PROBLEMATIKA DALAM PEMBELAJARAN BERBICARA DI KELAS VIII-2 SMP LABORATORIUM UNDIKSHA SINGARAJA
Ni Made Yuliani Warlina, I Wayan Wendra, I Wayan Rasna Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia e-mail:
[email protected],
[email protected],
[email protected]
Abstrak Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian deskriptif kualitatif yang bertujuan untuk mengetahui (1) problematika guru dalam pembelajaran berbicara di kelas VIII-2 SMP Laboratorium Undiksha Singaraja dan (2) problematika siswa dalam pembelajaran berbicara di kelas VIII-2 SMP Laboratorium Undiksha Singaraja. Subjek penelitian ini adalah guru bahasa Indonesia yang mengajar di kelas VIII-2 SMP Laboratorium Undiksha Singaraja dan siswa di kelas VIII-2 SMP Laboratorium Undiksha Singaraja. Objek penelitian ini adalah problematika guru dalam pembelajaran berbicara dan problematika siswa dalam pembelajaran berbicara. Metode pengumpulan data yang digunakan, yaitu metode observasi, dokumentasi, dan wawancara. Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah, lembar observasi, kartu data, dan wawancara tidak terstruktur. Data dianalisis dengan menggunakan model analisis deskriptif kualitatif melalui tiga tahapan, yaitu reduksi data, penyajian data, dan penyimpulan. Hasil penelitian ini adalah (1) problematika guru dalam pembelajaran berbicara didapat dari tiga komponen, yaitu perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Problematika dalam perencanaan pembelajaran berbicara, yaitu terletak pada rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) pada komponen Standar Kompetensi, Indikator Pembelajaran, Tujuan Pembelajaran, Kegiatan Pembelajaran, dan Media dan Sumber Belajar. Problematika dalam pelaksanaan pembelajaran berbicara yaitu pada kegiatan awal guru memberikan apersepsi yang kurang bervariasi. Pada kegiatan inti, guru tidak menggunakan media sebagai alat bantu dalam pelaksanaan pembelajaran dan pada kegiatan akhir guru tidak melakukan evaluasi langsung setelah pembelajaran berakhir. Problematika dalam evaluasi pembelajaran berbicara, yaitu guru tidak melakukan evaluasi langsung setelah pelaksanaan pembelajaran berakhir seperti yang sudah ada dalam rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). (2) Problematika siswa dalam pembelajaran berbicara mencakup satu aspek, yaitu faktor-faktor penyebab problematika siswa dalam pembelajaran berbicara. Faktor-faktor penyebab problematika siswa dalam pembelajaran berbicara terdiri atas dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal terdiri dari (a) penguasaan tekanan, nada, jeda, intonasi, dan ritme, (b) pemilihan kata dan ungkapan yang baik, (c) rasa malu, (d) rasa takut, dan (e) rasa kurang percaya diri. Faktor eksternal terdiri dari (a) suara atau bunyi dan (b) media.
Kata kunci: problematika, pembelajaran, berbicara
Abstract This study used descriptive qualitative research approach that aimed at find out (1) teacher’s problematic in speaking learning at class VIII-2 of SMP Laboratorium Undiksha Singaraja and (2) student’s problematic in speaking learning at class VIII-2 of SMP Laboratorium Undiksha Singaraja. Subject of this study were Indonesian’s teacher who taught at class VIII-2 of SMP Laboratorium Undiksha Singaraja and students at class VIII-2 of SMP Laboratorium Undiksha Singaraja. Object in this study were teacher’s problematic in speaking learning and student’s problematic in speaking learning. Data collection method that used were, i.e. the method of observation, documentation, and interviews. The instrument used in
1
this study were observation sheet, data card, and unstructured interviews. Data was analyzed by using descriptive qualitative analysis model through three steps, i.e. data reduction, data display, and conclusion. The results of this study were (1) teacher’s problematic in speaking learning was be obtained from three components, i.e. planning, implementation, and evaluation. Problematic in speaking learning planning, i.e. was set up in the lesson plan (RPP) at competence standard, learning indicator, learning purpose, learning activity, and also media and learn source. Problematic in speaking learning implementation was at first activity teacher gave apperception that not have variation enough. At contents activity, teacher was not using media as auxiliary instrument in learning implementation and at end activity teacher was not doing evaluation immediately after learning become extinct. Problematic in speaking learning evaluation was teacher was not doing evaluation immediately after learning become extinct such as there is the lesson plan (RPP) already. (2) Student’s problematic in speaking learning included an aspect was cause of student’s problematic in speaking learning factors. Cause of student’s problematic in speaking learning factors comprise of two factors, i.e. internal factor and external factor. Internal factor consisting of (a) pressure governance, pitch, juncture, intonation, and rhythm, (b) word selection and good idiom, (c) embarrassed feeling, (d) be afraid feeling, and (e) not selfreliant enough feeling. External factor consisting of (a) voice or sound and (b) media.
Key Words: problematic, learning, speaking
PENDAHULUAN Kehidupan manusia tidak dapat lepas dari kegiatan berbahasa. Bahasa merupakan sarana untuk berkomunikasi antarmanusia. Bahasa sebagai alat komunikasi ini, dalam rangka memenuhi sifat manusia sebagai makhluk sosial yang perlu berinteraksi dengan sesama manusia. Bahasa dianggap sebagai alat yang paling sempurna dan mampu membawakan pikiran dan perasaan baik mengenai hal-hal yang bersifat kongkrit maupun yang bersifat abstrak (Effendi, 1985: 5). Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi manusia dituntut untuk mempunyai kemampuan berbahasa yang baik. Seseorang yang mempunyai kemampuan berbahasa yang memadai akan lebih mudah menyerap dan menyampaikan informasi baik secara lisan maupun tulisan. Keterampilan berbahasa terdiri dari empat aspek, yaitu menyimak atau mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Siswa harus menguasai keempat aspek tersebut agar terampil berbahasa. Dengan demikian, pembelajaran keterampilan berbahasa di sekolah tidak hanya menekankan pada teori, tetapi siswa dituntut untuk mampu menggunakan bahasa sebagaimana fungsinya, yaitu sebagai alat untuk berkomunikasi.
