POTRET KEPEMIMPINAN OTONOMI DAERAH
Potret Kepemimpinan Otonomi Daerah Sururudin Fakultas Ushuluddin IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi
Abstrak: Artikel ini mengelaborasi konsep kepemimpinan secara umum dan khususnya pada era otonomi daerah. Kebijakan otonomi daerah yang ditujukan untuk mewujudkan pengaturan yang lebih jelas atas sumber-sumber pendapatan negara dan daerah. Pembagian pendapatan (revenue) dari sumber penerimaan yang berkaitan dengan kekayaan alam dan retribusi memerlukan pemimpin yang kuat dan faham tentang hakikat otonomi daerah itu sendiri, seperti yang dikonsepsikan melalui tulisan ini. Kata-kata Kunci: Kepemimpinan, Pemerintahah dan Otonomi Daerah.
Pendahuluan Otonomi daerah merupakan salah satu bentuk kepemimpinan yang demokrasi, berkeadilan, dilakukan secara pemerataan, serta berpotensi dalam meningkatkan kerjasama dan maju serta makmur suatu daerah. Otonomi daerah merupakan langkah yang diharapkan dapat mempercepat pertumbuhan dan pembangunan daerah, di samping menciptakan keseimbangan pembangunan antar daerah dan anatar pemerintah Pusat dan pemerintah Daerah Media Akademika, Vol. 28, No. 3, Juli 2013
407
408
SURURUDIN di Negara Indonesia. Otonomi daerah sebagai kerangka penyelenggaraan pemerintahan yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya, politik, ekonomi, sosial dan budaya. Otonimi daerah merupakan wadah pendidikan politik yang tercermin dalam pemilihan kepala daerah langsung. Hal ini sangat bermanfaat untuk kelanjutan karir politik di tingkat daerah maupun nasional. Selain itu, otonomi daerah merupakan mekanisme demokratis dalam rangka rekrutmen pemimpin dan pendidikan calon pemimpin di daerah, di mana rakyat secara menyeluruh memiliki hak dan kebebasan untuk memilih calon-calon yang didukukngnya, dan calon-calon bersaing dalam suatu medan permainan dengan aturan main yang sama.
Kepemimpinan Secara etimologi, kepemimpinan berasal dari kata dasar “pimpin”, yang dalam bahasa Inggris “lead” berarti bimbang atau tuntun, dengan begitu di dalamnya ada dua pihak, yaitu yang dipimpin (umat) dan yang memimpin (imam). Kata pimpin setelah ditambah awalan “pe” menjadi “pemimpin”. Dalam bahasa Inggris leader, yang berarti pemimpin, berarti orang yang mempengaruhi pihak lain melalui proses kewibawaan komunikasi sehingga orang lain tersebut bertindak sesuatu dalam mencapai tujuan tertentu.1 Dan bila ditambah akhiran “an” kata pimpin menjadi “pimpinan” artinya orang yang mengepalai. Antara pemimpin dengan pimpinan dapat dibedakan, yaitu pimpinan (kepala) cenderung lebih otokratis, sedangkan pimpinan (ketua) cenderung lebih demokratis. Kata pimpin setelah dilengkapi dengan awalan “ke” menjadi “kepemimpinan”, yang dalam bahasa Inggris “leadership” berarti kemampuan dan kepribadian seseorang dalam mempengaruhi serta membujuk pihak lain agar melakukan tindakan pencapaian tujuan bersama, sehingga dengan demikian yang bersangkutan menjadi awalan berstruktur dan pusat proses kelompok.2 Beberapa pakar telah mendefenisikan tentang pemimpinan Media Akademika, Vol. 28, No. 3, Juli 2013
