ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI
PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
Oleh: INDAH KARTIKA SARI 061011253 FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA 2014
Skripsi
INDAH KARTIKA SARI PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakutas Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga
Oleh: INDAH KARTIKA SARI 061011253
Menyetujui, Komisi Pembimbing
(Dr. Lucia Tri Suwanti, drh., MP.) (Dr. Suherni Susilowati, drh., M.Kes.) Pembimbing Utama Pembimbing Serta
Skripsi
INDAH KARTIKA SARI PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi berjudul :
PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Surabaya, 15 Juni 2014
Indah Kartika Sari NIM 061011253
ii Skripsi
INDAH KARTIKA SARI PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Telah dinilai pada Seminar Hasil Penelitian Tanggal: 9 Juni 2014
KOMISI PENILAI SEMINAR HASIL PENELITIAN Ketua
: Dr. Kusnoto, drh., M.Si.
Sekretaris
: Dr. Soeharsono, drh., M.Si.
Anggota
: Agus Sunarso, drh., M.Sc.
Pembimbing I
: Dr. Lucia Tri Suwanti, drh., MP.
Pembimbing II
: Dr. Suherni Susilowati, drh., M.Kes.
iii Skripsi
INDAH KARTIKA SARI PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Telah diuji pada Tanggal: 23 Juni 2014
KOMISI PENGUJI SKRIPSI Ketua
: Dr. Kusnoto, drh., M.Si.
Anggota
: Dr. Soeharsono, drh., M.Si. Agus Sunarso, drh., M.Sc. Dr. Lucia Tri Suwanti, drh., MP. Dr. Suherni Susilowati, drh., M.Kes.
Surabaya, 23 Juni 2014 Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga Dekan,
Prof. Hj. Romziah Sidik, drh., Ph.D. NIP. 195312161978062001
iv Skripsi
INDAH KARTIKA SARI PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
PREVALENCE AND DEGREES OF WORMS TRACT INFECTION IN CATTLE DIGESTION ONGOLE CROSSBREED AND LIMOUSIN IN SUB-DISTRICT OF TIKUNG LAMONGAN REGENCY
Indah Kartika Sari ABSTRACT This study aims to determine the prevalence and degree of gastrointestinal worm infection in cattle Ongole Crossbreed and Limousin in Sub-district of Tikung, Lamongan Regency. The research was conducted in February 2014 with 100 samples of stool examination in the laboratory of Helmintology Airlangga University Department of Parasitology, were examined by native, sedimentation, floatation techniques, and count the number of worm eggs per gram of feces. On examination it was found some kind of worm eggs, which are: Oesophagustomum spp., Bunostomum spp., Mecistocirrus spp., Trichostrongylus spp., Trichuris spp., and Moniezia benedini. The results of this study showed prevalence of gastrointestinal worms was 59%. In the calculation of worm eggs per gram feces obtained the number of worms that infect the eggs ranges from 0-500 EPG, so mean of degree infection was light. Key words: prevalence and degrees of worms, Ongole Crossbreed and Limousin, cattle, Lamongan
v Skripsi
INDAH KARTIKA SARI PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
UCAPAN TERIMA KASIH Segala puji bagi Allah, penciptaku, pelindungku, dan cahaya hatiku. Satusatunya Dzat yang paling mulia, yang menundukkan hatiku senantiasa berada dijalan-Nya. Kepada-Nyalah dan satu-satu-Nyalah penulis menjadikan-Nya tujuan hidup dalam segala urusan. Shalawat dan salam kepada Nabi mulia Muhammad SAW sebagai pembawa cahaya agung pedoman bagi seluruh umat manusia. Alhamdulillah, atas rahmat dan kehendak Allah pulalah penulis dapat melaksanakan penelitian dan menyelesaikan skripsi dengan judul Prevalensi dan Derajat Infeksi Cacing Saluran Pencernaan pada Sapi Peranakan Ongole (PO) dan Limousin di Kecamatan Tikung Kabupaten Lamongan. Saya mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu setiap langkah penulis dalam menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini, semoga keberkahan dan rahmat tercurah kepada mereka semua. Dengan kerendahan hati penulis sampaikan salam dan ucapan terimakasih kepada: Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga Prof. Romziah Sidik B., drh., Ph.D., atas kesempatan mengikuti pendidikan di Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga. Dr. Lucia Tri Suwanti, MP., drh. dan Dr. Suherni Susilowati, M.Kes., drh., selaku dosen pembimbing skripsi atas ilmu, nasehat, dan semangat yang diberikan kepada penulis. Dr. Kusnoto, drh., MSi., selaku ketua penguji, Dr. Soeharsono, drh., M.Si., selaku sekretaris penguji dan Agus Sunarso, drh., M.Sc selaku anggota penguji atas ilmu, koreksi, dan waktu yang diberikan.
vi Skripsi
INDAH KARTIKA SARI PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
M. Gandul Atik Yuliani, drh., M.Si., selaku dosen wali atas bimbingan akademik selama menjadi mahasiswa di Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga. Seluruh staf pengajar Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga atas wawasan keilmuan selama mengikuti pendidikan di Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga. Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Lamongan atas ijin yang diberikan untuk melaksanakan penelitian di Kecamatan Tikung Kabupaten Lamongan dan atas bantuannya dalam pengambilan sampel di lapangan. Terimakasih yang terdalam kepada Abahku dan Ibuku atas cinta dan keteladanannya serta atas kasih sayang dan doanya. Terimakasih kepada yang tersayang seluruh keluarga besarku; saudara-saudaraku, kakek dan nenekku atas cinta, motivasi dan doanya. Teman-teman penelitian Itsna, Marisa, dan Pipit atas semangat dan kerjasamanya, serta Mas Yoga atas bantuannya di Laboratorium Departemen Parasitologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga. Sahabat-sahabat tersayang Yeni, Cita, Ririn, Alim, Bastian, Vina, Ika, Mbak Cita, Dek Rinda, Mas Faris, dan Mbak Hesty atas bantuan, semangat, doa, motivasi, dan inspirasinya. Tidak lupa juga kepada semua teman-teman di Fakultas Kedokteran Hewan sebagai rekan dalam menimba ilmu. Surabaya, 2 Juni 2014 Penulis
vii Skripsi
INDAH KARTIKA SARI PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................ HALAMAN PERNYATAAN ........................................................... HALAMAN IDENTITAS ................................................................. ABSTRACT ...................................................................................... UCAPAN TERIMA KASIH ................................................................... DAFTAR ISI ..................................................................................... DAFTAR TABEL .................................................................................... DAFTAR GAMBAR ........................................................................ DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... SINGKATAN DAN ARTI LAMBANG .......................................... BAB 1 1.1. 1.2. 1.3. 1.4. 1.5. 1.6.
Halaman i ii iii v vi viii x xi xii xiii
PENDAHULUAN .............................................................. Latar Belakang .................................................................... Rumusan Masalah ............................................................... Landasan Teori .................................................................... Tujuan Penelitian ................................................................ Manfaat Penelitian .............................................................. Hipotesis..............................................................................
1 1 4 5 6 6 7
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .................................................... 2.1. Cacing Saluran Pencernaan pada Sapi Potong ................... 2.1.1. Etiologi Cacing Saluran Pencernaan ...................... 2.1.2. Morfologi Cacing Saluran Pencernaan. ................. 2.1.3. Siklus Hidup Cacing Saluran Pencernaan .. ........... 2.1.3.1. Siklus Hidup Cacing Trematoda… ........... 2.1.3.2. Siklus Hidup Cacing Nematoda. ............... 2.1.3.3. Siklus Hidup Cacing Cestoda.................... 2.1.4. Patogenesa Cacing Saluran Pencernaan ................. 2.1.5. Diagnosa Cacing Saluran Pencernaan .................... 2.1.6. Pengendalian Cacing Saluran Pencernaan ............ 2.1.6.1. Pencegahan Cacing Saluran Pencernaan.. . 2.1.6.2 Pengobatan Cacing Saluran Pencernaan . . 2.2. Tinjauan geografis .............................................................. 2.3. Gambaran Umum Sapi Potong ........................................... 2.4. Menentukan Umur Sapi. .....................................................
8 8 8 8 11 11 12 14 15 17 18 18 19 21 21 22
BAB 3 3.1. 3.2. 3.3.
24 24 24 24 24 25
MATERI DAN METODE ................................................. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................ Jenis dan rancangan penelitian ........................................... Materi Penelitian ................................................................ 3.3.1. Sampel Penelitian ..................................................... 3.3.2. Bahan dan perlatan Penelitian ..................................
viii Skripsi
INDAH KARTIKA SARI PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
3.4. Metode Penelitian............................................................... 3.4.1. Pengambilan Sampel ................................................ 3.4.2. Pemeriksaan Sampel ................................................ 3.4.2.1. Metode Sederhana (Natif). .......................... 3.4.2.2. Metode Sedimentasi ................................... 3.4.2.3. Metode Pengapungan .................................. 3.4.2.4. Penghitungan TCPGT ................................. 3.4.2.5. Standar Keparahan Helminthiasis Berdasarkan TCPGT ................................... 3.5. Analisis Data ...................................................................... 3.6. Skema Alir Penelitian ........................................................
25 25 26 26 26 27 28 29 30 31
BAB 4
HASIL PENELITIAN .......................................................
32
BAB 5
PEMBAHASAN ................................................................
41
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ......................................... 6.1. Kesimpulan ........................................................................ 6.2. Saran ..................................................................................
49 49 50
RINGKASAN ....................................................................................
51
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................
54
LAMPIRAN .......................................................................................
59
ix Skripsi
INDAH KARTIKA SARI PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
DAFTAR TABEL Tabel 3.1
4.1
4.2
4.3
Halaman Sampel Feses yang Digunakan dalam Penelitian………………………………………………...
25
Jenis Telur Cacing yang Menginfeksi Sapi PO di Kecamatan Tikung, Kabupaten Lamongan………………
32
Jenis Telur Cacing yang Menginfeksi Sapi Limousin di Kecamatan Tikung, Kabupaten Lamongan……………..
33
Prevalensi Cacing Saluran Pencernaan pada Sapi PO dan Limousin di Kecamatan Tikung, Kabupaten Lamongan…
38
x Skripsi
INDAH KARTIKA SARI PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Telur Cacing Saluran Pencernaan pada Sapi (Sumber: Soulsby: 1986)………………………………… 2.2
Halaman 10
Penentuan Umur Sapi Dilihat dari Susunan Gigi (Sumber: Sudarmono dan Sugeng, 2008)………………..
23
3.1
Skema Alir Penelitian…………………………………..
31
4.1
Telur Oesophagustomum spp. (Metode Apung; perbesaran 400×)………………………
35
Telur Bunostomum spp. (Metode Apung; perbesaran 400×)………………………
35
Telur Mecistocirrus spp. (Metode Apung; perbesaran 400×)………………………
36
Telur Trichostrogylus spp. (Metode Apung; perbesaran 400×)………………………
36
Telur Trichuris spp. (Metode Apung; perbesaran 400×)………………………
37
Telur Moniezia benedini (Metode Apung; perbesaran 400×)………………………
37
Analisis Regresi Pohon…………………………………..
40
4.2
4.3
4.4
4.5
4.6
4.7
xi Skripsi
INDAH KARTIKA SARI PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran Halaman 1. Data dan Hasil Pemeriksaan Sampel Cacing Saluran Pencernaan pada Sapi PO dan Limousin di Kecamatan Tikung Kabupaten Lamongan…………………………….... 59 2.
Keadaan Ternak di Kecamatan Tikung, Kabupaten Lamongan…………………………………………………...
62
3.
Peta Kecamatan Tikung, Kabupaten Lamongan…………….
63
4.
Alat yang Digunakan pada Penelitian……………………….
64
xii Skripsi
INDAH KARTIKA SARI PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
SINGKATAN DAN ARTI LAMBANG
%
= persentase
°C
= derajat celcius
cm
= centimeter
dkk.
= dan kawan kawan
EPG
= Egg Per Gram
et al.
= et alii
Ha
= hektar
kg
= kilogram
km
= kilometer
m
= meter
µm
= mikrometer
ml
= mililiter
mm
= milimeter
PCV
= Packed Cell Volume
PO
= Peranakan Ongole
sp.
= spesies
spp.