Djiwandono (1996: 68) berpendapat bahwa berbicara merupakan kegiatan berbahasa yang aktif dari seorang pemakai bahasa yang menuntut prakarsa nyata dalam penggunaan bahasa untuk mengungkapkan diri secara lisan. Pentingnya keterampilan berbicara dalam komunikasi juga diungkapkan oleh Supriyadi (2005:178) bahwa apabila seseorang memiliki keterampilan berbicara yang baik, dia akan memperoleh keuntungan sosial maupun profesional. Keuntungan sosial berkaitan dengan kegiatan interaksi sosial antarindividu sedangkan keuntungan profesional diperoleh sewaktu menggunakan bahasa untuk membuat pertanyaan-pertanyaan, menyampaikan fakta-fakta dan pengetahuan, menjelaskan, dan mendeskripsikan. Keterampilan berbahasa lisan tersebut memudahkan siswa berkomunikasi dan mengungkapkan ide atau gagasan kepada orang lain. Salah satu aspek berbahasa yang harus dikuasai oleh siswa adalah berbicara sebab keterampilan berbicara menunjang keterampilan lainnya (Tarigan, 1986: 86). Pembelajaran berbicara merupakan suatu proses yang melibatkan tiga komponen, yaitu perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Ketiga komponen tersebut berinteraksi dalam
2
suatu sistem. Oleh sebab itu, ketiga komponen tersebut saling berkaitan secara langsung maupun tidak langsung. Tentang hal itu, Djiwandono (1996: 3) mengungkapkan bahwa tiga komponen tersebut mempunyai hubungan langsung dalam bentuk sebab akibat dan hubungan tidak langsung dalam bentuk umpan balik. Pada intinya, hakikat pembelajaran berbicara adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling memengaruhi sehingga siswa mampu menyampaikan gagasan secara lisan atau kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan yang dapat dipadukan dengan aspek pengetahuan (kosakata, frase, kalimat) atau dengan pemahaman (menyimak dan membaca) sehingga tujuan pembelajaran akan tercapai. Pencapaian tujuan pembelajaran merupakan landasan diselenggarakannya kegiatan pembelajaran. Tujuan yang dirumuskan secara terperinci dan jelas memudahkan guru untuk merencanakan dan melaksanakan pembelajaran, serta memudahkan pengevaluasian ketercapaian tujuan pembelajaran. Oleh karena itu, interaksi antar komponen pembelajaran mengarah pada usaha mencapai tujuan pembelajaran. Untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan, guru harus bisa melakukan tiga komponen tersebut yaitu perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, serta evaluasi pembelajaran. Akan tetapi, meskipun pencanangan kualitas pembelajaran telah dilakukan, namun masalah pembelajaran atau bisa disebut problematika dalam pembelajaran selalu ada. Apakah itu dari segi perencanaan, pelaksanaan ataupun evaluasi dalam pembelajaran. Pembelajaran keterampilan berbicara tampaknya masih jauh dari tujuan yang telah ditargetkan oleh guru. Guru dituntut untuk meningkatkan profesionalismenya dalam pembelajaran keterampilan
berbicara. Guru memiliki kewajiban untuk menyusun perencanaan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, dan melakukan evaluasi pembelajaran agar tujuan pembelajaran dapat tercapai secara optimal dengan efektif dan efisien. Problematika atau masalah yang dihadapi guru dalam pembelajaran berbicara berkaitan dengan ketiga komponen tersebut. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dijabarkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan belajar peserta didik dalam upaya mencapai KD. Setiap guru pada satuan pendidikan berkewajiban menyusun RPP secara lengkap dan sistematis agar pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. RPP disusun untuk setiap KD yang dapat dilaksanakan dalam satu kali pertemuan atau lebih. Guru merancang penggalan RPP untuk setiap pertemuan yang disesuaikan dengan penjadwalan di satuan pendidikan (Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 41 Tahun 2007). Ely (dalam Indriani, 2010: 2) mengatakan bahwa perencanaan itu pada dasarnya adalah suatu proses dan cara berpikir yang dapat membantu menciptakan hasil yang diharapkan. Pendapat di atas menggambarkan bahwa suatu perencanaan diawali dengan adanya target atau Ely mengistilahkan dengan kata “hasil” yang harus dicapai. Selanjutnya, berdasarkan penetapan target tersebut dipikirkan begaimana cara mencapainya. Dengan demikian, perencanaan berkaitan dengan penentuan apa yang akan dilakukan. Perencanaan mendahului pelaksanaan, mengingat perencanaan merupakan suatu proses untuk menentukan ke mana harus pergi dan mengidentifikasikan persyaratan yang diperlukan dengan cara yang paling efektif dan efesien (Harjanto, 2006: 2). Akan
3
tetapi, dalam kenyataannya di sekolah, perencanaan pembelajaran berbicara tidak semudah apa yang teori tersebut katakan. Guru perlu menyusun perencanaan yang tepat untuk sebuah ketercapaian tujuan pembelajaran. Di sinilah adanya problematika dalam perencanaan pembelajaran berbicara. Problematika tersebut bisa berupa ketidakmampuan guru dalam membuat perencanaan pembelajaran yang tepat. Ada guru yang membuat RPP masih meniru rekannya sehingga dalam pelaksanaan proses belajar mengajar pada tahap tertentu masih ditemui kejanggalan. Pada tahap kegiatan inti, materi terlalu meluas bahkan materi pokok ada yang belum sesuai dengan tujuan yang sudah disampaikan pada siswa. Penggunaan metode mengajar ada yang tidak sesuai dengan metode yang sudah ditulis pada rencana pelaksanaan pembelajaran. Pembelajaran mempunyai pengertian yang mirip dengan pengajaran tetapi sebenarnya