BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1 Pusat Terapi Menurut Anonymous 1 (http://www.infoterapi.com/pro.asp?sec=7 diakses pada tanggal 24 Juni 2008), pada kasus anak-anak, pusat terapi juga dikenal dengan istilah klinik tumbuh kembang. Beragam terapi ditawarkan, seperti terapi wicara (speech therapy), terapi edukasi/remedial (baca-tulis-hitung dasar), terapi okupasi (motorik), terapi multimodal (gabungan terapi), terapi musik. Berdasarkan pendekatan yang digunakan, kita juga mengenal adanya terapi ABA ( Loovas ), Sensory Integration (SI), Floor Time, dsb. Sebenarnya pusat terapi tidak hanya untuk anak, tetapi juga ada yang disediakan untuk orang dewasa, misalnya fisioterapi dan terapi okupasi.
2.2 Klinik Menurut Anonymous2 (http://en.wikipedia.org/wiki/Clinic diakses pada tanggal 24 Juni 2008), klinik adalah fasilitas kesehatan pribadi atau umum yang menyediakan layanan kesehatan untuk pasien rawat jalan atau klien-klien dalam sebuah komunitas.
2.3 Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Menurut
Anonymous3
(http://www.ditplb.or.id/2006/index.php?menu-
=profile&pro=52 diakses pada tanggal 23 Juli 2008 ), Anak dengan kebutuhan khusus adalah anak yang secara signifikan (bermakna) mengalami kelainan/penyimpangan (fisik,
mental-intelektual,
sosial,
emosional)
dalam
proses
pertumbuhan/
9 perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya sehingga mereka memerlukan pelayanan pendidikan khusus.
2.4 Manajemen Menurut Robbins dan Coulter (2005, p7), manajemen mengacu pada proses mengkoordinasikan dan mengintegrasikan kegiatan kerja secara efisien dan efektif dengan dan melalui orang lain. Pengertian efisien menurut Robbins dan Coulter (2005, p7) adalah mendapatkan output yang maksimal dari jumlah input yang minimal. Sedangkan, pengertian efisien menurut Robbins dan Coulter (2005, p7) adalah menyelesaikan aktifitas yang membuat organisasi mencapai tujuannya. Menurut Robbins dan Coulter (2005, p7), terdapat empat jenis fungsi management adalah sebagai berikut : 1. Perencanaan (planning) mencakup proses merumuskan sasaran, menetapkan suatu strategi untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan dan menyusun rencana guna mengintegrasikan dan mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan. 2. Mengorganisasikan (organizing) mencakup proses menentukan tugas mana yang harus dikerjakan, siapa yang mengerjakan, bagaimana tugas-tugas tersebut dikelompokkan, siapa melapor kepada siapa dan pada tingkat mana pengambilan keputusan diambil. 3. Kepemimpinan (leading) mencakup proses memotivasi karyawan, mengarahkan, menyeleksi saluran komunikasi yang paling efektif dan memecahkan suatu masalah.
10 4. Pengawasan (controlling) mencakup kegiatan memantau aktivitas-aktivitas yang ada untuk memastikan bahwa semua mencapai apa yang telah direncanakan dan mengoreksi penyimpangan-penyimpangan yang signifikan.
2.5 Manajemen Strategis 2.5.1
Pengertian Manajemen Strategis Menurut David (2005, p5) manajemen strategis dapat didefinisikan sebagai seni
dan ilmu untuk memformulasi, mengimplementasi, dan mengevaluasi keputusan lintas fungsi yang memungkinkan organisasi dapat mencapai tujuannya. Menurut David (2005, pp5-6) manajemen strategis berfokus pada mengintegrasikan manajemen, pemasaran, keuangan/akuntansi, produksi/operasi, penelitian dan pengembangan, dan sistem informasi komputer untuk mencapai keberhasilan organisasi. 2.5.2
Proses Manajemen Strategis Menurut David (2005,p6-8), proses manajemen Strategis terdiri atas tiga tahap:
1. Formulasi strategi Proses formulasi strategi termasuk mengembangkan visi dan misi, mengidentifikasi peluang dan ancaman eksternal perusahaan, menentukan kekuatan dan kelemahan internal, menetapkan tujuan jangka panjang, merumuskan alternatif strategi, dan memilih strategi tertentu yang akan dilaksanakan. 2. Implementasi strategi Implementasi strategi mengisyaratkan perusahaan untuk menetapkan tujuan tahunan, membuat kebijakan, memotivasi karyawan, dan mengalokasikan sumber
11 daya sehingga strategi yang telah diformulasikan dapat dijalankan (memobilisasi karyawan untuk menempatkan strategi yang telah diformulasikan menjadi tindakan). 3. Evaluasi strategi Tiga aktivitas yang menjadi dasar evaluasi strategi adalah: 1) Meninjau ulang faktor eksternal dan internal yang menjadi dasar strategi saat ini. 2) Mengukur kinerja 3) Mengambil tindakan korektif. 2.5.3
Alternatif strategi Alternatif strategi menurut David diantaranya adalah :
1. Strategi Integrasi Menurut David (2005, p228) strategi integrasi memungkinkan sebuah perusahaan untuk mendapatkan kontrol atas distributor, pemasok, dan/atau pesaing. Strategi Integrasi terdiri dari : 1.1 Integrasi ke Depan Menurut David (2005,p228) integrasi ke depan (forward integration) melibatkan akuisisi kepemilikan atau peningkatan kontrol atas distributor atau pengecer. 1.2 Integrasi ke Belakang Menurut David (2005, p230), integrasi ke belakang (backward integration) adalah strategi untuk mencari kepemilikan atau meningkatkan kontrol atas pemasok perusahaan. Strategi ini sangat cocok ketika pemasok perusahaan saat ini tidak dapat diandalkan, terlalu mahal, atau tidak memenuhi kebutuhan perusahaan.
12 1.3 Integrasi Horizontal Menurut David (2005, p232), integrasi horizontal (horizontal integration) mengacu
pada strategi yang mencari
kepemilikan atau
meningkatkan kontrol atas pesaing perusahaan. 2. Strategi Intensif Menurut David (2005, p233), perusahaan membutuhkan usaha intensif jika posisi kompetitif perusahaan dengan produk yang ada saat ini akan membaik. Menurut David startegi intensif terdiri dari : 2.1 Penetrasi Pasar Menurut David (2005, p233), strategi penetrasi pasar (market penetration) berusaha meningkatkan pangsa pasar untuk produk/jasa saat ini melalui upaya pemasaran yang lebih besar. Penetrasi pasar mencakup meningkatkan jumlah tenaga penjual, meningkatkan jumlah belanja iklan, menawarkan promosi penjualan yang ekstensif, atau meningkatkan usaha publisitas. 2.2 Pengembangan Pasar Menurut
David
(2005,p
234),
pengembangan
pasar
(market
development) melibatkan perkenalan produk yang ada saat ini ke area geografi yang baru. 2.3 Pengembangan Produk Menurut David (2005, p235), pengembangan produk (product development) adalah strategi yang mencari peningkatan penjualan dengan memperbaiki atau memodifikasi produk/jasa saat ini.
13 3. Strategi Diversifikasi Menurut David (2005,p236), ada tiga tipe umum strategi diversifikasi (diversification konglomerat.
strategies) Secara
yaitu
keseluruhan,
:
konsentrik strategi
(terfokus),
diversifikasi
horizontal, telah
dan
berkurang
kepopulerannya karena organisasi menemukan bahwa lebih sulit untuk mengelola aktivitas bisnis yang berbeda-beda. Strategi diversifikasi terdiri dari : 3.1 Diversifikasi Konsentrik Menurut David (2005,p237), menambah produk atau jasa baru, tetapi berhubungan, secara umum disebut diversifikasi konsentrik atau terfokus. 3.2 Diversifikasi Horizontal Menurut David (2005, p238), menambah produk atau jasa baru, yang tidak berkaitan, untuk pelanggan saat ini disebut diversifikasi horizontal. 3.3 Diversifikasi Konglomerat Menurut David (2005,p239), menambah produk atau jasa baru, yang tidak berkaitan, disebut diversifikasi konglomerat. 4. Strategi Defensif Menurut David strategi defensif terdiri dari : 4. 1 Retrenchment Menurut David (2005, p241), retrenchment terjadi ketika suatu organisasi melakukan pengelompokan ulang melalui pengurangan aset dan biaya untuk membalikkan penjualan atau laba yang menurun. Reterenchment dapat melibatkan penjualan tanah dan gedung untuk meningkatkan kas, memotong lini produk, menutup bisnis yang labanya sangat
14 tipis, menutup pabrik tua dan kuno, mengotomatisasi proses, mengurangi jumlah karyawan, dan menetapkan sistem kontrol pengeluaran. 4. 2 Divestasi Menurut David (2005, p244), menjual satu divisi atau bagian dari suatu organisasi disebut divestasi. Divestasi sering digunakan untuk meningkatkan modal untuk akuisisi strategis atau investasi lebih lanjut. 4. 3 Likuidasi Menurut David (2005, p246), menjual seluruh asset perusahaan secara terpisah-pisah untuk nilai riilnya disebut likuidasi. Likuidasi adalah pengakuan atas kekalahan, konsekuensinya dapat menjadi strategi yang sulit secara emosional. Tetapi, mungkin lebih baik menghentikan operasi dibandingkan terus kehilangan sejumlah besar uang. Jadi, pada dasarnya 12 alternatif strategi ini dapat dibagi ke dalam 4 kelompok yakni startegi integrasi yang berfokus pada peningkatan kontrol atas pemasok dan atau distributor, strategi intensif yang berfokus pada peningkatan penjualan, strategi diversifikasi yang berfokus pada pengembangan usaha/produk lain untuk meraih keuntungan, dan strategi defensif yang berfokus dalam menangani usaha yang sudah tidak menguntungkan. 2.5.4
Analisis Eksternal Menurut David (2005, p102) audit eksternal atau analisis industri yang kadang
disebut environmental scanning menekankan pada identifikasi dan evaluasi tren dan kejadian yang berada di luar kendali perusahaan. Audit eksternal mengungkapkan peluang dan ancaman utama yang dihadapi perusahaan sehingga manajer dapat
15 memformulasikan strategi untuk mengambil keuntungan dari peluang dan menghindari atau mengurangi dampak dari ancaman. Menurut
David
(2005,
p102),
tujuan
audit
eksternal
adalah
untuk
mengembangkan daftar terbatas tentang peluang yang dapat memberi manfaat dan ancaman yang harus dihindari. Istilah terbatas, ditujukan untuk mengidentifikasi variabel kunci yang menawarkan respons yang dapat dijalankan. Menurut David (2005, p102), kekuatan eksternal dapat dibagi kedalam lima kategori besar, yaitu : (1) kekuatan ekonomi; (2) kekuatan sosial, budaya, demografi, dan lingkungan; (3) kekuatan politik, pemerintah, dan hukum; (4) kekuatan teknologi; (5) kekuatan kompetitif. 2.5.5
Analisis Internal Menurut David (2005, p158), audit internal menekankan pada identifikasi dan
evaluasi kekuatan dan kelemahan perusahaan pada area fungsional bisnis, termasuk manajemen,
pemasaran,
keuangan/akuntansi,
produksi/operasi,
penelitian
dan
pengembangan, dan sistem informasi manajemen. Menurut David (2005, pp158-159), kekuatan/kelemahan internal, digabungkan dengan peluang/ancaman eksternal dan pernyataan misi yang jelas, menjadi dasar untuk penetapan tujuan dan strategi. Tujuan dan strategi ditetapkan dengan maksud memanfaatkan kekuatan internal dan mengatasi kelemahan. Menurut David (2005, p159), kekuatan perusahaan yang tidak dapat dengan mudah ditiru oleh pesaing disebut kompetensi yang unik (distinctive competencies).
16 2.5.6
Analisis Struktural Industri Menurut Porter (1993, p5) di sini industri akan didefinisikan sebagai kelompok
perusahaan yang menghasilkan produk yang dapat saling menggantikan (close substitution).
Gambar 2.1 : Kekuatan-kekuatan yang Mempengaruhi Persaingan Industri Sumber : Porter (1993, p4)
Menurut Porter lima kekuatan persaingan terdiri dari : 1. Ancaman pendatang baru. Menurut Porter (1993, p6) pendatang baru pada suatu industri membawa kapasitas baru, keinginan untuk merebut bagian pasar, serta seringkali juga sumberdaya yang besar. Akibatnya harga-harga dapat menjadi turun atau biaya membengkak sehingga mengurangi kemampulabaan. Menurut Porter (1993, p7) ancaman masuknya pendatang baru ke dalam industri tergantung pada rintangan masuk yang ada, digabung dengan reaksi dari para pesaing
17 yang sudah ada yang dapat diperkirakan oleh si pendatang baru. Jika rintangan atau hambatan ini besar dan/atau pendatang baru memperkirakan akan ada perlawanan yang keras dari muka-muka lama, maka ancaman masuknya pendatang baru akan rendah. Menurut Porter (1993, pp7-12 ) ada enam sumber utama rintangan masuk : a. Skala Ekonomis (Economics of Sale). Skala ekonomis menggambarkan turunnya biaya satuan (unit cost) suatu produk (atau operasi atau fungsi yang dilakukan untuk menghasilkan produk) apabila volume absolut per periode meningkat. Skala ekonomis menghalangi masuknya pendatang baru dengan memaksa mereka untuk masuk pada skala besar dan mengambil resiko menghadapi reaksi yang keras dari pesaing yang ada atau masuk dengan skala kecil dan beroperasi dengan tingkat biaya yang tidak menguntungkan. b. Diferensiasi Produk. Diferensiasi produk artinya perusahaan tertentu mempunyai identifikasi merek dan kesetiaan pelanggan, yang disebabkan oleh periklanan, pelayanan pelanggan, perbedaan produk di masa yang lampau, atau sekedar karena merupakan perusahaan pertama yang memasuki industri. Diferensiasi menciptakan hambatan masuk dengan memaksa pendatang baru mengeluarkan biaya yang besar untuk mengatasi kesetiaan pelanggan yang ada. Usaha ini biasanya menyebabkan kerugian disaat awal (start-up losses) dan seringkali bertahan untuk waktu yang cukup panjang. Investasi sedemikian untuk membina nama merek khususnya sangat riskan karena investasi ini tidak mempunyai nilai sisa jika usaha masuk tersebut gagal.
18 c. Kebutuhan Modal. Kebutuhan untuk menanamkan sumberdaya keuangan yang besar agar dapat bersaing menciptakan hambatan masuk, khususnya jika modal tersebut diperlukan untuk periklanan garis depan yang tidak dapat kembali atau untuk kegiatan penelitian dan pengembangan yang penuh resiko. Modal mungkin bukan hanya diperlukan untuk fasilitas produksi tetapi juga untuk hal-hal seperti kredit pelanggan, persediaan, atau untuk menutup kerugian di saat awal. d. Biaya Beralih Pemasok (Switching Cost). Hambatan masuk tercipta dengan adanya biaya beralih pemasok, yaitu biaya satu kali (one time costs) yang harus dikeluarkan pembeli bila mana berpindah dari produk pemasok tertentu ke produk pemasok lainnya. Biaya peralihan ini meliputi biaya melatih kembali karyawan, biaya peralatan pelengkap yang baru, biaya, dan waktu untuk menguji atau menerima sumber baru, kebutuhan akan bantuan teknis sebagai akibat dari ketergantungan pada bantuan rekayasa penjual, desain ulang produk, atau bahkan biaya psikis karena merusak hubungan. e. Akses ke Saluran Distribusi. Hambatan masuk dapat ditimbulkan dengan adanya kebutuhan dari pendatang baru untuk mengamankan distribusi produknya. Bilamana saluran produksi untuk produk tersebut telah ditangani oleh perusahaan yang sudah mapan, perusahaan baru harus membujuk saluran tersebut agar menerima produknya melalui cara-cara penurunan harga, kerjasama perklan, dan sebagainya, yang akan mengurangi laba. f. Biaya Tak Menguntungkan Terlepas dari Skala.
