Sebagai makhluk sosial (homo socius), manusia merupakan bagian dari anggota masyarakat yang harus selalu bersimpati satu sama lain. Kita hidup di bumi dan menghirup udara yang sama sehingga sudah sewajarnya setiap orang saling peduli. Ketika ada yang tertimpa musibah ataupun membutuhkan pertolongan, menjadi kewajiban bagi yang mampu untuk membantu. Di Tzu Chi, relawan bukan hanya memberi bantuan semata, tetapi juga berupaya menjalin jodoh baik dengan para penerima bantuan. Ini yang dimaksud Master Cheng Yen dengan memperpanjang tali persaudaraan dan memperluas cinta kasih. Pemberian bantuan sendiri berunsurkan prinsip “10, 30, 60”. Prinsip pertama, “10” adalah materi bantuan yang bertujuan meringankan penderitaan fisik. Ketika banjir bandang melanda Manado, Sulawesi Utara, 15 Januari 2014 lalu, dalam hitungan hari (18 Januari) insan Tzu Chi sudah tiba di Manado menyampaikan bantuan: makanan, obat-obatan, dan baksos kesehatan. Masyarakat pun dapat sedikit teringankan deritanya di masa tanggap darurat ini. Prinsip kedua, “30” adalah praktik bersumbangsih dengan disertai sikap menghargai, penuh cinta kasih dan rasa syukur. Tujuannya membangkitkan semangat, harapan, dan cinta kasih penerima bantuan. Melalui Program Solidaritas dan Kerja Bakti di Manado, relawan membangun semangat dan kebersamaan warga. Dana yang diberikan bukanlah imbalan atas kerja keras warga membersihkan rumah dan lingkungannya, tetapi wujud solidaritas atas musibah yang dihadapi. Satu hal yang patut diingat, pada dasarnya warga bukanlah penerima bantuan, tetapi bencanalah yang membuat mereka berkenan menerima uluran tangan orang lain. Untuk itu, bantuan diupayakan yang benar-benar dibutuhkan warga, bukan apa yang ingin kita berikan. Inilah bagian dari sikap menghargai, dimana insan Tzu Chi berperan sebagai sahabat. Dari sedikitnya 4 kali kedatangan relawan Tzu Chi ke Manado (terus berlanjut hingga kini-red), benih-benih yang ditanam pun mulai bertunas. Wujudnya beragam, mulai dari sebuah lagu yang tercipta untuk Tzu Chi, sampai penyerahan kain merah bertuliskan ucapan terima kasih warga. Ini wujud bagaimana perhatian dan cinta kasih relawan dapat menyentuh batin warga penerima bantuan. Terakhir, prinsip ketiga, “60”, yaitu buah dari “10” dan “30”. Tujuannya membangkitkan cinta kasih dan rasa syukur relawan dan donatur. Dalam menjalankan misi kemanusiaan, insan Tzu Chi menggalang hati warga Manado, termasuk korban bencana. Mereka dapat merasakan sukacita di lapangan sekaligus memperoleh pengalaman berharga bersama insan Tzu Chi. Berkat pendampingan yang tulus, pada tanggal 26-27 Maret 2014, 137 warga Manado bergabung menjadi barisan insan Tzu Chi. Latar belakang mereka berbeda-beda, mulai dari pengusaha, karyawan, hingga ibu rumah tangga biasa. Mereka menyatukan hati untuk membantu dan memberi perhatian kepada sesama. Mereka adalah cikal bakal pondasi Tzu Chi di Manado, yang lahir dari jalinan jodoh pemberian bantuan bencana. Prinsip “10, 30, dan 60” ini menjadi pedoman di semua misi Tzu Chi. Di satu sisi kita dapat meringankan beban penderitaan, di sisi lain kita juga harus dapat membimbing para penerima bantuan agar dapat memiliki batin yang kaya, dan membangkitkan cinta kasih mereka. Seperti pesan Master Cheng Yen, “Sumbangsih yang tulus akan dapat membuat hati penerima bantuan dipenuhi rasa syukur sehingga dapat menggerakkan sirkulasi cinta kasih.” Jika ini bisa terus diwariskan maka ini adalah kehidupan yang paling indah.
Foto: Anand Yahya
Prinsip “10, 30, dan 60”
Pemimpin Umum Agus Rijanto Editor Agus Hartono, Ivana Pemimpin Redaksi Hadi Pranoto Redaktur Pelaksana Apriyanto Wakil Redaktur Pelaksana Teddy Lianto Staf Redaksi Desvi Nataleni, Juliana Santy, Metta Wulandari, Natalia, Yuliani, Yuliati Redaktur Foto Anand Yahya Tata Letak/Desain Endin Mahfudin, Ricky Suherman, Siladhamo Mulyono, Urip Junoes Sekretaris Redaksi Bakron, Witono Website: Heriyanto Kontributor Relawan Dokumentasi Tzu Chi Jakarta, Makassar, Surabaya, Medan, Bandung, Tangerang, Batam, Pekanbaru, Padang, Lampung, Bali, Singkawang, Tanjung Balai Karimun, Aceh, Biak, dan Palembang Dunia Tzu Chi diterbitkan dan berada di bawah naungan Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia,Tzu Chi Center, Tower 2, 6th Floor, Bukit Golf Mediterania Jl. Pantai Indah Kapuk Boulevard, Jakarta Utara 14470 Tel. (021) 5055 9999 Fax. (021) 5055 6699/89 www.tzuchi.or.id e-mail:
[email protected] Untuk mendapatkan Dunia Tzu Chi secara cumacuma, silahkan menghubungi kantor Tzu Chi terdekat. Dicetak oleh: PT. Siem & Co (Isi di luar tanggung jawab percetakan)
Tzu Chi DUNIA
Menebar Cinta Kasih Universal Vol. 14, No. 1, Januari - Maret 2014
6
20
30
74
84
Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia yang berdiri tahun 1993, merupakan kantor cabang dari Yayasan Buddha Tzu Chi yang berpusat di Hualien, Taiwan. Sejak didirikan oleh Master Cheng Yen pada tahun 1966, hingga saat ini Tzu Chi telah memiliki cabang di 48 negara. Tzu Chi merupakan lembaga sosial kemanusiaan yang lintas suku, agama, ras, dan negara yang mendasarkan aktivitasnya pada prinsip cinta kasih universal. Aktivitas Tzu Chi dibagi dalam 4 misi utama: 1. Misi Amal Membantu masyarakat tidak mampu maupun yang tertimpa bencana alam/musibah.
42 4. MASTER’S TEACHING: MENJERNIHKAN HATI NURANI Dalam kehidupan, kita sering melakukan
20. MERAWAT BENDA BERARTI MENGHARGAI BERKAH
berbagai kesalahan. Tapi saat kita melakukannya, kita enggan untuk mengakuinya.
Untuk membangun kesadaran akan bahaya sekaligus manfaat sampah, relawan Tzu Chi melakukan sosialisasi tentang barang daur ulang melalui Depo Pelestarian Lingkungan.
6. INSPIRASI DARI BUKU-BUKU JING SI 30. TEMPAT FAVORIT PARA Buku-buku Jing Si menjadi sandaran BODHISATWA PELESTARIAN batin insan Tzu Chi. banyak hal yang bisa diperoleh dari membaca buku-buku yang LINGKUNGAN berisi buah pikiran Master Cheng Yen.
17. JING SI APHORISM GOES PUBLIC Sejak bulan Februari lalu, Yayasan
Buddha Tzu Chi Indonesia mengadakan launching buku Kata Perenungan Master Cheng Yen di hotel-hotel dan rumah sakit di Jakarta
2
| Dunia Tzu Chi
Di Depo Pelestarian Lingkungan Tzu Chi Kosambi, banyak para relawan yang lansia memberikan sumbangsih tenaganya di sini.
42. SI MOLEK DARI BORNEO Pulau Kalimantan memiliki
keanekaragaman hayati berlimpah. Satu yang unik adalah bekantan. Tapi kini, saat manusia mulai merambah hutan demi kemakmuran, bekantan justru sedang berjuang melawan kepunahan.
56 56. TORANG SAMUA BASuDARA
Banjir bandang telah meluluh lantakkan Kota Manado, tak banyak yang tersisa ketika itu kecuali duka. Beberapa hari kemudian relawan Tzu Chi datang untuk menghibur lara.
74. MENJADI MAGNET PEMBANGIT SPIRIT BARU Ternyata jalinan jodoh Tzu Chi dengan
warga Pati masih terajut. Awal tahun 2014, Pati diguyur hujan lebat yang mengakibatkan banjir, relawan Tzu Chi pun kembali datang dan memberi simpati.
94 84. PERTAMA KALI DI DI ZIMBABWE
Melakukan kebajikan di Zimbabwe bukanlah hal yang mudah. Di negeri tersebut ada peraturan pembatasan untuk berkumpul, tidak boleh berkumpul lebih dari sepuluh orang.
94. TZU CHI INDONESIA: Berita tentang berbagai kegiatan Tzu Chi di Indonesia.
100. LENSA: MANADO BANGKIT
Rangkaian jejak cinta kasih dari relawan Tzu Chi di Manado.
112. TZU CHI NUSANTARA
112 118. JEJAK LANGKAH MASTER CHENG YEN: BAGAIMANA JALANNYA KERETA API TANPA REL Kalau dipikirkan, beban di pundak Master sungguh berat sekali, lalu apa yang dapat kita lakukan untuk meringankan beban beliau?
120. MASTER CHENG YEN BERCERITA: WARISAN PUSAKA CENDEKIAWAN MISKIN Kisah budi luhur dari seorang cendikiawan yang miskin.
2. Misi Kesehatan Memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dengan mengadakan pengobatan gratis, mendirikan rumah sakit, sekolah kedokteran, dan poliklinik. 3. Misi Pendidikan Membentuk manusia seutuhnya, tidak hanya mengajarkan pengetahuan dan keterampilan, tapi juga budi pekerti dan nilai-nilai kemanusiaan. 4. Misi Budaya Kemanusiaan Menjernihkan batin manusia melalui media cetak, elektronik, dan internet dengan berlandaskan budaya cinta kasih universal.
Berita-berita dari Kantor Penghubung Tzu Chi Indonesia. Bagi Anda yang ingin berpartisipasi menebar cinta kasih melalui bantuan dana, Anda dapat mentransfer melalui: BCA Cabang Mangga Dua Raya No. Rek. 335 301 132 1 a/n Yayasan Budha Tzu Chi Indonesia
Januari - April 2014 |
3
aster’s Teaching
Menjernihkan Hati Nurani Kita
Dalam kehidupan, kita sering melakukan kesalahan. Tapi saat kita melakukannya, kita enggan untuk mengakuinya karena takut orang akan berpikir negatif tentang diri kita ketika mereka mengetahuinya. Kita mencoba untuk menutupi kesalahan kita, dan bahkan mungkin berbohong pada mereka.
Kadang, kesalahan kita mempengaruhi orang lain, dan pada akhirnya menyakiti mereka. Tapi kita sering merespon dengan tidak mengakui dan menyangkal keterlibatan atau kesalahan kita. Kemudian, orang-orang itu menjadi marah terhadap kita. Sebuah simpul kebencian terbentuk dalam hati mereka. Tapi dalam hati kita juga, sebuah simpul juga terbentuk. Jika kita tidak melakukan apa pun untuk melepaskan simpul ini, seperti dengan meminta maaf atau memperbaiki kesalahan, simpul ini akan selalu tetap berada di hati kita. Pada akhir hidup ini, kita bahkan membawanya sampai pada kehidupan berikutnya. Simpul ini membawa kita pada kesusahan dan penderitaan. Tetapi lebih dari itu, dengan tidak melepas simpul ini dan bersikap tidak jujur akan kesalahan kita sendiri, kita terus bertindak dalam cara yang sama mengulangi kesalahankesalahan kita, memperkuat kecenderungan tidak bajik kita, dan mengakumulasikan semakin banyak kotoran di dalam hati kita. Hati kita seperti sebuah botol kaca berisi air kotor. Untuk membersihkan botol, kita harus mengeluarkan air kotor terlebih dahulu. Untuk membersihkan hati, kita perlu menyesali kesalahan yang telah di lakukan, di dalam diri maupun melalui tindakan. Kita dapat melakukan hal ini dengan menyatakan penyesalan yang tulus kepada orang yang kita lukai. Hal ini membantu untuk melepaskan simpul di hati mereka dan kita. Sekali kita benar-benar bertobat sedemikian rupa, kekotoran itu hilang. Lebih kecil kemungkinannya bagi kita untuk membuat kesalahan yang sama lagi. Sebuah botol kaca, sesudah dibersihkan, dapat digunakan untuk menyimpan air murni. Dengan cara yang sama, setelah
4
| Dunia Tzu Chi
menyesal dan membersihkan, hati kita sekarang dapat memahami Dharma. Dengan mengganti kotoran di dalam dengan Dharma, kita menjadi orang yang lebih baik. Ada sebuah cerita tentang bagaimana Shakyamuni Buddha mengajarkan hal ini kepada muridnya, Rahula. Rahula adalah putra Buddha, yang dibawa Buddha ke komunitas wihara untuk menjadi seorang samanera. Salah satu murid terkemuka Buddha, Sariputra, diberi tugas untuk membimbing anak muda ini. Rahula tinggal bersama para biksu dan mem pelajari ajaran Buddha, tapi ia sangat nakal. Ketika umat mengunjungi wihara untuk bertemu Buddha dan bertanya apakah Buddha ada di sana, ia akan memberikan jawaban yang salah. Ketika Buddha berada di wihara, ia akan memberitahu para umat bahwa Buddha sedang pergi. Ketika Buddha pergi, ia akan memberitahu mereka bahwa mereka bisa bertemu dengan Buddha di wihara. Hal ini mem buatnya terhibur melihat umat datang ke wihara, hanya untuk menemui Buddha yang tidak ada di sana. Sesungguhnya ia tidak mempunyai niat jahat. Ia hanya nakal dan berpikir kalau semua itu menyenangkan. Ketika biksu yang lain mengetahuinya, mereka mencoba untuk memberitahu Rahula bahwa yang ia lakukan adalah salah. Mereka memintanya untuk berhenti, tapi karena nakal, Rahula tetap me lakukannya. Para biksu peduli padanya dan khawatir bahwa jika ia meneruskan kebiasaan berbohong kepada orang-orang, akan menjadi sangat bermasalah kelak ia dewasa nanti. Jadi, mereka memberitahukan hal tersebut kepada Buddha. Mengetahui hal ini, Buddha memanggil Rahula untuk. Pada saat itu, Buddha baru saja kembali ke
wihara, sehingga ia meminta Rahula untuk mem bawakan baskom air untuk membasuh kakinya. Setelah mencuci kaki di baskom, Buddha bertanya padanya, “Rahula, apakah air di baskom ini dapat diminum?” Rahula menjawab, “Tidak, air ini kotor dan tidak dapat diminum.” Buddha kemudian menyuruh Rahula untuk menuangkan air kotor dan membawa kembali baskom kosong itu. Ketika Rahula melakukannya, Buddha tiba-tiba menendang baskom itu hingga terbalik. Terkejut, Rahula menjadi takut bahwa ia telah melakukan sesuatu yang salah. Buddha kemudian memintanya untuk menuang air ke dalam baskom. “Tapi baskom ini terbalik. Aku tidak bisa menuangkan air kecuali saya membalikkannya,” katanya. Kau, Rahula, adalah seperti baskom terbalik ini,” kata Buddha “Kau dimulai dengan hati yang murni dan bersih, seperti air bersih di baskom. Tapi mengapa kau suka membohongi orang-orang? Saat kau berbohong, hatimu menjadi tercemar dan kotor, seperti air kotor ini. Agar baskom dapat terisi air bersih kembali, kau harus membalik dan membersihkannya. Kau perlu sungguh-sungguh bertobat, Rahula. Apakah kau mengerti? “Mendengar ini, Rahula menundukkan kepala dan merenungkan perilakunya. Ia menyadari betapa ia telah bertindak salah, dan sejak saat itu, mengubah perilakunya. Dalam pengembangan spiritual, kita perlu melakukan hal yang sama. Ketika kita membuka hati kita untuk bertobat dan berubah, kita dapat membersihkan kotoran di dalam hati kita dan menjadi orang yang lebih baik.
◙ Sumber: tzuchi.org. Master’s Teaching (27 September 2010)
Januari - April 2014 |
5
Inspirasi dari Buku-buku Jing Si Penulis: Hadi Pranoto
Anand Yahya
Buku-buku Jing Si menjadi sandaran batin insan Tzu Chi. Banyak hal yang bisa diperoleh dengan membaca buku-buku buah pikiran Master Cheng Yen ini. Membaca dapat menciptakan kebiasaan baik, menyucikan batin, menambah pengetahuan, dan juga membangkitkan rasa welas asih dalam diri manusia.
6
| Dunia Tzu Chi
Januari - April 2014 |
7
MENCERAHKAN BATIN. “Berbuat keluar dan membina diri ke dalam”, dua kalimat ini menjadi acuan para relawan dalam berkegiatan di Tzu Chi. Jing Si Books & Cafe mengemban tugas mewariskan intisari Dharma Jing Si. Diharapkan keluarga dan seluruh komunitas dapat menggunakan Jing Si Books & Cafe sebagai sarana relaksasi dan pencerahan batin.
B
erbuat kebajikan dan membina diri, dua kalimat ini menjadi bagian yang sangat penting bagi para relawan Tzu Chi. Dalam berbagai kesempatan, Master Cheng Yen selalu menekankan pentingnya bagi insan Tzu Chi untuk melatih diri dan kebijaksanaan di Tzu Chi. Dengan kata lain, Master berharap para muridnya tidak hanya berbuat keluar (berbuat kebajikan), tetapi juga membina diri ke dalam. Ada banyak cara yang dapat dilakukan, mulai dari pengalaman saat berinteraksi dengan para penerima bantuan, menonton ceramah Master
8
| Dunia Tzu Chi
Cheng Yen, ataupun membaca buku-buku kata perenungan dan buku-buku Jing Si buah karya Master Cheng Yen. Di setiap negara dimana Tzu Chi berada, hampir semua memiliki toko buku Jing Si Books & Cafe. Kata Jing Si berarti Griya Perenungan, dimaksudkan agar toko buku ini dapat berfungsi sebagai tempat pengisian dan pengembangan batin manusia. Selain itu, Toko Buku Jing Si juga mengemban misi menyucikan hati manusia dengan menyebarkan budaya kemanusiaan ke dalam diri setiap manusia.
Menjawab Keinginan Insan Tzu Chi Kehadiran Jing Si bermula dari banyaknya keluhan insan Tzu Chi tentang sulitnya membedakan antara literatur yang takhayul dan keyakinan. Seringkali ajaran kebijaksanaan diletakkan sejajar dengan bukubuku fengshui ataupun kisah khayalan lainnya, yang dapat menimbulkan salah persepsi di masyarakat. Maka muncullah gagasan membuka toko buku yang mengutamakan buah pikiran Master Cheng Yen, guna meluruskan pandangan yang keliru. Kemudian, berdasarkan keyakinan, menuntun masyarakat pada
pandangan yang benar dan melakukan kegiatan yang bermanfaat. Relawan Tzu Chi Indonesia cukup beruntung, selain memiliki toko buku Jing Si di Jakarta dan kota-kota besar lainnya, di Indonesia juga ada sebuah unit yang khusus menerjemahkan dan menerbitkan buku-buku Jing Si ke dalam bahasa Indonesia. Menurut Sudarno, General Manager Jing Si Indonesia, keberadaan Jing Si Indonesia didasari keinginan dari pimpinan Tzu Chi Indonesia untuk memberi kesempatan dan sarana bagi relawan untuk mendalami Dharma. “Kita melihat bahwa relawan Tzu Chi Indonesia ladang berkahnya sangat besar, kasus begitu banyak, sering baksos, dan kegiatan komunitas yang padat. Dari sini kita khawatir jika relawan semakin banyak kegiatan, tetapi tidak mendalami Dharma dan melatih diri maka kebijaksanaannya pun tidak bertambah,” kata Sudarno. Banyak cara yang bisa dilakukan untuk belajar, melalui DAAI TV (Lentera Kehidupan), website, maupun media cetak Tzu Chi. Namun dari sini saja dirasakan belum cukup, mengingat kapasitas ruang media dan waktu yang terbatas, sehingga dirasakan perlu menerjemahkan buku-buku karangan Master Cheng Yen. “Melalui buku orang bisa baca sambil merenung yang baik dan berinstropeksi diri. Tapi buku-buku ini kan berbahasa Mandarin, sementara relawan kita banyak yang tidak bisa Mandarin, karena itulah kita translate ke bahasa Indonesia supaya relawan bisa memahami ajaran master,” terang Sudarno. Dan tugas ini tidak mudah, mengingat Master Cheng Yen secara khusus berpesan untuk menerjemahkan tanpa mengurangi makna aslinya. “Saya masih ingat pesan Master Cheng Yen, ‘kalau kita meleset satu mili saja ke depan maka dalam jangka panjang akan meleset ratusan kilometer jauhnya.” Penerbitan Jing Si di Indonesia sendiri secara resmi berdiri sejak tahun 2008, tetapi sejatinya cikal bakal dan fungsi menyebarkan Dharma dan menyucikan hati manusia ini sudah dimulai oleh Tim Media Cetak Tzu Chi, yang menerbitkan buku-buku Kata Perenungan Master Cheng Yen. Pada bulan Maret 2008 juga diterbitkan buku biografi Master Cheng Yen: Teladan Cinta Kasih yang bekerja sama dengan Elex Media, salah satu anak usaha Gramedia. Setelah itu mulailah gencar dilakukan penerjemahan dan penerbitan buku Jing Si. Tercatat hingga saat
Januari - April 2014 |
9
ini sudah 23 buah buku yang diterbitkan oleh Jing Si Indonesia. Kategori buku yang diterbitkan sendiri diprioritaskan yang cocok kondisinya untuk relawan di Indonesia, dan juga yang sifatnya lebih universal sehingga dapat diterima kalangan masyarakat luas. Tidak hanya berkutat pada urusan produksi dan pemasaran, penerbitan Jing Si juga berupaya untuk membuat buku-buku Jing Si ini menjadi “pegangan” para relawan dan juga dipahami isinya. Gayung bersambut, relawan dari berbagai komunitas di Jakarta dan luar kota kemudian gencar melakukan kegiatan bedah buku guna membahas isi buku, sekaligus berbagi pengetahuan dan pengalaman. “Ini merupakan keinginan relawan sendiri untuk belajar dengan menggunakan buku-buku Master Cheng Yen,” jelas Sudarno. Ini tentu sejalan dengan harapan Master Cheng Yen, dimana dengan diterbitkannya buku-buku Jing Si ke dalam bahasa Indonesia maka semakin memberi kesempatan kepada relawan Tzu Chi Indonesia untuk memahami ajaran beliau, sehingga insan Tzu Chi di Indonesia bisa semakin kuat akarnya dan bertambah pula kebijaksanaannya. Membaca dapat menciptakan kebiasaan baik, menyucikan batin, menambah pengetahuan, dan
juga membangkitkan rasa welas asih dalam diri manusia. Seperti yang dialami oleh Supardi Soe, salah seorang relawan yang dapat mengubah kebiasaan buruknya setelah memahami dan mendalami ajaran Jing Si di Tzu Chi.
Pergolakan Batin “Setiap hari selalu merupakan lembaran kertas putih dalam kehidupan. Setiap orang dan setiap peristiwa selalu merupakan kisah yang menarik” (Master Cheng Yen). Sisa-sisa genangan air masih terlihat jelas saat saya menyusuri jalan di wilayah Muara Baru, Jakarta Utara. Beberapa rumah juga masih sibuk bebenah pascabanjir menerjang wilayah itu. Daerah ini memang terkenal langganan banjir, dan hari itu saya berencana menemui Supardi Soe, salah seorang relawan Tzu Chi di tempat kerjanya. Tidak sulit untuk menemukan Bengkel Muara Teknik. Diapit rumah-rumah penduduk, bengkel khusus perbaikan mesin kapal laut itu cukup mencolok. Pintu besi besar dan papan nama menjadi penunjuk yang nyata. Selebihnya, kesibukan para
10 | Dunia Tzu Chi
Stephen Ang (He Qi Utara)
Teddy Lianto
PENYEGAR BATIN. Di tengah kejenuhan jiwa manusia, Jing Si bisa menjadi rumah penyegar batin. Penerbitan Jing Si berupaya membuat buku-buku Jing Si menjadi “pegangan” para relawan dan juga dipahami isinya.
REFLEKSI DIRI. Melalui kegiatan bedah buku, Supardi Soe (tengah) semakin menyadari dan memahami sifat-sifat dan kebiasaan buruknya. Sambil menyelami kegiatan Tzu Chi, Supardi pelan-pelan berupaya mengikis kebiasaan buruknya.
Januari - April 2014 | 11
pekerja dan deru mesin bubut dan gerinda memecah semua karyawan, kalau masih merokok, silahkan keheningan siang itu. mundur,” tegasnya. Ada hal unik tatkala saya menyambangi halaman Bukan tanpa sebab pria kelahiran Bagan Siapibengkel ini. Tepat di atas pintu gerbang terpampang api 46 tahun lalu ini memiliki sikap seperti ini, jelas pengumuman lowongan pekerjaan. Yang padahal di masa lalu pun ia sangat dekat dengan berbeda dan tidak terdapat dalam iklan lowongan rokok, minum-minuman keras, dan pergaulan dunia kerja lainnya adalah syaratnya: Taat Beribadah malam. “Sekarang sudah tidak lagi. Akibatnya saya dan Tidak Merokok. Supardi juga banyak kehilangan temanShixiong, pemilik bengkel ini teman,” ungkapnya. Perubahan “Dulu, di kulkas itu isinya bir punya alasan khusus mengapa semua. Bangun tidur minum bir. Terus yang dialami Supardi bukan ia menetapkan dua syarat itu, terjadi secara tiba-tiba, tetapi namanya orang kapal kita sering “Kalau orang taat beribadah, melalui suatu proses belajar, dugem karena pergaulannya begitu.” otomatis dia akan bertindak melakukan, dan membina diri benar. Sedangkan kalau merokok, saya melarang yang dilakukannya secara konsisten di Tzu Chi. karena memang tidak ada manfaatnya, justru Berawal dari spanduk “Ayo Menjadi Relawan” merugikan kesehatannya.” Dan Supardi pun tidak yang kala itu banyak tersebar di wilayah Pluit, Pantai main-main menerapkan aturan ini. “Saya bilang ke Indah Kapuk, dan sekitarnya 5 tahun silam, Supardi mulai mengenal Tzu Chi. Meski informasi itu sekilas IKUT MERASAKAN. Sebagai relawan, Supardi sering dilihatnya, ternyata dampaknya cukup besar baginya. berinteraksi dengan para penerima bantuan Tzu Chi, hal ini Hal yang menggugahnya untuk menjadi bagian dari membuatnya dapat lebih mensyukuri hidup dan berkah yang insan Tzu Chi adalah meski saat itu ia tengah menjadi
Stephen Ang (He Qi Utara)
dimilikinya.
12 | Dunia Tzu Chi
relawan di yayasan lain, namun ia justru melihat kelebihan Tzu Chi, dimana bantuan dari yayasannya justru diserahkan ke Tzu Chi untuk didistribusikan langsung kepada korban bencana. Dengan keyakinan yang mantap ia pun mengikuti Sosialisasi Calon Relawan. “Ternyata tidak semudah yang kita pikir. Di sana ada pengenalan tentang Tzu Chi, dan 10 sila Tzu Chi. Saya rasa hampir 75 persennya masih saya langgar,” ujarnya sembari tersenyum mengenang, “sebelum kenal Tzu Chi saya merokok sehari bisa tiga bungkus.” Sambil menceburkan diri menjadi relawan, Supardi pelan-pelan berniat mengikis kebiasaan buruknya. Selain mengikuti kegiatan sosial, ia pun mencoba mendalami Dharma. Supardi rutin mengikuti kegiatan bedah buku. Beberapa kali mengikuti bedah buku, Supardi semakin merasakan bimbang. Hatinya gundah dan jiwanya tersentak. Penyebabnya karena antara hati dan perbuatannya masih belum menyatu. Semakin dalam ia menyelam, semakin banyak air yang tertelan. Merasa malu, ia pun memutuskan untuk vakum sementara dari kegiatan bedah buku dan Tzu Chi. Di masa-masa rehatnya itulah Supardi belajar melepas kebiasaan-kebiasaan buruknya. “Dulu, di kulkas itu isinya bir semua. Bangun tidur minum bir. Terus namanya orang kapal kita sering dugem karena pergaulannya begitu,” ungkapnya. Jarang menjamu klien, beberapa pelanggan pun banyak yang pindah ke bengkel lain. Dulu, demi menjaga agar para pelanggannya tidak lari ke bengkel lain, Supardi rela merogoh kocek dalam-dalam demi untuk menyenangkan klien-kliennya. Akibatnya ia pun turut larut terjebak dalam pergaulan yang kurang baik. Hal inilah yang ingin ia akhiri. Ia yakin jika usaha dijalankan dengan baik dan profesional maka rezeki pun akan mengalir. “Kita utamakan kualitas pekerjaan,” tegasnya. Membaca dan mendalami buku-buku Jing Si juga membuat Supardi lebih bijak dalam menyikapi persoalan. Salah satunya dalam hal sudut pandang. “Kita harus memosisikan diri sebagai orang lain dengan sudut pandang yang berbeda. Sebelum jadi relawan Tzu Chi, apa-apa di kantor perintah orang. Setelah di Tzu Chi saya mikir, oh, ternyata anak buah saya itu kerjanya capek,” ungkapnya. Contoh lainnya adalah saat karyawannya tidak masuk kerja, dulu ia lekas berkesimpulan jika karyawan tersebut malas dan hanya cari-cari alasan. “Tetapi sekarang saya berpikir lain, siapa tahu anaknya sakit atau ada urusan keluarga yang sangat penting.” Perjalanan hidup Supardi pun bukan hanya terang, tetapi juga lurus saat ia menemukan sosok
guru yang tepat baginya. Bagi Supardi, Master Cheng Yen adalah sosok guru yang sangat bijaksana. “Meski saya belum berjodoh bertemu dengan beliau, tetapi saya sangat mengaguminya.” Meski tidak selalu membaca habis buku-buku Master Cheng Yen, tetapi Supardi menangkap jelas pesan beliau. “Kalau kita berpikiran benar maka kita akan benar,” kata Supardi mengutip salah satu buku yang dibacanya. Dari buku-buku Master Cheng Yen yang diterjemahkan dan diterbitkan ke dalam bahasa Indonesia, Supardi paling terkesan dengan buku 20 Kesulitan dalam Kehidupan. Menurutnya buku tersebut sangat dekat dan mengena karena memang nyata bagi semua orang. Dahulu Supardi juga sangat memercayai ramalan, takhayul, dan juga feng shui. Ia memelihara ikan di rumah dan tempat kerjanya dengan harapan ikan-ikan tersebut bisa membawa keberuntungan baginya, baik dalam bisnis maupun keluarga. Namun kini akuarium itu tak lagi berisi. Pandangan dan keyakinannya kini membuatnya melihat arah hidup yang benar. “Master Cheng Yen mengatakan jika semua hari adalah baik. Jika kita menjalani hidup dengan baik maka hasilnya pun akan baik,” ujar Supardi optimis.