mempunyai konotasi yang berbeda. Dalam konteks pendidikan, guru mengajar agar siswa dapat belajar dan menguasai isi pelajaran hingga mencapai sesuatu objektif yang ditentukan (aspek kognitif), juga dapat memengaruhi perubahan sikap (aspek afektif), serta keterampilan (aspek psikomotor) seorang peserta didik. Namun proses pengajaran ini memberi kesan hanya sebagai pekerjaan satu pihak, yaitu pekerjaan pengajar saja. Sedangkan pembelajaran menyiratkan adanya interaksi antara pengajar dengan siswa. Dalam pembelajaran berbicara, guru membelajarkan siswa keterampilan berbicara agar siswa mampu berbicara. Guru harus menciptakan berbagai pengalaman belajar berbicara agar siswa dapat berlatih berbicara. Berbicara sebagai sebuah keterampilan memerlukan banyak latihan. Metode pembelajaran berbicara yang baik harus memenuhi berbagai kriteria. Kriteria itu berkaitan dengan tujuan, bahan, pembinaan keterampilan proses, dan pengalaman belajar. Djago Tarigan (1998: 154-180) mengetengahkan tentang beberapa metode dan teknik pembelajaran berbicara. teknik
dalam pembelajaran berbicara harus disesuaikan dengan kebutuhan atau dengan tujuan yang ingin dicapai. Hal ini juga berkaitan dengan materi apa yang akan diajarkan. Teknik dalam pembelajaran berbicara dipilih dan disesuaikan dengan materi apa yang akan diajarkan kepada siswa. Hal tersebut dilakukan untuk mendapatkan hasil yang maksimal karena dengan menggunakan teknik pembelajaran berbicara yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan maka akan terlihat hasil yang ingin dicapai. Penggunaan metode yang tepat dalam pembelajaran berbicara akan membuat siswa tersebut mampu dalam berkomunikasi karena siswa yang mempunyai keterampilan berbicara akan lebih mudah dalam berkomunikasi dan mengungkapkan gagasannya kepada orang lain. Salah satu prinsip paling penting dari psikologi pendidikan adalah guru tidak boleh semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun pengetahuan di dalam benaknya sendiri. Guru dapat membantu proses ini dengan cara-cara mengajar yang membuat informasi menjadi sangat bermakna dan sangat relevan bagi siswa, dengan memberikan ide-ide, dan dengan mengajak siswa agar menyadari dan menggunakan sendiri ide-ide, dan mengajak siswa agar menyadari dan menggunakan strategi-strategi mereka sendiri dalam belajar. Berkaitan dengan evaluasi dalam pembelajaran keterampilan berbicara, tingkatan evaluasi keterampilan berbicara meliputi tingkat ingatan/pengetahuan, pemahaman, dan penerapan/penggunaan (Nurgiyantoro, 1995: 290-292). Evaluasi keterampilan berbicara sebaiknya diarahkan untuk mengetahui keterampilan berbicara siswa. Hal ini sejalan dengan pendekatan komunikatif yang digunakan dalam pembelajaran. Realisasinya adalah evaluasi dilakukan dengan cara menugasi siswa berbicara dan dievaluasi sesuai dengan indikator-indikator keterampilan berbicara yang telah ditentukan. Walaupun demikian, evaluasi keterampilan berbicara juga bisa diarahkan untuk mengevaluasi
4
pengetahuan dan pemahaman siswa tentang hal-hal yang berkaitan dengan keterampilan berbicara. Evaluasi dalam pembelajaran berbicara dalam bentuk praktek berbicara. Praktek langsung berbicara akan membuat siswa mampu berbicara. Tujuan dalam pembelajaran berbicara yaitu agar siswa mampu berbicara, jadi evaluasi dalam pembelajaran berbicara dilakukan dengan praktek langsung berbicara. Dalam hal ini, bukan berarti benar-benar terlepas dari teori berbicara. Evaluasi pembelajaran berbicara masih berpedoman pada teori berbicara, akan tetapi lebih menekankan pada praktek berbicara. Evaluasi hasil pembelajaran yang baik adalah evaluasi yang menelaah hasil belajar siswa. Belajar tidak mungkin efektif kalau tidak diketahui ketercapaian tujuannya (Mursell dan Nasution, 1995: 100). Selain itu, evaluasi juga berguna untuk mempertinggi hasil belajar karena hasil evaluasi dapat memotivasi siswa untuk terus belajar. Oleh sebab itu, hasil evaluasi perlu dikomunikasikan agar siswa mengetahui kelemahan dan kelebihannya terhadap hal yang sedang dipelajari. Dalam fungsinya sebagai penilai hasil belajar siswa, guru hendaknya terus menerus mengikuti hasil belajar yang telah dicapai oleh siswa dari waktu ke waktu. Informasi yang diperoleh melalui evaluasi ini merupakan umpan balik (feed back) terhadap proses belajar mengajar. Umpan balik ini akan dijadikan titik tolak untuk memperbaiki dan meningkatkan proses belajar mengajar selanjutnya. Dengan demikian proses belajar mengajar akan terus dapat ditingkatkan untuk memperoleh hasil yang optimal. Problematika yang bisa terjadi dalam evaluasi pembelajaran yaitu teknik evaluasi yang kurang tepat sesuai dengan tujuan pembelajaran. Peran guru sangat penting dalam tercapainya tujuan pembelajaran. Akan tetapi, siswa juga punya andil yang cukup besar agar tujuan pembelajaran dapat tercapai secara optimal. Bagi banyak siswa, kegiatan berbicara secara resmi (berbicara di depan banyak orang), meskipun itu hanya dalam bentuk mengajukan
