POTENSI ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN PEPAYA PADA IKAN GURAMI YANG DIINFEKSI BAKTERI Aeromonas hydrophila
MUHAMMAD FIQRIE RAHMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi “Potensi Antibakteri Ekstrak Daun Pepaya pada Ikan Gurami yang Diinfeksi Bakteri Aeromonas hydrophila”, adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Agustus 2008
Muhammad Fiqrie Rahman NRP. B04104108
ABSTRAK Muhammad Fiqrie Rahman. Potensi Antibakteri Ekstrak Daun Pepaya pada Ikan Gurami yang Diinfeksi Bakteri Aeromonas hydrophila. Di bawah bimbingan Fachriyan Hasmi Pasaribu, dan Rahmat Hidayat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dan efektifitas konsentrasi ekstrak daun pepaya (Carica papaya Linn.) terhadap kelangsungan hidup ikan gurami (Osphronemus gouramy Lac.) yang diinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila. Penelitian ini dilakukan melalui dua tahap uji, yaitu uji in vitro dan uji in vivo. Pada uji in vitro metode yang digunakan adalah antibiogram Kirby-Bauer dan metode sumur dengan lima perlakuan dan dua kali pengulangan. Perlakuan yang digunakan adalah dengan menggunakan konsentrasi berbeda, yaitu 1%, 1.5%, 2%, 2.5%, dan 3%. Pada uji in vivo, metode yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan tiga perlakuan, dua kontrol dan dua kali pengulangan. Perlakuan yang digunakan adalah dengan menggunakan tiga konsentrasi berbeda, yaitu 1%, 2%, dan 3%. Ikan terlebih dahulu diinfeksi buatan dengan cara menyuntikkan bakteri Aeromonas hydrophila patogen sebanyak >109 cfu/ml intramuskular. Setelah menunjukkan gejala infeksi, ikan direndam dalam air perlakuan selama 1 jam, kemudian dipindahkan ke akuarium yang berisi air normal (tanpa pemberian ekstrak) dan dilakukan pengamatan selama 15 hari. Parameter yang diamati adalah tingkat kelangsungan hidup ikan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada uji in vitro rataan diameter zona bening yang dihasilkan menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0.05). Semakin tinggi konsentrasi ekstrak daun pepaya, maka semakin luas zona bening yang terbentuk, yaitu konsentrasi 1% (6.88±4.42 mm), 1.5% (7.63±4.77 mm), 2% (8.63±4.42 mm), 2.5% (8.88±4.07 mm), dan 3% (9.38±4.42 mm). Pada uji in vivo, memberikan pengaruh yang berbeda nyata (p<0.05) terhadap tingkat kelangsungan hidup ikan gurami. Konsentrasi yang paling baik adalah 2% (70.00±14.14%) berturut-turut diikuti oleh perlakuan dengan konsentrasi 1% (60.00±28.28%) baru kemudian konsentrasi 3% (40.00±0.00%). Kata kunci: Aeromona hydrophila, Osphronemus gouramy Lac., Ekstrak daun Carica papaya Linn., kelangsungan hidup.
ABSTRACT Muhammad Fiqrie Rahman. Papaya Leaves Extract Antibacterial Potention in Gouramy that was Infected by Aeromonas hydrophila Bacteria. Under direction of Fachriyan Hasmi Pasaribu, and Rahmat Hidayat. The aim of this research was to observe the influence and effectiveness of Carica papaya Linn. leaves extract concentration towards survival rate of Osphronemus gouramy Lac. that was infected by Aeromonas hydrophila. This research was performed by two experimental phase which were in vitro and in vivo method. At in vitro method, antibiogram Kirby-Bauer and Well method with five treatments and two times repetitions was used. The treatments was use five different concentration which were 1%, 1.5%, 2%, 2.5%, and 3%. At in vivo method, complete randomized design with three treatments, two control and two times repetitions was used. The treatments was used three different concentrations which were 1%, 2%, and 3%. First of all, fish was injected through intramuscular injection by pathogen bacteria, Aeromonas hydrophila at >109 cfu/ml. After sign of infection was appeared, fish was immersed at experimental water for one hour, then removed to aquarium with normal water and monitoring was performed for 15 days. The parameter was survival rate of the fish. The result showed that at in vitro method, the average of transparent zone diameter was significantly different (p<0.05). The width of transparent zone was increased as the higher concentration that given which were 1% (6.88±4.42 mm), 1.5% (7.63±4.77 mm), 2% (8.63±4.42 mm), 2.5% (8.88±4.07 mm), and 3% (9.38±4.42 mm). At in vivo method, papaya’s extract with different concentration and immersed one hour that given was showed significantly different for the survival rate of the fish. The best concentration was 2% (70.00±14.14%) followed by 1% (60.00±28.28%), and 3% (40.00±0.00%) in sequences. Key words: Aeromonas hydrophila, Osphronemus gouramy Lac., Carica papaya Linn. leaves extract, survival rate.
© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2008 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apa pun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya
POTENSI ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN PEPAYA PADA IKAN GURAMI YANG DIINFEKSI BAKTERI Aeromonas hydrophila
MUHAMMAD FIQRIE RAHMAN
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
Judul Skripsi : Potensi Antibakteri Ekstrak Daun Pepaya pada Ikan Gurami yang Diinfeksi Bakteri Aeromonas hydrophila Nama
: Muhammad Fiqrie Rahman
NRP
: B04104108
Disetujui, Komisi Pembimbing
Prof. Dr. drh Fachriyan Hasmi Pasaribu Ketua
drh. Rahmat Hidayat, M.Si Anggota
Diketahui,
Dr. Nastiti Kusumorini Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan IPB
Tanggal Ujian: 26 Agustus 2008
Tanggal Lulus:
PRAKATA Bismillahirrahmanirrahim, Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT tuhan semesta alam atas segala karunia-Nya sehingga penulis berhasil menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memenuhi tugas akhir kuliah di Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2008 ini ialah Potensi Ekstrak Daun Pepaya pada Ikan Gurami yang Diinfeksi Bakteri Aeromonas hydrophila. Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada seluruh keluarga, khususnya ayah dan ibu atas segala doa dan kasih sayangnya. Kepada Bapak Prof. Dr. drh. Fachriyan Hasmi Pasaribu dan drh. Rahmat Hidayat, M.Si selaku dosen pembimbing, serta Bapak Agus Somantri, Ibu Rini Madyastuti Purwono S.Si. Apt. dan Ibu Dr. Dra. Ietje Wientarsih, Apt. M.Sc. yang telah banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Mbak Selin, Pak Said, Pak Rafi, Pak Jumri, Pak Minang serta para sahabat (Ardilasunu Wicaksono, Rohiman Aliyana H., Maulana ArRaniri P., Dwi Matswapati dan Rizqie Putratama) yang telah membantu kelancaran dan ikut mensukseskan penelitian penulis. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Vita Samastha Pratidina tercinta yang telah dengan sabar dan setia mendampingi, memberikan masukan serta dukungan moril kepada penulis.
Bogor, Agustus 2008
Muhammad Fiqrie Rahman
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Cirebon pada tanggal 11 Juni 1986 dari ayah Ir. Suminta Ismail dan ibu Budi Utami Dewi. Penulis merupakan putra kedua dari tiga bersaudara. Tahun 2004 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Kota Cirebon dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih Fakultas Kedokteran Hewan. Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum mata kuliah Anatomi Veteriner I pada tahun ajaran 2006/2007, serta asisten praktikum Histologi Veteriner I pada tahun ajaran 2006/2007 dan asisten praktikum Histologi Veteriner II pada tahun ajaran 2007/2008. Pada tahun 2008 penulis mengikuti seleksi mahasiswa berprestasi tahun 2008 FKH dan lolos sebagai 10 besar mahasiswa berprestasi FKH tahun 2008. Selain dalam kegiatan akademis, penulis aktif mengikuti organisasi intra kampus maupun ekstra kampus. Organisasi intra kampus yang pernah diikuti meliputi Komunitas Seni Steril 2005-2007 (anggota), Pengurus Besar IMAKAHI 2005/2006 (BPH), Himpro Ornithologi dan Unggas 2006/2007 (Kepala Divisi Infokom) dan Himpro Ornithologi dan Unggas 2007/2008 (Wakil Ketua). Organisasi ekstra kampus yang pernah diikuti ialah Himpunan Mahasiswa Islam 2007/2008
(Ketua
Bidang
Perguruan
Tinggi,
Kemasyarakatan
dan
Kepemudaan). Pada tahun 2006 penulis beserta grup paduan suara Agria Swara IPB meraih peringkat II National Folklore Festival. Di samping itu, penulis juga aktif dalam kepanitiaan kegiatan ad hoc, kegiatan pengabdian masyarakat dan seminar Nasional maupun Internasional.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .................................................................................................. x DAFTAR GAMBAR ..............................................................................................xi DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... xii PENDAHULUAN.................................................................................................. 1 Latar belakang ............................................................................................ 1 Perumusan masalah ................................................................................... 1 Tujuan penelitian ........................................................................................ 2 Hipotesa penelitian ..................................................................................... 2 Manfaat penelitian ...................................................................................... 3 TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................... 4 Ikan Gurami (Osphronemus gouramy Lac.) ................................................ 4 Sejarah dan klasifikasi Gurami ............................................................... 4 Strain Gurami ......................................................................................... 4 Karakteristik Gurami............................................................................... 6 Penyakit pada Gurami ............................................................................ 7 Mekanisme pertahanan .......................................................................... 8 Aeromonas hydrophila ................................................................................ 8 Klasifikasi Aeromonas hydrophila ........................................................... 8 Karakteristik Aeromonas hydrophila ....................................................... 9 Patogenesa penyakit ............................................................................ 10 Patogenitas Aeromonas hydrophila ...................................................... 11 Gejala Motile Aeromonas Septicaemia ................................................. 12 Pengendalian ....................................................................................... 14 Tanaman Pepaya (Carica papaya Linn.)................................................... 14 Sejarah dan klasifikasi Pepaya............................................................. 14 Habitat dan morfologi Pepaya .............................................................. 15 Komponen kimiawi dan bahan aktif daun Pepaya ................................ 16 Patogenitas Aeromonas hydrophila ...................................................... 11 Gejala Motile Aeromonas Septicaemia ................................................. 12 Pengendalian ....................................................................................... 14 MATERI DAN METODE .................................................................................... 19 Waktu dan tempat penelitian .................................................................... 19 Bahan ....................................................................................................... 19 Alat ........................................................................................................... 19 Metode penelitian ..................................................................................... 19 Pembuatan ekstrak daun Pepaya ........................................................ 19 Isolasi dan Identifikasi .......................................................................... 20 Peningkatan patogenitas Aeromonas hdrophila ................................... 20 Preparasi Aeromonas hydrophila patogen............................................ 21 Pengujian efektifitas konsentrasi ekstrak daun pepaya ........................ 21 Uji in vitro......................................................................................... 21 Uji in vivo ......................................................................................... 22 Analisis data......................................................................................... 23
HASIL ............................................................................................................... 24 Identifikasi bakteri Aeromonas hydrophila ................................................. 24 Hasil penimbangan daun Pepaya ............................................................. 24 Percobaan in vitro ..................................................................................... 25 Percobaan in vivo ..................................................................................... 26 PEMBAHASAN ................................................................................................. 30 Identifikasi bakteri Aeromonas hydrophila ................................................. 30 Percobaan in vitro ..................................................................................... 30 Percobaan in vivo ..................................................................................... 32 Pengamatan gejala klinis ..................................................................... 32 Kelangsungan hidup Gurami ................................................................ 34 KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................................. 37 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 38 LAMPIRAN ........................................................................................................ 42
