerjaan dalam Wilayah Kota Makassar Sumber : Website resmi Kepmendagri, http://www.depdagri.go.id
No. 53 Tahun 2004 No. 166 Tahun 2004
No. 20 Tahun 2006 67 Tahun 2006
284 Tahun 2009
Selain itu, tidak responsifnya Peraturan Daerah di Kota Makassar yang dibentuk tanpa adanya Prolegda dapat dilihat dari Perda yang di hasilkan selama periode 5 tahun (2004 s/d 2009), hal ini terlihat pada bagan dibawah ini : Klasifikasi Perda Kota Makassar Periode 2004-2009 Pelayanan Adm Umum Pemerintah UKM 2 1
2
1
5
2 1
Tata Ruang Sarana dan Prasarana Umum
1 41
Amanah UU Perencanaan dan Pengendalian Pembangunan Penanggulangan Masalah Sosial Pelayanan Dasar lainnya Penyelenggaraan Pendidikan
Sumber : Kopel Sulawesi, 2010
4
Dari bagan di atas kita dapat melihat bahwa dalam rentang lima tahun, dari 56 produk perda yang dihasilkan, 41 perda adalah tentang pelayanan administrasi umum pemerintahan yang berbicara tentang susunan organisasi dan tata kerja suatu dinas. Dari 41 perda tersebut, 4 perda berbicara tentang kedudukan protokoler dan keuangan pimpinan dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Makassar. Dari 15 perda selebihnya, 6 perda diantaranya adalah perda retribusi. Hanya 1 perda yang berbicara mengenai hak dasar yaitu perda tentang penyelenggaraan pendidikan, selebihnya adalah perda tentang penertiban umum, perda penertiban barang bekas layak pakai, perda zakat, perda pengawasan pengendalian pengedaran dan penjualan serta perijinan tempat penjualan minuman beralkohol, perda pengelolaan parkir, perda pengelolaan terminal penumpang, perda perubahan PD Terminal, dan perda pembinaan anjal, gelandangan, pengemis dan pengamen. Sementara untuk periode 2009-2014 daftar Ranperda Kota Makassar dapat dilihat pada tabel di bawah ini : Daftar Ranperda Kota Makassar Nama Ranperda
Usulan
Ruang Terbuka Hijau Fasum / Fasos Rumah Kost Tower Komunikasi Fasilitas Penyandang Cacat Persampahan / Revisi Perda No. 14 Tahun 1995 ttg Persampahan dan Kebersihan Perikanan / Revisi Perda Nomor 7 Tahun 1993 ttg Pengelolaan Pendaratan Ikan Revisi Perda No. 2 Tahun 2002 ttg Pengaturan dan Pemungutan Izin Usaha Kepariwisataan Revisi Perda No. 5 Tahun 2002 ttg Pengaturan Retribusi Ketenagakerjaan Revisi Perda No. 12 Tahun 2002 ttg Pajak Perhotelan Revisi Perda No. 6 Tahun 2002 ttg Pembinaan Bidang Informasi dan Komunikasi serta Pemungutan Retribusi Pemberian Izin Operasional Usaha Perfilman, Pameran, dan Percetakan/Grafika Revisi Perda No. 3 Tahun 2004 ttg Pajak Hiburan Revisi Perda No. 4 Tahun 1998 ttg Pajak Reklame Revisi Perda No. 13 Tahun 2002 ttg Pajak Parkir Revisi Perda No. 15 Tahun 1995 ttg Retribusi Penggunaan Tanah atau yang Dikuasai untuk Pemasangan Reklame Revisi Perda No. 11 Tahun 2002 ttg Pajak Restoran Sumber : Data Primer, 2010
5
Inisiatif DPRD Inisiatif DPRD Inisiatif DPRD Inisiatif DPRD Eksekutif / SKPD terkait Eksekutif / SKPD terkait Eksekutif / SKPD terkait Eksekutif / SKPD terkait Eksekutif / SKPD terkait Eksekutif / SKPD terkait
Tahap Pembahasan Rancangan Rancangan Rancangan Rancangan Pembahasan Rancangan Rancangan Rancangan Rancangan Rancangan
Eksekutif / SKPD terkait Eksekutif / SKPD terkait Eksekutif / SKPD terkait Eksekutif / SKPD terkait Eksekutif / SKPD terkait Eksekutif / SKPD terkait
Rancangan Rancangan Rancangan Rancangan
Rancangan