pertanyaan, dapat merupakan kegiatan yang sulit untuk dilakukan. Keadaan seperti ini mengakibatkan kelas terkesan mati karena tidak terjadi interaksi seperti yang seharusnya. Padahal keberhasilan suatu pembelajaran dipengaruhi juga oleh keaktifan para siswa dalam mengikuti pembelajaran tersebut. Rusmiati (2002: 32) mengemukakan bahwa hambatan tersebut terdiri atas hambatan yang datangnya dari pembicara sendiri (internal) dan hambatan yang datang dari luar pembicara (eksternal). Hambatan internal adalah hambatan yang muncul dari dalam diri pembicara. Hal-hal yang dapat menghambat kegiatan berbicara ini sebagai berikut. Selain hambatan internal, pembicara akan menghadapi hambatan eksternal, yaitu hambatan yang datang dari luar dirinya. Hambatan ini kadang-kadang muncul dan tidak disadari sebelumnya oleh pembicara. Melihat adanya problematika tersebut, diperlukanlah dilakukan penelitian ini. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui problematika apa sajakah yang dihadapi guru dan siswa dalam pembelajaran berbicara. Jika problematika tersebut sudah diketahui, setidaknya bisa dilakukan perbaikan. Berdasarkan observasi awal yang dilakukan di SMP Laboratorium Undiksha Singaraja, data awal yang peneliti peroleh yaitu problematika yang dihadapi guru dalam pembelajaran berbicara berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi dalam pembelajaran. Hal ini ditegaskan oleh salah seorang guru Bahasa Indonesia, yaitu Ibu Wayan Seriati yang mengajar di kelas VIII-2. Beliau juga menegaskan bahwa problematika lain yang dihadapi yaitu dari pihak siswa itu sendiri. Kurang motivasi dari siswa untuk belajar sangat mempengaruhi keberhasilan dalam pembelajaran berbicara. Itulah observasi sekilas yang didapat di SMP Laboratorium Singaraja mengenai problematika dalam pembelajaran berbicara yang belum jelas kebenaran dan keefektifannya. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Problematika dalam Pembelajaran Berbicara di Kelas
5
VIII-2 SMP Laboratorium Undiksha Singaraja”. Penelitian ini perlu dilakukan untuk membuktikan kebenaran bahwa memang benar terdapat problematika dalam pembelajaran berbicara. Sepengetahuan peneliti, penelitian mengenai problematika dalam pembelajaran berbicara belum pernah dilakukan. Namun, ada beberapa penelitian sejenis yang mengangkat masalah mengenai pembelajaran berbicara. Hasil penelitian ini dapat memberikan pengetahuan kepada pembaca dan peneliti lain mengenai pembelajaran berbicara. Penelitian mengenai pembelajaran berbicara pernah dilakukan oleh Gusti Ayu Putu Sukma Trisna pada tahun 2011 dengan judul “Pembelajaran Berbicara dalam Debat di Kelas X SMA Laboratorium Undiksha Singaraja”. Begitu juga dengan I Gusti Putu Wardaningsih pada tahun 2012 sempat melakukan penelitian dengan judul “Teknik Motivasi yang Diterapkan Guru dalam Pembelajaran Berbicara di Kelas X 1 SMA Negeri 1 Tampaksiring”. Selain itu, I Putu Mas Dewantara pada tahun 2012 melakukan penelitian dengan judul “Identifikasi Faktor Penyebab Kesulitan Belajar Keterampilan Berbicara Siswa Kelas VIIE SMPN 5 Negara dan Strategi Guru untuk Mengatasinya”. Peneliti melakukan penelitian yang sedikit berbeda dengan ketiga penelitian tersebut. Penelitian ini berfokus pada problematika dalam pembelajaran berbicara, yaitu problematika guru dan problematika siswa. Problematika guru berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi dalam pembelajaran berbicara. Problematika siswa berkaitan dengan faktor-faktor penyebab problematika siswa dalam pembelajaran berbicara, baik itu faktor internal maupun eksternal. Yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah siswa dan guru bahasa Indonesia yang mengajar di kelas VIII-2 SMP Laboratorium Undiksha Singaraja yaitu Wayan Seriati. Berdasarkan hal tersebut, pada penelitian ini akan dibahas mengenai (1) problematika guru dalam pembelajaran berbicara di kelas VIII-2 SMP Laboratorium
Undiksha Singaraja dan (2) problematika siswa dalam pembelajaran berbicara di kelas VIII-2 SMP Laboratorium Undiksha Singaraja. Sesuai dengan masalah tersebut, penelitian ini bertujuan untuk (1) mendeskripsikan problematika guru dalam pembelajaran berbicara di kelas VIII-2 SMP Laboratorium Undiksha Singaraja dan (2) mendeskripsikan problematika siswa dalam pembelajaran berbicara di kelas VIII-2 SMP Laboratorium Undiksha Singaraja. Manfaat dalam penelitian ini ada dua, yaitu (1) manfaat teoretis, hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan bagi para ahli mengenai problematika yang ada dalam pembelajaran berbicara. Dalam hal ini, hasil penelitian yang dilakukan dapat digunakan para ahli untuk mengembangkan dan menciptakan teori mengenai problematika dalam pembelajaran berbicara. (2) manfaat praktis, secara praktis hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi sekolah untuk mengatasi problematika dalam pembelajaran berbicara. Dengan mengetahui problematika dalam pembelajaran berbicara, pihak sekolah dapat memperbaiki sistem pembelajaran baik dari pihak guru maupun siswa. Hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan bagi guru untuk melakukan upaya-upaya mengatasi problematika dalam pembelajaran berbicara sehingga kualitas pembelajaran berbicara bisa lebih baik dari sebelumnya. Dengan mengetahui problematika yang dihadapai guru dalam pembelajaran berbicara, guru bisa melakukan perbaikan terhadap pembelajaran agar hasil yang didapat lebih maksimal. Bagi peneliti, hasil penelitian ini dapat memberikan jawaban mengenai pertanyaan problematika apa saja yang dapat terjadi antara guru dan siswa dalam pembelajaran berbicara. Sebagai calon guru bahasa Indonesia, peneliti dapat memanfaatkan hasil penelitian ini sebagai pedoman dalam melaksanakan pembelajaran ketika terjun langsung dalam kegiatan mengajar di sekolah. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian deskriptif kualitatif.