DAFTAR TABEL Halaman 1 Strain gurami beserta ciri-cirinya ................................................................... 5 2 Hasil Identifikasi Bakteri Aeromonas hydrophila ........................................... 24 3 Perbandingan berat daun papaya segar, kering, dan serbuk ....................... 24 4 Hasil percobaan in vivo pengulangan I ......................................................... 26 5 Hasil percobaan in vivo pengulangan II ........................................................ 26 6 Hasil percobaan in vivo ................................................................................ 27 7 Jumlah ikan hidup dan mati pada masing-masing perlakuan ....................... 29 8 Daya hambat ekstrak daun papaya terhadap bakteri Aeromonas hydrophila dengan metode Kirby-Bauer dan metode sumur .......................................... 31 9 Tingkat kelangsungan hidup ikan gurami ..................................................... 35
DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Ikan gurami yang sehat .................................................................................. 6 2 Aeromonas hydrophila dengan pewarnaan Gram .......................................... 9 3 Infeksi Aeromonas hydrophila pada epitel usus manusia ............................. 12 4 Pohon pepaya (Carica papaya Linn.) ............................................................ 15 5 Daya hambat ekstrak daun pepaya terhadap bakteri Aeromonas hydrophila dengan metode Kirby-Bauer.......................................................................... 25 6 Daya hambat ekstrak daun papaya terhadap bakteri Aeromonas hydrophila dengan metode sumur ................................................................................. 25 7 Zona bening pada percobaan in vitro ........................................................... 26 8 Gejala klinis peradangan (inflamasi) ............................................................. 27 9 Gejala klinis perdarahan (hemoragi) pada insang ........................................ 27 10 Gejala klinis nekrosa, abdominal dropsy, dan exopthalmos ......................... 28 11 Ikan pasca pengobatan, terlihat bekas infeksi .............................................. 28 12 Ikan gurami yang terinfeksi sejenis jamur .................................................... 28
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Berkas identifikasi daun papaya ................................................................... 42 2 Analysis of Variance (Anova) ........................................................................ 43
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang sangat luas daerah perairannya seperti sungai, rawa, danau, telaga, sawah, tambak, dan laut. Sekitar 70% alam di negara Indonesia terdiri dari perairan. Kekayaan alam ini merupakan suatu anugerah yang sangat potensial dan patut dimanfaatkan untuk pengembangan usaha perikanan. Terlebih lagi daya dukung klimatologis, topografi, dan kultur bangsa yang dikenal mayoritasnya adalah petani dan nelayan. Segala macam hasil perikanan merupakan sumber bahan makanan berprotein tinggi. Protein sangat berguna untuk memenuhi kebutuhan gizi manusia agar tumbuh sehat. Negara yang warga negaranya sehat akan menghasilkan potensi kerja yang tinggi dalam menunjang pembangunan bangsa. Selain protein yang tinggi, daging ikan juga mengandung vitamin dan mineral untuk pertahanan tubuh. Ikan Gurami merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang banyak dibudidayakan di Indonesia. Selain itu, ikan gurami mempunyai nilai ekonomis tinggi, karena harga jual di pasaran paling baik bila dibandingkan dengan ikan air tawar lainnya dan fluktuasi harganya relatif stabil. Sebagai bahan pangan, ikan gurami mengandung gizi yang baik, rasa dagingnya lezat, gurih dan tekstur dagingnya tidak lembek (Resapti & Santoso 1993). Perumusan Masalah Indikator keberhasilan dalam suatu budidaya ikan adalah kondisi kesehatan ikan. Keadaan ikan sehat sangatlah didambakan oleh para petani ikan untuk peningkatan hasil produksi. Oleh karena itu, masalah penyakit merupakan masalah yang sangat penting untuk ditangani secara serius. Suatu kegiatan pembudidayaan ikan, pastinya tidak akan terlepas dari adanya berbagai permasalahan yang dapat mempengaruhi dan mengganggu kondisi fisiologis ikan, sehingga ikan jatuh sakit bahkan mati. Salah satu penyakit yang ditakuti oleh para petani ikan adalah penyakit bercak merah atau Motile Aeromonas Septicaemia (MAS). Penyakit ini disebabkan oleh invasi bakteri Aeromonas hydophila. Bakteri ini sering menyerang ikan air tawar seperti ikan gurami, ikan nila, ikan mas dan ikan-ikan budidaya akuarium. Bakteri ini bersifat
patogen, menyebar secara cepat pada padat penebaran yang tinggi dan dapat mengakibatkan kematian benih sampai 90% (Kabata 1985). Pada tahun 2005 terjadi kasus kematian ikan gurami yang sangat hebat. Kematian ikan Gurami lebih kurang 47 ton gurami konsumsi dan 2,1 juta ekor benih yang siap untuk dipasarkan. Dari kejadian ini ditaksir nilai kerugian lebih kurang Rp 1,5 milyar. Setelah dilakukan uji laboratorium, ternyata dapat diidentifikasi penyebab kejadian ini adalah bakteri Aeromonas hydophila (Diraja 2007). Untuk mengatasi penyakit yang disebabkan Aeromonas hydrophila ini dapat digunakan berbagai macam antibiotika tertentu. Namun penggunaan antibiotika dalam jangka waktu lama, akan berdampak negatif yaitu bakteri akan menjadi resisten atau kebal terhadap antibiotika yang diberikan. Alternatif lain untuk pengobatan penyakit ini adalah dengan menggunakan bahan-bahan alami (Muhlisah 1999). Salah satu bahan obat-obatan alami yang berasal dari tumbuhan (fitofarmaka) yang diketahui mengandung zat antibakteri adalah daun pepaya, seperti senyawa tocophenol, alkaloid carpain, flavonoid dan lain-lain. Daun pepaya muda banyak menghasilkan getah berwarna putih yang mengandung suatu enzim pemecah protein atau proteolitik yang disebut enzim papain. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dan efektifitas konsentrasi ekstrak daun pepaya (Carica papaya Linn.), yang memiliki potensi bakteriostatik terhadap kelangsungan hidup ikan gurami (Osphronemus gouramy Lac.) yang diinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila.
Hipotesa Penelitian H0: Semua perlakuan menghasilkan rata-rata respon (pengaruh perlakuan) yang sama. H1: Tidak semua perlakuan menghasilkan rata-rata respon (pengaruh perlakuan) yang sama, ada yang memberikan rata-rata respon yang berbeda. Apabila nilai p<0,05 (pada taraf nyata 95%) maka tolak H0 dan terima H1 Apabila nilai p>0,05 (pada taraf nyata 95%) maka tolak H1 dan terima H0
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang alternatif penggunaan obat yang lebih ekonomis dan aman untuk pengobatan Motile Aeromonas Septicaemia (MAS) atau penyakit bercak merah akibat Aeromonas hydrophila serta dapat memberikan kontribusi terhadap perkembangan dunia kesehatan hewan, khususnya kesehatan ikan, terutama dalam pengobatan penyakit MAS yang dapat menyebabkan kesakitan dan kematian pada ikan gurami, sehingga kerugian para petani akibat penyakit MAS dapat ditekan.
TINJAUAN PUSTAKA Ikan Gurami (Osphronemus gouramy Lac.)
Sejarah dan klasifikasi Gurami Gurami atau biasa disebut ikan Gurame adalah salah satu jenis ikan air tawar, yang telah lama dikenal masyarakat Indonesia dan telah banyak dibudidayakan. Namun, usaha-usaha penelitian yang dilakukan untuk menunjang ke arah budidaya yang intensif belum banyak dilaksanakan. Gurami (Osphronemus gouramy) sudah ditulis orang sebagai ikan konsumsi dan ikan hias sejak tahun 1802. Publikasi secara besar-besaran tentang gurami berlangsung pada tahun 1985. Tempat asal gurami yang asli belum diketahui. Namun menurut The Complete Aquarist’s Guide to Freshwater yang diedit oleh John Gilbert, disebutkan bahwa gurami berasal dari kepulauan Sunda Besar. Penyebarannya sebagai ikan budidaya meliputi wilayah yang sangat luas. Sebagai ikan budidaya yang berasal dari Jawa, gurami tersebar ke seluruh Kepulauan Indonesia (Sulawesi utara, Madura, Sumatera Barat, Sumatera Utara) dan Negara tetangga, seperti Filipina (Sitanggang & Sarwono 2006). Menurut Sitanggang dan Sarwono (2006), gurami dapat diklasifikasikan sebagai berikut. Kingdom
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Pisces
Ordo
: Labyrinthici
Sub-Ordo
: Anabantoidea
Famili
: Anabantidae
Genus
: Osphronemus
Spesies
: Osphronemus gouramy
Strain Gurami Peternak gurami di Bogor membedakan ada 6 macam varietas atau strain gurami berdasarkan daya produksi telur, kecepatan tumbuh, dan ukuran/bobot maksimal gurami dewasa. Masing-masing adalah angsa (soang, geese gouramy), jepun (jepang, japonica), blausafir, paris, bastar (pedaging), dan
porselen. Selain 6 strain tersebut, berdasarkan warna terdapat gurami hitam, albino (putih) dan belang. Di Cisaat (Sukabumi), para petani mengenal dua varietas benih gurami, yaitu gurami kapas dan gurami batu. Berikut adalah tabel ciri-ciri dari masing-masing varietas/strain gurami.
Tabel 1 Strain gurami beserta ciri-cirinya (Sitanggang & Sarwono 2006) Gurami Angsa
Ciri-Ciri Bersisik lebar, berwarna putih abu-abu, pertumbuhan cepat, panjang badan maksimal 65 cm, berat maksimal 12 kg/ekor.
Jepun
Bersisik sedang, berwarna putih abu-abu atau kemerahan, Bertubuh agak pendek, panjang maksimal 45 cm, bobot maksimal 3,5 kg/ekor.
Blausafir
Induk gurami warnanya merah muda cerah, warna mirip dengan porselin tetapi ukuran tubuh lebih besar, berat induk 2 kg/ekor, jumlah telur 5.000-7.000 butir/sarang.
Paris
Bersisik agak halus, berwarna merah muda cerah, kepala putih terdapat bintik-bintik hitam, ukuran tubuh lebih kecil dari porselin, bobot induk <1,5 kg/ekor, jumlah telur 5.000-6.000 butir/sarang.
Porselin
Induk berwarna merah muda cerah, kepala relatif kecil, bobot induk 1,5-2 kg/ekor, jumlah telur 10.000 butir/sarang
Bastar
Bersisik besar, berwarna agak kehitaman, kepala putih polos, tumbuh cepat, jumlah telur 2.000-3.000 butir/sarang
Kapas
Berwarna putih keperakan sedikit kehitaman, sisik agak kasar dan besar, benih cepat tumbuh, bobot dapat mencapai 1 kg/ekor selama 13 bulan, bobot maksimal 4 kg, jumlah telur 3.000 butir/sarang.
Batu
Berwarna hitam merata, sisik agak kasar, pertumbuhan lambat, bobot hanya mencapai 0,5 kg/ekor selama 13 bulan pemeliharaan terhitung sejak telur menetas.
Walaupun sekian banyak strain gurami, namun yang umum dan banyak dikenal oleh masyarakat luas hanya berdasarkan bentuknya saja, yakni ada 2 macam, gurami angsa (soang) dan gurami jepang (jepun) (Susanto 2002).
Karakteristik Gurami Gurami memiliki bentuk fisik yang khas. Badannya pipih, agak panjang dan lebar. Badan tertutup sisik yang kuat dengan tepi agak kasar. Mulutnya kecil, letaknya miring, tidak tepat di bawah ujung moncong. Bibir bawah terlihat menonjol sedikit dibandingkan bibir atas. Ujung mulut dapat disembulkan sehingga tampak monyong. Penampilan gurami dewasa berbeda dengan yang masih muda. Perbedaan ini dapat diamati berdasarkan ukuran tubuh, warna, bentuk kepala dan dahi. Warna dan perilaku gurami muda jauh lebih menarik dibandingkan yang dewasa. Di alam, gurami mendiami perairan yang tenang dan tergenang seperti rawa-rawa, situ dan danau. Di sungai yang berarus deras jarang dijumpai gurami. Gurami dapat hidup di sungai, rawa, telaga, dan kolam air tawar. Gurami juga dapat dibudidayakan di dataran rendah dekat pantai, namun demikian perairan yang paling optimal untuk budi daya adalah pada ketinggian 50-400 meter di atas permukaan laut seperti di daerah Bogor Jawa Barat. Kondisi air yang ideal untuk ikan gurami adalah pada suhu 24-28 °C dan kisaran pH antara 6,5-8 (Sitanggang & Sarwono 2006).
Gambar 1 Ikan gurami yang sehat (Anonim 2007a)
Makanan ikan gurami dewasa biasanya terdiri dari tumbuh-tumbuhan air seperti daun talas, daun pepaya, daun singkong, kangkung, daun lamtoro dan
lain sebagainya. Di kolam pemeliharaan, gurami dapat pula diberi makanan tambahan seperti dedak, ampas tahu, dan bungkil. Rayap merupakan makanan yang sangat disukai baik gurami muda maupun gurami indukan. Di habitatnya, ikan gurami berkembangbiak pada musim kering. Namun setelah dibudidayakan di kolam yang baik, ternyata gurami mau memijah sepanjang tahun, tidak tergantung musim. Gurami jantan matang kelamin pada umur 3-8 tahun, sedangkan betina umur 4-10 tahun. Pada saat perkawinannya, telur-telur dimasukkan ke dalam sarang dan dijaga oleh induk jantan, tetapi setelah selesai pemijahan biasanya tanggungjawab penjagaan keturunan ini diserahkan induk betina. Gurami memiliki alat pernafasan labirin. Labirin adalah alat pernafasan tambahan pada ikan berupa lipatan-lipatan epithelium pernafasan yang berfungsi untuk mengambil oksigen secara langsung dari udara. Alat tambahan (labirin) ini merupakan turunan dari lembar insang pertama. Labirin memiliki struktur pembuluh darah kapiler yang memungkinkan gurami mengambil zat asam dari udara yang berada di ruangan labirin (Susanto 2002). Penyakit pada Gurami Memelihara gurami tidak terlepas dari gangguan hama dan penyakit. Gangguan penyakit dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu penyakit parasit dan non parasit. Penyakit parasit disebabkan oleh bakteri, jamur, virus, dan berbagai mikroorganisme penyebab penyakit. Sedangkan penyakit non parasit disebabkan oleh pencemaran air, seperti adanya gas beracun berupa belerang atau amoniak, kerusakan akibat penangkapan atau kelainan tubuh karena keturunan (Sitanggang & Sarwono 2006). Salah satu wabah penyakit ikan yang laten menyerang ikan gurami adalah cacar ikan. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Pseudomonas sp., Aeromonas sp., dan Bacillus sp. (Angka et al. 1982). Selain itu penyakit bakterial lain yang menyerang
ikan
gurami
adalah
Mycobacteriosis
atau
disebut
penyakit
tuberculosis yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium sp. Infeksi bakteri tersebut menyebabkan antara lain mata menonjol keluar (exopthalmos), benjolan pada tubuh, dan terdapatnya bintik-bintik putih (white spot) pada ginjal, hati, dan limpa telah terlihat pada ikan gurami dan cukup menyebabkan kerugian berupa kematian dan penurunan mutu ikan (Supriyadi 2003).
