PRAKIRAAN DAN SISTEM-SISTEM INFORMASI SUMBER DAYA MANUSIA: PENDEKATAN DENGAN MENGGUNAKAN FAKTA-FAKTA Abidarin Rosidi STMIK AMIKOM Yogyakarta Abstraksi Bagi beberapa orang, informasi adalah sesuatu yang mereka tidak ketahui atau miliki dan dapat digunakan dlam solusi satu permaslahan. Data sering dapt menjadi dasar yang lebih yang mengacu pada angka-angka, orang atau sesuatu. Dalam pengertian ini, data menjadi informasi ketika diakses oleh orang yang memerlukannya dan dapat menggunakannya dalam solusi permaslahan. Ketika data dan informasi diorganisir, sistematis dan terpadu, kita mengacu padanya sebaga suatu system informasi. Tehnologi computer memungkinkan organisasi mengkombinasikan data dan informasinya dalam lokasi-lokasi pusat secara efisien yang dinamakan database. Dan kemudian membuatnya tersedia untuk penggunaan oleh orang lain tanpa melihat lokasinya. Ketika database ini mengandung data dan informasi untuk mengatur sumber daya manusia, kita menamannya system informasi sumber daya manusia (HRIS). Kata Kunci: Sistem Informasi, SDM 1. Pendahuluan Sistem taksiran adalah pendekatan-pendekatan terorganisir untuk mengukur dan mengevaluasi suksesnya aktivitas sumber daya manusia. System penaksiran memungkinkan professional HR, manajer dan para pekerja menggunakan data dan informasi sumber daya manusia untuk menentukan apakan sumber-sumber daya manusia sedang diatur seefektif mungkin. 1
Menghubungkan perencanaan Sumber daya manusia dengan perencanaan Bisnis Perusahaan Dengan kemmpuan computer, menjadi lebih layak untuk menghubungkan perencanaan HR dengan kebutuhan-kebutuahan perencanaan bisnis. Di perushaan Cheveron SanFransisco California, grup HR telah mampu menghubungkan perencanaan HR lebih dekat dengan prencanaan bisnis dengen cara mendisentralisasi HRISnya untuk unit bisnis. Tiap-tiap unit berbeda dipandang dari kebutuhan bisnisnya, putaran perencanaanya, dan tingkat perubahan. Desentralisasi membolehkannya menggunakan system dalam cara yang nyaman untuknya. Dengan semakin nyaman, semakin besar penggunaan sistemnya. 1.1 Kompensasi Tehnologi computer dan data kompensasi dlam HRis dapat menjadi alat dlam mengatur kompensasi total dan memastikan equity/hak-hak kekayaan. Dalam format besar, para spesialis HR dapat mempertahankan nilai (harga) kompensasi total dlam beberapa konfigurasi. Contohnya, kompensasi total dapt dihitung untuk tiaptiap pekerja dan rata-rata untuk tiap-tiap posisi/departemen. Tehnologi computer dapat mengakomodasi perncanaan dan administrasi upah berdasar kinerja seperti cara dibawah ini: Pertama, administrasi mungkin dilakukan dngan mengembankan jaringan untuk perncanaan upah jasa dlm system computer dn dengan memprogram computer untuk post naiknya prosentase yang tepat. Kedua, perencanaan anggaran difasilitasi dngn cara memanipulasi nilai-nilai prosentase pada jaringan, yang scr otomatis mengubah bayaran/gaji tiap-tiap individu. Dalam kompensasi total, perencanaan berdasar kinerja mungkin dipertimbangkan oleh departemen, posisi atau unit berarti lainnya. Nilai hasilnya mungkin berrguna untuk manajemen top. Karena waktu adalah suatu harga untuk perusahaan, kemampuan untuk menganalisa informasi ini menggambarkan efisiensi harga yang substansial. 2
1.2 Pelatihan dan Pengembangan Pelatihan berdasar computer (CBT) saat ini sedang digunakan dlam beberapa seting organisasi. Satu transaksi besar dalam pelatihan untuk pilot pesawat dilakukan menggunakan CBT dan simulator penerbangan. Mekipun efisien, menggunakan CBT sendiri mungkin tidak menjadi cara yang terbaik untuk melatih pilot dimasa datang. Dlm Perushann Hudson Bay, retailer besar kanada, CBT sedang digunakan untuk melatih asosiasi sales baru untu semuanya dari prosedur-prosedur took ke praktik-praktik jasa pelanggan. 1.3 Manajemen Kualitas Total Memperoleh kualitas total dan kemudian memperbaikinya secara terus menerus tergantung pada data, informasi dan penaksiran. Transaksi besar dari data dan informasi yang dipelukan dlah sumber daya manusia , shg HR harus memiliki bahan yang perlu. Bahkan jika data dan informasi yang diperlukan bukan sumber daya manusia yang berhubungan, HR harus mampu melatih para karyawan untuk memahami dan memanfaatkannya. 1.4 Pemberian Tes/ testing Satu area tehnologi computer yang menerima atensi penelitian yang meningkat diantara professional HR adlah testing tambahan. 1.5 Interview Komputer juga digunakan untuk menurunkan prasangkaprasangka/anggapan yang melekat pada interview kerja. Mereka mmemberikan wawancara trstruktur scr langsung untuk pelamar kerja. Berkomunikasi dengan para karyawan melalui Survey/penelitian. Memperbaiki komunikasi dapt memfasilitasi trsmisi ide-ide karywan dalam perbaikan produk (spt dlm putaran kualitas) ,perubahan organisasi, dlam waktu yang sama memperkuat keterlibatan kerja para karyawan, partisipasi dan kegunaan pengendalian. Sebagai tambahan, program-program pelatihan dapt dibangun untuk memperbaiki komunikasi yang berhubungan dng kedudukan. 3
Dalam beberapa aplikasi data HR, data yang dikumpulkan untuk ukuran kinerja pekerjaan itu sendiri serta untuk predictor kinerja spt test dan karakter background. Para karyawan juga bereaksi untuk lingkungan dan kualitas kerja. Beberap reaksinya, yang termasuk respon-respon psikologis spt perubahan tekanan darah dan hati adlah gejala-gejala stress para karyawan. Karena standar manajemen HR adlah kesehatan para pekerja, pengumpulan tipe informasi ini sangat penting. Scr umum, penelitian organisasi dapat menaksir/meperkirakan hal sbb: - Persepsi/pandangan pekerja: mengerti peran-peran individu, konflik peran, keanekaragaman, kualitas kerja, dan kualitas interpersonal (spt supervisor dan anggota grup) - Reaksi-reaksi pekerja: perasaan(spt kepuasan) dan respon psikologis (spt tekanan darah dan hati ) - Prilaku-prilaku pekerja: kinerja, kehadiran dan pergantian Langkah-langkah untuk manager HR untuk mempertimbangkan ketika melakukan survey organisasi termasuk perencanaan scr hati-hati, mengoleksi data, menyediakan umpan balik, dan memastikan prtisipasi pekerja. Perencanan ditujukan untuk: - Persepsi-persepsi pekerja khusus dan respon-respon yang seharusnya diperkirakan - Metode-metode yan akan digunakan mengoleksi data termasuk observasi, questioner, interview dan catatan personal - Jangkauan dan keabskhan taksiran yang digunakan - Orang-orang yang datanya dikoleksi – semua pekerja, hanya pekerja manajerial, sample pekrja atau departemen tertendu dalam perushaan. - Waktu penelitian dan cara membuat penelitian - Tipe-tipe analisa yang dibuat dngn data - Tujuan-tujuan spesifik data – contoh, untuk menentukan alasan-alasan maslah pergantian dlm organisasi
4
Koleksi data actual termasuk tiga hal: Pertama, harus diputuskan siapa yang akan menglola penelitian – manajer, seseorang dari departemen HR, atau seseorang dari luar organisasi) Kedua, harus diputuskan dimana, kapan dan ukuran kelompok data apa yang akandikoleksi. Semua pertimbangan dipengaruhi oleh metode yang ditunakan untuk mengumpulkan data. Ketiga, partisipasi pekerja doam survey harus diperkirakan. Ini dpat dilakukan dng mengumpulkan data selama watu perushaan dan dengan menyediakan umpan balik. Pemenuhan hukum/legal HRIS dan tehnologi computer dapat memfasilitasi penyimpanan yang mudah serta akses catatan-catatan HR yang penting bg organisasi. Untuk memenuhi hukum-hukum ketenagakerjaan federal, organisasi harus mengikuti beberapa pesyaratan untuk mejaga catatan-catatan HR. Tingkat 7 Civil Rights Act 1964 mengatakan organisasi harus menjaga semua catatan ketenagakerjaan untuk paling tidak 5 bulan. The Equal pay Act dan Age Dikriminasi dlam aksi tenaga kerja mengatakan organisasi harus menjaga jatatanya untuk 3 tahun- tetapi tiga tihaun tidak selalu cukup panjang. Organisasi juga harus mengisi laporan-laporan. 2. Pembahasan 2.1 Perhatian-Perhatian Etis/Susila Dengan computer dan HRIS, departeman HR dapt dngn cepat menghasilkan informasi HR yang dipercaya dlam bentuk yang berfariasi. Jadi, beberapa salinan informasi yang dpt dipercaya mungkin ada setiap waktu. Sbg akibatnya, kemanan file jadi perhatian. System HRiS saat ini termasuk pelindung-pelindung akses yang terbatas pada siapa yang dapt membaca atu menulis satu file dan mereka dirancang untuk mengizinkan perorangan atau kelompok dari akses individual atau tidak berakses. Dalam waktu yang sama, tehnologi computer juga digunakan untuk memastikan bahwa kebijakan-kebijakan pekerja 5
diimplementasikan scr jujur. Tehnologi computer juga digunakan untuk memonitor kinerja para pekerja. Para karyawan di kantor Tehnologi Washingotn AS yang dimonitor mengeluh bahwa hakhaknya untuk privasi dilanggar dan perushaan menyatakan bahwa hal itu membutuhkan inormasi supaya berkompetitif. 2.2 Sistem Prakiraan Untuk Manajemen Sumber Daya Manusia Sistem prakiraan membantu departemen HR untuk menentukan apa yang diinginkan oleh pelanggan-pelanggannya, seberapa baik HR melakukan dan apa yang mungkin dilakukan untuk memperbaiki produk HR dan Jasa-jasanya. Jadi, system prakiraan konsisten dengan partener/mitranya. Departemen Sumber Daya Manusia Departeman HR dapat mendemonstrasikan kontribusinya pada parusahaan dlam beberpa cara. Kontribusi departemen HR dapt dikelompokkan dlam 2 katagori: Melakukan sesuatu yang benar/doing the right things dan melakukan benarnya sesuatu/doing things right. Doing the right things berarti melakukan sesuatu yang dibutuhkan untuk membuat organisasi sukses. Esensinya, para pengakser meminta jika departemen membantu organisasi lebih sukses spt: daya saing, keuntungan, penyesuaian, dan implementasi strategi. Doing the things right berarti melakukan sesuatu yang benar seefisien mungkin. Tentu, organisasi ingin mengupah orang-orang yang terbaik. Kontribusi HR dapt diakses melalui pentntuan keuntungan dan harga dalam dolar dan sen atau melalui penaksiran yang tepat. Perencanaan Sumber Daya Manusia Tanpa perencanaan HR yang efektif, satu organisasi mungin menemukan dirinya sendiri dengan satu penghilangan atau satu kantor tanpa seorngpun didlamnya. Pada tingkatan dewan, perencanaan sumber daya manusia dapt diakses pada dasar apakah organisasi memiliki orang dalam temapt yang benar, waktu yang tepat, gaji yang baik, dan dngan keahlian-keahlian dan prilaku yang cakap. 6
Dalam tingkatan yang spesifik, aktifitas-aktifitas perencanaan HR dapt diakses melalui bagimana efektifnya mereka, sepanjan perekrutan, menarik pekerja baru, menyesuaikan sifat-sifat perubahan lingkungan. Rancangan kerja Rancangan kerja dapt diakses dlam beberapa cara. Yang pertama melalui perbaikan dlam produktifitas. Suksesnya perbaikan dapt ditaksir dipandang dari jangkauan para perkrja mampu melakukan lebih. Yang kedua, Jika perusahaan memilih mendesain kembali kerja untuk meningkatkan variasi keahlinanya, atuonminya, kepentingannya, identitasnya dan umpanbaliknya, mereka dapt mengaksir kesuksesan dari perubahan-perubahan dengan indicator hsil-hasilnya. Mereka seharusnya mengingatnya bahwa hasil negative untuk indicator tsb mungkin bukan bukti bahwa projek rancangan kerja tidak bekrja. Cara yang ketiga usaha-usaha rancangan kerja dpat diakses melalui angka yang dilaporkan pekerja yang terluka khusunya sakit punggung. Karena kelukann tsb menyebabkan ketidakhadiran dan harga kompensasi pekerja yang lebih tinggi serta klaim asuransi kesehatan yang lebih. Perekrutan Aktifiata perekrutan diperlukan untuk menarik orang-orang yang benar dal waktu yang tepat delam batasan legal, sehingga orang-orang dan perushaan dapt menyeleksi satu sama lain. Tiap-tiap metode atau sumber perekrutan dapt dievaluasi, atau dinilai dengan melihat hargaharga manfaat jangka panjang dan jangka pendek. Akhirnya, kegunaan tiap-tiap metode dapt ditentukan dengan membandingkan jumlah pelamar berkualitas. Penyeleksian dan penempatan Jika organisasi dapat meneleksi dan menempatkan para pelamar yang melakukan dgn baik, produktfitas organisasi akan menguntungkan. Untuk membuat keputusan penyeleksian dna penempatan yang akan 7
menguntungkan produtivitas organisasi, organisasi harus menggunakan predictor yang valid dan legal/resmi. Organisasi harus juga memperthatikan harga-harga keseluruhan dari alat-alat penyeleksian dan mempertimbangkannya trhadap keuntungan. Penilaian kinerja System penilaian yang terbaik adalah satu yang mendukung rumusan dan implementasi strategi perusahaan dalam cara yang efektif. Tidk ada manajer rasional yang tertarik pada keakurantan atau umpan balik kinerja untuk tujuan-tujuan yang mementingkan sendiri. Dalam beberapa tahun terakhir, beberapa penelitian telah diambil untuk menentukan kegunaan penempatan system penilan kinerja. Kompensasi/ganti rugi Dalam menilai bagaimana efektif nya suatu perusahaan mengelola program kompensasinya, tujuan-tujuan utama dari kompensasi total berikut ini harus diingat: - menarik para pekrja yang berkualitas - memotivasi para pekerja - mempertahankan pekrja yang berkualitas - mengelola upah dalam batasan legal - menggapai perencanan HR dan sasaran-sasaran bisnis strategis Jika perusahaan berharap meraih tujuan-tujuan tsb, para pekerja perlu puas dengan upahnya. Artinya bahwa tingkatan upah sehrausnya benar-benar kompetitif, para pekerja seharunya membolehkan hak pembayaran internal dan proram kompensasi seharsny dikelola dngn tepat. Pelatihan dan Pengembangan Beberapa cara mengevaluasi program-progam pelatihan dan pengembangan harus diusulkan, termasuk penelitian-penelitian untuk menaksir perubahan dalam produktifitas, prilaku (cth, kepuasan dengan supervisor, kepuasan dngan program yang beraneka ragam, puas dng kerja, konflik peran, stress dan pengetahuan prosedur kerja ), 8
penyimpanan harga, peraihan keuntungan, dan prilaku terhadap pelatihan. Banyak ahli pelatihan setuju bahwa beberapa evaluaasi seharusnya paling tidak 4 komponen: - reaksi pada pelatihan - Pembelajaran - Prilaku atau perubahan kinerja - Hasil-hasil Keselamatan dan Kesehatan Perusahaan-perusahaan yang mencoba untuk memperbaiki keselamatan dan kesehatan lingkungannya sering perlu mengumpulkan statistic-statistik dalam frequensi dan kerasnya kecelakan kerja dan penyakit yang berhubungan dng kerja. Tawaran kolektif Keefektifan proses tawaran kolektif scr keseluruhan dan hubungan manajemen – serikat kerja dapat ditaksir melalui jangkauan tiap kelompok meraih tujuan-tujuannya tetapi pendekatan inti memiliki kesulitan. Karena tujuan-tjuan bertentangan dlam beberapa kasus dan dpat menimbulkan konflik . konflik lebih muncul dlam proses tawaran kolektif karena kegagalan memecahkan isu menyebabkan pemogokan kerja Bagi beberapa perusahaan untu sukses saat ini, mereka perlu diatur secara sistematis dan secara ilmiah. Mereka perlu diatur dengan data, informasi dan alat-alat penilaian serta tehnik. Sebagai tambahan, satu budaya perlu diciptakan untuk mendukung penggunaan alat-alat dan tehnik-tehnik tsb serta keahlian/ketrampilan harus dikembangkan diantara para karyawan sehingga mereka mampu menggunakan alatalat dan tehnik-tehnik tsb. Kesuksesan departemen HR dalam emgnembangkan system-sistem untuk mengoleksi dan menggunakan informasi dan data HR tergantung pada mitra dari manajer dan pekerja yang berkerj dengan Profesional HR. Manajer harus sudi memberi data dan informasi dan kemudian menggunakannya, para karyawan perlu mempelajari 9
bagaimanan menggunakannya dan mengubahnya. Professional HR harus mengembangkan HRIS yang melayani kebutuhabn-kebutuhan manajer dan pekerja. Melalui pendekatan-pendekatan sistematis pada penilaian, grup-grup tersebut dapat secara hati-hati mengevaluasi kesuksesan organisasi dalam semua aktivitas dan program-program HRnya. Contohnya, beberapa perusahaan menentukan seberapa baiknya mereka melakukan dalam area kebuasan kerja, godaan kerja atau keanekaragamaan kerca dengan memberikan penelitian organisasi yang terpercaya pada para karyawannya sekali dalam setahun. Data, informasi dan system penelitian HR yang dibangun oleh organisasi dapt di salah gunakan oleh perushaan dan individual. Sbg konsekuensinya, para professional HR memiliki tanggung jawab yang besar untuk melindungi system-sistem tsb, tanpa membatasi potesi system untuk membantu organisasi mengubah kondisi dengan cepat dan dengan benar. Hasil dari keseimbangan yang sukses ini penting sekali untuk organisasi dan individu. 3. Penutup Tehnologi computer memungkinkan organisasi mengkombinasikan data dan informasinya dalam lokasi-lokasi pusat secara efisien yang dinamakan database. Dan kemudian membuatnya tersedia untuk penggunaan oleh orang lain tanpa melihat lokasinya. Ketika database ini mengandung data dan informasi untuk mengatur sumber daya manusia, kita menamannya system informasi sumber daya manusia (HRIS). Daftar Pustaka --
10
E-COMMERCE SEBAGAI PENDUKUNG PEMASARAN PERUSAHAAN Dina Maulina STMIK AMIKOM Yogyakarta Abstraksi Electronic Commerce (e-Commerce) sangat mendukung dalam peningkatan, pengembangan, suatu perusahaan. Dengan adanya e-commerce akan dapat memberikan suatu kelayakan bagi pihak manajemen dalam memproses berbagai sumberdaya yang digunakan. Diantara sumberdaya tersebut, e-commerce merupakan pendukung manajemen dalam proses pemasaran untuk mencapai tujuan. Hal tersebut dikarena e-commerce dapat merubah bentuk pelayanan yang semula harus datang langsung ke suatu instansi yang dituju ataupun melalui via telepon, tapi sekarang menjadi pelayanan yang on-line disetiap waktu dimanapun berada sehingga dapat memudahkan dalam menangani segala transaksi. Tampilan media ecommerce menjadikan pelanggan dapat leluasa melihat segala aktivitas yang dilakukan oleh sebuah perusahaan dalam memasarkan produknya. Pemasaran terbentuk karena adanya aset yang unik sehingga menjadi sebuah jaringan pemasaran yang terdiri dari perusahaan dan pemercaya (stake horder) pendukung, karyawan, pemasok distribusi, pengecer, agen periklanan dan sebagainya seiring dengan langkah perusahaan membangun hubungan timbale balik yang saling menguntungkan. E-commerce dengan manajemen perusahaan sangat erat kaitannya, karena disini e-commerce berperan sebagai sarana pendukung pemasaran untuk menyampaikan informasi demi mencapai tujuan. Kata Kunci: Manajemen, e-commerce, Pemasaran, Strategi Pemasaran, Segmentasi Pasar.
11
1. Pendahuluan Masa sekarang ini perusaan harus pandai-pandai menentukan keputusan untuk memasarkan produknya, maka dibutuhkan sarana yang tepat untuk dunia pemasarannya. Melalui e-commerce, pemasaran kepada konsumen pada umumnya beroperasi berdasarkan prinsip pemasaran massa dan pemasaran ke bisnis terutama menyibukkan diri dengan masalah untuk membangun tenaga pemasaran yang tebaik. Untuk memanfaatkan kemajuan teknologi guna menunjang keunggulan dari suatu perusahaan harus dilakukan dengan kebijakan yang terfokus pada metode pemasaran pada perusahaan, salah satunya yaitu dengan melalui e-commerce. Sehubungan dengan itu, pelaku bisnis dalam perusahaan cenderung ingin mendapatkan pemasaran yang efektif dan efisien sebagai sarana informasi dalam transaksi. E-commerce merupakan terobosan baru dalam dunia informasi, karena dapat memberikan suatu informasi dalam bentuk lebih menarik, menyenangkan dan on line setiap saat tanpa batas waktu, asalkan semua perangkat teknologi memenuhi. Berkaitan dengan itu, perusahaan yang sudah mapan menjadikan objek dalam penerapan pamasaran melalui e-commerce. Dari berbagai hal yang didapatkan terhadap pembahasan karya tulis ini, tinjauan pustaka yang diolah didalamnya menjadi kesatuan pokok pembahasan yang sangat utama untuk mendukung literature, agar tidak lepas dari pokok pembicaraan. Dengan kat lain tinjauan pustaka dalam hal ini harus difokuskan dan menjadi alat interaksiuntuk memunculkan suatu masukan yang nantinya akan dapat disajikan dalam bentuk karya tulis dan sebagainya. Jadi, ada beberapa tinjauan pustaka yang digunakan dalam karya ini berupa buku panduan yang sangat berkaitan dengan pokok pembahasan utama yaitu e-commerce. Salah satu buku acuan yang didalamnya mengupas berbagai cara-cara, metode ataupun langkah-langkah dalam upaya terciptanya sebuah e-commerce yang mampu memberikan profit/ laba terhadap suatu perusahaan. Dan juga, tidak lupa dengan seseorang yang memutuskan berbagai hal dalam perusahaan yakni manajer, haruslah mengerti berbagai permasalahan, ancaman, kesempatan, 12
kekuatan perusahaan yang mantap dan berhasil guna untuk mencapai tujuan yang dimaksud. Maka kesemuanya menjadi pembicaraan dalam karya ini. 2. Pembahasan E-commerce merupakan satu set dinamis teknologi, aplikasi dan proses bisnis yang menghubungkan perusahaan, konsumen, dan komunitas tertentu melalui transaksi elektronik dan perdagangan barang, pelayanan dan informasi yang dilakukan secara elektronik. M. Suyanto (2003) mengatakan, e-commerce (EC) merupakan konsep baru yang bisa digambarkan sebagai proses jual beli barang atau jasa pada World Wide Web internet (Shim, Qureshi, Siegel, 2000) atau proses jual beli atau pertukaran produk, jasa dan informasi melalui jaringan informasi termasuk internet (Turban, Lee, king, Chung, 2000). Kalakota dan Whinston (1997) mendefinisikan e-commerce dari beberapa perspektif berikut: 1. Dari perspektif komunitas, e-commerce merupakan pengiriman informasi, produk/layanan, atau pembayaran melalui lini telepon, jaringan komputer atau sarana elektronik lainnya. 2. Dari perspektif proses bisnis, e-commerce merupakan aplikasi teknologi menuju otomatisasi transaksi dan aliran kerja perusahaan. 3. Dari perspektif layanan, e-commerce merupakan satu alat yang memenuhi keinginan perusahaan, konsumen, dan manajemen dalam memangkas service cost ketika meningkatkan mutu barang dan ketepatan pelayanan. 4. Dari perspektif on line, e-commerce berkaitan dengan kapasitas jual beli produkdan informasi di internet dan jasa on line lainnya. E-commerce bisa beragam bentuknya tergsntung pada tingkat digitalitas produk/ layanan untuk dijual dan sebagainya. Phillip Kotler (2000) mengatakan, pemasaran merupakan proses perencanaan dan pelaksanaan pemikiran, penetapan harga, 13
promosi serta penyaluran gagasan, barang dan jasa untuk menciptakan pertukaran yang memenuhi sasaran-sasaran individu dan organisasi. Strategi menurut Phillip Kotler adalah program yang luas untuk mendefinisikan dan mencapai tujuan organisasi dan melakukan misinya. Program merupakan peran aktif yang didasari rasional yang dimainkan oleh manajemen dalam merumuskan strategi perusahaan/ organisasi. Sedangkan perspektif selanjutnya , strategi adalah pola tanggapan organisasi yang dilakukan terhadap lingkungannya sepanjang waktu (James A.F. Stoner 1991). Tujuan pemasaran adalah untuk mengetahui dan memahami pelanggan sedemikian rupa sehingga produk atau jasa itu cocok dengan pelanggan dan selanjutnya bisa menjual sendiri. Idealnya, pemasaran hendaknya menghasilkan seorang pelanggan yang siap untuk konsep pemasaran menegaskan behwa kunci untuk mencapai tujuan organisasi yang ditetapkan perusahaan tersebut haruslah efektif dibanding para pesaing dalam menciptakan, menyerahkan dan mengkomunikasikan nilai pelanggan. 2.1 Pentingnya Perusahaan Menggunakan E-Commerce Ada sejumlah alasan mengapa perusahaan memasang iklan di internet. Alasan pertama karena para penonton televisi mulai berpindah ke internet. Oleh karena itu media iklan harus mengikutinya dengan asumsi bahwa tujuan periklanan manapun adalah untuk menjangkau target audiensnya secara efektif dan efisien. Para pengiklan mengakui bahwa mereka harus melakukan penyesuaian perencanaan pemasarannya untuk terus mengejar peningkatan jumlah orang yang menghabiskan waktu didepan komputer on line, karena biasanya dia meninggalkan media yang lain. Alasan lain mengapa periklanan pada e-commerce berkembang demikian pesat adalah: 1. Iklan dapat di update setiap waktu dengan biaya minimal, oleh karena itu iklan-iklan di intenet selalu bisa tampil baru. 2. Iklan dapat menjangkau pembeli potensial dalam jumlah yang sangat besar dalam hitungan global. 3. Iklan on line kadang-kadang lebih murah dibandingkan iklan televisi, Koran atau radio. 14
4. Iklan pada e-commerce dapat secara efisien menggunakan konvergensi teks, audio, grafik dan animasi. 5. Manfaat internet sendiri sedang berkembang dengan pesatnya. 6. Iklan di internet dapat dibuat interaktif dan dibidikkan ke kelompok-kelompok tertentu atau perorangan. Tujuan periklanan harus ditetapkan berdasarkan keputusankeputusan sebelumnya mengenai pasar sasaran, penentuan posisi pasar dan bauran pemasaran. Perusahaan yang sudah bonafit serta menerapkan teknologi yang ada sangat membutuhkan pemasaran yang jaringannya luas. Maka cocok jika menggunakan e-commerce yang merupakan salah satu sarana pemasaran yang jangkauannya luas bakan sampai seluruh dunia. Beberapa keunggulan e-commerce dapat dipegang oleh perusahaan yang tidak memaksakan kekuatan potensialnya dengan memahami keunggulan perdagangannya untuk konsumen maupun untuk dunia bisnis. 2.2 Keberhasilan Manajemen dengan e-Commerce Era Kity Hawk mengatakan, Pada tahun 1997, keseluruhan volume penjualan transaksi bisnis dilakukan dengan on line. Forrester research d perusahaan bahwa e-commerce akan meledak $327 milyar pada tahun 2000 dengan jumlah kenaikan 233% dari tahun 1997, karena e-commerce dapat berpengaruh terhadap keunggulan perdagangan dan baik untuk konsumen maupun dunia bisnis. Ada beberapa kreteria dalam melakukan penggunaan ecommerce, yaitu: 1. Kenyamanan, berdasarkan Survey terakhir Forrester research bahwa belanja secara on line akan lebih nyaman. 2. Penghematan , dunia bisnis seperti Dell Computer Corporation and General Electric menggunakan internet untuk menghubungkan pemasok, pabrik, penyalur dan pelanggan secara on line.
15
3. Pilihan seleksi, batas dunia usaha sama juga batas web karena tidakdibatasi oleh batas-batas fisik. Cyberstone dapat menawarkan suatu seleksi yang hamper tak terbatas. 4. Personalisasi, Kemampuan komputer dalam memilih informasi untuk ditangkap web dunia bisnis supaya dapat mempersonalisasi punsak penjualan mereka dan bahkan produk-produk mereka. Keberhasilan dari suatu perekonomian nasional banyak ditentukan oleh kegiatan-kegiatan periklanan guna menunjang usaha penjualan yang menentukan kelangsungan hidup industri, terciptanya lapangan pekerjaan serta adanya hasil yang mengutungkan dari seluruh uang yang diinvestasikan.Hal ini dibuktikan oleh kenyataan bahwa Negara-negara maju ataupun perusahaan-perusahaan top dunia senantiasa disemarakkan oleh kegiatan periklanan yang gencar. 50 perusahaan top dunia mengeluarkan biaya periklanan sebesar 49,3 milyar dolar untuk 56 negara pada tahun 1996. Beberapa diantaranya dibelanjakan lewat iklan di internet. Sedangkan di negara-negara dunia ketiga dan Rusia yang ekonominya masih lemah dan kegiatan periklanan masih berada pada taraf minimum, lapangan kerja sulit dan investasi tidak mudah mendapatkan keuntungan. Pada tabel berikut akan ditunjukkan 5 top pengiklan di internet. Peringkat Pengiklan Besarnya Belanja Iklan (dalam jutaan rupiah) 1 Microsoft 130 2 At&T 7,3 3 Excite 6,9 4 IBM 5,9 5 Netscape 5,7
16
2.3. Pasar Sasaran Para penjual dapat mengambil 3 pendekatan pada pemasaran, yaitu: 1. Pemasaran massal adalah keputusan untuk memproduksi dan mendistribusikan sacara massal satu produk dan berusaha memikat segala jenis pembeli. 2. Pemasaran beragam produk (deferensial produk) adalah keputusan untuk memproduksi dua atau lebih penawaran pasaryang produknya berbeda dalam modelfeatur, mutu, ukuran dan sebagainya, yang dirancang untuk menyediakan keragaman bagi pasar serta untuk membedakan produk penjual dari produk pesaingnya. 3. Pemasaran target adalah keputusan untuk membedakan berbagai kelompok pembeli yang membentuk pasar dan mengembangkan bauran produk serta pemasaran yang sesuai untuk masing-masing pasar sasaran. Para penjual masa kini sedang beralih dari pemasaran massal dan deferensial produk kearah pemasaran target, karena pemasaran target lebih membantu dalam mengenali peluang-peluang pasar dan pemasaran yang efektif. Salah satu keuntungan utama periklanan lewat internet adalah kemampuannya dalam kustomisasi iklan agar sesuai dengan masingmasing pengunjung perorangan. Dari survey matrix tahun 2000, 500 perusahaan top versi fortune menugkatkan aktivitasnya dan memberikan kontribusinya lebih besar dari tahun-tahun sebelumnya pada pendapatan iklan di internet dan seluruhnya menggunakan iklan on line (mempunyai situs web). 2.4 Kerangka e_Commerce Aktivitas bisnis selalu membutuhkan tempat, maka jelaslah bahwa aplikasi e-commerce dibangun diatas infrastruktur teknologi yang ada. Banyak orang mengira e-commerce dibangun diatas situs web, padahal sesungguhnya lebih dari itu. Pada gambar 1 berikut ini 17
akan menunjukkan bahwa aplikasi e-commerce ditopang oleh berbagai infrastruktur, sedang implementasinya tidak lepas dari 4 wilayah utama yang ditunjukkan dengan 4 pilar penyangga, yaitu: (1) manusia, (2) kebijakan public, (3) standar dan (4) protokoler teknis, serta temasuk didalamnya adalah organisasi lain. Manajemen ecommerce yang akan mengkoordinasikan aplikasi, infrastruktur dan pilar-pilarnya. Aplikasi e-commerce meliputi bidang saham, pekerjaan, pelayanan, keuangan asuransi, mall, pemasaran dan periklanan on line, pwlayanan pelanggan, lelang, travel, hardware dan software PC. 2.5 Segmentasi dalam Pemasaran e-Commerce Segmentasi pasarmerupakan usaha untuk meningkatkan ketetapan pemasaran perusahaan. Titik awal dari pembahasan segmentasi adalah pemasaran massal, dalam hal ini penjual menjalankan produksinya dengan massal. distribusi massal atau suatu produk bagi semua pembeli (menurut Regis Mc. Kena). Argumen penciptaan pasar massal merupakan daya menciptakan pasar potensial terbesar, yang akan menghasilkan biaya yang lebih rendah sehingga harus memilih banyak untuk belanja baik di mall raksasa, toko-toko, jaringan belanja dari rumah maupun toko virtual di internet. Segmentasi pasar untuk pemasaran produk konsumen , variable segmentasi utama adalah geografi, demografi, psikografi, perilaku, dan manfaat. Beberapa penjelasan diantaranya; 1. Segmentasi Geografi, merupakan pembagian pasar menjadi unit-unit geografis yang berbeda. Misalnya: wilayah, negara, negara bagian, propinsi, kota dan kepulauan. Kraft Foods memasarkan permen karet di Perancis, memasarkan es krim di Brazil dan memasarkan pasta di Italia. Merk dari Kraft foods antara lain: Oreo, Jello, Milka, Ritz, Jakobs, Pizza, Valveeta, tang, Capri Sun, Trail Mix dan Miracle Whip. 2. Segmantasi Demografi, dimana pasar dikelompokkan berdasarkan variabel-variabel pendapatan, jenis kelamin, pendidikan, jumlah penduduk, usia, ukuran keluarga, 18
pekerjaan, agama, ras, generasi, kewarganegaraan dan kelas sosial. Mary Mecker memperkirakan untuk mencapai 50 juta pemakai internet hanya butuh 5 tahun, sedangkan TV membutuhkan waktu 38 tahun. Dengan demikian segmentasi demografi internet ini merupakan impian bagi pemasar. Coca cola, MTV dan Swatch membidik pasar berdasarkan usia, yaitu remaja global usia 12 sampai dengan 24 tahun yang berorientasi pada mode. Perusahaan yang paling mengagumkan di Perancis yaitu L’oreal membidik sasarannya yaitu para wanita dengan semboyan “passion for beauty”. 3. Segmentasi Psikografi, mengelompokkan pasar dalam variable gaya hidup, nilai dan kepribadian. Gaya hidup juga ditunjukkan oleh orang-orang yang menonjol pada kelas sosial. Minat terhadap suatu produk juga dipengaruhi oleh gaya hidup. Oleh karena itu barang yang dibeli oleh orangorang tersebut adalah untuk menunjukkan gaya hidupnya. Misalnya, Porsche AG yaitu perusahaan pembuat mobil sport Jerman, membidik pasar pada gaya hidup kategori Top Gun. 4. Segmentasi Perilaku, membagi kelompok berdasarkan status pemakai, kejadian, tingkat penggunaan, status kesetiaan, tahap kesiapan pembeli, sikap. Pasar disini dapat dikelompokkan menjadi bukan pemakai, bekas pemakai, pemakai potensial, pemakai pertama kali dan pemakai tetap dari suatu produk. Campbell Company memilih target Cina karena Cina mempunyai konsumsi soup paling tinggi di dunia. Serupa dengan perusahaan tembakau mempunyai target Cina karena orang Cina adalah perokok berat. 5. Segmentasi Manfaat, mengklasifikasikan pasar berdasarkan atribut/nilai atau manfaat yang terkandung dalam suatu produk, misalnya: Crest, membuat gigi anti berlubang. Banyak perusahaan memanfaatkan pemasaran sasaran, sehingga dapat membedakan segmen-segmen pasar utama, membidik satu atau dua segmen pengembangan produk-produk program pemasaran yang dirancang khusus. 19
Tiga langkah pemasaran sasaran : 1. Mengidentifikasi dan memilih kelompok pembeli yang berbeda-beda yang meminta produk/bauran pemasaran tersendiri (segmentasi pasar) 2. Memilih satu atau lebih segmen pasar untuk dimasuki (membidik pasar) 3. Membentuk dan mengkomunikasikan manfaat untuk dibedakan produk perusahan dengan produk lain di pasar. 2.6 Pola Segmentasi Pasar Dalam hal ini perlu diketahui berbagai hal yang termasuk pola-pola segmentasi pasar, diantaranya: 1. Preferensi homogen, menunjukkan pasar dimana semua konsumen secara kasar memiliki preferensi yang sama. 2. Preferensi tersebar, mengambil posisi ditengah-tengah sehingga menarik sebagian besar manusia. 3. Preferensi kelompok, menunjukkan kelompok preferensi berbeda-beda. Prosedur preferensi pasar a) Tahap Survey Periset melakukan wawancara untuk mencapai penjelasan dan membedakan kelompok focus untuk mendapatkan pemahaman atas motivasi, sikap, perilaku konsumen. Selanjutnya, periset menyiapkan kuesioner resmi untuk mengumpulkan data. b) Tahap Analisis Menerapkan analisis terhadap data tersebut untuk membuang variabel-variabel yang berkorelasi tinggi. c) Tahap Pembentukan Dibentuk berdasarkan perbedaan, sikap, perilaku, demografi, pikologis dan pola media. 2.7 Konsep Strategi Definisi strategi dari perspektif mengenai apa yang akan dilakukan oleh sebuah organisasi adalah program yang luas untuk 20
mendefinisikan dan mencapai tumuan organisasi serta malaksanakan misinya. Sedangkan dari perspektif mengenai apa yang pada akhirnya dilakukan oleh sebuah organisasi, apakah tindakannya sejak semula memang sudah direncanakan atau tidak. Strategi adalah pola tanggapan organisasi yang dilakukan terhadap lingkungannya sepanjang waktu (James A.F. Stoner & Alfansus Sirait, 1994). Hambatan perencanaan secara formal dalam pelaksanaan strategi diantaranya konflik diantara proses perencanaan dengan gaya manajemen, ketidaktepatan perencanaan untuk organisasi kecil, biaya perencanaan yang berlebihan pada aspek kuantiitas, kerentanan perencanaan formal terhadap peristiwa yang tidak diharapkan. Unit bisnis harus memiliki sistem intelegen pemasaran mengikuti kecenderungan dan perkembangan penting yang terjadi. Untuk mengidentifikasikan hal tersebut tentu ada peluang dan ancaman yang ditimbulkan. Paluang pemasaran merupakan daerah kebutuhan pembeli dimana perusahaan dapat beroperasi serta menguntungkan, dapat digolongkan menurut daya tariknya dan kemungkinan daya tariknya. Ancaman lingkungan merupakan tantangan terhadap kecenderungan yang kurang menguntungkan, yang mengurangi penjualan dan laba jika tidak dilakukan tindakan pemasaran defensif. 2.8 Langkah-langkah dalam Strategi e-Commerce Periklanan adalah penggunaan media bayaran oleh seorang penjual untuk mengkomunikasikan informasi secara persuatif tentang produk 9ide, barang, jasa) ataupun organisasi merupakan alat komunikasi yang kuat. M.Suyanto (2000), berpendapat bahwa strategi perikalanan pada e-commerce (internet) merupakan proses 5 tahap yang dikenal dengan 5M, yang terdiri dari: 1) Penetapan tujuan (mission) 2) Keputusan tentang anggaran (money) 21
3) Keputusan pesan (message) 4) Penetapan media, dan 5) Evaluasi mengenai kampanye (measurement) Penetapan Tujuan
Penetapan Anggaran
Keputusan Pesan
Penetapan tujuan
Evaluasi
Gambar 2. Aplikasi terhadap proses strategi periklanan dalam eCommerce 2.9 Pemasaran e-Commerce Dampak perumusan pemasaran e-commerce sebagai berikut: 1. Promosi e-commerce dapat mempertinggi produk dan layanan melalui kontak langsung, kaya informasi dan interaksi dengan pelanggan. 2. Saluran pemasaran baru menciptakan saru saluran distribusi bagi produk yang ada sehingga banyak peluang menjangkau pelanggan denga sifat komunikasi secara langsung dan dua arah. 3. Penghematan langsung dalam pengiriman informasi kepada pelanggan. 4. Pengurangan cycle time, pengiriman produk dan pelayanan digital dapat dikurangi hingga hanya dalam hitungan detik untuk sampai ke tujuan. 22
5. Layanan konsumen ditingkatkan dengan cara pelanggan menemukan informasi detail secara on line. 6. Citra merk perusahaan, dalam web pendatang baru bisa membangun citra perusahaan dengan cepat. 2.10 Pengambilan Kesimpulan Pengambilan suatu keputusan dalam hal ini, adalah ditentukan oleh pihak manajer sebagai pembuat keputusan di perusahaan. Ada beberapa hal yang ditekankan dalam pengambilan keputusan, yakni: a) Penelitian situasi mencakup meneliti dan mendefinisikan problem. b) Pengembangan alternative pemecahan yang jelas dan kreatif. c) Mengevaluasi alternatif dan .memilih alternatif terbaik, melalui langkah-langkah sebagai berikut: o Apakah alternatif layak? o Apakah alternatif memuaskan? o Apakah alternatif mempunyai efek positif dan netral? o Apakah alternatif dapat dibiayai? o Apakah ada evaluasi lebih lanjut? d) Implementasi yaitu melaksanakan alternatif yang telah dipilih. e) Follow up dan evaluasi 3. Penutup Dengan menggunakan e-commerce kita dapat memperoleh beberapa keuntungan yang meliputi layanan konsumen dan citra perusahaan menjadi baik, menemukan partner bisnis baru, proses menjadi sederhana dan waktu dapat dipadatkan, dapat meningkatkan produktivitas, akses informasi menjadi cepat, penggunaan kertas dapat dihindari, biaya transportasi berkurang dan fleksibilitas bertambah. Manfaat dari e-commerce bagi konsumen diantaranya dapat melayani transaksi 24 jam hamper disetiap lokasi, memberikan banyak pilihan pada pelanggan, menyediakan produk yang tidak mahal dengan cara mengunjungi banyak tempat dan melakukan 23
pembandinagn secara tepat, pengiriman menjadi cepat, partisipasi dalam pelayanan maya (virtual action), dapat berinteraksi denagn pelanggan lain dan memudahkan persaingan. Manfaat e-commerce bagi masyarakat diantaranya dapat memungkinkan untuk bekerja dirumah, terbatasnya jumlah barang yang dijual, dapat menikmati produk atau jasa yang susah dipasarkan, memfasilitasi layanan public seperti perawatan, kesehatan, pendidikan dan lain-lain. Dengan adanya berbagai keuntungan e-commerce, maka ada juga keterbatasannya dengan kategori teknis dan nonteknis. Keterbatasan Teknis, meliputi: 1. Adanya kekurangan sistem keamanan, kehandalan, standard dan beberapa protokol komunikasi. 2. Adanya bandwidthtelekomunikasi yang tidak mencukupi. 3. Adanya pengembangan perangkat lunak masih dalam tahap perkembangan dan berubah dengan cepat. 4. Sulit menyatukan perangkat lunak internet dan ecommerce dengan aplikasi dan database yang ada sekarang ini. 5. Vendor-vendor kemungkinan perlu server web yang khusus serta infrastruktur lainnya selain server jaringan. 6. Beberapa perangkat lunak e-commerce mungkin tidak cocok bagi hardware tertentu. Keterbatasan Nonteknis, meliputi: 1. Biaya dan Justifikasi Biaya pengembangan e-commerce dalam rumah bisa sangat tinggi dan kekeliruan yang disebabkan oleh kurangnya pengalaman bisa mengakibatkan adanya delay (penangguhan) 2. Sekuritas dan Privasi Isu sekuriti yang dipandang serius dibanding yang sebenarnya bila diterapkan inskripsi yang tepat. 3. Sedikit kepercayaan dan resistensi pemakai 24
4. 5. 6. 7. 8.