POTRET KEPEMIMPINAN OTONOMI DAERAH antara lain.Menurut C. N. Cooley mengatakan bahwa pemimpin itu selalu merupakan titik pusat dari suatu kecendrungan, dan pada kesempatan lain, semua gerakan sosial kalu diamati secara cermat akan ditemukan kecenderungan yang memiliki titik pusat. Menurut Ordway Tead kepemimpinan sebagai perpaduan perangan yang memungkinkan seseorang mampu mendorong pihak lain dalam menyelesaikan tugasnya. Menurut G. U Cleeton dan C. W Mason kepemimpinan menunjukkan kemampuan mempengaruhi orang-orang dan mencapai hasil melalui himbauan emosional dan ini lebih baik dibandingkan dnegan penggunan kekuasaan. Menurut P. Pigors kepemimpinan adalah suatu proses saling mendorong melalui keberhasilan interaksi dari perbedaanperbedaan individu, mengontrol daya menusia dalam mengejar tujuan bersama. Dari beberapa pengertian di atas, Ralph M. Stogdill menghimpuan sebelas (11) kelompok defenisi kepemimpiann, yaitu: 1. Kepemimpinan sebagai pusat proses kelompok; 2. Kepemimpinan sebagai kepribadian yang berakibat; 3. Kepemimpinan sebagai seni menciptakan kesepakatan; 4. Kepemimpinan sebagai kemampuan mempengaruhi; 5. Kepemimpinan sebagai tindakan perilaku; 6. Kepemimpinan sebagai suatu bentuk bujukan; 7. Kepemimpinan sebagai suatu hubungan kekuasaan; 8. Kepemimpinan sebagai suatu pencapaian tujuan; 9. Kepemimpinan sebagai hasil interaksi; 10. Kemampuan sebagai pemisahan peranan; dan 11. Kepemimpinan sebagai awal struktur.3
Pemerintahan Secara etimologi, kata pemerintahan sebagai kata “perintah” yang kemudian mendapat imbuhan. Mendapat awalan “pe” menjadi kata “pemerintah” berarti badan atau organ elit yang melakukan pekerjaan mengurus suatu negara. Mendapat akhiran “an” menjadi kata “pemerintahan” berarti perihal, cara, perbuatan Media Akademika, Vol. 28, No. 3, Juli 2013
409
410
SURURUDIN atau urusan dari badan yang berkuasa dan memiliki legitimasi. Didalam kata dasar “perintah” ada empat unsur yang paling penting yang terkandung di dalamnya, yaitu: 1. Ada dua pihak, yaitu memerintah disebut pemerintahan dan pihak yang diperintah disebut rakyat; 2. Pihak yang ,memerintah memiliki kewenangan dan legitimasi untuk mengatur dan mengurus rakyatnya; 3. Pihak yang diperintah memiliki kekuasaan untuk taat kepada pemerintah yang sah; dan 4. Antara pihak dan memerintah dengan baik yang diperintah terdapat hubungan timbal balik secara vertikal dan horizontal.4 Sedangkan sistem pemerintahan adalah mekanisme kerja sekelompok orang yang memiliki wewenang dan kekuasaan dalam mengatur kehidupan sosial, ekonomi, politik suatu negara yang di dalamnya terdapat hubungan fungsional maupun hubungan struktual.5 Dalam mengelola pemerintahan secara baik dan benar, pemerintah hendaknya jangan hanya sebagai penjaga malam yang mementingkan ketertiban, tetapi juga jangan lupa pada ketentraman dan kesejahteraan. Jadi, jangan hanya mampu berkuasa tetapi juga mampu melayani. Dalam suatu daerah yang tidak ada kepemimpinan pemerintahan sama sekali tidak menutup kemungkinan terjadi berbagai dekadensi moral yang anarkis. Untuk itu, diperlukan seseorang pemegang kekuasaan yang menegakkan aturan dengan kekuasaannya yang disebut dengan pemimpin pemerintahan. Itu lah sebabnya pemimpian pemerintahan harus bermodal,, artinya, yang bersangkutan selain ulama (rohaniawan) tetapi juga harus umara (negarawan). Fungsi Pemerintahan Negara adalah oraganisasi suatu wilayah yang mempunyai kekuasaan tertinggi yang sah dan ditaati oleh rakyatnya. Penyelenggaraan kehidupan negara tersebut dilaksanakan oleh pemerintah negara. Fungsi pemerintahan negara ialah: 1. Anarkisme, yaitu sebagai suatu tindakan atau sikap penyangkalan dari negara dan pemerintah serta penyangkalan Media Akademika, Vol. 28, No. 3, Juli 2013