Mekanisme Pertahanan Seperti halnya pada mamalia, ikan juga mempunyai sistem kekebalan untuk mengantisipasi infeksi mikroorganisme. Sistem pertahanan pertama adalah pertahanan non spesifik dan peradangan, sistem pertahanan selanjutnya adalah pertahanan spesifik atau respon imun spesifik (Anderson 1974). Pada pertahanan non spesifik, jaringan yang terlibat dalam sistem pertahanan ini antara lain adalah mukus, sisik, epidermis, dan dermis. Mekanisme dari pertahanan ini adalah melindungi ikan dengan cara menghalangi masuknya mikroorganisme ke dalam organ-organ yang lebih dalam, serta melindungi ikan dari material yang tidak hidup (Anderson 1974). Sedangkan pada pertahanan spesifik, organ-organ yang berperan adalah sebagai berikut. 1
Ginjal. Ginjal pada ikan dewasa merupakan organ hematopoietik dan pembentuk sel limfoid (Rijkers 1980).
2
Limpa. Limpa merupakan organ yang berperan dalam proliferasi dan diferensiasi limfosit B menjadi sel plasma.
3
Thymus. Thymus berperan dalam pembentukan antibodi (Anderson 1974).
Aeromonas hydrophila Klasifikasi Aeromonas hydrophila Pada mulanya Aeromonas hydrophila dikenal dengan nama Bacilus hydrophilus fuscus. Bakteri ini pertama kali diisolasi dari kelenjar pertahanan katak yang mengalami perdarahan septisemia. Pada tahun 1936, Kluiver dan Van Niel telah mengelompokkan genus Aeromonas. Selanjutnya pada tahun 1984, Popoff telah memasukan genus Aeromonas ke dalam famili Vibrionaceae (Anonim 2004a, diacu dalam Yudha 2005). Mikroorganisme ini secara normal dapat ditemukan dalam lingkungan perairan (Blair et al. 1999, diacu dalam Robinson et al. 2000). Aeromonas hydrophila diisolasi dari
manusia dan
binatang sampai dengan tahun 1950. Bakteri ini memiliki nama sinonim A. formicans dan A. liquefaciens (Sismeiro et al. 1998). Berikut adalah klasifikasi Aeromonas hydrophila (Holt et. al. 1994): Filum
: Protophyta
Kelas
: Schizomycetes
Ordo
: Pseudanonadeles
Family
: Vibrionaceae
Genus
: Aeromonas
Spesies
: Aeromonas hydrophila
Karakteristik Aeromonas hydrophila Aeromonas
hydrophila
merupakan
bakteri
heterotrophic
unicellular,
tergolong protista prokariot yang dicirikan dengan tidak adanya membran yang memisahkan inti dengan sitoplasma. Bakteri ini biasanya berukuran 0,7-1,8 x 1,0-1,5 µm dan bergerak menggunakan sebuah polar flagel (Kabata 1985). Hal ini diperkuat oleh Krieg dan Holt (1984) yang menyatakan bahwa Aeromonas hydrophila bersifat motil dengan flagela tunggal di salah satu ujungnya. Bakteri ini berbentuk batang sampai dengan kokus dengan ujung membulat, fakultatif anaerob, dan bersifat mesofilik dengan suhu optimum 20 - 30 ºC (Kabata 1985).
Gambar 2 Aeromonas hydrophila dengan pewarnaan Gram (Hayes 2000)
Aeromonas hydrophila bersifat Gram negatif, oksidasi positif dan katalase positif (Krieg & Holt 1984). Bakteri ini juga mampu memfermentasikan beberapa gula seperti glukosa, fruktosa, maltosa, dan trehalosa. Hasil fermentasi dapat berupa senyawa asam atau senyawa asam dengan gas. Pada nutrient agar, setelah 24 jam dapat diamati koloni bakteri dengan diameter 1-3 mm yang berbentuk cembung, halus dan terang (Isohood & Drake 2002). Aeromonas hydrophila merupakan bakteri yang secara normal ditemukan dalam air tawar. Infeksi Aeromonas hydrophila dapat terjadi akibat perubahan kondisi lingkungan, stress, perubahan temperatur, air yang terkontaminasi dan ketika host tersebut telah terinfeksi oleh virus, bakteri atau parasit lainnya (infeksi
sekunder), oleh kerena itu bakteri ini disebut dengan bakteri yang bersifat patogen oportunistik (Dooley et al. 1985). Bakteri ini dapat bertahan dalam lingkungan aerob maupun anaerob dan dapat mencerna material-material seperti gelatin dan hemoglobin. Aeromonas hydrophila resisten terhadap chlorine serta suhu yang dingin (faktanya Aeromonas hydrophila dapat bertahan dalam temperatur rendah ± 4 ºC), tetapi setidaknya hanya dalam waktu 1 bulan (Krieg & Holt 1984). Austin dan Austin (1993) menambahkan bahwa sebagian besar isolat Aeromonas hydrophila mampu tumbuh dan berkembangbiak pada suhu 37 oC dan tetap motil pada suhu tersebut. Disamping itu, bakteri Aeromonas hydrophila mampu tumbuh pada kisaran pH 4,7-11,0 (Cipriano et al. 1984, diacu dalam Fauci 2001). Aeromanas
hydrophila
menyebabkan
penyakit
Motile
Aeromonas
Septicemia (MAS) atau penyakit bercak merah. Bakteri ini menyerang berbagai jenis ikan air tawar seperti lele dumbo, (Clarius glariepinus), ikan mas (Cyprinus carpio), gurami (Osphronemus gouramy) dan udang galah (Macrobracium rusenbergil) dan dapat menimbulkan wabah penyakit dengan tingkat kematian tinggi (80-100%) dalam waktu 1-2 minggu. Pengendalian bakteri ini sulit karena memiliki banyak strain dan selalu ada di air serta dapat menjadi resisten terhadap obat-obatan (Kamiso & Triyanto 1993). Patogenesa Penyakit Menurut Botterelli dan Ossiprandi 1999 yang diacu dalam Hidayat 2006, sebagaimana
halnya
bakteri
enteropatogenik,
terdapat
dua
mekanisme
patogenesa infeksi bakteri Aeromonas hydrophila, yaitu: 1
Tissue adherence. Mekanisme ini diperantarai oleh S-Layer. S-Layer membantu penempelan dan kolonisasi bakteri pada mukosa usus. Proses ini juga dibantu oleh struktur filamentous (fimbriae) atau membranous (adhesins) yang memiliki aktivitas hemagglutinasi, terutama ditemukan pada strain mesofilik.
2
Toxin
production.
Toksin Aeromonas dapat diklasifikasikan
menjadi
endotoksin dan eksotoksin. Cytotoxins dan enterotoxins (termasuk aktivitas haemolytic) merupakan yang paling penting dalam patogenitas.
Patogenitas Aeromonas hydrophila Aeromonas hydrophila yang patogen, diduga memproduksi faktor-faktor eksotoksin dan endotoksin, yang sangat berpengaruh pada patogenitas bakteri ini. Eksotoksin merupakan komponen protein terlarut, yang disekresikan oleh bakteri hidup pada fase pertumbuhan eksponensial. Produksi toksin ini biasanya spesifik pada beberapa spesies bakteri tertentu baik Gram positif maupun Gram negatif, yang menyebabkan terjadinya penyakit terkait dengan toksin tersebut. Endotoksin adalah toksin yang merupakan bagian integral dari dinding sel bakteri Gram negatif. Aktivitas biologis dari endotoksin dihubungkan dengan keberadaan lipopolisakarida (LPS). LPS merupakan komponen penyusun permukaan dari membran terluar (outer membrane) bakteri Gram negatif (Syamsir 2008). Eksotoksin yang diproduksi oleh Aeromonas hydrophila meliputi hemolisin, protease, elastase, lipase, sitotoksin, enterotoksin, gelatinase, kaseinase, lecithinase dan leucocidin. Hemolisin merupakan enzim yang mampu melisiskan sel-sel darah merah dan membebaskan hemoglobinnya. Protease adalah enzim proteolitik yang berfungsi untuk melawan pertahanan tubuh inang untuk berkembangnya penyakit dan mengambil persediaan nutrient inang untuk berkembangbiak (Angka 2001). Aeromonas hydrophila dapat memanfaatkan albumin, kasein, fibrinogen, dan gelatin sebagai substrat protein. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa bakteri ini bersifat proteolotik (Shotts et al. 1985), sehingga berpotensi besar sebagai patogen ikan. Adanya enzim proteolitik akan merusak dinding intenstin, sehingga terjadi penebalan dinding, udem dan semi transparan (Munro 1982). Ketika Aeromonas hydrophila masuk ke dalam tubuh inang, maka toksin yang dihasilkan akan menyebar melalui aliran darah menuju organ. Enterotoksin merupakan suatu toksin ekstraseluler bakteri yang khususnya menyerang saluran gastrointestinal. Lechitinase adalah enzim yang menghancurkan berbagai sel jaringan dan terutama aktif melisiskan sel-sel darah merah, sedangkan leucocidin adalah enzim yang dapat membunuh sel-sel darah putih (Pleczar & Chan 1988). Hirono dan Aoki (1991) menambahkan bahwa
Aeromonas
hydrophila
dapat
memproduksi
toksin
ektrasellular
acetylcholinesterase, phospholipids, acyltransferase dan protease. Bakteri Aeromonas hydrophila memiliki struktur dinding sel berupa Lipopolisakarida (LPS) yang dikenal sebagai endotoksin. Menurut Syamsir (2008), LPS dapat menyebabkan peradangan, demam, penurunan kadar besi, dan pembekuan darah. Angka (2001) menambahkan bahwa LPS dapat
menyebabkan shock pada inang. Endotoksin akan dilepaskan ke lingkungan hanya apabila bakteri tersebut mati dan mengalami lisis. Disamping mampu memproduksi eksotoksin dan endotoksin sebagai faktor virulensi, Aeromonas hydrophila patogen juga memiliki kemampuan untuk menempel pada sel tubuh ikan melalui aktifitas adhesins (Trust et al. diacu dalam Austin & Austin 1993). Adhesins ini bersifat sangat selektif, hanya mampu mengenali rantai polimer D-mannosa dan L-sucosa yang terletak pada permukaan sel eukariot. Dengan menempelnya Aeromonas hydrophila pada permukaan sel inang, kemungkinan besar sel inang tersebut akan terinfeksi (Austin & Austin 1993). Baru-baru ini diketahui bahwa bakteri Aeromonas hydrophila yang motil dapat berpotensi menyebabkan infeksi saluran gastrointestinal pada manusia. Penelitian membuktikan bahwa beberapa strain Aeromonas hydrophila dapat menyebabkan kasus enteropathogenic, khususnya pada anak-anak, orang tua dan penderita immunocompromised (rusaknya sistem imun akibat infeksi patogen). Beberapa gejala diare akibat Aeromonas hydrophila penyebab gastroenteritis berkaitan erat dengan diproduksinya enterotoksin oleh Aeromonas hydrophila (Trower et al. 2000).
Gambar 3 Infeksi Aeromonas hydrophila pada epitel usus manusia (Hayes 2000)
Gejala Motile Aeromonas Septicaemia (MAS) Menurut Herwig (1979), Aeromonas hydrophila adalah penyebab penyakit ikan yang dikenal dengan Haemorrhagic septicemia, motile aeromonas septicaemia, ulcer disease atau red sore, red pest, dan infectious dropsi.
Infeksi Aeromonas hydrophila dapat didiagnosa melalui tiga bentuk gejala klinis, yaitu: 1
Abdominal dropsy, dicirikan dengan menumpuknya/terakumulasinya cairan (oedema) pada ruang viscera.
2
Ulcerative (ulkus), dicirikan lesio pada kulit dan otot
3
Bacterial haemoragic septicaemia, yang dicirikan oleh adanya perdarahan pada otot, juga biasa disebut red disease, red pest dan infectious dropsy. Penyakit ini biasanya berkaitan dengan jumlah populasi ikan yang
menderita
stres.