= spesiesis
TCPGT
= Telur Cacing Per Gram Tinja
xiii Skripsi
INDAH KARTIKA SARI PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan mata pencaharian penduduknya sebagian besar pada sektor pertanian, salah satunya adalah usaha pembibitan dan penggemukan sapi potong (Arbi, 2009). Menurut Priyanto (2011), kebutuhan akan daging sapi di Indonesia menunjukkan trend yang meningkat setiap tahun. Peningkatan kebutuhan sapi potong tersebut disebabkan tuntutan masyarakat terhadap pemenuhan kebutuhan daging sapi sebagai sumber protein hewani (Yusuf, 2010). Sementara itu laju peningkatan kebutuhan tersebut belum diimbangi dengan peningkatan produksi sapi potong (Subagyo, 2009). Direktorat Jenderal Peternakan menyebutkan bahwa pada tahun 2007 peningkatan populasi sapi potong hanya sebesar 4,23%. Kondisi tersebut menyebabkan jumlah pasokan sapi potong terhadap produksi daging nasional rendah, sehingga terjadi kesenjangan yang signifikan antara permintaan dan produksi daging sapi (Mersyah 2005; Santi 2008). Dalam menangani permintaan daging yang terus meningkat pemerintah mengambil langkah kebijaksanaan, yaitu meningkatkan produksi daging sapi dalam negeri (Bambang, 2002). Kabupaten Lamongan merupakan salah satu sentra unggulan pengembangan ternak sapi potong di Jawa Timur. Secara umum budidaya ternak sapi potong di Kabupaten Lamongan dikembangkan dengan pembibitan dan penggemukan. Salah satu Kecamatan di Kabupaten Lamongan yang memiliki populasi besar adalah Kecamatan Tikung. Populasi di Kecamatan Tikung mencapai 7.945 ekor,
1 Skripsi
INDAH KARTIKA SARI PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
2
dari total populasi di Kabupaten Lamongan 117.788 ekor pada bulan April 2013, dengan jumlah produksi daging sapi rata-rata per tahun 235.577 kg (Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Lamongan 2013). Faktor yang mempengaruhi keberhasilan dari usaha tersebut adalah pakan dan pengendalian penyakit. Penyakit yang menjadi masalah menahun di negara tropis seperti Indonesia salah satunya adalah penyakit cacing saluran pencernaan. Jenis cacing yang sering menginfeksi adalah cacing dari kelas Trematoda, Cestoda dan Nematoda (Raza et al., 2012). Setiyono (2007) menyatakan bahwa angka prevalensi cacing saluran pencernaan pada sapi potong di Kabupaten Jombang adalah 59,3%. Menurut Yulianto (2007), penyebaran infeksi cacing terjadi cukup tinggi pada daerah tropis yang lembab dan panas, sehingga mendukung kelangsungan hidup cacing tersebut. Menurut Raza et al. (2012), manajemen pemeliharaan ternak terutama sanitasi kandang dan kebersihan kandang yang kurang baik merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi prevalensi penyakit cacingan. Selain itu, menurut Raza et al. (2012) sejumlah faktor intrinsik yang juga mempengaruhi infeksi cacingan, diantaranya adalah umur, jenis kelamin, dan bangsa sapi. Sapi muda terutama yang berumur satu sampai tiga bulan rentan terinfeksi cacing Toxocara vitulorum, karena kolostrum dari induk tidak memberikan perlindungan untuk melawan infeksi terhadap cacing tersebut (Koesdarto dkk., 2007). Reaksi daya tahan tubuh terhadap infeksi cacing pada sapi dewasa lebih baik daripada sapi muda. Selain itu, jenis crossbreed dari Bos indicus lebih resisten terhadap paparan cacing terutama dibandingkan jenis sapi purebreed yang berada di kondisi daerah tropis (Alencar et al., 2009). Di
Skripsi
INDAH KARTIKA SARI PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
3
Kecamatan Tikung, Kabupaten Lamongan jenis sapi crossbreed yang telah banyak dipelihara penduduk adalah sapi PO dan sapi Limousin. Sebagian besar penduduk di Kecamatan Tikung masih memelihara sapi dengan cara tradisional, kandang sapi potong berada di belakang rumah dengan bangunan semi permanen dan tidak terdapat saluran pembuangan feses dan urin ternak, sehingga sanitasi kandang tidak terjaga. Kecamatan Tikung secara geografis sebagian besar wilayahnya dikelilingi oleh waduk, yang merupakan dataran rendah dan sering terlanda banjir ketika musim hujan, yang mana air merupakan media perkembangbiakan yang baik bagi cacing saluran pencernaan dan media transport telur cacing. Kerugian-kerugian akibat penyakit cacing saluran pencernaan, antara lain penurunan berat badan, penurunan kualitas daging, kulit, jerohan, penurunan produktivitas ternak, penurunan produksi susu pada ternak perah dan bahaya penularan pada manusia atau zoonosis (Gasbarre et al., 2001). Penyakit cacing saluran pencernaan pada hewan merupakan penyakit yang dapat mempengaruhi produktivitas ternak dan umumnya tidak menimbulkan kematian, tetapi bersifat menahun yang dapat mengakibatkan kekurusan, lemah dan turunnya daya produksi. Infeksi cacing ringan sampai sedang tidak selalu menampakkan gejala klinis yang nyata, sedangkan infeksi berat dari cacing dewasa dapat menyebabkan gangguan pencernaan dan terhambatnya pertumbuhan pada hewan ternak muda (Subekti dkk, 2011). Oleh karena itu diperlukan suatu tindakan pencegahan dan pemberantasan sebagai usaha pengendalian penyakit cacing saluran pencernaan untuk menghindari kerugian yang lebih besar (Mustika dan Riza, 2004).
Skripsi
INDAH KARTIKA SARI PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
4
Berdasarkan latar belakang di atas maka perlu dilakukan penelitian tentang prevalensi dan derajat infeksi penyakit cacing saluran pencernaan pada sapi potong PO dan Limousin di Kecamatan Tikung Kabupaten Lamongan. Dengan mengetahui jenis cacing yang menginfeksi maka segera dapat dilakukan pengobatan dengan jenis obat antiparasit yang tepat, sehingga pengobatannya menjadi lebih efektif. Data kejadian penyakit cacing yang diperoleh diharapkan bisa dimanfaatkan dalam usaha pemberantasan penyakit cacing, dalam rangka pengembangan peternakan sapi potong dan mengurangi kerugian yang ditimbulkan.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : 1) Jenis telur cacing apa yang menginfeksi saluran pencernaan sapi PO dan Limousin di Kecamatan Tikung Kabupaten Lamongan? 2) Berapakah prevalensi infeksi cacing saluran pencernaan sapi PO dan Limousin di Kecamatan Tikung Kabupaten Lamongan? 3) Apakah jenis kelamin berpengaruh terhadap infeksi cacing saluran pencernaan pada sapi PO dan Limousin di Kecamatan Tikung Kabupaten Lamongan? 4) Apakah
umur
berpengaruh
terhadap
infeksi
cacing
saluran
pencernaan pada sapi PO dan Limousin di Kecamatan Tikung Kabupaten Lamongan?
Skripsi
INDAH KARTIKA SARI PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
5
5) Apakah ras berpengaruh terhadap infeksi cacing saluran pencernaan pada sapi PO dan Limousin di Kecamatan Tikung Kabupaten Lamongan?
1.3 Landasan Teori Kejadian penyakit cacing ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya kondisi lingkungan, manajemen pakan, dan iklim setempat. Menurut Andrade et al. (2001) infeksi cacing dapat dipengaruhi oleh sanitasi dan kondisi lingkungan yang kurang baik. Penularan penyakit yang disebabkan parasit ini mencakup tiga faktor yaitu sumber infeksi, cara penularan dan adanya hewan yang peka yang dapat bertindak sebagai hewan karier sehingga dapat merupakan sumber infeksi (Brown, 1983). Menurut Galloway (1974) penyebaran penyakit cacing dipengaruhi oleh musim, keadaan lingkungan, tata laksana dan pakan. Sedangkan menurut Tizard (1988) menyatakan bahwa infeksi cacing dipengaruhi oleh faktor dari dalam tubuh inang yaitu umur, jenis kelamin dan bangsa sapi. Tindakan yang dapat dilakukan untuk menekan atau mengurangi jumlah infeksi cacing pada sapi potong yaitu dengan memperhatikan lingkungan sekitar kandang, sehingga pakan dan minuman yang diberikan terhindar dari pencemaran feses atau kontaminasi kotoran yang mengandung larva infektif (Soulsby, 1986).
Skripsi
INDAH KARTIKA SARI PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
6
1.4 Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut : 1) Mengetahui jenis cacing saluran pencernaan sapi PO dan Limousin di Kecamatan Tikung Kabupaten Lamongan. 2) Menghitung prevalensi infeksi cacing saluran pencernaan sapi PO dan Limousin di Kecamatan Tikung Kabupaten Lamongan. 3) Menganalisis pengaruh jenis kelamin terhadap infeksi cacing saluran pencernaan pada sapi PO dan sapi Limousin di Kecamatan Tikung Kabupaten Lamongan. 4) Menganalisis pengaruh umur terhadap infeksi cacing saluran pencernaan pada sapi PO dan sapi Limousin di Kecamatan Tikung Kabupaten Lamongan. 5) Menganalisis pengaruh ras terhadap infeksi cacing saluran pencernaan pada sapi PO dan sapi Limousin di Kecamatan Tikung Kabupaten Lamongan.
1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai prevalensi dan derajat infeksi cacing saluran pencernaan serta jenis telur cacing yang menginfeksi sapi PO dan Limousin di Kecamaatan Tikung Kabupaten Lamongan, sehingga bermanfaat bagi usaha pencegahan, pemberantasan dan pengobatan penyakit cacing. Penelitian ini diharapkan juga menjadi informasi
Skripsi
INDAH KARTIKA SARI PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
7
pengetahuan dan bahan pustaka bagi para mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan dan semua pihak yang berkepentingan.
1.5 Hipotesis Penelitian Hipotesis pada penelitian ini adalah : 1) Jenis kelamin berpengaruh terhadap infeksi cacing saluran pencernaan pada sapi PO dan Limousin di Kecamatan Tikung Kabupaten Lamongan. 2) Umur berpengaruh terhadap infeksi cacing saluran pencernaan pada sapi PO dan Limousin di Kecamatan Tikung Kabupaten Lamongan. 3) Jenis ras berpengaruh terhadap infeksi cacing saluran pencernaan pada sapi PO dan Limousin di Kecamatan Tikung Kabupaten Lamongan.
Skripsi
INDAH KARTIKA SARI PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Cacing Saluran Pencernaan 2.1.1 Etiologi Cacing Saluran Pencernaan Soulsby (1986) menyebutkan jenis cacing saluran pencernaan yang sering menyerang tenak sapi berasal dari kelas Nematoda, Cestoda, dan Trematoda. Jenis cacing yang berasal dari kelas Nematoda antara lain Bunostomum spp., Trichuris spp.,
Strongyloides
papillosus,
Toxocara
vitulorum,
Gaigeria
spp.,
Oesophagostomum spp. Trichostrongylus spp., Cooperia spp, dan Mecistocirrus digitatus. Jenis cacing yang berasal dari kelas Cestoda adalah Moniezia benedini. Sedangkan jenis cacing yang berasal dari kelas Trematoda antara lain Fasciola spp.,
Paramphistomum
cervi,
Cotylophoron
cotylophorum,
Eurytrema
pancreaticum dan Gastrothylax crumenifer (Soulsby, 1986 ; Tarmuji, 1988).
2.1.2 Morfologi Telur Cacing Saluran Pencernaan Telur Fasciola sp. berbentuk ovoid dan dilengkapi dengan operculum. Ukuran telur 120–160 x 63–90 µm. Telur Oesophagustomum spp. mempunyai lapisan atau selaput tipis. Bentuk permukaan telur elips. Telur yang dikeluarkan sudah mengandung 8-16 sel dan berukuran 73-89 x 34-45 µm. Telur Bunostomum spp. mempunyai ukuran telur 79-97 x 47-50 µm. Telur berbentuk bulat lonjong dengan ujung tumpul dan berisi sel embrio. Warna telur lebih gelap dari genus lain sehingga lebih mudah dibedakan dari telur cacing lainnya. Telur Gaigeria pachyscelis berukuran besar yaitu 105-129 x 50-55 µm. Bentuk telur tumpul pada
8 Skripsi
INDAH KARTIKA SARI PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
9
kedua ujungnya. Telur Trichostrongylus spp. disebut juga telur lambung. Ukuran telur 79-101 x 39-47 µm. Telur berbentuk oval dengan salah satu ujungnya terlihat lancip. Telur Mecistocirrus spp. berukuran 95-120 x 56-60 µm. Telur ini berwarna lebih gelap dari Haemonchus. Banyak ditemukan di Indonesia pada ternak ruminansia besar. Telur Trichuris spp. berwarna coklat berbentuk seperti buah lemon dengan kedua ujungnya mempunyai sumbat transparan. Panjang telur 70-80 x 30-42 µm. Telur Strongyloides papillosus memiliki panjang 40–60 × 20– 26 µm, saat dikeluarkan sudah mengandung larva dengan dinding telur yang tipis. Telur Toxocara vitulorum berbentuk sub globular dikelilingi lapisan albumin yang tebal dan ukurannya 75-95 x 60-75 µm. Telur Paramphistomum cervi mempunyai operculum dan panjang 147 – 176 µm. Telur Cotylophoron cotylophorum mempunyai ukuran panjang 123–135 × 61–68 µm. Telur Cooperia punctata yang berbentuk elips berukuran 67–85 µm. Telur Moniezia sp. berbentuk segitiga untuk Moniezia expansa dan berbentuk segi empat untuk Moniezia benedini dan mengandung pyriform aparantus serta mempunyai ukuran 56–57 µm (Subekti dkk, 2010).
Skripsi
INDAH KARTIKA SARI PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
10
A
D C E
B
F
G
H
I
Gambar 2.1 Telur Cacing Saluran Pencernaan pada Sapi, (A) Parampistomum cervi., (B) Strogyloides papillosus., (C) Trichuris spp., (D) Moniezia benedini., (E) Fasciola sp., (F) Trichostrogylus spp., (G) Bunostomum spp., (H) Oesophagustomum spp. dan (I) Cotyloporon cotyloporum. (Soulsby, 1986).
2.1.3 Siklus Hidup Cacing Saluran Pencernaan 2.1.3.1 Siklus Hidup Cacing Trematoda Siklus hidup dari cacing Trematoda membutuhkan induk semang antara. Telur yang dikeluarkan bersama tinja induk semang pada keadaan lingkungan yang sesuai akan dikeluarkan menjadi larva mirasidium. Temperatur yang paling baik untuk penetasan telur adalah 22°C – 26°C, sedangkan dibawah 10°C telur Fasciola sp. tidak menetas tapi dapat bertahan lama serta dapat menetas kembali apabila keadaan lingkungan baik (Koesdarto dkk., 2007; Hall, 1977). Di atas suhu
Skripsi
INDAH KARTIKA SARI PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
11
26°C telur Fasciola sp. menetas dalam waktu dua sampai tiga hari. Selanjutnya mirasidium berenang mencari siput air sebagai inang perantara. Sebagai inang perantara cacing Fasciola sp. adalah jenis siput dari genus lymnea, sedangkan cacing famili paramphistomatidae sebagai inang perantara adalah genus Bulinus, Indoplanorbis,
Planorbis,
Cleopatra
(Subekti
dkk.,
2010).