Teladan dalam Kemanusiaan Sebagai Muslimah, Indah merasa pembelajaran dalam kehidupan dapat diperoleh di mana saja. “Tuntutlah ilmu sampai ke negeri Cina. Mungkin ini yang ditakdirkan Tuhan, maka saya ketemu Master Cheng Yen. Aku melihat buku-bukunya dan akhirnya nyambung,” ucapnya. Berawal dari kesukaannya menonton DAAI TV Indonesia membawa Indah Dewi Farida berjodoh dengan Tzu Chi. Televisi Cinta Kasih ini memberikan kesan mendalam di benaknya. “Di situ saya lihat kisah nyata, kata perenungan, dan mengajarkan tentang kebaikan dan kebenaran,” pujinya. Tanpa membuang waktu, Indah pun menghubungi DAAI TV untuk mencari informasi dan mengikuti kegiatan Yayasan Tzu Chi. Di Tzu Chi, Indah menemukan komunitas yang dirindukannya: orang-orang yang ramah, sopan, dan meneduhkan. Saat ke Aula Jing Si, Dewi datang bersama sang suami, Marsekal Muda TNI (Purn) Pandji Utama. Di sini mereka bertemu dengan Livia Shijie. Ia pun dijelaskan Livia Shijie tentang Aula Jing Si dan bagaimana cara menjadi relawan. Seusai mengikuti sosialisasi calon relawan, bersama suami dan putri bungsunya, Indah mencoba mengikuti kegiatan Tzu Chi. Terhitung sudah
Januari - April 2014 | 13
menemukan kedamaian. Sama sekali tiada paksaan baginya untuk menjadi relawan Tzu Chi. “Saya belum pakai baju seragam, mereka para Shixiong dan Shijie tidak memaksa.” Selama ini Indah belum pernah bergabung dalam yayasan sosial lain, semua kegiatan sosialnya dilakukannya sendiri bersama keluarga. “Saya tidak sembarang pilih, karena kata Allah gunakanlah akalmu untuk agama dengan akal sehat.” Sejalan dengan sang istri, Pandji pun kini fokus untuk bersama keluarga dan beraktivitas sosial setelah pensiun dari dari TNI Angkatan Udara tahun 2011. “Kalau kita kerja terus, kapan kita mencari akhirat,” ujarnya. Pandji yang beberapa kali menemani sang istri pun cukup terkesan dengan apa yang dilihatnya di Tzu Chi. “Kelihatan orangnya sopan-sopan dan santun sekali,” katanya. “dan dari apa yang saya lihat, semua yang dilakukan memang terbukti, ini yang membuat kita semakin yakin.”
CINTA KASIH UNIVERSAL. Bagi Indah pembelajaran dalam kehidupan bisa diperoleh di mana saja. Dari buku ini Indah merasakan bahwa Master Cheng Yen adalah sosok yang sangat menghargai waktu, kehidupan, dan selalu ingin berbuat kebajikan seluas mungkin.
tiga kali kegiatan diikutinya, mulai baksos kesehatan, daur ulang, dan pemberkahan akhir tahun. Bukan hanya mengikuti kegiatan Tzu Chi, Indah pun mencoba mengenali dan menggali tentang Tzu Chi melalui buku-buku karya Master Cheng Yen. Ia merasa perlu mengenali sosok Master Cheng Yen lebih dalam mengingat saat ini jarang ada orang yang perilaku dan ucapannya sama. “Beliau benarbenar teladan dan berkarismatik, karena Master Cheng Yen membuktikan apa yang diucapkannya, beliau menjalankannya dulu,” tegasnya. Sebagai seorang Muslimah, Indah merasa bahwa pembelajaran dalam kehidupan bisa diperoleh di mana saja. “Tuntutlah ilmu sampai ke negeri Cina. Mungkin ini ditakdirkan Tuhan, maka saya ketemu Master Cheng Yen. Aku melihat buku-bukunya dan akhirnya nyambung,” ucapnya. Keinginan Indah untuk mengikuti kegiatan Tzu Chi dan membaca buku-buku Master Cheng Yen pada awalnya kurang
14 | Dunia Tzu Chi
memperoleh dukungan dari suami. “Awalnya agak keberatan ikut ke Tzu Chi. Bapak ini hati-hati, dan minta saya pelajari dulu. Setelah paham dan melihat langsung, beliau kemudian tertarik dan mendukung.” Di antara buku-buku Master Cheng Yen, yang paling berkesan bagi Indah adalah Lingkaran Keindahan. Dari buku ini Indah merasakan bahwa Master Cheng Yen adalah sosok yang sangat menghargai waktu, kehidupan, dan selalu ingin berbuat kebajikan seluas mungkin. Dari sini Indah semakin yakin jika Tzu Chi dan Master Cheng Yen bisa menjadi teladan baginya dalam kemanusiaan. “Tuhan berfirman mengapa kamu mengatakan tapi tidak mengerjakan. Jadi kalau saya berteori terus, tapi tidak mempraktikkan, yang kudapat bukan Ridho Tuhan, tapi kebencian. Dari situ saya segera memutuskan untuk bergabung,” ujarnya. Indah pun menceritakan pengalaman barunya sebagai relawan Tzu Chi kepada rekan-rekannya di pengajian. Beberapa diantaranya bahkan ikut kegiatan Pemberkahan Akhir Tahun. “Kata guru ngaji saya bagus banget, sama sekali tidak ada pertentangan (dengan ajaran Islam),” jelas Indah. Bergaul dengan lingkungan dan orang-orang baru tidak membuat Indah merasa “jauh”, ia justru
Menurut Kumuda Yap, Produser Program DAAI Inspirasi, buku-buku karangan Master Cheng Yen sangat erat kaitannya dengan ajaran Jing Si dan menekankan jalan Bodhisatwa. Para relawan maupun masyarakat umum yang membaca akan merasakan sebuah perasaan yang sama: praktik Dharma dalam kehidupan sehari-hari dan pesan cinta kasih beliau yang universal. “Praktik Dharma dikemas tidak selalu harus membiara, tetapi kehidupan monastis (praktik keagamaan di mana seseorang menyangkali tujuan-tujuan duniawi dengan maksud agar dapat membaktikan hidupnya semata-mata bagi karya rohani-red) itu dibawa ke dalam kehidupan rumah tangga, seperti bagaimana kita merasa bersyukur, hemat, dan mencintai lingkungan. Kumuda yang sejak tahun 2009 aktif sebagai narasumber kegiatan Bedah Buku merasa bahwa untuk merealisasikan atau menyucikan hati (citacita Master Cheng Yen: Menyucikan hati manusia, masyarakat aman dan damai, serta dunia terbebas dari bencana), para relawan harus memiliki arah tujuan, dan itulah jalan Bodhisatwa yang menjadi dasar dari ajaran Jing Si. “Master Cheng Yen
Erly Tan (He Qi Utara)
Hadi Pranoto
KEBERSAMAAN DAN KEKELUARGAAN. Bersama suami dan putri bungsunya, Indah mencoba mengikuti kegiatan Tzu Chi. Di Tzu Chi, Indah menemukan komunitas yang dirindukannya: orang-orang yang ramah, sopan, dan meneduhkan.
Pesan Cinta Kasih Universal
Januari - April 2014 | 15
narasumber kegiatan bedah buku, itu pun akhirnya berdampak pada dirinya sendiri, dimana Kumuda pun mendapatkan pemahaman baru, termasuk juga mengingatkannya untuk menjalani dan meresapi apa yang disampaikannya. Dari sini ia mendapatkan suatu pencerahan bahwa proses belajar itu bukan cuma melalui teori, tetapi juga harus ada aplikasinya. “Belajar bukan dalam bentuk teks book saja, tapi juga bisa dalam bentuk pengalaman,” terangnya. “pengalaman itu kan bisa didapat dari bersumbangsih. Dengan melihat dan merasakan langsung orang bisa sadar, oh ini yang Master Cheng Yen maksud, dan oh ini yang sebetulnya tujuan Master. Dari sini semua insan Tzu Chi benar-benar merasakan Dharma yang hidup.” Dengan membaca dan memahami buku-buku Jing Si, semoga benih-benih budaya kemanusiaan dapat tertanam di lubuk hati manusia, yang kemudian bisa berkembang di masyarakat dan terwujud dalam perilaku sehari-hari sehingga kehidupan yang harmonis, masyarakat aman dan damai, serta dunia terhindar dari bencana dapat terwujud. ◙
Jing Si Aphorism Goes Public
A
dalah sebuah harapan bahwa dunia yang kita pijak ini dapat menjadi sebuah dunia yang jernih dan bebas bencana. Lalu bagaimana agar dunia ini dapat menjadi jernih dan bebas bencana. Tentunya membutuhkan uluran tangan dari setiap orang untuk mewujudkan harapan ini. Dengan adanya bantuan dari setiap orang untuk belajar memurnikan dunia dan dirinya sendiri, maka harapan ini bukanlah harapan kosong semata. Karena jika hati dan pikiran setiap orang tidak dimurnikan, bagaimana bisa ada perdamaian dan harmoni di masyarakat. Langkah inilah yang dijalankan oleh relawan Yayasan Buddha Tzu Chi. Sejak bulan Februari lalu, Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia mengadakan launching buku Kata Perenungan Master Cheng Yen di hotel-hotel dan rumah sakit di Jakarta. Seperti pada 25 Februari 2014, relawan Tzu Chi dan karyawan Hotel Harris berkumpul di Funky Meeting Room, Lantai 5, Hotel Harris. Di ruangan ini, relawan Tzu Chi dan Karyawan
BERBAGI SEKALIGUS BELAJAR. Dengan menjadi narasumber kegiatan bedah buku, hal itu pun berdampak pada dirinya sendiri, dimana Kumuda (berkaus abu lengan panjang) pun mendapatkan pemahaman baru, termasuk juga mengingatkannya untuk menjalani dan meresapi apa yang disampaikannya.
Hotel Harris saling berbagi pengalaman mengenai buku kata perenungan Master Cheng Yen. Jean-Pierre Serfaty, General Manager of Harris Hotel & Convention Kelapa Gading, setelah membaca buku ini merasa jika di setiap kata perenungan memiliki sebuah penunjuk untuk menuntun kita berbuat baik. Oleh karena itu, ia mengatakan buku ini sangat bagus tidak hanya untuk dirinya sendiri tetapi juga untuk para tamu yang menginap di Hotel Harris. Jean-Pierre juga menambahkan jika bukubuku Kata Perenungan Master Cheng Yen yang ada di kamar-kamar hotel sudah mulai di minati oleh para tamu yang menginap. Hingga kini, sudah sebanyak 41 buku sudah dipesan oleh para tamu undangan yang MEYEBARKAN KEBAJIKAN. Ketua Yayasan Buddha Tzu Chi Indoesia berkesempatan meletakkan buku Jing si Master Cheng Yen di kamar Hotel Mulia, Senayan (08/02/2014), buku-buku Jing si ini diharapkan daapat membangkitkan dan menentramkan hati setiap tamu hotel yang menginap.
16 | Dunia Tzu Chi
Metta Wulandari
Christine Desyliana (He Qi Barat)
melalui buku-buku atau media-media Tzu Chi selalu menekankan dalam proses kehidupan ada tiga fase yang relawan atau insan Tzu Chi dapat, yaitu belajar, berlatih, dan mengabdi. Jadi tiga poin ini tidak terlepas dari metode mazhab Tzu Chi dan ajaran Jing Si,” terangnya. Sebagai narasumber, Kumuda pada waktu itu memilih tema-tema bebas tentang Tzu Chi maupun filosofinya. Kemudian saat buku 20 Kesulitan dalam Kehidupan yang sempat “booming”, maka ia pun memutuskan untuk menjadikannya sebagai bahan kajian sekaligus renungan di kalangan insan Tzu Chi. “Buku itu cukup menarik untuk dibedah,” ujarnya beralasan. Yang menarik dari buku ini adalah karena berkaitan dengan permasalahan kehidupan manusia sehari-hari. “Buku ini mengisahkan kesulitan-kesulitan yang dialami manusia, tetapi itu bisa diatasi,” jelasnya. Selain itu, buku yang menginspirasinya antara lain Teladan Cinta Kasih, karena di situ mengisahkan perjalanan hidup Master Cheng Yen. “Sebenarnya selalu ada hal baru di buku-buku yang diterbitkan, dan selalu ada banyak hal yang bisa kita pelajari di situ,” tegas Kumuda. Sebagai produser yang membawakan program yang berkaitan dengan ajaran Master Cheng Yen, Kumuda pun harus update melalui media visual ataupun cetak mengenai arahan Master Cheng Yen kepada seluruh insan Tzu Chi. Dan dengan menjadi
Januari - April 2014 | 17
Teddy Lianto
18 | Dunia Tzu Chi
Hal ini tentu didukung oleh Sugianto Kusuma. Sebagai Wakil Ketua Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia, beliau berharap agar ajaran Jing Si bisa diserap oleh banyak kalangan di Indonesia. “Melalui kegiatan ini kita bermaksud menyebarkan pesan Master Cheng Yen. Saya sendiri membaca buku itu merasakan manfaatnya. Maka saya pikir akan lebih baik jika bisa menyebarkan manfaat ini,” jelasnya. Sambutan yang hangat juga diterima oleh relawan saat melakukan launching di Hotel Borobudur, Hotel Mulia, dan beberapa hotel lainnya. Liliawati Rahardjo Soetjipto, mewakili relawan Tzu Chi mengemukakan bahwa ia merasa sangat senang karena Tzu Chi mempunyai kesempatan untuk menyebarkan kasih. Ia juga menjelaskan bahwa buku Kata Perenungan Master merupakan buku yang berisi kata perenungan lintas agama yang intisarinya bisa dimengerti oleh siapa saja. “Buku ini adalah lintas agama. Mungkin
para tamu hotel yang tinggal nantinya akan berkesempatan untuk bisa membaca bukunya saat waktu santai,” ujar relawan Tzu Chi yang akrab dipanggil Li Ying ini. Hingga kini, Buku Kata Perenungan Master Cheng Yen telah tersebar sebanyak 4.362 eksemplar di 11 tempat (hotel dan rumah sakit) di Jakarta. Untaian Kata Perenungan yang jernih dan meneduhkan batin dari Master Cheng Yen ini diharapkan dapat membawa ketenangan dan kebahagiaan serta manfaat yang baik bagi mereka yang membacanya. ◙ Tim Redaksi MENGINSPIRASI SESAMA. Master Cheng Yen, diharapkan memahami makna cinta kasih luas penyebarannya, semakin memperoleh manfaatnya.
Melalui buku Jing Si setiap orang dapat lebih dan kehidupan. Semakin banyak pula yang akan
Teddy Lianto
menginap. Jean-Pierre Serfaty sendiri berharap bukubuku ini dapat juga menginspirasi banyak orang untuk dapat tergerak berbuat kebaikan dan membantu orang yang membutuhkan. Xavi Gonzalez, General Manager Ritz Carlton, juga mengemukakan hal yang sama. Ia mengaku bahwa setelah membaca buku Jing Si Aphorism yang diberikan oleh Sugianto Kusuma, Wakil Ketua Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia, ia merasa tersentuh dan menyadari kalau buku itu penuh manfaat. Maka dari itu ia berpikir kalau buku ini sangat baik jika ditaruh di setiap kamar agar para tamu hotel bisa membacanya. Satu hal yang ia harapkan dari kegiatan ini adalah kata perenungan itu bisa membantu menyegarkan pikiran dan batin para tamu hotel. “Mungkin saja tamu-tamu hotel memiliki kekesalan, atau jenuh oleh rutinitas kota yang padat dan dengan membaca buku ini batinnya menjadi tenang,” katanya.
Januari - April 2014 | 19
Merawat Benda Berarti Menghargai Berkah Penulis: Yuliati
Bila berharap sumber daya bumi tidak terkuras, kita harus memulainya dengan memahami cara menghargai sumber daya itu. Apriyanto
~Kata perenungan Master Cheng Yen~
20 | Dunia Tzu Chi
MeLAYANI DENGAN SENYUMAN. Relawan pelestarian lingkungan Tzu Chi terus mendampingi setiap pengunjung yang membeli barang di toko depo.
kami duduki selama lebih kurang tiga jam lamanya juga adalah barang sumbangan. Lantai satu ruko itu memang dipenuhi berbagai barang sumbangan yang masih bernilai guna. Sebuah pemandangan yang lazim dari sebuah depo pelestarian lingkungan.
Apriyanto
Berseminya Usaha Pelestarian Lingkungan
S
egelas kopi susu panas terhidang di atas sebuah meja bundar. Campuran kopi bubuk dan susu kental itu baru saja diracik oleh sepasang tangan terampil. “Ini adalah cappuccino cinta kasih. Silahkan coba dulu, kurang manis tambah susu,” ujar Polin, sang peracik dengan hangat. Saya pun menyeruput suguhan wedang kopi spesial tersebut. Panasnya kopi mampu me
22 | Dunia Tzu Chi
mecah dinginnya suhu tubuh di ruangan berpendingin berukuran 40 m2 itu. Siang itu, saya sedang berkunjung ke sebuah ruko berlantai dua di bilangan Muara Karang, Jakarta Utara. Penyaji kopi sekaligus tuan rumah yang ramah itu adalah Polin Tjandra, seorang pria paruh baya yang energik dan cekatan. Tanpa terasa, gelas yang awalnya terisi penuh tandas dalam sekejap.
Mengalirnya wedang kopi ke dalam tubuh dibarengi juga dengan mengalirnya percakapan bersama. Sesekali saya memegang dan mengamati gelas yang sudah kosong di atas meja. Gelas yang dipakai untuk menyuguhkan kopi spesial itu rupanya hasil sumbangan barang daur ulang. Kondisi gelas itu nampak masih bagus. Selain gelas itu, kursi-kursi yang
Suatu waktu di bulan Agustus 1990, Master Cheng Yen mulai memberikan ceramah berseri “Sebuah Hidup yang Penuh Berkah”. Master meng himbau para insan Tzu Chi di Taiwan untuk melestarikan lingkungan, menggalakkan pemilahan sampah, melakukan daur ulang, memanfaatkan limbah, dan menghargai energi. Di akhir ceramahnya, ketika para hadirin bertepuk tangan, beliau berkata, “Gunakanlah kedua tangan kalian yang sedang bertepuk itu untuk melestarikan lingkungan.” Semenjak itu, Tzu Chi mulai menggalakkan program pelestarian lingkungan. Sejak itu pula, para insan Tzu Chi di Taiwan bersamasama melakukan pemilahan sampah di depo-depo pelestarian lingkungan. Empat belas tahun kemudian, insan Tzu Chi Indonesia mulai mengikuti jejak pelestarian lingkungan ini. Upaya yang dijalankan para insan pelestari lingkungan Tzu Chi di Taiwan menjadi inspirasi. Fenomena sampah yang terus menggunung dan berceceran dimana-mana di Indonesia ikut men jadi salah satu pemicu. Pada tahun 2004, sebuah depo pendidikan pelestarian lingkungan didirikan di Cengkarang, Jakarta Barat. Terus berkembang, empat tahun berikutnya, sebuah depo lainnya didirikan di Muara Karang, Jakarta Utara. Sepasang insan Tzu Chi, Hioe Thin Tjhong dan Luciana Tjhang yang paham akan pentingnya misi pelestarian lingkungan ini tergerak hatinya. Mereka meminjamkan rukonya ketika itu untuk dijadikan depo. “Saya diserahin kunci ruko ini untuk mengelola depo,” kenang Polin saat mulai mengemban tanggung jawab itu di tahun 2008.
Membangun Kesadaran Bagi depo yang baru dibuka, untuk memperoleh sampah yang layak didaur ulang bukanlah hal yang mudah. Untuk membangun kesadaran akan bahaya sekaligus manfaat sampah, relawan Tzu Chi melakukan sosialisasi. Ini diharapkan agar warga bersedia menyumbang sampah daur ulang ke depo, bukan dibuang di sembarang tempat. Polin menceritakan awal kerja keras para relawan mensosialisasikan
Januari - April 2014 | 23
kertas. Ia meluangkan waktunya untuk mengantar sampah ke depo setiap tiga minggu sekali. LingLing paham, sampah yang diberikan ke depo akan bermanfaat untuk orang lain. “Sampah saya bawa ke sini karena hasilnya untuk membantu orang yang membutuhkan,” jelasnya mantap.
Perpanjang Usia Guna Barang Sekaligus Edukasi
Yuliati
Sebagian besar sampah yang dibawa ke depo biasanya berupa bahan kertas, plastik, dan besi yang membutuhkan proses daur ulang. Namun tidak sedikit pula benda-benda yang masih layak dan bisa langsung dipakai. Bahkan, diantaranya masih berkualitas sangat baik. “Barang banyak yang bagus, kalau didaur ulang sayang,” kata Polin seraya memutar otaknya. Ia percaya ada cara yang lebih baik daripada sekadar mengirim barang-barang tersebut untuk langsung didaur ulang. Apalagi saat Polin melihat buku-buku yang bernilai tinggi dan tak lekang oleh waktu. “Banyak buku-buku bagus. Kalau masuk ke bubur kertas sangat sayang,” terang Polin. Ia kemudian teringat ketika mengikuti pelatihan relawan pelestarian lingkungan Tzu Chi di Taiwan
pada tahun 2009. Saat itu, para peserta sempat melakukan studi banding ke sebuah depo pendidikan pelestarian lingkungan di Taiwan. Di dalam depo itu, terdapat sebuah ruangan yang menampung barangbarang yang masih bisa digunakan oleh orang lain. Berangkat dari pengalaman tersebut, Polin mulai me milah barang di deponya. Buku-buku yang layak baca, barang-barang elektronik yang masih berfungsi, mainan anak yang belum rusak dipisahkan tersendiri. Sementara barang-barang yang sudah usang dan aus digabungkan dengan barang-barang lainnya yang akan dijual untuk didaur ulang. Akhirnya pada tahun 2013, ia memutuskan untuk mendirikan toko di depo Muara Karang ini. “Saya mendapatkan ide toko depo sepulang ikut training dari Taiwan. Setiap depo di sana ada tokonya dan ini sangat bagus. Saya rasa bisa diterapkan di sini. Makanya kita buka toko depo di sini,” ujar Polin dengan penuh keyakinan. Polin mulai menggalang dukungan untuk merealisasikannya. Gayung ber sambut, dukungan mengalir dari berbagai pihak. Sejumlah dermawan ikut berkontribusi, mulai dari mendonasikan rangka besi, pendingin ruangan, meja, hingga kursi. Ruangan berukuran 40m2 disulap
pelestarian lingkungan. “Relawan komunitas (He Qi Utara) door to door ke rumah warga di perumahan sekitar melakukan sosialisasi,” kisahnya. Selanjutnya, relawan dari depo pun berkeliling mengambil sampah para warga dengan menggunakan kendaraan. Namun, seiring meningkatnya kesadaran lingkungan masyarakat, relawan tidak perlu lagi berkeliling. “Warga mengantar sendiri barang-barang yang mereka tidak gunakan ke depo,” kata Polin. Bahkan beberapa tahun belakangan, setidaknya lima belas mobil per hari yang mengantarkan barang daur ulang ke depo. Setelah warga menyumbangkan sampah daur ulang, mereka menerima buletin dan kata perenungan Master Cheng Yen dari relawan depo. Tidak jarang Polin berbagi pengetahuan seputar pengelolaan sampah daur ulang. Hasilnya, para donatur sampah ini sudah mengelompokkan sampah sesuai jenisnya dari rumah sebelum dibawa ke depo. Perilaku masyarakat yang semakin sadar lingkungan inilah yang sesungguhnya diharapkan. Karena itu, depo ini juga disebut Depo Pendidikan Pelestarian Lingkungan Tzu Chi. Selain menampung sampah daur ulang, depo juga menjadi sarana pembelajaran lingkungan bagi masyarakat.
24 | Dunia Tzu Chi
Salah satu penyumbang sampah adalah Lie Fa Lie. Ia adalah seorang relawan Tzu Chi yang tinggal di Pluit Mas, Jakarta Utara. Secara konsisten, Livali mengantarkan barang daur ulang ke depo. Barang daur ulang yang diangkutnya, bukan hanya kontribusinya seorang. “Ini barang-barang tetangga juga yang mereka kumpulin ke rumah saya. Lalu kalau sudah banyak saya bawa ke sini,” jelas Lie Fa Lie. Agar sampah daur ulang ini bisa lebih mudah dikelola, Livali sudah mengelompokkan barang se suai jenisnya. Ada sampah botol yang dikemas dalam plastik, sampah kertas bekas koran dalam dus, sampah karton, dan lain-lain. “Kita di Tzu Chi, tahu konsep pelestarian lingkungan, jadi kita lakukan,” kata Livali. Program lingkungan yang ditayangkan DAAI TV juga ikut memberikan dampak positif. Tidak jarang, para pemirsanya ikut tergerak mendonasikan sampah yang masih bernilai pakai. Salah satunya adalah LingLing yang kerap mengantarkan sampah ke depo ini. “Saya melihat pentingnya pelestarian lingkungan dari DAAI TV, jadi saya bawa sampah dari rumah ke sini,” ucap Ling-Ling. Sampah yang sering ia bawa ke depo berupa sampah botol bekas air minum dan sampah
Yuliati
BERBAGI PENGETAHUAN. Karim Krispinus (kiri) memanfaatkan waktunya setelah usai memilih-milih barang untuk berbincang-bincang dengan Polin, relawan Tzu Chi yang juga penanggungjawab Depo Pelestarian Lingkungan Tzu Chi, Muara Karang, Jakarta.
UNGKAPAN TERIMA KASIH. Setiap donatur yang menyumbangkan barang bekas dan daur ulang akan diberikan Buletin Tzu Chi, brosur tentang Tzu Chi, dan Kata Perenungan Master Cheng Yen sebagai ungkapan terima kasih.
Januari - April 2014 | 25
Yuliati
Yuliati
BEKERJA DENGAN GEMBIRA. Dengan sepenuh hati staf badan misi pelestarian lingkungan Tzu Chi melakukan pemilahan sampah yang diterima dari para donatur setiap harinya.
MEMAKSIMALKAN NILAI GUNA. Henry Tando, koordinator relawan 3 in 1 He Qi Utara kerap memanfaatkan kembali barang-barang di toko depo, salah satunya untuk keperluan sekretariat relawan 3 in 1 He Qi Utara.
yang masih berguna. Pekerjaan ini harus dilakukan di tengah padatnya pekerjaan rutin di depo. Cukup sering, pekerjaan memilah barang yang masih layak pakai ini tidak dilakukan karena waktu dan jumlah tenaga yang terbatas. Kerja keras Polin mulai membuahkan hasil. Se makin banyak orang mengunjungi toko depo untuk mencari barang lawas namun masih berguna. Berbagai jenis barang terdapat di sini, seperti buku-buku bacaan mulai dari buku umum, ilmu pengetahuan, ekonomi, majalah, filsafat, dan lain-lain. Tidak ketinggalan, buku-buku bacaan untuk anak dan buku pelajaran yang sangat layak masuk perpustakaan sekolah. Ada juga barang elektronik, peralatan memasak, alat tulis kantor, pakaian, tas, dan sebagainya. Kalau beruntung, kita bahkan juga bisa mendapatkan barang-barang baru yang masih terbungkus rapi di antara deretan barang tersebut. Setiap orang yang berkunjung ke dalam toko, bisa memilih barang-barang yang berjajar rapi di
atas rak toko. Para peminat barang di toko depo ini dianjurkan untuk mengambil barang sesuai kebutuhan, bukan karena keinginan yang bisa me nyebabkan pemborosan. Tidak ada harga yang ditetapkan untuk barang-barang yang dipajang. Nilai barang ditetapkan sesuai nurani dan kerelaan para pembeli sendiri. Para pembeli yang telah memilih benda-benda kebutuhannya tinggal memasukkan dana di sebuah kotak dana di depan pintu ruangan. Berapa besar dana yang dimasukkan? Sesuai penilaian hati, sukarela. Polin menyebut metode ini dengan istilah ‘Membeli dengan Hati’.
menjadi toko depo yang nyaman bagi pengunjung. “Ruangan ini saya gunakan juga untuk menerima tamu dan donatur daur ulang,” jelas Polin menguraikan mengapa ia membuat ruang yang relatif nyaman tersebut. “Kalau ada donatur yang punya waktu, saya biasa ajak ke ruangan ini untuk sosialisasikan Tzu Chi dan manfaat daur ulang.” tambah Polin. Saat ini, rak-rak sederhana yang memuat berbagai jenis barang sudah berdiri menyambut calon konsumen.