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat dari 16 rancangan Perda / rencana revisi Perda yang sudah ada, belum ada satupun yang disahkan menjadi Perda. Menginjak setahun periode jabatan anggota DPRD Kota Makassar belum melahirkan satu pun Perda. Ketiadaan Prolegda mencerminkan tidak ada skala prioritas yang diusung DPRD dan Pemerintah Kota Makassar dalam perencanaan pembentukan Perda. Faktor-faktor yang mempengaruhi : 1. Sumber Daya Manusia Kekurangan sumber daya manusia pada umumnya bukan disebabkan karena kurangnya jumlah/ kuantitas, akan tetapi kurang dari segi kualitas yang berkaitan dengan tugas yang berkaitan dengan bidang hukum. Kehadiran UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah merupakan faktor penyebab terjadinya perubahan sosial, ekonomi, budaya, dan politik yang meluas di daerah. Melalui kedua Undang-Undang tersebut Daerah otonomi telah dan akan diberi kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab, disertai dengan pemberian sumber-sumber keuangan yang cukup signifikan seimbang dengan kewenangannya. Pola yang digunakan adalah “uang mengikuti fungsi” (money follow function). Berdasarkan undang-undang tersebut serta berbagai peraturan pelaksanaan lainnya, akan ada konsentrasi pengambilan keputusan dan perputaran uang yang lebih besar di daerah otonom, terutama daerah kabupaten/ kota. Dengan kewenangan yang lebih luas, berarti daerah otonomi memiliki diskresi yang lebih besar untuk menentukan masa depannya sendiri berdasarkan kebutuhan dan kemampuan yang dimilikinya dalam ikatan NKRI. Dengan bertambahnya jumlah uang yang beredar di daerah, diharapkan akan dapat mempercepat proses pembangunan dan pemerataan hasil-hasilnya di daerah, apabila masyarakat setempat dapat memanfaatkan peluang yang ada. Apabila tidak, maka orang lain yang lebih siap akan memanfaatkan peluang tersebut. Perubahan sebagaimana dikemukakan di atas, juga akan menimbulkan berbagai konsekuensi, termasuk kemungkinan terjadinya gegar budaya (cultural shock) bagi masyarakat dan pemerintah daerah, berupa kegamangan, rasa tidak percaya diri ataupun perasaan ego kedaerahan yang berlebihan. Otonomi luas bagi daerah kabupaten/ kota akhirnya seperti pisau bermata ganda, disatu sisi dapat menjadi berkah, di sisi lain dapat menjadi bencana. Kunci utamanya terletak pada kualitas sumber daya manusia, yang dapat mengubah berbagai kelemahan menjadi kekuatan serta mengubah tantangan menjadi peluang. Untuk dapat menangkap berbagai peluang yang telah terbuka di depan mata, upaya utama yang harus di lakukan oleh masyarakat dan pemerintah daerah adalah membangun SDM yang berkualitas. Diketahui bahwa kualitas SDM terkait pembentukan peraturan daerah melalui program legislasi daerah. masih belum maksimal, sehingga sumber daya manusia yang menjadi penopang hanyalah akademisi, yang dalam hal ini sebagai pembuat naskah akademik rancangan peraturan daerah. Padahal, sebagaimana yang termaktub dalam Penjelasan UU No.10 Tahun 2004 disebutkan bahwa “Untuk menunjang pembentukan peraturan perundangundangan, diperlukan peran tenaga perancang peraturan perundang-undangan sebagai tenaga fungsional yang berkualitas dan yang mempunyai tugas menyiapkan, mengolah, dan merumuskan rancangan peraturan perundang-undangan”. Lebih lanjut, Pasal 2 Peraturan Presiden (Perpres) No. 37 Tahun 2006 tentang Tunjangan Jabatan Fungsional Perancang Peraturan Perundang-undangan menyebutkan bahwa Kepada Pegawai Negeri Sipil yang diangkat dan ditugaskan secara penuh dalam Jabatan Fungsional Perancang Peraturan Perundang-undangan, diberikan tunjangan Perancang Peraturan Perundang-undangan setiap bulan. Masalahnya, eksistensi