Pelanggan tidak percaya bila tanpa melihat wajah penjual yang mereka kenal. Tidak adanya sentuhan dan rasa hubungan secara on line. Banyak isu hokum yang belum terpecahkan e-Commerce sebagai disiplin baru masih mencari bentuk dan sedang berkembang dengan cepat. e-Commerce dapat menimbulkan kian regangnya relasi manusia. Keteraksesan internet masih merupakan hal yang mahal atau tidak cocok bagi pelanggan potensial.
Daftar Pustaka Onno W. Purbo dan Aang Arif Wahyudi. (2001). Mengenai eCommerce, Elex Media Komputindo, Jakarta. M. Suyanto. (2003). Strategi Periklanan pada e-Commerce Perusahaan Top Dunia, Andi, Yogyakarta. James A.F. Stones Alfonsus Sirait.(1994). Manajemen edisi kedua, Erlangga, Jakarta. Richardus Eko Indrajit. (2001). Kiat e-Commerce dan Strategi Bisnis di Dunia Maya, Gramedia, Jakarta. Mamduh M. Hanafi. (1997). Manajemen, UPP AMP YKPN, Yogyakarta. Phillip Kotler. (200). Manajemen, Prenhallindo, Jakarta. Abidarin Rosidi dan M.Suyanto. (1999). Manajemen, UPT Penerbitan Amikom, Yogyakarta.
25
ISLAM DAN PEMBENTUKAN MORALITAS MANUSIA Edy Musoffa STMIK AMIKOM Yogyakarta Abstaksi Ketika Siti Aisyah, istri Nabi saw., ditanya tentang akhlak Rasulullah, dengan spontan ia menjawab, “ Akhlaknya adalah AlQuran”.Jawaban Aisyah tersebut memamng simpel namun representatif, karena Nabi Muhammad memang olek Al-Quran sendiri dinyatakan sebagai orang yang berakhlak yang sangat luhur (QS 68:4) dan menjadi rujukan sentral segenap perilaku umat manusia, terutama sekali orang- orang yang telah ‘bersaksi’ beriman kepada Allah. Kalau kita telusuri, sebenarnya kata akhlak (moralitas) itu berasal dari bahasa Arab akhlaq, bentuk jamak dari katra khuluq. Khuluq berarti tabiat, watak, perangai dan budi pekerti. Hujjatul Islam Al- Ghazali mendefinisikan akhlak (khuluq) sebagai hal yang melekat dalam jiwa, yang darinya timbul perbuatan- perbuatan dengan mudah tanpa dipikir dan diteliti. Jika hal-ihwal jiwa itu melahirkan perbuatan yang baik dan terpuji menurut akal dan syara, maka hal-ihwal itu disebut khuluq yang baik, jika yang keluar darinya adalah perbuatan- perbuatan yang buruk, maka hal ihwal jiwa yang menjadi sumbernya disebut khuluq yang buruk. Dari definisi itu dapat diambil batasan bahwa akhlaq tersebut berkaitan dengan nilai baik dan buruk. Dari batasan ini soal yang segera muncul adalah dari mana diperoleh ukuran-ukuran baik dan buruk itu, sehingga dapat dibedakan mana akhlak yang baik ( akhlak al-karimah) dan mana yang buruk (akhlak al-madzmumah). Kata Kunci: Islam, Moralitas, Manusia
26
1. Pendahuluan Sumber-Sumber Akhlak Dalam kata pembuka di atas telah disebutkan bahwa akhlak Nabi Muhammad adalah Al-Quran; dalam arti bahwa akhlak Nabi Muhammad adalah penghayatan dan pengamalan Al-Quran. Al-Quran telah berintegrasi dengan kepribadian Nabi sehingga Nabi disebut sebagai orang yang amat pantas menjadi suri tauladan bagi orangorang yang beriman. Dari pernyataan ini dapat diambil sebuah titik tolak bahwa sumber akhlak adalah Al-Quran dan Sunnah. Dari AlQuran dan Sunnah kita memperoleh norma- norma baik dan buruk yang merupakan focus bahasan akhlak (etika, moralitas) itu. Kecuali dari Al- Quran dan Sunnah, sesuai dengan fitrah manusia sebagai makhluk yang moralis secara kodrati, manusia memiliki hati nurani yang dapat membedakan antara hal yang baik dan yang buruk. Hadis Riwayat Ahmad menyatakan bahwa pada suatu hari seorang sahabat Nabi bernama Wabishah bertanya kepada Nabi tentang al-birr (kebaikan) dan al-itsm (dosa, keburukan), yang kemudian diberi jawaban oleh nabi sebagai berikut: “Hai, Wabishah, bertanyalah kepada hati nuranimu sendiri; kebaikan adalah sesuatu yang jika kau lakukan jiwamu merasa tenang, hati nuranimu pun akan merasa tentram. Sedangkan keburukan adalah sesuatu yang jika kau lakukan jiwamu bergejolak dan hati nuranimu berdebar- debar, meskipun orang banyak memberi tahu kepadamu (lain dari yang kau rasakan).” Menyebutkan hati nurani sebagai sumber akhlak menimbulkan pertanyaan apakah terjamin bahwa suara hati nurani selalu dapat dominan dalam hidup manusia, sehingga suara hati akan selalu ditaati. Dalam jiwa manusia terdapat dua macam potensi (kekuatan); kekuatan yang menarik pada kebaikan, yaitu hati nurani, dan kekuatan yang menerik pada keburukan yaitu hawa nafsu. Adanya dua macam kekuatan tersebut diperoleh penegasannya dalam AlQuran; Demi jiwa dan penyempurnaannya; (Allah) mengilhamkan padanya (jalan) kejahatan dan kebaikan; sungguh berbahagialah orang yang mensucikannya dan sungguh merugilah orang yang mengotorinya (QS 91: 7-10) 27
Ayat Al-quran di atas menyatakan bahwa agar hati nurani selalu hidup, agar suaranya selalu nyaring terdengar, orang harus selalu mensucikan jiwanya, mendekatkan diri kepada Tuhan, memilih lingkungan yang baik, dan sering membaca sejarah kaum yang terdahulu untuk dapat mempertimbangkan dangan keadaan yang dihadapi sekarang. Jika hati nurani tidak terpelihara, meskipun pada hakikatnya tidak pernah mati sama sekali, maka hawa nafsulah yang akan lebih kuat, akhirnya suara hati nurani menjadi lemah terdengar. Al-Quran menyatakan bahwa sesesat-sesat orang adalah orang yang hidup mengikuti hawa nafsunya sendiri, tidak menghiraukan petunjuk Allah (QS 28:50). Sebaliknya, dalam surat lain, Al-Quran menyatakan bahwa barang siapa merasa takut akan saat berdiri di depan Tuhannya, dan menahan diri dari hawa nafsunya, maka surgalah tempat kediamannya kelak (Qs 79:40-41). 2. Pembahasan 2.1 Ciri-Ciri Akhlak Islam Akhlak dalam Islam merupakan salah satu aspek yang esensial. Jika Islam dapat disebut sebagai sistem, maka akhlak adalah salah satu subsistemnya. Dengan demikian ciri-ciri pokok akhlak dalam Islam dapat disebutkan sebagai berikut 1. Akhlak Islam adalah akhlak rabbani 2. Akhlak Islam adalah akhlak manusiawi 3. Akhlak Islam adalah akhlak menyeluruh (universal) 4. Akhlak Islam adalah akhlak keseimbangan 5. Akhlak Islam adalah akhlak realistik 2.1.1 Akhlak Rabbani Yang dimaksud dengan akhlak rabbani adalah bahwa ajaran akhlak dalam Islam bersumber pada wahyu Illahi yang termaktub dalam Al-Quran maupun sunnah. Di dalam al-Quran terdapat kira-kira 1500 ayat yang mengandung ajaran akhlak, baik yang teoritis maupun praktis. Jumlah 1500 ayat yang mengandung ajaran akhlak itu meliputi hampir seperempat kandungan Al-Quran. Demikian pula 28
dalam hadis-hadis Nabi amat banyak jumlahnya yang memberikan pedoman akhlak. Dalam Islam, sifat rabbani dari akhlak, sebagimana dikatakan Yusuf Qardhawi, juga menyangkut tujuannya. Akhlak dan moralitas bertujuan untuk memperoleh kebahagiaan hidup di dunia kini dan di akhirat nanti, dalam hubungan manusia dengan Tuhan, dengan diri sendiri, dengan orang lain, dan dengan alam. Penegasan tentang ciri rabbani dalam akhlak Islam itu mengandung makna pula bahwa akhlak Islam bukan moral yang kondisional dan situasional tetapi akhlak yang benar benar memiliki nilai kebaikan mutlak. Akhlak rabbanilah yang mampu menghindari kekacauan nilai moralitas (nisbi) dalam hidup manusia. Al-Quran mengajarkan, Inilah jalan-Ku yang lurus; hendaklah kamu mengikutinya; jangan kamu ikuti jalan- jalan lain, sehingga kamu bercerai- berai dari jalan- Nya . Demikian diperintahkan kepadamu, agar kamu bertakwa (QS 6:153) Meskipun sumber kaidah kaidah moralitas (akhlak) dalam Islam adalah wahyu, namun wahyu tidak pernah bertentangan dengan pendapat akal sehat. Yang diajarkan sebagai kebaikan dalam wahyu adalah kebaikan menurut akal dan yang diajarkan sebagai keburukan menurut wahyu adalah keburukan menurut akal. Jadi tidak mungkin ajaran wahyu bertentangan dengan akal. 2.1.2 Akhlak Manusiawi Yang dimaksud dengan akhlak manusiawi adalah bahwa ajaran akhlak dalam Islam sejalan dengan dan memenuhi tuntutan fitrah manusia. Kerinduan jiwa manusia kapada kabaikan akan terpenuhi dengan mengikuti ajaran akhlak dalam Islam. Ketetatan akal tentang kebaikan akan bertemu dengan ajaran kebaikan dalam akhlak Islam. Ajaran akhlak dalam Islam diperuntukkan bagi manusia yang merindukan kabahagiaan dalam arti hakiki, bukan kebahagiaan semu. Akhlak Islam adalah akhlak yang benar- benar memelihara eksistensi manusia sebagai makhluk terhormat, sesuai dengan fitrahnya.
29
2.1.3 Akhlak Universal Yang dimaksud dengan akhlak universal adalah bahwa ajaran akhlak dalam Islam sesuai dengan kemanusiaan yang universal dan mencakup segala aspek hidup manusia, baik yang dimensinya vertikal maupun horizontal. Sekadar untuk memperoleh gambaran tentang sifat universal akhlak Islam dapat dikutipkan ajaran Islam dalam Al-Quran: Bukankah kesalehan bahwa kamu memalingkan mukamu kearah timur dan ke arah barat; tetapi kesalehan adalah orang yang berimam kepada Allah dan hari kemudian, kepada para malaikat, kepada kitab dan kepada Nabi; dan memberikan harta benda yang amat disayangi kepada kerabat, anak yatim dan orang miskin, kepada musafir dan orang meminta minta dan untuk memerdekakan budak ; mendirikan shalat, membayar zakat; dan orang orang yang memenuhi janji jika nmereka membuat perjanjian; dan orang-orang yang bersabar dalam bencana, dalam kesukaran dan semasa peperangan; merekalah orang-orang yang benar (imannya) dan orang-orang yang takwa (QS 2:177) Al-Quran menyebutkan sepuluh macam keburukan yang wajib dijauhi aleh setiap orang, yaitu menyekutukan Allah, durhaka pada orang tua, membunuh anak karena takut miskin, berbuat keji, membunuh orang tanpa alasan sah, makan harta anak yatim, mengurangi takaran dan timbangan, membebani orang lain dengan kewajiban yang malampaui kekuatannya, kesaksian tidak adil, dan mengkhianati janji dengan Allah (QS 6 :151-152). Al-Quran mengajarkan bahwa semua apa yang ada di bumi diciptakan Allah untuk memenuhi kepentingan hidup manusia (QS 2:29). Pernyataan Al-Quran itu mengandung arti bahwa manusia diwajibkan bekerja untuk dapat memanfaatkan anugerah Allah di alam ini bagi kepentingan hidupnya. Namun dalam memanfaatkan potensi alam itu, jangan sampai menimbulkan kerusakan- kerusakan yang akan merugikan kepentingan manusia sendiri. Dalam hubungan ini AlQuran memperingatkan bahwa kerusakan yang terjadi di daratan maupun di lautan adalah akibat perbuatan tangan- tangan manusia sendiri (Qs 30:41) 30
2.1.4 Akhlak Keseimbangan Yang dimaksud dengan akhlak keseimbangan adalah bahwa ajaran akhlak dalam Islam berada di tengah antara yang mengkhayalkan manusia sebagai malaikat yang hanya menitikberatkan pada sifat kebaikannya dan yang mengkhayalkan manusia seperti binatang yang menitik beratkan kepada keburukannya saja. Manusia menurut pandangan Islam memiliki dua kekuatan dalam dirinya, kekuatan baik pada hati nurani dan akalnya dan kekuatan buruk pada hawa nafsunya. Mnusia memiliki naluriah hewani dan juga ruhaniah malaikat. Manusia memiliki unsur ruhani dan jasmani yang memerlukan pelayanan masing- masing secara seimbang. Manusia hidup tidak hanya di dunia tetapi dilanjutkan dengan kehidupan akhirat. Hidup di dunia merupakan ladang bagi akkhirat. Akhlak Islam memenuhi tuntutan hidup bahagia di dunia dan akhirat secara seimbang pula. Bahkan memenuhi kebutuhan pribadi harus seimbang dengan memenuhi kewajiban terhadap masyarakat. AlQuran surat Al- Bqarah ayat 200-2110 memberikan gambaran adanya dua golongan manusia. Golongan pertama hanya memperhatikan dan berusaha memenuhi kebutuhan- kebutuhan hidup dunianya tanpa memperhatikan akhirat. Golongan ini akan terpenuhi keinginankeinginanya di dunia, tepi di akhirat tak punya bagian. Golongan kedua mempethatikan kepentingan- kepentingan hidupnya di dunia dan akhirat serta merasa takut akan terkena siksa neraka. Golongan inilah yang benar- benar akan memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat. Hadis riwayat Bukhari mengajarkan: Tuhanmu mempunyai hak yang wajib kau penuhi; dirimu mempunyai hak yang wajib kau penuhi; istrimu mempunyai hak yang wajib kau penuhi; berikanlah orang-orang yang mempunyai hak akan haknya 2.1.5 Akhlak Realistik Yang dimaksud dengan akhlak realistik ialah bahwa ajaran akhlak dalam Islam memperhatikan kenyataan hidup manusia. Meskipun manusia telah dinyatakan sebagi makhluk yang memiliki kelebihan dibanding makhluk yang lain, tepapi manusia memiliki 31
kelemahan- kelemahan, memiliki kecenderungan manusiawi dan berbagai macam kebutuhan material dan spiritual. Perbedaanperbedaan pembawaan dan kemampuan pada manusia tercermin dalam ayat: Kemudian kami wariskan Al- Kitab kapada mereka yang telah kami pilih diantara hamba- hamba Kami. Maka diantara mereka ada yang menganiaya diri sendiri , dan diantara mereka ada yang mengikuti jalan tengah, dan diantara mereka ada pula yang unggul dalam perbuatan- perbuatan baik dengan seizin Allah. Itulah karunia yang paling besar (QS 35:32). Orang yang menganiaya dirinya sendiri kalau segera sadar dan segara mohon ampun kepada Allah serta kembali ke jalan yang benar, akan memperoleh ampunan Allah. AlQuran menegaskan tentang hal ini dalam Surat Ali Imran. Nabi Adam adalah gambaran manusia dalam arti yang sebenarnya. Ketika Nabi Adam tergoda oleh ajakan Iblis untuk memakan buah yang dilarang oleh Allah, maka Nabi Adam segera mohon ampun kepada Allah yang kemudian Allah mengampuninya (QS 2 :35-37 dan QS 7: 19-23). Karena sifat realistiknya akhlak Islam, sampai- sampai kaedaan yang dalam kondisi biasa dilarang tetapi kalau terpaksa menjadi dibolehkan. Al-Quran menyatakan: Barangsiapa terpaksa, bukan karena membangkang dan sengaja melanggar aturan, tiadalah ia berdosa. Sungguh Allah Maha Pengampun, dan Maha Penyayang (QS 2:173). Sampai masalah keimanan pun pengecualian itu diberikan , yakni jika keadaan memang benar memaksa. Hal ini sesuai dengan ayat Al-Quran yang menyatakan , Barang siapa mengingkari Allah sesudah (tadinya) ia beriman , kecuali orang yang terpaksa dan hatinya tetap tenang dalam keimanan, dan barang siapa dengan suka hati membuka dadanya bagi kekafiran, mereka ditimpa kemurkaan Allah dan mendapat siksaan yang besar. 2.2 Aspek- Aspek Akhlak DalamIslam Telah disebutkan di muka bahwa ciri akhlak Islam antara lain bersifat universal. Universalitas akhlak Islam antara lain tercermin dalam daya cakupnya pada setiap aspek kehidupan. Memperhatikan amat banyaknya aspek kehidupann manusia, maka disini dicoba untuk disederhanakan menjadi aspek akhlak pribadi, akhlak keluarga, akhlak 32
bertetangga, akhlak sosial, akhlak ekonomi, akhlak politik, akhlak profesi, akhlak terhadap alam dan akhlak terhadap Allah. 1. Akhlak Pribadi Akhlak pribadi adalah pemenuhan kewajiban manusia terhadap diri pribadinya sendiri. Manusia sebagai makhluk yang berjasmani dan beruhani dituntut untuk memenuhi hak-hak jasmani dan ruhaninya. Bekarja mencari nafkah adalah kewajiban manusia untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Makan- minum yang memenuhi syarat gizi juga merupakan kekuatan tuntutan jasmani. Makan minum tidak melampaui batas pun dituntut demi kesehatan jasmaninya. Olahraga juga merupakan tuntutan kesahatan jasmani, berobat waktu sakit wajib dilakukan. Tempat tinggal juga merupakan tuntutan kebutuhan jasmani, sedang ilmu pengetahuan merupakan kebutuhan keruhaniaan yang wajib dipenuhi. Suka berfikir yang menjadi tabiat akal wajib dipenuhi pula. Sifat sabar menghadapi berbagai macam kesulitan hidup merupakan tuntutan ruhani. Pemberani juga merupakan sifat kejiwaan yang wajib dimiliki. Jujur merupakan tuntutan sifat kejiwaan. Rasa malu juga merupakan sifat keutamaan yang wajib di pupuk dalam jiwa manusia . Percaya kepada diri sendiri juga merupakan tuntutan kejiwaan yang wajib dimiliki. Mempunyai harga diri adalah keutamaan yang diperlukan untuk mempertahankan kedudukan manusia sebagai makhluk yang punya kehormatan merupakan tuntutan akhlak pribadi yang wajib diwujudkan dalam setiap pribadi. Ada beberapa contoh ayat Al-Quran yang menjelaskan tentang akhlak pribadi manusia. Di antaranya yang mengajarkan bahwa setiap orang akan menikmati hasil usahanya sendiri dan hasil usahanya itu akan dilihatnya kelak serta akan diganjar sebagaimana mestinya (QS 53: 39-41). Ayat ini ditopang oleh hadis Nabi yang diriwayatkan Ahmad dan Bukhai yang menyatakan bahwa seseorang tidak akan makan yang lebih baik dari hasil usahanya sendiri. Nabi Allah Daud juga makan dari hasil kerjanya sendiri. Al-Quran mengajarkan: Hai manusia, pakailah yang bagusbagus setiap pergi ke masjid dan makan-minumlah , tapi jangan berlebihan. Tuhan tidak suka kepada orang yang berlebih- lebihan 33
(QS 7:31). Juga dinyatakan, hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan hendaklah kamu bersama orangorang yang benar (jujur) (QS 9:119). Dan janganlah kamu mengikuti suatu pendirian tanpa dasar pengetahuan yang meyakinkan kebenarannya; sungguh pendengaran, penglihatan dan hati masingmasing akan dimintai tanggung jawabnya (QS 17:36). 2. Akhlak keluarga Akhlak keluarga adalah pemenuhan kewajiban seseorang terhadap keluarga, baik kebutuhan jasmaniah maupun ruhaniah, yang dimaksud dalam keluarga di sini adalah dalam arti yang luas, mencakup suami, istri, anak cucu dan kerabat yang dekat maupun jauh. Akhlak keluarga menuntut suami agar memenuhi kewajiban tistri, demikian juga istri agar memenuhi kewajiban pada suami. Ayah dan ibu dituntut agar memenuhi kewajibannya terhadap anakanaknya. Anak-anak dituntut agar memenuhi kewajibannya terhadap ibu dan bapaknya. Setiap orang dituntut agar memenuhi kewajibannya terhadap kerabatnya yang dekat maupun jauh. Sangat banyak ayat Al-Quran dan hadis yang mengajarkan akhlak keluarga ini. Misalnya, yang mengajarkan agar orang beribadah hanya kepada Allah, kepada orang tuanya supaya berbuat ihsan; jika orangtua telah lanjut usia dan ada di bawah pemeliharaannya jangan sampai diperlakukan dengan sikap kurang hormat; jangan disakiti hatinya dengan kata kata yang tidak layak; jangan dibentak, tetapi berkatalah yang baik baik kepada mereka. Kepada orang tua, anak supaya merendahkan diri atas dasar kasih sayang, serta selalu memohon ampunan dan kasih sayang Allah untuk keduanya seperti halnya orangtua yang telah mencurahkan kasih sayang dan mendidik anaknya sewaktu masih kecil (QS 17 :23-24). Al-Quran mengajarkan pula agar antara suami istri dapat menciptakan pergaulan hidup dalam rumah tangga denga sebaikbaiknya. Jika pada masing- masing suami atau istri terdapat sifat-sifat yang kurang menyenangkan salah satu pihak, supaya dihadapi dengan penuh kesabaran; sebab siapa tahu justru dalam hal- hal yang kurang 34
disenagi itu Allah akan memberikan banyak kabaikan dalam hidup masing- masing (Qs 4:19). Hadis riwayat Ibnu ‘ asakir mengajarkan: Sebaik-baik kamu adalah yang paling baik terhadap keluarganya; aku adalah yang paling baik diantara kamu terhadap keluargaku; tiadalah memuliakan wanita melainkan orang yang mulia, dan tiadalah merendahkan wanita melainkan orang yang tercela. Al-Quran mengajarkan: Bahwa suami berkedudukan sebagai pemimpin rumah tangga. Istri yang saleh adalah yang taat kepada Allah, memelihara kesucian dirinya di saat suami keluar rumah, memelihara rahasia suami dan menjaga keselamatan hartanya (QS 4:34). 3. Akhlak Bertetangga Akhlak bertetangga menuntut orang agar memenuhi kewajiban terhadap tetangganya. Al-Quran mengajarkan agar orang beribadah kepada Allah, jangan menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun, berbuat ihsan kepada orang tua, sanak kerabat, anak- anak yantim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman karib, orang dalam perjalanan dan hamba sahaya (QS 4:36) Hadis Nabi Riwayat Bukhari – muslim mengajarkan: Malaikat Jibril selalu berpesan kepadaku untuk berbuat baik kepada tetangga, hingga aku menyangka bahwa Malikat jibril akan memberi hak waris kepada tetanggaku terhadap harta peninggalanku. Dalam sebuah hadis disebutkan bahwa Mu’awiyah bin Hidah bertanya kepada Nabi tentang hak bertetangga yang harus dipenuhi, Nabi Menjawab:” Jika tetanggamu sakit hendaklah kau jenguk, jika ia meninggal handaklah kau lawat, jika ia minta pertolongan maka berikanlah pertolongan kepadanya; jika ia memperoleh kesenangan, ucapkan selamat kepadanya, jika ia mengalami musibah, nyatakan ikut berbela sungkawa; jangan kau bangun rumahmu melebihi tinggi rumahnya kecuali dengan izinnya, jangan ia kau gelisahkan dengan bau periukmu, kecuali kamu ambilkan sebagian masakanmu itu untuknya; jika kau membeli buah- buahan, hadiahkan sebagian 35
kepadanya, jika tidak akan kau hadiahkan sebagian (karena terlalau sedikit) masukanlah buah buahan ke rumah secara sembunyisembunyi, dan jangan kau biarkan anakmu keluar makan buahbuahan itu, agar jangan sampai anak tetanggamu tidak senang .’ 4. Akhlak Sosial Al-Quran mengajarkan bahwa umat manusia diciptakan Allah dari satu keturunan (Adam- Hawa), kemudian dijadikan berbangsabangsa dan bersuku- suku, agar saling mengenal satu sama lain (QS 49:13). Dalam ayat lain Al-Quran memerintahkan agar umat manusia tolong- menolong dalam berbuat kebaikan dan takwa, jangan tolongmenolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran (QS 5:2). Hadis Nabi riwayat Bukhari Muslim mengajarkan: Tidak beriman salah seorang dari kamu, hingga ia mencintai saudaranya seperti ia mencintai dirinya sendiri. Hadis Nabi riwayat thabrani mengajarkan: Kasihanilah orang yang di bumi, kau pasti dikasihi tuhan yang di langit. Hadis Nabi Riwayat Bukhari mengajarkan: Bukanlah mukmin orang yang kenyang, padahal tetangganya lapar di sampingnya. AlQuran mengajarkan bahwa orang dinilai mendustakan agama jika mengusir anak yatim, tiada menganjurkan memberi makan orang miskin, lalai menunaikan salat, memamerkan perbuatan baik kepada orang lain dan enggan memberikan sedekah dengan barang yang berguna (QS 107:1-7) 5. Akhlak Ekonomi Dalam kegiatan memenuhi kebutuhan hidup materialnya, manusia diberikan pedoman- pedoman akhlak dari berbagai macam seginya. Bekerja mencari nafkah adalah kewajiban yang bernilai ibadah. Mencari rizki hendaknya dengan jalan halal. Jangan mengurangi hak orang lain jika berdagang, jangan mengurangi timbangan, dan jangan mengurangi ukuran. Jangan mengecoh barang, jangan menimbun barang keperluan pokok agar tidak menyusahkan masyarakat. Bermuamalat atas dasar suka sama suka tanpa paksaan, berasas menarik manfaat dan menghindarkan mudarat serta memelihara nilai keadilan. 36
Al-Quran mengajarkan: Celakalah orang- orang yang curang; ialah orang- orang yang jika menerima takaran dari orang lain menuntut penuh, tetapi jika mereka menakar atau menimbang untuk orang lain mereka kurangi. Al-Quran memerintakhan agar manusia makan yang halah dan yang baik di bumi (QS 2:168). Hadis Nabi Riwayat Tirmudzi juga menyatakan bahwa pedagang yang jujur dan dapat dipercaya, di akhirat kelak akan berdampingan dengan para nabi, orang yang benar imannya, Syuhada’, dan orang- orang saleh. 6. Akhlak politik Al-Quran mengajarkan agar penguasa selalu menunjukan sikap kasih sayang dan lembut kepada rakyat (QS 3:159), agar para penguasa memerintah dengan adil (QS 4:58), agar para penguasa memerintah dengan pedoman Al-Quran dan As-Sunnah (QS 4:59), agar asas musyawarah selalu dipegang teguh dalam memecahkan masalah- masalah bersama, terutama dalam masalah- masalah hidup bernegara (QS 3:159). Hal ini berarti juga bahwa rakyat hendaknya benar- benar diajak berpartisipasi dalam memecahkan masalah masalah kenegaraan, dengan diperhatikan apa yang menjadi aspirasinya, lebih lebih jika bersangkutan dengan keyakina agamanya. Hadis Nabi riwayat Bukhari mengajarkan , Dengar dan taatlah kepada penguasa, meskipun yang diserahi kekuasaan adalah hamba sahaya berketurunan Habsyi yang seakan- akan kepalanya seperti buah kismis. Hadis Nabi ini memerintahkan agar rakyat taat kepada pemerintahan yang sahb tanpa memandang status social semula, apakah dari klangan bangsawan atau dari orang biasa. Tetapi , hadis Nabi riwayat Ahmad mengajarkan: Tidak boleh taat dalam hal yang merupakan maksiat terhadap Tuhan Pencipta. 7. Akhlak Profesi Yang dimaksud dengan akhlak profesi adalah pedomanpedoman akahlak yang ditujukan kepada pemegang jabatan atau pekerjaan tertentu dalam rangka melayani kepentingan masyarakat, misalnya dokter, guru, pegawai negeri, pengacara, hakim, karyawan dan lain sebagainya. Secara garis besar, para profesional dituntut agar 37
melekukan tugas dengan sebaik- baiknya, yang dapat digolongkan dalam ihsan. Al-Quran memerintahkan agar orang berbuat adil dan ihsan (Qs 16:90). Berbuat ihsan dalam profesi berarti melaksanakan profesi yang telah menjadi pilihannya dengan sungguh-sungguh dan ikhlas. Jika haknya memang menerina imbalan hendaknya hanya menuntut yang menjadi haknya. Motif kerjasama dan tolong menolong harusnya mendasari setiap pelaksanaan profesi apapun. Manusia tidak mungkin hidup seorang diri. Manusia adalah makhluk social menurut fitrahnya. Oleh karenanya, berprofesi dengan motif melayani kepentingan orang lain akan mendorong para pelakunya untuk memberikan pelayanan dengan baik, adil dan ihsan. 8. Akhlak terhadap alam lingkungan Telah disebutkan di muka bahwa akhlak terhadap alam lingkungan terutama sekali dalam memanfaatkan potensi alam untuk melayani kepentingan hidup manusia. Tetapi harus diingat bahwa potensi alam terbatas dan umur kemanusiaan akan panjang. Oleh karenanya, pelestarian dan pengembangan potensi alam harus diusahakan pula, hingga alam benar- benar potensial melayani sepanjang umur kemanusiaan. Manusia tidak boleh boros dalam memanfaatkan potensi alam dan tidak pula serakah dalam menggali kakayaan alam yang akan menimbulkan kerusakan. Kalau hal ini tidak kita perhatikan justru akan berakibat merugikan manusia sendiri terutama anak cucu kita. 3. Kesimpulan Akhlak Terhadap Allah Al-Quran secara garis besar – tetapi mendasar- menyebutkan bahwa diciptakannya manusia dan jin agar mereka mengabdi (beribadah) kepada Allah (QS 51:56). Beribadah kepada Allah berciri tunduk, taat dan patuh atas dasar cinta kepada Allah dalam segala aspek kehidupan. Dalam aspek akidah, Manusia wajib beriman kepada Allah, malaikat- malaikatNya, Kitab-kitabNya, rasul-rasulNya, dan hari akhir. Beragama Islam juga merupakan kewajiban yang datang dari Allah kepada umat manusia yang harus dipatuhi dengan sikap 38
rela. Dalam aspek akhlak, harus berpegang teguh kepada ajaranajaran wahyu. Dalam aspek kemasyarakatan pun harus berpegang teguh kepada ajaran wahyu Allah pula, kecuali dalam hal-hal yang memang diberikan kewenangan kepada manusia untuk mengaturnya. Beribadah kepada Allah yang merupakan induk akhlak terhadapNya, secara garis besar dapat dirumuskan dengan melaksanakan proses kehidupan ini sesuai dengan petunjuk yang diberikan Allah, untuk memperoleh ridha-Nya, sehingga dapat dicapai nilai hidup tertinggi di hadirat Allah, yakni takwa. Al-Quran mengajarkan: Sungguh yang paling mulia di antara kamu di hadirat Allah adalah yang paling bertakwa diantara kamu (QS 49:13) 3. Daftar Pustaka Amin, Ahmad, Dhuha al-Islam, Jilid III, Kairo: Maktabah anNahdhah, 1973 Anis, Ibrahim, Al-Mu’jam al-Wasith, Kairo: Dar al-Ma’arif, 1972 Asmaran As, Pengantar Studi Akhlak, Jakarta: Rajawali Pers, 1992 Basyir, Ahmad Azhar, Refleksi Atas Persoalan Keislaman, Bandung: Mizan 1993 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur’an, 1983 Ilyas, Yunahar, Kuliah Akhlaq, Yogyakarta: LPPI, 2002
39
ASOSIASI ANTARA KOMPONEN AKRUAL DAN KOMPONEN KAS DALAM EARNING DENGAN HARGA SAHAM Irton STMIK AMIKOM Yogyakarta Abstraksi Penelitian ini bertujuan untuk menguji asosiasi antara informasi komponen earning dengan harga saham. Secara lebih spesifik, penelitian ini menguji apakah terdapat asosiasi yang signifikan antara komponen akrual (komponen kas) dengan harga saham. Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan model regresi tunggal, yaitu harga saham (model level) diregres dengan komponen akrual dan komponen kas. Harga saham ditentukan dengan valuation model, yaitu harga rata-rata saham awal dan akhir tahun sepanjang periode 1993-1997.
