POTENSI DAN KUALITAS LIMBAH PERTANIAN SEBAGAI PAKAN DI KABUPATEN BANDUNG DAN BOGOR UNTUK PENGEMBANGAN BUDIDAYA TERNAK SAPI PERAH
MEGA PRATIWI SARAGI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Potensi dan Kualitas Limbah Pertanian sebagai Pakan di Kabupaten Bandung dan Bogor untuk Pengembangan Budidaya Ternak Sapi Perah adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, 18 Juli 2014 Mega Pratiwi Saragi NIM D251120101
RINGKASAN MEGA PRATIWI SARAGI. Potensi dan Kualitas Limbah Pertanian sebagai Pakan di Kabupaten Bandung dan Bogor untuk Pengembangan Budidaya Ternak Sapi Perah. Dibimbing oleh ERIKA BUDIARTI LACONI dan SRI MULATSIH. Limbah pertanian adalah pakan lokal yang potensial untuk mendukung pengembangan peternakan sapi perah, terutama di daerah basis pertanian seperti Kabupaten Bandung dan Bogor. Salah satu masalah yang dihadapi peternakan rakyat untuk mengembangkan usaha peternakan sapi perahnya adalah pakan. Potensi limbah pertanian sebagai pakan belum sepenuhnya dimanfaatkan, karena kurangnya informasi terutama tentang kualitas dan kuantitas, serta berapa penambahan populasi yang dapat didukung oleh pakan asal limbah pertanian. Tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan informasi tentang jenis limbah pertanian yang banyak digunakan sebagai pakan, menganalisis kualitas nutrien, mengestimasi produksi nutrien, dan juga menentukan kapasitas pengembangan populasi sapi perah berdasarkan pakan dari limbah pertanian di Kabupaten Bandung dan Bogor. Kecamatan-kecamatan yang terpilih untuk mengembangkan peternakan sapi perah di Kabupaten Bandung dan Bogor dalam penelitian ini adalah kecamatan yang memiliki populasi sapi perah >100ST. Sehingga terpilihlah 11 kecamatan di Kabupaten Bandung, yaitu: Pangalengan, Pasirjambu, Kertasari, Cilengkrang, Arjasari, Ciwidey, Cimenyan, Rancabali, Cileunyi, Cicalengka dan Cangkuang dan 12 kecamatan di Kabupaten Bogor, yaitu: Cibungbulang, Cisarua, Ciawi, Cijeruk, Pamijahan, Caringin, Cibinong, Megamendung, Kemang, Dramaga, Sukaraja, dan Rumpin. Kabupaten Bandung memiliki 5 jenis limbah pertanian utama yang berpotensi untuk dijadikan pakan, yaitu: jerami padi, jerami jagung, limbah wortel, limbah kubis, dan limbah buncis. Peternak Kabupaten Bogor biasa menggunakan 3 jenis limbah pertanian sebagai pakan, yaitu: jerami padi, jerami jagung, dan daun dan tangkai singkong. Kualitas limbah pertanian di kedua kabupaten ini cukup baik berdasarkan kandungan SK, PK, dan TDN karena sebagian besar yang digunakan adalah limbah segar atau dilayukan kecuali jerami padi yang dikeringkan. Kecamatan-kecamatan yang terpilih untuk pengembangan sapi perah di Kabupaten Bandung mampu memproduksi 256 420.04 ton tahun-1, 20 567.14 ton tahun-1, dan 108 279.43 ton tahun-1 untuk BK, PK, dan TDN dari limbah pertanian. Kabupaten Bogor dapat memproduksi 187 710 ton tahun-1, 9668.88 ton tahun-1, dan 95 057.03 ton tahun-1 untuk BK, PK, dan TDN, berturut-turut. Kabupaten Bandung diestimasi dapat menambah populasi sapi perah hingga 12 843.17 ST atau 58.32% dari populasi sapi perah tahun 2012 dan Kabupaten Bogor hingga 1521.36 ST atau 22.56% dari populasi sapi perah tahun 2012. Sesuai dengan status potensi ternak dan KPPTR, teridentifikasi kecamatan-kecamatan terpilih yang belum mampu mengembangkan ternak sapi perah berbasis hijauan asal limbah pertanian yaitu Kecamatan Cangkuang, Cicalengka, dan Cimenyan di Kabupaten Bandung dan Kecamatan Rumpin untuk Kabupaten Bogor. Pengembangan usaha peternakan sapi perah di Kabupaten Bandung dan Bogor ditentukan dengan keberhasilan kabupaten tersebut dalam mengatasi kendala teknis-ekonomis dan sosio-kultur serta kreatif dalam memanfaatkan
potensi pakan lokal. Kendala teknis-ekonomis dapat diatas dengan cara peningkatan skala usaha ternak dan penerapan teknologi tepat guna. Kendala kendala sosio-kultur diatasi dengan cara menjadikan usaha peternakan setara dengan usaha pertanian, menciptakan peternak baru dari lulusan sekolah berbasis peternakan dan merubah fungsi ternak bagi peternak. Kreatif dalam memanfaatkan potensi pakan lokal yang ada disekitar termasuk limbah pertanian merupakan salah satu solusi untuk mengembangkan usaha peternakan sapi perah. Kata kunci: Bandung, Bogor, limbah pertanian, pakan, sapi perah
SUMMARY MEGA PRATIWI SARAGI. Potentiality and Quality of Agriculture Residues as Feedstuffs at Bandung and Bogor District, West Java, to Support Dairy Cattle Program Development. Supervised by ERIKA BUDIARTI LACONI and SRI MULATSIH. The agricultural residues products are potential local feedstuffs to develop Indonesian livestock, especially in the agriculture based region such as Bandung and Bogor Districts. Built dairy cattle program based on feed from agriculture waste were a sustainable agriculture program. This study was conducted by gathered primary and secondary data, analyzed feed sample nutrient and estimated carrying capacity of dairy cattle. Results showed, Bandung and Bogor Districts had ability to add their dairy cattle population using agriculture residues as feed. Bandung had 5 potential agriculture residues, they were; paddies straw, corn straw, carrot residues, cabbage residues and string bean plant residues. Bogor farmers usually used paddies straw, corn straw, and cassava residues as feed. Agriculture residues in Bandung and Bogor contain CP 4.45-21.91% and TDN 37.65-65.32%. The feed at Bandung produced: 256,420.04 ton year-1, 20,567.14 ton year-1, 108,279.43 ton year-1 for DM (dry matter), CP (crude protein), TDN (total digestible nutrient), respectively. These numbers of nutrients could support dairy cattle population expansion up to 12,843.17 AU or 58.32% from Bandung factual dairy cattle population in 2012. Meanwhile, Bogor produced 189,710 ton year-1, 9668.88 ton year-1, and 95,057.03 ton year-1 for DM, CP, and TDN, respectively. Bogor District could carry additional dairy cattle population up to 1,521.36 AU or 22.56% from Bogor factual dairy cattle population in 2012. Dairy cattle development program in Bandung and Bogor Districts will determinable as the districts can manage technique-economic, social-culture problems, and use potential local feed. For technique-economic solutions: using appropriate technology and increase the number of livestock possession. For social-culture solutions: make farming and livestock inline, create new educational farmers and increase livestock function for farmers. The last is using local feed such as agricultural residues to support dairy cattle program development.
Keywords: agriculture waste, Bandung, Bogor, dairy cattle, feedstuffs
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
POTENSI DAN KUALITAS LIMBAH PERTANIAN SEBAGAI PAKAN DI KABUPATEN BANDUNG DAN BOGOR UNTUK PENGEMBANGAN BUDIDAYA TERNAK SAPI PERAH
MEGA PRATIWI SARAGI
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Nutrisi dan Pakan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Penguji pada Ujian Tesis: Dr Ir Idat Galih Permana, MSc
Judul Tesis
:
Nama NIM
: :
Potensi dan Kualitas Limbah Pertanian sebagai Pakan di Kabupaten Bandung dan Bogor untuk Pengembangan Budidaya Ternak Sapi Perah Mega Pratiwi Saragi D251120101
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Prof Dr Ir Erika Budiarti Laconi, MS Ketua
Dr Ir Sri Mulatsih, MScAgr Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Ilmu Nutrisi dan Pakan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Dwierra Evvyernie A. MS MSc
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 18 Agustus 2014
Tanggal Lulus:
PRAKATA Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah melimpahkan berkat dan hikmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis ini. Tesis yang berjudul Potensi dan Kualitas Limbah Pertanian sebagai Pakan di Kabupaten Bandung dan Bogor untuk Pengembangan Budidaya Ternak Sapi Perah ini mencoba memberikan informasi tentang potensi yang dimiliki oleh Kabupaten Bandung dan Bogor untuk melakukan penambahan populasi sapi perah. Topik penelitian ini pernah penulis presentasikan di forum International Students Conference of Ibaraki University ke-IX pada tanggal 1-3 Desember 2013 di Ibaraki, Jepang dalam program yang berkaitan dengan kegiatan Pascasarjana winter course yang bekerja sama dengan Ibaraki University, Institut Pertanian Bogor (IPB), Universitas Udayana (UNUD), dan Universitas Gajah Mada (UGM). Dalam kesempatan tersebut Penulis mempresentasikan paper berjudul Potentiality and Quality of Local Feedstuffs in Bandung Regency, West Java, for Sustainaibility Beef and Dairy Cattle Development Program. Sebagian dari topik tesis ini, berjudul Potentiality and Quality of Agriculture Residues as Feedstuffs at Bandung District to Support Dairy Cattle Program Development sedang menunggu penerbitan di Jurnal Media Peternakan, Fakultas Peternakan, IPB. Semoga tesis ini dapat bermanfaat sebagai sumber informasi untuk mendukung perkembangan peternakan di Kabupaten Bandung dan Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah ikut berperan serta sehingga tesis ini dapat diselesaikan.
Bogor, 18 Juli 2014 Mega Pratiwi Saragi
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Keluaran Hipotesis 2 METODE PENELITIAN Metode Pengumpulan Data Metode Analisis Analisis Data Deskriptif Identifikasi dan Kualitas Limbah Pertanian yang Berpotensi Identifikasi dan Pengumpulan Sampel Pakan Evaluasi Kualitas Nutrien Bahan Pakan Kuantitas Produksi Nutrien Limbah Pertanian yang Berpotensi sebagai Pakan Potensi Komoditi Limbah Pertanian sebagai Pakan Kapasitas Penambahan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR) Berdasarkan Kebutuhan Nutrien Ternak Analisis Location Quotient (LQ) Peubah yang Diamati 3 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Kependudukan dan Geografis Kabupaten Bandung Kependudukan dan Geografis Kabupaten Bogor Pertanian dan Peternakan di Kabupaten Bandung dan Bogor Daerah Potensial Pengembangan Peternakan Sapi Perah Peternakan Rakyat Sapi Perah Kabupaten Bandung dan Bogor Identifikasi Limbah Pertanian yang Berpotensi sebagai Pakan Kualitas Limbah Pertanian yang Berpotensi sebagai Pakan Produksi Nutrien Limbah Pertanian yang Berpotensi sebagai Pakan Potensi Limbah Komoditi Pertanian sebagai Pakan Kapasitas Penambahan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR) dan Potensi Sapi Perah Strategi Pengembangan Peternakan Sapi Perah di Kabupaten Bandung dan Bogor 4 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP UCAPAN TERIMAKASIH
xi xi xii 1 1 3 4 4 4 4 4 5 5 5 5 5 6 6 6 8 11 11 11 11 12 14 17 21 25 27 30 34 36 41 44 44 45 45 49 73 74
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5
6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
20 21
Struktur ternak ruminansia Jawa Barat (%) Kebutuhan nutrien harian ternak sapi perah (ekor hari-1) Keragaan ternak ruminansia Kabupaten Bandung tahun 2012 Keragaan ternak ruminansia Kabupaten Bogor tahun 2012 Kepadatan sapi perah, kepadatan ruminansia dan kepadatan penduduk berdasarkan wilayah tiap kecamatan terpilih di Kabupaten Bandung Kepadatan sapi perah, kepadatan ruminansia dan kepadatan penduduk tiap kecamatan potensial di Kabupaten Bogor Deskripsi umum peternak sapi perah responden Deskripsi umum peternakan sapi perah Kabupaten Bandung dan Bogor Jenis limbah pertanian untuk pakan sapi perah tiap kecamatan terpilih Proporsi limbah tanaman pertanian yang dapat dijadikan pakan ternak Komposisi nutrien bahan pakan limbah pertanian (100%BK) Estimasi produksi BK limbah pertanian di kecamatan terpilih di Kabupaten Bandung Estimasi produksi BK limbah pertanian di kecamatan terpilih di Kabupaten Bogor Estimasi produksi PK limbah pertanian di kecamatan yang cocok untuk mengembangkan sapi perah di Kabupaten Bandung Estimasi produksi PK limbah pertanian di kecamatan yang cocok untuk mengembangkan sapi perah di Kabupaten Bogor Estimasi produksi TDN limbah pertanian di kecamatan yang cocok untuk mengembangkan sapi perah di Kabupaten Bandung Estimasi produksi TDN limbah pertanian di kecamatan yang cocok untuk mengembangkan sapi perah di Kabupaten Bogor Potensi limbah komoditi pertanian sebagai pakan di Kabupaten Bandung dan Bogor Estimasi kapasitas penambahan populasi ternak ruminansia (KPPTR) berdasarkan seluruh komoditi limbah yang digunakan di Kabupaten Bandung dan Bogor Nilai KPPTR efektif kecamatan terpilih dan kelebihan nutrien di Kabupaten Bandung dan potensi ternak Nilai KPPTR efektif kecamatan terpilih dan kelebihan nutrien di Kabupaten Bogor dan potensi ternak
7 7 9 10
18 20 23 24 25 26 27 30 31 32 32 33 34 34
36 37 39
DAFTAR GAMBAR 1 Peta Kabupaten Bandung 2 Peta Kabupten Bogor 3 Perkembangan populasi ruminansia (ekor) Tahun 2007 s/d 2012
12 13 15
4 5 6 7
Pemeliharaan sapi peternak rakyat Kabupaten Bandung Sampel jenis limbah pertanian yang digunakan sebagai pakan Korespondensi KPPTR dan Potensi Ternak (LQ) Kabupaten Bandung Korespondensi KPPTR dan Potensi Ternak (LQ) Kabupaten Bogor
22 28 40 41
DAFTAR LAMPIRAN 1 Borang kuisioner 2 Kepadatan sapi perah, kepadatan ruminansia dan kepadatan penduduk tiap kecamatan di Kabupaten Bandung 3 Kepadatan sapi perah, kepadatan ruminansia dan kepadatan penduduk tiap kecamatan di Kabupaten Bogor 4 Estimasi produksi BK limbah pertanian terpilih tiap kecamatan di Kabupaten Bandung 5 Estimasi produksi BK limbah pertanian terpilih tiap kecamatan di Kabupaten Bogor 6 Estimasi produksi PK limbah pertanian terpilih tiap kecamatan di Kabupaten Bandung 7 Estimasi produksi PK limbah pertanian terpilih tiap kecamatan di Kabupaten Bogor 8 Estimasi produksi TDN limbah pertanian terpilih tiap kecamatan di Kabupaten Bandung 9 Estimasi produksi TDN limbah pertanian terpilih tiap kecamatan di Kabupaten Bogor 10 Produksi tanaman pertanian Kabupaten Bandung 11 Produksi tanaman pertanian Kabupaten Bogor 12 Rincian KPPTR tiap kecamatan di Kabupaten Bandung berdasarkan produksi BK 13 Rincian KPPTR tiap kecamatan di Kabupaten Bogor berdasarkan produksi BK 14 Rincian KPPTR tiap kecamatan di Kabupaten Bandung berdasarkan produksi PK 15 Rincian KPPTR tiap kecamatan di Kabupaten Bogor berdasarkan produksi PK 16 Rincian KPPTR tiap kecamatan di Kabupaten Bandung berdasarkan produksi TDN 17 Rincian KPPTR tiap kecamatan di Kabupaten Bogor berdasarkan produksi TDN
49 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 65 66 67 69 70 71
1
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang kaya, akan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia. Namun, potensi kekayaan tersebut belum dimanfaatkan secara optimal untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat. Salah satu kendalanya adalah kurangnya informasi tentang sumberdaya ini. Sebagai Negara Agraris, penduduk Indonesia sebagian besar bekerja pada bidang pertanian dengan jenis komoditi pertanian yang beragam. Besarnya jumlah dan variasi komoditi pertanian Indonesia juga akan menghasilkan sisa atau limbah pertanian yang besar pula. Limbah pertanian adalah bahan pakan lokal yang potensial untuk mendukung pengembangan peternakan Indonesia. Sektor peternakan mempunyai peranan penting untuk mendukung pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat, dengan cara memenuhi kebutuhan protein hewani masyarakat serta penyediaan lapangan kerja. Namun, tingginya kebutuhan protein hewani, termasuk kebutuhan akan susu sapi dan hasil olahanya, tidak diikuti dengan peningkatan produksi dan populasi sapi perah. Kabupaten Bandung dan Bogor di Jawa Barat merupakan daerah sentra pertanian dan peternakan karena didukung oleh aspek agroklimat, pasar, dan kultur masyarakat yang sesuai. Pertanian merupakan sektor unggulan di kedua kabupaten ini. Pada tahun 2010, sebanyak 18.91% penduduk Kabupaten Bandung bekerja di sektor pertanian. Dimana luas wilayah pertanian Kabupaten Bandung sebesar 48.6% dari total seluruh wilayahnya (Bapeda Kab Bandung 2011). Kabupaten Bandung merupakan salah satu pemasok utama komoditas beras dan sayuran bagi daerah sekitarnya seperti Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi serta pasar lokal baik Kota Bandung, Kabupaten Bandung Barat maupun Kabupaten Bandung sendiri. Kabupaten Bogor menitik-beratkan pengembangan sektor pertaniannya pada komoditas padi. Pada tahun 2011, luas lahan untuk sawah seluas 48 185 ha atau sekitar 20.93% dari total luas wilayah Kabupaten Bogor (BPS Kab Bogor 2011). Selain mendukung pengembangan sektor pertanian, kondisi agroklimat, dilihat dari rataan suhu dan curah hujan, juga mendukung ternak untuk dapat berproduksi secara optimal. Ditambah pula dukungan dari aspek pasar, program pemerintah dan kultur sosial masyarakatnya. Berdasarkan alasan tersebut salah satu jenis ternak yang dapat dikembangkan di kabupaten ini adalah sapi perah penghasil susu. Sebanyak 70% dari kebutuhan susu nasional masih berasal dari impor. Ketergantungan akan barang impor riskan terhadap inflasi nilai tukar dan berbagai fluktuasi negara asal susu yang berpotensi merugikan. Oleh sebab itu, populasi sapi perah perlu ditingkatkan untuk mengurangi ketergantungan terhadap impor susu. Wilayah yang mempunyai potensi untuk pengembangan sapi perah adalah daerah yang mempunyai suhu relatif rendah seperti daerah Jawa Barat. Hal ini karena keterbatasan fisiologis sapi perah untuk beradaptasi dengan kondisi iklim yang panas. Provinsi Jawa Barat memiliki kondisi agroklimat yang sesuai untuk mendukung pemeliharaan sapi perah. Kecocokan agroklimat inilah yang menjadikan Provinsi Jawa Barat sebagai sentra pengembangan sapi perah terbesar kedua di Indonesia (Deptan 2013). Kabupaten-kabupaten di Jawa Barat bagian
2
Selatan dapat dikatakan sebagai sentra ternak ruminansia (BPS Jabar 2011), diantaranya adalah Kabupaten Bandung dan Bogor. Kabupaten Bandung memiliki populasi sapi perah sebesar 31 937 ekor atau sekitar 20 006 ST pada tahun 2012 (Dinas Peternakan dan Perikanan Kab Bandung 2013). Sementara, di Kabupaten Bogor terdapat 9487 ekor sapi perah atau 6744 ST (Dinas Peternakan dan Perikanan Kab Bogor 2013). Salah satu permasalahan pengembangan peternakan sapi perah di daerah adalah ketersediaan sumber pakan, terutama hijauan. Biaya pakan pada peternakan ruminansia mencakup 65-80% dari total seluruh biaya produksi (Devendra dan Sevilla 2002). Tidak hanya kuantitas pakan saja yang penting diperhatikan namun kualitas dan kontinuitasnya juga harus dipertimbangkan untuk menunjang keberhasilan suatu usaha peternakan. Secara umum, ketersediaan pakan dan kandungan nutriennya adalah pembatas produksi ruminansia di Asia (Devendra dan Sevilla 2002) termasuk Indonesia. Ketersediaan hijauan adalah aspek penting yang harus dipertimbangkan dalam pengembangan peternakan sapi perah di Indonesia dan sumber hijauan lokal adalah salah satu solusinya. Limbah pertanian dapat dikatakan sebagai bahan pakan hijauan lokal sumber serat. Bahan baku pakan lokal adalah setiap bahan yang merupakan sumberdaya lokal Indonesia yang berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai pakan ternak (Sukria dan Krisnan 2009). Menurut Suparjo et al. (2012), laju pertumbuhan dan produktivitas ternak sangat dipengaruhi oleh faktor pakan. Hal ini mencakup imbangan kebutuhan protein/asam amino dan energi yang terkandung dalam ransum ternak. Sehingga penting untuk mengetahui potensi aktual bahan pakan lokal di Indonesia tidak hanya berpatokan pada total kuantitas segar namun lebih tepatnya berdasarkan kualitas nutrien dalam total bahan kering (BK), protein kasar (PK), dan total nutrien tercerna (TDN). Kabupaten Bandung dan Bogor memiliki potensi untuk mensinergiskan sektor pertanian dan peternakan berbasis agroekologi yang akan menghasilkan nilai tambah pada kedua sektor. Menurut Devendra dan Thomas (2002), interaksi positif antara bidang pertanian dan peternakan membawa ke sebuah sistem yang berkelanjutan. Pemanfaatan limbah tanaman pertanian sebagai sumber serat bagi sapi perah merupakan salah satu usaha untuk menciptakan pertanian berkelanjutan di Kabupaten Bandung dan Bogor. Perkembangan informasi yang sangat cepat saat ini memudahkan untuk melakukan inovasi dan pengembangan di berbagai bidang, termasuk bidang peternakan. Salah satu informasi yang dibutuhkan untuk percepatan pengembangan peternakan adalah informasi tentang ketersediaan dan kualitas bahan pakan. Ketersediaan dan variasi limbah pertanian di Indonesia sebenarnya cukup melimpah. Tercatat limbah pertanian yang berpotensi digunakan untuk sumber pakan ruminansia sebesar 51 546 297.3 ton BK atau 23 151 344.6 ton TDN. Limbah pertanian ini dapat menyediakan pakan untuk 14 750 777.1 ST ruminansia (Syamsu et al. 2003). Akan tetapi kenyataannya berbeda, potensi besar ini belum dimanfaatkan secara optimal. Saat ini baru hanya sekitar 30-40% dari limbah pertanian dan perkebunan yang sudah dimanfaatkan sebagai pakan (Indraningsih et al. 2011). Lebih lanjut dijelaskan Indraningsih et al. (2011), salah satu permasalahan dalam pemanfaatan limbah pertanian sebagai pakan adalah terbatasnya pengetahuan peternak. Sehingga penting untuk membagi informasi terkait ketersediaan bahan pakan asal limbah pertanian kepada peternak. Informasi
3
tentang potensi bahan pakan di Indonesia yang dapat dimanfaatkan bagi usaha budidaya peternakan sangat penting untuk diketahui dan diakses oleh masyarakat terutama masyarakat peternak. Ketersediaan informasi memungkinkan percepatan pengembangan bidang peternakan dan akhirnya untuk tercapainya pemenuhan kebutuhan susu sapi nasional untuk kesejahteraan masyarakat Indonesia. Penelitian ini berupaya menyediakan informasi tentang kualitas dan kuantitas nutrien pakan asal limbah pertanian yang potensial untuk digunakan sebagai sumber serat dan mengestimasi kapasitas peningkatan populasi serta potensi ternak sapi perah di Kabupaten Bandung dan Bogor. Penelitian ini juga memaparkan strategi-strategi untuk mengatasi beberapa permasalahan yang ada di peternakan rakyat sapi perah Kabupaten Bandung dan Bogor.
Perumusan Masalah Sektor peternakan mempunyai peranan penting dalam mendukung peningkatan taraf hidup masyarakat. Dilihat dari tingginya kebutuhan protein hewani dan penyediaan lapangan kerja. Namun, sektor ini rentan terhadap masalah ketersediaan pakan. Perlu adanya strategi untuk menciptakan ketahanan pakan Indonesia untuk menciptakan ketahanan pangan terutama protein hewani. Sehingga penting untuk mengetahui potensi bahan pakan lokal termasuk bahan pakan dari sisa usaha pertanian di daerah. Pertanian adalah sektor andalan Jawa Barat sehingga hasil sampingannya juga sudah pasti besar pula. Provinsi Jawa Barat juga merupakan salah satu sentra pengembangan peternakan di Indonesia, termasuk Kabupaten Bandung dan Bogor. Suhu lingkungan yang sejuk dan tanah yang subur membuat sektor pertanian menjadi sektor unggulan di kabupaten ini. Kondisi ini juga mampu mengoptimalkan produktivitas ternak sapi perah, karena ternak berada pada kondisi fisiologis yang nyaman. Jadi dapat dikatakan, dengan berbagai faktor pendukung yang dimiliki oleh kabupaten ini maka peternakan sapi mempunyai potensi besar untuk dikembangkan lagi. Percepatan pengembangan ternak sapi perah idealnya harus memanfaatkan input berbasis sumberdaya lokal termasuk sumber pakan ternak. Namun, optimalisasi penggunaan bahan baku domestik masih terganjal minimnya informasi aktual tentang ketersediaan bahan tersebut. Adanya data akurat tentang keberadaan bahan pakan dapat menjadi salah satu solusinya. Informasi yang dimaksud bukan hanya sekedar mencakup kuantitas limbah pertanian saja, namun juga tentang kualitas dan potensi pengembangan populasi ternak yang dapat dilakukan. Kualitas nutrien dijelaskan dalam kandungan total BK, PK, dan TDN. Hal ini juga dapat menjadi dasar pengembangan ternak sapi perah di Kabupaten Bandung dan Bogor. Sehingga pengembangan budidaya sapi perah dapat dijelaskan dengan melihat potensi wilayah Kabupaten Bandung dan Bogor untuk menampung peningkatan ternak sapi perah berdasarkan ketersediaan BK, PK, dan TDN bahan pakan asal limbah pertanian. Serta mengatasi berbagai kendala yang terdapat di peternakan sapi perah rakyat di Kabupaten Bandung dan Bogor.
4
Tujuan 1. 2. 3. 4.
5.
Mengidentifikasi berbagai jenis limbah pertanian di Kabupaten Bandung dan Bogor. Menganalisis kualitas nutrien limbah pertanian yang potensial sebagai pakan. Mengestimasi potensi produksi nutrien dari limbah pertanian di Kabupaten Bandung dan Bogor. Mengevaluasi kapasitas peningkatan populasi ternak ruminasia (KPPTR) untuk sapi perah, berdasarkan sumbangan nutrien asal limbah pertanian sebagai sumber hijauan yang terdapat di kecamatan-kecamatan potensial dan yang mempunyai potensi ternak sapi perah di Kabupaten Bandung dan Bogor. Merumuskan strategi pengembangan sapi perah di Kabupaten Bandung dan Bogor.
Keluaran 1. 2.
Keluaran yang diharapkan dari penelitian ini: Informasi potensi kualitas, kuantitas pakan dan analisis pengembangan ternak sapi perah di Kabupaten Bandung dan Bogor. Acuan pengembangan peternakan sapi perah di Kabupaten Bandung dan Bogor.
Hipotesis 1.
2.
Kabupaten Bandung dan Bogor, sebagai daerah sentra pertanian yang didukung agroklimat yang baik, mampu menyediakan pakan ternak asal limbah pertanian yang cukup, baik kuantitas dan kualitasnya. Kabupaten Bandung dan Bogor masih berpotensi untuk melakukan pengembangan ternak sapi perah berdasarkan ketersediaan pakan berbasis sumberdaya lokal.
2 METODE PENELITIAN Metode Pengumpulan Data Data primer diambil dari wawancara dan observasi. Wawancara menggunakan kuisioner dengan 30 peternak sapi perah responden (Bailey; Gay dalam Hasan 2002) masing-masing 3 kecamatan di Kabupaten Bandung dan 2 kecamatan di Kabupaten Bogor. Kecamatan sampel ditentukan berdasarkan rekomendasi dari Dinas Peternakan setempat. Kabupaten Bandung diwakili Kecamatan Ciwidey, Pasirjambu, dan Pangalengan. Sementara Kabupaten Bogor diwakili Kecamatan Cibungbulang dan Cisarua. Sebanyak 30 responden di pilih dari masing-masing kabupaten secara purposive sampling. Kriteria-kriteria penentuan responden adalah:
5
1. 2.
Anggota kelompok peternak sapi perah rakyat. Peternak yang telah menggunakan limbah tanaman pertanian sebagai pakan ternak.