Membeli dengan Hati Di dalam benak Polin, toko depo dibuka bukan sekadar untuk menjual barang-barang bekas layak pakai. Ia berharap dengan hadirnya toko depo ini, masyarakat mau dan bisa menerapkan budaya penggunaan kembali (reuse) barang yang masih layak pakai. Tidak mudah untuk merealisasikan ide mulia ini. Di tengah sampah daur ulang yang menumpuk dan menggunung, Polin dan para pekerja di depo harus telaten mengumpulkan barang-barang
26 | Dunia Tzu Chi
Bekas, Tapi Bisa Penuhi Kebutuhan Suatu hari saat berkeliling di toko depo, saya melihat seorang lelaki sedang membaca buku. Lelaki paruh baya itu bernama Karim Krispinus. Karim bercerita bahwa ia sudah beberapa kali membeli barang-barang di sini. “Bilamana perlu sekali, saya ambil barang di sini. Bila nggak perlu saya nggak ambil,”
ucap Karim. Ia mengaku lebih dari dua kali mengambil buku-buku bacaan motivasi, buku manajemen bisnis, dan buku-buku bacaan lainnya. Bukan hanya buku saja, ia juga pernah membeli tas untuk dibawanya keluar kota. “Walaupun bekas tapi bisa pakai kembali, makanya saya mau ambil,” kata Karim yang juga donatur bulanan Tzu Chi. Bahkan saat itu, ia membeli dasi untuk mengganti dasinya yang sudah rusak. “Ini masih bagus. Kebetulan dasi saya rusak,” akunya. Ia pun segera merogoh kantong celananya untuk mengambil uang yang akan dimasukkan ke dalam kotak dana. Selain Karim, pelanggan toko depo lainnya ada lah Henry Tando, seorang relawan Tzu Chi lainnya. Ia memilih beberapa peralatan alat tulis kantor (ATK) yang akan digunakan di kantor sekretariat 3 in 1 He Qi Utara. “Kan kita baru meresmikan sekretariat (kantor relawan dokumentasi Tzu Chi), jadi isi barangbarangnya dari barang di sini saja. Waktu kemarin ke depo (sumbang barang daur ulang), lihat toko ada banyak barang yang bisa dipakai, daripada beli baru,” tuturnya. Tidak sedikit barang berharga bagi Henry yang diperolehnya dari toko depo. Sejak berdirinya Depo Pelestarian Lingkungan Tzu Chi Muara Karang, Henry Tando memang sudah sering memanfaatkan barang daur ulang dari sini. “Dulu sering dapat bukubuku fotografi. Lumayan teori-teori fotografi bisa di pakai untuk disharingkan pada relawan,” kenangnya. Apalagi menurutnya, barang-barang yang terdapat di toko depo ini masih memiliki kualitas yang bagus. “Lihat barang di sini rata-rata 80% masih bagus. Malah banyak barang yang baru,” tambahnya. Henry Tando sendiri sangat mendukung pe manfaatan kembali barang-barang daur ulang yang masih bisa digunakan. Ini seperti yang di pelajarinya di Tzu Chi mengenai konsep 5R: Rethink (memikirkan kembali), Reduce (mengurangi), Reuse (penggunaan ulang), Repair (Memperbaiki), Recycle (daur ulang). “Karena di Tzu Chi, kita ngerti ya kita coba pakai ulang. Sebenarnya saya pribadi juga sudah tidak mau beli barang baru, kecuali kalau benar-benar terpaksa,” jelasnya. Baginya pelestarian lingkungan sangat penting untuk menjaga alam yang sudah rusak karena semakin tak terkendalinya sampah. ”Kalau kita beli baru bisa nambah sampah baru,” ucap Henry Tando sambil tersenyum. Ia juga mengetahui sistem pembelian barang-barang di depo ini dengan istilah membeli dengan hati. “Di sini melatih kejujuran dan keikhlasan. Hasil dari penjualan juga untuk membantu sesama,” katanya. Selain menjadi konsumen toko depo ini, ia juga penyumbang sampah pribadi maupun dari tetanggatetangga rumahnya. Secara berkala, Henry Tando
Januari - April 2014 | 27
Siladhamo Mulyono
BERDAYA GUNA. Beberapa peralatan olahraga di Depo Muara Karang yang masih bisa diperbaiki dimanfaatkan kembali di Depo Pelestarian Lingkungan Tzu Chi, PIK, Jakarta Utara. Seusai berolahraga, mereka dapat bersumbangsih di kotak dana.
28 | Dunia Tzu Chi
yang dituju. Jauh lebih penting adalah semangat pelestarian lingkungan yang terkandung di dalamnya. Dalam kesempatan yang berlangsung sederhana itu, semua kembali diingatkan. Barang yang kita anggap sampah, ternyata masih bisa menghasilkan efek bola salju yang positif. Dana yang terkumpul di dalam kotak dana tersebut sepenuhnya disumbangkan untuk dana kemanusiaan. Bahkan di Taiwan, dana hasil pengolahan sampah daur ulang Tzu Chi mampu membiaya sepertiga biaya operasional DAAI TV. Polin, yang mengabdi di depo ini sepenuhnya sebagai seorang relawan, paham betul apa yang dilakukannya bisa meringankan beban bumi yang semakin berat. Daripada terus prihatin dan mengeluh melihat perusakan lingkungan yang terus berlangsung, kita setidaknya punya pilihan untuk mengimbangi kerusakan yang terjadi. Meng olah sampah daur ulang dan memperpanjang usia dan manfaat barang menjadi salah satu yang bisa dilakukan setiap orang untuk melestarikan lingkungan. Seperti yang dikatakan Master Cheng Yen bahwa menyayangi bumi dan merawat benda di sekitar kita, berarti menghargai berkah dan mengenal rasa puas. ◙
Polin pun muncul. Didukung oleh beberapa kawan nya yang juga sejalan pemikirannya untuk mem perpanjang usia barang, Polin mencari jalan untuk memperbaiki sejumlah peralatan yang rusak. Upayanya tidak bertepuk sebelah tangan. Kokoh Handoko, mantan seorang staf DA AI TV yang gemar dan terampil memperbaiki barang-barang elektronik berhasil memfungsikan kembali peralatan fitness yang sudah rusak. Setelah berfungsi, peralatan olahraga tidak lantas dijual. “Alat-alat olahraga masih bagus kalau dijual sayang. Jadi saya taruh di depo Pantai Indah kapuk untuk dipakai berolahraga,” tutur Polin. Saat ini belasan peralatan olah raga tersebut tidak lagi teronggok sia-sia. Sejumlah peralatan itu kembali sudah digunakan oleh orang-orang yang ingin mencari keringat membugarkan tubuh mereka. Metode ‘membeli dengan hati’ juga diterapkan di sini. Mereka yang berolahraga memanfaatkan peralatan ini bisa mencelengkan uang sesuai kemampuannya ke dalam kotak dana yang disediakan di area fitness.
Efek Bola Salju Positif Inisiatif dan kerja keras Polin membuahkan hasil yang baik. Didukung oleh tiga karyawan depo , Polin mampu membuat toko depo pun semakin dikenal dan berguna. Fungsi pendidikan yang diemban
Yuliati
mengambil barang-barang daur ulang dari rumah tetangga-tetangganya yang kemudian dibawa ke depo. Ia juga berharap toko depo ini bisa semakin berkembang. “Depo ini menarik. Sama seperti kita vegetarian, kita tidak sadar kalau bisa memupuk karma baik,” ungkap salah seorang koordinator relawan dokumentasi Tzu Chi ini. Saya sendiri tidak ketinggalan ikut memanfaat kan kembali barang di toko depo ini. Dalam sebuah kesempatan, saya melihat ada panci yang masih bagus dan tebal, hanya saja gagang panci telah patah. Karena saya merasa butuh panci ini untuk memasak, setelah melihatnya, saya membeli panci itu. Selain panci, saya juga membeli setengah lusin piring terbuat dari beling yang masih bagus. Setelahnya, baru saya memasukkan uang ke dalam kotak hati yang telah disediakan. Pada dasarnya untuk memenuhi kebutuhan tidak harus mencari barang yang baru, namun bisa dengan menggunakan kembali barang yang masih layak dikonsumsi. Tidak hanya barang-barang berdimensi kecil, depo juga kadang menerima sumbangan barang berdimensi besar seperti misalnya peralatan ke bugaran tubuh (fitness). Sebagian masih berfungsi, dan sebagian lainnya kelihatannya tinggal seperti besi atau plastik bekas. Melihat kondisi ini, kreatifitas
depo pelestarian lingkungan yang dikelolanya juga berjalan. Perlahan namun pasti, semakin banyak orang yang mencari barang bekas yang masih berfungsi. Alhasil, usia guna barang pun meningkat. Orangorang tidak lagi serta-merta membeli barang baru jika membutuhkan sesuatu. Perilaku ini secara tidak langsung bisa menghemat sumber daya alam yang mutlak digunakan untuk memproduksi sebuah barang. Sosialisasi mengenai manfaat daur ulang yang tidak lelah dijalankan Polin dan kawan-kawannya paling tidak membuka harapan. Warga sekitar terus berdatangan menyumbangkan barang yang masih laik pakai dan bisa didaur ulang ke depo Muara Karang. Para pendonasi sampah ini juga semakin memahami untuk menggunakan barang sebaik dan sepanjang mungkin. Jikalau sudah tidak bisa dipakai, mereka tidak lantas membuang begitu saja. Mereka tahu kemana barang itu bisa diantarkan dan manfaat apa yang bisa dihasilkan. Sekali dalam setahun, kotak dana yang me nampung kerelaan hati para pembeli barang daur ulang dibuka. Para relawan Tzu Chi yang tergabung di He Qi Utara bersama-sama hadir dalam kegiatan ini. Bukan semata-mata nilai dana yang terkumpul
KUMPULAN HATI . Sekali dalam setahun, kotak hati yang diletakkan di sudut pintu masuk toko depo dibongkar oleh para relawan komunitas He Qi Utara, Jakarta untuk dihitung kemudian disumbangkan kembali ke Tzu Chi..
Januari - April 2014 | 29
Posko Bahagia Bodhisatwa Lansia Penulis: Metta Wulandari
Anand Yahya
“Orang yang melalui setiap harinya tanpa berbuat sesuatu, berarti ia telah menyia-nyiakan hidupnya. Orang yang aktif bersumbangsih, baru disebut telah menciptakan sesuatu di dalam hidupnya.” ~Kata Perenungan Master Cheng Yen~
H
ari ini merupakan hari kedua saya mengunjungi Depo Pendidikan Pelestarian Lingkungan Tzu Chi Duri Kosambi, Jakarta Barat. Tidak seperti hari pertama saat saya datang, hari ini depo masih sepi. Hanya ada beberapa relawan, sekitar delapan orang. Biasanya di sini bisa ada sampai 20-an relawan atau bisa juga lebih dari itu. Saya kemudian menghampiri salah satu relawan yang sedang duduk memilah plastik dengan teliti. Namanya Hong Kiang (74), namun saya lebih suka memanggilnya Ama Hong
Kiang, ini karena usianya memang sudah kepala tujuh. Saat saya datang, senyumnya mengembang seperti motif baju yang ia pakai: kaos berwarna hitam yang dihiasi bunga-bunga berwarna ungu, cantik sekali. “Masih sepi,” begitu ujarnya sambil mengumbar senyum di wajahnya yang tampak segar. Saya kemudian memutuskan untuk duduk di sampingnya, meletakkan tas dan memungut plastik-plastik yang menggunung di depan saya, ikut memilah sampah sembari berbincang bersamanya. Pagi ini Hong Kiang berangkat jam 8 dari rumahnya setelah menyelesaikan semua pekerjaan rumah. Ia tidak langsung pergi ke depo namun terlebih dulu mampir ke pasar membeli sayuran untuk dimasak sepulang dari depo. “Untuk makan malam nanti. Kalau pagi kan anak dan cucu pergi kerja, sekolah, jadi masaknya nanti sore abis pulang depo,” ceritanya sambil menunjukkan sayur semacam sawi yang ia beli. Ia juga berujar bahwa cucunya suka sekali sayur tersebut. “Pokoknya enak kalau sudah matang,” ucap Hong Kiang setengah berpromosi. Hong Kiang sekarang tinggal dengan keluarga anak keenamnya. Setiap hari anak serta cucunya pergi ke luar rumah untuk bekerja dan juga bersekolah
PELESTARIAN LINGKUNGAN. Pada hari Selasa dan Metta Wulandari
Kamis, Depo Pendidikan Pelestarian Lingkungan Tzu Chi Duri Kosambi selalu didatangi banyak relawan. Setidaknya ada sekitar 20-an relawan yang ikut dalam kegiatan mingguan ini (kiri). Sampah yang telah dipilah sesuai dengan jenis dan warnanya (atas).
30 | Dunia Tzu Chi
Januari - April 2014 | 31
sehingga ia tinggal sendirian di rumah. Dulunya ia sering merasa cemas, takut, was-was saat sendiri di rumah, dan pikirannya pun sering melayang tak tahu arah. Sementara itu tubuhnya juga semakin mudah terserang penyakit karena tidak ada aktivitas. Hong Kiang dan anaknya juga menyadari bahwa apabila ia tidak melakukan apa-apa, kondisi tubuhnya akan semakin mudah menurun. Sementara karena kesibukan, keluarganya hanya bisa mengajaknya beraktivitas pada hari libur. Kini setelah ada Depo Pelestarian Lingkungan Tzu Chi di kompleks rumah, ia sangat lega, begitu juga dengan keluarganya. Hong Kiang dulunya sering berpindah-pindah rumah, ikut dengan keluarga anaknya. “Saya pernah tinggal di Bekasi, Bogor, Tangerang, di rumah anakanak saya. Cuman saya nggak betah. Sendiri di rumah, bisa stres lama-lama,” ujarnya. Saat diajak anak keenamnya untuk tinggal bersama, awalnya ia juga sempat menolak karena pasti akan sama dengan apa yang ia rasakan di rumah-rumah anaknya yang lain. Namun saat ia datang, ia melihat ada wihara di sekitar komplek rumah, dan yang paling menggembirakan adalah saat dia melihat ada depo pelestarian lingkungan. Sejak depo ini berdiri (25 Desember 2011) sampai sekarang rutinitas Hong Kiang selalu berwarna setiap harinya. Setiap hari Selasa dan Kamis, ia datang untuk memilah sampah. Sedangkan di hari yang sama, ia juga ikut kegiatan latihan isyarat tangan. Dan hari Rabunya, ia juga tidak lupa untuk ikut kegiatan bedah buku komunitas. “Senang ikut pilah sampah di sini, banyak teman, bisa ngobrol, nggak stres, bisa olahraga juga karena saya selalu jalan kaki kalau pergi ke sini. Semua sudah seperti keluarga,” ujarnya tertawa. Sama halnya dengan Liong Pa Fon, seorang pensiunan yang juga tinggal di komplek yang sama. Setelah tidak lagi bekerja, ia seakan kehilangan kesibukan dan bingung untuk melakukan kegiatan apa. Untuk menghabiskan waktunya itu, ia sering sekali mengunjungi teman-temannya di daerah pertokoan sekitaran Glodok, Jakarta Barat. “Bisa setiap hari saya ke Glodok. Ngabisin waktu di sana sama temen,” ceritanya. Selain menghabiskan waktu untuk bercengkerama dengan teman, tidak bisa dipungkiri bahwa di sana ia juga menghabiskan uang. Dengan rutinitasnya tersebut, ia bagaikan membeli keramaian. Dengan adanya depo ini, ia juga tidak pernah absen ikut kegiatan daur ulang. Kini tiga hari dalam seminggu ia menyempatkan waktu untuk Tzu Chi, sedangkan di hari lain ia bisa menghabiskan waktu bersama keluarganya.
HIDUP SEHAT DI DEPO PELESTARIAN LINGKUNGAN. Banyak orang yang
menyangka depo pelestarian lingkungan merupakan tempat yang kotor dan tidak pantas bagi orang tua. Di tempat ini justru kekuatan dan daya tahan tubuh lansia akan meningkat. Depo pelestarian lingkungan menjadi salah satu tempat yang cocok untuk menjaga kebugaran tubuh dan kualitas hidup para lansia.
Johnny Chandrina (He Qi Barat)
32 | Dunia Tzu Chi
Januari - April 2014 | 33
bengkak waktu itu. Abis dirontgen, eh ternyata patah,” tambah Alien. Wajar saja kalau ia merasa takut akan sepi, walaupun sebenarnya setiap hari ia selalu bertemu dengan sepi. Ia tinggal sendiri, makan sendiri, dan melakukan semua aktivitasnya sendiri di rumahnya. Tak heran apabila ia tidak menyia-nyiakan waktunya untuk pergi ke depo. “Enakan di depo ah, banyak teman. Bisa ketawa-ketawa,” kilahnya. Beberapa hari setelah peristiwa itu, Johnny Shixiong membawanya berobat. Alien merasa senang karena saat keluarganya tidak dapat meluangkan waktu untuknya, masih ada relawan yang senantiasa menemaninya. Temantemannya di depo juga bergantian menjenguknya, membawakan makanan dan menghiburnya agar ia tak merasa sepi dan sendiri.
HAL KECIL BERMANFAAT BESAR. Menjaga sumber
daya merupakan wujud cinta akan bumi, begitu pula dengan melakukan daur ulang yang tentunya dapat memberikan manfaat besar bagi bumi.
Pernah juga suatu kali Johnny melempar gurauan, “Minggu depan shijie nggak usah datang ya, depo mau ditutup.” Dengan wajah yang agak memelas Alien mengungkapkan ketidaksetujuannya. “Jangan dong shixiong, jangan ditutup,” bujuknya pada Johnny. Ia sangat khawatir kalau suatu saat depo akan tutup, bagaimana nasib dirinya? Sedangkan usianya kini semakin lanjut, siapa yang sudi mengurusnya? Hingga sekarang pun ia masih mengandalkan diri sendiri untuk hidup sehari-hari. Tentunya dengan adanya Depo Pelestarian Lingkungan Tzu Chi, ia bisa menghabiskan waktu tanpa harus kesepian dan dengan kondisi pikiran yang terbang entah kemana. Bagi Alien, depo sudah seperti rumah keduanya. Bahkan ia juga mengatakan bahwa ia tidak mau tinggal di panti jompo. “Maunya di sini saja, bantubantu Johnny Shixiong,” tegasnya. Dari depo ini ia memperoleh perasaan yang jarang ia rasakan sebelumnya. Perasaan nyaman, diperhatikan, aman, senang, persaudaraan dan komunikasi yang terjaga membuatnya berkata, “Depo sudah kayak rumah kedua buat aku.”
Metta Wulandari
MEMANFAATKAN WAKTU LUANG. Liong Pa Fon (kemeja kotak) dan Hong Kiang (paling kanan) memanfaatkan
waktu luang mereka untuk melakukan pelestarian lingkungan. Selain untuk beramal, mereka juga memperoleh manfaat lain yaitu dapat menjaga kesehatan tubuh dan menghilangkan stres.
Persaudaraan Antar Relawan Selain Hong Kiang dan Liong Pa Fon, hari itu juga ada Alien (81). Ia datang agak siang, sekitar jam sepuluh. Saat melihat saya, dia langsung berujar “Eh…kamu datang lagi.” Senyumnya pun riang tanpa beban menyapa saya. Hari itu ia terlihat berbeda dibanding sebelumnya, pergelangan tangan kirinya dibalut dengan perban. “Dia abis jatoh,” bisik Hong Kiang pada saya. Belum sampai ia menaruh tasnya, Johnny Shixiong sudah menghampirinya sambil bertanya apakah keadaan tangannya sudah membaik. “Sudah sembuh shixiong,” ucapnya lantang. Walaupun begitu, ia masih agak sulit memisahkan antara plastik dan benda-benda yang menempel di plastiknya. “Masih sedikit ngilu,” ujarnya saat saya menghampiri Alien. Wajahnya
tampak serius memilah plastik dan tangannya tak berhenti bergerak. Di usia Alien yang kini telah lebih dari 80 tahun, memang agak susah untuk bergerak bebas. Tanggal 11 Januari lalu, ia tidak sengaja menabrak pintu kaca di wihara saat akan ikut kebaktian. Tubuhnya yang kecil terpental ke belakang dengan tangannya menopang berat tubuhnya. “Abis jatoh, malamnya aku demam. Rasanya juga pengen muntah-muntah. Padahal paginya kan aku mau ikut miao yin (di acara Pemberkahan Akhir Tahun 2013-red) di Tzu Chi PIK. Tapi tangannya sakit,” ceritanya. Dalam keadaan sakit tersebut, Alien bukannya istirahat namun malah memutuskan untuk tetap pergi ikut dalam kesatuan miao yin. “Aku nggak mau di rumah, sepi. Kalau sepi jadi makin sakit,” ujarnya. “Nggak sakit sih, cuman Johnny Chandrina (He Qi Barat)
34 | Dunia Tzu Chi
Januari - April 2014 | 35
Metta Wulandari
Sejak tidak lagi aktif menjadi Daai Mama di Sekolah Cinta Kasih, Aloy lebih banyak aktif di depo untuk ikut dalam aksi pelestarian lingkungan. Dulu dalam satu hari, ia bisa berpindah-pindah “profesi”. Mulai dari menjadi pendamping anak-anak di TK Sekolah Cinta Kasih Cengkareng pada pagi hari, siangnya ia menjadi “suster” (relawan pendamping pasien) di Rumah Sakit Khusus Bedah (RSKB) Tzu Chi, dan apabila masih ada waktu ia akan singgah lagi di Depo Pelestarian Lingkungan Tzu Chi Cengkareng untuk ikut kegiatan daur ulang pada sore hari, baru setelah itu ia bergegas pulang ke rumah. “Sibuk benar ya saya..,” ujarnya diiringi tawa renyah mengingat rutinitas yang pernah ia jalani dulu. Sembari melanjutkan ceritanya, ia masih gesit memisahkan botol, plastik, dan tutupnya dalam boks yang berbeda-beda, seakan kedua tangannya sudah hafal di tempat manakah barang-barang ini harus diletakkan. Sebenarnya kondisi Aloy sekarang pun tidak jauh berbeda, hanya saja ia cukup berkutat di wilayah pelestarian lingkungan melalui depo yang dianggapnya sanggup mengobati sakit yang kadang ia rasakan. Dulu ia sempat diajak untuk pulang ke Taiwan bertemu Master Cheng Yen, perasaannya
sangat senang. Ia bahkan pulang sendiri ke Jambi, mengurus surat-surat yang diperlukan untuk be pergian ke luar negeri. Namun banyak relawan yang mengkhawatirkan kesehatan juga kondisi tubuhnya. “Akhirnya nggak jadi ikut pulang (ke Taiwan),” ujar Johnny. Bagi Aloy, tidak bertemu Master Cheng Yen bukanlah suatu hambatan untuk bisa melakukan apa yang Master Cheng Yen inginkan. Buktinya ia tidak pernah absen dari kegiatan Tzu Chi. “Yang masih bisa saya ikuti ya saya lakukan,” ujarnya tersenyum. Setiap relawan di depo mempunyai kisah masing masing, mereka saling menyayangi dan memerhatikan satu sama lain. Beberapa relawan bahkan tidak ingin absen satu hari pun dari depo. Ketika para anak muda berjuang untuk memperbaiki kehidupan, maka para orangtua berjuang untuk memanfaatkan kehidupan, dalam hal ini melalui kegiatan daur ulang Tzu Chi.
Berawal dari Sebersit Niat untuk Berbakti Pada Orang tua Pembangunan Depo Pendidikan Pelestarian Lingkungan Tzu Chi Duri Kosambi yang kini men jadi tempat favorit para relawan pelestarian lingkungan tak bisa dipisahkan dari penggagasnya:
semangat ikut daur ulang. Walaupun tangannya belum sembuh dari kecelakaan, Alien (berkacamata), tetap datang ke depo untuk melakukan pemilahan sampah dengan semangat. Selain itu, ia juga sangat aktif di kegiatan Tzu Chi lainnya.
36 | Dunia Tzu Chi
Anand Yahya
Setelah berbagi cerita dengan saya, Alien me ngeluarkan sebungkus kue bolu yang didapatnya dari seorang teman saat bertemu di pasar. Ia kemudian menawarkannya pada kami semua, menghampiri satu per satu dari kami dengan membawa kue. “Aloy…. Lu mau kue nggak??” teriaknya pada Aloy Shigu (80) yang masih saja serius memisahkan plastik yang menempel pada botol minuman. “Nanti saja…, tangan masih kotor,” ucap Aloy menjawab pertanyaan dari Alien. Hari ini Aloy juga terlihat sedikit lebih lesu dari biasanya. Ia menuturkan bahwa semalam ia bangun jam 4 dini hari dan susah melanjutkan tidurnya. “Saya tadi pagi bangun jam 4, mau tidur lagi, nggak bisa. Akhirnya sembahyang, beres-beres. Jam 5 sudah siap buat ke depo,” ucap Aloy. Setengah jam kemudian dengan kaget, penjaga depo membuka pintu gerbang dan menemukan Aloy sudah me nunggunya. “Sebenarnya sedikit nggak enak badan,” ucapnya. “Tapi kalau di rumah aja ya nggak sembuhsembuh. Kan depo ini udah kayak obat buat saya,” lanjut Aloy.
Metta Wulandari
Depo Penawar Lara
MENGUSIR SEPi. Melakukan kegiatan pemilahan di depo, para relawan yang tadinya merasa sepi dan sendiri di
rumah kini dapat memperoleh perasaan nyaman, diperhatikan, aman, senang, persaudaraan dan komunikasi yang terjaga.
Januari - April 2014 | 37
James Yip (He Qi Barat)
Metta Wulandari
makan bersama. Setiap ada kegiatan pemilahan sampah di depo, relawan selalu datang membantu untuk memasak dan menyajikan makanan bagi para relawan lain. Melalui makan bersama, suasana kekeluargaan semakin terjalin erat.
38 | Dunia Tzu Chi
Johnny Chandrina. Dalam membangun depo, ia selalu mengingat mengenai kata perenungan Master yang berbunyi, “Ada dua hal yang tak boleh ditunda dalam kehidupan; berbuat kebajikan dan berbakti pada orang tua.” Berbuat kebajikan dan berbakti kepada orangtua ini ingin sekali ia wujudkan melalui depo pelestarian lingkungan. Berbuat kebajikan melalui sumbangsih nyata untuk melestarikan lingkungan dan menyayangi bumi dengan tidak membiarkan sampah merusak lingkungan. Selain itu juga mewujudkan rasa bakti pada orangtua melalui media pelestarian lingkungan. “Latar belakangnya adalah saya ingin memberikan satu hal yang bermakna untuk orang tua saya ketika mereka sudah tidak mempunyai banyak aktivitas. Kalau mereka sudah tua, apa sih yang bisa saya berikan untuk mereka? Kegiatan apa yang bermanfaat untuk mereka?” ungkap Johnny. Sambil bercerita, pandangannya tertuju pada sebuah mobil truk yang terparkir di halaman depo, sedangkan para relawan masih menimbang hasil daur ulang yang akan dijual. Sejak dibeli pada tahun 2007, tanah seluas 811 meter persegi itu memang dibiarkan begitu saja sampai pada tahun 2010, ia memutuskan untuk membangun sebuah depo pelestarian lingkungan di atas tanahnya. “Waktu itu pulang untuk training 4 in 1 di Taiwan, di sana lihat banyak relawan pelestarian lingkungan yang sangat bersemangat. Saya jadi terpikir tentang tanah yang masih nganggur di Jakarta,” ujarnya. Niat bersumbangsih pun tumbuh dalam hati Johnny, ditambah lagi keluaga dan Tzu Chi juga mendukung keinginannya untuk membuat depo. Namun untuk berbuat baik memang tak mudah, tidak cukup hanya mempunyai niat baik saja. Itulah yang ia rasakan karena ternyata banyak pihak yang menentang niat baiknya tersebut. “Banyak yang manghambat, untuk dapat izin pembangunan saja repot sekali,” tuturnya. Pernah suatu kali ada organisasi masyarakat yang datang padanya dan jelas-jelas menentang pembangunan depo. “Karena memang mereka berpikir kalau saya mau membuat TPA seperti di Bantar Gebang, padahal sama sekali bukan seperti itu,” ucapnya. Dengan metode pendekatan, Johnny memberikan penjelasan kepada mereka yang tidak setuju dengan idenya. Hampir setiap hari ia mendatangi kantor RW untuk sekedar melakukan sosialisasi. “Sedikit demi sedikit mereka mengerti dan akhirnya dibangunlah tempat ini,” ucapnya. Pada akhir tahun 2011, depo ini diresmikan dengan nama Depo Pendidikan Pelestarian Lingkungan Tzu
Chi Duri Kosambi. Saat itulah, kesibukan relawan pelestarian lingkungan mulai terlihat di kompleks perumahan ini. Jumlahnya pun lebih dari 20 orang. “Kebanyakan relawan yang datang adalah warga kompleks, tapi ada juga dari luar kompleks yang sengaja datang.” Ia juga menambahkan bahwa agak susah untuk mengumpulkan para relawan pelestarian lingkungan di kompleks tersebut. Seingat Johnny, ia pernah melakukan sosialisasi beberapa kali terkait dengan bulan vegetarian yang diadakan oleh Tzu Chi untuk menyambut tiga hari besar Tzu Chi (Hari Waisak, Hari Ibu Internasional, dan Hari Tzu Chi Sedunia), ia juga melakukan sosialisasi kecil-kecilan di pasar tak jauh dari kompleks. “Selain kita yang sosialisasi, relawan-relawan yang sudah mengenal depo juga membagi informasi ini ke teman-teman mereka. Ada yang bawa teman di wihara, ada juga yang bawa dari teman tai chi,” jelas Johnny. Hingga kini apabila dihitung ada sekitar 30-an relawan pelestarian lingkungan yang sering datang ke depo. “Kalau mau mengajak orang untuk daur ulang itu nggak gampang. Salah satunya adalah bahwa pandangan mereka mengenai kerja sampah adalah jorok, nggak layak. Ini menjadi satu problem, dan yang harus diselesaikan terlebih dahulu,” jelas Johnny. Mengumpulkan relawan pelestarian lingkungan memang agak sulit, begitu juga dengan membuat depo pelestarian lingkungan menjadi tempat favorit para relawan. Dalam hal ini Johnny membuat depo senyaman mungkin dengan menanam berbagai tanaman di halaman depo sehingga udara sejuk selalu bertiup setiap siang. Ia juga tak pernah lupa untuk menciptakan suasana kekeluargaan antar relawan. “Satu hal (konsep) yang ada di pelestarian lingkungan adalah nyaman. Sama dengan kita, kalau kita melakukan sesuatu dengan nyaman maka kita akan betah. Selain itu yang terpenting adalah rasa kekeluargaan, di mana mereka me rasakan kekeluargaan, mereka pasti merasakan mendapatkan manfaat tersendiri.” Terlebih lagi relawan di depo Duri Kosambi sebagian besar merupakan relawan yang telah berumur. Usianya bisa sampai 80 tahun bahkan lebih. Dalam depo ini Johnny mengajarkan mereka bagaimana bersumbangsih terhadap sesama dan mencintai bumi di usia senja. “Mereka memang sudah lansia namun mereka masih bisa bersumbangsih terhadap bumi. Mereka di sini juga bisa bersosialisasi dengan yang lain. Ini lebih bermanfaat daripada mereka hanya duduk dirumah,” ujarnya. “Dari hasil yang ada ini akan dijual dan dialokasikan untuk kemanusiaan. Jadi
Januari - April 2014 | 39
Anand Yahya
merupakan satu tempat yang cocok untuk menjaga mereka agar tetap aktif dan menjaga kesehatan. Selain menjaga mereka untuk tetap aktif, dr. Bekti juga menekankan bahwa quality of life atau kualitas hidup dari seseorang juga menentukan bagaimana kondisi tubuh mereka. “Daur ulang ini memberikan satu kesibukan untuk mereka, jadi sangat membantu meningkatkan kualitas hidup mereka. Walaupun sebenarnya penyakit dan proses degenerative masih terus berjalan, namun sebenarnya kualitas hidupnya meningkat dengan satu kegiatan, bertemu dengan teman-temannya dan ini kesibukan yang positif serta ada hasilnya. Disitu dia memperoleh sesuatu sehingga kualitas hidupnya meningkat,” terang dr. Bekti. “Ditambah lagi pengertian bahwa daur ulang sangatlah bermanfaat bagi dunia. Mereka akan merasa dirinya masih produktif, orang kan akan punya kebanggaan kalau bisa memberikan sesuatu untuk orang lain. Begitu juga mereka, perasaan percaya diri mereka tumbuh lagi,” tambah dr. bekti. Di akhir perbincangan, dr. Bekti menekankan bahwa menjadi tua merupakan suatu proses hidup. Namun usia tua bukanlah halangan untuk berbuat sesuatu, karena kita masih bisa menjadikan diri kita berguna bagi orang lain. ◙ Metta Wulandari
mereka dengan tidak langsung melalui tenaga mereka, mereka bisa ikut beramal (bukan hanya dari materi saja),” pungkas Johnny.