Mirasidium
mengadakan penetrasi pada tubuh siput dan berkembang menjadi sporokista selama 12 jam untuk famili Paramphistomatidae. Tiap sporokista berkembang menjadi lima sampai delapan redia, selanjutya redia berkembang menjadi serkaria yang memiliki ekor yang lebih panjang dari badannya. Serkaria keluar dari tubuh siput apabila ada rangsangan sinar dan berenang dalam air. Apabila serkaria tidak segera mendapatkan inang definitif maka serkaria akan menempel pada rumput. Serkaria memiliki kelenjar untuk membentuk dinding kista dan ekor serkaria dilepaskan untuk membentuk metaserkaria. Infeksi terjadi bila induk semang definitif memakan rumput atau minum air tercemar oleh serkaria atau metaserkaria (Subekti dkk., 2010; Koesdarto dkk., 2007).
2.1.3.2 Siklus Hidup Cacing Nematoda Siklus hidup cacing Nematoda terdiri dari telur, empat stadium larva, dan dewasa (Levine, 1990). Habitat cacing Nematoda dewasa di dalam saluran gastrointestinal inang definitif. Telur yang diproduksi oleh cacing betina dewasa keluar bersama tinja. Telur berembrio akan menetas di luar tubuh inang menjadi stadium larva stadium 1 (L1) yang berkembang dan ekdisis menjadi larva stadium 2 (L2). Selanjutnya larva stadium 2 (L2) mengalami ekdisis menjadi larva stadium
Skripsi
INDAH KARTIKA SARI PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
12
3 (L3) namun kutikulanya tidak dilepas setelah ekdisis sebelumnya sehingga larva stadium 3 (L3) memiliki kutikula rangkap (Soulsby 1982, Levine 1990). Larva infektif dapat masuk ke tubuh ruminanisia melalui beberapa cara diantaranya yaitu lewat pakan, minum, atau penetrasi kulit. Pada genus Haemonchus, Mecistocirrus, Trichostrongylus, Trichuris, Oesophagostomum dan Toxocara vitulorum larva infektif ini masuk ke dalam tubuh hewan melalui pakan dan minum (Subekti dkk., 2011). Pada genus Haemonchus dan Mecistocirrus setelah larva stadium 3 (L3) masuk dalam saluran pencernaan kemudian melepaskan selubungnya dan migrasi ke abomasum. Di dalam abomasum larva stadium 3 (L3) mengalami perkembangan lebih lanjut menjadi larva stadium 4 (L4) dalam waktu 2 hari setelah infeksi, selanjutnya larva berpredileksi pada lamina propria selaput lendir abomasum. Pada cacing Trichostrongylus, larva stadium 3 (L3) masuk ke dalam saluran pencernaan dengan menembus mukosa usus halus kemudian berdiam diri selama 7 hari dan mengalami pergantian kulit menjadi larva stadium 4 (L4), selanjutnya larva keluar dari mukosa usus halus ke lumen usus dan menjadi dewasa. Pada cacing Trichuris, setelah larva stadium 3 (L3) masuk bersama pakan selanjutnya larva akan menetas di dalam usus. Kemudian larva menuju sekum dan menempel pada bagian mukosa sekum untuk berkembang menjadi dewasa. Pada cacing Oesophagostomum, larva stadium 3 (L3) menembus mukosa usus halus dan usus besar sampai pada lapisan muskularis usus dan membentuk kapsul, larva stadium 3 (L3) akan menjadi larva stadium 4 (L4) dan hidup dalam kista dan akan menaglami demineralisasi, sedang sebagian keluar dari kista masuk ke dalam lumen sekum dan kolon berkembang menjadi larva
Skripsi
INDAH KARTIKA SARI PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
13
stadium 5 (L5), selanjutnya berkembang dan menempel pada mukosa sekum serta kolon menjadi dewasa. Cacing Toxocara vitulorum telur infektif mengandung larva stadium 2 (L2). Pada kondisi optimal diluar tubuh host stadium infektif dapat dicapai 3-6 hari. Bila telur infektif termakan bersama pakan atau minum, setelah sampai di usus larva stadium 2 (L2) masuk dinding usus halus dan tinggal di usus sampai menjadi larva stadium 4 (L4), kemudian menuju mukosa dan lumen usus, larva stadium 5 (L5) dicapai pada minggu keenam kemudian akan menjadi cacing dewasa dan menghasilkan telur setelah 74 hari infeksi (Subekti dkk., 2010). Cacing Gaigeria pachyscelis, penularannya hanya melalui kulit. Selanjutnya larva mencapai paru-paru melalui sistem pembuluh darah dan megalami eksidisis yang ketiga, pada paru-paru larva akan tinggal selama ± 13 hari. Selanjutnya Larva stadium 4 (L4) migrasi ke bronki, trakhea, dan faring kemudian ditelan mencapai saluran pencernaan, selanjutnya terjadi eksidisis ke-4 dan berkembang menjadi dewasa ± 10 minggu pasca infeksi. Pada genus Bunostomum larva infektif masuk ke tubuh inang definitif selain secara per oral (melalui pakan dan minum) juga melalui penetrasi kulit. Melalui kedua cara infeksi tersebut, kemudian larva mengadakan lung migration, di dalam jaringan paru-paru terjadi moulting atau pengelupasan kulit ketiga kemudian larva menuju bronki dan trakea. Selanjutnya larva stadium 4 (L4) yang sudah mempunyai bukal kapsul mencapai saluran pencernaan (usus halus) setelah 11 hari dan terus tumbuh menjadi cacing dewasa. (Subekti dkk., 2010).
Skripsi
INDAH KARTIKA SARI PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
14
2.1.3.3 Siklus Hidup Cacing Cestoda Siklus hidup dari parasit cacing Cestoda membutuhkan induk semang antara, apabila telur termakan induk semang antara maka oncosfer dan embriofor akan hancur oleh aktivitas enzim saluran pencernaan induk semang antara, oncosfer menembus dinding usus menuju pembuluh darah dan ikut aliran darah ke tempat predileksi. Sapi akan terinfeksi bila memakan rumput yang terdapat mites (tungau) yang mengandung sistiserkoid yang infektif (Koesdarto dkk., 2007). Moniezia expansa, siklus hidup cacing ini memerlukan induk semang perantara berbagai jenis tungau dari famili Oribatidae dengan genus Galumna, Oribatula, Teloribates, Protoscheoribates, Scheloribates, Scutovertex dan Zigoribatula (Subekti dkk., 2010). Telur ditularkan bersama tinja induk semang satu persatu atau dalam keadaan berkelompok dalam segmen yang terlihat seperti butiran beras. Apabila segmen mature termakan oleh famili Oribatidae maka dindingnya akan sobek dan telur akan keluar, lalu oncosfer akan tumbuh membesar setelah 4 bulan akan membentuk sisterkoid (Urquhart et al., 1988). Infeksi terjadi pada hewan bila memakan rumput yang terdapat tungau yang terinfeksi oleh sisterkoid.
2.1.4 Patogenesa Cacing Saluran Pencernaan Infeksi dari kelas Trematoda merupakan parasit yang sangat penting pada ternak sapi karena dapat menyebabkan kondisi tubuh ternak menurun dan merupakan predisposisi terhadap penyakit lain (Hariyanto dkk., 1986). Kejadian infeksi ini dapat berlangsung akut maupun kronis tergantung derajat infeksinya (Soulsby, 1986). Infeksi dari Fasciola sp. berjalan kronis. Akibat adanya cacing
Skripsi
INDAH KARTIKA SARI PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
15
dewasa dalam jumlah banyak akan menyebabakan kerusakan epitel saluran empedu dan jaringan hati sehingga akan terjadi foki nekrotik serta diikuti dengan pembentukan jaringan fibrosa yang berlebihan. Adanya jaringan fibrosa menyebabkan perubahan salauran empedu sehingga akan mengalami pengapuran (Coles, 1986 ; Urquhart et al., 1988). Selain itu cacing dewasa akan menyebabkan hewan kekurangan darah. Infeksi dari Paramphistomum spp. dapat menyebabkan reaksi keradangan, penebalan dan pada mukosa usus tampak hemoragi. Cacing dewasa kurang patogen tetapi dalam jumlah besar bisa menyebabkan pelepasan papilla rumen (Kusumamihardja, 1985; Koesdarto dkk., 2007). Akibat infeksi cacing Nematoda pada saluran pencernaan sapi banyak sekali menimbulkan kerusakan pada dinding abomasum dan usus halus, selain itu kerusakan juga dapat disebabkan dari perjalanan daur hidup larva ke organ lain. Adaya penebusan larva cacing kedalam mukosa usus halus menimbulkan iritasi dan peradangan dinding mukosa usus halus yang disertai dengan adanya lesi, ulsera, perdarahan dan diare, bahkan apabila semakin parah bisa terjadi ruptura (Subekti dkk., 2010). Soulsby (1986) menyatakan bahwa infeksi dari Ostertagia spp. ditandai nodul pada permukaan mukosa abomasum. Infeksi dari cacing Trichostrogylus spp. dan Nematodirus walaupun tidak menghisap darah tetapi dapat menimbulkan luka dan disertai perdarahan sebagai akibat penembusan larva ke dalam mukosa usus halus. Cacing dari genus Cooperia, Nonustomum dan Strongyloides selain menghisap darah juga bentuk larvanya dapat menembus mukosa sehingga menimbulkan reaksi keradangan yang disetai perdarahan pada hewan akan mengalami anemia. Infeksi Bonustomum yang berat hewan selain
Skripsi
INDAH KARTIKA SARI PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
16
menderita anemia juga hipoproteinemia yang akhirnya menimbulkan oedema dibawah kulit, pada kasus yang kronis bisa menyebabkan bottle jaw. Cacing dewasa dari genus Mecistocirrus yang hidup di lumen abomasum dan di duodenum akan merusak mukosa dengan cara memasukkan dorsal lansetnya untuk menghisap darah. Cacing ini juga mengeluarkan zat anti pembekuan darah ke dalam luka yang ditimbulkan sehingga mukosa tersebut menjadi teriritasi. Cacing tersebut menghisap darah induk semang dalam jumlah yang cukup besar (Subekti dkk., 2010). Infeksi cacing dari genus Trichuris akan menimbulkan radang mukosa sekum, nekrose, haemoragi, oedema mukosa sekum pada sejumlah cacing dewasa. Cacing dari genus Oesophagustomum apabila menginfeksi pada ternak akan terjadi reaksi keradangan lokal dikelilingi larva sehingga terjadi penggumpalan sel eosinofil, limfosit, makrofag, dan sel raksasa mengelilingi larva sehingga terbentuk nodul, kemudian pada pusat nodul terjadi pengejuan dan pengapuran serta diluarnya terbentuk kapsul dari fibroblas. Larva dapat bertahan dalam nodul kurang lebih tiga bulan dan apabila nodul sudah megalami pengejuan dan pengapuran maka larva akan mati (Soulsby, 1986). Cacing dewasa dari genus Chabertia hidupnya menempel pada membran mukosa dari kolon dengan menggunakan bukal kapsul, cacing ini menghisap pembuluh darah sehingga menyebabkan pecahnya pembuluh darah (Soulsby, 1986). Infeksi cacing Moniezia sp. dapat menimbulkan iritasi pada usus sehingga terjadi
gangguan
pencernaan
(Kusumamihardja,
1993).
Infeksi
ringan
menyebabakan gangguan pencernaan dan pertumbuhan, sedangkan infeksi berat
Skripsi
INDAH KARTIKA SARI PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
17
berhubungan erat dengan tungau yang ada di padang rumput (Soulsby, 1986; Koesdarto dkk., 2007).
2.1.5 Diagnosa Cacing Saluran Pencernaan Parasitisme baru memperlihatkan gejala klinis bila keseimbangan hubungan antara hospes dengan parasit terganggu, yang mungkin disebabkan oleh kepekaan hospes yang menurun dan atau oleh peningkatan jumlah parasit yang patogen di dalam tubuh hospes. Sehingga, perlu adanya pemeriksaan laboratorium untuk memastikan diagnosa. Pemeriksaan yang biasanya dilakukan adalah pemeriksaan feses (Subronto, 2007). Sedangkan menurut Soulsby (1986) untuk melakukan diagnosis ternak sapi terhadap kemungkinan terkena infeksi cacing saluran pencernaan dapat dilakukan dengan melihat gejala klinis yang tampak seperti menurunnya nafsu makan, diare, anemia, bulu kotor, dan suram, menurunnya berat badan dan lambatnya pertumbuhan pada sapi muda. Cara yang lebih tepat dan sering digunakan untuk diagnosis adalah dengan melakukan pemeriksaan secara mikroskopis terhadap adanya telur cacing pada tinja sapi. Telur cacing Nematoda akan keluar dari tubuh hewan bersama feses, sehingga dengan pemeriksaan feses akan mudah diketahui apakah hewan tersebut terinfeksi cacing (Kosasih, 2001).
Skripsi
INDAH KARTIKA SARI PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
18
2.1.6 Pengendalian Cacing Saluran Pencernaan 2.1.6.1 Pencegahan Cacing Saaluran Pencernaan Pencegahan dilakukan untuk menekan jumlah infeksi parasit cacing pada saluran pencernaan hewan ternak sapi dapat dilakukan dengan beberapa tindakan. Sapi-sapi yang dikandangkan hendaknya diberi pakan dan minum yang bebas dari kontaminasi tinja atau kotoran yang mengandung larva infektif dari cacing (Soulsby, 1986). Kandang harus tetap bersih dan dijaga agar tetap kering, kotoran kandang yang berasal dari sapi hendaknya dibuang sesering mungkin (Levine, 1990). Menghindari kepadatan ternak yang berlebihan, sapi muda dan sapi dewasa hendaknya dipisahkan karena sapi yang lebih tua sering kali merupakan sumber infeksi bagi sapi (Levine, 1990). Beberapa tindakan pencegahan dan pengendalian penyakit nematodosis secara umum menurut Subekti dkk. (2011), yaitu: (1) mengurangi sumber infeksi dengan tindakan terapi; (2) pengawasan sanitasi air, makanan, keadaan tempat tinggal dan sampah; dan (3) pemberantasan inang perantara dan vektor. Parasit gastrointestinal pada umumnya masuk kedalam tubuh hospes definitif melalui pakan yang tercemar larva. Pedet yang baru lahir dapat tertular oleh larva yang terdapat di dalam kolostrum atau menempel pada puting. Selain itu, penularan dengan menembus kulit pada hewan muda juga banyak terjadi (Subronto, 2007).
