perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PEMBELAJARAN KETERAMPILAN BERBICARA DI SMP NEGERI 8 SURAKARTA
SKRIPSI
Oleh: NUR TAUFIK SUSILO NUGROHO NIM K1208110
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA Mei 2012
commit to user i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PEMBELAJARAN KETERAMPILAN BERBICARA DI SMP NEGERI 8 SURAKARTA
Oleh: NUR TAUFIK SUSILO NUGROHO K1208110
SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA Mei 2012
commit to user iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK NUR TAUFIK SUSILO NUGROHO. K1208110. PEMBELAJARAN KETERAMPILAN BERBICARA DI SMP NEGERI 8 SURAKARTA Skripsi. Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2012. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan dan menjelaskan: (1) perencanaan pembelajaran yang diterapkan guru dalam pembelajaran keterampilan berbicara; (2) pelaksanaan pembelajaran keterampilan berbicara; (3) kendala-kendala yang dihadapi oleh guru dalam pembelajaran keterampilan berbicara; dan (4) upaya-upaya yang dilakukan oleh guru untuk mengatasi kendala-kendala yang ditemui dalam pembelajaran keterampilan berbicara di SMP Negeri 8 Surakarta. Bentuk penelitian ini adalah deskriptif kualitatif yaitu penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan keadaan yang ada berdasarkan konsep, kategori, dan tidak berdasarkan angka. Sumber data yang digunakan adalah hasil wawancara, observasi, dan arsip tertulis. Informan terdiri dari guru dan siswa. Uji validitas data dilakukan dengan menggunakan triangulasi sumber, triangulasi metode, dan review informan. Analisis data dilakukan dengan model analisis interaktif. Berdasarkan penelitian dapat ditarik kesimpulan: (1) perencanaan pembelajaran keterampilan berbicara menggunakan silabus dan RPP dari MGMP dan diimplementasikan dalam pembelajaran; (2) pembelajaran berbicara di SMP Negeri 8 Surakarta dapat berlangsung dan berhasil dengan baik. Hal ini diindikatori oleh: (a) persiapan sebelum pembelajaran; (b) guru melaksanakan prosedur pembelajaran sesuai RPP; (c) guru berperan sebagai fasilitator, motivator, dan pemimpin kelompok belajar; (d) guru menerapkan metode kooperatif dan inquiri; (e) guru menggunakan materi ajar dari modul, buku referensi berbicara, dan LKS; dan (f) penilaian terhadap unjuk kerja siswa; (3) kendala-kendala yang dihadapi dalam pembelajaran keterampilan berbicara di SMP Negeri 8 Surakarta di antaranya: (a) kurangnya buku tentang keterampilan berbicara di perpustakaan; (b) siswa sulit diatur ketika berdiskusi; (c) waktu pembelajaran terbatas; (d) minimnya kosakata bahasa baku siswa; (e) siswa kurang percaya diri; (f) siswa kurang serius ketika praktik berbicara; dan (g) siswa kurang antusias mengikuti pelajaran; dan (4) usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi kendala-kendala pembelajaran berbicara di antaranya: (a) sekolah bekerjasama dengan komite untuk pengadaan buku perpustakaan; (b) guru terlebih dahulu menentukan kelompok untuk diskusi sebelum masuk kelas; (c) guru mengurangi waktu pembelajaran pada materi yang dianggap lebih mudah; (d) siswa mendapat tugas untuk membaca di perpustakaan sekolah; (e) guru memotivasi siswa dengan memberi pujian dan tepuk tangan dari siswa yang lain; (f) guru menegur siswa yang tidak serius; dan (g) menggunakan strategi pembelajaran yang menarik dengan memberikan materi yang siswa telah banyak mengerti. Kata Kunci : berbicara, metode, pembelajaran.
commit to user vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO
maka nikmat Tuhan kamu manakah yang kamu dustakan? (Q. S. Ar Rahman, 13) -baiknya, bukan untuk ino-ayahanda)
menuntut hak kita yang sebesar-
commit to user vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
Skripsi penulis persembahkan kepada: 1. Ibunda Sri Sumarni dan ayahanda Samino, tak terukur kasih sayang yang diberikan kepada saya, dan semoga tak terhenti hingga akhir hayat. Terima kasih ayah, terima kasih ibu. 2. Adikku, Nur Khoirul Anwar, semoga kita selalu dalam lindungan Allah, dan tak kan lupa mengucap syukur atas nikmat yang diberikanNya. 3. Rossy Youdhari, teman sekaligus penyemangat selama kuliah. Ardhi Mardianto, Nur Arif Hidayat Sutrisno, dan semua teman Kos Griya Nuansa, serta teman-teman Prodi Pend. Bahasa Indonesia.
commit to user viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Allah
, atas rahmat-Nya dan
hidayah-Nya karena penulis mendapatkan kekuatan untuk dapat menyelesaikan skripsi ini dengan lancar. Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret. Penelitian dan penulisan skripsi ini dapat diselesaikan atas bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, peneliti menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada semua pihak yang turut membantu, terutama kepada: 1. Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M. Pd., selaku Dekan FKIP UNS yang telah mengesahkan skripsi ini; 2. Dr. Muhammad Rohmadi, S. S., M. Hum., selaku Ketua Jurusan PBS FKIP UNS yang telah memberikan kemudahan dalam perizinan penelitian; 3. Dr. Kundharu Saddhono, S.S., M. Hum., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia; 4. Dra. Sumarwati, M. Pd., selaku pembimbing Akademik yang telah memberikan bimbingan, nasehat, dan dorongan motivasi selama peneliti kuliah; 5. Dr. Andayani, M. Pd., dan Budi Waluyo, S. S. M. Pd. selaku Pembimbing Skripsi yang telah sabar memberikan bimbingan, dukungan, dan motivasi selama menyusun skripsi ini; 6. Bapak dan Ibu Dosen Program Bahasa dan Sastra Indonesia yang secara tulus memberikan ilmunya kepada peneliti; 7. SMP Negeri 8 Surakarta, Ibu Wahyu Prihatin Sayekti, S. Pd. dan Ibu Siti Martabatul Aliyah, S. Pd. yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian dan telah banyak membantu memberikan informasi kepada peneliti; 8. Kedua orang tua, yang tak henti-hentinya selalu memberikan doa dan dorongan kepada penulis;
commit to user ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
9. Mahasiswa Bastind angkatan 2008, yang telah memberi semangat dan motivasi dalam proses penelitian ini; Semoga amal kebaikan semua pihak mendapatkan imbalan dari Allah . Harapan penulis, semoga karya ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan ilmu pengetahuan terutama dalam pembelajaran Bahasa Indonesia.
Surakarta,
Penulis
commit to user x
Mei 2012
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL .................................................................................
i
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN .............................................
ii
HALAMAN PENGAJUAN ......................................................................
iii
..................................................................................................................... HALAMAN PERSETUJUAN .................................................................
iv
HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................
v
..................................................................................................................... HALAMAN ABSTRAK ...........................................................................
vi
..................................................................................................................... HALAMAN MOTTO ...............................................................................
vii
..................................................................................................................... HALAMAN PERSEMBAHAN ...............................................................
viii
KATA PENGANTAR ...............................................................................
ix
DAFTAR ISI ..............................................................................................
xi
DAFTAR GAMBAR .................................................................................
xiii
DAFTAR TABEL .....................................................................................
xiv
DAFTAR SINGKATAN ...........................................................................
xv
BAB I PENDAHULUAN .........................................................................
1
A.
Latar Belakang Masalah ...........................................................
1
B.
Rumusan Masalah .....................................................................
4
C.
Tujuan Penelitian .......................................................................
4
D.
Manfaat Penelitian .....................................................................
5
BAB II LANDASAN TEORI .................................................................
6
A.
Pembelajaran Keterampilan Berbicara ......................................
6
1. Hakikat Berbicara ......................................................................
6
2. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Pembelajaran Keterampilan Berbicara .............................................................
14
3. Evaluasi Pembelajaran Keterampilan Berbahasa .......................
19
4. Peran Guru dalam Pelaksanaan Pembelajaran Keterampilan
commit to user xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Berbicara ....................................................................................
24
B.
Penelitian yang Relevan .............................................................
25
C.
Kerangka Berpikir ......................................................................
26
BAB III METODE PENELITIAN .........................................................
29
A.
Tempat dan Waktu Penelitian ....................................................
29
B.
Bentuk Penelitian........................................................................
29
C.
Sumber Data ...............................................................................
30
D.
Teknik Sampling ........................................................................
30
E.
Teknik Pengumpulan Data .........................................................
31
F.
Validitas Data .............................................................................
32
G.
Teknik Analisis Data ..................................................................
33
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................
35
A.
Deskripsi Latar Penelitian ..........................................................
35
B.
Temuan Penelitian ......................................................................
36
1. Perencanaan Pembelajaran Keterampilan Berbicara di SMP Negeri 8 Surakarta .........................................................
36
2. Pelaksanaan Pembelajaran Keterampilan Berbicara di SMP Negeri 8 Surakarta .........................................................
39
3. Kendala dalam Pembelajaran Keterampilan Berbicara di SMP Negeri 8 Surakarta .........................................................
43
4. Upaya Guru dan Sekolah untuk Mengatasi Kendala Pembelajaran Berbicara .............................................................. C.
46
Pembahasan 1. Orientasi Pembelajaran Berbicara di SMP Negeri 8 Surakarta ..
49
2. Perencanaan, Pelaksanaan, dan Penilaian Pembelajaran Berbicara di SMP Negeri 8 Surakarta ........................................
51
3. Kelebihan dan Kelemahan Upaya Guru dalam Pembelajaran Keterampilan Berbicara di SMP Negeri 8 ..........
60
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN .................................
61
A.
SIMPULAN ................................................................................
commit to user xii
61
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
B.
IMPLIKASI ................................................................................
62
C.
SARAN.......................................................................................
63
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRA
commit to user xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Kerangka Berfikir Penelitian ...............................................
28
Gambar 2. Model Analisis Interaktif ....................................................
34
Gambar 3. Buku referensi dan modul yang digunakan dalam pembelajaran berbicara di SMP Negeri 8 Surakarta ...........
commit to user xiv
55
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Tabel 1 : Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Keterampilan berbicara di SMP/MTs (semester genap) ........................................
15
Tabel 2 : Rubrik Pengamatan Penilaian Kemampuan Berbicara ....................
23
Tabel 3 : Rincian Waktu dan Jenis Kegiatan Penelitian .................................
29
commit to user xv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR SINGKATAN CL
: Catatan Lapangan
JA
: Jovanka Addin P. A.
Nar.
: Narasumber
NIM
: Nomor Induk Mahasiswa
NIP
: Nomor Induk Pegawai
NIS
: Nomor Induk Siswa
Pen.
: Peneliti
RPP
: Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
S. Pd.
: Sarjana Pendidikan
SM
: Siti Martabatul A., S. Pd.
WP
: Wahyu Prihatin S., S. Pd.
commit to user xvi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan aset paling berharga bagi bangsa. Kesadaran tentang pentingnya pendidikan dapat memberikan harapan dan kemungkinan yang lebih baik di masa mendatang. Sekarang, berbagai cara telah dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia, misalnya pemerintah membuat perubahan-perubahan baru di dalam kebijakan, diantaranya dengan menciptakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). KTSP menekankan pada kecakapan-kecakapan yang berguna untuk menghadapi permasalahan dalam berbahasa yang meliputi (1) keterampilan menyimak; (2) keterampilan berbicara; (3) keterampilan membaca; (4) keterampilan menulis. Keempat aspek tersebut selalu berkaitan erat. Dipandang dari segi bahasa, menyimak dan berbicara dikategorikan sebagai keterampilan berbahasa lisan (Munawaroh, 2008: 36). Seseorang yang memiliki keterampilan berbicara yang baik akan memiliki kemudahan dalam pergaulan di masyarakat. Penguasaan keterampilan berbicara membantu seseorang dalam menyampaikan pesan untuk dapat dicerna oleh lawan tutur sehingga komunikasi dapat berjalan dengan lancar. Dalam berkomunikasi antara guru dan siswa atau antarsiswa dalam proses belajar mengajar, keterampilan berbicara dan menyimak merupakan unsur yang penting. Melalui berbicara guru atau murid menyampaikan informasi melalui suara dan bunyi bahasa, sedangkan dalam menyimak, siswa akan mendapatkan informasi melaui tuturan yang diterima dari guru atau rekannya (Tarigan dan Tarigan, 1986: 86). Kemampuan berbicara tidak hanya digunakan dalam pembelajaran bahasa Indonesia akan tetapi pembelajaran yang lain juga membutuhkan jenis keterampilan ini. Menurut Hafizah (2008: 1), selama ini pengajaran keterampilan berbicara dan menyimak (khususnya berbicara) belum mendapatkan hasil yang maksimal
commit to user 1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 2
seperti yang diharapkan. Para siswa belum sepenuhnya mempunyai keterampilan komunikatif. Mereka masih takut, malu, dan ragu ketika harus berbicara di depan umum dan menyampaikan gagasan-gagasannya. Salah satu penyebabnya karena metode yang digunakan oleh guru belum sepenuhnya disesuaikan dengan situasi dan kondisi siswa serta kelas. Sebagaimana yang diungkapkan Sarono (2002: 2) bahwa guru yang kurang memberi perhatian khusus pada pembelajaran bercerita dapat dilihat dari materi dan metode pembelajaran yang kurang bermakna dan menyentuh. Keberhasilan pembelajaran berbicara salah satunya dapat dilihat dari cara siswa tampil atau praktik berbicara di depan kelas. Sebagaimana yang disebutkan oleh Tarigan (1992: 143) bahwa ada sejumlah siswa yang masih takut berdiri di hadapan teman sekelasnya. Bahkan tidak jarang terlihat beberapa siswa berkeringat dingin, berdiri kaku, lupa yang akan dikatakan apabila berhadapan dengan sejumlah siswa yang lainnya. Hal ini menunjukan bahwa pembelajaran keterampilan berbicara belum memperoleh hasil yang maksimal. Proses belajar dan hasil belajar para siswa bukan saja ditentukan oleh sekolah, pola, struktur dan isi kurikulumnya, akan tetapi sebagian besar ditentukan oleh guru yang mengajar dan membimbing para siswa. Guru yang berkompeten akan lebih mampu menciptakan lingkungan belajar yang efektif, menyenangkan dan akan lebih mampu mengelola kelasnya sehingga belajar para siswa berada pada tingkat optimal (Hamalik, 2004: 36). Kurang adanya interaksi antara guru dan murid juga menjadi salah satu penyebab gagalnya pembelajaran berbicara. Padahal berbicara merupakan suatu aktivitas yang tidak dapat dilakukan secara mandiri, artinya seseorang membutuhkan teman atau partner ketika akan berbicara. Lemahnya cara guru mengajar juga disebabkan sistem dan menejemen pendidikan yang kurang tertata, sehingga membuat posisi guru sebagai pendidik semakin tersisihkan. Mujiran (2002: 127) mengungkapkan bahwa sekarang ini sistem pendidikan yang ada masih kaku, sentralis, serta dibelenggu oleh kurikulum dan penyeragaman. Guru menjadi pasif dan tidak berpartisipasi penuh dalam proses pendidikan. Guru bukan lagi sebagai pendidik, melainkan sebagai
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 3
pegangan mengajar daripada mengembangkan potensi anak didik dengan lebih dinamis dan kreatif. Di lembaga pendidikan, tugas utama guru adalah mendidik dan mengajar. Agar tugas utama tersebut dapat dilaksanakan dengan baik, guru perlu memiliki kualifikasi tertentu, yaitu profesionalisme; memiliki kompetensi dalam ilmu pengetahuan, kredibilitas moral, dedikasi dalam menjalankan tugas, kematangan jiwa (kedewasaan), dan memiliki keterampilan teknis mengajar serta mampu membangkitkan etos dan motivasi peserta didik dalam belajar dan meraih kesuksesan (Marno dan Idris, 2008: 21). Dengan demikian peran guru benar-benar dapat dirasakan siswa. Selain faktor pendidik, dukungan sarana dan prasarana juga menjadi salah satu faktor penentu keberhasilan pembelajaran. Sekolah yang mempunyai sarana dan prasarana yang baik akan memudahkan guru dan siswa dalam proses belajar mengajar. Terbatasnya sarana dan prasarana dari sekolah pun tentunya akan memberikan hambatan pengembangan kreativitas dan inovasi-inovasi dalam pembelajaran. Namun demikian, hal ini bukan berarti dijadikan sebagai alasan untuk tidak mengembangkan inovasi dan kreasi dalam pembelajaran. Pelaksanaan pembelajaran di sekolah dapat disesuaikan dengan situasi yang ada. Di sisi lain, pembelajaran bahasa Indonesia pada setiap satuan pendidikan pasti mencakup empat aspek keterampilan berbahasa, yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Tentunya keempat keterampilan berbahasa tersebut tidak hanya dinilai secara kognitif karena pada hakikatnya bahasa merupakan ilmu terapan. Kompetensi dari sisi afektif dan psikomotorik pun memiliki peran yang sama pentingnya, khususnya dalam pembelajaran keterampilan berbicara di SMP yang lebih cenderung berupa praktik berbicara. Pemilihan sekolah ini tentunya berdasarkan kriteria-kriteria tertentu, khususnya prestasi. Penetapan SMP Negeri 8 surakarta sebagai tempat penelitian didasarkan pada, SMP tersebut adalah salah satu SMP yang berkualitas baik di Surakarta, terbukti dengan terakreditasi A dan termasuk sepuluh besar SMP berperingkat unggul dari ujian nasional tahun 2010/2011, di Surakarta. Situasi dan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 4
kondisi sekolah cukup nyaman dan kondusif, karena sarana dan prasarana yang dimiliki cukup menunjang untuk pembelajaran berbicara. Berdasarkan dari uraian tersebut, peneliti tertarik melakukan penelitian mengenai strategi pembelajaran keterampilan berbicara yang dilakukan oleh guru di SMP Negeri 8 Surakarta. Penelitaian ini peneliti tuangkan dalam judul DI SMP NEGERI 8
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut. 1.