Meningkatkan Kualitas Hidup Melihat perkembangan depo daur ulang dan mendengar kisah-kisah dari relawan pelestarian lingkungan yang begitu bergembira melakukan daur ulang, Dokter Subekti, Wakil Ketua Tzu Chi International Medical Assosiation (TIMA) Indonesia, merasa senang karena hal ini bisa menjadi obat mujarab bagi para relawan khususnya bagi mereka yang telah berusia lanjut. Memang banyak dari mereka, para lansia, yang sehari-hari hanya duduk di depan TV dan kesepian, selain itu mereka juga kebanyakan menjadi sangat sensitif terhadap orang lain sehingga kadang mereka merasa kurang diperhatikan. Sementara mereka se makin banyak mempunyai banyak waktu kosong, semakin banyak pula hal negatif yang bisa merusak
40 | Dunia Tzu Chi
mereka. Untuk menghindari hal-hal tersebut, depo pelestarian lingkungan merupakan jawaban dari keluhan para lansia. “Banyak penyakit yang mudah menghampiri para lansia, penyakit ini biasa disebut penyakit degenerative,” ujarnya. Lebih lanjut, dr. Bekti menjelaskan mengenai penyakit apa saja yang bisa menyerang para lansia. “Penyakit degenerative bukanlah penyakit menular atau karena kuman, namun penyakit karena kemunduran fungsi dari bagian-bagian tubuh. Misalnya saja diabetes, hipertensi, asam urat, penyakit sendi, termasuk penurunan daya ingat karena sel-sel otak sebagian ada yang mati. Nah ini yang sangat berpengaruh pada orang tua. Selain itu, hal lain yang bisa mempercepat penurunan daya tahan tubuh adalah mental dan psikisnya sendiri,” jelas dr. Bekti. Dengan tetap aktif, kekuatan tubuh termasuk dengan daya tahannya akan meningkat terutama bagi lansia. Maka dari itu, depo pelestarian lingkungan
Anand Yahya
MEMANFAATKAN SUMBER DAYA. Johnny Chandrina (baju biru) bersama-sama dengan para karyawan menimbang hasil pemilahan sampah. Hasil pemilahan sampah ini nantinya akan dijual dan akan digunakan untuk misi amal dan biaya operasional DAAI TV Indonesia.
SEHAT JIWA DAN RAGA. Bekerja dengan gembira, mendatangkan kebahagian batin. Depo yang dekat dengan
kompleks rumah membuat para relawan dengan mudah menjangkaunya dengan sepeda ataupun berjalan kaki.
Januari - April 2014 | 41
Si Molek dari BORNEO Penulis: Apriyanto | Fotografer: Anand Yahya
Pulau Kalimantan memiliki keanekaragaman hayati berlimpah. Satu yang unik adalah bekantan. Kera berhidung panjang ini hanya didapati di pulau ini di sudutsudut hutan yang jarang dijamah manusia. Tapi kini, saat manusia mulai merambah hutan demi kemakmuran, bekantan justru sedang berjuang melawan kepunahan. 42 | Dunia Tzu Chi
Januari - April 2014 | 43
Laut Cina Selatan
Laut Sulawesi
Laut jawa
44 | Dunia Tzu Chi
Kalimantan Barat (lokasi dirahasiakan untuk menghindari eksploitasi). Di bawah cahaya cakrawala nan lembayung, lanskap hutan karet terlihat misterius. Mengingatkan saya pada lukisan kanvas para seniman jalanan di Malioboro: kuning langsat berbaur putih dengan gradasi hijau kelam mencuatcuat dari atas kanvas. Campuran warna itu seakan warna terapi yang menimbulkan kesan natural, kesederhanaan, dan penuh sejuta makna. Beberapa anak-anak desa bertelanjang bulat bermunculan dari ballik hutan yang berbatasan dengan kali kecil. Lalu dengan gayanya yang “arogan”, mereka menceburkan
Anand Yahya. Koleksi Pusat Primata Schmutzer Ragunan Koleksi Pusat Primata Schmutzer, Ragunan
Sore menjelang di pedalaman
Januari - April 2014 | 45
KEBIASAAN YANG UNIK. Bekantan merupakan hewan pemalu, saat melihat kehadiran manusia mereka langsung bersembunyi di balik dahan-dahan pohon. Yang unik dari hewan ini adalah saat senja menjelang mereka kembali ke pohon-pohon bakau di tepian sungai untuk mandi dan tidur, esok paginya mereka kembali menuju ke dalam hutan untuk mencari makan.
diri ke dalam air kali yang berwarna karat. Sesekali gerakan mereka di dalam air menimbulkan riak kecil yang membentur tanah liat. Bule Arief seorang penggiat alam di desa itu tersenyum renyah seraya berkata, “Sebentar lagi kita akan menyusuri kali ini. Semakin ke muara suasana semakin sunyi. Inilah wajah Borneo (Pulau Kalimantan) yang sebenarnya,” katanya bangga. Rencananya sore itu kami akan menyusuri muara sungai untuk menjumpai monyet bekantan berhidung panjang khas Kalimantan.
46 | Dunia Tzu Chi
Kendati demikian untuk menjumpainya bukanlah perkara mudah mengingat hewan ini adalah hewan pemalu dan hidup di tepian sungai yang masih rawan.
Keriuhan di tengah Keheningan Suara mesin sampan bermesin Robin memecah keheningan sore itu. Seorang pemuda bertubuh ramping berkulit sawo matang mengarahkan sampannya merapat ke dermaga kecil di depan kami. “Dengan sampan ini wah kita akan jelajah,” kata
Januari - April 2014 | 47
HEWAN KOMUNAL. Bekantan hidup secara berkelompok yang dipimpin oleh pejantan yang dominan. Hidung yang besar bisa menjadi daya tarik seksual dan bisa dinobatkan menjadi pemimpin kelompok.
48 | Dunia Tzu Chi
Anand Yahya. Koleksi Pusat Primata Schmutzer Ragunan
“...Saat lanskap Pulau Borneo berubah, fragmen dari primata ini adalah mereka dipaksa untuk pindah ke wilayah lain. Dan inilah yang menjadi kisah sedih dari populasi bekantan – kondisi hutan yang terus berubah karena dibutuhkan untuk memperkuat ekonomi daerah dan nasional, atau sebagai bahan pemasukan penduduk lokal, si kera berhidung panjang ini justru sedang berjuang melawan kepunahan...” Bule berlogat Melayu. Seolah diburu oleh waktu, Bule segera menuruni anak tangga dermaga dan langsung duduk di tengah lambung sampan. Saya dan fotografer Anand Yahya pun mengikutinya menaiki sampan yang terus bergoyang tak stabil. Sekitar seratus meter ke utara sana, suasananya sungguhlah berbeda. Kali yang semula lebarnya hanya dua meter ini terus meluas seiring bertemunya dengan sang muara. Pepohonan nipah pun semakin lebat, belukar tanaman pun semakin bervariasi. Di situ tumbuh berbagai pohon rawa berbatang kayu seperti bakau dan rambai sebuah pohon penghasil buah sejenis menteng yang banyak tumbuh di daerah rawa. Setelah melewati kanopi pohon nipah raksasa aroma tanah dan kayu tergantikan oleh semilir angin berbau asin serta udara yang lembab. Dalam sekejap suasana mencekam pun menyergap. Suara mesin Robin adalah satu-satunya riuh yang tertangkap di telinga kami. Di muara ini, waktu seakan berhenti berdetak, semua terasa lambat: air mengalir pelan, sepelan dua ekor buaya muara dewasa yang berenang tenang di seberang sana. Menurut Fausen, salah satu pemuda penggiat alam di desa itu, buaya adalah predator alami yang akan mengincar monyet-monyet ceroboh. Di tempat ini kehidupan terasa begitu keras. Semua berpangku pada rantai makanan dan hukum alam– yang kuat mengalahkan yang lemah, yang cerdik mengalahkan yang lalai. Saat nelayan lewat dengan perahu sampannya yang bermesin gaduh. Bekantanbekantan yang berminat migrasi segera menuruni dahan terendah lalu langsung berayun menyeberangi sungai yang beriak. “Ini adalah cara teraman bekantan menyeberangi sungai. Saat manusia melintas menggunakan mesin motor, buaya biasanya menghindar atau membenamkan diri. Sebuah cara yang cerdik,” kata Fausen. Sampai di penghujung kesunyian, di antara pucuk-pucuk bakau dan rambai yang tinggi,
beberapa bekantan saling berlompatan mengejar kelompoknya yang berlari di cabang-cabang pohon. “Mereka tahu kita datang,” bisik Bule. Mesin motor Robin pun dimatikan. Sungai mengalir perlahan, warnanya hitam memantulkan cahaya matahari. Beberapa bekantan dewasa tak ragu naik ke dahan lebih tinggi, lalu dengan gaya khas–duduk sambil berpegangan pada dahan, mereka memperhatikan kami, kemudian dengan lincah melompat ke pohon seberang. Lompatan mereka sungguhlah sempurna, seolah sudah terukur, bahkan gerakan lambat mereka saat melayang di udara terlihat begitu elegan, seolah puisi dari belantara hutan. Masyarakat lokal banyak yang memanggilnya sebagai monyet belanda. Bekantan atau dalam bahasa latinnya nasalis larvatus, merupakan hewan endemik Pulau Kalimantan yang terancam punah. Dunia internasional memasukkan hewan ini sebagai hewan langka yang harus dilindungi. Perdagangannya sangat dilarang. Secara fisik bekantan jantan berukuran lebih besar dari betina. Ukurannya bisa mencapai 75 cm dengan berat mencapai 24 kg. Sedangkan bekantan betina posturnya berukuran 60 cm dengan berat 12 kg. Bekantan juga memiliki perut yang buncit sebagai akibat dari makanan utamanya berupa dedaunan muda sebanyak 52%. Sambil duduk di sampan yang melaju mengikuti kuasa air, saya bidik gerombolan bekantan itu dengan lensa binokular. Saya memerhatikan ciri-ciri khusus dari hewan ini yang tak dimiliki oleh primata lain, yaitu hidungnya yang besar pada jantan. Sedangkan betinanya memiliki hidung yang lebih kecil dan mencuat ke atas. Para ahli biologi berpendapat hidung bekantan merupakan hasil dari adaptasi seleksi. Betina akan lebih tertarik pada jantan yang berhidung besar. Tapi selain berfungsi sebagai daya tarik seksual, hidung pada bekantan jantan juga berfungsi sebagai pengeras suara ketika sang jantan
Januari - April 2014 | 49
SIPEMALU YANG WASPADA. Seekor bekantan betina sedang mengintip dari balik dahan. Saat sore hari bekantan paling senang bermain di pohon bakau tepian sungai dan saat ancaman datang mereka segera menyembunyikan diri di balik dahan.
memekik. Makanya dalam satu komunitas, jantan yang memiliki hidung paling besar berhak dinobatkan menjadi pemimpin kelompok. Data hasil pengamatan salah satu taman nasional di Kalimantan Barat menerangkan kalau bekantan merupakan hewan siang hari (diurnal). Bekantan memiliki kebiasaan yang selalu bersembunyi di dahan-
50 | Dunia Tzu Chi
dahan pohon. Mereka hidup berkelompok dengan dipimpin oleh jantan yang dominan. Kerumunan sosial bekantan agak longgar dan bisa berpindahpindah kelompok. Artinya, seekor bekantan bisa bergabung ke kelompok lain tergantung seberapa kuat kelompok itu dalam melindungi dan memberinya rasa aman. Bekantan juga termasuk dalam hewan liar
yang sulit dikembangbiakkan yang disebabkan oleh kebiasaan makannya yang hanya mau di atas pohon. Namun di balik sifatnya yang penuh keliaran, hewan ini memiliki kemampuan renang dan menyelam yang mengagumkan. Petugas taman nasional kerapkali menemukan bekantan terjun dari atas pohon berketinggian lima belas meter ke dalam sungai.
Sayangnya hari itu kami tak menyaksikan hewan itu berenang. Menurut Fausen yang sering mengarungi sungai ini, bekantan adalah adalah satusatunya monyet yang pandai berenang dan tak bisa jauh dari air. Bahkan bagian tubuh bekantan, seperti kaki dan tangannya telah berevolusi dengan memiliki selaput yang membantu mereka berenang. Seperti kebanyakan jenis primata yang lainnya, bekantan memiliki kemampuan untuk memberi isyarat (suara) kepada koloni apabila mendapati bahaya. Dan kedatangan kami dianggap sebagai ancaman oleh mereka. Semakin kami mendekat, gerombolan bekantan semakin lari menuju hutan dalam. Semakin kami bidikan kamera, mereka pun semakin lincah memalingkan wajahnya. Kami kecewa. “Tandanya alam sini masih alami,” kata Fausen. Buktinya para bekantan itu masih merasa asing bertemu dengan manusia. Seorang petugas taman nasional sebelumnya pernah menjelaskan kepada saya kalau bekantan sejatinya adalah hewan pemalu. Hewan ini lebih suka hidup di hutan tepian sungai yang jauh dari perkampungan. Kendati demikian bukanlah berarti mereka tak memiliki ancaman. Saat lanskap Pulau Borneo berubah, fragmen dari primata ini adalah mereka dipaksa untuk pindah ke wilayah lain. Dan inilah yang menjadi kisah sedih dari populasi bekantan – kondisi hutan yang terus berubah karena dibutuhkan untuk memperkuat ekonomi daerah dan nasional, atau sebagai bahan pemasukan penduduk lokal, si kera berhidung panjang ini justru sedang berjuang melawan kepunahan. Selama beberapa jam menyusuri sungai, saya memerhatikan hutan mangrove di sepanjang sungai ini masih terjaga dengan baik. Tapi entahlah untuk lima tahun mendatang. Seiring sampan yang melaju di atas air, senja berangsur malam, Tarmizi si tukang perahu memberi aba-aba kepada kami kalau penjelajahan harus dihentikan, “Tak de senter, tak de lampu. Bahaya wah bermalam di sungai ni,” ajaknya dengan nada Melayu.
Mimpi Si Penggiat Alam Rumah Tarmizi berlantai dan berdinding kayu. Lampu berkekuatan sepuluh watt menerangi ruang tengah rumah yang bergaya Melayu itu. Sesampainya di sana kami segera melepaskan penat sambil berdiskusi mengenai bekantan. Fausen mengatakan bahwa orang luar masih belum tahu kalau di muara itu dihuni banyak bekantan. Bahkan petugas taman nasional yang saya temui sehari sebelumnya pun tidak mengetahui kalau di sungai itu terdapat populasi bekantan. “Ini harus dirahasiakan untuk menghindari
Januari - April 2014 | 51
Anand Yahya. Koleksi Pusat Primata Schmutzer Ragunan
perburuan,” kata Bule. Tapi kemudian Bule kembali bertanya, “Bagaimana dengan masalah ekonomi? Ekonomi merupakan dilema permasalahan ekosistem di Kalimantan kini. Warga setuju hutannya dijadikan perkebunan dengan alasan lapangan kerja, tapi apa yang terjadi pada keragaman hayati? Semuanya hilang,” katanya dengan nada getir. Argumen Bule memang sangat beralasan. Jika beberapa tahun mendatang ada pemodal asing yang menjanjikan kesejahteraan bagi penduduk sekitar, bukannya tak mungkin kalau keragaman hayati di wilayah itu kian terdesak. Dan yang lebih menyedihkan lagi, para bekantan itu harus bermigrasi mencari habitat yang baru. Jika saat ini warga setempat hidup berdampingan dengan bekantan, maka ketika orang asing banyak berdatangan, bisa saja bekantan menjadi hewan buruan untuk diambil kulitnya. Saran Bule, mungkin satu-satunya cara untuk menjaga bekantan di sini
52 | Dunia Tzu Chi
tetap lestari adalah membuat masyarakat di desa itu makmur dan peduli pada kelestarian lingkungan. “Jika mereka memiliki kecukupan, mereka tak akan menyerahkan hutan mereka untuk dijadikan perkebunan,” kata Bule. Sejauh ini warga di Dusun Semanja sangat menikmati alamnya. Mereka berkebun secara tumpang sari di hutan dan untuk memenuhi kebutuhan protein mereka ambil dari sungai dengan cara pancing. “Warga sini mencari ikan menggunakan pancingan, karena mereka mengambil secukup yang
DEGRADASI ALAM. Salah satu penyebab menyusutnya populasi bekantan adalah degradasi alam yang begitu cepat - banyak hutan yang rusak atau beralih fungsi, membuat bekantan harus mencari habitat yang baru atau mati karena tak bisa menyesuaikan diri (atas). Daun muda merupakan makanan utama bagi bekantan (kanan).
Januari - April 2014 | 53
mereka butuhkan,” jelas Fausen. Kendati demikian, Bule tetap berkeinginan agar warga di Dusun Semanja memiliki pengetahuan berwawasan lingkungan. Caranya dengan memberikan penyuluhan, pelatihan, atau menunjukkan contoh-contoh aktivitas yang berwawasan pelestarian lingkungan. Dengan demikian para warga akan memiliki ikatan yang kuat pada lingkungannya. Peserta diskusi menyetujui ide itu. “Tapi bagaimana caranya?” tanya Fausen. “Dari para penggiat alamlah semua bermula. Penggiat alamlah yang harus memegang peranan di alam ini,” balas Bule.
Menyelamatkan Ekosistem Jika saya amati usulan Bule memang tepat meski nantinya harus ditempuh dengan penuh peluh. Tapi mengingat kenyataan degradasi populasi yang dialami oleh si hidung panjang ini, rasanya semua orang perlu memiliki wawasan lingkungan. Karena menurut berbagai peneliti, kawasan hutan yang menjadi tempat berkembang biak bekantan sudah semakin berkurang. Meski sekarang masih ada sejumlah tempat yang menjadi habitat hidup bekantan, dan boleh dikunjungi para wisatawan, tapi jumlah itu jauh menyusut dibandingkan satu dasawarsa yang lalu. Data salah satu taman nasional di Kalimantan Barat 2012 menunjukkan bahwa populasi si hidung panjang di kawasan taman nasional sebanyak 604 ekor. Ada sebuah peningkatan dibanding tiga tahun yang lalu. “Inilah buktinya jika kawasan itu terjaga baik, maka bekantan itu bisa berkembang biak,” lanjut Bule. Para peserta diskusi mengangguk setuju. Di masa kini bekantan memang sedang menderita sama halnya dengan satwa langka lain yang perlu dilindungi. Ini semua disebabkan karena pepohonan yang menjadi tempat bermainnya ditebang dan habitatnya dirusak atas keperluan ekonomi. Yang masih mungkin dilakukan saat ini adalah dengan memperluas kawasan konservasi atau membangun kesadaran lingkungan di hati setiap orang. Dan para penggiat alam lebih memilih cara kedua yang mereka anggap sebagai cara elegan dalam melindungi bekantan. “Jika memperluas kawasan total protective area itu sulit, maka membangun kesadaran lingkungan di masyarakatlah salah satu solusinya. Biar masyarakat yang melindungi hutan di sekitar mereka,” jelas Bule. Tarmizi yang sedari tadi mengikuti diskusi ini kembali mengangguk seraya menyetujui usulan Bule. Katanya hutan ini merupakan sumber
54 | Dunia Tzu Chi
“...bahwa hutan dan keragaman hayati menyusut karena eksploitasi orang-orang kota yang modern. Sekarang justru mengandalkan penduduk lokal untuk menyelamatkan ekosistem yang diakui penting bagi kekayaan hayati dan kesehatan bumi–menjaga hutan perawan dari hasrat manusia yang tak pernah terpuaskan...”
penghidupannya. Mereka hidup dari hutan, mendapat ketenangan dari hutan, dan sepatutnya memberi kepada hutan. “Hutan hilang, hidup kami pun payah (sulit),” kata Tarmizi berlogat Melayu. “Berarti bapak mau melindungi bekantan-bekantan itu,” tanya saya. “Ya,” jawabnya. Semua perserta diskusi ikut tersenyum – rupanya masih ada satu
harapan dalam melestarikan keragaman hayati di dusun itu. Bahwa gelora para penggiat alam yang disematkan di pundak warga lokal adalah kunci yang membuat dusun ini tetaplah rimba di tengah zaman yang terus membangun. Sampai diskusi ini berakhir di malam hari, saya baru menyadari bahwa inilah ironi yang saya
jumpai di pedalaman Kalimantan, bahwa hutan dan keragaman hayati menyusut karena eksploitasi orang-orang kota yang modern. Sekarang justru mengandalkan penduduk lokal untuk menyelamatkan ekosistem yang diakui penting bagi kekayaan hayati dan kesehatan bumi – menjaga hutan perawan dari hasrat manusia yang tak pernah terpuaskan. ◙
Januari - April 2014 | 55
Torang Samua Basudara... Bagian Satu |
Bantuan Tanggap Darurat
Penulis: Apriyanto, Hadi Pranoto, Juliana Santy, Metta Wulandari, Teddy Lianto
Banjir bandang telah meluluh lantakkan Kota Manado, tak banyak yang tersisa ketika itu kecuali duka. Beberapa hari kemudian relawan Tzu Chi datang untuk menghibur lara. Dimin He Qi Barat
56 | Dunia Tzu Chi
Januari - April 2014 | 57
Pagi itu di Manado, 15 Januari 2014, Ola melihat tinggi air dari Sungai Sawangan yang terletak di samping rumahnya terus naik. Ia pun segera memindahkan barang yang bisa ia pindahkan. Wilayah tersebut memang sering terkena banjir, sehingga warga lainnya tidak bertindak seperti Ola, mereka hanya menunggu air akan berhenti. Namun hari itu memang tak disangka, air terus meninggi dan warga akhirnya mengungsi ke tempat yang lebih tinggi. Saat warga lain panik berlarian, Ola sudah mengungsi, ia sudah berusaha memperingati tetangga sekitarnya namun mereka menganggap banjir itu akan seperti banjir biasanya.
LULUH LANTAK DALAM SEKEJAP. Rumah-rumah di Kelurahan
PAAL IV rubuh diterjang banjir bandang. Dalam sekejap pemandangan berubah drastis, Manado bagai kota yang luluh lantak.
Saat itu Ola hanya bisa melihat dari ketinggian. Rumahnya tergerus oleh derasnya air dan tumpukan kayu hingga hancur dan atap rumahnya juga terlepas hingga ke seberang rumahnya. Banyak yang tidak menyangka, hari itu Manado diterjang banjir bandang.
Rombongan Bantuan Pertama Sesaat setelah mendengar bencana tersebut, relawan Tzu Chi mulai memantau keadaan di Manado. Hingga akhirnya tiga hari setelah bencana, relawan Tim Tanggap Darurat dari Jakarta datang untuk memberikan bantuan gelombang pertama. Sejak pukul 4 pagi, 18 Januari 2014, sebanyak 22 relawan dan tim medis Tzu Chi mulai berdatangan ke Bandar Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur. Mereka berangkat bersama dengan paket bantuan yang akan diberikan dengan pesawat Hercules. Keterbatasan tempat duduk di dalam pesawat membuat sebagian besar relawan harus beristirahat di atas tumpukan barang-barang bantuan di dalam pesawat. Memang tidak nyaman, tapi mereka tidak mengeluh, mereka tetap penuh semangat dan menggunakan waktu penerbangan tersebut untuk beristirahat agar memiliki stamina yang baik pada lokasi bencana nanti. Pada hari keberangkatan relawan, Jakarta diramaikan dengan banjir yang melanda beberapa tempat, bahkan beberapa relawan yang berangkat untuk memberikan bantuan juga terkena banjir, salah satu dari mereka pun berujar, “Korban banjir pergi menolong korban banjir (Manado).” Namun setibanya di sana, mereka yakin, banjir yang mereka alami di Jakarta tidak seberapa jika dibandingkan dengan yang terjadi di Manado. Banjir membuat Kota Manado nyaris lumpuh dan tak tampak seperti ibukota provinsi Sulawesi Utara.
Bagaimana tidak, dalam waktu beberapa jam di pagi hari, air yang menggenang semakin tinggi, di sebagian tempat banjir menutupi hingga atap rumah warga. Semua terjadi dengan cepat dan tak ada yang bisa diselamatkan. Pada tahun 2000 Manado juga pernah terkena banjir besar, namun kali ini lebih besar lagi. Kantor pemerintah pun tak luput dari terjangan banjir. Dan yang paling mengerikan adalah banjir menyisakan lumpur yang tebal serta sampah dimanamana. Di sebagian wilayah yang dekat dengan Daerah Aliran Sungai (DAS) tak sedikit rumah-rumah yang hancur. Saat melihat keadaan tersebut terpikir bagaimana mereka harus memulai lagi kehidupannya. Berhari-hari membersihkan rumah saja masih tak cukup membuat rumah kembali dapat ditinggali, ditambah lagi dengan sebagian wilayah yang aliran listrik dan air belum dapat dinyalakan. Pada pembagian bantuan tahap pertama ini, relawan Tzu Chi berfokus pada pengobatan dan sebuah aktivitas kerja bakti yang dicontoh dari apa yang dilakukan relawan Filipina saat topan Haiyan melanda, yaitu cash for work. Untuk pertama kali relawan Tzu Chi di Indonesia melakukan pemberian bantuan dengan metode ini, warga dikumpulkan untuk bersama-sama melakukan kerja bakti membersihkan rumah dan lingkungannya, usai itu warga diberikan dana solidaritas, untuk itulah relawan menyebut kegiatan ini sebagai “Solidaritas dan Kerja Bakti”.
Solidaritas dan Kerja Bakti Salah satu hal yang membuat relawan terpana dari masyarakat Manado adalah semangat, optimisme, dan rasa kekeluargaan yang tinggi antar warga. Seperti pada Kamis, 23 Januari 2014, di hari itu program “Solidaritas dan kerja bakti ” di wilayah kedua dilakukan,
Anand Yahya
58 | Dunia Tzu Chi
Januari - April 2014 | 59
Anand Yahya
BEKERJA UNTUK SESAMA. Meski rumahnya rusak dihantam banjir, Ola tidak surut semangat. Ia bahkan terus bersumbangsih membantu para tetangganya.
yaitu di PAAL IV. Pada pukul 08.00 WITA, warga sudah berkumpul di lapangan Malkines, Kelurahan PAAL IV. Sekitar 702 warga dari 6 lingkungan, 50 anggota PMI, dan 22 anggota TNI ikut serta dalam kerja bakti ini. Berbeda dengan yang pertama kali diadakan, kali ini masyarakat lebih antusias dan tertib. Pada saat awal mulai, relawan memperkenalkan sekilas tentang Tzu Chi dan bagaimana kegiatan yang akan dilakukan
60 | Dunia Tzu Chi
pada hari itu. Kumpul bersama di pagi hari itu juga dipenuhi semangat karena warga bernyanyi dan memberikan hiburan bagi yang lainnya. Saat melihat situasi seperti itu, terpikir, “Benarkah mereka sedang terkena bencana? kenapa mereka begitu bersemangat dan gembira?” Seperti salah satu seorang warga yang bernama Olga Mamahet yang akrab disapa Ola. Sejak
pertama datang, wajahnya selalu dipenuhi dengan kegembiraan, ia sangat bersemangat dan malah maju ke depan untuk menghibur warga lainnya dengan menyanyikan sebuah lagu berbahasa Mandarin. Ia pernah bekerja di Taiwan selama 4 tahun, sehingga ia bisa berbahasa Mandarin. Kami pun mengikutinya untuk mencari tahu mengapa ia bisa begitu gembira seperti tak terjadi apa pun. Saat tiba di wilayah
rumahnya, kami sangat terkejut, karena rumahnya yang terletak di dekat sungai yang melintasi wilayah kelurahan PAAL IV itu telah hancur akibat aliran air yang membawa tumpukan kayu dan bambu dari rumah semi permanen menghantam rumahnya. Dengan tenang Ola menunjukkan atap rumahnya yang terpisah dari kerangka rumah dan berada di seberangnya. Terkena musibah dan kehilangan harta bendanya, Ia mengaku merasa biasa saja dan mampu tetap bersemangat. “Semua karena iman saya. Saya punya Tuhan yang kasih kita iman, kasih kita kemampuan, walaupun petaka, kita tidak menganggap itu apa-apa karena kita masih sanggup melayani. Saya diberi iman yang kuat oleh Tuhan,” ucap Ola penuh keyakinan. “Kita pantang mundur, nggak ada kata mundur atau bersedih. Barang-barang yang sudah nggak ada saya nggak mau pusing. Berdoa saja, tidak ada mau bersedih,” tambahnya. Sejak bencana terjadi hingga saat ini, ia tinggal di pengungsian di dekat rumahnya. Selama itu pula Ola terus berusaha membantu warga sekitarnya. Ia bertanggung jawab menjaga posko di lingkungannya. Ia lebih mementingkan lingkungan sekitarnya daripada rumahnya sendiri. Ia berkata jika di posko sudah selesai, baru ia akan bekerja membersihkan rumah sendiri. Rasa kekeluargaan dan gotong royong sangat kuat di wilayah tersebut. Saat banjir terus meninggi, warga yang telah mengungsi akan mencari keluarganya yang belum kembali, mereka bekerja sama menolong warga yang masih terjebak. Ketika bekerja di Taiwan, Ola mendapatkan nama Mandarin, yaitu Zhang Mei De yang menurutnya berarti Grace -- anugerah. Kami bertanya apakah ia masih merasakan anugerah di dalam hidupnya usai terkena bencana? Ia pun menjawab, ”Anugerah bukan untuk diri sendiri saja atau keluarga sendiri saja, namun untuk bersama. Bekerja untuk sesama. Namanya anugerah itulah adalah pemberian, jadi bukan milik sendiri. Anugerah itu untuk semua.” Ia yakin kehidupannya masih sebuah anugerah karena ia masih sanggup melayani warga di wilayahnya di posko bantuan. Kegiatan kerja bakti dalam program “Kerja Bakti dan Solidaritas” yang dilakukan relawan Tzu Chi ini memberikan kesan yang mendalam baginya. “Semua orang puas, dahsyat, teratur. Ini langsung kepada masyarakat. Harapan saya yang begini-begini menjadi contoh, mungkin selanjutnya di tempat lain, yang begini yang tertib. Kami puas. Mudah-mudahan Tzu Chi di seluruh Taiwan atau Indonesia berkembang pesat jadi maju supaya bisa terus menyalurkan bantuan kepada yang membutuhkan,” ucap Ola pada saat acara berakhir.