19 Biaya tak menguntungkan terlepas dari skala maksudnya adalah bahwa terdapat faktor-faktor lain terlepas dari faktor keuangan yang dapat mempengaruhi keunggulan suatu perusahaan dalam menjalankan bisnisnya. Biaya tak menguntungkan terlepas dari skala yang dihadapi industri terdiri dari : i.
Teknologi produk milik sendiri : pengetahuan produk atau karakteristik rancangan yang dilindungi kepemilikannya melalui hak paten atau kerahasiaan.
ii.
Penguasaan yang menguntungkan atas bahan baku : perusahaan yang telah mapan
mungkin
telah
menguasai
sumber-sumber
yang
paling
menguntungkan dan/atau mengikat kebutuhan yang dapat diramalkan secara dini dengan harga yang menggambarkan tingkat permintaan akan bahan tersebut yang lebih rendah daripada yang sekarang ada. iii.
Lokasi yang menguntungkan : Perusahan-perusahaan yang telah mapan mungkin telah memonopoli lokasi yang menguntungkan sebelum kekuatan pasar mendorong kenaikan harga untuk memanfaatkan nilai lokasi itu sepenuhnya.
iv.
Subsidi Pemerintah : subsidi istimewa pemerintah dapat memberikan kepada perusahaan yang telah ada keunggulan yang tahan lama dalam bisnis-bisnis tertentu.
v.
Kurva belajar atau pengalaman : pada beberapa bisnis, ada kecenderungan bahwa biaya satuan (unit costs) akan menurun sejalan dengan diperolehnya pengalaman kumulatif dalam menghasilkan produk oleh perusahaan. Biaya menurun karena pekerja menyempurnakan metode mereka dan menjadi lebih
20 efisien (kurva pengalaman yang klasik), penyempurnaan tata letak, dikembangkannya peralatan dan proses khusus, prestasi yang lebih baik didapat dari peralatan, perubahan rancangan produk, membuat produksi lebih mudah, teknik-teknik untuk pengukuran dan pengendalian operasi bertambah baik, dan seterusnya. Pengalaman adalah sekedar sebutan untuk jenis tertentu perubahan teknologi dan bisa berlaku tidak hanya pada produksi tetapi juga pada fungsi-fungsi distribusi, logistik, dan lain-lain. Seperti halnya skala ekonomis, biaya yang menurun dengan bertambahnya pengalaman tidaklah berkaitan dengan keseluruhan perusahaan melainkan dari operasi-operasi atau fungsi-fungsi tertentu yang membentuk perusahaan. Pengalaman dapat menurunkan biaya dibidang pemasaran, distribusi dan bidang-bidang lain selain juga dibidang produksi atau pada operasi-operasi dalam bidang produksi, dan tiap-tiap komponen biaya harus diteliti untuk mengetahui pengaruh dari pengalaman tiap komponen tersebut. g. Kebijakan Pemerintah. Pemerintah dapat membatasi atau bahkan menutup kemungkinan masuk ke dalam industri dengan peraturan-peraturan seperti persyaratan lisensi dan membatasi akses ke bahan baku.
Menurut Porter (1993, pp13-16) selain menghadapi rintangan masuk, pendatang baru juga menghadapi reaksi dari perusahaan yang ada. Reaksi dari perusahaan yang ada ini meliputi : a. Tindakan perlawanan yang diperkirakan.
21 Perkiraan para calon pendatang baru mengenai reaksi para pesaing yang telah ada juga akan mempengaruhi kemungkinan masuknya pesaing baru. Keadaan-keadaan yang mengisyaratkan kemungkinan yang kuat akan timbulnya penolakan terhadap masuknya pendatang baru dan karenanya akan merintangi usaha ini adalah sebagai berikut : i.
Sejarah perlawanan keras terhadap pendatang baru
ii.
Perusahaan yang telah mapan dengan sumberdaya yang besar untuk menyerang balik
iii.
Perusahaan yang telah mapan dengan komitmen yang besar kepada industri dan telah menanamkan kekayaan yang sangat tidak likuid di dalamnya.
iv.
Pertumbuhan industri yang lambat, yang membatasi kemampuan industri untuk menyerap perusahaan baru tanpa menekan prestasi penjualan dan keuangan perusahaan-perusahaan yang telah mapan.
b. Harga penghalang masuk Struktur harga yang berlaku (serta persyaratan yang berkaitan seperti mutu produk dan pelayanan) yang persis menyeimbangkan ganjaran potensial dari masuknya pendatang baru c. Sifat-sifat hambatan masuk. Ada beberapa sifat hambatan masuk lainnya yang sangat penting dari sudut pandang strategis, diantaranya adalah : i.
Hambatan masuk dapat dan memang berubah bila kondisi-kondisi yang diuraikan diatas berubah
22 ii.
Meskipun hambatan masuk kadang-kadang berubah karena alasan-alasan yang sebagian besar berada di luar kendali perusahaan
iii.
Beberapa perusahaan mungkin memiliki sumberdaya atau keahlian yang memungkinkan mereka untuk mengatasi hambatan masuk ke dalam industri secara lebih murah dibandingkan dengan kebanyakan perusahaan lain.
d. Pengalaman dan skala sebagai hambatan masuk: Walaupun keduanya seringkali terjadi secara bersama-sama, skala ekonomis dan pengalaman mempunyai sifat yang sangat berbeda sebagai hambatan masuk. Beberapa keterbatasan skala ekonomis sebagai hambatan masuk, dari sudut pandang strategis perusahaan muka lama, adalah sebagai berikut : i.
Skala besar dan karenanya biaya yang lebih rendah mungkin akan mengorbankan hambatan-hambatan masuk lain yang secara potensial ada nilainya seperti diferensiasi produk atau kemampuan untuk mengembangkan teknologi swacipta dengan cepat.
ii.
Perubahan teknologi dapat merugikan perusahaan skala besar jika fasilitas yang dirancang untuk mencapai skala ekonomis juga lebih khusus dan kurang fleksibel untuk menerapkan teknologi baru.
iii.
Komitmen untuk mencapai skala ekonomis dengan menggunakan teknologi yang ada dapat mengaburkan persepsi mengenai kemungkinan teknologi baru atau mengenai cara-cara baru yang lain untuk bersaing yang kurang tergantung pada skala. Pengalaman merupakan hambatan masuk yang lebih halus daripada skala,
karena sekedar kurva pengalaman saja tidak menjamin adanya hambatan masuk.
23 Prasyarat penting lainnya adalah bahwa pengalaman harus bersifat rahasia, dan tidak tersedia bagi pesaing dan calon pendatang baru melalui (1) peniruan, (2) pembajakan karyawan pesaing, atau (3) pembelian mesin-mesin mutakhir dari pemasok peralatan atau pembelian pengetahuan dari konsultan atau perusahaan lain. Keterbatasan dari kurva pengalaman sebagai hambatan masuk adalah sebagai berikut : i.
Hambatan masuk dapat dihilangkan oleh inovasi produk atau proses yang membawa kepada teknologi yang baru dan karenanya menciptakan kurva pengalaman yang sama sekali baru. Pendatang baru dapat melampaui pemimpin industri dan bertengger pada kurva pengalaman yang baru, sukar dijangkau oleh pemimpin industri.
ii.
Mengejar biaya rendah melalui pengalaman mungkin harus mengorbankan hambatan bernilai lainnya, seperti diferensiasi produk yang dilakukan melalui pengembangan citra teknologi.
iii.
Jika lebih dari satu perusahaan kuat membangun strategi berdasarkan kurva pengalaman, konsekuensi terhadap satu atau lebih di antara mereka dapat fatal. Pada saat tinggal satu saja pesaing yang menganut strategi tersebut, pertumbuhan industri mungkin telah berhenti dan prospek untuk memperoleh manfaat kurva pengalaman menjadi hilang.
iv.
Usaha yang agresif untuk menurunkan biaya melalui pengalaman dapat mengalihkan perhatian dari pengembangan pasar di wilayah lain atau dapat mengaburkan persepsi teknologi baru yang menghilangkan manfaat pengalaman lama.
24 2. Ancaman produk pengganti. Menurut Porter (1993, p21) semua perusahaan dalam suatu industri bersaing, dalam arti yang luas, dengan industri-industri yang menghasilkan produk pengganti. Menurut Porter (1993, p21) mengenali produk-produk substitusi (pengganti) adalah persoalan mencari produk lain yang dapat menjalankan fungsi yang sama seperti produk dalam industri. Menurut Porter (1993, p22) Produk pengganti yang perlu mendapatkan perhatian besar adalah produk-produk yang : a. Mempunyai kecenderungan untuk memiliki harga atau prestasi yang lebih baik ketimbang produk industri. b. Dihasilkan oleh industri yang berlaba tinggi. 3. Kekuatan tawar-menawar pembeli Menurut Porter (1993, p22) pembeli bersaing dengan industri dengan memaksa harga turun, tawar-menawar untuk mutu yang lebih tinggi dan pelayanan yang lebih baik, serta berperan sebagai pesaing satu sama lain. Kekuatan dari tiap-tiap kelompok pembeli yang penting dalam suatu industri tergantung pada sejumlah karakteristik situasi pasarnya dan pada kepentingan relatif pembeliannya dari industri yang bersangkutan dibandingkan dengan keseluruhan bisnis pembeli tersebut. Menurut Porter (1993, pp22-23) kelompok pembeli disebut kuat jika terjadi situasi berikut: a. Kelompok pembeli terpusat atau membeli dalam jumlah besar relatif terhadap penjualan pihak penjual.
25 Jika sebagian besar hasil penjualan merupakan pembelian dari satu pembeli tertentu maka ini akan mempertinggi pentingnya bisnis pembeli. Pembeli jumlah besar khususnya merupakan kekuatan yang ampuh jika biaya tetap yang besar menjadi ciri industri. b. Produk yang dibeli dari industri merupakan bagian dari biaya atau pembelian yang cukup besar dari pembeli. Dalam hal ini pembeli cenderung mencari harga yang menguntungkan dan menggunakan dananya untuk melakukan pembelian secara selektif. Bilamana produk yang dijual oleh industri yang bersangkutan hanyalah merupakan bagian kecil saja dari biaya pembeli, pembeli biasanya jauh lebih tidak peka harga. c. Produk yang dibeli dari industri adalah produk standar atau tidak terdiferensiasi. Pembeli yang yakin bahwa mereka selalu dapat menemukan pemasok alternatif, dapat membandingkan pemasok satu dengan lainnya. d. Pembeli menghadapi biaya pengalihan yang kecil. Biaya pengalihan, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, mengikat pembeli pada penjual tertentu. Sebaliknya, posisi membeli menjadi kuat jika penjualah yang menghadapi biaya pengalihan. e. Pembeli mendapatkan laba kecil. Laba yang rendah menimbulkan rangsangan yang besar untuk menekan biaya. Tetapi, pembeli yang labanya tinggi, umumnya kurang peka harga dan mungkin mempunyai pandangan jangka panjang untuk memelihara kesehatan para pemasok mereka. f. Pembeli menunjukan ancaman untuk melakukan integrasi balik.
26 Jika pembeli sudah terintegrasi sebagian atau menunjukan ancaman yang meyakinkan untuk melakukan integrasi balik, mereka dalam posisi untuk menuntut konsesi-konsesi. g. Produk industri tidak penting bagi mutu produk atau jasa pembeli. Bilamana mutu
produk pembeli sangat dipengaruhi oleh produk industri,
pembeli umumnya akan kurang peka harga. h. Pembeli mempunyai informasi yang lengkap. Bila pembeli mempunyai informasi lengkap tentang permintaan, harga pasar yang aktual dan bahkan biaya pemasok, biasanya posisi tawar menawar mereka lebih kuat daripada bilamana informasi yang mereka miliki tidak lengkap. 4. Kekuatan tawar-menawar pemasok Menurut Porter (1993, p24) pemasok dapat menggunakan kekuatan tawarmenawar terhadap para peserta industri dengan mengancam akan menaikkan harga atau menurunkan mutu produk atau jasa yang dibeli. Menurut Porter (1993, p25) biasanya kita selalu berpikir bahwa pemasok adalah hanya perusahaan lain, tetapi tenaga kerja haruslah juga dipandang sebagai pemasok, bahkan merupakan pemasok yang mempunyai kekuatan besar pada banyak industri. Menurut Porter (1993, p25) kelompok pemasok dikatakan kuat jika terdapat hal-hal berikut : a. Para pemasok didominasi oleh beberapa perusahaan dan lebih terkonsentrasi ketimbang industri dimana mereka menjual.
27 Pemasok yang menjual kepada pembeli yang lebih terfragmentasi biasanya akan dapat memaksakan pengaruh yang besar dalam hal harga, mutu dan syarat-syarat penjualan. b. Pemasok tidak menghadapi produk pengganti lain untuk dijual kepada industri. Kekuatan dari pemasok yang besar sekalipun dapat berkurang jika mereka bersaing dengan produk pengganti. c. Industri tidak merupakan pelanggan yang penting bagi kelompok pemasok. Bila pemasok menjual kepada beberapa industri dan industri tertentu tidak memberikan bagian penjualan yang cukup berarti, lebih besar kecenderungan pemasok untuk memaksakan kekuatannya. d. Produk pemasok merupakan input penting bagi bisnis pembeli. Input seperti ini penting bagi keberhasilan proses pembuatan atau mutu produk pembeli. Ini meningkatkan kekuatan pemasok. Hal ini khususnya berlaku dimana input tidak dapat disimpan, sehingga memungkinkan pembeli menimbun persediaan. e. Produk kelompok pemasok terdiferensiasi atau pemasok telah menciptakan biaya peralihan. Diferensiasi atau biaya peralihan yang dihadapi pembeli mengurangi kesempatan mereka untuk memperbandingkan satu pemasok dengan yang lainnya. f. Kelompok pemasok memperlihatkan ancaman yang meyakinkan untuk melakukan integrasi maju. Hal ini mengurangi kemampuan industri untuk mendapatkan syarat pembelian yang lebih baik.