Pengukuran variabel independen dihitung sebagai berikut. Komponen akrual dihitung dari perubahan aktiva lancar kurangi perubahan kas- kurangi perubahan utang lancar dan kurangi perubahan depresiasi (amortisasi). Sedangkan komponen kas dihitung dari selisih laba operasi dengan komponen akrual. Variabel dummy digunakan untuk melihat pengaruh dari penerapan dua standar akuntansi yang berbeda. Sampel penelitian ini diambil dari 47 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Penelitian ini menggunakan pooled cross-sectional data untuk periode pengamatan tahun 1993-1997. Hasil penelitian menunjukkan bahwa baik hipotesis nol 1 dan hipotesis nol 2 dapat ditolak. Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa earning jika dipisah menjadi dua komponen (komponen akrual dan komponen kas) sama-sama mengandung informasi, dan dapat digunakan oleh investor sebagai dasar pengambilan keputusan. Kata Kunci: Komponen Arus Kas, Komponen Akrual, Earning, dan Harga Saham 40
1. Pendahuluan Literatur akuntansi menyatakan dengan tegas bahwa earning (laba operasi), dan bukan arus kas yang harus dilaporkan oleh sistem akuntansi. Inti dari argumen ini adalah akrual atas dasar laba bersih (income) lebih dipilih daripada data arus kas. FASB (1978) menyatakan bahwa laporan keuangan seharusnya lebih menitikberatkan pada earning daripada arus kas: Informasi tentang earning perusahaan atas dasar akuntansi akrual umumnya menyediakan indikasi yang lebih baik dalam menghasilkan arus kas sekarang dan mendatang daripada penerimaan dan pengeluaran kas (p.ix). Namun demikian, banyak akuntan yang memandang bahwa arus kas seharusnya juga dilaporkan dalam sistem akuntansi perusahaan. Healey (1978), dalam monografnya tentang pelaporan solvency, menyimpulkan bahwa dibutuhkan perhatian lebih mendalam terhadap solvency jangka pendek (misalkan, arus kas), dan provisi dari data ini melalui sistem pelaporan formal. Sedikitnya tiga riset telah menemukan bukti bahwa kandungan informasi dari laba bersih plus depresiasi dan amortisasi, sering digunakan sebagai indikator untuk arus kas mendatang. Ball dan Brown (1968) menemukan bukti, bahwa kandungan informasi earning lebih kuat daripada kandungan informasi arus kas. Sama dengan hasil Ball dan Brown (1968) Beaver dan Dukes (1972) juga menemukan bukti adanya korelasi yang kuat antara abnormal return dengan akrual. Patel dan Kaplan (1977) mengggunakan prosentase perubahan modal kerja operasi sebagai pengukur unexpected cash flow, tidak dapat menolak hipotesis null atau tidak dapat membuktikan bahwa unexpected cash flows berkaitan dengan unexpected return, setelah mengkondisikan unexpected return atas unexpected earning. Namun hasil beberapa studi asosiasi tersebut dikritik oleh Bowen et al. (1987). Mereka dalam studinya melaporkan bahwa studi asosiasi terdahulu gagal dalam mendeteksi kandungan informasi disebabkan satu dari lima faktor berikut: (1) variabel arus kas yang digunakan dalam studi lemah (poorly); (2) ekspektasi variabel arus kas dalam beberapa studi tidak spesifik dengan demikian unexpected 41
cash flow yang diukur akan lemah (poorly measured); (3) unexpected returns tidak diukur secara akurat (poorly measured); (4) periode waktu penelitian yang dipakai peneliti tidak tepat; atau (5) informasi arus kas tidak memiliki tambahan kandungan informasi. Bowen et al, (1986, 1987) menguji kandungan informasi arus kas dan laba dengan return saham berhasil menemukan bukti, bahwa data arus kas memiliki kandungan informasi di luar earning. Mereka juga menemukan bukti, kuatnya asosiasi antara arus kas dengan akrual. Beberapa hasil penelitian lain, seperti Wilson (1986 dan 1987), Rayburn (1986) dalam menguji kandungan informasi arus kas dan laba dengan return saham, berhasil menemukan bukti yang sama dengan hasil Bowen et al. (1986, 1987). Sementara, Bernard dan Stober (1989) menemukan bukti bahwa pemisahan earning (laba bersih) ke dalam arus kas dan akrual tidak memberi tambahan kandungan informasi di luar laba bersih. Sejalan dengan beberapa hasil penelitian di atas dan meningkatnya perhatian peneliti terhadap proses akrual, FASB (1986), mengusulkan mengganti Laporan Perubahan Posisi Keuangan dengan Laporan Arus Kas. Bahkan, dalam SFAS No. 95 tentang Statement of Cash Flow, FASB (1987) merekomendasikan memasukkan laporan arus kas sebagai bagian dari laporan keuangan dengan tujuan memberikan manfaat potensial untuk menaksir likuiditas perusahaan, fleksibilitas keuangan, profitabilitas, dan risiko (SFAC No. 5, par. 52). Perkembangan laporan arus kas di Indonesia ditandai dengan dikeluarkannya Standar Akuntansi Keuangan (SAK) pada tanggal 7 September 1994 menggantikan Prinsip Akuntansi Indonesia (1984). Dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 2 alinea satu disebutkan, bahwa perusahaan harus menyusun laporan arus kas dan harus menyajikan laporan tersebut sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari laporan keuangan untuk setiap periode penyajian laporan keuangan. Penelitian di Indonesia mengenai arus kas telah dilakukan oleh Baridwan (1997). Dia menguji hubungan antara informasi dalam laporan laba-rugi dengan jumlah arus kas yang diukur dengan pendekatan tidak langsung. Hasil penelitiannya menemukan bukti 42
bahwa pengungkapan arus kas memiliki nilai tambah bagi investor. Supriyadi (1998) menguji manfaat kandungan informasi akuntansi untuk memprediksi arus kas mendatang. Dia mengevaluasi lima model prediksi arus kas, seperti arus kas operasi, laba, dan berbagai variabel akuntansi (arus kas, laba, pendapatan, dan akrual). Hasil studinya menemukan bukti bahwa data arus kas menyediakan informasi lebih baik untuk menaksir arus kas mendatang daripada data earning. Beberapa penelitian di atas menunjukkan bahwa arus kas di luar earning telah menarik perhatian beberapa peneliti, maka penulis mencoba untuk menguji masalah ini dalam perspektif perusahaan Indonesia. Berbeda dengan beberapa penelitian sebelumnya (Baridwan, 1998 dan Supriyadi (1998), penelitian ini meninjau arus kas dari perspektif Bowen et al. (1987) dan Bernard dan Stober (1989) tentang pemisahan earning ke dalam dua komponen, yaitu komponen arus kas dan komponen akrual. Bowen et al. (1987) menaksir bahwa data arus kas dalam laporan keuangan dapat dilihat dari dua perspektif. Pertama, “institutional perspective” mengambil istilah sistem akuntansi akrual tradisional, dengan pertanyaan apakah data arus kas akan menambah informasi data akrual. Kedua, memandang arus kas sebagai konsep primitif, dengan pertanyaan apakah proses akrual akan menambah informasi arus kas. Bernard dan Stober (1989) memisahkan earning ke dalam komponen arus kas dan komponen akrual tidak berhasil menolak null hipotesis bahwa arus kas mengandung informasi. Berbeda dengan Bowen et al (1987 dan Bernard dan Stober (1989), penelitian ini menggunakan harga saham (model level) sebagai variabel independen. Penggunaan harga saham sebagai independen variabel sesuai dengan valuation model, yang mengasumsikan bahwa earning response coefficient (ERC) dari model level tidak bias. Dengan menggunakan sampel perusahaan manufaktur yang tercatat di PT Bursa Efek Jakarta, penulis mengadakan pengujian terhadap masalah-masalah sebagai berikut: 43
1. Apakah laba memiliki asosiasi yang kuat dengan harga saham? 2. Apakah laba jika dipisah ke dalam komponen akrual dan komponen kas akan berasosiasi dengan harga saham? 3. Apakah komponen arus kas menyediakan informasi lebih baik daripada akrual dalam memprediksi harga saham? Dalam penelitian ini ketiga pertanyaan penelitian di atas diformulasikan lebih lanjut menjadi dua hipotesis null yang akan diuji dalam penelitian ini. Kedua hipotesis itu adalah: H01: Tidak terdapat asosiasi yang signifikan antara komponen kas dalam earning dengan harga saham. H02: Tidak terdapat asosiasi yang signifikan antara komponen akrual dalam earning dengan harga saham. Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Tujuan utama dari penelitian ini adalah menginvestigasi apakah data arus kas menambah informasi akrual yang terefleksi dalam harga saham. 2. Tujuan lainnya adalah menguji peningkatan kandungan informasi dari perspektif yang berlawanan; yaitu, menginvestigasi apakah proses akrual menambah kandungan informasi dalam arus kas. 2. Pembahasan Asset di bawah capital asset pricing model (CAPM) didasarkan atas dua hal, yakni, expected cash flows dan expected rate of return (Watt dan Zimmerman, 1986). Bowman (1983) berpendapat karena studi pasar modal meliputi gabungan (CAPM dan market efficiency hypotheses (Watts and Zimmerman, 1986), tiga aspek penting berikut harus dipertimbangkan, yakni (1) identifikasi waktu, (2) model ekspektasi, dan (3) metode kalkulasi atau aggregat excess return. Lebih jauh lagi, dalam mengevaluasi studi-studi earning, Lev (1989) mengusulkan bahwa agenda riset seharusnya terfokus pada dua area. Pertama, menginvestigasi proses analisis dan manfaat informasi keuangan dalam pasar modal. Proses ini bertujuan untuk membantu memahami bagaimana investor sesungguhnya menggunakan data. 44
Kedua, bagaimana memperbaiki pengukuran akuntansi dan teknik penilaian yang mempengaruhi keandalan laporan keuangan untuk memprediksi arus kas mendatang. Studi mengukur manfaat (usefulness) tambahan kandungan informasi (incremental information content) berkisar pada dua hal, yakni, studi kandungan informasi earning dan arus kas operasi. Hasil penelitian terdahulu menunjukkan bukti, bahwa earning menyediakan informasi yang lebih baik daripada arus kas dalam memprediksi nilai perusahaan, sementara studi kemudian menunjukkan bukti bahwa arus kas lebih relevan untuk pengambilan keputusan (Neil et al. 1991). 2.1 Capital Asset Pricing Model (CAPM) Model CAPM mengasumsikan adanya keterkaitan antara return dengan risk. Sesuai dengan konsep market portfolio theory (MPT), resiko dalam CAPM berbanding lurus dengan return, yaitu semakin tinggi resiko semakin tinggi pula return yang didapat. Beberapa penelitian terdahulu berhasil membuktikan bahwa tidak ada keterkaitan antara resiko yang tinggi dengan resiko yang rendah (Fama dan French, 1972), dan diduga return memiliki hubungan yang kuat dengan resiko. Fama dan French (1992), sebaliknya berhasil menemukan bukti, bahwa beta sekuritas dari tahun 1963 sampai 1990, tidak memiliki keterkaitan dengan harga/return saham. Bahkan mereka menemukan bukti, bahwa faktor-faktor seperti company size, leverage, market-to-book ratio, dan price-earning ratio sangat erat kaitannya dengan return/harga saham. . Pengujian CAPM umumnya menggunakan return masa lalu sebagai proxi untuk return yang diharapkan di masa datang (future expected return). Return masa lalu seringkali menimbulkan problem ketidakakuratan sampling bagi investor dalam menaksir future return. Bahkan seandainya return masa lalu tersebut sangat baik dalam memprediksi expected return, return pasar masih juga tidak mudah diobservasi. Beberapa studi awal dari CAPM, pada umumnya menggunakan index sekuritas sebagai proxi pasar. Roll (1977), menunjukkan bahwa untuk mengobservasi return pasar yang sebenarnya, kita harus 45
memasukkan return untuk keseluruhan asset. Penemuan bukti ini bertentangan dengan konsep CPAM. Dia menyatakan bahwa hanya pengujian langsung dari CAPM dengan menggunakan mean-variance efficiency dari market portfolio yang dapat dipakai untuk menaksir return mendatang. 2.2 Keterkaitan Earning dengan Return Saham Ball dan Brown (1968) adalah peneliti yang pertama kali mendokumentasikan keterkaitan antara earning dengan harga (return) saham. Ball dan Brown menguji kandungan informasi data akuntansi yang diukur dengan reaksi pasar di waktu earning diumumkan. Dengan time series data tahun 1946-1966, mereka berhasil menemukan bukti bahwa earning adalah wakil yang bagus untuk arus kas perusahaan mendatang. Hampir semua hasil studi asosiasi antara earning dan stock return mendukung hipotesis ini. Beaver dan Dukes (1972) mendokumentasikan bahwa terdapat korelasi yang kuat antara abnormal return dengan unexpected accrual atas dasar earning daripada abnormal return dengan unexpected cash flow. Namun perbandingan ini tidaklah secara langsung menguji tambahan kandungan informasi. Patell dan Kaplan (1977) dengan menggunakan persentase perubahan modal kerja operasi sebagai pengukuran unexpected cash flows, tidak dapat menolak null hipothesis bahwa unexpected cash flows tidak berkaitan dengan unexpected return, setelah mengkondisikan unexpected return pada unexpected earning. Patel dan Kaplan mencatat bahwa terdapat korelasi yang tinggi antara earning dengan working capital from operation. Hampir selama dua dekade, hasil studi asosiasi tidak beranjak dari penemuan Ball dan Brown, dan hampir semua peneliti tidak melihat bahwa arus kas memiliki kandungan informasi. Hal ini mungkin disebabkan masih sedikitnya perhatian peneliti terhadap data nonearning (Lev dan Ohlson, 1982). Mereka menyatakan (1985, p. 265). Ada keyakinan kuat, terutama diantara praktisi, bahwa arus kas merefleksikan lebih baik daripada akrual dari kinerja perusahaan. Dan cukup mengejutkan hanya sedikit penelitian yang menekuni isu ini. 46
Bukti ini konsisten dengan bukti yang ditemukan Ou dan Penman (1989a,b). Mereka memandang bahwa laporan keuangan termasuk variabel yang sangat kaya dalam memprediksi earning dan memprediksi pergerakan harga saham mendatang. Menanggapi hasil kerja Ou dan Penman, Bernard (1989) menyatakan, beberapa hal berikut dapat dicatat; Pertama, analisis laporan keuangan Ou dan Penman dihasilkan dengan sedikit mekanikal. Mereka dengan sengaja menggunakan mekanikal untuk menghindari beberapa kritik terhadap adanya bias dalam memprediksi abnormal return. Kedua, studi Ou dan Penman dapat diperluas dengan cara mendokumentasikan bukti-bukti empirik prediksi perubahan earning. Ketiga, jika Ou dan Penman sukses dengan prediksi perubahan earning, penelitian mendatang diarahkan terhadap faktor lain yang dapat memperbaiki prediksi earning mendatang. Keempat, perluasan hasil kerja Ou dan Penman mungkin berguna untuk memperbaiki price/earning dan memperbaiki kandungan informasi data non-earnings. 2.3 Proses Akrual Barangkali tidak ada isu yang paling sentral dari akuntansi selain informasi proses akrual. Pentingnya isu ini karena belum banyak diteliti oleh peneliti terdahulu, seperti Ball and Brown (1968), Beaver dan Dukes (1972, 1973), dan studi yang tidak dipublikasikan oleh Kaplan dan Patell (1977). Esensinya semua peneliti memperlihatkan bahwa modal kerja operasi berkorelasi tinggi dengan laba bersih. Proses akrual ini seperti dinyatakan dalam SFAC No. 1, mengindikasikan lebih baik daripada arus kas dalam mengukur kinerja perusahaan. Namun demikian, banyak kritik dialamatkan pada proses akrual, karena ada kemungkinan subjek ini dimanipulasi oleh manajer. Riset yang dilakukan Healy (1985) dan DeAngelo (1986) tentang earning management berhasil menemukan bukti adanya keterkaitan antara kompensasi manajemen dengan perubahan akrual. Brealey dan Myers (1984) dalam studinya tentang manipulasi akrual mempertanyakan kebenaran dari akrual dalam memprediksi arus kas mendatang. 47
Accrual earning juga dikritik kurang relevan untuk tujuan penilaian karena akrual adalah suatu produk dari sistem akuntansi atas dasar historis. Akhirnya Watt dan Zimmerman (1986, chap. 2) dalam membahas model penilaian teoritis CAPM lebih memilih arus kas daripada data akrual. 2.4 Studi Hubungan Arus Kas dan Akrual dengan Harga Saham Penelitian terdahulu dari studi asosiasi menghipotesiskan bahwa laba akuntansi (accounting earning) adalah indikator yang baik untuk memprediksi arus kas mendatang. Hipotesis ini disetujui oleh beberapa peneliti yang mendukung kuatnya keterkaitan antara earning dan harga saham (untuk review lihat Abdel Khalik dan Keller (1979), Beaver (1981, ch. 5), dan Lev dan Ohlson (1982). Ide bahwa current earning lebih baik dari current cash flows dalam memprediksi future cash flows bukanlah tanpa kritik. Kritik banyak dialamatkan terhadap beberapa defisiensi sistem pelaporan current reporting systems (akuntansi untuk deffered taxes, pension liabilities, dan inflations). Pertanyaan juga muncul terhadap motivasi di belakang pemilihan prosedur akuntansi, prinsip akuntansi berterima umum dan compensation plan. Perubahan fundamental terhadap pengukuran laporan keuangan dengan penekanan terhadap arus kas, telah diusulkan oleh banyak peneliti. Tiga alasan berikut dikemukakan untuk mendukung usulan mereka. Pertama, arus kas relatif lebih kuat (hard) hasilnya dibandingkan akrual (Ijrili, 1980; Lee, 1981; Thomas, 1975). Kedua, perhatian yang berlebihan terhadap earning sebagai indikator kinerja, tidak konsisten dengan rasionalisasi ekonomi dari arus kas dalam keputusan investasi (Ijiri 1978 dan 1980; Stern, 1976; dan Ferrara, 1976 dan 1981). Ketiga, sistem pelaporan arus kas dengan memperhatikan dampak inflasi, akan memberikan time value rate yang cukup untuk discount periodic cash flows (Lee, 1978 dan 1981; Lawson, 1978 dan 1980). Pada akhir tahun 1980an, potensi arus kas menjadi perhatian utama dalam studi asosiasi (Rayburn (1986), Wilson (1986, 1987), Schaefer dan Kennely (1986), Bowen, Burgstahler, dan Daley (1987), dan Bernard dan Stober (1989). Satu pertanyaan dalam literatur 48
tersebut adalah, apakah arus kas operasi serta akrual menyediakan tambahan informasi. Hampir semua hasil penelitian mengatakan “ya”. Berikut ini adalah beberapa bukti empirik dari data arus kas di pasar modal yang terkait dengan arus kas. Studi asosiasi arus kas dengan stock return oleh Rayburn (1986), Wilson (1986 dan 1987), dan Bowen et al. (1987), telah menggabungkan sifat-sifat khusus variabel arus kas ke dalam analisis. Studi ini umumnya menyimpulkan bahwa earning menyediakan informasi yang terkandung dalam arus kas sendiri. Mereka juga menemukan bukti bahwa arus kas memiliki perbedaan informasi terhadap earning dan variabel aliran dana. Rayburn (1986) dengan expectation model menguji kandungan informasi laba dari neraca dan laporan rugi laba tahun 1963-1982. Dia menguji apakah satu dari dua komponen akrual memiliki kandungan informasi. Studi ini melengkapi studi sebelumnya dengan fokus memisahkan earning sebagai oposisi dari arus kas. Dua cross-sectional regression diestimasi setiap tahun. Model pertama menaksir peningkatan kandungan informasi dari penggabungan akrual dan arus kas. Sebaliknya, model kedua menguji peningkatan kandungan informasi dari depresiasi, pajak, dan komponen modal kerja. Model kedua khususnya menginvestigasi kandungan informasi dari current dan noncurrent accrual di luar data arus kas. Dia menggunakan arus kas operasi dan penyesuaian laba (adjusted earning) sebagai variabel independen dan abnormal returns sebagai variabel dependen. Dengan random walk expectataion model, Rayburn berhasil menyimpulkan bahwa arus kas operasi dan akrual memiliki kandungan informasi satu sama lain. Dia juga berhasil menunjukkan bahwa komponen kas dan akrual kurang konsisten hasilnya ketika forecast error dari firm specific holdout model diregresi dengan abnormal return, dan hanya arus kas dan perubahan modal kerja yang memberi penjelasan yang kuat (explanatory power) selama 20 tahun. Dengan kata lain distribusi sampling dari koefisien depresiasi dan perubahan pajak tidak signifikan. Hasil Rayburn (1986) ini konsisten dengan Wilson (1986), yang menemukan bahwa current accrual 49
memiliki kandungan informasi jangka pendek tetapi tidak dalam jangka panjang. Namun demikian, penemuan ini seharusnya dinterprestasikan dengan hati-hati karena current accrual yang diuji secara keseluruhan (didefinisikan sebagai perubahan modal kerja) berbeda secara individu dengan komponen modal kerja. Lagi pula, seperti yang dijelaskan oleh Jennings (1986), belumada teori yang tersedia tentang pengaruh akrual atas arus kas mendatang. Suatu perbaikan metodologi dilakukan oleh Wilson (1987) terhadap studi-studi sebelumnya dalam menaksir kandungan informasi di luar earning. Berbeda dengan penelitian terdahulu yang mengukur pengaruh pasar modal dengan continuous time periode, Wilson mengisolasi timing dari setiap penerbitan informasi untuk tujuan analisis. Dia juga mengusulkan memisahkan earning ke dalam komponen akrual dan komponen arus kas khususnya pada waktu informasi diungkap pada laporan tahunan. Dengan menggunakan expectation model, Wilson (1987) mengevaluasi kandungan informasi arus kas operasi dan akrual di luar laba. Dia menggunakan 15 variabel akuntansi untuk memprediksi empat kuarter arus kas operasi. Dengan pooled-cross sectional data tahun 1981-1982 dari Compustat annual dan quarterly report, dia menyimpulkan bahwa terdapat 47,3% variasi dalam arus kas operasi. Lagipula, diantara 15 variabel, hanya tiga variabel yang signifikan, yaitu arus kas kuarter tiga dan empat, jumlah kuarter pertama dan kedua arus kas operasi, dan kuarter ketiga akrual. Bernard dan Stober (1989) dengan sampel yang lebih besar tidak dapat mereplikasi hasil Wilson (1987). (Wilson menguji 2 kuarter; Bernard dan Stober menguji 32 kuarter). Bernard dan Stober (1989) adalah peneliti yang pertama kali mengakui bahwa secara formal implikasi harga saham dari accounting numbers tergantung kepada konteks ekonomi. Sebagai contoh, mereka percaya bahwa akrual akan meningkat jika ada good news dan bad news dari pasar. Sayangnya, dengan menggunakan time-series regression, Bernard dan Stober (1989) tidak dapat menjelaskan prilaku harga saham di hari-hari sekitar penerbitan laporan keuangan. Mereka menyimpulkan bahwa (1) adalah sulit untuk mendeteksi reaksi di sekitar penerbitan laporan 50
keuangan, karena sulit diidentifikasi secara akurat, dan (2) implikasi terhadap arus kas dan akrual hanya dapat dijelaskan dalam model kontekstual. Bowen et al. (1987) menginvestigasi kandungan informasi dari data arus kas di luar kandungan earning dan akrual atas earning di luar data arus kas. Dua pengukur akrual, earning dan WCFO dianalisis. Modal kerja dari operasi dinyatakan sebagai akrual karena mengandung akrual jangka pendek. Dua variabel arus kas yang diuji adalah CFO yang mengandung pengaruh current dan noncurrent accrual, dan arus kas investasi (CFAI). Multiple regression terhadap komponen akrual dan komponen kas sebagai variabel independen pertama kali diestimasi. Sum of the square error dari seluruh model kemudian dibandingkan untuk memperoleh estimasi berbagai model (dengan satu variabel independen) untuk menaksir peningkatan kandungan informasi. Variabel dependen masing-masing regresi adalah standardized market model abnormal return sepanjang periode pengujian. Unexpected earning, WFCO, dan CFAI didefinisikan sebagai perubahan prosentase sebelumnya, yang menggambarkan suatu random walk expectation model. Menggunakan hasil Bowen et al. (1986), unexpected CFO didefinisikan sebagai arus kas tahun sekarang dari operasi minus WCFO sebelumnya, kemudian dideflasi dengan nilai absolut dari WCFO tahun sebelumnya. Karena sulitnya menginterpretasikan signifikansi level dari koefisien regresi individu dan kemungkinan tingginya kolinearitas variabel independen, Bowen (1987) menggunakan F-test untuk setiap kelompok variabel yang berbeda dengan penelitian sebelumnya. Masing-masing model dan full model diestimasi dengan (1) pooled cross-sectional time-series model dan (2) cross-sectionally untuk setiap tahun. Hasil dengan pooled cross-sectional time-series regression menunjukkan bahwa variabel arus kas (secara individu maupun kelompok) memiliki kandungan informasi di luar akrual. Hasil dengan pooled regression memperlihatkan bahwa earning dan dua penggabungan variabel akrual juga memiliki kandungan informasi di luar variabel arus kas. Namun demikian, variabel WCFO secara 51
individu ditemukan tidak signifikan. Hasil dengan year-by-year sama konsistennya dengan hasil pooled. Murdoch dan Krause (1989 dan 1990) menguji korelasi antara laba dengan arus kas untuk memprediksi arus kas secara akurat. Studi ini juga menginvestigasi apakah kombinasi akrual dan arus kas lebih baik daripada masing-masing (akrual atau arus kas) dalam memprediksi arus kas mendatang. Murdoch dan Krause (1989) dengan regression model dan Murdoch dan Krause (1990) dengan simple averaging model menggunakan arus kas operasi sebagai variabel dependen dan berbagai pengukuran arus kas sebagai variabel independen (modal kerja, penjualan, dan arus kas operasi), menemukan bukti bahwa akrual lebih baik daripada arus kas dalam memprediksi arus kas mendatang. 2.5 Studi Asosiasi di Indonesia Beberapa penelitian tentang manfaat kandungan informasi akuntansi telah dikembangkan di Indonesia. Kebanyakan dari studi ini mengukur kandungan informasi dari earning diasosiasikan dengan harga saham. Umumnya hasil studi asosiasi earning dengan harga saham di Bursa Efek Jakarta tidak konsisten (Setiawati, 1995; Husnan et al., 1996; dan Hanafi, 1997). Tiga alasan berikut ini mungkin penyebab dari tidak konsistennya bukti yang ditemukan, yakni, tidak cukup metodologi, pasar yang tidak efisien, dan minimalnya informasi akuntansi yang didapat. Studi menggunakan arus kas, arus kas dan akrual sebagai variabel independen telah dilakukan oleh Baridwan (1998), Triyono (1998), dan Supriyadi 1998. Mereka menguji ada atau tidaknya kandungan informasi arus kas dalam informasi akuntansi untuk memprediksi arus mendatang. Baridwan (1997) menguji hubungan antara informasi dalam laporan laba-rugi dengan jumlah arus kas yang diukur dengan pendekatan tidak langsung. Hasil penelitiannya menemukan bukti bahwa pengungkapan arus kas memiliki nilai tambah bagi investor. Triyono (1998) dengan model level dan model return menguji asosiasi antara total arus kas, komponen arus kas, dan laba akuntansi dengan 52
harga saham atau return saham. Triyono menggunakan linear multiple regression dengan harga saham atau return saham sebagai variabel dependen dan total arus kas, komponen arus kas, serta laba akuntansi sebagai variabel independen. Menggunakan data (19951996) dari 54 perusahaan manufaktur di BEJ, dia menemukan bukti, bahwa semua variabel independen dari model return tidak signifikan dan signifikan untuk model level. Hasil asosiasi antara total arus kas dengan laba akuntansi, dia menemukan bukti bahwa pengungkapan arus kas memberikan informasi tambahan bagi pemakai laporan keuangan. Hasil studi ini konsisten dengan studi Baridwan (1997). Supriyadi (1998) menguji manfaat kandungan informasi akuntansi untuk memprediksi arus kas mendatang. Dia mengevaluasi lima model prediksi arus kas, seperti arus kas operasi, laba, dan berbagai variabel akuntansi (arus kas, laba, pendapatan, dan akrual). Suatu dummy variable untuk menangkap efek dari perbedaan standar akuntansi digunakan dalam seluruh model. Atas dasar 8 tahun data (1990-1997) dari 61 perusahaan manufaktur di Bursa Efek Jakarta, dia berhasil menunjukkan bahwa data arus kas menyediakan informasi lebih baik untuk menaksir arus kas mendatang daripada data earning. 2.6 Metode Penelitian Model level dan model return telah banyak dibahas dalam berbagai artikel. Lev dan Ohlson (1982) berargumen bahwa kedua model tersebut merupakan komplementer, sedang Lansdman dan Magliolo (1988) mengemukakan bahwa model levels dan return tergantung dari asumsi yang dibuat peneliti mengenai hubungan harga dari data yang digunakan untuk estimasi. Alternatif kedua model tersebut adalah sebagai berikut: Model level : Pt = α + βXt +et Model return : Rt = α + βXt/P(t-1) +et Pt adalah harga saham pada periode t, Rt adalah return saham pada periode t, dan Xt adalah data akuntansi (misalnya laba pada periode t), sedang α dan β adalah konstanta dan slope koefisien, dan et adalah variabel gangguan. 53
Kothari dan Sloan (1992) menemukan bahwa informasi harga lebih baik daripada laba masa lalu (return) dalam memprediksi laba. Hasil studi Khotari dan Zimmerman (1995) menunjukkan bahwa model levels lebih bermanfaat dalam model regresi, karena hasil koefisien estimasinya tidak bias dibandingkan model return. Mengikuti Kothari dan Sloan (1992), penulis memilih model level (harga saham) sebagai variabel dependen yang kemudian diasosiasikan dengan variabel independen (laba operasi). Untuk menginvestigasi kemampuan komponen arus kas dan komponen akrual dari earning untuk menjelaskan harga saham, model level berikut digunakan:
HSit = ao + a1 LABA OPERASI it + υ it
HS adalah harga saham awal dan akhir periode perusahaan i pada tahun t, dan LABA OPERASI (earning) adalah laba bersih operasi tahun t yang diskala dengan total aktiva. α dan β adalah proporsi harga saham yang tidak dapat dijelaskan oleh LABA OPERASI. Konsisten dengan penelitian terdahulu (e.g., Bowen, Burgstahler and Daley (1987), Dechow (1994), Guay dan Shidu (1997), penulis memisahkan LABA OPERASI ke dalam dua komponen yang mewakili arus kas operasi bersih seperti yang ditunjukkan dalam Laporan Arus Kas, yaitu Komponen Kas (KK) untuk kas dan Komponen Akrual (KA) untuk akrual: LABA OPERASI = KOMPONEN KAS + KOMPONEN AKRUAL. Persamaan ini kemudian disubstitusi ke dalam persaman regresi yang merefleksikan kemampuan dua komponen earning tersebut untuk menjelaskan informasi dalam harga saham:
HSit = α + β 1 KK + β 2 KA + β 2D + Et
dalam hal ini, HS = harga saham rata-rata awal dan akhir tahun perusahaan i pada waktu t KK = komponen kas KA = komponen akrual 54
T = variabel waktu 1 tahun D = variabel dummy, 0 untuk tahun 1993 –1994, dan 1 untuk tahun 1995-1997. Variabel dummy ditambahkan ke dalam model untuk menangkap pengaruh dari penerapan dua standar akuntansi. Prinsip Akuntansi Indonesia (0) dan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (1)). 2.7 The Pooled Cross-sectional Regression Untuk menguji kandungan informasi yang tercermin dalam model (1), penulis menggunakan pooled cross-sectional Beaver et al. (1982). Prosedur estimasi pooling cross-sectionally mengasumsikan bahwa semua perusahaan memiliki respon yang sama terhadap perubahanperubahan yang tidak diharapkan dalam arus kas dan akrual, dan informasi diasumsikan merata sepanjang waktu (Bowen et al. 1987). Satu keterbatasan dari pooled cross-sectional regression model adalah meratanya koefisien regresi terhadap waktu dan perusahaan. Namun demikian, karena sulitnya menggunakan data time-series, penggunaan pooled cross-sectional regression mungkin akan membantu menghilangkan kesalahan dalam berbagai variabel yang mungkin tidak konsisten diestimasi ketika time-series jangka pendek dilakukan. Lagi pula, karena perubahan metoda akuntansi terjadi dalam periode penelitian, asumsi informasi merata sepanjang waktu dalam time-series ada kemungkinan dapat diperbaiki (Wilson, 1987). Sampel Studi ini menggunakan data sekunder, yaitu data keuangan perusahaan manufaktur (neraca, laporan laba-rugi, dan laporan arus kas) yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Data utama diambil dari Capital Market Directory, dan beberapa data pendukung seperti, laporan Keuangan masing-masing perusahaan, home-page JSX. Periode penelitian mencakup waktu 5 tahun (1993-1997). Kondisi ini dipandang cukup mewakili kondisi BEJ yang relatif stabil dan normal. Data untuk periode 1993-1994 didasarkan atas Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI), sementara untuk periode tahun 1995-1997, didasarkan atas Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK). 55
Karena masing-masing standar mempengaruhi proses akrual, penulis menggunakan dummy variable sebagai proxi untuk mengetahui pengaruh perbedaan standar akuntansi yang digunakan. Dummy variabel 0 digunakan untuk periode 1993-1994 dan 1 untuk periode 1995-1997. Kriteria Sampel dari Populasi penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta, sedangkan sampel penelitian adalah seluruh perusahaan manufaktur. Kriteria pemilihan sampel adalah sebagai berikut: 1. Terdaftar di BEJ. 2. Berasal dari semua kelompok perusahaan manufaktur yang menerbitkan laporan keuangan: a. Untuk periode berakhir 31 Desember 1993-1997. b. Yang menghasilkan laba lima tahun berturut-turut. c. Tidak melakukan merger dan akuisisi dalam periode yang sama. Model
HSit = α + β 1 KK + β 2 KA + β 2D + Et
dalam hal ini, HS = Harga saham KK = Komponen Kas KA = Komponen Akrual t = Variabel waktu D = Variabel dummy, masing-masing 1 untuk tahun 1995-1997, dan 0, sebaliknya Data sampel adalah data tahunan dari tahun 1993-1997. Model menggunakan pooled cross-sectional. Gambar 1. Model
56
Pengukuran Variabel Harga saham dalam penelitian ini adalah harga rata-rata saham awal dan akhir tahun dari perusahaan i pada waktu t dari tahun 19931997. Sedangkan variabel keuangan dalam penelitian ini adalah laba operasi (earning), komponen akrual, dan komponen kas yang diambil dari laporan laba-rugi, neraca, dan laporan perubahan posisi keuangan atau laporan arus kas. Laba operasi dalam uji empiris adalah laba bersih operasi setelah depresiasi. Non-recurring items seperti extraordinary items, discontinued operations, special items, dan nonoperating income dikeluarkan dalam sampel, karena tidak setiap perusahaan dalam Capital Market Directory BEJ mengeluarkan informasi ini. Komponen akrual dari earning dihitung menggunakan informasi neraca dan laba-rugi berikut (Dechow et al. 1995): Akrual = (∆AL - ∆K) – (∆KL - ∆STD - ∆P) – Depr dalam hal ini
∆AL ∆K ∆KL ∆STD
= perubahan aktiva lancar = perubahan kas/ekuivalen kas = perubahan kewajiban lancar = perubahan debt termasuk dalam
kewajiban lancar ∆TP = perubahan utang pajak pendapatan Depr = biaya amortisasi dan depresiasi Debt (utang) dalam utang lancar dikeluarkan dari akrual karena dia berkaitan dengan transaksi keuangan, bukan transaksi operasi. Utang pajak pendapatan juga dikeluarkan dari akrual untuk menjaga konsistensi dengan definisi earning dalam uji empiris. Komponen kas dalam studi ini dihitung secara akrual, yaitu selisih antara laba operasi dengan komponen akrual. Untuk memudahkan pembandingan, semua variabel di-standardized dengan ukuran (size) masing-masing perusahaan. Pengukuran ukuran perusahaan adalah rata-rata total aktiva awal dan akhir tahun. Definisi tiga variabel keuangan di atas adalah sebagai berikut: 57
Laba Operasi Earnings
= Rata-rata Total Aktiva Akrual
Komponen Akrual = Rata-rata Total Aktiva Laba Operasi − Akrual Komponen Arus Kas = Rata-rata total aktiva Karena setiap standar akuntansi akan mempengaruhi proses akrual, penulis menggunakan variabel dummy untuk memproksikan pengaruh penerapan dua standar akuntansi (Prinsip Akuntansi Indonesia dan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan) atas variabel akuntansi. 1 memproksikan penerapan Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI) tahun 1993-1994 dan 0 memproksikan penerapan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) tahun 1995-1997. Uji Statistik Uji diagnostik dilakukan untuk mendiagnosa sifat-sifat dari model regresi. Secara khusus, uji diagnostik dilakukan untuk memeriksa validitas model regresi. Dua uji dilakukan untuk mendignosa model (multikoliniearitas, dan otokorelasi). Multikolinearitas Asumsi tidak adanya multikolinearitas didasarkan pada besaran VIF. Multikolinearitas terjadi jika ada keterkaitan yang erat antara variabel independen. Metode untuk menguji adanya multikolinearitas dapat dilihat pada tolerance value atau variance inflation factor (VIF), yaitu tidak ada VIF > 10. Batas dari tolerance value di bawah 0,10 atau batas VIF adalah 10 (Hair et al. 1992). Jika tolerance value di bawah 0,10 atau nilai VIF di atas 10 maka terjadi multikolinieritas. 58
Otokorelasi Untuk mendeteksi adanya otokorelasi dalam model dapat dilihat dari nilai Durbin Watson yang secara teoritis nilainya 1,634. Jika nilai Durbin-Watson lebih kecil daripada nilai teoritisnya maka ada kemungkinan terjadi otokorelasi. Pengujian Hipotesis Hipotesis nol 1 (Ho 1) menyatakan bahwa tidak terdapat asosiasi yang signifikan antara komponen kas dalam earning dengan harga saham. Untuk menguji hipotesis tersebut, digunakan model regresi tunggal sebagai berikut:
HSit = α + β 1 KK + β 2 KA + β 2D + Et
Dalam persamaan tersebut, HSit = harga saham i pada periode pengamatan t; KKit = komponen kas perusahan i pada periode t; KAit = komponen akrual perusahaan i pada periode t. Semua variabel independen dibagi dengan total aktiva rata-rata awal dan akhir tahun. Hipotesis nol 2 (Ho 2) menyatakan bahwa tidak terdapat asosiasi yang signifikan antara komponen akrual dalam earning dengan harga saham. Sama dengan hipotesis 1, hipotesis 2 diuji dengan model regresi tunggal yang sama. Pengujian hipotesis tersebut di atas dilakukan secara pooled crosssectional untuk periode pengujian tahun 1993-1997. Hal ini dilakukan untuk menghindari adanya extreme observation dalam pengamatan. Pengujian Spesifikasi Model Studi ini menggunakan F-test dan/atau t-test untuk menguji dua hipotesis yang diusulkan. F-test digunakan untuk menguji layaknya model regresi yang diusulkan. Asumsi yang mendasari F-test adalah, tolak model regresi jika hasil F-test lebih kecil atau sama dengan Ftable. Untuk menguji koefisien masing-masing variabel dependen, penulis menggunakan t-test. Jika koefisien masing-masing komponen hasil uji t-nya lebih besar atau sama dengan t-table, maka hipotesis 1 dan 2 dapat ditolak.
59
2.8 Hasil Penelitian Statistik Deskriptif Tabel 2 memperlihatkan hasil statistik deskriptif untuk semua variabel yang digunakan dalam model. Nilai variabel independen telah dideflasi dengan rata-rata total aktiva pada awal dan akhir tahun. Nilai rata-rata (mean) harga saham adalah 4715,7340 dengan standar deviasi 3982,9578. Nilai jarak (range) berkisar dari 412,50 minimum sampai 28250 maksimum. Hampir semua sampel harga saham menurun untuk pengamatan tahunan sepanjang tahun 1993-1997. Menurunnya sampel perusahaan mungkin diakibatkan banyaknya harga saham yang menurun. Nilai rata-rata komponen kas adalah 0,1647 (17% dari rata-rata total aktiva) dengan deviasi standar 0,1718. Nilai minimum komponen kas adalah –0,37 dan nilai maksimumnya adalah 0,81. Komponen akrual memiliki rata-rata –0,005780 (0.00 % dari rata-rata total aktiva) dengan deviasi standar 0,1649. Nilai minimum komponen akrual adalah –0,77 dan nilai maksimumnya adalah 0,46. Tabel 2 Statistisk Deskriptif untuk Variabel yang digunakan dalam Studi Asosiasi Distribusi 47 Perusahaan (Data Tahunan 1993-1997) Variabel
N
Mean
SD
Min
235
5.158,8229
5.359,5933
235
0,1647
0,17,18
-
235
-5,78E-02
0,1649
-
Mak Harga Saham 412,50 28,250 Komponen Kas 0,37 0,81 Komponen Akrual 0,77 0,46
60
Definisi variabel: HS = Harga Saham; KA = komponen akrual; KK = Komponen kas. Variabel telah dideflasi dengan total aktiva rata-rata setiap periode. Distribusi korelasi antara harga saham (variabel dependen untuk model regresi) dan variabel independen disajikan dalam Tabel 3. Tabel 3 Korelasi Pearson antara Variabel Dependen dengan Variabel Independen Distribusi Korelasi 47 Perusahaan (Data Tahunan, 1993-1997) Pooled Cross-sectional Data KK KA HS
0,013 0,174
Dengan pooled-cross-sectional data, harga saham memiliki korelasi yang rendah dengan komponen kas maupun akrual. Korelasi antara komponen kas dan harga saham ditemukan sebesar 0.013. Korelasi antara harga saham dengan komponen akrual adalah 0,174. Hasil ini menunjukkan bahwa tidak terdapat korelasi yang signifikan baik antara komponen kas maupun komponen akrual dengan harga saham. Uji Diagnostik Pengujian Multikolinearitas Asumsi tidak adanya multikolinearitas didasarkan pada besaran VIF. Multikolinearitas terjadi jika ada keterkaitan yang erat antara variabel independen. Analisis empirik dalam studi ini menunjukkan bahwa tidak ada multikolinearitas, yaitu tidak ada VIF > 10. Dari 61
penemuan empirik VIF masing-masing variabel adalah 3,635, 3,573, dan 1,039 untuk variabel komponen akrual dan komponen kas dan variabel dummy. Pengujian Otokorelasi Untuk mendeteksi adanya otokorelasi dapat dilihat dari nilai Durbin Watson yang menunjukkan angka 1,610 sedangkan nilai Durbin Watson secara teoritis 1,634. Karena nilai Durbin-Watson lebih kecil daripada nilai teoritisnya maka ada kemungkinan terjadi otokorelasi. Namun demikian, karena sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah pooled-cross sectional maka permasalahan otolorelasi tidak akan menyebabkan terjadinya bias dalam estimasi. Dengan demikian model ini layak dipakai untuk dasar analisis. Hasil Pengujian Hipotesis Model regresi tunggal digunakan untuk menganalisa data. Variabel dependen dalam model regresi adalah harga saham, sementara komponen arus kas, komponen akrual, dan variabel dummy adalah variabel independen. Model tunggal ini dipakai untuk menilai asosiasi antara komponen kas dan komponen akrual dengan harga saham. Tabel 4 memperlihatkan hasil regresi komponen kas, komponen akrual, dan variabel dummy sebagai variabel independen. Hasil dengan pooled cross-sectional menunjukkan bahwa adjusted R 2 untuk 1993-1997 adalah 0,222. Hasil ini cukup signifikan dengan F-value 23,251 pada level 0,01. Untuk menguji apakah model layak digunakan, penulis menguji model regresi dengan membandingkan hasil F uji dengan F tabel. Jika hasil F uji lebih besar daripada F tabel, maka model regresi layak digunakan. Hasil pengujian statistik menunjukkan nilai F 23,251, sedangkan F tabel dengan degree of freedom (3, 235) menunjukkan nilai 2,36. Dengan demikian, model regresi tunggal cukup baik digunakan untuk melihat adanya asosiasi antara komponen earning dengan harga saham. Untuk menguji hipotesis null 1 dan 2, penulis membandingkan nilai t hitung dengan t tabel dan p-value masing-masing komponen. Jika hasil uji t lebih besar daripada t tabel atau p-value masing-masing 62
komponen lebih kecil daripada level sginifikansinya, maka penulis dapat menolak hipotesis null yang diajukan. Tabel 4 memperlihatkan hasil uji t dan p-value masing-masing komponen earning. Komponen kas menunjukkan nilai t 6,954 dengan p-value 0,000 (level signifikan 0,01) dan komponen akrual memperlihatkan hasil 7,239 dengan pvalue 0,000 (level signifikan 0,01). Nilai t tabel untuk masing-masing komponen adalah 1,645. Dengan demikian, karena hasil t uji lebih besar daripada t tabel atau p-value masing-masing komponen lebih kecil daripada level signifikansinya, maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis yang berbunyi tidak terdapat hubungan yang signifikan antara komponen kas (H01) dan komponen akrual (H02) dengan harga saham ditolak, atau dengan kata lain kedua komponen tersebut mengandung informasi. Nilai t-statistic untuk variabel dummy, memperlihatkan hasil – 2,820 dengan p-value 0,005. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa secara rata-rata perubahan standar akuntansi mungkin memiliki efek negatif signifikan pada informasi akuntansi. Tabel 4 Hasil Regresi untuk 47 Perusahaan (Data Tahunan, 1993-1997)ª Model: HSit = ßo + ß1KKit + ß2KAit + ß2DV + ε Pooled Cross-sectional Regressions Intersep KK
KA
DV 1993-1997* F-value = 23,251** Adjusted R² = 0,222 Koefisien 24.915,032**-1.356,88** t-statistic (-2,820)
3.227,338**22.723,369** (6,101)
(6,954) (7,239) 63
(P-value) 0.000
0.000
0.000
0.005
ª Karakteristik perusahaan dihitung sebagai berikut: Komponen Akrual = Perubahan dalam non-aktiva lancar kas, kurangi perubahan dalam utang lancar, kurangi beban depresiasi, dan semuanya dibagi dengan rata-tata total aktiva. Komponen Kas = Perbedaan antara laba operasi dengan akrual * Regresi dilakukan selama 5 tahun pengamatan untuk masingmasing perusahaan (data tahunan dari 1993-1997). ** Signifikan pada 0,01 3. Penutup Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara komponen kas dan komponen akrual dengan harga saham. Secara spesifik dapat dinyatakan bahwa komponen akrual memiliki kandungan informasi yang lebih baik daripada kandungan informasi arus kas, meskipun perbedaannya tidak signifikan. Hasil penelitian ini konsisten dengan beberapa penelitian sebelumnya, misalnya Rayburn (1986), dan Bowen et.al (1987), dan tidak konsisten dengan hasil Bernard dan Stober (1989). dan Triyono (1998). Triyono menemukan bahwa laba akuntansi mempunyai hubungan yang signifikan dengan harga saham, sedangkan total arus kas tidak. Hasil analisis empirik yang dilakukan dalam studi ini mendukung hipotesis yang menyatakan bahwa pemisahan earning ke dalam komponen kas dan komponen akrual sama-sama mengandung informasi. Hasil dari pengujian Hipotesis 1 dan 2 yang disajikan dalam tabel 4, menunjukkan bahwa pada periode 1993-1997, koefisien komponen akrual dan komponen kas secara statistik cukup signifikan pada p<0,01. Berdasarkan hasil pengujian tersebut, hipotesis nol 1 (Ho 64
1) yang menyatakan bahwa terdapat asosiasi yang signifikan antara informasi komponen akrual dengan harga saham dan hipotesis nol 2 (Ho 2) yang menyatakan bahwa terdapat asosiasi yang signifikan antara informasi komponen kas dengan harga saham dapat ditolak. Hasil pengujian multikolinearitas dan otokorelasi mengindikasi bahwa tidak terdapat masalah multikolinearitas dan otokorelasi serius untuk semua pengamatan. Hasil pengujian tersebut konsisten sepanjang periode 1993-1997. Kontribusi dan Keterbatasan Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi investor untuk memprediksi pergerakan harga saham maupun arus kas mendatang dengan menggunakan informasi earning (komponen akrual dan komponen kas) sebagai informasi yang berguna. Disamping itu, studi ini juga menyediakan informasi tentang prilaku laba operasi dan sifat informasi akuntansi Indonesia yang mungkin berguna untuk riset mendatang. Terakhir, penggunaan aspek fundamental dalam menaksir harga saham memungkinkan investor mendapatkan return (harga) yang lebih baik. Keterbatasan 1. Jumlah sampel penelitian kurang memadai (47 perusahaan). 2. Karena arus kas tidak tersedia datanya untuk periode sebelum 1995, kondisi ini mungkin akan mempengaruhi validitas hasil. 3. Karena arus kas yang digunakan tidak berasal dari laporan arus kas, ada kemungkinan subjek ini telah dimanipulasi oleh manajemen untuk kepentingan mereka. Saran Untuk Penelitian Mendatang 1. Penelitian mendatang diharapkan dapat mengevaluasi hasil dengan populasi lain (perusahaan nonmanufaktur). 2. Penelitian dengan pengamatan yang lebih lama akan meningkatkan hasil yang lebih baik. 3. Untuk meningkatkan hasil, penelitian mendatang dapat menambah variabel-variabel lain, seperti efek-efek industri, modal kerja operasi, dan segmen earning lainnya.
65
Daftar Pustaka Ball, R., P. Brown. 1968. An empirical evaluation of accounting income numbers, Journal of Accounting Research 6 (Autumn): 159-178 Beaver and R. E. Dukes. 1972. Interperiod Tax allocation, Earning Expectations, and the Behavior of Security Prices. The Accounting Review (April): 320-32 Bernard, V., and T. Stober. 1989. The nature and amount of information reflected in cash flows and accruals. The Accounting Review 64 (October): 624-652. Board, J.L.G., and J.F.S. Day. 1989. The Information content of cash flows figure: Accounting and Business Research, Winter: 3-11. Bowen, R.M., D. Burgstahler and L.A. Daley, 1987. The Incremental information content of accrual versus cash flows. Accounting Review (October): 723-747. Dechow, P., 1994. Accounting earning and cash flows as measures of firms performance: The role of accounting accruals. Journal of Accounting and Economics 18 (July): 3-42. _______, P., Sloan. and A. Sweeney. 1995. Detecting earning management: The Accounting Review 70 (April): 314-326. Easton, P. 1985. Acconting Earnings and Security Valuation: Empirical Evedence of the Fundamental Links. Journal of Accounting Research (Supplement): 54-77. Fama, E. F., dan K. French. “The Cross-Section of Expected Stock Returns.” Journal of Finance (July 1992), 427-465 Ferrara, W., “Accounting for Performance Evaluation and Decision Making.” Management Accounting (December 1976). Pp. Financial Accounting Standards Board (FASB). 1980. Summary of the Discussion Memorandum on Reporting Fund Flows. Liquidity and Financial Flexibility. Stamford, CT: FASB. Foster, G. Financial Statement Analysis. Englewood Cliffs, N. J.: Prentice-Hall, 1978 Guay, W. and B.K. Sidhu, 1997. The Usefulness of long-term accruals. Working Paper- Universities of Pennsylvania (Wharton) and New South Wales. October 66
Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI). 1995. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan. Buku 1 dan 2. Jakarta, Indonesia. Khotari, S. P., and R. G. Sloan. 1992. Information in Prices about Future Earning, Journal of Accounting and Economics 15: 143171. Khotari S. P., and Jerold L. Zimmerman. 1995. Price and Return Models, Journal of Accounting and Economics 20:155-192. Landsman, Wayne R., and Joseph Magliolo. 1988. Cross-Sectional Capital Market Research and Model Specification, The Accounting Review 4:586-603. Lev. B., and Thiagajaran. 1993. Fundamental information analysis. Journal of Accounting Research 31 (Autumn):190-215. Livnat, J., and P. Zarowin. 1990. The Incremental Information Contents of Cash Flow Components. Journal Of Accounting and Economics (May): 25-46 Patell, J., and R. Kaplan. “ The Information Content of Cash Flows Data Relative to Annual Earnings: Preliminary Tests.” Working paper, Stanford University, August 1977. Rayburn, J. 1986. The Association of Operating Cash Flows and Accruals with Security Returns. Journal of Acounting Research (Supplement): 112-33. Sondhi, A.C., G.H. Sorter and G. I. White, 1987. Transactional analysis. Financial Analysts Journal (September/October): Supriyadi. (1998). The Association Between Accounting Information and Future Cash flows: An Indonesian Case Study. Unpublished Dissertation, University of Kentucky. Triyono, (1998). “Hubungan Kandungan Informasi Arus Kas dari Aktivitas Pendanaan, Investasi, Operasi dan Laba Akuntansi dengan Harga atau Return Saham.” Tesis. Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada. Watts, R.L. and J.L. Zimmerman. 1986. Positive Accounting Theory. New Jersey: Prentice-Hall, Inc. Wilson, G.P,. 1987. The Incremental information content of the accrual and funds components of earning after controlling for earnings. The Accounting Review 62: 293-322. 67
Wilson, G.P. 1986. The Relative Information Contents of Fund Components of Earnings. Journal of Accounting Research (Supplement): 165-200. Zaki Baridwan. 1997. Analisis Nilai Tambah Informasi Laporan Arus Kas, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesis, Vol. 12.2: 1-14.