Januari - April 2014 | 61
Hadi Pranoto
MEMBERSIHKAN RUMAH WARGA. Relawan Tzu Chi membersihkan perabotan salah satu rumah warga yang masih terendam lumpur (atas). Rudy mengucapkan terima kasih kepada relawan yang sudah bersedia membersihkan rumahnya (bawah).
MEMBERSIHKAN LUMPUR.
Seorang ibu membersihkan lumpur dari dalam rumah, banjir bandang yang terjadi 15/1/2014 lalu di Kota Manado mengakibatkan kerugian harta benda milik warga Manado. Hadi Pranoto
62 | Dunia Tzu Chi
Anand Yahya
Januari - April 2014 | 63
Makassar, Biak) di Indonesia datang bersamasama mencurahkan bantuan dan kasih sayang bagi warga Manado. Tak disangka pembagian bantuan tahap dua ini menjalin rasa kekeluargaan yang erat dengan warga. Walaupun hanya beberapa hari, tetapi kehangatan dirasakan oleh setiap orang, terutama oleh 6.643 warga yang ikut serta dalam program kerja bakti dan solidaritas yang dilakukan oleh relawan Tzu Chi. Relawan membimbing warga untuk bersama-sama melakukan program Kerja Bakti dan Solidaritas yang mana mereka bergotong-royong membersihkan rumah dan lingkungannya. Berbekal sekop, angkong, dan juga alat kebersihan lainnya mereka bahu-membahu membangun semangat dan mewujudkan Manado yang kembali bangkit. Selain itu relawan juga membagikan sekitar 4 ribuan kupon kompor bagi warga di Kecamatan PAAL IV, PAAL II (Tikala Ares, Tikala Baru, Tikala Kumaraka, Banjer, Dendengan Dalam, Perkamil) dan Wenang (Kampung Arab). Pada pembagian tahap kedua ini 720 kompor dan gas telah dibagikan di wilayah PAAL IV Cerita yang penuh dengan kehangatan dirasakan di tempat manapun relawan berada. Seperti di Kampung Banjer dan Tikala Ares. Lurah di wilayah tersebut tak
menyangka jika kedua lingkungan itu dapat berkumpul bersama di satu lapangan karena sebelumnya dua lingkungan tersebut sering bertikai. Mereka berkumpul, duduk bersama, bernyanyi, dan berdoa bersama. Kehangatan lainnya juga dirasakan di Wilayah Tikala Baru. Di hari terakhir pembagian bantuan donasi solidaritas di Tikala Baru, Sabtu, 8 Februari 2014, warga antusias sekali. Mereka seperti harihari sebelumnya sudah berkumpul sedari pagi dan siap untuk melakukan kerja bakti. Menjelang siang hari, para relawan menyiapkan acara perpisahan bagi warga. Relawan mempunyai ide untuk menghibur warga dengan sebuah nyanyian karena warga Manado sangat senang bernyanyi. Saat berlatih lagu, salah satu kepala lingkungan di Tikala Baru menawari mereka untuk menggunakan organ tunggal milik gereja setempat. Dengan senang hati, relawan menyambut tawaran tersebut. Sepanjang siang mereka berlatih lagu Senyuman Terindah. Sang pemain organ sendiri merupakan guru musik di sekolah yang tak jauh dari lokasi, dengan berbaik hati ia bersedia untuk membantu relawan belajar lagu Senyuman Terindah. Kedekatan relawan dan warga di Tikala Baru merupakan satu hal yang membuat relawan merasa
Anand Yahya
KERJA BAKTI DAN SOLIDARITAS. Guna membantu warga memulihkan kehidupannya, Tzu Chi bersama warga
korban banjir bandang dan anggota TNI (Tentara Nasional Indonesia) membersihkan rumah dan lingkungan sekitarnya. Warga juga menerima dana solidaritas selama kerja bakti ini.
Melihat rasa kekeluargaan masyarakat saat kerja bakti ini sungguh mengharukan. Mereka selalu mendahulukan kepentingan bersama daripada diri sendiri. Di saat relawan sedang beristirahat makan siang, seorang warga datang dengan membawa satu baskom berisikan pisang goreng untuk relawan. Saat itu relawan terkejut dan merasa tersentuh dengan perhatian yang diberikan warga. Ia adalah Shintia. Rumahnya sendiri telah rata dengan tanah karena banjir sehingga ia tinggal di pengungsian. “Namanya ada (memiliki), tadi juga dapat minyak, pas ada ya berbagi. Kita sambil berbagi, nggak boleh cuma pentingkan diri sendiri. Kenapa ibu-ibu (relawan) dari jauh boleh datang, kenapa kita di sini nggak bisa berbagi?” ucapnya yang menggoreng pisang dengan kayu bakar. Shintia tidak mau bersedih dengan apa yang telah menimpa dirinya. Ia berkata, “Kita orang Kristen ada kata-kata, Tuhan yang memberikan Tuhan yang mengambil. Semua ini titipan, untuk apa kita bersedih, nanti pasti Tuhan kasih lebih baik dari itu.”
64 | Dunia Tzu Chi
Iman yang kuat dalam diri masyarakat telah membuat mereka mampu menghadapi cobaan dengan penuh keikhlasan. Saat berkumpul untuk menerima bantuan dan mengantri paket bantuan, mereka menyanyikan lagu-lagu pujian kepada Tuhan dengan penuh kegembiraan. Teringat dengan apa yang diucapkan Ibu Walikota Manado tentang warganya saat ia berkunjung ke suatu tempat banjir, warganya berkata, “Ibu, walaupun baju kami berlumpur, kami akan tetap pergi ke gereja.” Imanlah yang membuat mereka menjadi kuat menghadapi semua cobaan dan tetap bergembira di jalan Tuhan.
Menjalin Rasa Persaudaraan Setelah memberikan bantuan tahap pertama yang usai pada tanggal 23 Januari 2014, pada tanggal 3 – 8 Februari 2014, relawan Tzu Chi kembali ke Manado untuk membagikan bantuan tahap kedua bagi korban bencana banjir. Sebanyak 87 relawan Tzu Chi dari sembilan kota (Jakarta, Tangerang, Medan, Batam, Palembang, Singkawang, Pontianak,
Anand Yahya
Saat Ada Maka Berbagi
menghargai sesama. Relawan Tzu Chi membagikan kupon bantuan darurat langsung ke rumah-rumah warga
yang terkena banjir bandang. Hal ini mendapat apresiasi warga karena bantuan yang diberikan tepat sasaran.
Januari - April 2014 | 65
terharu. Setiap pagi dan siang, relawan tidak hanya membagikan kupon dan lantas membiarkan mereka bekerja. Relawan justru selalu melakukan pendampingan dimana relawan juga membantu warga untuk membersihkan lingkungan mereka sehingga hanya butuh waktu singkat untuk mendekatkan diri dengan warga. Banyak warga yang meminta relawan untuk tetap tinggal dengan mereka karena rasa kekeluargaan yang tercipta dalam tiga hari tersebut amat besar. Acara perpisahan dengan warga diwarnai rasa haru yang amat besar pula. Banyak warga yang menangis, relawan pun ikut terharu karena warga tidak pernah putus asa. Seorang warga hingga menciptakan sebuah lagu untuk Tzu Chi yang ia nyanyikan di hari terakhir. Ia adalah Jerry, lagu itu ia persembahkan untuk Tzu Chi karena terinspirasi oleh kejadian ketika ia melihat tetangganya – kakak beradik bertengkar hingga babak belur. Jerry mencoba menengahi dan mendamaikan mereka seperti relawan yang menghibur para korban bencana. Jerry berujar kepada mereka untuk mencontoh relawan Tzu Chi, untuk jangan lihat wajahnya, tetapi lihatlah hati mereka (relawan) yang tulus. Mendengar itu, kakak
Teddy Lianto
beradik itu pun akhirnya berdamai dan esok harinya kembali bekerja dengan rukun. Selain lagu yang khusus diciptakan bagi Tzu Chi, warga juga memberikan sebuah kain merah yang bertuliskan ucapan terima kasih dan dibubuhi tanda tangan warga Tikala Baru. Di Kain tersebut tertulis: “Atas Perkenaan Tuhan, masyarakat Tikala Baru kembali bangkit dengan semangat gotong royong bersama Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia. Kami ucapkan terima kasih.” Bagi warga, tiga hari bersama para relawan Tzu Chi adalah hari-hari yang menggembirakan dan ingin rasanya kebersamaan ini bisa berlangsung lebih dari tiga hari. Banyak warga yang meminta relawan untuk tetap tinggal dengan mereka karena rasa kekeluargaan yang tercipta dalam tiga hari tersebut amatlah besar dirasakan warga. Relawan tidak mengenal warga sebelumnya, tapi dapat menjalin keakraban layaknya keluarga. Kita hidup di bumi yang sama, menghirup udara yang sama, memiliki warna darah yang sama, walaupun tidak saling mengenal, torang samua basudara (kita semua bersaudara). Semoga kehangatan yang dirasakan setiap orang ini dapat terkenang hingga sepanjang masa dan menciptakan kedamaian di hati setiap orang. ◙
Apriyanto
Anand Yahya
BANGKIT DAN BERGOTONG ROYONG. Relawan Tzu Chi menggerakkan warga korban banjir Manado untuk bergotong royong membersihkan lingkungan dan tempat tinggal mereka (atas). Sebulan setelah bencana sebagian Kota Manado masih penuh lumpur, warga Manado dengan giat terus membersihkannya (bawah).
66 | Dunia Tzu Chi
SALING BERBAGI. Perhatian dan cinta kasih relawan telah menyentuh hati warga. Saat beristirahat usai kerja bakti, Shintia, salah seorang warga membawakan pisang goreng hangat untuk dinikmati bersama.
Januari - April 2014 | 67
Kompor yang Menghangatkan Warga Bagian Dua |
di kelurahan itu diajak bekerjasama dengan relawan untuk mempersiapkan konsumsi bagi para peserta kerja bakti. Pada pembagian bantuan tahap ketiga ini, relawan menyiapkan kompor berserta gas bagi korban banjir. Joe Riadi relawan Tzu Chi yang bertanggung jawab dalam Tim Tanggap Darurat di Kota Manado menerangkan bahwa pembagian kompor di Manado merupakan tindak lanjut dari permintaan Pemerintah Kota Manado yang mengusulkan untuk memberikan kompor kepada para korban bencana banjir bandang, mengingat kompor sangat dibutuhkan warga dalam kondisi bencana. Karena itu Tzu Chi segera membagikan 4.478 kompor berserta gas di tiga kecamatan, yaitu Kecamatan Tikala, Kecamatan PAAL IV, dan Kecamatan PAAL II. Pada salah satu hari pembagian kompor tanggal 1 Maret 2014 berlokasi di Kantor Dinas Pekerjaan Umum (PU) Manado, Walikota Manado Vicky Lumentut juga datang untuk memberikan semangat dan membantu memimpin jalannya acara. Pada kesempatan itu di depan banyak warga, walikota mengatakan kalau ia kagum dengan Yayasan Buddha Tzu Chi, terutama dengan misi dan visinya. Ia juga mengaku kalau sehari sebelumnya ia menyempatkan datang ke kantor Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia di Pantai Indah
Pembagian Kompor Gas
Kapuk. Dan di kantor pusat Tzu Chi itulah ia belajar mengenal Tzu Chi secara lebih mendalam. Makanya pada kemarin sore, sepulang dari Jakarta ia segera bergabung dengan relawan Tzu Chi yang sedang bekerja bakti di Kelurahan Tikala Baru dan membagikan kompor di Kelurahan Perkamil. Menurutnya ia sangat respect dengan Tzu Chi, karena itu di tengah kesibukannya sebagai pejabat pemerintah ia tetap meluangkan waktu untuk menemui relawan Tzu Chi yang sedang bekerja di lapangan. “Sebentar lagi, jam 10 nanti saya harus kembali ke Jakarta untuk keperluan pemerintah. Tapi saya sengaja kembali ke Manado hari kemarin dan hadir pada hari ini khusus untuk menemui relawan Tzu Chi dan melihat acara ini berlangsung,” kata walikota menyampaikan apresiasinya. Lebih lanjut ia juga mengingatkan kepada warganya agar selalu mengenang Tzu Chi. Karena Tzu Chi datang ke Manado dengan kasih, maka balasan yang harus diberikan kepada Tzu Chi adalah mengenangnya. “Jika ingat kompor, maka ingat Tzu Chi. Jika ingat kebersihan maka ingat juga Tzu Chi karena Tzu Chi telah bantu kita membersihkan lingkungan dan membagikan kompor,” katanya. Setelah kata sambutan selesai relawan segera membagikan kompor. ◙
Merasa dihargai. Warga penerima bantuan kompor gas merasa sangat bahagia dan mereka menganggap bantuan yang diberikan Tzu Chi telah membuat mereka merasa dihargai.
68 | Dunia Tzu Chi
sebelum semua kegiatan dilaksanakan relawan terlebih dahulu berkoordinasi, survei, dan meeting. Dari hasil pengamatan di lapangan dan meeting, relawan memutuskan akan melaksanakan kerja bakti di Kelurahan Tikala Baru membersihkan goronggorong dan mengecat gedung balai kelurahan. Tanpa diduga warga Tikala Baru menyambut hangat maksud relawan. Mereka bersedia kembali bekerja bakti membersihkan gorong-gorong yang mampat dan mengecat Balai Kelurahan. Bahkan para wanita
Hadi Pronoto
M
aster Cheng Yen berkata, saat bencana melanda, insan Tzu Chi bukan hanya pergi untuk memberikan bantuan materi. Mereka selalu sangat bersungguh hati untuk menjalin jodoh baik dengan para korban. Ini yang disebut memperpanjang tali persaudaraan dan memperluas cinta kasih. Pada tanggal 25 Februari hingga 1 Maret 2014, relawan Tzu Chi kembali datang ke kota Manado untuk kembali melakukan kerja bakti dan membagikan kompor. Karena itu
Apriyanto
dana kecil amal besar. Joe Riadi, Ketua Tim Tanggap Darurat (TTD) Tzu Chi menjelaskan semangat celengan bambu yang juga menjadi cikal bakal Yayasan Buddha Tzu Chi kepada Walikota Manado Vicky Lumentut.
Januari - April 2014 | 69
Impian Sianne
dengan warga Manado atas kasih Tuhan. Makanya datang lebih awal adalah salah satu cara mereka untuk menghormati relawan yang sudah sedari pagi bekerja sekaligus melihatnya lebih dekat. Sesungguhnya kompor gas merupakan barang yang asing bagi Sianne. Sehari-harinya Sianne menggunakan kompor sumbu berbahan bakar minyak tanah. Meski ia sudah lama medambakan kompor gas, tapi pendapatannya yang tak seberapa telah berkali-kali mengubur keinginannya. Sampai pada hari itu, saat relawan menyerahkan kompor kepadanya impian Sianne yang telah lama terkubur justru menjadi kenyataan. Sianne pun dengan suka cita membawanya pulang.
Senangnya Sianne
S
ianne Robot bangun lebih awal dari biasanya. Sejak malam tiba ia tak mampu memejamkan mata secara penuh, sebentar-sebentar ia terbangun dan sebentar-sebentar pula ia melihat jam yang tergantung di dinding kamarnya yang lusuh. Beberapa jam lagi Sianne harus menghadiri momen penting sepanjang pengalamannya dan ia harus tiba tepat waktu di Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kota Manado untuk menerima seperangkat kompor gas dari Tzu Chi. Karena itulah ia tak kuasa mengatasi kegelisahannya hingga tak mampu membuat dirinya terlelap. Warung Sianne terletak di ujung lapangan parkir Gedung Percetakan Negara milik pemerintah. Sebelum banjir bandang menerpa Manado, Sianne berjualan nasi kuning dan bubur sayur Manado. Tapi setelah bencana, banyak barang dan perabot siang yang hilang ditelan banjir. Semangat kerja Sianne pun
70 | Dunia Tzu Chi
runtuh. Sebagai seorang janda yang tinggal seorang diri, kata tak bergairah kerja sebenarnya tabu untuk diucapkan. Karena sebagaimana ia ketahui hanya dengan bekerja sungguh-sungguhlah salah satu cara untuk mencukupi semua kebutuhan hidupnya. Tapi ketika relawan-relawan Tzu Chi datang di Kelurahan Tikala Ares untuk mengajaknya bekerja bakti membersihkan lingkungan, memberinya dana solidaritas, dan kupon untuk ditukarkan dengan kompor, semangat hidupnya langsung bersemi kembali. Karena itu setelah mandi dan melewatkan makan pagi, Sianne bersama temantemannya sesama ibu rumah tangga di Lingkungan 2, Tikala Ares segera berjalan kaki menuju kantor PU. Hari itu adalah Sabtu 1 maret 2014, hari yang mengagumkan bagi sebagian warga Manado – sebuah acara yang mereka anggap bukanlah acara biasa, tapi acara bertemunya hati relawan Tzu Chi
Apriyanto
Apriyanto
Aroma minyak tanah dan kayu lembab menyeruak di warung Sianne yang berukuran 3 x 2.5 meter persegi. Di warungnya yang sempit oleh perabot rumah tangga, Sianne meletakkan kompornya di atas meja usang nan lapuk. Lalu dengan wajah yang berbinar-binar Sianne meminta Herman relawan yang turut mengantarnya
pulang untuk memasangkan kompor. “Tolong pasang ya, Pak, saya belum tahu caranya,” pinta Sianne. Layaknya seorang murid, selama Herman bekerja menyambung selang ke kompor, Sianne memerhatikannya dengan seksama. Tapi setelah semuanya terpasang ia masih ragu untuk memutar tombol kompor, “Saya takut menyalakannya, bagaimana ini?” tanya Sianne. “So putar saja, semua sudah aman, tidak mungkin meledak,” kata Herman berlogat Manado. Lalu kompor pun menyala. Selama kompor menyala, Sianne kembali bercerita kalau ia memang betul-betul menginginkan kompor gas untuk menunjang usahanya. Ia juga mengatakan kalau dana solidaritas yang Tzu Chi berikan kepadanya hampir sebulan yang lalu telah sangat membantunya, terutama untuk membeli makan dan pakaian. Di depan relawan dan beberapa teman-temannya Sianne mengutarakan tekadnya untuk kembali berjuang menyambung hidup. Dan seperti orang-orang Manado lainnya, Sianne memberi salam kepada Herman dengan kata-kata yang Kudus, “Tuhan memberkati, torang samua basudara.” ◙ Apriyanto
KebahagiaAn bersama. Di warungnya yang sederhana, para tetangga yang juga rekan-rekan Sianne turut bergembira melihat Sianne kini telah memiliki kompor gas yang selama ini diidam-idamkannya.
Januari - April 2014 | 71
Generasi Pertama Relawan Tzu Chi Manado Pelatihan Relawan Abu Putih
Dulu Menerima Kini Memberi Semenjak Osin mengenal Tzu Chi, ia mulai mengajak keluarganya untuk ikut, satu diantaranya adalah kaka wanitanya yang bernama Meilan Panela. Kakaknya sendiri menjadi salah satu korban banjir tersebut, rumahnya di wilayah Tikala Baru pun
Juliana Santy
Bagian Tiga |
penuh lumpur pada sore hari. Osin menjadi takjub melihatnya dan ia mulai mencari tahu tentang relawan Tzu Chi. Maka sejak pembagian bantuan tahap kedua hingga sekarang, Osin sudah ikut serta menjadi relawan. “Orang kena banjir kota sendiri, pengen membantu juga, tapi kalo sendiri terus bantu orang banyak, kan nggak mampu, memang dari awal pas banjir pengen bantu tapi ga tau gimana caranya,” ucap Osin yang menemukan caranya membantu sesama melalui Tzu Chi. Walaupun saat itu ia belum mengenakan seragam Tzu Chi, namun Osin memiliki semangat yang tinggi. Ia mulai mencari cinta kasih dari banyak orang dengan mengajak teman-teman tempatnya bekerja, keluarga, hingga warga yang mendapatkan bantuan, untuk menjadi donatur Tzu Chi. ia terinspirasi dengan relawan Tzu Chi di Pontianak, yang meskipun di wilayah tersebut belum ada kantor penghubung, mereka dapat mengajak orang lain untuk menjadi relawan ataupun donatur. Hingga saat ini, dalam waktu yang singkat ia sudah mengumpulkan 131 donatur. Ia ingin Tzu Chi ada di Manado.
Setelah Manado porak poranda dan relawan datang untuk memberi simpati, sekarang sejumlah warga Manado menyatukan niat untuk menjadi relawan. Mereka bersatu hati untuk membantu orang.
S
ejak pertama kalinya insan Tzu Chi datang ke Kota Manado untuk memberikan berbagai bantuan dan memperkenalkan Tzu Chi, banyak warga Manado yang menyambutnya dengan baik dan hangat. Kehangatan ini pun terus berlanjut bagai tali persaudaraan. Setiap kali relawan Tzu Chi datang ke kota itu, mereka yang telah dibantu langsung menyambutnya dengan gembira dan mau mengerjakan sesuatu untuk orang banyak seperti
72 | Dunia Tzu Chi
yang relawan Tzu Chi lakukan – menyisihkan uang ke dalam celengan bambu. Sedikitnya insan Tzu Chi sudah lima kali berkunjung ke Kota Manado dan pada kunjungan kelima itulah benih-benih kerelawanan mulai tumbuh. Pada tanggal 26 dan 27 Maret 2014, pelatihan bagi warga yang ingin menjadi relawan Tzu Chi diadakan. Banyak warga yang antusias mengikuti pelatihan itu. Bahkan seorang warga yang tadinya hanya mengenal Tzu Chi, kini mengukuhkan dirinya sebagai generasi pertama relawan Tzu Chi di Manado. Ia adalah Agustina Panela yang akrab disapa Osin. Osin bekerja sebagai Assistant Restaurant Manager di Swiss-belhotel Manado. Awal ia mengenal Tzu Chi dari tempatnya bekerja. Ia melihat relawan Tzu Chi yang menginap di tempat tersebut usai sarapan pada pukul 6 pagi dan pulang
Juliana Santy
TUNAS BARU. Pada tanggal 26 dan 27 Maret 2014, diadakan pelatihan bagi warga Manado yang ingin menjadi relawan Tzu Chi. Hampir 60-an warga Manado mengenakan seragam abu putih di pelatihan dan menjadi generasi pertama relawan Tzu Chi di Manado.
rusak karena banjir. Suatu hari Osin menghampiri kakaknya dan mengajaknya untuk menjadi donatur, dengan senang hati kakaknya pun mau menjadi donatur. Saat itu juga Osin dan Meilan langsung berkeliling dari rumah ke rumah di wilayah Tikala Baru untuk mengajak warga disekitar menjadi donatur. Ternyata sambutan baik pun diterima dari warga. Tidak ada warga yang menolak, malah mereka dengan senang hati mau ikut serta. Mereka merasa dulu dibantu oleh Tzu Chi dan sekarang mereka juga ingin membantu orang lain. Saat pertama kali berkeliling mengajak warga menjadi donatur, lebih dari 50 warga mau ikut serta. Kakaknya, Meilan, kini juga menjadi relawan Tzu Chi. Mereka berdua kini resmi mengenakan seragam Tzu Chi. Kita dapat melihat antusias warga Manado yang ingin Tzu Chi ada di kota Mereka. Kedatangan relawan beberapa kali telah menjalin rasa keakraban dan persaudaraan. Warga yang dulunya menerima bantuan, kini mereka juga ingin bersumbangsih bagi sesama yang membutuhkan. Sebuah niat baik dapat menghalau ribuan bencana, diharapkan melalui pelatihan ini dan tumbuhnya relawan Tzu Chi di Manado, akan semakin banyak energi positif yang terkumpul, karena satu individu dapat mengubah satu keluarga, satu keluarga dapat mengubah lingkungannya, dan satu lingkungan baik dapat mengubah masyarakat hingga negara ke arah yang lebih baik. ◙ Juliana Santy
Januari - April 2014 | 73
“Bilamana saat seseorang paling kesusahan dan membutuhkan pertolongan, kita mengulurkan tangan membantunya agar terlepas dari penderitaan dan mendapatkan kegembiraan, tindakan ini merupakan nilai paling mulia dari sebuah kehidupan” ~Ceramah Master Cheng Yen~
Menjadi Magnet Pembangkit Spirit Baru Penulis: Yuliati
74 | Dunia Tzu Chi
Yuliati
D
i tengah deru mesin pesawat yang melaju di atas awan, saya mulai mencari teman bicara. Namun, kedua relawan berseragam abu putih di sebelah saya sudah terlelap. Saya pun memandang ke luar kaca jendela. Tak lama kemudian, saya mulai merenung, terbayang akan welas asih yang dibangkitkan oleh sejumlah karyawan badan misi Tzu Chi yang berasal dari Pati. Mereka yang dibesarkan oleh Tzu Chi, kini kembali ke tanah kelahiran untuk bersumbangsih saat banjir besar melanda wilayah Pati. Namun, apakah ada relawan setempat yang tergerak seperti mereka setelah dua tahun mengalami kevakuman. Pertanyaan ini pun surut dengan sendirinya saat saya berada di tengah-tengah mereka.
Januari - April 2014 | 75
Awal Tzu Chi menabur benih cinta kasih, banyak kegiatan yang dilakukan. Selain bantuan pendidikan (anak asuh), para relawan Tzu Chi Jakarta juga memberikan pendampingan khusus, seperti pelajaran tambahan bahasa Inggris setiap dua minggu sekali. Setiap enam minggu sekali juga diadakan gathering anak asuh di wihara. Tzu Chi kembali melebarkan sayap cinta kasihnya dengan membantu pengobatan bagi pasien yang tidak mampu. Semakin banyak anak asuh dan pasien yang ditangani, tentunya membutuhkan lebih banyak Bodhisatwa yang membantu mendampinginya. Relawan Tzu Chi Jakarta pun menggalang semakin banyak Bodhisatwa baru di sana. Dengan begitu, mereka bisa membantu mendampingi pasien yang berobat ke rumah sakit maupun anak asuh. Meski Tzu Chi belum memiliki banyak relawan di Pati, namun mampu menetaskan beberapa relawan di Pati yang berkomitmen untuk bersumbangsih, seperti (alm.) Mbah Kandar, Titis Prasetyo, Endang Setyowati dan dilanjutkan oleh Nugroho yang menjadi
Witono
Saya teringat pada pada 1999 silam. Suatu hari, saya bersama keluarga menunggu kehadiran relawan Tzu Chi yang hendak melakukan survei anak asuh. Namun hingga lewat tengah hari, relawan tak kunjung datang. Setelah relawan dianggap tidak jadi melakukan survei, bapak dan ibu saya memutuskan untuk bekerja di ladang. Karena harus menjaga adik yang masih berusia tiga tahun, saya mengajaknya bermain pasir di samping rumah agar tidak rewel, sehingga saya bisa menunggu relawan jika tiba-tiba datang. Tak disangka, selang beberapa waktu, sejumlah relawan berseragam biru putih ditemani pimpinan Wihara Asoka Maura tiba. Saya pun terkejut dengan kehadiran mereka. Terlebih tanpa didampingi orangtua. Beruntung ada pimpinan wihara yang membantu menjelaskan kondisi keluarga saya sehingga semua berjalan lancar. Setelah beberapa waktu berjalan, ada kabar jika saya memiliki jodoh baik dan diterima menjadi salah satu dari ratusan anak asuh Tzu Chi. Sejak itu juga, Tzu Chi mulai menyebarkan cinta kasihnya di kota kelahiranku, Pati, Jawa Tengah.
kesungguhan hati. Selain mengerjakan tugas koor dinasi, Winarso juga ikut turun bekerja di lapangan. Sepekan membagikan bantuan di Pati, membuat Winarso merasa bersyukur bisa bersumbangsih kepada yang membutuhkan.
koordinator sehingga bantuan pendidikan dan pe ng obatan untuk warga Pati terus mengalir. Tetapi ini kemudian hanya bertahan di usia belasan tahun saja. Pada tahun 2012, Tzu Chi di Pati mengalami kevakuman.
Jodoh Kembali Terajut
melumpuhkan perekonomian. Banjir yang melanda wilayah Pati dan sekitarnya membuat warga harus mengungsi ke tempat yang lebih aman. Banjir juga merendam sawah dan tambak milik warga hingga mengakibatkan gagal panen.