Bagaimana
perencanaan
pembelajaran
yang
diterapkan
guru
dalam
pembelajaran keterampilan berbicara di SMP Negeri 8 Surakarta? 2.
Bagaimana pelaksanaan pembelajaran keterampilan berbicara yang dilakukan oleh guru di SMP Negeri 8 Surakarta?
3.
Apakah kendala-kendala yang dihadapi oleh guru bahasa Indonesia di SMP Negeri 8 Surakarta dalam pembelajaran keterampilan berbicara?
4.
Bagaimana upaya yang dilakukan oleh guru untuk mengatasi kendala-kendala yang ditemui dalam pembelajaran keterampilan berbicara di SMP Negeri 8 Surakarta?
C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan dan menjelaskan hal-hal sebagai berikut. 1. Perencanaan pembelajaran yang diterapkan guru dalam pembelajaran keterampilan berbicara di SMP Negeri 8 Surakarta. 2. Pelaksanaan pembelajaran keterampilan berbicara yang dilakukan oleh guru di SMP Negeri 8 Surakarta.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 5
3. Kendala-kendala yang dihadapi oleh guru SMP Negeri 8 Surakarta dalam pembelajaran keterampilan berbicara. 4. Upaya-upaya yang dilakukan oleh guru untuk mengatasi kendala-kendala yang ditemui dalam pembelajaran keterampilan berbicara SMP Negeri 8 Surakarta.
D. Manfaat dan Hasil Penelitian 1. Manfaat Teoritis Menambah pustaka keilmuan dan pengetahuan mengenai pelaksanaan pembelajaran keterampilan berbicara, khususnya di Sekolah Menengah Pertama. 2. Manfaat Prtaktis a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi sekolah, khususnya SMP Negeri 8 Surakarta dalam peningkatan kualitas pembelajaran berbicara. b. Bagi guru hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi peningkatan kualitas proses dan hasil dalam pelaksanaan pembelajaran keterampilan berbicara. c. Bagi siswa hasil penelitian ini diharapkan mampu meningkatkan motivasi untuk berprestasi terkait hal-hal yang didukung dengan keterampilan berbicara.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II LANDASAN TEORI
A. Keterampilan Berbicara 1. Hakikat Berbicara a. Pengertian Berbicara Nurgiyantoro (2001: 276) mengungkapkan pengertian berbicara adalah aktivitas kedua yang dilakukan manusia dalam kehidupan berbahasa, yaitu setelah mendengarkan. Berdasarkan bunyi-bunyi (bahasa) yang didengarnya itulah kemudian manusia belajar mengucapkan bunyi dan akhirnya mampu untuk berbicara. Jika ingin berbicara dalam suatu bahasa secara baik, pembicara harus menguasai lafal, struktur, dan kosakata yang bersangkutan. Suwandi dan Setiawan (2003: 7) menjelaskan bahwa berbicara adalah kemampuan untuk mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan. Sebagai perluasan dari pengertian ini dapat dikatakan bahwa berbicara merupakan suatu sistem tanda-tanda yang dapat didengar (audible) dan kelihatan (visible) yang memanfaatkan sejumlah otot dan jaringan tubuh manusia demi maksud dan tujuan gagasan-gagasan atau ide-ide yang dikomunikasikan. Selain itu Sarwiji Suwandi dan Budhi Setiawan (2003: 8) juga mengungkapkan kemahiran berbicara mempunyai prasyarat-prasyarat tertentu. Prasyarat tersebut, misalnya; keberanian, ketenangan sikap di depan orang banyak, mampu memberi reaksi yang cepat dan tepat, sanggup melontarkan pikiran-pikiran atau gagasangagasan secara lancar dan teratur, dan memperlihatkan suatu sikap dan gerakgerik yang tidak canggung dan kaku. Selain itu perlu diperlihatkan ekspresi fisik, ucapan (lafalisasi), dan lagu. Ekspresi fisik berupa sikap dan mimik akan sangat mampu menegaskan maksud pembicara. Berbicara juga dapat diartikan sebuah ujaran sebagai suatu cara berkomunikasi mengungkapkan pikiran, pendapat, gagasan, perasaan, dan keinginan dengan bantuan lambang-lambang yang disebut kata-kata (Tarigan, 1993: 8). Senada dengan pengertian di atas, Arman Agung (2008: 1) mengartikan
commit to user 6
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 7
berbicara sebagai suatu aktivitas kehidupan manusia normal yang sangat penting, karena dengan berbicara kita dapat berkomunikasi antara sesama manusia, menyatakan pendapat, menyampaikan maksud dan pesan, mengungkapkan perasaan dalam segala kondisi emosional dan lain sebagainya. Suharyanti dan Suryanto (1996: 28) juga berpendapat bahwa berbicara adalah suatu peristiwa penyampaian maksud (ide, pikiran, isi hati) seseorang kepada orang lain dengan menggunakan bahasa lisan sehingga maksud tersebut dapat dipahami oleh orang lain. Ditinjau dari media atau sarana yang digunakan untuk menghasilkan, bahasa dapat dibedakan dalam dua ragam bahasa, yaitu (1) bahasa lisan dan (2) bahasa tulis. Bahasa yang dihasilkan dengan menggunakan alat ucap (organ of speech)
dengan fonem sebagai unsur dasar
dinamakan ragam bahasa lisan,
sedangkan bahasa yang dihasilkan dengan memanfaatkan tulisan sebagai unsur dasarnya
dengan huruf
dinamakan bahasa tulis. Menulis dan membaca
merupakan ragam bahasa yang berkaitan erat dengan bahasa tulis, sedangkan berbicara dan mendengarkan (menyimak) merupakan ragam bahasa lisan. Tidaklah sama antara bahasa tulis dan bahasa lisan. Dalam bahasa tulis seorang penulis diikat oleh susunan dan kaidah-kaidah penulisan dan lain sebagainya. Dalam bahasa lisan, seorang bembicara juga diikat oleh kaidahkaidah seperti pelafalan, jeda, intonasi, dan sebagainya. Adakalanya seorang pembaca tidak memahami tulisan apabila belum dilafalkan. Bahasa tulis dapat menimbulkan multi tafsir atau makna ganda. Beberapa kalimat dalam kalimat mungkin ambigu akan tetapi jika kalimat tersebut terlepas dari susunan kalimat menjadi tidak ambigu. Hal itu sesuai dengan pendapat Susumo Kuno, dkk. (2001: 142). anger of building syntactic generalizations on the basic of a few ambiguous/unacceptable sentences that first come to mind. Some or all of these sentences may be ambiguous/unacceptable for nonsyntactic reasons, and sentences of the same pattern might be unambiguous/acceptable if they were free from the
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 8
Berbicara adalah keterampilan menyampaikan pesan melalui bahasa lisan. Dipandang dari segi bahasa, menyimak dan berbicara dikategorikan sebagai keterampilan berbahasa lisan. Ditinjau dari segi komunikasi, menyimak dan berbicara diklasifikasikan sebagai komunikasi lisan. (Munawaroh, 2008: 2) Berdasarkan pendapat para ahli di atas maka berbicara dapat didefinisikan sebagai suatu perbuatan mengucapkan bunyi-bunyi bahasa dengan alat bicara untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan dalam kegiatan berkomunikasi dengan orang lain sehingga maksud kita dapat diterima oleh mitra bicara dan dapat menjalin hubungan, den berinteraksi dengan mitra bicara kita. b.
Konsep Dasar Berbicara Pemahaman konsep berbicara sangatlah penting dibutuhkan oleh seorang
guru dalam mengajar keterampilan berbicara. Menurut Iskandarwassid dan Sunendar (2008: 286) Konsep dasar berbicara sebagai sarana berkomunikasi mencakup tujuh hal, yaitu sebagai berikut. 1) Berbicara dan menyimak adalah dua kegiatan resiprokal Berbicara dn menyimak adalah dua kegiatan yang berbeda namun berkaitan erat dan tak terpisahkan. Kegiatan menyimak pasti didahului oleh kegiatan berbicara. Dalam komunikasi lisan, pembicara dan penyimak berpadu dalam sutu kegiatan yang resiprokal berganti peran secara spontan, mudah, dan lancer dari pembicara menjadi penyimak, dari penyimak menjadi pendengar. 2) Berbicara adalah proses individu berkomunikasi Ada kalanya berbicara digunakan sebagai alat komunikasi dengan lingkungannya. Bila hal ini dikaitkan dengan fungsi bahasa maka berbicara digunakan sebagai sarana memperoleh pengetahuan mengadaptasi, mempelajari, dan mengontrol lingkungannya. Berbicara adalah salah satu alat komunikasi terpenting bagi manusia untuk dapat menyatakan diri sebagai anggota masyarakat.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 9
3) Berbicara adalah ekpresi kreatif Melalui berbicara, manusia tidak hanya menyatakan suatu ide tetapi juga memanifestasikan kepribadiannya. Tingkat intelektual manusia dapat dilihat dari cara seseorang berbicara. Berbicara adalah alat utama untuk menciptakan dan memformulasikan ide dan kreativitas baru. 4) Berbicara adalah tingkah laku Melalui berbicara, pada dasarnya pembicara menyatakan gambaran dirinya. Berbicara merupakan simbolisasi kepribadian pembiraca. Dalam kepribadian seseorang terselip tingkah lakunya, karena itu dapat dikatakan bahwa berbicara adalah tingkah laku. 5) Berbicara dipengaruhi kekayaan pengalaman Seorang pembicara yang memiliki banyak pengetahuan dan pengalaman akan berbicara dengan baik dan lancar. Begitu pula sebaliknya, pembicara yang kurang memiliki pengalaman akan mengalami hambatan dalam penyampaian ide dan gagasannya. 6) Berbicara merupakan sarana memperluas cakrawala Selain untuk mengekspresikan ide, perasaan, dan imajinasi, berbicara juga dapat digunakan untuk menambah pengetahuan dan memperluas cakrawala pengalaman. Melalui berbicara wawasan seseorang akan bertambah karena ia akan mendapat umpan balik dari orang lain. 7) berbicara adalah pancaran pribadi Gambaran pribadi seseorang dapat diidentifikasikan dengan berbagai cara, salah satunya dari cara seseorang berbicara. Berbicara pada hakikatnya melukiskan apa yang ada dihati, misalnya pikiran, perasaan, keinginan, ide, dan lain-lain. Kualitas suara, tinggi suara, nada, kecepatan suara dalam berbicara merupakan indikator keadaan emosi seseorang. Hamalik (2003: 173)
mengungkapkan bahwa untuk mempelajari
keterampilan tersebut tidak cukup hanya menggunakan kondisi-kondisi eksternal, tetapi juga diperlukan kondisi internal yang telah dimiliki oleh siswa. Menurutnya, pengembangan suatu keterampilan hanya mungkin terjadi jika siswa sudah memiliki keterampilan-keterampilan yang sederhana sebelumnya. Prosedur
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 10
dalam mengajarkan keterampilan berbicara yang diungkapkan oleh Hamalik (2003/176-178), dilaksanakan melalui langkah-langkah sebagai berikut; (1) Guru melakukan tahap telaah keterampilan; (2) Guru menilai tingkah laku dasar siswa sebagai tahap persiapan untuk melaksanakan pengajaran pengembangan keterampilan berbicara; (3) Guru mengembangkan latihan dalam komponen unit keterampilan pada siswa; (4) Guru menentukan dan mendemonstrasikan keterampilan pada siswa; dan (5) Guru menyediakan kondisi belajar bagi siswa untuk mengadakan praktik memberikan balikan. c.
Faktor-faktor yang Menunjang Keterampilan Berbicara Tujuan utama berbicara adalah untuk berkomunikasi. Di samping tujuan
utama berkomunikasi, Keraf (2001: 320-321) menyatakan tujuan berbicara, antara lain: (1) mendorong, yaitu pembicara berusaha memberi semangat serta menunjukkan rasa hormat dan pengabdian; (2) meyakinkan, yaitu pembicara ingin meyakinkan sikap, mental, dan intelektual kepada para pendengarnya; (3) bertindak, berbuat, menggerakkan, yaitu pembicara menghendaki adanya tindakan atau reaksi fisik dari pendengar; dan (4) menyenangkan atau menghibur. Dari berbagai macam tujuan berbicara di atas, dapat disimpulkan bahwa berbicara merupakan kegiatan menyampaikan ide atau gagasan secara lisan. Oleh sebab itu, agar ide atau gagasan pembicara dapat diterima oleh pendengar, maka pembicara harus mampu menyampaikan isi secara baik dan efektif. Maidar G. Arsjad, Mukti U. S (1991: 17-19) menjelaskan faktor-faktor kebahasaan yang menunjang keefektifan berbicara antara lain; (1) ketepatan ucapan seorang pembicara dalam mengucapkan bunyi-bunyi bahasa harus tetap karena pengucapan bunyi-bunyi yang tidak tepat dapat mengalihkan perhatian pendengar; (2) penempatan tekanan, nada, sendi, dan durasi harus sesuai; (3) pilihan kata yang tepat; (4) ketepatan sasaran pembicara. Hal itu sesuai dengan pendepat Joanna Jaworrow: accomplish intended actions and how hearers infer intended meaning form what is said. Although speech act studies are now considered a subdiscipline of cross-cultural pragmatics, they actually take their origin in
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 11
berbicara mencoba untuk menjelaskan bagaimana pembicara menggunakan bahasa yang diharapkan akan menyempurnakan tindakan-tindakan dan pendapat yang berbentuk arti apa yang diucapkan. Meskipun pelajaran berbicara sekarang mempertimbangkan subdisiplin persilangan budaya pragmatik, mereka biasanya mengambil sumber asal-usul filsafat bahasa. Lebih lanjut Iskandarwassid dan Sunendar (2008: 23) menjelaskan empat hal yang mendukung keterampilan berbicara: 1) Penyimak Keberhasilan berbicara, dapat dilihat pertama kali pada penyimak atau pendengar. Cara yang digunakan adalah dengan menganalisis situasi dan kebutuhan tingkat pendidikan pendengar. Dengan cara ini akan menghindarkan dari kesalahan-kesalahan dalam berbicara. 2) Pembicaraan Sebelum pembicaraan berlangsung, maka pembicara harus mempersiapkan apa yang akan dibicarakan, diantaranya sebagai berikut: (1) menentukan materi; (2) menguasai materi; (3) memahami khalayak; (4) memahami situasi; dan (5) merumuskan tujuan yang jelas. 3) Media dan Sarana Pembicaraan dapat disampaikan dengan lebih menarik jika didukung dengan memberikan ilustrasi yang tepat, dan menggunakan alat bantu yang tepat. Misalnya menggunakan kaset, komputer, dan gambar. 4) Pembicara Pembicara adalah unsur penting yang menentukan efektivitas retorik. Syarat pembicara yang baik, diantaranya: (1) memiliki pengetahuan yang luas; (2) kepercayaan diri yang cukup; (3) berpenampilan yang sesuai; (3) memiliki artikulasi yang jelas; (4) jujur, ikhlas, kreatif, dan bersemangat, dan (5) tenggang rasa dan sopan santun. Sementara itu Nur (2008: 2) menjelaskan bahwa setidaknya ada empat faktor yang harus dimiliki oleh seorang pembicara jika ingin berhasil dalam berbicara, yaitu (1) percaya diri; (2) kejelasan suara; (3) ekspresi/gerak mimik;
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 12
dan (4) kelancaran komunikasi. Lebih lanjut, Midar G. Arsjad dan Mukti U. S. (1991: 87) menjelaskan bahwa keefektifan berbicara ditunjang oleh dua faktor, yaitu faktor kebahasaan dan nonkebahasaan. Faktor kebahasaan meliputi: (1) ketepatan suara; (2) penempatan tekanan nada, sendi, dan durasi yang sesuai; (3) pilihan kata (diksi); dan (4) ketepatan sasaran pembicaraan. Adapun faktor nonkebahasaan meliputi: (1) sikap yang wajar, tenang, dan tidak kaku; (2) mimik, gerak badan, dan pandangan; (3) penampilan; (4) menghargai pendapat orang lain; (5) kenyaringan suara; (6) kelancaran; (7) penalaran; dan (8) penguasaan topik. d.
Merencanakan Pembicaraan Keterampilan berbicara di depan khalayak, atau yang dikenal dengan
istilah public speaking tidak akan muncul begitu saja pada diri seseorang. Keterampilan itu diperoleh setelah melalui berbagai latihan dan praktik penggunaannya. Berkaca dari masalah itulah para ahli menaruh perhatian terhadap upaya membina dan mengembangkan keterampilan berbicara. arus dilalui dalam mempersiapkan suatu pembicaraan, yaitu (1) menyeleksi dan memusatkan pokok pembicaraan, (2) menentukan tujuan khusus pembicaraan, (3) menganalisis pendengar dan situasi, (4) mengumpulkan materi, (5) menyusun ragangan kerangka dasar (outline), (6) mengembangkan ragangan/kerangka dasar, dan (7) menyajikan pembicaraan. e.