Skripsi
INDAH KARTIKA SARI PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
19
2.1.6.2 Pengobatan Cacing Saluran Pencernaan pada Sapi Potong Menurut Sasnita dkk (1991) dan Koesdarto dkk (2007) selain melakukan tindakan pencegahan, pengobatan juga dilakukan dalam menanggulangi lebih lanjut adanya infeksi parasit cacing. Dalam menentukan obat yang digunakan harus mempunyai toksisitas terhadap semua jenis cacing dan semua stadium tetapi tidak membahayakan bagi hewan dan manusia, cara pemberianya mudah, harganya murah serta mudah didapat. Pengendalian penyakit cacing pada ternak umumnya dilakukan dengan menggunakan obat cacing, diantaranya adalah benzimidazol, levamisol, dan ivermectin (Haryuningtyas dan Beriajaya 2002, dikutip Mustika dan Ahmad, 2004). Anthelmintik dapat digunakan untuk mencegah bahaya banyaknya telur cacing mencapai tanah sehingga mengurangi infeksi pada ternak yang peka (Williamson dan Payne, 1993). Beberapa anthelmintika yang dapat digunakan adalah avermectin, mebendazole, thiabendazole, methyridine, cuper sulfat dan hexacholorophene. Avermectin pada saraf tepi memperkuat peranan GABA (Gama Amino Butiric Acid) dalam proses transmisi sehingga cacing mati dalam keadaan paralisis. Dosis yang efektif terhadap larva dan Nematoda saluran pencernaan sapi adalah 50-200 mg/kg BB (Soulsby, 1986). Cuper sulfat efektif terhadap cacing Cestoda terutama Moniezia spp. dengan dosis 10-100 ml (larutan 1%) atau campuran cuper sulfat dan nicotine sulfate diberikan rata- rata 1,8 gram tiap ekor hewan infektif. Hexacholorophene
Skripsi
INDAH KARTIKA SARI PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
20
efektif terhadap cacing Trematoda. Pada cacing Fasciola spp. pemberian dosis 15 mg/kg BB diberikan secara per oral efektif untuk cacing dewasa dan dosis 40 mg/kg BB dapat membunuh cacing muda umur empat minggu. Sedangkan pada Paramphistomum spp., Cotylophoron spp., Gastrothylax spp., dan Gigantocotyl spp. diberikan dengan dosis 10 mg/kg BB. Mebendazole efektif untuk cacing dewasa dan cacing yang belum masak (immature) dan mempunyai efektifitas 8590 % terhadap Oesophagostomum spp. dan Chabertia spp. serta 60-80 % terhadap Trichuris spp. Dosis pemakaiannya adalah dosis 12,5 mg/ kg BB. Methyridine diberikan dengan dosis 200 mg/kg BB sangat efektif terhadap larva dan cacing dewasa dari genus Trichostrongylus Nematodirus, Oesophagostomum, Chabertia, Strongyloides, Trichuris dan Cooperia. Pemberikan melalui suntikan di bawah kuliut dengan dosis tunggal dan dianjurkan tidak terlalu dekat dengan persendian (Koesdarto dkk., 2007). Thiabendazole merupakan serbuk berwarna putih, tidak berbau, tidak berasa, dan tidak larut dalam air. Merupakan obat cacing yang mempunyai spektrum yang luas, dapat membunuh cacing dewasa, stadium larva dan stadium telur. Dosis yang diberikan adalah 50 mg/kg BB per oral, efektif terhadap genus Trichostrongylus, Haemonchus, Oesophagostomum, Chabertia, Bunostonum, Strongyloides dan Cooperia (Koesdarto dkk., 2007).
2.2
Tinjauan Geografis Secara geografis, infeksi penyakit cacing dapat terjadi terus-menerus di
daerah yang beriklim sedang sampai beriklim panas dengan curah hujan rata-rata 2500 mm per tahun, tetapi populasi cacing terbanyak di negara-negara tropis yang
Skripsi
INDAH KARTIKA SARI PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
21
mempunyai suhu dan kelembaban optimal bagi kelangsungan hidup, pertumbuhan larva dan penularan cacing. Kondisi tanah juga memegang penting, apabila tanah terlalu kering, larva tidak dapat berkembang (Williamson and Payne, 1993). Kecamatan Tikung berada di wilayah Kabupaten Lamongan, memiliki topografi tanah datar sampai berombak dan berada di ketinggian 23-30 meter diatas permukaan laut, dengan luas wilayah ± 52,99 Km². Di Kecamatan Tikung juga terdapat waduk yang dinamakan Waduk Twiri dan Waduk Simbatan. Curah hujan rata-rata 210 mm pertahun dan suhu 27 – 32 ºC. Jumlah penduduk pasa bulan Desember 2012 ± 41.483 jiwa (Badan Pusat Statistik & Kantor Penelitian dan Pengembangan Daerah Kabupaten Lamongan, 2013).
2.3
Gambaran Umum Sapi Potong Sapi potong yang diternakkan di Kabupaten Lamongan sebagian besar
adalah jenis sapi Peranakan Ongole dan jenis impor yaitu : Simental, Brahman, dan Limousin (Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Lamongan, 2013). Sapi peranakan Ongole merupakan persilangan antara sapi Ongole dengan sapi lokal terutama dengan kelompok sapi Jawa yang menghasilkan sapi yang secara grading up mirip dengan sapi Ongole atau lebih populer disebut dengan istilah PO (Sosroamidjojo dkk., 1990). Ciri – ciri yang dimiliki yaitu badan besar, panjang, leher pendek dan kaki panjang. Warna bulu biasanya putih, padas sapi jantan sebagian mempunyai warna kelabu dan gelap pada bagian kepala dan leher. Kepala panjang, telingan agak panjang dan menggantung. Tanduk pendek dan
Skripsi
INDAH KARTIKA SARI PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
22
tumpul, tumbuh ke samping dan belakang dengan pangkal tebal (Bambang, 2002). Gelambir besar, menggantung dan berlipat-lipat meluas sampai pusar, sedangkan Preputium agak menggantung (Sugeng, 2000). Sapi Limousin merupakan keturunan sapi Eropa yang dikembangkan di Perancis. Ukuran tubuhnya besar dan panjang serta dadanya besar dan berdaging tebal. Bulunya berwarna merah, sorot matanya tajam, kaki tegap dengan warna pada bagian lutut ke bawah berwarna terang (Sarwono dan Arianto, 2001). Bobot lahir pedet Peranakan Limousin yaitu 26,8 kg lebih besar dibandingkan dengan pedet PO yaitu 23,7 kg (Rahman, 1999).
2.4
Menentukan Umur Sapi Penentuan yang paling pasti untuk mengetahui umur sapi adalah dengan
cara melihat catatan kelahiran tersebut, namun di daerah hal ini tidak pernah dilakukan oleh peternak sehingga penentuan umur biasa dilihat dengan cara melihat pertumbuhan gigi sapi itu sendiri (Nazar dan Surjoatmodjo, 2007). Untuk mengetahui umur sapi dapat menggunakan pendekatan pergantian gigi. Pada prinsipnya taksiran umur dengan metode gigi sapi adalah memperhitungkan pertumbuhan, penggantian dan keausan gigi sapi. Pertumbuhan gigi sapi sendiri terbagi tiga periode yakni periode gigi susu, periode penggantian gigi susu menjadi gigi tetap serta periode keausan gigi tetap. 1) Tanduk kelihatan sekitar dua cm, mempunyai umur lima bulan. 2) Sapi yang memiliki gigi susu semua berjumlah empat pasang pada rahang bawah, mempunyai usia sekitar satu tahun. 3) Sapi yang memiliki gigi tetap sepasang pada rahang bawah mempunyai usia
Skripsi
INDAH KARTIKA SARI PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
23
sekitar satu – dua tahun. 4) Sapi yang memiliki gigi tetap dua pasang pada rahang bawah mempunyai usia sekitar dua – tiga tahun. 5) Sapi yang memiliki gigi tetap tiga pasang pada rahang bawah mempunyai usia sekitar tiga - empat tahun. 6) Sapi yang memiliki gigi tetap empat pasang pada rahang bawah mempunyai usia sekitar empat tahun. 7) Sapi yang memiliki gigi tetap sudah aus semua pada rahang bawah mempunyai usia lebih dari empat tahun.
Gambar 2.2 Penentuan Umur Sapi Dilihat dari Susunan Gigi. Sumber : Sudarmono dan Sugeng (2008).
Skripsi
INDAH KARTIKA SARI PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
BAB 3 MATERI DAN METODE
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Tikung Kabupaten Lamongan Jawa Timur. Pemeriksaan sampel berupa feses sapi segar dilakukan di laboratorium Helmintologi Departemen Parasitologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga Surabaya. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2014.
3.2 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian prevalensi dan derajat infeksi cacing saluran pencernaan sapi PO dan sapi Limousin di Kecamatan Tikung Kabupaten Lamongan ini dilaksanakan dengan metode survei.
3.3 Materi Penelitian 3.3.1 Sampel Penelitian Hewan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sapi PO dan sapi Limousin dengan batasan umur antara 0 bulan – 1 tahun, 1 tahun - 2 tahun, dan lebih dari dua tahun. Sampel yang digunakan adalah sebanyak 100 ekor. Sampel sebanyak 100 terbagi dalam enam kategori yaitu sapi PO dan sapi Limousin berumur 0–1 tahun masing-masing sebanyak 15 ekor, sapi PO dan sapi Limousin berumur 1 tahun - 2 tahun masing-masing sebanyak 20 ekor, dan sapi PO dan sapi Limousin berumur lebih dari dua tahun masing-masing sebanyak 15 ekor. Berikut sampel feses yang digunakan dalam penelitian pada Tabel 3.1
24 Skripsi
INDAH KARTIKA SARI PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
25
Tabel 3.1 Sampel Feses yang Digunakan pada Penelitian Jenis Jantan Betina Sapi 0-1 1-2 >2 0-1 1-2 Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun PO 6 7 0 9 13 Limousin 10 20 8 5 0 Keterangan : Total sampel feses 100 sampel.
Total >2 Tahun 15 7
50 50
3.3.2 Bahan dan Peralatan Penelitian Bahan penelitian berupa feses sapi dalam keadaan segar, larutan gula jenuh, aquades, dan larutan formalin 10 %. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah kantong plastik, kertas label, gelas plastik, pengaduk, saringan, tabung sentrifus, rak tabung, sentrifus, pipet pasteur, obyek glass, cover glass, mikroskop.
3.4 Metode Penelitian 3.4.1 Pengambilan Sampel Sampel feses diambil dari desa yang memiliki populasi sapi dalam jumlah besar, kemudian dipilih secara acak dengan memperhatikan jenis kelamin, umur dan ras sapi, sehingga didapatkan keseluruhan sampel adalah 100 sampel. Sampel feses segar yang baru keluar dari anus, diambil secukupnya (± 10 gram) lalu dimasukkan ke dalam kantong plastik dan diberi formalin 10 % sebagai pengawetnya. Setelah itu, pada setiap kantong plastik diberi label atau penanda nomor sampel yang disesuaikan dengan pendataan sampel. Sampel feses dibawa ke labolatorium untuk diperiksa (Mumpuni dkk., 2007).
Skripsi
INDAH KARTIKA SARI PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
26
3.4.2 Pemeriksaan Sampel Sampel yang telah terkumpul diperiksa di laboratorium Helmintologi Departemen Parasitologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga Surabaya. Pemeriksaan sampel dilakukan dengan metode sederhana (natif), metode sedimentasi sederhana (simple sedimentation method) dan metode apung. Hasil pemeriksaan dinyatakan positif bila dalam salah satu metode tersebut ditemukan telur cacing (Mumpuni dkk., 2007).
3.4.2.1 Metode Sederhana (Natif) Mengambil sebanyak satu gram feses dengan menggunakan ujung gelas pengaduk yang kecil lalu memasukan ke dalam gelas plastik. Menambahkan air ±10 ml dan diaduk sampai tercampur, kemudian menyaring larutan feses tersebut dan meneteskannya pada gelas obyek serta menutupnya dengan cover glass. Kemudian dilakukan pemeriksaan dibawah mikroskop dengan pembesaran 100 X (Obyektif 10 X) (Mumpuni dkk., 2007).
3.4.2.2 Metode Sedimentasi Prinsip metode ini adalah berdasarkan pada perbedaan densitas antara pelarut, elemen-elemen parasit (telur cacing, larva) yang relatif lebih berat dan partikel sisa-sisa makanan pada umumnya lebih ringan (Mumpuni dkk., 2007). Setelah dilakukan pemusingan (sentrifugasi) elemen-elemen parasit (telur cacing, larva) diharapkan akan mengendap di bagian bawah. Kemudian supernatan di buang sehingga memudahkan untuk mendapatkan telur cacing.
Skripsi
INDAH KARTIKA SARI PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
27
Feses sebanyak satu gram dimasukkan ke dalam gelas plastik lalu ditambahkan air 10 ml. Feses dan air diaduk sampai rata kemudian disaring, hasil saringan dimasukkan ke tabung sentrifus selanjutnya disentrifus selama 2-5 menit dengan kecepatan 1500 rpm. Supernatan dibuang, sedangkan endapannya ditambahkan air lagi seperti tahap sebelumnya kemudian disentrifus lagi selama 2-5 menit dengan kecepatan 1500 rpm. Proses ini diulang sampai supernatan jernih. Setelah jernih, supernatan dibuang dan disisakan sedikit, endapannya diaduk dan diambil sedikit dengan pipet Pasteur kemudian diletakkan di gelas obyek tutup dengan cover glass dan diperiksa di bawah mikroskop dengan pembesaran 100 X (Obyektif 10 X) (Mumpuni dkk., 2007).