68
ANALISIS FAKTOR –FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN MEMBELI PRODUK ASURANSI JIWA DI SURAKARTA M. Nur Juniadi AMIK AMIKOM CIPTA DARMA Surakarta Abstraksi Ditinjau dari pandangan ekonomi, manusia berusaha untuk memenuhi kebutuhan yang beraneka ragam bentuknya semaksimal mungkin, agar tercipta suasana kehidupan bahagia sejahtera. Dalam upaya pemenuhan kebutuhan tersebut, seorang dihadapkan pada resiko kecelakaan, resiko usia lanjut, resiko kematian yang menyebabkan hilangnya atau merosotnya penghasilan. Sehingga kebutuhannya tidak dapat dipenuhi semaksimal mungkin, bahkan kesulitan dalam pemenuhan kebutuhan. Pesatnya pembangunan dengan diikuti kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan perekonomian masyarakat, berakbat terjadinya perubahan situasi pasar barang dan jasa maupun faktorfaktor produksi, yang mendorong diciptakan berbagai ragam produk dalam pengertian maksimal pada konsumen/masyarakat. Oleh karena itu penelitian mengemukakan pokok permasalahan mengenai faktorfaktor yang mempengaruhi keputusan membeli produk asuransi jiwa. Adapun variable penelitian terdiri dari usia, jenis kelamin, matrial status dan tingkat pendapatan, penelitian menggunakan metode pengumpulan data documenter Selama 3 tahun dari tahun 1995 sampai dengan 1998, dan kuensioner yang dibagikan kepada pemegang polis dan calon pemegang polis. Kata Kunci :Pemenuhan Kebutuhan,Resiko kecelakaan, Keputusan Membeli
69
1. Pendahuluan Sebagaimana diketahui di Indonesia Asuransi masih belum memasyarakat, sehingga usaha untuk mengembangkan secara dan baik sering mengalami hambatan – hambatan. Ditinjau dari segi Ekonnomi, manusia selalu berusaha untk memenuhi kebutuhan dan selalu berusaha mencapai kesejahteraan dalam hidupnya. Dalam kenyataannya manusia dan tersedianya alat pemuas kebutuhan berupa barang dan jasa sangat beragam.Kebutuhan manusia diklarifikasikan dalam 5 tingkatan, yaitu Kebutuhan Fisiologis, rasa aman, social, penghargaan dan kesempatan mengembangkan diri. Dalam memenuhi berbagai tingkatan kebutuhan manusia mengalami resiko berupa kematian, akibat usia tua, kecelakaan atau merosotnya kesehatan. Ketiga resiko tersebut menyebabkan lenyapnya penghasilan, yang berakibat kesulitan dalam memenuhi kebutuhan bagi diri sendiri atau keluarga. Untuk menghindari kerugian keuangan akibat hilangnya atau merosotnya pengahasilan yang diderita, seseorang memerlukan asuransi. Dalam hal ini asuransi jiwa dalam arti peniadaan resiko keuangan yang datangnya tak terduga sebelumnya yang menimpa seseorang. Dengan memiliki asuransi jiwa berarti seseorang telah mengalihkan ketidakpastian atau resiko kepada pihak lain yang disebut penanggung. 2. Pembahasan Dengan semakin majunya pengetahuan dan teknologi maupun perkembangan ekonomi masyarakat mendorong diciptakannya atau dipasarkannya produk yang beraneka ragam. Demikian pula yang terjadi pada produk asuransi jiwa. Dengan situasi pasar yang beragam, terbagi dalam segmen yang berbeda. Namun pada prinsipnya mempunyai pengharapan agar mendapatkan produk yang terbaik dalam arti tingkat harga dan manfaat serta pelayanan yang terbaik sejak awal hingga akhir kontrak. Oleh karma itu perusahaan asuransi jiwa senantiasa dituntut untuk memahami 70
harpan konsumen dengan selalu menyediakan produk – produk yang inovatif, yaitu dekat dengan pasar, bergerak lebih fleksibel dan cepat tanggap terhadap perubahan pasar. Faktor factor yang mempengaruhi keptusan membeli asuransi jiwa antara lain adalah umur, jenis kelamin, marital status, tingkat pendapatan. Maka penelitian ini bertujuan memecahkan masalah : 1. Berkaitan dengan umur, kelompok umur 20 – 30 tahun, 30 – 40 tahun dan 40 – 50 tahun, kelompok manakah yang paling banyak dalam membeli produk asuransi jiwa ? dan adakah perbedaan diantara kelompok umur tersebut dalam memberi pertimbangan untuk membeli produk asuransi jiwa? 2. Berkaitan dengan jenis kelamin, antara Pria dan wanita , kelompok manakah yang palng banyak membeli produk asuransi jiwa? Dan adakah perbedaan diantara kelompok tersebut dalam memberi pertimbangan untuk membeli produk asuransi jiwa? 3. Berkaitan dengan Marital Status, antara yang sudah menikah dan belum menikah, kelompok manakah yang paling banyak dalam membeli produk asuransi jiwa ? Dan adakah perbedaan antara yang bersatus menikah dan belum menikah dalam memberi pertimbanagan untuk membeli produk asuransi jiwa? 4. Berkaitan dengan tingakat pendapatan, diantara kelompok orang yang memiliki pendapatan kurang dari 30 juta per tahun, 30 juta – 60 juta per tahun, dan diatas 60 juta per tahun, kelompok manakah yang palng banyak dalam membeli produk asuransi jiwa? Dan adakah perbedaan diantara kelompok berpendapatan dalam memberikan pertimbangan dalam membeli produk asuransi jiwa ? Penelitian ini akan berguna bagi kelembagaan asuransi dan bagi para agen pemasar asuransi jiwa, khususnya di daerah Surakarta.. Sehingga dapat diketahui secara jelas bahwa konsumen potensial atau yang paling banyak dalam membeli produk asuransi jiwa adalah factor x ( factor dari konsumen). Selanjutnya 71
kita dapat mengetahui secara jelas bahwa kelompok yang potensial yang paling banyak membeli produk asuransi jiwa adalah dipengaruhi factor Y ( factor dari produk). Ada perbedaan didalam factor umur, jenis kelamin, marital status, tingkat pendapatan seseorang dalam mempertimbangkan untuk membeli produk asuransi jiwa, hal ini disebabkan oleh : 1. Faktor Umur Semakin manusia berumur tua, maka mereka membutuhkan suatu perlindungan (asuransi jiwa) karena semakin dekat dengan segala resiko sakit, lumpuh dan kematian. 2. Faktor Jenis Kelamin Prialah yang lebih banyak memiliki asuransi jiwa, karena pria yang biasa mencari nafkah sehingga nilai ekonomisnya perlu dilindungi oleh asuransi jiwa. 3. Faktor Marital Status Manusia yang sudah berkeluraga lebih banyak membeli asuransi jiwa, karena sudah memiliki tanggungan terhadap kelangsungan hidup keluarga. 4. Faktor tingkat pendapatan seseorang Mereka yang memiliki pendapatan cukup, lebih banyak membeli asuransi jiwa, karena asuransi jiwa bukan kebutuhan yang harus dipenuhi (sekunder)
72
2.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Latar belakang masalah Perumusan Masalah Dipengaruhi factor x (dr factor konsumen)
Factor X mana yang paling banyak mempengaruhi dalam membeli asuransi jiiwa
Keputusan dalam membeli asuransi jiwa
Diambil sample dr para pemegang polis asuransi jiwa di Surakarta
Dipenagruhi factor y (dr factor produk) Apakah ada perbedaan factor X dlm mempertim Bangkan factor Y untuk membeli asuransi jiwa
Pengujian Hipotesis
Kesimpulan
Dari perumusan masalah, dibuat sample secara acak melalui kuesioner untuk para pemegang polis asuransi jiwa. Dari data maka dilakukan pengujian hipotesis yang menghasilkan jawaban, dan ditarik kesimpulan. Dalam penelitian ini populasi sample diambil 100 % dan 150 responden diambil dari para pemegang polis dari beberapa perusahaan asuransi jiwa di Surakarta dan calon pemegang polis asuransi jiwa di Surakarta. Sample dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi : 1. Umur, diambil dari 3 (tiga ) sample yaitu : Umur 20 –30 tahun, umur 30 – 40 tahun ,umur 40 – 50 tahun. 73
2. Jenis Kelamin, diambil 2 sampel yaitu pria dan wanita 3. Marital Status, diambil 2 sampel yaitu sudah menikah dan belum menikah 4. Tingkat pendapatan, diambil 3 sampel yaitu pendapatan < 30 juta per tahun, pendapatan antara 30 – 60 juta per tahun, pendapatan > 60 juta per tahun Dalam pertimbangan untuk mengambil keputusan dalam membeli produk asuransi jiwa, maka dibuat kategori yaitu: - Membeli karena jenis produknya - Membeli karena pelayanannya - Membeli karena perusahaan Bonafide 2.2 Definisi Operasional Variabel 1. Sumber Data, diperoleh dari data primer dan sekunder. Data Primer melalui wawancara dengan calon pembeli atau konsumen Data Sekunder diperoleh dari data pendukung berupa buku, literature dan instansi terkait 2. Definisi Variabel variable yang digunakan adalah : a. Variabel X, merupakan factor factor yang mempengaruhi keputusan dalam membeli asuransi jiwa ditinjau dari factor konsumen, antara lain: a.1. factor Umur Untuk mengetahui bagaimana kemungkinan terbanyak dan mengetahui apakah ada perbedaan dalam memberi pertimbangan antara umur 20 –30 tahun, 30 – 40 tahun dan 40-50 tahun dalam membeli asuransi jiwa. a.2. Faktor Jenis kelamin Untuk mengetahui bagaimana kemungkinan Terbanyak dan mengetahui apakah ada perBedaan antara pria dan wanita dalam memBeli asuransi jiwa. a.3. Faktor Marital Status Untuk mengetahui bagaimana kemungkinan 74
Terbanyak dan apakah ada perbedaan antara Konsumen yang sudah menikah dan belum Menikah dalam memberikan pertimbangan Untuk membeli asuransi jiwa. a.4. Faktor tingkat pendapatan konsumen, dibagi menjadi 3 bagian, dan akan dilakukan penelitian untuk mengetahui bagaimana kemung kinan terbanyak dan adakah perbedaan antara tingkat pendapatan dalam memberi kan pertimbangan untuk membeli asuransi jiwa. b. Variabel Y, merupakan factor yang mempengaruhi keputusan dalam membeli asuransi jiwa ditinjau dari factor produk, antara lain : b.1.Faktor Jenis Produk, manfaat dan Harga atau premi produk b.2.Faktor Pelayanan, Kemudahan pengurusan administrasi dan klaim, pelayanan dan hubungan baik antara penjual pembeli b.3.Faktor Perusahaan, keputusan membeli dikarenakan factor besar kecil,bonafiditas dan kepercayaan terhadap perusahaan 2.3 Teknik Analisa Menggunakan Analisa Kualitatif, dengan menguraikan tentang fenomena yang diperoleh dari hasil penelitian, pembuatan table diskriptif, proposi yang diteliti 1. Dari Faktor umur 20-30,30-40 dan 40-50, diambil secara random, dari 150 sampel konsumen yang membeli asuransi jiwa adalah: Seperti tercantum dalam tabel berikut: 75
Tabel VII.1 Frekuensi yang diperoleh dari 150 orang yang membeli produk asuransi jiwa anatara umur 20-30,30-40,40-50 tahun Umur 20 –30 tahun 40 – 50 tahun 50 – 60 tahun Jumlah
Fo 45 72 33 150
2. Dari Perbedaan dalam memberikan pertimbangan untuk membeli asuransi jiwa , dilakukan pengumpulan data melalui 3 kelompok sample yang diambil random, seperti yang tercantum dalam tabel sebagai berikut: Tabel VII.2 Frekuensi yang diperoleh dalam memberikan pertimbangan untuk membeli produk asuransi jiwa antara umur 20-30,30-40,40-50 tahun Umur 20-30 tahun
30-40 tahun
Pertimbangan membeli produk asuransi jiwa Jenis Produk Pelayanan Perusahaan Jumlah Jenis Produk Pelayanan Perusahaan Jumlah Jenis Produk
76
F 21 18 11 50 35 14 21 70 10
40-50 tahun
Pelayanan Perusahaan
16 4 30
Jumlah Total
150
3. Dari Faktor Jenis Kelamin, untuk mengetahui kemungkinan terbanyak dalam membeli asuransi jiwa, dilakukan pengumpulan data melalui 2 kelompok sample pria dan wanita secara random, sebanyak 150 sample konsumen, didapat tabel sebagai berikut: Tabel VII.3 Frekuensi yang diperoleh dari 150 orang yang membeli asuransi jiwa antara Pria dan Wanita Jenis Kelamin Fo Pria 88 Wanita 62 Jumlah 150 4. Perbedaan antara Pria dan Wanita dalam memberikan pertimbangan membeli asuransi jiwa diambil sample random, didapat data sebagai berikut: Tabel VII.4 Frekuensi yang diperoleh dalam memberikan pertimbangan untuk membeli produk asuransi jiwa antara Pria dan Wanita Jenis Kelamin Pria
Pertimbangan membeli produk asuransi jiwa Jenis Produk Pelayanan Perusahaan
F 38 20 22 80
Jumlah 77
Wanita
Jenis Produk Pelayanan Perusahaan
37 21 12 70
Jumlah Total
150
5. Dari Faktor marital Status, untuk mengetahui kemungkinan terbanyak dalam membeli asuransi jiwa, dilakukan pengumpulan data secara acak dari 150 sampel kelompok menikah dan belum menikah, didapat data : Tabel VII.5 Frekuensi yang diperoleh dari 150 orang yang membeli produk asuransi jiwa antara menikah dan belum menikah Jenis Kelamin Fo Menikah 101 Belum Menikah 49 Jumlah 150 6. Antara konsumen yang sudah menikah dan belum menikah dalam memberikan pertimbangan untuk membeli asuransi jiwa,dilakukan pengumpulan data melalui 2 kelompok sample diambil secara acak, dari 90 sampel pria dan 60 sampel konsumen wanita, didapat data sebagai berikut Tabel VII.6 Frekuensi yang diperoleh dalam memberikan pertimbangan untuk membeli produk asuransi jiwa antara Menikah dan belum Menikah Marital Status Pertimbangan membeli F produk asuransi jiwa Jenis Produk 42 Menikah Pelayanan 25 Perusahaan 23 Jumlah 90 78
Belum Menkah
Jenis Produk Pelayanan
27 19
Perusahaan
14 60
Jumlah Total 150 7. Dari Tingkat Pendapatan Konsumen, dibagi menjadi 3 bagian yaitu kelompok berpenghasilan < 30 juta per tahun, antara 30 – 60 juta per tahun,dan > 60 juta per tahun, dilakukan penelitian untuk mengetahui kemungkinan terbanyak dalam membeli asuransi jiwa, diambil secara acak dari 150 sampel konsumen yang membeli asuransi jiwa didapat data: Tabel VII.7 Frekuensi yang diperoleh dari 150 orang yang membeli produk asuransi jiwa antara tingkat pendapatan <30 juta, 30-60 juta, > 60 juta per tahun Tingkat Fo Pendapatan < 30 per tahun 32 30 – 60 per tahun 46 > 60 juta per tahun 72 Jumlah 150 8. Dari tingkat pendapatan dilakukan penelitian antara tingkat pendapatan yang berbeda tersebut untuk mengetahui dalam pertimbanganuntuk membeli produk asuransi jiwa antara tingkat pendapatan <30 juta, 30 – 60 juta, dan > 60 juta per tahun didapat data sebagai berikut : Tabel VII.8 Frekuensi yang diperoleh dalam memberikan pertimbangan untuk membeli produk asuransi jiwa antara tingkat pendapatan < 30 juta, 30 – 60 juta, > 60 juta per tahun 79
Tingkat Pendapatan <30 juta/ tahun
30-60 juta/tahun
Pertimbangan membeli produk asuransi jiwa Jenis Produk Pelayanan Perusahaan Jumlah Jenis Produk Pelayanan Perusahaan
>60 juta/tahun
Jumlah Jenis Produk Pelayanan Perusahaan
F 32 8 10 50 23 12 25 60 5 27 8 40
Jumlah Total
150
2.4 Hasil Penelitian dan Pembahasan 1. Profil Responden, digunakan alat analisa Chi square untuk menguji hipotesis komparatif rata rata dua/tiga sample independent, dimana setiap sample terdapat beberapa kategori. Analisa ini dipakai untuk mengetahui apakah ada hubungan yang signifikan antara variable yang diteliti. Data tersebut selanjutnya disusun ke dalam tabel sedemikian rupa. Untuk dapat mengisi seluruh kolom yang ada pada tabel, maka perlu dihitung frekuensi yang diharapkan untuk 2/3 kelompok sample tersebut. a. Umur, untuk menganalisa factor paling banyak dalam membeli asuransi jiwa, maka diperlukan tabel penolong sebagai berikut :
80
Tabel VIII.1 Tabel penolong untuk menghitung Chi kuadrat dari 150 orang sample umur 20-30,40-50,50-60 tahun Umur Fo Fh (fo-fh) (fo-fh)2 (fo-fh)2 fh 20-30 th 45 50 -5 25 0.500 30-40 th 72 50 22 484 9,680 40-50 th 33 50 -17 289 5,780 Jumlah 150 150 0 15,96 a.1. Untuk menganalisa apakah ada perbedaan diantara factor – factor tersebut dalam memberikan pertimbangan dalam membeli asuransi jiwa, dihitung prosentase dari keseluruhan sample sehingga tahu fh nya,dari hasil tersebut data tersaji dalam tabel sebagai berikut : Tabel VIII.2 Tabel penolong untuk menghitung chi kuadrat dari 150 sample pertimbangan membeli produk asuransi jiwa antara umur 2030,30-40 dan 40-50 tahun Fh (fo(foUmur Pertimbangan Fo (fo-fh)2 2 fh) fh) membeli fh produk asuransi jiwa Jenis Produk 21 22,00 -1 1 0,04545 20-30 Pelayanan 18 16,00 2 4 0,25 Perusahaan 11 12,00 -1 1 0,0833 Jenis Produk 35 30,80 4,2 17,64 0,57272 30-40 Pelayanan 14 22,40 -8,4 70,56 3,15 Perusahaan 21 16,80 4,2 17,64 1,05 Jenis Produk 10 13,20 -3,2 10,24 0,77575 40-50 Pelayanan 16 9,60 6,4 40,96 4,26666 Perusahaan 4 7,20 -3,2 10,24 1,42222 Jumlah 150 150 0 11,6161 81
b. Jenis Kelamin, untuk menganalisa factor yang banyak dalam membeli asuransi jiwa diperlukan tabel penolong sebagai berikut: Tabel VIII.3 Tabel penolong untuk menghitung Chi kuadrat dari 150 orang sample Pria dan Wanita Jenis Fo Fh (fo-fh) (fo-fh)2 (fo-fh)2 Kelamin fh Pria 88 75,00 13 169 2,25333 Wanita 62 75,00 -13 169 2,25333 Jumlah 150 150 0 4,5066 b.1. Untuk menganalisa apakah ada perbedaan diantara factor – factor tersebut dalam memberikan pertimbangan dalam membeli produk asuransi jiwa, dihitung juga prosentase dari seluruh sample untuk mengetahui fh, adapun data tersaji dalam tabel sebagai berikut Tabel VIII.4 Tabel penolong untuk menghitung chi kuadrat dari 150 sample pertimbangan membeli produk asuransi jiwa,pertimbangan membeli Produk asuransi jiwa antara Pria dan Wanita Jenis Pertimbangan Fo Kelamin membeli produk asuransi jiwa Jenis Produk 38 Pria Pelayanan 20
Wanita Jumlah 82
Perusahaan Jenis Produk Pelayanan Perusahaan
Fh
(fofh)
(fo-fh)2
(fo-fh)2 fh
40,00 21,87
-2 1,87 3,87 2 1,87 3,87 0
4 3,4969
0,1 0,15989
14,9769 4 3,4969 14,9769
0,82660 0,11428 0,18279 0,94372
22 37 21 12
18,13 35,00 19,13 15,87
150
150
2,32678
c. Marital Status, untuk menganalisa factor yang paling banyak dalam membeli asuransi jiwa, diperlukan tabel penolong seperti: Tabel VIII.5 Tabel penolong untuk menghitung Chi kuadrat dari 150 orang sample Menikah dan belum menikah Marital Fo Fh (fo-fh) (fo-fh)2 (fo-fh)2 Status fh Menikah 101 75,00 26 676 9,01333 Belum 49 75,00 -26 676 9,01333 Menikah Jumlah 150 150 0 18,02666 c.1. Untuk menganalisa apakah ada perbedaan diantara factor – factor tersebut dalam memberikan pertimbangan dalam membeli asuransi jiwa, kita cari prosentase dan hasilnya seperti tabel : Tabel VIII.6 Tabel penolong untuk menghitung chi kuadrat dari 150 sample pertimbangan membeli produk asuransi jiwa,pertimbangan membeli Produk asuransi jiwa antara Menikah dan Belum Menikah Fh (fo(foPertimbangan Fo Marital (fo-fh)2 2 fh) fh) Status membeli fh produk asuransi jiwa Jenis Produk 42 41,40 0,6 0,36 0,00869 Menikah Pelayanan 25 26,40 -1,4 1,96 0,07424 Perusahaan 23 22,20 0,8 0,64 0,28828 Jenis Produk 27 27,60 -0,6 0,36 0,01304 Belum Pelayanan 19 17,60 1,4 1,96 0,11136 Menikah Perusahaan 14 14,80 -0,8 0,64 0,04324 Jumlah 150 150 0 0,27941 d. Tingkatan Pendapatan Untuk menganalisa factor yang paling banyak dalam membeli asuransi jiwa, diperlukan tabel penolong seperti berikut : 83
Tabel VIII.7 Tabel penolong untuk menghitung Chi kuadrat dari 150 orang sample Pendapatan <30 juta,30-60 juta,>60 juta per tahun Tingkat Fo Fh (fo-fh) (fo-fh)2 (fo-fh)2 Pendapatan fh < 30jt/ th 32 50 -18 324 6,480 30-60jt/ th 46 50 -4 16 0,320 > 60 jt/th 72 50 22 484 9,680 Jumlah 150 150 0 16,48 d.1. Untuk menganalisa apakah ada perbedaan diantara factor – factor tersebut dalam memberikan pertimbangan dalam membeli asuransi jiwa, dihitung prosentase dari keselurahan sample agar tahu fh nya didapat data: Tabel VIII.8 Tabel penolong untuk menghitung Chi kuadrat dari 150 orang sample Pendapatan <30 juta,30-60 juta,>60 juta per tahun pertimbangan untuk membeli produk asuransi jiwa (fo(fo-fh)2 (fo-fh)2 Tingkat Pertimbangan Fo Fh fh) Penda membeli fh Patan produk asuransi jiwa Jenis Produk 32 20,00 12 144 7,2 <30 jt Pelayanan 8 15,67 -7,67 58,8289 3,7542 Perusahaan 10 14,33 -4,33 18,7489 1,3083 Jenis Produk 23 24,00 -1 1 0,04166 30-60 jt Pelayanan 12 18,80 -6,8 46,24 2,4595 Perusahaan 25 17,20 7,8 60,84 3,5372 Jenis Produk 5 16,00 -11 121 7,5625 >60 jt Pelayanan 27 12,53 14,47 209,38 16,7103 Perusahaan 8 11,47 -3,47 12,0409 1,04977 Jumlah 150 150 0 43,6236
84
3. Penutup Dari Analisis Faktor – factor yang mempengaruhi keputusan dalam membeli produk asuransi jiwa di Surakarta, dapat disimpulkan bahwa : 1.Kelompok yang paling banyak membeli asuransi jiwa : - Dari factor umur , yaitu kelompok umur 30 – 40 tahun - Dari factor jenis kelamin yaitu kelompok Pria - Dari Faktor Marital Status, yaitu Yang sudah menikah - Dari factor tingkat pendapatan, yaitu kelompok yang berpenghasilan diatas 60 juta per tahun 2.Perbedaan dalam meberikan pertimbangan dalam membeli Asuransi Jiwa adalah: - Kelompok yang dipengaruhi oleh factor Jenis Produk adalah kelompok umur 20- 40 tahun, pria atau Wanita,menikah dan belum menikah serta memiliki pendapatan < 30 juta per tahun - Kelompok yang membeli asuransi jiwa karena Faktor Pelayanannya adalah kelompok yang memiliki pendapatan > 60 juta per tahun - Kelompok yang membeli produk asuransi jiwa dipengaruhi oleh factor Perusahaan adalah kelompok umur 30-40 tahun Dari hasil tersebut, penulis menyarankan kepada : 1.Sales/Penjual Asuransi jiwa, jika menemui konsumen umur 20- 40 tahun,pria/wanita, menikah /tidak menikah dan memiliki pendapatan <30 juta/tahun hendaknya pemasar hendaknya menekankan penjualan pada Presentasi produk, kedua bertemu Konsumen berumur 40-50 tahun, hendaknya menekankan tentang Pelayanannya. ketiga bila bertemu konsumen dengan pendapatan antara 30-60 juta per tahun harus menekankan pada presentasi keadaan atau kondisi Perusahannya.dan bila konsumen berpenghasilan >60 juta pertahun tekankan pada Pelayanannya. 2. Trainer Pemasar Asuransi Jiwa, Agen agen perusahaan memegang peranan penting dalam mencari nasabah baru, sehingga 85
agar tepat memilih pasar dan potensial adalah : Konsumen berumur 30-40 tahun,status menikah, dan pendapatan diatas 60 juta per tahun. Daftar Pustaka Basu Swasta DH,Irawan,Manajemen Pemasaran Modern, Liberty,Yogyakarta,1997 Husein Umar, metodologi Penelitian Aplikasi Dalam Pemasaran, PT.Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,1997 Philip Kotler,Manajemen Pemasaran,Analisi,Perencanaan,Implementasi dan Kontrol,Jilid 1,PT Prenhalindo,Jakarta,1997 Undang Undang Republik Indonesia Nomor 2 than 1992 tentang Pokok pokok Asuransi di Indonesia,Sekjen DAI,1992 Paket Buku Panduan Calon Agen,Basic Agency Training, Lippo Life,Jakarta,1997
86
ANALISIS PENGARUH RETAIL MIX TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN KONSUMEN PADA PAMELA SWALAYAN YOGYAKARTA. Mita Febriana Puspasari. AMIK AMIKOM CIPTA DARMA Surakarta Abstraksi Seorang pengecer memerlukan lebih dari sekedar menjual produk-produk yang berkualitas dan beragam, menawarkan produk tersebut dengan harga menarik dan membuatnya mudah didapat oleh konsumen, tetapi juga harus berkomunikasi dengan para konsumen yang ada sekarang dan calon konsumen. Untuk melakukan hal ini, mereka harus memiliki pemahaman yang jelas tentang bagaimana, di mana, apa dan kapan para konsumen akan melakukan pembelian. Para pengecer harus memperhatikan semua faktor yang mempengaruhi para konsumen, seperti barang dagangan, harga, suasana toko dan servis pelanggan (customer service). Kata Kunci : Pengaruh Retail Mix, Keputusan Pembelian Konsumen 1. Pendahuluan Perkembangan dunia bisnis semakin pesat, ditandai dengan semakin banyak dan kompleksnya tantangan yang ada didalamnya. Seiring dengan hal tersebut, terjadi pula pergeseran tata kehidupan masyarakat secara menyeluruh dan cepat yang berdampak pada perubahan kondisi politik, ekonomi, sosial, dan budaya secara cepat pula. Setiap pengecer menerapkan strateginya dengan menggunakan Retail Mix untuk menciptakan metode tersendiri agar memberikan pelayanan yang optimal kepada pelanggan yang menjadi targetnya. Retail mix merupakan kombinasi dari beberapa komponen yang merupakan inti bagi sistem pemasaran perusahaan ritel, Pembahasan tentang pengaruh Retail Mix meliputi: lokasi toko, sifat dan kualitas keragaman produk, harga, promosi, pelayanan, personel penjualan, 87
atribut fisik toko, atmosfir toko terhadap keputusan pembelian konsumen pada Pamela Swalayan, merupakan inti dalam pembahasan penelitian ini. Pandangan yang mendasari penelitian ini adalah pengetahuan tentang pengaruh Retail Mix terhadap keputusan pembelian konsumen pada suatu toko atau swalayan tertentu, dapat digunakan untuk mengembangkan strategi pemasaran, yang jika ditanggapi dan ditafsirkan dengan benar hasil studi tersebut akan memberi masukan yang esensial bagi manajemen pemasaran guna mencapai tujuan perusahaan yang telah ditetapkan sebelumnya. Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan penelitian, untuk mengetahui dan menganalisis faktor-faktor Retail Mix yang mempengaruhi dan berpengaruh terhadap keputusan pembelian konsumen pada Pamela Swalayan Yogyakarta. Jenis penelitian yang dilakukan peneliti adalah eksplanatory research. Menurut Singarimbun dan Effendi (1995), eksplanatory research adalah penelitian dengan melakukan pengumpulan data sedemikian rupa untuk menjelaskan hubungan sebab akibat (kausal) antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesa sehingga memungkinkan diperoleh suatu kesimpulan. Sedangkan metode penelitian yang dipakai adalah metode penelitian survai. Menurut Singarimbun dan Effendi (1995:3) penelitian survai adalah penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dengan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data yang pokok. Lokasi Penelitian dilaksanakan di Pamela Swalayan Yogyakarta dengan alamat di Jl. Nusa Indah Condong Catur Yogyakarta Populasi yang diamati dalam penelitian ini adalah masyarakat Yogyakarta dan sekitarnya, yang pernah berbelanja di Pamela Swalayan Yogyakarta. Sedangkan teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik pengambilan sampel acak sederhana (simple random sampling), Sedangkan sampelnya adalah responden yang kita temui di lokasi penelitian, dalam hal ini adalah di Pamela Swalayan Yogyakarta. Adapun jumlah sampel yang diambil dalam penelitian adalah 100 orang. 88
2. Pembahasan Usaha eceran (retailing) meliputi semua kegiatan yang terlibat dalam penjualan barang atau jasa secara langsung ke konsumen akhir untuk penggunaan pribadi dan bukan bisnis. Sedangkan pengecer atau toko eceran adalah usaha bisnis yang volume penjualannya terutama berasal dari penjualan eceran.(Kotler, 1997) Berdasarkan definisi di atas,Rajagoegoek dan Irawan (1990) membagi bisnis eceran ke dalam empat kategori, yaitu: 1. Berdasarkan Volume Penjualan 2. Berdasarkan macam/jenis produk yang dijual 3. Berdasarkan bentuk kepemilikan bisnis 4. Berdasarkan metode operasi yang dipakai Fungsi-Fungsi Retailer dalam Distribusi Retailing adalah tahapan terakhir dalam suatu saluran distribusi, yang membentuk bisnis dan orang-orang yang terlibat dalam suatu pergerakan fisik dan transfer kepemilikan barang dan jasa dari produsen kepada konsumen.(Usman, 1998) PRODUS PRODUS
Brand A C
Pedaga ng
Brand B C Brand C Custom
PRODUS PRODUS EN MERK PRODUS EN MERK PRODUS EN MERK
Pedaga ng
Retail
Brand D Brand E C
Pedaga ng
Brand F Custom
Gambar 1 : Peranan Retailer dalam Proses Pemilihan 89
Fungsi retail dalam distribusi lainnya adalah retailer dapat berkomunikasi dengan para konsumen mereka dan dengan para produsen atau agen mereka. Melalui advertising dan displai-displai di toko, para konsumen diberi informasi tentang ketersediaan dan karakteristik barang dan jasa, jam buka toko, penjualan khusus dan sebagainya. Retail mix adalah kombinasi dari beberapa komponen yang merupakan inti bagi sistem pemasaran perusahaan ritel. Komponen Retail Mix meliputi: lokasi toko (store location), prosedur operasi (operating procedures), servis/barang yang ditawarkan (goods/services offered), taktik harga (pricing tactics), atmosfer toko dan servis pelanggan (store atmosphere and customer services) dan metode promosi (promotional methods). (Berman Barry & R. Evans Joel, 1992) Sedangkan menurut Bowersox dan Cooper (1992), setiap pengecer menerapkan strateginya dengan menggunakan elemen-elemen berikut: barang dagangan (merchandise), harga (price), suasana atau atmosfer toko (store atmosphere), komunikasi (communication), pelayanan (service), logistik dan lokasi (location). Selanjutnya, Engel (1995) menjelaskan bahwa atribut penting dalam pemilihan toko antara lain: (1) lokasi (location), (2) kualitas dan keragaman barang (nature and quality of assortment), (3) harga (price), (4) iklan dan promosi (advertising and promotion), (5) personel penjualan (sales personnel), (6) servis yang ditawarkan, (7) atribut fisik toko (physical store attributes) (8) sifat pelanggan (nature of store clientele) (9) suasana toko (store atmosphere), and (10) servis dan kepuasan sesudah transaksi (posttransaction service and satisfaction)”.
90
Analisis Tindakan Lingkungan
Keputusan Barang dagangan inti Pelanggan inti
Pesaing inti
Patokan nilai Konsep produk total
Komunikasi Desain toko lokasi toko Operasi toko
dan
Sistem logistik dan informasi
Gambar 2 : Mengembangkan Strategi inti dalam Perdagangan Eceran: Menemukan Keuntungan Diferensial untuk Produk tertentu Sumber: James F. Engel James F., Blackwell Roger D.,Miniard Paul W., 1995, Perilaku Konsumen, Edisi 6, Binarupa Aksara, Jakarta, hlm. 274 Langkah pertama adalah analisis lingkungan, sedangkan langkah ke dua adalah mengambil keputusan, yang mencakup tentang pelanggan inti toko, barang dagangan inti dan identifikasi pesaing. Dengan memusatkan pada aspek-aspek yang benar-benar penting atau inti, lebih memungkinkan perusahaan menghasilkan keuntungan diferensial daripada berusaha menjadi segalanya bagi semua orang. Tipe pengambilan keputusan berdasarkan dua dimensi.:Dimensi pertama luas pengambilan keputusan. Dimensi ke dua, tingkat keterlibatan dalam pembelian. Ada tiga factor yang mempengaruhi pengambilan keputusan : a. Konsumen Perseorangan (Individual Consumer) b. Pengaruh Lingkungan (Environmental Influences)
91
c. Aplikasi Perilaku Konsumen pada Strategi Pemasaran (Application of Consumer Behaviour to Marketing Strategies)
Kebudayaan Budaya Sub-budaya
Sosial Kelompok Referensi Keluarga
Kelas Sosial
Peranan dan status
Pribadi Usia dan tahap daur hidup Pekerjaan Situasi Ekonomi Gaya Hidup Kepribadian dan Konsep diri
Psikologis Motivasi Persepsi Belajar Kapercaya an dan sikap
PEMB ELI
Gambar 3: Model Terperinci dari Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Sumber: Kotler, (1995) Menurut Engel, Blackwell dan Minniard W. (1990), terdapat lima tahap pengambilan keputusan konsumen, yaitu sebagai berikut : 1. Pengenalan atas suatu kebutuhan (Need Recognition) 2. Pencarian Informasi (Search for Information) 3. Evaluasi Alternatif (Evaluation of Alternative) 4. Pengambilan Keputusan (Choise) 5. Evaluasi Pasca Pembelian (Out Came of Choise).
92
1
2
Household/ Buyer Characteristics - Location - Demographi c - Role - Life-style - Personelity - Economic
Shopping and Purchasing Needs
Retailer Strategies Perception of Store Attributes
Importance of Store Attributes 3
Attitude Toward Stores
5
Store Choice
6
4 Feed back
In Store Information Processing
7
Product and Brand Purchase
8
Feed back
Gambar 4: Model of Store Choice Sumber: Assael (1992) Dari penjelasan teori di atas maka dapat digambarkan kerangka teoritik sebagai berikut : FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONSUMEN : • Lokasi ( X1) • Produk ( X2 ) • Harga ( X3) • Promosi ( X4 ) • Personel Penjualan ( X5) • Pelayanan atau Servis ( X6 ) • Atribut Fisik Toko ( X7 ) • Atmosfir Toko ( X8 )
KEPUTUSAN PEMBELI (Y)
Gambar 5 : Kerangka Teoritik
93
Validitas Validitas menunjukkan sejauh mana alat pengukur dapat mengukur apa yang diukur (Ancok, 1995 dalam Singarimbun dan Efendi, 1995). Valid tidaknya suatu item instrumen dapat diketahui dengan membandingkan indeks korelasi product moment Pearson dengan level signifikansi 5% dengan nilai kritisnya, di mana r dapat digunakan rumus (Arikunto, 1998). Rumus Korelasi : rxy =
N ∑ XY − (∑ X )(∑ Y )
(N ∑ X
2
)(
− (∑ X ) N ∑ Y 2 − (∑ Y )
Keterangan :
2
r n X Y
2
)
= koefisien korelasi = banyaknya sampel = skor item X = skor item Y
Bila probabilitas hasil korelasi lebih kecil dari 0,05 (5%) maka dinyatakan valid dan sebaliknya dinyatakan tidak valid. Reliabilitas Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan (Ancok dalam Singarimbun, 1995). Pengujian secara reliabilitas instrumen dilakukan dengan menguji skor antar item dengan menggunakan rumus alpha cronbach (Arikunto,1998) yaitu: 2 k ∑ σ b r11= 1− 2 σt k − 1
Keterangan : r11 = reliabilitas instrumen 94
k = banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal
σb2= jumlah varians butir σt2 = varians total
Instrumen dapat dikatakan andal (reliable) bila memiliki koefisien keandalan reliabilitas sebesar 0,6 atau lebih (Arikunto,1993). Bila alpha lebih kecil dari 0,6 maka dinyatakan tidak reliabel dan sebaliknya dinyatakan reliabel. Analisis Regresi Linier Berganda Analisis Regresi berganda merupakan model statistik yang digunakan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat.. Algifari ( 1997 ) menampilkan rumus regresi berganda sebagai berikut : Y= a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + … +b8X8+ E Keterangan : Y = Keputusan konsumen untuk membeli di Pamela Swalayan a = Konstanta X1 = Lokasi X2 = Sifat dan kualitas keragaman produk X3 = Harga X4 = Iklan dan Promosi X5 = Personel penjualan X6 = Pelayanan/servis X7 = Atribut fisik toko X8 = Atmosfir toko b1, b2, ……, b8 = koefisien X1, X2, …..X8 E = Pengaruh variabel lain Analisis Korelasi Linier Berganda Analisis ini digunakan untuk mengukur keeratan hubungan antara variabel bebas secara keseluruhan 95
terhadap variabel terikat dengan mengetahui arah hubungan antar variabel secara simultan. Koefisien korelasi menurut Dajan (1991) dapat ditentukan dengan menggunakan formulasi sebagai berikut : r=
b1 (∑ Y X 1 ) + b2 (∑ Y X 2 ) + b3 (∑ Y X 3 ) + ... + bi (∑ YX i ) 2 ∑Y
Keterangan:
r n Xi Y
= koefisien korelasi = jumlah subjek yang diteliti = variabel bebas ke i = variabel terikat
Untuk mengetahui pengaruh retail mix yang terdiri dari lokasi, produk, harga, promosi, personel penjualan, servis, atribut fisik, dan atmosfer toko secara parsial terhadap pengambilan keputusan pembelian, digunakan Uji t. menurut J. Supranto (1990), rumusnya sebagai berikut : Ket. b = koefisien regresi parsial sb = standar error b b s b Dalam hal ini regresi berganda diuji dengan derajad kepercayaan 95 % atau dengan penyimpangan 5 %. Apabila nilai t < t1- α,, (n-2) atau p > 0,05 maka H0 diterima. t
=
Uji Serempak (Uji F) Uji F ini digunakan untuk mengetahui besarnya pengaruh variabel bebas secara bersama-sama terhadap variabel terikat. Menurut Simatupang (1990) untuk mengetahui korelasi ini signifikan atau tidak dapat 96
digunakan pengujian F hitung sesuai dengan rumus berikut ini : F=
r2 (1 − r 2 )
k
n − k −1
Keterangan: k = jumlah variabel bebas n = jumlah sampel r2 = koefisien determinasi korelasi berganda
Apabila nilai F < F 1- α, (k, n-k-1) atau p>0,05 maka H0 diterima. Kriteria indeks koefisien reliabilitas: 1. Interval koefisien 0, 00 – 0,199; Tingkat hubungannya sangat rendah 2. Interval koefisien 0,20 – 0,399; Tingkat hubungannya rendah 3. Interval koefisien 0,40 – 0,599; Tingkat hubungannya sedang 4. Interval koefisien 0,60 – 0,799; Tingkat hubungannya kuat 5. Interval koefisien 0,80 – 1,000; Tingkat hubungannya sangat kuat Pengujian instrumen penelitian baik dari segi validitasnya maupun reliabilitasnya terhadap 100 responden diperoleh bahwa hasil instrumen penelitian yang dipergunakan adalah valid dan reliabel, hal ini disebabkan oleh karena probabilitasnya lebih kecil atau sama dengan 0,05 dan koefisien keandalannya lebih besar dari 0,6. Langkah berikut merupkan inti dari laporan hasil penelitian yang berisi analisis atau pun pembukti hipotesis untuk penelitian ini. Untuk menganalisis tingkat hubungan dari beberapa variabel bebas (independent) dengan satu variabel terikat (dependent), peneliti menyajikan hasil komputasi pada tabel 4.23 berikut :
97
Tabel 1:. Rekapitulasi Hasil Pengolahan Data Variabel B T Sig t 0,015 2,490 X1 0,133 0,003 3,039 0,146 X2 0,020 2,361 0,096 X3 0,004 2,975 0,137 X4 0,529 0,632 0,030 X5 0,913 0,109 0,005 X6 0,233 1,201 0,053 X7 0,985 0,018 0,001 X8 0,000 -4,361 Konstant -3,114 a
Keterangan Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan Tidak Signifikan Tidak Signifikan Tidak Signifikan Tidak Signifikan
t tabel = 1,980 Multiple R = 0,764 R Square = 0,583 Adjusted R Square = 0,547 F hitung = 15,927 Sig F = 0,000 F tabel = 2,97 Sumber: Data primer (diolah), September 2004 Analisis Regresi Linier Berganda Analisa ini digunakan untuk menghitung besarnya hubungan antara variabel independen dan variabel dependen, melalui hubungan X1, X2, X3, X4, X5, X6, X7, dan X8 terhadap Y. Model regresi berdasarkan hasil analisis di atas adalah : Y1 = -3,114 + 0,133X1 + 0,146X2 + 0,096X3 + 0,137X4 + 0,030 X5 + 0,005X6 + 0,053X7 + 0,001X8 + e Dari persamaan tersebut dapat diinterpretasikan sebagai berikut : 1. bo = -3,114 (Nilai konstanta) 2. b1 = 0,133 (indikator lokasi) 98
3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
1.