Tujuan Berbicara Menurut Suwandi dan Setiawan (2003: 12) yang dimaksud dengan tujuan
berbicara bergantung dengan apa yang dikehendakinya. Suatu maksud akan menimbulkan reaksi-reaksi tertentu pula. Pada umumnya tujuan berbicara sebagai berikut: (1) pembicara dikatakan mendorong apabila berusaha memberi semangat, membangkitkan keinginan atau menekankan perasaan yang kurang baik, serta menunjukkan rasa hormat dan pengabdian. Setelah pembicara itu berakhir, pendengar diharapkan menunjukkan reaksi yang berupa tergugah perasaan mereka terhadap hal yang disampaikan oleh pembicara; (2) pembicara berusaha mempengaruhi keyakinan pendengar. Setelah pembicara selesai, diharapkan akan terjadi persesuaian pendapat, keyakinan, dan kepercayaan antara pendengar dan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 13
pembicara; (3) berbuat dan bertindak. Seorang pembicara mempunyai tujuan menghendaki adanya tindakan atau reaksi fisik dari pendengar. Dasar tindakan tersebut adanya keyakinan yang sudah dalam atau terbakar suatu emosi; (3) memberitahu, berbicara yang bertujuan memberitahukan, biasanya pembicara akan memberitahukan atau menyampaikan sesuatu kepada pendengarnya agar mereka benar-benar mengerti; dan (4) menyenangkan, pembicaraan dilakukan dengan tujuan untuk menggembirakan dalam suatu pertemuan. Suharyanti dan Suryanto (1996: 4) menyatakan bahwa tujuan utama dari berbicara adalah
untuk
berkomunikasi.
Pembicara dapat
menyampaikan
pembicaraan dengan efektif, jika memahami makna segala sesuatu yang ingin dikomunikasikan; dia harus mampu mengevaluasi efek komunikasikanya terhadap pendengarnya; dan dia harus mendasari prinsip-prinsip yang mendasari segala situasi pembicaraan, baik secara umum maupun perorangan. Selanjutnya, Henry Tarigan (2008: 16) juga menjelaskan tujuan utama dari berbicara yaitu untuk berkomunikasi. Agar dapat menyampaikan pikiran secara efektif, pembicara harus dapat memahami samua pembicaraan makna yang ingin dikomunikasikan. Dari beberapa teori di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan berbicara adalah menyampaikan pesan dan berkomunikasi untuk orang lain dengan prinsipprinsip tertentu agar pembicara dan pendengar saling mengerti. Berbicara mempunyai maksud-maksud tertentu, misalnya mengajak, menghibur, dan meyakinkan. Berbicara berarti menuangkan ide serta gagasannya ke dalam sebuah tuturan dengan tujuan agar dimengerti orang.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 14
2. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Pembelajaran Keterampilan Berbicara a. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Dalam Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 pasal 1 ayat (15) Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) diartikan sebagai kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan (Safawi dalam Adi, 2011: 17). KTSP dikembangkan oleh setiap kelompok/satuan pendidikan dan komite sekolah/madrasah di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan/kantor Depag kabupaten/kota untuk pendidikan dasar, dan dinas pendidikan/kantor Depag provinsi untuk pendidikan menengah dan pendidikan khusus. Beberapa prinsip pengembangan KTSP diantaranya: (1) berpusat pada potensi, perkembangan, kebuutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya; (2) beragam dan terpadu; (3) tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; (4) relevan dengan kebutuhan kehidupan; (5) menyeluruh dan berkesinambungan; (6) belajar sepanjang hayat; dan (7) seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah. Struktur dan prosedur kurikulum yang baik harus bisa membangun rencana kerja yang baik dan untuk menyempurnakannya tidak membutuhkan waktu yang lama. Dengan adanya standar kompetensi mata pelajaran bahas Indonesia ini diharapkan: (1) peserta didik dapat mengembangkan kompetensinya sesuai dengan kemampuan, kebutuhan, dan minatnya, serta dapat menumbuhkan penghargaan terhadap hasil kesastraan dan hasil intelektual bangsa sendiri; (2) guru dapat memusatkan perhatian kepada pengambangan kompetensi bahasa peserta didik dengan menyediakan berbagai kegiatan berbahasa dan sumber belajar; (3) guru lebih mandiri dan leluasa dalam menentukan bahan ajar kebahasaan dan kesastraan sesuai dengan kondisi lingkungan sekolah dan kemampuan peserta didiknya; (4) orang tua dan masyarakat dapat secara aktif terlibat dalam pelaksanaan program kebahasaan dan kesastraan di sekolah; (5) sekolah dapat menyusun program pendidikan tentang kebahasaan dan kesastraan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 15
sesuai dengan keadaan peserta didik dan sumber belajar yang tersedia; (6) daerah dapat menentukan bahan dan sumber belajar kebahasaan dan kesastraan sesuai dengan kondisi dan kekhasan daerah dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional. Mata pelajaran bahasa Indonesia diberikan agar peserta didik mampu: (1) berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tulis; (2) menghargai dan bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa nasional; (3) memahami bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk berbagai tujuan; (4) menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan intelektual, serta kematangan emosional dan sosial; (5) menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa; dan (6) menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia. Ruang lingkup
mata
pelajaran bahasa
Indonesia
mencakup
komponen
kemampuan berbahasa dan kemampuan bersastra yang meliputi aspek-aspek sebagai berikut: (1) mendengarkan; (2) berbicara; (3) membaca; dan (4) menulis. Adapun Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar di SMP untuk keterampilan berbicara pada semester genap dapat dilihat dari table berikut: Standar Kompetensi Kelas VII 1. Mengungkapkan pikiran, perasaan, informasi, dan pengalaman melalui kegiatan menanggapi cerita dan bertelepon Kelas VIII 1. Mengemukakan pikiran, persaan, dan informasi melalui kegiatan diskusi dan protokoler
Kompetensi dasar 10.1 Menceritakan tokoh idola dengan mengemukakan identitas dan keunggulan tokoh, serta alasan mengidolakannya dengan pilihan kata yang sesuai 10.2 Bertelepon dengan kalimat yang efektif dan bahasa yang santun
10.1 Menyampaikan persetujuan, sanggahan, dan penolakan pendapat dalam diskusi disertai dengan bukti atau alasan 10. 2 Membawakan acara dengan bahasa yang baik dan benar, serta santun
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 16
Tabel 1. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Keterampilan berbicara SMP/MTs (semester genap) b. Pembelajaran Keterampilan Berbicara Suwandi dan Setiawan (2003: 38) menjelaskan bahwa sesuai dengan pengajaran
Bahasa
Indonesia
dapat
dikemukakan
tujuan
pembelajaran
keterampilan berbicara agar para siswa mampu memilih dan menata gagasan dengan penalaran yang logis dan sistematis. Selain itu, siswa diharapkan mampu menuangkan idenya ke dalam bentuk-bentuk tuturan dalam bahasa Indonesia sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia, mampu mengucapkannya dengan jelas dan lancar, serta mampu memilih ragam bahasa Indonesia sesuai dengan konteks komunikasi. Secara garis besar, tujuan utama pengajaran Bahasa Indonesia yaitu agar anak-anak dapat berbahasa Indonesia dengan baik dan benarsesuai dengan kaidah bahasa. Sehingga dapat disimpulkan, tujuan pengajaran Bahasa Indonesia yaitu agar anak-anak mampu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis dengan baik menggunakan bahasa Indoenasia. Keterampilan berbicara seseorang sangat dipengaruhi oleh dua faktor penunjang utama yaitu internal dan eksternal. Faktor internal adalah segala sesuatu potensi yang ada di dalam diri orang tersebut, baik fisik maupun nonfisik. Faktor fisik adalah menyangkut dengan kesempurnaan organ-organ tubuh yang digunakan di dalam berbicara misalnya, pita suara, lidah, gigi, dan bibir. Sedangkan faktor nonfisik diantaranya adalah: kepribadian (kharisma), karakter, temparamen, bakat (talenta), cara berfikir, dan tingkat kecerdasan. Sedangkan faktor eksternal misalnya tingkat pendidikan, kebiasaan, dan lingkungan pergaulan (Agung, 2008: 1). Namun demikian, kemampuan atau keterampilan berbicara tidaklah secara otomatis dapat diperoleh atau dimiliki oleh seseorang, walaupun ia sudah memiliki faktor penunjang utama, baik internal maupun eksternal. Kadang-kadang topik yang disampaikan cukup menarik, tetapi karena kurang mampu menyajikannya maka hasil yang diperoleh kurang memuaskan. Sebaliknya, meskipun pokok pembicaraan kurang menarik, tapi karena disajikan dengan gaya
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 17
yang berbeda maka dapat menimbulkan atensi atraktif dan dapat menarik para pendengar. Keterampilan berbicara yang baik dapat dimiliki dengan jalan mengasah, mengolah, serta melatih seluruh potensi yang ada. Ellis (dalam Adi, 2011: 15) mengemukaan adanya tiga cara untuk mengembangkan kemampuan berbicara secara vertikal. Ketiga cara tersebut, yaitu:
(1)
menirukan
pembicaraan
orang
lain
(khususnya
guru);
(2)
mengembangkan bentuk-bentuk ujaran yang telah dikuasai; dan (3) mendekatkan atau menyejajarkan dua bentuk ujaran, yaitu bentuk ujaran sendiri yang belum benar dan ujaran orang dewasa (terutama guru) yang sudah benar. Tujuan lainnya adalah agar anak-anak mampu mengungkapkan pikiran dan perasaan mereka secara lisan. Rangsangan untuk meningkatkan keterampilan berbicara adalah dengan bercerita, menyanyikan lagu anak-anak, bermain puzzle, angka, halma, congklak, kartu, monopoli, ataupun komputer. Iskandarwassid dan Sunendar (2008: 286-287) menjelaskan bahwa pembelajaran keterampilan berbicara memiliki beberapa tujuan, bergantung pada tingkatannya masing-masing. Dalam hal ini ada tiga tingkatan yang digunakan, yaitu tingkat pemula, menengah, dan tingkat tinggi. Pembelajaran keterampilan berbicara pada tingkat pemula bertujuan agar peserta didik dapat : (1) melafalkan bunyi-bunyi bahasa; (2) menyampaikan informasi; (3) menyatakan setuju atau tidak setuju; (4) menjelaskan identitas diri; (5) menjelaskan kembali hasil simakan atau bacaan; (6) menyatakan ungkapan rasa hormat; dan (7) bermain peran. Untuk tingkat menengah tujuan keterampilan berbicara dapat dirumuskan bahwa peserta didik dapat: (1) menyampaikan informasi; (2) berpartisipasi dalam percakapan; (3) menjelaskan identitas diri (4); menjelaskan kembali hasil simakan atau bacaan; (5) melakukan wawancara; (6) bermain peran; dan (7) menyampaikan gagasan dalam diskusi atau pidato. Adapun untuk tingkat yang paling tinggi, yaitu tingkat lanjut, tujuan keterampilan berbicara dapat dirumuskan bahwa peserta didik dapat: (1) menyampaikan informasi; (2) berpartisipasi dalam
percakapan; (3)
menjelaskan identitas diri (4); menjelaskan kembali hasil simakan atau bacaan; (5) berpartisipasi dalam wawancara; (6) bermain peran; dan (7) menyampaikan gagasan dalam diskusi, pidato, atau debat.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 18
Simpulan teori kemampuan berbicara adalah bahwa kemampuan berbicara diajarkan
kepada
siswa
sebagai
bahan
ajar
untuk
membantu
siswa
mengembangkan kemampuan berbicara siswa. Kemampuan berbicara merupakan keterampilan yang berguna bagi siswa ketika terjun ke dalam kehidupan bermasyarakat. Alasan tersebut menjadikan keterampilan berbicara sangat penting diajarkan mulai usia dini. c. Bentuk-bentuk Pembelajaran Berbicara Suwandi dan Setiawan (2003: 40) mengungkapkan bahwa terdapat berbagai bentuk kegiatan berbicara yang dapat diajarkan kepada siswa. Pengajaran kemampuan berbicara yang penting untuk diajarkan adalah bertanya, bercerita, berdialog (wawancara), ceramah, pidato, diskusi kelompok, dan sebagainya. Siswa diharapkan dapat menguasai berbagai bentuk pembelajaran tersebut agar terampil berbicara baik dalam bentuk formal maupun nonformal. Nurgiyantoro (2001: 278-291) mengungkapkan bahwa terdapat berbagai bentuk tugas kemampuan berbicara. Bentuk-bentuk tugas kemampuan berbicara tersebut, antara lain: (1) pembicaraan berdasarkan gambar; (2) wawancara; (3) bercerita; (4) berpidato; (5) diskusi. Beberapa bentuk berbicara tersebut akan berguna bagi siswa sampai pada kehidupan sosial di lingkungan tempat tinggalnya ketika mereka terjun di masyarakat nanti. Simpulan dari teori tersebut bahwa bentuk-bentuk berbicara yang dapat dilakukan oleh siswa adalah bertanya, bercerita, memberi tanggapan, wawancara, dan pidato. Berbagai bentuk tugas berbicara yang diajarkan tersebut akan menunjang kemampuan berbicara seseorang agar lebih terampil.
3. Evaluasi Pembelajaran Keterampilan Berbicara Keberhasilan sebuah pengajaran dapat diketahui hasilnya melalui evaluasi pembelajaran yang berfungsi untuk mengukur kemampuan siswa setelah dilaksanakannya proses pembelajaran
itu.