6
Rancangan deskriptif kualitatif digunakan untuk memperoleh gambaran yang jelas, objektif, sistematis, dan cermat mengenai fakta-fakta aktual dari sifat populasi. Di samping itu, rancangan ini digunakan sebagai prosedur mengidentifikasi dan mendeskripsikan fenomena yang terjadi di lapangan dengan apa adanya tanpa adanya rekayasa. Jadi, penelitian deskriptif kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskripsi berupa katakata tertulis dan lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Rancangan penelitian deskriptif ini dipilih karena rancangan penelitian ini mampu menggambarkan secara keseluruhan mengenai problematika guru dan problematika siswa dalam pembelajaran berbicara Yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah guru bahasa Indonesia yang mengajar di kelas VIII-2 SMP Laboratorium Undiksha Singaraja dan siswa kelas VIII-2 SMP Laboratorium Undiksha Singaraja. Penelitian ini akan dilakukan di kelas VIII-2 karena kelas tersebut merupakan kelas unggulan. Sebagai kelas unggulan, setidaknya proses pembelajaran akan berlangsung lebih kondusif dan lebih fokus mengenai materi yang disampaikan oleh guru. Dengan demikian, proses pembelajaran juga berlangsung dengan efektif dan efesien sesuai dengan yang direncanakan oleh guru. Peneliti akan bertanya kepada mengenai problematika dalam pembelajaran berbicara baik itu dari pihak guru maupun siswa. Sementara itu, objek penelitiannya adalah problematika dalam pembelajaran berbicara. Sejalan dengan rumusan masalah, objek penelitian secara khusus adalah mengenai problematika guru dalam pembelajaran berbicara dan problematika siswa dalam pembelajaran berbicara. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini meliputi: 1) metode observasi, 2) metode dokumentasi, dan 3) metode wawancara. Metode ini dipilih karena peneliti ingin mendapatkan data mengenai problematika dalam pembelajaran berbicara secara alami, yaitu mengenai problematika guru dalam pembelajaran berbicara dan
problematika siswa dalam pembelajaran berbicara. Proses dokumentasi dilakukan dengan cara mengumpulkan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) guru yang akan digunakan saat melaksanakan pembelajaran berbicara. Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) tersebut akan peneliti analisis untuk memperoleh data mengenai perencaan pembelajaran berbicara. Data yang diperoleh akan peneliti tulis dalam kartu data. Peneliti menganalisis rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dengan cara berpatokan pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 41 Tahun 2007. Jika dalam rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang dianalisis peneliti tersebut tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 41 Tahun 2007, peneliti akan mengkategorikan hal tersebut sebagai problematika dalam perencanaan berbicara. Metode wawancara yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah wawancara tidak terstruktur. Metode ini digunakan untuk memperoleh informasi atau data yang lebih akurat mengenai problematika dalam pembelajaran berbicara. Dengan kata lain, data yang tidak diperoleh melalui metode observasi dan dokumentasi dapat diperoleh lebih lengkap melalui wawancara. Wawancara yang dilakukan yaitu ditujukan pada guru dan siswa. Melalui metode wawancara, guru dan siswa diajukan pertanyaanpertanyaan yang berkaitan dengan problematika dalam pembelajaran berbicara. Sesuai dengan metode observasi, instrumen penelitian (instrumen pengumpulan data) yang digunakan adalah lembar observasi. Pada saat melaksanakan observasi, hasil observasi dicatat dalam lembar observasi tersebut. Selain itu, sebagai pendukung pengumpulan data, pada metode observasi juga digunakan alat perekam yang berupa kamera digital untuk merekam pembelajaran berbicara di kelas VIII-2 SMP Laboratorium Undiksha Singaraja. Hal ini dilakukan untuk memperoleh data yang lebih lengkap yang
7
tidak bisa penulis catat dalam lembar observasi. Instrumen penelitian yang digunakan pada metode dokumentasi adalah kartu data. Kartu data tersebut akan digunakan untuk mencatat data mengenai perencanaan pembelajaran kosakata bahasa Indonesia yang terdapat dalam rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Sesuai dengan metode wawancara, instrumen penelitian yang digunakan adalah wawancara tidak terstruktur. Pertanyaan-pertanyaan yang ditujukan kepada guru adalah pertanyaan-pertanyaan pokok yang berkaitan dengan pembelajaran kosakata bahasa Indonesia. Proses wawancara ini dilakukan apabila peneliti menemukan permasalahan yang menonjol pada catatan observasi dan tidak dapat dipecahkan oleh peneliti sehingga perlu diadakan wawancara dengan guru. Analisis data dilakukan setelah dilakukan pengumpulan data sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Tentunya data yang dianalisis adalah data yang dihasilkan dalam melakukan observasi, dokumentasi, dan wawancara. Teknik analisis data yang penulis gunakan adalah teknik analisis deskriptif kualitatif. Teknik deskriptif kualitatif adalah suatu teknik menganalisis data dengan cara menginterpretasikan data yang diperoleh dengan kata-kata. Teknik deskriptif kualitatif digunakan untuk menggambarkan problematika guru dan problematika siswa dalam pembelajaran berbicara. Data-data yang terkumpul dari hasil observasi, wawancara, dan dokumentasi akan dianalisis melalui langkah-langkah yang dijelaskan oleh Miles dan Huberman (dalam Sugiyono, 2010:337) seperti 1) reduksi data, 2) penyajian data, dan 3) penyimpulan.