Ciri
lainnya
yaitu
ikan
berwarna
gelap
abnormal,
memperlihatkan banyaknya gejala hemoragi subkutan dan distensi abdominal. Hemoragi (perdarahan) juga terjadi pada organ internal, ginjal dan limpa (Herwig 1979). Ikan yang terinfeksi Aeromonas hydrophila menunjukkan gejala klinis yang berbeda-beda. Gejala penyakit bercak merah ini ditandai dengan adanya lesio sampai ulkus, sisik mudah terkelupas, bercak merah pada seluruh tubuh, insang berwarna suram atau kebiruan, exopthalmia (bola mata menonjol keluar), pendarahan pangkal sirip punggung, dada perut dan ekor, juga terjadinya prolapsus dan pendarahan pada anus, oedema abdominal yang disertai dengan adanya transudat berwana kemerah-merahan, hilang nafsu makan, gangguan keseimbangan tubuh dan akhirnya mati dalam waktu 3-4 hari setelah infeksi (Priminarti 1991). Ikan yang terserang bakteri ini memperlihatkan tanda-tanda, abdominal dropsy yaitu penggembungan pada daerah abdominal karena adanya akumulasi cairan dalam rongga perut, adanya ulkus yaitu luka pada kulit dan terjadinya septicaemia haemoraghica, yaitu adanya sepsis pada seluruh bagian tubuh (Kabata 1985). Menurut Amlachler (1961) diacu dalam Sniezko dan Axelrod (1971), infeksi bakteri Aeromonas hydrophila yang menyebabkan haemorrhagic septicaemia dapat terjadi dalam 4 tingkatan berbeda, yaitu: 1
Akut, merupakan septicaemia yang fatal, infeksi cepat dengan sedikit tandatanda yang terlihat, dan ditandai dengan pembengkakkan organ dalam.
2
Sub akut, terlihat gejala dropsi, lepuh, abses, dan perdarahan pada sisik.
3
Kronis, terlihat gejala tukak, bisu-bisul, dan abses yang kejadiannya berlangsung lama.
4
Laten, tidak memperlihatkan gejala penyakit, namun pada organ dalam didapatkan bakteri penyebab penyakit.
Pengendalian MAS Dalam pengendalian penyakit, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu lingkungan perairan (fisik, kimia & biologi), teknik yang dipakai dan faktor sosial ekonomi agar tindakan yang dilakukan menguntungkan dan dapat diterima oleh masyarakat (Dirjen Perikanan 1993). Beberapa tehnik pemberian obatobatan dalam penanggulangan penyakit antara lain melalui perendaman, makanan dan suntikan (Herman 1972). Infeksi motil aeromonas merupakan contoh klasik dari stress-borne disease. Kematian ikan yang disebabkan oleh infeksi motil aeromonas ini sangat tergantung pada tingkat keparahan permasalahan/stres lingkungan yang diderita ikan. Apabila permasalahan lingkungan yang ada dengan cepat diperbaiki, kasus ini sering kali mereda dengan sendirinya tanpa pemberian antibiotik. Antibiotik oksitetrasiklin, kloramphenikol, dan nifurpirinol dapat digunakan untuk mengatasi penyakit ini. Walau demikian, pengobatan dengan menggunakan antibiotik merupakan cara pengendalian yang tidak ekonomis (Noga 2000). Tanaman Pepaya (Carica papaya Linn.)
Sejarah dan klasifikasi pepaya Pepaya (Carica papaya Linn.) merupakan tumbuhan yang berbatang tegak dan basah. Pepaya menyerupai palma, bunganya berwarna putih dan buahnya yang masak berwarna kuning kemerahan, rasanya seperti buah melon. Pepaya berasal dari Amerika Tengah, berbuah sepanjang tahun dari umur 6-7 bulan dan mulai berkurang setelah usia 4 tahun (Wijayakusuma et al. 1996) Berikut adalah klasifikasi pepaya menurut Kalie (2000). Kingdom
: Plantae
Divisi
: Magholiophyta
Class
: Magholiopsida
Ordo
: Brassicates
Family
: Caricaceae
Genus
: Carica
Spesies
: Carica papaya
Nama melayu
: Pepaya
Nama lain
: Pawpaw (Inggris) : Mamao (Brazil)
Lechoso (Venezuela) Fruta Bomba (Cuba)
Gambar 4 Pohon pepaya (Carica papaya Linn.)(Anonim 2006)
Habitat dan Morfologi Pepaya Pepaya merupakan tanaman asli tropis dan sub tropis Amerika dan sekarang menyebar keseluruh dunia termasuk Indonesia. Di Indonesia, pepaya dapat tumbuh pada ketinggian 700 m di atas permukaan laut, pada daerah lembab dan pada daerah dengan suhu 22-26 ºC dengan curah hujan sekitar 1000 – 2000 mm/tahun dan pH tanah 6-7 (Wijayakusuma et al. 1996). Pepaya dapat tumbuh subur pada tanah latosol dan tanah ringan yang banyak mengandung humus, tetapi tanaman pepaya tidak cocok pada tempat yang basah. Penggenangan air pada tanaman pepaya lebih dari dua hari akan menyebabkan kematian karena akar papaya sangat peka terhadap air yang tergenang (Sunaryono 1981). Tanaman ini merupakan semak berbentuk pohon, bergetah, tumbuh tegak dengan tinggi mencapai 2,5-10 m, batangnya bulat berongga, dibagian atas kadang bercabang dan kulit batang terdapat tanda bekas tangkai daun yang telah lepas serta berdiameter 25-27 cm. Daunnya daun tunggal, berkelompok di daerah ujung batang, tangkainya bulat silindris dan berongga dengan diameter 1 cm (Verheij & Coronel 1997). Komponen Kimiawi dan Bahan Aktif Daun Pepaya Dari hasil penelitian di lapangan, daun papaya mengandung 35 mg/100 mg tocophenol. Daun pepaya muda banyak mengandung senyawa alkaloid dan
getah berwarna putih. Getah tersebut mengandung enzim papain yaitu enzim yang dapat memecah protein atau bersifat proteolitik, sedangkan daun pepaya yang tua lebih banyak mengandung senyawa fenolik (Razak 1996). Menurut Suhartono (1992), daun pepaya mengandung tiga jenis enzim, diantaranya yaitu: 1
Papain (10 %), Merupakan rantai polipeptida yang terdiri atas 212 asam amino yang distabilkan oleh tiga jembatan disulfida.
2
Khimoprotein (45 %), merupakan enzim yang berfungsi mengkatalisis reaksi hidrolisis protein dan polipeptida.
3
Lisozim (20 %), merupakan enzim antibakteri, seperti pada saliva, yang berfungsi sebagai pemecah dinding sel bakteri. Tanaman pepaya terutama daunnya banyak digunakan untuk obat penyakit
malaria. Rasanya yang pahit disebabkan karena adanya kandungan alkaloid karpain (C14H25NO2) yang banyak terkandung dalam daun muda dan berkhasiat sebagai penurun dan penyembuh demam, penurun tekanan darah dan membunuh amuba. Daun pepaya juga dapat digunakan untuk mengobati penyakit disentri, obat spilis (dalam bentuk jamu), obat cuci perut, obat beri-beri, sebagi pengganti tembakau (rokok), untuk penderita asma, bisul dan sabun sebagai penghilang noda. Manfaat papain antara lain dapat digunakan untuk melembutkan daging sebagai treatment untuk mengelupaskan kulit pada luka akibat kebakaran, dapat berfungsi sabagai pepsin yang mengubah zat telur menjadi peptin di dalam proses pencernaan serta sebagai penjernih dan pemberi cita rasa bir. Papain dapat menggumpulkan darah. Pemberian papain 1 – 2 % dapat membekukan darah dalam 5 jam dalam air dengan suhu 37 ºC. Getah pepaya digunakan oleh industri pengolahan ikan, kosmetik, tekstil dan penyamakan kulit. Daun pepaya mengandung enzim papain, alkaloid karpaina, tocophenol, pseudo-karpaina, glikosid, karposid, saponin, sakarosa, dektrosa, levulosa, dan flavonoid. Dari sekian banyak senyawa dan zat aktif pada daun papaya, yang bersifat larut dalam etanol 70% dan air yaitu alkaloid, tocophenol, dan flavonoid. Tocophenol merupakan senyawa fenol yang khas pada tanaman pepaya. Fenol dapat merusak membran sel bakteri dan menyebabkan lisis (terlarutnya) sel bakteri (Nogrady 1992). Sisi dan jumlah gugus hidroksil pada fenol diduga memiliki hubungan dengan toksisitas relatif terhadap mikroorganisme dengan bukti bahwa hidroksilasi yang meningkat juga menyebabkan tingginya toksisitas
zat ini (Naim 2004). Kepolaran gugus hidroksil fenol mampu membentuk ikatan hidrogen yang larut dalam air sehingga efektif sebagai desinfektan (Nogrady 1992). Sifat toksik fenol mengakibatkan struktur tiga dimensi protein bakteri terganggu dan terbuka kemudian menjadi struktur acak tanpa adanya kerusakan struktur kerangka kovalen, sehingga protein terdenaturasi. Deret asam amino protein tetap utuh setelah denaturasi, namun aktifitas biologisnya rusak akibatnya protein tidak dapat melakukan fungsinya (Hasim 2003). Hal ini diperkuat oleh pernyataan Dwidjoseputro (1978) yang menjelaskan bahwa zat-zat organik seperti fenol, formaldehid dan etanol dapat menyebabkan penggumpalan protein yang merupakan konstituen dari protoplasma. Protein yang menggumpal tersebut adalah protein yang telah mengalami denaturasi sehingga tidak berfungsi lagi. Naim (2004) menambahkan bahwa mekanisme toksisitas senyawa fenolik pada mikroorganisme adalah sebagai inhibitor enzim bakteri, kemungkinan melalui reaksi dengan grup sulfihidril atau melalui interaksi nonspesifik dengan protein. Flavonoid merupakan golongan terbesar dari senyawa fenol. Flavonoid dan flavonol disintesis tanaman dalam responnya terhadap infeksi mikroba, sehingga secara in vitro efektif terhadap mikroorganisme. Senyawa ini merupakan antimikroba karena kemampuannya membentuk kompleks dengan protein ekstraselluler terlarut serta dinding sel mikroba. Flavonoid yang bersifat lipofilik akan merusak membran mikroba. Flavonoid bersifat antiinflamasi sehingga dapat mengurangi peradangan serta membantu mengurangi rasa sakit, bila terjadi perdarahan atau pembengkakan pada luka. Selain itu, flavonoid bersifat antibakteri dan antioksidan serta mampu meningkatkan kerja sistem imun karena leukosit sebagai pemakan antigen lebih cepat dihasilkan dan sistem limfoid lebih cepat diaktifkan (Anonim 2007b). Menurut Harborne (1987), flavonoid merupakan senyawa yang larut dalam air. Senyawa yang merupakan golongan terbesar dari fenol ini dapat diekstraksi dengan etanol 70%. Apabila fenol yang berasal dari tumbuhan ini dilarutkan dengan etanol, maka oksidasi enzim dapat dicegah, sehingga mencegah kerja enzim fenolase yang dapat merusak struktur fenol. Senyawa fenol dari tumbuhan memiliki kemampuan untuk membentuk kompleks dengan protein melalui ikatan hydrogen, sehingga dapat merusak membran sel bakteri. Karpain merupakan senyawa alkaloid yang khas dihasilkan oleh tanaman pepaya. Alkaloid merupakan senyawa nitrogen heterosiklik. Alkaloid bersifat
toksik terhadap mikroba, sehingga efektif membunuh bakteri dan virus, sebagai antiprotozoa dan antidiare (Naim 2004), bersifat detoksifikasi yang mampu menetralisir racun dalam tubuh. Alkaloid diketahui mampu meningkatkan daya tahan tubuh. Zat ini akan dibawa oleh aliran darah menuju sel-sel tubuh. Hasilnya sel-sel tersebut menjadi aktif dan terjadi perbaikan-perbaikan struktur maupun fungsi (Anonim 2007b). Alkaloid karpain juga mempunyai efek seperti digitalis (Anonim 2008). Mekanisme kerja dari alkaloid dihubungkan dengan kemampuan berinteraksi dengan DNA (Naim 2004). Bahan antimikrobial dapat bersifat bakteriostatik pada konsentrasi rendah, namun bersifat bakterisidal pada konsentrasi tinggi. Bahan kemoterapeutik yang baik adalah mempunyai daya mematikan mikroba, namun tidak menyebabkan keracunan pada induk semang yang menggunakan bahan tersebut. Bahan yang demikian disebut memiliki toksisitas selektif (Waluyo 2008). Selain bermanfaat sebagai senyawa antimikroba, daun pepaya memiliki sifat toksisitas. Getah papaya bersifat irritant, dermatogenic dan vesicant pada kulit. Pada saluran pencernaan dapat menyebabkan gastritis berat. Papain dapat menyebabkan rhinitis dan asma. Getahnya juga dapat menyebabkan kerusakan jaringan sehingga dapat melukai kulit. (Morton 1977, diacu dalam Duke 1983).