POTRET KEPEMIMPINAN OTONOMI DAERAH dari semua tujuan dan fungsi negara. Fungsi ini menyatakan bahwa seharusnya fungsi pemerintahan diselenggarakan saja oleh perhimpuanan yang dibuat secara suka rela tanpa ada paksaan, seperti tanpa polisi. 2. Individualisme, bahwa pemerintah harus menjalankan fungsifungsi yang tujuannya memlihara dan mempertahankan keamanan dan ketertiban individu dan masyarakat. 3. Sosialisme, yaitu gerakan sosial yang menghendaki campur tangan pemerintahan yang seluas-luasnya dalam bidang perekonomian. 4. Komunisme, yaitu diperlukan untuk menuntut penguasaan bersama dari alat-alat produksi.6
Kepemimpinan dalam Otonomi Daerah Istilah otonomi dan desentralisasi dalam kerangka sistem penyelenggaraan pemerintahan sering digunakan secara campur baur. Desentralisasi pada dasarnya mempersoalkan pembagian kewenangan kepada orang-orang penyelenggaraan negara, sedangkan otonomi daerah menyangkut hak yang mengikuti pembagian wewenang tersebut. Otonomi dalam arti sempit diartikan mandiri. Sedangkan dalam makna yang lebih luas diartikan sebagai berdaya. Jadi, otonomi daerah adalah kemandirian suatu daerah dalam kaitan pembuatan dan pengambilan keputusan mengenai kepentingan daerahnya sendiri. Jika daerah sudah mampu mencapai kondisi tersebut, maka daerah dapat dikatakan sudah berdaya untuk melakukan apa saja secara mandiri. Desentralisasi merupakan transfer tanggung jawab dalam perencanaan, manajemen dan alokasi sumber-sumber dari pemerintahan pusat, unit yang ada di bawah level pemerintahan, otoritas atau korporasi publik semi otonomi, otoritas regional atau fungsional dalam wilayah yang luas, atau lembaga privat non pemerintah dan organisasi nirlaba. Dikatakan bahwa desentralisasi adalah penyebaran-pelimpahan kekuasaan secara meluas kekuasaan dan pembuatan keputusan ke tingkatan-tingkatan organisasi yang lebih rendah. Ada pula yang mengartikan bahwa Media Akademika, Vol. 28, No. 3, Juli 2013
411
412
SURURUDIN desentralisasi adalah konsep yang luas dan berhubungan dengan seberapa jauh manajemen puncak mendelegesikan wewenang ke bawah, devisi-devisi, cabang-cabang atau satuan-satuan organisasi yang lebih rendah.7 Namun terdapat pula pandangan yang berbeda, para pemimpin melaporkan terjadinya desentralisasi, contohnya dengan kewenangan masuknya computer. Yang dimaksud dengan desentralisasi adalah terbatasnya para pimpinan untuk melakukan tugas-tugas rutin mereka.8 Mereka mempunyai waktu lebih banyak untuk mengurus kewenangannya dalam pembuatan keputusan.9 Beberapa faktor ynag mempengaruhi pembuatan keputusan/ kebijaksanaan ialah sebagai berikut: 1. Adanya pengaruh tekanan dari luar; 2. Adanya pengaruh kebiasaan lama (konsercatusme); 3. Adanya pengaruh dari sifat-sifat pribadi; 4. Adanya pengaruh dari kelompok luar; dan 5. Adanya pengaruh keadaan masa lalu.10 Visi Otonomi Daerah Visi otonomi daerah adalah otonomi daerah harus diarahkan pada pengelolaan, penciptaan dan pemeliharaan integrasi dan harmoni sosial. Selain itu, memelihara dan mengembangkan nilai, tradisi, karya cipta, bahasa dan karya sastra lokal yang dipandang kondusif dalam mendorong masyarakat untuk merespon positif dinamika kehidupan di sekitarnya dan kehidupan global.11 Konsep Dasar Otonomi Daerah Konsep dasar otonomi daerah ialah, pertama, penyerahan sebanyak mungkin kewenangan pemerintahan dalam hubungan domestik kepada daerah. Kecuali dalam bidang keuangan dan moneter, politik luar negeri, peradilan, pertahanan, keagamaan, serta beberapa bidang kebijakan pemerintah yang bersifat strategis nasional, maka pada dasarnya senua bidang pemerintahan yang lain dapat didesentralisasikan. Kedua, penguatan peran DPRD sebagai representasi rakyat lokal dalam pemilihan dan penetapan Media Akademika, Vol. 28, No. 3, Juli 2013