3.4.2.3 Metode Apung Prinsip metode pengapungan yaitu dengan menambahkan larutan yang memiliki berat jenis lebih besar daripada air dan feses. Larutan yang digunakan pada metode ini adalah larutan gula jenuh. Pemeriksaan telur cacing Nematoda dengan cara pengapungan merupakan metoda yang paling praktis dan mudah dikerjakan, yaitu dengan cara melarutkan feses dalam larutan gula jenuh yang mempunyai berat jenis lebih tinggi dari berat jenis air (BJ gula jenuh=1,2; BJ air=1) (Kosasih, 2001). Feses sebanyak satu gram dimasukkan ke dalam gelas plastik lalu ditambahkan air 10 ml. Feses dan air diaduk sampai rata kemudian disaring, hasil saringan dimasukkan ke tabung sentrifugasi selanjutnya disentrifus selama 2-5 menit dengan kecepatan 1500 rpm. Supernatan dibuang, sedangkan endapannya
Skripsi
INDAH KARTIKA SARI PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
28
ditambahkan air lagi seperti tahap sebelumnya kemudian disentrifus lagi selama 2-5 menit dengan kecepatan 1500 rpm. Proses ini diulang sampai supernatan jernih. Setelah jernih, supernatan dibuang dan disisakan sedikit, tambahkan larutan gula jenuh sampai 1 cm dari mulut tabung, lalu disentrifugasi dengan cara yang sama. Setelah disentrifuse, tabung sentrifugasi diletakkan di rak tabung dan pelan-pelan ditetesi dengan larutan gula jenuh sampai cairan terlihat cembung pada mulut tabung sentrifugasi lalu letakkan cover glass pada permukaan tabung sentrifugasi selama 5 menit. Cover glass diangkat dan diletakkan di atas gelas obyek dan diperiksa di bawah mikroskop dengan pembesaran 100 X (Obyektif 10 X) (Mumpuni dkk., 2007).
3.4.2.4 Penghitungan TCPGT Sampel feses yang positif terinfeksi cacing Nematoda saluran pencernaan dilanjutkan dengan penghitungan Telur Cacing Per Gram Tinja (TCPGT) menggunakan metode McMaster untuk mengetahui derajat infeksi (Mumpuni dkk., 2007). Prinsip metode McMaster ini sama dengan metode pengapungan yaitu mengapungkan telur cacing namun berbeda pada alat yang digunakan. Alat yang digunakan adalah berupa kamar penghitung McMaster. Alat ini terdiri dari dua lempeng kaca dan kedua lempeng ditempatkan beberapa pengganjal yang direkat dengan baik membentuk kamar-kamar didalamnya. Setiap kamar terdapat daerah bergaris yang luasnya sedemikian rupa sehingga isi ruangan di bawah daerah
Skripsi
INDAH KARTIKA SARI PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
29
bergaris adalah 0,5 ml. Rumus perhitungan jumlah telur cacing per gram tinja dengan metode McMaster adalah sebagai berikut:
TCPGT =
n
× 60
N Keterangan : n = jumlah telur cacing N = jumlah kamar hitung 60 = banyak pengenceran (ml) (Mumpuni dkk., 2007)
3.4.2.5 Standar keparahan helminthiasis berdasarkan TCPGT Hasil pemeriksaan TCPGT dapat diketahui jumlah telur cacing per gram tinja dan derajat keparahan infeksi kecacingan. Berdasarkan keterangan standar infeksi, maka infeksi dapat dibedakan yaitu infeksi ringan jika jumlah telur 1-499 butir per gram, infeksi sedang ditunjukkan jika jumlah telur 500 - 5000 butir per gram dan infeksi berat ditunjukkan jika telur yang dihasilkan lebih dari 5000 butir per gram feses ternak (Nofyan dkk., 2010 yang dikutip dari Thienpont et al., 1995). Jumlah telur cacing per gram feses ternak tidak selalu dapat menunjukkan tingkat infeksi yang sebenarnya. Hal ini mengacu pada kenyataan bahwa hanya cacing dewasa saja yang dapat menghasilkan telur, sedangkan larva cacing belum menghasilkan telur. Larva kemudian menjadi dewasa secara seksual, dan ada yang
Skripsi
INDAH KARTIKA SARI PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
30
menjadi cacing jantan yang juga patut diperhitungkan untuk menentukan tingkat infeksi pada hewan ternak (Nofyan dkk., 2010).
3.5 Analisis Data Untuk mengetahui prevalensi dan derajat infeksi cacing saluran pencernaan pada sapi PO dan Limousin di Kecamatan Tikung Kabupaten Lamongan dihitung menggunakan rumus prevalensi. Prevalensi = Jumlah sampel terinfeksi Jumlah populasi teresiko
x 100%
Analisis statistik dengan menggunakan regresi pohon menggunakan program SPSS (Statistical Product and Service Solution) for Windows rel.16.0.
Skripsi
INDAH KARTIKA SARI PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
31
3.6 Skema Alir Penelitian
Pengambilan Sampel
Penomeran Sampel dan Pengelompokan Sampel
Pemeriksaan Sampel secara kualitatif
Natif Sedimentasi Apung
Positif
Negatif
Identifikasi jenis telur cacing
Penghitungan TCPGT metode Mc.Master
Analisis data (perhitungan prevalensi)
Gambar 3.1 Skema Alir Penelitian.
Skripsi
INDAH KARTIKA SARI PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
332
BAB 4 HASIL PENELITIAN
Hasil pemeriksaan laboratorium dengan metode natif, sedimentasi dan apung terhadap 50 sampel feses sapi PO dan 50 sampel feses sapi Limousin yang diambil dari Kecamatan Tikung, Kabupaten Lamongan, diperoleh 59 sampel feses positif mengandung telur cacing. Hal ini menunjukkan prevalensi dan derajat infeksi cacing saluran pencernaan pada sapi PO dan Limousin di Kecamatan Tikung, Kabupaten Lamongan sebesar 59%. Jenis telur cacing yang menginfeksi sapi tersebut selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.1 dan 4.2
Tabel 4.1 Jenis Telur Cacing yang Menginfeksi Sapi PO di Kecamatan Tikung, Kabupaten Lamongan Jantan Betina Jenis cacing 0-1 1-2 >2 0-1 1-2 >2 Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun Oesophagustomum spp. 4(8%) 1(2%) 0(0%) 5(10%) 4(8%) 4(8%) Bunostomum spp. 0(0%) 0(0%) 0(0%) 0 (0%) 2(4%) 0(0%) Mecistocirrus spp. 0(0%) 0(0%) 0(0%) 0 (0%) 0(0%) 1(2%) Oesophagustomum spp. 0(0%) + Bunostomum spp. Oesophagustomum spp. + 0(0%) Mecistocirrus spp. Oesophagustmum spp. 0(0%) + Trichostrogylus spp. Oesophagustomum spp. + 0(0%) Trichuris spp. Oesophagustomum spp. 1(2%) + Moniezia benedini Keterangan : Sampel yang positif 50 sampel sapi PO.
0(0%)
0(0%)
1 (2%)
0(0%)
0(0%)
0(0%)
0(0%)
0 (0%)
1(2%)
0(0%)
0(0%)
0(0%)
0 (0%)
1(2%)
1(2%)
0(0%)
0(0%)
0 (0%)
1(2%)
0(0%)
0(0%)
0(0%)
0 (0%)
0(0%)
0(0%)
sebanyak 27 sampel dari total yang diperiksa
32 Skripsi
INDAH KARTIKA SARI PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
33
Tabel 4.2 Jenis Telur Cacing yang Menginfeksi Sapi Limousin di Kecamatan Tikung, Kabupaten Lamongan Jantan Betina Jenis cacing 0-1 1-2 >2 0-1 1-2 >2 Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun Oesophagustomum spp. 7(14%) 10(20%) 1(2%) 5(10%) 0(0%) 1(2%) Bunostomum spp. 1(2%) 0(0%) 0(0%) 0(0%) 0(0%) 0(0%) Trichuris spp. 0(0%) 1(2%) 0(0%) 0(0%) 0(0%) 0(0%) Oesophagustomum spp. 0(0%) 0(0%) 0(0%) 0(0%) 0(0%) 1(2%) + Bunostomum spp. Oesophagustomum spp. 0(0%) 1(2%) 0(0%) 0(0%) 0(0%) 0(0%) + Mecistocirrus spp. Mecistocirrus spp. + 0(0%) 0(0%) 1(2%) 0(0%) 0(0%) 0(0%) Bunostomum spp. Oesophagustomum spp. + Trichostrogylus spp. 1(2%) 0(0%) 0(0%) 0(0%) 0(0%) 0(0%) + Moniezia benedini Oesophagustomum spp. + Trichuris spp. + 0(0%) 0(0%) 1(2%) 0(0%) 0(0%) 0(0%) Moniezia benedini Oesophagustomum spp. + Mecistocirrus spp. + 1(2%) 0(0%) 0(0%) 0(0%) 0(0%) 0(0%) Trichuris spp. + Moniezia benedini Keterangan : Sampel positif sebanyak 32 sampel dari total yang diperiksa 50 sampel sapi Limousin.
Hasil pemeriksaan didapatkan jenis telur cacing dari kelas Nematoda dan Cestoda. Jenis telur cacing yang berasal dari kelas Nematoda antara lain Oesophagustomum spp., Bunostomum spp., Mecistocirrus spp., Trichostrogylus spp., dan Trichuris spp., sedangkan dari kelas Cestoda ditemukan telur Moniezia benedini. Kejadian infeksi tunggal ditemukan telur cacing Oesophagustomum spp. sebanyak 18 (36%) sampel positif pada sapi PO dan sebanyak 24 (48%) sampel positif pada sapi Limousin, telur Bunostomum spp. sebanyak dua (4%) sampel positif pada sapi PO dan sebanyak satu (2%) sampel positif pada sapi Limousin,
Skripsi
INDAH KARTIKA SARI PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
34
telur Mecistocirrus spp. sebanyak satu (2%) sampel positif pada sapi PO, dan telur Trichuris spp. sebanyak satu (2%) sampel positif pada sapi Limousin. Kejadian infeksi campuran pada sapi PO ditemukan telur cacing Oesophagustomum spp. dan Bunostomum spp. sebanyak satu (2%) sampel positif, Oesophagustomum spp. dan Mecistocirrus spp. sebanyak satu (2%) sampel positif, Oesophagustomum spp. dan Trichostrogylus spp. sebanyak dua (4%) sampel positif, Oesophagustomum spp. dan Trichuris spp. sebanyak satu (2%) sampel positif, dan Oesophagustomum spp. dan Moniezia benedini sebanyak satu (2%) sampel positif. Kejadian infeksi campuran pada sapi Limousin ditemukan telur cacing Oesophagustomum spp. dan Bunostomum spp. sebanyak satu (2%) sampel positif, Oesophagustomum spp. dan Mecistocirrus spp. sebanyak satu (2%) sampel positif, Bunostomum spp. dan Mecistocirrus spp. sebanyak satu (2%) sampel positif, Oesophagustomum spp., Trichostrogylus spp., dan Moniezia benedini sebanyak satu (2%) sampel positif, Oesophagustomum spp., Trichuris spp., dan Moniezia benedini sebanyak satu (2%) sampel positif, dan Oesophagustomum spp., Mecistocirrus spp., Trichuris spp., dan Moniezia benedini sebanyak satu (2%) sampel positif. Identifikasi telur cacing dilakukan dengan melihat morfologi yaitu bentuk telur dan ukuran telur cacing. Pengukuran telur cacing dilakukan menggunakan program Optilab Imageraster.
Skripsi
INDAH KARTIKA SARI PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
35
Telur Oesophagustomum spp. yang ditemukan pada sapi PO berjumlah 24 sampel, sedangkan pada sapi Limousin ditemukan sebanyak 29 sampel. Telur Oesophagustomum spp. yang ditemukan mempunyai ukuran 78,7×43,3 µm. Telur Oesophagustomum spp. mempunyai lapisan atau selaput tipis dan berbentuk oval.
Gambar 4.1 Telur Oesophagustomum spp. (Perbesaran 400X dengan metode apung).
Telur Bunostomum spp. yang ditemukan pada sapi PO dan Limousin masing-masing berjumlah tiga sampel. Telur Bunostomum spp. yang ditemukan mempunyai ukuran lebih besar dari telur Oesophagustomum spp., yaitu 89,5×48,5 µm. Telur Bunostomum spp. berbentuk bulat lonjong dengan ujung tumpul.
Gambar 4.2 Telur Bunostomum spp. (Perbesaran 400X dengan metode apung).
Skripsi
INDAH KARTIKA SARI PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
36
Telur Mecistocirrus spp. yang ditemukan pada sapi PO berjumlah dua sampel, sedangkan pada sapi Limousin berjumlah tiga sampel. Telur Mecistocirrus spp. yang ditemukan berukuran 121,1×61,0 µm dengan embrio berwarna gelap.
Gambar 4.3 Telur Mecistocirrus spp. (Perbesaran 400X dengan metode apung).
Telur Trichostrogylus spp. yang ditemukan pada sapi PO berjumlah dua sampel, sedangkan pada sapi Limousin berjumlah satu sampel. Telur Trichostrogylus spp. yang ditemukan berukuran 99,0×46,7 µm, telur berbentuk lonjong dengan salah satu ujungnya lancip.
Gambar 4.4 Telur Trichostrogylus spp. (Perbesaran 400X dengan metode apung).
Skripsi
INDAH KARTIKA SARI PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
37
Telur Trichuris spp. yang ditemukan pada sapi PO berjumlah satu sampel, sedangkan pada sapi Limousin berjumlah tiga sampel. Telur Trichuris spp. yang ditemukan berukuran 72,7×37,0 µm, telur berwarna coklat berbentuk seperti buah lemon dengan kedua ujungnya mempunyai sumbat transparan.
Gambar 4.5 Telur Trichuris spp. (Perbesaran 400X dengan metode apung).
Telur yang ditemukan pada kelas Cestoda adalah Moniezia benedini yang berukuran 63,8×60,0 µm, telur berbentuk segiempat dan mengandung piriform apparatus yang tumbuh baik. Telur Moniezia benedini yang ditemukan pada sapi PO berjumlah satu sampel, sedangkan pada sapi Limousin berjumlah tiga sampel.