Penelitian dilakukan dari bulan Juni hingga November 2014, sementara wawancara dilakukan dari bulan Juni sampai Juli 2013. Data sekunder diperoleh dari instansi terkait seperti Bapeda, BPS, dan Dinas peternakan dan perikanan. Jenis-jenis data yang dikumpulkan antara lain: a. Informasi mengenai karakteristik daerah yang ada hubungannya dengan topik, yaitu antara lain: jumlah penduduk, tipe iklim, suhu, kelembaban, populasi ternak, jumlah limbah pertanian yang berpotensi untuk digunakan sebagai pakan. b. Informasi mengenai karakteristik responden yang ingin digali. c. Manajemen peternakan, antara lain: jumlah dan jenis pakan yang diberikan oleh peternak, mekanisme penyediaan dan pemberian pakan. d. Analisis kualitas nutrien bahan pakan ternak berupa kandungan bahan kering (BK), Abu, protein kasar (PK), serat kasar (SK), lemak kasar (LK), dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) serta total digestible nutrient TDN dengan menggunakan perhitungan. e. Data konversi bahan pakan potensial berdasarkan proporsi untuk digunakan sebagai pangan dan sebagai pakan.
Metode Analisis Analisis Data Deskriptif (Mattjik dan Sumertajaya 2000) Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif. Analisis ini digunakan untuk menggambarkan kondisi peternakan, produksi limbah pertanian dan daya potensi pengembangan populasi ternak sapi perah di Kabupaten Bandung dan Bogor (Mattjik dan Sumertajaya 2000). Identifikasi dan Kualitas Limbah Pertanian yang Berpotensi sebagai Pakan Identifikasi dan Pengumpulan Sampel Pakan Limbah tanaman pertanian yang potensial digunakan sebagai pakan diidentifikasi berdasarkan sisa panen komoditi pertanian yang paling sering digunakan sebagai pakan oleh peternak sapi perah di Kabupaten Bandung dan Bogor. Bahan pakan ini diambil sebagai sampel kemudian ditimbang bobot segar dan dikeringkan dalam oven suhu 60 oC. Sampel kering udara digiling untuk analisis kualitas nutriennya. Evaluasi Kualitas Nutrien Bahan Pakan (AOAC 2005) Kualitas sampel pakan ternak diketahui dari hasil analisis kandungan BK, Abu, PK, SK, dan LK dengan metode analisis proksimat (AOAC 2005) serta BETN dengan perhitungan. Nilai TDN dihitung menggunakan persamaan 1 yang dikembangkan oleh Owens et al. (2010). TDN = (0.9918 x PK) + (1.272 x LK) + (0.0318 x SK) + (0.8940 x BETN)…(1)
6
Produksi Nutrien Limbah Pertanian yang Berpotensi sebagai Pakan Nilai konversi limbah tanaman pertanian dari satu komoditi ditentukan dengan menimbang bobot tanaman yang dapat dimanfaatkan (kecuali akar dan batas sabit saat panen) kemudian dipisahkan antara bagian yang digunakan ternak dan yang dapat digunakan oleh pangan dan lainnya. Bobot perbagian tanaman dikonversi kedalam persen (%) bagian yang bermanfaat untuk dikonsumsi. Data ini yang kemudian dipakai untuk menentukan besar produksi nutrien asal limbah pertanian. Data sekunder produksi komoditi pertanian yang diperoleh dari BPS adalah produksi segar bagian yang digunakan untuk pangan, sehingga harus dikonversi untuk menentukan seberapa besar bagian yang dapat digunakan untuk pakan ternak atau produksi limbah segar. Perhitungannya dengan menggunakan persamaan 2. Produksi limbah = (
)
..…(2)
Produksi nutrien limbah pertanian dihitung berdasarkan produksi BK, PK, dan TDN di suatu wilayah pada tahun tertentu dengan perhitungan pada persamaan 3, 4, dan 5. Produksi BK Produksi PK Produksi TDN
= produksi limbah segar x kandungan BK…………………....(3) = produksi BK x kandungan PK………………….………..(4) = produksi BK x kandungan TDN…………………………….(5)
Keterangan: Produksi nutrien (BK/PK/TDN) dan limbah segar Kandungan nutrien (BK/PK/TDN)
= ton tahun-1 = %
Potensi Komoditi Limbah Pertanian sebagai Pakan Potensi tiap komoditi pertanian yang biasa dijadikan pakan di Kabupaten Bandung dan Bogor berbeda tergantung jumlah produksi baik BK, PK, dan TDN. Persamaan 6 berikut dapat digunakan untuk menentukan potensi tiap limbah pertanian yang biasa digunakan sebagai pakan di tiap kabupaten. ……(6)
Potensi BK/PK/TDN limbah =
Keterangan: Potensi BP/PK/TDN limbah Produksi BK/PK/TDN
=% = ton tahun-1
Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminanasia (KPPTR) Berdasarkan Kebutuhan Nutrien Ternak Jumlah nutrien yang dibutuhkan dari limbah pertanian diasumsikan sebagai jumlah nutrien yang harus dipenuhi dari sumber hijauan. Konsentrat sapi perah diperlukan untuk memenuhi kebutuhan nutrien harian ternak sesuai rekomendasi yang distandarkan SNI (2009). Persentase struktur dan kebutuhan nutrien sapi perah dapat dilihat pada Tabel 1 dan 2, berturut-turut.
7
Tabel 1 Struktur ternak ruminansia Jawa Barata (%) Jenis Ternak Sapi Perah Sapi Potong Kambing Domba a Sumber : BPS 2013
Anak 16.08 22.85 26.66 28.32
Muda 34.72 23.56 26.54 26.41
Dewasa 49.20 53.59 46.79 45.26
Limbah pertanian yang digunakan sebagai pakan baru mencapai 30% dari total produksinya (Indraningsih et al. 2011) di Indonesia, sisanya sebesar 70% inilah yang akan dihitung untuk menambahkan populasi sapi perah di daerah tersebut. Kebutuhan nutrien asal hijauan yang digunakan pada penelitian ini dipenuhi dari limbah pertanian dengan batasan untuk penggunaan jerami padi sebesar 25% bagi ternak sapi perah (Drake et al. 2002). Pembatasan penggunaan jerami padi dilakukan karena kandungan lignin dan silika yang terkandung dalam bahan. Sementara untuk jenis limbah pertanian lainnya tidak dibatasi penggunaannya. Proporsi hijauan:konsentrat yang digunakan adalah 70:30. Nutrien yang mampu disuplai dari jerami padi berbeda tiap kabupaten sesuai dengan kandungan nutrien jeraminya. Nutrien yang disediakan dari limbah lain adalah kebutuhan nutrien yang harus dipenuhi dari hijauan dikurangi dari suplai nutrien dari jerami. Tabel 2 Kebutuhan nutrien harian ternak sapi perah (ekor hari-1) Suplai Nutrien Total kebutuhan nutrien pakana Nutrien dari hijauan (kg) Nutrien dari jerami (kg) Nutrien dari limbah lainnya (kg)
Bandung Bogor Bandung Bogor
BK 12.4 kg 8.68 3.10 3.10 5.58 5.58
PK 11.9% 0.78 0.21 0.14 0.58 0.64
TDN 68% 5.40 1.17 1.49 4.24 3.91
a
Sesuai NRC Dairy Cattle (2000); sapi FH bobot 454 kg (small breed cow) periode mid laktasi dengan produksi susu 10 liter/hari
Nilai KPPTR digunakan untuk mengestimasi seberapa besar penambahan populasi ternak sapi perah yang masih dapat dilakukan berdasarkan ketersediaan nutrien dari limbah pertanian yang belum termanfaatkan sebagai pakan (70% dari total produksi limbah pertanian). Perhitungan KPPTR menggunakan persamaan 7. KPPTR (sapi perah) Keterangan: Kebutuhan nutrien
=
po ki k
h nn
lim h p i n
l hij
ni n n n k
pi p
h
………..(7)
= kebutuhan BK/PK/TDN yang dipenuhi dari hijauan untuk sapi perah dalam 1 tahun (ton tahun-1). Dibedakan antara kebutuhan dari jerami dan limbah lainnya KPPTR sapi perah = dalam ST Produksi BK/PK/TDN = ton tahun-1
8
Analisis Location Quotient (LQ) (Hendayana 2003) Analisis potensi ternak ditentukan dengan Metode Location Quotient (LQ). Metode ini digunakan untuk menunjukkan kecamatan basis ternak sapi perah di Kabupaten Bandung dan Bogor. Daerah yang memiliki nilai LQ di atas 1 memiliki keunggulan komparatif baik dari sisi penawaran maupun permintaan. Kecamaan yang mempunyai potensi sapi perah dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut:
Keterangan: Xi = populasi sapi perah kecamatan X = populasi ternak ruminansia di suatu kecamatan Yi = populasi sapi perah kabupaten Y = populasi ternak ruminansia di kabupaten LQ> 1 = kecamatan tersebut basis peternakan sapi perah di kabupaten LQ< 1 = kecamatan tersebut non-basis peternakan sapi perah di kabupaten Seluruh populasi ternak ruminansia harus dikonversi ke dalam satuan ternak (ST) untuk menyama-ratakan satuan yang digunakan. Total populasi ruminansia harus dikonversi ke dalam bentuk ST karena data yang diperoleh dari BPS masih dalam satuan ekor. Struktur ternak ruminansia dapat dilihat pada Tabel 1. Penghitungan populasi ruminansia dalam ST menggunakan rumus sebagai berikut: Populasi rumianasia (ST) = populasi (ekor) x struktur ternak x konversi ST Keterangan: Populasi (ekor) Struktur ternak Konversi ST
= sumber dari data BPS = dalam % (sumber dari BPS; Tabel 1) = Sapi anak 0.25 ST ekor-1; muda 0.5 ST ekor-1; dewasa 1 ST ekor-1. Domba/Kambing anak 0.035 ST ekor-1; muda 0.07 ST ekor-1; dewasa 0.14 ST ekor-1
Tabel 3 menunjukkan populasi ternak di Kabupaten Bandung pada tahun 2012. Terlihat bahwa ternak sapi perah merupakan komoditas peternakan dominan di kabupaten ini. Populasi ternak sapi perah di Kabupaten Bandung adalah yang terbesar dibandingkan dengan populasi ternak ruminansia lainnya. Populasi ternak sapi perah Kabupaten Bandung yaitu sebesar 33.48% dari total keseluruhan ternak ruminansia.
9
Tabel 3 Keragaan ternak ruminansia Kabupaten Bandung tahun 2012a Kecamatan
Populasi Ternak (ST) Sapi Perah
Sapi Potong
Kambing
Domba
Total
Ciwidey
786
42.35
82.63
554.89
1465.87
Rancabali
487
124.22
28.05
548.56
1187.83
Pasirjambu
3157
24.00
120.18
593.52
3894.71
9
299.97
84.89
570.12
963.98
10 346
214.56
44.42
626.74
11 231.73
3150
52.94
29.74
521.40
3754.07
Pacet
36
1080.58
86.68
1895.18
3098.44
Ibun
3
287.97
92.70
1706.70
2090.37
Paseh
13
109.40
476.22
1408.47
2007.09
Cikancung
41
12 620.41
68.42
317.50
13 047.33
Cicalengka
Cimaung Pangalengan Kertasari
185
137.63
77.55
598.39
998.57
Nagrek
3
119.99
48.19
628.12
799.29
Rancaekek
0
75.52
106.54
767.69
949.75
Majalaya
3
129.87
68.23
510.66
711.76
Solokanjeruk
3
146.10
29.74
959.93
1138.77
Ciparay
6
66.35
117.83
665.01
855.18
41
241.38
7.91
1590.99
1881.28
954
49.41
119.62
581.69
1704.71
Baleendah Arjasari Banjaran
3
97.40
50.63
454.23
605.26
104
80.46
48.75
217.39
450.60
Pameungpeuk
0
146.81
60.52
322.00
529.32
Ketapang
2
207.51
34.73
540.85
785.08
Soreang
1
134.81
122.44
1075.55
1333.81
Kutawaringin
8
113.63
92.89
910.84
1125.36
Margaasih
0
251.26
14.87
739.52
1005.65
Margahayu
0
98.11
20.33
239.50
357.94
Dayeuhkolot
2
104.46
18.63
57.81
182.90
Bojongsoang
3
46.58
17.98
294.01
361.57
395
34.58
53.74
363.29
846.61
1636
857.55
52.14
546.91
3092.59
Cangkuang
Cileunyi Cilengkrang Cimenyan Total a
629
1813.91
73.69
738.23
3254.83
22 006
19 809.69
2 350.90
21 545.68
65 712.26
Diolah dari data Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bandung (2013)
Sementara itu, komoditi sapi perah bukan merupakan komoditi dominan di Kabupaten Bogor. Seperti dijelaskan Tabel 4, populasi sapi perah hanya 12.15% dari total populasi ternak ruminansia di Kabupaten Bogor. Jumlah ruminansia total di Kabupaten Bogor lebih kecil dari jumlah ruminansia total Kabupaten Bandung.
10
Tabel 4 Keragaan ternak ruminansia Kabupaten Bogor tahun 2012a Kecamatan
Sapi Perah
Populasi Ternak Sapi Potong Kambing
Domba
Total
Nanggung
17.06
12.70
618.97
1020.22
1668.95
Leuwiliang
0.00
9.18
281.09
503.96
794.22
Leuwisadeng
0.00
12.70
252.59
381.64
646.94
787.59
129.87
591.50
1280.55
2789.52
1109.60
48.70
351.71
929.38
2439.38
34.12
31.76
213.45
513.41
792.75
Tenjolaya
17.06
46.58
157.68
231.43
452.75
Dramaga
132.21
70.58
69.22
367.97
639.98
0.00
83.28
65.95
185.27
334.50
21.32
54.35
326.86
483.41
885.94
793.28
47.99
377.02
548.65
1766.95
39.10
33.88
376.00
762.46
1211.43
Caringin
499.71
215.97
199.44
622.15
1537.28
Ciawi
984.49
91.75
170.76
436.61
1683.62
Pamijahan Cibungbulang Ciampea
Ciomas Taman Sari Cijeruk Cigombong
Cisarua
1089.69
14.82
476.88
789.16
2370.56
Megamendung
324.14
108.69
2.52
710.06
1145.41
Sukaraja
119.42
26.11
167.59
212.06
525.18
35.54
977.53
442.04
331.45
1786.56
Sukamakmur
1.42
1843.55
381.79
715.93
2942.69
Cariu
0.00
151.04
322.19
914.14
1387.37
Tanjungsari
3.55
1719.33
330.88
712.26
2766.02
Jonggol
0.00
1964.24
551.24
1210.90
3726.39
Cileungsi
1.42
3045.53
637.46
619.86
4304.27
Klapanunggal
0.00
719.92
401.50
379.26
1500.67
Gunung Putri
0.00
212.45
174.41
194.08
580.93
Citeureup
25.59
446.07
372.45
638.12
1482.22
Cibinong
Babakan Madang
326.27
368.43
249.04
189.12
1132.86
Bojonggede
41.23
184.21
239.70
218.58
683.72
Tajurhalang
35.54
475.71
282.77
117.55
911.57
143.59
184.21
142.92
159.30
630.03
Kemang Rancabungur
0.00
302.79
164.32
223.72
690.82
Parung
13.51
201.15
83.61
60.93
359.20
Ciseeng
13.51
170.80
160.95
151.04
496.31
Gunung Sindur
17.77
630.28
419.81
175.91
1243.77
Rumpin
115.86
1923.31
717.24
730.34
3486.75
Cigudeg
0.00
59.29
269.04
399.54
727.86
Sukajaya
0.00
9.88
255.40
599.21
864.49
Jasinga
0.00
28.23
417.75
430.28
876.26
Tenjo
0.00
47.29
161.23
177.65
386.18
Parung Panjang
0.00
165.86
346.29
347.14
859.29
Total 6743.60 16 870.03 12 223.26 19 674.72 a Diolah dari data Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor (2013)
55 511.61
11
Peubah yang Diamati Variabel yang diamati dalam penelitian ini meliputi: 1. Jenis pakan dari limbah pertanian yang biasa digunakan di Kabupaten Bandung dan Bogor. 2. Kualitas nutrien bahan baku pakan yang diperoleh dari poin 1. 3. Kuantitas nutrien dalam BK, PK, dan TDN limbah pertanian di kecamatan terpilih. 4. Kapasitas daya tampung dan peningkatan populasi ternak sapi perah berdasarkan ketersediaan nutrien PK dan TDN asal limbah pertanian dan potensi ternak sapi perah pada level Kabupaten Bandung dan Bogor.
3 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Kependuduk dan Geografis Kabupaten Bandung Kabupaten Bandung merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Jumlah penduduk Kabupaten Bandung pada tahun 2012 sebanyak 3 351 048 jiwa terdiri dari 1 703 535 laki-laki dan 1 647 513 perempuan. Luas wilayah keseluruhan Kabupaten Bandung adalah 1762.40 km2, dengan rata-rata kepadatan penduduk 3435.67 jiwa km-2 (BPS Kab Bandung 2013). Kondisi geografis wilayah Kabupaten Bandung yang terletak pada koordinat 107o 22‟–108o 5‟ Bujur Timur dan 6o41‟–7o19‟ Lin ng S l n dan kabupaten ini terletak di wilayah dataran tinggi. Wilayah Bandung berada di antara bukit-bukit dan gunung-gunung yang mengelilingi Kabupaten Bandung, seperti di sebelah utara terletak Bukit Tunggul dengan tinggi 2200 m, Gunung Tangkuban Parahu dengan tinggi 2076 m yang berbatasan dengan Kabupaten Bandung Barat dan Kabupaten Purwakarta dan di sebelah selatan terdapat Gunung Patuha dengan tinggi 2334 m, Gunung Malabar dengan tinggi 2321 m, serta Gunung Papandayan dengan tinggi 2262 m dan Gunung Guntur dengan tinggi 2249 m, keduanya berbatasan dengan Kabupaten Garut. Batas wilayah administrasi pemerintahan Kabupaten Bandung adalah sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Bandung Barat, Kota Bandung, dan Kabupaten Sumedang. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Sumedang dan Kabupaten Garut. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Garut dan Kabupaten Cianjur. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Bandung Barat, Kota Bandung dan Kota Cimahi. Kondisi Morfologi wilayah Kabupaten Bandung adalah pegunungan dengan rata-rata kemiringan lereng 0–8%, 8–15% hingga di atas 45%. Kabupaten Bandung beriklim tropis yang dipengaruhi oleh iklim muson dengan curah hujan rata-rata 1500 mm sampai dengan 4000 mm per tahun. Suhu udara berkisar 12 oC sampai 24 oC dengan kelembaban 78% pada musim hujan dan 70% pada musim kemarau. Dampak dari kondisi morfologis, dan geografis Kabupaten Bandung membuat potensi sumber daya air yang tersedia cukup melimpah, baik air bawah
12
tanah maupun air permukaan. Dengan aspek hidrologis seperti ini, Kabupaten Bandung cukup potensial untuk dapat mengembangkan sektor pertanian, sektor peternakan, sektor industri dan sektor-sektor lain yang sangat bergantung pada suplai air (BPS Kab Bandung 2013).
Gambar 1 Peta Kabupten Bandung Sumber: pn-balebandung.go.id
Kependuduk dan Geografis Kabupaten Bogor Berdasarkan data BPS Kabupaten Bogor memiliki 40 kecamatan, 17 kelurahan, 413 desa, 3882 RW (rukun warga) dan 15 561 RT (rukun tetangga). Kabupaten Bogor memiliki jumlah penduduk sebesar 5 077 210 jiwa yang terdiri dari 2 604 870 pria dan 2 472 340 wanita pada tahun 2012. Luas wilayah Kabupaten Bogor adalah 2663.82 km2, dengan rata-rata kepadatan penduduk yang tinggi yaitu 2745.05 jiwa km-2. Terdapat 2 193 981 orang angkatan kerja dengan 1 995 032 mempunyai status bekerja dan sisanya menganggur. Sebanyak 1 012 098 orang bekerja sebagai buruh/karyawan/pegawai dan 204 468 rumah tangga bekerja sebagai petani (BPS Kab Bogor 2013). Kabupaten Bogor merupakan salah satu wilayah yang berbatasan langsung dengan Jakarta dan secara geografis terletak antara 6.19o-6.47o LS (Lintang Selatan) dan 106o1'-107o103' BT (Bujur Timur). Tipe morfologinya bervariasi, dari daratan yang relatif rendah di bagian Utara hingga dataran tinggi di bagian
13
Selatan. Luas wilayah Kabupaten Bogor sekitar 5.19% dari luas seluruh Provinsi Jawa Barat dengan batas wilayah yaitu: Sebelah Utara : Kota Depok Sebelah Barat : Kabupaten Lebak Sebelah Barat Daya : Kabupaten Tangerang Sebelah Timur : Kabupaten Purwakarta Sebelah Timur Laut : Kabupaten Bekasi Sebelah Selatan : Kabupaten Sukabumi Sebelah Tenggara : Kabupaten Cianjur Rataan suhu udara di Kabupaten Bogor pada tahun 2012 adalah 25.1-26.3 o C, dengan suhu minimal 19 oC pada bulan September dan suhu tertinggi 35.4 oC pada bulan Oktober. Rataan kelembaban udara 70% dengan curah hujan rata-rata setiap tahun sekitar 3500–4000 mm dengan curah hujan terbesar pada bulan Desember dan Januari (Pemerintah Prov Jabar 2013). Tingginya curah hujan di Kabupaten Bogor membuat kabupaten ini terkenal dengan sebutan Kota Hujan. Kabupaten Bogor menjadi daerah sentra pertanian didukung oleh ketersediaan sumberdaya air yang cukup.