6
tenaga perancang Perda yang tidak lain adalah staf Bagian Hukum tersebut pada dasarnya tidak sesuai dengan Pasal 2 Perpres No. 37 Tahun 2006. Berdasarkan Pasal 2 tersebut seharusnya mereka secara khusus dan penuh waktu diangkat oleh Walikota Makassar untuk menduduki jabatan fungsional sebagai tenaga perancang Perda. Faktanya, yang disebut dengan legal drafter oleh Bagian Hukum tersebut tidak lain adalah para staf Bagian Hukum yang selama ini terlibat dalam penyusunan Raperda. Jadi, tenaga perancang Perda tersebut bukanlah tenaga perancang fungsional sebagaimana yang diatur oleh Perpres No. 37 Tahun 2006. Sementara jika ditinjau dari sisi kemampuan anggota DPRD Makassar, banyak pihak yang meragukan kemampuan SDM anggota dewan dalam menyusun Rancangan Peraturan Daerah. Harus diakui, keterwakilan masyarakat yang tercermin pada anggota dewan yang terpilih bukan karena factor SDM semata, melainkan karena pengaruh yang ditunjang dengan kemampuan financial dan modal yang dimiliki. Karena itu masyarakat tidak dapat berharap banyak terhadap kemampuan anggota dewan, khususnya dalam kemampuannya menyusun Rancangan Peraturan Daerah. Anggota DPRD memang tidak dipersiapkan secara matang dalam merancang peraturan daerah, keterwakilan anggota DPRD lebih banyak memenuhi persyaratan politis saja dan mengesampingkan persyaratan formal intelektual dan pemerintahan. Susunan Badan Legislasi Daerah DPRD Kota Makassar (Berdasarkan Keputusan DPRD Kota Makassar No:27/DPRD/XI/2009 Tanggal 11 Nopember 2009) No
NAMA
UNSUR
KEDUDUKAN
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
RAHMAN PINA, SIP. I R W A N, ST. YUSUF GUNCO, SH,MH RAFIUDDIN KASUDE NURYANTO G LIWANG,S.Sos IMRAN MANGKONA, SH. Drs. ABD RAUF RAHMAN H. HASANUDDIN LEO, SE,MSi Drs. AMAL BUSTHANUL Ir. STEFANUS SWARDY HIONG N U R M I A T I, SE. Hj. NURAENI MA’MUR,SH,MH
Fraksi Partai Golkar Fraksi PKS Fraksi Partai Golkar Fraksi Partai Golkar Fraksi Partai Demokrat Fraksi Partai Demokrat Fraksi PAN Fraksi PDK Fraksi Makassar Bersatu Fraksi Makassar Bersatu Fraksi Persatuan Nurani Sekretaris DPRD Kota Makassar
Ketua Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Sekretaris Bukan Anggota
Sumber : Sekwan DPRD Kota Makassar Dari tabel diatas dapat dilihat dari 12 orang anggota DPRD yang duduk dalam Badan Legislasi DPRD Kota Makassar hanya 3 orang (termasuk Sekretaris DPRD yang merupakan sekretaris bukan anggota yang mempunyai latar belakang pendidikan dibidang hukum). Bahkan ada anggota DPRD yang hanya berlatar belakang pendidikan SLTA. Seyogyanya untuk mengimbangi kemampuan SDM kalangan eksekutif, sudah seharusnya semua anggota dewan memiliki tingkat pendidikan formal S1, karena sesuai dengan fungsi yang dimiliki anggota dewan yang meliputi legislasi, pengawasan dan anggaran, latar belakang pendidikan SLTA tidak memadai. Supaya Prolegda yang disusun betul-betul dapat mewujudkan Peraturan Daerah yang responsif perlu direkomendasikan kepada pihak Eksekutif dan
7
2.