MATERI DAN METODE Waktu dan tempat penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan Februari sampai dengan Juni 2008, di laboratorium bakteri, laboratorium kesehatan satwa akuatik, laboratorium terpadu Bagian Mikrobiologi Medik, dan laboratorium farmasi Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Bahan Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini meliputi 80 ekor ikan gurami (Osphronemus gouramy Lac.) yang berukuran 5±0,5 cm dengan berat ±10 gram per ekor, pakan ikan biasa (komersil), methylen blue, garam dapur, daun pepaya (Carica papaya Linn.) tua, etanol 70%, gom arabicum 2%, aquadest steril, kertas cakram, isolat bakteri Aeromoas hydrophila, media kultur bakteri Trypticase Soy Agar (TSA), NaCl fisiologis, dan Brain Heart Infusion (BHI) broth. Alat Peralatan yang digunakan meliputi timbangan terigu, timbangan digital, saringan, blender, autoclave, mikroskop, ose, needle, 1 akuarium besar (90X40 cm), 1 akuarium sedang (60x30 cm), 5 akuarium kecil (30X20 cm), 2 aerator besar, 3 aerator kecil, sentrifuge, vortex, oven, tabung maserator, evaporator, pendingin (refrigerator), tabung reaksi, bunsen, gelas ukur, micropippet, kertas, jaring penangkap ikan, dan termometer akuarium. Metode penelitian
Pembuatan Ekstrak Daun Pepaya Daun pepaya yang digunakan adalah daun pepaya Carica papaya Linn. tua yang masih segar dari perkebunan pepaya IPB. Untuk peneguhan jenis dan spesies daun pepaya yang digunakan, maka dilakukan identifikasi daun pepaya di Herbarium LIPI kota Cibinong. Berkas identifikasi daun pepaya dapat dilihat pada Lampiran 1. Pembuatan ekstrak daun pepaya dilakukan dengan menggunakan metode maserasi (FKH IPB 2007) dan evaporasi. Pertama-tama daun pepaya segar
dicuci bersih kemudian dibiarkan kering udara hingga air yang masih melekat pada daun hilang. Setelah kering udara, daun segar ditimbang (berat basah), kemudian dikeringkan dengan menggunakan oven pada suhu 120ºC selama 1 jam (Vieira et al. 2001). Setelah benar-benar kering, daun ditimbang kembali (berat kering), kemudian dihaluskan menggunakan blender sampai berbentuk serbuk halus dan ditimbang kembali sebagai berat serbuk (simplisia). Sebanyak 300 gram serbuk dimasukkan ke dalam 3 tabung maserator (dibagi merata) yang masing-masing tabung telah berisi 1 liter etanol 70%. Selanjutnya, larutan dihomogenkan dengan pengaduk dan didiamkan selama 24 jam, kemudian ditampung. Proses ini dilakukan tiga kali penampungan (3 X 24 jam), sehingga dihasilkan 9 tabung. Untuk mendapatkan ekstrak murni, larutan dievaporasi sampai dihasilkan rendemen berkonsistensi kental. Rendemen dicampurkan dengan gom arabicum 2 % (Depkes RI 2000) dan diaduk sampai homogen sehingga terbentuk suspensi. Suspensi tersebut diencerkan sampai diperoleh dosis yang dibutuhkan yaitu 1%, 1.5%, 2%, 2.5 dan 3%. Isolasi dan Identifikasi Bakteri diisolasi dari isolat Aeromonas hydrophila yang terdapat di Laboratorium Bakteriologi FKH-IPB. Kemudian isolat tersebut diuji dengan uji gula-gula, uji katalase, uji KOH 3%, dan uji oksidase untuk mendapatkan isolat murni Aeromonas hydrophila.
Peningkatan Patogenitas Aeromonas hydrophila Kegiatan ini dilakukan untuk memperoleh bakteri yang paling patogen terhadap ikan dengan cara penyuntikan berulang-ulang. Pertama dilakukan penyuntikan bakteri Aeromonas hydrophila pada ikan, sampai ikan tersebut mati. Kemudian dari ikan yang mati itu, diambil organ ginjalnya untuk digerus dan dijadikan suspensi, lalu suspensi dibiakkan pada agar menggunakan ose. Koloni yang tumbuh dimurnikan dan dijadikan suspensi lalu disuntikkan kembali ke ikan (dilakukan 2 kali) sampai diperoleh bakteri yang patogen dengan ciri ikan paling cepat mati dalam 3-4 hari setelah penyuntikan (Priminarti 1991).
Preparasi Aeromonas hydrophila patogen Isolat murni bakteri Aeromonas hydrophila yang telah ditingkatkan patogenitasnya ditumbuhkan pada media BHI 10 ml dan diinkubasi pada suhu 27°C selama 18-24 jam (Austin dan Austin 1993). Setelah 18 jam inkubasi kemudian disentrifus dengan kecepatan 5000 rpm selama 15 menit. Endapan yang dihasilkan dicuci dengan menambahkan NaCl fisiologis dan divortex, kemudian disentrifus dengan kecepatan 5000 rpm selama 10 menit. Supernatan dibuang dan pada endapan ditambahkan dan dihomogenkan dengan NaCl fisiologis sebanyak 10 ml. Didapatkan suspensi bakteri Aeromonas hydrophila sebanyak >109 cfu/ml yang akan digunakan untuk infeksi buatan pada ikan gurami (in vivo). Kemudian diencerkan sampai dengan kepadatan 10 3 cfu/ml menggunakan perhitungan dengan metode Mc. Farland, untuk percobaan pada media (in vitro).
Pengujian Efektifitas Konsentrasi Ekstrak Daun Pepaya Uji In vitro Uji in vitro yaitu suatu metoda uji/percobaan pada media buatan yang sesuai dengan lingkungan/habitat optimal yang diperlukan oleh mikroba untuk tumbuh dan berkembangbiak. Uji ini dilakukan untuk melihat daya kerja antimikrobial ekstrak daun pepaya. Metode yang digunakan pada pengujian in vitro adalah metode Difusi (diffusion method) atau metode cakram kertas antibiogram Kirby-Bauer (Lay 1994) dan menggunakan metode sumur. Setiap perlakuan dibuat dua kali ulangan. Bakteri Aeromonas hydrophila terlebih dahulu disebar pada media TSA dengan kepadatan 103 cfu/ml sebanyak 0.1 ml sampai merata. Pada metode Kirby-Bauer, paper disc yang berbentuk bulat dengan konsentrasi ekstrak daun pepaya masing-masing sebesar 1%, 1.5%, 2%, 2.5% dan 3% diletakkan pada media
dengan jarak antar kertas disesuaikan sehingga terdapat ruang yang
cukup untuk difusi ekstrak. Pada metode sumur, setelah bakteri disebar, dibuat sumur bervolume 25µl pada media TSA sebanyak jumlah konsentrasi perlakuan diikuti pengisian sumur dengan larutan ekstrak. Biarkan selama 10-15 menit, kemudian diinkubasikan selama 18-24 jam. Uji ini dilakukan dengan dua kali pengulangan. Parameter yang diamati adalah zona hambat yang terbentuk, yaitu dengan mengukur diameter zona jernih di sekitar cakram kertas dan sumur dengan
konsentrasi berbeda. Cara pengukuran dilakukan dengan menggunakan mistar biasa.
Uji Invivo Uji invivo pada ikan gurami yang diinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila dilakukan dengan cara perendaman ikan gurami yang sakit ke dalam larutan yang mengandung ekstrak daun papaya (Carica papaya Linn.) dengan konsentrasi berbeda sesuai perlakuan. Sebelum dilakukan perlakuan, pertama-tama ikan gurami diadaptasikan dengan media pemeliharaan berupa akuarium selama 30 hari. Setiap hari diberi pakan ikan komersil. Pemberian pakan dilakukan sebanyak 2x setiap hari pada pagi dan sore hari secara ad libitum. Selama masa adaptasi penyiponan dan pergantian air dilakukan setiap 3 hari sampai masa adaptasi selesai. 20 ekor Ikan dipindahkan ke dalam akuarium ukuran sedang (60X30 cm) untuk diinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila. Infeksi buatan dilakukan dengan cara menyuntikkan Aeromonas hydrophila dengan populasi >109 cfu/ml sebanyak 0.1 ml melalui intramuskular. Setelah disuntik, ikan ditunggu sampai menunjukkan gejala-gejala terinfeksi Aeromonas hydrophila (Susanto 1989). Ikan yang terinfeksi dimasukkan dan direndam dalam masing-masing akuarium yang berisi 5 liter air yang telah diberikan konsentrasi daun papaya sesuai dengan perlakuan. Konsentrasi perlakuan yang diuji adalah 1%, 2% dan 3%. Ikan gurami yang digunakan untuk uji in vivo berjumlah 5 ekor untuk setiap perlakuan dan setiap perlakuan dibuat dua kali ulangan. Perlakuan yang diberikan berjumlah 3 perlakuan, dan 2 kontrol, yaitu: 1
Perlakuan A, ikan gurami disuntikkan bakteri Aeromonas hydrophila dan direndam dalam larutan bahan obat dengan konsentrasi 1%.
2
Perlakuan B, ikan gurami disuntikkan bakteri Aeromonas hydrophila dan direndam dalam larutan bahan obat dengan konsentrasi 2%.
3
Perlakuan C, ikan gurami disuntikkan bakteri Aeromonas hydrophila dan direndam dalam larutan bahan obat dengan konsentrasi 3%.
4
Kontrol positif. Pada perlakuan ini ikan gurami disuntikkan bakteri Aeromonas hydrophila dan tanpa perendaman dalam larutan ekstrak.
5
Kontrol negatif. Pada perlakuan ini ikan gurami dipelihara tanpa disuntikkan bakteri Aeromonas hydrophila dan tanpa perendaman dalam larutan ekstrak.
Perendaman dalam larutan bahan obat dilakukan selama 1 jam. Setelah masa perendaman selesai selanjutnya pada masing-masing perlakuan dilakukan penggantian air sebanyak 100% dan ikan percobaan dipelihara dengan kondisi air
pemeliharaan
normal
(tanpa
penambahan
ekstrak)
dan
dilakukan
pengamatan selama 15 hari. Pemeliharaan dilakukan dalam akuarium terpisah dan diberikan aerasi. Pakan yang diberikan berupa pakan ikan komersil secara ad libitum.
Analisis data Parameter yang digunakan pada penelitian ini adalah tingkat kelangsungan hidup ikan gurami dengan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) model tetap (fixed model). Pada uji in vitro terdiri dari lima perlakuan dan dua kali pengulangan, sedangkan pada uji in vivo terdiri dari tiga perlakuan, dua kontrol dan dua kali pengulangan. Data dianalisis menggunakan Analysis of Variance (Anova) kemudian dilakukan uji lanjut Duncan. Menurut Marsoedi dan Saputri (2006), untuk mencari tingkat kelangsungan hidup ikan gurami digunakan rumus berikut.
Kelangsungan hidup =
∑ ikan hidup pada akhir pengamatan ∑ ikan pada awal pengamatan
X 100%
HASIL Identifikasi bakteri Aeromonas hydrophila Pengamatan terhadap isolat bakteri Aeromonas hydrophila dilakukan sesuai dengan parameter-parameter pada Bergey’s manual dan dilakukan secara duplo.
Parameter-parameter tersebut meliputi pewarnaan
Gram,
pengamatan morfologi, uji motilitas, uji sukrosa, uji mannitol, uji glukosa, uji laktosa, uji maltose, uji galaktosa, uji sitrat, uji urea, uji katalase dan uji oksidase. Hasil dari pengujian tersebut adalah sebagai berikut: Tabel 2 Hasil Identifikasi Bakteri Aeromonas hydrophila No
Parameter
1
Pewarnaan Gram
2
Morfologi
3
*Karakteristik
Hasil Identifikasi
Aeromonas hydrophila
1
2
Gram Negatif
Negatif
Negatif
Batang
Batang
Batang
Uji motilias
Motil
Motil
Motil
4
Uji sukrosa
Positif
Positif
Positif
5
Uji glukosa
Positif, gas
Positif, gas
Positif, gas
6
Uji galaktosa
Positif
Positif
Positif
7
Uji laktosa
Positif/negatif
Negatif
Negatif
8
Uji maltosa
Positif
Positif, gas
Positif, gas
9
Uji mannitol
Positif
Positif, gas
Positif, gas
10
Uji sitrat
Positif/negatif
Positif
Positif
11
Uji urea
Negatif
Negatif
Negatif
12
Uji katalase
Positif
Positif
Positif
13
Uji oksidase
Positif
Positif
Positif
Keterangan: *Sumber :Bergey’s manual pada Krieg dan Holt (1984)
Hasil Penimbangan Daun Pepaya
Tabel 3 Perbandingan berat daun pepaya segar, kering, dan serbuk Sampel
Berat Basah
Berat Kering
Berat Serbuk
Kadar Air
Daun
3.6 kg
770 gram
605 gram
78.61%
Percobaan in vitro Berdasarkan uji in vitro ekstrak daun pepaya terhadap bakteri Aeromonas hydrophila dengan metode kertas serap diperoleh hasil sebagai berikut.