Gambar 2 Peta Kabupaten Bogor Sumber: BPS Kab Bogor (2012)
14
Pertanian dan Peternakan di Kabupaten Bandung dan Bogor Provinsi Jawa Barat dikenal sebagai daerah sentra pertanian dan peternakan. Kabupaten Bandung dan Bogor memiliki potensi yang mendukung sektor pertanian dan peternakan. Kabupaten ini mempunyai kekuatan SDA (Sumber Daya Alam) dan SDM (Sumber Daya Manusia) di bidang pertanian yang memadai, sehingga pertanian dianggap sebagai sektor andalannya (bussines core). Sementara di bidang peternakan, terdapat daerah-daerah pengembangan sapi perah yang utama di Provinsi Jawa Barat yaitu Pengalengan, Lembang, Garut, Bogor, dan Sukabumi. Kabupaten Bandung dan Bogor dapat dikatakan sebagai barometer perkembangan usahatani sapi perah di Jawa Barat (Siregar dan Praharini 1993). Upaya untuk meningkatkan nilai tambah dari usaha pertanian di Kabupaten Bandung dan Bogor adalah dengan diterapkanya suatu sistem pertanian yang berkelanjutan (sustainable), dengan meminimalkan limbah yang terbuang percuma. Pemanfaatan limbah pertanian untuk pakan ternak adalah salah satu cara untuk membangun sebuah sistem pertanian yang berkelanjutan. Menurut Jaleta et al. (2013) penggunaan limbah pertanian untuk pupuk dan pakan untuk ternak adalah 2 fungsi utama dalam program konservasi pertanian. Peternak tradisional tidak bisa mengandalkan kebun rumput untuk memenuhi kebutuhan pakannya, karena kepemilikan lahan yang terbatas dan rumput tidak tersedia sepanjang tahun. Salah satu cara agar usaha peternakan rakyat tetap dapat bertahan adalah dengan memanfaatkan limbah pertanian sebagai sumber hijauan pakannya. Idealnya untuk tetap memenuhi kebutuhan hijauan pakan sapi di tengah semua keterbatasan maka solusi terbaik adalah dengan cara “m mp ” pada lahan yang tidak ditanami tanaman pertanian dan memanfaatkan bahan limbah pertanian (crop residue). Namun, untuk kasus di Kabupaten Bandung dan Bogor yang memiliki keterbatasan ketersediaan lahan untuk menggembala (grazing), maka yang paling mungkin adalah dengan solusi penggunaan limbah pertanian sebagai pakan. Sebenarnya, terdapat 4 sumber pakan yang berpotensi dimanfaatkan oleh usaha peternakan skala kecil menurut Devendra dan Sevilla (2002), yaitu hijauan pakan dari lahan pastura, limbah pertanian, hasil sampingan industri pertanian dan pakan non-konvensional. Kabupaten Bandung dan Bogor dikenal sebagai daerah sentra pertanian dengan potensi limbah pertanian yang besar pula, sehingga pemanfaatan limbah pertanian sebagai sumber hijauan pakan merupakan solusi terbaik. Solusi ini dapat mengatasi 3 permasalahan sekaligus, yaitu penyediaan pakan, menekan kompetisi lahan untuk mendukung pertambahan populasi sapi perah, dan menciptakan sistem pertanian berkelanjutan. Potensi pertanian di Kabupaten Bandung dan Bogor seharusnya juga mendukung usaha percepatan pengembangan peternakan di kabupaten ini, untuk mendukung peningkatan produksi peternakan nasional. Namun tidak tersedianya informasi yang cukup tentang nilai nutrien bahan tersebut dan potensi pengembangan populasi ternak di masing-masing kecamatan potensial mengakibatkan sumberdaya ini tidak termanfaatkan dengan optimal. Ternak juga terkadang tidak mendapatkan nutrien yang cukup untuk produksi optimal. Faktanya memang terdapat kecenderungan kekurangan nutrien pada ternak ruminansia yang dipelihara di daerah Jawa Barat. Tawaf dan Daud (2010), mengatakan bahwa studi kasus di Jawa Barat menunjukkan adanya keterbatasan aksessibilitas usaha ternak ruminansia terhadap sumber pakan. Rata-rata ternak
15
ruminansia di daerah ini hanya mengkonsumsi BK sebesar 3 kg dan PK 20 gr perharinya. Nilai ini jauh dari kebutuhan minimal persatuan ternak yang harus dipenuhi dari hijauan yaitu 6.5 kg untuk BK dan 0.5 kg untuk PK perharinya (McDonald et al. 2002). Hal ini ironis dengan potensi pakan asal limbah pertanian yang melimpah di kedua kabupaten tersebut. Limbah pertanian dapat menjadi salah satu solusi permasalahan hijauan di Jawa Barat dengan mempertimbangkan ketersediaan (availability) dan daya akses (accessibility). 250,000 200,000 150,000 100,000 50,000 0 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Sapi Perah 25,276 27,007 28,123 31,277 36,403 31,937
Sapi Potong 13,149 13,806 14,611 17,997 36,849 28,067
Domba 196,851 205,376 220,531 223,058 231,257 234,795
Kambing 20,644 19,793 20,321 20,542 23,579 24,980
Gambar 3 Populasi ruminansia (ekor) di Bandung Tahun 2007 s/d 2012 Sumber: Dinas Peternakan dan Perikanan Kab Bandung 2013
Gambar 3 menunjukkan bahwa populasi komoditi peternakan di Kabupaten Bandung mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, kecuali pada tahun 2012. Ini menunjukkan bahwa Kabupaten Bandung fokus dalam mengembangkan sektor peternakannya. Sektor peternakan Kabupaten Bandung memiliki populasi ternak ruminansia pada tahun 2012 tercatat sebanyak 31 937 ekor sapi perah, 28 067 ekor sapi potong, 234 795 ekor domba, dan 24 979 ekor kambing. Sementara itu untuk ternak kecil/unggas tercatat sebanyak ayam buras 1 863 970 ekor, ayam petelur 414 930 ekor, ayam pedaging 2 443 390 ekor, dan itik 389 739 ekor (Dinas Peternakan dan Perikanan Kab Bandung 2013). Peternakan ruminansia di kabupaten ini didominasi oleh peternakan rakyat. Kabupaten Bandung masih terus melakukan pengembangan di sektor peternakan namun menemukan berbagai kendala. Hal ini, dapat dilihat dari pencapaian target populasi ternak di tahun 2012 yang belum bisa mencapai 100%. Pencapaian target peningkatan populasi ternak di Kabupaten Bandung terutama untuk ternak sapi perah dan sapi potong masingmasing adalah 85.18% dan 74.49% (Dinas Peternakan dan Perikanan Kab Bandung 2013). Namun sedikit berbeda dengan tahun sebelumnya yaitu tahun 2011 dimana capaian populasi ternak sapi perah Kabupaten Bandung melebihi target yang ingin dicapai. Salah satu komoditi ternak yang dikembangkan di Kabupaten Bandung dan Bogor adalah sapi perah. Hal ini didukung oleh berbagai faktor keunggulan yang
16
dinilai sebagai pendukung pengembangan usaha peternakan yang dimiliki oleh kabupaten tersebut. Kabupaten Bandung memiliki kecocokan suhu lingkungan yang relatif rendah yaitu dengan rataan 12 ºC-24 ºC dan kelembaban 78% pada musim hujan dan 70% pada musim kemarau (BPS Kab Bandung 2012). Sapi perah mempunyai temperatur kritis 21-27 ºC (Williamson dan Payne 1993) dan kelembaban ideal 60-80% (Soetarno 2003). Sementara di Kabupaten Bogor, komoditi sapi perah menjadi komoditi peternakan yang penting untuk dikembangkan dan sangat didukung oleh pemerintah seperti adanya KUNAK dan pasar yang baik. Terdapat 5 faktor pendukung pemanfaatan limbah pertanian sebagai pakan sumber serat di Kabupaten Bandung dan Bogor sesuai potensi yang dimilikinya. Faktor pendukung ini juga dapat dikatakan sebagai aspek kekuatan program optimalisasi pemanfaatan limbah pertanian sebagai pakan dalam usaha penambahan populasi sapi perah di kabupaten ini. Faktor-faktor tersebut yaitu; a) potensi kuantitas produksi limbah pertanian yang besar, b) limbah pertanian merupakan sumber serat yang baik untuk ternak ruminansia, c) biaya yang dibutuhkan minimalis, d) dapat membantu mengurangi kerusakan lingkungan yang mungkin timbul dari limbah pertanian yang tidak diolah, dan e) penyediaan hijauan yang tidak berkompetisi dalam hal penggunaan lahan. Potensi kuantitas limbah pertanian, kualitasnya sebagai sumber serat yang baik, dan tentang minimalisasi kompetisi penggunaan lahan akan dijelaskan pada bahasaan berikutnya. Selain 3 faktor yang akan dibahas nantinya, faktor harga juga membuat limbah pertanian menjadi pilihan yang baik untuk dijadikan pakan dalam usaha mendukung penambahan populasi ternak sapi perah di Kabupaten Bandung dan Bogor. Limbah pertanian adalah pakan yang diperoleh hampir tanpa biaya. Di kabupaten ini, biasanya peternak dapat menggunakan secara bebas limbah pertanian sisa panen, tanpa harus membayar apapun kepada petani. Hal ini disebabkan oleh sebagian besar peternak adalah petani atau petani jarang memanfaatkan limbah pertaniannya, sehingga peternak dapat memanfaatkan limbah pertanian sebagai pakan. Sebagian besar peternak membawa sendiri limbah pertanian ke kandangnya, tanpa menyewa pekerja lain untuk melakukan hal tersebut. Biaya menjadi salah satu faktor pembatas penting bagi kegiatan peternakan rakyat di Indonesia pada umumnya. Kebanyakan dari peternak tidak mempunyai kapasitas biaya yang memadai. Ternak dijadikan sebagai investasi masa depan sehingga fokus mereka bukan pada produksi harian ternak. Hal ini membuat peternak lebih memilih memberikan pakan seadanya pada ternaknya dari pada mengeluarkan biaya lebih untuk meningkatkan produksi. Bagi peternak yang terpenting adalah agar ternak-ternak dapat bertahan sampai nanti, saat akan dijual jika memerlukan uang. Keunggulan lain program pemanfaatan limbah pertanian untuk peternakan adalah mengurangi dampak kerusakan lingkungan. Sebagian besar petani Indonesia mempunyai kebiasaan menumpuk, membiarkan hingga membusuk, mengering, atau membakar limbah pertanian setelah panen tanpa perlakuan sebelumnya. Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk maka peningkatan akan kebutuhan pangan juga akan meningkat. Untuk menciptakan ketahanan pangan suatu negara maka produksi pertanian harus ditingkatkan pula. Peningkatan produksi pertanian akan berdampak pada peningkatan kerusakan lingkungan akibat program pertanian yang tidak memperhatikan upaya
17
pengolahan dan pemanfaatan limbah. Kebutuhan peningkatan produksi pertanian untuk menciptakan ketahanan pangan tampaknya bertentangan dengan kebutuhan untuk mengurangi dampak buruk terhadap lingkungan (Lemaire et al. 2013). Konsekuensi dari usaha peningkatan produktifitas pertanian adalah besarnya kebutuhan input sistem. Selain itu, juga berdampak pada penurunan kualitas lingkungan karena terjadinya kontaminasi air, merosotnya level air tanah, peningkatan konsentrasi gas yang mengakibatkan efek gas rumah kaca, erosi tanah, dan berkurangnya biodiversitas (Franzluebbers et al. 2011). Ditambah lagi kebiasaan petani di Indonesia yang meninggalkan sisa hasil pertanian tanpa perlakuan atau dibakar yang dapat menambah potensi kerusakan lingkungan. Integrasi antara residu pertanian dengan usaha peternakan adalah strategi terbaik untuk mensinergikan keharusan produksi pertanian dan peternakan yang tinggi dengan perbaikan kualitas lingkungan. Bahan pakan limbah pertanian merupakan bahan pakan lokal yang potensial digunakan untuk pengembangan peternakan lokal, terutama peternakan rakyat. Di sisi lain peningkatan produksi peternakan sangat dibutuhkan karena peningkatan jumlah penduduk, peningkatan kebutuhan protein asal ternak, dan juga peningkatan daya beli masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan kebutuhan akan susu sapi dan produk turunannya di Indonesia yang meningkat dari tahun ke tahun. Pemanfaatan limbah pertanian sebagai pakan adalah suatu bentuk sinergi yang baik untuk meningkatkan produksi pertanian, peternakan dan perbaikan kualitas lingkungan (Lemaire et al. 2013). Daerah yang Cocok untuk Pengembangan Peternakan Sapi Perah Kabupaten Bandung dan Bogor adalah daerah di Jawa Barat bagian Selatan yang masing-masing terdiri dari 31 dan 40 kecamatan. Penelitian ini hanya berfokus pada kecamatan yang memiliki populasi sapi perah diatas 100 ST. Ini mengindikasikan bahwa peternak dan masyarakat kecamatan ini sudah mampu berternak sapi perah dengan baik. Sehingga nantinya penambahan populasi yang direncanakan diharapkan dapat berjalan baik. Terpilihlah 11 kecamatan di Kabupaten Bandung dan 12 kecamatan di Kabupaten Bogor yang dinilai cocok untuk mengembangkan peternakan sapi perah. Kecamatan-kecamatan yang terpilih di Kabupaten Bandung adalah Pangalengan, Pasirjambu, Kertasari, Cilengkrang, Arjasari, Ciwidey, Cimenyan, Rancabali, Cileunyi, Cicalengka, dan Cangkuang. Sementara itu, kecamatan terpilih di Kabupaten Bogor yaitu Cibungbulang, Cisarua, Ciawi, Cijeruk, Pamijahan, Caringin, Cibinong, Megamendung, Kemang, Dramaga, Sukaraja, dan Rumpin. Fokus pengembangan peternakan yang diharapkan dalam penelitian ini adalah penambahan populasi sapi perah pada kecamatan-kecamatan yang terpilih dengan memanfaatkan limbah pertanian sebagai sumber hijauan. Tabel 5 memaparkan status kepadatan sapi perah, ruminasia, dan penduduk di Kabupaten Bandung berdasarkan luas wilayah. Status kepadatan ini berkaitan dengan kompetisi pemakaian lahan. Status kepadatan dapat menjadi pertimbangan dalam pengembangan populasi sapi perah di Kabupaten Bandung, agar tidak berdampak negatif. Tabel 5 menunjukkan bahwa ada 2 kecamatan yang memiliki status populasi sapi perah yang sangat padat yaitu Cilengkrang dan Pangalengan, sementara Kertasari berstatus padat. Sementara itu, jika dilihat dari status kepadatan ternak ruminansia, Kecamatan Pangalengan, Cilengkrang, dan
18
Cimenyan berstatus sangat padat. Kecamatan Cilengkrang adalah wilayah yang memiliki kepadatan ternak tertinggi, baik ternak sapi perah maupun ruminansia, namun kepadatan penduduknya masih dalam kategori sedang. Berbeda dengan kecamatan Cimenyan yang memiliki status kepadatan yang sangat tinggi baik ternak maupun penduduknya. Perlu perhatian atau pola strategi khusus jika ingin menambah populasi ternak di Kecamatan Cimenyan, agar usaha lebih efisien dan tidak mengakibatkan kerugian. Tabel 5 Kepadatan sapi perah, kepadatan ruminansia, dan kepadatan penduduk berdasarkan wilayah tiap kecamatan terpilih di Kabupaten Bandunga Kepadatan Kecamatan
Pangalengan
Sapi perah (ST km-2) 52.95
Ruminansia (ST km-2)
Penduduk (jiwa km-2)
Status Kepadatan Sapi perah
Ruminansia
Penduduk
57.48
728.30
Sangat padat
Sangat padat
Rendah
Pasirjambu
13.18
16.26
341.67
Sedang
Sedang
Rendah
Kertasari
20.71
24.69
440.55
Padat
Padat
Rendah
Cilengkrang
54.32
102.68
1636.85
Sangat padat
Sangat padat
Sedang
26.23
1447.01
Sedang
Padat
Sedang
Arjasari
14.68
Ciwidey
16.22
30.24
1542.64
Sedang
Padat
Sedang
Cimenyan
11.85
61.32
2069.22
Sedang
Sangat padat
Padat
Rancabali
3.28
8.01
328.44
Jarang
Jarang
Rendah
26.81
5708.99
Sedang
Padat
Padat
Cileunyi Cicalengka
12.51
3123.42
5.14 27.75 Jarang Padat Padat 2811.91 Cangkuang 4.23 18.31 Jarang Sedang Padat Rataan 19.01 36.34 1834.45 a Sumber: BPS Kab Bandung (2013); Kepadatan ternak berdasarkan wilayah: sangat padat >50, padat >20-50, sedang >10-20 ST km-2 dan jarang <10; Kepadatan penduduk: padat >2000, sedang 1000-2000, dan rendah <1000 jiwa km-2
Dalam rencana pengembangan usaha peternakan sapi perah dan komoditi lainnya harus memperhatikan kepadatan penduduk untuk menghindari kompetisi dalam hal penggunaan lahan dan input lainnya. Peningkatan populasi sapi perah pada kecamatan-kecamatan yang telah memiliki status kepadatan ternak yang padat, harus memperhatikan keterbatasan penyediaan lahan untuk hijauan agar tidak terjadi kompetisi penggunaan lahan dengan manusia. Salah satu strategi penyediaan pakan di daerah yang padat penduduk dan ternak adalah dengan memanfaatkan limbah pertanian sebagai pakan. Penambahan lahan untuk rumput budidaya tidak mungkin dilakukan. Dengan kata lain, pemanfaatan sisa usaha pertanian untuk pakan tidak membutuhkan lahan khusus karena lahan yang dipakai untuk memproduksi pakan memanfaatkan lahan yang sama untuk memproduksi pangan. Tabel 5 memperlihatkan bahwa 3 kecamatan sampel (Ciwidey, Pasirjambu, dan Pangalengan) yang dipilih mewakili Kabupaten Bandung adalah kecamatan yang mempunyai potensi ternak sapi perah. Kecamatan Pangalengan adalah kecamatan yang masuk kategori kepadatan ternak sapi perah yang sangat tinggi, sementara kecamatan Ciwidey dan Pasirjambu adalah daerah dengan kategori kepadatan sapi perah sedang. Ketiga kecamatan ini fokus mengembangkan
19
peternakan dengan komoditi sapi perah. Kecamatan-kecamatan yang menjadi sentra usaha peternakan sapi perah di Kabupaten Bandung menurut kecocokan wilayah dengan kebutuhan adaptasi fisiologis sapi perah yang terbatas, adalah: Kecamatan Pangalengan, Kertasari, Pasirjambu, Arjasari, dan Cilengkrang (Dinas Peternakan dan Perikanan Kab Bandung 2013). Ketiga kecamatan sampel ini dipilih untuk merepresentasikan kawasan peternakan sapi perah di Kabupaten Bandung. Walaupun Kecamatan Ciwidey tidak termasuk dalam daerah yang menjadi fokus pengembangan peternakan sapi perah menurut Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bandung, namun produk olahan peternakan menjadi daya tarik tersendiri di kecamatan yang terkenal dengan berbagai objek wisatanya ini. Ditambah potensi pertanian yang besar di Kecamatan Ciwidey. Tabel 5 memperlihatkan bahwa kecamatan yang menjadi sentra usaha peternakan sapi perah mempunyai kepadatan penduduk di bawah rataan kepadatan penduduk Kabupaten Bandung atau masuk dalam kepadatan penduduk kategori sedang, padahal Kabupaten Bandung termasuk dalam kategori penduduk yang padat. Rataan kepadatan sapi perah berdasarkan wilayah Kabupaten Bandung juga masuk dalam kategori sedang. Sementara status kepadatan seluruh ruminansianya masuk dalam kategori padat, dengan populasi sapi perah 33.49% (Tabel 3) dari seluruh total populasi ruminansia. Dengan kondisi ini maka sistem pemeliharaan ternak secara intensif lebih diusulkan mengingat keterbatasan lahan, agar tidak terjadi persaingan penggunaan lahan dengan manusia. Tabel 6 menjelaskan kepadatan sapi perah, ruminansia, dan kepadatan penduduk tiap kecamatan terpilih berdasarkan luas wilayah di Kabupaten Bogor. Kabupaten Bogor memiliki rataan kepadatan penduduk yang masuk dalam kategori padat, yaitu 2 745.05 jiwa km-2 (BPS Kab Bogor 2013). Kepadatan penduduk adalah hal yang perlu diperhatikan dalam upaya pengembangan peternakan sapi perah di Kabupaten Bogor, terutama kaitannya dengan perencanaan penggunaan lahan. Sebanyak 8 kecamatan dari 12 kecamatan yang potensial pengembangan sapi perah di Kabupaten Bogor termasuk dalam daerah berstatus penduduk yang padat. Salah satu kendala pengembangan peternakan di daerah adalah kurangnya peruntukan lahan khusus peternakan oleh pemerintah. Sebagian besar status kepadatan sapi perah di kecamatan terpilih di Kabupaten Bogor masuk dalam kategori jarang. Kecamatan Cibungbulang, Ciawi, dan Cijeruk masuk dalam kategori padat baik sapi perah, ruminansia dan penduduk. Kecamatan Cibungbulang dan Cisarua terpilih untuk merepresentasikan keadaan peternakan rakyat sapi perah di Kabupaten Bogor dalam pengumpulan data primer melalui wawancara dengan kuisioner dan observasi. Kedua kecamatan ini adalah kecamatan dengan populasi sapi perah terbesar di Kabupaten Bogor. Sapi perah merupakan komoditi peternakan yang banyak dikembangkan di daerah ini namun masih secara tradisional dan dalam skala kecil. Awal pengembangan peternakan sapi perah di Kecamatan Cibungbulang diinisiatif oleh pemerintah untuk memacu produksi susu dalam negeri. Pada Tahun 1997 kawasan usaha peternakan (KUNAK) sapi perah mulai dibangun terutama di Kecamatan Cibungbulang dan Pamijahan. Peternak difasilitasi dengan bibit dan lahan untuk kandang dan kebun rumput. Di kawasan seluas 150 ha itu terdapat 200 peternak sapi perah berskala kecil, dengan pemilikan sapi 5-10 ekor/peternak, dengan luas lahan kebun rumput 0.42 ha/peternak. Kawasan ini kemudian menjadi pusat ekonomi yang penting bagi masyarakat sekitar.
20
Tabel 6
Kepadatan sapi perah, kepadatan ruminansia, dan kepadatan penduduk tiap kecamatan potensial di Kabupaten Bogor
Kecamatan
Sapi perah (ST km-2)
Kepadatan Ruminansia (ST km-2)
Status Kepadatan Penduduk (Jiwa km-2)
Sapi perah
Ruminansia
Penduduk
Cibungbulang
33.97
74.69
3955.51
Padat
Sangat padat
Padat
Cisarua
17.10
37.19
1841.42
Sedang
Padat
Sedang
Ciawi
38.14
65.23
4192.79
Padat
Sangat padat
Padat
Cijeruk
25.06
55.81
2596.08
Padat
Sangat padat
Padat
Pamijahan
9.74
34.49
1704.14
Jarang
Padat
Sedang
Caringin
8.72
26.83
2074.01
Jarang
Padat
Padat
Cibinong
7.52
26.12
8218.91
Jarang
Padat
Padat
Megamendung
9.04
31.93
2817.84
Jarang
Padat
Padat
Kemang
2.25
9.89
1548.63
Jarang
Jarang
Sedang
Dramaga
5.42
26.25
4299.63
Jarang
Padat
Padat
Sukaraja
2.78
12.22
4283.78
Jarang
Sedang
Padat
Rumpin 1.04 31.41 1206.42 Jarang Padat Sedang Rataan 13.40 36.01 3228.26 Sumber: BPS Kab Bobor (2013); a Kepadatan ternak berdasarkan wilayah: sangat padat >50, padat >20-50, sedang >10-20 ST km-2 dan jarang <10; Kepadatan penduduk berdasarkan wilayah: padat >2000, sedang 1000-2000, dan rendah <1000 jiwa/km-2
Jika dibandingkan antara kecamatan-kecamatan yang terpilih untuk mengembangkan sapi perah, Kabupaten Bogor mempunyai kepadatan penduduk yang lebih tinggi dibandingkan dengan Kabupaten Bandung. Status kepadatan ruminansia kedua kabupaten ini relatif sama. Namun Kabupaten Bandung memiliki kepadatan sapi perah yang lebih tinggi. Sapi perah adalah komoditi peternakan yang paling kecil populasinya dibandingkan ruminansia lainnya di Kabupaten Bogor (Tabel 4). Di Kabupaten Bandung, komoditi sapi perah merupakan komoditi peternakan yang populasinya paling tinggi dibandingkan dengan populasi ruminanisia lainnya (Tabel 3). Keberhasilan program peningkatan populasi sapi perah di 2 kabupaten yang berbeda status kepadatan ini, bergantung pada keefektifan pemanfaatan input-input yang tidak membuat kompetisi penggunaan lahan semakin tinggi. Salah satunya adalah pemanfaatan limbah pertanian sebagai pakan. Kabupaten Bandung dan Bogor adalah kabupaten yang memiliki keunggulan baik di bidang pertanian maupun peternakannya. Hal ini mempermudah program optimalisasi pemanfaatan limbah pertanian sebagai pakan di kabupaten-kabupaten ini, karena dapat meminimalisir biaya distribusi. Biaya distribusi dapat ditekan karena baik limbah pertanian yang akan digunakan sebagai sumber hijauan maupun ternak yang akan dikembangkan berada pada tempat yang sama. Ciri peternakan rakyat Bandung, Bogor dan Indonesia umumnya, adalah pemanfaatan sumberdaya yang terdapat di lingkungan sekitar dengan menekan biaya sekecil mungkin. Penerapan program pemanfaatan limbah pertanian untuk pakan ini akan mampu memberikan keuntungan baik bagi sektor pertanian dan peternakan.
21
Peternakan Rakyat Sapi Perah Kabupaten Bandung dan Bogor Sapi perah menjadi komoditi peternakan andalan yang terus dikembangkan di Kabupaten Bandung dan Bogor karena kecocokan kondisi lingkungan dan ditambah lagi kebutuhan susu nasional yang masih tinggi. Sementara ini, Indonesia bergantung pada impor susu sapi untuk menutupi sekitar 70% dari kebutuhan susu nasional, sehingga usaha sapi perah mempunyai potensi pasar yang besar pula. Produksi susu Kabupaten Bandung tahun 2011 adalah sebesar 77 062 240 liter (BPS Kab Bandung 2012) sementara produksi susu Jawa Barat sebesar 294 376 676 liter. Ini berarti Kabupaten Bandung berkontribusi 26% dari total produksi susu sapi Jawa Barat. Provinsi Jawa Barat sendiri adalah produsen susu nasional terbesar kedua setelah provinsi Jawa Timur (Deptan 2013). Menyadari potensi lingkungan yang mendukung dan tingkat kebutuhan masyarakat yang tinggi, Kabupaten Bandung menetapkan bahwa salah satu tujuan pemapanan sub-sektor peternakannya adalah untuk meningkatkan populasi ternaknya (BPS Kab Bandung 2012). Sementara itu Kabupaten Bogor mampu memproduksi 11 198 708 liter pada tahun 2011 (BPS Kab Bogor 2012). Produksi susu sapi Kabupaten Bogor ini termasuk sudah baik mengingat sebagian besar peternakan Kabupaten Bogor masih dikelola secara tradisional. Jika Kabupaten Bogor mampu meningkatkan mutu peternakan sapi perahnya, maka sapi perah dapat menjadi komoditi unggulan. Realisasi peningkatan mutu peternakan sapi perah di Kabupaten Bogor harus dengan sinergi antara semua potensi yang dimilikinya. Sesuai pengamatan di lapangan dan data hasil kuisioner, memperlihatkan bahwa pemeliharaan ternak sapi perah di kedua daerah ini dilakukan secara tradisional tanpa banyak sentuhan teknologi, seperti terlihat pada Gambar 4. Kebanyakan peternak sudah mengetahui beberapa teknologi pengolahan pakan seperti pembuatan silase namun belum dapat menerapkannya di lapangan karena keterbatasan alat seperti mesin pencacah. Selain itu, beberapa peternak mengatakan bahwa penerapan teknologi pakan belum dapat meningkatkan produksi secara signifikan, sementara jika ingin menerapkan teknologi mereka harus menggunakan waktu, tenaga, dan biaya yang lebih besar. Masalah ini sudah diidentifikasi oleh Devendra saat mengamati perkembangan sistem peternakan di Asia pada tahun 1997, Devendra menyatakan bahwa peternakan rakyat belum dapat menerapkan teknologi sepenuhnya karena masalah fisik, sosio-ekonomi, dan kepraktisannya. Inilah yang menyebabkan peternak masih bertahan menggunakan cara konvensional. Penggunaan teknologi memang lebih efisien jika diterapkan pada skala usaha yang lebih besar, karena biaya operasional yang dibutuhkan untuk produksi kecil relatif lebih besar terutama untuk investasi alat.