28 5. Persaingan diantara para pesaing yang ada Menurut Porter (1993, p16) rivalitas di kalangan pesaing yang ada berbentuk perlombaan untuk mendapatkan posisi – dengan menggunakan taktik-taktik seperti persaingan harga, perang iklan, introduksi produk, dan meningkatkan pelayanan atau jaminan kepada pelanggan. Persaingan terjadi karena satu atau lebih pesaing merasakan adanya tekanan atau melihat peluang untuk memperbaiki posisi. Menurut Porter (1993, pp16-19) faktor struktural yang saling berinteraksi dalam persaingan terdiri dari : a. Jumlah pesaing yang banyak atau seimbang Bilamana jumlah pesaing besar, kemungkinan akan persaingan menjadi besar dan beberapa perusahaan mungkin beranggapan bahwa mereka dapat bergerak tanpa diketahui lawan. Bahkan bilamana hanya terdapat sedikit perusahaan, jika mereka relatif seimbang dalam artian ukuran dan sumberdaya, akan tercipta ketidakstabilan karena mereka mungkin cenderung saling bertarung dan mempunyai sumberdaya untuk pertarungan yang lama dan keras. Di pihak lain, bilamana industri sangat terkonsentrasi atau didominasi oleh satu atau beberapa perusahaan saja, maka kekuatan relatif hanya sedikit saja, dan para pemimpin pasar dapat memaksakan disiplin selain juga memainkan peran koordinatif dalam industri melalui cara-cara seperti kepeloporan harga. b. Pertumbuhan industri yang lamban. Pertumbuhan industri yang lamban mengubah persaingan menjadi ajang perebutan bagian pasar untuk perusahaan-perusahaan yang ingin melakukan ekspansi. Persaingan bagian pasar jauh lebih tidak stabil daripada situasi dalam industri di mana
29 pertumbuhannya cepat yang menjamin bahwa perusahaan dapat meningkatkan hasil semata-mata hanya dengan mengikuti kecepatan pertumbuhan industri, dan di mana seluruh sumberdaya keuangan dan manajerial dapat digunakan dengan melakukan perluasan mengikuti perkembangan industri. c. Biaya tetap atau biaya penyimpanan yang tinggi. Biaya tetap yang tinggi menciptakan tekanan yang berat terhadap semua perusahaan untuk mengisi kapasitas yang seringkali membawa kepada penurunan harga yang cepat bilamana terjadi kapasitas berlebih. d. Ketiadaan diferensiasi atau biaya peralihan Bilamana produk atau jasa dipandang sebagai komoditas atau hampir seperti komoditas, maka pilihan oleh pembeli banyak didasarkan atas harga dan pelayanan, dan desakan untuk persaingan harga dan pelayanan yang tajam dapat terjadi. e. Penambahan kapasitas dalam jumlah besar Bilamana skala ekonomis memaksa bahwa kapasitas harus ditingkatkan dalam jumlah besar, maka penambahan kapasitas tersebut dapat secara kronis merusak keseimbangan penawaran/permintaan dalam industri, khususnya bila terdapat risiko penambahan kapasitas yang berkelompok. f. Pesaing yang beragam Para pesaing yang berbeda dalam strategi, asal-usul, kepribadian serta hubungan mereka dengan perusahaan induk mempunyai tujuan yang berbeda dan strategi yang berlainan untuk bersaing dan akan mengalami kesulitan untuk menerka keinginan pihak lain secara akurat dan bersepakat untuk membuat “aturan main” dalam industri. Pemilihan strategi yang tepat bagi suatu pesaing bisa salah untuk yang lain.
30 g. Taruhan strategis yang besar Persaingan dalam suatu industri menjadi makin tidak menentu jika sejumlah perusahaan mempunyai taruhan yang besar untuk mencapai sukses di situ. h.
Hambatan pengunduran diri yang tinggi. Hambatan pengunduran diri adalah faktor-faktor ekonomis, strategis, dan
emosional yang membuat perusahaan tetap bersaing dalam bisnis meskipun mereka mungkin memperoleh laba atas investasi yang rendah atau bahkan negatif. Sumbersumber utama hambatan pengunduran diri adalah seperti berikut : i.
Harta khusus : Harta yang sangat khusus untuk bisnis atau lokasi tertentu mempunyai nilai tunai yang rendah atau biaya yang tinggi untuk dialihkan atau dikonversikan.
ii.
Biaya tetap pengunduran diri : ini meliputi persetujuan dengan tenaga kerja, biaya pemindahan, pemeliharaan kemampuan untuk suku cadang, dan lainlain.
iii.
Tata hubungan strategis : tata hubungan antar unit usaha dengan unit lain dalam perusahaan dalam artian citra, kemampuan pemasaran, akses ke pasar dana, fasilitas bersama, dan lain-lain. Ini menyebabkan perusahaan secara strategis sangat berkepentingan untuk tetap berada dalam bisnis tersebut.
iv.
Hambatan emosional : ketidaksediaan manajemen untuk membuat pertimbangan-pertimbangan ekonomis dalam keputusan untuk keluar dari bisnis yang disebabkan oleh keterikatannya dengan bisnis tertentu, kesetiaan kepada karyawan, kecemasan akan masa depan karienya, kebanggaan, dan alasan-alasan lain.
31 v.
Pembatasan oleh pemerintah dan sosial : ini meliputi larangan atau pencegahan dari pemerintah untuk mengundurkan diri dari bisnis karena kekuatiran akan kehilangan kesempatan kerja dan akibat-akibat ekonomis regional. Menurut Porter (1993,p5), lima kekuatan persaingan ini mencerminkan
kenyataan bahwa persaingan dalam suatu industri tidak hanya terbatas pada para pemain yang ada. Pelanggan, pemasok, produk pengganti, serta pendatang baru potensial semuanya merupakan “pesaing” bagi perusahaan-perusahaan dalam industri dan dapat lebih atau kurang menonjol tergantung pada situasi tertentu. Persaingan dalam artian yang lebih luas ini dapat disebut sebagai persaingan yang diperluas (extended rivalry). Menurut Porter (1993,p5) kelima kekuatan persaingan di atas secara bersamasama menentukan intensitas persaingan dan kemampulabaan dalam industri, dan kekuatan atau kekuatan-kekutan yang paling besar akan menentukan serta menjadi sangat penting dari sudut pandang perumusan strategi. 2.5.7
Tahap Perencanaan Strategis Menurut Rangkuti (2000, p21) proses penyusunan perencanaan strategis melalui
tiga tahap analisis, yaitu : 1. Tahap pengumpulan data 2. Tahap analisis 3. Tahap pengambilan keputusan
32 Tabel 2.1 : Kerangka Formulasi Strategis 1. TAHAP PENGUMPULAN DATA Evaluasi Faktor Matriks Profil Internal Kompetitif 2. TAHAP ANALISIS Matriks BCG Matriks Matriks Matriks Internal Space Grand Eksternal Strategy 3. TAHAP PENGAMBILAN KEPUTUSAN Matriks Perencanaan Strategis Kuantitatif
Evaluasi Faktor Eksternal Matriks TOWS
Sumber : Rangkuti (2000, p21)
1. Tahap Pengumpulan Data Menurut Rangkuti (2000, p22) tahap ini pada dasarnya tidak hanya sekedar kegiatan pengumpulan data, tetapi juga merupakan suatu kegiatan pengklasifikasian dan pra-analisis. Pada tahap ini data dapat dibedakan menjadi dua, yaitu data eksternal dan data internal. Menurut Rangkuti (2000, pp22-28) model yang dipakai pada tahap ini terdiri dari tiga, yaitu : a. Matriks Faktor Strategi Eksternal Sebelum membuat matriks faktor strategi eksternal, kita perlu mengetahui terlebih dahulu faktor strategi eksternal (EFAS). Berikut ini adalah cara-cara penentuan Faktor Strategi Eksternal (EFAS) : i. Susunlah dalam kolom 1 (5 sampai dengan 10 peluang dan ancaman). ii. Beri bobot masing-masing faktor dalam kolom 2,mulai dari 1,0 (sangat penting) sampai dengan 0,0 (tidak penting). Faktor-faktor tersebut kemungkinan dapat memberikan dampak terhadap faktor strategis. iii. Hitung rating (dalam kolom 3) untuk masing-masing faktor dengan memberikan skala mulai dari 4 (outstanding) sampai dengan 1 (poor)
33 berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap kondisi perusahaan yang bersangkutan. Pemberian nilai rating untuk faktor peluang bersifat positif (peluang yang semakin besar diberi rating +4, tetapi jika peluangnya kecil, diberi rating +1). Pemberian nilai rating ancaman adalah kebalikannya. Misalnya, jika nilai ancamannya sangat besar, ratingnya adalah 1. Sebaliknya, jika nilai ancamannya sedikit ratingnya 4. iv. Kalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3, untuk memperoleh faktor pembobotan dalam kolom 4. Hasilnya berupa skor pembobotan untuk masing-masing faktor yang nilainya bervariasi mulai dari 4,0 (outstanding) sampai dengan 1,0 (poor). v. Gunakan kolom 5 untuk memberikan komentar atau catatan mengapa faktorfaktor tertentu dipilih dan bagaimana skor pembobotannya dihitung. vi. Jumlahkan skor pembobotan (pada klom 4), untuk memperoleh total skor pembobotan
bagi
perusahaan
yang
bersangkutan.
Nilai
total
ini
menunjukkan bagaimana perusahaan tertentu bereaksi terhadap faktor-faktor strategis eksternalnya. Total skor ini dapat digunakan untuk membandingkan perusahaan ini dengan perusahaan lainnya dalam kelompok industri yang sama. b. Matriks Faktor Strategi Internal Setelah faktor-faktor strategis internal suatu perusahaan diidentifikasi, suatu tabel IFAS (Internal Strategic Factors Analysis Summary) disusun untuk merumuskan faktor-faktor strategis internal tersebut dalam kerangka Strength and Weakness perusahaan. Tahapnya adalah :
34 i. Tentukan faktor-faktor yang menjadi kekuatan serta kelemahan perusahaan dalam kolom 1. ii. Beri bobot masing-masingfaktor tersebut dengan skala mulai dari 1,0 (paling penting) sampai 0,0 (tidak penting), berdasarkan pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap posisi strategis perusahaan. (Semua bobot tersebut jumlahnya tidak boleh melebihi skor total 1,00.) iii. Hitung rating (dalam kolom 3) untuk masing-masing faktor dengan memberikan skala mulai dari 4 (oustanding) sampai dengan 1 (poor), berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap kondisi perusahaan yang bersangkutan. Variabel yang bersifat positif (semua variabel yang masuk kategori kekuatan) diberi nilai +1 sampai dengan +4 (sangat baik) dengan membandingkannya dengan rata-rata industri atau dengan pesaing utama. Sedangkan variabel yang bersifat negatif, kebalikannya. iv. Kalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3,untuk memperoleh faktor pembobotan dalam kolom 4.Hasilnya berupa skor pembobotan untuk masing-masing faktor yang nilainya bervariasi mulai dari 4,0 (outstanding) sampai dengan 1,0 (poor). v. Gunakan kolom 5 untuk memberikan komentar atau catatan mengapa faktorfaktor tertentu dipilih, dan bagaimana skor pembobotannya dihitung. vi. Jumlah skor pembobotan (pada kolom 4), untuk memperoleh total skor pembobotan
bagi
perusahaan
yang
bersangkutan.
Nilai
total
ini
menunjukkan bagaimana perusahaan tertentu bereaksi bereaksi terhadap faktor-faktor strategis internalnya. Skor total ini dapat digunakan untuk
35 membandingkan perusahaan ini dengan perusahaan lainnya dalam kelompok industri yang sama. c. Matriks Profil Kompetitif Matrik profil kompetitif digunakan untuk mengetahui posisi relatif perusahaan yang dianalisis, dibandingkan dengan perusahaan pesaing. Nilai rating dimulai dari 1, jika kondisi perusahaan tersebut kondisinya sangat lemah dibandingkan dengan pesaing. Nilai 2 diberikan pada perusahaan yang kondisinya sedikit lebih lemah dibandingkan dengan pesaing. Nilai 3 diberikan kepada perusahaan yang memiliki kondisi sedikit lebih kuat dibandingkan dengan pesaing. Sedangkan nilai tertinggi 4, diberikan kepada perusahaan yang memiliki kondisi paling kuat dibandingkan dengan perusahaan lainnya. Selanjutnya, untuk masing-masing perusahaan, nilai rating ini dikalikan dengan nilai bobot dari variabel yang dipergunakan. 2. Tahap Analisis Menurut Rangkuti (2000, p30) setelah mengumpulkan semua informasi yang berpengaruh
terhadap
kelangsungan
perusahaan,
tahap
selanjutnya
adalah
memanfaatkan semua informasi tersebut dalam model-model kuantitatif perumusan strategi. Sebaiknya kita menggunakanbeberapa model sekaligus, agar dapat memperoleh analisis yang lebih lengkap dan akurat. Menurut Rangkuti (2000, p31-47) model yang dapat dipergunakan adalah sebagai berikut : a. Matriks TOWS atau Matrik SWOT Alat yang dipakai untuk menyusun faktor-faktor strategis perusahaan adalah Matrik SWOT. Matrik ini dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan
36 ancaman eksternal yang dihadapi perusahaan dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Matrik ini dapat menghasilkan empat set kemungkinan alternatif strategi. Tabel 2.2 : Matrik SWOT IFAS Stengths (S) • Tentukan 5-10 faktorfaktor kekuatan internal EFAS
Weakness (W) • Tentukan 5-10 faktorfaktor kelemahan internal
Opportunities (O)
Strategi SO
Strategi WO
• Tentukan 5-10 faktor-
Ciptakan strategi yang
Ciptakan strategi yang
faktor peluang
menggunakan kekuatan
meminimalkan kelemahan
eksternal
untuk memanfaatkan
untuk memanfaatkan
peluang
peluang
Threats (T)
Strategi ST
Strategi WT
• Tentukan 5-10 faktor-
Ciptakan strategi yang
Ciptakan strategi yang
faktor peluang
menggunakan kekuatan
meminimalkan kelemahan
eksternal
untuk mengatasi ancaman.
dan menghindari ancaman.
Sumber : Rangkuti (2000, p31)
i. Strategi SO Strategi ini dibuat berdasarkan jalan pikiran perusahaan, yaitu dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya.
37 ii. Strategi ST Ini adalah strategi dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki perusahaan untuk mengatasi ancaman. iii. Strategi WO Strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada. iv. Strategi WT Strategi ini didasarkan pada kegiatan yang bersifat defensif dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman. b. Matrik BCG Metode pendekatan yang paling banyakdipakai untuk analisis korporat adalah BCG Growth/ Share Matrix, yang diciptakan pertamakali oleh Boston Consulting Group (BCG). Tujuannya : i. Mengembangkan strategi pangsa pasar untuk portofolio produk berdasarkan karakteristik cash flow-nya. ii. Mengembangkan portofolio produk perusahaan sehingga jelas kekuatan dan kelemahannya. iii. Memutuskan apakah perlu meneruskan investasi untuk produk yang tidak menguntungkan. iv. Mengalokasikan anggaran pemasaran produk guna memaksimalkan cash flow jangka panjang. v. Mengukur kinerja produk dipasaran.
38
Gambar 2.2 : Diagram BCG’s Growth Share Matrix Sumber : Rangkuti (2000, p36)
Cara penggunaan Matrik BCG : 1. Mengidentifikasi unit analisis : Produk dapat berupa individual product, untuk segmen pasar tertentu, serta dapat digunakan untuk menganalisis strategi unit bisnis, korporat maupun nasional. 2. Mengumpulkan data statistik yang diperlukan untuk analisis : •
Data penjualan tahuanan tiap produk
•
Catatan penjualan tahunan kompetitor (untuk produk yang sama)
•
Tingkat pertumbuhan tahunan tiap produk
3. Menghitung pangsa pasar relatif Yaitu dengan cara membagi penjualan tahunan produk tertentu terhadap total penjualan kompetitor : •
Apabila pangsa pasar = 1, perusahaan ini memiliki pangsa pasar lebih kecil dari pada kompetitor utama.