Legislatif mendapatkan Diklat Penyusunan dan Perancangan Perundang-undangan (Suncang). Sarana dan Prasarana Dalam pelaksanaan pembentukan Peraturan Daerah juga dipengaruhi sarana dan prasarana yang perlukan guna menunjang terbentuknya Peraturan Daerah. Salah satu sarana yang menunjang adalah ketersediaan dana dalam menyusun rancangan Peraturan Daerah. Bagian Hukum Pemerintah Kota Makassar mengemukakan bahwa pihaknya mengalami kendala dalam membentuk Prolegda karena Anggaran Pembentukan Perda berada di SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) masing-masing. Sebagai contoh, untuk Penyusunan Perda Pajak dan Retribusi anggarannya ada di Dispenda, untuk penyusunan Perda Retribusi Angkutan anggarannya ada di Dinas Perhubungan dll.) Jadi kurangnya koordinasi dengan Bagian Hukum Kantor Walikota Makassar menyulitkan penyusunan Prolegda. Selain itu, dalam proses pembentukan Prolegda yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat diperlukan data dan informasi yang sebanyak-banyaknya yang berkaitan dengan materi yang yang akan diatur. DPRD tidak boleh hanya mengandalkan informasi yang disampaikan secara langsung maupun tidak langsung ke gedung DPRD. Disamping itu anggota DPRD juga kurang aktif dalam mencari dan menggali data dan informasi kepada masyarakat. Metode analisis terhadap data dan informasi yang diserap juga tidak ada sehingga banyak anggota DPRD dalam menjalankan tugas dan fungsinya hanya mengandalkan suara hati saja dalam menghadapi suatu permasalahan. Data dan informasi yang dimiliki oleh anggota DPRD Kota Makassar belum cukup banyak tersedia bila dibandingkan akses terhadap data dan informasi di era globalisasi, informasi dan teknologi. Ketersediaan data dan informasi yang cukup banyak di temukan di dunia maya (cyber space) sekarang ini menuntut orang yang akan mengaksesnya mengenal teknologi informasi yang juga berkembang sangat pesat. Untuk mengetahui informasi tersebut sangat erat kaitannya dengan tingkat kemampuan yang dimiliki orang tersebut, baik yang diperoleh melalui pendidikan formal maupun non formal. Di era teknologi dan informasi serta globalisasi sekarang ini, ketersediaan data dan informasi mutlak dibutuhkan agar dalam pengambilan keputusan dalam kebijakan dapat lebih optimal. Untuk itu dalam melihat suatu permasalahan yang dihadapi masyarakat, DPRD mutlak membutuhkan data dan informasi yang lengkap sehingga permasalahan tersebut dapat tergambar secara utuh dan penyelesaiannya juga dapat dilakukan secara komprehensif. Faktor data dan informasi meliputi aspek ketersediaan dan aksebilitas, kualitas, validasi dan pemanfaatannya. Data dan informasi yang dimaksud disini adalah data dan informasi yang terkait dengan penetapan suatu kebijakan disamping aspirasi masyarakat yang diserap. Walaupun pendapat diatas tidak menyebutkan kelemahan dari ketersediaan data dan informasi, namun yang umum dalam penetapan kebijakan sangat terkait dengan masalah waktu. Pada beberapa permasalahan yang urgent dan memerlukan pemecahan yang cepat sangat diperlukan keberadaan suatu sistem penyediaan informasi secara cepat agar keuntungan sebagaimana disebutkan diatas dapat tercapai. Jadi keberadaan suatu sistem informasi berbasis teknologi informasi mutlak dibutuhkan. Sebagai contoh, sampai saat ini DPRD Kota Makassar tidak mempunyai website sendiri, hanya menumpang pada website resmi Pemkot Makassar. Padahal sebenarnya dengan ketersediaan webside dapat dapat berfungsi juga sebagai layanan
8
