Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
PERBANDINGAN TINGKAT INFEKSI PARASIT SALURAN PENCERNAAN PADA KAMBING KOSTA, GEMBRONG DAN KACANG (Comparison of Gastrointestional Infection among Kosta, Gembrong and Kacang Goats) ARON BATUBARA Loka Penelitian Kambing Potong, Sei Putih PO Box 1, Galang 20585
ABSTRACT Gastro intestinal parasites can be caused decreasing growth rate and mortality on goat production. The objective of this researh was to find out the levels of infestation of gastro-intestinal parasites infection on 3 breeds of Indonesia native goat. Seventy two animals (41 female and 31 male) consist of 30 animals Kosta, 12 animals Gembrong and 30 animals Kacang goat were used as the animals sampling. Feses and blood sample were taken every two week and analysis in laboratory to get the information about EPG, PCV, Eosinophil, total protein plasm and Haemoglobin. Data were analysis using General Linier Models (GLM) methods with the SAS program. The results showed that EPG and total protein lasm of Kacang goat were significantly different (P < 0.05) lower compare to Kosta and Gembrong goat. PCV percentage of Kacang goats were significantly different (P < 0.05) higher compare to Kosta and Gembrong goats. Eosinophil and Haemoglobin between breeds were not significantly diffreent. Based on this results can be concluded that Kacang goat more resistance compare to Kosta and Gembrong goats. Key Words: Internal Parasites Infection, Kosta, Gembrong, Kacang Goat ABSTRAK Infeksi parasit saluran pencernaan dapat menurunkan produksi dan menyebabkan kematian pada ternak kambing. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat infestasi parasit saluran pencernaan pada tiga bangsa kambing lokal Indonesia. Ternak yang digunakan sebanyak 72 ekor (41 betina dan 31 jantan) yang terdiri dari Kosta, Gembrong dan Kacang). Sampel feses dan darah diambil setiap dua minggu sekali, kemudian dianalisis di laboratorium untuk mendapatkan data EPG, PCV, Eosinophil, Total plasma protein dan Haemoglobin darah. Data ditabulasi dan dianalisis dengan metode General linear models berdasarkan program SAS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata EPG bangsa kambing Kacang nyata lebih rendah (P < 0,05) dibandingkan dengan kambing Kosta dan Gembrong. Sebaliknya rata-rata PCV dan Total lasma Protein lebih tinggi (P < 0,05) pada kambing Kacang dibanding kambing Kosta dan Gembrong. Sementara parameter Haemoglobin dan Eosinophil pada ketiga bangsa kambing yang diuji tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Berdasarkan hasil pengamatan tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa kambing Kacang diduga lebih resisten terhadap infeksi parasit saluran pencernaan jika dibandingkan dengan kambing Kosta dan Gembrong. Kata Kunci: Infeksi Saluran Pencernaan, Kambing Kosta, Gembrong, Kacang
PENDAHULUAN Kebersilan statu usaha ternak biasanya didukung oleh factor manajemen yang baik, ketersediaan makanan yang cukup, sistim pemuliaan dan pengontrolan yang tepat. Salah satu penyakit yang terpenting yang memerlukan pengendalian pada ternak kambing di daerah
555
perkebunan adalah penyakit yang diakibatkan oleh infeksi parasit saluran pencernaan. Keberadaan parasit saluran pencernaan pada suatu daerah tertentu sangat tergantung kepada beberapa faktor antara lain; curah hujan, kelembaban dan temperatur. Faktorfaktor lingkungan tersebut bervariasi di setiap daerah. Menurut BERIAJAYA dan STEVENSON
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