39 •
Apabila pangsa pasar < 1, perusahaan ini memiliki pangsa pasar lebih kecil dari pada kompetitor utama.
•
Apabila pangsa pasar > 1, perusahaan ini memiliki pangsa pasarlebih besar dari kompetitor utama.
4. Membuat plot pangsa pasar pada diagram matrik BCG: a.
Masing-masing perusahaan dibuatkan plot sesuai dengan market growth rate (persentase pertumbuhan penjualan) dan posisi relatif dengan pesaing (market share).Market growth rate adalah proyeksi tingkat penjualan untuk pasar yang akan dilayani. Biasanya diukur dengan peningkatan persentase dalam nilai/ volume penjualan dua tahun terakhir.
b.
Market growth rate merupakan indikator relative attractiveness dari pangsa pasar dibagi dengan pangsa pasar dari pesaing yang paling dominan.
c.
Posisi relative competition merupakan perbandingan dasar dari relative strength dari berbagai bisnis yang berbeda dalam portofolio bisnis, dalam kaitannya dengan kekuatan masing-masing posisi di business’s respective market.
d.
Apabila kita ingin mengetahui posisi relatif antara masing-masing SBU (Strategic Business Unit), maka SBU tersebut dapat dibuatkan plotnya dalam matrik BCG. Tetapi masing-masing SBU tersebut harus dihitung besarnya terlebih dahulu dalam bentuk pie diagram. Masing-masing lingkaran mewakili satu bisnis unit. Luas lingkaran mewakili proporsi tingkat pendapatan perusahaan yang dihasilkan oleh masing-masing bisnis
40 unit. Secara keseluruhan hal ini dapat memberikan gambaran kekuatan masing-masing bisnis unit di dalam menghasilkan pendapatan. 5. Rumusan setiap kuadran : Tingkat pertumbuhan pasar pada umumnya dibedakan berdasarkan klasifikasi tinggi dan rendah. Sedangkan posisi relatif kompetitif dibedakan berdasarkan market share antara 1,0 dan 1,5, sehingga posisi tergolong tinggi (High) disebut pemimpin (leader). Selanjutnya, setelah semua bisnis tersebuatkan plotnya dalam matriks BCG, pengaruhnya dapat dilihat dalam strategi tingkat koporat secara keseluruhan. i. Pertumbuhan Tinggi/ Posisi Persaingan Tinggi (The Stars) Bisnis pada posisi ini menghadapi pertumbuhan pasar yang sangan cepat dengan pangsa pasar yang sangat besar. Stars merupakan kemungkinan jangka panjang terbaik (growth and profitability). Bisnis ini memerlukan investasi untuk memperkuat posisi dominannya di dalam pasar yang sedang tumbuh. ii. Pertumbuhan Rendah/ Posisi Persaingan Tinggi (Cash Cows) Pada posisi ini, pasar dalam kondisi telah dewasa, tingkat pertumbuhannya relatif rendah. Hal ini disebabkan karena posisinya relatif kuat. Karena itu, perusahaan itu disarankan untuk mengadakan investasi pada Star/Question Mark. iii. Pertumbuhan Rendah/ Posisi Persaingan Rendah (The Dogs) Perusahaan dalam kondisi ini menghadapi pangsa pasar yang sangat rendah, yang terjadi pada pertumbuhan yang lamban. Cash flow yang rendah
41 dan sering negatif disebabkan oleh posisi kompetisi yang lemah. Jika perusahaan memerlukan investasi untuk mempertahankan pangsa pasar Dogs, mungkin lebih baik baginya untuk melaksanakan divest dan investasi direlokasikan untuk membiyai Question Mark/Stars. iv. Pertumbuhan Tinggi/ Posisi Persaingan Rendah (Question Mark) Perusahaan dalam kondisi ini menghadapi masalah pangsa pasar yang rendah dan terjadi justru dalam kondisi pertumbuhan yang tinggi. Kondisi ini seolah-olah memberi kesan bahwa cash flow lemah. Investasi sangat diperlukan dan diharapkan dapat meningkatkan pangsa pasar dan menciptakan kondisi ke arah Stars, tetapi hal ini sangat berbahaya. c. Matrik Internal Eksternal Menurut Rangkuti (2000, p42) Matriks Internal Eksternal ini dikembangkan dari model General Electric (GE-Model). Parameter yang digunakan meliputi parameter kekuatan internal perusahaan dan pengaruh eksternal yang dihadapi. Tujuan penggunaan model ini adalah untuk memperoleh srategi bisnis di tingkat korporat yang lebih detail.
42
Gambar 2.3 : Diagram Model untuk Strategi Korporat Sumber : Rangkuti (2000, p42)
Diagram tersebut dapat mengidentifikasi 9 sel strategi perusahaan, tetapi pada prinsipnya kesembilan sel itu dapat dikelompokkan menjadi tiga strategi utama, yaitu: i. Growth strategy yang merupakan pertumbuhan perusahaan itu sendiri (sel 1, 2, dan 5) atau upaya diversifikasi (sel 7 dan 8). ii. Stability Strategy adalah strategi yang diterapkan tanpa mengubah arah strategi yang telah diterapkan. iii. Retrenchment Strategy (sel 3, 6, dan 9) adalah usaha memperkecil atau mengurangi usaha yang dilakukan perusahaan.
43 d. Matriks SPACE Menurut Rangkuti (2000, p46) setelah menggunakan model analisis Matriks IE, perusahaan itu dapat menggunakan Matriks Space untuk mempertajam analisisnya. Tujuannya adalah agar perusahaan itu dapat melihat posisi dan arah perkembangan selanjutnya. Berdasarkan Matrik SPACE, analisis tersebut dapat memperlihatkan dengan jelas garis vektor yang bersifat positip baik Kekuatan Keuangan (KU) maupun Kekuatan Industri (KI). Hal ini menunjukan bahwa perusahaan itu secara finansial relatif cukup kuat sehingga dia dapat mendayagunakan keuntungan kompetitifnya secara optimal melalui tindakan yang cukup agresif untuk merebut pasar. e. Matrik Grand Strategy Menurut Rangkuti (2000,p46-47) ide dasar dari strategi ini adalah pemilihan dua variabel sentral di dalam proses penentuan : i. Penentuan tujuan utama grand strategy ii. Memilih
faktor-faktor
profitabilitas.
internal
atau
eksternal
untuk
pertumbuhan
44
Gambar 2.4 :Diagram Penentuan Matrik Grand Strategy Sumber: Rangkuti (2000, p47)
2.5.8
Menetapkan Prioritas Menurut Saaty (1993, p84) langkah pertama dalam menetapkan prioritas
elemen-elemen dalam suatu persoalan keputusan adalah dengan
membuat
perbandingan berpasangan, yaitu elemen-elemen dibandingkan berpasangan terhadap suatu kriteria yang ditentukan. Untuk pembandingan berpasangan ini matriks lebih disukai. Matriks merupakan alat yang sederhana dan bisa dipakai, dan memberi kerangka untuk konsistensi, memperoleh informasi tambahan dengan jalan membuat segala perbandingan yang mungkin, dan menganalisis kepekaan prioritas menyeluruh terhadap perubahan dalam pertimbangan. Ancangan matriks ini secara unik mencerminkan dwi segi prioritas : mendominasi dan didominasi. Menurut Saaty (1993, p5) untuk mengisi matriks banding berpasangan, kita menggunakan bilangan untuk menggambarkan relatif pentingnya suatu elemen di atas
45 yang lainnya, berkenaan dengan sifat tersebut. Tabel di bawah ini memuat skala banding berpasangan. Skala itu mendefinisikan dan menjelaskan nilai 1 sampai dengan 9 yang ditetapkan bagi pertimbangan dalam membandingkan pasangan elemen yang sejenis di setiap tingkat hierarki terhadap suatu kriteria yang berada setingkat di atasnya. Pengalaman telah membuktikan bahwa skala dengan sembilan satuan dapat diterima dan mencerminkan derajat sampai mana kita mampu membedakan intensitas tata hubungan antar elemen. Bila memakai skala itu dalam konteks sosial, psikologis atau politis, utarakan lebih dahulu pertimbangan verbalnya, lalu terjemahkan ini menjadi nilai-nilai numerik. Tabel 2.3 : Skala Banding Berpasangan Intensitas Pentingnya 1
Definisi Kedua elemen sama pentingnya
3
Elemen yang satu sedikit lebih penting ketimbang yang lainnya
5
Elemen yang satu esensial atau sangat penting ketimbang elemen yang lainnya Satu elemen jelas lebih penting dari elemen yang lainnya
7
9
2,4,6,8 Kebalikan
Satu elemen mutlak lebih penting ketimbang elemen yang lainnya
Nilai-nilai antara di antara dua pertimbangan yang berdekatan Jika untuk aktivitas i mendapat satu angka bila dibandingkan dengan aktivitas j, maka j mempunyai nilai kebalikannya bila dibandingkan dengan i
Sumber : Saaty (1993, pp85-86)
Penjelasan Dua elemen menyumbangnya sama besar pada sifat itu Pengalaman dan pertimbangan sedikit menyokong satu elemen atas yang lainnya Pengalaman dan pertimbangan dengan kuat menyokong satu elemen atas elemen lainnya. Satu elemen dengan kuat disokong, dan dominannya telah terlihat dalam praktik. Bukti yang menyokong elemen yang satu atas yang lain memiliki tingkat penegas tertinggi yang menguatkan. Kompromi diperlukan antara dua pertimbangan.
46
C
A1
A1
1
A2
A2
…
A7
1
…
1 1
A7
Gambar 2.5 : Contoh Matriks Pembandingan Berpasangan Sumber : Saaty (1993, p84)
Menurut Saaty (1993, pp88-89) elemen yang dikolom kiri, selalu dibandingkan dengan elemen-elemen yang ada pada baris puncak, dan nilainya diberikan pada elemen dalam kolom, sewaktu dibandingkan dengan elemen dalam baris. Jika elemen dalam kolom itu dianggap kurang menguntungkan, pertimbangan (penilaian) kita merupakan suatu pecahan. Nilai kebalikannya dimasukkan dalam kedudukan dimana elemen kedua, ketika ia tampil dalam kolom, dibandingkan dengan elemen pertama tadi, ketika ia tampil dalam baris. Berikutnya, kita ingin mensintesis berbagai pertimbangan kita untuk memperoleh suatu taksiran menyeluruh dari prioritas relatif suatu hal dikaitkan dengan kriterianya. Untuk itu, kita pertama-tama menjumlahkan nilai-nilai dalam setiap kolom. Lalu kita membagi setiap entri dalam setiap kolom dengan jumlah kolom tersebut untuk memperoleh matriks yang dinormalisasi, yang memungkinkan pembanding antar elemen yang bermakna. Terakhir, kita merata-ratakan sepanjang baris dengan menjumlahkan semua nilai dalam setiap baris dari matriks yang dinormalisasi itu, dan
47 membaginya dengan banyak entri dari setiap baris.
Sintesis ini menghasilkan
persentase prioritas relatif menyeluruh.
2.6 Manajemen Pemasaran 2.6.1
Pengertian Pemasaran Menurut Mohammed (2003, p3), pemasaran adalah proses perencanaan dan
pelaksanaan suatu konsep, penerapan harga, promosi dan distribusi gagasan, barang atau jasa untuk menciptakan pertukaran yang dapat memenuhi kebutuhan individu dan mencapai sasaran organisasi. Definisi ini menekankan kegiatan pemasaran yang beragam, mulai dari memutuskan produk apa yang ditawarkan, berapa harganya, pengembangan promosi penjualan dan kampanye iklan serta mendistribusikan produk itu sehingga tersedia bagi konsumen pada jumlah, mutu, dan waktu yang tepat. Menurut Kotler (2006, p6), kita dapat membedakan definisi pemasaran berdasarkan sosial dan manajerial. Secara sosial dikatakan bahwa pemasaran adalah proses sosial dimana setiap individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan melalui penciptaan, penawaran, dan pertukaran nilai dari produk dan jasa dengan pihak lain. Sedangkan secara manajerial, pemasaran disebut sebagai seni dalam menjual barang. Menurut American Marketing Association (Kotler, 2006, p6) definisi pemasaran adalah sebuah fungsi dari organisasi dan serangkaian proses untuk menciptakan, mengkomunikasikan, dan mengantarkan nilai kepada pelanggan dan untuk mengelola hubungan dengan pelanggan dengan cara yang menguntungkan bagi organisasi dan stake holder –nya.