POTRET KEPEMIMPINAN OTONOMI DAERAH kepala daerah. Ketiga, pembangunana tradisi politik yang lebih sesuai dengan kultur demokrasi demi menjamin tampilnya kepemimpinan pemerintah di daerah yang berkualifikasi tinggi dengan tingkat ekstabilitas yang tinggi pula. Keempat, peningkatan efektifitas fungsi-fungsi pelayanan oleh eksekutif melalui pembenahan-pembenahan yang berkelanjutan agar lebih sesuai dengan runag lingkup kewenangan yang telah didesentralisasikan, setara dengan beban tugas yang dipikul, selaras dengan kondisi daerah, serta lebih responsive terhadap kebutuhan daerah. Kelima, peningkatan efisiensi sdministrasi keuangan daerah serta pengaturan yang lebih jelas atas sumber-sumber pendapatan negara dan daerah, pembagian pendapatan (revenue) dari sumber penerimaan yang berkaitan dengan kekayaan alam, dan restribusi, serta ata cara dan syarat untuk pinjaman dan obligasi daerah. dan Keenam, perwujudan desentralisasi fiscal dari pemerintah pusat yang bersifat alokasi subsidi pendapatan prioritas pembangunan, serta optimalisasi upaya pemberdayaan masyarakat melalui lembaga-lembaga swadaya pembangunana yang ada. 12 Bentuk Desentralisasi dalam Konteks Otonomi Daerah 1. Dekonsentrasi. Dalam hal ini, dekonsentrasi hanya berupa pergeseran volume pekerjaan dari departemen pusat kepada perwakilan yang ada di daerah, tanpa adanya penyerahan atau pelimpahan kewenangan untuk mengambil keputusan atau keleluasaan untuk membuat keputusan. 2. Delegasi. Delegasi adalah pengambilan keputusan dan kewenangan manajerial untuk melakukan tugas-tugas khusus kepada suatu organisasi yang tidak secara langsung berada di bawah pengawasan pemerintah pusat. 3. Privatisasi. Privatisasi adalah tindakan pemberian kewenangan dari pemerintah kepada badan-badan suka rela, swasta, dan swadaya masyarakat, tetapi dapat pula merupakan peleburan badan pemerintah menjadi badan usaha swasta. 4. Tugas Pembantuan. Tugas pembantuan (medebewind) merupakan pemberian kemungkiana dari pemerintah pusat Media Akademika, Vol. 28, No. 3, Juli 2013
413
414
SURURUDIN atau pemerintah daerah yang lebih atas untuk meminta bantuan kepada pemerintah daerah yang tingkatnya lebih rendah agar menyelenggarakan tugas atau urusan rumah tangga dari daerah yang tingkatnya lebih atas.13 Prinsip-prinsip Pelaksanaan Otonomi Daerah Prinsip-prinsip pemberian otonomi daerah yang dijadikan pedoman dalam penyelenggaraan pemerintah daerah adalah: Penyelenggaraan otonimi daerah dilaksanakan dengan memperhatikan aspek demokrasi, keadilan, pemerataan, serta potensi dan keanekaragaman daerah. 1. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan pada otonomi laus, nyata, dan bertanggung jawab. 2. Pelaksanaan otonomi daerah yang luas dan utuh diletakkan pada daerah Kabupaten dan daerah Kota, sedang pada daerah Propinsi merupakan otonomi yang terbatas. 3. Pelaksanaan otonimi daerah harus sesuai denngan konstitusi Negara sehingga tetap terjamin hubungan yang sesuai antara pusat dan daerah serta antara daerah dengan daerah. 4. Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan kemandirian daerah otonom, dan karenanya dalam daerah Kabupaten dan Kota tidak ada lagi wilayah administrasi. 5. Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatan peranan dan fungsi bahan legislatif daerah, baik fungsi legislatif, fungsi pengawasan serta fungsi anggaran atas penyelenggaraaan pemerintah daerah. 6. Pelaksanaan asas dekontralisasi pada daerah dalam kedudukan sebagai wilayah administrasi untuk melaksanakan kewenangan pemerintah tertentu yang dilimpahkan kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah. 7. Pelaksanaan atas tugas pembantuan dimungkinkan, tidak hanya dari pemerintah Kepala Daerah, tetapi juga dari pemerintahan dan daerah Kepada Desa yang disertai dengan pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaan dan Media Akademika, Vol. 28, No. 3, Juli 2013