2.
3.
4.
b2 = 0,146 b3 = 0,096 b4 = 0,137 b5 = 0,030
(indikator produk) (indikator harga) (indikator promosi) (indikator personel penjualan) b6 = 0,005 (indikator servis) b7 = 0,053 (indikator atribut fisik toko) b8 = 0,001 (indikator atmosfer atau suasana toko)
Dari hasil Uji t dari tabel 4.23 di atas nampak bahwa terdapat 4 variabel yang mempunyai pengaruh signifikan dan 4 variabel lainnya tidak signifikan. Secara rinci dapat dijelaskan sebagai berikut Lokasi (X1) Untuk variabel lokasi (X1) memiliki nilai t hitung sebesar sebesar 2,490. Nilai ini lebih besar dari t tabel ( 2,490 >1,98) atau sig t < 5% (0,015 < 0,05). Dengan demikian pengujian menunjukkan H0 ditolak. Hasil ini memperlihatkan bahwa lokasi (X1) berpengaruh secara signifikan terhadap Y. Produk (X2) Untuk variabel produk (X3) memiliki nilai t hitung sebesar 3,039. Nilai ini lebih besar dari t tabel (3,039 > 1,98) atau sig t < 5% (0,003 < 0,05). Dengan demikian pengujian menunjukkan H0 ditolak. Hasil ini memperlihatkan bahwa produk (X2) berpengaruh secara signifikan terhadap Y. Harga (X3) Untuk variabel harga (X3) memili t hitung sebesar 2,361. Nilai ini lebih besar dari t tabel (2,361> 1,98) atau Sig t < 5% (0,020 < 0,05). Dengan demikian pengujian menunjukkan H0 ditolak . Hasil ini memperlihatkan bahwa harga (X3) berpengaruh secara signifikan terhadap Y. Promosi (X4) Untuk variabel promosi (X3) memili t hitung sebesar 2,975. Nilai ini lebih besar dari t tabel (2,975 > 1,98) atau Sig t < 5 % (0,004 < 0,05). Dengan demikian pengujian menunjukkan H0 ditolak. Hasil ini memperlihatkan bahwa promosi (X3) berpengaruh secara 99
signifikan terhadapY. 5. Personel Penjualan (X5) Untuk variabel personel penjualan (X5) memiliki t hitung sebesar 0,632. Nilai ini lebih kecil dari t tabel (0,632 < 1,98) atau Sig t > 5% (0,529 > 0,05). Dengan demikian pengujian menunjukkan H0 tidak ditolak . Hasil ini memperlihatkan bahwa variabel personel penjualan X5 tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Y. 6. Servis (X6) Untuk variabel servis (X6) memiliki t hitung sebesar 0,109. Nilai ini lebih kecil dari t tabel (0,109 < 1,98) atau Sig t > 5% (0,913 > 0,05). Dengan demikian pengujian menunjukkan H0 tidak ditolak . Hasil ini memperlihatkan bahwa variabel servis (X5) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Y. 7. Atribut Fisik (X7) Untuk variabel atribut fisik toko (X 7 ), memiliki nilai tstatistik sebesar 1,201. Nilai ini lebih kecil dari t tabel (1,201 < 1,98) atau Sig t > 5% (0,233>0,05). Dengan demikian pengujian menunjukkan H0 tidak ditolak . Hasil ini memperlihatkan bahwa atribut fisik toko (X7) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Y. 8. Variabel Atmosferik toko (X8) Untuk variabel atmosferik toko (X8 ), memiliki nilai tstatistik sebesar 0,018. Nilai ini lebih kecil dari t tabel (0,018 < 1,98) atau Sig t > 5% (0,985>0,05). Dengan demikian pengujian menunjukkan H0 tidak ditolak. Hasil ini memperlihatkan bahwa atmosferik toko (X8) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Y. 3. Kesimpulan Dari hasil penelitian dapat diambil kesimpulan : 1 Berdasarkan hasil tabulasi silang (crosstabulation) dengan program SPSS versi 11.0 for windows, konsumen Pamela pada umumnya memiliki karakteristik sebagai berikut: a. Sebagian besar konsumen Pamela adalah berstatus belum menikah berjumlah 62 orang (62%), dan juga 100
2
3
perempuan, berusia antara 21 sampai 25 tahun, belum menikah, berjumlah 21 orang (21 %). b. Sebagian besar konsumen Pamela adalah pelajar/mahasiswa, berjumlah 57 orang (57%). Hasil tabulasi silang antara penghasilan, pendidikan, dan pekerjaan diketahui bahwa mayoritas responden penghasilannya < 500.000 rupiah per bulan, pendidikan terakhirnya SLTA, dan pekerjaan pelajar/mahasiswa, berjumlah 16 orang (16 %). c. Sebagian besar konsumen Pamela mempunyai hari favorit yaitu hari Sabtu, berjumlah 39 orang (39%). Sedangkan dari hasil tabulasi silang antara hari dan jam favorit diketahui bahwa mayoritas memilih hari Sabtu pada jam 12.01 sampai jam 15.00, yaitu 15 orang (15%). d. Sebagian besar konsumen Pamela berbelanja selama 1 sampai 2 jam, pada jam 12.01 sampai jam 15.00, yaitu 19 orang (19%). e. Sebagian besar konsumen belanja dengan alat transportasi mobil, sebanyak yaitu 36 orang (36%). Dari hasil perhitungan regresi diketahui bahwa lokasi (X1) mempunyai pengaruh terhadap keputusan pembelian konsumen (Y) sebesar 0,133; produk (X2) mempunyai pengaruh terhadap keputusan pembelian (Y) sebesar 0,146; harga (X3) mempunyai pengaruh terhadap keputusan pembelian konsumen (Y) sebesar 0,039; promosi (X4) mempunyai pengaruh sebesar 0,137; personel penjualan (X5) mempunyai pengaruh sebesar 0,03; servis (X6) mempunyai pengaruh sebesar 0,005; atribut fisik toko (X7) mempunyai pengaruh sebesar 0,053; dan atmosfer toko (X8) mempunyai pengaruh sebesar 0,001. Produk (X2) ternyata merupakan faktor yang mempunyai pengaruh yang paling besar terhadap keputusan pembelian konsumen (Y), yaitu sebesar 14,6%. 101
4
Dari perhitungan r square atau r determinasi dapat dibuktikan bahwa masing-masing faktor yang terdiri dari lokasi, produk, harga, promosi, personel penjualan, servis, atribut fisik toko, dan atmosfer toko, mempunyai pengaruh yang signifikan dan bermakna terhadap keputusan pembelian (Y) yaitu sebesar 58,3 % sedangkan sisanya sebesar 41,7 % dipengaruhi oleh faktor lain diluar variabel bebas yang diteliti
Daftar Pustaka Ancok Dajan, (1982), Pengantar Metode Statistik, jilid 2, Jakarta: LP3ES. Arikunto Suharsimi, (1993), Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis, Jakarta: PT. Rineka Cipta. Basu Swastha dan T. Hani Handoko, (2000), Manajemen Pemasaran: Analisa perilaku Konsumen, Edisi 1, cetakan ke-3, Yogyakarta: BPFE. Bowersox, Donald J. dan M. Bixby Cooper, (1992), Strategic Marketing Channel Management, Mc Graw Hill International Edition Engel, James F., Blackwell D., Roger and Minniard W., Paul, (1995), Perilaku Konsumen, alih bahasa Drs. Alex Budiyanto, jilid 2, edisi ke enam, Jakarta: Binarupa Aksara. Hasty, Ronald W., (1983), Retailing, Third Edition, Harper and Row Publisher, New York Kotler, Philip, (1995), Manajemen Pemasaran: Analisis, Perencanaan, Implementasi dan Pengendalian, terjemahan Ancella Anitawati Hermawan, SE, MBA, Jakarta: Salemba Empat. Kerlinger, Fred N., Simatupang, Landung R., (1990), Human Behaviour, Yogyakarta: Gajah Mada University. Lewison, Date M. & De Lozier, M. Mayne, (1989), Retailing, Third edition, Merrill, Italia
102
Masri Singarimbun dan Sofian Effendy, (1995), Metode Penelitian Survai, Cetakan ke dua, Jakarta: LP3ES. Meyer, Warren G., Harris E., Edward Kohns, Donald P. dan Stones III, James R; (1992), Pemasaran Eceran, Alih bahasa: Dra. Tien Sribimawati, MSc., Jakarta: PT. Elex Media Komputindo Parasuraman, A., (1991), Marketing Research, Second Edition, Addison-Wesley Pub. Co., Menlo Park Sigid Triyono, (2001), Faktor Pemuas Pelanggan di Bisnis Eceran, http://www.fekon.com /infobisnis/34.htm Singgih Santoso, (2000), SPSS Versi 11.0 Mengolah Data Secara Profesional, PT. Elexmedia Komputindo, Jakarta Soetjipto, Budhi W., (1998), Teori dan Permasalahan Bisnis Eceran, Majalah Usahawan No. 8 TH. XVVII, p.13 Supranto J., (1990), Statistic: Teori dan Aplikasinya, Jakarta: Erlangga Sutisna, (2003), Perilaku Konsumen dan Komunikasi Pemasaran, Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Thoyib Usman, (1998), Manajemen Perdagangan Eceran, Jil.1, Yogyakarta: Ekonisia.
103
PENGARUH DIMENSI KESADARAN MEREK TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN Rosyidah Jayanti Vijaya STMIK AMIKOM Yogyakarta Abstraksi Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh atribut pembangun kesadaran merek: berbeda (be differentmemorable), penampakan simbol (symbol exposure), dan publisitassponsor kegiatan (publicity-event sponsorship) terhadap keputusan pembelian tamu/pelanggan untuk memilih menginap di suatu hotel. Subyek penelitian ini berjumlah 100 tamu/pelanggan Hotel Novotel, Hotel Saphir dan Hotel Jogjakarta Plaza. Pengumpulan data dilakukan melalui penyebaran kuesioner dengan teknik nonprobability dan metoda snowball sampling. Alat yang digunakan untuk meneliti pengaruh adalah regresi berganda. Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh positif dari variabel berbeda-dikenang (be different-memorable) dan publisitassponsor kegiatan (publicity-event sponsorship) terhadap keputusan pembelian, sedangkan penampakan simbol (symbol exposure) tidak berpengaruh terhadap keputusan pembelian. Signifikansi pengaruh variabel publisitas-sponsor kegiatan lebih besar daripada variabel berbeda-dikenang, bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan oleh Smith dan Swinyard (1983). Hal ini bisa disebabkan karena ambiguitas persepsi konsumen mengenai kualitas jasa yang mewakili variabel berbeda-dikenang (D’Souza dan Rao, 1995). Gejala autokorelasi ditemukan dalam model yang digunakan, dan diatasi dengan transformasi data Cochrane-Orcutt. Kata Kunci: Kesadaran Merek, Keputusan Pembelian
104
1.
Pendahuluan Persaingan bisnis dalam jaman kecepatan/Velocity Era (tahun 2000-an) menuntut perusahaan harus dapat bersikap dan bertindak sebagaimana jungle creatures (Gates, 1999: xiii). Dalam abad milenium seperti sekarang perusahaan dituntut bersaing secara kompetitif (competitive rivalry) dalam hal menciptakan dan mempertahankan konsumen yang loyal, (secara lebih spesifik disebut pelanggan) dan salah satunya adalah melalui “perang” antar merek. Perusahaan semakin menyadari merek sebagai aset perusahaan yang paling bernilai. Merek (brand) bukan lagi sekedar nama, istilah (term), tanda (sign), simbol atau kombinasinya. Lebih dari itu, merek adalah janji perusahaan untuk secara konsisten memberikan features, benefits dan services kepada para pelanggan. Dan janji inilah yang membuat masyarakat mengenal merek tersebut, lebih daripada merek yang lain (Keagan et al., 1992: 318, Aaker, 1997: 9). Kenyataannya, sekarang ini karakteristik unik dari pemasaran modern bertumpu pada penciptaan merek-merek yang bersifat membedakan (different) sehingga dapat memperkuat kesan merek (brand image) perusahaan. Untuk mengkomunikasikan kesan merek (brand image) kepada stakeholders (termasuk pelanggan) dapat dilakukan melalui iklan, promosi, publisitas, distribusi, dan harga suatu produk/jasa yang ditawarkan (Keagan et al., 1992: 319). Sedangkan pelanggan memperoleh informasi tentang merek berasal dari: sumber pribadi, komersial, umum dan pengalaman lampau (Kotler, 1994: 231). Penerapan strategi marketing mix yang sangat gencar oleh perusahaan dilakukan untuk membangun ekuitas merek yang kuat, karena ternyata ada hubungan positif antara ekuitas merek yang kuat dengan keuntungan yang tinggi (Futrell dan Stanton dalam Muafi, 2002: 44), memberikan laba bersih masa depan bagi perusahaan (Aaker, 1991), serta revenue potensial di masa yang akan datang (Kertajaya: 1996). Untuk mencapainya diperlukan visi yang panjang, komitmen serta keyakinan yang kuat dari top management, khususnya dari para pemasar. 105
Merek yang mewakili ekuitas merupakan salah satu aset tak berwujud yang paling penting, karena dapat digunakan sebagai dasar keunggulan kompetitif dan sumber penghasilan masa depan. Namun masih ada perusahaan yang tidak mengelola mereknya secara terkoordinasi, padahal mengelola merek dan aset-asetnya merupakan hal utama agar dapat bersaing secara kompetitif di era global. Pengkonsepsian ekuitas merek sangat berguna, salah satunya adalah untuk meningkatkan produktivitas marketing. Biaya yang tinggi, persaingan yang semakin ketat, permintaan yang merata di berbagai pasar mengakibatkan perusahaan mencari cara untuk meningkatkan efisiensi biaya pemasaran. Sebagai konsekuensinya, pemasar membutuhkan pemahaman yang lebih terhadap perilaku konsumen sebagai dasar untuk membuat keputusan strategis dan taktikal yang lebih baik. Konsep dasar ekuitas merek, bisa dikelompokkan menjadi lima dimensi (Aaker, 1991): (a) loyalitas merek (brand loyalty) (b) kesadaran nama/merek (name/brand awareness) (c) kesan kualitas (perceived quality) (d) asosiasi-asosiasi merek sebagai tambahan terhadap kesan kualitas, serta (e) aset-aset merek yang lain Kelima dimensi aset ekuitas merek tersebut pada umumnya dapat menambah atau bahkan mengurangi nilai bagi para pelanggan dan perusahaan. Oleh karenanya pengelolaan ekuitas merek dapat berpengaruh pada penciptaan nilai kepada pelanggan dan perusahaan dalam menghasilkan ekuitas perusahaan. Dalam penelitian ini, penulis akan membahas lebih jauh mengenai dimensi kesadaran merek (brand awareness). Kesadaran merek merupakan faktor yang sangat penting, dimana merek yang masuk dalam consideration set menjadi salah satu merek yang dievaluasi. Kesadaran merek membutuhkan jangkauan kontinum (continum ranging) dari perasaan yang tidak pasti bahwa merek tertentu dikenal, menjadi keyakinan bahwa produk tersebut merupakan satu-satunya dalam kelas produk bersangkutan (Aaker, 1991). Jangkauan kontinum 106
terwakili oleh tiga tingkatan, yaitu: brand recognition, brand recall dan top of mind awareness. Peran dari kesadaran merek atas ekuitas merek tergantung pada konteks dan pada tingkat mana kesadaran itu dicapai. Aaker (1991) mengemukakan bahwa untuk mencapai kesadaran (awareness), baik recognition maupun recall, melibatkan dua hal; menggali identitas nama merek dan menghubungkannya dengan kelas produk tertentu. Ada beberapa pendekatan psikologi maupun periklanan serta melalui penelitian terhadap merek yang sudah menciptakan dan memelihara tingkat kesadaran dengan baik. Kesadaran dapat dicapai, dipelihara, dan ditingkatkan dengan; menjadi berbeda-dikenang (be different-memorable), melibatkan slogan dan jingle, menampakkan simbol (symbol exposure), publisitas (publicty), menjadi sponsor kegiatan (event sponsorship), mempertimbangkan perluasan merek, dan menggunakan petunjuk (Aaker, 1991). Dalam penelitian ini, peneliti mengambil be differentmemorable, symbol exposure, publicity-event sponsorship menjadi atribut yang diteliti sebagai pembentuk kesadaran merek dan melihat bagaimana pengaruh atribut-atribut tersebut terhadap keputusan konsumen untuk memilih menginap di hotel berbintang empat khususnya Hotel Novotel, Hotel Saphir dan Hotel Jogjakarta Plaza. Pelayanan jasa akomodasi atau perhotelan memiliki kedudukan yang penting sebagai bagian dari industri pariwisata. Dimana industri pariwisata itu sendiri merupakan salah satu industri besar di dunia. Industri perhotelan dan perjalanan adalah kegiatan utama pariwisata. perjalanan adalah kegiatan utama pariwisata. Perubahan-perubahan permintaaan selalu terjadi seiring dengan perubahan-perubahan kebutuhan konsumen. Sehingga menuntut perusahaan-perusahaan di bidang industri perhotelan untuk terus mengelola permintaaanpermintaan tersebut agar dapat selalu memenuhi permintaan pasar. Perusahaan-perusahaan di bidang perhotelan, seperti Prime Plaza, Accord Chains dan Saphir selalu berusaha memperkuat ekuitas merek mereka dengan mengelola dimensi pengetahuan konsumen tentang merek. Dengan begitu mereka dapat memberikan kinerja yang lebih besar daripada harapan konsumen. 107
Telah banyak dilakukan penelitian mengenai brand awareness dan keputusan pembelian. Adapun penelitian yang dilakukan penulis adalah mengenai brand awareness pada produk layanan jasa tiga hotel berbintang empat (Hotel Novotel, Hotel Quality dan Hotel Saphir Yogyakarta). Dengan demikian, terlihat perbedaan obyek yang diteliti antara produk manufaktur dan produk layanan jasa. Chintagunta (1991) meneliti dampak variabel marketing terhadap pembelian produk kategori, pilihan merek dan keputusan jumlah pembelian alat-alat rumah tangga. Alpert dan Kamins (1995) menemukan bahwa umumnya konsumen memiliki sikap positif terhadap merek pendahulu yang secara terpisah dijelaskan oleh persepsi menyenangkan mengenai merek pendahulu. Dalam penelitian ini, peneliti mengukur sikap positif responden melalui persepsi terhadap kualitas jasa pelayanan hotel yang menjadi favoritnya. Begitu pula mengenai brand recall yang merupakan bagian dari brand awareness, telah dilakukan banyak penelitian dengan fokus produk manufaktur. Hutchinson et al. (1994) memberikan sumbangan ide mengenai model pertanyaan yang dapat digunakan untuk mengukur brand recall. 2. Pembahasan Kesadaran Merek (Brand Awareness) Kesadaran merek merupakan kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian dari kategori produk tertentu (Usahawan, 2002:46). Menurut Aaker (1991), ada tiga tingkatan kesadaran merek yaitu: brand recognition, brand recall dan top of mind awareness. Peran dari kesadaran merek atas ekuitas merek tergantung pada konteks dan pada tingkat mana kesadaran itu dicapai. Pada tingkat yang paling rendah (Brand Recognition) pengakuan merek berdasarkan pada suatu tes pengingatan kembali lewat bantuan (an aided recall test). Para responden bisa diingatkan melalui pemberian sekelompok merek dari kelas produk tertentu dan diminta untuk mengidentifikasikan produk-produk yang pernah mereka dengar sebelumnya. 108
Tingkatan selanjutnya, pengingatan kembali (Brand Recall), berdasarkan pada permintaan seseorang untuk menyebutkan merek tertentu dalam suatu kelas produk tanpa bantuan. Merek yang disebutkan pertama dalan suatu tugas pengingatan kembali tanpa bantuan berarti telah meraih kesadaran puncak pikiran (Top Of Mind Awareness). Dalam lingkungan yang kompetitif, keunggulan perusahaan tidak akan bisa berlangsung lama, selalu ada pesaing yang mampu menyamai keunggulan yang dimiliki oleh perusahaan. Oleh karena itu, perusahaan harus selalu melakukan penemuan kembali keunggulannya (constant reinvention of advantage) agar produk atau jasa yang dihasilkan tetap menjadi pilihan pelanggan. Hanya dengan cara tersebut perusahaan dapat tetap mempertahankan kelangsungan hidupnya dan tumbuh dalam lingkungan bisnis yang kompetitif. Untuk mencapai kesadaran, baik untuk recognition maupun recall, melibatkan dua hal; menggali identitas nama merek dan menghubungkannya dengan suatu kelas produk. Pendekatanpendekatan dalam mencapai, memelihara dan meningkatkan kesadaran disesuaikan dengan konteks apakah merek tersebut merupakan merek yang baru atau merek yang sudah dikenal. Tetapi, ada beberapa petunjuk yang sangat membantu yang didasarkan pada penelitian formal dari psikologi dan periklanan, dan berdasarkan penelitian terhadap merek yang sudah berhasil menciptakan dan memelihara tingkatan-tingkatan kesadaran, yaitu (Aaker, 1991): (1) Menjadi berbeda, dikenang (Be different, memorable); merek harus menyediakan sesuatu yang berbeda, lain dari biasanya dan harus dapat dikenang. Persepsi konsumen terhadap merek merupakan faktor utama konsumen dalam memilih merek dan perilaku mereka dalam membeli. Semua persepsi adalah subyektif dan berdasarkan pada pengalaman. Setiap orang cenderung untuk mengintepretasikan informasi sesuai dengan keyakinan yang sudah ada, sikap, keinginan dan suasana hati. (2) Melibatkan slogan atau jingle (Involve a slogan or jingle); slogan bisa saja memiliki keterkaitan yang kuat dengan suatu kelas produk, karena melibatkan karakteristik produk yang dapat 109
(3)
(4)
(5) (6)
(7)
(8)
110
divisualisasikan. Jingle juga bisa menjadi pencipta kesadaran. Dengan jingle bisa dijelaskan mengapa suatu produk dapat mencapai kesadaran yang tinggi. Menampakkan simbol (Symbol Exposure); simbol dapat berperan penting dalam menciptakan dan memelihara kesadaran. Simbol melibatkan sebuah visualisasi kesan yang dengan mudah dapat dilihat dan diingat. Simbol yang baik adalah yang dapat dilihat, dipahami, mudah diingat, sederhana, unik dan menunjang pesan (Friedmann, 2001) Publisitas (publicity); periklanan cocok sekali untuk membangkitkan kesadaran karena periklanan menyatukan pesan and audiens dan merupakan cara yang efisien agar diketahui orang banyak. Namun bagaimanapun, publisitas memainkan peranan ynag sangat penting. Publisitas tidak hanya lebih murah daripada iklan di media massa tapi juga lebih efektif. Kadangkadang, orang lebih tertarik untuk mempelajari suatu cerita yang baru daripada membaca iklan. Menjadi sponsor kegiatan (Event sponsorship); Tujuan paling utama menjadi sponsor suatu kegiatan adalah untuk menciptakan dan memelihara kesadaran (awareness). Mempertimbangkan perluasan merek; satu cara untuk mendapatkan brand recall, untuk membuat nama merek semakin menonjol adalah dengan menaruh nama di produk yang lain. Coca-Cola, Heinz, dan Sunkist semuanya memperoleh name exposure pada saat nama mereka ada pada produk-produk tambahan yang diiklankan, dipajang atau digunakan. Menggunakan petunjuk; ajakan kesadaran sering dibantu dengan petunjuk baik oleh kelas produk, merek ataupun kedua-duanya. Petunjuk sebuah merek yang sangat berguna adalah kemasannya, yang menjadi stimulus sebenarnya yang dihadapi oleh konsumen. Pengulangan; membangun ingatan konsumen tentang sebuah merek dari suatu kelas produk lebih sulit dibandingkan hanya sekedar mengenal. Nama merek perlu dibuat lebih menonjol, dan hubungan antara merek dengan kelas produk perlu dibuat lebih kuat. Pengenalan terhadap merek dari suatu kelas produk tertentu
memerlukan pengalaman pengulangan.
pembelajaran
yang
dalam
atau
Dari delapan petunjuk di atas, be different-memorable, symbol exposure dan publicity–event sponsorship merupakan hal yang sangat lekat dengan kehidupan hotel. Hotel selalu berusaha memberikan kesan terbaik kepada tamu, dengan tujuan untuk membuat tamu selalu ingat kepada pelayanan yang telah diberikan. Dalam lingkungan hotel banyak ditemukan penampakan simbol (symbol exposure), mulai dari jalan menuju hotel, saat memasuki lingkungan hotel, sampai di dalam kamar. Semua keperluan sehari-hari di dalam kamar dipenuhi dengan penampakan simbol. Mulai dari kunci masuk kamar, buku petunjuk, asbak sampai keperluan kamar mandi (seperti: sabun, shampoo, odol, sikat gigi, handuk, keset, semir sepatu, dan lain sebagainya). Hotel Novotel giat menjadi sponsor kegiatan seperti seminar budaya, pariwisata bahkan kesehatan. Ketiga hotel yang dijadikan obyek juga aktif mengkomunikasikan produk-produk baru atau unggulan, baik melewati koran maupun buletin khusus yang dibuat untuk pelanggan setia hotel. Untuk itu, berbeda-dikenang (be different-memorable), penampakan simbol (symbol exposure), dan publisitas-sponsor kegiatan (publicity-event sponsorship) dijadikan atribut yang diteliti pengaruhnya terhadap keputusan pembelian pelanggan untuk memilih menginap di suatu hotel, khususnya hotel berbintang empat. Untuk itu dikembangkanlah pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab responden berkenaan dengan atribut-atribut yang diperlukan dalam membangun awareness tersebut . Untuk atribut menjadi berbeda-dikenang (be differentmemorable), diajukan pertanyaan yang berisi persepsi responden mengenai hotel yang menjadi favorit responden. Pertanyaan persepsi diambil dari daftar pertanyaan mengenai persepsi kualitas jasa yang dirancang oleh Parasuraman, Zeithaml dan Berry (1985, 1988). Untuk penampakan simbol (symbol exposure), digali informasi sejauh mana pandangan responden mengenai symbol exposure hotel favorit responden. Sedangkan untuk atribut publisitas-sponsor kegiatan (publicity-event sponsorship), kuesioner berisi pertanyaan mengenai 111
pengetahuan konsumen tentang aktivitas pemasaran hotel, yang dirasakan konsumen berpengaruh dalam pemilihan hotel favorit. Persepsi konsumen mengenai produk jasa berbeda dengan persepsi konsumen mengenai produk barang manufaktur. Hal itu disebabkan oleh karakteristik yang berbeda antara produk jasa dan produk manufaktur. Parasuraman, Zeithaml dan Berry (1985, 1988) mengemukakan tiga karakteristik jasa yang menunjukkan konsep kualitas jasa, yaitu: 1. Jasa adalah tidak berwujud (intangibility). Umumnya jasa tidak dapat dihitung, diukur, disimpan, diraba, dan dibuktikan dalam peningkatan penjualan sebagaimana jaminan atas kualitasnya. Mengingat sifat jasa yang tidak berwujud tersebut, maka perusahaan jasa seringkali menemukan kesulitan untuk mengetahui bagaimana konsumen mempersepsikan jasa mereka dan mengevaluasi kualitasnya. 2. Jasa umumnya bersifat heterogen (heterogenity). Kinerja mereka sering bervariasi antara perusahaan jasa yang satu dengan yang lain, dari konsumen yang satu ke konsumen yang lain, dari satu hari ke hari yang lain, konsistensi perilaku personal jasa sulit dijamin. Karena itu apa yang diberikan perusahaan kepada konsumen mungkin secara keseluruhan berbeda dari apa yang diterima konsumen. 3. Proses yang terjadi di antar produksi dan konsumsi jasa tidak dapat dipisahkan (inseparability of production and consumption). Sebagai konsekuensinya, kualitas jasa tidak dapat dibuat di lokasi pabrikasi dan dikirim secara utuh kepada konsumen. Dalam suatu jasa yang padat karya, kualitas muncul selama proses pengiriman yang biasanya terjadi dalam sebuah interaksi antara konsumen dan personal perusahaan jasa (Garvin dalam Muafi, 2002). Keputusan Pembelian (Consumer Decision Making) Dalam keputusan pembelian yang kompleks, konsumen mengevaluasi merek secara detil dan luas. Proses keputusan pembelian bisa terjadi bila konsumen terlibat dengan duatu produk. 112
Produk dengan kategori tertentu yang mungkin melibatkan keputusan pembelian yang kompleks: (1) Produk dengan harga tinggi (2) Produk yang berhubungan dengan resiko (produk kesehatan, mobil) (3) Produk kompleks (compact disc player, personal computer) (4) Produk khusus (peralatan olahraga, furniture) (5) Produk yang berhubungan dengan ego seseorang (kosmetik, pakaian) Penelitian terhadap keputusan pembelian telah mengidentifikasikan lima fase dalam proses keputusan pembelian: seperti yang terlihat pada gambar 1 berikut: NEED AROUSAL
CONSUMER INFORMATION PROCESSING
Feedback REPURCHASE EVALUATION
PURCHASE
BRAND EVALUATION
Sumber: Assael, H (1995) “Consumer Behavior and Marketing Action”, 5 th ed, Ohio: International Thomson Publishing. Gambar 1 Need Arousal Konsumen memulai berfikir mengenai fakta yang menampilkan persepsi dan sikap terhadap suatu merek yang diketahuinya. Misalnya seorang ditugaskan oleh perusahaannya untuk menyelesaikan tugas di luar kota berfikir untuk memesan kamar salah satu hotel berbintang empat. Jika ia membuat keputusan secepat mungkin, bisa saja ia memesan kamar di hotel Novotel karena persepsinya mengenai tangibility (bangunan, letak) dan harga kamar di hotel Novotel. 113
Consumer information Processing. Hasil yang segera didapat dari need arrousal adalah mengumpulkan informasi mengenai produk. Konsumen melakukan hubungan dengan salah satu biro perjalanan untuk menggali informasi mengenai hotel berbintang empat dan mengevaluasi beberapa alternatif. Ia memulai mempertimbangkan kualitas jasa yang akan diterima dan juga harga kamar yang sesuai dengan budget yang diberikan oleh kantor. Brand evaluation. Evalusi merek merupakan hasil dari information processing. Berdasarkan informasi yang didapatnya, konsumen tertarik pada tiga hotel; Novotel, Jogjakarta Plaza, dan Saphir. Setelah membandingkan lebih jauh lagi, ia memutuskan bahwa adalah Hotel Novotel yang dipilihnya. Karena lokasi meeting yang akan dihadirinya berada tidak jauh dari Hotel Novotel dan harga yang sesuai dengan budget yang diberikan kantor. Selain itu, kebetulan Hotel Saphir yang menjadi alternatif, fully booked untuk tanggal yang diperlukan. Purchase. Meskipun konsumen telah memutuskan untuk membeli kamar di Hotel Novotel, berbagai faktor bisa menunda pembelian (tambahan informasi mengenai hal-hal lain, biro perjalanan yang menjadi perantara tidak bisa dihubungi hari itu). Konsumen bisa saja tidak membeli kamar secepatnya, karena hotel yang sekarang kamarnya akan dibeli tidak sepenuhnya memenuhi kriterianya. Postpurchase evaluation. Setelah konsumen terlibat dalam pengkonsumsian pelayanan jasa hotel yang dipilihnya, konsumen akan mengevaluasi kinerja pelayanan hotel tersebut. Kepuasan akan memperkuat penilaiannya dan akan lebih memungkinkannya untuk memilih menginap di hotel tersebut di masa yang akan datang. Sedangkan ketidakpuasan akan menggiring konsumen untuk menilai kembali pilihannya dan menurunkan keinginan untuk memilih kembali hotel yang sama. Konsumen yang menerima informasi negatif setelah pembelian (kinerja yang jelek atau informasi dari teman kalau hotel tersebut tidak memenuhi harapan mereka) bisa mencoba membenarkan keputusan pembelian dengan mengindahkan informasi negatif tersebut atau merasakannya dengan selektif. 114
Kenyataan yang dipikirkan oleh konsumen saat akan membeli suatu produk barang atau jasa digambarkan sebagai perangkat psikologis, yang berupa keuntungan dari produk yang dicari oleh konsumen dan sikapnya terhadap berbagai macam merek. Keuntungan dari produk yang dicari oleh oleh konsumen dan sikapnya merupakan fungsi dari berbagai variabel input: (1) pengalaman konsumen/consumer’s past experiences, (2) karakteristik konsumen, (3) Motif konsumen, (4) Faktor-faktor lingkungan (orang-orang yang ditemui, budaya, kelas sosial, dan situasi pembelian), dan (5) stimuli marketing (product, price, promotion, hotel location, and service). Informasi mengenai karakteristik hotel dan harga juga akan mempengaruhi keyakinan dan sikap konsumen terhadap merek. Informasi bisa didapat dari periklanan dan kantor perwakilan. Untuk mengukur sejauh mana pilihan dan perilaku konsumen terhadap hotel favoritnya, dalam penelitian ini ditanyakan mengenai sikap konsumen untuk menginap di hotel yang belum dikenal, keinginan untuk brand switching, dan ketertarikan terhadap hotel lain yang menawarkan promosi. Kerangka Pemikiran Untuk mempermudah penelitian ini, dibuat kerangka pemikiran dengan skema sederhana sehingga gambaran isi penelitian secara keseluruhan dapat diketahui secara jelas. Adapun skema kerangka pemikirannya adalah sebagai berikut: Kesadaran Merek (Brand Awareness): 1. Be Different, memorable ( x1 ) 2. Symbol Exposure
(+)
Keputusan Pembelian
(x2 )
3.
Publicity & Event Sponsorship ( x3 )
115
Keterangan:
(+)
: Ada hubungan yang positif Gambar 2
Menjadikan merek berbeda-dikenang (be different-memorable) memberikan pendekatan komunikasi tersendiri terhadap konsumen dan memudahkan konsumen untuk memasukkan merek ke dalam consideration set (Aaker, 1991). Simbol yang melibatkan kesan visual lebih mudah dipelajari dan diingat (Aaker, 1991). Simbol dapat memiliki peranan yang penting dalam menciptakan dan memelihara awareness, sehingga merek masuk ke dalam consideration set dalam proses keputusan pembelian (Friedmann, 2001). Setiap perusahaan berusaha untuk membuat mereknya diketahui oleh konsumen. Publicity-event sponsorship diadakan untuk membangun dan memelihara kesadaran sehingga merek bisa masuk ke dalam kelompok yang dipertimbangkan dalam keputusan pembelian (Aaker, 1991). Jadi, ketiga atribut di atas dimaksudkan untuk membangun kesadaran merek (brand awareness). Banyak penelitian membuktikan bahwa kesadaran merek mempengaruhi pembelian pelanggan. Terdapat perbedaan yang amat mencolok dalam preferensi dan kemungkinan pembelian, tergantung pada apakah merek tersebut merupakan merek pertama, kedua atau ketiga dalam tugas pengingatan kembali tanpa bantuan (Woodside dan Wilson, 1985). Kesadaran bisa menjadi faktor independen yang penting dalam perubaha sikap. Implikasinya, kesadaran dipengaruhi oleh periklanan yang bersifat mengingatkan kembali di mana akan mempengaruhi keputusan-keputusan pembelian. Hipotesis Dari kerangka pemikiran diatas mengenai pengaruh atributatribut brand awareness terhadap loyalitas konsumen, peneliti membuat hipotesa-hipotesa sebagai berikut:
116
1. 2. 3.
Hotel dengan atribut berbeda-dikenang (be different-memorable) yang tinggi akan mengakibatkan keputusan pembelian yang tinggi. Hotel dengan atribut penampakan simbol (symbol exposure) yang tinggi akan mengakibatkan keputusan pembelian yang tinggi. Hotel dengan atribut publisitas-sponsor kegiatan (publicity-event sponsorship) yang tinggi akan mengakibatkan keputusan pembelian yang tinggi.
Metode Penelitian Ruang Lingkup Penelitian Untuk mencari data yang diperlukan, dilakukan penelitian terhadap tamu-tamu hotel yang pernah/sering menginap di: (1) Hotel Novotel, hotel berbintang empat yang beralamatkan di Jl. Jend. Sudirman No. 89 Jogjakarta. (2) Hotel Jogjakarta Plaza, hotel berbintang empat yang beralamatkan di Jl. Gejayan Kompl. Colombo Jogjakarta. (3) Hotel Saphir, hotel berbintang empat yang beralamatkan di Jl. Laksda Adisucipto No. 38 Jogjakarta. Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dengan menyebarkan kuesioner, dan data sekunder. Dengan kuesioner, peneliti meminta responden untuk menulis sendiri pertanyaan peneliti yang termuat dalam kuesioner (daftar pertanyaan) yang diberikan kepada responden (Sigit, 2003). Kuesioner terdiri dari informasi tentang atribut-atribut yang membentuk brand awareness (be different-memorable, symbol exposure, publicity-event sponsorship), brand recall dan karakteristik demografi responden. Data sekunder didapat dari literatur-literatur yang dapat dijadikan acuan dalam penelitian ini.
117
Populasi dan Sampel Dalam penelitian ini, populasinya adalah seluruh konsumen yang menggunakan pelayanan jasa Hotel Novotel, Hotel Jogjakarta Plaza dan Hotel Saphir Jogjakarta. Peneliti akan menggunakan non-probability sampling, di mana pemilihan elemen-elemen populasi yang akan dijadikan elemenelemen sampel didasarkan pada kebijakan peneliti sendiri (Kustituanto dan Badrudin, 1995:23). Teknik pengambilan sampel konsumen menggunakan teknik sampel bola salju (snowball sampling), yaitu teknik penentuan sampel yang mula-mula jumlahnya kecil, kemudian sampel ini diminta memberikan daftar responden lain untuk dijadikan sampel lagi, begitu seterusnya sampai jumlah sampel terus menjadi banyak (Umar, 2002) Sampel dalam penelitian ini adalah tamu hotel yang pernah atau sering menginap di Hotel Novotel, Hotel Jogjakarta Plaza dan Hotel Saphir Jogjakarta dan konsumen berkategori usia dewasa (17 tahun ke atas) karena dianggap lebih mudah memahami tujuan maupun seluruh pertanyaan yang diberikan oleh peneliti. Dalam penentuan besarnya sampel, sebenarnya tidak ada aturan yang tegas berupa jumlah sampel yang harus diambil dari populasi yang tersedia (Soeratno dan Arsyad, 1995: 105). Penelitian ini mengacu pada rumus ukuran sampel proporsional yang dirumuskan oleh Malhotra (1996). Dengan menggunakan tingkat kesalahan + 0,05 (5%, D) dan 95% tingkat keyakinan, nilai z (confidence level) adalah 1,96, serta deviasi standar ( π ) 95%, yang mewakili jumlah minimum responden yang pernah/sering menginap di hotel berbintang empat. Dengan menggunakan rumus di bawah, peneliti menemukan ukuran sampel:
n=
π (1 − π )z 2
=
D2 n = 72,9904 ≈ 73
0,95(1 − 0,95)1,962 0,052
keterangan: n = ukuran sampel π = deviasi standar z = tingkat keyakinan (confidence level) 118
D = tingkat kesalahan (level of precision) Dari perhitungan di atas, 73 kuesioner adalah jumlah minimal dan peneliti menyebarkan 100 kuesioner untuk dianalisis. Variabel Penelitian Hair et al. (1984) mendefinisikan variabel tak bebas/terikat (dependent variable) , dilambangkan dengan Y, sebagai variabel yang akan diramal atau dijelaskan oleh variabel-variabel tak bebasnya. Sedangkan variabel bebas (independent variable), dilambangkan dengan X, adalah variabel peramal yang menjelaskan variabel terikat. Dalam penelitian ini, dependent variable (Y) mewakili keputusan pembelian (consumer decision making). Atribut pembangun kesadaran merek (terdiri dari be different-memorable, symbol exposure, publicity-event sponsorship) menjadi independent variable yang diberi simbol dengan: X 1 : untuk variabel berbeda-dikenang (be different-memorable)
X 2 : untuk variabel penampakan simbol (symbol exposure)
X 3 : untuk variabel publisitas-sponsor kegiatan (publicity-event sponsorship) Skala Pengukuran Dalam penelitian ini skala yang digunakan dalam skala ordinal yang diukur dengan skala Likert. Skala Likert berisi setuju atau tidak setuju yang dibagi ke dalam lima bagian skala terhadap pernyataanpernyataan yang diajukan oleh peneliti dalam kuesioner (Sigit, 2003) Uji Instrumen 1) Uji Validitas, untuk mengukur sejauh mana instrumen menujukkan tingkat kevalidan (Arikunto, 1997). Dalam penelitian ini, uji validitas dilakukan dengan menggunakan korelasi Pearson Product Moment, mengkorelasikan skor butir (X) dengan skor total (Y) yang merupakan jumlah setiap skor butir. Rumus yang digunakan:
rxy =
N(ΣXY ) − (ΣX )(ΣY )
(NΣX2 − (ΣX )2 ) (NΣY2 − (ΣY)2 ) 119
dimana: : koefisien korelasi variabel x (brand awareness) dan Y xy
r
(variabel keputusan pembelian) N : Jumlah responden X : variabel kesadaran merek (brand awareness) Y : variabel keputusan pembelian Validitas data diukur dengan membandingkan nilai r hitung dengan nilai r tabel. Kriteria hasil pengujian: 1) Nilai r hasil positif dan lebih besar daripada r tabel, maka butir tersebut dinyatakan valid. 2) Nilai r hasil tidak positif dan lebih kecil daripada r tabel, maka butir tersebut dinyatakan tidak valid. 2) Uji Reliabilitas, yaitu kemampuannya untuk mengukur tanpa kesalahan dan hasilnya selalu konsisten, meskipun digunakan oleh orang lain atau di tempat lain untuk mengukur hal yang sama (Sigit, 2003). Reliabilitas data diuji dengan membandingkan nilai Cronbach’s Alpha atau r hasil dengan r tabel. Rumus Cronbach’s Alpha yang digunakan adalah (Umar, 2003): 2 k ∑ σ b = − 1 r11 k − 1 σ t2
keterangan:
r
= Reliabilitas instrumen
11
k
= Banyaknya butir pertanyaan/soal
∑σ b
2
σ t2
= Jumlah varian butir = Varian total
Kriteria hasil pengujian: 1. Bila nilai Alpha positif dan lebih besar daripada r tabel, maka butir atau variabel tersebut dinyatakan reliabel. 2. Bila nilai Alpha tidak positif dan lebih kecil daripada r tabel, maka butir atau variabel tersebut dinyatakan tidak reliabel. 120
Nilai r hitung dan Alpha didapat dengan bantuan software SPSS 11,5. Alat Analisis Untuk menganalisis sejauh mana pengaruh independent variables terhadap dependent variables, alat analisis yang digunakan adalah Regresi Linier Berganda. Mengenai bagaimana pengaruh atribut-atribut brand awareness terhadap keputusan pembelian, Regresi Linier Bergandanya dapat dirumuskan sebagai berikut :
Y = a + b1 X 1 + b2 X 2 + b3 X 3 keterangan : Y
: Variabel bebas yang mewakili keputusan pembelian a : Harga konstan (harga Y bila x = 0 ) b1 , b2 , b3 : Koefisien regresi yang menunjukkan angka peningkatan/penurunan variabel terikat yang didasarkan variabel bebas. X 1 : Variabel menjadi berbeda-dikenang (be different, memorable)
X 2 : Variabel penampakan simbol (symbol exposure) X 3 : Variabel publisitas-sponsor kegiatan (publicity-event sponsorship) Uji-t juga dilibatkan untuk mengetahui tingkat signifikansi (uji beda) dari pengaruh masing-masing variabel bebas. Sedangkan untuk mengetahui tingkat signifikansi pengaruh variabel bebas secara bersama-sama terhadap variabel terikat digunakan uji-F. Selain itu, untuk melihat besarnya proporsi dari semua variabel bebas terhadap variabel terikat dilakukan perhitungan koefisien determinasi R 2 . Penelitian ini menggunakan tingkat kesalahan ( α ) sebesar 0,05.