48 2.6.2
Pengertian Manajemen Pemasaran Kotler (2006, p6), melihat manajemen pemasaran sebagai seni dan ilmu dalam
memilih pasar sasaran dan mendapatkan, menjaga, dan menumbuhkan pelanggan melalui menciptakan, mengantarkan, dan mengkomunikasikan nilai pelanggan yang unggul. 2.6.3
Falsafah Manajemen Pemasaran Menurut Kotler (2006,p15), konsep yang mendasari suatu organisasi untuk
melakukan aktivitas pemasarannya mencakup : 1. Konsep produksi Menurut Kotler (2006, p15), konsep produksi adalah falsafah yang menyatakan bahwa konsumen akan menyukai produk yang gampang diperoleh dan sangat terjangkau dan karenanya manajemen harus berfokus pada perbaikan efisiensi produksi dan distribusi. 2. Konsep produk Menurut Kotler (2006, p15), konsep produk adalah gagasan bahwa konsumen akan menyukai produk yang menawarkan mutu , kinerja, dan sifat terbaik dan bahwa organisasi harus mencurahkan tenaganya untuk melakukan perbaikan produk terus-menerus. 3. Konsep penjualan Menurut Kotler (2006, p15), konsep penjualan adalah gagasan bahwa konsumen tidak membeli cukup banyak produk perusahaan kecuali jika perusahaan tersebut melakukan usaha penjualan dan promosi dalam skala besar. 4. Konsep pemasaran
49 Menurut Kotler (2006, p16), falsafah manajemen pemasaran mengatakan bahwa, untuk mencapai tujuan organisasi tergantung pada penentuan kebutuhan dan keinginan pasar sasaran (target market) dan memuaskan pelanggan secara lebih efektif dan efisien dari pada yang dilakukan pesaing. 5. Konsep pemasaran berwawasan sosial Menurut Kotler (2006, p16), konsep pemasaran berwawasan sosial adalah gagasan yang menyatakan bahwa, organisasi harus menentukan kebutuhan, keinginan, dan minat pasar sasaran dan memberikan kepuasan yang diharapkan secara lebih efektif dan efisien dari pada pesaing, dengan suatu cara yang dapat menjaga dan meningkatkan kesejahteraan pelanggan dan masyarakat. 2.6.4
Kategori Produk Menurut Kotler, 10 tipe entitas yang dipasarkan adalah :
1. Barang (Goods) Menurut Kotler (2006, p8), yang termasuk ke dalam kategori barang adalah benda fisik seperti produk makan, mobil, lemari es, pesawat televisi., mesin, dsb. 2. Jasa (Services) Menurut Kotler (2006, p8), yang termasuk dalam kategori jasa adalah layanan maskapai penerbangan, hotel, rental mobil, tukang potong rambut, salon kecantikan, layanan perawatan dan perbaikan serta profesional yang bekerja dalam suatu perusahaan seperti akuntan, bankir, advokat, insinyur, dokter, programmer software, dan konsultan manajemen. 3. Peristiwa (Event)
50 Menurut Kotler (2006, p8) ,yang termasuk dalam kategori ini adalah acara lelang, pertunjukan seni, hari jadi perusahaan, dsb. Orang-orang yang bekerja disini adalah profesional yang bekerja untuk merencanakan segala sesuatu yang harus dipersiapkan untuk menyelenggarakan suatu acara dan memastikan bahwa acara itu dapat berlangsung dengan lancar. 4. Pengalaman (Experience) Pengalaman dipasarkan dengan memadukan beberapa barang dan jasa yang dapat dibuat oleh suatu perusahaan. Menurut Kotler (2006, p8), yang termasuk dalam kategori pengalaman adalah seperti yang ditawarkan oleh Walt Disney untuk mengunjungi wahana-wahana yang mereka miliki atau seperti yang ditawarkan oleh Hard Rock Cafe dimana pengunjung dapat makan, minum sekaligus menikmati acara musik yang diadakan secara langsung. 5. Orang (Persons) Menurut Kotler (2006, p8), yang termasuk dalam kategori ini adalah manajemen artis. 6. Tempat (Places) Menurut Kotler (2006, p8), yang termasuk dalam kategori ini adalah pemasaran tempat, kota, wilayah regional, dan suatu negara untuk menarik turis, pabrik, kantor cabang perusahaan, dan tempat tinggal baru. 7. Properti (Properties) Menurut Kotler (2006, p8), properti adalah hak yang tidak berwujud atas kepemilikan suatu rumah, tanah, atau properti keuangan seperti saham. 8. Organisasi (Organization)
51 Menurut Kotler (2006, p9), organisasi secara aktif bekerja untuk membangun kesan yang kuat, diminati, dan unik di dalam pikiran sasaran pasarnya. Pemasaran ini misalnya pada universitas, musium, organisasi pertunjukan seni, dsb. 9. Informasi (Information) Menurut Kotler (2006, p9), informasi dapat diproduksi dan dipasarkan sebagai produk. Ini adalah esensi dari apa yang diproduksi dan didistribusikan oleh sekolah dan universitas dalam harga tertentu kepada orang tua, siswa, dan komunitas. Contoh lainnya adalah ensiklopedia, majalah, dsb. 10. Ide (Ideas) Menurut Kotler (2006, p9), setiap penawaran ada berdasarkan ide dasar. Produk dan layanan adalah alat untuk mengantarkan suatu ide atau manfaat.
2.6.5
Pengertian Jasa Menurut Kasper et al (2006, p57), jasa adalah aktivitas yang tidak dapat diraba,
relatif tidak tahan lama, dan tidak selalu terhubung dengan suatu benda dimana pembelinya turut berperan serta dalam proses yang interaktif untuk menciptakan kepuasan pelanggan.
2.6.6
Sifat dan Karakteristik Jasa Menurut Kotler (2006, pp243-245), karakteristik jasa adalah :
1. Ketidakberwujudan (service intangibility) : tidak bisa dilihat, dicicipi, diraba, didengar, atau dicium sebelum dibeli.
52 2. Ketidakterpisahan (service inseparability) : diproduksi dan dikonsumsi pada waktu yang sama dan tidak dapat dipisahkan dari penyedianya yang dapat berbentuk orang atau mesin. 3. Keragaman (service varibility) : kualitas jasa dapat sangat beragam, tergantung pada siapa yang menyediakan, waktu, tempat, serta bagaimana cara mereka disediakan. 4. Tidak tahan lama (service perishability) : jasa tidak dapat disimpan untuk penjualan atau pemakaian yang akan datang. 2.6.7
Kualitas Jasa Menurut Kotler (2006, p383), berikut adalah lima penentu mutu jasa yang
berurutan sesuai dengan tingkat kepentingannya : 1. Kehandalan (Reliability) : Kemampuan untuk melaksanakan jasa yang disajikan secara terpercaya dan akurat. 2. Daya tanggap (Responsiveness): Kemampuan untuk membantu pelanggan dan memberikan jasa dengan cepat. 3. Kepastian (Assurance): Pengetahuan dan kesopanan karyawan serta kemampuan mereka untuk menyampaikan kepercayaan dan keyakinan. 4. Empati (Empathy): Kesediaan untuk peduli, memberi perhatian pribadi kepada pelanggan. 5. Berwujud (Tangibles): Penampilan fasilitas fisik, peralatan, petugas, dan materi komunikasi.
53 2.7 Customer Relationship Management (CRM) 2.7.1
Pengertian Pelanggan Menurut Danardatu (2003, p1) pelanggan adalah seseorang yang berulang kali
atau teratur melakukan pembelian terhadap pedagang. 2.7.2
Pengertian Hubungan Menurut Buttle (2004, p19), Huruf R dalam CRM adalah singkatan dari
relationship alias hubungan. Dengan menerapkan pengertian ‘hubungan’ yang melibatkan dua pihak, dapat didefinisikan bahwa suatu hubungan terdiri atas serangkain episode yang terjadi antara dua belah pihak dalam rentang waktu tertentu. Setiap episode atau babak terdiri atas serangkaian interaksi, dan setiap episode dibatasi oleh waktu. 2.7.3
Lima Tahap Perkembangan Hubungan Lima tahap perkembangan hubungan menurut Dwyer (Buttle, 2004, pp19-20)
adalah : 1. Tahap kesadaran (awareness) : terjadi ketika masing-masing pihak saling memerhatikan dan menimbang kemungkinan untuk menjalin kemitraan. 2. Tahap penjajagan (exploration) : fase dimana masing-masing pihak mencoba menyelidiki dan menguji kapasitas dan performa masing-masing. Tahap penjajagan terdiri dari lima subproses antara, yakni ketertarikan, komunikasi dan tawar-menawar, pengembangan dan pendayagunaan kekuatan, berkembangnya norma-norma hubungan, serta berkembangnya harapan. 3. Tahap komitmen : ditandai oleh meningkatnya penyesuaian diri dan sikap saling memahami peran dan tujuan masing-masing.
54 4. Tahap peningkatan hubungan : terjadi ketika kedua belah pihak merasakan adanya saling ketergantungan . Disini semakin banyak terjadi transaksi dan mulai timbul kepercayaan. 5. Tahap akhir hubungan: tidak
semua hubungan dapat mencapai komitmen.
Kadang-kadang terjadi pelanggaran atau pengkhianatan terhadap kepercayaan yang
menyebabkan
salah
satu
pihak
harus
meninjau
ulang
atau
mempertimbangkan untuk mengakhiri hubungan itu. Pemutusan hubungan dapat terjadi atas kehendak salah satu pihak atau kedua pihak. 2.7.4
Pengertian CRM Menurut Amstrong (2007, p14), Customer Relationship Management adalah
seluruh proses dalam membangun dan menjaga hubungan yang menguntungkan dengan pelanggan melalui pengantaran nilai (value) dan kepuasan (satisfaction) yang tinggi bagi pelanggan. Menurut Amstrong (2007, p14) ini mencakup seluruh aspek dalam mendapatkan, menjaga, dan meningkatkan jumlah pelanggan. Definisi yang lain pada Peelen (2005, p4) menyebutkan bahwa CRM adalah sebuah proses yang meliputi semua aspek dalam mengidentifikasi pelanggan, menciptakan pengetahuan tentang pelanggan, membangun hubungan dengan pelanggan, dan membentuk pendapat pelanggan tentang organisasi dan produknya. Menurut Peelen (2005,p4 ), di dalam definisi ini tidak dibahas mengenai peran teknologi dalam CRM. Definisi ini lebih memperhatikan pelanggan dan sasaran yang ingin diraih (vis- a- vis the customer). Definisi CRM menurut The Gartner group’s pada tahun 2004 (Peelen, 2005, p4) adalah sebuah ‘IT enabled’ bagi strategi bisnis yang hasilnya berupa peningkatan
55 keuntungan, pendapatan, dan kepuasan pelanggan (customer satisfaction) dengan mengelola segmen pelanggan, mengembangkan prilaku yang dapat memberikan kepuasan bagi pelanggan dan mengimplementasikan program yang berfokus pada pelanggan. Metagroup pada tahun 2000 (Peelen, 2005, p3), mendefinisikan CRM sebagai otomatisasi dari proses bisnis horisontal yang terintegrasi termasuk didalamnya front office customer contact points (pemasaran, penjualan, layanan, dan support) melalui berbagai macam saluran penghubung. Menurut Peelen (2005, p3), dalam deskripsi ini, CRM diposisikan dalam sudut Teknologi Informasi. Teknologi memfasilitasi dan memungkinkan terselenggaranya hubungan antara pelanggan dengan karyawan dari berbagai departemen melalui internet, telepon dan juga tentunya pertemuan secara langsung. Sementara itu menurut Peelen (2005, p6), CRM adalah sebuah strategi bisnis yang ditujukan untuk mengembangkan hubungan jangka panjang dan menguntungkan antara setiap pelanggan secara individu dengan pemasoknya, berbasiskan pada sebuah infrastruktur teknologi informasi yang dikembangkan, yang memungkinkan proses dapat terdefinisi dan dikendalikan dengan jelas, dan membuat staf yang berhubungan dapat berfungsi secara optimal. Menurut Kalakota dan Robinson (2001, p172), CRM didefinisikan sebagai strategi penjualan, pemasaran, dan pelayanan terintegrasi yang mencegah terjadinya pelayanan yang bertumpu pada seseorang, pelayanan harus bergantung pada koordinasi dari aksi organisasi secara keseluruhan. Menurut Kalakota dan Robinson (2001, p172), software CRM membantu organisasi untuk mengelola hubungan dengan pelanggan
56 secara lebih baik dengan menelusuri semua tipe interaksi yang dilakukan oleh pelanggan. Menurut Buttle (2004, p48), CRM adalah strategi inti dalam bisnis yang mengintegrasikan proses-proses dan fungsi-fungsi internal dengan semua jaringan eksternal untuk menciptakan serta mewujudkan nilai bagi para konsumen sasaran secara menguntungkan. CRM didukung oleh data konsumen berkualitas dan teknologi informasi. Menurut Buttle (2004, p48) definisi ini tentunya digunakan dalam konteks perusahaan atau organisasi yang berorientasi profit. Jika komunitas nonprofit (nirlaba) dapat mengubah kata ‘bisnis’, ‘konsumen’, dan ‘profit’ dengan istilah lain yang tepat maka definisi tersebut pasti juga sesuai untuk konteks kerja mereka. Jadi dapat disimpulkan bahwa CRM adalah strategi organisasi dalam mengelola hubungannya dengan pelanggan, mulai dari strategi penjualan, pemasaran, dan pelayanan terintegrasi, hal ini berarti mencakup proses mengidentifikasi pelanggan, menciptakan pengetahuan tentang pelanggan, membangun hubungan dengan pelanggan, dan membentuk pendapat pelanggan tentang organisasi dan produknya
dengan
melibatkan semua staf yang berhubungan dengan pelanggan untuk meningkatkan kepuasan pelanggan dan akhirnya dapat meningkatkan pendapatan organisasi. Peran teknologi informasi dalam CRM adalah sebagai ‘IT Enabled’ bagi strategi bisnis yang memungkinkan proses dapat terdefinisi dan dikendalikan dengan jelas serta membuat staf yang berhubungan dapat berfungsi secara optimal. Istilah ‘bisnis’, ‘konsumen’, dan ‘profit’ dapat disesuaikan sesuai dengan konteks kerja masing-masing organisasi.
57 2.7.5
Tujuan dan Manfaat CRM Menurut The Gartner Groups (Peelen, 2005, p4), tujuan dari CRM adalah untuk
meningkatkan pendapatan, keuntungan, dan disisi lain juga untuk meningkatkan kepuasan pelanggan. Menurut Regis McKenna (Peelen, 2005, p5), CRM memiliki sasaran dalam membangun infrastruktur yang dapat digunakan untuk mengembangkan hubungan jangka panjang antara pelanggan dengan pemasok. Menurut Kalokota et al. (2001,p173), Tujuan dari kerangka kerja CRM meliputi: 1. Menggunakan hubungan yang telah ada untuk meningkatkan pendapatan. Ini berarti mempersiapkan pandangan yang mendalam tentang pelanggan untuk memaksimalkan hubungan mereka dengan perusahaan melalui up-selling dan cross-selling dalam waktu yang sama, meningkatkan keuntungan dengan mengidentifikasi, menarik, dan mempertahankan pelanggan yang paling baik. 2. Menggunakan informasi yang terintegrasi untuk pelayanan yang unggul. Dengan menggunakan informasi pelanggan untuk melayani kebutuhan mereka dengan lebih baik, kita dapat menghemat waktu pelanggan dan mencegah mereka menjadi frustasi. 3. Memperkenalkan saluran proses dan prosedur yang konsisten dan berkembang. Dengan perkembangan saluran koneksi pelanggan, lebih banyak karyawan yang ikut serta dalam transaksi penjualan. Terlepas dari usulan dan kompleksitas, perusahaan harus memperbaiki dan menjaga konsistensi prosedural dalam account management dan penjualan
58 Manfaat dari CRM adalah : Menurut Turban et al (2006, p.551),
manfaat CRM yang utama adalah
menyediakan layanan peduli pelanggan (customer care) yang unggul melalui penggunaan internet dan teknologi informasi. Dengan kata lain, CRM membuat pelanggan senang dengan penyediaan pilihan produk dan layanan, tanggapan dan pemecahan masalah yang cepat, akses yang mudah dan cepat pada informasi, dan masih banyak lagi. 2.7.6
Elemen-elemen dari CRM Menurut Peelen (2005, pp7-9), empat elemen dasar dari CRM adalah :
1. Pengetahuan tentang pelanggan (Customer knowledge). Pengetahuan tentang setiap individu pelanggan (customer knowledge) penting untuk mengembangkan hubungan jangka panjang dan untuk menyediakan layanan yang sesuai dengan masing-masing pelanggan. 2. Strategi hubungan (Relationship strategy) Informasi tentang setiap individu pelanggan harus digunakan untuk mengembangkan
hubungan
jangka
panjang
antara
pelanggan
dengan
pemasoknya. Relationship Strategy berbeda dengan strategi yang berfokus pada hubungan jangka pendek yang mengukur kesuksesan hanya dengan jumlah penjualan atau transaksi yang dilakukan, dengan kata lain sebuah organisasi dengan relationship strategy berfokus pada hubungan jangka panjang dimana penjualan hanyalah permulaan dari terjadinya suatu hubungan, yang mana disini harus ada kepercayaan dan komitmen yang tumbuh untuk mencapai kesuksesan. Relationship strategy memiliki perhatian yang lebih terhadap pelanggan.