22
Gambar 4 Pemeliharaan sapi peternak rakyat Kabupaten Bandung Kepemilikan sapi perah masing-masing peternak rakyat masih kecil, yaitu rata-rata dibawah 5 ekor dengan produksi di bawah 10/liter/ekor/hari. Ketidakmampuan produksi susu nasional memenuhi permintaan karena dihambat oleh faktor skala usaha yang kecil, kemampuan produksi susu yang rendah, harga jual yang tidak memadai dan biaya produksi yang relatif tinggi (Rusdiana dan Wahyuning 2009). Pemeliharaan sapi perah dilakukan secara intensif. Ternak tidak bisa digembalakan karena keterbatasan lahan. Peternak Kabupaten Bandung dan Bogor membangun kandang sederhana di belakang rumah bahkan ada yang menyatu dengan rumah mereka. Deskripsi umum peternak sapi perah di Kabupaten Bandung dan Bogor dapat dilihat pada Tabel 7. Peternak sapi perah di Kabupaten Bandung berada pada usia produktif yang dapat mendukung pelaksanaan usaha sapi perah yang baik. Peternak yang tidak produktif mempengaruhi kualitas sumberdaya pekerja dan juga menentukan kesuksesan usaha peternakan, sehingga dapat mempengaruhi profit (Santoso et al. 2013). Sebagian besar peternak responden di Kabupaten Bandung, adalah peternak lama, yang sudah menjadi peternak lebih dari 5 tahun dan melanjutkan kegiatan beternak dari orang tuanya. Sehingga kegiatan peternakan rakyat yang ada di kabupaten ini adalah kegiatan peternakan berdasarkan pengalaman tanpa dasar pendidikan yang kuat, termasuk masalah manajeman peternakaan dan pakan. Sebagian besar dari para peternak yang terpilih memiliki pendidikan terakhir SD. Lemahnya basis pendidikan peternak membuat peternak sulit untuk diintroduksi teknologi baru. Hal ini juga dapat menjadi hambatan pengembangan peternakan di Kabupaten Bandung, jika tidak ditangani dengan baik. Sebagian besar penduduk yang memiliki sapi perah di daerah ini hanya menjadikan peternakan sebagai pekerjaan sampingnya. Ini berkaitan dari sifat peternakan rakyat Kabupaten Bandung yang merupakan kegiatan komplementer dari usaha pertanian yang mereka lakukan. Bagi masyarakat petani-peternak, beternak adalah salah satu upaya optimalisasi penggunaan lahan dan waktu bagi sebagian besar masyarakat petani Kabupaten Bandung. Hal ini dapat dilihat dari
23
hasil data kuisioner, dimana sebanyak 80% dari total responden menjadikan beternak sapi perah sebagai pekerjaan sampingannya. Sebagian besar peternak ini mempunyai pekerjaan utama sebagai petani padi, sayur, dan buah. Hal ini jugalah yang menyebabkan sebagian besar peternakan rakyat di Kabupaten Bandung menjadikan peternakan hanya sebagai pekerjaan sampingan. Ternak sapi di daerah ini mempunyai fungsi sebagai investasi dan penambah pendapatan harian dari hasil penjualan susu, namun pendapatan harian dari menjual susu kurang diutamakan. Sehingga peternak rakyat kurang berusaha untuk meningkatkan produksi hariannya karena lebih menganggap ternak sebagai investasi. Tabel 7 Deskripsi umum peternak sapi perah responden Deskripsi Peternak Umur (tahun) 25-50 51-70 >71 Pendidikan SD SMP SMA S1 Pengalaman beternak (tahun) <2 2-5 >5 Status usaha peternakan Usaha utama Usaha sampingan
Jumlah (%) Bandung
Bogor
80.00 16.67 3.33
61.54 30.77 7.69
60.00 33.33 6.67 0.00
15.38 7.69 30.77 46.15
3.33 6.67 90.00
0.00 19.23 80.77
20.00 80.00
42.31 57.69
Peternak di Kabupaten Bogor didominasi oleh golongan usia produktif dan berpendidikan akhir S1, membuat peternak di kabupaten ini sebenarnya cenderung lebih terbuka terhadap kehadiran informasi dan teknologi baru. Golongan usia muda berkaitan erat dengan produktivitas kerja dan pendidikan tinggi berkaitan dengan kualitas sumberdaya manusia untuk usaha peternakan yang lebih berkualitas. Walaupun pekerja kandang yang melaksanakan kegiatan harian dominan adalah lulusan SD, namun pemilik peternakan tetap berandil besar dalam pengambil keputusan-keputusan dalam penentuan kesuksesan usaha peternakannya. Keunggulan ini seharusnya dapat mendukung pembangunan sektor peternakan, terutama komoditi sapi perah di Kabupaten Bogor agar dapat mengejar ketertinggalan dari segi populasi. Sama dengan peternak Kabupaten Bandung, peternak rakyat yang ada di kabupaten Bogor juga merupakan peternak lama yang menjadikan kegiatan peternakan sebagai usaha sampingan. Deskripsi umum peternakan sapi perah Kabupaten Bandung dan Bogor dapat dilihat pada Tabel 8. Seluruh ternak di Kabupaten Bandung biasanya diberi makan 3 kali sehari. Rumput yang diberikan berasal dari kebun sendiri tetapi biasanya tidak mencukupi, sehingga mereka sering mencari rumput lapang dari lahan kosong untuk menutupi kekurangan hijauan dan juga memanfaatkan limbah pertanian sebagai pakan jika tersedia. Kendala utama yang dihadapi peternak
24
adalah ketersediaan hijauan pakan pada saat kemarau, apalagi kepemilikan lahan rumput budidaya yang terbatas. Biasanya mereka mencukupi kebutuhan pakan tersebut dengan cara mencari hijauan pakan di luar desa, makin panjang musim kemarau berlangsung makin jauh jarak area pencarian hijauan, tetapi tidak sampai ke luar kabupaten. Sebaiknya peternak dikenalkan dengan teknologi pengawetan pakan, agar masalah pakan di musim kemarau tidak terus berlanjut. Terutama untuk bahan hijauan asal limbah pertanian yang ketersediaannya tidak kontinu. Tabel 8 juga menunjukkan bahwa status reproduksi betina sapi perah daerah ini normal, dilihat dari umur pertama dikawinkan dan lama waktu yang dibutuhkan untuk indukan dikawinkan lagi. Sebagian besar bibit diperoleh dari pembelian dari berbagai tempat bahkan dari luar Provinsi Jawa Barat. Menurut Dinas Peternakan dan Perikanan Kab Bandung (2013), sebagian besar peternak tidak melakukan pembesaran pedet betina sendiri untuk tujuan sebagai induk pengganti. Peternak berpendapat bahwa pembesaran pedet untuk pengganti induk membutuhkan biaya yang cukup besar dan waktu yang lama, sehingga tidak sebanding dengan hasilnya. Tabel 8 Deskripsi umum peternakan sapi perah Kabupaten Bandung dan Bogor Deskripsi Ternak Pemberian makan 2 kali 3 kali Ad-libitum 2 kali hijauan 3 kali konsentrat Ketersediaan Pakan Kurang Cukup Banyak Umur pertama dikawinkan (bulan) 15-18 19-22 23-26 Induk dikawinkan lagi (bulan) <3 3-5 >5 Asal bibit Anakan sendiri Beli Anakan sendiri dan beli
Jumlah (%) Bandung
Bogor
3.33 93.33 3.33 0.00
73.08 19.23 0.00 7.69
16.67 80.00 3.33
80.77 19.23 0.00
73.33 6.67 20.00
92.31 0.00 7.69
40.00 23.33 36.67
88.46 3.85 7.69
30.00 63.33 6.67
69.23 30.77 0.00
Sedikit berbeda dengan Kabupaten Bandung, peternak sapi perah rakyat di Kabupaten Bogor mengalami kekurangan pakan. Hal ini mungkin saja terjadi karena 2 hal, yaitu: selama ini peternak mengalami kompetisi dengan peternak lainnya dalam mendapatkan bahan limbah pertanian dan peternak kurang memanfaatkan limbah pertanian dari varietas pertanian yang lain. Dari pengamatan, selama ini peternak rakyat di Kabupaten Bogor hanya terbiasa menggunakan 3 jenis bahan limbah pertanian yaitu: jerami padi, jerami jagung, dan daun dan tangkai singkong padahal masih banyak potensi komoditi pertanian
25
lainnya. Hal ini telah diungkapkan oleh Indraningsih et al. (2011), bahwa peternak rakyat tetap mempertahankan kebiasaanya dalam melakukan kegiatan peternakan. Sebagian besar bibit sapi perah di peternakan rakyat Kabupaten Bogor diperoleh dari anakan sendiri. Budiarsa dan Juarini (2009) melakukan penelitian di peternakan rakyat Kabupaten Bogor dan menemukan bahwa jumlah anak sapi berkorelasi negatif dengan keuntungan usaha peternakan. Perkembangan pedet dipengaruhi oleh banyak hal diantaranya, tipe pejantan, bobot lahir dan bobot umur 120 hari (Talib et al. 2000). Bobot lahir dan bobot umur 120 dipengaruhi oleh manajeman pemeliharaan dan pakan. Jika gagal dalam menejemen peternakan maka akan gagal mencapai performa produksi yang optimal. Manajeman pemeliharaan dan pakan yang diterapkan seadanya di peternakan rakyat sapi perah Kabupaten Bogor dikhawatirkan akan menghasilkan performa replacement stock yang tidak optimal. Jadi pemeliharaan anakan sendiri sebagai pengganti induk dinilai kurang ekonomis dan efektif karena memberikan beban biaya tersendiri dan belum siap diterapkan bagi peternakan sapi perah rakyat dengan manajemen pemeliharaan ternak yang seadanya. Peternakan rakyat lebih baik melaksanakan spesialisasi usaha peternakan sapi perah untuk menghasilkan susu saja dari pada harus digabung dengan usaha lainnya seperti usaha pembesaran pedet untuk pengganti induk. Identifikasi Limbah Pertanian yang Berpotensi sebagai Pakan Tabel 9 menjelaskan tentang jenis komoditi pertanian yang limbahnya sering digunakan sebagai pakan sapi perah sesuai dengan pengamatan di lapangan. Terdapat 5 limbah komoditi pertanian yang sering digunakan sebagai pakan di Kabupaten Bandung, yaitu; padi, jagung, buncis, kol, dan wortel. Sementara di Kabupaten Bogor ada 3 jenis, yaitu: padi, jagung, dan singkong. Kendala pemanfaatan limbah pertanian yaitu ketidak-optimalan penggunaan jenis pakan ini karena kekurangan informasi tentang daerah mana saja yang memproduksi bahan ini beserta kualitas nutrien dan estimasi berapa ternak yang dapat ditampung. Selain itu, kebiasaan peternak dalam menggunakan limbah pertanian yang terbatas pada jenis tertentu saja, membuat pemanfaatan limbah pertanian untuk pakan juga tidak optimal. Variasi jenis limbah pertanian yang digunakan di Kabupaten Bandung lebih banyak dibandingkan dengan Kabupaten Bogor. Tabel 9 Jenis limbah pertanian untuk pakan sapi perah tiap kecamatan terpiliha Kabupaten Bandung Bogor a
Kecamatan Ciwidey Pasirjambu Pangalengan Cibungbulang Cisarua
Jenis Limbah Tanaman Pangan Padi, Jagung, Kol, dan Buncis Padi, Wortel, dan Kol Padi, Jagung, Wortel dan Kol Padi, Jagung Padi, Singkong
Berdasarkan data primer (kuesioner)
Limbah pertanian biasa digunakan sebagai pakan, terutama pada peternakan yang letaknya berdekatan dengan area pertanian. Namun, penggunaan limbah pertanian hanya sebatas sebagai pakan saat rumput sulit ditemukan sehingga jika tidak diperlukan maka limbah pertanian tidak akan termanfaatkan. Peternak
26
biasanya mendapatkan sisa hasil panen pertanian tersebut dari petani. Bagi petani, h l ini inil i l ih p k i ip p ni h „m ny l ik n‟ m l h lim h pertaniannya dan menguntungkan pula bagi peternak karena mendapat pakan untuk ternaknya terutama pada saat sulit mendapatkan rumput untuk pakan. Pola ini dinilai dapat menguntungakan baik petani maupun peternak. Selain itu juga dapat membantu menciptakan pertanian yang berkelanjutan karena dari pola ini dapat menurunkan angka limbah pertanian yang terbuang percuma dan bahkan dapat menggangu ekosistem lingkungan. Karakteristik peternak Bandung dan Bogor umumnya sama dengan karakteristik sebagian besar usaha ternak ruminansia yang ada di Indonesia sekarang. Usaha peternakan yang dilakukan memanfaatkan sumber daya yang tersedia tanpa biaya atau setidaknya dengan biaya minimum terutama dalam hal pemenuhan kebutuhan pakan (Tawaf dan Daud 2010). Utamanya, peternak di sini memang menggunakan rumput gajah sebagai pakan hijauan, namun ketersediaan rumput gajah terbatas dan tidak kontinu. Limbah pertanian dan rumput lapang yang tumbuh liar di lahan yang tidak digarap kemudian dapat menjadi pilihan. Hal ini dinilai sesuai dengan fokus pertanian saat ini yaitu mengarah kepada pertanian berkelanjutan dengan meminimalkan limbah yang tidak termanfaatkan untuk menghasilkan produk yang lebih bernilai. Data hasil wawancara yang diperoleh menyatakan bahwa seluruh peternak responden di Kabupaten Bandung memberi makan ternaknya dengan cara merumput di kebun atau pekarangan dan memberi rumput potongan serta sesekali memberikan hasil sampingan pertanian. Sebagian besar responden mengatakan ketersediaan pakan di daerah ini cukup. Ketersediaan pakan didukung dari melimpahnya ketersediaan limbah pertanian di daerah ini. Melihat potensi pertanian di Kabupaten Bandung yang besar, seharusnya bisa menyediakan pakan untuk populasi ternak yang lebih besar lagi. Masing-masing komoditi pertanian memiliki proporsi bagian yang dapat digunakan sebagai pakan yang berbeda-beda. Besarnya proporsi untuk pakan tergantung pada besarnya bagian edibel yang bisa dimanfaatkan oleh manusia. Data proporsi limbah tanaman pertanian yang dapat dijadikan pakan ternak dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Proporsi limbah tanaman pertanian yang dapat dijadikan pakan ternaka Komoditas
Bagian untuk pakan
Padi Jagung Buncis Kol Wortel Singkong
Selain bulir Daun dan batang Daun dan batang Daun Daun dan batang Daun dan tangkai daun
a
Proporsi (%) Bagian pangan Bagian pakan 19.20 80.80 39.42 60.56 44.27 55.73 68.22 31.78 72.30 27.70 55.53 10.84
berdasarkan segar
Tabel 10 menunjukkan bahwa secara kuantitas komoditi pertanian yang paling berpotensi adalah padi. Seluruh jerami sereal di dunia pada dasarnya cukup untuk memenuhi kebutuhan maintenance seluruh ruminansia, namun menjadi tidak termanfaatkan karena berbagai hal masalah biaya distribusi dan beberapa
27
daerah memiliki sumber hijauan yang lebih baik (McDonald et al. 2002). Jerami padi adalah bahan pakan alternatif yang ketersediaannya melimpah terutama di daerah basis pertanian. Jerami padi sudah digunakan secara luas untuk ruminansia di Indonesia. Sekitar 80% dari produksi beras dunia berasal dari petani skala kecil yang ada di Asia Tenggara, termasuk Indonesia (Sarnklong et al. 2010). Tingginya produksi padi menghasilkan jerami padi yang tinggi pula. Kim et al. (2009) menyatakan bahwa, menurut estimasi sisa komoditi padi di seluruh dunia, sekitar 731 juta ton atau sekitar 40% dari total keseluruhan sisa tanaman pangan sumber karbohidrat yang ada di dunia. Jerami padi adalah sisa tanaman pangan yang mempunyai produksi terbesar dibandingkan dengan sisa komoditi tanaman sumber karbohidrat yang penting bagi manusia lainnya, seperti: jagung, gandum, tebu, barley, oat, dan sorgum. Kualitas Limbah pertanian yang Berpotensi sebagai Pakan Kualitas nutrisi dari suatu tanaman pakan ditentukan oleh kesukaan dan jumlah yang dapat dikonsumsi per ekor ternak, tingkat degradasinya di dalam saluran pencernaan, efisiensi penggunaan dan pemanfaatannya di dalam produk akhir, serta untuk tanaman sumber energi kualitas lebih ditentukan pada komposisi kimia bahan pakan (Donkin et al. 2013). Dalam penelitian ini, kualitas nutrisi ditentukan dari kandungan bahan makanan atau komposisi kimia yang terdapat di dalam bahan pakan limbah pertanian. Selama ini, peternak memberikan limbah pertanian dengan takaran kuantitas yang tidak formal seperti menggunakan ember atau bakul. Peternak tidak mengetahui bagaimana kualitas nutrien yang diberikan ke ternak dan juga peternak tidak mengetahui seberapa banyak bahan pakan itu harus diberikan. Komposisi bahan pakan asal limbah pertanian dapat dilihat pada Tabel 11. Sampel pakan yang dianalisis adalah limbah pertanian yang diidentifikasi sebagai pakan ternak yang paling banyak digunakan di peternakan rakyat terpilih di Kabupaten Bandung dan Bogor saat dilakukan survei. Tabel 11 Komposisi nutrien bahan pakan limbah pertanian (100% BK)a
Bogor
Bandng
Kab
Jenis Pakan Jerami Padi Jerami Jagung Limbah Buncis Limbah Kol Limbah Wortel Jerami Padi Jerami Jagung Daun Singkong
Abu 22.45 8.62 11.83 14.07 15.93 18.14 10.22 9.64
PK 6.42 10.54 17.70 16.48 15.93 4.64 11.87 21.91
LK 0.71 2.86 2.26 4.47 1.59 3.78 2.04 5.31
SK 37.68 23.16 20.16 16.97 18.60 31.05 27.41 23.07
BETN 32.50 54.82 48.06 48.00 48.86 42.39 48.46 40.06
TDN 37.65 63.64 63.86 65.32 61.93 48.14 58.39 64.88
a
Hasil Analisa Lab ITP (Ilmu dan Teknologi Pakan), Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor (2013)
Kualitas limbah pertanian memiliki masalah pembatas umum yaitu kandungan nutrien dan sifatnya yang amba. Sehingga dikhawatirkan perut ternak akan terisi penuh sebelum kebutuhan nutriennya tercukupi. Walaupun secara kuantitas mencukupi, terlebih di musim panen, namun tetap harus diperhatikan
28
kecukupan nutrien ternak yang diberi jenis pakan ini. Salah satu solusinya adalah dengan menggunakan kombinasi limbah pertanian secara optimal. Perlu diperhatikan untuk tidak menggunakan hanya satu limbah pertanian saja dan perlu ditambahkan bahan pakan penguat (konsentrat), dan sumber vitamin dan mineral lainnya. Pada penelitian ini, estimasi pengembangan populasi dilakukan dengan mempertimbangkan kontribusi nutrien dari pakan konsentrat guna memenuhi kebutuhan perharinya sesuai rekomendasi NRC sapi perah (2000). Jadi, walaupun kualitas limbah pertanian yang digunakan sebagai sumber hijauan pakan rendah, ini dapat diimbangi dengan konsentrat yang diberikan sehingga diharapkan tidak akan mengganggu produksi. Sesuai dengan Djajanegara (1999), yang menyebutkan bahwa, jika jerami padi dan limbah pertanian lainnya diberikan sebagai sumber pakan hijauan utama pada ternak ruminansia, maka harus diimbangi dengan pemberian konsentrat yang berkualitas baik agar tercapai performa produksi yang baik pula. Kombinasi yang tepat dengan konsentrat akan mengoptimalkan pemanfaatan potensi limbah pertanian di Kabupaten Bandung dan Bogor.
Gambar 5 Sampel jenis limbah pertanian yang digunakan sebagai pakan Gambar 5 memperlihatkan bahwa limbah pertanian dapat diberikan secara segar atau dilayukan, kecuali jerami padi. Menurut pengalaman dilapangan, peternak mengeluhkan bahwa jerami padi segar relatif lebih mudah rusak dan berjamur dibandingkan hasil sampingan pertanian lainnya yang biasa digunakan. Limbah pertanian memiliki kualitas terbaik pada saat dipanen dan kualitas menurun seiring dengan lamanya bahan tersebut dibiarkan di kebun. Limbah pertanian ternyata memiliki potensi nutrien yang baik untuk memenuhi kebutuhan ternak. Terlebih jika dilihat dari kontribusi serat yang diberikan. Pakan berserat adalah jenis pakan yang paling cocok untuk ternak ruminansia, terutama karena sifat alami ruminansia yang sangat efisien memanfaatkan pakan berserat sebagai suplai energi dengan bantuan mikroba rumen. Sukria dan Krisnan (2009) menyatakan bahwa, hijauan yang baik digunakan untuk pakan ternak mempunyai kandungan SK minimal 18%. Tabel 11 menunjukkan bahwa seluruh jenis limbah pertanian adalah sumber serat yang baik. Menurut Orskov (1998), sebagai solusi jangka panjang dengan memperhatikan baik sisi ekonomis dan lingkungan, ruminansia harus diberikan pakan berserat yang tidak berkompetisi dengan pangan manusia. Bagi Kabupaten Bandung dan Bogor salah satu pakan berserat terbaik adalah limbah tanaman pertanian.
29
Limbah buncis memiliki kandungan PK paling tinggi dibandingkan dengan komoditas limbah lainnya di Kabupaten Bandung. Dari pengamatan menunjukkan bahwa limbah buncis tidak hanya terdiri dari daun dan batangnya saja, namun masih terikut kacang buncisnya. Buncis sendiri termasuk jenis Leguminosae. Jenis tanaman legume biasanya dikenal sebagai hijauan yang memiliki kandungan PK tinggi. Sementara itu, daun singkong memiliki kandungan PK tertinggi dibandingkan limbah pertanian lainnya di Kabupaten Bogor. Daun singkong mengandung beberapa anti nutrisi seperti hidrogen sianida (HCN), tanin, dan fitat. Penggunaan daun singkong sebagai hijauan bagi ternak harus diwaspadai terutama karena mengandung HCN. Namun proses pengolahan seperti pemotongan, pelayuan, dan pengeringan dapat menurunkan bahaya HCN. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kisaran TDN bahan pakan limbah pertanian adalah 37-65%. Komoditi limbah pertanian yang mengandung nilai TDN kecil adalah jerami padi. Sementara limbah pertanian lainnya rata-rata memiliki kandungan TDN yang sesuai dengan standar TDN yang baik digunakan sebagai pakan yaitu 58-65% (Indraningsih et al. 2011). Jerami padi dikenal sebagai pakan yang memiliki kualitas nutrisi yang rendah. Jerami padi adalah pakan yang jumlahnya cukup melimpah. Peternak di Asia Tenggara, termasuk Indonesia memberikannya sebagai hijauan utama bagi ternak (Koran NARC 2004; dalam Sarnklong et al. 2010). Namun jerami padi memiliki faktor pembatas sebagai pakan terutama rendahnya nilai kecernaan, karena tingginya kandungan lignin dan silika (Van Soest 2006), serta rendah kandungan protein (Sarnklong et al. 2010). Menurut Drake et al. (2002) jerami padi mengandung lignin sebesar 6-7%, silika 8-14%, dan protein 2-7%. Kandungan silika dan lignin menjadi pembatas karena silika bersama-sama dengan lignin memperkuat dan memperkeras dinding sel tanaman, sehingga membuat dinding sel tersebut tidak dapat dicerna oleh mikroba rumen. Hal ini menyebabkan jerami padi mempunyai nilai kecernaan bahan kering yang rendah. Rendahnya kecernaan inilah yang diduga menyebabkan keterbatasan konsumsi bahan kering. Sebagai akibatnya, konsumsi energi juga akan rendah. Menurut Devendra dan Sevilla (2002) maksimum konsumsi jerami padi oleh sapi di kawasan Asia Tenggara sekitar 1.0-1.2 kg untuk tiap 100 kg bobot badan ternak sapi dan kerbau, dan untuk sapi perah dibatasi 25% ransum (Drake et al. 2002). Selain itu, pada penggunaan jerami padi juga harus memperhatikan kandungan residu herbisida dan juga potensi toksik yang mungkin terdapat pada bahan (Drake et al. 2002). Pembatasan penggunaan jerami padi juga sebagai langkah untuk memastikan bahwa pakan yang diberikan layak untuk mendukung performa sapi perah. Sapi yang mempunyai produksi susu tinggi akan membutuhkan energi maintenance untuk fungsi jaringan tubuh dan produksi yang melebihi dari energi yang dapat dikonsumsinya (Reist et al. 2002). Biasanya dalam fase menjelang melahirkan induk sapi akan mengalami keseimbangan neraca energi yang negatif (negatif energy balance) begitu pula pada saat puncak laktasi. Sehingga pemberian pakan harus diperhatikan pada fase ini. Pemberian limbah pertanian pada fase ini tidak boleh sampai menggangu kesehatan dan produksi susu ternak sapi perah. Perhitungan peningkatan populasi sapi perah pada penelitian ini dibatasi dengan penggunaan jerami tidak lebih dari 25% ransum sehingga diharapkan tidak akan mengakibatkan efek negatif bagi ternak. Pemenuhan
30
kebutuhan nutrien harian dalam penelitian ini juga, dihitung dengan mempertimbangkan penggunaan pakan konsentrat yang disesuaikan dengan SNI konsentrat sapi perah (2009). Pemberian konsentrat yang sudah terstandar SNI untuk sapi perah dengan pemberian sekitar 4.3 kg hari-1ekor -1. Perhitungan ini berdasarkan bahwa 30% kebutuhan BK harus dipenuhi dari konsentrat dan sisanya dipenuhi dari hijauan atau dalam hal ini adalah limbah pertanian. Kecukupan nutrien yang dihitung berdasarkan kontribusi dari konsentrat dan hijauan sehingga diharapkan sapi perah tetap mendapatkan nutrien harian yang cukup. Produksi Nutrien Limbah pertanian yang Berpotensi sebagai Pakan Tiap bahan pakan mengandung 2 komponen utama yaitu bahan kering dan air. Kandungan nutrien ditampilkan dalam basis BK untuk menggambarkan kandungan nutrien yang akurat tanpa dipengaruhi oleh variasi kandungan air bahan. Nutrien utamanya tergabung pada BK, sehingga BK yang tinggi menunjukkan kandungan nutrien yang tinggi pula. Secara konvensional pemenuhan kebutuhan nutrien harian berpatokan pada intake BK. Di dalam BK terkandung bahan organik yaitu karbohidrat, lemak, protein, asam nukleat, asam organik, vitamin, dan bahan inorganik yaitu berbagai macam mineral (McDonald et al. 2002). Tabel 12 Estimasi produksi BK limbah pertanian di kecamatan terpilih di Kabupaten Bandung Kecamatan
Jerami Padi
Produksi BK (ton tahun-1) Jerami Limbah Limbah Jagung Buncis Kol
Pangalengan
8436.12
1547.13
555.20
Pasirjambu
9226.72
Limbah Wortel
Jumlah
3131.22
22 896.39
28 741.83
249.91
866.96
296.73
184.52
30 339.95
Kertasari
3204.12
595.46
55.57
2061.91
1290.58
7207.65
Cilengkrang
6817.30
371.21
0.00
224.43
0.00
7412.93
Arjasari
38 920.16
2421.83
163.69
32.86
40.83
41 579.37
Ciwidey
27 990.76
773.07
1733.46
570.45
0.00
31 067.74
Cimenyan
7894.28
3021.62
66.38
6067.32
46.53
17 096.13
Rancabali
9781.34
1117.61
749.98
1272.02
621.95
13 542.91
Cileunyi
19 149.59
1434.17
38.05
54.67
9.05
20 685.54
Cicalengka
24 745.06
2347.86
5.78
97.21
26.33
27 222.24
Cangkuang Jumlah
36 550.27 212 230.83
801.06 14 680.93
0.00 4235.07
17.87 19 922.20
0.00 5351
37 369.20 256 420.04
Sumber: Diolah dari BPS Bandung 2013
Total limbah pertanian di Kabupaten Bandung dapat memproduksi sampai 802 540.60 ton tahun-1 BK (Lampiran 4). Kecamatan-kecamatan terpilih di Kabupaten Bandung memproduksi 256 420.04 ton tahun-1 dari limbah pertanian. Kecamatan Arjasari merupakan daerah yang paling potensial memproduksi bahan kering asal limbah pertanian. Sementara, kecamatan terpilih di Kabupaten Bogor memiliki potensi produksi BK dari limbah pertanian sebesar 189 710 ton tahun-1 dari total produksi BK di Kabupaten Bogor sebesar 729 203.50 ton tahun-1
31
(Lampiran 5). Kecamatan Pamijahan menjadi daerah memproduksi BK paling tinggi di Kabupaten Bogor. Produksi BK di Kecamatan Arjasari dan Pamijahan sebagian besar berasal dari jerami padi. Lebih lengkap informasi tentang produksi BK limbah pertanian di kecamatan terpilih di Kabupaten Bogor dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13 Estimasi produksi BK limbah pertanian di kecamatan terpilih di Kabupaten Bogor Produksi BK (ton tahun-1)
Kecamatan Jerami Padi Cibungbulang
Jerami Jagung
Limbah Ubi Kayu
Jumlah
28 702.26
0.00
1462.16
30 164.42
3761.02
10.45
32.10
3803.58
Ciawi
12 627.22
0.00
67.67
12 694.89
Cijeruk
12 567.19
4.53
141.91
12 713.63
Pamijahan
50 853.40
0.00
225.16
51 078.56
Caringin
18 401.86
23.69
109.15
18 534.70
Cisarua
Cibinong
990.50
0.00
811.33
1801.83
10 533.99
0.00
49.52
10 583.51
Kemang
2050.16
64.81
231.36
2346.33
Dramaga
11 344.40
103.48
185.31
11 633.19
Sukaraja
1191.47
0.00
1156.48
2347.95
0.00 206.97
457.62 4929.77
32 007.40 189 710.00
Megamendung
Rumpin
31 549.78 184 573.26 Jumlah Sumber: Diolah dari BPS Bogor 2013
Komoditi limbah pertanian yang memproduksi BK tertinggi adalah jerami padi. Tingginya produksi BK limbah pertanian kedua kabupaten ini belum dapat menggambarkan tingginya potensi pakan yang termanfaatkan. Mengingat adanya nutrien pembatas yang dimiliki oleh bahan pakan dari limbah pertanian, terutama yang dimiliki oleh jerami padi. Pembatasan penggunaan jerami padi tentu saja akan mengurangi kapasitas peningkatan populasi sapi perah di suatu daerah berdasarkan potensi limbah pertaniannya, namun harus dilakukan agar tidak memberi dampak negatif bagi sapi perah. Jadi, walaupun Kecamatan Arjasari dan Kecamatan Pamijahan adalah kecamatan-kecamatan yang menjadi produsen nutrien asal limbah pertanian terbesar di Kabupaten Bandung dan Bogor, berturutturut, namun kecamatan-kecamatan ini bukanlah daerah yang mampu menampung peningkatan populasi sapi perah terbesar sesuai hasil perhitungan KPPTR. produksi PK limbah pertanian dijelaskan pada Tabel 14 dan 15. Kabupaten Bandung dapat memproduksi sebesar 57 816.78 ton tahun-1 nutrien PK asal limbah pertanian (Lampiran 6). Produksi PK limbah pertanian di 11 kecamatan terpilih di Kabupaten Bandung adalah sebesar 20 567.14 ton tahun-1. Meskipun kandung PK jerami padi adalah yang paling kecil jika dibandingan dengan jenis limbah lainnya yaitu sekitar 6.66% untuk Kabupaten Bandung dan 4.54% untuk Kabupaten Bogor, namun karena jumlah produksi padi yang tinggi maka kontribusi suplai PK yang diberikan juga yang paling tinggi. Nilai PK menjadi salah satu standar kualitas suatu bahan pakan karena merupakan nutrien yang cukup mahal dan berguna vital bagi proses kehidupan basal dan produksi.
32
Tabel 14 Estimasi produksi PK limbah pertanian di kecamatan yang cocok untuk mengembangkan sapi perah di Kabupaten Bandung Kecamatan Pangalengan Pasirjambu Kertasari Cilengkrang
Jerami Padi
Produksi PK (ton tahun-1) Jerami Limbah Limbah Jagung Buncis Kol
Limbah Wortel
Jumlah
561.85
163.07
98.27
1520.56
498.80
2842.55
1914.21
26.34
153.45
48.90
29.39
2172.29
213.39
62.76
9.84
339.80
205.59
831.39
454.03
39.13
0.00
36.99
0.00
530.14
Arjasari
2592.08
255.26
28.97
5.41
6.50
2888.24
Ciwidey
1864.18
81.48
306.82
94.01
0.00
2346.50
525.76
318.48
11.75
999.89
7.41
1863.29
Rancabali
651.44
117.80
132.75
209.63
99.08
1210.69
Cileunyi
1275.36
151.16
6.74
9.01
1.44
1443.71
Cicalengka
1648.02
247.46
1.02
16.02
4.19
1916.72
Cangkuang
2434.25
84.43
0.00
2.94
0.00
2521.62
Jumlah 14 134.57 1547.37 Sumber: Diolah dari BPS Bandung 2013
749.61
3283.18
Cimenyan
852.41
20 567.14
Produksi PK asal limbah pertanian di Kabupaten Bogor sebesar 35 925.73 ton tahun-1 (Lampiran 7). Sementara 12 kecamatan terpilih di Kabupaten Bogor mampu memproduksi PK sebesar 9668.88 ton tahun-1. Produksi PK di kecamatan terpilih di Kabupaten Bogor lebih kecil dibandingkan dengan Kabupaten Bandung. Selain karena produksi BK dari limbah pertanian di Kabupaten Bandung yang lebih besar, juga karena limbah pertanian di Kabupaten Bogor didominasi oleh jerami padi yang memiliki nilai PK yang rendah (Tabel 11). Tabel 15 Estimasi produksi PK limbah pertanian di kecamatan yang cocok untuk mengembangkan sapi perah di Kabupaten Bogor Kecamatan Cibungbulang
Jerami Padi
Produksi PK (ton tahun-1) Jerami Jagung Limbah Ubi Kayu
1331.78
0.00
Cisarua
174.51
Ciawi
585.90
Cijeruk
Jumlah
320.36
1652.14
1.24
7.03
182.79
0.00
14.83
600.73
583.12
0.54
31.09
614.75
2359.60
0.00
49.33
2408.93
Caringin
853.85
2.81
23.91
880.57
Cibinong
45.96
0.00
177.76
223.72
488.78
0.00
10.85
499.63
Kemang
95.13
7.69
50.69
153.51
Dramaga
526.38
12.28
40.60
579.26
Sukaraja
55.28
0.00
253.39
308.67
Rumpin
1463.91
0.00
100.26
1564.17
24.57
1080.11
9668.88
Pamijahan
Megamendung
Jumlah 8564.20 Sumber: Diolah dari BPS Bogor 2013
33
Tabel 16 dan 17 adalah estimasi produksi TDN asal limbah pertanian di kecamatan terpilih di Kabupaten Bandung dan Bogor. Tabel 16 dan 17 menunjukkan potensi produksi TDN asal limbah pertanian di kecamatan potensial di Kabupaten Bandung dan Bogor cukup besar. Estimasi dari kandungan nutrien yang tersedia disebut dengan TDN (Owens et al. 2010). Lebih lanjut dikatakan bahwa, untuk sebagian besar hijauan, nilai TDN paling berkaitan erat dengan nilai serat kasar. Nilai TDN erat kaitannya dengan kandungan energi suatu bahan. Makin tinggi nilai TDN makin tinggi pula kandungan energinya. Limbah pertanian di Kabupaten Bandung dapat menyuplai TDN sampai dengan 318 540.25 ton tahun-1 (Lampiran 8). Dimana sebagian besar dihasilkan dari 11 kecamatan potensial pengembangan sapi perah di Kabupaten Bandung atau sebesar 108 279.43 ton tahun-1. Ini menunjukkan bahwa umumnya daerah sentra pertanian juga mempunyai potensi peternakan yang baik pula. Sementara itu, produksi TDN asal limbah pertanian yang paling banyak digunakan di Kabupaten Bogor adalah sebesar 352 561.99 ton tahun -1 (lampiran 9). Produksi TDN dari 12 kecamatan terpilih di Kabupaten Bogor yaitu 95 057.03 ton tahun -1. Tabel 16 Estimasi produksi TDN limbah pertanian di kecamatan yang cocok untuk mengembangkan sapi perah di Kabupaten Bandung Kecamatan Pangalengan
Jerami Padi
Produksi TDN (ton tahun-1) Jerami Limbah Limbah Jagung Buncis Kol
Limbah Wortel
Jumlah
3176.20
984.60
354.55
6026.89
1939.16
12 481.40
10 821.30
159.05
553.64
193.83
114.27
11 842.08
Kertasari
1206.35
378.95
35.49
1346.84
799.26
3766.89
Cilengkrang
2566.71
236.23
0.00
146.60
0.00
2949.55
Arjasari
14 653.44
1541.25
104.54
21.46
25.28
16 345.97
Ciwidey
10 538.52
491.98
1106.99
372.62
0.00
12 510.11
Cimenyan
2972.20
1922.96
42.39
3963.17
28.82
8929.53
Rancabali
3682.67
711.25
478.94
830.89
385.17
6088.92
Cileunyi
7209.82
912.71
24.30
35.71
5.61
8188.15
Cicalengka
9316.52
1494.18
3.69
63.50
16.30
10 894.19
Cangkuang
13 761.18
509.79
0.00
11.67
0.00
14 282.64
Jumlah 79 904.91 9342.94 Sumber: Diolah dari BPS Bandung 2013
2704.52
13 013.18
3313.88
108 279.43
Pasirjambu
Salah satu keunggulan dari pemanfaatan limbah pertanian sebagai pakan untuk peningkatan populasi sapi perah adalah besarnya potensi nutrien yang dihasilkan oleh jenis pakan ini. Di Kabupaten Bandung dan Bogor bahkan di sebagian besar daerah Indonesia hasil sampingan pertanian merupakan pakan yang berpotensi besar, namun pemanfaatannya masih terbatas karena berbagai keterbatasan informasi di kalangan peternak. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi kendala ini adalah dengan melakukan sosialisasi kepada peternak yang dapat dilakukan oleh pihak pemerintah dan akademisi terkait. Menurut Indraningsih et al. (2011) salah satu permasalahan dalam pemanfaatan limbah pertanian dan perkebunan sebagai pakan ternak di Indonesia adalah terbatasnya arus informasi dan pengetahuan peternak.