Ternyata jalinan jodoh Tzu Chi dengan warga Pati masih terajut. Awal tahun 2014, Pati diguyur hujan lebat yang mengakibatkan banjir. Tingginya air yang menggenangi sejumlah wilayah di Pati mengharuskan warganya untuk mengungsi. Bahkan ketinggian air ada yang mencapai tiga meter lebih. Warga pun dengan berat hati meninggalkan rumahnya dan mengungsi di pengungsian. Selain menggenangi rumah warga, banjir juga merendam hasil pertanian. Padi, tebu, dan hasil pertanian lainnya yang siap panen rusak akibat banjir. Akhirnya warga pun memanen paksa padi miliknya setelah berhari-hari terendam banjir. Bahkan infrastruktur kota juga terganggu. Lebih dari itu, sektor perikanan juga hancur akibat banjir. Banyak
tambak warga yang mengalami kerusakan. Ikan-ikan yang dipelihara pun raib terbawa arus air. Melihat kondisi yang memprihatinkan ini, Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia kembali mengulurkan tangan kepada para korban bencana banjir sejak tanggal 17 – 24 Februari 2014. Kegiatan pembagian bantuan ini di pimpin oleh Winarso Shixiong. Ia bersama 14 relawan Tzu Chi dari Jakarta yang merupakan staf badan misi Tzu Chi asal Pati, pulang ke kampung halaman untuk mengalirkan cinta kasih mereka. Ia mengaku bersyukur bisa kembali memberikan sumbangsih untuk daerah kelahirannya. Sejak awal hingga usai pembagian paket bantuan banjir, Winarso terus mengkoordinasi semua kebutuhan yang diperlukan, bahkan ia juga menyetir sendiri truk TNI untuk mengangkut logistik ke titik pembagian bantuan. Ia melakukannya tanpa kenal lelah. Winarso mengatakan bahwa selain bersumbangsih kepada orang lain, ia juga bisa menunjukkan wujud baktinya kepada orangtua. “Di sela-sela memberi bantuan juga bisa berbakti pada orangtua. Soalnya saya beda dengan kalian (relawan lain), kalau kalian setiap hari bisa bertemu orangtua di rumah, saya jarang. Karena saya orang perantauan,” ungkap Winarso dalam sharingnya. “Jadi selama seminggu bagi bantuan bisa bertemu orangtua, bisa ngobrol, dan bisa bantu-bantu orang. Hidup jadi lebih utuh.
Siladhamo Mulyono
76 | Dunia Tzu Chi
Januari - April 2014 | 77
Karena kita di Tzu Chi jangan hanya kerja di belakang layar tetapi juga turun bersumbangsih. Rasanya hidup jadi lebih komplit,” lengkap Manager Building Managemen Yayasan Buddha Tzu Chi ini. Sebelum bantuan diberikan kepada warga, relawan Tzu Chi berkoordinasi dengan aparat keamanan setempat. Pihak aparat setempat pun memberikan sambutan hangat. “Kami akan membantu kebutuhankebutuhan yang diperlukan. Kami siap membantu tenaga,” kata Letkol Inf. Heri Setiyono, Dandim 0718/ Pati. Bantuan yang disalurkan berupa 120 ton beras, 6.000 dus mi instan, dan 6.000 liter minyak goreng. Bantuan ini akan diperuntukkan kepada 4.000 warga di Kecamatan Juwana dan 2.000 warga di Kecamatan Dukuhseti.
Membangkitkan Semangat Relawan Setempat Bukan hanya menyiapkan logistik yang akan dibagikan, namun yang terpenting menggalang kembali hati para relawan setempat yang sempat padam sehingga Tzu Chi mengadakan sosialisasi kepada para relawan Tzu Chi Pati. Sosialisasi dilakukan di Wihara Asoka Maura, Cluwak, Pati pada tanggal 18
Witono
MELAKUKAN DENGAN SUKACITA. Menempuh per jalanan sekitar 1 jam dari desa menggunakan truk, sebanyak 70 relawan Tzu Chi Cluwak dan Gunung Wungkal bersumbangsih membantu sesama yang membutuhkan. Di tengah segala keterbatasan, mereka melakukan dengan penuh kegembiraan.
Apa yang dilakukan Tzu Chi mendapat apresiasi positif dari pemimpin pemerintahan Kota Pati. “Saya bersyukur karena masyarakat masih ada kepedulian. Seperti hari ini, Buddha Tzu Chi mengulurkan tangan demi untuk kemanusiaan, membantu warga kami yang tertimpa bencana alam,” kata Hariyanto, Bupati Pati. “Saya memberikan apresiasi. Terima kasih kepada Buddha Tzu Chi yang telah memberikan bantuan di Kabupaten Pati, dan tidak hanya sekali ini saja, sudah tiga kali ini saya mendampingi penyaluran bantuan yang diberikan Buddha Tzu Chi di sini,” tambahnya.
Witono
MASIH BERSEMANGAT. Hartono (berkacamata), meskipun sudah tidak muda lagi namun semangat bersumbangsih sangat tinggi. Ia terus membantu para warga lansia untuk membawakan barang bantuannya.
78 | Dunia Tzu Chi
Februari 2014. Kali ini berhasil menggalang tujuh puluh relawan Cluwak dan Gunung Wungkal. Semangat mereka pun menjadi berkobar kembali. Meski di tengah-tengah kesibukannya mencari nafkah, mereka bersedia meluangkan waktu untuk bersumbangsih. Salah satu peserta sosialisasi adalah Kasmini. Ia sengaja menitipkan anak bungsunya yang berusia enam bulan kepada ibunya agar bisa mengikuti acara sosialisasi relawan. Ini dilakukan karena merasa rindu akan kegiatan Tzu Chi yang lama tidak aktif. “Ada kangen untuk kegiatan Tzu Chi. Bisa antar pasien, bantu urus anak asuh,” ungkap relawan asal Karangsari, Godang, Cluwak ini. Kerinduan untuk bersumbangsih kembali di kegiatan Tzu Chi, membuat dirinya memutuskan untuk mengikuti sosialisasi relawan sebelum terjun memberikan bantuan banjir di dua wilayah di Pati yang tergenang banjir. “Saya ingin ikut serta membantu warga yang membutuhkan,” papar Kasmi lugas. Sosialisasi relawan kembali dilakukan untuk yang kedua kalinya di Klenteng Hok Khing Bio, Juwana pada tanggal 19 Februari 2014. Ini bertujuan untuk
menggalang hati warga setempat untuk menjadi relawan pada saat pembagian bantuan. Saya melihat seorang kakek tua berkacamata dengan penuh perhatian mengikuti sosialisasi ini. Hartono (62), meskipun usianya sudah tidak muda lagi, ia menyatakan kesanggupannya menjadi relawan. “Ini suatu kesempatan buat saya untuk sumbangsih dengan warga yang kebanjiran,” ucap kakek dua cucu ini. Hartono yang juga korban banjir mengaku bahwa dirinya termasuk orang yang memiliki keberuntungan jika dibanding kondisi kehidupannya saat masih kecil. “Dulu waktu kecil, tiap tahun kebanjiran. Pada waktu itu sangat susah sekali, jadi saya bisa merasakan rekasane (penderitaan) orang yang kena banjir,” ungkap kakek asal Desa Growong Lor, Juwana ini. Merasakan penderitaan orang lain yang pernah dirasakan menjadi modal awal yang memotivasi kakek lincah ini. Hal itulah yang membuat semangat pensiunan pabrik ini tertarik bergabung dalam barisan Tzu Chi dengan menjadi relawan saat pembagian kupon dan paket bantuan bencana banjir di Juwana. “Saya masih punya waktu dan masih punya tenaga untuk bersumbangsih. Jadi harus semangat,” ucap Hartono. Dalam sosialisasi yang dilakukan di dua daerah di Kabupaten Pati mampu membangkitkan semangat
Januari - April 2014 | 79
Bahkan Ning menuturkan harapannya agar Tzu Chi kembali ada di kota pertanian ini. Ia pun berniat menumbuhkan kembali relawan-relawan baru di Pati setelah melihat antusias dari relawan saat pembagian bantuan kali ini. “Saya sangat ingin sekali Tzu Chi di Pati bangkit kembali seperti dulu. Membantu orang yang kesusahan dan membutuhkan pertolongan,” ujarnya, “kalau memang ada jalinan jodoh, saya ingin menumbuhkan relawan baru di Pati.” Bukan hanya relawan lama yang merasa terbangkitkan, bahkan seorang relawan yang merupakan karyawan badan misi yang bekerja di Rumah Sakit Khusus Bedah (RSKB) Cinta Kasih Tzu Chi, Cengkareng, Jakarta juga merasa terpompa semangatnya. Adi Siswanto, satu dari tujuh relawan kelahiran Pati kembali ke kampung halaman untuk bersumbangsih membantu warga korban bencana banjir. Sejak hari pertama hingga usai kegiatan, Adi mengerjakan tugasnya dengan penuh semangat. Mulai dari menyiapkan kupon, menyiapkan keperluan sosialisasi relawan, hingga mengangkut logistik yang akan dibagikan. Padahal
Witono
baru bagi warga, baik relawan baru maupun lama yang sempat layu sehingga saat pembagian kupon dan bantuan dilakukan, ada tujuh puluh lebih relawan dari Cluwak dan dua puluhan relawan dari Juwana turut bersumbangsih.
Ingin ada Tzu Chi Lagi di Pati Pembagian kupon dan bantuan Tzu Chi di dua titik yang membutuhkan waktu selama empat hari sejak tanggal 20 – 23 Februari 2014, bukan menjadi penghalang bagi para relawan. Ketulusan bersumbangsih yang mereka miliki mematahkan semua kendala. Bahkan relawan dari Cluwak rela untuk menempuh perjalanan sekitar satu jam dengan berdiri dan berhimpitan di atas truk yang mengangkut ke lokasi pembagian bantuan. Meskipun di tengah keterbatasan seperti ini, namun relawan di Pati sangat antusias dan penuh sukacita dalam bersumbangsih. Seperti Kistiyaningsih, salah satu relawan Pati. Sejak awal Tzu Chi berlabuh di Pati, ia sudah turut menjadi relawan. “Sejak ada Tzu Chi di sini (Pati),
80 | Dunia Tzu Chi
Dulu Dibantu, Sekarang Membantu Salah satu mantan anak asuh Tzu Chi, Joko Sandung juga ikut ambil bagian dalam bersumbangsih membantu warga korban banjir. Pemuda berusia 23
saya juga ikut kegiatan-kegiatannya,” ucap ibu tiga anak ini. Ning, sapaan akrabnya bekerja sebagai seorang bidan di Puskesmas di daerahnya. Hal ini tentu membuat kesibukannya cukup banyak menyita waktu. Terlebih lagi ia juga harus mengurus keluarga. Namun semangat Ning dalam bersumbangsih tidak membuatnya kehabisan akal. “Saya kerja ada shift. Kalau shift malam, siangnya saya manfaatkan untuk ikut kegiatan Tzu Chi,” akunya. Ia juga tidak pernah meninggalkan kewajibannya sebagai seorang ibu dalam mengurus rumah tangga. Pada kesempatan baik ini, Ning juga tidak ingin ketinggalan untuk ambil peran menjadi relawan. Meski Ning mendapat shift kerja malam, namun semangatnya tidak terpatahkan. Sepulang kerja, ia langsung menuju lokasi pembagian bantuan untuk membantu. “Saya senang bisa ikut kegiatan ini. Bisa melihat langsung kondisi warga setelah banjir yang dulunya mencapai lebih dari satu meter,” ujar Ning menceritakan pengalaman turun membagikan kupon di Kecamatan Dukuhseti pada tanggal 21 Februari 2014. “Saya merasa semangat lagi dengan ada kegiatan seperti ini. Dulu kita pernah melakukan bagi bantuan seperti ini. Ada kerinduan untuk bisa bersumbangsih untuk orang lain,” ungkapnya sambil tersenyum bahagia.
Witono
tulus bersumbangsIh. Adi Siswanto (kiri) bersama para anggota TNI bahu membahu menyiapkan logistik yang akan dibagikan kepada warga pasca bencana banjir.
UNGKAPAN RASA SYUKUR. Sejumlah relawan Tzu Chi berbaris dan selalu membungkukkan badan sembari mengucapkan “Gan En” sebagai ungkapan rasa syukur dan terima kasih telah diberi kesempatan untuk berbagi.
Adi mengaku bahwa sebelum bertolak menuju Pati, ia sempat mengalami sakit. Namun karena tekad dan semangat yang tertanam dalam dirinya untuk berbuat baik maka ia bisa bertahan hingga usai kegiatan. “Saya ingin bersumbangsih untuk Pati,” ujar pemuda 24 tahun ini. Adi melakukan setiap pekerjaan dengan sepenuh hati. Adi adalah anak asuh Tzu Chi saat mengenyam pendidikan keperawatan di Stikes St. Elisabet, Semarang. Ia merasa bersyukur bisa melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi. “Saya sangat bersyukur sekali, karena mungkin orang lain tidak bisa seperti saya, disekolahkan sampai lulus sarjana,” ungkapnya. “Ini suatu kesempatan yang sangat luar biasa karena ini tanah kelahiranku,” tambahnya. Adi pun mengaku bahwa semangatnya terbakar ketika melihat semangat para Bodhisatwa lanjut usia di Pati yang turut serta bersumbangsih untuk membantu orang lain. “Mereka yang tua-tua saja bisa semangat begitu, jadi saya harus lebih semangat lagi,” ungkapnya sembari tersenyum.
Januari - April 2014 | 81
tahun ini pernah menjadi anak asuh Tzu Chi sejak Sekolah Dasar (SD) sampai lulus Sekolah Menengah Atas (SMA). Setelah lulus SMA ia mencari pekerjaan, dan diterima bekerja di pabrik tripleks di daerahnya. Pada kesempatan ini, Joko memiliki jalinan jodoh baik, dimana jadwal pembagian bantuan Tzu Chi bersamaan dengan jadwal libur shift yang dimilikinya. Mendengar Tzu Chi di Pati membagikan paket bantuan dan membutuhkan tenaga, ia langsung memutuskan untuk ikut bergabung. “Dari dulu sampai sekarang saya orang tidak mampu. Dulu saya dibantu (Tzu Chi) dengan cinta kasih sekarang saya bantu tenaga dengan tulus hati,” ungkap pemuda penuh rendah hati ini. Dengan penuh semangat, Joko didampingi Ketua RT setempat, menyusuri rumah-rumah wargawarga di lokasi RT 08 di Desa Doro Payung, Juwana. Ia membagikan kupon pengambilan paket bantuan banjir. Senyum ramah ditunjukkan oleh Joko saat memberikan kupon. Ia juga menjelaskan maksud
sayang semua orang. Yang gandeng saya tadi, dia tidak membedabedakan orang,” ucap Sugirah tak bisa menahan luapan air matanya. Nenek janda ini masih mengungsi di rumah saudaranya setelah seminggu membersihkan tempat tinggalnya. Sejak tanggal 15 Januari 2014, hujan lebat turun di kawasan tempat tinggalnya sehingga rumah pun tak luput dari banjir dengan ketinggian air mencapai 3 meter. Melihat kondisi yang dirasakan, ia hanya bisa ikhlas dan pasrah dengan kondisi. “Harta benda titipan Allah, kalau memang nanti diminta ya bagaimana, hanya pasrah dan ikhlas saja. Kalau nanti ada rezeki bisa beli lagi,” ucap nenek yang sehari-hari momong cucunya pasrah. Sugirah menerima paket bantuan pascabanjir dengan penuh syukur. Mendapat beras sebanyak 20 kg, ia merasa tenang dan bersyukur ada makanan. Bahkan menurutnya beras sebanyak 20 kg ini bisa MERINGANKAN BEBAN. Salah satu relawan Tzu Chi dengan penuh antusias digunakan untuk memasak untuk terus membantu para lansia dalam membawa 20 kg beras yang diterima. 20 hari ke depan. “Saya merasa Senyum riang pun memenuhi wajah mereka. beruntung mendapat bantuan, bisa untuk menyambung hidup. Terima lain terus ia kembangkan. Bahkan ia juga menyatakan kasih atas bantuannya,” ungkap Sugirah penuh kesanggupannya untuk turut merapatkan barisan syukur. Bahkan di saat kondisi dia yang seperti ini, kerelawanan Tzu Chi untuk menebarkan cinta kasih ke Sugirah masih sempat berpikir kapan mampu untuk seluruh penjuru Pati, daerah kelahirannya. memberikan bantuan untuk orang lain, dan bukan hanya ia terus yang mendapatkan bantuan dari orang Cinta Kasih yang Tak Lekang oleh Waktu lain. Pada tanggal 22 Februari 2014, bantuan paket Pembagian bantuan sembako kepada korban pasca banjir diberikan kepada warga di Kecamatan banjir di Pati menjadi magnet tersendiri bagi relawan di Juwana dan keesokan harinya membagikan bantuan sana. Sebagian besar relawan merasa gembira karena di Kecamatan Dukuhseti. Bantuan sembako dari Tzu Tzu Chi hadir kembali. Bahkan mereka berharap melalui Chi membawa kegembiraan tersendiri bagi warga kegiatan ini, tunas-tunas Bodhisatwa di sana yang Pati. Sugirah, seorang wanita lanjut usia memakai sempat rapuh kembali bersemi. Kembali mengalirkan baju terusan biru bermotif kembang ini membawa cinta kasih kepada sesama yang membutuhkan di secarik kertas warna biru, dengan penuh perhatian daerah ini. Dan saya pun memiliki harapan yang sama mengikuti rangkaian acara seremonial. Saat relawan setelah melihat antusiasme yang mereka lakukan. membawakan bahasa isyarat tangan Satu Keluarga, Tanpa pamrih selama beberapa hari, para relawan Tzu wanita berusia 73 tahun ini meneteskan air mata Chi Pati bersama-sama bersumbangsih untuk orang rasa haru. Salah satu relawan dengan tersenyum lain. Bahkan para relawan ingin bersumbangsih lebih menenangkan Sugirah dan mengajaknya untuk ikut besar lagi dengan berharap bendera Tzu Chi kembali memeragakan isyarat tangan bersama-sama. Air mata berkibar di Pati. Beras yang dibagikan akan akan haru tak terbendung lagi, ia pun terus terisak akan habis dalam sekitar 20 hari ke depan. Namun cinta tangisnya. “Lagu-lagunya tadi membuat terharu. kasih yang terkandung didalamnya takkan lekang Mereka (relawan Tzu Chi) baik sekali, semua rukun dan oleh waktu. ◙
Yuliati
Yuliati
KERENDAHAN HATI. Joko Sandung dengan penuh rendah hati memberikan kupon bantuan paket banjir kepada warga korban banjir dari rumah ke rumah.
kehadirannya di rumah para warga. Joko yang nampak masih kurang percaya diri terus menunjukkan budaya humanis yang dimiliki oleh Tzu Chi. Bahkan ia selalu mengingatkan warga yang menerima kupon mengenai waktu pengambilan bantuan. Warga pun membalas keramahan yang dilakukan oleh Joko. Joko sangat terlihat riang dengan apa yang telah dilakukannya bersama Tzu Chi. “Saya merasa senang bisa bantu orang-orang yang terkena bencana,” ungkapnya, “dan semoga bisa bermanfaat untuk mereka (warga penerima bantuan),” tambahnya. Joko juga berharap agar Tzu Chi di Pati bisa berjalan seperti dulu. Semangat sumbangsih Joko terlihat kuat, seperti yang dilakukannya saat ia masih menjadi seorang pelajar. Walaupun dari keluarga ekonomi kurang mampu namun ia terus ingin bersumbangsih untuk membatu orang lain melalui celengan bambu. “Bisa nabung sedikit demi sedikit untuk membantu orang lain. Nggak merasa keberatan, karena (celengan) untuk membantu orang lain lagi,” kenang anak bungsu dari lima bersaudara ini. Sekarang ia ingin kegiatan Tzu Chi di Pati bangkit kembali. Walaupun Joko sudah tidak memiliki kedua orang tua sejak masih belia dan hidup sendiri, namun jiwa untuk menolong orang
82 | Dunia Tzu Chi
Januari - April 2014 | 83
Pertama Kali di Zimbabwe Penulis: Tu Xin-yi | Fotografer: Lin Yan-huang
84 | Dunia Tzu Chi
Januari - April 2014 | 85
Ketika berbicara mengenai negara-negara di Afrika, kebanyakan orang akan terbayang tentang kelaparan, kemiskinan, lahan gersang, dan teriknya matahari. Akan tetapi jika membicarakan negara Republik Zimbabwe di bagian Selatan benua Afrika, kesan banyak orang mungkin adalah inflasi, nominal uang kertas terbesar di seluruh dunia. Zimbabwe tidak hanya memiliki presiden dengan masa jabatan terpanjang tetapi juga merupakan presiden tertua (89) yang terpilih secara demokratis.
Z
imbabwe juga merupakan negara yang berhasil memecahkan berbagai rekor dalam kurun waktu dua puluh tahun yang relatif pendek. Dari negeri yang merupakan lumbung padi di bagian Selatan benua Afrika, berubah menjadi negara yang membutuhkan bantuan pangan. Dalam waktu kurang dari sepuluh tahun, tingkat inflasinya mencapai 2,3 juta persen, sebuah negeri dengan tingkat melek huruf 91,2 persen yang merajai benua Afrika, namun juga menjadi peringkat nomor satu dari negara lainnya karena tingkat pengangguran yang tingginya hingga 80 persen. Pada tahun 1995, seorang pengusaha Taiwan Tino Chu datang dan memulai usahanya di negeri itu. Di sana ia menyaksikan segala hal yang tidak terbayangkan, juga telah merasakan sendiri krisis yang berulang kali terjadi. Di negeri legendaris ini, ia berusaha keras untuk mempertahankan urat nadi perekonomian di dalam kondisi masyarakat yang sedang bergejolak. Menghadapi Zimbabwe yang dijuluki orang sebagai sebuah negara yang gagal, Tino Chu memiliki kesempatan untuk hengkang, tetapi ia memilih dengan gigih dan bersusah payah untuk terus bertahan, memberikan secercah harapan bagi negara yang membuat sekujur tubuhnya babak belur dan terluka.
Batu Permata Penghias Mahkota Telah Rontok “Pada tahun 1995, kondisi Zimbabwe saat itu jika dibandingkan dengan kondisi sekarang bagaikan dua negara yang berbeda,” kata Tino Chu sambil menghela nafas penuh perasaan. Zimbabwe memiliki lahan yang subur, hasil tambang yang kaya dan berkualitas baik. Sejak dulu hingga sekarang telah menggiurkan kaum kolonial Barat untuk merampok kekayaan benua Afrika. Sebelum melepaskan diri dari penjajahan Inggris dan merdeka, hasil pertanian dan pertambangan yang berlimpah membuat Zimbabwe memiliki julukan
86 | Dunia Tzu Chi
sebagai “Batu Permata di atas mahkota Raja Inggris”. Setelah merdeka, kondisi politik dan ekonominya masih cukup stabil, sebagian besar kebijakannya masih mengikuti kebijakan pada masa kolonial, kehidupan masyarakat makmur dan damai tenteram. Di Zimbabwe, 67 persen anak negerinya adalah petani, selebihnya adalah usaha pertambangan. Sedangkan yang berprofesi sebagai pengusaha tidak banyak. Di dalam negeri juga jarang ada produksi barang siap pakai. Ketika di tengah situasi ketidakseimbangan antara pasokan dan kebutuhan, para pedagang memiliki kesempatan untuk meraih keuntungan. “Barang dengan modal 1 dolar dapat dijual dengan harga 3 dolar, terserah pada Anda ingin menjual dengan harga berapa,“ ucap Tino Chu. Setelah melihat kesempatan berdagang dengan tepat, Tino Chu membangun pabrik yang memproduksi sweater (baju dingin), juga berturutturut membuka 12 toko yang menjual pakaian dan barang kebutuhan sehari-hari di ibukota Harare. Belakangan karena menghadapi pukulan telak dari barang murah yang berasal dari Tiongkok daratan, telah memaksa dirinya menutup pabriknya. “Modal baju yang saya jual adalah 15 dolar, sedangkan barang yang mereka impor dijual dengan harga 10 dolar per potong! Dalam waktu relatif singkat hampir 90 persen industri ringan di Zimbabwe tutup.” Tetapi dengan mengandalkan hasil penjualan dari 12 toko, kekayaannya tetap terus bertambah. Tetapi sepertinya waktu menikmati kejayaannya memiliki batas masa berlaku. Di akhir tahun 1997 hingga tahun 1998, karena faktor politik di Zimbabwe, di tambah dengan bertambah kuatnya aksi serikat buruh, membuat rakyat termakan oleh hasutan dan kerusuhan terjadi di mana-mana. Para pedagang yang tidak berdosa selalu menghadapi tindakan perampokan besar besaran. Tino Chu berkata sambil tersenyum kecut, “Tidak tahu entah kenapa, setiap kali ada kerusuhan pasti terjadi di sekitar toko saya.”
SALING MENDUKUNG. Istri Tino Chu bernama Li Zhao-qin bertanggung jawab menjaga toko serba ada mereka. Dukungannya telah memampukan suaminya untuk berfokus sepenuhnya dalam kegiatan amal.
“Setiap kali mendengar kabar angin akan terjadi kerusuhan, saya dan istri beserta anak-anak dan temanteman mereka harus begadang sepanjang malam untuk memindahkan barang-barang yang ada di toko ke gudang di rumah. Setelah mengalami perampokan sampai tiga kali, setiap keluar rumah saya selalu membawa senjata api yang siap untuk ditembakkan setiap saat.” Pada tanggal 16 Agustus tahun 1998, ia mengalami peristiwa perampokan untuk terakhir kalinya, peristiwa menyedihkan ini terjadi 20 menit setelah ia meninggalkan pabrik. “Barang-barang dijarah semua, bahkan sampai-sampai gantungan baju, meja-kursi, barang yang bisa dijarah diangkut semuanya, barang yang seharusnya bukan milik saya malah ada di dalam toko, seperti sebuah sandal dan selongsong peluru gas air mata, kabarnya ada seorang anak kecil yang luka karena terinjak-injak di tengah kerusuhan yang terjadi.”
Dalam waktu sembilan bulan yang singkat, Tino Chu sudah mengalami perampokan sebanyak empat kali. Setiap kali terjadi perampokan, seluruh isi toko selalu dijarah sampai tidak ada yang tersisa, total kerugian lebih dari 20 juta dolar Taiwan. Tabungan hasil kerja keras selama bertahun tahun semuanya masuk ke kantong para perusuh, sampai-sampai uang untuk membayar gaji para karyawannya juga tidak ada. Setelah menyaksikan berita internasional tentang keadaan Zimbabwe, ayah mertuanya yang berada jauh dari Taiwan telah menelepon beberapa kali berusaha membujuk Tino Chu untuk membawa anak istrinya kembali ke Taiwan demi keselamatan sekeluarga. Sang ayah mertua sampai berkata padanya, “Seluruh kerugian Anda akan saya bayar kembali semuanya, termasuk seluruh harta benda yang ada di sana tidak perlu diurus lagi, berapa nilainya akan saya
Januari - April 2014 | 87
BAHAN BANtUAN. Sebelum memasuki musim dingin tahun 2013, beras cinta kasih dan selimut dari Taiwan tiba di Zimbabwe. Pada bulan Juni dan Juli, Tino Chu dan relawan setempat membagi barang bantuan kepada 1.800 keluarga kurang mampu di Epworth, Harare Selatan.
Dengan Uang 100 Triliun Tidak Mampu Membeli Sebatang Roti.
ganti sekalian, segera bawa pulang anak dan isteri mu!” Asalkan Tino Chu menganggukkan kepala dan membeli beberapa lembar tiket pesawat, ia akan akan mendapatkan bantuan dana paling sedikit 50 juta dolar Taiwan dari sang mertua.
88 | Dunia Tzu Chi
“Ketika itu saya seperti seekor singa yang terluka.” Yang masih tersisa pada diri Tino Chu adalah keangkuhan dan harga diri yang sia-sia. Dengan penuh emosi ia bersitegang dan tanpa berpikir lagi, menolak tawaran sang ayah mertua.
Dengan demikian ia memilih untuk tetap tinggal di Zimbabwe. Setelah segala sesuatunya kembali stabil, Tino Chu kembali ke Taiwan untuk meminta maaf kepada sang ayah mertua.
Jika dikatakan kerusuhan adalah sebuah mimpi buruk, maka inflasi tanpa diragukan lagi adalah bencana bagi Zimbabwe. Mulai dari tahun 2000, pemerintahan Zimbabwe mulai melaksanakan reformasi tanah dengan paksaan. Mereka menganggap tanah yang dimiliki oleh orang kulit putih merupakan tanah warga kulit hitam yang diperoleh secara ilegal pada masa penjajahan kolonial. Oleh karenanya, setelah perundingan yang dilakukan mengalami kegagalan, sebagian besar tanah milik orang kulit putih disita oleh negara. Tindakan ini menimbulkan protes keras dunia internasional dan mendapatkan sanksi ekonomi dari dunia internasional. Sejumlah besar petani kulit putih dalam negeri hengkang meninggalkan Zimbabwe. Sebelum melakukan eksodus, mereka merusak sistem irigasi, membawa pergi atau menghancurkan mesin-mesin pertanian. Belakangan, sebagian besar orang yang mengambil alih usaha pertanian tidak memiliki teknologi pertanian dan juga tidak mempunyai dana yang cukup untuk memperbaiki kembali fasilitas irigasi. Di tambah adanya perubahan iklim, lahan pertanian mulai terbangkalai tidak terurus. Perekonomian negara agraris Zimbabwe pun perlahan-lahan hancur berantakan. Sanksi ekonomi dunia internasional membatasi kegiatan ekspor-impor, hutang jangka panjang luar negeri menumpuk. Dana Moneter Internasional pun menghentikan bantuan bagi Zimbabwe untuk sementara. Sebagai solusi, pemerintah Zimbabwe mencetak uang dalam jumlah besar guna mengurangi defisit anggaran, bahkan mengedarkan mata uang bernominal 100 triliun yang merupakan nominal terbesar di dunia. Sungguh sulit dibayangkan, sebelum tahun 1993, nominal mata uang Zimbabwe yang terbesar juga baru dua puluh dolar. Nilai mata uang Zimbabwe mulai mengalami devaluasi dengan cepat. Sampai bulan Juli tahun 2008, tingkat inflasi telah mencapai 2.310.000%. Sebuah angka yang sangat fantastis dan mengejutkan; Pada hari uang bernominal 100 triliun diedarkan, nilainya juga hanya setara dengan 300 dolar Amerika; berselang beberapa hari, telah menjadi uang tidak berguna yang tidak bisa
Januari - April 2014 | 89
Daripada Dirampok Lebih Baik Berbagi dengan Orang Setelah pabriknya dijarah, di benak Tino Chu ada kecurigaan yang terus menerus mengganggu pikirannya. “Saya tidak hentinya berpikir, mengapa peristiwa terjadi dua puluh menit setelah saya meninggalkan pabrik. Jika para penjarah datang dua puluh menit lebih cepat, saya pasti dengan tanpa berpikir panjang lagi untuk menembak mereka. Selisih waktu selama dua puluh menit ini saya anggap sebagai sebuah pertanda.” Saat sedang menunggu polisi datang untuk membuat laporan tertulis dan memeriksa lokasi kerusuhan, Tino Chu tidak memiliki sesuatu yang bisa ia kerjakan. Di sebuah sudut ruangan ia
melihat sebuah kitab Sutra dan kaset yang ia bawa dari Taiwan, ia membersihkan debu yang sudah menumpuk selama bertahun-tahun di atasnya, lalu membalik-balik halaman kitab dan membacanya untuk menghabiskan waktu. Sebuah kalimat “Berdana merubah karma buruk” yang terdapat di dalam kitab Sutra tersebut telah melekat di dalam benak Tino Chu yang kosong melompong karena trauma akibat mengalami perampokan sebanyak empat kali. “Apa yang saya alami hari ini adalah buah karma yang tampil di hadapan saya, maka saya akan melakukan perbuatan amal lebih banyak saja.” Tino Chu tidak hanya memiliki niat untuk berdana, di samping itu ia juga berpikir, “Jika memang uang
KUNJUNGAN KASIH. Relawan Tzu Chi Zimbabwe berdoa bersama keluarga penerima bantuan di kegiatan kunjungan kasih.