(1985) mengatakan bahwa keadaan iklim yang lembab merupakan keadaan yang paling baik untuk fase hidup bebas dari berbagai parasit saluran pencernaan. Pengaruh parasit saluran pencernaan terhadap produksi ternak telah banyak dilaporkan antara lain; BARGER (1991); BECK et al. (1985) yang disitasi oleh GRAY (1991) menyatakan bahwa kebanyakan nematoda adalah patogen pada domba yang menyebabkan penyakit pada saluran pencernaan dan infeksi tersebut dapat menurunkan produksi dan menyebabkan kematian. Pada ternak yang digembalakan dibawah pohon karet (perkebunan) di Sumatera Utara dilaporkan bahwa angka kematian domba muda mencapai 28 persen (HANDAYANI dan GATENBY, 1986), sedangkan di Jawa Barat dilaporkan berkisar antara 2 – 12% (BERIAJAYA dan STEVENSON, 1986). Selanjutnya CHARMICAEL (1993) menyatakan bahwa kemampuan induk semang untuk berproduksi secara normal atau untuk bertahan hidup seringkali menurun akibat infeksi parasit. Keadaan ini dapat menurunkan tingkat produktivitas ternak dan merugikan peternak. Dengan demikian sangat perlu diadakan berbagai pendekatan untuk mengatasi masalah tersebut. Peternak dan peneliti terus berupaya mencari berbagai cara untuk dapat mengontrol parasit ternak sebab pengaruh terhadap penurunan produksi, peningkatan frekuensi parasit yang mengalami peningkatan kekebalan terhadap obat kimia (resistensi), serta perubahan pola permintaan konsumsi konsumen yang lebih memilih daging yang kurang menggunakan bahan-bahan kimia (GRAY, 1991). Peningkatan flok yang resisten terhadap parasit dengan perbaikan genetik merupakan salah satu alternatif untuk mengendalikan penurunan produksi daging kambing akibat serangan infeksi penyakit parasit saluran pencernaan. WITHLOCK (1958) yang disitasi oleh Charmichael untuk pertama kali melaporkan adanya keragaman genetik diantara jenis domba terhadap infeksi cacing Haemonchus contortus, dan JAMBRE (1978) menegaskan bahwa resistensi tersebut terkait dengan sifat genetik. Disamping mencari flock yang resisten terhadap infeksi parasit saluran percernaan juga perlu menemukan manajemen penggembalaan dan pola pemberian serta jenis
556 2
obat cacing yang tepat sehingga peningkatan produksi peternakan yang optimal dapat dicapai. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat infestasi parasit saluran pencernaan pada ternak kambing Kosta dan Gembrong di daerah perkebunan di Sumatra Utara. MATERI DAN METODE Jumlah ternak yang digunakan adalah sebanyak 72 ekor yang terdiri dari 42 betina dan 31 jantan, yang dibedakan atas 3 kelompok bangsa kambing yaitu kambing Kosta, kambing Gembrong dan kambing Kacang. Penelitian ini dilakukan dengan melakukan pengambilan sampel feses kambing dari setiap kambing yang terdiri dari 3 bangsa yaitu : Gembrong, Kosta, dan Kacang. Parameter yang diukur adalah EPG, PCV, Eosinophil, Total Protein (PP) dan Haemoglobin. Penelitian dirancang dalam Rancangan Acak Lengkap. Data dianalisis dengan metoda General Linear Model menggunakan program SAS (1988). Pengaruh perlakuan dianalisis dengan analisis sidik ragam. Apabila terdapat pengaruh perlakuan (P ≤ 0,05), maka perbedaan antar perlakuan di deteksi menggunakan uji Duncan. HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah telur cacing per gram feses Hasil analisis laboratorium dari sampel feses setiap satu kali dua minggu menunjukkan bahwa rata-rata jumlah telur cacing (EPG) saluran pencernaan paling banyak dijumpai pada kambing Kosta (5605 ± 629,4 telur cacing saluran pencernaan per gram feses), dan paling rendah dijumpai pada kambing Kacang (551 ± 82,2 telur cacing per gram feses). Sedangkan tingkat infestasi cacing saluran percernaan pada kambing Gembrong (958 ± 82,2 telur cacing per gram feses) lebih rendah dibandingkan dengan kambing Kosta dan lebih tinggi jika dibandingkan dengan kambing Kacang. Grafik perkembangan tingkat infestasi cacing saluran pencernaan pada kambing Kosta, Gembrong dan Kacang selama 20 minggu dapat dilihat pada Gambar 1.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
EPG (telur/gram feses)