Gambar 5 Daya hambat ekstrak daun pepaya terhadap bakteri Aeromonas hydrophila dengan metode Kirby-Bauer
Zona Hambat (mm)
14 12 10 Pengulangan I
8
Pengulangan II
6 4 2 0 1
1,5
2
2,5
3
Konsentrasi (%) Sedangkan berdasarkan uji in vitro ekstrak daun pepaya terhadap bakteri Aeromonas hydrophila dengan metode sumur diperoleh hasil sebagai berikut.
Gambar 6 Daya hambat ekstrak daun pepaya terhadap bakteri Aeromonas hydrophila dengan metode sumur
Zona Hambat (mm)
7 6 5 4
Pengulanan I
3
Pengulanan II
2 1 0 1
1,5
2
2,5
Konsentrasi (%)
3
Gambar 7 Zona bening pada percobaan in vitro
Percobaan in vivo Dari pengujian in vivo selama 15 hari, dihasilkan data sebagai berikut. Tabel 4 Hasil percobaan in vivo pengulangan I
(%)
∑
Hari ke-
Konsentrasi 1
2
3
4
5 6
7
8
1
9
10 11 12 13 14 15
X
2
X
X
X X
3
XX
kontrol +
2
X
3
XX XXX
5
Kontrol ∑
3
0 0
2
2
4
0 0
1
1
1
0
0
1
0
0
1
13
Keterangan: X = Kematian
Tabel 5 Hasil percobaan in vivo pengulangan II
(%)
∑
Hari ke-
Konsentrasi 1
2
3
4
5
6
1
7
8 9 10 11 12 13 14 15
X
1
2
X
3
X
kontrol +
1
XX X
3 XXX
X
5
Kontrol ∑
X 0
1
3
Keterangan: X = Kematian
3
1
0
1
0 0
0
0
1
0
1
1 0
11
Tabel 6 Hasil percobaan in vivo ∑Kematian (ekor) Perlakuan
Konsentrasi (%) Pengulangan 1
Pengulangan 2
A
1
3
1
B
2
2
1
C
3
3
3
Kontrol +
-
5
5
Kontrol -
-
0
1
Gambar 8 Gejala klinis peradangan (inflamasi)
Gambar 9 Gejala klinis perdarahan (hemoragi) pada insang
C
A B
Gambar 10 Gejala klinis nekrosa (A), abdominal dropsy (B) dan exopthalmos (C)
Gambar 11 Ikan pasca pengobatan, terlihat bekas infeksi
Gambar 12 Ikan gurami yang terinfeksi sejenis jamur
Tabel 7 Jumlah ikan hidup dan mati pada masing-masing perlakuan Konsentrasi (%)
∑ Ikan hidup
∑ Ikan mati
1
6
4
2
7
3
3
4
6
Kontrol +
0
10
Kontrol -
9
1
PEMBAHASAN Identifikasi Bakteri Aeromonas hydrophila Dari hasil identifikasi bakteri yang dilakukan dengan tanpa pewarnaan (native) dapat dilihat bahwa morfologi bakteri adalah batang pendek, dan motil. Dengan melakukan pewarnaan Gram, morfologi bakteri terlihat lebih jelas, yaitu kokus sampai dengan batang pendek, soliter, kadang terlihat berantai pendek, berwarna kemerahan yang menunjukkan bahwa bakteri yang diidentifikasi termasuk bakteri Gram negatif. Pada uji KOH 3% didapatkan hasil positif (terbentuk benang halus), hal ini menunjukkan bahwa bakteri yang diidentifikasi merupakan bakteri Gram negatif. Pada media TSA koloni berbentuk bulat berwarna kekuningan. Untuk uji peneguhan spesies dilakukan uji biokimiawi yang menghasilkan antara lain oksidasi positif, katalase positif, dan glukosa positif. Sifat biokimia yang lain dapat dilihat pada Tabel 2. Dari hasil Identifikasi bakteri yang dilakukan, menunjukkan bahwa bakteri yang diidentifikasi sesuai dengan parameter atau sifat-sifat dari bakteri Aeromonas hydrophila pada Bergey’s manual diacu dalam Krieg dan Holt (1984). Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa bakteri yang digunakan pada penelitian ini adalah bakteri Aeromonas hydrophila.
Percobaan In Vitro Hasil pengujian in vitro dengan metode Kirby-Bauer menunjukkan bahwa konsentrasi ekstrak terkecil yang sudah mampu menghambat pertumbuhan bakteri Aeromonas hydrophila atau Minimum Inhibitory Concentration (MIC) adalah konsentrasi 1.5% yaitu menghasilkan zona bening sebesar 11.00±0.71 mm, sedangkan MIC pada pengujian dengan metode sumur adalah pada konsentrasi 1% dengan zona bening sebesar 3.75±0.35 mm. Konsentrasi ekstrak 1% pada metode Kirby-Bauer belum memperlihatkan adanya zona bening, keadaan ini terjadi karena terlalu sedikitnya volume suspensi ekstrak 1% yang diteteskan pada kertas cakram. Selain itu dapat juga disebabkan zona bening yang terbentuk terlalu kecil, sehingga sulit untuk diamati dan diukur menggunakan mistar biasa. Namun demikian, hasil pengujian pada kedua metode in vitro menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak yang diberikan maka semakin tinggi pula zona bening yang terbentuk, dengan zona
bening terbesar pada konsentrasi 3% dengan rata-rata zona bening sebesar 9.38±4.42 mm.
Tabel 8
Daya hambat ekstrak daun papaya terhadap bakteri Aeromonas hydrophila dengan metode Kirby-Bauer dan metode sumur
Besar Zona Hambat (mm)
Konsentrasi (%)
Metode Kirby-Bauer
Metode Sumur
Rata-rata
1
10.00±0.00a
3.75±0.35a
6.88±4.42
1.5
11.00±0.71ab
4.50±0.35a
7.63±4.77
2
12.25±0.35bc
5.50±0.71b
8.63±4.42
2.5
11.75±0.35bc
6.00±0.00b
8.88±4.07
3
12.50±0.71c
6.25±0.35b
9.38±4.42
Keterangan: Huruf dengan superscript yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0.05).
Zona bening di sekitar cakram kertas atau sumur merupakan petunjuk kepekaan mikroorganisme terhadap senyawa antimikroba. Menurut Lay (1994), terbentuknya zona hambat melalui pengamatan daerah jernih di sekeliling cakram kertas membuktikan adanya aktifitas senyawa antimikroba. Zona lisis yang kecil menunjukkan adanya aktifitas antimikroba yang rendah, sedangkan zona lisis yang lebih besar menunjukkan daya aktifitas antimikroba yang lebih besar pula. Adanya zona bening di sekeliling kertas cakram dan sumur membuktikan bahwa
ekstrak daun
pepaya
dapat
menghambat
pertumbuhan
bakteri
Aeromonas hydrophila. Tetapi setelah didiamkan selama 5 hari, zona bening tersebut ditumbuhi oleh bakteri, hal ini disebabkan zat anti mikrobial pada zona bening tersebut telah habis sehingga bakteri di luar/sekitar zona bening dapat masuk dan berkembangbiak pada zona bening tersebut. Hal ini diperkuat oleh pendapat Hasim (2003) yang menyatakan bahwa zona hambatan (zona bening) yang ditumbuhi bakteri pada hari ke empat inkubasi menunjukkan bahwa zat antibakteri
yang
digunakan
hanya
bersifat
bakteriostatik
(menghambat
pertumbuhan bakteri), bukan bakterisidal (membunuh bakteri). Zona bening yang terbentuk ini disebabkan karena adanya aktifitas senyawa aktif dari golongan alkaloid dan fenolik, dimana ekstrak daun pepaya ini mengandung senyawa alkaloid carpain sebagai anti bakteri. Lay (1994) juga
menyatakan senyawa-senyawa tumbuhan yang berperan sebagai antimikrobial adalah senyawa golongan alkaloid. Selain senyawa alkaloid, daun pepaya juga mengandung senyawa fenolik, yaitu flavonoid dan tocophenol yang juga berkontribusi dalam pembentukan zona bening di sekitar cakram kertas atau sumur. Cara kerja zat antimikrobial alkaloid, flavonoid, dan tocophenol terhadap bakteri Aeromonas hydrophila diduga dengan menghambat kerja enzim bakteri sehingga mengganggu reaksi biokimiawi dan mengakibatkan terganggunya metabolisme atau matinya sel bakteri Aeromonas hydrophila dan diduga pula adanya penghambatan pembentukan enzim berupa toksin ekstraseluler yang merupakan faktor virulensi bakteri Aeromonas hydrophila (Buckley et al. 1981).
Percobaan In Vivo Setelah dilakukan pengujian secara in vitro di laboratorium, percobaan dilanjutkan pada pengujian secara in vivo. Dari uji in vitro, diperoleh zona bening yang tidak terlalu berbeda nyata antara konsentrasi 1% dan 1.5% serta 2%, 2.5% dan 3%, oleh karena itu dosis yang digunakan untuk percobaan in vivo adalah dosis terendah (1%), dosis tengah (2%) dan dosis tertinggi (3%). Pengamatan gejala klinis Pengamatan gejala klinis dilakukan dengan mengamati luka dan tingkah laku ikan gurami akibat infeksi bakteri Aeromonas hydrophila. Pada pengujian in vivo, ikan gurami menunjukkan gejala klinis dalam waktu 2-4 jam setelah dilakukan penyuntikan bakteri Aeromonas hydrophila patogen. Gejala klinis yang teramati berupa peradangan (inflamasi) yang dicirikan dengan pembengkakan dan warna kemerahan pada bekas suntikan. Gejala ini terlihat merata pada semua ikan gurami yang dilakukan infeksi buatan. Kemudian ikan dipindahkan ke akuarium perlakuan untuk direndam selama 1 jam pada konsentrasi ekstrak berbeda. Setelah proses perendaman selesai, air akuarium diganti dengan air normal dan dilakukan pengamatan. Semakin bertambahnya waktu, proses peradangan semakin parah. Pada pengamatan 24 jam setelah perendaman (hari ke-2), gejala peradangan berlanjut menjadi perdarahan (hemoragi) yang dicirikan dengan keluarnya darah dari kulit dan insang. Selain itu, ikan terlihat stres, bergerak/berada di sekitar aerasi, dan pada umumnya ikan berenang dengan
posisi tubuh miring dikarenakan keseimbangan tubuh berkurang akibat infeksi bakteri Aeromonas hydrophila. Pada hari ke-2 ini, terjadi kematian ikan gurami pada perlakuan C (konsentrasi ekstrak 3%) tanpa disertai gejala yang berarti, sedangkan pada kontrol positf belum terjadi kematian. Kematian yang lebih cepat ini belum dapat dikategorikan akibat infeksi akut Aeromonas hydrophila, karena diduga adanya pengaruh zat aktif ekstrak pepaya itu sendiri terhadap proses metabolisme tubuh ikan. Pada tahapan selanjutnya, yaitu 48 jam setelah infeksi buatan (hari ke-3), ikan yang hidup masih menunjukkan gejala perdarahan (hemoragi) pada otot dan caudal insang. Keadaan seperti ini terlihat dominan pada kontrol positif. Ikan yang mengalami kematian pada kontrol positif tidak memperlihatkan adanya gejala yang berarti. Hal ini dikarenakan infeksi Aeromonas hydrophila terjadi secara akut tanpa disertai gejala yang berarti. Amlachler (1961), diacu dalam Sniezko dan Axelrod (1971) memperkuat pernyataan bahwa infeksi akut terjadi akibat septicaemia yang fatal dengan sedikit tanda-tanda yang terlihat. Pada pengamatan hari ke empat setelah infeksi buatan, dapat diamati beberapa ikan yang menderita abdominal dropsy yang ditandai dengan timbulnya oedema pada rongga abdomen sehingga terlihat gejala pembesaran ukuran abdomen. Selain itu dapat dilihat juga gejala klinis exopthalmos yang ditandai bola mata membesar seperti akan lepas. Keadaan ini tidak berlangsung lama dan mengakibatkan kematian pada keesokan harinya. Kematian pada hari ke lima ini menunjukkan bahwa infeksi berjalan sub akut karena pada ikan yang mati masih terlihat gejala perdarahan disertai abdominal dropsy. Setelah melewati hari ke lima, pada umumnya semua ikan perlakuan baru mengalami kematian setelah timbulnya gejala nekrosa pada tubuh ikan gurami, terutama daerah bekas suntikan. Hal ini menunjukkan bahwa infeksi yang disebabkan Aeromonas hydrophila berjalan kronis. Dapat dilihat pada Tabel 7 bahwa perendaman dengan ekstrak daun pepaya dapat mempengaruhi tingkat kelangsungan hidup ikan, artinya bahwa tidak semua ikan mengalami kematian. Ikan yang bertahan hidup pada akhirnya mengalami proses persembuhan, baik sembuh secara total (tidak terlihat gejala klinis lagi) maupun hanya sembuh parsial (masih terlihat gejala klinis). Gejala klinis yang masih teramati pada ikan yang bertahan hidup (sembuh parsial) adalah berupa sisik yang rontok dan warna kemerahan pada kulit ikan.