Terkait dengan hal tersebut,
Nurgiyantoro (2001: 5) menyatakan bahwa penilaian di dalam pendidikan adalah suatu proses karena pendidikan dan pengajaran itu sendiri merupakan proses mencapai sejumlah tujuan yang telah ditetapkan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 19
Nurgiyantoro (2001: 276) menyebutkan bahwa tes kemampuan berbicara perlu mempertimbangkan unsur ekstralinguistik, yaitu sesuatu yang disampaikan di dalam bahasa. Penilaian unsur ekstralinguistik diperlukan agar guru dapat mengetahui sejauh makan tingkat kemampuan berbahasa siswa. Dengan demikian, dalam penilaian kemampuan berbicara siswa diperlukan seperangkat instrumen yang harus dipersiapkan dengan baik. Selanjutnya,
Nurgiyantoro
(2001: 291) juga menjelaskan bahwa cara penilaian berbicara dapat menggunakan skala: 0-10 atau 1-10 dengan mengemukakan aspek-aspek yang menurut kita belum terungkap. Aspek-aspek yang dapat dinilai misalnya: (1) ketepatan struktur; (2) ketepatan kosakata; (3) kelancaran; (4) kualitas gagasan yang dikemukakan;
(5)
banyaknya
gagasan
kemampuan/kekritisan menanggapi
yang
gagasan;
dikemukakan
siswa;
dan (7) kemampuan
(6) untuk
mempertahankan pendapat. Menurut Suwandi dan Setiawan (2003: 33-34) bahwa aspek penilaian berbicara yang akan dinilai dalam tes kemampuan berbicara meliputi: aspek kebahasaan dan nonkebahasaan. Aspek kebahasaan tersebut antara lain: (1) pengucapan vokal; (2) pengucapan konsonan; (3) penempatan tekanan; (4) penempatan persendian; (5) penggunaan nada/irama; (6) pilihan kata; (7) pilihan ungkapan; (8) variasi kata; (9) tata bentukan; (10) struktur kalimat; (11) ragam kalimat. Sedangkan aspek nonkebahasaan meliputi: (1) keberanian dan semangat yang diperlihatkan siswa; (2) kelancaran; (3) penyaringan suara; (4) pandangan mata; (5) gerak-gerik dan mimik; (6) keterbukaan; (7) penalaran; (8) penguasaan topik. ucational evaluation is the estimation of the growth and progress of (evaluasi pendidikan adalah penarikan/penilaian terhadap pertumbuhan dan kemajuan murid-murid kea rah tujuan-tujuan atau nilai-nilai yang telah ditetapkan dalam kurikulum). (Ngalim Purwanto, 1988: 3) Kaitannya dengan proses pembelajaran, Gronlund (dalam Ngalim Purwanto, 2006: 8) merumuskan evaluasi sebagai proses yang sistematis untuk menentukan atau membuat keputusan sampai sejauh mana tujuan-tujuan yang ditetapkan telah dicapai.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 20
Berdasarkan penilaian Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), maka evaluasi di setiap aspek pembelajaran harus memuat tiga aspek, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Aspek kognitif diarahkan pada hasil pembelajaran, sedangkan afektif dan psikomotorik ditujukan pada proses selama pembelajaran berlangsung. Ketiga kawasan tersebut diuraikan secara berkaitan menurut Benjamin S. Bloom (dalam Herman J. Waluyo, 2006: 167-174), yakni: 1) Kawasan kognitif, yaitu berhubungan dengan hal kognisi pembelajaran (kegiatan atau proses memperoleh pengetahuan atau usaha mengenali sesuatu melalui pengalaman pembelajaran sendiri). Kawasan kognitif meliputi enam tingkatan, yaitu: a) Pengetahuan, yang meliputi; pengetahuan akan hal khusus (definisi, membedakan, mengingat, mengenal kembali, pengetahuan akan kejadian khusus, pengetahuan tentang cara dan alat, pengetahuan akan urutan, penggolongan dan kategori, pengetahuan akan kriteria, pengetahuan akan metodologi, serta pengetahuan tentang prinsip dan generalisasi). b) Pemahaman, yang meliputi: terjemahan (arti, contoh, definisi, abstrak, kata,
kalimat),
penafsiran
(membedakan,
membuat,
menerangkan,
mempertunjukkan), dan perhitungan atau ramalan. c) Penerapan, yang meliputi: menerapkan prinsip, menggeneralisasikan, menghubungkan,
memilih,
mengalihkan,
menggolongkan,
mengorganisasikan, dan menyusun kembali. d) Analisis, yang meliputi: analisis unsur, analisis hubungan, dan analisis prinsip-prinsip organisasional. e) Sintesis,
yang
meliputi:
hasil
komunikasi
(untuk
menuliskan,
menceritakan, mengubah, membuktikan kebenaran), hasil dari rencana atau rangkaian kegiatan yang disusulkan, dan asal mula dari rangkaian hubungan abstrak.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 21
f) Evaluasi, yang meliputi: pertimbangan mengenai kejadian internal dan pertimbangan mengenai kriteria eksternal. 2) Kawasan afektif, yaitu berhubungan dengan perasaan dan emosi pembelajar. Kawasan afektif meliputi lima tingkatan, yaitu: a) Menerima, menyangkut minat siswa terhadap sesuatu. b) Merespon, artinya siswa ikut berpartisipasi secara aktif dalam suatu kegiatan. Bukti responding yang tertinggi adalah turnbuhnya interest, misalnya memiliki rasa senang terhadap aktivitas bermain drama di kelas. c) Menenghargai, pada tingkat diri siswa mampu memberikan penilaian terhadap drama yang akan atau sudah dipentaskan, siswa memiliki sikap, dan memiliki apresiasi. d) Mengorganisaslkan sistem nilai. Nilai-nilai dalam diri seseorang bersifat kompleks dan saling terkait menjadi sistem nilai sehingga untuk mengetahui kemampuan dalam mengorganisasikan sebuah nilai, dapat dilihat dari kemampuan seseorang membandingkan berbagai nilai, menghubungkan nilai-nilai, dan menyintesiskan sistem nilai. e) Mengadakan karakteristik nilai. Orang yang efektif terhadap sesuatu tidak hanya menerima, merespons, menghargai, dan mengorganisasi harga yang ada, tetapi sudah mampu memperjelas nilai suatu hal menjadi nilai hidupnya yang memiliki karakterisasi jelas. 3) Kawasan psikomotorik, berkaitan dengan aktivitas fisik yang berhubungan dengan proses mental dan psikologi pembelajar. Kawasan psikomotorik meliputi lima tingkatan, yaitu: a) Persepsi, yaitu proses kesadaran akan adanya perubahan setelah keaktifan alat diri. Persepsi meliputi: stimulasi, menyentuh bentuk sesuatu, merasakan sesuatu, membau, dan memegang, dan mendiskriminasi tandatanda.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 22
b) Kesiapan, yaitu kemampuan membedakan persepsi yang masuk. Kesiapan meliputi: kesiapan mental, fisik, dan emosional dalam merespons. c) Respons terpimpin, yaitu kemampuan mencatat dan membuat laporan. Respons terpimpin meliputi: imitasi, trial and error, mengikuti, dan mengadakan eksperimen. d) Mekanisme, yaitu penggunaan skill dalam aktivitas kompleks. Mekanisme meliputi: memilih, merencanakan, melatih, dan merangkaikan. e) Respons yang kompleks, yaitu penggunaan skill berdasarkan pengalaman persepsi, kesiapan, respons, terpimpin dan mekanisme. Respons yang kompleks meliputi: adaptasi, penggunaan skill untuk profesi, dan melaporkan atau menjelaskan. Sementara itu,
Nurgiyantoro (2001: 292-294) menjelaskan tingkatan-
tingkatan tes atau penilaian kemampuan berbicara, yakni sebagai berikut. 1) Tes kemampuan berbicara tingkat ingatan Tes kemampuan berbicara tingkat ingatan umumnya bersifat teoretis, menanyakan hal-hal yang berkaitan dengan tugas berbicara, misalnya tentang pengertian dan fakta. 2) Tes tingkat pemahaman Tes kemampuan tingkat pemahaman juga masih bersifat teoritis, menanyakan berbagai masalah yang berhubungan dengan tugas berbicara. Namun, tes tingkat pemahaman ini dapat pula dimasukkan untuk mengungkap kemampuan siswa secara lisan. 3) Pada tingkat ini tidak lagi bersifat teoritis, melainkan menghendaki siswa untuk melakukan praktik berbicara. Tes tingkat ini menuntut siswa untuk mampu menerapkan kemampuan berbahasanya untuk berbicara dalam situasi dan masalah tertentu. Simpulan dari teori tersebut, bahwa penilaian berbicara memiliki aspekaspek tertentu. Penilaian kemampuan berbicara dipilih sesuai dengan jenjang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 23
pendidikan siswa sehingga aspek-aspek yang dinilai dalam berbicara tergantung dengan kemampuan awal serta pelajaran berbicara yang sedang dipelajari siswa. Penilaian berbicara juga harus mempertimbangkan kemampuan berbahasa dan kemampuan berpikir siswa. Penilaian yang digunakan untuk mengukur kemampuan bercerita adalah tes unjuk kerja yang dilengkapi dengan lembar penilaian observasi (pengamatan) terhadap kemampuan bercerita siswa. Tabel 2. Rubrik Pengamatan Penilaian Kemampuan Berbicara No
Aspek yang Dinilai
Rentangan Skala 5
4
3
2
Perolehan 1
Skor
1 Lafal 2 Keruntutan 3 Kelancaran 4 Pemahaman Total Skor Nilai Keterangan 1.
Lafal 5
Tidak terjadi salah ucapan yang mencolok, ucapan standar
4
Pengaruh ucapan asing(daerah) dan kesalahan ucapan tidak menyebabkan kesalahpahaman
3
Pengaruh ucapan asing (daerah) memaksa orang mendengarkan dengan teliti, salah ucap yang menyebabkan kesalahpahaman
2
Sering terjadi kesalahan besar dan aksen kuat yang menyulitkan pemahaman
1
Ucapan sering tidak dapat dipahami karena kesalahan melafalkan kata-kata
2.
Keruntutan 5
Runtut dari awal sampai akhir pembicaraan
4
Terjadi sedikit ketidakruntutan dalam pembicaraan
3
Kadang-kadang tidak runtut, tetapi tidak menganggu pembicaraan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 24
2
Banyak terjadi ketidakruntutan ketika berbicara yang menganggu pembicaraan
1 3.
Sama sekali tidak runtut dari awal sampai akhir pembicaraan
Kelancaran: 5
Pembicaraan dalam segala hal lancar dan halus
4
Pembicaraan lancar dan halus, tetapi sekali-sekali masih kurang ajeg
3
Pembicaraan
sering
nampak
ragu,
kalimat
tidak
lengkap,
pengelompokkan kata kadang-kadang juga tidak tepat 2
Pembicaraan sangat lambat dan tidak ajeg kecuali untuk kalimatkalimat pendek .
1 4.
Pembicaraan selalu terhenti dan terputus-putus
Pemahaman 5
Memahami segala sesuatu dalam pembicaraan formal
4
Memahami agak baik kata-kata normal, kadang-kadang pengulangan dan penjelasan
3
Memahami dengan baik kata-kata sederhana, dalam hal tertentu masih perlu penjelasan dan pengulangan
2
Memahami dengan lambat kata-kata sederhana, sehingga perlu penjelasan dan pengulangan
1
Memahami sedikit isi kata-kata yang paling sederhana
Teknik penilaiannya sebagai berikut: 1.
Nilai dalam tiap unsur berkisar antara 1 sampai dengan 5: nilai 1 berarti kurang sekali, nilai 2 berarti kurang, nilai 3 berarti sedang, nilai 4 berarti baik, dan nilai 5 berarti baik sekali.
2.
Jumlali skor atau total nilai diperoleh dari menjumlahkan nilai setiap unsur penilaian yang diperoleh siswa.
3.
Nilai akhir yang diperoleh siswa diolah dengan menggunakan rumus:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 25
4.
Total Nilai X 100 = 20 Presentase ketuntasan pembelajaran berbicara dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
Jumlah siswa
X 100% = presentase tingkat keberhasilan
4. Peran Guru dalam Pelaksanaan pembelajaran Keterampilan Berbicara Seorang guru yang baik haruslah memiliki pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan dalam berhubungan dengan orang lain. Proses dan hasil belajar siswa bukan saja ditentukan oleh sekolah, pola, struktur, dan isi kurikulum, akan tetapi sebagian besar ditentukan oleh guru yang mengajar dan membimbing mereka. Guru akan mampu mendidik dan mengajar apabila dia mempunyai kestabilan emosi, memiliki rasa tanggung jawab yang besar untuk memajukan anak didik, bersikap realistis, bersikap jujur, serta bersikap terbuka dan peka terhadap perkembangan terutama terhadap inovasi pendidikan (Hamalik, 2004: 43) Seorang guru harus mampu menguasai dan mengelola kelas. Suwarna (2006: 66) menyebutkan macam-macam keterampilan dasar mengajar yang harus dimiliki guru, yaitu: (1) keterampilan membuka dan menutup pelajaran; (2) keterampilan menjelaskan; (3) keterampilan bertanya; (4) keterampilan memberi penguatan; (5) keterampilan menggunakan media pembelajaran; (6) keterampilan membimbing diskusi kelompok kecil; (7) keterampilan mengelola kelas; (8) keterampilan mengadakan variasi; dan (9) keterampilan mengajar perorangan dan kelompok kecil. Kesembilan keterampilan tersebut harus dikuasai dalam pembelajaran, khususnya dalam hal ini adalah pembelajaran keterampilan berbicara. Bertolak dari uraian dan pendapat para ahli di atas maka dapat dikatakan bahwa guru memiliki peran yang sangat penting dalam proses dan hasil pembelajaran, termasuk dalam pembelajaran keterampilan berbicara. Selain harus
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 26
memiliki kompetensi dalam mengajar guru juga dituntut mampu membimbing, mengarahkan, memotivasi, dan memberdayakan anak didik dan lingkungan sekitar agar pembelajaran yang dilaksanakan memberikan hasil yang maksimal.
B. Penelitian yang Relevan Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang Pembelajaran Keterampilan Berbicara di SMP 3 Negeri Salatiga. Penelitian tersebut memberikan simpulan bahwa pelaksanaan pembelajaran keterampilan berbicara di SMP Negeri 3 Salatiga berjalan baik, mulai dari perencanaan hingga evaluasi. Penelitian tersebut mempunyai persamaan proses penelitian dalam pengambilan data, yaitu dengan observasi, wawancara, dan analisis dokumen. Tetapi juga mempunyai perbedaan, yaitu objek penelitian. Penelitian yang relevan lainnya adalah Pelaksanaan Pembelajaran Berbicara Berdasarkan Kurikulum Berbasis Kompetensi pada Siswa Kelas IX SMA Negeri 1 Jati Srono Tahun Ajaran 2006/2007 karya Gagah Pribadi. Dalam penelitian tersebut disimpulkan bahwa keterampilan berbicara di SMA Negeri 1 Jati Srono pada kelas IX sudah sesuai pada pembelajaran berbicara yang baik meskipun beberapa kendala akan tetapi masih dapat diatasi. Penelitian tersebut mempunyai persamaan proses penelitian dalam pengambilan data, yaitu dengan observasi, wawancara, dan analisis dokumen. Tetapi juga mempunyai perbedaan, yaitu objek penelitian. Relevansi kedua penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah adanya kesamaan variabel pembelajaran keterampilan berbicara. Penelitian tersebut juga mendeskripsikan
mengenai
kendala-kendala
yang
dihadapi
guru
dalam
pembelajaran keterampilan berbicara dan upaya yang dilakukan oleh guru yang bersangkuatn untuk mengatasi kendala tersebut.
C. Kerangka Berpikir Pembelajaran bahasa Indonesia pada setiap satuan pendidikan pasti mencakup empat aspek keterampilan berbahasa, yaitu menyimak, berbicara,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 27
membaca, dan menulis. Tentunya keempat keterampilan berbahasa tersebut tidak hanya dinilai secara kognitif karena pada hakikatnya bahasa merupakan ilmu terapan. Kompetensi dari sisi afektif dan psikomotorik pun memiliki peran yang sama pentingnya, khususnya dalam pembelajarn keterampilan berbicara di SMP yang lebih cenderung berupa praktik latihan berbicara. Sekolah Menengah Pertama (SMP) merupakan sekolah yang menyiapkan peserta didiknya menjadi lulusan yang siap menghadapi jenjang yang berikutnya, yaitu Sekolah Menengah Atas (SMA). Lulusan SMP ditekankan agar memiliki keterampilan berbicara yang baik untuk menunjang kompetensi yang ditekuni ketika di SMP melalui komunikasi. Dengan tersedianya sarana dan prasarana yang lengkap untuk menunjang pembelajaran berbicara, diharapkan dapat dihasilkan lulusan yang berkompetensi dan dapat berkomunikasi dengan baik. Peneliti berasumsi tentunya terdapat strategi khusus yang dilakukan oleh guru dalam mengajarkan dan mengembangkan keterampilan berbicara kepada peserta didiknya, terlebih pada SMP. Strategi
pembelajaran
(meliputi
penguasaan
teori,
penguasaan
pembelajaran, penguasaan metode pembelajaran, dan evaluasi) menjadi syarat mutlak untuk mendapatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran keterampilan berbicara. Strategi pembelajaran keterampilan berbicara di SMP tentunya ditopang dengan pemahaman guru tentang kurikulum yang diterapkan. Terlebih dalam pembelajaran keterampilan berbicara, guru dituntut pula memiliki penguasaan teori keterampilan berbicara, penguasaan pembelajaran berbicara, penguasaan metode pembelajaran, dan penguasaan tentang penilaian atau evaluasi dalam keterampilan berbicara. Penguasaan tiap-tiap unsur tersebut sangat menentukan kualitas proses dan hasil pelaksanaan pembelajaran berbicara yang dilakukan.
Semua
komponen
tersebut
diwujudkan
dalam
perencanaan,
pelaksanaan, dan upaya mengatasi kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan pembelajaran keterampilan berbicara.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 28
Secara singkat alur pemikiran dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar di bawah ini. Guru mamahami kurikulum
Penguasaan teori keterampilan berbicara
Penguasaan pembelajaran keterampilan berbicara
Penguasaan metode pembelajaran keterampilan
PBM, Metode/pendekatan,
Hasil PBM keterampilan berbicara Gambar 1. Kerangka Berpikir Penelitian
commit to user
Penguasaan penilaian keterampilan berbicara
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 8 Surakarta. Alamat SMP Negeri 8 Surakarta yang akan diteliti adalah di jalan H.O.S Cokroaminoto No. 15 Kecamatan Jebres, Surakarta. Penetapan SMP Negeri 8 surakarta sebagai tempat penelitian didasarkan pada, 1. SMP tersebut adalah salah satu SMP yang berkualitas baik di Surakarta, terbukti dengan terakreditasi A dan mempunyai peringkat unggul dari ujian nasional tahun 2010/2011. 2. Situasi dan kondisi sekolah cukup nyaman dan kondusif, karena sarana dan prasarana yang dimiliki cukup menunjang untuk pembelajaran berbicara. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari-April 2012 sesuai dengan tabel kegiatan di bawah ini. No
1.
Waktu Jenis Penelitian Pembuatan proposal
2.
Pengajuan proposal
3.
Pengumpulan data
4.
Analisis data
5.
Penyusunan laporan
Desember Januari Februari Maret April Mei 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X
Tabel 3. Rincian Waktu dan Jenis Kegiatan Penelitian
B. Bentuk Penelitian Bentuk penelitian ini adalah deskriptif kualitatif yaitu penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan atau melukiskan keadaan yang ada berdasarkan konsep, kategori, dan tidak berdasarkan angka. Penelitian ini bertujuan memberikan gambaran secara detail tentang proses pembelajaran keterampilan berbicara di SMP Negeri 8 Surakarta. Dalam
commit to user 29
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 30
pembelajaran keterampilan berbicara, yaitu tentang perencanaan pembelajaran keterampilan berbicara,
pelaksanaan
pembelajaran,
kendala
pembelajaran
keterampilan berbicara, dan upaya yang dilakukan guru sekolah untuk mengatasi kendala-kendala yang ada dalam pembelajaran keterampilan berbicara.
C. Sumber Data Menurut Sutopo (2002: 23) sumber data dalam penelitian kualitatif dapat berupa manusia dengan tingkah lakunya, peristiwa, dokumenter, arsip, dan bendabenda lain. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: 1.
Peristiwa Peristiwa yang dijadikan sumber data dalam penelitian ini adalah peristiwa pembelajaran keterampilan berbicara di SMP Negeri 8 Surakarta yang dilakukan oleh guru dalam kelas dan terfokuskan pada pola interaksi guru
dengan
siswa
dan
siswa dengan
siswa
yang lainya
untuk
menspesifikasikan penelitian dan memudahkan dalam pengambilan data. 2.
Informan Informan dalam penelitian ini adalah guru mata pelajaran Bahasa Indonesia dan beberapa siswa kelas VII dan kelas VIII SMP Negeri 8 Surakarta.
3.
Dokumen Dokumen yang digunakan sebagai sumber data dalam penelitian ini adalah silabus, RPP, dan nilai keterampilan berbicara, yang berkaitan secara langsung dengan pokok pembahasan penelitian ini.