pelaksanaan pembelajaran berbicara di kelas VIII-2 SMP Laboratorium Undiksha Singaraja, dan 3) problematika dalam evaluasi pembelajaran berbicara di kelas VIII-2 SMP Laboratorium Undiksha Singaraja. Problematika dalam perencanaan pembelajaran berbicara di kelas VIII-2 SMP Laboratorium Undiksha Singaraja, terletak pada pembuatan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Komponen rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang belum sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 41 tahun 2007 dimasukkan ke dalam problematika dalam perencanaan pembelajaran berbicara. Berdasarkan hasil yang di dapat, komponen kedua rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang mengalami problematika yaitu terletak pada Standar Kompetensi, Indikator Pembelajaran, Tujuan Pembelajaran, Kegiatan Pembelajaran, dan Media dan Sumber Belajar. Pada Standar Kompetensi, problematikanya yaitu tidak terdapat keterampilan berbahasa apa yang akan diajarkan dari keempat keterampilan berbahasa yaitu menulis, berbicara, menyimak, dan membaca. Pada Indikator Pembelajaran, problematikanya yaitu tidak dipergunakannya kata kerja operasional untuk mengawali Indikator pembelajaran. Pada Tujuan Pembelajaran, problematikanya yaitu tujuan pembelajaran belum menggambarkan proses dan hasil belajar yang diharapkan dapat dicapai oleh peserta didik sesuai dengan Kompetensi Dasar. Pada Kegiatan Pembelajaran, problematikanya terlertak pada kegiatan awal dan kegiatan inti. Pada kegiatan awal, guru menyampaikan materi pembelajaran yang semestinya diletakkan di kegiatan inti dan guru tidak menyampaikan Kompetensi Dasar dan Tujuan Pembelajaran yang ingin dicapai. Pada kegiatan inti, problematikanya yaitu tidak adanya penjelasan materi pembelajaran pada kegiatan inti eksplorasi. Pada Media dan Sumber Belajar, problematikanya yaitu media dalam rencana pelaksanaan
HASIL DAN PEMBAHASAN Problematika guru dalam pembelajaran berbicara di kelas VIII-2 SMP Laboratorium Undiksha Singaraja mencakup tiga aspek, yaitu 1) problematika dalam perencanaan pembelajaran berbicara di kelas VIII-2 SMP Laboratorium Undiksha Singaraja, 2) problematika dalam
8
pembelajaran (RPP) seharusnya termasuk ke dalam sumber belajar. Problematika dalam pelaksanaan pembelajaran berbicara di kelas VIII-2 SMP Laboratorium Undiksha Singaraja peneliti peroleh melalui mengamati proses pembelajaran dan melakukan wawancara langsung dengan guru. Berdasarkan hasil yang di dapat pada kedua pelaksanaan pembelajaran berbicara tersebut, problematika dalam pelaksanaan pembelajaran berbicara terletak pada kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan akhir. Problematika dalam kegiatan awal berupa guru melakukan apersepsi yang kurang bervariasi. Apersepsi yang dilakukan guru pun hanya sebentar. Pada kegiatan awal, guru juga langsung saja memberikan metode ceramah untuk menyampaikan materi. Pada kegiatan inti dalam kedua pelaksanaan pembelajaran yang peneliti amati, peneliti memperoleh problematika berupa guru tidak menggunakan media sebagai alat bantu dalam pelaksanaan pembelajaran. Tidak dipergunakannya media sebagai alat bantu dalam pelaksanaan pembelajaran termasuk ke dalam masalah metode yang digunakan guru dalam pembelajaran. Dalam hal ini, metode yang digunakan guru dalam pelaksanaan pembelajaran kurang memenuhi kriteria yang harus dipenuhi oleh metode pembelajaran berbicara. Problematika yang selanjutnya pada pelaksanaan pembelajaran berbicara, yaitu terletak pada kegiatan akhir. Problematikanya yaitu guru tidak melakukan evaluasi langsung setelah pelaksanaan pembelajaran berakhir seperti yang sudah tercantumkan dalam rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Evaluasi sebaiknya dilakukan langsung setelah pembelajaran berakhir. Setelah pembelajaran selesai, guru melakukan evaluasi. Bila siswa belum mengerti materi yang diajarkan karena suatu keterlambatan, guru perlu melakukan umpan balik agar dapat melakukan perbaikan dengan segera. Dari observasi yang dilakukan peneliti, tidak dilakukannya evaluasi pada akhir pembelajaran karena kurangnya waktu dalam pembelajaran tersebut sehingga
guru tidak dapat melakukan evaluasi dan langsung mengakhiri pembelajaran setelah memberikan tugas kepada siswa. Problematika dalam evaluasi pembelajaran berbicara di kelas VIII-2 SMP Laboratorium Undiksha Singaraja peneliti peroleh melalui menganalisis rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), mengamati pelaksanaan pembelajaran, dan wawancara dengan guru. Problematika dalam evaluasi pembelajaran berbicara, yaitu perencanaan evaluasi sudah diterapkan dalam rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) tetapi dalam pelaksanaannya guru tidak menerapkan evaluasi di akhir pembelajaran sebagaimana telah disebutkan dalam rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Evaluasi merupakan kegiatan yang sistematis dan terintegrasi dalam pembelajaran. Oleh sebab itu, evaluasi perlu direncanakan dan dilaksanakan dengan baik untuk mengoptimalkan pembelajaran. Rooijakkers (1991: 11) mengemukakan bahwa guru pada umumnya kurang memikirkan perlunya umpan balik sehingga tidak mengetahui efek dari pengajarannya. Setalah pengajaran selesai, guru melakukan ujian. Bila siswa belum mengerti materi yang diajarkan karena suatu keterlambatan, guru perlu melakukan umpan balik agar dapat melakukan perbaikan dengan segera. Dari pendapat inilah, peneliti bisa menyebutkan bahwa tidak dilaksanakannya evaluasi dalam pelaksanaan pembelajaran berbicara yang sudah ada dalam rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) termasuk ke dalam problematika dalam evaluasi pembelajaran berbicara. Problematika siswa dalam pembelajaran berbicara di kelas VIII-2 SMP Laboratorium Undiksha Singaraja mencakup satu aspek, yaitu faktor-faktor penyebab problematika siswa dalam pembelajaran berbicara. Faktor-faktor penyebab problematika siswa dalam pembelajaran berbicara ada dua, yaitu hambatan internal dan hambatan eksternal. Problematika siswa dalam pembelajaran berbicara di kelas VIII-2 SMP Laboratorium Undiksha Singaraja mencakup satu aspek,