2500 2000 Kosta
1500
Gembrong 1000
Kacang
500 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Waktu pengambilan sampel (2 minggu)
Gambar 1. Grafik perkembangan tingkat infestasi cacing saluran pencernaan pada kambing Kosta, Gembrong dan Kacang selama 20 minggu Tabel 1. Jumlah rata-rata infestasi telur cacing saluran pencernaan (EPG) berdasarkan bangsa pada kambing Kosta, Gembrong dan Kacang Bangsa kambing (Breed)
n
Rata-rata tingkat infestasi cacing (EPG ± SE)
Kosta (KT)
30
5605 ± 629,4b
Gembrong (GB)
12
5639 ± 693,3b
Kacang (KC)
30
5333 ± 664,4a
Huruf yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan berbeda nyata (P < 0,05)
Berdasarkan analisis statistik rata-rata tingkat infestasi cacing pada kambing Kosta berbeda nyata (P < 0.05) lebih tinggi jika dibandingkan dengan jumlah rata-rata EPG pada kambing Kosta dan kambing Gembrong. Sedangkan jumlah EPG pada kambing Kacang dan Gembrong tidak berbeda nyata (P > 0,05). Jumlah rata-rata infestasi telur cacing pada kambing Kosta, Gembrong dan Kacang dapat dilihat pada Tabel 1. Parameter haematologi Berdasarkan hasil pengamatan dari sampel haematologi setelah dianalisis di laboratorium, PCV dan Total plasma protein berbanding terbalik dengan jumlah EPG. Semakin tinggi jumlah EPG maka semakin rendah persentase PCV dan total Plasma Protein. Parameter PCV dan Total Plasma Protein menunjukkan data yang berbeda nyata antara kambing Kacang
557
jika dibandingkan dengan kambing Kosta dan Gembrong. Sedangkan parameter jumlah Eosinophil dan Haemoglobin darah hasil analisis laboratorium belum nampak ada perbedaan antara bangsa kambing lokal Indonesia yang diamati. Hal ini diduga diakibatkan oleh tingkat infeksi yang secara alami yang masih normal, karena sekali 3 bulan diberi obat cacing secara reguler, sehingga tidak begitu kelihatan dampaknya. Di duga apabila dilanjutkan dengan tingkat infeksi yang lebih tinggi, hal ini akan dapat terlihat jelas penurunan volume Haemoglobin darah dan akan semakin kelihatan reaksi peningkatan yang bervariasi pada data konsentrasi Eosinophil pada ketiga bangsa kambing yang diamati tersebut. Untuk melihat tingkat perkembangan parameter haematologi yang diamati pada kambing Kosta, Gembrong dan Kacang selama pengamatan dapat dilihat pada Gambar2 berikut.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
B. Total Protein sampel darah kambing Kosta, Gembrong dan Kacang 10
29 28 27 26 25 24 23 22 21 20 19
9 8 PP
PCV (%)
A. Persentase PCV kambing Kosta, Gembrong dan Kacang
7 6 5 4
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Waktu pengambilan sampel (tiap 2 minggu)
Kosta
Gembrong
1 2 3 4 5 6 7 8 9 Waktu pengambilan sampel (tiap 2 minggu)
Kacang
Kosta
Gembrong
10
Kacang
Gambar 2. Grafik perkembangan parameter haematologi (PCV, Total Protein, Haemoglobin dan Eosinophil) dalam sampel darah kambing Kosta, Gembrong dan kambing kacang
Packed Cell Volume (PCV)
Total protein
Dari hasil pengamatan rata-rata PCV di atas 23%, ini menunjukkan bahwa tingkat kekurangan darah masih dalam tahap ambang batas normal. Hal ini disebabkan infeksi cacing secara alami telah dikontrol dengan pemberian racun cacing secara regular setiap satu kali tiga bulan. Dari persentase rata-rata PCV paling rendah adalah pada kambing Gembrong (23,21 ± 1,02), selanjutnya kambing Kosta (24,40 ± 0,86), dan paling tinggi adalah pada kambing Kacang (25,35 ± 0,81), namun berdasarkan analisis statistik tidak menunjukkan adanya perbedaan antara ketiga bangsa kambing tersebut. Tidak adanya perbedaan diduga akibat tingkat persentase PCV masih dalam tahap ambang batas normal, namun jika dilakukan infeksi cacing buatan (experimental infection) sampai dibawah batas ambang normal (anemia) di duga akan kelihatan perbedaan antara ketiga bangsa kambing tersebut.