34
Tabel 17 Estimasi produksi TDN limbah pertanian di kecamatan yang cocok untuk mengembangkan sapi perah di Kabupaten Bogor Produksi TDN (ton tahun-1)
Kecamatan Jerami Padi Cibungbulang
Jerami Jagung
Limbah Ubi Kayu
Jumlah
13 817.27
0.00
885.92
15 589.11
Cisarua
1810.56
5.80
19.45
1861.05
Ciawi
6078.74
0.00
41.00
6160.75
Cijeruk
6049.85
2.51
85.99
6226.84
24 480.83
0.00
136.42
24 753.67
Caringin
8858.66
13.14
66.13
9017.20
Cibinong
476.83
0.00
491.59
1460.00
Pamijahan
Megamendung
5071.06
0.00
30.00
5131.07
Kemang
986.95
35.94
140.18
1339.19
Dramaga
5461.19
57.39
112.28
5800.53
Sukaraja
573.57
0.00
700.71
1975.00
Rumpin
15 188.06
0.00
277.27
15 742.61
114.78
2986.94
95 057.03
Jumlah 88 853.57 Sumber: Diolah dari BPS Bogor 2013
Potensi Limbah Komoditi Pertanian sebagai Pakan Potensi komoditi limbah pertanian sebagai pakan menunjukkan keunggulan suatu komoditi pertanian dalam memproduksi nutrien pakan di Kabupaten Bandung dan Bogor. Nilai ini berdasarkan produksi BK, PK, dan TDN masingmasing komoditi limbah pertanian relatif terhadap total produksi BK, PK, dan TDN seluruh limbah yang ada di Kabupaten Bandung dan Bogor. Seluruh limbah pertanian yang dimaksud terbatas pada komoditi-komoditi pertanian yang paling sering digunakan sebagai pakan di Kabupaten Bandung dan Bogor. Potensi limbah komoditi pertanian sebagai pakan di Kabupaten Bandung dan Bogor dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18
Potensi (%)
Bandung
Jenis Limbah Pertanian Jerami Padi Jerami Jagung Limbah Buncis Limbah Kol Limbah Wortel
BK 82.77 5.73 1.65 7.77 2.09
PK 68.72 7.52 3.64 15.96 4.14
TDN 73.80 8.63 2.50 12.02 3.06
Bogor
Kab
Potensi limbah komoditi pertanian sebagai pakan di Kabupaten Bandung dan Bogor
Jerami Padi Jerami Jagung Daun Singkong
97.29 0.11 2.60
88.57 0.25 11.17
96.63 0.12 3.25
35
Tabel 18 menunjukkan bahwa berdasarkan produksi BK, PK, dan TDN, jerami padi adalah limbah tanaman pertanian yang paling berpotensi untuk dijadikan pakan di Kabupaten Bandung dan Bogor dibanding tanaman yang lain. Tanaman padi merupakan makanan pokok bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Sehingga tanaman padi menjadi komoditas pertanian pilihan termasuk bagi petani di Kabupaten Bandung dan Bogor. Walaupun luas panen dan produksi tanaman padi di Kabupaten Bandung bukan yang paling tinggi dibandingkan 4 komoditi lainnya (Lampiran 2), namun informasi pada Tabel 10 menunjukkan bahwa proporsi bagian yang dapat digunakan sebagai pakan dari tanaman padi adalah paling besar dibandingkan dengan komoditi lainnya. Jelas terlihat bahwa produksi limbah pertanian dalam hasil penelitian ini berkaitan dengan proporsi bagian yang dapat digunakan sebagai pakan. Sementara itu, limbah tanaman buncis mempunyai potensi produksi nutrien yang paling kecil jika digunakan sebagai pakan di Kabupaten Bandung, namun di lapangan limbah tanaman ini banyak digunakan sebagai pakan dan memiliki kandungan protein yang tinggi. Komoditi pertanian yang mempunyai potensi pakan paling kecil di Kabupaten Bogor adalah tanaman jagung, karena luas areal panennya yang kecil. Jerami padi memiliki potensi yang paling besar, namun potensi besar ini ternyata belum termanfaatkan dengan baik. Di Indonesia, pada tahun 1984, Komar mencatat hanya 31% produksi jerami padi yang digunakan sebagai pakan, sedangkan 62% lainnya dibakar dan 7% lainnya digunakan untuk keperluan Industri. Secara keseluruhan pemanfaatan limbah pertanian dan perkebunan sebagai pakan di Indonesia baru mencapai 30-40% (Indraningsih et al. 2011) dan selebihnya hanya dibuang dan di bakar. Hanya sedikit jerami padi yang telah dimanfaatkan sebagai pakan padahal potensi kuantitasnya sangat besar. Penelitian ini menghitung populasi sapi perah yang mungkin dapat ditambahkan di Kabupaten Bandung dan Bogor dengan menggunakan limbah pertanian yang belum termanfaatkan sebagai pakan. Namun perlu diperhatikan, pemanfaatan jerami padi yang rendah juga sebagai dampak dari berbagai pembatas yang dimilikinya. Potensi kuantitas jerami padi memang harus disertai dengan perbaikan potensi kualitasnya agar pemanfaatannya menjadi optimal. Harus ada perbaikan mutu kualitas jerami untuk meningkatkan daya gunanya, salah satunya adalah dengan teknologi. Namun kendala dari optimalisasi penggunaan jerami padi di tingkat peternak rakyat adalah rendahnya kesiapan peternak untuk implementasi teknologi. Sehingga hal ini juga yang membuat potensi jerami padi tidak sepenuhnya bisa dimanfaatkan oleh peternak di Kabupaten Bandung dan Bogor padahal potensi jumlahnya yang besar. Selain permasalahan nutrien diatas, kendala lainnya yaitu populasi ternak yang dapat memanfaatkan jerami padi sebagai pakan di Kabupaten Bandung dan Bogor yang masih sedikit. Melihat jumlah ternak sapi di Kabupaten Bandung dan Bogor yang masih dapat ditingkatkan sesuai ketersediaan sumber hijauan dari limbah pertanian, kemungkinan sedikitnya proporsi penggunaan jerami padi yang sebagai pakan adalah akibat dari jumlah populasi sapi saat ini yang memang masih sedikit. Kendala pemanfaatan lainnya adalah karena jenis-jenis limbah ini bersifat musiman atau tidak dapat ditemukan tiap hari sepanjang tahun. Informasi produksi tanaman pertanian bulanan sulit ditemukan, sehingga pada penelitian ini hanya menggunakan data produksi tahunan. Tidak tersedianya data menyebabkan peternak tidak mengetahui jenis komoditi apa saja yang mungkin tersedia secara
36
bersamaan dan pada waktu kapan saja akan mengalami kesulitan mendapatkan limbah pertanian. Kelemahan ini sebenarnya bisa diatasi dengan teknologi pengawetan, sehingga informasi yang terdapat di penelitian ini dapat menggambarkan potensi yang sebenarnya. Teknologi pengolahan yang dapat diterapkan nantinya, selain dapat mengawetkan limbah pertanian juga dapat mengatasi bahaya sisa residu pestisida yang mungkin masih terdapat dibahan pakan tersebut. Indraningsih dan Sani (2005) mengatakan bahwa teknologi fermentasi dapat memperbaiki kualitas bahan pakan asal limbah pertanian dan mengawetkan sekaligus dapat menurunkan kadar residu pestisida. Sehingga dapat direkomendasikan bahwa pemanfaatan limbah pertanian untuk pakan harus diikuti dengan perlakuan menggunakan teknologi pengolahan secara biologis. Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR) dan Potensi Sapi Perah Daya dukung limbah pertanian pada penelitian ini diartikan sebagai jumlah sapi perah (ST) yang dapat hidup dengan mengandalkan limbah tanaman pertanian sebagai sumber serat. Daya dukung limbah tanaman pertanian yang dimaksud termasuk jumlah nutrien yang sudah digunakan oleh populasi ternak ruminansia aktual yaitu 30% dari total produksi limbah (Komar 1984; Devendra 1997; Indraningsih et al. 2011) dan sisanya dapat digunakan untuk menyuplai nutrien bagi penambahan populasi sapi perah. Peningkatan populasi sapi perah dapat dilakukan tanpa menggunakan hijauan budi daya, mengingat terbatasnya lahan untuk hijauan pakan ternak. Populasi sapi perah dapat ditambahkan dengan memanfaatkan 70% produksi limbah pertanian yang belum dimanfaatkan sebagai pakan. Jumlah sapi perah yang dapat ditambahkan dengan memanfaatkan nutrien asal limbah pertanian yang belum termanfaatkan sebagai pakan dalam penelitian ini disebut dengan KPPTR. Pada Tabel 19 tertera KPPTR berdasarkan seluruh komoditi limbah pertanian yang digunakan di kecamatan-kecamatan terpilih untuk mengembangkan sapi perah di Kabupaten Bandung dan Bogor. Tabel 19 Estimasi kapasitas peningkatan populasi ternak ruminansia (KPPTR) berdasarkan seluruh komoditi limbah yang digunakan di Kabupaten Bandung dan Bogor Kab
Jenis Limbah Pertanian
Bandung
Total Potensi Penggunaan Aktual
Bogor
Segar
Total Potensi Penggunaan Aktual
KPPTR Sapi Perah (ST)
KPPTR Sapi Perah (ST)
827 257.57 609 152.98 -
Produksi Limbah (ton tahun-1) BK PK
TDN
256 420.04 76 926.01
20 567.14 61 70.14
108 279.43 32 483.83
15 187.53
21 269.72
12 834.17
189 710.00 56 913.00
9668.88 2900.66
95 057.03 27 586.59
1764.46
3310.25
1521.36
Seluruh kecamatan yang dinilai cocok untuk mengembangkan sapi perah di Kabupaten Bandung dan Bogor memiliki potensi untuk menambahkan populasi
37
sapi perah dengan memanfaatkan limbah pertanian dari kecamatannya sendiri. Melihat tingginya produksi limbah pertanian di seluruh Kabupaten Bandung dan Bogor maka populasi sapi perah yang dapat ditambahkan akan lebih banyak lagi. Data pada Tabel 19 menunjukkan bahwa peningkatan populasi sapi perah di Kabupaten Bandung dapat dilakukan hingga 15 187.53 ST, 21 269.72 ST, 12 834.17 ST berdasarkan kebutuhan BK, PK, dan TDN. Sementara untuk Kabupaten Bogor sebanyak 1764.46 ST, 3310.25 ST dan 1521.36 ST berdasarkan kebutuhan BK, PK dan TDN. Nilai KPPTR Kabupaten Bogor jauh lebih kecl dibandingkan dengan Kabupaten Bandung padahal potensi BK, PK dan TDN asal limbah pertanian yang dimiliki Kabupaten Bogor sekitar lebih dari setengah potensi Kabupaten Bandung. Hal ini dikarenakan komoditas pertanian yang utama di Kabupaten Bogor adalah padi. Penelitian ini menggunakan batasan penggunaan padi untuk mengurangi dampak buruknya terhadap performa ternak. Sehingga, banyak jerami padi yang belum termanfaatkan di Kabupaten Bogor, kecuali dicarikan limbah pertanian lainnya yang dapat dikombinasikan dengan jerami padi. Tabel 20 adalah rincian detail tentang KPPTR efektif berdasarkan imbangan protein dan energi serta nilai potensi ternak (LQ) di 11 kecamatan kecamatan terpilih untuk mengembangkan sapi perah di Kabupaten Bandung. Seluruh kecamatan mengalami surplus nutrien PK, dan ternyata TDN menjadi faktor pembatas yang dimiliki oleh bahan limbah pertanian dalam pemenuhan kebutuhan nutrien bagi sapi perah jika dibandingkan dengan PK. Nilai TDN menggambarkan kandungan energi bahan. Sehingga dapat dikatakan bahwa limbah pertanian mempunyai pembatas yaitu kandungan energinya. Menurut Orskov (1998) semakin rendah daya cerna bahan maka semakin rendah pula konsumsi bahan keringnya (dry matter intake). Kandungan TDN bahan pakan asal limbah ini harus diperhatikan, untuk memastikan ternak tidak kekurangan nutrien. Tabel 20
Kecamatan Pangalengan Pasirjambu Kertasari
Nilai KPPTR efektif kecamatan terpilih dan kelebihan nutrien Kabupaten Bandung dan potensi ternak KPPTR Berdasarkan kebutuhan (ST) PK TDN
KPPTR Efektif (ST)
PK yang Berlebih (ton tahun-1)
LQ
7541.30
4208.87
4208.87
948.74
2.75
853.38
461.71
461.71
111.51
2.42
2043.43
1158.17
1158.17
252.03
2.51
Cilengkrang
251.67
173.16
173.16
22.35
1.58
Arjasari
979.25
765.56
765.56
60.84
1.67
Ciwidey
1594.80
891.77
891.77
200.15
1.60
Cimenyan
4422.65
2694.58
2694.58
491.98
0.58
Rancabali
1849.20
1088.38
1088.38
216.61
1.22
Cileunyi
556.66
442.51
442.51
32.50
1.39
Cicalengka
888.48
713.60
713.60
49.79
0.55
Cangkuang Jumlah
288.92
235.87
235.87 12 834.17
15.10 2401.60
0.69
38
Melihat nilai KPPTR hanya pada kecukupan salah satu nutriennya saja, akan menimbulkan kekurangan kebutuhan nutrien yang lainnya. Kekurangan ini dapat dipenuhi dengan mengambil sumber hijauan dari kecamatan atau kabupaten lain, namun akan menimbukan ketidak-efisienan biaya distribusi. Jika harus mendatangkan limbah pertanian dari luar kecamatan, maka akan menimbulkan biaya tambahan dan akan memberatkan usaha peternakan rakyat. Minimalisasi biaya adalah ciri usaha peternakan rakyat di Indonesia (Tawaf dan Daud 2010). Atas dasar tersebut, maka penelitian ini menggunakan perhitungan KPPTR efektif. Nilai KPPTR efektif adalah nilai KPPTR yang mempertimbangkan kecukupan PK sekaligus TDN di masing-masing kecamatan. Dilihat kecukupan nutrien PK dan TDN, Kabupaten Bandung secara rill mampu menampung pertambahan sapi perah sampai dengan 12 834.17 ST. Ini artinya Kabupaten Bandung sebenarnya mampu melakukan penambahan ternak sapi perah sampai dengan 58.32% dari populasi yang ada pada tahun 2012, dengan memanfaatkan limbah pertanian yang belum termanfaatkan sebagai pakan dan tanpa menggunakan hijauan dari luar Kabupaten Bandung. Bahkan masih menghasilkan kelebihan nutrien PK sebesar 2401.60 ton tahun-1 dari 5 komoditi limbah pertanian. Estimasi kelebihan limbah pertanian Kabupaten Bandung ini diperoleh dengan catatan bahwa tiap kecamatan terpilih mencukupi kebutuhan hijauan ternak sapi perah yang akan dikembangkannya sendiri, tanpa mengambil limbah pertanian dari kecamatan lain. Kelebihan PK ini sebenarnya dapat menampung hingga 8435.55 ST tahun-1 dengan asumsi sapi perah membutuhkan 0.78 kg hari1 ST-1 yang harus dipenuhi dari hijauan. Kelebihan nutrien PK ini akan dapat dimanfaatkan dengan baik melalui eksplorasi hijauan lokal sumber energi. Sementara itu, rincian detail tentang KPPTR efektif berdasarkan imbangan protein dan energi serta nilai potensi ternak (LQ) di masing-masing 12 kecamatan yang cocok atau kecamatan terpilih untuk mengembangkan sapi perah di Kabupaten Bogor ditunjukkan pada Tabel 21. Nilai KPPTR efektif Kabupaten Bogor lebih kecil dibandingkan dengan Kabupaten Bandung karena jenis komoditi pertanian yang biasa digunakan oleh peternaknya lebih sedikit. Jumlah KPPTR Kabupaten Bogor ini kemungkinan bisa bertambah jika peternak Kabupaten Bogor mampu memanfaatkan lebih banyak limbah komoditi pertanian lainnya. Pengamatan di lapangan dan wawancara menemukan hanya ada 3 limbah komoditi pertanian yang banyak digunakan sebagai pakan, yaitu padi, jagung, dan singkong, padahal Kabupaten Bogor memiliki potensi komoditi pertanian lainnya. Penggunaan 3 jenis limbah pertanian ini berdasarkan kebiasaan peternak. Jika diedukasi dan diberi informasi tentang ketersediaan limbah komoditi pertanian lainnya, kemungkinan nilai KPPTR Kabupaten Bogor dapat bertambah.
39
Tabel 21
Kecamatan Cibungbulang
Nilai KPPTR efektif kecamatan terpilih dan kelebihan nutrien Kabupaten Bogor dan potensi ternak KPPTR Berdasarkan kebutuhan (ST) PK TDN
KPPTR Efektif (ST)
PK yang Berlebih (ton tahun-1)
LQ
959.98
434.53
434.53
149.59
3.74
Cisarua
24.79
12.38
12.38
3.53
3.78
Ciawi
44.43
20.11
20.11
6.92
4.81
Cijeruk
94.78
43.41
43.41
14.63
3.70
147.83
66.91
66.91
23.04
2.32
Caringin
80.09
38.88
38.88
11.73
2.68
Cibinong
532.68
241.12
241.12
83.01
2.37
Pamijahan
Megamendung
32.51
14.72
14.72
5.07
2.33
Kemang
174.95
86.39
86.39
25.21
1.88
Dramaga
158.47
83.22
83.22
21.42
1.70
Sukaraja
759.29
343.69
343.69
118.32
1.87
Rumpin Jumlah
300.45
136.00
136.00 1521.36
462.48 924.96
0.27
Kabupaten Bogor dapat menambahkan populasi sapi perah hingga 1521.36 ST atau 22.56% dari populasi tahun 2012 yaitu 6743.6 ST dengan memanfaatkan limbah pertanian yang belum termanfaatkan sebagai pakan. Kelebihan nutrien PK sebesar 924.96 ton tahun-1 sebenarnya masih dapat dimanfaatkan untuk menambahkan populasi sapi perah sampai 3248.88 ST dengan cara eksplorasi sumber energi dari bahan lain. Kecamatan Cibungbulang memiliki nilai KPPTR paling besar dan potensi kelebihan nutrien PK yang relatif tinggi. Kecamatan Cibungbulang berpotensi besar untuk mengembangkan peternakan sapi perah berdasarkan ketersediaan pakan sumber hijauan dan potensi ternaknya. Nilai Location Quotien (LQ) digunakan untuk mengetahui perbandingan relatif antara kemampuan produksi peternakan di suatu kecamatan dan kemampuan sektor produksi yang sama pada tingkat kabupaten. Parameter LQ juga sering digunakan untuk mengidentifikasi suatu wilayah berdasarkan potensi komoditas tertentu. Dari data terlihat bahwa nilai LQ sapi perah sebagian besar kecamatan terpilih adalah diatas 1. Nilai LQ>1 mengindikasikan bahwa daerahdaerah tersebut adalah basis peternakan sapi perah atau memiliki keunggulan komparatif atau populasinya melebihi kebutuhan di daerahnya sehingga bisa dijual atau diekspor ke luar wilayah. Daerah yang memiliki komoditi unggulan tertentu menggambarkan bahwa daerah tersebut juga didukung oleh faktor sosialekonomi yang baik. Faktor sosial-ekonomi yang dimaksud mencakup penguasaan teknologi terkait, kemampuan sumber daya manusia, infrastruktur, dan kebiasaan petani setempat (Hendayana 2003). Kecamatan-kecamatan yang menjadi basis peternakan sapi perah ini dinilai sebagai pemasok dan pengembang produk sapi perah yang potensial. Faktor sosial-ekonomi yang dimiliki oleh daerah yang mempunyai potensi sapi perah akan mendukung program penambahan populasi yang akan dilakukan. Gambar 6 menunjukkan status 11 kecamatan di Kabupaten Bandung dalam mengembangkan peternakan sapi perah. Kecamatan Pangalengan dinilai paling
40
berpotensi untuk menambahkan sapi perah dengan memanfaatkan limbah pertanian sebagai sumber hijauan utamanya. Namun harus diterapkan beberapa strategi untuk mengoptimalkan usaha sapi perah agar tidak terjadi kompetisi antara pengguna input, mengingat kepadatan ternak di daerah ini sangat tinggi. Strategi yang dapat digunakan antara lain penggunaan teknologi pengawetan pakan yang tepat guna dan penerapan sistem beternak yang intensif. Terdapat 3 kecamatan yang dinilai dapat dijadikan sebagai eksportir sapi perah yang baru, karena memiliki potensi untuk menambahkan populasi ternak, yaitu Kecamatan Cimenyan, Cicalengka, dan Cangkuang. Strategi jangka panjang yang dapat diterapkan pada 3 kecamatan potensial sapi perah yang baru adalah mengedukasi peternak baru agar mampu mengembangkan sapi perah dengan baik. Strategi menciptakan peternak baru ini membutuhkan waktu yang agak lama sehingga ketiga kecamatan ini belum dapat dikatakan sebagai daerah yang memiliki potensi sapi perah di Kabupaten Bandung. Terdapat 8 kecamatan di Kabupaten Bandung yang berpotensi untuk mengembangkan peternakan sapi perah berbasis hijauan asal limbah peternakan dilihat dari status KPPTR dan potensi ternak, yaitu: Kecamatan Pangalengan, Kertasari, Rancabali, Ciwidey, Arjasari, Pasirjambu, Cileunyi, dan Cilengkrang.
Gambar 6 Korespondensi KPPTR dan Potensi Ternak (LQ) Kabupaten Bandung Gambar 7 menunjukkan status pengembangan sapi perah dan potensi ternak Di Kabupaten Bogor. Terlihat bahwa ada 11 kecamatan di Kabupaten Bogor yang memiliki keunggulan potensi limbah pertanian dan ternak untuk pengembangan sapi perah. Kecamatan yang potensial untuk pengembangan sapi perah dengan memanfaatkan limbah pertanian di Kabupaten Bogor yaitu Kecamatan Cibungbulang, Sukaraja, Cibinong, Kemang, Dramaga, Pamijahan, Cijeruk, Caringin, Ciawi, Megamendung, dan Cisarua. Sementara Kecamatan Rumpin belum dapat dikatakan sebagai daerah yang memiliki potensi sapi perah karena memiliki nilai LQ<1.
41
Gambar 7 Korespondensi KPPTR dan potensi ternak (LQ) Kabupaten Bogor Kabupaten Bandung dan Bogor memiliki potensi untuk mengembangkan peternakan sapi perah dengan memanfaatkan limbah pertanian yang belum termanfaatkan sebagai pakan sumber serat. Pemanfaatan limbah pertanian sebagai pakan di Indonesia yang baru mencapai 30% saat ini, dapat dioptimal terutama di daerah basis peternakan sapi perah. Pemanfaatan limbah pertanian sebagai pakan dapat menjadi salah satu solusi untuk menciptakan pertanian berkelanjutan dengan memberikan nilai tambah baik pada sektor peternakan dan pertanian. Nilai tambah pada sektor peternakan dilihat dari potensi penambahan populasi ternak yang dapat didukung dari ketersediaan hijauan asal limbah pertanian. Sementara itu dari sektor pertanian dilihat dari pemanfaatan sisa usaha pertanian yang biasanya hanya dapat ditumpuk, dibakar hingga dibiarkan membusuk oleh petani, sehingga secara luas juga dapat membantu menurunkan kerusakan lingkungan akibat limbah pertanian.
Strategi Pengembangan Peternakan Sapi Perah di Kabupaten Bandung dan Bogor Peternakan Kabupetan Bandung dan Bogor mempunyai beberapa keunggulan yang dapat mendukung pengembangan komoditi peternakan sapi perah. Hal ini dapat dilihat dari kondisi agroklimat, infrastruktur peternakan, sumberdaya manusia, dan kebijakan pemerintah di Kabupaten Bandung dan Bogor. Kondisi iklim di Kabupaten Bandung dan Bogor mendukung pertumbuhan tanaman sebagai pakan ternak dan cocok dengan kondisi fisiologis ternak. Walaupun Kabupaten Bogor relatif lebih panas, namun di beberapa kecamatan seperti Cisarua dan Cibungbulang memiliki suhu yang cukup nyaman. Menurut Williamson dan Payne (1993) suhu kritis untuk pemeliharaan sapi perah adalah sekitar 21-27 oC. Disamping itu, kedua kabupaten ini termasuk dalam wilayah dengan kategori curah hujan yang tinggi. Peternakan sapi perah mutlak membutuhkan air yang banyak untuk manajemen pemeliharaan dan produksi susu. Infrastruktur peternakan yang telah ada di Kabupaten Bandung dan Bogor, termasuk salah satu faktor pendukung pengembangan peternakan sapi perah.