59 3. Komunikasi (Communication) Komunikasi berperan penting dalam mengembangkan sebuah hubungan karena dari percakapan antara pelanggan dengan pemasoknya, pelanggan dapat mengambil suatu kesimpulan mengenai kualitas pelayanan yang diberikan pemasoknya. 4. The individual value proposition Sebuah organisasi yang mengambil inisiatif untuk mengetahui pelanggan secara individu, mengembangkan hubungan dengan mereka, dan untuk melakukan percakapan dengan mereka tidak dapat mengabaikan untuk juga menawarkan individual proposition pada pelanggannya. Produk, layanan, dan harga semua diadaptasikan berdasarkan keadaan pelanggan. 2.7.7
Tiga Fase CRM Menurut Kalakota dan Robinson (2001, pp174-177), ada tiga fase dari CRM,
yaitu : 1. Acquiring New Customer (mendapatkan pelanggan baru) Strategi untuk mengakuisisi pelanggan yang sukses membutuhkan perencanaan yang matang dalam hal pembelian yang terintegrasi dengan support experience kepada pelanggan. Perusahaan mendapatkan pelanggan baru dengan cara : a. Perusahaan melakukan inovasi baru terhadap produk yang ada sehingga menarik perhatian pelanggan baik yang baru maupun pelanggan yang lama karena hal ini akan membantu pelanggan untuk mendapatkan alternatif pilihan produk yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginan pelanggan.
60 b. Memberikan kenyamanan pada pelanggan dalam membeli produk atau jasa yang mereka butuhkan, misalnya dengan ketepatan estimasi dan tindakan di lapangan dalam menentukan waktu sebuah pelayanan tertentu. c. Dengan melakukan promosi terhadap produk perusahaan dan menjadi yang terdepan dalam melakukan pelayanan. 2. Enhanching the profitability of existing customer (meningkatkan nilai pelanggan) Yang tak dapat dipungkiri, personal relationship berkomitmen, kebanyakan orang tidak akan langsung menghancurkan suatu hubungan begitu ada masalah datang atau setidaknya sampai mereka mendiskusikan masalah tersebut. Mereka akan mengambil waktu untuk mendengarkan pendapat masingmasing pihak dan bekerja memecahkan masalah. Sama halnya dengan perusahaan, mereka perlu berkomitmen pada kegiatan kegiatan sehari-hari yang dilakukan bahwa mereka perlu untuk menyisihkan waktu untuk mendapatkan pandangan customer dan dengan membangun fokus pelayanan. Perusahaan dapat meningkatkan nilai pelanggan dengan cara : a. Mengurangi biaya-biaya yang kurang perlu yang akan dibebankan kepada pelanggan dengan one-stop shopping b. Memberikan pelayanan siaga yang optimal kepada pelanggan melalui customer service yang handal dan membantu c. Memberikan dukungan yang baik dalam cross-selling atau up-selling. 3. Retaining profitable customer for life (mempertahankan pelanggan yang sudah ada)
61 Penyimpanan
informasi
pelanggan
berfokus
pada
kemampuan
beradaptasi dalam pelayanan – mengirimkan bukan apa yang diinginkan pasar namun apa yang diinginkan pelanggan. Sekarang, lebih banyak perusahaan yang berfokus pada strategi mempertahankan pelanggan dari pada menarik pelanggan baru. Alasan dibalik strategi ini sebenarnya sederhana:”if you want to take money, hold onto your good customer”. Itu artinya akan lebih menguntungkan apabila kita mempertahankan pelanggan yang potensial. Namun, hal ini tidak semudah seperti yang terlihat. Retaning customer membutuhkan pengertian yang lengkap mengenai apa yang dibutuhkan pelanggan dan ketentuan untuk tetap bertahan dalam membangun hubungan. Retensi terhadap pelanggan meningkat menjadi strategi untuk operasi perusahaan dimanapun karena meningkatnya pilihan pelanggan untuk membeli dan biaya untuk pindah vendor menjadi lebih murah 2.7.8
Tiga Pandangan CRM
2.7.8.1 CRM Strategis Menurut Buttle (2007,p4-6), CRM strategis terfokus pada upaya untuk menggambarkan kultur usaha yang berorientasi pada pelanggan atau customer-centric. Orientasi bisnis perusahaan terdiri dari : 1. Orientasi produk : konsumen akan memilih produk yang mempunyai kualitas, performa, desain, serta fitur-fitur yang paling unggul. 2. Orientasi produksi : pelanggan lebih menyukai produk yang murah sehingga menekan ongkos operasional dan mengembangkan saluran-saluran pemasaran yang hemat biaya.
62 3. Orientasi penjualan : berasumsi bahwa jika perusahaan berinvestasi yang cukup besar untuk iklan, penjualan, humas (PR) dan promosi penjualan maka konsumen akan tergerak untuk membeli. 4. Orientasi pelanggan : memiliki beberapa keyakinan yang membuat mereka mengutamakan konsumen untuk menciptakan nilai yang lebih tinggi bagi konsumen. 2.7.8.2 CRM Operasional Menurut Buttle (2007,p6-12), CRM operasional fokus pada otomatisasi caracara perusahaan dalam berhubungan dengan pelanggan. 1. Otomatisasi Pemasaran (Marketing Automation - MA) adalah pemanfaatan teknologi pada proses-proses pemasaran. Perangkat lunak MA menawarkan kemampuan untuk mendukung segmentasi konsumen, manajemen kampanye promosi dan pemasaran berbasis event (event based marketing). 2. Otomatisasi Penjualan (Sales Force Automation - SFA) Proses-proses penjualan diuraikan menjadi tahap : a. menjaring prospek b. kualifikasi c. identifikasi kebutuhan d. pengembangan spesifikasi e. Pembuatan proposal, mengatasi penolakan, dan realisasi penjualan.
63 Perangkat SFA memiliki berbagai kemampuan yang mengagumkan termasuk apa yang disebut opportunity management, contact management, pembuatan proposal, serta konfigurasi produk. 3. Otomatisasi Layanan Dengan dukungan otomatisasi layanan, perusahaan dapat menjalankan fungsi pelayanan terhadap para pelanggan secara otomatis melalui call center/contact center, web perusahaan, atau dengan tatap muka antara petugas layanan dengan konsumen di lapangan. Paket-paket perangkat lunak dalam hal ini memudahkan perusahaan dalam mengatur dan mengkoordinasikan segala bentuk komunikasi keluar atau masuk yang terkait dengan aspek layanan konsumen melalui semua saluran yang ada. Format otomatisasi layanan, bergantung pada jenis produk yang dipasarkan. 2.7.8.3 CRM Analitis Menurut Buttle (2007,p13-14), CRM Analitis digunakan untuk mengeksploitasi data konsumen demi meningkatkan nilai mereka (dan nilai perusahaan) dilengkapi data internal seperti data penjualan, data finansial, data pemasaran, dan data layanan.Data eksternal meliputi data data geodemografis dan data gaya hidup konsumen (dihasilkan oleh organisasi intelijen bisnis). Dilihat dari perspektif konsumen, CRM analitis dapat memberikan soilusi lebih tepat waktu,bahkan bersifat amat personal bagi segala permasalahan konsumen sehingga semakin meningkatkan kepuasan mereka.
64 2.7.9
Klasifikasi Aplikasi CRM Patricia Seybold Group pada tahun 2002 (Turban et al, 2006, pp554-555)
membedakan aplikasi CRM ke dalam tiga kategori, yaitu : 1. Aplikasi yang behadapan dengan pelanggan (Customer-facing Application). Menurut Turban et al (2006, p555) customer-facing application meliputi semua area dimana pelanggan berinteraksi dengan perusahaan. Aplikasi yang termasuk ke dalam kategori ini diantaranya adalah : a. Customer Interaction Center (CIC) Menurut Turban (2006, p556), CIC adalah satuan layanan pelanggan yang luas dimana vendor e-commerce melayani pelanggannya melalui berbagai saluran komunikasi. Multichannel CIC bekerja seperti berikut ini : (1) Pelanggan menghubungi perusahaan melalui satu atau beberapa saluran. (2) Sistem mengumpulkan informasi dan mengintegrasikannya dengan database, kemudian menentukan layanan yang diperlukan. (3) Pelanggan diarahkan ke cara swalayan atau ke human agent. (4) Layanan dilakukan untuk pelanggan (misalnya memecahkan masalah pelanggan atau menjawab pertanyaan pelanggan). b. Intelligent Agent dalam Customer Service dan Call Center Menurut Turban et al (2006, p557) Intelligent agent dalam Customer Service dan Call Center berperan dalam memberikan bantuan secara interaktif kepada pelanggan untuk memberikan arahan dengan menggunakan Bahasa Inggris atau bahasa lain.
65 c. Autoresponder (Automated Response to E-mail ) Menurut Turban (2006, p557) autoresponder adalah sistem penjawab (pembalas) e-mail otomatis yang menyediakan jawaban untuk pertanyaan yang sudah biasa atau sering ditanyakan. d. Sales Force Automation Menurut Turban (2006, p558) Sales Force Automation (SFA) adalah software yang mengotomatiskan tugas yang dilakukan tenaga penjual seperti dalam hal mengumpulkan data dan pengirimannya. e. Field Service Automation Menurut Turban et al (2006, p558) Aplikasi ini mendukung daya perusahaan dalam layanan pelanggan dengan memberikan dukungan terhadap service representative dan service manager. Aplikasi ini mengelola permintaan layanan, penawaran layanan, kontrak layanan, penjadwalan layanan, dan panggilan untuk layanan. 2. Aplikasi yang memberikan sentuhan pada pelanggan (Customer-touching Application).
Menurut Turban et al (2006, p558), aplikasi ini membuat
pelanggan berinteraksi dengan
program komputer, tidak lagi berinteraksi
dengan manusia. Yang termasuk ke dalam aplikasi kategori ini diantaranya adalah : a. Personalized Web Pages Menurut Turban et al (2006, p558) banyak perusahaan yang memfasilitasi pelanggannya dengan alat untuk membuat halaman web individu mereka. Perusahaan dapat menyampaikan informasi yang disesuaikan untuk masing-
66 masing pelanggan seperti informasi tentang produk dan informasi garansi produk ketika pelanggan mengakses web pribadi mereka. Tidak hanya pelanggan yang dapat mengambil informasi dari situs vendor, tetapi vendor pun dapat memberi informasi kepada konsumen. Halaman web ini pun dapat digunakan untuk merekam pembelian dan pilihan pelanggan. Vendor dapat menggunakan informasi pelanggan dari situs web yang telah disesuaikan sebagai fasilitas untuk pelayanan pelanggan. b. e-commerce Application Menurut
Turban
et
al
(2006,
p559)
Aplikasi
e-commerce
mengimplementasikan fungsi pemasaran, penjualan, dan pelayanan melalui jalur online, kebanyakan berupa web Aplikasi ini memungkinkan pelanggan untuk membeli produk melalui keranjang belanja virtual. Pelanggan juga dapat menggunakan fasilitas virtual seperti melihat status pesanan, sejarah pembelian, proses retur, dan customer information management. Aplikasi ini dapat menjadi fasilitas yang menyenangkan bagi pelanggan karena dapat membantu menghemat uang mereka sehingga dapat meningkatkan kepuasan pelanggan. c. Campaign Management Aplikasi Campaingn Management mengotomatisasikan aktivitas promosi pemasaran seperti perencanaan dan analisis iklan online. d. Web Self-Service Menurut Turban et al (2006, p559) web menyediakan peluang bagi pelanggan untuk melayani dirinya sendiri. Strategi ini menyediakan alat bagi
67 user untuk melakukan aktivitas yang dulu hanya dapat dikerjakan melalui staf customer service perusahaan. Menurut Turban et al (2006,p559) web self service adalah aktivitas yang dilakukan pelanggan untuk mencari jawaban atas pertanyaan mereka atau konfigurasi produk yang mereka inginkan. Macam-macam alat swalayan yang dapat digunakan diantaranya adalah : i. Self-tracking Menurut Turban et al (2006, p560) self-tracking merujuk pada sistem yang membuat pelanggan dapat melihat status pesanan atau layanan secara real-time. ii. FAQs Menurut Turban et al (2006,p560) halaman FAQs adalah sebuah halaman web yang mencantumkan daftar pertanyaan yang sering diajukan oleh pelanggan dan jawaban dari pertanyaan itu. iii. Self-Configuration and Customization Menurut Turban et al (2006, p651) Self-Configuration and Customization adalah fasilitas yang memungkinkan pelanggan untuk membuat konfigurasi produk dan jasa yang mereka inginkan. 3. Customer-centric Intelligence Application Aplikasi ini mendukung pengumpulan data pelanggan, pemrosesan, dan analisis. Aplikasi utamanya adalah : a. Data Reporting and warehousing Data untuk CRM harus dikumpulkan, diproses, dan disimpan. Dua elemen proses diantaranya adalah :
68 i. Data Reports Data
reporting
mempresentasikan
rangkaian
atau
proses
informasi yang berhubungan dengan CRM, dimana pengelola dan peneliti dapat melihat dan menganalisa informasi tersebut. ii. Data Warehouse Organisasi berskala besar dan menengah mengorganisasikan dan menyimpan data di dalam tempat penyimpanan pusat yang disebut data warehouse yang memungkinkan analisis data menjadi lebih mudah ketika diperlukan. b. Data Analysis and Mining Menurut Turban et al (2006,p562) Aplikasi analitik adalah alat yang dapat digunakan untuk menganalisis kinerja, efisiensi, dan efektifitas dari pengoperasian sebuah aplikasi CRM. Menurut Turban et al (2006,p562) hasil dari aplikasi ini harus dapat membantu perusahaan untuk memperbaiki pengoperasian aplikasi ynag daoat mengantarkan customer experience dalam rangka mencapai tujuan CRM dalam customer aqcuisition dan retention
Turban et al (2006, p555) menambahkan satu kategori untuk aplikasi CRM, yaitu : 4. Jaringan online dan aplikasi lain (Online Networking and Other Application). Menurut Turban et al (2006, p562), aplikasi ini mendukung komunikasi dan kolaborasi antara pelanggan, rekan bisnis, dan karyawan perusahaan. Teknologi yang mewakili aplikasi ini diantaranya adalah :
69 a. Forum. Menurut Turban et al (2006,p562), forum menawarkan kesempatan bagi user untuk berpartisipasi dalam diskusi dengan berbagai topik khusus. b. Chat rooms. Menurut Turban et al (2006,p562), chat rooms menawarkan percakapan dua arah antara satu dengan satu orang (one-to-one) hingga banyak dengan banyak orang (Many-to-many) secara real-time. c. Usenet groups. Menurut Turban et al (2006, p562), usenet groups adalah kumpulan diskusi online yang dikelompokan berdasarkan komunitas. d. E-mail newsletters. Menurut Turban et al (2006, p562), newsletter menawarkan kesempatan bagi pembaca untuk menuliskan apa yang ingin disampaikannya. e. Discussion list. Menurut Turban et al (2006, p562), discussion list adalah alat untuk mendistribusikan ulang e-mail, dimana jika seseorang mengirimkan e-mail ke suatu alamat, maka secara otomatis e-mail tersebut akan dikirimkan kesemua orang yang tertera di dalam daftar. 2.7.10 Pengertian eCRM Menurut Bergeron (2002, p109), secara sederhana eCRM adalah Customer Relationship Management melalui web, eCRM juga menyertakan penggunakan e-mail, aktifitas e-commerce, dan alat layanan pelanggan lainnya. 2.7.11 Cakupan eCRM Menurut livemanuals.com (Turban, 2006, p550), transaksi online biasanya menyediakan fitur help. Jika sebuah produk dibeli secara offline, layanan pelanggannya bisa ditawarkan secara online.