Gambar 4.6 Telur Moniezia benedini (Perbesaran 400X dengan metode apung).
Skripsi
INDAH KARTIKA SARI PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
38
Pada pemeriksaan 100 sampel feses sapi PO dan Limousin yang diperiksa, didapatkan 59 (59%) sampel positif terinfeksi cacing suluran pencernaan. Perhitungan prevalensi cacing saluran pencernaan pada sapi PO dan Limousin di Kecamatan Tikung, Kabupaten Lamongan dapat dilihat pada Tabel 4.3
Tabel 4.3 Prevalensi Cacing Saluran Pencernaan pada Sapi Peranakan Ongole (PO) dan Limousin di Kecamatan Tikung, Kabupaten Lamongan Jenis Jantan Betina Total 0 – 1 1 – 2 >2 0 – 1 1 – 2 >2 Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun PO 5 1 0 6 9 6 27 Limousin 10 12 3 5 0 2 32 Prevalensi 15% 13% 3% 11% 9% 8% 59% Keterangan : Total sampel feses 100 sampel sapi Peranakan Ongole (PO) dan Limousin Prevalensi cacing saluran pencernaan pada sapi PO dan Limousin di Kecamatan Tikung, Kabupaten Lamongan sebesar 59% dengan 59 sampel yang positif dari 50 sampel yang diperiksa. Prevalensi cacing saluran pencernaan pada pedet jantan sebesar 15% dengan jumlah sampel positif 15 sampel. Prevalensi cacing saluran pencernaan pada pedet betina sebesar 11% dengan jumlah sampel positif 11 sampel. Prevalensi cacing saluran pencernaan pada sapi jantan umur 1-2 tahun sebesar 13% dengan jumlah sampel positif 13 sampel. Prevalensi cacing saluran pencernaan pada sapi betina umur 1-2 tahun sebesar 9% dengan jumlah sampel positif sembilan sampel. Prevalensi cacing saluran pencernaan pada sapi jantan umur lebih dari dua tahun sebesar 3% dengan jumlah sampel positif tiga sampel. Prevalensi cacing saluran pencernaan pada sapi betina umur lebih dari dua tahun sebesar 8% dengan jumlah sampel positif delapan sampel.
Skripsi
INDAH KARTIKA SARI PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
39
Perbedaan derajat infeksi dari sapi PO dan Limousin dapat diketahui dengan melakukan perhitungan rata-rata (mean) Telur Cacing Per Gram Tinja (TCPGT) dengan metode McMaster pada sampel feses sapi PO dan Limousin. Pada hasil analisis regresi pohon tidak ditemukan pengaruh rata-rata TCPGT, sehingga dapat disimpulkan bahwa derajat infeksi cacing saluran pencernaan pada sapi PO dan Limousin di Kecamatan Tikung, Kabupaten Lamongan tergolong ringan yaitu berkisar 0-500 EPG. Hasil perhitungan TCPGT dapat dilihat pada Lampiran 1. Hasil analisis menunjukkan bahwa sampel sapi yang positif berjumlah 59 sampel dari total sampel feses 100 sampel, sehingga angka prevalensi sebesar 59%. Sampel sapi yang positif dipengaruhi oleh umur, sapi yang berumur 0-1 tahun memiliki angka prevalensi yang lebih besar (86,7%) dibandingkan dengan sapi yang berumur 1-2 tahun dan lebih dari dua tahun (47,1%). Sapi yang berumur 0-1 tahun dipengaruhi oleh ras. Sapi Limousin memiliki angka prevalensi lebih besar (100%) dibandingkan dengan sapi Peranakan Ongole (PO) (73,3%). Tingkat prevalensi pada sapi yang berumur 1-2 tahun dan lebih dari dua tahun diklasifikasikan kembali menjadi sapi umur 1-2 tahun dan umur lebih dari dua tahun. Sapi yang berumur 1-2 tahun memiliki angka prevalensi lebih besar (55%) dibandingkan sapi yang berumur lebih dari dua tahun (36,7%). Selengkapnya dapat dilihat pada gambar 4.7 analisis regresi pohon.
Skripsi
INDAH KARTIKA SARI PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
40
Gambar 4.7 Analisis Regresi Pohon
Skripsi
INDAH KARTIKA SARI PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
BAB 5 PEMBAHASAN
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui prevalensi dan derajat infeksi (TCPGT) sapi PO dan Limousin yang dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin, umur dan ras. Berdasarkan hasil penelitian dari 100 sampel yang berasal dari sampel feses sapi PO dan Limousin yang diambil dari Kecamatan Tikung Kabupaten Lamongan didapatkan sebanyak 27 sampel positif pada sapi PO dan sebanyak 32 sampel positif pada sapi Limousin. Pada hasil pemeriksaan ditemukan lima jenis telur cacing yang sesuai ciriciri berasal dari kelas Nematoda dan satu jenis dari kelas Cestoda. Jenis telur cacing yang berhasil diidentifikasi adalah Oesophagustomum spp., Bunostomum spp., Mecistocirrus spp., Trichostrongylus spp., dan Trichuris spp., dari kelas Nematoda, Moniezia benedini dari kelas Cestoda. Telur Oesophagustomum spp. yang ditemukan berukuran 78,7×43,3 µm dan berbentuk oval. Telur Bunostomum spp. yang ditemukan berukuran 89,5×48,5 µm, telur Bunostomum spp. berukuran lebih besar dari telur Oesophagustomum spp. dan tampak tumpul. Telur Mecistocirrus
spp.
yang
ditemukan
berukuran
121,1×61,0
µm.
Telur
Trichostrogylus spp. yang ditemukan berukuran 99,0×46,7 µm dan salah satu ujungnya lancip. Telur Trichuris spp. yang ditemukan berukuran 72,7×37,0 µm dan berbentuk seperti buah lemon. Telur Moniezia benedini yang ditemukan berukuran 63,8×60,0 µm dan berbentuk segiempat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Subekti (2010), yang menyatakan bahwa Telur Oesophagustomum spp. mempunyai lapisan atau selaput tipis. Bentuk permukaan telur elips. Telur
41 Skripsi
INDAH KARTIKA SARI PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
42
yang dikeluarkan sudah mengandung 8-16 sel dan berukuran 73-89 x 34-45 µm. Telur Bunostomum spp. mempunyai ukuran telur 79-97 x 47-50 µm. Bentuk bulat lonjong dengan ujung tumpul dan berisi sel embrio. Telur Mecistocirrus spp. berukuran 95-120 x 56-60 µm. Telur ini berwarna lebih gelap dari Haemonchus. Telur Trichostrongylus spp. berukuran 79-101 x 39-47 µm, telur berbentuk oval dan bersegmen pada waktu dikeluarkan bersama feses. Telur Trichuris spp. berwarna coklat berbentuk seperti tong dengan kedua ujungnya mempunyai sumbat transparan, telur berukuran 70-80 x 30-42 µm. Telur Moniezia benedini berbentuk segiempat dan mengandung pyriform aparantus serta mempunyai ukuran 56 – 57 µm. Telur cacing yang paling banyak ditemukan pada pemeriksaan feses sapi PO dan Limousin di Kecamatan Tikung Kabupaten Lamongan berasal dari kelas Nematoda, hal ini bisa disebabkan karena siklus hidup cacing Nematoda pada umumnya cepat, terutama pada suhu yang sesuai dan tidak memerlukan induk semang perantara dalam siklus hidupnya (Subekti dkk., 2007). Infeksi cacing terbesar pada hasil penelitian ini adalah infeksi cacing Oesophagustomum spp., hal ini sangat wajar dikarenakan cacing Oesophagustomum spp. banyak terdapat di negara-negara Asia seperti Indonesia yang beriklim tropis dan prevalensinya akan tinggi pada musim penghujan (Koesdarto dkk., 2007). Hasil tersebut sesuai dengan beberapa penelitian di daerah Jawa Timur yaitu Bojonegoro dan Lamongan yang dilakukan oleh Pertiwi (2012) dan Khozin (2012) bahwa infeksi cacing terbesar pada hasil penelitian adalah infeksi cacing Oesophagustomum spp., sehingga dapat disimpulkan bahwa secara umum tanah di daerah Jawa
Skripsi
INDAH KARTIKA SARI PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
43
Timur sudah terkontaminasi oleh telur Oesophagustomum spp. Hasil penelitian Dargantes et al. (1998) juga menunjukkan banyaknya infeksi Oesophagustomum spp. di Philipina yang merupakan negara tropis. Infeksi dari cacing ini perlu diwaspadai karena dapat menyebabkan keradangan pada saluran pencernaan yang bisa berakibat fatal pada ternak (Levine, 1990). Parasit cacing yang terdapat dalam saluran pencernaaan akan menghisap zat gizi, menghisap darah atau cairan tubuh dan bahkan memakan jaringan tubuh. Parasit cacing akan menurunkan bobot badan dan menghambat pertumbuhan badan, serta menurunkan daya tahan tubuh ternak terhadap penyakit lain. Sebagian besar Nematoda dapat menyebabkan sumbatan (obstruksi) saluran dalam usus (Imbang, 2003). Infeksi terbesar selanjutnya dari kelas Nematoda adalah infeksi dari Bunostomum spp. dan Mecistocirrus spp. yang masing-masing menginfeksi 5 sampel. Cacing Bunostomum spp. menginfeksi usus halus ruminansia, larva infektif akan masuk dalam tubuh induk semang melalui pakan, minum dan penetrasi melalui kulit serta menyebabkan edema dibawah kulit intermandibula yang disebut dengan bottle jaw (Subekti dkk., 2011). Cacing Mecistocirrus spp. sering menginfeksi abomasum sapi, kerbau, zebu, lambung babi dan pernah dilaporkan pada manusia di Amerika Tengah (Soulsby, 1986; Roberts, 1990). Menurut Dunn (1978) Mecistocirrus spp. banyak dijumpai di abomasum sapi dan kerbau di daerah tropis. Infeksi paling sedikit dari kelas Nematoda adalah infeksi dari Trichostrongylus spp. dan Trichuris spp. yang masing-masing menginfeksi 3 sampel. Cacing Trichostrogylus spp. perkembangannya sangat sesuai di negara
Skripsi
INDAH KARTIKA SARI PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
44
tropis seperti Indonesia. Infeksi cacing ini berbahaya pada ternak karena larvanya dapat menembus usus halus sehingga menimbulkan reaksi keradangan yang disertai perdarahan dan anemia (Koesdarto dkk., 2007). Adanya infeksi dari cacing Trichuris spp. juga perlu diwaspadai karena infeksi cacing Trichuris spp. dewasa dapat menimbulkan radang mukosa sekum, nekrosis, haemoragi dan edema mukosa sekum dewasa (Soulsby, 1986). Telur cacing Trichuris spp. juga merupakan telur yang sangat resisten terhadap kondisi lingkungan dan diperkirakan dapat hidup beberapa tahun (Levine, 1990). Pada kelas Cestoda, didapatkan infeksi cacing Moniezia benedini sebanyak empat sampel positif. Infeksi dari Moniezia benedini dapat dikarenakan ternak memakan rumput yang terdapat mites (tungau) yang mengandung sistiserkoid yang infektif (Koesdarto dkk., 2007), hal ini menunjukkan bahwa kondisi lingkungan di Kecamatan Tikung cocok untuk perkembangan mites yang merupakan inang antara dari cacing Moniezia benedini. Kejadian infeksi campuran juga ditemukan pada sapi PO dan Limousin. Pada sapi PO ditemukan telur cacing Oesophagustomum spp. dan Bunostomum spp. sebanyak satu (2%) sampel positif, Oesophagustomum spp. dan Mecistocirrus spp. sebanyak satu (2%) sampel positif, Oesophagustomum spp. dan Trichostrogylus spp. sebanyak dua (4%) sampel positif, Oesophagustomum spp. dan Trichuris spp. sebanyak satu (2%) sampel positif, dan Oesophagustomum spp. dan Moniezia benedini sebanyak satu (2%) sampel positif. Kejadian infeksi campuran pada sapi Limousin ditemukan telur cacing Oesophagustomum spp. dan Bunostomum spp. sebanyak satu (2%) sampel positif, Oesophagustomum spp. dan
Skripsi
INDAH KARTIKA SARI PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
45
Mecistocirrus spp. sebanyak satu (2%) sampel positif, Bunostomum spp. dan Mecistocirrus spp. sebanyak satu (2%) sampel positif, Oesophagustomum spp., Trichostrogylus spp., dan Moniezia benedini sebanyak satu (2%) sampel positif, Oesophagustomum spp., Trichuris spp., dan Moniezia benedini sebanyak satu (2%) sampel positif, dan Oesophagustomum spp., Mecistocirrus spp., Trichuris spp., dan Moniezia benedini sebanyak satu (2%) sampel positif. Menurut Levine (1990), infeksi campuran atau tunggal sering terjadi pada sapi, sehingga sulit untuk mengetahui pengaruh khusus yang ditimbulkan. Infeksi yang terjadi biasanya dilakukan oleh bermacam-macam jenis cacing yang terjadi baik pada abomasum, usus dan organ lain, sehingga pengaruhnya berupa kombinasi atau campuran dari parasit yang ada. Berdasarkan analisis regresi pohon dari hasil pemeriksaan 100 sampel feses, diperoleh 59 sampel positif terinfeksi telur cacing saluran pencernaan dengan angka prevalensi 59%. Angka ini bisa dikatakan tinggi jika dibandingan dengan penelitian yang sebelumnya dilakukan oleh Khozin (2012) di Kabupaten Lamongan yang menunjukkan angka prevalensi sebesar 47%. Pengambilan sampel untuk penelitian ini dilakukan pada bulan Januari yang termasuk pada musim penghujan. Pada musim penghujan, air waduk di Kecamatan Tikung, Kabupaten Lamongan sering meluap dan membanjiri wilayah Kecamatan Tikung, sehingga tanah kandang dalam kondisi yang lembab dan becek, oleh karena itu wajar bila ditemukan infeksi cacing saluran pencernaan pada sapi PO dan Limousin di Kecamatan Tikung Kabupaten Lamongan. Daerah yang lembab merupakan kondisi yang cocok untuk pertumbuhan berbagai jenis cacing,
Skripsi
INDAH KARTIKA SARI PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
46