42
Infrastruktur yang dimaksud adalah koperasi susu termasuk unit layanan inseminasi buataan (ULIB), inseminator, pusat kesehatan hewan (Puskeswan). Di Kabupaten Bandung terdapat koperasi yang bergerak dalam bidang persusuan seperti KPBS (Koperasi Peternakan Bandung Selatan) di Pangalengan, KUD (koperasi unit desa) Pasirjambu di Kecamatan Pasirjambu, dan KUD Mitra Jaya Mandiri di Ciwidey (Dinas Peternakan dan Perikanan Kab Bandung 2013). Di Kabupaten Bogor, peternakan rakyat sapi perah berkembang pada daerah yang dekat dengan konsumen. Data yang tertera pada Tabel 7 menunjukkan bahwa peternak rakyat di Kabupaten Bandung dan Bogor tidak menjadikan peternakan sebagai pekerjaan utama. Menurut observasi di lapangan, sebagian besar peternak adalah petani yang memanfaatkan limbah pertaniannya untuk ternak, karena beternak dianggap sebagai kegiatan pelengkap usaha pertanian. Penduduk yang bekerja di bidang pertanian di Kabupaten Bandung berjumlah 624 027 orang pada tahun 2011 atau sekitar 18.91% dari populasi penduduk total (Dinas Peternakan dan Perikanan Kab Bandung 2013), sementara di Kabupaten Bogor terdapat 204 468 rumah tangga yang bekerja pada bidang pertanian dari populasi penduduk yang tinggi yaitu 5 077 210 jiwa (BPS Kab Bogor 2013). Besarnya penduduk yang bekerja pada bidang pertanian ini menunjukkan potensi sumberdaya manusia peternak yang banyak pula. Faktor pendukung pengembangan peternakan sapi perah yang terakhir adalah kebijakan pemerintah daerah. Peningkatan populasi sapi perah merupakan salah satu tujuan pemapanan sektor peternakan di Kabupaten Bandung (BPS Kab Bandung 2012) dan pembangunan KUNAK di Kabupaten Bogor terutama Kecamatan Cibungbulang dan Pamijahan untuk meningkatkan produksi susu. Meski memiliki berbagai faktor pendukung pengembangan peternakan sapi perah, namun Kabupaten Bandung dan Bogor juga masih menghadapi berbagai kendala. Salah satu pemasalahannya adalah potensi pakan belum dimanfaatkan secara optimal. Berdasarkan analisa dari penelitian ini, populasi sapi perah sebenarnya dapat ditambahkan di Kabupaten Bandung dan Bogor. Solusi yang dapat diterapkan untuk meningkatkan populasi sapi perah dibedakan menjadi solusi jangka pendek dan jangka panjang. Kesuksesan usaha peternakan rakyat yang berbasis rumah tangga di Kabupaten Bandung dan Bogor ditentukan oleh kesuksesan peternak dalam mengatasi faktor kendala teknis-ekonomi dan sosiokultur serta kreatif memanfaatkan sumberdaya yang tersedia. Solusi jangka pendek yaitu menambahkan populasi sapi perah sesuai dengan sumberdaya yang dimiliki. Sumberdaya yang dimaksud adalah sumberdaya pakan dan tenaga kerja. Potensi limbah pertanian sebagai sumber hijauan di Kabupaten Bandung mampu mendukung peningkatan populasi sebesar 12 834.17 ST dan 1521.36 ST untuk Kabupaten Bogor. Sumberdaya pekerja pada peternakan rakyat sebenarnya dapat dikatakan belum dimanfaatkan secara optimal. Tenaga kerja keluarga yang terlibat dalam usaha peternakan seharusnya mampu untuk memelihara ternak hingga 10 ST dengan asumsi keluarga ideal yang beranggotakan ayah, ibu, dan 2 anak. Kapasitas optimal pemeliharaan sapi perah per keluarga peternak ini didasarkan pada curahan tenaga kerja keluarga. Masing-masing anggota keluarga dianggap dapat mencurahkan waktu 5 jam perhari untuk mengurusi ternak. Satu hari orang kerja (HOK) digunakan sebagai satuan curahan tenaga kerja yang setara dengan 8 jam kerja setara pria (JKSP) untuk ayah, 10 jam JKSP untuk ibu, dan 16 jam
43
JKSP untuk anak. Keluarga peternak rakyat memiliki 638.75 HOK tahun-1. Kegiatan peternakan membutuhkan 59.86 HOK tahun-1 untuk mencari pakan, memberikan makan dan minum bagi ternak, dan untuk membersihkan kandang (Sani et al. 2010). Sehingga diperoleh, rata-rata keluarga peternak rakyat dengan anggota ayah, ibu dan 2 anak mampu memelihara kurang lebih 10 ternak sapi perah. Menurut pengamatan di lapangan, rata-rata peternak rakyat di Kabupaten Bandung dan Bogor memelihara sapi perah kurang dari 5 ekor. Ini artinya setiap keluarga peternak sebenarnya bisa menambahkan sekitar 5 ekor sapi perah berdasarkan sumber daya pekerja yang dimiliki. Solusi jangka panjang yang dapat diterapkan untuk meningkatkan populasi sapi perah dengan edukasi untuk menciptakan peternak baru. Penciptaan ternak baru dapat dilakukan terutama untuk daerah-daerah yang belum mempunyai potensi sapi perah tapi sebenarnya memiliki keunggulan untuk mengembangkan sapi perah seperti Kecamatan Cangkuang, Cicalengka, dan Cimenyan di Kabupaten Bandung dan Kecamatan Rumpin di Kabupaten Bogor. Kendala teknis-ekonomis yang dialami peternakan rakyat Kabupaten Bandung dan Bogor di antaranya yaitu skala usaha yang kecil menyebabkan sulitnya implementasi teknologi dan manajemen peternakan yang ideal serta input biaya per satuan ternak yang relatif tinggi jika dibandingkan dengan industri peternakan dengan skala ternak yang besar. Peternak menganggap penerapan teknologi belum dapat meningkatkan keuntungan, serta memiliki keterbatasan biaya untuk menerapkan teknologi. Beberapa peternak yang diwawancarai mengatakan sudah mengetahui tentang teknologi pengawetan pakan, namun mengalami kesulitan untuk menerapakannya karena keterbatasan alat. Hal ini menunjukkan bahwa peternak rakyat sudah terbuka dengan perkembangan informasi dan teknologi, namun terkendala saat penerapannya. Sebagai solusinya, peternak rakyat membutuhkan teknologi tepat guna yang rendah biaya. Teknologi-teknologi yang dimaksud bisa diperoleh dari hasil-hasil penelitian perguruan tinggi. Pola ini dapat juga meningkatkan peran perguruan tinggi untuk ikut mengembangkan peternakan sapi perah. Selain itu, peningkatan skala usaha peternakan rakyat menjadi skala usaha ekonomis diharapkan dapat menjadi solusi untuk mengurangi input tertentu. Sehingga penggunaan teknologi untuk usaha peternakan rakyat dapat dilakukan. Kendala selanjutnya yang dialami peternak rakyat Kabupaten Bandung dan Bogor adalah masalah sosio-kultur. Selama ini peternak rakyat berpikir bahwa kegiatan peternakan yang dilakukan sebagai kegiatan komplementer dari usaha pertanian. Petani melakukan usaha peternakan untuk memanfaatkan kelebihan waktu dan tenaga setelah pulang dari kebun atau sawah serta sisa pertanian. Pola ini harus dirubah untuk menjadikan peternakan sejajar dengan pertanian. Pola pikir yang ingin dibangun adalah bagaimana kegiatan peternakan dapat memberi keuntungan bagi kegiatan pertanian. Seperti misalnya produksi pupuk organik yang cukup digunakan untuk meningkakan produksi tanaman pangan di kebun sendiri. Disamping prospek pupuk organik yang semakin baik seiring dengan makin populernya produk pangan organik, penggunaan pupuk dari kandang sendiri dapat meringankan biaya pupuk. Kendala sosio-kultur ini dapat diatasi dengan pengubahan pola pikir melalui edukasi dan penyuluhan. Selanjutnya untuk meningkatkan populasi ternak dibutuhkan tenaga kerja atau peternak baru. Solusi yang bisa diterapkan adalah penciptaan peternak baru yang terdidik dari sekolah-
44
sekolah peternakan yang ada di Kabupaten Bandung dan Bogor. Peternak yang muda dan terdidik mempermudah penerapan teknologi dan arus informasi. Peternak muda dianggap memiliki rasa ingin tahu yang tinggi dan terbuka untuk setiap perkembangan informasi dibandingkan peternak usia tua yang melaksanakan usaha peternakan berpatokan pada kebiasaan. Sehingga dapat menciptakan peternak-peternak handal. Permasalahan berikutnya adalah fungsi ternak bagi peternak. Ternak selalu dianggap sebagai investasi yang dapat dijual jika membutuhkan uang. Pola pikir ini harus dirubah dengan menempatkan ternak bukan hanya digunakan sebagai tabungan masa depan, namun produksi harian susu sapi yang tinggi dapat digunakan untuk menambah penghasilan keluarga dan jika berlebih dapat pula ditabung sehingga peternak mempunyai tabungan ganda, yaitu dari produksi harian sapi dan penjualan sapi. Pemanfaatan sumberdaya pakan yang tersedia menjadi salah satu faktor pendukung kesuksesan usaha peternakan rakyat sapi perah di daerah. Biaya pakan berkorelasi positif dengan perolehan keuntungan di peternakan rakyat sapi perah (Budiarsana dan Juarini 2009; Santoso et al. 2013). Keuntungan peternak rakyat dapat ditingkatkan dengan menekan biaya pakan. Pemanfaatan sumber pakan yang tersedia di lingkungan sekitar dapat menjadi solusinya. Salah satunya adalah limbah pertanian yang di peroleh hampir tanpa biaya. Dengan mengantisipasi kendala-kendala dan menerapkan solusi-solusi ini diharapkan peternakan rakyat di Kabupaten Bandung dan Bogor mampu meningkatkan populasi sapi perah yang akan mendukung perkembangan peternakan sapi perah.
4 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Kabupaten Bandung dan Bogor berpotensi untuk melakukan pengembangan sapi perah dengan memanfaatkan limbah pertanian sebagai pakan hijauan. Limbah pertanian yang potensial di Kabupaten Bandung adalah: jerami padi, jerami jagung, limbah buncis, limbah kol, dan limbah wortel, sementara itu untuk Kabupaten Bogor terdapat: jerami padi, jerami jagung, dan daun dan tangkai tanaman singkong. Kualitas limbah pertanian kabupaten ini cukup baik karena sebagian besar yang digunakan adalah limbah segar atau dilayukan, tanpa pengeringan, kecuali jerami padi. Kecamatan-kecamatan terpilih di Kabupaten Bandung mampu memproduksi 256 921.17 ton tahun-1, 20 655.67 ton tahun-1, dan 108 598.81 ton tahun-1 untuk BK, PK, dan TDN dari limbah pertanian. Kabupaten Bogor dapat memproduksi 281 991.03 ton tahun-1, 2900.66 ton tahun-1, dan 2758.59 ton tahun-1 untuk BK, PK, dan TDN, berturut-turut. Kabupaten Bandung diestimasi dapat menambah populasi sapi perah hingga 58.32% dan Kabupaten Bogor hingga 22.56% dari populasi sapi perah tahun 2012. Sesuai dengan status KPPTR dan potensi ternak, teridentifikasi 8 kecamatan potensial yang mampu mengembangkan ternak sapi perah berbasis hijauan asal limbah pertanian yaitu Kecamatan Pangalengan, Kertasari, Rancabali, Ciwidey, Arjasari, Pasirjambu, Cileunyi, dan Cilengkrang. Sementara itu, terdapat 11 kecamatan potensial
45
pengembangan sapi perah bagi Kabupaten Bogor yaitu Kecamatan Cibungbulang, Sukaraja, Cibinong, Kemang, Dramaga, Pamijahan, Cijeruk, Caringin, Ciawi, Megamendung, dan Cisarua. Pengembangan usaha peternakan sapi perah di Kabupaten Bandung dan Bogor ditentukan dengan keberhasilan kabupaten tersebut dalam mengatasi kendala teknis-ekonomis dengan cara peningkatan skala usaha ternak dan penerapan teknologi tepat guna dan kendala sosio-kultur dengan cara menjadikan usaha peternakan setara dengan usaha pertanian, menciptakan peternak baru dari kalangan terdidik dan merubah fungsi ternak bagi peternak serta kreatif dalam memanfaatkan potensi pakan lokal yang ada disekitar.
Saran Pemanfaatan limbah pertanian sebagai pakan harus disertai dengan penggunaan teknologi untuk meningkatkan nilai gunanya. Perlu dilakukan beberapa kajian lanjutan agar pemanfaatan limbah pertanian optimal, yaitu; koreksi penggunaan limbah pertanian terkait kandungan anti nutrisi dan cemaran lainnya agar tidak menimbulkan efek samping pada kesehatan ternak dan kualitas produk, teknologi apa yang paling cocok diterapkan pada peternakan rakyat sehingga limbah pertanian mampu menjadi solusi pakan di sepanjang tahun, tidak hanya pada musim panen saja, dan pembaharuan data secara berkala mengingat informasi yang ditampilkan bersifat tahunan.
DAFTAR PUSTAKA [AOAC] Association of Official Analytical Chemists. 2005. Official Methods of Analysis. Washington DC (US): Association of Official Analytical Chemists. [Bapeda Kab Bandung] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Bandung (ID). 2011. Rencana kerja pembangunan daerah tahun 2012 [Internet]. [diunduh 2013 Juli 24]. Tersedia pada: www.bapeda.bandungkab.go.id [BPS Kab Bandung] Badan Pusat Statistik Kabupaten Bandung (ID). 2012. Kabupaten Bandung dalam Angka Tahun 2012. Bandung (ID): BPS Bandung. [BPS Kab Bandung] Badan Pusat Statistik Kabupaten Bandung (ID). 2013. Kabupaten Bandung dalam Angka Tahun 2013. Bandung (ID): BPS Bandung. [BPS Kab Bogor] Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor (ID). 2012. Kabupaten Bogor dalam Angka Tahun 2012. Bogor (ID): BPS Bogor. [BPS Kab Bogor] Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor (ID). 2013. Kabupaten Bogor dalam Angka Tahun 2013. Bogor (ID): BPS Bogor. [BPS Jabar] Badan Pusat Statistik Jawa Barat (ID). 2012. Jawa Barat dalam Angka 2012. BPS Jawa Barat. Bandung (ID): BPS.
46
Budiarsa IGM, Juarini E. 2009. Analisis biaya produksi pada usaha sapi perah rakyat: studi kasus di daerah Bogor dan Sukabumi. Semiloka Nasional Prospek Industri Sapi Perah Menuju Perdagangan Bebas – 2020. 27(1):503-506. [Deptan] Departemen Pertanian. 2013. Produksi Daging, Telur, dan Susu di Indonesia tahun 2009-2013 (ID). [internet]. [diunduh 2014 Februari 25]. Tersedia pada: www.deptan.go.id. Devendra C. 1997. Crop Residues for Feeding Animals in Asia: Technology Development and Adoption in Crop/Livestock Systems. Di dalam: Renard C, editor. Crop Residuals in Sustainable Mixed Crop/livestock Farming System. Wallingford (UK). CAB International. hlm 241-267. Devendra C, Sevilla CC. 2002. Availability and use of feed resources in cropanimal systems in Asia. Agric Syst. 71(2002):59–73. Devendra C, Thomas D. 2002. Crop-animal interactions in mixed farming system in Asia. Agric Syst. 71(2002): 27-40. Djajanegara A. 1999. Local Livestock Feed Resources. Di dalam: Livestock Industries of Indonesia Prior to the Asian Financial Crisis. Bangkok (TH): RAP Publication. hlm 29-39 Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor (ID). 2013. Profil Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor. Bogor (ID). Donkin SS, Doane PH, Cecava MJ. 2013. Expanding the role of crop residues and biofuel co-products as ruminant feedstuffs. Animal Frontiers. 3(2):5460.doi:10.2527/af.2013-0015 Drake DJ, Nader G, Forero L. 2002. Feeding Rice Straw to Cattle. University of California (US): ANR Publication 8079. Hlm 1-18 Franzluebbers AJ, Sulc RM, Russelle MP. 2011. Opportunities and challenge forintegrating North-American crop and livestock systems. Di dalam: Lemaire G, Hodg-son J, Chabbi A, editor. Grassland Productivity and Ecosystem Services. Wallingford (UK): CAB Internatioanl. hlm 208–218. Hasan MI. 2002. Pokok-pokok materi metodologi penelitian dan aplikasinya. Bogor (ID): Ghalia. Hendayana R. 2003. Aplikasi metode Location Quotient (LQ) dalam penentuan komoditas unggulan nasional. Informatika Pertanian. 12(2003):658–675. Indraningsih R, Sani Y. 2005. Kajian kontaminasi pestisida pada limbah padi sebagai pakan ternak dan alternatif penanggulangannya. Pros. Seminar Nasional Pengembangan Usaha Peternakan Berdaya Saing di Lahan Kering. Puslitbang Peternakan–UGM. hlm 108–119. Indraningsih R, Widiastuti, Sani Y. 2011. Limbah pertanian dan perkebunan sebagai pakan ternak: KENDALA dan prospeknya. Lokakarya Nasional Ketersediaan IPTEK dalam Pengendalian Penyakit Strategis pada Ternak Ruminansia Besar. 4(3):99-115. Kim H, Kim S, Dale BE. 2009. Biofuels, land use change, and greenhouse gas emissions: Some unexplored variables. Environ Sci Technol. 43(3):961– 967. doi 10.1021/es802681k. Komar A. 1984. Teknologi Pengolahan Jerami sebagai Makanan Ternak. Bogor (ID): Yayasan Dian Grahita.
47
Jaleta M, Kassie M, Shiferaw B. 2013. Tradeoffs in crop residue utilization in mixed crop–livestock systems and implications for conservation agriculture. Agric Systems. 121(2013):96–105. Lemaire G, Franzluebbers A, Carvalhoc PCF, Dedieu B. 2013. Integrated crop– livestock systems: Strategies to achieve synergy between agricultural production and environmental quality. Agric Ecosyst Environ. (2013). http://dx.doi.org/10.1016/j.agee.2013.08.009. Mattjik AA, Sumertajaya M. 2000. Perancangan Percobaan. Jilid I, Bogor (ID): IPB Press. McDonald P, Edward RA, Greenhalgh JFD, Morgan CA. 1992. Animal Nutrition. 6th edition. 2002. London (UK): Ashford Colour Press. NARC newsletter (rice special issue), May 2004. [NRC] National Research Council (US). 2001. Nutrient Requirenment of Dairy Cattle. 7th Edition. Washington DC (US). National Academy of Science. Ørskov ER. 1998. Feed evaluation with emphasis on fibrous roughages and fluctuating supply of nutrients 1: A Review. Small Ruminant Research. 28(1998):1–8 Owens FN, Sapienza DA, Hassen AT. 2010. Effect of nutrient composition of feeds on digestibility of organic matter by cattle: A review. J Anim Sci. 88(2010):151-169. doi: 10.2527/jas.2009-2559. Pemerintah Prov Jabar (Pemerintah Privinsi Jawa Barat). 2013. Profil daerah Bogor. [Internet]. Bandung (ID): [diunduh 2014 Juli 01]. Tersedia pada: www.jabarprov.go.id Reist M, Koller A, Busato A, Kupfer U, Blum JW. 2000. First ovulation and ketone body status in the early postpartum period of dairy cows. Theriogenology. 54(2000):685–701. Rusdiana S, Wahyuning KS. 2009. Upaya pengembangan agribisnis sapi perah dan peningkatan produksi susu melalui pemberdayaan koperasi susu. Forum Penenlitian Agroekonomi. 27(1):43-51. Sani LOA, Santosa KA,Ngadiyono N. 2010. Curahan tenaga kerja keluarga transmigran dan lokal pada pemeliharaan sapi potong di Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara. Buletin Peternakan. 34(3):194-201. Santoso SI, Setiadi A, Wulandari R. 2013. Analisis potensi pengembangan usaha peternakan sapi perah dengan menggunakan paradigma agribisnis di kecamatan Musuk, Kabupaten Boyolali. Buletin Peternakan. 37(2):125-135. Sarnklong C, Cone JW, Pellikaan W, Hendriks WH. 2010. Utilization of Rice Straw and Different Treatments to Improve Its Feed Value for Ruminants: A Review. Asian-Aust J Anim Sci. 23(5):680–692. Siregar SB, Praharani L. 1993. Pengembangan usahatani sapi perah di daerah Jawa Barat. Di dalam: Iskandar S, Syahgiar S, editor. Pengolahan dan komunikasi hasil-hasil penelitian peternakan di pedesaan. Ciamis, 27-29 Januari 1993. Ciamis (ID): BPT. hlm 84-92. [SNI] Standar Nasional Indonesia (ID). 2009. Pakan Konsentrat-Bagian 1 :Sapi Perah. Jakarta (ID). Badan Satandardisasi Nasional. Soetarno T. 2003. Manajemen Budidaya Sapi Perah. Fakultas Peternakan. Yogyakarta (ID): UGM pr. Sukria HA, Krisnan R. 2009. Sumber dan Ketersediaan Bahan Baku Pakan di Indonesia. Bogor (ID). IPB Press.
48
Suparjo, Laconi EB, Wiryawan KG, Mangunwidjaya D. 2012. Evaluation of Nutrition Digentibility of Goats Fed on Biofermentasi Cocoa Pods Using Phanerochaete Chrysosporium Supplemented by Mangan (Mn) and Calcium (Ca). Di dalam: Empowering local resources for sustainable animal production in adapting to climate change. The 2nd International Seminar on Animal Industry 2012. 2012 Juli 5-6: Jakarta, Indonesia. Jakarta (ID). Hlm 447-453 Syamsu JA, Sofyan, Lily A, S ‟i E. 2003. y k ng Lim h ni n Sebagai Sumber Pakan Ternak Ruminansia Di Indonesia. WARTAZOA. 13(1):30-37. Talib, Kuswandi, Anggraeni A, Diwyanto K. 2000. Pertumbuhan sapi dara FH calon bibit dari umur 120-240 hari. Seminar peternakan dan vetereiner. 94100 Tawaf R, Daud AR. 2010. Tantangan dalam Pengembangan Bisnis Pakan Ruminansia di Indonesia. Seminar Nasional Swa-Sembada Daging 2014. Jakarta. ASOHI. Van Soest PJ. 2006. Rice straw, the role of silica and treatments to improve quality: A Review. J Anim Feed Sci and Tech. 130(2006):137–171. doi:10.1016/j.anifeedsci.2006.01.023 Williamson G, Payne WJA. 1993. Pengantar Ilmu Peternakan di Daerah Tropis. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press.
49
Lampiran 1 Borang kuisioner IDENTITAS RESPONDEN 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Nama : ……………………………………………………… Desa : ……………………………………………………… Kecamatan: ……………………………………………………… Kabupaten: ……………………………………………………… Umur : …………….. h n Pendidikan terakhir: (SD, SLTP, SMU, PT): Pekerjaan Utama : ……………………………………………………… Pekerjaan Sampingan: ……………………………………………………… Pemilikan lahan: Jenis Lahan Luas (Ha) Jenis Tanaman (Sawah/Kebun/Pekarangan/Lainnya)
PAKAN DAN MANAJEMENNYA 10. Sistem pemeliharaan ternak: a. Intensif (dikandangkan sepanjang hari) b. Semi-intensif (k ng ik n ngk n) n k p n ik n ngk n (….j m) c. extensive (diumbar) d. Lain-lain 11. Sistem pemberian pakan untuk ruminansia a. Merumput disawah atau kebun atau pekarangan b. Merumput di padang penggembalaan c. Merumput di sawah atau kebun atau pekarangan dan diberi rumput potongan d. Lain-lain (sebutkan) 12. Pemberian pakan Bahan Pakan
Pemberian pakan dalam sehari(kali/hari)
Jumlah Pemberian (kg/ekor/hari)
Asal pakan Beli
Keterangan
Sendiri
Rumput lapang Legum …. Pakan Al n if……
13. Bagaimana ketersediaan pakan ternak di daerah Anda? a. kurang b. cukup c. banyak 14. Bahan baku pakan lokal apa saja yang tersedia di lokasi, mudah didapat dan tersedia sepanjang tahun (bahan pakan dan limbah pertanian)
50
Jenis tanaman
Bagian tanaman yang biasa digunakan untuk pakan Daun % hasil
Luas lahan (ha)
L inny (………………...)
Biji Bentuk pakan yang diberikan
% hasil
Luas lahan (ha)
Bentuk pakan yang diberikan
% hasil
Luas lahan (ha)
Bentuk pakan yang diberikan
Padi Jagung Ubi ………… .
15. Pakan yang diberikan kepada sapi, kerbau, kambing dan domba serta unggas: a. Pakan buatan pabrik b. Pakan (ransum) buatan sendiri c. Hanya satu jenis bahan pakan, sebutkan: 16. Asal bahan pakan tersebut di atas a. Dari lingkungan sekitar (satu kampung) b. Dari luar kampung dalam satu kecamatan c. Di luar kecamatan d. Lainnya: 17. Bagaimanakah ketersediaan limbah pertanian yang dapat dimanfaatakan sebagai pakan ternak di daerah ini? a. Kurang b. Cukup c. Banyak 18. Penggunaan pakan alternatif a. Tidak pernah b. Sudah pernah l m p ngg n n…………………………………………... c. J ng ig n k n k n …………………………………… 19. Jika pernah menggunakan pakan alternatif, kapan pakan alternatif ini digunakan? 20. Kendala yang sering dihadapi sehubungan dengan pakan: a. Ketersediaan pakan b. Harga pakan c. Kualitas pakan d. Lainnya: 21. Jenis (sapi perah; pedaging; kambing; ayam broiler; ayam petelur) dan jumlah ternak yang dimiliki saat ini:
51
22. Manejemen pemberian pakan Jenis tanaman pakan
Jumlah pemberian (kg/hari)
Cara pemberian
Teknologi (penyediaan) pakan yg digunakan untuk meningkatkan kualitas pakan
Rata-Rata lama penyimpanan sebelum diberikan
Keterangan
23. Luas lahan untuk ternak: a. Kandang: Ha b. Hijauan Jenis Tanamandan Luas:……..dan…… Ha Jenis Tanamandan Luas:……..dan…….Ha Jenis Tanamandan Luas:……... n…….Ha c. Angonan:……… Ha d. Lainnya (sebutkan):………Ha 24. Asal suplai bahan pakan bagi ternak dan jumlah (kg)
1……. 2…….
25. Kapan saja dibutuhkan suplai pakan dari luar lahan pribadi (misalnya: musim kemarau/penghujan): 26. Apakah bisa memenuhi kebutuhan pakan ternak sendiri : ya/tidak Alasan : 27. Sejak kapan beternak : a. Kurang dari 2 tahun b. 2 – 5 tahun c. > dari 5 tahun 28. Sistem Beternak: a. Perorangan b. Kelompok/koperasi c. Lainnya: 29. Apakah pernah diadakan penyuluhan rutin tentang manajemen/pengelolaan pakan : ya/tidak Siapa yang mengadakannya : Berapa kali setahun : Seberapa membantu : 30. Kendala Pemenuhan Kebutuhan Pakan Peternakan Sendiri :
TERNAK DAN PRODUKTIVITASNYA 31. Jumlah Kepemilikan Ternak: (anak…..; w 32. Jenis usaha sapi yang dipelihara: a. Pembibitan b. Penggemukkan
……;
…….)