9
yaitu faktor-faktor penyebab problematika siswa dalam pembelajaran berbicara. Faktor-faktor penyebab problematika siswa dalam pembelajaran berbicara ada dua, yaitu hambatan internal dan hambatan eksternal. Hambatan internal yang dihadapai siswa, yaitu yang pertama penempatan tekanan, nada, jeda, intonasi, dan ritme. Kemampuan siswa berbicara dalam penguasaan tekanan, nada, jeda, intonasi, dan ritme masih rendah. Siswa belum terlalu mengerti dimana menempatkan tekanan, nada, jeda, intonasi, dan ritme dalam berbicara. Hambatan internal yang dihadapi siswa yang kedua, yaitu pemilihan kata dan ungkapan yang baik, kongkret, dan bervariasi. Siswa dalam berbicara belum terlalu bisa memilih ungkapan yang baik, kongkret dan bervariasi. Hal tersebut terlihat pada siswa yang kurang menggunakan ragam bahasa indonesia dalam berbicara. Hambatan internal yang ketiga, yaitu merasa malu. Rasa malu pada siswa terlihat pada siswa yang menundukkan kepalanya dan berbicara dengan tersendat-sendat. Hambatan internal yang keempat, yaitu rasa takut. Rasa takut ini terlihat pada siswa yang disuruh berbicara di depan kelas oleh guru terlihat takut untuk berbicara. Rasa takut ini bisa berarti takut ditertawakan oleh temanteman, takut salah, ataupun pun takut bila salah mengucapkan kata. Hambatan internal yang terakhir, yaitu rasa kurang percaya diri. Rasa kurang percaya diri ini terlihat pada siswa yang disuruh maju ke depan kelas untuk berbicara, tetapi siswa tersebut sepertinya enggan untuk maju ke depan. Ketika siswa tersebut sudah berada di depan pun, siswa tidak juga memulai berbicara tetapi hanya diam. Hambatan eksternal yang dihadapi siswa yang pertama, yaitu suara atau bunyi. Suara atau bunyi bisa mempengaruhi konsentrasi dalam berbicara. Hal ini terlihat pada ada beberapa siswa yang terlihat kehilangan konsentrasi dalam berbicara ketika suasana di luar kelas ribut. Hambatan eksternal yang kedua, yaitu media. Tidak dipergunakannya media sebagai alat bantu dalam pembelajaran
menyebabkan siswa belum sepenuhnya termotivasi dalam belajar. Masih ada beberapa siswa yang kurang bersemangat dalam belajar. SIMPULAN Hasil kajian terhadap problematika dalam pembelajaran berbicara di kelas VIII2 SMP Laboratorium Undiksha Singaraja dapat disimpulkan, yaitu (1) problematika guru dalam pembelajaran berbicara di kelas VIII-2 SMP Laboratorium Undiksha Singaraja mencakup tiga aspek, yaitu perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran. Problematika dalam perencanaan pembelajaran berbicara terletak pada rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dalam komponen Standar Kompetensi, Indikator Pembelajaran, Tujuan Pembelajaran, Kegiatan Pembelajaran, dan Media dan Sumber belajar. Problematika dalam pelaksanaan pembelajaran berbicara terdapat pada kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan akhir pembelajaran. Dalam kegiatan awal, problematikanya yaitu apersepsi yang diberikan guru kurang bervariasi dan kurangnya penerapan pembelajaran inovatif dalam kegiatan awal. Dalam kegiatan inti, problematikanya yaitu tidak dipergunakannya media sebagai alat bantu dalam proses pembelajaran berlangsung. Dalam kegiatan akhir, problematikanya yaitu guru tidak melakukan evaluasi langsung setelah pelaksanaan pembelajaran berakhir seperti yang sudah tercantumkan dalam rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Problematika dalam evaluasi pembelajaran berbicara terletak pada tidak dilakukannya evaluasi pada akhir pelaksanaan pembelajaran yang sudah diterapkan dalam rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dan (2) problematika siswa dalam pembelajaran berbicara di kelas VIII-2 SMP Laboratorium Undiksha Singaraja mencakup satu aspek, yaitu faktor-faktor penyebab problematika siswa dalam pembelajaran berbicara. Faktor-faktor penyebab problematika siswa dalam pembelajaran berbicara ada dua, yaitu hambatan internal dan hambatan eksternal. Hambatan internal yang dihadapi
10
siswa, yaitu 1. penempatan tekanan, nada, jeda, intonasi, dan ritme, 2. pemilihan kata dan ungkapan yang baik, 3. rasa malu, 4. rasa takut, dan 5. rasa kurang percaya diri. Hambatan eksternal yang dihadapi siswa, yaitu 1. suara atau bunyi dan 2. media. Berdasarkan hasil penelitian dan simpulan di atas, ada beberapa hal yang dapat peneliti sarankan. (1) berdasarkan hasil mengenai problematika guru dalam pembelajaran berbicara, dari segi problematika dalam perencanaan pembelajaran berbicara, guru diharapkan lebih teliti dalam membuat rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Pembuatan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) seharusnya sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2007. Dari segi problematika dalam pelaksanaan pembelajaran berbicara, guru diharapkan lebih memperhatikan pelaksanaan pembelajaran pada kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan akhir pembelajaran. Guru juga lebih diharapkan menerapkan pembelajaran inovatif dalam pelaksanaan pembelajaran. Dari segi problematika dalam evaluasi pembelajaran berbicara, guru diharapkan melaksanakan evaluasi pembelajaran pada akhir kegiatan pembelajaran seperti