( )
Uji Asumsi Klasik Jika model regresi pada penelitian ini memenuhi asumsi dasar klasik regresi untuk diterapkan secara sah, maka model regresi tersebut akan signifikan. Asumsi dasar tersebut adalah bila tidak 121
terjadi gejala autokorelasi, heteroskedasitas, dan multikolinieritas diantara variabel-variabel bebas dalam model regresi yang digunakan. 1. Uji Autokorelasi Kendall dan Buckland dalam Gujarati (1978: 201) mendefinisikan autokorelasi sebagai korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu (seperti dalam deretan waktu) atau ruang (seperti dalam data crosssectional) Masalah autokorelasi muncul bila terjadi korelasi. Angka D-W (Durbin-Watson) yang dapat dilihat pada tabel D-W, bisa menjadi panduan untuk mendeteksi terjadinya autokorelasi (Santoso, 2001: 216-219). 2. Uji Multikolinieritas Multikolinieritas adalah korelasi linier diantara beberapa atau semua variabel independent dari model regresi (Frisch dalam Gujarati, 1978: 157). Multikolinieritas muncul bila terjadi korelasi antar variabel independent (Santoso, 2001: 203-207). Besaran VIF, Condition Index (CI) dan Tolerance dapat digunakan untuk mendeteksi adanya multikolinieritas. Bila nilai VIF disekitar angka <10, nilai CI<30 dan angka Tolerance mendekati 1, maka bisa dikatakan model regresi tersebut bebas multikolinieritas. 3. Uji Heteroskedastisitas Uji ini dilakukan dengan tujuan untuk melihat apakah dalam sebuah model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual, dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Homoskedastisitas terjadi jika varians dari residual dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap. Jika varians berbeda, dinamakan heteroskedastisitas (Santoso, 2001: 203). Selain itu bisa dideteksi dengan melakukan pengujian rank korelasi Spearman, melibatkan nilai mutlak residual yang didapat dari regresi masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen. Uji Normalitas Data Uji Normalitas data dilakukan untuk mengetahui apakah dalam sebuah regresi, variabel dependen, variabel independen atau keduanya 122
mempunyai distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik memiliki distribusi data normal atau mendekati normal (Santoso, 2001). Bila hasil tes normalitas Kolmogorov-Smirnov menunjukkan signifikansi <0,05, maka dikatakan data terdistribusi normal. Rasio Skewness dan Kurtosis terhadap standar error yang berada diantara – 2 sampai dengan +2 juga menunjukkan bahwa data berdistribusi normal. Hasil Penelitian Analisis Karakteristik Responden Jumlah responden yang dianalisis dalam penelitian ini berjumlah 100 responden dan dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin, usia, status pekerjaan dan penghasilan per bulan. Berdasarkan penghitungan statistik dengan menggunakan percentiles,ditemukan bahwa responden yang terlibat dalam penelitian ini terdiri dari 53% laki-laki (53 orang) dan 47% perempuan (47 orang). Sedangkan berdasarkan usia, terdapat responden usia antara 30 – 40 tahun sebagai kelompok terbesar dengan jumlah responden sebanyak 42 orang (42%). Kelompok terbesar kedua adalah responden dengan kelompok usia di atas 40 tahun (26 orang = 26%), diikuti kelompok responden berusia antara 20 – 30 tahun sebanyak 24 orang (24%) dan kelompok responden berusia di bawah 20 tahun (8 orang = 8%). Responden juga terbagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok menikah sebanyak 63% (63 orang) dan kelompok tidak menikah sebesar 37% (37 orang). Pengelompokan berikutnya adalah berdasarkan pekerjaan. Dari 100 responden, diketahui bahwa 43 orang (43%) adalah wirastawan, yaitu responden yang memiliki usaha antara lain biro perjalanan wisata, angkutan wisata, kontraktor, importir dan eksportir. Selain wirastawan, terdapat pula Pegawai Negeri Sipil/Pegawai swasta sebanyak 27 orang (27%) dan responden pekerja profesional seperti pengacara, dokter, wartawan dan konsultan sebanyak 21 orang (21%). Responden dengan pekerjaan lainnya terisi 123
oleh responden berstatus pelajar/mahasiswa, ibu rumah tangga dan LSM sebanyak 9 orang (9%). Dalam penelitian ini, terdapat 3 kelompok responden berdasarkan penghasilan per bulan, yaitu: kelompok berpenghasilan di bawah 3 juta rupiah sebanyak 23 orang (23%), antara 3 juta sampai 5 juta rupiah sebanyak 46 orang (46%), dan responden berpenghasilan di atas 5 juta rupiah sebanyak 31 orang (31%). Analisis Brand Recall Pada penelitian ini, Hotel Novotel menduduki peringkat pertama dalam pemanggilan merek tanpa bantuan (brand recall), yaitu sebesar 43%, Hotel Saphir sebesar 26%, Hotel Jogjakarta Plaza sebesar 19%. 12% responden menyebutkan hotel lain, seperti Hotel Santika, Hotel Jayakarta, Hotel Natour Garuda dan lain-lain pada peringkat pertama pengingatan merek tanpa bantuan (brand recall). Selanjutnya, sebanyak 54 responden (54%) menyatakan sering menginap di hotel berbintang empat dan 46 responden (46%) menyatakan tidak sering menginap di hotel berbintang empat. Selain itu, sebanyak 45 responden (45%) menyatakan menginap di hotel berbintang empat sekali dalam setahun. 36% (36 orang) menyatakan menginap di hotel berbintang empat sebanyak 1 sampai 3 kali dalam setahun dan 19 responden (19%) masuk ke dalam kelompok responden yang menginap di hotel berbintang empat lebih dari 3 kali. Dengan memberikan pertanyaan mengenai hotel berbintang empat mana yang menjadi hotel favorit responden selama ini, didapat data bahwa Hotel Novotel memiliki peringkat tertinggi dengan persentase sebesar 43%. Hotel Saphir dipilih oleh 26% responden sebagai hotel favorit, 16% responden memilih Hotel Jogjakarta Plaza, dan 15% responden memilih hotel lainnya dengan menuliskan sendiri hotel yang dipilih sebagai hotel favoritnya. Hasil Uji Instrumen Pada penelitian pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti dengan menyebarkan kuesioner terhadap 30 responden, terdapat 124
beberapa butir pertanyaan yang menunjukkan nilai r hitungnya kurang dari R tabel (lihat lampiran 7). Butir yang dimaksud adalah butir ke 8, 15 dan 21 yang masing-masing merupakan bagian dari variabel X 2 (penampakan simbol/symbol exposure), variabel X 3 (publisitassponsor kegiatan/publicity-event sponsorship) dan variabel Y (keputusan pembelian). Nilai Alpha yang didapat adalah 0,8559 dan nilai R tabel dua sisi dari tabel korelasi Pearson Product Moment dengan N=30 adalah 0.36101. Karena nilai R hitung butir 8 dan 15 pada uji validitas sampel besar juga kurang dari nilai R tabel, maka butir 8 dan 15 dikeluarkan dari daftar pertanyaan. Hasil Uji Normalitas Data Untuk mengetahui apakah data terdistribusi normal, tes normalitas Kolmogorov-Smirnov. Dari hasil cetak komputer, p value berbeda-dikenang = 0.028, penampakan simbol = 0.000, dan publisitas-sponsor kegiatan = 0,14, menunjukkan data terdistribusi normal. Rasio skewness dan kurtosis terhadar standart error masingmasing variabel berada di antara –2 sampai dengan +2, berarti distribusi data adalah normal (Santoso, 2001: 53) Hasil Regresi Variabel Independen Terhadap Variabel Dependen Regresi berganda dilakukan untuk menguji pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Regresi variabel X 1 (berbeda-dikenang/be
different-memorable),
X2
(penampakan
simbol/symbol exposure) dan X 3 (publisitas-sponsor kegiatan/ publicity-event sponsorship) terhadap variabel Y (keputusan pembelian/consumer decision making), memberikan hasil yang tertera pada tabel 1.
125
Tabel 1 Hasil Regresi Variabel Dependen: Keputusan Pembelian Variabel Independen Konstanta Berbeda-dikenang Penampakan simbol Publisitas-sponsor kegiatan R
R2
Durbin Watson N *signifikan pada α = 1% **sigifikan pada α = 5% ***signifikan pada α + 10%
VIF -0,463 (0,581) 0,372 (0,026)** 0,067 (0,597)*** 0,382 (0,008)*
1,036 1,110 1,081
0,377 0,142 1,431 100
Uji Asumsi Klasik 1. Analisis Autokorelasi Hasil regresi dengan 3 buah prediktor (k) memperlihatkan nilai Durbin-Watson (d) = 1,431 terletak diantara 0 dan 1,61 ( d L ), sehingga terbukti adanya autokorelasi positif. Untuk itu dilakukan transformasi data dengan tujuan perbaikan. Metode yang digunakan adalah metode ρ didasarkan pada statistik d pada Durbin-Watson. Langkah pertama adalah menentukan ρ yang belum diketahui dengan rumus: 126
∧
ρ = 1−
d 2
∧
kemudian kita kalikan ρ dengan kedua sisi model regresi tiga variabel pada saat t-1, diperoleh: ∧
∧
∧
∧
∧
ρ Y t −1 = ρ a + ρ b1 X 1.t −1 + ρ b2 X 2.t −1 + ρ b3 X 3.t −1
Langkah selanjutnya adalah mengurangkan persamaan dari model regresi pada saat t, sehingga menjadi: ∧ ∧ ∧ ∧ ∧ Yt − ρYt−1 = a(1− ρ) +b1 X1 − ρb1 X1.t−1 +b2 X2 − ρb2 X2.t−1 +b3 X3 − ρb3 X3t−1
Persamaan disebut persamaan perbedaan yang digeneralisasikan, berhubungan dengan peregresian Y atas X, tidak dalam bentuk asli tetapi dalam bentuk perbedaan, dengan ∧
menggunakan suatu proporsi ( ρ ) dari nilai suatu variabel dalam periode waktu sebelumnya dari nilainya dalam periode saat ini (Gujarati, 1978: 219). Dalam prosedur perbedaan ini satu observasi pertama hilang karena tidak memiliki pendahuluannya. Untuk menghindarkan kehilangan satu observasi pertama ini, observasi pertama atas Y dan X ditransformasikan sebagai berikut:
Y
1
1− ρ 2 ,
X
1
X
1− ρ 2 , 3
X
2
1 − ρ 2 , dan
1− ρ 2
Sebagai tambahan metode di atas, bisa juga digunakan metode iteratif Cohrane dan Orcutt yang bisa dikerjakan dengan menggunakan software SPSS 11.5. Dengan metode CochraneOrcutt, diperoleh angka Durbin-Watson (d)=1,94 (lihat lampiran 10) terletak diantara 1,74 ( d U ) dan 2. Hal ini menunjukkan bahwa sudah tidak ada autokorelasi. 2. Analisis Multikolinieritas Pada regresi variabel berbeda-dikenang (be differentmemorable) dan publisitas-sponsor kegiatan (event sponsorship) terhadap variabel keputusan pembelian (consumer decision 127
making), nilai Condition Index pada ketiga variabel tersebut (X dan Y) lebih kecil dari 30 (<30), nilai VIF-nya lebih kecil dari 10 (<10) dan nilai Tolerance mendekati angka 1. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terjadi multikolinieritas. 3. Analisis Heteroskedastisitas Dengan menggunakan uji rank korelasi Spearman terhadap residual regresi masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen (Gujarati, 1978), didapat hasil signifikansi residual >0,5. Berarti tidak terjadi gejala heteroskedastisitas. Dengan demikian asumsi model regresi berganda yang digunakan terpenuhi. Pengujian Hipotesis Hipotesis pada penelitian ini adalah: 1. Hotel dengan atribut berbeda-dikenang (be different-memorable) yang tinggi akan mengakibatkan keputusan pembelian yang tinggi. 2. Hotel dengan atribut penampakan simbol (symbol exposure) yang tinggi akan mengakibatkan keputusan pembelian yang tinggi. 3. Hotel dengan atribut publisitas-sponsor kegiatan (publicity-event sponsorship) yang tinggi akan mengakibatkan keputusan pembelian yang tinggi. Hasil regresi berganda secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut:
Y = −0,463 + 0,372 X 1 + 0,067 X 2 + 0,382 X 3 se = (0,835) (0,165) (0,126) (0,142) t = (-0,054) (2,260) (0,531) (2,691) p value = (0,581) (0,026) (0,597) (0,008) 2 R = 0,377 R = 0,142 Adjusted R Square = 0,115 DW= 1,431 Keterangan: Y = variabel keputusan pembelian X 1 = variabel berbeda-dikenang
X 2 = variabel penampakan simbol 128
X 3 = variabel publisitas-sponsor kegiatan Koefisien regresi masing-masing variabel independen menggambarkan setiap peningkatan kesan berbeda-dikenang, kegiatan penampakan simbol, dan publisitas-sponsor kegiatan, akan menyebabkan kenaikan keputusan pembelian. Artinya, ketiga hipotesis diterima. Regresi yang ditaksir memberikan gambaran bahwa ada korelasi/hubungan positif antara variabel keputusan pembelian dengan 3 variabel independen-nya. Korelasi tersebut adalah lemah. Hal ini ditunjukkan oleh angka R sebesar 0,377 (<0,50). Nilai Adjusted R Square sebesar 0,115 juga menunjukkan bahwa ketiga variabel independen hanya bisa menjelaskan variasi dari keputusan pembelian sebesar 11,5%. Sedangkan sisanya sebesar 88,5% dijelaskan oleh sebab-sebab yang lain. Dari uji ANOVA atau F Test, didapat nilai F hitung sebesar 5,229 dengan tingkat signifikansi 0,002. Nilai probabilitas (0,002) lebih kecil dari 0,01 menunjukkan bahwa model regresi bisa dipakai untuk memprediksi keputusan pembelian. 3. Kesimpulan Penelitian ini bertujuan untuk mencari tahu seberapa besar pengaruh brand awareness terhadap keputusan pembelian (consumer decision making). Atribut yang digunakan sebagai pembangun kesadaran merek (brand awareness) adalah berbeda-dikenang (be different-memorable), penampakan simbol (symbol exposure), dan publisitas-sponsor kegiatan (publicity-event sponsorship). Dalam penelitian ini, distribusi data adalah normal. Masalah autokorelasi telah diatasi melalui transformasi data dengan menggunakan metode Cochran-Orcutt. Dalam model regresi juga tidak ditemukan gejala multikolinieritas dan heteroskedastisitas, sehingga model regresi memenuhi uji asumsi klasik. Berdasarkan analisis terhadap 100 kuesioner dengan menggunakan Regresi Linier Berganda, dapat disimpulkan bahwa atribut pembangun kesadaran merek (be different-memorable, symbol exposure, dan publicity-event-sponsorship) berpengaruh terhadap 129
keputusan pembelian. Walaupun variasi variabel independen hanya dapat menjelaskan variasi yang ada pada variabel dependen sebesar 11,5%, dan hubungan antara variabel dependen dan variabel independen-nya lemah. Selebihnya keputusan pembelian dipengaruhi oleh faktor-faktor di luar kedua variabel independen tersebut di atas. Pengaruh atribut berbeda-dikenang (be different-memorable), penampakan simbol (symbol exposure), publisitas-sponsor kegiatan (publicity-event sponsorship) yang kecil harusnya menjadi perhatian bagi pihak hotel untuk terus berupaya membangun kesadaran merek agar hotel lebih mendapat tempat dalam consideration set konsumen, sehingga meningkatkan kesempatan untuk menjadi pilihan utama konsumen. Agar dapat memberikan hasil yang lebih maksimal dalam mengusahakan merek masuk ke dalam consideration set konsumen, diharapkan penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan bagi penelitian di masa yang akan datang dengan instrumen yang lebih sempurna, bervariasi dan mengatasi kelemahan penelitian ini antara lain keterbatasan jumlah responden. Daftar Pustaka Aaker, D. 1991. Managing Brand Equity: Capitalizing on the Value of a Brand Name. New York: The Free Press. Alpert, F.H. 1995. An Empirical Investigation of Consumer Memory, Attitude, and Perception toward Pioneer and Follower Brand. Journal of Marketing. 59 (October): 34-45. Assael, H. 1995. Consumer Behavior and Marketing Action. 5 th ed. Cincinnati, Ohio, USA: Intenational Thomson Publishing. Chintagunta, P.K.1993. Investigating Purchase Incidence, Brand Choice and Purchase Quantity Decisions of Households. Journal of Marketing Science: 184-207. Friedmann, S., 2001, The Psychology of Consumers: consumer decision making, http://www.consumerpsychologyst.com. Gates, B., Hemingway, C.1999. Business @ The Speed of Thought: Using a Digital Nervous System. New York: Warner Books Inc. 130
Gujarati, D. 1978. Ekonometrika Dasar. Terjemahan. Jakarta: Penerbit Erlangga. Hair, JF. Jr., R.E. Anderson., R.L. Tatham., and W.C. Black. 1998. Multivariate Data Analysis. (5 th ed). Upper Saddle River, NJ, USA: Prentice Hall, Inc. Hutchinson,J.W., K. Raman., M.K. Mantrala. 1994. Finding choice alternatives in memory: probability models of brand name recall. Journal of Marketing Research. 31 (November): 441-461. Keagen, W.J., Moriarty, S.E., Duncan, T.R. 1992. Marketing. 2 nd Ed. Englewood Cliff New Jersey: Prentice Hall International Inc. Kertajaya, H. 1996. SWA. “Kado Kecil untuk Indonesia Emas”. Jakarta. Januari. Kotler, P., Bowen, J., Makens, J. 2002. Pemasaran Perhotelan dan Kepariwisataan. Buku Pertama. Edisi Kedua. Jakarta: PT. Prenhallindo. Malhotra, N.K. 1996. Marketing Research An Applied Orientation. 2 nd Ed. USA: Prentice Hall, Inc. Muafi. 2002. Usahawan. “Mengelola Ekuitas Merek : Upaya Memenangkan Persaingan Pada Era Global”. Jakarta. Mei: 4450. Parasuraman, A., Zeithaml, V.A., and Berry, L.L. 1985. A conceptual model of service quality and its implication for future research. Journal of Marketing. 19: 41-50. Sigit, S. 2003. Pengantar Metodologi Penelitian Sosial-BisnisManajemen.Yogyakarta: BPFE UST. Santoso, S. 2001. Buku Latihan SPSS Statistik Parametrik. Cetakan Kedua. Jakarta: Elex Media Komputindo. Umar, H. 2003. Metode Riset Perilaku Konsumen Jasa. Jakarta: Ghalia Indonesia. Woodside, A.G., Wilson, E.J. 1985. Effect on consumer awareness of brand advertising on preference. Journal of Advertising Research. 25 (Augt-Sept): 41-48.
131
BUDAYA SOSIAL EKONOMI DALAM BISNIS Supardi UII Yogyakarta Abstraksi Dewasa ini Indonesia memasuki suatu era dimana bisnis menjadi ujung tombak dari pembangunan nasional. Hal tersebut bukan saja sebagai tuntutan dari dalam bangsa Indonesia itu sendiri yang memang bertekad untuk mencapai kesejahteraan umum, tetapi juga sebagai konsekuensi logis dari perubahan dunia yang semakin tak terbatas. Di Indonesia, perhatian terhadap bisnis yang etis sendiri mulai gencar sejak tahun 1990-an dengan keluarnya pendapat pejabat pemerintah, akademisi, dan pelaku sbisnis yang intinya menghimbau para pelaku bisnis agar mementingkan etika di bidang bisnis. Di satu pihak dihimbau untuk diutamakan, di lain pihak etika bisnis diliputi kecurigaan – bahkan sinisme. Sikap sinis ini dapat dimengerti bila mengingat kasus korupsi yang sempat membudaya di Indonesia meski telah ada perangkat hukum yang sifatnya memaksa bagi pelanggarnya. Keterpurukan ini semua menunjukkan bahwa bisnis di Indonesia belum memiliki arah dan nilai yang jelas untuk menuju pada titik tujuan yang mulia dari bisnis yaitu dunia bisnis yang memiliki karakter dan citra yang ”bonafit”. Kata Kunci: Budaya, Ekonomi, Bisnis 1. Pendahuluan Di dalam aktivitas bisnis, muara akhir dari proses aktivitas tersebut adalah kepercayaan, dan ini adalah kriteria penting untuk ukuran bonafiditasnya suatu perusahaan. Secara pararel, kinerja atau keunggulan bersaing dari sebuah perusahaan pada akhirnya ditentukan oleh sejauh mana produktivitas – yang tercermin melalui 132
kualitas produk dan jasa (pelayanan) – yang diberikan terhadap masyarakat sebagai konsumen; dan pada sisi konsumen apa yang dilakukannya menciptakan kepercayaan. Bisnis merupakan kegiatan yang berhubungan dan berkepentingan dengan lingkungan. Dengan ungkapan lain dapat dinyatakan bahwa bisnis merupakan kegiatan pengelolaan sumbersumber ekonomi yang disediakan oleh lingkungannya (Muslich, 1998:17). Pengembangan perusahaan merupakan suatu proses, yang tidak lepas dari pengaruh ”day to day operation” (operasi seharihari), dan juga menerima dampak dari pengaruh lingkungan, baik internal maupun eksternal. Sehingga dapat dikatakan perkembangan suatu perusahaan (organisasi) berjalan melalui suatu proses, dan proses pengembangan tersebut tidak lepas dari pengaruh kondisi usaha organisasi dan budaya dalam perusahaan tersebut. Atmosoeprapto (2001: 69) berpendapat “budaya perusahaan” sering juga disebut “budaya kerja”, karena tidak bisa dipisahkan dengan kinerja (performance) Sumber Daya Manusia; maka makin kuat budaya perusahaan, makin kuat pula dorongan untuk berprestasi. Penyatuan pandangan dari Sumber Daya Manusia di dalam perusahaan ini diperlukan dalam bentuk ketegasan dari perusahaan, yang dituangkan dalam bentuk budaya kerja yang akan mencerminkan spesifikasi dan karakter perusahaan tersebut. Lebih lanjut Atmosoeprapto (2000: 89) menerangkan bahwa kinerja (performance) lebih mudah dinilai karena terukur, sedangkan “citra” tidak terukur tetapi bisa dirasakan. Kedua-duanya saling mempengaruhi satu sama lain, bahkan bisa dikatakan bagaikan dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan. Citra dari suatu perusahaan sangat ditentukan oleh perilaku perusahaan sebagai organisasi (organization behavior) dan kinerja perusahaan (corporate performance) dicerminkan oleh produktivitas perusahaan. 133
Sehingga dapat kita tarik benang merahnya, bahwa produktivitas yang baik akan menumbuhkan sebuah citra yang baik, dimana citra adalah suatu persepsi orang atas diri kita atau suatu organisasi, yang tumbuh dari opini masyarakat. Produktivitas dan citra yang baik dari suatu organisasi itu akan menumbuhkembangkan dukungan “Stakeholders” (pemegang saham), karyawan instansi terkait, mitra usaha, pelanggan, pemasok terhadap perusahaan. Sinergi tersebut dapat kita gambarkan sebagai berikut: BUDAYA PERUSAHAAN Kinerja Citra (Performance) (Image)
Produktivitas Kebanggan (Pride) Gambar 1. Sumber ; Atmosoeprapto (2001: 97) Bisnis itu sendiri dapat dianggap sebagai suatu sistem total yang terdiri dari sub-sub sistem yang lebih kecil yang disebut sistem industri. Setiap industri terdiri dari banyak perusahaan dengan berbagai ukuran perusahaan dan setiap perusahaan mencakup beberapa subsistem seperti organisasi dan sumber daya manusia, produksi, pemasaran, dan keuangan (Jatmiko, 2004: 4). 134
2. Pembahasan 2.1 Organisasi dan Manajemen Sumber Daya Manusia Organisasi adalah suatu unit (satuan) sosial yang dikoordinasikan dengan sadar, yang terdiri dari dua orang atau lebih, yang berfungsi atas dasar yang relatif terus-menerus untuk mencapai suatu tujuan atau serangkai tujuan bersama (Robbins, 2003: 4). Organisasi-organisasi ada untuk memenuhi kebutuhan yang berbeda, misal: sekolah memberikan pelayanan pendidikan, organisasi keagamaan melayani kebutuhan spiritual bagi para penganut agama tertentu; sedangkan organisasi bisnis (perusahaan) menghasilkan barang-barang dan jasa-jasa untuk memuaskan kebutuhan ekonomi masyarakat. Salah satu hal faktor utama dalam kesuksesan suatu organisasi adalah pengorganisasian sumber daya manusia dengan pembagian tenaga kerja dan spesialisasi kerja. Mengingat tujuan utama dibentuknya organisasi adalah sebagai sarana menyatukan sumberdaya yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi, maka apabila penyatuan sumberdaya tersebut sesuai dengan spesialisasi kerja akan dapat menghasilkan efektivitas dan efisiensi. Kombinasi atau penggabungan sumberdaya dapat menghasilkan sinergi. Sinergi terjadi apabila output total atas usaha-usaha bersama lebih besar dari pada output dari usaha secara individual (Jatmiko, 2004: 162). 2.2. Produksi dan Operasi Produksi adalah semua aktivitas yang menambah nilai guna suatu barang atau produk. Suatu aktivitas membuat produk agar tersedia bagi pemakai atau konsumen disebut aktivitas produksi. Produksi mempunyai makna yang lebih luas dari pada pabrikasi (manufacturing), karena aktivitas produksi mencakup baik industriindustri pabrikasi (manufacturing) maupun industri jasa (Jatmiko, 2004: 128). Sistem produksi terdiri dari semua aktivitas yang berhubungan dengan masukan (input), proses transformasi atau 135
merubah bentuk, dan keluaran (output). Produktivitas adalah hubungan antara output dan input dalam suatu sistem produksi. Namun Atmosoeprapto (2001:1) menambahkan bahwa produktivitas bukan hanya sekedar output dibagi per unit input. Akan tetapi produktivitas juga merupakan hasil dari efisiensi pengelolaan masukan dan efektivitas pencapaian sasaran. Efektivitas merupakan ukuran yang menggambarkan sejauh mana sasaran dapat dicapai, sedangkan efisensi menggambarkan bagaimana sumber-sumber daya dikelola secara tepat dan benar. Sependapat dengan teori tersebut, Bluncor dan Kapustin, seperti yang dikutip oleh Sinungan (1987:13), berpendapat bahwa produktivitas kadang-kadang dipandang sebagai penggunaan intensif terhadap sumber-sumber konversi tenaga kerja dan mesin yang diukur secara tepat dan benar-benar menunjukkan suatu penampilan yang efisien. 1. Pemasaran Pemasaran didefinisikan sebagai suatu sistem aktivitas bisnis yang dirancang untuk merencanakan, menetapkan harga, mempromosikan dan mendistribusikan barang dan jasa untuk kepentingan pasar, baik pasar konsumen rumah tangga dan atau pasar industri (Jatmiko, 2004: 90). Dalam hal ini perusahaan harus memahami bahwa inti dari setiap usaha pemasaran adalah mengetahui perilaku konsumen dan lingkungan pemasarannya. Sehingga pihak manajemen dapat menentukan kebijakan strategi pemasaran apa yang akan digunakan. 2. Keuangan Perusahaan Menurut (Jatmiko, 2004: 206) di dalam aktivitas bisnis salah satu ukuran keberhasilan perusahaan didasarkan pada tingkat keberhasilan atau kinerja keuangan atau finansial yang dicapainya. Sasaran-sasaran yang harus dicapai dari keberhasilan kinerja keuangan adalah : a. Memaksimumkan keuntungan b. Memaksimumkan pangsa pasar 136
c. Memaksimumkan kesejahteraan para pemegang saham (Shareholders) Pembiayaan dengan modal sendiri memang memiliki beberapa keuntungan, salah satunya adalah dapat meminimumkan pembayaran bunga dana pinjaman. Namun, di dalam aktivitas bisnis, ada alasan lain mengapa suatu perusahaan tidak membiayai aktivitas bisnisnya dengan modal sendiri adalah karena dengan modal sendiri pada umumnya lebih mahal dari pada dibiayai dengan hutang. Karena para pemegang saham (shareholders) yang menanamkan atau menginvestasikan dana dalam suatu perusahaan menghadapi risiko yang lebih besar dari pada orang yang meminjam dana untuk membiayai perusahaan. Berdasarkan definisi tersebut, kesejahteraan para pemegang saham (stakeholders) merupakan kepentingan yang utama, sehingga perusahaan di dalam melakukan aktivitas bisnisnya harus memaksimumkan kesejahteraan para pemegang saham tersebut dalam bentuk pembagian deviden yang semakin tinggi. Di dalam pengukuran keberhasilan suatu usaha atau bussiness, terdapat beberapa pendekatan, antara lain pendekatan dengan menggunakan perspektif balanced-scorecard model yang diperkenalkan oleh Kaplan dan Norton pada tahun 1992, dalam Moeljono, 2003:57). Selanjutnya, dengan suatu penelitian pada tahun 1996 yang menggunakan beberapa perusahaan yang berhasil, Kaplan dan Norton mengembangkan metode pengukuran kinerja untuk ‘organisasi masa depan’, yang disarikan menjadi empat perspektif yaitu sebagai berikut : a. To succeed financially, how should he look to our shareholder ? (Untuk keberhasilan dalam investasi, adalah bagaimana seharusnya perusahaan mensejahterakan investor ?) b. To succeed with our vision, how should we look to our customers ? (Untuk keberhasilan dalam visi, adalah bagaimana seharusnya perusahaan memberikan pelayanan terbaiknya terhadap pelanggan?) c. To satisfy our shareholders and customers, at what internal business processes must we excel ? 137
(Untuk kesejahteraan investor dan kepuasan pelanggan, adalah secara spesifik bagaimana perusahaan mengungguli kompetitor lain ?) d. To succeed with our vision, how shall we sustain our capacity to learn and to grow ? (Untuk keberhasilan dalam visi, adalah bagaimana perusahaan membentuk kesiapan mental untuk terus berinovasi dan berkembang ?) Dari semua fungsional dalam dunia bisnis yang diuraikan tersebut, manakala semua tercakup dalam sistem perusahaan akan menghasilkan sebuah bisnis (perusahaan) yang bonafit dengan wujud tercapainya sasaran manajemen SDM, manajemen produksi dan operasi, manajemen pemasaran dan manajemen keuangan. Fungsi yang berjalan di sebuah unit bisnis akan menuju pada sebuah perusahaan yang bonafit. Namun demikian juga perlu disadari bahwa bonafiditas bisnis bukan saja ditentukan oleh keberhasilan menjalankan fungsi-fungsi manajemen perusahaan. Terdapat variabel yang penting itu mengenai nilai, budaya kerja dan etika dalam ekonomi dan bisnis. Naskah ini melihat peranan budaya kerja, etika dan nilainilai yang terjadi di masyarakat dikaitkan dengan bisnis yang ingin menggambarkan bukan saja fungsi manajemen yang menjadikan suatu bisnis menjadi sukses, namun ada variabel budaya kerja, etika dan nilai itu berperan. 2.3 Nilai-Nilai dalam Bisnis Bisnis merupakan bagian dari hidup kita sehari-hari. Kita membeli barang di warung, supermarket. Kita makan di kantin, restoran. Kita melakukan perjalanan dengan bus, taksi, kereta api, pesawat terbang. Dan berbagai aktivitas lainnya. Menurut Jatmiko (2004: 3) Bisnis adalah suatu sistem yang menghasilkan atau memproduksi barang dan jasa untuk memuaskan kebutuhan konsumen dan pelanggan. Dengan menekankan pada definisi “sistem”, kita dapat mengapresiasi keterkaitan hubungan 138
antara perusahaan bisnis dan konstituen-konsituen lain dalam masyarakat. Setiap aktivitas atau kegiatan yang dilakukan oleh sektor bisnis berdampak pada sistem sosial yang lebih besar. Sistem bisnis sangat berkaitan dengan sistem politik, sistem ekonomi, sistem sosial, dan sistem hukum dan perundang-undangan yang berlaku. Mendukung pernyataan diatas, Deal dan Kennedy (2001:4) berpendapat bahwa bisnis adalah lembaga/institusi/organisasi yang bersifat humanity, bukan merupakan sekumpulan gedung-gedung, stuktur organisasi, analisis strategis, dan perencanan lima tahunan. Dalam menelusuri dan mengungkapkan nilai-nilai dalam bisnis hendaknya perlu kita kaji dahulu beberapa kondisi permasalahan mengenai dunia bisnis yang terjadi di tanah air. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh lembaga-lembaga asing, seperti Political and Economic Risk Consultance Ltd (PERC) di Hongkong dan Transparency International di Berlin tahun 1997, menempatkan Indonesia pada peringkat tertinggi dalam kasus pelanggaran korupsi (Gunardi, 1999: 2). Kita pun melihat, akhir-akhir ini semakin terasa tuntutan dari masyarakat mendesakkan pengusutan tuntas korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), perbaikan undang-undang anti korupsi, pembuatan undang-undang baru anti monopoli, dan lain-lain. Semua dimaksudkan untuk membongkar seluruh perangkat dan membentuk kembali perangkat baru yang nantinya diharapkan bisa efektif untuk mencegah praktek-praktek curang yang merugikan masyarakat. Salah satu contoh nyata dalam aktivitas perekonomian nasional kita, tidak bisa dipungkiri lagi bahwa badan usaha milik negara (BUMN) adalah pelaku ekonomi yang paling besar peranannya. Antara lain karena mereka memiliki “kue bisnis” yang paling besar pula. Gabungan lima BUMN Pertamina, Telkom, Garuda, Lembaga Keuangan dan PLN saja telah jauh lebih besar dibanding resources tenaga kerja, peluang bisnis dalam arti penguasaan pasar serta dananya. Tetapi bukan berarti BUMN tanpa kelemahan. 139
Sementara orang mengatakan gambaran umum BUMN adalah organisasi bisnis yang besar gemuk dan lamban. Padahal ”ritme” bisnis di era globalisasi/ regionalisasi juga menghadirkan kecepatan sebagai faktor untuk memenangkan persaingan. Problema struktural (strucural handycap) termasuk penyebab pokok kelambanan BUMN. Karena ia terkait langsung dengan birokrasi pemerintah. Hubungan birokrasi langsung tersebut membuat BUMN sulit bergerak lincah, sebab pengambilan keputusan penting dalam proses bisnisnya cenderung memakan waktu lama dan berbelit. Mereka misalnya harus terlebih dahulu menunggu konfirmasi dari departemennya; sementara perubahan dan gerakan-gerakan di pasar semakin dinamis. Kondisi kebirokratisan tersebut jauh lebih menyulitkan BUMN saat di lepas di lingkungan persaingan bebas. Bukan salah BUMN sebenarnya, sebab ia memang diposisikan monopolistis. Praktek monopoli itulah yang menyebabkan sulitnya, malahan mungkin mustahilnya BUMN mengukur efisiensinya. Ukuran efisiensi itu sendiri bukan sekedar perimbangan input dan output, tetapi kemampuan untuk bersaing secara efektif. Jadi kunci efisiensi adalah persaingan dan takarannya dengan demikian adalah seberapa jauh sebuah organisasi bisnis memenangkan persaingan. Upaya-upaya melepaskan posisi monopoli diberbagai BUMN seperti TELKOM dan PLN dengan pola Built,Operate and Own (BOO); Built, Operate and Transfer (BOT) serta Kerja Sama Operasi (KSO), merupakan usaha menciptakan kompetisi dan perlu diterapkan pada BUMN lain agar terjadi proses efisiensi secara alamiah dari dalam (Abeng, 2000: 11-14). Pelaku ekonomi yang lain adalah swasta. Benar mereka tumbuh dan berkembang dari pasar, tetapi pasar tersebut adalah ciptaan pemerintah itu sendiri. Dan sebagai institusi bisnis, banyak swasta yang pertumbuhannya terjadi semata-mata karena faktor proteksi pemerintah.