kotak pos online sebagai sarana menampung aspirasi masyarakat yang efektif. Dengan demikian penyerapan aspirasi masyarakat dapat berlangsung secara cepat dan efektif, karena memangkas panjangnya mekanisme penyerapan aspirasi masyarakat sebagai ide utama kebijakan. Dalam penyerapan aspirasi, DPRD jangan hanya cenderung memanfaatkan data dan informasi yang dimiliki oleh Pemerintah Kota. Karena kondisi ini hanya akan menyebabkan informasi sebagai input yang dibutuhkan dalam penentuan kebijakan sangat minim. Dalam hal ini DPRD tidak memiliki sumber informasi yang jelas sebagai pembanding bagi informasi yang dimiliki eksekutif. Kondisi ini tentu mempengaruhi output berupa Peraturan Daerah yang dihasilkan. PENUTUP KESIMPULAN 1. Keberadaan Program Legislasi Daerah sangat penting dalam penyusunan Peraturan Daerah, karena akan mendukung harmonisasi perundang-undangan dan efektifnya pelaksanaan peraturan daerah. Di Kota Makassar, Program Legislasi Daerah belum dibentuk, sehingga masih terdapat peraturan daerah yang tidak selaras atau bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan yang lebih tinggi. Hal ini berdampak pada masih adanya perda-perda yang tidak responsif. 2. Faktor sumber daya manusia sangat mempengaruhi pembentukan Prolegda, begitu pula faktor sarana dan prasarana, terutama ketersediaan data dan informasi. SDM perancang peraturan daerah akan mempengaruhi kualitas peraturan daerah yang dihasilkan. Untuk dapat menghasilkan Perda yang responsif dibutuhkan kualitas SDM dari perancang Perda serta ditunjang dengan sarana dan prasarana yang memadai. SARAN 1. Agar pembentukan Peraturan Daerah dapat berjalan dengan baik serta menghasilkan peraturan daerah yang responsif, sejatinya pihak DPRD Kota Makassar/Bagian Hukum Pemkot Makassar, segera membuat Program Legislasi Daerah. 2. Faktor sumber daya manusia dan faktor sarana dan prasarana yang telah jelas menghambat pembentukan peraturan daerah harus segera diatasi. Faktor sumber daya manusia dapat diatasi melalui perekrutan sumber daya manusia yang berkualitas, yang memiliki pendidikan yang memadai sehingga dapat mendukung pembuatan perda yang responsif, melalui eksistensi Program Legislasi Daerah. Yang tentu saja tidak hanya berorientasi pada kuantitas aparatur. 3. Sampai saat ini masih belum terdapat peraturan perundang-undangan yang proporsiona untuk dapat dijadikan acuan dalam penyusunan Prolegda. Karena Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 169 Tahun 2004 tentang Pedoman Penyusunan Program Legislasi Daerah ini lahir sebelum lahirnya UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-udangan, sehingga secara substantif materi muatannya banyak yang tidak sesuai dengan undangundang tersebut. Oleh karena itu segera direvisi. Untuk mengisi kekosongan hukum sebaiknya Permerintah Daerah perlu berinisiatif untuk membentuk peraturan tentang tatacara penyusunan dan pengelolaan Prolegda dalam bentuk Peraturan Kepala Daerah dan Tata Tertib DPRD dengan bepedoman pada UU No. 10 Tahun 2004.
9
DAFTAR PUSTAKA A.A. Oka Mahendra, Mekanisme Penyusunan dan Pengelolaan Program Legislasi Daerah, makalah pada Temu Konsultasi Penyusunan Program Legislasi Daerah, diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Hukum dan HAM RI, Bali 13-15 September 2005 Hamzah Halim dan Kemal Redindo Syahrul Putera, 2009, Cara praktis menyusun dan merancang Peraturan Daerah, Kencana Predana Media Group, Jakarta Usman, 2006. Program Legislasi Daerah. Makalah disampaikan pada Bintek Penyusunan Produk Hukum Daerah, diselenggarakan oleh Biro Organisasi dan Hukum Pemerintah Provinsi Jambi, 27 Desember 2006 Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Undang-undang No.10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Undang-undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Undang-undang No.12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Undang-undang No.27 Tahun 2009 Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 169 Tahun 2004 tentang Pedoman Penyusunan Program Legislasi Daerah Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 16 Tahun 2006 tentang Prosedur Penyusunan Produk Hukum Daerah
http://makassarkota.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=1753&Itemid =75&date=2009-01-01 (Arsip Berita tanggal 01 Januari 2009, Diakses tanggal 02 Februari 2010) http://makassarterkini.com/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=341 (Arsip Berita tanggal 07 Juli 2008, Diakses tanggal 02 Februari 2010)
10