MENCEGAH PENYAKIT. Para relawan mencukur rambut murid-murid dari Rusununguko Primary School yang terletak di pinggiran kota Harare. Pelayanan ini membantu mencegah tersebarnya penyakit kurap pada ubun-ubun mereka.
digunakan untuk membeli sebatang roti ataupun secangkir kopi. Saat itu, para pedagang mulai “membuka toko tanpa berdagang” dan “tidak mengisi kembali stok meskipun barang di rak sudah kosong. Menjual apa saja pasti merugi. Karena kecepatan devaluasi mata uang Zimbabwe dalam hitungan jam. Mata uang Zimbabwe yang Anda terima dengan menjual barang pada saat ini, satu jam kemudian mungkin tidak bernilai sepeser pun. Istri Tino Chu bernama Li Zhao Qin yang bertanggung jawab menjaga toko serba ada mereka. Selama beberapa tahun saat harga barang melonjak dan inflasi terparah, setiap hari Li Zhao
90 | Dunia Tzu Chi
Qin merisaukan bagaimana melepas mata uang Zimbabwe yang berada di tangannya. “Jika selama belum didapatkan cara untuk menukar mata uang Zimbabwe menjadi dolar Amerika atau uang asing lainnya, malamnya kami akan menghabiskan uang dengan makan besar di luar, jika tidak, keesokan harinya uang-uang ini tidak ada bedanya dengan lembaran kertas putih, ketika itu, hampir setiap hari pergi ke restoran untuk makan.” Alhasil, kondisi kehidupan masyarakat kembali ke masa lalu dengan melakukan transaksi melalui sistem barter, namun bagi orang yang tidak memiliki barang untuk ditukarkan hanya bisa menanggung lapar.
Januari - April 2014 | 91
departemen pertanian di luar kota kabupaten. Dengan menggunakan truk sewaan, ia keluar kota untuk mengangkut tepung yang dibelinya, Namun, timbul masalah di tengah perjalanan pulang ke Harare karena ia akan melewati sebanyak tiga pos penjagaan polisi. “Saya selalu membawa foto saya bersama sang presiden, lalu memberi setiap anggota polisi masing-masing satu karung (tepung jagung), dengan begitu saya telah diijinkan untuk lewat.” Setiap akhir pekan, dengan mengendarai mobil ia membawa serta seluruh anggota keluarganya untuk berwisata ke suatu tempat yang berjarak lebih dari tiga ratus kilometer. Sebelum berangkat, ia membeli roti tawar dalam jumlah sangat banyak dan di letakkan di dalam mobil sebagai persiapan untuk dibagikan kepada warga di desa-desa yang mereka kunjungi tanpa diatur sebelumnya. “Orang-orang di sekitar tempat itu sangat senang melihat kedatangan mobil kami yang berwarna perak,” katanya.
Melakukan Kebajikan Bukanlah Seperti Bertransaksi
AKRAB. Tino Chu menyukai anak-anak, dan telah berbuat banyak untuk membantu mereka.
ini ditakdirkan bukan milik saya, mengapa harus diberikan kepada penjahat, tetapi bukan kepada orang-orang yang lebih membutuhkannya?” Menyaksikan inflasi yang menyulitkan kehidupan orang banyak, lebih membuat seekor singa terluka ini menjilat-jilat lukanya dan memutuskan untuk melangkah merintis sebuah jalan kehidupan yang berbeda dengan menengadahkan kepala penuh percaya diri. Tino Chu mulai menyediakan makanan di dalam komunitas yang dilakukan seminggu sekali, setiap minggu ia menuju ke komunitas yang berbeda. “Setiap kali saya akan membeli tujuh ratus batang roti, kira-kira cukup untuk tiga ribu orang lebih,” kata Tino Chu “Pada saat memotong 700 batang roti, di atas papan tempat roti dipotong terdapat banyak sekali serpihan roti, para warga datang kembali mengantri untuk mengisi piring mereka dengan serpihan roti dengan sikap sangat menghargai bahan makanan.” Tino Chu yang berwajah gemuk bulat dan ramah berkisah tentang pembagian makanan di tahun itu,
92 | Dunia Tzu Chi
tidak saja berkisah dengan mengernyitkan alis, tetapi juga dengan wajah terlihat cukup serius, dengan terus menerus mengucapkan kalimat, “Kondisi awalnya saat itu cukup berat.” Pemandangan kekurangan bahan pangan tidak hanya terjadi di daerah pedesaan, dengan tidak adanya produksi bahan pangan, ibukota yang harus mengandalkan suplai dari luar juga tidak terhindar dari kekurangan pangan. Untuk berjaga-jaga dari pedagang tidak bermoral yang mengeruk keuntungan besar, pihak pemerintah membatasi jumlah angkutan bahan pangan. Satu orang hanya boleh membawa masuk dua puluh kilogram tepung jagung ke wilayah ibukota. Kebijakan ini menimbulkan dampak positif dan juga negatif, yaitu dapat mencegah maksud buruk yang tidak bermoral secara efektif, namun juga membuat penduduk terjerumus ke dalam kondisi sulit kehabisan bahan makanan. Tino Chu mengandalkan keahlian berdagang serta koneksi yang terjalin untuk membeli ratusan karung tepung jagung berisi sepuluh kilogram dari
Melakukan kebajikan di Zimbabwe bukanlah hal yang mudah. Di negeri tersebut ada peraturan pembatasan untuk berkumpul, tidak boleh berkumpul lebih dari sepuluh orang. Untuk mematuhi peraturan ini, setiap kali melakukan kegiatan pembagian bahan bantuan atau layanan sosial gunting rambut, Tino Chu harus mengajukan permohonan untuk meminta persetujuan kepada aparat pemerintahan terkait, meminta tanda tangan berlapis lapis dari satu ke pejabat lainnya, total harus menyelesaikan sebelas prosedur. “Sekalipun sudah saling mengenal, tetap harus meminta tanda tangan sesuai hukum yang berlaku, setiap kali selalu harus menghabiskan banyak waktu untuk kepentingan ini.” Lift di kebanyakan kantor pemerintahan sering tidak berfungsi, Suatu kali, Tino Chu ke kantor departemen kesehatan untuk mengajukan permohonan persetujuan, kantor pengurus yang berhak memberi stempel persetujuan berada di lantai 18, Tino Chu yang sudah berusia 58 tahun naik ke atas melalui tangga selangkah demi selangkah. Jarak paling jauh melakukan kebajikan adalah suatu tempat yang berjarak 450 kilometer dari tempat tinggalnya, tanpa mempermasalahkan segi usia maupun kekuatan fisik, sejak tahun 1998 Tino Chu selalu mengorek kocek sendiri, selama beberapa tahun paling sedikit sudah mengeluarkan berapa ratus ribu dolar Amerika. “Berdana merubah karma buruk”, kalimat inilah yang membuat kehidupan Tino Chu lain dari masa lalu. Tetapi pada awal mulai melakukan kebajikan adalah
dengan maksud tertentu. “Saya sedang bertransaksi dengan Bodhisatwa, saya melakukan perbuatan baik demi Anda, Anda harus melindungi seluruh keluarga saya agar selamat tanpa halangan apa pun,” kata Tino Chu sambil tertawa. “Tetapi Bodhisatwa memang benar benar memberi saya keselamatan, sampai sekarang kehidupan saya berjalan dengan sangat lancar.” “Belakangan, pada suatu kesempatan setelah saya menonton sebuah acara yang ditayangkan di televisi, saya baru tidak lagi menjadikan melakukan kebajikan layaknya sedang bertransaksi dengan Bodhisatwa,” kenang Tino Chu, hal itu mulai pada tahun 2005 saat menginstal DAAI TV yang disiarkan dari Taiwan. “Ketika itu saya menyaksikan insan Tzu Chi melakukan kegiatan pembagian bahan bantuan dan melakukan survei bencana ke berbagai negara, juga melakukan kebajikan di dalam komunitas, di dalam hati saya berpikir, bukankah itu hal yang sedang saya lakukan? Dengan begitu saya seorang insan Tzu Chi juga!” ungkapnya. Saat itu di dalam hati Tino Chu membanggakan dirinya sendiri adalah seorang relawan Tzu Chi, Sejak saat itu, ia ke komunitas menyediakan makanan atau menggunting rambut anak sekolah, bahkan dalam menghadapi masalah wabah dan kekurangan air di Zimbabwe, secara rutin ia menyuplai air ke berbagai komunitas yang berbeda, semuanya ia lakukan tidak atas nama pribadi, tetapi semuanya dengan nama Tzu Chi. Ia melakukannya dengan diam-diam tanpa gembar gembor, hal ini berlangsung hingga relawan Tzu Chi di negara tetangga Afrika Selatan berhasil menghubungi dirinya. Di akhir tahun 2011, Tino Chu pulang ke Taiwan menerima pelantikan, saat ia berbagi kisah di atas panggung berkata, “Di tahun 2006, saat saya menonton siaran DAAI TV Taiwan, saya merasa bahwa saya sudah dilantik, hari ini saya hanya pulang untuk menerima kartu identitas yang belum saja ambil.” “Dengan adanya bantuan dari Tzu Chi, di Zimbabwe akan ada lebih banyak lagi orang yang mendapatkan bantuan.” Tino Chu memperlihatkan senyuman cerah, “Seperti tahun ini, Tzu Chi mengirim 120 ton beras, beras ini akan dapat mengenyangkan berapa banyak orang!” Dengan menjadi seorang insan Tzu Chi yang sebenarnya, Tino Chu mengemban tanggung jawab yang berat dan perjalanan yang panjang. Saat bertanya padanya, “Apakah beban di pundak Anda sangat berat?”, ia tersenyum dan berkata, “Berat yang membuat hati saya merasa sangat tenteram.”
◙ Sumber: http://www.tzuchi.org.tw/index.php
Penerjemah: Desvi Nataleni/Tonny Yuwono Editor: Agus Rijanto
Januari - April 2014 | 93
zu Chi Indonesia
Melukiskan Kisah, Melampaui Melodi
urah hujan yang tinggi di awal Januari 2014 mengakibatkan sungai-sungai penyangga ibukota meluap. Banjir kembali melanda Jakarta. Terhitung sejak 12 Januari beberapa wilayah Jakarta terendam banjir. Salah satu wilayah yang menjadi langganan banjir adalah Kapuk Muara, Jakarta Utara. Air bah mulai mengepung wilayah ini sejak Minggu, 12 Januari 2014. Namun karena belum mengganggu aktivitas, warga tetap tinggal di rumah masing-masing. Hingga Jumat (17 Januari 2014), banjir semakin tinggi, antara 1-1,5 meter. Warga pun mulai mengungsi. “Paling cuma bawa beberapa baju aja,” ujar beberapa warga. Wilayah lain yang juga terkena dampak banjir adalah daerah Kebon Pala, Jakarta Timur. Sebagian warga di sini mengungsi di Gereja GPIB (Gereja Kristen Protestan Bagian Barat) Koinonia Jatinegara. Saat banjir menerjang, warga langsung teringat pada Gereja Koinonia. Para pengurus gereja memberikan tempatnya untuk dijadikan tempat tinggal sementara. Bahkan saking banyaknya pengungsi (1.200 jiwa), rumah tinggal pendeta pun ditempati para pengungsi. Sejak banjir mengepung Jakarta, relawan Tzu Chi
94 | Dunia Tzu Chi
berkoordinasi sesuai dengan komunitasnya untuk membantu para korban banjir. Sebanyak 17 wilayah di Jakarta dan Bekasi menjadi wilayah utama pemberian bantuan. Bantuan berupa paket bantuan banjir, makanan hangat, air mineral, peralatan mandi, selimut, dan keperluan lainnya. Kegiatan ini melibatkan banyak relawan, salah satunya Rodiah, warga Perumahan Cinta Kasih yang ikut membantu memasak. Saat ditanya apa yang mendorongnya ikut membantu, Rodiah mengatakan bahwa ia turut membantu karena keinginannya sendiri. “Suami saya juga mendukung,” tambahnya. Relawan juga melakukan baksos kesehatan karena wabah penyakit pascabanjir seperti diare, gatal-gatal, batuk, flu, demam hingga tifus mulai menyerang. Seperti saat Tim Medis Tzu Chi menggelar posko kesehatan di SDN 01 dan 02, Kapuk Muara, Senin 20 Januari 2014, sebanyak 106 warga datang berobat, dimana mayoritas menderita gatal serta demam. Dengan sigap dan ramah Tim Medis memberikan pelayanan pengobatan kepada para korban banjir, yang umumnya Lansia dan Balita. ◙ Tim Redaksi
Metta Wulandari
C
mudah menghampiri. Dalam membuat lagu ini, Li laoshi banyak menggunakan ekspresi mimik wajah manusia dan juga bahasa tubuh serta ungkapan emosi manusia yang menandakan kerinduan pada satu lingkungan yang bersih. “Saya tidak pernah melihat wujud Kali Angke, begitu pula Master Cheng Yen yang tidak pernah melihatnya. Namun saya kagum dengan Master Cheng Yen karena beliau bisa melakukan hal yang luar biasa,” tuturnya. Sejarah yang tertulis dalam Kali Angke merupakan sejarah Tzu Chi di seluruh dunia, bukan hanya sejarah Tzu Chi Indonesia semata. Li laoshi juga berharap bahwa lagu-lagu yang ia ciptakan dapat dinikmati oleh relawan Tzu Chi di seluruh dunia. “Setiap kisah Tzu Chi yang menyentuh, bisa menjadi lagu yang menyentuh, juga bisa menyebarkan keindahan ke seluruh dunia,” ucapnya. ◙ Metta Wulandari
Metta Wulandari
Mengulurkan Tangan Bagi Korban Banjir
umat, 28 Februari 2014, lagu Kali Angke yang Kekal bergema di lantai 3 Aula Jing Si Pantai Indah Kapuk menyambut Li Shou Quan, sang komposer, yang datang langsung dari Taiwan. Walaupun sedikit digubah pada iramanya, Li laoshi (guru), saat mendengar lagu versi Indonesia mengaku masih mempunyai satu rasa yang sama seperti saat pertama kali ia menciptakan lagu ini. “Setelah mendengarkan lagu versi Indonesia, keharuan yang saya rasakan sama persis seperti saat saya menciptakan lagu ini,” ucapnya membuka sharing pada para tamu yang datang. “Walaupun saya tidak mengerti artinya (dalam bahasa Indonesia-red) namun saat mendengar suara penyanyi yang penuh penjiwaan, saya merasakan keharuan yang sama,” tambahnya sekaligus memuji Johandi Djahja, penyanyi yang menyanyikan lagu Kali Angke yang Kekal versi Indonesia. Li laoshi menciptakan lagu Kali Angke yang Kekal 12 tahun (tahun 2002) yang lalu saat Tzu Chi mengadakan normalisasi Kali Angke dan memindahkan warganya ke satu kompeks rumah susun yang sekarang dikenal sebagai Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng. Walaupun belum pernah melihat secara langsung bagaimana kondisi Kali Angke pada waktu tersebut, juga tidak tahu seperti apa warga yang tinggal di bantaran kalinya, namun Li laoshi tahu bahwa seperti halnya manusia, sungai pun mempunyai usia, bisa pula mengalami penuaan. Dalam proses penuaan, noda batin dapat dengan
Metta Wulandari
Siladhamo Mulyono
Witono
Siladhamo Mulyono
J
Januari - April 2014 | 95
zu Chi Indonesia
Merapatkan Barisan Perekam Jejak Sejarah Tzu Chi
◙ Apriyanto
96 | Dunia Tzu Chi
◙ Indri Hendarmin, Lo Wahyuni (He Qi Utara)
Witono
abtu, 22 Maret 2014, Yayasan Buddha Tzu Chi meng adakan pelatihan relawan 3 in 1 untuk kedua kalinya. Pelatihan yang bertempat di Aula Jing Si, PIK ini dibuka dengan mendengarkan ceramah Master Cheng Yen. Dalam ceramahnya Master Cheng Yen mengatakan relawan Zhen Shan Mei (benar, bajik, indah) bukanlah hanya jurnalis, fotografer, maupun kameraman video. Lebih lanjut Master Cheng Yen menjelaskan bahwa relawan Zhen Shan Mei adalah bagian dari sejarah Tzu Chi. Hal ini menyadarkan relawan, bahwa dalam melaksanakan kegiatan Tzu Chi relawan diharapkan menjadi bagian dari pewaris sejarah Tzu Chi bagi generasi selanjutnya. Memang sempat terpikir, pada dasarnya apa yang relawan lakukan, baik mencatat kegiatan, mengambil gambar (foto), dan merekam video, mempunyai satu tujuan yang amat penting karena setiap kegitan nantinya akan menjadi sejarah dari Tzu Chi Indonesia. Salah satu relawan, Like Hermansyah, Ketua He Qi Pusat, juga menyempatkan diri untuk memberikan sharingnya dalam acara ini. “Selain menjadi mata dan telinga Master Cheng Yen, hasil karya relawan Zhen Shan Mei Tzu Chi harus dapat menginspirasi orang lain berbuat kebaikan,” ujar Like Hermansyah, dengan lugas dan tegas. Sharing beliau yang penuh semangat segera memompa semangat positif ke seluruh peserta training ini. Zhen Shan Mei semua diulas dengan begitu detail. Zhen yang berarti kebenaran yang diungkapkan dengan sungguh-sungguh maka akan menjadi Shan (kebajikan), yang pada akhirnya menjadi sebuah Mei (keindahan). Zhen Shan Mei memang berada dalam misi Tzu Chi, yakni misi budaya kemanusiaan. Lebih lanjut Like shijie mengatakan agar relawan benarbenar menyerap makna dari Zhen Shan Mei sehingga dapat menerapkan dalam kehidupan sehari-hari. Misi Budaya Kemanusiaan menjadi amat sangat penting dan kedepannya misi ini diharapkan menjadi misi kedua setelah misi yang paling mendasar di Tzu Chi, yaitu misi amal. Harus diakui ada beban saat mendengar begitu besarnya harapanharapan dari Tzu Chi terhadap relawan Zhen Shan Mei, namun dengan dukungan yang amat besar dari berbagai pihak dan relawan lain maka beban yang awalnya terasa berat seakan berubah menjadi ringan.
Witono
S
Mei. Dan tujuan dari semua ini adalah menjadi saksi cinta kasih di dunia. Lebih lanjut Hendry juga menjelaskan mengapa pencatatan dan pendokumentasian itu penting, sebab Master Cheng Yen berprinsip setiap saat adalah sejarah, setiap momen tidak bisa diulang, dan setiap kisah adalah inspirasi, maka demikianlah alasan relawan Zhen Shan Mei dibutuhkan. Dari pelatihan yang berjalan singkat itu Henny Laurence, relawan Zhen Shan Mei asal Makassar mengaku mendapatkan motivasi untuk lebih giat di kegiatan Zhen Shan Mei. Menurutnya selama ini ia menjalani pendokumentasian kegiatan Tzu Chi Makassar hanya sebatas tugas dan dijalankan berdasarkan teknik. Namun setelah mendengarkan penjelasan dari Hendry Chayadi, ia menjadi sadar bahwa tugas Zhen Shan Mei merupakan tugas yang mulia. Oleh sebabnya ia menjadi semakin terpacu untuk mencari kisah-kisah inspirasi, sebab melalui karya relawan Zhen Shan Mei Master Cheng Yen menjadi tahu tentang keadaan relawan di Indonesia.
Anand Yahya
abtu, 22 Februari 2014, Tzu Chi Indonesia memulai rangkaian pelatihan relawan Zhen Shan Mei (relawan pencatat sejarah benar, bajik, indah). Pelatihan ini akan diadakan berkala setiap bulan agar relawan bisa memiliki keterampilan dokumentasi yang lebih memadai. Pelatihan yang dihadiri oleh 114 orang ini mencakup pelatihan di bidang penulisan, fotografi, video, dan skrip video. Di pelatihan pertama ini, relawan dimantapkan kembali tentang makna Zhen Shan Mei. Hendry Chayadi, seorang penerjemah Ceramah Master Cheng Yen dalam program Sanubari Teduh DAAI TV Indonesia, menjadi nara sumber pertama. Ia menyajikan materi yang mengandaikan relawan Zhen Shan Mei seperti mata dan telinga Master Cheng Yen. Sebab melalui informasi dan foto dari relawan Zhen Shan Mei, Master Cheng Yen menjadi tahu tentang keadaan di dunia ini. Saat relawan Tzu Chi membagikan bantuan bencana, saat relawan membantu keluarga tidak mampu atau di saat relawan menunjukkan budaya humanis Tzu Chi semua ini bisa diketahui oleh Master berkat berita yang dibuat oleh relawan Zhen Shan
Juliana Santy
S
Berlatih Menjadi Pencatat Sejarah
Januari - April 2014 | 97
zu Chi Indonesia
Kamp Anak Asuh Beasiswa Karir
M
inggu budaya humanis atau biasa dikenal dengan ren wen week kembali diadakan oleh Sekolah Tzu Chi Indonesia pada 17-21 Februari 2014. Dimulai dari hari Senin hingga Jumat, siswa-siswi Sekolah Tzu Chi diajak untuk mengimplementasikan budaya-budaya humanis yang telah mereka dapatkan disekolah. Mulai dari belajar mengenal kembali Master Cheng Yen, mengetahui visi-misi Tzu Chi, dan juga yang paling penting adalah mempraktikkan ajaran Master Cheng Yen. Agenda di hari pertama minggu budaya humanis diisi oleh tur Jing Si Hall. Melalui ruangan ini, anak-anak diberikan pengetahuan mengenai kegiatan-kegiatan apa saja yang dilakukan Tzu Chi dalam membantu sesama. “Dalam minggu budaya humanis ini kita memberi pengetahuan pada anak untuk lebih tahu lagi tentang Tzu Chi. Maka kita membuat touring yang menjelaskan 4 misi dan 8 jejak Dharma Tzu Chi,” jelas Rosvita Widjaja Shijie, relawan pendidikan Tzu Chi. Chen Fei Han, siswi K1 Compasion, terlihat sangat antusias mendengarkan shigu-shibo pemandu tur menjelaskan apa saja yang tertera dalam posterposter di Jing Si Hall. Pandangannya fokus dan sesekali ia menimpali apa yang diucapkan oleh pemandu. Seperti saat salah satu shigu pemandu
98 | Dunia Tzu Chi
tur, Rosa Shigu, menjelaskan mengenai Rumah Sakit Khusus Bedah (RSKB) Cinta Kasih. Ia bertanya pada anak-anak apa tujuan dibangunnya RSKB, Fei Han langsung mengangkat tangan dan menjawab, “Untuk mengobati orang sakit,” ucapnya lantang. Tidak hanya di pos misi Amal, rasa ingin tahu Fei Han selalu menempatkannya di barisan paling depan diantara teman-temannya. Berulang kali juga ia mengatakan bahwa ia ingin menjadi orang yang suka membantu orang lain, ingin menjadi seperti relawan dan juga Master Cheng Yen. “Nanti kalau aku sudah besar, aku mau jadi seperti relawan dan Master Cheng Yen yang suka membantu orang lain. Seperti membantu korban banjir,” ujar Fei Han yang masih berusia lima tahun ini. Di usia mereka masih sangat kecil, penanaman cinta kasih sudah seharusnya diberikan agar kelak saat mereka dewasa, mereka lebih bisa menghargai dan menerapkan apa yang mereka dapat di masa kecil. Seperti salah satu kata perenungan Master Cheng Yen, “Bangkitkan rasa belas kasih anak-anak, bina jiwa kebijaksanaan mereka dalam kehidupan sehari-hari, dengan demikian mereka akan memiliki kebijaksanaan yang tulus dan murni.”
◙ Metta Wulandari
Juliana Santy Juliana Santy
Membina Pribadi yang Peduli Sesama
ada tanggal 1-2 Maret 2014, Tzu Chi mengadakan kamp bagi anak asuh yang tergabung dalam program beasiswa karier. Kamp ini diadakan agar anak-anak dapat lebih mengenal apa itu Tzu Chi. Dede Juwita, salah satu dari 69 anak asuh, merasa kembali memperoleh harapan setelah mengenal Tzu Chi. “Saya dulu tinggal di lokasi yang kumuh yaitu di bantaran Kali Angke dan sepertinya tidak ada harapan atau tidak ada gambaran bagaimana ke depannya saya bisa sekolah ke jenjang yang lebih tinggi, tapi semenjak Tzu Chi membangun Perumahan Cinta Kasih dan Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi, barulah ada titik terang di kehidupan saya,” ceritanya. Sosok ayah dan ibu menjadi penyemangat dirinya untuk terus maju. Meski saat ini ibunya berada jauh karena sedang bekerja di Malaysia, ia menggantikan tugas ibunya mengurusi adik-adiknya. “Mama paling hebat, dia bisa membimbing anaknya, dan aku juga bisa kuliah meskipun tanpa biaya orang tua. Aku pengennya nggak membuat mereka terbebani dengan diri aku. Dulu waktu aku lulus SMA, aku nggak mau kuliah karena mau bantu mereka, tapi ayah bilang kamu harus maju, salah satu anak ayah harus ada yang dapat gelar sarjana. Aku maju untuk mendapatkan gelar tersebut, dan aku juga mengajarkan adik-adiku juga untuk jangan pernah putus asa, meskipun mama jauh kita mesti buat bangga dia.” Pada awalnya diantara mereka ikut karena merasa kegiatan ini adalah kewajiban yang harus mereka ikuti sebagai penerima beasiswa, namun setelah mengikuti kamp mereka mulai mengubah pemikirannya. Mereka ingin terlibat menjadi relawan Tzu Chi dan menjadi orang-orang yang mampu bersumbangsih dan membawa perubahan positif di masyarakat. Di akhir kegiatan, Liu Su Mei, Ketua Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia memberikan pesan cinta kasih bagi anak-anak yang berprestasi ini. “Dalam dua hari kita mendapatkan pelajaran bahwa cinta kasih universal tidak membedabedakan dan tanpa pamrih. Kedua yang harus kita pelajari adalah bersyukur kepada orang tua dan keluarga kita yang membesarkan kita. Tentu bersyukur juga bisa bertemu dengan jodoh Tzu Chi untuk menapaki masa depan yang lebih baik. Kita harus bisa mengatur diri sendiri dan mensyukuri berkah. Setelah kita tahu bersyukur, langkah berikutnya kita bersumbangsih, atau menyumbangkan cinta kasih universal kepada orang lain,” tuturnya dan berharap semua dapat berusaha lebih baik lagi. ◙ Juliana Santy
Juliana Santy
Metta Wulabdari
Metta Wulabdari
P
Januari - April 2014 | 99
LENSA
Manado Bangkit Teks | Anand Yahya
A
da yang berbeda dengan bantuan Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia di Kota Manado yang terkena banjir bandang pada 15 Januari 2014 lalu. Banjir bandang ini menimpa 4 wilayah di Sulawesi Utara, yaitu Manado, Tomohon, Minahasa, dan Minahasa Utara dengan wilayah terparah terkena dampak banjir bandang di Kota Manado. Tanggal 18 Januari 2014, 26 relawan Tzu Chi yang tergabung dalam Tim Tanggap Darurat Tzu Chi (TTD) tiba di Bandara Sam Ratulangi Manado dengan menumpang pesawat Hercules. Bantuan tahap awal Tzu Chi di Kota Manado adalah memberi paket bantuan bencana yang terdiri dari pakaian, peralatan mandi, handuk, selimut, dan sarung. Selain itu relawan Tzu Chi juga menyediakan peralatan untuk membersihkan rumah dan lingkungan berupa sekop, bak troli, serta mesin penyedot air.
100 | Dunia Tzu Chi
Januari - April 2014 |101
Anand Yahya Metta Wulandari
Anand Yahya
102 | Dunia Tzu Chi
Januari - April 2014 |103
Anand Yahya Anand Yahya
Anand Yahya
Dimin (He Qi) Barat
Para relawan yang terlibat selain relawan Jakarta, ada juga dari luar kota, seperti Makassar, Biak, Medan, dan Palembang. Mereka bersumbangsih dengan penuh kasih sayang, rasa hormat, dan bijak dalam mendampingi warga Manado. Lebih kurang 3 bulan Tzu Chi terus membantu dan mendampingi. Kehangatan dalam persaudaraan yang dibawa insan Tzu Chi sungguh berarti bagi warga di Kecamatan Tikala, Singkil, dan Wenang. Raut wajah duka dan murung mulai terhapus saat relawan Tzu Chi memberikan senyuman. Ketulusan relawan dalam mencurahkan cinta kasih tanpa pamrih membuat kehidupan warga menjadi lebih berwarna dan bergairah. Relawan datang langsung ke lokasi untuk memotivasi warga yang menjadi korban bencana agar bangkit kembali dan menata hidupnya, melalui program “Kerja Bakti dan Solidaritas”. Warga diajak bersama-sama dengan relawan untuk membersihkan lumpur, puing-puing dari dalam dan halaman rumah serta lingkungan mereka masing-masing. Sore harinya mereka mendapatkan dana solidaritas serta paket bantuan darurat. Sekali mendayung, dua tiga pulau terlampaui: rumah dan lingkungan bersih, perekonomian warga pun bergeliat. Warga Manado paham bahwa dana yang mereka terima merupakan sumbangsih banyak orang. Demi meringankan derita warga Manado, insan Tzu Chi menggalang hati dan cinta kasih ke seluruh penjuru tanah air. Cinta kasih yang disemai pun mulai bertumbuh, beberapa warga penerima bantuan menyatakan keinginannya untuk turut bersumbangsih dalam pusaran cinta kasih ini. Mereka menyisihkan dana yang mereka terima untuk berbuat kebajikan.