Berdasarkan hasil pengamatan rata-rata total protein darah paling tinggi pada kambing Kacang (6,2 ± 0,20) dibandingkan dengan kambing Gembrong (5,9 ± 0,25). Total protein paling rendah adalah pada kambing Kosta (5,6 ± 0,21). Secara statistik jumlah rata-rata total protein pada kambing Kosta berbeda nyata (P < 0,05) lebih rendah jika dibandingkan dengan kambing Kacang dan Gembrong. Sedangkan jumlah total protein pada kambing Gembrong dan kambing Kacang tidak berbeda nyata. Rata-rata Total Protein dalam darah berdasarkan bangsa pada kambing Kosta, Gembrong dan kambing Kacang dapat dilihat pada Tabel 3. Dengan adanya perbedaan di atas menunjukkan bahwa pemakaian indikator jumlah total protein dapat dipakai untuk menduga tingkat respon ternak kambing terhadap penyakit akibat infeksi cacing saluran pencernaan.
Tabel 2. Rata-rata persentase PCV dalam darah berdasarkan bangsa pada kambing Kosta, Gembrong dan kambing Kacang Bangsa kambing (Breed)
n
PCV ± SE
Kosta (KT) Gembrong (GB) Kacang (KC)
30 12 30
24,40 ± 0,86b 23,21 ± 1,02b 25,35 ± 0,81a
Huruf yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan berbeda nyata (P < 0,05)
558 2
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
Tabel 3. Rata-rata total protein dalam darah berdasarkan bangsa pada kambing Kosta, Gembrong dan kambing Kacang Bangsa kambing (Breed)
n
Rata-rata Total Protein darah (PP ± SE)
Kosta (KT) Gembrong (GB) Kacang (KC)
30 12 30
5,6 ± 0,21a 5,9 ± 0,25a 6,2 ± 0,20b
Huruf yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan berbeda nyata (P < 0,05)
Eosinophil Jumlah eosinophil dalam darah biasanya sangat erat kaitannya dengan proses reaksi tubuh sebagai upaya untuk melawan infeksi parasit. Hal ini biasanya semakin kuat pertahanan tubuh maka akan semakin tinggi jumlah kadar eosinophil yang dapat diamati pada sampel darah. Namun pada saat percobaan ini nampaknya hasil analisis di laboratorium, tidak menunjukkan adanya perbedaan antara ketiga bangsa kambing yang diamati. Rata-rata jumlah Eosinophil dalam darah berdasarkan bangsa pada kambing Kosta, Gembrong dan kambing Kacang dapat dilihat pada Tabel 4. Jumlah eosinophil pada kambing Kacang hampir sama dengan kambing Kosta, lebih tinggi jika dibandingkan dengan kambing Gembrong, namun dari hasil analisis statistik jumlah eosinophil pada ketiga bangsa kambing tidak berbeda nyata. Diduga tidak adanya
perbedaan diakibatkan oleh tingkat infeksi saluran percernaan pada kambing tersebut masih dalam taraf kondisi normal karena dikontrol dengan pemberian racun cacing secara reguler setiap tiga bulan. Haemoglobin Dari hasil pengamatan konsentrasi haemoglobin darah paling tinggi adalah pada kambing kosta (7,78 ± 0,42), diikuti oleh kambing Kacang (7,5 ± 0,34) dan kambing Gembrong (6,9 ± 0,49). Rata-rata Haemoglobin dalam darah berdasarkan bangsa pada kambing Kosta, Gembrong dan kambing Kacang dapat dilihat pada Tabel 5. Berdasarkan analisis statistik rata-rata jumlah Haemoglobin darah pada ketiga bangsa kambing tersebut diatas menunjukkan tidak ada perbedaan. Diduga kasusnya hampir sama dengan parameter eosinohil.
Tabel 4. Rata-rata jumlah eosinophil dalan darah berdasarkan bangsa pada kambing Kosta, Gembrong dan kambing Kacang. Bangsa kambing (Breed)
n
Rata-rata jumlah eosinophil (Eos ± SE)
Kosta (KT) Gembrong (GB) Kacang (KC)
30 12 30
98,8 ± 9,87ª 88,0 ± 11,57a 98,0 ± 9,15a
Huruf yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan berbeda nyata (P < 0,05)
Tabel 5. Rata-rata Haemoglobin dalam darah berdasarkan bangsa pada kambing Kosta, Gembrong dan kambing Kacang Bangsa kambing (Breed)
n
Rata-rata Haemoglobin(Hb ± SE)
Kosta (KT) Gembrong (GB) Kacang (KC)
30 12 30
7,78 ± 0,42ª 6,9 ± 0,49a 7,5 ± 0,34a
Huruf yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan berbeda nyata (P < 0,05)
559
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
KESIMPULAN DAN SARAN Kambing Kacang diduga lebih resisten dibandingkan dengan kambing Kosta dan Gembrong terhadap infeksi parasit saluran pencernaan. Penelitian ini perlu dilanjutkan dengan penelitian infeksi buatan (Challenge) sampai diatas ambang batas untuk melihat daya tahan ketiga bangsa kambing terhadap infeksi parasit saluran pencernaan terutama pada kambing jantan masa pertumbuhan, serta identifikasi jenis parasit saluran pencernaan yang dominan dan paling merugikan pada kambing di ekosistim perkebunan. DAFTAR PUSTAKA BATUBARA, A., I.MIRZA, M. HUTAURUK, R.M. GATENBY and A.J. WILSON. 1993. Monitoring of level of gastrointestinal nematodes at Sungei Putih, Working Paper 145. SR-CRSP, SBPT Sei Putih, Galang, North Sumatra. BERIAJAYA and P. STEVENSON. 1985. The effect of anthelmintic treatment on the weight gain of village sheep in West Java. Proc. of the 3rd AAAP Animal Science Congress, Seoul, South Korea. 1: 519 – 521. BERIAJAYA and P. STEVENSON. 1986. Reduced productivity in small ruminant in Indonesia as a result of gastrointestinal nematode infections. Proc. 5th conf. Inst. Trop. Vet. Med., Kuala Lumpur, Malaysia.
CHARMICHAEL, I.H. 1993. Endoparasit dan Ektoparasit sebagai kendala produktivitas ruminansia kecil di daerah tropis lembab. Dalam: Produksi Kambing dan Domba di Indonesia. MANIKA W., I-M. MASTIKA, A. DJAJANEGARA, SUSAN GARDNER, DAN T.R.WIRADARYA (Eds.). Sebelas Maret University Press, Surakarta. hlm. 310 – 366. GRAY, G.D. 1991. Breeding for resistance to Trichostrongylus nematodes in sheep. In: Breeding for disseases resistance in farm animals, OWEN, J.B. and R.F.E. AXFORD (Eds.) CAB International, Walling foerd, UK pp.139 – 161. HANDAYANI, W.W. and R.M. GATENBY. 1988. Effects of managements system, legume feeding and anthelmintic treatment on the performance of lambs in North Sumatera. Trop. Anim. Health Prod. 20: 122 – 128. LE JAMBRE, L.F. 1978. Host genetic factors in helminth control. In: The epidemiology and control of gastrointestinal parasites of sheep in Australia. DONALD, A.D., W.H. SOUTHCOTT and J.K. DINEEN (Eds.). CSIRO, Melbourne. pp. 137 – 141. MIRZA, I. and R.M.GATENBY. 1993. Effect of time of grazing on worm uptake by sheep. Working paper 142, SR-CRSP, SBPT Sungei Putih, Galang, North Sumatera. SAS. 1988. SAS/STAT User’s Guide, Release 6.03 Edition. SAS Inst. Cary NC. STEEL, R.G.D. and J.H. TORRIE. 1980. Principles and Procedures of Statistics. A Bioetrical Approach. 2nd McGraw-Hill Book Company.
DISKUSI Tanya 1. Mengapa kambing Kacang lebih resistan terhadap cacingan daripada kambing Kosta? 2. Kambing yang terbanyak di Sumatera Utara, jenis apa? 3. Jenis kambing apa yang resisten? Jawab 1. Jenis kambing Kacang lebih resisten terhadap cacingan karena memang diduga potensi genetiknya lebih tahan terhadap infeksi cacing. 2. Jenis kambing paling banyak populasinya di Sumatera Utara adalah jenis kambing kacang. 3. Dari ketiga jenis kambing local Indonesia tersebut, diduga paling resisten adalah kambing Kacang.
560 2