Mekanisme pertahanan yang terjadi dalam tubuh ikan gurami setelah bakteri (antigen) yang diinfeksikan masuk kedalam tubuh ikan gurami adalah pertama-tama antigen tersebut akan diproses oleh makrofag yang ada di dalam jaringan. Makrofag sebagai antigen precenting cell akan memberikan pesan kepada limfosit, sehingga produksi dan proliferasi limfosit menjadi sel plasma akan meningkat. Kemudian sel plasma akan menghasilkan antibodi sebagai mekanisme kekebalan humoral (Anderson 1974). Mekanisme pertahanan ini memerlukan waktu yang lama dan melalui reaksi-reaksi yang kompleks. Oleh karena itu ketika ikan tersebut diinfeksikan dengan bakteri Aeromonas hydrophila patogen (antigen) dalam jumlah yang besar, mekanisme ini tidak dapat melindungi ikan dari patogenitas antigen tersebut. Dengan kata lain tingkat kekebalan ikan gurami tersebut lebih rendah dari patogenitas antigen, sehingga ikan tersebut akan menderita motile aeromonas septicemia yang dapat mengakibatkan kesakitan dan kematian. Ekstrak daun pepaya dalam proses pengobatan penyakit bakterial ini menyebabkan kematian pada bakteri Aeromonas hydrophila karena kandungan zat aktif yang dimilikinya, seperti alkaloid carpain, tocophenol dan flavonoid. Pada umumnya cara kerja zat antimikroba flavonoid, alkaloid carpain dan tocophenol ini terhadap bakteri Aeromonas hydrophila adalah dengan cara merusak membran sel bakteri sehingga bakteri lisis. Lebih jauh lagi senyawa fenol dapat menyebabkan penggumpalan protein toksin ekstraseluler dan juga dinding sel melalui ikatan hidrogen, sedangkan senyawa alkaloid memliki kemampuan berinteraksi dengan DNA bakteri sehingga dapat mengganggu metabolisme sel bakteri. Kelangsungan Hidup Gurami Dari hasil pengamatan yang dilakukan selama 15 hari dengan 2 kali percobaan, maka dapat dihitung tingkat kelangsungan hidup ikan gurami perlakuan. Tingkat kelangsungan hidup ikan gurami pada masing-masing konsentrasi adalah sebagai berikut.
Tabel 9 Tingkat kelangsungan hidup ikan gurami Perlakuan
Konsentrasi (%)
∑ Ikan mati
∑ Ikan hidup
A
1
4
6
Kelangsungan hidup (%) 60.00±28.28a
B
2
3
7
70.00±14.14a
C
3
6
4
40.00±0.00ab
Kontrol +
-
10
0
0b
Kontrol -
-
1
9
90.00±14.14
Keterangan: Huruf dengan superscript yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0.05).
Penggunan ekstrak daun pepaya dalam akuarium-akuarium perlakuan dengan konsentrasi yang berbeda-beda pada ikan gurami yang terinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila pada masing-masing perlakuan menghasilkan persentase kelangsungan hidup yang berbeda-beda. Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa perlakuan dengan konsentrasi 2% memberikan tingkat kelangsungan hidup yang tertinggi dan berturut-turut diikuti oleh perlakuan dengan konsenrasi 1% baru kemudian konsentrasi 3% yang memberikan tingkat kelangsungan hidup terendah. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa tingkat kelangsungan hidup tertinggi diperoleh pada perlakuan B (konsentrasi ekstrak 2%), hal ini dapat dinyatakan bahwa
konsentrasi penambahan ekstrak daun pepaya
2%
merupakan
konsentrasi yang paling sesuai untuk mempertahankan kehidupan ikan gurami selama masa pengamatan (15 hari). Hasil percobaan tingkat kelangsungan hidup ini mengalami penurunan drastis pada perlakuan C, yaitu perendaman ikan dengan konsentrasi ekstrak 3% yang mana pada uji in vitro konsentrasi uji tertinggi ini menghasilkan daya hambat yang paling baik terhadap pertumbuhan bakteri Aeromonas hydrophila. Hal ini dikarenakan batas konsentrasi yang diberikan untuk membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri Aeromonas hydrophila melebihi dari batas maksimal yang diperlukan, sehingga menyebabkan efek samping yang membahayakan pada ikan gurami. Konsentrasi yang melebihi batas ambang konsentrasi efektif yang dibutuhkan oleh ikan gurami ini ternyata menyebabkan kematian yang lebih awal, yaitu pada hari ke dua. Kematian lebih awal ini dikarenakan infeksi bakteri Aeromonas hydrophila patogen pada ikan gurami
yang diperparah oleh kandungan zat aktif ekstrak daun papaya 3% pada saat perendaman yang menyebabkan ikan gurami keracunan senyawa fenolik dan alkaloid daun pepaya. Hal ini didukung oleh Harborne (1989) yan menyatakan bahwa senyawa alkaloid dalam konsentrasi yang tinggi (melebihi batas toleransi tubuh) dapat menimbulkan keracunan bahkan sering mematikan. Pada perlakuan A, dapat dimaknai bahwa perendaman dengan konsentrasi ekstrak 1% telah dapat menghambat faktor virulensi dari bakteri Aeromonas hydrophila tanpa berpengaruh signifikan terhadap ikan sehingga tingkat kelangsungan hidup ikan gurami pada perlakuan A jauh lebih besar dari kontrol positf. Namun demikian, perendaman dengan konsentrasi ekstrak 1% ini menunjukkan tingkat kelangsungan hidup yang lebih rendah dari perlakuan B (konsentrasi ekstrak 2%) karena jumlah dan aktifitas zat aktif ekstrak daun papaya sebanding dengan konsentrasi ekstrak. Tingkat kelangsungan hidup pada kontrol negatif memperlihatkan hasil yang tidak sesuai dengan harapan yang mana seharusnya memberikan tingkat kelangsungan hidup ikan gurami sebesar 100% (seluruhnya tetap hidup) karena tidak dilakukan infeksi buatan. Kematian satu ekor ikan gurami ini diduga bukan karena infeksi Aeromonas hydrophila melainkan karena infeksi sejenis jamur. Diagnosa ini dilihat dari ditemukannya gejala klinis berupa tumbuhnya jamur pada mata dan seluruh tubuh ikan sehingga tampak berkabut dan ikan gurami tersebut mati.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa pada pengujian in vitro rataan diameter zona hambat yang dihasilkan menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0.05), yaitu konsentrasi 1% (6.88±4.42 mm), 1.5% (7.63±4.77 mm), 2% (8.63±4.42 mm), 2.5% (8.88±4.07 mm), dan 3% (9.38±4.42 mm). Data tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak daun pepaya yang digunakan, maka semakin luas diameter zona hambat yang terbentuk. Hasil uji in vivo pada gurami yang diinfeksi Aeromonas hydrophila menunjukkan bahwa pemberian ekstrak daun pepaya dengan konsentrasi yang berbeda menggunakan metode perendaman selama 1 jam memberikan pengaruh yang berbeda nyata (p<0.05) terhadap tingkat kelangsungan hidup ikan gurami selama 15 hari. Konsentrasi terbaik adalah 2% (70.00±14.14%) berturut-turut diikuti oleh perlakuan dengan konsentrasi 1% (60.00±28.28%) baru kemudian konsentrasi 3% (40.00±0.00%). Saran Infeksi bakteri Aeromonas hydrophila berkembang sangat cepat, sehingga perendaman dengan ekstrak daun pepaya sebaiknya dilakukan segera setelah ikan terlihat tanda-tanda awal terinfeksi. Selain itu perlu juga dilakukan penelitian lanjutan mengenai efek samping bagi ikan gurami dan juga penerapan pengobatan dengan metode perendaman ekstrak daun pepaya pada skala lapang agar dapat diterapkan oleh para petani gurami dengan skala besar.
DAFTAR PUSTAKA Anderson DP. 1974. Fish Immunology. Di dalam: Snieszko dan HR Axelord (ed). Disease of Fish. Hongkong: TFH Publication. Angka SL. 2001. Studi Karakterisasi dan Patologi Aeromonas hydrophila pada ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus). Makalah Falsafah Sains. Bogor: Progam Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Angka et al. 1982. Isolasi dan Identifikasi Jasad Renik Penyebab Epidemi Penyakit Bercak Merah Pada Ikan di Jawa Barat. Buletin Perikanan. 1: 1-14. Anonim. 2006. Pepaya (Carica papaya Linn.). http://www.iptek.net.id/ind/pd_ tanobat/view.php?id=133 [10 Agustus 2008]. Anonim. 2007a. Osphronemus gouramy 4. http://almujaddid.wordpress.com/ 2007/09/01/pemancingan/ [10 Agustus 2008]. Anonim. 2007b. Mahkota Dewa. http://id.wikipedia.org/wiki/Mahkota_Dewa April 2008].
[8
Anonim. 2008. Tahukah Anda Manfaat Pepaya. http://ipat-hikmat.blogspot. com/2008/01/pepaya-carica-papaya.html [8 April 2008]. Austin B, Austin DA. 1993. Bacterial Fish Pathogens, Disease in Farm and Wild Fish. Ed ke-2. London: Ellis Herwood. Buckley JT, Halasa LN, Lund KD, Mac Intyre S. 1981. Purification and Some Properties of the Haemolityc Toxin of Aerolysin. J Biochem Can 56: 430-435. [Depkes RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, Direktorat Pengawasan Obat Tradisional. 2000. Parameter Standar Umum Kstrak Tumbuhan Obat. Ed ke-1. Jakarta: Bhakti Husada. Diraja A. 2007. Penyakit Bakterial (Aeromonas hydrophila) di Kanagarian Lubuk Pandan Kab. Padang Pariaman. http://www.disnaksumbar.org [10 Maret 2008]. [Dirjen Perikanan] Direktorat Jendral Perikanan Departemen Pertanian, Republik Indonesia. 1993. Statistik Ekspor dan Impor Hasil Perikanan 1991. Jakarta: Departemen Pertanian Republik Indonesia. Dooley JSG, R Lallier, DH Shaw, Trust TJ. 1985. Electrophoretic and Immunochemical Analyses of the Lipopolycaccharides from Various Strains of Aeromonas hydrophila. J Bacteriol 164: 263-269. Duke JA. 1983. Handbook of Energy Crops. http://www.rain-tree.com/papaya.htm [10 Maret 2008]. Dwidjoseputro D. 1978. Dasar-dasar Mikrobiologi. Jakarta: Djambatan.
Fauci A. 2001. Pengaruh Pemberian Levamisol dan Saccharomyces cereviceae Dosis 60 ppm terhadap Gambaran Darah Ikan Mas (Cyprinus carpio) yang Diinfeksi Bakteri Aeromanas hydrophila [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. [FKH IPB] Fakultas Kedokteran Hewan Departemen KRP Bagian Penyakit Dalam, Institut Pertanian Bogor. 2007. Farmasi dan Ilmu Reseptia. Bogor: FKH IPB. Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Ed ke-2. Penerjemah: Dr. Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro. Bandung: ITB. Hasim. 2003. Daun Sirih Sebagai Antibakteri Pasta Gigi. http://www. unisosdem.org/ekopol_detail.php?aid=2675&coid=2&caid=40 [4 Juli 2008]. Hayes J. 2000. Aeromaonas hydrophila. Spring Term Project. Oregon State University. http://www.osu.orst.edu/ [4 Juli 2008]. Herwig N. 1979. Handbook of Drugs and Chemicals used in the Treatment of Fish Disease. United States of America: Charles C. Thomas Herman RL. 1972. The Principles of Therapy in Fish Diseases. Disease of Fish. Symposia of the Zoological Society of London. Number 30. Di dalam: LE Mawdwsley-Thomas (Eds). New York: Academic Press. p: 141-151. Hidayat R. 2006. Studi Protektivitas Imunoglobulin Y (Ig-Y) Anti Aeromonas hydrophila Pada Ikan Mas (Cyprinus carpio L.) dan Gurame (Osphronemus gouramy L.) [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Hirono I, T Aoki. 1991. Nucleotide Sequences and Expression of an Extracelluler Hemolysin Gene of Aeromonas hydrophila. Department of Fisheries. Faculty of Agriculture. Miyazaki University. Japan. J. Microb. Pathol. (11): 189-197. Holt JG, Krieg NR, Sneath PHA, Staley JT. 1994. Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology. United States of America Baltimore: Williams & Wilkins Company. Isohood JH, Drake M. 2002. Review: Aeromonas species in foods. J Food Prot 65: 575-582. Kabata Z. 1985. Parasites and Disease of Fish Cultured in the Tropics. London and Philadelphia: Taylor and Fancis Press. Kalie MB. 2000. Bertanam Pepaya. Jakarta: Penebar Swadaya. Kamiso HN, Triyanto. 1993. Vaksinasi Aeromonas hydrophila untuk Menanggulangi Penyakit MAS pada Lele Dumbo. Abstrak. Simposium Perikanan Indonesia I. Jakarta. Krieg NR, Holt JG. 1984. Bergey’s Manual of Systematic Bacteriology. Ed ke-1. United States of America Baltimore: Williams & Wilkins Company.