Anand Yahya
104 | Dunia Tzu Chi
Januari - April 2014 |105
Hingga kini, relawan Tzu Chi terus memberi perhatian kepada warga korban bencana. Musibah memang telah usai, tetapi dampaknya masih dirasakan bagi sebagian besar warga. Kita tentu berharap warga segera dapat pulih dan bangkit hingga dapat menata kehidupannya kembali. Satu pesan penting dari musibah ini adalah sepatutnya kita lebih ramah dan bersahabat dengan alam. Menjaga alam dengan melestarikan lingkungan sama saja dengan memperpanjang usia bumi dan manusia. Dapat juga diartikan bahwa semakin banyak waktu yang bisa kita gunakan untuk berbuat kebajikan.
Anand Yahya
106 | Dunia Tzu Chi
Teddy Lianto
Januari - April 2014 |107
Metta Wulandari Teddy Lianto
Anand Yahya
Teddy Lianto
108 | Dunia Tzu Chi
Januari - April 2014 |109
110 | Dunia Tzu Chi
Metta Wulandari
Metta Wulandari
Metta Wulandari
Teddy Lianto
Januari - April 2014 |111
zu Chi Nusantara Kita ini Satu Keluarga
Medan 15-02-2014 : Nuraina : Amir Tan
Batam 02-03-2014
: William : Reno
Sebagai bentuk kepedulian terhadap para korban gunung Sinabung, Rabu, 12 Februari 2014, relawan Tzu Chi bersama aparat pemerintah setempat meninjau lahan seluas 20 hektar di Desa Kacinambun, Kecamatan Tiga Panah, Sumatera Utara. Lahan ini nantinya bisa ditempati 430 kepala keluarga. Saat ini ada 3 desa: Desa Suka Meriah, Desa Bekerah, dan Desa Simacem yang wajib direlokasi karena berada di zona merah. Selanjutnya, tanggal 15 Februari 2014, 18 relawan Tzu Chi dan 3 kru Daai Tv kembali membawa bantuan ke Tanah karo. Selain itu, relawan juga pergi ke posko Tanjung Pulo untuk serah terima penggunaan MCK (toilet umum) yang sudah siap digunakan.◙
Pemberian bantuan berupa matras dan keperluan sehari-hari kepada warga korban gunung Sinabung..
Menjalin Jodoh Melalui Sosialisasi SMAT
Tanjung Balai Karimun 15-03-2014 : Sunaryo : Yogie Prasetyo
Pelatihan kali ini dihadiri oleh 75 orang peserta yang berasal dari berbagai kalangan dan usia..
Pekanbaru 12-02-2014
: Meiliana : Lim Tjiap Bu
Relawan Tzu Chi Tanjung Balai Karimun terus menyebarkan semangat celengan bambu kepada setiap orang. Pada hari Sabtu, 15 Maret 2014, para relawan Tzu Chi mensosialisasikan celengan bambu di SD Maha Bodhi, Tanjung Balai Karimun. Berikutnya dilaksanakan pada tanggal 17 Maret 2014, di Restoran Binaria pada pukul 19.00 WIB. Dalam kesempatan ini, relawan juga mensosialisasikan tentang pelestarian lingkungan dengan melakukan pemilahan sampah daur ulang. Melalui pengenalan daur ulang ini, diharapkan khususnya warga masyarakat Tanjung Balai Karimun dan sekitar juga dapat mengerti dan memahami pentingnya pelestarian lingkungan. ◙
Relawan Tzu Chi membagikan satu per satu celengan bambu kepada para guru dan karyawan di Sekolah Maha Bodhi, Tanjung Balai Karimun.
112 | Dunia Tzu Chi
Relawan membagikan masker pada para pengendara kendaraan bermotor yang melintas di simpang empat depan kantor Tzu Chi Pekanbaru.
Memilih Jalan Bodhisatwa Dunia Pada tanggal 2 Maret 2014, relawan Tzu Chi Batam mengadakan pelatihan relawan baru yang diikuti oleh 75 orang. Tujuan dari pelatihan ini ialah menggalang dan mem perpanjang barisan Bodhisatwa dunia di Kota Batam. Selain memberikan informasi tentang Tzu Chi kepada para peserta, relawan juga diajak berbagi kesan mereka setelah mengikuti pelatihan. Maria, seorang peserta yang mengikuti pelatihan mengaku senang dan merasakan hidupnya lebih bermakna setelah mengikuti kegiatan-kegiatan yang di selenggarakan oleh Tzu Chi. Di pelatihan yang singkat ini, relawan berharap semoga jalinan jodoh para peserta dengan Tzu Chi akan semakin erat dan mencapai tujuan yang ingin dicapai oleh Tzu Chi, yakni dunia yang terbebas dari bencana dan hati manusia yang jernih. ◙
Kembali Kehilangan Udara Bersih Masyarakat di kota Pekanbaru kembali kehilangan udara bersih. Bahkan dua hari terakhir, kabut asap semakin tebal. Warga pun diingatkan untuk mengurangi aktivitas fisik di luar ruangan. Tercatat ribuan warga dari sebagian besar kabupaten atau kota di Riau terserang Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA). Sedikit tindakan yang dapat dilakukan relawan yaitu melakukan Pembagian Masker di 4 (empat) titik lampu merah, Simpang Empat Kantor Penghubung Tzu Chi Pekanbaru, Jalan A. Yani no 42, Pekanbaru. Pembagian ini dilakukan oleh 7 relawan Tzu Chi pada tanggal 24 Februari 2014, mulai pukul 06.00 - 07.00 pagi. Tidak ada kepastian kapan kabut asap ini akan berlalu. Namun tim tanggap darurat Tzu Chi Pekanbaru senantiasa akan bergerak cepat apabila diperlukan tindak lanjut. ◙
Januari - April 2014 |113
zu Chi Nusantara “Tekad dan Semangat Bodhisatwa” Relawan Tzu Chi Jambi kembali bergelora. Rasa semangat ini juga mereka tunjukkan dengan mulai melakukan kegiatan Tzu Chi dan menggalang Bodhisatwa. Lalu untuk memudahkan para relawan untuk berkegiatan, relawan sudah membentuk sebuah tempat untuk berkumpul dan melakukan koordinasi. Minggu, 23 Februari 2014 berlokasi di jl. Sersan Zuraida Rawasari, Jambi diadakan acara soft opening Tzu Chi Jambi. Dalam acara itu, ditegaskan jika per tanggal 24 Februari 2014, kantor itu sudah beroperasi sebagai kantor penghubung Tzu Chi Jambi. Melalui acara ini para pengurus berharap agar semua orang dapat berpartisipasi di kegiatan Tzu chi. Selain sebagi kantor penghubung, di tempat itu juga akan dijadikan sebagai tempat sosialisasi pelestarian lingkungan. ◙
Kepedulian Bagi Korban Banjir Pada tanggal 26 Januari 2014, para relawan Tzu Chi Bandung bekerja sama dengan Kodam III/Siliwangi memberikan bantuan di Desa Pamanukan dan Desa Mulyasari yang merupakan wilayah terparah terkena banjir. Banjir timbul karena tingginya curah hujan mengakibatkan sungai Cipunagara, Cigadung, dan Ciasem meluap hingga tanggulnya jebol. Dampaknya, 192.601 jiwa harus diungsikan ke tempat yang aman. Selain di Subang, bantuan juga diberikan kepada para korban banjir di Indramayu. Tempat yang ditinjau oleh para relawan Tzu Chi adalah Kecamatan Patrol dan Kecamatan Losarang. Pada kesempatan ini relawan Tzu Chi berinteraksi dengan korban banjir untuk memberikan semangat agar para korban tetap tabah dan dapat pulih lagi seperti sebelumnya. ◙
114 | Dunia Tzu Chi
Jambi 23-02-2014 : Frawati : Yeyen
Surabaya 18-02-2014
: Rony Suyoto : Donny P
Meringankan Beban Pengungsi Pasca letusan gunung Kelud, relawan Tzu Chi Surabaya kembali membagikan bahan bantuan darurat di beberapa posko pengungsian pada hari Selasa, 18 Februari 2014 di 3 titik pengungsian: Kecamatan Kesambon, Kecamatan Ngantang dan Kecamatan Pujon. Setelah membagikan barang bantuan di Kecamatan Kesambon, relawan naik ke area yang cukup dekat dengan puncak Kelud yaitu Ngantang dan Pujon. Di titik pengungsian Kecamatan Pujon, Tzu Chi juga membagikan bantuan di Posko milik KOSTRAD dimana di sini juga didirikan Rumah Sakit Lapangan yang menyediakan pelayanan rawat jalan dan rawat inap terbatas bagi para pengungsi yang membutuhkan perawatan khusus. ◙
Soft opening Tzu Chi Jambi menjadikan semakin dekat ke masyarakat dan lebih memperkenalkan misi visi Tzu Chi ke daerah-daerah di Indonesia.
Bandung 26-01-2014 : Rangga Setiadi : Kang Miu Ting
Relawan memberikan bantuan berupa barang-barang yang dibutuhkan oleh para pengungsi.
Singkawang 09-03-2014
: Budi Handoyo : David Ang
Tetesan Welas Asih Minggu, 9 Maret 2014, relawan Tzu Chi Singkawang mengadakan kegiatan donor darah di kantor Yayasan Tzu Chi Singkawang. Kegiatan donor darah ini juga di isi dengan sosialisasi ‘celengan bambu’ kepada para pendonor. Diharapkan masyarakat Singkawang tergerak hatinya untuk turut bersumbangsih dalam misi amal Tzu Chi. Dari kegiatan donor darah itu, berhasil terkumpulkan 70 kantung darah. Pundipundi darah ini selanjutnya dibawa ke kantor PMI Singkawang sebagai persediaan bagi mereka yang membutuhkan. ◙
Relawan Tzu Chi Bandung bersama warga penerima bantuan korban banjir yang melanda Pamanukan, Subang, Jawa Barat.
Relawan Tzu Chi Singkawang melakukan sosialisasi misi amal Tzu Chi di sela-sela waktu pelaksanaan donor darah.
Januari - April 2014 |115
zu Chi Nusantara Perbedaan itu Indah
Makassar 08/09-03-2014 : Fitriyani M : Wenkg Ak
Biak 25-02-2014
: Nining Tanuria : Metta Wulandari
Untuk kesekian kalinya, relawan Tzu Chi Biak kembali ke Manado. Kali itu (25 Februari 2014) relawan Tzu Chi dari beberapa kantor penghubung di Indonesia, bertugas membagikan kompor gas yang belum sempat terbagi di bantuan bencana tahap kedua. Kedatangan relawan tidak hanya untuk membagikan bantuan tetapi juga mencoba menggalang hati relawan lokal agar dapat bersumbangsih untuk masyarakat di sana. Dengan demikian diharapkan, kunjungan relawan kali itu dapat menjadi cikal bakal berseminya kantor penghubung Tzu Chi di Manado. Misi menggalang hati ini juga bersinergi dengan kegiatan yang dipusatkan di Kelurahan Tikala Baru. ◙
Tanggal 08-09 Maret 2014 di Karebosi Ling dan MTC, relawan Tzu Chi Makassar mengadakan penggalangan dana untuk membantu korban letusan gunung Kelud. Relawan menyebar di beberapa sudut dalam Mal. Dengan senyuman dan sapaan hangat, relawan menghampiri pengunjung. Setelah memberikan penjelasan mengenai tujuan penggalangan dana, satu demi satu pengunjung sudah mulai meng hampiri dan menyalurkan bantuannya kepada relawan. Hampir semua pecahan mata uang mengisi kotak amal. Dari uang ribuan sampai ratusan. ◙
Dengan penuh semangat, relawan Tzu Chi berjalan menyusuri sudut-sudut mal guna menggalang dana untuk korban gunung Kelud, Jawa Timur.
Galang Hati untuk Korban Erupsi Gunung Kelud
Palembang 19/23-02-2014 : Meity : Pani
Relawan Tzu Chi mengunjungi rumah demi rumah untuk melakukan survei dan pembagian kupon bantuan.
Lampung 19-01-2014
: Junaedy Sulaiman : Junaedy Sulaiman
Pemberkahan Akhir Tahun Untuk mengapresiasi dan menggugah para donatur atau masyarakat setempat untuk mengenal Tzu Chi, pada tanggal 19 Januari 2014, relawan Tzu Chi Lampung mengadakan acara pemberkahan akhir tahun Tzu Chi Lampung 2014 di Gedung GSG Metta Sarana Teluk Betung, Lampung. Acara ini dihadiri oleh donatur, relawan, gan en hu (penerima bantuan Tzu Chi) dan masyarakat umum. Akam, relawan Tzu Chi Lampung juga mengundang komunitas Jalan sehat Hash Lampung. Mereka datang beramai-ramai setelah kegiatan jalan sehat. ◙
Besarnya dampak erupsi gunung Kelud, membuat insan Tzu Chi Indonesia, khususnya Tzu Chi Palembang untuk turut memberikan bantuan. Pada tanggal 19–23 Februari 2014 di Palembang Indah Mal untuk kedua kalinya relawan Tzu Chi Palembang mengadakan penggalangan dana sebagai wujud cinta kasih dan kepedulian terhadap sesama dalam meringankan penderitaan. Walaupun Kota Palembang tidak terkena dampak dari erupsi ini, tetapi semua relawan mempunyai rasa kepedulian yang tinggi, dan semoga apa yang dilakukan dalam penggalangan dana ini dapat membantu warga yang berada di sekitar Gunung Kelud. ◙
Relawan Tzu Chi Palembang mengajak setiap pengunjung mal untuk bersumbangsih memberi bantuan kepada korban letusan Gunung Kelud.
116 | Dunia Tzu Chi
Ketulusan yang Mengubah Segalanya
Peragaan bahasa isyarat tangan Tzu Chi menyemarakan acara pemberkahan akhir tahun di Lampung.
Januari - April 2014 |117
Jejak Langkah Master Cheng Yen
Bagaimana Jalannya Kereta Api yang Telah Kehilangan Rel (Alam mimpi Master Cheng Yen)
S
ulit untuk bisa terlahir sebagai manusia dan sulit untuk bisa mendengarkan ajaran Buddha, namun lebih sulit lagi untuk bisa menapak di jalan Bodhisatwa. Walaupun sekarang telah memasuki era kemunduran Dharma, tetapi kita juga sedang kembali pada ajaran Buddha di zaman kuno. Dalam acara ramah tamah anggota Komite Tzu Chi Taipei , Master Cheng Yen yang jarang bermimpi mengutarakan sebuah alam mimpinya yang berisi fenomena dan peringatan. “Itu adalah sebuah kereta api yang melaju dengan cepat. Di dalam gerbong di mana saya duduk, ada beberapa orang umat lelaki, di depannya juga ada beberapa orang umat wanita, semuanya saya kenal dan saya tahu mereka adalah umat Buddha yang saleh. Tentu saja di atas kereta masih banyak orang lain. Kereta api terus berjalan. Ada lima atau enam orang umat lelaki mengambil bungkusan dari tempat koper, lalu mengeluarkan jubah kebaktian dan mengenakannya. Tidak berapa lama sesudah mereka mengenakan jubah kebaktian, laju kereta api perlahan-lahan melambat, sepertinya akan berhenti di stasiun. Saya dengan perasaan ingin tahu bertanya kepada mereka, mengapa mengenakan jubah kebaktian di atas kereta api? Mereka menunjuk suatu tempat di luar jendela dan mengatakan kalau mereka akan turun di sana untuk ziarah.” “Walaupun mulut tidak bersuara, namun di dalam hatiku bertanya, ‘kenapa mereka tidak turun di stasiun tujuan, malah turun di tengah perjalanan untuk melakukan ziarah’?” “Sebelum kereta sampai di stasiun, saya berdiri dan berjalan ke tempat umat wanita. Saya menyaksikan sebuah pemandangan duniawi, ternyata para umat wanita sedang asyik bersolek. Saya merasa orang-orang ini patut dikasihani. Mereka melapisi
118 | Dunia Tzu Chi
wajah dengan riasan tebal, seakan tidak berani memperlihatkan wajah asli mereka pada orang. Saya terpaksa kembali ke tempat duduk semula dengan perasaan sesal. Pada saat itu para umat lelaki sudah mengenakan jubah kebaktian dengan rapi, kereta juga sudah berhenti, lalu mereka turun satu persatu.” “Ketika kereta api kembali berjalan, mendadak dari depan datang seseorang yang terlihat sangat biasa-biasa saja, bertubuh pendek-kecil, dan mengenakan baju kemeja biasa yang bukan seragam. Tampaknya dia bukan petugas kereta api, namun dia menghalangi jalan dan kereta tidak bisa bergerak. Saya berjalan ke depan untuk melihat apa yang terjadi. Dia naik ke atas gerbong kereta dan mengatakan akan mendorong kereta. Begitu saya melihat ke bawah, baru saya tahu kondisinya sangat parah. Ternyata di bawah gerbong kereta api tidak ada jalur rel, bagaimana mungkin bisa didorong? Tanpa tertahan, saya berteriak, “Bahaya! Orang itu ternyata terpaku di tempatnya dan tidak tahu hendak berbuat apa lagi.” “Saya lalu mengambil dua batang tongkat bambu dan berdiri di papan besi di bagian depan yang tidak ada gerbongnya. Saya berusaha sekuat tenaga untuk menggerakkan gerbong kereta. Dalam hati saya berpikir, di bagian belakang duduk begitu banyak orang, tetapi di bawah gerbong kereta api tidak ada jalur rel, jadi setiap saat bisa saja terbalik. Karena itu, saya terus mendorong dengan kedua batang tongkat bambu itu, dengan harapan dapat mengembalikan roda gerbong kereta api ke atas rel. Orang tadi juga membantu di samping saya. Pada saat sepasang tangan kami sudah kebas dan sakit, serta roda gerbong kereta api sudah hampir kembali ke rel, para umat lelaki yang tadi mengenakan jubah kebaktian di atas kereta api ternyata juga datang kembali untuk membantu. Akhirnya roda gerbong kereta api kembali
“...Mendorong barisan panjang Tzu Chi bukanlah hal mudah. Padahal setiap orang tahu akan sifat hakiki masing-masing, namun tetap saja bersolek di depan cermin untuk menunjukkan segala macam tabiat buruknya. Hal ini bagi diri sendiri merupakan kerugian sangat besar, sedangkan bagi saya ini merupakan tekanan dan beban berat...” ke atas rel. Saya menghela napas lega dan menaruh tongkat bambu, ternyata kereta api malah melaju mundur.” “Saya membalikkan badan dan berjalan ke depan, sesampainya di depan baru tahu kalau tadinya saya duduk di bagian belakang rangkaian kereta api, dan sekarang baru merupakan bagian lokomotif, selanjutnya saya terbangun dari tidur. Heran sekali ternyata perasaan sakit dan kebas di tangan masih terasa. Saya terus berpikir kenapa saya bermimpi demikian.” “Ada orang mengatakan kalau saya sedang melakukan inovasi terhadap ajaran Buddha, padahal saya sedang kembali pada ajaran Buddha zaman dahulu. Alam mimpi tadi dengan jelas menggambarkan kondisi kita sekarang ini, kereta api dikemudikan oleh orang yang terlihat bukan pengemudi, seperti ajaran Buddha yang kadangkala menyimpang, itu disebabkan pembabar Dharmanya bukan seorang pembabar Dharma yang benar. Begitu ajaran yang dibabarkan menyimpang, ajaran Buddha menjadi seperti kereta api yang keluar rel, tidak bisa berjalan lagi.” “Lalu mengenai para umat lelaki yang turun untuk ziarah sebelum kereta mencapai stasiun tujuan, ini melambangkan kalau umat Buddha sekarang kebanyakan lebih suka mencari kebaikan bagi diri sendiri atau mengutip sepotong-potong sehingga lari dari konteks. Namun ketika saya bersusah payah menahan gerbong kereta api dengan dua batang tongkat bambu, ternyata itu dapat menggugah hati mereka sehingga tidak jadi berziarah dan kembali untuk membantu saya mendorong rangkaian kereta api ini.” “Sedangkan para umat wanita yang suka bersolek dan tidak berani menampakkan wajah asli itu melambangkan tabiat buruk semua orang awam yang sulit diperbaiki.” “Kedua batang tongkat bambu tadi yang dipergunakan untuk mendorong kereta api, sebatang adalah keberkahan, dan sebatang lagi adalah kebijaksanaan. Tidak peduli seberapa lelahnya, tetap harus baik-baik menggunakan kedua batang tongkat berkah dan kebijaksanaan ini. Kalau tidak apa yang harus dilakukan dengan kereta api yang berhenti di
tempat tanpa rel? Apa pula yang akan terjadi pada begitu banyak penumpangnya?” “Setelah terbangun dari mimpi, pagi itu saya duduk menangis. Saya menjadi tersadarkan kalau perjalanan seterusnya dari Tzu Chi bagaikan kereta api yang sedang melaju kencang. Sedikit lengah saja, akan terjerumus ke tempat tanpa rel, tanpa berkah dan kebijaksanaan. Tzu Chi tidak akan bisa digerakkan. Jika saya tidak berani memikul tanggung jawab untuk menggugah hati orangorang yang turun di tengah perjalanan agar mau kembali membantu, maka bagaimana cara saya dapat membuat para penumpang di atas kereta api yang berasal dari berbagai macam orang untuk menghapus tabiat buruk mereka?” “Mendorong barisan panjang Tzu Chi bukanlah hal mudah. Padahal setiap orang tahu akan sifat hakiki masing-masing, namun tetap saja bersolek di depan cermin untuk menunjukkan segala macam tabiat buruknya. Hal ini bagi diri sendiri merupakan kerugian sangat besar, sedangkan bagi saya ini merupakan tekanan dan beban berat. Mengapa tidak menurunkan kain penutup cermin dan membersihkan semua riasan di wajah? Jangan lagi sembarangan bersolek, ikutilah sifat hakiki yang jernih untuk melangkah di rel ajaran Buddha.” “Asal diri sendiri mau menjaga diri sedikit, maka masalah dan tabiat buruk yang kecil tidak akan terhimpun menjadi beban berat, juga tidak akan melukai hati orang lain. Kita harus tahu kalau Tzu Chi dapat berbuat dengan baik, bukan saja akan berpengaruh pada masyarakat, tapi juga berpengaruh pada batin seluruh umat manusia.” Ketika Master Cheng Yen menjelaskan tentang alam mimpinya, beliau beberapa kali sesunggukkan dan tidak bisa berbicara. Para Komite Tzu Chi yang hadir juga ikut menangis semuanya. Kalau dipikirkan, beban di pundak Master sungguh berat sekali, lalu apa yang dapat kita lakukan untuk meringankan beban beliau? Bagaimana kita tega membiarkan tabiat buruk kita mengakibatkan Master Cheng Yen merasa sedih, risau, dan khawatir?
◙
Sumber: Disusun oleh Jing-yuan, dikutip dari Tabloid Tzu Chi Edisi 077 Diterjemahkan oleh Januar (Tzu Chi Medan)
Januari - April 2014 |119
Master Cheng Yen Bercerita ilustrasi: lin qian ru | penerjemah: Dewi Sisilia Kulimno
Warisan Pusaka Seorang Cendekiawan Miskin
T
erdapat sebuah cerita yang dikisahkan di dalam Sutra (Kitab Jataka), ada seorang cendekiawan yang mencari nafkah dengan mengajar. Tetapi kehidupan penduduk di kampung halamannya sangat miskin, maka yang diperolehnya dengan mengajar sangat tidak memadai. Lalu dia memilih hijrah ke kota yang letaknya sangat jauh dari kampung halamannya untuk mengajar. Dua puluh tahun kemudian, dengan bersusah payah cendekiawan ini berhasil menabung sedikit uang dari penghasilannya. Dengan membawa uang itu, ia pulang kampung bersama dengan seorang teman sekampungnya. Ia berharap istri dan anaknya dapat hidup lebih layak dengan uang tabungan itu.
120 | Dunia Tzu Chi
Perjalanan menuju kampung halamannya sangat jauh, membutuhkan waktu selama berhari-hari. Pada suatu hari, ketika berada di pinggiran kota, di kejauhan ia melihat sebuah gubuk. Sang cendekiawan merasa sangat haus, lalu dia mengajak temannya, “Di depan ada sebuah gubuk, mari kita kesana untuk minta sedikit air minum,” pintanya. Ketika mereka berdua tiba di depan gubuk itu, terdengar ada orang yang sedang menangis di dalam. Karena merasa penasaran, mereka masuk ke dalam untuk melihat. Ternyata ada seorang ibu yang sedang menangis di samping sebuah ranjang. Di atas ranjang terbaring seseorang. Mereka lalu bertanya, “Ibu, mengapa Anda menangis begitu pilu? Siapakah yang terbaring di ranjang ini?” “Dia suami saya. Dia sedang sakit parah, tetapi saya tidak memiliki uang untuk berobat ke tabib,” jawab ibu tersebut. “Sepertinya saya harus ‘menjual diri’ untuk mendapatkan uang agar bisa digunakan untuk mengobati penyakitnya,” imbuhnya pilu. Sang cendekiawan sangat tidak tega mendengarnya, lalu berkata kepada temannya, “Apakah kamu bersedia jika kita berdua bersama-sama mengeluarkan sedikit uang untuk membantunya?”
Januari - April 2014 |121
Temannya berkata, “Bagaimana bisa? Kamu dan saya bersusah payah menabung sedikit uang dengan hidup hemat selama 20 tahun ini, berharap uang itu dapat dibawa pulang kampung agar keluarga kita dapat hidup lebih baik, jika uang ini aku berikan padanya, bagaimana menjelaskannya kepada keluarga kita?” jawab temannya. “Ini tidak dapat saya lakukan,” tegasnya. Jawaban temannya terdengar ada benarnya juga. “Menghabiskan waktu selama dua puluh tahun untuk bisa mengumpulkan uang sejumlah ini. Andaikan uang ini diberikan padanya, keadaannya akan kembali seperti 20 tahun silam, dimana saya tidak memiliki apa-apa, lalu apa yang bisa aku bawa pulang untuk keluarga?” guman sang cendekiawan.
122 | Dunia Tzu Chi
Ia bolak-balik berpikir, ragu-ragu untuk mengambil keputusan. Ibu itu mulai menangis lagi, sang cendekiawan sungguh merasa sangat tidak tega. Tanpa ragu ia mengeluarkan semua uang miliknya dan berkata, “Ibu, uang yang saya memiliki hanya ini, gunakan segera untuk memanggil tabib.” Ibu itu merasa sangat gembira dan bersujud berterima kasih atas budi yang telah menyelamatkan nyawa suaminya. Sang cendekiawan dan temannya bergegas melanjutkan perjalanan. Mereka tiba di kampung pada saat menjelang akhir tahun. Setiap orang sibuk membeli segala keperluan untuk merayakan tahun baru. Sang cendekiawan sampai di rumah dengan tangan hampa tanpa uang sepeser pun, perutnya lapar dan badannya sangat lelah. Sang istri yang melihat suaminya pulang, penuh dengan harapan bahwa tahun ini mereka dapat melewati tahun baru dengan berkecukupan, anak-anak mempunyai baju baru dan juga ada makanan malam tahun baru yang berlimpah. Namun sang cendekiawan dengan lesu dan menghela napas berkata pada istrinya, “Apa ada yang bisa dimakan? Saya sangat lapar,” katanya.
Istrinya berkata, “Saya sedang menunggu kepulanganmu untuk pergi membeli beras, saat ini tidak ada sedikit pun yang bisa dimakan di rumah,” jawab sang istri. “Apapun itu, asalkan dapat diminum dan dimakan sudah cukup bagiku,” ucap sang cendekiawan. Melihat suaminya sangat lapar, sang istri segera keluar rumah dan memetik sayur-sayuran, kemudian memasak makanan untuk suaminya. Sang istri bertanya kepada suaminya, apakah ada sesuatu yang terjadi di perjalanan. Sang cendekiawan itu kemudian menceritakan seluruh kejadian yang ia alami secara lengkap kepada istrinya. Setelah mendengar cerita dari suaminya, si istri bukannya marah, tetapi justru sangat memuji suaminya. “Saya sungguh tidak salah memilih menikah dengan seorang suami yang begitu baik hati. Sekali pun hidup lebih menderita, saya tetap bersedia. Selama saya masih hidup, tidak peduli betapa miskinnya dirimu, saya tetap bersedia menjadi pendampingmu,” kata sang istri.
Januari - April 2014 |123
Sang cendekiawan sangat terharu mendengar kata-kata istrinya. Sepasang suami-istri ini saling membungkuk memberi hormat dan saling memuji. Melihat ayah dan ibunya yang memiliki budi pekerti yang begitu luhur, ketiga anaknya pun sangat terharu. “Ayah dan ibu tidak perlu khawatir, kami tidak kecewa sekali pun keluarga kita miskin, kami pasti akan belajar dengan giat dan tidak akan mengecewakan kalian,” kata ketiga anaknya. Ketiga anaknya pun memenuhi janjinya. Mereka belajar dengan tekun setiap hari. Setelah dewasa, mereka hidup sukses dan menjadi seorang Buddhis yang sangat taat, sering berdana, dan berbuat kebajikan.
Pesan Master Cheng Yen:
Bisa bersumbangsih pada orang lain adalah sebuah berkah. Sumbangsih yang telah dilakukan merupakan pendidikan bagi anakanak. Mampu mendorong semangat anak anak untuk lebih giat belajar dan senang membantu
124 | Dunia Tzu Chi
orang, ini baru merupakan harta warisan terbaik yang dapat diberikan kepada mereka. Seperti benih yang ditanam, seperti itu pula buah yang akan dituai. Jika tidak menanam benih yang baik, mana mungkin dapat memetik buah yang baik? Menyumbangkan cinta kasih adalah kewajiban sebagai seorang manusia. Asalkan bersumbangsih dengan tanpa pamrih, kondisi batin kita pasti akan lebih lega, tenteram, dan penuh sukacita.◙