70 Menurut Voss pada tahun 2000 (Turban, 2006,p550), ada tiga level dari CRM, yaitu : 1. Pelayanan dasar (Foundation Services). Pelayanan tersebut meliputi pelayanan minimum yang dibutuhkan, seperti tingkat respon situs (misalnya seberapa cepat dan akurat pelayanan yang disediakan) dan keefektifan situs. 2. Pelayanan yang berorientasi pada pelanggan (Customer-centered service). Pelayanan ini meliputi pelacakan pesanan (order tracing), konfigurasi dan customization, serta keamanan/kepercayaan. Pelayanan seperti ini lebih ke arah pelanggan. 3. Pelayanan bernilai tambah (Value-added services). Ini disebut layanan ekstra, seperti dynamic brokering, online auction, serta pelatihan dan pendidikan online. 2.7.12 Standar Kinerja dalam Layanan Pelanggan dan CRM Standar kinerja bisa diukur secara kuantitatif maupun kualitatif. Menurut Turban (2006,
pp.553-554 ) standar kinerja web yang dapat digunakan untuk
menentukan tingkatan customer support yang tepat adalah : a. Waktu untuk memberi tanggapan (Response time). Banyak perusahaan yang menargetkan waktu untuk memberi tanggapan selama 24 hingga 48 jam. Jika sebuah perusahaan menggunakan intelligent agent, tanggapan bisa dilakukan secara real-time atau sistem dapat memberikan pengantar jika pesan dari pelanggan diterima. b. Ketersediaan situs (Site availability). Pelanggan harus mampu menjangkau situs web pada setiap waktu (24 jam dalam sehari).
71 c. Waktu untuk men-download (Download time). User biasanya tidak dapat memberikan toleransi untuk waktu download yang lebih dari 10 sampai 20 detik. d. Ketepatan waktu (Timeliness). Informasi dalam situs perusahaan harus terus diperbarui. Perusahaan mengatur interval waktu (misalnya setiap bulan) kapan informasi harus direvisi. e. Keamanan dan kerahasiaan (Security and privacy). Situs web harus menyediakan privacy yang cukup dan penjelasan atas ukuran keamanan. f. Pemenuhan pesanan yang tepat waktu (On-time order fulfillment). Order fulfillment harus cepat dan patuh pada waktu pengantaran yang ditentukan. g. Kebijakan untuk pengembalian (Return policy). Di Amerika serikat dan di beberapa negara lain, return policy adalah sebuah standar layanan. Memiliki sebuah return policy akan
meningkatkan kepercayaan dan kesetiaan
pelanggan. h. Kemampuan untuk diarahkan (Navigability). Sebuah situs web harus mudah untuk dikendalikan. Untuk mengukur kemampuan kendali sebuah web, perusahaan harus mengukur jumlah pelanggan yang ikut serta dalam sistem.
2.8 Sistem Informasi 2.8.1
Pengertian Sistem Menurut O’Brien (2003,p8), dalam konteks sistem informasi, pengertian sistem
adalah sekumpulan komponen yang saling terhubung yang bekerja sama dalam rangka
72 mencapai suatu tujuan dengan menerima input dan menghasilkan output melalui proses yang terorganisasi. 2.8.2
Pengertian Informasi Menurut Strain (2006, p5), informasi adalah sekumpulan fakta yang
diorganisasikan dalam satu cara, dimana sekumpulan fakta tadi memiliki nilai tambah selain nilai dari fakta itu sendiri. 2.8.3
Pengertian Sistem Informasi Sistem Informasi menurut O’Brien (2003,p7) adalah kombinasi dari orang,
hardware, software, jaringan komunikasi, dan sumber daya data yang diorganisasikan untuk mengumpulkan, mengubah, dan menyebarkan informasi di dalam suatu organisasi. Menurut Strain (2006, p15) sistem Informasi adalah sekumpulan elemen atau komponen yang terhubung yang bekerja dalam mengumpulkan (input), memanipulasi serta menyimpan (proses), dan menyebarkan (output) data dan informasi lalu kemudian menyediakan mekanisme untuk umpan balik yang bertujuan untuk mencapai tujuan. 2.8.4
Komponen Sistem Informasi Menurut O’Brien (2003, pp8-9) sebuah sistem umumnya memiliki 3 komponen
atau fungsi dasar, yaitu : 1. Input yaitu kegiatan yang meliputi pengambilan elemen yang menjadi masukan dalam suatu sistem untuk diolah. 2. Processing mencakup proses transformasi yang merubah input menjadi output 3. Output yaitu kegiatan penyaluran elemen yang diproduksi dalam proses transformasi ke tujuan akhirnya.
73
Konsep sistem akan lebih bermanfaat dengan dua komponen tambahan yaitu : 4. Feedback adalah data tentang kinerja sistem. 5. Control
mencakup pengawasan dan pengevaluasian umpan balik untuk
menentukan apakah sistem yang berjalan dapat mencapai sasarannya. Fungsi control ini memungkinkan diadakannya penyesuaian terhadap komponen input dan processing untuk memastikan sistem dapat
menghasilkan output yang
sesuai.
2.8.5
Peran Dasar Sistem Informasi dalam Bisnis Menurut O’Brien (2005, p10), terdapat tiga alasan mendasar untuk semua
aplikasi bisnis dalam teknologi informasi. Tiga alasan mendasar itu adalah : 1. Mendukung proses dan operasi bisnis 2. Mendukung pengambilan keputusan para pegawai dan manajernya. 3. Mendukung berbagai strategi untuk keunggulan kompetitif.
2.8.6
Analisis Sistem Informasi
2.8.6.1 Pengertian Analisis Sistem Menurut Whitten (2004,p184), sistem analisis adalah teknik pemecahan masalah dengan memilah-milah sebuah sistem ke dalam beberapa komponen dalam rangka mempelajari bagaimana masing-masing bagian dari komponen tersebut bekerja dan berinteraksi untuk menyelesaikan tugasnya.
74 2.8.6.2 Pengertian Analisis Sistem Informasi Menurut Whitten (2004,p184), analisis sistem informasi adalah fase dalam proyek pengembangan sistem informasi yang berfokus pada permasalah dan kebutuhan bisnis,
terlepas
dari
teknologi
yang
dapat
atau
akan
digunakan
untuk
mengimplementasikan solusi pada masalah yang dihadapi. 2.8.6.3 Pendekatan Analisis Sistem Informasi Menurut Whitten (2004, pp186-193), beberapa pendekatan yang digunakan dalam analisis sistem informasi adalah : 1. Model-Driven Approaches Model-Driven Approach adalah sebuah pendekatan pemecahan masalah yang memberi penekanan pada penggambaran model pictorial sebuah sistem ke dalam dokumen dan memvalidasikan sistem yang sudah ada atau sistem yang sedang diusulkan. Model sistem ini akan menjadi blueprint dalam merancang dan merangkai sistem yang lebih baik. a. Structured Analysis Structured analysis adalah salah satu model-driven yang berfokus pada proses, digunakan untuk menganalisis sistem yang sudah ada, mendefinisikan kebutuhan bisnis untuk sistem baru, atau keduanya. b. Information engineering Information engineering adalah model-driven yang berfokus pada data, teknik untuk merencanakan, menganalisis, dan merancang sistem informasi. Information engineering dikatakan berfokus pada data karena IE menekankan pada pembelajaran dan analisis kebutuhan
knowledge (data)
75 sebelum kebutuhan proses dan komunikasi. Ini berdasarkan keyakinan bahwa knowledge dan data adalah sumber daya perusahaan yang perlu direncanakan dan dikelola. c. Object-oriented analysis Sebuah teknik model-driven yang mengintegrasikan data dan proses ke dalam sebuah bentuk yang disebut sebagai objek. Model OOA adalah gambar yang mengilustraikan objek pada sistem dari berbagai perspektif seperti structure, behavior, dan interaksi antar objek. 2. Accelerated System Analysis Approaches a. Discovery Prototyping Discovery Prototyping adalah sebuah teknik yang digunakan untuk mengidentifikasi kebutuhan bisnis user dengan melibatkan user bereaksi dalam implementasi sistem untuk menemukan kebutuhan mereka secara cepat. b. Rapid Architected Analysis Rapid Architected Analysis adalah pendekatan dengan percobaan untuk memperoleh model dari sistem yang dilakukan terhadap sistem yang sudah ada atau terhadap prototipe. 3. Requirement Discovery Methods a. Fact-Finding Techniques Fact-finding adalah sebuah proses dalam mengumpulkan informasi tentang masalah yang dihadapi sistem, peluang, dan kebutuhan solusi dari komunitas pengguna (user). b. Joint Requirements Planning (JRP)
76 Joint Requirements Planning adalah teknik analisis dengan cara penyelenggaraan sebuah lokakarya (workshop) untuk mengumpulkan system owners, users, analysts, dan beberapa system designers dan builders. 4. Business Process Redesign Methods(BPR) Business Process Redesign Methods adalah analisis sistem yang memiliki tujuan dalam merubah dan memperbaiki proses bisnis yang fundamental secara dramatis pada suatu organisasi, dalam hal ini tidak terikat dengan teknologi informasi. 5. FAST System Analysis Strategies FAST Systems Analysis Strategies adalah pendekatan yang tidak hanya menggunakan satu metode untuk menganalisis sistem, dengan kata lain menggabungkan metode-metode yang sudah dikenal yang disebut Agile Methods. Dan Agile methods ini adalah integrasi dari berbagai macam pendekatan analisis dan desain sistem untuk aplikasi sebagai pertimbangan untuk hasil yang sesuai dengan masalah yang akan dipecahkan dan sistem yang akan dibangun. Pendekatan-pendekatan ini dapat digunakan sebagai alternatif dan juga dapat melengkapi satu sama lain. 2.8.7
Perancangan Sistem Informasi
2.8.7.1 Pengertian Perancangan Sistem Menurut Whitten (2004, p186) perancangan sistem adalah teknik pelengkap dari analisis sistem dalam pemecahan masalah dengan memasangkan kembali setiap
77 komponen sistem menjadi sebuah sistem yang lengkap dan diharapkan dapat menjadi sebuah sistem yang lebih baik dari sebelumnya. 2.8.7.2 Pendekatan Perancangan Sistem 2.8.7.2.1
Pendekatan Model-Driven
Menurut Whitten (2004, p472) perancangan Model-Driven adalah pendekatan perancangan sistem yang menekankan pada penggambaran model dari sistem ke dokumen teknis dan mengimplementasikan aspek-aspek dari sebuah sistem. Pendekatan Perancangan Model-Driven ini terdiri dari : 1. Modern Structured Design. Menurut Whitten (2004, p473) Modern Structured Design adalah sebuah teknik perancangan sistem yang berorientasi pada proses untuk memecahkan sebuah program yang besar ke dalam modul-modul yang hasilnya membuat program komputer tersebut dapat lebih mudah diimplementasikan dan dimaintain. 2. Information Engineering Information engineering adalah sebuah model-driven dan data-centered, tetapi
ia
juga
process-sensitive,
sebuah
teknik
untuk
merencanakan,
menganalisa, dan merancang sistem informasi. 3. Prototyping. Analis menggambarkan layout atau struktur dari output, input, dan database, serta aliran dialog dan prosedur. Ini adalah proses yang memakan waktu tetapi memudahkan pengidentifikasian error dan kelalaian. 4. Perancangan berorientasi objek.
78 Perancangan berorientasi objek atau lebih dikenal sebagai Objectoriented design (OOD) adalah strategi perancangan terbaru. Menurut Whitten (2004, p686) OOD adalah sebuah pendekatan yang digunakan untuk menspesifikasikan solusi software dengan cara mengkolaborasikan objek, atribut, dan metode. 2.8.7.2.2
Rapid Application Development
Menurut Whitten (2004, p477) Rapid Application Development (RAD) adalah pendekatan perancangan sistem yang menggunakan struktur, prototyping, dan teknik JAD untuk pengembangan sistem secara cepat. 2.8.7.2.3
FAST System Design Strategies
Menurut Whitten (2004, p477) FAST methodology tidak hanya menggunakan satu pendekatan perancangan, metode ini memadukan semua pendekatan populer yang dituliskan pada poin-poin diatas. 2.8.8
Metode Analisis dan Perancangan Sistem Berorientasi Objek
2.8.8.1 Pilihan Sistem Tabel 2.4 : Pilihan Sistem Tujuan • Untuk menemukan karakteristik sistem secara keseluruhan Konsep • System Definition : deskripsi ringkas dari sistem komputer yang diekspresikan dalam bahasa yang biasa digunakan sehari-hari. Prinsip • Memahami situasi • Mengolah ide baru • Mendefinisikan alternatif sistem Hasil • Sebuah system definition yang memenuhi FACTOR criterion. Sumber : Mathiassen (2000, p23)
79
Gambar 2.6 : Subaktivitas dalam memilih sebuah system Sumber : Mathiassen et al (2000, p25)
Aktivitas-aktivitas yang dilakukan dalam pra-analisis adalah : 5. Mendeskripsikan Situasi Menurut Mathiassen (2000, p26) Pemahaman kita terhadap situasi user harus kaya dan berlimpah. Prinsipnya kita harus memahami situasi. Menurut Mathiassen (2000, pp26-27) Dengan membuat “rich picture”, kita dapat mengekspilisitkan pandangan user atas situasi, memfasilitasi debat, dan memperoleh gambaran secara menyeluruh. Rich picture tidak bertugas untuk menciptakan deskripsi yang rinci atas semua keadaan. Rich picture adalah gambar informal yang mempresentasikan pemahan ilustrator atas situasi. Rich picture fokus pada aspek penting dari situasi yang ditetapkan oleh ilustrator. 6. Menciptakan Ide Menurut Mathiassen(2000, p31-33) sistem yang baik dibuat berdasarkan tradisi dan kreativitas. Untuk menghasilkan dan mengevaluasi ide dengan bekerjasama dengan user, kita dapat menggunakan metode : a. Exemplary : mempelajari sistem yang telah ada yang serupa dengan keinginan user.
80 b. Metaphors : melihat organisasi atau sitem komputerisasi melalui pandangan baru. Metode ini mentransfer ide dan pengalaman dari area lain. c. Experiments : mengadakan pemeriksaan yang terencana pada properti solusi tar-get. Metode ini akan mengubah cara kerja user. 7. Mencari Alternatif Ide Menurut Mathiassen (2000, pp37-38) tugas yang ketiga sekaligus subaktivitas yang terakhir adalah memilih sistem yang akan dikembangkan. System definition menggambarkan solusi komputerisasi dalam konteks.
Menurut Mathiassen (2000, pp39-40) FACTOR Criterion terdiri dari 6 elemen, yang dijabarkan di dalam Tabel : Tabel 2.5: FACTOR Criterion Functionality Fungsi sistem dalam rangka mendukung tugas dari application (Fungsi) domain. Bagian dari organisasi yang mengatur, mengawasi, dan Application domain mengendalikan problem domain. Kondisi dimana sistem akan dikembangkan dan digunakan. Conditions (Kondisi) Teknologi yang digunakan untuk mengembangkan sistem dan Technology (Teknologi) teknologi yang digunakan untuk menjalankan sistem. Objek utama dalam problem domain. Objects (Objek) Responsibility Tanggung jawab sistem secara keseluruhan yang berhubungan dengan (Tanggung konteks. jawab) 2.8.8.2 Analisis Problem Domain Menurut Mathiassen et al (2000, p45) problem domain adalah bagian dari konteks sistem yang dikelola, diawasi, atau dikendalikan oleh sistem, sedangkan model adalah suatu deskripsi dari class, object, structur, dan behavior dalam suatu problem
81 domain.