yang sudah tercantum dalam rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). (2) berdasarkan hasil mengenai problematika siswa dalam pembelajaran berbicara, siswa diharapkan lebih termotivasi dalam belajar. Siswa diharapkan mampu mengatasi penempatan tekanan, nada, jeda, intonasi, dan ritme, pemilihan kata dan ungkapan yang baik, kongkret, dan bervariasi, rasa malu, rasa takut, dan rasa kurang percaya diri yang merupakan hambatan internal yang dihadapi siswa dalam pembelajaran berbicara. Untuk mengatasi hambatan internal tersebut, siswa diharapkan banyak melatih diri dalam berbicara sehingga dapat mengatasi rasa takut, malu, dan kurang percaya diri. Siswa juga diharapkan banyak belajar mengenai ragam kosakata bahasa Indonesia, belajar mengenai penempatan tekanan, nada, jeda, dan intonasi yang tepat dalam berbicara, serta siswa harus
mencari ungkapan-ungkapan yang baru dalam bahasa Indonesia untuk memperkaya kosakata dalam berbicara. Siswa juga diharapkan mampu mengatasi hambatan eksternal yang berupa suara atau bunyi dan media. Untuk mengatasi hambatan ekternal tersebut, siswa diharapkan banyak melatih diri agar tidak cepat terganggu oleh gangguan luar seperti suara atau bunyi. Siswa juga diharapkan belajar terlebih dahulu di rumah agar tidak terganggu dengan tidak dipergunakannya media sebagai alat bantu dalam pelaksanaan pembelajaran. (3) peneliti selanjutnya disarankan untuk melakukan penelitian yang sejenis terkait dengan problematika dalam pembelajaran berbicara. DAFTAR PUSTAKA Arsjad, Maidar G. dan Mukti U.S.1993. Pembinaan Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga. Dewantara, I Putu Mas. Identifikasi Faktor Penyebab Kesulitan Belajar Keterampilan Berbicara Siswa Kelas VIIE SMPN 5 Negara dan Strategi Guru Mengatasinya. Skripsi (tidak diterbitkan). Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Pendidikan Ganesha. Djamarah, Syaiful Bahri dan Aswan Zain. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta. Djamarah, Syaiful Bahri. 2002a. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta. Djamarah, Syaiful Bahri. 2002b. Rahasia Sukses Belajar. Jakarta: Rineka Cipta. Djiwandono, Sri Esti Wuryani. 2004. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Grasindo. Haryadi dan Zamzani.1996/1997. Peningkatan Keterampilan Berbahasa Indonesia. Depdikbud Dirjen Dikti bagian Proyek Pengembangan Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Indriani, Sri. 2010. Perencanaan Pembelajaran. Buku Ajar (tidak diterbitkan). Singaraja: Undiksha.
11
Syafi’ie, Imam. 1993. Terampil Berbahasa Indonesia 1 Petunjuk Guru Bahasa Indonesia Sekolah Menengah Umum Kelas 1. Jakarta: Depdikbud. Tarigan, Djago. 1990. Materi Pokok Pendidikan bahasa Indonesia 1. Buku 1 : Modul 1-6. Jakarta: Depdikbud. Tarigan, Henry Guntur dan Djago Tarigan. 1980. Teknik Pengajaran Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa. Tarigan, Djago.dkk. 1998. Pengembangan Keterampilan Berbicara. Jakarta: Depdikbud Bagian Proyek Penataran Guru SLTP setara D III. Tarigan, Henry Guntur. 1983. Berbicara Sebagai Suatu ketrampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa. Tarigan, Henry Guntur. 1986. Pengajaran Kosakata. Bandung: Angkasa. Trianto. 2010. Pengantar Penelitian Pendidikan bagi Pengembangan, Profesi Pendidikan, dan Tenaga Kependidikan. Jakarta: Kencana. Trisna, Gusti Ayu Putu Sukma. Pembelajaran Berbicara dalam Debat di Kelas X SMA Laboratorium Undiksha Singaraja. Skripsi (tidak diterbitkan). Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Universitas Pendidikan Ganesha. Wardaningsih, I Gusti Putu. Teknik Motivasi yang diterapkan Guru dalam Pembelajaran Berbicara di Kelas X 1 SMA Negeri 1 Tampaksiring. Skripsi (tidak diterbitkan). Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Universitas Pendidikan Ganesha. Wendra, I Wayan. 2006. Keterampilan Berbicara (Buku Ajar). Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha. Wendra, I Wayan. 2009. Buku Ajar Penulisan Karya Ilmiah. Singaraja: Undiksha. Yamin, Martinis. 2005. Strategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi. Ciputat: Gaung Persada Press.
Medan, Tamsin. 1988. Antologi Kebahasaan. Padang: Angkasa Raya. Mudini, Salamat Purba dan Muchlisoh. 2010. Pembelajaran Berbicara – MGMP. Jakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Bahasa. Mursel, J. Dan Nasution, S. 1995. Mengajar dengan Sukses (Succesful Teaching). Jakarta: Bumi Aksara. Nugriyantoro, Burhan. 1998. Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan sastra. Yogyakarta: BPFE. Nurgiyantoro, Burhan. 2001. Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra. Yogyakarta: BPFE. Pidarta, Made. 2005. Perencanaan Pendidikan Partisipatori dengan Pendekatan Sistem (Edisi Revisi). Jakarta: PT Rineka Cipta. Rohmah, Dewi. 2009. “Strategi Pembelajaran Keterampilan Berbicara”. http:// dewirohmah.wordpress.com/2009/0 7/04/strategi-pembelajaranketerampilan-berbicara/. Diakses pada tanggal 10 Maret 2013. Roojakkers, Ad. Tanpa Tahun. Mengajar dengan Sukses Petunjuk Merencanakan dan Menyampaikan Pengajaran. Terjemahan oleh Soenoro. Jakarta: Grasindo. Sardiman. 2006. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. PT Raja Grafindo Persada. Suandi, I Nengah. 2008. Metodologi Pendidikan Bahasa. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha. Sugandi, 2004. Teori Pembelajaran. Semarang: Unnes Press. Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta. Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta. Sumiati dan Asra. 2007. Metode Pembelajaran. Bandung: CV Wacana Prima. Supriyadi, dkk. 2005. Pendidikan Bahasa Indonesia 2. Jakarta: Depdikbud.
12