RESPONSI/PRAKTIKUM
MODUL 9
HISTOGRAM
COURSE CONTENT DEVELOPMENT FOOD QUALITY ASSURANCE COURSE GLOBAL DEVELOPMENT LEARNING NETWORK
IX. HISTOGRAM 1. PENDAHULUAN Histogram adalah bentuk khusus dari suatu barchart, bedanya terletak pada skala dan jenis data yang digunakan. Pada histogram, sumbu x diisi dengan kelas data berupa nilai, misalnya kelas data 0 sampai 19 (atau 0 sampai < 20); 20 sampai 39 (atau ≥ 20 sampai < 40); 40 sampai 59 dan seterusnya. Hal ini tentu sangat sangat berbeda jika dibandingkan dengan barchart (Gambar 4) maupun diagram pareto (Gambar 5), yang pada sumbu x mencantumkan nama-nama dari kategori suatu data. Pada sumbu y suatu histogram dicantumkan banyaknya data yang masuk ke dalam kelas 0 sampai 19; banyaknya data yang masuk ke dalam kelas 20 sampai 39; demikian seterusnya. Hal ini menyerupai baik barchart maupun diagram pareto, seperti yang telah ditunjukkan pada bagian sebelumnya. Seperti halnya diagram pareto, histogram juga dapat dinyatakan dalam persen pada sumbu y. Jadi, perbedaan mendasar antara histogram dengan barchart maupun diagram pareto terletak pada sumbu x. Suatu contoh gambar sebuah histogram diperlihatkan pada Gambar 6. Grafik yang muncul dari hasil pencantuman data ke dalam histogram disebut distribusi frekuensi.
Gambar 6. Contoh gambar histogram Bagian tersulit dalam pembuatan histogram adalah membuat klasifikasi data, atau dengan kata lain membuat kisaran datanya, yang nantinya akan dimasukkan ke dalam sumbu x. Apakah misalnya akan dipakai kisaran 0 sampai 9; kemudian 10 sampai 19 atau yang lainnya. Hal ini tentunya sangat tergantung juga pada karakteristik datanya.
Data yang diperoleh dan dikumpulkan secara acak umumnya menunjukkan bentuk distribusi frekuensi yang disebut menyebar normal atau kurva normal, yaitu suatu bentuk grafik menyerupai bel, seperti yang diperlihatkan pada Gambar 7 dan Gambar 8.
sd
X-sd
X
X+sd
Gambar 7. Distribusi frekuensi yang menyebar normal
Ciri khas dari kurva normal adalah bahwa bagian tengah dari kurva merupakan nilai rata-rata dari data atau x-bar. Sedangkan suatu bilangan yang disebut Standard deviasi atau Sd menunjukkan ciri khas penyebaran data disekitar nilai rata-ratanya. Berdasarkan nilai standard deviasi ini, keseluruhan data kemudian dapat dibagi menjadi 3 bagian. Pembagian ini sangat penting dan berguna dalam analisa data. Ketiga bagian itu adalah: pertama data-data yang nilainya lebih besar dari X-bar+Sd (> X-bar+Sd). Bagian kedua adalah data-data yang nilainya diantara X-bar-Sd sampai dengan X-bar+Sd; bagian terakhir atau yang ketiga adalah data-data yang nilai lebih kecil dari X-bar-Sd (< X-bar-Sd). Pembagian daerah kurva normal diperlihatkan pada Gambar 9. Pada situasi dimana data yang dikumpulkan adalah data suatu variabel proses atau variabel produk, seperti misalnya suhu penggorengan atau berat bersih, maka yang diinginkan adalah membuat data itu tetap. Sebagai contoh berat bersih susu kental manis kemasan kaleng yang dicantumkan pada kemasan sebesar 264 gram, maka tentu saja yang diinginkan selama proses pengalengan adalah semua kaleng mempunyai
berat sebesar 264 gram. Namun hal ini tidak mungkin dilakukan oleh karena itu diusahakan agar nilai rata-rata berat bersih (X-bar) sama dengan 264 gram. Jika akan dilakukan pengontrolan terhadap berat bersih ini, maka perbedaan berat atau variasi dari berat diberi toleransi berupa nilai minimal dan nilai maksimal. Misalnya berat minimalnya 261 gram dan berat maksimal 267 gram. Nilai 261 ini dapat juga ditulis (264 – 3), demikian juga 267 gram dapat dituliskan (264 + 3). Nilai penambah dan pengurang ini, dalam hal ini adalah nilai 3, biasanya diperoleh dan digunakan nilai dari standar deviasi.