sehingga sangat memungkinkan berbagai jenis cacing untuk melanjutkan siklus hidupnya ( Purwantan dkk., 2006). Prevalensi cacing saluran pencernaan pada sapi PO dan Limousin berdasarkan umur sapi menunjukkan bahwa sapi yang berumur 0-1 tahun memiliki prevalensi lebih tinggi (87,6%) bila dibandingkan dengan sapi umur 1-2 tahun dan lebih dari dua tahun (47,1%) dan sapi yang berumur 1-2 tahun memiliki prevalensi lebih tinggi (55%) daripada sapi yang berumur lebih dari dua tahun (36,7%). Koesdarto dkk. (2007) mengatakan bahwa umur sapi berpengaruh pada infeksi cacing. Sapi muda terutama yang berumur satu sampai tiga bulan rentan terinfeksi cacing, karena kolostrum dari induk tidak memberikan perlindungan untuk melawan infeksi terhadap cacing tersebut. Levine (1990) juga mengatakan bahwa reaksi daya tahan tubuh terhadap infeksi cacing pada sapi dewasa lebih baik daripada sapi muda. Pedet lebih peka terhadap infeksi daripada hewan dewasa, biasanya sapi dewasa merupakan sumber infeksi bagi yang muda, hal ini mungkin karena adanya kekebalan yang terbentuk pada hewan sebagai infeksi yang dialami pada waktu muda. Hasil penelitian Susanto (2003) dan Setiyono (2007) yang menyatakan bahwa faktor umur berpengaruh nyata terhadap infeksi cacing pada sapi potong. Sapi yang berumur 0-1 tahun dipengaruhi oleh faktor ras, sapi yang berumur 0-1 tahun pada sapi Limousin memiliki prevalensi cacing lebih tinggi (100%) apabila dibandingkan dengan sapi PO (73,3%), namun faktor ras belum tentu mempengaruhi kejadian infeksi cacing saluran pencernaan apabila dilihat dari sistem manejemen kandang yang berbeda antara sapi PO dan Limousin di
Skripsi
INDAH KARTIKA SARI PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
47
Kecamatan Tikung, Kabupaten Lamongan. Manejemen kandang di Kecamatan Tikung, Kabupaten Lamongan pada sapi PO lebih baik daripada sapi Limousin. Sapi PO dipelihara dengan sistem peternakan dalam satu kandang dengan tipe kandang yang sudah permanen yaitu dinding tembok terbuka, lantai kandang yang telah diplester, tempat pakan dan minum berbentuk cor bata yang sudah permanen, beratap asbes, dan sanitasi teratur serta terdapat saluran pembuangan feses dan urin. Sedangkan sapi Limousin sebagian besar dipelihara dengan cara tradisional oleh para petani peternak yaitu dinding berasal dari kayu atau bambu, lantai yang sebagian besar masih tanah, tempat pakan dan minum dari kayu atau bambu, dan sanitasi yang belum teratur serta belum terdapat saluran pembuangan feses dan urin. Hal ini sesuai menurut Andrade et al. (2001) bahwa infeksi cacing dapat dipengaruhi oleh sanitasi dan kondisi lingkungan yang kurang baik. Berdasarkan analisis regresi pohon faktor jenis kelamin sama sekali tidak berpengaruh terhadap kejadian infeksi cacing saluran pencernaan pada sapi. Pada tabel 4.1 dan 4.2 diketahui bahwa, sapi PO yang berjenis kelamin betina lebih banyak terinfeksi (21 sampel) daripada yang berjenis kelamin jantan (6 sampel), sedangkan pada sapi Limousin yang berjenis kelamin jantan lebih banyak terinfeksi (25 sampel) daripada sapi yang berjenis kelamin betina (7 sampel). Sampai sejauh ini masih belum bisa dipastikan pengaruh jenis kelamin terhadap infeksi cacing. Infeksi cacing saluran pencernaan lebih tinggi pada host betina dibandingkan jantan dilaporkan oleh sebagian besar peneliti (Komoin et al., 1999; Valcarcel and Romero, 1999; Farooq, 2009). Sedangkan Gulland and Fox (1992) melaporkan bahwa prevalensi dan derajat infeksi lebih tinggi pada host jantan
Skripsi
INDAH KARTIKA SARI PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
48
daripada betina. Para peneliti tersebut mengungkapkan bahwa pengaruh jenis kelamin terhadap infeksi cacing saluran pencernaan adalah karena faktor stres proses reproduksi yaitu saat host betina bunting dan melahirkan, sedangkan infeksi cacing pada host jantan dapat lebih tinggi dari pada host betina yaitu terjadi ketika diluar periode bunting dan melahirkan. Hasil perhitungan TCPGT juga tidak menunjukkan pengaruh terhadap kejadian infeksi cacing saluran pencernaan pada sapi, sehingga kejadian infeksi cacing saluran pencernaan pada sapi PO dan Limousin di Kecamatan Tikung, Kabupaten Lamongan tergolong derajat infeksi yang ringan dengan rentangan 0500 EPG. Berdasarkan hasil perhitungan TCPGT ini perlu diadakan pengendalian atau pengobatan pada sapi PO dan Limousin di Kecamatan Tikung, Kabupaten Lamongan bila hasil telur cacing per gram tinja mencapai 300-600 EPG (Levine,1990). Menurut Soulsby (1986), hasil perhitungan derajat infeksi digolongkan dalam tiga tingkatan, yaitu: derajat infeksi ringan bila TCPGT berkisar antara 0 sampai 500, derajat infeksi sedang bila TCPGT antara 501 sampai 1000 dan derajat infeksi berat bila TCPGT lebih dari 1000 (Soulsby, 1986).
Skripsi
INDAH KARTIKA SARI PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap 100 sampel feses sapi PO dan Limousin di Kecamatan Tikung Kabupaten Lamongan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1) Angka prevalensi cacing saluran pencernaan pada PO dan Limousin di Kecamatan Tikung Kabupaten Lamongan sebesar 59%. 2) Jenis telur cacing yang ditemukan pada pemeriksaan sampel feses sapi PO dan Limousin di Kecamatan Tikung Kabupaten Lamongan berasal dari kelas Nematoda yaitu Oesophagustomum spp., Bunostomum spp., Mecistocirrus spp., Trihcostrogylus spp., dan Trichuris spp., serta berasal dari kelas Cestoda ditemukan jenis telur cacing Moniezia benedini. 3) Derajat infeksi cacing saluran pencernaan pada sapi PO dan Limousin di Kecamatan Tikung Kabupaten Lamongan tergolong ringan yaitu dengan rata-rata 0-500 EPG. 4) Dari hasil analisis dapat disimpulkan bahwa umur dan ras berpengaruh terhadap kejadian infeksi cacing saluran pencernaan pada sapi PO dan Limousin di Kecamatan Tikung, Kabupaten Lamongan, sedangkan jenis kelamin dan perhitungan TCPGT tidak berpengaruh terhadap kejadian infeksi cacing saluran pencernaan pada sapi PO dan Limousin di Kecamatan Tikung, Kabupaten Lamongan.
49 Skripsi
INDAH KARTIKA SARI PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
50
6.2 Saran 1) Program pemberian obat cacing dilaksanakan secara berkala dan berkesinambungan sebagai upaya pencegahan kasus infeksi cacing saluran pencernaan. 2) Perlu diadakan program penyuluhan untuk memberikan pengarahan kepada peternak terhadap perbaikan manajemen pemeliharaan ternak, terkait perkandangan ternak, antara lain sanitasi kandang. 3) Pengambilan hijauan hendaknya tidak dilakukan terlalu pagi maupun sore, karena kemungkinan kontaminasi telur dan larva cacing pada pakan hijauan lebih tinggi. 4) Pembuatan kandang ternak sebaiknya permanen dan disediakan saluran pembuangan kotoran ternak yang baik. 5)
Perlu diperhatikan ketinggian kandang ternak agar tidak tergenang air hujan maupun air luapan waduk.
6) Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap pengaruh hormonal, karena banyaknya hasil penelitian yang menunjukkan pengaruh jenis kelamin sapi yang berbeda dari para peneliti.
Skripsi
INDAH KARTIKA SARI PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
RINGKASAN
Indah Kartika Sari. Penyakit yang menjadi masalah yang menahun di negara tropis seperti Indonesia salah satunya adalah penyakit cacing saluran pencernaan. Iklim tropis yang lembab dan panas merupakan lingkungan yang ideal untuk perkembangbiakan cacing yang ditularkan melalui tanah. Manajemen pemeliharaan ternak terutama sanitasi kandang dan kebersihan kandang yang kurang layak merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi prevalensi penyakit cacingan, selain itu, sejumlah faktor intrinsik yang juga mempengaruhi infeksi cacingan diantaranya adalah umur, jenis kelamin, dan bangsa sapi. Seleksi hewan ternak yang secara genetis lebih resisten terhadap infeksi penyakit dapat digunakan sebagai langkah strategis penanggulangan penyakit. Menurut Alencar et al. (2009) jenis crossbreed lebih resisten terhadap paparan cacing dibandingkan jenis sapi purebreed yang berada di kondisi daerah tropis. Di Kecamatan Tikung, Kabupaten Lamongan jenis sapi crossbreed yang telah banyak dipelihara penduduk adalah sapi Peranakan Ongole (PO) dan Limousin. Sebagian besar penduduk di Kecamatan Tikung masih memelihara sapi dengan cara tradisional, kandang sapi potong berada di belakang rumah dengan bangunan semi permanen dan tidak terdapat saluran pembuangan feses dan urin ternak, sehingga sanitasi kandang tidak terjaga. Kecamatan Tikung secara geografis sebagian besar wilayahnya dikelilingi oleh waduk, yang merupakan dataran rendah dan sering terlanda banjir ketika musim hujan, yang mana air merupakan
51 Skripsi
INDAH KARTIKA SARI PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
52
media perkembangbiakan yang baik bagi cacing saluran pencernaan dan media transport telur cacing. Penyakit cacing saluran pencernaan pada hewan merupakan penyakit yang dapat mempengaruhi produktivitas ternak dan umumnya tidak menimbulkan kematian, tetapi bersifat menahun yang dapat mengakibatkan kekurusan, lemah dan turunnya daya produksi. Oleh karena itu diperlukan suatu tindakan sebagai usaha pengendalian penyakit cacing saluran pencernaan untuk menghindari kerugian yang lebih besar. Mengamati kondisi tersebut, maka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui prevalensi dan derajat infeksi cacing saluran pencernaan pada sapi PO dan Limousin berdasarkan pengaruh jenis kelamin, umur, dan ras, serta jenis cacing saluran pencernaan apa saja yang terdapat pada feses sapi PO dan Limousin di Kecamatan Tikung, Kabupaten Lamongan Jawa Timur. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari 2014 dengan pengambilan sebanyak 100 sampel feses sapi PO dan Limousin di Kecamatan Tikung, Kabupaten Lamongan. Sampel feses diperiksa dengan menggunakan metode natif, metode sedimentasi dan metode apung. Pada sampel feses yang positif terinfeksi cacing saluran pencernaan, dilakukan identifikasi terhadap jenis telur cacing dan perhitungan Telur Cacing Per Gram Tinja (TCPGT) menggunakan metode McMacter. Analisis data prevalensi dan derajat infeksi untuk mengetahui adanya pengaruh jenis kelamin pada infeksi cacing saluran pencernaan menggunakan analisis statistik regresi pohon.
Skripsi
INDAH KARTIKA SARI PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
53
Hasil penelitian ini menunjukkan prevalensi cacing saluran pencernaan pada sapi PO dan Limousin di Kecamatan Tikung, Kabupaten Lamongan sebesar 59%. Ditemukan beberapa jenis telur cacing, antara lain: Oesophagustomum spp., Mecistocirrus spp., Bunostomum spp., Trichostrongylus spp., Trichuris spp., dan Moniezia benedini. Hasil perhitungan TCPGT diperoleh rata-rata banyaknya telur cacing yang menginfeksi sapi PO dan Limousin di Kecamatan Tikung, Kabupaten Lamongan berkisar antara 0-500 EPG yang tergolong infeksi ringan.
Skripsi
INDAH KARTIKA SARI PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
DAFTAR PUSTAKA
Alencar, M.M., A.C.S. Chagas, R. Giglioti, H.N Oliveira, M.C.S Oliveira. 2009. Gastrointestinal nematode infection in beef cattle of different genetic groups in Brazil. Veterinary Parasitology. 166. 249–254. Andrade, C., T. Alava, I.A. De Palacio, P. Del Poggio, C. Jamoletti, M. Gulletta and A. Montresor. 2001. Prevalence and Intensity of Soil-transmitted Helminthiasis in the City of Portoviejo (Ecuador). Rio de Janeiro. 96(8): 1075-1079. Arbi, P. 2009. Analisis Kelayakan dan Strategi Pengembangan Usaha Ternak Sapi Potong [skripsi]. Fakultas Pertanian Universitas Sumatra Utara. Medan. Bambang, M.A. 2002. Beternak Sapi Potong. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Brown, H.W. 1983. Dasar Parasitologi Klinis. Edisi ketiga.P.T. Gramedia Jakarta. 165-222. Coles, E.H. 1986. Veterinary Clinical Pathology. 4th Ed. W. B. Saunders Company. Philadelphia. 405-418. Dargantes, A., D. Van Aken., J. Varcruysse., J. Lagapa., D.J. Shaw. 1998. Epidemiology of Mecistocirrus digitatus and other Gastrointestinal Nematode Infections in Mindanao, Philippines. Veterinary Parasitology. Vol. 74. 29-41. Departemen Pertanian. 2010. Petunjuk Teknis Penanggulangan Gangguan Reproduksi dan Peningkatan Pelayanan Kesehatan Hewan. Direktorat Kesehatan Hewan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Lamongan. 2013. Data Jumlah Populasi Ternak Bulan April 2013. Lamongan. Direktorat Jenderal Peternakan. 2007. Statistik Peternakan. Direktorat Jenderal Peternakan, Jakarta. Dunn, A.M. 1978. Veterinary Helminthology. William Heinemann Medical Books. London. 2nd. Ed. P. 25 – 30. Farooq, Z. 2009. Prevalence of Gastro-Intestinal Helminths in Some Ruminant Species and Documentation of Ethnoveterinary Practices in Cholistan [Disertation Doktor]. University of Agriculture Faisalabad. Pakistan. 13183. Galloway, J.H. 1974. Farm Animal Health and Disease Control. Lea and Febiger. Philadelphia. 131-135.