D. Teknik Sampling Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling, yakni pengambilan sampel yang didasarkan pada tujuan yang diinginkan. Peneliti mengambil sampel satu kelas dari masing-masing tingkatan di SMP Negeri 8 Surakarta. Kelas inilah yang diamati tentang proses pembelajaran dan nilai hasil keterampilan berbicara. Kelas yang dipilih adalah kelas VII F untuk
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 31
tingkat kelas VII dan kelas VIIIA untuk tingkat kelas VIII, tidak menggunakan kelas IX karena ditakutkan menggangu proses Ujian Nasional.
E. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: 1.
Analisis dokumen Dokumen yang dianalisis peneliti adalah Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), silabus, dan daftar nilai keterampilan berbicara. Data hasil analisis dokumen tersebut dikumpulkan dan dicatat, kemudian dipadukan dengan catatan lapangan. Dengan perpaduan dan data tersebut akan menghasilkan penelitian yang objektif dan komprehensif.
2.
Observasi Observasi adalah dasar dari ilmu pengetahuan. Para ilmuan hanya dapat bekerja berdasarakan data, yaitu fakta mengenai dunia kenyataan yang diperoleh melalui observasi (Nasution, dalam Rahayu, 2011: 36). Peneliti mengadakan pengamatan langsung terhadap pelaksanaan pembelajaran berbicara di SMP Negeri 8 Surakarta, dalam hal ini peneliti berperan sebagai partisipan pasif, di mana kehadiran peneliti diketahui namun tidak mempengaruhi proses pembelajaran dengan cara duduk di kursi paling belakang, sehingga guru dan siswa tidak merasa terganggu dengan kehadiran peneliti. Observasi dilakukan di dalam kelas saat pembelajaran keterampilan berbicara berlangsung. Dengan observasi secara langsung diharapkan diperoleh data yang sesungguhnya di lokasi penelitian. Hal-hal yang diobservasi meliputi: proses atau pelaksanaan pembelajaran keterampilan berbicara yang meliputi kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan akhir (penutup); proses evaluasi yang meliputi evaluasi proses dan hasil; aktivitas guru dan siswa selama proses pembelajaran yang meliputi usaha-usaha yang dilakukan guru selama pembelajaran dan keterlibatan siswa dalam pembelajaran.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 32
3.
Wawancara Wawancara adalah bentuk komunikasi antara dua orang, melibatkan seseorang yang ingin memeroleh informasi dari seseorang lainnya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan berdasarkan tujuan tertentu (Mulyana dalam Rahayu, 2011: 36) Wawancara mendalam dilakukan secara tidak formal terstruktur guna mendapatkan data yang tidak bisa didapat mealui teknik observasi. Untuk itu peneliti melakukan wawancara secara langsung. Peneliti melakukan wawancara kepada guru bahasa Indonesia kelas VII dan kelas VIII dan siswa dari kelas yang menjadi objek penelitian.
F. Validitas Data Teknik uji validitas data yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1.
Triangulasi data Yaitu
peneliti
menggunakan
beberapa
sumber
untuk
mendapatkan/mengumpulkan data. Untuk mendapatkan data tersebut, peneliti menggunakan beberapa sumber, yaitu dokumen (hasil rekaman maupun catatan ujaran-ujaran yang disampaikan guru dan siswa), peristiwa (proses pembelajaran), dan informan (guru dan murid) 2.
Triangulasi metode Peneliti menggunakan metode pengumpulan data dari observasi di objek penelitian kemudian direduksi dan dikuatkan dengan bukti dari metode wawancara.
3.
Review informan Laporan penelitian di-review oleh informan (khususnya informan kunci) untuk mengetahui apakah data-data yang ditulis sesuai dan disetujui.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 33
G. Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah model analisis interaktif (interactive model of analysis). Peneliti memilih teknik ini karena data yang digunakan adalah dokumen dan aktivitas pembelajaran. Analisis model interaktif ini merupakan interaksi dari empat komponen, yaitu: pengumpulan data, reduksi data, penyajian data (display data), dan penarikan simpulan (verivikasi). Pada saaat melakukan tahap pengumpulan data sekaligus sesuai dengan kemunculan data yang diperlukan. Adapun langkah-langkah analisis interaktif adalah sebagai berikut: 1.
Pengumpulan Data Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah dengan cara analisis dokumen, observasi, dan wawancara. Peneliti mengumpulkan data sebanyak-banyaknya yang berkaitan dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan pelaksanaan pembelajaran keterampilan berbicara di SMP Negeri 8 Surakarta.
2.
Reduksi Data Sutopo (dalam Rahayu, 2011: 37), reduksi data merupakan proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan, dan abstraksi data. Teknik ini mengambil langkah yang berupa pencatatan data yang diperoleh dari hasil observasi.Reduksi data sudah dimulai sejak peneliti mengambil keputusan tentang kerangka kerja konseptual, tentang pemilihan kasus, pertanyaanpertanyaan yang akan diajukan, dan tentang cara yang akan dipakai dalam pengumpulan data tentang pembelajaran keterampilan berbicara di SMP Negeri 8 Surakarta.
3.
Penyajian Data Penyajian data merupakan suatu rangkaian organisasi informal, deskripsi dalam bentuk narasi yang memungkinkan peneliti dapat menarik kesimpulan (Sutopo, dalam Rahayu, 2011: 37). Hal tersebut meliputi: (1) perencanaan pembelajaran yang diterapkan guru dalam pembelajaran keterampilan berbicara di SMP Negeri 8 Surakarta; (2) pelaksanaan pembelajaran keterampilan berbicara yang dilakukan oleh guru di SMP
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 34
Negeri 8 Surakarta; (3) kendala-kendala yang dihadapi oleh guru SMP Negeri 8 Surakarta dalam pembelajaran keterampilan berbicara; dan (4) upaya-upaya yang dilakukan oleh guru untuk mengatasi kendala-kendala yang ditemui dalam pembelajaran keterampilan berbicara SMP Negeri 8 Surakarta. 4.
Penarikan Simpulan Berdasar dari hasil analisis terhadap ujaran dan pembicaraan antara guru dengan murid yang terjadi pada proses pembelajaran dan pada saat diwawancarai, kemudian ditarik simpulan. Simpulan-simpulan tersebut diverifikasi selama penelitian berlangsung. Pada penelitian ini data yang diverifikasi meliputi: perencanaan pembelajaran keterampilan berbicara, pelaksanaan pembelajaran, kendala yang timbul dalam pembelajaran keterampilan berbicara, serta upaya guru bahasa Indonesia. Visualisasi proses analisis tersebut sebagai berikut:
Pengumpulan Data
Reduksi Data
Penyajian Data
Penarikan Kesimpulan
Gambar 2. Model Analisis Interaktif (Miles dan Huberman dalam Sutopo, 2002: 96).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Latar Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 8 Surakarta yang berlokasi di Jalan H.O.S Cokroaminoto No. 15, Kode Pos 57126 Jebres, Surakarta, nomor telepon (0271) 632947. Gedung SMP Negeri 8 Surakarta terdiri dari 21 ruang kelas, 1 ruang tata usaha, 1 ruang kepala sekolah, 1 laboraturium IPA, 1 laboraturium komputer, 1 ruang multi education, 1 ruang guru, 1 ruang perpustakaan, 1 ruang Aula, 1 ruang PPL, 1 ruang BP/BK, 1 ruang UKS, 1 ruang OSIS, 1 ruang Pramuka, 1 ruang PMR, 1 ruang koperasi siswa, 3 kantin, 4 kamar kecil guru, 18 kamar kecil siswa, 1 masjid, 1 ruang seni musik, 1 ruang karawitan, 3 ruang moving class, 4 tempat parkir, 1 lapangan (basket, tenis, voli,sepakbola) 1 ruang agama Katolik, 1 ruang agama Kristen. Bangunan SMP Negeri 8 Surakarta berbaris melingkar bertingkat dua dengan lapangan di tengahnya, digunakan untuk lapangan olahraga dan upacara sekolah. Untuk kelas VII terdapat 7 kelas yaitu VII A, VII B, VII C, VII D, VII E, VII F, dan VII G. Untuk kelas VIII juga terdapat 7 kelas yaitu VIII A, VIII B, VIII C, VIII D, VIII E, VIII F, dan VIII G. SMP Negeri 8 Surakarta telah menerapkan standar nasional jumlah siswa setiap kelasnya yaitu 32 siswa. Peneliti menggunakan kelas VII F dan VIII A karena kelas VII F merupakan salah satu kelas yang aktif dan banyak terdapat siswa-siswa berprestasi, sedangkan kelas VIII A merupakan kelas yang heterogen, di dalamnya terdapat siswa yang menonjol dalam prestasi dan ada pula yang kurang dalam prestasi belajar di kelas. Ruang kelas VII F terlihat bersih dan tertata rapi. Di dalam kelas cukup terang karena terdapat di lantai dua dan pencahayaan dari sinar matahari yang masuk melalui cendela dan pintu di sisi sebelah timur dengan letak pintu di depan sebelah timur dan belakang sebelah timur juga. Di dalam kelas telah dilengkapi seperangkat proyektor dan screenview yang dapat digunakan oleh guru untuk media pembelajaran, baik itu bahasa Indonesia atau mata pelajaran lainnya. Kursi dan meja diatur dengan posisi menghadap ke utara, terbagi atas empat deret terdiri
commit to user 35
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 36
dari dua tempat duduk siswa, dan terdiri dari empat baris meja. Sedangkan ruang kelas VIII A, juga terlihat bersih dan tertata rapi. Tetapi berbeda degan kelas VII F, pencahayaan ruangan dibantu dengan lampu penerangan walaupun dalam kondisi siang hari. Itu karena kelas VIII A terdapat di sudut, sebelah timur kelas terdapat laboraturium IPA jadi sinar matahari hanya sedikit yang masuk dalam ruang kelas. Terdapat dua pintu, sama seperti ruang kelas lainnya yaitu di depan dan di belakang. Kursi dan meja diatur dengan posisi menghadap ke utara, terbagi atas empat deret terdiri dari dua tempat duduk siswa, dan terdiri dari empat baris meja. Adapun sarana penunjang yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran keterampilan berbicara di SMP Negeri 8 Surakarta adalah buku-buku referensi yang berkaitan dengan keterampilan berbicara. Salah satu buku penunjang kegiatan pembelajaran keterampilan berbicara adalah buku pegangan guru (modul/paket), Lembar Kerja Siswa (LKS), dan buku-buku referensi Pintar Berbahasa Indonesia SMP.
B. Temuan Penelitian 1.
Perencanaan Pembelajaran Keterampilan Berbicara di SMP Negeri 8 Surakarta
Perencanaan pembelajaran adalah suatu proses yang berisi kegiatan guru dalam mempersiapkan penyusunan berbagai keputusan pembelajaran yang akan dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran di kelas untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan tersebut, sebagaimana tercantum dalam kurikulum 2004 adalah berupa penugasan terhadap kompetensi dasar tertentu oleh peserta didik, sehingga siswa memiliki kompetensi tertentu sesuai dengan tujuan pembelajaran atau standar kompetensi yang ditetapkan. Dengan demikian, penyusunan serangkaian kegiatan itu dilaksanakan dengan mengacu pada tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya, yaitu standar kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator pencapaian. Hal tersebut didasarkan pada amanat Garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1999-2004 tentang penyempurnaan Kurikulum 1994 menjadi Kurikulum 2004. Kurikulum 2004 merupakan kurikulum yang menekankan pada kemampuan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 37
melakukan (kompetensi) lugas dengan standar performansi tertentu sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik. Kompetensi merupakan perpaduan dari pengetahuan, keterampilan, dan nilai sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotor). Rencana pelaksanaan pembelajaran bahasa sastra Indonesia yang dibuat oleh seorang guru berbentuk silabus. Dalam silabus tercakup standar kompetensi yang nantinya dikembangkan oleh guru dalam bentuk yang lebih spesifik lagi yaitu kompetensi dasar. Standar kompetensi mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia terdiri atas aspek kemampuan berbahasa dan aspek kemampuan bersastra. Masing-masing kemampuan itu terdiri atas empat standar kompetensi, yaitu aspek kemampuan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Perencanaan pembelajaran berbicara, pada hakikatnya adalah suatu proses kegiatan atau upaya guru dalam mempersiapkan perangkat pembelajaran yang dapat digunakan untuk menunjang keberhasilan kegiatan belajar-mengajar antara siswa dan guru dalam pembelajaran keterampilan berbicara. Upaya kegiatan penyusunan atau persiapan perangkat pembelajaran itu tentunya dimaksudkan untuk mencapai kompetensi dasar yang telah ditetapkan di dalam kurikulum 2004, sebagaimana yang telah disebutkan di atas. Kurikulum merupakan pedoman yang benar-benar harus dipahami dengan baik oleh setiap guru. Karena pada
hakikatnya
kurikukulum
merupakan
sumber
acuan
dalam
menyelenggarakan pendidikan dan pembelajaran pemahaman guru terhadap kurikulum sangat dipengaruhi oleh persepsinya. Semakin baik dan positif persepsi guru terhadap kurikulum semakin baik juga pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru. Berdasarkan hasil analisis lapangan, dapat dikatakan bahwa pada dasarnya para guru bahasa dan sastra Indonesia di SMP Negeri 8 Surakarta telah memiliki persepsi positif terhadap KBK, termasuk persepsinya terhadap pembelajaran berbicara. Persepsi positif guru terhadap KBK dapat dilihat melalui tindakan guru ketika mengajar di kelas. Tindakan-tindakan guru dalam mengajar mencerminkan guru yang memiliki pengetahuan dan pengalaman yang positif terhadap
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 38
kurikulum sebagai acuan mengajarnya sehingga guru mampu mengajar dengan baik. Guru telah memiliki persepsi positif terhadap KBK juga dapat ditunjukan dari hasil wawancara yang dapat diuraikan sebagai berikut: gunakan untuk mengajar, sebagian besar yang menggunakan materi yang telah ada di modul yang di susun oleh MGMP kota untuk latihan siswa, tetapi kadang
Pernyataan narasumber1 tersebut menunjukan bahwa guru WP sudah paham tentang konsep KTSP khususnya terkait dengan pengembangan kompetensi atau materi/bahan yang seharusnya dicapai oleh siswa perlu disesuaikan dengan situasi dan kondisi sekolah. Pengembangan kompetensi siswa yang disesuaikan dengan situasi
dan
kondisi sekolah
adalah
konsep
dari
kurikulum.
Hal
itu
memperlihatkan bahwa narasumber1 sudah memiliki persepsi yang positif atau benar tentang pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia. Dalam kurikulum 2004, perencanaan pembelajaran dapat berwujud (a) penjabaran kurikulum bahasa dan sastra Indonesia, (b) menyusun program tahunan (prota), (c) menyusun program semester (promes), (d) menyusun silabus pelajaran bahasa dan sastra Indonesia, (e) menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) bahasa dan sastra Indonesia. Perencanaan pembelajaran sebagai tahap persiapan dan juga merupakan langkah awal dalam pembelajaran mempunyai peranan yang sangat penting sebelum pembelajaran dilaksanakan secara nyata. Perencanan pembelajaran yang baik, terarah, dan terprogram secara matang akan sangat mempengaruhi kualitas proses pembelajaran yang dilaksanakan maupun produk yang dihasilkan dalam pembelajaran. Sebagai langkah awal perencanaan suatu pembelajaran, guru semestinya membuat silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) terlebih dahulu. Selama ini banyak ditemukan bahwa silabus dan RPP yang digunakan oleh guru tidak dibuat sendiri oleh guru yang bersangkutan. Hal ini seperti yang diungkapkan Utomo (2009) yang menyatakan bahwa masih ditemukan guru-guru di beberapa sekolah yang menggunakan konsep foto copy silabus dan RPP dari sekolah lain yang tidak sesuai dengan konteks sekolahnya. Berkaca dari
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 39
ungkapan di atas, ternyata masih ditemukan pada sekolah yang menjadi objek peneliti, yaitu di SMP Negeri 8 Surakarta, namun bedanya tidak mengkopi dari sekolah lain tetapi menggunakan silabus dan RPP yang dibuat oleh kelompok musyawarah guru mata pelajaran (MGMP) bahasa Indonesia sekolah menengah pertama
(SMP)
kota
Surakarta.
Tetapi
hal
tersebut
seharusnya
mempertimbangkan konteks masing-masing sekolah, keadaan sarana dan prasarana yang berbeda di setiap sekolah, dan kondisi siswa di setiap sekolah yang tentunya berbeda antara sekolah satu dengan sekolah lainnya. Hal-hal yang dicantumkan dalam silabus adalah (1) standar kompetensi (2) kompetensi dasar (3) materi pokok/pembelajaran (4) kegiatan pembelajaran (5) indikator penilaian (6) penilaian (7) alokasi waktu (8) sumber belajar. Sedangkan hal-hal yang dicantumkan dalam RPP merupakan penjabaran secara lebih rinci dari silabus yang sudah dibuat, antara lain mencantumkan (1) identitas sekolah (2) Standar kompetensi (3) kompetensi dasar (4) indikator (5) tujuan pembelajaran (6) materi pembelajaran (7) metode pembelajaran (8) langkahlangkah pembelajaran (9) sumber belajar dan (10) penilaian. Bentuk silabus dan RPP tersebut dapat dilihat pada lampiran 2 (CL No 2.1 dan No. 2.2).
2.
Pelaksanaan Pembelajaran Keterampilan Berbicara di SMP Negeri 8 Surakarta
a.
Pembelajaran secara Kooperatif dengan Mengembangkan Tema untuk Kompetensi Dasar Bercerita pada Kelas VII Pembelajaran secara kooperatif dengan mengembangkan tema yakni
pembelajaran yang dilakukan secara berkelompok dengan mengembangkan tema yang telah ditentukan oleh guru sebagai acuan untuk meningkatkan daya penalaran siswa dalam praktik pembelajaran berbicara. Sebelum pembelajaran dimulai guru mengawali dengan doa dan memeriksa kehadiran siswa. guru kemudian menjelaskan mengenai kompetensi dasar yang akan dipelajari siswa pada hari tersebut yaitu mampu menceritakan tokoh idola dengan mengemukakan identitas tokoh, keunggulan, dan alasan mengidolakannya dengan pilihan kata yang sesuai untuk kelas VII. Setelah itu guru bertanya jawab dengan siswa
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 40
mengenai tokoh idola dari siswa, misalnya artis, tokoh kartun, pemain sepak bola, pahlawan nasional, atau orang tua. Kemudian guru bertanya kepada siswa mengapa mengidolakan seseorang yang menjadi idola siswa, contohnya keunggulannya, karakter dari tokoh idola, dan identitas dari tokoh idolanya. Siswa dengan antusias menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh guru. Pada kegiatan inti, guru menjelaskan tentang hal-hal yang akan dipahami dari kompetensi dari hari ini, yaitu mencari identitas dari sebuah tokoh idola, menyebutkan prestasi-prestasi yang dapat digunakan untuk memotivasi siswa, dan menyebutkan sikap atau perilaku yang dapat dicontoh, tentunya sikap yang baik. Masing-masing siswa diminta untuk mengidentifikasi identitas, prestasi, dan sikap dari tokoh idola yang diidolakan oleh siswa. Pada kesempatan ini, guru memberikan contoh bagaimana guru WP mengidentifikasi identitas, prestasi, dan sikap dari tokoh idolanya, yaitu RA. Kartini. Guru menampilkan biografi tentang RA. Kartini dengan menggunakan LCD proyektor yang terdapat di setiap kelas. Guru menceritakan secara garis besar bagaimana RA Kartini memperjuangkan martabat wanita di Indonesia, identitas RA Kartini, dan semangat yang membara dari RA Kartini beserta teman-teman wanitanya. Setelah menyampaikan materi, guru menyuruh siswa untuk membuat kelompok masing-masing kelompok empat orang siswa, dengan cara berhadaphadapan depan dengan belakang. Tiap kelompok dihitung berdasarkan urutan dari deret paling kiri kebelakang kemudian deret sebelahnya dan seterusnya. Terbentuk delapan kelompok dalam kelas tersebut. Untuk kelompok dengan urutan ganjil (1, 3, 5, dan 7) mendapat ugas menuliskan prestasi dari tokoh idola yang menjadi objek diskusi, yaitu BJ Habiebi. Sedangkan untuk kelompok Genap (2, 4, 6, dan 8) menuliskan sikap dan perilaku yang patut untuk diteladani dari seorang BJ Habiebi. Sesekali guru berkeliling memeriksa pekerjaan siswa jika ada yang mengalami kesulitan, maka guru memberikan penjelasan disela-sela siswa mengerjakan. Dengan demikian kondisi diskusi berjalan dengan kondusif. Setelah diskusi, masing-masing kelompok diminta untuk membacakan hasil diskusinya di depan kelas.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 41
Kegiatan pembelajaran diakhiri dengan refleksi dan memberikan kesempatan bertanya bagi siswa yang mengalami kesulitan atau belum memahami. Siswa tidak ada yang bertanya dan menyatakan sudah paham dengan materi mengidentifikasi tokoh idola. Guru meminta siswa untuk kembali pada posisi tempat duduk semula. Guru kemudian memberikan tugas kepada siswa untuk membuat dialog saat bertelepon. Guru tidak membatasi dengan siapa bertelepon. Tetapi dengan tema, menanyakan kepada teman sekelas mengenai adakah pekerjaan rumah (PR) hari ini, karena tadi tidak masuk karena sakit. Pada pertemuan berikutnya, kegiatan pembelajaran diawali guru dengan memeriksa kesiapan siswa dan menanyakan tugas rumah yang sudah diberikan yaitu membuat dialog bertelepon. Siswa diperintahkan untuk mengeluarkan tugas yang sudah dikerjakan kemudian melaporkan hasil bertelepon di depan kelas. Kegiatan inti diisi dengan penampilan siswa untuk melaporkan hasil berteleponnya di depan kelas. Siswa yang tidak maju ditugaskan untuk mengoreksi pemilihan kata yang kurang tepat dari kegiatan bertelepon siswa yang maju. Guru berkeliling untuk mengamati keantusiasan
siswa terhadap
pembelajaran berbicara, sehingga proses pembelajaran pada hari itu cukup kondusif. b.
Pembelajaran secara Individu dengan Praktik Berbicara pada Kelas VIII Pembelajaran secara individu dengan prkatik berbicara, yaitu guru
menugaskan kepada siswa untuk membuat sebuah susunan acara, baik itu resmi atau tidak resmi, kemudian siswa bertindak sebagai pembawa acaranya. Kegiatan pembelajaran diawali dengan salam dan apersepsi kepada siswa untuk mengetahui apakah ada siswa yang tidak masuk pada hari itu dan dilanjutkan berdoa sesuai agama dan kepercayaan masing-masing siswa. Guru SM memberikan informasi kepada siswa jika hari ini dan pertemuan minggu berikutnya akan diteliti oleh kakak-kakak dari Universitas Sebelas Maret (UNS ) yang sedang melakukan penelitian guna penyusunan skripsi. Guru kemudian menjelaskan mengenai kompetensi dasar yang akan dipelajari siswa pada hari tersebut yaitu membawakan acara dengan bahasa yang baik dan benar, serta
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 42
santun pada kelas VIII. Guru bertanya apakah diantara siswa pernah menjadi seorang pembawa acara sebelumnya. Guru menjelaskan materi tentang berbicara dan pengertian sebuah sesuatu acara. Materi yang dijelaskan selanjutnya adalah susunan acara. Siswa diberi tugas untuk menyusun sebuah susunan acara, siswa diberi kebebasan untuk memilih acara yang siswa sukai, misalnya ulang tahun, perpisahan sekolah, atau yang lainnya, dan siswa bertindak sebagai pembawa acaranya. Siswa diberikan beberapa menit untuk membuat sebuah susunan acara dengan bahasa yang baik dan santun. Pada kesempatan membuat susunan acara, guru berkeliling untuk memeriksa hasil pekerjaan siswa, juga bertujuan untuk memantau kondisi kelas agar tetap kondusif. Setelah beberapa saat, siswa maju untuk mempraktikkan menjadi seorang pembawa acara pada acara yang mereka susun sendiri. Siswa yang tidak maju ditugaskan untuk mengoreksi pemilihan kata yang kurang tepat dari siswa yang maju. Kondisi menjadi sedikit gaduh karena siswa yang dibelakang menyoraki teman yang sedang maju membawakan acara, namun guru segera memberikan teguran untuk memperhatikan. Di akhir pertemuan, guru menayanyakan kepada siswa apakah menemui kesulitan ketika menyusun sebuah acara. Ada siswa yang mengeluhkan rasa percaya diri yang bagus ketika menyusun konsep acara, tetapi sangat kurang percaya diri ketika maju. Guru menjawab, kurangnya percaya diri itu wajar untuk tahap belajar, dan akan lebih baik jika sering dilatih dan seringnya tampil di sebuah acara yang sebenarnya. Guru memberikan tugas kepada siswa yang belum maju praktik pada pertemuan hari itu, untuk mengoreksi kebahasaan dari konsep suatu acara yang telah dibuat dan melatih diri untuk praktik berbicara. Dan bagi siswa yang telah maju mengganti kata-kata yang salah kemudian dikumpulkan, agar tidak ditemukan siswa pinjam pekerjaan siswa lainnya. Pada pertemuan berikutnya, guru menanyakan tugas rumah siswa yang diberikan pada pertemuan sebelumnya. Siswa diminta untuk memeriksa kembali pekerjaan yang sudah dibuat. Guru memberikan penjelasan mengenai penataan susunan acara yang baik dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar santun. Siswa memeriksa kembali pekerjaan mereka. Sesekali guru berkeliling
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 43
untuk memeriksa pekerjaan siswa. Beberapa Nampak bertanya guru menghampiri meja mereka. Guru menjelaskan pertanyaan siswa suara yang keras, sehingga diharapkan siswa lain mengerti dan tidak ada siswa lain yang bertanya dengan pertanyaan yang sama. Saat terdengar bel tanda berakhirnya pelajaran, siswa dimunta
mengumpulkan
hasil
pekerjaannya.
Guru
kemudian
menutup
pembelajaran dengan refleksi bersama dengan siswa.
3.
Kendala dalam Pembelajaran Keterampilan Berbicara di SMP Negeri 8 Surakarta
Segala macam kegiatan pasti tidak luput dari sebuah hambatan atau kendala. Demikian juga dengan sebuah pembelajaran, pasti akan ditemui banyak kendala yang menghambat berlangsungnya pembelajaran. Oleh karena itu perlu adanya pengidentifikasian kendala-kendala yang menghambat pembelajaran. Setelah diidentifikasi, barulah kemudian dicarikan solusi untuk mengatasi kendala-kendala tersebut. Dengan demikian diharapkan proses pembelajaran akan berlangsung lebih baik dari sebelumnya. Berdasarkan observasi dan wawancara yang dilakukan peneliti di SMP Negeri
8
Surakarta
ditemukan
beberapa
kendala
dalam
pembelajaran
keterampilan berbicara yaitu: a.
Kurang
Memadainya
Buku
tentang
Peningkatan
Keterampilan
Berbicara yang Ada di Perpustakaan Sekolah Perpustakaan merupakan tempat penting yang dapat menunjang keberhasilan
pembelajaran
Bahasa
Indonesia,
termasuk
berbicara.
Keberadaan buku-buku penunjang pembelajaran di perpustakaan dapat membantu siswa untuk menemukan materi baru yang belum mereka pelajari secara formal di kelas. Dengan lebih banyak membaca siswa dapat membuka jendela pengetahuan mereka dengan lebih lebar. Akan tetapi tidak semua perpustakaan memiliki koleksi buku yang cukup memadai, termasuk perpustakaan di SMP Negeri 8 Surakarta. Buku-buku mengenai peningkatan keterampilan berbicara jumlahnya masih belum memadai. Keterbatasan ini menyebabkan siswa tidak dapat meminjam dalam waktu yang bersamaan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 44
Selain itu, jika guru ingin memberikan contoh dari buku-buku peningkatan keterampilan berbicara yang ada di perpustakaan untuk dibawa ke dalam kelas juga tidak memungkinkan.
b. Guru Kesulitan Mengatur Siswa Saat Berdiskusi Bagi guru yang memilih metode diskusi untuk pembelajaran keterampilan berbicara, menyatakan bahwa metode diskusi dipilih karena memiliki beberapa keuntungan, antara lain: (1) siswa yang kurang paham dapat bertukar pikiran dengan teman lain yang lebih paham; (2) waktu pengerjaan tugas menjadi lebih cepat karena dikerjakan secara bersama-sama; dan (3) melatih siswa untuk bekerja sama. Akan tetapi guru menuturkan sulit untuk mengatur siswa ketika berdiskusi. Sebelum diskusi berlangsung, guru meminta siswa untuk kelompok dengan jumlah anggota yang sudah ditentukan oleh guru. Guru mengalami kesulitan untuk mengondisikan siswa saat pembentukan kelompok. Siswa memerlukan waktu yang lama untuk menentukan anggota kelompok dan tugas masing-masing anggota kelompok. Suasana kelas akhirnya menjadi gaduh dan sedikit banyak akan mengganggu proses belajar mengajar di kelas lain. Selain itu saat diskusi berlangsung, hanya beberapa siswa yang mengerjakan tugas yang diberikaa oleh guru, sedangkan yang lainnya sibuk dengan aktivitas mereka sendiri yang tidak ada hubungannya dengan pembelajaran. Misalnya saja asik mengobrol dengan teman atau bahkan ada juga yang justru asik menggambar.
c.
Alokasi Waktu Pembelajaran Terbatas Dengan jumlah siswa yang banyak, alokasi waktu yang diberikan kepada siswa tentunya kurangt. Guru menyatakan bahwa alokasi waktu pembelajaran terbatas. Jumlah waktu pembelajaran yang tersedia dirasa kurang untuk praktik berbicara semua siswa, sehingga cara yang dipakai oleh guru yaitu dengan menunjuk beberapa siswa saja yang nilainya dirasa kurang untuk memperbaiki nilainya. Apalagi jika didahului dengan kegiatan diskusi,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 45
waktu untuk praktik berbicara tentunya berkurang. Waktu yang singkat tersebut dirasa siswa belum cukup untuk menyampaikan gagasan atau idenya dengan baik. Memang pada dasarnya dari waktu yang singkat tersebut guru sudah dapat menilai kemampuan siswa. akan tetapi siswa masih merasa belum melakukan yang terbaik.
d. Minimnya Kosakata Bahasa Baku yang Dimiliki Siswa Kosakata yang dimiliki siswa masih rendah, khususnya yang berkaitan dengan bahasa baku. Jika diberikan satu tema dan siswa diminta untuk mengidentifikasi kata-kata berkenaan dengan tema tersebut, mereka memerlukan waktu yang lama untuk mengidentifikasinya. Hasil identifikasi kata yang diperoleh siswa pun tidak terlalu banyak. Rata-rata siswa masih menggunakan bahasa ibu yang setiap hari dipakai, yaitu bahasa Jawa. Siswa masih sering menggunakan bahasa daerah saat presentasi, diskusi ataupun kegiatan berbicara yang lainnya. Siswa merasa susah menghilangkan kebiasaan tersebut dan cenderung membawanya ke dunia pendidikan, terlabih jika berinteraksi dengan temannya.
e.
Kurangnya Percaya Diri pada Sebagian Besar Siswa Percaya diri merupakan aspek terbesar dan dominan dalam pratik berbicara. Dengan percaya diri siswa dapat leluasa berbicara tanpa adanya grogi atau ragu dalam berbicara. Seperti yang terjadi di sebagian besar siswa kelas VII F dan VIII A di SMP Negeri 8 Surakarta, jika mendapat giliran untuk maju praktik berbicara, siswa kurang percaya diri sehingga berakibat kurang lancar dalam berbicara. Namun untuk tingkat sekolah menengah pertama, rasa percaya diri dinilai masih pada taraf belajar dan mengenal apa itu berbicara di depan umum atau praktik berbicara.
f.
Kurangnya Keseriusan Siswa Ketika Praktik Berbicara di Depan Kelas Kurangnya keseriusan siswa ketik praktik yaitu siswa yang masih sering bercanda ketika maju, atau mengajak bercanda teman yang mendapat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 46
giliran maju ke dapan. Hal sepele tetapi justru menjadi kendala yang besar untuk pembelajaran berbicara, khususnya tingkat sekolah menengah pertama. Bayangkan saja, masih SMP sudah sering bercanda yang tidak ada manfaatnya, apalagi kelak nanti di tingkat lanjutan. Misalnya, banyak yang berbicara memotong pembicaraan guru atau menyela teman yang maju, tetapi jika yang bercanda tadi disuruh mengulang, dia tidak bias.
g.
Siswa kurang antusias dalam mengikuti pelajaran Selain kepercayaan diri yang rendah, semangat yang dimiliki siswa juga masih kurang. Siswa pada dasarnya telah memiliki konsep dan pemikiran akan tetapi jika diminta untuk mengungkapkannya di hadapan teman-temannya siswa tidak mampu dikarenakan rasa takut atau malu. Terkadang siswa malas untuk berbicara karena teman-temannya selalu mengganggu. Rasa malu dan gangguan teman tersebut menjadi salah satu pemicu rasa malu dan rendahnya antusias siswa. Guru mengatakan bahwa apabila antusiasme siswa dalam belajar rendah maka sulit untuk menciptakan pembelajaran yang baik.
4.
Upaya Guru dan Sekolah untuk Mengatasi Kendala Pembelajaran Berbicara
Kendala-kendala pembelajaran yang sudah diidentifikasi oleh peneliti kemudian didiskusikan dengan guru dan pihak sekolah untuk mencari solusinya. Dengan
ditemukannya
solusi
atas
kendala-kendala
yang
menghambat
pembelajaran berbicara, maka diharapkan agar pembelajaran berbicara dapat berlangsung lebih baik dari sebelumnya. Upaya guru dan sekolah untuk mengatasi kendala pembelajaran berbicara pada siswa kelas VII dan VIII SMP Negeri 8 Surakarta antara lain: Sekolah Berdiskusi dengan Komite Sekolah untuk Pengadaan Buku Perpustakaan Selain guru, sekolah juga memiliki peranan penting untuk mengatasi kendala-kendala pembelajaran berbicara. Sehebat apapun seorang guru tidak
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 47
akan mampu menciptakan sebuah pembelajaran yang baik tanpa adanya dukungan yang baik pula dari sekolah. Masalah kurangnya buku referensi tentang berbicara ditanggapi secara cukup jelas dari pihak sekolah. Pihak sekolah sebenarnya sudah berusaha untuk mengajukan penambahan sarana prasarana kepada pemerintah pusat, akan tetapi belum seluruhnya terealisasi karena penambahan sarana prasarana tidak dapat dilaksanakan secara serta merta mengungat ketersediaan biaya sehingga dilakukan secara bertahap.
a.
Guru Terlebih Dahulu Menentukan Kelompok untuk Diskusi Sebelum Masuk Kelas Guru menentukan anggota kelompok dan ketua kelompok berdasarkan nomor urut di daftar presensi untuk menjaga agar kelas tetap tenang. Cara lain yang dapat digunakan guru yaitu dengan membuat nomor undian; Siswa diminta maju ke depan kelas untuk mengambil nomor undian berisi nomor kelompok diskusi. Siswa yang sudah mengambil undian dapat langsung bergabung dengan teman diskusinya tanpa menimbulkan suasana gaduh. Guru juga lebih sering berkeliling memeriksa pekerjaan siswa saat siswa mengerjakan tugas. Jika ada siswa yang berbicara diluar konteks diskusi maka guru akan menegur siswa tersebut. Cara tersebut akan membuat siswa lebih berkonsentrasi untuk mendiskusikan tugas yang diberikan oleh guru kepada mereka.
b. Guru Mengurangi Alokasi Waktu Pembelajaran pada Materi yang Dianggap lebih Mudah dan Berkoordinasi dengan Guru Mata Pelajaran lain Guru mengemukakan bahwa alokasi waktu pembelajaran berbicara dapat diperbanyak dengan cara mengurangi alokasi waktu pembelajaran untuk materi lain yang diangggap lebih mudah dipahami siswa. Masingmasing materi pembelajaran memiliki tingkat kesulitan yang berbeda-beda. Resepsi siswa terhadap materi pun memerlukan waktu yang berbeda-beda pula sehingga materi yang dirasa guru mudah dipahami oleh siswa dapat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 48
dikurangi alokasi waktunya dan alokasi waktu tersebut ditambahkan pada materi yang dianggap lebih sulit, misalnya berbicara.
c.
Siswa Mendapat Tugas dari Guru untuk Membaca di Prepustakaan Guru mengemukakan bahwa kurangnya kosa kata siswa mengenai bahasa baku disebabkan karena siswa kurang berinteraksi dengan bahasabahasa baku. Berinteraksi dengan bahasa-bahasa baku dapat dilakukan dengan banyak cara, misalnya membaca buku, majalah, koran, atau kamus besar bahasa Indonesia jika menemukan kata-kata baru yang belum dimengerti oleh siswa.
d. Guru Memotivasi Siswa dengan Memberi Pujian dan Tepuk Tangan dari Siswa yang Lain Kepercayaan diri dan keberanian merupakan modal yang sangat berharga demi terciptanya pembicara yang baik. Akan tetapi hal itu belum sepenuhnya dikuasai oleh siswa. guru senantiasa memotivasi siswa agar memiliki kepercayaan diri dan keberanian dalam berbicara, kalau berbicara di belakang saja berani kenapa di depan tidak berani. Guru menanamkan kepada siswa untuk tidak takut dan malu kepada guru karena guru bukanlah sesuatu yang harus ditakuti. Motivasi tidak hanya diberikan dalam bentuk ucapan atau ceramah saja, tetapi juga dengan pemberian nilai tambahan untuk siswa, selain itu dengan pujian atau tepuk tangan dari siswa yang lain untuk unjuk kerja yang telah dilakukan siswa.
e.
Guru Menegur Siswa yang Tidak Serius dalam Pembelajaran Berbicara Guru sering mengingatkan kepada siswa bahwa adakalanya waktu untuk bercanda atau bergurau dan adakalanya waktu untuk serius dengan materi, tidak hanya dengan mata pelajaran bahasa Indonesia tetapi juga semua mata pelajaran. Sewaktu-waktu guru dapat menegur siswa jika bercanda atau berguraunya tidak pada waktu yang tepat atau terlewat batas. Teguran bisa
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 49
dalam bentuk ucapan atau jika telah berulang kali diingatkan tetapi tetap dilakukan guru dapat mengeluarkan siswa dari dalam kelas.
f.
Menggunakan Strategi dan Metode Pembelajaran yang Menarik Untuk meningkatkan antusiasme siswa, selain memotivasi siswa dengan nilai lebih, guru juga selalu menggunakan strategi dan metode pembelajaran yang variatif. Misalnya guru menggunakan model agar siswa lebih tertarik. Selain itu guru juga tidak segan-segan untuk mengajak siswa ke luar kelas agar pikiran siswa lebih segar. Siswa juga diberikan kebebasan menggunakan alat bantu ketika berbicara, manakala hal tersebut diperlukan.
C. Pembahasan 1.
Orientasi Pembelajaran Berbicara di SMP Negeri 8 Surakarta
Secara umum Orientasi pembelajaran dapat digolongkan menjadi dua, yakni pembelajaran yang berorientasi pada teori dan pembelajaran yang berorientasi pada praktik. Pembelajaran yang berorientasi kepada teori dapat diartikan bahwa inti dari sebuah pembelajaran adalah menyampaikan teori sebanyak-banyaknya kepada siswa tanpa memerhatikan empat keterampilan dasar yang harus dikuasai siswa dalam pembelajaran Bahasa Indonesia. Keterampilan yang dimaksud adalah keterampilan menulis, membaca, menyimak dan berbicara. Jadi guru semata-mata hanya bertugas untuk mentransfer materi pelajaran kepada siswa tanpa memberikan kesempatan kepada siswa untuk berlatih keempat keterampilan berbahasa. Berkebalikan dengan pembelajaran yang berorientasi pada teori, pembelajaran
yang
berorientasi
kepada praktik
cenderung
memberikan
kesempatan kepada siswa untuk berapresiasi dengan keterampilan yang mereka miliki. Guru berusaha untuk melatih keterampilan berbahasa yang dimiliki oleh siswa, baik itu keterampilan membaca, menulis, menyimak maupun berbicara. Dengan demikian belajar tidak hanya sekedar mentransfer materi kepada siswa tetapi juga melatih siswa untuk lebih apresiatif.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 50
Berdasarkan wawancara yang dilakukan peneliti kepada guru bahasa Indonesia SMP Negeri 8 Surakarta diperoleh hasil bahwa pembelajaran berbicara harus mengarah pada praktik berbicara sedangkan teori hanya diberikan sebagian kecil saja. Pada
pembelajaran
yang
berorientasi
pada
praktik
khususnya
pembelajaran berbicara, guru berusaha untuk mengorientasikan pembelajaran kepada praktik berbicara. Hasil akhir yang dikehendaki dari pembelajaran berbicara adalah agar siswa mampu berbicara di depan halayak. Guru berupaya untuk memberikan kesempatan sebanyak-banyaknya kepada siswa untuk berlatih berbicara. Keterampilan berbicara tidak akan didapatkan seorang siswa hanya dengan teori semata tanpa disertai dengan praktik. Dengan demikian, guru tidak perlu memberikan penjelasan terlalu mendalam mengenai puisi dan mengabaikan praktik berbicara karena praktik inilah yang dikehendaki dalam pembelajaran berbicara. Pemberian teori dengan porsi yang lebih banyak daripada praktik dianggap kurang tepat dalam membina keterampilan siswa dalam berbicara. Meskipun berorientasi pada praktik, guru tetap mengajarkan teori tentang apa itu berbicara dan teknik berbicara. Pemberian teori ini bermanfaat untuk membantu siswa memahami lebih dalam mengenai cara berbicara yang nantinya dapat mereka praktikkan. Jadi guru memberikan bekal pengetahuan terlebih dahulu sebelum meminta siswa untuk praktik menulis. Waktu yang dipergunakan guru untuk menjelaskan teori hanya sepertiga waktu pembelajaran, sedangkan dua pertiganya diberikan kepada siswa untuk praktik berbicara. Dengan cara demikian pemahaman yang dimiliki siswa sebagai bekal siswa untuk praktik berbicara dapat direalisasikan dengan baik saat mereka benar-benar sudah praktik berbicara. Perencanaan, Pelaksanaan, dan Penilaian Pembelajaran Berbicara di SMP Negeri 8 Surakarta Perencanaan, pelaksanaan dan penilaian pembelajaran berbicara yang dilakukan guru bahasa Indonesia di SMP Negeri 8 Surakarta adalah sebagai berikut:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 51
a.
Persiapan Sebelum Pembelajaran Silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran dari MGMP Kota dikembangkan guru kemudian diimplementasikan dalam pembelajaran yang sebenarnya. Guru dapat menyesuaikan materi pembelajaran yang dipilih sesuai dengan karakteristik siswa di masing-masing sekolah. Dalam dunia kedokteran, perbedaan penyakit membutuhkan obat yang berbeda pula. Demikian halnya dengan pembelajaran, perbedaan karakteristik siswa membutuhkan perbedaan penanganan pula dalam pola mengajar yang harus diberikan oleh guru. Silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran yang digunakan guru sudah mengacu pada pedoman yang dikeluarkan oleh badan standar nasional pendidikan (BSNP). Dengan demikian muatan yang terkandung dalam silabus dan RPP yang dibuat guru tentunya sudah mengacu pada kurikulum yang berlaku saat ini sehingga pembelajaran dapat berlangsung sesuai dengan kebutuhan siswa. Silabus dan RPP yang dibuat dengan baik sedikit banyak akan berpengaruh pada hasil pembelajaran yang dilakukan guru. Perencanaan yang baik tentunya akan berbuah hasil yang baik pula.
b. Guru Melaksanakan Prosedur Pembelajaran sesuai dengan RPP Langkah-langkah pembelajaran yang sudah dibuat dalam rencana pelaksanaan pembelajaran sudah dilaksanakan secara baik pada pembelajaran yang sesungguhnya. Pembelajaran secara umum dilaksanakan dalam tiga langkah yakni kegiatan awal, inti dan penutup. Kegiatan awal pembelajaran dibuka guru dengan apersepsi mengenai materi berbicara. Guru bertanya jawab dengan siswa mengenai apa itu keterampilan berbicara. Kegiatan inti diisi guru dengan menjelaskan materi mengenai berbicara yang meliputi pengertian keterampilan berbicara dan teknik-teknik dalam berbicara. Setelah guru selesai menjelaskan materi dan siswa dirasa sudah paham, siswa diminta untuk praktik berbicara. Guru menutup pembelajaran dengan refleksi bersama siswa.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 52
Namun ada kalanya pembelajaran dilaksanakan sedikit melenceng dari perencanaan yang sudah dibuat sebelumnya. Hal ini disebabkan karena guru harus menyesuaikan pembelajaran dengan kondisi pada saat dilaksanakannya pembelajaran. Misalnya saja guru merencanakan untuk praktik berbicara, akan tetapi pada hari itu guru mendapat tugas dari kepala sekolah untuk menghadiri pertemuan di dinas pendidikan terpaksatidak jadi praktik berbicara dan siswa diberi tugas untuk mengerjakan soal yang ada di lembar kesrja siswa (LKS).
c.
Guru Berperan sebagai Fasilitator, Motivator, dan Pemimpin Kelompok belajar Guru bertugas sebagai fasilitator dan motivator dalam pembelajaran berbicara. Sebagai
seorang
fasilitator
guru
memiliki
tugas
untuk
memfasilitasi siswa dalam belajar berbicara. Fasilitas ini berkenaan dengan memberikan penjelasan kepada siswa saat siswa mengalami kesulitan belajar, misalnya saat siswa kesulitan memilih tema berbicara. Sedangkan sebagai motivator guru bertugas untuk memberikan motivasi belajar kepada siswa. Siswa dituntut untuk lebih aktif dalam pembelajaran, guru hanya memberikan bantuan ketika siswa memerlukan bantuan guru. Guru harus mampu memberikan dorongan semangat kepada para siswanya agar memiliki motivasi yang tinggi dan rasa percaya diri yang tinggi pula untuk mengikuti pembelajaran berbicara. Guru juga berperan sebagai pemimpin atau pengatur organisasi belajar saat siswa berdiskusi. Organisasi yang dimaksud adalah kelompok-kelompok yang terdiri atas beberapa siswa dalam satu kelas. Pembentukan kelompok dan berlangsungnya diskusi dalam kelompok menjadi tanggung jawab penuh seorang guru. Ketika diskusi berlangsung guru mengawasi para siswanya apakah mereka berdiskusi dengan benar ataukah tidak. Jika terjadi tindakan yang menyimpang dalam diskusi, misalnya ada siswa yang justru merigobrol dengan teman maka guru segera menegur siswa tersebut. Guru memegang peranan penuh agar diskusi di masing-masing kelompok berjalan dengan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 53
baik. Sesekali guru berkeliling untuk memeriksa tugas yang dikerjakan oleh setiap kelompok agar diskusi dapat berlangsung dengan baik. Jika siswa mengalami kesulitan saat diskusi, mereka menanyakannya kepada guru ketika guru berkeliling memeriksa pekerjaan mereka.
d. Guru Menerapkan Metode Kooperatif dan Inquiri Menurut Slavin (1997), pembelajaran kooperatif, merupakan model pembelajaran dengan siswa bekerja dalam kelompok yang memiliki kemampuan heterogen. Dalam pembelajaran berbicara, guru SMP Negeri 8 Surarakarta berusaha untuk meningkatkan kinerja siswa dalam mengerjakan tugas yang guru berikan. Selain itu, guru juga mengajarkan kepada siswa keterampilan kerjasama dan kolaborasi. Keterampilan ini penting karena banyak anak muda dan orang dewasa masih kurang dalam keterampilan sosial. Pembelajaran
inkuiri
merupakan
kegiatan
pembelajaran
yang
melibatkan seluruh kemampuan siswa secara maksimal untuk mencari dan menyelidiki sesuatu (benda, manusia atau peristiwa) secara sistematis, kritis, logis, analitis sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri. Proses inkuiri dilakukan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut: (a) merumuskan masalah; (b) mengembangkan hipotesis; dan (c) menarik kesimpulan. Guru dalam mengembangkan sikap inkuiri di kelas mempunyai peranan sebagai konselor, konsultan, teman yang kritis dan fasilitator. Guru dapat membimbing dan merefleksikan pengalaman kelompok, serta memberi kemudahan bagi kerja kelompok. e.
Guru Menggunakan Materi Ajar dari Modul, buku referensi berbicara, dan lembar kerja siswa (LKS) Pemilihan materi ajar sangatlah penting dalam setiap pembelajaran. Dengan penerapan Kurikulum Tingkat Satuan Pelajaran (KTSP), guru bisa mengembangkan materi ajar sesuai kondisi dan situasi daerah atau sekolah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 54
masing-masing. Di SMP Negeri 8 Surakarta materi ajar, khususnya materi untuk keterampiten berbicara disesuaikan dengan kurikulum yang ada, yang termuat dalam silabus. Akan tetapi jika dalam kompetensi dasar tidak dijelaskan secara pasti, misalnya berpidato, maka siswa diberi kebebasan untuk mengembangkan ridato tersebut. Pengembangan pemilihan materi juga dilakukan oleh guru untuk kompetensi dasar tertentu. Misalnya ketika kompetensi dasarnya menanggapi cara pembacaan cerpen, guru memilihkan cerpen yang sesuai dengan kehidupan dan background knowledge siswa. Materi dipilih sesuai hobi, usia, tren masa kini, dan hal-hal lain yang sesuai kehidupan siswa. Pemilihan materi ini bertujuan agar anak tertarik dan tidak mudah bosan terhadap pelajaran. Adapun untuk buku dan referensi, guru tidak menentukan dan mengharuskan kepada siswa untuk memakai buku tertentu. Siswa bebas memilih yang sesuai dengan materi yang ada. Pemilihan materi ajar harus mempertimbangkan beberapa aspek. Hal-hal paling dekat dengan siswa seharusnya dimanfaatkan sebagai materi ajar. Siswa tidak boleh diberikan materi yang terlalu jauh dengan kehidupannya agar mampu menyerap pelajaran dengan baik. Materi ajar juga harus dipilih berdasarkan kebutuhan siswa agar pengetahuan siswa juga semakin bertambah Sumber belajar yang digunakan oleh guru berasal dari Modul, buku referensi berbicara, dan lembar kerja siswa (LKS). Guru menggunakan modul sebagai buku acuan utama karena dianggap memiliki materi pembelajaran yang cukup lengkap. Selain itu, kedalaman materi yang ada di modul sudah dinilai oleh pemerintah sehingga guru tidak meragukan relevansinya dengan kebutuhan siswa. Buku refensi berbicara digunakan untuk menambah pengetahuan siswa mengenai berbicara dan teknik berbicara yang baik dan benar. LKS digunakan guru untuk memberikan pengayaan terhadap materi yang sudah disampaikan kepada siswa. Soal-soal yang ada di LKS biasa digunakan guru sebagai tugas rumah untuk siswa. Guru berharap agar siswa memelajari kembali materi yang sudah diajarkan di sekolah dengan cara
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 55
mengerjakan soal-soal yang ada di LKS. Dengan demikian jika siswa mengalami kesulitan saat mengerjakan, maka dapat ditanyakan pada pertemuan berikutnya.
Gambar 3. Buku referensi dan modul yang digunakan dalam pembelajaran berbicara di SMP Negeri 8 Surakarta f.