POTRET KEPEMIMPINAN OTONOMI DAERAH mempertanggung jawabkan kepada yang menugaskan.14 Pembagian Kekuasaan dan Kerangka Otonomi Daerah Pembagian kekuasaan antara pusat dan daerah dilakukan berdasarkan prinsip negara kesatuan, tetapi dengan semangat federalisme. Jenis kekuasaan yang ditangani pusat hampir sama dengan yang ditangani oleh pemerintah di negara federal, yaitu hubngan luar negeri, pertahanan dna keamanan, peradilan, moneter, dan agama serta berbagai Janis urusan yang memang lebih efisien ditangani secara sentra1 oleh pemerintah pusat. Ada kewenangan yang diserahkan kepada daerah otonomi provinsi dalam rangka desentralisasi ialah mencakup: 1. Kewenangan yang bersifat lintas Kabupaten dan Kota, seperti kewenangan dalam bidang pekerjaan umum, perhubungan, kehutanan, dan perkebunana. 2. Kewenangan pemerintahan lainnya, yaitu perencanaan dan pengendalian pembangunan regional secara makro, pelatihan bidang alokasi sumber daya manusia potensial, penelitian yang mencakup wilayah Propinsi, pemgelolaan regional, pengendalian lingkungan hidup, promosi dagang dan budaya/ pariwisata, penanganan penyakit manular, dan perencanaan tata ruang provinsi. 3. Kewenangan kelautan yang meliputi eksplorasi, eksplotasi, konservasi dan pengelolaan kekayaan laut, pengaturan kepentingan administratif, pengaturan tata ruang, penegakan hukum, dan bantuan penegakan keamanan dan kedaulatan negara. 4. Kewenangan yang tidak atau belum dapat ditangani daerah kabupaten dan daerah kota dan diserahkan kepada propinsi dengan pernyataan dari daerah otonomi Kabupaten atau Kota tersebut.15 Kesalahpahaman terhadap Otonomi Daerah Beberapa yang muncul dari berbagai kelompok masyarakat terkait dengan kebijakan dan implementasi otonomi daerah ialah: 1. Otonomi dikaitkan dengan semata-mata dengan uang. Media Akademika, Vol. 28, No. 3, Juli 2013
415
416
SURURUDIN
2. 3.
4.
5.
Uang bukan satu-satunya alat dalam menggerakkan roda pemerintahan. Kata kunci dari otonomi adalah “kewenangan”. Dengan kewenangan uang akan dapat dicari, dan dengan kebijakan, tepat guna dan berorientasi pada kepentingan masyarakat. Daerah belum siap dan belum mampu. Munculnya pandangan ini merupakan cara berpikir yang salah. Otonomi daerah maka pusat akan melepaskan tanggunag jawabnya untuk membantu dan membina daerah. Pendapat ini tentu salah. Dengan otonomi daerah akan dapat melakukan apa saja. Hakikat otonomi pemberian kewenangan pemerintah daerah untuk kreatif dan inovatif dalam rangka memperkuat Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan berlandaskan norma keputusan dan kewajaran dalam sebuah tata kehidupan bernegara. Otonomi Daerah akan menciptakan raja-raja kecil di daerah dan memindahkan korupsi ke daerah. Pendapat ini seperti dapat dibenarkan jika para penyelenggara pemerintah daerah, masyarakat dan dunia usaha di daerah menempatkan diri dalam kerangka system politik lama yaitu korupsi, kolusi, nepotisme dan segala bentuk penyalahgunaan kekuasaan yang lainnya. Karenanya, untuk menghindari hal tersebut, pilarpilar penegakkan demokrasi dan masyarakat madani dapat memainkan perannya secara optimal.