140
2.4 Budaya Kerja Jika dikatakan bahwa logika pengusaha adalah me-manage pasar, dan pasar adalah pemerintah yang memproteksinya, maka model manajemennya yang paling subur adalah “lobby”. Pasar demikian gampang diraih, dikembangkan dan loyal dengan “lobby management”. Strateginya tentulah memanfaatkan jasa-jasa kekuasaan untuk perolehan proteksi dan pasar, dengan mengedepankan kedekatan pribadi maupun “rupa-rupa kompensasi non-bisnis” (Abeng, 2000: 16). Pengembangan budaya yang tidak terarah seperti yang digambarkan diatas bisa memacu berkembangnya pola hidup yang terlalu mengejar kebebasan mutlak sehingga meninggalkan/menyimpang dari sistem nilai yang sudah ada. Dan dampak akhirnya bisa mengakibatkan timbulnya kerawanan sosial yang akan dapat berpengaruh negatif terhadap produktivitas yang pada gilirannya akan berdampak negatif pula pada pertumbuhan ekonomi. Pertama kali perlu disadari bahwa bisnis dalam arti pertukaran terdapat dalam setiap kebudayaan sehingga dengan demikian bisnis dilandasi nilai dan norma-norma yang ada. Akan tetapi sejarah telah membuktikan bahwa hanya dengan peran akal budilah maka tekhnologi produk dan produksi berkembang, dan bisnis menjadi semakin kaya varian produknya dan semakin kompleks. Akibatnya kompetisi pun tak terelakkan, yang lalu diwadahi dalam sistem ekonomi perusahaan swasta, dan bersamaan dengan itu nilai dan norma yang ada tertantang validitas dan relevansinya. Sejauh nilai dan norma itu masih mampu melandasi hubungan bisnis antarmanusia di dalam kultur itu saja, maka belum ada yang dipersoalkan. Akan tetapi, ketika bisnis itu sudah harus bersinggungan dengan kultur-kultur yang lain dan itu tak terelakkan mengingat Indonesia terdiri dari berbagai macam kultur medan kompetisi pun makin luas, dan nilai dan norma yang ada dituntut justifikasinya (Gunardi, 1999: 4). 141
Nilai dan teori mengenai nilai sangat berhubungan dengan berbagai bidang studi, misalnya dengan filsafat, etika atau dengan manajemen. Pendekatan yang pertama dilakukan oleh M.J. Langeveld sebagaimana dalam Ndraha (1997: 17), Ia membahas teori nilai dan etika. Hofstede dalam Culture’s Consequences (1980: 19) mendefinisikan nilai sebagai ”kecenderungan mendasar yang lebih menyukai atau memilih suatu keadaan tertentu”. Sedangkan Dananjaja dalam sistem Nilai Manajer Indonesia (1986: 22) berpendapat bahwa nilai adalah ”pengertianpengertian (conceptions) yang dihayati seseorang mengenai apa yang lebih penting atau kurang penting, apa yang lebih baik atau kurang baik, dan apa yang lebih benar dan apa yang kurang benar. Seperti diketahui, nilai bersifat abstrak. Ia baru dapat diamati atau dirasakan jika terekam atau termuat pada suatu wahana, seperti suara pada pita, program pada disket, atau gambar pada film. Jadi budaya dengan nilai tak terpisahkan (Ndraha 1997: 25). “Apakah sebenarnya yang tercakup dalam konsep kebudayaan itu?” banyak orang mengartikan konsep itu dalam arti yang terbatas, ialah pikiran, karya, dan hasil karya manusia yang memenuhi hasratnya akan keindahan. Sebaliknya, banyak orang terutama para ahli ilmu sosial, mengartikan konsep kebudayaan itu dalam arti yang amat luas yaitu seluruh total dari pikiran, karya, dan hasil karya manusia yang tidak berakar kepada nalurinya, dan yang karena itu hanya bisa dicetuskan oleh manusia sesudah suatu proses belajar (Koentjaraningrat, 2004:1). Bahwa kebudayaan itu mempunyai paling sedikit tiga wujud, ialah: (1)Wujud pertama adalah wujud ideel dari kebudayaan. Sifatnya abstrak, tak dapat diraba atau difoto. Lokasinya ada di dalam kepala-kepala, atau dengan perkataan lain, dalam alam pikiran dari warga masyarakat di mana kebudayaan yang bersangkutan itu hidup. Kebudayaan ideel ini dapat kita sebut adat tata-kelakuan, atau secara singkat adat dalam arti khusus, atau adat-istiadat dalam bentuk jamaknya. 142
Kebudayaan ideel ini biasanya juga berfungsi sebagai tatakelakuan yang mengatur, mengendali, dan memberi arah kepada kelakuan dan perbuatan manusia dalam masyarakat. (2) Wujud kedua dari kebudayaan yang sering disebut sistem sosial, mengenai kelakuan berpola dari manusia itu sendiri. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia-manusia yang berinteraksi, berhubungan, serta bergaul satu dengan yang lain, yang dari detik ke detik, dari hari ke hari, dan dari tahun ke tahun selalu mengikuti pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tatakelakuan. (3) Wujud ketiga dari kebudayaan disebut kebudayaan fisik, dan memerlukan keterangan banyak. karena merupakan seluruh total dari hasil fisik dari aktivitas perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat, maka sifatnya paling konkret, dan berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan difoto (Koentjaraningrat, 2004:5-6). Dari penjelasan mengenai kondisi permasalahan dalam dunia bisnis di tanah air tersebut. Maka, di dalam konsep nilai-nilai dalam bisnis dapat kita pahami bahwa dimensi keberadaan suatu perusahaan terwujud dalam keterkaitan dengan lingkungan masyarakatnya. Sebagaimana yang diungkapkan Gunardi (1999:18), bahwa lingkungan masyarakat berupa individu atau institusi yang mempengaruhi atau dipengaruhi oleh tindakan, keputusan, kebijakan, praktek-praktek, atau tujuan perusahaan itu secara institusional disebut pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholders). Adapun kepentingan yang dimaksud mencakup tiga tingkatan, yaitu: 1. Kepedulian sederhana karena pengaruh dari perusahaan itu (an interest). 2. Hak legal atau moral untuk suatu perlakuan tertentu atau susunan perlindungan tertentu (a legal or moral right). 3. Klaim legal terhadap kepemilikan perusahaan (ownership) Dalam kenyataannya, setiap perusahaan dengan bidang usaha berbeda mempunyai pihak-pihak kepentingan yang berbeda, 143
misalnya perusahaan makanan instan tentu akan mempunyai pihakpihak berkepentingan yang berbeda dengan perusahaan yang bergerak di bidang jasa pariwisata. Bahkan, dua perusahaan yang bergerak dalam bidang usaha yang sama dan besar kapasitas usahanya pun sama akan mempunyai pihak-pihak berkepentingan yang berbeda, tergantung pada kesadaran, kebijakan, strategi dan agresivitas perusahaan itu yang pada gilirannya mempengaruhi keberadaan, vitalitas, dan kesuksesan perusahaan. Stakeholders sebagai suatu komunitas di sini tak hanya sekadar kolektivitas individu yang masing-masing mempunyai kepentingan sendirisendiri, namun mereka juga mempunyai kepentingan untuk bersama-sama, berbagi identitas dan makna-makna. Ini dikarenakan, sejarah suatu budaya perusahaan melibatkan pengetahuan, pengalaman, dan penghayatan nilai bersama yang diakui oleh individu-individu di dalam perusahaan. Sedangkan struktur budaya perusahaan sendiri bisa dikatakan mencakup tiga elemen utama : 1. Elemen dasar yang meliputi : nilai dasar, pendirian, dan kepercayaan. 2. Elemen konsepsional yang meliputi : visi, misi, tujuan, dan kebijakan, strategi dan struktur organisasi. 3. Elemen operasional yang meliputi : proses dan prosedur. Dari semua elemen itu, Gunardi (1999:109) menyatakan nilai dasar melandasi sekaligus mengikat seluruh elemen lain bersama-sama. Penjelmaan nilai-tersebut menjadi identifikasi atau karakter yang khas bagi perusahaan tersebut di dalam melakukan aktivitas bisnisnya. Secara tegas, dapat disimpulkan bahwa budaya korporat akan berpengaruh terhadap kinerja perusahaan. Paling tidak, budaya koporat yang sudah terinternalisasi melalui nilai-nilai yang di yakini bersama oleh anggota organisasi, akan memberikan kemampuan untuk meminimalkan deviasi dan kemampuan untuk beradaptasi dengan situasi yang tak terduga. Hal ini sangat menentukan bagi organisasi dan individu-individu dalam menjalankan bisnis dan 144
berinteraksi dengan lingkungan, serta dalam cara-cara mengelola personil secara internal atau hubungan atasan bawahan. Hubungan antara budaya korporat terhadap kinerja organisasi dapat dijelaskan pada gambar 2 berikut ini : KINERJA ORGANISASI
Sumber Daya
System & Teknologi
Strategi
KINERJA INDIVIDUAL
PERILAKU
Nilai & Keyakinan Personil
BUDAYA KORPORAT (Nilai yang diyakini secara umum)
Gambar 2 : Skema Hubungan Budaya Korporat dengan Kinerja Organisasi Sumber : (Moelyono, 2003: 42) 145
Logistik
Dalam kaitannya budaya dengan Keunggulan bisnis, HampdenTurner (1994) sebagaimana dalam Ndraha (1997: 114) menjelaskan bahwa, Ia mempelajari dua pola budaya perusahaan. Kedua pola itu diperagakan melalui dua lingkaran, (1) Vicious Circle ”lingkaran setan” dan (2) Virtous Circle ”lingkaran suci”. Pada Vicious Circle, budaya ”promotes an extreme formality” (birokrasi yang kaku). Untuk menegakkan formalitas tersebut diperlukan ”increasing centralization of authority” (sentralitas kekuasaan). Tetapi, semakin tinggi formalitas dan semakin tersentralisasi kekuasaan, semakin banyak penyimpangan informasi dan sikap bertindak sendiri dilakukan oleh unit kerja bisnis, karena pada hakikatnya mereka ”precipitating considerable informal resistance and dissent” (resisten dan terjadi perbedaan pendapat apabila menyerap budaya informal). Pada gilirannya itu semakin mendorong peningkatan formalitas dan sentralisasi kekuasaan. Dalam praktek, formalisasi kekuasaan itu berbentuk keseragaman, keserentakan, penetapan target yang harus dikejar dengan jabatan sebagai jaminannya, manajemen top-down, dan pembentukan wadah tunggal setiap institusi ekonomi sosial agar mudah dikendalikan dari atas. Kondisi seperti itulah oleh Hampden-Turner diibaratkan roda lingkaran yang jarijarinya lemah sehingga putaran rodanya kemana-mana, akhirnya cepat lepas. Berbeda halnya dengan Virtous Circle, budaya dengan cermat mancatat dan memperhatikan semua sikap dan perilaku informal (carefully notes what informal activity) yang terdapat di kalangan unit kerja bisnis, yang di lakukan demi keinginan dan kepuasan konsumen (of most values to customers). Dan memformulasikan hal itu ke dalam prosedur operasional organisasi, sehingga sistem informasi terpusat jusru menghargai dan mendorong aktivitas informal di atas. Kondisi itu oleh Hampden-Turner diibaratkan roda lingkaran yang jari-jarinya kuat sehingga rodanya senantiasa stabil dan terkendalikan, secepat apa pun putarannya. Budaya kerja adalah suatu falsafah yang didasari oleh pandangan hidup sebagai nilai-nilai yang menjadi sifat, kebiasaan dan kekuatan pendorong, membudaya dalam kehidupan suatu kelompok masyarakat atau organisasi, kemudian tercermin dari sikap menjadi perilaku, 146
kepercayaan, cita-cita, pendapat dan tindakan yang terwujud sebagai “kerja” atau “bekerja.” Berpijak dari nilai-nilai yang dimiliki oleh bangsa atau masyarakat Indonesia, Triguno (1996:3) mengemukakan bahwa apabila budaya kerja diolah sedemikian rupa menjadi nilai-nilai baru yang akan menjadi sikap dan perilaku manajemen yang diharapkan dapat menghadapi tantangan baru di era globalisasi. Dan apabila dilakukan dengan sungguh-sungguh melalui suatu proses yang terkendali dengan melibatkan semua SDM dalam seperangkat sistem, alat-alat pendukung maka akan tercipta budaya kerja yang berorientasi memuaskan konsumen atau masyarakat. Untuk melakukan program Budaya Kerja, menurut Triguno (1996:27) diperlukan persiapan yang berupa penciptaan lingkungan kerja dengan paradigma yang disepakati untuk mencapai tujuan organisasi dengan cara yang lebih efektif. Unsur budaya kerja itu adalah mata rantai proses, dimana tiap kegiatan berkaitan dengan proses lainnya atau suatu hasil pekerjaan merupakan suatu masukan bagi proses pekerjaan lainnya. Salah satu BUMN yang meraih kesuksesan adalah Bank Rakyat Indonesia, dimana pada tahun 2002 berdasarkan laporan dari majalah INFOBANK – mengadakan rating – menyebutkan bahwa BRI mempunyai kinerja dengan rangking tertinggi diantara bank-bank dengan aset raksasa – diatas Rp 20 trilliun (Moelyono, 2003: 126). Sebagai perusahaan yang berpegang teguh pada TKI (tradisi, kehormatan, dan identitas), BRI dari sebuah bank yang mengandalkan pada ”penugasan” pemerintah menjadi korporasi yang mempunyai core bussiness pengelolaan (bukan lagi sekadar ”penyaluran”) kredit. BRI bahkan dikenal bukan saja sebagai bank yang fokus pada usaha kecil dan menengah, namun juga menjadi bank yang mempunyai standar pelayanan tinggi. Semau hasil yang diraih trsebut bukanlah ”langkah cepat”, akan tetapi lebih menekankan pada sebuah proses transformasi budaya. Pada tahun 1999, menindaklanjuti pembentukan IWG (Implementation Working Group) BRI melakukan transformasi budaya dengan melakukan brainstorming tentang nilai-nilai (values) yang dianggap hidup di organisasi. Dengan core values (Integritas, Profesionalisme, Kepuasan Nasabah, Keteladanan, dan Penghargaan 147
pada SDM), menjadi panduan bersama bagi seluruh insan BRI dalam melakukan aktivitas bisnisnya. Apabila kita bandingkan, sejalan dengan kajian empirik diatas Islam menetapkan prinsip dasar perdagangan dan niaga, yaitu : kejujuran, kepercayaan, dan ketulusan. Menurut (Ahmad, 2001: 99-108) ajaran Al-Qur’an yang menyangkut keadilan adalah bisnis ini bisa kita kategorikan pada dua judul besar. Pertama yang bersifat imperatif (bentuk perintah) dan yang berbentuk perlindungan. 1. Imperatif (bentuk perintah) Kategori ini mengandung perintah dan rekomendasi yang berkaitan dengan perilaku dalam bisnis, antara lain yaitu : a) Hendaknya janji, kesepakatan dan kontrak dipenuhi Al-Qur’an mengharuskan agar semua kontrak dan janji kesepakatan dihormati, dan semua kewajiban dipenuhi. Dan juga mengingatkan dengan keras bahwa setiap orang akan dimintai pertanggungan jawab oleh Allah dalam hal yang berkaitan dengan ikatan janji dan kontrak yang dia lakukan. b) Jujur dalam Timbangan dan takaran (ukuran) Al-Qur’an banyak sekali memerintahkan kaum muslimin dalam ayat-ayatnya untuk menimbang dan mengukur dengan cara yang benar dan jangan sampai melakukan kecurangan dan pengurangan baik takaran maupun timbangan. Siapa saja yang melakukan kecurangan dalam timbangan dan takaran dia akan mendapat konsekuensi yang pahit dan getir dari Allah. c) Kerja, gaji dan bayaran Etika kerja dalam Islam mengharuskan bahwasanya gaji dan bayaran serta spesifikasi dari sebuah pekerjaan yang akan dikerjakan hendaknya jelas jelas disetujui pada saat mengadakan kesepakatan awal. Ini juga mengharuskan bahwa gaji yang telah ditentukan, dan juga bayaranbayaran yang lain hendaknya dibayarkan pada saat 148
d)
e)
f)
g)
h)
pekerjaan itu telah selesai tanpa ada sedikitpun penundaan dan pengurangan. Jujur, tulus hati dan benar Pada saat penipuan dan tipu daya dikutuk dan dilarang, bahkan hampir mendekati titik nadir, kejujuran bukan hanya diperintahkan, ia dinyatakan sebagai keharusan yang mutlak dan absolut. Effisien dan Kompeten Al-Qur’an memerintahkan manusia untuk menguasai alam ini dan mempergunakan sumber-sumber kekayaannya. Untuk menghindari penyelewengan dan kelalaian hendaknya dibutuhkan tugas-tugas tersebut dilakukan dengan cara yang seefisien mungkin dan penuh kompetensi. Seleksi berdasarkan keahlian Standar Al-Qur’an untuk kepatutan sebuah pekerjaan adalah berdasarkan pada keahlian dan kompetensi dalam bidangnya. Karena tanpa kompetensi dan kejujuran tidak akan lahir efisiensi. Bahwasanya kualifikasi al-qawi (kuat dan efisien) – bisa dilihat pada surat 28:26 – memberikan gambaran bahwa prioritas pemilihan seorang pekerja hendaknya didasarkan seseorang tersebut melebihi yang lain dalam kapasitasnya, baik secara fisik dan juga mental, untuk memangku pekerjaan yang disediakan. Investigasi dan Verifikasi Al-Qur’an memerintahkan kaum muslimin untuk melakukan penyelidikan dan verifikasi (tabayyun) terhadap semua pernyataan dan informasi yang datang sebelum ia melakukan satu keputusan dan melakukan satu aksi (tindakan). Serbaneka Kaum muslimin diperintahkan untuk bekerjasama antara satu dengan yang lain dalam rangka menegakkan keadilan dan kebenaran. Sebaliknya kerjasama dalam hal-hal yang berbau dosa dan permusuhan sangat dilarang. Saat 149
mengomentari ayat 5 surat Al-Maidah, Ibnu Katsir berkata: “Keadilan adalah kewajiban bagi setiap orang, terhadap semua orang dan segala situasi”. 2. Perlindungan Al-Qur’an memberikan petunjuk-petunjuk yang pasti bagi orang-orang yang beriman yang berguna sebagai alat perlindungan. Terdapat dalam beberapa ayat antara lain : Surat Al-Baqarah ayat 282-283, dari surat tersebut itu bisa kita ambil beberapa hal yang sangat penting, yaitu: a) Penulisan Kontrak Al-Qur’an menganjurkan hendaknya sebuah kontrak bisnis ditulis diatas kertas. Ini secara khusus direkomendasikan jika transaksi itu berbentuk kredit, baikitu kredit dalam yang bentuk besar ataupun kecil untuk melindungi terjadinya klaim palsu yang dilakukan oleh salah satu pihak. b) Saksi-saksi Al-Qur’an juga memerintahkan bahwa transaksi yang berbentuk kredit hendaknya disaksikan oleh dua orang lakilaki dewasa, atau jika tidak, maka saksi dilakukan dengan menghadirkan seorang laki-laki dan dua 0rang perempuan. Ini adalah sebuah perlindungan agar tidak terjadi praktek curang yang dilakukan oleh salah satu pihak dikemudian hari. c) Rahn (gadai) Salah satu bentuk perlindungan dalam kasus transaksi kredit, ialah pengambilan barang milik orang yang berhutang ke tangan yang memberi hutang sebagai gadai (jaminan) hingga hutang yang diambil kembali dibayar. d) Prinsip tanggung jawab individu Setiap individu adalah bertanggung jawab terhadap semua bentuk transaksi yang dilakukan, tidak ada privilege (hak istimewa) tertentu atau imunitas untuk menghadap 150
konsekuensi apa yang dilakukan. Setiap orang akan dimintai pertanggungjawabannya baik di dunia maupun diakhirat. 2.5 Etika Bisnis Pernyataan yang sering terlontar, bahwa bisnis adalah bisnis, seolah-olah merupakan filosofi bisnis yang telah diterima secara umum di masyarakat (terutama masyarakat di negaranegara sekuler). Pengertian statement “bisnis adalah bisnis” itu menyiratkan bahwa bisnis hanya bertumpu pada aspek komersil saja, dimana mekanisme memperoleh keuntungan ekonomi dari masyarakat dan cara yang ditempuh untuk mencapai tujuan seolah bebas nilai, bebas norma dan bebas etika. Tetapi jika kita lihat lebih jauh, terutama jka kita tinjau dari teori dan perkembangan ilmu bisnis, ternyata bisnis tidak bebas nilai, baik dari nilai moral maupun nilai etika. Misalnya kita lihat dari tujuan yang umumnya ingin dicapai oleh bisnis adalah meningkatkan kesejahteraan stake holders (Muslich, 1998:23). Para pemegang saham sebagai pemilik perusahaan pasti berkepentingan dengan jalannya operasional sebuah perusahaan. Maksimisasi profit adalah orientasi para pebisnis, karena jelas nantinya stakeholders pun akan turut memperoleh hasil deviden yang maksimum juga. Dan sebaliknya, namun terkadang stakeholders terbagi lagi atas pihak berkepentingan internal dan eksternal. Pihak internal adalah ”orang dalam” dari suatu perusahaan; baik itu instansi yang secara langsung terlibat, seperti pemegang saham, manajer, dan karyawan. Pihak eksternal adalah orang atau instansi yang secara tidak langsung terlibat dalam kegiatan perusahaan seperti, konsumen, dan pemerintah. Paham stakeholders ini membuka perspektif baru untuk mendekati masalah tujuan perusahaan. Kita bisa mengatakan bahwa tujuan perusahaan adalah manfaat semua stakeholders. Sekaligus juga disini kita mempunyai kemungkinan baru untuk membahas segi etis dari suatu keputusan bisnis (Bertens, 2002:164). Misalnya, tidak etis kalau dalam suatu keputusan bisnis hanya kepentingan 151
para pelaku bisnis yang dipertimbangkan. Tetapi, nilai-nilai yang ditanamkan oleh para stakeholders juga harus dipertimbangkan. Salah satu contohnya adalah di dalam teori hubungan antar manusia atau manajemen sumber daya manusia tercakup kriteria etika bisnis. Teori hubungan antar manusia lebih ditekankan pada pendekatan hubungan psikologis terhadap para karyawan perusahaan, yakni dengan mencermati perilaku individu dan kelompok sebagai suatu human relation group untuk memacu tingkat produktivitas kerja para pekerja, penekanannya pada hubungan antara produktivitas kerja dengan kebutuhan fisik dan sosial tenaga kerja. Faktor fisik bukan merupakan determinant tunggal produktivitas sebab manusia bukan sekedar makhluk ekonoteknikal tetapi ia merupakan dimensi rasio emosional. Oleh karena itu kelompok sosial sangat berpengaruh atas perilaku dan produktivitas. Dari perkembangan teori pemberdayaan sumber daya manusia ini terlihat bahwa etika bisnis yang substansinya adalah pengelolaan sumber daya manusia ini menurut sejarahnya mengarah pada pemberdayaan yang manusiawi sesuai dengan pemenuhan kebutuhan manusia secara hakiki. Ini sesuai dengan prinsip peningkatan produktivitas perusahaan, dan mendukung adanya dasar bahwa sumber daya manusia atau para pekerja adalah mitra perusahaan yang harus memberikan sesuatu yang saling menguntungkan. Etika bisnis diartikan sebagai pengetahuan tentang tata cara ideal pengaturan dan pengelolaan bisnis yang memperhatikan norma dan moralitas yang berlaku secara universal dan secara ekonomi/sosial, dan pengetrapan norma dan moralitas ini menunjang maksud dan tujuan kegiatan bisnis. Jadi ukuran yang sering digunakan adalah norma, agama, nilai positif dan universalitas. Oleh karena itu istilah etika sering dikonotasikan dengan istilah-istilah: tata krama, sopan santun, pedoman moral, norma susila dan lain-lain yang berpijak pada norma-norma tata hubungan antar unsur atau antar elemen di dalam masyarakat dan lingkungannya (Muslich, 1998:4). 152
Secara garis besarnya, etika (ethics) dapat dilihat sebagai “pedoman yang berisikan aturan-aturan baku yang mengatur tindakan-tindakan pelaku dalam sebuah profesi”. Di dalam pedoman tersebut terserap prinsip-prinsip moral dan nilai-nilai yang mendukung dan menjamin dilakukannya kegiatan profesi si pelaku sebagaimana seharusnya, sesuai dengan hak dan kewajibannya. Peranan etika dalam sesuatu struktur kegiatan adalah fungsional dalam memproses masukan menjadi keluaran yang bermutu. Sebagai sebuah ide atau ideologi, etika terserap dalam berbagai interaksi yang ada dalam berbagai struktur kegiatan kehidupan manusia yang tercakup dalam kehidupan sosial, kehidupan ekonomi dan bisnis, kehidupan politik, dan berbagai kegiatan lainnya dalam masyarakat yang bersangkutan. Kajiankajian mengenai corak kegiatan, yaitu hubungan antarmanusia dalam berbagai manajemen pengelolaan sumber-sumber daya akan merupakan sumbangan yang penting dalam upaya mengembangkan dan memantapkan etika dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara bagi Indonesia. Salah satu isu yang cukup penting untuk diperhatikan dalam kajiankajian mengenai manajemen pengelolaan sumber-sumber daya adalah corak dari kebudayaan manajemen yang ada setempat, atau pada corak kebudayaan korporasi bila perhatian kajian terletak pada kegiatan pengelolaan manajemen sumber daya dalam sebuah korporasi. Perhatian pada pengelolaan manajemen ini akan dapat menyingkap dan mengungkapkan corak nilai-nilai budaya dan operasionalisasi nilai-nilai budaya tersebut atau etos, dalam pengelolaan manajemen yang dikaji. Kajian seperti ini juga akan dapat menyingkap dan mengungkap corak etika (ethics) yang ada dalam struktur-struktur kegiatan sesuatu pengelolaan manajemen yang memproses masukan (in-put) menjadi keluaran (out-put). Apakah memang ada atau tidak ada pedoman etika dalam setiap struktur manajemen? Atau, adakah pedoman etika yang ideal (yang dicitacitakan dan yang dipamerkan) dan yang aktual (yang betul-betul digunakan dalam proses-proses manajemen, dan yang biasanya 153
disembunyikan dari pengamatan umum)? Permasalahan etika ini menjadi sangat penting dalam pengelolaan manajemen sumber daya yang dilakukan oleh berbagai organisasi, lembaga, atau pranata yang ada dalam masyarakat (Suparlan, 2002: 98-105). Menurut (Muslich, 1998:31-35) etika bisnis memiliki prinsip-prinsip umum dalam pengelolaan bisnis agar dapat memperoleh kemajuan dan kejayaan. Adapun prinsip-prinsip tersebut antara lain: 1. Prinsip Otonom Yang dimaksud dengan prinsip otonom adalah bahwa perusahaan secara bebas memiliki kewenangan sesuai dengan bidang garap yang dilakukan dan pelaksanaannya dengan visi dan misi yang dipunyainya. Dalam pengertian etika bisnis, otonomi bersangkut paut dengan policy eksekutif perusahaan dalam mengemban misi, visi perusahaan yang berorientasi pada kemakmuran, kesejahteraan para pekerja ataupun komunitas yang dihadapinya dan mengacu pada nilai-nilai profesionalisme pengelolaan perusahaan dalam menggunakan sumber daya ekonomi. 2. Prinsip kejujuran Kegiatan bisnis akan berhasil dengan gemilang jka dikelola dengan prinsip kejujuran baik terhadap karyawan, konsumen, distributor dan pihak-pihak lain yang terkait dalam bisnis. 3. Prinsip tidak berniat jahat Komitmen untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat konsumen dan masyarakat pada umumnya, dan dari komitmen inilah tentunya niatan yang ada pada setiap pelaku bisnis terhadap stake holder dan konsumen adalah maksud-maksud mencapai tujuan yang baik dan positif. 4. Prinsip keadilan Prinsip keadilan yang dipergunakan untuk mengukur bisnis menggunakan etika bisnis adalah keadilan bagi semua pihak yang terkait memberikan kontribusi langsung atau 154
tidak langsung terhadap keberhasilan bisnis. Contoh yang dapat dikemukakan, misalnya dalam alokasi sumber daya ekonomi kepada semua pemilik faktor ekonomi. Memberikan harga yang layak bagi para konsumen, memberikan upah yang layak bagi para manajer dan karyawan, menyepakati harga yang pantas bagi para pemasok, dan mendapatkan keuntungan yang wajar bagi pemilik perusahaan. 5. Prinsip hormat pada diri sendiri Pengertian prinsip ini merupakan prinsip tindakan bisnis yang dampaknya berpulang kembali kepada bisnis itu sendiri. Jika bisnis memberikan kontribusi yang menyenangkan bagi masyarakat, tentu masyarakat memberikan respon yang sama dan begitu pula dengan sebaliknya. Jadi hukum kausa prima akan senantiasa berlaku dalam bisnis atas stake holdersnya, oleh karena itu prinsip hormat pada diri sendiri mesti diberlakukan pada etika bisnis. Perilaku etis dalam bisnis dikembangkan terutama melalui tiga faktor, yaitu pengaturan sistem ekonomi yang merupakan komitmen logis terhadap aturan-aturan sistem pasar bebas, regulasi diri dimana bisnis dituntut untuk mengatur dirinya sendiri melalui kode etik yang pengawasannya dilakukan misalnya oleh suatu komisi khusus, dan regulasi oleh pemerintah – misalnya undang-undang anti trust dan anti monopoli (Gunardi, 1999:1). 3. Penutup Tampaknya sulit untuk memungkiri adanya kesulitan menemukan suatu teori yang secara fundamental mengungkapkan hakikat bisnis, namun juga secara komprehensif mampu mencakup kompleksitas dunia bisnis. satu-satunya teori yang paling mendekati kriteria tersebut adalah konsep perusahaan dan lingkungannya (stakeholders concept). Bahwa, posisi suatu 155
perusahaan ditengah-tengah pihak-pihak (institusi) berkepentingan yang tak bisa tidak harus diperhitungkan dalam setiap keputusan dan langkah operasional perusahaan. Skandal-skandal bisnis yang akhir-akhir ini terjadi pada akhirnya membangunkan masyarakat, bahwa ternyata ada yang salah dalam dunia bisnis atau dapat dikatakan adanya krisis etika bisnis. Padahal sebagaimana kita ketahui jika perusahaan dapat memiliki kode etik dan secara sadar melaksanakannya, maka manfaat kode etik perusahaan dapat dilukiskan sebagai berikut : 1. Kode etik dapat meningkatkan kredibilitas suatu perusahaan, karena etika telah dijadikan sebagai Corporate Culture. Hal itu terutama penting, karena secara intern semua karyawan terikat dengan standar etis yang sama, sehingga akan mengambil keputusan yang sama untuk kasus-kasus yang sejenis. Misalnya, mereka akan menolak dilibatkan dalam tindak korupsi. 2. Kode etik dapat membantu dalam menghilangkan grey area atau kawasan kelabu di bidang etika. Beberapa ambiguitas moral yang sering merongrong kinerja perusahaan, dengan demikian dapat dihindarkan, misalnya menerima komisi atau hadiah. 3. Kode etik dapat menjelaskan bagaimana perusahaan menilai tanggung jawab sosialnya. 4. Kode etik menyediakan bagi perusahaan – dan dunia bisnis pada umumnya – dapat mengontrol dirinya sendiri (self regulation). Pemerintah menunjang prakarsa dari masyarakat bisnis melalui peraturan-peraturan yang menciptakan kerangka moral dalam aktivitas bisnis Budaya kerja, etika dan nilai-nilai akan mewarnai bsinis baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta di masa depan. Semakin masyarakat konsumen memiliki pendidikan yang lebih tinggi, akan berbarengan dengan kemungkinan masyarakat akan memilih barang dan/atau jasa yang memiliki label dan dihasilkan oleh perusahaan yang mengembangkan etika dan nilai-nilai yang positif di masyarakat. 156
Daftar Pustaka Abeng, T., 2000, Dari Meja Tanri Abeng: Managing atau Chaos? (Tantangan Globalisasi dan Ketidakpastian), Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Atmosoeprapto, Kisdarto, 2000, Produktivitas Aktualisasi Budaya Perusahaan, Jakarta: Elex Media Komputindo, Jakarta Bertens, K., 2002, Pengantar Etika Bisnis, Yogyakarta : Penerbit Kanisius. Danandjaja, Andreas A., 1986, Sistem Nilai Manajer Indonesia, Jakarta : Pustaka Binaman Pressindo. Deal, Terrence E. dan Allan A Kennedy , 2001, Corporate Cultures: The Rites and Rituals of Corporate Life, USA: AddisonWesley Publishing Company.Inc. Endro, Gunardi, 1999, Redefinisi Bisnis: Suatu Penggalian Etika Keutamaan Aristoteles, Jakarta: PT Pustaka Binaman Pressindo. Hofstede, Geert, 1980, Culture’s Consequences International Differences in Work-related Values, Sage Publ., Beverly Hills, California. Jatmiko, R.D., 2004, Pengantar Bisnis, Malang: Penerbit UMM Press. Koentjaraningrat, 2004, Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Moeljono, Djokosantoso, 2002, Pengaruh Budaya Korporat (Corporate Culture) terhadap Produktivitas Pelayanan di PT Bank Rakyat Indonesia (Persero), Disertasi Tidak Dipublikasikan, Yogyakarta, Universitas Gadjah Mada. Muslich, 1998, Etika Bisnis: Pendekatan Substantif dan Fungsional, Edisi Pertama, Yogyakarta: EKONISIA. Ndraha, Taliziduhu, 1997, Budaya Organisasi, Jakarta: PT Rineka Cipta. Prawiranegara, S., 1988, Ekonomi dan Keuangan: Makna Ekonomi Islam (kumpulan karangan terpilih), Jakarta: CV Haji Masagung. 157
Robbins, Stephen P, (2003), (terjemahan), Perilaku Organisasi, Edisi 9, Jilid 1, Jakarta:PT Indeks Kelompok Gramedia. Samuelson P.A. dan Nordaus W.D., 1993, (terjemahan), Ekonomi, Cetakan kedelapan, Jakarta: Penerbit Erlangga. Samuelson P.A. dan Timmer P., 1976, Economics, McGraw-Hill: Kogakusha Ltd. Sinungan, Muchdarsyah., 1987, Produktivitas apa dan Bagaimana, Jakarta: Bina Aksara. Spitzer, Q. dan Evans, R., 1998, (Terjemahan), Heads You Win: Cara Berpikir Perusahaan-perusahaan Terbaik, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Sudarijanto, Cacuk, 2001, Jurus Manajemen Cacuk Sudarijanto, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Suparlan, P., 2002, Presentasi pada Simposium Internasional Jurnal ANTROPOLOGI INDONESIA ke-3; ‘Membangun Kembali “Indonesia yang Bhinneka Tunggal Ika”: Menuju Masyarakat Multikultural’ di Universitas udayana. (Makalah tidak diterbitkan) Triguno, 1997, Budaya Kerja: Menciptakan Lingkungan yang Kondusive untuk Meningkatkan Produktivitas Kerja, Cetakan Kedua, Jakarta: PT Golden Terayon Press.
158
PENGARUH PRAKTIK MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA TERHADAP KEPUASAN KERJA KARYAWAN HOTEL PURI ARTHA YOGYAKARTA T.P. Singgih Riyanto STMIK AMIKOM Yogyakarta Abstraksi Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh praktik manajemen sumber daya manusia secara serentak dan kontribusi masing-masing dimensi praktik manajemen sumber daya manusia (X) secara individual terhadap kepuasan kerja karyawan (Y). Hasil analisis regresi linear berganda 4 prediktor diperoleh nilai koefisien determinasi R2 = 0,804. Ini berarti sekitar 80% perubahan kriterium dapat dijelaskan oleh keempat variabel prediktor. Nilai F hitung adalah 35,837, p = 0,000. Karena p < 0,05 berarti secara keseluruhan keempat variabel prediktor memiliki pengaruh signifikan terhadap variabel kriterium. Koefisien korelasi untuk variabel X1 adalah 0,392 dan t hitungnya adalah 2,542 dengan p = 0,016. Karena nilai p < 0,05 berarti terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara perencanaan dan pengembangan karier dengan kepuasan kerja karyawan. Koefisien korelasi untuk variabel X2 adalah 0,419 dan t hitungnya adalah 2,731 dengan p = 0,010. Karena nilai p < 0,05 berarti terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara pelatihan karyawan dengan kepuasan kerja karyawan. Koefisien korelasi variabel X3 adalah 0,296 dan t hitungnya adalah 1,835 dengan p = 0,075. Karena p > 0,05 berarti tidak terdapat hubungan yang signifikan antara partisipasi karyawan dengan kepuasan kerja karyawan. Koefisien korelasi untuk variabel X4 adalah 0,358 dan t hitungnya adalah 2,272 dengan p = 0,029. Karena nilai p < 0,05 berarti terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara kompensasi karyawan dengan kepuasan kerja karyawan. Kata Kunci: Manajemen, Sumber Daya Manusia, Kepuasan Kerja 159
1. Pendahuluan Lingkungan ekonomi yang berubah cepat, yang dicirikan oleh fenomena seperti globalisasi, permintaan pelanggan dan investor yang mudah berubah, persaingan yang semakin tajam, telah menjadi fakta yang harus dihadapi oleh organisasi-organisasi masa kini. Agar mampu bersaing dan tetap mampu beroperasi secara optimal, perusahaan-perusahaan masa kini harus terus-menerus meningkatkan kinerja mereka. Salah satu aspek yang dapat memberikan kontribusi bagi peningkatan kinerja perusahaan adalah dengan mengoptimalkan praktik manajemen sumber daya manusia. Sumber daya manusia dapat menjadi sumber keunggulan kompetitif bagi organisasi dan manajemen “human capital” yang efektif menjadi faktor penentu akhir kinerja organisasi. Terdapat beberapa dimensi dalam praktik sumber daya manusia. John T. Delany (1996, hlm. 949) menegaskan bahwa partisipasi dan pemberdayaan karyawan, perancangan ulang pekerjaan, pelatihan karyawan, kompensasi insentif mampu meningkatkan kinerja organisasi. Sementara itu, John E. Delery (1996, hlm.834) mengelompokkan praktik manajemen sumber daya manusia ke dalam dimensi: (1) perencanaan dan pengembangan karier, (2) pelatihan, (3) penilaian berbasis-hasil, (4) keamanan kerja, (5) partisipasi, (6) deskripsi pekerjaan, dan (7) profit sharing. Mengingat bahwa sumber daya manusia merupakan unsur yang sangat penting bagi organisasi, maka pemeliharaan hubungan yang serasi dan kontinyu dengan karyawan dalam organisasi menjadi tugas yang sangat penting. Sudah umum diketahui bahwa produktivitas suatu organisasi atau perusahaan dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti kesempatan memperoleh pendidikan dan pelatihan tambahan, penilaian prestasi kerja yang adil, rasional dan objektif, sistem imbalan yang pantas, dan sebagainya. Motivasi dan kepuasan kerja karyawan merupakan bagian dari faktor di atas. Untuk memelihara hubungan yang serasi dan kontinyu dengan karyawan, motivasi dan kepuasan kerja karyawan merupakan bagian yang penting. 160
Susilo Martoyo (2000, hlm. 142) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai keadaan emosional karyawan di mana terjadi atau pun tidak terjadi titik temu antara nilai balas jasa kerja karyawan dari perusahaan/organisasi dengan tingkat nilai balas jasa yang memang diinginkan oleh karyawan. Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa kepuasan kerja dipengaruhi secara langsung oleh pelatihan, pengembangan, konseling dan tidak langsung oleh kebijakan dan praktik personalia. Donald W. Jarrell (1992, hlm. 137) mendefinisikan kepuasan kerja karyawan sebagai rasa puas menyeluruh yang dirasakan oleh seorang karyawan atas pekerjaan dan majikannya. Menurutnya, peningkatan kepuasan kerja karyawan sangat penting bagi organisasi. Jika karyawan terpuaskan, mereka lebih mudah diajak bekerja sama dengan manajemen. Kepuasan kerja karyawan dapat ditingkatkan dengan menciptakan lingkungan kerja yang baik, kompensasi yang fair, partisipasi yang meningkat, perencanaan dan pengembangan karier, dan pelatihan kerja yang baik. Dengan latar belakang di atas, penelitian ini akan mengkaji pengaruh praktik manajemen sumber daya manusia terhadap kepuasan kerja karyawan di Hotel Puri Artha Yogyakarta. Secara lebih rinci, pokok-pokok permasalahan penelitian diuraikan sebagai berikut: 1. Adakah pengaruh signifikan dari praktik manajemen sumber daya manusia secara simultan terhadap kepuasan kerja di Hotel Puri Artha Yogyakarta? 2. Seberapa besar pengaruh dimensi perencanaan dan pengembangan karier pada praktik manajemen sumber daya manusia secara individual terhadap kepuasan kerja karyawan di Hotel Puri Artha Yogyakarta? 3. Seberapa besar pengaruh dimensi pelatihan karyawan pada praktik manajemen sumber daya manusia secara individual terhadap kepuasan kerja karyawan di Hotel Puri Artha Yogyakarta? 4. Seberapa besar pengaruh dimensi partisipasi karyawan pada praktik manajemen sumber daya manusia secara individual 161
terhadap kepuasan kerja karyawan di Hotel Puri Artha Yogyakarta? 5. Seberapa besar pengaruh dimensi kompensasi karyawan pada praktik manajemen sumber daya manusia secara individual terhadap kepuasan kerja karyawan di Hotel Puri Artha Yogyakarta? Berdasarkan pokok-pokok permasalahan yang telah diuraikan dalam perumusan masalah di atas selanjutnya dapat diuraikan tujuan penelitian yang ingin dicapai, yaitu: 1. Untuk mendapatkan bukti empiris kontribusi dan pengaruh yang positif dan signifikan perencanaan dan pengembangan karier bagi kepuasan kerja karyawan. 2. Untuk mendapatkan bukti empiris kontribusi dan pengaruh yang positif dan signifikan pelatihan bagi kepuasan kerja karyawan. 3. Untuk mendapatkan bukti empiris kontribusi dan pengaruh yang positif dan signifikan partisipasi bagi kepuasan kerja karyawan. 4. Untuk mendapatkan bukti empiris kontribusi dan pengaruh yang positif dan signifikan perencanaan dan pengembangan karier bagi kepuasan kerja karyawan. 5. Untuk mendapatkan bukti empiris kontribusi dan pengaruh yang positif dan signifikan kompensasi bagi kepuasan kerja karyawan. Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Manfaat Keilmuan Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pengembangan teori-teori dalam mengelola sumber daya manusia untuk mewujudkan kepuasan kerja karyawan melalui perencanaan dan pengembangan karier, pelatihan, partisipasi, dan kompensasi karyawan. 2. Manfaat Praktis Memberikan masukan bagi para manajer perusahaan tentang pengaruh praktik manajemen sumber daya manusia terhadap kepuasan kerja karyawan untuk membantu mereka mengoptimalkan kinerja perusahaan. 162
2. Pembahasan Variabel penelitian terdiri atas variabel bebas (independen) dan variabel terikat (dependen). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah perencanaan dan pengembangan karier (X1), pelatihan karyawan (X2), partisipasi karyawan (X3), dan kompensasi karyawan (X4). Sementara itu, variabel terikat dalam penelitian ini adalah kepuasan kerja karyawan (Y). Selanjutnya variabel-variabel penelitian dituangkan menjadi model penelitian berikut ini:
X1
X2 Y X3
X4
X1 = Perencanaan dan pengembangan karier karyawan X2 = Pelatihan karyawan X3 = Partisipasi karyawan X4 = Kompensasi karyawan Y = Kepuasan kerja karyawan
163
Metode Pengambilan Sampel Populasi pada penelitian ini adalah semua staf dan karyawan Hotel Puri Artha. Sampel diambil dengan menggunakan teknik proportional random sampling. Teknik sampling ini akan menyebarkan angket secara proporsional ke masing-masing departemen, dan kemudian angket dibagikan secara acak (random). Hal ini dimaksudkan agar sampel yang ditarik dapat mewakili populasi secara keseluruhan (Saifuddin Azwar, 2001, hlm. 84). Joseph F. Hair (1984, hlm. 166) menegaskan ukuran sampel mempengaruhi tingkat generalisasi hasil menurut rasio observasi terhadap variabel bebas. Menurutnya, setidaknya harus ada lima observasi untuk tiap variabel bebas. Karena penelitian ini menggunakan empat variabel bebas, maka setidaknya harus ada 20 responden. Namun untuk mengoptimalkan tingkat representasi, maka dalam penelitian ini mentargetkan minimal 40 responden dengan menyebarkan 80 set kuesioner. Selain itu, jumlah sampel 40 telah memenuhi persyaratan kecukupan sampel untuk analisis regresi idealnya jumlah sampel lebih dari 30. Metode Pengumpulan Data a. Studi pustaka Kajian kepustakaan dilakukan dengan cara membaca dan mempelajari buku-buku, jurnal-jurnal, artikel-artikel baik yang bersumber dari perpustakaan atau pun Internet. b. Studi lapangan Data yang berhubungan langsung dengan topik penelitian dikumpulkan dari perusahaan yang bersangkutan dengan cara: (1) Angket: kuesioner disebar untuk diisi oleh responden. Kuesioner menggunakan model Likert skala 5-point untuk mengukur dimensi-dimensi praktik sumber daya manusia dan kepuasan kerja karyawan di Hotel Puri Artha Yogyakarta; (2) Dokumentasi: pengumpulan data penelitian melalui dokumen-dokumen yang ada pada perusahaan untuk mengetahui sejarah dan perkembangan, tujuan, letak 164
geografis, struktur organisasi perusahaan dan aspek-aspek lain yang berkait dengan topik penelitian ini. Metode Analisis a. Metode kualitatif Teknik yang digunakan dalam metode kualitatif adalah teknik deskriptif yang bertujuan untuk menggambarkan secara sistematik dan akurat fakta dan karakteristik yang ditemukan dalam penelitian, yaitu fakta mengenai sejarah dan perkembangan perusahaan, tujuan perusahaan dan struktur organisasi. b. Metode kuantitatif Metode kuantitatif yang dipakai dalam penelitian ini meliputi analisis regresi linear berganda, penentuan nilai koefisien determinasi, koefisien korelasi ganda serta koefisien korelasi parsial. (1) Analisis regresi linear berganda Analisis regresi berganda digunakan karena diduga bahwa beberapa variabel bebas (independen) Xi mempengaruhi variabel terikat (dependen) Y. Rumus umum yang digunakan adalah: Y = b0 + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + ε dalam persamaan ini, Y = Kepuasan kerja karyawan X1 = Perencanaan dan pengembangan karier karyawan, X2 = Pelatihan karyawan, X3 = Partisipasi karyawan, X4 = Kompensasi karyawan, b0 = parameter tetap, b1, b2, b3, b4 = koefisien-koefisien regresi untuk dimensi perencanaan dan pengembangan karier, pelatihan, partisipasi dan kompensasi karyawan, ε= kesalahan (Napa J. Awat, 1995, hlm. 337). Analisis regresi linear berganda dilakukan dengan menggunakan Program SPSS guna menentukan nilai-nilai koefisien 165
regresi linear berganda (b0, b1, b2, b3, b4, dan ε) sehingga dapat ditemukan persamaan regresi linear untuk variabel yang diteliti. Dari koefisien regresi tersebut selanjutnya dapat dilakukan penghitungan nilai Fhitung yang akan dibandingkan dengan nilai Ftabel guna menguji hipotesis-hipotesis yang diajukan. Jika Fhitung > Ftabel maka pengaruh dan hubungan antar variabel independen secara simultan dan variabel dependen bersifat signifikan, dan hipotesis diterima. Tingkat signifikansi hubungan dan pengaruh variabelvariabel independen secara individual terhadap variabel dependen Y diuji dengan t-test. Jika thitung > ttabel, maka pengaruh dan hubungannya bersifat signifikan dan hipotesis diterima. (2) Koefisien determinasi dan koefisien korelasi ganda Koefisien determinasi (R2) digunakan untuk mengetahui signifikansi hubungan dan pengaruh variabel-variabel independen (Xi) secara simultan terhadap variabel terikat (Y). Sedangkan R sendiri dikenal sebagai koefisien korelasi ganda (Untung Sus Andriyanto, 1983, hlm. 238). Nilai R2 dan nilai R dihitung dengan menggunakan Program SPSS Versi 10.0. (3) Koefisien korelasi parsial Nilai koefisien korelasi parsial digunakan untuk mengetahui tingkat keeratan hubungan antara masing-masing variabel X1, X2, X3, X4 terhadap Y. Koefisien korelasi parsial dihitung dengan menggunakan Program SPSS Versi 10.0. Analisis Kualitatif a. Sejarah dan Perkembangan Perusahaan Hotel Puri Artha atau Puri Artha Cottages resmi didirikan pada awal tahun 1971 sebagai sebuah usaha yang bermula dari perusahaan kecil. Saat itu, Hotel Puri Artha hanya merupakan sebuah usaha sampingan dari pemiliknya, yaitu Bapak/Ibu Soemadi. Pada waktu berdiri Hotel Puri Artha hanya mempunyai 3 (tiga) buah kamar saja, dengan fasilitas yang masih serba terbatas. Pada tahun yang sama, yaitu 1971, Hotel Puri Artha bertambah menjadi 9 (sembilan) kamar, tiga kali lipat dari jumlah kamar pada waktu didirikan. Penambahan jumlah kamar ini dilakukan dengan 166
mempelajari kenyataan bahwa jumlah pengunjung ke kota Yogyakarta dan permintaan kamar terus bertambah serta berdasarkan rasa optimisme dari pemiliknya bahwa prospek perhotelan akan semakin cerah di masa yang akan datang. Ternyata optimisme ini menjadi kenyataan. Hotel Puri Artha menjadi semakin berkembang seiring dengan berkembangnya dunia pariwisata di Indonesia, khususnya Yogyakarta. Pada tahun 1972, Hotel Puri Artha melakukan penambahan tiga kamar baru dan total mengoperasikan 12 (dua belas) kamar. Pada tahun yang sama Hotel Puri Artha membangun sebanyak 9 (sembilan) kamar baru sehingga pada bulan Mei tahun 1973 Hotel Puri Artha beroperasi dengan 21 (dua puluh satu) kamar. Pada tahun ini berlangsung penambahan kamar yang cukup banyak. Penambahan kamar yang cukup banyak pada usia yang baru 2 tahun menandakan bahwa Hotel Puri Artha sudah mempunyai tamu-tamu dan langganan yang besar jumlahnya dan menandakan bahwa Bapak/Ibu Soemadi semakin baik dalam mengelola Hotel Puri Artha. Bertambahnya jumlah kamar menjadikan jumlah tamu yang menginap semakin banyak sehingga kebutuhan akan makanan dan minuman para tamu mendesak pihak manajemen untuk melengkapi hotel ini dengan sebuah restoran yang lebih besar. Untuk memenuhi kebutuhan ini Hotel Puri Artha harus membongkar dua kamar untuk menambah areal restoran. Jadi jumlah kamar berkurang menjadi 19 (sembilan belas) kamar. Namun, bersamaan dengan itu dibangun pula 3 (tiga) buah kamar sehingga pada pertengahan tahun 1974 Hotel Puri Artha beroperasi dengan 22 (dua puluh dua) kamar. Pada tahun 1974 Hotel Puri Artha mengadakan perubahan-perubahan untuk mengikuti anjuran dan selera para tamu dan bersama dengan itu membangun kamar sehingga pada akhir tahun 1975 menjadi 26 (dua puluh enam) kamar.Pada tahun 1978, jumlah kamar Hotel Puri Artha bertambah lagi menjadi 36 (tiga puluh enam) kamar, terdiri 1 suite, 3 special room, dan 32 standard room. Tahun 1979, Hotel Puri Artha telah memiliki 39 (tiga puluh sembilan) kamar dengan lobby yang representatif dilengkapi dengan restoran dan lobby bar. 167
Sejak awal berdirinya, Hotel Puri Artha sudah begitu terkenal di manca negara dan bahkan lebih terkenal jika dibanding di dalam negeri. Hotel Puri Artha menjadi terkenal karena disebarkan dari mulut ke mulut oleh para tamu yang merasa puas setelah tinggal Hotel Puri Artha selama beberapa hari. Di samping itu, Bapak/Ibu Soemadi sering mengadakan sales trip ke luar negeri, seperti Eropa, Amerika, dan lain-lain. Di tahun 1979, Hotel Puri Artha mendapatkan kategori sebagai hotel berbintang tiga (***) dari Departemen Pariwisata Pos dan Telekomunikasi. Permintaan kamar di Hotel Puri Artha terus bertambah dan banyak tamu yang datang langsung maupun melalui permintaan reservasi ditolak, sehingga sangat diperlukan penambahan jumlah kamar. Pada ulang tahun Hotel Puri Artha yang ke-11 di tahun 1982, penambahan kamar terwujud sebanyak 20 kamar dan baru diresmikan bersama sebuah kolam renang (swimming pool), snack bar, beauty parlour, drug store dan art shop. Pada tahun 1982, Hotel Puri Artha memiliki 59 kamar lengkap dengan segala fasilitas hotel dengan kategori hotel berbintang 3 (***). Pada akhir tahun 1990, Hotel Puri Artha menambah kembali jumlah kamarnya menjadi 73 kamar setelah dioperasi-kan 14 kamar baru yang terdiri dari 8 superior dan 6 standard. Dengan 73 kamar, Hotel Puri Artha masih kewalahan menerima pesanan-pesanan dari berbagai travel agent, perusahaan-perusahaan maupun dari kedutaan besar negara-negara sahabat sehingga di tahun 1992, Hotel Puri Artha terpaksa membongkar 9 kamar untuk diubah bertingkat dua dan menjadi 16 kamar superior dan 1 kamar suite. Di tahun 1992 Puri Artha Hotel beroperasi dengan 64 kamar tetapi di tahun 1993 Puri Artha Hotel mulai beroperasi dengan 81 kamar terdiri dari 52 kamar standard, 25 kamar kelas superior, 3 special room dan 1 kamar kelas suite, dilengkapi dengan restoran, bar, convention hall, swimming pool, drug store beauty parlour, travel agent, money changer, postal service. Di dalam setiap kamar dilengkapi dengan colour TV, mini bar, telepon, music dan air condition yang baru. 168
Pada tahun 1999 karena kebutuhan tempat parkir mobil tamu, 4 kamar dirubah dan tidak dioperasikan sehingga mulai tahun 1999 sampai sekarang Puri Artha Hotel mengoperasikan 77 kamar. Ornament Puri Artha Hotel dari berdirinya sampai sekarang tetap konsekuen merupakan perpaduan dua kebudayaan, budaya Bali dan Jawa. Motto “A CHARMING BLEND OF BALINESE AND JAVANESE CULTURE WITH WESTERN FACILITIES AND COMFORTS” adalah kenyataan adanya di Puri Artha Hotel. Pada tahun 1993 Puri Artha Hotel kembali merenovasi kamar hotel dan menambah kamarnya menjadi 81 kamar. Tahun 1999 karena kebutuhan tempat parkir mobil tamu, 4 kamar dirubah dan tak dioperasikan sehingga mulai tahun 1999 sampai sekarang Puri Artha Hotel mengoperasikan 77 kamar. Tabel 1. Perkembangan Jumlah Kamar Dan Kualitasnya dari Tahun 1971 – 1999 TAHUN JUMLAH KETERANGAN KAMAR 1971 awal 3 kamar 1971 6 kamar pertengaha n 1971 akhir 9 kamar 1972 12 kamar 1973 awal 21 kamar 1974 awal 19 kamar 2 kamar diubah menjadi restoran 1974 Mei 22 kamar 1975 akhir 26 kamar 1978 April 23 kamar 3 buah kamar diperbaiki 1978 Juni 20 kamar 3 buah kamar dilebarkan dan dipasang AC pada semua kamar 1978 Desember 36 kamar 1 suite room, 13 special room, 22 standard room 169
1979 Desember
39 kamar
1981
39 kamar
Penambahan 1 suite room dan standard room 11 Puri Artha Hotel mendapat bintang 3*** dari Deparpostel Kamar 13 tidak ada
pertengaha n Pembangunan 20 kamar dan pembuatan kolam renang dimulai 1982
59 kamar pertengaha
n 1985 1990
73 kamar
1993
81 kamar
1999
77 kamar
Penambahan 29 kamar menjadi 1 suite room, 1 family room, 22 special room dan 35 standard room Akhir tahun 1990 menjadi 73 kamar Membongkar 9 standard untuk dibangun kembali menjadi 17 kamar, 16 superior, 1 suite Karena adanya kebutuhan tempat parkir mobil tamu 4 kamar dirombak menjadi halaman parkir
Sumber: Hotel Puri Artha, Yogyakarta (2002) b. Letak Geografis Perusahaan Hotel Puri Artha berlokasi di Jalan Cendrawasih No. 36 di bagian utara kota Yogyakarta. Lokasi ini tidak dipilih berdasarkan bermacam-macam pertimbangan ekonomis, melainkan secara kebetulan saja. Dapat dikatakan demikian karena semula Bapak/Ibu 170
Soemadi membeli tanah di Jalan Cendrawasih ini seluas 900 m2 dengan tujuan untuk kantor dan gudang pemborong, bukan untuk usaha perhotelan. Namun, setelah itu karena ada penawaran penjualan tanah di sekitar tempat itu, mereka membelinya. Selanjutnya didirikan usaha penginapan ini, yang sampai sekarang dikenal dengan nama Hotel Puri Artha. 2.