Penerapan Strategi dan Metode Pembelajaran 1) Strategi Pembelajaran Pembelajaran keterampilan berbicara di SMP Negeri 8 Surakarta tidak hanya menggunakan satu macam Strategi. Guru-guru tidak menerapkan strategi pembelajaran berbicara yang dibakukan. Guru satu dengan yang lain menggunakan strategi yang berbeda sesuai dengan karakter atau selera masing-masing. Selain itu dalam menerapkan strategi pembelajaran, guru mempertimbangkan kebutuhan anak. Pemakaian strategi yang bervariasi ini di samping dapat menghapus kejenuhan siswa juga akan menimbulkan gairah guru yang menggunakan strategi baru. Dalam menggunakan strategi belajar berbicara, guru menekankan pada motivasi siswa. Salah satu strategi yang digunakan oleh guru bahasa Indonesia di SMP Negeri 8 Surakarta adalah dengan memberikan bonus nilai kepada siswa yang berani tampil lebih awal (tampil pertama) daripada siswasiswa yang lainnya. Dengan bonus nilai tersebut siswa akan terpacu untuk tampil dengan baik. Selaian itu guru juga selalu memberikan komentarkomentar atau masukan kepada siswa baik yang tampil dengan baik ataupun
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 56
kurang baik. Bagi siswa yang tampil baik guru memberikan pujian atau penguatan, sedangkan bagi siswa yang tampil kurang baik guru memberikan masukan-masukan dan dorongan agar tampil lebih baik pada kesempatan yang lain. Inovasi-inovasi untuk membangkitkan semangat siswa sangat dibutuhkan agar hasil pembelajaran menjadi memuaskan. Seorang pengajar harus memiliki kemampuan lain, di samping kemampuan mengajar dan menyampaikan materi. Seorang guru harus memiliki kepribadian matang, dinamis, fleksibel, kreatif, inovatif, agresif, dan cerdas. Dalam hal ini soft skill menjadi hal yang sangat menentukan keberhasilan guru dalam membangkitkan semangat siswa. 2) Metode Pembelajaran Metode yang digunakan dalam pembelajaran keterampilan berbicara oleh guru bahasa Indonesia di SMP Negeri 8 Surakarta beraneka ragam. Metode yang digunakan dalam menyampaikan materi ajar disesuaikan dengan kompetensi dasar yang akan dicapai. Banyak metode yang digunakan dalam pembelajaran keterampilan berbicara di sekolah tersebut. Beberapa metode tersebut di antaranya: permodelan, unjuk kerja, diskusi, demonstrasi, penugasan, tanya jawab, dan inquiri yang dipadukan satu sama lain. Selain metode ceramah, metode yang sering muncul dalam pembelajaran adalah metode unjuk kerja. Para guru menggunakan metode yang berbeda-beda sesuai dengan kemampuan masing-masing. Ada guru yang lebih menyukai metode diskusi yang dikolaborasikan dengan metode lainnya. Metode diskusi dipilih karena memiliki ranyak kelebihan, salah satunya dengan diskusi siswa akan memiliki rasa persaudaraan yang kuat. Dari sekian banyak metode yang digunakan,
tampaknya
metode
ceramah
lebih
mendominasi
jika
dibandingkan dengan metode lainnya. Hal tersebut dikarenakan penggunaan metode apapun selalu diawali oleh ceramah guru walaupun hanya sebentar. Dalam menerapkan atau memilih metode pembelajaran, guru juga nenyesuaikan dengan kondisi sekolah dan siswa. Guru tidak menggunakan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 57
metode yang sekiranya kondisi sekolah ataupun siswa tidak memungkinkan. Tidak ada satu metode pun yang paling unggul, semuanya bergantung pada keadaan dan kemampuan guru dalam mengaplikasikannya. Untuk itu penggunaan metode harus dilakukan secara bervariasi. Guru tidak boleh hanya nenggunakan satu metode yang disukainya. Hal itu agar siswa tidak mudah jenuh dan bosan.
g.
Penilaian terhadap Unjuk Kerja Siswa 1) faktor-faktor yang Dinilai Penilaian yang dilakukan oleh guru terhadap kemampuan berbicara di SMP Negeri 8 Surakarta mencakup dua aspek. Aspek yang pertama adalah aspek kebahasaan. Aspek yang kedua adalah aspek nonkebahasaan. Kedua aspek tersebut dinilai secara berimbang. Akan tetapi jika ada anak yang menonjol di salah satu aspek sedangkan aspek yang lainnya lemah, guru menganggap anak itu lulus dalam penilaian dengan berbagai pertimbangan. Siswa berani maju ke depan kelas tanpa ditunjuk itu pun merupakan prestasi tersendiri bagi siswa, dan guru menghargai keberanian tersebut. Bagi siswa yang dirasa perlu mendapat perbaikan, guru memberikan kesempatan terakhir setelah semua siswa tampil. Penilaian sering dilakukan berdasarkan keberanian, akan tetapi acuan penilaian pun tidak diabaikan. Dalam melakukan penilaian, guru mengacu pada standar kompetensi yang ada, Misalnya dalam standar kompetensi disebutkan siswa mampu berpidato maka siswa dituntut mampu berpidato. Guru membuat pedoman penilaian sama dengan standar kompetensi yang ada dalam silabus atau RPP. Guru menyesuaikan dengan kompetensi dasar yang ada, misalnya bermain drama, penilaian dilakukan dengan melihat akting, vokal, gerakan, kenyaringan suara, dan sebagainya. Jadi di sini penilaian tidak hanya dilakukan terhadap satu aspek. Semuanya bergantung pada kompetensi dasar dan indikator yang ingin dicapai. Namun demikian, keberanian tetap menjadi pertimbangan guru dalam memberikan nilai.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 58
Berdasarkan fakta di atas dapat dikatakan bahwa penilaian dilakukan jengan cukup baik. Penilaian tidak hanya dilakukan terhadap satu aspek melainkan beberapa aspek yaitu kebahasaan dan non kebahasaan. Namun demikian guru belum melakukan penilaian secara menyeluruh, hanya dengan keberanian saja siswa dianggap lulus. Kiranya guru perlu mencermati apakah cara tersebut memiliki kemanfaatan yang signifikan terhadap perkembangan siswa. 2) Cara Penilaian Cara guru dalam menilai keterampilan berbicara di SMP Negeri 8 Surakarta secara umum dapat diuraikan sebagai berikut: (a) guru memberi tugas kepada siswa untuk mempersiapkan diri 1 atau 2 minggu sebelumnya dengan mencari media dan materi serta mempelajari materi tersebut; (b) guru memberi tugas kepada siswa untuk melakukan kegiatan berbicara (secara individu atau kelompok) dalam waktu tertentu; (c) guru menentukan faktorfaktor yang dinilai atau diamati kemudian melakukan penilaian; dan (d) selesai kegiatan berbicara, guru dan siswa yang lainnya memberikan komentar. Dalam hal ini guru memperhatikan komentar siswa dan membetulkan komentar yang kurang tepat, guru pun aktif berkomentar. Dalam penilaian ini siswa telah dilibatkan untuk memberikan penilaian, walaupun intensitasnya masih kecil dan jarang. Artinya penilaian teman sejawat telah diterapkan. Penilaian tidak terbatas pada nilai tertulis, akan tetapi nilai tidak tertulis seperti komentar dan masukan. Komentar para siswa dapat memberikan keuntungan timbal balik terhadap siswa maupun guru. Seharusnya guru harus lebih sering melibatkan siswa dalam melakukan penilaian. Hal tersebut agar interaksi dalam pembelajaran semakin terbangun dengan baik.
3) Bentuk-bentuk Tugas/Tes Penilaian kemampuan berbicara dilakukan bukan berdasarkan tes tulis melainkan tes non tulis atau unjuk kerja. Beberapa bentuk tugas yang dipakai diantaranya mendiskripsikan tokoh idola, bercerita hasil wawancara,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 59
diskusi, dan protokoler (membawakan acara). mendiskripsikan tokoh idola, bercerita hasil wawancara, dan berdiskusi digunakan di kelas VII. Sedangkan pada kelas VIII guru menggunakan bentuk tugas yang berupa diskusi dan protokoler. Pemilihan bentuk tugas ini didasarkan pada standar kompetensi dan kompetensi dasar yang ada. Pemilihan bentuk tes di atas pada dasarnya telah sesuai dengan tingkatan dan kemampuan siswa akan tetapi pada pelaksanaannya siswa belum
melaksanakan
tugas
dengan
baik.
Misalnya
ketika
siswa
mendiskripsikan tokoh idola, siswa tidak menceritakan tokoh idolanya secara menyeluruh melainkan sering keluar dari konteks. Untuk itu seorang guru harus mampu menjelaskan bentuk-bentuk tes dan tujuan tes tersebut. Siswa harus benar-benar tahu apa yang harus dilakukan. 4) Tingkatan Tes Tingkatan
tes
yang
digunakan
dalam
melakukan
penilaian
kemampuan berbicara di SMP Negeri 8 Surakarta adalah tes tingkat pemahaman dan tes tingkat penerapan. Tes tingkat pemahaman digunakan untuk mengarahkan pemahaman siswa terhadap topik yang disampaikan. Tes ini misalnya seorang siswa diminta menjelaskan gambar sesuai dengan pemahamannya, yaitu ketika siswa yang diminta guru menceritakan tokoh idola, yang sebelumnya guru telah memerintahkan siswa untuk membawa gambar, poster atau foto tokoh tersebut. Tingkatan tes yang kedua adalah tes tingkat penerapan. Tes pada tingkat ini tidak lagi bersifat teoritis, melainkan menghendaki siswa untuk praktik berbicara. Siswa diharapkan mampu berkomunikasi pada situasi dan masalah tertentu. Untuk mengungkap kemampuan berbicara siswa tingkat penerapan dengan simulasi situasi tertentu. Tes ini dilakukan ketika siswa membawakan sebuah acara. Ada perbedaan tingkat tes kemampuan berbicara pada kelas VII dan kelas VIII. Hal tersebut merupakan salah satu keberhasilan dalam pembelajaran, artinya tidak terjadi pengulangan pada tingkatan di atasnya terhadap apa yang telah didapat sebelumnya. Satu hal yang perlu dicatat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 60
adalah belum sepenuhnya pada tingkat tes tersebut dipahami oleh siswa sehingga hasilnya pun kurang memuaskan. Misalnya pada tes tingkatan penerapan, siswa belum sepenuhnya mampu menerapkan masalah yang ada. 2.
Kelebihan dan Kelemahan Upaya Guru dalam Pembelajaran Berbicara di SMP Negeri 8 Surakarta Dari data dan bahasan di atas maka dapat dikemukan beberapa kelebihan
dan kelemahan dalam pembelajaran keterampilan berbicara di SMP Negeri 8 Surakarta jika disbanding dengan hasil penelitian yang relevan. Mengenai kelebihan dan kelemahan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut. a. Kelebihan Beberapa kelebihan dari pembelajaran keterampilan berbicara di SMP Negeri 8 Surakarta di antaranya: (1) guru dan siswa membuat perencanaan dengan baik sebelum proses pembelajaran berlangsung; (2) guru memiliki strategi yang cukup baik untuk memotivasi siswa; (3) guru mampu memanfaatkan fasilitas yang ada sebagai media pembelajaran dengan baik; (4) siswa telah memanfaatkan alat bantu berbicara seperti poster, gambar, boneka, dan alat peraga yang lainnya dengan baik; (5) interaksi antara guru dengan siswa maupun antarsiswa terjalin cukup baik; (6) hasil pembelajaran sudah cukup baik, karena tidak ada siswa yang benar-benar tidak mampu berbicara; dan (7) adanya usaha dari sekolah, guru dan siswa untuk menciptakan pembelajaran yang baik. b. Kelemahan Adapun beberapa kelemahan yang ditemukan dalam pelaksanaan pembelajaran berbicara di SMP Negeri 8 Surakarta di antaranya: (1) kesalahan sistem yang mengharuskan guru di sekolah menggunakan RPP dan Silabus dari MGMP, yang seharusnya guru membuat sendiri; (2) siswa terkesan belum memiliki kepercayaan diri yang cukup dan masih takut salah; (3) siswa masih sering bicara sendiri jika teman yang lain sedang presentasi (etika berbicara yang baik belum sepenuhnya diterapkan); (4) terkadang guru tidak menegur siswa yang sibuk sendiri (belajar menghapal, bercanda, menggoda dll.); (5) siswa masih sering menggunakan bahasa ibu (bahasa Jawa) dalam pembelajaran (diskusi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 61
misalnya); (6) siswa masih menggunakan metode menghapal sehingga jika di tengah jalan lupa maka akan kebingungan; dan (7) kurang tersedianya buku-buku referensi penunjang pembelajaran berbicara di perpustakaan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. SIMPULAN Dari
hasil
temuan
penelitian
tentang
pelaksanaan
pembelajaran
keterampilan berbicara di SMP Negeri 8 Surakarta dapat dikemukakan simpulan sebagai berikut. 1.
Perencanaan pelaksanaan pembelajaran keterampilan berbicara di SMP Negeri 8 Surakarta dilakukan dengan menggunakan silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran dari MGMP Kota dikembangkan guru kemudian diimplementasikan dalam pembelajaran yang sebenarnya. Langkah-langkah pembelajaran yang sudah dibuat dalam rencana pelaksanaan pembelajaran sudah dilaksanakan secara baik pada pembelajaran yang sesungguhnya. Pembelajaran secara umum dilaksanakan dalam tiga langkah yakni kegiatan awal, inti dan penutup.
2.
Pelaksanaan pembelajaran keterampilan berbicara di SMP Negeri 8 Surakarta pada dasarnya dapat berlangsung dan berhasil dengan baik. Hal ini diindikatori dengan: (a) persiapan sebelum
pembelajaran; (b) guru
melaksanakan prosedur pembelajaran sesuai dengan RPP; (c) guru berperan sebagai fasilitator, motivator, dan pemimpin kelompok belajar; (d) guru menerapkan metode kooperatif dan inquiri; (e) guru menggunakan materi ajar dari modul, buku referensi berbicara, dan lembar kerja siswa (LKS); dan (f) penilaian terhadapo unjuk kerja siswa. 3.
Kendala-kendala yang dihadapi dalam pembelajaran keterampilan berbicara di SMP Negeri 8 Surakarta di antaranya: (a) kurangnya buku tentang keterampilan berbicara di perpustakaan; (b) siswa sulit diatur ketika berdiskusi; (c) waktu pembelajaran terbatas; (d) minimnya kosakata bahasa baku siswa; (e) siswa kurang percaya diri; (f) siswa kurang serius ketika praktik berbicara; dan (g) siswa kurang antusias mengikuti pelajaran.
4.
Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi kendala-kendala dalam pembelajaran keterampilan berbicara tersebut di antaranya: (a) sekolah
commit to user 62
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 63
bekerjasama dengan komite untuk pengadaan buku perpustakaan; (b) guru terlebih dahulu menentukan kelompok untuk diskusi sebelum masuk kelas; (c) guru mengurangi waktu pembelajaran pada materi yang dianggap lebih mudah; (d) siswa mendapat tugas untuk membaca di perpustakaan sekolah; (e) guru memotivasi siswa dengan memberi pujian dan tepuk tangan dari siswa yang lain; (f) guru menegur siswa yang tidak serius; dan (g) menggunakan strategi pembelajaran yang menarik dengan memberikan materi yang siswa telah banyak mengerti.
B. IMPLIKASI Penelitian ini memberikan suatu gambaran bahwa keberhasilan suatu pembelajaran menjadi tanggung jawab guru dan sekolah. Guru bertanggung jawab untuk mengembangkar materi, menyampaikan materi, mengelola kelas, memilih media dan sumber belajar, serta menerapkan metode pembelajaran yang sesuai. Sedangkan sekolah bertanggung jawab untuk menciptakan suasana belajar yang nyaman bagi proses pembelajaran Penelitian ini memaparkan pelaksanaan pembelajaran berbicara di SMP Negeri 8 Surakarta. Pembelajaran berbicara berorientasi pada praktik. Guru mengarahkan siswa untuk dapat berbicara dengan bahasa yang baik dan benar serta santu. Guru menggunakan silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang dibuat oleh MGMP Kota Surakarta dengan prosedur pembelajaran, pemilihan sumber belajar, media, dan metode yang disesuaikan dengan kebutuhan siswa di SMP Negeri 8 Surakarta, sehingga diharapkan dapat berdampak pada keberhasilan pembelajaran. Terdapat kendala-kendala yang ditemukan selama pembelajaran yang berasal dari siswa, guru, dan sarana prasarana yang digunakan dalam pembelajaran. Kendala-kendala tersebut dapat diatasi dengan baik oleh pihak guru dan sekolah. Solusi yang diberikan atas kendala yang ditemukan memberikan dampak pada berlangsungnya pembelajaran berbicara di SMP Negeri 8 Surakarta secara lebih baik dari sebelumnya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 64
C. SARAN Berdasarkan simpulan dan implikasi di atas, maka peneliti mengajukan saran sebagai berikut: 1.
Bagi Siswa a. Siswa hendaknya lebih banyak berlatih berbicara dengan menggunakan tema tertentu dan praktik di depan halayak. b. Siswa hendaknya lebih banyak membaca untuk menambah kosakata yang dimiliki.
2.
Bagi Guru a. Guru hendaknya memotivasi siswa untuk aktif dalam pembelajaran berbicara dengan cara memberikan hadiah berupa nilai kepada siswa yang aktif selama pembelajaran berlangsung. b. Guru
hendaknya memonitor dan membimbing siswa yang mengalami
kesulitan saat menulis puisi. 3.
Bagi Sekolah a. Pihak sekolah hendaknya berupaya untuk menciptakan suasana belajar yang kondusif untuk mendukung tencapainya tujuan pembelajaran. b. Pihak sekolah hendaknya selalu memberikan motivasi kepada guru untuk meningkatkan kinerjanya dengan cara memberikan penghargaan kepada guru yang berprestasi.
commit to user