Lay BW. 1994. Analisis Mikroba di Laboratorium. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Marsoedi, Saputri K. 2006. Penggunaan Filtrat Crude Daun Sirih (Piper betle) Untuk Pengobatan Ikan Gurami (Osphronemus gouramy) yang Terinfeksi Bakteri Aeromonas hydrophila [skripsi]. Malang: Fakultas Perikanan, Universitas Brawijaya. Muhlisah. 1999. Temu-temuan dan Empon-empon Budidaya dan Manfaatnya. Yogyakarta: Kanisius. 88 hal. Munro AL. 1982. The Pathogenesis of Bacterial Disease of Fishses. Di dalam: Robert RJ. Microbial Diseases of Fish. London: Academic Press. hlm 151. Naim R. 2004. Senyawa Antimikroba dari Tanaman. http://www2.kompas.com /kompas-cetak/0409/15/sorotan/1265264.htm [5 Juli 2008]. Noga EJ. 2000. Fish Disease: Diagnosis and Treatment. United States of America: Jowa State University Press. Nogrady T. 1992. Kimia Medisinal Pendekatan Secara Biokimia. Bandung: Institut Teknologi Bandung. Hlm 19-21. Pleczar MJ, ECS Chan. 1988. Dasar-dasar Mikrobiologi 2. Jakarta: Universitas Indonesia. Priminarti M. 1991. Penentuan Lethal Dose 50 Bakteri Aeromonas hydrophila pada ikan Mas (Cyprinus carpio) [skripsi]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Razak. 1996. Perubatan Tradisional Antara Manfaat dan Risiko. http://www.prn2. usm.my/mainsite/bulletin/kosmik/1996/kosmik4.html [2 Maret 2008]. Resapti H, Santoso B. 1993. Petunjuk Praktis Budidaya Ikan Gurami. Yogyakarta: Kanisius. Rijkers GT. 1980. The Immune System of Cyprinid Fish. Wegeningen: PUDOC. Robinson RK, Blatt KA, Patel PD. 2000. Encyclopedia of Foods Microbiology. New York: Academic Press. Shotts et al. 1985. Extracellular Proteolityc Activity of Aeromonas hydrophila Complex. J Fish Patol 20: 37-44. Sitanggang M, Sarwono B. 2006. Budi Daya Gurami. Jakarta: Penebar Swadaya. Sismeiro et al. 1998. Aeromonas hydrophila Adenylyl Cyclase: a New Class of Adenylyl Cyclase with Thermophilic Properties and Sequences Similiarities to Proteins From Hyperthermophilic Archaebacteria. J Bakteriol 180: 3339-3344. Snieszko SF, HR Axelord.1971. Disease of Fishes. Hongkong: TFH Publication Ltd.
Suhartono MT. 1992. Protease. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Tinggi. Bogor: PAU Bioteknologi. Sunaryono H. 1981. Pengenalan Jenis Tanaman Buah-buahan dan Bercocok Tanam Buah-buahan Penting di Indonesia. Bandung: CV. Sinar Baru. Supriyadi H. 2003. Vaksinasi Untuk Mencegah Penyakit Bakterial pada Ikan. Jakarta: Buletin Warta Mina 9. Hlm 34. Susanto H. 1989. Budidaya Ikan Gurami. Yogyakarta: Kanisius. Susanto H. 2002. Budidaya Ikan di Pekarangan. Jakarta: Penebar swadaya. Syamsir E. 2008. Perbedaan Endotoksin dan Eksotoksin. http:// ilmupangan. blogspot.com/2008/04/perbedaan-endotoksin-dan-eksotoksin.htm [4 Juli 2008] Trower CJ, Abo S, Majeed KN, Itzstein MV. 2000. Bacterial Pathogenicity. J Med Microbiol 49: 121-126 Verheij EWM, Coronel RE. 1997. Sumber Daya Nabati Asia Tenggara 2. Buahbuahan yang Dapat Dimakan. Prosea. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Vieira et. al. 2001. Microbicidal Effect of Medicinal Plant Extracts (Psidium guajava Linn. and Carica papaya Linn.) Upon Bacteria Isolated From Fish Muscle and Known to Induce Diarrhea In Children. Rev Inst Med Trop S Paulo. 43: 145-148 Waluyo L. 2008. Teknik dan Metode Dasar Mikrobiologi. Cetakan Pertama. Malang: UMM Press. Wijayakusuma, H., S. Dalimartha, dan A.S. Wirian. 1996. Tanaman Berkhasiat Obat di Indonesia Jilid 4. Jakarta: Pustaka Kartini. Yudha R. 2005. Insidensi Aeromonas hydrophila Pada Daging Ayam Potong yang Dijual di Kota Bogor [tesis]. Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor.
Lampiran 1 Berkas identifikasi daun papaya
Lampiran 2 Anova
Uji In Vitro Metode Kirby-Bauer Oneway Descriptives Panjang
N 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 Total
2 2 2 2 2 10
Mean 10.0000 11.0000 11.7500 11.7500 12.5000 11.4000
Std. Deviation .00000 .70711 .35355 .35355 .70711 .96609
Std. Error .00000 .50000 .25000 .25000 .50000 .30551
95% Confidence Interval for Mean Lower Bound Upper Bound 10.0000 10.0000 4.6469 17.3531 8.5734 14.9266 8.5734 14.9266 6.1469 18.8531 10.7089 12.0911
Minimum 10.00 10.50 11.50 11.50 12.00 10.00
Maximum 10.00 11.50 12.00 12.00 13.00 13.00
Analisis of Variance (ANOVA) Untuk melihat apakah setiap perlakuan menghasilkan rata-rata respon yang sama maka dilakukan analisis of variance (ANOVA). Berikut hasil analisisnya. ANOVA Panjang
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 7.150 1.250 8.400
df 4 5 9
Mean Square 1.788 .250
F 7.150
Sig. .027
ANOVA diatas menghasilkan nilai F-hitung sebesar 7.150 dengan nilai-p sebesar 0.027. Jika nilai-p tersebut dibandingkan dengan taraf nyata 5 % (nilai-p < taraf nyata) maka dapat disimpulkan bahwa setiap perlakuan memberikan ratarata respon yang berbeda. Untuk melihat perlakuan mana saja yang memberikan rata-rata respon yang berbeda dilakukan uji lanjut Duncan dengan hasil sebagai berikut.
Post Hoc Tests Homogeneous Subsets Panjang a
Duncan
konsentrasi 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 Sig.
N 2 2 2 2 2
Subset for alpha = .05 1 2 3 10.0000 11.0000 11.0000 11.7500 11.7500 11.7500 11.7500 12.5000 .102 .204 .204
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.
Uji lanjut Duncan diatas menghasilkan kesimpulan bahwa konsentrasi 1 % dan konsentrasi 1.5 % menghasilkan rata-rata respon yang sama. Konsentrasi 1.5 %, konsentrasi 2 % dan konsentrasi 2.5 % menghasilkan rata-rata respon yang sama. Konsentrasi 2 %, konsentrasi 2.5 %, dan konsentrasi 3 % menghasilkan rata-rata respon yang sama. Konsentrasi 1 % menghasilkan ratarata respon yang berbeda dengan konsentrasi 2 %, 2.5 % dan 3 %. Konsentrasi 1.5 % menghasilkan rata-rata respon yang berbeda dengan konsentrasi 3. Keterangan : Perlakuan yang terletak dalam satu grup berarti tidak memberikan pengaruh respon yang berbeda. Metode Sumur Oneway Descriptives Panjang_1
N 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 Total
2 2 2 2 2 10
Mean 3.7500 4.2500 5.5000 6.0000 6.2500 5.1500
Std. Deviation .35355 .35355 .70711 .00000 .35355 1.08141
Std. Error .25000 .25000 .50000 .00000 .25000 .34197
95% Confidence Interval for Mean Lower Bound Upper Bound .5734 6.9266 1.0734 7.4266 -.8531 11.8531 6.0000 6.0000 3.0734 9.4266 4.3764 5.9236
Minimum 3.50 4.00 5.00 6.00 6.00 3.50
Maximum 4.00 4.50 6.00 6.00 6.50 6.50
Analisis of Variance (ANOVA) Untuk melihat apakah setiap perlakuan menghasilkan rata-rata respon yang sama maka dilakukan analisis of variance (ANOVA). Berikut hasil analisisnya : ANOVA Panjang_1
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 9.650 .875 10.525
df 4 5 9
Mean Square 2.413 .175
F 13.786
Sig. .007
ANOVA diatas menghasilkan nilai F-hitung sebesar 13.786 dengan nilai-p sebesar 0.007. Jika nilai-p tersebut dibandingkan dengan taraf nyata 5 % (nilaip
Duncan
konsentrasi_1 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 Sig.
N 2 2 2 2 2
Subset for alpha = .05 1 2 3.7500 4.2500 5.5000 6.0000 6.2500 .286 .142
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.
Uji lanjut Duncan diatas menghasilkan kesimpulan bahwa konsentrasi 1 % dan konsentrasi 1.5 % menghasilkan rata-rata respon yang sama. Konsentrasi 2 %, konsentrasi 2.5 % dan konsentrasi 3 % menghasilkan rata-rata respon yang sama. Konsentrasi 1 % dan 1.5 % menghasilkan rata-rata respon yang berbeda dengan konsentrasi 2 %, 2.5 % dan 3 %. Keterangan :
Perlakuan yang terletak dalam satu grup berarti tidak memberikan pengaruh respon yang berbeda.
Rata-rata dan Standar Deviasi
Metode Kirby-Bauer Konsentrasi
Rata-rata
Standar deviasi
1
10
0
1.5
11
0.707
2
11.75
0.354
2.5
11.75
0.354
3
12.5
0.707
Konsentrasi
Rata-rata
Standar deviasi
1
3.75
0.354
1.5
4.25
0.354
2
5.5
0.707
2.5
6
0
3
6.25
0.354
Metode Sumur
Gabungan Konsentrasi
Rata-rata
Standar deviasi
1
6.88
4.42
1.5
7.63
4.77
2
8.63
4.42
2.5
8.88
4.07
3
9.38
4.42
Uji In Vivo Perlakuan:
Konsentrasi obat
1 % (1) 2 % (2) 3 % (3) 0 % (Ikan tidak diberi obat tetapi dikasih bakteri) (4) Ulangan
: Dua kali
Unit percobaan
: Ikan
Rancangan pengandalian lingkungan
: Rancangan acak lengkap
Respon
: Jumlah ikan yang mati
Hasil Analisis Oneway Descriptives Respon
N 1,00 2,00 3,00 4,00 Total
2 2 2 2 8
Mean 2,0000 1,5000 3,0000 5,0000 2,8750
Std. Deviation 1,41421 ,70711 ,00000 ,00000 1,55265
95% Confidence Interval for Mean Lower Bound Upper Bound -10,7062 14,7062 -4,8531 7,8531 3,0000 3,0000 5,0000 5,0000 1,5770 4,1730
Std. Error 1,00000 ,50000 ,00000 ,00000 ,54894
Minimum 1,00 1,00 3,00 5,00 1,00
Maximum 3,00 2,00 3,00 5,00 5,00
Analisis of Variance (ANOVA) Untuk melihat apakah setiap perlakuan menghasilkan rata-rata respon (jumlah ikan yang mati) yang sama maka dilakukan analisis of variance (ANOVA). Berikut hasil analisisnya : ANOVA Respon
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 14.375 2.500 16.875
df 3 4 7
Mean Square 4.792 .625
F 7.667
Sig. .039
ANOVA diatas menghasilkan nilai F-hitung sebesar 7.667 dengan nilai-p sebesar 0.039. Jika nilai-p tersebut dibandingkan dengan taraf nyata 5 % (nilai-p
< taraf nyata) maka dapat disimpulkan bahwa setiap perlakuan memberikan ratarata respon yang berbeda. Untuk melihat perlakuan mana saja yang memberikan rata-rata respon yang berbeda dilakukan uji lanjut Duncan dengan hasil sebagai berikut : Post Hoc Tests Homogeneous Subsets Respon Duncan
a
Perlakuan 2 1 3 4 Sig.
N 2 2 2 2
Subset for alpha = .05 1 2 1.5000 2.0000 3.0000 3.0000 5.0000 .136 .065
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.
Uji lanjut Duncan diatas menghasilkan kesimpulan bahwa perlakuan 3 (konsentrasi 3%), perlakuan 4 (konsentrasi 0 %) menghasilkan rata-rata respon yang sama. Perlakuan 1, 2, 3 (konsentrasi 1%, 2%, dan 3%) ketiganya tidak memberikan rata-rata respon yang berbeda artinya ketiganya memiliki pengaruh yang sama terhadap respon. Perlakuan 4 (konsentrasi 0 %) menghasilkan ratarata respon yang berbeda dengan perlakuan 1 (konsentrasi 1%) dan perlakuan 2 (konsentrasi 2%). Uji lanjut di atas juga memberikan informasi bahwa konsentrasi yang baik untuk mengobati ikan yang terinfeksi bakteri adalah obat dengan konsentrasi 2 % karena rata-rata ikan yang mati paling sedikit.