Kesimpulan Otonomi daerah yang diterapkan di Indonesia bersifat luas, nyata dan bertanggung jawab, disebut luas karena kewenangan justru berada pada pemerintah pusat, disebut nyata karena diselenggarakan menyangkut yang diperkuat, tumbuh dan hidup, berkembang di daerah. Disebut bertanggung jawab karena kewenangan yang diserahkan itu harus diselenggarakan demi kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, pengembangkan kehidupan demokrasi, keadilan pemerataan dan pemeliharaan Media Akademika, Vol. 28, No. 3, Juli 2013
POTRET KEPEMIMPINAN OTONOMI DAERAH hubungan yang serasi anatara Pusat dan antar daerah. Otonomi daerah merupakan wadah pendidikan politik yang tercermin dalam pemilihan kepala daerah langsung. Dalam hal ini rakyat secara menyeluruh memiliki hak dan kebebasan untuk memilih calon-calon pemimpin yang didukungnya bersaing dalam suatu medan permainan dengan aturan main yang sama dengan hak yang sama walaupun kenyataannya masih didominasi oleh siapa yang kuat siapa yang dapat.
Catatan: 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Lihat John Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta: Gramedia Utama, 2000), hlm. 178. Inu Kencana. Syafiie, Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia, (Bandung: Bumi Aksara, 2012), hlm. 132. Inu Kencana. Syafiie, Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia, hlm. 133. Inu Kencana. Syafiie, Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia, hlm. 134. Chotib dan kawan-kawan, Kewarganegaraan Menuju Masyarakat Madani, (Jakarta: Yudhistira, 2006), hlm. 18. Sujiyanto dan Muhlisin, Praktik Kewarganegaraan yang Ideal, (Jakarta: Genexa Exact, 2007), hlm. 3. Komaruddin Hidayat dan Azyumardi Azra, Demnokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), hlm. 170. Komaruddin Hidayat dan Azyumardi Azra, Demnokrasi, Hak Asasi Manusia, hlm. 173. Nichloas Henry, Administrasi Negara dan Masalah-masalah Kenegaraan, (Jakarta: Rajawali, 2011), hlm. 209. M. Irfan Islamy, Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijakan Negara, (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), hlm. 25. M. Irfan Islamy, Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijakan Negara, hlm. 175. M. Irfan Islamy, Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijakan Negara, hlm. 176. M. Irfan Islamy, Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijakan Negara, hlm. 177. M. Irfan Islamy, Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijakan Negara, hlm. 178. M. Irfan Islamy, Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijakan Negara, hlm. 180.
Media Akademika, Vol. 28, No. 3, Juli 2013
417
418
SURURUDIN DAFTAR PUSTAKA
Chotib dan kawan-kawan. Kewarganegaraan Menuju Masyarakat Madani. Jakarta: Yudhistira, 2006. Inu Kencana Syafiie. Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia. Bandung: Bumi Aksara, 2012. John Echols dan Hassan Shadily. Kamus Inggris Indonesia. Jakarta: Gramedia Utama, 2000. Komaruddin Hidayat dan Azyumardi Azra. Demnokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani. Jakarta: Bumi Aksara, 2012. M. Irfan Islamy. Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijakan Negara. Jakarta: Bumi Aksara, 2007. Nichloas Henry. Administrasi Negara dan Masalahmasalah Kenegaraan. Jakarta: Rajawali, 2011. Sujiyanto dan Muhlisin. Praktik Kewarganegaraan yang Ideal. Jakarta: Genexa Exact, 2007.
Media Akademika, Vol. 28, No. 3, Juli 2013