Tujuan
dari
dilakukannya
analisis
problem
domain
adalah
untuk
mendefinisikan dan membuat model dari suatu problem domain. Analisis problem domain terdiri dari 3 aktivitas yakni : class, structur, dan behavior seperti yang ditampilkan dalam tabel berikut. Tabel 2.6: Aktivitas dalam analisis problem domain Aktivitas Isi Object dan event apa saja Class yang merupakan bagian dari problem domain ? Bagaimana seluruh class Structure dan object dihubungkan bersama secara konseptual ? Properti dinamis apa saja Behavior yang dimiliki object?
Konsep Class, object, dan event
Generalization, aggregation, association, dan cluster event trace, pola perilaku dan atribut
Sumber : Mathiassen et al. (2004, p48)
System Definition
Behavior Classes
Structure Model
Gambar 2.7: Aktifitas dalam pemodelan problem-domain Sumber : Mathiassen et al. (2004, p46)
2.8.8.2.1
Kelas (Class)
Mathiassen et al (2000,p49) menjelaskan tahap ini tujuannya adalah untuk memilih elemen dari suatu model problem domain.
82 Menurut Mathiassen et al (2000,pp51-53) definisi dari objek adalah suatu entitas yang memiliki identitas, kondisi dan perilaku, sedangkan class didefinisikan sebagai suatu deskripsi dari kumpulan objek yang memiliki struktur, perilaku, pola perilaku dan atribut yang serupa. Dalam tahap ini akan dihasilkan suatu event table yang menunjukkan hubungan class dengan event yang ada dalam sistem. 2.8.8.2.2
Struktur (Structure)
Mathiassen et al (2000,p69) mengemukakan bahwa adapun tujuan dari tahap ini adalah untuk mendeskripsikan relasi atau hubungan struktur antara class dan object dalam suatu problem domain. Dalam tahap ini akan dihasilkan suatu diagram class yang menunjukan class dan strukturnya. 2.8.8.2.3
Perilaku (Behavior)
Mathiassen et al (2000, p89) menjelaskan adapun tujuan dari tahap ini adalah untuk membuat model dinamis dari suatu problem domain. Dari tahap ini akan diperoleh suatu pola perilaku dengan atribut-atribut untuk setiap class dalam suatu class diagram yang digambarkan dengan state chart. 2.8.8.3 Analisis Application Domain Menurut Mathiassen et al (2000, p115) mendefinisikan application domain sebagai suatu organisasi yang mengelola, mengawasi atau mengendalikan suatu problem domain. Tujuan dilakukannya analisis application domain adalah untuk menentukan kebutuhan-kebutuhan penggunaan dari suatu sistem. Proses analisis application domain terdiri dari tiga tahap yakni : usage, function, dan interface seperti yang ditunjukan dalam Tabel berikut.
83 Tabel 2.7 : Aktivitas dalam Analisis Application domain Aktivitas Isi Bagaimana system bersangkutan Usage berinteraksi dengan orang dan sistem lain secara kontekstual ? Kemampuan proses informasi apa Function yang dimiliki oleh sistem ? Kebutuhan tampilan apa yang Interface menjadi tujuan dari sistem ?
Konsep Use case dan actor
Function Interface, user interface, dan system interface
Sumber : Mathiassen et al (2004, p.117)
Gambar 2.8 : Analisis Application Domain Sumber : Mathiassen et al. (2004, 117)
2.8.8.3.1
Kegunaan (Usage)
Mathiassen et al (2000, p119) mengemukakan bahwa tujuan dari tahap usage adalah untuk mengemukakan bagaimana actor berinteraksi dengan sistem, yang digambarkan dengan suatu diagram use case. Menurut Mathiassen et al (2000, pp 119120) actor adalah suatu abstraksi dari pengguna atau sistem lain yang berinteraksi dengan sistem sasaran, sedangkan use case didefinisikan sebagai suatu pola interaksi antara sistem tersebut dan actor dalam application domain.
84 2.8.8.3.2
Fungsi (Function)
Mathiassen et al (2000, p.137) berpendapat bahwa adapun tujuan dalam tahap function ini adalah untuk menentukan kemampuan pemrosesan informasi dari sistem yang ditujukan dengan suatu tabel fungsi dengan spesifikasi dari fungsi-fungsi yang kompleks. Mathiassen et al (2000, p.138) mendefinisikan function sebagai suatu fasiilitas untuk membuat suatu model yang berguna bagi actor. Tipe-tipe dari fungsi adalah sebagai berikut: 1. Update, diaktifkan oleh suatu event dari problem domain dan menghasilkan perubahan status (state) dari model. 2. Signal, diaktifkan oleh suatu perubahan status model dan menghasilkan suatu reaksi dalam konteks bersangkutan. Reaksi ini dapat berupa tampilan untuk actor dalam application domain bersangkutan, atau suatu interfensi langsung dalam problem domain. 3. Read, diaktifkan oleh suatu kebutuhan akan informasi dalam tugas actor dan menghasilkan tampilan bagian-bagian relevan dari suatu model. 4. Compute, diaktifkan oleh suatu kebutuhan akan informasi dalam tugas actor dan terdiri dari suatu komputasi yang melibatkan informasi yang menghasilkan suatu tampilan dari hasil komputasi tersebut. 2.8.8.3.3
Tampilan (Interface)
Menurut Mathiassen et al (2000, p.151), adapun tujuan dari tahap interface ini adalah untuk menemukan tampilan dari suatu sistem. Interface didefinisikan sebagai fasilitas-fasilitas yang membuat suatu model dan fungsi dari sistem tersedia untuk actor. Ada dua tipe interface, yakni :
85 1. User interface, yang merupakan gaya dialog dan berbentuk presentasi, suatu daftar lengkap dari elemen-elemen user interface, diagram-diagram window terpilih, dan diagram navigasi. 2. System interface, yang merupakan diagram class bagi alat-alat eksternal dan protokol untuk berinteraksi dengan sistem lain. 2.8.8.3.4
Sequence Diagram
Menurut Bennett., et. al., (2006, p253), sequence diagram merupakan diagram yang menunjukkan interaksi antar objek yang diatur berdasarkan urutan waktu. Sequence diagram dapat digambarkan dalam berbagai level of detail yang berbeda untuk memenuhi tujuan yang berbeda-beda pula dalam daur hidup pengembangan sistem. Sequence diagram biasanya digunakan menggambarkan interaksi antar objek yang terjadi pada sebuah use case atau sebuah operation. Menurut Bennett., et. al., (2006, pp253-254), menyatakan bahwa setiap sequence diagram harus diberikan frame yang memiliki heading dengan menggunakan notasi sd yang merupakan kependekan dari sequence diagram. Berikut ini notasi penulisan heading pada setiap frame yang terdapat dalam sequence diagram, antara lain: 1. alt Notasi alt merupakan kependekan dari alternatives yang menyatakan bahwa terdapat beberapa buah alternatif jalur eksekusi untuk dijalankan. 2. opt Notasi opt merupakan kependekan dari optional dimana frame yang memiliki heading ini memiliki status pilihan yang akan dijalankan jika syarat tertentu dipenuhi.
86 3. loop Notasi loop menyatakan bahwa operation yang terdapat dalam frame tersebut dijalankan secara berulang selama kondisi tertentu. 4. break Notasi break mengindikasikan bahwa semua operation yang berada setelah frame tersebut tidak dijalankan. 5. par Merupakan kependekan dari parallel yang mengindikasikan bahwa operation dalam frame tersebut dijalankan secara bersamaan. 6. seq Notasi seq merupakan kependekan dari weak sequencing yang berarti operation yang berasal dari lifeline yang berbeda dapat terjadi pada urutan manapun. 7. strict Notasi strict merupakan kependekan dari strict sequencing yang menyatakan bahwa operation harus dilakukan secara berurutan. 8. neg Notasi neg merupakan kependekan dari negative yang mendeskripsikan operasi yang tidak valid. 9. critical Frame yang memiliki heading critical menyatakan bahwa operasi-operasi yang terdapat di dalamnya tidak memiliki sela yang kosong. 10. ignore
87 Notasi ini mengindikasikan bahwa tipe pesan atau parameter yang dikirimkan dapat diabaikan dalam interaksi. 11. consider Consider menyatakan pesan mana yang harus dipertimbangkan dalam interaksi. 12. assert Merupakan kependekan dari assertion yang menyatakan urutan pesan yang valid. 13. ref Notasi ref merupakan kependekan dari refer yang menyatakan bahwa frame mereferensikan operation yang terdapat di dalamnya pada sebuah sequence diagram tertentu.
2.8.8.4 Rancangan Arsitektural Menurut Mathiassen et al (2000, p.173), rancangan arsitektural memiliki tujuan untuk membuat struktur dari suatu sistem terkomputerisasi. Hal ini dilakukan dengan beberapa tahap yakni : kriteria, komponen, proses. Tabel 2.8: Aktivitas dalam perancangan arsitektural Aktivitas Isi Kriteria Kondisi dan kriteria apa yang digunakan dalam rancangan ? Komponen Bagaimana sistem yang besangkutan terstruktur dalam komponennya ? Proses Bagaimana proses sistem bersangkutan didistribusikan dan dikoordinasikan ? Sumber: Mathiassen et al (2004, p.176)
Konsep Criterion Arsitektur komponen dan komponen Arsitektur proses dan proses
88 Analysis document
Component architecture Criteria
Process arcitecture
Architectural specification
Gambar 2.9: Aktifitas dalam perancangan arsitektural Sumber : Mathiassen et al. (2004,p176)
2.8.8.4.1
Kriteria (Criteria)
Menurut Mathiassen et al (2000, p177), tujuan dari kriteria adalah untuk menentukan prioritas rancangan dengan ditunjukkan dalam tabel kriteria sesuai dengan prioritas bersangkutan. Criterion merupakan kondisi yang diinginkan dari satu arsitektur, sedangkan kondisi merupakan suatu kesempatan dan keterbatasan secara teknis, organisasional, dan manusia yang terlibat dalam pelaksanaan tugas. Berikut adalah tabel mengenai kualitas kerja piranti lunak. Tabel 2.9: Kriteria untuk kualitas piranti lunak Kriteria Pengukuran terhadap Kemampuan adaptasi sistem terhadap konteks organisasional, Usable hubungan kerjaan, dan teknis. Pencegahan atas akses tidak terotorisasi akan data dan fasilitas Secure sistem Eksploitasi ekonomis dari fasilitas platform teknis Efficient Pemenuhan keebutuhan Correct Pemenuhan akan ketepatan yang dibutuhkan dalam menjalankan Reliable fungsi Pencarian dan perbaikan kerancuan sistem Maintainable Sistem yang dijalankan melakukan fungsi-fungsi yang dimaksud Testable Modifikasi sistem yang dijalankan Flexible Comrehensible Usaha yang diperlukan untuk mencapai pengertian logis dan
89
Reusable Portable Interoperable
konsistensi dari sistem Potensi pengguna bagian sistem ke dalam sistem lain yang terkait Pemindahan sistem ke platform teknis yang lain Kemampuan menghubungkan sistem kepada sistem yang lain.
Sumber : Mathiassen et al (2000,p.178)
2.8.8.4.2
Komponen (Component)
Menurut Mathiassen et al (2000, p.189), tahap komponen bertujuan untuk menciptakan suatu struktur sistem yang komprehensif dan fleksibel yang digambarkan dalam suatu diagram class dengan spesifikasi dari komponen yang kompleks. Komponen didefinisikan sebagai suatu kumpulan bagian-bagian program yang membentuk suatu kesatuan dan memiliki kewajiban yang terdefinisi dengan baik, sedangkan arsitektur komponen didefinisikan sebagai suatu struktur sistem yang terdiri dari komponen-komponen yang saling berhubungan. Bentuk-bentuk distribusi dalam arsitektur client/server akan ditunjukkan dalam tabel dibawah ini, dimana U adalah komponen User Interface, F adalah komponen fungsi dan M adalah komponen Model. Tabel 2.10: Bentuk distribusi dalam arsitekstur client/server Client Server Arsitektur U U+F+M Distributed presentation U F+M Local presentation U+F F+M Distributed functionality U+F M Centralized data U+F+M M Distributed data Sumber: Mathiassen et al. (2000, p.200)
2.8.8.4.3
Proses (Process)
Menurut Mathiassen et al (2000, p209), tujuan dari rancangan proses adalah untuk mendefinisikan struktur fisik dari suatu sistem yang digambarkan dalam suatu
90 deployment diagram. Arsitektur proses merupakan suatu struktur eksekusi sistem yang terdiri dari beberapa proses yang saling berhubung. 2.8.8.5 Rancangan Komponen Menurut Mathiassen et al. (2000, p.231), rancangan komponen bertujuan untuk menetapkan kebutuhan-kebutuhan implementasi dalam suatu kerangka kerja arsitektural yang akan ditampilkan dalam suatu deskripsi komponen-komponen, yakni komponen model, komponen fungsi, dan komponen penghubung. 2.8.8.5.1
Komponen Model (Model Component)
Menurut Mathiassen et al. (2000, p231), tahap komponen model bertujuan untuk menggambarkan suatu model dari suatu problem domain yang akan ditampilkan dengan suatu diagram class dari komponen-komponen model yang ada. Komponen model adalah suatu bagian dari sistem yang mengimplementasikan model problem domain. 2.8.8.5.2
Komponen Fungsi (Function Component)
Menurut Mathiassen et al. (2000, p251), tujuan dari perancangan komponen fungsi adalah untuk menentukan implementasi dari funsi-fungsi yang digambarkan dengan suatu diagram class dengan operasi dan spesifikasi dari operasi yang kompleks. Komponen fungsi adalah suatu bagian dari suatu sistem yang mengimplementasikan kebutuhan-kebutuhan fungsional, sedangkan operasi merupakan suatu proses yang terdapat dalam suatu class dan diaktifkan melalui objek dari class tersebut. 2.8.8.5.3
Komponen Penghubung (Connecting Component)
Menurut Mathiassen et al (2000,p271), tujuan dari perancangan komponen penghubung adalah untuk menghubungkan komponen-komponen sistem yang digambarkan dengan diagram class dari komponen-komponen yang terlihat.
91 2.9
Kerangka Pemikiran
Pengamatan Awal
Landasan Teori
Perkenalan Organisasi Bidang Usaha Visi dan Misi Sejarah Perkembangan
Jenis Kelainan Yang ditangani
Kondisi Bisnis
Struktur Organisasi
Layanan Yang ditawarkan
Analisis Organisasi Analisis Kekuatan Internal
Analisis Kekuatan Eksternal
Tahap Perencanaan Startegis IFAS, EFAS Matriks SWOT, Matriks IE
Analisis Sistem eCRM
Perancangan Sistem eCRM
Kesimpulan
Sistem yang berjalan saat ini