sd
X-sd
X
X+sd
Gambar 8. Kurva norma atau kurva bentuk bel
III
I
II
X-sd
X
X+sd
Gambar 9. Pembagian kurva norma menjadi 3 bagian
Dengan kata lain, berdasarkan kurva Gambar 9, data yang berada di dalam bagian II yang dianggap memenuhi syarat, sedangkan kedua bagian lainnya dianggap reject atau cacat produksi. Untuk contoh berat susu, maka bagian I akan termasuk semua berat susu yang diperoleh yang nilainya lebih kecil dari 261 gram, sedangkan bagian III adalah semua produk susu yang beratnya lebih besar dari 267 gram.
Gambar 10. Nilai LSL dan USL di dalam histogram. Nilai maksimum yang masih diperbolehkan biasanya disebut Upper specification limit (USL) atau nilai batas atas, sedangkan nilai minimum yang masih diperbolehkan disebut Lower specification limit (LSL) atau nilai batas bawah. Nilai rata-rata itu sendiri yang menjadi tujuan proses disebut target value atau aim of the process (Gambar 10). 2. PENGERTIAN HISTOGRAM Histogram adalah grafik yang menunjukkan distribusi frekuensi sekelompok data. 3. TUJUAN Tujuan pembuatan histogram adalah untuk menvisualisasikan bentuk distribusi frekuensi data, menentukan nilai tengah atau rata-rata termasuk nilai standard deviasinya, serta karakteristik kurva distribusi frekuensi lainnya. 4. PELAKSANAAN Dalam pembuatan histogram, akan sangat menolong jika data telah terorganisasikan dengan baik sebelum ditransformasi menjadi histogram, untuk itu dalam penyusunannya perlu diperhatikan beberapa hal berikut ini:
a. b. c. d. e. f.
Buatlah dahulu kelas-kelas data, dengan interval-interval yang sesuai. Biasanya digunakan interval kelipatan 5, 10, 15 atau 20 dan seterusnya. Kemudian buatlah check sheet dengan memasukkan kelas-kelas yang telah dibuat ke dalam kategori data Hitunglah jumlah masing-masing data yang masuk ke dalam masingmasing kelas (atau interval) dengan cara memberi tanda di dalam check sheet (lihat Tabel 3). Berdasarkan check sheet yang diperoleh, buatlah histogramnya. Hitunglah nilai X rata-rata atau X-bar Kemudian hitung pula nilai standard deviasinya.
5. Pustaka 1. Alli, I. 2004. Food Quality Assurance: Principle and Practices. CRC Press, NY. 2. [BOB] Bureau of Bussiness Practice. 1992. Handbook of Quality Standard and Compliance. Prentice Hall, Englewood City, NJ. 3. [BSN] National Standarization Agency - Badan Standarisasi Nasional-. 1998. SNI Standard compilation (Senarai-SNI). Jakarta. 4. Dillon, M and Griffith. C. 2001. Auditing in The Food Industry. CRC Press. England. 5. Hoyle, D. 1994. Quality System Handbook. Butterworth-Heinmann, Ltd. Oxford. 6. Kadarisman, D. Dan Wirakartakusumah, M.A. 1995. Standarization and food quality assurance development. Food Technology Bulletin, Vol. VI (1). 7. Knight, J.B. and Kotschevar, L.H. 2000. Quantity food Production and Planning, John Wiley and Sons. 8. Newslow, D. L. 2001. The ISO 9000 Quality System: Application in Food and Technology. Wiley Interscience, NY. 9. Tenner, A.R. and I.J. Detoro. 1992. Total Quality Management. AddisonWesley Publishing Company.