52
c. Pembibitan + penggemukkan d. Perah e. Lain (sebutkan): 33. Sistem Perkawinan sapinya: a. Kawin suntik b. Dikawinkan dengan pejantan sendiri c. Dikawinkan dengan pejantan orang lain 34. Umur rata-rata sapi mulai dikawinkan: …………. bulan/tahun 35. Jumlah rata-rata kelahiran anak sapi pertahun 36. Rataan Mortalitas/tahun Pedet : Dewasa : 37. Cara penyapihan sapi: a. Secara alami b. Dengan bantuan (sebutkan) 38. Disapih berdasarkan: a. Umur : ………… bulan/tahun b. Bobot badan: ………… kg c. Umur + bobot badan d. Lainnya: 39. Berapa kali ternak Betina dikawinkan sampai jadi bunting (sevice preconception) a. Satu kali b. Dua kali c. Tiga kali d. Lainnya: 40. Pernahkah sapi yang dipelihara mengalami kesulitan melahirkan? a. Ya, bagaimana menanganinya: b. Tidak 41. Induk ternak dikawinkan kembali setelah beranak: a. 3 bulan b. 5 bulan c. 8 bulan d. lainnya: 42. Produksi ; Pertumbuhan …….L h i ko
rata-
n k
pi:
……kg/hari
atau
produksi
43. Bagaimana mendapatkan pengganti bibit ternak, jika ternak yang dipelihara sudah tidak produktif lagi? a. membeli anak b. membeli ternak dewasa c. lainnya: 44. Apakah peremajaan bibit sudah direncanakan secara berkala? a. Ya, frekuensinya: kali/bulan b. Tidak
53
45. Asal bibit Dalam kabupaten: Perorangan Kelompok Tani Perusahaan Pedagang RPH Lainnya
Luar kabupaten: Perorangan Kelompok Tani Perusahaan Pedagang RPH Lainnya
54
Lampiran 2 Kepadatan sapi perah, ruminansia, dan penduduk di Kabupaten Bandung Kecamatan
Luas wilayah (km2)
Populasi Sapi perah (ST)
Ruminansia (ST)
Kepadatan Penduduk (Orang)
Sapi perah (ST km-2)
Ruminansia (ST km-2)
Penduduk (orang km-2)
Ciwidey
48.47
786
1465.87
74 772
16.22
30.24
728.30
Rancabali
148.37
487
1187.83
48 731
3.28
8.01
341.67
Pasirjambu
239.58
3157
3894.71
81 858
13.18
16.26
440.55
Cimaung
55
9
963.98
75 749
0.16
17.53
1636.85
Pangalengan
195.41
10 346
11 231.73
142 317
52.95
57.48
1447.01
Kertasari
152.07
3150
3754.07
66 995
20.71
24.69
1542.64
Pacet
91.94
36
3098.44
108821
0.39
33.70
2069.22
Ibun
54.57
3
2090.37
77 190
0.05
38.31
328.44
Paseh
51.03
13
2007.09
123 371
0.25
39.33
5708.99
Cikancung
40.14
41
13 047.33
86 031
1.02
325.05
3123.42
Cicalengka
35.99
185
998.57
112 412
5.14
27.75
2811.91
Nagrek
49.3
3
799.29
49 478
0.06
16.21
5765.71
Rancaekek
45.25
0
949.75
171 929
0.00
20.99
1183.61
Majalaya
25.36
3
711.76
155 317
0.12
28.07
10 396.19
Solokanjeruk
24.01
3
1138.77
79 807
0.12
47.43
1377.25
Ciparay
46.18
6
855.18
115 594
0.13
18.52
4062.93
Baleendah
41.56
41
1881.28
239 623
0.99
45.27
1970.34
Arjasari
64.98
954
1704.71
94 027
14.68
26.23
2503.12
Banjaran
42.92
3
605.26
118 247
0.07
14.10
2417.62
Cangkuang
24.61
104
450.60
69 201
4.23
18.31
2755.06
Pameungpeuk
14.62
0
529.32
72 520
0.00
36.21
6124.49
Ketapang
15.72
2
785.08
117 113
0.13
49.94
1003.61
Soreang
25.51
1
1333.81
108 890
0.04
52.29
2143.27
Kutawaringin
47.3
8
1125.36
93 197
0.17
23.79
3323.91
Margaasih
18.35
0
1005.65
141 670
0.00
54.80
7449.94
Margahayu
10.54
0
357.94
123 176
0.00
33.96
1414.51
Dayeuhkolot
11.03
2
182.90
114 670
0.18
16.58
4268.52
Bojongsoang
27.81
3
361.57
112 990
0.11
13.00
3799.54
Cileunyi
31.58
395
846.61
180 290
12.51
26.81
4960.33
Cilengkrang
30.12
1636
3092.59
49 302
54.32
102.68
7720.44
Cimenyan 53.08 629 3254.83 109 834 11.85 61.32 11 686.53 */** 1762.4* 22 006* 65 712.26* 33 151 048* 12.49** 37.29** 3435.67** Sumber: Kabupaten Bandung dalam Angka tahun 2013; a Kepadatan ternak: sangat padat >50, padat >20-50, sedang >10-20 ST/km2 dan jarang <10; Kepadatan penduduk: padat >2000, sedang 1000-2000, dan rendah <1000 jiwa/km2; *= jumlah, **= Rataan
55
Lampiran 3 Kepadatan sapi perah, ruminansia dan penduduk di Kabupaten Bogor Kecamatan
Luas wilayah (km2)
Populasi Sapi perah (ST)
Kepadatan
Ruminansia (ST)
Penduduk (Orang)
Sapi perah (ST km-2)
Ruminansia (ST km-2)
Penduduk (orang km-2)
Nanggung
135.25
17.06
1668.95
85 996
0.13
12.34
635.83
Leuwiliang
61.77
0.00
794.22
117 240
0.00
12.86
1898.01
Leuwisadeng
32.83
0.00
646.94
72 830
0.00
19.71
2218.40
Pamijahan
80.88
787.59
2789.52
137 831
9.74
34.49
1704.14
Cibungbulang
32.66
1109.60
2439.38
129 187
33.97
74.69
3955.51
Ciampea
51.06
34.12
792.75
152 692
0.67
15.53
2990.44
Tenjolaya
23.68
17.06
452.75
56 747
0.72
19.12
2396.41
Dramaga
24.38
132.21
639.98
104 825
5.42
26.25
4299.63
Ciomas
16.31
0.00
334.50
159 432
0.00
20.51
9775.11
Taman Sari
21.61
21.32
885.94
96 658
0.99
41.00
4472.84
Cijeruk
31.66
793.28
1766.95
82 192
25.06
55.81
2596.08
Cigombong
40.43
39.10
1211.43
93 550
0.97
29.96
2313.88
Caringin
57.30
499.71
1537.28
118 841
8.72
26.83
2074.01
Ciawi
25.81
984.49
1683.62
108 216
38.14
65.23
4192.79
Cisarua
63.74
1089.69
2370.56
117 372
17.10
37.19
1841.42
Megamendung
35.87
324.14
1145.41
101 076
9.04
31.93
2817.84
Sukaraja
42.97
119.42
525.18
184 074
2.78
12.22
4283.78
Babakanmadang
98.71
35.54
1786.56
110 093
0.36
18.10
1115.32
126.78
1.42
2942.69
76 915
0.01
23.21
606.68
73.66
0.00
1387.37
46 707
0.00
18.83
634.09
Tanjungsari
129.99
3.55
2766.02
51 171
0.03
21.28
393.65
Jonggol
126.86
0.00
3726.39
130 034
0.00
29.37
1025.02
cileungsi
73.79
1.42
4304.27
274 671
0.02
58.33
3722.33
Kelapa Nunggal
97.64
0.00
1500.67
103 021
0.00
15.37
1055.11
Gunung Putri
56.29
0.00
580.93
349 137
0.00
10.32
6202.47
Citeureup
67.19
25.59
1482.22
209 789
0.38
22.06
3122.32
Cibinong
43.37
326.27
1132.86
356 454
7.52
26.12
8218.91
Bojonggede
29.55
41.23
683.72
264 331
1.40
23.14
8945.21
Tajurhalang
29.28
35.54
911.57
105 250
1.21
31.13
3594.60
Kemang
63.70
143.59
630.03
98 648
2.25
9.89
1548.63
Rancabungur
21.69
0.00
690.82
51 855
0.00
31.85
2390.73
Parung
73.77
13.51
359.20
121 910
0.18
4.87
1652.57
Ciseeng
36.79
13.51
496.31
103 772
0.37
13.49
2820.66
Sukamakmur Cariu
Gunung Sindur
51.26
17.77
1243.77
111 771
0.35
24.26
2180.47
Rumpin
111.01
115.86
3486.75
133 925
1.04
31.41
1206.42
Cigudeg
158.90
0.00
727.86
121 194
0.00
4.58
762.71
Sukajaya
76.28
0.00
864.49
56 992
0.00
11.33
747.14
Jasinga
208.07
0.00
876.26
95 268
0.00
4.21
457.87
Tenjo
64.45
0.00
386.18
68 475
0.00
5.99
1062.45
Parung Panjang
62.59
0.00
859.29
117 068
0.00
13.73
1870.39
56
*/** 2659.83* 6743.60* 55 511.61* 507 7210* 168.56** 988.55** Sumber: Kabupaten Bandung dalam Angka tahun 2013; a Kepadatan ternak: sangat padat >50, padat >20-50, sedang >10-20 ST/km2 dan jarang <10; Kepadatan penduduk: padat >2000, sedang 1000-2000, dan rendah <1000 jiwa/km2; *= jumlah, **= Rataan
2745.05**
Lampiran 4 Estimasi produksi BK limbah pertanian terpilih tiap kecamatan di Kabupaten Bandung Kecamatan Ciwidey Rancabali
Jerami Padi
Produksi BK (ton tahun-1) Jerami Limbah Limbah Jagung Buncis Kol
Limbah Wortel
Jumlah
27 990.76
773.07
1733.46
5704.54
0.00
31 067.74
9781.34
1117.61
749.98
12 720.24
621.95
13 542.91
Pasirjambu
28 741.83
249.91
866.96
2967.32
184.52
30 339.95
Cimaung
29 750.41
762.40
18.90
369.00
31.03
30 599.64
Pangalengan
8436.12
1547.13
555.20
92 267.15
3131.22
22 896.39
Kertasari
3204.12
595.46
555.70
20 619.13
1290.58
7707.78
Pacet
29 323.91
758.74
0.00
0.00
1820.51
31 903.16
Ibun
21 055.43
735.41
0.00
2082.84
0.00
21 999.13
Paseh
46 567.66
771.40
0.00
0.00
0.00
47 339.06
Cikancung
20 793.90
3415.49
41.52
221.08
9.27
24 282.29
Cicalengka
24 745.06
2347.86
5.78
972.13
26.33
27 222.24
Nagrek
17 383.24
3748.04
0.00
0.00
0.00
21 131.28
Rancaekek
39 911.31
13.66
0.00
0.00
0.00
39 924.97
Majalaya
34 212.56
67.31
0.00
0.00
0.00
34 279.87
Solokanjeruk
29 669.93
34.65
0.00
0.00
0.00
29 704.59
Ciparay
59 335.84
805.39
21.16
0.00
0.00
60 162.40
Baleendah
24 867.11
1275.23
0.00
0.00
0.00
26 142.34
Arjasari
38 920.16
2421.83
163.69
328.56
40.83
41 579.37
Banjaran
27 291.99
939.68
91.84
0.00
0.00
28 323.51
Cangkuang
36 550.27
801.06
0.00
178.70
0.00
37 369.20
Pameungpeuk
20 245.35
59.98
0.00
0.00
0.00
20 305.33
Ketapang
14 970.43
69.31
0.00
0.00
0.00
15 039.74
Soreang
30 852.87
734.75
25.33
0.00
0.00
31 612.95
Kutawaringin
41 815.80
0.00
160.40
501.46
0.00
42 026.35
Margaasih
13 992.70
459.84
0.00
0.00
0.00
14 452.54
Margahayu
1107.83
62.31
0.00
0.00
0.00
1170.14
Dayeuhkolot
2579.12
0.00
0.00
0.00
0.00
2579.12
Bojongsoang
22 420.77
221.26
0.00
0.00
0.00
22 642.03
Cileunyi
19 149.59
1434.17
38.05
546.73
9.05
20 685.54
Cilengkrang
6817.30
371.21
0.00
2244.30
0.00
7412.93
Cimenyan
7894.28
3021.62
66.38
60 673.21
46.53
17 096.13
740 378.99
29 615.77
5094.36
Jumlah
202 396.40
7211.83
802 540.60
57
Lampiran 5 Estimasi produksi BK limbah pertanian di Kabupaten Bogor Kecamatan
Produksi BK (ton tahun-1) Jerami padi
Jerami jagung
Jumlah Limbah singkong
Nanggung
24 030.35
4.53
39.41
24 074.28
Leuwiliang
32 283.19
0.00
103.98
32 387.17
Leuwisadeng
16 938.95
0.00
44.06
16 983.01
Pamijahan
50 853.40
0.00
225.16
51 078.56
Cibungbulang
28 702.26
0.00
1462.16
30 164.42
Ciampea
19 354.52
0.00
546.77
19 901.28
Tenjolaya
21 888.83
0.00
220.58
22 109.42
Dramaga
11 344.40
103.48
185.31
11 633.19
Ciomas
6256.19
17.77
101.32
6375.28
Taman Sari
8350.72
0.00
325.74
8676.47
Cijeruk
12 567.19
4.53
141.91
12 713.63
Cigombong
10 145.10
0.00
473.78
10 618.88
Caringin
18 401.86
23.69
109.15
18 534.70
Ciawi
12 627.22
0.00
67.67
12 694.89
3761.02
10.45
32.10
3803.58
10 533.99
0.00
49.52
10 583.51
1191.47
0.00
1156.48
2347.95
Cisarua Megamendung Sukaraja Babakanmadang
4491.82
0.00
1063.35
5555.18
Sukamakmur
55 773.27
22.30
962.99
56 758.55
Cariu
43 317.00
55.05
13.06
43 385.12
Tanjungsari
43 759.40
0.00
60.81
43 820.21
Jonggol
56 844.68
41.81
115.86
57 002.35
9556.55
28.22
74.46
9659.23
16 394.77
0.00
113.43
16 508.19
837.81
1.39
38.08
877.29
Citeureup
3505.24
21.60
1024.98
4551.82
Cibinong
990.50
0.00
811.33
1801.83
Bojonggede
629.01
0.00
96.01
725.02
Tajurhalang
1526.85
0.00
157.41
1684.27
Kemang
2050.16
64.81
231.36
2346.33
Rancabungur
1790.47
9.06
150.40
1949.92
Parung
1409.40
0.00
125.09
1534.49
Ciseeng
6327.97
4.53
146.93
6479.43
Gunung Sindur
4250.40
223.34
348.18
4821.92
Rumpin
31 549.78
0.00
457.62
32 007.40
Cigudeg
34 542.16
4.53
141.25
34 687.93
Sukajaya
33 725.22
41.11
78.23
33 844.56
Jasinga
33 097.52
0.00
117.93
33 215.44
24 481.88 16 567.03 716 649.56
43.55 44.95 770.72
132.61 36.75 11 783.22
24 658.05 16 648.73 729 203.50
Cileungsi Kelapa Nunggal Gunung Putri
Tenjo Parung Panjang Jumlah
58
Lampiran 6 Estimasi produksi PK limbah pertanian terpilih tiap kecamatan di Kabupaten Bandung Kecamatan
Jerami Padi
Produksi PK (ton tahun-1) Jerami Limbah Limbah Jagung Buncis Kol
Limbah Wortel
Jumlah
Ciwidey
1864.18
81.48
306.82
94.01
0.00
2346.50
Rancabali
651.44
117.80
132.75
209.63
99.08
1210.69
Pasirjambu
1914.21
26.34
153.45
48.90
29.39
2172.29
Cimaung
1981.38
80.36
3.35
6.08
4.94
2076.10
Pangalengan
561.85
163.07
98.27
1520.56
498.80
2842.55
Kertasari
213.39
62.76
98.36
339.80
205.59
919.91
Pacet
1952.97
79.97
0.00
0.00
290.01
2322.95
Ibun
1402.29
77.51
0.00
34.33
0.00
1514.13
Paseh
3101.41
81.31
0.00
0.00
0.00
3182.71
Cikancung
1384.87
359.99
7.35
3.64
1.48
1757.34
Cicalengka
1648.02
247.46
1.02
16.02
4.19
1916.72
Nagrek
1157.72
395.04
0.00
0.00
0.00
1552.77
Rancaekek
2658.09
1.44
0.00
0.00
0.00
2659.53
Majalaya
2278.56
7.09
0.00
0.00
0.00
2285.65
Solokanjeruk
1976.02
3.65
0.00
0.00
0.00
1979.67
Ciparay
3951.77
84.89
3.75
0.00
0.00
4040.40
Baleendah
1656.15
134.41
0.00
0.00
0.00
1790.56
Arjasari
2592.08
255.26
28.97
5.41
6.50
2888.24
Banjaran
1817.65
99.04
16.26
0.00
0.00
1932.94
Cangkuang
2434.25
84.43
0.00
2.94
0.00
2521.62
Pameungpeuk
1348.34
6.32
0.00
0.00
0.00
1354.66
Ketapang
997.03
7.31
0.00
0.00
0.00
1004.34
Soreang
2054.80
77.44
4.48
0.00
0.00
2136.73
Kutawaringin
2784.93
0.00
28.39
8.26
0.00
2821.59
Margaasih
931.91
48.47
0.00
0.00
0.00
980.38
Margahayu
73.78
6.57
0.00
0.00
0.00
80.35
Dayeuhkolot
171.77
0.00
0.00
0.00
0.00
171.77
Bojongsoang
1493.22
23.32
0.00
0.00
0.00
1516.54
Cileunyi
1275.36
151.16
6.74
9.01
1.44
1443.71
Cilengkrang
454.03
39.13
0.00
36.99
0.00
530.14
Cimenyan
525.76
318.48
11.75
999.89
7.41
1863.29
3121.50
901.70
3335.49
1148.84
57 816.78
Jumlah
49 309.24
59
Lampiran 7 Estimasi produksi PK limbah pertanian di Kabupaten Bogor Kecamatan
Produksi PK (ton tahun-1) Jerami Padi Jerami Jagung
Jumlah Limbah Singkong
Nanggung
1115.01
0.54
8.63
1124.18
Leuwiliang
1497.94
0.00
22.78
1520.72
Leuwisadeng
785.97
0.00
9.65
795.62
Pamijahan
2359.60
0.00
49.33
2408.93
Cibungbulang
1331.78
0.00
320.36
1652.14
Ciampea
898.05
0.00
119.80
1017.85
Tenjolaya
1015.64
0.00
48.33
1063.97
Dramaga
526.38
12.28
40.60
579.26
Ciomas
290.29
2.11
22.20
314.60
Taman Sari
387.47
0.00
71.37
458.84
Cijeruk
583.12
0.54
31.09
614.75
Cigombong
470.73
0.00
103.81
574.54
Caringin
853.85
2.81
23.91
880.57
Ciawi
585.90
0.00
14.83
600.73
Cisarua
174.51
1.24
7.03
182.79
Megamendung
488.78
0.00
10.85
499.63
Sukaraja
55.28
0.00
253.39
308.67
208.42
0.00
232.98
441.40
Sukamakmur
2587.88
2.65
210.99
2801.52
Cariu
2009.91
6.53
2.86
2019.31
Tanjungsari
2030.44
0.00
13.32
2043.76
Jonggol
Babakanmadang
2637.59
4.96
25.39
2667.94
Cileungsi
443.42
3.35
16.31
463.09
Kelapa Nunggal
760.72
0.00
24.85
785.57
38.87
0.17
8.34
47.38
Citeureup
162.64
2.56
224.57
389.78
Cibinong
45.96
0.00
177.76
223.72
Bojonggede
29.19
0.00
21.04
50.22
Tajurhalang
70.85
0.00
34.49
105.33
Kemang
95.13
7.69
50.69
153.51
Rancabungur
83.08
1.08
32.95
117.11
Parung
65.40
0.00
27.41
92.80
Ciseeng
293.62
0.54
32.19
326.35
Gunung Sindur
197.22
26.51
76.29
300.01
Rumpin
1463.91
0.00
100.26
1564.17
Cigudeg
1602.76
0.54
30.95
1634.24
Sukajaya
1564.85
4.88
17.14
1586.87
Jasinga
1535.72
0.00
25.84
1561.56
Tenjo
1135.96
5.17
29.06
1170.18
768.71
5.34
8.05
782.10
33 252.54
91.48
2581.70
35 925.73
Gunung Putri
Parung Panjang Jumlah
60
Lampiran 8 Estimasi produksi TDN limbah pertanian terpilih tiap kecamatan di Kabupaten Bandung Kecamatan Ciwidey
Jerami Padi
Produksi TDN (ton tahun-1) Jerami Limbah Limbah Jagung Buncis Kol
Limbah Wortel
Jumlah
10 538.52
491.98
1106.99
372.62
0.00
12 510.11
3682.67
711.25
478.94
830.89
385.17
6088.92
Pasirjambu
10 821.30
159.05
553.64
193.83
114.27
11 842.08
Cimaung
Rancabali
11 201.03
485.19
12.07
24.10
19.22
11 741.61
Pangalengan
3176.20
984.60
354.55
6026.89
1939.16
12 481.40
Kertasari
1206.35
378.95
354.87
1346.84
799.26
4086.27
11 040.45
482.86
0.00
0.00
1127.44
12 650.76
Pacet Ibun
7927.37
468.02
0.00
136.05
0.00
8531.44
17 532.72
490.92
0.00
0.00
0.00
18 023.64
Cikancung
7828.90
2173.62
26.52
14.44
5.74
10 049.22
Cicalengka
9316.52
1494.18
3.69
63.50
16.30
10 894.19
Paseh
Nagrek
6544.79
2385.25
0.00
0.00
0.00
8930.04
Rancaekek
15 026.61
8.69
0.00
0.00
0.00
15 035.30
Majalaya
12 881.03
42.84
0.00
0.00
0.00
12 923.87
Solokanjeruk
11 170.73
22.05
0.00
0.00
0.00
11 192.78
Ciparay
22 339.95
512.55
13.51
0.00
0.00
22 866.01
9362.47
811.55
0.00
0.00
0.00
10 174.02
Arjasari
14 653.44
1541.25
104.54
21.46
25.28
16 345.97
Banjaran
10 275.44
598.01
58.65
0.00
0.00
10 932.09
Cangkuang
Baleendah
13 761.18
509.79
0.00
11.67
0.00
14 282.64
Pameungpeuk
7622.37
38.17
0.00
0.00
0.00
7660.55
Ketapang
5636.37
44.11
0.00
0.00
0.00
5680.47
Soreang
11 616.11
467.59
16.18
0.00
0.00
12 099.88
Kutawaringin
15 743.65
0.00
102.43
32.76
0.00
15 878.84
Margaasih
5268.25
292.64
0.00
0.00
0.00
5560.89
Margahayu
417.10
39.66
0.00
0.00
0.00
456.75
Dayeuhkolot
971.04
0.00
0.00
0.00
0.00
971.04
Bojongsoang
8441.42
140.81
0.00
0.00
0.00
8582.23
Cileunyi
7209.82
912.71
24.30
35.71
5.61
8188.15
Cilengkrang
2566.71
236.23
0.00
146.60
0.00
2949.55
Cimenyan
2972.20
1922.96
42.39
3963.17
28.82
8929.53
278 752.69
18 847.48
13 220.53
4466.28
318 540.25
Jumlah
3253.26
61
Lampiran 9 Estimasi produksi TDN limbah pertanian di Kabupaten Bogor Kecamatan
Produksi TDN (ton tahun-1) Jerami Padi Jerami Jagung Limbah Singkong
Nanggung
11 568.21
2.51
23.88
11594.60
Leuwiliang
15 541.13
0.00
63.00
15 604.13
Leuwisadeng
Jumlah
8154.41
0.00
26.69
8181.11
Pamijahan
24 480.83
0.00
136.42
24 617.25
Cibungbulang
13 817.27
0.00
885.92
14 703.19
9317.26
0.00
331.29
9648.55
10 537.29
0.00
133.65
10 670.94
Dramaga
5461.19
57.39
112.28
5630.86
Ciomas
3011.73
9.86
61.39
3082.98
Taman Sari
4020.04
0.00
197.37
4217.41
Cijeruk
6049.85
2.51
85.99
6138.34
Cigombong
4883.85
0.00
287.06
5170.92
Caringin
8858.66
13.14
66.13
8937.93
Ciawi
6078.74
0.00
41.00
6119.75
Cisarua
1810.56
5.80
19.45
1835.80
Megamendung
5071.06
0.00
30.00
5101.07
Ciampea Tenjolaya
Sukaraja
573.57
0.00
700.71
1274.29
2162.36
0.00
644.29
2806.65
Sukamakmur
26 849.25
12.37
583.47
27 445.09
Cariu
20 852.81
30.53
7.91
20 891.25
Tanjungsari
21 065.78
0.00
36.84
21 102.62
Jonggol
Babakanmadang
27 365.03
23.19
70.20
27 458.42
Cileungsi
4600.52
15.65
45.12
4661.29
Kelapa Nunggal
7892.44
0.00
68.73
7961.17
403.32
0.77
23.07
427.17
Citeureup
1687.42
11.98
621.03
2320.44
Cibinong
476.83
0.00
491.59
968.41
Bojonggede
302.81
0.00
58.17
360.98
Tajurhalang
735.03
0.00
95.38
830.40
Kemang
986.95
35.94
140.18
1163.07
Rancabungur
861.93
5.02
91.13
958.08
Parung
678.49
0.00
75.79
754.28
Ciseeng
3046.28
2.51
89.03
3137.82
Gunung Sindur
2046.14
123.87
210.96
2380.97
Rumpin
15 188.06
0.00
277.27
15 465.34
Cigudeg
16 628.59
2.51
85.58
16 716.69
Sukajaya
16 235.32
22.80
47.40
16 305.52
Jasinga
15 933.14
0.00
71.45
16 004.60
Tenjo
11 785.58
24.15
80.35
11 890.08
7975.37
24.93
22.27
8022.56
344 995.10
427.44
7139.45
Gunung Putri
Parung Panjang Jumlah
352 561.99
62
62
Lampiran 10 Produksi tanaman pertanian Kabupaten Bandung Luas panen (ha)
Kecamatan Padi
Jagung
Ciwidey
3286
Rancabali Pasirjambu
Buncis
Kol
271
378
152
0
4087
1280
383
119
150
203
3549
87
142
80
62
Cimaung
3564
258
4
5
Pangalengan
1037
526
34
Kertasari
Produksi pertanian (ton tahun-1)
Total Wortel
Padi
Kol
Total
Jagung
Buncis
Wortel
20 870
2320
6897
3540.2
0
33 627.2
2135
7293
3354
2984
7894.1
4439.2
25 964.3
3920
21 430
750
3449.4
1841.5
1317
28 787.9
10
3841
22 182
2288
75.2
229
221.5
24 995.7
2423
978
4998
6290
4643
2209
57 260.4
22 885.3
93 287.7
402
270
12
516
444
1644
2389
1787
2211
12 796.1
9211.6
28 394.7
Pacet
3517
357
0
0
57
3931
21 864
2277
0
0
12 994
37135
Ibun
2430
250
0
112
0
2792
15 699
2207
0
1292.6
0
19 198.6
Paseh
5452
397
0
0
0
5849
34 721
2315
0
0
0
37036
Cikancung
2839
1471
7
6
3
4326
15 504
10 250
165.2
137.2
66.2
26 122.6
Cicalengka
2971
1180
2
26
8
4187
18 450
7046
23
603.3
187.9
26 310.2
Nagrek
2604
1901
0
0
0
4505
12 961
11 248
0
0
0
24209
Rancaekek
4299
7
0
0
0
4306
29 758
41
0
0
0
29799
Majalaya
3728
23
0
0
0
3751
25 509
202
0
0
0
25711
Solokanjeruk
3124
12
0
0
0
3136
22 122
104
0
0
0
22226
Ciparay
6740
415
4
0
0
7159
44 241
2417
84.2
0
0
46 742.2
Baleendah
2833
512
0
39
0
3384
18 541
3827
0
0
0
22368
Arjasari
4876
1237
32
11
13
6169
29 019
7268
651.3
203.9
291.4
37 433.6
Banjaran
3088
329
17
0
0
3434
20 349
2820
365.4
0
0
23 534.4
Cangkuang
4123
275
0
5
0
4403
27 252
2404
0
110.9
0
29 766.9
Pameungpeuk
2305
31
0
0
0
2336
15 095
180
0
0
0
15275
Ketapang
1660
30
0
0
0
1690
11 162
208
0
0
0
11370
Soreang
3443
375
2
0
0
3820
23 004
2205
100.8
0
0
25 309.8
63
Kutawaringin
4909
0
24
14
0
4947
31 178
0
638.2
311.2
0
32 127.4
Margaasih
1538
170
0
0
0
1708
10 433
1380
0
0
0
11813
Margahayu
130
25
0
10
0
165
826
187
0
0
0
1013
Dayeuhkolot
299
0
0
0
0
299
1923
0
0
0
0
1923
Bojongsoang
2573
112
0
0
0
2685
16 717
664
0
0
0
17381
Cileunyi
2254
699
5
15
0
2973
14 278
4304
151.4
339.3
64.6
19 137.3
Cilengkrang Cimenyan Total
835
153
0
300
0
1288
5083
1114
0
1392.8
0
7589.8
1026
1150
7
1452
18
3653
5886
9068
264.1
37 653.4
332.1
53 203.6
86714
12906
789
5316
1796
107521
552 029
88 878
20 269.2
125 605.9
52010.8
838 792.9
Lampiran 11 Produksi pertanian di Kabupaten Bogor Luas panen (ha)
Kecamatan Padi
Jagung
Total Singkong
Produksi pertanian (ton tahun-1) Padi
Jagung
Total
Singkong
2876
3
27
2906
18 414
13
534
18 961
Leuwiliang
3756
0
70
3826
24 738
0
1409
26 147
Leuwisadeng
1983
0
30
2013
12 980
0
597
13 577
Pamijahan
5855
0
145
6000
38 968
0
3051
42 019
Cibungbulang
3316
0
941
4257
21 994
0
19 813
41 807
Ciampea
2291
0
353
2644
14 831
0
7409
22 240
Tenjolaya
2574
0
142
2716
16 773
0
2989
19 762
Dramaga
1373
68
119
1560
8693
297
2511
11 501
Ciomas
741
12
66
819
4794
51
1373
6218
Taman Sari
986
0
216
1202
6399
0
4414
10 813
Cijeruk
1486
3
95
1584
9630
13
1923
11 566
Cigombong
1218
0
312
1530
7774
0
6420
14 194
63
Nanggung
64
64
Caringin
2168
16
75
2259
14 101
68
1479
15 648
Ciawi
1488
0
46
1534
9676
0
917
10 593
Cisarua
452
7
22
481
2882
30
435
3347
1274
0
34
1308
8072
0
671
8743
Sukaraja
140
0
745
885
913
0
15 671
16584
Babakanmadang
538
0
717
1255
3442
0
14 409
17851
Sukamakmur
6450
15
661
7126
42 738
64
13 049
55 851
Cariu
5048
38
9
5095
33 193
158
177
33 528
Tanjungsari
5102
0
42
5144
33 532
0
824
34 356
Jonggol
6650
28
80
6758
43 559
120
1570
45 249
Cileungsi
1143
19
51
1213
7323
81
1009
8413
Kelapa Nunggal
1914
0
78
1992
12 563
0
1537
14 100
Gunung Putri
102
1
26
129
642
4
516
1162
Citeureup
417
15
685
1117
2686
62
13 889
16 637
Cibinong
Megamendung
119
0
535
654
759
0
10 994
11 753
Bojonggede
75
0
62
137
482
0
1301
1783
Tajurhalang
183
0
102
285
1170
0
2133
3303
Kemang
248
43
149
440
1571
186
3135
4892
Rancabungur
218
6
97
321
1372
26
2038
3436
Parung
170
0
82
252
1080
0
1695
2775
Ciseeng
750
3
97
850
4849
13
1991
6853
Gunung Sindur
488
145
231
864
3257
641
4718
8616
Rumpin
3809
0
306
4115
24 176
0
6201
30 377
Cigudeg
4104
3
96
4203
26 469
13
1914
28 396
Sukajaya
4071
27
53
4151
25843
118
1060
27 021
Jasinga
3914
0
80
3994
25 362
0
1598
26 960
65
Tenjo
2591
30
90
2711
18 760
125
1797
20 682
Parung Panjang
1854
30
25
1909
12 695
129
498
13 322
83 935
512
7792
92 239
549 155
2212
159 669
711 036
Total
Lampiran 12 Rincian KPPTR tiap kecamatan di Kabupaten Bandung berdasarkan produksi BK Kecamatan
Jerami Padi 27 990.76 9781.34 28 741.83 29 750.41 8436.12 3204.12 29 323.91 21 055.43 46 567.66 20 793.90 24 745.06 17 383.24 39 911.31 34 212.56 29 669.93 59 335.84 24 867.11 38 920.16 27 291.99 36 550.27 20 245.35 14 970.43 30 852.87 41 815.80 13 992.70 1107.83 2579.12