Analisis Kuantitatif a. Validitas dan Reliabilitas Instrumen Pengujian validitas instrumen penelitian dilakukan dengan formula korelasi product moment antar masing-masing item yang mengukur suatu skala dengan skor total skala tersebut. Kriteria yang digunakan adalah bila nilai koefisien korelasi di atas 0,315, berarti butir tersebut valid (Masri Singarimbun, 1989, hlm. 122). Sementara pengujian reliabilitas (konsistensi internal) menggunakan Cronbach’s alpha. Batas minimal nilai Cronbach alpha yang umum diterima untuk penelitian adalah 0,70 (Joseph F. Hair, Jr., 1984, hlm. 118). Analisis dilakukan pada masing-masing skala/variabel independen dan dependen, yang terdiri atas variabel perencanaan dan pengembangan karier, pelatihan karyawan, partisipasi karyawan, dan kompensasi karyawan. Analisis juga dilakukan atas variabel kepuasan kerja karyawan. Hasil analisis validitas dan reliabilitas instrumen, yang didasarkan pada formula korelasi product-moment dan Cronbach’s alpha disajikan dalam tabel sebagai berikut: Tabel 2. Hasil analisis validitas dan reliabilitas instrumen penelitian Skala Alpha r (korelasi butirtotal) 0,7102 Perencanaan dan 0,6183 pengembangan 0,4976 karier (X1) 0,3582 A1 0,5026 A2 0,3888 A3 A4 171
Status Reliabel Valid Valid Valid Valid Valid
A5 0,7604 Pelatihan karyawan (X2) 0,5246 B1 0,6595 B2 0,4368 B3 0,5301 B4 0,5320 B5 Partisipasi karyawan 0,7185 (X3) 0,4456 0,5452 C1 0,4841 C2 0,4264 C3 0,4939 C4 C5 0,7632 Kompensasi karyawan 0,6843 (X4) 0,6629 D1 0,3719 D2 0,3932 D3 0,5840 D4 D5 Kepuasan kerja 0,8014 karyawan (Y) 0,6186 E1 0,4150 0,5774 E2 0,4515 E3 0,4985 E4 0,4913 E5 0,3653 E6 0,3781 E7 0,5090 E8 0,4795 E9 E10 Sumber: Hasil pengolahan data primer 172
Reliabel Valid Valid Valid Valid Valid Reliabel Valid Valid Valid Valid Valid Reliabel Valid Valid Valid Valid Valid Reliabel Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid
Tabel 2 menunjukkan bahwa untuk masing-masing skala, korelasi antara butir dan total mempunyai nilai yang melampaui batas yang telah ditetapkan (r > 0,315). Untuk skala perencanaan dan pengembangan karier, nilai korelasi berkisar antara 0,3582 - 0,6183; untuk skala pelatihan karyawan, nilai korelasi berkisar antara 0,4368 – 0,6595; untuk skala partisipasi karyawan, nilai korelasi berkisar antara 0,4262 – 0,5452; untuk skala kompensasi karyawan, nilai korelasi berkisar antara 0,3719 – 0,6843; sedangkan untuk skala kepuasan kerja karyawan, nilai korelasi berkisar antara 0,3653 – 0,6185. Berarti memenuhi persyaratan validitas. Dari tabel juga ditunjukkan bahwa masing-masing skala mempunyai nilai reliabilitas yang melampaui batas yang disyaratkan (alpha > 0,70). Nilai reliabilitas berkisar antara 0,7102 – 0,8014. Berarti memenuhi persyaratan reliabilitas. b. Analisis Statistik (1) Statistik deskriptif Tabel 3. Statistik deskriptif Variabel Mean Simpangan baku (SD) 0,41817 4,0275 1. Kepuasan kerja karyawan 0,49985 4,0200 2. Perencanaan dan pengembangan karier 0,50816 3,8350 3. Pelatihan karyawan 0,45896 3,6750 4. Partisipasi karyawan 0,52575 3,9500 5. Kompensasi karyawan Dari angka statistik deskriptif di atas dapat dilihat bahwa rata-rata karyawan Hotel Puri Artha menunjukkan trend yang sangat baik dalam variabel kepuasan kerja dengan nilai mean 4,0275 dalam skala Likert. Sedangkan nilai mean untuk skala perencanaan dan pengembangan karier karyawan, pelatihan karyawan, partisipasi karyawan, dan kompensasi karyawan berturut-turut adalah 4,0200; 3,8350; 3,6750; dan 3,9500. Nilai mean di atas menunjukkan trend yang baik, karena angka mean ini berkisar pada angka 4 untuk skala Likert. Nilai rata-rata yang tertinggi adalah nilai mean untuk kepuasan kerja, yaitu sebesar 4,0275, 173
sedangkan nilai mean terendah adalah untuk skala partisipasi karyawan, yaitu 3,6750. (2) Analisis Regresi Ganda Dari hasil analisis regresi linier berganda empat prediktor diperoleh R2 = 0,804. atau sekitar 80% perubahan-perubahan pada kriterium dapat dijelaskan oleh keempat variabel prediktor melalui persamaan regresi yang diperoleh yaitu: Y = 0,592 + 0,250 X1 + 0,241 X2 + 0,153 X3 + 0,239 X4 Hasil pengujian dengan uji F diperoleh F hitung = 35,837, p = 0,000. Karena p < 0,05 berarti signifikan. Jadi secara keseluruhan, keempat variabel merupakan prediktor yang signifikan dalam upaya menerangkan perubahan-perubahan pada kepuasan kerja karyawan, atau dengan kata lain variabel perencanaan dan pengembangan karier, pelatihan, partisipasi, dan kompensasi karyawan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan kerja. Berarti hipotesis 1 dapat diterima, yaitu terdapat pengaruh yang signifikan dari praktik manajemen sumber daya manusia secara simultan (bersama-sama) terhadap kepuasan kerja karyawan di Hotel Puri Artha Yogyakarta. (3) Pengujian signifikansi individual: Regresi/korelasi parsial Dari hasil analisis regresi diperoleh koefisien korelasi untuk variabel X1 sebesar 0,392, bertanda positif. Hasil uji signifikansi terhadap nilai koefisien ini dengan uji t diperoleh t hitung = 2,524, p = 0,016. Karena p < 0,05 berarti signifikan. Jadi hipotesis 2 diterima, yaitu terdapat hubungan positif yang signifikan antara variabel perencanaan dan pengembangan karyawan dengan kepuasan kerja karyawan. Koefisien korelasi untuk variabel X2 diperoleh sebesar 0,419, bertanda positif. Hasil uji signifikansi terhadap nilai koefisien ini dengan uji t diperoleh t hitung = 2,731, p = 0,010. Karena nilai p < 0,05 berarti signifikan. Ini berarti hipotesis 3 dapat diterima. Jadi terdapat hubungan positif yang signifikan antara variabel pelatihan karyawan dengan kepuasan kerja karyawan. 174
Koefisien korelasi untuk variabel X3 diperoleh sebesar 0,296, bertanda positif. Hasil uji signifikansi terhadap nilai koefisien ini dengan uji t diperoleh t hitung = 1,835, p = 0,075. Karena p > 0,05 berarti tidak signifikan. Dan hipotesis 4 ditolak. Jadi tidak terdapat hubungan positif yang signifikan antara partisipasi karyawan dengan kepuasan kerja karyawan. Koefisien korelasi untuk variabel X4 diperoleh sebesar 0,358, bertanda positif. Hasil uji signifikansi terhadap nilai koefisien ini dengan uji t diperoleh t hitung = 2,272, p = 0,029. Karena nilai p < 0,05 berarti signifikan dan hipotesis 5 dapat diterima. Jadi terdapat hubungan positif yang signifikan antara variabel kompensasi karyawan dengan kepuasan kerja karyawan. 3. Penutup a. Dari analisis statistik deskriptif diperoleh nilai mean tertinggi untuk variabel kepuasan kerja karyawan, yaitu 4,0275. Ini berarti hampir semua responden menjawab setuju dengan pertanyaanpertanyaan yang diajukan untuk kepuasan kerja. Sedangkan angka mean terendah adalah untuk variabel partisipasi karyawan, yaitu 3,6750. Ini berarti hampir separuh responden menjawab setuju, dan separuh lainnya netral atas pertanyaan-pertanyaan tentang partisipasi karyawan. b. Dari hasil regresi linier berganda empat prediktor diperoleh nilai koefisien determinasi R2 = 0,804. Ini berarti sekitar 80% perubahan-perubahan kriterium dapat dijelaskan oleh keempat variabel prediktor. Menurut hasil analisis, nilai F hitung adalah 35,837, p = 0,000. Karena p < 0,05 berarti signifikan dan hipotesis 1 dapat diterima. Jadi secara keseluruhan keempat variabel prediktor (praktik manajemen sumberdaya manusia) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel kriterium (kepuasan kerja karyawan). c. Koefisien korelasi untuk variabel X1 adalah 0,392 dan bertanda positif. Dari uji signifikansi terhadap nilai koefisien ini dengan uji t diperoleh t hitung = 2,524, p = 0,016. Karena p < 0,05 berarti signifikan dan hipotesis 2 diterima. Jadi terdapat 175
hubungan positif yang signifikan antara perencanaan dan pengembangan karier dan kepuasan kerja karyawan. d. Koefisien korelasi untuk variabel X2 adalah 0,419 dan bertanda positif. Dari uji signifikansi terhadap nilai koefisien ini dengan uji t diperoleh t hitung = 2,731, p = 0,010. Karena p < 0,05 berarti signifikan dan hipotesis 3 diterima. Jadi terdapat hubungan positif yang signifikan antara pelatihan karyawan dan kepuasan kerja karyawan. e. Koefisien korelasi untuk variabel X3 adalah 0,296 dan bertanda positif. Dari uji signifikansi terhadap nilai koefisien ini dengan uji t diperoleh t hitung = 1,835, p = 0,075. Karena p > 0,05 berarti tidak signifikan dan hipotesis 4 ditolak. Jadi tidak terdapat hubungan yang signifikan antara partisipasi karyawan dan kepuasan kerja karyawan. f. Koefisien korelasi untuk variabel X4 adalah 0,358 dan bertanda positif. Dari uji signifikansi terhadap nilai koefisien ini dengan uji t diperoleh t hitung = 2,272, p = 0,029. Karena p < 0,05 berarti signifikan dan hipotesis 5 diterima. Jadi terdapat hubungan positif yang signifikan antara kompensasi karyawan dan kepuasan kerja karyawan. 2. Saran a. Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa Hotel Puri Artha menunjukkan praktik manajemen sumber daya manusia yang baik sebagaimana dapat dilihat dari nilai statistik deskriptif. Namun aspek partisipasi karyawan masih perlu ditingkatkan, yaitu dengan melibatkan karyawan dalam pengambilan keputusan. b. Secara bersama-sama aspek-aspek praktik manajemen sumberdaya manusia (perencanaan dan pengembangan karier, pelatihan karyawan, partisipasi karyawan, dan kompensasi karyawan) memiliki pengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan. Jadi praktik manajemen sumber daya manusia terbukti menjadi faktor penentu utama kepuasan karyawan dan perlu mendapatkan perhatian untuk meningkatkan performa perusahaan secara keseluruhan. 176
c.
Terdapat sekitar 20% perubahan kriterium yang tidak dapat dijelaskan oleh variabel-variabel prediktor. Hal ini mungkin dijelaskan oleh variabel-variabel lain, seperti umur, jenis kelamin, atau jabatan. Penelitian lebih lanjut masih diperlukan untuk meneliti kemungkinan-kemungkinan ini.
Daftar Pustaka Andres, Lasley dan Grayson, J. Paul, Educational Attainment, Occupational Status, and Job Satisfaction: A Ten Year Portrait of Canadian Young Women and Men, Paper, New Orleans, 2002. Awat, Napa J., Metode Statistik dan Ekonometri, Liberty, Cetakan Pertama, Yogyakarta, 1995. Azwar, Saifuddin, Metode Penelitian, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2001. Barthos, Basir, Manajemen Sumber Daya Manusia: Suatu Pendekatan Makro, Bumi Aksara, Cetakan Keempat, Jakarta, 1999. Bernandin, H. John, & Joyce E.A. Russell, Human Resource Management, MacGraw-Hill, Inc., Singapore, 1993. Bounds, Gregory, M., Management: A Total Quality Perspective, South-Western College Publishing, Ohio, 1995. Delaney, John T. & Mark A. Huselid, Academy of Management Journal, Vol. 39, No.4 (949-969), Agustus 1996. Delery, John E. & D. Harold Doty, Academy of Management Journal, Vol. 39, No.4 (802-835), Agustus 1996. Dimyati, Aan Surachlan, Pengetahuan Dasar Perhotelan, CV. Deviri Ganan, Jakarta, Cetakan Pertama, 1989. Denney G. Rutherford, Hotel Management and Operations, Van Nostrand Reinhold, New York, 1989. __________, Employee Satisfaction Questionnaire, http://www.guidestarco. com/index.htm Gomes, Faustino Cardoso, Manajemen Sumber Daya Manusia, Andi Offset, Edisi Pertama, Cetakan Kelima, Yogyakarta, 2001. Handoko, T. Hani, Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia, BPFE, Yogyakarta, 1994. 177
Jarrel, Donald W., Human Resource Planning: A Business Planning Approach, Prentice-Hall, Inc., New Jersey, 1992. Joseph F. Hair, Multivariate Data Analysis, Ed. 5, Prentice-Hall, Inc., New Jersey, 1984. Manullang, M., dan Manullang, Marihot, Manajemen Sumber Daya Manusia, BPFE Yogyakarta, Edisi Pertama, 2001. Martoyo, Susilo, Manajemen Sumber Daya Manusia, BPFE Yogyakarta, Edisi Keempat, 1987. Napa J. Awat, Metode Statistik dan Ekonometri, Liberty Yogyakarta, 1995. Siagian, Sondang P., Manajemen Sumber Daya Manusia, Ed. 1, Bumi Aksara, Jakarta, 2002. Singarimbun, Masri, Metode Penelitian Survai, LP3ES Jakarta, 1989. Sulastiyono, Agus, Seri Manajemen Usaha Jasa Sarana Pariwisata dan Akomodasi: Manajemen Penyelenggaraan Hotel, CV. Alfabeta, Cetakan Kedua, Bandung, 2001. Untung Sus Andriyanto dan Abdul Basith, Metode dan Aplikasi Peramalan (Terjemahan), Penerbit Erlangga, Jakarta, 1991.
178
PERAN AKTIF MASYARAKAT DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN Widiyanto Hadi AMIK AMIKOM CIPTA DARMA Surakarta Abstraksi Saat ini kondisi kualitas pendidikan di indonesia dianggap kurang baik dan belum optimalnya peran masyarakat dalam ikutserta mengembangkan kualitas pendidikan, sementara tuntutan kualitas sumber daya manusia terus meningkat. Untuk itu Pendidikan kita haruslah mampu mengikuti perubahan yang terjadi sesuai dengan tuntutan perkembangan jaman dan ini menjadi tanggung jawab orang tua, masyarakat, dan negara. Perlu ditumbuhkan adanya kemauan dan kemampuan keluarga/warga atau kelompok masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengembangan pendidikan. Kesan keluarga dan masyarakat telah merasa memandatkan atau menyerahkan tugas pendidikan sepenuhnya kepada sekolah harus diluruskan. Memperbaiki sistem pendidikan yang mana jika anak diajarkan untuk mampu belajar sendiri, mencipta, dan menjalani kehidupannya dengan berani dan percaya diri atas fasilitas lingkungannya ( keluarga dan masyarakat ). Dengan bergesernya paradigma pembangunan sentralistik ke desentralistik telah membuka peluang yang lebar bagi masyarakat untuk berperan aktif dalam pengembangan pendidikan dilingkungannya. Kata Kunci: Peran, Masyarakat, Pengembangan, Pendidikan
179
1. Pendahuluan Saat ini kondisi kualitas pendidikan di indonesia dianggap kurang baik, bahkan menurut laporan UNDP tahun 2004 menempatkan Human Devolopment Indek (HDI) Indonesia pada urutan 111 dari 177 negara, dan kalau kita perhatikan dengan seksama peran aktif masyarakat dalam ikutserta mengembangkan kualitas pendidikan di lingkungannya masih belum optimal. Tuntutan pengembangan sumberdaya manusia yang terus menerus meningkat dari waktu ke waktu, yaitu standar mutu : Karya, Kualitas jasa, Layanan. Pendidikan kita haruslah mampu mengikuti perubahan yang terjadi sesuai dengan tuntutan perkembangan jaman. Tanggung Jawab Pengembangan pendidikan anak atau generasi muda bangsa Indonesia berada pada : - Orang tua - Masyarakat - Negara Masyarakat disini tercakup di dalamnya peran orang tua dan kelompok – kelompok masyarakat lainnya diluar sekolah atau lembaga pendidikan. Peran Dominan Pendidikan terletak pada orang tua, menurut Russell (1993) : orang tua harus mampu memenuhi kebutuhankebutuhan dasar anaknya, antara lain : - Udara segar, makanan bergizi, kesempatan bermain - Kebebasan tumbuh dan berekspresi - Serta lingkungan yang aman secara fisik sehingga bebas dari luka-luka dan bencana - Orang tua berperan mengantarkan dan memfasilitasi anakanaknya hingga menjadi dirinya sendiri. Peran dari kelompok-kelompok masyarakat lainnya adalah membantu proses pendewasaan dan kematangan individu sebagai anggota kelompok dalam suatu masyarakat. Undang-undang sisdiknas, 2003. Cita-cita bangsa Indonesia menjadikan generasi masa depan sebagai manusia seutuhnya : 180
1. Manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. 2. Berakhlak mulia 3. Sehat 4. Berilmu 5. Cakap 6. Kreatif 7. Mandiri 8. Menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Tanggung jawab untuk peningkatan mutu pendidikan yang terpenting adalah oleh orang tua dan masyarakat. Hal ini sebenarnya sudah lama sekali terjadi, tetapi memang tidak dikelola dengan sebaik-baiknya sehingga sampai sekarang belum optimal. 2.
Pembahasan Peran aktif Masyarakat dalam pembangunan menunjukkan pengertian pada keitutsertaan mereka dalam : • Perencanaan • Pelaksanaan • Pemanfaatan hasil dan evaluasi program pembangunan Peran aktif Masyarakat dalam pembangunan, meliputi : 1. Pembuatan Keputusan 2. Penerapan Keputusan 3. Penikmatan hasil 4. Evaluasi kegiatan Secara lebih rinci peran aktif dalam pembangunan berarti mengambil bagian atau peran dalam pembangunan, baik dalam bentuk : 1. Pernyataan mengikuti kegiatan 2. Memberi masukan berupa pemikiran 3. Tenaga 4. Waktu 5. Keahlian 6. Modal 181
7. Dana atau materi 8. Ikut memanfaatkan dan menikmati hasilnya Selama ini bentuk peran aktif masyarakat di Indonesia masih terbatas pada keikutsertaan anggota masyarakat dalam implementasi atau penerapan program-program pembangunan saja dan masih lebih dipahami sebagai upaya mobilisasi untuk kepentingan pemerintah. Idealnya masyarakat ikut menentukan kebijakan pemerintah yaitu sebagai bagian dari kontrol masyarakat terhadap kebijakan pemerintah. Faktor-faktor Pendukung masyarakat untuk berperan aktif adalah : 1. Adanya kemauan 2. Adanya Kemampuan 3. Adanya Kesempatan Jika ada kemuan dan kemampuan tetapi tidak ada ruang atau kesempatan yang diberikan untuk warga atau kelompok dari suatu masyarakat, maka tidak mungkin peran aktif masyarakat itu terjadi. Kemauan, kemampuan dan kesempatan perlu ditumbuhkan adanya kemauan dan kemampuan keluarga/warga atau kelompok masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengembangan pendidikan. Pemerintah perlu memberikan ruang dan/atau kesempatan dalam lingkup apa, seluas mana, melalui cara bagaimana, seintensif mana, dan dengan mekanisme bagaimana peran aktif masyarakat itu dapat dilakukan. Adanya Paradigma pembangunan yang tersentral : • Telah menumbuhkan opini masyarakat bahwa tanggung jawab utama pembangunan ( dalam bidang pendidikan ) adalah terletak ditangan pemerintah. • Warga dan kelompok masyarakat lebih ditempatkan sebagai “Bukan Pemain Utama” walaupun mengurus kebutuhan dan kepentingannya sendiri. • Menempatkan masyarakat hanya sebagai suatu subsistem tau bagian pasif dari sistem pembangunan. Hal-hal diatas melemahkan kemauan warga dan kelompokkelompok masyarakat untuk berperan aktif dalam pengembangan pendidikan. 182
Kini paradigma pembangunan telah mulai bergeser ke paradigma desentralistik. Ini artinya bahwa kemauan dan kemampuan masyarakat berperan aktif dalam pengembangan pendidikan harus ditumbuhkan dan ruang partisipasi perlu dibuka selebar-lebarnya. Masalah-masalah pengembangan pendidikan di Indonesia : • Pendidikan merupakan produk dari masyarakat • Pendidikan = Proses Transmisi pengetahuan, sikap, kepercayaan, ketrampilan dan aspek-aspek perilaku lainnya kepada generasi ke generasi. • Pendidikan = Hasil dari hubungan kita dengan orang lain, baik di rumah, sekolah, tempat permainan, pekerjaan dan sebagainya. • Hanya sebagian proses pendidikan saja yang dilaksanakan dalam lembaga pendidikan yang disebut sekolah. • Kesan yang salah 1. Keluarga dan masyarakat telah merasa memandatkan atau menyerahkan tugas tersebut sepenuhnya kepada sekolah 2. Jadi seakan-akan tugas membina suatu generasi dikonotasikan hanya menjadi tugas sekolah. • Gambaran kedepan akibat perkembangan IPTEK 1. Suatu keluarga dan anggotanya terkadang lebih maju daripada sekolah tempat anak-anaknya dikirim untuk diharapkan dapat mengembangkan diri. 2. Kelompok-kelompok masyarakat, seperti: Jasa industri, kelompok profesi atau kelompok-kelompok masyarakat lainnya terkadang telah lebih dahulu maju daripada ada sekolah itu sendiri. 3. Peranan sekolah akan bergeser. 4. Sekolah tidak lagi akan menjadi satu-satunya pusat pembelajaran karena aktivitas belajar tidak lagi terbatasi oleh ruang dan waktu. 5. Peran guru juga tidak akan menjadi satu-satunya sumber belajar dan sumber informasi yang mampu memfasilitasi seseorang untuk belajar. 183
•
Menurut WEN 1. Sistem pendidikan masa depan yang terpenting adalah jika anak diajarkan untuk mampu belajar sendiri, mencipta, dan menjalani kehidupannya dengan berani dan percaya diri atas fasilitas lingkungannya ( keluarga dan masyarakat ). 2. Orentasi pendidikan adalah bagaimana agar lulusan suatu sekolah dapat cukup pengetahuannya dan kompeten dalam bidangnya, tapi juga matang dan sehat kepribaiannya.
Dari deretan masalah-masalah diatas, timbul pemikiran-pemikiran mengenai sekolah akan berubah dengan drastis. Secara fisik sekolah tidak perlu lagi menyediakan sumber-sumber daya yang secara tradisional berisi bangunan-bangunan besar, tenaga dan perangkat lainnya yang banyak. Sekolah justru harus bekerjasama secara komplementer dengan sumber belajar lain di masyarakat terutama memanfaatkan fasilitas internet yang telah menjadi “Sekolah Maya” Peran Masyarakat dalam pengembangan pendidikan harus dipandang sebagai bagian dan kebutuhan masyarakat itu sendiri dan bukan semata kepentingan negara. Masyarakat harus ditempatkan pada posisi pelaku dan sekaligus penerima manfaat dari proses mencari solusi dan meraih hasil pembangunan dibidang pendidikan. Masyarakat harus mampu meningkatkan kualitas kemandirian mengatasi masalahnya secara individu atau kelompok. Pembangunan yang memihak pada rakyat 1. Individu berperan sebagai pelaku 2. Pentingnya penyadaran diri masyarakat akan hak-haknya. 3. Perasaan berharga diri sangat penting bagi pencapaian mutu hidup yang tinggi. 4. Individu berperan sebagai penentu tujuan dirinya, mengontrol sumberdaya dan mengarahkan proses yang mempengaruhi hidupnya. 184
5. Partisipasi masyarakat merupakan bentuk aktualisasi dan pernyataan penyadaran diri secara kolektif adalah: o Musyawarah : Merupakan cara khas untuk eksplorasi kebutuhan dan identifikasi masalah. o Pemanfaatan atau Pembentukan institusi lokal: Untuk media pembinaan solidaritas, kerjasama, musyawarah, rasa aman dan percaya diri kolektif. Pembentukan dan pengembangan kelompok merupakan : • Basis strategi pembangunan dari bawah. • Dapat sebagai wahana untuk penyadaran masyarakat basis agar mau dan mampu berperan aktif terhadap pembangunan pendidikan. Tanggung jawab orang tua dan masyarakat dalam pembangunan pendidikan pernah mengendor saat paradigma pembangunan sentralistik dominan. Perlu pemulihan dan pengembalian tanggung jawab masyarakat dan orang tua sebagai bentuk aktualisasi peran aktif masyarakat. Masyarakat yang dimaksud termasuk dunia usaha, industri dan kelompok-kelompok lainnya, yang dilibatkan dalam pengembangan pendidikan sejak dari proses perencanaan, pelaksanaannya, pemanfaatan hasil dan evaluasi yaitu : • Kamauan dan kemampuan masyarakat ditingkatkan • Perlu kesigapan pemerintah sebagai pemegang kebijakan manajer pendidikan. 3. Kesimpulan 1. Adanya opini masyarakat bahwa tanggung jawab utama pengembangan pendidikan hanya terletak ditangan pemerintah, telah menyebabkan masyarakat merasa hanya ditempatkan sebagai “bukan pemain utama” dan berakibat akan melemahkan kemauan berpartisipasi warga dan kelompok-kelompok masyarakat dalam pengembangan pendidikan. Kondisi ini telah merugikan pengembangan pendidikan itu sendiri dan semakin memberatkan pemerintah sebagai penyelenggara negara. 185
2. Sekolah tidak lagi akan menjadi satu-satunya pusat pembelajaran dan peran guru juga tidak akan menjadi satu-satunya sumber belajar karena masih banyak sumber belajar yang lain, peranan orang tua dan kelompok-kelompok masyarakat menjadi sangat penting untuk mengisi kekosongan peran yang tidak lagi mampu diambil oleh sekolah/lembaga pendidikan 3. Bergesernya paradigma pembangunan sentralistik ke desentralistik telah membuka peluang yang lebar bagi teraktualisasikannya peran aktif masyarakat dalam pengembangan pendidikan. 4. Masyarakat harus dilibatkan dalam pengembangan pendidikan sejak dari proses perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan hasil dan evaluasinya. 5. Penyaluran peran aktif masyarakat dalam pengembangan pendidikan antara lain dengan menghidupkan forum musyawarah dan pembentukan institusi masyarakat yang mampu menampung aspirasi masyarakat. 6. Pemerintah sebagai penyelenggara sekolah / lembaga-lembaga pendidikan perlu memberikan ruang dan/atau kesempatan yang luas untuk memungkinkan terwujudnya peran aktif masyarakat dalam pengembangan pendidikan. 7. Diperlukan adanya peraturan perundang-undangan yang mengatur mekanisme, baik dalam skala nasional, daerah, maupun institusi penyelenggara pendidikan yang menjamin ruang dan gerak realisasi peran aktif masyarakat dan pengembangan pendidikan. Daftar Pustaka Russel, Bertrand, 1993. Pendidikan dan tatanan sosial, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Sahidu, Arifudin, 1998. Partisipasi Masyarakat Tani Pengguna lahan sawah dalam pembangunan pertanian. Desertasi Program Pascasarjana IPB. Slamet, Margono, 2000. Memantapkan Posisi dan Meningkatkan Peran Penyuluhan Pembangunan. Makalah Seminar 186
Pemberdayaan SDM menuju Terwujudnya Masyarakat Madani. Bogor 25-26 September 2000. United Nation Departemen of Economic and Social Affairs, 1975. Popular Participation in Decision Making for Development, New York, UN Publication. Wen, Sayling. 2003. Future of Education (Masa Depan Pendidikan), alih bahasa Arvin Saputra, Batam: Lucky Publishers.
187
LAMPIRAN PEDOMAN PENULISAN MAKALAH 1. Topik yang akan dipublikasikan oleh jurnal MANAJERIAL berhubungan dengan kepemimpinan, perilaku, serta manajemen organisasi 2. Naskah yang diterima penyunting ditulis dalam bahasa Indonesia baku atau bahasa Inggris dan belum pernah dipublikasikan. 3. Naskah diketik dengan komputer menggunakan Microsoft Word, di atas kertas ukuran 16x21 cm, spasi 1, jenis huruf Time New Roman dengan ukuran 11 point. 4. Jumlah halaman berkisal antara 7 sampai 15 halaman, dan jumlah gambar tidak boleh melebihi 30% dari seluruh tulisan 5. Judul makalah harus mencerminkan dengan tepat masalah yang dibahas di makalah, dengan menggunakan kata-kata yang tepat, jelas dan mengandung unsur-unsur yang akan dibahas. Ukuran huruf untuk judul adalah Time New Roman ukuran 12 point bold (huruf kapital). Nama penulis ditulis di bawah judul sebelum abstral tanpa disertai gelar akademik atau gelar lain apapun, asal lembaga tempat penulis bernaung dan alamat email untuk korespondensi dengan ukuran 11 point bold. Jika lebih dari 2 penulis, hanya penulis utama yang dicantumkan di bawah judul; nama penulis lain dalam catatan kaki.
188
6. Sistematika penulisan naskah, untuk: a. Naskah Penelitian, terdiri dari: i. Abstrak dan kata kunci Abstrak memuat secara ringkas gambaran umum dari masalah yang dibahas dalam penelitian, terutama analisis kritis dan pendirian penulis atas masalah tersebut. Panjang abstrak 50 - 75 kata yang disusun dalam satu paragraf dalam ukuran huruf 10 point Time New Roman. Abstrak disertai dengan 3 – 5 kata kunci, yakni istilah yang mewakili ide-ide atau konsep-konsep dasal yang dibahas dalam makalah. ii. Pendahuluan Pendahuluan tidak diberi judul. Bagian ini berisi permasalahan penelitian, rencana pemecahan masalah, tujuan dan ruang lingkup penelitian, serta rangkuman landasan teori yang berkaitan dengan masalah yang diteliti iii. Metode Penelitian Berisi tentang bahan, peralatan metode yang digunakan dalam penelitian iv. Hasil Penelitian dan Pembahasan Hasil berupa data penelitian yang telah diolah dan dituangkan dalam bentuk tabel, grafik, foto, atau gambar. Pembahasan berisi hasil analisis dan hasil penelitian yang dikaitkan dengan struktur pengetahuan yang telah mapan (tinjauan pustaka yang diacu oleh penulis), dan memunculkan ‘teori-teori’ baru atau modifikasi terhadap teori-teori yang telah ada. v. Kesimpulan dan Saran Berisi ringkasan dan penegasan penulis mengenai hasil penelitian dan pembahasan. Saran dapat berisi tindakan praktis, pengembangan teori baru dan penelitian lanjutan vi. Daftar Pustaka
189
b. Naskah Konseptual atau nonpenelitian, terdiri dari: i. Abstrak dan kata kunci Abstrak adalah ringkasan dari isi makalah yang dituangkan secara padat; bukan komentar atau pengantar penulis. Panjang abstrak 50 - 75 kata yang disusun dalam satu paragraf dalam ukuran huruf 10 point Time New Roman. Abstrak disertai dengan 3 – 5 kata kunci, yakni istilah yang mewakili ide-ide atau konsep-konsep dasal yang dibahas dalam makalah. ii. Pendahuluan Memberikan acuan (konteks) bagi permasalah yang akan dibahas, hal-hal pokok yang akan dibahas serta tujuan pembahasan iii. Pembahasan Berisi tentang kupasan, analisis, argumentasi dan pendirian penulisan mengenai masalah yang dibicarakan iv. Penutup atau Kesimpulan Berisi kesimpulan penulis atas bahasan masalah yang dibahas pada bagian sebelumnya. v. Daftar Pustaka Diutamakan apabila sumber pustaka atau rujukan berasal lebih dari satu sumber seperti buku, jurnal, makalah, internet dan lain-lain. 7. Tabel/gambar harus diberi identitas yang berupa nomor urut dan judul tabel/gambar yang sesuai dengan isi tabel/gambar, serta dilengkapi dengan sumber kutipan. 8. Daftar pustaka disusun menurut alphabet penulis. Urutan dimulai dengan penulisan nama penulis, tahun, judul, penerbit, dan kota terbit. Penulisan nama penulis adalah nama keluarga diikuti nama kecil. Untuk kutipan dari internet berisi nama penulis, judul artikel, alamat website, dan tanggal akses
190