54 Skripsi
INDAH KARTIKA SARI PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
55
Gasbarre, L.C., E.A.Leighton, W.L. Stout. 2001. Gastrointestinal Nematodes of Cattle in Thenortheastern US: Result of a Producer Survey. Veterinary Parasitology. 101. 29-44. Gulland, F.M.D and M. Fox. 1992. Epidemiology of Nematode Infections of Soay Sheep (Ovis aries L.) on St. Kilda. Parasitol. 105(3): 481-492. Hall, H.T.B. 1977. Disease and Parasites of Livestock in the Tropic. Longman Group lTD. London. 192-203. Hariyanto,A., A. Yazid, S. Sembiring. 1986. Kasus Fasciolosis pada Sapi dan Kerbau si Sumatera Utara Berdasarkan Uji Sieving Technique With The Glass Bears Layer. Balai Penyelidikan Penyakit Hewan Wilayah I Medan. 1-5. Imbang, D. 2003. Ilmu Kesehatan Ternak. Fakultas Peternakan Perikanan. Universitas Muhammadiyah. Malang. Kecamatan Tikung. 2013. Kecamatan Tikung Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Kabupaten Lamongan dan Kantor Penelitian dan Pengembangan Kabupaten Lamongan. Khozin, F.A. 2012. Prevalensi Penyakit Cacing Saluran Pencernaan pada Sapi Potong Peranakan Ongole (PO) dan Brahman di Kecamatan Sugio Kabupaten Lamongan. Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga. Surabaya. Koesdarto, S., S. Subekti, S. Mumpuni, H. Puspitawati dan Kusnoto. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Nematoda Veteriner. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga. Surabaya. Komoin O.C., J. Zinsstag, V.S. Pandey, F. Fofana, and A.Depo. 1999. Epidemiology of Parasites of Sheep in Southern Forest Zone of Cote D'ivoire. Journal Revue d'Élevage et de Medecine Veterinaire des Pays Tropicaux. 52 (1): 39-46. Kosasih, Z. 2001. Metode Uji Apung Sebagai Teknik Pemeriksaan Telur Cacing Nematoda dalam Tinja Hewan Ruminansia Kecil. Balai Penelitian Veteriner. 2-3. Kusumamiharja, S. 1993. Parasit dan Parasitosis pada Hewan Ternak dan Hewan Piaraan di Indonesia. Pusat Antar Universitas Bioteknologi. Institut Pertanian Bogor. 137-9. Levine, N.D. 1990. Buku Pelajaran Parasitologi Veteriner. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 124-288; 383-396.
Skripsi
INDAH KARTIKA SARI PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
56
Mersyah, R. 2005. Desain Sistem Budi Daya Sapi Potong Berkelanjutan Untuk Mendukung Pelaksanaan Otonomi Daerah di Kabupaten Bengkulu Selatan. Disertasi, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Mumpuni, S., S. Subekti, S. Koesdarto, H. Puspitawati dan Kusnoto. 2007. Penuntun Praktikum Ilmu Penyakit Helminth Veteriner. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga. Surabaya. Mustika, I. dan Z. A. Riza. 2004. Peluang Pemanfaatan Jamur Nematofagus untuk Mengendalikan Nematoda Parasit pada Tanaman dan Ternak. Jurnal Litbang Pertanian, 23(4): 115. Nazar, S.D. dan M. Suryoatmodjo. 2007. Pengantar Ilmu Peternakan. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga. Surabaya. Pertiwi, P.H. 2012. Prevalensi dan derajat infeksi cacing saluran pencernaan pada sapi Peranakan Ongole (PO) di daerah aliran sungai (das) bengawan solo Kecamatan Kasiman Kabupaten Bojonegoro. Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga. Surabaya. Priyanto, D. 2011. Strategi Pengembangan Ternak Sapid an Kerbau dalam Mendukung PSDSTahun 2014. Jurnal Penelitihan dan Pengembangan Pertanian. Balai Penelitihan Ternak, Bogor. 30(3): 108-116. Purwantan, P., Ismaya N.R., Burhan. 2006. Penyakit Cacing Hati (Fasciolasis) Pada Sapi Bali di Perusahaan Daerah Rumah Potong Hewan (RPH) Kota Makassar. Jurnal Agrisistem, 2(2). Rahajoe, L. 1993. Pengaruh Umur, Jenis Kelamin dan Sistem Pemeliharaan Terhadap Infeksi Cacing Saluran Pencernaan Sapi Potong di Kabupaten Malang. Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga. Surabaya. Rahman, A.S., J. Bestari, R.H. Matondang, Y. Sani dan H. Panjaitan. 1999. Penentuan Sistem Breeding Sapi Potong Program IB di Propinsi Sumatera Barat. Balai Penelitian veteriner. Bogor. 114. Raza, M.A., H.A. Bachaya, M.S. Akhtar, H.M. Arshad, S. Murtaza, M.M. Ayaz, M. Najeem and A. Basit. 2012. Point Prevalence of Gastrointestinal Helminthiasis in Buffaloes (Bubalus Bubalis) at The Vicinity of Jatoi, Punjab, Pakistan. Sci. Int. (Lahore), 24(4): 465-469. Santi, W.P. 2008. Respons Penggemukan Sapi PO dan Persilangannya sebagai Hasil IB terhadap Pcmberian Jerami Padi Fermentasi dan Konsentrat di Kabupaten Blora. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Santosa, U. 2008. Mengelola Sapi Secara Profesional. Cetakan 1. Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta.
Skripsi
INDAH KARTIKA SARI PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
57
Sarwono, B. dan H.B. Arianto 2001. Penggemukan Sapi Potong secara Cepat. PT Penebar Swadaya. Cimanggis. Depok. 8-21. Setiyono, H. 2007. Prevalensi Helmintiasis pada saluran pencernann Sapi Potong di Desa Panglungan Kecamatan Wonosalam Kabupaten Jombang. Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga. Surabaya. Sostroamidjojo, M. Samad dan Soehadji. 1990. Peternakan Umum. Penerbit CV Yasaguna. Anggota IKAPI. Jakarta. Soulsby, E.J.L. 1986. Helmint, Arthropods and Protozoa of Domesticated Animal. 7th Ed. The English Languange Book Socienty and Baillire Tindall. London. 143-256. Subagyo, L. 2009. Potret Komoditas Daging Sapi. Econ. Rev. 217: 32−43. Subekti, S. , S. Koesdarto, S. Mumpuni, H. Puspitawati dan Kusnoto. 2001. Diktat Kuliah Ilmu Penyakit Nematoda. Departemen Pendidikan Nasional. Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Airlangga. Surabaya. Subekti, S., S. M. Mumpuni, dan Kusnoto. 2007. Ilmu Penyakit Nematoda Veteriner. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga. Surabaya. Subekti, S., S. Mumpuni., S. Koesdarto. H. Puspitawati dan Kusnoto. 2010. Buku Ajar Helmintologi Veteriner. Airlangga University Press. Surabaya. Subekti, S., S. Mumpuni., S. Koesdarto. H. Puspitawati dan Kusnoto. 2011. Buku Ajar Ilmu Penyakit Helmints. Airlangga University Press. Surabaya. Subronto, 2007. Ilmu Penyakit Ternak II.Gajah Mada Univercity Press. Yogyakarta. Sudarmono, A.S. dan Y.B. Sugeng. 2008. Edisi Revisi Sapi Potong. Penebar Swadaya. Semarang. 143-144. Sugeng, B. 1991. Sapi Potong. Penebar Swadaya. Jakarta. 61-63. Susanto, A. 2003. Prevalensi Infeksi Cacing Toxocara vitulorum Pada Anak Sapi Perah dan Sapi Potong di Kabupaten Pasuruan. Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga. Surabaya. Tarmuji, D.D., Siswansyah dan G. Adiwinata. 1988. Parasit-Parasit Cacing Gastrointestinal pada Sapi-Sapi di Kabupaten Tapin dan Tabalong, Kalimantan Selatan dalam Penyakit Hewan. Balitvet, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Bogor. 20 (35). Tizard, I., 1988. Pengantar Imunologi Veteriner. Airlangga University Press. Surabaya.
Skripsi
INDAH KARTIKA SARI PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
58
Urquhart, M.G., J. Armour, J.L. Duncan, A.M. Dunn and F.W. Jenning. 1988. Veterinary Parasitology. English Language Book Society. Longman. Usri, N. 2001. Manajemen Peternakan Sapi Potong serta Kaitannya dengan Pencemaran Lingkungan dan Kesehatan Ternak. Media Kedokteran Hewan. 17. 1-4. Valcarcel, F. and C.G. Romero. 1999. Prevalence and Seasonal Pattern of Caprine Trichostrongyles in A Dry Area Central Spain. Zentralbl Veterinarmed B; 46 (10) (Abstr.): 673-81. Williamson, G. dan W.J.A. Payne. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 32-40. Yulianto, E. 2007. Hubungan Higiene Sanitasi Dengan Kejadian Penyakit Cacingan Pada Siswa Sekolah Dasar Negeri Rowosari 01 Kecamatan Tembalang Kota Semarang Tahun Ajaran 2006/2007. [Skripsi]. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Negeri Semarang. Yusuf. 2010. Kompetensi Peternak dalam Pengelolaan Sapi Potong di Kabupaten Konawe Provinsi Sulawesi Tenggara [Tesis]. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. 148: 20.
Skripsi
INDAH KARTIKA SARI PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
59
Lampiran 1. Data dan Hasil Pemeriksaan Sampel Cacing Saluran Pencernaan pada Sapi PO dan Limousin di Kecamatan Tikung Kabupaten Lamongan.
Skripsi
No.
Ras
Umur
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39
PO PO PO PO PO PO PO PO PO PO PO PO PO PO PO PO PO PO PO PO PO PO PO PO PO PO PO PO PO PO PO PO PO PO PO PO PO PO PO
1-2 th 1-2 th 1-2 th 1-2 th 1-2 th 1-2 th >2 th >2 th >2 th >2 th >2 th >2 th >2 th >2 th >2 th >2 th >2 th >2 th >2 th >2 th >2 th 0-1 th 0-1 th 1-2 th 1-2 th 1-2 th 1-2 th 1-2 th 1-2 th 1-2 th 1-2 th 1-2 th 1-2 th 0-1 th 1-2 th 0-1 th 0-1 th 1-2 th 1-2 th
Jenis Kelamin Jantan Betina * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * *
Hasil
TCPGT
+ + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + -
90 90 60 0 180 150 150 0 90 60 0 90 150 0 0 0 0 150 0 0 0 150 90 150 90 0 90 90 0 150 0 0 0 900 0 300 240 0 0
Obat Cacing Pernah Tidak * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * *
INDAH KARTIKA SARI PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
60
40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83
Skripsi
PO PO PO PO PO PO PO PO PO PO PO Limousin Limousin Limousin Limousin Limousin Limousin Limousin Limousin Limousin Limousin Limousin Limousin Limousin Limousin Limousin Limousin Limousin Limousin Limousin Limousin Limousin Limousin Limousin Limousin Limousin Limousin Limousin Limousin Limousin Limousin Limousin Limousin Limousin
0-1 th 0-1 th 0-1 th 0-1 th 0-1 th 0-1 th 0-1 th 0-1 th 0-1 th 0-1 th 1-2 th 1-2 th 1-2 th >2 th 0-1 th 0-1 th 0-1 th 0-1 th 0-1 th 0-1 th 1-2 th 0-1 th 0-1 th 0-1 th >2 th >2 th 1-2 th >2 th 0-1 th 0-1 th >2 th >2 th 1-2 th 1-2 th 1-2 th 1-2 th 1-2 th 1-2 th 1-2 th >2 th >2 th >2th >2 th >2 th
* * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * *
+ + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + +
150 0 210 960 600 0 240 0 300 0 0 90 60 0 240 150 60 600 300 540 0 150 90 240 60 300 0 0 240 240 0 0 90 150 210 300 0 300 0 210 0 0 0 90
* * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * *
INDAH KARTIKA SARI PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
61
84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100
Skripsi
Limousin Limousin Limousin Limousin Limousin Limousin Limousin Limousin Limousin Limousin Limousin Limousin Limousin Limousin Limousin Limousin Limousin
>2 th >2 th >2 th >2 th 1-2 th 1-2 th 1-2 th 1-2 th 0-1 th 0-1 th 0-1 th 1-2 th 0-1 th 1-2 th 1-2 th 1-2 th 1-2 th
* * * * * * * * * * * * * * * * *
+ + + + + + + + + +
0 0 90 0 90 0 0 150 300 210 90 0 150 0 540 300 600
* * * * * * * * * * * * * * * * *
INDAH KARTIKA SARI PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
62
Lampiran 2. Keadaan Ternak di Kecamatan Tikung, Kabupaten Lamongan.
Sapi PO di salah satu kandang di Kecamatan Tikung Kabupaten Lamongan.
Sapi Limousin di salah satu kandang di Kecamatan Tikung Kabupaten Lamongan.
Skripsi
INDAH KARTIKA SARI PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
63
Lampiran 3. Peta Kecamatan Tikung Kabupaten Lamongan.
Peta Kecamatan Tikung Kabupaten Lamongan.
Skripsi
INDAH KARTIKA SARI PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
64
Lampiran 4. Alat yang Digunakan pada Penelitian.
Sentrifus
McMaster
Mikroskop
Skripsi
INDAH KARTIKA SARI PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN