MiTTra (Mice,
Tour & Travel) VolumeJ, No. 1 /enueri .201.2,Hal. 1-18
PREDIKSI FINANCIAL DISTRESS BERDASARKAN KEMAMPUAN KINERJA KEUANGAN PADA INDUSTRI PROPERTY Anita Swantari' dan FachruI Husain Habibie"
Abstract Financial performance (fillallcial ratios) and the compaus] will determine the size of the cOlllpallY into the cntegonj of non-financial distress and filla/lcial distress, which is a very difficult situation call evell be said 10 be close 10 ballkruptcy, which, if not immediately resolved will have a major impact all the companies with loss confidence of stakeholders, experienced by the cOlllpally. By kllOT'uillg lite finaucinl distress experienced by ilte co"'pallY is expected to be taken 10 reclify this situation. III this research will IJCdeuoted ill ",akillg predictions (estimated) financiai diffiCIIlties (financial distress) bcdasarkan property illdllslry financiai ratios and sizes of companies ill lndonesia Stock Exchange. Resul ts of this stlldy showed ihn! tlte higher the ratio of working capita! to totnl assets (WCTA), lhe financial condition of ilu: cOlllpallY's henltlly (11011 [iuancial distress), and vice versa. So workillg capital was insinnnental III the cOIII]JaIlY'sIlcaltil. But the ratio of current assets to total assets (CATA) that tue bigger tire [uianciat condition of the COlllpatlY made more diffiwlt (finoncia! distress). If the compnlly is too IIIl1ch inuentors] ill tile for", of finished unsold homes, it will be diffierll t for tlie COlllpany, and vice versa. The perfonunno: capnhilily is very nccurate to predict, nmneli] distre: 597,7 percent, 99.S,lcrcelll non-distress, nud nil nverage 99.2 percent, Moreover, the higher the ratio of workilLg capital 10 total assets (WCTA), the better the corporate finance; The Irigher tile ratio of lotnl debt to totnl nssets (DTA), will reduce the fi"allcinl licaltl: of the vendor. But [arlong-ierm debt ratio (LOWC) and (Ldta) the opposite applies, tire greotcr the long-term debt, tire better the coiupmuj's fi"allcinl condition. Mn/lngerinl implications of ttiis research is to provide Ilolicy considerations against corporate debt, where the higlter lite ratio of toto! debt to totnl assets (OrA), will reduce the fillnllcinl healtl: of the vendor and the ratio of long-tenn debt (LOWC) and (Ldta) the opposite is true, the large long-tern: debt, till! better the couuunuj's finaucia! condition, Future studies done snllle peuilitian the cOlllpnlly - a colllpnlly ellgnget/ ill oilier fields. Keywords: financial, distress, kinerja, kuangan, finacial distress, DT 1\, LOWC
, All 1111Swatllnn /11(111'111/-Il1s{ljllllnillillc
ISSN - l086 - 5430
S('~(ll'llt T'IISS,l'tln;I'I,tll" TlIsn~ll, 1'1111111 '1II11I1slllnlll"II@S(I'IIIS"~III" ""~1111III flll.'(
,,1
1
Mlrrr4
(Mk~,
Tour & Tr4vel) VolumeJ, No. 7 Janu,JrlJ07J
PENDAHULUAN
Latar Belakang Penelitian Krisisekonomi global yang berimbas ke Indonesia dapat saja terulang kembali seperti tahun 2008. Hal ini terjadi karena ekomi dunia sudah saling terkait. Terjadinya kesulitan ekonomi di suatu negara, terutama yang mendominasi ekonomi dunia seperti Amerika dan Eropa akan berdampak pada negara lain termasuk Indonesia.Ketika itu, dampak krisis global tersebut tidak hanya terjadi pada sektor keuangan, tetapi juga telah merambah ke sektor riil. Kerugian dan kebangkrutan baik di industri keuangan maupun manufaktur terus terjadi, yang disusul dengan gelombang pemutusan hubungan kerja di seluruh dunia. Amerika Serikat (AS),Inggris, Jepang dan sejumlah negara lainnya sudah dinyatakan dalam fase resesi. Krisisekonomi global menggerus daya beli dan kepercayaan masyarakat dan diperburuk oleh suku bunga yang tetap tinggi, sehingga berdampak juga pada bisnis properti,meskipun kebutuhan perumahan semakin tinggi. Kondisi ini diperkuat dengan adanya pelambatan pertumbuhan pembelian rumah, yang terasa sejak akhir tahun silam. Melambatnya pembelian rumah dapat dilihat dari tren pelambatan pertumbuhan kredit pemilikan rumah mengingat sebagian besar konsumen rumah (rata-rata 70persen) memanfaatkan fasilitas KPRuntuk transaksi pembelian rumahnya. Pertumbuhan KPRmelambat dari 37,1persen Agustus 2008 menjadi 30,3persen pada Desember 2008.Pada saat itu, suku bungaKPR ada pada level rata-rata 14 persen.Pelambatan ini hingga triwulanII-2009, di mana pertumbuhan nilai KPR perbankan per Mei 2009 hanya 16,5 persen (sekitar Rp 127,1 triliun), lebih lambat dari pertumbuhan tahun 2008 sebesar 34,9 persen. Kondisi ini memunculkan kekhawatiran akan meredupnya prospek sektor perumahan di Indonesia (Kompas:2010). Menurunnya penjualan, tentu saja mengakibatkan keuangan bisnis properti terganggu karena akan kesulitan memenuhi kewajiban-kewajibannya seperti membayar pemasok,gaji karyawan, membayar hutang dan sebagainya yang dapat berujung pada kebangkrutan. Oleh karena itulah pentingnya pengetahuan tentang kondisi keuangan agar dapat dilakukan pencegahan sedini mungkin.Prediksi kekuatan keuangan suatuperusahaan pada umumnya dilakukan oleh pihak eksternal perusahaan, seperti: investor, kreditor, auditor, pemerintah, dan pemilik perusahaan. Pihak-pihak tersebut biasanya merespon sinyal distress seperti: penundaan pengiriman, masalah kualitas produk, hilangnya kepercayaan dari para pelanggan, tagihan dari bank atau kreditur, dan lain sebagainya untuk mengindikasikan adanya financial distress, keadaan yang sangat sulit bahkan dapat dikatakan mendekati kebangkrutan yang apabila tidak segera diselesaikan akan berdampak besar pada perusahaan-perusahaan tersebut dengan hilangnya kepercayaan dari stakeholder, yang dialami oleh perusahaan. Dengan diketahuinya financial distress yang dialami oleh perusahaan di harapkan dapat dilakukan tindakan untuk memperbaiki situasi ini.
2
ISSN • 2.086 • 5430
,! I
I
i
I Anita SWdntdri & Fdcru/ Husain Habibie Predlksl Flnancld/ Distress Berddsark;m Kemampuan Kinerja Keuangan
................................................................................................... ..l
~~~~.:~~~~~~~..~:.~~~'!r.
I
Analisis laporan keuangan merupakan salah satu alat untuk memprediksi kebangkrutan. Laporan keuangan dapat dijadikan dasar untuk mengukur kesehatan suatu perusahaan melalui rasio-rasio Ikeuangan yang ada. Kesehatan suatu perusahaan akan mencerminkan kemampuan perusahaan dalam I menjalankan usahanya, distribusi aktivanya, keefektifan penggunaan aktivanya, hasil usaha atau pendapatan yang telah dicapail beban-beban tetap yang harus dibayar, serta potensi kebangkrutan yang akan Idialami. Oleh karena itu, rasio keuangan bermanfaat dalam memprediksi kebangkrutan bisnis untuk periode satu sampai lima tahun sebelum bisnis tersebut benar-benar bangkrut. (Avianti, 2000) Sudah banyak penelitian dilakukan untuk menganalisa faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya financial distress. Dari penelitian-penelitian tersebut telah dikembangkan berbagai model, diantaranya discriminant analysis, logit analysis, dan genetic algorithm. Berdasarkan uraian tersebut diatas, peneliti tertarik untuk melakukan analisis logistic regression guna menghasilkan suatu model prediksi kesulitan keuangan (financialdistress) pada propertl di Bursa EfekIndonesia periode 2002-2010. ! Masalah Penelitian Berdasarkan uraian diatas, maka masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : II Apakah rasio-rasio keuangan liU~iditas:QATA,ATR,RETE,Cash Ratio,WCTA,CR,CASAL,CATAdapat mengelo;hpokkan perusahaan properti pada kategori financialdistress dan non-distress?"
RERANGKA TEORITIS Tinjauan Pustaka KinerjaPerusahaan Kinerja perusahaan didefinisikan oleh Fourtland (2003:10) sebagai peningkatan yang dicapai oleh individu atau kelompok dalam memimpin suatu perusahaan (organisasi) dan mencapai tujuan perusahaan tersebut dengan efektif dan efisien. Sedangkan Eirich (2003:52)secara umhm mengartikan kinerja sebagai hasil dari banyak keputusan individu atau kelompok yang dibuat secara terus menerus. Agar bisa mengetahui keberhasilan per~sahaan dalam mencapai tujuan yang sudah ditetapkan, kinerja perusahaan h~rus secara berkesinambungan dievaluasi. Evaluasi kinerja dapat dilakukan dengan mengukur dan menilai tingkat efektifitas dan efisiensi perusahaan. Kriteria efektifitas dan efisiensi antara satu perusahaan akan berbeda dibandingkan dengaru perusahaan yang lain. Kriteria tersebut disebabkan adanya perbedaan jenis, ukuran, sifat, maupun struktur organisasi yang dimiliki tiap-tiap perusahaan. Melalui kinerja yang baik, perusahaan dapat menjalankan operasi usahanya dengan baik dan kelangsungan hidupnya lebih terjamin, sehingga keadaan perusahaan akan sernakin jauh meninggalkan titik likuidasi, yang pada gilirannya I
........................................................ ISSN - 1086 - 5430
I ······································· ..·····1········ I I
. 3
MITTra
(Mict!.
Tour & Travel)
volume
J. No.
1
Januari
020102
akan meningkatkan nilai perusahaan, Apabila nilai perusahaan meningkat; dengan asumsi pasar modal adalah efisien; maka nilai saham perusahaan tersebut di bursa juga meningkat. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa tingkat kinerja perusahaan akan membawa pengaruh yang besar terhadap nilai saham perusahaan. ltulah sebabnya investor harus melakukan pengukuran kinerja perusahaan sebelum menanamkan investasi. Pengukuran tersebut dapat dipergunakan untuk menilai keberhasilan perusahaan dalam memperoleh laba di masa mendatang, yang merupakan dasar untuk memprediksi return serta resiko yang akan diterima investor. Tujuan investor mengukur kinerja perusahaan menurut Munawir (2002:31)antara lain: 1) untuk mengetahui tingkat likuiditas, yaitu kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban keuangannya yang harus segera dipenuhi pada saat ditagih,2) untuk mengetahui tingkat solvabilitas, yaitu kernampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban keuangannya apabila perusahaan tersebut dilikuidasi, 3) untuk mengetahui tingkat profitabilitas dan rentabilitas, yaitu kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba selama periode tertentu dibandingkan dengan penggunaan aktiva atau modal secara aktif, dan 4) untuk mengetahui tingkat stabilitas usaha, yaitu kemampuan perusahaan dalam menjalankan dan mempertahankan usahanya agar tetap stabil, yang diukur dari kemampuan perusahaan dalam membayar pokok hutang dan beban bunga tepat waktu, serta pembayaran dividen seeara teratur pada para pemegang saham daham tanpa mengalami kesulitan. Rasio Keuangan sebagai Ukuran Kinerja Gambaran perkembangan kinerja perusahaan berdasarkan kondisi finansial, dapat dilakukan interpretasi atau analisis terhadap data finansial perusahaan yang bersangkutan. Dalam mengadakan interpretasi dan analisis laporan keuangan suatu perusahaan, diperlukan adanya ukuran tertentu. Ukuran yang sering digunakan dalam laporan keuangan adalah "rasio", dimana rasio ini digunakan untuk menjelaskan hubungan antara dua maeam data keuangan. Menurut Riyanto (2002:329)rasio ini hanyalah alat yang dinyatakan dalam pengertian aritmatika yang dapat digunakan untuk menjelaskan hubungan antara dua maeam data finansial. Dalam melakukan analisa rasio keuangan pada dasamya dapat dilakukan dengan eara perbandingan yaitu: a Perbandingan rasio sekarang dengan rasiorasio dari waktu-waktu yang lalu atau dengan rasio-rasio yang diperkirakan untuk waktu-waktu yang akan datang dari perusahaan yang sarna. Dengan eara perbandingan tersebut dapat diketahui perubahan-perubahan rasio dari tahun ke tahun. Dengan menganalisa satu maeam rasio saja dapat diketahui apa yang menyebabkan adanya perubahan tersebut. b Membandingkan rasio dari suatu perusahaan dengan perusahaan lain yang sejenisuntuk waktu yang sarna. Dengan membandingkan rasio perusahaan dengan rasio industri akan diketahui apakah perusahaan didalam aspek keuangan tertentu berada diatas rata-rata atau terletak dibawah rata-rata industrLDengan menggunakan analisis rasio, umumnya perusahaan bertujuan untuk mengetahui tingkat kinerja, efisiensi operasional, dan ukuran kebijakan keuangan. Pengukuran kine~a perusahaan dengan menggunakan analisis rasio keuangan terdiri dari: 4
ISSN - 2086 - 5430
, I
!
j
s
Anlta sweater! Facrul Husain Hablble Predlksl Financial DIstress B rdJsarkan Kemampuan Kinerja Keuangan I Pada tndustr! Property
............... ;;:::~.~~:;;:::.~::::.~:;::~;~;;+;;;:~~~:~ likuiditas (liquiditt) mtios) mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajibannya yang jatuh tempo.Rasio-rasio ~ang dapat digunakan untuk mengukur likuiditas: 1) Rasio Aktiva Cair terhadap Total Aktiva (Quick Assets to Total Assets), rasio ini mengukur persentase asJt likuid yang dapat digunakan untuk memenuhi kewajiban jangka pendek Iterhadap keseluruhan aktiva perusahaan (Riyanto, 2002:332).Rumus : (Kas dan Setara Kas + Investasi Jangka Pendek) / Total Aktiva,2) Rasio Cair (Quick ASfet atau Acid Test Ratio), adalah ukuran penting untuk mengetahui kemampuan perusahaan memenuhi kemampuan jangka pendeknya tanpa memperhitungkan penjualan persediaan (Riyanto, 2002:333).Rasio ini dapat diukur dengan rumus : (Kas dan Setara Kas + Investasi Jangka Pendek) / Kewajiban Lancar, 3) Rasio Kas : Kemampuan untuk membayar utang yang segera harus dipenihi dengan kas dan setara kas yang tersedia dalam perusahaan yang dapat segera diucingkan(Riyanto, 2002:332).Rasio ini diukur dengan rumus : Kas dan setara kas / k~wajiban lancar, 4) Rasio Lancar (Current ratio); merupakan ukuran yang paling umum digunakan untuk mengetahui kesanggupan memenuhi kewajibanljangka pendek karena rasio ini menunjukkan seberapa jauh tuntutan dari kreditor jangka pendek dipenuhi oleh aktiva yang diperkirakan menjadi uang tunai da:lamperiode yang sama dengan jatuh tempo utang (Sawir, 2005:8).Rasio ini diuk~r dengan rumus: Aktiva Lancar / Kewajiban Lancar, 5) Rasio Kas terhadap Pehjualan (Ozslz to Sales): rasio ini untuk mengukur perbandingan posisi kas dan penjualan yang dihasilkan oleh perusahaan. Rasio ini diukur dengan menggunakan rumus: Kas dan setara kas / penjualan, 6) Rasio Aktiva Lancar terhadap TotJlI Aktiva: rasio ini menunjukkan porsi aktiva lancar alas total aktiva (Harahap, 1~99:302), 7) Rasio Modal Kerja terhadap Total Aktiva: likuiditas dari total aktiva dan posisi modal kerja (Riyanto, 2002:333). Rasio ini diukur dengan menggunakan rumus : (Aktiva lancar kewajiban lancar) / total aktiva. . Solvabilitas dan Leverage. Solvabilitas adalah kemampuan untuk membayar utang jangka panjang, baik utang pokok maupun bunganya. Sementara rasio leverage (leverage ratios) mengukur tingkat sejauhmana aktiva perusahaan telah I dibiayai oleh penggunaan hutang (Kuswadi, 20,06:182).Rasio-rasio yang dapat digunakan untuk mengukur solvabilitas adalah :1)Debt to Total Asset Ratio (DAR) atau disebut juga leverage atau debt ratio. Rasio ini menunjukkan persentase aktiva perusahaan yang didukung oleh hutang (Riyanto, 2002:333). Rumus : Total Kewajiban / Total aktiva, 2) Rasio Hutang Jangk~ Panjang terhadap Modal Kerja: Bagian dari setiap modal kerja perusahaan yang digunakan untuk menjamin hutang jangka panjang (Riyanto, 2002:333),3) iRasio Hutang Jangka Panjang terhadap Total Aktiva: Bagian dari setiap aktiva perusahaan yang dijadikan jaminan untuk hutang jangka panjang perusahaan (Riyanto, 2002:333), 4) Rasio Total Aktiva terhadap Total Kewajiban: Perbandingan jumlah aktiva terhadap jumlah kewajiban, 5) Rasio Ekuitas terhadap Total Kewajiban : Bagian dari setiap ekuitas perusahaan yang dijadikan jaminan untuk total kewajiban perusahaan (Riyanto, 2002:333).Rasioleverage (leverage ratios) yang biasanya digunakan adalah: 1) Rasio Total Ekuitas terhadap Total Aktiva, 2) Rasio Laba Ditahan terhadap ISSN - 2.086 - 5430
5
MiTTrd
(Mi<:e, Tour & Trdvel) Volume J, No. 1 Jimudrl .201.2
Total Aktiva. Rasio ini mengukur akumulasi laba selama perusahaan beroperasi, 3) Rasio Notes Payment to Total Asset, 4) Rasio Notes Payment to Total Liabilities, 5)Debt Equittj Ratio. Rasio ini menggambarkan perbandingan utang dan ekuitas dalam pendanaan perusahaan dan menunjukkan kemampuan modal sendiri perusahaan tersebut untuk memenuhi seluruh kewajibannya. Rumus: Total Kewajiban / Total Ekuitas. Kesulitan Keuangan (Financial Distress) Kane (2000:84)menyatakan bahwa financial distress (kesulitan keuangan) adalah kondisi yang menggambarkan suatu keadaan memburuknya kemampuan membayar klaim yang jatuh tempo ketika diperlukan. Menurut Brigham dan Daves (2003)financial difficulties terjadi karena serangkaian kesalahan, pengambilan keputusan yang tidak tepat, dan kelemahan-kelemahan yang saling berhubungan yang dapat menyumbang secara langsung maupun tidak langsung kepada manajemen serta tidak adanya atau kurangnya upaya mengawasi kondisi keuangan sehingga penggunaan uang tidak sesuai dengan keperluan (Fachrudin,2008). Brigham dan Ehrhardt (2006:554)menyatakan kesulitan keuangan dapat didefinisikan sebagai berikut:l. Economic failure, kondisi dimana pendapatan perusahaan tidak dapat menutup biaya total, termasuk biaya modal. Bisnis yang mengalami economic failure dapat meneruskan operasinya sepanjang kreditur berkeinginan menyediakan tambahan modal dan pemilik dapat menerima tingkat pengembalian dibawahtingkat bunga pasar, 2. Business failure, merupakan penyusun utama failure statistic untuk mendefinisikan usaha atau bisnis yang menghentikan operasinya dengan akibat kerugian bagi kreditur. Dengan demikian suatu usaha atau bisnis dapat diklasifikasikan sebagai distress meskipun tidak melebihi kebangkrutan secara legal, dalam hal ini perusahaan dapat menghentikan atau menutup usahanyatetapi tidak dianggap sebagai gagal, dan 3. Tecnical insooensi, menunjukkan kekurangan likuiditas yang sifatnya semen tara dimana pada suatu waktu perusahaan dapat mengumpulkan uang untuk emenuhi kewajibannya dan tetap menjalankan usahanya. Distress menurut Von Horne (2002:266),suatu perusahaan secara teknis insolven bila perusahaan tidak mampu memenuhi kewajiban lancarnya. Penyebab Kesulitan Keuangan (Financial Distress) Eirich (2003:40), menyebutkan bahwa penyebab kesulitan keuangan digolongkan kepada dua faktor yaitu :pertama faktor Intern, antara lain: a) Kredit yang diberikan kepada pelanggan terlalu besar. Kebijakan perusahaan yang dimaksudkan untuk meningkatkan volume penjualan adalah dengan melakukan penjualan kredit, baik melalui saluran distribusi maupun langsung kepada pelanggan dengan persyaratan mudah. Dalam jangka pendek, likuiditas akan terganggu karena tingginya investasi pada piutang yang bisa berdampak kurang baik pada tujuan jangka panjang perusahaan, b) Lemahnya kualifikasi sumber daya manusia dalam hal skill, pengalaman, sifatcepat tanggap, dan inisiatif dapat 6
ISSN - 2.086 - 54)0
Prediksi Findnc;,,/ Distress
j
Anitd swenter! & FdCrU/ Husdin Hdbibie erddsarkan I<emdmpuan I
I
~:::~~::~:;··::ll:~:··~~~~·;:=~:~;~;~··=j·~:~··
pengendalian manajemen lemah, maka akan mempercepat proses kesulitan keuangan, c) Kekurangan modal kerja. Hasil penjualan yang tidak memadai atau yang tidak dapat menutupi harga pokok P1enjualandan biaya operasional, secara terus-menerus akan menyebabkankekurangan modal kerja dan lebih lanjut I mengarah pada kebangkrutan. d) Penyalahgun~an wewenang dan kec:urangan. Rendahnya kualitas individu dari pelaku di perusahaan dan kurangnya pengawasan yang baik memudahkan terjadinya penyalahgunaan wewenang dan timbulnya kecurangan-kecurangan sehingga menimbulkan suasana kerja yang tidak sehat dan dapat mempengaruhi kine~ja perusahaan. e) Keadaan perekonomian yang buruk, Resesi(kemundudn ekonomi), akan mengurangi keseluruhan aktivitas bisnis, baik secara langsung maupun tidak langsung. Sektor rill dan sektor moneter merupakan sistem yangltidak bisa dipisahkan, sehingga goncangan pada salah satu sektor tersebut akan mempengaruhi sektor lainnya. Faktor yang kedua adalah Faktor ekstem, antara1lain: a) Persaingan bisnis yang ketat, b) Berkurangnya permintaan terhadap p~oduk atau jasa yang dihasilkan, c) Turunnya harga jual secara terus menerus, d) Kecelakaan atau bencana alam yang menimpa perusahaan.Terjadinya kecelakaan atau bencana alam dapat merugikan perusahaan baik dari segi materiil ~taupun non materiil sehingga mempengaruhi jalannya aktivitas perusahaan. Pe~yebabpokok kebangkrutan atau kegagalan bisnis adalah inkompetensi bisnis Jnajerial. Berikut adalah daftar penyebab kegagalan bisnis berdasarkan prosentasenya. i I
Tabel1. Daftar Penyebab Kesulitan Keuangan I
Sebab-sebab Kesulilan Keuangan Kurang pengalaman dalam lini Kurang pengalaman manajerial Pengalaman lidak seimbang dalam penjualan. keuangan, produksi dsb I Ketidakmampuan manajemen Kecurangan Bencana Kelalaian Alasan tidak diketahui Total
Prosenlase 15.6% 14.1% 22.3%
40.7% 0.9% 0.9% 1.9% 3.6%
100.0%
Sumber: Data diambil dan Manajemen Keuangan, Westondan Copeland (2002:12).
Prediksi Kesulitan Keuangan (Financial Distres) Untuk prediksi kesulitan keuangan, dapat dilakukan melalui analisis internal dan eksternal untuk mendukung keyakinan serta menentukan letak kelemahan perusahaan yang sangat mendasar terhadap kegagalan perusahaan, disamping tentu saja agar manajemen dapat secepat mungkin mengambil tindakan antisipasi. Menurut Sadarachmat (2005:35)terdapat dua analisis kesulitan keuangan, yaitu:Pertama, dapat diamati oleh pihak ekstern, misalnya: a) penurunan jurnlah ISSN - 2086 - 5430
7
MITTr<1 (Mice, TOtJr & Tr<1ve/) votume
],
No.
7
Jenuer! 2072
deviden yang dibagikan kepada pemegang saham selama beberapa periode secara berturut-turut, b) penurunan laba secara terus-menerus bahkan perusahaan mengalami kerugian, c) ditutup atau dijualnya satu atau lebih unit usaha, d) pemecatan pegawai secara besar-besaran, e) harga saham di pasar modal turun secara terus-menerus. Kedua, sebaliknya indikator-indikator yang dapat diketahui dan harus diperhatikanoleh pihak intern perusahaan adalah: a) Turunnya volume penjualan, hal ini dapat terjadi karena ketidakmampuan manajemen dalam menerapkan kebijakan dan strategi akibat kurang pengalaman atau kurang tanggap dalam menanggulangi kemunduran perusahaan serta kurang cepat dalam memanfaatkan peluang-peluang yang ada dalam situasi persaingan bisnis yang sernakin kompetitif sehingga pangsa pasar (market share) rnenurun. b) Turunnya kernampuan perusahaan dalam mencentak keuntungan. Hal ini dapat disebabkan karena kesalahan-kesalahan penentuan strategi pemasaran. c) Ketergantungan terhadap hutang. Hutang perusahaan sangat besar, sehingga biaya modalnya juga membengkak, Selanjutnya gejala-gejala yang mengindikasikan adanya kesulitan keuangan berawal dari:a) Kegagalan memenuhi kewajiban pernbayaran bunga tepat pada waktunya. b) Ketidakmampuan untuk melunasi obligasinya. Damodaran (2001:619) menjelaskan beberapa indikasi perusahaan yang berpotensi mengalami kesulitan keuangan tfinancial distress) dikaitkan dengan likuiditas dan solvabilitas perusahaan adalah : Nilai current ratio (Aktiva lancar/ hutang lancar) dibawah, mengindikasikan bahwa perusahaan memiliki kewajiban jatuh tempo dalarn satu tahun yang lebih besar daripada jumlah dana yang dimiliki. Sernakin menurun nilai rasio, sernakin besar kernungkinan terjadinya kesulitan keuangan, nilai quick asset [(kas + efek + Piutang)/ hutang lancar] kurang dari 1 (100%) dianggap kurang baik tingkat likuiditasnya, dari perspektif kreditor, perusahaan tersebut dapat diindikasikan mengalami distress jangka pendek, nilai Solvabilitas rasio (total aktiva/ total hutang) kurang dari 1 (100%),dan perusahaan harus mengusahakan agar solvabilitasnya lebih dari 100%.Perusahaan yang illikuid dan insolimbel.Perusahaan yang illikuid meskipun solvable.Tabel 2 berikut menggambarkan keterkaitan solvabilitas dan likuiditas perusahaandengan kernungkinan terjadinya kesulitan keuangan (finandal distress) :
Tabel2. Keterkaitan Likuiditas dan Solvabilitas terhadap Kesulitan Keuangan Perusahaan Kriteria
Lilalid
lIIikllid
Solvable
Non-Distress
Distress
Illsolvable
grey area
Distress
Sumber: (Damodaran, 2001:101)
Perusahaan yang insoluabel tetap likuid tidak segera dalam keadaan kesulitan keuangan, tetapi perusahaan yang illikuid akan segera dalarn situasi kesulitan keuangan karena segera menghadapi tagihan-tagihan dari krediturnya,
8
ISSN • 2.086 - 5430
Prediks; Financial
Anita Swatari & Fachrul Husain Habibie Berdasarkan Kemampuan Kinerja Keuongan Pada Industr; PmrlPriv I
perusahaan yang insolvabel tetap likuid tidak dalam keadaan kesulitan keuangan, tetapi perusahaan yang illikuid segera dalam situasi kesulitan keuangan karena segera menghadapi dari kreditumya, perusahaan yang insolvabel tetapi likuid masih dapat dengan baik, dan sementara itu masih mempunyai kesempatan atau waktu untuk solvabilitasnya. Tetapi apabila usahanya tidak berhasil, maka perusahaan juga akan menghadapi kesulitan keuangan. Tahapan Kesulitan Kcuangan Menurut Hill (1996) kesulitan-kesulitan xeuangan yang merupakan penunjuk awal terjadinya kebangkrutan dapat dianalisis dan melalui empat tahap, yaitu: Tahap Pcrtama, Periode inkubasi, dalam npw·".,.r.p ini mungkin muncul satu atau beberapa kondisi operasi dan finansial yang tidak menguntungkan dan tidak segera terdeteksi oleh pihak manaj maupun pihak eksternal, misalnya:a) penurunanvolumenpenjualan, I adanya perubahan selera ataupermintaan konsumen, b) kenaikan biaya c) inefisiensi produksi karena metode yang ketinggalan jaman, d) manajemen yang memegang posisi kunci, e) kegagalan dalam ekspansi, f)Tidak efektifnya pelaksanaan fungsi pengumpulan piutang, dan g) kurang adanya dukungan atau fasilitas perbankan (kredit). Tahap Kedua, kesulitan likuiditas atau shortage. Pada tahapan ini untuk pertama kalinya perusahaan tidak mampu memenurn kewajiban jangka pendek yang telah jatuh tempo, meskipun aktiva fisiknya kewajibannya dan perusahaan masih mampu menghasilkan keuntungan yang bagus, atau dapat dikatakan aktiva perusahaan tidak likuid. Tahap Kctiga, Financial/commercial perusahaan tidak mampu memperoleh dana memenuhi kewajiban yangjatuh tempo. Dan Tabap Keempat, Total insolvency. ........,,' .......yang paling menonjol dari total insolvency adalah jumlah hutang yang lebih dari aktiva perusahaan. Pada titik ini perusahaan tidak lagi mampu diri dari pengakuan kebangkrutan, dan usaha yang dilakukan pihak manajemen untuk memperolehdana tambahan guna penyelamatan tidak berhasil.
Gambar 1 Pemikiran ISSN- 2086 - 5430
9
MiTTro (Mice, Tour
& Travel) Volume 3, No.1 Jonuari 2012
METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah penelitian eksplanatoris yani menjelaskan penggunaan rasio keuangan likuiditas, solvabilitas, leverage, aktivitas, profitabilitas, arus kas, dan size perusahaan (variabel independen) untuk membentuk estimasi fungsi kesulitan keuangan ke dalam kategori distress dan non-distress (variabel dependen). Variabel independen merupakan variabel kontinu sedang variabel dependen variabel kategori yaitu distress (nilai 0) dan non distress (nilai I). Penelitian ini dilakukan bertempat di Bursa Efek Indonesia (BEl) Jakarta. Sedangkan waktu penelitian ini dilakukan mulai bulan Agustus 2011, waktu tersebut meliputi persiapan, mencari literatur (referensi), mengumpulkan data, mengolah data, konsultasi dan menyusun Japoran penelitian. Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian dari emiten industri properti yang telah terdaftar di BEL Teknik pemilihan sampelnya adalah purposive sampling dimana sampel dipilih berdasarkan bahwa emiten tersebut telah terdaftar di Bursa Efek Indonesia minimal tahun 2002. Jadi sampel dalam penelitian ini adalah emiten peoperti periode 2002 sampai 2010. HASIL DAN PEMBAHASAN Secara sistematis dapat dibagi menjadi dua bagian utama yakni gambaran umum objek penelitian danjinancial distress. Gambaran Umum Objek Penelitian Perusahaan -perusahaan hampir seluruhnya bergerak di bidang properti secara umum seperti real estate, apartment, perkantoran, pusat perbelanjaan, perhotelan, perdagangan dan jasa, konstruksi, industri manufaktur, printing, agribisnis, pertambangan dan transportasi. Financial Distress Perusahaan dikatakan mengalami kesulitan keuangan (financial distress) apabiJa memenuhi salah satu kriteria di bawah ini, yakni :Current Ratio (CR) < 1; Quick Ratio (QR) < 1; Retained on'Iotal Equty (RETE) < -0,5 Financial Distress Berdasarkan Current Ratio (CR) Analisis Deskriptif Jumlah perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan (financial distress) berdasarkan kriteria current ratio berkisar antara 5 sampai 8 perusahaan setiap tahunnya, seperti yang disajikan pada tabel 3.
10
ISSN- 2086 - 5430
I Predlksl FiniJncliJl Distress
Antt» sweater! & FiJcrul HusiJln HiJblblt' erdiJsiJrkanKemampuiJn KlneljiJ KeuiJngiJl' PadiJ Industrl Property
1
............. ········:~:~:·~~·:~:=:=~~~·~~~~:~i]=~ .. Berdasarkan CR Periode r002-1010 Distress
Tahun
No" Distress
Total
Jumlah
%
Jumlah
%
2002
8
28.6
20
71.4
28
2003
5
17.9
23
82.1
28
2004
5
17.9
23
82.1
28
2005
6
21.4
22
78.6
28
2006
6
21.4
22
78.6
28
2007
6
21.4
22
78.6
28
2008
6
21.4
22
78.6
28
2009
5
17.9
23
82.1
28
2010
6
21.4
22
78.6
28
Rata-rata
5.9
21.0
22.1
79.0
28.0
I I
Tabel3 memperlihatkan bahwa rata-rata r·umlah perusahaan mengalami financial distress setiap tahun sebanyak 6 buah atau sekitar 21 persen.Variabelvariabel yang dapat mengelompokkan perusahaan atau case ke dalam kelompok financial distress dan non distress berdasarkan CR aisajikan pada tabel4.3 di bawah •
•
I
iru :
I
Tabel4. Variabel Klasifikasi Distre~s dan Non Distress Berdasarkan CRII Variabel
Non Distress N=199
Distress N=42
Min.
Mean
Max.
Std. Dev.
Min.
Mean
Max.
Std. Dev,
WCfA
-1.0524
-.2801
-.0027
.3315
.00m
.3334
2.3142
.3037
CATA
.0330
.1779
.4208
.0914
.6433
27.3582
1.9624
i
Tabel 4 memperlihatkan bahwa perusahaan yang rnengalami kesulitan keuangan (financial distress) mempunyai rata-rata rasio modal kerja terhadap total aset (WCTA) lebih keeil (-0,28) untuk perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan dibanding perusahaan sehat (0,33). Hal yang sarna juga berlaku pada CATA, rata-rata rasio aktiva lanear terhadap: total aktiva lebih keeil untuk perusahaan yang mengalami financial distress (OJ7) dibanding perusahaan yang non distress (0,64). Analisis Logistic Regression Data diolah menggunakan software SPSSversi 19 dengan analisis binmy logistic dengan metode forward LR. Metode forward LR adalah mengeluarkan secara ISSN . :1.086 • 5430
11
MiTTril (Mice, Tour & Travel) Volume), No.
1
JilnUilri
.201.2
bertahap variabel-variabel independen yang tidak berpengaruh terhadap model hingga diperoleh variabel-variabel independen yang berpengaruh terhadap model. Uji Kelayakan Model (Goodness of Pit Test) Untuk mengetahui seberapa baik model dapat dilakukan uji Hosmer and
Lemeshau:testdan pada tabel E.2.3memperlihatkan nilai Chi-square p value =0,995. Karena Chi-squarep value elf0,05atau 1>0,05,hal ini berarti bahwa model fit dengan data.Dengan kata lain data empiris cocok dengan model, karena model dapat memprediksi nilai observasinya. Tabel 5. HasH Uji Goognest of Fit dan Uji Parsial Berdasarkan CR Variabel
Koefisien
Exp
Signifikansi
WCfA
261,787
4,926E113
,018
CATA
-1,978
,138
,814
Konstanta
-,340
,712
,814
Hosmer and Lemeshow
,995
CoxSnel R2
,591
Nagelkcreke R2
,973
Cox and Snell's R Square dan Nagelkereke's R square Untuk mengetahui kontribusi variabel independen secara bersama-sama dapat digunakan nilai Cox and Snell's R Square dan Nagelkereke's R square. Pada tabel E.2.3 terlihat bahwa nilai Nagelkerke R2 = 0,973 Hal ini berarti bahwa variabel independen 97,3% dapat menjelaskan variabel dependen. Jadi CATA, dan WCTA sccara bersama-sama 97,3% dapat menjelaskan suatu perusahaan akan mengalami financial distress atau non distress berdasarkan kriteria CR Prediksi Klasifikasi Untuk mengetahui kemampuan model dalam mengklasifikasikan perusahaan dalam kelompok distres dan non distress digunakan tabel klasifikasi. Tabel 6. Prediksi Klasifikasi Berdasarkan CR Observed
Predicted Distress
Non Distress
Percentage Correct
42
1
97,7
198
99,5
ZCR
Step 1
ZCR
Distress Non Distress
Overall Percentage
12
99,2
ISSN - 2086 - 5430
i
F,,,,,I
I Anlt. Sw.n"ri & H",,'n H,blbl, Predfksi Financial Distress Berdasarkan Kemdmpudn Kineljd KeU,1ngdn
=~i~;~~;;;:'~;;:~~;:;~~~;;{~; non financial 99,5
Persamaan Logistic Regression dan interpretasi p Ln 1- p = -3,4 + 261,79XJ-1,98~ Dimana: Xt=WorkingCapital to Total Asset (WCTA) X2=Current Asset to Total Asset (CATA) Untuk menguji apakah setiap variabel secara individual dapat mengelompokkan perusahan dalam kelompok ~erusahaan financial distress dan financial non distress dilakukan uji parsial. HasU uji parsial disajikan pada tabel E.2.3 Vji parsial dilakukan terhadap variabel-varia~elberikut WCTA, WCTA positif dan signifikan (p value < 0,05 atau 0,018 < 0,09)' Hal ini berarti bahwa setiap kenaikan WCTA sebesar 1 % akan meningkatkan logof odds perusahaan non distress menjadi 261;CATA, CATA negatif dan tidak sigpifikan (p value >0,05atau 0.814 > 0,05). Hal ini berarti bahwa setiap penurunan CATA sebesar 1 % akan meningkatkan log of odds perusahaan non distres menjadi 1,978. Financial Distress Berdasarkan Quick Ratio (Q Analisis Deskriptif Jumlah perusahaan yang mengalami kesul tan keuangan (financial distress) berdasarkan kriteria quick ratio berkisar antara 5 sampai 19 perusahaan setiap tahunnya, seperti yang disajikan pada tabel7. Tabel7. Perkembangan Kondisi K~uangan Perusahaan Berdasarkan QR Periode 2002-2010 I I
Distress
Non Distress
I
Total
Tahun
Iumlah
%
Iumlah
%
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Rata-rata
19 16 15 19 17 17 19 19 18 17.7
67.9 57.1 53.6 67.9 60.7 60.7 67.9 67.9 64.3 63.1
9 12 13 9 11 11 9 9 10 10.3
32.1 42.9 46.4 32.1 39.3 39.3 32.1 32.1 35.7 36.9
28 28 28 28 28 28 28 28 28 28.0
.................................................................................. l........................................ ISSN - 2.086 - 5430
13
MITTra (Mice, Tour & Travel) Volume ], No.
1 Januarl 2012
Tabel 7 menunjukkan, bahwa jumlah perusahaan yang rnengalami kesulitan keuangan (financial distress) lebih banyak setiap tahun dibanding jumlah perusahaan yang sehat seeara keuangan (financialnon distress). Hal ini disebabkan oleh kriteria likuiditas lebih tinggi untuk QR dibanding CR. Rata-rata jumlah perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan sepanjang periode 2002-2010 berkisar 18 perusahaan atau sekitar 63 persen.Variabel-variabel yang dapat rnengelompokkan perusahaan atau case ke dalam kelompok financial distress dan non distress berdasarkan QR disajikan pad a tabel E.2.6 di bawah ini : Tabel8. Variabel Klasifikasi Distress dan Non Distress Berdasarkan QR Varia bel Min.
Mean
Distress N=149 Max.
Std. Dev.
Min.
Non Distress Nc89 Mean Max.
Std. Dev.
Cash
.000
.198
.867
.208
.004
1.529
7.614
1.874
WCTA
-1.052
.088
.576
.312
-.038
.454
2314
.391
DTA
.101
.703
2239
.407
.023
.353
1.159
.263
LOWe
-
4.608
20.418
.000
3.298
207.698
22.224
LDTA
.000
.792
.195
.000
.149
.946
.238
.049
.487
.115
.175
NPrL
.000
.072
.831
.187
.000
CffoTA
-.122
.045
.230
.057
.000
.061
.306
.070
LogTA
5.033
6.111
6.788
.365
4.862
6.072
7.232
.658
Tabel8 menunjukkan bahwa perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan
(financialdistress) mempunyai rata-rata rasio kas dan setara kas terhadap kewajiban lancar (Cash Ratio) perusahaan non distress hampir 8 kali lebih besar (1,53) dibanding perusahaan distress (0,19). Rata-rata rasio modal kerja terhadap total aset (WCTA) perusahaan non distress 5 kali lebih besar (0,45)dibanding perusahaan distress (0,09). Rata-rata rasio totalhutang terhadap total aktiva (OTA) perusahaan distress 2 kali lebih besar (0,7) dibanding perusahaan non distress (0,35). Pada perusahaan distress rata-rata rasio hutang jangka panjang terhadap modal kerja (LOWC) adalah negatif dan 20 kali lebih keeil (-3,2)dibanding perusahaan non distress (3,3),sebaliknya rata-rata rasio hutang jangka panjang terhadap total aktiva (LOTA)lebih besar untuk perusahaan distress dibanding perusahaan non distress. Hal yang sarna dengan LOTA juga terjadi pada rasio hutang terhadap total kewajiban (NPTL).Rata-rata arus kas dari operasi terhadap aset (CffoTA) lebih keeil untuk perusahaan distress (0,04) dibanding perusahaan nondistress (0,06). Sebaliknya, rata-rata ukuran perusahan untuk distress lebih besar dibanding non
distress. Analisis Logistic Regression Oengan metode /ol1l'nrd LR,dari 40 variabel independen yang dimasukkan, ada 8 varia bel yang berpengaruh dalam model yaitu Cash Ratio, WCTA, DTA, LDWC, LDTA, NPTL, C//oTA, dan Log TA. Karena terdapatonrber dilakukanrnsenuse 14
ISSN - 1086 - 5430
I I Anita sweater! & Facrul Husain Habibie Prediksi Financial Distress Berdasarkan Kemampuan Kinerja Keuangan I Pada Industri Property
I
dan kembali metode /onmrd LR hal ini mengakibatkan case-nya berkurang dari 244menjadi 238case. Korelasiantar variabel independen pun relatif kecilsehingga tidak terjadi multicolinearitas dengan demikian logisticregression dapat digunakan untuk prediksi. Uji Kelayakan Model (Goodness 01Fit Test)
Il
Untuk mengetahui seberapa baik model d pat dilakukan uji Hosmer and
umesllolV testdan tabe14.8 memperlihatkan nilai FJri-squarep value =0,705. Karena Chi-square p value e" 0,05 atau 0,705 >0,05, hal ini berarti bahwa model fit dengan
I
data
Tabel 9:Hasil Uji Goognest 01Fit dan Uj Parsial Berdasarkan QR I I
Variabel
Koefislen
Exp
Signiflkansi
Cash Ratio
17,113 10,200 -11,659 ,552 10,105 8,623 -52,545 -4,042 21,178
27042278,200 26907,987
,000 ,001
,000
,000
1,737 24462,405 5555,708
,215 ,011 ,002 ,000 ,001 ,002 ,705
WCfA DTA LOWe LOTA
NPTL CffoTA LogTA Konstanta Hosmer and Lemeshow Cox Snel R2
Nagelkerke R2
,000 ,018 l,575E9
,666 ,908
Cox and Snell's R Square dan Nagelkereke's R slttare
Untuk mengetahui kontribusi variabel indepdnden secara bersama-sama dapat digunakan nilai Cox and Snell's R Square dan N1gelkereke's R square. Pada tabel E.2.7 terlihat bahwa nilai Nagelkerke R2= 0,90Br Hal ini berarti bahwa variabel independen 90,8% dapat menjelaskan variabel dependen. [adi 90,8 persen secara bersama-sama Cash Ratio, wcr A, DTA, LDWC~LDTA, NPTL, CffoTA dan Log TA dapat menjelaskan suatu perusahaan akan mengalami financial distress atau non distress berdasarkan kriteria QR. Prediksi Klasifikasi Untuk mengetahui kemampuan model dalarrimengklasifikasikan perusahaan dalam kelompok distres dan non distress digun~kan tabel klasifikasi TabellO. Prediksi Klasifikasi Berdasarkan QR I
Observed Step 1
ZCR
ISSN • 2086 - 5430
.
Predicted ZCR Percentage Non Distress Distress Correct
Distress I Non Distress Non Distress I Overall Percentage II
!43
5
80
96.6 8.99 94.1
15
MITTrd (Mice, Tour & Trdvel) Volume J, No. 1 Jdnudri J012
........................................................................................................................................................................
Tabel E.2.8 Memperlihatkan bahwa model dapat memprediksi, kelompok perusahaan yang mengalami jil'umcinl distress sebesar 96,6 persen dan kelompok non jinnndal89,9 persen. Persamaan Logistic Regression dan Interpretasi Koefisiennya Berdasarkan tabel 4.9 dapat dibuat persamaan logistic regression sebagai berikut: p
Ln 1-p =21,2 + 17,1X1+10,2X2 11,7X3+0,6 X,+ 10,1 x,+ 8,6 X6-52,5x.,-4X, Dimana: Xl =Cash Ratio ~=Working Capital Total Asset (WCTA) )(,=Oebt to Total Asset (DTA) X4=Long Debt Working Capital (LDWC) Xs=LongDebt Total Asset (LDTA) X6=Notes Payment Total Liability (NPTL) ~=Cash flow to Total Asset (CffoTA) X8=Logaritma Total Asset (LogTA) Untuk menguji apakah setiap variabel secara individual dapat mengelompokkan perusahan dalam kelompok perusahaan financial distress dan financial non distress dilakukan uji parsial. Hasil uji parsial disajikan pada tabel E.2.7dengan menggunakan kriteria nilai signifikansi p value e~ 0,05 atau p value < 0,05. Berdasarkan kriteria tersebut maka dapat dilakukan interpretasi pada variabel-variabel sebagai berikut Cash Ratio, Cash Ratio positif dan signifikan (p value < 0,05 atau 0 < 0,05). Hal ini berarti bahwa setiap kenaikan Cash Ratio sebesar 1 % akan meningkatkan log odd perusahaan menjadi non distress 17,1. WCTA, WCTA positif dan signifikan (p value < 0,05 atau 0,001 < 0,05). Hal ini berarti bahwa setiap kenaikan WCTA sebesar 1 % akan meningkatkan log odd perusahaan menjadi non distress 10,2. DTA, DTA negatif dan signifikan (p value < 0,05atau 0 < 0,05). Hal ini berarti bahwa setiap penurunan OTA sebesar 1 % akan meningkatkan log odd perusahaan menjadi non distress 11,6. LDWC,LDWCpositif dan tidak signifikan (p value> 0,05 atau 0,215> 0,05). Hal ini berarti bahwa setiap kenaikan LDWCsebesar 1 % akan meningkatkan log odd perusahaan menjadi non distress 0,5. LDTA, LDTApositif dan signifikan (p value < 0,05atau 0,011 < 0,05). Hal ini berarti bahwa setiap kenaikan LOTA sebesar 1 % akan meningkatkan log odd perusahaan menjadi non distress 10,1.
16
ISSN - 2086 - 5430
i I
j
Anita Swantari & Facrul Husain Hablbie P,£'dlksi Finane/I)/ Distress erdasarkan Kemompuen Klnerjl) Keuilngan Pada tndustri Property .................................................................................................... j .
I
NPTL, NPTL positif dan signifikan (p valuell< 0,05 atau 0,002 < 0,05). Hal ini berarti bahwa setiap kenaikan NPTL sebesar 1 % akan meningkatkan log odd perusahaan menjadi non distress 8,6. l CfEoTA, OfoT A negatif dan signifikan (p vLue < 0,05atau 0 < 0,05). Hal ini berarti bahwa setiap penurunan CffoTA sebesar!l % akan meningkatkan log odd perusahaan menjadi non distress 52,5. i LogTA, LogTA negatif dan signifikan (p value < 0,05 atau 0,001< 0,05). Hal ini berarti bahwa setiap penurunan LogTA sebesar 1 % akan meningkatkan log odd perusahaan menjadi non distress 4.
SIMPULAN Pertama,Prediksi perusahaan akan mengalami kesulitan keuangan (finansial distress) atau sehat secara finansial (financial non distress) berdasarkan kriteria Current Ratio < 1 dipengaruhi oleh kinerja likdiditas perusahaan, yakni : rasio Working Capital Total Asset(WCTA)dan rasio Cu~rentAsset to Total Asset(CATA). Semakin tinggi rasio modal kerja terhadap total aktiva (WCTA) , maka kondisi keuangan perusahaan semakin sehat (financialn6n distress), dan sebaliknya. [adi modal kerja sangat berperan dalam kesehatan Plerusahaan. Tetapi rasio aktiva lancar terhadap total aktiva (CATA) yang semakin besar akan semakin membuat kondisi keuangan perusahaan semakin sulit (financial distress). Hal ini dapat dimengerti, jika perusahaan terlalu banyak per;Jdiaan dalam bentuk rumah jadi yang belum terjual, tentu akan menyulitkan peJusahaan, demikian sebaliknya . Kemampuan kinerja tersebut sangat akurat untbk memprediksi , yakni distress 97,7 persen, non distress 99,5 persen, dan rata-rata 99,2persen. Kedua, Prediksi perusahaan akan mengalarb kesulitan keuangan (finansial distress) atau sehat secara finansial (financialnondirtresS)berdasarkan kriteria Quick Ratio« 1 dipengaruhi oleh kinerja likuiditas, solvabilitas, leverage,cashflOllJ,dan ukuran perusahaan, yakni : cash ratio, rasio Wotking Capital Total Asset(WCTA), Debt to TotalAsset (DTA), Long Debt Working Capit~l(LDWC), Long Debt TotalAsset (LDTA), Notes Payment Total LiabilihJ (NPTL), Gashflow Operation to Total Asset (C/foTA), dan Logaritma Total Asset (LogTA). Serkkin tinggiRasio kas dan setara kas terhadap aktiva lancar yang semakin sehat ~euangan perusahaan, demikian sebaliknya; Semakin tinggi rasio modal kerja iterhadap total aktiva (WCTA), semakin baik keuangan perusahaan; Semakin tiriggi rasio total hutang terhadap total aktiva (DTA), akan menurunkan kesehatan keuangan peusahaan. Tetapi untuk rasio hutang jangka panjang (LDWC) dan (LDTA)berlaku sebaliknya yaitu, semakin besar hutang jangka panjang, maka semakin baik kondisi keuangan perusahaan. Hal tersebut disebabkan hutang [angka panjang tersebut dapat digunakan untuk mendanai operasi perusahaan, semen tara pengembaliannya kreditnya dapat dijadwalkan dengan baik. Ukuran perusahaan (log TA) yang semakin besar akan menurunkan kesehatan keuangan perusahaan. Hal ini mungkin disebabkan oleh semakin kompleksnyamanajemen perusahaan seiring dengan bertambah besarnya ukuran perusahaan] Kemampuan kinerja tersebut .....................................................................................................
j
.
ISSN - 2086 - 5430
1
17
MITTra (Mic~, Tour & Trav~1)volume s. No.
1 )iJnUiJri
.201.2
cukup akurat untuk memprediksi, yani distress 96,6 persen, non distress 89,9 persen, dan rata-rata 94,1 persen.
DAFTAR PUSTAKA Admiral, Agung. (2006). "Analisis Rasio Keuangan Berdasarkan Altman's Model Sebagai Alat Untuk Memprediksi Kepailitan Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di BEJ". Tesis. Fakultas Ekonomi, Universitas Airlangga, Surabaya Almilia, Luciana Spica. (2004)."Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kondisi Financial Distress suatu Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta". Jurnal Riset Akuntansi Indonesia." Vol. 7. No.1: 1-22. Altman, Edward I. (2000). Predicting Financial Distress of Companies: Revisiting The Z-Score. Available at www.stern.nyu/-ealbnan. Asquith P., R. Gertner dan D. Scharfstein. (1994. "Anatomy of Financial Distress: An Examination of Junk Bond Issuers". Quarterly Journal of Economics 109: 1189-1222. Avianti, lIya. (2000). "Model Prediksi Kepailitan Emiten di Bursa Efek Jakarta dengan Menggunakan Indikator-Indikator Keuangan." Disertasi. Program Doktor llmu Ekonomi. UNP AD. Bandung Damodaran, Aswath. (2001). "Corporate Finance; Theory and Practice". 2nd Edition. New York: John Wiley & Sons. EIrich, Helfert A. (2003). "Teknik Analisis Keuangan; Petunjuk Praktis Untuk Mengelola dan Mengukur Kinerja Perusahaan". Edisi Kedelapan, Erlangga, Jakarta. Fadjrih, Nur. (1999). "Tambahan Kandungan Informasi Rasio Arus Kas". Iurnal Riset Akuntansi Indonesia (JRAI). Vol 2. No.2. Fitriany. (2000). "Analisis Kecukupan Pengungkapan Informasi pada Laporan Keuangan Perusahaan Asuransi Kerugian Go Public." Tesis. Program Magister Akuntansi. UI. Depok Foster, G. (2003). Financial Statement Analysis, Second Ed., Prentice-Hall Inc.
18
155N - 2086 - 5430