Limbah lain 3076.98 3761.57 1598.12 849.24 14 460.27 4503.66 2579.25 943.70 771.40 3488.39 2477.18 3748.04 13.66 67.31 34.65 826.55 1275.23 2659.21 1031.51 818.93 59.98 69.31 760.08 210.55 459.84 62.31 0.00
Sudah termanfaatkan sebagai pakan (30%) Jerami padi Limbah lain 8397.23 923.09 2934.40 1128.47 8622.55 479.44 8925.12 254.77 2530.84 4338.08 961.24 1351.10 8797.17 773.78 6316.63 283.11 13 970.30 231.42 6238.17 1046.52 7423.52 743.15 5214.97 1124.41 11 973.39 4.10 10 263.77 20.19 8900.98 10.40 17 800.75 247.97 7460.13 382.57 11676.05 797.76 8187.60 309.45 10 965.08 245.68 6073.61 17.99 4491.13 20.79 9255.86 228.02 12 544.74 63.16 4197.81 137.95 332.35 18.69 773.74 0.00
Kelebihan BK limbah untuk KPPTR (ton tahun -1) Jerami padi Limbah lain 19 593.53 2153.89 6846.94 2633.10 20 119.28 1118.68 20 825.28 594.47 5905.29 10 122.19 2242.88 3152.56 20 526.73 1805.48 14 738.80 660.59 32 597.36 539.98 14 555.73 2441.87 17 321.54 1734.02 12 168.27 2623.63 27 937.91 9.56 23 948.80 47.12 20 768.95 24.26 41 535.09 578.59 17 406.98 892.66 27 244.11 1861.44 19 104.40 722.06 25 585.19 573.25 14 171.75 41.99 10 479.30 48.52 21 597.01 532.06 29 271.06 147.38 9794.89 321.89 775.48 43.62 1805.38 0.00
KPPTR Sapi Perah (ST) Jerami padi 17 316.42 6051.21 17 781.07 18 405.02 5218.99 1982.22 18 141.17 13 025.90 28 808.98 12 864.10 15 308.48 10 754.10 24 691.04 21 165.53 18 355.24 36 707.99 15 383.98 24 077.87 16 884.13 22 611.74 12 524.74 9261.42 19 087.06 25 869.26 8656.55 685.36 1595.57
Limbah lain 1057.54 1292.83 549.26 291.88 4969.90 1375.99 886.47 324.34 265.13 1198.94 851.39 1288.18 4.70 23.13 11.91 284.08 438.29 913.95 354.52 281.46 20.61 23.82 261.23 72.36 158.04 21.42 0.00
KPPTR sapi perah 1057.54 1292.83 549.26 291.88 4969.90 1375.99 886.47 324.34 265.13 1198.94 851.39 1288.18 4.70 23.13 11.91 284.08 438.29 913.95 354.52 281.46 20.61 23.82 261.23 72.36 158.04 21.42 0.00
65
Ciwidey Rancabali Pasirjambu Cimaung Pangalengan Kertasari Pacet Ibun Paseh Cikancung Cicalengka Nagrek Rancaekek Majalaya Solokanjeruk Ciparay Baleendah Arjasari Banjaran Cangkuang Pameungpeuk Ketapang Soreang Kutawaringin Margaasih Margahayu Dayeuhkolot
Produksi BK (ton tahun -1)
66
66
Bojongsoang Cileunyi Cilengkrang Cimenyan total
22 420.77 19 149.59 6817.30 7894.28 740 378.99
221.26 1535.95 595.64 9201.85 62 161.60
6726.23 5744.88 2045.19 2368.28 222 113.70
66.38 460.78 178.69 2760.55 186 48.48
15 694.54 13 404.72 4772.11 5526.00 518 265.30
154.88 1075.16 416.94 6441.29 43 513.12
13 870.56 11 846.85 4217.51 4883.78 458 033.85
76.04 527.89 204.72 3162.61 21 192.63
76.04 527.89 204.72 3162.61 21 192.63
Lampiran 13 Rincian KPPTR tiap kecamatan di Kabupaten Bogor berdasarkan produksi BK Produksi BK (ton tahun-1) Kecamatan Jerami Padi Nanggung Leuwiliang Leuwisadeng Pamijahan Cibungbulang Ciampea Tenjolaya Dramaga Ciomas Taman Sari Cijeruk Cigombong Caringin Ciawi Cisarua Megamendung Sukaraja Babakanmadang Sukamakmur Cariu Tanjungsari
24 030.35 32 283.19 16 938.95 50 853.40 28 702.26 19 354.52 21 888.83 11 344.40 6256.19 8350.72 12 567.19 10 145.10 18 401.86 12 627.22 3761.02 10 533.99 1191.47 4491.82 55 773.27 43 317.00 43 759.40
Limbah lain 43.94 103.98 44.06 225.16 1462.16 546.77 220.58 288.79 119.09 325.74 146.44 473.78 132.84 67.67 42.55 49.52 1156.48 1063.35 985.29 68.11 60.81
Sudah termanfaatkan sebagai pakan 30% 30% jerami padi limbah lain 7209.10 13.18 9684.96 31.19 5081.69 13.22 15 256.02 67.55 8610.68 438.65 5806.36 164.03 6566.65 66.17 3403.32 86.64 1876.86 35.73 2505.22 97.72 3770.16 43.93 3043.53 142.13 5520.56 39.85 3788.17 20.30 1128.31 12.77 3160.20 14.86 357.44 346.95 1347.55 319.01 16 731.98 295.59 12 995.10 20.43 13 127.82 18.24
Kelebihan BK limbah untuk KPPTR (ton tahun -1) Jerami padi
Limbah lain
16 821.24 22 598.24 11 857.27 35 597.38 20 091.58 13 548.16 15 322.18 7941.08 4379.33 5845.51 8797.03 7101.57 12 881.30 8839.05 2632.72 7373.80 834.03 3144.28 39 041.29 30 321.90 30 631.58
30.76 72.79 30.84 157.61 1023.51 382.74 154.41 202.15 83.37 228.02 102.51 331.65 92.99 47.37 29.79 34.66 809.54 744.35 689.70 47.68 42.57
KPPTR Sapi Perah (ST) Jerami padi 14 866.32 19 971.93 10 479.25 31 460.35 17 756.59 11 973.63 13 541.48 7018.19 3870.38 5166.16 7774.66 6276.25 11 384.27 7811.80 2326.75 6516.83 737.10 2778.86 34 504.01 26 797.97 27 071.66
Limbah lain 15.10 35.74 15.14 77.38 502.53 187.92 75.81 99.25 40.93 111.96 50.33 162.84 45.66 23.26 14.63 17.02 397.48 365.47 338.64 23.41 20.90
KPPTR sapi perah 15.10 35.74 15.14 77.38 502.53 187.92 75.81 99.25 40.93 111.96 50.33 162.84 45.66 23.26 14.63 17.02 397.48 365.47 338.64 23.41 20.90
67
Jonggol Cileungsi Kelapa Nunggal Gunung Putri Citeureup Cibinong Bojonggede Tajurhalang Kemang Rancabungur Parung Ciseeng Gunung Sindur Rumpin Cigudeg Sukajaya Jasinga Tenjo Parung Panjang Total
56 844.68 9556.55 16 394.77 837.81 3505.24 990.50 629.01 1526.85 2050.16 1790.47 1409.40 6327.97 4250.40 31 549.78 34 542.16 33 725.22 33 097.52 24 481.88 16 567.03 716 649.56
157.67 102.68 113.43 39.47 1046.58 811.33 96.01 157.41 296.16 159.46 125.09 151.46 571.52 457.62 145.78 119.34 117.93 176.17 81.70 12 553.94
17 053.40 2866.96 4918.43 251.34 1051.57 297.15 188.70 458.06 615.05 537.14 422.82 1898.39 1275.12 9464.93 10 362.65 10 117.57 9929.25 7344.56 4970.11 214 994.87
47.30 30.81 34.03 11.84 313.97 243.40 28.80 47.22 88.85 47.84 37.53 45.44 171.46 137.29 43.73 35.80 35.38 52.85 24.51 3766.18
39 791.27 6689.58 11 476.34 586.47 2453.67 693.35 440.31 1068.80 1435.11 1253.33 986.58 4429.58 2975.28 22 084.85 24 179.51 23 607.66 23 168.26 17 137.31 11 596.92 501 654.69
110.37 71.88 79.40 27.63 732.61 567.93 67.21 110.19 207.31 111.62 87.56 106.02 400.06 320.33 102.04 83.54 82.55 123.32 57.19 8787.76
35 166.83 5912.14 10 142.59 518.31 2168.51 612.77 389.14 944.59 1268.33 1107.67 871.93 3914.78 2629.50 19 518.20 21 369.43 20 864.04 20 475.71 15 145.66 10 249.16 443 353.68
54.19 35.29 38.98 13.57 359.70 278.85 33.00 54.10 101.79 54.80 42.99 52.06 196.43 157.28 50.10 41.02 40.53 60.55 28.08 4314.70
54.19 35.29 38.98 13.57 359.70 278.85 33.00 54.10 101.79 54.80 42.99 52.06 196.43 157.28 50.10 41.02 40.53 60.55 28.08 4314.70
Lampiran 14 Rincian KPPTR tiap kecamatan di Kabupaten Bandung berdasarkan produksi PK Produksi PK (ton tahun -1) Kecamatan Jerami Padi 1864.18 651.44 1914.21 1981.38 561.85 213.39
482.31 559.25 258.09 94.73 2280.70 706.51
Kelebihan PK limbah untuk KPPTR (ton tahun -1) Jerami padi 1304.93 456.01 1339.94 1386.96 393.29 149.38
Limbah lain 337.62 391.48 180.66 66.31 1596.49 494.56
KPPTR Sapi Perah (ST) Jerami padi 17 024.52 5949.20 17 481.33 18 094.77 5131.01 1948.81
Limbah lain 1594.80 1849.20 853.38 313.22 7541.30 2043.43
KPPTR sapi perah 1594.80 1849.20 853.38 313.22 7541.30 2043.43
67
Ciwidey Rancabali Pasirjambu Cimaung Pangalengan Kertasari
Limbah lain
Sudah termanfaatkan sebagai pakan 30% 30% Jerami padi limbah lain 559.26 144.69 195.43 167.78 574.26 77.43 594.41 28.42 168.55 684.21 64.02 211.95
68
68
Pacet Ibun Paseh Cikancung Cicalengka Nagrek Rancaekek Majalaya Solokanjeruk Ciparay Baleendah Arjasari Banjaran Cangkuang Pameungpeuk Ketapang Soreang Kutawaringin Margaasih Margahayu Dayeuhkolot Bojongsoang Cileunyi Cilengkrang Cimenyan total
1952.97 1402.29 3101.41 1384.87 1648.02 1157.72 2658.09 2278.56 1976.02 3951.77 1656.15 2592.08 1817.65 2434.25 1348.34 997.03 2054.80 2784.93 931.91 73.78 171.77 1493.22 1275.36 454.03 525.76 49 309.24
369.98 111.84 81.31 372.46 268.70 395.04 1.44 7.09 3.65 88.63 134.41 296.15 115.30 87.38 6.32 7.31 81.93 36.66 48.47 6.57 0.00 23.32 168.35 76.11 1337.53 8507.54
585.89 420.69 930.42 415.46 494.41 347.32 797.43 683.57 592.81 1185.53 496.84 777.62 545.29 730.27 404.50 299.11 616.44 835.48 279.57 22.13 51.53 447.97 382.61 136.21 157.73 14 792.77
110.99 33.55 24.39 111.74 80.61 118.51 0.43 2.13 1.10 26.59 40.32 88.85 34.59 26.21 1.90 2.19 24.58 11.00 14.54 1.97 0.00 7.00 50.50 22.83 401.26 2552.26
1367.08 981.60 2170.98 969.41 1153.61 810.41 1860.67 1594.99 1383.21 2766.24 1159.30 1814.46 1272.35 1703.97 943.84 697.92 1438.36 1949.45 652.34 51.65 120.24 1045.26 892.75 317.82 368.03 34 516.47
258.99 78.29 56.91 260.72 188.09 276.53 1.01 4.97 2.56 62.04 94.09 207.31 80.71 61.16 4.43 5.11 57.35 25.66 33.93 4.60 0.00 16.32 117.84 53.28 936.27 5955.28
17 835.36 12 806.32 28 323.34 12 647.25 15 050.42 10 572.82 24 274.82 20 808.74 18 045.82 36 089.20 15 124.65 23 671.99 16 599.51 22 230.57 12 313.61 9105.30 18 765.31 25 433.17 8510.63 673.80 1568.67 13 636.74 11 647.15 4146.41 4801.45 450 312.70
1223.36 369.80 268.84 1231.57 888.48 1306.24 4.76 23.46 12.08 293.07 444.43 979.25 381.24 288.92 20.90 24.16 270.90 121.20 160.26 21.72 0.00 77.11 556.66 251.67 4422.65 27838.04
1223.36 369.80 268.84 1231.57 888.48 1306.24 4.76 23.46 12.08 293.07 444.43 979.25 381.24 288.92 20.90 24.16 270.90 121.20 160.26 21.72 0.00 77.11 556.66 251.67 4422.65 27838.04
69
Lampiran 15 Rincian KPPTR tiap kecamatan di Kabupaten Bogor berdasarkan produksi PK Produksi PK (ton tahun -1) Kecamatan Jerami Padi Nanggung Leuwiliang Leuwisadeng Pamijahan Cibungbulang Ciampea Tenjolaya Dramaga Ciomas Taman Sari Cijeruk Cigombong Caringin Ciawi Cisarua Megamendung Sukaraja Babakanmadang Sukamakmur Cariu Tanjungsari Jonggol Cileungsi Kelapa Nunggal Gunung Putri Citeureup Cibinong Bojonggede
1115.01 1497.94 785.97 2359.60 1331.78 898.05 1015.64 526.38 290.29 387.47 583.12 470.73 853.85 585.90 174.51 488.78 55.28 208.42 2587.88 2009.91 2030.44 2637.59 443.42 760.72 38.87 162.64 45.96 29.19
Limbah lain 9.17 22.78 9.65 49.33 320.36 119.80 48.33 52.88 24.31 71.37 31.63 103.81 26.73 14.83 8.27 10.85 253.39 232.98 213.64 9.40 13.32 30.35 19.66 24.85 8.51 227.14 177.76 21.04
Sudah termanfaatkan sebagai pakan 30% 30% jerami padi limbah lain 334.50 2.75 449.38 6.83 235.79 2.90 707.88 14.80 399.54 96.11 269.41 35.94 304.69 14.50 157.91 15.87 87.09 7.29 116.24 21.41 174.94 9.49 141.22 31.14 256.15 8.02 175.77 4.45 52.35 2.48 146.63 3.25 16.59 76.02 62.53 69.89 776.36 64.09 602.97 2.82 609.13 4.00 791.28 9.10 133.03 5.90 228.22 7.46 11.66 2.55 48.79 68.14 13.79 53.33 8.76 6.31
Kelebihan PK limbah untuk KPPTR (ton tahun -1) Jerami padi 780.51 1048.56 550.18 1651.72 932.25 628.63 710.95 368.47 203.20 271.23 408.18 329.51 597.69 410.13 122.16 342.14 38.70 145.89 1811.52 1406.94 1421.31 1846.32 310.40 532.50 27.21 113.85 32.17 20.43
Limbah lain 6.42 15.95 6.76 34.53 224.25 83.86 33.83 37.02 17.02 49.96 22.14 72.66 18.71 10.38 5.79 7.59 177.37 163.09 149.55 6.58 9.33 21.24 13.77 17.40 5.96 159.00 124.43 14.73
KPPTR Sapi Perah (ST) Jerami padi 15 274.08 20 519.73 10 766.68 32 323.26 18 243.63 12 302.05 13 912.90 7210.69 3976.54 5307.86 7987.91 6448.39 11 696.53 8026.07 2390.57 6695.58 757.32 2855.08 35 450.41 27 533.00 27 814.19 36 131.41 6074.30 10 420.78 532.53 2227.99 629.58 399.81
Limbah lain 27.48 68.27 28.93 147.83 959.98 358.98 144.82 158.47 72.85 213.87 94.78 311.06 80.09 44.43 24.79 32.51 759.29 698.14 640.18 28.16 39.92 90.94 58.93 74.47 25.50 680.63 532.68 63.04
KPPTR sapi perah 27.48 68.27 28.93 147.83 959.98 358.98 144.82 158.47 72.85 213.87 94.78 311.06 80.09 44.43 24.79 32.51 759.29 698.14 640.18 28.16 39.92 90.94 58.93 74.47 25.50 680.63 532.68 63.04
69
70
70
Tajurhalang Kemang Rancabungur Parung Ciseeng Gunung Sindur Rumpin Cigudeg Sukajaya Jasinga Tenjo Parung Panjang Total
70.85 95.13 83.08 65.40 293.62 197.22 1463.91 1602.76 1564.85 1535.72 1135.96 768.71 33 252.54
34.49 58.38 34.03 27.41 32.73 102.80 100.26 31.49 22.02 25.84 34.23 13.39 2673.19
21.25 28.54 24.92 19.62 88.09 59.17 439.17 480.83 469.46 460.72 340.79 230.61 9975.76
10.35 17.51 10.21 8.22 9.82 30.84 30.08 9.45 6.61 7.75 10.27 4.02 801.96
49.59 66.59 58.15 45.78 205.53 138.05 1024.74 1121.93 1095.40 1075.01 795.17 538.10 23 276.78
24.14 40.87 23.82 19.18 22.91 71.96 70.19 22.04 15.41 18.09 23.96 9.37 1871.23
970.49 1303.12 1138.05 895.84 4022.16 2701.62 20 053.56 21 955.56 21 436.31 21 037.33 15 561.08 10 530.28 455 514.24
103.35 174.95 101.97 82.13 98.08 308.04 300.45 94.35 65.98 77.43 102.56 40.12 8010.41
103.35 174.95 101.97 82.13 98.08 308.04 300.45 94.35 65.98 77.43 102.56 40.12 8010.41
Lampiran 16 Rincian KPPTR tiap kecamatan di Kabupaten Bandung berdasarkan produksi TDN Produksi TDN (ton tahun -1) Kecamatan Jerami Padi Ciwidey Rancabali Pasirjambu Cimaung Pangalengan Kertasari Pacet Ibun Paseh Cikancung Cicalengka Nagrek Rancaekek
10 538.52 3682.67 10 821.30 11 201.03 3176.20 1206.35 11 040.45 7927.37 17 532.72 7828.90 9316.52 6544.79 15 026.61
Limbah lain 1971.59 2406.25 1020.78 540.59 9305.20 2879.92 1610.31 604.07 490.92 2220.32 1577.67 2385.25 8.69
Sudah termanfaatkan sebagai pakan 30% 30% Jerami padi limbah lain 3161.56 591.48 1104.80 721.87 3246.39 306.23 3360.31 162.18 952.86 2791.56 361.90 863.98 3312.14 483.09 2378.21 181.22 5259.82 147.28 2348.67 666.09 2794.95 473.30 1963.44 715.58 4507.98 2.61
Kelebihan TDN limbah untuk KPPTR (ton tahun -1) Jerami padi
Limbah lain
7376.96 2577.87 7574.91 7840.72 2223.34 844.44 7728.32 5549.16 12 272.91 5480.23 6521.56 4581.35 10 518.62
1380.11 1684.37 714.55 378.41 6513.64 2015.95 1127.21 422.85 343.64 1554.22 1104.37 1669.68 6.09
KPPTR Sapi Perah (ST) Jerami padi 17 274.24 6036.47 17 737.76 18 360.19 5206.28 1977.39 18 096.98 12 994.17 28 738.81 12 832.77 15 271.19 10 727.91 24 630.90
Limbah lain 891.77 1088.38 461.71 244.51 4208.87 1158.17 728.36 273.23 222.05 1004.28 713.60 1078.88 3.93
KPPTR sapi perah 891.77 1088.38 461.71 244.51 4208.87 1158.17 728.36 273.23 222.05 1004.28 713.60 1078.88 3.93
71
Majalaya Solokanjeruk Ciparay Baleendah Arjasari Banjaran Cangkuang Pameungpeuk Ketapang Soreang Kutawaringin Margaasih Margahayu Dayeuhkolot Bojongsoang Cileunyi Cilengkrang Cimenyan total
12 881.03 11 170.73 22 339.95 9362.47 14 653.44 10 275.44 13 761.18 7622.37 5636.37 11 616.11 15 743.65 5268.25 417.10 971.04 8441.42 7209.82 2566.71 2972.20 278 752.69
42.84 22.05 526.06 811.55 1692.53 656.66 521.47 38.17 44.11 483.77 135.19 292.64 39.66 0.00 140.81 978.32 382.83 5957.34 8507.54
3864.31 3351.22 6701.98 2808.74 4396.03 3082.63 4128.35 2286.71 1690.91 3484.83 4723.10 1580.48 125.13 291.31 2532.43 2162.95 770.01 891.66 83 625.81
12.85 6.62 157.82 243.47 507.76 197.00 156.44 11.45 13.23 145.13 40.56 87.79 11.90 0.00 42.24 293.50 114.85 1787.20 11 936.27
9016.72 7819.51 15 637.96 6553.73 10 257.41 7192.81 9632.82 5335.66 3945.46 8131.27 11 020.56 3687.78 291.97 679.73 5908.99 5046.88 1796.70 2080.54 195 126.88
29.99 15.44 368.24 568.09 1184.77 459.66 365.03 26.72 30.88 338.64 94.63 204.85 27.76 0.00 98.57 684.83 267.98 4170.14 27 851.29
21 113.97 18 310.53 36 618.57 15 346.51 24 019.22 16 843.00 22 556.66 12 494.23 9238.86 19 040.57 25 806.24 8635.46 683.69 1591.68 13 836.77 11 818.00 4207.23 4871.88 456 918.12
19.38 9.98 237.95 367.08 765.56 297.01 235.87 17.27 19.95 218.82 61.15 132.37 17.94 0.00 63.69 442.51 173.16 2694.58 17 851.98
19.38 9.98 237.95 367.08 765.56 297.01 235.87 17.27 19.95 218.82 61.15 132.37 17.94 0.00 63.69 442.51 173.16 2694.58 17 851.98
Lampiran 17 Rincian KPPTR tiap kecamatan di Kabupaten Bogor berdasarkan produksi TDN Produksi TDN (ton tahun -1) Kecamatan Jerami Padi 11 568.21 15 541.13 8154.41 24 480.83 13 817.27 9317.26 10 537.29
26.39 63.00 26.69 136.42 885.92 331.29 133.65
Kelebihan TDN limbah untuk KPPTR (ton tahun -1) Jerami padi 8097.75 10 878.79 5708.09 17 136.58 9672.09 6522.09 7376.10
Limbah lain 18.47 44.10 18.69 95.50 620.14 231.90 93.56
KPPTR Sapi Perah (ST) Jerami padi 14 889.67 20 003.29 10 495.70 31 509.75 17 784.48 11 992.43 13 562.75
Limbah lain 12.94 30.90 13.09 66.91 434.53 162.49 65.55
KPPTR sapi perah 12.94 30.90 13.09 66.91 434.53 162.49 65.55
71
Nanggung Leuwiliang Leuwisadeng Pamijahan Cibungbulang Ciampea Tenjolaya
Limbah lain
Sudah termanfaatkan sebagai pakan 30% 30% jerami padi limbah lain 3470.46 7.92 4662.34 18.90 2446.32 8.01 7344.25 40.93 4145.18 265.78 2795.18 99.39 3161.19 40.10
72
72
Dramaga Ciomas Taman Sari Cijeruk Cigombong Caringin Ciawi Cisarua Megamendung Sukaraja Babakanmadang Sukamakmur Cariu Tanjungsari Jonggol Cileungsi Kelapa Nunggal Gunung Putri Citeureup Cibinong Bojonggede Tajurhalang Kemang Rancabungur Parung Ciseeng Gunung Sindur Rumpin Cigudeg Sukajaya Jasinga Tenjo Parung Panjang Total
5461.19 3011.73 4020.04 6049.85 4883.85 8858.66 6078.74 1810.56 5071.06 573.57 2162.36 26 849.25 20 852.81 21 065.78 27 365.03 4600.52 7892.44 403.32 1687.42 476.83 302.81 735.03 986.95 861.93 678.49 3046.28 2046.14 15 188.06 16 628.59 16 235.32 15 933.14 11 785.58 7975.37 344 995.10
169.67 71.25 197.37 88.50 287.06 79.27 41.00 25.25 30.00 700.71 644.29 595.84 38.45 36.84 93.39 60.77 68.73 23.85 633.01 491.59 58.17 95.38 176.12 96.15 75.79 91.54 334.83 277.27 88.09 70.20 71.45 104.51 47.20 7566.89
1638.36 903.52 1206.01 1814.95 1465.16 2657.60 1823.62 543.17 1521.32 172.07 648.71 8054.78 6255.84 6319.73 8209.51 1380.16 2367.73 121.00 506.23 143.05 90.84 220.51 296.08 258.58 203.55 913.88 613.84 4556.42 4988.58 4870.60 4779.94 3535.67 2392.61 103 498.53
50.90 21.37 59.21 26.55 86.12 23.78 12.30 7.57 9.00 210.21 193.29 178.75 11.53 11.05 28.02 18.23 20.62 7.15 189.90 147.48 17.45 28.61 52.84 28.85 22.74 27.46 100.45 83.18 26.43 21.06 21.44 31.35 14.16 2270.07
3822.84 2108.21 2814.03 4234.89 3418.70 6201.06 4255.12 1267.39 3549.75 401.50 1513.65 18 794.48 14 596.96 14 746.04 19 155.52 3220.36 5524.71 282.33 1181.20 333.78 211.96 514.52 690.86 603.35 474.94 2132.40 1432.30 10 631.65 11 640.02 11 364.73 11 153.20 8249.90 5582.76 241 496.57
118.77 49.87 138.16 61.95 200.95 55.49 28.70 17.67 21.00 490.50 451.00 417.09 26.91 25.79 65.37 42.54 48.11 16.69 443.11 344.11 40.72 66.76 123.28 67.31 53.05 64.08 234.38 194.09 61.67 49.14 50.02 73.15 33.04 5296.83
7029.21 3876.46 5174.27 7786.87 6286.10 11 402.15 7824.07 2330.40 6527.07 738.26 2783.22 34 558.20 26 840.05 27 114.17 35 222.06 5921.42 10 158.52 519.12 2171.92 613.73 389.75 946.07 1270.32 1109.41 873.29 3920.93 2633.63 19 548.86 21 402.99 20 896.80 20 507.86 151 69.45 102 65.25 444 049.96
83.22 34.95 96.81 43.41 140.80 38.88 20.11 12.38 14.72 343.69 316.01 292.25 18.86 18.07 45.81 29.81 33.71 11.70 310.49 241.12 28.53 46.78 86.39 47.16 37.17 44.90 164.23 136.00 43.21 34.43 35.05 51.26 23.15 3711.47
83.22 34.95 96.81 43.41 140.80 38.88 20.11 12.38 14.72 343.69 316.01 292.25 18.86 18.07 45.81 29.81 33.71 11.70 310.49 241.12 28.53 46.78 86.39 47.16 37.17 44.90 164.23 136.00 43.21 34.43 35.05 51.26 23.15 3711.47
73
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 1 Desember 1989 di Sungai Apit, Siak, Riau dari ayah E. Saragi dan Ibu C. Mardiati. Pendidikan S1 di departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, IPB diselesaikan pada tahun 2012 sebagai lulusan terbaik tingkat Fakultas Peternakan dengan predikat cum laude. Pada tahun 2012 penulis berkesempatan melanjutkan pendidikan di Program Studi Ilmu Nutrisi dan Pakan pada Pascasarjana IPB dengan program Beasiswa Unggulan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (BU-DIKTI) tahun 2012. Selama mengikuti program S2, penulis berkesempatan menjadi asisten praktikum mata kuliah program S1 yaitu Pengenalan Bahan Makanan Ternak (PBMT) dan Pengawasan Mutu Pakan (Wastukan). Pada tahun 2013 penulis mengikuti program pascasarjana IPB summer course di Bogor dan winter course di Ibaraki, Jepang dan mendapatkan Best Presentation Award” untuk the best presentation throughout the field practices and group discussions. Pada tahun 2014 penulis menjadi panitia kegiatan internasional 2nd Asian-Australian Diary Goat Conference di Bogor.
74
UCAPAN TERIMA KASIH Syukur dan terimakasih penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus sebagai Raja, Bapa, dan Sahabat, sebagai sumber kekuatan dan hikmat sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Terimakasih tidak terkira kepada Prof Dr Ir Erika B. Laconi MS sebagai dosen pembimbing utama yang memberikan kesempatan dan kepercayaam kepada penulis untuk mengembangkan diri di bidang akademis dan berbagai pelajaran moral sebagai bekal berharga di lingkuangan yang baru nantinya. Terimakasih juga penulis ucapkan kepada Dr Ir Sri Mulatsih MScAgr sebagai pembimbing ke dua yang telah memberikan masukan ide yang berharga pada penyelesaian tesis ini. Terimakasih kepada seluruh sahabat-sahabat di Pasca INP 2012 atas kerjasama dan rasa kekeluargaan yang dibangun, terimakasih kepada Mba Reikha yang memberi masukan editan tentang cara penulisan Tesis. Terimaksih juga kepada Mas Supri yang banyak membantu urusan administrasi akademis selama penulis menempuh program belajar di Pascasarjana INP. Terimakasih kepada teman-teman satu tim penelitian (Ebi, Yudika, Hendra dan Dizky) untuk bantuan dan kerjasama dalam pengambilan data dan kunjungan lapang. Terimakasih untuk semangat dan pelajaran tentang hidup yang ditemukan di kehangatan persahabatan untuk Vera, Hezron, Ribkha, Yesika, dan Herman. Terimaksih untuk satusatunyaku Korsues, si mood booster, untuk semua yang selalu membuat semangat. Terimakasih kepada DIKTI atas beasiswa penuh yang diberikan selama penulis menjalankan pendidikan S2 dan juga kepada BOPTN yang telah membiayai penelitian penulis serta seluruh dinas yang terkait dalam melengkapi data yang ada di Tesis ini. Terimakasih yang terdalam untuk keluarga yang penuh cinta di rumah, untuk Ayah dan Ibu dengan kasih yang terbaik, untuk Kak Lasma, Vita, Melin dan Yuda untuk semua doa dan perhatiannya. Terakhir untuk seluruh pihak yang terlibat dalam penyelesaian tesis dan program belajar penulis di Mayor Ilmu Nutrisi dan Pakan.